View
223
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERAN ORANG TUA DALAM MEMBERIKAN MOTIVASI BELAJAR
ANAK PADA PELAKSANAAN GERAKAN WAJIB JAM BELAJAR
(Studi Kasus pada Gerakan Wajib Jam Belajar di Kelurahan Jebres,
Kecamatan Jebres, Surakarta)
SKRIPSI
Oleh:
BADRIYAH DWI WULANSARI
NIM K8407001
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERAN ORANG TUA DALAM MEMBERIKAN MOTIVASI BELAJAR
ANAK PADA PELAKSANAAN GERAKAN WAJIB JAM BELAJAR
(Studi Kasus pada Gerakan Wajib Jam Belajar di Kelurahan Jebres,
Kecamatan Jebres, Surakarta)
Oleh:
BADRIYAH DWI WULANSARI
K8407001
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, 30 Juni 2011
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Drs. Soeparno, M.Si
NIP. 19481210 197903 1 002
Pembimbing II
Dra. Siti Rochani CH, M.Pd
NIP. 19540213 198003 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada Hari : Kamis
Tanggal : 30 Juni 2011
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. M. H. Sukarno, M.Pd …………………………
Sekretaris : Drs. A. Y. Djoko Darmono, M.Pd …………………………
Anggota I : Drs. Soeparno, M.Si …………………………
Anggota II : Dra. Siti Rochani CH, M.Pd …………………………
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
NIP. 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Badriyah Dwi Wulansari, K8407001, PERAN ORANG TUA DALAM
MEMBERIKAN MOTIVASI BELAJAR ANAK PADA PELAKSANAAN
GERAKAN WAJIB JAM BELAJAR (Studi Kasus pada Gerakan Wajib
Jam Belajar di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta). Skripsi,
Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran orang tua dalam
memberikan motivasi belajar anak pada pelaksanaan gerakan wajib jam belajar di
Kelurahan Jebres, yang dilihat dari (1) Implementasi gerakan wajib jam belajar
(GWJB) di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta (2) Peran orang tua
dalam memberikan motivasi belajar pada pelaksanaan gerakan wajib jam belajar
(GWJB) Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif
dengan studi kasus tunggal terpancang. Sumber data dalam penelitian ini berupa
manusia (informan), tempat dan peristiwa, dokumen dan arsip, serta studi pustaka.
Teknik pengambilan Informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive. Pengumpulan data menggunakan observasi langsung, wawancara
mendalam dan analisis dokumen. Untuk mencari validitas data menggunakan
trianggulasi sumber dan trianggulasi teknik. Teknik analisis data menggunakan
model analisis interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan: Pertama, implementasi
GWJB di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta dapat dilihat melalui (1)
Sosialisasi GWJB dikelurahan Jebres, yaitu dengan pemberitahuan lewat spanduk
dan selebaran, pemberitahuan lewat pertemuan RW, Kelurahan maupun
Kecamatan, pemberitahuan lewat plakat yang di pasang di setiap gang, gapura dan
pos ronda di kampung-kampung, serta pemberitahuan lewat sirine atau tanda
belajar (2) Teknis pelaksanaan GWJB di Kelurahan Jebres yang dimulai dengan
adanya sirine atau tanda belajar pada pukul 18.30 WIB berisi himbauan kepada
masyarakat untuk mendampingi atau mengawasi anak belajar serta
mengkondusifkan lingkungan belajar (3) Perkembangan pelaksanaan GWJB di
Kelurahan Jebres mulai surut, namun sampai sekarang masih tetap berjalan.
Kedua, peran orang tua dalam memberikan motivasi belajar anak pada
pelaksanaan GWJB dapat dilihat dari (1) Pandangan orang tua mengenai GWJB
(2) Alasan orang tua memberikan motivasi belajar anak (3) Peran orang tua dalam
memberikan motivasi belajar anak pada pelaksanaan GWJB yang dilakukan
dengan menciptakan iklim rumah yang mendukung anak untuk belajar,
menyediakan waktu yang cukup untuk terlibat dalam kegiatan belajar anak,
memberikan penghargaan atau respon positif terhadap setiap prestasi anak serta
mendidik anak secara demokratis. Ketiga, peran orang tua dalam memberikan
motivasi belajar anak termasuk tindakan subyektif karena memiliki tujuan yakni
kesuksesan dan keberhasilan anak. Selain itu, pemberian motivasi belajar
termasuk tindakan aktif dan kreatif, terlihat dari pemilihan cara yang digunakan
untuk memotivasi anak saat belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Badriyah Dwi Wulansari, K8407001, PARENTS’ ROLES IN GIVING
MOTIVATION TO THEIR CHILDREN FOR STUDYING IN THE
IMPLEMENTATION OF COMPULSORY STUDYING HOURS
PROGRAM (Case Study on Compulsory Studying Hours Program in Jebres
Village of Jebres District, Surakarta). Thesis. Surakarta: Teacher Training and
Education Faculty. Sebelas Maret University. 2011.
The aim of the research is to know parents’ roles in giving motivation to
their children for studying in the implementation of compulsory studying hours
program in Jebres Village, which is viewed from (1) The implementation of
compulsory studying hours program (GWJB) in Jebres Village of Jebres District,
Surakarta; (2) Parents’ roles in giving motivation to their children for studying in
the implementation of compulsory studying hours program (GWJB) in Jebres
Village of Jebres District, Surakarta.
The research is a single case study which uses qualitative descriptive
method. The resources of the data are human beings or informant, places and
incidents, documents and archives, and literature study. The technique which is
used to get the sample is purposive sampling. The data are collected through
direct observation, deep interview, and document analysis. Data validity which is
used is resource triangulation and method triangulation. The technique of data
analysis is interactive analysis method.
Based on the research results, it can be concluded that: First, the
implementation of GWJB in Jebres Village of Jebres District, Surakarta can be
seen from (1) The socialization of GWJB which is done through announcement
with banners and leaflets, announcement in the meeting of neighborhood
association (Rukun Warga/ RW) both in village and district, announcement with
posters which are attached in each alley, gate, and patrol post of each village, and
announcement with siren or alarm or a sign for studying; (2) The technical
implementation of GWJB, started with siren or a sign for studying at 6:30 p.m.,
which contains an appeal for society to accompany or supervise their children
studying and to maintain environment condition for studying; (3) The
development of the implementation of GWJB which declines though still remains.
Second, parents’ roles in giving motivation to their children for studying in the
implementation of GWJB can be seen from (1) Parents’ view on GWJB, (2)
parents’ reasons to give motivation to their children for studying, (3) Parents’
roles in giving motivation to their children for studying in the implementation of
GWJB which is done by creating home situation which is able to support their
children to study, providing enough time to involve themselves in their children
studying activity, giving appreciation or positive responds to their children
achievement, and educating their children democratically. Third, parents’ roles in
giving motivation to their children for studying belong to subjective action
because it has a goal like their children’s success. Besides, giving motivation for
studying is active and creative action which can be seen from the choice of the
ways which are used to motivate their children when they are studying.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani
(Ki Hadjar Dewantoro)
Tiap cobaan, ujian dan kegagalan adalah rangkaian kemuliaan yang sedang
dipersiapkan untuk manusia, Janganlah kamu putus asa dalam menghadapi
cobaan, ujian dan kegagalan, karena dibalik cobaan, ujian dan kegagalan
tersebut Allah merencanakan sesuatu pada kita
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Segala syukur kehadirat ALLAH SWT
Karya ini penulis persembahkan kepada:
1. Ibu dan Bapak tercinta, Orang tua terhebat di
dunia yang telah memberikan segala
dukungan, kasih sayang dan pengorbanan.
Doa dan harapanmu adalah semangat disetiap
langkahku,
2. Kakakku tersayang atas segala pengalaman
dan nasihat yang diberikan,
3. Keluarga besarku, terimakasih atas
dukungannya,
4. Orang-orang yang aku cintai setelah Allah
SWT dan Rasulku,
5. Teman seperjuangan angkatan 2007 terima
kasih atas kebersamaan kalian,
6. Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat karunia-Nya dan kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini
untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak dapat
terselesaikan tanpa dukungan pihak-pihak lain. Oleh karena itu sudah sepantasnya
peneliti menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang peneliti hormati:
1. Prof. Dr.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,
2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Universitas Sebelas Maret Surakarta,
3. Drs. MH. Sukarno,M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi
Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus Pembimbing
Akademik, terimakasih atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama
peneliti menempuh studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas sebelas Maret Surakarta,
4. Drs. Soeparno, M.Si, selaku Pembimbing I yang telah memberikan semangat,
bimbingan, pengarahan serta saran-saran dalam penyusunan skripsi ini,
5. Dra. Siti Rochani, CH, M.Pd, selaku Pembimbing II yang dengan sabar dan
penuh perhatian memberikan semangat, pengarahan dan bimbingannya dalam
penyusunan skripsi ini,
6. Segenap Bapak/ Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi
yang telah memberikan ilmu kepada peneliti selama di bangku kuliah,
7. Kepala Kelurahan Jebres beserta stafnya atas ijin yang diberikan untuk
mengadakan penelitian serta informasi yang diperlukan dalam penyusunan
skripsi,
8. Para informan yang memberikan informasi yang diperlukan dalam
penyusunan skripsi,
9. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Semoga amal kebaikan tersebut mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Peneliti menyadari akan adanya kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, Juni 2011
Peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ....................................................................................................... i
PENGAJUAN ............................................................................................ ii
PERSETUJUAN ........................................................................................ iii
PENGESAHAN ......................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................. v
MOTTO ..................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ...................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................... ix
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar belakang Masalah ............................................................ 1
B. Perumusan Masalah ................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 8
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................... 10
A. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 10
B. Penelitian yang Relevan ............................................................ 28
C. Kerangka Berfikir ...................................................................... 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................... 32
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 32
B. Bentuk dan Strategi Penelitian .................................................. 34
C. Sumber Data .............................................................................. 36
D. Teknik Pengambilan Informan .................................................. 38
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 39
F. Validitas Data ............................................................................ 42
G. Analisis Data ............................................................................. 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
H. Prosedur Penelitian .................................................................... 47
BAB IV SAJIAN DATA DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN ...... 49
A. Diskripsi Lokasi Penelitian ...................................................... 49
1. Keadaan Geografis .............................................................. 49
2. Keadaan Demografis ........................................................... 51
a. Distribusi Penduduk Menurut Umur .............................. 51
b. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian ........... 52
c. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ........ 52
d. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Agama ............... 53
e. Mutasi Penduduk ............................................................ 54
3. Keadaan Sarana dan Prasarana ............................................ 54
a. Sarana dan Prasarana Pemerintahan ............................... 54
b. Sarana dan Prasarana Sosial Budaya .............................. 56
c. Sarana dan Prasarana Perhubungan dan Komunikasi ..... 57
d. Sarana Perekonomian ..................................................... 58
4. Kondisi Sosial Masyarakat .................................................. 58
5. Gambaran Umum Gerakan Wajib Jam Belajar ................... 59
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian .......................................... 65
1. Implementasi GWJB di Kelurahan Jebres, Kecamatan
Jebres, Surakarta .................................................................. 65
a. Sosialisasi GWJB di Kelurahan Jebres, Kecamatan
Jebres, Surakarta ............................................................. 66
1) Pemberitahuan Lewat Spanduk dan Selebaran .......... 66
2) Pemberitahuan Lewat Pertemuan RW, Kelurahan
maupun Kecamatan .................................................... 67
3) Pemberitahuan Lewat Plakat yang ada di setiap
gang, gapura dan pos ronda di kampung-kampung ... 69
4) Pemberitahuan Lewat Sirine atau Tanda Belajar ....... 71
b. Teknis Pelaksanaan GWJB di Kelurahan
Jebres, Kecamatan Jebres Surakarta ............................... 72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
c. Perkembangan Pelaksanaan GWJB di Kelurahan Jebres,
Kecamatan Jebres, Surakarta .......................................... 78
1) Program GWJB yang Diberlakukan Kepada Siswa-
siswi SD ..................................................................... 82
2) Program GWJB yang Diberlakukan Kepada Siswa-
Siswi SMP .................................................................. 83
3) Program GWJB yang Diberlakukan Kepada Siswa-
Siswi SMA ................................................................. 84
4) Program GWJB yang Diberlakukan Kepada Siswa-
Siswi SMK ................................................................. 85
2. Peran Orang Tua Dalam Memberikan Motivasi Belajar
Anak Pada Pelaksanaan GWJB ........................................... 86
a. Pandangan Orang Tua Mengenai GWJB ........................ 86
b. Alasan Orang Tua Memberikan Motivasi Belajar Anak 88
c. Peran Orang Tua dalam Memberikan Motivasi
Belajar Anak Pada Pelaksanaan GWJB .......................... 89
1) Menciptakan Iklim Rumah Yang Mendukung Anak
Untuk Belajar ............................................................. 90
2) Menyediakan Waktu Yang Cukup Untuk Terlibat
Dalam Kegiatan BelajarAnak .................................... 93
3) Memberikan Penghargaan atau Respon Positif
Terhadap Setiap Prestasi Anak .................................. 95
4) Mendidik Anak Secara Demokratis ........................... 96
3. Kesimpulan Hasil Temuan di Lapangan ............................. 97
a. Implementasi GWJB di Kelurahan Jebres, Kecamatan
Jebres, Surakarta ............................................................. 97
b. Manfaat GWJB bagi Masyarakat Kelurahan Jebres,
Kecamatan Jebres, Surakarta .......................................... 101
c. Peran Orang Tua Dalam Memberikan Motivasi Belajar
Anak Pada Pelaksanaan GWJB ...................................... 104
C. Temuan Studi Yang Dihubungkan Dengan Kajian Teori ........ 107
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
1. Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Anak ......................... 107
2. Motivasi belajar Dalam Pemenuhan Kebutuhan ................. 108
3. Peran Orang Tua dalam Memberikan Motivasi Belajar
sebagai Tindakan Subjektif ................................................. 112
4. Pemberian Motivasi Belajar Merupakan Tindakan Aktif
dan Kreatif ........................................................................... 117
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .................................. 119
A. Simpulan .................................................................................... 119
B. Implikasi .................................................................................... 120
C. Saran .......................................................................................... 122
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 124
LAMPIRAN ............................................................................................... 127
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel 1 Waktu dan Kegiatan Penelitian ................................................. 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar 1 Hierarki Kebutuhan Maslow ................................................. 21
2. Gambar 2 Skema Kerangka Berpikir ..................................................... 31
3. Gambar 3 Analisis Data Model Interaktif .............................................. 45
4. Gambar 4 Bagan Organisasi Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres,
Surakarta ................................................................................................. 55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Field Note ............................................................................................. 128
2. Interview Guide ................................................................................... 170
3. Peta Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta .......................... 175
4. Foto Hasil Penelitian ............................................................................ 177
5. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi kepada PD I ...................... 180
6. Surat Keputusan Dekan FKIP Tentang Ijin Penyusunan Skripsi ......... 181
7. Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepada Kepala Kelurahan Jebres .. 182
8. Surat Ijin/ Rekomendasi Penelitian dari Kepala Kelurahan Jebres...... 183
9. Surat Keterangan telah Melaksanakan Penelitian dari Kepala
Kelurahan Jebres .................................................................................. 184
10. Curriculum Vitae ................................................................................. 185
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dipahami secara luas dan umum sebagai usaha sadar yang
dilakukan pendidik melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan untuk membantu
peserta didik mengalami proses pemanusiaan ke arah tercapainya pribadi yang
dewasa, yaitu sosok manusia dewasa yang sudah terisi secara penuh bekal ilmu
pengetahuan serta memiliki integritas moral yang tinggi, sehingga dalam
perjalanannya nanti manusia selalu siap secara jasmani dan rohani. Hal ini sesuai
dengan arti pendidikan yang termaktub dalam Undang–Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, yakni:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara”.
Sesuai dengan pengertian pendidikan di atas, dapat dilihat bahwa
pendidikan mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan
dapat mempengaruhi kualitas manusia, sehingga pendidikan sangat penting dalam
perencanaan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Dalam suatu Negara, termasuk Indonesia, pendidikan menempati posisi
penting dalam pembangunan bangsa. Pendidikan merupakan salah satu sarana dan
prasarana bagi suatu bangsa untuk memajukan dan meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, sehingga pendidikan merupakan faktor penting yang harus
diperhatikan dalam rangka mewujudkan pembangunan suatu bangsa. Pendidikan
memberikan kontribusi pemecahan persoalan yang tidak bisa dipecahkan oleh
masyarakat modern. Oleh karenanya, salah satu kebijakan dasar bangsa yang
progresif harus membangun, menyediakan dan mendukung kualitas pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhan warga negara. Selain itu, pendidik akan
memberikan private benefit, yaitu memberikan kontribusi peningkatan
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
produktivitas tenaga kerja, sehingga kebijakan pemerintah harus selalu
menempatkan pendidikan diposisi utama.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional juga
menyebutkan tentang tujuan pendidikan Nasional, yakni:
Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Pendidikan Nasional
merupakan alat dan sekaligus tujuan yang sangat penting dalam mencapai cita-cita
dan tujuan nasional. Hal ini jika dikaitkan dengan peran dan fungsi pendidikan
nasional dalam pelaksanaan pembangunan bangsa. Pendidikan nasional
merupakan alat yang sangat fungsional dalam upaya pembentukan manusia
Pancasila sebagai manusia pembangunan yang berkualitas dan mampu mandiri
serta dalam rangka pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa,
dan Negara. Dengan kata lain, pendidikan nasional berfungsi sebagai alat utama
untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan kualitas kehidupan dan
martabat bangsa.
Saat ini, pendidikan di Negara kita masih mengalami berbagai
permasalahan, mulai dari biaya pendidikan yang semakin mahal, kurikulum yang
sering berubah-ubah, kurangnya fasilitas yang memadai untuk belajar, adanya
kontroversi UN (Ujian Nasional), adanya siswa yang tidak lulus dalam ujian, baik
ujian nasional maupun ujian sekolah, yang menyebabkan mutu atau kualitas
pendidikan kita masih berada di bawah Negara-negara lain. Hal ini dapat
diketahui dari angka kelulusan siswa setiap tahunnya. Mendiknas (dalam
Republika.co.id, Minggu, 15 Mei 2011 15:05 WIB) menyajikan angka kelulusan,
salah satunya tingkat SMA/ MA sebagai berikut:
“Tingkat kelulusan Ujian Nasional (UN) siswa SMA dan MA tahun 2011
secara nasional mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 lalu,
yakni dari 99,04% menjadi 99,22%. Hal ini lebih baik jika dibandingkan
tahun 2010 lalu yang mengalami penurunan bila dibanding tahun 2009,
yakni dari 99,74% menjadi 99,04%. Menurut Mendiknas, jumlah peserta
UN 2011 keseluruhan 1.461.941 peserta dan yang dinyatakan lulus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
sebanyak 1.450.498 peserta. Sisanya 11.443 dinyatakan tidak lulus.
Ketidaklulusan ini disebabkan oleh 2 hal, yaitu nilai rata-ratanya dibawah
standar yang telah ditentukan, yaitu 5,5 dan nilai rata-ratanya tepat dengan
batas standar kelulusan. Ada 5.590 siswa yang tidak lulus karena nilai rata-
ratanya kurang dari standar. Sisanya tidak lulus karena nilai rata-ratanya
pas 5,5. Setidaknya untuk bisa lulus, nilai rata-rata anak itu harus di atas
5,5”.
Permasalahan diatas, menuntut pemerintah untuk melakukan perbaikan
dan perubahan dalam bidang pendidikan. Pemerintah berusaha mencarikan jalan
keluar demi tercapainya tujuan Pendidikan Nasional, yaitu melakukan perubahan
dan pembangunan dalam berbagai aspek yang meliputi kurikulum, sarana dan
prasarana, guru, siswa serta metode pengajarannya. Perubahaan yang sedang
digalakkan oleh pemerintah ialah menumbuhkan manusia yang berpendidikan, hal
ini sejalan dengan kemajuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi serta tuntutan perkembangan jaman dalam rangka menghadapi era
globalisasi. Hal ini menuntut pada perkembangan kehidupan masyarakat dan
negara Indonesia yang pada saat ini sebagai negara berkembang harus berpacu
dengan negara-negara lain dalam pengembangan ilmu dan teknologi yang sangat
diperlukan dalam kehidupan dunia yang sedang mengalami era industrialisasi,
informasi dan globalisasi. Untuk menciptakan manusia yang berpendidikan,
pemerintah membuat suatu kebijakan yang mendukung agar proses pendidikan
berjalan dengan lancar, sehingga tujuan pendidikan nasional tercapai. Diantaranya
Pemerintah membuat program Gerakan Wajib Jam Belajar, seperti yang telah
dilaksanakan Pemerintah Kota Surakarta.
Program Gerakan Wajib Jam Belajar merupakan salah satu program
Pemerintah kota Surakarta yang mempresentasikan dukungan pemerintah
Surakarta terhadap pendidikan. Sosialisasi wajib belajar secara langsung atau
tidak langsung akan berdampak kepada investasi yang harus dikeluarkan
pemerintah dalam bidang pendidikan. Program GWJB pukul 18.30 – 20.30 WIB
sesungguhnya sangat bermanfaat bagi siswa, karena menjadi siswa di jaman
sekarang sangat berat dan kadang-kadang di luar akal dan batas psikologis yang
bisa di tanggung siswa tersebut. Apalagi jika dilihat dari standar kelulusan yang
menuntut anak untuk dapat mengejar angka tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Standar kelulusan UN setiap tahun memang selalu mengalami kenaikan.
Tahun 2009 standar kelulusan 5,25. Tahun 2010 naik menjadi 5,50, serta pada
tahun 2011 angka kelulusan tidak hanya dilihat dari UN, tetapi juga dilihat dari
nilai ujian sekolah atau rapor, dimana kompoisi rapor 40% sedangkan 60% dari
hasil UN dengan standar nilai 5.50 (Data Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) tahun 2010). Hal ini membuat tekanan siswa bertambah dengan tuntutan
orang tua dan lingkungan. Pada akhirnya, anak didik akan semakin terbebani dan
terpaku pada pelajaran saja, sehingga melupakan lingkungan sekitar (social life).
Oleh karena itu, Pemerintah menghadirkan program gerakan wajib jam belajar
(GWJB) tersebut agar tercipta masyarakat belajar dengan lingkungan belajar yang
kondusif, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman untuk mengejar standar
kelulusan yang setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Pencanangan Wajib Jam Belajar dilakukan oleh Walikota Surakarta pada
tanggal 17 Agustus 2003, kemudian Gerakan Wajib Jam Belajar disosialisasikan
oleh Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kota
Surakarta, TP PKK Kecamatan, TP PKK Kelurahan, PKK RW, PKK RT, Karang
Taruna, Dasa Wisma, diteruskan kepada warga masyarakat. Program GWJB dari
pukul 18.30–20.30 dalam pelaksanaannya masih terdapat banyak kendala.
Program yang seharusnya berjalan dengan baik, namun dalam kenyataannya
masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Di zaman sekarang, banyak
anak-anak yang masih bersekolah tidak mematuhi program tersebut, karena
banyaknya hal-hal lain yang lebih menarik dari sekedar belajar. Misalnya,
program televisi yang kian menarik yang bersamaan dengan jam belajar, tidak
adanya pengawasan dari orang tua dalam pelaksanaan jam belajar, kurangnya rasa
kesadaran pemerintah untuk menggalakkan program maupun kesadaran dari anak
atau siswa sendiri.
Keberhasilan seorang anak juga tidak terlepas dari kesadaran anak itu
sendiri untuk mau meningkatkan kemampuan atau intelektualitasnya dan
wawasannya disegala bidang. Pada dunia pendidikan setiap anak didik diharapkan
mampu untuk berprestasi secara optimal, karena keberhasilan belajar siswa tidak
terlepas dari motivasi siswa yang bersangkutan, oleh sebab itu pada dasarnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
motivasi belajar merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan belajar
siswa. Sehubungan dengan hal tersebut, Soemanto (1994) mengatakan bahwa
motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat intelektual yang berperan
dalam menimbulkan gairah belajar serta perasaan senang dan bersemangat untuk
belajar. Siswa yang memiliki motivasi luas akan mempunyai banyak aktivitas
untuk melakukan kegiatan belajar.
Pada dasarnya keberhasilan pendidikan khususnya pendidikan formal
dapat dilihat dari pencapaian prestasi yang diperoleh. Hasil prestasi yang optimal
juga tidak terlepas dari motivasi belajar individu. Oleh karena itu diharapkan
individu mempunyai motivasi belajar yang tinggi untuk mencapai prestasi belajar
yang optimal. Sesuai dengan pendapat Nasution (1993) motivasi mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu pekerjaan dan meneruskan pekerjaan itu.
Oleh karenanya, dalam mempelajari sesuatu, jika tidak dilandasi dengan adanya
motivasi maka tidaklah mungkin mendapatkan hasil yang lebih baik.
Ulasan di atas menunjukkan bahwa motivasi belajar memiliki peran yang
besar dalam mempengaruhi kehidupan manusia. Motivasi belajar sebagai usaha
untuk meningkatkan atau mempertahankan kemampuan pribadi setinggi mungkin
dalam segala bentuk aktivitas. Namun tinggi rendahnya motivasi belajar tidak
sama pada setiap orang. Keberhasilan seseorang dalam mencapai prestasi sangat
ditentukan oleh tinggi rendahnya motivasi belajar yang dimilikinya. Apabila dua
orang memiliki kemampuan sama, namun salah seorang diantaranya memiliki
motivasi belajar tinggi, kemungkinan orang yang motivasi belajarnya lebih tinggi
akan lebih berhasil. Seperti dikemukakan Johnstone & Jiono (dalam Hamzah.
2004) yang mengemukakan bahwa dimensi proses dari latar belakang keluarga
ternyata memberikan kontribusi yang paling besar terhadap motivasi dan prestasi
belajar anak yang berpengaruh terhadap aspek psikologis seperti aspirasi,
motivasi, dan sikap anak.
Setyadi (dalam Hamzah. 2002) mengatakan bahwa motivasi belajar
seorang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait, baik yang berasal
dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal) diri si terdidik sebagai siswa,
dengan demikian pada hakekatnya tidak ada faktor tunggal yang berdiri sendiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
yang secara otomatis menentukan prestasi belajar seseorang. Pencapaian prestasi
belajar secara optimal memerlukan dukungan dan prasarana, ketepatan cara dan
gaya belajar seseorang, minat dan motivasi belajar yang kuat serta lingkungan
yang mendukung. Salah satu faktor eksternal yang bersifat sosial adalah faktor
yang mencakup hubungan sesama manusia, baik yang hadir secara langsung
maupun secara tidak langsung yang dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang,
misalnya hubungan antara orang tua dengan anaknya. Dalam konteks ini termasuk
pula faktor dukungan orang tua sebagai komponen utama dengan segenap
perhatian yang diberikan kepada anak dalam rangka proses belajarnya, maupun
motivasi belajar anak itu sendiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Sukarni (dalam Hamzah, 2007)
menunjukkan bahwa 85% peran dan dukungan orang tua dalam proses belajar
anak yang diwujudkan dengan memberikan fasilitas belajar yang meliputi sarana
dan prasarana secara memadai akan mempengaruhi motivasi belajar anaknya.
Pemberian fasilitas yang memadai akan memudahkan pencapaian tujuan yang
direncanakan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pemberian fasilitas yang
diberikan akan membangkitkan motivasi siswa dalam belajar. Mendukung
pendapat di atas Taylor dkk (2000) mengemukakan bahwa dukungan orang tua
juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi belajar pada remaja.
Dukungan orang tua ini dapat berupa bantuan secara instrumental (materi),
emosional, maupun penyediaan informasi sehingga dari dukungan orang tua
tersebut, remaja dapat mempersepsikan bantuan yang diberikan orang tua yang
dapat bermanfaat bagi dirinya.
Berdasarkan hal di atas, dapat dilihat bahwa peran orang tua sangat
dituntut dalam pendidikan, karena orang tua adalah pendidik pertama dan utama.
Mengingat keberadaan anak dilingkungan keluarga atau masyarakat lebih besar
daripada lingkungan sekolah, maka peran orang tua sangat diperlukan dalam
mendukung program pemerintah mengenai gerakan wajib jam belajar agar tujuan
pendidikan nasional tercapai, terutama dalam memberikan bimbingan dan
motivasi anaknya ketika jam belajar dimulai. Dengan peran orang tua,
masyarakat, dan unsur pemerintah, maka diharapkan program Gerakan Wajib Jam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Belajar dapat terlaksana dengan baik, sehingga tujuan Pendidikan Nasional dapat
tercapai.
Kelurahan Jebres merupakan salah satu Kelurahan di Kota Surakarta yang
menjalankan program Gerakan Wajib Jam Belajar (GWJB). Dimana
pelaksanaannya diserahkan pada RW masing-masing. Bahkan pelaksanaan GWJB
di Kelurahan Jebres mendapat sorotan dari Pemerintah Surakarta dan menjadi
pioner Gerakan Wajib Jam Belajar di Surakarta. Pelaksanaan GWJB di Kelurahan
Jebres tidak terlepas dari adanya peran orang tua dalam membimbing anaknya
ketika jam belajar di mulai. Pelaksanaan GWJB pun masih terdapat kendala, hal
ini disebabkan pengaruh televisi dan sarana hiburan lainnya. Seringkali di jam
belajar anak, televisi justru menampilkan tayangan menarik, bahkan orang tua pun
kadang ikut menonton. Padahal pada saat jam belajar berlangsung semua TV
maupun media elektronik lainnya harus dimatikan. Selain itu, orang tua
diharapkan mengawasi anaknya pada saat jam belajar. Namun kenyataan di
lapangan, ada beberapa orang tua yang tidak memperdulikan himbauan GWJB,
sehingga pelaksanaan GWJB di Kelurahan Jebres belum berjalan dengan
sempurna.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang Gerakan Wajib Jam Belajar ditinjau dari peran orang tua dalam
memberikan motivasi belajar anak. Mengingat wilayah yang melaksanakan
GWJB di Surakarta terlalu banyak dan luas, maka peneliti memutuskan untuk
memilih suatu lokasi penelitian. Lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah
Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta yang sampai sekarang
GWJB masih berjalan di Kelurahan tersebut. Mengacu pada faktor tersebut, maka
peneliti ingin mengadakan penelitian lebih lanjut dengan judul: “PERAN ORANG
TUA DALAM MEMBERIKAN MOTIVASI BELAJAR ANAK PADA
PELAKSANAAN GERAKAN WAJIB JAM BELAJAR (STUDI KASUS PADA
GERAKAN WAJIB JAM BELAJAR DI KELURAHAN JEBRES,
KECAMATAN JEBRES, SURAKARTA)”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka
dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi gerakan wajib jam belajar (GWJB) di Kelurahan
Jebres, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta?
2. Bagaimana peran orang tua dalam memberikan motivasi belajar anak pada
pelaksanaan gerakan wajib jam belajar (GWJB) di Kelurahan Jebres,
Kecamatan Jebres, Kota Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Dari uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui implementasi gerakan wajib jam belajar (GWJB) di
Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta.
2. Untuk mengetahui peran orang tua dalam memberikan motivasi belajar anak
pada pelaksanaan gerakan wajib jam belajar (GWJB) di Kelurahan Jebres,
Kecamatan Jebres, Kota Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran tentang peran orang tua dalam
pendidikan anak, yakni memberikan motivasi belajar anak sebagai tindakan
sosial menurut analisa yang dikembangkan oleh Weber dan Parsons serta
adanya motivasi belajar menurut analisa teori kebutuhan Maslow.
Selain itu penelitian ini digunakan oleh peneliti sebagai salah satu syarat
menempuh jenjang pendidikan Strata-1 (S-1) Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
2. Manfaat Praktis
Bagi orang tua
Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan informasi bagi para orang
tua mengenai peran orang tua dalam pendidikan terhadap anak.
Bagi peneliti
Dengan adanya penelitian ini, peneliti dapat mengetahui informasi
mengenai peran orang tua dalam memberikan motivasi belajar anak.
Bagi masyarakat
Dengan adanya penelitian ini, maka masyarakat dapat menciptakan suasana
yang kondusif selama jam belajar, sehingga tercipta lingkungan belajar yang
tenang dan nyaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang akan dilaksanakan antara lain untuk menjelaskan
fenomena sosial yang dijadikan pusat penelitian, sedangkan untuk menjelaskan
fenomena tersebut perlu mengkaji pustaka, dari pustaka terdapat teori yang dapat
digunakan sebagai pedoman bagi peneliti untuk mengungkapkan permasalahan
dan mencoba menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian.
Fungsi utama dari suatu teori adalah memberi landasan penjelasan untuk
melakukan prediksi. Adapun teori yang relevan dari penelitian yang akan
digunakan yaitu:
1. Tinjauan Tentang Peran Orang Tua
a. Pengertian Peran
Setiap manusia yang menjadi bagian dari masyarakat senantiasa
mempunyai status atau kedudukan yang akan menimbulkan suatu peran. Menurut
Paul B Horton & Chester L. Hunt (1996: 118), “Status merupakan posisi di dalam
suatu sistem sosial, sedangkan peran adalah perilaku normatif yang melekat pada
status”. Ditambahkan oleh Hendro Puspito (1989: 182), “Peran adalah suatu
konsep fungsional yang memiliki fungsi tugas seseorang dan dibuat atas dasar
tugas-tugas yang nyata dilakukan seseorang”. Jadi peran menunjukkan tugas yang
harus dilakukan seorang individu, tingkah laku seseorang dalam memenuhi
tanggungjawabnya dimasyarakat menunjukkan perannya didalam masyarakat.
Sedangkan menurut Malcolm Hardi & Steve Heves (1988:139), peran sering
diartikan sebagai serangkaian perilaku yang diharapkan dan dituntut oleh
masyarakat terhadap individu ataupun organisasi yang memegang kedudukan
tertentu dalam masyarakat. Hal ini berarti peran menunjukkan perilaku atau tugas
individu yang harus dilakukan sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat.
Setiap orang akan memainkan peran yang berbeda-beda, dimana didalam setiap
peran tersebut diharapkan orang akan melakukan perbuatan dengan cara-cara
tertentu.
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Dari pengertian peran di atas, peran sebagai konsep menunjukkan apa
yang dilakukan oleh seseorang, sehingga dapat dikatakan bahwa apabila
seseorang telah menjalankan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan
kedudukannya, maka ia telah menjalankan perannya.
b. Pengertian Orang Tua
Membahas mengenai orang tua, tidak lepas dari apa yang disebut dengan
lingkungan kecil yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang
merupakan kesatuan dari susunan keluarga yang utuh. Orang tua merupakan orang
yang pertama kali mendidik atau menanamkan pendidikan kepada anak-anaknaya,
sehingga secara moral keduanya merasa mempunyai tanggungjawab untuk
memelihara, mengawasi, melindungi, serta membimbingnya. Dari keluarga inilah
anak dapat menyerap norma yang utama dan pertama. Hal ini sesuai dengan
definisi orang tua menurut Imron pohan. Menurut Imron pohan (1986: 167),
“Orang tua adalah orang dewasa pertama bagi anak, tempat anak
menggantungkan, tempat ia mengharapkan bantuan dalam pertumbuhan”. Hal ini
berarti orang tua adalah orang dewasa pertama bagi anak, tempat ia membutuhkan
segala bantuan dalam pertumbuhan hidupnya. Ditambahkan pula oleh Singgih D.
Gunarsa (1986: 38), “orang tua adalah yang pertama-tama dan terutama
bertanggung jawab untuk mengatur, mengkoordinasikan serta memberikan
rangsangan-rangsangan kepada anak”. Hal ini berarti orang tua adalah orang
pertama dan utama yang bertanggungjawab terhadap perkembangan anak.
Pengertian orang tua juga diungkapkan oleh Tim Prima Pena (2002: 477),
“Orang tua adalah ayah dan ibu yang melahirkan, memelihara, dan membiayai
anak untuk sekolah”. Hal ini berarti orang tua terdiri dari ayah ibu yang
melahirkan, memelihara dan bertanggungjawab terhadap pendidikan anak.
Sedangkan menurut Thamrin Nasution (1986:1), “Orang tua adalah setiap orang
yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau rumah tangga, dan dalam
kehidupan sehari-hari lazim disebut ibu dan bapak”. Hal ini berarti orang tua
adalah terdiri bapak dan ibu orang yang memiliki tanggungjawab terhadap
anggota keluarga didalamnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Untuk lebih memperjelas mengenai pengertian orang tua, maka penulis
juga mengutip pengertian orang tua dari UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 7, yaitu:
(1) “Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan
memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya”. (2) “Orang
tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar
kepada anak”. Selain itu, PP No. 27 tahun 1990 pasal 1 ayat 4 menjelaskan
“Orang tua adalah ayah atau ibu atau wali anak didik yang bersangkutan”.
Pengertian orang tua menurut WJS. Poerwodarminto (1986: 689), adalah
“Ayah dan ibu yang mempunyai peranan memberi bantuan dan tanggungjawab
terhadap anak dan mendewasakan anak ke perkembangan selanjutnya”. Sementara
menurut Ngalim Purwanto (1985: 88), “Orang tua adalah pendidik sejati, pendidik
karena kodratnya”. Hal ini berarti orang tua adalah ayah dan ibu yang memiliki
tanggung jawab dalam mendidik anak, termasuk tumbuh kembang anak, karena
mereka adalah orang pertama dan utama dalam keluarga.
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (1992: 706) disebutkan bahwa
orang tua adalah ayah dan ibu kandung; orang yang dianggap tua (cerdik, pandai,
ahli), orang yang dihormati. Sedangkan menurut Kartini Kartono (1994: 37-38),
“Orang tua seorang pria dan wanita yang berjanji dihadapan Tuhan untuk hidup
sebagai suami istri dan bersedia memikul tanggungjawab sebagai ayah dan ibu
dari anak-anak yang bakal dilahirkan”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud orang tua adalah ayah dan ibu atau ayah saja atau ibu saja dan atau wali
dirumah yang bertanggungjawab terhadap kehidupan anak, termasuk dalam
bidang pendidikan.
c. Peran Orang Tua
Dari beberapa pengertian definisi mengenai peran yang telah diuraikan di
atas, dapatlah diartikan bahwa apabila seseorang telah menjalankan hak-hak dan
kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka ia telah menjalankan perannya,
sehingga peran orang tua disini berkaitan dengan kekuasaan atau kewenangan,
serta dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas sebagai orang tua sebagaimana yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
diharapkan untuk dilakukan karena kedudukannya dapat memberi pengaruh atau
perubahan.
Pada dasarnya, anak lahir dan berkembang di tengah-tengah kehidupan
keluarga. Seorang anak juga akan mengalami proses sosialisasi pendidikan di
dalam lingkungan keluarga, khususnya orang tua sebagai pendidik pertama dan
utama. Orang tua tanpa perintah secara alami akan melakukan tugas sebagai
pendidik, baik bersifat sebagai pemelihara, pembimbing, pengasuh, pembina,
maupun sebagai guru, dan sebagai pemimpin bagi anak-anaknya. Anak akan
menyerap apa yang telah diteladani orang tuanya, maupun akan menerima segala
norma-norma dan nilai-nilai yang diajarkan oleh orang tua. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Oemar Tirtahardja & La Sulp (1994:
174), bahwa “Peran orang tua dalam keluarga adalah sebagai penuntun, pengajar,
dan pemberi contoh”. Ngalim Purwanto (1998: 91-92 juga mengungkapkan
bahwa peran orang tua (ayah dan ibu) dalam pendidikan anaknya adalah:
Sesuai dengan fungsi serta tanggungjawabnya sebagai anggota keluarga,
dapat disimpulkan bahwa peran ibu dalam mendidik anaknya adalah
sebagai berikut:
1) Sumber dan pemberi rasa kasih sayang
2) Pengasuh dan pemelihara
3) Tempat mencurahkan isi hati
4) Pengatur dalam kehidupan rumah tangga
5) Pembimbing hubungan pribadi, dan
6) Pendidik dalam segi emosional
Tanpa bermaksud mendiskriminasikan tugas dan tanggungjawab ayah dan
ibu di dalam keluarga, ditinjau dari fungsi dan tugasnya sebagai ayah
dalam pendidikan anak-anaknya yang lebih dominan adalah sebagai
berikut:
1) Sumber kekuasaan di dalam keluarga
2) Penghubung intern dengan masyarakat dan dunia luar
3) Pemberi perasaan aman bagi seluruh anggota keluarga
4) Pelindung terhadap ancaman dari luar, hakim atau yang mengadili jika
terjadi perselisihan, dan
5) Sebagai pendidik dalam pendidik rasional
Peran orang tua terhadap anak juga dikemukakan oleh Stainblack dan
Susan. Menurut Stainblack dan Susan (1999), peran orang tua adalah sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
1) Peran sebagai fasilitator
Orang tua bertanggung jawab menyediakan diri untuk terlibat dalam
membantu anak belajar dirumah, mengembangkan keterampilan belajar
yang baik, memajukan pendidikan dalam keluarga, dan menyediakan
sarana alat belajar seperti; tempat belajar, penerangan yang cukup,
buku-buku pelajaran dan alat-alat tulis.
2) Peran sebagai motivator
Orang tua akan memberikan motivasi kepada anak dengan cara
meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas rumah,
mempersiapkan anak untuk menghadapi ulangan, mengendalikan stres
yang berkaitan dengan sekolah, mendorong anak untuk terlibat dalam
kegiatan-kegiatan sekolah dan member penghargaan terhadap prestasi
belajar anak dengan memberi hadiah maupun kata-kata pujian.
3) Peran sebagai pembimbing atau pengajar
Orang tua akan memberikan pertolongan kepada anak dengan siiap
membantu belajar melalui pemberian penjelasan pada bagian yang sulit
dimengerti oleh anak, membantu anak mengatur waktu belajar, dan
mengatasi masalah belajar serta tingkah laku anak yang kurang baik.
(http://dheeazz.blogspot.com/2009/12/peran-orang-tua-dan-motivasi-
belajar.html).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peran orang tua
adalah suatu tindakan orang tua untuk memberikan motivasi, bimbingan, fasilitas
belajar, serta perhatian yang cukup terhadap anak-anaknya untuk mencapai
tahapan tertentu. Orang tua akan berperan aktif untuk menunjang keberhasilan
anak. Hal ini bisa dicapai dengan bagaimana peran orang tua dalam memberi
motivasi, bimbingan, fasilitas belajar, serta perhatian yang cukup terhadap anak-
anaknya. Peran orang tua yang seharusnya adalah sebagai orang pertama dalam
meletakkan dasar-dasar pendidikan terhadap anak-anaknya. Orang tua juga harus
bisa menciptakan situasi pengaruh perhatian orang tua dengan menanamkan
norma-norma untuk dikembangkan dengan penuh keserasian, sehingga tercipta
iklim atau suasana keakraban antara orang tua dan anak.
2. Tinjauan Tentang Motivasi Belajar
a. Pengertian Motivasi
Menurut Hoy dan Miskel yang dikutip Ngalim Purwanto (2002: 73):
“Motivasi adalah kekuatan-kekuatan yang kompleks, dorongan-dorongan,
kebutuhan, pernyataan-pernyataan ketegasan (tension states), atau mekanisme-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
mekanisme lainnya yang memulai dan menjaga kegiatan-kegiatan yang
diinginkan ke arah pencapaian tujuan-tujuan personal”.
Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (2002: 71): “Motivasi adalah suatu
usaha yang di dasari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak
hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan
tertentu”. Hal ini berarti motivasi diberikan pada seseorang agar orang tersebut
tergerak untuk melakukan sesuatu sehingga dapat mencapai tujuan yang ingin
dicapainya.
Menurut Sardiman A.M (2001: 75) mengatakan, “Motivasi adalah
serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga
seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan
berusaha meniadakan atau mengelak perasaan tidak suka itu”.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian
motivasi mengandung unsur pokok sebagai berikut:
a) Suatu kekuatan atau usaha yang dilaksanakan oleh personal atau
seorang.
b) Kegiatan berupa dorongan untuk mempengaruhi tingkah laku.
c) Kegiatan yang dilaksanakan untuk suatu hasil atau tujuan yang
diinginkan.
Berdasarkan unsur pokok tersebut, maka penulis mendefinisikan motivasi
sebagai suatu usaha yang didasari untuk mengerahkan, mengarahkan dan menjaga
tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu
hingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
b. Pengertian Belajar
Belajar ialah proses perubahan tingkah laku seseorang setelah memperoleh
informasi yang disengaja. Jadi suatu kegiatan belajar ialah upaya mencapai
perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan
maupun sikap. Bahkan lebih luas lagi, perubahan tingkah laku ini tidak hanya
mengenai perubahan pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, kebiasaan,
sikap, pengertian, penghargaan minat dan penyesuaian diri. Pendeknya mengenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
segala aspek organisasi atau pribadi seseorang. Belajar dalam arti luas adalah
proses perubahan tingkah laku yang dapat dinyatakan dalam bentuk penguasaan,
penggunaan dan penilaian atau mengenai sikap dan nilai-nilai pengetahuan serta
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan.
Belajar merupakan suatu penekanan yang diperoleh berkat adanya
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar menunjukkan suatu
proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik dan
pengalaman tertentu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winkel (dalam Hamzah.
2007: 22), “Belajar pada manusia bisa dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental-
psikis yang berinteraksi dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap, dimana perubahan
tersebut bersifat relative konstan dan berbekas”.
Hal tersebut sesuai dengan rumusan Uno (dalam Hamzah. 2007: 22)
tentang pengertian belajar: (1) Memodifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman, (2) Suatu proses perubahan tingkah laku individu dengan
lingkungannya, (3) Perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk
penguasaan, penggunaan dan penilaian, atau mengenai sikap dan nilai-nilai
pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau
lebih luas lagi dalam berbagai bidang kehidupan atau pengalaman yang
terorganisasi, (4) Belajar selalu menunjukkan suatu proses perubahan perilaku
atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu, (5) Belajar
adalah proses seseorang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap.
Uno (dalam Hamzah. 2007: 22) menjelaskan lebih jauh bahwa “Belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Hal ini berarti dengan belajar,
individu mengalami perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil
pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Sedangkan Hilgrad dan Bower dalam buku Theories of Learning (1975)
mengemukakan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
“Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap
suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-
ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat
dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau
keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan
sebagainya)”. (Ngalim Purwanto. 1990: 84).
Hal ini berarti belajar adalah hasil dari interaksi individu dengan
lingkungan yang mengahasilkan pengalaman yang terjadi secara berulang-ulang,
sehingga terjadi perubahan dalam diri individu.
Gagne dalam buku The Condition of Learning (1977) mengemukakan,
“Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulant bersama dengan isi ingatan
mempengaruhi siswa sedemikian rupa, sehingga perbuatannya (performance-nya)
berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia
mengalami situasi tadi”. (Ngalim Purwanto. 1990: 84). Hal ini berarti belajar
dapat terjadi apabila terdapat situasi sebagai pendorong yang mempengaruhi
individu sehingga mengalami perubahan setelah adanya situasi tersebut.
Morgan dalam buku Introduction to Psychology (1978) mengemukakan
“Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang
terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman“. (Ngalim Purwanto.
1990: 84). Hal ini berarti belajar menghasilkan perubahan tingkah laku yang
relatif menetap sebagai hasil dari latihan atau pengalaman.
Witherington dalam buku Educational Psychology mengemukakan,
“Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri
sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap dan
kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian”. (Ngalim Purwanto. 1990: 84). Hal
ini berarti belajar menghasilkan perubahan dalam pribadi individu yang berupa
kecakapan, sikap, kepandaian, kebiasaan atau suatu pemahaman terhadap sesuatu.
Dari beberapa definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat di
simpulkan adanya beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian tentang
belajar, yaitu bahwa:
a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan
itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada
kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh
pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti
perunahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
c. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap; harus
merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa
lama periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi
perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang
mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun.
Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah
laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman
perhatian atau kepekaan seseorang yang biasanya hanya berlangsung
sementara.
d. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut
berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan
dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/ berpikir, keterampilan,
kecakapan, kebiasaan ataupun sikap. (Ngalim Purwanto. 1990: 84-85).
Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa belajar adalah proses
perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan interaksi antara individu
dan lingkungannya yang dilakukan secara formal, informal dan nonformal.
e. Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.
Belajar adalah perubahan tingkah laku seara relatif permanen dan secara potensial
terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice) yang
dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik berupa hasrat dan
keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita.
Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar
yang kondusif dan kegiatan belajar yang menarik. Kedua faktor tersebut
disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk
melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat.
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada
siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada
umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal tersebut
mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Hamzah (2007: 23) indikator motivasi belajar dapat diklarifikasikan sebagai
berikut:
1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil,
2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar,
3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan,
4) Adanya penghargaan dalam belajar,
5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar,
6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan
seorang siswa dapat belajar dengan baik.
f. Peran Motivasi dalam Belajar
Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan
menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku individu yang sedang belajar.
Menurut Sardiman A M (2001: 85), menyatakan bahwa ada tiga fungsi motivasi,
yakni:
a) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor
yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor
penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
b) Menentukan arah perbuatan, yakni earah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang
harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
c) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa
yang harus dikerjakan, yang serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut.
Dari pernyataan di atas, dapat dilihat motivasi bukan hanya berfungsi
sebagai penentu terjadinya suatu perbuatan, tetapi juga menentukan hasil
perbuatan. Begitu pula dengan belajar, motivasi juga diperlukan dalam belajar.
Hasil belajar akan menjadi optimal jika ada motivasi. Makin tepat motivasi yang
diberikan, maka akan makin berhasil pula pelajaran tersebut. Jadi, motivasi akan
senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa.
Hamzah (2007: 27), menyebutkan ada beberapa peranan penting dari
motivasi dalam belajar, antara lain sebagai berikut:
1) Menentukan penguatan belajar
Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak
yang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan
pemecahan dan hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang
pernah dilaluinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
2) Memperjelas tujuan belajar
Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya dengan
kemaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk belajar sesuatu jika yang
dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau dinikmati
manfaatnya bagi anak.
3) Menentukan ketekunan belajar
Seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu akan
berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan
memperoleh hasil yang baik. Dalam hal ini tampak bahwa motivasi
untuk belajar meyebabkan seseorang tekun belajar. Sebaliknya, apabila
seseorang kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, maka dia
tidak akan tahan lama belajar. Dia mudah tergoda untuk mengerjakan
hal lain dan bukan belajar. Itu berarti motivasi sangat berpengaruh
terhadap ketahanan dan ketekunan belajar.
Menurut pernyataan diatas, maka motivasi sangat berperan dalam belajar.
Pemberian motivasi belajar orang tua kepada anak sangat diperlukan, dengan
motivasi inilah anak menjadi tekun dan bergairah dalam proses belajar, sehingga
kualitas hasil belajar akan meningkat. Anak yang diberikan motivasi belajar dalam
proses belajar akan mengalami keberhasilan.
g. Teori Tentang Motivasi Belajar
Motivasi terjadi apabila seseorang mempunyai keinginan dan kemauan
untuk melakukan suatu kegiatan atau tindakan dalam rangka mencapai tujuan
tertentu. Motivasi merupakan konsep hipotetis untuk suatu kegiatan yang
dipengaruhi oleh persepsi dan tingkah laku seseorang untuk mengubah situasi
yang tidak memuaskan atau tidak menyenangkan.
Abraham Maslow (dalam Hamzah. 2007: 6-7) menyatakan, “Kebutuhan
manusia secara hierarkis semuanya laten dalam diri manusia. Kebutuhan tersebut
mencakup kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang,
kebutuhan dihargai dan dihormati serta kebutuhan aktualisasi diri”. Teori ini
dikenal sebagai teori kebutuhan (needs) yang digambarkan secara hierarkis
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Gambar 1. Hierarki Kebutuhan Maslow
1) Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar, yang bersifat primer dan
vital, yang menyangkut fungsi-fungsi biologis dasar organisme
manusia, seperti kebutuhan akan pangan, sandang, papan, kesehatan
fisik, kebutuhan seks dan sebagainya.
2) Kebutuhan akan Rasa Aman (Safety and Security)
Kebutuhan ini seperti terjamin keamanannya, terlindung dari bahaya
dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak
adil dan sebagainya.
3) Kebutuhan akan cinta kasih atau kebutuhan sosial (Social needs)
Meliputi kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi,
diakui sebagai anggota kelompok, rasa setia kawan, kerjasama dan
sebagainya.
4) Kebutuhan akan Penghargaan (Esteem needs)
Kebutuhan ini termasuk kebutuhan dihargai karena prestasi,
kemampuan, kedudukan, status, pangkat dan sebagainya.
5) Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self actualization)
Kebutuhan ini seperti kebutuhan mempertinggi potensi-potensi yang
dimiliki, pengembangan diri secara maksimum, kreatifitas, ekspresi diri
dan sebagainya. (dalam Ngalim Purwanto. 1990:77-78).
Teori Maslow tersebut dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan
manusia. Dalam dunia pendidikan, teori ini dilakukan dengan cara memenuhi
kebutuhan peserta didik, dimana dalam penelitian ini adalah anak. Orang tua
berusaha memenuhi kebutuhan anak saat belajar agar dapat mencapai hasil belajar
yang maksimal dan sebaik mungkin. Misalnya orang tua dapat memahami
keadaan anak, memelihara suasana belajar yang baik di rumah, keberadaan anak
(rasa aman dalam belajar, kesiapan belajar, bebas dari rasa cemas) dan
memperhatikan lingkungan belajar, seperti menyediakan fasilitas belajar, tempat
Aktualisasi Diri
Penghargaan
Cnta Kasih
Rasa Aman
Kebutuhan Fisiologis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
belajar menyenangkan, bebas dari kebisingan, sehingga tidak ada gangguan dalam
belajar.
h. Peran Motivasi Orang Tua terhadap Belajar Anak
Motivasi berhubungan dengan suatu tujuan. Dengan demikian, motivasi
dapat mempengaruhi adanya kegiatan, kemudian dalam hubungan dengan
kegiatan atau belajar, yang terpenting adalah bagaimana menciptakan kondisi atau
suatu proses yang mengarahkan siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Dengan
demikian orang tua dapat memberikan motivasi yang dapat mendorong anak
untuk lebih giat belajar. Oleh karenanya orang tua perlu beberapa teknik untuk
memotivasi anak, diantaranya sebagai berikut:
1. Memberikan kepada anak rasa puas agar dia berusaha mencapai
keberhasilan selanjutnya.
2. Menciptakan suasana rumah yang menyenangkan anak sehingga dapat
menumbuhkan minat belajar.
3. Memberi komentar terhadap hasil-hasil yang telah dicapai anak didik
sehingga membesarkan hati anak didik serta dapat menimbulkan
motivasi belajar.
4. Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk berkompetisi
dengan anggota keluarga yang lain atau teman belajarnya.
5. Menimbulkan minat anak didik terhadap bahan pelajaran.
6. Mengawasi kegiatan belajar anak sehingga anak didik merasa
memperoleh perhatian dari orang tuanya atau anggota keluarga yang
lain (Slametto 1992:30).
Dari pernyataan tersebut, motivasi dari orang tua adalah usaha-usaha
untuk menyediakan kondisi yang anak inginkan. Orang tua dapat memberikan
motivasi agar anak giat belajar. Adapun motivasi yang dapat diberikan orang tua
dapat berupa:
1. Menciptakan iklim rumah yang mendukung untuk belajar,
2. Menyediakan waktu yang cukup untuk terlibat dalam kegiatan belajar,
3. Memberikan penghargaan atau respon positif terhadap setiap prestasi
anak,
4. Mendidik anak secara demokratis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
3. Pengertian Gerakan Wajib Jam Belajar
Jam belajar merupakan waktu yang diarahkan untuk kegiatan belajar. Oleh
Pemerintah, waktu ini diarahkan kepada masyarakat untuk wajib melaksanakan
kegiatan belajar, sehingga dinamakan wajib jam belajar. Wajib jam belajar adalah
jam dimana masyarakat pada umumnya, dan pelajar pada khususnya harus
menggunakan waktunya untuk belajar. Hal ini, kemudian dijadikan pemerintah
sebagai program dalam upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia melalui
pendidikan, yang dinamakan dengan gerakan wajib jam belajar (GWJB). Program
GWJB merupakan salah satu kebijakan yang mempresentasikan dukungan
pemerintah terhadap pendidikan. Gerakan wajib jam belajar secara langsung atau
tidak langsung akan berdampak kepada investasi yang harus dikeluarkan
pemerintah dalam bidang pendidikan. Gerakan wajib jam belajar bermakna
kewajiban belajar dengan tidak ada acuan apakah harus di lembaga yang bernama
sekolah atau non sekolah. Maksud diadakannya Gerakan Wajib Jam Belajar
adalah terciptanya suasana yang kondusif untuk belajar, sehingga tercipta budaya
belajar.
Gerakan wajib jam belajar (GWJB) memiliki landasan hukum, yakni: UU
No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No.28 Tahun 1990
tentang Pendidikan Dasar, PP No.29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah,
PP No.39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan
Nasional, UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tujuan dari
dibentuknya program GWJB ini adalah: 1). Membentuk manusia bertakwa kepada
Tuhan YME, cerdas, terampil, kreatif, dan berprestasi. 2). Meningkatkan disiplin
belajar. 3). Membangun sistem GWJB secara terpadu dan berkelanjutan.
Pemerintah menghimbau gerakan ini agar dilaksanakan di setiap daerah, agar
dalam masyarakat tercipta budaya belajar yang nantinya berdampak positif bagi
masyarakat, baik anak maupun orang tua, sehingga tujuan pendidikan nasional
dapat dicapai. (http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/12/pencapaian-program-
wajib-belajar-9-tahun/).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
4. Peran Orang Tua Dalam Gerakan Wajib Jam Belajar (GWJB) Sebagai
Tindakan Sosial
Peran orang tua dalam gerakan wajib jam belajar dapat diwujudkan dalam
pemberian motivasi pada saat anak belajar. Seperti yang dijelaskan diatas, salah
satu peran orang tua terhadap anak adalah memberikan motivasi belajar. Motivasi
sangat berperan dalam belajar. Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi motivasi
belajar anak. Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat
tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan kemasyarakatan. Orang tua juga
termasuk didalamnya. Pemberian motivasi belajar anak oleh orang tua perlu
dilakukan dalam upaya mendukung program gerakan wajib jam belajar, sehingga
tercipta lingkungan belajar yang kondusif. Dengan adanya pemberian motivasi,
anak menjadi tekun dan bergairah dalam proses belajar, sehingga kualitas hasil
belajar siswa (prestasi belajar) menunjukkan hasil yang memuaskan.
Peran orang tua dalam gerakan wajib jam belajar merupakan suatu
tindakan sosial. Tindakan sosial tersebut dapat diwujudkan dalam pemberian
motivasi belajar kepada anak. Orang tua yang memberikan motivasi belajar anak
berarti sedang melakukan tindakan sosial. Hal ini dikarenakan orang tua dalam
memberikan motivasi memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai. Definisi
tentang tidakan sosial menurut Talcott Parsons yang dikutip dalam Johnson (1986:
106), yaitu:
1. Tindakan itu diarahkan pada tujuannya (memiliki tujuan).
2. Tindakan terjadi dalam suatu situasi, dimana elemennya sudah pasti,
sedangkan elemen-elemen lainnya digunakan oleh yang bertindak itu
sebagai alat menuju tujuan itu, dan
3. Secara normatif tindakan itu diatur sehubungan dengan penemuan alat-
alat dan tujuan.
Jadi, orang tua yang memberikan motivasi belajar anak berarti sedang
melakukan tindakan sosial, karena pemberian motivasi tersebut bukan tanpa
tujuan, tetapi memiliki suatu tujuan tertentu. Orang tua memberikan motivasi juga
didorong oleh adanya situasi dan alasan tertentu.
Pemberian motivasi belajar anak yang dilakukan orang tua mempunyai
suatu tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai. Untuk mewujudkan tujuan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
tujuan tersebut, orang tua memilih cara yang dapat digunakannya untuk mencapai
tujuan tersebut. Dalam memilih cara atau alat mencapai tujuan dipengaruhi oleh
adanya situasi, kondisi, nilai, norma maupun peraturan yang ada di masyarakat.
Hal ini sesuai dengan karakteristik tindakan sosial yang telah dijelaskan oleh
Parsons yang dikutip Ritzer (1992: 56-57), yaitu:
1. Adanya individu selaku aktor
2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan tetentu
3. Aktor mempunyai altenatif cara, alat serta teknik untuk mencapai
tujuanya.
4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat
membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. Kendala tersebut
berupa situasi dan kondisi, sebagian ada yang tidak dapat dikendalikan
oleh individu misalnya jenis kelamin dan tradisi.
5. Aktor berada dibawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma dan
berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan
menentukan tujuan.
Individu selaku aktor dalam melakukan tindakan, ingin mencapai tujuan-
tujuan tertentu. Dalam mencapai tujuannya, aktor memilih alternatif cara dan alat
yang akan digunakannya untuk mencapai tujuan tersebut. Namun dalam memilih
tindakan, cara dan alat untuk mencapai tujuannya tersebut dibatasi oleh adanya
nilai, norma, dan peraturan yang ada dalam masyarakat. Begitu juga dalam
pemilihan cara untuk memotivasi anak saat belajar. Orang tua yang memilih cara
memberikan motivasi juga dipengaruhi oleh sistem budaya yang ada di
masyarakat. Sistem budaya dalam bentuk nilai dan norma inilah yang menjadi
sebuah kendala yang kemudian membatasi seseorang dalam mengambil keputusan
untuk memilih cara memberikan motivasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ingold,
dikutip dalam Irwan Abdullah (2006: 5-6):
dalam kebudayaan, manusia dapat dikatakan sebagai actor yang
menentukan pilihan-pilihan yang membuat keputusan untuk dirinya
sendiri, namun di satu sisi, pilihan-pilihan yang tersedia tidak selalu sesuai
dengan yang dibutuhkan dan diharapkan, dan seringkali pilihan keputusan
dibuat di bawah tekanan-tekanan.
Disini yang disebut sebagai aktor adalah orang tua, yang berperan dalam
membimbing anak sebagai upaya untuk mendukung program gerakan wajib jam
belajar. Dengan memberikan motivasi jam belajar anak, berarti orang tua telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
melakukan kegiatan yang aktif dan kreatif. Aktor, yaitu orang tua, merupakan
aktor yang dapat menentukan dan membuat keputusan, namun dalam membuat
keputusan ini dipengaruhi oleh tekanan-tekanan yang berupa peraturan yang ada
di masyarakat. Dalam teori aksi yang dikemukakan oleh Parsons, hal ini disebut
dengan konsep voluntarisme. Menurut Parsons yang dikutip dalam Ritzer (2004:
49): “Voluntarisme adalah kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti
menetapkan alat atau cara dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka
mencapai tujuanya”.
Aktor dalam konsep voluntarisme adalah pelaku aktif dan kreatif serta
mempunyai kemampuan menilai dan memilih dari alternatif tindakan. Namun
dalam memilih alternatif tindakan tersebut, aktor tidak mempunyai kebebasan
total, tetapi mempunyai kemauan bebas dalam memilih alternatif tindakan
berbagai tujuan yang hendak dicapai. Tidakan aktor dibatasi oleh kondisi, norma,
nilai, jenis kelamin serta situasi penting lainnya yang membatasi aktor dalam
memilih alternatif tindakan.
Dalam memilih cara pemberian motivasi, berarti orang tua telah memilih
alternatif tindakan dari beberapa pilihan alternatif yang ada. Hal ini sesuai dengan
asumsi fundamental tentang teori aksi yang dikemukakan oleh Hinkle, yang
merujuk pada karya Mac Iver, Znaniecki dan Parsons, yaitu sebagai berikut:
1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan
dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek.
2. Sebagai subjek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan.
3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode
serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan
tersebut.
4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tidak
dapat diubah dengan sendirinya.
5. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang
akan, sedang dan telah dilakukan
6. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral diharapkan
timbul pada saat pengambilan keputusan (Ritzer, 2004: 46).
Dari asumsi teori aksi tersebut, bahwa tindakan yang dilakukan oleh orang
tua muncul karena kesadarannya sendiri. Mereka memberikan motivasi belajar
anak, karena pemberian motivasi tersebut memiliki arti subjektif bagi dirinya. Hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
ini sesuai dengan pendapat Weber dalam Johnson (1986: 216) mengenai tindakan
sosial, “Seorang individu dalam melakukan tindakan memiliki arti subjektif bagi
dirinya sendiri”. Kemudian bagi Weber dalam Ritzer (1992: 44-46), studi
pembahasan sosiologi tindakan berarti mencari pengertian subjek atau motivasi
yang terkait pada tindakan-tindakan sosial. Untuk memahami tindakan seseorang,
berarti harus memahami motif tindakan itu sendiri. Hal ini berarti bahwa dalam
setiap tindakan individu memiliki arti subjektif dan motivasi dalam dirinya.
Sedangkan setiap motivasi bertalian erat dengan adanya suatu tujuan yang hendak
dicapai. Jadi dapat disimpulkan bahwa arti subjektif dari tindakan individu
tersebut menjadi sebuah motivasi bagi individu dalam melakukan tindakan.
Selanjutnya tindakan individu yang memiliki makna subjektif yang terlihat
dari tujuan yang ingin dicapai merupakan aktivitas sadar dan rasional. Seperti
halnya dengan pemberian motivasi, Pemberian motivasi belajar anak oleh orang
tua pada pelaksanaan GWJB juga merupakan tindakan atau aktivitas sadar dan
rasional, karena dalam memberikan motivasi, orang tua memiliki tujuan-tujuan
yang hendak dicapai, yakni kesuksesan dan keberhasilan anak dalam belajar.
Berdasarkan pada asumsi teori di atas, bahwa tindakan sosial itu merupakan
tindakan sadar dan rasional, maka Weber mengklarifikasikan tipe-tipe tindakan
sosial sebagai berikut:
1. Zwerk rational (tindakan rasional-tujuan)
Tindakan rasionalitas yang paling tinggi ini meliputi pertimbangan dan
pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu, dan alat
yang dipergunakan untuk mencapainya. Individu merupakan aktor yang
memiliki bermacam-macam tujuan dan menentukan satu alat yang
digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam memilih alat
tersebut, individu mempertimbangkan secara sadar tujuan dan
konsekuensi atau akibat yang akan ditimbulkan dari pemilihan alternatif
tindakan tersebut.
2. Werkrational action (tindakan rasional yang berorientasi nilai)
Sifat rasionalitas berorientasi nilai yang terpenting adalah bahwa alat-
alat hanya merupakan objek pertimbangan dan perhitungan yang sadar
dari tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Dalam memilih dan
menentukan alat untuk mencapai tujuannya, individu
mempertimbangkan nilai-nilai yang ada.
3. Affectual action
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Tindakan yang dibuat-buat. Dipengaruhi oleh perasaan emosi dan
kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar dipahami dan kurang atau
tidak rasional.
4. Traditional action (tindakan tradisional)
Merupakan tipe tindakan sosial yang bersifat non rasional, dimana
seseorang memperlihatkan perilaku karena kebiasaan, tanpa refleksi
yang sadar atau perencanaan (Johnson, 1986: 220-221).
Dalam penelitian ini, peran yang di lakukan oleh orang tua terhadap anak-
anak mereka berupa tindakan-tindakan yang termasuk dalam tindakan rasional
berorientasi tujuan (zwerk rational), dalam pengertiannya tindakan dari orang tua
diarahkan secara rasional untuk membimbing anak demi mencapai tujuan yaitu
kesuksesan dan keberhasilan anak serta sebagai upaya untuk mendukung program
gerakan wajib jam belajar. Namun ada juga sebagian orang tua yang memilih cara
memotivasi belajar berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi, nilai, norma
maupun peraturan yang ada dalam masyarakat, sehingga tindakan ini disebut
dengan tindakan rasional berorientasi nilai (Werkrational action).
B. Penelitian yang Relevan
Sumber penelitian relevan yang digunakan oleh peneliti yaitu penelitian
Yanwar Pamungkas, tahun 2010, Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Dengan judul penelitian “Motivasi Belajar Ditinjau Dari dukungan
Orang Tua Pada Siswa SMA”. Hasil penelitiannya adalah (1) Orang tua berperan
dalam pendidikan anak, termasuk dalam pemberian motivasi belajar kepada anak,
karena orang tua adalah orang pertama dan utama dalam mendidik anak, sehingga
untuk menumbuhkan motivasi belajar dalam diri anak perlu adanya dukungan
orang tua dalam membimbingnya. (2) Peran dukungan orang tua terhadap
motivasi belajar dapat diwujudkan dalam berbagai hal yakni; menciptakan susana
belajar yang nyaman, membangun interaksi yang hangat dalam keluarga,
membimbing anak dalam belajar, memberikan fasilitas belajar untuk anak serta
memberikan penghargaan pada setiap prestasi anak. (3) Motivasi belajar yang
diberikan orang tua pada anak SMA sangat berpengaruh pada prestasi belajar
anak. Dalam penelitian terlihat bahwa anak yang cerdas dan mempunyai interaksi
positif dengan keluarga mempunyai pengaruh dalam keberhasilan pendidikannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Anak-anak yang mempunyai potensi di atas rata-rata pada siswa SMA yang
berprestasi tinggi dan rendah menunjukkan bahwa siswa yang berprestasi tinggi
sering berinteraksi dengan keluarga dibandingkan siswa yang berprestasi rendah.
Bentuk interaksi tersebut diantaranya rekreasi bersama, ada kesamaan ide artinya
saling memberi, saling menerima yang ditandai dengan saling pengertian, saling
percaya, mencintai dan memberi semangat dalam meraih prestasi maupun karir.
Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa orang tua memiliki peran
dalam pendidikan anak, yakni dalam memotivasi belajar dan pada anak SMA
motivasi belajar yang diberikan orang tua sangat mempengaruhi hasil belajar
anak. Dengan adanya motivasi belajar yang tinggi, anak akan giat dalam belajar,
sebab motivasi merupakan tendensi individu untuk melakukan sesuatu pekerjaan
dan meneruskan pekerjaan tersebut.
Dari penelitian yang dilakukan Yanwar Pamungkas tersebut, dapat
memberikan gambaran bagi peneliti untuk mengetahui gambaran peran orang tua
dalam memberikan motivasi belajar kepada anak, sehingga peneliti dapat menjalin
interaksi dalam melakukan penelitian.
C. Kerangka Berpikir
Saat ini pendidikan di Indonesia masih mengalami berbagai permasalahan,
mulai dari biaya pendidikan yang semakin mahal, kurikulum yang sering berubah-
ubah, kurangnya fasilitas yang memadai untuk belajar, adanya kontroversi UN
(Ujian Nasional), adanya siswa yang tidak lulus dalam ujian, baik ujian nasional
maupun ujian sekolah, yang menyebabkan mutu atau kualitas pendidikan kita
masih berada di bawah Negara-negara lain. Hal ini menuntut pemerintah untuk
melakukan perbaikan dan perubahan dalam bidang pendidikan.
Pemerintah berusaha mencarikan jalan keluar demi tercapainya tujuan
Pendidikan Nasional, yaitu melakukan perubahan dan pembangunan dalam
berbagai aspek, yang meliputi kurikulum, sarana dan prasarana, guru, siswa serta
metode pengajarannya. Perubahaan yang sedang digalakkan oleh pemerintah ialah
menumbuhkan manusia yang berpendidikan, hal ini sejalan dengan kemajuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan
perkembangan jaman dalam rangka menghadapi era globalisasi.
Untuk menciptakan manusia yang berpendidikan, pemerintah membuat
suatu kebijakan yang mendukung agar proses pendidikan berjalan dengan lancar,
sehingga tujuan pendidikan nasional tercapai. Diantaranya pemerintah membuat
program Gerakan Wajib Jam Belajar, seperti yang telah dilaksanakan Pemerintah
Kota Surakarta. Gerakan Wajib Jam Belajar merupakan salah satu program
Pemerintah Kota Surakarta yang mempresentasikan dukungan pemerintah
Surakarta terhadap pendidikan. Wajib belajar secara langsung atau tidak langsung
akan berdampak kepada investasi yang harus dikeluarkan pemerintah dalam
bidang pendidikan. GWJB kemudian disosialisasikan kepada masyarakat untuk
dilaksanakan di setiap daerah-daerah. Program GWJB dari pukul 18.30-20.30
WIB dalam pelaksanaannya masih terdapat banyak kendala. Program yang
seharusnya berjalan dengan baik namun dalam kenyataannya masih banyak
kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, perlu adanya peran kerjasama
dari berbagai pihak untuk mensukseskan program gerakan wajib jam belajar agar
tujuan pendidikan dapat tercapai. Mulai dari orang tua, sekolah, masyarakat dan
pemerintah.
Pada dasarnya keberhasilan pendidikan khususnya pendidikan formal
dapat dilihat dari pencapaian prestasi yang diperoleh. Hasil prestasi yang optimal
juga tidak terlepas dari motivasi belajar individu. Oleh karena itu, diharapkan
individu mempunyai motivasi belajar yang tinggi untuk mencapai prestasi belajar
yang optimal, karena motivasi belajar merupakan faktor yang sangat menentukan
keberhasilan belajar siswa. Motivasi belajar seorang dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang saling terkait, baik yang berasal dari dalam (internal) maupun dari
luar (eksternal) diri si terdidik sebagai siswa, dengan demikian pada hakekatnya
tidak ada faktor tunggal yang berdiri sendiri yang secara otomatis menentukan
prestasi belajar seseorang. Pencapaian prestasi belajar secara optimal memerlukan
dukungan dan prasarana, ketepatan cara dan gaya belajar seseorang, minat dan
motivasi belajar yang kuat serta lingkungan yang mendukung. Salah satu faktor
eksternal yang bersifat sosial adalah faktor yang mencakup hubungan sesama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
manusia, baik yang hadir secara langsung maupun secara tidak langsung yang
dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang, misalnya hubungan antara orang tua
dengan anaknya. Dalam konteks ini termasuk pula faktor dukungan orang tua
sebagai komponen utama dengan segenap perhatian yang diberikan kepada anak
dalam rangka proses belajarnya, maupun motivasi belajar anak itu sendiri.
Untuk menumbuhkan motivasi belajar anak, diperlukan peranan orang tua
dalam mengasuh anaknya ketika jam belajar dimulai. Peranan orang tua sangat
dituntut dalam pendidikan, karena orang tua adalah pendidik pertama dan utama.
Mengingat bahwa keberadaan anak dilingkungan keluarga atau masyarakat lebih
besar daripada lingkungan sekolah, maka peran orang tua sangat diperlukan dalam
mendukung program pemerintah mengenai gerakan wajib jam belajar agar tujuan
pendidikan nasional tercapai. Oleh karenanya, orang tua harus memiliki
bimbingan yang tepat bagi anaknya dalam memberikan motivasi belajar anak.
Penerapan bimbingan dari orang tua yang tepat dapat menciptakan kondisi belajar
yang baik. Dengan adanya peran orang tua, masyarakat dan unsur pemerintah,
maka diharapkan program Gerakan Wajib Jam Belajar dapat terlaksana dengan
baik, dan tujuan Pendidikan Nasional tercapai.
Untuk memperjelas keterangan di atas, berikut ini skema kerangka berpikir
yang akan mempermudah dalam memahaminya:
Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir
Masyarakat
Permasalahan
Pendidikan
Kebijakan Pemerintah Kota
(Program GWJB)
Tujuan Pendidikan
Nasional
Sosialisasi (Jam wajib belajar)
Peran Orang tua
(Pemberian motivasi belajar)
sebagai tindakan sosial
Pemerintah
Anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang harus dilakukan secara
sistematis, tertib dan teratur, baik mengenai prosedur maupun dalam proses
berpikirnya. Sifat ilmiah menitikberatkan kegiatan penelitian sebagai usaha
menemukan kebenaran yang objektif. Kebenaran dapat berbentuk hasil
pemecahan masalah atau pengujian hipotesis yang mungkin pula berupa
pembuktian tentang adanya sesuatu yang semula belum ada tetapi diduga
mungkin ada. Kebenaran yang objektif disatu pihak memerlukan dukungan data
atau informasi yang bersifat empiris sebagai bukti ilmiah. Sedang dipihak lain
kebenaran dapat diterima bila prosedur mengungkapkan materi disesuaikan
dengan akal sehat.
Untuk memperoleh suatu kebenaran dari pengetahuan, suatu penelitian
perlu menggunakan metode yang tepat, agar hasil yang diperoleh benar-benar
dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai seorang peneliti, kita dituntut untuk dapat
memilih dan menetapkan metode penelitian yang tepat. Metode penelitian yang
kurang tepat dapat mengakibatkan hasil penelitian tidak sesuai dengan tujuan
penelitian. Menurut Winarno Surachmad (1994: 131) menjelaskan, “Metode
merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai tujuan dengan
menggunakan teknik serta alat-alat tertentu”. Jadi, metode penelitian adalah suatu
cara yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan menggunakan suatu
teknik serta alat-alat tertentu.
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian tentang peran orang tua dalam memberikan motivasi belajar
anak pada pelaksanaan GWJB ini dilaksanakan Kelurahan Jebres, Kecamatan
Jebres, Surakarta. Pengambilan lokasi ini didasarkan pada: Kelurahan Jebres
merupakan salah satu kelurahan di Kota Surakarta yang melaksanakan program
gerakan wajib jam belajar, dan masih aktif serta menjadi pioneer di Kota
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Surakarta dalam pelaksanaan program gerakan wajib jam belajar. Selain itu,
Kelurahan Jebres juga memiliki banyak penduduk yang berprofesi sebagai pelajar
yang menjadi sasaran program gerakan wajib jam belajar. Lokasi penelitian ini
jaraknya juga tidak terlalu jauh dari tempat domisili peneliti, sehingga dirasa akan
lebih mudah dijangkau dan lebih cepat dalam proses pengambilan datanya. Proses
ricek data akan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, sehingga validitas data
bisa dicapai.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah konsultasi pengajuan judul disetujui oleh
dosen pembimbing skripsi dan telah mendapatkan ijin dari berbagai pihak yang
berwenang, baik kampus maupun lembaga atau instansi-instansi yang terkait.
Penelitian dilaksanakan terhitung sejak penyusunan proposal sampai penyusunan
laporan akhir, yakni dalam jangka waktu 6 bulan, mulai dari bulan Desember
2010 sampai dengan bulan Mei 2011. Namun tidak menutup kemungkinan adanya
perubahan waktu yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang diperlukan
dalam penelitian.
Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian
N
o
Kegiatan Bulan
Des’10 Jan’11 Feb’11 Mar’11 Apr’11 Mei’11
1. Pengajuan
judul
2. Penyusunan
prososal
3. Perijinan
4. Pengumpulan
data
5. Analisis data
6. Penyusunan
laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Dalam penelitian ilmiah ada dua macam bentuk penelitian, yaitu penelitian
kualitatif dan penelitian kuantitatif. Adapun maksud dari penelitian kualitatif
adalah menitikberatkan pada proses yang diambil dari fenomena-fenomena yang
ada kemudian ditarik suatu kesimpulan. Dalam penelitian ini, penulis memilih
penelitian kualitatif karena dengan penelitian kualitatif, peneliti dapat
menggambarkan objek penelitian secara holistik berdasarkan realitas sosial yang
ada di lapangan.
Menurut Lexy J. Moleong (2006: 3) mengutip pendapat Bodgan dan
Taylor (1975: 75), “Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati”. HB. Sutopo (2002: 89) mengatakan bahwa
“Penelitian kualitatif adalah suatu kegiatan untuk menjawab berbagai pertanyaan
tentang bagaimana dan mengapa (proses dan makna) dalam pernyataan nyatanya
meliputi sejauh mana”. Sedangkan menurut Sugiyono (2005: 1):
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) dimana peneliti sebagai instrument kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi.
Sesuai dengan pendapat di atas, maka bentuk penelitian ini adalah
penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif adalah penelitian
yang mengambil masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dengan
menggambarkan objek yang menjadi pokok permasalahannya dengan
mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan lalu menganalisa dan
menginterpretasikan.
2. Strategi Penelitian
Strategi merupakan bagian dari desain penelitian yang dapat menjelaskan
bagaimana tujuan penelitian akan dicapai dan bagaimana masalah yang dihadapi
dalam penelitian akan dikaji dan dipecahkan untuk dipahami. Menurut HB.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Sutopo (2002: 123), “Strategi adalah metode yang digunakan untuk
mengumpulkan dan menganalisa data”.
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Menurut
Burhan Bungin (2008: 229), “Penelitian studi kasus merupakan salah satu strategi
dan metode analisis data kualitatif yang menekankan pada kasus-kasus khusus
yang terjadi pada objek analisis“. Seperti yang dikemukakan Abdul Azis SR,
dalam Burhan Bungin (2003:23) dengan studi kasus akan dapat mengisyaratkan
beberapa keunggulan sebagai berikut:
a. Studi kasus dapat memberikan informasi penting mengenai hubungan
antar variabel serta proses-proses yang memerlukan penjelasan dan
pemahaman yang lebih luas.
b. Studi kasus memberikan kesempatan untuk memperoleh wawasan
mengenai konsep-konsep dasar perilaku manusia.
c. Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang sangat
berguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan bagi
perencanaan penelitian yang lebih besar dan mendalam dalam rangka
pengembangan ilmu-ilmu sosial.
Disamping tiga keunggulan di atas, studi kasus dapat memiliki keunggulan
spesifik lainnya, seperti yang dikemukakan Black dan Champion dalam Burhan
Bungin (2003:23), yakni:
a. Bersifat luwes berkenaan dengan metode pengumpulan data yang
digunakan.
b. Keluwesan studi kasus menjangkau dimensi yang sesungguhnya dari
topik yang diselidiki.
c. Dapat dilaksanakan secara praktis didalam banyak lingkungan sosial.
d. Studi kasus menawarkan kesempatan menguji teori.
e. Studi kasus bisa sangat murah, tergantung pada jangkauan penyelidikan
dan tipe pengumpulan data yang digunakan.
Studi kasus yang digunakan untuk memperoleh kebenaran dalam
penelitian adalah studi kasus sosial tentang peran orang tua dalam memberikan
motivasi belajar anak. Ada dua kategori studi kasus menurut H.B Sutopo (2002:
112), yaitu studi kasus tunggal dan studi kasus ganda. Studi kasus tunggal adalah
penelitian yang hanya dilakukan pada satu sasaran (satu lokasi atau satu subyek).
Sedangkan studi kasus ganda merupakan kebalikan dari studi kasus tunggal, yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
subyek atau lokasi penelitian memiliki perbedaan karakteristik (H.B Sutopo.
2002: 112).
Jenis strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kasus tunggal terpancang. HB. Sutopo (2002:112) menjelaskan, “suatu penelitian
disebut sebagai bentuk studi kasus tunggal bilamana penelitian tersebut terarah
pada satu karakteristik”. Artinya penelitian tersebut hanya dilakukan pada satu
sasaran (satu lokasi atau satu subjek). Jumlah sasaran (lokasi studi) tidak
menentukan suatu penelitian berupa studi kasus tunggal ataupun ganda, meskipun
penelitian dilakukan di beberapa lokasi (beberapa kelompok atau sejumlah
pribadi), jika sasaran studi tersebut memiliki karakteristik yang sama atau
seragam, maka penelitian tersebut tetap merupakan studi kasus tunggal.
Sedangkan penelitian terpancang, menurut H.B Sutopo (2002: 142):
Bentuk penelitian terpancang (embedde research) yaitu penelitian
kualitatif yang sudah menentukan fokus penelitian berupa variabel
utamanya yang akan dikaji berdasarkan pada tujuan dan minat
penelitiannya sebelum peneliti ke lapangan studinya. Dalam proposalnya,
peneliti sudah menentukan fokus pada variabel tertentu.
Dalam penelitian ini, strategi penelitian yang digunakan adalah strategi
penelitian tunggal terpancang. Tunggal, dimana hanya dilakukan pada satu
sasaran, yaitu dilaksanakan di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta,
serta terpancang, karena difokuskan pada suatu obyek penelitian secara intensif
serta mendetail tentang peran orang tua dalam memberikan motivasi belajar anak
pada pelaksanaan gerakan wajib jam belajar.
C. Sumber Data
Sumber data merupakan bagian yang penting dalam penelitian. Hal ini
dikarenakan ketepatan dalam memilih dan menentukan sumber dan jenis data
akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh.
Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2000: 112), yang mengatakan
“sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. H.B Sutopo
(2000: 50-54) menjelaskan, “Sumber data dalam penelitian kualitatif berupa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
narasumber (informan), peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, benda,
beragam gambar dan rekaman, serta dokumen dan arsip. Adapun suumber data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Narasumber (informan)
Informan adalah individu-individu yang dapat memberikan keterangan dan
data, serta informasi untuk keperluan penelitian. Moleong, Lexy. J (2000: 90),
“informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang
situasi dan kondisi latar penelitian”. Dengan demikian informan adalah seseorang
yang dapat memberikan informasi atau keterangan tentang segala permasalahan
yang diperlukan dalam penelitian untuk memperoleh data yang lengkap sesuai
dengan obyek yang diteliti. Dalam penelitian ini, informan yang digunakan adalah
orang tua, anak, Kepala Desa, Ketua GWJB, Ketua RW, Ketua RT dan Ketua TP
PKK di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta sebagai informan.
2. Tempat dan Peristiwa
Tempat atau lokasi dan aktivitas penelitian merupakan salah satu jenis
sumber data yang bisa dimanfaatkan oleh peneliti yang berkaitan dengan sasaran
penelitiannya. Menurut H.B Sutopo (2002: 51), “Dari pengamatan pada peristiwa
atau aktivitas, peneliti bisa mengetahui proses bagaimana sesuatu terjadi secara
lebih pasti, karena menyaksikan sendiri secara langsung”. Jadi melalui
pengamatan dan kajian terhadap aktivitas yang dilakukan orang tua dalam
memberikan motivasi belajar kepada anak pada pelaksanaan GWJB dapat
dijadikan sebagai sumber informasi, baik data utama maupun data penunjang yang
diperlukan sebagai sumber informasi. Dengan demikian peneliti dapat
memperoleh informasi yang berkaitan dengan pandangan dari para informan.
Tempat yang digunakan sebagai penelitian adalah Kelurahan Jebres, Kecamatan
Jebres, Surakarta.
3. Dokumen dan Arsip
Dokumen atau arsip merupakan data yang tidak kalah pentingnya dalam
penelitian kualitatif. H.B Sutopo (2002: 54) menjelaskan, “Dokumen dan arsip
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
merupakan bahan tertulis yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas
tertentu”. Dalam penelitian ini, dokumen yang digunakan berupa foto pelaksanaan
GWJB termasuk didalamnya adalah kegiatan orang tua dan anak saat jam belajar,
catatan lapangan, artikel mengenai gerakan wajib jam belajar dan peran orang tua
dalam memberikan motivasi belajar anak. Sedangkan informasi lokasi berupa
arsip monografi data penduduk kelurahan Jebres. Semua dokumen dan arsip yang
dikumpulkan berkaitan dengan fokus penelitian.
4. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah cara memperoleh data dari sumber data yang berupa
buku, data monografi desa yang didapat dari Kelurahan, dan jurnal yang
berhubungan dengan masalah penelitian, sehingga diperoleh kelengkapan data.
Studi pustaka dilakukan dibeberapa tempat, yaitu perpustakaan FKIP UNS,
perpustakaan pusat UNS, dan perpustakaan lainnya yang mendukung dalam
referensi yang berkaitan dengan peran orang tua dalam memberikan motivasi
belajar anak pada pelaksanaan GWJB.
D. Teknik Pengambilan Informan
Teknik pengambilan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik purposive. Menurut Burhan Bungin (2008: 53), “Teknik purposive yaitu
teknik mendapat sampel dengan memilih informan kunci yang dianggap
mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya
untuk menjadi sumber data, serta lebih tepatnya ini dilakukan dengan sengaja”.
Jadi, peneliti melakukan seleksi terhadap informan yang dianggap paling tahu dan
cukup memahami tentang peran orang tua dalam memberikan motivasi jam
belajar anak. Dalam penelitian ini adalah orang tua, anak, Kepala Desa, Ketua
GWJB, Ketua RW, Ketua RT dan Ketua TP PKK di Kelurahan Jebres, Kecamatan
Jebres, Surakarta, sehingga dapat memberikan informasi dengan cara menjawab
semua pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.
Menurut Patton yang dikutip dalam Sutopo (2002: 185) bahwa dengan
teknik purposive, pemilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Penentuan informan dilakukan
berdasarkan informasi yang diperoleh dari pemilihan warga yang dianggap paling
tahu dan cukup memahami tentang permasalahan yang diangkat peneliti.
Kemudian dari yang dipilih tersebut dijadikan sebagai sumber data yang akan
membantu dalam mengungkap permasalahan tentang peran orang tua dalam
memberikan motivasi belajar anak pada pelaksanaan GWJB.
E. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan jenis sumber data yang
dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
1. Observasi Langsung
Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari jenis data yang
berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda. Marshall dalam Sugiyono (2005:
64) menyatakan bahwa “through observation, the researcher learn about
behavior and the meaning attached to those behavior”. Melalui observasi, peneliti
belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut.
Selain itu, James A. Black & Dean J. Champion (1992: 286) menyatakan
observasi adalah mengamati (watching) dan mendengar (listening) perilaku
seseorang selama beberapa waktu tanpa melakukan manipulasi atau pengendalian,
serta mencatat penemuan yang memungkinkan atau memenuhi syarat untuk
digunakan ke dalam tingkat penafsiran analisis.
Kegiatan observasi dilakukan untuk memperoleh pemahaman mengenai
proses dan tindakan suatu objek yang diteliti yaitu manusia, tempat dan situasi
sosial. Sutopo (2002: 64) menjelaskan bahwa “teknik observasi digunakan untuk
menggali data dari sumber data berupa peristiwa, tempat atau lokasi, benda dan
rekaman gambar.
Teknik observasi dalam penelitian ini adalah observasi berperan pasif.
Menurut Spradley yang dikutip H.B Sutopo (2002: 185), “Observasi berperan
pasif pada penelitian kualitatif disebut juga sebagai observasi langsung”.
Observasi bisa dilakukan secara langsung dengan mengadakan pencatatan secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
sistematis tentang keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti. Pengumpulan
data dengan cara peneliti terjun secara langsung ke lokasi penelitian untuk
mengamati semua peristiwa atau aktivitas dari objek yang diteliti. Dalam
penelitian ini observasi langsung dilakukan dengan melakukan pengamatan
tentang aktivitas atau perilaku informan. Dari pengamatan tersebut, tugas peneliti
selanjutnya adalah menangkap makna dari perilaku informan.
2. Wawancara Mendalam (in-depth interviewing)
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti
untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui tatap muka dengan
informan yang dapat memberikan keterangan kepada peneliti. Estenberg dalam
Sugiyono (2005: 72) mendefinisikan wawancara sebagai berikut, “a meeting of
two persons to exchange information and idea yhrought queation and responses,
resulting in communication and joint construction of meaning about particular
topic”. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik
tertentu. Tujuan wawancara mendalam (in-depth interview) adalah untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak
wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.
Pada dasarnya wawancara merupakan usaha menggali keterangan atau
informasi dari orang lain. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan secara tidak
terstruktur atau sering disebut sebagai teknik ”wawancara mendalam”. Karena
peneliti merasa ”tidak tahu apa yang belum diketahuinya”. Dengan demikian
wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat ”open-ended”, yang
mengarah kepada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak
secara formal terstruktur, guna menggali pandangan subyek yang diteliti tentang
banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian
informasinya secara lebih jauh dan mendalam.
Kedudukan peneliti dalam penelitian ini adalah partisipatif, artinya peneliti
mencatat informasi yang diberikan oleh informan dan mendiskusikan informasi
yang belum jelas tanpa memberikan pengaruh terhadap informan mengenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
jawaban yang diberikan. Fungsi utama dari wawancara adalah deskripsi dan
eksplorasi. Deskripsi disini adalah informasi yang diperoleh dari wawancara
bermanfaat dalam menetapkan pemahaman ke dalam lingkungan terbatas dari
realitas sosial. Data yang diperoleh dari wawancara sangat berguna sebagai alat
pengurai dan memperluas wawasan sosiologis terhadap fakta-fakta dari data yang
ada. Sedangkan eksplorasi di sini adalah memberikan pemahaman dalam dimensi-
dimensi yang belum tergali dari suatu topik. Jadi peneliti bertugas untuk
mengeksplorasi suatu topik yang belum tergali dan terkesan ditutupi sehingga
akan mendapatkan informasi baru yang sangat mendukung data yang diperoleh.
3. Analisis Dokumen
Dokumen dilakukan untuk mendapatkan fakta dan data. Sugiyono (2005:
82) menyatakan dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental
seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian sejarah
kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen
berbentuk karya misalnya karya seni dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-
lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan
wawancara dalam penelitian kualitatif.
Sama halnya dengan Sutopo (2002: 54) yang mendefinisikan, “Dokumen
atau data sekunder merupakan bahan tertulis yang berhubungan dengan sesuatu
peristiwa atau aktivitas tertentu. Ia merupakan rekaman tetapi juga berupa gambar
atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas atau peristiwa
tertentu”. Jadi, analisis dokumen dan arsip merupakan salah satu metode
pengumpulan data yang dilakukan dengan menganalisis dokumen dan arsip yang
telah terkumpul guna melengkapi dan memperjelas hasil informasi observasi dan
wawancara. Teknik analisis dokumen dapat berupa arsip-arsip yang relevan serta
benda fisik lainnya. Dokumen dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
data berdasarkan sumber-sumber yang berasal dari buku-buku, literatur, laporan,
serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan penulisan, sehingga sangat
penting dalam penelitian kualitatif sebagai sumber data. Dokumen lain yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
digunakan dalam penelitian ini adalah catatan atau rekaman wawancara dan hasil
foto pelaksanaan GWJB, termasuk aktivitas atau perilaku orang tua dalam
memberikan motivasi belajar anak saat jam belajar berlangsung.
F. Validitas Data
Dalam penelitian kualitatif, data atau informasi yang berhasil dikumpulkan
perlu dikaji kebenarannya. Oleh karena itu, setelah data terkumpul lalu diadakan
pemeriksaan keabsahannya atau validitas data. Validitas data adalah pengujian
data dalam penelitian agar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Guna
menjamin dan mengembangkan validitas data dalam penelitian ini, maka teknik
pengembangan validitas data yang digunakan adalah trianggulasi data:
Triangulasi
Triangulasi data diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang
telah ada. Menurut Moleong (2001: 178) “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Artinya bahwa
data yang diperoleh akan diuji keabsahannya dengan cara mengecek kepada
sumber lain sehingga dihasilkan suatu kebenaran. Selanjutnya Mathinson dalam
Sugiyono (2005: 85) mengemukakan bahwa “The value of triangulation lies in
providing evidence-whether convergent, inconsistent, or concracdictory”. Nilai
dari teknik pengumpulan data dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data
yang diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten atau kontradiksi.
Triangulasi merupakan teknik yang didasarkan pola pikir fenomenologis
yang bersifat multiperspektif, artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap
diperlukan tidak hanya satu cara pandang, tetapi dibutuhkan beragam pandangan.
Dengan kata lain triangulasi merupakan pemeriksaan keabsahan data dengan
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
berbagai perbandingan terhadap data. Dengan menggunakan triangulasi, maka
hasil penelitian dapat ditingkatkan dan dijamin validitasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Menurut Patton dalam H.B Sutopo (2002: 78) menyatakan ada empat
teknik triangulasi:
a. Triangulasi data
Teknik triangulasi data (triangulasi sumber) merupakan cara peningkatan
validitas yang dilakukan dengan menggunakan beberapa sumber data untuk
mengumpulkan data yang sama. Triangulasi sumber memanfaatkan jenis
sumber data yang berbeda untuk menggali data yang sejenis tekanannya pada
perbedaan sumber data, bukan pada teknik pengumpulan data, cara menggali
data dari sumber yang berbeda-beda dan data yang didapat bisa lebih teruji
kebenarannya.
b. Triangulasi peneliti
Triangulasi peneliti adalah pengumpulan data yang sama dilakukan oleh
beberapa peneliti. Hasil penelitian baik data ataupun simpulannya bisa diuji
validitasnya oleh beberapa peneliti.
c. Triangulasi metodologis
Triangulasi metodologis dilakukan dengan mengumpulkan data sejenis,
tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang
berbeda-beda penekanannya adalah penggunaan metode pengumpulan data
yang berbeda terhadap sumber data yang sama untuk menguji kemantapan
informasinya.
d. Triangulasi teoritis
Triangulasi teori dilakukan dengan melakukan perspektif lebih dari satu
teori dalam membahas dalam permasalahan yang dikaji, datanya dianalisis
dengan menggunakan beberapa perspektif yang berbeda-beda.
Sedangkan menurut Sugiyono (2005: 125-128) triangulasi dibagi menjadi
tiga:
a. Triangulasi sumber
Triangulasi sumber untuk mengkaji kredibilitas data dilakukan dengan
cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
b. Triangulasi teknik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
c. Triangulasi waktu
Waktu sering juga mempengaruhi kredibilitas data. Data yang
dikumpulkan dengan teknik wawancara dipagi hari, siang atau malam akan
mempengaruhi data yang dihasilkan. Misalnya teknik wawancara yang
diambil dipagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah,
dapat memberikan data yang lebih valid.
Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dan teknik.
Triangulasi sumber yaitu dengan mewawancarai informan yang mengetahui
permasalahan yang diteliti, yaitu orang tua, anak, Kepala desa, ketua GWJB,
Ketua RW, Ketua RT dan Ketua TP PKK di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres,
Surakarta. Serta menggunakan berbagai literatur yang relevan dengan penelitian
yang dilakukan. Sedangkan triangulasi teknik dalam penelitian ini dengan
menggunakan metode observasi langsung, wawancara mendalam, dan
dokumentasi.
G. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan
data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang
diwawancarai. Bila jawaban data yang diwawancarai dianalisis terasa belum
memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap
tertentu diperoleh data yang dianggap kredibel. Miles dan Huberman (1992: 20)
mengemukakan, “Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya
sudah jenuh”.
Ada dua model pokok dalam melaksanakan analisis data di dalam
penelitian kualitatif, yaitu model analisis jalinan mengalir (flow model of analysis)
dan model analisis interaktif (interaktif model of analysis). Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan model analisis interaktif yang meliputi empat komponen,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
yaitu pengumpulan data, reduksi data (reduction), sajian data (display) dan
verifikasi data atau penarikan kesimpulan (conclusion drawing). Keterkaitan
empat komponen itu dilakukan secara interaktif dengan proses pengumpulan data
yang dilakukan secara kontinyu, sehingga proses analisis merupakan rangkaian
interaktif yang bersifat siklus.
Selanjutnya model interaktif dalam model analisa data ditunjukkan pada
gambar berikut:
Gambar 3. Analisis data model interaktif
Adapun tahap analisis interaktif adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dari
buku-buku yang relevan, informasi dari sumber, peristiwa serta observasi
dilapangan. Sedangkan pengumpulan data melalui teknik observasi secara
langsung, wawancara mendalam (in-depth interviewing) dan dokumentasi.
2. Reduksi Data (Reduction)
Tahap ini merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan
abstraksi data kasar yang terdapat field note. Dengan reduksi data, data kualitatif
dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam berbagai cara, seperti melalui
seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkan dalam
suatu uraian yang lebih luas, abstraksi data kasar dari field note. Proses ini
Pengumpulan data
(Data collection)
Sajian Data
(Data Display)
Penarikan simpulan/
verifikasi (Conclusions:
Drawing/ verifying)
Reduksi Data
(Data Reduction)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian, baik sebelum atau sesudah
pengumpulan data.
Reduksi data berlangsung sejak peneliti mengambil keputusan tentang
kerangka kerja konseptual, pemilihan kasus, menyusun pertanyaan penelitian,
sampai pada proses verifikasi data. Pada saat reduksi data, peneliti menentukan
beberapa informan untuk mendiskripsikan implementasi GWJB di Kelurahan
Jebres dan mendeskripsikan peran orang tua dalam memberikan motivasi belajar
pada pelaksanaan GWJB di Kelurahan Jebres. Selain itu, peneliti juga
mendapatkan data dari buku-buku yang relevan dengan masalah penelitian.
3. Sajian Data (Display)
Sajian data dilakukan dengan merangkai data atau informasi yang telah
direduksi dalam bentuk narasi atau kalimat, gambar atau skema, maupun tabel
yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data ini
merupakan rangkaian kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga
bila dibaca akan mudah dipahami mengenai berbagai hal yang terjadi dalam
penelitian, yang memungkinkan peneliti untuk melakukan sesuatu pada analisis
atau tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut.
Pada awal pengumpulan data sampai penyajian data, peneliti melakukan
pencatatan dan membuat pernyataan untuk membuat kesimpulan. Penyajian data
dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamatan langsung (observasi) dan
wawancara mendalam (in-depth interview). Adapun penyajian data untuk
mendeskripsikan bagaimana implementasi GWJB di Kelurahan Jebres dan
mendeskripsikan peran orang tua dalam memberikan motivasi belajar pada
pelaksanaan GWJB di Kelurahan Jebres.
4. Verifikasi Data atau Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing)
Penarikan kesimpulan merupakan rangkaian pengolahan data yang berupa
gejala kasus yang terdapat di lapangan. Kesimpulan akhir tidak akan terjadi
sampai waktu proses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan harus diverifikasi
agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Untuk itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
peneliti melakukan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran
data kembali, melihat lagi field note sehingga kesimpulan penelitian menjadi
kokoh dan lebih bisa dipercaya.
H. Prosedur Penelitian
H.B Sutopo (2002: 187-190) menyatakan “prosedur penelitian adalah
rangkaian tahap demi tahap kegiatan penelitian dari awal sampai akhir penelitian”.
Prosedur penelitian yang dilakukan meliputi empat tahap, yaitu: persiapan,
pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan laporan penelitian. Untuk lebih
jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:
1. Persiapan
a. Mengajukan judul penelitian kepada pembimbing.
b. Mengumpulkan bahan atau sumber, materi atau referensi yang dibutuhkan
dalam penelitian.
c. Menyusun proposal penelitian.
d. Mengurus perijinan penelitian
e. Menyiapkan instrument penelitian dan alat observasi.
2. Pengumpulan Data (Observasi)
a. Pengumpulan data yang dilakukan dengan metode observasi langsung,
wawancara mendalam, dan dokumentasi.
b. Melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul
dengan melaksanakan refleksinya.
c. Membuat field note.
d. Memilah dan mengatur data dengan memperhatikan semua variable yang
tergambar dalam kerangka berfikir.
3. Analisis Data
a. Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai dengan proposal
penelitian.
b. Melakukan analisis awal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
c. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di rechek
dengan temuan di lapangan.
d. Melakukan verifikasi, pengayaan, dan pendalaman data.
e. Merumuskan simpulan akhir sebagai temuan penelitian.
4. Penyusunan Laporan Penelitian
a. Penyusunan laporan awal.
b. Review laporan, yaitu mendiskusikan laporan yang telah disusun dengan
orang yang cukup memahami penelitian
c. Melakukan perbaikan laporan.
d. Penyusunan laporan akhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
BAB IV
SAJIAN DATA DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Gambaran umum mengenai lokasi penelitian ini berdasarkan data
monografi Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta bulan Februari tahun
2011, yang didalamnya mencantumkan keadaan geografis, demografis, serta
sarana dan prasarana. Berikut penjelasan mengenai daerah wilayah Kelurahan
Jebres, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta.
1. Keadaan Geografis
Kondisi geografis berhubungan dengan letak dan batas-batas umum dari
Kelurahan Jebres. Kelurahan Jebres merupakan salah satu dari lima kelurahan
yang ada di Kecamatan Jebres dan termasuk di dalam wilayah Kota Surakarta,
Propinsi Jawa Tengah. Untuk kantor Kelurahan terletak di depan kantor polisi
Jebres, sedangkan kantor kecamatannya terletak di belakang Universitas Sebelas
Maret Surakarta kampus utama. Batas wilayah Kelurahan Jebres, sebelah Utara
berbatasan dengan Kelurahan Mojosongo & Kabupaten Karanganyar, sebelah
selatan berbatasan dengan Kelurahan Purwodiningratan, Jagalan & Pucang Sawit,
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar, dan sebelah barat
berbatasan dengan Kelurahan Tegalharjo.
Kondisi geografis Kelurahan Jebres untuk ketinggian tanah adalah 92 m
dari permukaan air laut. Untuk banyaknya curah hujan 21.286 mm/tahun, jadi
Kelurahan Jebres termasuk dalam kategori sedang, yaitu tidak terlalu kering dan
tidak terlalu basah. Sedangkan untuk topografi, Kelurahan Jebres termasuk dalam
dataran rendah yang terdiri dari bangunan rumah dan tanah lapang, atau belum
dipakai untuk membangun rumah, dan tidak ada pantai ataupun dataran tinggi,
sedangkan untuk suhu udara rata-ratanya berkisar 25 derajat celcius, yaitu suhu
sedang tidak terlalu panas ataupun tidak terlalu dingin. Kelurahan Jebres memiliki
jarak orbitrasi atau jarak dari pusat pemerintahan sebagai berikut; jarak kantor
Kelurahan dengan kantor Kecamatan 0,5 km, jarak dari kantor balaikota 1 km,
sedangkan jarak dari ibukota provinsi Jawa Tengah 115 km, dan jarak dari
49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
ibukota Negara, yaitu Jakarta adalah 850 km. Untuk sarana transportasi bisa
dijangkau dengan kendaraan apapun dan tidak terlalu sulit.
Luas wilayah Kelurahan Jebres adalah 317 Ha, yang terdiri dari tanah
kering untuk pekarangan sebesar 296 Ha, untuk tegalan sebesar 6 Ha, tegalan
disini adalah lahan yang dipakai untuk bercocok tanam, misalnya ketela pohon,
ubi rambat, pepaya, semua tergantung dari yang menanam, tetapi biasanya
ditanami tumbuhan yang dapat dipetik hasilnya untuk kebutuhan sehari-hari
ataupun dijual. Sedangkan untuk hal lain seperti sungai, jalan dan kuburan seluas
15 Ha.
Untuk luas wilayah tersebut, terdiri dari 24 dusun yang terbagi dalam 36
RW, dimana masing-masing RW dikepalai oleh seorang kepala RW yang
bertugas mengurusi kerukunan warga. Serta 128 RT, dimana masing-masing RT
dikepalai oleh seorang kepala RT yang bertugas mengurusi kerukunan antar
tetangga.
Di wilayah Jebres terdapat berbagai sarana, meliputi sarana pendidikan,
Kesehatan, Pariwisata, perekonomian dan jasa. Sarana Pendidikan yakni: PT &
LPK (UNS Surakarta, ISI Surakarta, STIKES AISYIYAH Surakarta, Solo Techno
Park, Lembaga Pendidikan Ketrampilan), SMU/ SMK (SMU Muhammadiyah 3,
SMK Cokro Aminoto, SMK Warga, SMU Tri Pusaka), SMP (SMP Advent, SMP
Negeri 8, SMP Tri Pusaka, SMP Negeri 16, SMP Muhammadiyah 7), SD (SD
Advent, SD Negeri Petoran, SD Negeri Tugu, SD Negeri Tegal Kuniran, SD
Negeri Sanggrahan, SD Negeri Gulon, SD Negeri Ngoresan, SD Negeri Bulu
Kantil, SD Negeri Kandang Sapi, SD Negeri Purwoprajan 2, SD Negeri
Purwoprajan I, SD Muhammadiyah)
Sarana Kesehatan meliputi; RSUD Dr Moewardi Surakarta, PMI Cabang
Surakarta, RSJD Surakarta, BBRSBD Surakarta, Puskesmas Ngoresan dan
Kandang Sapi, Medical Centre STIKES Aisyiyah, Apotik dan Toko Obat, Dokter,
Bidan dan Mantri Kesehatan, Posyandu Balita, Lansia dan Puskesmas Keliling.
Sarana Pariwisata meliputi; Kolam Renang Tirtomoyo, Bengawan Sport
Centre, Bengawan Tenis, Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ), Taman Budaya
Surakarta (TBS), Motel, Lapangan Bulutangkis Futsal, Sepakbola.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Sarana Perekonomian meliputi; Pasar Panggung Rejo, Jebres Square,
Supermarket, Toko-Toko, Rumah Makan dan sarana jasa yang meliputi; BNI,
BRI, Koperasi, dan Pegadaian, Sarana Pergudangan Pedaringan, Terminal Peti
Kemas, Komplek Ekspedisi, Wartel dan Warnet, Rental Komputer, SPBU, Rumah
Sewa & Kost.
2. Keadaan Demografis
Jumlah penduduk Kelurahan Jebres menurut data monografi Kelurahan
Jebres bulan Februari tahun 2011 tercatat 31.175 jiwa yang terdiri dari jumlah
penduduk laki-laki sebnyak 15.449 jiwa dan jumlah penduduk perempuan
sebanyak 15.726 jiwa, dengan kepala keluarga sebanyak 8.867 jiwa.
Dari jumlah penduduk di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
penduduk Kelurahan Jebres adalah berjenis kelamin perempuan. Akan tetapi,
kesejajaran dalam hal pekerjaan dan peranan dalam masyarakat sudah ada di
wilayah tersebut, sebagai contoh dalam kepengurusan perangkat (pamong desa)
kantor Kelurahan sudah terdapat beberapa perangkat atau pamong perempuan.
a. Distribusi Penduduk Menurut Umur
Distribusi penduduk menurut umur dapat digolongkan secara garis besar
menjadi tiga kategori, yakni usia muda/ belum produktif yaitu usia 0-14 tahun,
usia remaja dan dewasa/ produktif yaitu usia 14-59 tahun, dan usia tua/ tidak
produktif yaitu usia 60 tahun ke atas. Jumlah penduduk Kelurahan Jebres menurut
umur berdasarkan data monografi Kelurahan Jebres bulan Februari tahun 2011
tercatat sebanyak 31175 jiwa. Penduduk usia 0-4 tahun sebanyak 1142 jiwa,
dengan jumlah penduduk 576 laki-laki dan 566 perempuan. Penduduk usia 5-9
tahun sebanyak 2370 jiwa, yakni 1209 laki-laki dan 1161 perempuan. Penduduk
usia 10-14 tahun sebanyak 2492 jiwa, yakni 1269 laki-laki dan 1223 perempuan.
Penduduk usia 15-19 tahun sebanyak 2479 jiwa, yakni 1277 laki-laki dan 1202
perempuan. Penduduk usia 20-24 tahun sebanyak 2406 jiwa, yakni 1157 laki-laki
dan 1249 perempuan. Penduduk usia 25-29 tahun sebanyak 2954 jiwa, yakni 1494
laki-laki dan 1460 perempuan. Penduduk usia 30-39 tahun sebanyak 5850 jiwa,
yakni 2953 laki-laki dan 2897 perempuan. Penduduk usia 40-49 tahun sebanyak
4767 jiwa, yakni 2329 laki-laki dan 2438 perempuan. Penduduk usia 50-59 tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
sebanyak 3656 jiwa, yakni 1826 laki-laki dan 1830 perempuan Dan penduduk
usia 60 plus atau 60 tahun ke atas sebanyak 3059 jiwa, yakni 1359 laki-laki dan
1700 perempuan.
Dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa penduduk Kelurahan Jebres
sebagian besar merupakan golongan usia remaja dan dewasa (usia produktif),
yaitu penduduk usia 15-59 tahun sebanyak 22112 jiwa, bila dibandingkan dengan
usia muda/ belum produktif (0-14 tahun) yaitu 6004 jiwa dan golongan usia tua/
non produktif (60 tahun ke atas) yaitu 3059 jiwa.
b. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian merupakan sumber pendapatan bagi kehidupan manusia
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Dalam memenuhi kebutuhan hidup,
manusia memiliki pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Distribusi
penduduk di Kelurahan Jebres menurut mata pencaharian tergolong dalam
berbagai macam mata pencaharian. Mata pencaharian penduduk di Kelurahan
Jebres sangat beragam, mulai dari buruh, PNS maupun yang belum/ tidak bekerja.
Penggolongan penduduk menurut mata pencaharian hanya untuk usia 17 tahun ke
atas, atau dapat dikatakan dalam usia produktif dan tidak produktif dengan total
sebanyak 23683 jiwa yang tercatat. Untuk penduduk bermata pencaharian sebagai
buruh sebanyak 1705 jiwa, guru/ dosen sebanyak 265 jiwa, karyawan sebanyak
8265 jiwa, mengurus rumah tangga sebanyak 3710 jiwa, pelajar/ mahasiswa
sebanyak 2603 jiwa, PNS sebanyak 589 jiwa, TNI sebanyak 60 jiwa, POLRI
sebanyak 40 jiwa, pensiunan/ purnawirawan sebanyak 586 jiwa, wiraswasta
sebanyak 2026 jiwa, lain-lain sebanyak 1828 jiwa dan belum/ tidak bekerja
sebanyak 2006 jiwa. Berdasarkan uraian tersebut, maka penduduk bermata
pencaharian sebagai karyawan menduduki jumlah terbanyak.
c. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan sarana yang penting dan utama dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai masyarakat yang telah maju dan
memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya pendidikan menjadi hal yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
utama di Kelurahan Jebres. Distribusi penduduk di Kelurahan Jebres menurut
tingkat pendidikan dapat digolongkan dalam 10 macam golongan. Penggolongan
penduduk berdasarkan tingkat pendidikan diperuntukkan umur 5 tahun ke atas.
Dari jumlah 30033 jiwa yang tercatat, sebanyak 3014 jiwa tidak/ belum sekolah,
1657 jiwa belum tamat SD, 2371 jiwa tidak tamat SD, 5764 jiwa tamat SD, 5261
jiwa SMP/ sederajat, 8783 jiwa SMA / sederajat, 1138 jiwa diploma III/ SM, 1878
jiwa diploma IV/ S1, 157 jiwa strata 2, 10 jiwa strata 3.
Berdasarkan data monografi Kelurahan Jebres bulan Februari tahun 2011
di atas dapat terlihat bahwa secara keseluruhan tingkat pendidikan di Kelurahan
Jebres sangat beragam. Tingkat pendidikan yang paling mendominasi adalah
tamat SMA, yakni sebanyak 8783 jiwa, sedangkan penduduk yang tidak tamat SD
2371 jiwa, tidak/ belum sekolah 3014 jiwa dan tidak ada penduduk yang buta
huruf, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan
Jebres baik.
d. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Agama
Agama merupakan sesuatu yang pokok dalam kehidupan masyarakat,
dimana agama memberi ajaran mengatur mengenai tata kelakuan dalam
kehidupan bersama. Penduduk di Kelurahan Jebres memeluk agam yang berbeda-
beda. Dari data Monografi Kelurahan Jebres bulan Februari 2011 dapat dijelaskan
bahwa dari 31175 jumlah penduduk yang tercatat, mayoritas penduduk di
Kelurahan Jebres beragama Islam, yakni sebanyak 23294, sedangkan Kristen
sebanyak 5444 jiwa, Katholik sebanyak 2341 jiwa, Hindu sebanyak 55 jiwa,
Budha sebanyak 32 jiwa, dan Konghucu sebanyak dan 8 jiwa.
Sebagian besar penduduk memeluk agama dan menjalankan kaidah-kaidah
sesuai dengan ajaran masing-masing, disamping itu masyarakat juga masih
menjalankan upacara-upacara adat yang sampai sekarang masih berjalan di
Kelurahan Jebres, seperti: slametan, midhodareni, telung dinanan, pitung
dinanan, patang puluhan, pendhak pisan, pendhak pindho serta nyewu.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa penduduk Kelurahan Jebres
sebagian besar menganut agama Islam, yakni sebanyak 23294 jiwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
e. Mutasi Penduduk
Mutasi penduduk berkaitan dengan perpindahan atau mobilitas, untuk
mutasi penduduk dapat diketahui dari jumlah perpindahan penduduk Kelurahan
Jebres yang datang maupun pergi (pindah). Berdasarkan data monografi
Kelurahan Jebres bulan Februari tahun 2011 jumlah penduduk yang datang
sebanyak 45 jiwa, terdiri dari 23 laki-laki dan 22 perempuan. Sedangkan untuk
penduduk yang pergi (pindah) sebanyak 53 jiwa, terdiri dari 28 penduduk laki-laki
dan 25 penduduk perempuan. Kedatangan atau kepergian (pindah) penduduk
tersebut biasanya berbentuk urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk dari desa ke
kota, dimana mereka ingin kehidupan yang lebih baik dengan pergi ke kota.
Disamping mutasi yang terlihat dari kedatangan dan kepergian (pindah)
penduduk, juga dapat dilihat dari tingkat kelahiran dan kematian penduduk.
Berdasarkan data monografi Kelurahan Jebres bulan Februari tahun 2011 jumlah
penduduk yang lahir sebanyak 33 jiwa, terdiri dari 17 penduduk laki-laki dan 16
penduduk perempuan. Sedangkan untuk penduduk yang mati atau meninggal
sebanyak 21 jiwa, terdiri dari 8 penduduk laki-laki dan 13 penduduk perempuan.
3. Keadaan Sarana dan Prasarana
Suatu sistem memiliki sarana dan prasarana yang dapat digunakan sebagai
alat dalam mencapai maksud dan tujuan atau menunjang terselenggaranya
pembangunan. Pembangunan sangat penting dalam menciptakan kelangsungan
suatu sistem, begitu juga yang terjadi di Kelurahan Jebres. Untuk sarana dan
prasarana di Kelurahan Jebres dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Sarana dan Prasarana Pemerintahan
Pemerintahan Kelurahan Jebres dikepalai oleh Drs Tamso, MM dan para
perangkat desa yang terdiri dari sekretaris desa, kaur (kepala urusan) dan dibantu
oleh stafnya. Mereka bekerja dalam bidang pemerintahan dan bidang yang lainnya
untuk melayani masyarakat wilayah Kelurahan Jebres. Untuk itu sarana
pemerintahan yang dimiliki adalah sebuah kantor desa yang digunakan sebagai
pusat pemerintahan untuk semua aktivitas yang berhubungan dengan kebutuhan
masyarakat secara administrasi. Sedangkan untuk kegiatan lain yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
membutuhkan tempat luas misalnya rapat, digunakan aula balai desa. Keadaan
gedung tersebut dibangun dengan baik agar dapat memberi kenyamanan bagi
penggunanya, sehingga mampu menjalani aktivitas dengan baik dan lancar.
Fasilitas perkantoran juga tersedia dengan lengkap, sehingga memudahkan
perangkat desa dalam bekerja. Disamping itu, kantor desa terletak sangat strategis,
sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat luas.
Adapun bagan Organisasi Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta
adalah sebagai berikut:
Bagan Organisasi Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta
Gambar 4. Bagan Organisasi Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta
Kepala Kelurahan
(Drs. Tamso, MM)
Sekretaris
(Parjiman, SE) Kelompok Jabatan
Fungsional
Front Office
(Tutik Marjiatun)
Seksi Budaya
dan Agama
(Suhasti
Hartati, MA)
Seksi Tata
Pemerintahan
(Sutardi)
Kasi Permas
(Sri Utami,
SE)
Seksi
Pemberdayaan
dan Lingkungan
Hidup
(P. Suhadi)
Bendahara
Barang
(Sugino)
Front Office
(Widada)
Bendahara
DPK
(Renyta Ina
Wijaya, SE)
Bendahara
Pengeluaran
(Agustina
Wulansari)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
b. Sarana dan Prasarana Sosial budaya
Data tentang sarana dan prasarana sosial budaya di Kelurahan Jebres dapat
dilihat pada bidang keagamaan, pendidikan, tempat rekreasi dan sarana kesehatan.
Dari keempat hal tersebut, berikut penjelasannya:
Dibidang keagamaan, Kelurahan Jebres memiliki 3 tempat ibadah, antara
lain masjid sebanyak 46 buah, gereja 12 buah dan surau atau mushola sebanyak
11 buah. Masing-masing tempat ibadah tersebar ke semua daerah yang ada di
wilayah Kelurahan Jebres dan dari masing-masing tempat ibadah sudah mampu
untuk menampung sekian banyak warga, akan tetapi masih belum lengkap dengan
adanya tempat ibadah umtuk agama konghucu, budha dan hindu mengingat
jumlah nominal yang masih menjadi urutan pertama, kedua dan ketiga dari tingkat
bawah, dalam artian sangat sedikit penganutnya dibandingkan ketiga agama besar
di wilayah Kelurahan Jebres.
Dibidang pendidikan yang dimulai dari TK berjumlah 17 dengan tenaga
guru sebanyak 29 dan murid yang tercatat sejumlah 425 jiwa, kedua yakni SD
sebanyak 16 buah yang memiliki tenaga guru 350 dimana jumlah miridnya adalah
3690 jiwa. Untuk SMP umum sebanyak 6 buah dengan 191 pendidik dan
muridnya sejumlah 1205 jiwa. Kemudian SMA yang bersifat umum sebanyak 3
buah dengan 105 pendidik dan murid 1246 jiwa, sedangkan SMA kejuruan juga 3
buah dengan 135 pendidik untuk 1240 siswa. Selanjutnya wilayah tersebut juga
memiliki 2 perguruan tinggi negeri dengan tenaga pendidik sebanyak 996, serta
tempat-tempat kursus sebanyak 5 buah dengan tentor 120 orang.
Dibidang rekreasi atau pariwisata terdapat 25 organisasi kesenian dan
berbagai tempat rekreasi, antara lain; Taman Satwa Taru Jurug, Taman Budaya
Solo, Bengawan Sport Center, Kolam Renang Tirtomoyo dan sebagainya. Dengan
organisasi kesenian yang cukup banyak, dapat terlihat bahwa kepedulian
masyarakat terhadap kesenian sangat tinggi, sehingga dapat menjadi wadah
masyarakat dalam mengapresiasikan minat maupun bakan seni.
Dibidang kesehatan, di Kelurahan Jebres telah tersedia sarana kesehatan
dan tenaga kesehatan yang cukup memadai, hal tersebut dapat dilihat dari tempat-
tempat-tempat pengobatan yang lengkap, mulai dari puskesmas 2 buah, Rumah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
sakit bersalin 2 buah, BKIA/ Pos kesehatan/ Klinik sejumlah 2 buah, Rumah Sakit
Umum 1 buah, Rumah Sakit Jiwa 1 buah, PMI 1 buah. Untuk tenaga medisnya
sudah ada dokter sebanyak 33 orang, perawat 1 orang, bidan 10 orang dan 3 orang
tenaga dukun bayi. Dari data monografi Kelurahan Jebres bulan Februari tahun
2011 tersebut dapat diketahui bahwa Kelurahan Jebres telah memiliki sarana
kesehatan yang baik, sehingga masyarakat dapat memperoleh pelayanan
kesehatan yang baik.
Dari data-data tersebut, maka secara sosial budaya, Kelurahan Jebres
relatif baik dengan kelengkapan sarana prasarana, sehingga warga masyarakat
dapat memanfaatkan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan baik secara sosial
maupun budaya.
c. Sarana dan Prasarana Perhubungan dan Komunikasi
Perhubungan (transportasi) dan komunikasi sangat penting bagi kemajuan
dan lancarnya kegiatan penduduk di suatu daerah. Dengan adanya komunikasi
yang baik akan mempermudah pekerjaan manusia dan mengetahui segala
informasi yang ada. Sarana perhubungan/ transportasi dan komunikasi yang ada di
Kelurahan Jebres cukup memadai, seperti halnya dengan sarana perhubungan
(transportasi) antara lain; jalan umum yang terdiri dari jalan kelas II sepanjang 6
km, jalan kelas III sepanjang 4.5 km, jalan desa aspal sepanjang 17 km, serta jalan
tidak aspal sepanjang 38 km. Selain itu, terdapat 7 jembatan, 1 terminal angkutan
dan 1 stasiun kereta api. Di Kelurahan Jebres terdapat berbagai macam sarana
transportasi, mulai dari sarana transportasi pribadi seperti sepeda, sepeda motor,
dan mobil pribadi sampai sarana transportasi umum seperti bus, angkutan umum,
becak, ojek, dan sebagainya. Sarana perhubungan darat menjadi alat transportasi
vital di Kelurahan Jebres, seperti; sepeda sebanyak 360 buah, sepeda motor
sebanyak 2500 buah, mobil dinas sebanyak 25 buah, mobil pribadi sebanyak 100
buah, oplet/ colt sebanyak 102 buah, bus sebanyak 20 buah, truk sebanyak 20
buah dan becak sebanyak 233 buah.
Untuk sarana komunikasi, di Kelurahan Jebres sudah terdapat berbagai
sarana komunikasi yang cukup memadai, misalnya; telepon, televisi, radio, surat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
kabar, antena parabola dan internet. Untuk televisi bagi masyarakat bukan lagi
merupakan barang langka, karena hampir semua masyarakat sudah memilikinya,
begitu pula dengan radio, telepon, surat kabar, bahkan antenna parabola dan
internet yang saat ini sudah banyak dimiliki masyarakat. Dengan adanya sarana
komunikasi, maka berbagai informasi dapat diketahui masyarakat luas secara
cepat dan mudah.
d. Sarana Perekonomian
Sarana perekonomian yang dimiliki kelurahan Jebres meliputi; BUUD/
KUD sebanyak 1 buah, lumbung desa 1 buah, pasar 1 buah, dan beberapa
minimarket, toko serta rumah makan. Sedangkan di sarana jasa meliputi; BANK
(BNI dan BRI), koperasi simpan pinjam 2 buah, Pegadaian, Sarana Pergudangan
Pedaringan, Terminal Peti Kemas, Komplek Ekspedisi, dan beberapa Wartel,
Warnet, Rental Komputer, SPBU, Rumah Sewa & Kost.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa secara perekonomian, kelurahan
Jebres sudah maju. Hampir semua penduduk kelurahan Jebres terutama yang
berdekatan dengan komplek pendidikan dan kesehatan (UNS, STIKES, ISI, SMA,
RSU Moewardi, PMI) membuka usaha Rumah sewa & kos, Rumah makan atau
warung, wartel, Warnet, Toko dan Rental Komputer. Untuk itu, warga masyarakat
Kelurahan Jebres secara umum sudah dalam taraf kehidupan yang cukup.
4. Kondisi Sosial Masyarakat
Masyarakat di Kelurahan Jebres termasuk masyarakat yang heterogen
dengan latar belakang pendidikan, agama, mata pencaharian yang berbeda-beda,
namun pola kehidupan sehari-hari masyarakat begitu menjaga keselarasan hidup
bersama dengan saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Sebagian
besar masyarakat masih sangat melestarikan budaya Jawa yang sampai sekarang
masih melekat kuat, seperti gotong royong, kekeluargaan, dan acara-acara tradisi
yang dilakukan oleh warga masyarakat baik religius maupun tradisional.
Diantaranya yang masih dipertahankan sampai sekarang adalah upacara adat yang
ada dalam siklus kehidupan manusia, mulai Dari kelahiran sampai dengan
kematian. Upacara-upacara yang dimaksud antara lain; midodareni, mitoni,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
sunatan, telung dinanan, pitung dinanan, petang puluhan, nyatus, pendhak pisan,
pendhak pindho dan nyewu.
Pola kehidupan yang bersifat kekeluargaan masih sangat terasa, hal ini
dapat dilihat dalam pelaksanaan kerja bakti setiap bulannya, tirakatan 17 Agustus,
menjenguk tetangga yang sedang sakit atau halal bi halal bersama. Keseluruhan
warga dari segala golongan umur dengan bergotong royong dalam
mempersiapkan acara-acara di desa telah menjadi tradisi setiap tahunnya. Rasa
kekeluargaan dan kebersamaan antar masyarakat juga terlihat apabila ada tetangga
yang memiliki hajatan, penduduk sekitar akan saling membantu dengan sukarela,
misalnya bapak-bapak bertugas mengatur perlengkapan dan peralatan hajatan,
ibu-ibu mengurusi bagian konsumsi, sedangkan muda-mudi akan membantu
dalam hal sinoman. Semangat kerukunan dan kekeluargaan menjadi fondasi yang
terus dijaga dalam kehidupan bersama demi terciptanya keharmonisan dan
keselarasan. Hal ini kemudian diaplikasikan dalam bentuk organisasi masyarakat
yang terus berjalan, seperti; arisan bapak-bapak, PKK, Karang Taruna dan
Pengajian.
5. Gambaran Umum Gerakan Wajib Jam Belajar
Program GWJB yang dilaksanakan Kota Surakarta pukul 18.30 – 20.30
WIB merupakan salah satu kebijakan yang mempresentasikan dukungan
pemerintah terhadap pendidikan. Wajib belajar secara langsung atau tidak
langsung akan berdampak kepada investasi yang harus dikeluarkan pemerintah
dalam bidang pendidikan. Wajib belajar bermakna kewajiban belajar dengan tidak
ada acuan apakah harus di lembaga yang bernama sekolah atau non
sekolah. Maksud diadakannya Gerakan Wajib Jam Belajar adalah terciptanya
suasana yang kondusif untuk belajar, sehingga tercipta budaya belajar. Gerakan
Wajib Jam Belajar di kota Surakarta memiliki visi dan misi. Visinya adalah
terwujudnya budaya belajar bagi masyarakat untuk peningkatan mutu pendidikan
di Kota Surakarta. Sedangkan misinya adalah:
1. Menumbuhkan kesadaran orang tua dan putra-putrinya untuk belajar pada saat
wajib jam belajar (pukul 18.30-20.30 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
2. Meningkatkan partisipasi orang tua untuk mendampingi putra-putrinya pada
saat belajar.
3. Menciptakan suasana kondusif bagi berlangsungnya proses pembelajaran di
masyarakat.
4. Mendukung kepedulian masyarakat untuk meningkatkan dan melengkapi
sarana dan prasarana belajar.
5. Memberdayakan seluruh komponen masyarakat dan media untuk mendukung
GWJB (Gerakan Wajib Jam Belajar).
Dasar pemikiran dari dibentuknya program gerakan wajib jam belajar ini
adalah:
1. Bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua,
masyarakat dan pemerintah.
2. Orang tua adalah pendidik pertama dan utama.
3. Anak berada di lingkungan sekolah 8 jam dan 16 jam berada di lingkungan
keluarga dan masyarakat.
4. Perlu pendukung jam yang digunakan untuk belajar, yang disebut dengan
Wajib Jam Belajar.
Oleh karena itu, diperlukan kerjasama dengan berbagai pihak, seperti
keluarga (orang tua), masyarakat, pemerintah untuk mensukseskan program
gerakan wajib jam belajar ini. Sedangkan tujuan dari dibentuknya program GWJB
ini adalah: 1). Membentuk manusia bertakwa kepada Tuhan YME, cerdas,
terampil, kreatif, dan berprestasi. 2). Meningkatkan disiplin belajar. 3).
Membangun sistem GWJB secara terpadu dan berkelanjutan.
Gerakan wajib jam belajar (GWJB) memiliki landasan hukum, yaitu: UU
No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No.28 Tahun 1990
tentang Pendidikan Dasar, PP No.29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah,
PP No.39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan
Nasional, UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Waktu belajar pada program GWJB adalah Minggu s/d Jum’at Pukul
18.30 s/d 20.30 WIB atau 120 menit. Dengan sasaran; Siswa Sekolah Dasar atau
Madrasah Ibtidaiyah, Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau Madrasah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Tsanawiyah, Siswa Sekolah Menengah Umum, Madrasah Aliyah, Sekolah
Menengah Kejuruan, Siswa Sekolah Luar Biasa yang berdomisili di Kota
Surakarta.
Teknis pelaksanaan Gerakan Wajib Jam Belajar (GWJB) adalah sebagai
berikut:
1. Tanda atau Suara
Awal mulai jam belajar diberi “tanda atau suara” yang dapat didengar siswa,
orang tua di wilayahnya. Suara sirine sebagai pertanda untuk anak selaku siswa
sekolah untuk belajar serta didukung dengan himbauan kepada warga melalui
microfon masjid, dan sebagainya.
2. Televisi, radio, dan sejenisnya untuk dimatikan.
Dihimbaukan kepada orang tua untuk mematikan media elektronik yang tidak
berguna pada saat proses anak belajar
3. Orang Tua disempatkan berada dirumah pada saat proses belajar.
Diharapkan para orang tua pada jam tersebut menemani anak-anak mereka
belajar apabila ada keperluan maka hendaknya mereka menyuruh kerabat yang
lain untuk tetap menemani anak-anak belajar.
4. Waktu GWJB.
Setiap pukul 18.30 – 20.30 WIB para siswa pelajar dari Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menegah Atas (SMA), dan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) diwajibkan belajar sesuai dengan jam
tersebut.
5. Masyarakat ikut mengkondisikan suasana tenang, tidak berisik, sehingga
kondusif untuk belajar.
6. Perlu posko di setiap RT, sekurang-kurangnya RW, dan dibentuk satuan tugas
dengan melibatkan anggota masyarakat yang peduli pendidikan. Dimana
setiap 1 bulan sekali diadakan pertemuan RW di Kelurahan Jebres.
Program GWJB pada dasarnya merupakan program dari pemerintah kota
untuk dilaksanakan di Kelurahan masing-masing, dimana dari Kelurahan
pelaksanaannya diserahkan di RW masing-masing. Program GWJB di Kota
Surakarta merupakan program yang berdiri sebagai gerakan yang peduli terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
pendidikan, sehingga diperlukan sosialisasi dari pemerintah ke masyarakat.
Adapun sosialisasi program GWJB adalah sebagai berikut:
1. Pencanangan Wajib Jam Belajar dilakukan oleh Walikota Surakarta pada
tanggal 17 Agustus 2003.
2. Gerakan Wajib Jam Belajar disosialisasikan oleh Tim Penggerak
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kota Surakarta, TP PKK
Kecamatan, TP PKK Kelurahan, PKK RW, PKK RT, Karang Taruna, Dasa
Wisma, diteruskan kepada warga masyarakat.
Pengorganisasian dari Gerakan Wajib Jam Belajar (GWJB) tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Tim Pelaksana
Untuk melaksanakan kegiatan Wajib Jam Belajar di Kota Surakarta dilakukan
Tim yang susunan dan tugas-tugasnya akan dituangkan melalui Surat
keputusan Walikota Surakarta.
2. Tim Monitoring
Guna mengantisipasi pelaksanaan Wajib Jam belajar di Kota Surakarta,
dibentuk Satuan Tugas Monitoring, yang terdiri dari unsur Pemerintah, TP
PKK, Karang Taruna, Dewan pendidikan dan Masyarakat.
Di Kelurahan Jebres, GWJB (Gerakan Wajib Jam Belajar) telah berjalan
selama ± 5 sampai 6 tahun sejak tahun 2005 hingga sekarang. Waktu GWJB di
Kelurahan Jebres adalah hari minggu s/d jum’at pukul 18.30 – 20.30 WIB (120
menit) dengan dibunyikannya suara sirine sebagai tanda belajar dimulai, dimana
bunyi sirine berbunyi pada pukul 18.30 WIB sebagai tanda dimulainya jam wajib
belajar bagi siswa dari tingkat pendidikan SD, SMP, SMA serta SMK. Tanda
tersebut berisikan himbauan kepada semua warga terutama yang mempunyai
anggota keluarga yang masih bersekolah dibangku pendidikan SD, SMP, SMA
dan SMK agar memulai belajar baik dirumah ataupun ditempat-tempat
pembelajaran yang telah disediakan disetiap daerah di Kelurahan Jebres. Selain
himbauan agar memulai kegiatan belajar juga terdapat ajakan kepada warga agar
mematikan televisi, radio serta sejenisnya pada saat jam belajar berlangsung, pada
saat belajar berlangsung diserukan untuk orang tua mendampingi anak pada saat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
jam belajar berlangsung dan selanjutnya himbauan kepada lingkungan sekitar agar
mengkondisikan suasana tenang, tidak berisik sehingga kondusif untuk belajar.
Untuk menjaga keberlangsungan GWJB, Kelurahan Jebres membentuk tim
monitoring yang bertugas melakukan sweeping ke tiap-tiap rumah warga dengan
tujuan apakah jam belajar di lingkungan keluarga juga berjalan dengan baik.
Pelanggaran terhadap tata tertib GWJB akan dikenakan sanksi berupa moral,
yakni teguran. Sedangkan untuk mengetahui apakah pelaksanaan GWJB berhasil
atau tidak maka tim pelaksana dan tim monitoring mengadakan evaluasi melalui
Try out dan LCC (lomba cerdas cermat) untuk anak sekolah sebagai sasaran dari
GWJB.
Adapun Susunan Pengurus GWJB Kelurahan Jebres adalah sebagai
berikut:
Susunan Pengurus GWJB Kelurahan Jebres
Tahun 2010-2014:
Penanggung Jawab
Ketua
Sekretaris
Bendahara
Anggota
:
:
:
:
:
1. Kepala Kelurahan Jebres
2. Ketua LPMK Kelurahan Jebres
1. Djumadi, SPd
2. Endang Riwayati, SPd
1. Endang Sudiarti, A. MaPd
2. Parjiman, SE
1. Renyta Ina Wijaya, SE
1. Tri Sapto Handoyo, BSc
2. Wagino
3. Ninik Agustin, SPd
4. Kun Prahastowo
5. Wagiman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
6. Gunawan
7. Dyah Purnami Bekti
8. Selfi Rawung
9. Sri Maryani
10. Sri Utami, SE
11. Sutardi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian
1. Implementasi GWJB (Gerakan Wajib Jam Belajar) di Kelurahan Jebres,
Kecamatan Jebres, Surakarta
Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan sebuah bangsa
karena dengan pendidikan yang tinggi maka peradaban suatu bangsa atau negara
dapat menjadi baik dan sejajar dengan bangsa lain yang maju. Indonesia adalah
negara berkembang dimana tingkat pendidikan memang masih dirasa sangat
penting dan terkadang dengan mahalnya biaya pendidikan dan kurikulum
pendidikan di Indonesia yang masih semrawut karena kebijakan pendidikan yang
sering diganti menyebabkan banyaknya siswa yang kurang menikmati pendidikan
tersebut karena keterbatasan biaya dan lainnya. Namun disisi lain pemerintah
sendiri mengeluarkan program berkaitan dengan pendidikan, salah satunya
program Gerakan Wajib Jam Belajar (GWJB) yang tujuannya adalah
meningkatkan mutu pendidikan siswa didik secara umumnya serta membentuk
manusia bertakwa kepada Tuhan YME, cerdas, terampil, kreatif, dan berprestasi,
meningkatkan disiplin belajar serta membangun sistem GWJB secara terpadu dan
berkelanjutan sebagai tujuan khususnya.
Program GWJB adalah salah satu kebijakan yang mempresentasikan
dukungan pemerintah terhadap pendidikan. Wajib belajar secara langsung atau
tidak langsung akan berdampak kepada investasi yang harus dikeluarkan
pemerintah dalam bidang pendidikan. Program GWJB dilaksanakan setiap hari
minggu sampai dengan hari Jumat pada pukul 18.30 hingga pukul 20.30 WIB.
Program GWJB di Kelurahan Jebres berjalan dengan lancar dan mendapat banyak
perhatian dari masyarakat sekitar wilayah Kelurahan Jebres tersebut. Program
GWJB yang berjalan di Kelurahan Jebres telah berjalan selama kurang lebih 5
sampai 6 tahun sejak tahun 2005 hingga sekarang. Program GWJB berjalan dan
berkembang hingga sekarang karena banyak didukung oleh masyarakatnya seperti
tokoh masyarakat serta warga masyarakat yang berada di wilayah Kelurahan
Jebres.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
a. Sosialisasi GWJB di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta
Keberadaan GWJB di Kelurahan Jebres tidak terjadi begitu saja. Program
ini dapat berjalan dan mendapat dukungan dari masyarakat sampai sekarang
karena melalui suatu proses yang dinamakan sosialisasi. Masyarakat mengetahui
dan melaksanakan GWJB karena adanya sosialisasi yang dilakukan Stakehoder ke
masyarakat sehingga GWJB dapat berjalan sampai sekarang. Berdasarkan hasil
penelitian, sebagaimana pernyataan langsung dari informan dan pengamatan di
lapangan maka sosialisasi GWJB ke masyarakat dilakukan dengan berbagai
langkah sebagai berikut:
1) Pemberitahuan lewat Spanduk dan Selebaran
Pencanangan Wajib Jam Belajar pada awalnya dilakukan oleh Walikota
Surakarta pada tanggal 17 Agustus 2003 yang kemudian dijadikan suatu gerakan
oleh masyarakat kota Surakarta, disebut gerakan karena berasal dari bawah, yakni
dari masyarakat untuk kemudian dilakukan bersama dan dinamakan Gerakan
Wajib Jam Belajar (GWJB). Hal ini terlihat dari penuturan bapak JM sebagai
ketua GWJB di Kelurahan Jebres. Berikut penuturan bapak JM:
“GWJB pertamanya itu dicanangkan bapak Walikota pas tanggal 17
Agustus 2003, lajeng dijadikan sebagai gerakan. Disebut gerakan karena itu
berasal dari bawah, dari masyarakat untuk kemudian dilakukan bersama,
sehingga dinamakan gerakan, yakni Gerakan Wajib Jam Belajar”. (“GWJB
pada awalnya dicanangkan bapak Walikota pada tanggal 17 Agustus 2003,
kemudian dijadikan sebagai gerakan. Disebut gerakan karena berasal dari
bawah, dari masyarakat untuk kemudian dilakukan bersama, sehingga
dinamakan gerakan, yakni Gerakan Wajib Jam Belajar”). (W/JM/20/4/11).
Gerakan Wajib Jam Belajar kemudian disosialisasikan kepada masyarakat
lewat berbagai media yang disampaikan kepada masyarakat luas, sehingga
masyarakat mengetahui atau mengenal GWJB yang kemudian melaksanakannya.
Beberapa informan mengetahui GWJB melalui media Spanduk dan Selebaran
mengenai GWJB. Berikut penuturan salah satu informan, yakni ibu FC yang
mengenal GWJB dari spanduk yang ia baca di pinggir jalan.
“Saya pernah membaca pemberitahuan mengenai GWJB di spanduk yang
dipasang gapura dekat jalan raya situ”. (W/FC/29/04/2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Ibu RT menjelaskan bahwa beliau mengetahui GWJB untuk pertama
kalinya melalui spanduk yang ia baca di pinggir jalan, yang berisi pemberitahuan
mengenai GWJB. Hal yang sama dituturkan oleh ibu RT yang mengenal GWJB
untuk pertama kalinya lewat spanduk yang sama dan kemudian mendapat
selebaran tentang GWJB yang ia peroleh di Kelurahan saat memperpanjang KTP.
Berikut penuturan beliau:
“Saya pertama kali tahu GWJB pas membaca spanduk di pinggir jalan itu
mbak, tapi nggak ngeh. Lalu pas dikelurahan memperpanjang KTP di
mejanya pak ulu-ulu ada selebaran tentang GWJB itu, saya dikasih,
ternyata himbauan tentang gerakan belajar”. (“Saya pertama kali
mengetahui GWJB ketika membaca spanduk di pinggir jalan itu mbak, tapi
tidak begitu memperhatikan. Lalu ketika dikelurahan memperpanjang KTP
di mejanya pak kaur pemerintahan ada selebaran tentang GWJB itu, saya
dikasih, ternyata himbauan tentang gerakan belajar”.). (W/RT/20/04/2011).
Pernyataan ibu FC dan ibu RT tersebut kemudian diperkuat oleh bapak JM
selaku ketua GWJB di Kelurahan Jebres. Berikut penuturan beliau:
“Pemberitahuan GWJB memang disosialisasikan ke masyarakat lewat
spanduk yang dibuat pihak Kelurahan untuk dipasang di pinggir jalan raya,
selain itu dulu pernah mendapat sejumlah selebaran dari Pemkot juga
mengenai GWJB yang nantinya disuruh untuk disampaikan ke masyarakat”.
(W/JM/20/04/2011).
Dari pernyataan para informan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pencanangan GWJB Kota Surakarta pertama kalinya dilakukan oleh Walikota
Surakarta yang kemudian menghimbau untuk diberitahukan kepada masyarakat
luas. Oleh Kelurahan-Kelurahan kemudian membuat spanduk sebagai media
pemberitahuan ke masyarakat, begitu pula dengan Kelurahan Jebres yang
memasang spanduk di pinggir jalan raya untuk memberitahu masyarakat serta
lewat selebaran yang diberikan oleh Pemerintah Kota untuk kemudian dibagikan
atau diberitahukan ke masyarakat.
2) Pemberitahuan lewat Pertemuan RW, Kelurahan maupun Kecamatan
Sosialisasi GWJB juga dilakukan lewat pertemuan RW maupun
Kelurahan termasuk kegiatan-kegiatan seperti PKK dan rembug desa. Informan
lain, yakni ibu IA sebagai anggota PKK di Kelurahan Jebres menuturkan bahwa ia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
mengetahui GWJB lewat pertemuan PKK di Kelurahan dan Kecamatan. Berikut
penuturannya:
“Dulu pas pertemuan PKK dikelurahan dijelaskan mengenai GWJB, pas
PKK di Kecamatan juga iya dan menghimbau agar kita turut mensukseskan
GWJB”. (W/IA/20/04/2011).
Ditambahkan pula oleh ibu IA bahwa suaminya yang menjabat sebagai
ketua RW 25 di Kelurahan Jebres pernah mendapat undangan rapat RW yang
isinya mengenalkan kepada bapak-bapak tentang GWJB dan dihimbau untuk
diberitahukan kepada istri, anak maupun para tetangga. Berikut penuturannya:
“Bapaknya anak-anak dulu juga mendapat pemberitahuan tentang GWJB
pas di rapat RW. Waktu itu mendapat undangan rapat RW, yang diundang
biasanya bapak-bapak ternyata membahas mengenai GWJB dan pak Lurah
menghimbau untuk disampaikan ke anak istri atau para tetangga”.
(W/IA/20/04/2011).
Informan lain, yakni bapak JK menuturkan bahwa beliau mengetahui
GWJB pertama kalinya saat diundang dalam acara rembug desa di kelurahan,
menurut penjelasannya selain membahas mengenai evaluasi kegiatan desa, juga di
beritahukan tentang GWJB oleh bapak Kepala Desa. Selanjutnya beliau
menuturkan pemberitahuan mengenai GWJB untuk kedua kalinya saat pertemuan
di Kelurahan sekaligus pemilihan ketua GWJB dan pembentukan struktur GWJB
Kelurahan Jebres beserta program kerjanya. Berikut penjelasannya:
“Pas rembug desa di kelurahan ada pemberitahuan tentang GWJB, kulo
nembe mudeng niku. Terus malih pas diundang pertemuan di Kelurahan…”.
(“Ketika rembug desa di kelurahan ada pemberitahuan tentang GWJB, saya
baru tahu pertama kalinya waktu itu. Lalu kedua kalinya ketika diundang
pertemuan di Kelurahan….”.). (W/JK/19/04/2011).
Hal senada juga diungkapkan oleh ibu KV selaku ketua RW 14 di
Kelurahan Jebres. Beliau mengaku mengetahui GWJB saat diundang dalam
pembentukan struktur GWJB Kelurahan Jebres. Berikut penjelasan ibu KV:
“Saya tahu GWJB pas pembentukan struktur sama pemilihan ketua
GWJBnya mbak, soalnya kemarin-kemarin saat rapat-rapat atau pertemuan
saya jarang berangkat”. (W/KV/06/05/2011).
Dari ungkapan tersebut, ibu KV mengetahui GWJB untuk pertama kalinya
saat diundang dalam acara pertemuan di kelurahan, yakni pada pembentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
struktur GWJB dan pemilihan ketua GWJB Kelurahan Jebres. Beliau mengaku
baru pertama kali mendengar program tersebut karena saat pertemuan-pertemuan
RW atau kelurahan sebelumnya ibu KV jarang berangkat.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang diungkapkan para informan
diatas, sosialisasi GWJB juga dilakukan lewat pertemuan di RW yakni rapat rutin
RW, pertemuan kelurahan seperti acara rembug desa dan dalam kegiatan-kegiatan
seperti PKK, baik PKK Kecamatan, Kelurahan, RW sampai RT. Dimana dari
pemberitahuan tersebut diharap untuk disampaikan atau diberitahukan kembali
kepada orang-orang terdekat lainnya agar masyarakat luas mengetahui dan
mengenal GWJB.
3) Pemberitahuan lewat Plakat yang ada di setiap gang, gapura dan pos
ronda di kampung-kampung
Setelah di bentuk struktur GWJB dan program kerja GWJB di Kelurahan
Jebres, kemudian agar masyarakat secara menyeluruh mengenal GWJB, dibuatlah
plakat tentang GWJB yang dipasang di setiap gang di kampung-kampung yang
ada di kelurahan Jebres. Hal ini sebagai sarana sosialisasi kepada masyarakat agar
masyarakat mengetahui, mengenal dan melaksanakan GWJB. Pemberitahuan
lewat plakat yang dipasang di gang-gang, gapura maupun pos ronda tersebut
berupa tulisan GWJB, jam pelaksanannya dan dearahnya sebagai berikut:
“GERAKAN WAJIB JAM BELAJAR (PUKUL 18.30 S/D 20.30 WIB)
PETORAN RT. 02/ RW 07 JEBRES, SURAKARTA”.
Beberapa informan yakni masyarakat kelurahan Jebres mengaku
mengetahui GWJB setelah melihat plakat yang dipasang di gang-gang, pos ronda
dan gapura. Ibu FC selaku warga RW 07 Keluraan Jebres mengemukakan
pendapatnya tentang pemberitahuan GWJB diplakat yang di pasang di gang dekat
rumahnya. Berikut penuturan beliau:
“Selain dari spanduk saya juga lihat pemberitahuan GWJB lewat plakat
yang dipasang di gang depan itu mbak”. (W/FC/29/04/2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Hal senada juga diungkapkan ibu IA yang sering melihat plakat tentang
GWJB tersebut di gang dan di gapura ketika mengantarkan anaknya sekolah.
Berikut penuturan ibu IA:
“Saya sering melihat plakat yang isinya tulisan tentang GWJB mbak, kalau
nganter anak saya yang kecil sekolah itu kan jalan, jadi saya sering liat di
gang-gang, terus di gapura juga ada”. (W/IA/20/04/2011).
Selain itu ibu RT juga menuturkan bahwa beliau juga melihat plakat
GWJB di Pos Ronda. Berikut penuturan ibu RT:
“Di pos ronda situ juga ada plakat tentang GWJB mbak”.
(W/RT/20/04/2011).
Bapak JK juga mengemukakan hal senada, hanya saja beliau
menambahkan mengenai deskripsi dari plakat GWJB tersebut. Beliau
menjelaskan bahwa plakat GWJB terbuat dari kayu yang bertuliskan cat hitam
berisi tulisan GWJB dan jam pelaksanannya. Berikut penjelasan beliau:
“Plakat tentang GWJB itu dipasang di gang-gang setiap masuk kampung-
kampung, plakatnya itu terbuat dari kayu mbak ada tulisannya hitam,
tulisannya itu Gerakan Wajib Jam Belajar (GWJB) pukul 18.30 s/d 20.30
WIB dibawahnya disertai nama daerahnya…..”. (W/JK/19/04/2011).
Sama seperti bapak JK yang menuturkan plakat GWJB, jika bapak JK
menjelaskan plakat GWJB dari kayu, ibu KV menuturkan di lingkungannya
plakat GWJB terbuat dari seng yang di sablon dengan tulisan hitam. Berikut
penjelasan dari ibu KV selaku warga dari RW 14 Kelurahan Jebres:
“GWJB juga diberitahukan pada masyarakat lewat plakat yang dipasang di
gang-gang kampung. Plakatnya itu terbuat dari seng yang disablon dengan
tulisan, tulisannya itu ya tentang GWJB dan jam pelaksanannya serta daerah
atau lingkungan mana, gitu mbak”. (W/KV/06/05/2011).
Pernyataan bapak JK dan ibu KV di atas menunjukkan bahwa plakat
mengenai GWJB pada dasarnya sama, yakni bertuliskan tentang GWJB, jam
pelaksanannya serta daerahnya. Hanya saja bahan dari plakat GWJB antara
kampung yang satu dengan yang lainnya berbeda. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh bapak JM selaku ketua GWJB Kelurahan Jebres. Berikut
penjelasan beliau:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
“….letak pemasangan serta bahan dari plakat GWJB diserahkan tiap
kampung, yang penting jelas, bisa dibaca dan dapat dilihat masyarakat luas.
Tulisannya seperti yang dihimbau tadi”. (W/JM/20/04/2011).
Dari pernyataan para informan diatas, dapat disimpulkan bahwa sosialisasi
mengenai GWJB di Kelurahan Jebres juga dilakukan lewat plakat yang dipasang
di gang masuk kampung, pos ronda maupun gapura. Plakat ini berisi tulisan
mengenai GWJB, jam pelaksanaan GWJB serta daerahnya. Pemasangan plakat ini
dimaksudkan agar masyarakat luas mengetahui, mengenal dan melaksanakan
GWJB dengan melihat plakat tersebut.
4) Pemberitahuan lewat Sirine atau Tanda Belajar
Selain lewat spanduk, selebaran, pertemuan RW, pertemuan Kelurahan,
pertemuan Kecamatan serta lewat plakat yang di pasang disetiap gang, gapura
maupun pos ronda dikampung-kampung, sosialisasi GWJB di Kelurahan Jebres
juga dilakukan melalui pemberitahuan atau himbauan yang diserukan lewat sirine
atau tanda belajar. Sirine atau tanda tersebut oleh warga masyarakat Kelurahan
Jebres disebut dengan sirine GWJB. Sirine yang berbunyi setiap jam belajar ini
secara tidak langsung mengingatkan atau memberitahu warga masyarakat tentang
pelaksanaan GWJB dan mengajak untuk melaksanakannya.
Sebagai warga RW 23, ibu SR menuturkan bahwa dirinya sering
mendengar suara atau tanda yang menyuruh anak untuk belajar. Dari sirine itulah
beliau baru tahu bahwa itu adalah tanda belajar GWJB.
“Kulo sok sering krungu sirine teng mriki seng ngaken anak sekolah belajar
mbak. Kata warga-warga sini niku sirine GWJB. Kulo malah nembe
ngertos”. (“Saya kadang sering mendengar sirine di lingkungan sini yang
menyuruh anak sekolah belajar mbak. Kata warga-warga sini itu sirine
GWJB. Saya justru baru tahu”.). (W/SR/07/05/2011).
Dari pernyataan ibu SR, beliau sering mendengar sirine atau tanda belajar
di lingkungan rumahnya yang menghimbau anak sekolah untuk belajar. Dimana
sebelumnya beliau tidak tahu apa itu GWJB. Hal ini berarti sosialisasi GWJB juga
dilakukan lewat sirine atau tanda belajar yang dapat di dengar masyarakat luas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Hal senada juga diungkapkan oleh ibu IA warga RW 25, dilingkungan
rumah beliau juga terdengar sirine atau tanda belajar yang berisi himbauan
mengenai GWJB, yakni menyuruh anak untuk belajar serta orang tua untuk
mendampingi atau mengawasi anaknya belajar dan masyarakat lainnya untuk
mengkondisikan suasana tenang. Berikut penuturan Beliau:
“Dulu saya bingung itu suara apa mbak, ternyata sirine tanda belajar. Kalau
jam 18.30 WIB bunyi, menghimbau anak untuk belajar, orang tua untuk
mendampingi anak belajar dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan
tenang”. (W/IA/20/04/2011).
b. Teknis Pelaksanaan GWJB (Gerakan Wajib Jam Belajar) di Kelurahan
Jebres
Pelaksanaan GWJB di Kelurahan Jebres telah berjalan sekitar 5 sampai 6
tahun yang lalu. Beberapa informan menuturkan bahwa sejak kapan pelaksanaan
GWJB di lingkungannya banyak yang mengaku kurang tahu, hanya saja mereka
menuturkan bahwa pelaksanaan GWJB sudah ada sejak dahulu. Salah satu
informan, yakni ibu IA mengatakan bahwa GWJB sudah ada sejak anak
pertamanya masih SMP, jadi sekitar lebih dari 3 tahun. Berikut penuturan ibu IA:
“Untuk kapan tepatnya saya kurang tahu mbak, namung kelingan kulo pas
anak saya yang pertama itu masih SMP, GWJB sudah ada”. (“Untuk kapan
tepatnya saya kurang tahu mbak, namung kelingan kulo pas anak saya yang
pertama itu masih SMP, GWJB sudah ada”.). (W/IA/20/04/2011).
Hal senada juga diungkapkan ibu RT saat diberikan pertanyaan yang sama,
beliau mengaku kurang tahu kapan GWJB ada dilingkungannya. Hanya saja
beliau menegaskan sejak kepindahannya untuk tinggal di Kelurahan Jebres, yakni
sekitar 4 tahuan yang lalu, GWJB sudah ada di lingkungannya. Berikut
penuturannya:
“Sejak saya pindah disini tahun 2007, GWJB sudah ada mbak. Wong sudah
ada suara sirine itu lo mbak”. (“Sejak saya pindah disini tahun 2007, GWJB
sudah ada mbak. Orang sudah ada suara sirine itu lo mbak”.).
(W/RT/20/04/2011).
Penuturan informan diatas kemudian diperjelas oleh bapak JM selaku
ketua GWJB Kelurahan Jebres. Berikut penuturan beliau:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
“GWJB di daerah sini udah ada sejak dulu mbak, kira-kira 5 tahunan,
nggih 5 sampai 6 tahun. Itu udah sejak 2005 sampai sekarang”. (GWJB di
daerah sini sudah sejak dulu mbak, kira-kira 5 tahunan, ya 5 sampai 6 tahun.
Itu sudah sejak tahun 2005 sampai sekarang”.). (W/JM/18/04/2011).
Berdasarkan penuturan para informan di atas, keberadaan atau pelaksanaan
GWJB di Kelurahan Jebres, untuk kapan tepatnya, banyak informan yang
mengaku tidak mengetahui, yang jelas mereka hanya menuturkan keberadaan atau
pelasanaan GWJB sudah ada sekitar lebih dari 4 tahun. Hal ini kemudian
diperjelas oleh bapak JM selaku ketua GWJB Kelurahan Jebres yang menjelaskan
bahwa GWJB di Kelurahan Jebres sudah ada dan berjalan sekitar 5 sampai 6
tahun yang lalu, yakni sejak tahun 2005 hingga sekarang.
Teknis pelaksanaan program GWJB dimulai dengan adanya tanda atau
suara yang dapat didengar siswa atau orang tua agar dapat memulai belajar
dengan baik pada pukul 18.30 WIB. Suara atau tanda tersebut berasal dari sirine
berbentuk kepingan Compact Disc (CD) yang diberikan disetiap posko atau post
yang daya tangkapnya mencakup beberapa RW. Setiap akan dimulainya jam
belajar, maka CD tersebut akan diputar oleh petugasnya dari salah satu warga di
Kelurahan Jebres. Misalnya di wilayah RW 14 tanda atau suara sebagai
dimulainya jam belajar tersebut diletakkan di rumah Ketua RW 14 yang setiap
harinya ada petugas khusus untuk memonitoring tanda atau suara tersebut. Seperti
dalam penuturan ibu KV selaku warga sekaligus ketua RW 14 berikut:
“Setiap jam setengah tujuh biasanya ada tanda belajar mbak, tandanya itu
dibunyikan dari sini, itu nanti ada petugasnya yang setiap harinya
membunyikan tanda tersebut”. (W/KV/06/05/2011).
Selain di RW 14, suara atau tanda belajar juga terdapat di RW 23 dan 25.
Di wilayah RW 23 tanda atau suara dibunyikan di perpustakaan kelurahan, seperti
dalam penuturan bapak JK selaku ketua RW 23 berikut;
“Menawi mriki sirine belajar dibunyikan di perpustakaan kelurahan yang
gedungnya jadi satu sama gedung bulu tangkis itu mbak, setiap jam
setengah tujuh nanti sudah ada petugas yang membunyikannya”. (“Menawi
mriki sirine belajar dibunyikan di perpustakaan kelurahan yang gedungnya
jadi satu sama gedung bulu tangkis itu mbak, setiap jam setengah tujuh nanti
sudah ada petugas yang membunyikannya”.). (W/JK/19/04/2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Sedangkan untuk RW 25, pemberitahuan atau himbauan mengenai GWJB
diserukan lewat microfon masjid, karena mengingat jumlah CD yang dimiliki dari
pemberian pemerintah Kota terbatas hanya berjumlah 5 buah, jadi wilayah RW
yang tidak mendapat CD himbauan atau tanda belajar diserukan lewat microfon
masjid. Seperti dalam penuturan ibu RT selaku warga RW 25 berikut;
“Kalau di wilayah sini setiap jam belajar dimulai itu biasanya ada tanda
lewat halo-halo dari masjid mbak yang isinya himbauan”. (“Kalau di
wilayah sini setiap jam belajar dimulai biasanya ada tanda lewat seruan dari
masjid mbak yang isinya himbauan belajar”.). (W/RT/20/4/2011).
Penuturan para informan diatas diungkapkan pula oleh bapak JM selaku
ketua GWJB Kelurahan Jebres berikut;
“Awal dimulainya jam belajar diberi tanda atau suara yang dapat didengar
anak maupun orang tua di wilayahnya. Biasanya terdengar sirine sebagai
tanda belajar. Nah sirine atau tanda tersebut berasal dari CD yang diberikan
oleh Pemkot. Dulu Kelurahan Jebres diberi CD Pemkot CD sebanyak 5
buah, yang nantinya dibunyikan setiap jam belajar dimulai, yakni jam
setengah tujuh. Tempat pembunyiannya itu dipost-post. Disana ada petugas
yang bertugas membunyikannya. Nah bagi daerah yang tidak mendapat CD
biasanya pake microfon masjid. Tetapi sebenarnya suara sirine itu sudah
mencakup beberapa RW, soalnya keras.” (W/JM/18/04/2011).
Tanda atau suara tersebut dibunyikan pada pukul 18.30 WIB sebagai tanda
dimulainya jam wajib belajar bagi siswa dari tingkat pendidikan SD, SMP, SMA
serta SMK. Tanda tersebut berisikan himbauan kepada semua warga terutama
yang mempunyai anggota keluarga yang masih bersekolah dibangku pendidikan
SD, SMP, SMA dan SMK agar memulai belajar baik dirumah ataupun ditempat-
tempat pembelajaran yang telah disediakan disetiap daerah di Kelurahan Jebres,
seperti Taman Belajar yang terdapat di RW 14 dan RW 23. Selain himbauan agar
memulai kegiatan belajar, juga terdapat ajakan kepada warga agar mematikan
televisi, radio dan sejenisnya pada saat jam belajar berlangsung, serta diserukan
untuk orang tua agar mendampingi dan mengawasi anak pada saat jam belajar
berlangsung dan selanjutnya himbauan kepada lingkungan sekitar agar
mengkondisikan suasana tenang, tidak berisik sehingga kondusif untuk belajar.
Hal ini sesuai dengan penuturan beberapa informan, salah satunya bapak JK,
berikut penuturan beliau:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
“Sirine GWJB biasanya bunyi pukul setengah tujuh, isinya menghimbau
agar anak sekolah, ya SD, SMP, SMA atau SMK untuk memulai belajar,
Sedangkan untuk orang tua dihimbau agar mendampingi atau mengawasi
anaknya belajar, tidak ramai, tidak nonton sinetron, nonton gossip dan
sebagainya. (W/JK/19/04/2011).
Hal yang sama diungkapkan pula oleh ibu IA. Berikut penjelasannya
kepada peneliti:
“Kalau sirine belajar sudah berbunyi, berarti anak harus disuruh belajar,
orang tua segera mendampingi anak belajar, tv, radio dan sejenisnya
dimatikan, tidak berisik agar tidak mengganggu belajar anak”.
(W/IA/20/04/2011).
Himbauan-himbauan seperti mematikan televisi, radio. Mendampingi anak
belajar dirumah, peraturan jam malam seperti yang disebutkan di atas kemudian
dijadikan sebagai tata tertib atau peraturan GWJB. Peraturan atau tata tertib ini
berlaku untuk semua warga masyarakat, baik warga yang memiliki anak sekolah
maupun warga yang tidak memiliki anak sekolah dan ketika ditemukan warga
yang melanggar atau tidak mematuhi tata tertib tersebut saat jam belajar, maka
akan dikenakan sanksi moral berupa teguran, misalnya ada warga yang masih
menyalakan televisi saat jam belajar atau anak yang masih berkeliaran, bermain
dan tidak belajar saat jam belajar maka akan ditegur. Oleh masyarakat setempat
kemudian di setiap gang-gang, pos ronda dan gapura dikampung dipasang plakat
pemberitahuan mengenai GWJB. Hal ini merupakan sarana sosialisasi kepada
masyarakat agar masyarakat mengetahui bahwa daerah tersebut sebagai daerah
wajib belajar yang melaksanakan GWJB dan wajib dilaksanakan oleh semua
masyarakatnya. Hal ini terlihat dalam penuturan ibu RT selaku warga RW 25,
berikut penuturan ibu RT:
“Disini ada peraturan atau tata tertib mbak, setiap jam belajar atau tanda
belajar dibunyikan maka para orang tua disuruh mematikan TV, nggak
ramai, ndampingi anak’e belajar. Kalau nggak matuhi ya nanti kena
teguran….”.(“Disini ada peraturan atau tata tertib mbak, setiap jam belajar
atau tanda belajar dibunyikan maka para orang tua disuruh mematikan
televisi, tidak ramai, mendampingi anaknya belajar. Kalau tidak mematuhi
ya nanti kena teguran….”.). (W/RT/20/04/2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Ibu MR selaku warga RW 23 yang tidak memiliki anak sekolah
menambahkan pula bahwa peraturan atau tata tertib GWJB berlaku untuk semua
warga, baik yang memiliki anak sekolah maupun yang tidak memiliki anak
sekolah. Berikut penuturan ibu MR:
“Peraturannya kan seperti itu mbak, berlaku untuk semua warga termasuk
yang tidak punya anak sekolah seperti saya….”. (“Peraturannya kan seperti
itu mbak, berlaku untuk semua warga termasuk yang tidak punya anak
sekolah seperti saya….”). (W/MR/19/04/11).
Hal senada diungkapkan pula oleh bapak JM selaku ketua GWJB
Kelurahan Jebres. Berikut penuturan beliau:
“…..peraturan atau tata tertib ini berlaku untuk semua warga masyarakat,
baik warga yang memiliki anak sekolah maupun warga yang tidak memiliki
anak sekolah dan apabila ditemukan warga yang melanggar atau tidak
mematuhi tata tertib tersebut saat jam belajar, maka akan dikenakan sanksi
moral berupa teguran…..”.(W/JM/18/04/11).
Dikarenakan program GWJB merupakan program yang wajib
dilaksanakan kepada setiap siswa yang masih duduk dalam bangku sekolah maka
sebenarnya dalam pelaksanaannya terdapat unsur paksaan yang diterima oleh
anak dan orang tua tersebut, misalnya ketika jam belajar dimulai maka orang tua
harus mematikan televisi dan rela meninggalkan sinetron kegemarannya demi
mendampingi anak belajar agar anak menjadi berprestasi. Seperti yang
diungkapkan oleh ibu RT warga RW 25 berikut:
“Ya mau gimana lagi mbak, mau tidak mau ya harus dimatikan. Padahal
yahmono pas apik-apik’e, biasane nonton amira, tapi demi anak ya harus
dimatikan”. (“Ya mau gimana lagi mbak, mau tidak mau ya harus
dimatikan. Padahal jam segitu lagi bagus-bagusnya, biasanya nonton amira,
tapi demi anak ya harus dimatikan”.). (W/RT/20/04/11).
Hal serupa diungkapkan pula oleh ibu IA selaku warga RW 25. Berikut
penuturan ibu IA:
“Ya harus rela dimatikan mbak, biar anak bisa belajar. Ya demi kesuksesan
anak masak saya nggak ngalah. Nanti kalau sudah selesai belajarnya baru
tipi dinyalakan lagi”. (“Ya harus rela dimatikan mbak, agar anak saya bisa
belajar. Ya demi kesuksesan anak masa saya tidak mengalah. Nanti kalau
sudah selesai belajarnya baru televisi dinyalakan kembali”.).
(W/IA/20/04/2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Berbeda dengan ibu FC, meskipun kesuksesan anak menjadi tujuan utama,
tetapi kegemaran dalam menonton sinetron juga tidak bisa dikalahkan. Berikut
penuturan ibu FC:
“Ya nonton, anak kan belajarnya dikamar mbak, lagipula biasanya anak saya
belajarnya siang sepulang sekolah sama sore, belajar kan nggak harus pas
jam belajar kaya yang ditentukan”. (W/FC/29/04/2011).
Begitu pula dengan anak yang harus rela meninggalkan acara televisi
kegemarannya atau menghentikan bermain saat jam belajar dimulai. Mereka
terpaksa melakukan hal tersebut demi tujuan yang ingin dicapainya, yakni
kesuksesan dan prestasi belajar. Terlebih pada saat jam belajar acara televisi kian
menarik dan mereka harus rela mematikannya. Seperti yang diungkapkan oleh RS
selaku siswa kelas 3 SD berikut:
“Ya dimatikan tipinya sama ibuk, disuruh belajar. Kata ibuk biar jadi orang
pinter, abis selesai belajar boleh nonton tipi lagi tapi kan acaranya sudah
jelek-jelek. ibuk kuwi malah biasane yang nonton tipi, sinetron meneh”. (“Ya
dimatikan televisinya sama ibuk, disuruh belajar. Kata ibuk biar jadi orang
pinter, setelah selesai belajar boleh nonton televisi lagi tapi kan acaranya
sudah jelek-jelek. Ibu malah yang biasanya nonton televisi, sinetron lagi”.).
(W/RS/19/04/2011).
Hal senada juga diungkapkan oleh AN selaku siswa kelas 2 SMA. Berikut
penuturannya:
“Bapak sering mbak nyuruh belajar, bapak kan orangnya disiplin sama
peraturan, padahal kan saya juga sudah GD mbak, sudah tau kewajiban anak
sekolah ki belajar, tapi kan tidak harus saat jam belajar, kalau masih sore
malah tidak bisa belajar, tidak konsen, bisanya malam-malam. Pengennya
kalau masih sore itu ya kemana gitu dulu, kan masih anak muda, ngumpul
sama teman, atau nonton televisi dulu”). (W/AN/20/04/2011).
Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa pelaksanaan GWJB
terdapat unsur keterpaksaan yang dialami warga masyarakatnya, Hal ini dapat
terlihat dari pengakuan beberapa informan di atas, yang mendampingi anak
belajar, mematikan televisi atau mulai belajar pada jam belajar karena ada
peraturan yang mengaturnya dan sanksi bagi yang melanggarnya, meski
sebenarnya mereka sadar bahwa kesuksesan dan keberhasilan adalah tujuan
utama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Namun dalam perkembangannya, karena dirasa cukup besar manfaatnya
bagi siswa maupun orang tua, maka program GWJB yang awalnya terdapat unsur
paksaan dalam diri individu, sekarang menjadi hal kebiasaan di wilayah
Kelurahan Jebres. Masyarakat yang tadinya terpaksa menjadi terbiasa. Dukungan
yang diberikan dari warga sangat besar. Terbukti dengan adanya tim pelaksana
untuk melaksanakan kegiatan jam wajib belajar serta tim monitoring guna
mengantisipasi dalam pelaksanaan wajib jam belajar. Dukungan dan partisipasi
lain yang diberikan warga adalah dengan mengkondusifkan lingkungan sekitar
tempat tinggal mereka.
Usaha-usaha yang dilakukan agar program GWJB dapat berjalan dengan
lancar adalah dengan ikut berpartisipasi demi terlaksananya program wajib belajar
tersebut. Bentuk partisipasi yang diberikan warga adalah dengan mematikan
televisi, radio dan sejenisnya serta mengkondusifkan lingkungan tempat tinggal
mereka agar tercapai lingkungan yang kondusif untuk belajar. Selain itu,
dukungan dari Pemerintah Kota Surakarta dengan memberikan Compact disc
(CD) yang dijadikan tanda pada saat dimulainya jam wajib belajar dan pada saat
jam wajib belajar usai. Oleh Kelurahan Jebres kemudian membentuk Tim
monitoring dan tim evaluasi jam wajib belajar. Hal ini bertujuan untuk
mengoptimalkan jam wajib belajar tersebut. Setiap malam tim monitoring
melakukan sweeping dengan mendatangi setiap rumah warga yang memiliki anak
sekolah maupun yang tidak memiliki anak sekolah. Jika ditemui warga yang
masih menyalakan televisi saat jam belajar atau anak yang masih berkeliaran,
bermain dan tidak belajar saat jam belajar maka akan dikenakan sanksi berupa
teguran.
c. Perkembangan Pelaksanaan GWJB (Gerakan Wajib Jam Belajar) di
Kelurahan Jebres
Dalam perkembangannya, kedisiplinan pelaksanaan GWJB mulai
berkurang. Banyak daerah-daerah di Kelurahan Jebres yang sudah jarang
membunyikan tanda atau suara sebagai tanda dimulainya jam belajar serta jarang
tim monitoting yang melakukan sweeping ke rumah-rumah warga. Tim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
monitoring melakukan sweeping hanya pada saat-saat tertentu, hal ini sesuai
dengan penuturan informan RT yang mengungkapkan bahwa tim motitoring
sudah jarang memeriksa di lingkungannya serta himbauan dari masjid di
wilayahnya juga jarang diserukan. Berikut penuturan beliau:
“Halo-halo dari masjid sekarang sudah nggak kedengeran mbak, yang
meriksa belajar juga mboten mriki malih”. (“Pemberitahuan dari masjid
sekarang sudah terdengar lagi mbak, yang memeriksa belajar juga tidak
kesini lagi”.). (W/RT/20/04/2011).
Informan lain, yakni ibu FC juga mengungkapkan hal yang sama dengan
ibu RT:
“Sekarang tim yang biasanya datang kerumah-rumah untuk memeriksa
belajar sudah tidak kelihatan lagi”. (W/FC/29/04/2011).
Hal serupa juga ditambahkan oleh ibu IA. Sirine yang biasanya dia dengar
dari perpustakaan kelurahan maupun seruan dari masjid di wilayahnya sudah
jarang terdengar. Berikut penuturannya:
“Dulu suara sirinenya sering berbunyi, tetapi sekarang sudah jarang bahkan
hampir tidak terdengar lagi, bapak-bapak yang biasanya memeriksa saat jam
belajar berlangsung sudah jarang mendatangi rumah warga, tidak sesering
dulu, paling hanya pas anak-anak lagi ujian sekolah”.). (W/IA/20/04/2011).
Bapak JK membenarkan penuturan ibu IA di atas, bahwa memang sirine
yang ditempatkan di perpustakaan Kelurahan jarang didengar oleh warga karena
memang tidak dibunyikan dengan alasan kerusakan. Berikut penuturan beliau:
“Sirine yang di perpustakaan kelurahan memang tidak bisa dibunyikan
karena rusak, jadi nggih warga jarang mendengar sekarang”. (“Sirine yang
di perpustakaan kelurahan memang tidak bisa dibunyikan karena rusak, jadi
ya warga jarang mendengar sekarang”.). (W/JK/19/04/2011).
Begitu pula dengan RW 14 yang mengalami hal yang sama dengan
kerusakan sirine, sehingga warga jarang mendengar suara sirine tanda belajar. Hal
ini terlihat dalam penuturan ibu KV:
“Kemarin sirinenya memang rusak mbak, dan belum dibenahin. Jadi ya
warga jarang mendengar karena alatnya yang nggak bisa buat
membunyikan”. (W/KV/06/05/2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Meskipun dalam pelaksanannya mengalami penurunan kedisiplinan,
namun GWJB di Kelurahan Jebres masih tetap berjalan. Program GWJB di
Kelurahan Jebres bukan hanya sebuah program jam wajib belajar yang
dilaksanakan dirumah saja, tetapi GWJB merupakan gerakan wajib belajar yang
juga dilakukan dengan pembelajaran secara bersama disuatu tempat, yakni
ditempat-tempat yang telah disediakan oleh Kelurahan Jebres. Dalam
perkembangannya, pembelajaran secara bersama ini dilakukan dengan
mengadakan kerjasama dengan HOO HAP yakni perkumpulan etnis Tionghoa di
Surakarta. Kerjasama tersebut berupa program belajar bersama seperti belajar
kelompok yang ditampung dalam sebuah wadah bernama Taman Belajar. Dimana
anggotanya terdiri dari anak-anak warga Kelurahan Jebres maupun luar Kelurahan
Jebres sebagai sasaran belajar (yang diajar) dan tenaga pengajar yang berasal dari
HOO HAP sendiri maupun dari pihak Kelurahan Jebres, biasanya mahasiswa atau
mahasiswi UNS yang secara sukarela memberikan pembelajaran kepada siswa-
siswi yang belajar di taman belajar tersebut. Seperti yang terdapat di wilayah RW
14 dan RW 23, dimana terdapat taman belajar yang merupakan hasil kerjasama
dengan HOO HAP, mereka secara bersama mengadakan belajar kelompok untuk
siswa-siswi SD yang dibimbing oleh tenaga pengajar dari HOO HAP dan
mahasiswa- mahasiswi dari UNS.
Kegiatan belajar bersama di taman belajar tersebut dilaksanakan setiap
hari selasa dan jum’at pukul 18.30 s/d 20.30 WIB (waktu jam belajar). Dalam
pelaksanaannya siswa didik tidak dikenai biaya sedikitpun (gratis). Mahasiswa-
mahasiswi tersebut terdiri dari berbagai fakultas yang berada di UNS dan secara
bersama melakukan bimbingan belajar diwilayah RW 14 dan 23. Pelaksanaan
belajar bersama wilayah RW 14 dan sekitarnya bertempat di RW 14, yakni di
Gedung Serbaguna (untuk anak TK, SD kelas 1, 2 dan 3) dan TK Gaya Baru
(untuk SD kelas 3 keatas). Sedangkan untuk RW 23 dan sekitarnya bertempat di
RW 23, yakni di Perpustakaan Kelurahan (untuk SD kelas 1-6). Para orang tua
biasanya mengantarkan anaknya untuk belajar di taman belajar pada pukul 18.30
WIB, setelah itu ditinggal dan pada pukul 20.30 WIB baru dijemput kembali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Sedangkan untuk anak SMP dan SMA/ SMK biasanya belajar dirumah dengan
didampingi dan diawasi oleh orang tuanya masing-masing.
Manfaat adanya GWJB dirasa cukup besar bagi masyarakat, baik anak
maupun orang tua. GWJB memberikan banyak kontribusi seperti; meningkatkan
kedisiplinan dalam belajar, meningkatkan prestasi di sekolah, menumbuhkan
kesadaran orang tua dan putra-putrinya untuk belajar pada saat jam belajar,
meningkatkan partisipasi orang tua dalam mendampingi putra-putrinya saat
belajar, meningkatkan suasana kondusif bagi berlangsungnya proses
pembelajaran, mendukung kepedulian masyarakat untuk meningkatkan atau
melengkapi sarana dan prasarana belajar, memberdayakan seluruh komponen
masyarakat dan media untuk mendukung pelaksanaan GWJB. Selain itu, program
GWJB diharapkan mampu mencapai mewujudkan budaya belajar bagi masyarakat
untuk meningkatkan mutu pendidikan di Kota Surakarta. Seperti yang dirasakan
oleh informan IA sebagai berikut:
“GWJB banyak positifnya mbak, apalagi dalam menciptakan lingkungan
yang tenang, soalE sini kan lingkungan kos, jadi sering rame. Setelah ada
program GWJB rodo kacek, opo maneh pas jam belajar sepi”. (GWJB
memiliki banyak manfaat positifnya mbak, terutama dalam menciptakan
lingkungan yang tenang saat jam belajar, karena mengingat lingkungan
ditempat tinggalnya adalah daerah kost yang sering ramai. Namun setelah
diberlakukannya GWJB menjadi lebih tenang, terutama saat-saat jam
belajar”. (W/IA/20/04/2011).
Begitu pula dengan informan lain, yakni bapak JK yang juga merasakan
hal yang sma dengan ibu IA. Dalam penjelasannya bapak JK mendukung adanya
program GWJB ini, karena berdampak positif bagi anak maupun lingkungan
masyarakat. Berikut penjelasan beliau:
“Sangat mendukung, karena sangat bermanfaat bagi anak sekolah dalam
menciptakan budaya belajar, selain itu bagi masyarakat dapat tercipta
lingkungan yang kondusif dan tenang”. (W/JK/19/04/2011).
Sebagai langkah evaluasi, setiap tahunnya pihak Kelurahan Jebres
mengadakan Try Out untuk siswa SMK, SMA, SMP, dan siswa SD kelas VI, hal
ini sebagai langkah evaluasi mereka dalam program wajib jam belajar yang
diterapkan, serta upaya untuk mengakomodir kebutuhan soal-soal dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
persiapan menghadapi ujian nasional. Sedangkan untuk siswa yang belum
menempuh ujian nasional diadakan Lomba Cerdas Cermat (LCC) antar RW yang
diadakan 2 kali dalam setahun, biasanya pada saat liburan semesteran. Peserta
LCC adalah anak-anak SD dari seluruh warga Kelurahan Jebres kecuali anak
kelas 6. Semua kegiatan yang dilaksanakan mendapat biaya dari DPK (Dana
Pembangunan Kelurahan), sedangkan soal dibuat oleh LPMK dan tempat
pelaksanannya di aula kelurahan atau di perpustakaan kelurahan. Sebagai reward
agar anak terus semangat mengikuti kegiatan yang diadakan, panitia memberikan
rangking dan hadiah dari setiap pelaksanaan lomba kegiatan.
Untuk menjaga program GWJB tetap berjalan dengan baik, maka
dilakukan pertemuan RW setiap bulannya yang didalam pertemuan akan terdapat
evaluasi mengenai kondisi serta fungsi program apakah mengalami kemajuan
(progress) atau justru (regress) kemunduran.
1) Program GWJB yang diberlakukan kepada siswa-siswi SD
Program GWJB sangat menjangkau siswa-siswi SD karena dengan adanya
program wajib jam belajar tersebut dirasa sangat bermanfaat dan sangat dipatuhi
oleh siswa-siswi yang duduk di bangku SD. Dalam setiap pelaksanaanya yang
dimulai dengan tanda belajar, mereka sangat berantusias untuk segera belajar dan
biasanya para orang tua segera mematikan televisi atau sejenisnya agar kegiatan
belajar menjadi tenang, kemudian para orang tua segera mendampingi anak pada
saat belajar berlangsung. Namun apabila orang tua memiliki kesibukan, maka
tugas mendampingi atau mengawasi anak belajar akan digantikan oleh anggota
keluarga lain, sehingga anak tetap bisa belajar dan mengantisipasi apabila pada
saat belajar anak menemukan kesulitan sehingga ada yang bisa membantu. Hal ini
seperti yang diungkapkan ibu IA. Berikut penuturannya:
“Kalau saya sedang lagi ada kegiatan misalnya ada di hajatan tetangga dan
tidak bisa mendampingi anak belajar, biasanya digantikan oleh suami saya,
tetapi biasanya kakaknya mengajari adik-adiknya, misalnya yang SMP
ngajari yang SD kan pastinya bisa. Jadi si anak tetap belajar dan jika ada
kesulitan tetap ada yang ditanyai lalu diajari”. (W/IA/20/04/11).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
GWJB yang diadakan di wilayah RW 14 dan sekitarnya untuk siswa-siswi
yang duduk dibangku SD merupakan GWJB yang diadakan secara bersama di
taman belajar pada hari Selasa dan Jumat dengan dibimbing oleh mahasiswa-
mahasiswi dari UNS yang mereka secara sukarela memberikan pembelajaran
kepada siswa-siswi SD tersebut. Kegiatan belajar secara bersama dilakukan di
Gedung Serbaguna dan TK Gaya Baru. Untuk siswa-siswi TK dan kelas 1 sampai
kelas 3 bertempat di Gedung Serbaguna dan untuk siswa-siswi kelas 4 sampai
kelas 6 bertempat di TK Gaya Baru. Namun selain hari Selasa dan Jumat siswa-
siswi SD tersebut tetap belajar dirumah sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
Sedangkan di wilayah RW 23 dan sekitarnya, GWJB yang diadakan secara
bersama dijadikan satu dalam taman belajar yang bertempat di perpustakaan
kelurahan, dimana teknisnya sama dengan taman belajar di wilayah RW 14, hanya
saja jika belajar bersama yang dilaksanakan di perpustakaan kelurahan dijadikan
satu antara kelas 1 sampai kelas 6.
2) Program GWJB yang diberlakukan kepada siswa-siswi SMP
Untuk anak-anak usia SMP cenderung belajar sendiri secara mandiri tidak
didampingi lagi oleh orang tuanya, hal ini dikarenakan siswa SMP telah memiliki
kesadaran sendiri untuk belajar tanpa disuruh oleh orang tua. Orang tua biasanya
hanya mengawasi saja dengan tetap ada di rumah selama program GWJB ini
berlangsung, jika berhalangan maka anggota keluarga lain yang mengawasinya.
Seandainya anak mengalami kesulitan maka orang tua akan membantu meskipun
tidak mendampingi di sebelah sang anak.
Untuk di wilayah RW 14, anak-anak SMP tidak mengikuti belajar bersama
seperti anak-anak SD, mereka belajar di rumah masing-masing namun masih
mematuhi jam belajar 18.30 s/d 20.30 WIB. Orang tua akan mengkondusifkan
keadaan di rumah mereka dengan cara tidak membuat gaduh atau apapun yang
mengganggu konsentrasi anak mereka saat belajar. Saat belajar, anak akan masuk
ke ruang belajarnya kemudian televisi dan sejenisnya akan dimatikan oleh orang
tua mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Dalam penelitian apabila ditemui anak tidak mematuhi program belajar,
hal ini biasanya disebabkan oleh anak tersebut sakit atau ikut keluarganya yang
pergi. Selama program ini berlangsung tidak ada anak yang berusaha untuk tidak
mematuhi berjalannya program tersebut, hal ini dikarenakan lingkungan dan
orang tua yang berperan aktif mewujudkan lingkungan yang kondusif untuk
belajar.
3) Program GWJB yang diberlakukan kepada siswa-siswi SMA
Untuk anak ditingkat SMA, mereka mengaku bahwa program tersebut
belum berjalan lancar, meskipun mereka telah mengetahui program tersebut.
Seperti siswa SMP, siswa SMA telah memiliki kesadaran sendiri untuk mematuhi
program GWJB, mereka belajar tanpa didampingi oleh orang tua dan orang tua
hanya mengawasi saja, namun akan membantu jika diperlukan. Siswa tidak
didampingi oleh orang tuanya dikarenakan merasa sudah dewasa dan bisa belajar
sendiri. Siswa perempuan lebih memiliki kesadaran yang tinggi dibandingkan
siswa laki-laki dalam mematuhi program tersebut.
Di RW 14 dan 23 anak SMA tidak memiliki program belajar bersama
seperti halnya dengan anak SMP. Mereka mandiri belajar di rumah masing-
masing. Namun dalam pelaksanaannya biasanya siswa-siswi SMA kurang begitu
mematuhi jam belajar tersebut dan semakin berkembangnya teknologi zaman
sekarang ini berpengaruh pula terhadap partisipasi belajar siswa-siswi SMA,
biasanya mereka belajar di meja belajar yang berada di kamar mereka masing-
masing namun pada kenyatannya mereka kurang mengoptimalkan jam belajar
yang ada terbukti dengan mereka tetap bermain HP atau sejenisnya. Hal ini sesuai
dengan penuturan informan AG, salah satu warga RW 25 yang duduk di bangku
SMA;
“Saya kalau jam belajar ya belajar mbak, tapi nggak pasti jammya, biasanya
lebih malam karena lebih bisa masuk. Kalau belajar ya di kamar sendiri, dah
nggak diajari bapak ibuk lagi, ya malu wong wis GD og, kaya anak SD aja.
Tapi kalau belajar dikamar seringnya malah SMS’an ma temen, kadang
malah lupa belajarnya tau-tau bacut tidur. Sering sih ditegur bapak atau ibuk
nggak boleh maenan HP kalau lagi belajar….”. (W/AG/21/04/2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Namun pada sebagian siswa-siswi SMA yang tertib menggunakan jam
wajib belajar, mengaku terdapat manfaat yang dirasakan dalam kegiatan belajar
tersebut, misalnya dengan nilai ujian mereka yang mengalami peningkatan
meskipun hanya sedikit tetapi tetap ada peningkatan prestasi. Seperti penuturan
salah satu informan warga RW 14 bernama DW berikut;
“GWJB banyak manfaatnya mbak, belajar jadi lebih nyaman, suasananya
tenang, soalnya kan itu ada peraturannya mbak. Dulu kalau sedang belajar
lalu lingkungannya sering ramai sekali jadi tidak bisa belajar, apalagi sini
lingkungan kos, banyak mas-mas dan mbak-mbak kos yang ramai, ngomong
kencang-kencang, suaranya terkadang terdengar sampai sini. Sekarang kalau
ramai ada peraturannya, nanti di tegur pak RW, dengan begitu belajar jadi
lebih konsentrasi. Nilai ulangan saya Alhamdulillah mengalami
peningkatan. Bisa mempertahankan rangking”. (W/DW/21/04/2011).
4) Program GWJB yang diberlakukan kepada siswa-siswi SMK
Karena materi belajar SMK dan SMA berbeda maka cara belajarnya pun
berbeda, siswa SMK lebih banyak mengacu pada praktek. Namun siswa SMK
masih tetap mematuhi program GWJB tersebut. Mereka belajar sesuai dengan
kesadaran mereka, bahkan mereka juga belajar di waktu lain selain jam belajar
18.30 s/d 20.30 WIB. Pada saat jam belajar berlangsung biasanya siswa-siswi
SMK tidak didampingi oleh orang tua karena anak merasa sudah bisa belajar
sendiri. Hal ini terjadi karena si anak merasa sudah dewasa dan tidak perlu untuk
didampingi dan kecenderungan siswa-siswi SMK lebih pada materi praktek
mereka. Dan hampir sebagian besar orang tua sibuk atau jarang untuk
mendampingi anak belajar, bahkan tidak sama sekali. Dikarenakan mata pelajaran
antara siswa-siswi SMA berbeda dengan siswa-siswi SMK dimana siswa-siswi
SMK cenderung melakukan praktek dalam pembelajarannya sehingga waktu
belajar siswa-siswi SMK dirumah lebih sedikit jika dibandingkan dengan siswa-
siswi SMA. Seperti dalam penuturan LS, yakni pelajar kelas 3 SMK. Berikut
penuturannya:
“Saya sebenarnya kalau dirumah jarang belajar mbak,karena jurusan saya
tata busana. Paling kalau ada tugas ngetik, saya pergi ke rentalan. Soalnya
ditempat saya kebanyakan praktek dan bapak ibuk juga sudah tau jadi ya
jarang bahkan tidak menemani saya belajar apalagi juga sudah GD juga,
paling diawasi. Kadang saya belajar biar menjadi contoh adik-adik, kalau
nggak gitu adik saya nggak mau belajar”. (W/LS/21/04/2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
2. Peran Orang Tua dalam memberikan Motivasi Belajar Anak Pada
Pelaksanaan GWJB
a. Pandangan Orang Tua mengenai GWJB
Keberadaan Gerakan Wajib jam Belajar (GWJB) telah memberikan
dorongan bagi orang tua dalam memberikan motivasi belajar untuk anak. Hal ini
dapat dijelaskan dari pandangan informan mengenai GWJB. Salah satunya ibu IA,
beliau mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:
“GWJB itu program dari pemerintah yang mengajak warga untuk memiliki
budaya belajar pada saat jam belajar berlangsung”. (W/IA/20/04/2011).
Hal senada diungkapkan pula oleh ibu RT saat diberikan pertanyaan yang
sama:
“GWJB itu gerakan yang menyuruh anak belajar, dilarang bermain pas jam
belajar, televisi dimatikan dan nggak boleh berisik pas jam belajar”.
(“GWJB itu gerakan yang menyuruh anak belajar, dilarang bermain ketika
jam belajar, televisi dimatikan dan tidak boleh berisik ketika jam belajar”.).
(W/RT/20/04/2011).
Menurut ibu RT dan ibu IA GWJB merupakan program dari pemerintah
yang mengajak warga masyarakat untuk memiliki budaya belajar saat jam belajar
berlangsung, dimana pada saat jam belajar semua anak yang masih sekolah
dihimbau untuk segera belajar bukan bermain, menciptakan suasana yang
kondusif untuk belajar dengan mematikan televisi dan menjaga ketenangan
lingkungan. Pernyataan ibu IA dan ibu RT semakin diperjelas oleh bapak JM
selaku ketua GWJB di Kelurahan Jebres, beliau mengungkapkan bahwa GWJB
merupakan gerakan yang mempresentasikan dukungan pemerintah terhadap
pendidikan yang berasal dari bawah. Berikut penjelasannya:
“GWJB merupakan sebuah gerakan yang mempresentasikan dukungan
pemerintah terhadap pendidikan. Dinamakan gerakan karena berasal atau
tumbuh dari masyarakat yang kemudian oleh pemerintah bersama
masyarakat dijadikan sebagai program yang mendukung pelaksanaan belajar
dan kemudian dilaksanakan bersama.”(W/JM/18/04/2011).
Meski dengan penjelasan yang cukup singkat ibu SR berpendapat bahwa
GWJB merupakan himbauan belajar. Berikut penjelasan ibu SR secara ringkas:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
“Kulo mboten ngertos mbak, namung sak ngerti kulo nggih GWJB itu
program yang menyuruh belajar”. (“saya tidak tahu mbak, hanya setahu
saya ya GWJB itu program yang menyuruh belajar”.) (W/SR/07/05/2011).
Informan lain, yakni bapak JK menjelaskan bahwa GWJB adalah gerakan
positif dalam hal pendidikan. Berikut penuturan beliau:
“GWJB adalah gerakan yang menciptakan budaya belajar yang bagus
dengan membuat lingkungan yang tenang, menyuruh anak belajar yang
dilakukan pada jam-jam belajar yakni jam 18.30 s/d 20.30 WIB”.
(W/JK/19/04/2011).
Hal ini senada dengan penuturan ibu KV, menurut beliau GWJB adalah
hal yang sangat bermanfaat untuk anak sekolah pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya. Berikut penjelasannya:
“GWJB adalah program yang sangat bermanfaat untuk anak sekolah karena
dapat meningkatkan kemauan belajar anak sehingga prestasi belajarnya
meningkat, sedangkan untuk masyarakat juga terasa manfaatnya yakni
tercipta lingkungan yang tenang, aman dan tenteram, karena semuanya
saling menjaga”. (W/KV/06/05/2011).
Namun sedikit berbeda dengan ibu FC yang berpendapat bahwa GWJB
hanyalah sekedar himbauan dari pemerintah. Berikut penjelasannya:
“GWJB itu himbauan dari Pemerintah untuk mensukseskan jam belajar, tapi
itu hanya sebatas himbauan saja mbak, kenyatannya ya sama aja sebelum
dengan sesudah adanya GWJB. Toh belajar itu kan nggak hanya pas jam
belajar yang ditetapkan saja, tapi bisa kapan saja dan dimana saja”.
(W/FC/29/04/2011).
Dari pendapat yang telah disampaikan, maka dapat disimpulkan bahwa
pandangan orang tua mengenai GWJB merupakan salah satu program kepedulian
Pemerintah dalam memberikan dukungan terhadap pendidikan masyarakat,
khususnya kepada anak usia sekolah dengan menciptakan budaya belajar. Bagi
sebagian masyarakat Kelurahan Jebres GWJB memiliki nilai positif karena
mensosialisasikan perkembangan terlaksananya budaya belajar, namun bagi
sebagian masyarakat lainnya GWJB tidak begitu dirasakan karena menurutnya
belajar tidak hanya dilakukan saat jam belajar saja, tetapi setiap saat, kapanpun
dan dimanapun. GWJB sangat bermanfaat bagi pengembangan pendidikan anak-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
anak, karena dengan adanya GWJB dapat melatih disiplin anak untuk belajar serta
dapat menghindarkan pengaruh perkembangan anak dari hal-hal yang negatif.
b. Alasan Orang Tua Memberikan Motivasi Belajar Anak
Motivasi belajar merupakan usaha yang disadari untuk mempengaruhi
tingkah laku seseorang agar tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu
yaitu dalam belajar, sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu, yakni hasil
belajar. Dengan adanya motivasi seseorang dapat terdorong atau tergerak dalam
mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Begitu pula dengan motivasi belajar.
Motivasi belajar dapat memunculkan semangat untuk mencapai kesuksesan dalam
belajar. Banyak orang tua yang memberikan motivasi kepada anaknya saat belajar
karena dilatarbelakangi atau didorong oleh faktor dan tujuan tertentu. Berikut
adalah penjelasan beberapa informan mengenai kondisi tersebut:
Ibu IA merupakan seorang ibu yang selalu memberikan motivasi belajar
untuk ke empat anaknya yang masih bersekolah dengan tujuan agar anaknya dapat
tekun dan giat belajar sehingga menjadi orang yang sukses. Berikut penuturan ibu
IA:
“Setiap jam belajar dimulai, saya selalu berusaha mendampingi atau
mengawasi anak belajar, jika perlu TV saya matikan, dengan begitu anak
akan semangat belajar, saya pengen besuk anak-anak saya jadi orang sukses
semua”. (W/IA/20/04/2011).
Hal senada juga diungkapkan oleh ibu RT yang berusaha memberikan
berbagai fasilitas pendidikan yang lengkap untuk anaknya agar si anak
bersemangat dalam belajar. Berikut penuturaanya:
“Ya apa yang diminta anak saya untuk keperluan sekolah kalau bisa yang
namanya orang tua ya berusaha memberikannya, biar anak itu semangat
belajar sama sekolahnya mbak, kemaren pas mau masuk sekolah minta apa-
apa baru ya saya kasih, buku, serangam, pulpen, sepatu, tas, semuanya
baru”. (W/RT/20/04/2011).
Dari pernyataan ibu IA dan ibu RT tersebut, mereka memberikan motivasi
belajar pada anaknya agar anaknya semangat dalam belajar, sehingga menjadi giat
dan tekun dalam belajar. Dengan harapan ketekunannya dalam belajar tersebut
dapat menjadikan kesuksesan dimasa mendatang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Meski dengan tujuan yang sama, yakni kesuksesan anak, informan lain
yaitu bapak JK memberikan alasan bahwa beliau memberikan motivasi belajar
pada anaknya karena memang sudah kewajibannya sebagai orang tua. Berikut
penuturan beliau:
“Sudah menjadi kewajiban sebagai orang tua, ya kalau anak pas belajar ya
saya mendampinginya, kalau tidak ya biasanya istri saya. Soalnya kalau
tidak didampingi biasanya cuma maen-maen, jadi biar mau belajar ya harus
didampingi atau diawasi”. (W/JK/19/04/2011).
Alasan kewajiban sebagai orang tua dalam memberikan motivasi belajar
kepada anak diakui pula oleh ibu SR. Beliau menjelaskan sudah seharusnya
sebagai orang tua mendukung anak dalam meraih cita-citanya, termasuk
memberikan motivasi saat anak belajar. Alasan tersebut yang membuat ibu SR
memberikan hadiah ketika anaknya mendapat rangking pertama di kelas. Karena
dengan pemberian hadiah tersebut dapat mendorong anaknya untuk semangat
belajar. Berikut penjelasan ibu SR:
“Sebagai orang tua selain membatu doa ya menyemangatinya saat belajar,
itu kan sudah menjadi kewajiban kita sebagai orang tua. Kadang biar anak
semangat belajar saya menjanjikannya hadiah kalau bisa rangking pertama
mbak, meskipun hadiahnya hanya hal kecil, misalnya dibelikan buku baru
atau tempat pensil baru, meskipun sederhana. tapi sudah membuat anak jadi
semangat belajar”. (W/SR/06/05/2011).
c. Peran Orang Tua dalam memberikan Motivasi Belajar Anak Pada
Pelaksanaan GWJB
Pada dasarnya anak lahir dan berkembang di tengah-tengah kehidupan
keluarga. Seorang anak juga akan mengalami proses sosialisasi pendidikan di
dalam lingkungan keluarga, khususnya orang tua sebagai pendidik pertama dan
utama. Orang tua terdiri dari 2 unsur, yakni ibu dan bapak. Mereka adalah orang
yang memusatkan perhatian pada anak. Mereka adalah orang yang pertama
bertanggungjawab terhadap kesejahteraan anak. Orang tua tanpa perintah, secara
alami akan melakukan tugas sebagai pendidik, baik yang bersifat sebagai
pemelihara, pembimbing, pengasuh, pembina maupun sebagai guru dan sebagai
pemimpin bagi anak-anaknya. Anak akan menyerap apa yang telah diteladani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
orang tuanya dan akan menerima segala norma maupun nilai yang diajarkan orang
tua.
Salah satu peran orang tua terhadap anak adalah sebagai motivator, yakni
memberikan motivasi kepada anak, terutama dalam mencapai tujuan atau tahapan
tertentu, yaitu dalam mencapai kesuksesan dan prestasi anak. Orang tua akan
berperan aktif untuk menunjang keberhasilan anak. Hal ini bisa dicapai dengan
bagaimana peran orang tua dalam memberikan motivasi terhadap anaknya agar
mencapai keberhasilan tersebut, salah satunya adalah dengan memberikan
motivasi belajar. Pemberian motivasi belajar orang tua kepada anak sangat
diperlukan, dengan motivasi inilah anak menjadi tekun dan bergairah dalam
proses belajar, sehingga kualitas hasil belajar akan meningkat. Anak yang
diberikan motivasi belajar dalam proses belajar pasti akan mengalami
keberhasilan.
Motivasi berhubungan dengan suatu tujuan. Motivasi dapat mendorong
manusia untuk berbuat, yakni sebagai penggerak atau motor yang melepaskan
energi. Dalam hal ini motivasi yang diberikan orang tua dapat mendorong anak
disetiap kegiatan yang akan dikerjakan, misalnya pemberian motivasi belajar agar
anak mau belajar dengan giat. Motivasi dapat menentukan arah perbuatan, yakni
arah tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal ini motivasi yang diberikan orang tua
dapat memberikan arah dan kegiatan anak yang harus dikerjakan sesuai dengan
rumusan tujuannya. Dengan demikian, motivasi dapat mempengaruhi adanya
kegiatan. Kemudian dalam hubungannya dengan kegiatan belajar yang terpenting
adalah bagaimana orang tua menciptakan kondisi atau suatu proses yang
mengarahkan anak untuk melakukan aktivitas belajar. Sesuai dengan keadaan
yang ada di Kelurahan Jebres, dalam kaitannya dalam gerakan wajib jam belajar,
peran orang tua dalam mengimbangi jam belajar anak adalah sebagai berikut:
1) Menciptakan iklim rumah yang mendukung anak untuk belajar
Keberhasilan belajar juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar diri
anak, baik faktor fisik maupun sosial-psikologis yang berada pada lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
utama dalam pendidikan anak. Orang tua yang merupakan unsur dari keluarga
menjadi lingkungan pertama dalam memberikan motivasi belajar kepada anak
karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapat pendidikan dan
bimbingan. Selain itu, dikatakan lingkungan yang terutama karena sebagian besar
dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga. Sehingga pendidikan yang paling
banyak diterima oleh anak adalah di keluarga. Dalam hubungannya dengan
gerakan wajib jam belajar. Orang tua selalu dituntut untuk memberikan motivasi
belajar anak saat jam belajar berlangsung karena mengingat bahwa orang tua
adalah pendidik pertama dan utama serta keberadaan anak di lingkungan rumah
lebih besar dari pada di luar rumah. Oleh karena itu, peran orang tua dalam
memberikan motivasi belajar anak sangatlah penting.
Berdasarkan penelitian di Kelurahan Jebres, beberapa informan
menuturkan bahwa memberikan motivasi belajar kepada anak saat jam belajar
berlangsung dapat dilakukan dengan menciptakan iklim rumah yang mendukung
anak untuk belajar. Salah satunya adalah ibu IA, yang berusaha menciptakan
lingkungan tenang saat belajar agar tidak mengganggu sang anak belajar, hal ini
dia lakukan dengan cara mematikan televisi saat jam belajar berlangsung. Berikut
penuturan beliau:
“Ketika anak belajar, televisi saya matikan mbak, biar anak nggak keganggu
belajarnya”. (W/IA/20/04/2011).
Hal senada juga diungkapkan oleh bapak JK. Beliau yang selalu disiplin
menarapkan jam belajar untuk anak-anaknya juga mematikan televisi ketika jam
belajar dimulai agar sang anak bisa lebih tenang dalam belajar, selain itu bapak JK
juga melarang istrinya mengobrol dengan tetangganya saat jam belajar
berlangsung atau menonton televisi melainkan menyuruh istrinya agar
mendampingi atau mengawasi anaklnya belajar. Hal ini dilakukannya sebagai
bentuk dukungan agar tercipta lingkungan yang kondusif untuk belajar
dirumahnya. Berikut penuturan beliau:
“Kalau pas anak lagi belajar ya TV harus dimatikan, istri saya juga saya
suruh pulang kalau jagongan kalih tonggo-tonggo…..”. (“Ketika anak lagi
belajar ya TV harus dimatikan, istri saya juga saya suruh pulang kalau
ngobrol dengan tetangga….”.). (W/JK/19/04/2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Bapak JK juga menambahkan, beliau berusaha untuk tidak menganggu
anaknya belajar dengan pergi mencari angin diluar dan setelah jam belajar selesai
baru pulang untuk menyalakan televisi atau radio:
“….daripada mengganggu anak saya belajar kadang ya keluar sekedar
mencari angin, wedangan di hik… (“….daripada mengganggu anak saya
belajar kadang ya keluar sekedar mencari angin, makan minum di hik….”.).
(W/JK/19/04/2011).
Ibu RT melakukan hal yang sama pula dengan ibu IA dan bapak JK yang
mematikan televisi saat jam belajar berlangsung. Berikut penuturan beliau:
“Ya dimatikan agar anak mau belajar, nggak ikut-ikutan nonton TV”.
(W/RT/20/04/2011).
Dari penuturan ibu RT diatas, beliau berusaha mematikan televisi saat jam
belajar supaya si anak bisa belajar dan tidak ikut-ikutan menonton televisi.
Sebagai ibu rumah tangga layaknya ibu-ibu lain yang suka melihat sinetron, ibu
RT juga tidak mau meninggalkan sinetronnya, namun juga tidak meninggalkan
kewajibannya sebagai orang tua dalam mendampingi anak belajar. Hal ini dia
lakukan dengan memberlakukan jam belajar untuk anaknya lebih awal, sehingga
ketika anakya selesai belajar beliau dapat menonton sinetron kegemarannya.
Berikut penuturan beliau:
“Biasanya jam belajar kan jam setengah tujuh mbak, tapi anak saya tak suruh
belajar, biasanya sore udah mulai belajar. Jadi kan nanti selesainya lebih
awal, jam tujuh biasanya sudah capek, abis selesai baru bisa nonton tipi,
sinetronnya juga tidak ketinggalan”. (W/RT/20/04/2011).
Selain itu, ibu RT juga menambahkan, agar anaknya memiliki kemauan
untuk belajar, beliau memiliki cara memfasilitasi rumahnya dengan sarana belajar.
Dengan begitu anaknya akan memiliki semangat belajar. Berikut penuturan
beliau:
“Dikamarnya saya belikan meja belajar, buku, pensil, crayon, tas baru saya
belikan agar semangat belajar”. (W/RT/20/04/2011).
Begitu pula dengan ibu FC yang memberlakukan jam belajar dikeluarganya
tidak hanya pada pukul 18.30 s/d 20.30 WIB, melainkan kapan saja dan dimana
saja, karena baginya belajar tidak harus dipatok oleh waktu dan kebetulan anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
ibu FC memiliki kebiasaan belajar sepulang sekolah dan sore hari, sehingga pada
malam harinya anak bebas bermain atau menonton televisi asalkan sudah belajar
dan tugas (PR) sudah diselesaikan. Berikut penuturan beliau:
“Dikeluarga saya belajar tidak harus pas jam belajar mbak, kapan saja boleh.
Biasanya anak-anak belajar sepulang sekolah mengerjakan PR lalu tidur
siang, sorenya belajar lagi buat pelajaran besuk. Kalau saya bermain atau
menonton televisi kapan saja boleh asal sudah mengerjakan PR dan sudah
belajar buart pelajaran besuk”. (W/FC/29/04/2011).
Dari pernyataan para informan di atas, cara orang tua dalam memberikan
memotivasi belajar anak dilakukan dengan menciptakan iklim rumah yang
mendukung anak dalam belajar. Lingkungan yang kondusif dan tenang dapat
membantu anak dalam belajar. Orang tua juga dapat menyediakan berbagai
perlengkapan yang dapat mendukung anak untuk belajar. Dengan demikian,
semangat anak untuk belajar akan muncul dan tujuan dapat dicapai yakni
kesuksesan dan prestasi belajar.
2) Menyediakan waktu yang cukup untuk terlibat dalam kegiatan belajar
anak
Selain menciptakan iklim rumah yang dapat mendukung anak untuk
belajar, interaksi orang tua dengan anak juga dapat meningkatkan motivasi belajar
anak. Dari beberapa informan di Kelurahan Jebres, memotivasi belajar anak
dilakukan dengan menemani anak belajar. Salah satunya adalah ibu RT yang
selalu berusaha menemani anaknya belajar agar si anak memiliki keinginan dan
semangat untuk belajar. Berikut penuturan beliau:
“Saat anak saya belajar sebisa mungkin saya tunggui mbak, biar anak mau
belajar dan nggak main-main”. (W/RT/20/04/2011).
Hal senada juga diungkapkan pula oleh bapak JK yang selalu memberikan
motivasi pada anak-anaknya dengan mendampingi atau mengawasi anaknya
belajar. Bahkan ketika beliau memiliki kepentingan atau sedang tidak bisa
mendampingi anak belajar, maka kewajiban mendampingi anak belajar digantikan
oleh istrinya. Berikut penuturan bapak JK:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
“Saat belajar ya saya dampingi, tapi kalau yang besar kan biasanya
belajarnya didalam kamar, jadi ya cukup diawasi aja, ndak ketunggul
dolanan HP mbak. Kalau saya lagi ada keperluan biasanya digantikan istri
saya”. (“Saat belajar ya saya dampingi, tapi kalau yang besar kan biasanya
belajarnya didalam kamar, jadi ya cukup diawasi aja, biar tidak keterusan
mainan HP mbak. Kalau saya lagi ada keperluan biasanya digantikan istri
saya”.). (W/JK/19/04/2011).
Informan lain, yakni ibu IA juga mengungkapkan hal yang sama dengan
ibu RT dan bapak JK, yakni berusaha mendampingi anak saat belajar serta
menunjukkan perhatian terhadap kegiatan belajar anak dengan menanyakan
bagaimana kegiatan belajar disekolah tadi, bagaimana hasil ulangan kemarin
apakah ada kesulitan, serta ada hal menarik atau masalah apa di sekolah. Dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut beliau telah menunjukkan perhatian
terhadap kegiatan belajar anak, sehingga anak merasa diperhatikan dan terdapat
motivasi dalam dirinya untuk terus belajar. Berikut penjelasan ibu IA:
“Setiap anak belajar saya berusaha menemaninya, terutama yang masih kecil,
kalau tidak bisa ya digantikan bapak atau kakak-kakakya. Selain itu setiap
hari saya juga menanyakan hal-hal disekolah mbak, seperti bagaimana
ulangan tadi, apa ada kesulitan dan sebagainya agar anak merasa diperhatikan
mbak dan terus dimotivasi”. (W/IA/20/04/2011).
Menunjukkan perhatian terhadap kegiatan belajar anak juga dilakukan oleh
ibu FC. Selain itu ibu FC juga mengungkapkan bahwa dirinya harus bisa menjadi
partner anak dalam belajar dengan menunjukkan sikap yang hangat dan positif
terhadap anak, misalnya dengan tidak memarahi anak ketika mendapat nilai jelek
atau anak tidak dapat mengerjakan PR-nya dengan baik. Berikut penuturan beliau:
“Kalau anak mendapat nilai jelek ya jangan dimarahi, itu nanti bisa membuat
anak menjadi terkekang. Prinsip saya dalam belajar saya harus bisa menjadi
partner anak. Dengan menanyakan apakah tadi di sekolah ada kesulitan itu
kan sudah menunjukkan perhatian ke anak dan anak dengan sendirinya akan
cerita dengan senang mbak”. (W/FC/29/04/2011).
Selain menjadi partner bagi anak dalam belajar, memotivasi anak dalam
belajar juga dapat dilakukan dengan memberikan bantuan ketika anak
menghadapi kesulitan. Beberapa informan di Kelurahan Jebres salah satunya ibu
RT mengungkapkan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
“Kalau anak ada yang tidak tahu ya saya ajari mbak biasnya berhitung saya
ajari tambah-tambahan, pengurangan, nanti kalau sudah bisa saya beri soal”.
(W/RT/20/04/2011).
Ibu IA juga melakukan hal yang sama denganibu RT yakni mengajari
anaknya ketika anaknya mengalami kesulitan dalam belajar. Sedangkan ibu SR
memiliki cara yang berbeda. Beliau menuturkan tidak tahu menahu dengan
pelajaran anak sekolah jaman sekarang yang terlalu karena keterbatasan ilmu
pengetahuan, beliau memilih untuk menyuruh atau mengantarkan anaknya ke
taman belajar, sehingga ketika anaknya mengalami kesulitan belajar bisa
ditanyakan ke guru yang mengajarinya di taman belajar tersebut. Berikut
penjelasan ibu SR:
“Kadang menawi anak kulo tanglet pelajaran seng mboten saget kulo nggih
mboten saget njawab, lha pelajaran anak-anak sekolah jaman sakniki angel-
angel, dadi ya mending kulo ken belajar nopo kulo terke teng taman belajar
mawon mbak, kajenge diajari guru-gurune teng mriku”. (Kadang kalau anak
saya tanya pelajaran yang sulit, saya juga tidak bisa menjawab, lha pelajaran
anak-anak sekolah jaman sekarang sulit-sulit. Jadi ya mending saya suruh
belajar atau saya antar ke taman belajar biar diajari guru-gurunya disana”.).
(W/SR/06/05/2011).
Dari pernyataan para informan di atas, memberikan motivasi belajar
kepada anak juga dilakukan dengan menyediakan waktu yang cukup untuk terlibat
dalam kegiatan belajar anak, seperti mendampingi anak belajar, menjadi partner
anak dalam belajar dengan menunjukkan sikap yang hangat dan positif terhadap
anak, serta memberikan bantuan ketika anak mengalami kesulitan dalam belajar.
3) Memberikan penghargaan atau respon positif terhadap setiap prestasi
anak
Peran orang tua dalam memberikan motivasi belajar anak juga dapat
dilakukan dengan memberikan penghargaan atau respon positif terhadap setiap
prestasi anak. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa informan
menuturkan dengan memberikan hadiah atau pujian menjadikan anak merasa
lebih dihargai dan lebih termotivasi untuk melakukan semangat belajar. Seperti
dalam penuturan ibu FC berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
“Saya dan bapaknya anak-anak biasanya menjanjikan pada anak-anak kalau
bisa dapat juara dan mempertahankan juara di sekolahnya akan saya berikan
hadiah, dengan begitu biasanya mereka termotivasi untuk belajar giat mbak”.
(W/FC/29/04/2011).
Begitu pula dengan ibu SR yang menjanjikan anaknya dengan hadiah ketika
mendapatkan juara di sekolah, dengan begitu akan membuat si anak untuk
semangat dalam belajar. Berikut penuturan ibu SR:
“Biasanya saya janjikan kalau bisa rangking di kelas, saya belikan buku,
disgrip nopo tas baru mbak, biar anak semangat belajar”. (“Biasanya saya
janjikan kalau bisa rangking di kelas, saya belikan buku, tempat pensil atau
tas baru mbak, biar anak semangat belajar”.). (W/SR/06/05/2011).
Berdasarkan penuturan di atas, dengan memberikan hadiah para orang tua
yakin hal tersebut bisa memicu atau menjadi morivasi bagi anak untuk semangat
atau giat belajar, meskipun dengan hadiah yang sederhana.
4) Mendidik anak secara demokratis
Kontrol yang terlalu ketat terhadap anak dapat mematikan motivasi anak.
Secara umum, motivasi anak cenderung meningkat ketika orang tua mengizinkan
anak untuk membuat keputusan sendiri, memperhatikan kebutuhan dan perasaan
anak, serta menyediakan pilihan dan alternatif kepada anak. Mengkomunikasikan
harapan dan keinginan orangtua kepada anak dalam bentuk saran, dan bukan
dalam bentuk perintah. Begitu pula dengan yang dilakukan oleh salah satu
informan yakni ibu FC yang selalu berusaha mendidik anak secara demokratis, hal
ini terlihat ketika beliau memperbolehkan anak untuk bermain atau menonton
televisi kapan saja asalkan si anak sudah belajar dan sudah mengerjakan PR.
Berikut penuturan beliau:
“Saya tidak pernah mengekang anak, mereka mau bermain atau menonton
TV kapan saja boleh asal sudah belajar dan mengerjakan PR”.
(W/FC/29/04/2011).
Begitu pula dengan bapak JK yang tidak mengekang anak dalam memilih
jurusan di sekolahnya agar si anak tetap semangat belajar dan semangat dalam
meraih cita-cita. Berikut penuturan bapak JK:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
“Dulu ketika penjurusan anak saya yang pertama saya suruh masuk IPA dan
kebetulan masuk IPA tetapi setelah di IPA tidak semangat belajar, setelah itu
saya serahkan keanak mau memilih jurusan apa, daripada tiap hari tidak
semangat, lalu dia pindah ke IPS, kalau maunya anak gitu ya mau gimana
lagi, yang penting anak semangat belajar dan cita-citanya tercapai”.
(W/JK/19/04/2011).
3. Kesimpulan Hasil Temuan di Lapangan
Berdasarkan deskripsi penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka hasil
temuan penelitian yang didapatkan oleh peneliti di lapangan adalah sebagai
berkut:
a. Implementasi GWJB (Gerakan Wajib Jam Belajar) di Kelurahan Jebres,
Kecamatan Jebres, Surakarta
Pelaksanaan GWJB di Kelurahan Jebres sudah ada sejak 5 sampai 6 tahun
yang lalu, mulai dari tahun 2005 sampai sekarang. Pelaksanaan GWJB di
Kelurahan Jebres bisa berlangsung sampai saat ini karena adanya sosialisasi
kepada masyarakat. Sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat melalui
langkah berikut:
1) Pemberitahuan lewat spanduk dan selebaran
2) Pemberitahuan lewat pertemuan di RW, Kelurahan maupun Kecamatan
3) Pemberitahuan lewat plakat yang ada di setiap gang, gapura dan pos ronda di
kampung-kampung
4) Pemberitahuan lewat sirine atau tanda belajar
Teknis pelaksanaan GWJB dimulai dengan adanya tanda atau suara yang
dapat didengar siswa atau orang tua agar dapat memulai belajar dengan baik pada
pukul 18.30 WIB. Suara atau tanda tersebut berasal dari sirine berbentuk kepingan
Compact Disc (CD) yang diberikan disetiap posko atau post yang daya
tangkapnya mencakup beberapa RW. Setiap akan dimulainya jam belajar, maka
CD tersebut akan diputar oleh petugasnya dari salah satu warga di Kelurahan
Jebres. Seperti wilayah RW 14, dimana tanda atau suara sebagai dimulainya jam
belajar tersebut diletakkan di rumah Ketua RW 14 yang setiap harinya ada
petugas khusus untuk memonitoring tanda atau suara tersebut. Selain RW 14,
suara atau tanda belajar juga terdapat di RW 23 dan 25. Di wilayah RW 23 tanda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
atau suara dibunyikan di perpustakaan kelurahan. Sedangkan untuk RW 25,
pemberitahuan atau himbauan mengenai GWJB diserukan lewat microfon masjid,
karena mengingat jumlah CD yang dimiliki dari pemberian pemerintah Kota
terbatas hanya berjumlah 5 buah, jadi wilayah RW yang tidak mendapat CD
himbauan atau tanda belajar diserukan lewat microfon masjid.
Tanda atau suara tersebut dibunyikan pada pukul 18.30 WIB sebagai tanda
dimulainya jam wajib belajar bagi siswa dari tingkat pendidikan SD, SMP, SMA
serta SMK. Tanda tersebut berisikan himbauan kepada semua warga terutama
yang mempunyai anggota keluarga yang masih bersekolah dibangku pendidikan
SD, SMP, SMA dan SMK agar memulai belajar baik dirumah ataupun ditempat-
tempat pembelajaran yang telah disediakan disetiap daerah di Kelurahan Jebres,
seperti Taman Belajar yang terdapat di RW 14 dan RW 23. Selain himbauan agar
memulai kegiatan belajar, juga terdapat ajakan kepada warga agar mematikan
televisi, radio dan sejenisnya pada saat jam belajar berlangsung, serta diserukan
untuk orang tua agar mendampingi dan mengawasi anak pada saat jam belajar
berlangsung dan selanjutnya himbauan kepada lingkungan sekitar agar
mengkondisikan suasana tenang, tidak berisik sehingga kondusif untuk belajar.
Himbauan-himbauan seperti mematikan televisi, radio. Mendampingi anak
belajar dirumah, peraturan jam malam seperti yang disebutkan di atas kemudian
dijadikan sebagai tata tertib atau peraturan GWJB. Peraturan atau tata tertib ini
berlaku untuk semua warga masyarakat, baik warga yang memiliki anak sekolah
maupun warga yang tidak memiliki anak sekolah dan ketika ditemukan warga
yang melanggar atau tidak mematuhi tata tertib tersebut saat jam belajar, maka
akan dikenakan sanksi moral berupa teguran, misalnya ada warga yang masih
menyalakan televisi saat jam belajar atau anak yang masih berkeliaran, bermain
dan tidak belajar saat jam belajar maka akan ditegur. Oleh masyarakat setempat
kemudian di setiap gang-gang, pos ronda dan gapura dikampung dipasang plakat
pemberitahuan mengenai GWJB. Hal ini merupakan sarana sosialisasi kepada
masyarakat agar masyarakat mengetahui bahwa daerah tersebut sebagai daerah
wajib belajar yang melaksanakan GWJB dan wajib dilaksanakan oleh semua
masyarakatnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Dikarenakan program GWJB merupakan program yang wajib
dilaksanakan kepada setiap siswa yang masih duduk dalam bangku sekolah maka
sebenarnya dalam pelaksanaannya terdapat unsur paksaan yang diterima oleh
anak dan orang tua tersebut, misalnya ketika jam belajar dimulai maka orang tua
harus mematikan televisi dan rela meninggalkan sinetron kegemarannya demi
mendampingi anak belajar agar anak menjadi berprestasi. Namun dalam
perkembangannya, karena dirasa cukup besar manfaatnya bagi siswa maupun
orang tua, maka program GWJB yang awalnya terdapat unsur paksaan dalam diri
individu, sekarang menjadi hal kebiasaan di wilayah Kelurahan Jebres.
Masyarakat yang tadinya terpaksa menjadi terbiasa. Dukungan yang diberikan
dari warga sangat besar. Terbukti dengan adanya tim pelaksana untuk
melaksanakan kegiatan jam wajib belajar serta tim monitoring guna
mengantisipasi dalam pelaksanaan wajib jam belajar. Dukungan dan partisipasi
lain yang diberikan warga adalah dengan mengkondusifkan lingkungan sekitar
tempat tinggal mereka.
Usaha-usaha yang dilakukan agar program GWJB dapat berjalan dengan
lancar adalah dengan ikut berpartisipasi demi terlaksananya program wajib belajar
tersebut. Bentuk partisipasi yang diberikan warga adalah dengan mematikan
televisi, radio dan sejenisnya serta mengkondusifkan lingkungan tempat tinggal
mereka agar tercapai lingkungan yang kondusif untuk belajar. Selain itu,
dukungan dari Pemerintah Kota Surakarta dengan memberikan Compact disc
(CD) yang dijadikan tanda pada saat dimulainya jam wajib belajar dan pada saat
jam wajib belajar usai. Oleh Kelurahan Jebres kemudian membentuk Tim
monitoring dan tim evaluasi jam wajib belajar. Hal ini bertujuan untuk
mengoptimalkan jam wajib belajar tersebut. Setiap malam tim monitoring
melakukan sweeping dengan mendatangi setiap rumah warga yang memiliki anak
sekolah maupun yang tidak memiliki anak sekolah. Jika ditemui warga yang
masih menyalakan televisi saat jam belajar atau anak yang masih berkeliaran,
bermain dan tidak belajar saat jam belajar maka akan dikenakan sanksi berupa
teguran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Dalam perkembangannya, kedisiplinan pelaksanaan GWJB mulai
berkurang. Banyak daerah-daerah di Kelurahan Jebres yang sudah jarang
membunyikan tanda atau suara sebagai tanda dimulainya jam belajar serta jarang
tim monitoting yang melakukan sweeping ke rumah-rumah warga. Tim
monitoring melakukan sweeping hanya pada saat-saat tertentu.
Meskipun dalam pelaksanannya mengalami penurunan kedisiplinan,
namun GWJB di Kelurahan Jebres masih tetap berjalan. Program GWJB di
Kelurahan Jebres bukan hanya sebuah program jam wajib belajar yang
dilaksanakan dirumah saja, tetapi GWJB merupakan gerakan wajib belajar yang
juga dilakukan dengan pembelajaran secara bersama disuatu tempat, yakni
ditempat-tempat yang telah disediakan oleh Kelurahan Jebres. Dalam
perkembangannya, pembelajaran secara bersama ini dilakukan dengan
mengadakan kerjasama dengan HOO HAP yakni perkumpulan etnis Tionghoa di
Surakarta. Kerjasama tersebut berupa program belajar bersama seperti belajar
kelompok yang ditampung dalam sebuah wadah bernama Taman Belajar. Dimana
anggotanya terdiri dari anak-anak warga Kelurahan Jebres maupun luar Kelurahan
Jebres sebagai sasaran belajar (yang diajar) dan tenaga pengajar yang berasal dari
HOO HAP sendiri maupun dari pihak Kelurahan Jebres, biasanya mahasiswa atau
mahasiswi UNS yang secara sukarela memberikan pembelajaran kepada siswa-
siswi yang belajar di taman belajar tersebut. Seperti yang terdapat di wilayah RW
14 dan RW 23, dimana terdapat taman belajar yang merupakan hasil kerjasama
dengan HOO HAP, mereka secara bersama mengadakan belajar kelompok untuk
siswa-siswi SD yang dibimbing oleh tenaga pengajar dari HOO HAP dan
mahasiswa- mahasiswi dari UNS.
Kegiatan belajar bersama di taman belajar tersebut dilaksanakan setiap
hari selasa dan jum’at pukul 18.30 s/d 20.30 WIB (waktu jam belajar). Dalam
pelaksanaannya siswa didik tidak dikenai biaya sedikitpun (gratis). Mahasiswa-
mahasiswi tersebut terdiri dari berbagai fakultas yang berada di UNS dan secara
bersama melakukan bimbingan belajar diwilayah RW 14 dan 23. Pelaksanaan
belajar bersama wilayah RW 14 dan sekitarnya bertempat di RW 14, yakni di
Gedung Serbaguna (untuk anak TK, SD kelas 1, 2 dan 3) dan TK Gaya Baru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
(untuk SD kelas 3 ke atas). Sedangkan untuk RW 23 dan sekitarnya bertempat di
RW 23, yakni di Perpustakaan Kelurahan (untuk SD kelas 1-6). Para orang tua
biasanya mengantarkan anaknya untuk belajar di taman belajar pada pukul 18.30
WIB, setelah itu ditinggal dan pada pukul 20.30 WIB baru dijemput kembali.
Sedangkan untuk anak SMP dan SMA/ SMK biasanya belajar dirumah dengan
didampingi dan diawasi oleh orang tuanya masing-masing.
b. Manfaat GWJB Bagi Masyarakat Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres,
Surakarta
Manfaat adanya GWJB dirasa cukup besar bagi masyarakat, baik anak
maupun orang tua. GWJB memberikan banyak kontribusi seperti; meningkatkan
kedisiplinan dalam belajar, meningkatkan prestasi di sekolah, menumbuhkan
kesadaran orang tua dan putra-putrinya untuk belajar pada saat jam belajar,
meningkatkan partisipasi orang tua dalam mendampingi putra-putrinya saat
belajar, meningkatkan suasana kondusif bagi berlangsungnya proses
pembelajaran, mendukung kepedulian masyarakat untuk meningkatkan atau
melengkapi sarana dan prasarana belajar, memberdayakan seluruh komponen
masyarakat dan media untuk mendukung pelaksanaan GWJB. Selain itu, program
GWJB diharapkan mampu mencapai mewujudkan budaya belajar bagi masyarakat
untuk meningkatkan mutu pendidikan di Kota Surakarta.
Sebagai langkah evaluasi, setiap tahunnya pihak Kelurahan Jebres
mengadakan Try Out untuk siswa SMK, SMA, SMP, dan siswa SD kelas VI, hal
ini sebagai langkah evaluasi mereka dalam program wajib jam belajar yang
diterapkan, serta upaya untuk mengakomodir kebutuhan soal-soal dalam
persiapan menghadapi ujian nasional. Sedangkan untuk siswa yang belum
menempuh ujian nasional diadakan Lomba Cerdas Cermat (LCC) antar RW yang
diadakan 2 kali dalam setahun, biasanya pada saat liburan semesteran. Peserta
LCC adalah anak-anak SD dari seluruh warga Kelurahan Jebres kecuali anak
kelas 6. Semua kegiatan yang dilaksanakan mendapat biaya dari DPK (Dana
Pembangunan Kelurahan), sedangkan soal dibuat oleh LPMK dan tempat
pelaksanannya di aula kelurahan atau di perpustakaan kelurahan. Sebagai reward
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
agar anak terus semangat mengikuti kegiatan yang diadakan, panitia memberikan
rangking dan hadiah dari setiap pelaksanaan lomba kegiatan.
Untuk menjaga program GWJB tetap berjalan dengan baik, maka
dilakukan pertemuan RW setiap bulannya yang didalam pertemuan akan terdapat
evaluasi mengenai kondisi serta fungsi program apakah mengalami kemajuan
(progress) atau malah (regres) kemunduran.
Program GWJB sangat menjangkau siswa-siswi SD karena dengan adanya
program wajib jam belajar tersebut dirasa sangat bermanfaat dan sangat dipatuhi
oleh siswa-siswi yang duduk di bangku SD. Dalam setiap pelaksanaanya yang
dimulai dengan tanda belajar, mereka sangat berantusias untuk segera belajar dan
biasanya para orang tua segera mematikan televisi atau sejenisnya agar kegiatan
belajar menjadi tenang, kemudian para orang tua segera mendampingi anak pada
saat belajar berlangsung. Namun apabila orang tua memiliki kesibukan, maka
tugas mendampingi atau mengawasi anak belajar akan digantikan oleh anggota
keluarga lain, sehingga anak tetap bisa belajar dan mengantisipasi apabila pada
saat belajar anak menemukan kesulitan sehingga ada yang bisa membantu.
GWJB yang diadakan di wilayah RW 14 dan sekitarnya untuk siswa-siswi
yang duduk dibangku SD merupakan GWJB yang diadakan secara bersama di
taman belajar pada hari Selasa dan Jumat dengan dibimbing oleh mahasiswa-
mahasiswi dari UNS yang mereka secara sukarela memberikan pembelajaran
kepada siswa-siswi SD tersebut. Kegiatan belajar secara bersama dilakukan di
Gedung Serbaguna dan TK Gaya Baru. Untuk siswa-siswi TK dan kelas 1 sampai
kelas 3 bertempat di Gedung Serbaguna dan untuk siswa-siswi kelas 4 sampai
kelas 6 bertempat di TK Gaya Baru. Namun selain hari Selasa dan Jumat siswa-
siswi SD tersebut tetap belajar dirumah sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Sedangkan di wilayah RW 23 dan sekitarnya. GWJB yang diadakan
secara bersama dijadikan satu dalam taman belajar yang bertempat di
perpustakaan kelurahan, dimana teknisnya sama dengan taman belajar di wilayah
RW 14, hanya saja jika belajar bersama yang dilaksanakan di perpustakaan
kelurahan dijadikan satu antara kelas 1 sampai kelas 6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Untuk anak-anak usia SMP cenderung belajar sendiri secara mandiri tidak
didampingi lagi oleh orang tuanya, hal ini dikarenakan siswa SMP telah memiliki
kesadaran sendiri untuk belajar tanpa disuruh oleh orang tua. Orang tua biasanya
hanya mengawasi saja dengan tetap ada di rumah selama program GWJB ini
berlangsung, jika berhalangan maka anggota keluarga lain yang mengawasinya.
Seandainya anak mengalami kesulitan maka orang tua akan membantu meskipun
tidak mendampingi di sebelah sang anak. Untuk di wilayah RW 14, anak-anak
SMP tidak mengikuti belajar bersama seperti anak-anak SD, mereka belajar di
rumah masing-masing namun masih mematuhi jam belajar 18.30 s/d 20.30 WIB.
Orang tua akan mengkondusifkan keadaan di rumah mereka dengan cara tidak
membuat gaduh atau apapun yang mengganggu konsentrasi anak mereka saat
belajar. Saat belajar, anak akan masuk ke ruang belajarnya kemudian televisi dan
sejenisnya akan dimatikan oleh orang tua mereka. Dalam penelitian apabila
ditemui anak tidak mematuhi program belajar, hal ini biasanya disebabkan oleh
anak tersebut sakit atau ikut keluarganya yang pergi. Selama program ini
berlangsung tidak ada anak yang berusaha untuk tidak mematuhi berjalannya
program tersebut, hal ini dikarenakan lingkungan dan orang tua yang berperan
aktif mewujudkan lingkungan yang kondusif untuk belajar.
Sedangkan untuk anak ditingkat SMA, mereka mengaku bahwa program
tersebut belum berjalan lancar, meskipun mereka telah mengetahui program
tersebut. Seperti siswa SMP, siswa SMA telah memiliki kesadaran sendiri untuk
mematuhi program GWJB, mereka belajar tanpa didampingi oleh orang tua dan
orang tua hanya mengawasi saja, namun akan membantu jika diperlukan. Siswa
tidak didampingi oleh orang tuanya dikarenakan merasa sudah dewasa dan bisa
belajar sendiri. Siswa perempuan lebih memiliki kesadaran yang tinggi
dibandingkan siswa laki-laki dalam mematuhi program tersebut. Di RW 14 dan 23
anak SMA tidak memiliki program belajar bersama seperti halnya dengan anak
SMP. Mereka mandiri belajar di rumah masing-masing. Namun dalam
pelaksanaannya biasanya siswa-siswi SMA kurang begitu mematuhi jam belajar
tersebut dan semakin berkembangnya teknologi zaman sekarang ini berpengaruh
pula terhadap partisipasi belajar siswa-siswi SMA, biasanya mereka belajar di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
meja belajar yang berada di kamar mereka masing-masing namun pada
kenyatannya mereka kurang mengoptimalkan jam belajar yang ada terbukti
dengan mereka tetap bermain HP atau sejenisnya. Namun pada sebagian siswa-
siswi SMA yang tertib mengunakan jam wajib belajar, mengaku terdapat manfaat
yang dirasakan dalam kegiatan belajar tersebut, misalnya dengan nilai ujian
mereka yang mengalami peningkatan meskipun hanya sedikit tetapi tetap ada
peningkatan prestasi.
Untuk anak SMK, karena materi belajar SMK dan SMA berbeda, maka
cara belajarnya pun berbeda, siswa SMK lebih banyak mengacu pada praktek.
Namun siswa SMK masih tetap mematuhi program GWJB tersebut. Mereka
belajar sesuai dengan kesadaran mereka, bahkan mereka juga belajar di waktu lain
selain jam belajar 18.30 s/d 20.30 WIB. Pada saat jam belajar berlangsung
biasanya siswa-siswi SMK tidak didampingi oleh orang tua karena anak merasa
sudah bisa belajar sendiri. Hal ini terjadi karena si anak merasa sudah dewasa dan
tidak perlu untuk didampingi dan kecenderungan siswa-siswi SMK lebih pada
materi praktek mereka. Dan hampir sebagian besar orang tua sibuk atau jarang
untuk mendampingi anak belajar, bahkan tidak sama sekali. Dikarenakan mata
pelajaran antara siswa-siswi SMA berbeda dengan siswa-siswi SMK dimana
siswa-siswi SMK cenderung melakukan praktek dalam pembelajarannya sehingga
waktu belajar siswa-siswi SMK dirumah lebih sedikit jika dibandingkan dengan
siswa-siswi SMA.
c. Peran Orang Tua dalam Pelaksanaan GWJB
Keberadaan Gerakan Wajib jam Belajar (GWJB) telah memberikan
dorongan bagi orang tua dalam memberikan motivasi belajar untuk anak.
Pandangan orang tua sendiri mengenai GWJB merupakan salah satu program
yang mempresentasikan dukungan pemerintah terhadap pendidikan dengan
menciptakan budaya belajar. Bagi sebagian masyarakat kelurahan Jebres GWJB
memiliki nilai positif karena mendukung dalam terlaksananya budaya belajar,
namun bagi sebagian masyarakat lainnya GWJB tidak begitu dirasakan karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
menurutnya belajar tidak hanya dilakukan saat jam belajar saja, tetapi setiap saat,
kapanpun dan dimanapun ada waktu luang harus dimanfaatkan untuk belajar.
Alasan orang tua dalam memberikan motivasi belajar anak adalah untuk
mencapai kesuksesan dan keberhasilan anak. Disamping itu pula orang tua
memberikan motivasi belajar kepada anak untuk memmanfaatkan waktu dengan
kegiatan positif, misalnya dengan mndampingi anak belajar daripada menonton
TV atau mengobrol dengan tetangga. Namun ada juga orang tua yang
memberikan motivasi belajar kepada anak karena alasan kewajiban sebagai orang
tua yang harus dilakukan kepada anak, terutama dalam hal yang menyangkut
pendidikan anak.
Peran orang tua dalam memberikan motivasi belajar anak pada
pelaksanaan GWJB di Kelurahan Jebres adalah sebagai berikut:
1) Menciptakan iklim rumah yang mendukung anak untuk belajar
Cara orang tua dalam memberikan memotivasi belajar anak dilakukan
dengan menciptakan iklim rumah yang mendukung anak dalam belajar.
Lingkungan yang kondusif dan tenang dapat membantu anak dalam belajar.
Hal ini mereka lakukan dengan mematikan TV atau radio saat jam belajar
berlangsung, tidak mengobrol dengan para tetangga serta selalu membuat
suasana tenang didalam keluarga agar anak dapat belajar dengan nyaman.
Orang tua juga menyediakan berbagai perlengkapan yang dapat mendukung
anak untuk belajar, seperti keperluan sekolah maupun alat-alat beajar di
rumah. Dengan demikian, semangat anak untuk belajar akan muncul dan
tujuan dapat dicapai yakni kesuksesan dan prestasi belajar.
2) Menyediakan waktu yang cukup untuk terlibat dalam kegiatan belajar
Memberikan motivasi belajar kepada anak juga mereka lakukan
dengan menyediakan waktu yang cukup untuk terlibat dalam kegiatan belajar
anak, seperti mendampingi anak belajar, hal ini mereka lakukan saat jam
belajar berlangsung. Selain itu mereka berusaha menjadi partner anak dalam
belajar dengan menunjukkan sikap yang hangat dan positif terhadap anak
seperti menanyakan bagaimana kegiatan belajar disekolah tadi, bagaimana
hasil ulangan kemarin apakah ada kesulitan, serta ada hal menarik atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
masalah apa di sekolah. Dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut
orang tua telah menunjukkan perhatian terhadap kegiatan belajar anak,
sehingga anak merasa diperhatikan dan terdapat motivasi dalam dirinya untuk
terus belajar. Selain itu memberikan motivasi belajar anak juga diakukan
dengan memberikan bantuan ketika anak mengalami kesulitan dalam belajar.
Meskipun ada beberapa informan yang tidak bisa membantu ketika anak
mengalami kesulitan dalam belajar, namun mereka berusaha agar anak tetap
bisa mencapai kesuksesan, misalnya dengan cara mengantarkan ke taman
belajar.
3) Memberikan penghargaan atau respon positif terhadap setiap prestasi anak
Peran orang tua dalam memberikan motivasi belajar anak juga mereka
lakukan dengan memberikan penghargaan atau respon positif terhadap setiap
prestasi anak. Seperti yang mereka lakukan, yakni dengan memberikan hadiah
atau pujian menjadikan anak merasa lebih dihargai dan lebih termotivasi untuk
semangat belajar. Dengan memberikan hadiah, para orang tua yakin, hal
tersebut bisa memicu atau menjadi momotivasi bagi anak untuk semangat atau
giat belajar, meskipun dengan hadiah yang sederhana.
4) Mendidik anak secara demokratis
Kontrol yang terlalu ketat terhadap anak dapat mematikan motivasi
anak. Secara umum, motivasi anak cenderung meningkat ketika orangtua
mengizinkan anak untuk membuat keputusan sendiri, memperhatikan
kebutuhan dan perasaan anak, serta menyediakan pilihan dan alternatif kepada
anak. Mengkomunikasikan harapan dan keinginan orangtua kepada anak
dalam bentuk saran, dan bukan dalam bentuk perintah. Begitu pula dengan
yang dilakukan oleh para orang tua di Kelurahan Jebres yang selalu berusaha
mendidik anak secara demokratis agar motivasi belajar dalam diri anak tetap
ada. Seperti tidak mengekang anak dengan tuntutan nilai di sekolah serta tidak
mengharuskan anak belajar tanpa memperhatikan perkembangan lingkungan
sosial anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
C. Temuan Studi Yang Dihubungkan Dengan Kajian Teori
1. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak
Orang tua, yakni terdiri dari ibu dan ayah memiliki tanggung jawab
terhadap anak, termasuk dalam pendidikan anak. Hal ini sesuai dengan pengertian
Hasbullah (2001: 39) bahwa orang tua merupakan orang yang pertama dan utama
yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup pendidikan anak. Orang
tua tidak hanya cukup memberi makan, minum dan pakaian saja kepada anak-
anaknya, tetapi juga harus berusaha agar anaknya menjadi baik, pandai, dan
berguna bagi dirinya maupun masyarakat. Orang tua dituntut harus dapat
mengembangkan semua potensi yang dimiliki anaknya agar secara jasmani dan
rohani dapat berkembang secara optimal dan seimbang.
Pada dasarnya anak lahir dan berkembang di tengah-tengah kehidupan
keluarga. Seorang anak juga akan mengalami proses sosialisasi pendidikan di
dalam lingkungan keluarga, khususnya orang tua sebagai pendidik pertama dan
utama. Orang tua tanpa perintah secara alami akan melakukan tugas sebagai
pendidik, baik bersifat sebagai pemelihara, pembimbing, pengasuh, pembina,
maupun sebagai guru, dan sebagai pemimpin bagi anak-anaknya. Anak akan
menyerap apa yang telah diteladani orang tuanya, maupun akan menerima segala
norma-norma dan nilai-nilai yang diajarkan oleh orang tua.
Seperti yang dikemukakan oleh Stainblack dan Susan (1999), bahwa salah
satu peran orang tua dalam pendidikan anak adalah sebagai motivator, terutama
dalam memberikan motivasi belajar. Orang tua menjadi lingkungan pertama
dalam memberikan motivasi belajar kepada anak karena dalam keluarga inilah
anak pertama-tama mendapat pendidikan dan bimbingan. Selain itu, dikatakan
lingkungan yang terutama karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di
dalam keluarga. Sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak
adalah di keluarga.
Pemberian motivasi belajar orang tua kepada anak adalah sesuatu yang
pada akhirnya meningkatkan semangat, minat atau kemauan anak dalam belajar.
Pemberian motivasi tersebut tidak hanya menyangkut tentang apa yang dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
oleh seseorang, tetapi juga tentang kondisi atau faktor yang melatarbelakangi dari
pemberian motivasi tersebut. Latar belakang atau faktor ini berkaitan dengan
tujuan apa yang ingin dicapai oleh seseorang atas apa yang dilakukannya. Ini
berarti orang tua yang memberikan motivasi pada jam belajar kepada anak
didorong oleh suatu keadaan, alasan dan tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Adanya pemberikan motivasi belajar tersebut, orang tua mengharapkan sesuatu
yang akan diperolehnya. Dengan pemberian motivasi tersebut, seseorang berharap
agar orang yang diberikan motivasi belajar dapat memiliki dorongan atau
semangat untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan, serta dapat menentukan
arah dan menyeleksi perbuatannya tersebut ke arah tujuan sehingga tujuan yang
diinginkan dapat tercapai.
Begitu pula dengan orang tua di Kelurahan Jebres yang memberikan
motivasi belajar anak saat jam belajar berlangsung. Dalam memberikan
motivasinya, orang tua juga mengharapkan suatu keadaan atau situasi yang
memunculkan niat, semangat dan kemauan untuk belajar sehingga mendorong
anak untuk tekun dan bergairah dalam belajar. Peran orang tua dalam pendidikan
anak, terutama sebagai motivator yang mereka wujudkan saat jam belajar
berlangsung tersebut, mereka lakukan dengan: menciptakan iklim rumah yang
mendukung untuk belajar, menyediakan waktu yang cukup untuk terlibat dalam
kegiatan belajar, memberikan penghargaan atau respon positif terhadap setiap
prestasi anak serta mendidik anak secara demokratis.
2. Motivasi Belajar dalam Pemenuhan Kebutuhan
Belajar merupakan sesuatu yang menyenangkan apabila diikuti dengan
motivasi yang tinggi yaitu motivasi belajar. Motivasi belajar dapat berasal dari
faktor dalam maupun luar. Faktor luar ini merupakan faktor yang berasal dari
lingkungan orang lain. Motivasi belajar akan sangat baik apabila faktor luar ikut
di dalamnya selain faktor dalam. Faktor luar juga akan sangat berpengaruh
terhadap semangat peserta didik untuk belajar. Belajar tidak hanya mengandalkan
kemampuan kognitif saja tetapi juga psikomotor dan afektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Menurut Bloom (dalam Tim Penyusun Materi Program Akta IV, 2003: 4),
kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan
penganalisaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemampuan afektif merupakan
kemampuan yang mengarah pada penguasaan sikap dan nilai. Sedangkan
kemampuan psikomotor adalah kemampuan yang mengarah pada keterampilan
seseorang. Jadi hasil belajar akan menjadi lebih baik apabila peserta didik mampu
menggabungkan ketiga aspek tersebut. Faktor luar motivasi dapat berasal dari
kemampuan orang tua dan guru. Orang tua dapat memberikan motivasi peserta
didik di rumah sedangkan guru memberikan motivasi belajar peserta didik di
sekolah. Keduanya mempunyai peranan yang sangat besar untuk keberhasilan
belajar peserta didik, dimana pemberian motivasi tersebut tidak hanya
menyangkut tentang apa yang dilakukan oleh seseorang, tetapi juga tentang
kondisi atau faktor yang melatarbelakangi dari pemberian motivasi tersebut. Latar
belakang atau faktor ini berkaitan dengan tujuan apa yang ingin dicapai oleh
seseorang atas apa yang dilakukannya.
Dengan demikian dapat diketahui motivasi terjadi apabila seseorang
mempunyai keinginan dan kemauan untuk melakukan suatu kegiatan atau
tindakan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Dalam penelitian ini adalah
motivasi belajar yang diberikan orang tua kepada anak yang tujuannya agar anak
menjadi tekun dan bergairah dalam belajar sehingga anak mencapai keberhasilan.
Abraham Maslow (dalam Hamzah. 2007: 40), sebagai tokoh motivasi
menyatakan bahwa kebutuhan manusia secara hierarkis semuanya laten dalam diri
manusia. Kebutuhan tersebut mencakup kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa
aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan dihargai dan dihormati serta kebutuhan
aktualisasi diri. Teori ini dikenal sebagai teori kebutuhan (needs). Teori Maslow
ini dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam dunia
pendidikan, teori ini dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan peserta didik,
dimana dalam penelitian ini adalah anak. Orang tua di Kelurahan Jebres berusaha
memenuhi kebutuhan anak saat belajar agar dapat mencapai hasil belajar yang
maksimal dan sebaik mungkin. Hal ini mereka lakukan dengan menciptakan iklim
rumah yang mendukung untuk belajar, menyediakan waktu yang cukup untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
terlibat dalam kegiatan belajar, memberikan penghargaan atau respon positif
terhadap setiap prestasi anak serta mendidik anak secara demokratis.
Jika dikaitkan dengan teori Maslow, kebutuhan fisiologis merupakan
kebutuhan dasar yang bersifat primer dan vital. Dalam hal belajar, orang tua
berusaha memenuhi kebutuhan fisiologis anak dengan memberikan makanan
bergizi, pakaian seragam, tempat untuk belajar serta peralatan untuk belajar.
Begitu pula dengan orang tua di Kelurahan Jebres, mereka berusaha memenuhi
kebutuhan anak yang digunakan untuk menunjang belajar agar anak dapat
mencapai hasil belajar yang maksimal dan sebaik mungkin.
Kebutuhan akan rasa aman mereka penuhi dengan menciptakan iklim
rumah yang mendukung anak untuk belajar seperti mematikan TV atau radio
sehingga anak dapat belajar dengan nyaman, selain itu orang tua juga berusaha
mendampingi atau mengajari anak dalam belajar, seperti membantu
mempersiapkan pelajaran atau ulangan untuk hari esok, sehingga anak memiliki
kesiapan belajar dan bebas dari rasa aman untuk menghadapi pelajaran hari esok.
Kebutuhan akan rasa memiliki dan rasa cinta/ sayang mereka penuhi
dengan menyediakan waktu yang cukup untuk terlibat dalam kegiatan belajar,
seperti berusaha menjadi partner anak dalam belajar dengan menunjukkan sikap
yang hangat dan positif terhadap anak. Hal ini mereka lakukan dengan
menanyakan bagaimana kegiatan belajar disekolah tadi, bagaimana hasil ulangan
kemarin apakah ada kesulitan, serta ada hal menarik atau masalah apa di sekolah.
Dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut orang tua telah menunjukkan
perhatian terhadap kegiatan belajar anak, sehingga anak merasa diperhatikan dan
terdapat motivasi dalam dirinya untuk terus belajar.
Kebutuhan akan penghargaan mereka penuhi dengan memberikan hadiah,
pujian atau respon positif terhadap setiap prestasi anak yang menjadikan anak
merasa lebih dihargai dan lebih termotivasi untuk semangat belajar. Dengan
memberikan hadiah, para orang tua yakin, hal tersebut bisa memicu atau menjadi
momotivasi bagi anak untuk semangat atau giat belajar, meskipun dengan hadiah
yang sederhana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Selanjutnya kebutuhan akan aktualisasi diri mereka penuhi dengan cara
mendidik anak secara demokratis. Anak bebas untuk melakukan kehendak,
kreativitas dan ekspresi diri tanpa dikekang oleh orang tua. Kontrol yang terlalu
ketat terhadap anak dapat mematikan motivasi anak. Secara umum, motivasi anak
cenderung meningkat ketika orangtua mengizinkan anak untuk membuat
keputusan sendiri, memperhatikan kebutuhan dan perasaan anak, serta
menyediakan pilihan dan alternatif kepada anak. Mengkomunikasikan harapan
dan keinginan orangtua kepada anak dalam bentuk saran, dan bukan dalam bentuk
perintah. Begitu pula dengan yang dilakukan oleh para orang tua di Kelurahan
Jebres yang selalu berusaha mendidik anak secara demokratis agar motivasi
belajar dalam diri anak tetap ada. Seperti tidak mengekang anak dengan tuntutan
nilai di sekolah, tidak memaksakan kehendak anak saat penjurusan kelas serta
tidak mengharuskan anak belajar tanpa memperhatikan perkembangan lingkungan
sosial anak.
Motivasi dalam belajar yang diberikan orang tua kepada anak seperti di
atas memiliki peranan penting, antara lain:
a. Menentukan penguatan belajar
Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak
yang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan dan
hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya. Hal ini
dapat dipahami bahwa sesuatu dapat menjadi penguat belajar untuk seseorang
apabila dia sedang benar-benar mempunyai motivasi untuk belajar sesuatu.
Dengan kata lain, motivasi dapat menentukan hal-hal apa dilingkungan anak
yang dapat memperkuat perbuatan belajar. Untuk orang tua perlu memahami
suasana tersebut agar dia dapat membantu anaknya dalam memilih faktor-
faktor atau keadaan yang ada dalam lingkungan siswa sebagai bahan penguat
belajar.
b. Memperjelas tujuan belajar
Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya dengan
kemaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk belajar sesuatu jika yang
dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau dinikmati manfaatnya bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
anak. Seperti halnya dalam penelitian, orang tua di Kelurahan Jebres
memberikan motivasi belajar kepada anaknya dengan cara memberi nasihat
atau gambaran tentang orang yang sukses, sehingga anak akan tekun belajar
agar menjadi orang sukses.
c. Menentukan ketekunan belajar
Seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu akan berusaha
mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil
yang baik. Dalam hal ini tampak bahwa motivasi untuk belajar meyebabkan
seseorang tekun belajar. Sebaliknya, apabila seseorang kurang atau tidak
memiliki motivasi untuk belajar, maka dia tidak akan tahan lama belajar. Dia
mudah tergoda untuk mengerjakan hal lain dan bukan belajar. Itu berarti
motivasi sangat berpengaruh terhadap ketahanan dan ketekunan belajar. Seperti
halnya dalam penelitian ini, orang tua memotivasi anak agar tekun belajar
dengan cara menciptakan iklim rumah yang mendukung anak untuk belajar,
seperti mematikan TV atau mendampingi anak belajar agar anak tetap tekun
belajar dan tidak tergoda untuk menonton TV atau bermain.
3. Peran Orang Tua dalam Memberikan Motivasi Belajar sebagai Tindakan
Subjektif
Selanjutnya, peran orang tua dalam memberikan motivasi jam belajar ini
merupakan sebuah tindakan sosial, yang mana memiliki makna subyektif bagi
orang tua yang melakukannya. Makna subyektif ini berupa tujuan yang ingin
dicapai dalam melakukan pemberian motivasi tersebut. Dari tujuan tersebut,
kemudian individu menentukan alat yang akan digunakannya untuk mencapai
tujuan. Individu merupakan pelaku atau aktor yang aktif dan kreatif, yang mampu
memilih berbagai alternatif tindakan. Dalam hal ini aktor adalah orang tua.
Namun dalam memilih alternatif tindakan tersebut dipengaruhi atau dibatasi oleh
adanya nilai, norma, peraturan, situasi dan kondisi yang ada dalam masyarakat.
Dalam teori aksi yang dikembangkan oleh Parsons, hal ini disebut dengan konsep
voluntarisme.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Semua tindakan manusia adalah sukarela (voluntary). Tindakan tersebut
adalah produk dari suatu keputusan untuk bertindak, sebagai hasil dari pikiran dan
berorientasi pada tujuan. Jadi, setiap apa yang kita lakukan merupakan hasil dari
pemilihan tindakan, yaitu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara yang lain.
Begitu juga dengan peran orang tua dalam memberikan motivasi pada anak saat
jam belajar. Dalam perannya sebagai orang tua dan memutuskan untuk
memberikan motivasi pada anaknya saat belajar berarti mereka telah memilih
diantara berbagai pilihan, yakni memilih memberikan motivasi belajar daripada
memilih kegiatan lain saat jam belajar berlangsung, misalnya memilih
mendampingi anak belajar daripada menonton televisi. Selain itu, orang tua juga
harus memilih cara memotivasi yang bagaimana yang akan diberikan pada
anaknya. Hal ini karena adanya orientasi terhadap tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan inilah yang kemudian mendorong para orang tua untuk memberikan
motivasi terhadap anaknya dan memilih cara memotivasi yang kiranya tepat untuk
anaknya.
Menurut Weber, seorang individu dalam melakukan tindakan memiliki arti
subyektif bagi dirinya sendiri (Johnson. 1986: 216). Kemudian bagi Weber studi
pembahasan sosiologi tindakan berarti mencari pengertian subyek atau motivasi
yang terkait pada tindakan-tindakan sosial. Untuk tindakan, seseorang berarti
harus memahami motif tindakan itu sendiri (Ritzer. 1992: 44-46). Ini berarti juga
bahwa dalam setiap tindakan individu memiliki arti subyektif dan motivasi dalam
dirinya. Sedangkan setiap motif tersebut bertalian erat dengan adanya suatu tujuan
yang ingin dicapai. Hal ini sejalan dengan Parsons, yang menjelaskan bahwa
nilai-nilai memberikan motivasi atau sifat kebutuhan yang mendorong perilaku
aktor (Gidden. 2009:87). Motivasi yang terdapat dalam diri individu akan
terealisasikan dalam perilaku yang mengarah pada satu tujuan yang
diinginkannya. Orang tua dalam memberikan motivasi belajar terhadap anak
terdapat adanya dorongan yang berupa tujuan-tujuan yang ingin dicapai, yakni
kesuksesan atau keberhasilan prestasi belajar anak.
Selanjutnya dorongan ini kemudian memberikan arahan terhadap diri
individu untuk melakukan tindakan ke arah pencapaian tujuan, yaitu dengan jalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
memberikan motivasi belajar, dimana cara yang dilakukan orang tua adalah
dengan; Menciptakan iklim rumah yang mendukung anak untuk belajar,
Menyediakan waktu yang cukup untuk terlibat dalam kegiatan belajar anak,
Memberikan penghargaan atau respon positif terhadap setiap prestasi anak serta
Mendidik anak secara demokratis.
Kesuksesan dan keberhasilan anak merupakan tujuan orang tua.
Sedangkan tujuan tersebut dapat dicapai apabila iklim lingkungan mendukung
anak untuk belajar. Oleh karenanya orang tua berusaha menciptakan iklim rumah
yang mendukung anak agar anak dapat belajar dengan tenang. Mereka sadar
apabila lingkungan rumah tenang maka konsentrasi anak dalam belajar tidak akan
terganggu. Ini berarti pemberian motivasi belajar tersebut memiliki arti subyektif
bagi orang tua itu sendiri. Bagi orang tua, pemberian motivasi belajar ini
merupakan bentuk kesadaran dalam diri mereka terhadap masa depan anak.
Dimana dengan adanya pemberian motivasi belajar ini akan akan tekun dan
bergairah dalam belajar sehingga dapat mencapai cita-citanya. Memberikan
motivasi belajar tersebut juga memiliki arti sebuah kegiatan yang positif untuk
anak dari pada mengisi waktu dengan mengobrol bersama para tetangga atau
menonton televisi dan membiarkan anaknya tidak belajar. Selain itu memberikan
motivasi belajar kepada anak juga bermakna sebagai suatu kewajiban orang tua
yang harus dilakukan kepada anaknya dalam membantu anak mencapai cita-
citanya.
Hal ini juga sesuai dengan definisi tindakan sosial menurut Talcott
Parsons, bahwa tindakan itu diarahkan pada tujuannya (memiliki tujuan)
(Johnson, 1986: 106). Orang tua dalam memberikan motivasi belajar kepada anak
memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan tersebut berupa adanya
kesuksesan atau keberhasilan anak, keinginan melaksanakan kewajibannya
sebagai orang tua terhadap anak dan keinginan memanfaatkan waktu dengan hal
yang positif terhadap anak. Tindakan terjadi dalam suatu situasi, dimana
elemennya sudah pasti, sedangkan elemen-elemen lainnya digunakan oleh orang
yang bertindak tersebut sebagai alat untuk menuju tujuan yang akan dicapai.
Orang tua memilih memberikan motivasi belajar pada anak dan memilih cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
yang bagaimana dalam memotivasi belajar anak yang menurut mereka dapat
digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Pemilihan tindakan ini tidak terlepas dari pertimbangan situasi, kondisi
maupun norma yang ada. Orang tua sebagai aktor dalam memilih memberikan
motivasi belajar dipengaruhi oleh situasi, kondisi dan norma yang ada, misalkan
ia harus memilih antara kesenangan pribadi ataukah kesuksesan anak. Ketika
orang tua lebih memilih menonton TV sebenarnya dirinya sadar hal ini
bertentangngan dengan norma atau peraturan yang ada. Karena memberikan
motivasi belajar anak seperti mendampingi anak saat jam belajar sudah menjadi
peraturan dalam GWJB yang harus dilaksanakan senua warga masyarakat
Kelurahan Jebres, bahkan dirinya juga tahu ketika melanggar peraturan tersebut
akan dikenakan sanksi moral berupa teguran. Atau sebaliknya, ketika ia memilih
mendampingi anak belajar padahal dalam dirinya sebenarnya menginginkan
menonton sinetron kegemarannya atau mengobrol dengan tetangga atau bahkan
tidak memperdulikan apakah anaknya mau belajar atau tidak
Dengan mempertimbangkan siuasi, kondisi maupun norma tersebut,
berarti orang tua telah melakukan tindakan yang diperhitungkan secara rasional.
Berdasarkan pada macam-macam tindakan sosial menurut Weber, hal ini
termasuk tindakan rasional berorientasi nilai. Dalam tindakan rasional berorientasi
nilai, alat-alat merupakan sebuah obyek pertimbangan dan perhitungan secara
sadar, tujuan-tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu
yang bersifat absolut atau merupakan nilai akhir baginya. Nilai tersebut bersifat
non rasional, sehingga idividu tidak memperhitungkannya secara obyektif. Disini
individu mempertimbangkan nilai-nilai yang telah ada tersebut dalam memilih
alat untuk mencapai tujuan. Adanya situasi, kondisi, nilai maupun norma dan
peraturan merupakan sesuatu yang telah ada dalam masyarakat. Kemudian ini
mempengaruhi dan menjadi pertimbangan bagi orang tua dalam memilih
memberikan motivasi belajar untuk anaknya serta memilih cara memotivasi yang
bagaimana yang akan diberikan pada anaknya.
Kemudian adanya tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh orang tua dalam
memberikan motivasi belajar pada anaknya tersebut mempengaruhi dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
pertimbangan untuk memilih cara memotivasi yang akan diberikan pada anaknya.
Orang tua yang mempunyai tujuan agar bisa tenang dalam belajar memilih dengan
cara mematikan televisinya dan mendampingi anaknya belajar. Lain lagi dengan
orang tua yang berusaha memberikan fasilitas belajar dan hadiah sebagai
penyemangat dalam belajar, atau mengantarkan anaknya ke taman belajar dengan
tujuan agar anaknya ada yang mengajari ketika menemukan kesulitan belajar. Hal
ini berarti pemilihan cara memotivasi berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai.
Dalam tindakan rasional, tindakan mahasiswa tersebut merupakan tindakan
rasional yang berorientasi pada tujuan. Tindakan rasional berorientasi tujuan
(tindakan rasional instrumental) merupakan tingkat rasional tindakan yang paling
tinggi, yang meliputi pertimbangan dan pilihan yang sadar yang berhubungan
dengan tujuan tindakan serta alat yang digunakan untuk mencapainya. Disini
tujuan, alat dan akibat dari tindakan tersebut diperhitungkan semuanya secara
rasional, menyangkut juga pemilihan atas alat untuk mencapai tujuan tersebut.
Seperti informan RT dan IA. Dalam memberikan motivasi belajar pada anaknya,
mereka memilih mematikan TV dan mendampingi anak belajar. Dengan
mematikan TV dan mendampingi anak belajar, mereka telah berusaha
menciptakan iklim atau suasana tenang untuk mendukung anak belajar, sehingga
anak lebih bisa berkonsentrasi dalam belajar. Lain lagi dengan informan SR yang
menjanjikan hadiah apabila bisa mendapatkan juara di sekolah sebagai
penyemangat anaknya dalam belajar serta mengantarkan anaknya ke taman
belajar dengan tujuan agar anaknya ada yang mengajari ketika menemui kesulitan
dalam belajar. Hal ini dia lakukan karena keterbatasan pengetahuan yang
dimilikinya.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberian motivasi belajar
anak memiliki arti atau makna subyektif bagi orang tua. Pemberian motivasi
belajar tersebut dimaknai sebagai bentuk kesadaran dalam diri mereka sebagai
orang tua terhadap kesuksesan dan keberhasilan anak. Pemberian motivasi belajar
tersebut juga memiliki arti sebuah kegiatan yang dilakukan untuk memanfaatkan
waktu dengan kegiatan positif yang diberikan untuk anak. Selain itu pemberian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
motivasi belajar juga dimaknai sebagai bentuk kewajiban dalam diri orang tua
yang harus dilakukan kepada anak, terutama dalam pendidikan anak.
Selanjutnya makna subjektif berupa tujuan inlah yang kemudian menjadi
sebuah pendorong. Dalam melakukan tindakan sosial tersebut, orang tua
menentukan dan memilih alat yang akan digunakannya dalam mencapai
tujuannya. Dalam memilih alat atau tindakan untuk mencapai tujuan ini ada
sebagian orang tua yang mempertimbangkan tujuan dalam memilih cara
memotivasi belajar yang bagaimana untuk diberikan pada anaknya, dimana dalam
tipe-tipe tindakan rasional Weber hal ini disebut dengan tindakan rasional
berorientasi tujuan (tindakan rasional instrumental). Namun ada juga sebagian
orang tua yang memilih cara memotivasi belajar berdasarkan pertimbangan
situasi, kondisi, nilai, norma maupun peraturan yang ada dalam masyarakat,
sehingga tindakan ini disebut dengan tindakan rasional berorientasi nilai.
4. Pemberian Motivasi Belajar Merupakan Tindakan Aktif dan Kreatif
Dalam menjelaskan teori aksinya, Talcott Parsons menggunakan konsep
voluntarisme. Menurut konsep voluntarisme, aktor adalah pelaku aktif dan kreatif,
serta memiliki kemampuan dalam memilih alternatif tindakan (Ritzer. 2004: 49).
Pemberian motivasi pada saat jam belajar yang dilakukan oleh orang tua
merupakan sebuah tindakan yang kreatif. Orang tua tersebut merupakan aktor
yang kreatif terhadap keberhasilan anak dan upaya pensuksesan pelaksanaan
program GWJB. Tujuan pemberian motivasi untuk menumbuhkan kemauan anak
untuk belajar, terutama pada saat jam belajar, sehingga anak dapat mencapai
kesuksesan dan prestasi belajar. Selain itu sebagai upaya dalam mendukung
pelaksanaan program GWJB yang digalakkan Pemerintah setempat. Dimana hal
ini membuat orang tua melakukan kegiatan aktif dan kreatif dengan memilih
bentuk atau cara pemberian motivasi agar anak mau belajar, sehingga tercipta
budaya belajar setiap harinya. Orang tua akan memilih cara pemberian motivasi
yang sesuai untuk diberikan pada anaknya. Beberapa informan, yaitu JK, RT dan
IA memilih dengan cara mematikan televisi saat jam belajar dimulai dan
mendampingi anaknya ketika belajar. Informan SR dengan menjanjikan hadiah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
dan mengantarkan anak ke taman belajar. Sedangkan informan FC dengan
memberlakukan jam belajar lebih awal, dengan begitu ia tetap bisa menonton TV
dan kewajibannya sebagai orang tua dalam membimbing anaknya belajar juga
tidak terlupakan. Hal Ini merupakan sebuah keputusan untuk memilih cara
pemberian motivasi secara kreatif.
Dari uraian di atas, berarti orang tua merupakan seorang aktor yang aktif,
yakni aktif dalam perannya sebagai orang tua terhadap anak, yang salah satunya
diwujudkan dalam memberikan motivasi belajar kepada anak, ini berarti orang tua
peduli akan pendidikan dan keberhasilan atau masa depan anak. Pemberian
motivasi tersebut merupakan sebuah tindakan kreatif, tindakan kreatif ini terlihat
dalam pemilihan cara memotivasi belajar yang bagaimana untuk kemudian
diterapkan kepada anak. Namun dalam memilih alternatif tindakan tersebut, aktor
tidak memiliki kebebasan secara total, tetapi memiliki kemauan bebas dalam
memilih alternatif tindakan berbagai tujuan yang hendak dicapai. Kondisi, situasi,
nilai, norma atau peraturan membatasi aktor dalam memilih alternatif tindakan.
Misalnya informan RT dan IA yang harus rela mematikan TV atau meninggalkan
sinetron kegemarannya demi mendampingi anak belajar, selain itu informan SR
yang memilih untuk menjanjikan hadiah sebagai penyemangat belajar dan
mengantarkan anaknya ke taman belajar saat jam belajar dimulai karena alasan
keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, sehingga ketika anaknya belajar
dan mengalami kesulitan maka ada yang mengajarinya, disana. Berbeda dengan
informan FC yang menyuruh anaknya belajar lebih awal dari jam belajar dimulai
lalu mendampinginya agar ketika sinetron kesukaannya mulai, anaknya sudah
belajar dan tugasnya sebagai orang tua dalam mendampingi anak belajar sudah
dilaksanakannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian motivasi belajar
merupakan tindakan yang aktif dan kreatif yang dilakukan orang tua. Tindakan
aktif dan kreatif tersebut dapat dilihat dari pemilihan cara memotivasi belajar
yang akan diterapkan pada anaknya dengan tetap memperhatikan atau
mempertimbangkan situasi, kondisi, nilai dan norma yang ada dalam masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian tentang Peran
Orang Tua dalam Memberikan Motivasi Belajar Anak Pada Pelaksanaan Gerakan
Wajib Jam Belajar (Studi Kasus Pada Gerakan Wajib Jam Belajar di Kelurahan
Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta), penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
Pertama, implementasi atau pelaksanaan dari GWJB di Kelurahan Jebres,
Kecamatan, Surakarta dimulai sejak tahun 2005 sampai sekarang, dimana
sosialisasi program ini kepada masyarakat dilakukan melalui pemberitahuan lewat
spanduk dan selebaran, lewat pertemuan RW, Kelurahan maupun Kecamatan,
lewat plakat yang dipasang di setiap gang, gapura maupun pos ronda, serta lewat
sirine atau tanda belajar. Teknis pelaksanaan GWJB di Kelurahan Jebres dimulai
dari pukul 18.30 s/d 20.30 WIB dengan adanya sirine atau tanda belajar yang
dibunyikan pada pukul 18.30 WIB berisi himbauan kepada masyarakat untuk
mematikan TVradio serta elektronik lainnya, mendampingi atau mengawasi anak
belajar serta mengkondusifkan lingkungan belajar.
Dalam pelaksanaan GWJB terdapat tim monitoring dan tim evaluasi yang
bertujuan untuk mengoptimalkan pelaksanaan dan evaluasi dari pelaksanaan jam
wajib belajar tersebut. Meskipun dalam perkembangannya kedisiplinan
pelaksanaan GWJB mulai berkurang, GWJB masih tetap terlaksana di Kelurahan
Jebres sampai sekarang, dimana hal ini ditunjukkan dengan pelaksanaan GWJB
tidak hanya program belajar dirumah saja, tetapi juga belajar bersama di tempat
belajar yang disediakan Kelurahan yakni Taman Belajar yang merupakan hasil
kerjasama Kelurahan Jebres dengan HOO HAP.
Kedua, peran orang tua dalam memberikan motivasi belajar anak pada
pelaksanaan GWJB dilakukan dengan: menciptakan iklim rumah yang
mendukung untuk belajar, menyediakan waktu yang cukup untuk terlibat dalam
119
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
kegiatan belajar, memberikan penghargaan atau respon positif terhadap setiap
prestasi anak serta mendidik anak secara demokratis.
Program GWJB dirasa banyak memberikan manfaat atau kontribusi dalam
pendidikan. seperti meningkatkan kedisipilinan dalam belajar, meningkatkan
prestasi di sekolah karena nilai dalam mata pelajaran yang mereka ambil
meningkat, menumbuhkan kesadaran orang tua dan putra-putrinya untuk belajar
pada saat wajib belajar, meningkatkan partisipasi orang tua mendampingi putra-
putrinya pada saat belajar, menciptakan suasana kondusif bagi berlangsungnya
proses pembelajaran, mendukung kepedulian masyarakat untuk meningkatkan dan
melengkapi sarana dan prasarana belajar, memberdayakan seluruh komponen
masyarakat dan media untuk mendukung GWJB. Selain itu program GWJB
mampu mewujudkan budaya belajar bagi masyarakat untuk peningkatan mutu
pendidikan di Kota Surakarta, termasuk Kelurahan Jebres.
Ketiga, Peran Orang tua terhadap anak dalam pendidikan diwujudkan
salah satunya dengan pemberian motivasi belajar, dimana hal ini termasuk
tindakan subyektif karena memiliki alasan dan tujuan, yakni keberhasilan dan
kesuksesan anak. Pemberian motivasi tersebut juga termasuk tindakan yang aktif
dan kreatif, karena orang tua selalu berusaha mencari atau memilih cara yang
tepat untuk memotivasi anak agar anaknya memiliki semangat dan kemauan untuk
belajar.
B. IMPLIKASI
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian di atas, dapat dikaji implikasi
sebagai berikut:
1. Implikasi Teoritis
Pertama, menambah wawasan mengenai peran orang tua terhadap anak,
salah satunya terhadap pendidikan, yakni sebagai motivator yang diwujudkan
dalam pemberian motivasi belajar anak pada pelaksanaan gerakan wajib jam
belajar.
Kedua, menambah wawasan mengenai teori Hierarki Kebutuhan Maslow,
bahwasanya manusia hidup selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan, yakni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta kasih, penghargaan dan aktualisasi diri,
dimana dalam mencapai kebutuhan tersebut didorong oleh adanya motivasi.
Seperti dalam pelaksanaan belajar, untuk mencapai tujuan belajar perlu adanya
motivasi belajar yang diberikan orang tua kepada anak.
Ketiga, menambah wawasan mengenai teori yang dikemukakan Weber
dan Talcott Parson, bahwa peran orang tua dalam memberikan motivasi belajar
merupakan tindakan sosial yang memiliki makna subyektif bagi orang tua. Makna
subyektif ini terlihat dari adanya tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian
tujuan tersebut menjadi dorongan orang tua untuk memberikan motivasi belajar
kepada anak. Pemberian motivasi belajar kepada anak merupakan tindakan yang
dilakukan berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai serta mengacu pada nilai
dan norma yang berupa kondisi, situasi dan peraturan yang berlaku di masyarakat.
Hal tersebut dalam analisis rasionalitas tindakan sosial Weber merupakan
tindakan rasionalitas instrumental dan orientasi nilai.
Selain itu, pemberian motivasi belajar merupakan tindakan aktif dan
kreatif yang dilakukan orang tua terhadap anak. Tindakan aktif dan kreatif ini
dilihat dari pemilihan cara memotivasi belajar yang kiranya tepat untuk diberikan
pada anaknya. Kemudian dalam memilih alternatif tindakan yaitu memilih cara
memotivasi belajar tersebut, orang tua tidak memiliki kebebasan total. Mereka
dibatasi oleh adanya situasi, kondisi, nilai dan norma serta peraturan yang ada
dalam masyarakat. Hal tersebut dalam analisis tindakan sosial Parsons disebut
sebagai konsep voluntarisme, yaitu aktor merupakan pelaku aktif dan kreatif serta
memiliki kemampuan dalam memilih alternatif tindakan.
Keempat, dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti yang lain tentang
berbagai hal yang terkait dengan peran orang tua maupun motivasi belajar.
2. Implikasi Praktis
Peran orang tua di Kelurahan Jebres dalam pendidikan anak dilakukan
salah satunya dengan memberikan motivasi belajar anak pada pelaksanaan GWJB.
Fakta dilapangan menunjukkan bahwa mereka melakukan motivasi belajar pada
anak karena didorong oleh adanya tujuan yang ingin dicapai yakni kesuksesan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
keberhasilan anak. Dengan memberikan motivasi belajar tersebut berarti orang tua
telah menjalankan perannya sebagai orang tua dalam pendidikan anak, selain itu
secara tidak langsung juga telah ikut mendukung pelaksanaan program yang
digalakkan oleh Pemerintah.
Selanjutnya dengan berusaha memberikan motivasi belajar kepada anak
membuat orang tua menjadi seorang yang aktif dan kreatif, ia harus bisa berperan
dalam masyarakat maupun dalam keluarga. Hal ini menunjukkan hal yang positif
bahwa orang tua berhasil menjalankan perannya terhadap dirinya, anak atau
keluarga serta dalam kehidupan masyarakat.
C. SARAN
Setelah mengadakan penelitian dan pengkajian tentang Peran Orang Tua
dalam Memberikan Motivasi Belajar Anak Pada Pelaksanaan Gerakan Wajib Jam
Belajar (Studi Kasus Pada Gerakan Wajib Jam Belajar di Kelurahan Jebres,
Kecamatan Jebres, Surakarta), peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi orang tua hendaknya peduli akan pendidikan anak. Salah satunya dengan
memberikan motivasi belajar, karena dengan motivasi belajar dapat
memberikan manfaat positif. Anak dapat memiliki semangat dan keinginan
belajar, sehingga tujuan belajar, yakni keberhasilan dan kesuksesan dapat
tercapai.
2. Bagi anak hendaknya memiliki motivasi belajar dalam dirinya serta
membudayakan belajar kapanpun dan dimanapun, karena hal ini dapat
berdampak positif bagi dirinya serta orang lain.
3. Bagi masyarakat hendaknya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
belajar agar tercipta budaya belajar dalam masyarakat.
4. Bagi pemerintah, perlu mengadakan perbaikan dalam pendidikan agar
pendidikan di Indonesia mengalami kemajuan, misalnya dengan perbaikan
kebijakan kurikulum yang tidak berubah-ubah. Selain itu, perlu diadakan
program yang mendukung kemajuan pendidikan, seperti GWJB yang terdapat
di Kota Surakarta, termasuk Kelurahan Jebres. Program ini sebaiknya
mendapat sorotan atau pembenahan agar pelaksanaannya dapat berjalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
optimal, serta dapat dilaksanakan di luar Kota surakarta, karena memiliki
dampak positif bagi kemajuan pendidikan.
Recommended