View
233
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PERTUMBUHAN BIJI ANTHURIUM SECARA IN VITRO
PADA MEDIA ALTERNATIF PUPUK DAUN DAN
LAMA PENCAHAYAAN YANG BERBEDA
NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai
Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh:
AFIF LESTIANA
A 420 110 073
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. A. Yani Tromol Pos I – Pabelan, Kartasura Telp. (0271) 717417, Fax : 7151448 Surakarta 57102
Surat Persetujuan Artikel Publikasi Ilmiah
Yang bertanda tangan di bawah ini pembimbing skripsi/tugas akhir:
Nama : Triastuti Rahayu, S.Si., M.Si.
NIK : 920
Telah membaca dan mencermati naskah artikel publikasi ilmiah, yang merupakan
ringkasan skripsi/tugas akhir dari mahasiswa:
Nama : Afif Lestiana
NIM : A 420 110 073
Program Studi : Pendidikan Biologi
Judul Skripsi : PERTUMBUHAN BIJI ANTHURIUM SECARA IN
VITRO PADA MEDIA ALTERNATIF PUPUK DAUN
DAN LAMA PENCAHAYAAN YANG BERBEDA
Naskah artikel tersebut, layak dan dapat disetujui untuk dipublikasikan.
Demikian persetujuan dibuat, semoga dapat dipergunakan seperlunya.
Surakarta, Juli 2015
Pembimbing
Triastuti Rahayu, S.Si., M.Si.
NIK. 920
PERTUMBUHAN BIJI ANTHURIUM SECARA IN VITRO
PADA MEDIA ALTERNATIF PUPUK DAUN
DAN LAMA PENCAHAYAAN YANG BERBEDA
Afif Lestiana (1)
, A 420 110 073, Triastuti Rahayu (2),
(1)Mahasiswa,
(2) Staf Pengajar, Program Studi Pendidikan Biologi,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta,
2015. 12 halaman.
ABSTRAK
Pertumbuhan biji Anthurium secara in vitro pada media alternatif yang
dapat mensubtitusi MS dan lama pencahayaan untuk mengetahui pengaruh
cahaya terhadap pertumbuhan tanaman. Media alternatif yang digunakan yaitu
kontrol tanpa MS, dengan MS, Hyponex, Gandasil-D, dan Growmore, yang
masing-masing mempunyai kandungan unsur hara yang berbeda. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui persentase perkecambahan dan pertumbuhan biji
Anthurium secara in vitro pada media alternatif pupuk daun dan lama
pencahayaan yang berbeda. Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan dua faktor, faktor 1 yaitu media alternatif pupuk daun
(M1= Kontrol (MS), M2=Hyponex, M3=Gandasil-D, M4=Growmore) dan faktor 2
yaitu lama pencahayaan (C1=24 jam terang, C2=10 jam terang 14 jam gelap)
dengan 8 perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media
alternatif pupuk daun dan lama pencahayaan dapat mempengaruhi pertumbuhan
biji Anthurium secara in vitro. Persentase perkecambahan tertinggi pada semua
perlakuan memiliki rata-rata 100%, kecuali pada perlakuan M1C1 dan M2C2.
Tinggi tanaman dan jumlah daun pada perlakuan M3C1 memiliki rata-rata
tertinggi, serta jumlah akar pada perlakuan M2C1 memiliki rata-rata tertinggi.
Kata kunci: pertumbuhan, biji Anthurium, in vitro, pupuk daun, pencahayaan.
THE GROWTH OF ANTHURIUM SEED IN VITRO
ON ALTERNATIVE MEDIUM FOLIAR FERTILIZER
AND DIFFERENT OF PHOTOPERIODISME
Afif Lestiana (1)
, A 420 110 073, Triastuti Rahayu (2),
(1)College Student,
(2) Lecturer, Biology Education Program,
Faculty of Education and Teacher Training,
Muhammadiyah University Of Surakarta,
2015, 12 sheet.
ABSTRAK
Growth of Anthurium seed in vitro on alternative medium that can be
substituted for MS medium and long exposure to determine the effect of light on
plant growth. Alternative medium are used MS, Hyponex, Gandasil-D, and
Growmore, which each have different nutrient. The purpose of this research was
to determine of percentage germination and growth of Anthurium seeds in vitro
on alternative medium and different photoperiodisme. The method used in this
reasearch is Completely Randomized Design (CRD) with two factors, factor 1 is
alternative medium foliar fertilizer(M1= Kontrol (MS), M2=Hyponex,
M3=Gandasil-D, M4=Growmore) and factor 2 is photoperiodisme (C1=24 hour
light, C2=10 hour light 14 hour dark) with 8 treatment. The result of this
reasearch has showed that used of alternative medium foliar fertilizer and
photoperiodisme can affect the growth of Anthurium seed in vitro. The highest
germination percentage (100%) was observed on all treatment, except in the
treatment M1C1 and M2C2. The highest on plant height and number of leaves in
the treatment M3C1, and the highest number of root in the treatment M2C1.
Keywords: growth, Anthurium seed, in vitro, foliar fertilizer, photoperiodism.
A. PENDAHULUAN
Anthurium gelombang cinta atau wave of love merupakan salah satu
tanaman yang digemari oleh masyarakat, karena memiliki daun dengan tepi daun
berliuk indah dan teratur serta daunnya tebal yang tumbuh kompak hingga terlihat
rimbun (Krisantini, 2008: 80). Anthurium dapat diperbanyak secara generatif
maupun vegetatif. Perbanyakan secara generatif dengan menyemai biji, sedangkan
perbanyakan secara vegetatif dengan stek pucuk dan pemisahan anakan (Redaksi
PS, 2008: 16). Metode yang masih baru dikembangkan yaitu kultur jaringan
tanaman. Katuuk (1989), menyatakan bahwa kultur jaringan merupakan salah satu
teknik perbanyakan tanaman yang menggunakan sel atau organ atau jaringan
tanaman yang dikulturkan pada media tertentu dalam kondisi aseptik.
Eksplan adalah bahan tanaman yang dipakai untuk perbanyakan tanaman
dengan sistem kultur jaringan (Hendaryono, 1994: 17). Biji adalah eksplan yang
paling sederhana dalam kultur jaringan (Lingga, 2007: 62). Dengan cara budidaya
biji steril, kemungkinan terjadinya kontaminasi pada eksplan yang dibudidayakan
lebih kecil daripada memotong jaringan dari lapangan atau dari rumah kaca
(Hendaryono dan Ari, 1994: 109-110). Randhawa (1990) dalam Prabakara (2001),
menyatakan bahwa masalah yang sering dijumpai dalam perbanyakan Anthurium
yaitu sedikitnya perkecambahan biji. Hal ini disebabkan karena biji memiliki
viabilitas yang sangat rendah. Perkecambahan biji Anthurium secara in vitro
dilakukan untuk menghasilkan tanaman yang steril atau plantlet sebagai sumber
eksplan dan menyediakan bibit steril. Plantlet steril kemudian diaklimatisasi pada
lingkungan luar ataupun untuk bibit pembuatan terarium in vitro.
Terarium merupakan seni bertanam modern dalam botol, gelas, maupun
kaca menggunakan media subtitusi tanah. Beberapa jenis tanaman hias, terutama
yang diperbanyak dengan biji memerlukan lingkungan tumbuh yang khusus.
Apabila disemaikan dalam terarium, tanaman akan lebih mudah berkecambah dan
tumbuh dengan baik, karena suhu dan kelembabannya relatif stabil (Kristiani,
2008: 10).
Keberhasilan perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan ditentukan
oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dan berpengaruh pada tanaman yang
dikulturkan. Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur
telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman yang dikulturkan (Yusnita, 2003: 56). Murashige and Skoog (MS)
merupakan media yang umumnya digunakan dalam kultur in vitro. Pembuatan
media MS racikan mempunyai beberapa kesulitan terutama dalam penyiapan.
Media MS tersedia kemasan, misalnya 4,43 g/L dengan harga Rp. 55.000,- yang
relatif mahal, sehingga diperlukan media alternatif yang murah, mudah diperoleh
dan dapat mensubtitusi media MS. Salah satunya dengan menggunakan pupuk
daun, seperti Hyponex, Gandasil D, dan Growmore. Hasil observasi terhadap
harga pupuk daun di toko pertanian daerah Surakarta, didapatkan data sebagai
berikut. Harga Hyponex 100g yaitu Rp. 14.000,- dan pupuk Gandasil D 100g
yaitu Rp. 7.000,- serta harga Growmore 100g yaitu Rp. 8.000,-.
Menurut penelitian Nadapdap (2000) dalam Laisina (2010), penggunaan
pupuk Hyponex berpengaruh nyata terhadap pembentukan daun, namun tidak
meningkatkan jumlah akar, sedangkan dalam penelitian Nugroho (2013), Gandasil
dan Growmore berpengaruh signifikan terhadap pertambahan jumlah daun.
Damayanti (2006), persentase kultur berkecambah mencapai 100% dengan
menggunakan Growmore.
Selain media, faktor pencahayaan juga mempengaruhi perkecambahan
dan pertumbuhan biji tanaman. Perkecambahan dan inisiasi akar umumnya
dilakukan pada intensitas cahaya lebih rendah. Kebutuhan intensitas cahaya
tanaman anthurium adalah 25-35%. Marlina (2004), melakukan penelitian dalam
kultur in vitro Anthurium menggunakan periodisitas penyinaran 9 jam terang 15
jam gelap, yang sebelumnya telah ditanam dan disimpan dalam ruang gelap
selama 60 hari. Sedangkan Kurnianingsih (2009), melakukan penanaman tunas
Anthurium dalam botol kultur menggunakan lama penyinaran 11 jam terang dan
13 jam gelap. Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin menganalisis pertumbuhan
biji Anthurium secara in vitro pada media alternatif pupuk daun dan lama
pencahayaan yang berbeda.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman (KJT)
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Agustus 2014 hingga Juli 2015.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan
Rancangan Acak Rengkap (RAL) pola faktor yang terdiri dari 2 faktor. Ada 10
kombinasi perlakuan, adapun faktor perlakuan sebagai berikut yaitu:
Faktor 1 : Media alternatif (M)
M1 : MS
M2 : Hyponex
M3 : Gandasil-D
M4 : Growmore
Faktor 2 : Lama pencahayaan yang berbeda (C)
C1 : 24 jam terang
C2 : 10 jam terang dan 14 jam gelap
Tabel 1. Rancangan Percobaan.
C
M C1 C2
M1 M1 C1 M1 C2
M2 M2 C1 M2 C2
M3 M3 C1 M3 C2
M4 M4 C1 M4 C2
Keterangan:
M1 C1 : MS dengan lama pencahayaan 24 jam terang,
M2 C1 : Hyponex dengan lama pencahayaan 24 jam terang,
M3 C1 : Gandasil-D dengan lama pencahayaan 24 jam terang,
M4 C1 : Growmore dengan lama pencahayaan 24 jam terang,
M1 C2 : MS dengan lama pencahayaan 10 jam terang 14 jam gelap,
M2 C2 : Hyponex dengan lama pencahayaan 10 jam terang 14 jam gelap,
M3 C2 : Gandasil-D dengan lama pencahayaan 10 jam terang 14 jamgelap,
M4 C2 : Growmore dengan lama pencahayaan 10 jam terang 14 jam gelap.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan mengkulturkan biji
Anthurium yang berasal dari buah yang telah masak (berwarna merah)
menggunakan media alternatif pupuk daun dan MS sebagai pembandingnya, serta
dengan lama pencahayaan yang berbeda. Data yang diperoleh merupakan data
kuantitatif deskriptif. Parameter yang diamati, yaitu: persentase perkecambahan,
tinggi tanaman, jumlah akar, dan jumlah daun. Pengujian analisis data persentase
perkecambahan yang ditandai dengan keluarnya radix (akar), sedangkan
pengamatan tinggi tanaman dengan mengeluarkan eksplan dan membentangkan
tanaman hingga lurus, kemudian mengukurnya dengan penggaris, sedangkan
dalam pengamatan jumlah akar dan daun dilakukan penghitungan jumlah akar
maupun daun yang dihasilkan.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Hasil penelitian pertumbuhan biji Anthurium secara in vitro dengan
menggunakan media alternatif pupuk daun dan lama pencahayaan yang
berbeda, diperoleh data seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pertumbuhan Biji Anthurium secara In Vitro pada Media Alternatif
Pupuk Daun dan Lama Pencahayaan yang Berbeda pada pengamatan
hari ke-38.
Perlakuan
Rata-rata
Persentase
Perkecamb.
(%)
Rata-rata
Tinggi
Tanaman
(Cm)
Rata-rata
Jumlah
Akar
(Buah)
Rata-rata
Jumlah
Daun
(Helai)
Perlakuan
Rata-rata
Persentase
Perkecamb.
(%)
Rata-rata
Tinggi
Tanaman
(Cm)
Rata-rata
Jumlah
Akar
(Buah)
Rata-rata
Jumlah
Daun
(Helai)
M1 C1 75*) 2,20 1,75 1,25 M1 C1 100**) 1,11*) 1,88 0,38*)
M2 C1 100**) 3,78 2,63**) 1,63 M2 C1 75*) 1,30 1,38*) 0,50
M3 C1 100**) 4,63**) 2,50 2,13**) M3 C1 100**) 3,50 1,88 1,17
M4 C1 100**) 3,54 2,50 1,75 M4 C1 100**) 2,44 1,63 1,13
Keterangan :
*) : rata-rata pertumbuhan biji terendah
**) : rata-rata pertumbuhan biji tertinggi
2. Pembahasan
a. Persentase Perkecambahan
Daya perkecambahan benih merupakan tolok ukur viabilitas absolut
yang menstimulasi viabilitas potensial ialah kemampuan benih tumbuh
menjadi tanaman normal yang berproduksi normal dalam keadaan yang
optimum (Tim Penyusun Kamus PS, 2013: 131).
Hasil pengamatan persentase perkecambahan biji Anthurium
menunjukan bahwa rata-rata persentase perkecambahan biji Anthurium
tertinggi 100% terdapat pada perlakuan M1C2 (MS dengan lama
pencahayaan 10 jam terang dan 14 jam gelap), M2 C1 (Hyponex dengan
lama pencahayaan 24 jam terang), M3 C1 (Gandasil-D dengan lama
pencahayaan 24 jam terang), M3 C2 (Gandasi-D dengan lama pencahayaan
10 jam terang dan 14 jam gelap), M4 C1 (Growmore dengan lama
pencahayaan 24 jam terang), M4 C2 (Growmore dengan lama pencahayaan
10 jam terang dan 14 jam gelap), sedangkan rata-rata persentase
perkecambahan biji Anthurium terendah 75% terdapat pada perlakuan M1C1
(MS dan lama pencahayaan 24 Jam terang) dan M2 C2 (Hyponex dan lama
pencahayaan 10 jam terang dan 14 jam gelap).
Berdasarkan perbandingan persentase perkecambahan biji Anthurium
pada media alternatif pupuk daun menunjukkan bahwa persentase
perkecambahan biji Anthurium secara in vitro pada media Gandasil-D dan
Growmore memiliki rata-rata persentase perkecambahan biji Anthurium
lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan media lainnya. Hal ini
dikarenakan kandungan unsur N pada ketiga media ini lebih tinggi dimana
unsur ini sangat berpengaruh dalam pertumbuhan tanaman. Selain itu,
terdapat pula kandungan unsur lain yang berpengaruh spesifik terhadap
pertumbuhan tertentu seperti daun, akar dan lain-lain. Serta, dilihat dari
lama pencahayaannya, persentase perkecambahan biji Anthurium secara in
vitro pada perlakuan 10 jam terang dan 14 jam gelap mempunyai persentase
perkecambahan tertinggi dibanding dengan lainnya.
Faktor yang mempengaruhi persentase perkecambahan biji Anthurium
secara in vitro antara lain: tingkat kematangan benih, kesterilan ruang, alat,
dan media yang digunakan dalam kultur jaringan ini. Kandungan dari
masing-masing pupuk daun juga berbeda sehingga dapat terpengaruh dalam
pertumbuhan biji Anthurium. Selain itu juga keadaan benih, benih yang
belum masak juga akan terhambat dalam pertumbuhannya, benih yang
digunakan dalam pengkulturan juga harus bersih dari lendir, dimana lendir
ini akan mudah mengundang jamur/cendawan, sehingga dapat
menghentikan pertumbuhan biji Anthurium tersebut.
Menurut Kuswanto (2003: 89), menyatakan bahwa adapun laju
deteriorasi atau laju penurunan viabilitas dan kevigoran benih dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:
a. Sifat genetis dari varietas atau spesies,
b. Kondisi benih pada waktu disimpan,
c. Kondisi ruang penyimpanan benih,
d. Keseragaman seed lot,
e. Serangan cendawan yang dikaitkan dengan kondisi RH ruang
penyimpan benih.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih, antara lain:
a. Faktor Dalam, meliputi: tingkat kemasakan benih, ukuran benih,
dormansi, penghambat perkecambahan (larutan osmotik, bahan
pengganggu lintasan metabolisme, herbisida, coumarin, auxin, dan
bahan yang terkandung dalam buah.
b. Faktor Luar, meliputi: air, temperatur, oksigen, cahaya.
b. Tinggi Tanaman
Batang Anthurium ada yang panjang, ada juga yang pendek.
Umumnya batang Anthurium tidak terlalu tampak karena sebagian besar
terbenam dalam media tanam. Batang (bonggol) terbenam dalam dalam
tanah, dan ditumbuhi akar. Batang ini digunakan untuk memperbanyak
tanaman (Redaksi Agromedia, 2007:14). Menurut Smith 1977 dalam
Nadapdap (2000), menyatakan bahwa penggunaan Nitrogen yang tinggi
akan meningkatkan kegiatan meristem pada ujung batang dan tunas lateral
sehingga menyebabkan tinggi tanaman meningkat.
Hasil pengamatan pertumbuhan biji Anthurium menunjukan bahwa
rata-rata tinggi tanaman dalam pertumbuhan biji Anthurium tertinggi 4,625
cm terdapat pada perlakuan media M3 C1 (Gandasil-D dengan lama
pencahayaan 24 jam terang), sedangkan rata-rata tinggi tanaman dalam
pertumbuhan biji Anthurium terendah 1,11 cm terdapat pada perlakuan
M1C2 (MS dan Lama Pencahayaan 10 Jam Terang dan 14 Jam Gelap).
Berdasarkan perbandingan tinggi tanaman dalam pertumbuhan biji
Anthurium pada media alternatif pupuk daun menunjukkan bahwa tinggi
tanaman dalam pertumbuhan biji Anthurium secara in vitro pada media
Gandasil-D memiliki rata-rata tinggi tanaman dalam pertumbuhan biji
Anthurium lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan media lainnya.
Hal ini dikarenakan kandungan unsur N P K yang terkandung dalam media
ini lebih tinggi dimana unsur ini sangat berpengaruh dalam pertumbuhan
tanaman. Selain itu, terdapat pula kandungan unsur lain yang berpengaruh
spesifik terhadap pertumbuhan tertentu seperti daun, akar dan lain-lain. Serta
pada lama pencahayaan 24 jam terang mempunyai tinggi tanaman tertinggi
dibanding dengan lainnya. Pada tanaman Anthurium yang baik memiliki
tinggi tanaman yang rendah.
c. Jumlah Akar
Akar Anthurium tumbuh pada setiap buku pada batang yang tertanam
dalam tanah(bonggol), tetapi paling banyak dijumpai yang bergerombol
hanya pada satu buku. Ciri-ciri akar tanaman Anthurium yang sehat adaah
jumahnya sangat banyak dan hampir menutupi semua bonggol serta
menyebar ke segala arah (Redaksi Agromedia, 2007:14).
Hasil pengamatan pertumbuhan biji Anthurium menunjukan bahwa
rata-rata jumlah akar dalam pertumbuhan biji Anthurium tertinggi 2,64 buah
terdapat pada perlakuan M2 C1 (MS dan lama pencahayaan 24 jam terang),
sedangkan rata-rata jumlah akar dalam pertumbuhan biji Anthurium
terendah 1.38 buah terdapat pada perlakuan M2 C2 (Hyponex dan Lama
Pencahayaan 10 Jam Terang 14 Jam Gelap).
Berdasarkan perbandingan jumlah akar dalam pertumbuhan biji
Anthurium pada media alternatif pupuk daun menunjukkan bahwa jumlah
akar dalam pertumbuhan biji Anthurium secara in vitro pada media
Hyponex memiliki rata-rata jumlah akar dalam pertumbuhan biji Anthurium
lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan media lainnya. Hal ini
dikarenakan unsur N yang terkandung cukup tinggi, dimana unsur N ini
berfungsi dalam menyuburkan tanaman. Serta kandungan unsur K yang
tinggi dan berfungsi untuk memperkuat tubuh tanaman, karena unsur ini
dapat menguatkan serabut-serabut akar sehingga daun, bunga dan buah tidak
mudah gugur. Selain itu, unsur K juga berfungsi untuk memperlancar
metabolisme dan mempengaruhi penyerapan makanan (Hendaryono dan
Ari, 1994: 59-61). Mukaromah, dkk (2013), menyatakan bahwa Hyponex-
merah merupakan salah satu pupuk daun yang baik digunakan bagi tanaman
yang baru tumbuh. Serta pada lama pencahayaan 24 jam terang mempunyai
jumlah akar tertinggi dibanding dengan lainnya.
d. Jumlah Daun
Ciri daun Anthurium umumnya tebal, kaku, dan berwarna hijau.
Bentuk daun Anthurium beragam, ada yang bundar, lancip, lonjong,
panjang, ada juga yang berbentuk jantung. Tekstur daun ada yang halus
licin, bergelombang, keriput, ada juga yang keriting. Ketebalan daun juga
bervariasi, karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan genetik (Redaksi
Agromedia, 2007: 14-15). Zaag (1973) dalam Nadapdap (2000), menyataka
bahwa pada vase vegetatif unsur Nitrogen sangat besar peranannya dalam
meningkatkan pertumbuhan daun.
Hasil pengamatan pertumbuhan biji Anthurium menunjukan bahwa
rata-rata jumlah daun dalam pertumbuhan biji Anthurium tertinggi 2,13
helai terdapat pada perlakuan media M3 C1 (Gandasil-D dengan lama
pencahayaan 24 jam terang), sedangkan rata-rata jumlah daun dalam
pertumbuhan biji Anthurium terendah 0,38 helai terdapat pada perlakuan
M1C2 (MS dan Lama Pencahayaan 10 Jam Terang 14 Jam Gelap).
Berdasarkan perbandingan jumlah daun dalam pertumbuhan biji
Anthurium pada media alternatif pupuk daun menunjukkan bahwa jumlah
daun dalam pertumbuhan biji Anthurium secara in vitro pada media
Gandasil-D memiliki rata-rata jumlah daun dalam perktumbuhan biji
Anthurium lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan media lainnya.
Hal ini dikarenakan unsur N yang terkandung didalamnya cukup tinggi,
dimana unsur N ini dapat menyuburkan tanaman kerana dapat membentuk
protein, lemak dan berbagai persenyawaan organic yang lain. Pembentukan
Protein atau putih telur banyak terdapat pada sel-sel yang masih hidup, yaitu
pada bagian yang sedang aktif tumbuh. unsur N juga berperan dalam
pembentukan hijau daun, dimana hijau daun ini berguna untuk
melaksanakan proses pemasakan pada tanaman (fotosintesis) yang akan
menghasilkan karbohidrat. Unsur P dibutuhkan tanaman untuk pembentukan
karbohidrat. Unsur P dibutuhkan secara besar-besaran pada waktu
pertumbuhan benih, pembungaan, pemasakan buah dan biji (Hendaryono
dan Ari, 1994: 59-61). Mukaromah, dkk (2013), menyatakan bahwa pupuk
Gandasil-D merupakan salah satu pupuk daun yang berfungsi dalam
menyuburkan daun saja dan baik digunakan pada tanaman yang baru
tumbuh. Serta pada lama pencahayaan 24 jam terang mempunyai jumlah
daun tertinggi dibanding dengan lainnya.
D. SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
a. Persentase perkecambahan biji Anthurium secara in vitro pada semua
perlakuan memiliki rata-rata 100 %, kecuali pada perlakuan M1 C1, M2 C2.
b. Tinggi tanaman dan jumlah daun dalam perkecambahan biji Anthurium
secara in vitro pada perlakuan M3 C1 memiliki rata-rata tertinggi,
sedangkan jumlah akar pada perlakuan M2 C1 memiliki rata-rata tertinggi.
2. Saran
a. Dalam pemanenan benih Anthurium usahakan benih yang dipanen telah
masak atau memiliki kadar air yang rendah, apabila benih tersebut masih
memiliki kadar air yang tinggi, maka terebih dahulu dikeringkan.
b. Penelitian selanjutnya untuk mencari korelasi media alternatif pupuk daun
yang digunakan dalam pertumbuhan biji Anthurium secara in vitro.
c. Penelitian selanjutnya untuk mencari korelasi lama pencahayaan yang
digunakan dalam pertumbuhan biji Anthurium secara in vitro
d. Penelitian selanjutnya dengan mencari perlakuan cahaya dalam 24 jam
gelap dalam pertumbuhan biji Anthurium secara in vitro.
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, Farida. 2006. Pembentukan Beberapa Hibrida Anggrek serta
pengaruh Beberapa Media Perkecambahan dan Media Perbanyakan
Cepat secara In Vitro pada Beberaapa Anggrek Hibrida. Universitas
Padjajaran: Bandung.
Hendaryono, Daisy P. Sriyanti dan Ari Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan.
Yogyakarta: Kanisius.
Katuuk, Jeanette R. P. 1989. Tekhnik Kultur Jaringan dalam Mikropropagasi
Tanaman. P2LPTK: Jakarta.
Krisantini. 2008. Galeri Tanaman Hias Daun. Penebar Swadaya: Jakarta. Hal: 80.
Kristiani, Anie. 2008. Membuat Terarium, dari Hobi menjdai Bisnis. Agromedia
Pustaka:Jakarta. Hal: 10.
Kurnianingsih, Rahayu., Marfuah, dan Ikhsan Matondang. 2009. Pengaruh
Pemberian BAP (6-Benzyl Amino Purine) pada Media Multiplikasi
Tunas Anthurium hookerii Kunth. Enum. secara In Vitro. Fakultas
Biologi Universitas Nasional. Vis Vitalis. Vol. 02. No. 2.
Kuswanto, Hendarto. 2003. Teknologi Pemrosesan Pengemasan & Penyimpanan
Benih. Yogyakarta: Kanisius. Hal: 89.
Laisina, Jane K. J. 2010. Perbanyakan Ubi Jalar secara In Vitro dengan
Menggunakan Media yang Murah. Universitas Pattimura:Ambon.Vol. 06
No. 02.Hal.63-67.
Marlina, Lina. 2004. Teknik Perbanyakan Anthurium dengan Kultur Jaringan.
Buletin Teknik Pertanian. Vol. 09. No. 02
Mukaromah, Luluk, dkk. 2013. Pengaruh Sumber dan Konsentrasi Nitrogen
terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Biji Dendrobium laxiflorum
J.J Smith secara In Vitro. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
Nopember. Vol. 02. No. 01
Nadapdap, Christmas. 2000. Penggunaan Pupuk Komersial dan Air Kelapa
sebagai Media Perbanyakan In Vitro Tanaman Kentang (Solanum
tuberosum L.). Bogor: Institut Pertanian Bogor
Nugroho, Gayuh. 2013. Pengaruh Merek dan Konsentrasi Pupuk serta
Konsentrasi Sukrosa pada Medium Cair Terhadap Induksi Kentang
Varietas Margahayu. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Prabakara, H. L., et al. 2001. Effect of Different Media on In Vitro Seed
Germination and Subsequent Growth of Anthurium adreanum Lind.
Kamataka Jurnal of Agricultural Sciences. Vol. 14. No. 03.
Redaksi Agromedia. 2007. Agar Daun Anthurium Tampil Menawan. Jakarta:
Agromedia Pustaka. Hal: 14-15.
Redaksi PS. 2008. The Best of Anthurium.Penebar Swadaya: Jakarta. Hal: 16.
Tim Penyusun Kamus PS. 2013. Kamus Pertanian Umum. Jakarta: Penebar
Swadaya. Hal: 131
WS, Don, Threes Emir & Cherry Hadibroto. 2001. Taman. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama. Hal: 125.
Yusnita. 2003. Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien.
Agromedia: Jakarta. Hal: 56.
Recommended