View
229
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
PENGEMBANGAN DAN VALIDASI PROSEDUR ANALISIS
KESERAGAMAN KANDUNGAN TABLET GLIPIZID
LEPAS DIPERPANJANG
TESIS
Karya tulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister dari
Institut Teknologi Bandung
Oleh
INDHAH FATMAWATI
NIM : 20712318
(Program Studi Magister Farmasi)
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2015
PENGEMBANGAN DAN VALIDASI PROSEDUR ANALISIS
KESERAGAMAN KANDUNGAN TABLET GLIPIZID
LEPAS DIPERPANJANG
Oleh
INDHAH FATMAWATI
NIM : 20712318
(Program Studi Magister Farmasi)
Institut Teknologi Bandung
Menyetujui
Tim Pembimbing
Tanggal 25 Februari 2015
Pembimbing utama
Dr. Ilma Nugrahani
Pembimbing serta
Prof. Dr. Slamet Ibrahim Surantaatmadja
i
ABSTRAK
PENGEMBANGAN DAN VALIDASI PROSEDUR ANALISIS
KESERAGAMAN KANDUNGAN TABLET GLIPIZID
LEPAS DIPERPANJANG
Oleh
Indhah Fatmawati
NIM : 20712318
Glipizid merupakan obat antidiabetik oral generasi kedua golongan sulfonilurea
dengan mekanisme aksi mengeblok kanal kalium yang sensitif terhadap ATP
dalam sel β Langerhans pankreas sehingga dapat menstimulasi pelepasan insulin.
Sediaan tablet glipizid lepas diperpanjang atau Extended Release (ER) yang ada di
pasaran, memiliki matriks yang sangat kompleks dan mengganggu dalam proses
analisis dibandingkan dengan sediaan glipizid lepas segera atau Immediate
Release (IR). Berdasarkan hal tersebut, diperlukan suatu prosedur analisis yang
spesifik, mudah dan cepat dalam memisahkan tablet glipizid ER dengan matriks
pembawanya. Sampel dipreparasi dengan ekstraksi fase padat menggunakan
sorben HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance), kemudian dilarutkan dalam fase
gerak dan dianalisis menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
fase terbalik. Fase gerak yang digunakan adalah campuran dapar fosfat monobasa
0,1M pH 6,00 ± 0,05 dan metanol perbandingan 55:45, laju alir 1,0 mL/menit,
suhu kolom 30ºC dan detektor UV pada panjang gelombang 225 nm dengan
kolom YMC Triart C18 (150 x 4,6 mm, ID S-5 µm 12 nm). Prosedur analisis
yang dikembangkan memberikan linearitas yang baik pada rentang konsentrasi
0,01 – 0,07 mg/mL dengan persamaan regresi y = 58985,35x + 13,88 dan
koefisien korelasi r = 0,9995. Metode ini mempunyai batas deteksi dan batas
kuantitasi secara statistik sebesar 0,0025 mg/mL dan 0,0075 mg/mL. Presisi inter
day glipizid ER nilai % SBR berturut-turut sebesar 0,90%, 1,40% dan 0,86%,
sedangkan presisi intra day sebesar 1,23%. Rata-rata persen perolehan kembali
plasebo yang di-spike dengan baku glipizid adalah 100,68%. Untuk menguji
kelaikan metode, dilakukan pengujian terhadap dua dosis sediaan tablet glipizid
ER (5 dan 10 mg/tablet). Berdasarkan hasil yang diperoleh bisa disimpulkan
bahwa prosedur analisis yang dikembangkan memenuhi persyaratan parameter
validasi dan dapat diterapkan dalam penetapan keseragaman kandungan tablet
glipizid ER.
Kata kunci : Glipizid, tablet lepas tertunda, ekstraksi padat-cair, kromatografi
cair kinerja tinggi (KCKT), validasi
ii
ABSTRACT
DEVELOPMENT AND VALIDATION OF CONTENT UNIFORMITY
ANALYTICAL PROCEDURE OF GLIPIZIDE
EXTENDED RELEASE TABLET
By
Indhah Fatmawati
NIM : 20712318
Glipizide is an oral antidiabetic drug belonging to the class of second-generation
sulfonylureas. It acts by blocking adenosine triphosphate-sensitive potassium
channels in β-cells of islet of Langerhans on pancreatic cells, which stimulates
release of insulin. The extended release (ER) dosage form of glipizide with its
matrix often brings problem in analytical process that shows different yield with
the immediate release (IR) one. Based on this case, a specific, easy, and fast
analytical procedure suitable for extraction of glipizide in its ER matrices is
needed. Samples were prepared by Solid Phase Extraction (SPE) using HLB
(Hydrophilic-Lipophilic Balance) sorbent and dissolved in the mobile phase than
analysed by A Reversed Phase High Performance Liquid Chromatographic (RP-
HPLC). The chromatographic separation was achieved on a HPLC YMC Triart
C18 (150 x 4.6 mm, ID S-5 µm 12nm) column. The mobile phase used was 0,1M
buffer sodium dihydrogen phosphate monobase pH 6.00 ± 0.05 - methanol in the
ratio 55:45 with flow rate of 1.0 mL/min and column temperatue was maintained
at 30ºC. The eluted compound was monitored at a wavelength of 225 nm using a
UV detector. The method described herein separated glipizid from all other
formulation components within a run time of 23 min. Analytical procedure
development was obtain good linearity at range concentration 0.01 – 0.07 mg/mL
with the calibration curve of y = 58985.35x + 13.88 and the correlation coefficient
of r = 0.9995. The limit of detection (LOD) was 0.0025 mg/mL, while the limit of
quantitation (LOQ) was 0.0075 mg/mL. The % RSD the inter-day precision was
obtained 0.90%, 1.40% and 0.86%, while the % RSD the intra-day precision was
obtained 1.23%. The mean recovery of glipizide placebo spike was 100,68%.
Furthermore the method was tried to use in the analysis 2 dose of glipizide ER
tablets (5 and 10 mg/tablet). Based on the result of validation method evaluation,
it was concluded that the proposed procedure is valid and can be applied for
determination content uniformity of glipizide in ER tablet dosage form.
Keywords : Glipizide, extended release tablet, solid phase extraction, high
performance liquid chromatography (HPLC), validation.
iii
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS
Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut
Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta
ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut
Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi
pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus
disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin
Dekan Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.
iv
Didedikasikan untuk orangtua tercinta,
suamiku Yuda Prawira serta putra tersayang Farras Hasanain Asshidiq
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, dzat pemilik segala
ilmu yang tersirat maupun yang tersurat, atas limpahan kasih sayang-Nya, sehingga
penulis bisa menyelesaikan penelitian tesis yang berjudul “Pengembangan dan
Validasi Prosedur Analisis Keseragaman Kandungan Tablet Glipizid Lepas
Diperpanjang”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
Master Sains dari Program Studi Magister Farmasi, Sekolah Farmasi Institut
Teknologi Bandung.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Ibu Dr. Ilma Nugrahani selaku pembimbing utama yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan untuk menyelesaikan tesis ini.
2. Bapak Prof. Dr. Slamet Ibrahim Surantaatmadja selaku pembimbing serta yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan untuk menyelesaikan tesis ini
3. Pimpinan dan seluruh staf Balai Besar POM di Bandung, khususnya staf
Laboratorium Pengujian Teranokoko BBPOM di Bandung.
4. Suami tercinta Yuda Prawira, S.Hut atas doa dan dukungannya, serta
penyemangat terbesarku ananda Farras Hasanain Asshidiq.
5. Yang tercinta ibunda Hj.Siti Fatonah, S.Ag dan ayahanda H.Mashudi Arief, ibu
Hj.Emma Sutrisno dan bapak Drs.H.Sutrisno yang telah memberikan bantuan
moril, doa, dan juga semangat selama melakukan penelitian ini.
6. Teman-teman seperjuangan atas segala bantuan, dukungan dan kerjasamanya
7. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.
Dengan segala kerendahan hati dan keterbatasan penulis, penulis mengharapkan
tesis ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
Februari, 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS ............................................................. iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
LEMBAR PERSEMBAHAN ......................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .................................................. x
Bab I Pendahuluan ....................................................................................... 1
Bab II Tinjauan Pustaka ................................................................................. 4
II.1 Glipizid ...................................................................................... 4
II.1.1 Sifat fisikokimia .............................................................. 4
II.1.2 Farmakologi .................................................................... 4
II.2 Sediaan extended release .......................................................... 5
II.2.1 Tujuan sediaan extended release .................................... 5
II.2.2 Matriks extended release ................................................. 6
II.2.3 Glipizid extended release ................................................ 7
II.3 Solid Phase Extraction (SPE) ................................................... 7
II.4 Keseragaman kandungan ........................................................... 10
II.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) .............................. 11
II.5.1 Batasan kromatografi ...................................................... 11
II.5.2 Sistem dan instrument KCKT ......................................... 12
II.5.3 Parameter dalam KCKT .................................................. 13
II.6 Pengembangan Metode Analisis ............................................... 16
II.7 Uji Kesesuaian Sistem ............................................................... 17
II.8 Validasi Metode Analisis .......................................................... 17
II.8.1 Kekhasan (Spesifisitas) ................................................... 17
vii
II.8.2 Linearitas ......................................................................... 18
II.8.3 Kecermatan (Akurasi) ..................................................... 18
II.8.4 Keseksamaan (Presisi) .................................................... 19
II.8.5 Batas deteksi dan batas kuantisasi ................................... 21
Bab III Metodologi Penelitian ....................................................................... 22
Bab IV Percobaan ......................................................................................... 23
IV.1 Bahan ....................................................................................... 23
IV.2 Alat .......................................................................................... 23
IV.3 Tahapan Penelitian ................................................................... 23
IV.3.1 Penyiapan larutan .......................................................... 23
IV.3.2 Penyiapan fase gerak ..................................................... 24
IV.3.3 Optimasi ekstraksi ......................................................... 24
IV.4 Uji Kesesuaian Sistem ............................................................. 25
IV.5 Validasi Metode ....................................................................... 25
IV.5.1 Kekhasan (Spesifisitas) .................................................. 25
IV.5.2 Linearitas ....................................................................... 25
IV.5.3 Batas deteksi dan batas kuantisasi ................................. 26
IV.5.4 Kecermatan (Akurasi) .................................................... 26
IV.5.5 Keseksamaan (Presisi) .................................................... 26
IV.6 Uji Keseragaman Kandungan Glipizid dari Sampel di
Perdagangan ............................................................................. 26
Bab V Hasil dan Pembahasan ....................................................................... 28
Bab VI Kesimpulan ......................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 42
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar II.1 Struktur molekul glipizid .......................................................... 4
Gambar II.2 Skema prosedur umum SPE ..................................................... 9
Gambar V.1 Kurva kalibrasi
(a) tahap loading : baku induk glipizid dalam metanol,
plasebo dalam metanol ..................................................... 30
(b) tahap elusi : baku induk glipizid dalam metanol, plasebo
dalam metanol .................................................................. 30
(c) tahap elusi : baku induk glipizid dalam metanol, plasebo
dalam dapar fosfat ............................................................ 30
Gambar V.2 Kromatogram baku glipizid ...................................................... 32
Gambar V.3 Kromatogram
(a) pelarut ................................................................................ 33
(b) larutan plasebo .................................................................. 33
(c) baku induk glipizid ............................................................ 33
(d) plasebo yang di-spike ........................................................ 33
Gambar V.4 Kurva linearitas glipizid .......................................................... 36
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel V.1 Perbandingan prosedur analisis glipizid IR dan ER ................. 28
Tabel V.2 Hasil optimasi pemilihan sorben SPE ...................................... 31
Tabel V.3 Data hasil uji kesesuaian sistem larutan baku glipizid 0,05
mg/mL ..................................................................................... 32
Tabel V.4 Parameter uji ............................................................................ 34
Tabel V.5 Konsentrasi dan luas area sampel simulasi glipizid ................. 35
Tabel V.6 Parameter regresi linier dan kuadratik glipizid ........................ 36
Tabel V.7 Presisi intra hari glipizid dalam sampel simulasi ..................... 37
Tabel V.8 Presisi antar hari glipizid dalam sampel simulasi ..................... 38
Tabel V.9 Akurasi glipizid dalam sampel simulasi ................................... 38
Tabel V.10 Uji keseragaman kandungan tablet Glipizid ER 5 mg ............. 39
Tabel V.11 Uji keseragaman kandungan tablet Glipizid ER 10 mg ........... 39
x
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN NAMA Pemakaian pertama
kali pada halaman
IR Immediate Release 1
ER Extended Release 1
HPMC Hydroxypropyl methylcellulose 1
BPOM Badan Pengawas Obat dan Makanan 1
KCKT Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 2
SPE Solid Phase Extraction 2
USP United State Pharmacopoea 7
HLB Hydrophilic-Lipophilic Balance 8
MAX Mixed-mode Anion Exchange 8
MCX Mixed-mode Cation Exchange 8
WAX Weak Anion Exchange 8
WCX Weak Cation Exchange 8
SBR Simpangan Baku Relatif 17
SB Simpangan Baku 19
KV Koefisien variasi 19
HorRat Horwitz Ratio 20
UKS Uji Kesesuaian Sistem 22
UV Ultra Violet 22
AV Acceptance Value 27
xi
LAMBANG
k‟ Faktor kapasitas 14
α Selektivitas 14
N Jumlah lempeng teoritik 15
tR Waktu retensi 15
Rs Resolusi 15
r Koefisien korelasi 18
Vx0 Koefisien variansi fungsi regresi 18
1
BAB I PENDAHULUAN
Diabetes mellitus adalah penyakit degeneratif dan merupakan salah satu penyakit
dengan prevalensi cukup tinggi di Indonesia. Salah satu pengobatannya dengan
obat-obat dari golongan sulfonilurea. Glipizid adalah generasi kedua golongan
sulfonilurea dengan mekanisme aksi mengeblok kanal kalium dalam sel β-
Langerhans. Glipizid ditemukan di pasaran baik dalam bentuk tablet immediate
release (IR) atau lepas segera maupun extended release (ER) atau lepas
diperpanjang. Keduanya memiliki matriks yang berbeda, terutama adanya matriks
hidroksipropil metilselulosa (HMPC) yang merupakan polimer hidrofilik. Pada
umunya HPMC digunakan sebagai polimer yang mengontrol kecepatan pelepasan
obat. Adanya perbedaan matriks antara dua jenis sediaan tablet membawa
konsekuensi pada beberapa hal seperti aspek farmakoekonomi, farmakologi,
farmakokinetik sampai pada masalah analisis (Brunton dan Parker, 2008).
Peran BPOM dalam pengawasan obat dan makanan merupakan bagian integral
dari upaya pembangunan kesehatan di Indonesia. Visi dan misi BPOM dalam
melindungi masyarakat dari produk obat dan makanan yang membahayakan
kesehatan dituangkan dalam sistem pengawasan full spectrum mulai dari pre-
market hingga post-market yang disertai dengan upaya penegakan hukum dan
pemberdayaan masyarakat (community empowerment). Pelaksanaan pengawasan
ini salah satunya dilakukan oleh Unit-Unit Pelaksana Teknis Laboratorium yang
tersebar di Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara
laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetika,
produk komplimen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ditinjau dari sisi farmakoekonomi, harga obat bentuk sediaan ER lebih mahal
karena polimer untuk bahan penyalutnya bersifat khusus yang didesain agar obat
dilepaskan secara terkendali, namun bentuk sediaan ini dapat meningkatkan
kepatuhan pasien karena terjadi pengurangan frekuensi pemberian obat. Demikian
2
juga untuk tujuan analisis, preparasi tablet ER juga tidak dapat diperlakukan sama
dengan tablet IR karena matriks yang digunakan lebih kompleks.
Masuknya air ke dalam sistem matriks hidrofilik akan membentuk suatu lapisan
gel yang kental yang dapat memperlambat penetrasi air sehingga dapat
memperlambat pelepasan obat. Polimer HPMC bila kontak dengan medium sering
menyulitkan proses analisis karena terjadi swelling dengan membentuk lapisan
hidrogel yang viskositasnya tinggi yang kemudian menurun kekentalannya saat
mulai terjadi erosi terhadap polimer (Maderuelo, dkk, 2011). Penyaringan sampel
obat dengan matriks HPMC seringkali menyulitkan dan harus dibantu dengan
penyaring vakum, lebih jauh lagi dapat merusak kolom dalam sistem KCKT. Oleh
karena itu preparasi yang tepat menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan
analisis (Nickerson, 2011).
Salah satu parameter mutu yang ditetapkan dalam pengujian obat yakni uji
keseragaman kandungan yang didefinisikan sebagai derajat keseragaman jumlah
zat aktif dalam tiap satuan sediaan. Untuk memastikan konsistensi kadar bahan
aktif per unit sediaan, masing-masing unit harus mengandung zat aktif sesuai
dengan jumlah yang dipersyaratkan dalam monografi (The USP, 2011).
Farmakope mensyaratkan untuk tablet bersalut dan tablet yang mengandung zat
aktif kurang dari 25 mg atau bobot zat aktif lebih kecil dari 25% bobot sediaan
harus memenuhi syarat uji keseragaman kandungan (Suplemen I FI IV, 2009).
Metode analisis glipizid yang selama ini digunakan di laboratorium pengujian
Badan POM mengacu pada Farmakope Indonesia Edisi IV Suplemen I tahun
2009. Metode ini cukup memadai dalam penetapan kadar glipizid tablet biasa,
tetapi tidak menyebutkan monografi untuk penetapan kadar tablet ER. Dalam
penelitian ini akan dikembangkan prosedur preparasi sampel yang belum pernah
dilakukan sebelumnya yakni secara ekstraksi fase padat atau dikenal dengan Solid
Phase Extraction (SPE). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam ekstraksi
menggunakan SPE adalah pemilihan sorben SPE yang sesuai dengan sifat fisika
kimia analit, larutan pencuci, larutan pengelusi dan pH larutan. Setelah
3
diekstraksi, analit yang sudah terpisah dari matriks pembawanya diinjeksikan ke
dalam sistem KCKT untuk dianalisis dan divalidasi. Selanjutnya untuk menguji
kelaikan metode, dilakukan pengujian keseragaman kandungan terhadap sampel
yang ada di pasaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan prosedur analisis keseragaman
kandungan tablet glipizid ER yang cepat, mudah dan handal dengan ekstraksi
secara SPE dan analisis secara KCKT.
Dengan didapatkannya prosedur analisis keseragaman kandungan tablet glipizid
ER ini diharapkan dapat digunakan sebagai prosedur analisis resmi di lingkungan
Badan POM dan Balai Besar POM seluruh Indonesia.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Glipizid
II.1.1 Sifat fisikokimia
Glipizid memiliki pemerian serbuk hablur putih atau hampir putih. Rumus
molekul dari glipizid adalah C21H27N5O4S, berat molekul 445,54 gram/mol, nama
kimia 1-Sikloheksil-3-[[p-[2-(5-metilpirazin karboksamido)etil]fenil]sulfonil]urea.
Glipizid mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0%
C21H27N5O4S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Glipizid praktis tidak
larut dalam air dan dalam etanol 96%; sangat sukar larut dalam metilen klorida
dan dalam aseton; larut dalam larutan alkali hidroksida encer. Titik leleh glipizide
200 – 203 ⁰C, pKa 5,9 (The USP, 2012). Glipizid harus disimpan dalam wadah
yang tertutup rapat dan terlindung dari cahaya (Suplemen I FI IV, 2009).
Gambar II.1 Struktur molekul glipizid (The USP, 2012).
II.1.2 Farmakologi
Glipizid merupakan generasi kedua golongan sulfonilurea digunakan sebagai obat
antidiabetes yang tidak tergantung insulin dengan mekanisme aksi mengeblok
kanal kalium dalam sel beta Langerhans. Generasi pertama golongan sulfonilurea
seperti tolbutamide, klorpropamide, tolazamide dan asetoheksamid secara
bertahap telah digantikan dengan generasi kedua seperti glibenklamid, glimepirid
dan glipizid (Kobylinska, dkk, 2000). Glipizid seratus kali lebih poten dibanding
sulfonilurea generasi pertama dalam menstimulasi pankreas untuk mensekresi
insulin (Brunton.L dan Parker.K, 2008).
5
Glipizid dosis 5 mg termasuk dalam golongan daftar obat esensial yang
direkomendasikan sebagai obat antidiabetes oral selain glibenklamid dan
metformin, sesuai Kepmenkes Nomor 312/Menkes/SK/IX/2013 tentang Daftar
Obat Esensial Nasional 2013. Pemakaian yang luas dari obat-obat antidiabetik
oral dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya overdosis (Tran D, 2010).
Dengan demikian maka pengawasan terhadap glipizid menjadi hal yang penting,
terutama pengawasan terhadap kadar zat aktif yang terkandung dalam sediaan.
II.2 Sediaan Extended Release
II.2.1 Tujuan Sediaan Extended Release
Bentuk sediaan pelepasan dimodifikasi adalah sistem penghantaran obat yang
berdasarkan formulasi dan desain produk, memberikan pelepasan obat dalam
bentuk yang dimodifikasi. Pelepasan obat dapat ditunda (delay release) atau
diperpanjang (extended release). Sediaan extended release dibagi menjadi
beberapa jenis seperti controlled release, sustained release dan prolong release
(Qiu & Zhang, 2000).
Sediaan extended release dirancang untuk melepaskan obatnya dengan cara yang
terkendali baik kecepatan, waktu, maupun lokasi pelepasannya agar kadar obat
dalam darah dapat dipertahankan dan pengobatannya optimum. Pada sedian ER
terjadi pengurangan frekeuensi pemberian obat hampir dua kali lipat dari sediaan
konvensional. Beberapa karakteristik obat yang bisa dibuat sediaan ER seperti :
tidak menunjukkan tingkat absorpsi dan eksresi yang terlalu lambat maupun
terlalu cepat; diabsorbsi dari saluran pencernaan; diberikan dalam dosis kecil;
mempunyai indeks terapetik yang aman dan lebih digunakan untuk pengobatan
kronis daripada akut (Allen, dkk, 2011).
Sediaan delay release dirancang untuk melepaskan obat pada saat yang tepat
setelah obat diberikan. Penundaan bisa berdasarkan waktu pelepasan ataupun
pengaruh kondisi lingkungan misalnya pH cairan lambung (Allen, dkk, 2011)
6
II.2.2 Matriks extended release
Dalam sistem penghantaran obat, sistem matriks hidrofilik paling sering
digunakan dalam mengontrol sistem pelepasan obat karena formulasinya yang
sederhana, murah, proses produksi yang mudah, mempunyai korelasi in-vivo dan
in-vitro yang bagus dan memungkinkan formulasi dengan obat yang berbobot
molekul besar. Matriks hidrofilik merupakan dispersi homogen obat dalam satu
kerangka bersama satu atau beberapa eksipien berupa polimer hidrofilik yang
bergabung, seperti derivat selulosa, Na-alginat, xantan gum, polietilen oksid yang
akan mengembang bila kontak dengan air (Maderuelo C, dkk, 2011).
Eksipien atau matriks yang digunakan pada produk Glipizid ER terdiri dari
polietilen oksida, hidroksi propil metil selulosa (HPMC), magnesium stearat,
natrium klorida, etil selulosa, polietilen glikol, opadry-white (Roerig, 2013).
Polietilen oksida digunakan sebagai bahan pengikat tablet pada konsentrasi 5–
85%. Semakin besar tingkat bobot molekul maka akan berfungsi sebagai matriks
hidrofil yang dapat menunda pelepasan obat (Rowe, dkk, 2009). HMPC sebagai
polimer yang paling sering digunakan sebagai matriks karena beberapa kelebihan
seperti dapat diterima dalam persyaratan regulasi secara global, stabil dan non-
ionik (tidak tergantung pH), mudah diproduksi baik secara pengempaan langsung
maupun granulasi, tidak berwarna dan berbau, mudah disediakan, cocok untuk
berbagai macam profil pelepasan obat yakni mempunyai berbagai varian sifat
fisikokimia dan derajat viskositas (Tiwari dan Rajabi, 2008). Selulosa asetat
digunakan sebagai membran semi permeabel pada tablet, terutama pada tipe
pompa osmotik yang memungkinkan tablet dilepaskan secara terkendali (Rowe,
dkk, 2009).
Pelepasan obat pada sistem matriks hidrofilik dibedakan menjadi dua, pertama
dikendalikan melalui mekanisme swelling yakni obat berdifusi melalui lapisan gel
yang terbentuk saat rantai polimer mengembang akibat masuknya air ke dalam
matriks. Disolusi dan difusi obat melewati bagian luar matriks dan lapisan gel
inilah yang mengontrol pelepasan obat. Kedua, yang dikendalikan oleh disolusi.
Air memasuki sistem matriks dan menyebabkan polimer mengembang (swelling)
7
sekaligus larut (erosion). Proses disolusi inilah yang mengontrol pelepasan obat
(Maderuelo C, dkk, 2011).
II.2.3 Glipizid Extended Release
Adanya bentuk sediaan ER diharapkan kadar glipizid dalam darah dapat
dipertahankan secara terkontrol untuk mencegah hipoglikemia, mengurangi efek
samping dan meningkatkan kepatuhan pasien (Brunton, dkk, 2008).
Selain tablet biasa, di pasaran sudah ada sediaan tablet glipizid ER dosis 5 dan 10
mg. Saat ini, Glucotrol XL®
merupakan satu-satunya paten di Indonesia untuk
tablet glipizid sediaan ER yang dirancang untuk memberikan tingkat pelepasan
glipizid yang terkendali ke dalam saluran pencernaan yang tidak tergantung dari
pH atau motilitas pencernaan.
Selama ini metode analisa keseragaman kandungan terhadap glipizid yang ada di
laboratorium pengujian Badan POM mengacu pada metode standar USP Edisi 35
untuk tablet glipizid IR dengan cara memasukkan 1 tablet dalam labu ukur yang
berisi campuran pelarut dapar fosfat dan metanol, dikocok mekanik dan
diencerkan sampai konsentrasi tertentu, selanjutnya disaring dan diukur secara
KCKT pada panjang gelombang 225 nm (The USP, 2012), namun metode ini
tidak menyebutkan penggunaanya untuk penetapan sediaan ER dengan matriks
khusus, sehingga diperlukan suatu pengembangan terhadap metode analisis yang
sudah ada.
II.3 Solid Phase Extraction (SPE)
Keberhasilan analisis suatu sediaan obat tidak lepas dari teknik preparasi sampel
yang digunakan. Informasi tentang bahan aktif obat seperti pKa, kelarutan,
polaritas, dan potensi interaksi antara analit dengan eksipien penting
dipertimbangkan selama preparasi (Nickerson, 2011).
Ekstraksi fase padat (Solid Phase Extraction/SPE) adalah teknik preparasi sampel
yang digunakan untuk pemisahan, pemekatan dan pemurnian (Wells, 2000).
8
Proses ekstraksi dilakukan dengan memasukkan analit dalam pelarut dengan
kekuatan elusi yang rendah, ke dalam suatu sorben (penyerap). Analit yang
diinginkan akan terkonsentrasi pada sorben. Analit kemudian dicuci dengan
sejumlah pelarut dengan daya elusi rendah dan kemudian dielusi dari sorben
dengan sejumlah kecil pelarut dengan daya elusi yang kuat (Watson, 2005).
Mekanisme retensi dan elusi dalam SPE ini merupakan proses distribusi antara
fase gerak dan fase diam seperti yang terjadi pada kromatografi cair, hanya dalam
sebuah kolom pendek, dengan sejumlah kecil lempeng teoritis dan menyertakan
perbedaan koefisien distribusi senyawa. Laju alir sampel dalam kolom harus
diperhatikan agar perolehan kembali analit optimal (Camel, 2003).
Berdasarkan tipe fase diam atau penyerap yang dikemas dalam cartridge, SPE
dibagi menjadi empat, yakni fase normal (normal phase), fase terbalik (reversed
phase), adsorbsi (adsorption) dan pertukaran ion (ion exchange). Massa sorben
dipilih dengan mempertimbangkan volum sampel dan konsentrasi analit.
Pemilihan massa sorben yang sesuai menjadi tahap kritis karena sorben yang tidak
tepat menyebabkan kolom overload dan recovery analit yang rendah, serupa
dengan „stacked injection‟ pada KCKT (Pavlovic, dkk, 2009). Beberapa tipe
sorben yang umum digunakan adalah tC18, HLB (Hydrophilic-Lipophilic
Balance), MAX (Mixed-mode Anion Exchange), MCX (Mixed-mode Cation
Exchange), WAX (Weak Anion Exchange) dan WCX (Weak Cation Exchange).
Besarnya nilai perolehan kembali analit dengan SPE dipengaruhi oleh pH, volume
dan konsentrasi sampel, jenis sorben, volume dan kekuatan larutan pengelusi
(Hennion, 1999). Mekanisme retensi yang umum terjadi di ekstraksi jenis fase
padat berdasarkan gaya van der Waals (interaksi non polar), ikatan hidrogen, gaya
dipol-dipol (interaksi polar) dan interaksi ionik.
Ekstraksi dengan SPE meliputi empat tahap utama yakni pengkondisian kolom
(conditioning), retensi sampel (loading), pencucian kolom (washing) dan terakhir
pengelusian analit (eluting). Sampel yang akan diekstraksi harus larut dan
terdispersi dalam sistem pelarut yang digunakan. Pelarut yang dipilih ini tidak
9
hanya membawa sampel melewati tahap SPE tetapi harus cukup lemah agar analit
bisa terikat ke sorben.
Kelebihan SPE yakni lebih praktis dan cepat, hanya dibutuhkan sejumlah kecil
pelarut, pengoperasiannya mudah, adanya tipe sorben (cartridge) yang bervariasi
sehingga selektif untuk sejumlah analit dengan gugus fungsional tertentu, dan saat
ini sudah terdapat peralatan SPE yang bisa dikopling secara online dengan
instrumen lain seperti KCKT (Hennion, 1999). Sementara keterbatasan
penggunaan SPE terletak pada harga sorben yang relatif mahal dan hanya untuk
satu kali pemakaian, jenis sorben sangat beragam sesuai dengan jenis pabrik,
ukuran dan isi sorben, juga dapat terjadi adsorpsi yang irreversibel terhadap analit
pada sorben yang tidak dapat dielusi oleh pelarut/eluen (Watson, 2005).
Permasalahan yang bisa terjadi selama SPE seperti elusi analit yang tidak
sempurna, analit tidak tertahan di sorben (breaktrough), pemilihan pelarut yang
tidak selektif sehingga efektivitas ekstraksi rendah.
Prosedur dalam penggunaan SPE terlihat pada skema gambar II.3 di bawah ini :
Gambar II.2 Skema prosedur umum SPE (Harris, D.C., 2007).
Keterangan :
a. Pengkondisian kolom : dengan cara melewatkan pelarut tertentu ke dalam
cartridge yang bertujuan untuk meningkatkan daya serap sorben.
b. Loading sampel : sampel yang akan dipisahkan dimasukkan ke dalam
cartridge, analit akan tertahan dan beberapa komponen lain juga tertahan.
10
c. Pencucian : membilas komponen lain / pengotor yang tertahan di sorben
dengan sejumlah pelarut tertentu.
d. Elusi analit dengan pelarut tertentu yang lebih kuat.
SPE secara luas digunakan sebagai metode ekstraksi yang potensial dalam
berbagai bidang penelitian seperti biologi, pangan, farmasi, klinis dan lingkungan
sebagai alternatif dari ekstraksi cair-cair yang dinilai lebih praktis dan cepat.
II.4 Keseragaman Kandungan
Keseragaman dosis per unit digambarkan dengan dua metode yaitu keseragaman
kandungan (content uniformity) dan keragaman bobot (weight variation) (The
USP, 2011). Tablet harus memenuhi uji keragaman bobot jika zat aktif merupakan
bagian terbesar dari tablet dan jika uji keragaman bobot cukup mewakili
keseragaman kandungan. Keragaman bobot bukan merupakan indikasi yang
cukup dari keseragaman kandungan jika zat aktif merupakan bagian kecil dari
tablet atau jika tablet bersalut gula. Penerapan uji keseragaman kandungan berlaku
untuk tablet salut baik salut film maupun yang lain, dengan dosis bahan aktif
kurang dari 25 mg atau perbandingan kadar bahan aktif dengan bobot tablet
kurang dari 25%.
Prosedur uji keseragaman kandungan tablet glipizid dengan menetapkan kadar 10
satuan satu per satu seperti yang tertera dalam monografi glipizid. Tablet glipizid
dalam bentuk sediaan ER mempunyai dosis 5 dan 10 mg, memenuhi syarat untuk
dilakukan pengujian keseragaman kandungan untuk mengetahui kadar dan
homogenitas bahan aktif dalam setiap tabletnya.
Berdasarkan alasan tersebut di atas dan kemungkinan suatu saat akan ada copy
product, maka perlu dikembangkan prosedur analisis keseragaman kandungan
dengan memperhatikan matriks tablet yang menjadi salah satu faktor penting
dalam preparasinya.
11
II.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Pembahasan KCKT meliputi: batasan, sistem dan instrumentasi KCKT serta
parameter KCKT.
II.5.1 Batasan kromatografi
Dalam industri farmasi yang modern, KCKT merupakan instrumen analisis utama
dan menyeluruh yang digunakan pada semua tahap mulai dari penemuan,
pengembangan sampai produksi. Prinsipnya adalah teknik pemisahan analit atau
campuran analit yang melibatkan dua fase, yakni fase diam dan fase gerak. Fase
gerak membawa campuran analit melewati suatu media dengan permukaan
berpori (fase diam). Analit akan terdispersi dalam fase gerak pada level molekular
dan memungkinkan terjadinya transport serta interaksi antara fase diam dan fase
gerak (Kazakevich dan Lobrutto, 2007).
Untuk mencapai tujuan pemisahan analit dengan analisis menggunakan KCKT,
beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya adalah:
a. Sampel harus terlarut, karena jika tidak akan mengakibatkan rendahnya hasil
perolehan kembali. Ketidaklarutan analit ini bisa diantisipasi dengan
preparasi sampel yang tepat sebelum masuk ke sistem KCKT.
b. Analit harus dapat diretensi di dalam kolom dan memiliki laju migrasi yang
berbeda dengan analit lainnya.
c. Pemilihan komposisi fase gerak yang tepat agar analit dapat terpisah dari
komponen lainnya dalam sampel.
d. Pelarut akhir dari analit sebaiknya sama dengan fase gerak yang digunakan
atau pelarut yang lebih lemah dibandingkan dengan fase gerak (Ahuja dan
Dong, 2005).
Teknik KCKT menawarkan perbaikan besar terhadap kromatografi kolom klasik
dan memiliki beberapa keunggulan yang signifkan jika dibandingkan teknik yang
lebih baru, seperti kromatografi cair superkritis, elektroforesis kapiler dan kapiler
electrochromatography. KCKT menawarkan keuntungan besar dan kenyamanan,
12
ketepatan, kecepatan dan kemampuan untuk memisahkan komponen yang sulit
dipisahkan (Hanai, 1999).
II.5.2 Sistem dan Instrument KCKT
Sistem KCKT terdiri dari dua bagian, yaitu sistem pemisahan dan sistem
pendeteksi. Sistem pemisahan dengan bagian utamanya pompa yang mengalirkan
pelarut dan sampel (yang diinjeksikan melalui injektor) ke dalam kolom,
sedangkan sistem pendeteksi adalah detektor yang dihubungkan pada ujung akhir
kolom.
a. Pompa
Fungsi pompa di dalam sistem KCKT adalah untuk mendorong fase gerak
masuk ke dalam kolom. Biasanya menggunakan katup inlet (terhubung ke
pelarut) dan katup outlet (terhubung ke kolom). Pada dasarnya pompa KCKT
mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yaitu harus inert
terhadap pelarut organik (fase gerak), dapat memompakan fase gerak secara
konstan, mempunyai tekanan maksimum yang cukup tinggi (400 psi) dan
mempunyai noise yang rendah (Skoog dkk, 2007).
b. Sistem injektor
Adanya injektor pada KCKT memungkinkan volum sampel yang tepat masuk
ke dalam kolom. Injektor manual terdiri dari katup enam port dengan rotor,
loop sampel dan jarum port. Pada saat posisi load, aliran datang dari pompa
melalui salah satu port dan keluar melalui port yang lain menuju ke kolom
(Ahuja dan Dong, 2005). Loop yang digunakan bisa disesuaikan berdasarkan
ukuran sampel dengan kisaran loop antara 5 sampai 500 μL (Skoog dkk,
2004). Sistem injeksi dapat dilakukan secara manual atau diotomatisasi
melalui autosampler (Skoog dkk, 2007).
c. Kolom
Kolom KCKT pada umumnya terbuat dari pipa baja tahan karat. Sebagian
besar kolom mempunyai panjang antara 10 sampai 30 cm dengan diameter
dalam 2 - 5 mm, ukuran partikel antara 3 sampai 10 µm dan memiliki jumlah
lempeng teoritis 40.000 sampai 60.000 lempeng/meter. Saat ini sudah tersedia
mikrokolom yang dikemas dengan ukuran partikel 3 atau 5 µm dan memiliki
13
jumlah lempeng teoritis sebanyak 100.000 lempeng/meter. Instrumen KCKT
modern sudah dilengkapi dengan pengatur suhu kolom (heater) agar suhu
kolom tetap konstan (Skoog dkk, 2004).
d. Detektor
Detektor KCKT seringkali berupa modifikasi spektofotometer yang memantau
konsentrasi (atau massa) dari analit yang terelusi (Ahuja dan Dong, 2005).
Detektor yang paling banyak digunakan untuk KCKT yakni berdasarkan
absorbsi sinar ultra violet – sinar tampak, fluoresens, indeks bias dan detektor
elektrokimia. Detektor spektrometri massa saat ini sudah cukup populer, akan
tetapi pada campuran analit yang kompleks, perpaduan KCKT dengan
detektor spektrometri massa memberikan resolusi yang kurang bagus (Skoog
dkk, 2007).
Secara umum terdapat empat jenis teknik kromatografi cair yang sering digunakan
yaitu kromatografi fase normal, kromatografi fase terbalik, kromatografi
pertukaran ion, kromatografi ekslusi ukuran. Kromatografi fase terbalik
merupakan jenis kromatografi yang paling banyak digunakan, hampir 90%
analisis sampel dengan bobot molekul rendah menggunakam kromatografi fase
terbalik. Pemisahannya berdasarkan gaya hidrofobik atau interaksi van der Waals.
Permukaan dari fase diam pada tipe ini bersifat hidrofobik dan bersifat non polar
(Kazakevich dan Lobrutto, 2007).
II.5.3 Parameter dalam KCKT
Tiap-tiap analit yang spesifik dalam sebuah kromatogram ditampilkan dalam
bentuk puncak. Adanya interaksi yang kuat antara analit dan fase diam pada
konsentrasi analit yang relatif rendah akan menghasilkan puncak yang simetris
dan mengikuti distribusi normal (tipe kurva Gaussian). Teori kolom dapat
digunakan sebagai petunjuk dalam mendesain pengoperasian KCKT (Kazakevich
dan Lobrutto, 2007).
a. Waktu retensi (tR)
Merupakan jarak antara puncak maksimum dari awal sampel diinjeksikan
yang dinyatakan dalam waktu dan menunjukkan analit yang teridentifikasi
14
dalam sampel serta sifat dari analit tersebut. Waktu retensi merupakan
parameter yang mudah diukur. Waktu retensi tergantung dari laju alir fase
gerak dan dimensi kolom, dimana semakin cepat laju alir yang digunakan
makan semakin kecil (singkat) waktu retensinya. Selain itu, waktu retensi
tergantung dari kestabilan laju alir.
b. Faktor kapasitas
Faktor kapasitas merupakan parameter penting yang dapat digunakan untuk
menjelaskan laju migrasi analit dalam kolom. Untuk spesi A, faktor kapasitas
k‟A didefinisikan sebagai berikut :
Faktor kapasitas, k‟ = 0
0
t
ttR
………………. (Persamaan II.1)
Jika k‟ bernilai 0 (nol) berarti bahwa komponen atau analit tidak diretensi dan
dielusi bersama dengan pelarut. Jika k‟ bernilai satu artinya komponen
diretensi secara lemah oleh fase diam dalam kolom, sementara jika k‟ bernilai
duapuluh artinya komponen diretensi secara kuat dan berinteraksi dengan fase
diam cukup lama. Pada sebagian besar analisis, nilai k‟ untuk analit yang
terelusi berkisar antara 1 sampai 20, sehingga mempunyai peluang yang cukup
untuk berinteraksi dengan fase diam menghasilkan pemisahan yang baik
(Ahuja dan Dong, 2005). tR adalah waktu retensi, dan t0 adalah waktu yang
tidak teretensi. Beberapa pustaka merekomendasikan faktor kapasitas yang
baik adalah 1< k‟<10.
c. Faktor selektivitas
Faktor selektivitas adalah kemampuan sistem kromatografi untuk
membedakan analit. Pemisahan antara dua komponen hanya mungkin terjadi
jika keduanya mempunyai kecepatan migrasi yang berbeda saat melewati
kolom (Ahuja dan Dong, 2005). Faktor selektivitas (α) dari suatu kolom untuk
spesi A dan B dinyatakan sebagai berikut :
15
MgA
MgB
A
B
A
B
tt
tt
k
k
K
K
'
'
………………. (Persamaan II.2)
dimana KB adalah koefisien partisi spesi B yang lebih kuat diretensi oleh
kolom dan KA adalah koefisien partisi spesi A yang lemah diretensi kolom.
Besarnya α harus > 1 untuk pemisahan yang baik. Selektifitas tergantung dari
komposisi fase diam dan fase gerak yang bisa ditingkatkan besarnya dengan
melakukan modifikasi antara keduanya (Ahuja dan Dong, 2005).
d. Efisiensi kolom
Jumlah lempeng teoritik (N) merupakan ukuran kuantitatif dari efisiensi
kolom dan besarnya merupakan perbandingan antara waktu retensi (tR) dengan
standar deviasi lebar puncak (σ), sedangkan besarnya Wb setara dengan 4σ
yang dapat dihitung secara empiris dari kromatogram dengan rumus berikut
ini :
22
16
b
RR
W
ttN
………………. (Persamaan II.3)
Kolom yang efisien dapat mencegah pelebaran pita sehingga menghasikan
pita yang sangat sempit. Semakin kecil dan seragam ukuran partikel dalam
kolom maka semakin besar efisiensinya (Ahuja dan Dong, 2005).
e. Resolusi
Tujuan akhir dari setiap analisis menggunakan KCKT yakni pemisahan satu
atau lebih analit dari komponen lain (matriks) dalam sampel agar didapatkan
informasi yang kuantitatif dari masing-masing analit. Resolusi dari suatu
kolom adalah kemampuan kolom untuk memisahkan dua analit. Resolusi
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
b
R
bb
R
sW
t
WW
ttR
R
2/21
21
………………. (Persamaan II.4)
16
Dimana tR1 dan tR2 adalah waktu retensi spesi 1 dan 2, sedangkan Wb1 dan Wb2
adalah lebar alas puncak spesi 1 dan 2. Nilai Rs > 1,5 menunjukkan puncak 1
dan 2 terpisah dengan sempurna (Ahuja dan Dong, 2005).
II.6 Pengembangan Metode Analisis
Hal-hal yang perlu di pertimbangkan sebagai tahapan dalam pengembangan
metode analisis secara KCKT meliputi (Kazakevich dan Lobrutto, 2007) :
1. Karakterisasi dan pengumpulan informasi analitik
Mencakup pengumpulan informasi analitik analit maupun sampel (termasuk
matriksnya), sifat fisikokimia sampel, metode analisis yang telah ada, metode
baku, perlakuan awal atau pemisahan sebelum dilakukan analisis, informasi
mengenai formula dan komposisi sampel serta matriks yang digunakan dan
persyaratan spesifik yang telah ditentukan.
2. Penilaian kebutuhan metode
Penilaian kebutuhan metode tergantung pada tujuan analisis yang dilakukan
dengan kriteria yang harus ditentukan sebelum percobaan dimulai diantaranya
kecermatan, keseksamaan, kepekaan, selektivitas, linearitas dan batas deteksi.
Faktor yang perlu dipertimbangkan meliputi waktu, jumlah sampel, biaya dan
tenaga, kemudahan dan kepraktisan metode serta ketersediaan instrumen.
3. Penelusuran pustaka
Penelusuran pustaka yang berhubungan dengan analisis dan metode analisis
yang sesuai.
4. Pemilihan metode analisis
Terlebih dahulu mengkategorikan golongan masalah analitik. Jika
memungkinkan, metode analisis sebelumnya bisa diadopsi sehingga lebih
efisien, atau dengan memodifikasi metode analisis yang sudah ada. Adaptasi
dapat mencakup kondisi preparasi maupun kondisi instrumentasi. Akan tetapi
jika masalah analitiknya sama sekali baru, maka perlu dibuat metode/ prosedur
baru dengan pendekatan senyawa analog yang mempunyai kemiripan sifat
fisikokimia.
5. Penyiapan alat dan studi pendahuluan
17
Menyiapkan instrumen yang sudah terkalibrasi sesuai dengan prosedur
operasional baku alat. Uji pendahuluan biasanya memakan waktu yang cukup
lama sebelum kondisi optimum didapatkan.
6. Optimasi Prosedur Analisis
Bertujuan untuk mencari aras-aras yang optimum jika hasil studi pendahuluan
jauh dari yang diharapkan, dilakukan dengan cara mengubah parameter-
parameter yang mempengaruhi analisis sampai diperoleh kondisi yang paling
baik.
7. Evaluasi data hasil optimasi
8. Validasi metode
Validasi metode mengacu pada parameter-parameter validasi pada pustaka.
Validasi diawali dengan melakukan uji kesesuaian sistem untuk memastikan
bahwa sistem analisis berjalan secara baik dan benar.
II.7 Uji Kesesuaian Sistem
Uji kesesuaian sistem merupakan serangkaian uji untuk memastikan efektivitas
sistem pemisahan yang digunakan. Parameter-parameter yang digunakan meliputi
bilangan lempeng teoritis (N) > 2000, faktor ikutan ≤ 2,0, kapasitas (k‟ atau α) >
2,0, resolusi (Rs > 1,5) dan nilai simpangan baku relatif (SBR) < 2,0% dari waktu
retensi dan luas area dari 5 kali injeksi (Elmer dan Miller, 2004).
II.8 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter
tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa
parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Parameter
analisis yang ditentukan pada validasi adalah spesifikasi, linieritas dan rentang
kadar, akurasi, presisi, limit deteksi dan limit kuantisasi (ICH, 1994).
II.8.1 Kekhasan (Spesifisitas)
Kekhasan atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuan untuk menguji secara
tegas analit yang dimaksud dengan adanya komponen lain atau yang diperkirakan
ada seperti cemaran, hasil degradasi dan komponen matriks. Jika spesifisitas
18
metode tidak ada atau kurang baik, metode dapat dilengkapi dengan prosedur
analisis pendukung yang memadai seperti pemisahan (Ermer dan Miller, 2005).
Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang
mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau
pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan
tadi. Penyimpangan hasil jika ada merupakan selisih dari hasil uji keduanya. Pada
metode analisis yang melibatkan kromatografi, selektivitas ditentukan melalui
perhitungan daya resolusinya (Rs) (ICH, 1994).
II.8.2 Linearitas
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang
secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Pengujian kelinieran
dilakukan untuk membuktikan bahwa larutan sampel memberikan respon analit
yang berbanding lurus dengan konsentrasi (Ibrahim, 2005).
Parameter linearitas ini diuji dengan membuat kurva baku, dimana kelinieran
kurva baku yang baik dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (r) yang ≥ 0,999
serta nilai koefisien variansi fungsi regresi (Vx0) ≤ 2,0% untuk kurva baku
penetapan kadar obat dalam sediaan atau bahan baku, dan ≤ 5,0% untuk analisis
obat dalam kajian metabolit dan bahan biologis. Nilai koefisien korelasi (r) >
0,999 sudah cukup dan dapat digunakan untuk membuktikan kelinieran kurva
baku (Ibrahim, 2005).
II.8.3 Kecermatan (Akurasi)
Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan
kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen peroleh kembali
pada saat analisis, menggunakan prosedur analisis yang tepat, dengan cara
penambahan sejumlah analit yang telah diketahui kadarnya terhadap sampel
(Chan, 2004).
19
Akurasi ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo
recovery) atau metode penambahan baku (standard addition method). Dalam
metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran
bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan
hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang
sebenarnya). Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah
tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan
dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya
(hasil yang diharapkan). Dalam kedua metode tersebut, persen peroleh kembali
dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang
sebenarnya.
Perhitungan persen perolehan kembali dinyatakan dengan rumus :
A
AF
C
CCkembaliPerolehan
*
)(%
………………. (Persamaan II.5)
CF = konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran
CA = konsentrasi sampel sebenarnya
C*A = konsentrasi analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).
II.8.4 Keseksamaan (Presisi)
Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian
antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-
rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil
dari campuran yang homogen. Presisi diukur sebagai simpangan baku atau
simpangan baku relatif (koefisien variasi). Presisi dapat dinyatakan sebagai
keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility).
Keterulangan adalah presisi metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang
sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek. Ketertiruan
adalah presisi metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Kriteria
20
seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau koefisien
variasi (KV) 2% atau kurang (ICH, 1994).
Presisi diukur sebagai simpangan baku (SB) atau simpangan baku relatif (SBR)
atau Koefisien Variasi (KV).
1
)( 2
n
XXiSB
X
SBSBR 100%
………………. (Persamaan II.6)
Dari nilai % SBR atau % KV yang diperoleh dibandingkan dengan KV Horwitz,
yaitu suatu kurva berbentuk terompet yang menghubungkan ketertiruan
(reproducibility) (presisi yang dinyatakan sebagai % KV) dengan konsentrasi
analit. Presisi metode analisis dinyatakan sebagai fungsi dari konsentrasi melalui
persamaan :
KVHorwitz = 2 1-0,5 log C
………………. (Persamaan II.7)
Dengan C adalah konsentrasi yang dinyatakan dengan sebagai fraksi desimal.
Dengan menggunakan pembanding KV Horwitz nilai yang dapat diterima untuk
keterulangan (repeatability) adalah :
SBR ≤ KVHorwitz
………………. (Persamaan II.8)
Jika nilai simpangan baku relatif dari percobaan dibandingkan terhadap
simpangan baku relatif yang dihitung berdasarkan persamaan terompet Horwitz
akan diperoleh Horwitz Ratio atau HorRat. HorRat ≤ 2 menandakan metode
analisis mempunyai presisi yang memadai (AOAC, 2012).
21
II.8.5 Batas deteksi dan batas kuantisasi
Batas deteksi dari suatu metode analisis adalah konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan
dibandingkan dengan blanko, tetapi tidak dikuantisasi pada kondisi percobaan
yang dilakukan. Sedangkan batas kuantisasi adalah konsentrasi analit terendah
dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat
diterima pada kondisi percobaan yang telah ditentukan (Harmita, 2004).
Penentuan batas deteksi dan batas kuantisasi diperoleh dari perhitungan statistik
data hasil pengujian linearitas (Ibrahim, 2004) dengan persamaan sebagai berikut :
Batas deteksi = b
Sa.3
Batas kuantisasi = b
Sa.10
………………. (Persamaan II.9 dan II.10)
dimana Sa = Sy/x .
2/1
2
2
XXn
X
i
i
Batas deteksi dan kuantisasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi
linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada
persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan
simpangan baku residual (Sy/x) (Harmita, 2004).
22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Sistem KCKT yang digunakan pada pengembangan prosedur analisis
keseragaman kandungan tablet glipizid ER pada penelitian ini mengadopsi dari
metode standar penetapan kadar glipizid tablet biasa yang tercantum dalam
Farmakope Indonesia. Adanya matriks tablet yang lebih kompleks membawa
konsekuensi perlunya proses ekstraksi yang berbeda untuk sediaan lepas
diperpanjang.
Penelitian diawali dengan uji pendahuluan yakni mencari metode ekstraksi yang
paling sesuai untuk memisahkan glipizid dari matriksnya sebelum dianalisis
secara KCKT. Selama orientasi pemilihan metode ekstraksi mempertimbangkan
hal-hal seperti sifat fisikokimia eksipien dan analit, ketersediaan alat dan bahan
untuk ektraksi hingga didapatkan kondisi ekstraksi yang optimum.
Pertama, dibuat baku induk glipizid dan larutan plasebo (matriks). Kemudian
baku induk ditambahkan ke dalam matriks (spike-placebo), diencerkan dengan
pelarut hingga konsentrasi tertentu dan didapatkan baku kerja. Kondisi optimum
ekstraksi yang sudah didapatkan digunakan untuk preparasi baku kerja dan
selanjutnya dianalisis secara KCKT detektor UV pada panjang gelombang 225
nm. Uji Kesesuaian Sistem (UKS) dengan parameter % SBR, faktor ikutan dan
jumlah lempeng teoritis dilakukan untuk menentukan kesesuaian dan keefektifan
sistem KCKT hasil pengembangan metode. Selanjutnya adalah validasi metode
KCKT yang meliputi parameter spesifisitas/selektivitas, linearitas, batas deteksi
dan batas kuantisasi, presisi dan akurasi. Untuk menguji selektivitas metode
dengan cara membandingkan antara pelarut, larutan plasebo (matriks), baku kerja
dan sampel yang dipreparasi dengan cara yang sama. Linearitas diperoleh dari
tujuh seri konsentrasi sampel simulasi glipizid. Dari data linearitas, batas deteksi
dan batas kuantisasi bisa ditentukan secara statistik. Prosedur preparasi yang sama
juga dilakukan untuk parameter presisi dan akurasi. Pada tahap akhir penelitian
ini, dilakukan uji keseragaman kandungan tablet glipizid ER dari sampel di
perdagangan menggunakan prosedur analisis yang telah divalidasi.
23
BAB IV PERCOBAAN
IV.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi baku pembanding
glipizid (PPOMN), Metanol pro KCKT (Merck), Natrium dihidrogen fosfat
monobasa (Merck), air pro KCKT, Natrium Hidroksida (KCKT), Glucotrol ER 5
mg dan 10 mg, Etilselulosa (AqualonTM
EC-N50 Pharm), Opadry® Complete
Film Coating System YS-2-7063 White (Colorcon), Polietilen oksida (Sentry
Polyox WSR N750 – Colorcon), PEG 4000, NaCl (Merck), HMPC E5 Premium
LV (PT.Dexa Medica), Magnesium stearat (Merck), sorben ekstraksi terdiri dari :
Oasis®
HLB 3cc (60mg), Oasis®
MAX 3cc (60mg), Oasis®
MCX 3cc (60mg) dan
Sep-Pak®
Vac. 3cc (500mg) tC18.
IV.2 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (Agilent 1260 Infinity–G1316A 1260 TCC), Kolom YMC Triart C18 (150
x 4.6 mm, ID S-5 µm 12nm), pH meter (Mettler Toledo), gelas ukur, pipet ukur
1mL, 2mL, 2,5mL, 4mL, 5mL, labu tentukur 10mL, 20mL, 50mL dan 100mL,
buret 10mL, timbangan semimikro, timbangan analitik, penyaring membran nilon
0,45 µm, diameter 13mm (WhatmannTM
), penyaring vakum, sonikator dan
degassing unit (FALC), pipet Eppendorf, vakum manifold SPE (Agilent),
magnetic stirer.
IV.3 Tahapan Peneltian
IV.3.1 Penyiapan larutan
a. Pembuatan larutan dapar fosfat 0,1M pH 6,0
Dapar fosfat 0,1M pH 6,0 dibuat dengan menimbang 13,8 gram NaH2PO4.H2O,
dilarutkan dalam 1000 mL air dan diatur pH menggunakan NaOH 2N hingga pH
mencapai 6,0. Saring dengan menggunakan filter membran 0,45 µm dan
diawaudarakan.
24
b. Penyiapan larutan baku induk
Larutan baku induk glipizid dibuat dengan melarutkan senyawa baku glipizid
dalam metanol sehingga diperoleh larutan baku induk glipizid dengan konsentrasi
1mg/mL. Baku induk disimpan pada suhu 2-8⁰C.
c. Penyiapan larutan plasebo
Matriks tablet glipizid ER yang digunakan mengacu pada informasi produk
Glucotrol XL®
(PT. Pfizer) yang terdiri dari polietilen oksida, hidroksi propil
metil selulosa (HPMC), magnesium stearat, natrium klorida, etil selulosa,
polietilen glikol, opadry-white (Roerig, 2013). Campuran matriks dilarutkan
dalam dapar fosfat kemudian disaring. Selanjutnya disimpan pada suhu 2-8⁰C
sebagai larutan plasebo.
d. Penyiapan larutan baku kerja
Larutan baku induk glipizid yang telah dibuat dengan konsentrasi 1 mg/mL,
dipipet sejumlah tertentu sesuai konsentrasi baku kerja (sampel simulasi) yang
diinginkan ke dalam labu tentukur 10 mL yang berisi 4 mL larutan plasebo,
diencerkan dengan dapar fosfat sampai tanda, dipipet 1 mL kemudian diekstraksi
fase padat dan hasil elusi diencerkan lagi dengan dapar fosfat hingga 5 mL.
IV.3.2 Penyiapan fase gerak
Fase gerak merupakan campuran dapar fosfat pH 6,0 : metanol dengan
perbandingan 55:45.
IV.3.3 Optimasi Ekstraksi
a. Penentuan pelarut sampel
Salah satu syarat pengujian menggunakan KCKT bahwa analit harus terlarut
dalam pelarut yang digunakan. Sampel tablet glipizid ER memiliki matriks yang
sangat komplek yang sebagian besar bersifat hidrofil, sementara glipizid sifatnya
tidak larut dalam air. Dengan demikian diperlukan optimasi pada tahap ekstraksi
yakni jenis pelarut dan jenis sorben yang digunakan sehingga dapat dilanjutkan ke
tahap analisis menggunakan KCKT.
25
b. Penentuan sorben ekstraksi fase padat
Pemilihan sorben atau penyerap yang digunakan berdasarkan kemampuannya
berikatan dengan analit, dimana ikatan antara analit dengan sorben harus lebih
kuat dibandingkan antara ikatan analit dengan matriks sampel. Kondisi ini
bertujuan agar analit dapat tertahan dalam sorben dan dapat dilepaskan ikatannya
dengan sorben mengguakan pelarut yang selektif pada tahap elusi.
IV.4 Uji kesesuaian sistem
Uji kesesuaian sistem dilakukan dengan menyuntikkan larutan baku induk yang
telah diencerkan dengan dapar fosfat sehingga didapatkan konsentrasi 0,05
mg/mL sebanyak 6 kali, kemudian dilihat resolusi (Rs > 1,5), faktor ikutan (Tf <
2), jumlah lempeng teoritis (N > 2000), dan RSD luas puncak (RSD < 2%).
IV.5 Validasi Metode
Validasi prosedur analisis tablet glipizid ER meliputi spesifisitas/selektivitas,
linearitas, batas deteksi (LOD) dan batas kuantisasi (LOQ), kecermatan/akurasi
dan keseksamaan/presisi.
IV.5.1 Kekhasan (Spesifisitas)
Parameter spesifisitas/selektivitas ditentukan dengan melakukan analisis terhadap
pelarut, larutan plasebo, larutan baku, larutan sampel (placebo-spiked). Pengujian
ini untuk memastikan bahwa prosedur analisis ini spesifik untuk glipizid tanpa
ada gangguan dari matriks ataupun pelarut. Kriteria keberterimaan ditentukan
dengan melihat tidak adanya gangguan pada waktu retensi senyawa uji dan
resolusi senyawa uji (Rs >1,5).
IV.5.2 Linearitas
Uji linearitas metode analisis dilakukan dengan menggunakan satu seri larutan
baku kerja glipizid dengan konsentrasi 0,01, 0,02, 0,03, 0,04, 0,05, 0,06 dan 0,07
mg/mL, masing-masing tingkat konsentrasi disuntikkan sebanyak 6 kali.
Persamaan regresi linear dari kurva kalibrasi diperoleh dengan memplot hubungan
antara konsentrasi dengan area yang terukur. Sebagai parameter adanya hubungan
26
yang linear digunakan koefisien korelasi (r ≥ 0,999), koefisien variansi fungsi
regresi (Vxo ≤ 2,0%) pada analisis regresi linier y = bx + a dan homogenitas
variansi (uji F).
Disamping parameter linearitas di atas, dilakukan juga perhitungan dan uji kaji
statistik meliputi homogenitas variansi, batas deteksi, dan batas kuantisasi
menggunakan metode yang digunakan oleh Gottwald (Gottwald, 2000).
IV.5.3 Batas deteksi dan batas kuantisasi
Pada penelitian ini, penentuan batas deteksi dan batas kuantisasi diperoleh dari
perhitungan statistik data hasil pengujian linearitas (Ibrahim, 2004).
IV.5.4 Kecermatan (Akurasi)
Akurasi ditentukan dengan menghitung persen perolehan kembali melalui metode
simulasi (spiked-placebo recovery). Penetapan dilakukan dengan membuat tiga
tingkat kadar glipizid 70%, 100% dan 130% sesuai dengan persyaratan rentang
dosis minimum untuk penetapan keseragaman kandungan obat antara 70-130%
(Ermer and Miller, 2005). Masing-masing konsentrasi dianalisis 3 kali
pengulangan dan dihitung persen perolehan kembali.
IV.5.5 Keseksamaan (Presisi)
Presisi diukur dengan mengulang pengukuran suatu konsentrasi sampel simulasi
glipizid sebanyak 6 kali (konsentrasi 100%, 0,05 mg/mL). Pengukuran
keseksamaan ini dilakukan untuk satu hari analisis yang sama dan untuk beberapa
hari analisis yang berbeda. Hasil pengukuran keseksamaan dinyatakan sebagai
simpangan baku relatif (SBR), dimana kriteria keberterimaannya SBR < 2%
(Harmita, 2004).
IV.5 Uji Keseragaman Kandungan Glipizid dari Sampel di Perdagangan
Tujuan akhir dari pengembangan prosedur analisis ini adalah menentukan
keseragaman kandungan glipizid ER dari sampel di perdagangan dengan
parameter acceptance value (AV) atau nilai penerimaan dengan prosedur yang
27
telah divalidasi. Pengujian keseragaman kandungan dengan melakukan penetapan
kadar terhadap 10 tablet Glipizid ER 5 mg dan 10 mg, satu per satu. Tahapan
preparasi dilakukan dengan cara mengeprek (menggepengkan dengan cara
memukul) tablet 5 mg dengan stamper dalam kertas alufoil untuk memastikan
tidak ada tablet yang tertinggal di mortir (lampiran 1), kemudian dimasukkan
dalam labu tentukur 10 mL dan sisa tablet yang masih ada di alufoil dibilas
menggunakan metanol sebagai pelarut kurang lebih 7 mL. Dilakukan sonikasi
untuk mempercepat pelarutan analit selama 30 menit, kemudian ditambahkan
metanol sampai tanda. Sampel kemudian disaring menggunakan kertas saring dan
dipindahkan ke dalam vial 10 mL untuk memudahkan pemipetan. Sampel yang
sudah disaring, dipipet sebanyak 5 mL dan diencerkan dengan dapar fosfat
sampai 10 mL. Demikian juga dengan sampel glipizid ER 10 mg. Tahap
berikutnya adalah ekstraksi fase padat menggunakan sorben HLB. Terlebih
dahulu dilakukan aktivasi terhadap sorben menggunakan metanol 1 mL
(conditioning), air 1 mL, kemudian tahap laoding sampel yang sudah diencerkan
dengan dapar fosfat sebanyak 1 mL ke dalam sorben. Tahap selanjutnya adalah
pencucian menggunakan air 1 mL untuk melepaskan matriks dan pengotor dari
sorben dan terakhir tahap elusi dengan 1 mL metanol untuk mendapatkan glipizid.
Glipizid yang ditampung pada tahap elusi kemudian diencerkan dengan dapar
fosfat sampai 5 mL hingga diperoleh konsentrasi akhir 0,05 mg/mL, dikocok,
disaring dengan penyaring membran 0,45 µm dan analisis dengan KCKT detektor
UV pada panjang gelombang 225 nm.
28
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Keseragaman kandungan didefinisikan sebagai derajat keseragaman jumlah zat
aktif dalam tiap satuan sediaan. Untuk memastikan konsistensi dosis glipizid per
unit, masing-masing tablet harus mengandung zat aktif sesuai dengan rentang
yang dipersyaratkan dalam label (The USP, 2012). Pengembangan prosedur
analisis menggunakan KCKT dilakukan untuk mendapatkan prosedur analisis
yang mampu menetapkan keseragaman kandungan tablet glipizid sediaan ER.
Sistem KCKT pada penelitian ini diadopsi dari penetapan kadar glipizid tablet
biasa yang tercantum dalam Suplemen I Farmakope Indonesia Edisi IV, tahun
2009 seperti yang tercantum pada tabel V.1.
Tabel V.1. Perbandingan prosedur analisis glipizid IR dan ER
Parameter Kondisi KCKT untuk
Sediaan Tablet Glipizid IR
(Suplemen I FI IV, 2009)
Kondisi Pengembangan
Prosedur untuk Sediaan
Tablet Glipizid ER
Kolom L1 (3,9 mm x 15 cm), 5 μm C18 (150 x 4,6) mm, 5 µm
Fase gerak Dapar natrium fosfat
monobasa 13,8 gram/liter :
metanol = (55:45)
Dapar natrium fosfat
monobasa 13,8 gram/liter :
metanol = (55:45)
pH Fase gerak 6,00±0,05 6,00±0,05
Volum injeksi 20 μL 20 μL
Laju Alir 1 mL/menit 1 mL/menit
Panjang gelombang
Suhu kolom
UV 225 nm
30 ºC
UV 225 nm
30 ºC
Preparasi sampel Dilarutkan langsung dalam
fase gerak
Ektraksi fase padat
Percobaan pendahuluan berupa pemilihan jenis ekstraksi yang sesuai untuk
memisahkan analit dari matriks tablet. Ekstraksi cair-cair dilakukan dengan
mempertimbangkan sifat fisika kimia analit dan matriks. Penelitian yang sudah
pernah dilakukan antara lain glipizid dalam serum yang diekstraksi cair-cair
dengan menggunakan pelarut NaOH dan diklorometan, lapisan organik yang
terpisah diuapkan untuk diekstraksi kembali menggunakan n-hexana dan asam
asetat. Lapisan organik diambil dan diuapkan selanjutnya direkonstitusi dengan
29
pelarut yang sesuai dan diukur secara KCKT (Venkata R, dkk, 2011). Ekstraksi
glipizid dalam plasma darah manusia juga pernah dilakukan dengan terlebih
dahulu mengendapkan protein plasma menggunakan HCl, dilanjutkan ekstraksi
pelarut menggunakan toluen, kemudian fase organik diuapkan dan direkonstitusi
dengan fase gerak kemudian diukur secara KCKT (Atif, dkk, 2013). Kedua
penelitian tersebut diperoleh hasil yang memenuhi persyaratan validasi. Hasil dari
ekstraksi pelarut menggunakan diklorometan untuk glipizid dengan matriks tablet
ER didapatkan efisiensi ekstraksi di bawah 80% dan hasil perolehan kembali yang
tidak konsisten dengan SBR > 2%.
Selanjutnya dilakukan ekstraksi secara SPE berdasarkan penelitian sebelumnya
yang memisahkan campuran delapan obat antidiabetes termasuk salah satunya
glipizid, dalam matriks plasma darah manusia secara SPE dan dilanjutkan dengan
KCKT juga diperoleh hasil yang memenuhi persyaratan parameter validasi
(Lakshmi dan Rajesh, 2011). Sehingga untuk glipizid dalam matriks tablet ER ini
dilakukan ekstraksi secara SPE dan didapatkan hasil efisiensi ekstraksi di atas
80%, hasil perolehan kembali yang konsisten dengan SBR < 2%.
Pengembangan prosedur dilakukan pada tahap SPE yang dimulai dengan
pemilihan pelarut plasebo (matriks) dan jenis sorben yang tepat untuk ekstraksi
fase padat. Optimasi pelarut dilakukan karena pada saat analisis secara KCKT
setelah dilakukan diekstraksi dengan kadar baku induk bertingkat dengan pelarut
plasebo berupa metanol, tidak didapatkan hubungan yang linier pada tahap elusi
dan persen perolehan kembali masih sangat kecil, tetapi didapatkan hubungan
yang linier pada tahap loading. Fenomena breakthrough pada analit terjadi karena
pelarut organik yang digunakan terlalu besar yang dapat meningkatkan kepolaran
glipizid, sehingga glipizid lolos saat dilewatkan sorben SPE yang bersifat non
polar. Pelarut plasebo yang dipilih adalah dapar fosfat dan diperoleh hasil
perolehan kembali pada tahap elusi mendekati 100%. Dengan demikian, kondisi
optimum pelarut baku induk adalah metanol dan pelarut plasebo adalah dapar
fosfat. Hasil optimasi pelarut bisa dilihat pada gambar V.1.
30
y = 53288x - 981.2
R2 = 0.9976
0
1000
2000
3000
0 0.02 0.04 0.06 0.08
konsentrasi (mg/mL)
luas
are
a (m
AU
)
(a)
y = 1692.6x + 813
R2 = 0.1552
0
1000
2000
0 0.02 0.04 0.06 0.08
konsentrasi (mg/mL)
luas
are
a (m
AU
)
(b)
y = 58551x - 575.69
R2 = 0.9984
0
1000
2000
3000
4000
0 0.02 0.04 0.06 0.08
konsentrasi (mg/mL)
luas
are
a (m
AU
)
(c)
Gambar V.1 Kurva kalibrasi (a) tahap loading : baku induk glipizid dalam
metanol, plasebo dalam metanol (b) tahap elusi : baku induk
glipizid dalam metanol, plasebo dalam metanol (c) tahap elusi :
baku induk glipizid dalam metanol, plasebo dalam dapar fosfat
Setelah didapatkan pelarut yang sesuai, berikutnya menentukan jenis sorben
dengan kondisi ekstraksi yang sama (pelarut dan pH). Parameter yang diamati
meliputi jumlah lempeng teoritis, faktor ikutan, resolusi dan persen perolehan
kembali. Pemilihan sorben ekstraksi fase padat yang sesuai tergantung pada
mekanisme interaksi antara sorben dengan analit.
Analit yang akan diekstraksi bersifat non polar, sehingga tipe SPE yang
digunakan adalah fase terbalik dan tipe interaksi yang terjadi antara sorben dan
gugus fungsi analit berupa daya van der Waals. Jenis sorben SPE yang dioptimasi
31
adalah tC18, HLB, MAX dan MCX. Hal mendasar yang membedakan jenis
sorben tersebut diantaranya sifat fisika kimia sorben, ukuran massa sorben, ukuran
partikel dan ukuran pori. Hasil optimasi pemilihan sorben SPE bisa dilihat pada
tabel V.2.
Tabel V.2 Hasil optimasi pemilihan sorben SPE
Jenis
Sorben
Jumlah
Lempeng Teoritis
Faktor
ikutan Resolusi
% Perolehan
kembali
tC18 3288,86102 1,16612 21,09196 67,443
HLB 3137,30727 1,18549 20,61549 94,185
MAX 3183,23068 1,17956 - 17,158
MCX 3165,95263 1,18952 - 92,663
Penggunaan sorben HLB menunjukkan hasil yang paling optimum dari sisi persen
perolehan kembali dan lebih selektif karena bisa mendeteksi 2 puncak dengan
resolusi > 1,5 bila dibandingkan dengan sorben tC18, MAX dan MCX. Keempat
jenis sorben yang dioptimasi merupakan sorben dengan tipe fase terbalik, dimana
fase diam bersifat non polar. Fase diam pada sorben HLB berupa copolymer,
yakni N-vinylpirolidone yang bersifat hidrofilik dan divinylbenzene yang bersifat
lipofilik dalam jumlah yang seimbang (Anonim, 2014). Ditinjau secara struktur
kimia, gugus utama glipizid berupa sulfonilurea merupakan moietas hidrofilik dan
substitusi R1 dan R2 sebagai moietas hidrofobik, dengan demikian sorben HLB
paling selektif untuk analit glipizid. Analisis yang lain, karena matriks hidrofilik
akan mengembang jika bertemu dengan air, maka pada saat tahap loading,
dimungkinkan matriks teretensi secara irreversibel dalam sorben dan tidak terelusi
saat washing sehingga hanya glipizid yang terelusi dengan metanol pada tahap
akhir SPE.
Setelah didapatkan prosedur analisis dengan parameter yang telah dioptimasi,
selanjutnya dilakukan uji kesesuaian sistem untuk memastikan efektivitas sistem
kromatografi yang digunakan. Parameter UKS yang ditentukan yaitu
32
keberulangan penyuntikan, waktu retensi, luas area, faktor ikutan dan jumlah
lempeng teoritis. Hasil uji kesesuaian sistem dapat dilihat pada tabel V.3.
Tabel V.3 Data hasil uji kesesuaian sistem larutan baku glipizid 0,05 mg/ml
No Konsentrasi
(mg/mL)
Waktu retensi
(menit)
Luas
area
Faktor
ikutan (Tf)
Σ Lempeng
teoritis (N)
1 0,05 18,47 3110,8 1,2 3042
2 0,05 18,49 3108,6 1,2 3094
3 0,05 18,52 3115,6 1,2 3086
4 0,05 18,50 3087,5 1,2 3110
5 0,05 18,51 3077,1 1,2 3022
6 0,05 18,54 3133,2 1,2 3064
Rata-rata 0,05 18,51 3105,5 1,2 3070
SB 0,0003 0,024 20,186 0,084 1,09
SBR
(%) 0,13 0,65
Tabel V.3 menunjukkan hasil keberulangan penyuntikan larutan baku glipizid
0,05 mg/mL sebanyak 6 kali. Nilai SBR dari area dan waktu retensi secara
berturut-turut adalah 0,65% dan 0,13%. Hal ini memenuhi persyaratan
keberulangan penyuntikan yaitu SBR lebih kecil dari 2%. Faktor ikutan sebesar
1,2, hal ini menunjukan bahwa bentuk puncak cukup simetris karena nilai faktor
ikutan mendekati 1 (Tf < 2). Jumlah lempeng teoritis (N) lebih besar dari 2000,
hal ini menunjukan efisiensi kolom baik (CDER,1994). Kromatogram baku
glipizid ditunjukkan pada gambar V.2 dengan waktu retensi 18,65 menit.
Gambar V.2 Kromatogram baku blipizid
33
Setelah memenuhi persyaratan uji kesesuaian sistem kemudian dilakukan validasi
berdasarkan pedoman International Conference of Harmonization (ICH) dengan
parameter spesifisitas/selektivitas, linearitas, batas deteksi, batas kuantisasi,
presisi intra dan antar hari dan akurasi.
Pengujian spesifisitas dilakukan untuk memastikan bahwa metode analisis yang
digunakan spesifik untuk analit tertentu dan tidak terganggu dengan adanya
pelarut, matriks maupun keberadaan zat selain analit. Spesifisitas dalam penelitian
ini ditentukan dengan membandingkan antara pelarut, plasebo, larutan baku, dan
larutan sampel.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar V.3 Kromatogram (a) pelarut (b) larutan plasebo (c) baku induk
glipizid (d) plasebo yang di-spike.
Pada gambar V.3 terlihat bahwa pada kromatogram pelarut dan plasebo tidak
terdapat puncak dengan waktu retensi yang sama dengan baku glipizid. Hal ini
mengindikasikan bahwa tidak ada gangguan dari pelarut maupun matriks dan
prosedur analisis yang dikembangkan spesifik untuk glipizid.
Uji linearitas dilakukan dengan memplot antara konsentrasi larutan baku induk
yang ditambahkan pada larutan plasebo kemudian diekstraksi dibandingkan
34
dengan respon instrumen yang dinyatakan dengan luas area, yang terdiri dari 7
level konsentrasi dan masing-masing level konsentrasi disuntikkan sebanyak 6
kali. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi (r)
dan koefisien variansi fungsi regresi pada analisis regresi linier y = bx + a.
Berdasarkan kurva kalibrasi yang diperoleh, dilakukan perhitungan dan uji kaji
statistik meliputi homogenitas variansi, linieritas, batas deteksi, dan batas
kuantisasi menggunakan metode yang digunakan oleh Gottwald (Gottwald, 2000).
Respon luas area yang digunakan untuk pembuatan kurva kalibrasi tidak boleh
menunjukkan perbedaan homogenitas variansi pada berbagai konsentrasi larutan
baku kerja yang digunakan. Untuk menguji homogenitas variansi, dilakukan
pengujian F terhadap larutan baku kerja konsentrasi terendah dan tertinggi dengan
cara menghitung variansi (S2
) dari pengulangan pengukuran larutan baku dengan
konsentrasi terendah dan tertinggi, kemudian ditentukan Parameter Uji (PU):
PU = 2
2
2
1
S
S
dengan S12 > S2
2, dipilih variansi dengan nilai terbesar sebagai pembilang. Nilai
PG dibandingkan dengan nilai F tabel.
Tabel V.4 Parameter uji
No Luas Area
0,01 mg/mL 0,07 mg/mL
1 584 4089
2 589 4090
3 587 4092
Rataan 587 4090
S2
2,97 1,17
PU = 2
2
2
1
S
S= 5337,2
1715023,1
968255,2
F tabel dengan f1 = 3 – 1 dan f2 = 3 – 1 dan P = 99% adalah 99, dengan demikian
Ftabel > PU, maka dapat disimpulkan bahwa pada data tersebut tidak terdapat
inhomogenitas variansi. Pengujian linearitas kurva kalibrasi dilakukan melalui
35
perhitungan semua parameter regresi kuadratik maupun linear kemudian
parameter tersebut dibandingkan.
Tabel V.5 Konsentrasi dan luas area sampel simulasi glipizid
Konsentrasi
(mg/ml) Luas Area Rata-rata
0,01
584,5
586,7 588,7
587,0
0,02
1136,5
1136,7 1136,5
1137,1
0,03
1820,3
1820,1 1821,9
1818,2
0,04
2350,8
2351,8 2351,4
2353,2
0,05
2982,7
2982,7 2982,4
2982,9
0,06
3466,8
3471,5 3474,8
3472,9
0,07
4089,4
4090,3 4089,6
4091,8
y = 58,985.3466x + 13.8760
R2 = 0.9990
0
1000
2000
3000
4000
5000
0 0.02 0.04 0.06 0.08
konsentrasi (mg/mL)
luas
are
a (m
AU
)
Gambar V.4 Kurva linearitas glipizid
36
Persamaan regresi linier yang diperoleh adalah y = 58985,35 x + 13,88 dengan
koefisien korelasi r = 0,9995.
Tabel V.6 Parameter regresi linier dan kuadratik glipizid
Keterangan Linier Kuadratik
Persamaan regresi y = 58985,35 x +
13,88
y = -52361,29x2 +
63130,32x – 47,64
Kemiringan garis regresi/slope (b) 58985,32 -
Perpotongan garis dengan sumbu
y (a)
13,88 -
X rata-rata 0,0396 0,0396
Sy/x (simpangan baku residu) 44,191 43,463
(Sy/x)/b 0,001 0,001
Vx0 /koefisien variansi regresi (%) 1,893 1,862
E (sensitivitas) - 58985,32
r (koefisien korelasi) 0,9995 -
LOD/ Batas Deteksi (mg/mL) 0,0025 -
LOQ/ Batas Kuantisasi (mg/mL) 0,0075 -
Dari gambar kurva linearitas glipizid V.4 dan tabel diatas dapat dilihat bahwa
parameter regresi linier pada rentang konsentrasi 0,01 - 0,07 mg/mL seluruhnya
menunjukkan hasil yang baik dengan persamaan garis regresi y = 58985,35 x +
13,88, nilai Vx0 1,893 dan koefisien korelasi 0,9995. Sedangkan hasil perhitungan
parameter regresi kuadratik menghasilkan persamaan kuadratik y = -361,29x2 +
63130,31x – 47,64 dengan nilai Vx0 1,862. Pada tabel dapat dilihat bahwa Vxo
regresi linear > Vxo regresi kuadratik yang menunjukkan bahwa distribusi titik
kalibrasi lebih sesuai mengikuti regresi kuadratik, maka diperlukan uji linearitas
lanjutan dan kurva regresi linier tidak dapat digunakan untuk kurva kalibrasi.
Batas deteksi (BD) dan batas kuantisasi (BK) dihitung secara statistik dari kurva
kalibrasi menggunakan metode Deutsches Institut für Normung (DIN) 38402
yaitu BD 0,0025 mg/mL dan BK 0,0075 mg/mL.
Presisi atau keseksamaan adalah ukuran keterulangan metode analisis dan
dinyatakan sebagai simpangan baku relatif (SBR) atau koefisien variasi (KV). Uji
presisi dilakukan pada larutan sampel dengan matriks khusus ER untuk melihat
pengaruh matriks pembawa terhadap hasil presisi. Presisi dilakukan pada 6
produk dengan konsentrasi 100% dan disuntikan masing-masing sebanyak 3 kali.
37
Uji presisi dilakukan intra dan antar hari selama tiga hari berturut-turut dan
dihitung simpangan baku relatifnya harus memenuhi syarat keberterimaan < 2%.
Tabel V.7 Presisi intra hari glipizid dalam sampel simulasi
No
Waktu retensi (menit) Luas Area Kadar (%)
Hari ke Hari ke Hari ke
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 18,57 18,27 19,33 2837 3074 2957 95,00 100,66 97,18
2 18,61 18,18 19,32 2896 2991 2970 97,01 97,93 97,61
3 18,54 18,27 19,33 2849 3022 2976 95,41 98,94 97,81
4 18,55 18,24 20,27 2875 2950 3018 96,28 96,60 99,17
5 18,75 18,22 20,26 2846 2987 2948 95,32 97,82 96,90
6 18,53 18,56 19,84 2893 2993 2954 96,90 98,00 97,10
Rata-rata kadar (%) 95,99 98,32 97,63
SB 0,86 1,37 0,83
SBR (%) 0,90 1,40 0,86
Dari seluruh hasil presisi diatas diperoleh SBR berturut-turut pada hari ke-1, ke-2
dan ke-3 adalah sebesar 0,90%, 1,40% dan 0,86%, dimana seluruhnya lebih kecil
dari 2,0% sehingga dikatakan bahwa metode yang digunakan memenuhi syarat
presisi.
Tabel V.8 Presisi antar hari glipizid dalam sampel simulasi
Hari ke Kadar (%)
1 95,99
2 98,32
3 97,63
Rata-rata 97,31
SB 1,20
SBR (%) 1,23
Dari tabel diatas diperoleh hasil SBR pengujian presisi antar hari sebesar 1,23%,
memenuhi persyaratan kurang dari 2,0%. Dengan demikian hasil untuk parameter
presisi memenuhi persyaratan baik intra dan antar hari.
38
Selanjutnya dilakukan uji akurasi menggunakan larutan plasebo yang
ditambahkan baku dengan tiga rentang konsentrasi yaitu 70, 100 dan 130%. Hasil
akurasi bisa di lihat dalam tabel V.9.
Tabel V.9 Akurasi glipizid dalam sampel simulasi
No Persentase
Baku (%)
Luas
Area
Analit
sebenarnya (mg)
Analit
diperoleh (mg)
% Perolehan
kembali
1 70 2049,63 1,77 1,70 95,88
2 70 2076,60 1,77 1,72 97,14
3 70 2117,33 1,77 1,75 100,97
4 100 2951,93 2,53 2,44 103,46
5 100 2971,80 2,53 2,46 102,77
6 100 2992,97 2,53 2,47 102,04
7 130 3939,53 3,28 3,26 100,78
8 130 3907,40 3,29 3,23 101,61
9 130 3912,60 3,29 3,23 101,47
Rata-rata 100,68
Dari tabel V.9 dapat dilihat bahwa nilai persen perolehan kembali berkisar antara
95,888 – 103,46% dengan rata-rata 100,68%. Syarat persen perolehan kembali
untuk glipizid 0,05 mg/mL adalah 90 – 107%. Hasil ini menunjukkan bahwa
prosedur analisis yang digunakan memenuhi syarat akurasi.
Metode yang telah divalidasi kemudian diuji coba untuk digunakan pada uji
keseragaman kandungan dari sampel produk di perdagangan. Berikut hasil uji
keseragaman kandungan tahap 1 sebanyak 10 tablet terhadap 2 dosis tablet
glipizid ER (5 dan 10 mg/tablet).
39
Tabel V.10 Uji keseragaman kandungan tablet Glipizid ER 5 mg
Uraian Bobot (mg) fp Kons
(mg/mL)
Luas
Area
Glipizid yang
diperoleh (mg)
Kadar
(%)
Baku
(dari UKS)
101,4765/
100 mL 20 0,051 3042,0 - 99,74
Sampel 1 5 mg/tab 100 0,050 3364,1 5,60 111,90
Sampel 2 5 mg/tab 100 0,050 3363,6 5,59 111,89
Sampel 3 5 mg/tab 100 0,050 3497,4 5,82 116,34
Sampel 4 5 mg/tab 100 0,050 3292,8 5,48 109,53
Sampel 5 5 mg/tab 100 0,050 3289,6 5,47 109,42
Sampel 6 5 mg/tab 100 0,050 3349,2 5,57 111,41
Sampel 7 5 mg/tab 100 0,050 3372,2 5,61 112,17
Sampel 8 5 mg/tab 100 0,050 3306,9 5,50 110,00
Sampel 9 5 mg/tab 100 0,050 3394,3 5,64 112,91
Sampel 10 5 mg/tab 100 0,050 3368,9 5,60 112,06
Rata-rata 111,76
SD 2,01
AV 15,08
Tabel V.11 Uji keseragaman kandungan tablet Glipizid ER 10 mg
Uraian Bobot (mg) fp Kons
(mg/mL)
Luas
Area
Glipizid yang
diperoleh (mg)
Kadar
(%)
Baku
(dari UKS)
101,4765/
100 ml 20 0,051 3020,2 - 99,74
Sampel 1 10 mg/tab 200 0,050 3307,6 11,08 110,84
Sampel 2 10 mg/tab 200 0,050 3357,5 11,25 112,52
Sampel 3 10 mg/tab 200 0,050 3117,2 10,45 104,46
Sampel 4 10 mg/tab 200 0,050 3392,9 11,37 113,70
Sampel 5 10 mg/tab 200 0,050 2916,2 9,77 97,73
Sampel 6 10 mg/tab 200 0,050 3263,8 10,94 109,37
Sampel 7 10 mg/tab 200 0,050 3395,6 11,38 113,79
Sampel 8 10 mg/tab 200 0,050 3356,8 11,25 112,49
Sampel 9 10 mg/tab 200 0,050 3436,1 11,52 115,15
Sampel 10 10 mg/tab 200 0,050 3398,3 11,39 113,88
Rata-rata 110,39
SD 5,41
AV 21,87
40
Dari hasil percobaan dan perhitungan didapatkan nilai penerimaan (AV) sebesar
15,08 untuk sampel glipizid ER 5 mg nomor bets Z167702; dan 21,87 untuk
sampel glipizid ER 10 mg nomor bets Z008908. Untuk dosis pertama,
perhitungan AV berada pada ambang batas, sementara pada dosis ke-2 diperoleh
AV yang lebih besar dari nilai penerimaan yang dipersyaratkan, yakni 15. Hasil
tersebut memberikan gambaran kecenderungan bahwa semakin besar dosis,
semakin besar nilai AV meskipun dari segi persyaratan Farmakope Indonesia
belum bisa diambil keputusan karena jika AV > 15 harus dilakukan uji terhadap
20 tablet tambahan, dengan persyaratan nilai AV yang telah ditetapkan.
41
BAB VI KESIMPULAN
Prosedur analisis keseragaman kandungan glipizid ER dapat dilakukan secara
KCKT dengan sistem : fase gerak campuran dapar fosfat monobasa 0,1M pH 6,00
± 0,05 dan metanol (55:45), laju alir 1,0 mL/menit, suhu kolom 30ºC dan detektor
UV pada 225 nm dengan kolom YMC Triart C18 (150 x 4,6 mm, ID S-5 µm 12
nm); didahului dengan preparasi ekstraksi fase padat SPE – menggunakan sorben
jenis HLB, pengkondisian dengan 1 mL metanol dan 1 ml aquadest, loading
sampel 1 mL, pembilasan dengan 1 mL aquadest dan pengelusian dengan 1 mL
metanol. Hasil pengembangan dan validasi metode analisis tersebut memenuhi
syarat keberterimaan dengan data linearitas y = 58985,35x + 13,88; r = 0,9995;
batas deteksi 0,0025 mg/mL, dan batas kuantisasi 0,0075 mg/mL; SBR presisi
1,232% dan rata-rata % recovery 100,68%. Prosedur analisis ini dapat digunakan
pada pengujian keseragaman kandungan produk obat glipizid ER yang beredar di
pasaran.
42
DAFTAR PUSTAKA
Ahuja, S., M. W. Dong (2005) : Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC,
Elsevier Academic Press, New York.
Allen, L.V., Popovich, N.G., Ansel, H.C. (2011) : Ansel’s Pharmaceutical
Dosage Forms and Drug Delivery Systems: Solid oral modified-release
dosage forms and drug delivery systems, Wolter Kluwer, Lippincott
Williams & Wilkins., Philadelpia, 9th
Ed, p 257-270.
Anonim. (2014) : Care and Use Manual, Oasis HLB Catridges and 96 Well Plate,
Waters Corporation, Milford, USA.
AOAC. (2012) : Guidelines for Standard Method Performance Requirements,
AOAC Official Methods of Analysis, Appendix F.
Atif, M., Khalid, S.H., Kit, G.L.Onn., Sulaiman, S.A.S., Asif, M. dan
Chandersekaran., A. (2013) : Development and validation of RP-HPLC-
UV method for the determination of glipizide in human plasma, Journal of
Young Pharmacists, Reed Elsevier India Pvt. Ltd, 5 (2013) 26-29.
Brunton, L., Parker, K., Blumenthal, D., dan Buxton, I. (2008) : Goodman &
Gilman’s, Manual of pharmacology and therapeutics, McGraw-Hill
Companies, USA, p. 1039-1060.
Camel, Valeriae. (2003) : Solid Phase Extraction of Trace Elements in review,
Elsevier, Spectrochimica Acta Part B 58 (2003) 1177 – 1233, France.
Centre for Drug Evaluation and Research. (1994) : Reviewer Guidance.
Validation of Chromatographic Methods, p. 21-28.
Chan, C. (2004) : Analytical Methode Validation and Instrument Performance
Verification. John Wiley and Sons, Inc. Publication, Canada.
Depkes. (2009) : Farmakope Indonesia Ed IV Suplemen I, hal 1425.
Ermer, J., dan J.H. McB Miller (2005) : Method Validation in Pharmaceutical
Analylis. Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA, Weinheim.
Gottwald, W. (2000) : Statistik fuer Anwender, 1. Auflage, Wiley-VCH,
Weinheim, Bundesrepublik Deutschland, 2000, s. 89–146.
Hanai, T. (1999) : HPLC A Practical Guide, The Royal Society of Chemistry,
RSC Chromatography Monographs, Thomas Graham House, Science
Park, Milton Road Cambridge CB4 0WF, UK, 11-26.
43
Harris, D.C. (2007) : Quantitative chemical analysis: Sample preparation, W.H.
Freeman and Company, England, 7th
Ed, 28 : 656-659.
Harmita. (2004) : Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara
Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, 1: 117-135.
Hennion, M.C. (1999) : Solid-phase extraction: method development, sorbents,
and coupling with liquid chromatography, Journal of Chromatography A,
Elsevier Science B.V., France, 856 (1999) 3-54.
Ibrahim, S. (2004) : Berbagai Pendekatan pada Penaksiran Batas Deteksi dan
Batas Kuantisasi Suatu Metode Analisis Instrumental, Acta Pharm. Ind,
29 (4): 153-159.
Ibrahim, S. (2005) : Berbagai Pendekatan Pengujian Kelinieran Kurva Baku pada
Metode Analisis Instrumental. Acta Pharm. Ind, 30 (1): 30-34.
ICH. (1994) : Validation of analytical procedures: text and methodology,
International Conference on Harmonization, IFPMA, Geneva.
Kazakevich, Y. dan Lobrutto, R. (2007) : HPLC for Pharmaceutical Scientist,
John Wiley & Sons, Inc., Canada, p.361-384.
Kobylinska M, Bukowska-Kiliszek M, Barlinska M, Sobik B dan Kobylinska K,.
(2000) : Bioequivalence Study Of Two Brands Of Glipizide Tablets,
Polish Pharmaceutical Society, Acta Poloniae Pharmaceutica – Drug
Research, Poland, 57 (2) p.101-104.
Lakshmi, K.S., dan Rajesh, T. (2011) : Separation and quantification of eight
antidiabetic drugs on a high-performance liquid chromatography: Its
application to human plasma assay, ISRN Pharmaceutics, India, Vol 2011,
ID 521353, p 7.
Maderuelo, C., Zarzuelo, A. dan Lanao, J.M. (2011) : Critical Factors In The
Release Of Drug From Sustained Release Hydrophilic Matrices, Elsevier
B.V., Spain, Journal of Controlled Release 154 (2011) p.2-19.
Nickerson, B. (2011) : Sample Preparation of Pharmaceutical Dosage Forms,
Sample Preparation for Solid Oral Dosage Form, Springer, New York, 7,
p.145–174.
Qiu, Y., Zhang, G. (2000) : Research and development aspects of oral controlled-
release dosage forms. In : Handbook of Pharmaceutical Controlled
Release Technology, Wise DL. Eds. Marcel Dekker Inc.
Roerig. (2013) : Glucotrol XL, Division of Pfizer, http://ShowLabeling.aspx.htm,
New York, diakses tanggal 8 September 2014.
44
Rowe dan Raymond C., Sheskey, Paul J., Quinn, Marian E. : (2009) Handbook of
Pharmaceutical Excipients, Sixth edition, Pharmaceutical Press,
Washington.
Skoog, D.A., West, D.M., Holler, F.J., Crouch, S.T., (2004) : Fundamentals of
Analytical Chemistry, 8th ed, Thomson Brooks/Cole, USA, Chapter 32,
p.973-995.
Skoog, D.A., Holler F.J., Crouch, S.R, (2007) : Principles of Instrumental
Analysis, 6th ed, Thomson Brooks/Cole, USA, p.816-851.
The United States Pharmacopeial Convention. (2011) : Uniformity of Dosage
Unit, The United States Pharmacopoeia, Stage 6 Harmonization.
The United States Pharmacopeial Convention. (2012) : The United States
Pharmacopoeia, 35th ed, United State Pharmacopeial Convention Inc.,
Rockville, p. 3337.
Tran, D. (2010) : Oral Hypoglycemic Agent Toxicity, in overview, Department of
Emergency Medicine, North Shore-LIJ.
Tiwari, Sandip, B. dan Rajabi, A. R. (2008) : Modulation of Drug Release from
Hydrophilic Matrices, peer reviewed : Advancing Process Solution,
Pharmaceutical Technology, Extended Release-Improving Formulation of
HPMC Matrices, Colorcon, Inc., 415 Moyer Blvd.
Venkata Rayanam, I., Rao, A.L. dan Ramana, M.V. (2011) : Development and
validation of LC method for the estimation of glipizide in pharmaceutical
dosage form and serum, IJRPC 2011, 1(1), India.
Watson dan David, G. (2005) : Pharmaceutical Analysis : A Textbook for
Pharmacy Student and Pharmaceutical Chemists, 2nd
ed, Elsevier,
Glasgow, UK.
Wells, M.J.M. (2000) : Essential Guides to Method Development in Solid-Phase
Extraction, in I.D. Wilson, E.R. Adlard, M. Cooke, and C.F. Poole, eds.,
Encyclopedia of Separation Science, Vol. 10, Academic Press, London,
2000, p.4636-4643.
Recommended