View
23
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PENGEMBANGAN KAMUS ISTILAH PEWAYANGAN
SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
DI SMP
Skripsi
“Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)”
Oleh
Nama : Laely Rachmawati
NIM : 2013840029
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
i
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Skripsi, Agustus 2018
Laely Rachmawati (2013840029)
PENGEMBANGAN KAMUS ISTILAH PEWAYANGAN SEBAGAI MEDIA
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP
xvii + 152 halaman, 24 tabel, 20 gambar, 17 lampiran
ABSTRAK
Kamus istilah pewayangan ini sebagai media pembelajaran bahasa
Indonesia. Sebagai pemahaman siswa mengenai budaya, khususnya
nilai-nilai yang terkandung dalam cerita wayang. Tujuan penelitian ini
adalah: 1) Mengembangkan media pembelajaran sebagai media
pembelajaran Bahasa Indonesia untuk siswa kelas VII. 2) Mengetahui
kelayakan dari media pembelajaran kamus istilah pewayangan pada
pembelajaran bahasa Indonesia. Metode penelitian ini menggunakan
Research and Development. Dengan langkah-langkah penelitian: 1)
Analisis, 2) Desain, 3) Pengembangan, 4) Implementasi, 5) Evaluasi.
Penelitian ini dilakukan di SMP Plus Pewaris Peradaban. Pengembangan
media pembelajaran ini melibatkan 2 ahli sebagai validator desain produk,
melibatkan 2 guru bahasa Indonesia dan melibatkan 32 siswa kelas VIII
SMP Plus Pewaris Peradaban dalam uji coba produk. Instrument yang
digunakan dalam penelitian menggunakan kuesioner dengan skala
Guttman dengan metode Kuder Richardson. Selanjutnya ditabulasi dan
dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kualitas media yang
dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian pada validasi ahli bahasa dan
ahli media diperoleh nilai 0,880%, oleh guru bahasa Indonesia
ii
memperoleh nilai 0,880% dan oleh siswa memperoleh nilai 872,29%.
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa pengembangan
media pembelajaran kamus istilah pewayangan mendapatkan respon
yang sangat baik. Dapat disimpulkan bahwa pengembangan media
pembelajaran kamus istilah pewayangan layak di gunakan sebagai media
pembelajaran bahasa Indonesia.
Kata kunci : Media Pembelajaran, Kamus Istilah Pewayangan, Research
and Development, Produk.
Daftar Pustaka (2002-2017)
iii
iv
v
vi
vii
viii
PERSEMBAHAN
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa
terimakasih kepada semua pihak atas dukungan moral maupun materil
yang sangat berarti sehingga penulis skripsi ini dapat diselesaikan,
diantaranya:
1. Ucapan terima kasih dan rasa syukur yang tak terhingga yang telah
Allah SWT berikan.
2. Penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ayahanda Soleman dan
Ibunda Suyatmi yang selalu mendoakan dan mencurahkan kasih
sayangnya selalu kepadaku.
3. Kakakku Resty Agus Setiawati yang selalu memberi semangat dan
telah membantu mencari sekolah untuk tempat penelitian.
4. Adikku Satrio Nugroho yang selalu memberi semangat selama
pembuatan skripsi ini.
5. Saudara-saudaraku, tante dan, paman yang selalu mendoakan dan
memberi semangat.
6. Bapak Ahmad Fadly, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang selalu
sabar membimbingku dari awal pembuatan skripsi hingga
penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati peneliti mohon maaf
yang sebesar-besarnya atas kekurangan yang terdapar dalam penulisan
skripsi ini dan untuk itu semua saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
ix
MOTTO
“Sabar bukan tentang
berapa lama kau bisa menunggu.
Melainkan tentang bagaimana perilakumu
Saat menunggu”
” Orang yang paling pemaaf
adalah ia yang mau memaafkan
meski bisa membalas dendam”
(Imam Husain)
x
KATA PENGANTAR
Bismilahirrohmanirrahim
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, penulis panjatkaan ke hadirat
Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua,
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta kepada umatnya yang selalu
melaksanakan ajarannya.
Skripsi ini sengaja penulis ajukan sebagai salah satu syarat dalam
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Skripsi ini berjudul
Pengembangan Kamus Istilah Pewayangan Sebagai Media Pembelajaran
Bahasa Indonesia di SMP Plus Pewaris Peradaban ditujukan sebagai
media pembelajaran bahasa Indonesia pada kelas VIlI SMP Plus Pewaris
Peradaban, dengan materi pengenalan budaya. Dalam penulisan skripsi
ini tentu masih banyak kekurangan dan kelemahannya, untuk itu penulis
ingin menyampaikan permohonan kritik dan saran dalam rangka
penyempurnaan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini tidak mugkin dapat
terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dalam
kesempatan yang baik ini penulis ingin meyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini,
terutama kepada:
1. Bapak Dr. Iswan, SE., M.Si. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Jakarta, yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi di fakultas ini.
2. Ibu Khaerunnisa, M.Pd., Ketua Program Studi Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Jakarta dan selaku dosen penguji satu pada sidang skripsi, yang
telah memberikan dorongan dan arahan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu.
xi
3. Bapak Ahmad Fadly, M.Hum., pembimbing skripsi yang telah
mengarahkan dan meluruskan jalan pikiran penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Aida Sumardi, M.Pd., selaku dosen penguji dua pada sidang
skripsi, yang telah memberikan dorongan dan arahan kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu.
5. Orang tua penulis, kakak, adik, saudara, teman, dan sahabat, yang
telah banyak memberikan semangat baik moril maupun materil
dalam melanjutkan studi di Universitas ini serta penyelesaian studi
dengan tepat waktu.
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang
telah memberikan bantuan dan dukungan serta semangat kepada
penulis dalam rangka penyelesaian studi dan penyusunan skripsi
ini.
Akhirnya dengan segala ketulusan hati yang bersih dan ikhlas,
penulis berdoa semoga amal baik yang telah mereka berikan mendapat
pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.
Jakarta, Oktober 2018
Penulis
Laely Rachmawati
xii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ iii
PERSETUJUAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ......................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... v
PAKTA INTEGRITAS ........................................................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ........................ vii
PERSEMBAHAN .................................................................................. viii
MOTTO ................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ............................................................................ xi
DAFTAR ISI ......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Fokus Penelitian ..................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah ............................................................ 5
D. Rumusan Masalah ................................................................. 6
E. Tujuan Penelitian ................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ................................................................. 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoretis ....................................................................... 9
B. Kerangka Berpikir ................................................................... 67
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 70
B. Metode Penelitian .................................................................... 71
C. Desain Penelitian .................................................................... 75
D. Subjek Penelitian ..................................................................... 78
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 78
xiii
F. Teknik Analisis Data ................................................................ 89
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ......................................................................... 92
B. Interpretasi Hasil Penelitian ..................................................... 144
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 147
B. Saran-saran ............................................................................ 148
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 150
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................ 153
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Rincian Pelaksanaan Penelitian .......................................... 70
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Ahli Bahasa ........................................... 80
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Ahli Media ............................................. 82
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen untuk Guru ............................................ 83
Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen untuk Siswa ........................................... 86
Tabel 3.6 Kriteria Penilaian ................................................................. 91
Tabel 4.1 Kriteria Penilaian ................................................................. 104
Tabel 4.2 Aspek Perangkat Lunak ...................................................... 105
Tabel 4.3 Aspek Komunikasi Visual .................................................... 106
Tabel 4.4 Aspek Tipe Lema ............................................................... 108
Tabel 4.5 Aspek Pendefinisian ............................................................ 109
Tabel 4.6 Aspek Kebahasaan ............................................................. 111
Tabel 4.7 Aspek Keterbacaan ............................................................. 112
Tabel 4.8 Aspek Kesesuaian dengan Tingkat Perkembangan
Peserta Didik ....................................................................... 113
Tabel 4.9 Aspek Penggunaan Istilah, Simbol, atau Ikon ..................... 114
Tabel 4.10 Aspek Keseluruhan ............................................................ 116
Tabel 4.11 Aspek Tipe Definisi Lema .................................................. 124
Tabel 4.12 Aspek Keterbacaan ............................................................ 126
Tabel 4.13 Aspek Pilihan Kata ............................................................. 128
Tabel 4.14 Aspek Tampilan Menarik ................................................... 129
Tabel 4.15 Aspek Kemanfaatan ........................................................... 131
Tabel 4.16 Aspek Penyajian Materi ..................................................... 132
Tabel 4.17 Rata-rata dari Seluruh Aspek Penilaian ............................. 134
Tabel 4.18 Aspek Tipe Definisi Lema .................................................. 135
Tabel 4.19 Aspek Keterbacaan ............................................................ 137
Tabel 4.20 Aspek Pilihan Kata ............................................................. 138
Tabel 4.21 Aspek Tampilan Menarik ................................................... 139
Tabel 4.22 Aspek Kemanfaatan ........................................................... 141
Tabel 4.23 Aspek Penyajian Materi ..................................................... 142
xv
Tabel 4.24 Nilai Uji Coba Oleh Siswa Secara Keseluruhan ................. 143
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Daftar Lema dan Wordform pada AntConc ..................... 69
Gambar 3.1 Tahapan Pengembangan Produk ..................................... 72
Gambar 3.2 Antconc Kumpulan Cerita Wayang ................................. 76
Gambar 3.3 Lexique Pro Penyusunan Kamus Istilah Pewayangan .... 77
Gambar 4.1 Tampilan Awal Kamus Pewayangan ............................... 96
Gambar 4.2 Create New Lexicon ......................................................... 96
Gambar 4.3 Create New Lexicon ........................................................ 97
Gambar 4.4 Create New Lexicon ......................................................... 97
Gambar 4.5 Create New Lexicon ......................................................... 98
Gambar 4.6 Create New Lexicon ......................................................... 98
Gambar 4.7 Basis Data Kamus yang Sudah Siap ............................... 99
Gambar 4.8 Menambah Kelas ............................................................. 100
Gambar 4.9 Menambahkan Gambar .................................................. 101
Gambar 4.10 Mencetak Bentuk Microsoft Word ................................... 101
Gambar 4.11 Mencetak Bentuk Microsoft Word ................................... 102
Gambar 4.12 Kamus Istilah Pewayangan Berbentuk Microsoft Word .. 102
Gambar 4.13 Kamus Istilah Pewayangan Berbentuk Web .................. 103
Gambar 4.15 Sebelum Revisi .............................................................. 119
Gambar 4.16 Setelah Revisi ................................................................. 119
Gambar 4.17 Sebelum Revisi ............................................................... 120
Gambar 4.18 Setelah Revisi ................................................................. 121
Gambar 4.19 Sebelum Revisi ............................................................... 122
Gambar 4.20 Setelah Revisi ................................................................. 122
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tampilan Kamus Istilah Pewayangan ................................ 153
Lampiran 2 Profil Sekolah ..................................................................... 156
Lampiran 3 Surat Penelitian .................................................................. 159
Lampiran 4 Surat Balasan Sekolah ........................................................ 160
Lampiran 5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ................................. 161
Lampiran 6 Kompetensi Dasar............................................................... 167
Lampiran 7 Biodata Uji Validasi Ahli Media ........................................... 173
Lampiran 8 Kuesioner Penilaian Oleh Ahli Media ................................. 175
Lampiran 9 Biodata Uji Validasi Ahli Bahasa ........................................ 177
Lampiran 10 Kuesioner Penilaian Ahli Bahasa ..................................... 179
Lampiran 11 Kuesioner Penilaian Untuk Guru ...................................... 180
Lampiran 12 Kuesioner Penilaian Untuk Siswa .................................... 184
Lampiran 13 Aspek Penilaian Siswa ..................................................... 118
Lampiran 14 Dokumentasi Penelitian ................................................... 186
Lampiran 15 Kartu Bimbingan ............................................................... 189
Lampiran 16 Kartu Menyaksikan Ujian Skripsi ...................................... 193
Lampiran 17 Daftar Riwayat Hidup Penulis ........................................... 194
1
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesenian Wayang merupakan seni tradisional yang
berkembang di Indonesia terutama di Pulau Jawa dan Bali. Ada dua
versi wayang yang dimainkan oleh dalang yaitu orang yang memakai
kostum atau sering dikenal dengan wayang orang dan wayang yang
berwujud boneka dan berasal dari kayu, kulit binatang, dan rumput
sehingga dinamai wayang kayu, wayang kulit, dan wayang rumput.
Cerita yang dikisahkan dalam pagelaran wayang biasanya berasal
dari Mahabharata dan Ramayana yang telah digubah oleh para
pujangga dan empu di Nusantara. Handayani menyatakan cerita
pewayangan selalu memiliki daya tarik tersendiri karena mengandung
unsur seni, hiburan, ataupun ajaran moral bagi kehidupan masyarakat.
(Soetomo, 2000:73)
Cerita wayang disebut sebagai sastra atau cerita tradisional
karena telah lama menjadi milik bangsa dan mewaris secara turun-
temurun kepada tiap generasi, terutama secara lisan pada masyarakat
Jawa. Wayang tumbuh dan berkembang pada masyarakat Jawa sejak
zaman prasejarah, tetapi pada perkembangannya, ia juga dikenal,
dimiliki, dan dikembangkan oleh berbagai etnis dengan berbagai
bahasa dan sastra daerah yang lain. Dengan demikian, cerita wayang
mampu bertahan sepanjang masa, melewati zaman demi zaman dan
tiap zaman memiliki ciri khas.
Dalam pertunjukan wayang, semua nilai-nilai lokal disampaikan
dalam pagelaran melalui tokoh-tokoh wayang yang dimainkan oleh
sang dalang. Wayang sesuai harkat dan hakikat hidupnya. Seni
budaya dalam pertunjukan wayang sangat penting dalam ikut serta
mendidik moral masyarakat atau anak didik di sekolah, sebab
merekalah penerus bangsa.
2
Meski memiliki tampilan yang berbeda dengan permainan
daring (game online) atau media permainan remaja lainnya, wayang
tidak menampilkan tindakan anarkis. Di dalam seni cerita atau
pertunjukan wayang kulit terdapat banyak kisah dan narasi yang kaya
akan filosofi hidup, petuah bijak, dan pendidikan moral yang saat ini
dibutuhkan oleh generasi penerus bangsa ini. Oleh karena itu,
generasi muda perlu dikenalkan sehingga mereka menyadari
pentingnya warisan budaya bangsa. Akibatnya, mereka melestarikan
dan mengembangkan dengan inovasi yang positif.
Kebutuhan siswa terhadap layanan teknologi berbasis IT
sangat bervariatif, salah satu kebutuhan adalah kebutuhan akan
ketersediaan kamus dengan berbagai kepentingan mulai dari kamus
yang bersifat umum seperti kamus bahasa hingga kamus istilah-istilah
khusus. Sesuai dengan salah satu ayat yang berkaitan dengan ini,
yang telah peneliti kutip yaitu pada surat An Naml ayat 40:
ك ي ل د إ ت ر ن ي ل أ ب ه ق يك ب آت ا ن اب أ ت ك ل ن ا م م ل ع ه د ن ي ع ذ ل ال ا ك ق ف ر م ط ل ا ف
ر ك ن ش م ر و ف ك م أ أ ر ك ش أ أ ي ن و ل ب ي ي ل ب ل ر ض ن ف ا م ذ ال ه ق ه د ن ا ع ر ق ت س م آه ر
ا م ن إ يم ف ر ي ك ن ي غ ب ن ر إ ر ف ف ن ك م ه و س ف ن ر ل ك ش ي
Artinya:
”Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: "Aku akan
membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip".
Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di
hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk
mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan
nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur maka
sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan
barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha
Kaya lagi Maha Mulia".
Ayat di atas menjelaskan tentang inovasi teknologi informasi
yang terus berkembang hingga sekarang. Mulai dari jaman dahulu
adanya media SMS untuk mengirim pesan dalam hitungan detik,
hingga kini banyak sekali hal dari berbagai penjuru dunia yang dapat
3
di akses via internet. Semakin pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih. Dewasa ini,
menjadikan kebutuhan terhadap kamus tidak dapat dipungkiri lagi.
Kamus menjadi sebuah buku yang memiliki urgensi tinggi,
apalagi bagi mereka yang berkecimpung di lingkungan akademis.
Bahkan para ilmuwan, cendekiawan, budayawan serta masyarakat
umum pun tidak bisa menghindari kebutuhan akan kamus. Kamus
istilah merupakan kamus yang hanya memuat kata-kata atau
gabungan kata yang menjadi istilah dalam suatu bidang tertentu.
Melestarikan wayang, perlu diintegrasikan dengan pembelajaran
Bahasa dan Sastra di sekolah. Masih kurangnya kamus istilah
pewayangan yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran di
sekolah. Untuk itu, peneliti berupaya melakukan penelitian
pengembangan kamus istilah pewayangan sebagai media
pembelajaran bahasa Indonesia pada materi Mewariskan Budaya
melalui Teks Prosedur di SMP kelas VII. Upaya ini juga bermanfaat
untuk peningkatan literasi siswa, khususnya di tingkat SMP.
Kemampuan literasi dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Pada saat ini sudah banyak sekolah yang berusaha untuk
meningkatkan kemampuan literasi para siswanya. Secara umum,
upaya yang dilakukan adalah mengadakan pembiasaan atau lebih
dikenal dengan istilah pembudayaan literasi, yakni pembiasaan
melalui pengembangan atau penciptaan budaya literasi. Meskipun
demikian, pengembangan budaya literasi ini masih terkendala
kurangnya media yang mampu menarik minat siswa dalam mengenal
wayang. Oleh karenanya, dibutuhkan media untuk menstimulasi
(membangkitkan) minat siswa agar tertarik dengan pewayangan
Indonesia.
Dengan dasar pemikiran tersebut di atas peneliti terdorong
untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Pengembangan Kamus
Istilah Pewayangan sebagai Media Pembelajaran Bahasa Indonesia di
SMP.
4
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian ini, persoalan-
persoalan yang muncul dapat difokuskan sebagai berikut:
1. Penentuan korpus data untuk pengembangan kamus istilah
pewayangan.
2. Pengembangan kamus istilah pewayangan
3. Implementasi kamus istilah pewayangan sebagai bahan ajar pada
pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Plus Pewaris Peradaban.
C. Pembatasan Masalah
Permasalahan yang telah dijelaskan dalam latar belakang masih
terlalu luas sehingga tidak dapat diteliti seluruhnya dalam penelitian
ini. Oleh karena itu, dengan mengembangkan kamus istilah
pewayangan sebagai media pembelajaran dengan rendahnya minat
siswa dalam belajar bahasa Indonesia yang masih kurangnya
referensi dengan menggunakan kamus dalam mata pelajaran bahasa
dan sastra Indonesia.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan pada pembatasan masalah di
atas, sebagai berikut:
1. Bagaimana tahap pengembangan kamus istilah pewayangan
sebagai media pembelajaran bahasa Indonesia?
2. Bagaimana tingkat kelayakan produk kamus istilah pewayangan
sebagai media pembelajaran bahasa Indonesia?
3. Bagaimana perancangan kamus istilah pewayangan sebagai bahan
ajar pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Plus Pewaris
Peradaban?
5
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian pengembangan kamus istilah
pewayangan sebagai media pembelajaran bahasa Indonesia di SMP
ini adalah:
1. Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan mengembangkan kamus
istilah pewayangan berbasis korpus yang berasal dari cerita rakyat
atau kisah wayang.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus ini adalah sebagai berikut.
a) Untuk menjadikan kamus istilah pewayangan sebagai media
pembelajaran pada mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP.
b) Untuk mengetahui tingkat kelayakan produk kamus istilah
pewayangan sebagai media pembelajaran bahasa Indonesia.
c) Untuk merancang kamus istilah pewayangan sebagai media
pembelajaran bahasa Indonesia di SMP.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut;
1. Manfaat Teoretis
a) Kamus istilah pewayangan dapat diimplementasikan kan dalam
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah sebagai
media pembelajaran.
b) Kamus istilah pewayangan berkontribusi dalam pengembangan
ilmu linguistik, khususnya bidang leksikografi atau perkamusan.
c) Untuk meningkatkan wawasan dan menunjang pengetahuan
tentang kamus istilah pewayangan bagi pelajar, mahasiswa
maupun masyarakat umum yang sedang mempelajari budaya
kesenian wayang.
2. Manfaat Praktis
6
Peneliti meneliti tentang pengembangan kamus istilah
pewayangan sebagai media pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah. Manfaat praktis dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai
informasi bagi para peneliti bahasa Indonesia pada khususnya. Di
samping itu bermanfaat pula bagi masyarakat Indonesia sebagai
pemilik bahasa.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis
Pada bagian ini dijelaskan hakikat kamus, sejarah kamus dan
penggunaan kamus, kamus istilah, korpus data kamus, Istilah Antconc
dan Lexique pro, pendefinisian kamus, pendefinisian lema
menggunakan teori Genus dan Differentia, istilah pewayangan, dan
istilah kebudayaan.
1. Hakikat Kamus
Secara umum kamus berisi berbagai informasi tentang kata,
penulisan kata, kategori kata, dan makna kata, serta cara
penggunaan kata. Untuk menyusunnya, diperlukan pemahaman
leksikografi dan leksikologi. Kedua istilah itu sering kali disamakan
padahal keduanya merupakan dua istilah yang berbeda. Hal ini
karena leksikografi adalah praktik dari leksikologi. Secara sederhana,
leksikografi disebut sebagai penerapan praktis dari leksikologi.
Hubungan antara leksikografi dengan leksikologi memang dekat
sekali sehingga batas antara keduanya seringkali sulit untuk
ditentukan. Menurut Chaer (2007:177) ilmu mengenai leksikon
disebut leksikologi (pakarnya disebut leksikolog), sedangkan
penulisan mengenai leksikologi disebut leksikografi (pakarnya
disebut leksikograf).
Jadi leksikografi dapat disimpulkan sebagai pembuatan kamus,
tanpa produk kamus tidak dapat disebut leksikografi. Dalam kamus
Van Dale (dalam Boon 2005) lexicon dijelaskan berasal dari bahasa
Yunani yang bermakna ‘kamus’. Webster (2000) menyebutkan
lexicon berarti ‘kamus’ yang berasal dari lexis yang dalam bahasa
Yunani berarti ‘kata’. Dalam sambutannya pada Sanggar Kerja
Internasional tentang Leksikologi dan Leksikografi pada tahun 2002
dan hasilnya diterbitkan pada tahun 2003, Kridalaksana juga
8
menjelaskan hal yang sama, bahwa leksikon berasal dari bahasa
Yunani yang berarti ‘kata’, namun secara umum istilah tersebut
bermakna ‘kosakata’ atau ‘perbendaharaa kata’ (Nuriah, 2014:120).
Adapun kata kamus menurut Chaer, adalah kata serapan dari
bahasa Arab yaitu qamus (Chaer, 2007:179). Kata qamus itu sendiri
berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu okeanos yang berarti
‘lautan’. Dari sejarah kata kamus ini dapat diketahui bahwa makna
dasar dari kata kamus yaitu sebagai wadah pengetahuan, khususnya
pengetahuan bahasa. Menurut Setiawati menyatakan Kamus adalah
sebuah karya yang berfungsi sebagai referensi (Kushartanti,
2016:46).
Adapun menurut Tarigan (2009:163) kamus adalah daftar bentuk-
bentuk lingustik yang telah disosialisasikan dan tersusun secara
bersistem, yang dihimpun dari kebiasaan-kebiasaan bahasa
masyarakat tertentu, dikomentari oleh sang pengarang dengan cara
yang sedemikian rupa sehingga pembaca yang memenuhi syarat
memahami makna setiap bentuk terpisah, dan diberi informasi
mengenai fakta-fakta yang relevan yang ada kaitannya dengan
fungsi tersebut di dalam masyrakatnya.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa kamus merupakan buku yang berisi seleksi kata yang disusun
secara alfabetis dengan pejelasan makna dan informasi yang
berkenaan dengannya dan dideskripsikan dalam bahasa yang sama
atau berbeda, yang memuat kata dan ungkapan dan memuat
kumpulan istilah atau nama. Biasanya disusun menurut abjad berikut
keterangannya. Kemudian dikompilasi dari kebiasaan bicara,
sedemikian rupa sehingga pembaca mengerti arti yang
didefinisikannya, definisi tersebut mengacu pada genus dan
differentia.
a. Fungsi kamus
Menurut Chaer (2007:184-185) kamus berfungsi
menampung konsep-konsep budaya dari masyarakat atau bangsa
9
penutur bahasa tersebut oleh karena itu, tidak mengherankan
kalau banyak kebudayaan besar di dunia ini bangga akan kamus
bahasanya itu. Selain berfungsi sebagai wadah penghimpun
konsep-konsep budaya, kamus juga memiliki fungsi-fungsi praktis,
seperti sarana mengetahui makna kata, sarana mengetahui lafal
dan ejaan sebuah kata, sarana untuk mengetahui asal-usul kata,
dan sarana untuk mengetahui berbagai informasi mengenai kata
lainnya.
Fungsi kamus menurut Tarigan (2009:171) yaitu menjelaskan
arti kata-kata. Mungkin arti kata itu yang berlaku dan terpakai
pada masa sekarang ini saja, atau arti kata sesuai dengan
perkembangannya dari masa ke masa. Menerangkan cara
melafalkan kata dan menerangkan cara menuliskan kata, lebih-
lebih bila huruf alfabet yang ditulis tidak mewakili sepenuhnya
suara yang dilafalkan.
Para ahli lain mengatakan menurut Setiawan (2015:170)
fungsi kamus yang pertama adalah menjelaskan makna atau arti
sebuah kata. Namun, tidak semua kamus tidak semua kamus
dapat memberikan informasi mengenai makna sebuah kata
karena keterbatasan isi. Sebuah kamus yang ideal juga
berfungsi menjelaskan lafal atau ucapan sebuah kata. Pada
bahasa-bahasa yang sistem ejaannya tidak ideal (satu fonem
dilambangkan dengan satu huruf atau sebaliknya) seperti bahasa
Inggris, di dalam kamusnya setiap kata tentu disertai dengan
ejaan fonetis untuk menunjukkan bagaimana lafal kata-kata itu.
Sebuah kamus yang ideal juga berfungsi memberi petunjuk
bagaimana ejaan yang benar dari setiap kata. Memberikan
informasi mengenai kata, seperti asal-usul kata, kategori
gramatikal, bidang pemakaian kata, dan pilihan penggunaan
kata. Asal-usul kata ditandai dengan label-label dalam bentuk
singkatan yang diletakkan di belakang kata, misalnya Jk berasal
dari dialek Jakarta, Jw berasal dari dialek Jawa. Dengan
10
demikian, sebuah kamus yang ideal juga berfungsi sebagai
sumber pengambilan kata untuk menciptakan istilah. Memang,
dalam hal pengambilan kata untuk sebuah istilah ada skala
proiritasnya. Namun, kata yang diambil tentu bersumber dari
kamus. (Rosmanuddin, 2009:2)
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa fungsi kamus merupakan sarana mengetahui makna,
mengetahui ejaan dan sebuah kata, mengetahui berbagai
informasi mengenai kata lainnya. Menerangkan cara melafalkan
kata dan menerangkan cara menuliskan kata, lebih-lebih bila huruf
alfabet yang ditulis tidak mewakili sepenuhnya suara yang
dilafalkan dan sebagai sumber pengambilan kata untuk
menciptakan istilah.
b. Kriteria Kamus
Penyusunan kamus, terdapat kriteria yang menjadi prasyarat
kamus yang ideal. Sterkenburg (2003:5) menyebutkan ada tiga
kriteria, yaitu: (1) kriteria formal, (2) kriteria fungsional dan (3)
kriteria tentang konten. Sementara itu, Setiawan menawarkan
kriteria yang lebih banyak. Ia menyatakan bahwa sebuah buku
dikatakan sebagai kamus apabila memiliki tujuh kriteria, yaitu 1)
kamus merupakan urutan paragraf yang terpisah, 2) kamus
dirancang sebagai rujukan, 3) kamus memiliki dua struktur, 4)
kamus merupakan seperangkat urutan, 5) kamus merupakan
daftar unit bahasa, 6) kamus merupakan buku pelajaran, 7) kamus
menginformasikan tanda bahasa (Setiawan, 2015:23).
Menurut Syihabuddin (2002:31) menyatakan ada empat
syarat yang harus dipenuhi sebuah kamus agar ia menjadi kamus
ideal, kamus yang baik dan memenuhi kriteria itu adalah 1)
kelengkapan, 2) keringkasan, 3) kecermatan, dan 4) kemudahan
penjelasan.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
kriteria kamus kelengkapan kamus yang ideal, paling tidak
11
mencakup beberapa hal yaitu menerangkan cara pelafalan kata
yang dijadikan lema atau entri, pemakaian definisi yang baik dan
mudah, penyajian kata pengantar berkenaan dengan khalayak
sasaran kamus. Kamus memiliki kelengkapan, ringkas, cermat,
dan mudah dipahami.
c. Struktur Kamus
Struktur kamus terdiri atas lima bagian, yaitu struktur makro,
struktur mikro, struktur frame, struktur rujuk silang, dan struktur
akses. Namun, tidak semua kamus memiliki semua struktur itu.
Untuk itu perlu adanya kajian yang mendalam yang berkaitan
dengan struktur kamus (Simpson, 2014:87).
Bergenholtz dan Trap menyatakan bahwa mikrostruktur
merupakan struktur kamus yang memberi informasi pada setiap
lema. Lebih lanjut dinyatakan bahwa informasi pada setiap lema
dapat dipilah menjadi lima bagian, yaitu informasi gramatikal,
informasi kolokasi, sinonim dan antonim, contoh penggunaan, dan
equivalensi (Teguh, 2004:4). Sejalan dengan pendapat di atas.
Menurut Hartmann (2001:7) juga menyatakan bahwa struktur
kamus pada mikrostruktur mengacu pada penyusunan informasi
setiap entri dalam kamus.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
struktur kamus yang memberikan informasi pada setiap lema yang
terbagi menjadi struktur mikro, frame, rujuk silang dan akses.
Kemudian memberikan informasi gramatikal, sinonim dan
antonim, dan iformasi kolokasi.
d. Jenis Kamus
Menurut (Chaer, 2007:196-197) ada beberapa kriteria yang
digunakan untuk menyebutkan nama jenis kamus, di antaranya
berdasarkan bahasa sasaran berupa kamus ekabahasa, kamus
dwibahasa, dan kamus aneka bahasa. Jenis-jenis kamus
berdasarkan bahasa sasarannya yaitu:
1) Kamus Ekabahasa
12
Kamus ekabahasa adalah kamus bahasa yang
sumbernya sama dengan bahasa sasarannya atau dengan
kata lain, kata-kata yang dikamuskan dijelaskan maknanya
dengan kata-kata dari bahasa yang sama.
2) Kamus Dwibahasa
Kamus dwibahasa adalah kamus yang bahasa
sumbernya tidak sama dengan bahasa sasarannya. Dengan
kata lain kata-kata dari bahasa yang dikamuskan dijelaskan
dengan kata-kata dari bahasa lain. Misalnya dalam Kamus
Indonesia-Inggris.
3) Kamus Aneka Bahasa
Kamus aneka bahasa adalah kamus yang kata-kata
bahasa sumber dijelaskan dengan padanannya dalam tiga
bahasa atau lebih.
Menurut Setiawan (2015:200) jenis-jenis kamus berdasarkan
ukurannya yaitu:
1) Kamus Besar
Kamus besar adalah kamus yang memuat semua
kosakata, termasuk gabungan kata, idiom, ungkapan,
peribahasa, akronim, singkatan, dan semua bentuk
gramatika dari bahasa tersebut, baik yang masih digunakan
maupun yang sudah arkais.
2) Kamus Terbatas
Kamus terbatas adalah kamus yang jumlah katanya
yang dimasukkan sebagai lema dibatasi, begitu juga dengan
makna dan keterangan-keterangan lain dibatasi. Contohnya
kamus saku, dan kamus pelajar.
Menurut Tarigan (2009:105-107) berikut ini jenis-jenis kamus
berdasarkan isinya.
1) Kamus Lafal
Kamus lafal adalah kamus berisi lema-lema yang
disusun dari a sampai z disertai dengan petunjuk cara
13
mengucapkan lema-lema tersebut dan tidak ada keterangan
lain.
2) Kamus Ejaan
Kamus ejaan adalah kamus yang mendaftarkan lema
dengan ejaan yang benar, sesuai dengan pedoman ejaan,
serta pemenggalan kata atas suku katanya. Kamus ejaan
berfungsi menunjang pemakaian bahasa baku tulis.
3) Kamus Sinonim
Kamus sinonim adalah kamus yang penjelasan makna
lemanya hanya berupa sinonim dari kata-kata tersebut, baik
dalam bentuk sebuah kata maupun dalam bentuk gabungan
kata.
4) Kamus Antonim
Kamus antonim adalah kamus yang penjelasan
lemanya dalm bentuk kata yang merupakan kebalikannya,
lawannya, atau kontrasnya.
5) Kamus Homonim
Kamus homonim adalah kamus yang mendaftar
bentuk-bentuk yang berhomonim beserta dengan makna
atau penjelasan konsepnya.
6) Kamus Ungkapan/idiom
Kamus ungkapan atau idiom adalah kamus yang
memuat satuan-satuan bahasa berupa kata atau gabungan
kata yang maknanya tidak diprediksi saru unsur-unsur
pembentukannya, baik secara leksikal maupun gramatikal.
7) Kamus Singkatan/Akronim
Kamus singkatan atau kamus akronim dalam kamus
yang hanya memuat singkatan kata dan akronim yang ada
dalam satu bahasa yang dijelaskan dengan kepanjangannya
saja.
14
8) Kamus Etimologi
Kamus etimologi adalah kamus yang penjelasan
lemanya bukan mengenai makna, melainkan mengenai asal-
usul kata itu, serta perubahan-perubahan bentuknya.
9) Kamus Istilah
Kamus istilah adalah kamus yang hanya memuat kta-
kata atau gabungan kata yang menjadi istilah dalam suatu
bidang ilmu atau kegiatan tertentu. Oleh karena itu, di dalam
kepustakaan akan kita jumpai misalnya, kamus (istilah)
linguistik, kedokteran, olahraga, ekonomi dan tehnik.
10) Kamus Peribahasa
Kamus peribahasa memuat berbagai jenis pribahasa.
Kamus ini disusun berdasarkan abjad, tetapi dipilih satu kata
sebagai lema untuk menjelaskan peribahasa yang di
dalamnya terkandung kata-kata yang berkaitan dengan
lema.
Para ahli lain mengatakan menurut Lauder (2005:224)
bahwa jenis kamus berdasarkan isinya yaitu terdapat kamus
berbentuk perangkat lunak dan kamus elektronik. Pesatnya
perkembangan teknologi ternyata menyebabkan kamus tidak
hanya disusun dalam lembaran-lembaran kertas. Kamus juga
terdapat dalam bentuk perangkat lunak dan elektronik. Kamus
bentuk perangkat lunak, misalnya, terdapat kamus 2.03.
Kamus ini adalah kamus Indonesia Inggris dan Inggris
Indonesia. Kamus elektronik juga dapat dipakai untuk mencari arti
saute kata. Kamus ini terdapat pada kalkulator-kalkulator merek
casio berjenis fx. Akan tetapi, kekurangan kamus ini adalah tidak
dimunculkannya sublema dari sebuah lema. Selain jenis-jenis
kamus seperti yang telah dijelaskan di atas, terdapat pula jenis
kamus berdasarkan banyaknya lema (entri) kata, yaitu Unabridged
Dictionary mencakup 400.00-600.00 entri, contohnya Webster’s
Dictionar.
15
Menurut Svensen (2001:86) kamus monolingual merupakan
kamus yang mendeskripsikan leksikon suatu bahasa dengan
bahasa yang sama dengan bahasa yang digunakan untuk
mendeskripsikan leksikon itu, dengan kata lain hanya ada satu
bahasa dalam kamus monolingual. Pada umumnya kamus
monolingual digunakan oleh penutur asli. Sebaliknya, kamus
bilingual merupakan kamus yang menjelaskan kata dalam suatu
bahasa atau bahasa sumber dan dijelaskan dengan bahasa lain,
yaitu bahasa target.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
jenis kamus berdasarkan bahasa sasaran berupa (kamus kamus
ekabahasa, kamus dwibahasa, dan kamus aneka bahasa),
sedangkan berdasarkan isinya beruapa (kamus besar dan kamus
terbatas) dan berdasarkan isinya berupa (kamus lafal, kamus
ejaan, kamus sinonim, kamus antonim, kamus homonim, kamus
ungkapan/idiom, kamus singkatan, kamus etimologi dan kamus
istilah dan terdapat jenis kamus berupa kamus peribahasa dan
kamus berbentuk perangkat lunak dan kamus berbentuk
elektronik).
16
2. Sejarah Kamus dan Penggunaan Kamus
a. Sejarah Kamus
Menurut Sterkenburg (2003:8) selama dekade terakhir,
penelitian leksikografis telah menarik perhatian pada
pertanyaan lain yang terkait erat dengannya, yang pertama
kamus monolingual atau kamus dua bahasa dan multibahasa.
Sampai awal 1990an, konsensus umum adalah bahwa kamus
bilingual mendahului yang monolingual. Kesimpulan ini telah
tercapai karena di Asia Barat, dari tahun 2600 SM dan
seterusnya, orang-orang Akkarin, atau Babel, menulis kamus
pada tablet tanah liat untuk membuat bahasa Sumeria dapat
diakses secara tematis, seperti dalam tesaurus.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Bejoint (2000)
menyatakan bahwa perbedaan antara kamus monolingual dan
bilingual sebenarnya cukup jelas. Kamus monolingual
merupakan kamus yang memiliki kesamaan antara bahasa
yang dideskripsikan dan bahasa yang digunakan untuk
mendeskripsikan, sedangkan kamus bilingual merupakan
kamus yang berisi dua bahasa, yaitu satu bahasa yang menjadi
objek deskripsi dan satu bahasa lain sebagai alat untuk
mendeskripsikan (Asmara, 2014:86).
Menurut Hausman dan Gouws dalam (Moerdjik, 2002:9)
menunjukkan bahwa, sejak milenium kedua SM, motif religius
memiliki pengaruh yang nyata terhadap perkembangan
leksikografi. Di India, kamus diperlukan untuk memberi akses
kepada para imam ke bahasa Sanskerta, bahasa dari lagu-lagu
dan teks-teks suci.
Kamus dibutuhkan di China untuk mendapatkan akses ke
karya Konfusius dan kemudian kamus leksikografi masih
diperlukan untuk menjelaskan banyak kata-kata asing dalam
Alquran . Di Eropa, glosarium dan kamus dibutuhkan, seperti
yang akan kita lihat nanti, untuk mengajarkan pendeta yang
17
bercita-cita bahasa bahasa Inggris dan oleh karena itu gereja
tersebut (Lauder, 2005:50).
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa selama dekade terakhir, penelitian leksikografis telah
menarik perhatian pada pertanyaan lain yang terkait erat
dengannya, yang pertama kamus monolingual atau kamus dua
bahasa dan multibahasa. Perbedaan antara kamus
monolingual dan bilingual sebenarnya cukup jelas. Kamus
monolingual merupakan kamus yang memiliki kesamaan
antara bahasa yang di deskripsikan dan bahasa yang
digunakan untuk mendeskripsikan, sedangkan kamus bilingual
merupakan kamus yang berisi dua bahasa, yaitu satu bahasa
yang menjadi objek deskripsi dan satu bahasa lain sebagai alat
untuk mendeskripsikan
b. Perkembangan Elektronik Desain Kamus
Menurut Sterkenburg (2003:215) salah satu
keterbatasan utama ahli leksikografi abad ke-19 dan ke-20
dihadapkan dengan, adalah keterbatasan ruang dalam kamus
kertas. Lain adalah akses terbatas yang mereka miliki ke data
dalam kamus karena hanya menurut abjad memerintahkan
headwords bisa dicari. Kelemahan ini berakibat pada sifat
kamus yang tidak ramah pengguna, seperti penghematan
ruang undecodable perangkat dan inkonsistensi. Pada tahun
2003, rata-rata kamus elektronik yang tersedia di CD-ROM
atau di Internet adalah salinan kamus kertas.
Akibatnya, Mewarisi kelemahan kamus kertas, seperti
samar bentuk informasi, penggunaan cross-references dan
entry word-oriented prinsip pemesanan. Namun, tidak ada
kekurangan ini yang harus menjadi masalah saat kamus
berada diterbitkan sebagai media elektronik. Sebaliknya,
media baru memungkinkan untuk mendefinisikan ulang apa
kamus seharusnya. Tidak hanya bisa informasi yang sudah
18
ada. Hadir dalam kamus tradisional dibuat lebih eksplisit,
kamus bisa berkembang menjadi sesuatu yang tidak akan
pernah bisa terjadi sebelumnya.
Pada bagian berikut ini akan menguraikan beberapa
kemungkinan menurut Svensen (2001:120) kamus tradisional
hingga kamus elektronik yaitu kamus tercetak biasanya
disimpan di penerbit sebagai teks besar kode antara berbagai
jenis informasi. Headword, pengucapan, bagian pidato,
definisi dan kutipan adalah contoh dari jenis informasi yang
berbeda. Bergantung pada usia dan keadaan perbaikan file,
pengkodean akan bervariasi mengarsipkan instruksi ke
struktur data. Kode typesetting menunjukkan bahwa tertentu.
Bagian dari teks itu dicetak dengan huruf miring atau huruf
tebal. Struktur yang lebih canggih setiap jenis informasi pada
baris baru, dengan tag di depan.
Pada kasus data terakhir struktur program komputer
mengubah tag menjadi kode typesetting sebelumnya
pencetakan.
a) Langkah pertama kamus relatif mudah ini adalah masalah
menyimpan semua kata-kata masuk dalam sebuah indeks
dan menambahkan fasilitas pencarian. Tidak ada lagi
browsing melalui halaman cetak tersebut wajib; mencari
kata masuk secepat kilat.
b) Langkah selanjutnya adalah indeks frasa tetap atau
kalimat contoh atau terjemahan dalam kamus dua bahasa.
Menurut Bejoint (2002:220) fungsi kamus elektronik yang
baik yaitu pemilihan data yang disesuaikan. Menyediakan file
kamus terstruktur dengan baik, perkembangan teknologi bisa
dilakukan kamus sebagai produk akhir kurang statis dan lebih
interaktif. Melihat informasi gramatikal, etimologi dan tanpa
fraseologi.
19
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
dengan menggunakan kamus elektronik akan memberikan
akses yang lebih mudah. Pengguna tidak akan terbebas dari
kebutuhan, untuk membuat pilihan dan memikirkan jenis
informasi yang dia butuhkan, maka kamus akan
mempermudah semuanya dengan lebih eksplisit. Dengan
menawarkan kemungkinan untuk menggunakan jenis
informasi apa pun yang tersedia sebagai fitur pencarian.
Kamus akan berkembang menjadi alat yang akan keduanya
sangat mirip dengan, dan sangat berbeda dengan
pendahulunya.
3. Kamus Istilah
a. Definisi Kamus Istilah
Sebuah kamus yang ideal berfungsi sebagai sumber
pengambilan kata untuk menciptakan istilah. Memang, dalam
hal pengambilan kata untuk sebuah istilah ada skala
perioritasnya. Namun, kata-kata yang diambil tentu bersumber
dari kamus.
Menurut Chaer (2007:205) kamus istilah adalah kamus
yang hanya memuat kata-kata atau gabungan kata yang
menjadi istilah dalam suatu bidang ilmu atau kegiatan tertentu.
Oleh karena itu, di dalam kepustakaan akan dijumpai misalnya,
kamus (istilah) linguistik, kedokteran, olahraga, ekonomi dan
tehnik. Penjelasan mengenai lemanya ada yang hanya berupa
sinonim dari lema tersebut, ada pula yang berupa uraian
singkat, atau uraian yang cukup panjang. Istilah dalam bahasa
Indonesia sebagian besar diambil dari bahasa asing. Oleh
karena itu, banyak istilah yang masih berupa kata asing, atau
kata asing yang telah disesuaikan lafal dan ejaannya ke dalam
bahasa Indonesia.
Kamus istilah merupakan kamus yang memuat istilah
dengan makna konsepnya dari bidang ilmu tertentu. Buku
20
acuan yang memuat kata dan ungkapan, biasanya disusun
menurut abjad berikut keterangan tentang makna, pemakaian,
atau terjemahannya. Harfianti menyatakan buku yang memuat
kumpulan istilah atau nama yang disusun menurut abjad
beserta penjelasan tentang makan dan pemakaiannya (Yuliana,
2014:9). Salah satu bentuk kamus adalah kamus istilah. Kamus
Istilah termasuk dalam kategori Kamus Istimewa karena
mempunyai fungsi khusus. Sedangkan pengertian kamus istilah
adalah kamus yang berisi istilah-istilah khusus dalam sebuah
bidang tertentu. Fungsinya adalah untuk kegunaan ilmiah.
Contohnya kamus istilah fiqih (Mahardika, 2016:2).
Menurut Setiawan (2015:61) kamus istilah merupakan
kamus yang mendeskripsikan kosakata yang menyangkut
bidang tertentu. Definisi yang diberikan pada kamus istilah
cenderung lebih rinci dan lengkap. Sebenarnya kamus istilah
menekankan pada cakupan bidang pengetahuan tertentu.
Artinya, kamus ini tidak berisi informasi tentang kata yang
digunakan secara umum atau kosakata umum, melainkan berisi
kosakata yang digunakan untuk mendeskripsikan konsep pada
bidang ilmu tertentu, misalnya kamus biologi, kamus linguistik,
dan kamus kedokteran.
Berikut adalah contoh-contoh kamus istilah yaitu:
1) Kamus Istilah Geografi karya Wahyu D.K
2) Kamus Istilah Arkeologi-Cagar Budaya karya R. Cecep Eka
Permana.
3) Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer karya Indra
Darmawan. S.F. M.Si.
4) Kamus Istilah Komputer karya Satya Satria
5) Kamus Istilah Sastra karya Dwi Susanto
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
bahawa kamus istilah utamanya memuat kosakata atau istilah
yang ada dalam bidang ilmu tertentu atau language for
21
specialized purposes (LSP). Kamus istilah berbeda dengan
kamus umum. Kamus istilah tidak berisi informasi tentang kata
yang digunakan oleh masyarakat umum dalam bahasa
kesehariannya. Kamus istilah memfokuskan pada kata-kata
untuk tujuan khusus. Kata-kata tersebut merupakan kosakata
yang digunakan untuk mendeskripsikan konsep pada bidang
ilmu tertentu, kata-kata tesebut selanjutnya disebut istilah.
b. Ciri-Ciri Kamus Istilah
Menurut Setiawan (dalam Bowker, 2015:64-67) ciri-ciri
kamus istilah sebagai berikut.
1) Cakupan Bahasa
Kamus istilah dibatasi cakupan bidang ilmu. Cakupan
bidang ilmu akan membatasi kata-kata yang akan menjadi
bahan kamus istilah. Cakupan kamus istilah dapat
maksimal jika mencakup semua istilah yang digunakan
dalam bidang yang dipilih. Cakupan kamus istilah juga
dapat minimal jika kamus hanya mencakup istilah yang
paling sering digunakan.
2) Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam kamus istilah sama
dengan yang digunakan dalam kamus umum, yaitu dapat
monolingual atau bilingual. Oleh karena itu struktur kamus
istilah bergantung pada bahasa yang digunakan dalam
kamus tersebut.
3) Maksud dan Tujuan Pengguna
Maksud dan tujuan pengguna kamus istilah adalah
untuk memfasilitasi komunikasi antarpengguna yang
bekerja dalam satu bidang. Dalam kaitannya dengan
pengguna kamus istilah ada tiga golongan. Pertama,
pengguna kamus adalah pakar dalam bidangnya. Kedua,
pengguna kamus adalah orang yang menekuni bidang
22
tertentu. Ketiga, pengguna kamus adalah penerjemah
harus memproduksi teks untuk para pakar.
4) Makrostruktur
Makrostruktur mengacu pada penyusunan lema dalam
kamus. Secara umum hampir semua kamus penyusunan
lemanya berdasarkan urutan alfabetis, termasuk kamus
istilah. Namun, ada banyak kamus yang memilih
penyusunan lema berdasarkan penampilan yang
sistematik.
5) Mikrostruktur
Mikrostruktur kamus istilah sering kali dikaitkan
dengan jenis kamus, kamus ekabahasa atau dwibahasa.
Informasi dalam kamus ekabahasa diarahkan pada
pemakaian setiap lema berdasarkan bidang ilmu, yaitu
berupa konsep yang dijabarkan dari sudut pada bidang ilmu
tertentu.
6) Medium
Seperti kamus pada umumnya, kamus istilah juga
dapat dipublikasikan dalam tipe media yang berbeda. Tipe
penerbit yang paling umum adalah dalam bentuk cetak.
Selain dalam bentuk cetak, kamus juga dapat diterbitkan
dalam format digital atau versi elektronik.
Sejalan dengan pendapat di atas ciri-ciri kamus terdapat
struktur makro yang mengacu cara penyusunan entri dalam
kamus termasuk subentrinya. Semua kamus dwilingual yang
menjadi sumber data penelitian memiliki struktur makro yang
sama, yaitu entri disusun berdasarkan urutan huruf. Artinya
urutan entri mana yang lebih dahulu dan yang lebih kemudian
ditentukan berdasarkan urutan huruf demi huruf yang menjadi
unsur kata (Asmara, 2014:93). Struktur makro mencakup
sejumlah aspek yaitu: penyajian entri pokok, pemilihan entri,
tipografi, hubungan struktur makro dengan padanan kata yang
23
dirinci atas medan makna, sinonimi, polisemi, homonimi, hirarki
taksonomi, idiom, dan metafora. (Imamuddin, 2014:279)
Menurut Harfianti (2010:67) menyatakan bahwa ciri-ciri
kamus istilah yaitu buku acuan yang memuat kata dan
ungkapan, biasanya disusun meurut abjad berikut keterangan
tentang makna, pemakaian, atau terjemahan. Memuat
kumpulan istilah atau nama yang disusun menurut abjad
beserta penjelasan makna dan pemakainnya (Yuliana, 2014:9).
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa ciri-ciri kamus istilah cakupan bahasa, bahasa, maksud
dan tujuan pengguna, makrostruktur, mikrostruktur, medium.
Memuat kata dan ungkapan, biasanya disusun meurut abjad
berikut keterangan tentang makna, pemakaian, atau
terjemahan.
4. Korpus Data Kamus
a. Sumber Data
Menurut Setiawan (2015:109) leksikografer akan dapat
menjalankan tugasnya untuk menyusun kamus jika tersedia
korpus yang memadai. Korpus leksikografi yang berupa kata-
kata tentu saja jumlahnya ribuan. Apabila semua sumber lisan
dan tulis dikumpulkan akan diperoleh korpus leksikografi yang
melimpah.
Menurut Chaer (2007:125) sangat mungkin dalam korpus
tidak hanya memuat kata yang berasal dari bahasa yang dituju,
tetapi dapat juga berasal dari bahasa lain. Untuk itu diperlukan
program yang memungkinkan seleksi korpus dapat dilakukan
dengan cepat.
Pembatasan dan pengumpulan korpus merupakan dasar
utama pembatasan korpus bukan diukur dari ukuran korpus
(besar atau kecil) dan kehati-hatian dalam merakit korpus.
Pembatasan korpus dilihat dari sisi kehadiran korpus yang
cukup alami dengan memperhatikan berbagai macam cara
24
bahasa diformulasikan dalam bentuk lisan maupun tulis. Korpus
hanya selalu dan hanya akan diwujudkan dalam bentuk lisan
atau tulisan hasil transkripsi dan teks yang diseleksi dengan
ketat. Namun, pada umumnya korpus leksikografi dibatasi oleh
waktu pengumpulan.
Pengumpulan lema, korpus dapat membantu pekamus
dalam menyusun senarai kata mulai dari frekuensi yang
tertinggi hingga frekuensi yang terendah. Pekamus dapat
memilih berapa kata yang akan ia masukkan ke dalam kamus
sesuai dengan jenis kamus yang akan disusun berdasarkan
frekuensi kemunculannya. Pada tahap penentuan lema, korpus
dengan program konkordansi dapat membantu pekamus untuk
membedakan mana lema/sublema yang berupa kata majemuk
atau idiom dan mana yang bukan (Budiwiyanto, 2006:7).
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa korpus leksikografi yang berupa kata-kata tentu saja
jumlahnya ribuan. Korpus tidak hanya memuat kata yang
berasal dari bahasa yang dituju, tetapi dapat juga berasal dari
bahasa lain. Pembatasan korpus dilihat dari sisi kehadiran
korpus yang cukup alami dengan memperhatikan berbagai
macam cara bahasa diformulasikan dalam bentuk lisan maupun
tulis. Pengumpulan lema, korpus dapat membantu pekamus
dalam menyusun senarai kata mulai dari frekuensi yang
tertinggi hingga frekuensi yang terendah.
b. Prinsip Umum Pengumpulan Data Kamus
Menurut Setiawan (2015:111) dalam kerja leksikografi,
tahap pengumpulan data merupakan faktor yang sangat
menentukan keberhasilan dalam penyusunan. Sebelum
melakukan pengumpulan data ada beberapa prinsip yang harus
dipertimbangkan agar pengumpulan data yang dilakukan
memperoleh hasil yang diinginkan.
25
Prinsip pengumpulan data kamus ini meliputi aspek
keaslian (autenticity), aspek representatif ini diukur dari dua
kriteria. Suatu kata dianggap representatif apabila kata tersebut
memilki frekuensi yang cukup tinggi digunakan oleh
penuturnya, aspek ketercakupan, kecocokan, prespektif,
sosial, waktu, geografis, aspek bahasa teknik, dan nama diri
(Strenkeburg, 2003:220).
Sejalan dengan pendapat ahli di atas korpus merupakan
sumber data otentik pemakaian bahasa oleh pengguna. Melalui
data yang ada di korpus, konteks, definisi, kelas kata, ranah
penggunaan, ragam, register, contoh, dan sebagainya dapat
diketahui dengan pasti. Penggunaan korpus bersifat
melengkapi kemampuan intuitif pekamus. Melalui korpus,
pekamus dapat menemukan realisasi dari makna suatu kata
(Sugiyono, 2016:11-12).
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa tahap pengumpulan data merupakan faktor yang sangat
menentukan keberhasilan dalam penyusunan. Sebelum
melakukan pengumpulan data ada beberapa prinsip yang harus
dipertimbangkan agar pengumpulan data yang dilakukan
memperoleh hasil yang diinginkan. Prinsip kata berupa aspek
ketercakupan, kecocokan, prespektif, sosial, waktu, geografis,
aspek bahasa teknik, dan nama diri. korpus data kamus
meliputi sumber data kamus, pembatasan dan pengumpulan
korpus, prinsip umum pengumpulan data kamus, kutipan data,
kaidah pengutipan dan pemanfaatan kamus. Penggunaan
korpus dalam penyusunan kamus dewasa ini telah menjadi
tren. Korpus adalah kumpulan teks alami, baik bahasa lisan
maupun bahasa tulis, yang disusun secara sistematis.
c. Kaidah Pengutipan
Kutipan berisi butir leksikal tertentu dengan konteks yang
menyertainya, sedangkan korpus merupakan kumpulan kata
26
dari berbagai variasi sumber dan berbagai variasi situasi
penggunaan bahasa. Berkas kutipan merupakan fakta bahasa
yang berasal dari penggunaan bahasa baik lisan maupun tulis.
Berkas kutipan tidak boleh diubah dan bukan merupakan
rekayasa seorang leksikografer meskipun dia memiliki
kemampuan menghadirkan kalimat yang mengandung data
terpilih (Marliana, 2014:25).
Menurut Setiawan (2015:127) pengutipan dapat dilakukan
kapan saja tanpa dibatasi waktu. Kutipan juga dapat diambil
dari berbagai sumber baik tulis maupun lisan. Kutipan dapat
dilakukan oleh siapa saja serta mengetahui prinsip-prinsip
pengutipan. Pengutipan harus memenuhi beberapa kaidah
berikut ini.
1) Membatasi jumlah kutipan yang diizinkan dari item dan
sumber yang sama, misalnya dua atau tiga.
2) Jangan menutip suatu kata kecuali konteksnya jelas untuk
makna tertentu.
3) Jangan mengutip kata dalam ucapan dialek.
4) Jangan mengutip kata yang disertai dengan tanda hubung
kecuali untuk membedakan makna sebagai unit yang tak
terpisahkan.
Para pekamus telah menggunakan pengutipan (citation)
sudah sejak lama. Contoh kata-kata contoh kata-kata yang
digunakan diambil dari buku atau sumber lain sebagai dasar
untuk menggambarkan suatu bahasa. Data yang diperoleh
dengan cara pengutipan itu sangat berguna untuk melacak
perubahan dalam bahasa serta untuk mengenali kata-kata dan
frasa baru ketika muncul dalam penggunaan. Hingga saat ini,
pengutipan masih berperan dalam penyusunan kamus
(Budiwiyanto, 2006:10).
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa kaidah pengutipan harus memiliki prinsip harus
27
membatasi jumlah kutipan yang diizinkan dari item dan sumber
yang sama, misalnya dua atau tiga. Jangan menutip suatu kata
kecuali konteksnya jelas untuk makna tertentu. Jangan
mengutip kata dalam ucapan dialek. Jangan mengutip kata
yang disertai dengan tanda hubung kecuali untuk membedakan
makna sebagai unit yang tak terpisahkan. Kutipan yang dapat
memberi infromasi data dan keseluruhan konteks yang
melingkupnya. Akan tetapi, kutipan berbeda dengan korpus.
Kutipan berisi butir leksikal tertentu dengan konteks yang
menyertainya, sedangkan korpus merupakan kumpulan kata
dari berbagai variasi sumber dan berbagai variasi situasi
penggunaan bahasa
5. Istilah AntConc dan Lexique Pro
a. AntConc
AntConc merupakan aplikasi yang digunakan untuk
melakukan analisis teks dan konkordansi. Namun,
dibandingkan dengan yang lainnya, aplikasi ini relatif lebih
berkembang dan kaya menu untuk mengolah teks. Artinya,
aplikasi ini mampu melakukan analisis dan penyusunan daftar
kata, dan konkordansi. Lebih dari itu, menu-menu statistik pada
aplikasi ini sangat membantu dan memperkaya analisis
linguistik sampai ke aspek kuantitatif yang lebih luas. Aplikasi
ini bahkan bisa mengolah file dalam ukuran yang besar dan
berisi jumlah kata yang lebih banyak. Tidak hanya itu, aplikasi
ini dapat berjalan dalam sistem operasi Windows, Linux,
maupun MasOS (Hizabullah dkk, 2016:222-223).
Menurut Prihantoro (2016:63-65) AntConc adalah
program-program yang sudah memiliki fungsi-fungsi NLP
namun masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Salah satu
contohnya adalah AntConc . AntConc adalah salah satu
program yang ditulis oleh Dr. Lawrence Anthony. Menurut
penulis, inilah program yang user-interfacenya sangat baik, dan
28
mudah untuk dipelajari. AntConc banyak digunakan dalam
pengolahan korpus mentah baik oleh para pemula maupun
tingkat mahir.
AntConc menyediakan lemma list, modul lematisasi (mirip
dengan stemming, atau lebih tepatnya lemmatizing dalam
istilah komputasi) untuk bahasa inggris yang struktur datanya
sangat sederhana. Modul ini digunakan untuk mengidentifikasi
bentuk infeksi dan derivasi dari satu lema dan menghitung
frekwensinya, atau bentuk kontraksi. Lemma List pada
AntConc berisi daftar lema dan daftar word form dengan notasi
sebagai berikut. Lema -> wordr form1, word form2, word form3.
Tujuan dari lemma list ini sendiri adalah menunjukan varian
word form yang terdeteksi dalam teks yang di analisis (Jackson,
2002:145).
Untuk menggunakan lemma list ini, klik tool preferences >
wordlist. Pada lemma list, telusuri file lemma list sesuai dengan
folder dimana anda menyimpan file tersebut. Lalu klik Load.
Pada word list range, pilih use all words. Pada pilihan add
words from file, klik open lalu telusuri file lemma list yang sama
pada folder tersebut. Jika semua sudah selesai, klik apply
setelah itu, klik start pada kotak penelusuran.
29
Gambar 2.1
Daftar Lema dan Wordform pada AntConc
Pertama, komputer mendeteksi token yang ada dalam
teks. Kedua, komputer akan memeriksa, apakah ada dari
beberapa token yang merupakan wordform dari satu lema yang
sama. Apabila ada, maka hasilnya akan ditampilkan. Contoh
pertama, komputer mendeteksi token a sebanyak 14 dan token
an sebanyak 10. Setelah berkonsultasi dengan lemma list, agar
mengetahui bahwa dua token tersebut berasal dari satu lema a
(a -> an). Sehingga ditampilkanlah a pada kolom lemma, serta
a 14 an 10 pada lemma word form (s).
Menurut Simpson (2001:234) selain AntConc ada
beberapa program terpisah seperti AntTag, yang berfungsi
AntTag, yang berfungsi melakukan anotasi. Sedikit berbeda
dengan Xaira dan Wordsmith yang menggabungkan fungsi
anotasi dalam satu program. Karena menggunakan tagger
CLAW BNC, AntTag hanya bisa menganotasi teks berbahasa
Inggris. Teks harus diupload dan dianalisis oleh AntTag terlebih
dahulu, lalu dicopy-paste sebagai file txt, dan diupload ke
AntConc untuk dianalisis. Setelah ditag dan diupload, user bisa
30
melakukan penelusuran berbasiskan tag yang ada. Bisa juga
usermeng upload korpus yang sudah bertag, misalnya korpus
UI-1M dari Pan Localization Project berikut.
Gambar 2.2
Penelusuran Tag Korpus UI-IM menggunakan AntConc
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
AntConc merupakan aplikasi yang digunakan untuk melakukan
analisis teks dan konkordansi. aplikasi ini relatif lebih
berkembang dan kaya menu untuk mengolah teks. Artinya,
aplikasi ini mampu melakukan analisis dan penyusunan daftar
kata, dan konkordansi.
31
b. Lexique Pro
Menurut Grubmuller (2003:325) pembuatan kamus dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Setiap kosakata yang telah
diseleksi oleh penulis, kemudian satu persatu mulai dilakukan
entri ke dalam piranti lunak Lexique Pro 3.6 untuk mulai dibuat
kamus. Proses entri kosakata setelah dimasukkan satu persatu
ke dalam piranti lunak Lexique Pro.
Gambar 2.3
Hasil entri dalam Lexique Pro 3.6
Gambar di atas merupakan contoh kosakata yang telah
dimasukkan ke dalam piranti lunak Lexique Pro secara otomatis
akan tersusun secara alfabetik. Kosakata yang terdapat dalam
piranti lunak di atas terlihat bahwa kosakata yang dipilih
sebagai lemma secara khusus berupa kosakata yang
berhubungan dengan bidang pewayangan. Seluruh lemma
yang telah dientri satu persatu kemudian akan disimpan ke
dalam MS. Word yang nantinya akan dibuat sebagai kamus
cetak (Kwary, 2007:17).
32
Kamus yang dibentuk oleh penulis tidak hanya
memberikan arti dalam bentuk sinonim dan uraian singkat,
namun kamus ini dibuat disertai contoh penggunaan kata
dalam sebuah kalimat, sehingga pengguna tidak hanya
memahami arti namun juga dapat mengaplikasikan dalam
bentuk kalimat yang nantinya dapat digunakan sebagai
penunjang wawasan baik secara lisan maupun tulisan
(Nurfarida dkk, 2016:178-179).
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa aplikasi Lexique Pro merupakan aplikasi pembuatan
kamus yang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Setiap
kosakata yang telah diseleksi oleh penulis, kemudian satu
persatu mulai dilakukan entri ke dalam piranti lunak Lexique Pro
3.6 untuk mulai dibuat kamus.
6. Pendefinisian Kamus
Pendefinisian kamus merupakan syarat utama dalam
mendefinisikan kata yang harus memiliki makna walaupun tidak
semua kata bermakna. Maka akan dijelaskan pendifinisian kamus
oleh beberapa para ahli.
Menurut Parera (2004:200-201) definisi merupakan usaha
para ilmuwan untuk membatasi fakta dan konsep. Dengan modal
bahasa alami, para ilmuwan memberikan batasan terhadap konsep
dan fakta yang diperoleh. Penyebutan nama pada benda, kerja,
pengalaman, atau sifat dengan kata-kata alami disebut definisi
leksikal. Definisi leksikal dapat dipandang sebagai definisi awal
yang bersifat primitif. Jadi, dapat dikatakan bahwa setiap definisi
leksikal yang terdapat dalam kamus merupakan definisi primitif.
Pembahasan definisi menggunakan bahasa alami. Sebuah
istilah didefinisikan dengan kata-kata yang telah diketahui. Jadi, jika
pemberian definisi menggunakan kata-kata yang belum atau tidak
diketahui, maka akan menimbulkan masalah baru dalam definisi.
Syarat pembahasan definisi yaitu pertama, definisi tidak boleh
33
bersifat negatif, harus bersifat positif, kedua, definisi tidak boleh
dibahaskan dengan pemarkah syarat; ketiga, definisi harus
kongruen antara kelas istilah definiendum (nomen, verbum,
adjektifa) dan definiens keempat, hubungan antara definiendum
dan definiens dimarkahi dengan kata ialah dan adalah (Jurianto,
2007:11).
Salah satu alasan dasar penyusunan definisi adalah semua
kata yang didefinisikan memiliki makna. Dengan kata lain, syarat
utama definisi kata adalah kata tersebut harus memiliki makna.
Namun tidak semua kata bermakna. Oleh karena itu, leksikografer
harus cermat memilih dan memilah kata yang bermakna (denotasi)
contohnya makan (memasukan sesuatu ke dalam mulut), dan
memilah kata yang tak bermakna contohnya buah bibir (bahan
pembicaraan), dengan mendefiniskan sebuah lema harus
memahami aspek penting pradefinisi.
Aspek-aspek pendefinisian menurut Runangningtias,
(2007:16-20) yaitu leksikografer merasa berhasil dalam tugasnya
apabila kamus yang disusunnya telah mampu memberi informasi
yang lengkap dan memberi kemudahan pengguna dalam mencari
dan memahami setiap leksikon yang dicarinya. Ada banyak cara
yang dapat digunakan untuk menjadikan setiap definisi lema dapat
dengan mudah dipahami oleh pengguna. Dalam kaitannya itu ada
beberapa hal yang harus diketahui sebelum membuat formulasi
definisi sebuah lema.
1) Kosakata target
Aspek petama yang hendaknya diperhatikan sebelum
mendefinisikan sebuah kata adalah memastikan bahwa kata
yang akan didefinisikan adalah kata dalam bahasa target.
Leksikografer ketika menyusun kamus monolingual bahasa
Indonesia harus memastikan bahwa kata yang didefinisikan
adalah kosakata bahasa Indonesia. Selain itu, harus
34
memastikan bahwa kata yang didefinisikan adalah kosakata
standar.
2) Tipe kata
Tipe kata memiliki dua tipe yaitu ada sebagian kata
memiliki makna dan ada yang takbermakna. Hal itu harus
dicermati sebelum membuat definsi. Hanya kata yang
bermakna yang dapat didefiniskan karena definisi merupakan
formulasi pengertian dari suatu kata yang bermakna. Pertama,
kata yang takbermakna mencakup semua kata yang tergolong
nama diri seperti nama orang, geografis, produk, tempat, dan
sejenisnya. Jika kata masih menggunakan untuk mengacu
nama benda masih bermakna.
3) Kosakata bentuk dasar dan bentuk turunan
Sebuah kata dapat muncul dalam bentuk dasar, dan dapat
pula dalam bentuk turunan. Dalam bahasa Indonesia bentuk
turunan dapat dilakukan dengan proses afiksasi, pemajemukan,
pengulangan, dan abreviasi. Sering kali dijumpai sebuah kata
yang secara wujud seakan merupakan bentuk turunan, tetapi
hakikatnya bentuk dasar atau sebaliknya, kata yang diduga
bentuk dasar ternyata termasuk bentuk turunan.
4) Kosakata umum dan kosakata istilah
Leksikografer harus dapat membedakan kosakata umum
dan kosakata istilah, pembedaan ini cukup penting agar
pendefinsian kata mejadi lebih tepat. Apabila yang dihadapi
adalah kosakata umum, definisi kata tersebut harus
bersadarkan konsep yang selama ini dipahami oleh pengguna
bahasa dan diformulasikan dengan lebih sederhana dan jelas.
Sebaliknya, apabila yang dihadapi adalah kosakata istilah,
pendefinisian kata tersebut harus berdasarkan perspektif
keilmuwan tertentu.
Sedangkan aspek penting pradefinisi menurut (Chaer,
2007:198) yaitu:
35
1) Makna lugas dan makna kias
Makna lugas merupakan makna kata yang masih relevan
dalam acuannya. Sebaliknya, makna kias merupakan deskripsi
makna kata yang tidak sesuai dengan acuan sebenarnya.
Variasi makna itu sangat bergantung pada konteks
penggunannya. Oleh karena itu, pendefinsian kata tidak bisa
lepas dari konteksnya.
2) Konteks penggunaan
Konteks juga akan menentukan apakah kata yang
dimaksud merupakan kosakata umum atau kosakata istilah.
Dalam sebuah teks sangat mungkin kosakata istilah digunakan
dalam makna umum sehingga menjadi kosakata umum. Dalam
konteks yang berbeda kosakata istilah tersebut digunakan
dalam kontek khusus. Kedua konteks tersebut akan
menentukan jenis definisi dan jenis kamus.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
aspek penting pradefinisi yaitu ada beberapa hal yang harus
diketahui dalam membuat definisi sebuah lema yaitu kosakata
target, tipe kata, kosakata bentuk dasar dan bentuk turunan,
kosakata umum dan kosakata ilmiah, makna lugas dan makna kias,
konteks penggunaan.
a. Kriteria definisi yang baik
Tujuan umum pengguna kamus membuka kamus untuk
mendapat informasi tentang makna suatu kata. Oleh karena itu,
sangat berharap akan mendapat pemahaman informasi yang
didapatkan dari kamus. Untuk itu definisi hendaknya
diformulasikan sedemikian rupa agar lebih mudah dipahami
oleh pengguna. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa definisi
yang mudah dan baik tergantung dari jenis kamus dan profil
pengguna kamus (Immamuddin, 2014:281).
Jenis kamus monolingual berbeda cara definisi dalam
kamus bilingual. Namun, ada beberapa hal yang dapat
36
dirumuskan untuk memformulasikan definisi yang baik. Kriteria
definisi yang baik meliputi sederhana dan jelas, definisi bersifat
terbuka, menghindari definisi memutar, dan menghindari
definisi negasi. Pendefinisian sebuah kamus untuk
mendefinisikan sebuah lema juga harus di tentukan jenis dan
pembedanya (Nuriah, 2014:186).
Menurut Setiawan (2015:170) prinsip definisi yang baik
antara lain.
1) Semua kata yang ada dalam definisi harus dijelaskan.
Semua kata yang digunakan untuk memformulasi definisi
hendaknya kosakata yang sudah familiar dan menjadi lema
di dalam kamus yang sama.
2) Kosakata unsur definisi tidak lebih sukar dipahami dari lema
yang didefinsikan. Untuk mendefiniskan lema hendaknya
tidak menggunakan kosakata yang lebih sulit dipahami oleh
pengguna. Lema yang didefinisikan sangat mungkin
merupakan lema yang sederhana dan sudah diketahui
maknanya oleh pengguna.
Namun, kontruksi dan kosakata yang kurang familiar dalam
definisi dapat menyulitkan pengguna dalam memahami definisi.
Lema yang didefinisikan tidak digunakan dalam formulai definisi.
Prinsip ini menuntut kecermatan pembuat definisi agar lema
terdefinisi tidak digunakan dalam formulasi definisi. Fungsi
definisi yang baik merupakan definisi kamus sebagai acuan dan
definisi kamus untuk memproduksi teks.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa pendefinisan kamus merupakan syarat utama dalam
mendefinisikan kata yang harus memiliki makna walaupun tidak
semua kata bermakna. Adapun ada beberapa hal yang harus
diketahui dalam membuat definisi sebuah lema yaitu kosakata
target, tipe kata, kosakata bentuk dasar dan bentuk turunan,
kosakata umum dan kosakata ilmiah, makna lugas dan makna
37
kias, konteks penggunaan. Memiliki fungsi definisi sebagai
acuan, dan definisi kamus untuk memproduksi teks. Memiliki
komponen definisi, model definisi, dan prinsip definisi.
3. Definisi oleh Genus (jenis) dan Differentia (pembeda)
Menurut Riemer (2010:67) definisi yang memperhatikan
genus atau jenis dan differentia atau pembeda. Aristotle dalam
Riemer menjelaskan tentang definisi oleh jenis (genus) dan
pembeda (differentia). Definisi termasuk menentukan kelas yang
lebih luas lagi yang dimiliki oleh suatu kata atau ungkapan yang
akan didefinisikan (definiendum) (disebut jenis definiendum) serta
menunjukan ciri-ciri, perbedaan dari definiendum (pembeda) yang
membedakan dari kelas yang luas. Contoh : a man as rational
animal. Man adalah manusia/mahluk hidup, Man termasuk ke
dalam animal, yang membedakan man dengan animal adalah
rationality.
Banyak permasalahan apabila mendefinisikan melalui jenis
dan pembeda, bisa jadi menggunakan cara ini pemaknaan
menjadi tidak efektif atau tidak mungkin. Apalagi definisi melalui
jenis (genus) dan pembeda (differentia) diharapkan sebagai
definisi kognitif. Hal ini dikarenakan definisi melalui jenis dan sifat
pembeda mensyaratkan dengan sistem kategori (genera) dari hal
yang akan didefinisikan (definienda). Sebagai contoh yang telah
disebutkan sebelumnya yaitu mendefinisikan “man as rational
animal” , makna dari keduanya harus sudah di ketahui
sebelumnya. Tetapi tidak banyak jenis (genus) dan pembeda
(differentia) yang dapat digunakan, untuk beberapa kata banyak
jenis yang kurang relevan serta menghasilkan makna yang tidak
dapat dimengerti. Oleh sebab itu definisi melalui jenis dan
pembeda bukan strategi efektif untuk menghasilkan definisi
kognitif (Poespoprodjo, 2008:67).
Menurut Rescher (2001:30) definisi mempunyai tugas untuk
menetukan batas suatu pengertian dengan tepat, jelas dan
38
singkat. Maksudnya menentukan batas-batas pengetian tertentu
sehingga jelas apa yang dimaksud, tidak kabur dan tidak
dicampuradukkan dengan pengertian-pengertian lain, maka
definisi yang baik harus memenuhi syarat yaitu: Merumuskan
dengan jelas, lengkap dan singkat semua unsur pokok (isi)
pengertian tertentu. Unsur-unsur yang perlu dan cukup untuk
mengetahui apa sebenarnya barang itu (tidak lebih dan tidak
kurang). Sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari semua
barang yang lain. Setiap definisi harus mempunyai 2 bagian, yaitu:
Sesuatu yang akan didefinisikan, yang dikenal dengan
istilah definiendum. Penjelasan yang menjelaskan sesuatu
tersebut, yang dikenal dengan istilah definiens. Dalam
setiap definiens terbagi lagi menjadi dua, yaitu genera (genus),
dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah jenis differentia
(difference), dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah sifat
pembeda.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
definisi menempati posisi utama dalam berbahasa, apabila
menganggap bahwa konsep sangat penting dalam memberi
definisi dan mengasumsikan bahwa konsep ada di dalam makna
kata. Jika konsep berhubungan dengan makna kata dan makna
kata dapat di tangkap oleh definisi, lalu definisi inilah yang akan
mengaktifkan sense selama bahasa dipakai. Oleh karena itu,
pemahaman tentang definisi itu sangat penting begitu pula
penggunaannya. Karena pada dasarnya definisi membantu
pengguna bahasa dalam memahami makna.
7. Istilah Pewayangan
a. Pengertian Wayang
Wayang merupakan salah satu bentuk drama dan teater
yang paling rumit dan halus yang secara terus menerus
dikembangkan dari generasi kegenerasi berikutnya. Kesenian
wayang merupakan seni tradisional yang berkembang di
39
Indonesia terutama di Pulau Jawa dan Bali. Cerita pewayangan
selalu memliki daya tarik tersendiri karena mengandung unsur
seni hiburan, ataupun ajaran moral bagi kehidupan masyarakat.
Ada pula yang mengatakan bahwa wayang adalah gambaran
yag berupa bayangan tentang tata kehidupan nenek moyang kita
dan didalamnya terdapat pesan dari tata kehidupan masa
lampau Handayani (dalam Soetomo, 2008:80).
Wayang adalah sebuah mahakarya, salah satu karya
agung dunia karena karya seni wayang mengandung berbagai
nilai, mulai dari falsafah hidup, etika, spiritualitas, musik
(gending-gending gamelan), hingga estetika bentuk seni rupa
yang amat kompleks. Karena wayang telah diakui sebagai salah
satu warisan budaya dunia, ia harus dilestarikan dan itu menjadi
tugas seluruh bangsa, terutama bangsa Indonesia yang memiliki
produk yang sedemikian luhur ini (Nurgiyantoro, 2011:21).
Para ahli lain berpendapat, menurut Lisbijanto (2013:1)
wayang merupakan jenis seni pertunjukan yang mengisahkan
seorang tokoh atau kerajaan dalam dunia perwayangan. Wayang
berasal dari kata Ma Hyang yang berarti menuju kepada roh
spiritual, dewa atau Tuhan Yang Maha Esa. Cerita wayang
diambil dari buku Mahabarata dan Ramayana. Kesenian wayang
sudah ada di Indonesia sejak zaman Kerajaan Hindu.
Wayang adalah sebuah seni pertunjukan khas Indonesia
yang sudah sangat populer baik itu di dalam atau luar pulau
Jawa. Karya seni ini sudah dikenal masyarakat sejak zaman pra
sejarah. Kemudian pada saat masuknya pengaruh Hindu dan
Budha, cerita dalam wayang mulai mengadopsi kitab
Mahabharata dan Ramayana yang berasal dari India. Lalu pada
masa pengaruh Islam, wayang oleh para wali digunakan sebagai
media dakwah yang tentunya dengan menyisipkan nilai-nilai
Islam (Artik, 2012:4).
Berikut adalah contoh-contoh pewayangan yaitu:
40
1) Wayang wong (wayang orang), adalah kesenian wayang
yang tokoh-tokohnya diperankan oleh manusia. Wayang
orang merupakan bentuk perwujudan dari wayang kulityang
diperagakan manusia (Lisbijanto 2013:1).
2) Wayang kulit, adalah wayang yang tokoh-tokohnya terbuat
dari bahan kulit. Wayang kulit juga bermakna bayangan,
yang mana ha ni disebabkan penonton juga dapat menikmati
pertunjukan wayang kulit dari belakang layar sehing bisa
melihat bayangannya saja (Lisbijanto 2013:1).
3) Wayang golek, adalah wayang yang tokoh-tokohnya terbuat
dari boneka tiga dimensi (Sumukti, 2006:78).
4) Wayang Klithik, adalah wayang yang terbuat dari kayu
berbentuk pipih seperti wayang kulit (Nurgiyantoro, 2011:29).
Menurut Ningrum (2016:5-6) cerita Punakawan dalam
kesenian wayang kulit yaitu pada tokoh-tokoh antara lain:
1) Semar merupakan pusat dari keseluruhan punakawan
sendiri. Semar banyak disegani oleh para kesatria atau
lawan, dimana semar adalah tokoh yang memiliki sifat atau
karakter yang rendah hati, tidak sombong, jujur, serta
menjadi contoh karakter yang baik dan bijaksana.
2) Gareng adalah anak angkat semar dimana gareng
mempunyai karakter yang berbeda, seorang yang tidak
pandai bicara apa yang dikatakannya kadangkadang serba
salah. Gareng merupakan tokoh punakawan yang memiliki
ketidak lengkapan bagian tubuh seperti halnya gareng yang
mengalami kecacatan kaki, cacat tangan, dan mata.
3) Petruk merupakan anak ke dua dari semar, dimana petruk
memiliki karakter yang nakal dan cerdas. Tokoh petruk
dengan bentuk tubuh, tangan dan kakinya panjang yang
menyimbulkan bahwa disetiap pemikiran harus panjang.
Petruk pandai berbicara dan juga sangat lucu, ia suka
41
menyindir segala hal yang tidak benar dengan lawakan-
lawakannya.
4) Bagong merupakan anak bungsu semar, dimana tokoh
bagong diciptakan dari bayangan semar, bagong memiliki
karakter yang sama halnya dengan saudaranya yaitu gareng
dan petruk, dimana bagong juga suka bercanda dan penuh
dengan kebebasan (berlagak bodoh).
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
seni pewayangan merupakan budaya yang sudah menjadi bagian
tak terpisahkan dari budaya Jawa. Ini karena timbulnya seni
pewayangan di Jawa mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan perkembangan sejarah Indonesia (Jawa) sejak masa
sebelum bangsa Hindu datang di Indonesia sampai Indonesia
merdeka saat ini. Wayang kulit merupakan hasil kebudayaan
bangsa Indonesia berbentuk pertunjukan yang mempertontonkan
bisa bayangan boneka kulit pada helai kain (kelir) dari hasil
sorotan lampu pertunjukan (blencong). Tokoh atau karakter
wayang pada pagelarannya dipersiapkan dengan cara
menancapkan bagian bawah wayang pada batang pisang
(gebog). Dalam pertunjukan wayang kulit tradisional dibutuhkan
seorang dalang atau pembawa cerita (lakon), dan diiringi kesenian
musik tradisional gamelan sebagai pendukung pertunjukannya
serta sinden yang membawakan lagu-lagu pengiringnya.
b. Pertunjukan Wayang
Pemain wayang orang haruslah seorang yang mempunyai
keterampilan menari dan menembang. Pemain wayang baik
adalah orang yang bisa memainkan perannya dengan prima,
khusunya dalam tari, tembang, intonasi suara dan
penghayatan atas tokoh yang diperankan. Dalam wayang
kulit, pemain wayang adalah seperangkat wayang kulit
lengkap, tokoh wayang terbuat dari bahan kulit dan diberi
gagang untuk pegangan. (Sutrisno, 2010:8).
42
Alat musik dalam pertunjukan wayang menurut Amir
(2001:94) setiap pertunjukan wayang selalu diiringi gamelan
yang mengalunkan irama yang dinamis sesuai suasana
adegan. Saat adegan kerabat kerajaan menghadap raja,
irama gamelan terdengar lembut sementara pada adegan
peperangan maka irama gamelan terasa mengehentak
mengikuti gerak pemain yang sedang berperang. Gamelan
merupakan seperangkat alat musik yang menonjolkan
metalafon, gambang, gendang, dan gong. Alat musik
pengiring instrumen gamelan terdiri dari kendang, bonang,
panerus, gender, gambang, suling, siter, clempung, slenthem,
demung, saron, kenong, kethuk, japan, kempyang, kempul,
peking, da gong. Gamelan yang dipakai untuk mengiringi
pertunjukan yag memiliki nada suara slendro dan pelog.
Sejalan dengan pendapat ahli di atas menurut Anwari
(2016:86) pertunjukan wayang saat ini tidak dilakukan setiap
saat, tetapi dengan jadwal tertentu. tidak semua kota
mempunyai grup kesenian wayang orang. Pertunjukan
wayang kulit biasanya tidak menetap di suatu lokasi. Pentas
wayang kulit tergantung permintaan pentas. Pertunjukan
wayang biasanya diadakan ketika diacara khitanan, syukuran,
perkawinan. Untuk suatu pertunjukan wayang kulit biasanya
dalang membawa satu perangkat gamelan komplit, wayang
kulit, nayaga dan pesinden.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa pertunjukan wayang kulit biasanya dilakukan di dalam
gedung, halaman rumah atau tempat terbuka, yang perlu
diperhatikan adalah tempat untuk penonton yang sangat luas
karena biasanya penonton wayang kulit datang dari berbagai
penjuru desa. Pertunjukan wayang selalu diiringi gamelan
yang mengalunkan irama yang dinamis sesuai suasana
adegan. Saat adegan kerabat kerajaan menghadap raja,
43
irama gamelan terdengar lembut sementara pada adegan
peperangan maka irama gamelan terasa mengehentak
mengikuti gerak pemain yang sedang berperang.
c. Ciri-Ciri Pertunjukan Wayang
Adapun ciri-ciri umum pertunjukan rakyat tradisional
menurut Penum (2007:138) sebagai berikut:
1) Lakon yang dihidangkan pada prinsipnya tanpa
menggunakan naskah cerita tertulis. Biasanya, lakon
dikenal sebagai sejarah, legenda, dongeng, dan cerita
babad. Namun, dewasa ini sudah banyak cerita kehidupan
sehari-hari yang dipentaskan.
2) Cara penyajiannya dilakukan secara spontan, dan
dilakukan secara improvisasi. Nilai dan laku dramatis
diungkapkan secara spontan pula dan tak terduga-duga.
Kita dapat menyaksikan dalam suatu adegan yang
berbeda, misalnya menangis dan tertawa, sedih dan
gembira, keduanya dilakukan secara bergantian.
Adapun ciri-ciri umum pertunjukan rakyat tradisional
menurut Walujo (2007:38) sebagai berikut:
1) Unsur lawakan merupakan gaya permainan yang sangat
dominan di dalam setiap pertunjukan. Apakah cerita yang
dihidupkan tersebut sedih atau gembira, tetapi setiap
celah atau kesempatan selalu menampilkan banyolan
atau humor.
2) Bentuk teater terpadu yang menggunakan seluruh unsur
teater dijalin secara terpadu, tidak hanya menggunakan
dialog dan akting, tetapi cara pengungkapannya dilakukan
juga dengan cara menari dan menyanyi.
3) Setiap pertunjukan selalu menggunakan tabuhan
(perlengkapan musik). Musik di sini bukan sekedar untuk
mengiringi lakon, tetapi merupakan bagian yang tak
terpisahkan.
44
Adapun ciri-ciri umum pertunjukan rakyat tradisional
menurut Rauf (2010:25) sebagai berikut:
1) Arena permainan di tempat terbuka dan selalu dalam
bentuk arena, dalam perkembangan selanjutnya sering
dipentaskan di pendopo.
2) Sifat teater rakyat adalah sederhana, spontan, dan akrab.
Komunikasi timbal balik sangat kuat dalam hubungan
antarpemain dan penonton.
3) Lama pertuinjukan biasanya lebih dari 5 jam, bahkan ada
yang semalam suntuk. Biasanya lama pertunjukan
tergantung respon penonton.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa ciri-ciri pertunjukan wayang yaitu lakon yang
dihidangkan pada prinsipnya tanpa menggunakan naskah
cerita tertulis. Biasanya, lakon dikenal sebagai sejarah,
legenda, dongeng, dan cerita babad. Namun, dewasa ini
sudah banyak cerita kehidupan sehari-hari yang dipentaskan.
Bentuk teater terpadu yang menggunakan seluruh unsur
teater dijalin secara terpadu, tidak hanya menggunakan dialog
dan akting, tetapi cara pengungkapannya dilakukan juga
dengan cara menari dan menyanyi. Lama pertuinjukan
biasanya lebih dari 5 jam, bahkan ada yang semalam suntuk.
Biasanya lama pertunjukan tergantung respon penonton.
8. Istilah Kebudayaan
a. Hakikat kebudayaan
Kebudayaan merupakan pernyataan dan perwujudan
dari kehendak perasaan dan pikiran manusia. Oleh karena itu,
kebudayaan dapat berkembang dari tingkat yang sederhana
menuju yang lebih kompleks atau modern sesuai dengan
tingkat pengetahuan manusia pendukung kebudayaan
tersebut. Kebudayaan manusia yang kompleks tersebut dapat
diperinci ke dalam unsur-unsur yang lebih khusus.
45
Kebudayaan setiap masyarakat, baik kebudayaan yang
sederhana maupun yang modern memiliki unsur-unsur
kebudayaan. Setiap unsur tersebut akan saling berkaitan dan
membentuk suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Menurut Setiadi dkk, (2006:29) kata budaya berasal dari
bahasa Sansekerta yaitu budhayah, yaitu bentuk jamak kata
buddhi yang berarti budi atau akal. Budaya yaitu sebagai
segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan
mengubah alam.
Sejalan dengan definisi diatas dapat di jelaskan kembali
bahwa kebudayaan adalah Keseluruhan pengetahuan yang
dipunyai oleh manusia sebagai makhluk sosial yang isinya
adalah perangkat-perangkat, model-model pengetahuan yang
secara selektif dapat dipergunakan untuk memahami dan
mengiterpretasikan lingkungan yang dihadapinya, serta untuk
mendorog dan menciptakan tindakan-tindakan yang
diperlukan. (Suplan (dalam Farid, 2014:3)). Kebudayaan
adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak
hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap
lebih tinggi dan lebih diinginkan. (Siregar, 2002:5).
Kebudayaan merupakan sesuatu yang dinamis dengan
unsur-unsur seperti nilainilai luhur yang dipandang sebagai
“blue print”, cetak biru, sesuatu yang diyakini, dimiliki dan
diakui bernilai oleh sebagian besar masyarakat. Selain nilai,
kebudayaan juga memiliki unsur wujud perilaku (aktivitas) atas
nilai tersebut, kebudayaan juga memiliki artefak (wujud,
material, sebagai hasil aktivitas bersama, berpola atau ada
nilai keajegan). (Djazifah dkk, 2015:30).
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek
kehidupan. Istilah ini meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-
kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan
46
manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok
penduduk tertentu.
b. Perwujudan kebudayaan
Wujud kebudayaan itu adalah sebagai sesuatu
rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola.
Menurut Koentjaningrat (dalam Setiadi dkk, 2006:29)
mengemukakan bahwa kebudayaan itu dibagi atau
digolongkan dalam tiga wujud, yaitu:
1) Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan. Budaya yang
ideal ini merupakan perwujudan dan kebudayaan yang
bersifat abstrak tak dapat diraba, dipegang, ataupun
difoto dan tempatnya ada di alam pikiran masyarakat
dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.
2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas
serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
Wujud ini dinamakan dengan sistem sosial, karena
menyangkut tindakan dan kelakuan pola dari manusia
itu sendiri.
3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya
mausia. Kebudayaan fisik ini merupakan perwuudan
kebudayaan yang bersifat konkret, dalam bentuk
materi.
Wujud budaya menurut Koentjaraningrat (2001:96)
sesungguhnya meliputi 3 macam, yaitu:
1) Ideas (ide/gagasan) yang menghasilkan sistem
budaya/adat-istiadat.
2) Activities (tindakan) yang menghasilkan sistem sosial.
3) Artifact (artefak) yang menghasilkan kebudayaan fisik.
Wujud kebudayaan menurut Sumaryadi (2004:3)
sesungguhnya meliputi yaitu:
47
1) Ide, gagasan, nilai, norma, peraturan merupakan
sesuatu yang bersifat abstrak, kerangka pemikiran
dalam otak, kerangka perilaku yang ideal, berupa
tatanan/peraturan/norma ideal. Termasuk dalam wujud
pertama ini, misalnya: cita-cita, visi dan misi,
norma/aturan-aturan, dan seterusnya.
2) Tindakan/aktivitas merupakan sesuatu yang konkret,
tindakan berpola manusia dalam masyarakat, perilaku
manusia dalam hidup bersosialisasi dan berkomunikasi,
perilaku manusia dalam bergaul dengan sesamanya,
perilaku manusia sehari-hari menurut pola-pola tertentu
berdasarkan adat tata kelakuan. Termasuk dalam
wujud kedua ini, misalnya: proses belajar-mengajar,
proses administrasi, proses kreatif, proses produksi,
dan seterusnya.
3) Kebudayaan fisik merupakan sesuatu yang konkret,
benda-benda hasil karya manusia, baik yang besar-
besar maupun yang kecil-kecil. Termasuk dalam wujud
ketiga ini, misalnya: gedung, ruang, buku, komputer,
candi, dan seterusnya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa perwujudan budaya berupa ide-ide, gagasan, nilai-
nilai, norma-norma, dan peraturan. Berupa tindakan yang
menghasilkan sistem sosial dan berupa artefak atau budaya
fisik sesuatu yang konkret, benda-benda hasil karya
manusia.
c. Subtansi (isi) utama budaya
Subtansi utama kebudayaan merupakan wujud abstrak
dari segala macam ide dan gagasan manusia yang
bermunculan memberi jiwa kepada masyarakat itu sendiri, baik
dalam bentuk maupun sistem pengetahuan, nilai, pandangan
hidup, kepercayaan, persepsi, etos kebudayaan.
48
1) Sistem pengetahuan
Menurut Setiadi dkk (2006:31) Sistem pengetahuan
yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial merupakan
suatu akumulasi dari perjalanan hidupnya dalam hal
berusaha memahaminya, seperti alam sekitar, daerah
tempat tinggal, tubuh manusia, sifat dan tingkah laku
sesama manusia. Untuk memahami pengetahuan tersebut
manusia harus melakukan tiga cara yaitu melalui
pengalaman dalam kehidupan sosial, melalui pendidikan
formal dan nonformal, dan melalui petunjuk-petunjuk yang
bersifat simbolis.
2) Nilai
Menurut Setiadi dkk (2006:32) sesuatu dapat
dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga atau
nilai kebenaran, estetika, moral dan agama. Nilai budaya
manusia di dunia adalah lima dasar yang bersifat universal
yaitu hakikat hidup manusia, karya manusia, waktu
manusia, alam, hubungan antarmanusia.
3) Pandangan Hidup
Menurut Suparman (2002:96) pandangan hidup
merupakan pedoman bagi suatu bangsa atau masyarakat
dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya. Di
dalamnya terkandung konsep nilai kehidupan yang dicita-
citakan oleh suatu masyarakat.
4) Kepercayaan
Menurut Suparman (2002:96) kepercayaan
mengandung arti yang lebih luas daripada agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pada
dasarnya manusia yang memiliki naluri untuk
menghambakan diri kepada yang Maha tinggi, yaitu
dianggap mampu mengendalikan hidup manusia.
5) Persepsi
49
Menurut Setiadi dkk (2006:33) persepsi atau sudut
pandang merupakan suatu titik tolak pemikiran yang
tersusun dari seperangkat kata-kata yang digunakan untuk
memahami kejadian atau gejala dalam kehidupan.
6) Etos kebudayaan
Menurut Setiadi dkk (2006:33) etos atau jiwa
kebudayaan sering tampak pada gaya perilaku warga
misalnya, kegemaran-kegemaran masyarakat, serta
berbagai benda hasil karya mereka yang dilihat oleh orang
asing.
7) Sistem budaya
Menurut Setiadi dkk (2006:45) salah satu fungsi
sistem budaya adalah menata serta menetapkan tindakan-
tindakan dan tingkah laku manusia. Mencakup unsur pokok
kebudayaan yaitu sistem norma, organisasi ekonomi, alat-
alat dan lembaga pendidikan dan organisasi kekuatan.
Istilah universal menunjukkan bahwa unsur-unsur
kebudayaan bersifat universal dan dapat ditemukan di dalam
kebudayaan semua bangsa yang terbesar di berbagai penjuru
dunia. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah bahasa, sistem
pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan
teknologi, sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup, sistem
religi dan sistem kesenian. (Siregar, 2002:35)
Menurut Kluckhohn (2003:13) ada tujuh unsur kebuyaan
yaitu sistem bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial,
sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian,
sistem religi, dan kesenian.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
unsur budaya memiliki fungsi sebagai hubungan antara suatu hal
dengan tujuan tertentu. menerangkan kaitan antara satu hal
dengan hal lain. Menerangkan hubungan yang terjadi antara satu
hal yag lain dalam satu sistem yang terintegrasi.
50
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, maka
kerangka pemikiran dinyatakan bahwa hipotesis penelitian yang
menjadi salah satu penyebab kesulitan belajar yang dialami oleh
siswa dalam mempelajari materi bahasa Indonesia yaitu karena guru
menggunakan metode ceramah yang kurang bervariasi ketika
menyampaikan materi, dan rendahnya siswa dalam pemahaman
materi pewayangan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya
referensi dengan menggunakan kamus dan kurangnya minat siswa
terhadap kesenian wayang. Kebutuhan siswa terhadap layanan
teknologi berbasis IT sangatlah bervariatif salah satu kebutuhannya
adalah kebutuhan akan ketersediaan kamus dengan berbagai
kepentingan mulai dari kamus yang bersifat umum hingga kamus
istilah-istilah khusus.
Pengembangan kamus istilah pewayangan ini mengambil
sumber data dari beberapa artikel, majalah, koran, website untuk
mengumpulkan korpus data pada kamus, dan dalam
pendefinisiannya menggunakan Genus dan Differentia. Kemudian
kamus di uji validasi oleh ahli media dan ahli bahasa. Setelah di uji
validasi oleh para ahli dan mendapatkan revisian, penulis
memperbaiki kamus yang telah di revisi oleh para ahli, kemudian
setelah kamus telah diperbaiki maka kamus istilah pewayangan ini
kemudian di uji cobakan ke praktisi pendidikan atau guru setelah guru
melihat kamus dan menilai kemudian kamus istilah pewayangan ini di
uji cobakan ke siswa SMP Plus Pewaris Peradaban pada kelas VII.
Adapun di bawah ini merupakan gambar kerangkar berpikir
sebagai berikut:
51
Gambar 2.4
Kerangka Berpikir
Salah satu penyebab kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dalam mempelajari materi bahasa Indonesia yaitu karena guru menggunakan metode ceramah yang kurang bervariasi ketika menyampaikan materi, dan rendahnya siswa dalam pemahaman materi pewayangan.
Pengembangan kamus
istilah pewayangan
Uji Validasi
Kurangnya
media
pembelajaran
berupa
aplikasi
kamus
Kurangnya
minat siswa
terhadap
kesenian
wayang
Genus
dan
Differentia
Artikel,
Majalah,
Koran,
Wibsite
Ahli Bahasa Ahli Media
Siswa SMP dan
Masyarakat
Kamus pewayangan
sederhana
52
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Pengambilan subjek data dalam uji coba produk ini dilakukan
di sekolah SMP Plus Pewaris Peradaban sebagai tempat
pengambilan data pada uji coba aplikasi kamus istilah
pewayangan.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2017 sampai
dengan Juli pada tahun 2018, dengan rincian waktu penelitian
sebagai berikut.
Tabel 3.1
Rincian Pelaksanaan Penelitian
No Kegiatan
Bulan
5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
2017 2018
1. Penyususnan
Proposal
2. Penentuan
Instrument
3. Uji Coba
Instrument
4. Pengumpulan
Data
5. Analisi Data
6. Pembuatan
Draff Laporan
7. Penyempurnaa
n Laporan
53
8. Ujian dan
Perbaikan
B. Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam pengembangan kamus istilah
pewayangan adalah Research and Development (R&D). Menurut
Sugiyono (2016:297) Research and Development adalah metode
penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan
menguji keefektifan produk tersebut. Penelitian tentang kamus istilah
pewayangan. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan media
baru melalui proses pembelajaran. Menurut Putra (2016:54) dalam
Endang Mulyatiningsih (2011: 161) Media penelitian dan
pengembangan dalam bidang pendidikan dapat berupa model,
media, peralatan, buku, modul, alat evaluasi, dan perangkat
pembelajaran seperti kurikulum dan kebijakan sekolah.
Berdasarkan pendapat di atas penelitian merumuskan tahap
penelitian yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Tahapan yang
dirumuskan oleh prnrlitian hanya sampai pada uji coba produk
pengembangan kamus istilah pewayangan untuk siswa dikarenakan
keterbatasan waktu penelitian dalam melakukan penelitian.
Perancangan dan pengembangan media melalui beberapa tahap.
54
Gambar 3.1
Tahapan Pengembangan Produk
1. Potensi Masalah
Peneliti melihat masalah yang timbul dalam pembelajaran
bahasa Indoneisa yang dipandang merupakan pelajaran yang
mudah terkadang monoton. Berdasarkan hal tersebut peneliti
melihat adanya potensi untuk mengembangkan media
pembelajaran yang erat hubungannya dengan teknologi yang
tidak asing untuk dioperasikan oleh siswa. Melihat
perkembangan teknologi yang pesat terutama pada teknologi
smartphone peneliti melihat adanya potensi yang besar jika
dikembangkan media pembelajran berupa kamus istilah
pewayangan.
Analisis kompetensi dan instruksional yang meliputi
analisis terhadap Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD) apa yang akan dimuat dalam media ini kemudian
Potensi dan Masalah
Studi Literatur Pengumpulan Data
Desain Produk
Validasi Desain
Revisi Desain
Uji Coba Produk
55
dijabarkan ke dalam indikator pembelajaran yang
memungkinkan untuk disajikan dalam bentuk kamus istilah
pewayangan. (Sugiyono, 2013:409)
2. Studi Literatur dan Pengumpulan Data
Tahap selanjutnya adalah literatur dan pengumpulan
informasi yang dilakukan peneliti untuk dapat mengembangkan
media pembelajaran bahasa Indonesia. Dipilihnya aplikasi
lexique pro sebagai operating system dikarenakan
pengembangan media pembelajaran ini lebih mudah leluasa
karena sifatnya yang open source, serta mempunyai potensi
untuk dapat di manfaatkan oleh pengguna maupun sisiwa
dimana saja untuk membantu dalam belajar. (Sugiyono,
2013:411).
3. Desain Produk
Desain produk menjadi awal dalam pengembangan media
pembelajaran berupa tampilan kamus, daftar lema. Media yang
akan dibuat menggunakan alat bantu Antconc dan Lexique Pro,
desain produk juga merupakan acuan utama dalam
pengembangan media pembelajaran bahasa Indonesia.
(Sugiyono, 2013:412)
4. Validasi Desain
Setelah perancangan desain produk awal dilakukan
validitas oleh praktisi ahli bahasa, ahli media, dan pengguna
ataupun siswa.
Pada tahap pertama media awal divalidasi oleh satu ahli
media (Guru TIK) dan satu ahli bahasa (dosen). Hasilnya
berupa saran, komentar, dan masukan yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk melakukan revisi I terhadap media yang
dikembangkan. Pada tahap kedua media divalidasi oleh praktisi
pembelajaran Bahasa Indonesia yaitu guru Bahasa Indonesia
56
SMP Plus Pewaris Peradaban menggunakan Instrument yang
telah disusun. (Sugiyono, 2013:414)
5. Revisi Desain
Pada tahap ini revisi desain bertujuan memperbaiki desain
produk yang telah di validitasi oleh praktisi ahli bahasa, ahli
media. Sehingga di dapatkan produk pengembangan kamus
yang telah teruji secara internal siap dilakukan uji coba kepada
pengguna ataupun siswa.
6. Uji Coba Produk
Uji coba produkbertujuan untuk mengetahui kelemahan-
kelamahan yang ada pada pengembangan kamus yang telah
dibuat. Setelah mengetahui hasil uji coba produk maka
dilakukan perbaikan untuk mendapatkan produk yang telah
teruji.
C. Desain Penelitan
1. Deskripsi Sistem
Pengembangan media pembelajaran bahasa Indonesia ini
adalah sebuah media pembelajaran berupa kamus istilah
pewayangan. Bertujuan membantu siswa memahami dan
mengenal budaya serta kesenian wayang yaitu melalui
pembelajaran bahasa Indonesia yang tertuang kedalam kamus.
Melalui alat bantu Antconc dan Lexique Pro.
2. Desain Input dan Output
Perancangan input dan ouput merupakan proses
perancangan tampilan-tampilan yang akan ditampilkan pada
kamus yang akan dibuat melalui alat bantu Antconc dan
Lexique Pro.
57
a. Halaman Antconc
Halaman awal merupakan tampilan awal untuk masuk
dalam alat bantu Antconc. Halaman ini berupa tampilan
untuk memunculkan file berupa kumpulan cerita wayang.
Gambar 3.2
Antconc Kumpulan Cerita Wayang
- Klik file, open file, klik file yang sudah menjadi Notepad.
- Klik Wordlist, klik star lalu akan muncul daftar lema.
b. Halaman Lexique Pro
Halaman awal merupakan tampilan awal untuk masuk
dalam alat bantu Lexique Pro. Halaman ini berupa tampilan
untuk menyusun kamus istilah pewayangan.
58
Gambar 3.3
Lexique Pro Penyusunan Kamus Istilah Pewayangan
- Klik file crate New Lexicon, klik Next, lalu klik Create
- Untuk menyesuaikan kode dengan kebutuhan kita, klik
Tools, kemudian pilih Configure (Melalui Tools, kita juga
bisa mengganti jenis dan ukuran fonta (Configure Font
Styles).
- Pilih Display (sebelah kiri), kemudian pilih Edit Settings, klik
Ok
- Klik edit, ketik satu lema kepala (/lx) beserta kelas kata (/ps),
definisi (/dn) dan contoh dalam bahasa sumber (xv).
(Diadaptasi oleh Deny A. Kwary)
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalh siswa kelas VII SMP Plus Pewaris
Peradaban. Kelas yang dipilih merupakan kelas yang persentase
ketuntasan belajarnya paling rendah. Sementara itu objek
penelitiannya adalah kelayakan Kamus Istilah Pewayangan yang
59
digunakan sebagai media pembelajaran bahasa Indonesia kelas
VII.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan memberikan
instrumen penelitian berupa kuesioner kepada siswa sebagai uji
coba kamus istilah pewayangan sebagai media pembelajaran
bahasa Indonesia. Media pembelajaran tersebut terlebih dahulu
dilakukan uji validitas produk diberikan kepada ahli bahasa, ahli
media dimaksudkan untuk memproleh produk kamus yang layak.
1. Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup
data kualitatitf dan kuantitatif, yaitu :
a. Data kualitatif merupakan data tentang proses
pengembangan media pembelajaran berupa kritik dan saran
dari ahli materi, ahli media, praktisi pembelajaran akuntansi,
dan siswa.
b. Data kuantitatif merupakan data pokok dalam penelitian yang
berupa data penilaian kelayakan tentang media
pembelajaran dari ahli materi, ahli media, praktisi
pembelajaran bahasa Indonesia dan data pendapat/respon
siswa mengenai produk yang telah dikembangkan.
2. Instrumen Pengumpulan data
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data
adalah angket. Angket merupakan teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan
atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Putra (2016:60) dalam (Sugiyono, 2011; 142). Angket
digunakan untuk mengukur kelayakan media yang
dikembangkan ditinjau dari aspek relevansi materi,
pengorganisasian materi, evaluasi/latihan soal, bahasa,
rekayasa perangkat lunak, dan tampilan visual.
60
Angket yang digunakan pada penelitian pengembangan
ini untuk memperoleh data dari ahli media, ahli materi, dan
siswa. Sebagai bahan mengevaluasi produk/media
pembelajaran yang dikembangkan. Pada kuesioner tidak
digunakan pertanyaan negatif, karena angket ini digunakan
untuk menilai kelayakan media pembelajaran. Adapun kisi-kisi
angket pada halaman selanjutnya.
Tabel 3.2
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Pengembangan Kamus Istilah
Pewayangan sebagai Media Pembelajaran Bahasa Indonesia
di SMP Untuk Ahli Bahasa
Aspek Indikator Jumlah
No Butir
Tipe Lema a. Tipe lema leksikal standar
memiliki kategori nomina
(n), verba (v), adjektiva
(a), adverbia (adv) dan
numeralia (num).
1
b. Tipe lema gramatikal
mengacu pada lema yang
berperan secara
gramatikal.
2
Pendefinisian
c. Definisi lema bertipe
‘genus dan differentiae’
berupa definisi yang
dijelaskan secara analitis
yaitu memberikan
penjelasan dengan genus
dan ditunjukkan dengan
ciri pembedanya.
3
61
d. Definisi lema bertipe
sinonim berupa definisi
yang terdiri atas sinonim,
kumpulan sinonim atau
frasa sinonim.
4
e. Definisi lema ostentif
berupa definisi yang
memberikan penjelasan
dengan suatu gambar
5
f. Definisi lema ostentif
berupa definisi yang
memberikan penjelasan
dengan suatu gambar.
6
Kebahasaan g. Ketepatan struktur kata 7
h. Kelugasan makna lema 8
i. Kebakuan Istilah 9
Keterbacaan j. Keterbacaan pesan 10
k. Ketepatan penggunaan
kaidah bahasa
11
Kesesuaian
dengan tingkat
perkembangan
peserta didik
l. Kesesuaian
perkembangan intelektual
peserta didik
12
m. Kesesuaian dengan
tingkat perkembangan
emosional peserta didik
13
Penggunaan
istilah, simbol
atau ikon
n. Konsistensi penggunaan
istilah
14
o. Konsistensi penggunaan
simbol atau ikon
15
Sumber diadaptasi dari Setiawan 2007
62
Tabel 3.3
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Pengembangan Kamus Istilah
Pewayangan sebagai Media Pembelajaran Bahasa Indonesia
di SMP Untuk Ahli Media
Aspek Indikator No Butir
Rekayasa
Perangkat Lunak
a. Efektitif dan efisien
penggunaan sumber
daya
1
b. Reliabilitas media 2
c. Kompatibiitas media 3
d. Pemaketan yang
terpadu
4
e. Kelengkapan
dokumentasi
5
f. Usabilitas media 6
Komunikasi
Visual
g. Komunikatif 7
h. Kreatif 8
i. Audio 9
j. Visual 10
k. Animasi 11
l. Ikon Navigasi 12
Sumber diadaptasi dari Romi Satria Wahono (2006) dalam
Skripsinya Ditto Rahmawan “Pengembangan Game Edukatif
Berbasis Android Sebagai Media Pembelajaran Akuntansi Di Kelas
Xi Ips Sma Negeri 1 Imogiri Pada Materi Jurnal Penyesuaian
Perusahan Jasa”.
63
Tabel 3.4
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Pengembangan Kamus Istilah
Pewayangan sebagai Media Pembelajaran Bahasa Indonesia
di SMP Untuk Guru
Aspek Indikator No Butir
Tipe Definisi Lema a. Lema tersedia secara
alfabetis
1
b. Ada tidaknya kelas kata
dalam lema.
2
c. Ada tidaknya makna dalam
lema.
3
d. Ada tidaknya ragam dalam
lema.
4
e. Ada tidaknya pelafalan
fonetis dalam lema.
5
f. Ada tidaknya contoh
penggunaan dalam lema.
6
g. Ada tidaknya bentuk
turunan dalam lema.
7
h. Ada tidaknya informasi
morfologi dalam lema.
8
i. Ada tidaknya etimologi (asal
lema) di dalam lema.
9
Keterbacaan j. Ketepatan penggunaan
kaidah bahasa
10
k. Keterbacaan pesan 11
Pilihan Kata l. Mengomunikasikan
gagasan berdasarkan
pilihan kata yang tepat
12
m. Mendefinisikan kata tanpa 13
64
salah penafsiran atau salah
makna
Tampilan Menarik n. Penggunaan istilah, simbol
atau ikon
14
o. Fitur dapat memfalisitasi
pengguna
15
p. Website dapat mudah
digunakan
16
Kemanfaatan q. Kamus ini bermanfaat bagi
siswa
17
r. Kamus dipakai dimana saja
dan kapan saja
18
s. Media pembelajaran ini
dapat digunakan secara
gratis.
19
Penyajian Materi t. Materi terorganisasi dengan
baik
20
u. Kesesuaian dengan
perkembangan kognitif
siswa
21
v. Kesesuaian dengan
perkembangan kognitif
siswa
22
w. Penggunaan media
pembelajaran baru
23
Sumber diadaptasi dari Setiawan 2007 dalam Skripsinya Ika Kurniasih
2014 “Analisis Lema Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar”.
65
Tabel 3.5
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Pengembangan Kamus Istilah
Pewayangan sebagai Media Pembelajaran Bahasa Indonesia
di SMP Untuk Siswa
Aspek Indikator No Butir
Tipe Definisi Lema a. Lema tersedia secara alfabetis
1
b. Ada tidaknya kelas kata dalam
lema.
2
c. Ada tidaknya makna dalam
lema.
3
d. Ada tidaknya ragam dalam
lema.
4
e. Ada tidaknya pelafalan fonetis
dalam lema.
5
f. Ada tidaknya contoh
penggunaan dalam lema.
6
Keterbacaan g. Ketepatan penggunaan kaidah
bahasa
h. Keterbacaan pesan dalam
lema
Pilihan Kata i. Terdapat gagasan berdasarkan
pilihan kata yang tepat
j. Mendefinisikan kata tanpa
salah penafsiran atau salah
makna
Tampilan Menarik
k. Mendefinisikan kata tanpa
salah penafsiran atau salah
makna
11
l. Fitur dapat memfalisitasi
pengguna
12
m. Website dapat mudah 13
66
digunakan
Kemanfaatan n. Kamus ini bermanfaat bagi
pengguna
14
o. Kamus ini di gunakan secara
gratis
15
Penyajian Materi p. Dapat menggunakan kamus
dengan mudah
16
q. Dapat menggunakan media
pembelajaran kamus ini untuk
belajar kapan saja dan dimana
saja
17
r. Media pembelajaran kamus ini
berjalan lancar di perangkat
komputer.
18
Sumber diadaptasi dari Setiawan 2007
3. Teknik Pengumpulan Korpus
Untuk mengumpulkan korpus, peneliti pertama-tama
mencari sumber data yang berkaitan erat dengan kamus istilah
pewayangan. Melalui media elektornik seperti koran online,
majalah, artikel, media sosial, dan buku. Data tersedia secara
online untuk dijadikan korpus, file ini harus dikonversi terlebih
dulu dengan menggunakan peranti lunak Solid Converter PDF
Version 3.0. Peranti lunak ini mengubah file berformat .pdf
menjadi .doc yang bisa dibuka dengan menggunakan program
MicroSoft Word. File yang berbentuk .doc tersebut nantinya
akan bisa di Save As menjadi .txt sehingga dapat diproses lebih
lanjut. Selain pengambilan data secara online terdapat pula
bentuk cetakan (buku). Untuk mendapatkan kosakata teknis
dari masing-masing file, peneliti mengunakan dua jenis peranti
lunak.
Pertama, peranti lunak Range digunakan untuk file dari
media online. Peranti lunak ini bisa menunjukkan kata-kata
67
mana saja yang termasuk kosakata berfrekuensi tinggi,
kosakata akademik, dan kosakata lainnya dalam teks
berbahasa Inggris. Selanjutnya, peranti lunak Concordance
versi 3.2. dugunakan untuk file dari media cetak. Peranti lunak
ini digunakan untuk menghitung secara otomatis frekuensi kata.
Hasil kedua peranti lunak tersebut akan diselaraskan untuk
menghasilkan ekuivalensi yang paling tepat untuk masing-
masing kata yang akan dijadikan entri atau lema dalam kamus
istilah pewayangan yang akan dibuat.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
dengan statistik deskriptif yaitu menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau mengembangkan data yang terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang
berlaku untuk umum atau regreneralisasi (Sugiyono, 2015:254).
Teknik ini dilakukan untuk mengolah dua data yaitu 1) analisis data
uji validitas produk oleh ahli media dan bahasa, sebagai dasar
dalam proses perbaikan atau revisi pada pengembangan kamus
istilah pewayangan. 2) analisis data pada uji coba oleh guru bahasa
indonesia dan oleh siswa sehingga dapat diketahui respon dari
siswa terhadap pengembangan kamus istilah pewayangan ini.
Teknik analisis data uji validitas produk dan uji coba guru dan
siswa ini dilakukan secara kuantitatif. Data uji validitas produk
tersebut diperoleh dari angket uji validitas produk yang diberikan
dan diisi oleh ahli media dan ahli bahasa yang ditentukan.
Sedangkan uji coba oleh guru dan uji coba oleh siswa diperoleh
dari angket yang diberikan pada guru dan siswa. Bahan ajar
dikatakan layak dengan kriteria kelayakan bahan ajar dengan
pengukuran skla likert yaitu ≥60%.
Teknik pengumpulan data yang digunkan dalam penelitian ini
menggunakan angket dalam Skala Guttman. Menurut Riduwan
68
(2015:90) skala guttman merupakan skala kumulatif yang
mengukur suatu dimensi saja dari suatu variabel yang multidimensi.
Jadi skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas
(tegas) dan konsisten. Misalnya: Yakin – tidak yakin, ya – setuju, ya
– tidak, benar – salah. Skala guttman disamping dapat dibuat
bentuk pilihan ganda dan bisa juga dibuat dalam bentuk cheklist.
Jawaban responden dapar berupa skor tertinggi bernilai (1) dan
skor terendah (0).
Tabel 3.6
Kriteria Penilaian
Nilai (%) Keterangan
0,800 - 10,000 Sangat Tinggi
0,600 - 0,799 Tinggi
0,400 - 0,599 Cukup Tinggi
0,200 - 0,399 Rendah
0,000 - 0,199 Sangat rendah
Penghitungan penilaian menggunakan metode Kuder
Richardson-20 (KR-20) metode ini berguna untuk mengetahui
realibilitas dari seluruh tes untuk item pertanyaan atau pernyataan
yang menggunakan jawab benar (YA) atau salah (TIDAK). Bila benar
bernilai =1 dan jika salah bernilai =0.
Rumus KR-20
Dimana : 𝑟11= Koefesien realibilitas internal seluruh item
p = Proposisi subjek yang menjawab item dengan benar
q = Proposisi subjek yang menjawab item yang salah
∑pq = Jumlah hasil perkalian p dan q
k = Banyaknya item
s = Standar deviasi dari tes
𝑟11 = (𝑘
𝑘 − 1) (
𝑠2 − ∑𝑝𝑞
𝑠2 )
69
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Penelitian yang dilakukan ini menghasilkan sebuah media
pembelajaran bahasa Indonesia di SMP kelas VII, berupa
Pengembangan Kamus Istilah Pewayangan Sebagai Media
Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah, dimana sebelum
dilakukan uji coba produk terlebih dahulu rancangan awal di uji
validitas produk dengan ahli bahasa yaitu dosen bahasa Indonesia
dan guru Teknologi Informasi dan Komunikasi. Dosen bahasa
Indonesia bertindak menilai dan memberi saran mengenai
rancangan pembuatan kamus yang dibuat meliputi: (1) Aspek tipe
lema, (2) Pendefinisian, (3) Kelugasan, (4) Keterbacaan, (5)
Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik, (6)
Penggunaan istilah, simbol atau ikon.
Sedangkan uji validitas produk dengan ahli media yaitu dengan
Guru Teknologi Informasi dan Komunikasi bertindak menilai dan
memberi saran mengenai rancangan media pembelajaran kamus
istilah pewayangan yang dibuat meliputi: (1) Rekayasa perangkat
Lunak, (2) Komunikasi Visual. Sedangkan uji validitas produk dengan
Pengguna/Siswa bertindak menilai hasil produk kamus istilah
pewayangan yang dibuat meliputi: (1) Tipe definisi lema, (2)
Keterbacaan, (3) Pilihan Kata, (4) Tampilan Menarik, (5)
Kemanfaatan.
Praktisi ahli pertama (P1) dilalukan oleh ahli media yaitu Zenni
Yudhistira, S.Kom. selaku guru Teknologi dan Informasi Komputer
mengajar pada mata pelajaran Matematikan dan TIK di sekolah
SMPIT dan SMKIT Lukman Al-Hakim Bogor. Praktisi ahli kedua (P2)
dilakukan oleh ahli bahasa yaitu Nurhadi Sulhan, M.Pd. selaku
Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Muhammadiyah
Jakarta. Praktisi ketiga (P3) dilakukan oleh Sulastri, S.Pd. selaku
70
guru Bahasa Indonesia di SMP Plus Pewarisan Peradaban, keempat
(P4) dilakukan oleh Muhammad Taufik, S.Pd. selaku guru bahasa
Indonesia dan Kepala sekolah di SMP Plus Pewarisan Peradaban
dan (P5) dilakukan oleh Siswa dan Siswi di Sekolah SMP Plus
Pewarisan Peradaban.
Pengembanan media pembelajaran kamus istilah pewayangan
ini didasarkan pada kenyataan bahwa guru masih banyak yang
kurang menggunakan media pembelajaran sebagai alat
pembelajaran. Hasil pengembangan ini dimaksudkan untuk
memenuhi tersedianya salah satu media pembelajaran kamus istilah
pewayangan yang dapat meningkatkan minat siswa dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia.
Berdasarkan metode penelitian yang telah dipilih maka, proses
penelitian meliputi:
1. Analisis
Analisis merupakan tahap awal yang harus dilakukan
sebelum menyusun program atau media dalam pembelajaran
karena pada tahap ini permasalahan yang ditemukan dalam
pembelajaran dikaji dan kemudian dirumuskan cara
pemecahannya. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan
oleh peneliti di SMP Plus Pewaris Peradaban, terdapat beberapa
hal penting yang menjadi dasar pengembangan media
pembelajaran ini. Beberapa hal diantaranya adalah:
a) Hasil observasi yang telah dilakukan peneliti menyatakan
bahwa hasil belajar yang dimiliki siswa cukup rendah. Hal ini
ditunjukkan melalui hasil perolehan nilai-nilai yang diambil
oleh guru mata pelajaran Bahasa Indonesia.
b) Berdasarkan hasil observasi peneliti menemukan bahwa SMP
Plus Pewaris Peradaban memiliki sarana dan prasarana yang
cukup memadai, salah satunya adanya ketersediaan LCD
proyektor. Hal tersebut merupakan salah satu potensi yang
sangat disayangkan jika tidak dimanfaatkan dengan baik.
71
Guru berada di sekolah tersebut juga dapat mengoperasikan
komputer dan LCD proyektor sehingga memungkinkan untuk
memanfatkan saran tersebut sebagai alat bantu pembelajaran
yang efektif.
Berdasarkan beberapa uraian diatas, maka peneliti
mengembangkan media pembelajaran kamus istilah pewayangan
menggunakan aplikasi Lexique pro. Aplikasi ini dipilih karena
dianggap mampu menyajikan konten kamus pembelajaran dengan
memadukan gambar, desain yang menarik sehingga siswa
mampu menikmati proses pembelajaran di era pengetahuan
digital.
Oleh karena itu, kamus istilah pewayangan ini dianggap
mampu meningkatkan antusiasisme peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran karena media pembelajaran ini mampu memberikan
pengalaman belajar yang menyenangkan dan lebih efektif.
2. Desain
Tahap desain merupakan tahap persiapan pembuatan
media pembelajaran berupa kamus istilah pewayangan ini
dengan mengumpulkan sumber data dari berbagai artikel, berita,
majalah, koran, dan buku yang membahas tentang pewayangan.
3. Pengembangan
Tahap ini merupakan tahap produksi media dimana
pembuatan media disesuaikan dengan tingkat perkembangan
siswa. Pada tahap ini juga media yang telah selesai dibuat
diperiksa dan divalidasi oleh praktisi ahli agar dapat digunakan di
dalam pemebelajaran. Proses produksi media pembelajaran
kamus pewayangan ini terdiri dari beberapa tahap yaitu:
Tahap pertama dimulai dengan menyiapkan segala
perangkat untuk membuat media pembelajaran, baik perangkat
keras maupun perangkat lunak, perangkat keras terdiri atas
laptop dan mouse, sedangkan perangkat lunas terdiri dari
software utama pembuat media yaitu Lexique pro. Tahap kedua
72
merupakan tahap produksi, tahap ini dimulai dari menjalankan
peranti lunak (klik dan enter ikon Lexique pro),
Gambar 4.1
Tampilan awal kamus pewayangan
kemudian mengklik file dan pilih Create New Lexicon,
Gambar 4.2
Create New Lexicon
Pada layar berikut, mengklik next
73
Gambar 4.3
Create New Lexicon
Pada layar berikut, ketik nama bahasa pada kotak Language
Name. Kode bahasa bisa diketik langsung pada kotak
Language Code, atau dengan memilih kode pada tombol Find
Code.
Gambar 4.4
Create New Lexicon
Pilih bahasa yang digunakan untuk pendefinisian,
74
Gambar 4.5
Memilih Bahasa di Create New Lexicon
Setelah memilih bahasa pendefinisian klik next,
Gambar 4.6
Create New Lexicon Field Marker
Pada layar berikutnya klik Next hingga muncul layar yang
menunjukkan basis data kamus yang sudah siap isi.
75
Gambar 4.7
Basis data kamus yang sudah siap
Kemudian untuk menyesuaikan kode dengan kebutuhan
kamus yang dibuat klik Tools pilih Configure pilih Display,
kemudian pilih Edit Settings Baris pertama, \lx, adalah yang wajib
ada. Baris selanjutnya bisa kita sesuaikan dengan kebutuhan
kita. Untuk latihan ini, silahkan menghapus semua kode di kotak
tersebut dan silahkan gunakan kode berikut.
\lx
\ps
\gn
\rn
\dn
\xv
\xn
Lema kepala
Kelas kata
Gloss
Indeks untuk kamus sebaliknya
Definisi
Contoh dalam bahasa sumber
Terjemahan contoh
Setelah muncul pada layar kemudian mengklik OK.
kemudian ketik data berikut ini (gunakan tombol panah ke bawah
untuk ke baris selanjutnya)
76
Gambar 4.8
Menambahkan Kelas
Setelah selesai klik tombol save dan klik new record tombol
untuk menambahkan entri baru. Kemudian menambahkan kelas
kata pada lema kepala dengan lebih dari satu subentri.
Gambar 4.9
Menambahkan Gambar
Kemudian untuk menambahkan gambar Buat folder dengan
judul tertentu, misalnya images di dalam folder data Lexique Pro
tempat kamus yang Anda buat. Masukkan gambar ke dalam
folder tersebut. Contoh, salin folder images ke folder data
Lexique Pro. Masukkan kode gambar pc dan ketikkan:
images\celempung.jpg
77
Gambar 4.10
Mencetak bentuk microsoft word
Setelah selesai, klik Save. Selanjutnya, kita bisa mencetak
dalam bentuk MicroSoft Word (Export as Document) atau dalam
bentuk daring (Export as Web Page).
Gambar 4.11
Mencetak bentuk microsoft word
78
Gambar 4.12
Kamus istilah pewayangan berbentuk Microsoft Word
Gambar 4.13
Kamus istilah pewayangan berbentuk Web
Tahap terakhir pengembangan ini adalah pasca produksi,
dimana kegiatannya adalah mengevaluasi media yang telah
diproduksi. Kegiatan utama tahap pasca produksi adalah
memvalidasi media pembelajaran.
Validator terdiri dari ahli bahasa dan ahli media. Kamus
istilah pewayangan ini harus melewati tahap validasi karena
pada tahap ini media direvisi oleh validator dan diperbaiki oleh
peneliti hingga media tersebut dianggap layak untuk digunakan
dalam pembelajaran. Penetapan hasil analisis nilai data
didasarkan pada kriteria dibawah ini.
79
Tabel 4.1
Kriteria Penilaian
Nilai (%) Keterangan
0,800 - 10,000 Sangat Tinggi
0,600 - 0,799 Tinggi
0,400 - 0,599 Cukup Tinggi
0,200 - 0,399 Rendah
0,000 - 0,199 Sangat rendah
Sumber: Riduwan (2015:98)
a) Validasi Produk Oleh Ahli Bahasa dan Media
1) Aspek Rekayasa Perangkat Lunak
Aspek rekayasa perangkat lunak ditujukan untuk
mengetahuii kemudahan kemasan atau kepraktisan dalam
penggunaan media pembelajaran yang telah dirancang
sehingga memudahkan dalam pengiprasiannya. Hasil dari
penilaian Praktisi Ahli sebagai berikut.
80
Tabel 4.2
Aspek Rekayasa Perangkat Lunak
No Aspek yang dinilai Penilaian Total
Skor
Jumlah Keterangan
P1 P2
1 Efektif dan efesien
penggunaan sumber
daya
1 1 2 1,038 Sangat
Tinggi
2 Memiliki alat pengukur
(Reliabilitas) media
1 0 1 0,519 Cukup
Tinggi
3 Kompatibilitas media 1 0 1 0,519 Cukup
Tinggi
4 Pemaketan yang terpadu 0 1 1 0,519 Cukup
Tinggi
5 Kelengkapan
dokumentasi
1 1 2 1,038 Sangat
Tinggi
6 Usabilitas media 1 1 2 1,038 Sangat
Tinggi
Jumlah yang menjawab Benar 6 4 9 4,671
Valid
P 0,6 0,3
q = 1 – p 0,1 0,2 Nilai
Rata-rata
∑ pq 0,6 0,6 1,2
0.778
Simpangan Baku (s) 1.095
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam
aspek rekayasa perangkat lunak hasil yang diperoleh adalah
4,671 dengan nilai rata-rata 0,778% tergolong kedalam
kriteria penilaian yang tinggi.
2) Aspek Komunikasi Visual
81
Aspek ini membantu mengoptimalkan pembelajaran
bergaya visual, sehingga media visual ini sangat berpotensi
dan mempunyai banyak manfaat bagi siswa dengan media
pembelajaran yang lebih menarik dan variatif. Adapun hasil
penilaian dari ahli media sebagai berikut.
Tabel 4.3
Aspek Komunikasi Visual
No Aspek yang dinilai Penilaian Total
Skor
Jumlah Keterangan
P1 P2
1 Kamus istilah
pewayangan ini memiliki
komunikasi visual yang
komunikatif
1 0 1 0,563 Cukup
Tinggi
2 Kamus istilah
pewayangan ini memiliki
komunikasi visual yang
kreatif
1 1 2 1.127 Sangat
Tinggi
3 Kamus istilah
pewayangan ini memiliki
audio
1 0 1 0,563 Cukup
Tinggi
4 Kamus istilah
pewayangan ini bersifat
visual
1 1 2 1.127 Sangat
Tinggi
5 Kamus istilah
pewayangan ini memiliki
animasi
1 1 1 0,563 Cukup
Tinggi
6 Kamus istilah
pewayangan ini memiliki
ikon Navigasi
0 1 1 0,563 Cukup
Tinggi
Jumlah yang menjawab Benar 6 4 8 Cukup
82
2256,3 Tinggi
P 0,1 0,2
Vallid
q = 1 – p 0,6 0,8 Nilai
Rata-rata
∑ pq 0,6 0,16 0,76
376,1
Simpangan Baku (s) 0,871
aspek rekayasa perangkat lunak hasil yang diperoleh
adalah 2256,3 dengan nilai rata-rata 376,1% tergolong
kedalam kriteria penilaian sangat tinggi.
3) Aspek Tipe Lema
Aspek ini berupa kata masukan dalam kamus diluar
definisi atau penjelas lain yang diberikan dalam entri pada
kamus. Hasill penilaian dari Ahli sebagai berikut.
Tabel 4.4
Aspek Tipe Lema
No
Aspek yang
dinilai
Penilaian Total
skor
Jumlah
Keterangan P1 P2
1 Memilki kategori
atau kelas kata
1 1 2 1,451 Sangat
Tinggi
2 Tipe lema
gramatikal
mengacu pada
lema yang
berperan secara
gramatikal.
0 1 1 0,725 Tinggi
Jumlah yang
menjawab Benar
1 2 3 1,452
Valiid P 0,1 0,2
83
q = 1 – p 0,1 0 Nilai
Rata-
rata
∑ pq
0,1 0,2 0,3
0,726
Simpangan baku (s) 0,547
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam
aspek tipe lema hasil yang diperoleh adalah 1,451 dengan
nilai rata-rata 0,726% tergolong kedalam kriteria penilaian
yang tinggi.
4) Aspek Pendefinisian
Aspek definisi yaitu pemberian (deskripsi) atau penjelas
yang membatasi makna kata. Tipe definisi ini menggunakan
tipe definisi genus dan differentiae, tipe definisi sinonim, tipe
definisi contoh, dan ostentif. Berikut tabel penilaian dari Ahli
pada aspek pendefinisian.
Tabel 4.5
Aspek Pendefinisian
No
Aspek yang dinilai
Penilaian Total
skor
Jumlah
Keterangan P1 P2
1 Definisi lema bertipe
‘genus dan differentiae’
berupa definisi yang
dijelaskan secara analitis
yaitu memberikan
penjelasan dengan genus
dan ditunjukkan dengan
ciri pembedanya.
1 1 2 1.224 Sangat
Tinggi
2 Definisi lema bertipe 1 0 1 0.612 Tinggi
84
sinonim berupa definisi
yang terdiri atas sinonim,
kumpulan sinonim atau
frasa sinonim.
3 Definisi lema bertipe
penggunaan contoh
berupa definisi yang
digunakan untuk
mendefinisikan kata yang
tidak mempunyai acuan di
luar bahasa.
0 1 1 0.612 Tinggi
4 Definisi lema ostentif
berupa definisi yang
memberikan penjelasan
dengan suatu gambar.
1 1 2 1.224 Sangat
Tinggi
Tabel 4.6
Aspek Pendefinisian
Jumlah yang menjawab Benar 3 3 6 2,448
Valiid
P 0,3 0,3 Nilai
Rata-
rata
q = 1 – p
0,1
0,1
∑ pq
0,3 0,3 0,6
0,612
Simpangan baku (s) 0,774
85
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam
aspek pendefinisian hasil yang diperoleh adalah 2,448
dengan Nilai Rata-rata 0,612% tergolong kedalam kriteria
penilaian yang tinggi.
5) Aspek Kebahasaan
Bahasa merupakan komponen yang sangat penting
dalam penyampaian materi yang ada pada media
pembelajaran yang akan dibuat. Karena bahasa yang baik
dapat terjalin komunikasi yang baik sehingga materi yang
ada dapat diterima dan difahami oleh siswa dengan baik.
Berdasarkan tabel dibawah ini hasil penilaian ahli terhadap
Kamus Pewayangan pada aspek kebahasaan.
Tabel 4.6
Aspek Kebahasaan
No Aspek yang
dinilai
Penilaian Total
Skor
Jumlah Keterangan
P1 P2
1 Ketepatan
struktur kata
1 1 2 1.367 Sangat
Tinggi
2 Kelugasan
makna lema
0 1 1 0,683 Tinggi
3 Kebakuan Istilah 0 1 1 0,683 Tinggi
Jumlah yang menjawab
Benar
1 2 4 1,368
Vallid
P 0,1 0,2 Nilai
Rata-
rata
q = 1 – p 0,2 0
∑ pq
0,2 0,2 0,4
0,456
Simpangan baku (s) 0,632
86
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam
aspek Kebahasaan hasil yang diperoleh adalah 1,368
dengan nilai rata-rata 0,456% tergolong kedalam kriteria
penilaian cukup tinggi.
6) Aspek Keterbacaan
Aspek keterbacaan ini meliputi penggunaan kaidah
bahasa yang terdapat pada pendefinisian kamus, berikut
hasil penilaian ahli terhadap media pembelajaran kamus
pewayangan.
Tabel 4.7
Aspek Keterbacaan
No Aspek yang dinilai Penilaian Total
skor
Jumlah Keterangan
P1 P2
1 Keterbacaan pesan 0 1 1 0,683 Tinggi
2 Ketepatan
penggunaan kaidah
bahasa
1 1 2 1.367 Sangat
Tinggi
Jumlah yang menjawab
benar (∑p)
2 2 3 1367,68
Vallid
P 0,2 0,2 Nilai
Rata-rata q = 1 – p 0,1 0
∑ pq
0,2 0,2 0,4
683,8
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam
aspek Keterbacaan hasil yang diperoleh adalah 1367,68
dengan nilai rata-rata 683,8% tergolong kedalam kriteria
penilaian sangat tinggi.
7) Aspek Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta
didik
87
Berdasarkan aspek ini peneliti akan mengetahui
kesesuaian tingkat perkembangan intelektual siswa,
seberapa mampunya peserta didik memahami media
pembelajaran kamus pewayangan ini. Berikut hasil penilaian
ahli pada aspek kesesuaian tingkat perkemangan peserta
didik.
Tabel 4.8
Aspek Kesesuaian Dengan Tingkat Perkembangan
Peserta Didik
No
Aspek yang
dinilai
Penilaian Total
skor
Jumlah
Keterangan P1 P2
1 Kesesuaian
perkembangan
intelektual peserta
didik
1 1 2 1.367 Sangat
Tinggi
2 Kesesuaian
dengan tingkat
perkembangan
emosional
peserta didik
1 1 2 1.367 Sangat
Tinggi
Jumlah yang
menjawab Benar
2 2 4 2,734
Valiid P 0,2 0,2
Nilai
Rata-
rata
q = 1 – p 0 0
∑ pq
0,2 0,2 0,4
1.367
Simpangan baku (s) 0,632
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam
aspek Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta
88
didik hasil yang diperoleh adalah 2.734 dengan nilai rata-rata
1.367% tergolong kedalam kriteria penilaian sangat Tinggi.
8) . Aspek Penggunaan Istilah, Simbol atau ikon
Aspek ini berupa konsistensinya penggunaan istilah dan
penggunaan simbol dan ikon yang terdapat pada kamus
pewayangan. Berikut hasil penilaian dari praktisi ahli
mengenai aspek penggunaan istilah, simbol dan ikon.
Tabel 4.9
Aspek Penggunaan istilah, simbol atau ikon
No
Aspek yang
dinilai
Penilaian Total
skor
Jumlah
Keterangan P1 P2
1. Konsistensi
penggunaan
istilah
0 1 1 7,767 Sangat Baik
2. Konsistensi
penggunaan
simbol atau ikon
1 0 1 7,767 Sangat Baik
Jumlah yang
menjawab Benar
1 1 2 15,534
Valiid P 0,1 0,1
Nilai
Rata-
rata
q = 1 – p 0,1 0,1
∑ pq
0,1 0,1 0,2
7,767
Simpangan baku (s) 0,447
89
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam
aspek Penggunaan Istilah, Simbol atau ikon hasil yang
diperoleh adalah 15.534 dengan nilai rata-rata 7.767%
tergolong kedalam kriteria penilaian sangat Tinggi.
9) Aspek Secara Keseluruhan
Di bawah ini merupakan tabel hasil keseluruhan nilai
dari tiap aspek yang telah didapatkan dari hasil uji coba oleh
ahli media dan ahli bahasa. Adapun penilaiannya sebagai
berikut.
Tabel 4.10
Aspek Keseluruhan
No Aspek yang dinilai Total Keterangan
1 Aspek Rekayasa
Perangkat Lunak
1.095 Sangat Tinggi
2 Aspek Komunikasi Visual 376,1 Sangat Tinggi
3 Aspek Tipe Lema 0,726 Sangat Tinggi
4 Aspek Pendefinisian 0,612 Sangat Tinggi
5 Aspek Lugas 0,456 Cukup Tinggi
6 Aspek Keterbacaan 683,8 Sangat Tinggi
7 Aspek Kesesuaian dengan
tingkat perkembangan
peserta didik
1,367 Cukup Tinggi
8 Penggunaan istilah, simbol
atau ikon
0,447 Cukup Tinggi
Rata-rata 0,880 Sangat Tinggi
(1,095% + 376,1% + 0,726% + 0,612% + 0,456% +
683,80% + 1,367% +0,447%) : 8 = % hasil tersebut 0,880%
maka media pembelajaran dianggap layak berdasarkan
kriteria penilaian yang telah ditetapkan sebelumnya dan
media pembelajaran kamus istilah pewayangan ini siap
untuk di uji coba oleh guru dan siswa
90
Setelah dilakukan validasi, peneliti melakukan revisi
sesuai dengan masukan validator ahli. Adapun revisiannya
adalah sebagai berikut.
a. Aspek Pendefinisian
Aspek pendefinisian di butir soal “kamus istilah
pewayangan ini menggunakan definisi lema ostentif berupa
definisi yang memberikan penjelasan dengan suatu gambar”.
Mempunyai kriteria baik dengan nilai 70 dari hasil penilaian
oleh para ahli, berdasarkan hal tersebut peneliti melihat
bahwa terdapat potensi yang dapat dikembangkan.
Gambar 4.15
Sebelum Revisi
91
Gambar 4.16
Setelah direvisi
Desain pertama pada (gambar 4.14) belum
mencantumkan gambar untuk memberikan penjelasan
terhadap pendefinisian setiap lemanya, hanya ada lema,
kelas kata, pendefinisian, dan contoh pengguna saja.
Berdasarkan hal tersebut penulis mencantumkan gambar
pada setiap lemanya untuk yang sulit memahami kata atau
kalimat (gambar 4.15).
b. Aspek istilah, simbol atau ikon
Aspek istilah, simbol atau ikon pada butir soal ” Kamus
istilah pewayangan ini memiliki konsistensi penggunaan
simbol atau ikon” mempunyai kriteria baik dengan nilai 75
dari hasil penilaian oleh praktisi ahli, praktisi ahli
memberikan catatan untuk menambahkan simbol atau ikon
pada setiap lemanya.
92
Gambar 4.17
Sebelum direvisi
Gambar 4.18
Setelah direvisi
Desain pada (gambar 4.16) belum mencantumkan
simbol atau ikon pada setiap lemanya, berdasarkan revisi
tersebut maka penulis mencantumkan simbol atau ikon
sesuai dengan istilah, agar mempermudah pemaknaan
(Gambar 4.17).
c. Aspek tampilan
93
Dalam aspek ini praktisi ahli media memberikan revisi
pada kamus istilah pewayangan ini yaitu “kurangnya
background, jika bisa backgroud gambar sesuai dengan
gambar untuk penjelasnya”.
Gambar 4.19
Sebelum direvisi
Gambar 4.20
Setelah direvisi
Pada gambar 4.18 background pada tampilan awal,
gambarnya belum di sesuaikan dengan kamus istilah
pewayangan. Sedangkan pada gambar 4.18 backgroud
94
tampilan awal sudah disesuaikan dengan kamus istilah
pewayangan.
b) Implementasi
Tahap implementasi merupakan tahap dimana yang
telah direvisi digunakan dalam pembelajaran. Media
pembelajaran pengembangan kamus istilah pewayangan ini
digunakan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia pada
materi warisan budaya pada kelas VIII di SMP Plus Pewaris
Peradaban. Pada tahap ini peneliti membagikan angket yang
harus diisi oleh siswa untuk menilai kelayakan dari produk
yang telah dibuat.
Pertama peneliti menguji coba praktisi pendidikan yaitu
guru bahasa Indonesia yang terdiri dari 2 guru untuk melihat
media pembelajaran yang telah dibuat. Setelah uji coba maka
langkah selanjutnya adalah menguji coba kepada siswanya,
mengenai media pembelajaran pengembangan kamus istilah
pewayangan ini. Adapun hasil penilaian angket pada uji coba
tersebut.
a) Uji coba oleh guru Bahasa Indonesia
1) Aspek Tipe Definisi Lema
Aspek ini bertujuan untuk memberi penjelas
tentang suatu kata, disetiap entri lema, agar siswa
dapat memahami. Adapun penilaiannya sebagai
berikut.
Tabel 4.11
Aspek Tipe Definisi Lema
No
Aspek yang
dinilai
Penilaian Total
skor
Jumlah
Keterangan P3 P4
1 Lema tersedia
secara alfabetis
1 1 2 0,960 Sangat
Tinggi
2 Ada tidaknya 1 1 2 0,960 Sangat
95
kelas kata dalam
lema
Tinggi
3 Ada tidaknya
makna dalam
lema.
1 1 2 0,960 Sangat
Tinggi
4 Ada tidaknya
ragam dalam
lema.
1 1 2 0,960 Sangat
Tinggi
5 Ada tidaknya
pelafalan fonetis
dalam lema.
0 1 1 0,480 Cukup
Tinggi
6 Ada tidaknya
contoh
penggunaan
dalam lema.
1 1 2 0,960 Sangat
Tinggi
7 Ada tidaknya
bentuk turunan
dalam lema.
1 1 2 0,960 Sangat
Tinggi
8 Ada tidaknya
informasi
morfologi dalam
lema.
0 1 1 0,480 Cukup
Tinggi
9 Ada tidaknya
etimologi (asal
lema) di dalam
lema.
0 1 1 0,480 Cukup
Tinggi
Jumlah yang
menjawab Benar
6 9 15 0,720
Valiid
P 0,6 0,9
Nilai
Rata-
q = 1 – p 0,3 0
96
rata
∑ pq
0,18 0,9 1,08
0.800
Simpangan baku (s) 1.039
Berdasarkan tabel di bawah ini dapat dilihat
bahwa tanggapan siswa terhadap aspek pendefinisian
yang mendapatkan nilai 0,720 dengan nilai rata-rata
0,800% pada skala penilaian yang tergolong dalam
kriteria sangat tinggi.
2) Aspek Keterbacaan
Aspek ini bertujuan untuk memahami penggunaan
kaidah bahasa yang terdapat pada pendefinisian kamus
istilah pewayangan.
Tabel 4.12
Aspek Keterbacaan
No
Aspek yang
dinilai
Penilaian Total
skor
Jumlah
Keterangan P1 P2
1 Kamus istilah
pewayangan ini
memiliki
ketepatan
penggunaan
kaidah bahasa
1 1 2 1.367 Sangat
Tinggi
2 Kamus istilah
pewayangan ini
memiliki
keterbacaan
pesan dalam lema
1 1 2 1.367 Sangat
Tinggi
Jumlah yang
menjawab Benar
2 2 4 2.734
97
P 0,2 0,2
Nilai
Rata-
rata
Vallid
q = 1 – p 0 0
∑ pq
0,2 0,2 0,4 1.367
Simpangan baku (s) 0,6324
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa
dalam aspek Keterbacaan hasil yang diperoleh adalah
2.734 dengan nilai rata-rata 1.367% tergolong ke
dalam kriteria penilaian sangat tinggi.
3) Aspek Pilihan Kata
Aspek ini bertujuan untuk siswa dapat memahami
kaidah penggunaan bahasa yang tepat pada
pendefinisian kamus tanpa salah makna.
Tabel 4.13
Aspek Pilihan Kata
No
Aspek yang dinilai
Penilaian Total
skor
Jumlah
Keterangan P1 P2
1 Kamus istilah
pewayangan ini
terdapat gagasan
berdasarkan pilihan
kata yang tepat
1
1
2
1.367
Sangat
Tinggi
2 Kamus istilah
pewayangan ini
mendefinisikan kata
tanpa salah
penafsiran atau
1 1 2 1.367 Sangat
Tinggi
98
salah makna
Jumlah yang menjawab
Benar
2 2 4 2.734
Valiid P 0,2 0,2 Nilai
rata-
rata
q = 1 – p 0 0
∑ pq
0,2 0,2 0,4
1.367
Simpangan baku (s) 0,632
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa
dalam aspek pilihan kata hasil yang diperoleh adalah
2.734 dengan nilai rata-rata 1.367% tergolong
kedalam kriteria penilaian sangat tinggi.
4) Aspek tampilan menarik
Aspek ini bertujuan untuk siswa menilai tampilan
yang terdapat pada kamus istilah pewayangan
dengan adanya simbol ikon, gambar, dan peranan
kamus yang dapat mefasilitasi siswa, sehingga mudah
untuk digunakan.
Tabel 4.14
Aspek Tampilan Menarik
No
Aspek yang dinilai
Penilaian Total
skor
Jumlah
Keterangan P1 P2
1 Kamus istilah
pewayangan ini
menggunakan
istilah, simbol atau
ikon
1 1 2 1.224 Sangat tinggi
2 Kamus istilah
pewayangan ini
memiliki fitur dapat
1 1 2 1.224 Sangat tinggi
99
memfalisitasi anda
3 Kamus istilah
pewayangan
berupa Website ini,
dapat mudah
digunakan
1 1 2 1.224 Sangat tinggi
Jumlah yang menjawab
Benar
3 3 6 3.672
Vallid
P 0,3 0,3
q = 1 – p 0 0
∑ pq
0,3 0,3 0,6
1.224
Simpangan baku (s) 0,774
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa
dalam aspek kebahasaan hasil yang diperoleh adalah
3.672 dengan nilai rata-rata 1.224 % tergolong
kedalam kriteria penilaian sangat tinggi.
5) Aspek Kemanfaatan
Aspek ini bertujuan untuk siswa menilai
seberapa manfaatnya media pemblejaran kamus
istilah pewayangan ini bagi kehidupan sehari-hari, dan
mudah diakses secara geratis dimana saja dan kapan
saja.
Tabel 4.15
Aspek Kemanfaatan
No
Aspek yang dinilai
Penilaian Total
skor
Jumlah
Keterangan P1 P2
1 Kamus istilah
pewayangan sangat
bermanfaat bagi siswa
1 1 2 1.367 Sangat Tinggi
100
2 Kamus istilah
pewayangan media
pembelajaran yang
digunakan secara gratis
1 0 1 0,683 Tinggi
3 Kamus istilah
pewayangan media
pembelajaran yang
digunakan secara gratis
0 1 1 0,683 Tinggi
Jumlah yang menjawab
Benar
2 2 4 1,368
Valiid P 0,2 0,2
Nilai
Rata-rata
q = 1 – p 0,1 0,1
∑ pq
0,2 0,2 0,4
0.456
Simpangan baku (s) 0,6324
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa
dalam aspek kebahasaan hasil yang diperoleh adalah
1,368 dengan nilai rata-rata 0,456% tergolong
kedalam kriteria penilaian cukup tinggi.
6) Aspek Penyajian Materi
Aspek ini bertujuan untuk menenkankan pada
bagaimana isi dari materi yang ditampilkan untuk
dapat diterima siswa dalam mempelajari materi
bahasa Indonesia.
101
Tabel 4.16
Penyajian Materi
No
Aspek yang dinilai
Penilaian Total
skor
Jumlah
Keterangan P1 P2
1 Materi terorganisasi
dengan baik
1 1 2 1,160 Sangat
Tinggi
2 Kesesuaian dengan
perkembangan kognitif
siswa
1 1 2 1,160 Sangat
Tinggi
3 Kaitan materi dengan
kehidupan sehari-hari
0 1 1 0,580 Cukup
Tinggi
4 Penggunaan media
pembelajaran baru
1 1 2 1,160 Sangat
Tinggi
Jumlah yang menjawab
Benar
3 4 7 3,481
P 0,3 0,4 Nilai
Rata-
rata
Vallid
q = 1 – p 0,1 0
∑ pq
0,3 0,4 0,7 0,870
Simpangan baku (s) 0,836
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa
dalam aspek kelayakan sebagai media pembelajaran
hasil yang diperoleh adalah 3,481 dengan nilai rata-
rata 0,870% tergolong kedalam kriteria penilaian
sangat tinggi.
1) Rata-Rata Dari Seluruh Aspek Penilaian
Di bawah ini merupakan tabel hasil keseluruhan
nilai dari tiap aspek yang telah didapatkan dari hasil uji
102
coba oleh guru Bahasa Indonesia. Adapun
penilaiannya sebagai berikut.
Tabel 4.17
Rata-Rata Dari Seluruh Aspek Penilaian
No Aspek yang dinilai Total Keterangan
1 Aspek Tipe Lema 0.800 Sangat Tinggi
2 Aspek Keterbacaan 1,367 Sangat Tinggi
3 Aspek Pilihan Kata 1,367 Sangat Tinggi
4 Aspek Tampilan Menarik 1,224 Sangat Tinggi
5 Aspek Kemanfaatan 0,456 Cukup Tinggi
6 Kelayakan media
pembelajaran
0,870 Sangat Tinggi
Rata-rata 0,880 Sangat Tinggi
(0.800% + 1.367% + 1.367% + 1.224% + 0,456%
+ 0,870%) : 6 = 0,880% hasil tersebut 0,880% maka
media pembelajaran dianggap layak berdasarkan
kriteria penilaian yang telah ditetapkan sebelumnya
dan media pembelajaran kamus istilah pewayangan
ini siap untuk di uji coba oleh siswa.
b) Uji coba oleh siswa
1) Aspek Tipe Definisi Lema
Aspek ini bertujuan untuk memberi penjelas tentang
suatu kata, disetiap entri lema, agar siswa dapat
memahami. Karena media pembelajaran yang baik
yaitu media yang memudahkan siswa dalam
memahami pendefinisian suatu kamus. Adapun hasil
penilaian aspek pendefinisian adalah sebagai berikut:
103
Tabel 4.18
Aspek Tipe Definisi Lema
No
Aspek yang
dinilai
Penilaian
Siswa
Total
Skor
Jumlah
Keterangan
P5
1 Kamus istilah
pewayangan ini
lemanya tersedia
secara alfabetis
31
16
3,487
Sangat
Tinggi
2 Kamus istilah
pewayangan ini
memiliki kelas kata
dalam lema
29
16 3,487 Sangat
Tinggi
3 Kamus istilah
pewayangan ini
memiliki makna
dalam lema
31 17 3,487 Sangat
Tinggi
4 Kamus istilah
pewayangan ini
memiliki ragam
dalam lema
23 16 3,487 Sangat
Tinggi
5 Kamus istilah
pewayangan ini
memiliki pelafalan
fonetis dalam lema
23 17 3,487 Sangat
Tinggi
104
6 Kamus istilah
pewayangan ini
memiliki contoh
penggunaan
dalam lema
28 16 3,487 Sangat
Tinggi
Jumlah 20,922 Sangat
Tinggi
Nilai Rata-Rata 3,487 Valid
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa
tanggapan siswa terhadap aspek tipe definisi lema
mendapatkan nilai 20,922 dengan nilai rata-rata
3,487% pada penilaian ini tergolong dalam kriteria
penilaian sangat tinggi.
2) Aspek Keterbacaan
Aspek ini bertujuan untuk memahami penggunaan
kaidah bahasa yang terdapat pada pendefinisian kamus
istilah pewayangan. Adapun hasil penilaian pada aspek
keterbacaan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.19
Aspek Keterbacaan
No
Aspek yang dinilai
Penilaian
Siswa
Total
Skor
Jumlah
Keterangan
P5
1 Kamus istilah
pewayangan ini
memiliki ketepatan
penggunaan kaidah
bahasa
28
14
5,593
Sangat
Tinggi
105
2 Kamus istilah
pewayangan ini
memiliki contoh
penggunaan dalam
lema
Jumlah 5,593 Sangat
Tinggi
Nilai Rata-rata 11,186 Sangat
Tinggi
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa
tanggapan siswa terhadap aspek keterbacaan
mendapatkan nilai 11,186 dengan nilai rata-rata
5,593% pada penilaian ini tergolong dalam kriteria
penilaian sangat tinggi.
3) Aspek Pilihan Kata
Aspek ini bertujuan untuk siswa dapat memahami
kaidah penggunaan bahasa yang tepat pada
pendefinisian kamus tanpa salah makna.
Tabel 4.20
Aspek Pilihan Kata
No
Aspek yang dinilai
Penilaian
Siswa
Total
Skor
Jumlah
Keterangan
P5
1 Kamus istilah
pewayangan ini
terdapat gagasan
berdasarkan
pilihan kata yang
tepat
22
12
3,586
Sangat
Tinggi
2 Kamus istilah
pewayangan ini
16 12 3,586 Sangat
Tinggi
106
mendefinisikan
kata
Jumlah 7,172 Sangat
Tinggi
Nilai Rata-rata 3,586 Valid
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa
tanggapan siswa terhadap aspek pilihan kata
mendapatkan nilai 7,172 dengan nilai rata-rata 3,586%
pada penilaian ini tergolong dalam kriteria penilaian
sangat tinggi.
4) Aspek Tampilan Menarik
Aspek ini bertujuan untuk siswa menilai tampilan
yang terdapat pada kamus istilah pewayangan dengan
adanya simbol ikon, gambar, dan peranan kamus yang
dapat mefasilitasi siswa, sehingga mudah untuk
digunakan. Berikut adalah tabel hasil penilaian dari
aspek Tampilan Menarik.
Tabel 4.21
Aspek Tampilan Menarik
No
Aspek yang dinilai
Penilaian
Siswa
Total
Skor
Jumlah
Keterangan
P5
1 Kamus istilah
pewayangan ini
menggunakan
istilah, simbol atau
ikon
30
17
3,487
Sangat
Tinggi
2 Kamus istilah
pewayangan ini
28
18
3,454
Sangat
Tinggi
107
memiliki fitur dapat
memfalisitasi anda
3 Kamus istilah
pewayangan
berupa Website ini,
dapat mudah
digunakan
30 17 3,487
Jumlah 10,428 Sangat
Tinggi
Nilai Rata-rata 5.214 Valiid
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa
tanggapan siswa terhadap aspek tampilan menarik
mendapatkan nilai 10,428% dengan nilai rata-rata
5.214% pada penilaian ini tergolong dalam kriteria
penilaian sangat tinggi.
5) Aspek Kemanfaatan
Aspek ini bertujuan untuk siswa menilai seberapa
manfaatnya media pemblejaran kamus istilah
pewayangan ini bagi kehidupan sehari-hari, dan mudah
diakses secara geratis dimana saja dan kapan saja.
Tabel 4.22
Aspek Kemanfaatan
No
Aspek yang dinilai
Penilaian
Siswa
Total
Skor
Jumlah
Keterangan
P5
1 Kamus istilah
pewayangan
sangat bermanfaat
28
14
3,520
Sangat
Tinggi
108
bagi anda
2 Kamus istilah
pewayangan media
pembelajaran yang
digunakan secara
gratis
29 13 3.553 Sangat
Tinggi
Jumlah 7,073 Sangat
Tinggi
Nilai Rata-rata 3,536 Valiid
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa
tanggapan siswa terhadap aspek kemanfaatan
mendapatkan nilai 7,073 dengan nilai rata-rata 3,536%
pada penilaian ini tergolong dalam kriteria penilaian
sangat tinggi.
6) Aspek Penyajian Materi
Aspek ini bertujuan untuk menenkankan pada
bagaimana isi dari materi yang ditampilkan untuk dapat
diterima siswa dalam mempelajari materi bahasa
Indonesia.
Tabel 4.23
Aspek Penyajian Materi
No
Aspek yang
dinilai
Penilaian
Siswa
Total
Skor
Jumlah
Keterangan
P5
1 Kamus istilah
pewayangan ini
dapat digunakan
dengan mudah
26
18
3,454
Sangat
Tinggi
2 Kamus istilah
pewayangan ini
29 13 3,553 Sangat
Tinggi
109
dapat digunakan
dimana saja dan
kapan saja
3 Media
pembelajaran
kamus ini
berjalan lancar di
perangkat
komputer
31 12 3,586 Sangat
Tinggi
Jumlah 10,593 Valiid
Nilai Rata-rata 3,531
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa
tanggapan siswa terhadap aspek penyajian materi
mendapatkan nilai 10,593 dengan nilai rata-rata 3,531%
pada penilaian ini tergolong dalam kriteria penilaian
sangat tinggi.
7) Rata-rata dari seluruh aspek penilaian
Di bawah ini merupakan table hasil keseluruhan
nilai pada tiap aspek yang telah didapatkan dari hasil uji
coba oleh siswa sebagai berikut:
Tabel 4.24
Nilai Uji coba oleh siswa secara keseluruhan
No Aspek yang dinilai Total Keterangan
1 Aspek Tipe Definisi Lema 3,487 Sangat Tinggi
2 Aspek Keterbacaan 5,593 Sangat Tinggi
3 Aspek Pilihan Kata 3,586 Sangat Tinggi
4 Aspek Tampilan Menarik 5.214 Sangat Tinggi
110
5 Aspek Kemanfaatan 3,536 Sangat Tinggi
6 Penyajian Materi 3,531 Sangat Tinggi
Rata-rata 872,29 Sangat Tinggi
(3,487% + 5,593% + 3,586% + 5,214% + 3,536% +
3,531%) : 6 = 872,29% berdasarkan hasil tersebut
872,29% maka media pembelajaran dianggap layak
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
c) Evaluasi
Tahap terakhir dari pengembangan ini adalah
mengevaluasi media yang telah diimplementasikan.
Mengevaluasi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah
mengklasifikasi penggunaan media dalam pembelajaran
bahasa Indonesia pada materi warisan budaya.
B. Interpretasi Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil uraian di atas, diperoleh produk penelitian
berupa media pembelajaran kamus istilah pewayangan. Media yang
dikembangkan dalam penelitian ini berupa media pembelajaran kamus
istilah pewayangan. Selain bertujuan untuk menghasilkan media
pembelajaran penelitian ini juga untuk mengetahui kelayakan media
pembelajaran kamus istilah pewayngan.
Media pembelajaran Lexique pro merupakan salah satu media
pembuatan kamus, media ini dipilih karena karakteristik media untuk
pembelajaran. Untuk mengatasi keterbatasan jarak dan waktu, kamus
ini mudah digunakan kapan saja dan dimana saja. Berdasarkan
fungsi-fungsi media pembelajaran yang dipaparkan oleh Munadi (2013
: 37) yaitu: 1) fungsi media pemebelajaran sebagai sumber belajar
karena media pembelajaran kamus istilah pewayangan ini dapat
membantu guru dalam menjembatani proses belajar mengajar, 2)
111
fungsi manipulatif karena media pembelajaran ini mampu mengatasi
batasan ruang dan waktu, 3) fungsi imajinatif karena media ini mampu
mengembangkan imajinasi siswa, 4) fungsi atensi karena dapat
menarik perhatian siswa untuk berkonsentrasi pada pembelajaran.
Untuk mengetahui kelayakan media pembelajaran kamus istilah
pewayangan ini diuji coba oleh guru dan uji coba oleh siswa di SMP
Plus Pewaris Peradaban. Sebelum uji coba oleh guru dan uji coba
oleh siswa terlebih dahulu diuji validasi ahli yang terdiri dari dua ahli
yaitu ahli media dan ahli bahasa.
Validasi media pembelajaran yang dilakukan untuk
mengevaluasi dan memvalidasi media pembelajaran yang dihasilkan.
Hasil validasi media pembelajran berupa pernyataan bahwa media
pembelajaran layak diuji cobakan dengan beberapa revisi. Setelah
dilakukan validasi oleh ahli diperoleh skor rata-rata. 1) Ahli media dan
Ahli Bahasa 0,880%. Pada tahap ini media pembelajaran kamus
istilah pewayangan dikatakan layak diuji coba kepada siswa karena
hasil rata-rata diperoleh ≤ 61%.
Setelah direvisi, media pembelajaran di uji cobakan oleh guru
bahasa Indonesia. Uji coba produk ini dilakukan di SMP Plus Pewaris
Peradaban dengan subyek dua orang guru. Setelah diuji coba oleh
guru kemudian dilakukan uji coba kepada 32 orang siswa pada kelas
VII 1 dan VII 2. Uji coba produk kepada siswa dilakukan untuk
mengetahui kelayakan media pembelajaran yang dikembangkan.
Instrumen yang digunakan untuk mengetahui kelayakan media
pembelajaran adalah angket. Siswa diminta untuk mengisi dan
memberikan komentar terhadap media pembelajaran yang
dikembangkan. Hasil respon siswa terhadap media pembelajaran
yang dikembangkan dalam uji coba oleh guru ini sebesar 0,880% dan
uji coba oleh siswa sebesar 872,29%. Pada tahap uji coba oleh guru
dan uji coba oleh siswa media pembelajaran kamus istilah
pewayangan yang dikembangkan ini layak untuk digunakan karena
112
hasil rata-rata yang diperoleh dari uji coba oleh guru dan uji coba oleh
siswa ≤ 61%.
113
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV,
dapat disimpulkan bahwa.
1. Pengembangan kamus istilah pewayangan dengan menggunakan
aplikasi Lexique Pro pada pembelajaran bahasa Indonesia.
a. Analisis, merupakan tahap awal yang dilakukan dengan
melakukan analisis kurikulum, analisis kebutuhan dan analisis
materi.
b. Desain, merupakan tahap perancangan kamus istilah
pewayangan.
c. Pengembangan, merupakan tahap pembuatan kamus, revisi
produk dan validasi penilaian kevalidan.
d. Implementasi, merupakan tahap uji coba produk ke lapangan
yang melalui beberapa tahap yaitu, penilaian tampilan
menarik, rekayasa lunak, pendefinisian, tipe lema, dan lain
sebagainya.
e. Evaluasi, merupakan tahap evaluasi dan analisis penilaian
dari aspek-aspek yang telah dilakukan.
2. Tingkat kelayakan produk kamus istilah pewayangan didapatkan
berdasarkan aspek tampilan, perangkat lunak, tipe lema,
pendefisian, kebahasaan, kemanfaatan, keterbacaan, penyajian
materi, tingkat perkembangan siswa dan penggunaan istilah
simbol, atau ikon.
a. Penilaian kevalidan oleh ahli media dengan persentase nilai
71,82% berarti kriteria penilaian yang baik.
b. Penilaian kevalidan oleh ahli bahasa dengan persentase nilai
0,880% berarti kriteria penilaian yang sangat tinggi.
114
c. Penilaian kevalidan oleh guru Bahasa Indonesia dengan
presentase nilai 0,880% berarti kriteria penilaian yang sangat
tinggi.
d. Penilaian kevalidan siswa dengan presentase nilai 872,29%
berarti kriteria penilaian yang sangat tinggi.
Dari keempat penilaian produk kamus tersebut melalui
beberapa aspek maka produk kamus istilah pewayangan ini sangat
layak digunakan.
B. Saran-saran
Saran untuk peneliti selanjutnya yang akan melanjutkan
penelitian mengenai pengembangan bahan ajar berupa kamus
sebaiknya:
1. Memaksimalkan persiapan dan waktu dalam penelitian agar minim
kendala pada saat proses penelitian sehingga hasil penelitian
lebih maksimal dan akurat.
2. Memperbanyak referensi mengenai kamus istilah pewayangan,
khususnya tata cara dan prosesnya sehingga penelitian dapat
berjalan lebih baik dan lancar.
3. Pada peneliti selanjutnya agar menjalankan proses penelitian
pengembangan dengan kamus istilah pewayangan secara benar
dan teratur agar produk dapat dikembangkan secara masa,
dengan kualitas produk yang lebih baik.
115
DAFTAR PUSTAKA
Artik. 2012. Peran Wayang Kulit dalam Penguatan Kebudayaan Nasional.
IKIP Veteran Semarang, 30 Agustus 2012.
Asmara, Rangga. 2014. Kesalahan-Kesalahan dalam Penyusunan Kamus
Bahasa Daerah. Prosiding Seminar Internasional, Kajian Leksikografi
dan Leksikologi Mutakhir. Universitas Indonesia, 07 Mei 2014.
Anwari, Budi. 2017. Baboning Pepak Basa Jawa. Sidoarjo: Genta Group
Production.
Chaer, Abdul. 2007. Leksikolologi & Leksikografi Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta.
Djazifah dkk. 2015. Analisis Implementasi Pendidikan Berbasis Budaya
Pada Lembaga Pendidikan Nonformal Di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Jurnal: Penelitian Ilmu Pendidikan. Vol 8, No 2.
Ensiklopedia Sastra Indonesia. 2018. Cerita Wayang. Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia. Februari 2018.
Farid, Moh. 2014. Dampak Negatif Dan Positif Budaya Osuleng Bagi
Masyarakat Banggai Dalam Upacara Adat Pernikahan Khususnya Di
Desa Oluno. Universitas Negeri Gorontalo. Januari 2013.
Handayani, Sri. 2014. Perkembangan Kesenian Wayang Kulit dalam
Penguatan Kearifan Lokal Di Desa Ketangirejo Kecamatan Godong.
Jurnal Wayang. Vol. 02, No. 1.
116
Hizbullah dkk. 2014. Penyusunan Model Korpus Al-Qur’an Digital. Jurnal
AL-Azhar Indonesia Seri Humaniora. Vol .3, No. 3.
Irfanad. 2014. Kelengkapan Pagelaran Wayang Kulit. Raja Wayang.
http://wayanggokil.blogspot.com/2012/03/kelengkapan-dalam-
pagelaran-wayang.html. 30 Maret 2012.
Lisbijanto, Herry. 2013. Wayang. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mahardika, Alifia Citra. 2016. Kamus Istilah Medis Berbasis Web
Menggunakan PHP. Universitas Muhammadiyah Surakrta. April
2016.
Marliana, N. Lia. 2014. Penyelesaian Persoalan Yang Dihadapi
Mahasiswa dalam Memahami Leksikologi Sebelum Memasuki Kerja
Menyusun Kamus. Prosiding Seminar Internasional, Kajian
Leksikografi dan Leksikologi Mutakhir. Universitas Indonesia, 07 Mei
2014.
Ningrum, Dessi Stifa. 2016. Peran Tokoh Punakawan dalam Wayang Kulit
Sebagai Media Penanaman Karakter Di Desa Bendosewu
Kecamatan Talun Kabupaten Blitar. Universitas Negeri Malang, 06
Juni 2016.
Nuriah, Zahroh. 2014. Informasi Morfologis Dalam Kamus Sumbang Pikir
Untukk Kamus Etimologi Bahasa Indonesia Mengenai Afiks Serapan
–(IS) ASI. Prosiding Seminar Internasional, Kajian Leksikografi dan
Leksikologi Mutakhir. Universitas Indonesia, 07 Mei 2014.
Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Wayang dan Pengembangan Karakter
Bangsa. Jurnal Pendidikan Karakter. FBS Universitas Negeri
Yogyakarta. Vol 1 No 1 Oktober 2011.
117
Nurfarida dkk. 2016. Pembentukkan Kamus Pewayangan Bahasa Jawa-
Indonesia Berbasis Korpus. Prosiding Seminar Leksikografi
Indonesia. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 25
September 2017 pukul 20:04.
Parera, Jos Daniel. 2004. Teori Semantik Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Prihantoro. 2016. Survei Program Pengolah Korpus untuk Data Bahasa
Indonesia dan Bahasa Derah di Indonesia. Prosiding Seminar
Leksikografi Indonesia. Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa, 25 September 2017 pukul 20:04.
Putra, Ditto Rahmawan. 2016. Pengembangan Game Edukatif Berbasis
Android Sebagai Media Pembelajaran Akutansi Di Kelas XI IPS SMA
Negeri 1 Imogiri pada Materi Jurnal Penyesuaian Perusahaan.
Universitas Negeri Yogyakarta. 15 maret 2016.
Riduwan. 2015. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan
Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.
Riemer, Nick. 2010. Introducing Semantics. Cambridge University Press.
Setiawati, Sulis. 2016. Penggunaan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KKBI) Dalam Pembelajaran Kosakata Baku Dan Tidak Baku Pada
Siswa Kelas IV SD. Jurnal Gramatika. Vol 2.i1:46.
Siregar, Leonard. 2002. Antropologi dan Konsep Kebudyaan. Jurnal
Antropologi Papua. Vol 1, No 2, Agustus 2002.
118
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2016. Tantangan Leksikografis Bahasa-Bahasa Daerah di
Indonesia. Prosiding Seminar Leksikografi Indonesia. Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 25 September 2017 pukul
20:04.
Setiawan, Teguh. 2015. Leksikografi. Yogyakarta: Ombak.
Setiadi, Elly dkk. 2006. Ilmu Sosial & Buadaya Dasar. Jakarta: Kencana.
Sterkenburg, Piet Van. 2003. A Practical Guide to Lexicography.
Amsterdam/Philadelphia: Jhon Behjamins Publishing Company.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa.
Wae, Heri. 2014. Kumpulan Cerita Wayang. Blog Punakawan Suroboyo,
http://punakawan-suroboyo.blogspot.com/2014/07/kumpulan-cerita-
wayang .html 21 Juli 2014.
Walujo, Kanti. 2007. Pagelaran Wayang Dan Penyebaran Informasi
Publik. Jurnal: Masyarakat dan Budaya. Vol 9 No 1.
Yudhi, Munadi. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: Referensi
Yuliana, Asep Irna. 2014 .Pengembangan Aplikasi Kamus Istilah Psikologi
Berbasis Mobile. Universitas Syarif Hidayatullah. 15 maret 2017.
119
LAMPIRAN 1
Tampilan kamus istilah pewayangan
Tampilan Background
Tampilan Kamus Istilah Pewayangan Berbasis Microsoft Word
120
Tampilan Kamus Istilah Pewayangan Berbasis Website
121
LAMPIRAN 2
PROFIL SEKOLAH SMP PLUS PEWARIS PERADABAN
SMP Plus Pewaris Peradaban yang berada di bawah naungan Yayasan
Pewaris Peradaban 554 didesain khusus menghadapi tantangan global
dan menjawab kebutuhan masyarakat akan Sekolah yang dapat
menumbuhkan karakter tangguh serta bermental pengusaha pada siswa/i-
nya. Lokasi Sekolah di Kp Malang Nengah RT 03/002, (Komplek RM
Saung Sultan) Ciseeng-Bogor 16120. SMP Plus Pewaris Peradaban
memiliki visi untuk terus dapat berperan aktif dalam mencetak generasi
baru Indonesia yang Muda, Kaya, dan Bertaqwa kepada Allah SWT.
Visi :
Melahirkan generasi Muslim yang berkepribadian Islam dan Qur’ani,
unggul dalam Teknologi Informasi dan Bahasa serta berjiwa Enterpreneur.
Misi :
1. Meningkatkan kualitas pembinaan akhlaq.
2. Menyelenggarakan program pembinaan pribadi Qur’ani secara
intensif.
3. Menumbuhkan program pembinaan dan pembiasaan Bahasa
Inggris.
4. Melaksanakan pembelajaran secara efektif dan menyenangkan
(FUNTASE-TIC-EDUTAINMENT).
5. Menumbuhkan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman dan
Islam.
6. Menumbuhkan kemampuan enterprenuership.
7. Menyelenggarakan program Teknologi dan Informasi Terpadu.
Kegiatan Belajar Mangajar
1. Kegiatan belajar mengajar intensif 07.00 s/d 15.00.
2. Belajar mengajar dilakukan di dalam dan luar ruangan.
3. Tersedia beasiswa bagi siswa berprestasi.
4. Lulusan memliki hafalan Al-Qur’an minimal 2 Juz.
5. Lulusan mampu mengoperasikan komputer (office dan internet).
122
6. Penanan jiwa penguasaha pada siswa sejak siswa sejak usia dini.
Kegiatan Kesiswaan :
1. Osis
2. Pramuka
3. Bela diri
4. Seni musik
5. Kewirausahaan
6. Fusal
7. Outbond
8. Kemah
9. Mabit
10. Filed Trip
Program Unggulan
1. Hafakan Al-Qur’an minimal 2 Juz
2. Materi dan praktik Wirausahaan
3. Teknologi Informasi
123
LAMPIRAN 3
SURAT PENELITIAN
124
LAMPIRAN 4
SURAT BALASAN SEKOLAH
125
LAMPIRAN 5
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan : SMP/MTs
Mata Pelajaran : VII/1
Materi : Mewariskan Budaya Melalui Teks Prosedur
Tema : Pewayangan
Alokasi Waktu : 2 jam pelajaran
A. Kompetensi Inti
1) Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
2) Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun,
percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan
keberadaannya.
3) Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural)
berdasarkan rasa ingn tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadia tampak
mata.
4) Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret
(menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan
membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung,
menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di
sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
B. Kompetensi Dasar
1) 3.5 Mengidentifikasi teks prosedur tentan cara melakukan
sesuatu dan cara membuat (cara memainkan alat musik/
tarian daerah, cara membuat kuliner khas daerah, cara
126
memainkan wayang dll.) dari berbagai sumber yang dibaca
dan didengar.
2) 4.5 Menyimpulkan isi teks prosedur (tentang cara memainkan
alat musik daerah, tarian daerah, cara membuat
cinderamata, dan/atau kuliner khas daerah) yang dibaca dan
didengar.
3) 3.6 Menelaah struktur dan aspek kebahasaan teks prosedur
tentang cara melakukan sesuatu dan cara membuat (cara
memainkan alat musik/ tarian daerah, cara membuat kuliner
khas daerah, cara memainkan wayang dll.) dari berbagai
sumber yang dibaca dan didengar.
4) 4.6 Menyajikan data rangkaian kegiatan ke dalam bentuk teks
prosedur (tentang cara memainkan alat musik daerah, tarian
daerah, cara membuat cinderamata, dan/atau kuliner khas
daerah, dll) dengan memperhatikan struktur, unsur,
kebahasaan, dan isi secara lisan dan tulis.
C. Tujuan Pembelajaran
1) Membaca kamus istilah pewayangan dan menentukan jenis teks
prosedur pada teks yang dibaca/didengar pada buku kamus
istilah pewayangan.
2) Memahami media pembelajaran berupa kamus istilah
pewayangan
3) Memahami tokoh, alat musik, ilmu sakti, benda pusaka yang
terdapat pada kamus istilah pewayangan.
4) Siswa dapat memahami tentang bagian-bagian kamus seperti
lemma, kelas kata, pendefinisian kamus.
D. Materi Pembelajaran
1) Menjelaskan tentang kamus istilah pewayangan
2) Menjelaskan tokoh, alat musik, ilmu sakti, benda pusaka yang
terdapat pada kamus istilah pewayangan.
3) Menjelaskan tentang bagian-bagian kamus seperti lema, kelas
kata, pendefinisian kamus.
127
4) Menjelaskan soal yang terdapat pada kuesioner.
E. Metode Pembelajaran
1) Demonstrasi
2) Tanya jawab
3) Percobaan
F. Sumber Belajar
1) Kamus istilah pewayangan
2) Laptop
3) Infocus
G. Langkah-langkah Pembelajaran
1) Kegiatan Pendahuluan
a. Siswa merespons salam, berdoa bersama, mengecek
kebersihan sekitar tempat duduk, dan kerapian meja kursi.
b. Guru mengecek penguasaan kompetensi yang sudah
dipelajari sebelumnya dengan melakukan tanya jawab.
c. Guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai, yaitu
menelaah struktur dan kebahasaan teks deskripsi.
d. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan
kegiatan yang akan dilakukan.
e. Guru menyampaikan lingkup penilaian, yaitu pengetahuan
dan keterampilan.
2) Kegiatan Inti
a. Guru menjelaskan materi tentang mewariskan budaya
melalui kamus istilah pewayangan.
b. Siswa mencermati kamus istilah pewayangan yang telah di
berikan oleh guru.
c. Siswa membaca kamus dan menentukan tokoh, alat musik,
ilmu sakti, benda pusaka yang terdapat pada kamus istilah
pewayangan.
d. Siswa mencermati tentang bagian-bagian kamus seperti
lema, kelas kata, pendefinisian kamus.
128
e. Siswa mengisi kuesioner penilaian kamus istilah
pewayangan yang telah diberikan guru.
3) Kegiatan Penutup
a. Guru memfasilitasi siswa menyampaikan simpulan
pembelajaran.
b. Guru bersama siswa melakukan evaluasi kegiatan
pembelajaran khususnya kekurangan.
c. Guru menyampaikan umpan balik dalam proses
pembelajaran mewariskan budaya melalui kamus istilah
pewayangan.
d. Guru menutup kegiatan pembelajaran dengan membaca
doa.
H. Penilaian
1) Teknik Penilain
a. Penilaian pengetahuan dilakukan dengan teknik tes tertulis.
b. Penilaian keterampilan dilakukan dengan teknik kinerja.
2) Instrumen Penilaian
a. Memahami setiap aspek yang terdapat pada butir soal
kuesioner.
b. Menjawab kuesioner dengan butir soal YA dan TIDAK.
c. Kriteria Penilaian
Nilai (%) Keterangan
0,800 - 10,000 Sangat Tinggi
0,600 - 0,799 Tinggi
0,400 - 0,599 Cukup Tinggi
0,200 - 0,399 Rendah
0,000 - 0,199 Sangat rendah
129
130
Lampiran 6
131
132
133
134
135
136
137
LAMPIRAN 8
Kuesioner Penilaian Kamus Istilah Pewayangan Sebagai Media
Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMP
Oleh Ahli Media
138
139
140
LAMPIRAN 9
Biodata Uji Validasi
Ahli Bahasa
141
142
LAMPIRAN 10
Kuesioner Penilaian Kamus Istilah Pewayangan Sebagai Media
Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMP
Oleh Ahli Bahasa
143
LAMPIRAN 11
Kuesioner Penilaian Kamus Istilah Pewayangan Sebagai Media
Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMP
Untuk Guru
144
145
146
147
LAMPIRAN 12
Kuesioner Penilaian Kamus Istilah Pewayangan Sebagai Media
Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMP
Untuk Siswa
148
149
LAMPIRAN 13
Aspek Penilaian Siswa Pada Kamus Istilah Pewayangan sebagai
Media Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP
150
LAMPIRAN 14
DOKUMENTASI PENELITIAN
Uji Validasi Oleh Ahli Media
Uji Validasi Oleh Ahli Bahasa
Uji Coba Produk Oleh Guru
151
Uji Coba Produk Oleh Siswa
152
153
154
155
LAMPIRAN 16
Kartu Menyaksikan Ujian Skripsi
156
157
LAMPIRAN 17
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Laely Rachmawati
Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 21 Januari 1996
Agama : Islam
Alamat : Jl. H. Mawi Desa Bojong Indah Rt 03/01
Kecamatan Parung Kabupaten Bogor 16330.
Riwayat Keluarga
1. Orang Tua : a. Ayah : Soleman
b. Ibu : Suyatmi
2. Kakak : Resty Agus Setiawati, Am.Keb
3. Adik : Satrio Nugroho
Riwayat Pendidikan
1. MI Sirajul Falah, tamat tahun 2007
2. MTS Sirajul Falah, tamat tahun 2010
3. SMA Negeri 1 Ciseeng, tamat tahun 2013
4. Diterima di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Jakarta, tahun 2013
Riwayat Pekerjaan
1. SPG Bindos Store
2. Mengajar di PAUD/KB Birrul Walidain
158
LAMPIRAN 18
BIMBINGAN PASCA SIDANG SKRIPSI
Recommended