View
14
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH PENAMBAHAN PUTIH TELUR PADA PITA
TANAM ORGANIK DALAM USAHA MENINGKATKAN
KUAT TARIK DAN KETAHANAN USIA PITA TANAM
ORGANIK
T E S I S
Oleh :
Nama Mahasiswa : Lintang Ayu Rengganingrum
Nim : 136090300111013
Program Studi : Fisika
MinatStudi : Fisika Medis dan Biofisika
Menyetujui,
KOMISI PEMBIMBING
Ketua Anggota
Drs. Johan A.E Noor, M.Sc., Ph.D Dra. Lailatin Nuriyah, M.Si
NIP. 196503251990021004 NIP. 195606171986022001
Mengetahui,
Ketua Program Studi S2 Fisika
Mauludi Ariesto Pamungkas, S.Si., M.Si., PhD
NIP. 197304122000031013
ii
PENGARUH PENAMBAHAN PUTIH TELUR PADA PITA
TANAM ORGANIK DALAM USAHA MENINGKATKAN
KUAT TARIK DAN KETAHANAN USIA PITA TANAM
ORGANIK
Nama Mahasiswa : Lintang Ayu Rengganingrum
NIM : 136090300111013
Program Studi : S2 Fisika
Minat : Fisika Medis dan Biofisika
KOMISI PEMBIMBING
Ketua : Drs. Johan A.E Noor, M.Sc., Ph.D
Anggota : Dra. Lailatin Nuriyah, M.Si
TIM DOSEN PENGUJI
Dosen Penguji 1 : Chomsin Sulistya Widodo., S.Si., M.Si., Ph.D
Dosen Penguji 2 : Mauludi Ariesto Pamungkas, S.Si., M.Si., PhD
Tanggal Ujian : ………………………….
SK Penguji : 019/J10.12.1/…………...
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya sepanjang sepegetahuan saya,
didalam naskah Tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh
orang lain untuk mendapat gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam
sumber kutipan dan daftar pustaka.
Saya juga menyatakan bahwa isi intelektual tesis ini adalah karya saya
sendiri, walaupun didalam proses penulisannya saya menerima bantuan dari pihak
lain dalam hal gaya tulisan, penyajian dan bahasa.
Apabila ternyata didalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-
unsur jiplakan (plagiat) tesis, saya bersedia Tesis (MAGISTER) dibatalkan, serta
diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Malang, Agustus 2017
Mahasiswa,
Lintang Ayu Rengganingrum
NIM. 136090300111013
iv
Lembar Persembahan
Karya ini kupersembahkan untuk :
Bapak dan Ibu tercinta Widodo Eko Poernomo & Liliek Christiana Ernawati.
Tiada kata yang pantas untuk kuhaturkan. Semoga karya kecil ini dapat mewakili semua
rasa dan asaku pada Ibu dan Bapak. Terimakasih untuk seluruh do’a yang terpanjat serta
selalu ada dan menjadi tempatku untuk pulang dan bersandar…
Suamiku Dharma Mujiadi Subiyakto, serta Putra-Putriku Kanaya Nadhifa Shakuntala,
Clarinta Bening Arrahmi, Kenzie Arkananta Putra Dharma.
Terimakasih untuk segenap cinta yang senantiasa menemani dan menjadi pelita hidup
mama…
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Lintang Ayu Rengganingrum, lahir di
Malang tanggal 22 Januari 1986. Penulis merupakan putri
ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Widodo Eko
Poernomo dan Ibu Liliek Christiana Ernawati.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD
Dinoyo III Malang (1991-1997), kemudian melanjutkan
sekolah menengah tingkat pertama di SLTP Negeri 8 Malang (1997-2000),
kemudian melanjutkan sekolah menengah atas di SMU Islam Malang (2000-
2003). Penulis menempuh pendidikan S1 jurusanFisika di Universitas Brawijaya
Malang (2003-2009). Serta menyelesaikan pendidikan S2 jurusan Fisika di
Universitas Brawijaya Malang (2013-2017).
Penulis pernah bekerja di PT. Telkom Indonesia sebagai staf marketing (2007-
2010). Penulis bekerja di Jurusan Keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Brawijaya sebagai tenaga laboran Laboratorium Daya dan
Mesin Pertanian mulai tahun 2010 hingga sekarang.
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT, atas curahan rahmat dan hidayahNya, hingga penulis mampu
menyelesaikan penulisan tesis ini.
2. Sujud dan terimakasih yang dalam penulis persembahkan kepada Ibunda Liliek
Christiana Ernawati dan Ayahanda tercinta Widodo eko Poernomo, atas
dorongan yang kuat, kebijaksanaan dan doa.
3. Suami dan anak-anakku Dharma Mujiadi Subiyakto, Kanaya Nadhifa
Shakuntala, Clarinta Bening Arrahmi, Kenzie Arkananta Putra Dharma atas
kasih sayang dan supportnya.
4. Bapak Drs. Johan A.E Noor, M.Sc., Ph.D dan Ibu Dra. Lailatin Nuriyah,
M.Si selaku pembimbing yang telah banyak member petunjuk, masukan,
dan ide untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
5. Bapak Chomsin Sulistya Widodo., S.Si., M.Si., Ph.D, Bapak Djoko Herry
Santjojo, M.Phil.,Ph.D, Bapak Mauludi Ariesto Pamungkas, S.Si., M.Si.,
PhD selaku Tim Penguji Penulis. Terimakasih untuk segenap saran dan
perbaikan dalam penulisan tesis ini.
6. Bapak Dr. Ir. Gunomo Djoyowasito, MS, yang telah mendukung serta
memberi ide dan berbagi pengalaman penelitian tesis ini.
7. Seluruh dosen dan staf Program Pascasarjana Fakultas MIPA yang telah
memberikan bantuan dan turut membantu kelancaran penulisan tesis ini.
8. Teman-teman S2 Biofisika yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu
karena keterbatasan tempat, atas bantuan dan semangatnya.
9. Adik-adikku Lita, Zunanik, Firdy, Ema, Elka, Panggulu, Miko atas segala
bentuk perhatian dan dukungannya untuk terus maju…
Akhirnya penulis berharap karya kecil ini dapat turut serta memberikan
sumbangsih terhadap khasanah keilmuan dan bagi nusa, bangsa, serta
agama.
Malang, Agustus 2017
Penulis
vii
PENGARUH PENAMBAHAN PUTIH TELUR PADA PITA TANAM
ORGANIK DALAM USAHA MENINGKATKAN KUAT TARIK DAN
KETAHANAN USIA PITA TANAM ORGANIK
RINGKASAN
Putih telur telah dikenal sebagai bahan makanan yang penting karena
kandungan proteinnya yang sangat tinggi. Putih telur dapat berperan sebagai
perekat alami, pengawet dan matriks penguat dalam sebuah komposit. Kandungan
C, H, O, N dan asam amino yang berada dalam protein putih telur mampu
membentuk ikatan yang dapat mengakibatkan putih telur dikatakan sebagai
binding agent.
Pita tanam organik digolongkan dalam bahan komposit yaitu suatu jenis
bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan material yang
digabung atau dicampur secara makrooskopik untuk membentuk material yang
bermanfaat dengan syarat terjadi ikatan antara kedua material tersebut.
Pengaplikasian pita tanam organik secara menggulung kemudian digelarkan
memanjang membutuhkan kuat tarik yang tinggi agar tidak mudah robek.
Kandungan putih telur yang kaya akan protein berperan sebagai matriks
penguat, sekaligus perekat dan pengawet organik. Pita tanam organik berbahan
dasar eceng gondok dan pelepah pisang merupakan bahan bantu tanam pada
sistem tanam padi berupa pita yang didalamnya berisi benih padi. Pengaplikasian
pita tanam organik secara menggulung kemudian digelarkan memanjang
membutuhkan tingkat kekuatan yang tinggi agar tidak mudah robek. Untuk itu
dilakukan penambahan putih telur sebagai matriks penguat berbahan alami agar
selanjutnya dapat berfungsi untuk meningkatkan sifat kimia tanah.
Pengujian dilakukan dengan melakukan uji mekanis berupa uji kuat tarik
dengan menggunakan alat Force Gauge. Data yang didapatkan adalah data
sebelum dan sesudah dilakukan simulasi penanaman padi untuk selanjutnya
dibandingkan nilai kuat tariknya.
Nilai kuat tarik terbaik didapatkan dari komposisi dengan penambahan
putih telur sebanyak 250 gram adalah sebesar 0,112 N/mm2 dan nilai kontrol
adalah 0,058 N/mm2 dengan kemampuan bertahan pita tanam organik berkisar
pada usia 50 hari.
Kata kunci : Kuat Tarik, Pita Tanam Organik, Putih Telur
viii
THE EFFECT OF WHITE EGG ADDITION IN ORGANIC PLANTING
RIBBON TO INCREASE TENSILE STRENGTH OF ORGANIC
PLANTING RIBBON
SUMMARY
White egg is well-known as an essential food, due to its high content of
protein. It is useful as natural adhesive, preservation and strengthening agent of a
composite matrix. Organic elements (C, H, O, N) and amino acids in white egg is
able to form a bond, renders it acting as binding agent.
Organic planting ribbon is classified as a composite material, a novel
material produced by engineering. It consists of two or more materials mixed
together macroscopically. If the materials used in this mixture form a bond, the
new material produced will be beneficial. This material used by rolling it in and
out. Furthermore, a material with great tensile power is needed to prevent it
ripped.
Due to its high content of protein, white egg can be utilized as strengthening
matrix and organic adhesive as well as preservation. The organic planting ribbon,
made from a mixture of water hyacinth and banana stalk is a supporting materials
in rice planting system. This system is like a ribbon filled by rice seeds. The
ribbon application, which involve rolling in and rolling out processes, requires the
ribbon to have a great tensile strength. Thus, the white egg addition is applied as
natural strengthening matrix so that it can be functioned as ground chemical
properties enhancer.
Test performed by implementing mechanical test, such as tensile strength
test using force gauge device. The data is acquired from pre and post rice planting
simulation to compare their tensile strength.
Best tensile strength value is acquired from 250 gram addition of white
egg, which is 0.122 N/mm2,compared to the control which has value of 0.058
N/mm2. This also includes improved shelf life, up to 50 days.
Keywords : Organic Planting Ribbon, Tensile Strength, White egg
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkah
rahmatNya sehingga Tesis ini dapat saya selesaikan. Tesis ini berjudul “Pengaruh
Penambahan Putih Telur Pada Pita Tanam Organik Dalam Usaha Meningkatkan
Kuat Tarik Dan Ketahanan Usia Pita Tanam Organik”.
Penulisan tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan
gelar Magister Sains dalam bidang Fisika pada FMIPA UniversitasBrawijaya
Malang. Pada kesempatan ini penulis menyatakan terimakasih yang tak terhingga
kepada Bapak, Ibu, dan rekan - rekan yang secara langsung maupun tidak
langsung telah memberikan bekal ilmu pengetahuan dan bimbingan serta petunjuk
sehingga tesis ini dapat dirampungkan.
Semoga karya kecil ini dapat menjadi sumbangsih dalam bidang keilmuan
dan teknologi. Menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, referensi dan
pengalaman, penulis mengharapkan saran dan masukan. Akhir kata, harapan
penulis semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Malang, Agustus 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PENGESAHAN i
IDENTITAS TIM PENGUJI ii
PERNYATAAN ORISINALITAS iii
LEMBAR PERSEMBAHAN vi
RIWAYAT HIDUP v
UCAPAN TERIMAKASIH vi
RINGKASAN vii
SUMMARY viii
KATA PENGANTAR ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 RumusanMasalah 3
1.3 TujuanPenelitian 3
1.4 ManfaatPenelitian 3
1.5 BatasanMasalah 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Komposit 5
xi
2.2 Bahan Organik untuk Pembuatan komposit Pita Tanam Organik 8
2.2.1 Eceng Gondok dan pelepah pisang 9
2.2.2 Putih Telur 10
2.3 Uji Kuat Tarik 16
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran 21
3.2 Hipotesis 23
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian 24
4.2 Alat dan Bahan Penelitian 24
4.3 Metode Penelitian 25
4.4 Prosedur Penelitian 27
4.4.1 Prosedur Pembuatan Pita Tanam Organik 27
4.4.2 Prosedur Pengujian Ketahanan Usia PTO 27
4.4.3 Prosedur Uji Kuat Tarik Pita Tanam Organik 28
4.5 Pengamatan Peubah ` 28
4.6 Analisis Data 28
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Penambahan Penguat Maatriks Putih Telur Terhadap
Nilai Kuat Tarik Pita Tanam Organik 30
5.1.1 Uji Kuat Tarik Sebelum Simulasi Penanaman Padi 30
5.1.2 Uji Kuat Tarik Setelah Simulasi Penanaman Padi 31
5.1.3 Nilai Elastisitas Sebelum Simulasi Penanaman Padi 33
5.1.4 Nilai Elastisitas Setelah Simulasi Penanaman Padi 35
5.1.5 Modulus Young 36
xii
5.2 Interaksi Putih Telur Dengan Eceng Gondok Dan Pekepah Pisang
Pada Proses Pembuatan Pita Tanam Organik 40
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan 47
6.2 Saran 48
DAFTAR PUSTAKA 49
LAMPIRAN- LAMPIRAN 53
xiii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Komposisi Komposit 6
Gambar 2.2 Batang Tanaman Eceng Gondok Sebagai Bahan Komposit
Pita Tanam Organik 9
Gambar 2.3 Pelepah Pisang Sebagai Bahan Pita Tanam Organik 10
Gambar 2.4 PutihTelur sebagai Bahan Modifikasi Pembuatan Pita
Tanam Organik 10
Gambar 2.5 Struktur Telur 12
Gambar 2.6 Alat Force Gauge Untuk Uji Kuat Tarik 17
Gambar 2.7 Mekanisme Uji Tarik dengan Bahan Uji Standar 17
Gambar 2.8 Bentuk Dimensi Spesimen Uji Standar ASTM D638 18
Gambar 2.9 Proses Uji Tarik Pada Suatu Material 19
Gambar 2.10 Gambaran Uji Tarik dan Tegangan yang Terjadi 19
Gambar 2.11 Kurva Tegangan-Regangan 21
Gambar 3.1 Map Kerangka Konsep Penelitian 23
Gambar 4.1 Diagram Alir Pembuatan Pita Tanam Organik 27
Gambar 4.2 Diagram Alir Simulasi Pengaplikasian Pita Tanam Organik 27
Gambar 4.3 Diagram Alir Uji Kuat Tarik Pita Tanam Organik 28
Gambar 5.1 Hubungan Nilai Kuat Tarik Awal dengan Penambahan
Putih Telur Sebelum Dilakukan Simulasi Penanaman Padi 30
Gambar 5.2 Hubungan Nilai Kuat Tarik Akhir dengan Penambahan
Putih Telur Sebelum Dilakukan Simulasi Penanaman Padi 32
xiv
Gambar 5.3 Hubungan Regangan Awal Dengan Penambahan Putih
Telur Sebelum Dilakukan Simulasi Penanaman Padi 34
Gambar 5.4 Hubungan Regangan Akhir Dengan Penambahan Putih
Telur Sebelum Dilakukan Simulasi Penanaman Padi 35
Gambar 5.5. Kondisi Pita Tanam Organik untuk Uji Ketahanan usia
(A) Usia 0 Hari, (B) Usia 20 hari (C) Usia 50 hari. 39
Gambar 5.6. Mekanisme Pengikatan Air dan Udara oleh Protein 44
xv
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Putih Telur 11
Tabel 2.2 Jenis, Sifat dan Karakteristik Protein Putih Telur 13
Tabel 2.3 Kandungan Unsur dalam Protein 13
Tabel 4.1 Tabel Komposisi Bahan Komposit 26
Tabel 5.1 Perhitungan Modulus Elastisitas sebelum Simulasi 37
Tabel 5.2 Perhitungan Modulus Elastisitas sesudah Simulasi 38
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Data Hasil Percobaan Uji Kuat Tarik Sebelum Simulasi
Padi (N/mm2) 53
Lampiran 2. Data Hasil Percobaan Uji Kuat Tarik Sesudah Simulasi
Padi (N/mm2) 54
Lampiran 3. Data Hasil Percobaan Nilai Regangan Sebelum Simulasi
Padi (N/mm2) 55
Lampiran 4. Data Hasil Percobaan Nilai Regangan Sesudah Simulasi
Padi (N/mm2) 56
Lampiran 5. Data Hasil Percobaan Modulus Young Sebelum Simulasi
Padi (N/mm2) 57
Lampiran 6. Data Hasil Percobaan Modulus Young Sesudah Simulasi
Padi (N/mm2) 58
Lampiran 7. Cara Perhitungan Standar Deviasi Salah Satu Data Percobaan
Kontrol Nilai Kuat Tarik Sebelum Simulasi Penanaman Padi 59
Lampiran 8. Dokumentasi 60
Lampiran 9. Hasil Uji Analisa Sebelum Simulasi Penanaman Padi 61
Lampiran 10. Hasil Uji Analisa Sesudah Simulasi Penanaman Padi 62
xvii
B A B I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Putih telur telah dikenal sebagai bahan makanan yang penting karena kandungan
proteinnya yang sangat tinggi. Putih telur dapat berperan sebagai perekat alami, pengawet dan
matriks penguat dalam sebuah komposit. Kandungan C, H, O, N dan asam amino yang berada
dalam protein putih telur mampu membentuk ikatan yang dapat mengakibatkan putih telur
dikatakan sebagai binding agent. Putih telur banyak ditemukan sebagai limbah bahan makanan
pada pedagang STMJ di Kota Malang. Harganya yang murah, jumlah melimpah, kualitas yang
tinggi, serta ramah lingkungan menjadikan putih telur sebagai bahan alternatif matriks penguat
dalam pembuatan bahan komposit pita tanam organik.
Pita tanam organik merupakan bahan bantu tanam pada sistem tanam padi berupa pita
yang di dalamnya berisi benih padi. Pita tanam organik dimodifikasi dengan membuat pita tanam
organik dalam dua lapis dari bahan yang berbeda, yaitu jenis labil, dari bahan eceng gondok,
pelepah pisang dan Clotararia mucronata dengan perbandingan 40 : 40 : 20 sedang pita tanam
organik stabil dibuat dari bahan yang sama dengan perbandingan 60 : 40. Penggunaan pita tanam
organik diharapkan mampu meningkatkan keefisienan penggunaan air pada sistem tanam padi.
Pita tanam organik stabil mampu berfungsi sebagai mulsa yang dapat menghambat evaporasi air
tanah sawah. Sedangkan pita tanam organik labil berfungsi sebagai sumber bahan organik tanah
yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman padi (Djoyowasito,2014).
Disebut dengan pita tanam organik adalah dengan mempertimbangkan dari segi bentuk
cetakan yang berbentuk lembaran memanjang seperti pita yang dapat digulung dan dihamparkan
diatas lahan pertanian. Pita tanam organik digolongkan dalam bahan komposit yaitu suatu jenis
bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan material yang digabung atau
dicampur secara makrooskopik untuk membentuk material yang bermanfaat dengan syarat
terjadi ikatan antara kedua material tersebut. Pengaplikasian pita tanam organik secara
menggulung kemudian digelarkan memanjang membutuhkan kuat tarik yang tinggi agar tidak
mudah robek.
Dari uraian yang telah dikemukakan oleh Djoyowasito (2014), mengenai pengembangan
sistem tanam berupa pita tanam organik untuk menanam padi di sawah, maka peneliti ingin
mengembangkan modifikasi pita tanam organik stabil untuk meningkatkan nilai kuat tarik dan
ketahanan usianya karena berfungsi sebagai mulsa. Untuk itu dilakukan penelitian pada
modifikasi pembuatan pita tanam organik stabil dengan penambahan matriks penguat berupa
putih telur. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan nilai kuat tarik dan ketahanan usia pita
tanam organik hingga 60 hari. Karena pada usia ini merupakan penentu produksi hasil tanam
padi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan putih telur sebagai
matriks penguat dalam usaha meningkatkan kuat tarik dan ketahanan usia bahan komposit pita
tanam organik agar berfungsi optimal.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian diatas, maka dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah
diantaranya adalah :
1. Bagaimana pengaruh putih telur terhadap nilai kuat tarik komposit pita tanam organik.
2. Bagaimana pengaruh putih telur terhadap ketahanan usia komposit pita tanam organik.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah pada penelitian ini, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan mempelajari hubungan kuat tarik dengan persentase penambahan
putih telur yang bervariasi.
2. Untuk mengetahui dan mempelajari hubungan ketahanan usia pita tanam organik dengan
persentase penambahan putih telur yang bervariasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diinginkan dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi mengenai modifikasi sistem tanam padi dengan pita tanam
organik untuk meningkatkan nilai kuat tarik dan ketahanan usia agar dapat berfungsi
lebih optimal.
2. Memberikan informasi tentang pengaruh penambahan putih telur terhadap komposit pita
tanam organik.
1.5 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi hal – hal sebagai berikut :
1. Dalam penelitian ini aplikasi hanya dilakukan dengan simulasi penanaman padi skala
laboratorium dan membuktikan bahwa penambahan tersebut tidak mempengaruhi proses
pertumbuhan padi.
2. Dalam penelitian ini dilakukan uji ketahanan usia dilakukan dengan cara visual dan
dilakukan uji secara fisik pada usia tertentu karena kondisi pita tanam organik yang tidak
memungkinkan.
B A B II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Material Komposit
Material komposit merupakan material yang dibuat dengan kombinasi dua atau lebih
material yang berbeda yang digabung atau dicampur secara makrooskopik untuk membentuk
material yang bermanfaat dengan syarat terjadi ikatan antara kedua material tersebut (Gibson,
1994). Adapun tujuan dibentuknya komposit adalah : 1). Untuk memperbaiki sifat mekanik
dan/atau sifat spesifik tertentu 2). Mempermudah desain yang sulit pada manufaktur 3).
Keleluasaan dalam bentuk yang dapat menghemat biaya 4). Menjadikan bahan lebih ringan.
Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material
pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, dimana sifat mekanik dari masing-
masing material pembentuknya berbeda (Matthews, Watts, Powlson, Price, & Whalley, 2008).
Material komposit mempunyai sifat dari material konvensional pada umumnya dari proses
pembuatannya melalui percampuran yang tidak homogen, sehingga kita leluasa merencanakan
kekuatan material komposit yang kita inginkan dengan jalan mengatur komposisi dari material
pembentuknya. Dengan adanya perbedaan dari material penyusunnya maka komposit antar
material harus berikatan dengan kuat, sehingga perlu adanya penambahan wetting agent.
Komposit merupakan gabungan antara bahan matriks atau pengikat dengan filler.
Matriks merupakan bahan dasar yang berfungsi sebagai berikut:
1. Merupakan pelindung penguat dari lingkungan abrasif dan korosif.
2. Merupakan pemisah antar penguat dan juga mencegah adanya crack dari satu penguat
dengan penguat lainnya.
3. Pemberi ketangguhan, kekuatan geser dengan mendistribusikan ke penguat.
4. Sebagai penentu stabilitas bentuk dan ketahanan nya terhadap suhu/ temperatur.
5. Menyatukan ikatan partikel penguat agar dapat merekat dengan matriks melalui sifat
kohesi dan adhesi.
Untuk mencapai fungsi tersebut matriks hendaknya memiliki tingkat keuletan yang tinggi,
modulus elastisitas lebih rendah dari penguat serta memiliki kemampuan mengikat yang baik
antara matriks dan penguat.
Filler merupakan salah satu bagian komposit yang berfungsi sebagai penanggung beban
utama pada komposit. Filler merupakan komponen lain dalam sebuah komposit yang
terdistribusi merata dalam matriks. Adanya dua atau lebih penyusunan komposit menimbulkan
beberapa daerah dan istilah penyebutannya: matriks penguat (penyalur beban utama), Interphase
(pelekat antar dua penyusun), interface (permukaan phase yang berbatasan dengan phase lain).
Gambar 2.1 . Komposisi komposit.
Secara struktur mikro material komposit tidak mengubah material pembentuknya tetapi
secara makro material komposit berbeda dengan material pembentuknya karena terjadi ikatan
antar permukaan antara matriks dan filler. Matriks harus memiliki kemampuan mengikat dan
atau memberikan ikatan antar muka (interface bonding) yang kuat antara matriks, filler, dan
penguatnya. Kualitas sebuah komposit bergantung kepada kualitas ikatan antara matriks dan
filler yang dipengaruhi oleh: ukuran partikel, rapat jenis bahan yang digunakan, fraksi volume
material, komposisi material, bentuk partikel, kecepatan dan waktu pencampuran, penekanan
(kompaksi), dan pemanasan (sintering) (Syahid, 2011).
Ikatan antar muka pada suatu komposit merupakan ikatan yang terbentuk antara dua fasa
yang berbeda. Dimana antar muka berperan sebagai media transfer beban dari matriks ke
penguat. Ikatan antar muka mempengaruhi kekuatan, kekakuan, ketahanan mulur, dan degradasi
akibat lingkungan komposit tersebut. Adapun ikatan yang terjadi pada antar muka komposisi
adalah:
1. Mechanical Bonding
Merupakan ikatan mekanik paling efektif ketika gaya dikenakan searah dengan
permukaan. Ikatan ini dipengaruhi oleh kekasaran permukaan dimana semakin besar
interlocking yang terjadi pada kedua permukaan. Sehingga kekuatan geser lebih
berpengaruh daripada kekuatan tarik.
2. Electrostatic Bonding
Ikatan ini terjadi ketika permukaan matriks dan penguat memiliki muatan yang berbeda
dimana yang satu positif dan yang satu negative. Ikatan elektrostatik akan efektif apabila
jarak keduanya pendek dan bergantung pada kerapatan muatan.
3. Chemical Bonding
Ikatan kimia terbentuk antara gugus kimia pada permukaan penguat dan gugus harmonik
pada matriks.
4. Interdiffusion Bonding
Ikatan yang terjadi pada dua permukaan polimer, dimana molekul polimer yang satu akan
terdifusi pada jaringan molekul permukaan lainnya (Syahid, 2011)
2.2 Bahan Organik untuk Pembuatan Komposit Pita Tanam Organik
Bahan organik tanah merupakan fraksi bukan mineral yang ditemukan sebagai bahan
penyusun tanah. Berasal dari timbunan jaringan tanaman, hewan, atau jasad renik yang masih
hidup maupun yang telah mati pada berbagai tahap dekomposisi. Bahan organik tanah adalah
suatu bahan yang kompleks dan dinamis, berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat
didalam tanah dan mengalami perombakan terus menerus (Tajik, Rahimi, & Pazira, 2003).
Bahan organik selain menyediakan unsur hara juga turut mempengaruhi karasteristik
tanah sehingga dapat dijadikan sebagai media tumbuh suatu tanaman. Kandungan bahan organik
tanah yang tinggi akan meningkatkan kualitas fisika, kimia dan biologi tanah. Bahan organik
merupakan sumbangan karbon dan nitrogen bagi jasad renik tanah. Tingkat dekomposisi suatu
bahan organik berkaitan erat dengan kadar C (karbon) dan N (nitrogen) pada bahan tersebut.
Bahan organik sukar lapuk (stabil) dapat menentukan sifat fisika tanah seperti peningkatan pori
tanah dan kemantapan agregat tanah dan bahan organik yang mudah lapuk (labil) berperan pada
sifat kimia terutama perharaan (Djoyowasito, 2014).
2.2.1 Eceng Gondok dan Pelepah pisang
Gambar 2.2 Batang tanaman eceng gondok sebagai bahan komposit pita tanam organik.
Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solm.) merupakan tanaman gulma air yang
perlu diperhatikan karena termasuk gulma dengan pertumbuhan yang sangat pesat (Moenandir &
Argosadewo, 1992). Eceng gondok dapat digunakan sebagai bahan pembuatan mulsa organik
karena bahan-bahan tersebut memiliki serat yang tergolong cukup kuat dan daya tahan terhadap
fluida (air) yang cukup baik (Djoyowasito et al., 2009).
Kompos dari bahan tanaman eceng gondok memberikan pengaruh yang lebih baik
terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah dibandingkan dengan penggunaan kompos dari
bahan jerami padi dan sisa tanaman jagung pada tanah pasir. Selain itu, Tanaman eceng gondok
telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kantong tanam organik sebagai pengganti
polybag pada persemaian tanaman tembakau (Pudjiono, Djoyowasito, & Oktayani, 2002).
Selanjutnya tanaman eceng gondok juga telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pita
tanam organik untuk bahan bantu tanam tanaman padi di lahan sawah (Djoyowasito et al., 2009).
Gambar 2.3 Pelepah Pisang Sebagai Bahan Pita Tanam Organik.
Pelepah pisang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan alternatif komposit karena
seratnya yang kuat. Tanaman eceng gondok dan pelepah pisang dapat digunakan sebagai bahan
kombinasi pembuatan mulsa organik karena bahan-bahan tersebut memiliki serat yang tergolong
cukup kuat dan daya tahan terhadap fluida (air) yang cukup baik (Djoyowasito et al., 2009).
2.2.2 Putih Telur
Gambar 2.4 Putih Telur Sebagai Bahan Modifikasi Pembuatan Pita Tanam Organik.
Salah satu bahan tambahan yang dapat meningkatkan kualitas pita tanam organik adalah
putih telur. Telur ayam merupakan salah satu bahan makanan asal ternak yang memiliki nilai gizi
tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti
lemak, protein, vitamin, dan mineral serta memiliki daya cerna yang tinggi (Sirait, 1986). Putih
telur ayam merupakan cairan kental kekuning-kuningan yang terdapat disekeliling kuning telur.
Putih telur dikenal dengan nama albumin, karena bila dikoagulasikan, putih telur akan
menghasilkan endapan yang berwarna putih (Romanoff & Romanoff, 1963).
Komponen terbesar dalam putih telur adalah protein dan air. Komponen penyusun putih
telur sebagian besar yang tersusun oleh air mempengaruhi daya simpan suatu bahan pangan
(Zayas, 1997). Air sangat berpengaruh dalam pengolahan dan pengawetan bahan pangan.
Perbedaan tingkat kekentalan putih telur dipengaruhi oleh kandungan air yang menyusunnya
(Romanoff & Romanoff, 1963). Adapun komposisi telur dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Telur
Telur ayam terdiri dari tiga bagian utama yaitu kulit telur 8-11%, kuning telur 27-32%
dan albumen (putih telur) 56-61%. Bagian-bagian tersebut masih dibagi lagi dalam beberapa
lapisan telur .
Gambar 2.5. Struktur telur.
Putih telur mempunyai empat bagian utama yaitu lapisan putih telur yang encer bagian
luar, lapisan putih telur yang kental, lapisan putih telur encer bagian dalam dan lapisan khalaza.
Khalaza berperan untuk mengikat bagian putih telur dengan bagian kuning telur, yaitu serabut-
serabut protein berbentuk spiral yang disebut mucin. Struktur putih telur tersusun atas serabut-
serabut protein yang terjalin membentuk jala yang disebut ovomucin, sedangkan bagian yang
cair diikat kuat di dalamnya menjadi bagian kental (Romanoff & Romanoff, 1963). Protein putih
telur terdiri dari protein serabut yaitu ovomucin dan protein globular yaitu ovalbumin,
conalbumin, ovomucoid, lyzozyme, flavoprotein, ovoglobulin, ovoinhibitor, dan avidin
(Stadelmen & Cotterill, 1995).
Jenis-jenis protein putih telur, sifat dan karakteristiknya dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Jenis, Sifat dan Karakteristik Protein Putih Telur
Kandungan putih telur yang kaya akan protein ini digunakan sebagai alternatif perekat
alami. Banyak bahan-bahan yang berprotein tinggi seperti air rebusan tempe dan tahu atau
limbah cair pabrik pembuatan tempe dan tahu yang juga mengandung kadar protein yang cukup
tinggi berpotensi sebagai perekat (Said & Wahjono, 1999).
Sifat fisikokimia setiap protein tidak sama, tergantung pada jumlah dan jenis asam
aminonya. Molekul protein tidak dapat melalui membran semipermiabel, tetapi masing-masing
dapat menimbulkan tegangan pada membran tersebut. Kandungan unsur dalam protein dapat
dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Kandungan unsur dalam protein
Produktivitas tanaman padi sangat dipengaruhi oleh keberadaan bahan organik pada
lahan sawah. Salah satu indikator menurunnya kualitas lahan adalah menurunnya kandungan C (
karbon ) organik pada tanah (Pramono, 2004). Kualitas bahan organik dikatakan tinggi apabila
kandungan N tinggi, kandungan lignin dan polifenol yang rendah yaitu menyebabkan proses
pelepasan unsure haranya cepat dan bertepatan pada saat tanaman membutuhkan. Begitu juga
sebaliknya, kualitas bahan organik dikatakan rendah jika N rendah serta kandungan lignin dan
polifenolnya tinggi. Hal ini mengakibatkan proses pelepasan unsur hara berjalan lambat dan
membutuhkan waktu yang lebih lama (Yuwono, 2008).
Koagulasi adalah suatu keadaan dimana protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid
karena unit ikatan yang terbentuk cukup banyak. Ikatan yang terbentuk yaitu ikatan hidrofobik,
ikatan hidrogen, dan ikatan disulfida. Koagulasi yang terjadi disebabkan karena adanya reaksi
antara protein dan air yang diikuti dengan penggumpalan protein (Winarno & Sutrinso, 2002).
Koagulasi pada putih telur menyebabkan protein mengalami agregasi dan terbentuknya ikatan
antar molekul. Koagulasi dapat juga diartikan sebagai salah satu kerusakan protein yang terjadi
akibat pemanasan dan terjadi penggumpalan serta pengerasan pada protein karena menyerap air
pada proses tersebut (Makfoeld, 2008). Koagulasi berawal dari pemanasan yang dapat
menyebabkan pemutusan ikatan hydrogen yang menopang struktur sekunder dan tersier suatu
protein sehingga menyebabkan sisi hidrofobik dari gugus samping polipeptida akan tebuka.
Hal ini menyebabkan kelarutan protein semakin turun dan akhirnya mengendap dan
menggumpal. Pada saat inilah terjadi proses koagulasi (Winarno, 1989).
Tahapan koagulasi protein :
1. Denaturasi protein : Perubahan utama pada struktur 3 dimensi
2. Flokulasi / curding : Perubahan struktur protein sekunder, penggumpalan protein yang
mengendap berada di dalam keadaan terpisah – pisah
3. Gelasi/ koagulasi: Gumpalan–gumpalan protein sudah membentuk massa homogen seperti
gel.
Matriks penguat yang digunakan dalam penelitian ini adalah putih telur. Dimana
didalamnya tersusun atas partikel-partikel protein yang berkoagulasi membentuk ikatan-ikatan
sehingga mampu memperkuat filler komposit. Protein putih telur membentuk suatu ikatan yang
koheren yang umumnya dalam bentuk ikatan kimia yang melapisi semua permukaan
serat/matriks. Dengan menambahkan putih telur dapat menyelubungi serat eceng gondok dan
pelepah pisang dan melindunginya dari kerusakan antar serat berupa abrasi sehingga putih telur
mampu mengawetkan pita tanam organik. Putih telur juga melepaskan ikatan dari serat individu
dengan cara menyerap energi regangan sehingga memperkecil jarak antar serat, apabila
kebetulan terjadi perambatan retak dalam filler yang mengenai serat.
Pemilihan bahan putih telur ini didasarkan pada banyaknya bahan putih telur yang tidak
terpakai dari pedagang STMJ yang ada dikota Malang. Kandungan C, H, O, N didalam putih
telur mendukung dalam proses perekatan antar serat filler pita tanam organik dan memperlambat
proses dekomposisi didalamnya. Putih telur sebagai binding agent diharapkan dapat
mengoptimalkan kekuatan dan ketahanan usia pita tanam organik. Sehingga diperoleh pita tanam
yang kuat dan tahan lama.
2.3. Uji Kuat Tarik
Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan atau
material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu (Askeland, 1985). Pengujian kuat
tarik (tensile strength test) adalah pengujian mekanik secara statis dengan cara menarik kedua
ujung sampel dengan pembebanan pada sampel sebesar F (Newton) bertujuan untuk mengetahui
sifat-sifat mekanik tarik (kekuatan tarik) dari komposit yang diuji diperkuat dengan putih telur.
Komposisi serat di dalam kulit juga mempengaruhi kekuatan sobek dan daya tarik (Purnomo,
1985). Protein berperan sebagai penunjang mekanis, yang memberikan kekuatan pada tulang dan
daya tahan sobek pada kulit (Winarno, 1989).
Gambar 2.6 Alat Force Gauge Untuk Uji Kuat Tarik.
Alat Force Gauge digunakan dalam pengukuran uji tarik dalam penelitian ini.
Gambar 2.7. Mekanisme Uji tarik dengan Bahan Uji Standar.
Mekanisme pengujian tarik pada suatu sampel dilakukan dengan menjepit ujung-ujung
spesimen yang telah dibentuk sesuai standar pada mesin uji tarik. Beban yang bekerja pada
spesimen serta perubahan panjang yang terjadi akibat beban itu semua dicatat pada suatu
diagram. Dimana diagram tersebut dinamakan diagram tegangan regangan. benda yang di uji
tarik diberi pembebanan pada kedua arah sumbunya. Seperti pada Gambar 2.7. Pemberian
beban pada kedua arah sumbunya diberi beban yang sama besarnya. Spesimen uji harus
memenuhi standar dan spesifikasi dari ASTM E8 atau D638. Bentuk specimen yang
distandarisasikan bertujuan agar retak dan patahan terjadi di daerah gage length. Adapun bentuk
dari spesimen uji dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Bentuk Dimensi Spesimen Uji Standar ASTM D638.
Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa teknik dan desain
produk karena menghasilkan data kekuatan material. Pengujian uji tarik digunakan untuk
mengukur ketahanan usia suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat.
Metode yang dilakukan adalah dengan menarik material secara perlahan-lahan, kita akan
mengetahui reaksi dari material tersebut terhadap pembebanan yang diberikan dan seberapa
panjang material tersebut bertahan sampai akhirnya putus seperti pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Proses Uji Tarik Pada Suatu Material.
Perubahan panjang dari spesimen dideteksi melalui pengukur regangan (strain gage)
yang ditempelkan pada spesimen seperti diilustrasikan pada Gambar 2.9. Dari hasil penarikan
material hingga material tersebut putus, kita dapat mengetahui data yaitu berupa tegangan tarik
versus pertambahan panjang dari material yang kita uji.
Gambar 2.10. Gambaran Uji Tarik dan Tegangan yang terjadi
Pada tahap awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan
berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Pada daerah ini, kurva pertambahan
panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut yaitu rasio tegangan (stress) dan
regangan (strain) adalah konstan.
Dimana, F: gaya tarikan ; A: luas penampang
Dimana, ΔL: pertambahan panjang ; L: panjang awal
Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:
Selanjutnya kita dapatkan Gambar 2.11 yang merupakan kurva standar ketika
melakukan eksperimen uji tarik. E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana
perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama “Modulus Elastisitas”
atau “Young Modulus”. Kurva tegangan-regangan teknik dibuat dari hasil pengujian yang
didapatkan.
Gambar 2.11. Kurva tegangan-regangan.
Stress = = F/A
Strain: ε = ΔL/L × 100%
E = σ / ε
Modulus Elastisitas didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan, dengan
regangan suatu bahan selama gaya yang bekerja tidak melampaui batas elastisitasnya. Dalam SI
satuan modulus elastisitas sama dengan satuan tegangan. Semakin besar nilai E, berarti semakin
sulit untuk merentangkan benda, artinya dibutuhkan gaya yang lebih besar.
1
B A B III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Putih telur memiliki kandungan protein yang sangat tinggi. Kandungan
protein yang sangat tinggi pada suatu bahan organik dapat dimanfaatkan sebagai
material perekat alami. Perekat alami dapat diaplikasikan pada pembuatan pita
tanam organik yang sedang dikembangkan oleh Djoyowasito, 2014 untuk
meningkatkan kekuatan tarik dan ketahanan usianya. Selain itu, penambahan putih
telur sekaligus mampu memperbaiki kondisi fisika dan kimia tanah.
Penelitian yang akan dilakukan adalah melanjutkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Djoyowasito (2014), yaitu dengan melakukan penambahan matriks
putih telur sebagai penguat pada adonan pembuatan komposit pita tanam organik,
untuk selanjutnya dianalisis dan dipelajari pengaruhnya terhadap nilai kuat tarik
pada pita tanam organik. Hal ini dilakukan karena aplikasi pita tanam organic di
area lahan berlumpur nantinya membutuhkan kuat tarik yang tinggi karena
penggunaannya yang digulung kemudian dihamparkan di lahan. Kerangka
pemikiran dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.1.
2
=
Gambar 3.1. Map Kerangka Konsep Penelitian
3
3.2 Hipotesis
Dengan ditambahkan putih telur mampu meningkatkan sifat fisik pita tanam organik
sehingga mampu mengetahui pengaruh penambahan putih telur dalam usaha meningkatkan
kekuatan dan ketahanan usia pita tanam organik agar
1
B A B IV
METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan Agustus 2015 di
Laboratorium Mekatronika Alat dan Mesin Pertanian dan Laboratorium Daya dan Mesin
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.
4.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Force Gauge untuk menguji kuat Tarik dari pita tanam organik sebelum ditambahkan putih
telur dengan yang sudah ditambahkan putih telur.
2. Panci untuk merebus eceng gondok dan pelepah pisang agar mudah dihaluskan
3. Blender untuk menghaluskan
4. Kompor untuk memanaskan eceng gondok dan pelepah pisang
5. Pisau untuk mencacah eceng gondok dan pelepah pisang sebelum di panaskan;
6. Cetakan kayu berukuran 100cm × 12cm × 1cm untuk membuat pita tanam organik.
7. Bak, untuk simulasi penanaman padi dengan menggunakan pita tanam organik.
8. Tanah dan air, sebagai media simulasi penanaman padi dengan menggunakan pita tanam
organik.
Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :
2
1. Tanaman Eceng gondok dan pelepah pisang, sebagai filler pembuatan komposit pita
tanam organik.
2. Putih telur, sebagai matriks penguat dalam pembuatan komposit pita tanam organik untuk
mengoptimalkan tingkat kekuatan dan ketahanan usia pita tanam organik.
4.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan membandingkan nilai
kekuatan filler pita tanam organik yang tidak ditambahkan penguat matriks putih telur dengan
filler pita tanam organik yang ditambahkan penguat matriks putih telur dengan variasi 50 gram,
100 gram, 150 gram, 200 gram, dan 250 gram. Pita tanam organik tanpa penambahan penguat
matriks putih telur dibuat dengan perbandingan bahan matriks eceng gondok 60% dan pelepah
pisang 40% dalam 1 kg berat kering untuk dijadikan kontrol. Sedangkan pita tanam organik
dengan penambahan penguat matriks putih telur dibuat dengan 60% eceng gondok dan 40 %
pelepah pisang dengan variasi penambahan penguat matriks putih telur.
Langkah selanjutnya adalah melakukan uji kuat tarik dengan menggunakan alat Force
Gauge. Dimana bahan uji pita tanam organik diambil sebagai sampel kemudian dipotong dan
dibentuk sesuai standar spesimen ASTM E8 seperti pada Gambar 2.8. Setiap 1 sampel pita
organik diambil sebanyak 5 spesimen sebagai 5 ulangan data.
Seperti yang telah dilakukan pada penelitian Djoyowasito, 2014 bahwa pita tanam
organik stabil yang digunakan sebagai kontrol adalah 60 : 40 dari berat kering 1 kg yaitu 600
gram eceng gondok dan 400 gram pelepah pisang. Sedangkan pada penelitian ini digunakan
variasi penambahan putih telur dengan komposisi putih telur 50 gram, 100 gram, 150 gram, 200
gram, dan 250 gram.
3
Adapun komposisi sampel uji dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Tabel Komposisi Bahan Komposit
NO BAHAN KETERANGAN
1 600 gram eceng gondok + 400 gram pelepah
pisang
PTO ( kontrol )
2 PTO + 50 gram putih telur PTOP1
3 PTO + 100 gram putih telur PTOP2
4 PTO + 150 gram putih telur PTOP3
5 PTO + 200 gram putih telur PTOP4
6 PTO + 250 gram putih telur PTOP5
Simulasi penanaman padi dengan pita tanam organik dengan penambahan bahan matriks
penguat putih telur dilakukan dalam skala laboratorium untuk mengetahui bahwa pita tanam
organik dengan penambahan putih telur tidak mempengaruhi proses penanaman padi.
4.4 Prosedur Penelitian
4.4.1 Prosedur Pembuatan Pita Tanam Organik
MULAI
Eceng gondok dan pelepah pisang dipotong-potong dengan ukuran 1 cm
Direbus selama 10 menit
Ditambah putih telur sesuai variasi yang dibutuhkan
Ditambah air secukupnya dan diblender selama 15 menit
4
Gambar 4.1. Diagram alir pembuatan pita tanam organik
4.4.2 Prosedur Pengujian Ketahanan usia Usia Pita Tanam Organik
Gambar 4.2. Diagram alir simulasi pengaplikasian pita tanam organik.
4.4.3 Prosedur Uji Kuat Tarik Pita Tanam Organik
Diambil spesimen sesuai standar ASTM E8 pada bagian ujung kiri, kanan,
dan tengah pada masing-masing sampel pita tanam organik
Dijepitkan pada alat Force Gauge untuk untuk ditarik hingga putus
Terukur nilai kuat Tarik dan regangan
PTO, PTOP 1, PTOP 2, PTOP 3, PTOP 4, PTOP 5 sebagai sampel uji
MULAI
PTO, PTOP 1, PTOP 2, PTOP 3, PTOP 4, PTOP 5 dikenakan perlakuan dengan
menyiram air setiap 5 hari sekali hingga 60 hari
PTO, PTOP 1, PTOP 2, PTOP 3, PTOP 4, PTOP 5 uji sifat fisik PTO
PTO, PTOP 1, PTOP 2, PTOP 3, PTOP 4, PTOP 5 uji sifat fisik untuk analisis
ketahanan usianya dan mengambil dokumentasi
Selesai
5
Gambar 4.3. Diagram alir uji kuat tarik pita tanam organik.
4.5 Pengamatan Peubah
Penelitian ini dilakukan pengamatan pada data sifat fisik berupa kuat tarik, regangan dan
modulus elastisitas, pita tanam organik dengan variasi persentase komposisi dan ketahanan
usianya. Variasi komposisi penambahan putih telur digunakan sebagai data primer pembanding
untuk selanjutnya didapatkan nilai sifat fisik yang terbaik untuk dapat diaplikasikan dalam sistem
penanaman padi. Pengamatan dilakukan dalam jangka waktu 60 hari untuk mengetahui pengaruh
penambahan putih telur terhadap hasil tanam dan menguji sifat fisiknya.
4.6 Analisis Data
Data didapatkan dari setiap hasil uji analisis kuat tarik dan nilai elastisitas dari PTO,
PTOP 1, PTOP 2, PTOP 3, PTOP 4, dan PTOP 5 sebanyak 5 kali ulangan.
Uji kuat tarik dengan menggunakan alat force gauge dimana pertama-tama kita pasang
ring pada bagian atas alat yaitu sensornya lalu kita pasang jarum atau spindle penarik atau
pengait lalu kita sesuaikan satuan yang kita kehendaki lalu kita geser tombol power pada posisi
peak dan kita kaitkan bahan yang akan diukur kuat tariknya pada ujung spindle. Lalu kita tarik
hingga display alat menunjukkan angka konstan dan kita catat angkanya. Data diambil
berdasarkan bahan uji PTO, PTOP 1, PTOP 2, PTOP 3, PTOP 4, dan PTOP 5 sebanyak 5 kali
6
ulangan pada masing-masing bahan untuk kemudian diambil nilai reratanya. Nilai rerata
digunakan untuk analisa data dengan menggunakan Microsoft Excel. Data yang didapatkan
diolah untuk menghasilkan grafik XY yaitu hubungan antara nilai kuat tarik dengan persentase
penambahan putih telur. Dimana sumbu x untuk nilai kuat tarik dan sumbu y adalah variasi
penambahan putih telur. Data grafik selanjutnya digunakan untuk menginterpretasikan sesuai
dengan kondisi penelitian.
Nilai regangan didapatkan dari panjang akhir spesimen bahan uji dikurangi panjang awal
spesimen bahan uji lalu dikalikan 100%. Persentase ini menggambarkan nilai elastisitas bahan
yang diukur. Dari kedua data tegangan dan regangan tarik yang didapatkan, kemudian dapat
dihitung nilai modulus elastisitasnya. Nilai modulus elastisitas ini mampu menggambarkan sifat
fisik suatu bahan yang diuji.
1
B A B V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Penambahan Penguat Matriks Putih Telur Terhadap Nilai Kuat Tarik Pita
Tanam Organik
5.1.1 Uji Kuat Tarik Sebelum Simulasi Penanaman Padi
Uji kuat tarik pada pita tanam organik sebelum simulasi penanaman padi dan sesudah
simulasi penanaman padi dilakukan untuk mengetahui nilai kekuatan tarik pita tanam organik
agar dapat mengoptimalkan aplikasinya dilahan. Pada Gambar 5.1 terlihat bahwa penambahan
putih telur pada pita tanam organik mampu meningkatkan nilai kuat tarik pita tanam organik.
Gambar 5.1. Hubungan nilai kuat tarik awal dengan penambahan putih telur sebelum dilakukan
simulasi penanaman padi.
Gambar 5.1 menggambarkan hubungan nilai kuat tarik dan penambahan putih telur pada
pita tanam organik sebelum dilakukan simulasi penanaman padi. Pemilihan trendline
y = 0.0648e0.0025x R² = 0.8706
0.000
0.020
0.040
0.060
0.080
0.100
0.120
0.140
0 50 100 150 200 250 300
Ku
at T
arik
Aw
al (
N/m
m2
)
Penambahan Putih Telur (Gram) Terhadap 600 gram eceng gondok dan 400 gram pelepah pisang
2
eksponensial dengan persamaan y = 0.064e0.002x
untuk membantu analisa data karena nila R2
sebesar 0,870.
Hasil yang didapatkan terjadi karena adanya penambahan putih telur pada pita tanam
organik yang menyebabkan kenaikan pada nilai kuat tarik. Hasil tertinggi didapatkan pada
penambahan putih telur sebanyak 250 gram pada adonan pita tanam organik eceng gondok dan
pelepah pisang dengan nilai kuat tarik sebesar 0,112 N/mm2. Nilai ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kontrol sebesar 0,058 N/mm2. Hal ini disebabkan semakin banyaknya
putih telur ditambahkan kedalam adonan maka akan memperkecil jarak antar serat yang terdapat
dalam komposit pita tanam organik sehingga nilai kuat tarik menjadi meningkat. Nilai terendah
ditunjukkan pada penambahan komposisi putih telur sebanyak 50 gram yaitu sebesar 0,074
N/mm2. Hal ini dikarenakan pada penambahan putih telur sebanyak 50 gram masih terdapat
celah dalam serat komposit eceng gondok sehingga menyebabkan rendahnya nilai kuat tarik
yang terukur.
5.1.2 Uji Kuat Tarik Setelah Simulasi Penanaman Padi
Uji kuat tarik pita tanam organik setelah simulasi penanaman padi digunakan sebagai
data pendukung analisa ketahanan usia pita tanam organik. Uji ini dilakukan untuk mendapatkan
data kuat tarik sebagai pendukung data brittleness. Dari penelitian yang telah dilakukan
didapatkan nilai kuat tarik setelah perlakuan penanaman dan penyiraman air sebagai berikut :
3
Gambar 5.2. Hubungan antara nilai kuat tarik akhir dengan penambahan putih telur setelah
simulasi penanaman padi
Gambar 5.2 menggambarkan hubungan nilai kuat tarik dan penambahan putih telur pada
pita tanam organik sesudah dilakukan simulasi penanaman padi. Berdasar Tabel 5.4 dipilih
trendline eksponensial dengan persamaan y = 0.049e0.003x untuk membantu analisa data karena
nila R2
sebesar 0,856. Hasil penambahan putih telur sebanyak 250 gram menunjukkan
penurunan jika dibandingkan dengan nilai kuat tarik sebelum simulasi penanaman padi. Hal ini
terjadi karena pada kuat tarik setelah simulasi padi, keadaan fisik pita tanam organik cenderung
hancur dan sulit dilakukan pengujian tarik. Hasil uji tarik yang didapatkan juga bernilai kecil
pada setiap variasi penambahan putih telur. Pengujian kuat tarik yang dilakukan pada usia pita
tanam organik 40 hari bersifat sangat lemah. Bahkan karena terlalu sulitnya membentuk
potongan spesimen, sampel bahan uji yang akan diukur hanya didapatkan sebanyak tiga ulangan
data. Keadaan ini ditunjukkan melalui data kuat tarik pita tanam organik setelah simulasi
penanamana padi.
y = 0.0496e0.0031x R² = 0.856
0.010
0.030
0.050
0.070
0.090
0.110
0.130
0 50 100 150 200 250 300
Ku
at T
arik
Akh
ir (
N/m
m2
)
Penambahan Putih Telur (gram) Terhadap 600 gram Eceng gondok dan 400 gram Pelepah Pisang
4
Nilai kontrol pada perlakuan setelah simulasi penanaman padi sebagai pembanding
menunjukkan nilai kuat tarik sebesar 0,043 N/mm2. Sedangkan nilai terendah berada pada
penambahan putih telur sebanyak 50 gram yaitu sebesar 0,059 dan nilai tertinggi berada pada
penambahan putih telur sebanyak 250 gram sebesar 0,097 N/mm2. Nilai kuat tarik pada hasil
perlakuan setelah penanaman padi dengan penambahan putih telur tetap bernilai lebih besar jika
dibandingkan dengan kontrol meskipun hasilnya amat kecil.
Putih telur sebagai matriks penguat berkaitan dengan fungsinya sebagai penyalur beban
dalam komposit pita tanam organik. Putih telur didalam pita tanam organik berfungsi menahan
gaya yang terjadi serta menjaga posisi serat dengan mengisi celah (void) yang terjadi. Putih telur
sebagai perekat membuat komposit pita tanam organik menjadi bahan yang kuat, kaku dan getas.
Hal ini terjadi karena adanya ikatan antara matriks dan filler. Jenis matriks penguat putih telur
sebagai pengikat serat menjadi sebuah unit struktur yang mampu melindungi dari perusakan
eksternal serta mampu meneruskan atau memindahkan beban eksternal antara serat dan matriks
sehingga ketika sampel pita tanam organik dengan penambahan variasi putih telur dikenai
tegangan tarik nilai kuat tariknya terukur lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol.
5.1.3 Nilai Elastisitas Sebelum Simulasi Penanaman Padi
Elastisitas merupakan perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang awal
spesimen yang di uji tarik. Elastisitas pada pita tanam organik mengalami kenaikan seiring
dengan ditambahkannya komposisi putih telur kedalam adonan pita tanam organik.
Data hasil percobaan didapatkan melalui pengujian kuat tarik sebanyak enam data dengan
satu data kontrol dan lima kali ulangan data. Nilai elastisitas terendah didapatkan pada
penambahan putih telur sebanyak 50 gram sebesar 25,38. Dan nilai elastisitas tertinggi pada
5
penambahan putih telur sebanyak 250 gram sebesar 38,06 jika dibandingkan dengan nilai
elastisitas pada kontrol sebesar 27,57. Hubungan nilai elastisitas dengan penambahan putih telur
ditampilkan pada pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3. Hubungan elastisitas awal dengan penambahan putih telur sebelum dilakukan
simulasi penanaman padi
Dari Gambar 5.3 didapatkan trendline grafik eksponensial y = 25.70e0.001x
dan memiliki
nilai R2 yang sama yaitu sebesar 0,936. Gambar 5.3 menunjukkan kenaikan nilai elastisitas
seiring ditambahkannya komposisi putih telur kedalam pita tanam organik. Pengukuran
elastisitas mempengaruhi nilai modulus elastisitas pita tanam organik. Nilai elastisitas terukur
rendah pada penambahan putih telur sebanyak 50 gram dan sebaliknya pada penambahan putih
telur sebanyak 250 gram didapatkan nilai elastisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh putih telur dalam komposit pita tanam organik.
Putih telur mampu meningkatkan sifat mekanis suatu bahan komposit. Selain itu putih telur
memiliki daya rekat yang baik karena kandungan didalamnya yang mampu membentuk ikatan
antara matriks dan filler sehingga menciptakan ketangguhan terhadap beban eksternal dan
ketahanan yang baik terhadap degradasi lingkungan.
y = 25.706e0.0018x R² = 0.9361
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 50 100 150 200 250 300
Elas
tisi
tas
Aw
al (
%)
Penambahan Putih Telur (gram) terhadap campuran 600 gram eceng gondok dan 400 gram pelepah pisang
6
5.1.4 Nilai Elastisitas Setelah Simulasi Penanaman Padi
Elastisitas pita tanam organik merupakan nilai yang terukur berdasarkan selisih
pertambahan panjang dari uji tarik yang dilakukan. Nilai elastisitas diukur setelah empat puluh
hari simulasi penanaman padi dilakukan untuk mendapatkan data perhitungan Modulus young.
Hasil elastisitas yang didapatkan sangat kecil karena pita tanam organik rentan hancur. Hasil
analisa data untuk nilai elastisitas ditampilkan pada grafik Gambar 5.4.
Gambar 5.4. Hubungan antara nilai elastisitas dengan penambahan putih telur setelah simulasi
penanaman padi
Gambar 5.4 menunjukkan nilai trendline eksponensial y = y = 22.79e0.001x
dengan R2
terbesar adalah 0,873. Nilai elastisitas terukur naik mengikuti pertambahan putih telur namun
nilainya lebih kecil dibandingkan perlakuan sebelum simulasi penanaman padi. Hasil
penambahan putih telur sebanyak 250 gram menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan
nilai elastisitas awal sebelum simulasi penanaman padi yaitu sebesar 29,66. Hal ini terjadi karena
keadaan fisik pita tanam organik cenderung hancur dan sulit dilakukan pengujian tarik. Hasil
y = 22.793e0.0015x R² = 0.8734
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 50 100 150 200 250 300
Elas
tisi
tas
Akh
ir (
%)
Penambahan Putih Telur (gram) terhadap campuran 600 gram eceng gondok dan 400 gram pelepah pisang
7
nilai elastisitas yang didapatkan juga bernilai kecil pada setiap variasi penambahan putih telur.
Pengujian nilai elastisitas pada uji kuat tarik yang dilakukan pada usia pita tanam organik 40 hari
bersifat sangat lemah karena kondisi fisik pita yang rapuh. Nilai kontrol pada perlakuan setelah
simulasi penanaman padi sebagai pembanding menunjukkan nilai elastisitas sebesar 22,74.
Sedangkan nilai terendah berada pada penambahan putih telur sebanyak 50 gram yaitu sebesar
21,10. Nilai elastisitas pada hasil perlakuan setelah penanaman padi dengan penambahan putih
telur tetap bernilai lebih besar jika dibandingkan dengan kontrol meskipun hasilnya amat kecil.
Hal ini menunjukkan bahwa putih telur memberikan pengaruh pada pembuatan komposit pita
tanam organik.
5.1.5 Modulus Young (Modulus Elastisitas)
Modulus elastisitas merupakan kemampuan suatu benda padat untuk kembali ke bentuk
semula setelah gaya yang dikenakan dihilangkan. Modulus elastisitas didapatkan dari hasil
perbandingan nilai perhitungan tegangan dan regangan yang telah diperoleh. Pengukuran kuat
tarik pita tanam organik dipengaruhi oleh luas penampang serat itu sendiri dan kerapatan serat
komposisinya. Semakin kecil luas penampang suatu bahan makan akan semakin kuat bahan
tersebut. Susunan serat secara random pada pita tanam organik memungkinkan adanya celah
pada pita tanam organik. Kondisi ini memungkinkan putih telur dalam mengisi kekosongan
sehingga pitatanam organik menjadi padat dan rapat. Putih telur sebagai matriks dalam pita
tanam organik menyalurkan beban yang diberikan dari luar sehingga beban akan tersalur rata
diseluruh permukaan pita tanam organik. Kandungan putih telur yang berfungsi sebagai perekat
dan sekaligus pengawet juga membuat bahan komposit pita tanam organik menjadi lebih kuat
dan tahan dari pengaruh degradasi lingkungan seperti air, temperature, dan mikroba dalam tanah.
8
Hal ini membuat pita tanam organik mampu bertahan lebih lama dari kontrol. Data perhitungan
modulus young dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Perhitungan Modulus Elastisitas sebelum simulasi
Perlakuan Modulus Elastisitas Rata-rata
PTOP 0,00300
PTOP 1 0,00417
PTOP 2 0,00446
PTOP 3 0,00395
PTOP 4 0,00387
PTOP 5 0,00420
Nilai modulus young pada penambahan putih telur sebanyak 250 gram didapatkan
sebesar 0,00420. Nilai ini lebih tinggi dari kontrol sebesar 0,003. Nilai yang terukur sangat kecil
karena sampel pita tanam organik merupakan material non elastis.
Tabel 5.2. Perhitungan Modulus Elastisitas setelah simulasi
Perlakuan Modulus Elastisitas Rata-rata
PTOP 0,00270
PTOP 1 0,00399
PTOP 2 0,00381
PTOP 3 0,00443
PTOP 4 0,00445
PTOP 5 0,00467
Tabel 5.2 menunjukkan nilai modulus young terendah terdapat pada penambahan putih
telur sebanyak 50 gram sebesar 0,00399. Hasil ini didapatkan dari perbandingan nilai tegangan
dan regangan pada uji tarik kemudian diambil rata-ratanya. Sedangkan nilai tertinggi terletak
9
pada penambahan putih telur sebanyak 250 gram dengan nilai 0,00467. Nilai ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nilai kontrol sebesar 0,00270.
Nilai modulus elastisitas yang didapatkan menggambarkan bahwa penambahan variasi
putih telur dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan usia dari pita tanam organik. Perlakuan
sebelum dan sesudah simulasi menunjukkan penurunan nilai fisik keseluruhan secara merata. Hal
ini dipengaruh degradasi lingkungan selama proses simulasi penanaman padi terjadi. Putih telur
mampu meningkatan ketahanan usia pita tanam organik karena sifatnya sebagai pengawet.
Pengujian penambahan putih telur terhadap ketahanan usia pita tanam organik juga
dilakukan secara visual. Data visual yang didapatkan hingga usia lima puluh hari digunakan
untuk membantu menganalisis untuk diambil kesimpulan.
Gambar 5.5. Kondisi Pita Tanam Organik untuk Uji Ketahanan usia (A) Usia 0 Hari, (B) Usia 20
hari (C) Usia 50 hari.
Dalam penelitian ini, uji ketahanan usia pita tanam organik berupa data image sebelum
perlakuan hingga sesudah perlakuan simulasi penanaman padi. Data image diambil hingga usia
tanam padi lima puluh hari, karena pada usia enam puluh hari keadaan pita tanam organik sudah
terlalu hancur dan menyatu dengan tanah. Indikator kualitas padi dapat dilihat dari usia
penanamannya. Usia penanaman terbaik adalah enam puluh hari karena selama itu kebutuhan air
tanaman dan unsur hara dapat tercukupi dengan baik (Djoyowasito, 2014).
A B C
10
Penambahan matriks reinforcement kedalam komposit pita tanam organik mampu
membuat pita tanam organik lebih awet. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definsi
awet adalah lama berubah, lama bertahan, dan tidak mudah rusak. Perlakuan penyiraman air
pada simulasi penanaman padi yang dikenakan pada pita tanam organik memungkinkan
terjadinya rapuh atau rusaknya pita tanam organik. Penambahan reinforcement putih telur
mampu meningkatkan ketahanan pita tanam organik karena kandungan albumin pada putih telur
memiliki sifat pengawet. Pengawetan (fiksasi) adalah penghambatan proses pembusukan dan
autolysis untuk menjaga stabilisasi unsur pada suatu jaringan sehingga unsur tersebut tidak
terlarut, berpindah, atau terdistorsi selama prosedur selanjutnya. Akibat dari terjadinya
pengawetan antara lain awetnya jaringan dan terjadinya pemadatan koloid, sedangkan faktor
yang mempengaruhi proses pengawetan adalah volume pengawet.
5.2 Interaksi Putih Telur Dengan Eceng Gondok Dan Pelepah Pisang Pada Proses
Pembuatan Pita Tanam Organik
Pada material komposit, semakin banyaknya kekosongan (celah) yang ada didalamnya
maka komposit akan semakin rapuh karena pada bagian ini filler tidak dapat menyalurkan
tegangannya ke matriks. Sebaliknya jika kekosongan (celah) ini semakin sedikit maka komposit
akan semakin kuat. Kekosongan (celah yang ada didalam komposit dapat diperkecil dengan
merapatkan jarak antara matriks dan filler sehingga tegangan antar permukaan selalu terjaga dan
mencegah putusnya ikatan yang terjadi didalamnya. Kerapatan (density) berhubungan erat
dengan berat jenis suatu material. Kerapatan merupakan perbandingan massa suatu benda dengan
volumenya. Berat jenis dan kerapatan suatu material merupakan faktor yang menentukan sifat-
sifat suatu material tersebut. Semakin rapat suatu serat maka semakin pendek jarak antar seratnya
11
sehingga semakin kecil pula celah yang terdapat didalam material tersebut yang menyebabkan
nilai kualitas bahan tersebut meningkat dengan diukur kuat tariknya.
Putih telur ditambahkan berperan sebagai matriks penguat dalam komposit pita tanam
organik. Putih telur bekerja sebagai pengisi celah-celah atau kekosongan antar serat pada
material komposit pita tanam organik. Dengan memperpendek jarak antar serat maka akan
semakin rapat serat-serat tersebut melekat satu sama lainnya sehingga dapat memperkuat daya
tariknya.
Penambahan matriks penguat putih telur juga berperan dalam mempertahankan usia
komposit pita tanam organik. Hal ini dikarenakan kandungan protein putih telur yang tersusun
atas asam amino serta karbon dan nitrogennya mampu memperlambat proses pembusukan untuk
selanjutnya bertindak sebagi pupuk tanaman padi. Kualitas bahan organik dikatakan tinggi
apabila kandungan N tinggi, kandungan lignin dan polifenol yang rendah yaitu menyebabkan
proses pelepasan unsure haranya cepat dan bertepatan pada saat tanaman membutuhkan. Begitu
juga sebaliknya, kualitas bahan organik dikatakan rendah jika N rendah serta kandungan lignin
dan polifenolnya tinggi. Hal ini mengakibatkan proses pelepasan unsure hara berjalan lambat dan
membutuhkan waktu yang lebih lama (Yuwono, 2008).
Protein berpotensi dalam pembuatan bioplastik (Gonzalez-Gutierrez, Partal, Garcia-
Morales, & Gallegos, 2010)(Guerrero, Stefani, Ruseckaite, & de la Caba, 2011). Protein tersusun
atas ratusan asam amino dan mempunyai kemampuan untuk membentuk antara kelemahan dan
kekuatan ikatan yang memiliki jaringan tiga dimensi yang stabil melalui interaksi energy yang
rendah dan memiliki ikatan kovalen yang kuat (Pommet, Redl, Guilbert, & Morela, 2003). Putih
telur merupakan limbah organik yang kaya akan protein sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
matriks penguat komposit, perekat sekaligus pengawet. Putih telur diaplikasikan pada pita tanam
12
organik menjadi salah satu pembaharuan teknologi dimana penggunaannya membutuhkan nilai
kuat tarik tinggi dan mampu memperlambat proses degradasi oleh alam sehingga dapat
memperpanjang usia pita tanam organik itu sendiri. Putih telur berfungsi sebagai perekat mampu
menyatukan serat-serat bahan organik lainnya sehingga meningkatkan nilai kuat tarik pita tanam
organik tersebut.
Interaksi putih telur dalam fungsinya sebagai matriks penguat dalam komposit adalah
terjadinya perubahan struktur tiga dimensi protein yang menyebabkan kerusakan pada stabilitas
rantai ikatan ( transisi dari lipatan protein menjadi tidak terikat) sehingga banyak pembentukan
ikatan yang dapat terjadi. Lembar protein putih telur mungkin terjadi karena memiliki perbedaan
kelompok asam amino dengan interaksi yang kuat sehingga ikatan tersebut membutuhkan energy
getaran yang lebih besar untuk mengubah matriks protein putih telur dari fase bening menjadi
fase elastic (Lee, Pranata, Ustunol, & Almenar, 2013).
Hal yang penting dalam penambahan putih telur pada proses pembuatan pita tanam
organik adalah sifat fungsional putih telur yang berkoagulasi. Fungsi telur dalam pembuatan pita
tanam organik adalah untuk menimbulkan buih sebagai emulsifier dan koagulasi. Putih telur
dapat digunakan sebagai bahan bioplastik karena dilaporkan sangat mudah diproses dalam suhu
yang rendah (Jerez, Partal, Martinez, Gallegos, & Guerrero, 2007). Lembaran putih telur sebagai
bahan bioplastik dibuat melalui tekanan termomekanik dan memiliki nilai keelastisitasan yang
tinggi (Gonzalez-Gutierrez et al., 2010). Proses pengadukan putih telur pada pencampuran bahan
pita tanam organik memungkinkan terjadinya koagulasi pada protein putih telur. Koagulasi
disebabkan karena protein mengalami agregasi dan terbentuknya ikatan antar molekul, dimana
ikatan yang terbentuk adalah ikatan hidrofobik, ikatan hidrogen, dan ikatan disulfida (Puspitasari,
2006).
13
Sifat fungsional protein yang terdapat pada telur mencerminkan suatu interaksi komplek
antar komposisi, struktur, bentuk, sifat fisik dan kimia, serta komponen penyusun pita tanam
organik lain yang tergabung menjadi satu. Protein putih telur yang berperan adalah ovomukin
yaitu glikoprotein yang mempunyai struktur gel empat kali lebih banyak dibandingkan dengan
lapisan putih telur encer.
Dalam proses pembentukan pita tanam organik sifat fungsional putih telur yang berperan
adalah daya ikat air, kohesi-adhesi, elastisitas, kemampuan membentuk tekstur, dan kemampuan
mengikat molekul-molekul disekelilingnya. Khususnya dalam proses pengadukan bahan yang
bertujuan untuk menghomogenisasi adonan agar serat kandungan putih telur mampu merekatkan
komposisi serat-serat lain yang telah ada di dalamnya. Adapun mekanisme homogenisasi dan
pengikatan air dalam proses pembuatan pita tanam organik oleh protein putih telur adalah
sebagai berikut (Stadelmen & Cotterill, 1995):
1. Proses penguraian molekul protein sehingga rantai polipeptida membentuk sumbu
memanjang yang sejajar dengan sumbu permukaan.
2. Terbukanya ikatan-ikatan pada molekul protein yang memanjang tersebut kemudian
dilanjutkan dengan proses pembentukan lapisan monolayer (adsorbsi)
3. Pengadukan menyebabkan udara masuk kedalam molekul-molekul protein yang terbuka
rantainya dan tertahan sehingga volume putih telur menjadi bertambah
4. Lapisan monolayer kedua kemudian terbentuk menggantikan lapisan yang terdenaturasi
5. Lapisan protein akan saling mengikat untuk mencegah keluarnya air. Lama kelamaan terjadi
agregasi dan melemahnya ikatan yang telah terbentuk tersebut.
14
Gambar 5.6. Mekanisme Pengikatan Air Dan Udara Oleh Protein
Dari sifat fungsionalnya, pemanfaatan putih telur sebagai modifikator dalam pembuatan
pita tanam organik dinilai mampu meningkatkan sifat fisik pita tanam organik. Hal ini
dipengaruhi dengan adanya penambahan protein putih telur yang bersifat binding agent
berfungsi mengikat bahan-bahan lain sehingga menyatu serat serta terbentuknya buih dalam
pengocokan yang mampu menahan air agar tidak keluar. Keadaan ini sesuai dengan yang
diharapkan yaitu putih telur dapat meningkatkan kualitas pita tanam organik dari segi Gambar
5.5 menunjukkan bahwa penambahan putih telur mampu meningkatkan usia hingga lebih dari 40
hari sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Djoyowasito kekuatan dan ketahanannya serta
kemampuannya menyimpan air. (2014), yang menyatakan bahwa indikator kualitas padi dapat
dilihat dari usia penanamannya. Usia penanaman terbaik adalah enam puluh hari karena selama
itu kebutuhan air tanaman dan unsur hara dapat tercukupi dengan baik.
Putih telur sebagai penguat matriks dalam pembuatan pita tanam organik merupakan
suatu peristiwa menyatunya partikel-partikel dalam kandungan putih telur dengan partikel bahan
pembuat pita tanam organik yaitu eceng gondok dan pelepah pisang untuk membentuk suatu
15
kesatuan menjadi sebuah komposit. Bila sebuah komposit menggabungkan bahan dan serat
penguat maka sifat-sifat yang dihasilkan akan memadukan sifat yang dimiliki oleh resin dan
serat. Bahan komposit dibentuk pada saat yang sama ketika struktur tersebut dibuat. Hal ini akan
berpengaruh terhadap kinerja struktur yang dihasilkan, melalui beberapa uji kuat tarik yang
dilakukan.
Perbandingan komposisi antara eceng gondok dan pelepah pisang dan putih telur
mempengaruhi nilai densitas/kerapatan komposit pita tanam organik. Pita tanam organik
tersusun atas suatu ikatan polimer yang memiliki susunan serat eceng gondok dan pelepah pisang
yang ditambahkan molekul putih telur yang berfungsi sebagai matriks untuk mengisi rongga
serat komposit. Semakin banyak persentase putih telur mampu memperkecil jarak antar serat
(rongga) yang tersusun. Kandungan albumin berupa karbon, hidrogen, oksigen, dan sulfur
mampu mengikat filler komposit sehingga memperpendek jarak antar serat yang tersusun di
dalamnya. Keadaan ini dapat memperkecil gaya gesek yang terjadi antar molekul dalam pita
tanam organik yang dapat menambah nilai kuat tarik. Hal ini dibuktikan dengan adanya
pengujian fisik pada pita tanam organik yaitu pengujian kuat tarik, kuat tekan, dan elastisitas.
Pada masing-masing pengujian nilai sifat fisik tertinggi berada pada persentase penambahan
putih telur terbanyak yaitu sebesar 250 gram.
16
1
B A B VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Semakin tinggi penambahan putih telur yang dimasukkan kedalam adonan pita tanam
organik maka semakin meningkat pula nilai kuat tarik, regangan, dan ketahanan usianya.
Namun penambahan putih telur tidak memberikan pengaruh yang berarti pada nilai
modulus young pita tanam organik.
2. Hasil terbaik sebelum simulasi penanaman padi didapatkan pada penambahan putih telur
sebanyak 250 gram kedalam adonan pita tanam organik dengan nilai kuat tarik 0,112
N/mm2
dan regangan 38,060%.
3. Uji ketahanan usia sesudah simulasi penanaman padi didapatkan nilai kuat tarik terbaik
pada penambahan putih telur sebanyak 250 gram dengan nilai 0,058 N/mm2, dan
regangan sebesar 16,152.
4. Uji ketahanan usia secara visual menunjukkan bahwa pita tanam organik dengan
penambahan 250 gram putih telur dapat memperpanjang usia pita tanam organik hingga
50 hari.
5. Pita tanam organik dengan penambahan putih telur dapat dimanfaatkan sebagai pengganti
mulsa karena selain mampu menyimpan air dan menjaga kelembaban tanah, pita tanam
organik dengan penambahan putih telur mampu meningkatkan kuat tarik dan
memperlambat adanya degradasi lingkungan dan menekan pertumbuhan gulma.
6.2 Saran
2
Dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk mempelajari nilai optimasi penggunaan
matriks penguat putih telur terhadap bahan komposit pita tanam organik.
1
DAFTAR PUSTAKA
Alleoni, A. C. C., & Artunes, A. J. (2004). Albumen Foam Stability and s-ovalbumen Content in
Egg Coated with Whey Protein Concentrate. Retrieved September 4, 2016, from
Campinas../Revista Brasileira de Cienca Aviola - Balbumen Foam Stability and s-
ovalbumin content
Askeland, D. R. (1985). The Science and Engineering of Material. Brooks/Cole. Retrieved from
b
Brown, A. (2000). Understanding Food Principles and Preparation. University of Hawaii,
Hawaii, United States: Wadsworth.
Davis, C., & Reeves. (2002). High value opportunities from the chicken egg. A report for Rural
Industries Research and Development Corporation (Vol. 2/094). RIRDC Publication.
Djoyowasito, G. (2014). Kinerja Pita Tanam Organik Dalam Menunjang Efisiensi Penggunaan
Air Pada Sistem Tanam Padi Aerobik. Universitas Brawijaya.
Djoyowasito, G., Pudjiono, E., & Maides, G. (2009). Mempelajari Kinerja Pita Tanam Organik
pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi ( Oryza sativa L ). Jurnal Teknologi
Pertanian, 10(3), 199–204.
Gibson, R. F. (1994). Principles of Composite Material Mechanics. Singapore: Mc. Graw Hill.
Gonzalez-Gutierrez, J., Partal, P., Garcia-Morales, M., & Gallegos, C. (2010). Development of
Highly-transparent Protein/Starch Based Bioplastic. Bioresource Technology, 101(6), 2007–
2013.
Guerrero, P., Stefani, P. M., Ruseckaite, R. A., & de la Caba, K. (2011). Functional Properties of
Films Based on Soy Protein Isolate and Gelatin Processed by Compression molding.
Journal of Food Engineering, 105(1), 65–72.
2
Jerez, A., Partal, P., Martinez, I., Gallegos, C., & Guerrero, P. (2007). Protein-based Bioplastics:
effect of thermo-mechanical processing. Rheologica Acta, 46(5), 711–720.
Lee, R., Pranata, M., Ustunol, Z., & Almenar, E. (2013). Influence of glyserol and water activity
on the properties of composes egg white-based bioplastics. Journal of Food Engineering,
118, 132–140.
Makfoeld, D. (2008). Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Matthews, G. P., Watts, C. W., Powlson, D. ., Price, J. ., & Whalley, W. R. (2008). Wetting of
Agricultural Soil Measured by Simplified Capillary Rise Technique. European Journal of
Soil Sciences, 68, 1–7.
Moenandir, J., & Argosadewo, A. (1992). Pengaruh Nitrogen dan Media Dasar Air Pada
Pertumbuhan dan Bobot Kering Eceng Gondok Pada Tanah Alluvial. Agrivita, 15(12), 1–6.
Munadjin.(1983).Teknologi Pengolahan Pisang. Jakarta: PT. Gramedia
Mustofa, A., Djojowasito, G., & Widiatmoko, R. (2002). Pengujian Pita Organik Sebagai Bahan
Penanaman Padi Sawah. Jurnal Teknologi Pertanian, 3(1), 10–13.
Pommet, M., Redl, A., Guilbert, S., & Morela, M. H. (2003). Thermoplastic processing of
protein based bioplasstic: chemical engineering aspects of mixing, extrusion and hot
molding. Macromolecular Symposia, 197(1), 207–218.
Pramono, J. (2004). Kajian Penggunaan Bahan Organik pada Padi Sawah. Agrosains, 6(1), 11–
14.
Pudjiono, E., Djoyowasito, G., & Oktayani, N. P. . (2002). Pembuatan dan Pengujian Kantong
Tanam Organik dari Bahan Eceng Gondok (Eichoirnia crassipes (Mart) Solm). Jurnal
Teknologi Pertanian, 2(1), 1–8.
Purnomo, E. (1985). Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Yogyakarta: Akademi
3
Teknologi Kulit, Departemen Perindustrian.
Puspitasari, R. (2006). Sifat fisik dan fungsional tepung putih telur ayam ras dengan waktu
desugarisasi berbeda. Institut Pertanian Bogor.
Romanoff, A. L., & Romanoff, A. J. (1963). The Avian Eggs. New York: John Wiley Sons, Inc.
Said, I. N., & Wahjono, D. H. (1999). Teknologi Pengolahan Air Limbah Tahu-Tempe dengan
Proses Biofilter Anaerob dan Aerob. In seminar Kelompok Teknologi Pengelolaan Air
Bersih dan Limbah Cair. Jakarta: Direktorat Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi.
Sirait, C. H. (1986). Telur dan Pengolahannya. Bogor: Pusat Penelitian & Pengembangan
Peternakan.
Stadelmen, W. F., & Cotterill, O. J. (1995). Egg Science & Technology (4th Editio). New York:
An Imprint of the Haworth Press, Inc.
Tajik, F., Rahimi, H., & Pazira, E. (2003). Effect of Electrical Conductivity and Sodium
Adsorption Ratio of Water on Aggregate Stability in Soils with Different Organik Matter
Content. Jour. Agric. Sci. Technol, 4, 67–75.
Winarno, F. G. (1989). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia.
Winarno, F. G., & Sutrinso, K. (2002). Telur: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya.
Bogor: M-Brio Press.
Yuwono, M. (2008). Dekomposisi dan Mineralisasi Beberapa Macam Bahan Organik. Jurnal
Agronomi, 12(1), 1–8.
Zayas, J. F. (1997). Functionality of Protein in Food. Berlin: Springer.
4
Recommended