View
228
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
PERENCANAAN KEUANGAN HARI TUA DAN
PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN
EKONOMI SUBJEKTIF KELUARGA USIA PENSIUN
DYAH PURNAMASARI
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Keuangan
Hari Tua dan Pengaruhnya terhadap Kesejahteraan Ekonomi Keluarga Usia
Pensiun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Dyah Purnamasari
NIM I24090027
ABSTRAK
DYAH PURNAMASARI. Perencanaan Keuangan Hari Tua dan Pengaruhnya
terhadap Kesejahteraan Ekonomi Subjektif Keluarga Usia Pensiun. Dibimbing
oleh HARTOYO.
Menikmati masa tua yang sejahtera dan terjamin secara finansial merupakan
impian semua orang sehingga, diperlukan strategi pengelolaan sumberdaya
keluarga yang baik dan tepat. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Perencanaan Keuangan Hari Tua (PKHT) dan pengaruhnya terhadap
kesejahteraan ekonomi subjektif pada keluarga usia pensiun. Penelitian ini
melibatkan 154 keluarga dengan suami dan atau istri yang sudah pensiun dengan
usia lebih atau sama dengan 56 tahun dan dipilih secara purposive. Pengumpulan
data dilakukan melalui wawancara dengan bantuan kuesioner yang dianalisis
secara deskriptif, uji beda t-test, uji regresi logistik, dan uji regresi linier berganda.
Lama pendidikan dan toleransi risiko menunjukkan perbedaan yang nyata antara
contoh PNS dengan non PNS. Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa
orientasi waktu berpengaruh signifikan terhadap melakukan PKHT. Hasil
selanjutnya, kesejahteraan ekonomi subjektif dipengaruhi oleh pendapatan
keluarga, orientasi waktu, toleransi risiko, dan PKHT.
Kata kunci: keluarga usia pensiun, kesejahteraan ekonomi subjektif, orientasi
waktu, perencanaan keuangan hari tua, toleransi risiko
ABSTRACT
DYAH PURNAMASARI. Financial Planning for Retirement and Economic
Subjective Well-being of Families at Retirement Age. Supervised by HARTOYO.
Enjoying great life and having financial security after retirement is a dream
for all people. Therefore, a good strategy of management family‟s resources is
needed. The objective of this study is to analyze some factors that influence
financial retirement planning and economic subjective well-being. This study used
cross sectional design and involved 154 families with retired husband or wives
aged over or 56 years old and selected purposively. Data were collected by
interview using questionnaire and was analyzed by descriptive, independent
sample t-test, logistic regression, and multiple linear regression. The result
showed, length of education and risk tolerances were significant different between
public sector and non public sector retired. Increasing of time orientation (future
time orientation) affected family at retirement age to do financial planning for
retirement. Moreover, family‟s income, future time orientation, risk tolerances,
and financial retirement planning gave significant effect on economic subjective
well-being of family at retirement age.
Keywords: economic satisfaction, financial planning for retirement, perception of
time orientation, families at retirement age, risk tolerances
iii
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
PERENCANAAN KEUANGAN HARI TUA DAN
PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN
EKONOMI SUBJEKTIF KELUARGA USIA PENSIUN
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
DYAH PURNAMASARI
v
Judul Skripsi : Perencanaan Keuangan Hari Tua dan Pengaruhnya terhadap
Kesejahteraan Ekonomi Subjektif Keluarga Usia Pensiun
Nama : Dyah Purnamasari
NIM : I24090027
Disetujui oleh
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc
Pembimbing
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus:
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “Perencanaan Keuangan Hari Tua dan Pengaruhnya
terhadap Kesejahteraan Ekonomi Keluarga Usia Pensiun”. Penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc selaku
dosen pembimbing, Ibu Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA dan Ibu Alfiasari SP,
M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran, serta Ibu
Megawati Simanjuntak, SP, M.Si selaku pembimbing akademik.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta, Bapak
Bambang Sumaryanto, SE, MM, Ibu Neneng Rosnadewi, Adik-adikku Desi dan
Dea, terima kasih atas kasih sayang, doa, nasihat, dan motivasi yang tidak pernah
putus diberikan. Tidak lupa terima kasih kepada teman seperjuangan penelitian,
Halisa Rohayu, Silvia Dewi S A, Sri Sulastri, S.Si, dan Sri Wahyuni Muhsin, S.Si
atas waktu, kebersamaan, dan kerjasamanya. Selanjutnya penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman IKK 46, terutama Siti Holilah,
S.Si, Nanda Lusita A, S.Si, dan Tri Rahmawati Lestari atas kebersamaan dan
persahabatan yang penuh warna. Terakhir penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada Willy Monika Yohansyah, SP yang senantiasa memberikan
dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT
membalas semuanya dengan kebaikan.
Demikian ucapan terima kasih ini dipersembahkan dari hati yang paling
dalam. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi banyak orang.
Bogor, Januari 2014
Dyah Purnamasari
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
KERANGKA PEMIKIRAN 5
METODE 7
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 7
Teknik Pengambilan Contoh 7
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 8
Pengolahan dan Analisis Data 9
Definisi Operasional 11
HASIL 12
Karakteristik Individu dan Keluarga 12
Orientasi Waktu 12
Toleransi Risiko 13
Perencanaan Keuangan Hari Tua (PKHT) 14
Kesejahteraan Ekonomi Subjektif 20
Pengaruh Riwayat Pekerjaan, Lama Pendidikan, Orientasi Waktu, dan Toleransi
Risiko terhadap Kesejahteraan Ekonomi Subjektif 20
Pengaruh Riwayat Pekerjaan, Lama Pendidikan, Pendapatan Keluarga, Jumlah
Tanggungan, Orientasi Waktu, Toleransi Risiko, dan PKHT terhadap
Kesejahteraan Ekonomi Subjektif 21
PEMBAHASAN 23
SIMPULAN DAN SARAN 26
Simpulan 26
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 30
RIWAYAT HIDUP 33
ix
DAFTAR TABEL
1 Cara analisis data 10
2 Nilai rata-rata, standar deviasi, dan p-value karakteristik individu dan
keluarga berdasarkan riwayat pekerjaan 12
3 Sebaran orientasi waktu contoh berdasarkan jenis pekerjaan, nilai min,
max, rataan ± SD 13
4 Sebaran toleransi risiko contoh berdasarkan jenis pekerjaan, nilai min,
max, rataan ± SD 13
5 Sebaran partisipasi PKHT dan keikutsertaan program dana pensiun
wajib contoh berdasarkan jenis pekerjaan 14
6 Sebaran usia contoh dalam melakukan PKHT berdasarkan jenis
pekerjaan 15
7 Sebaran bentuk PKHT contoh berdasarkan jenis pekerjaan 15
8 Sebaran jumlah dan jenis tabungan, intensitas dan frekuensi
menabung, jumlah uang yang ditabungkan per-bulan, dan alasan
memilih menabung contoh berdasarkan jenis pekerjaan 17
9 Sebaran jumlah dan jenis investasi, persentase uang yang
diinvestasikan, dan alasan memilih investasi contoh berdasarkan jenis
pekerjaan 18
10 Sebaran jumlah dan jenis asuransi, jumlah polis yang dimiliki, dan
premi yang dibayarkan contoh setiap tahunnya berdasarkan jenis
pekerjaan 19
11 Sebaran keikutsertaan contoh mengikuti program dana pensiun diluar
program dana pensiun wajib (DPLK) berdasarkan jenis pekerjaan 19
12 Sebaran tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga usia
pensiun berdasarkan jenis pekerjaan, nilai min, max, rataan ± SD 20
13 Nilai koefisien regresi riwayat pekerjaan, lama pendidikan, orientasi
waktu, dan toleransi risiko terhadap melakukan PKHT 21
14 Nilai koefisien regresi linier riwayat pekerjaan, lama pendidikan,
pendapatan keluarga, jumlah tanggungan, orientasi waktu, toleransi
risiko, dan PKHT terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif 22
DAFTAR GAMBAR
15 Kerangka pemikiran penelitian 6
16 Skema penarikan contoh 8
DAFTAR LAMPIRAN
1 Persentase sebaran jawaban contoh berdasarkan pernyataan orientasi
waktu dan riwayat pekerjaan (%) 30
2 Persentase sebaran jawaban contoh berdasarkan pernyataan toleransi
risiko dan riwayat pekerjaan (%) 31
3 Persentase sebaran jawaban contoh berdasarkan pernyataan
kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga dan riwayat pekerjaan (%) 32
4 Riwayat hidup 33
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan usia harapan hidup penduduk merupakan salah satu indikator
keberhasilan pembangunan sebuah negara. Harapan hidup penduduk Indonesia
(laki-laki dan perempuan) diketahui mengalami peningkatan yakni dari 67.8
tahun pada periode 2000-2005 menjadi 73.6 tahun pada periode 2020-2025 (Data
Statistik Indonesia 2013). Namun, seiring dengan meningkatnya usia harapan
hidup, jumlah penduduk lanjut usia (lansia) juga dipastikan meningkat. Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyampaikan,
tahun 2013 penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 250 juta jiwa dengan
penduduk lansia mencapai 7.59 persen atau mencapai 17 juta jiwa.1
Jumlah lansia yang semakin banyak dan mempunyai hidup yang makin
lama bukan tidak menimbulkan persoalan. Di Indonesia, data statistik mengenai
penduduk 60 tahun ke atas yang memperoleh pendapatan berdasarkan sumber
pendapatan terbesar menunjukkan, jumlah lansia yang mengandalkan
anak/menantu sebagai pendapatan terbesarnya mencapai 39.6 persen. Selain itu,
sebesar 3.0 persen lansia diketahui masih mengandalkan saudara dan sebesar 0.6
persen lansia masih mengandalkan orang lain dalam membiayai hidupnya (Data
Statistik Indonesia 2013). Hal ini menandakan bahwa generasi lansia Indonesia
masih membebani keturunan dibawahnya untuk membiayai mereka.
Persoalan lain yang muncul seiring dengan bertambahnya jumlah lansia
dan taraf hidup yang meningkat adalah beberapa negara maju seperti Eropa,
Amerika Serikat, dan Jepang yang mengalami defisit anggaran karena kesulitan
membiayai generasi lansia.2 Hal ini tentunya akan menjadi ancaman serius
karena akan berdampak krisis pada ekonomi global. Richard Suzman dari
National Institute of Aging mengatakan bahwa secara tidak langsung peningkatan
jumlah lansia, terutama lansia yang mempunyai kondisi kesehatan yang buruk
akan memengaruhi perkembangan suatu negara dan akan mempersulit situasi
perekonomian.3
Situasi serupa juga terjadi di Indonesia, dimana porsi untuk
pensiunan PNS mencapai 23.2 persen (Rp 50 triliun) dari total belanja pegawai
dalam APBN 2012.4
Menikmati masa tua yang sejahtera dan terjamin secara finansial
merupakan impian semua orang. Namun, hasil riset terbaru Manulife Asset
Management tahun 2012 memaparkan bahwa, tingkat kekayaan finansial dan
kekayaan bersih hari tua di Indonesia masih relatif rendah.5
Hal ini dikarenakan
tidak adanya perencanaan hari tua yang jelas sehingga, banyak diantara orang
menyongsong masa pensiunnya tanpa mempunyai persiapan dan penetapan
tujuan yang harus dicapai.
1 “BKKBN: Tahun ini Penduduk Indonesia Capai 250 Juta Jiwa” dalam http://www.health.liputan6.com
[31Agustus2013] 2 2030, Indonesia Alami Ledakan Lansia?dalam http://www.portalhr.com [31 Agustus 2013]
3 Penduduk Lansia akan Membludak di 2040 dalam http://www.health.detik.com [31Agustus2013] 4 Beban Membengkak, Pemerintah Kaji Ubah Sistem Pembayaran Pensiun dalam http://www.setkab.go.id
[31Agustus2013] 5 Penduduk Indonesia Belum Siap Pensiun dalam http://www.keuangan.kontan.co.id [31Agustus2013]
2
Semakin bertambahnya biaya hidup dari tahun ke tahun, ketidakpastian
ekonomi dan ketidakpastian fisik seseorang di masa mendatang, merupakan
alasan-alasan mengapa seseorang perlu mempersiapkan masa tua (Senduk 1999).
Selain itu, usia hidup orang Indonesia yang semakin panjang dan adanya sikap
ingin bergantung pada anak dan sanak saudara, merupakan alasan lain mengapa
perencanaan pensiun semakin diperlukan (Manurung & Rizky 2009).
Joo & Pauwels 2002 dalam Joo & Grable (2005), menyatakan bahwa
seseorang yang aktif menabung untuk hari tua cenderung memiliki tingkat
kesiapan yang lebih tinggi dalam menghadapi hari tuanya. Selain itu, beberapa
penelitian cross sectional dan retrospektif juga menyebutkan bahwa perencanaan
hari tua membawa hasil yang positif seperti: kesehatan yang lebih baik, kepuasan
terhadap masa pensiun, dan penyesuaian yang lebih baik ketika pensiun (Elder &
Rudolf 1999; Schellenberg et al 2005; Zhu-Sams 2004).
Terdapat banyak hal yang diduga memengaruhi seseorang dalam
membuat perencanaan hari tua. Banyak dari penelitian terdahulu hanya terfokus
pada faktor demografi seperti usia, jenis kelamin, pendapatan, tingkat pendidikan,
dan besar keluarga. Namun belakangan, diketahui bahwa faktor psikologis
berperan secara substansial dalam proses perencanaan pensiun (Hershey et al
2007). Hershey (2004) berpendapat bahwa walaupun faktor demografi
berpengaruh terhadap keputusan menabung untuk hari tua, pengaruh tersebut
diperantarai oleh jiwa.
Model konseptual yang dibangun Hershey (2004) memasukan variabel
orientasi waktu dan toleransi risiko sebagai faktor kepribadian dari pengaruh
psikologis dalam menduga tingkah laku investor. Berdasarkan hal tersebut,
orientasi waktu dan toleransi risiko dipilih sebagai prediktor tambahan dalam
menduga perilaku Perencanaan Keuangan Hari Tua (PKHT). Penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa, level perspektif masa depan dan toleranssi risiko
yang tinggi pada seseorang berhubungan dengan profil menabung yang agresif
(Jacobs-Lawson & Hershey 2005). Selain itu, Trone et al (1996) mengatakan
bahwa time horizon dan toleransi terhadap risiko merupakan faktor yang terkait
dalam proses pengambilan keputusan keuangan seseorang.
Orientasi waktu mengukur kecendrungan individu dalam mengkonsumsi
berdasarkan preferensi waktu, apakah dirinya berfokus pada masa depan ataukah
hanya berfokus pada masa sekarang. Berdasarkan ilmu psikologi, orientasi waktu
disebut sebagai perspektif terhadap masa depan atau orientasi masa depan
sementara berdasarkan ilmu ekonomi lebih dikenal dengan istilah level
kesabaran seseorang dan planning horizon (Jacobs-Lawson & Hershey 2005).
Hershey dan Mowen (2000) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa orientasi
kepada masa depan mempunyai pengaruh yang langsung terhadap
mempersiapkan keuangan hari tua.
Toleransi risiko mencerminkan tingkat penerimaan seseorang terhadap
resiko atau ketidakpastian. Yuh dan Devaney (1996) menyatakan bahwa toleransi
risiko terkait secara langsung dalam partisipasi perencanaan pensiun dan
akumulasi tabungan hari tua. Selain itu, Grable dan Joo (1997) menyatakan
bahwa toleransi risiko merupakan prediktor signifikan dari investasi untuk hari
tua dan strategi menabung.
3
3
Perumusan Masalah
Masa pensiun merupakan masa dimana pendapatan yang didapatkan tidak
sama besar dengan pendapatannya saat masih bekerja. Bagi mantan pegawai
swasta, uang pensiun (pesangon) biasanya hanya diberikan satu kali dan
diberikan seluruhnya sesuai dengan masa kerjanya. Sedangkan untuk Pegawai
Negeri Sipil (PNS), uang pensiun diberikan per bulan. Meskipun begitu, uang
pensiun yang diterima oleh pegawai PNS per bulannya tidak sebesar gaji yang
diterima ketika masih bekerja.
Kurangnya kepuasan terhadap kondisi ekonomi pada saat pensiun,
membuat banyak dari pensiunan memutuskan tetap bekerja untuk meningkatkan
pendapatannya. Namun, bekerja setelah usia pensiun pun bukanlah pilihan yang
paling tepat baik bagi kesehatan maupun dari sisi produktifitas. Di Indonesia,
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penduduk lanjut usia cukup tinggi,
walaupun kesenjangan antarjenis kelamin juga cukup tinggi. TPAK lansia laki-
laki mencapai 72.26 persen, sedangkan perempuan 37.83 persen pada tahun 2007.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Komnas Lansia pada tahun 2008, ditemukan
bahwa alasan paling umum lansia masih bekerja adalah karena ekonomi yang
tidak mencukupi.6 Tingginya TPAK penduduk lanjut usia menunjukkan bahwa,
bagi banyak orang uang pensiun yang diterima belum bisa mencukupi kebutuhan
mereka setelah pensiun.
Hasil survei yang dilakukan oleh Life Insurance Marketing Research
Assosiation (LIMRA) pada tahun 2009 mengenai kondisi pekerja saat memasuki
masa pensiun begitu memprihatinkan. Hasil survei menyebutkan bahwa 40 tahun
setelah usia masa produktif yakni pada usia 65 tahun, 49.0 persen responden
mengatakan hidupnya mengandalkan anak, panti jompo atau sumbangan dari
pemerintah untuk masa tuanya, 12.0 persen bangkrut, 5.0 persen tetap bekerja,
4.0 persen keuangan yang mandiri dan 1.0 persen tergolong kaya.7
Kondisi
seperti ini sangat memprihatinkan, karena ternyata hanya sebesar 1.0 persen saja
pensiunan yang dapat hidup makmur dan kaya raya di hari tuanya.
Pada dasarnya, sulit sekali bagi kita untuk memprediksi kemungkinan
yang akan terjadi 20 atau 30 tahun kedepan sehingga kita tidak pernah tahu akan
seperti apa hidup kita setelah pensiun. Perencanaan yang matang baik secara fisik
maupun materi diperlukan untuk menghadapi ketidakpastian tersebut. Senduk
(1999) mengemukakan bahwa, ada beberapa kesalahan yang dilakukan dalam
mempersiapkan masa pensiun yang berakibat dapat menurunkannya
kesejahteraan saat pensiun. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain: terlambat
memulai program pensiun; jumlah penghasilan pensiun tetap, sementara biaya
hidup biasanya naik terus setiap tahun; langsung tertarik dengan janji
penghasilan pensiun yang akan diterima kelak; tidak memperkirakan jumlah
biaya hidup setelah pensiun; menggabungkan program pensiun dengan asuransi
jiwa; dan merasa puas dengan program pensiun yang diikuti oleh perusahaan.
6 Penduduk Lanjut Usia dalam http//www.menegpp.go.id [7 Maret 2013] 7 Perencanaan Keuangan Hari Tua dalam http//www.uanganda.or.id [5 Maret 2013]
4
Perilaku mempersiapkan hari tua di masa lalu dan kaitannya dengan
kesejahteraan pada masa sekarang yang dirasakan oleh keluarga usia pensiun
menimbulkan pemikiran dan motivasi penelitian ini untuk menganalisis perilaku
PKHT sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi di
masa pensiun. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahannya dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana perilaku PKHT yang dilakukan contoh di masa lalunya?
2. Adakah perbedaan pada variabel karakteristik individu dan keluarga,
orientasi waktu, toleransi risiko, dan kesejahteraan ekonomi subjektif pada
contoh PNS dengan non PNS?
3. Bagaimana pengaruh riwayat pekerjaan, lama pendidikan, orientasi waktu,
dan toleransi risiko terhadap melakukan PKHT?
4. Bagaimana pengaruh riwayat pekerjaan, lama pendidikan, jumlah
tanggungan, pendapatan keluarga, orientasi waktu, toleransi risiko, dan
PKHT terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku PKHT
dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif pada keluarga usia
pensiun.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi perilaku PKHT pada contoh.
2. Menganalisis karakteristik individu dan keluarga, orientasi waktu, toleransi
risiko, dan kesejahteraan ekonomi subjektif pada keluarga usia pensiun PNS
dengan non PNS.
3. Menganalisis pengaruh riwayat pekerjaan, lama pendidikan, orientasi waktu,
dan toleransi risiko terhadap melakukan PKHT.
4. Menganalisis pengaruh antara riwayat pekerjaan, lama pendidikan,
pendapatan keluarga, jumlah tanggungan, orientasi waktu, toleransi risiko,
dan PKHT terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi mengenai
PKHT dan pentingnya membuat PKHT. Berdasarkan informasi tersebut,
penelitian ini dapat menjadi acuan penelitian-penelitian selanjutnya terkait topik
manajemen sumberdaya keluarga. Bagi pemerintah dan instansi, hasil penelitan
ini diharapkan dapat dijadikan informasi dalam merumuskan kebijakan yang
berhubungan dengan peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan pensiun yang
lebih baik. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam membuat perencanaan hari tua sedini mungkin guna
meningkatkan kepuasan keluarga di saat pensiun.
5
5
KERANGKA PEMIKIRAN
Usia harapan hidup yang semakin meningkat membuat sebuah keluarga
merasa perlu mempersiapkan hari tuanya, karena menikmati masa tua yang
sejahtera dan terjamin secara finansial merupakan impian semua orang. Impian
tersebut akan mudah tercapai jika keluarga mempunyai perencanaan keuangan
yang jelas karena, mempersiapkan masa pensiun merupakan sebuah proses dan
tidak bisa dilakukan secara instan.
Perencanaan keuangan masa tua seseorang akan berbeda-beda, karena
setiap orang mempunyai nilai dan standar kepuasan yang berbeda-beda. Di
tengah kondisi perekonomian yang tidak menentu seperti sekarang ini, sulit
sekali bagi keluarga yang sudah pensiun untuk bertahan secara ekonomi jika
hanya mengandalkan tunjangan pensiun sementara harga-harga bahan pokok dan
tingkat kebutuhan dirasakan semakin meningkat. Oleh karena itu, penting bagi
keluarga untuk mulai menata dan merencanakan keuangan untuk keamanan
finansial di masa pensiun.
Peneltian ini mengadopsi model keputusan konsumen dari Engel et al
(1990) yang mengatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor yang memengaruhi
seseorang membuat keputusan, yaitu: 1) karakteristik individu, 2) lingkungan,
dan 3) proses psikologis. Model ini diadopsi sebagai kerangka penelitian untuk
menduga keputusan individu dalam melakukan PKHT. Karakteristik individu
yang dipilih sebagai variabel independen adalah riwayat pekerjaan dan lama
pendidikan. Orientasi waktu dan toleransi risiko dipilih sebagai variabel
independen dari proses psikologis. Hal ini merujuk pada pernyataan Jacobs-
Lawson dan Hershey (2005) yang mengatakan bahwa variabel psikologis seperti
perspektif terhadap masa depan, pengetahuan mengenai perencanaan pensiun,
dan toleransi risiko merupakan variabel penting dalam mempelajari perilaku
perencanaan hari tua seseorang. Namun demikian, penelitian ini tidak meneliti
pengaruh lingkungan dalam menduga keputusan individu melakukan PKHT.
Penelitian terdahulu menunjukkan, perencanaan keuangan hari tua
(PKHT) akan menjauhkan seseorang dari kehidupan yang stres baik secara fisik
maupun psikologis. Hal ini sesuai dengan temuan penelitian Noone (2010) yang
mengatakan bahwa seseorang yang melakukan perencanaan hari tua baik secara
finansial maupun psikososial mempunyai kesehatan dan kepuasan hidup di masa
tuanya. Beberapa langkah seperti menabung, berinvestasi, membeli asuransi hari
tua, dan mengikuti program pensiun dapat dijadikan alternatif pilihan bagi
keluarga dalam mengalokasikan uangnya sebagai tabungan untuk masa pensiun
(Senduk 1999).
Pada penelitian ini, variabel orientasi waktu masa depan dan toleransi
risiko juga diukur pengaruhnya secara langsung terhadap kesejahteraan ekonomi
subjekif untuk melihat pengaruh langsung proses psikologis dalam memengaruhi
kesejahteraan ekonomi subjektif seseorang. Hal ini merujuk pada pernyataan
Guhardja et al (1992) yang mengatakan bahwa, puas atau tidaknya seseorang
dapat dihubungkan dengan nilai yang dianut oleh orang tersebut dan tujuan yang
diinginkan. Apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan nilai yang dianut maka
diharapkan kepuasan akan terpenuhi.
6
Output berupa kesejahteraan ekonomi di masa pensiun sebagai hasil dari
pengelolaan sumber daya pada masa lalu merupakan ujung variabel yang diteliti
dalam penelitian ini. Penelitian ini akan mengungkap perilaku PKHT individu
dan membandingkannya dengan kesejahteraan ekonomi subjektif atau kepuasan
terhadap ekonomi yang dirasakan setelah pensiun. Kerangka pemikiran yang
dapat lebih menjelaskan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Keterangan:
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti
Pengelolaan
sumberdaya masa lalu
Perencanaan Keuangan
Hari Tua (PKHT)
Menabung
Investasi
Asuransi
Dana pensiun
Mandiri
Masa sekarang
Kesejahteraan
ekonomi subjektif
keluarga
Pengaruh
Lingkungan
Lingkungan kerja
Lingkungan
keluarga
Proses psikologis
Orientasi waktu
Toleransi risiko
Karakteristik
individu dan keluarga
Jumlah
tanggungan
Pendapatan
keluarga
Riwayat
pekerjaan
Lama
pendidikan
7
7
METODE
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study,
yaitu salah satu cara pengumpulan data dalam waktu tertentu dan tidak
berkelanjutan. Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Bogor Utara, Kota
Bogor (perumahan Bantarjati dan Indraprasta) dan Kecamatan Ciomas,
Kabupaten Bogor (perumahan Ciomas Permai dan Taman Pagelaran). Pemilihan
lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa daerah
tersebut terdapat perumahan yang sudah lama ada sehingga, diharapkan terdapat
penduduk usia pensiun yang memiliki latar belakang usia dan riwayat pekerjaan
yang sesuai dengan kriteria penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan
selama dua bulan yaitu pada bulan April hingga Mei 2013.
Teknik Pengambilan Contoh
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian “payung” dengan tema
“Manajemen Sumberdaya Keluarga Usia Pensiun”. Penelitian payung tersebut
ingin mengungkap bagaimana perilaku manajemen sumberdaya keluarga yang
terkait dengan peran gender dalam mengambil keputusan, alokasi waktu dan
pengeluaran, strategi nafkah dan dukungan sosial, dan perencanaan keuangan
hari tua pada masa lalu, yang kemudian akan dibedakan berdasaarkan tempat
tinggal (kota dan kabupaten) dan riwayat pekerjaan (PNS dan non PNS). Namun,
dalam penelitian ini hanya terfokus pada perencanaan keuangan hari tua
berdasarkan riwayat pekerjaan (PNS dan non PNS) yang akan dilihat
pengaruhnya terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga usia pensiun.
Populasi pada penelitian ini adalah keluarga yang telah memasuki usia
pensiun (≥56 tahun) dan tinggal di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor yaitu di
empat perumahan yang telah ditentukan. Perumahan-perumahan yang dipilih
merupakan perumahan yang sudah lama ada dan diduga terdapat banyak
penduduk lanjut usia.
Contoh pada penelitian ini adalah 160 orang suami atau istri yang telah
memasuki usia pensiun (≥56 tahun), memiliki riwayat pekerjaan sebagai Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan non PNS (pegawai swasta, wiraswasta, dan pegawai
BUMN), dan sudah mengalami pensiun. Contoh penelitian berjumlah 160 orang
yang terdiri dari 80 orang usia pensiun PNS dan 80 orang usia pensiun non PNS.
Jumlah tersebut dipilih karena untuk memenuhi kriteria minimal statistik N=30.
Teknik penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling. Setelah proses
cleaning, contoh yang dapat digunakan dalam penelitian ini berjumlah 154 (77
orang usia pensiun PNS dan 77 orang usia pensiun non PNS). Penjelasan lebih
lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.
8
Gambar 2 Skema penarikan contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data
primer meliputi: 1) karakteristik individu (jenis kelamin, usia, pendapatan, lama
pendidikan, riwayat pekerjaan), 2) karakteristik keluarga (jumlah tanggungan
keluarga, lama pernikahan), 3) orientasi waktu, 4) toleransi risiko, 5) PKHT pada
masa lalu, dan 6) kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga. Data primer
diperoleh dari hasil penggalian informasi yang dilakukan melalui wawancara dan
laporan diri dengan alat bantu kuesioner. Data sekunder yang diperoleh adalah
data monografi dari Kelurahan Bantarjati di Kota Bogor dan Kelurahan Ciomas
di Kabupaten Bogor. Data yang diambil dari kelurahan tersebut adalah data
jumlah keluarga yang termasuk usia pensiun.
Kuesioner penelitian berisi tentang karakteristik individu dan keluarga
yang terdiri dari usia, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan, dan
lama pernikahan. Selain itu kuesioner juga berisi tentang orientasi waktu,
toleransi risiko, PKHT, dan kesejahteraan ekonomi subjektif. Berikut adalah cara
pengukuran variabel penelitian yang diteliti dalam penelitian ini:
1. Orientasi waktu diukur menggunakan kuesioner yang mengadopsi dari
Sofiarrahmi (2012) yang dimodifikasi oleh peneliti. Di dalam kuesioner ini
terdapat 10 item pernyataan yang terdiri dari lima peryataan mengenai
present oriented dan lima pernyataan future oriented dengan scoring skala
pengukuran interval. Semakin tinggi skor mengindikasikan contoh
terkategori sebagai future oriented dan semakin rendah skor mengindikasikan
contoh terkategori present oriented.
Provinsi Jawa Barat
Kota Bogor Kabupaten Bogor
Kec. Bogor Utara Kec. Ciomas
Perumahan
Taman Pagelaran
Perumahan
Ciomas Permai
Perumahan
Indraprasta
Perumahan
Bantarjati
n = 40 keluarga n = 40 keluarga n = 40 keluarga n = 40 keluarga
Purposive
Purposive
Purposive
Purposive
Purposive
PNS
n=20
Non
PNS
n=20
PNS
n=20
Non
PNS
n=20
PNS
n=20
Non
PNS
n=20
PNS
n=20
Non
PNS
n=20
9
9
2. Grable (2000) mendefinisikan toleransi risiko keuangan sebagai jumlah
maksimum dari ketidakpastian yang berani diterima seseorang saat membuat
keputusan finansial. Kuesioner untuk mengukur toleransi risiko terdiri dari 10
item pernyataan. Pernyataan pada variabel toleransi risiko merujuk pada
Jacob-Lawson 2003 diacu dalam Jacob-Lawson dan Hershey (2005).
Semakin tinggi skor mengindikasikan contoh mempunyai toleransi risiko
yang tinggi (risk taker) dan semakin rendah skor mengindikasikan contoh
mempunyai toleransi risiko yang rendah (risk averse).
3. Kuesioner untuk mengukur kesejahteraan ekonomi subjektif terdiri dari 10
pernyataan yang merujuk pada material living standards yang termasuk
dalam key dimension of well being pada Commission on the Measurement of
Economic Performance and Social Progress. Pernyataan mengenai material
living standards mencakup pernyataan mengenai pendapatan, konsumsi, dan
kekayaan yang dirasakan.
4. Pengukuran perilaku PKHT contoh dilakukan dengan metode recall dengan
menggunakan kuesioner pertanyaan terbuka yang terkait dengan profil
menabung, investasi, membeli asuransi dan program dana pensiun yang
dilakukan dalam rangka mempersiapkan masa tua contoh.
Kuesioner yang mengukur variabel orientasi waktu masa depan dan
toleransi risiko diukur menggunakan skala likert dari 1 hingga 5 (sangat tidak
setuju hingga sangat setuju). Kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga diukur
dengan skala likert dari 1 hingga 5 (sangat tidak puas hingga sangat puas). Nilai
Cronbach’s alpha kuesioner orientasi waktu, toleransi risiko, dan kesejahteraan
ekonomi subjektif berturut-turut adalah 0.894, 0.697, dan 0.528. Berdasarkan uji
validitas, variabel orientasi waktu, toleransi risiko, dan kesejahteraan ekonomi
subjektif menunjukkan hasil yang valid karena nilai probabilitas korelasinya
lebih kecil dari taraf signifikan (α) sebesar 0.05.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul dari hasil wawancara, selanjutnya diolah melalui
proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, analisis, dan interpretasi data.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007
dan SPSS for Windows. Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif
dan inferensia. Analisis deskriptif meliputi frekuensi, rata-rata, standar deviasi,
nilai minimum, dan nilai maksimum. Analisis inferensia yang digunakan adalah
uji beda independent sample t-test, regresi logistik, dan regresi linier berganda.
Adapun cara analisis data dapat dilihat pada Tabel 1.
Skor dari setiap variabel orientasi waktu, toleransi risiko, dan
kesejahteraan ekonomi subjektif dijumlahkan dan dikateorikan menjadi tiga
kelompok, yaitu 1) rendah (10-23), 2) sedang (24-37), 3) tinggi (38-50).
Pengkategorian digunakan berdasarkan sebaran skor. Pembagian interval kelas
untuk menentukan tiga kategori menggunakan persamaan sebagai berikut:
Interval kelas (I) = Skor maksimum-Skor minimum
Jumlah kategori
10
Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap melakukan
PKHT, digunakan uji regresi logistik dengan model persamaannya sebagai
berikut:
α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + ε
p = Peluang untuk melakukan PKHT (ya=1, tidak=0)
α = Konstanta
β = Koefisien regresi
X1 = Riwayat pekerjaan
X2 = Lama pendidikan
X3 = Orientasi waktu
X4 = Toleransi risiko
ε = Eror
Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kesejahteraan ekonomi subjektif, digunakan uji regresi berganda dengan model
persamaannya sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + β9X9
Y = Skor kesejahteraan ekonomi subjektif
α = Konstanta
β = Koefisien regresi
X1 = Riwayat pekerjaan
X2 = Lama pendidikan
X3 = Jumlah tanggungan
X4 = Pendapatan keluarga
X5 = Orientasi waktu
X6 = Toleransi risiko
X7 = Mengikuti program dana pensiun wajib dan melakukan PKHT
X8 = hanya melakukan PKHT saja
X9 = hanya mengikuti program dana pensiun wajib saja
Tabel 1 Cara analisis data
No Variabel yang dianalisis Cara analisis data
1 Mengidentifikasi perilaku PKHT contoh Dianalisis secara deskriptif 2 Perbedaan pada karakteristik individu dan keluarga,
orientasi waktu, toleransi risiko, dan kesejahteraan
ekonomi subjektif pada keluarga usia pensiun PNS
dengan non PNS
Diuji dengan uji beda rata-
rata independent sample t-
test
3 Pengaruh antara riwayat pekerjaan, lama
pendidikan, orientasi waktu, dan toleransi risiko
terhadap melakukan PKHT
Diuji dengan uji regresi
logistic
4 Pengaruh antara riwayat pekerjaan, lama
pendidikan, pendapatan keluarga, jumlah
tanggungan, orientasi waktu, toleransi risiko, dan
PKHT terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif
Diuji dengan uji regresi
linier berganda
11
11
Definisi Operasional
Keluarga usia pensiun adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan
perkawinan darah atau adopsi, terdiri dari suami, istri, dan anak-anak serta
anggota keluarga lainnya dengan suami dan atau istri termasuk ke dalam
usia pensiun (≥56 tahun ) dan telah mengalami pensiun
Contoh adalah suami atau istri yang telah memasuki usia pensiun (≥56 tahun),
memiliki riwayat pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan non
PNS (pegawai swasta, wiraswasta, dan pegawai BUMN), dan sudah
mengalami pensiun.
Karakteristik individu dan keluarga adalah segala informasi yang berkaitan
dengan identitas diri contoh dan keluarganya, seperti: nama, jenis kelamin,
usia, pekerjaan, lama pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan
keluarga, dan lama pernikahan.
Usia adalah lama hidup contoh yang dinyatakan dalam tahun.
Lama Pendidikan adalah lama contoh menempuh pendidikan formal yang
dinyatakan dalam tahun.
Riwayat Pekerjaan adalah jenis profesi terakhir contoh yang dibedakan menjadi
PNS atau non PNS.
Jumlah Tanggungan Keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga
yang masih tinggal bersama dan hidupnya masih menjadi tanggungan
kepala keluarga tersebut.
Pendapatan Keluarga adalah total pengeluaran yang dikeluarkan oleh keluarga
ditambah saving.
Orientasi Waktu adalah nilai yang dianut contoh terhadap sejauh mana dirinya
berfokus kepada masa depan atau masa sekarang.
Toleransi Risiko adalah pandangan contoh dalam menerima adanya risiko atau
ketidakpastian yang mungkin terjadi di masa mendatang yang terkait dalam
keputusan mengalokasikan uang.
Perencanaan Keuangan adalah proses pengelolaan keuangan/aset yang dimiliki
keluarga untuk mendapatkan kepuasan di masa mendatang.
Perencanaan Keuangan Hari Tua adalah segala upaya seperti menabung,
investasi, membeli asuransi, mengikuti program dana pensiun mandiri,
ataupun kombinasi dari keempatnya yang secara sengaja dan dilakukan
oleh contoh di masa lalu yang diharapkan untuk meningkatkan kualitas
hidup mereka disaat mereka sudah pensiun.
Kesejahteraan Ekonomi Subjektif adalah persepsi kepuasan keluarga usia
pensiun terhadap ekonomi yang dirasakan dan merasa tidak mengalami
kendala dalam pemenuhan pendidikan anak, belanja, dan dapat beraktivitas
tanpa khawatir akan mengganggu kondisi finansialnya.
12
HASIL
Karakteristik Individu dan Keluarga
Lebih dari tiga per empat contoh PNS (81.8%) maupun non PNS (85.7%)
berjenis kelamin laki-laki. Usia contoh terkategori kedalam dewasa akhir dengan
total rata-rata usia contoh 60.9 tahun (Hurlock 1980). Berdasarkan uji beda tidak
ada perbedaan usia antara contoh PNS dengan non PNS. Lama pendidikan
contoh tergolong tinggi (≥12 tahun) dengan total rata-rata lama pendidikan 13.1
tahun. Uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada lama
pendidikan contoh PNS dengan non PNS, dengan rata-rata lama pendidikan
contoh PNS lebih lama (0.8 tahun) dibandingkan dengan contoh non PNS.
Tabel 2 Nilai rata-rata, standar deviasi, dan p-value karakteristik individu dan
keluarga berdasarkan riwayat pekerjaan
No Karakteristik individu
dan keluarga PNS Non PNS Total p-value
Rataan ± SD Rataan ± SD Rataan ± SD 1. Usia contoh (tahun) 61.5 ± 4.6 60.3 ± 4.7 60.9 ± 4.7 0.114 2. Lama pendidikan
contoh (tahun) 13.5 ± 2.3 12.7 ± 2.5 13.1 ± 2.4 0.045**
3. Lama pernikahan
(tahun) 33.9 ± 8.6 32.7 ± 6.8 33.4 ± 7.7 0.334
4. Jumlah tanggungan
keluarga (orang) 3.0 ± 1.1 3.0 ± 1.3 3.0 ± 1.2 0.121
5. Pendapatan keluarga
(Rp/bulan) 5 117 262.3 ±
2 532 680.1 4 666 235.9 ±
2 992 357.8 4 891 749.1 ±
2 772 237.2 0.314
Keterangan: ** signifikan pada p-value<0.05
Hasil selanjutnya menunjukkan, total rata-rata lama pernikahan keluarga
contoh adalah 33.4 tahun. Berdasarkan uji beda yang dilakukan tidak ada
perbedaan lama pernikahan antara contoh PNS dengan non PNS. Total rata-rata
jumlah tanggungan keluarga contoh 3.0 orang. Uji beda menyatakan tidak ada
perbedaan antara jumlah tanggungan antara contoh PNS dengan non PNS. Rata-
rata total pendapatan keluarga contoh PNS (Rp 5 117 262.3) lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata total pendapatan keluarga contoh non PNS (Rp 4
666 235.9). Namun, berdasarkan uji beda yang dilakukan tidak ada perbedaan
total pendapatan antara contoh PNS dengan non PNS (Tabel 2).
Orientasi Waktu
Hasil pada Tabel 3 menunjukkan, 76.0 persen contoh mempunyai skor
orientasi waktu yang tinggi. Skor orientasi waktu yang tinggi mencerminkan
bahwa contoh mempunyai orientasi pada masa depan (jangka panjang) daripada
masa sekarang. Berdasarkan jenis pekerjaan, contoh PNS mempunyai rataan skor
orientasi waktu yang lebih tinggi dibandingkan dengan contoh non PNS. Namun
demikian uji beda tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada orientasi waktu
antara contoh PNS dengan non PNS (p>0.05).
13
13
Tabel 3 Sebaran orientasi waktu masa depan contoh berdasarkan jenis
pekerjaan, nilai min, max, rataan ± SD
Orientasi waktu Jenis pekerjaan Total PNS Non PNS
n % n % n % Rendah (10-23) 2 2.6 1 1.3 3 2 Sedang (24-37) 13 16.9 21 27.3 34 22 Tinggi (38-50) 62 80.5 55 71.4 117 76 Total 77 100.0 77 100.0 154 100.0 Min - max 16 - 50 23 - 50 16 - 50 Rataan ± SD 42.0 ± 7.5 41.1 ± 7.2 41.5 ± 7.3 p-value 0.436
Toleransi Risiko
Toleransi risiko yang diukur dalam penelitian ini mengacu pada tingkat
risiko keuangan. Seseorang yang mempunyai toleransi risiko keuangan yang
tinggi (risk taker) menunjukkan sikap lebih berani memilih menginvestasikan
uangnya daripada menabung. Sementara, seseorang yang mempunyai toleransi
risiko keuangan rendah (risk averse) cenderung lebih suka menabungkan
uangnya untuk menghindari risiko dalam berinvestasi. Hasil penelitian
menunjukkan, 51.9 persen contoh memiliki skor toleransi risiko yang rendah.
Hal ini berarti, contoh lebih suka menabung daripada berinvestasi karena mereka
kurang berani dalam menghadapi risiko kehilangan keuangan.
Berdasarkan jenis pekerjaan, lebih dari separuh (58.4%) contoh PNS
mempunyai toleransi terhadap risiko yang rendah dan lebih dari separuh (50.6%)
contoh non PNS mempunyai toleransi terhadap risiko yang sedang. Hal ini
menyiratkan contoh non PNS cenderung risk taker dibandingkan dengan contoh
PNS yang tergolong risk averse. Pernyataan tersebut sejalan dengan uji beda
yang dilakukan karena terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) pada toleransi
risiko antara contoh PNS dengan non PNS, dimana skor rataan toleransi risiko
contoh non PNS lebih tinggi dibandingkan dengan contoh PNS. Hal ini berarti,
contoh non PNS lebih bersedia mempertimbangkan risiko tertentu dalam
mengalokasikan uangnya (Tabel 4).
Tabel 4 Sebaran toleransi risiko contoh berdasarkan jenis pekerjaan, nilai min,
max, rataan ± SD
Toleransi risiko Jenis pekerjaan Total PNS Non PNS
n % n % n % Rendah (10-23) 45 58.4 35 45.5 80 51.9 Sedang (24-37) 31 40.3 39 50.6 70 45.5 Tinggi (38-50) 1 1.3 3 3.9 4 2.6
Total 77 100.0 77 100.0 154 100.0 Min - max 10 - 39 12 - 42 10 - 42 Rataan ± SD 22.7 ± 6.6 24.9 ± 6.9 23.7 ± 6.8 p-value 0.045** Keterangan: ** signifikan pada p-value <0.05
14
Perencanaan Keuangan Hari Tua (PKHT)
Manurung dan Rizky (2009) mengatakan, untuk bisa mempunyai masa
pensiun yang menyenangkan dibutuhkan trade-off atau pengorbanan.
Pengorbanan yang dimaksud bisa merujuk pada perencanaan yang jelas dan
matang jika seseorang ingin mempunyai masa pensiun yang menyenangkan.
Hasil pada Tabel 5 menunjukkan, 60.4 persen contoh melakukan PKHT dengan
proporsi contoh non PNS lebih banyak 3.9 persen dibandingkan dengan contoh
PNS. Hal ini menandakan bahwa baik contoh PNS maupun non PNS telah
melakukan persiapan finansial untuk hari tua mereka. 39.6 persen contoh
mengaku tidak melakukan PKHT dalam mempersiapkan hari tuanya.
Berdasarkan hasil penggalian informasi, alasan yang dikemukakan contoh yang
tidak melakukan PKHT diantaranya adalah: tidak terpikirkan, hanya menjalani
hidup apa adanya, dan hanya mengandalkan dana pensiun pemerintah atau
pesangon perusahaan. Namun, alasan yang paling banyak dikemukakan contoh
adalah mempunyai gaji yang pas-pasan dan habis untuk keperluan anak dan
rumah tangga.
Hasil selanjutnya menunjukkan, 70.8 persen contoh mengaku ikut
program dana pensiun wajib. Program dana pensiun wajib adalah program dana
pensiun yang diberikan pemberi kerja kepada pegawainya. Program dana pensiun
wajib bagi contoh PNS berupa Taspen (Tabungan dan Asuransi Pensiun),
sementara program dana pensiun wajib bagi contoh non PNS berupa Jamsostek
atau program dana pensiun wajib yang dibuat oleh perusahaannya. Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 2013 mengenai asuransi sosial PNS menyebutkan
bahwa semua instansi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah wajib
memotong penghasilan bulanan PNS.8 Pemotongan penghasilan tersebut
dimaksudkan untuk iuran pensiun dan hari tua sehingga, tidak ada contoh PNS
yang tidak mengikuti dana pensiun wajib. Lain halnya dengan contoh PNS,
sebanyak 58.4 persen contoh non PNS mengaku tidak mengikuti program dana
pensiun wajib karena, ada atau tidaknya program dana pensiun wajib tergantung
dari kebijakan perusahaan tempatnya bekerja.
Tabel 5 Sebaran partisipasi PKHT dan keikutsertaan program dana pensiun
wajib contoh berdasarkan jenis pekerjaan
PKHT dan program dana pensiun
wajib contoh Riwayat pekerjaan Total
PNS Non PNS n % n % n %
PKHT Melakukan 45 58.4 48 62.3 93 60.4 Tidak melakukan 32 41.6 29 37.7 61 39.6 Total 77 100.0 77 100.0 154 100.0
Program dana pensiun wajib Ikut 77 100.0 32 41.6 109 70.8 Tidak ikut 0 0.0 45 58.4 45 29.2 Total 77 100.0 77 100.0 154 100.0
8 PNS Wajib Bayar Iuran Dana Pensiun 8% per Bulan dalam http://www.bpk.go.id/web [11 Januari 2014]
15
15
Usia Melakukan PKHT. Usia contoh saat mulai melakukan PKHT
beragam. Namun, usia 20-30 mendominasi contoh PNS maupun non PNS dalam
melakukan PKHT (74.2%) (Tabel 6). Usia 20an sampai dengan 30an merupakan
usia yang tepat untuk memulai melakukan perencanaan keuangan hari tua.
Menurut Dan Kadlec, seseorang pada usia 20an harus mempunyai pengelolaan
uang yang baik dan memulai merencanakan tujuan jangka panjangnya.
Selanjutnya, perencanaan keuangan hari tua harus mulai serius dilakukan pada
usia 30an, karena pada usia ini merupakan usia yang sangat tepat untuk memulai
merencanakan keuangan masa depan.9
Tabel 6 Sebaran usia contoh dalam melakukan PKHT berdasarkan jenis
pekerjaan
Usia melakukan PKHT Jenis pekerjaan Total PNS Non PNS
n % n % n % Usia 20an 14 31.1 18 37.5 32 34.4 Usia 30an 22 48.9 15 31.3 37 39.8 Usia 40an 4 8.9 10 20.8 14 15.0 Usia 50an 5 11.1 5 10.4 10 10.8 Total 45 100.0 48 100.0 93 100.0
Bentuk PKHT. PKHT dalam bentuk menabung saja menjadi pilihan
yang paling banyak dilakukan oleh contoh dalam merencanakan hari tuanya,
dengan proporsi mencapai 72.0 persen. PKHT dapat juga dilakukan dengan
mengkombinasikan beberapa bentuk PKHT. Sebanyak 23.7 persen contoh yang
melakukan PKHT mengaku melakukan dua atau lebih bentuk perencanaan dalam
lebih mempersiapkan hari tuanya, dengan proporsi keluarga usia pensiun non
PNS lebih tinggi 7.1 persen dibandingkan dengan keluarga usia pensiun PNS
(Tabel 7).
Tabel 7 Sebaran bentuk PKHT contoh berdasarkan jenis pekerjaan
Bentuk PKHT Jenis pekerjaan Total PNS Non PNS
n % n % n % Menabung saja 32 71.1 35 72.9 67 72.0 Investasi saja 3 6.7 0 0.0 3 3.2 Asuransi saja 1 2.2 0 0.0 1 1.1 Melakukan dua atau lebih perencanaan 9 20.0 13 27.1 22 23.7 Total 45 100.0 48 100.0 93 100.0
9 Planning For Retiremet at Any Age dalam http://www.content.time.com [12 Maret 2013]
16
Menabung. Menabung merupakan kegiatan menyisihkan sebagian
pendapatan aktual untuk dikonsumsi di masa depan. Selain itu, menabung juga
merupakan salah satu cara bagi keluarga untuk bertahan secara ekonomi dan
menghadapi ketidakpastian. Hasil dari Tabel 8 menunjukkan, lebih dari tiga per
empat (76.1%) contoh yang melakukan PKHT dengan cara menabung mengaku
hanya mempunyai satu jenis tabungan saja dan tabungan di bank adalah jenis
tabungan yang paling banyak dipilih (76.4%).
Secara keseluruhan (88.6%) baik contoh PNS maupun non PNS mengaku
rutin dalam menabungkan uangnya, dengan persentase frekuensi menabung yang
paling dominan dilakukan adalah setiap bulan (73.9%). Rata-rata uang yang
ditabungkan per bulan oleh contoh sangat beragam. Persentase terbesar contoh
PNS (39.0%) dan contoh non PNS (44.7%) mengaku menabungkan uangnya
untuk PKHT pada rentang Rp 300 001-500 000/bulannya. Persentase contoh non
PNS yang menabungkan uangnya pada rentang >Rp 900 000/bulan lebih banyak
14.0 persen dibandingkan contoh PNS. Sebesar hampir empat per lima (79.54%)
contoh PNS maupun non PNS memilih menabung sebagai PKHT karena
menganggap menabung lebih aman daripada berinvestasi.
Investasi. Investasi adalah suatu kegiatan penempatan dana dengan
bentuk-bentuk kekayaan lain selama periode tertentu, dengan harapan
memperoleh penghasilan atau peningkatan nilai investasi (Hartoyo & Johan
2009). Hasil dari Tabel 9 menunjukkan, lebih dari tiga per empat (87.5%) contoh
PNS dan hampir tiga per empat (72.7%) contoh non PNS yang melakukan PKHT
dengan cara investasi mengaku hanya mempunyai satu jenis investasi saja.
Investasi dengan jenis properti merupakan investasi yang paling banyak
dilakukan (63.6%) oleh contoh dalam rangka PKHT. Jenis investasi keluarga
contoh non PNS lebih beragam daripada contoh PNS. Contoh non PNS mengaku
berinvestasi pada saham, mata uang asing, emas/perhiasan dan properti.
Sementara, contoh PNS hanya berinvestasi pada emas/perhiasan dan properti.
Persentase terbesar (37.5%) dari contoh PNS mengaku menginvestasikan
21-30% uangnya dalam PKHT, sementara persentase terbesar (54.5%) dari
contoh non PNS hanya menginvestasikan 1-10% uangnya dalam PKHT. Alasan
yang paling banyak dikemukakan oleh contoh dalam memilih berinvestasi
sebagai PKHT adalah, karena tingkat pengembaliannya besar (42.1%) dan ingin
menghindari jatuhnya nilai mata uang (42.1%).
17
17
Tabel 8 Sebaran jumlah dan jenis tabungan, intensitas dan frekuensi menabung,
jumlah uang yang ditabungkan per bulan, dan alasan memilih
menabung contoh berdasarkan jenis pekerjaan
PKHT dalam bentuk menabung Jenis pekerjaan Total
PNS Non PNS
n % n % n % Jumlah tabungan
Mempunyai satu jenis tabungan 32 78.0 35 74.5 67 76.1 Mempunyai dua atau lebih jenis
tabungan 9 22.0 12 25.5 21 23.9
Total 41 100.0 47 100.0 88 100.0 Jenis tabungan* Tabungan di bank 40 76.9 44 75.9 84 76.4 Tabungan di koperasi 4 7.7 2 3.4 6 5.4 Tabungan di rumah 1 1.9 2 3.4 3 2.7 Arisan 4 7.7 3 5.2 7 6.4 Tanah 3 5.8 7 12.1 10 9.1 Total 52 100.0 58 100.0 110 100.0 Intensitas Rutin 37 90.2 41 87.2 78 88.6 Tidak rutin 4 9.8 6 12.8 10 11.4 Total 41 100.0 47 100.0 88 100.0 Frekuensi Setiap hari 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Setiap minggu 3 7.3 0 0.0 3 3.4 Setiap bulan 30 73.2 35 74.5 65 73.9 Setiap tahun 0 0.0 2 4.2 2 2.3 Tidak tentu 8 19.5 10 21.3 18 20.4 Total 41 100.0 47 100.0 88 100.0 Rata-rata uang yang ditabungkan
per bulan
< 100 000 2 4.9 7 14.9 9 10.2 100 000-300 000 15 36.6 7 14.9 22 25.0 300 001-500 000 16 39.0 21 44.7 37 42.0 500 001-700 000 4 9.8 1 2.1 5 5.7 700 001-900 000 1 2.4 1 2.1 2 2.3 > 900 000 3 7.3 10 21.3 13 14.8 Total 41 100.0 47 100.0 88 100.0 Alasan menabung Menabung lebih aman 32 78.0 38 80.8 70 79.5 Sudah cukup dengan tabungan 4 9.8 3 6.4 7 8.0 Investasi terlalu sulit dipahami 2 4.9 3 6.4 5 5.7 Mudah diambil 3 7.3 3 6.4 6 6.8 Total 41 100.0 47 100.0 88 100.0 jawaban boleh lebih dari satu
18
Tabel 9 Sebaran jumlah dan jenis investasi, persentase uang yang
diinvestasikan, dan alasan memilih investasi contoh berdasarkan jenis
pekerjaan
PKHT dalam bentuk investasi Jenis pekerjaan Total
PNS Non PNS
n % n % n %
Jumlah investasi Mempunyai satu jenis investasi 7 87.5 8 72.7 15 78.9 Mempunyai dua atau lebih jenis investasi 1 12.5 3 27.3 4 21.1 Total 8 100.0 11 100.0 19 100.0
Jenis investasi* Reksadana 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Obligasi 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Saham 0 0.0 3 23.1 3 13.6 Mata uang asing 0 0.0 1 7.7 1 4.6 Emas/perhisan lainnya 1 11.1 3 23.1 4 18.2 Properti 8 88.9 6 46.1 14 63.6 Total 9 100.0 13 100.0 22 100.0
Persentase uang yang diinvestasikan 1-10% 1 12.5 6 54.5 7 36.8 11-20% 1 12.5 2 18.2 3 15.8
21-30% 3 37.5 2 18.2 5 26.3
31-40% 2 25.0 1 9.1 3 15.8 >40% 1 12.5 0 0.0 1 5.3 Total 8 100.0 11 100.0 19 100.0
Alasan berinvestasi Tingkat pengembalian besar 2 25.0 6 54.5 8 42.1 Senang berinvestasi 1 12.5 2 18.2 3 15.8 Menghindari jatuhnya nilai mata uang 5 62.5 3 27.3 8 42.1 Total 8 100.0 11 100.0 19 100.0 jawaban boleh lebih dari satu
Asuransi. Senduk (1999) mengatakan bahwa program asuransi hari tua
merupakan program asuransi jiwa yang dikemas dengan nama perlindungan hari
tua atau asuransi pensiun. Senduk juga menambahkan, bahwa prinsip dari
program ini adalah memberikan dana tunai kepada pembeli asuransi pada umur
tertentu kelak (pemberian dana bisa sekali atau beberapa kali tergantung
kesepakatan pembeli).
Seluruh (100.0%) contoh PNS maupun non PNS yang melakukan PKHT
dengan membeli asuransi, hanya mempunyai satu bentuk asuransi saja. Asuransi
yang banyak dimiliki oleh keluarga usia pensiun PNS maupun non PNS dalam
melakukan PKHT adalah asuransi jiwa (87.5%). Hanya sebesar 12.5 persen yang
spesifik mempunyai asuransi dana pensiun.
Jumlah polis yang dimiliki oleh contoh beragam, namun sebanyak empat
per lima (80.0%) contoh PNS dan dua per tiga (66.7%) contoh non PNS
mengaku hanya memiliki 1-2 polis asuransi. Selanjutnya, sebesar tiga per empat
(75.0%) contoh mengaku telah membayarkan premi pada rentang ≤Rp 4 000 000
setiap tahunnya (Tabel 10).
19
19
Tabel 10 Sebaran jumlah dan jenis asuransi, jumlah polis yang dimiliki, dan
premi yang dibayarkan contoh setiap tahunnya berdasarkan jenis
pekerjaan
PKHT dalam bentuk asuransi Jenis pekerjaan Total
PNS Non PNS
n % n % n %
Jumlah asuransi Mempunyai satu jenis asuransi 5 100.0 3 100.0 8 100.0 Mempunyai dua atau lebih jenis asuransi 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Total 5 100.0 3 100.0 8 100.0
Jenis asuransi* Asuransi jiwa 4 80.0 3 100.0 7 87.5 Asuransi dana pensiun 1 20.0 0 0.0 1 12.5 Total 5 100.0 3 100.0 8 100.0
Jumlah polis yang dimiliki 1-2 4 80.0 2 66.7 6 75.0 3-4 1 20.0 0 0.0 1 12.5 >4 0 0.0 1 33.3 1 12.5 Total 5 100.0 3 100.0 8 100.0
Premi yang dibayarkan tiap tahun ≤ Rp 4 000 000 3 60.0 3 100.0 6 75.0 Rp 4 000 001 - < Rp 10 000 000 1 20.0 0 0.0 1 12.5 Rp 10 000 001 - < Rp 20 000 000 1 20.0 0 0.0 1 12.5 Rp > 20 000 000 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Total 5 100.0 3 100.0 8 100.0 jawaban boleh lebih dari satu
Program Dana Pensiun. Program pensiun adalah program yang khusus
disediakan untuk mempersiapkan tabungan masa tua. Tan (2010) mengemukakan
bahwa saat ini program dana pensiun di Indonesia disediakan oleh dua pihak,
yaitu: 1) Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK), yakni program dana pensiun
yang diberikan perusahaan/pemberi kerja untuk karyawannya, 2) Dana Pensiun
Lembaga Keuangan (DPLK), yakni program rencana pensiun yang ditawarkan
oleh perusahaan asuransi atau bank. Program ini diikuti oleh inisiatif dari
individu itu sendiri, dan bukan disediakan oleh perusahaan.
Hasil pada Tabel 11 menunjukkan, hanya sebesar 1.1 persen contoh yang
mengaku ikut program dana pensiun secara mandiri sisanya, 98.9 persen contoh
mengaku tidak mengikuti program dana pensiun secara mandiri. Hal ini
dikarenakan, mereka sudah mengikuti program dana pensiun wajib dari tempat
dirinya bekerja.
Tabel 11 Sebaran keikutsertaan contoh mengikuti program dana pensiun diluar
program dana pensiun wajib (DPLK) berdasarkan jenis pekerjaan
Program dana pensiun yang diikuti
secara mandiri Jenis pekerjaan Total
PNS Non PNS n % n % n %
Ikut 0 0.0 1 2.0 1 1.1 Tidak ikut 45 100.0 47 98.0 92 98.9 Total 45 100.0 48 100.0 93 100.0
20
Kesejahteraan Ekonomi Subjektif
Hasil pada Tabel 12 menunjukkan bahwa, 87.0 persen keluarga usia
pensiun terkategori mempunyai kesejahteraan ekonomi subjektif yang sedang.
Hal ini menandakan bahwa keluarga usia pensiun mengaku sudah merasa cukup
puas dengan keadaan ekonomi setelah pensiun namun mengalami sedikit kendala
dalam pemenuhan aktivitas yang dapat mengganggu keuangan keluarga
(Lampiran 3). Berdasarkan jenis pekerjaan, contoh PNS mempunyai rataan skor
kesejahteraan ekonomi subjektif sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan contoh
non PNS. Namun demikian uji beda tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
pada kesejahteraan ekonomi subjektif antara contoh PNS dengan non PNS
(p>0.05).
Tabel 12 Sebaran tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga usia
pensiun berdasarkan jenis pekerjaan, nilai min, max, rataan ± SD
Tingkat kesejahteraan
ekonomi subjektif Jenis pekerjaan Total
PNS Non PNS n % n % n %
Rendah (10-23) 5 6.5 7 9.1 12 7.8
Sedang (24-37) 70 90.9 64 83.1 134 87.0
Tinggi (38-50) 2 2.6 6 7.8 8 5.2
Total 77 100.0 77 100.0 154 100.0 Min - max 17 - 46 17 - 47 17 - 47 Rataan ± SD 29.8 ± 4.7 29.3 ± 5.4 29.5 ± 5.0 p-value 0.464
Pengaruh Riwayat Pekerjaan, Lama Pendidikan, Orientasi Waktu dan
Toleransi Risiko terhadap Melakukan PKHT
Hasil dari Tabel 13 menunjukkan bahwa model yang dibangun untuk
menganalisis pengaruh riwayat pekerjaan, lama pendidikan, orientasi waktu, dan
toleransi risiko terhadap melakukan PKHT memiliki koefisien determinasi
(Nagelkerke R Square) sebesar 0.159. Angka ini menunjukkan bahwa model
yang dibangun hanya dapat menjelaskan sebesar 15.9 persen pengaruh riwayat
pekerjaan, lama pendidikan, orientasi waktu, dan toleransi risiko terhadap
melakukan PKHT. Sementara itu, 84.1 persen lainnya dijelaskan oleh variabel
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Hasil analisis regresi menunjukkan, variabel orientasi waktu yang diukur
dengan skor berpengaruh signifikan terhadap melakukan PKHT. Setiap kenaikan
satu skor orientasi waktu, orang usia pensiun berpeluang 1.1 kali untuk
melakukan PKHT. Hal ini berarti, semakin orang usia pensiun berfokus pada
masa depan berpeluang dalam melakukan PKHT untuk mempersiapkan hari
tuanya.
Variabel riwayat pekerjaan berpengaruh tidak signikan terhadap
melakukan PKHT, sehingga memiliki pekerjaan sebagai PNS ataupun non PNS
tidak memengaruhi orang usia pensiun dalam melakukan PKHT. Seperti yang
kita ketahui besar kecilnya pendapatan seseorang dapat dilihat dari jenis
pekerjaannya. Seseorang yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi akan dapat
21
21
memenuhi kebutuhan keluarga pada masa kini sehingga dirinya bisa memikirkan
kebutuhan masa depan. Oleh karena itu, jenis pekerjaan yang menghasilkan
pendapatan yang tinggi akan memungkinkan seseorang melakukan PKHT.
Lama pendidikan juga ternyata tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap melakukan PKHT. Hal ini berarti semakin lama orang usia pensiun
duduk dibangku sekolah tidak menjamin orang tersebut melakukan PKHT untuk
hari tuanya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya pendidikan formal di
Indonesia yang mengajarkan mengenai perencanaan hari tua.
Toleransi risiko juga berpengaruh tidak signifikan terhadap melakukan
PKHT sehingga, orang usia pensiun yang mempunyai toleransi risiko yang tinggi
tidak serta merta akan melakukan PKHT. Hal ini mungkin disebabkan karena
orang yang mempunyai toleransi risiko tinggi adalah orang yang berani
menerima ketidakpastian, sehingga mereka akan beranggapan bahwa membuat
PKHT merupakan suatu kegiatan yang tidak perlu.
Tabel 13 Nilai koefisien regresi riwayat pekerjaan, lama pendidikan, orientasi
waktu, dan toleransi risiko terhadap melakukan PKHT
Variabel independen Melakukan PKHT (1=ya, 0=tidak)
B Exp(B)
Konstanta -5.989 0.003
Riwayat pekerjaan (1=PNS, 0=non PNS) 0.238 1.269
Lama pendidikan (tahun) 0.063 1.065
Orientasi waktu (skor) 0.102*** 1.107
Toleransi risiko (skor) 0.044 1.045
Chi-square 11.805
Nagelkerke R2
0.159
Keterangan: ***signifikan pada p<0.01
Pengaruh Riwayat Pekerjaan, Lama Pendidikan, Pendapatan
Keluarga, Jumlah Tanggungan, Orientasi Waktu, Toleransi Risiko, dan
PKHT terhadap Kesejahteraan Ekonomi Subjektif
Model regresi yang dibangun dengan variabel bebas yang terdiri dari
riwayat pekerjaan, lama pendidikan, jumlah tanggungan, pendapatan keluarga,
orientasi waktu, toleransi risiko, dan PKHT terhadap kesejahteraan ekonomi
subjektif hanya dapat menjelaskan sebesar 25.5 persen (R2=0.255). Sisanya,
sebesar 74.5 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model tersebut. Hal ini
menandakan bahwa banyak faktor lain yang dapat memengaruhi kesejahteraan
ekonomi subjektif keluarga.
Seperti terlihat pada Tabel 14, variabel kesejahteraan ekonomi subjektif
(skor) dipengaruhi secara signifikan oleh pendapatan keluarga, orientasi waktu,
toleransi risiko, dan PKHT. Sementara itu, variabel riwayat pekerjaan, lama
pendidikan, dan jumlah tanggungan berpengaruh tidak signifikan terhadap
variabel kesejahteraan ekonomi subjektif.
22
Tabel 14 Nilai koefisien regresi linier riwayat pekerjaan, lama pendidikan,
pendapatan keluarga, jumlah tanggungan, orientasi waktu, toleransi
risiko, dan PKHT terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif
Variabel independen Koefisien β
b Beta
Konstanta 16.600
Riwayat pekerjaan (1=PNS, 0=non PNS) -0.175 -0.017
Lama pendidikan (tahun) -0.029 -0.014
Pendapatan keluarga (rupiah) 3.429E-7 0.188**
Jumlah tanggungan (orang) -0.076 -0.018
Orientasi waktu (skor) 0.177 0.257***
Toleransi risiko (skor) 0.107 0.145*
D1 (1= mengikuti program dana pensiun wajib dan
melakukan PKHT; 0=lainnya)
3.332 0.329**
D2 (1= hanya melakukan PKHT saja; 0=lainnya) 2.879 0.215**
D3 (1= hanya mengikuti program dana pensiun wajib saja;
0=lainnya)
1.150 0.102
F 5.464
R 0.505
R2 0.255
Keterangan: *signifikan pada p<0.1; **signifikan pada p<0.05; ***signifikan pada p<0.01
Pendapatan keluarga yang diukur dengan rupiah berpengaruh signifikan
terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif (b=3.429E-7). Hal ini berarti setiap
kenaikan satu juta rupiah pada pendapatan keluarga akan meningkatkan skor
kesejahteraan ekonomi subjektif sebesar 0.3429 poin. Hal ini menandakan bahwa
kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga usia pensiun masih sangat sensitif
dipengaruhi oleh pendapatan keluarganya sehingga, semakin tinggi pendapatan
keluarga maka semakin tinggi pula kesejahteraan ekonomi subjektifnya.
Variabel orientasi waktu yang diukur dengan skor berpengaruh signifikan
terhadap variabel kesejahteraan ekonomi subjektif (b=0.177). Hal ini berarti
setiap kenaikan satu skor orientasi waktu akan meningkatkan skor kesejahteraan
ekonomi subjektif sebesar 0.177 poin. Hal ini menandakan bahwa orang usia
pensiun yang memiliki skor orientasi waktu masa depan lebih tinggi atau
mempunyai fokus mengenai masa depan, maka keluarganya akan memiliki
kesejahteraan ekonomi subjektif yang tinggi pula.
Variabel toleransi risiko yang diukur dengan skor berpengaruh signifikan
terhadap variabel kesejahteraan ekonomi subjektif (b=0.107). Hal ini berarti
setiap kenaikan satu skor toleransi risiko akan meningkatkan skor kesejahteraan
ekonomi subjektif sebesar 0.107 poin. Hal ini menandakan bahwa orang usia
pensiun yang memiliki skor toleransi risiko lebih tinggi maka akan memiliki
kesejahteraan ekonomi subjektif yang tinggi pula karena, orang yang mempunyai
toleransi risiko yang lebih tinggi akan berani menginvetasikan uangnya daripada
ditabung. Berdasarkan konsep investasi yang high risk high return, orang yang
berinvestasi maka akan memiliki pengembalian yang lebih tinggi daripada orang
yang menabung.
Variabel D1 memiliki pengaruh yang besar terhadap kesejahteraan
ekonomi subjektif keluarga karena memiliki nilai Beta tertinggi, yakni sebesar
0.329. Hal ini berarti, semakin orang usia pensiun mempersiapkan masa tuanya
23
23
(melakukan PKHT) walaupun sudah mengikuti dana pensiun wajib maka
keluarganya akan mempunyai kesejahteraan ekonomi subjektif yang lebih baik
ketika pensiun. Selain itu, variabel D2 juga berpengaruh signifikan terhadap
kesejahteraan ekonomi subjektif. Hal ini berarti, orang usia pensiun yang
melakukan PKHT saja dalam mempersiapkan hari tuanya mempunyai
kesejahteraan ekonomi subjektif yang lebih baik jika dibandingkan dengan orang
usia pensiun yang tidak melakukan PKHT dan tidak ikut program pensiun wajib.
Variabel riwayat pekerjaan berpengaruh tidak signifikan terhadap
kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga, sehingga memiliki pekerjaan sebagai
PNS ataupun non PNS tidak memengaruhi kepuasan keluarga usia pensiun
terhadap ekonominya setelah pensiun. Variabel lama pendidikan juga tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif
keluarga. Hal ini berarti semakin lama orang usia pensiun duduk dibangku
sekolah tidak menjamin keluarganya mempunyai kepuasan ekonomi lebih tinggi.
Walaupun seperti yang kita ketahui, seseorang yang mempunyai pendidikan yang
tinggi akan meningkatkan kesempatannya untuk mendapatkan pekerjaan yang
lebih baik sehingga, dapat meningkatkan kondisi finansial keluarga dan
mengantarkan keluarganya kepada kepuasan.
Jumlah tanggungan sebuah keluarga ternyata juga berpengaruh tidak
signifikan terhadap kepuasan keluarga terhadap kondisi ekonomi setelah pensiun.
Hal ini dapat disebabkan karena sebagian besar contoh tergolong keluarga yang
sudah pensiun. Seperti yang diketahui, keluarga yang pensiun sudah pensiun
akan mengalami penurunan finansial karena dirinya sudah tidak lagi bekerja dan
mendapatkan upah seperti saat produktif. Hal ini berarti, walaupun jumlah
tanggungan berkurang kondisi finansial keluarga juga mengalami penurunan
sehingga dapat menyebabkan ketidakpuasan terhadap kondisi ekonomi.
PEMBAHASAN
Perencanaan yang matang dibutuhkan jika seseorang ingin mempunyai
masa pensiun yang menyenangkan. Dalam manajemen keuangan, perencanaan
hari tua merupakan bagian paling penting untuk kesejahteraan hari tua sehingga
perlu untuk diprioritaskan (Hartoyo & Johan 2009). Berdasarkan hasil penelitian
ini, contoh dengan riwayat pekerjaan PNS bisa dibilang lebih terjamin kehidupan
pensiunnya daripada contoh dengan riwayat pekerjaan non PNS. Hal ini terlihat
pada pendapatan keluarga contoh PNS yang lebih tinggi daripada contoh non
PNS (Tabel 2). Hal ini dikarenakan, contoh PNS mempunyai tunjangan pensiun
per bulan karena telah mengikuti program dana pensiun wajib dari pemerintah
berupa Taspen (Tabungan dan Asuransi Pensiun). Oleh karena itu, di Indonesia
PKHT perlu mendapat perhatian terlebih bagi pekerja non PNS karena saat
pensiun dirinya tidak mendapat tunjangan pensiun per bulan seperti yang di
dapat oleh pensiunan PNS.
Hasil penelitian ini menunjukkan, sebanyak 60.4 persen contoh telah
melakukan PKHT dan sisanya 39.6 persen mengaku tidak melakukan PKHT.
Usia contoh PNS maupun contoh non PNS saat mulai melakukan PKHT
beragam, namun didominasi (74.2%) pada rentang usia 20-30an. Hal ini
24
merupakan temuan positif, karena keluarga usia pensiun memiliki kesadaran
yang tinggi akan pentingnya membuat PKHT.
Pada dasarnya PKHT dapat dilakukan dengan berbagai cara. Senduk
(1999) mengatakan bahwa PKHT dapat dilakukan dengan menyisihkan sebagian
aset dalam bentuk tabungan, berinvestasi, membeli asuransi, atau mengikuti
program dana pensiun. Berdasarkan hasil penelitian, menabung merupakan
bentuk PKHT yang paling banyak dipilih oleh contoh (72.0%) dengan tabungan
di bank adalah jenis tabungan yang paling banyak dipilih (76.4%). Hasil ini
sejalan dengan survei yang dilakukan terhadap investor di Indonesia yang
menunjukkan bahwa, kebanyakan orang Indonesia menyadari pentingnya
membuat perencanaan hari tua namun mereka masih mengandalkan tabungan
atau deposito (Manulife Investors Sentiment Index 2013).
Menabung menjadi bentuk PKHT yang paling digemari karena contoh
menganggap menabung lebih aman daripada berinvestasi (Tabel 8). Keputusan
menabungkan uang di bank dalam rangka PKHT menjadi kurang tepat karena
tabungan mempunyai bunga yang lebih rendah daripada tingkat inflasi sehingga,
jika menabungkan sejumlah uang dalam jangka waktu yang lama maka nilai
uang tersbut akan menjadi turun seiring dengan laju inflasi yang semakin
meningkat tiap tahunnya. Keunggulan tabungan yang menawarkan keamanan,
uang kembali utuh, dan dapat diambil kapan saja menjadi pilihan contoh karena
sejalan dengan skor toleransi risiko contoh contoh berada pada toleransi risiko
yang rendah (51.9%). Grable dan Lytton (2003) menyatakan, seseorang dengan
toleransi risiko yang rendah dilaporkan memegang lebih banyak sekuritas
berpenghasilan tetap dan uang tunai.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya variabel orientasi waktu
saja yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap melakukan PKHT,
sementara variabel riwayat pekerjaan, lama pendidikan, dan toleransi risiko
berpengaruh tidak signifikan. Lama pendidikan tidak berpengaruh signifikan
terhadap melakukan PKHT. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian di Amerika
yang mengemukakan bahwa tingkat pendidikan memengaruhi seseorang dalam
mempersiapkan pensiun (Lusardi 2003; Joo & Grable 2005). Folk et al (2012)
dalam penelitiannya juga menyebutkan, semakin beredukasi orang Malaysia
maka semakin mereka mempersiapkan pensiun. Hal ini menandakan bahwa
kesadaran orang Indonesia melakukan PKHT tidak dipengaruhi oleh lama
pendidikan.
Toleransi risiko tidak berpengaruh signifikan terhadap melakukan PKHT
sehingga, seseorang dengan toleransi risiko yang lebih tinggi tidak serta merta
dapat meningkatkan peluang untuk melakukan PKHT. Hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian di Amerika yang menunjukkan tingginya toleransi
risiko seseorang berhubungan dengan profil menabung yang agresif (Jacobs-
Lawson & Hershey 2005). Hal ini berarti di Indonesia, orang yang mempunyai
toleransi risiko tinggi ternyata tidak melakukan PKHT karena mungkin mereka
akan beranggapan bahwa mempersiapkan masa tua dengan cara berinvestasi
dapat dilakukan nanti. Karena pada dasarnya seseorang dengan toleransi risiko
yang tinggi adalah orang yang siap menerima ketidakpastian.
Orientasi waktu mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung
terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga. Hasil regresi menunjukkan
bahwa orientasi waktu berpengaruh sangat signifikan (p<0.01) terhadap
25
25
melakukan PKHT dan kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga. Hershey dan
Mowen (2000) mengatakan, orientasi waktu kepada masa depan yang tinggi
tidak hanya berpengaruh pada keterlibatan seseorang pada proses perencanaan
keuangan tetapi juga berpengaruh langsung terhadap persiapan finansial saat
pensiun. Hal ini berarti, bahwa seseorang yang berorientasi kepada masa depan
akan berpeluang melakukan PKHT yang pada akhirnya akan membawa
keluarganya mencapai kepuasan ekonomi yang lebih baik saat pensiun.
Kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga usia pensiun diketahui secara
signifikan dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, orientasi waktu, toleransi risiko,
dan melakukan PKHT. Lama pendidikan tidak menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif. Temuan ini tidak sejalan
dengan Blanchflower dan Oswald (2001) yang melaporkan bahwa kesejahteraan
dilaporkan lebih tinggi pada seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi.
Seseorang dengan pendidikan yang tinggi memungkinkan dirinya dapat
mengelola sumberdaya keluarganya dengan lebih baik sehingga, akan
meningkatkan peluang untuk sejahtera.
Jumlah tanggungan juga berpengaruh tidak signifikan terhadap
kesejahteraan ekonomi subjektif. Namun ada kecenderungan dimana semakin
sedikit jumlah tanggungan ketika pensiun akan meningkatkan kepuasan terhadap
kesejahteraan ekonomi subjektif. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hartoyo
dan Aniri (2010) yang menyebutkan bahwa keluarga dengan jumlah anggota
yang lebih banyak memiliki beban kebutuhan yang lebih besar sehingga, peluang
untuk sejahtera menjadi lebih kecil.
Pendapatan dan kekayaan merupakan komponen penting dari
kesejahteraan individu (OECD 2011). Hayo dan Seifert (2002) dalam
penelitiannya mengatakan, kekayaan materi dan pendapatan akan meningkatkan
kesejahteraan ekonomi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pendapatan
keluarga berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif.
Hal ini menegaskan bahwa orang Indonesia masih sangat sensitif terhadap
pendapatan sehingga, semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin puas
kesejahteraan ekonominya.
PKHT mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kesejahteraan ekonomi
subjektif (p<0.01). Hal ini sejalan dengan pernyataan Panis (2003) bahwa
seseorang yang melakukan perencanaan keuangan ketika masih bekerja lebih
mungkin mengalami kepuasan ketika pensiun daripada mereka yang tidak
merencanakan, walaupun pendapatan rumah tangganya cenderung konstan.
Selain itu, hasil penelitian Lusardi (2003) juga menambahkan bahwa, rumah
tangga yang tidak mempunyai perencanaan untuk pensiun berakhir dengan
memiliki tabungan jauh lebih rendah daripada rumah tangga yang memiliki
pemikiran (sedikit atau banyak) tentang pensiun.
Toleransi risiko memengaruhi seseorang dalam keputusannya
mengalokasikan aset (Grable & Lytton 2003; Gilliam et al 2010). Sikap terhadap
risiko juga merupakan faktor penentu dari akumulasi aset pensiun (Hariharan et
al 2000). Dalam penelitian ini, toleransi risiko menunjukkan pengaruh positif
signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif. Hasil ini sejalan dengan
hasil penelitian Finke dan Huston (2003) yang menggunakan data Survey of
Consumer Finances dari tahun 1998 yang menunjukkan bahwa, kesediaan
26
mengambil risiko keuangan berhubungan secara signifikan dengan kekayaan
bersih yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil uji beda, variabel lama pendidikan menunjukkan
perbedaan yang nyata (p<0.05) antara contoh PNS dengan non PNS. Contoh
PNS mempunyai lama pendidikan yang lebih lama dibandingkan dengan contoh
non PNS. Jika dilihat dari pendapatan keluarga, contoh PNS mempunyai rata-rata
pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan contoh non PNS walaupun
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Hartoyo dan Aniri (2010) yang mengatakan, semakin tinggi tingkat pendidikan
memberikan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan yang
tinggi sehingga, dapat meningkatkan status ekonomi keluarga.
Variabel toleransi risiko juga menunjukkan perbedaan yang nyata
(p<0.05) antara contoh PNS dengan non PNS. Contoh PNS mempunyai toleransi
risiko yang lebih rendah daripada contoh non PNS. Hal ini sejalan dengan
pendapat Bellante dan Link (1981) yang menyebutkan bahwa orang yang
mempunyai kecenderungan menghindari risiko tertarik untuk memilih bekerja
disektor publik daripada di swasta. Bonin et al (2007) menambahkan, bekerja di
sektor publik menyiratkan secara signifikan mempunyai risiko lebih rendah
daripada bekerja di swasta. Hal ini dapat dijelaskan karena perusahaan swasta
lebih rentan mengalami likuidasi dan PHK sehingga, risiko bekerja di sektor
swasta lebih tinggi.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah pengambilan contoh yang
dilakukan secara purposive sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisir.
Kecilnya nilai Nagelkerke R2
dan R2
pada model regresi juga menandakan bahwa
banyak faktor lain yang dapat memengaruhi variabel independen yang tidak
diteliti dalam penelitian ini. Kekurangan penelitian ini juga terletak pada
instrumen yang digunakan, karena kuesioner yang digunakan merupakan
pengembangan awal sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Persentase orang usia pensiun yang melakukan PKHT dalam menyambut
hari tuanya lebih banyak daripada yang tidak melakukan, dengan usia saat
memulai PKHT didominasi pada rentang 20-30an. Hal ini menyiratkan,
kesadaran akan pentingnya mempersiapkan hari tua sudah baik karena telah
melakukan PKHT sedini mungkin. PKHT dalam bentuk menabung lebih banyak
dipilih karena orang usia pensiun merasa menabung lebih aman daripada
berinvestasi, dimana selaras dengan skor rata-rata toleransi risiko yang berada
pada kategori rendah.
Berdasarkan uji beda yang dilakukan, lama pendidikan dan toleransi
risiko antara orang usia pensiun PNS dengan non PNS berbeda nyata. Lama
pendidikan orang usia pensiun PNS lebih lama dan mempunyai toleransi risiko
yang lebih rendah dibandingkan dengan orang usia pensiun non PNS. Hasil
penelitian menunjukkan, orientasi waktu berpengaruh kuat terhadap melakukan
27
27
PKHT sehingga, semakin orang usia pensiun mempunyai orientasi waktu yang
tinggi (berfokus pada masa depan) maka sewaktu muda dirinya melakukan
PKHT untuk meningkatkan kepuasan di hari tuanya.
Kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga pensiun dipengaruhi oleh
pendapatan keluarga, orientasi waktu, toleransi risiko, dan PKHT. PKHT
menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif
keluarga. Hal ini terlihat pada koefisien regresi orang usia pensiun yang hanya
mengikuti program dana pensiun saja (variabel D3) yang tidak menunjukkan
pengaruh terhadap kesejahteraan ekonomi subjektif. Hal ini berarti, jika
dibandingkan dengan orang usia pensiun yang tidak melakukan apa-apa dalam
mempersiapkan pensiunnya, orang usia pensiun yang hanya mengikuti program
dana pensiun saja mempunyai kesejahteraan ekonomi subjektif yang sama. Dapat
disimpulkan, dana pensiun per bulan atau pesangon yang didapatkan oleh orang
usia pensiun belum dapat menutupi kebutuhan keluarganya saat pensiun
sehingga menyebabkan ketidakpuasan keluarga terhadap kesejahteraan
ekonominya.
Saran
Diperlukan upaya pemerintah dan kalangan swasta untuk mendorong
masyarakat Indonesia melakukan PKHT agar menjadi pensiun yang mempunyai
kesejahteraan ekonomi subjektif yang lebih baik. Bagi seseorang yang kurang
toleran dalam mengambil risiko, diversifikasi dalam berinvestasi dapat dilakukan
guna mencapai tujuan jangka panjang. Karena, instrumen investasi sangat cocok
dipilih untuk tujuan jangka panjang (perencanaan hari tua) dibandingkan dengan
menabung, mengingat laju inflasi yang lebih tinggi dibandingkan tingkat bunga
yang didapatkan. Untuk kesempurnaan penelitian berikutnya, perlu dilakukan
penambahan variabel yang berasal dari pengaruh lingkungan yang tidak diteliti di
dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bellante D, Link AN. 1981. Are public sector workers more risk averse than
private sector workers?. Industrial and Labor Relations Review. 34(3):408-
412.
Blanchflower DG, Oswald AJ. 2004. Well-being over time in britain and the
USA. Journal of Public Economics. 88:1359-1386. doi:10.1016/S0047-
2727(02)00168-8.
Bonin H, Dohmen T, Falk A, Huffman D, Sunde U. 2007. Cross-sectional
earnings risk and occupational sorting: the role of risk atti-tudes. Labour
Economics. 14(6):926-937.
[DSI] Data Statistik Indonesia. 2013. Penduduk 60 Tahun Ke Atas yang
Memperoleh Pendapatan menurut Kabupaten/Kota dan Sumber Pendapatan
Terbesar, Indonesia. Diambil dari: www.datastatistik-indonesia.com.
28
Elder HW, Rudolph PM. 1999. Does retirement planning affect the level of
retirement satisfaction?. Financial Services Review. 8:117-127.
Engel JF, Blackwell RD, Miniard, RW. 1990. Consumer behaviour. Orlando
(US): Dryden Press.
Finke MS, Huston SJ. 2003. The brighter side of financial risk: financial risk
tolerance and wealth. Journal of Family and Economic Issues. 24(3):233-
256. doi: 10.1023/A:1025443204681
Folk JY, Beh LS, Baranovich DL. 2012. Financial education: determinant of
retirement planning in malaysia. Journal of Business Management and
Economics. 3(2):69-78.
Gilliam J, Chatterjee S, Grable J. 2010. Measuring the perception of financial
risk tolerance: a tale of two measures. Journal of Financial Counseling and
Planning. 21(2):30-43.
Grable JE. 2000. Financial risk tolerance and additional factors that affect risk
taking in everyday money matters. Journal of Business and Psychology.
14:625-630.
Grable JE, Joo S. 1997. Determinants of risk preference: implications for family
and consumer sciences professionals. Family Economics and Resource
Management Biennial. 2:19–24.
Grable JE, Lytton RH. 2003. The development of a risk assessment instrument:
follow-up study. Financial Services Review.12:257–274.
Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Hastuti D. 1992. Diktat manajamen
sumberdaya keluarga. Jurusan Gizi dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas
Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Hariharan G, Chapman KS, Domian DL. 2000. Risk tolerance and asset
allocation for investors nearing retirement. Financial Services
Review.9:159–170.
Hartoyo, Johan IR. 2009. Diktat Manajemen Keuangan Konsumen. Bogor (ID):
IPB.
Hartoyo, Aniri NB. 2010. Analisis tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya
ikan dan non pembudidaya ikan di kabupaten bogor. Jurnal Ilmu Keluarga
dan Konsumen. 3(1):64-73.
Hayo B, Seifert W. 2002. Subjective economic well-being in eastern europe.
Journal of Economic Psychology. 24:329-348. doi:10.1016/S0167-
4870(02)00173-3.
Hershey DA. 2004. Psychological influences on the retirement investor. CSA
Journal: Certified Senior Advisor. 22:31–39.
Hershey DA, Jacobs-Lawson JM, McArdle JJ, Hamagami F. 2007. Psychological
foundations of financial planning for retirement. Journal of Adult
Development. 14:26-36. doi: 10.1007/s10804-007-9028-1.
Hershey DA, Mowen JC. 2000. Psychological determinants of financial
preparedness for retirement. Gerontologist. 40(6):687-697.
Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan: suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. Jakarta (ID): Erlangga.
Jacobs-Lawson JM, Hershey DA. 2005. Influence of future time perspective,
financial knowledge, and financial risk tolerance on retirement saving
behavior. Financial Services Review. 14:331-334.
29
29
Joo S, Grable JE. 2005. Employee education and the likelihood of having a
retirement savings program. Financial Planning and Counseling.16:37-49.
Lusardi A. 2003. Planning and Saving for Retirement. Dartmouth College
Working Paper.
Manulife Investors Sentiment Index. 2013. Investor Confidence Low Acress
Developed Asia: indonesian think they invest enough but reality says
otherwise. Diambil dari: www.manulife-indonesia.com.
Manurung AH, Rizky LT. 2009. Successful Financial Planner: A complete guide.
Jakarta (ID): Grasindo.
Noone JH. 2010. Psychological and Socioeconomic Factors Influencing Men
and Women‟s Planning for Retirement [thesis]. New Zealand, Psychology,
Massey University
[OECD] Organisation for Economic Co-operation and Development. 2011.
How’s life? Measuring Well-Being. Paris(FR): OECD Publishing.
Schellenberg G, Turcotte M, Ram B. 2005. Preparing for retirement. Canadian
Social Trends. 78:8-11.
Senduk S. 1999. Merancang Program Pensiun. Jakarta (ID): PT. Elex Media
Komputindo.
Sofiarrahmi M. 2012. Analisis peran gender dan perilaku menabung pada
keluarga nelayan: Studi di Keluarahan Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi
[skripsi]. Bogor: Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.
Tan I. 2010. Smart With Your Money: cerdas mengelola keuangan pribadi &
berinvestasi agar hari tua sejahtera. Jakarta (ID): Penerbit Libri.
Trone DB, Allbright WR, Taylor PR. 1996. The Management of Investment
Decision. Chicago (US): Irwin.
Panis CWA. 2003. Annuities and retirement well-being. Design and structure:
new lessons from behavioral finance. New York (US): Oxford University
Press.hlm259-274.
Yuh Y, DeVaney SA. 1996. Determinants of couples‟ defined contribution
retirement funds. Financial Counseling and Planning. 7:31–38.
Zhu-Sams D. 2004. Will pre-retirement planning affect post-retirement
experience?. Papers for the Western Family Economics Associations. 19:51-
57.
30
LAMPIRAN
Lampiran 1 Persentase sebaran jawaban contoh berdasarkan pernyataan orientasi masa depan dan riwayat pekerjaan (%)
Pernyataan Tidak setuju Netral Setuju Total p-value
PNS Non
PNS
PNS Non
PNS
PNS Non
PNS
PNS Non
PNS
Saya memiliki kebiasaan menghabiskan seluruh
pendapatan untuk kebutuhan hidup sekarang
75.4 66.3 5.2 14.3 19.5 19.5 100.0 100.0 0.474
Tak perlu memikirkan kebutuhan masa depan karena
prinsip hidup saya adalah „bagaimana nanti‟
84.5 72.8 2.6 7.8 13.0 19.5 100.0 100.0 0.187
Menabung tidak perlu dilakukan jika tidak ada tujuan di
masa depan
78.0 78.0 3.9 7.8 18.2 14.3 100.0 100.0 0.888
Saya tidak memikirkan kehidupan masa mendatang 84.5 81.9 5.2 5.2 10.4 13.0 100.0 100.0 0.814
Saya menikmati hidup untuk saat ini tanpa memikirkan
apa yang akan terjadi besok
83.2 71.5 2.6 7.8 14.3 20.8 100.0 100.0 0.275
Saya berusaha untuk menyisihkan sebagian kecil dari
pendapatan
9.1 9.1 6.5 2.6 84.5 88.4 100.0 100.0 0.934
Kebutuhan di masa mendatang akan lebih mahal
sehingga perlunya menyimpan sebagian pendapatan
7.8 9.1 11.7 6.5 80.6 84.5 100.0 100.0 0.875
Prisip hidup saya adalah bersusah-susah dahulu
bersenang-senang kemudian
2.6 5.2 6.5 5.2 90.9 89.7 100.0 100.0 0.431
Keberlangsungan kehidupan masa depan akan
tergantung pola konsumsi kita saat ini
1.3 2.6 6.5 6.5 92.2 91.0 100.0 100.0 0.356
Perlunya untuk merencanakan kehidupan masa yang
akan dating
3.9 7.8 2.6 3.9 93.5 88.3 100.0 100.0 0.305
31
Lampiran 2 Persentase sebaran jawaban contoh berdasarkan pernyataan toleransi risiko dan riwayat pekerjaan (%)
Pernyataan Tidak setuju Netral Setuju Total p-value
PNS Non
PNS
PNS Non
PNS
PNS Non
PNS
PNS Non
PNS
Saya sangat ingin menjadi wirausahawan 45.5 39.0 9.1 9.1 45.5 52.0 100.0 100.0 0.185
Saya lebih senang menabung daripada berinvestasi 13.0 22.1 14.3 20.8 72.8 57.2 100.0 100.0 0.006***
Saya berani memilih investasi dengan pengembalian
yang tinggi walaupun beresiko
85.7 74.1 6.5 9.1 7.8 16.9 100.0 100.0 0.021**
Dalam berinvestasi, keamanan keuangan menjadi yang
terpenting dibandingkan tingkat pengembalian
79.3 75.4 5.2 7.8 15.6 16.9 100.0 100.0 0.426
Saya berani melakukan investasi yang beresiko untuk
menjamin keseimbangan keuangan di hari tua
85.7 70.2 5.2 7.8 9.1 22.1 100.0 100.0 0.012**
Saya mencari investasi yang menghindari saya dari
kehilangan
67.6 80.5 7.8 7.8 24.7 11.7 100.0 100.0 0.069
Saya bersedia mempertimbangkan resiko tertentu untuk
meningkatkan kemungkinan memperoleh hasil yang
lebih tinggi
50.7 42.9 13.0 15.6 36.4 41.6 100.0 100.0 0.519
Saya melakukan investasi bukan untuk mendapatkan
penghasilan masa kini
33.8 40.3 15.6 7.8 50.7 52.0 100.0 100.0 0.810
Saya berani menghadapi risiko kehilangan keuangan 80.5 74.1 6.5 9.1 13.0 16.9 100.0 100.0 0.171
Saya sangat tidak menyukai risiko dan saya tidak ingin
nilai investasi saya menurun
22.1 26.0 7.8 5.2 70.2 68.8 100.0 100.0 0.236
Keterangan: ** nyata pada p-value<0.05; ***nyata pada p-value<0.01
32
Lampiran 3 Persentase sebaran jawaban contoh berdasarkan pernyataan kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga dan riwayat pekerjaan
(%)
Pernyataan Tidak setuju Netral Setuju Total p-value
PNS Non
PNS
PNS Non
PNS
PNS Non PNS PNS Non
PNS
Keluarga merasa puas dengan kondisi keuangan
keluarga setelah pensiun
13.0 13.0 7.8 18.2 79.3 68.9 100.0 100.0 0.129
Keluarga merasa pendapatan setelah pensiun tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
40.3 50.7 14.3 19.5 45.5 29.9 100.0 100.0 0.032**
Semenjak pensiun, keluarga mengurangi waktu
untuk melakukan hobi demi menjaga keuangan
keluarga
23.4 26.0 11.7 13.0 65.0 61.1 100.0 100.0 0.411
Semenjak pensiun, keluarga mengurangi waktu
untuk berbelanja yang tidak penting
3.9 5.2 7.8 7.8 88.4 87.0 100.0 100.0 0.325
Keluarga mengurangi pembelian barang baru
karena pendapatan setelah pensiun terbatas
5.2 5.2 9.1 7.8 85.8 87.1 100.0 100.0 0.654
Keluarga lebih suka menghabiskan waktu dirumah
daripada melakukan aktivitas yang dapat
mengganggu keuangan keluarga
11.7 7.8 11.7 7.8 76.7 84.5 100.0 100.0 0.697
Keluarga bisa melakukan hal yang diinginkan
tanpa khawatir memengaruhi keuangan keluarga
27.3 36.4 16.9 19.5 55.9 44.2 100.0 100.0 0.193
Keluarga merasa kesulitan memenuhi pendidikan
anggota keluarga
84.4 70.2 10.4 13.0 5.2 16.9 100.0 100.0 0.016**
Keluarga mengalami kesulitan dalam membiayai
kesehatan
75.4 71.5 13.0 14.3 11.7 14.3 100.0 100.0 0.311
Keluarga memiliki tabungan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan yang tidak dapat ditunda
33.8 37.7 11.7 14.3 54.6 48.1 100.0 100.0 0.42
Keterangan: ** nyata pada p-value<0.05
33
33
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 24 Mei 1991. Penulis
adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bambang Sumaryanto, SE,
MM dan Neneng Rosnadewi. Riwayat pendidikan penulis antara lain TK Nurul
Huda (1994-1996), SD Muhammadiyah 12 Pamulang (1997-2003), Madrasah
Tsanawiyah UIN Jakarta (2003-2006). Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri
46 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Mandiri IPB (USMI) yang
kemudian diterima di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas
Ekologi Manusia (FEMA).
Selama di perkuliahan penulis aktif dalam berbagai organisasi dan
kepanitiaan, diantaranya anggota Divisi Penyuluhan dan PAUD Desa Mitra
Fakultas Ekologi Manusia (SAMISAENA) 2010, panitia Pemilihan Raya FEMA
tahun 2010, Staff Divisi Consumer Club HIMAIKO 2011, panitia Gebyar
Nusantara 2011, Staff Divisi Humas, Publikasi, Desain, dan Dekorasi Karnaval
Anak 2011, dan panitia Family and Consumer Day 2012. Selain terlibat di dalam
kepanitiaan, penulis juga hobi dibidang olahraga diantaranya menjadi tim basket
putri FEMA tahun 2011 dalam Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) tahun 2011 dan
berhasil membawa FEMA menjadi juara II. Penulis juga mendapatkan
penghargaan sebagai kelompok tiga besar terbaik dalam kompetisi video Gender
dan Keluarga tahun 2011 dan menjadi mahasiswa berprestasi FEMA 2011.
34
Recommended