View
324
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan dibidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat agar tingkat kesehatan masyarakat menjadi lebih baik.
Pembangunan kesehatan gigi adalah integral pembangunan kesehatan nasional ini
berarti untuk melaksanakan pembangunan dibidang kesehatan. Sebaliknya bila ingin
melaksanakan pembangunan dibidang kesehatan gigi, tidak boleh melupakan
kerangka yang lebih luas, yaitu pembangunan dibidang umumnya. (Ismu Suwelo,
1997).
Penanganan kesehatan gigi yang baik adalah cara perawatan kesehatan gigi
anak yang dapat dilaksanakan secara nyaman dan menyenangkan. Menurut Noerdin
(2002) bahwa kesulitan yang sering terjadi pada perawatan gigi anak adalah pada
saat pasien anak menunjunkkan sikap non kooperatif berupa rasa takut dan cemas
pada dokter gigi atau perawat gigi yang akan dilakukan (Hendrastuti 2003).
Suatu perawatan kesehatan gigi pada pasien anak dapat berhasil apabila
terdapat kerja sama yang baik antara perawat gigi atau dokter gigi dengan pasien anak
serta orang tua anak perawat gigi atau dokter gigi dituntut untuk mempunyai
keterampilan dan pengetahuan yang baik dalam penanganan anak secara psikologis,
sedangkan orang tua anak diharapkan dapat memberi pengertian dan dorongan
1
kepada anak agar mau melakukan perawatan gigi yang akan dilakukan kepadanya.
(Hendrastuti 2003).
Dalam perawatan gigi perilaku anak dapat dipengaruhi oleh latar belakang
kehidupannya. Sikap orang tua atau keluarga terhadap anak serta pengalaman
sebelum ke balai pengobatan gigi atau lingkungan anak itu berada, dapat
mempengaruhi tingkah laku anak pada dasarnya orang tua anak yang paling banyak
mengetahui sikap anak itu sendiri, oleh karena peranan orang tua sangat besar untuk
memerlukan keberhasilan perawatan gigi anak (Soegiyono 1990).
Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis mencoba mengkaji tentang
“peranan orang tua dalam keberhasilan perawatan gigi anak”. Sehingga dalam
perawatan gigi anak tidak lagi timbul rasa cemas dan takut yang dapat mempengaruhi
keberhasilan perawatan gigi anak.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang maka dirumuskan permasalahan bahwa
“Bagaimanakah peranan orang tua terhadap keberhasilan perawatan gigi anak? ”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui peranan orang tua dalam keberhasilan orang tua dalam
perawatan gigi anak
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui sikap dan perilaku anak terhadap keberhasilan
perawatan gigi anak
2
2) Untuk mengetahui penanggulangan sikap anak dalam perawatan gigi
anak yang tidak kooperatif
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi institusi terkait khususnya Dinas Kesehatan Gigi dan Mulut sebagai
sumber informasi dan dapat menjadi masukan dalam penanganan perawatan
gigi pada anak.
2. Bagi institusi terkait khususnya Akademi Kesehatan Gigi (AKG) dapat
memberikan informasi tentang peranan orang tua terhadap keberhasilan
perawatan gigi pada anak.
3. Bagi peneliti merupakan salah satu sumber informasi dan bahan pengetahuan
yang menjadi informasi bagi masyarakat umum tentang peranan orang tua
terhadap keberhasilan perawatan gigi anak.
4. Bagi peneliti selanjutnya dapat menambah wawasan dan untuk memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan dibidang kesehatan gigi dan mulut dan
diharapkan menjadi salah satu bahan acuan bagi peneliti selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
A. Sikap dan Perilaku Orang Tua
1. Perilaku Orang Tua
Menurut Hendrastuti (2003) bahwa seorang anak dalam perawatan
gigi menjadi pusat perhatian antara orang orang tua dan dokter gigi. Dokter
gigi/ perawat gigi harus mempunyai pengetahuan dasar tentang perawatan
gigi anak serta dapat mengamati bagaimana hubungan anak tersebut dengan
orang tuanya. Sikap orang tua yang berpengaruh pada anak dalam perawatan
gigi antara lain (Hendrastuti, 2003).
a. orang tua yang otoriter
sikap orang tua yang otoriter kepada anaknya membuat anak cenderung
patuh bertingkah laku baik, ramah dan kooperatif terhadap perawatan gigi.
b. orang tua yang melindungi
orang tua yang melindungi menyebabkan anak akan mengalami
keterlambatan dalam pematangan sosial dan aturan sosial, anak menjadi
berdaya malu dan memiliki perasaan-perasaan sebagai seorang yang selalu
berada di bawah. Sehingga orang tua cemas tentang kecemasan anaknya,
maka dokter atau perawat gigi harus memberikan waktu yang lebih dalam
menjelaskan hal-hal yang berhubungan perawat gigi.
c. Orang tua yang terlalu sabar
4
orang tua yang terlalu memberi hati menunjukan perhatian yang berlebihan
terhadap anaknya. Orang tua semacam ini akan terlihat berhubungan
seperti seorang sahabat dengan anaknya.
d. Orang tua yang lalai
Biasanya orang tua yang tipe ini akan terlihat setelah kunjungan pertama
anaknya ke dokter gigi dan akan tampak pada perjanjian berikutnya,
dimana anak tersebut tidak kembali untuk perawatan selanjutnya.
Orang tua yang lalai membawa anaknya ke dokter gigi berupa motivasi
dan penyuluhan yang disampaikan oleh dokter gigi tidak dijalankan
dengan baik. Orang tua mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap
kesehatan gigi anaknya.
e. orang tua yang suka mencurigai
Sikap ini ditunjukan oleh orang tua yang mempertanyakan akan perlunya
perawatan gigi anak.
f. orang tua yang manipulatif
kebiasaan suka bertanya yang berlebih-lebihan pertanyaan berkisar berapa
lama waktu untuk perawatan sampai akhirnya mendiagnosa penyakit dan
proses perawatan (Hendrastuti, 2003).
Orang tua dengan secara tidak direncanakan mananamkan kebiasaan-
kebiasaan dari nenek moyang yang diwarisi dan pengaruh lain yang
diterimanya dari masyarakat. Si anak menerima daya peniruannya, dengan
segala senang hati kadang-kadang menyadari benar apa maksud dan tujuan
5
yang ingin dicapai dengan pendidikan itu. Kebiasaan tertentu yang diinginkan
untuk dapat dilakukan anak ditanamakan benar-benar sehingga seakan-akan
tidak boleh tidak dilakukan si anak. Dengan demikian si anak akan membawa
kemana pun pengaruh keluarga itu. Sekalipun ia sudah mulai berpikir lebih
jauh lagi. Inilah yang membuktikan bahwa anak didalam perkembangan
pribadinya, dipengaruhi oleh lingkungannya. Pengaruh itu tidak akan dapat
hilang begitu saja sekalipun pada waktu besarnya si anak telah meninggalkan
lingkungan itu dan hidup di lingkungan yang lain (Agus Sujanto, dkk, 2001).
Didalam hal itu tentu saja peranan orang tua sangat menentukan justru
merekalah berdua yang memegang tanggung jawab seluruh keluarga.
Merekalah yang menentukan kemana keluarga itu akan dibawah, warna apa
yang akan diberikan kepada keluarga itu. Hal ini sama sekali ditentukan oleh
orang tua. Kebanyakan anak meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang
tuanya (Agus Sujanto, dkk, 2001).
2. Peranan Orang Tua Dalan Perkembangan Anak
Peranan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam
suatu peristiwa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1994).
Keluarga memiliki peranan sangat penting dalam upaya
mengembangkan pribadi anak perawatan orang tua yang penuh kasih sayang
dan pendidikan tentang nilai-nilai pendidikan baik agama maupun sosial
budaya yang diberikannya merupakan faktor yang baik untuk mempersiapkan
6
anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat (Syamsul Yusuf,
2000).
Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya. Dan orang
lain yang paling utama dan pertama yang bertanggung jawab adalah orang tua
sendiri. Orang tuanyalah yang bertanggung jawab secara penuh dalam
memenuhi kebutuhan anak baik secara organis maupun psikologis (Singgih,
1990).
Ada satu anggapan mengatakan anak didik itu merupakan kertas putih
yang masih kosong karenanya peranan orang tua sangat menentukan dalam
pembentukan kepribadian sang anak, orang tua akan menurun kepada
anaknya. Justru karena itu, selama anak masih dibawah asuhan orang tua
hendaknya orang tua dapat memberikan contoh-contoh yang baik dalam
kehidupan sehari-hari malahan lebih dari itu orang tua aktif
mempengaruhi /mengarahkan, bila keperluan memaksakan agar anaknya
menjadi manusia susila. Akan tetapi semua itu harus dijalankan dengan secara
penuh kasih sayang kepada sang anak (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1993).
Untuk dapat melakukan upaya pencegahan terhadap kesehatan, orang
tua harus memberi bimbingan antisipasi kepada anak. Pendidikan kesehatan
harus diperhatikan bahwa pendidikan kesehatan suatu proses terjadi
perubahan perilaku orang tua sehingga memerlukan waktu yang relatif lama
karena mengubah perilaku orang tua bukan suatu hal yang mudah.
7
Anak sebagai buah hati orang tua, tentu akan diupayakan semaksimal
mungkin agar berkembang secara optimal, termasuk mendapat perawatan
gigi dan mulut secara rutin. Tapi, kebanyakan orang tua mengeluh kesulitan
membawa anaknya ke dokter gigi. Sebuah dilema yang harus dihadapi.
(Runkat, 2000).
Peranan orang tua diperlukan untuk mendapatkan gigi yang sehat
pada anak-anak. Orang tua memiliki pengetahuan tentang kesehatan gigi
yang baik mengajarkan cara hidup sehat terhadap anaknya akan mungkin
mendapat anak-anak dengan gigi yang sehat. Orang tua sangat berperan
dalam menumbuhkan kebiasaan pada anak-anak dalam menyikat giginya.
Tetapi pengetahuan seseorang belum tentu mampu memotivasi orang tersebut
untuk berperilaku sehat, karena proses peralihan dari mengetahui sampai
melakukan bukanlah suatu proses sederhana. Proses tersebut meliputi banyak
variabel yang terhimpun dalam sikap atau penilaian seseorang terhadap
sesuatu (Prasetyo, 2003).
B. Perawatan Gigi Anak
Banyak yang mengeluh bahwa perawatan gigi anak, terutama anak
balita, sulit dan memerlukan banyak waktu. Keluhan tersebut dapat
dimengerti karena sebagian besar anak tidak mau diperiksa giginya dan
banyak orang tua yang belum sadar akan perlunya perawatan gigi anak.
Selain itu juga biaya perawatan gigi yang cukup tinggi dan anak harus
berkalai-kali datang.
8
Biasanya anak hanya akan dibawah ke dokter gigi bila mengeluh
sakit gigi, padahal kalau anak mengeluh sakit gigi, boleh dipastikan bahwa
gigi anak tersebut sudah berlubang dan cukup dalam (Ismu Suwelo, 1997).
Sebagian dokter gigi juga enggan atau selalu mangalami kesulitan bila
merawat gigi anak. Padahal keadaan gigi anak yang dijumpai di klinik sudah
parah dan anak menderita sakit gigi anak jadinya memerlukan banyak waktu
dan biaya. Telah diketahui bahwa gigi sulung berperan penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan muka, yang berkaitan dengan fungsi
mengunyah, membentuk propel, dan petunjuk arah gigi tetapnya yang akan
erupsi. Kalau gigi sulung rusak atau anak menderita sakit gigi sampai demam,
maka selain terganggunya kesehatan umum, yang berakibat terganggunya
pertumbuhan dan perkembangan anak juga, dan pertumbuhan dan
perkembangan anak akan terganggunya selain itu secara emosional anak
mengeluh sakit gigi dan akan menjadi persoalan keluarga, anak mengeluh
sakit gigi tapi tidak mau dibawah ke dokter gigi karena takut. Demikian juga
dengan orang tuanya tidak mau membawa ke dokter gigi dengan alasan
tertentu (Ismu Suwelo, 1997).
Begitu kompleksnya perawatan gigi anak dilihat dari pihak dokter
gigi, orang tua dan anak serta keadaan sosial ekonomi keluarga, sehingga gigi
anak disepelehkan atau kurang diperhatikan pada umumnya memang gigi
orang dewasa apalagi anak belum mendapat prioritas pelayanan kesehatan
yang memadai. Padahal kualitas sumber daya manusia perlu ditingkatkan
9
untuk bisa bersaing dalam era penuh persaingan disegala bidang saat ini. Bila
diamati bagaimana kita bisa meningkatkan sumber daya manusia tanpa
memperhatikan kualitas kesehatan gigi anak sejak dini. Keluhan dan bukti
sudah menunjukkan bahwa gigi juga merupakan faktor penentu bagi remaja
untuk diterima sebagai calon taruna AKABRI dan juga sabagai karyawan
swasta sehubungan dengan asuransi kesehatan (Ismu Suwelo, 1997).
1. Sikap dan Perilaku Anak Pada Perawatan Gigi
Menurut Shire dan Fogels (1962) cit. Soegiyono (1990) ada beberapa
tingkah laku anak yang selanjutnya disebut “Frankle Behavior Ratino
Scale” yang dibedakan atas 4 kategori ;
a. Jelas negatif ditunjukkan dengan menolak perawatan, menagis takut
atau bermacam-macam hal yang kesemuanya itu menunjukkan hal yang
negatif.
b. Negatif hal ini ditunjukkan dengan ketidak kooperatifnya anak dengan
dokter gigi, seperti sikap bersungguh-sungguh tidak menjawab
pertanyaaan dan sebaliknya.
c. Positif perawatan dapat dilaksanakan tetapi kadang-kadang agar suka
walau masih mau menuruti kehendak dokternya.
d. Jelas positif dapat bekerja sama dengan baik nasehat dokter gigi
diperhatikan dan menimbulkan situasi yang menyenangkan.
Menurut Soegiyono (1990) untuk melakukan perawat diperlukan
suatu kerja sama antara dokter gigi dan penderita. Hampir semua anak
10
diajak bekerja sama asal pendekatan antara anak dan dokter giginya
diperhatikan. Berdasarkan pengalaman di praktek pribadi, hal-hal berikut
ini sering dijumpai dan dapat menyulitkan perawatan gigi pada anak-anak.
a. Sangat tidak terkontrol
Anak usia muda antara 3-6 tahun mempunyai sifat tidak terkontrol.
Pada anak yang baru pertama dibawah ke dokter gigi kadang-kadang
reaksinya sudah terlihat pada waktu masih di ruang tunggu. Reaksinya
berupa tangisan keras menyepak-nyepak, menendang kakinya,
memukul tangan ibunya.
b. Melawan
Sikap melawan dapat di jumpai pada semua umur. Manifestasinya
dengan ucapan-ucapan tidak mau setiap akan dimulai perawatan.
Biasanya sifat ini dibawah oleh anak ini sering bertingkah laku yang
sama. Anak dengan tingkah laku ini mempunyai keberanian yang
cukup.
c. Pemalu
Anak pemalu masih lebih dapat diterima, dari pada anak yang melawan,
asal dokter menghadapinya harus dengan cara yang cepat. Sifat ini
dapat ditunjukan dengan berlindung pada ibunya, menarik-narik ibunya,
mencari-cari alasan.
d. Tegang
11
Tingkah laku anak yang tegang, berada dalam negatif dan positif. Pada
umumnya dapat menerima perawatan, dapat dikenali dengan gerak-
gerak, suara bergetar, matanya selalu mengikuti perubahan sikap
dokternya atau asistennya.
e. Menangis berkepanjangan
Anak yang menangis berkepajangan akan menunjukkan sifat dapat
diajak bekerja sama. Tangisannya menunjukkan manifestasinya
reaksinya tetapi ia tidak melawan waktu diadakan perawatan
(Soegiyono, 1990).
2. Hubungan Anak dengan Dokter Gigi/ Perawat Gigi
Anak kecil membutuhkan kasih sayang dan bimbingan dari orang tua
mereka. Kasih sayang itu penting dan itu berarti mencurahkan waktu untuk
menciptakan hubungan satu sama lain dengan anak anda. Akan tetapi, hal
itu tidak selalu berarti membiarkan ia melakukan apa yang diinginkan.
Bermain melihat-lihat buku dan membaca sebuah cerita untuknya sangat
penting dan anda harus meluangkan waktu untuk kegiatan ini. Tetapi, anak
anda juga harus belajar bahwa ada saatnya anda melakukan hal-hal lain. Dua
diantara hal terpenting yang harus diperlihatkan dalam kaitannya dengan
anak anda adalah kejujuran dan kekonsistenan (Addy, P.A, 1993)
Menurut Andlaw (1996) kebanyakan pasien merasa cemas pada
kunjungan pertama ke dokter gigi. Tujuan yang paling penting bagi dokter
12
gigi dan stafnya adalah menghilangkan rasa cemas ini. Resepsionis harus
menyambut anak dengan bersahabat dan gembira, ruang tunggu harus diisi
dengan suatu tentang anak. Jadi keseluruhan lingkungan tempat penerimaan
ruang tunggu harus mampu berkomunikasi persahabatan dan penyambutan
yang hangat. Satu hal yang harus diingat bahwa dalam keperawatan anak,
klien anda bukan hanya anak-anak semata, tetapi juga orang tua (Supartini,
2004).
Kebanyakan dokter gigi atau perawat gigi menangani pasien secara
halus, dan tidak melaksanakan pemakaian kekerasan, kebanyakan dokter
gigi atau perawat gigi anak sekali-sekali memakai ketidaksabaran secara
paksa melakukan penekanan memakai tangan secara sengaja untuk dapat
menjalani tingkat perawatan atau mengatasi pasien anak yang sulit untuk
duduk dikursi gigi menyampaikan sikap berpura-pura (Noerdin, 2002).
Hubungan anak dengan dokter gigi atau perawat gigi harus berupa
hubungan yang menggembirakan sejak semula atau kunjungan pertama.
Makin cepat pembentukan hubungan ini pada kehidupan anak, sehingga
makin mudah antara anak dan dokter atau perawat gigi harus memasukkan
segenap perhatian usaha menjelaskan kepada orang lain, tentang pentingnya
membawa anak usia sekolah ke dokter gigi hanya sedikit anak merasa takut
karena cerita-cerita seram tentang kunjungan ke dokter gigi. Anak yang
sudah menjadi kawan dari dokter gigi atau perawat gigi sebelum mendapat
pengaruh buruk (Yuwono, at. Forrest and Fids,1995).
13
3. Penanganan rasa takut anak dalam perawatan gigi
Menurut Hendrastuti (2003) sikap dan tingkah laku anak pada saat
akan dilakukan perawatan di klinik dapat ditangani secara psikologis.
Menurut Soemartono (2003) penanganan rasa takut dapat di tangani antara
lain ;
1). Tell ‘show do
Teknik ini merupakan dengan menceritakan perawatan dan
memperlihatkan beberapa bagian perawatan pada anak bagaimana
mengerjakannya. Perlu dilakukan pujian untuk memberi penguatan
tingkah laku yang baik.
2). Hand Over Mouth
Biasanya cara ini dilakukan pada anak yang tidak kooperatif dan
bersifat melawan pada perawatan yang akan dilakukan. Teknik ini
dilakukan dengan cara meletakkan tangan diatas dengan kendali suara
dengan mengatakan bahwa tangan anak ini diangkat segera setelah anak
berhenti menangis.
3.) Desensitasi
Sering dilakukan oleh ahli psikologi untuk melawan rasa yaitu melatih
paisen untuk rileks.
4.) Modeling
14
Dapat dilakukan dengan mengikuti sertakan anak untuk mengamati
anak lain menjalani perawatan dan memperlihatkan tingkah laku yang
baik.
5). Penguatan Positif
Penghargaan dan hukuman dari lingkungannya bentuk hadiah yang
penting adalah kasih sayang dan pengakuan yang diperolehnya.
6). Pengendalian fisik
Suatu teknik yang digunakan untuk menahan gerakan mulut dan fisik
anak selama perawatan gigi, dapat dilakukan dengan tangan dan ikat
pinggang (Hendrastuti, 2003).
Menurut Barnes (1994) setiap dokter memiliki barbagai teknik pemeriksaan
yang dikembangkan berdasarkan pengalamannya masing-masing pada anak yang
sudah besar, kerjasama dapat dimulai dengan bujukan, percakapan, bahkan diskusi
tentang minat mereka. Untuk anak anda dapat menenangkan dan menaruh perhatian
mereka dengan barang-barang menarik anak yang berusia 2-4 tahun seringkali akan
tertarik dan tetap tenang jika mendengar anda bercerita, terutama tentang binatang,
dan sesekali tanyakan pendapat mereka mengenai binatang tersebut. Seorang anak
berusia 2 tahun kadang-kadang telah dapat dibujuk, pemberian barang apapun
biasanya disukai oleh anak (Barness, 1994).
Terjadinya kerja sama antara dokter gigi anak dan orang tua memang perlu
dilakukan. Hal ini terutama untuk mencari kesempatan serta kerja sama dalam
15
melakukan perawatan baik dilakukan di klinik maupun dilanjutkan dirumah
(Heriandi, 2002).
C. Peranan Orang Tua Terhadap Perawatan Gigi Anak
Keberhasilan perawatan gigi anak tidak lepas dari kerja sama antara beberapa
pihak, dalam hal ini diperlukan peran serta orang tua. Adapun peranan orang tua
terhadap keberhasilan perawatan gigi anak yaitu :
1. Orang tua sebagai teladan yang akan dijadikan oleh seorang anak sebagai
panutan yang akan memberikan contoh yang baik terhadap perawatan gigi
anak.
2. Orang tua berperan sebagai kontroler untuk tetap mengawasi anaknya untuk
tetap memperhatikan kebersihan giginya.
3. Orang tua sebagai figur yang dapat memberikan pemahaman yang lebih baik
kepada anak tentang apa yang baik untuk perawatan gigi anak.
4. Orang tua sebagai motivator yang akan selalu memberikan bimbingan
kepada seorang anak untuk tetap memperhatikan kebersihan giginya.
Hal ini dapat terlihat pada anak yang takut dan tidak mau dicabut giginya,
dimana orang tua dituntut untuk tetap memberikan motivasi dan arahan yang
baik perihal tentang giginya, sehingga anak akan terpacu dan tidak
menghawatirkan atau takut jika akan memeriksakan giginya.
16
D. Alur pikir
Keterangan :
Keberhasilan perawatan gigi tergantung dari peranan orang
tua, serta dapat dipengaruhi oleh rasa takut, tingkah laku
anak dan komunikasi.
17
Variable Bebas
Peranan orang tua
Variabel Terikat
Perawatan gigi anak
Variabel
Pengganggu
- Rasa takut anak
- Tingkah laku anak
- Komunikasi
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
A. Rancangan Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode deskritif dengan studi pustaka
dengan cara membaca, pengumpulan data-data dan teori-teori yang
berhubungan tentang peranan orang tua terhadap keberhasilan perawatan
gigi anak.
B. Pelaksaan Penulisan
Penulisan ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan,yaitu membaca
serta mengkaji buku-buku teks, jurnal serta data laporan penelitian dan
bahan pustaka lain yang berkaitan dengan karya tulis yang disusun.
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Menurut Hendrastuti (2003) bahwa seseorang anak pada perawatan
gigi anak merupakan bagian dari perhatian antara orang tua dengan dokter
gigi. Dokter gigi atau perawat gigi harus mempunyai pengetahuan tentang
bagaimana cara melakukan hubungan dengan anak dan orang tua. Oleh karena
itu sikap orang tua yang otoriter, orang tua melindungi, orang tua terlalu
sabar, orang tua yang lalai, orang tua yang mencurigai, orang tua yang
manipulatif.
Penulis berpendapat bahwa sikap dan tindakan orang tua dalam
perawatan gigi anak sangat mempengaruhi tingkah laku anak dalam
perawatan gigi, dengan sikap orang tua yang kurang mendukung maka dapat
menyebabkan timbulnya rasa takut anaknya yang akan mempengaruhi
keberhasilan dari suatu perawatan gigi.
Menurut Agussujanto (2001) bahwa orang tua harus menanamkan
kebiasaan-kebiasaan yang baik pada anaknya karena secara langsung maupun
tidak langsung anak akan meniru sikap orang tuanya tersebut. Oleh karena itu
lingkungan juga mempengaruhi sikap anak, orang tua sangat memegang
tanggung jawab untuk memberikan bimbingan kepada anaknya.
Orang tua sangat berperan dalam perkembangan diri anak. Menurut
Syamsul Yusuf (2000) bahwa keluarga memiliki peranan penting dalam upaya
19
mengembangkan diri anak. Sedangkan menurut Singgih (1990) bahwa anak
membutuhkan orang lain dalam perkembangannya terutama orang tuanya
sendiri yang bertanggung jawab akan segala kebutuhan anaknya baik material
maupun psikologis. Hal ini diperkuat oleh pendapat Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan (1993) yang mengatakan bahwa peranan orang tua harus
akan menurun kepada anaknya, oleh karena itu orang tua harus menanamkan
kebiasaan-kebiasaan yang baik kepada anaknya terutama dalam bidang
kesehatan gigi dan mulut.
Olehnya penulis berpendapat bahwa peranan orang tua dalam
perkembangan diri anak sangat penting. Karena orang tualah yang memenuhi
segala kebutuhan anaknya, menanamkan kebiasaan hidup yang baik, serta
orang tualah yang bertanggung jawab atas segala yang akan terjadi pada diri
anaknya.
Dalam pengamatan penulis sehari-hari bahwa sikap orang tua tidak
jauh beda dengan sifatnya anaknya. Hal ini disebabkan karena orang tua
memberikan contoh kepada anaknya dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan-
kebiasaan yang sering dilakukan orang tua dalam kehidupan sehari-hari akan
menyebabkan anaknya meniru perbuatan seperti itu. Salah satu contoh dalam
bidang kesehatan gigi yaitu menyikat gigi. Orang tua yang rajin menyikat gigi
dengan teknik yang tepat akan menyebabkan anaknya meniru hal tersebut.
Menurut Runkat (2000) bahwa anak merupakan buah hati orang tua
sehingga orang tua akan melakukan upaya semaksimal mungkin agar anaknya
20
berkembang secara optimal. Untuk dapat melakukan pencegahan penyakit
gigi dan mulut pada anaknya, sebaiknya orang tua harus memberikan contoh
yang baik kepada anaknya, bimbingan dan kebanyakan orang tua kesulitan
untuk membawa anaknya ke klinik gigi
Prasetyo (2003) berpendapat bahwa peranan orang tua untuk
mendapatkan gigi yang sehat pada anaknya harus memiliki pengetahuan
tentang bagaimana cara merawat kebersihan gigi dan mulut. Serta
mengajarkan bagaimana hidup sehat akan tetapi pengetahuan orang tua belum
tentu dapat memotivasi anak berlaku sehat, karena proses peralihan dari
mengetahui sampai melakukan bukanlah suatu yang sederhana.
Perawatan gigi anak sering kita jumpai di klinik gigi. Menurut Suwelo
(1997) bahwa banyak orang tua yang mengeluh terhadap perawatan gigi
anaknya dan beranggapan bahwa gigi anak tidak perlu dirawat dan nantinya
akan diganti dewasa. Selain itu biaya perawatan gigi mahal dan harus
berulang-ulang kali datang ke klinik.
Menurut penulis bahwa tersebut memang sering di jumpai di klinik,
hal inilah yang menyebabkan orang tua malas membawa anaknya ke dokter
gigi. Sebagai tenaga kesehatan harus mengetahui bagaimana cara menangani
tingkah laku anak berupa rasa takut dan cemas pada perawatan gigi anak.
Menurut Soegiyono (1990) bahwa tingkah laku anak pada perawatan
gigi dapat di bedakan 4(empat) kategori: jelas negatif ditunjukkan dengan
menolak perawatan, negatif ditujukan dengan mengikuti kehendak dokter
21
gigi, positif yang ditunjukan dengan mengikuti kehendak dokter, jelas positif
dapat bekerja sama yang baik sehingga menimbulkan sesuatu menyenangkan.
Menurut Addy (1993) bahwa anak kecil membutuhkan kasih sayang
dan bimbingan dari orang tua dalam perawatan gigi anak, kasih sayang
kepada anak sangat penting mencurahkan waktu untuk menciptakan hubungan
semaksimal mungkin.
Menurut Andlaw (1990) bahwa kebanyakan pasien anak merasa
cemas kepada kunjungan pertama ke klinik gigi sehingga diperlukan adanya
suatu komunikasi yang sangat baik kepada anak. Supartini (2004)
menambahkan bahwa perawatan gigi anak di klinik bukan hanya anak semata-
mata akan tetapi juga orang tuanya juga terlibat serta dokter/perawat giginya.
Dalam pengamatan penulis berpendapat bahwa kunjungan pertama ke
dokter/ perawat gigi akan menyebabkan trauma jika dilakukan perawatan
sesuai dengan kehendak anak dalam perawatan gigi anak diperlukan kasih
sayang dari orang tua dan dokter gigi untuk menciptakan hubungan
semaksimal mungkin.
Menurut Yuwono (1995) bahwa hubungan anak dengan dokter gigi
harus berupa hubungan yang mengembirakan pada kunjungan pertama akan
terkesan diperhatikan dan tidak akan disukai dan kiranya dapat dijelaskan
kepada orang tua tentang pentingnya membawa anak ke poliklinik gigi.
Penanganan rasa takut anak dilakukan dengan berbagai cara menurut
Hendrastuti (2003) penanganan rasa takut anak dilakukan dengan pendekatan
22
psikologis sedangkan Soemartono (2003) dilakukan dengan cara Tell-Sho-Do
yaitu menceritakan, menunjukkan dan melakukan prosedur perawatan gigi
anak.
Menurut Basrnes (1994) bahwa dokter gigi harus memiliki berbagai
teknik pemeriksaan dengan cara bekerja sama, bujukan, percakapan, bahwa
diskusi tentang minat mereka sedangkan menurut Heriandi (2002)
penanggulangan perilaku anak memerlukan keahlian tersendiri seperti
pendekatan yang bersahabat, perawatan yang sesingkat mungkin agar anak
tidak bosan.
Menurut Kennedy (1993) bahwa penanganan tingkah laku anak
dengan cara tell show do, menenangkan prosedur perawatan yang akan
dijalaninya, melakukan perawatan pada anak waktu yang tepat seta
memberikan dorongan dan motivasi kepada anak.
Dari beberapa pendapat di atas tentang penanganan rasa takut anak
dalam perawatan gigi maka penulis berpendapat bahwa penanganan rasa takut
anak dalam perawatan gigi dapat dilakukan dengan cara berkomunikasi yang
baik dengan anak dan orang tuanya, mendekati anak, menjelaskan tentang
prosedur pertawatan yang akan dijalaninya, melakukan perawatan dengan
singkat dan waktu yang tepat agar anak tidak cepat bosan.
Menurut Syamsul Y (2000) bahwa orang tua memegang peranan
penting dalam perkembangan anaknya. Anak membutuhkan perhatian,
bimbingan dari orang tua dari berbagai hal baik pendidikan maupun sikap
23
anak dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan (Agussujanto, 2001) bahwa
sikap orang tua akan memberikan dampak pada perilaku anak karena anak
akan mencontoh atau meniru sikap orang tuanya. Baik secara langsung
maupun tidak langsung. Contohnya dalam bidang kesehatan gigi dan mulut
yaitu apabila orang tua yang rajin menyikat gigi maka akan memberikan
dampak kepada anaknya meniru perbuatan orang tuanya tersebut.
Menurut Ismu S (1997) bahwa perawatan gigi anak bukanlah hal yang
sangat mudah karena adanya perasaan takut dan cemas pada diri anak yang
muncul pada saat akan dilakukan perawatan sehingga akan mempengaruhi
keberhasilan suatu perawatan. Salah satu faktor yang menyebabkan malasnya
orang tua untuk membawa anaknya ke klinik gigi karena adanya anggapan
gigi sulung tidak perlu di rawat.
Sehingga penulis berkesimpulan bahwa peranan orang tua dalam
perawatan gigi anak adalah sebagai berikut :
1. Orang tua dalam menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan hidup pada
anaknya dalam bidang kesehatan gigi dan mulut seperti hal menyikat
gigi.
2. Orang tua berperan memberikan motivasi kepada anaknya untuk
berperilaku sehat dalam kesehatan gigi dan mulut dengan cara
memberikan hadiah atu membujuk.
24
3. Orang tua berperan memberikan dan mengontrol keadaan gigi dan
mulut anaknya jangan sampai gigi anaknya sudah dalam keadaan
parah, baru dibawa ke klinik gigi.
4. Orang tua berperan untuk sering membawa anaknya ke klinik gigi
dengan tujuan untuk memperkenalkan situasi klinik gigi.
5. Orang tua berperan mendekati anak dengan cara pendekatan
psikologis seperti membujuk, memperlihatkan tingkah laku laku yang
baik pada perawatan gigi anak dan sebagainya.
25
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka penulis dapat menyimpulkan
sebagai berikut :
1. Orang tua harus menumbuhkan kebiasaan hidup sehat pada anak
khususnya dalam perawatan kesehatan gigi dan mulut.
2. Peranan orang tua dalam perawatan gigi anak adalah orang tua berperan
untuk memberikan motivasi kepada anak
3. Orang tua berperan dalam memberikan dan mengontrol keadaan gigi dan
mulut anak sejak dini.
4. Orang tua berperan untuk sering membawa anaknya ke klinik gigi dengan
tujuan untuk memperkenalkan situasi klinik.
5. Penanggulangan sikap dan perilaku anak dalam perawatan gigi dapat
dilakukan dengan cara pendekatan psikologis seperti membujuk.
B. Saran- Saran
1. Diharapkan orang tua dapat memberikan motivasi yang baik kepada anak.
2. Diharapkan agar orang tua sering membawa anaknya untuk mengunjungi
klinik gigi.
26
3. Sebaiknya sikap dan perilaku orang tua dalam perawatan gigi anak adalah
bersikap jujur kepada anak tentang perawatan gigi pada anak.
4. Sebaiknya orang tua harus menanamkan kebiasaan baik termasuk merawat
gigi pada anak.
5. Sebaiknya orang tua memberikan pujian pada anak setelah dilakukan
perawatan pada giginya.
6. Sebaiknya orang tua membawa anaknya 6 bulan sekali memeriksakan
kesehatan gigi dan mulut kedokter gigi.
7. Sebaiknya ruang perawatan gigi anak ditambahkan gambar tokoh kartun
agar lebih menarik perhatian anak.
27
DAFTAR PUSTAKA
Addy. (1993). Kesehatan Anak, Alih Bahasa Meitasari Tjandrasa. EGC: Jakarta.
Agus Sujanto.(2001). Psikologis Kepribadian. PT Bumi Aksara: Jakarta.
Andlaw,et.al. (1990). Perawatan Gigi Anak, alih bahasa Agus Djaya. Widya
Medika: Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (1983). Analisis Kesehatan. Erlangga: Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. (1994). Kamus Besar Bahasa
Indonesia Jilid Kedua. Balai Pustaka: Jakarta.
Hendrastuti.(2003). Penanganan Anak Secara Psikologis di klinik. Dentofasial
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin: Makassar.
Heriandi Sutadi. (2002). Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak. FKG- UI: Jakarta.
Ismu Suwelo (1997). Penanggulangan Pelayanan Kesehatan Gigi Anak Dalam
Menunjang Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia
Dimasa Mendatan. Jurnal PDGI: Jakarta.
Lewis A. Barness. (1992). Manual Diagnosa Fisik Pada Anak . Bina Aksara:
Jakarta Barat.
Lilian Y. (1993). Pencegahan Penyakit Mulut. Hipokrates: Jakarta.
Noerdin. (2002). Home-Hand Over Mouth Exercise. Dental Journal FKGUI:
Jakarta.
28
Prasetyo Darmawan Setijanto. (2003). Peran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Pemeliharaan Kesehatan Gigi Terhadap Kebersihan Gigi Anaknya. PT
Rineka: Surabaya.
Runkat Inne. (2004). Lab Ilmu Kesehatan Gigi Anak. FKG Unpad: Semarang.
Singgih D. Gunarsa. (1997). Psikologi Perkembangan. EGC: Jakarta Pusat.
Soegiyono K. R. (1990). Tingkah Laku Anak Pada Perawatan Gigi. FKG Usakti:
Surabaya.
Soemartono. (2003). Tingkah Laku Anak. Majalah Kedokteran Gigi. ECG: Jakarta
Supartini. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC: Jakarta.
Syamsul Yusuf. (2000). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. ECG:
Jakarta.
29
Recommended