View
6
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
i
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH
NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRIZUS) PADA
TIKUS PUTIH (RATTUS NORVEGICUS) YANG
DIINDUKSI DIAZINON TERHADAP KADAR
MALONDIALDEHIDA (MDA) DAN
GAMBARAN HISTOPATOLOGI
LAMBUNG
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh:
Khoirus Viestaria
135130101111035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrizus)
Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diinduksi DiazinonTerhadap
Kadar Malondialdehida (MDA) dan Gambaran
Histopatologi Lambung
Oleh:
Khoirus Viestaria
135130101111035
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji
Pada tanggal 14 Desember 2017
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Chanif Mahdi, MS drh. Viski Fitri Hendrawan, M. Vet
NIP. 19520412 198002 1 001
NIK. 19880518 201504 1 003
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES
NIP. 19600903 198802 2 001
iii
Lembar Pernyataan
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Khoirus Viestaria
NIM : 135130101111035
Program Studi : Kedokteran Hewan
Penulis Skripsi berjudul:
Efek pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) pada tikus
putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi Diazinoon terhadap kadar
Malondialdehida dan Histopatologi lambung.
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaksud di isi
dan tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.
2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil jiplakan, maka saya akan bersedia menanggung resiko yang akan saya
terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, 14 Desember 2017
Khoirus Viestaria
135130101111035
iv
Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrizus)
Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diinduksi Diazinon Terhadap
Kadar Malondialdehida (MDA) dan Gambaran
Histopatologi Lambung
Abstrak
Diazinon merupakan insektisida jenis organofosfat yang banyak digunakan
pada sebagian besar sektor pertanian. Hasil metabolisme senyawa organofosfat ini
dapat meningkatkan Reactive Oxygen Species (ROS) dalam tubuh, sehingga akan
menyebabkan komplikasi ke berbagai organ, termasuk lambung. Ekstrak kulit
buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) memiliki aktivitas antioksidan yang
tinggi dalam menurunkan ROS pada kasus keracunan diazinon. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak kulit buah naga merah dalam
menurunkan kadar MDA dan memperbaiki kerusakan gambaran histopatologi
lambung tikus yang diinduksi diazinon. Penelitian ini menggunakan tikus putih
(Rattus norvegicus), jantan strain Wistar berumur 8-12 minggu, berat badan rata-
rata 150 g sebagai hewan coba sebanyak 20 ekor. Terdapat 5 kelompok perlakuan,
yaitu kelompok K(-), K(+), P1, P2, dan P3. Dosis diazinon yang digunakan
sebanyak 40 mg/kg BB per-oral selama 5 hari berturut-turut. Ekstrak kulit buah
naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang diberikan dengan dosis bertingkat yaitu
150 mg/150 g BB, 200 mg/150 g BB, dan 250 mg/150 g BB per-oral, selama 14
hari. Data kadar MDA dianalisis kuantitatif dengan ANOVA menggunakan
program komputer SPSS version 22 for Windows serta dilanjutkan dengan uji
Beda Nyata Jujur (BNJ) α = 5% dan gambaran histopatologi lambung dianalisis
secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ekstrak kulit buah
naga merah (Hylocereus polyrhizus) dosis 150 mg/150g BB secara sangat
signifikan (p
v
Effect of Extract Red Pitaya peel (Hylocereus Polyrizus) In Rat (Rattus
norvegicus) The Induced Diazinon Against Malondialdehida
levels and Histopathology of Gastric
Abstract
Diazinon is an organophosphate type insecticide widely used in most
agricultural sectors. The metabolic results of these organophosphate compounds
can increase Reactive Oxygen Species (ROS) in the body, thus causing
complications to the various organs of one of the stomach. Red pitaya peel extract
has high antioxidant activity in lowering ROS, in cases of diazinon poisoning.
This study aims to determine the effectiveness of Red-pitaya peel extract in
reducing levels of Malondialdehyde (MDA) and repair histopathological damage
to rat induced diazinone. This study used white rats (Rattus norvegicus) male
Wistar strain aged 8-12weeks, average weight 150 g as a trial animal of 20 tails.
There were 5 treatment groups, which were K (-), K (+), P1, P2, and P3. The dose
of diazinone used was 40 mg / kg BW with oral sonde for 5 consecutive days. Red
pitaya peel (Hylocereus polyrhizus) extract given with a multilevel dose of 150
mg/150 g BW, 200/150 g BW mg and 250 mg/150 g BW, for 14 days. MDA
levels were measured using the Thiobarbituric acid (TBA) test and gastric
histopathology features using Hematoxylin-Eosin (HE) staining. The MDA
content was analyzed quantitatively by ANOVA using SPSS version 22 computer
program for Windows and continued with honestly significant difference (HSD)
test (α = 5%) and gastric histopathology were analyzed descriptively. The results
showed that the extract of red pitaya peel (Hylocereus polyrhizus) dose 150
mg/150 g BW significantly (p
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas diberikannya nikmat, limpahan
rahmat, serta hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus
polyrizus) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diindusuksi Diazinon
Terhadap Kadar Malondialdehida (MDA) dan Gambaran Histopatologi
Lambung”. Selama penelitian dan penyusunan skripsi ini, halangan dan rintangan
terus menerus muncul pada diri penulis, sehingga dalam penyelesaian tulisan ini
melibatkan banyak pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih banyak kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Chanif Mahdi, MS., selaku pembimbing I tugas akhir ini atas
segala bantuan, kesempatan, nasihat, bimbingan, dan arahan yang
diberikan kepada penulis.
2. drh. Viski Fitri Hendrawan, M. Vet., selaku pembimbing II tugas akhir ini
yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, arahan, serta saran
kepada penulis.
3. Drh. Desi Wulansari, M. Vet., selaku dosen penguji I atas saran yang telah
diberikan.
4. Drh. Rahadi Swastomo, selaku dosen penguji II atas saran yang telah
diberikan.
5. Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya atas kepemimpinan dan dukungan demi
kemajuan FKH UB.
6. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terimakasih banyak kepada
Bapak Choirur Rofiq dan Ibu Rosidatul Islamiah, Mbak Safitri Dian
Novita, serta keluarga besar atas doa, kasih sayang, semangat dan
dukungan dalam bentuk moril maupun materil kepada penulis selama
menempuh pendidikan di FKH UB.
7. Teman dalam penelitian, Amilia Yunita, Previana Rahmawati, Diah wahyu
Atika Suri, dan Fega Okta P.
vii
8. Sahabat di Kota Rantau, Ristanti P, Tia Sundari, Mentari Putri A, Luh
Putu S, Novita S, Nurma A, Eka, Tri indah L dan Dina Sahmiranda atas
bantuan motivasi, kebersamaan, keluarga, serta memaknai kehidupan di
perantauan.
9. Seluruh staf dan karyawan FKH UB yang telah membantu proses
administrasi dalam membuat tugas akhir.
10. Keluarga besar B-Tis dan CAVITAS sebagai keluarga baru selama
menempuh studi di FKH UB.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran maupun
kritik yang bersifat membangun atas tulisan ini. Penulis sangat berharap
skripsi ini akan banyak bermanfaat baik bagi penulis pribadi maupun
pembaca.
Malang, 14 Desember 2017
Khoirus Viestaria
135130101111035
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
ABSTACT ........................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ...................................................... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 5
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3
1.3 Batasan Masalah ............................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6
2.1 Tikus Putih (Rattus norvegicus) ...................................................... 6
2.2 Diazinon ........................................................................................ 7
2.2.1 Pengaruh Diazinon ............................................................... 9
2.3 Lambung ..................................................................................... 10
2.3.1 Anatomi Lambung .............................................................. 10
2.3.2 Histologi Lambung ............................................................. 11
2.4 Radikal Bebas ............................................................................. 12
2.5 Malondialdehida (MDA) ............................................................. 12
2.6 Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) .......................... 14
ix
BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ........... 17
3.1 Kerangka Konseptual ...................................................................... 17
3.2 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 20
BAB 4. METODE PENELITIAN................................................................... 21
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 21
4.2 Populasi dan Sampel ....................................................................... 21
4.3 Rancangan Penelitian ...................................................................... 21
4.4 Penetapan Jumlah Perlakuan dan Ulangan ...................................... 23
4.5 Variabel Penelitian .......................................................................... 23
4.6 Alat dan Bahan ............................................................................... 24
4.6.1 Alat ...................................................................................... 24
4.6.2 Bahan .................................................................................... 24
4.7 Tahapan Penelitian .......................................................................... 25
4.7.1 Persiapan Hewan Coba .......................................................... 25
4.7.2 Pembuatan Ekstrak Kulit
Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) ............................ 25
4.7.3 Induksi Diazinon pada Tikus Putih
(Rattus norvegicus) ................................................................ 26
4.7.4 Terapi Ekstrak Kulit Buah Naga Merah
(Hylocereus polyrhizus) ........................................................ 26
4.7.5 Pengambilan Organ Lambung ................................................ 27
4.7.6 Pengukuran Kadar Malondialdehida (MDA) Lambung .......... 27
4.7.7 Pembuatan dan Pengamatan Preparat
Histopatologi Lambung ......................................................... 28
4.7.8 Analisis Data ......................................................................... 30
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 31
5.1 Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah
Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) terhadap
Kadar Malondialdehida (MDA) Lambung..................................... 31
5.2 Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah
x
Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) terhadap
Gambaran Histopatologi Lambung................................................ 34
BAB VI. PENUTUP ........................................................................................ 41
6.1 Kesimpulan .................................................................................. 41
6.2 Saran ............................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 42
LAMPIRAN ................................................................................................... 45
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Tikus Putih (Rattus norvegicus) strain Wistar ................................. 7
Gambar 2.2 Struktur Kimia Diazinon ............................................................... 8
Gambar 2.3 Anatomi Lambung ...................................................................... 10
Gambar 2.4 Histologi Lambung ...................................................................... 12
Gambar 2.5 Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) ................................. 15
Gambar 2.6 Struktur Kimia Antosianin ........................................................... 16
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ................................................... 17
Gambar 5.1 Gambaran histopatologi lambung tikus
putih (Rattus norvegicus) kelompok K(-)
dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x......................... 35
Gambar 5.2 Gambaran histopatologi lambung tikus
putih (Rattus norvegicus) kelompok K(+)
dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x......................... 35
Gambar 5.3 Gambaran histopatologi lambung tikus
putih (Rattus norvegicus) kelompok P1
dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x......................... 36
Gambar 5.4 Gambaran histopatologi lambung tikus
putih (Rattus norvegicus) kelompok P2
dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x......................... 36
Gambar 5.5 Gambaran histopatologi lambung tikus
putih (Rattus norvegicus) kelompok P3
dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x......................... 37
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Kandungan Ekstrak Kulit Buah
Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) ................................................ 16
Tabel 4.1 Rancangan Kelompok Penelitian ...................................................... 22
Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Kadar Malondialdehida (MDA)
Lambung Setiap Kelompok Perlakuan .............................................. 31
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 Kerangka Operasional Penelitian ................................................. 45
Lampiran 2 Pembuatan Ekstrak Kulit Buah
Naga Merah (Hylocereus polyrhizus ............................................. 46
Lampiran 3 Perhitungan Dosis Diazinon ......................................................... 47
Lampiran 4 Perhitungan Dosis Ekstrak Kulit
Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus ................................... 48
Lampiran 5 Prosedur Pengukuran Malondialdehida (MDA) Lambung ............ 50
Lampiran 6 Prosedur Pembuatan Preparat Histopatologi Lambung ................. 51
Lampiran 7 Keterangan Kelaikan Etik ............................................................. 53
Lampiran 8 Surat Keterangan Identifikasi Tanaman ........................................ 54
Lampiran 9 Hasil Uji LC-MS Kulit Buah Naga
Merah (Hylocereus plyrhizus) ....................................................... 55
Lampiran 10 Hasil Pengukuran Kadar Malondialdehida (MDA) Lambung ...... 56
Lampiran 11 Analisis Statistika Malondialdehida (MDA) Lambung ................ 57
xiv
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
Simbol/ Singkatan Keterangan
µl : mikroliter
µg : mikrogram
ANOVA : Analysis of Variance
ATP : Adenosina trifosfat
BB : Berat Badan
BHC : Benzane hexacloride
BMR : Batas Maksimum Residu
DNA : Deoxyribose-nucleic acid
EC : Emulsifiable consentrates
gr : Gram
GRP : Gastrin releasing peptide
HE : Hematoxylin Eosin
HCL : Hydrochloric Acid
K(-) : Kontrol Negatif
K(+) : Kontrol Positif
KEP-UB : Komisi Etik Penelitian
Universitas Brawijaya
Kg : Kilogram
L : Liter
LD : Lethal Dose
MDA : Malondialdehida
mg : Miligram
ml : Mililiter
mm : Milimeter
N : Natrium
NaCL : Natrium Klorida
P1 : Perlakuan satu
P2 : Perlakuan dua
P3 : Perlakuan tiga
ppm : Part per Million
PUFA : Polyunsaturated fatty acid
RAL : Rancangan Acak Lengkap
ROS : Reactive Oxygen
SSP : Sistem Syaraf Pusat
TBA : Thiobarbiturat acid
TCA : Trichloroacetic acid
UPHP : Unit Pengembangan Hewan
Percobaan.
1
BAB 1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pestisida saat ini menjadi ancaman besar bagi masyarakat Indonesia,
dimana penggunaan hampir sebagian besar pada sektor pertanian yaitu sebagai
pengendali hama seperti wereng, belalang, semut, lalat, ulat dan serangga lain.
Pada tahun 2010 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar
5000-10.000 orang keracunan pestisida dan akan terus meningkat, terutama pada
negara-negara berkembang, seperti negara Kamboja, pada tahun 2013 telah
dilaporkan sebanyak 88% petani positif keracunan akut pestisida. Di Indonesia
telah dilaporkan sekitar 12.000 kasus kematian akibat keracunan pestisida setiap
tahunnya (Zulmi, 2016).
Berdasarkan target organisme sasaran, pestisida dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu herbisida, fungisida dan insektisida. Insektisida merupakan pestisida
yang seringkali digunakan untuk membasmi hama tanaman. Insektisida yang
paling sering digunakan oleh para petani adalah jenis organofosfat. Insektisida
golongan organofosfat terdiri atas sekelompok zat kimia yang memiliki struktur
dan aktivitas kimia yang bervariasi. Salah satu jenis insektisida yang sering
digunakan adalah golongan organofosfat diazinon. Pemakaian hampir selalu
digunakan pada seluruh kegiatan pertanian terutama digunakan untuk mengontrol
serangga pada dedaunan, sayuran, buah-buahan, dan tanaman pertanian lain. Efek
samping diazinon secara terus-menerus adalah dapat meninggalkan residu pada
tanaman, baik pada daun, buah, batang maupun tanah. Pada dosis tertentu dapat
meracuni manusia yang mengkonsumsi tanaman tersebut (Budiyono, 2012).
2
Keracunan organofosfat dapat menyebabkan penumpukan radikal bebas
dan stress oksidatif. Stress oksidatif akan menginduksi peroksidasi lipid,
peroksidasi lipid merupakan proses oksidasi asam tidak jenuh berantai panjang
(polyunsaturated fatty acid) pada membran sel yang menghasilkan radikal
peroksida-lipid, hidroperoksida, dan produk aldehida, misal Malondialdehida
(MDA) (Palupi dkk., 2012).
Menurut Lesmana dkk., (2013), salah satu organ pencernaan yang pertama
kali terpapar oleh diazinon yang diinduksikan secara per-oral adalah organ
lambung, ada stress oksidatif akan meningkatkan kerusakan sel pada jaringan
lambung, sehingga perlu dilakukan pengamatan histopatologi organ lambung.
Menurut Kumari dan Mirshra (2015), diazinon memiliki efek yang berbahaya
apabila terkonsumsi oleh tubuh, salah satu efek diazinon dapat dilihat pada saat
pemeriksaan histopatologi lambung adalah terjadi kerusakan epitel pada tunika
mukosa, terjadi ruptur pada tunika submukosa bahkan terkadang sampai pada
tunika muskularis, hiperemik pembuluh darah, dan tampak infiltrasi sel radang
pada tunika submukosa dan muskularis.
Saat ini pengobatan pada kasus keracunan pestisida hanya mengandalkan
obat kimia, seperti atropin sulfat, yang diketahui bahwa obat kimia tersebut juga
memiliki efek samping terhadap kesehatan manusia, antara lain peningkatan
tekanan intraokuler, midriasis, mulut kering, takikardi, konstipasi, ruam kulit,
fotofobia, dan peningkatan terhadap rangsangan susunan syaraf pusat. Hal ini
membuat masyarakat banyak yang beralih kepada pengobatan tradisional yang
dinilai aman dan tidak membahayakan bagi tubuh, karena berasal dari alam.
3
Bahan alam yang diketahui memiliki efek dalam mengatasi keracunan
organofosfat adalah sambiloto, dimana bahan ini memiliki aktivitas antioksidan
yang tinggi dalam menangkal radikal bebas dari residu pestisida yang masuk
kedalam tubuh (Wulandari, 2006).
Bahan alami lain yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi adalah
buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) karena memiliki aktivitas antioksidan
yang tinggi, sehingga baik untuk kesehatan apabila dikonsumsi. Menurut
beberapa penelitian aktivitas antioksidan yang tertinggi terdapat pada kulit. Kulit
buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) saat ini belum banyak dimanfaatkan,
masyarakat cenderung mengkonsumsi buahnya dan kulitnya dibuang sebagai
limbah pertanian. Dalam bidang farmakologi kulit buah naga merah (Hylocereus
polyrhizus) dapat dijadikan sebagai obat herbal yang bermanfaat sebagai
antioksidan dalam menangkan radikal bebas dalam tubuh (Putri dkk., 2015).
Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus
Polyrizus) pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi organofosfat
diazinon terhadap kadar MDA dan gambaran histopatologi lambung.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus Polyrizus)
pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi diazinon dapat
menurunkan kadar MDA Lambung?
4
2. Apakah pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus Polyrizus)
pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi diazinon dapat
memperbaiki gambaran kerusakan histopatologi lambung?
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini dibatasi
pada:
1. Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan,
strain Wistar, umur 8-12 minggu, dengan berat badan rata-rata 150 g.
2. Penelitian yang dilakukan sudah mendapatkan surat laik etik dari Komisi Etik
Penelitian Universitas Brawijaya (765-KEP-UB) (Lampiran ).
3. Insektisida yang digunakan untuk menginduksi tikus putih (Rattus
norvegicus) agar mendapatkan model hewan coba dengan gejala keracunan,
yaitu organofosfat diazinon, berbentuk cair yang diinduksikan per-oral
sebanyak 40mg/kg BB per hari selama 5 hari.
4. Kulit buah naga yang digunakan adalah kulit buah naga merah (Hylocereus
polyrizus) segar, yang memiliki ciri daging buah berwarna merah. Dosis
ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang digunakan
adalah 150 mg/150 g BB, 200 mg/150 g BB, 250 mg/150 g BB diberikan per
hari per-oral selama 14 hari. Ekstrak diperoleh dari Laboratorium Materia
Medika Batu.
5. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah hasil terapi ekstrak kulit
buah naga merah berdasarkan kadar MDA dan gambaran histopatologi
lambung tikus putih (Rattus norvegicus).
5
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus
polyrizus) pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi diazinon dapat
menurunkan kadar MDA lambung.
2. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus
polyrizus) pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi diazinon dapat
memperbaiki gambaran kerusakan histopatologi lambung.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat
tentang pengaruh antioksidan dalam ekstrak kulit buah naga (Hylocereus
polyrhizus) dalam menangkal radikal bebas pada kasus keracunan insektisida jenis
organofosfat, seperti diazinon.
6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Hewan laboratorium merupakan hewan percobaan yang sengaja dipelihara
dan diternakkan, bertujuan untuk dijadikan sebagai hewan model dalam beberapa
penelitian agar dapat dipelajari dan dikembangkan dalam berbagai bidang ilmu
skala penelitian, serta pengamatan laboratoris. Tikus putih yang memiliki nama
ilmiah Rattus norvegicus merupakan hewan coba yang seringkali digunakan
dalam berbagai penelitian. Kriteria tikus putih (Rattus norvegicus) yang
dibutuhkan oleh peneliti sebagai syarat hewan laboratorium, yaitu kontrol pakan,
kontrol kesehatan, jenis (strain), jenis kelamin, umur, berat badan, dan silsilah
genetik. Terdapat tiga galur tikus putih (Rattus norvegicus) yang seringkali
digunakan dalam penelitian antara lain strain Wistar, Long Evans, dan Sprague
Dawley (Prasetyo dkk., 2013).
Taksonomi tikus putih adalah sebagai berikut (Robinson, 1979):
Kingdom : Animal
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
7
Gambar 2.1 Tikus Putih (Rattus norvegicus) strain
Wistar (Alexandru, 2011)
2.2 Diazinon
Diazinon merupakan salah satu insektisida golongan organofosfat yang
seringkali digunakan dalam bidang agro pertanian sebagai senyawa kimia untuk
mengendalikan hama pada semua jenis tanaman dan setiap penggunaan akan
meninggalkan residu pada tanaman tersebut. Residu diazinon dapat ditemukan
pada sayuran seperti kubis, selada, dan tomat dengan kadar residu 0,0069-0,0591
ppm. Kadar tersebut masih dibawah Batas Maksimum Residu (BMR) yang
ditetapkan yaitu 0,75 ppm. Apabila penggunaan diazinon yang terlalu sering akan
sangat berbahaya bagi tubuh karena dapat menyebabkan keracunan (Ngabekti dan
Wiwi, 2000).
Diazinon bersifat racun kontak dan racun sistemik, senyawa ini memiliki
rumus empirik C12H21N2O3PS dengan nama kimia O-Diethyl-O-(2-isopropyl-
6methyl-pyrimidine-4-yl). Senyawa diazinon termasuk dalam senyawa
thiophsphoric acid ester. Seseorang yang mengalami keracunan diazinon akan
menunjukkan gejala, seperti lemas, inkoordinasi, kelemahan anggota gerak,
dispnea, depresi, hipersalivasi, kejang, diare, tremor bahkan beberapa kasus
keracunan dapat menimbulkan kematian (Lesmana dkk., 2014).
8
Menurut Baehaki (1993), bahan aktif diazinon diperdagangkan sebagai
Diazinon®, Basminon
®, Basudin
®, Dharmazinon
®, Neocidal
®. Diazinon
memiliki struktur kimia sebagai berikut :
Gambar 2.2 Struktur Kimia Diazinon (Cox, 2000)
Menurut Baehaki (1993), insektisida diazinon dapat dipergunakan sebagai
arkarisida, merupakan racun kontak, dan racun perut. Diazinon memiliki LD50
melalui mulut tikus adalah 300-850 mg/kg, sedangkan melalui kulit tikus adalah
2.150 mg/kg. Diazinon secara umum digunakan untuk mengendalikan hama
tanaman, seperti kutu perisai daun pada anggrek Parlatoria proteu, kutu arben
Euchlora viridis, Spodoptera mauritia, Aphis tavaresii, Lamproseme indicate,
Phaedonia inclusa, Plusia chalcites, kutu kapuk kelapa Aleurodicus destructor,
Artona sp., Sexava sp., dan lain-lain. Formulasi yang diperdangangkan adalah
sebagai berikut: (1) Basminon 60EC mengandung 600 gr diazinon/L; (2) Basudin
60EC mengandung 600 gr diazinon/L; (3) Basudin 10G mengandung 10% gr
diazinon/L; (4) Diazinon 60EC mengandung 641 gr diazinon/L; (5) Diazinon 10G
mengandung 11,3 gr diazinon/I; (6) Diazinon 90ULV mengandung 960 gr
diazinon/L; (7) Dharmazinon 60EC mengandung 60% diazinon/L; (8) Dezimin
60EC mengandung 600 gr diazinon/L; (9) Neocidal 40WP mengandung 40%
9
diazinon/L. Insektisida ini khusus dikembangkan untuk mengatasi caplak
Boophilus annulatus dan B. Spirophylus pada hewan.
2.2.1 Pengaruh Diazinon
Dampak langsung dari penggunaan pestisida adalah keracunan bagi
seseorang yang secara langsung terlibat dalam penggunaan senyawa ini, baik
secara akut maupun kronis. Seseorang dengan keracunan akut akan menunjukkan
gejala, seperti sakit kepala, pusing, mual, diare, dan muntah. Pada kasus yang
berat dapat menyebabkan penderita tidak sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan
dapat menyebabkan kematian. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak
langsung menimbulkan gejala klinis, akan tetapi dalam jangka waktu yang
panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan
yang dapat ditimbulkan seperti kanker, gangguan syaraf, fungsi hati, ginjal,
gangguan pernafasan serta keguguran (Djojosumarto, 2000).
Senyawa metabolit diazinon yang terbentuk, akan meningkatkan radikal
bebas dalam tubuh karena aktivasi senyawa ini memiliki sifat yang lebih poten
dan efek yang ditimbulkan lebih toksik dalam menyebabkan kerusakan sel
dibandingkan dengan senyawa pembentuk. Senyawa ini akan menyebar ke
seluruh tubuh, sehingga mengakibatkan gangguan aliran ion melalui membran sel.
Ketidakseimbangan ion dalam sel akan meningkatkan ROS dan menginduksi
stress oksidatif yang akan berdampak pada kerusakan sel (Elsrek dan Metka,
2011).
Selain dampak pestisida bagi pengguna dan konsumen, residu dari
pertisida juga akan berdampak pada lingkungan. Bagi lingkungan umum,
10
pestisida dapat menyebabkan pencemaran lingkungan pada tanah, udara, dan air
(Djojosumarto, 2000).
2.3 Lambung
2.3.1 Anatomi Lambung
Lambung merupakan organ pertama saluran pencernaan pada cavum
abdominalis, dimana banyak terjadi aktifitas enzimatis. Lambung memiliki bentuk
seperti buah pir, pada bagian superior dibatasi oleh spihgter esophagus dan bagian
inferior dibatasi oleh sphincter pylorus. Lambung terdiri atas antrum cardia,
fundus, corpus, dan pylorus. Dinding lambung terbagi atas 4 tunika yaitu tunika
serosa yang terletak pada bagian luar, tunika muskularis propria yang terdapat
selubung serabut otot polos, tunika submukosa, dan tunika mukosa yang terletak
pada bagian dalam lambung (Saunders, 1987).
Menurut Harris (2009), tikus termasuk dalam hewan monogastrik yang
hanya memiliki satu lambung dan terletak pada sisi kiri rongga abdomen, serta
berbatasan langsung dengan hati. Lambung tikus terbagai menjadi dua bagian,
yaitu sisi glandular dan sisi lambung bagian depan non-glandular, yang keduanya
dibatasi oleh sebuah jembatan (ridge).
Gambar 2.3 Anatomi Lambung (Singh, 2014)
11
2.4.2 Histologi Lambung
Menurut Harris (2009), secara mikroskopis pada sisi lambung depan non-
glandular memiliki lipatan mukosa yang menyerupai mukosa dalam lumen dan
dilapisi oleh sel epitel skuamosa bertingkat, sedangkan pada sisi glandular
lambung (corpus) terdapat sumur lambung yang dilapisi oleh sel epitel kolumnar
selapis. Pada bagian pylorus dilapisi oleh epitel kolumnar selapis yang juga
melapisi perpanjangan sumur lambung. Lambung tikus dilapisi oleh mukosa,
selaput lendir ini dibentuk oleh sel epitel permukaan dimana akan menginvaginasi
lamina propria yang berada dibawah untuk membentuk sumur-sumur atau biasa
dikenal dengan gastric pit. Menurut Wibowo (2005), diantara sel-sel yang
membentuk gastric pits terdapat sel yang menghasilkan asam lambung (HCL),
pepsin, dan mukus. Produksi HCL dapat dirangsang oleh syaraf, pikiran atau
emosi dan makanan yang terdapat dalam mulut atau lambung.
Lamina propria lambung terdiri atas jaringan ikat, sel otot polos, dan sel
limfoid. Tunika mukosa dan submoka yang berada dibawah dipisahkan oleh otot
polos yang disebut sebagai tunika muskularis mukosa (Harris, 2009). Dinding
lambung diperkuat oleh otot yang memanjang, melintang, dan serong. Kedua jenis
otot pertama terdapat dalam semua organ pencernaan yang lain akan tetapi otot
serong hanya terdapat pada lambung. Pada bagian akhir lambung yaitu pylorus,
otot melintang terdapat lebih tebal dan berfungsi sebagai sphincter yang berfungsi
untuk menahan makan tidak langsung turun kedalam duodenum (Wibowo, 2005).
12
Gambar 2.4 Histologi Lambung
(Tortora dan Grabowski, 1996)
2.5 Radikal Bebas
Menurut Swastika (2013) radikal bebas merupakan setiap unsur yang
memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit yang paling luar,
dimana radikal bebas mempunyai sifat yang sangat reaktif, dapat mengubah
molekul menjadi radikal, dan menyebabkan kerusakan membran sel yang banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi lipid peroksidasi yang tidak stabil
dan reaktif. Kerusakan sel atau jaringan akibat lipid peroksidasi dapat secara
langsung dan tidak langsung. Efek langsung menyebabkan kerusakan struktur
membran sel, sedangkan efek yang tidak langsung melalui produk-produk
metabolit dari lipid peroksidasi. Menurut Palupi dkk., (2012) peroksidasi lipid
merupakan proses oksidasi asam tidak jenuh berantai panjang (polyunsaturated
fatty acid) pada membran sel yang menghasilkan radikal peroksida-lipid,
hidroperoksida, dan produk aldehida yaitu MDA.
2.6 Malondialdehida (MDA)
Malondialdehida (MDA) dapat digunakan sebagi biomarker terhadap
stress oksidatif yang ditimbulkan oleh paparan radikal bebas. Radikal bebas
bersifat reaktif dan tidak stabil, sehingga sulit mengukur secara langsung, akan
13
tetapi dengan terbentuk produk peroksidasi lipid, seperti MDA secara tidak
langsung dapat digunakan sebagai marker atau tanda ada radikal bebas tersebut.
Malondialdehida merupakan produk dekomposisi dari polyunsaturated fatty acid
peroksidasi. Malondialdehida termasuk dalam senyawa dialdehida, yang
merupakan produk akhir peroksidasi lipid dalam tubuh. Malondialdehida
menunjukkan produk oksidasi asam lemak tidak jenuh sebagai akibat dari adanya
radikal bebas dalam tubuh. Paparan radikal bebas yang tinggi dan terus menerus
akan menyebabkan terjadi stress oksidatif. Peningkatan stress oksidatif ini
sebanding dengan peningkatan MDA. Stress oksidatif dapat menyebabkan
kerusakan sel yang dapat menyebabkan nekrosis pada jaringan akibat sel yang
rusak dan mengalami kematian (Swastika, 2013).
Pendapat yang sama juga dijelaskan oleh Safitri (2016), yang
menyatakan bahwa MDA dihasilkan oleh radikal bebas melalui suatu proses, yaitu
peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan suatu reaksi dimana radikal bebas
maupun oksidan menyerang lipid yang mengandung ikatan karbon ganda terutama
pada polyunsaturated fatty acid. Peroksidasi lipid melibatkan pemisahan hidrogen
dengan rantai karbon dan digantikan oleh oksigen untuk menjadikan lipid peroksil
radical dan lipid hidroperoksida. Radikal hidroksil memiliki sifat yang sangat
reaktif karena dapat menginduksi reaksi peroksidasi lipid. Hasil akhir dari
peroksidasi lipid, antara lain MDA, propanal, hexanal, dan 4-hydroxynoneal.
Lipid peroksida akan menempel pada free fatty acid, triasilgliserol, fosfolipid, dan
sterol pada membran sel. Malondialdehida merupakan senyawa yang mutagenik
bagi tubuh dan dapat berikatan kembali pada polyunsaturated fatty acid melalui
14
omega-6 dari polyunsaturated fatty acid menyebabkan fragmentasi dan membran
sel menjadi rapuh.
2.7 Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)
Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) berasal dari daerah yang
memilki iklim tropis kering, merupakan jenis tanaman memanjat. Buah naga
merah (Hylocereus polyrhizus) banyak dibudidayakan di Indonesia pada kota-kota
besar, seperti Pasuruan, Malang, Banyuwangi, dan Jember. Habitat asli buah ini
berasal dari negara Meksiko, Amerika Utara, dan Amerika Selatan bagian utara.
Pertumbuhan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti suhu, kelembaban tanah, dan curah hujan. Dalam beberapa
penelitian buah naga memiliki manfaat yang luar biasa untuk kesehatan. Hal
tersebut dikarenakan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) mengandung
senyawa antioksidan yang tinggi, beberapa penelitian juga menyatakan bahwa
aktivitas antioksidan pada kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) lebih
tinggi dari pada daging buah. Dalam bidang farmakologi kulit buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus) dapat dijadikan sebagai obat herbal alami yang
bermanfaat sebagai antioksidan dalam menangkan radikal bebas dalam tubuh.
Pada 1 mg/ mL kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) mampu
menghambat radikal bebas sebesar 83,48 ± 1,02%, sedangkan pada daging buah
hanya 27,45 ± 5,03%. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa ekstrak klorofom
kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) memiliki aktivitas antioksidan
dengan nilai IC50 sebesar 43,836 µg/mL (Putri dkk., 2015).
15
Gambar 2.5 Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) (Minh, 2014).
Dalam penelitian Putri (2015), menyatakan bahwa kulit buah naga
tergolong memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dalam menangkal radikal
bebas, hal tersebut didasarkan pada hasil uji aktivitas antioksidan menggunakan
metode DPPH dan diperoleh nilai IC50 sebesar 96,9454 mg/L. Suatu senyawa
dapat dikatakan memiliki antioksidan yang kuat pada uji DPPH apabila
didapatkan nilai IC50 antara 50-100 ppm, aktivitas sedang apabila didapatkan nilai
IC50 antara 100-150 ppm, dan dapat dikatan senyawa tersebut memiliki aktivitas
antioksidan yang lemah apabila nilai IC50 antara 150-200 ppm. Salah satu
antioksidan yang dapat ditemukan dalam kulit buah naga merah (Hylocereus
polyrhizus) adalah antosianin.
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan tersebar luas
dalam tumbuhan. Antosianin memiliki pigmen berwarna kuat dan mudah larut
dalam air, sehingga menyebabkan hampir semua warna merah jambu, merah
marak, merah, ungu dan biru dalam daun bunga. Secara kimiawi antosianin dapat
dikelompokkan dalam golongan flavonoid dengan rumus molekul C15H110.
Senyawa flavonoid merupakan senyawa polar dan dapat diekstraksi dengan
pelarut yang polar juga. Adapula faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
16
stabilitas dari senyawa antosianin meliputi PH, enzim, cahaya, oksigen, suhu,
oksidator, dan penyimpanan (Ingrath dkk., 2015).
Gambar 2.6 Struktur Kimia Antosianin (Simanjuntak dkk., 2014)
Menurut Hambali dkk., (2014), antosianin mampu menghalangi laju
kerusakan sel akibat radikal bebas dari penggunaan bahan kimia, seperti diazinon.
Menurut Lianiwati (2011), Antosianin menghambat radikal bebas dengan cara
mendonorkan atom hidrogen pada radikal bebas dan menyebabkan senyawa
tersebut menjadi stabil. Keseimbangan antara oksidan dengan antioksidan
menyebabkan tingkat stress oksidatif menjadi berkurang. Kandungan ekstrak kulit
buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) seperti ditunjukan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Kandungan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)
Jenis Jumlah (per 100 gram)
Kandungan Gizi
Kadar Air (%)
Kadar Protein (%)
Kadar Lemak (%)
Kadar Abu (%)
Antioksidan
Aktifitas antioksidan DPPH (Nilai IC50)
Betasianin (mg/100 g)
Phenol (GAE/ 100g)
Flavonoid (katechin/ 100g)
Antosianin
4.9% ± 0.3
3.2% ± 0.2
0.7% ± 0.2
19.3% ± 0.2
94,9454 mg/L
6.8 ± 0.3 mg
19.8 ± 1.2 mg
9.0 ± 1.4 mg
58,0720 mg/L
(Saneto, 2012)
17
BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Diazinon Tikus Putih
(Rattus norvegicus)
Absorbsi
Radikal Bebas
ROS
Metabolisme
Kerusakan Sel
Lambung
Stres Oksidatif
Perubahan
Gambaran
Histopatologi
Lambung
MDA
Peroksidasi Lipid
Oxono-organophosphat
Ekstrak Kulit
Buah Naga
(Hylocereus
polyrhizus)
Atom S
Dialkylphospate Leaving group
Oksidasi
Hidrolisis Antosianin
18
Keterangan :
: patomekanisme : penurunan
Senyawa organofosfat diazinon masuk kedalam tubuh melalui mulut
menuju saluran pencernaan, kemudian senyawa tersebut akan langsung
mengiritasi epitel lambung, selanjutnya diabsorbsi dan dimetabolisme dalam
hepar menjadi bentuk yang aktif. Metabolisme organofosfat terjadi dalam dua fase
yaitu fase I dan fase II. Metabolisme fase I senyawa organofosfat melibatkan
proses oksidasi dan hidrolisis. Reaksi oksidasi merupakan reaksi yang penting
dalam aktivasi thiono-organofosfat menjadi bentuk yang lebih aktif, dengan
bantuan enzim Cytochrome P450 (CYP), thiono-organofosfat dioksidasi menjadi
oxono-organofosfat dengan pengikatan atom oksigen pada atom sulfur, sehingga
terjadi intermediet yang tidak stabil. Oxono-organofosfat hasil oksidasi memiliki
toksisitas yang tinggi, sehingga akan meningkatkan radikal bebas dalam tubuh.
Sedangkan, pengaruh aktif dari atom S sebagai produk sampingan reaksi ini masih
belum diketahui. Oxono-organofosfat yang terbentuk dari reaksi oksidasi
kemudian akan dihidrolisis dengan bantuan enzim esterase A yang juga disebut
sebagai reaksi Paraoxonase (PON), kemudian terpecah menjadi dealkylphospate
dan leaving group. Dealkylphospate selanjutnya akan dikatalis oleh enzim pada
fase II yang akan menghasilkan molekul yang lebih bersifat hidrofilik, sehingga
lebih mudah diekskresikan lewat urin, sedangkan leaving grup yang terbentuk
: peningkatan
:Menghambat : Terapi
: Variabel tergantung : Variabel bebas
: Induksi
19
dapat meningkatkan ROS. Reactive Oxygen Species (ROS) yang meningkat akan
menyebabkan ketidakseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas yang ada
didalam tubuh. Peningkatan radikal bebas yang tidak diimbangi dengan
peningkatan antioksidan akan menginduksi terjadi stress oksidatif, sehingga
berdampak pada kerusakan sel termasuk sel-sel pada lambung. Perubahan struktur
sel dapat diamati melalui pengamatan histopatologi lambung. Stress oksidatif
akan menginduksi peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan suatu reaksi
dimana radikal bebas maupun oksidan menyerang lipid yang mengandung ikatan
karbon ganda terutama pada polyunsaturated fatty acid. Peroksidasi lipid
melibatkan pemisahan hidrogen dengan rantai karbon dan digantikan oleh oksigen
untuk menjadikan lipid peroxyl radicals dan lipid hidroperoksida. Radikal
hidroksil memiliki sifat yang sangat reaktif karena dapat menginduksi reaksi
peroksidasi lipid. Salah satu hasil akhir dari peroksidasi lipid adalah MDA.
Sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan stress oksidatif akan sebanding
dengan peningkatan MDA.
Stress oksidatif akibat paparan organofosfat diazinon dapat diturunkan
oleh senyawa antioksidan. Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) memiliki
aktivitas antioksidan yang tinggi sehingga baik untuk kesehatan bagi orang yang
mengkonsumsi. Ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyhizus) yang
masuk kedalam tubuh akan diabsorbsi lalu dimetabolisme dan menyebar
keseluruh tubuh. Kandungan antioksidan dalam kulit buah naga merah
(Hylocereus polyhizus) dipercaya mampu menangkal radikal bebas adalah
antosianin. Antosianin juga mampu menghalagi laju kerusakan sel akibat radikal
20
bebas dari penggunaan bahan kimia, seperti diazinon. Antosianin bekerja dalam
menangkal radikal bebas dengan cara mendonorkan atom hidrogen pada radikal
bebas yang menyebabkan senyawa tersebut menjadi stabil dan kurang reaktif.
Keseimbangan antara oksidan dengan antioksidan akan menurunkan ROS, sejalan
dengan itu terjadi penurunan stress oksidatif dan peroksidasi lipid. Penurunan
stress oksidatif akan sebanding dengan penurunan kadar MDA dalam jaringan.
Penurunan tersebut juga berpengaruh pada perbaikan histopatologi lambung.
Kandungan antioksidan yang tinggi dalam ekstrak kulit buah naga merah
(Hylocereus polyhizus) dapat menghalagi laju kerusakan sel dengan menghambat
radikal bebas tersebut, sehingga perbaikan sel dapat diamati pada gambaran
histopatologi lambung.
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitin tentang pengaruh pemberian ekstrak kulit buah naga
merah (Hylocereus undatus) pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi
diazinon adalah :
1. Pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dapat
menurunkan kadar MDA lambung tikus putih (Rattus norvegicus) diinduksi
diazinon.
2. Pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dapat
memperbaiki gambaran kerusakan histopatologi lambung tikus putih (Rattus
norvegicus) yang diinduksi diazinon.
21
BAB 4. METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2017 yang bertempat
di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang sebagai tempat untuk pemeliharaan hewan coba sekaligus untuk
pengukuran kadar MDA lambung. Unit Pelaksanaan Teknis (UPT)
Material Medica Batu sebagai tempat dalam pembuatan ekstrak kulit buah
naga merah (Hylocereus polyrizus). Laboratorium Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya sebagai tempat untuk
pembuatan dan pengamatan preparat histopatologi lambung.
4.2 Populasi dan Sampel
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
(Rattus norvegicus) jantan, strain Wistar, umur 8-12 minggu, dengan berat
badan rata-rata 150 g.
4.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan
desain The Post Test-Only Control Group. Penelitan ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan membagi kelompok hewan coba
menjadi 5 kelompok perlakuan, sehingga setiap kelompok perlakuan
terdiri dari 4 ekor hewan coba, yaitu K(-), K(+), P1, P2 dan P3. K(-) atau
kelempok kontrol negatif, yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) yang tidak
diberikan perlakuan apapun, hanya diberikan pakan dan minum ad-
libitum. K(+) atau kelompok kontrol positif, yaitu tikus putih (Rattus
22
norvegicus) yang hanya diinduksi diazinon dengan dosis 40mg/kgBB per-
hari per-oral selama 5 hari. P(1) atau kelompok perlakuan 1, yaitu tikus
putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi diazinon 40 mg/kgBB per-hari
per-oral selama 5 hari dan diterapi menggunakan ekstrak kulit buah naga
merah (Hylocereus polyrhizus) dengan dosis 150 mg/150 g BB per-hari
per-oral selama 14 hari. P(2) atau kelompok perlakuan 2, yaitu tikus putih
(Rattus norvegicus) yang diinduksi diazinon 40 mg/kgBB per-hari per-
oral selama 5 hari dan diterapi dengan ekstrak kulit buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus) dengan dosis 200 mg/150 g BB per-hari per-oral
selama 14 hari. P(3) atau kelompok perlakuan 3, yaitu tikus putih (Rattus
norvegicus) yang diinduksi diazinon 40 mg/kgBB per-hari per-oral selama
5 hari dan diterapi dengan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus
polyrhizus) dengan dosis 250 mg/150 g BB per-hari per-oral selama 14
hari.
Tabel 4.1 Rancangan Kelompok Penelitian
Kelompok Perlakuan Perlakuan
Kelompok K(-) Tidak diberikan perlakuan apapun
Kelompok K(+) Diazinon 40 mg/kg BB
Kelompok P(1) Diazinon 40 mg/kg BB + ekstrak kulit buah
naga merah (Hylocereus polyrhizus)
150 mg/150 g BB
Kelompok P(2) Diazinon 40 mg/kg BB + ekstrak kulit buah
23
naga merah (Hylocereus polyrhizus)
200 mg/150 g BB
Kelompok P(3) Diazinon 40 mg/kg BB + ekstrak kulit buah
naga merah (Hylocereus polyrhizus)
250 mg/150 g BB
4.4 Penetapan Jumlah Perlakuan dan Ulangan
Penelitian ini meggunakan hewan coba berupa tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan, strain Wistar umur 8-10 minggu, berat badan rata-rata 150
gram. Hewan coba dibagi menjadi 5 kelompok dan estimasi besar sampel
dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Kusrinigrum, 2008):
T (n-1) ≥ 15
5 (n-1) ≥ 15
5n-5 ≥ 15
5n ≥ 15
n ≥ 15
Berdasarkan perhitungan diatas, maka untuk 5 kelompok perlakuan
kelompok diperlukan ulangan minimal 4 kali dalam setiap kelompok dan
hewan coba yang diperlukan sebanyak 20 ekor.
4.5 Variabel Penelitian
Adapun variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel bebas : Dosis induksi diazinon dan dosis terapi ekstrak
kulit buah naga merah (Hylocereus Polyrizus).
Keterangan :
T = jumLah kelompok hewan
perlakuan
N = jumLah ulangan yang diperlukan
24
Variabel terikat : Kadar MDA dan gambaran histopatologi lambung
tikus putih (Rattus norvegicus).
Variabel kontrol : Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan, strain
Wistar, umur, berat badan, suhu dan kelembapan
kandang serta pakan dan air minum.
4.6 Alat dan Bahan
4.6.1 Alat
Alat yang digunakan untuk pemeliharan hewan coba dalam penelitian ini
meliputi, kandang, botol minum, dan tempat makan, serta disposable syringe
untuk melakukan sonde. Pada pembuatan ekstrak alat yang digunakan meliputi
blander, timbangan digital, gelas ukur, mikropipet, dan evaporator. Pada saat
pengambilan organ alat yang digunakan meliputi pinset, scalpel, blade, jarum
pentul, gunting, dan styrofoam. Pada saat pengukuran kadar MDA alat digunakan
meliputi, microtube, mortir, vortex, water bath, tabung eppendorf, dan
spektrofotometer. Pada pembuatan preparat HE alat yang digunakan meliputi,
gelas objek, cover glass, lemari pendingin, mikrotom dan mikroskop cahaya.
4.6.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus
norvegicus) strain Wistar jantan sebagai hewan coba, pakan dan minum PDAM
untuk pemeliharan hewan coba. Bahan yang digunakan untuk induksi hewan coba
agar keracunan digunakan senyawa organofosfat diazinon 600 EC. Pada
pembuatan ekstrak untuk terapi keracunan, bahan yang digunakan adalah kulit
buah naga merah (Hylocereus polyrizus), HCL dan etanol 96%. Pada pengukuran
25
kadar MDA bahan yang digunakan meliputi organ lambung, HCL 1%, Na-Thiol,
NaCL 0,9%, TCA, dan aquadest. Pada pembuatan preparat histopatologi bahan
yang digunakan meliputi, formalin 10%, paraffin, xylol,etanol absolut, etanol
bertingkat 70%, 80%, 90%, 95%, dan pewarna HE.
4.7 Tahap Penelitian
1. Persiapan hewan coba
2. Pembuatan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocerus polyrhizuzus)
3. Induksi diazinon pada tikus putih (Rattus norvegicus).
4. Terapi ekstrak kulit buah naga merah (Hylocerus polyrhizuzus).
5. Pengambilan organ lambung
6. Pengukuran kadar malondialdehida (MDA) lambung.
7. Pembuatan preparat histopatologi organ lambung.
8. Analisis data.
4.7.1 Persiapan Hewan Coba
Persiapan hewan coba meliputi pembuatan surat laik etik dari komisi etik
penelitian universitas brawijaya. Aklimatisasi tikus putih (Rattus norvegicus)
sebelum mendapatkan perlakuan selama 7 hari dengan diberikan pakan dan
minum ad-libitum serta dipersiapkan kandang tikus putih (Rattus norvegicus)
berukuran 17,5 cm x 23,75 cm yang dilengkapi dengan penutup kawat. Tikus
putih (Rattus norvegicus) ditempatkan di tempat yang tenang dan bebas dari
polusi dengan lantai kandang mudah dibersihkan dan disanitasi. Suhu optimum
ruangan untuk tikus putih (Rattus norvegicus) adalah 22-24ºC dan memiliki
kelembapan udara 50-60% dengan ventilasi yang cukup.
26
4.7.2 Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrizus)
Pada pebuatan ekstrak, sebanyak 1000 gram kulit buah naga merah
(Hylocereus polyrizus) yang telah halus kemudian dimaserasi selama 24 jam
menggunakan pelarut etanol 96% dan HCL 1% dengan perbandingan volume 9:1
sebanyak 1000 mL, hasil maserasi kemudian disaring. Masetrat yang telah
disaring kemudian ditampung dan disimpan pada suhu kamar yang terlindung dari
cahaya matahari. Hasil dari seluruh masetrat etanol 96% diuapkan dengan alat
evaporator putar pada suhu 40 ºC sampai didapatkan hasil ekstrak etanol kental
(Putri dkk., 2015)
4.7.3 Induksi Diazinon pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Wulandari,
2006)
Diazinon yang diinduksi pada tikus putih (Rattus norvegicus) berupa
sediaan cair diazinon 600EC dengan dosis 40 mg/kg BB yang diberikan per-oral
setiap satu kali sehari selama 5 hari.
Dosis yang digunakan adalah 40 mg/kg BB , sehingga volume yang
diberikan untuk 1 ekor tikus dengan berat 150 gr harus diberikan sebanyak:
x 40 mg = 6 mg
4.7.4 Terapi Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrizus) (Katuuk,
2015)
Pemberian terapi menggunakan ekstrak buah naga merah (Hylocereus
polyrizus) digunakan dosis pada perlakuan 1 (P1) adalah 150 mg/ 150 g BB,
perlakuan 2 (P2) adalah 200 mg/ 150 g BB, dan perlakuan 3 (P3) adalah 250 mg/
150
1000
27
150 g BB. Terapi diberikan pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang sebelumnya
telah diinduksi oleh diazinon. Terapi diberikan setiap satu hari sekali selama 14
hari diberikan per-oral.
4.7.5 Pengambilan Organ Lambung
Pengambilan organ dilakukan setelah dilakukan eutanasi tikus putih
(Rattus norvegicus) dengan cara dislokasi leher pada hari ke 26. Selanjutnya pada
hari yang sama dilakukan pembedahan bagian abdomen untuk diambil dan
dilakukan pencucian organ lambung menggunakan NaCl fisiologis 0,9% yang
bertujuan untuk menghilangkan darah, namun sebelum itu tikus diletakkan diatas
stiroform pada posisi dorsal (terlentang), kemudian dilakukan fiksasi pada
keempat ekstremitas menggunakan jarum pentul. Nekropsi dilakukan tepat pada
linea alba tikus putih (Rattus norvegicus) dengan membuka kulit dan fascia.
Setelah rongga abdomen terbuka, dilakukan pengambilan organ lambung dan
dimasukkan ke dalam larutan formalin 10% untuk pengamatan histopatologi dan
sebagian lainnya dimasukkan kedalam larutan PBS-Azida untuk pengukuran
kadar MDA, untuk selanjutnya sampel langsung dikirim ke laboratorium.
4.7.6 Pengukuran Kadar Malondialdehida (MDA) Lambung (Palupi dkk.,
2012)
Lambung sebanyak 0,225 gram diperoleh dari pendedahan hewan coba.
Organ lambung dipotong kecil-kecil, diberikan sedikit pasir kuarsa dan digerus
dalam mortar dingin. Sampel yang telah hancur ditambahkan 1 mL NaCL 0.9%.
Homogenat dipindah ke dalam microtube dan disentrifugasi pada kecepatan 8000
rpm selama 20 menit. Setelah dilakukan sentrifugasi, supernatan yang terbentuk
28
diambil sebanyak 100 µL, dipindahkan kedalam microtube baru. Aquadest
ditambahkan sebanyak 500 µL kedalam microtube dan dihomogenkan dengan
vortex. Larutan TCA ditambahkan sebanyak 100 µL kedalam microtube dan
dihomogenkan lagi menggunakan vortex. Laruran HCL IN ditambahkan kedalam
microtube sebanyak 250 µL dan dihomogenkan kembali dengan vortex.
Ditambahkan sebanyak 100 µL larutan Na-Thiol ke dalam microtube dan
dihomogenkan kembali dengan vortex lalu microtube disentrifugasi dengan
kecepatan 500 rpm selama 15 menit. Supernatan yang terbentuk diambil dari
microtube dan dimasukkan ke dalam microtube yang baru. Diinkubasi dalam
waterbath pada suhu 100ºC selama 30 menit, setelah itu microtube dibuka dan
dibiarkan dalam suhu ruang. Dilakukan pengukuran absorbansi dengan uji TBA
pada λmax (530 mm) menggunkan spektrofotometer (Shimadzu UV-visible
spectrophotometer UV-1601) dan diplotkan pada kurva standar yang telah dibuat
untuk perhitungan konsentrasi sampel.
4.7.7 Pembuatan dan Pengamatan Preparat Histopatologi Lambung
(Junquiera dan Carneiro, 2007).
Proses pembuatan preparat histopatologi terbagi menjadi beberapa tahap
diantaranya fiksasi, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi paraffin, embedding,
sectioning, penempelan digelas objek, dan pewarnaan. Pada proses fiksasi organ
lambung yang didapat segera dimasukkan kedalam larutan formalin 10% sampai
maksimal 2 hari untuk mencegah terjadi kerusakan organ.
Pada tahap dehidrasi, jaringan dimasukkan kedalam larutan etanol dengan
konsentarasi bertingkat yaitu 70% selama 2 jam, 80% selama 2 jam dan etanol
29
90%, 95% sampai etanol absolute masing-masing 20 menit. Setelah tahap
dehidrasi jaringan dipindahkan kedalam larutan xylol I (20 menit) dan xylol II (30
menit) untuk proses penjernihan. Pada tahap embedding, jaringan dicelupkan
dalam cetakan yang berisi paraffin cair dan ditunggu beberapa saat sampai cairan
memadat dan terbentuk blok-blok, kemudian disimpan dalam lemari pendingin.
Setelah blok paraffin terbentuk, dilanjutkan tahap sectioning, pada tahap
ini dilakukan pengirisan dari jaringan yang telah dipadatkan dengan paraffin,
dimana ketebalan irisan ± 6-8 µm menggunakan sebuah alat khusus, yaitu
mikrotom. Hasil potongan diapungkan kedalam air hangat bersuhu 60ºC
(waterbath) untuk merenggangkan agar jaringan tidak berlipat. Diangkat sediaan
dan diletakkan pada gelas objek untuk dilakukan pewarnaan hematoksilin dan
eosin. Sebelum proses pewarnaan HE terlebih dahulu dilakukan penempelan
preparat jaringan pada gelas objek. Perendaman sediaan preparat dalam xylol 1
dan 2 selama masing-masing lima menit untuk dilakukan deparafinasi dan
rehidrasi secara berturut dengan melakukan perendaman dalam larutan etanol
absolute, 95%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama dua menit lalu
dilakukan pencucian dengan air mengalir. Setelah tahap tersebut selesai,
dilakukan pewarnaan hematoksilin selama 1 menit, dicuci dengan air mengalir,
dan kemudian dicuci dengan aquades selama 5 menit. Selanjutnya, dilakukan
pewarnaan dengan eosin selama 2-3 menit. Sediaan yang telah terwarnai dengan
eosin dicuci dengan air mengalir dan dicuci kembali dengan aquades selama 5
menit. Sediaan dimasukkan kedalam etanol 70%, 80%, 90%, 95% masing-masing
beberapa detik dan etanol absolute I, II, III masing-masing 2 menit. Dilanjutkan
30
dengan perendaman ke dalam larutan xylol I, II, III selama 2 menit. Sediaan
diteteskan dengan perekat permount dan ditutup dengan gelas penutup, kemudian
preparat yang telah jadi dapat dilakukan pemeriksaan dan diamati dibawah
mikroskop cahaya Olympus BX51 dengan perbesaran 400x.
Pengamatan preparat jaringan lambung dimulai dari tunika mukosa sampai
serosa untuk mengetahui perbedaan gambaran histopatologi pada lambung tikus
putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi diazinon sebelum diterapi dan sesudah
diterapi dengan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrizus). Bagian
yang diamati berupa kerusakan pada tunika mukosa lambung, seperti terdapat
erosi epitel dan infiltrasi sel-sel radang.
4.7.8 Analisis Data
Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah penurunan kadar
MDA dan perbaikan gambaran kerusakan histopatologi lambung tikus putih
(Rattus norvegicus). Kadar MDA diukur dengan menggunakan uji TBA. Data
kadar MDA yang diperoleh dilakukan analisis secara kuantitatif menggunakan
alanalisis ragam ANOVA dengan menggunakan SPSS version 22 for windows,
dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) α = 5%. Gambaran kerusakan
histopatologi lambung dianalisis secara deskriptif dengan mengamati kerusakan
yang terlihat melalui mikroskop cahaya perbesaran 100x dan 400x.
31
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus
Polyrhizus) Terhadap Kadar Malondialdehida (MDA) Lambung
Malondialdehida (MDA) termasuk dalam senyawa dialdehida yang
merupakan produk akhir peroksidasi lipid dalam tubuh karena ada stress oksidatif
akibat paparan radikal bebas. Secara tidak langsung peningkatan kadar MDA
dapat dijadikan sebagai biomarker terjadi stress oksidatif, sedangkan penurunan
kadar MDA menunjukkan ada perbaikan kerusakan organ. Kadar MDA diperoleh
dari uji TBA, yang kemudian dilakukan analisis statistika menggunakan ANOVA.
Analisis ANOVA menunjukkan perbedaan hasil terhadap kadar MDA antar
kelompok perlakuan secara sangat signifikan (p
32
Berdasarkan analisis diatas pada Tabel 5.1 kelompok K(+) memiliki rata-rata
kadar MDA yang lebih tinggi dibanding kelompok K(-). Perbedaan ini
menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar MDA kelompok K(+) berbeda nyata
dengan kelompok K(-) yang dibuktikan dengan ada notasi yang berbeda. Pada
kelompok K(+) hewan coba diinduksi dengan diazinon dengan dosis 40mg/kg
BB, didapatkan rata-rata kadar MDA sebesar 0,445 ± 0,08
ng/100mg dan terjadi
peningkatan kadar MDA sebanyak 171% yang dibandingkan dengan kelompok
K(-). Hasil tersebut menunjukkan bahwa induksi diazinon dapat meningkatkan
kadar MDA lambung.
Menurut Elsrek dan Metka (2011), terbentuk oxono-organofosfat dan
leaving group dari metabolisme aktif senyawa diazinon dapat meningkatkan ROS
dalam tubuh karena senyawa tersebut mempunyai sifat yang lebih poten dan lebih
toksik dalam menyebabkan kerusakan sel dalam tubuh, sehingga menginduksi
stress oksidatif dan peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan suatu reaksi
dimana radikal bebas maupun oksidan menyerang lipid yang mengandung ikatan
karbon ganda terutama pada PUFA. Peroksidasi lipid melibatkan pemisahan
hidrogen dengan rantai karbon dan digantikan oleh oksigen untuk menjadikan
lipid peroxyl radicals dan lipid hidroperoksida. Radikal hidroksil memiliki sifat
yang sangat reaktif karena dapat menginduksi reaksi peroksidasi lipid. Hasil akhir
dari peroksidasi lipid adalah MDA. Sehingga, dapat dikatakan bahwa peningkatan
stress oksidatif akan sebanding dengan peningkatan MDA.
Pada kelompok P1, yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi
dengan diazinon 40 mg/kg BB dan diterapi menggunakan ekstrak kulit buah naga
33
merah (Hylocereus polyrhizus) dengan dosis 150 mg/150 g BB, didapatkan hasil
rata-rata kadar MDA sebesar 0,233±0,05 ng/100mg dan dengan dosis tersebut
dapat menurunkan kadar MDA sebesar 47% dibandingkan dengan kelompok
K(+).
Kelompok P2, yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi
dengan diazinon 40 mg/kg BB dan diterapi menggunakan ekstrak kulit buah naga
merah (Hylocereus polyrhizus) dengan dosis 200 mg/150 g BB, didapatkan hasil
rata-rata kadar MDA sebesar 0,219 ± 0,036 ng/100mg dan dengan dosis tersebut
dapat menurunkan kadar MDA sebesar 50% dibandingkan dengan kelompok
K(+).
Kelompok perlakuan 3, yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) yang
diinduksi dengan diazinon 40 mg/kg BB dan diterapi menggunakan ekstrak kulit
buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dengan dosis 250 mg/150 g BB,
didapatkan hasil rata-rata kadar MDA sebesar 0,209 ± 0,104 ng/100mg dan
dengan dosis tersebut dapat menurunkan kadar MDA sebesar 53% dibandingkan
dengan kelompok K(+).
Secara keseluruan kelompok P1, P2, dan P3 memiliki nilai kadar MDA
yang berbeda nyata dengan kelompok K(+), yang dibuktikan dengan perbedaan
notasi antar kelompok P1, P2, P3 dengan kelompok K(+). Kelompok K(+)
memiliki nilai rata-rata kadar MDA yang tinggi, sedangkan pada setiap kelompok
P1, P2, P3 terjadi penurunan rata-rata kadar MDA. Penurunan tersebut
dikarenakan pada kelompok P1, P2, P3, tikus putih (Rattus norvegicus) diterapi
menggunakan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang
34
menggandung senyawa antioksidan, yaitu antosianin yang dapat menangkal
senyawa radikal bebas dalam tubuh. Berdasarkan analisis uji LC-MS juga
menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)
memiliki kandungan antosianin (Lampiran 9). Menurut Lianiwati (2011),
Antosianin bekerja dengan mendonorkan atom hidrogen pada radikal bebas dan
menyebabkan senyawa tersebut menjadi stabil. Keseimbangan antara oksidan
dengan antioksidan menyebabkan tingkat stress oksidatif menjadi berkurang,
sehingga akan menurunkan kadar MDA pada jaringan.
. Kelompok K(-) memiliki nilai rata-rata kadar MDA relatif sama
dengan kelompok P1, P2, dan P3, yang dibuktikan dari notasi yang sama antara
kelompok K(-) dengan kelompok P1, P2, dan P3. Persamaan ini menunjukkan
ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) memiliki pengaruh
terhadap penurunan kadar MDA lambung, yang sebelumnya meningkat pada tikus
putih (Rattus norvegicus) akibat diinduksi diazinon, dimana pemberian ekstrak ini
dapat mengembalikan kadar MDA lambung seperti pada kelompok K(-). Notasi
yang sama juga ditunjukkan pada kelompok P1, P2, dan P3, sehingga didapatkan
hasil yang tidak berbeda nyata pada kelompok P1, P2, dan P3. Untuk
membedakan besar penurunan kadar MDA lambung pada kelompok P1, P2, dan
P3 dengan membandingkan rata-rata kadar MDA lambung antar kelompok P1,
P2, dan P3, sehingga didapatkan dosis terbaik yaitu 250 mg/150 g BB.
5.2 Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus
Polyrhizus) terhadap Gambaran Histopatologi Lambung
Pemeriksaan gambaran histology dan histopatologi lambung dilakukan
dengan pembuatan preparat pewarnaan HE, kemudian diamati dengan
35
menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 100x dan 400x untuk mengamati
perubahan yang terjadi, seperti kerusakan epitel dan infiltrasi sel-sel radang pada
tunika mukosa. Pada pengamatan secara histopatologis akan dapat dibedakan
secara deskriptif perubahan struktur sel-sel jaringan lambung pada setiap
kelompok perlakuan.
Gambar 5.1 Gambaran histopatologi lambung tikus putih (Rattus norvegicus)
kelompok K(-) dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x.
Keterangan: TM = tunika mukosa, SB = Submukosa, M= muskularis mukosa.
Gambar 5.2 Gambaran histopatologi lambung tikus putih (Rattus norvegicus)
kelompok K(+) dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x.
Keterangan: ( ) menunjukkan reruntuhan sel epitel akibat erosi epitel pada tunika
mukosa,( ) menunjukkan infiltrasi sel radang, ( ) menunjukkan inti
piknotik sel parietal. TM = tunika mukosa, SB = Submukosa, M=
muskularis mukosa
TM
TM
A
B
A
TM
SB
M
TM
SB M
100x 400x
100x 400x
36
Gambar 5.3 Gambaran histopatologi lambung tikus putih (Rattus norvegicus)
kelompok P1 dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x.
Keterangan: ( ) menunjukkan reruntuhan sel epitel berkurang pada tunika
mukosa, ( ) menunjukkan infiltrasi sel radang, ( ) menunjukkan
regenerasi sel epitel sehingga tampak perbaikan pada sebagian
permukaan tunika mukosa. TM = tunika mukosa, SB = Submukosa,
MM= muskularis mukosa.
Gambar 5.4 Gambaran histopatologi lambung tikus putih (Rattus norvegicus)
kelompok P2 dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x.
Keterangan: ( ) menunjukkan reruntuhan sel epitel yang sudah berkurang pada
tunika mukosa, ( ) menunjukkan infiltrasi sel radang, ( )
menunjukkan regenerasi sel epitel sehingga tampak perbaikan pada
sebagian permukaan tunika mukosa. TM = tunika mukosa, SB =
Submukosa, MM= muskularis mukosa.
TM
TM
C
D
TM
SB
TM
100x 400x
100x 400x
37
Gambar 5.5 Gambaran histopatologi lambung tikus putih (Rattus norvegicus)
kelompok P3 dengan pewarnaan HE perbesaran 100x dan 400x.
Keterangan: ( ) menunjukkan regenerasi sel epitel sehingga tampak perbaikan
seluruh permukaan tunika mukosa. TM = tunika mukosa, SB =
Submukosa, MM= muskularis mukosa.
Gambaran histologi lambung pada kelompok K(-), yaitu hewan coba
tikus putih (Rattus norvegicus) tidak diberikan perlakuan apapun menunjukkan
gambaran histopatologi lambung yang masih normal, tampak tunika mukosa
lambung yang masih utuh dibuktikan dengan tidak ditemukan lesi ataupun
kerusakan epitel pada tunika mukosa seperti ada reruntuhan epitel akibat erosi
maupun hemoragi. Sedangkan gambaran histopatologi pada kelompok K(+)
tampak secara jelas pada gambaran histopatologi lambung terjadi erosi epitel pada
tunika mukosa, nekrosis piknotik sel parietal, dan ditemukan infiltrasi sel radang.
Kerusakan ini terjadi karena pada kelompok K(+) hewan coba diinduksi dengan
diazinon dengan dosis 40 mg/kg per-oral. Penggunaan zat kimia seperti diazinon
akan langsung dapat mengiritasi sel epitel pada tunika mukosa dengan
menurunkan barier mukosa lambung, radikal bebas yang terbentuk akan dapat
merusak membran sel dengan meningkatkan anion superoksida dan produksi
radikal hidroksil serta peroksidasi lipid, yang meninggalkan hasil akhir berupa
TM
E
TM
SB MM
100x 400x
38
peningkatan kadar MDA pada mukosa lambung. Stress oksidatif yang dihasilkan
juga dapat meningkatkan permeabilitas mitokondria dan depolarisasi mitokondria
menyebabkan kematian sel (Sugiyanta dkk., 2013). Sebelum sel mengalami
nekrosis atau kematian sel, inti sel akan mengalami piknotik. Pada gambaran
histopatologi tampak inti sel parietal mengalami piknotik yang ditandai dengan
inti sel tampak berwarna gelap dibandingkan dengan inti sel parietal normal. Hal
ini dikarenakan kromosom didalam inti yang mengalami piknotik mengalami
homogenesasi, sehingga inti sel banyak menyerap zat warna dan menjadikan inti
sel tersebut berwarna gelap. Sedangkan, sel yang telah mengalami nekrosis akan
tampak sel yang hancur dengan inti dan bagian-bagial sel tidak terlihat jelas
(Yulihastuti dkk., 2016). Penggunaan zat kimia tersebut juga dapat menyebabkan
erosi epitel, yang merupakan rupturnya sel epitel pada permukaan tunika mukosa
dengan bagian dalam mukosa masih tetap utuh (Romdhoni, 2015).
Gambaran histopatologi lambung pada kelompok perlakuan P1, P2, dan
P3 menunjukkan ada perbaikan gambaran histopatologi dibandingkan dengan
kelompok K(+). Perbaikan gambaran histopatologi ditunjukkan dengan penurnan
tingkat kerusakan sel epitel pada tunika mukosa organ lambung. Pada kelompok
P1, gambaran histopatologi menunjukkan tingkat kerusakan pada tunika mukosa
yang mulai berkurang ditandai dengan sudah tidak terjadi erosi sel epitel namun
masih ditemukan infiltrasi dari sel radang. Pada kelompok P2, gambaran
histopatologi tampak sel epitel yang melapisi tunika mukosa sudah kembali utuh
pada beberapa bagian walaupun ada beberapa yang masih mengalami ruptur.
Perbaikan ini terjadi karena sel epitel telah mengalami re-epitelisasi namun masih
39
ditemukan infiltrasi sel radang. Pada kelompok P3, gambaran histopatologi
menunjukkan bahwa jaringan sudah mulai tampak seperti kelompok K(-) yang
normal, ditandai dengan tunika mukosa pada jaringan lambung sudah kembali
utuh dan sudah tidak tampak lagi reruntuhan epitel akibat erosi dan infiltrasi sel
radang.
Menurut Hehi dkk., (2013), sel epitel lambung yang ruptur diakibatkan
karena terjadi iritasi yang disebabkan oleh beberapa faktor perusak endogen,
seperti HCL, pepsinogen, dan garam empedu, serta faktor eksogen seperti obat-
obatan, alkohol, bakteri dan senyawa kimia lain, seperti insektisida. Perbaikan sel
epitel pada kelompok kontrol P1, P2, dan P3 disebabkan karena pada setiap
kelompok perlakuan diberikan terapi ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus
polyrhizus) dengan dosis berbeda pada setiap kelompok perlakuan, yaitu 150
mg/150 g BB, 200 mg/150 g BB, dan 250 mg/150g BB. Kulit buah naga merah
banyak mengandung antioksidan yang bermanfaat dalam menangkal radikal bebas
dalam tubuh adalah antosinin.
Menurut Sugiyanta dkk., (2013), aktivitas antosianin dalam
menurunkan kerusakan epitel pada mukosa lambung dengan mendonorkan atom
hidrogen dan mengikat perpindahan ion logam, menghambat enzim oksidan atau
produksi radikal bebas oleh sel, serta dapat meregenerasi mukosa lambung.
Menurut Lianiwati (2011), antosianin bekerja dengan mendonorkan atom
hidrogen pada radikal bebas dan menyebabkan senyawa tersebut menjadi stabil.
Keseimbangan antara oksidan dengan antioksidan menyebabkan tingkat stress
40
oksidatif menjadi berkurang. Stress oksidatif yang berkurang akan menurunkan
kerusakan sel pada jaringan, sehingga akan terjadi perbaikan pada jaringan.
41
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Penelitian yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1. Pemberian Ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) pada
dosis 150 mg/ 150 g BB dapat menurunkan kadar MDA secara signifikan
pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi diazinon.
2. Pemberian ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) pada
dosis 150 mg/150 g BB dapat memperbaiki gambaran kerusakan
histopatologi lambung tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi
diazinon.
6.2 Saran
Perlu dilakukan uji lanjutan mengenai berapa banyak total kandungan
antosianin dalam ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dan
uji lanjutan lain seperti, uji kolinesterase untuk mengetahui kadar
kolinesterase darah pada tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai indikator
terjadi keracunan akibat diazinon untuk mengetahui tingkat residu pestisida di
dalam tubuh.
42
DAFTAR PUSTAKA
Alit, S., Suma A, M., dan Dharmayuda O. 2013. Identifikasi Senyawa Kimia
Ekstrak Kulit Buah Naga Putih dan Pengaruhnya Terhadap Glukosa
Darah Tikus Diabetes. Indonesia Medicus Veterinus. Vol 2(2): 151-161.
Alexandru, I. 2011. Experimental Use of Animals in Research Spa. Balneo
Research Journal. Vol 2(1): 65-69.
Baehaki. 1993. Insektisida Pengendalian Hama Tanaman. Bandung : Angkasa.
Budiyono. 2012. Kajian Sistematis Dampak Pestisida Diazinone Terhadap
Manusia, Mamalia Lainnya Dan Lingkungan. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Cox, C. 2000. Diazinon: Toksikology. Journal of Pesticide Reform. Vol. 20 (2).
Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta :
Kasinus.
Elsrek, T., dan Metka F. 2011. “Organophosphorous Pesticides” Mechanisms of
Their Toksikity. Slovenia: National Institute of Biology.
Hambali, M., Febriana M., dan Fitriadi N. 2014. Ekstraksi Antosianin dari Ubi
Jalar dengan Variasi Konsentrasi Solven dan Lama Waktu Ekstraksi.
Jurnal Teknik Kimia Vol. 20(2): 25-35.
Harris. 2009. Peran Capsaicin Dalam Mempercepat Penyembuahan Ulkus pada
Lambung yang Diberi Paparan Deksametason. Skripsi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Hehi, F. K., Durry, M. F., dan Loho, L. 2013. Gambaran Histopatologi Tikus
Wistar Pasca Pemberian Metanol. Jurnal e-Biomedik Vol 1(2): 890-895.
Ingrath, W., Wahyunanto A. N., dan Rini Y. 2015. Ekstrak Pigmen Antosianin
dari Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus costaricensis) Sebagai
Pewarna Alami Makanan dengan Menggunakan Microwave. Jurnal
Bioproses Komoditas Tropis Vol.3(3).
Junqueira, L. C and J. Carneiro. 2004. Basic Histology Text and Atlas. McGraw-
Hill Education, New York.
Katuuk, S. H. H. 2015. Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus)
Terhadap Penurunan Kadar Trigliserida pada Tikus Wistar Jantan.
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung.
43
Kusriningrum, R. S. 2008. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak
Lengkap. Airlangga University Press, Surabaya.
Lesmana, G. L., Diana A., dan Asus M. 2013. Pengamatan Jaringan Lambung
Kijing Taiwan (Anodonta Woodiana Lea) yang Terdedah Pestisida
Diazinon 60 EC pada Beberapa Konsentrasi. Journal of Experimental
Life Science Vol 3 (2).
Lianiwati, B.V. 2011. Pemberian Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus
Polyrhizus) Menurunkan kadar F2 Isoprostan pada Tikus Putih Jantan
(Albino rat) yang Diberi Aktivitas Berlebih. Tesis. Denpasar: Program
Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Minh, N. P. 2014. Various Factors Influencing to Red Dragon Fruit (Hylocereus
polyrhizus) Wine Fermentation. International Journal of
Multidisciplinary Research and Development. 1(5): 94-98.
Mishra, B. K. P., dan Kumari R. 2015. Effect of Pesticide on Hystology of
Stomach and Liver of a Water Breathing Teleost, Mystus Tengara.
Research Journal of Chemical and Enviroment Science. 3 (5): 32-36.
Ngabekti, S., dan Wiwi I. 2000. Pemanfaatan Kurkumin untuk Mengeliminir
Pengaruh Diazinon Terhadap Kerusakan Hati Mencit (Mus musculus,
L). Jurnal Manusia dan Lingkungan Hidup. 1(7): 24-34.
Palupi, N. H., Aulanni’am, dan Dyah K.W. 2012. Studi Terapi Air Perasan Buah
Labu Siam (Sechium endule) pada Tikus (Rattus norvegicus) Model
Inflammatory Bowel Disease Pasca Induksi Indometasin Terhadap
Kadar Malondialdehida dan Gambaran Histopatologi Duodenum.
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya.
Putri, N. K. M., I Wayan G. G., dan I Wayan S. 2015. Aktivitas Antioksidan
Dalam Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Super Merah (Hylocereus
costaricensis) dan Analisis Kadar Totalnya. Jurnal Kimia. 9 (2): 243-
251.
Prasetyo, E., Wiwik W., Eka S., Ana S., dan Ita M. R. 2013. Pengembangan
Usaha Tikus Putih (Rattus norvegicus) Tersertivikasi dalam Upaya
Memenuhi Hewan Laboratorium. Fakultas Peternakan dan Pertanian,
Universitas Diponegoro.
Robinson. 1979. Taxonomi and Genetic. Didalam Beker HJ, JR Lindsay, S
Weisbroth, editor. The Laboratory Rat London. Academic press.
Romdhoni, M. F. 2015. Pengaruh Pemberian Formalin Per-oral Terhadap
Mukosa Lambung Tikus Putih Strain Wistar (Rattus norvegicus).
Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiah Purwokerto.
44
Saneto, B. 2012. Karakterisasi Kulit Buah Naga Merah (H.polyrhizus). Jurnal
Agrika. 2(2): 143-149.
Safitri, E. E. 2016. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum Sanctum)
Sebagai Hepatoprotektor Terhadap Kadar MDA Hati Mencit yang
diinduksi Isoniazid. Skripsi. Jember: Fakultas Kedokteran Universitas
Jember.
Saunders, W. B. 1987. Alih bahasa oleh Petrus A dan Timan I.S (1992). Buku
Ajar Bedah. Jakarta: EGC.
Simanjuntak L., Chairina S., dan Fatimah. 2014. Ekstrak Pigmen Antosianin dari
Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus). Jurnal Teknik Kimia.
3(2): 25-29.
Singh, V. 2014. Text book of anatomy: Abdomen and Lower Limb. 2nd
ed, Vol. 2.
Elsevier
Sugiyanta, Dewi O. S., dan Azham P. 2013. Pengaruh Pemberian Madu
Terhadap Gambaran Histopatologi Lambung Tikus Wistar (Rattus
norvegicus) Jantan yang Diinduksi Metanol. Fakultas Kedokteran
Universitas Jember.
Swastika, A. P. A. 2013. Kadar Malondialdehida (MDA) Pada Abortus Inkomplit
Lebih Tinggi Dibandingkan Dengangan Kehamilan Normal. Tesis.
Denpasar: Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana
Universitas Udayana.
Tortora, G. J., and Grabowski, S. R. 1996. Principles of Anatomy and Physiology.
New York, NY: HarperCollins Collage.
Wibowo, D.S. 2005. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Grasindo.
Wulandari T. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis
paniculata Ness.) Terhadap Struktur Mikroanatomi Hepar dan Kadar
Glutamat Piruvat Transaminase yang Terpapar Diazinon. Fakultas Ilmu
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret.
Yulihastuti D. A., Wayan N. S., Iriana S., dan Made N. S. 2016. Pengaruh Fungsi
Hati Tikus Betina (Rattus norvegicus) yang Diinjeksi White Vitamin C
dosis Tinggi Dalam Jangka Waktu lama Ditinjau dari Kadar SGPT,
SGOT, Serta Gambaran Histologi Hati. Jurnal Metamorfosa Vol.3 (1):
44-51.
Zulmi, N. 2016. Hubungan Antara Frekuensi dan Lama Penyemprotan dan
Interval Kontras Pestisida Dengan Aktivitas Cholinesterase Petani di
Desa Kembangkuning Kecamatan Cepogo. Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Surakarta.
2. BAGIAN AWAL.pdf3. BAB 1 PENDAHULUAN.pdf4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf5. BAB 3 KERANGKA KONSEP.pdf6. BAB 4 MOTODE PENELITIAN.pdf7. BAB 5 PEMBAHASAN & HASIL.pdf8. BAB 6 PENUTUP.pdf9. DAFTAR PUSTAKA.pdf
Recommended