View
214
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PEMBAHASAN
PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang
bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan
sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena sagu merupakan tanaman
hutan bukan kayu. Tanaman sagu merupakan tumbuhan hutan liar yang mulai
dibudidayakan agar menghasilkan produktivitas yang optimal.
Kegiatan budidaya sagu yang dilakukan oleh PT National Sago Prima
yaitu pembukaan lahan, pembibitan, penanaman, penyulaman, pemeliharaan dan
pemanenan. Pembukaan lahan yang dilakukan meliputi blocking area dan
stacking. Pembibitan terdiri atas pengambilan anakan dan persemaian. Penanaman
dan penyulaman meliputi pemancangan, pembuatan lubang tanam, dan pe-
nanaman. Pemeliharaan terdiri atas pengendalian gulma secara manual dan kimia,
serta penjarangan anakan. Selain itu dilakukan kegiatan pemanenan yang meliputi
tahapan dan sistem pemanenan.
Pemeliharaan pada PT National Sago Prima dilakukan rutin dan intensif
untuk menjaga produktivitas yang dihasilkan. Pemeliharaan yang dilakukan yaitu
pengendalian gulma secara manual dan kimia serta penjarangan anakan. Pe-
mupukan belum dilakukan pada perkebunan sagu milik PT National Sago Prima.
Hal ini dikarenakan belum adanya hasil yang optimum dari pemupukan yang
pernah dilakukan sebelumnya. Selain itu belum ada dosis dan rekomendasi yang
tepat sebagai acuan dalam melakukan pemupukan. Penentuan acuan dalam
melakukan pemupukan masih dalam penelitian.
Pengendalian hama dan penyakit sudah dilakukan secara optimal pada
perkebunan sagu. Pengendalian dilakukan dengan pencegahan terhadap serangan
hama dan penyakit. Pencegahan yang dilakukan yaitu pada tanaman sagu dan
pembibitan. Kebersihan kebun perlu dilakukan secara rutin untuk mengurangi
vektor cendawan, hama dan penyakit. Hama yang menyerang tanaman sagu yaitu
anai-anai (rayap), babi, dan ulat sagu. Ulat sagu (Rynchophorus Ferrugineus
Oliver) merupakan larva dari kumbang yang menyerang batang sagu. Kumbang
tersebut meletakkan telur pada banir anakan atau batang sagu yang terluka.
47
Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup
atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,
selain itu merendam bibit dengan larutan fungisida sebelum disemai. Hama yang
menyerang bibit di persemaian yaitu belalang dan ulat. Serangan hama tersebut
tidak merugikan karena tidak sampai menyebabkan kematian bibit hanya terjadi
kerusakan pada daun-daun bibit. Penyakit yang menyerang pada bibit di persemai-
an adalah busuk pangkal batang yang disebabkan cendawan (Penicillium sp dan
Aspergillus sp). Bibit yang terserang menjadi mengering dan mati.
Kegiatan budidaya yang menjadi fokus kerja PT National Sago Prima saat
ini adalah pembukaan lahan, pembibitan, dan penyulaman. Ketiga kegiatan
tersebut menjadi fokus kerja PT National Sago Prima karena masih banyak lahan
perusahaan yang belum ditanami tanaman sagu dan banyak tanaman sagu yang
mati pada divisi yang sudah ditanami. Pembukaan lahan untuk budidaya sagu
membutuhkan bibit yang akan ditanam lebih banyak dibandingkan penyulaman
pada divisi yang sudah ada tanaman sagu. Kebutuhan bibit untuk penanaman pada
lahan yang baru dibuka divisi 5 dan 7 yaitu sekitar 250 000 bibit dan penyulaman
pada divisi 1 - 4 sekitar 150 000 bibit.
PT National Sago Prima bekerjasama dengan PT Prima Kelola Agribisnis
dan Agroindustri IPB dalam pemenuhan bibit untuk penanaman dan penyulaman.
Selain itu dilakukan kerjasama dengan BPPT untuk menyediakan bibit yang
masih belum terpenuhi. Kebutuhan bibit yang sangat banyak tidak hanya dapat
dipenuhi oleh PT Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri IPB dan BPPT karena
dalam menyiapkan bibit sagu yang unggul dan berkualitas dibutuhkan penanganan
dan waktu yang lama. PT National Sago Prima juga melakukan swakelola
pembibitan pada setiap Divisi 1, 2, 3 dan 4.
Kebutuhan bibit yang banyak dan dibutuhkan dalam waktu yang cepat
mengakibatkan kurang berkualitasnya bibit yang dihasilkan. Bibit yang ditanam
tidak sesuai dengan kriteria bibit siap tanam, banyak bibit yang tidak berdaun,
petiol patah akibat kesalahan dalam pelangsiran. Kriteria bibit yang tidak sesuai
juga disebabkan karena kurang terseleksinya bibit baik sebelum disemai maupun
setelah siap salur.
48
Pertumbuhan bibit siap salur yang berkualitas baik dan seragam dibutuh-
kan dalam penanaman. Hal ini dikarenakan pertumbuhan bibit di persemaian
dapat menentukan pertumbuhan di lapang. Bibit yang mempunyai perakaran yang
kuat dan tunas yang banyak dapat lebih bertahan di lapang. Perlu dilakukan
perlakuan yang tepat pada persemaian agar menghasilkan bibit yang unggul. Salah
satu perlakuan yang dilakukan yaitu pemangkasan dan aplikasi hormon organik
pada petiol bibit sagu di persemian.
Pemangkasan dan Aplikasi Hormon Organik Pada Petiol Bibit Sagu
Di Persemaian
Pembibitan sagu dapat dilakukan dengan perbanyakan vegetatif maupun
generatif. Perbanyakan secara vegetatif lebih banyak dilakukan karena selain
menghasilkan anakan yang memiliki kesamaan secara fenotip dan genotip dengan
induknya, ketersediaan bibit untuk perbanyakan lebih banyak dibandingkan
dengan ketersediaan benih generatif. Benih generatif sulit didapatkan karena
umumnya pohon sagu dipanen pada fase berbunga dan belum membentuk buah,
selain itu benih yang dihasilkan fertil akibat dari pembungaan yang tidak se-
rempak.
Pembibitan sagu menggunakan anakan dilakukan dengan sistem persemai-
an di kanal. Sistem tersebut masih perlu dilakukan upaya perbaikan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Persentase bibit hidup di persemaian yaitu
berkisar antara 70-90%, namun di lapang pertumbuhannya dapat lebih rendah. Hal
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kondisi bibit, cuaca, dan hama
penyakit. Seleksi bibit yang baik perlu dilakukan sebelum persemaian bibit,
karena hal itu mempengaruhi kondisi bibit. Selain itu perbaikan persemaian
dengan pemeliharaan bibit mulai dari awal persemaian sampai akhir persemaian
perlu dilakukan untuk menambah presentase kehidupan bibit. Salah satunya
dengan pemangkasan petiol dan pemberian hormon.
Hasil dari percobaan pemangkasan dan pemberian hormon organik pada
petiol bibit sagu di persemaian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari kedua
faktor tersebut terhadap persentase kehidupan bibit dan pertumbuhan vegetatif
selama di persemaian dapat dilihat pada Tabel 1.
49
Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh pemangkasan (P), aplikasi hormon organik (H), dan interaksi PxH, terhadap persentase kehidupan bibit, jumlah daun, panjang daun pangkasan, panjang daun baru, jumlah anak daun pangkasan, jumlah anak daun baru, panjang anak daun pangkasan, panjang anak daun baru, lebar anak daun pangkasan dan lebar anak daun baru
Peubah MSA P H P*H KK
Persentase kehidupan bibit
0 ** tn tn 4.86 1 ** tn tn 8.71 2 ** tn tn 9.56 3 ** tn tn 10.1 4 ** tn tn 10.93 5 ** tn tn 12.39 6 ** tn tn 12.88 7 ** tn tn 12.55 8 ** tn tn 12.66
Jumlah daun
1 tn tn tn 4.4 2 * * tn 5.08 3 tn tn tn 8.68 4 tn tn tn 9.31 5 tn tn tn 8.05 6 ** tn tn 9.09 7 ** tn tn 16.41 8 ** tn tn 17.97
Panjang daun pangkasan
1 ** tn ** 16.14 2 ** tn tn 19.98 3 ** tn tn 18.73 4 ** tn tn 17.91 5 ** tn tn 18.69 6 ** tn tn 18.62 7 ** tn tn 18.07
8 ** tn tn 19.47
Panjang daun baru
1 * tn tn 112.57 2 ** tn tn 75.61 3 * tn tn 71.48 4 tn tn tn 80.14 5 tn tn tn 54.39 6 tn tn tn 43.32 7 tn tn tn 29.37 8 tn * tn 19.99
Ket : Pemangkasan (P), aplikasi Hormon Organik (H), tidak berbeda nyata (tn), berbeda nyata (*), sangant berbeda nyata (**), koefisien keragaman (kk).
50
Peubah MSA P H P*H KK
Jumlah anak daun pangkasan
3 tn tn tn 32.44
4 tn tn tn 35.94
5 tn tn tn 38.20
6 tn tn tn 28.81
7 tn tn tn 26.83
8 tn tn tn 27.44
Jumlah anak daun baru
6 tn tn tn 7.58
7 tn tn * 11.27
8 tn tn tn 19.60
Panjang anak daun pangkasan
3 ** tn tn 16.54
4 ** tn tn 21.06
5 ** tn tn 25.47
6 ** tn tn 22.83
7 ** tn tn 17.64
8 ** tn tn 19.21
Panjang anak daun baru
6 tn tn tn 14.57
7 tn tn tn 19.42
8 tn tn tn 21.60
Lebar anak daun Pangkasan
3 tn tn tn 17.12
4 tn tn tn 27.76
5 tn tn tn 16.30
6 tn tn tn 13.96
7 tn * tn 9.30
8 tn tn tn 47.25
Lebar anak daun baru
6 tn tn tn 14.57
7 tn tn tn 19.42
8 tn tn tn 21.60 Ket : Pemangkasan (P), aplikasi Hormon Organik (H), tidak berbeda nyata (tn), berbeda nyata (*), sangant berbeda nyata (**), koefisien keragaman (kk).
51
Pemangkasan mempengaruhi persentase kehidupan dan beberapa per-
tumbuhan vegetatif bibit sagu di persemaian. Pemangkasan berpengaruh sangat
nyata pada 0 hingga 8 MSA (Minggu Setelah Aplikasi) terhadap persentase ke-
hidupan bibit. Pemangkasan berpengaruh sangat nyata terhadap panjang daun
pangkas dan panjang anak daun pangkasan pada 1 hingga 8 MSA. Pemangkasan
juga berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 2 MSA dan berpengaruh
sangat nyata pada 6 hingga 8 MSA. Selain itu, pemangkasan berpengaruh nyata
terhadap panjang daun baru pada 1 dan 3 MSA serta berpengaruh sangat nyata
pada 2 MSA.
Secara umum perlakuan pemberian hormon organik tidak berpengaruh
nyata terhadap persentase kehidupan bibit dan pertumbuhan vegetatif bibit sagu di
persemaian. Pemberian hormon organik berpengaruh nyata pada 2 MSA terhadap
jumlah daun. Perlakuan pemberian hormon organik berpengaruh nyata terhadap
panjang daun baru pada 8 MSA. Selain itu pada 7 MSA, pemberian hormon
organik berpengaruh nyata terhadap lebar anak daun pangkasan.
Interaksi antara pemangkasan dan pemberian hormon organik berpengaruh
sangat nyata pada 1 MSA terhadap panjang daun pangkasan. Interaksi antara
pemangkasan dan pemberian hormon organik juga berpengaruh nyata terhadap
jumlah anak daun baru pada 7 MSA. Interaksi antara pemangkasan dan pemberian
hormon organik tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap persentase
kehidupan bibit, jumlah daun, panjang daun baru, jumlah anak daun pangkasan,
panjang anak daun pangkasan dan baru, dan lebar anak daun pangkasan dan baru.
Persentase Kehidupan Bibit
Persentase kehidupan bibit didapatkan dari jumlah bibit yang hidup di
persemaian dari 0 Minggu Setelah Aplikasi (MSA) hingga 8 MSA. Persentase
bibit yang hidup menurun tiap minggunya. Menurut Irawan et al. (2009) bibit
sagu yang berasal dari induk yang ditanam di lahan gambut mampu hidup di
persemaian sekitar 70-90%. Bibit sagu yang digunakan yaitu bibit sagu berduri,
berdasarkan penelitian Maulana (2011) presentase bibit hidup jenis sagu tidak
berduri lebih besar dibandingkan bibit sagu berduri. Pada Gambar 14 terlihat
bahwa pada awal minggu setelah aplikasi persentase pertumbuhan bibit antara 80-
52
100 %, namun terjadi penurunan persentase kehidupan bibit hingga 2 MSA.
Setelah melewati 2 MSA persentase bibit yang hidup semakin menurun namun
penurunannya tidak curam hingga 8 MSA.
Gambar 13. Persentase Kehidupan Bibit
Data sidik ragam persentase kehidupan bibit menunjukkan bahwa interaksi
antara kedua faktor tidak berbeda nyata pada 0 hingga 8 MSA. Namun, berdasar-
kan rata-rata perlakuan yang memiliki persentase kehidupan bibit yang besar pada
8 MSA yaitu perlakuan dengan pemangkasan 20 cm dari atas banir dan tanpa
hormon organik (P1H0) sebesar 87. 78 %, sedangkan perlakuan dengan pemang-
kasan 30 cm dari atas banir dan aplikasi hormon 3 ml/l (P2H2) pada 8 MSA
memiliki persentase kehidupan bibit terendah dengan 56.67 %.
Pemangkasan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap persentase ke-
hidupan bibit. Pada interaksi kedua faktor, pemangkasan 20 cm dari atas banir
memberikan pengaruh paling nyata (Tabel 2). Pengaruh pemangkasan 20 cm dari
atas banir (P1) lebih tinggi persentase kehidupan bibitnya dibandingkan perlakuan
tanpa pangkas (P0) dan pemangkasan 30 cm dari atas banir (P2).
53
Tabel 2. Pengaruh Pemangkasan (P) terhadap Persentase Kehidupan Bibit
Perlakuan Pemangkasan
MSA 0 1 2 3 4 5 6 7 8
……………………...%................................... P0 26.92b 26.50b 26.42a 26.25a 25.58a 24.58a 24.42a 24.25a 23.58a P1 29.83a 28.75a 26.58a 26.10a 25.92a 25.83a 25.75a 25.67a 25.50a P2 29.10a 25.42b 21.92b 21.50b 21.25b 21.17b 20.92b 20.58b 19.67b
Uji F ** ** ** ** ** ** ** ** ** Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 %
Daun dari anakan yang tidak dipangkas akan merespon dengan cepat
proses transpirasi, sehingga tingkat kematian bibit meningkat (Irawan, 2010).
Persentase kehidupan bibit di persemaian dipengaruhi oleh kondisi bibit,
lingkungan persemaian, dan hama penyakit. Kondisi bibit Selama akar belum
terbentuk di persemaian, nutrisi yang didapatkan bibit seluruhnya berasal dari
banir. Setelah akar terbentuk bibit mendapatkan nutrisi selain dari banir juga
berasal dari air kanal. Hama penyakit yang dominan di persemaian sistem kanal
yaitu belalang, ulat dan cendawan.
Pemangkasan mempengaruhi persentase kehidupan bibit di persemaian.
Pemangkasan 20 cm dari atas banir membuat bibit lebih dapat bertahan hidup
karena nutrisi yang diberikan banir hanya diberikan pada petiol setinggi 20 cm,
sedangkan pangkasan yang lebih tinggi membutuhkan nutrisi yang lebih banyak
dari banir.
Pemberian hormon organik tidak berpengaruh nyata terhadap persentase
kehidupan bibit. Pemberian hormon maupun tanpa pemberian hormon jumlah
bibit yang hidup tidak berbeda. Hal ini menunjukkan lebih efisien dan efektif
tidak melakukan pemberian hormon. Faktor yang mempengaruhinya yaitu cuaca,
pemberian konsentrasi dan cara aplikasi. Cuaca panas dapat membuat bibit lebih
cepat berespirasi sehingga petiol cepat mengering sebelum hormon masuk ke
dalam jaringan. Konsentrasi hormon yang digunakan terlalu kecil sehingga tidak
terlalu berpengaruh, selain itu cara aplikasi yang digunakan tidak tepat karena
pengolesan hormon pada bekas pangkasan terhalang oleh getah yang keluar dari
bibit.
54
Pertumbuhan Vegetatif Bibit Sagu
Jumlah Daun
Jumlah daun dihitung berdasarkan daun yang keluar dari bibit setelah
aplikasi pemangkasan dan pemberian hormon, terdiri atas daun pangkasan dan
daun baru. Daun pangkasan yaitu daun yang tumbuh setelah dipangkas, se-
dangkan daun baru yaitu daun yang tumbuh mulai dari tunas. Jumlah daun
pangkasan hanya satu sedangkan jumlah daun baru lebih dari satu petiol.
Gambar 14. Jumlah Daun
Interaksi antara pemangkasan dan aplikasi hormon tidak berpengaruh
nyata terhadap jumlah daun, namun perlakuan pangkasan 20 cm dari atas banir
dan tanpa aplikasi hormon (P1H0) menunjukkan hasil yang lebih baik.
Berdasarkan Gambar 15 jumlah daun pada setiap perlakuan memiliki jumlah yang
sama dari 1 MSA hingga 6 MSA yaitu rata-rata sebanyak 1.0 sampai 1.5 daun.
Pada akhir pengamatan yaitu 7 hingga 8 MSA mengalami peningkatan jumlah
daun terutama perlakuan P1H0 (pemangkasan 20 cm dari atas banir dan tanpa
hormon organik). Pada 8 MSA jumlah daun P1H0 rata-rata mencapai 2.02 daun.
Jumlah daun terkecil dimiliki oleh perlakuan P0H1 yaitu kontrol tanpa
pemangkasan dan konsentrasi hormone 1 ml/l sebanyak 1.23 daun.
55
Perlakuan pemangkasan memberikan pengaruh terhadap jumlah daun
(Tabel 3). Pemangkasan berpengaruh nyata pada 2 MSA dan berpengaruh sangat
nyata mulai 6 hingga 8 MSA. Pemangkasan berpengaruh pada 2 MSA karena
pada minggu tersebut banyak tunas atau daun baru yang muncul, namun minggu
selanjutnya tidak berpengaruh nyata. Setelah 5 MSA, pemangkasan berpengaruh
sangat nyata hingga 8 MSA. Persemaian 5 MSA artinya sama dengan persemaian
9 MSS (Minggu Setelah Semai) atau lebih dari dua bulan karena aplikasi
dilakukan satu bulan setelah semai. Menurut Flach (1983) bibit sagu yang tumbuh
dapat mengeluarkan 1 - 2 daun setiap bulannya.
Tabel 3. Pengaruh Pemangkasan (P) dan Aplikasi Hormon Organik (H) terhadap Jumlah Daun
Perlakuan MSA
1 2 3 4 5 6 7 8 Pemangkasan …………………daun.............................
P0 1.02 1.02b 1.04 1.10 1.17 1.20b 1.24b 1.32b P1 1.04 1.09a 1.13 1.20 1.25 1.40a 1.60a 1.70a P2 1.06 1.09a 1.10 1.17 1.21 1.29b 1.38b 1.45b
Uji F tn * tn tn tn ** ** ** Hormon Organik …………………daun.............................
H0 1.03 1.06ab 1.08 1.14 1.20 1.31 1.50 1.60 H1 1.04 1.06ab 1.08 1.13 1.18 1.27 1.34 1.40 H2 1.02 1.04b 1.06 1.12 1.17 1.28 1.38 1.46 H3 1.07 1.11a 1.14 1.24 1.28 1.34 1.42 1.50
Uji F tn * tn tn tn tn tn tn Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 %
Daun yang muncul pada bibit dipengaruhi oleh perlakuan pemangkasan.
Pemangkasan pendek yaitu 20 cm dari atas banir (P1) memiliki jumlah daun lebih
banyak daripada tanpa pemangkasan (P0) dan pemangkasan 30 cm dari atas banir
(P2). Hal ini karena pemangkasan yang pendek dekat dengan titik tumbuh,
sehingga memacu pertumbuhan tunas atau daun baru. Penguapan dari pangkasan
20 cm di atas banir lebih sedikit sehingga pertumbuhan bibit lebih baik, cadangan
air digunakan untuk pembentukan daun baru. Menurut Bintoro et al. (2008) bibit
56
yang dipotong paling pendek mengakibatkan respirasi lebih rendah, sehingga
fotosintesis digunakan untuk pertumbuhan daun.
Bibit yang diberi hormon maupun tidak diberi hormon memiliki rataan
jumlah daun yang tidak jauh berbeda. Data sidik ragam menunjukkan bahwa
pemberian hormon organik berpengaruh nyata hanya pada 2 MSA. Pemberian
hormon organik dengan konsentrasi tinggi 5 ml/l menunjukkan hasil jumlah daun
tertinggi pada minggu tersebut. Berdasarkan penelitian Bintoro et al. (2008)
pemberian dua jenis zat pengatur tumbuh (MPA dan Ston-F) tidak memacu
pertumbuhan daun, namun pemberian semua konsentrasi MPA dapat meningkat-
kan jumlah daun.
Panjang Daun Pangkasaan
Daun pangkasan yaitu daun yang muncul setelah dilakukan pemangkasan.
Awal-awal muncul masih berupa petiol setelah itu daun mulai mekar. Perlakuan
pemangkasan berpengaruh sangat nyata terhadap panjang daun pangkasan, se-
dangkan pemberian hormon organik tidak mempengaruhi panjang daun pang-
kasan pada seluruh pengamatan.
Perlakuan interaksi antara pemangkasan dan pemberian hormon organik
memberikan pengaruh nyata terhadap panjang daun pangkasan pada pengamatan
1 MSA (Tabel 4). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa interaksi perlakuan
pemangkasan 20 cm dari atas banir dan tanpa hormon organik (P1H0) pada 1
MSA memberikan pengaruh paling besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa pemangkasan dengan menyisakan daun paling
pendek membuat respirasi lebih rendah, sehingga fotosintesis digunakan untuk
pertumbuhan panjang daun. Selain itu, persemaian dapat lebih efisien dan efektif
dengan tidak dilakukan pemberian hormon.
57
Tabel 4. Interaksi antara Pemangkasan (P) dengan Aplikasi Hormon Organik terhadap Panjang Daun Pangkasan
Perlakuan MSA
1 2 3 …………cm………..
P0
H0 3.08cd 5.36 7.90 H1 4.41bc 7.93 10.98 H2 3.75c 6.62 9.63 H3 2.16d 3.91 5.67
P1
H0 6.62a 12.66 18.48 H1 5.66ab 10.84 15.23 H2 5.98ab 11.64 17.97 H3 5.72ab 11.88 17.42
P2
H0 6.55a 12.13 17.33 H1 5.34ab 11.07 16.20 H2 3.78bc 8.26 11.99 H3 5.96ab 10.73 14.96
Uji F ** tn tn Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 %
Pemangkasan berpengaruh sangat nyata terhadap panjang daun pangkasan
(Tabel 5). Pemangkasan yang paling cepat pertumbuhan panjang daun pang-
kasannya yaitu P1 (pemangkasan 20 cm dari atas banir). Mc Kamey dalam
Bintoro et al., (2008) mengatakan bahwa pemangkasan daun akan merangsang
pertumbuhan daun dan menurut Atminingsih (2006) pada awal pertumbuhan, luas
daun yang dipangkas menurun tetapi kemudian meningkat.
Tabel 5. Pengaruh Pemangkasan (P) terhadap Panjang Daun Pangkasan
Perlakuan Pemangkasan
MSA 1 2 3 4 5 6 7 8
…………………..cm.............................. P0 3.35b 5.96b 8.55b 11.49c 14.56c 16.69b 18.82c 21.76b P1 5.99a 11.76a 17.28a 22.06a 25.73a 29.01a 32.14a 33.86a P2 5.41a 10.55a 15.12a 19.06b 22.20b 25.36a 27.81b 29.84a
Uji F ** ** ** ** ** ** ** ** Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 %
58
Panjang Daun Baru
Daun baru yaitu daun yang muncul setelah daun pangkasan, jumlah daun
baru bisa lebih dari satu tunas. Berdasarkan hasil sidik ragam, pemangkasan ber-
pengaruh terhadap pertumbuhan panjang daun baru hanya pada 1 MSA hingga 3
MSA (Tabel 6). Selanjutnya pemangkasan tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap pertumbuhan panjang daun baru. Pertumbuhan panjang daun baru
lebih cepat bila dibandingkan dengan pertumbuhan panjang daun pangkasan.
Perlakuan P1 (pangkas 20 cm dari atas banir) menunjukkan hasil yang
paling panjang dari perlakuan lainnya pada 2 MSA hingga 3 MSA. Namun, pada
akhir pengamatan perlakuan pemangkasan tidak berbeda nyata. Bibit yang
diambil dari rumpun yang telah dipanen memiliki usia yang telah cukup tua dan
banir cukup keras. Bibit tersebut memiliki bobot yang tinggi, sehingga kandungan
pati dan kadar air lebih tinggi. Kandungan pati dan kadar air digunakan untuk
pertumbuhan bibit dipersemaian sehingga pertumbuhannya lebih baik.
Tabel 6. Pengaruh Pemangkasan (P) dan Aplikasi Hormon Organik (H)
terhadap Panjang Daun Baru
Perlakuan MSA
1 2 3 4 5 6 7 8 Pemangkasan …………………..cm..............................
P0 0.63b 1.56b 7.42b 13.83 3.43 29.91 37.05 40.08 P1 2.94ab 12.73a 21.32a 21.44 26.30 26.41 31.87 37.73 P2 3.74a 10.41a 16.45ab 20.37 27.36 30.03 34.03 40.48
Uji F * ** * tn tn tn tn tn Hormon Organik …………………..cm..............................
H0 2.21 7.81 14.96 19.22 22. 41 27.26 32.26 34.79b H1 2.28 8.75 14.64 20.39 28.04 28.67 35.13 41.70ab H2 1.41 5.66 11.18 14.54 23.99 24.63 28.24 33.53b H3 3.84 10.72 19.48 20.04 28.34 34.58 41.64 47.70a
Uji F tn tn tn tn tn tn tn * Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 %
Pemberian hormon organik berpengaruh nyata terhadap panjang daun baru
pada 8 MSA. Daun baru yang terpanjang pada 8 MSA yaitu H3 (pemberian
hormon dengan konsentrasi 5 ml/l) sepanjang 47.70 cm. Hasil penelitian Junaidi
(2005) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian dosis Rootone-F 2 gram/abut
59
memberikan nilai panjang tunas lebih panjang bila dibandingkan dengan dosis 0,
0.5, 1, dan 1,5 gram/abut. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian hormon dengan
konsentrasi paling tinggi menyebabkan suplai hormon semakin banyak pada bibit
sehingga perpanjangan daun baru menjadi lebih cepat.
Jumlah Anak Daun Baru
Anak daun baru merupakan anak daun yang muncul dari daun baru. Daun
baru merupakan daun yang muncul setelah daun pangkasan muncul. Anak daun
baru muncul pertama kali pada 2 MSA dan muncul seluruhnya pada 6 MSA.
Interaksi kedua faktor yaitu pemangkasan dan pemberian hormon organik mem-
berikan pengaruh nyata terhadap jumlah anak daun baru pada 7 MSA (Tabel 7).
Tabel 7. Interaksi antara Pemangkasan (P) dengan Aplikasi Hormon
Organik terhadap Jumlah Anak Daun Baru
Perlakuan MSA
6 7 8 ……………...helai……………….
P0
H0 0.00 0.00 47.00 H1 50.00 50.00abc 54.50 H2 51.00 53.00ab 50.33 H3 36.00 42.50bcd 45.58
P1
H0 48.00 50.50abc 47.67 H1 35.00 40.50cd 43.80 H2 41.00 51.50ab 52.50 H3 39.00 38.17d 50.33
P2
H0 45.33 50.00abc 46.53 H1 40.33 45.89abcd 46.42 H2 48.00 36.33d 45.50 H3 56.00 56.75a 52.92
Uji F tn * tn Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 %
Penambahan jumlah anak daun baru pada bibit sagu dipersemaian se-
bagian besar berasal dari pati yang terdapat banir dan hanya sedikit dari hasil
fotosintesis daun pangkasan. Pada saat pembentukan anak daun baru, akar yang
60
muncul pada bibit masih sedikit dan hanya terdapat 1 daun sehingga diduga hasil
fotosintesis dari daun pangkasan masih sedikit. Jumlah anak daun baru yang
muncul terbanyak pada 7 MSA terdapat pada perlakuan P2H3, yaitu pemangkasan
30 cm dari atas banir (P2) dengan pemberian hormon organik konsentrasi 5ml/l
(H3).
Panjang Anak Daun Pangkasan
Panjang anak daun pangkasan diukur dari pangkal hingga ujung anak daun
pangkasan. Anak daun pangkasan yang diukur yaitu anak daun yang memiliki
panjang dan lebar paling besar diantara anak daun lainnya. Panjang anak daun
pangkasan diukur bersamaan dengan jumlah anak daun pangkasan. Anak daun
pangkasan muncul pertama kali pada 1 MSA dan muncul seluruhnya pada 3
MSA. Pemangkasan berpengaruh sangat nyata terhadap panjang anak daun
pangkasan dari 3 hingga 8 MSA (Tabel 8).
Tabel 8. Pengaruh Pemangkasan (P) terhadap Panjang Anak Daun
Pangkasan
Perlakuan Pemangkasan
MSA 3 4 5 6 7 8
…………………..cm.............................. P0 39.40a 40.33a 40a 41.63a 37.49a 36.11a P1 20.15b 21.72b 23.44b 24.51b 24.43b 24.43b P2 18.11b 20.98b 23.09b 23.54b 24.40b 25.41b
Uji F ** ** ** ** ** ** Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 %
Perlakuan tanpa pemangkasan (P0) menunjukkan nilai panjang anak daun
paling tinggi. Hal ini disebabkan karena daun yang dipangkas jumlah anak
daunnya tidak muncul seluruhnya dan terpangkas saat anak daun belum mem-
buka. Anak daun yang keluar dari daun pangkasan memiliki panjang yang lebih
rendah dari daun yang tidak dipangkas karena anak daun yang paling panjang
sudah terpangkas.
61
Lebar Anak Daun Pangkasan
Lebar anak daun pangkasan diukur pada bagian tengah anak daun
pangkasan. Anak daun pangkasan yang diukur yaitu anak daun yang memiliki
panjang dan lebar paling besar diantara anak daun lainnya. Lebar anak daun
pangkasan diukur bersamaan dengan jumlah anak daun pangkasan. Anak daun
pangkasan muncul pertama kali pada 1 MSA dan muncul seluruhnya pada 3
MSA. Pemberian hormon organik berpengaruh nyata terhadap lebar anak daun
pangkasan pada 7 MSA (Tabel 9).
Tabel 9. Pengaruh Aplikasi Hormon Organik (H) terhadap Lebar Anak
Daun Pangkasan
Perlakuan Hormon Organik
MSA 3 4 5 6 7 8
…………………..cm.............................. H0 2.73 2.80 3.10 3.06 2.92bc 3.05 H1 2.62 2.83 2.90 2.89 3.03ab 2.96 H2 2.36 2.28 2.50 2.57 2.66c 3.00 H3 2.65 2.76 3.12 3.16 3.29a 4.56
Uji F tn tn tn tn * tn Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 %
Pemberian hormon organik dengan konsentrasi yang paling tinggi yaitu 5
ml/l (H3) menunjukkan nilai lebar paling tinggi pada 5 hingga 8 MSA, namun
berpengaruh nyata hanya pada 7 MSA. Hal ini dikarenakan konsentrasi yang
tinggi menyebabkan suplai hormon semakin banyak pada bibit sehingga lebar
daun pangkasan menjadi lebih besar. Hormon organik mengandung zat pengatur
tumbuh organik terutama auksin, giberelin dan sitokinin. Menurut Abidin (1983)
auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang berperan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Jumlah Anak Daun Pangkasan, Panjang dan Lebar Anak Daun Baru
Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan
pemangkasan, pemberian hormon organik, dan interaksi dari kedua faktor tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah anak daun pangkasan serta panjang dan lebar
62
anak daun baru. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, penyimpanan
bibit, cara aplikasi, dan konsentrasi hormon.
Kondisi dan pertumbuhan bibit di persemaian dapat di pengaruhi oleh cara
penyimpanan bibit. Berdasarkan penelitian Wahid (1987) penyimpanan dengan
cara dikeringanginkan akan mengurangi kelembaban pada bagian pangkal batang
dan akar yang terputus dibandingkan dengan penyimpanan dengan cara di-
bungkus. Bibit yang digunakan mengalami penyimpanan selama beberapa hari
sebelum disemai. Hal ini dikarenakan pengambilan bibit tidak dilakukan dalam
waktu yang sama serta lamanya pelangsiran bibit. Pemangkasan yang dilakukan
satu bulan setelah semai diharapkan dapat mengurangi kekeringan pada bibit,
karena setelah dipangkas hormon organik langsung diaplikasikan. Namun,
pemangkasan tidak berpengaruh terhadap jumlah anak daun pangkasan serta
panjang dan lebar anak daun baru.
Cara aplikasi pemberian hormon organik yang dilakukan tidak tepat,
karena pemberian hormon dengan cara pengolesan terhalang oleh getah yang
keluar akibat pemangkasan bibit. Selain itu konsentrasi yang diberikan terlalu
kecil, sehingga hormon tidak dapat diserap dan diangkut ke akar dengan baik. Hal
ini mengakibatkan penyerapan hormon tidak efektif.
Korelasi Antara Akar Nafas dengan Persentase Kehidupan Bibit
Akar nafas yaitu akar yang keluar dari bibit sebelum akar bawah bibit
keluar. Pengamatan keberadaan akar nafas berpegaruh terhadap persentase
kehidupan bibit di akhir persemaian. Semakin banyak akar nafas, maka semakin
banyak bibit yang hidup. Pengamatan keberadaan akar nafas dilakukan sebelum
aplikasi sedangkan pengamatan persentase kehidupan bibit diamati pada akhir
persemaian. Berdasarkan Gambar 17 terdapat korelasi yang positif antara
kemunculan akar nafas dengan persentase kehidupan bibit.
63
Gambar 15. Korelasi Antara Akar Nafas dengan Persentase Kehidupan Bibit
Kemampuan tumbuh bibit di persemaian dilihat dari penampakan per-
tumbuhan bibit, salah satunya dengan kemunculan akar nafas. Keberadaan akar
nafas menandakan adanya kehidupan dalam bibit tersebut. Akar nafas berfungsi
sebagai akar yang melakukan respirasi sebelum akar bawah muncul.
Semakin banyak akar nafas maka semakin banyak persentase bibit yang
hidup. Hal ini dikarenakan akar nafas berfungsi sebelum akar bawah muncul
selama di persemaian. Setelah akar bawah muncul, akar nafas mulai berubah
warna dari kemerahan menjadi kecoklatan.
a b
Gambar 16. a) Penampakan Akar Nafas Sebelum Ada Akar Bawah, b) Penampakan Akar Nafas Setelah Ada Akar Bawah
Recommended