View
232
Download
10
Category
Preview:
Citation preview
PERANG BADARTatkala yang Lemah
Memenangkan Pertempuran
A. Sadikin
Laporan Edisi 11 / Agustus 2017
ABOUT US
Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.
Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami,
kirimkan e-mail ke:
lk.syamina@gmail.com
Seluruh laporan kami bisa didownload di website:
www.syamina.org
SYAMINA
SYAMINA Edisi 11 / Agustus 2017
3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI — 3
EXECUTIVE SUMMARY — 4
PERANG BADAR: Tatkala yang Lemah Memenangkan Pertempuran — 7Izin Perang Untuk Mempertahankan Diri — 7
Faktor Penyebab Perang Badar — 9
Perselisihan Di Pihak Quraisy — 15
Strategi Pasukan Islam — 16
Saad Bin Muadz Mengusulkan Mendirikan Markas Komando — 18
Berita Kekalahan Musyrik Quraisy Mengguncang Mekah — 21
Madinah Menerima Kabar Kemenangan — 22
Pasukan Islam Pulang Ke Madinah — 22
Masalah Tawanan — 24
Al-Quran Bercerita Tentang Perang Badar — 25
Kesimpulan — 26
SYAMINAEdisi 11 / Agustus 2017
4
Sejarah Islam memiliki cerita pertempuran yang hebat dan kemenangan
perdana yang memesona atas musuh mereka. Sejarah tak terbantahkan yang
paling terkenal dari pertempuran ini adalah Perang Badar, yang berlangsung
di sebuah oasis barat daya Madinah pada tahun 2 H atau 624 M.
Pada tahun 622 M, Nabi Muhammad beserta sekitar seratus orang pengikutnya
pergi meninggalkan Mekah untuk menghindarkan diri dari gangguan dan penyiksaan
Musyrik Quraisy. Mereka menuju Yatsrib yang terletak di utara Mekah. Akan tetapi,
hal itu tidak membuat Musyrik Quraisy berdiam diri. Harta orang-orang Muslim yang
masih berada di Mekah mereka rampas, bahkan Musyrik Quraisy gencar melakukan
ancaman dan rencana penyerangan. Dalam kondisi seperti inilah, Allah mengizinkan
orang-orang Muslim berperang untuk mempertahankan diri dari musuh-musuh
yang mengancam mereka.
Setelah turunnya izin berperang, tidak serta-merta Nabi Muhammad
mengadakan peperangan terhadap Musyrik Quraisy yang saat itu masih sangat
kuat. Langkah pertama yang Nabi Muhammad lakukan adalah menguasai jalur
perdagangan Musyrik Quraisy antara Mekah dan Syam (mengganggu perekonomian
Quraisy).
Perang Badar terjadi karena Nabi Muhammad mengetahui kabar adanya
kafilah dagang Quraisy yang akan kembali dari Syam. Sebagaimana tradisi Quraisy
sebelumnya pada setiap musim gugur, di tahun 623 M (2 H) kafilah dagang tahunan
Quraisy berangkat dari Mekah menuju Syam. Rute yang biasa ditempuh yaitu
sepanjang pantai Laut Merah melintasi sekitar 80 mil timur Madinah. Kafilah
dagang musim gugur 624 tersebut terdiri dari 1.000 ekor unta yang sarat dengan
barang-barang perdagangan yang mahal. Diperkirakan nilai kafilah dagang tersebut
mencapai 50 ribu dinar (sekitar 105 miliar rupiah). Kafilah tersebut berada di bawah
komando Abu Sufyan bin Harb, seorang pedagang penting yang merupakan salah
satu pemimpin oposisi terhadap Nabi Muhammad dan seorang perwira militer
berpengalaman yang memimpin kavaleri Mekah. Karavan itu diiringi penjaga empat
puluh orang.
Nabi Muhammad pun dengan cermat merencanakan operasi ini agar meraih
keberhasilan. Untuk itu, beliau mengutus tim pengintai dan intelijen guna
EXECUTIVE SUMMARY
SYAMINA Edisi 11 / Agustus 2017
5
mengumpulkan informasi yang diperlukan. Selanjutnya, beliau pun memerintahkan
para sahabat—yang jumlahnya sekitar sekitar tiga ratusan personil—untuk berangkat.
Abu Sufyan sebagai seorang yang berpengalaman mengambil sikap waspada.
Saat mendekati daerah Hijaz, Abu Sufyan mengirim seorang pengintai ke depan
untuk mengintip rute di depan dan untuk mengetahui aktivitas pasukan Islam.
Tatkala mengetahui adanya gerakan pasukan Islam, ia pun memutuskan berbelok
melewati rute tepi pantai, selain juga ia memutuskan untuk mengirim seorang
pengendara unta untuk memberikan peringatan dan meminta agar orang-orang
Mekah memobilisasi pasukan besar untuk mencegah serangan Nabi Muhammad.
Berita yang diterima oleh Musyrik Quraisy ibarat petir yang menyambar mereka.
Oleh sebab itu, pasukan Quraisy segera bergerak dan berusaha mengerahkan segala
kemampuan mereka. Dari sana, terhimpunlah sekitar seribu personil. Hampir semua
pemuka terlibat dalam pasukan tersebut.
Saat tiba di lembah Zufran, pasukan Islam mendengar bahwa kafilah Abu Sufyan
berhasil lolos dari kejaran, sementara pasukan Quraisy telah bersiap berperang. Di
sinilah keimanan pasukan Islam diuji dan ketaatan mereka kepada Nabi Muhammad
dinilai. Menghadapi hal itu, beliau pun melakukan musyawarah dengan para
sahabatnya dari golongan Muhajirin dan terkhusus dari kalangan Anshar. Keputusan
bulat mereka yakni menghadapi pasukan Musyrik Quraisy.
Tempat pertempuran tersebut yaitu Badar. Pada pagi 17 Ramadhan, Nabi
Muhammad mengatur pasukannya sebagaimana barisan perang. Ini merupakan
siasat baru dalam peperangan yang bertentangan dengan kebiasaan orang-orang
Arab. Sementara pasukan Musyrik Quraisy masih menerapkan formasi konvensional.
Peperangan diawali dengan dual satu lawan satu. Di pihak Musyrik Quraisy,
majulah Utbah bin Rabiah, Walid, dan Syaibah. Sementara dari pasukan Islam
tampillah Hamzah, Ali, dan Ubaidah bin Harits. Hasilnya, pihak Islam berhasil
mengalahkan musuh mereka. Setelah itu, terjadilah pertempuran jarak dekat antara
kedua pasukan.
Dengan izin dan pertolongan Allah, perang pada akhirnya dimenangkan oleh
pasukan Islam. Pasukan Musyrik Quraisy banyak menderita kerugian. Tujuh puluh
orang di antara mereka terbunuh dan tujuh puluhan lagi tertawan, yang kebanyakan
mereka justru terdiri dari para pemuka dan pemimpin mereka. Sementara korban
dari pihak Islam berjumlah empat belas orang, yang terdiiri dari enam orang kaum
Muhajirin dan delapan orang dari kaum Anshar.
Penduduk Mekah sangat shock mendengar berita kekalahan tersebut. Hal itu
menimbulkan efek buruk terhadap kondisi mereka. Bahkan mereka melarang orang-
orang yang keluarganya terbunuh di Badar untuk meratapi mereka. Sementara
penduduk Madinah langsung mengekspresikan kemenangan pasukan Islam dengan
melantunkan takbir dan tahlil di mana-mana, sehingga bergemalah di Madinah suara
takbir dan tahlil. Kemenangan pasukan Islam di Badar merupakan kemenangan
politik strategis yang pertama dan terutama bagi umat Islam. Apalagi tidak lama
berselang dari kemenangan tersebut, hadirlah momen paling mengesankan yaitu
SYAMINAEdisi 11 / Agustus 2017
6
Idul Fitri pertama yang dijalani umat Islam pada tahun 624 M, yang bertepatan
setelah mereka memperoleh kemenangan yang gemilang dalam perang Badar.
Spirit utama Perang Badar adalah keberhasilan kelompok yang lemah
mengalahkan kelompok yang kuat dan perkasa melalui nikmat atau keputusan
ilahi. Sejarah tentang Perang Badar sangat mirip dengan kisah salah seorang nabi
Bani Israil, Daud, yang berhasil mengalahkan Jalut. Perang Badar menegaskan
bahwa kekuatan keilahian lebih besar daripada kekuatan duniawi manapun, yang
disampaikan melalui kisah kemenangan yang menakjubkan. Orang-orang beriman
yang berperang demi Tuhan, terlepas dari siapa pun musuh yang melawan mereka,
dapat mengalahkan orang-orang yang berperang untuk tujuan lain, baik itu demi
tujuan: bangsa, ras, kepercayaan yang keliru, harta rampasan, atau penaklukan yang
brutal. Perang Badar juga secara fundamental mengubah sifat identitas komunal di
kalangan umat Islam
SYAMINA Edisi 11 / Agustus 2017
7
“Ya Allah! Penuhilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah!
Datangkanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah! Jika binasa
pasukan umat Islam ini, niscaya Engkau tidak akan disembah di muka bumi”1
Doa Nabi Muhammad n saat perang Badar berkecamuk
Sejarah Islam memiliki cerita pertempuran yang hebat dan kemenangan perdana
yang memesona atas musuh mereka. Sejarah tak terbantahkan yang paling terkenal
dari pertempuran ini adalah Perang Badar, yang berlangsung di sebuah oasis barat
daya Madinah pada tahun 2 H atau 624 M. Pada kesempatan ini, Nabi Muhammad
memimpin sebuah pasukan kecil dan kurang lengkap yang terdiri dari sekitar tiga
ratus orang Muslim melawan tentara yang lebih unggul; baik dari jumlah—sekitar
seribu personil—maupun persiapan, yaitu pasukan Musyrik Quraisy. Dalam perang
tersebut, tentara kecil Nabi Muhammad yang beriman berhasil mengalahkan orang-
orang kafir dengan bantuan Allah kemudian malaikat-malaikat-Nya.
IZIN PERANG UNTUK MEMPERTAHANKAN DIRIPada tahun 622 M, Nabi Muhammad beserta sekitar seratus orang pengikutnya
pergi meninggalkan Mekah untuk menghindarkan diri dari gangguan dan penyiksaan
Musyrik Quraisy. Mereka menuju Yatsrib yang terletak di utara Mekah2. Peristiwa
ini dikenal dalam sejarah Islam dengan Hijrah, dan ini sekaligus sebagai tanda
dimulainya perhitungan tahun dalam kalender Islam. Tidak lama berselang, Yatsrib
kemudian berganti nama menjadi Madinatun Nabi, ‘Kota Nabi’, yang lebih dikenal
dengan Madinah.
Orang-orang Muslim, kelompok demi kelompok, pergi meninggalkan Mekah
untuk melakukan perjalanan sulit melewati panasnya gurun pasir untuk menuju
Madinah. Umumnya hal itu mereka lakukan dengan sembunyi sembunyi. Hanya
1 HR. Muslim, no hadits. 1763.2 Lihat, Muhammad Suhail Thaqus, At-Tarikh Al-Islami: Al-Wajiz, (Beirut: Darun Nafais, 2011), hlm. 46-47.
PERANG BADARTatkala yang Lemah
Memenangkan Pertempuran
SYAMINAEdisi 11 / Agustus 2017
8
sedikit dari mereka yang melakukannya dengan terang-terangan, seperti Umar bin
Khatab. Mereka hanya membawa barang seperlunya yang mereka masukkan dalam
kain yang difungsikan sebagai tas mereka, beserta unta atau kuda yang menjadi
tunggangan mereka. Sementara rumah dan harta lainnya, mereka tinggalkan begitu
saja. Tidak hanya itu, mereka terkadang harus meninggalkan keluarganya bahkan
anak dan istrinya. Malah ada di antara mereka yang terancam jiwanya3.
Dalam terminologi Islam, mereka yang berhijrah dari Mekah ke Madinah pada
peristiwa itu disebut Muhajirin. Sementara orang-orang Islam yang berasal dari
Madinah dan menyambut saudara-saudara mereka seiman dari Mekah dinamakan
Anshar.
Di Madinah, Nabi Muhammad mempersaudarakan antara orang-orang
Muhajiran—yang ketika itu tidak memiliki apa-apa—dengan Anshar. Selama orang-
orang Muhajirin berusaha mencari mata pencaharian mereka, orang-orang Anshar
dengan suka rela berbagi makanan, harta, dan tempat tinggal dengan orang-orang
Muhajirin.
Meski Nabi Muhammad serta orang-orang Muslim telah berhijrah ke Madinah
dan mulai mapan tinggal di sana, namun hal itu tidak membuat Musyrik Quraisy
berdiam diri. Harta mereka yang masih berada di Mekah dirampas, bahkan Musyrik
Quraisy gencar melakukan ancaman dan rencana penyerangan. Dalam kondisi seperti
inilah, Allah mengizinkan orang-orang Muslim berperang untuk mempertahankan
diri dari musuh-musuh yang mengancam mereka.4
Setelah turunnya izin berperang tersebut, tidak serta merta Nabi Muhammad
mengadakan peperangan terhadap Musyrik Quraisy yang saat itu masih sangat
kuat. Langkah pertama yang Nabi Muhammad lakukan adalah menguasai jalur
perdagangan Musyrik Quraisy antara Mekah dan Syam (mengganggu perekonomian
Quraisy). Untuk itu, Nabi Muhammad melakukan dua tindakan strategis: pertama,
mengadakan perjanjian dengan suku-suku di sekitar jalur perdagangan tersebut dan
tidak mengganggu mereka; kedua, membentuk dan mengirim tim-tim patroli yang
bertugas mengintai dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya serangan musuh,
juga untuk mengetahui seluk beluk jalan keluar kota Madinah atau jalan menuju
Mekah5. Sebelum terjadi Perang Badar, Nabi Muhammad juga telah beberapa kali
mengirim tim ekspedisi baik yang beliau pimpin langsung maupun yang dipimpin
sahabat yang yang ditunjuknya6.
3 Lihat Ibnu Hisyam, As-Sirah An-Nabawiyyah, (Mesir: Maktabah Musthafa Al-Babi Al-Halabi, 1955), vol. I, hlm. 468.4 Ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang ini tercantum dalam QS. Al-Hajj ayat 39, yang berbunyi, "Telah diizinkan
(berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya, dan sesungguhnya Allah, benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu”
5 ShafiyurrahmanAl-Mubarakfuri,Ar-Rahiq Al-Makhtum, (Damaskus: Darul ‘Ashma`, 1427 H), hlm. 136-137.6 Ibid, hlm. 137-141.
SYAMINA Edisi 11 / Agustus 2017
9
Waktu MisiKekuatan
MusuhKekuatan
MuslimKomandan Hasil
Juli 622 M HijrahJanuari 623 Sif Al-Bahr:
Quraisy200 30 Hamzah Tanpa
peperanganFebruari 623 Rabigh:
QuraisyTidak
diketahui60-80 Ubaidah Tanpa
peperanganMaret 623 Al-Kharrar:
Quraisy- 8-20 Saad bin Abi
WaqqasTidak terjadi kontak
Juli 623 Buwat:Quraisy
100 200 Nabi Muhammad
Tidak terjadi kontak
Agustus 623 Al-Abwa:Quraisy
- 60 Nabi Muhammad
Tidak terjadi kontak
Agustus 623 Al-Usyairah:Quraisy
- 150-200 Nabi Muhammad
Tidak terjadi kontak
Agustus 623 Safwan:Kurz bin Jabir
Tidak diketahui
150-200 Nabi Muhammad
Gagal
Oktober 623 Nakhlah:Quraisy
4 8-12 Abdullah bin Jahsy
menang
Tabel: Ekspedisi Nabi Muhammad dan sahabatnya sebelum Perang Badar
FAKTOR PENYEBAB PERANG BADAR Saat Nabi Muhammad dan umat Islam melakukan hijrah ke Madinah, mereka
pun segera membentuk negara mereka yang baru di tengah-tengah berbagai macam
bahaya, terkhusus tekanan terus-menerus yang dilancarkan kekuatan Musyrik
Quraisy. Kekuatan inilah yang berusaha menyatukan bangsa Arab seluruhnya
untuk menghancurkan negara Islam yang baru lahir di Madinah. Dalam situasi
dan kondisi seperti itulah Allah memberi izin kepada umat Islam untuk berperang
guna menghancurkan kebatilan dan menegakkan syiar-syiar Islam. Dalam
mengaplikasikannya, Nabi Muhammad menjalankan politik perang yang sangat
bijaksana yang dibangun atas dasar pelemahan kekuatan ekonomi Quraisy dengan
menyerang kafilah dagang mereka yang berangkat menuju dan kembali dari Syam.7
Perang Badar8 terjadi karena Nabi Muhammad mengetahui kabar adanya
kafilah dagang Quraisy yang akan kembali dari Syam. Sebagaimana tradisi Quraisy
sebelumnya pada setiap musim gugur, di tahun 623 M (2 H) kafilah dagang tahunan
Quraish berangkat dari Mekah menuju Syam. Rute yang biasa ditempuh yaitu
sepanjang pantai Laut Merah melintasi sekitar 80 mil timur Madinah. Ada dua
kafilah dagang besar penduduk Mekah dalam setahun; satu di musim gugur ke Syam
7 Baca Ghazwah Badr Al-Kubra – Yaum Al-Furqan di http://islammemo.cc/2003/11/12/1319.html[diaksespada21/07/2017]8 Badar adalah suatu lokasi yang berada di Barat Daya kota Madinah. Jaraknya dengan Madinah berdasarkan rute yang
ditempuhNabiMuhammaddanparasahabatnyasaat ituyaitusekitar257,5km(160mil).AdapunjikadilihatdariarahMekah,BadarberadadisebelahUtara.Jarakkeduanyapadasaatituyaitusekitar402,3km(250mil).Sementarahariinijarak antara Madinah dan Badar sekitar 153 km, sedangkan jaraknya dengan Mekah sekitar 343 km.
SYAMINAEdisi 11 / Agustus 2017
10
dan yang lainnya di musim semi ke Irak. Ini adalah peristiwa komersial utama yang
menghasilkan sebagian besar pendapatan tahunan penduduk Mekah. Hampir semua
orang di Mekah menitipkan modalnya dalam kafilah itu. Kafilah dagang musim
gugur 624 tersebut terdiri dari seribu ekor unta yang sarat dengan barang-barang
perdagangan yang mahal. Diperkirakan nilai kafilah dagang tersebut mencapai 50.000
dinar (sekitar 105 Milyar rupiah). Kafilah tersebut berada di bawah komando Abu
Sufyan bin Harb, seorang pedagang penting yang merupakan salah satu pemimpin
oposisi terhadap Nabi Muhammad dan seorang perwira militer berpengalaman yang
memimpin kavaleri Mekah. Karavan itu diiringi penjaga empat puluh orang. Nabi
Muhammad pun merencanakan untuk merebut barang perniagaan yang dibawa
kafilah tersebut sebagai ganti harta umat Islam yang masih tertinggal di Mekah dan
dirampas paksa oleh kafir Quraisy.
Sebenarnya, Nabi Muhammad telah menargetkan kafilah yang diketuai Abu
Sufyan tersebut tatkala beliau mendengar berita keberangkatannya dari Mekah
menuju Syam9. Sekitar Jumadil Awal dan Jumadil Akhir tahun 2 Hijriah10, Nabi
Muhammad berangkat dengan kekuatan 150 sahabat beliau yang terdiri dari
golongan Muhajirin untuk tujuan tersebut. Jumlah kendaraan yang digunakan Nabi
Muhammad tatkala itu yaitu 30 unta. Tetapi manakala beliau bersama sahabatnya
tiba di Dzul ‘Asyirah, mereka mendapati bahwa kafilah dagang Quraisy tersebut telah
berhasil meloloskan diri dari jangkaun mereka11. Lantaran kegagalan inilah yang
mendorong Nabi Muhammad untuk kembali menargetkannya kembali saat pulang
dari Syam kelak.
Mengambil pelajaran dari kegagalan pertama, Nabi Muhammad pun dengan
cermat merencanakan operasi ini agar meraih keberhasilan. Untuk itu, beliau
mengutus Thalhah bin Ubaidillah dan Said bin Zaid guna memastikan kabar tersebut.
Sementara untuk mengumpulkan informasi detail tentang kafilah tersebut, terkhusus
terkait informasi jumlah kekuatan dan rute yang akan mereka tempuh, beliau
mengutus Basbas bin ‘Amr. Dari informasi yang diperoleh, kekuatan yang mengawal
kafilah tersebut hanya 40 orang, dan rute yang akan ditempuh sebagaimana rute
yang biasa dilalui kafilah dagang Quraisy saat kembali dari Syam.
Setelah mengetahui informasi tersebut, Nabi Muhammad memerintahkan para
sahabat untuk berangkat. Untuk tujuan tersebut, Nabi Muhammad memotivasi para
sahabatnya dengan berkata, “Sesungguhnya rombongan ini adalah kafilah dagang
Quraisy yang membawa harta mereka. Hadanglah mereka, mudah-mudahan Allah
memberikannya kepada kalian.” Mereka berangkat tergesa-gesa tanpa menunggu
penduduk Awali yang sudah siap-siap ikut berangkat, supaya tidak terluput dari
mereka kafilah dagang Quraisy tersebut. Pasukan Islam berangkat ke Badar dengan
kekuatan 313 orang; terdiri dari 82 orang Muhajirin dan selebihnya kaum Anshar (61
9 DalampandanganpenulisBarat,NabiMuhammadmemiliki intelijenyangsangatbaikdiMekah,yaituAbbasbinAbdulMuthalib, salah satu paman beliau. Ia adalah seorang bankir penting diMekah. Dia selalu berhubungan dengan NabiMuhammad dengan suratnya. Keterlibatan Abbas dalam urusan komersial kota Mekah membuatnya menjadi agen yangsangatbaikdalamhalmelaporkaninformasipolitikdankomersialpentingkepadaNabiMuhammad.Abbasberadadalamposisiuntukmenyediakanrute,tanggaldanwaktukeberangkatanyangtepat,informasiyangmemungkinkanNabiMuhammadmemindahkanpasukannyaketempatyangcukupbanyakuntukmenyergapkafilahtersebut.LihatRichardA.Gabriel, Muhammad: Islam`s First Great General, (Norman: University of Oklahama, 2007), hal. 87.
10 Ibnu Hisyam, As-Sirah An-Nabawiyyah, vol. I, hlm. 598.11 Al-Waqidi, Al-Maghazi, (Beirut: Dar Al-A’lami, 1989), vol. I, hlm. 13.
SYAMINA Edisi 11 / Agustus 2017
11
dari suku Aus dan 170 dari suku Khazraj). Sedangkan jumlah unta yang dibawa adalah
sebanyak 70 ekor yang ditunggangi secara bergantian. Ketika itu, Nabi Muhammad
bergiliran dalam satu unta dengan Abu Lubabah dan Ali bin Abi Thalib. Namun
keduanya ingin mengutamakan Nabi Muhammad untuk menungganginya, maka
Rasulullah berkata kepada keduanya, “Kalian berdua tidak lebih kuat dariku dan aku
lebih mengharapkan pahala daripada kalian berdua.12”
Tindakan Nabi Muhammad tersebut begitu mengagumkan. Seorang panglima
perang tertinggi dan prajuritnya sama-sama menanggung penderitaan. Mereka
sama-sama memiliki perasaan jujur dan ikhlas dalam mencari keridhaan Allah dan
pahala-Nya. Wajar saja jika dalam peperangan ini para prajurit rela menanggung
penderitaan sebab panglima tertinggi mereka juga menanggung penderitaan lebih
berat dari mereka serta tidak mau diringankan dalam menanggung penderitaan
tersebut oleh para prajuritnya. Padahal saat itu Nabi Muhammad sudah berusia
sekitar 55 tahun.13
Oleh karena itu, pasukan Islam di Badar tidaklah mewakili kekuatan militer
mereka yang sebenarnya. Karena mereka keluar untuk menghadang kafilah dagang,
dan mereka tidak tahu kalau bakal berhadapan dan berperang dengan pasukan
Quraisy.
Nabi Muhammad mengizinkan Hudzaifah bin Al-Yaman dan ayahnya untuk
tidak ikut serta dalam peperangan ini, karena keduanya terikat perjanjian dengan
kaum Musyrik Quraisy untuk tidak berperang melawan mereka. Maka beliau
meminta keduanya supaya memenuhi perjanjian tersebut.
Di tengah perjalanan, salah seorang Musyrik Madinah ingin ikut bergabung
dengan pasukan Islam bersama kaumnya. Tetapi Nabi Muhammad menolaknya
dengan mengatakan kepadanya, “Kembalilah! Kami tidak meminta bantuan kepada
orang musyrik.” Orang tersebut terus meminta supaya dibolehkan bergabung,
namun Nabi Muhammad tetap menolaknya. Hingga akhirnya ia masuk Islam dan
bergabung dengan pasukan Islam.14 Tampaknya, dalam peperangan yang terpenting
dalam sejarah Islam, warna akidah harus jelas terlihat, sehingga tujuan orang-orang
yang terlibat di dalamnya juga harus satu tujuan15.
Rute yang ditempuh Nabi Muhammad ke Badr seperti yang dijelaskan oleh Ibnu
Ishaq bersifat memutar dan tidak langsung menuju sana. Badr adalah sebuah desa
yang tergolong baik dengan sumur-sumur besar yang mengitari rute utama kafilah.
Tempat itu menjadi tempat perhentian reguler bagi kafilah, jadi Nabi Muhammad
memiliki semua harapan bahwa kafilah Abu Sufyan akan berhenti di situ. Jalan menuju
Badar dari Syam memasuki deretan gunung yang mengelilingi dataran di mana kota
itu berada dari barat laut. Nabi Muhammad tidak mengetahui lokasi orang-orang
Mekah, dan saat mendekati kota dari timur beliau mengirim dua orang sahabatnya
ke Badar untuk mengintai desa tersebut dan melapor kembali kepadanya. Pengintai
Muslim memasuki desa dan berhenti untuk memberi minum unta mereka di salah
12 ShafiyurrahmanAl-Mubarakfuri,Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm. 144-145.13 Akram Dhiya` Al-Umuri, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, (Madinah:MaktabahAl-UlumwalHikam,1994),vol. II,
hlm. 355.14 HR. Muslim, no hadits. 1817.15 Akram Dhiya` Al-Umuri, loc. cit.
SYAMINAEdisi 11 / Agustus 2017
12
satu sumur. Di sini mereka mendengar kabar bahwa kafilah Mekah dari Damaskus
diperkirakan akan tiba keesokan harinya. Pengintai tersebut pun melaporkan kabar
tersebut kepada Muhammad.
Abu Sufyan sebagai seorang yang berpengalaman mengambil sikap waspada. Saat
mendekati daerah Hijaz, Abu Sufyan mengirim seorang pengintai ke depan untuk
mengintip rute di depan dan untuk mengetahui aktivitas pasukan Islam. Pengintai
bertanya kepada setiap orang dan pengendara yang mereka temui tentang berita
Nabi Muhammad dan pasukannya. Pada suatu saat mereka menemui beberapa
pengendara badui yang mengatakan bahwa pasukan Islam telah meninggalkan
Madinah dan berada di suatu tempat di daerah tertentu. Mereka mengaku tidak
mengetahui lokasinya secara persis. Meskipun informasi penting lainnya tidak
tercatat, namun besar kemungkinan laporan gerakan pasukan Nabi Muhammad
juga disertai perkiraan mengenai jumlah kekuatan pasukan Islam, yang oleh Abu
Sufyan, seorang komandan berpengalaman, akan segera mepahami bahwa jumlah
tersebut jauh lebih besar daripada jumlah pengawal kafilah yang hanya terdiri dari
empat puluh orang.16
Lalu ia pun berbelok melewati rute tepi pantai, selain juga ia memutuskan
untuk mengirim seorang pengendara unta, yaitu Dhamdham ibn Amr Al-Ghiffari,
ke Mekah yang berjarak hampir tiga ratus mil ke selatan untuk memberikan
peringatan dan meminta agar orang-orang Mekah memobilisasi pasukan besar dan
segera melanjutkan perjalanan ke arah Madinah untuk mencegah serangan Nabi
Muhammad. Unta yang sehat dan pengendara berpengalaman bisa menempuh
jarak ke Mekah hanya dalam waktu kurang dari empat hari. Ini akan memakan waktu
setidaknya beberapa hari lagi, mungkin selama seminggu, bagi orang-orang Mekah
untuk memobilisasi kekuatan sembilan ratus sampai seribu orang. Memindahkan
kekuatan seukuran ini ke arah Madinah yang jaraknya lebih dari dua ratus mil jauhnya
akan memakan waktu sepuluh sampai dua belas hari lagi. Secara praktis Abu Sufyan
sendirian dan tidak bisa mengharapkan bantuan dari Mekah untuk membantunya
tepat pada waktunya.
Dhamdham segera bergerak menjalankan misi tersebut. Ia datang dengan
mengendarai untanya. Sebelumnya ia memotong hidung untanya dan merobek-
robek baju yang dikenakannya untuk dikibar-kibarkan kepada kafir Quraisy. Suatu
cara yang sangat efisien untuk menarik perhatian massa, sekaligus mendorong
mereka merespon dengan cepat. Dengan mengambil posisi di dalam lembah dan
berada di atas untanya ia berteriak, “Wahai Quraisy! Gawat! Gawat! Harta kalian yang
bersama Abu Sufyan sedang ditargetkan oleh Muhammad dan para sahabatnya.
Menurutku, kalian hampir saja tidak bisa berbuat apa-apa pun untuknya. Tolong!
Tolong!”17
Beberapa hari sebelum Dhamdham tiba mengabarkan berita tersebut, Atikah
binti Abdul Muthalib sempat bermimpi yang menimbulkan kontroversi di kalangan
Quraisy. Dalam mimpinya, ia melihat seorang laki-laki memobilisasi kaum Quraisy
lalu lelaki itu melempar batu besar dari atas bukit Abu Qubeis di Mekah, lalu batu
16 Richard A. Gabriel, Muhammad: Islam`s First Great General, hal. 88.17 ShafiyurrahmanAl-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, h. 145-146.
SYAMINA Edisi 11 / Agustus 2017
13
besar itu hancur berkeping-keping dan pecahannya memasuki seluruh rumah-
rumah kaum Quraisy18.
Berita yang diterima oleh kafir Quraisy ibarat petir yang menyambar mereka.
Oleh sebab itu, pasukan Quraisy segera bergerak dan berusaha mengerahkan segala
kemampuan mereka. Tidak seorang pun dari pemuka dan lelaki mereka yang
tertinggal kecuali sebagian kecil saja, seperti Abu Lahab yang mengirim seorang
lelaki sebagai penggantinya.19 Pada saat itu, pasukan Quraisy berada dalam puncak
kemarahan mereka. Mereka menganggap penghadangan itu sebagai pelecehan
terhadap kehormatan mereka, dan merendahkan martabat mereka di mata bangsa
Arab. Apalagi hal itu mengancam kepentingan ekonomi mereka yang sangat vital.
Sebab itu, siapa saja di antara mereka yang menampakkan keraguan untuk berangkat
bersama pasukan Quraisy, maka pembesar-pembesar Quraisy akan mendatanginya
untuk melontarkan seribu satu macam cercaan dan cacian terhadapnya, hingga
akhirnya ia bersedia berangkat. Dari mobilisasi yang dilakukan Quraisy, mereka
berhasil mengumpulkan sekitar 1.300 personil, 100 ekor kuda, 600 perisai, dan unta
yang banyak. Pimpinan umumnya dipegang oleh Abu Jahal. Adapun terkait dengan
pembiayaan pasukan, Al-Umawi menyebutkan bahwa orang-orang kaya Quraisy
menyembelih kadang-kadang sembilan hingga sepuluh unta untuk logistik pasukan.
Bani Zuhrah kemudian memisahkan diri dan kembali ke Mekah setelah
mengetahui bahwa kafilah dagang mereka telah selamat saat mereka tiba di Juhfah;
sebelah timur Rabigh. Akan tetapi sebagian besar pasukan sudah maju ke depan
hingga tiba di wilayah Badar.
Keselamatan kafilah dagang kini bukan lagi tujuan utama mereka, namun untuk:
memberi pelajaran kepada umat Islam; mengamankan rute perniagaan mereka dari
cegatan pasukan Islam, dan menunjukkan kekuatan serta kekuasaan mereka kepada
bangsa Arab.
Nabi Muhammad bersama sebuah kelompok kecil pun mulai mengintai wilayah
tersebut. Mereka menemui seorang Badui yang mengetahui bahwa orang-orang
Mekah telah memobilisasi dan telah meninggalkan Mekkah dan sedang bergerak
ke utara menuju Madinah. Nabi Muhammad masih belum menemukan kafilah
dagang Quraisy dan sekarang harus berhadapan dengan pasukan Quraisy yang
juga mendekat. Pengetahuan beliau tentang rute kafilah dan jarak yang ditempuh
akan memungkinkannya untuk menghitung kira-kira posisi dan waktu kedatangan
pasukan bantuan Mekah. Beliau tampaknya telah menyimpulkan bahwa beliau
memiliki cukup waktu untuk melakukan serangan pada kafilah sebelum harus
berurusan dengan pasukan Quraisy. Masalah utama tetap ada, bagaimanapun, 231
kalangan Anshar telah menyatakan kesediaan mereka untuk berperang20.
Saat tiba di lembah Zufran, pasukan Islam mendengar bahwa kafilah Abu Sufyan
berhasil lolos dari kejaran, sementara pasukan Quraisy telah bersiap berperang.
Sebagian pasukan Islam tidak senang dengan kabar selamatnya kafilah dagang
tersebut, terlebih jika harus berhadapan dengan pasukan Quraisy yang tiga kali lebih
18 Lihat Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah, (Beirut: Darul Fikr, 1986), vol. III, hal. 257.19 Ibid, vol. III, hlm. 258.20 Richard A. Gabriel, Muhammad: Islam`s First Great General, hal. 89.
SYAMINAEdisi 11 / Agustus 2017
14
besar. Selain juga karena mereka memang tidak mempersiapkan diri keluar untuk
berperang.21
Meski pasukan Islam awalnya hanya menginginkan sebuah ‘ganti rugi’, tetapi
Allah menginginkan hamba-Nya yang beriman mencapai sesuatu yang lebih luhur,
berkenaan dengan tanggung jawab mereka sebagai makhluk-Nya. Tanggung jawab
itu adalah tugas dakwah untuk menyeru manusia ke jalan Allah, sekaligus berjihad
di jalan-Nya dengan mengorbankan jiwa dan raga demi meninggikan kalimat-Nya.22
Menghadapi perkembangan situasi dan kondisi terbaru pasukan Quraisy, Nabi
Muhammad pun melakukan musyawarah dengan para sahabatnya yang terdiri dari
golongan Muhajirin dan khususnya Anshar. Menanggapi hal itu Abu Bakar Ash-
Shiddiq lalu bangkit dan menyatakan dukungannya. Kemudian bangkit juga Al-
Miqdad bin Amr seraya berkata, “Wahai Rasulullah! Teruskanlah perjalanan menurut
yang telah Allah perintahkan kepadamu! Kami selalu menyertaimu. Demi Allah! Kami
tidak akan mengatakan seperti yang diucapkan Bani Israil kepada Musa, ‘Pergilah
kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya
duduk menanti di sini saja’ [QS. Al-Maidah: 24]. Akan tetapi kami katakan, ‘Pergilah
berperang! Kami akan menyertaimu berperang. Demi Allah yang telah mengutusmu
dengan membawa kebenaran! Sekiranya engkau membawa kami ke Barkil Ghimad,
niscaya kami akan mengikutimu hingga engkau sampai ke tujuan.” Mendengar itu,
Nabi Muhammad pun meresponnya dengan positif lalu mendoakannya.
Kemudian Nabi Muhammad kembali berkata, “Kemukankanlah pendapat
kalian wahai sahabat-sahabatku!”. Perkataan tersebut tampaknya beliau tujukan
kepada kaum Anshar karena mereka adalah meyoritas dari pasukan yang ikut.
Sebelumnya, kaum Anshar telah membaiat Nabi Muhammad di Aqabah. Baiat
tersebut di antaranya berisi bahwa mereka bertanggungjawab atas keselamatan Nabi
Muhammad tatkala beliau sudah tiba di Madinah, dan berjanji akan melindungi
beliau sebagaimana mereka melindungi anak dan istri mereka. Nabi Muhammad
khawatir kaum Anshar beranggapan bahwa mereka tidak wajib melindungi beliau
kecuali bila musuh menyerbu beliau di Madinah dan beranggapan bahwa mereka
tidak harus berperang melawan musuh beliau ke luar daerah.
Setelah Nabi Muhammad mengucapkan hal itu, Saad bin Muadz—salah seorang
pemuka Anshar—pun angkat bicara, “Demi Allah! Sepertinya yang engkau maksud
adalah kami, kaum Anshar, wahai Rasulullah!” Nabi Muhammad pun menjawab,
“Benar.” Saad lalu melanjutkan, “Kami telah beriman kepadamu dan telah
membenarkanmu. Kami telah bersaksi bahwa agama yang engkau bawa adalah haq
dan kami telah memberi sumpah setia untuk selalu patuh dan taat. Teruskankanlah
perjalanan ini wahai Rasulullah! Kami akan selalu menyertaimu. Demi Allah yang
telah mengutusmu dengan membawa kebenaran! Seandainya engkau menawarkan
21 SikapsebagiankaumMuslimintersebutdisinggungolehAllahswtdalamfirman-Nya,“Sebagaimana Rabbmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang beriman itu tidak menyukainya, mereka membantahmu dengan kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu). Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedangkan kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang menjadi bagianmu, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir.”[QS.Al-Anfal:5-7]
22 Said Ramadhan Al-Buthi, Fiqh as-Sirah an-Nabawiyyah, (Damaskus: Darul Fikr, 1426 H), hlm. 159.
SYAMINA Edisi 11 / Agustus 2017
15
kepada kami untuk mengarungi samudera luas, niscaya kami akan mengarunginya
bersamamu; tidak ada seorang pun dari kami yang tertinggal. Kami tidak merasa
keberatan berperang melawan musuh kita besok hari. Kami adalah kaum yang
paling teguh dalam berperang dan paling setia saat berhadapan dengan lawan.
Mudah-mudahan Allah memperlihatkan kepadamu persembahan terbaik dari kami
yang membuat engkau gembira. Berjalanlah bersama kami dengan keberkahan
dari Allah!”23 Kesediaan Nabi Muhammad berembuk dengan para sahabat tersebut
menunjukkan komitmen beliau untuk selalu berpegang pada prinsip musyawarah
dengan para sahabat, terutama berkenaan dengan masalah-masalah politik dan
strategi.24
Nabi Muhammad sangat gembira mendengar penuturan Saad tadi dan memompa
semangat pasukan. Untuk itu beliau bersabda, “Berjalanlah dan sambutlah kabar
gembira! Sesungguhnya Allah telah menjanjikanku dua kelompok. Dan demi Allah!
Seolah-olah saat itu aku sedang melihat kehancuran mereka.”
Setelah melihat ketaatan para sahabat, keberanian, kesepakatan mereka untuk
berperang dan kecintaan mereka berkorban demi membela Islam, maka Nabi
Muhammad pun mulai mengatur pasukan. Beliau menyerahkan bendera putih—
bendera komando umum—kepada Mushab bin Umair, dan dua bendera hitam
kepada masing-masing Ali bin Abi Thalib dan Saad bin Muadz. Beliau menunjuk
Qais bin Abi Sha`shaah sebagai pemimpin pasukan.
PERSELISIHAN DI PIHAK QURAISYSetelah merasa berhasil menghindar dari sergapan tentara Islam, Abu Sufyan
pun mengutus utusannya kepada pasukan Quraisy. Saat itu, pasukan Quraisy sedang
berada di Juhfah.25 Mendengar kabar tersebut, mereka pun mulai berselisih. Utbah
bin Rabiah mengusulkan agar kembali saja; tanpa harus berperang, agar tidak banyak
menimbulkan kerugian pada kedua belah pihak, sementara masing-masing pihak
masih memiliki hubungan kekerabatan dan kekeluargaan. Namun, ide itu tidak
disetujui oleh Abu Jahal. Ia tetap bersikeras untuk berperang.26 Dengan tegas, Abu
Jahal berkata, “Demi Allah! Kita tidak akan pulang kecuali setelah tiba di Badar. Di
sana kita akan berkemah selama tiga malam. Kita akan menyembelih hewan, makan
sepuasnya, dan minum khamar, serta akan dihibur oleh para biduanita. Dengan
itu, orang-orang Arab akan mendengar pergerakan dan kekuatan kita. Selanjutnya
mereka akan menyegani kita untuk selama-lamanya.27” Akhirnya, pendapatnya lah
yang lebih mendominasi.
Tokoh lain yang mengusulkan untuk kembali adalah Akhnas bin Syuraiq, seorang
sekutu Quraisy dan pemimpin kabilah Bani Zuhrah. Lantaran tidak setuju dengan
Abu Jahal, ia pun memisahkan diri dari pasukan Quraisy bersama semua kabilahnya
yang berjumlah sekitar 300 personil. Bani Hasyim sebenarnya ingin mengikuti sikap
Bani Zuhrah, akan tetapi Abu Jahal melarang mereka dengan keras. Ia berkata,
23 Ibnu Hisyam, As-Sirah An-Nabawiyyah, vol. I, hlm. 615.24 Said Ramadhan Al-Buthi, Fiqh as-Sirah an-Nabawiyyah, hlm. 159.25 ShafiyurrahmanAl-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm. 147.26 Akram Dhiya` Al-Umuri, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, vol. II, hlm. 359.27 ShafiyurrahmanAl-Mubarakfuri, loc.cit.
SYAMINAEdisi 11 / Agustus 2017
16
“Kalian tidak boleh memisahkan diri dari kami; harus ikut serta dengan kami hingga
kami pulang.”
Abu Jahal ketika itu juga berdoa yang berisi kutukan kepada Nabi Muhammad.
Ia berkata, “Ya Allah! Siapakah yang lebih memutuskan tali silaturahim? Ia datang
dengan membawa perkara yang tidak kami kenal, maka hinakanlah ia besok!”
Pasukan Quraisy kemudian berjalan ke utara. Mereka memprediksikan bahwa
pasukan Islam berada di dekat Badar. Mereka begitu yakin akan kemenangan sehingga
mereka bahkan menolak bala bantuan dari suku terdekat. Setelah mengirim beberapa
orang untuk mengumpulkan air di Badar, dan mereka yang tidak kembali, Abu Jahal
menyadari di mana pasukan Islam sedang berada, meskipun dia tidak dapat dengan
mudah mendengar gerakan mereka karena Nabi Muhammad memerintahkan
untuk memotong lonceng-lonceng yang ada pada leher unta-untanya. Setelah itu,
diutuslah beberapa orang dari pasukan Quraisy guna memata-matai pasukan Islam
untuk mengetahui kekuatan mereka. Tidak lama berselang, mereka pun kembali
dengan membawa informasi yang diinginkan.28
Setelah menarik dirinya Bani Zuhrah, pasukan Quraisy pun menjadi tinggal
sekitar 1000 personil. Jumlah pasukan tersebut bisa diketahui dari jumlah unta
yang setiap hari disembelih. Karena yang disembelih rata-rata sepuluh ekor, maka
jumlah mereka diperkirakan mencapai 1000 orang, sebab seekor unta umumnya
cukup untuk 100 orang. Mereka lalu bergerak menuju Badar dan berhenti di lembah
Udwatul Quswa yang berbatasan dengan lembah Badar.
STRATEGI PASUKAN ISLAMPasukan Islam tiba di Badar sebelum pasukan Quraisy. Daerah sekitar Badr
pada dasarnya berbentuk seperti mangkuk dengan pegunungan atau bukit-bukit
yang mengelilinginya di hampir setiap sisi. Namun, ke arah barat laut dan timur
laut ada lintasan, dan ke selatan juga terdapat lintasan yang memungkinkan kafilah
melewatinya. Jaraknya sekitar 2,5 mil dari timur ke barat dan panjangnya 2,5 mil ke
utara ke selatan. Pasukan yang berada di dataran tidak akan terlihat oleh pandangan
kecuali dari atas pegunungan atau menyusuri jalan kafilah. Karena terdapat
sumurnya, terdapat rumpun pohon di sisi selatan dataran yang bisa membuat
pasukan musuh menjadi lebih sulit untuk mendekat dari sana.
28 Russ Rodgers, The Generalship of Muhammad, (Florida: University Press of Florida, 2012), hlm. 91-92.
SYAMINA Edisi 11 / Agustus 2017
17
Gambar. 1. Ilustrasi lokasi Badar
Untuk itu, mereka pun segera mencari tempat yang paling strategis. Awalnya
Nabi Muhammad berinisiatif mengambil posisi di daerah yang dekat dengan
sumur Badar. Merasa posisi yang dipilih Nabi Muhammad kurang strategis,
Hubab bin Mundzir, seorang ahli strategi militer, lantas mengajukan pertanyaan
kepada Rasulullah, “Apakah posisi kita sekarang ini merupakan wahyu dari Allah
sehingga kita tidak boleh mengganggu-gugatnya? Atau hanya sekedar taktik dan
strategi?”. Nabi Muhammad pun menjawab, “Ini hanya sekedar pendapat (pribadi)
terkait taktik dan strategi semata.” Hubab lalu melanjutkan, “Jika demikian wahai
Rasulullah! Ini bukanlah lokasi yang stategis. Bergeraklah Anda beserta pasukan ke
lokasi dekat sumur orang-orang Musyrik, lalu kita timbun dan hancurkan sumur
tersebut. Kemudian kita buat sumur penampungan yang kita penuhi dengan air.
Saat berperang kelak, kita mempunyai persediaan minuman sementara mereka
tidak memilikinya.” Menanggapi usulan brilian tersebut, Nabi Muhammad pun
memujinya secara bersabda, “Strategi Anda sungguh cerdik.”29
Nabi Muhammad lalu segera bergerak untuk menjalankan strategi tersebut. Di
tengah kegelapan malam, pasukan Islam sibuk menimbun dan menghancurkan
setiap sumur yang berada di dekat pasukan Quraisy, selain juga membuat kolam
penampungan dan mengisinya hingga penuh.
29 Riwayat tentang usulanHubabbinMundzir ini lemah karenamasuk dalam kategorimursal. Tetapi asalmuasal usulantersebut memang benar ada berdasarkan teks al-Quran dan hadits shahih. Nabi Muhammad sering bermusyawarahdenganparasahabatdalamperkara-perkarayangwahyutidakturuntentangnya.Haliniuntukmembiasakanparasahabatmemikirkanmasalah-masalahumumdanmendidikmerekasupayamerasakantanggungjawabsertamendorongmerekauntukmelaksanakanperintahilahi,yaituperintahbermusyawarahdanmembiasakanmerekamelakukannya.LihatAkramDhiya` Al-Umuri, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, vol. II, hlm. 360.
SYAMINAEdisi 11 / Agustus 2017
18
SAAD BIN MUADZ MENGUSULKAN MENDIRIKAN MARKAS KOMANDOSetelah menempati posisi strategis sebagaimana yang diusulkan Hubab bin
Mundzir, Saad bin Muadz juga mengusulkan kepada Nabi Muhammad untuk
mendirikan markas komando di suatu tempat khusus bagi Rasulullah. Markas
komando tersebut sebagai langkah antisipasi manakala terjadi perkara buruk atas
pasukan Islam. Ia berujar, “Wahai Nabiyullah! Bagaimana kalau kami mendirikan
suatu tenda buat Anda, yang di sana kami siap-siagakan kendaraan Anda. (Anda
tetap berada di sana) sementara kami berperang melawan musuh. Jika Allah
memuliakan dan memenangkan kita atas musuh, maka itu merupakan suatu yang
kita dambakan. Tetapi jika yang terjadi justru sebaliknya, Anda dapat mengendarai
tunggangan Anda dan bisa menyusul pasukan kita yang berada di belakang kami.
Wahai Nabiyullah! Di belakang Anda masih ada kaum yang kecintaan mereka kepada
Anda tidak kalah dengan kecintaan kami kepada Anda. Sekiranya mereka tahu bahwa
Anda akan berperang, niscaya mereka akan ikut serta beserta Anda. Semoga Allah
akan menguatkan Anda dengan mereka; mereka bisa menolong Anda; dan berjihad
bersama Anda.”
Nabi Muhammad pun menyetujui usulan Saad bin Muadz serta mendoakannya
kebaikan. Kemah tersebut dibuat di suatu dataran tinggi yang terletak di sebelah
Timur Laut medan pertempuran. Kemah tersebut dijaga oleh beberapa pemuda
Anshar yang diketuai oleh Saad bin Muadz sendiri.
Pada malam hari menjelang hari pertempuran, semua pasukan Islam tertidur
kecuali Nabi Muhammad. Beliau mengerjakan shalat di bawah sebuah pohon,
dan berdoa hingga pagi. Pada malam tersebut hujan gerimis mengguyur pasukan
Islam sehingga mereka pun sibuk mencari tempat berlindung di bawah pohon.
Mereka yang tidak mendapatkan tempat berlindung menjadikan perisai-perisai
mereka sebagai payung.30 Pada malam itulah Nabi Muhammad terus berdoa yang di
antaranya berisi, “Ya Allah! Jika Engkau binasakan pasukan ini niscaya Engkau tidak
akan disembah di muka bumi.”
Begitu fajar menyingsing beliau berseru, “Shalat! Shalat! Wahai hamba Allah!”
Para sahabat pun berdatangan dari bawah pohon-pohon dan dengan perisai-
perisai mereka menghampiri beliau. Nabi Muhammad mengimami mereka shalat,
kemudian memotivasi mereka untuk berperang. Tampaknya Nabi Muhammad ingin
memberikan kelegaan bagi pasukannya, sehingga beliau sendirilah yang berjaga-
jaga pada malam itu.
Pada pagi 17 Ramadhan, Nabi Muhammad mengatur pasukannya sebagaimana
barisan perang. Ini merupakan strategi baru dalam peperangan yang bertentangan
dengan kebiasaan orang-orang Arab, yaitu siasat ‘pukul kemudian lari’. Itulah siasat
perang yang dipakai dan diketahui oleh orang-orang Quraisy di Badar. Strategi yang
dilakukan Nabi Muhammad terbukti mampu menekan kerugian pasukan Islam dan
menutupi kekurangan mereka dari sisi jumlah. Strategi tersebut memiliki beberapa
30 Al-Quran telahmenyebutkan tentang rasa kantuk yang dialami pasukan Islam dan turunnya hujan atasmereka. Allahberfirman, “(Ingatlah) ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penentraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaku (mu).” [QS. Al-Anfal:11]
SYAMINA Edisi 11 / Agustus 2017
19
keistimewaan: kontrol kekuatan pasukan secara utuh dan keamanan pasukan
senantiasa berada di tangan panglima perang yang mengatur dari belakang; dan
memperbaiki posisi yang kurang menguntungkan bagi pasukan31.
Peperangan diawali dengan dual satu lawan satu. Di pihak Musyrik Quraisy,
Utbah bin Rabiah maju diikuti putranya Walid dan saudaranya Syaibah. Lalu majulah
beberapa pemuda Anshar, namun mereka menolak meladeninya. Nabi Muhammad
kemudian menyuruh Hamzah, Ali dan Ubaidah bin Harits untuk menyambut
tantangan mereka. Hamzah berhasil menewaskan Utbah yang disusul keberhasilan
Ali melumpuhkan Syaibah. Ubaidah bertarung sengit dengan Walid dan mengalami
luka-luka, sehingga pada akhirnya Walid berhasil ditewaskan.
Duel tersebut memberi pengaruh besar terhadap pasukan Musyrik Quraisy.
Akhirnya, mereka pun mulai menyerang. Nabi Muhammad memerintahkan
pasukannya untuk menghujani musuh mereka dengan anak panah apabila mereka
telah mendekat. Nabi Muhammad memberi instruksi kepada mereka, “Apabila
mereka telah mendekat, panahilah mereka dan dahului mereka dengan anak panah
kalian.”
Ketika pasukan Musyrik Quraisy mendekati pasukan Islam, Nabi Muhammad
berkata kepada mereka, “Jangan ada seorang pun yang maju hingga mendapat
komando dariku.” Tatkala pasukan Musyrik Quraisy benar-benar sudah dekat,
barulah Nabi Muhammad mengomando, “Majulah menuju surga yang luasnya
seluas langit dan bumi.”
Gambar. 2. Posisi pasukan Islam dan Quraisy saat Perang Badar
31 Mahmud Syit Khathab, Ar-Rasul Al-Qa'id, hlm. 78-79.
SYAMINAEdisi 11 / Agustus 2017
20
Saat itu, seruan beliau terdengar di telinga Umair bin Hammad Al-Anshari.
Kemudian dengan setengah tidak percaya ia berusaha meyakinkan dengan bertanya,
“Wahai Rasulullah! Surga luasnya seluas langit dan bumi?” Rasulullah menjawab,
“Benar.” Maka ia pun berkata, “Bakh. Bakh.” Mendengar itu, Nabi Muhammad lalu
bertanya, “Apa yang membuatmu mengatakan bakh bakh?” Ia pun menjawab, “Demi
Allah wahai Rasulullah! Aku hanya berharap menjadi salah seorang penghuninya.”
Rasulullah pun menanggapinya, “Engkau termasuk penghuninya.” Umair pun
mengeluarkan beberapa butir kurma dari sarung anak panahnya kemudian
memakannya. Ia lalu bergumam, “Terlalu lama rasanya aku hidup bila harus
menghabiskan kurma-kurmaku ini.” Ia lantas membuang kurma yang masih tersisa,
selanjutnya maju ke medan perang hingga akhirnya ia terbunuh.
Saat tengah berkecamuknya perang, Nabi Muhammad menghadap kiblat
kemudian mengangkat kedua tangannya seraya kembali berdoa, “Ya Allah! Penuhilah
apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah! Jika pasukan umat Islam ini
binasa, maka Engkau tidak akan disembah di muka bumi.” Beliau terus memanjatkan
doa dengan mengangkat kedua tangannya hingga selendang yang beliau kenakan
jatuh dari bahu beliau. Abu Bakar kemudian datang dan mengambil selendang itu
lalu menempatkannya kembali pada bahu beliau. Ia lalu berdiri di belakang Nabi
Muhammad seraya berkata, “Wahai Nabi Allah! Cukuplah Engkau berdoa kepada
Allah. Sungguh Allah akan menepati apa yang Dia janjikan kepadamu.” Lalu turunlah
ayat al-Quran, “(Ingatlah) ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu
diperkenankan-Nya bagimu; ‘Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan
kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” [QS. Al-Anfal: 9].
Setelah itu, Nabi Muhammad keluar dari tendanya dan berkata, “Pasukan
musuh akan kalah dan lari kocar-kacir.” Nabi Muhammad terlibat langsung dalam
perang Badar. Ali bin Abi Thalib bercerita, “Aku saksikan pada perang Badar bahwa
kami berlindung di belakang Nabi Muhammad, sedang beliaulah yang paling dekat
dengan musuh. Beliau adalah orang paling gigih perlawanannya pada hari itu.”
Perang pada akhirnya dimenangkan oleh pasukan Islam. Pasukan Musyrik
Quraisy banyak menderita kerugian. Tujuh puluh orang di antara mereka terbunuh
dan tujuh puluhan orang lagi tertawan, yang kebanyakan mereka justru terdiri dari
para pemuka dan pemimpin mereka . Di antara pemuka mereka yang terbunuh
yaitu: Abu Jahal Amr bin Hisyam dan Umayyah bin Khalaf. Abu Jahal dibunuh oleh
Muadz bin Amr bin Jumuh dan Muadz bin Afra. Sementara Umayyah bin Khalaf
sempat tertawan oleh Abdurrahman bin Auf, kemudian diputuskan untuk mendapat
hukuman bunuh32. Sementara korban dari pihak Islam berjumlah empat belas orang,
yang terdiiri dari enam dari kaum Muhajirin dan delapan dari dari kaum Anshar33.
Setelah peperangan usai, Nabi Muhammad berkeliling memeriksa para korban.
Saat beliau tiba di dekat korban dari Musyrik Quraisy, beliau pun berkata, “Kerabat
yang paling buruk terhadap nabi adalah kalian. Kalian mendustakanku sementara
orang-orang membenarkanku. Kalian menelantarkanku sementara orang-orang
32 Lihat Akram Dhiya` Al-Umuri, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, vol. II, hlm. 363-364.33 ShafiyurrahmanAl-Mubarakfuri,Ar-Rahiq Al-Makhtum, (Damaskus: Darul ‘Ashma`, 1427 H), hlm. 162.
SYAMINA Edisi 11 / Agustus 2017
21
lain menolongku. Kalian mengusirku sementara orang lain melindungiku.” Beliau
lalu memerintahkan agar jasad-jasad mereka dimasukkan ke dalam sumur.
Paska hari pertempuran, Nabi Muhammad masih bermalam di Badar selama
beberapa hari. Pada hari ketiga, beliau kembali berkeliling bersama para sahabat.
Saat tiba di sumur tempat para pemuka Musyrik Quraisy dikuburkan, beliau pun
menyebutkan nama-nama mereka, “Wahai Fulan bin Fulan! Wahai Fulan bin
Fulan! Apakah kalian merasa gembira karena kalian menaati Allah dan Rasul-
Nya? Sesungguhnya kami telah mendapatkan apa yang dijanjikan Rabb kalian
adalah haq. Apakah apa yang dijanjikan Rabb kalian kepada kalian juga benar?”
Mendengar hal itu, Umar bin Khathab lantas bertanya, “Wahai Rasulullah! Mengapa
Engkau berbicara dengan jasad-jasad yang tidak lagi mempunyai roh?” Beliau lantas
menjawab, “Demi yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, kalian tidak lebih
bisa mendengar dari mereka tentang apa yang aku katakan.” Dalam riwayat lain
disebutkan, “Tetapi mereka tidak bisa menjawab.”
BERITA KEKALAHAN MUSYRIK QURAISY MENGGUNCANG MEKAHOrang-orang Musyrik Quraisy yang melarikan diri dengan berpencar-pencar
dan tak beraturan dari perang Badar. Mereka berlari terbirit-birit menuju berbagai
arah yang mereka anggap aman, kemudian berjalan menuju Mekah dengan wajah
tertunduk lesu. Karena rasa malu yang menggelayuti hati, mereka tidak tahu
bagaimana cara untuk masuk ke Mekah.
Disebutkan bahwa orang pertama yang menyampaikan berita kekalahan pasukan
Musyrik Quraisy adalah Haisuman bin Abdullah Al-Khuza’i. Saat ia tiba di Mekah,
penduduk di sana segera melontarkan pertanyaan kepadanya, “Apa yang terjadi
di sana?”. Ia menjawab, “Utbah bin Rabiah, Syaibah bin Rabiah, Abul Hakam bin
Hisyam (Abu Jahal), dan Umayyah bin Khalaf mati terbunuh.” Ia juga menyebutkan
nama-nama pemuka Quraisy lainnya.
Abu Lahab sangat terpukul mendengar berita memilukan dan tidak diinginkannya
tersebut. Ia tampak murung. Berjalan dengan menyeret kakinya seraya tertunduk
lesu. Ketika Abu Lahab sedang duduk bersama Abu Sufyan bin Harits bin Abdul
Muthallib, ia pun bertanya kepadanya, “Wahai keponakannya! Ceritakanlah kepadaku
apa yang terjadi pada orang-orang (para pemuka dan pemimpin Quraisy) tersebut?”.
Abu Sufyan lantas menjawab, “Selagi kami berhadapan dengan segolongan orang,
justru kami menyerahkan pundak-pundak kami kepada mereka. Mereka menyerang
kami sekehendak mereka dan menawan kami juga sekehendak mereka. Demi Allah!
Meski begitu, aku tidak mencela siapa pun. Kami harus berhadapan dengan orang-
orang berpakaian putih sambil menunggang kuda yang perkasa, yang berlalu-lalang
di antara langit dan bumi. Demi Allah! Kuda-kuda mereka tidak meninggalkan jejak
sedikit pun dan tidak menginjak apa pun.” Mendengar kisah itu, raut wajah Abu
Lahab bertambah murung. Ia lalu beranjak pergi sambil menundukkan muka34.
Ringkasnya, penduduk Mekah sangat shock mendengar berita kekelahan
tersebut. Hal itu menimbulkan efek buruk terhadap kondisi mereka. Bahkan mereka
34 Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah, vol. III, hlm .308-309.
SYAMINAEdisi 11 / Agustus 2017
22
melarang orang-orang yang keluarganya terbunuh di Badar untuk meratapi mereka.
Hal ini supaya mereka tidak semakin terpuruk karena disindir oleh umat Islam.
Sementara umat Islam yang belum hijrah ke Madinah dan masih berada di Mekah,
merasa gembira, bertambah kuat dan perkasa.
MADINAH MENERIMA KABAR KEMENANGANNabi Muhammad mengirim dua orang utusan ke Madinah untuk menyampaikan
berita gembira tersebut kepada mereka. Dua utusan tersebut yaitu, Abdullah bin
Rawahah dan Zaid bin Haritsah. Setelah keduanya tiba, orang-orang Muslim pun
menyemut mengelilingi mereka untuk mengetahui dan mendengar apa yang terjadi.
Mereka mendengar dengan penuh seksama kabar mengembirakan tersebut.
Sementara itu, orang-orang Yahudi dan Munafik telah menyebarkan isu negatif
begitu mereka mengetahui kedatangan Abdullah bin Rawahah dan Zaid bin Haritsah.
Mereka menyebarkan berita bohong tentang terbunuhnya Nabi Muhammad. Mereka
berteriak-teriak ketika melihat Zaid bin Haritsah yang datang dengan mengendarai
unta Nabi Muhammad, “Muhammad telah terbunuh. Itu adalah untanya yang sudah
kita kenal. Dan itu Zaid bin Haritsah yang gagap tidak bisa berkata apa pun karena
kalah.”
Berbeda dengan penduduk Mekah, saat mengatahui berita kemenangan pasukan
Islam, penduduk Madinah langsung mengekspresikannya dengan melantunkan
takbir dan tahlil di mana-mana, sehingga bergemalah di Madinah suara takbir dan
tahlil. Para pemuka dan tokoh umat Islam yang tidak ikut bersama Nabi Muhammad
segera menuju jalan rute ke arah Badar. Mereka bersiap-siap menyambut kedatangan
Nabi Muhammad atas kemenangan ini35.
Apapun nilai militer dari kemenangan pasukan Islam di Badar, menurut
pandangan Nabi Muhammad, ini adalah kemenangan politik strategis yang pertama
dan terutama. Nabi Muhammad membunuh para pemimpin Quraisy yang telah
jatuh ke tangannya.
PASUKAN ISLAM PULANG KE MADINAHSeusai perang, Nabi Muhammad masih berada di Badar selama tiga hari. Sebelum
meninggalkan medan pertempuran, terjadi perbedaan pendapat di kalangan para
sahabat tentang pembagian ghanimah36. Pasukan Islam yang mengumpulkan
ghanimah berkata, “Kamilah yang telah mengumpulkannya dan siapa pun tidak
boleh mengusiknya.” Sementara pasukan Islam yang membunuh, mengalahkan,
dan mengejar Musyrik Quraisy berkata, “Kalian tidak berhak daripada kami. Kamilah
yang seharusnya mengumpulkan ghanimah tersebut karena berhasil mengalahkan
musuh.” Sedangkan pasukan Islam yang bertugas menjaga Nabi Muhammad pun
angkat bicara, “Kami khawatir musuh akan menyerang beliau, sehingga sejak awal
kami pun melindungi beliau”
35 ShafiyurrahmanAl-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum,(Beirut:DarulHilal,tt),hlm.205-206.36 Ghanimahadalahhartayangdiperolehdaripihakmusuhyangkafirmelaluipeperangan.
SYAMINA Edisi 11 / Agustus 2017
23
Manakala perselisihan tersebut semakin tajam, maka Nabi Muhammad pun
meminta mereka untuk menyerahkan semua yang ada di tangan mereka untuk
dikumpulkan. Mereka pun menurutinya, lalu turunlah wahyu yang menjelaskan
tentang persoalan ini.37
Setelah itu, Nabi Muhammad pun berangkat menuju Madinah dengan membawa
para tawanan dan ghanimah yang diperoleh dari Musyrik Quraisy. Urusan tawanan
dan ghanimah tersebut beliau serahkan kepada Abdullah bin Kaab. Di suatu tempat
bernama Shafra`, beliau menghentikan pasukannya dan membagi ghanimah
tersebut—setelah mengambil seperlimanya—secara merata kepada pasukan Islam.
Di tempat itu juga, beliau memerintahkan untuk membunuh Nadhar bin Harits
yang sebelumnya menjadi tawanan. Ia merupakan salah seorang pemuka Quraisy.
Ia termasuk pemuka Quraisy yang amat jahat terhadap umat Islam di Mekah dan
paling banyak menyiksa mereka, bahkan menyakiti Nabi Muhammad. Dalam perang
Badar, ia bertugas sebagai pembawa bendera. Eksekutor yang membunuh Nadhr
adalah Ali bin Abu Thalib.
Sementara ketika sampai di Irquzh Zhabiyah, Nabi Muhammad juga
menginstruksikan untuk membunuh Uqbah bin Abi Muith. Ia juga termasuk di antara
Musyrik Quraisy yang sering mengganggu Rasulullah. Ia lah yang melemparkan
kotoran hewan kepada beliau saat sedang shalat. Ia juga yang menyekik leher beliau
dengan mantelnya. Tatkala itulah, Abu Bakar datang untuk menyelamatkan beliau.
Ia lalu dibunuh oleh Ashim bin Tsabit Al-Anshari. Pendapat lain menyebutkan bahwa
yang mengeksekusinya juga Ali bin Abi Thalib.
Saat tiba di Rauha, pasukan Islam disambut dengan meriah oleh umat Islam
yang memang sengaja keluar Madinah untuk menyambut kedatangan mereka.
Ucapan selamat atas kemenangan yang diraih terus terucap dari bibir mereka.
Usaid bin Khudair salah seorang pemuka Anshar yang berada dalam rombongan
para penyambut berkata, “Wahai Rasulullah! Segala puji bagi Allah yang telah
memenangkan engkau dan membuat engkau gembira. Demi Allah wahai Rasulullah!
Saya tidak menyangka bahwa engkau akan berhadapan dengan musuh. Saya kira
mereka hanyalah kafilah dagang. Inilah yang membuatku tidak ikut serta ke Badar.
Sekiranya aku tahu mereka adalah pasukan musuh tentu saya tidak mau ketinggalan
untuk ikut bergabung.”
Kedatangan Nabi Muhammad beserta pasukan Islam ke Madinah menimbulkan
rasa gentar ke dalam hati orang-orang Yahudi dan Munafik, serta kabilah-kabilah
yang berada di sekitar Madinah. Tidak sedikit dari penduduk Madinah yang justru
menyatakan keislamannya setelah peristiwa itu. Ini jugalah yang mendorong
Abdullah bin Ubay bin Salul dan pengikutnya memeluk Islam, meskipun hanya
secara lahir saja.
37 Ayattersebutberbunyi,“Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) anfal (harta rampasan perang). Katakanlah, ‘Anfal itu kepunyaan Allah dan Rasul. Sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian adalah orang-orang yang beriman.”[QS.Al-Anfal:1]
SYAMINAEdisi 11 / Agustus 2017
24
MASALAH TAWANANSehari setelah kedatangannya di Madinah, para tawanan pun diteliti lalu dibagikan
kepada para sahabat untuk diawasi dan dirawat. Nabi Muhammad menasihati
agar umat Islam memperlakukan tawanan itu dengan baik. Mengamalkan petuah
tersebut, ketika para sahabat memakan kurma sebagai makanan mereka, justru para
tawanan tersebut diberi suatu yang lebih baik yaitu roti.
Nabi Muhammad kemudian bermusyawarah dan meminta pendapat para
sahabat tentang persoalan tawanan perang. Abu Bakar mengutarakan pendapatnya
secara berkata, “Wahai Rasulullah! Mereka masih terhitung keluarga dan kerabat
dekat atau teman kita sendiri. Saya berpendapat sebaiknya engkau meminta tebusan
dari mereka. Tebusan yang kita ambil dari mereka tersebut dapat menstabilkan
kondisi kita dalam menghadapi orang-orang kafir. Siapa tahu Allah memberikan
petunjuk kepada mereka, sehingga mereka menjadi pendukung kita.”
Nabi Muhammad lalu mengarahkan pandangannya ke arah Umar bin Khathab
secara bertanya, “Bagaimana dengan pendapatmu wahai Ibnul Khathab?” Umar
menjawab, “Demi Allah! Aku tidak sependapat dengan Abu Bakar. Menurutku,
serahkan Fulan (kerabat Umat) kepadaku, biar kupenggal lehernya. Serahkan Uqail
bin Abu Thalib kepada Ali bin Abi Thalib biar ia penggal lehernya. Serahkan Fulan
(saudara Hamzah) kepada Hamzah, biar ia penggal lehernya. Supaya musuh-musuh
Allah mengetahui bahwa di dalam hati kita tidak ada rasa kasihan terhadap orang-
orang Musyrik, pemuka, pemimpin, dan para dedengkot mereka.”
Nabi Muhammad lebih condong pada pendapat Abu Bakar dan kurang
sependapat dengan Umar. Beliau lebih cenderung meminta tebusan dari mereka.
Nilai tebusan tersebut beragam, dari seribu dirham hingga empat ribu dirham.
Sementara tawanan yang tidak sanggup menebus dirinya diganti dengan mengajari
sepuluh anak-anak Madinah. Jika anak-anak sudah mahir maka tebusannya dianggap
lunas.
Bahkan Nabi Muhammad bermurah hati kepada sebagian tawanan dengan
membebaskan mereka tanpa tebusan sama sekali. Di antara mereka yaitu: Muthallib
bin Hanthab, Shaifi bin Rifaah, dan Abu Azzah Al-Jumahi. Abu Azzah kemudian
dibunuh saat kembali menjadi tawanan dalam perang Uhud.
Nabi Muhammad juga membebaskan dengan syarat menantunya, Abul Ash.
Syaratnya yaitu ia harus melepaskan putri beliau, Zainab, dari istrinya. Sementara
Zainab sendiri sudah mengirim utusan untuk menebus suaminya. Tebusan berupa
sebuah kalung yang dulu pernah dipakai Khadijah. Tatkala melihat kalung tersebut,
hati Rasulullah sangat terenyuh. Beliau lalu meminta kepada para sahabat untuk
membebaskan Abul Ash, dan mereka pun menyetujuinya. Akhirnya Abul Ash pun
menceraikan Zainab, yang kemudian hijrah ke Madinah38.
38 Lihat Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah, vol. III, hlm. 296-300.
SYAMINA Edisi 11 / Agustus 2017
25
AL-QURAN BERCERITA TENTANG PERANG BADARAl-Quran membahas seputar topik perang Badar yang tercantum dalam surat
Al-Anfal. Surat ini merupakan penjelasan dari Allah tentang perang Badar yang
berbeda jauh dengan penjelasan-penjelasan lain yang membicarakan masalah raja
dan pemimpin setelah kemenangan. Pada awal surat tersebut, Allah mengalihkan
pandangan orang-orang Islam pada akhlak mereka yang dirasa kurang atau
berlebih-lebihan pada masa lampau, agar mereka berusaha menyempurnakannya
dan mensucikan diri.
Kemenangan di Badar terealisasi berkat bantuan dan pertolongan Allah dengan
menurunkan para malaikat kepada pasukan Islam. Allah perlu menyebutkan hal ini,
agar mereka tidak terkecoh oleh kehebatan dan keberanian mereka sehingga jiwa
mereka tidak tenggelam dalam kesombongan, tetapi justru mereka diarahkan untuk
bertawakal kepada Allah, taat kepada-Nya dan Rasul-Nya.
Kemudian Allah menjelaskan tujuan yang mulia dari peperangan yang
menegangkan dan banyak memakan korban ini, menunjukkan beberapa sifat dan
akhlak kepada mereka yang harus diperhatikan saat perang dan saat mendapat
kemenangan. Selanjutnya Allah berbicara tentang orang-orang Musyrik, Munafik,
Yahudi, dan para tawanan perang, menyampaikan dengan jelas dan membimbing
mereka menerima kebenaran.
Setelah itu Allah bercerita tentang orang-orang Islam tentang masalah anfal
(rampasan perang) dan meletakkan dasar-dasar persoalan tersebut. Allah kemudian
menjelaskan dan menetapkan aturan-aturan main saat perang dan damai, karena
dakwah Islam saat itu sudah memasuki tahapan ini, agar perang yang dilakukan umat
Islam berbeda dengan perang yang dilakukan orang-orang Jahiliah. Pasukan Islam
unggul kerena akhlak dan nilai-nilai luhur serta menegaskan kepada dunia bahwa
Islam bukan sekedar teori yang mentah, tetapi Islam membekali para pemeluknya
secara praktis, berlandaskan dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang diserunya.
Kemudian Allah menetapkan beberapa butir-butir tentang Daulah Islam, dengan
membuat pembeda antara orang-orang Islam yang menetap di wilayah Islam dan
mereka yang menetap di luar wilayah Islam.
Pada tahun kedua Hijriah, turun kewajiban puasa Ramadhan, membayar zakat
fitri, dan penjelasan tentang batasan-batasan zakat yang lain. Kewajiban membayar
zakat fitri dan zakat-zakat lainnya dimaksudkan untuk memperingan beban hidup
yang dijalani orang-orang Muhajirin dan Anshar yang miskin, yang tidak mempunyai
bakat usaha.
Momen paling mengesankan adalah Idul Fitri pertama yang dijalani umat Islam
pada tahun ke-2 Hijriah, yang terjadi setelah mereka memperoleh kemenangan yang
gemilang di perang Badar. Betapa mengesankan Idul Fitri yang penuh kebahagiaan
ini, yaitu setelah Allah menyematkan mahkota kemenangan kepada mereka. Betapa
mengagumkan shalat Idul Fitri yang mereka lakukan saat itu, setelah mereka keluar
dari rumah dengan menyerukan suara takbir, tahmid, dan tauhid. Hati mereka
mekar dipenuhi kecintaan kepada Allah sambil tetap mengharapkan rahmat dan
SYAMINAEdisi 11 / Agustus 2017
26
keridhaan-Nya, setelah Dia memuliakan mereka dengan nikmat dan menguatkan
mereka dengan pertolongan-Nya39.
KESIMPULANSpirit utama Perang Badar adalah keberhasilan kelompok yang lemah
mengalahkan kelompok yang kuat dan perkasa melalui nikmat atau keputusan
ilahi. Sejarah tentang Perang Badar sangat mirip dengan kisah salah seorang nabi
Bani Israil, Daud, yang berhasil mengalahkan Jalut. Sebuah cerita yang diceritakan
dalam Al Qur’an40. Perang Badar menegaskan bahwa kekuatan keilahian lebih besar
daripada kekuatan duniawi manapun, yang disampaikan melalui kisah kemenangan
yang menakjubkan. Orang-orang beriman yang berperang demi Tuhan, terlepas
dari siapa pun musuh yang melawan mereka, dapat mengalahkan orang-orang
yang berperang untuk tujuan lain, baik itu demi tujuan: bangsa, ras, kepercayaan
yang keliru, harta rampasan, atau penaklukan yang brutal. Perang Badar juga secara
fundamental mengubah sifat identitas komunal di kalangan umat Islam. (A. Sadikin)
39 ShafiyurrahmanAl-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum,(Beirut:DarulHilal,tt),hlm.209-210.40 DalamAl-Qurandisebutkan,“Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar. Dan ketika mereka maju melawan Jalut dan tentaranya, mereka berdoa, ‘Wahai Rabb kami! Limpahkanlah kesabaran kepada kami, kukuhkanlah langkah kami dan tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir’. Maka mereka mengalahkannya dengan izin Allah, dan Daud membunuh Jalut. Kemudian Allah memberinya (Daud) kerajaan, dan hikmah, dan mengajarinya apa yang Dia kehendaki.”[QS.Al-Baqarah:249-251].
Recommended