View
266
Download
7
Category
Preview:
Citation preview
PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI GMP DAN SSOP
PRODUK AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK)
(Studi Kasus di PT. AGRItech GLOBAL CEMERLANG, Bogor)
Oleh
NINA NURWIYANA
F34103099
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI GMP DAN SSOP
PRODUK AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK)
(Studi Kasus di PT. AGRItech GLOBAL CEMERLANG, Bogor)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
NINA NURWIYANA
F34103099
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI GMP DAN SSOP
PRODUK AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK)
(Studi Kasus di PT. AGRItech GLOBAL CEMERLANG, Bogor)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
NINA NURWIYANA
F34103099
Dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1985
Di Kebumen
Tanggal Lulus : Januari 2008
Menyetujui,
Bogor, Januari 2008
Dr. Ir. Suprihatin, Dipl-Ing. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi.
Pembimbing Akademik I Pembimbing Akademik II
Nina Nurwiyana. F34103099. Perancangan dan Implementasi GMP dan SSOP Produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) (Studi Kasus di PT. AGRItech GLOBAL CEMERLANG, Bogor).
RINGKASAN
Air merupakan senyawa yang tak dapat digantikan peranannya oleh senyawa lain dalam kehidupan. Kebutuhan akan air bersih untuk keperluan air minum semakin tinggi sebagai hasil dari pertumbuhan jumlah penduduk.
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah penyediaan air minum adalah dengan menerapkan teknologi yang dapat menghasilkan air siap minum yang aman. Air minum seperti ini diperoleh dari air baku yang kemudian diolah dengan teknologi tertentu untuk menghasilkan air minum yang tidak membahayakan kesehatan. Air yang telah melewati proses ini kemudian dikemas dalam berbagai jenis dan ukuran kemasan yang kemudian dikenal sebagai Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).
PT. AGRItech GLOBAL CEMERLANG (PT. AGC) merupakan suatu teaching industry milik Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB. PT. AGC memproduksi air minum dengan merek dagang ‘Bening’. Dalam rangka bersaing dengan kompetitor di bisnis yang serupa, PT. AGC memutuskan bahwa mereka harus meningkatkan dan menjaga mutu produk air minum yang dihasilkannya. Manajemen PT. AGC berkomitmen merancang dan mengimplementasikan suatu sistem manajemen mutu sesuai dengan SNI 01-3553-1996 yang merupakan standar nasional produk AMDK.
Penelitian ini dilakukan dalam rangka melakukan perancangan Sistem Manajemen Mutu (SMM) sekaligus mengimplementasikannya di PT. AGC, serta melakukan evaluasi terhadap perancangan dan implementasi SMM. Penelitian ini dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari dua orang. Substansi dari SMM terdiri atas GMP (Good Manufacturing Practices), SSOP (Sanitation Standard Operation Procedures), dan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).
Hasil perancangan dokumen SMM PT. AGC meliputi sebuah manual mutu yang dirinci ke dalam 26 prosedur, 18 instruksi kerja, dan 36 buah formulir yang saling terkait. Perancangan GMP dan SSOP sebagai substansi SMM dibahas pada laporan hasil penelitian ini. Sedangkan substansi SMM mengenai HACCP dibahas pada laporan yang lain.
Implementasi prosedur dan instruksi kerja yang terkait dengan GMP dan SSOP diatur dalam dua buah manual. Berdasarkan data yang diperoleh dari rekaman pelaksanaan kegiatan dan pengamatan langsung di PT. AGC, sebagian besar prosedur dan instruksi kerja yang terkait dengan GMP dan SSOP sudah dapat diimplementasikan dengan baik.
Implementasi beberapa prosedur dan instruksi kerja perlu disempurnakan, yaitu prosedur dan IK tentang pengujian bahan baku dan produk akhir, misalnya dengan melengkapi alat pengujian berupa alat uji kekeruhan (turbidimeter); kemudian prosedur tentang proses pengemasan produk dengan menyediakan mesin capping (penutup botol galon) dan alat coding (pemberi kode produksi). Prosedur lainnya yang perlu disempurnakan adalah yang terkait dengan pemeliharaan kesehatan personel. Caranya, dengan melakukan kerjasama dengan klinik atau rumah sakit.
Berdasar hasil review dokumen, audit lapang, dan hasil uji lab produk yang dilakukan, PT. AGC berhasil menerapkan sistem mutu AMDK yang dibuktikan dengan diperolehnya sertifikat SNI 01-3553-1996.
Nina Nurwiyana. F34103099. Design and Implementation of GMP (Good Manufacturing Practices) and SSOP (Sanitation Standard Operation Procedures) of Bottled Drinking Water Product (Case Study in PT. AGRItech GLOBAL CEMERLANG, Bogor).
SUMMARY
Water is a compound that its role in human life can not be replaced by other compounds. The demand of drinking water is increasing as the result of the population growth.
One way to over come the problem of drinking water supply is by applying a technology that could produce safe drinking water. Bottled drinking water is produced from raw water that is processed by certain technology in order to produce drinking water without any hazard to human’s health. The processed water is then packed in various packaging and size, which is later known as bottled drinking water (AMDK).
PT. AGRItech GLOBAL CEMERLANG (PT. AGC) is a teaching industry that belongs to Agroindustrial Technology Department, IPB. PT. AGC produce bottled drinking water with product brand ‘Bening’. In order to keep on competing with other competitors in the similar business, PT. AGC’s management decide that they must improve and maintain their drinking water quality. PT. AGC’s management committed for designing and implementing a Quality Management System according to Indonesian National Standard (SNI) 01-3553-1996 which is national standard for packed drinking water in Indonesia.
The objectives of this research were designing and implementing a Quality Management System (QMS) in PT. AGC, and evaluating the design and implementation of this QMS. This research was doing in a group which consist of two students. Substancies of QMS consist of GMP (Good Manufacturing Practices), SSOP (Sanitation Standard Operation Procedures) and HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).
The result of the designing of QMS document cover a quality guidance which were explained into 26 procedures, 18 work instructions (WIs), and 36 forms which related each other. In this report, the designing of GMP and SSOP as the QMS’s substancies is discussed. Otherwise, HACCP is discussed in another report.
Procedures and WIs about GMP and SSOP were regulated into two manuals. According to the datas from implementation activities and observation’s record in PT. AGC, most of procedures and WIs had been implemented properly. Some procedures and WIs’ implementation need to be improved, such as procedure and WI about raw material and finished product testing by providing the testing equipment, such as turbidimeter; then procedure about filling process by providing capping machine and coding machine. Another procedure that need to be improved is related to personel’s healthy cares. The way is by making a networking with clinic or hospital.
Based on the document review, site audit by auditor, and the result of laboratory product test, PT. AGC could implementing bottled drinking water’s quality system that was proved by getting the SNI 01-3553-1996 certification.
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul
“Perancangan dan Implementasi GMP dan SSOP Produk Air Minum
Dalam Kemasan (AMDK) (Studi Kasus di PT. AGRItech GLOBAL
CEMERLANG, Bogor)” ini adalah karya saya sendiri dengan arahan dari dosen
pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2008
Nina Nurwiyana
F34103099
RIWAYAT HIDUP
Penulis memiliki nama lengkap Nina Nurwiyana. Penulis dilahirkan pada
tanggal 14 Januari 1985 dari pasangan Slamet Priyono dan Wiwi Winarti di
Kebumen, Jawa Tengah.
Penulis lulus dari SDN 1 Sruweng lalu melanjutkan di SLTPN 3 Kebumen.
Penulis memperoleh beasiswa untuk masuk di SMU Taruna Nusantara Magelang
setelah melewati serangkaian tes masuk dari tingkat kabupaten hingga tingkat
pusat.
Pada tahun 2003, penulis masuk di IPB lewat jalur SPMB dan diterima di
Departemen TIN. Selama menjadi mahasiswa, penulis cukup aktif dalam kegiatan
keorganisasian mahasiswa dan pernah menjabat sebagai staf HRD Himalogin
(Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri) periode 2004-2005 pada biro Minat
dan Bakat.
Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah
Laboratorium Lingkungan pada tahun 2006. Penulis melaksanakan Praktik
Lapang di PT. Firmenich Indonesia, Cileungsi, Bogor dengan tema ”Mempelajari
Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Flavor di PT. Firmenich Indonesia”.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga dengan segala keterbatasan yang ada, penulis dapat
menyelesaikan laporan skripsi. Laporan skripsi ini berjudul ”PERANCANGAN
DAN IMPLEMENTASI GMP DAN SSOP PRODUK AIR MINUM DALAM
KEMASAN (AMDK) (Studi Kasus di PT. AGRItech GLOBAL
CEMERLANG, Bogor).
Sehubungan dengan selesainya penelitian dan laporan ini, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Almarhummah Mbah Uti tercinta. Terima kasih atas doa siang-malamnya
untuk penulis. Maaf karena tidak sempat membawa Mbah ke Bogor untuk
menghadiri wisuda Nina.
2. Papa dan mama serta seluruh keluarga penulis yang selalu memberikan
motivasi, perhatian, materi, dan doa
3. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl-Ing, selaku pembimbing akademik I, yang telah
memberikan saran, motivasi, informasi dan bimbingan yang sangat berguna
kepada penulis
4. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi selaku pembimbing akademik II, yang telah
memberikan motivasi, saran, informasi, dan bimbingan yang sangat berguna
kepada penulis
5. Ir. Indah Yuliasih, MSi selaku Direktur PT.AGRItech GLOBAL
CEMERLANG dan dosen penguji, yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di PT. AGRItech GLOBAL
CEMERLANG dan memberi banyak informasi dan masukan kepada penulis
6. Ir. Ade Iskandar, MSi selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
informasi, masukan, dan saran yang sangat berguna kepada penulis
7. Ir. Angga Yuhistira, yang telah memberikan masukan, saran, informasi dan
bimbingan yang sangat berguna kepada penulis
8. Seluruh teman-teman di PT. AGRItech GLOBAL CEMERLANG atas
bantuan, dukungan, dan kerjasamanya kepada penulis
9. Lisna Trisnawati untuk semua yang telah kita lalui dan selesaikan bersama
selama penelitian
10. Puti Paramita Rosliyanti, Namira Syarah, dan R. Silvia Yulianti atas dukungan
moral dan material sebagai sahabat terbaik
11. Sylvilia Widyanagari, Ika Puspa Sari, Farah, Rian Ruli Narulita, R. E.
Anindhita, Asri Andriani, serta semua teman TIN angkatan 2003 atas bantuan
dan dukungannya kepada penulis
12. Bukhori Al Jauhari atas dukungan dan doanya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya untuk
penulis dan seluruh pihak pada umumnya.
Bogor, Januari 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................i
DAFTAR ISI .............................................................................................iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................viii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BALAKANG...........................................................................1
B. TUJUAN................................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. AIR MINUM DALAM KEMASAN………………………………….3
B. SISTEM MANAJEMEN MUTU …………………..…………………4
C. GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) ………………….8
D. SANITATION STANDARD OPERATION PROCEDURES (SSOP)…..9
III.KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN ……………12
B. LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK............................................13
C. STRUKTUR ORGANISASI DAN KETENAGAKERJAAN.............13
D. SARANA DAN FASILITAS PRODUKSI..........................................15
E. PERKEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN MUTU
PERUSAHAAN...................................................................................16
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. TAHAPAN PENELITIAN ..................................................................17
B. SUBJEK PENELITIAN.......................................................................18
C. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN............................................18
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PERANCANGAN SMM PT. AGC......................................................20
B. PERANCANGAN GMP DAN SSOP .................................................25
C. IMPLEMENTASI GMP DAN SSOP PT. AGC..................................62
D. EVALUASI PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI
GMP DAN SSOP PT. AGC.................................................................78
E. SERTIFIKASI SNI 01-3553-1996........................................................86
VI. RENCANA PENGEMBANGAN BISNIS ........................... ..................94
VII.KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN..................................................................................106
B. SARAN..............................................................................................108
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................109
LAMPIRAN.............................................................................................111
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Daftar Isi Panduan/Manual SMM PT.AGC.......................................21
Tabel 2. Daftar Pengujian Produk
di PT. AGRItech GLOBAL CEMERLANG .....................................57
Tabel 3. Jumlah Produk yang Dihasilkan dalam Bulan Juli ...............................65
Tabel 4. Jumlah Produk yang Dijual dalam Bulan Juli ......................................65
Tabel 5. Jadwal Penggantian Catridge Filter PT. AGC......................................68
Tabel 6. Aspek yang Perlu Dikembangkan dan Usulan
Pengembangannya.................................................................................72
Tabel 7. Daftar Isi Manual SMM Edisi Pertama PT. AGC ................................78
Tabel 8. Temuan Ketidaksesuaian dan
Tindakan Perbaikan yang Dilakukan ....................................................89
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Piramida Dokumen.........................................................................7
Gambar 2. Komponen Dasar dari GMP...........................................................9
Gambar 3. Praktik Sanitasi dalam GMP........................................................10
Gambar 4. Struktur Organisasi PT. AGC ......................................................14
Gambar 5. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian...........................................19
Gambar 6. Struktur Organisasi dalam SMM PT. AGC ..................................23
Gambar 7. Pembagian Area dalam Gedung PT. AGC...................................26
Gambar 8. Lubang Konveyor.........................................................................28
Gambar 9. Ketentuan Memasuki Area High dan Medium Hygienis .............29
Gambar 10. Mobil yang Memasuki Lorong ....................................................30
Gambar 11. Halaman Belakang Pabrik............................................................30
Gambar 12. Layout Gedung dan Pergerakan Galon, Air, dan Produk.............32
Gambar 13. Atap dan Langit-Langit Ruang Pengisian....................................36
Gambar 14. Tempat Karyawan Melakukan Aktivitas Makan .........................37
Gambar 15. Tangki Penampungan .................................................................38
Gambar 16. Pompa Sentrifugal........................................................................39
Gambar 17. Skema Proses Filtrasi pada Penyaringan Pasir ............................40
Gambar 18. Skema Proses Filtrasi pada Penyaringan Karbon ........................40
Gambar 19. Membran Mikrofiltrasi.................................................................41
Gambar 20. Skema Proses Filtrasi Menggunakan Catridge ............................41
Gambar 21. Skema Proses Ozonisasi...............................................................42
Gambar 22. Ozomax ........................................................................................43
Gambar 23. Tabung Oksigen ...........................................................................43
Gambar 24. Tangki Pencampuran....................................................................43
Gambar 25. Diagram Alir Proses Pengolahan Air...........................................44
Gambar 26. Diagram Alir Proses Pencucian Botol Galon...............................51
Gambar 27. Diagram Alir Proses Pengemasan................................................54
Gambar 28. Standar Warna Coklat pada Catridge Filter ...............................69
Gambar 29. Grafik Frekuensi Pembersihan dan Sanitasi di PT. AGC ............70
Gambar 30. Mekanisme yang Biasa Dilakukan dalam Rangka
Sertifikasi Produk dengan Label SNI ...........................................92
Gambar 31. Mekanisme Sertifikasi Produk AMDK Galon
Merek “Bening” dengan Label SNI ...........................................93
Gambar 32. Disain Renovasi Gedung PT. AGC..............................................95
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Persyaratan kualitas air minum
berdasarkan SNI 01-3553-1996 ....................................................112
Lampiran 2. Persyaratan kualitas air minum
berdasarkan SNI 01-3553-2006 ....................................................113
Lampiran 3. Formulir 01.0.................................................................................114
Lampiran 4. Formulir 03.0.................................................................................115
Lampiran 5. Formulir 09.0.................................................................................116
Lampiran 6. Formulir 13.0.................................................................................117
Lampiran 7. Formulir 14.0.................................................................................118
Lampiran 8. Formulir 16.0.................................................................................119
Lampiran 9. Sertifikat SNI 01-3553-1996......................................................... 120
Lampiran 10. Manual GMP Produk AMDK....................................................... 121
Lampiran 11. Manual SSOP Produk AMDK...................................................... 139
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
PT. AGRItech GLOBAL CEMERLANG (AGC) merupakan salah satu
perusahaan yang memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) galon
dengan merek ’Bening’. PT. AGC dirintis oleh para staf pengajar
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB yang bertujuan menerapkan teaching industry sekaligus dalam rangka
mengisi peluang pasar yang menjanjikan ini.
Di tengah persaingan bisnis AMDK yang sangat ketat ini, PT. AGC
menyadari bahwa mutu menjadi hal yang sangat penting agar dapat bertahan
dan memperoleh kepercayaan dari konsumennya. Mutu merupakan faktor
yang menjadi bahan pertimbangan bagi konsumen dalam mengambil
keputusan untuk membeli suatu produk, baik yang berupa barang ataupun
jasa.
Mutu produk yang dihasilkan dapat dijaga jika perusahaan mempunyai
suatu sistem yang dapat menjaga agar produk tersebut memenuhi standar
yang telah ditetapkan. Sistem tersebut dikenal sebagai sistem manajemen
mutu (SMM). PT. AGC merancang SMM yang terdiri dari GMP (Good
Manufacturing Practices), SSOP (Sanitation Standard Operation
Procedures dan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points). Dengan
mengimplementasikan ketiga buah substansi tersebut, diharapkan mutu
produk yang dihasilkan akan sesuai standar mutu produk AMDK yang
berlaku. Perancangan, implementasi, dan evaluasi SMM PT. AGC ini
dilakukan selama penelitian dan dikerjakan secara berkelompok yang terdiri
atas dua orang. Namun pelaporan dari penelitian ini dibagi menjadi dua
buah laporan terpisah. Laporan ini hanya membahas mengenai substansi
GMP dan SSOP saja, sementara substansi HACCP dibahas pada laporan
lain.
Standar mutu untuk produk AMDK telah ditetapkan dan terus
mengalami penyempurnaan. Produsen AMDK di Indonesia masih mengacu
pada SNI 01-3553-1996 sebagai standar mutu produknya meskipun standar
mutu AMDK terbaru telah diterbitkan, yaitu SNI 01-3553-2006.
Standardisasi kualitas air dibuat dengan maksud untuk memelihara,
melindungi, dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat, terutama
dalam pengelolaan air atau kegiatan usaha mengolah dan mendistribusikan
air minum untuk masyarakat umum.
B. TUJUAN
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu :
1. Merancang GMP dan SSOP sebagai bagian dari Sistem
Manajemen Mutu (SMM) produk AMDK PT. AGC
2. Mengimplementasikan GMP dan SSOP di PT. AGC dalam
memproduksi AMDK
3. Mengevaluasi hasil perancangan dan implementasi GMP dan
SSOP di PT. AGC.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK)
Air Minum Dalam Kemasan menurut Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan RI nomor 705/MPP/Kep/11/2003 didefinisikan sebagai air
baku yang telah diproses dan dikemas serta aman untuk diminum. Air baku
di sini adalah air yang telah memenuhi persyaratan kualitas air bersih untuk
diolah menjadi produk AMDK. Adapun persyaratan kualitas air produk
berdasarkan SNI 01-3553-1996 dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pada dasarnya, AMDK diproses melalui 3 tahap, yaitu penyaringan,
desinfeksi, dan pengisian. Penyaringan dimaksudkan untuk menghilangkan
partikel padat dan gas-gas yang terkandung dalam air. Desinfeksi bertujuan
untuk membunuh bakteri patogen dalam air. Pengisian merupakan tahap
akhir proses produksi dimana air dimasukkan melalui sebuah peralatan yang
dapat melindungi air tersebut dari kontaminasi selama pengisian ke dalam
kemasan. Kemasan AMDK dapat dibuat dari kaca, Poli Etilen (PE), Poli
Propilen (PP), Poli Etilen Tereftalat (PET), Poli Vinil Khlorida (PVC), atau
Poli Karbonat (PC).
Untuk menghasilkan produk yang aman dikonsumsi, perusahaan
industri AMDK harus melakukan pengawasan mutu terhadap air baku secara
periodik dengan pengujian laboratorium minimal sebagai berikut :
1. Satu kali dalam satu minggu untuk analisa coliform;
2. Satu kali dalam tiga bulan untuk analisa kimia dan fisika;
3. Satu kali dalam empat tahun untuk analisa radiologi
Selain itu, pengujian mutu juga dilakukan terhadap produk akhir, yaitu
AMDK. Metode pengujian dilakukan sesuai dengan SNI 01-3554-1998 atau
revisinya. Adapun parameter yang harus diuji minimal adalah :
1. Keadaan air : bau, rasa, warna.
2. pH
3. Kekeruhan
4. Cemaran mikroba : angka lempeng total, bakteri bentuk coli.
(Kepmenperindag RI, 2003).
B. SISTEM MANAJEMEN MUTU
1. Definisi Mutu
Mutu merupakan gambaran dan karakteristik menyeluruh dari
suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau
manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan
kebutuhan yang ditentukan. Mutu produk pangan dipenuhi oleh
beberapa faktor, antara lain bentuk, rasa, aroma, dan warna (Standar ISO
8402-1992).
Mutu menurut Tjiptono (1997) merupakan kesesuaian dengan
persyaratan atau tuntutan, kecocokan untuk pemakaian, perbaikan atau
penyempurnaan berkelanjutan, bebas dari kerusakan atau cacat,
pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat, atau
melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal. Selain itu, mutu
diartikan sebagai sesuatu yang dapat memuaskan pelanggan.
Mutu merupakan faktor penting yang menjadi bahan pertimbangan
bagi konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu
produk, baik yang berupa barang ataupun jasa. Pertimbangan ini umum
dilakukan baik oleh konsumen perorangan, kelompok industri, negara,
maupun toko pengecer. Oleh karena itu, mutu dapat membawa pada
keberhasilan bisnis, pertumbuhan, dan peningkatan posisi bersaing
(Montgomery, 1990).
Thorner (1973) menyatakan bahwa mutu dapat ditinjau dari dua
sisi yang berbeda, yaitu dari sisi konsumen sebagai pemakai produk
akhir dan dari sisi produsen sebagai pemilik teknologi produksi. Pada
umumnya, konsumen mendefinisikan mutu menurut penilaian pribadi.
Deskripsi dari penilaian pribadi ini bersifat subjektif dan abstrak
sehingga tidak dapat memberikan bukti yang kongkrit dalam penentuan
tingkatan mutu. Dari sisi produsen, pengertian mutu dilihat dari segi
klasifikasi produk secara fisik maupun kimiawi, yang telah ditentukan
berdasarkan suatu standar mutu produksi tertentu. Standar mutu ini dapat
ditentukan oleh perusahaan sendiri, melalui evaluasi panel dari
konsumen, bahkan oleh badan resmi yang ditunjuk oleh pemerintah
setempat.
Mutu air menurut Kepmenperindag (2003) adalah kondisi kualitas
air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu
dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Sistem Manajemen Mutu
Sistem manajemen mutu masuk ke Indonesia melalui beberapa
tahapan mulai dari final inspection and testing, in line process control,
total quality control, hingga total quality management. Sistem
manajemen mutu yang berkembang di Indonesia disertai pula dengan
sistem sertifikasi, baik bersifat self declaration (pernyataan diri), second
party certification (disertifikasi pembeli), dan third party certification
(disertifikasi lembaga independen atau pemerintah).
Suatu pendekatan untuk pengembangan dan penerapan sistem
manajemen mutu mengandung beberapa tahapan sebagai berikut :
a. Penentuan keinginan dan harapan pelanggan
b. Penetapan kebijakan mutu dan tujuan organisasi
c. Penentuan proses dan tanggung jawab yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan mutu
d. Penetapan pengukuran untuk efektivitas proses guna mencapai
tujuan mutu
e. Penetapan pengukuran untuk penentuan efektivitas setiap proses
f. Penentuan arti dari pencegahan ketidaksesuaian dan menghilangkan
penyebabnya
g. Mencari peluang untuk memperbaiki efektifitas dan efisiensi proses
h. Penentuan dan mendahulukan perbaikan yang menjanjikan hasil
optimum
i. Perancanaan strategi, proses, dan sumber daya untuk menyediakan
perbaikan yang teridentifikasi
j. Penerapan perencanaan
k. Pemantauan pengaruh dari perbaikan
l. Pemeriksaan hasil dibandingkan dengan harapan keluaran
m. Peninjauan ulang aktivitas perbaikan untuk penentuan tindak lanjut
yang sesuai
(Thaheer, 2005).
Sistem manajemen mutu dapat membantu dalam meningkatkan
mutu produk/layanan yang dihasilkan, mengontrol biaya-biaya,
mengurangi kerusakan dan cacat pada produk, meningkatkan kepuasan
konsumen, dan pada akhirnya adalah meningkatkan keuntungan
perusahaan.
3. Dokumentasi Sistem Mutu
Dokumentasi sistem mutu adalah prosedur-prosedur, data,
rekaman-rekaman, bukti-bukti tanda terima, dan sebagainya yang tertulis
dalam lembaran kertas atau dalam bentuk disket (Priyadi, 1996). Untuk
memudahkan pengendalian akan sangat bermanfaat jika tiap dokumen
memiliki kode, untuk memudahkan dalam mengatur jika ada revisi atau
perubahan dan memudahkan mengetahui status revisi serta
pengesahannya terhadap dokumen asli dan beberapa revisinya.
Diperlukan pula daftar pemegang dokumen untuk memudahkan
pengendalian penerbitan dokumen dan untuk penarikan yang
kadaluwarsa (Hadiwiardjo dan Sulistijarningsih, 1996). Dokumentasi
sistem mencakup panduan (Manual), prosedur (SOP), instruksi kerja
(WI), dokumen pendukung seperti formulir. Piramida dokumen dapat
dilihat pada Gambar 1.
Manual mutu menggambarkan filosofi perusahaan, cara
perusahaan memenuhi persyaratan yang ada pada setiap elemen sistem
mutu. Isinya diserahkan kepada perusahaan sesuai keadaan di perusahaan
dan kebutuhan perusahaan. Panduan atau manual mutu berisi latar
belakang perusahaan, kebijakan, tujuan serta komitmen untuk
menyelenggarakan sistem mengikuti standar yang diacu.
Rekaman Mutu
Instruksi Kerja
Prosedur Mutu
Manual Mutu
Gambar 1. Piramida Dokumen (Novack, 1995)
Prosedur mutu mendokumentasikan rencana mutu perusahaan dan
mendefisniskan strategi implementasinya, umumnya berisi tugas-tugas,
tanggung jawab, frekuensi dan departemennya. Prosedur merupakan
penerapan dari semua kegiatan HACCP dalam memenuhi persyaratan
standar (Novack, 1995).
Instruksi kerja berisi secara terperinci dari pengerjaan pada mesin
tertentu. Jenis instruksi kerja yang dibuat diserahkan kepada perusahaan
untuk dibuat sesuai dengan kebutuhannya. Instruksi kerja harus bersifat
singkat, mudah dimengerti, tidak menimbulkan berbagai interpretasi dan
berada di tempat yang memerlukan. Instruksi kerja dapat berbentuk
kalimat dengan nomor langkah kerja, gambar-gambar, flow chart, foto-
foto dan check list.
Rekaman mutu berisi rekaman tercatat dari segala kejadian yang
berpengaruh terhadap mutu. Rekaman mutu merupakan bukti obyektif
atas penerapan sistem manajemen mutu. Catatan itu diisi langsung oleh
pekerja atau operator yang melaksanakan aktivitas bersangkutan.
Sebaiknya perusahaan menyediakan format standar dari formulir yang
harus diisi saat pencatatan kejadian yang berpengaruh terhadap mutu
(Novack, 1995).
C. GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP)
Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman cara
memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-
persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan
bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen.
Tujuan spesifik dari penerapan GMP dalam industri pangan adalah
memberikan prinsip-prinsip dasar makanan yang diterapkan dalam
memproduksi makanan sepanjang rantai dan jalur makanan (mulai dari
produk primer hingga produk siap konsumsi), selain itu mengarahkan
industri agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi, persyaratan
lokasi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, dan karyawan.
GMP terdiri dari beberapa aspek yang saling berkaitan dan
berpengaruh langsung terhadap produk yang diolah dan dihasilkan. Secara
umum, peraturan GMP terdiri dari desain dan konstruksi higienis untuk
pengolahan produk makanan, disain dan konstruksi higienis untuk peralatan
yang digunakan dalam proses pengolahan, pembersihan dan desinfeksi
peralatan, pemilihan bahan baku dan kondisi yang baik, pelatihan dan
higienitas pekerja, serta dokumentasi yang tepat (Thaheer, 2005).
Adapun manfaat dari penerapan GMP :
a. Bagi pemerintah
⇒ Melindungi konsumen dari penyakit atau kerugian yang
diakibatkan makanan tidak memenuhi syarat
⇒ Memberikan jaminan makanan layak konsumsi bagi konsumen
⇒ Mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan terhadap
makanan yang akan diperdagangkan secara internasional
⇒ Sebagai acuan dalam program pendidikan kesehatan di bidang
pangan kepada industri pangan dan konsumen
b. Bagi Industriawan
⇒ Memproduksi dan menyediakan makanan yang layak konsumsi
⇒ Memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti
kepada masyarakat melalui informasi yang tertera pada
kemasan
⇒ Untuk mendapat kepercayaan dunia internasional terhadap
produk yang dihasilkan.
Gambar 2. Komponen Dasar dari GMP (Thaheer, 2005).
D. SANITATION STANDARD OPERATION PROCEDURES (SSOP)
Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga
kebersihan. Sanitasi merupakan hal penting yang harus dimiliki industri
pangan dalam menerapkan Good Manufacturing Practices. Sanitasi
dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit/kecelakaan dari konsumsi
pangan yang diproduksi dengan cara menghilangkan atau mengendalikan
faktor-faktor di dalam pengolahan pangan yang berperan dalam pemindahan
bahaya (hazard) sejak penerimaan bahan baku, pengolahan, pengemasan
dan penggudangan produk, sampai produk akhir didistribusikan.
Tujuan diterapkannya sanitasi di industri pangan adalah untuk
menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan makanan
serta mencegah kontaminasi kembali. Manfaat yang dapat diperoleh dari
pengaplikasian sanitasi pada industri bagi konsumen adalah bahwa
konsumen akan terhindar dari penyakit atau kecelakaan karena keracunan
makanan. Sementara itu, bagi produsen dapat meningkatkan mutu dan umur
EQUIPMENTS SANITATION
STORAGE
MAINTENANC
UTILITY
MANAGEMENT
GMP
BUILDING
QUALITY
simpan produk, mengurangi komplain dari konsumen, dan mengurangi
biaya recall (Thaheer, 2005).
Praktik sanitasi meliputi pembersihan, pengelolaan limbah, dan
higiene pekerja yang terlibat. Hubungan ketiganya dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Praktik Sanitasi dalam GMP (Thaheer, 2005)
Tujuan utama penggunaan sanitaiser (desinfektan) adalah untuk
mereduksi jumlah mikroorganisme patogen dan perusak di dalam
pengolahan pangan dan pada fasilitas dan perlengkapan persiapan makanan.
Pengawasan terhadap mikroorganisme ini penting untuk menjamin suatu
produk yang aman dan utuh dengan masa simpan yang cukup (Jenie, 1988).
Ada beberapa jenis sanitaiser yang sering digunakan di industri
pangan, di antaranya adalah sanitaiser panas dengan menggunakan panas
kering, uap panas, atau air panas. Adapun untuk mensanitasi ruangan
biasanya menggunakan teknik penyinaran ultra violet. Sanitaiser yang
berupa bahan kimia biasa digunakan untuk sanitasi pekerja dan peralatan
(Thaheer, 2005).
Cemaran yang tertinggal pada peralatan pengolahan pangan setelah
penggunaan biasanya terkontaminasi oleh mikroorganisme yang dipupuk
oleh senyawa-senyawa nutrien yang tertinggal pada deposit cemaran.
PERSONAL HYGIENE
WASTE DISPOSAL
SANITASI
CLEANING
Cemaran yang tertinggal akibat pembersihan peralatan yang kurang baik
akan menyediakan suatu medium yang baik bagi perkembangbiakan
mikroorganisme. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah menggunakan
sanitaiser segera setelah pembersihan untuk membuat kondisi saniter (Jenie,
1988).
Menurut Food and Drug Administration USA dalam Thaheer (2005),
SSOP umumnya memiliki delapan aspek, yaitu:
1. Keamanan air;
2. Kondisi/kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan;
3. Pencegahan kontaminasi silang;
4. Kebersihan pekerja;
5. Pencegahan atau perlindungan dari adulterasi;
6. Pelabelan dan penyimpanan yang tepat;
7. Pengendalian kesehatan karyawan;
8. Pemberantasan hama.
III. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN
PT. AGRItech GLOBAL CEMERLANG (AGC) merupakan suatu
perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan air minum dalam
kemasan (AMDK). Perusahaan ini berdiri pada tahun 2003 berdasarkan
Akta No. 1 (satu), tanggal 13 September 2003 dengan Notaris Nina Marlisa,
S.H dan disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia No: C-29330 HT.01.01.TH.2003. Surat Izin Usaha
Perindustrian (SIUP) PT. AGC berdasarkan nomor 759/10-20/PK/VII/2004
dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) PT. AGC adalah 02.269.459.0 -
404.000.
PT. AGC dirintis oleh staf pengajar Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (TIN-
FATETA-IPB) yang bertujuan untuk mengembangkan program Teaching
Industry agar mahasiswa dan dosen dapat meningkatkan kemampuannya
dalam pengembangan teknis dan manajerial. Selain itu, dalam rangka
otonomi perguruan tinggi, semua pihak (dosen, karyawan, mahasiswa, dan
pihak yang terkait) diharapkan dapat mengembangkan seluruh
kemampuannya untuk mencapai kemandirian. Teaching industry merupakan
salah satu strategi yang baik guna mencapai kemandirian dalam hal
finansial.
PT. AGC memiliki visi dan misi perusahaan yang merupakan landasan
kebijakan. Visi dari PT. AGC adalah membangun bisnis profesional,
mandiri dan pelayanan prima bagi konsumen melalui teaching industry.
Misi dari PT. AGC menjadi wadah bagi dosen dan mahasiswa berkiprah
dalam teaching industry dan mewujudkan usaha yang bersifat profit-
oriented dalam rangka otonomi perguruan tinggi. Dalam rangka
mewujudkan visi dan misinya, PT. AGC mencoba mengembangkan proses
pengolahan air minum yang berkualitas dengan harga relatif murah bagi
konsumennya, terutama masyarakat di sekitar Bogor.
B. LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK
PT. AGC berlokasi di kecamatan Darmaga, kabupaten Bogor. PT.
AGC memiliki kantor dan unit pengolahan yang beralamat di Kompleks
Technopark, Jl. Puspa No. 1, Gedung AP-4 FATETA IPB, Kampus IPB
Darmaga – BOGOR, Telp: (0251) 7118004/Fax: 0251-621 974, email:
agc_bening@yahoo.co.id.
Luas kantor dan unit pengolahan PT. AGC adalah sekitar 132 m2. PT.
AGC berada di dalam lingkungan gedung AP-4. Gedung AP-4 merupakan
gedung milik Fakultas Teknologi Pertanian. Lokasi ini sangat strategis
karena dekat dengan sumber air, dekat jalan raya, dan berada di kawasan
IPB. Dengan kondisi seperti ini akan memudahkan perusahaan dalam
pendistribusian air baku dan pemasaran produk.
Gedung PT. AGC hanya terdiri dari empat ruang utama yang dibagi-
bagi menjadi beberapa area. Area tersebut adalah area high hygienis, area
medium hygienis, area low hygienis, dan area bersih. Area yang termasuk
high hygienis adalah ruang pengisian, sedangkan medium hygienis adalah
area persiapan botol galon, area pencucian botol galon, serta area
pengolahan air. Area low hygienis merupakan ruang penyimpanan,
sedangkan area bersih adalah kantor dan area santai personel. Area-area
tersebut masih terus dalam perkembangan guna perbaikan implementasi
GMP dan SSOP di PT. AGC.
C. STRUKTUR ORGANISASI DAN KETENAGAKERJAAN
Dalam menjalankan organisasinya, PT. AGC dipimpin oleh seorang
direktur. Berdasarkan buku Laporan Kemajuan PT. AGC dalam RUPS
tanggal 23 Maret 2005 terdapat dua bagian di PT. AGC, yaitu bagian umum
dan bagian administrasi dan keuangan. Bagian umum membawahi urusan
produksi, quality control (QC), pemasaran, order, dan promosi. Sedangkan
bagian administrasi dan keuangan membawahi urusan administrasi,
akuntansi, serta kasir.
Pada perkembangannya, setelah bulan Maret 2005, struktur organisasi
ini tidak sepenuhnya berjalan. Hal ini disebabkan manajer umum yang
mengepalai bagian umum mengundurkan diri dan tidak berhasilnya suksesi
yang dilakukan. Hal ini juga disebabkan kurangnya kontrol dari manajemen
puncak, sehingga organisasi semakin tidak jelas fungsi dan tanggung
jawabnya. Berikut ini adalah struktur organisasi yang terdapat di Laporan
Kemajuan PT. AGC dalam RUPS tanggal 23 Maret 2005 :
Gambar 4. Struktur Organisasi PT. AGC
Pada awal penelitian ini dilakukan, PT. AGC memiliki 5 orang
karyawan dengan kualitas baik dimana satu orang memiliki jenjang
pendidikan S1, dua orang D3 dan dua orang lagi SLTA. Namun saat ini,
terdapat kekosongan untuk posisi manajer dan bagian administrasi dan
keuangan. Dua orang tenaga kerja mengundurkan diri dengan alasan
kesehatan dan kehamilan. Kondisi terakhir adalah dua orang tenaga produksi
dan QC yang berjenjang pendidikan SLTA, satu orang tenaga pemasaran
dengan jenjang pendidikan D3, dan satu orang sopir dengan jenjang
pendidikan SLTA. Setidaknya, dengan kualitas SDM yang cukup tinggi
inilah, diharapkan PT. AGC akan semakin berkembang pada tahun-tahun
berikutnya. Terlebih lagi jika kedua posisi manajer lapangan serta bagian
administrasi dan keuangan telah diisi dengan personel yang kompeten.
D. SARANA DAN FASILITAS PRODUKSI
Manajer Umum Bagian Administrasi dan Keuangan
Presdir
Produkssi Order Adm.PemasaranQC Kasir Akuntansi
Direktur
Promosi
Komisaris
PT. AGRItech GLOBAL CEMERLANG memperoleh air baku dari
sumber mata air Cipuspa yang berada di dalam wilayah konservasi IPB.
Letaknya dekat dengan lokasi pabrik pengolahan. Kualitas air yang
dihasilkan cukup baik dan layak untuk dijadikan air baku AMDK dengan
beberapa tahap pengolahan terlebih dahulu. Air yang keluar dari mata air ini
ditampung dalam kolam penampung dengan kapasitas sebelum dialirkan
menggunakan pipa PVC ke lokasi pabrik. Sementara air untuk kegiatan non
produksi dan pembersihan di luar area high dan medium hygienis
menggunakan air yang berasal dari instalasi pengolahan IPB.
Lokasi pabrik memiliki luas 132 m2 yang dibagi menjadi area
persiapan galon kosong, area pencucian, area pengolahan air, area pengisian,
gudang penyimpanan, serta ruang kantor dan ruang istirahat personel. Selain
itu ada pula area halaman depan, halaman belakang, halaman samping
pabrik dan lorong, area reservoir air baku, toilet, dan sebagainya.
Laboratorium pengujian mutu air masih menggunakan laboratorium pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB dan langsung ditangani oleh
laboran yang kompeten dari Departemen TIN.
Mesin yang digunakan sebagian besar masih manual namun teknologi
yang digunakan cukup modern. Mesin-mesin yang digunakan meliputi
mesin pencuci galon, mesin produksi yang menggunakan teknologi filtrasi
dan membran, ozonisasi, dan ultraviolet, mesin pengisi galon manual, dan
lain-lain. Beberapa dari alat tersebut masih berfungsi baik, namun beberapa
alat yang lain sudah tidak dapat difungsikan lagi karena faktor usia dan
perawatan yang kurang baik.
Sumber listrik untuk seluruh kegiatan pabrik berasal dari PLN. Untuk
sementara ini PT. AGC belum memiliki genset sendiri sehingga proses
produksi sangat bergantung pada pasokan listrik PLN. Jika listrik padam
maka produksi akan terhenti pula.
E. PERKEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN MUTU PERUSAHAAN
Pada awal berdirinya pada tahun 2003, PT. AGC mengacu pada SNI
01-3553-1996, yaitu standar nasional untuk produk AMDK yang berlaku
waktu itu. Akan tetapi, pada saat itu belum sampai pada komitmen untuk
memperoleh sertifikasi SNI tersebut. Seiring berjalannya waktu, SNI 01-
3553-1996 mengalami beberapa penyempurnaan sampai pada akhirnya
terbitlah SNI terbaru untuk AMDK yaitu SNI 01-3553-2006 untuk
menggantikan SNI 01-3553-1996. Akan tetapi, karena LSPro belum mampu
mengeluarkan sertifikat untuk SNI 01-3553-2006, maka PT. AGC hanya
dapat mengajukan permohonan untuk SNI-01-3553-1996. Namun begitu,
PT. AGC telah mempersiapkan diri untuk memperoleh sertifikat SNI-01-
3553-2006 dengan melengkapi parameter uji yang dipersyaratkan pada SNI-
01-3553-2006.
Manajemen baru PT. AGC sadar bahwa untuk dapat bersaing di
tengah pasar AMDK yang sangat ketat ini diperlukan jaminan mutu
terhadap produk yang dihasilkan. Komitmen terhadap mutu ini kemudian
direalisasikan dengan mendaftarkan perusahaan pada lembaga sertifikasi
untuk mendapatkan sertifikat SNI 01-3553-1996 lewat penerapan HACCP.
Langkah pertama yang dilakukan perusahaan adalah dengan menunjuk tim
khusus untuk mempersiapkan rencana pelaksanaan. Tim khusus ini
kemudian disebut sebagai Tim HACCP.
Tim HACCP kemudian merancang SMM yang dimulai dari
perancangan dokumen GMP dan SSOP sebagai pre-requisites HACCP;
penyusunan HACCP Plan; serta perancangan dokumen pelengkap seperti
Pengaduan Konsumen, Recall Produk, Pengembangan Personel,
Pengendalian Dokumen, Audit Internal, serta Kaji Ulang Manajemen.
Langkah-langkah tersebut disusun menjadi suatu dokumen yang disebut
Dokumen Sistem Manajemen Mutu PT. AGC. Sampai laporan penelitian
ini ditulis, PT. AGC telah berhasil mendapatkan sertifikat SNI 01-3553-
1996 dan berhak mencantumkannya dalam kemasan produknya. Perolehan
SNI ini tidak terlepas dari SMM yang telah dibuat selama penelitian yang
dilakukan oleh penulis dan diimplementasikan oleh personel PT. AGC.
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. TAHAPAN PENELITIAN
Pada pelaksanaannya, penelitian ini dilakukan secara berkelompok
yang terdiri dari dua orang. Pembagian objek penelitian ini adalah pada
perancangan dan implementasi untuk substansi GMP dan SSOP serta
substansi HACCP. Tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Studi literatur dengan mencari literatur rujukan, seperti jurnal, buku,
skripsi, dokumen SNI, dokumen perundang-undangan, browsing
internet, dan bahan pendukung lain.
2. Observasi di PT. AGC. Observasi ini dilakukan dengan mengamati
secara langsung kondisi nyata di lapangan untuk melakukan identifikasi
perancangan sistem yang tepat.
3. Wawancara dengan pihak-pihak yang terkait untuk mendapatkan
informasi yang dibutuhkan. Pihak yang dijadikan nara sumber adalah
pihak internal dari PT. AGC untuk mendapatkan gambaran menyeluruh
tentang PT. AGC. Sedangkan pihak eksternal adalah nara sumber dari
berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dan dibutuhkan dalam pelaksanaan
penelitian yang dilakukan, seperti ahli teknologi pengolahan air minum
dan nara sumber yang sudah terlatih membuat dokumen-dokumen untuk
keperluan sertifikasi.
4. Perancangan dan penyusunan substansi Sistem Manajemen Mutu
(SMM) PT. AGC, yaitu GMP dan SSOP serta HACCP. Pembedaan
substansi SMM ini menunjukkan pembatasan ruang lingkup pembahasan
pada laporan penelitian, walaupun pada pelaksanaan sebenarnya
dilakukan secara bersama-sama. Diagram alir pelaksanaan penelitian
pada laporan ini, bagian perancangan dan penyusunan HACCP diberi
shading yang artinya substansi tersebut tidak masuk dalam pembahasan
di laporan penelitian ini.
5. Perancangan dan penyusunan dokumen SMM PT. AGC. Dokumen
SMM ini merupakan penyempurnaan terhadap dokumen SMM
sebelumnya yang selama ini diterapkan di PT. AGC.
6. Audit oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro). Audit ini dilaksanakan
pada tanggal 22 Januari 2007 selama satu hari penuh. Audit dilakukan
pada SMM sebelumnya yang dimiliki oleh PT. AGC.
7. Pembuatan laporan tindakan perbaikan hasil temuan audit dari LSPro.
Laporan ini diserahkan kepada LSPro untuk dikaji kembali dalam
rangka pembuatan keputusan mengenai layak atau tidaknya sertifikat
SNI 01-3553-1996 diberikan kepada PT. AGC.
8. Sosialisasi dan implementasi Sistem Manajemen Mutu di PT. AGC.
Kegiatan sosialisasi SMM dilakukan pada tanggal 19 April 2007 dan
mulai diimplementasikan pada tanggal 23 April 2007.
9. Evaluasi hasil implementasi Sistem Manajemen Mutu di PT. AGC.
Evaluasi didasarkan pada formulir-formulir perekam kegiatan yang diisi
oleh karyawan. Hasil evaluasi digunakan sebagai dasar untuk perbaikan
lebih lanjut.
B. OBJEK PENELITIAN
Objek penelitian adalah GMP dan SSOP sebagai substansi dari Sistem
Manajemen Mutu AMDK merek ‘Bening’ yang diproduksi oleh PT.
AGRItech GLOBAL CEMERLANG, Bogor.
C. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di PT. AGRItech GLOBAL CEMERLANG,
Bogor mulai bulan Januari sampai dengan bulan September 2007.
Mulai
Gambar 5. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PERANCANGAN SMM PT. AGC
Ya
Implementasi SMM Audit oleh LSPro
Tindakan Perbaikan
Sesuai Persyaratan
Tidak
Analisis Data dan Evaluasi Pengimplementasian SMM
Selesai
6) Sertifikat SNI Audit berkala
setiap 6 bulan
1) Perancangan dan Penyusunan SMM PT. AGC
5) Hasil Analisa Data dan Evaluasi
Implementasi SMM
3) Data/Rekaman Hasil Implementasi
2) SMM PT. AGC
4) Temuan Ketidaksesuaian
n
1) Informasi dan Data
Pendefinisian awal masalah
Studi literatur Observasi lapang Wawancara
Perancangan dan PenyusunanGMP dan SSOP
Perancangan dan PenyusunanHACCP
Pada tahun 2006, Tim Sertifikasi PT. AGC telah menerbitkan sistem
manajemen mutu yang pada tahap selanjutnya disempurnakan untuk keperluan
sertifikasi. Dokumen sistem manajemen mutu lama yang telah diterbitkan,
diformulasikan ulang dan dirancang untuk memperoleh sertifikasi SNI 01-
3553-1996.
Proses perancangan dokumen SMM PT. AGC dimulai pada akhir bulan
Januari 2007. Pada tanggal 15 Maret 2007, dokumen SMM PT. AGC
ditandatangani dan mulai berlaku di lingkungan PT. AGC. Dokumen SMM
tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu dokumen asli sebagai induk
dokumen dan dokumen salinan untuk didistribusikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan (direksi, manajerial, dan Lembaga Sertifikasi).
Dokumen SMM PT. AGC disusun berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Organisasi dokumen SMM PT. AGC terdiri dari panduan/manual sistem,
prosedur, instruksi kerja (IK), serta formulir sebagai dokumen pendukung.
Tata cara penomoran dokumen baik manual, prosedur, IK, serta formulir
diatur dalam sub-bab 21.3. Penomoran Dokumen pada Manual Pengendalian
Dokumen (M.21.0). Dalam penomoran dokumen tersebut diberlakukan :
A.BB.C
Diganti dengan angka 1-9 (satuan)
Diganti dengan angka 01-99 (satuan dan puluhan)
Diganti dengan huruf M, P, IK, atau F
Keterangan :
Huruf M jika dokumen tersebut merupakan PANDUAN MUTU
Huruf P jika dokumen tersebut merupakan PROSEDUR
Huruf IK jika dokumen tersebut merupakan INSTRUKSI KERJA
Huruf F jika dokumen tersebut merupakan FORMULIR
BB, digunakan untuk menomori dokumen tersebut
C, merupakan penomoran untuk sub bab dari dokumen tersebut
Contoh penomoran dokumen adalah sebagai berikut:
M.04.0 merupakan Panduan Mutu dengan Nomor Dokumen 04 yang
berjudul “GOOD MANUFACTURING PRACTICES”
Sub bab dari M.04.0 adalah 4.1. ; 4.2. ; dan seterusnya
Sub bab dari 4.2. adalah 4.2.1. ; 4.2.2. ; dan seterusnya
Sub bab dari 4.2.1. adalah 4.2.1.1. ; 4.2.1.2. ; dan seterusnya
Sub bab dari 4.2.1.1. adalah - ; - ; (merupakan bullet)
Khusus untuk ‘daftar isi’, ‘lembar perubahan’, ‘lembar pengesahan’, dan
‘daftar distribusi’, penomoran dokumennya atau BB adalah 00. Hal ini karena
‘daftar isi’, ‘lembar perubahan’, ‘lembar pengesahan’, dan ‘daftar distribusi’
bukan merupakan dokumen. Sedangkan untuk aturan A adalah sama.
Misalnya, M.00.4 merupakan Daftar Isi Panduan Mutu
Bagian manual pada SMM PT. AGC terdiri dari 23 Panduan Mutu (M)
dan empat lembar tambahan yang terdiri dari satu lembar pengesahan dan
pengendalian, satu lembar daftar distribusi, satu lembar daftar perubahan
dokumen, serta satu lembar daftar isi.
Tabel 1. Daftar Isi Panduan/Manual SMM PT.AGC
BAGIAN JUDUL
M.00.1 LEMBAR PENGESAHAN DAN PENGENDALIANM.00.2 DAFTAR DISTRIBUSIM.00.3 LEMBAR PERUBAHANM.00.4 DAFTAR ISIM.01.0 KEBIJAKAN MANAJEMENM.02.0 ORGANISASIM.03.0 INFORMASI PERUSAHAANM.04.0 GMP (GOOD MANUFACTURING PRACTICES)M.05.0 SSOP (SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE)M.06.0 TIM HACCPM.07.0 DESKRIPSI PRODUKM.08.0 IDENTIFIKASI PENGGUNAAN PRODUKM.09.0 DIAGRAM ALIR PROSES PRODUKSIM.10.0 VERIFIKASI DIAGRAM ALIRM.11.0 ANALISA BAHAYA DAN PENETAPAN CRITICAL CONTROL
POINT (CCP)M.12.0 PENETAPAN CRITICAL LIMITM.13.0 PENETAPAN PEMANTAUAN CCPM.14.0 PENETAPAN TINDAKAN KOREKSIM.15.0 PENETAPAN TINDAKAN VERIFIKASIM.16.0 PENETAPAN DOKUMENTASI DAN TINDAKAN PENCATATANM.17.0 RENCANA HACCPM.18.0 PENANGANAN PENGADUAN/KELUHAN KONSUMENM.19.0 RECALL PRODUKM.20.0 PENGEMBANGAN PERSONEL
BAGIAN JUDUL
M.21.0 PENGENDALIAN DOKUMENM.22.0 AUDIT INTERNALM.23.0 KAJI ULANG MANAJEMEN
(Dokumen SMM PT. AGC, 2007)
Sistem Manajemen Mutu PT. AGC dipersiapkan oleh Tim Sertifikasi
dan disahkan oleh Direktur PT. AGC. Hal ini dilakukan dengan
menandatangani lembar pengesahan dan pengendalian yang terdapat pada
M.00.1.
Daftar distribusi dokumen Sistem Manajemen Mutu PT. AGC
ditabelkan dalam M.00.2. Dalam manual ini, disebutkan bahwa SMM PT.
AGC dibedakan menjadi 2, yaitu 1 induk dokumen dan 5 salinan (copy-an)
dokumen. Induk dokumen dijadikan arsip dan dipegang oleh Manajer Umum
(administrasi dan keuangan). Salinan dokumen didistribusikan kepada
Direktur PT. AGC, Direksi I, Direksi II, Manajer Pemasaran, dan Lembaga
Sertifikasi Produk. Salinan dokumen SMM PT. AGC tersebut dalam kondisi
terkendali (adanya izin dari Direktur PT. AGC).
Lembar perubahan yang berkaitan dengan perubahan pada SMM yang
telah dibuat dan ditabelkan pada M.00.3. Manual ini menjelaskan nomor
dokumen yang diubah, deskripsi dari perubahan itu sendiri, dan sifat dari
perubahan tersebut (revisi atau editing). Perubahan yang bersifat revisi
dilakukan terhadap perubahan yang menyangkut makna atau arti. Perubahan
yang bersifat editing, hanya menyangkut kesalahan kata/huruf penulisan dan
tidak mengubah arti atau makna dari tulisan tersebut.
Tiap dokumen yang diubah memiliki nomor perubahan, hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui berapa kali dokumen tersebut mengalami
perubahan. Tiap dokumen yang diubah juga mempunyai tanggal perubahan,
hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kapan dilakukan perubahan pada
dokumen tersebut. Selain itu, pada lembar pengesahan ini
mencantumkan/menyediakan kolom paraf atau tanda tangan, hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui siapa yang melakukan perubahan terhadap
dokumen tersebut. M.00.4 berisikan tentang daftar isi manual. Daftar isi
panduan/manual SMM PT. AGC dapat dilihat pada Tabel 1 di atas.
Pernyataan tentang kebijakan manajemen PT. AGC dalam rangka
menjamin keamanan pangan produk yang dihasilkan dan komitmen
perusahaan untuk menerapkan GMP, SSOP dan HACCP dalam lingkungan
produksinya, dideklarasikan pada M.01.0.
Legalitas dan struktur organisasi PT. AGC dinyatakan dalam M.02.0.
Legalitas PT. AGC menjelaskan tentang tanggal berdirinya PT. AGC, akta
notaris yang dimiliki oleh PT. AGC, SIUP (Surat Izin Usaha Perindustrian),
dan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) PT. AGC. Pada manual Sistem
Manajemen Mutu (SMM) yang dirancang, dibuat struktur organisasi baru
yang menyesuaikan dengan kebutuhan di lapangan untuk diterapkan di PT.
AGC. Pada SMM PT. AGC yang berlaku saat ini, struktur organisasi PT.
AGC adalah sebagai berikut :
Gambar 6. Struktur Organisasi dalam SMM PT. AGC
Pada posisi dirut (direktur utama) sama dengan kedudukan presdir
(presiden direktur) pada struktur organisasi versi tahun 2005 sebelumnya.
Pada posisi ini sampai saat ini dipegang oleh Ir. Indah Yuliasih, MSi. Dua
Dirut
Direksi
Manajer Umum
Direksi
Manajer Pemasaran
Tenaga Pemasaran
Tenaga Adm. dan Keu
Tenaga Produksi dan QC
QC
Sopir
Komisaris
direksi yang ada di bawah dirut adalah direksi yang masing-masing
bertanggung jawab akan produksi dan QC (dipegang oleh Dr. Ir. Suprihatin,
Dipl-Ing.) serta maintenance dan perbaikan peralatan (dipegang oleh Ir. Ade
Iskandar, MSi.).
Manajer umum bertanggung jawab terhadap operasional di pabrik secara
langsung. Manajer umum bertanggung jawab akan kegiatan produksi, QC,
administrasi dan keuangan perusahaan, serta ordering dan purchashing.
Manager umum mempertanggungjawabkan tugasnya pada dewan direksi,
namun, untuk administrasi dan keuangan langsung bertanggung jawab kepada
direktur utama (garis putus-putus). Di bawah manager umum, terdapat satu
orang tenaga administrasi dan keuangan yang mengurusi masalah administrasi
dan keuangan perusahaan serta masalah ordering dan purchasing. Selain itu,
terdapat minimal 2 orang tenaga produksi dan QC yang bertanggung jawab
terhadap kegiatan produksi dan pengujian kualitas bahan baku, kemasan,
maupun produk akhir.
Manajer umum dalam kegiatan produksi bertanggung jawab terhadap
seluruh aktivitas dan fungsi produksi mulai dari masalah galon; pengemasan;
hingga penyimpanan bahan baku, material pengemas, dan produk dengan cara
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi sehingga menghasilkan produk yang
sesuai dengan standar, mutu, waktu, dan biaya. Selain itu juga bertanggung
jawab terhadap persediaan sumber energi, mesin, peralatan, dan
perawatannya; serta penanganan pengaduan konsumen bersama manajer
pemasaran.
Manajer umum dalam kegiatan QC (quality control) bertanggung jawab
terhadap pergerakan dan kedisiplinan personel mematuhi ketentuan memasuki
setiap area/ruangan; mutu/kualitas bahan baku, bahan kemasan, dan produk
jadi; sistem keamanan pangan yang meliputi GMP, SSOP, dan HACCP;
penanganan pengaduan konsumen bersama manajer pemasaran; pelaksanaan
recall produk bersama manajer pemasaran jika diperlukan; perencanaan dan
pelaksanaan audit internal; serta perencanaan dan pelaksanaan kaji ulang
manajemen.
Manajer umum dalam kegiatan administrasi dan keuangan bertanggung
jawab terhadap pembelian bahan baku, bahan pengemas, dan lain-lain pada
tingkat harga yang menguntungkan dan konsisten; menjaga kecukupan stok
material dan stok produk jadi; segala sesuatu yang berkaitan dengan karyawan
seperti penempatan, pemantauan dan pengendalian kesehatan personel, serta
pengembangan personel; juga melakukan pengendalian terhadap segala
dokumen perusahaan.
Pelaksana langsung di lapangan selain manajer umum adalah manajer
pemasaran. Manajer pemasaran membawahi seorang sopir dan seorang tenaga
pemasaran. Manager pemasaran bertanggung jawab terhadap seluruh aktifitas
yang berhubungan dengan pemasaran dan distribusi, di antaranya strategi
pemasaran dan penjualan, pengiriman produk, menangani pengaduan
konsumen bersama manajer umum, serta melakukan recall produk bersama
manajer umum jika diperlukan, termasuk juga promosi. Manajer pemasaran
mempertanggungjawabkan tugasnya langsung kepada direktur utama.
Informasi umum mengenai PT. AGC terdapat pada M.03.0. Informasi
tersebut antara lain mengenai perintis PT. AGC, visi, misi, produk yang
dihasilkan dan alamat PT. AGC. GMP dan SSOP diatur dalam M.04.0 dan
M.05.0. Manual 06.0 sampai dengan 23.0 berkaitan dengan HACCP, sehingga
akan dibahas dalam laporan penelitian lainnya.
B. PERANCANGAN GMP DAN SSOP
Telah disebutkan sebelumnya bahwa M.04.0 dan M.05.0 berisikan
tentang GMP (Good Manufacturing Practices) dan SSOP (Sanitation
Standard Operation Procedures). Kedua manual inilah yang akan dibahas
dalam laporan ini.
Substansi GMP dalam M.04.0 dibagi ke dalam tujuh garis besar, yaitu
mengenai lokasi PT. AGC, bangunan dan fasilitas, mesin dan peralatan,
produksi, penyimpanan, kualitas produk, dan distribusi produk.
Lokasi dalam GMP dijelaskan tentang alamat kedudukan perusahaan,
luas, dan status kepemilikan gedung PT. AGC. Selain itu, dijelaskan pula
kegiatan yang dilakukan di gedung tersebut dan penjelasan mengenai
laboratorium uji kualitas/mutu air PT. AGC.
Gambar 7. Pembagian Area dalam Gedung PT. AGC
Bangunan dan fasilitas yang diatur dalam GMP dibagi ke dalam 7
bagian, yaitu ruangan/area, pintu, jendela, lantai, dinding, atap dan langit-
RuangPengisian
Area Unit Pengolahan Air
Ruang Penyimpanan Produk
Ruang Penyimpanan
Bahan Kemasan dan Peralatan
Area Pencucian Galon
Kantor
Area Istirahat Personel
Area Persiapan Galon
washtafel
Konveyor
HALAMAN DEPAN
HA
LAM
AN
SA
MPI
NG
(JA
LAN
MO
BIL)
HALAMAN BELAKANG (TEMPAT PARKIR MOBIL)
LOR
ON
G
langit gedung, dan pencahayaan. Ruangan/area PT. AGC di bagi ke dalam
lima area/ruangan. Pembagian area/ruangan ini didasarkan pada tingkat
bahaya kontaminasi. Lima area/ruangan tersebut adalah area high hygienis
(warna biru), area medium hygienis (warna hijau), area low hygienis (warna
abu-abu), area bersih (warna kuning), dan area luar (tidak berwarna). Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7 di atas.
Area high hygienis adalah area dimana orang yang berada di area ini
diharuskan menggunakan jas laboratorium, sepatu produksi, seragam, penutup
kepala, penutup mulut, melakukan sanitary hand-wash, dan tidak
menggunakan aksesoris. Area/ruangan yang termasuk area high hygienis
adalah ruang pengisian.
Pengklasifikasian ruang pengisian ke dalam area high hygienis karena
ruang tersebut merupakan tempat pengisian air produk ke dalam botol
kemasan, dimana ketika proses pengisian tersebut, air produk kontak langsung
dengan udara ruang tersebut dan pekerja. Berdasarkan hal itulah, ruangan ini
sangat dijaga ke-hygienis-annya dengan membuat peraturan untuk personel
yang akan memasuki ruangan tersebut.
Selain itu, perlakuan terhadap ruangan ini dibedakan dengan ruangan
lain. Perlakuan tersebut adalah sterilisasi ruangan menggunakan ultra violet.
Dengan dilakukan sterilisasi ruangan ini diharapkan ruang pengisian menjadi
saniter (bebas dari mikroorganisme). Suhu dalam ruangan ini pun juga dijaga
sampai batas maksimum 25oC.
Antara area medium-high-low hygienis dihubungkan oleh sebuah
konveyor sebagai jalur pergerakan galon. Lubang konveyor yang terdapat di
PT. AGC hanya cukup dilalui oleh botol galon (dapat dilihat pada Gambar 8).
Sistem tekanan yang bekerja di ruang pengisian bersifat positif, yaitu tekanan
di dalam ruang pengisian lebih besar dibandingkan di luar ruang pengisian,
sehingga aliran udara bergerak dari dalam ke luar ruang pengisian.
Gambar 8. Lubang Konveyor
Area medium hygienis adalah area dimana orang yang berada di area ini
diharuskan menggunakan sepatu produksi, seragam, penutup kepala, penutup
mulut, jas laboratorium, melakukan sanitary hand, dan tidak menggunakan
aksesoris. Area yang termasuk medium hygienis adalah area persiapan botol
galon, area pencucian galon, dan area unit pengolahan air. Pengklasifikasian
ketiga ruangan tersebut ke dalam area medium hygienis dikarenakan udara di
dalam area tersebut tidak langsung kontak dengan air produk, begitu pula
dengan pekerja.
Perbedaan yang mendasar antara area high hygienis dan area medium
hygienis adalah pada area medium hygienis tidak dilakukan sterilisasi ultra
violet ruangan sedangkan pada area high hygienis dilakukan sterilisasi ultra
violet. Persamaan antara area high hygienis dan area medium hygienis adalah
aturan yang ditujukan kepada personel dalam memasuki ruangan tersebut.
Aturan yang sama ini disebabkan pada saat proses pencucian (walaupun
pekerja tidak kontak langsung dengan air produk) pekerja kontak langsung
dengan botol galon. Persamaan lain adalah penggunaan suhu yang sama, yaitu
maksimum 25oC dan sistem tekanan yang bekerja sama-sama positif.
Area low hygienis adalah area dimana orang yang berada di area ini
diharuskan menggunakan seragam, sepatu produksi, dan melakukan hand-
wash. Area/ruangan yang termasuk ke dalam area low hygienis adalah area
penyimpanan (produk serta bahan kemasan dan peralatan). Di dalam ruang
penyimpanan produk, terdapat zona untuk meletakkan plastik segel dan label
yang akan digunakan.
Pengklasifikasian ruang penyimpanan ke dalam area low hygienis
didasarkan atas tidak adanya kontak langsung antara pekerja maupun udara
ruangan dengan air produk, sehingga tingkat ke-hygienis-an ruangan pun
rendah. Walaupun tidak ada kontak langsung dengan air produk, aturan hand-
wash dan penggunaan sepatu produksi masih tetap dilakukan, hal ini
dimaksudkan untuk tetap dapat menjaga ke-hygienis-annya.
Gambar 9. Ketentuan Memasuki Area High dan Medium Hygienis
Area bersih adalah area dimana orang yang berada di area ini hanya
diwajibkan untuk memakai seragam (khusus personel). Area yang termasuk ke
dalam area bersih adalah ruang kantor dan area istirahat personel.
Pengklasifikasian kedua ruangan ini lebih didasarkan pada ketaatan personel
PT. AGC dalam menggunakan seragam di dalam gedung/pabrik.
Area yang termasuk area luar adalah halaman dan lorong. Halaman
gedung PT. AGC dibagi menjadi tiga, yaitu halaman depan, halaman samping,
dan halaman belakang. Selain itu, terdapat lorong yang memisahkan area
gedung PT. AGC dengan bengkel workshop. Jika bengkel tersebut sedang
digunakan, tingkat kebisingan di sekitar pabrik menjadi sangat tinggi.
Tidak ada aturan khusus bagi personel untuk berada di area luar. Akan
tetapi terdapat aturan bahwa mobil dilarang masuk/parkir di dalam lorong.
Aturan ini dahulu sering dilanggar oleh para personel PT. AGC seperti tampak
pada Gambar 10. Setelah terjadi perpindahan ruang penyimpanan produk,
aturan ini dapat dilaksanakan oleh personel, namun sayangnya belum dapat
diterapkan pada pengguna gedung AP-4 lainnya.
Gambar 10. Mobil yang Memasuki Lorong
Halaman depan PT. AGC terletak di depan kantor. Halaman samping
merupakan jalan masuk mobil menuju ruang penyimpanan produk. Sementara
itu, halaman belakang dijadikan sebagai tempat parkir mobil. Halaman
belakang ini kurang terawat. Dahulu, lantai halaman belakang ini selalu
tergenang oleh air (a) rumput dan tumbuhan liar tumbuh subur dan jarang
dibersihkan (b). Di pojok area halaman belakang bahkan dijadikan tempat
pembuangan sampah gedung AP-4.
(a) (b)
Gambar 11. Halaman Belakang Pabrik
Bengkel Workshop
PT. AGC
Seiring dengan komitmen manajemen untuk mengimplementasikan
GMP dan SSOP yang terdapat dalam SMM PT. AGC, kondisi halaman
belakang ini sudah mulai dibenahi. Lantai yang masih berupa tanah dan selalu
tergenang air, sudah ditutup dengan semen. Rumput dan tanaman liar di
sekitar halaman belakang juga telah telah memiliki jadwal pembersihan rutin.
Hal yang belum dapat ditangani adalah masalah tempat sampah di pojok
halaman belakang. Hal ini disebabkan karena melibatkan seluruh pengguna
gedung AP-4 yang dalam hal ini belum bersedia memindahkan lokasi
pembuangan sampahnya ke tempat lain.
Dalam rangka memperjelas pembagian area/ruangan dalam GMP ini,
terdapat prosedur yang menjelaskan mengenai tata cara memasuki
ruangan/area high hygienis, medium hygienis, low hygienis, area bersih dan
area luar. Ruang lingkup prosedur ini meliputi personel (karyawan) dan tamu
PT. AGC. Manajer umum bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur ini.
Gedung PT. AGC memiliki 6 pintu, yaitu pintu yang menuju ruang
kantor (area bersih), pintu yang menghubungkan area istirahat personel
dengan ruang lain di gedung AP-4, pintu yang menuju area medium hygienis,
pintu yang menuju ruang penyimpanan produk, pintu yang menuju ruang
penyimpanan bahan kemasan dan peralatan, dan pintu yang menuju area high
hygienis.
Pintu yang menuju ruang kantor berhubungan dengan halaman depan
gedung. Sedangkan pintu yang menuju ruang penyimpanan produk langsung
berhubungan dengan halaman belakang gedung. Keempat pintu lainnya
berhubungan langsung dengan lorong.
Desain pintu yang digunakan untuk memasuki area high hygienis
berbeda dengan desain pintu yang lain. Pintu yang digunakan adalah pintu
ganda dimana pintu pertama terbuat dari kayu (berhubungan langsung dengan
halaman gedung) dan pintu kedua terbuat dari kaca. Hal ini untuk lebih
menjaga kehigienisan proses pengisian produk. Syarat pintu yang digunakan
untuk ruang pengisian menurut Kepmenperindag No. 705/MPP/Kep/11/2003
adalah pintu menutup secara otomatis. Pada kenyataannya, PT. AGC tidak
memiliki pintu yang menutup secara otomatis.
PT. AGC telah membuat rencana renovasi gedung yang akan segera
direalisasikan begitu dana telah tersedia. Renovasi tersebut terkait dengan
prinsip GMP dan SSOP untuk meminimalisasi terjadinya pencemaran
terhadap produk akibat dari desain gedung yang kurang baik. Selain itu, tujuan
dari renovasi gedung ini juga untuk mengubah aliran bahan dan orang dalam
berproduksi agar kehigienisan dapat terjaga selama proses.
12
Gambar 12. Layout Gedung dan Pergerakan Galon, Air, dan Produk
ya
tidak
Konveyor
Galon kotor
Galon bersih2
Wastafel
3
1
Air hasil pengolahan
Mes
in P
engi
sian
3
2
1
9
4
3
7
6
2
1
1
4 5
9
Air baku
O2
5
Limbah air pencucian
7
6
1
8
1
6
1
1
8
1
2
12
13
4
1
1
1
1
1
5
Keterangan : ;
1. Penyaringan pasir
2. Penyaringan karbon
3. Penyaringan mikro (5 μm)
4. Penyaringan mikro (3 μm)
5. Proses pembentukan ozon
6. Tangki pencampuran antara
air dengan ozon serta
Sterilisasi Ultra Violet
7. Penyaringan mikro (1 μm)
yang menuju proses
Pencucian II
8. Penyaringan mikro (1 μm)
yang menuju proses
pengisian dan penutupan
botol galon
9. Penyaringan mikro (0,5μm)
yang menuju mesin
pencucian galon II
10. Penyaringan mikro (0,5μm)
yang menuju proses
pengisian dan penutupan
botol galon
11. Pre-rinse
12. Pencucian tahap I
13. Pencucian tahap II
14. Sterilisasi UV ruang
pengisian
15. Proses pengisian dan proses
penutupan botol galon
16. Coding
17. Pemberian label
18. Pemberian segel pada tutup
galon
1. Seleksi/pemeriksaan secara
visual terhadap botol galon
kotor
2. Seleksi/pemeriksaan secara
visual terhadap produk
1. Proses menunggu (botol
menunggu untuk diturunkan
dari konveyor ke lantai ruang
penyimpanan)
1. Transportasi air baku menuju
tangki penampungan.
Transportasi ini
menggunakan pompa
2. Transportasi air baku menuju
area pengolahan air.
Transportasi ini
Pergerakan galon Pergerakan air
Pergerakan produk
menggunakan pompa dan
pipa
3. Transportasi air minum (air
setelah mengalami
pengolahan) dari area
pengolahan air menuju area
pengisian. Transportasi ini
menggunakan pompa dan
pipa
4. Transportasi air minum (air
setelah mengalami
pengolahan) dari area
pengolahan air menuju area
pencucian galon botol
(pencucian II). Transportasi
ini menggunakan pompa
yang sama dengan transpotasi
No. 3
5. Perpindahan botol galon
setelah diseleksi untuk
disimpan sementara sebelum
dilakukan proses pencucian.
Perpindahan botol galon
dilakukan secara manual
6. Perpindahan botol galon dari
tempat penyimpanan
sementara galon kosong
kotor kemudian botol
tersebut dicuci. Perpindahan
botol galon dilakukan secara
manual
7. Perpindahan botol galon
setelah dicuci menuju ruang
pengisian melalui mulut
konveyor. Perpindahan ini
dilakukan secara manual
8. Perpindahan produk dari
ruang pengisian menuju
ruang penyimpanan.
Perpindahan ini dilakukan
dengan menggunakan
konveyor dan dibantu oleh
personel/pekerja
9. Perpindahan produk yang
telah diberi plastik segel
untuk disimpan sementara
sebelum didistribusikan
Pekerja
1. Penyimpanan air baku
2. Penyimpanan botol galon
kotor
3. Penyimpanan tutup galon
4. Penyimpanan label
5. Penyimpanan segel
6. Penyimpanan produk jadi
High Hygienis Area
Medium Hygienis Area
Area Bersih
Low Hygienis Area
Area Bersih
High Hygine Area
Low Hygine Area
Medium Hygine Area
Ruangan di gedung PT. AGC yang memiliki jendela terdiri atas ruang
administrasi dan ruang penyimpanan. Jendela ini dilengkapi dengan terali besi
untuk keamanan. Menurut Kepmenperindag No. 705/MPP/Kep/11/2003,
penggunaan kasa pada pintu dan jendela tidak diperbolehkan karena dapat
menyebabkan masuknya debu dan kotoran yang melayang di udara (ruang
pengisian). Syarat tersebut sudah dipenuhi oleh PT. AGC.
Lantai gedung PT. AGC (area bersih, area low-hygienis, area medium
hygienis, dan area high hygienis) dibuat dari bahan keramik Penggunaan
keramik ini didasarkan pada sifat dari keramik, yaitu mudah dibersihkan dan
kedap air. Sedangkan untuk area luar, sebagian tanah ditutup dengan semen
dan sebagian lagi masih berupa tanah yang ditutupi rumput atau kerikil.
Konstruksi lantai gedung rata dan tidak memiliki kemiringan.
Dinding gedung PT. AGC yang berbatasan langsung dengan halaman
luar gedung terbuat dari beton yang dilapisi dengan semen dan dicat putih,
begitu pula dengan dinding bagian dalam, ruang penyimpanan, ruang kantor,
dan ruang istirahat personel. Beda halnya dengan area persiapan botol galon
dan area pencucian galon yang dicat biru terang, dua sisi bagian dalam
dinding ruang pengisian terbuat dari keramik warna putih dan dua sisi bagian
dalam lainnya terbuat dari keramik warna putih dan kaca (tinggi keramik +
135 cm dan tinggi kaca + 160 cm).
Dinding ruang pengisian yang terbuat dari keramik, ditujukan agar
dinding tersebut tidak menyerap air. Dinding pembatas antara area high
hygienis (bagian luar ruang pengisian) dan area medium hygienis terbuat dari
beton yang dilapisi dengan semen (dicat putih) dan kaca yang cukup tebal.
Dinding ini terbuat dari beton yang dilapisi semen setinggi + 135 cm
(berbatasan langsung dengan lantai) dan dinding kaca setinggi + 160 cm.
Dinding pembatas antara ruang penyimpanan produk dan ruang
penyimpanan bahan kemasan dan peralatan (low hygienis) terbuat dari triplek
yang dicat putih. Begitu pula dengan dinding pembatas antara ruang kantor
dan ruang istirahat personel.
Cat dinding yang digunakan oleh PT. AGC adalah biru terang dan putih.
Penggunaan warna cat baik biru terang maupun putih serta penggunaan
keramik putih pada dinding dalam ruang pengisian didasarkan atas
kemudahan dalam pembersihan. Dengan cat atau keramik yang berwarna
terang dapat dengan mudah dilihat apabila terdapat kotoran yang menempel.
Salah satu kekurangan dari konstruksi bangunan PT. AGC adalah pertemuan
antara dinding dan lantai berbentuk siku.
Atap dan langit-langit untuk semua area/ruangan di gedung PT. AGC
terbuat dari asbes, kecuali ruang pengisian. Atap dan langit-langit ruang
pengisian terbuat dari aluminium (plafon aluminium).
Gambar 13. Atap dan Langit-Langit Ruang Pengisian
Atap dan langit-langit bangunan pabrik merupakan bentuk asli dari
konstruksi bangunan gedung AP-4. Posisi langit-langit miring mengikuti
konstruksi atap. Pada bagian tengah gedung, atap dan langit-langit sangat
tinggi (tertinggi 7 meter) sehingga sulit dijangkau alat pembersihan.
Sedangkan ke arah tepi posisi atap dan langit-langit semakin rendah (terendah
3 meter).
Kondisi plafon dan talang air pada bagian luar pabrik banyak yang jebol
karena dimakan cuaca dan waktu. Namun, baru-baru ini (bulan Desember
2007), plafon dan talang air tersebut sudah diperbaiki sehingga tidak ada lagi
kebocoran.
Pencahayaan di gedung PT. AGC menggunakan lampu. Area medium
hygienis menggunakan 12 buah lampu, masing-masing lampu tersebut
mempunyai daya sebesar 40 watt. Di ruang pengisian terdapat lampu ultra
violet untuk sterilisasi ruangan dan tidak menggunakan lampu biasa. Oleh
karena itu, penggunaan kaca pada dinding ruang pengisian yang menjadi
pembatas dengan area medium hygienis, merupakan media transmisi cahaya.
Ruang kantor menggunakan 1 buah lampu dengan daya 15 watt, begitu
pula di ruang penyimpanan. Sampai saat ini, PT. AGC masih menggunakan
lampu biasa (bukan lampu yang anti hancur) dan lampu tersebut tidak
dilindungi.
PT. AGC tidak mempunyai fasilitas toilet sendiri, begitu pula
kantin/ruang makan. Selama ini, PT. AGC menggunakan fasilitas toilet yang
disediakan gedung AP-4 bersama dengan pengguna gedung AP-4 lainnya.
Sementara itu, aktivitas makan siang para karyawan PT. AGC biasa dilakukan
di lorong (terdapat 1 meja besar dan 1 kursi panjang). Untuk sementara, area
istirahat personel menggunakan ruangan di sebelah kantor. Rencananya, area
ini akan dijadikan area isolasi (persiapan) untuk memasuki area medium dan
high hygienis.
Gambar 14. Tempat Karyawan Melakukan Aktivitas Makan
Mesin dan peralatan yang digunakan oleh PT. AGC untuk melakukan
kegiatan produksi juga diatur dalam GMP. Mesin dan peralatan yang
dimiliki PT. AGC sebagian besar masih sederhana dan manual. Mesin dan
peralatan yang dimiliki meliputi tangki penampungan (reservoir), pompa,
penyaringan pasir (sand filter), penyaringan karbon (carbon filter), catridge
filter, ozomax, tangki pencampuran, lampu ultra violet, mesin pencucian
botol galon, mesin pengisian, sealer, alat pengujian, dan lain-lain. Mesin dan
peralatan yang digunakan oleh PT. AGC sudah memenuhi standar keamanan
pangan.
Gambar 15. Tangki Penampungan
Tangki penampungan merupakan tempat penampungan air baku yang
dialirkan dari sumber air baku. Jumlah tangki penampungan adalah 2 buah,
masing-masing mempunyai kapasitas 5000 liter. Letak kedua tangki ini berada
di halaman belakang.
PT. AGC memiliki tiga buah pompa. Satu pompa digunakan untuk
menyedot air dari sumber air baku. Pompa ini diletakkan dalam sebuah
bangunan kecil di atas bak penampung sumber air baku untuk melindungi dari
kerusakan akibat cuaca ataupun bahaya pencurian. Jenis pompa yang
digunakan adalah sentrifugal pump. Pompa kedua berfungsi untuk
mengalirkan air dari tangki penampung menuju proses filtrasi dan ozonisasi
yang kemudian ditampung dalam tangki pencampur. Sedangkan pompa ketiga
berfungsi mengalirkan air dari tangki pencampur menuju penyaringan
membran 1 μm.
Gambar 16. Pompa Sentrifugal
Sebagian besar mesin dan peralatan yang dimiliki PT. AGC merupakan
mesin dan peralatan pengolahan air. Pada dasarnya, proses pengolahan air
hanya terdiri dari dua proses, yaitu filtrasi (penyaringan) dan desinfeksi.
Proses filtrasi adalah proses melewatkan air melalui lapisan bahan
berpori, misalnya pasir, arang aktif atau bahan penyaring lainnya. Dengan
demikian partikel yang lebih besar dari ukuran pori akan tertahan di atas pori
filter. Proses filtrasi pada produksi AMDK Bening terdiri dari penyaringan
pasir, penyaringan karbon, dan mikrofiltrasi menggunakan catridge.
Menurut Kepmenperindag RI No. 705/MPP/Kep/11/2003, fungsi
penyaringan pasir adalah menyaring partikel-partikel yang kasar, sedangkan
fungsi dari penyaringan dengan karbon aktif adalah untuk menyerap bau, rasa,
warna, sisa khlor dan bahan organik. Jenis pasir yang digunakan di PT. AGC
adalah pasir silika. Penanganan terhadap penyaring pasir dan karbon adalah
dengan melakukan backwash dan penggantian pasir silika atau karbon.
Di dalam AGC (2004) disebutkan bahwa proses penyaringan pada
penyaringan pasir adalah dengan memompa air baku yang terdapat pada
tangki reservoir dengan debit 4,5 m2 per jam melewati media penyaring (pasir
silika). Selanjutnya, air yang telah melewati penyaringan pasir dialirkan
menuju penyaring karbon dengan tekanan 1-4 kg/cm2.
Menurut Barnes dan Wilson (1983) dalam AGC (2004), karbon aktif
memiliki kapasitas penyerapan (adsorpsi) yang tinggi terhadap zat-zat organik
dalam air yang melakukan kontak dengan permukaan karbon aktif.
Selanjutnya menurut Lijklema (1988) dalam AGC (2004) menambahkan
bahwa karbon aktif memiliki ukuran butir yang sangat kecil sehingga dapat
menghasilkan luas permukaan yang tinggi. Hal ini dapat meningkatkan
kemampuan penyerapan terhadap senyawa organik. Ukuran karbon aktif yang
biasa digunakan adalah 20 - 40 Mesh. Berikut ini adalah skema proses
penyaringan menggunakan pasir maupun karbon.
Gambar 17. Skema Proses Filtrasi pada Penyaringan Pasir
Gambar 18. Skema Proses Filtrasi pada Penyaringan Karbon
Penyaringan mikro dalam pengolahan air di PT. AGC menggunakan
proses membran (catridge). Menurut Suprihatin dan Suparno (2000),
membran yang digunakan pada penyaringan mikro berukuran 0,1 – 10 μm.
Air baku setelah disaring
Tabung (stainless steel)
Media penyaring(pasir silika)
Partikel dari air baku disaring
Air baku masuk
Pengukur tekanan
Air baku dari penyaringan pasir
Air baku menuju catridge (Kadar BO, bau, dan rasa berkurang)
Bahan organik, bau, dan rasa dari air baku diserap
Tabung (stainless steel)
Media penyaring(karbon aktif)
Pengukur tekanan
Tujuan dari mikrofiltrasi (penyaringan mikro) adalah menghilangkan partikel
dan bakteri yang berukuran sangat kecil dan masih lolos pada penyaringan
karbon. Dengan menggunakan membran ini (paling kecil 0,5 μm), diharapkan
mikroorganisme yang berukuran > 0,5 μm tertahan. Menurut Pelczar et al.
(1986), kisaran dari ukuran bakteri, sianobakteri, khamir, kapang, protozoa,
algae, dan virus berturut-turut sebesar 0,5 – 100 μm, 5 – 15 μm, 5 – 10 μm, 2
– 10 μm, 2 – 200 μm, 1 μm sampai beberapa meter, dan 0,015 – 0,2 μm.
Penyaring mikro yang digunakan di PT. AGC memiliki pori-pori berukuran
0,5; 1; 3; dan 5 μm dengan jumlah keseluruhan 14 buah.
Gambar 19. Membran Mikrofiltrasi
Gambar 20. Skema Proses Filtrasi Menggunakan Catridge
Tahapan proses setelah penyaringan adalah proses desinfeksi. Proses
desinfeksi yang digunakan oleh PT. AGC ada dua macam, yaitu ozonisasi dan
Tabung plastik transparan
Sisa partikel dan bakteri tersaring
Catridge
Air baku menuju proses desinfeksi
Air baku setelah melalui penyaringan karbon
Pipa PVC
sterilisasi menggunakan sinar ultra violet. Desinfeksi bertujuan untuk
membunuh bakteri atau mikroorganisme yang berbahaya terhadap kesehatan
manusia yang terdapat di dalam air.
Sistem ozonisasi yang dilakukan oleh PT. AGC terbagi dalam 4 bagian
utama, yaitu persiapan gas oksigen, penyediaan tenaga listrik, tempat
pembuatan ozon (ozomax), dan pencampuran air dengan ozon di mixing tank.
Menurut Widiyanti dan Ristiati (2004), ozon merupakan oksidan kuat yang
mampu membunuh bakteri patogen, termasuk virus. Ozon yang digunakan
pada proses ozonisasi dihasilkan dari udara (oksigen murni) bertekanan tinggi
yang kemudian dialirkan melalui bunga api listrik sehingga terjadi ionisasi
molekul oksigen dalam udara kering.
Menurut AGC (2004), proses pembentukan gas ozon oleh generator
ozon merupakan hasil reaksi oksigen yang disedot dan disaring dari udara
sekitar atau dari tabung oksigen yang dialiri arus listrik bolak-balik (AC) 50
Hz dengan tegangan 220 Volt. Dosis ozon yang dihasilkan pada kondisi
tersebut sebesar 8 gr O3 per jam. Ozon tersebut kemudian dicampurkan ke
dalam tangki pencampuran yang masing-masing berkapasitas 1000 liter dan
1500 liter. Pencampuran ozon ke dalam tangki akan membentuk gelembung-
gelembung ozon di seluruh bagian air.
Gambar 21. Skema Proses Ozonisasi
Selang plastik transparan
Generator Ozon
Pipa PVC (saluran pengolahan air baku)
O2 bebas atau dari tabung dihisap masuk
O2 diinjeksikan ke air baku
O2 disaring lalu direaksikan
Adapun keuntungan-keuntungan menggunakan ozon antara lain
kemampuan membunuh bakteri dan virus yang sangat luar biasa, dapat
menghancurkan unsur-unsur organik seperti fenol, menghilangkan rasa dan
bau serta warna yang tidak diinginkan, mampu memecah molekul-molekul
organik dengan berat molekul besar hingga tingkat peracunan menjadi hilang
(deterjen, limbah pestisida, dan fenol dapat dihancurkan hingga hilang daya
racunnya).
Gambar 22. Ozomax Gambar 23. Tabung Oksigen
Gambar 24. Tangki Pencampuran
Proses desinfeksi selanjutnya adalah sterilisasi menggunakan sinar ultra
violet. PT. AGC memiliki empat buah lampu ultra violet yang digunakan
dalam proses produksi. Dua buah ditempatkan di area pengolahan air dan dua
buah lagi ditempatkan di ruang pengisian yang berfungsi sebagai alat
sterilisasi ruangan.
Air baku
Tangki penampungan
Penyaringan pasir
Penyaringan karbon
Penyaringan mikro (5 μm)
Penyaringan mikro (3 μm)O2
Listrik
ozomax Ozon Tangki pencampuran + Sterilisasi UV
Gambar 25. Diagram Alir Proses Pengolahan Air
Penyaringan mikro (0,5μm)CCP 2
Pengisian
CCP 3
Penyaringan mikro (1μm)
Pencucian
Penyaringan mikro (0,5μm)
Penyaringan mikro (1μm)
CCP 1
Menurut Widiyanti dan Ristiati (2004), sinar ultra violet adalah energi
gelombang elektromagnetik yang bekerja secara dominan pada panjang
gelombang 253,7 Å. Sinar ultra violet menimbulkan radiasi pada mikroba,
penetrasi sinar ultra violet pada sel bakteri, khamir, kapang dan virus
menyebabkan terjadinya perubahan DNA. Efektivitas lampu ultra violet
didasarkan pada lama penggunaan lampu (umur), intensitas penyinaran, lama
penyinaran, tingkat kekeruhan air, serta tergantung pada spesifikasi lampu
tersebut.
Mesin pencucian galon yang digunakan PT. AGC berjumlah 1 buah.
Pencucian botol galon dilakukan melalui dua tahapan dengan prinsip reuse.
Prosedur pencucian botol galon akan dijelaskan di bawah. Desain mesin
pencucian galon yang dimiliki PT. AGC kurang tepat, karena tidak adanya
sikat yang berfungsi untuk membersihkan bagian dalam botol. Selain itu,
prinsip reuse yang digunakan juga kurang tepat. Masalah mesin pencucin
galon ini mendapat perhatian yang cukup serius karena berkaitan erat dengan
kualitas produk akhir. PT. AGC sudah membuat rencana perbaikan dan
modifikasi mesin pencuci galon yang sesuai dengan kebutuhan dan akan
segera direalisasikan begitu dana tersedia.
Mesin pengisian digunakan untuk mengisi air yang sudah diolah (air
minum) ke dalam kemasan (botol galon). Mesin pengisian ini mempunyai 4
nozzle dan dilengkapi dengan sealer. Sealer berfungsi untuk merekatkan
plastik segel pada tutup botol galon dengan menggunakan suhu yang cukup
tinggi. Sealer ini sudah tidak dapat berfungsi lagi atau mengalami kerusakan.
Saat ini, PT. AGC menggunakan hair dryer sebagai sealer dan pemberian
tutup galon dilakukan secara manual karena mesin pengisian ini tidak
dilengkapi dengan mesin penutup botol galon (capping). Selain itu, mesin
pengisian dilengkapi dengan konveyor untuk memudahkan aliran galon dari
area pencucian galon menuju ruang pengisian kemudian dari ruang pengisian
menuju ruang penyimpanan.
Alat pengujian yang digunakan PT. AGC di lapang adalah pH meter
(untuk mengukur pH), turbidimeter (untuk mengukur kekeruhan), jangka
sorong dan penggaris (untuk mengukur bahan kemasan seperti label, botol,
tutup galon, dan lain-lain). Akan tetapi untuk saat ini, alat pengujian yang
dimiliki oleh PT. AGC baru pH meter.
Selama melakukan penelitian di PT. AGC, kondisi perpipaan di PT.
AGC seringkali mengalami kebocoran baik besar maupun kecil. Kebocoran di
luar ruangan (dari sumber air baku menuju unit pengolahan air) menyebabkan
loss. Sedangkan kebocoran yang berada di dalam ruangan, selain menjadi loss,
juga menyebabkan terjadinya genangan air di lantai. Hal ini dapat
membahayakan personel karena lantai menjadi licin, selain itu terjadi
inefficiency penggunaan air dan dapat menyebabkan air produk
terkontaminasi.
Dalam rangka memperjelas mengenai sub-bab mesin dan peralatan yang
dimiliki oleh PT. AGC, maka sub-bab ini dituangkan ke dalam suatu prosedur
(P.02.0). Prosedur ini menjelaskan mengenai penanganan terhadap mesin dan
peralatan yang digunakan oleh PT. AGC. Penanganan ini hanya meliputi
pengecekan, perawatan, dan perbaikan terhadap mesin dan peralatan. Selain
itu, dilakukan juga kalibrasi terhadap peralatan seperti pH meter.
Penjelasan mengenai penanganan ini kurang terperinci (tidak per mesin),
hal ini disebabkan SOP mesin dan peralatan PT. AGC hilang. Hilangnya SOP
ini mempunyai dampak yang cukup besar terhadap kondisi mesin dan
peralatan PT. AGC. Personel kurang memiliki pengetahuan mengenai seluk-
beluk mesin dan peralatan yang mereka tangani, termasuk mengenai
perawatan dan perbaikannya. Hal ini cukup menimbulkan kesulitan bagi
personel dan perusahaan, contohnya saja saat terjadi kebakaran ozomax
(generator ozon) yang menyebabkan produksi berhenti beberapa hari.
Pelaksanaan prosedur-prosedur mengenai mesin dan peralatan ini
didokumentasikan ke dalam beberapa formulir, yaitu formulir mengenai
kegiatan kalibrasi peralatan (F.02.0) dan formulir mengenai kegiatan
penggantian tabung oksigen (F.03.0). Manajer umum bertanggung jawab atas
pelaksanaan prosedur ini.
Sub-bab produksi dalam manual GMP dibagi ke dalam 5 bagian, yaitu
penanganan bahan kemasan, penanganan bahan baku, proses pengolahan air,
proses pencucian botol galon, dan proses pengemasan. Penanganan bahan
kemasan dibagi lagi ke dalam tiga bagian, yaitu penanganan botol galon,
penanganan tutup botol galon, serta penanganan plastik segel dan label.
Jenis bahan pengemas yang digunakan untuk produk AMDK ‘Bening’
dibedakan menjadi dua jenis pengemas, yaitu sensitive dan non sensitive
material. Sensitive material merupakan kemasan yang langsung kontak
dengan produk. Kemasan yang termasuk sensitive material adalah tutup botol
galon dan botol galon. Non sensitive material merupakan kemasan yang
secara tidak langsung kontak dengan produk. Kemasan yang termasuk non
sensitive material adalah label dan plastik segel. Pembedaan ini dimaksudkan
untuk mempermudah dalam penanganan.
Botol galon yang digunakan oleh perusahaan terdiri atas 2 macam, yaitu
botol galon baru (langsung berasal dari pemasok) dan botol galon yang telah
digunakan oleh konsumen. Botol galon baru tidak langsung diterima atau
digunakan oleh perusahaan, melainkan harus diuji terlebih dahulu oleh bagian
QC. Selain dilakukan pengujian oleh bagian QC, perusahaan juga
mensyaratkan bagi pemasok untuk melampirkan Certificate of Analysis.
Botol galon baru yang telah memenuhi persyaratan akan dinyatakan
release oleh bagian QC, sedangkan botol galon baru yang tidak memenuhi
persyaratan akan dikembalikan kepada pemasoknya. Setelah dinyatakan
release, botol galon disimpan pada kondisi yang baik atau bisa langsung
digunakan. Akan tetapi sebelum botol galon ini digunakan, terlebih dahulu
botol galon melewati beberapa perlakuan, yaitu proses seleksi dan proses
pencucian 2 tahap. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas botol galon,
karena kualitas botol galon akan mempengaruhi kualitas akhir produk.
Botol galon merupakan kemasan multitrip, yaitu kemasan yang
digunakan berulang kali dan biasanya konsumen mengembalikan kemasan
tersebut kepada produsen, sehingga konsumen hanya membayar produk
sedangkan kemasan tetap menjadi milik produsen. Sebelum digunakan
kembali, botol galon melewati beberapa proses perlakukan. Proses perlakuan
ini terdiri atas seleksi, pre-rinse (jika diperlukan) dan proses pencucian 2
tahap. Selain berfungsi sebagai kemasan, botol galon juga berfungsi
melindungi produk selama pengangkutan dan penyimpanan.
Tutup botol galon yang digunakan oleh perusahaan berasal dari
pemasok. Seperti halnya botol galon, untuk dinyatakan release oleh bagian
QC, tutup botol galon harus diuji terlebih dahulu. Selain itu, pemasok juga
harus melampirkan Certificate of Analysis. Berbeda halnya dengan botol
galon, tutup galon bukan merupakan kemasan multitrip melainkan kemasan
satu kali pakai.
Tutup botol galon yang telah memenuhi persyaratan akan dinyatakan
release oleh bagian QC, sedangkan yang tidak memenuhi persyaratan akan
dikembalikan kepada pemasoknya. Setelah dinyatakan release oleh bagian
QC, tutup botol galon disimpan pada kondisi yang baik. Hal ini dilakukan
untuk menjaga kualitas tutup botol galon karena kualitas botol galon akan
mempengaruhi kualitas akhir produk. Tutup botol galon berfungsi untuk
mencegah produk kontak dengan lingkungan luar. Selain itu, tutup botol galon
juga berfungsi sebagai identitas produk. Tutup botol galon yang digunakan
berwarna biru tua.
Plastik segel dan label yang digunakan juga berasal dari pemasok.
Sebelum digunakan, plastik segel dan label ini harus diuji terlebih dahulu oleh
bagian QC. Sama halnya dengan botol galon dan tutup botol galon, pemasok
juga harus melampirkan Certificate of Analysis. Plastik segel dan label yang
telah memenuhi persyaratan akan dinyatakan release oleh bagian QC,
sedangkan yang tidak memenuhi persyaratan akan dikembalikan kepada
pemasoknya.
Setelah dinyatakan release, plastik segel dan label disimpan pada
kondisi yang baik. Cara penyimpanan plastik segel dan label (non-sensitive
material) berbeda dengan botol galon dan tutup botol galon (sensitive
material). Plastik segel berfungsi sebagai pengaman kemasan dari
kemungkinan terjadinya gangguan terhadap isi kemasan dan sebagai identitas
produk. Selain berfungsi sebagai kemasan, label juga berfungsi sebagai
identitas produk, media informasi, promosi, dan menambah nilai estetika.
Sub-bab produksi yang diatur dalam GMP pada bagian penanganan
bahan kemasan dituangkan ke dalam suatu prosedur (P.03.0). Penanganan
bahan kemasan ini hanya meliputi pengujian dimensi saja, hasil dari pengujian
ini menentukan release/tidaknya kemasan (selain CoA). Manajer umum
bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur ini. Pelaksanaan kegiatan ini
didokumentasikan dalam sejumlah formulir, yaitu F.04.0 tentang pemeriksaan
botol galon dari pemasok, F.05.0 untuk pemeriksaan segel tutup galon dari
pemasok, F.06.0 tentang pemeriksaan label dari pemasok, dan F.07.0 tentang
pemeriksaan tutup galon dari pemasok.
Sub-bab produksi pada bagian penanganan bahan baku dituangkan
dalam suatu prosedur, yaitu P.04.0. Penanganan/perlakuan terhadap bahan
baku meliputi beberapa pengujian (pH; kekeruhan; bau, rasa, dan
penampakan), dimana hasil uji itu menentukan release atau tidaknya bahan
baku tersebut untuk digunakan sebagai bahan baku.
Sumber bahan baku yang digunakan oleh PT. AGC adalah air yang
bersumber dari mata air. Terdapat dua cara dalam memperoleh bahan baku.
Cara pertama, yaitu pengambilan air secara langsung pada sumber mata
airnya. Mata air ini letaknya tidak jauh dengan pabrik. Cara untuk
memperoleh air sumber tersebut adalah dengan menggunakan pompa beserta
instalasi pipa yang menghubungkan sumber mata air dengan pabrik. Cara
kedua adalah dengan melakukan pembelian air. Air yang dibeli tersebut
berasal dari mata air juga. Sebelum air baku diolah, air tersebut ditampung
terlebih dahulu menggunakan tangki penampungan.
Manajer umum bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur ini. Telah
dibuat 3 buah IK (Instruksi Kerja) untuk mempermudah pelaksanaan prosedur
ini, yaitu IK.01.0 Pengujian pH, IK.02.0 Pengujian Kekeruhan, dan IK.03.0
Pengujian Sensori. Bukti pelaksanaan kegiatan ini didokumentasikan dalam
suatu formulir, yaitu F.08.0 tentang Pengujian Fisik, Kimia, dan Sensori Air
Baku.
Sub-bab produksi pada bagian proses pencucian botol galon yang diatur
dalam GMP dituangkan ke dalam satu, yaitu P.05.0. Ruang lingkup prosedur
ini meliputi jenis botol galon yang akan dicuci dan langkah proses pencucian.
Botol galon yang akan dicuci terdiri atas botol galon baru ataupun kotor.
Manajer umum bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur ini.
Proses pencucian botol galon terdiri dari 2 tahapan, yaitu pencucian I
dan pencucian II. Air yang digunakan untuk pencucian adalah air produk
(yang telah melewati proses ozonisasi), sehingga air tersebut mempunyai
fungsi sebagai desinfektan terhadap botol galon.
Sebelum botol dicuci, botol tersebut diseleksi terlebih dahulu oleh
selektor. Selektor ini bertugas untuk menguji bau dan melihat secara visual
keadaan botol secara keseluruhan. Apabila kondisi luar botol sangat kotor,
maka botol tersebut dilakukan proses pencucian awal atau disebut pre rinse.
Pre rinse dilakukan di halaman belakang gedung PT. AGC. Proses pre rinse
ini hanya menggunakan air yang mengalir dan sikat.
Tahap pencucian galon pertama dilakukan dengan menampung air yang
telah melewati proses ozonisasi ke dalam mesin pencucian I. Air tersebut
digunakan berulang-ulang hingga kurang lebih untuk mencuci galon sebanyak
10-25 buah. Setelah itu, air tampungan tersebut dibuang dan diganti dengan
air tampungan baru. Kemudian galon tersebut melewati tahap pencucian
kedua yang dapat dikatakan juga sebagai tahap pembilasan dan desinfeksi
sekaligus karena menggunakan air yang telah melewati tahap ozonisasi. Pada
pencucian II ini, air bilasan hanya digunakan untuk membilas satu buah galon
dan langsung dibuang ke saluran drainase.
Prinsip reuse pada pencucian I ini kurang baik mengingat banyaknya
jumlah galon yang dicuci menggunakan air yang dipakai berulang-ulang
sebelum diganti dengan yang baru. Hal ini menimbulkan kekhawatiran kurang
higienisnya galon hasil proses pencucian I, meskipun ada proses pencucian II.
Untuk mengatasi hal ini, dalam prosedur pencucian botol galon yang diatur
GMP, air tampungan pada proses pencucian I dibatasi hanya untuk mencuci
sebanyak 5 buah galon. Setelah itu, air tersebut dibuang dan diganti air
tampungan baru. Selain itu, ditambahkan suatu deterjen tara pangan ke dalam
wadah tampungan air tersebut untuk lebih mengefektifkan proses pencucian.
Galon yang telah melewati proses pencucian I kemudian dibilas pada proses
pencucian II.
Botol galon kotor
Seleksi
Pre rinse
Pencucian I
Pencucian II
Botol galon bersih
Gambar 26. Diagram Alir Proses Pencucian Botol Galon
Masalah yang sering timbul pada saat pencucian galon adalah personel
terkadang menerima galon yang berada dalam kondisi tidak layak untuk
mengemas air produk. Kondisi tidak layak ini umumnya disebabkan oleh bau
aneh, lumut, atau kotoran yang sulit dibersihkan yang terdapat di dalam botol
galon. Seleksi galon sebelum proses pre rinse di luar umumnya hanya
mengidentifikasi kotoran yang menempel di bagian luar galon. Bau aneh dan
kotoran di dalam botol baru diidentifikasi setelah galon siap dicuci di area
persiapan galon.
Untuk mengatasi masalah bau aneh dan kotoran lain yang sulit
dibersihkan yang terdapat di dalam botol galon, terkadang digunakan air panas
yang dituangkan ke dalam botol agar bau dan kotoran tersebut lebih mudah
dihilangkan. Setelah itu, galon akan dibersihkan lagi menggunakan deterjen
pada pencucian I dan dibilas lagi pada pencucian II. Dengan demikian,
Ya Tidak
(Botol sangat kotor , misal mengandung tanah
?)
Limbah AirPencucian
masalah bau aneh dan kotoran yang susah dihilangkan dari dalam galon
diharapkan dapat diatasi.
Langkah lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
pencegahan masuknya galon yang tidak layak masuk kembali ke perusahaan.
Caranya dengan membuat perjanjian dengan konsumen maupun agen
mengenai kondisi galon. Jika saat pengambilan galon kondisi galon tidak
layak akibat bau aneh, sangat kotor, atau sebab lain, petugas berhak menolak
melakukan pengambilan dan konsumen wajib mengganti rugi akibat
ketidaklayakan kondisi galon tersebut. Dalam hal ini, petugas pengambilan
galon harus teliti mengecek kondisi galon yang akan ditarik dari konsumen,
baik kondisi luar maupun dalam galon.
Setelah proses pencucian 2 tahap selesai, dilakukan proses pengisian air
minum. Proses pengemasan terdiri atas filling (proses pengisian), capping
(pemberian tutup botol), coding, seleksi, labelling, dan pemberian plastik
segel. Sub-bab pengemasan pada diatur dalam prosedur GMP, yaitu P.06.0.
Prosedur ini menjelaskan tentang bagaimana cara melakukan proses
pengemasan yang baik dan benar. Filling dan capping dilakukan di tempat
yang sama, yaitu di ruang pengisian. Proses coding, seleksi, labelling, dan
pemberian plastik segel dilakukan di ruang penyimpanan produk.
Selama ini personel PT. AGC mengalami kendala dalam proses
pengemasan, yaitu pada proses filling yang dilakukan secara semi otomatis.
Mesin filling mempunyai 4 nozzle yang seharusnya cukup membantu cepatnya
proses produksi. Pada prakteknya, keempat nozzle ini tidak digunakan secara
bersamaan. Hal ini disebabkan tidak adanya mesin penutup botol sehingga
penutupan botol dilakukan secara manual oleh personel yang bertugas di area
pengisian. Jika keempat nozzle dibuka bersamaan untuk mengisi galon,
dikhawatirkan produk yang telah diisikan ke dalam galon akan menunggu
terlalu lama, sehingga berisiko terkena cemaran tertentu (kontaminasi silang).
Oleh karena itu, nozzle mesin pengisian hanya dioperasikan satu buah saja.
Ketiadaan mesin capping membuat personel yang melakukan kegiatan
pengemasan (penutupan botol galon) sering kali merasakan sakit pada bagian
tangan karena personel harus menutup botol galon dengan menggunakan
tangan sebanyak + 100 galon per harinya.
Selain proses filling, proses coding juga mengalami hambatan akibat
ketiadaan alat coding. Oleh karena itu, proses coding sampai saat ini belum
dapat dilaksanakan. Seleksi dilakukan secara manual oleh selektor di ruang
penyimpanan produk. Pada proses ini, selektor melihat secara visual produk.
Apabila terdapat benda asing, produk ini bisa langsung ditahan untuk
ditentukan tindakan apa yang akan diterapkan pada produk tersebut.
Selain itu, tugas selektor adalah memeriksa keadaan label yang tertempel
pada badan botol. Apabila label tersebut masih terlihat bagus, maka produk
tersebut tidak perlu dilakukan proses pelabelan, akan tetapi apabila label
tersebut rusak maka proses pelabelan pada badan botol tersebut harus
dilakukan. Masalah yang terkait dengan label adalah bahan label yang
digunakan oleh PT. AGC kurang tahan air dan sangat mudah rusak. Label ini
sering kurang diperhatikan oleh personel. Sering kali produk keluar dalam
kondisi label rusak dan kurang layak secara estetika. Alasan yang
dikemukakan adalah masalah terbatasnya waktu. Pelabelan memakan waktu
yang cukup lama karena lem pada label sukar menempel jika kondisi bekas
tempat label lama masih basah, sementara produk harus segera dikirim.
Sampai saat ini, hal yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah
labelling adalah tenaga pemasaran membawa cadangan label di dalam mobil.
Label ini baru ditempelkan setelah produk akan diserahkan ke konsumen
dengan harapan kondisi bekas label lama sudah cukup kering selama
diperjalanan. Kondisi ini berisiko jika ternyata bekas label lama belum cukup
kering untuk ditempeli label baru. Belum lagi jika personel lupa mengganti
label yang rusak tersebut dengan label baru. Hal ini dapat menimbulkan kesan
yang kurang baik dari pelanggan kepada produk Bening.
Semestinya label yang selama ini digunakan PT. AGC harus segera
diganti dengan label yang bahannya lebih tahan air agar tahan lama dan tidak
lekas rusak. Penggantian label dengan bahan yang lebih tahan air akan
menghemat waktu pengemasan dan sebenarnya menghemat penggunaan label.
Selain alasan yang telah disebutkan tadi, terdapat alasan pentingnya label lama
tersebut untuk diganti dengan label baru, yaitu pencantuman nomor sertifikat
SNI yang telah berhasil diperoleh PT. AGC. Akan tetapi, masalah label ini
belum dapat direalisasikan karena berbagai kendala yang ada.
Sterilisasi UV ruang pengisian
Botol galon bersih
Pengisian
Pemberian tutup botol
Coding
Seleksi
Pemberian label
Pemberian plastik segel pada tutup botol
Produk AMDK Galon merek ’Bening’
Gambar 27. Diagram Alir Proses Pengemasan
Setelah labelling selesai, langkah terakhir pada proses pengemasan
adalah proses pemberian plastik segel. Proses pemberian plastik segel
dilakukan secara manual menggunakan hair dryer karena mesin sealer yang
dimiliki PT. AGC tidak berjalan dengan baik. Proses pemberian plastik segel
ini dilakukan di ruang penyimpanan produk. Setelah proses ini, galon diatur
dan dikeringkan dari air produk yang membasahi badan galon saat proses
filling. Jumlah galon yang diproduksi setiap batch per hari didokementasikan
CCP 4
ke dalam formulir (F.09.0). Manajer umum bertanggung jawab atas
pelaksanaan prosedur ini.
Sub-bab penyimpanan yang diatur GMP dibagi ke dalam 5 bagian, yaitu
penyimpanan botol galon dari supplier, penyimpanan botol galon yang telah
digunakan oleh konsumen, penyimpanan tutup botol galon, penyimpanan
label dan plastik segel, dan penyimpanan produk. Tata cara penyimpanan
diatur dalam prosedur penyimpanan, yaitu P.07.0.
Semua bahan kemasan yang belum digunakan (sebagai cadangan)
disimpan di ruang penyimpanan bahan kemasan dan peralatan dengan rapi dan
saniter. Penyimpanan botol galon dari supplier yang telah dinyatakan release
oleh bagian QC harus dalam keadaan terbungkus rapi oleh plastik dan dialasi
menggunakan triplek jika belum akan digunakan. Botol galon yang berasal
dari konsumen (pengambilan rutin) langsung disimpan di area persiapan botol
galon jika tidak membutuhkan pre rinse. Begitu juga dengan bahan kemasan
lain seperti tutup botol galon, label, dan plastik segel. Penanganan
penyimpanan tutup galon dilakukan dengan cukup baik, seperti tutup botol
galon dibungkus dengan plastik dan dialasi triplek. Hal ini disebabkan tutup
botol galon merupakan kemasan yang sensitif (bersentuhan langsung dengan
produk). Sementara itu, label dan plastik segel cukup disimpan dengan
dibungkus oleh plastik.
Bahan kemasan yang akan digunakan untuk mengemas produk
diletakkan dengan baik dan saniter agar tidak terjadi kontaminasi terhadap
produk. Ambil bahan kemasan secukupnya dan tidak berlebihan, letakkan
ditempat bahan tersebut dibutuhkan. Misalnya saja, tutup galon yang akan
digunakan menutup galon diletakkan di ruang pengisian secukupnya dan
dilindungi dari kemungkinan kontaminasi.
Penyimpanan produk setelah siap dipasarkan dilakukan di ruang
penyimpanan produk. Galon yang disimpan di ruang penyimpanan produk
tidak menggunakan pallet (bersentuhan langsung dengan lantai). Hal ini
dikarenakan kapasitas produksi masih cukup kecil sehingga tidak memerlukan
forklift dan pallet untuk mengangkut ke dalam kendaraan pengangkut. Selain
itu, walaupun tidak menggunakan pallet (bersentuhan langsung dengan
lantai), kemasan galon dapat melindungi produk sehingga mutu produk dapat
dijaga. Manajer umum bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur
mengenai pelaksanaan penyimpanan ini.
Sub-bab kualitas produk akhir diatur oleh GMP dalam prosedur P.08.0.
Prosedur ini menjelaskan tentang pengujian yang dilakukan oleh PT. AGC
terhadap produk akhir yang dihasilkannya. Produk dapat dipasarkan setelah
melewati serangkaian uji kualitas dan mendapatkan status release dari bagian
QC. Produk yang masih diuji oleh bagian QC, diberi label status ‘hold’.
Produk tidak bisa dipasarkan apabila bagian QC me-reject produk tersebut.
Aturan ini digunakan untuk menjaga mutu/kualitas produk.
Parameter yang sekarang digunakan untuk menyatakan release atau
tidaknya produk yang dihasilkan setiap harinya adalah pH air produk. Selain
pH, parameter lain yang digunakan adalah sesuai dengan persyaratan SNI 01-
3553-1996. Hanya saja pengujian parameter ini tidak dilakukan setiap hari,
tetapi 3 bulan sekali, mengingat keterbatasan dana untuk pengujian.
Alasan lain yang menjadikan pH sebagai salah satu parameter yang
digunakan dalam menyatakan release atau tidaknya produk adalah
penyimpanan di PT. AGC yang bersifat sementara. Dikatakan sementara,
karena penyimpanan yang dilakukan PT. AGC hanya merupakan waktu
menunggu sesaat sebelum produk tersebut dipasarkan. Hal ini disebabkan
produksi di PT. AGC merupakan in order product, produk yang diproduksi
setelah mendapat pesanan dari pelanggan.
Daftar pengujian yang dilakukan terhadap produk AMDK Galon merek
‘Bening’ dapat dilihat pada Tabel 2. Pengujian produk tiga bulanan dilakukan
oleh laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (untuk uji mikrobiologi dan
fisika kimia lengkap), sedangkan untuk pengujian pH, kekeruhan, dan uji
sensori dilakukan oleh bagian QC PT. AGC.
Ruang lingkup prosedur pengujian fisik, kimia, dan sensori meliputi uji
kekeruhan pada air produk, pH, serta bau dan rasa. Pelaksanaan prosedur ini
menjadi tanggung jawab manajer umum. Prosedur pengujian fisik, kimia, dan
sensori dirinci ke dalam beberapa IK. IK yang terkait dengan prosedur ini,
yaitu IK.01.0 tentang Pengujian pH, IK.02.0 tentang Pengujian Kekeruhan,
dan IK.03.0 tentang Pengujian Sensori. Pelaksanaan kegiatan pengujian
kualitas produk ini didokumentasikan ke dalam sebuah formulir, yaitu F.10.0
Pengujian Fisik, Kimia, dan Sensori Air Produk.
Sub-bab distribusi produk dalam GMP dituangkan ke dalam prosedur
P.09.0. Distribusi produk dilakukan dengan menggunakan kendaraan bak
terbuka dan tanpa menggunakan krat. Tidak digunakannya krat pada produk
ini disebabkan oleh sifat galon yang stabil, tahan terhadap suhu dan benturan,
serta tingginya biaya pembelian krat dan biaya pengangkutan. Pencatatan
kegiatan ini didokumentasikan ke dalam F.11.0 tentang pendistribusian
produk. Manajer pemasaran bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur ini.
Tabel 2. Daftar Pengujian Produk di PT. AGC
Bahan yang di uji
Jenis pengujian Lokasi pengujian
Frekuensi Tanggung jawab
Produk Pengujian fisik dan kimia yang meliputi pH, kekeruhan, dan uji sensori
Di lapang (setelah pengisian)
Setiap produksi
Pengujian mikrobiologi, meliputi TPC dan Koliform
Di laboratorium
Setiap minggu (Koliform)
Pengujian fisika, kimia, dan mikrobiologi lengkap
Di laboratorium
3 bulan sekali
QC (bagian umum)
Ketentuan mengenai SSOP (Sanitation Standard Operation Procedure)
diatur dalam M.05.0. Dalam manual ini, SSOP dibagi ke dalam delapan sub-
bab, yaitu sub-bab keamanan air; kebersihan permukaan yang kontak dengan
produk; pencegahan kontaminasi silang; kebersihan personel;
pencegahan/perlindungan dari adulterasi; pelabelan dan penyimpanan yang
tepat; pengendalian kesehatan personel; serta pemberatasan hama.
Ketentuan mengenai keamanan air dalam manual SSOP menjelaskan
tentang tahapan perlakuan untuk mendapatkan air dengan kualitas tertentu
yang telah ditetapkan perusahaan. Dalam menjalankan operasinya, PT. AGC
menggolongkan air berdasarkan kegunaannya, yaitu air untuk kegiatan non
produksi dan air untuk kegiatan produksi. Air untuk kegiatan non produksi
berasal dari pengolahan air bersih milik IPB. Kategori penggunaan air untuk
kegiatan non produksi meliputi air untuk pre rinse, air untuk pembersihan dan
sanitasi ruangan, serta air untuk pembersihan mobil. PT. AGC tidak
melakukan sanitasi terhadap air untuk kegiatan non produksi ini.
Air untuk kegiatan produksi merupakan air baku yang berasal dari mata
air yang dioperasikan dan dipelihara secara saniter, serta sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan terdokumentasi. Air untuk kegiatan produksi
meliputi air yang diolah menjadi air produk, air produk yang digunakan dalam
proses pencucian galon, air produk yang digunakan untuk pembersihan dan
sanitasi mesin dan peralatan, serta air yang digunakan untuk kegiatan sanitary
hand-wash. Sanitasi terhadap air baku dimulai dari sanitasi sumber air baku
hingga tahap sanitasi air pada pengolahan air baku menjadi produk agar aman
untuk dikonsumsi (proses ozonisasi dan penyinaran ultra violet).
Air untuk kegiatan non produksi dialirkan melalui pipa tertutup yang
terpisah dengan suplai air untuk kegiatan produksi untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang. Prosedur untuk menjaga keamanan air dituangkan ke
dalam P.10.0. Tujuan dari prosedur 10.0 adalah untuk memberikan pedoman
prosedur dalam melakukan praktik sanitasi guna menjamin keamanan suplai
air yang digunakan baik untuk kegiatan produksi maupun kegiatan non
produksi. Manajer umum bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur ini.
Kebersihan permukaan yang kontak dengan produk yang diatur dalam
SSOP menjelaskan tentang kegiatan pembersihan dan sanitasi. Proses
pembersihan dan sanitasi yang dilakukan oleh PT. AGC meliputi pembersihan
dan sanitasi untuk area high hygienis, medium hygienis, low hygienis, dan area
luar; sterilisasi ultra violet di ruang pengisian; serta kebersihan pada mesin
dan peralatan. Selain itu, peranti sarung tangan pekerja juga diatur dalam sub-
bab ini karena permukaan sarung tangan tersebut kontak langsung dengan
produk. Prosedur tentang kebersihan permukaan yang kontak dengan produk
ini dituangkan ke dalam P.11.0. Prosedur tersebut menjelaskan tentang
bagaimana cara memelihara kebersihan permukaan yang kontak dengan
produk.
Prosedur tersebut dirinci lebih lanjut dalam beberapa IK, yaitu IK.04.0
Pembersihan dan Sanitasi Tangki Penampungan Air Baku; IK.05.0
Pembersihan dan Sanitasi Mesin dan Peralatan; IK.06.0 Penggantian Pasir
Silika pada Sand Filter; IK.07.0 Backwash Sand Filter; IK.08.0 Penggantian
Karbon pada Carbon Filter; IK.09.0 Backwash Carbon Filter; IK.10.0
Penggantian Catridge Filter; IK.11.0 Pembersihan dan Sanitasi Area Low
Hygienis dan Area Bersih; IK.12.0 Pembersihan dan Sanitasi Area High
Hygienis dan Area Medium Hygienis; IK.13.0 Sterilisasi Ultra Violet Ruang
Pengisian; serta IK.14.0 Pembersihan dan Sanitasi Sarung Tangan.
Pencatatan mengenai kegiatan-kegiatan dalam IK ini didokumentasikan
ke dalam beberapa formulir, yaitu F.12.0 Pembersihan dan Sanitasi
Mingguan; F.13.0 Backwash dan Penggantian Sand Filter; F.14.0 Backwash
dan Penggantian Carbon Filter; F.15.0 Penggantian Catridge Filter; dan
F.16.0 Pembersihan dan Sanitasi Harian. Manajer umum bertanggung jawab
atas pelaksanaan kegiatan ini.
Pencegahan kontaminasi silang yang diatur dalam manual SSOP
menjelaskan tentang penyebab kontaminasi silang dan pencegahannya.
Kontaminasi silang dapat disebabkan oleh pekerja, bahan pengemas, dan
permukaan yang kontak dengan produk. Pengetahuan personel tentang
kontaminasi silang, pemisahan bahan mentah dan produk; perancangan
pabrik/tata letak yang baik; pemisahan dan perlindungan produk selama
penyimpanan yang benar; serta jaminan pembersihan dan sanitasi daerah
penanganan, pengolahan, dan peralatan dapat mencegah terjadinya
kontaminasi silang terhadap produk.
Sub-bab pencegahan kontaminasi silang ini dituangkan ke dalam
prosedur (P.12.0). Ruang lingkup dari prosedur ini meliputi semua faktor yang
menjadi sumber kontaminasi silang, termasuk pekerja, bahan mentah,
permukaan yang kontak dengan produk dan lain-lain. Manajer umum
bertanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan prosedur ini.
Kebersihan personel yang diatur dalam SSOP menjelaskan tentang
personel yang merupakan sumber mikroba (alami maupun sementara) pada
tangan, dari bagian tubuh lainnya (misalnya rambut), dan dari saluran
pernafasan, serta sumber cemaran fisik (misalnya perhiasan dan alat tulis).
Selain itu, manual ini menjelaskan tentang pemantauan kebersihan personel
dengan penjaminan fasilitas kebersihan personel yang meliputi jaminan
kelengkapan dan kondisi kebersihan fasilitas cuci tangan dan sanitasi tangan.
Pemantauan juga dilakukan terhadap kebersihan tubuh personel, seperti
kebersihan kuku, rambut, cambang, dan kumis.
Tata cara pemeliharaan dan pemantauan kebersihan personel ini
dituangkan ke dalam P.13.0. Tujuan dari prosedur ini adalah memberikan
pedoman prosedur dalam melakukan praktik sanitasi guna menjamin
kebersihan dalam melaksanakan kegiatan produksi. Manajer umum
bertanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan kegiatan ini. Prosedur ini
dirinci ke dalam IK.15.0 tentang cara mencuci tangan yang baik dan benar.
Pencegahan dari adulterasi yang diatur dalam SSOP menjelaskan tentang
penyebab dari adulterasi. Tata cara melakukan pencegahan dari adulterasi ini
dituangkan ke dalam P.14.0. Tujuan dari prosedur ini adalah memberikan
pedoman dalam melakukan praktik sanitasi guna mencegah/melindungi
produk dari adulterasi. Ruang lingkup prosedur ini adalah semua bahan yang
yang bisa tercampur dengan bahan-bahan non pangan, seperti bahan baku,
bahan kemasan, produk akhir, dan bahan yang permukaannya kontak dengan
produk. Manajer umum bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur ini.
Pelabelan dan penyimpanan yang tepat yang diatur dalam SSOP
menjelaskan tentang cara penyimpanan bahan-bahan kimia. Cara
penyimpanan bahan tersebut adalah dengan diberi label dan disimpan jauh
dari ruang produksi untuk menghindari pencemaran terhadap produk. Sampai
sejauh ini, PT. AGC tidak menggunakan satu pun bahan kimia untuk kegiatan
pengolahan air. Bahan kimia digunakan untuk kegiatan pembersihan dan
sanitasi alat dan ruangan serta alkohol untuk sanitasi tangan.
Prosedur pelaksanaan pelabelan dan penyimpanan yang tepat ini
dituangkan ke dalam P.15.0. Ruang lingkup prosedur ini meliputi semua
bahan kimia yang digunakan untuk kegiatan produksi maupun kegiatan non
produksi. Manajer umum bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur ini.
Pengendalian kesehatan personel yang diatur dalam SSOP menjelaskan
tentang pemantauan dan pengendalian kesehatan personel. Salah satu bentuk
pengendalian kesehatan personel adalah dengan mengadakan pemeriksaan
rutin terhadap kesehatan personel.
Prosedur mengenai pengendalian kesehatan personel ini dituangkan ke
dalam P.16.0. Tujuan dari prosedur ini adalah memberikan pedoman dalam
melakukan pengendalian kesehatan personel sebagai bagian dari praktik
sanitasi. Ruang lingkup prosedur ini meliputi personel yang sakit ataupun
terluka. Manajer umum bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur ini.
Pencatatan kegiatan ini didokumentasikan ke dalam sebuah formulir, yaitu
F.17.0 tentang Pemeriksaan Kesehatan Personel.
Pemberantasan hama yang diatur dalam SSOP menjelaskan tentang cara
pemberantasan hama yang mungkin masuk ke dalam area pabrik. Sumber
hama PT. AGC berasal dari area halaman depan pabrik karena banyak
pepohonan rimbun dan rumput liar yang tumbuh subur, serta lokasi
pembuangan sampah bersama yang letaknya tidak begitu jauh dari halaman
belakang pabrik. Cara pemberantasan hama yang dapat dilakukan antara lain
dengan menggunakan insect trap, lampu perangkat lalat, memasang pintu trap
plastik pada pintu ruangan pabrik, lem tikus dan rodent trap (perangkap
tikus).
Lampu trap (insect trap) dapat dipasang untuk mencegah masuknya
laron ke dalam ruangan PT. AGC. Pemasangan lampu perangkat lalat
menghasilkan cahaya yang dapat menarik lalat atau serangga masuk ke
perangkat. Sedangkan pintu trap (berupa lembaran plastik yang tebal dan
licin) dapat dipasang guna mencegah burung atau kupu-kupu masuk ke dalam
ruangan.
Tata cara pemberantasan hama ini dituangkan ke dalam P.17.0. Tujuan
dari prosedur ini adalah memberikan pedoman praktik sanitasi dalam
mengendalikan hama yang memungkinkan terjadinya kontaminasi terhadap
produk. Ruang lingkup dari prosedur ini adalah semua jenis hama (misalnya
serangga dan tikus) yang mungkin masuk ke dalam ruang pengisian, area
persiapan galon, area pencucian galon, area unit pengolahan air, dan area
penyimpanan produk, area penyimpanan bahan kemasan dan peralatan, serta
ruangan di sekitarnya. Manajer umum bertanggung jawab atas pelaksanaan
prosedur ini. Pencatatan kegiatan pengendalian hama ini didokumentasikan
dalam sebuah formulir, yaitu F.18.0 tentang Kontrol Hama Harian.
C. IMPLEMENTASI GMP DAN SSOP PT. AGC
Formulir merupakan bentuk dokumentasi dari implementasi Sistem
Manajemen Mutu. Terdapat 36 jenis formulir yang digunakan sebagai bukti
implementasi SMM di PT. AGC. Sebelas buah formulir di antaranya mencatat
implementasi GMP dan delapan buah formulir yang mencatat implementasi
SSOP. Sisanya mencatat implementasi yang terkait dengan HACCP.
Dokumentasi mengenai kelembaban (Rh) dan temperatur dicatat pada
Formulir 01.0. Hasil dari dokumentasi ini diperoleh keterangan bahwa suhu
ruangan PT. AGC (area medium dan high hygienis) berkisar antara 16–18 oC.
Hal ini memenuhi persyaratan Kepmenindag No. 705/MPP/Kep/11/2003,
dimana temperatur ruangan harus dijaga maksimum 25oC. Pengukuran
terhadap Rh belum dilakukan karena belum tersedianya alat ukur Rh.
Dokumentasi kegiatan kalibrasi alat pada prosedur mesin dan peralatan
yang digunakan oleh PT. AGC dicatat pada Formulir 02.0. Alat yang telah
dikalibrasi oleh PT. AGC adalah pH meter. pH meter dikalibrasi secara
internal oleh personel dan dilakukan satu kali setiap minggu. Mesin dan alat
lain yang dimiliki belum dikalibrasi.
Dokumentasi kegiatan penggantian dari tabung oksigen masih pada
prosedur mesin dan peralatan dilakukan dalam Formulir 03.0. Dari bukti
pencatatan tersebut diketahui tanggal penggantian tabung oksigen ini pada
bulan Mei adalah tanggal 3, pada bulan Juni adalah tanggal 5, pada bulan Juli
adalah tanggal 11, dan pada bulan Agustus adalah tanggal 20.
Dari data tersebut juga dapat diketahui bahwa penggunaan tabung
oksigen adalah + selama 1 bulan. Data ini cukup penting diketahui untuk
menyediakan stock tabung oksigen sebagai suplai pembuatan ozon.
Penggantian tabung oksigen pada bulan Agustus mengalami keterlambatan
selama satu minggu. Oksigen dalam tabung telah habis pada tanggal 13
Agustus tapi tidak dapat segera diganti.
Keterlambatan pasokan gas oksigen dari pemasok ini disebabkan oleh
tiga hal. Pertama, personel kurang kontrol terhadap alat pengukur tekanan
yang terdapat pada tabung. Kedua, belum dimilikinya perkiraan waktu
penggunaan sebuah tabung sehingga tidak dapat memperkirakan jadwal
pembelian tabung baru. Ketiga, PT. AGC hanya memiliki satu buah pemasok
tabung oksigen yang terkadang menunda pengiriman dengan alasan enggan
jika mengirim hanya satu tabung. Oleh karena itu, disarankan PT. AGC
mempunyai beberapa pemasok gas oksigen.
Kegiatan pemeriksaan kemasan dicatat pada F.04.0 (untuk botol galon),
F.05.0 (untuk segel tutup galon), F.06.0 (untuk label), dan F.07.0 (untuk tutup
galon). Formulir-formulir ini diisi jika PT. AGC membeli kemasan baru dari
pemasok.
Parameter pengukuran/pengujian kemasan botol galon meliputi berat,
tinggi total, tinggi leher, diameter mulut luar, diameter mulut dalam, lingkar
badan atas, lingkar badan bawah, dan warna/penampakan. Parameter
pengukuran/pengujian terhadap segel tutup galon dan label meliputi ukuran
horizontal, ukuran vertikal, ketebalan, warna, dan kualitas cetakan. Parameter
pengukuran/pengujian terhadap tutup botol galon meliputi berat, tinggi,
diameter, warna, uji pembukaan, uji kebocoran (posisi 90oC, selama 60
menit).
Formulir-formulir ini belum bisa diaplikasikan karena belum terdapat
perjanjian resmi atau MoU antara perusahaan pemasok dengan PT. AGC yang
menyatakan bahwa barang yang tidak sesuai dengan mutu yang telah
ditetapkan PT. AGC dapat dikembalikan kepada perusahaan pemasok barang.
Selama ini PT. AGC membeli barang kemasan dengan jumlah yang sedikit,
seperti jumlah pembelian segel tutup galon hanya berkisar 5000 pieces tiap
order. Selain itu, pembelian bahan yang bukan kualitas utama (sebagai contoh
botol galon yang hanya mempunyai kualitas grade B) menyebabkan
perusahaan pemasok tidak melampirkan CoA-nya.
Formulir 08.0 merupakan pencatatan terhadap hasil pengujian parameter
fisika, kimia, dan sensori air baku yang digunakan untuk proses produksi. Dari
hasil pencatatan pH air baku, diperoleh bahwa air baku yang berasal dari
sumber mata air Cipuspa seringkali tidak memenuhi standar persyaratan
minimal pH yang diperkenankan. pH dari mata air Cipuspa cenderung rendah,
sering kali di bawah 6,5 sedangkan pH air baku yang berasal dari air yang
dibeli mempunyai pH antara 6,5 – 7,5 atau memenuhi standar.
Permasalahan pH pada air baku yang berasal dari mata air Cipuspa dapat
diatasi dengan dua cara. Pertama dengan melakukan penggantian sumber air
baku, yaitu dengan membeli air baku dari pemasok. Hanya saja pembelian air
baku ini tidak ekonomis secara finansial karena harga yang cukup mahal dan
jumlah pemakaian yang besar. Setiap kali order 1 tangki dengan volume
sekitar 8000 liter hanya cukup digunakan untuk berproduksi selama 3-4 hari
saja. Dengan asumsi terdapat 24 hari kerja, maka jika air baku selalu membeli
dari pemasok, akan dilakukan 6-8 kali pembelian dalam satu bulan. Hal ini
artinya, PT. AGC harus menyediakan dana cair sekitar Rp. 1.200.000,00 -
Rp.1.600.000,00 per bulannya hanya untuk membeli air baku.
Cara kedua adalah dengan memberikan perlakuan pada sumber air baku
Cipuspa menggunakan penambahan basa. Cara kedua ini belum dilakukan dan
masih dalam tahap rencana karena belum dilakukan percobaan untuk
mengetahui takaran kebutuhan basa yang diperlukan untuk menetralisir
konsentrasi asam pada air.
Dokumentasi dari jumlah produk yang diproduksi dan jumlah produk
yang keluar/dijual dicatat dalam Formulir 09.0. Jumlah galon yang diproduksi
oleh PT. AGC tergantung dari permintaan konsumen pada hari itu juga dan
jumlah galon yang tersedia. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh
bahwa tidak ada satu hari pun jumlah galon yang diproduksi maupun yang
dijual berjumlah sama. Berikut ini salah satu hasil dokumentasi/pencatatan
jumlah produk yang dihasilkan pada bulan Juli (Tabel 3) dan produk yang
dijual/keluar pada bulan Juli (Tabel 4).
Tabel 3. Jumlah Produk yang Dihasilkan dalam Bulan Juli 2007
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Minggu V TotalSenin 95 160 114 108 99 576Selasa 72 67 104 78 142 463Rabu 125 65 100 139 429Kamis 104 82 61 53 300Jum'at 174 75 75 51 375
Total Produk yang dihasilkan dalam bulan Juli 2007 2143Rata-rata produk yang dihasilkan dalam bulan Juli 2007 97,40909
Tabel 4. Jumlah Produk yang Dijual dalam Bulan Juli 2007
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Minggu V TotalSenin 79 155 113 107 104 454Selasa 74 70 104 78 139 465Rabu 125 59 100 138 422Kamis 104 89 58 53 304Jum'at 173 79 78 51 381
Total Produk yang dijual dalam bulan Juli 2007 2130Rata-rata produk yang dijual dalam bulan Juli 2007 96.81818
Dokumentasi dari kegiatan pengujian fisik, kimia, dan sensori air produk
dicatat dalam Formulir 10.0. Pengujian tersebut meliputi pengujian kekeruhan,
pH, dan sensori air produk. Pengujian pH baru dilakukan pada tanggal 15 Juni
2007, hal ini disebabkan oleh keterhambatan penyediaan alat ukur pH. Dari
pencatatan itu diperoleh bahwa pH air produk tergantung dari air bakunya. pH
yang rendah pada air baku menyebabkan pH yang rendah juga pada produk.
pH yang rendah pada produk disebabkan oleh sumber air baku yang berasal
dari mata air Cipuspa yang memang cenderung selalu rendah. Pengujian pH
ini dilakukan oleh personel PT. AGC.
Pengujian kekeruhan pada air produk belum dilakukan karena ketiadaan
alat ukur kekeruhan. Parameter uji sensori meliputi bau, rasa, dan
penampakan. Panelis dari uji ini hanya meliputi personel produksi PT. AGC
yang bekerja di bagian ruang pengisian dan penyimpanan produk. Hasil dari
uji sensori dari bulan Juni sampai dengan bulan Juli adalah normal.
Formulir 11.0 merupakan dokumentasi/pencatatan kegiatan pengiriman
barang. F.11.0 merupakan perbaikan dari formulir yang sudah ada, formulir
yang telah ada sebelumnya tidak mencantumkan alamat konsumen.
Pencantuman alamat konsumen merupakan salah satu atribut penting. Atribut
ini (alamat konsumen) berguna apabila personel pemasaran ada yang
keluar/tidak bekerja lagi di PT. AGC sehingga perusahaan tidak akan
kehilangan konsumen (karena mengetahui lokasi konsumen). Alamat
konsumen ini juga berfungsi sebagai perkiraan penggunaan bensin.
Sebelumnya, setiap hari pengeluaran bensin adalah Rp 50.000,00 baik untuk
pengiriman jauh maupun dekat (tidak adanya perhitungan yang pasti). Namun
sekarang telah dilakukan sistem pencatatan kilometer tiap kali mobil
melakukan pengiriman, sehingga pemakaian bensin dapat diketahui.
Formulir 12.0 merupakan dokumentasi/pencatatan kegiatan pembersihan
dan sanitasi mingguan yang meliputi pembersihan dan sanitasi mesin pencuci
galon, tangki penampungan air baku, peralatan/mesin lain (selain mesin
pencuci galon), halaman depan, halaman belakang, dan jalur masuk lorong.
Berdasarkan data yang diperoleh dari bulan April sampai September,
Pembersihan dan sanitasi mesin pencuci galon, halaman depan, halaman
belakang, dan jalur masuk mobil dilakukan satu kali dalam satu minggu. Bila
dipresentasekan maka kegiatan pembersihan dan sanitasi ini dilakukan sebesar
100%, kecuali halaman depan. Hal ini disebabkan pada bulan tersebut, kantor
belum dipindahkan ke depan.
Beda halnya dengan sanitasi dan pembersihan tangki penampungan air
baku, bila dipresentasekan maka kegiatan pembersihan dan sanitasi tangki
penampungan air baku ini dilakukan sebesar 76,9 %. Pembersihan dan sanitasi
tangki penampungan air baku yang dilakukan selama ini oleh PT. AGC
terbatas pada penyikatan bagian dalam tangki dan penyemprotan air pada
tangki penampung (belum menggunakan bahan sanitaiser). Pembersihan dan
sanitasi pada mesin dan peralatan lain meliputi mesin dan peralatan yang
digunakan PT. AGC seperti mesin filling beserta konveyor, tangki
pencampuran, dan tabung pasir serta karbon. Adapun kegiatan sanitasi dan
pembersihan pada peralatan/mesin lain dilakukan tidak setiap minggu, bila
dipresentasikan kegiatan ini dilakukan sebesar 42,3 %.
Dari data yang diperoleh pada bulan April sampai dengan September,
pembersihan dan sanitasi ini selalu dilakukan setiap hari Sabtu oleh bagian
produksi. Pembersihan dan sanitasi mesin dan peralatan yang dilakukan
selama ini oleh PT. AGC terbatas pada penyemprotan dengan menggunakan
air produk yang telah melewati proses ozonisasi. Metode pembersihan dan
sanitasi mesin dan peralatan yang dirancang dalam sistem manajemen mutu
tidak terbatas pada penggunaan air produk saja, tetapi menggunakan larutan
sanitaiser.
Menurut Sofwan (2002), salah satu contoh larutan sanitaiser adalah
larutan Duboa. Larutan Duboa terdiri atas sodium hidroksida, sodium
metasalicilate dan 2-butoxy ethanol. Larutan ini tidak berbau, tidak bersifat
karsinogenik, dan tidak mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. Setelah
menggunakan larutan sanitaiser ini, metode ini dilanjutkan dengan
penyemprotan menggunakan air panas, pembilasan menggunakan alkohol, dan
pengeringan. Metode pembersihan dan sanitasi mesin dan peralatan yang
dirancang dalam sistem manajemen mutu ini belum bisa diaplikasikan oleh
PT. AGC. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh
PT. AGC seperti ketidaktersediaan sumber air panas.
Formulir 13.0 dan Formulir 14.0 merupakan dokumentasi/pencatatan
mengenai pembersihan/penggantian sand dan carbon filter. Dari data yang
diperoleh pada bulan April sampai dengan bulan September, telah dilakukan
penggantian pasir dan karbon sebanyak satu kali pada akhir bulan September.
Dari data tersebut juga dapat dilihat bahwa jadwal backwash sand dan carbon
filter adalah 3 – 4 kali dalam satu bulan.
Backwash sand dan carbon filter ini dilakukan berdasarkan pada keruh
atau tidaknya air yang keluar setelah melewati penyaringan karbon. Selama
ini, penilaian kekeruhan pada air hanya berdasarkan pengamatan secara visual,
tidak ada pengukuran terhadap kekeruhan air sesudah melewati penyaringan
karbon. Hal ini disebabkan ketiadaan alat pengukur kekeruhan. Walaupun
dengan hanya dengan menggunakan pengamatan secara visual, hal ini dinilai
cukup efektif karena hasil pengujian kekeruhan pada air produk dari
laboratorium kurang dari 1,5 NTU atau sesuai persyaratan standar.
Formulir 15.0 merupakan pencatatan/dokumentasi dari kegiatan
penggantian catridge filter (penyaring membran). Jumlah catridge filter yang
digunakan oleh PT. AGC berjumlah 14 buah yang terdiri atas catridge filter 5
μm dengan jumlah 3 buah, catridge filter 3 μm dengan jumlah 3 buah,
catridge filter 1 μm yang menuju ruang pengisian dengan jumlah 3 buah,
catridge filter 0,5 μm yang menuju ruang pengisian dengan jumlah 3 buah,
catridge filter 1 μm yang menuju mesin pencucian galon dengan jumlah 1
buah, dan catridge filter 0,5 μm yang menuju mesin pencucian galon dengan
jumlah 1 buah. Selama ini, PT. AGC mengganti catrigde filter berdasarkan
warna pada catridge filter. Berikut ini jadwal penggantian catridge filter yang
dilakukan oleh PT. AGC berdasarkan pengisian pada Formulir 15.0.
Tabel 5. Jadwal Penggantian Catridge Filter PT. AGCBulan dan Tahun
PenggantianJenis Catridge Filter
5 µm 3 µm 1 µm 0,5 µmTanggal Penggantian
Mei 2007 14 23 23 330 30 30
Juni 200715 4
15 4 25
29 25 2529 29 29
Juli 2007 14 5 5 614
28 28
Agustus 2007
6
31 -16 6
1622 2231 31
September 2007 10 10 10 1022 22
29 29 29 29
Dari data tersebut, frekuensi penggantian catridge filter 5 µm dilakukan
sebanyak 1 – 2 kali dalam satu bulan, frekuensi penggantian catridge filter 3
µm dilakukan sebanyak 0 – 4 kali dalam satu bulan, frekuensi penggantian
catridge filter 1 µm dilakukan sebanyak 2 - 3 kali dalam satu bulan, dan
frekuensi penggantian catridge filter 0,5 µm dilakukan sebanyak 2 – 4 kali
dalam satu bulan. Dari data yang diperoleh, tidak ada pemisahan antara
penggantian catridge filter 1 µm dan 0,5 µm yang menuju mesin pencucian
galon dan yang menuju ruang pengisian. Penggantian dilakukan apabila
catridge filter sudah berwarna coklat. Warna coklat dan waktu penggantian
yang ditentukan oleh para karyawan PT. AGC didasarkan pada pengalaman
produksi atau disebut sebagai learn by experience. Berikut standar warna
coklat yang digunakan pada penggantian catridge filter dapat dilihat pada
Gambar 28.
Gambar 28. Standar Warna Coklat pada Catridge Filter
Formulir 16.0 merupakan pencatatan/dokumentasi kegiatan pembersihan
dan sanitasi harian. Pencatatan/dokumentasi ini dimulai dari bulan Mei sampai
bulan September. Kegiatan pembersihan dan sanitasi dilakukan pada
area/ruang di PT. AGC antara lain ruang pengisian, area pencucian, area unit
pengolahan air, area penyimpanan produk, halaman samping/lorong, kantor,
dan area persiapan galon. Pembagian area dalam formulir ini masih
berdasarkan kondisi lama (kantor belum dipindah ke depan). Berikut dapat
dilihat Grafik Frekuensi Pembersihan dan Sanitasi di PT. AGC pada bulan
Mei 2007 sampai September 2007 pada Gambar 29.
Grafik Frekuensi Pem bersihan dan Sanitasi di PT. AGC
0
20
40
60
80
100
120
Ruang Pengisian
Area Pencucian
Area Unit P
engolahan
Air
Area Penyimpanan P
roduk
Halaman S
amping
Kantor
Area Persiapa
n Galo
n
Zona Pembersihan dan Sanitasi di PT. AGC
Frek
uens
i Pem
bers
ihan
dan
San
itasi
(d
alam
per
sen) Mei
JuniJuliAgustusSeptember
Gambar 29. Grafik Frekuensi Pembersihan dan Sanitasi di PT. AGC
Dari data di atas, frekuensi pembersihan dan sanitasi ruang pengisian,
area pencucian, area unit pengolahan air, area penyimpanan produk, dan area
persiapan galon mempunyai hasil yang memuaskan. Frekuensi pembersihan
halaman samping dan kantor perlu ditingkatkan lagi. Selama ini, metode
pembersihan dan sanitasi ruangan di PT. AGC hanya menggunakan air biasa
dan pembersihan hanya meliputi lantai saja sedangkan jendela hanya
dilakukan sesekali saja.
Semestinya, metode pembersihan dan sanitasi yang dilakukan juga
menggunakan sanitaiser seperti yang dirancang dalam dokumen mutu. Salah
satu contoh larutan sanitaiser yang bisa dan umum digunakan untuk lantai
adalah wipol. Sedangkan larutan sanitaiser yang biasa digunakan untuk
membersihkan jendela dan teralis besi menurut Sofwan (2002) adalah
drathon. Drathon ini terdiri atas sulfuric acid, hydroflouric acid, dan nitrit
acid. Drathon mudah digunakan dan dapat meningkatkan ketahanan alat
terhadap korosi. PT AGC sudah melakukan pembelian larutan sanitaiser
seperti wipol dan pembersih kaca jendela dan sejauh ini sudah mulai
digunakan untuk pembersihan dan sanitasi.
Formulir 17.0 merupakan dokumentasi/pencatatan mengenai
pemeriksaan kesehatan personel PT. AGC. Formulir ini dibuat dengan tujuan
agar tidak ada personel yang melakukan proses produksi dalam kondisi sakit.
Harapan dari dibuatnya formulir ini adalah adanya pemeriksaan kesehatan
secara rutin bagi para personel PT. AGC. Pemeriksaan rutin ini diberikan
secara cuma-cuma kepada para personel setiap 6 bulan sekali. Pada
pelaksanaannya nanti, PT. AGC dapat melakukan kerja sama dengan rumah
sakit atau poliklinik. Pemeriksaan kesehatan rutin ini merupakan fasilitas yang
dirancang dan hanya diberikan untuk personel PT. AGC. Formulir ini belum
bisa diaplikasikan oleh PT. AGC karena belum mampunya pihak manajemen.
Selama ini, personel yang sakit tidak masuk kerja dan tidak ada bantuan
penggantian biaya berobat bagi personel tersebut. Dengan sistem presensi
yang telah mulai ditetapkan, personel yang tidak masuk kerja akan dicatat
sebagai absensi.
Formulir 18.0 merupakan dokumentasi/pencatatan mengenai kontrol
hama di gedung PT. AGC. Kontrol hama ini dilakukan setiap hari. Jenis hama
yang dikontrol meliputi tikus, serangga (lalat, laron, kecoa, laba-laba,
nyamuk), burung, dan lain-lain. Berdasarkan sistem manajemen mutu dalam
SSOP sub-bab penanganan hama, untuk mengatasi hama serangga seperti
lalat, laron, nyamuk dan lain-lain, PT. AGC disarankan memasang insect trap
(mencegah masuknya laron), lampu perangkat lalat, pintu trap plastik (untuk
mencegah masuknya burung atau kupu-kupu), lem tikus, dan rodent trap.
Formulir 19.0 merupakan dokumentasi/pencatatan mengenai jam
penggunaan lampu ultra violet baik yang dipasang di ruang pengisian maupun
yang di area water treatment atau pengolahan air. Hasil dari dokumentasi ini
belum maksimal karena pencatatan hanya berkisar pada penggunaan lampu
ultra violet di ruang pengisian saja. Pencatatan ini dimulai pada bulan April
sampai bulan September. Catatan mengenai waktu penggunaan lampu ultra
violet ini berguna sebagai acuan bilamana suatu saat terjadi kerusakan pada
lampu tersebut. Dengan mengetahui lama jam penggunaannya, setidaknya
dapat dijadikan acuan untuk menghitung perkiraan umur efektif lampu
ultraviolet yang selama ini bel.um diketahui. Pengetahuan umur efektif ini
berguna bagi perusahaan untuk dapat melakukan penyediaan stok lampu ultra
violet agar tidak terulang kejadian ketidaksiapan perusahaan saat matinya
lampu ultra violet di unit pengolahan air.
Pengimplementasian SMM di PT. AGC yang berkaitan dengan GMP
dan SSOP tentunya menemui berbagai kendala yang menghambat pelaksanaan
atau pengimplementasiannya. Kendala tersebut merupakan aspek yang perlu
dikembangkan oleh PT. AGC agar tidak menjadi kendala lagi di masa-masa
yang akan datang. Berikut ini adalah daftar aspek yang perlu dikembangkan
berikut usulan pengembangan yang dapat dilakukan agar terjadi improvement
di PT. AGC. Kategori primer, sekunder, dan tersier adalah skala prioritas dari
pemenuhan pengembangan.
Tabel 6. Aspek yang Perlu Dikembangkan dan Usulan Pengembangannya
DOkumen terkait ASPEK usulan PENGEMBANGANProsedur Memasuki Area/Ruangan (P.01.0)
• Jumlah seragam personel belum mencukupi
• Belum cukup tersedia lemari khusus perlengkapan untuk memasuki area high dan medium hygienis
• Baju dan perlengkapan khusus untuk memasuki area high, medium, dan low hygienis bagi tamu belum tersedia
• Prosedur sanitary handwash kurang disiplin
• Masuknya asap mobil ke dalam ruang produksi
• Penyediaan seragam cadangan/ganti (primer)
• Membeli 3 buah lemari khusus perlengkapan untuk masing-masing area (sekunder)
• Menyediakan baju dan semua perlengkapan yang dibutuhkan tamu (sekunder)
• Penertiban dan pengawasan untuk mendisiplinkan personel (primer)
• (1) Mematikan penggunaan pintu yang berhubungan langsung dengan lorong (primer); (2) Membuat aturan pelarangan bagi kendaraan bermotor memasuki gedung AP-4 lewat lorong dalam keadaan mesin menyala (sekunder)
Penanganan Mesin dan Peralatan (P.02.0)
• Hampir semua peralatan dan mesin yang dimiliki belum dikalibrasi (baru pH meter)
• Tidak adanya data mengenai semua mesin peralatan yang dimiliki berikut spesifikasinya
• Jadwal pengecekan kondisi mesin dan peralatan secara berkala tidak ada
• Perawatan mesin dan peralatan belum dilakukan
• Lakukan kalibrasi peralatan baik secara internal maupun oleh lembaga eksternal (sekunder)
• Lakukan pendataan terhadap semua mesin, peralatan, dan inventaris (sekunder)
• Pembuatan jadwal rutin pengecekan dan perawatan (sekunder)
• (1) Pelaksanaan kegiatan perawatan secara berkala (primer); (2) Memanggil teknisi
DOkumen terkait ASPEK usulan PENGEMBANGANsecara maksimal
• Tenaga ahli (teknisi) yang menangani perawatan dan perbaikan mesin dan peralatan tidak ada
• Kebocoran sambungan pipa
• Alat capping tidak ada• Tidak ada sumber listrik lain
untuk antisipasi padamnya aliran listrik PLN
• Tidak tersedianya stok spare part mesin dan peralatan
• Lampu yang digunakan (baik lampu ruangan maupun lampu ultra violet) bukan lampu anti hancur atau lampu tersebut tidak menggunakan penutup
dari luar untuk melakukan perawatan secara berkala (sekunder); (3) Memberi pelatihan khusus kepada personel tentang perawatan dan perbaikan mesin dan peralatan (tersier)
• (1) Memanggil teknisi khusus dari luar untuk melakukan perawatan atau perbaikan (primer); (2) Melakukan pelatihan internal dengan memanggil ahli mesin dan peralatan AMDK dari luar (sekunder); (3) Mengirimkan personel keluar untuk mengikuti pelatihan khusus mengenai mesin dan peralatan pengolahan AMDK (tersier)
• Mengganti semua pipa yang sudah bocor/rusak/tidak sesuai (primer)
• Membeli alat capping• Membeli genset (tersier)
• Membeli/menyediakan spare part cadangan sebagai stok (misal: tabung oksigen, catridge, karbon, pasir, dll) (primer)
• Lampu segera ditutup dengan menggunakan penutup lampu (primer)
Penanganan Bahan Kemasan (P.03.0)
• Tidak tersedianya CoA dari pemasok untuk semua bahan kemasan dan atribut tambahannya
• Tidak adanya pengujian berkala terhadap spesifikasi bahan kemasan
• Membuat perjanjian dengan perusahaan pemasok untuk melampirkan CoA bahan kemasan yang dibeli (sekunder);
• (1) Membuat jadwal dan melakukan uji berkala (sekunder); (2) melakukan kerjasama dengan laboratorium Pengemasan dan Penyimpanan Departemen TIN (sekunder)
Penanganan Bahan Baku (P.04.0)
• pH air baku cenderung di bawah standar
• (1) Membeli air baku dari pemasok (primer); (2) memberi perlakuan pada sumber air baku (sekunder)
Pengujian pH (IK.01.0) • Kalibrasi alat pH meter baru dilakukan secara internal
• Lakukan kalibrasi alat secara eksternal untuk lebih menjamin kualitas (sekunder)
Pengujian Kekeruhan (IK.02.0)
• Belum dapat diimplementasikan
• Membeli alat uji kekeruhan
Pengujian Sensori (IK.03.0)
• Pengujian sensori belum dilakukan oleh tenaga terlatih
• Pelatihan teknik uji sensori pada personel untuk dapat dapat menentukan status air baku
DOkumen terkait ASPEK usulan PENGEMBANGANsebelum memulai proses produksi maupun suatu produk sebelum dipasarkan (sekunder)
Pencucian Botol Galon (P.05.0)
• Proses seleksi galon baru efektif pada uji fisik saja, sementara uji sensori belum
• Melakukan pelatihan pengujian sensori kepada personel (sekunder)
Pengemasan (P.06.0) • Hanya 1 buah nozzle yang digunakan dalam proses pengisian
• Belum tersedianya alat coding
• Uji kekeruhan air produk belum dapat dilakukan
• Label mudah rusak (tidak awet)
• Membeli alat capping untuk menghemat tenaga personel serta memanfaatkan keempat nozzle yang ada agar produktivitas meningkat (sekunder)
• Membeli alat coding (primer)• Membeli alat pengukur
kekeruhan (primer)• Mengecek kondisi label setiap
kali sebelum dipasarkan dan segera menggantinya jika rusak/terkelupas (primer); (2)Mengganti label menggunakan label anti air (sekunder)
Penyimpanan (P.07.0) • Penyimpanan bahan kemasan belum diletakkan dengan tepat mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
• Belum dapat diterapkannya status produk (hold, release atau reject) akibat belum diterapkannya sistem QC dalam proses produksi
• Meningkatkan kedisiplinan personel dalam penanganan dan penyimpanan bahan kemasan (primer)
• (1) Meningkatkan kedisiplinan personel dalam penanganan dan penyimpanan produk (primer); (2) Melakukan pelatihan pengujian dalam sistem QC pada personel di pabrik (sekunder)
Pengujian Kualitas Produk Akhir (P.08.0)
• Sama dengan P.04.0• Kurangnya kontrol pada
kualitas akhir produk
• Sama dengan P.04.0• Melakukan uji lengkap setiap 3
bulan sekali di lab yang ditunjukDistribusi Produk (P.09.0)
• Belum dapat diterapkannya pencatatan produk akhir (produk yang release, reject, atau hold)
• Pencatatan rekaman kegiatan produksi belum dapat membubuhkan kode produksi karena belum tersedianya alat coding
• Mulai melaksanakan pencatatan produk akhir yang berarti harus malakukan serangkaian uji yang dapat digunakan untuk menentukan status produk yang akan dipasarkan tersebut (sekunder)
• Membeli alat coding (primer)
Keamanan Air (P.10.0) • Belum adanya sistem pengamanan pada bak penampungan air baku di sumber mata air dari kemungkinan masuknya bahan pencemar yang mungkin dilakukan secara tidak sengaja/sengaja oleh
• Membuat bangunan pelindung dan membatasi akses untuk memasuki area sumber air baku (tersier)
DOkumen terkait ASPEK usulan PENGEMBANGANpihak yang tidak bertanggung jawab
• Satu buah tutup tangki penampung air baku pecah, hal ini dikarenakan tertimpa pohon kelapa
• (1) Menebang pohon kelapa yang ada di antara kedua tangki reservoir agar buahnya tidak lagi memecahkan tangki (primer); (2) Mengganti tangki yang rusak (sekunder)
Pembersihan dan Sanitasi Tangki Penampungan Air Baku (IK.04.0)
• Belum pernah dilakukan pembersihan sistem perpipaan dari kerak, lumut, dan karat
• Meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan personel (primer)
Pemeliharaan Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Produk (P.11.0)
• Metode pembersihan dan sanitasi mesin dan peralatan yang kontak langsung dengan produk masih kurang efektif
• Memilih metode pembersihan dan sanitasi yang sesuai untuk masing-masing jenis mesin dan peralatan yang permukaannya kontak langsung dengan produk (sekunder)
Pembersihan dan Sanitasi Mesin dan Peralatan (IK.05.0)
• Tidak setiap hari mesin pencuci galon dibersihkan
• Belum disiplinnya personel dalam melakukan sanitasi semua peralatan setelah digunakan untuk kegiatan produksi
• Lakukan pembersihan mesin setiap akan mulai dan setelah selesai proses pencucian galon sedangkan sanitasi bisa dilakukan seminggu sekali (primer)
• Meningkatkan kedisplinan personel (primer)
Penggantian Pasir Silika pada Sand Filter (IK.06.0)Backwash Sand Filter (IK.07.0)Penggantian Karbon pada Carbon Filter (IK.08.0)Backwash Carbon Filter (IK.09.0)
• Belum ada acuan baku untuk pelaksanaan keempat kegiatan tersebut
• Mencari informasi di buku panduan, internet, dll
Sterilisasi Ultra Violet pada Ruang Pengisian (IK.13.0)
• Seringkali ada jeda waktu yang terlalu lama setelah proses sanitasi ruangan dengan proses pengisian akibat menunggu proses pencucian galon
• (1) Memperkirakan waktu sanitasi ruang pengisian agar tidak terdapat jeda waktu dengan proses pengemasan (primer); (2) Menambah jumlah personel
Pembersihan dan Sanitasi Sarung Tangan (IK.14.0)
• Pembersihan dan sanitasi sarung tangan belum efektif
• (1) Memastikan personel menyemprotkan alkohol ke semua bagian sarung tangan sebelum digunakan (primer); (2) Melakukan pencucian sarung tangan setelah digunakan menggunakan detergen atau sabun, disikat hingga ke bagian dalam lalu dikeringkan (sekunder)
Pencegahan • Peletakan dan penyimpanan • Mendisiplinkan pelaksanaan
DOkumen terkait ASPEK usulan PENGEMBANGANKontaminasi Silang (P.12.0)
tutup galon belum sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
penyimpanan dan peletakan tutup galon (sekunder)
Kebersihan Personel (P.13.0)
• Tidak adanya kontrol terhadap kebiasaan personel dalam pemeliharaan kebersihan pribadi
• Fasilitas sanitasi tangan kurang terpelihara
• Kurangnya kontrol terhadap kelengkapan persediaan fasilitas sanitasi tangan
• (1) Manajemen melakukan inspeksi mendadak ke pabrik (primer); (2) Memberlakukan sistem award dan punishment kepada personel (tersier)
• Meningkatkan pemeliharaan terhadap kebersihan fasilitas cuci tangan (primer)
• Meningkatkan frekuensi pengontrolan agar tidak sampai habis dan belum diganti (sekunder)
Cara Mencuci Tangan yang Baik (IK.15.0)
• Belum adanya fasilitas sanitasi tangan dan fasilitas sanitasi tangan di ruang pengisian agar sanitasi tangan personel dapat lebih efektif
• Memasang fasilitas sanitasi tangan dan melengkapi dengan fasilitas sanitasi tangan (sekunder)
Pencegahan dari Adulterasi (P.14.0)
• Belum terdata/ teridentifikasinya semua bahan/sumber yang mungkin menjadi penyebab adulterasi
• (1) Pengontrolan secara berkala pada sambungan, klep, kran, penutup, dan saluran yang memungkinkan masuknya cemaran (primer); (2) Perbaikan dengan segera jika terdapat kerusakan pada sambungan, klep, kran, penutup, dan saluran tersebut (primer); (3)
Pelabelan dan Penyimpanan yang Tepat (P.15.0)
• Belum tersedianya tempat penyimpanan khusus untuk meletakkan dan menyimpan bahan kimia/toksik (termasuk bahan sanitaiser)
• Belum terdata/ teridentifikasinya semua bahan/sumber yang mungkin bersifat toksik/berbahaya
• Menyediakan tempat penyimpanan khusus yang aman dan terpisah dari tempat penyimpanan bahan kemasan atau produk (sekunder)
• Mengidentifikasi dan mendata semua bahan/sumber yang diketahui bersifat toksik/berbahaya(sekunder)
Pengendalian Kesehatan Personel (P.16.0)
• Belum dapat diterapkannya ketentuan mengenai personel yang sakit/terluka dalam memasuki area high, medium, dan low hygienis
• Belum dapat diimplementasikannya kerjasama pemeriksaan dan pengobatan dengan RS atau poliklinik untuk memelihara kesehatan personel
• Menunjuk supervisor perwakilan manajemen untuk mengecek kondisi personel yang akan memasuki area high, medium, dan low hygienis (tersier)
• Manajemen segera mengadakan kerjasama dengan RS atau poliklinik tertentu untuk memberikan bantuan pengobatan serta melakukan pemeriksaan rutin terhadap kesehatan personel (tersier)
Pengendalian Hama (P.17.0)
• Seringkali peralatan tidak dibersihkan terlebih dahulu sebelum disimpan setelah
• Mendisiplinkan personel untuk melakukan pembersihan setelah digunakan sebelum disimpan
DOkumen terkait ASPEK usulan PENGEMBANGANdigunakan
• Konstruksi lantai tidak memiliki kemiringan untuk mengalirkan air menuju saluran drainase secara otomatis sehingga air sering menggenang di lantai
• Personel kurang peduli pada keselamatan kerja akibat genangan air yang terdapat di lantai
• Lantai terbuat dari keramik yang memiliki sambungan antar kotak dan cenderung licin saat basah
• Konstruksi daerah pertemuan antara lantai dan dinding membentuk siku sehingga menyulitkan pembersihannya
• Bagian dinding yang sering terkena cipratan air (terutama bagian bawah) belum semua dicat menggunakan cat anti air
• Dinding antara area penyimpanan dan ruang administrasi masih terbuat dari triplek dan hanya dicat menggunakan cat biasa sehingga kondisinya saat ini sudah mulai rusak (lapuk) dan banyak ditumbuhi lumut
• Konstruksi langit-langit terlalu tinggi sehingga menyulitkan proses pembersihan
• Tidak adanya penutup celah untuk semua pintu dan jendela yang langsung berhubungan dengan area luar pabrik untuk mencegah masuknya hama masuk ke dalam area pabrik
• Kondisi saluran drainase kurang mendapat perhatian, mampat, juga jarang
untuk menghindari penumpukan kotoran (primer)
• (1) Meningkatkan frekuensi pengecekan dan pengeringan lantai dari genangan air (primer); (2) mengubah konstruksi lantai agar memiliki kemiringan (sekunder)
• Meningkatkan kepedulian personel untuk melakukan pengeringan lantai dari genangan air (primer)
• (1) Proses pembersihan yang lebih intensif untuk membersihkan bagian sambungan antar kotak keramik (primer); (2) Mengganti lantai dengan bahan yang anti selip (jika dana memungkinkan) (tersier)
• (1) Proses pembersihan daerah siku tersebut secara intensif (primer); (2) Membuat lengkung pada daerah pertemuan dinding dan lantai (tersier)
• Mengecat semua bagian dinding yang sering terkena cipratan air dengan cat anti air (primer)
• Segera mempermanenkan dinding pembatas area penyimpanan dan ruang administrasi menggunakan dinding sekaligus mengecatnya menggunakan cat anti air untuk perlindungan (primer)
• (1) Menyediakan sapu khusus untuk membersihkan langit-langit yang tinggi tersebut (primer); (2) Menyediakan stager (sekunder)
• (1) Memasang penutup pada semua celah yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar pabrik (sekunder); (2) Memasang insect trap (mencegah masuknya laron), lampu perangkat lalat, pintu trap plastik (untuk mencegah masuknya burung atau kupu-kupu), lem tikus dan rodent trap (tersier)
• (1) Memperbaiki sistem saluran
DOkumen terkait ASPEK usulan PENGEMBANGANdibersihkan
• Pembersihan dan sanitasi area luar pabrik belum jelas batasan yang menjadi tanggung jawab PT. AGC
• Lokasi pembuangan sampah bersama gedung AP-4 berada terlalu dekat dengan pabrik dan kondisinya sangat terbuka
drainase (primer); (2) Memberi perhatian lebih pada jadwal pembersihan saluran drainase (sekunder)
• memberi batasan yang jelas dan mengkomunikasikannya dengan pengguna gedung AP-4 yang lain dan pihak Technopark
• (1) Membersihkan dan memindahkan lokasi pembuangan sampah jauh dari lokasi pabrik (primer); (2) Melarang area lokasi pembuangan sampah tadi digunakan kembali untuk membuang sampah (primer)
D. EVALUASI PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI GMP DAN SSOP
PT. AGC
Selama lebih kurang delapan bulan penelitian ini dilaksanakan yang
dilanjutkan dengan 1 bulan magang, telah dicapai berbagai peningkatan dan
perbaikan di PT. AGC. Perbaikan mendasar dilakukan pada dokumen SMM
yang dimiliki oleh PT. AGC. Perbaikan ini adalah konsekwensi yang harus
dilakukan akibat temuan ketidaksesuaian dari kegiatan audit yang dilakukan
oleh auditor dari LSPro pada tanggal 22 Januari 2007 lalu selain identifikasi
aspek pengembangan yang dilakukan selama penelitian.
Tabel 7. Daftar Isi Manual SMM Edisi Pertama PT. AGC Bagian JudulM.0.0
M.0.1
M.0.2
M.0.3
M.1.0
M.2.0
M.3.0
M.4.0
M.5.0
M.6.0
M.7.0
M.8.0
LEMBAR PENGESAHAN DAN PENGENDALIAN
DAFTAR DISTRIBUSI
LEMBAR PERUBAHAN
DAFTAR ISI
KEBIJAKAN MANAJEMEN
ORGANISASI
INFORMASI PERUSAHAAN
DEFINISI PRODUK
PERSYARATAN DASAR
DIAGRAM ALIR PRODUKSI
ANALISA BAHAYA
RENCANA, IMPLEMENTASI DAN PENGENDALIAN HACCP
M.9.0
M.10.0
M.11.0
PENGADUAN KONSUMEN
PENGEMBANGAN DAN PELATIHAN PERSONIL
PENGENDALIAN DOKUMEN
Pada daftar isi manual SMM di atas dapat dilihat bahwa manual tersebut
hanya terdiri dari 11 panduan mutu. Sementara itu, pada sub-bab A
sebelumnya, telah dijelaskan bahwa SMM edisi kedua dibagi menjadi 23
panduan mutu.
Dalam SMM sebelumnya, GMP dan SSOP hanya dinyatakan sebagai
sebuah pernyataan bahwa PT. AGC menerapkan GMP dan SSOP sebagai
persyaratan dasar penerapan sistem HACCP. Pernyataan ini tercantum dalam
manual M.5.0. Persyaratan Dasar. Tidak ada penjelasan bagaimana GMP dan
SSOP yang dirancang dan akan diimplementasikan di PT. AGC. Pada SMM
edisi kedua, persyaratan dasar ini dibagi menjadi 2 manual terpisah dengan
judul GMP (Good Manufacturing Practices) pada M.04.0 dan judul SSOP
(Sanitation Standard Operation Procedure) pada M.05.0. Manual ini sudah
benar-benar mewakili dan memberi gambaran tentang garis besar GMP dan
SSOP yang akan diterapkan dalam lingkungan PT. AGC. Manual ini dapat
dilihat pada arsip dokumen SMM PT. AGC yang disimpan di perusahaan.
Perbedaan pada SMM edisi kedua ini adalah penyusunan SMM yang
lebih sistematis dan berurutan. Pada SMM edisi kedua ini, persyaratan dasar
(prerequesites) sistem HACCP, yaitu GMP dan SSOP dijabarkan terlebih
dahulu menjadi 2 buah PM yang terpisah dan sudah disesuaikan dengan
kondisi di lapang (PT. AGC). Setelah penjabaran persyaratan dasar tersebut,
manual selanjutnya baru menjabarkan ke-12 langkah penerapan sistem
HACCP dalam 12 poin manual yang berurutan mulai dari M.06.0 hingga
M.17.0. Dalam 12 poin itu digambarkan dengan jelas rencana sistem HACCP
yang akan diterapkan dalam proses produksi AMDK di PT. AGC.
Selanjutnya, setelah ke-12 tahap rencana HACCP dituangkan dalam PM,
SMM edisi kedua juga ditambah dengan 3 poin PM baru, yaitu mengenai
recall produk, mekanisme audit internal, dan kaji ulang manajemen. Pada
dokumen SMM sebelumnya, ketiga manual ini tidak ada.
Pembenahan dan perbaikan terhadap manual tentu saja akan berakibat
pada tingkatan dokumen di bawahnya, yaitu prosedur, IK, dan dokumen
pelengkapnya. SMM edisi kedua ini berisi 26 buah prosedur, 18 buah IK, serta
36 buah formulir. Pada SMM sebelumnya, dokumen prosedur ada 7 buah,
sedangkan dokumen IK ada 11 buah. Formulir yang dibuat baru formulir-
formulir yang berkaitan dengan jumlah produksi harian dan pemasaran saja.
Prosedur 1.0 pada dokumen SMM sebelumnya mengatur tentang GMP.
Pada prosedur ini diatur 7 aspek GMP yang meliputi organisasi dan personel;
gedung dan fasilitas; equipment/peralatan; kontrol proses produksi;
dokumentasi; penggudangan dan distribusi; serta pengendalian dan pengujian
kualitas. Pada SMM edisi kedua, aspek-aspek tersebut dinyatakan dalam
manual. Penjelasan lebih rinci dijabarkan dalam tingkatan dokumen
bawahnya, yaitu prosedur dan IK.
Pada SMM edisi kedua, prosedur yang berkaitan dengan GMP (M.04.0),
dijabarkan lebih jauh ke dalam 9 buah prosedur. Kesembilan macam prosedur
tersebut, yaitu P.01.0 (memasuki area/ruangan), P.02.0 (penanganan mesin
dan peralatan), P.03.0 (penanganan bahan kemasan), P.04.0 (penanganan
bahan baku), P.05.0 (pencucian botol galon), P.06.0 (pengemasan), P.07.0
(penyimpanan), P.08.0 (pengujian kualitas produk akhir), dan P.09.0
(distribusi produk).
Prosedur 2.0 pada dokumen SMM sebelumnya mengatur tentang
sanitasi. Dalam prosedur ini kedelapan aspek sanitasi dibahas menjadi 8 sub-
bab dalam satu prosedur yang sama. Sementara itu, dalam SMM edisi kedua,
kedelapan buah aspek SSOP dijabarkan menjadi 8 buah prosedur terpisah.
Hierarki piramida dokumen berikutnya adalah instruksi kerja (IK). IK.01
pada SMM sebelumnya merupakan salah satu penjabaran dari prosedur 1.0
(GMP). Dalam IK.01 ini diatur mengenai penggunaan air baku dan kegiatan
non produksi. Pelaksanaan kegiatan dalam IK ini dicatat dalam formulir 01
tentang penggunaan air baku. Jika dilihat pada daftar lampiran salah satu
prosedur (P 3.0) dalam SMM sebelumnya, terdapat ketidaksesuaian. Pada
dokumen IK, IK.01 mengatur tentang penggunaan air baku dan kegiatan non
produksi, sementara dalam lampiran prosedur 3.0, disebutkan bahwa IK.01
mengatur tata cara audit internal. Ketidaksesuaian ini kemungkinan
disebabkan kekurangtelitian dalam penyusunan dokumen SMM sebelumnya
tersebut.
IK.02 SMM sebelumnya mengatur tentang penanganan bahan pembantu.
Bahan pembantu yang dimaksud di sini adalah bahan kemasan dan semua
atribut pelengkapnya. Pelaksanaan IK ini dicatat dalam formulir 02, yaitu
formulir daftar pengecekan kesesuaian bahan. IK ini juga terjadi
ketidaksesuaian dengan lampiran pada P 5.0 SMM sebelumnya yang
menyebutkan bahwa IK.02 adalah mengenai pelatihan personel.
IK.03 hingga IK.07 SMM sebelumnya masih menjabarkan P.1.0
mengenai GMP. IK.03 mengatur tentang proses produksi mulai dari air baku
hingga penyimpanan produk. IK ini dilengkapi dengan formulir 03 (produksi).
IK.04 menjabarkan tentang tata cara penanganan alat. IK ini masih kurang
spesifik karena penjabaran IK ini umum untuk semua peralatan. Pada SMM
edisi kedua, IK penanganan peralatan ini sudah dijabarkan terpisah antara satu
alat dengan alat yang lain. Setidaknya untuk beberapa peralatan yang
membutuhkan penanganan lebih intensif (perawatan rutin), seperti unit
penyaringan pasir, karbon, dan mikro. IK.10 pada SMM sebelumnya hanya
dilengkapi dengan 2 buah formulir, yaitu F.04 (Daftar Alat) dan F.05
(Penggantian Catridge).
IK.05 SMM edisi pertama mengatur tentang pengawasan proses
produksi. Dalam SMM edisi kedua, kegiatan pengawasan proses produksi ini
dijabarkan menjadi pada IK yang berhubungan dengan prosedur GMP dan
SSOP. Hal ini disebabkan pemantauan yang berkaitan dengan HACCP dinilai
cukup jelas diatur dalam prosedur pemantauan dan tindakan koreksi untuk
CCP 1, CCP 2, CCP 3, dan CCP 4. Jadi, IK tentang kegiatan pengawasan
proses produksi lebih ditekankan pada praktik pelaksanaan GMP dan SSOP.
IK.06 SMM sebelumnya mengatur tentang penanganan dan pengawasan
produk. IK ini dilengkapi dengan 2 buah formulir, yaitu F.03 (Produksi) dan
F.07 (Parameter Air). Sementara itu, IK.07 dan IK.10 sampai saat ini tidak
dapat ditemukan sehingga tidak dapat diketahui fungsi dari IK.07 dan IK.10.
Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa sistem pengendalian dokumen di
PT. AGC masih sangat kurang.
IK.08 SMM sebelumnya mengatur tentang kegiatan sanitasi. Penjabaran
IK mengenai sanitasi ini juga dirasa masih belum cukup spesifik. Oleh karena
itu, pada SMM edisi kedua, IK mengenai sanitasi dijabarkan secara lebih
spesifik untuk menjelaskan kedelapan buah prosedur sanitasi (SSOP) yang
dinilai masih kurang spesifik. Pada SMM edisi kedua, IK mengenai kegiatan
pembersihan dan sanitasi dijabarkan dalam 12 buah IK. Masing-masing IK ini
membedakan tiap area atau jenis sanitasi yang dilakukan berdasarkan
kebutuhan/ketentuan yang telah ditetapkan. IK.08 pada SMM sebelumnya
dilengkapi dengan satu buah formulir, yaitu F.08 tentang jadwal sanitasi.
Formulir ini sangat tidak mencukupi karena hanya mencatat jadwal sanitasi
saja, tapi tidak merekam kegiatan sanitasi yang dilakukan.
IK.09 SMM sebelumnya mengatur tentang tata cara pencegahan
kontaminasi silang. Seperti telah dijelaskan sebelumnya pada bagian SSOP,
bahwa pencegahan kontaminasi silang merupakan salah satu dari delapan
aspek dalam praktik sanitasi. Semestinya IK.09 ini turut dimasukkan dalam
IK.08 (tidak dibuat terpisah) atau cara lain adalah IK.08 dipecah menjadi
beberapa IK untuk menjabarkan masing-masing aspek praktik sanitasi yang
lain, seperti yang dilakukan pada pembuatan IK mengenai SSOP dalam SMM
edisi kedua.
IK.09 pada SMM sebelumnya dilengkapi dengan dua buah formulir,
yaitu F.09 (Kondisi Ruang) dan F.10 (Parameter Air). Dapat dilihat ada
pengulangan formulir tentang Parameter Air. Pada daftar lampiran IK.06
SMM sebelumnya di atas telah disebutkan bahwa Parameter Air adalah F.07,
akan tetapi pada daftar lampiran IK.09 SMM sebelumnya ini disebutkan
bahwa formulir tentang Parameter Air adalah F.10. Kesalahan ini juga
dimungkinkan karena kurang telitinya dalam penyusunan dokumen SMM
edisi pertama.
Pada penjelasan di atas, F.06, F.11, F.12, dan F.13 tidak dibahas karena
keempat buah formulir tersebut tidak dapat ditelusuri keberadaannya. Hal ini
dikarenakan kesalahan teknis pembuatan SMM. Dokumen formulir hanya
dapat dilihat dari daftar lampiran dalam prosedur atau IK karena formulir-
formulir pada SMM edisi pertama tersebut sebagian besar belum difungsikan
sebagaimana mestinya (belum digunakan sebagai alat perekam kegiatan).
Dari penjelasan di atas, dapat dibandingkan antara SMM edisi pertama
dan edisi kedua. SMM edisi kedua merupakan usaha penyempurnaan dari
SMM sebelumnya yang masih kurang sistematis. Oleh karena banyaknya
revisi yang dilakukan, maka diputuskan untuk menerbitkan SMM edisi kedua.
Implemetasi yang berkaitan dengan GMP dan SSOP dari SMM edisi
kedua telah dijelaskan pada sub-bab C sebelumnya. Beberapa prosedur atau
IK mengenai GMP dan SSOP sudah bisa diimplementasikan dengan cukup
baik yang ditunjukkan dengan pencatatan yang cukup baik di formulir-
formulir terkait. Beberapa prosedur atau IK mengenai GMP dan SSOP yang
belum bisa diimplementasikan atau kurang maksimal disebabkan oleh
beberapa hal, seperti belum tersedianya sarana dan prasarana pendukung,
belum pahamnya personel terhadap prosedur atau IK yang menjadi tanggung
jawab mereka, keengganan personel untuk membaca dan mempelajari
prosedur dan IK yang terkait dengan tugas mereka, kurangnya kedisiplinan
setiap personel, keengganan personel dalam mengubah budaya kerja kurang
baik yang selama ini mereka lakukan, serta kurangnya kontrol dari pihak
manajemen.
Akan tetapi, jika dibandingkan dengan beberapa bulan sebelum
dilakukannya penelitian ini, baik keadaan pabrik maupun budaya kerja
personel sudah mengalami banyak peningkatan. Walaupun baru sebagian kecil
personel yang secara teratur dan disiplin melakukan pencatatan terhadap
semua kegiatan yang dilakukan, hal ini diharapkan menjadi titik awal
penggerak bagi personel yang lain.
Memang tak dapat dipungkiri bahwa salah satu faktor penting yang
menjadi penghambat dalam implementasi SMM di PT. AGC adalah faktor
manusia (personel). Kesulitan ini disebabkan oleh budaya kerja yang buruk.
Jadi, para personel cenderung merasa terusik dan malas mengikuti banyaknya
ketentuan baru yang tiba-tiba harus mereka laksanakan. Kebiasaan buruk yang
masih sering mereka lakukan adalah tidak mematuhi ketentuan yang
dipersyaratkan untuk memasuki dan bekerja di masing-masing area (sering
kali mereka tidak menggunakan seragam, jas lab, masker, dan perlengkapan
lain yang diwajibkan untuk dikenakan saat malakukan pengisian di ruang
pengisian). Kebiasaan buruk lainnya adalah mereka bekerja sambil bercakap-
cakap tanpa menggunakan masker.
Sudah menjadi naluri alamiah bagi setiap makhluk hidup jika kebiasaan
yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun tiba-tiba harus diubah, mereka
akan bereaksi mulai dari keengganan, malas, bahkan tindakan ekstrim, seperti
penolakan keras. Pada awal pengimplementasian, beberapa personel juga
secara terang-terangan mengatakan mereka melimpahkan tugas kepada
personel lainnya dengan alasan mereka enggan melakukan pencatatan dan
alasan lainnya. Untuk itu, sebuah usaha keras diperlukan untuk mengubah
budaya kerja personel tersebut secara perlahan-lahan namun tegas dan pasti.
Perlu pengawasan ketat juga dari pihak yang diberi kewenangan untuk
mengawasi pelaksanaan implementasi agar membiasakan para personel
tersebut.
Pengawasan tersebut pada mulanya akan mencoba untuk membiasakan
dan bersifat memaksa setiap personel untuk melaksanakan ketentuan yang
telah ditetapkan. Jika memungkinkan, diberlakukan sistem reward and
punishment kepada setiap personel. Pengawasan ini pada akhirnya diharapkan
benar-benar dapat menanamkan kedisiplinan dan pemahaman yang
menyeluruh akan tugas dan tanggung jawab setiap personel. Selanjutnya hal
ini akan menjadi kebiasaan dan budaya baru yang jauh lebih baik dalam
pengimplementasian SMM di PT. AGC.
Keadaan pabrik saat sudah jauh lebih baik dan teratur. Sedikit demi
sedikit, pembenahan terus dilakukan demi kelayakan dan keberhasilan
pengimplementasian SMM di PT. AGC. Pembenahan awal dimulai dari line
produksi yang pada waktu sebelumnya memungkinkan terjadinya
kontaminasi silang dan rekontaminasi. Diantaranya adalah pemindahan area
proses pelabelan dan penyegelan produk (awalnya kedua proses ini dilakukan
di area persiapan galon, akan tetapi pada saat ini kedua proses dilakukan di
ruang penyimpanan) dan pelarangan masuknya mobil pengangkut produk ke
dalam lorong. Pelarangan ini dimaksudkan agar asap dan debu tidak dapat
masuk ke dalam area medium hygienis, dimana area ini berhubungan dengan
ruang pengisian (terdapat lubang penghubung antara area medium hygienis
dan area pengisian tersebut).
Galon yang telah diisi produk diturunkan di area penyimpanan produk
(low hygienis) sehingga line produksi tidak lagi kembali ke area medium
hygienis. Risiko terjadinya kontaminasi silang akibat tercampurnya area
penanganan galon kotor dengan produk sudah dapat dihilangkan karena kedua
area penanganan tersebut sudah terpisah. Mobil juga dilarang untuk memasuki
lorong tersebut untuk meminimalisasi terjadinya pencemaran akibat asap atau
debu yang disebabkan oleh kendaraan tersebut.
Mobil pengangkut produk galon saat ini hanya diperkenankan berada di
depan ruang penyimpanan produk. Aturan yang ditetapkan adalah pintu ruang
penyimpanan tersebut harus tertutup rapat sebelum asap kendaraan yang
mendekati pintu benar-benar hilang. Ketentuan ini yang masih sering kurang
diperhatikan oleh semua personel PT. AGC, hal ini dapat dikarenakan mereka
tidak memahami risiko pencemaran yang mungkin terjadi.
Sebelumnya, ruang administrasi (kantor) PT. AGC tidak berada di
gedung AP-4, melainkan di Project B. Ruang kantor sementara ini
dipindahkan dan ditempatkan bersebelahan dengan ruang yang digunakan
sebagai area penyimpanan produk saat ini. Sejak bulan November 2007, ruang
kantor ini dipindahkan lagi ke bagian depan gedung AP-4 yang dahulu
digunakan sebagai pusat inkubator agribisnis. Ruang kantor lama yang
ditinggalkan saat ini dijadikan sebagai area penyimpanan bahan kemasan dan
stok peralatan seperti catridge, karbon, dan lain-lain. Sementara itu, ruang
kantor di depan saat ini disekat menjadi dua ruang, yaitu sebagai kantor dan
ruang santai atau tempat makan dan beristirahat bagi personel PT. AGC.
Nantinya, ruang santai ini akan dialihfungsikan menjadi ruang isolasi
(persiapan) untuk memasuki area medium dan high hygienis.
Keadaan di dalam masing-masing ruang/area pabrik sudah cukup rapi.
Peralatan yang tidak semestinya ada sudah dikeluarkan dan alat-alat yang
diperlukan di masing-masing ruang sudah ditempatkan dan diatur dengan
cukup teratur. Hanya saja, ruang kantor belum cukup rapi karena belum
memiliki lemari arsip dan kurangnya meja kerja.
E. SERTIFIKASI SNI 01-3553-1996
Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mutu produk pangan dan
pertanian telah banyak dikeluarkan. Beberapa indikator mutu yang digunakan
pada kebanyakan SNI meliputi tiga kategori, yakni sifat barang, tolok ukur,
dan faktor mutu. Namun, produk pangan terkadang karakteristik
keterimaannya tidak cukup hanya dinilai dari konsepsi mutu (pemenuhan
standar SNI), melainkan juga terkait erat dengan jaminan keamanannya dari
cemaran.
Untuk itulah, PT. AGC mempunyai keinginan untuk dapat memberi
jaminan mutu produknya melalui usahanya dalam memperoleh sertifikat SNI
01-3553-1996 tentang standar mutu AMDK yang dikombinasikan dengan
penerapan HACCP (SNI 01-4852-1998) sebagai sistem yang dapat menjamin
keamanan pangan. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3553-1996
merupakan revisi dari SNI 01-3553-1994 yang mengatur tentang AMDK.
Pada awalnya, PT. AGC berencana untuk mendapatkan sertifikat SNI
01-3553-2006. SNI 01-3553-2006 merupakan standar terbaru yang mengatur
tentang kualitas/mutu AMDK atau hasil revisi dari SNI 01-3553-1996, akan
tetapi rencana ini tidak bisa direalisasikan. Hal ini dikarenakan belum adanya
laboratorium uji yang terakreditasi untuk mengukur beberapa parameter yang
digunakan sebagai standar SNI 01-3553-2006. Parameter uji yang terdapat
pada SNI 01-3553-2006 tetapi tidak terdapat pada SNI 01-3553-1996 antara
lain total organik karbon, Cr, Ba, Se, Co, Ag, As, dan Pseudomonas
aeruginosa. Parameter uji yang terdapat pada SNI 01-3553-1996 tetapi yang
tidak terdapat pada SNI 01-3553-2006 adalah kesadahan dan Clostridium
perfringens.
Terdapat empat lembaga yang berperan dalam proses sertifikasi SNI 01-
3553-1996 AMDK galon merek “Bening”, yaitu PT. AGC yang memproduksi
produk AMDK galon merek “Bening”, LSPro-IPB, laboratorium uji, dan
Komite Akreditasi Nasional. PT. AGC selaku produsen produk bertanggung
jawab terhadap SMM yang berlaku di lingkungan usahanya. Bentuk tanggung
jawab ini dilaksanakan oleh PT. AGC dengan melakukan perancangan dan
pengimplementasian SMM di lingkungan usahanya. Hal ini telah dilaksanakan
oleh PT. AGC.
LSPro-IPB merupakan lembaga sertifikasi yang melakukan pemeriksaan
dan penilaian terhadap sistem manajemen mutu PT. AGC, infrastruktur PT.
AGC, dan bukti uji produknya sebagai verifikasi sistem. Terdapat tiga
perangkat yang digunakan LSPro-IPB dalam melakukan penilaian terhadap
layak atau tidaknya PT. AGC mendapatkan sertifikat SNI. Tiga perangkat
tersebut antara lain document rewiew, site audit, dan laboratory testing.
Sebelum document review dilakukan, PT. AGC telah mengirimkan dokumen
SMM (dokumen edisi pertama) kepada lembaga sertifikasi. Proses pengiriman
dokumen HACCP telah dilakukan oleh PT. AGC sebelum penelitian ini
dilakukan di PT. AGC.
Document rewiew (tinjauan dokumen) merupakan tahap awal dari
pemeriksaan yang dilakukan oleh LSPro terhadap sistem manajemen mutu
PT.AGC. Menurut Thaheer (2007), hasil tinjauan dokumen ini digunakan
untuk mengambil keputusan apakah penilaian tahap selanjutnya (site audit)
dapat dilanjutkan atau belum. Site audit (audit lapang) merupakan tahap yang
dilakukan setelah document review. Proses penilaian yang dilakukan oleh
LSPro-IPB terhadap PT. AGC tidak mengikuti aturan yang berlaku, artinya
document review dan site audit dilakukan secara bersamaan dalam satu hari.
Hal ini dikarenakan terbatasnya waktu yang dimiliki oleh pihak auditor.
Document review dan site audit ini dilakukan oleh LSPro pada tanggal
22 Januari 2007. Kegiatan document review meliputi evaluasi kelengkapan
dokumen pre-requisites HACCP, dan dokumen HACCP. Kegiatan site audit
adalah pemeriksaan terhadap infrastruktur PT. AGC.
Kegiatan document review menghasilkan 6 buah temuan ketidaksesuaian
pada dokumen SMM edisi pertama. Tiga dari enam temuan ketidaksesuaian
hasil document review termasuk dalam kategori mayor, dan tiga sisanya
merupakan kategori minor. Mayor dan minor merupakan suatu status yang
diberikan oleh LSPro dan berfungsi untuk memperlihatkan kesesuaian
ataupun ketidaksesuaian sistem manajemen mutu perusahaan.
LSPro-IPB menggunakan empat status, yaitu status kritis, serius, mayor,
dan minor. Menurut Thaheer (2005), status kritis diberikan pada penerapan
sistem HACCP apabila telah nyata-nyata terbukti terjadi penyimpangan yang
menyebabkan peristiwa keracunan pangan bagi pelanggan pada tiga tahun
terakhir. Status serius diberikan jika sistem tersebut tidak ditangani secara
benar maka dapat dipastikan akan menyebabkan keracunan pangan. Status
mayor diberikan jika ada persyaratan sistem HACCP yang diacu tidak
diterapkan, namun belum menyebabkan potensi keracunan pangan. Sedangkan
status minor adalah status yang diberikan apabila ada persyaratan sistem
HACCP yang diacu tidak konsisten penerapannya. Kriteria minor dapat
menjadi mayor apabila terakumulasi cukup banyak.
Ketidaksesuaian yang termasuk kategori mayor adalah belum adanya
manual/prosedur untuk merevisi dan menerbitkan ulang suatu
manual/prosedur/IK; belum ada kepastian bagan alir di lapangan lewat
peta/denah; dan belum ditetapkan batas kritis, sistem pemantauannya, dan
tindakan koreksi HACCP. Sedangkan temuan ketidaksesuaian yang masuk
dalam kategori minor adalah belum adanya jadwal pelatihan bagi personel;
belum tergambarnya struktur tim HACCP; serta belum adanya jadwal dan
prosedur untuk kaji ulang manajemen. Temuan yang termasuk dalam kategori
mayor harus segera diperbaiki dan dilaporkan kembali kepada auditor dalam
jangka waktu maksimal 3 bulan sejak diaudit. Sedangkan temuan yang
termasuk kategori minor bisa lebih dari tiga bulan. Pelaporan tindakan
perbaikan terhadap ketidaksesuaian temuan audit ini dilakukan pada tanggal 4
April 2007. Temuan ketidaksesuaian dan tindakan perbaikan yang dilakukan
dapat dilihat pada Tabel 8.
Temuan auditor terkait dengan dokumen mutu yang dimiliki oleh PT.
AGC. Oleh karena itu, pembenahan awal yang dilakukan di PT. AGC adalah
pembenahan dokumen sistem manajemen mutunya. Pembenahan terhadap
dokumen SMM ini tidak hanya dengan menambahkan tindakan perbaikan
yang dilakukan terhadap temuan ketidaksesuaian audit, akan tetapi dilakukan
perancangan ulang pada dokumen SMM tersebut karena banyak revisi yang
dilakukan. Seperti telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, dokumen SMM
pertama yang diaudit oleh LSPro kemudian dirancang secara lebih sistematis
dan diterbitkan ulang menjadi edisi kedua.
Tabel 8. Temuan Ketidaksesuaian dan Tindakan Perbaikan yang Dilakukan
No. Temuan Ketidaksesuaian Tindakan Perbaikan yang Dilakukan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Belum ada prosedur untuk merevisi dan menerbitkan ulang suatu prosedur/manual/IK.
Jadwal pelatihan belum dibuat.
Belum ada kepastian bagan alir di lapangan lewat peta/denah.
Belum tergambar struktur tim HACCP.
Belum ditetapkan batas kritis, sistem pemantauannya, dan tindakan koreksi HACCP.
Jadwal dan prosedur untuk kaji ulang manajemen belum ada
• Membuat Prosedur untuk merevisi dan menerbitkan ulang suatu dokumen (P.24.0; Pengendalian Dokumen)
• Membuat jadwal pelatihan dan evaluasi pelatihan dalam formulir (F.27.0; Jadwal Pelatihan Personel dan F.28.0; Evaluasi Pelatihan) terkait dengan Prosedur Pelatihan Personel (P.23.0)
• Membuat kepastian bagan alir (M.10.0; Verifikasi Diagram Alir)
• Membuat dan menyempurnakan struktur tim HACCP dalam M.06.0; Tim HACCP
• Membuat manual Penetapan Critical Limit (M.12.0), Manual Penetapan Pemantauan CCP (M.13.0), dan Manual Tindakan Koreksi HACCP (M.14.0)
• Membuat Prosedur Kaji Ulang Manajemen (P.26.0) dan Formulir Kaji Ulang Manajemen (F.34.0) dimana kaji ulang dijadwalkan dilaksanakan 1 kali dalam 12 bulan, yaitu pada bulan Desember (M.23.0)
Pelaporan tindakan perbaikan dari temuan ketidaksesuaian ini kemudian
diperiksa oleh LSPro bersama hasil uji produk AMDK ’Bening’ untuk
dinyatakan berhak/tidaknya memperoleh sertifikat SNI 01-3553-1996.
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap tindakan perbaikan dari temuan
ketidaksesuaian dan hasil uji produk, PT. AGC berhak mendapatkan sertifikat
SNI 01-3553-1996. Sertifikat yang telah terbit tersebut tidak diserahkan oleh
LSPro kepada PT. AGC, karena terdapat beberapa parameter uji produk yang
tidak terakreditasi. Pemberitahuan tentang tidak terakreditasinya beberapa
parameter pengujian, dilakukan LSPro pada minggu ke II bulan Agustus tahun
2007. Pengujian produk ini dilakukan di Laboratorium Teknologi dan
Manajemen Lingkungan, jurusan TIN-FATETA-IPB.
Dengan adanya permasalahan tersebut, PT. AGC harus melakukan
pengujian ulang terhadap beberapa parameter yang tidak terakreditasi.
Pengujian ulang ini dilakukan di Laboratorium BBIA (Balai Besar Industri
Agro). Hasil uji laboratorium BBIA menunjukkan hampir semua parameter
sesuai dengan persyaratan SNI 01-3553-1996 dan SNI 01-3553-2006, kecuali
nitrit. Hasil uji nitrit pada produk AMDK merek “Bening” menunjukkan nilai
sebesar 0,047 mg/l, sedangkan persyaratan nitrit berdasarkan SNI 01-3553-
1996 adalah 0,005 mg/l. Dengan adanya hasil uji nitrit yang tidak sesuai
dengan persyaratan SNI, maka Tim HACCP PT. AGC melakukan pengujian
ulang di Laboratorium Terpadu IPB. Hasil uji nitrit yang dilakukan di
Laboratorium Terpadu IPB menunjukkan hasil sebesar 0,005 mg/l.
Berdasarkan hasil uji ini, maka Tim HACCP PT. AGC menyimpulkan bahwa
telah terjadi kesalahan perhitungan di Laboratorium BBIA.
Berdasarkan hasil uji Laboratorium BBIA dan Laboratorium Terpadu
IPB, maka sertifikat SNI dapat diserahkan kepada PT. AGC. Sertifikat SNI
yang telah diperoleh PT.AGC berlaku selama 3 tahun, dimana tanggal
penerbitan sertifikat adalah 27 November 2006 dan tanggal berakhirnya masa
berlaku sertifikat adalah 27 November 2009. Setiap periode 6 bulan,
manajemen perusahaan dan produknya diperiksa ulang oleh LSPro-IPB.
Pemeriksaan ulang I dilakukan pada tanggal 27 Agustus 2007, akan
tetapi pemeriksaan ulang I tidak dapat dilaksanakan pada jadwal yang telah
ditentukan. Hal ini dikarenakan terdapat permasalahan pada hasil uji produk
(seperti telah dijelaskan sebelumnya). Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, PT. AGC membutuhkan waktu sekitar + 2 bulan, sehingga
penyerahan sertifikat SNI 01-3553-1996 mengalami keterlambatan. Sertifikat
SNI 01-3553-1996 diserahkan oleh LSPro-IPB kepada PT. AGC pada tanggal
5 Oktober 2007.
Dapat dilihat dari penjelasan di atas, dimana penerbitan sertifikat
dilakukan pada tanggal 27 November 2006 sedangkan document review, site
audit, penyerahan laporan perbaikan dari penemuan ketidaksesuaian SMM,
pemberitahuan tentang tidak terakreditasinya beberapa parameter uji produk,
dan penyerahan sertifikat SNI 01-355-1996 berturut-turut dilakukan pada
tanggal 22 Januari 2007, 4 April 2007, minggu I bulan Agustus Tahun 2007,
dan 5 Oktober 2007. Berdasarkan urutan kegiatan, sertifikat telah diterbitkan
sebelum proses-proses tersebut dilakukan.
Sertifikat diterbitkan setelah PT. AGC mengirimkan dokumen SMM
(edisi pertama) pada LSPro, dimana pengiriman dokumen tersebut dilakukan
sebelum tanggal 27 November 2006. Hal ini bukanlah mekanisme yang biasa
dilakukan oleh LSPro terhadap perusahaan yang sedang melakukan proses
sertifikasi produk. Mekanisme yang biasa dilakukan dalam rangka sertifikasi
produk dengan label SNI dapat dilihat pada Gambar 30 dan mekanisme
Sertifikasi Produk AMDK galon merek “Bening” dengan label SNI dapat
dilihat pada Gambar 31.
Mekanisme yang berbeda ini disebabkan oleh kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah (Departemen Perindustrian dan Perdagangan). Isi
dari kebijakan tersebut adalah mewajibkan industri AMDK mempunyai
sertifikat SNI. Dengan adanya kebijakan tersebut, pemerintah mempermudah
industri AMDK (terutama industri kecil menengah) dalam mendapatkan
sertifikat SNI 01-3553-1996. Sebagai konsekuensi dari kebijakan, pemerintah
membantu pembiayaan dalam pengurusan sertifikat SNI.
Terdapat 10 UKM yang dibiayai tiap tahunnya oleh pemerintah dalam
rangka mendapatkan sertifikat SNI. Walaupun mekanisme PT. AGC dalam
rangka mendapatkan sertifikat sedikit berbeda dari mekanisme pada
umumnya, PT. AGC berhak mendapatkan sertifikat SNI 01-3553-1996.
Penentuan berhak atau tidaknya suatu perusahaan AMDK memperoleh
sertifikat 01-3553-1996 tidak didasarkan pada mekanisme yang berbeda
tersebut, melainkan didasarkan pada hasil pemeriksaan dan penilaian
dokumen SMM, infrastruktur PT. AGC, dan hasil uji produk. Dengan kata
lain, PT. AGC tidak bisa memperoleh sertifikat tersebut apabila hasil
pemeriksaan dan penilaian tidak sesuai dengan standar persyaratan yang telah
ditentukan.
Gambar 30. Mekanisme yang Biasa Dilakukan dalam Rangka Sertifikasi Produk dengan Label SNI (Thaheer, 2007)
128
Dokumen Aplikasi Pelanggan
Kunjungan Pengawasan oleh
LSPro
Evaluasi Berkala oleh LSPro
Pemeriksaan Contoh Uji Produk oleh
Laboratorium Uji
Evaluasi oleh Lembaga Sertifikasi
Produk
Registrasi oleh Lembaga Sertifikasi
Produk
Hak Penggunaan Label SNI oleh
Pelanggan
Persetujuan Sistem Manajemen Mutu oleh
LSPro
Uji Berkala Mutu Produk oleh
Laboratorium
Disetujui Diperiksa
Lulus?
Masih Konsiste
Efektif?
Penangguhan Hak Pelabelan
Laporan Hasil Uji Produk
Laporan Hasil Pengawasan
Laporan Hasil Uji Produk
Laporan Hasil PersetujuanRekomendasi
Pemeriksaan kepada LSPro dan Lab
Pengambilan Contoh Produk
Keputusan Sertifikasi oleh KAN
Sertifikat Diterbitkan
Pengambilan Contoh Produk
Sertifikat Dipertahankan
Sertifikat Dicabut
Tindakan Koreksi oleh Pelanggan
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Gambar 31. Mekanisme Sertifikasi Produk AMDK Galon Merek “Bening” dengan Label SNI
Dokumen Aplikasi Pelanggan
Kunjungan Pengawasan oleh
LSPro
Evaluasi Berkala oleh LSPro
Pemeriksaan Contoh Uji Produk oleh
Laboratorium Uji
Evaluasi oleh Lembaga Sertifikasi
Produk
Registrasi oleh Lembaga Sertifikasi
Produk
Hak Penggunaan Label SNI oleh
Pelanggan
Persetujuan Sistem Manajemen Mutu oleh
LSPro
Uji Berkala Mutu Produk oleh
Laboratorium
Disetujui Diperiksa
Lulus?
Masih Konsiste
Efektif?
Penangguhan Hak Pelabelan
Laporan Hasil Uji Produk
Laporan Hasil Pengawasan
Laporan Hasil Uji Produk
Laporan Hasil Persetujuan
Rekomendasi Pemeriksaan kepada LSPro dan Lab Pengambila
n Contoh Produk
Keputusan Sertifikasi oleh KAN
Penyerahan sertifikat oleh LSPro-IPB kepada
PT. AGC
Pengambilan Contoh Produk
Sertifikat Dipertahankan
Sertifikat Dicabut
Tindakan Koreksi oleh Pelanggan
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak
TidakSertifikat
diterbitkan
Penangguhan penyerahan
sertifikat
93
VI. RENCANA PENGEMBANGAN BISNIS
Pengimplementasian GMP dan SSOP pada SMM di PT. AGC tentunya
menemui berbagai kendala yang menghambat pengimplementasian GMP dan
SSOP pada SMM tersebut. Kendala tersebut merupakan aspek yang perlu
dikembangkan oleh PT. AGC agar tidak menjadi kendala lagi di masa-masa yang
akan datang. Berikut ini adalah aspek yang perlu dikembangkan berikut usulan
pengembangan yang yang terkait dengan pengimplementasian GMP dan SSOP
sebagai rencana pengembangan bisnis PT. AGC.
Rencana pengembangan yang dapat dilakukan terkait dengan prosedur
memasuki area/ruangan dimulai dengan menyediakan seragam cadangan/ganti
untuk personel karena jumlah seragam yang dimiliki personel sangat terbatas.
Diperlukan juga 3 buah lemari khusus perlengkapan lagi untuk area penyimpanan
bahan kemasan dan peralatan, area pengisian, dan area isolasi. Selain untuk
personel, PT. AGC juga harus menyediakan baju dan semua perlengkapan yang
dibutuhkan tamu jika ada kunjungan.
Terkait dengan masalah kendaraan bermotor yang masih sering kali
melewati lorong dan juga masuknya asap kendaraan ke dalam ruangan
penyimpanan produk, hal yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan selalu
menutup rapat pintu yang berhubungan langsung dengan lorong dan ruang
penyimpanan produk. Selain itu, bisa juga dengan membuat aturan pelarangan
bagi kendaraan bermotor memasuki gedung AP-4 melewati lorong dalam
keadaan mesin menyala atau melarang sama sekali masuknya kendaraan
bermotor.
Rencana pengembangan pada bangunan PT. AGC adalah dengan melakukan
renovasi. Pada rencana renovasi ini, semua pintu yang terhubung langsung dengan
lorong akan ditutup/tidak difungsikan. Dengan demikian, semua kegiatan
perbengkelan di lorong dan kendaraan yang melewati lorong tidak akan
mengganggu proses produksi di PT. AGC. Berikut ini adalah rencana disain
renovasi yang dapat dilakukan oleh PT. AGC.
94
Gambar 32. Disain Renovasi Gedung PT. AGC
Pada disain renovasi bangunan di atas dapat dilihat bahwa pintu menuju
ruang penyimpanan bahan kemasan dan peralatan, pintu menuju ruang pengisian,
dan pintu menuju area medium hygienis akan ditutup atau tidak difungsikan.
Pintu-pintu tersebut harus dikunci dan hanya bisa dibuka sewaktu-waktu saat
diperlukan. Misalnya saja, pintu yang menuju ruang penyimpanan bahan kemasan
Kantor
Area Isolasi (Persiapan)
washtafel
Area Persiapan
Galon
Area Pencucian Galon
Area Unit Pengolahan Air
RuangPengisian
Ruang Penyimpanan Produk
Ruang Penyimpanan
Bahan Kemasan dan Peralatan
Konveyor
L O R
O N
G
Galon kotor masuk
Mesin pencuci galon
Area pre-rinse
95
dan peralatan. Pintu tersebut dapat dibuka jika personel perlu mengambil stok
bahan kemasan dan peralatan.
Pada disain tersebut diatur pergerakan galon dimulai dari area pre-rinse dan
masuk melalui halaman samping, tidak lagi melewati lorong. Pergerakan personel
menuju area medium dan high hygienis diatur untuk melalui area isolasi
(persiapan) terlebih dahulu. Di area isolasi ini, personel melakukan persiapan
untuk memasuki area medium dan high hygienis. Dengan disain di atas,
diharapkan tidak ada lagi kekhawatiran terhadap kontaminasi yang mungkin
terjadi dari aktivitas bengkel di lorong.
Pengembangan yang dapat dilakukan terkait prosedur penanganan mesin
dan peralatan dimulai dari melakukan pendataan terhadap semua mesin, peralatan,
dan inventaris yang dimiliki sekaligus mencari informasi, pencatatan, atau
pembuatan spesifikasi setiap mesin dan peralatan tersebut. Perlu dibuat jadwal
rutin pengecekan dan perawatan lalu memanggil teknisi dari luar untuk
melakukan perawatan secara berkala atau memberi pelatihan khusus kepada
personel tentang perawatan dan perbaikan mesin dan peralatan. Melihat kondisi
dan umur ekonomis peralatan saat ini, PT. AGC sangat perlu melakukan overhaul
terhadap semua unit pengolahan air yang dimiliki.
Mesin pencuci galon juga perlu segera diperbaiki dan dipindahkan letaknya
mendekati konveyor (lihat gambar 32 di atas). Dengan memindahkan letak mesin
pencuci galon mendekati konveyor, akan mengurangi kemungkinan masuknya
kontaminan ke dalam galon setelah proses pencucian menuju ruang pengisian.
Perbaikan dan pemindahan mesin pencuci galon telah dibuat anggaran
kegiatannya, hanya saja belum dapat direalisasikan karena belum tersedianya dana
palaksanaan.
Dalam berproduksi, PT. AGC tergantung pada pasokan listrik dari PLN. Hal
ini dapat mengganggu karena kondisi di Bogor yang sering kali mati listrik saat
hujan lebat. Untuk itu, setidaknya PT. AGC mempunyai genset sebagai cadangan
jika listrik PLN mati. PT. AGC juga tidak mempunyai stok spare part mesin dan
peralatan. Hal ini merepotkan jika tiba-tiba terjadi kerusakan pada salah satu
mesin atau peralatan yang dimiliki. Penyediaan stok baru diterapkan pada
catridge filter kerana alat inilah yang paling sering frekuensi penggantiannya.
96
Dalam GMP ditentukan bahwa lampu yang boleh digunakan adalah lampu
anti hancur atau yang berpelindung. Hal ini terutama berlaku pada lampu-lampu
yang terdapat di area produksi (low, medium, dan high hygienis ) agar jika terjadi
pecah pada lampu tersebut, maka kaca lampu tidak akan mengkontaminasi
produk. Semua lampu yang digunakan oleh PT. AGC tidak memiliki pelindung.
Begitu pula dengan lampu ultra violet yang dipasang pada tangki pencampuran.
Lampu ultra violet ini sangat berisiko karena lampu tersebut tidak diberi
selongsong pelindung, sedangkan lampu ultra violet tersebut langsung kontak
dengan produk. Oleh karena itu, lampu ultra violet baru yang akan dipasang harus
diberi selongsong pelindung terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam tangki
pencampuran. Begitu juga dengan lampu-lampu lain yang digunakan di area
produksi secepatnnya harus diganti menggunakan lampu yang berpelindung.
PT. AGC juga perlu mengkalibrasi semua mesin dan peralatan yang
dimiliki. Hal ini untuk keabsahan prosedur produksi dan pengujian yang
dilakukan.
Aspek yang perlu dikembangkan pada pengimplementasian prosedur
penanganan bahan kemasan terkait masalah tidak tersedianya CoA dari pemasok
untuk semua bahan kemasan dan atribut tambahannya. Hal ini disebabkan
kualitas barang yang rendah sehingga tidak dibuatkan CoA oleh pemasok atau
bisa juga karena pemasok yang juga masih berupa IKM sehingga tidak merasa
perlu membuat CoA untuk produk-produknya. Selama ini, PT. AGC belum
pernah melakukan pengujian berkala terhadap spesifikasi bahan kemasan yang
diterima dari pemasok. Rencana ke depannya, PT. AGC dapat melakukan
kerjasama dengan Laboratorium Pengemasan dan Penyimpanan Departemen
TIN untuk melakukan uji spesifikasi bahan kemasan setiap kali terjadi
penerimaan barang.
Pemesanan bahan kemasan seperti segel, tutup galon, tissue, dan label saat
ini yang dilakukan oleh PT. AGC masih sangat merepotkan. Hal ini disebabkan
pemasok tidak mengantar barang yang dipesan oleh PT. AGC, melainkan pihak
PT. AGC yang harus mengambil bahan tersebut di tempat yang dijanjikan.
Dengan berhentinya 3 orang personel lama, hanya tertinggal 1 personel yang
dikenal oleh si pemasok dan tahu tempat perjanjian pengambilan bahan kemasan
97
yang telah dipesan tersebut. Jika personel tersebut juga berhenti, akan terjadi
kesulitan dalam pemenuhan bahan kemasan.
Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan meminta si pemasok
mengirimkan barang yang dipesan ke alamat PT. AGC. PT. AGC hanya perlu
menambah ongkos kirim selain biaya pemesanan. Jika si pemasok tidak bersedia
karena alasan hanya melayani satu pelanggan di Bogor (pemasok beralamat di
wilayah Jakarta), PT. AGC perlu mencari pemasok bahan kemasan baru yang
berlokasi di sekitar Bogor dan bersedia mengirimkan ke alamat PT. AGC.
Seperti telah disebutkan di bab pembahasan di depan, label yang saat ini
digunakan PT. AGC perlu segera diganti. Masalah yang terkait dengan label
adalah bahan label yang digunakan oleh PT. AGC kurang tahan air dan sangat
mudah rusak. Label ini harus segera diganti dengan label yang bahannya lebih
tahan air agar tahan lama dan tidak lekas rusak. Alasan lain pentingnya label
lama tersebut untuk diganti dengan label baru, yaitu pencantuman nomor
sertifikat SNI yang telah berhasil diperoleh PT. AGC.
Rencana pengembangan bisnis untuk prosedur penanganan bahan baku
berkaitan dengan cara perolehan air baku. Terdapat dua cara dalam memperoleh
bahan baku. Cara pertama, yaitu pengambilan air secara langsung pada sumber
mata air Cipuspa yang letaknya tidak jauh dengan pabrik. Cara untuk
memperoleh air sumber tersebut adalah dengan menggunakan pompa beserta
instalasi pipa, dimana instalasi pipa ini yang menghubungkan sumber mata air
dengan pabrik. Cara kedua adalah dengan melakukan pembelian air baku dari
pemasok. Air yang dibeli dari pemasok tersebut juga berasal dari mata air.
Permasalahan pada air baku yang berasal dari mata air Cipuspa adalah pH-
nya yang cenderung rendah dan berada di bawah standar. Permasalahan ini dapat
diatasi dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan melakukan penggantian
sumber air baku, yaitu dengan membeli air baku dari pemasok. Hanya saja
pembelian air baku ini tidak ekonomis secara finansial.
Cara kedua adalah dengan memberikan perlakuan pada sumber air baku
Cipuspa menggunakan penambahan basa. Cara kedua ini belum dilakukan dan
masih dalam tahap rencana karena belum dilakukan percobaan untuk mengetahui
98
takaran kebutuhan basa yang diperlukan untuk menetralisir konsentrasi asam
pada air.
Kendala yang dihadapi pada prosedur penanganan bahan baku dan produk
akhir terletak pada pengimplementasian IK pengujian kekeruhan dan sensori. IK
pengujian kekeruhan ini belum bisa diimplementasikan karena belum tersedianya
alat uji kekeruhan. Secepatnya alat uji kekeruhan ini harus disediakan di lapangan
karena kekeruhan merupakan salah satu parameter yang dijadikan indikator
release atau tidaknya suatu batch produk ke pasaran. IK pengujian sensori juga
belum dilakukan oleh tenaga yang terlatih. Pada rencana pengembangan ke depan,
personel perlu diberi pelatihan teknik uji sensori pada personel untuk dapat dapat
menentukan status air baku sebelum memulai proses produksi maupun suatu
produk sebelum dipasarkan.
Pada pengimplementasian prosedur pencucian botol galon, proses seleksi
galon baru efektif pada uji fisik saja, sementara uji sensori belum dapat
dilaksanakan. Selain itu, proses pencucian I kurang higienis karena jumlah galon
yang terlalu banyak untuk dicuci menggunakan air tampungan yang sama. Air
tersebut digunakan berulang-ulang hingga kurang lebih untuk mencuci galon
sebanyak 10-25 buah. Prosedur pencucian botol galon yang diatur GMP, air
tampungan pada proses pencucian I dibatasi hanya untuk mencuci sebanyak 5
buah galon. Setelah itu, air tersebut dibuang dan diganti air tampungan baru.
Selain itu, perlu ditambahkan suatu deterjen tara pangan ke dalam wadah
tampungan air pencucian I tersebut untuk lebih mengefektifkan proses pencucian.
Masalah lain pada saat pencucian galon adalah personel terkadang menerima
galon yang berada dalam kondisi tidak layak untuk mengemas air produk. Kondisi
tidak layak ini umumnya disebabkan oleh bau aneh, lumut, atau kotoran yang sulit
dibersihkan yang terdapat di dalam botol galon. Bau aneh dan kotoran di dalam
botol baru diidentifikasi setelah galon siap dicuci di area persiapan galon.
Untuk mengatasi masalah bau aneh dan kotoran lain yang sulit dibersihkan
yang terdapat di dalam botol galon, digunakan air panas yang dituangkan ke
dalam botol agar bau dan kotoran tersebut lebih mudah dihilangkan. Setelah itu,
galon akan dibersihkan lagi menggunakan deterjen pada pencucian I dan dibilas
99
lagi pada pencucian II. Dengan demikian, masalah bau aneh dan kotoran yang
susah dihilangkan dari dalam galon diharapkan dapat diatasi.
Langkah lain yang dapat dilakukan adalah dengan mencegah masuknya
galon yang tidak layak masuk ke perusahaan. Caranya dengan membuat
perjanjian dengan konsumen maupun agen mengenai kondisi galon. Jika saat
pengambilan galon terdapat bau aneh, sangat kotor, atau kondisi lain yang
menyebabkan galon tidak layak digunakan, petugas berhak menolak melakukan
pengambilan dan konsumen wajib mengganti rugi akibat ketidaklayakan kondisi
galon tersebut. Dalam hal ini, petugas pengambilan galon harus teliti mengecek
kondisi galon yang akan ditarik dari konsumen, baik kondisi luar maupun dalam
galon.
Terkait dengan prosedur pengemasan, rencana pengembangan yang dapat
dilakukan adalah dengan membeli alat coding. Alat coding ini semestinya sudah
disediakan sejak awal SMM ini diberlakukan karena tahap coding ini masuk
dalam salah satu tahap diagram alir proses pengemasan produk. Keterhambatan
ini disebabkan karena harga alat coding yang relatif mahal. Jadi, pengadaan alat
ini belum dijadikan prioritas oleh PT. AGC mengingat ketersediaan dana yang
terbatas. Coding memegang peranan penting sebagai identitas produk jika
diperlukan langkah recall terhadap suatu batch produk saat diketahui produk
tersebut bermasalah.
Aspek yang dapat dikembangkan pada prosedur penyimpanan dan distribusi
produk adalah penerapan status produk (hold, release atau reject) dan pencatatan
terhadap status produk akhir tersebut pada setiap batch-nya. Hal ini dapat
diterapkan dengan baik jika semua alat pengujian produk akhir (pH meter dan
alat ukur kekeruhan), alat coding, serta pengetahuan personel tentang QC dapat
disediakan dan di-up grade.
Rencana pengembangan yang bisa diterapkan untuk menjaga keamanan air
antara lain dengan membuat bangunan pelindung serta membatasi akses untuk
memasuki area sumber air baku. Hal ini perlu dilakukan sebagai bentuk
pengamanan pada bak penampungan air baku di sumber mata air dari
kemungkinan masuknya bahan pencemar yang mungkin dilakukan secara tidak
sengaja/sengaja oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain itu perlu juga
100
dibuat atap untuk meminimalisasi masuknya bahan organik ke dalam bak agar
tidak menurunkan kualitas air baku yang akan diproses.
Semua IK yang terkait dengan keamanan air dapat diatasi dengan proses
pembersihan dan sanitasi yang lebih efektif menggunakan sanitaiser. Selama ini
baru pembersihan dan sanitasi lantai ruangan dan kaca jendela yang
menggunakan bahan sanitaiser. Untuk ke depannya, PT. AGC perlu
menggunakan bahan sanitaiser yang food grade untuk proses pembersihan dan
sanitasi bagian dalam mesin dan peralatan.
Pada prosedur pencegahan kontaminasi silang, hal yang perlu ditingkatkan
adalah masalah kedisiplinan personel dalam praktik pembersihan dan sanitasi
personel (termasuk sanitasi pribadi), memindahkan mesin pencuci galon lebih
dekat ke arah lubang konveyor untuk meminimalisasi rekontaminasi oleh debu
atau kontaminan lain atau menggunakan konveyor tertutup, serta lebih
mendisiplinkan pelaksanaan penyimpanan dan peletakan tutup galon di area
pengisian.
Prosedur kebersihan personel lebih ditekankan pada kesadaran pribadi dari
masing-masing personel. Sesekali perlu dilakukan inspeksi mendadak ke pabrik
untuk mengecek kebiasaan dan perilaku tiap personel. Pemeliharaan terhadap
kebersihan fasilitas cuci tangan perlu ditingkatkan, begitu juga dengan frekuensi
pengontrolan bahan sanitaiser agar tidak sampai habis dan belum diganti. Hal ini
penting mengingat fasilitas cuci tangan ini menjadi salah satu persyaratan
memasuki area low, medium, dan high hygienis.
Personel PT. AGC enggan melakukan sanitasi fasilitas toilet karena toilet
tersebut merupakan toilet bersama milik gedung AP-4. Untuk mengatasi masalah
ini perlu dibuat kesepakatan dengan semua pengguna gedung AP-4. langkah yang
dapat dilakukan adalah dengan membayar petugas pembersih dari luar atau
membuat jadwal pembersihan bergiliran dengan semua pengguna gedung AP-4.
Pengembangan pengimplementasian prosedur pencegahan/perlindungan dari
adulterasi dimulai dengan mendata/mengidentifikasi semua bahan/sumber yang
mungkin menjadi penyebab adulterasi. Selain itu, perlu juga dilakukan
pengontrolan dan perbaikan secara berkala pada sambungan, klep, kran, penutup,
dan saluran yang memungkinkan masuknya cemaran.
101
Pengembangan pengimplementasian prosedur pelabelan dan penyimpanan
yang tepat dimulai dari pendataan/pengidentifikasian semua bahan/sumber yang
mungkin bersifat toksik/berbahaya serta menyediakan tempat penyimpanan
khusus yang aman dan terpisah dari tempat penyimpanan bahan kemasan atau
produk.
Pada prosedur pengendalian kesehatan personel, belum bisa diterapkan
pelarangan terhadap personel yang sakit/terluka untuk memasuki area high,
medium, dan low hygienis. Manajemen perlu menunjuk supervisor perwakilan
manajemen untuk mengecek kondisi personel yang akan memasuki area high,
medium, dan low hygienis. Pada pengembangan lebih jauh nantinya seiring
dengan kemapanan finansial perusahaan, manajemen PT. AGC perlu mengadakan
kerjasama dengan rumah sakit atau poliklinik tertentu untuk memberikan bantuan
pengobatan serta melakukan pemeriksaan rutin terhadap kesehatan personel.
Pada prosedur pengendalian hama, aspek yang perlu dikembangkan dan
dibenahi cukup banyak. Untuk mencegah hama mengkontaminasi mesin dan
peralatan yang digunakan, personel perlu ditingkatkan untuk melakukan
pembersihan setelah digunakan sebelum disimpan untuk menghindari
penumpukan kotoran. Perlu dilakukan pembelian tempat sampah berpenutup
untuk ruang pengisian, ruang penyimpanan produk, ruang penyimpanan bahan
kemasan dan peralatan, seperti yang tersedia di area medium hygienis agar tidak
dimasuki hewan/hama.
Konstruksi lantai yang tidak memiliki kemiringan untuk mengalirkan air
menuju saluran drainase menyebabkan air sering menggenang di lantai. Saluran
drainase itu sendiri kurang mendapat perhatian dan jarang dibersihkan. Kondisi
ini bisa menimbulkan berbagai macam organisme berkembang di genangan air
tersebut. Selain itu, hal ini juga berbahaya bagi keselamatan personel selama
bekerja dengan genangan di ruangan tersebut. Personel harus lebih rajin
mengeringkan lantai agar lingkungan kerja lebih aman dan nyaman.
Lantai terbuat dari keramik yang memiliki sambungan antar kotak,
konstruksi daerah pertemuan antara lantai dan dinding yang membentuk siku,
serta konstruksi langit-langit yang terlalu tinggi menyulitkan proses
pembersihannya. Untuk membersihkan langit-langit ruangan yang tinggi, perlu
102
disediakan sapu khusus dan stager. Penggantian konstruksi dan bahan lantai serta
pembuatan lengkungan antara dinding dan lantai dalam waktu dekat tidak
mungkin dilakukan karena akan memakan biaya yang cukup besar.
Bagian dinding yang sering terkena cipratan air (terutama bagian bawah)
belum semua dicat menggunakan cat anti air. Hal ini dapat menyebabkan
tumbuhnya lumut dan organisme lainnya. Pintu dan dinding pembatas antara area
penyimpanan produk dan penyimpanan bahan kemasan dan peralatan juga masih
terbuat dari triplek dan hanya dicat menggunakan cat biasa sehingga kondisinya
saat ini sudah mulai rusak (lapuk) dan rentan ditumbuhi lumut. Pintu perlu
diganti dengan pintu kayu yang lebih kuat sekaligus dicat menggunakan cat
khusus anti serangga atau mengganti semua pintu yang terbuat dari kayu dengan
pintu kaca atau bahan lain yang relatif tahan air dan serangga.
Hal lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah hama di dalam
pabrik antara lain dengan memermanenkan dinding pembatas area penyimpanan
penyimpanan produk dan penyimpanan bahan kemasan dan peralatan
menggunakan dinding tembok sekaligus mengecatnya menggunakan cat anti air
untuk perlindungan. Beberapa jendela yang langsung berhubungan dengan
lingkungan luar pabrik pecah/berlubang dan terbuka perlu dipasang penutup atau
diganti dengan kaca baru. Perlu juga dipasang insect trap, lampu perangkat lalat,
pintu trap plastik,lem tikus dan rodent trap untuk membantu mencegah masuknya
binatang-binatang tersebut memasuki area pabrik.
Lokasi pembuangan sampah bersama gedung AP-4 perlu segera
dipindahkan karena berada terlalu dekat dengan pabrik dan kondisinya sangat
terbuka. Lokasi ini dapat mengundang serangga, binatang melata, dan binatang-
binatang lain untuk tinggal dilokasi tersebut. Sebisa mungkin, dilakukan
pelarangan area lokasi pembuangan sampah tadi digunakan kembali untuk
membuang sampah. Manajemen PT. AGC perlu melakukan pendekatan dan
memberi pengertian kepada seluruh pengguna gedung AP-4 agar bersedia
memindahkan lokasi pembuangan sampahnya ke tempat lain.
Dalam menjalankan usahanya dan untuk menghadapi persaingan dengan
kompetitor, manajemen PT. AGC juga perlu segera dibenahi. Untuk dapat
mengembangkan bisnisnya, PT. AGC sebaiknya mempunyai manajemen yang
103
fokus dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perusahaan. Berdasarkan
pengamatan yang telah dilakukan, perhatian manajemen terhadap perusahaan
sangat kurang. Pembenahan manajemen atau perbaikan manajemen merupakan
langkah yang wajib dilakukan dalam memperbaiki atau membawa perusahaan ini
ke arah yang lebih baik.
PT. AGC sebenarya masih dapat meningkatkan kapasitas produksinya.
Terdapat dua hal yang harus diperhatikan apabila PT. AGC ingin meningkatkan
kapasitas produksinya, yaitu penambahan galon dan tenaga kerja. Data tentang
jumlah galon yang dimiliki PT. AGC adalah 1305 buah. Data ini diperoleh
berdasarkan survei lapangan yang dilakukan oleh tenaga pemasaran PT. AGC.
Survei ini dilakukan selama 2 minggu, yang dimulai pada tanggal 20 September
2007 sampai dengan tanggal 4 Oktober 2007. Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan, jumlah galon merupakan masalah yang amat krusial di PT. AGC. Oleh
karena itu, sebaiknya data mengenai jumlah galon yang selalu update.
Selain galon, jumlah tenaga kerja di bagian produksi harus ditambah apabila
PT. AGC ingin meningkatkan kapasitas produksi. Saat ini jumlah tenaga kerja
bagian produksi adalah 2 orang. Apabila kapasitas produksi ditingkatkan, maka
setidaknya terdapat tiga orang yang bekerja di bagian produksi, yaitu satu orang
bekerja di ruang pencucian, satu orang bekerja di ruang pengisian, dan satu orang
lagi bekerja di ruang penyimpanan.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam bidang ketenagakerjaan adalah
sistem penggajian. Sistem penggajian yang kini diterapkan di PT. AGC adalah
sistem harian dan bulanan. Sistem harian untuk bagian produksi (karyawan lama)
mendapat upah harian sebesar Rp. 22.500,00 beserta uang makan per hari Rp.
5.000,00. Upah harian bagi karyawan baru pada bagian produksi adalah
Rp.15.000,00 dan uang makan per hari sebesar Rp. 5.000,00. perbedaan besarnya
upah pada bagian produksi ini disebabkan lama waktu kerja. Karyawan produksi
tersebut baru saja masuk dan masih dalam masa training.
Upah untuk sopir adalah Rp. 20.000,00 ditambah dengan uang makan Rp.
5.000,00 per hari. Sementara itu, upah tenaga pemasaran dibayarkan per bulan.
Besar upah hariannya adalah Rp. 30.000,00 beserta uang makan per harinya Rp.
5.000,00. Besarnya perbedaan upah ini disebabkan masa kerja karyawan tersebut
104
yang sudah lama. Kondisi penggajian ini sudah jauh lebih baik jika dibandingkan
beberapa bulan yang lalu.
Sampai dengan laporan ini ditulis, belum ada tenaga di bagian administrasi
dan keuangan. Begitu juga belum ada yang menduduki posisi manajer umum
maupun manajer pemasaran.
Hal yang berkaitan dengan HACCP dan strategi pemasaran tidak dibahas
bab rencana pegembangan bisnis dalam laporan ini, melainkan akan dibahas pada
laporan lainnya.
105
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
PT. AGC yang merupakan teaching industry di bawah Departemen
TIN ikut serta dalam bisnis AMDK ini dan mengeluarkan produk dengan
merek dagang ‘Bening’. Manajemen puncak PT. AGC menyadari
pentingnya mutu sebagai jaminan kualitas produk yang dihasilkan dalam
rangka bertahan di tengah persaingan produk serupa. PT. AGC telah
mendapatkan sertifikat SNI 01-3553-1996 yang merupakan standar nasional
untuk produk AMDK. Langkah awal yang ditempuh untuk mendapatkan
sertifikat tersebut adalah dengan merancang dan mengimplementasikan
suatu Sistem Manajemen Mutu (SMM).
Hasil perancangan dokumen SMM PT. AGC terdiri dari sebuah
manual mutu yang dirinci ke dalam 26 prosedur, 18 instruksi kerja, dan 36
buah formulir untuk merekam semua kegiatan pengimplementasiannya.
Dokumen SMM tersebut pada dasarnya terdiri dari tiga komponen dasar,
yaitu GMP, SSOP, dan HACCP. Pada laporan ini hanya dilaporkan
mengenai hasil perancangan, implementasi, dan evaluasi implementasi dari
GMP dan SSOP saja.
Dokumen GMP dan SSOP diatur dalam dua buah manual, diperinci ke
dalam 17 prosedur, 15 IK, dan dilengkapi 18 buah formulir sebagai bukti
pengimplementasian. Berdasarkan data yang diperoleh dari rekaman
kegiatan dan pengamatan langsung di PT. AGC, beberapa prosedur dan IK
sudah diimplementasikan dengan baik, beberapa masih perlu ditingkatkan,
dan beberapa lagi belum dapat diimplementasikan.
Implementasi beberapa prosedur dan instruksi kerja perlu
disempurnakan, yaitu prosedur dan IK tentang pengujian bahan baku dan
produk akhir, misalnya dengan melengkapi alat pengujian berupa alat uji
kekeruhan (turbidimeter); kemudian prosedur tentang proses pengemasan
produk dengan menyediakan mesin capping (penutup botol galon) dan alat
coding (pemberi kode produksi). Prosedur lainnya yang perlu
disempurnakan adalah yang terkait dengan pemeliharaan kesehatan
106
personel. Caranya, dengan melakukan kerjasama dengan klinik atau rumah
sakit.
Dari hasil pengamatan di lapangan selama penelitian, telah
diidentifikasi beberapa aspek utama yang perlu untuk dikembangkan demi
kemajuan PT. AGC. Aspek mesin dan peralatan menjadi hal yang sangat
penting untuk diperhatikan. Hal ini mengingat ketiadaan manual mesin dan
peralatan yang dimiliki oleh PT. AGC, umur ekonomis mesin dan peralatan
yang hampir habis, serta kondisinya yang sudah banyak mengalami
kerusakan. Ketiadaan manual terbukti telah menimbulkan cukup banyak
masalah dan kesulitan dalam pengimplementasian GMP dan SSOP dari
SMM di PT. AGC, misalnya untuk kepentingan perawatan dan perbaikan
mesin.
Aspek keuangan dan pendanaan berbagai keperluan untuk membangun
sistem manajemen mutu yang baik masih sangat terbatas. Perusahaan tidak
bisa dengan segera melengkapi semua sarana dan prasarana pendukung yang
dibutuhkan untuk pengimplementasian GMP dan SSOP dari SMM di
lingkungan perusahaan. Namun, dengan keterbatasan yang ada, perbaikan
sistem terus dilakukan. Termasuk diantaranya adalah melakukan perbaikan
pada gedung dan pengadaan fasilitas-fasilitas dan sarana pendukung.
Beberapa diantara sarana pendukung yang belum dapat dilengkapi adalah
alat coding dan alat pengukur kekeruhan. Hal tersebut menyebabkan semua
prosedur dan IK yang terkait dengan kedua alat tersebut tidak dapat
diimplementasikan.
Dengan keterbatasan yang dimiliki, PT. AGC terus berusaha keras
melakukan perbaikan di segala aspek hingga sertifikat SNI yang ditargetkan
dapat diperoleh. Akan tetapi, sertifikasi bukanlah tujuan akhir dari
penerapan sistem manajemen. Pemeliharaan sertifikat melalui konsistensi
dan peningkatan kinerja merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam
penerapan sistem manajemen mutu.
107
B. SARAN
Dalam rangka meningkatkan produktivitas, penulis menyarankan
beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh PT. AGC, yaitu :
• Perbaikan manajemen melalui peningkatan hubungan pengelolaan
dengan karyawan di lapangan
• Perbaikan bangunan, mesin, dan peralatan untuk meningkatkan
efektivitas pelaksanaan GMP dan SSOP
• Pengembangan SDM, baik secara kuantitas maupun kualitas.
108
DAFTAR PUSTAKA
AGC. 2004. Laporan Evaluasi Kinerja Usaha dan Rencana Pengembangan Produk AMDK Bening. PT. AGC. Bogor
AGC. 2007. Dokumen Sistem Manajemen Mutu PT. AGRItech GLOBAL CEMERLANG. PT. AGC. Bogor
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 1996. Standar Nasional Indonesia SNI 01-3553-1996: Air Minum Dalam Kemasan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta
Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI. 2003. Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 705/MPPKep/11/2003 tentang Persyaratan Teknis Industri Air Minum Dalam Kemasan dan Perdagangannya. Deprindag RI. Jakarta
Hadiwiardjo, B. H. dan Sulistijarningsih W. 1996. ISO 9000: Sistem Manajemen Mutu. Ghalia Indonesia. Jakarta
International Organization for Standardization (ISO). 1992. ISO 8402:1992. Quality Management System. ISO Secretariate. Geneva
Jenie, B. S. L. 1988. Sanitasi dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas IPB. Bogor
Montgomery, D. C. 1990. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. Terjemahan. Gajah Mada Press. Yogyakarta
Novack, J. L. 1995. The ISO 9000 Documentation Tool Kit. Trentis Hall, Inc. New York
Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit UI Press, Jakarta
Priyadi, G. 1996. Menerapkan SNI Seri 9000: ISO 9000 (Series) Manufacturing. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta
Sofwan, M. 2002. Penerapan GMP, SSOP, dan HACCP pada Produksi Flavor di PT. Firmenich Indonesia. Skripsi. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. Bogor
Suprihatin dan Ono Suparno. 2000. Teknologi Air Bersih. Departemen TIN. IPB. Bogor
Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara. Jakarta
109
Tjiptono, F. 1997. Prinsip-Prinsip Quality Service. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta
Tohrner, M. 1973. Convenience and Fast Food Handbook. The Avi Publishing Company Inc. Westport
Widiyanti, N. L. P. M. dan N. P. Ristiati. 2003. Analisis Kualitatif Bakteri Koliform pada Depo Air Minum Isi Ulang di Kota Singaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3 No 1, April 2004 : 64 - 73
110
111
Lampiran 1. Persyaratan kualitas air minum berdasarkan SNI 01-3553-1996
No. KRITERIA UJI SATUAN PERSYARATAN1.1.11.2
KeadaanBauRasa
--
Tidak BerbauNormal
1.3 Warna Unit PtCo Maks. 52. pH - 6,5 - 8,53. Kekeruhan NTU Maks. 54. Kesadahan, Sebagai CaCO3 mg/L Maks 1505. Zat yang larut mg/L Maks. 5006. Zat Organik (angka KMnO4) mg/L Maks. 1,07. Nitrat dihitung sebagai (NO3) mg/L Maks. 458. Nitrit dihitung sebagai (NO2) mg/L Maks. 0,0059. Amonium (NH4) mg/L Maks. 0,1510. Sulfat (SO4) mg/L Maks. 20011. Klorida (Cl) mg/L Maks. 25012. Fluorida (F) mg/L Maks. 113. Sianida (CN) mg/L Maks. 0,0514. Besi (Fe) mg/L Maks. 0,315. Mangan (Mn) mg/L Maks. 0,0516. Klor Bebas mg/L Maks. 0,117. Cemaran Logam17.1 Timbal (Pb) mg/L Maks. 0,00517.2 Tembaga (Cu) mg/L Maks. 0,517.3 Kadmium (Cd) mg/L Maks. 0,00517.4 Raksa (Hg) mg/L Maks. 0,00118. Cemaran Arsen (As) mg/L Maks. 0,0519. Cemaran Mikroba:19.1 Angka lempeng total awal Koloni/ml Maks. 1,0 X 102
19.2 Angka lempengan total Koloni/ml Maks. 1,0 X 105
19.3 Bakteri bentuk coli APM/100 ml < 2Koloni/100 ml Nol
19.4 C. perfringens - Negatif/100 ml19.5 Salmonella - Negatif/100 ml
112
Lampiran 2. Persyaratan kualitas air minum berdasarkan SNI 01-3553-2006
No. Kriteria uji Satuan PersyaratanAir mineral Air Demineral
1. Keadaan1.1 Bau - Tidak Berbau Tidak Berbau1.2 Rasa - Normal Normal1.3 Warna Unit PtCo Maks. 5 Maks. 52. pH - 6,0 - 8,5 5,0 – 7,53. Kekeruhan NTU Maks. 5 Maks. 54. Zat yang larut mg/L Maks 500 Maks 105. Zat Organik (angka KMnO4) mg/L Maks. 1,0 -6. Total Organik Karbon mg/L - Maks. 0,57. Nitrat (sebagai NO3) mg/L Maks. 45 -8. Nitrit (sebagai NO2) mg/L Maks. 0,005 -9. Amonium (NH4) mg/L Maks. 0,15 -10. Sulfat (SO4) mg/L Maks. 200 -11. Klorida (Cl) mg/L Maks. 250 -12. Fluorida (F) mg/L Maks. 1 -13. Sianida (CN) mg/L Maks. 0,05 -14. Besi (Fe) mg/L Maks. 0,1 -15. Mangan (Mn) mg/L Maks. 0,05 -16. Klor Bebas (Cl2) mg/L Maks. 0,1 -17. Kromium (Cr) mg/L Maks. 0,005 -18. Barium (Ba) mg/L Maks. 0,7 -19. Boron (B) mg/L Maks. 0,3 -20. Selenium (Se) mg/L Maks. 0,01 -21. Cemaran Logam21.1 Timbal (Pb) mg/L Maks. 0,005 Maks. 0,00521.2 Tembaga (Cu) mg/L Maks. 0,5 Maks. 0,521.3 Kadmium (Cd) mg/L Maks. 0,003 Maks. 0,00321.4 Raksa (Hg) mg/L Maks. 0,001 Maks. 0,00121.5 Perak (Ag) mg/L - Maks. 0,02521.6 Kobalt (Co) mg/L - Maks. 0,0122. Cemaran Arsen (As) mg/L Maks. 0,01 Maks. 0,0123. Cemaran Mikroba:23.1 Angka lempeng total awal *) Koloni/ml Maks. 1,0 X 102 Maks. 1,0 X 102
23.2 Angka lempengan total akhir *) Koloni/ml Maks. 1,0 X 105 Maks. 1,0 X 105
23.3 Bakteri bentuk coli APM/100 ml < 2 < 223.4 Salmonella - Negatif/100 ml Negatif/100 ml23.5 Pseudomonas aeruginosa Koloni/ml Nol NolKeterangan *) Di Pabrik **) Di Pasaran
113
Lampiran 3. Formulir 01.0. Kondisi Ruang Produksi
Bulan : Juli Tahun :
TanggalKelembaban/Rh (%) Temperatur (oC)Pagi Sore Pagi Sore
Keterangan Paraf
2-07-07 16 18 -3-07-07 16 18 -
4-07-07 16 17 -
5-07-07 16 16 -
6-07-07 16 16 -
7-07-07 16 16 -
9-07-07 16 16 -
10-07-07 16 16 -
11-07-07 16 16 -
12-07-07 16 17 -
13-07-07 16 16 -
14-07-07 16 16 -
16-07-07 16 16 -
17-07-07 16 16 -
18-07-07 16 16 -
19-07-07 16 16 -
20-07-07 16 17 - 21-07-07 16 16 - 23-07-07 16 16 - 24-07-07 16 16 -25-07-07 16 16 -26-07-07 16 16 -27-07-07 16 17 -28-07-07 16 16 -30-07-07 16 16 -31-07-07 16 16 -
Lampiran 4. Formulir 03.0. Penggantian Tabung Oksigen
114
No. Tanggal
Penggantian
Petugas No Tanggal
Penggantian
Petugas
1. 3 Mei 2007 Kurniawan2. 5 Juni 2007 Kurniawan3. 11 Juli 2007 Kurniawan4. 20 Agustus 2007 Kurniawan
Lampiran 5. Formulir 09.0. Produksi
Hari Tanggal/kode produksi
Jumlah Galon
Produksi
Jumlah Galon Keluar
Jumlah Galon Sisa
Keterangan
2-07-07 95 85 6 Kembali3-07-07 72 74 - -4-07-07 125 125 - -5-07-07 104 104 - -6-07-07 174 173 - -
Sen 9-07-07 160 155 - -10-07-07 67 70 - -11-07-07 53 59 - -
115
12-07-07 82 84 - -13-07-07 75 79 - -
Sen 16-07-07 114 113 - -17-07-07 104 104 - -18-07-07 100 100 - -19-07-07 61 58 - -20-07-07 75 78 - -
Sen 23-07-07 108 107 - -24-07-07 78 78 - -25-07-07 139 138 - -26-07-07 53 53 - -27-07-07 51 51 - -
Sen 30-07-07 99 104 - -31-07-07 142 139 - -
Lampiran 6. Formulir 13.0. Penggantian dan Backwash Sand Filter
No. Tanggal Penggantian atau
Backwash (pilih)
Petugas Mengetahui
Manajer QC1. 3-05-07 Backwash Yahya 2. 11-05-07 Backwash Yahya3. 23-05-07 Backwash Yahya 4. 30-05-07 Backwash Yahya
1. 2-06-07 Backwash Yahya 2. 15-06-07 Backwash Yahya3. 25-06-07 Backwash Yahya 4. 29-06-07 Backwash Yahya
1. 5-07-07 Backwash Yahya 2. 14-07-07 Backwash Yahya3. 28-07-07 Backwash Yahya
1. 6-08-07 Backwash Yahya 2. 16-08-07 Backwash Yahya3. 22-08-07 Backwash Yahya 4. 31-08-07 Backwash Yahya
1. 10-09-07 Backwash Yahya 2. 22-09-07 Backwash Yahya3. 29-09-07 Penggantian dan Yahya
116
Backwash
Lampiran 7. Formulir 14.0. Penggantian dan Backwash Carbon Filter
No. Tanggal Penggantian atau
Backwash (pilih)
Petugas Mengetahui
Manajer QC1. 3-05-07 Backwash Yahya 2. 11-05-07 Backwash Yahya3. 23-05-07 Backwash Yahya 4. 30-05-07 Backwash Yahya
1. 2-06-07 Backwash Yahya 2. 15-06-07 Backwash Yahya3. 25-06-07 Backwash Yahya 4. 29-06-07 Backwash Yahya
1. 5-07-07 Backwash Yahya 2. 14-07-07 Backwash Yahya3. 28-07-07 Backwash Yahya
1. 6-08-07 Backwash Yahya 2. 16-08-07 Backwash Yahya3. 22-08-07 Backwash Yahya 4. 31-08-07 Backwash Yahya
1. 10-09-07 Backwash Yahya 2. 22-09-07 Backwash Yahya3. 29-09-07 Penggantian dan
Backwash
Yahya
117
Lampiran 8. Formulir 16.0. Sanitasi Harian
Bulan : Mei Tahun : 2007
Minggu ke- / Tanggal
ZONA SANITASI Ruang
PengisianArea
PencucianArea
Unit PengolahanArea Penyimpanan
ProdukHalamanSamping(Lorong)
Kantor Area Persiapan Galon
Keterangan Paraf
I, 01-05-07
Yahya
I, 02-05-07
YahyaI, 03-05-07
Yahya
I, 04-05-07 X
YahyaI, 05-05-07
YahyaII, 07-05-07 X
YahyaII, 08-05-07
YahyaIJ, 09-05-07 X
Yahya
118
Lampiran 9. Sertifikat SNI 01-3553-1996
119
Lampiran 10.
CARA BERPRODUKSI YANG BAIK (GMP)
AIR MINUM DALAM KEMASAN
Disusun oleh:
Nina Nurwiyana
BOGOR
2008
KATA PENGANTAR
Bisnis air minum dalam kemasan (AMDK) sampai saat ini masih sangat prospektif untuk dikembangkan. Ketika pertama kali AMDK dikenalkan kepada masyarakat Indonesia, saat itu sebagian orang menganggap hal itu sebagai sesuatu yang mengada-ada. Karena pada saat itu banyak orang menganggap bahwa mengapa harus bersusah payah mengemas air minum untuk kemudian dijual, sementara dimana-mana orang dengan mudah bisa mendapatkan air yang bisa diolah sehingga layak diminum.
Namun dengan kondisi saat ini, yaitu pertumbuhan jumlah penduduk dan tingkat pencemaran air yang terus meningkat, sementara setiap orang pasti butuh akan air yang bisa dikonsumsi secara sehat, bisnis AMDK menjadi sangat masuk akal dan mengundang banyak peminat untuk digeluti. Bukti nyatanya adalah dengan makin banyaknya merek-merek produk AMDK yang terus bermunculan.
Pada umumnya, setiap industri yang bergerak di industri AMDK memiliki konsep yang kurang lebih sama dalam proses produksinya. Akan tetapi, tidak semua produsen produk AMDK tersebut menerapkan cara berproduksi yang baik (GMP).
Buku panduan ini dibuat dalam rangka membuat pedoman cara berproduksi AMDK yang baik dan benar. Dengan demikian, buku saku ini diharapkan dapat dijadikan panduan dalam serangkaian proses pengolahan AMDK guna menghasilkan produk yang memenuhi persyaratkan yang tercantum dalam SNI 01-3553-1996 dan SNI 01-3553-2006 tentang AMDK.
Kesempurnaan hanya milik Sang Pencipta. Demikian halnya penyusun sadar akan kekurangan yang terdapat di dalam buku saku ini. Oleh karena itu, saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk perbaikan buku saku ini di masa yang akan datang.
Bogor, Januari 2008
Penyusun
GMP AMDK
A. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup GMP AMDK meliputi lokasi, bangunan dan fasilitas, mesin dan peralatan, proses produksi, penyimpanan dan distribusi, dan pengujian kualitas sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. Diagram alir proses pengolahan air, pencucian botol galon, dan pengemasan dapat dilihat pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4.
Gambar 1. Ruang Lingkup GMP AMDK
GMP5. PENYIMPANAN DAN DISTRIBUSI
2. BANGUNAN DAN FASILITAS
1. LOKASI
4. PROSES PRODUKSI
3. MESIN DAN PERALATAN
6. PENGUJIAN KUALITAS
Air baku
Tangki penampungan
Penyaringan pasir
Penyaringan karbon
Penyaringan mikro (5 μm)
Penyaringan mikro (3 μm)O2
Listrik
ozomax Ozon Tangki pencampuran + Sterilisasi UV
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pengolahan Air
Penyaringan mikro (1μm) Penyaringan mikro (1μm)
Penyaringan mikro (0,5μm) Penyaringan mikro (0,5μm)
Pengisian Pencucian
Botol galon kotor
Seleksi
Pre rinse
Pencucian I
Pencucian II
Botol galon bersih
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pencucian Botol Galon
Sterilisasi UV ruang pengisian
Botol galon bersih
Pengisian
Pemberian tutup botol
Coding
Seleksi
Pemberian label
Pemberian plastik segel pada tutup botol
Produk AMDK Galon merek ’Bening’
TidakYa
(Botol sangat kotor , misal mengandung tanah
?)
Limbah AirPencucian
Gambar 4. Diagram Alir Proses Pengemasan
B. PROSEDUR UMUM GMP AMDK
1. Organisasi dan Personel• Menempatkan personel untuk melakukan kegiatan produksi• Menempatkan personel untuk melakukan kegiatan pengendalian kualitas• Meningkatkan kemampuan personel produksi dan pengendalian kualitas melalui
training/pelatihan secara berkala• Memberi pemahaman personel mengenai prinsip GMP dan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3)2. Bangunan dan Fasilitas
• Melengkapi bangunan dengan fasilitas untuk personel, mencakup ruang istirahat, toilet, fasilitas cuci tangan, dan area makan
• Mengatur ukuran, lokasi, aliran bahan baku dan produk, serta ventilasi disesuaikan dengan volume dan aktivitas produksi
• Menyediakan alat-alat keselamatan dan kesehatan kerja (K3)• Melakukan pengecekan kondisi bangunan dan fasilitas secara berkala• Memperbaiki bangunan dan fasilitas yang rusak
3. Utilitas3.1. Air
• Melakukan pengecekan terhadap penggunaan air untuk kegiatan produksi dan non-produksi
• Memasang semua peralatan perpipaan air yang dapat mencegah tercampurnya air untuk bahan baku dan air produk
• Melakukan perawatan terhadap perpipaan secara berkala3.2. Listrik
• Memasang semua alat kelistrikan dengan memperhatikan kepraktisan dan keamanan bagi personel dan proses produksi
• Memeriksa kinerja peralatan kelistrikan seperti kabel, stop kontak, saklar, dan lain sebagainya secara berkala
• Melakukan perawatan terhadap peralatan kelistrikan untuk mencegah terjadinya pemborosan energi
3.3. Pengelolaan Lingkungan• Membuang air sisa proses pencucian• Mengelola limbah padat sisa bahan kemasan dan peralatan• Menyediakan tempat sampah yang jauh dari tempat melakukan proses
produksi• Menjaga kebersihan lingkungan
4. Mesin dan Peralatan• Seluruh mesin dan peralatan yang kontak langsung dengan air harus terbuat dari
bahan yang tara pangan (food grade), tahan korosi dan tidak bereaksi dengan bahan kimia
• Mengatur tata letak dan aliran bahan secara efektif• Menentukan disain dan ukuran peralatan• Melakukan pembersihan peralatan secara berkala dan teratur• Melakukan pengecekan terhadap kondisi perlatan secara berkala• Melakukan kalibrasi terhadap peralatan pengukuran• Memperbaiki dengan segera jika ada peralatan yang rusak
5. Kontrol Proses Produksi• Setiap personel dilengkapi dengan perlengkapan personel (seragam, jas lab, masker,
penutup kepala, sepatu boot, dll)• Membersihkan tempat dan peralatan produksi sebelum proses produksi dimulai• Melakukan pengecekan fungsi setiap unit operasi/unit proses
• Mengecek wadah/kemasan (penampakan dan bau) baik sebelum maupun setelah dicuci
• Mengecek dan membersihkan kemasan (galon) dari semua jenis pengotor• Mengecek secara fisik bahan baku dan produk secara reguler• Mengemas produk secara baik
6. Dokumentasi • Setiap personel mencatat aktivitas yang dilakukannya yang berkaitan dengan
kegiatan produksi dan pengendalian mutu• Mencatat hasil kegiatan yang berkaitan dengan proses produksi dan pengendalian
mutu• Pembuatan rekaman dari hasil-hasil pencatatan• Melakukan analisis dan evaluasi secara berkala (misalnya per bulan) terhadap
dokumen/rekaman• Membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi rekaman
7. Penggudangan dan Distribusi• Menggunakan kemasan (galon) yang tara pangan• Menempatkan bahan kemasan dan stok peralatan yang belum digunakan di gudang
yang terpisah dari gudang produk• Menempatkan kemasan (galon) yang telah digunakan di area persiapan galon untuk
dibersihkan• Menempatkan kemasan (galon) yang telah dibersihkan terpisah dari kemasan (galon)
yang belum dibersihkan• Menempatkan kemasan yang telah terisi produk di tempat yang bersih dan
terlindung dari kontaminasi udara, serta terpisah dari kemasan (kemasan) yang belum dibersihkan
• Memastikan semua atribut pada kemasan produk sudah terpasang dengan baik• Pengeluaran produk untuk distribusi mengikuti sistem FIFO (First In First Out)• Selama transportasi produk, diusahakan seminimum mungkin terkontaminasi oleh
bahan lain• Me-recall produk jika diketahui produk tidak memenuhi syarat
8. Pengendalian dan Pengujian Kualitas• Menguji/memeriksa kesesuaian bahan baku yang diproses• Mengecek kondisi kebersihan alat sebelum alat digunakan berproduksi• Mengecek kondisi ruang penyimpanan/penggudangan• Ruang pengisian harus terhindar dari pencemaran yang diakibatkan oleh bahan
pencemar, seperti debu, asap, sampah, serangga, dll.• Tata letak ruang dirancang untuk menghindari terjadinya pengotoran/kontaminasi
(misalnya tanah, pasir, debu) terhadap bahan baku dan produk, ruang produksi terpisah dengan ruang perlengkapan
• Memeriksa air baku secara fisik, kimiawi, dan sensori setiap hari sebelum proses produksi dimulai
• Memeriksa produk secara fisik, kimiawi, dan sensori setiap hari setelah proses produksi selesai, serta memeriksa isi bersih produk, dan penampakan produk besrta kode produksinya.
• Melakukan uji lengkap kualitas bahan baku dan produk secara berkala (minimal 3 bulan sekali)
C. DIAGRAM ALIR BAGIAN PRODUKSI AMDK
pengolahan air pencucian galon pengisian penyimpanan
Penyaringan pasir
Penyaringan karbon
Penyaringan 5 µm
Ozonisasi dan sterilisasi UV
Tangki Pencampuran
Penyaringan 3 µm
Galon sangat kotor
Galon kotor
Tangki Penyimpana
n
Penyaringan 1 µm
Penyaringan 0.5 µm
Penyaringan 0.5 µm
Penyaringan 1 µm
Sterilisasi UV Ruang Pengisian
Galon Bersih
Pencucian II
Pencucian I
Mulai
Seleksi galon
Galon bersihAir Baku
Galon baru atau dari konsumen
Pre-rinse Pengisian
Pemberian Tutup Botol
Coding
Seleksi
Pemberian label
Pemberian Plastik Segel pada Tutup
Botol
Produk AMDK
Catat pada Formulir
Catat pada Formulir
Catat pada Formulir
Catat pada Formulir
Penyimpanan Produk
Sementara
* Ke Distribusi
D. RINGKASAN CARA PRODUKSI AMDK
NO. TAHAPAN PROSES PROSEDUR1. Memasuki Area/Ruangan • Ruangan dibagi menjadi beberapa area berdasarkan tingkat higienisitas yang dibutuhkan oleh unit proses (kategori
high, medium, atau low)• Personel wajib mematuhi ketentuan yang ditetapkan untuk memasuki tiap-tiap area (memakai seragam, jas lab,
masker, penutup kepala, sarung tangan, sepatu boot, melakukan sanitary handwash, tidak mengenakan aksesoris, dll.)2. Penanganan Mesin dan Peralatan • Melakukan pengecekan kondisi peralatan secara berkala
• Melakukan perawatan peralatan secara berkala• Melakukan kalibrasi terhadap peralatan pengukuran, misalnya pH meter, turbidimeter, dan lain-lain• Memperbaiki sesegera mungkin peralatan yang rusak
3. Penanganan Bahan Kemasan • Setiap bahan kemasan yang akan digunakan harus diperiksa terlebih dahulu• Pemeriksaan meliputi kebersihan, kerusakan, dan lain-lain• Jika kondisi baik, bahan kemasan tersebut dapat digunakan• Jika kondisi rusak/tidak baik, bahan kemasan tersebut tidak boleh digunakan • Pengujian dilakukan di laboratorium
4. Penanganan Bahan Baku (Air Baku)
• Sehari sebelum Proses Produksi Lakukan pengambilan sampel air baku dari mata air sehari sebelum air tersebut digunakan untuk proses produksi Setelah itu sampel diuji Pengujian meliputi pH, kekeruhan, dan keadaan air (penampakan/bau) Hasil uji diberitahukan ke manajer Jika memenuhi standar, manajer dapat memberitahukan unit produksi untuk menggunakan air baku tersebut Jika tidak memenuhi standar, manajer akan memutuskan untuk membeli air pada pemasok atau memberi perlakuan
pada air baku • Sesaat sebelum Proses Produksi
Lakukan pengambilan sampel air baku pada saat sebelum dimulainya proses pengolahan air Setelah itu sampel diuji Pengujian meliputi pH, kekeruhan, dan keadaan air (penampakan/bau) Hasil uji diberitahukan kepada unit produksi Jika memenuhi standar, bagian produksi dapat melakukan proses pengolahan air Jika tidak memenuhi standar, bagian produksi tidak dapat melakukan proses pengolahan air dan segera melaporkan
NO. TAHAPAN PROSES PROSEDURkejadian tersebut pada manajer
5. Pencucian Botol Galon • Tahap persiapan : Botol galon disimpan di area persiapan botol galon untuk diproses lebih lanjut. Botol galon baru digunakan jika
botol galon yang ada tidak mencukupi• Seleksi, meliputi :
Uji bau- Jika botol galon berbau (seperti bau rokok, bau parfum atau bau yang tidak normal lainnya), maka botol
tersebut dipisahkan untuk diberi perlakuan khusus, seperti direndam menggunakan air panas atau deterjen- Jika botol galon tidak berbau maka proses dapat dilanjutkan
Uji visual- Jika badan botol galon tidak sesuai standar, artinya ada lubang, retak dan sebagainya, maka botol tersebut di-
reject- Jika badan botol galon normal, maka proses dapat dilanjutkan - Lakukan pencatatan jika terdapat galon yang rusak
• Pencucian, meliputi : Pencucian I
- Air tampungan pada proses pencucian I diberi deterjen sesuai takaran- Semprotkan air ke seluruh bagian galon, baik bagian dalam maupun luar- Sikat bagian luar tubuh galon sampai bersih - Air tampungan dibuang setelah lima kali pencucian botol galon
Pencucian II- Bilas semua sisa kotoran dan deterjen yang masih tersisa- Periksa kondisi galon setelah dibilas. Jika masih ada kotoran atau bau yang tertinggal, bilas ulang- Pindahkan galon yang telah bersih menuju konveyor- Lindungi terutama bagian mulut galon selama pemindahan menuju konveyor
6. Pengemasan • Pengisian Tahap persiapan
- Pengecekkan terhadap lampu ultra violet berdasarkan record yang ada - Sebelum proses pengisian, sanitasi ruang pengisian dengan sterilisasi ultra violet selama + 10 menit- Selama sterilisasi ultra violet, personel dilarang berada di ruang pengisian- Personel yang akan bertugas/bekerja di ruang pengisian harus mematuhi ketentuan memasuki ruangan
NO. TAHAPAN PROSES PROSEDURpengisian
Tahap Pengisian- Botol galon ditempatkan tepat dibawah nozzle mesin pengisian- Putar kran (yang terdapat pada badan nozzle) ke arah bawah untuk membuka aliran air dari nozzle tersebut- Jika air yang berada dalam botol galon sudah sesuai dengan standar (19 liter), maka kran tersebut diputar ke
arah atas untuk menutup aliran tersebut- Lanjutkan dengan botol galon selanjutnya
• Botol yang telah diisi oleh air produk, kemudian diberi tutup galon secara manual • Pemberian kode produksi (coding) dilakukan di ruang penyimpanan produk. Kode produksi di tempatkan pada
tutup/bahu botol• Seleksi dilakukan di ruang penyimpanan produk, meliputi
Melihat produk secara visual (ada atau tidaknya benda asing pada produk)- Reject produk yang mengandung benda asing- Lanjutkan proses jika tidak terdapat benda asing
Melihat kode produksi yang tertera pada produk (apakah benar atau tidak)• Pemberian label dilakukan di ruang penyimpanan produk. Pemberian label dilakukan jika:
Label yang terdapat pada produk sudah rusak Tidak terdapat label pada produk (biasanya terjadi pada penggunaan botol baru)
• Pemberian plastik segel dilakukan di ruang penyimpanan produk. Pemberian plastik segel produk menggunakan sealer
7. Penyimpanan • Penyimpanan plastik segel dan label Plastik segel dan label disimpan di ruang penyimpanan bahan kemasan dan peralatan pada zona yang telah
ditetapkan Plastik segel dan label dibungkus menggunakan plastik yang berbeda dan diikat menggunakan tali Siapkan plastik segel dan label yang akan digunakan di ruang penyimpanan produk saat pengemasan secukupnya.
Letakkan dengan rapi dan tetap dalam kemasan pembungkusnya. • Penyimpanan tutup botol galon
Tutup botol galon disimpan di ruang penyimpanan bahan kemasan dan peralatan pada zona tutup botol galon Penyimpanan tutup botol galon dibungkus menggunakan plastik Plastik yang membungkus tutup botol galon diseal (menggunakan panas) Satu plastik berisi 15 buah tutup botol galon
NO. TAHAPAN PROSES PROSEDUR Tutup botol galon yang telah dibungkus dan diseal, disimpan dengan dialasi kayu triplek. sehingga tidak
bersentuhan langsung dengan lantai Siapkan tutup botol yang akan digunakan di ruang pengisian saat pengemasan secukupnya. Letakkan dengan rapi
pada wadah yang telah tersedia. • Penyimpanan botol galon baru
Botol galon baru disimpan di ruang penyimpanan bahan kemasan dan peralatan pada zona botol galon Botol galon baru dibungkus dengan plastik Satu plastik membungkus satu buah botol galon baru Botol galon baru yang telah dibungkus dengan plastik diseal (menggunakan panas) Botol galon baru yang telah dibungkus dan diseal, disimpan dengan dialasi kayu triplek sehingga tidak bersentuhan
langsung dengan lantai • Penyimpanan botol galon kotor
Botol galon kotor disimpan di area persiapan botol galon Peletakan botol galon kotor diatur sedemikian rupa hingga rapi Penyimpanan botol galon kotor tidak menggunakan plastik ataupun triplek
• Penyimpanan produk Produk disimpan di ruang penyimpanan pada zona produk Produk yang disimpan diberi label :
- Hold, apabila produk tersebut masih dilakukan pengujian oleh QC- Release, apabila produk sudah sesuai standar yang berlaku (setelah dilakukan pengujian oleh QC)- Reject, apabila produk tidak sesuai standar yang berlaku (setelah dilakukan pengujian oleh QC)
Bagian produksi membuat catatan produk akhir (meliputi produk yang reject, release, dan hold) sebelum disimpan Bagian produksi membuat catatan produk yang diproduksi dan yang keluar Pengeluaran produk mengikuti sistem FIFO atau first in first out (untuk produk yang release)
8. Pengujian Kualitas Produk Akhir • Persiapan sampel Pengambilan sampel air produk dilakukan setelah proses produksi selesai Sampel produk untuk pengujian fisika, kimia, dan sensori merupakan sampel produk yang sama untuk pengujian
mikrobiologi jika akan dilakukan uji lengkap Pengambilan sampel untuk uji fisika dan kimia tidak aseptis seperti pengambilan sampel untuk uji mikrobiologi Botol yang dipersiapkan untuk mengambil sampel, dicuci terlebih dahulu dengan air sampel tersebut Penuangan air produk pada botol sampel
NO. TAHAPAN PROSES PROSEDUR• Pengujian meliputi kekeruhan, pH, dan sensori (bau dan rasa)• Pengujian dilakukan di pabrik untuk uji sehari-hari (kekeruhan, pH, dan sensori), sedangkan uji lengkap di lakukan di
laboratorium Departemen TIN• Hasil pengujian fisika, kimia, dan sensori menentukan release atau tidaknya produk tersebut Jika hasil uji sesuai standar, maka produk dapat diberi label ‘release’ Jika hasil uji tidak sesuai standar, maka produk diberi label ‘reject’
9. Distribusi Produk • Bagian produksi bertanggung jawab dalam menangani dan mengawasi setiap produk yang dihasilkan • Bagian pemasaran dapat mendistribusikan produk yang telah di-release oleh bagian QC• Karyawan atau personel harus mencatat semua rekaman mengenai produksi, distribusi, dan informasi kode tanggal
harus cukup lengkap untuk menjamin pelaksanaan penarikan kembali jika diperlukan
E. PENGENDALIAN MUTU
No. Tahapan Proses Tindakan yang Dilakukan1. Sumber air baku
(mata air)- Pengukuran pH pada hari sebelumnya- Jika pH tidak sesuai, ganti sumber air baku/beri perlakuan hingga air baku memenuhi persyaratan
2. Tangki Penampung - Penutupan tangki penampung- Sanitasi tangki penampung secara berkala
3. Penanganan Bahan Kemasan - Penyimpanan yang baik- Incoming material test
4. Penyaringan pasir - Back wash secara rutin- Penggunaan pasir yang optimum- Penggantian pasir secara reguler
5. Penyaringan karbon - Back wash secara rutin- Penggunaan karbon aktif yang optimum- Penggantian karbon aktif secara reguler
6. Penyaringan mikro - Penggantian catridge filter secara reguler7. Tangki pencampuran (ozonisasi) + sterilisasi ultra
violet- Penggantian tabung oksigen agar oksigen tetap tersedia untuk ozonisasi- Pengecekan kondisi lampu ultra violet- Penggantian lampu ultra violet
8. Pencucian Botol Galon - Memastikan karyawan (selektor) bekerja dengan benar- Melakukan uji sensori terhadap penampakan dan bau pada galon- Pengoptimalan proses pengolahan air- Higienis dalam proses dan sanitasi pada ruangan- Pengoptimalan proses pencucian I dan II
9. Sterilisasi UV ruang pengisian - Sterilisasi selama 10 – 15 menit- Pengecekan kondisi lampu ultra violet- Penggantian lampu ultra violet- Memastikan pintu ruang pengisian selalu dalam keadaan tertutup rapat- Membatasi akses personel yang memasuki ruang pengisian
10. Pengisian dan pemberian tutup botol - Higienis dalam proses dan sanitasi pada ruangan tersebut seperti penggunaan lampu ultra violet pada ruang pengisian
No. Tahapan Proses Tindakan yang Dilakukan- Pengecekan umur lampu ultra violet sebelum mulai produksi- Proses pencucian galon yang optimum
11. Coding - Memastikan alat coding bekerja dengan benar- Melakukan coding dengan benar
12. Seleksi - Cek produk akhir dengan baik meliputi uji fisik, sensori, dan penampakan 13. Pemberian Label - Pemberian label yang benar pada galon yang labelnya rusak/belum dipasang14. Pemberian plastik segel pada tutup botol - Memastikan suhu sealer dan prosedur sealing sudah benar
Pengendalian mutu bertujuan untuk mencegah terjadinya penyimpangan mutu dan memperbaiki kesalahan-kesalahan mutu yang mungkin terjadi. Dengan demikian tugas pengendalian mutu adalah memeriksa atau mengidentifikasi apakah telah terjadi penyimpangan mutu, dan apabila telah terjadi penyimpangan maka perlu dilakukan tindakan perbaikan sesegera mungkin.
Untuk mencegah terjadinya penyimpangan mutu, hendaknya pengecekan dilakukan di setiap tahapan proses. Dengan demikian dapat dilakukan pembenahan segera agar tidak terlalu banyak produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan produk akhir dapat terjamin mutunya.
Untuk meaksanakan tugas pengendalian mutu, beberapa komponen yang harus ada adalah:• Standar mutu yang diadopsi, dan batas penyimpangan yang dapat diterima (batas
toleransi)• Petugas/personel pengawasan mutu yang terlatih• Alat/metode untuk mengukur mutu• Tempat/tahapan-tahapan proses yang diawasi
Untuk menghasilkan produk yang aman dikonsumsi, perusahaan industri AMDK harus melakukan pengawasan mutu terhadap air baku secara periodik dengan pengujian laboratorium minimal sebagai berikut :
4. Satu kali dalam satu minggu untuk analisa coliform;5. Satu kali dalam tiga bulan untuk analisa kimia dan fisika;6. Satu kali dalam empat tahun untuk analisa radiologi
Selain itu, pengujian mutu juga dilakukan terhadap produk akhir, yaitu AMDK. Metode pengujian dilakukan sesuai dengan SNI 01-3554-1998 atau revisinya. Adapun parameter yang harus diuji minimal adalah :
5. Keadaan air : bau, rasa, warna.6. pH7. Kekeruhan8. Cemaran mikroba : angka lempeng total, bakteri bentuk coli.
Parameter analisis yang dilakukan dan persyaratan mutu produk yang diacu untuk produk AMDK di Indonesia adalah SNI 01-3553-1996 atau yang terbaru adalah SNI 01-3553-2006.
Tabel 1. Persyaratan Kualitas Air Minum Berdasarkan SNI 01-3553-1996
No. KRITERIA UJI SATUAN PERSYARATAN1.1.11.2
KeadaanBauRasa
--
Tidak BerbauNormal
1.3 Warna Unit PtCo Maks. 52. pH - 6,5 - 8,53. Kekeruhan NTU Maks. 54. Kesadahan, Sebagai CaCO3 mg/L Maks 1505. Zat yang larut mg/L Maks. 5006. Zat Organik (angka KMnO4) mg/L Maks. 1,07. Nitrat dihitung sebagai (NO3) mg/L Maks. 458. Nitrit dihitung sebagai (NO2) mg/L Maks. 0,0059. Amonium (NH4) mg/L Maks. 0,1510. Sulfat (SO4) mg/L Maks. 20011. Klorida (Cl) mg/L Maks. 25012. Fluorida (F) mg/L Maks. 113. Sianida (CN) mg/L Maks. 0,0514. Besi (Fe) mg/L Maks. 0,315. Mangan (Mn) mg/L Maks. 0,0516. Klor Bebas mg/L Maks. 0,117. Cemaran Logam17.1 Timbal (Pb) mg/L Maks. 0,00517.2 Tembaga (Cu) mg/L Maks. 0,517.3 Kadmium (Cd) mg/L Maks. 0,00517.4 Raksa (Hg) mg/L Maks. 0,00118. Cemaran Arsen (As) mg/L Maks. 0,0519. Cemaran Mikroba:19.1 Angka lempeng total awal Koloni/ml Maks. 1,0 X 102
19.2 Angka lempengan total Koloni/ml Maks. 1,0 X 105
19.3 Bakteri bentuk coli APM/100 ml < 2Koloni/100 ml Nol
19.4 C. perfringens - Negatif/100 ml19.5 Salmonella - Negatif/100 ml
Tabel 2. Persyaratan Kualitas Air Minum Berdasarkan SNI 01-3553-2006
No. Kriteria uji Satuan PersyaratanAir mineral Air Demineral
1. Keadaan1.1 Bau - Tidak Berbau Tidak Berbau1.2 Rasa - Normal Normal1.3 Warna Unit PtCo Maks. 5 Maks. 52. pH - 6,0 - 8,5 5,0 – 7,53. Kekeruhan NTU Maks. 5 Maks. 54. Zat yang larut mg/L Maks 500 Maks 105. Zat Organik (angka KMnO4) mg/L Maks. 1,0 -6. Total Organik Karbon mg/L - Maks. 0,57. Nitrat (sebagai NO3) mg/L Maks. 45 -8. Nitrit (sebagai NO2) mg/L Maks. 0,005 -9. Amonium (NH4) mg/L Maks. 0,15 -10. Sulfat (SO4) mg/L Maks. 200 -11. Klorida (Cl) mg/L Maks. 250 -12. Fluorida (F) mg/L Maks. 1 -13. Sianida (CN) mg/L Maks. 0,05 -14. Besi (Fe) mg/L Maks. 0,1 -15. Mangan (Mn) mg/L Maks. 0,05 -16. Klor Bebas (Cl2) mg/L Maks. 0,1 -17. Kromium (Cr) mg/L Maks. 0,005 -18. Barium (Ba) mg/L Maks. 0,7 -19. Boron (B) mg/L Maks. 0,3 -20. Selenium (Se) mg/L Maks. 0,01 -21. Cemaran Logam21.1 Timbal (Pb) mg/L Maks. 0,005 Maks. 0,00521.2 Tembaga (Cu) mg/L Maks. 0,5 Maks. 0,521.3 Kadmium (Cd) mg/L Maks. 0,003 Maks. 0,00321.4 Raksa (Hg) mg/L Maks. 0,001 Maks. 0,00121.5 Perak (Ag) mg/L - Maks. 0,02521.6 Kobalt (Co) mg/L - Maks. 0,0122. Cemaran Arsen (As) mg/L Maks. 0,01 Maks. 0,0123. Cemaran Mikroba:23.1 Angka lempeng total awal *) Koloni/ml Maks. 1,0 X 102 Maks. 1,0 X 102
23.2 Angka lempengan total akhir *) Koloni/ml Maks. 1,0 X 105 Maks. 1,0 X 105
23.3 Bakteri bentuk coli APM/100 ml < 2 < 223.4 Salmonella - Negatif/100 ml Negatif/100 ml23.5 Pseudomonas aeruginosa Koloni/ml Nol NolKeterangan *) Di Pabrik **) Di Pasaran
Lampiran 11.
PROSEDUR OPERASI STANDAR SANITASI (SSOP)
AIR MINUM DALAM KEMASAN
Disusun oleh:
Nina Nurwiyana
BOGOR
2008
KATA PENGANTAR
Kegiatan sanitasi dalam suatu industri merupakan hal yang sangat krusial peranannya.Tanpa adanya kegiatan sanitasi, suatu proses dalam industri pangan akan berpotensi besar mengalami pencemaran atau kontaminasi. Penerapan GMP akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh pelaksanaan kegiatan sanitasi yang baik pula.
Buku panduan ini dibuat dalam rangka membuat pedoman cara melakukan sanitasi pada industri yang memproduksi AMDK. Buku ini berisi prosedur umum dalam melaksanakan kegiatan sanitasi di lingkungan industri AMDK. Dengan demikian, buku saku ini diharapkan dapat dijadikan panduan dalam melakukan kegiatan sanitasi di industri AMDK guna menciptakan lingkungan kerja yang higienis dan saniter, sehingga akan dihasilkan produk yang berkualitas dan memenuhi persyaratkan yang tercantum dalam SNI 01-3553-1996 dan SNI 01-3553-2006 tentang AMDK.
Penyusun sadar akan banyaknya kekurangan yang terdapat dalam buku saku ini. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan di masa yang akan datang.
Bogor, Januari 2008
Penyusun
SSOP AMDK
F. RUANG LINGKUP
SSOP merupakan prosedur rinci program sanitasi yang dilakukan di suatu industri pengolahan pangan, termasuk juga dalam industri AMDK Praktik sanitasi meliputi pembersihan, pengelolaan limbah, dan higiene pekerja yang terlibat.
Gambar 1. Praktik Sanitasi dalam GMP
SSOP menurut FDA (1995) harus meliputi 8 kunci pokok sebagai berikut:a) Keamanan air
Air yang digunakan untuk produksi dan air yang kontak langsung dengan makanan atau peralatan yang digunakan dalam proses produksi harus aman dan bersumber dari air yang bersih atau air yang mengalami proses perlakuan sehingga memenuhi standar mutu air. Sumber air yang tidak memenuhi standar mutu air akan memepengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Keamanan air ini berkaitan dengan pemisahan penggunaan air, yaitu untuk kegiatan produksi dan non-produksi. Kategori penggunaan air untuk kegiatan non produksi meliputi air untuk pre rinse, air untuk pembersihan dan sanitasi ruangan, serta air untuk pembersihan mobil. Sedangkan air untuk kegiatan produksi meliputi air yang diolah menjadi air produk, air produk yang digunakan dalam proses pencucian galon, air produk yang digunakan untuk pembersihan dan sanitasi mesin dan peralatan, serta air yang digunakan untuk kegiatan sanitary hand-wash.
b) Kebersihan permukaan yang kontak dengan produkSemua peralatan dan perlengkapan yang berhubungan langsung dengan bahan pangan harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan, tidak toksik dan tidak mudah terkikis. Semua peralatan terbuat dari stainless steel atau bahan yang inert untuk mencegah cemaran fisik dari korosi logam peralatan produksi.
c) Pencegahan kontaminasi silangKontaminasi silang dapat disebabkan oleh pekerja, bahan pengemas, dan permukaan yang kontak dengan produk. Pengetahuan personel tentang kontaminasi silang, pemisahan bahan mentah dan produk, perancangan pabrik/tata letak yang baik, pemisahan dan perlindungan produk selama penyimpanan yang benar, serta jaminan pembersihan dan
KEBERSIHAN
PENGELOLAAN LIMBAH
SANITASI
PEMBERSIHAN
sanitasi daerah penanganan dan pengolahan serta peralatan dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang terhadap produk.
d) Kebersihan personelPersonel adalah sumber mikroba (alami maupun sementara) pada tangan, dari bagian tubuh lainnya (rambut dsb), dan dari saluran pernafasan serta sumber cemaran fisik (perhiasan, alat tulis, dsb). Perilaku yang bersih dan sehat dari personel sangat menunjang kebersihan produk yang dihasilkan. Kebersihan personel dapat dipantau dengan penjaminan fasilitas kebersihan personel yang meliputi jaminan kelengkapan dan kondisi kebersihan fasilitas cuci tangan, sanitasi tangan, dan toilet. Selain itu, pemantauan juga dilakukan terhadap kebersihan tubuh personel, seperti kebersihan kuku, rambut, cambang, dan kumis.
e) Pencegahan dari adulterasiAdulterasi dapat terjadi akibat tercampurnya bahan-bahan non pangan ke dalam produk atau permukaan yang kontak dengan produk. Bahan-bahan non pangan yang dimaksud di antaranya adalah cemaran mikrobiologi, kimia, dan fisik termasuk pelumas, bahan bakar, pestisida, senyawa pembersih, sanitaiser, kondensat, dan cipratan dari lantai.
f) Pelabelan dan penyimpanan yang tepatKomponen yang toksik harus dalam kemasan yang tertutup rapat dan terpisah penempatannya dari peralatan produksi dan produk akhir. Pada pelabelan harus dapat menjelaskan tentang produk yang dikemas didalamnya.
g) Pengendalian kesehatan personelKesehatan personel senantiasa dipantau dan dikendalikan agar tidak menjadi sumber kontaminasi bagi produk, bahan kemasan atau permukaan yang kontak dengan produk. Bentuk pengendalian kesehatan personel adalah dengan mengadakan pemeriksaan rutin terhadap kesehatan personel.
h) Pemberantasan hama Ruang produksi harus didesain sedemikian rupa sehingga bebas dari hama pabrik.
Di dalam SSOP harus memuat :a) Area dari peralatan yang harus dibersihkanb) Personalia yang harus bertangung jawab terhadap pekerjaan tersebutc) Prosedur dan frekuensi pembersihand) Program pemantauane) Bahan kimia yang diperlukan
Peralatan dapat disanitasi dengan cara COP (Clean Out of Place) atau CIP (Clean in Place). COP yaitu proses sanitasi perlatan yang dilakukan diluar dengan melepas dan membongkar alat-alat yang digunakan, sedangkan CIP (Clean in Place) yaitu cara pembersihan dan sanitasi yang dilakukan tanpa melepas dan membongkar alat-alat yang digunakan.
Untuk COP prosedur pembersihan dan sanitasi harus mencakup:a) Identifikasi peralatanb) Prosedur pembongkaran perlatan dan pemasangan kembalic) Identifikasi area peralatan yang perlu mendapat perhatiand) Metode pembersihan, sanitasi dan pembilasan.
Untuk peralatan yang dibersihkan dengan CIP, prosedur pembersihan dan sanitasi harus memuat :a) Identifikasi line dimana peralatan tersebuat beradab) Instruksi CIPc) Metode Pembersihan, Sanitasi dan Pembilasan.
G. PROSEDUR UMUM SSOP AMDK
1. Keamanan Air• Pastikan antara saluran air untuk kegiatan produksi dan non produksi terpisah
• Gunakan air untuk kegiatan produksi hanya untuk kegiatan-kegiatan yang terkait
dengan kegiatan produksi, seperti air yang diolah menjadi air produk, air produk
yang digunakan dalam proses pencucian galon, air produk yang digunakan untuk
pembersihan dan sanitasi mesin dan peralatan, serta air yang digunakan untuk
kegiatan sanitary hand-wash.
• Gunakan air untuk kegiatan non produksi hanya untuk kegiatan-kegiatan yang terkait
dengan kegiatan non produksi, seperti air untuk pre rinse, air untuk pembersihan dan
sanitasi ruangan, serta air untuk pembersihan mobil
2. Kebersihan permukaan yang kontak dengan produk• Semua peralatan dan perlengkapan yang kontak langsung dengan produk harus
didisain dan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak toksik, tidak korosif,
tidak menyerap, inert, dan tidak mudah rusak (terkikis)
• Peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan produk harus dibersihkan dengan
metode pembersihan yang efektif setiap setelah selesai produksi atau pada waktu-
waktu yang telah ditentukan untuk mencegah terjadinya tumpukan biofilm
• Pembersihan dan sanitasi yang menggunakan cleaning compounds dan sanitizing
agent , jenis dan konsentrasinya harus sesuai dengan produk, food compatible, serta
tidak beracun
• Penempatan peralatan yang kontak langsung dengan produk diatur dan didisain
sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam kegiatan pembersihan dan sanitasi di
dalam ruangan
3. Pencegahan kontaminasi silang• Pencegahan Kontaminasi Silang dari Personel
Bersihkan dan lakukan sanitasi pada tangan, sarung tangan, dan seragam khusus
personel sebelum masuk ke area yang membutuhkan tingkat higienitas tinggi,
sedang, maupun rendah
Perlengkapan personel seperti sarung tangan, seragam khusus untuk memasuki
area yang membutuhkan tingkat higienitas tinggi, sedang, maupun rendah hanya
boleh dikenakan di area tersebut dan dilepas jika akan meninggalkan area
tersebut untuk menghindarkan kontaminasi dari luar
Personel yang tidak menggunakan perlengkapan khusus memasuki area yang
membutuhkan tingkat higienitas tinggi, sedang, maupun rendah serta personel
yang tidak berkepentingan dilarang keras memasuki area tersebut secara
sembarang
Personel harus memastikan kebersihan kondisi tangan dan bagian tubuh lainnya
serta semua yang dikenakan sebelum memasuki area yang membutuhkan tingkat
higienitas tinggi, sedang, maupun rendah
• Pencegahan Kontaminasi Silang dari Bahan Mentah
Penanganan bahan mentah harus benar-benar terpisah dari produk
Saluran pipa untuk bahan mentah, produk, dan limbah sisa pencucian galon dan
peralatan harus terpisah sempurna dan tertutup serta menggunakan pipa
bertekanan
• Pencegahan Kontaminasi Silang dari Bahan Pengemas
Bahan pengemas (galon) yang akan digunakan untuk mengemas produk harus
dibersihkan terlebih dahulu dan ditempatkan di area khusus yang terpisah dari
produk
Setelah dibersihkan, galon harus dipindahkan secara saniter dan ditempatkan di
area yang saniter pula sambil menunggu digunakan untuk mengemas produk
agar terhindar dari kontaminan yang mungkin menempel selama waktu
menunggu
Tutup galon dan segel yang akan digunakan harus disimpan di tempat yang
saniter dan tertutup untuk menghindari kontaminan
• Pencegahan Kontaminasi Silang dari Permukaan yang Kontak dengan Produk
Semua permukaan peralatan dan perlengkapan yang kontak langsung dengan
produk harus disanitasi dan dibersihkan secara berkala untuk menjamin bebas
dari kontaminasi
Metode pembersihan dan sanitasi disesuaikan dengan jenis dan disain peralatan
atau perlengkapan yang digunakan
4. Kebersihan personel
• Fasilitas Cuci Tangan dan Sanitasi Tangan
Fasilitas cuci tangan dan sanitasi tangan harus selalu dibersihkan secara rutin
Menjamin kelengkapan dan kondisi fasilitas cuci tangan dan sanitasi tangan
Menyediakan alat pengering tangan yang terjaga kehigienisannya
• Kebersihan tubuh personel
Personel mempunyai kuku yang bersih
Personel tidak berkuku panjang
Personel tidak berjambang dan berkumis
Personel tidak boleh menggunakan cat kuku
5. Pencegahan dari adulterasi
• Lindungi bahan baku, peralatan yang kontak dengan produk, kemasan, dan produk
akhir dari cemaran mikrobiologi, maupun cemaran kimia dan fisik, seperti tetesan,
aliran, dan cipratan bahan-bahan penyebab adulterasi (termasuk pelumas, bahan
bakar, pestisida, senyawa pembersih, sanitaiser, kondensat, dll.)
• Buang bahan mentah yang terkena cemaran mikrobiologi, kimia maupun fisik. Jika
memungkinkan diberi perlakuan yang dapat menghilangkan cemaran-cemaran
tersebut
• Bersihkan semua peralatan yang kontak dengan produk jika terdapat cemaran hingga
tingkat yang dapat diterima untuk proses produksi
• Buang produk yang jelas diketahui telah tercemar oleh bahan-bahan penyebab
adulterasi
• Periksa kondisi semua klep, sambungan, kran, penutup, dan semua saluran yang
memungkinkan terjadinya peristiwa adulterasi
• Pastikan bahwa klep, sambungan, kran, penutup, dan semua saluran yang
memungkinkan terjadinya peristiwa adulterasi terpasang/tertutup dengan sempurna
dan tidak terjadi kebocoran
• Segera memperbaiki klep, sambungan, kran, dan semua saluran yang memungkinkan
terjadinya peristiwa adulterasi jika terjadi kebocoran/kerusakan dan menghentikan
sementara proses produksi
6. Pelabelan dan penyimpanan yang tepat
• Simpan bahan kimia yang toksik atau berbahaya dalam kemasan yang tertutup rapat
dan terpisah penempatannya dari peralatan produksi dan produk akhir
• Beri label yang jelas serta mudah dibaca dan dimengerti oleh setiap personel pada
setiap bahan kimia yang bersifat toksik atau berbahaya
• Simpan bahan-bahan kimia tersebut di tempat khusus yang terpisah dari bahan
pangan serta diberi petunjuk pemakaian yang jelas
• Simpan bahan-bahan kimia dalam kelompok yang sama baik jenis maupun sifatnya
• Atur penempatan bahan-bahan tersebut dalam posisi yang mudah dicapai dan tidak
membahayakan personel
7. Pengendalian kesehatan personel
• Personel yang berada dalam keadaan sakit atau luka yang dapat menjadi sumber
kontaminasi pada proses pengolahan, bahan kemasan, permukaan yang kontak
dengan produk, dan produk akhir, tidak diperkenankan memasuki area higienis (high,
medium, dan low) sampai kondisinya kembali normal
• Personel melaporkan ke supevisor atau Manajer Umum perihal sakit atau luka yang
dideritanya
• Manajer Umum memastikan keadaan personel bersangkutan dengan meminta bukti
surat keterangan dokter atau pemeriksaan langsung ke dokter. Jika terbukti sakit/luka
yang diderita personel berpotensi mengkontaminasi produk, maka personel
bersangkutan tidak akan dilibatkan dalam proses produksi sampai kondisinya pulih
• Mengadakan pemeriksaan rutin terhadap personel untuk mengontro/mengendalikan
kesehatan personel (bekerja sama dengan klinik/RS)
• Melakukan pencatatan dan dokumentasi setiap pemeriksaan kesehatan personel
• Membuat riwayat kesehatan setiap personel dan mendokumentasikannya
8. Pemberantasan hama
• Lokasi Penyimpanan Peralatan dan Tempat Sampah
Simpan semua peralatan untuk membantu kegiatan produksi di tempat yang
mudah dijangkau serta teratur penempatannya agar tidak menjadi sarang hama
Bersihkan terlebih dahulu semua peralatan sebelum disimpan agar tidak menjadi
tempat hidup dan sumber makanan bagi hama
Bersihkan dan cek kondisi tempat penyimpanan peralatan secara rutin
Gunakan tempat sampah yang memiliki tutup untuk menghindari masuknya
binatang atau serangga ke dalamnya
Bersihkan tempat sampah setiap hari (minimal 1 kali sehari) dan tidak dibiarkan
sampai menumpuk atau melebihi kapasitas tampungnya
Letakkan tempat sampah di tempat yang kering, mudah dijangkau dan tidak
mengganggu pergerakan personel
• Pembersihan Lantai, Dinding, dan Langit-langit
Konstruksi lantai, dinding, dan langit-langit harus terbuat dari bahan yang tahan
lama, kedap air, dicat dengan warna terang serta mudah dibersihkan
Dinding dan langit-langit harus rutin dibersihkan dan bebas dari sarang serangga
Bagian yang sulit dibersihkan, seperti sudut antara dua sisi dinding atau antara
dinding dan lantai harus dibersihkan secara cermat
Lantai, dinding, dan langit-langit harus bebas dari celah dan keretakan untuk
menghindarkan dijadikan sarang binatang dan serangga
Dinding dan langit-langit harus rapat (tidak berlubang)
Lantai dan dinding harus bebas dari genangan air atau cairan lainnya dan
dikeringkan setiap selesai kegiatan produksi
• Konstruksi dan Pembersihan Pintu dan Jendela
Pintu dan jendela yang memilki celah harus selalu dijaga dari kemungkinan
masuknya hama dari luar
Pasang kawat kassa terutama untuk pintu dan jendela yang langsung
berhubungan dengan halaman luar
Bersihkan pintu dan jendela dari kotoran dan sarang serangga
Pelihara dan lindungi pintu dan jendela dengan memberi cat anti serangga secara
berkala
• Tata Letak dan Penempatan Peralatan/Perlengkapan dan Material
Tata letak dan penempatan peralatan/perlengkapan dan material di dalam pabrik
harus dapat menjamin semua bagian pabrik terjangkau dan mudah untuk
disanitasi
Buat jarak yang memadai antara dinding dan rak (wall clearance), dan bagian
bawah rak dengan lantai untuk memudahkan pembersihan dan pengecekan
Barang-barang "bersih" yang berhubungan dengan produk harus disimpan
terpisah dari barang "kotor" yang tidak ada hubungannya dengan produk
Saluran drainase dan perpipaan selalu dibersihkan dan dicek kondisinya
• Pembersihan Bagian Luar Pabrik
Tanah pekarangan pabrik harus cukup landai untuk memungkinkan drainase
yang memadai dan mencegah terjadinya sarang serangga dan binatang melata
Melakukan sanitasi mingguan terhadap kondisi di sekitar pabrik seperti lorong
dan halaman pabrik untuk memastikan tidak adanya sarang binatang dan
serangga
Hindarkan penumpukan botol afkir, barang rongsokan, peralatan yang sudah tua
dan tidak dipakai lagi guna mencegah munculnya sarang binatang pengerat,
serangga, dan hama di luar gedung
Bersihkan tanaman liar yang tumbuh di sekitar lingkungan pabrik untuk
menghindari dijadikan sarang binatang melata
Tabel Contoh Frekuensi Pelaksanaan Kegiatan Pembersihan dan Sanitasi
No. Area / Unit Pembersihan dan Sanitasi Frekuensi1. Bak penampungan air baku Bulanan2. Tangki penampungan air baku Mingguan 3. Mesin dan peralatan Harian dan/atau mingguan 4. Penggantian pasir silika pada sand filter 1 tahun/sesuai kebutuhan5. Backwash sand filter Mingguan/sesuai kebutuhan6. Penggantian karbon pada carbon filter 1 tahun/sesuai kebutuhan7. Backwash carbon filter Mingguan/sesuai kebutuhan8. Penggantian catridge filter 2 mingguan/sesuai kebutuhan9. Pembersihan lantai area pabrik Harian 10. Pembersihan dinding dan atap area pabrik Mingguan 11. Sterilisasi Ultraviolet ruang pengisian Harian
Recommended