View
228
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK SISTEM
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA
PEMISAHAN SALBUTAMOL SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM
SEDIAAN OBAT SIRUP “MEREK X”
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Aries Mulyawan
NIM: 108114037
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK SISTEM
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA
PEMISAHAN SALBUTAMOL SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM
SEDIAAN OBAT SIRUP “MEREK X”
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Aries Mulyawan
NIM: 108114037
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
Persetujuan Pembimbing
OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK SISTEM
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA
PEMISAHAN SALBUTAMOL SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM
SEDIAAN OBAT SIRUP “MEREK X”
Skripsi yang diajukan oleh:
Aries Mulyawan
NIM : 108114037
Telah disetujui oleh:
Pembimbing
Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. Tanggal ………………………
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
Pengesahan Skripsi Berjudul
OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK SISTEM
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA
PEMISAHAN SALBUTAMOL SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM
SEDIAAN OBAT SIRUP “MEREK X”
Oleh :
Aries Mulyawan
NIM : 108114037
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
pada tanggal : 01 April 2014
Mengetahui
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan
Ipang Djunarko, M.Sc., Apt.
Panitia Penguji : Tanda Tangan
1. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. …………..
2. Jeffry Julianus, M.Si. …………..
3. Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. …………..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
Halaman Persembahan
“Ask, and it will be given to you; seek, and you will find; knock, and it
will be opened to you.” – Matthew 7:7
Aku tak akan pernah menyerah untuk terus memikul salib-Mu Tuhan,
dan aku tak akan pernah berhenti untuk percaya bahwa Engkau selalu
ada untukku. Aku tahu ini semua tidak akan ada artinya tanpa ada
campur tangan-Mu, Terima Kasih Tuhan Yesus Kristus
“Impian itu ada untuk dicapai bukan tuk diimpikan terus-
menerus tanpa tahu cara mencapainya” - Aries mulyawan
Karya ini saya persembahkan kepada Allah Bapa, Yesus Kristus, Roh
kudus pelindung-ku, Papa, Mama, Saudara-ku, Almamater ku, seluruh
dosen dan teman-teman yang telah banyak membantu dalam penyusunan
skripsi ini.
~KEEP MOVING FORWARD~
“For God so loved the world that he gave his only son. So that everyone who believes in him may not perish
but may have eternal life”
John 3:16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari diberlakukan indikasi plagiarisme dalam naskah
ini, maka saya bersedia menanggung segala sangsi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Yogyakarta, Febuari 2014
Penulis
(Aries Mulyawan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Aries Mulyawan
Nomor Mahasiswa : 108114037
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
OPTIMASI KOMPOSISI DAN KECEPATAN ALIR FASE GERAK SISTEM
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA
PEMISAHAN SALBUTAMOL SULFAT DAN GUAIFENESIN DALAM
SEDIAAN OBAT SIRUP “MEREK X”
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, mempublikasikannya di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat sebenarnya
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: Febuari 2014
Yang menyatakan
(Aries Mulyawan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan anugerah yang telah diberikan sehingga penelitian dan penyusunan skrupsi yang
berjudul “Optimasi Komposisi dan Kecepatan Alir Fase Gerak Sistem Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik pada Pemisahan Salbutamol Sulfat dan
Guaifenesin dalam Sediaan Obat Sirup “Merek X”” dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana farmasi
(S.Farm) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dalam pelaksanaan penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini,
penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing, memberi masukan dan jalan keluar serta saran yang sangat
bermanfaat dalam menyelesaikan penelitian ini hingga penyusunan naskah
skripsi.
3. Jeffry Julianus, M.Si. dan Florentinus Dika Octa Riswanto, M. Sc. selaku
dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun
dalam penyusunan skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
4. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
mendampingi, membagi ilmu dan pengalamannya yang sangat bermanfaat
dalam bidang farmasi.
5. Seluruh Staf laboratorium kimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma terutama Mas Agung, Mas Bimo, Mas Kayat, Pak Parlan, Mas
Ottok, Pak Mus, dan Pak Iswanto yang telah banyak membantu dan bersedia
untuk direpotkan selama penulis menyelesaikan penelitian skripsi ini.
6. PT. Ifars Pharmaceutical Laboratories yang telah bersedia memberikan
senyawa standar salbutamol sulfat yang berguna bagi penelitian.
7. Yani Ardiyanti, SF., Apt. selaku mahasiswa Strata-2 Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta, yang telah bersedia memberikan senyawa standar
guaifenesin yang berguna bagi penelitian.
8. Orang Tua, Hendra wijaya, Dicky Chandra keluargaku tercinta yang telah
memberikan semangat, doa dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
9. Agustinus Hendy L., Priscilla Novelia S. sebagai teman seperjuangan skripsi
satu tema yang telah membantu dan memberi semangat dalam penelitian ini.
10. Teman-teman “three musketeers”, terima kasih atas persahabatan,
kegembiraan, dan semangat yang diberikan sejak SMA sampai sekarang.
11. Lelo, Stevan, Christian, Didit, Daniel, dan semua teman-teman FST A 2010
yang bersama-sama berjuang dalam skripsinya masing-masing, terima kasih
atas dukungan, doa, dan bantuan selama perkuliahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
12. Teman-Teman angkatan 2010 Fakultas Farmasi Sanata Dharma, terima kasih
atas pengalaman dan kebersamaan selama ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas dukungannya.
Penulis menyadari bahwa masih di dalam skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan. Semoga skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca dan
dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ v
PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ....................................................... vi
PRAKATA ..................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii
INTISARI ....................................................................................................... xix
ABSTRACT ..................................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
1. Rumusan masalah................................................................... 4
2. Keaslian penelitian ................................................................ 5
3. Manfaat penelitian ................................................................. 6
B. Tujuan ................................................................................................. 7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
1. Tujuan umum ......................................................................... 7
2. Tujuan khusus ........................................................................ 7
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Salbutamol sulfat ................................................................................ 8
B. Guaifenesin ......................................................................................... 9
C. Metode analisis salbutamol sulfat dan guaifenesin ............................ 10
D. Spektrofotometer UV ........................................................................ 11
1. Radiasi Elektromagnetik ....................................................... 11
2. Serapan Senyawa ................................................................... 13
3. Gugus-Gugus Yang Berperan Dalam Penyerapan Radiasi
Elektromagnetik ..................................................................... 15
E. Larutan bufer ...................................................................................... 15
F. Kromatografi cair kinerja tinggi ......................................................... 17
1. Pengenalan dan instrumentasi KCKT .................................. 17
a. Kolom .................................................................. 19
b. Fase Gerak .......................................................... 20
c. Detektor .............................................................. 22
2. Mekanisme Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi Fase Terbalik ............................................................ 22
3. Parameter-Parameter Penting Dalam Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi ...................................................................... 23
a. Parameter Waktu Retensi .................................... 23
b. Faktor Kapasitas .................................................. 24
c. Efisiensi Kolom ................................................... 24
d. Asymmetry factor dan Tailing Factor ................. 26
G. Landasan teori .................................................................................... 28
H. Hipotesis ............................................................................................. 29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ......................................................... 30
B. Variabel Penelitian ............................................................................. 30
1. Variabel bebas .................................................................. 30
2. Variabel tergantung .......................................................... 30
3. Variabel pengacau terkendali ........................................... 31
C. Definisi Operasional ........................................................................... 31
D. Bahan Penelitian ................................................................................. 31
E. Alat penelitian .................................................................................... 32
F. Tatacara Penelitian ............................................................................. 33
1. Pembuatan asam fosfat 0,1M .......................................... 33
2. Pembuatan bufer kalium dihidrogen fosfat 0,01M .......... 33
3. Pembuatan fase gerak ...................................................... 33
4. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan
guaifenesin yang digunakan untuk penentuan
panjang gelombang .......................................................... 33
5. Pembuatan Pembuatan larutan baku salbutamol
sulfat dan guaifenesin yang digunakan untuk
optimasi dengan metode KCKT ...................................... 34
6. Pembuatan larutan baku campuran salbutamol sulfat
dan guaifenesin ................................................................ 35
7. Penentuan panjang gelombang pengamatan
salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan
spektrofotometer UV-Vis ................................................ 35
8. Preparasi sampel .............................................................. 36
9. Optimasi salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan
menggunakan metode KCKT fase terbalik ..................... 36
G. Analisis Hasil ............................................................................... 38
1. Bentuk peak pemisahan salbutamol sulfat dan
guaifenesin ....................................................................... 39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
2. Waktu retensi .................................................................... 40
3. Nilai resolusi .................................................................... 40
4. Nilai HETP ....................................................................... 40
5. Nilai koefisien variansi ..................................................... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pemilihan pelarut .................................................................................... 42
B. Penentuan fase gerak ............................................................................... 43
C. Pembuatan larutan baku .......................................................................... 47
D. Penentuan panjang gelombang pengamatan salbutamol sulfat dan
guaifenesin menggunakan spektrofotometer UV-Vis ............................. 49
E. Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak ................................. 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 81
B. Saran ....................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 82
LAMPIRAN ................................................................................................... 84
BIOGRAFI PENULIS ................................................................................... 97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Jenis bufer yang sering digunakan pada sistem KCKT fase
terbalik ...................................................................................... 17
Tabel II. Karakteristik beberapa pelarut yang digunakan dalam
sistem KCKT ........................................................................... 21
Tabel III. Indeks polaritas campuran fase gerak metanol : bufer
fosfat 0,01M pH3 ...................................................................... 46
Tabel IV. Waktu retensi baku salbutamol sulfat dan guaifenesin ............. 54
Tabel V. Nilai tailing factor salbutamol sulfat dan guaifenesin ............. 58
Tabel VI. Hasil optimasi salbutamol sulfat dan guaifenesin
berdasarkan bentuk puncak ....................................................... 59
Tabel VII. Nilai resolusi pada sampel yang mengandung salbutamol
sulfat dan guaifenesin pada fase gerak metanol : bufer
fosfat 0,01M 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40 dengan
kecepatan alir 0,5 dan 1 mL/menit ............................................ 60
Tabel VIII. Uji kesesuaian sistem salbutamol sulfat pada pemisahan
larutan baku campuran salbutamol sulfat 1,6 µg/mL dan
guaifenesin 120 µg/mL dengan fase gerak metanol : bufer
fosfat 0,01M 40:60 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit ............. 78
Tabel IX. Uji kesesuaian sistem guaifenesin pada pemisahan larutan
baku campuran salbutamol sulfat 1,6 µg/mL dan
guaifenesin 120 µg/mL dengan fase gerak metanol : bufer
fosfat 0,01M 40:60 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit ............. 78
Tabel X. Uji kesesuaian sistem resolusi dan faktor kapasitas pada
pemisahan larutan baku campuran salbutamol sulfat 1,6
µg/mL dan guaifenesin 120 µg/mL dengan fase gerak
metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60 pada kecepatan alir 1,0
mL/menit ................................................................................... 79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur salbutamol sulfat....................................................... 8
Gambar 2. Struktur guaifenesin................................................................ 9
Gambar 3. Skema panjang gelombang ..................................................... 12
Gambar 4. Skema eksitasi elektron .......................................................... 13
Gambar 5. Skema sistem KCKT .............................................................. 19
Gambar 6. Struktur oktadesilsilan (C18) ................................................... 19
Gambar 7. Penentuan waktu retensi (tR) dan waktu mati (t0) ................... 24
Gambar 8. Penentuan parameter efisiensi kolom ..................................... 25
Gambar 9. Penentuan parameter asymmetry factor.................................. 26
Gambar 10. Perbedaan bentuk peak tailing dan fronting ........................... 27
Gambar 11. Penentuan asymmetry factor dan tailing factor ...................... 27
Gambar 12. Gugus kromofor dan auksokrom dari salbutamol sulfat ........ 50
Gambar 13. Gugus kromofor dan auksokrom dari guaifenesin ................. 50
Gambar 14. Spektra salbutamol sulfat pada 3 seri konsentrasi .................. 51
Gambar 15. Spektra guaifenesin pada 3 seri konsentrasi ........................... 51
Gambar 16. Spektra gabungan salbutamol sulfat dan guaifenesin ............. 52
Gambar 17. Interaksi zat analit dengan fase diam (oktadesilsilan) ............ 55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
Gambar 18. Interaksi zat analit dengan fase gerak ..................................... 56
Gambar 19. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL,
guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada
komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M
(40:60) dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit .......................... 62
Gambar 20. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL,
guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada
komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M
(40:60) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit .......................... 63
Gambar 21. Gugus residu silanol bebas ..................................................... 64
Gambar 22. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL,
guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada
komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M
(45:55) dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit .......................... 66
Gambar 23. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL,
guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada
komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M
(45:55) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit .......................... 67
Gambar 24. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL,
guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada
komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M
(50:50) dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit .......................... 69
Gambar 25. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL,
guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M
(50:50) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit .......................... 70
Gambar 26. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL,
guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada
komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M
(55:45) dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit .......................... 72
Gambar 27. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL,
guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada
komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M
(55:45) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit .......................... 73
Gambar 28. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL,
guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada
komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M
(60:40) dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit .......................... 75
Gambar 29. Kromatogram salbutamol sulfat konsentrasi 10 µg/mL,
guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL dan sampel pada
komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M
(60:40) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit .......................... 76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) baku salbutamol sulfat ............ 85
Lampiran 2. Certificate of Analysis (CoA) baku guaifenesin ..................... 87
Lampiran 3. Perhitungan polaritas fase gerak yang dioptimasi .................. 90
Lampiran 4. Uji Kesesuaian Sistem KCKT. Kromatogram Salbutamol
sulfat 1,2 µg/mL dan Guaifenesin 80 µg/mL ......................... 91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
INTISARI
Salbutamol sulfat dan guaifenesin merupakan zat aktif yang terdapat dalam
sediaan obat sirup yang ditujukan pada pasien yang mengalami batuk yang disertai
dengan sesak nafas (asma). Kombinasi salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam
sediaan obat harus dapat menghasilkan efek farmakologis yang diinginkan sehingga
perlu adanya penjaminan mutu terkait kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam
sediaannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimal dari metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik sebagai metode yang
digunakan dalam penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan
obat sirup “merek X”. Dilakukan optimasi untuk menentukan sistem KCKT fase
terbalik menggunakan kolom C18 dengan fase gerak metanol : 0,01M kalium
dihidrogen fosfat pH 3,0 (40:60), (45:55), (50:50), (55:45) dan (60:40) serta
kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit dengan parameter uji berupa: bentuk peak,
retention time (tR), nilai resolusi, nilai koefisien variansi dari resolusi, tailing factor,
HETP, area under curve (AUC) dan waktu retensi salbutamol sulfat dan guaifenesin.
Kondisi optimum sistem KCKT fase terbalik yang diperoleh adalah fase
gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 (40:60) pada kecepatan alir
1,0 mL/menit. Kondisi ini memenuhi parameter pemisahan yang baik yaitu tailing
factor salbutamol sulfat 1,439 dan guaifenesin 0,767, waktu retensi salbutamol sulfat
2,905 dan guaifenesin 8,750 menit, dan nilai resolusi yaitu 10,462, nilai HETP paling
kecil yaitu 48,440 dan nilai %RSD < 2%.
Kata kunci: Salbutamol sulfat, guaifenesin, optimasi metode KCKT fase terbalik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
ABSTRACT
Salbutamol sulphate and guaifenesin are active substances contained in
syrup dosage form for cough disease accompanied by dyspnoea (asthma).
Combination of salbutamol sulphate and guaifenesin in drug preparation have to
produce pharmacological effect, so the drug preparation needs the quality assurance
of product related to levels of salbutamol sulphate and guaifenesin.
This study aims to determine the optimum conditions for Reverse Phase
High Performance Liquid Chromatography (RP-HPLC) to analysis of salbutamol
sulphate and guaifenesin in syrup dosage form brand “X”. RP-HPLC system using
C18 column with methanol : potassium dihydrogen phosphate 0.01M pH 3.0 (40:60),
(45:55), (50:50), (55:45) and (60:40) as mobile phase with varying flow rate 0,5 and
1,0 mL/min to determine peak shape, retention time (tR), resolution, coefficient of
variation value of resolution, tailing factor, HETP, area under curve (AUC), and
retention time of salbutamol sulphate and guaifenesin.
The optimum condition of RP-HPLC that could be achieved is methanol :
potassium dihydrogen phosphate 0.01M pH 3.0 (40:60) in the flow rate 1.0 mL/min.
this optimum condition has fulfill the good separation parameters which are tailing
factor value for salbutamol sulphate 1.439 and guaifenesin 0.767, retention time of
salbutamol sulphate 2.905 and guaifenesin 8.750 min, with resolution value is 10.462,
and coefficient of variation (%CV) value is more than 2%.
Keywords: Salbutamol sulphate, guaifenesin, optimization method of RP-HPLC
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batuk merupakan aksi untuk perlindungan dan pertahanan tubuh dengan cara
mengeluarkan mucus, zat asing, dan infeksi oleh mikroorganisme dari laring, trakea
atau bronkus menuju keluar tubuh (Asdie, 1995). Salah satu obat yang digunakan
dalam pengobatan batuk berdahak adalah guaifenesin.
Asma merupakan penyakit kronik pada saluran pernapasan yang ditandai
dengan adanya hiperaktivitas bronkus yaitu kepekaan saluran napas terhadap berbagai
ransangan. Penyakit asma termasuk dalam lima besar penyakit yang dapat
menyebabkan kematian, di dunia ada sekitar 5-30% manusia yang menderita akibat
penyakit asma. Prevalensi penyakit asma di Indonesia diperkirakan 3,32% dari
jumlah penduduk (Oemiati dkk., 2010). Salah satu obat yang digunakan dalam
pengobatan asma adalah salbutamol sulfat.
Pada penggunaannya, kombinasi salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam
sediaan obat sirup ditujukan pada pasien yang mengalami batuk yang disertai oleh
sesak nafas (asma). Seperti obat-obat pada umumnya, kombinasi salbutamol sulfat
dan guaifenesin dalam sediaan obat harus dapat menghasilkan efek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
farmakologis yang diinginkan. Oleh karena itu, perlu penetapan kadar salbutamol
sulfat dan guaifenesin dalam sediaannya untuk menjamin ketepatan dosis tiap sediaan
sehingga dapat menjamin dihasilkannya efek farmakologis dan keamanan obat dalam
pemakaiannya.
Guaifenesin (3-(2-metoksifenoksi)-1,2-propanadiol) merupakan obat batuk
yang memiliki aktivitas sebagai ekspektoran dengan meningkatkan volume dan
mengurangi kekentalan sputum dengan cara merangsang selaput lendir lambung,
sehingga sekresi bronkial naik melalui reflex parasimpatik untuk membuang sputum
(Walode dkk., 2013). Guaifenesin berbentuk serbuk hablur, putih sampai agak
kelabu. Guaifenesin larut dalam air, etanol, kloroform, dan propilen glikol tetapi agak
sukar larut dalam gliserin (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI,
1995). Guaifenesin memiliki bobot molekul 198,2 g/mol; titik lebur 78-82oC; nilai
log P (oktanol/air)= 1,4; dalam suasana asam memiliki panjang gelombang
maksimum (λmax) 273 nm dengan nilai 𝐴1𝑐𝑚1% =125a (Moffat dkk., 2011).
Salbutamol sulfat merupakan salah satu obat yang banyak digunakan dalam
pengobatan penyakit asma. Salbutamol sulfat biasanya diberikan melalui rute inhalasi
untuk efek langsung pada otot polos bronkus. Salbutamol bekerja pada reseptor β2-
adrenergik agonis dengan menghasilkan efek bronkodilatasi. Dosis salbutamol sulfat
dalam sediaan inhalasi adalah 2,5-5 mg (Anonim1, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Salbutamol sulfat mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari
101,0% (C13H21NO3)2.H2SO4 dihitung terhadap zat anhidrat. Salbutamol sulfat
berbentuk serbuk putih atau hampir putih, mudah larut dalam air, sukar larut dalam
etanol, kloroform, dan dalam eter (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan RI, 1995). Salbutamol sulfat dalam suasana asam memiliki λmax 276nm,
𝐴1𝑐𝑚1% = 71a dan dalam suasana basa memiliki λmax 245nm dan 𝐴1𝑐𝑚
1% = 510a; serta
λmax 295nm dan 𝐴1𝑐𝑚1% = 133a. Sifat kimia salbutamol sulfat antara lain nilai log P
(oktanol/air) = 0,6 serta nilai pKa 9,3 dan 10,3 (Moffat dkk., 2011).
Penelitian mengenai salbutamol dan guaifenesin dilakukan oleh Walode,
S.G., Deshpande, S.D., dan Deshpande, A.V. (2013) dalam indikasi stabilitas metode
metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik untuk estimasi simultan
salbutamol sulfat dan guaifenesin menggunakan jenis kolom ODS-3V C18 (250 x 4,6
mm), fase gerak campuran asetonotril : 50 mM bufer dinatrium hidrogen fosfat dan
0,1% trietilamin (36:64 v/v pH 3,0) dan kecepatan alir fase gerak 0,8 mL/menit
memberikan hasil % recovery antara 99,82-101,07%, % RSD < 1,81 dan koefisien
korelasi 0,998 untuk salbutamol sulfat dan 0,999 untuk guaifenesin. Penelitian yang
akan dilakukan adalah optimasi pemisahan campuran salbutamol dan guaifenesin
sebagai zat aktif dalam sediaan obat sirup “merek X” mengunakan jenis kolom C18
fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat dan pengaturan pH dilakukan
dengan penambahan asam fosfat 0,1M hingga mencapai pH 3,0 dengan perbandingan
dan kecepatan alir hasil optimasi. Dalam sediaan obat sirup “merek X” terkandung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
dua zat aktif sehingga diperlukan metode yang dapat memisahkan dan menetapkan
kedua jenis zat aktif tersebut. Metode KCKT merupakan metode yang tepat untuk
melakukan pemisahan dan menetapkan kadar sejumlah senyawa organik dan senyawa
anorganik. Metode KCKT merupakan metode yang dapat digunakan untuk analisis
kualitatif dan kuantitatif dalam waktu bersamaan (Rohman dan Gandjar, 2007). Hal
ini yang menjadi alasan penulis untuk menentukan metode yang optimal dalam
pemisahan dan penetapan kadar kedua zat aktif tersebut agar dapat digunakan secara
luas dalam uji kontrol kualitas sediaan obat sirup yang mengandung salbutamol sulfat
dan guaifenesin. Terdapat beberapa perbedaan analisis yang dilakukan oleh penulis
dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Perbedaan
tersebut terdapat pada beberapa sistem dalam instrumen KCKT yang digunakan
seperti jenis dan komposisi fase gerak, serta kecepatan alir fase gerak. Dengan adanya
perbedaan tersebut maka perlu dilakukan optimasi kondisi atau sistem analisis agar
tercapai pemisahan optimal dari campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin agar
dapat dilakukan analisis kualitatif dan analisis kuantitaif.
1. Rumusan masalah:
Bagaimanakah komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang dapat
memberikan pemisahan dengan bentuk puncak, waktu retensi (tR), nilai resolusi, dan
nilai koefisien variansi yang optimum pada hasil pemisahan salbutamol sulfat dan
guaifenesin dalam sediaan obat sirup dengan menggunakan metode KCKT fase
terbalik?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
2. Keaslian penelitian
Pengembangan dan validasi metode kuantifikasi salbutamol sulfat dan
guaifenesin dengan menggunakan metode KCKT pernah dilakukan oleh Walode dkk.
(2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Stability Indicating RP-HPLC Method for
the Silmultaneous Estimation of Salbutamol Sulfate and Guaifenesin”. Pada
penelitian tersebut menggunakan jenis kolom ODS-3V C18 (250 x 4,6 mm), fase
gerak campuran asetontril : 50 mM bufer dinatrium hidrogen fosfat dan 0,1%
trietilamin (36:64 v/v pH 3,0) dan kecepatan alir fase gerak 0,8 mL/menit.
Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 225 nm.
Penelitian lain mengenai salbutamol sulfat dan guaifenesin dilakukan oleh
Korany, A.M., Fahmy, O.T., Mahgoub, H., and Maher, H.M. (2010) dalam
penelitiannya yang berjudul “High Performance Liquid Chromatographic
Determination of Some Guaifenesin-containing cough-cold preparation”. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis kolom ThermoHypersil C18
analytical column (250 x 4,6 mm), fase gerak yang digunakan adalah campuran
metanol : bufer fosfat pH 3,2 dengan perbandingan 40:60 pada kecepatan alir fase
gerak 1,5 mL/menit. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 275 nm.
Penelitian yang dilakukan oleh Dubey, N., Sahu, S., and Singh, G.N. (2012)
dengan judul “Development of HPLC Method for Simultaneous Estimation of
Ambroxol, Guaifenesin and Salbutamol in Single Dose Form” menggunakan metode
KCKT fase terbalik dengan jenis kolom C8 (250 x 4,6 mm), fase gerak campuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
metanol : bufer dinatrium hydrogen fosfat (pH 4,5) 40:60 pada kecepatan alir 1,0
mL/menit. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang pengamatan 220 nm.
Penelitian yang penulis lakukan adalah optimasi pemisahan campuran baku
salbutamol sulfat dan guaifenesin sebagai zat aktif dalam sediaan obat sirup “merek
X” dengan metode KCKT dengan menggunakan jenis kolom C18, fase gerak yang
merupakan campuran fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat dan
pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam fosfat 0,1M hingga mencapai pH
3,0 dengan perbandingan dan kecepatan alir dari hasil optimasi. Dalam Farmakope
Indonesia edisi IV tahun 1995 juga belum tercantum sistem KCKT untuk pemisahan
dan kuantifikasi salbutamol sulfat dan guaifenesin.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan
tentang pegembangan metode yang optimal dalam memisahkan dan
menentukan kadar salbutamol dan guaifenesin.
b. Manfaat metodologis. Memberikan contoh aplikasi teknologi KCKT
yang optimal mengenai jenis, komposisi dan kecepatan alir fase
gerak yang optimum sebagai metode pemisahan dan penentuan kadar
salbutamol dan guaifenesin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
B. Tujuan
A. Tujuan umum
Mengetahui metode yang optimum dalam memisahkan dan menetapkan
kadar salbutamol dan guaifenesin dalam sediaan obat sirup merek “X” dengan
metode KCKT fase terbalik.
B. Tujuan Khusus
Mengetahui komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang dapat
memberikan pemisahan dengan bentuk puncak yang simetris, waktu retensi (tR)
< 10 menit, nilai resolusi ≥ 1,5 terhadap puncak terdekat, dan nilai koefisien
variansi ≤ 2% pada hasil pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam
sediaan obat sirup dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Salbutamol Sulfat
Salbutamol sulfat (gambar 1) adalah salah satu obat yang sering digunakan
dalam pengobatan penyakit asma. Salbutamol atau yang dikenal sebagai α'-[[1,1-
dimetiletil)amino]metil]-4-hidroksi-1,3-benzendimetanol merupakan golongan agonis
reseptor β2-adrenergik (Moffat dkk., 2011). Salbutamol berefek sebagai
bronkodilatasi yaitu meringankan kejang otot bronkus dalam kondisi penyakit seperti
asma dan obstruktif paru kronis (Priyanka dkk., 2011).
Gambar 1. Struktur salbutamol sulfat (Moffat dkk., 2011)
Salbutamol sulfat memiliki bobot molekul (BM) 576,70 g/mol, mengandung
tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% (C13H21NO3)2.H2SO4 dihitung
terhadap zat anhidrat. Berbentuk serbuk putih atau hampir putih. Salbutamol sulfat
mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, kloroform dan dalam eter.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Salbutamol sulfat disimpan dalam wadah yang tertutup rapat dan tidak tembus cahaya
(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).
Salbutamol sulfat dalam suasana asam memiliki λmax 276nm dengan nilai
𝐴1𝑐𝑚1% = 71a dan dalam suasana basa memiliki λmax 245nm dengan nilai 𝐴1𝑐𝑚
1% = 510a;
serta λmax 295nm dan 𝐴1𝑐𝑚1% = 133a. Salbutamol sulfat memiliki nilai log P
(oktanol/air) = 0,6 serta nilai pKa 9,3 dan 10,3 (Moffat dkk., 2011).
B. Guaifenesin
Guaifenesin (3-(2-metoksifenoksi)-1,2-propanadiol) merupakan obat batuk
yang memiliki aktivitas sebagai ekspektoran dengan meningkatkan volume dan
mengurangi kekentalan sputum dengan cara merangsang selaput lendir lambung,
sehingga sekresi bronkial naik melalui reflex parasimpatik untuk membuang sputum
(Walode dkk., 2013). Mekanisme kerja dari ekspektoran adalah membantu
melembabkan sekresi dan mempermudah pasien untuk mengeluarkan semua sputum
yang diproduksinya (Schwartz, 1995).
Gambar 2. Struktur Guaifenesin (Moffat dkk., 2011)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Guaifenesin (gambar 2) mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak
lebih dari 102,0% C10H14O4 dihitung terhadap zat yang teah dikeringkan. Guaifenesin
berbentuk serbuk hablur, putih sampai agak kelabu. Guaifenesin larut dalam air,
etanol, kloroform, dan propilen glikol tetapi agak sukar larut dalam gliserin
(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Guaifenesin memiliki
bobot molekul 198,2 g/mol; titik lebur 78oC-82
oC; nilai log P (oktanol/air)= 1,4;
dalam suasana asam memiliki panjang gelombang maksimum (λmax) 273 nm dengan
nilai 𝐴1𝑐𝑚1% =125a (Moffat dkk., 2011).
C. Metode Analisis Salbutamol sulfat dan Guaifenesin
Pada penelitian yang dilakukan oleh Walode dkk. (2013), dilakukan
penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin berserta hasil degradasi kedua
senyawa tersebut dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik dengan
menggunakan jenis kolom ODS-3V C18 (250 x 4,6 mm), fase gerak campuran
asetontril : 50 mM bufer dinatrium hidrogen fosfat dan 0,1% trietilamin (36:64 v/v
pH 3,0) dan kecepatan alir fase gerak 0,8 mL/menit. Pengamatan dilakukan pada
panjang gelombang 225 nm. Pada penelitian ini, didapatkan hasil waktu retensi
salbutamol sulfat 2,9 menit dan guaifenesin 6,5 menit, nilai %recovery antara 99,82-
101,07%, %RSD < 1,81 dan koefisien korelasi 0,998 untuk salbutamol sulfat dan
0,999 untuk guaifenesin.
Penelitian lain mengenai salbutamol sulfat dan guaifenesin dilakukan oleh
Korany dkk. (2010) dengan judul “High Performance Liquid Chromatographic
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Determination of Some Guaifenesin-containing cough-cold preparation”. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis kolom ThermoHypersil C18
analytical column (250 x 4,6 mm), fase gerak untuk campuran salbutamol sulfat dan
guaifenesin adalah metanol : bufer fosfat pH 3,2 dengan perbandingan 40:60 pada
kecepatan alir fase gerak 1,5 mL/menit. Pengukuran dilakukan pada panjang
gelombang 275 nm dengan menghasilkan waktu retensi untuk salbutamol dan
guaifenesin masing-masing 2,86 dan 4,90 menit. Tailing factor yang dihasilkan untuk
salbutamol 1,01 dan guaifenesin 1,07 dengan nilai resolusi 7,33.
Penelitian yang dilakukan oleh Dubey dkk. (2012) dengan judul
“Development of HPLC Method for Simultaneous Estimation of Ambroxol,
Guaifenesin and Salbutamol in Single Dose Form”. Metode KCKT yang digunakan
merupakan kromatografi fase terbalik dengan jenis kolom C8 (250 x 4,6 mm), fase
gerak metanol : bufer dinatrium hydrogen fosfat (pH 4,5) 40:60 pada kecepatan alir
1,0 mL/menit. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang pengamatan 220 nm.
Penelitian yang dilakukan menghasilkan nilai %RSD <2% dan nilai tailing factor
salbutamol 1,59; guaifenesin 1,44 dan ambroksol 1,49.
D. Spektrofotometer UV
1. Radiasi elektromagnetik
Gelombang radiasi elektromagnetik terdiri atas dua komponen yaitu
komponen listrik dan magnetik. Dua komponen bergetar dalam bidang-bidang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
tegak lurus satu sama lain dan tegak lurus pada arah penjalaran radiasi seperti pada
gambar 3 di bawah ini (Sastrohamidjojo, 2007).
Radiasi elektromagnetik terutama untuk sinar ultraviolet dan sinar tampak
dapat dianggap sebagai energi yang merambat dalam bentuk gelombang. Suatu
gelombang memiliki panjang gelombang yang merupakan jarak linier dari suatu titik
pada suatu gelombang ke titik yang bersebelahan pada gelombang yang berdekatan
(Rohman dan Gandjar, 2007). Panjang gelombang (gambar 3) merupakan jarak linier
dari suatu titik pada satu gelombang ke titik yang bersebelahan pada gelombang yang
berdekatan. Panjang gelombang serapan sinar ultraviolet terletak antara 200 nm
sampai 400 nm, sedangkan untuk daerah serapan sinar tampak terletak antara panjang
gelombang 400 nm sampai 750 nm (Fessenden and Fessenden, 1997).
Gambar 3. Skema panjang gelombang (Rohman dan Gandjar, 2007)
Hubungan kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa dengan panjang
gelombang terlihat pada persamaan di bawah ini:
∆E ≡hc
λ (1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Keterangan:
∆E = jumlah energi yang diserap
h = tetapan Planck (6,6× 10-27
erg-det.)
c = kecepatan cahaya (3×1010
cm/det.)
λ = panjang gelombang (sentimeter) (Fessenden and Fessenden, 1997).
2. Serapan senyawa
Bila cahaya (radiasi elektromagnetik) mengenai suatu senyawa, maka
sebagian cahaya akan diserap oleh molekul-molekul senyawa tersebut. Serapan
cahaya oleh molekul dalam daerah spectrum ultraviolet tergantung pada struktur
elektronik molekul hal ini erat kaitannya dengan transisi-transisi diantara tingkat
energi elektronik tiap senyawa (Sastrohamidjojo, 2007).
Senyawa yang menjerap radiasi elektromagnetik di daerah panjang
gelombang UV-Vis akan mengakibatkan tereksitasinya elektron ketingkat energi
yang lebih tinggi. Elektron akan tereksitasi dari ground state menuju excited state
(gambar 4).
Gambar 4. Skema eksitasi elektron (Rohman dan Gandjar, 2007)
Molekul-molekul yang memerlukan energi yang lebih banyak untuk
mengeksitasikan elektron maka akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
pendek, sedangkan untuk molekul-molekul yang memerlukan energi yang lebih
sedikit untuk mengeksitasikan elektron maka akan menyerap pada panjang
gelombang yang lebih panjang (Fessenden and Fessenden, 1997). Jumlah energi yang
diserap oleh molekul-molekul disebut absorban. Hukum Lambert-Beer menunjukkan
bahwa serapan suatu senyawa dipengaruhi oleh absorptivitas molar, tebal kuvet dan
konsentrasi molekul dalam zat analit (Rohman dan Gandjar, 2007). Hukum Lambert-
Beer dapat dilihat melalui persamaan di bawah ini:
A = ε b c (2)
Keterangan:
A = absorban
ε = absorptivitas molar (M-1
cm-1
)
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi molekul dalam zat analit (Rohman dan Gandjar, 2007).
Absorptivitas molar merupakan suatu konstante yang tergantung pada suhu,
pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Disebut absorptivitas molar
jika konsentrasi molekul zat analit dalam satuan Molar. Jika konsentrasi molekul zat
analit dalam satuan persen berat/volume (g/100 mL) maka absorptivitas dapat ditulis
dengan 𝐴1𝑐𝑚1% (Rohman dan Gandjar, 2007). Hubungan antara 𝐴1𝑐𝑚
1% dengan
absorptivitas molar (ε) dapat dilihat pada persamaan di bawah ini:
ε ≡ A1cm1% ×
BM
10 M
-1cm
-1 (3)
Keterangan:
ε = absorptivitas molar (M-1
cm-1
)
𝐴1𝑐𝑚1% = absorptivitas molekul dalam satuan konsentrasi (g/100 mL)
BM = bobot molekul (g/mol) (Rohman dan Gandjar, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
3. Gugus-gugus yang berperan dalam penyerapan radiasi elektromagnetik
Gugus kromofor adalah gugus pada senyawa organik yang merupakan ikatan
kovalen tak jenuh. Gugus inilah yang bertanggung jawab terhadap penyerapan radiasi
elektromagnetik. Gugus fungsional yang memiliki pasangan elektron bebas dan
berikatan langsung dengan gugus kromofor disebut gugus auksokrom. Peranan gugus
auksokrom adalah meningkatkan intensitas serapan yang dihasilkan oleh suatu
senyawa serta memperpanjang gugus kromofor sehingga menaikkan intensitas
serapan pada senyawa tersebut (Sharma, 2007).
E. Larutan Penyangga
Larutan bufer sering digunakan dalam bidang kimia analisis seperti pada
pembuatan fase gerak dalam sistem KCKT. Jenis bufer paling sederhana tersususn
atas asam atau basa lemah dengan basa atau asam konjugatnya (Rohman dan Gandjar,
2007).
Larutan penyangga (bufer) memiliki peranan penting dalam pemisahan
senyawa yang bersifat asam dan basa. Bufer dalam fase gerak akan memberikan pH
yang relatif konstan dan mengakibatkan waktu retensi senyawa selama pemisahan
menjadi lebih reprodusibel. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam
penggunaan bufer pada sistem KCKT fase terbalik, yaitu:
1. Nilai pKa asam lemah atau basa lemah dan kapasitas bufer.
2. Kelarutan komponen bufer.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
3. Serapan pada daerah UV (berkaitan dengan pengguaan detektor UV pada
sistem KCKT).
4. Stabilitas bufer (Snyder dkk., 2010).
Kapasitas bufer merupakan kemampuan suatu bufer untuk mempertahankan
pH, tergantung pada nilai pKa asam lemah atau basa lemah, konsentrasi bufer, dan
pH dari fase gerak. Kapasitas bufer akan menurun ketika ada perbedaan nilai pKa
dari bufer dengan pH fase gerak yang diinginkan. Asam lemah atau basa lemah
sebagai komponen penyusun bufer yang digunakan hendaknya memiliki nilai pKa
dalam rentang ±1,0 unit dari pH fase gerak yang diinginkan (Snyder dkk., 2010).
Dalam sistem KCKT dengan detektor UV, penggunaan bufer yang dikatakan
ideal jika memiliki serapan pada panjang gelombang di bawah 220 nm. Tabel I di
bawah ini menunjukkan beberapa jenis bufer yang sering digunakan dalam KCKT
fase terbalik (Kazakevich and Lobrutto, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Tabel I. Jenis Bufer yang sering digunakan pada sistem KCKT fase terbalik
(Kazakevich and Lobrutto, 2007)
F. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
1. Pengenalan dan instrumentasi KCKT
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode yang
digunakan dalam pemisahan dan analisis campuran senyawa kimia. KCKT
dikarakteristikkan pada penggunaan pompa bertekanan tinggi untuk mengalirkan fase
gerak dengan tujuan agar pemisahan lebih cepat, terkontrol dan lebih efektif.
Pemisahan yang baik dipengaruhi oleh kondisi eksperimental seperti kondisi kolom,
pelarut, temperatur, kecepatan alir dan lain-lain (Snyder dkk., 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Kromatografi cair kinerja tinggi mulai dikembangkan pada akhir tahun 1960
dan awal tahun 1970 (Rohman dan Gandjar, 2007). Pemisahan pada kromatografi
didasarkan pada fase gerak yang dapat berinteraksi dengan senyawa analit dan
membawanya melewati fase diam, perbedaan interaksi zat analit dengan permukaan
fase diam dan fase geraklah yang menghasilkan perbedaan waktu migrasi zat-zat
analit tersebut (Kazakevich and Lobrutto, 2007).
Pemisahan KCKT dapat dilakukan dengan fase normal atau fase terbalik.
KCKT fase normal merupakan sistem KCKT yang menggunakan fase diamnya lebih
polar dibandingkan dengan fase geraknya, sedangkan KCKT fase terbalik merupakan
sistem KCKT yang menggunakan fase diamnya lebih non polar dibandingkan dengan
fase geraknya (Gritter dkk., 1991).
Sistem KCKT digambarkan secara sistematik pada gambar 5, garis panah
utuh menunjukkan jalur alir fase gerak, sedangkan garis panah putus menunjukkan
masuknya zat analit. Sampel yang diinjeksikan melalui katub injeksi akan mengalami
pemisahan yang terjadi di dalam kolom (fase diam), sehingga komponen di dalam
sampel akan terpisah dan meninggalkan kolom menuju detektor. Jenis detektor yang
biasa digunakan dalam sistem KCKT adalah spektrofotometri ultraviolet (UV) atau
spektrometri massa (MS) (Snyder dkk., 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Gambar 5. Skema sistem KCKT (Snyder dkk., 2010)
Bagian-bagian dalam sistem KCKT fase terbalik, terdiri atas:
a. Kolom. Oktadesilsilan (ODS atau C18) termasuk dalam tipe kolom yang
dapat berinteraksi pada fase alkil (alkyl-type phases). Oktadesilsilan merupakan fase
diam yang dapat digunakan dalam KCKT fase terbalik. C18 (gambar 6) memiliki
ukuran partikel sebesar 630 Å/mol dan panjang rantai molekul 24Å (Kazakevich and
Lobrutto, 2007).
Gambar 6. Struktur oktadesilsilan (C18) (Kazakevich and Lobrutto, 2007)
Panjang kolom pada sistem KCKT berkisar antara 5-25 cm, dengan tekanan
tinggi sampai 6000 psi (Gritter dkk., 1991). Diameter kolom KCKT sekitar 4-5 mm
dan diameter partikel berada pada kisaran 4-7 µm untuk kolom pada umumnya
(Dean, 1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
b. Fase gerak. Eluen atau fase gerak terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam elusi (pemisahan) dan resolusi.
Daya elusi dan resolusi ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase
diam, dan sifat sampel. Untuk fase terbalik kemampuan elusi akan menurun dengan
meningkatnya polaritas pelarut (Rohman dan Gandjar, 2007).
Komposisi fase gerak yang dipilih akan mempengaruhi waktu retensi zat
analit (Willard dkk., 1998). Pemilihan fase gerak perlu mempertimbangkan beberapa
hal seperti kompatibilitas terhadap pelarut yang digunakan, kelarutan zat analit dalam
fase gerak, polaritas, transmisi cahaya, viskositas, stabilitas dan pH (Kazakevich and
Lobrutto, 2007).
Kompatibilitas antar komponen fase gerak sangat penting untuk
memastikan bahwa komponen penyusun fase gerak dapat bercampur dengan baik.
Fase gerak yang digunakan harus dapat melarutkan zat analit dengan baik sehingga
tidak menimbulkan mengendapnya zat analit ketika penginjekan. Transmisi cahaya
dari suatu fase gerak sangat penting dalam pengaruhnya terhadap detektor ultraviolet
yang digunakan. Setiap eluen memiliki nilai UV-cutoff yang berbeda sehingga perlu
diiperhatikan pemilihan komponen fase gerak yang tidak mengganggu pembacaan
pada detektor uv. Viskositas fase gerak yang digunakan perlu diperhatikan karena
semakin besar viskositas fase gerak yang digunakan akan menaikkan tekanan dalam
kolom. Tabel II di bawah ini menunjukkan beberapa karakteristik pelarut yang sering
digunakan dalam sistem KCKT (Kazakevich and Lobrutto, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Tabel II. Karakteristik beberapa pelarut yang digunakan dalam sistem KCKT
(Kazakevich and Lobrutto, 2007)
Nama pelarut UV-cutoff
(nm)
1. Asetonitril
2. Isopropyl alcohol
3. Metanol
4. Etanol
5. THF
6. Etil asetat
7. DMSO
190
205
205
205
215
256
268
Parameter selanjutnya yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan fase
gerak adalah kepolaran campuran komponen fase gerak. Tingkat kepolaran fase gerak
akan mempengaruhi kemampuan fase gerak dalam mengelusi zat analit. Nilai
polaritas fase gerak yang digunakan dapat dihitung melalui persamaan di bawah ini:
P′camp = ϕ1 P′1 + ϕ2 P′2 +⋯+ ϕn P′n (4)
Keterangan :
P′ camp = indeks polaritas campuran
P′n = indeks polaritas pelarut ke-n
Φ = fraksi volume pelarut (Gritter dkk., 1991).
Indeks polaritas menunjukkan sifat kepolaran suatu pelarut, semakin
besar nilai indeks polaritas maka semakin polar pelarut tersebut dan sebaliknya
semakin kecil nilai indeks polaritas maka semakin non-polar pelarut tersebut (Synder
dkk., 2010).
Pada dasarnya, hampir seluruh obat-obatan yang berada dipasaran dapat
terionisasi. Oleh karena itu, pengaturan pH pada fase gerak menjadi sangat penting
karena dapat mempengaruhi waktu retensi suatu senyawa obat. Penggunaan bufer
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
dalam pengaturan pH suatu fase gerak sangat direkomendasi karena pH yang
diperoleh menjadi lebih stabil tidak berubah-ubah. Hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan bufer adalah tingkat kelarutan bufer dalam pelarut yang digunakan
karena pemilihan bufer yang salah akan mengakibatkan mengendap atau terpisahnya
komponen bufer dalam fase gerak (Kazakevich and Lobrutto, 2007).
c. Detektor. Pada umumnya detektor harus memiliki karakteristik tertentu
yaitu memiliki respon cepat terhadap solut, reprodusibel, memiliki sensitivitas tinggi,
stabil dalam pengoperasian, signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan
konsentrasi zat analit, tidak dipengaruhi temperatur dan kecepatan alir fase gerak
(Rohman, 2009). Detektor spektrofotometri UV-Vis didasarkan pada adanya
penyerapan radiasi ultraviolet dan sinar tampak (Vis) pada kisaran panjang
gelombang 190-800 nm oleh zat analit yang mempunyai struktur atau gugus
kromoforik (Rohman dan Gandjar, 2007).
2. Mekanisme pemisahan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik
Pemisahan pada kromatografi cair kinerja tinggi berdasarkan pada perbedaan
afinitas atau interaksi antar zat analit dengan fase diam dan fase gerak (Kazakevich
and Lobrutto, 2007). Kromatografi cair merupakan metode pemisahan yang
didasarkan pada hukum termodinamika. Pada kromatografi cair setiap komponen
dalam sampel akan mengalami kesetimbangan dalam fase diam dan fase gerak.
Sampel akan terdistribusi pada fase diam dan fase gerak berdasarkan koefisien
partisinya sesuai dengan persamaan di bawah ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
K =[Xs ]
[Xm ] (5)
Keterangan:
K = koefisien partisi
[Xs] = konsentrasi zat analit dalam fase diam
[Xm] = konsentrasi zat analit dalam fase gerak (Ahuja and Dong, 2005).
3. Parameter-parameter penting dalam kromatografi cair kinerja tinggi
Tujuan utama penggunaan metode kromatografi cair kinerja tinggi adalah
untuk mendapatkan pemisahan zat analit dari komponen lain dalam sampel dan
akhirnya dapat dikuantifikasi kadar tiap-tiap zat analit secara akurat. Parameter
penting dalam mengontrol resolusi pemisahan zat-zat analit antara lain parameter
waktu retensi, selektivitas dan efisiensi (Ahuja and Dong, 2005).
a. Parameter waktu retensi. Waktu retensi (tR) merupakan waktu yang
terhitung antara penginjekan sampel hingga zat analit mencapai detektor sedangkan
waktu mati (t0) merupakan waktu suatu komponen yang tidak tertahan dalam suatu
kolom (ditandai oleh adanya gangguan baseline oleh terelusinya pelarut sampel).
Penentuan waktu retensi dan waktu mati dapat dilihat pada gambar 7 (Ahuja and
Dong, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Gambar 7. Penentuan waktu retensi (tR) dan waktu mati (t0) (Ahuja and Dong, 2005)
b. Faktor kapasitas (k'). Parameter yang mengukur tingkat retensi zat analit
adalah faktor kapasitas atau faktor retensi (k'). Faktor kapasitas menunjukkan berapa
kali zat analit terelusi secara relatif terhadap puncak fase geraknya. Faktor kapasitas
dapat dihitung melalui persamaan di bawah ini:
k′ =tR−t0
t0 (6)
Keterangan:
k'= faktor kapasitas
tR= waktu retensi
t0= waktu mati (Ahuja and Dong, 2005).
Sebuah nilai k' sama dengan nol maka menunjukkan bahwa zat analit
tidak tertahan dalam kolom sehingga terelusi terlebih dahulu di depan pelarut yang
digunakan. Jika nilai k' sama dengan 20 maka zat analit sangat tertahan dalam kolom
sehingga memerlukan waktu yang sangat lama untuk dapat terelusi (Ahuja and Dong,
2005).
c. Efisiensi Kolom. jumlah lempeng teoritis (N) merupakan parameter
penting untuk menentukan secara kuantitatif dari efisiensi kolom. Jumlah lempeng
teoritis merupakan ratio antara waktu retensi dan standar deviasi dari lebar peak (σ)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
(Ahuja and Dong, 2005). Penentuan nilai N dapat dilihat melalui persamaan di bawah
ini:
N = tR
σ
2
(7)
Nilai Wb setara dengan 4σ sehingga persamaan menjadi :
N = 16 tR
W b
2
= 5,54 tR
W 1 2 h
2
(8)
Penentuan parameter efisiensi kolom dapat dilihat pada gambar 8 di bawah ini:
Gambar 8. Penentuan parameter efisiensi kolom (Ahuja and Dong, 2005)
Jumlah lempeng teoritis (N) berbanding lurus terhadap panjang kolom (L)
dan berdanding terbalik terhadap HETP (Height Equivalent Theoretical Plate).
Tinggi ekivalen lempeng teoritis atau HETP merupakan panjang kolom yang
dibutuhkan untuk menghasilkan suatu lempeng teoritis (Rohman, 2009). Persamaan
yang menunjukkan korelasi antara jumlah lempeng teoritis (N), panjang kolom (L)
dan HETP adalah sebagai berikut:
N =L
HETP (9)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
d. Asymmetry factor and tailing factor. Bentuk puncak yang tidak simetri
akan mengakibatkan tidak akuratnya penentuan resolusi, kuantitatif kadar suatu zat
analit tidak menunjukkan presisi yang baik dan reprodusibilitas retensi zat analit yang
jelek. Salah satu parameter penting untuk menilai bentuk puncak adalah asymmetry
factor (As) yang dapat ditentukan pada 10% tinggi puncak. Nilai As yang baik adalah
0,95-1,1. Gambar 9 di bawah ini menunjukkan bentuk puncak yang berbeda-beda
akan mempengaruhi nilai As.
Gambar 9. Parameter asymmetry factor (Ahuja and Dong, 2005)
Penentuan nilai As dapat dilihat pada persamaan di bawah ini:
AS(𝑎𝑠𝑦𝑚𝑚𝑒𝑡𝑟𝑦 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟) =B
A (10)
Penentuan nilai A dan B pada persamaan diatas dapat dilihat pada gambar 11.
Parameter lain yang menunjukkan bentuk puncak yang ideal adalah tailing factor (Tf)
yang ditentukan pada 5% dari tinggi puncak (Snyder dkk., 2010). Gambar 10
menunjukkan gambaran bentuk puncak tailing dan fronting. Tailing merupakan
keadaan yang ditunjukkan oleh bentuk puncak yang bagian depan naik dengan tajam
Excellent Acceptable Unacceptable Awful
As = 1.0-1.05 As = 1.2 As = 2 As = 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
sedangkan bagian belakang turun dengan landai, sedangkan bentuk puncak yang
bagian depan naik landai dan bagian belakang turun tajam disebut fronting
(Noegrohati, 1994).
Gambar 10. Perbedaan bentuk peak tailing dan fronting (Snyder dkk., 2010)
Nilai Tf yang masih dapat diterima adalah 0,9-1,4 (Ahuja and Dong, 2005). Besarnya
nilai Tf dapat dihitung melalui persamaan di bawah ini:
𝑇𝑓 𝑡𝑎𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 =𝐴+𝐵
2𝐴 (11)
Gambar 11. Penentuan nilai asymmetry factor dan tailing factor (Snyder dkk., 2010)
FRONTING TAILING
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Bentuk puncak yang tidak simetris dapat dipengaruhi oleh konsentrasi
sampel dalam fase gerak terlalu besar, ketidaksesuaian zat analit dengan kolom,
pengemasan kolom yang tidak seragam, dan faktor yang terjadi di luar kolom seperti
pada injektor (Noegrohati, 1994).
G. Landasan teori
Salbutamol sulfat merupakan senyawa obat untuk bronkodilatasi yang
memiliki sifat basa (pKa 9,3 dan 10,3) serta mudah larut dalam air, sukar larut dalam
etanol, kloroform dan dalam eter. Salbutamol sulfat dalam suasana asam memiliki
λmax 276nm dengan nilai 𝐴1𝑐𝑚1% = 71a dan dalam suasana basa memiliki λmax 245nm
dengan nilai 𝐴1𝑐𝑚1% = 510a; serta λmax 295nm dengan nilai 𝐴1𝑐𝑚
1% = 133a.
Guaifenesin merupakan senyawa obat batuk yang bekerja sebagai
ekspektoran yang memiliki bentuk serbuk hablur, putih sampai agak kelabu, larut
dalam air, etanol, kloroform, dan propilen glikol tetapi agak sukar larut dalam
gliserin. Guaifenesin memiliki bobot nilai log P (oktanol/air)= 1,4; dalam suasana
asam memiliki panjang gelombang maksimum (λmax) 273 nm dengan nilai
𝐴1𝑐𝑚1% =125a.
Sediaan sirup untuk pengobatan batuk yang disertai sesak nafas pada
umumnya mengandung kombinasi antara salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan
konsentrasi 0,24 mg/mL salbutamol sulfat dan 10 mg/mL guaifenesin. Untuk
menjamin kandungan mutu dari sediaan obat sirup dengan kandungan zat aktif pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
kadar kecil dengan komponen matriks sirup yang cukup rumit maka dibutuhkan
metode yang sensitif dan selektif. Optimasi dengan KCKT fase terbalik dilakukan
untuk memperoleh keadaan optimum pada pemisahan campuran salbutamol sulfat
dan guaifenesin. Parameter pemisahan dengan metode KCKT yang menunjukkan
diperolehnya kondisi optimum yaitu: bentuk peak simetri, tR kurang dari 10 menit,
nilai resolusi ≥ 2 dan nilai HETP yang semakin kecil.
H. Hipotesis
Metode KCKT fase terbalik dengan komposisi fase gerak dan kecepatan alir
fase gerak yang optimum dapat menghasilkan pemisahan campuran salbutamol sulfat
dan guaifenesin yang memenuhi persyaratan bentuk puncak dengan nilai tailing
factor < 2, waktu retensi (tR) kurang dari 10 menit, nilai resolusi > 1,5, dan nilai
koefisien variansi ≤ 2% sehingga dapat digunakan untuk penetapan kadar salbutamol
sulfat dan guaifenesin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini merupakan jenis rancangan penelitian
eksperimental analitik karena pada subjek uji diberikan perlakuan yaitu
komposisi dan kecepatan alir fase gerak.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbandingan komposisi
fase gerak yaitu metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 dan
kecepatan alir fase gerak yang digunakan.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah pemisahan peak dari
tiap komponen yaitu salbutamol sulfat dan guaifenesin yang terlihat dari
bentuk peak, retention time (tR), nilai resolusi, nilai koefisien variansi dari
resolusi, tailing factor, HETP, area under curve (AUC) dan waktu retensi
salbutamol sulfat dan guaifenesin hasil pemisahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
3. Variabel pengacau terkendali
a. Kemurnian pelarut yang digunakan, untuk mengatasinya digunakan
pelarut yang memiliki kemurnian tinggi yaitu pelarut pro analysis.
b. Kemurnian bahan baku yang digunakan, untuk mengatasinya
digunakan bahan baku yang telah terjamin kualitasnya dengan
adanya Certificate of Analysis (CoA).
C. Definisi Operasional
1. Salbutamol sulfat dan guaifenesin merupakan senyawa aktif yang
terdapat dalam sediaan obat sirup “merek X”.
2. Sistem KCKT fase terbalik yang digunakan adalah seperangkat alat
KCKT menggunakan kolom C18 dengan fase gerak metanol p.a:
0,01M kalium dihidrogen fosfat dan pengaturan pH dilakukan dengan
penambahan asam fosfat hingga mencapai pH 3.
3. Optimasi dilakukan dengan mengubah komposisi fase gerak dan
kecepatan alir fase gerak.
4. Parameter optimasi dengan menggunakan metode KCKT adalah
bentuk peak, retention time (tR), nilai resolusi, dan reprodusibilitas
resolusi dan waktu retensi.
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku
pembanding Salbutamol Sulfat (Supriya Lifescience, No. batch
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
SSL/SS/0312030, kemurnian 98,83%) (PT. Ifars Pharmaceutical
Laboratories), baku pembanding Guaifenesin (No. kontrol 205158,
kemurnian 99,88%) (Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional), metanol,
asam fosfat dan Kalium dihidrogen fosfat p.a (E.Merck), penyaring Whatman
0,45 µm, Akuabides hasil penyulingan di laboratorium Kimia Analisis
Instrumental Fakultas Farmasi Universtas Sanata Dharma, obat sirup “merek
X”.
E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat
KCKT dengan detektor ultraviolet, Shimadzu LC-2010C, kolom C-18 merek
Shimadzu column Shim-pack (LC-C18 CM) (No. column 4252787 part. 228-
17874-92), seperangkat computer (merek Dell B6RDZ1S Connexant system
RD01-D850 A03-0382 JP France S.A.S, printer HP Deskjet D2566 HP-024-
000 625730), UV/Vis Spectrophotometer SP-3000plus merek OPTIMA dengan
deterktor silicon photo diode, millipore, ultrasonifikator Refsch., Tipe : T460
(Schwing.1 PXE, FTZ-Nr. C-066/83, HF-Frequ.:35 kHz), timbangan analitik
Ohaus Carat Series PAJ 1003 (max 60/120 g, min 0,001 g, d = 0,01/0,1 mg),
alat vakum, dan seperangkat alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium
analisis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
F. Tatacara Penelitian
1. Pembuatan asam fosfat 0,1M
Larutan pekat H3PO4 dengan konsentrasi 85% diambil sebanyak
1,2 mL, kemudian diencerkan dalam akuabides 100,0 mL sehingga
konsentrasi H3PO4 menjadi 0,1 M.
2. Pembuatan bufer kalium dihidrogen fosfat 0,01M
Sebanyak 0,68 g KH2SO4 ditimbang seksama dan dilarutkan dalam
akuabides hingga 500,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 0,01 M, kemudian
pH diatur dengan penambahan asam fosfat 0,1 M hingga mencapai pH 3,0.
3. Pembuatan fase gerak
Fase gerak dibuat dengan perbandingan antara metanol : 0,01 M
kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40
kemudian dicampurkan dalam labu takar 1000 mL. Campuran fase gerak
tersebut disaring dengan penyaring Whatman 0,45 µm yang dibantu dengan
pompa vakum kemudian didegassing selama 15 menit menggunakan
ultrasonicator.
4. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang
digunakan untuk penentuan panjang gelombang pengamatan
a. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat. Sebanyak lebih kurang
10,0 mg salbutamol sulfat ditimbang seksama dan dilarutkan dalam
metanol hingga 10,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 1000 µg/mL,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
kemudian dibuat larutan seri dengan 3 konsentrasi berbeda yaitu 100;
300; dan 600 µg/mL dengan mengencerkan 1,0; 3,0 ; dan 6,0 mL
larutan stok tersebut dalam metanol hingga 10,0 mL.
b. Pembuatan larutan baku guaifenesin. Sebanyak lebih kurang 20,0 mg
guaifenesin ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga
50,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 400 µg/mL, kemudian dibuat
larutan seri dengan konsentrasi berbeda yaitu 20; 60; dan 100 µg/mL
dengan mengencerkan 0,5; 1,5; dan 2,5 mL larutan stok tersebut
dengan metanol hingga 10,0 mL.
5. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang
digunakan untuk optimasi dengan metode KCKT
a. Pembuatan larutan stok salbutamol sulfat. Sebanyak 20,0 mg
salbutamol sulfat ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol
hingga 100,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 200 µg/mL.
b. Pembuatan larutan baku intermediate salbutamol sulfat. Sebanyak 2,5
mL larutan stok diambil, diencerkan dalam metanol hingga 25,0 mL
sehingga konsentrasi larutan intermediet menjadi 20 µg/mL.
c. Pembuatan larutan kerja salbutamol sulfat. Larutan intermediate
salbutamol sulfat dengan konsentrasi 20 µg/mL diambil 5,0 mL,
kemudian diencerkan dalam metanol 10,0 mL sehingga konsentrasi
menjadi 10,0 µg/mL. Larutan disaring dengan menggunakan millipore
dan didegassing dengan ultrasonifikator selama 15 menit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
d. Pembuatan larutan stok guaifenesin. Sebanyak lebih kurang 20,0 mg
guaifenesin ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga
50,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 400 µg/mL.
e. Pembuatan larutan kerja guaifenesin. Larutan stok guaifenesin dengan
konsentrasi 400 µg/mL diambil 1,5 mL, kemudian diencerkan dalam
metanol 10,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 60,0 µg/mL. Larutan
disaring dengan menggunakan millipore dan didegassing dengan
ultrasonifikator selama 15 menit.
6. Pembuatan larutan baku campuran salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan
guaifenesin 80,0 µg/mL
Larutan baku intermediate salbutamol sulfat dengan konsentrasi
sebesar 20,0 µg/mL diambil 0,6 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar
10,0 mL, kemudian dicampurkan dengan 2,0 mL larutan stok guaifenesin
dengan konsentrasi 400,0 µg/mL, setelah itu diencerkan dengan metanol
hingga batas tanda, maka didapatkan konsentrasi guaifenesin 80,0 µg/mL dan
salbutamol sulfat 1,2 µg/mL. Larutan tersebut disaring dengan menggunakan
millipore dan didegassing dengan ultrasonifikator selama 15 menit.
7. Penentuan panjang gelombang pengamatan salbutamol sulfat dan
guaifenesin dengan spektrofotometer UV-Vis
Masing-masing konsentrasi larutan seri baku salbutamol sulfat
100,0; 300,0; dan 600,0 µg/mL dan guaifenesin 20,0; 60,0; dan 100,0 µg/mL
dengan pelarut metanol, discan pada panjang gelombang 200-400 nm dengan
spektrofotometer UV-Vis. Spektrum yang dihasilkan akan menunjukkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
panjang gelombang maksimum yang akan digunakan pada sistem KCKT
yaitu panjang gelombang yang menghasilkan serapan maksimum pada ketiga
konsentrasi tersebut.
8. Preparasi sampel
Sediaan obat sirup “merek X” mengandung 0,24 mg/mL salbutamol
sulfat dan 10 mg/mL guaifenesin, diambil lebih kurang 0,50 mL dimasukkan
ke dalam labu takar 100 mL, kemudian diencerkan dengan metanol sampai
100 mL sehingga didapatkan konsentrasi salbutamol 1,2 µg/mL dan
guaifenesin 50 µg/mL, kemudian larutan sampel tersebut disaring dengan
menggunakan millipore dan didegassing dengan ultrasonifikator selama
15 menit.
9. Optimasi pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan
menggunakan metode KCKT fase terbalik
a. Pengamatan nilai Asymmetry factor (AF) dan waktu retensi salbutamol
sulfat. Larutan baku salbutamol sulfat dengan konsentrasi 10,0 µg/mL
diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT. Optimasi dilakukan
pada panjang gelombang pengamatan dengan menggunakan fase gerak
metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 40:60; 45:55;
50:50; 55:45 dan 60:40 pada kecepatan alir fase gerak 0,5 dan
1,0 mL/menit. Berbagai perbandingan dan kecepatan alir fase gerak
tersebut akan dipilih yang nilai AF < 2 dan waktu retensi kurang dari
10 menit agar pemisahan yang dilakukan lebih efektif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
b. Pengamatan nilai Asymmetry factor (AF) dan waktu retensi
guaifenesin. Larutan baku guaifenesin dengan konsentrasi 60,0 µg/mL
diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT. Optimasi dilakukan
pada panjang gelombang pengamatan dengan menggunakan fase gerak
metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 40:60; 45:55;
50:50; 55:45 dan 60:40 pada kecepatan alir fase gerak 0,5 dan
1,0 mL/menit. Berbagai perbandingan dan kecepatan alir fase gerak
tersebut akan dipilih yang nilai AF < 2 dan waktu retensi kurang dari
10 menit agar pemisahan yang dilakukan lebih efektif.
c. Pemisahan campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan fase
gerak hasil optimasi. Baku campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin
dengan konsentrasi salbutamol 1,2 µg/mL dan guaifenesin 80,0 µg/mL
diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT menggunakan
komposisi dan kecepatan alir fase gerak hasil optimasi. Pengamatan
dilakukan pada panjang gelombang pengamatan dan kemudian
mengamati kromatogram yang didapatkan dan dihitung parameter uji
kesesuaian sistem yang meliputi nilai resolusi, luas area, N dan HETP
dari pemisahan campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin. Resolusi
(Rs) yang baik jika nilainya ≥1,5 (Rohman, 2009).
d. Uji kesesuaian sistem KCKT. Baku campuran salbutamol sulfat
dengan konsentrasi 1,2 µg/mL dan guaifenesin dengan konsentrasi
80,0 µg/mL, kemudian diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
menggunakan fase gerak dan kecepatan alir fase gerak hasil optimasi.
Penginjekan larutan ini dilakukan replikasi penginjekan sebanyak
6 kali. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang pengamatan
dan kemudian mengamati kromatogram yang didapatkan dan dihitung
nilai koefisien variansi resolusi, tailing factor, HETP, area under
curve (AUC) dan waktu retensi salbutamol sulfat dan guaifenesin hasil
pemisahan campuran tersebut. Nilai koefisien variansi (CV) yang baik
adalah kurang dari 2% (Rohman, 2009).
G. Analisis Hasil
Hasil optimasi komposisi fase gerak dan kecepatan alir fase gerak
tertentu menghasilkan data kromatogram. Data yang didapatkan yaitu
kromatogram baku dan kromatogram sampel, sehingga dapat diketahui sistem
KCKT fase terbalik yang memberikan pemisahan salbutamol sulfat dan
guaifenesin paling baik yaitu dengan mengamati bentuk puncak, retention
time (tR), nilai resolusi, nilai koefisien variansi resolusi, tailing factor, HETP,
area under curve (AUC) dan waktu retensi salbutamol sulfat dan guaifenesin
hasil pemisahan. Pemisahan yang baik adalah pemisahan dengan bentuk
puncak yang simetri, waktu retensi (tR) kurang dari 10 menit, memiliki nilai
resolusi ≥1,5 terhadap peak terdekat, dan nilai koefisien variansi
(%CV) ≤ 2%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
1. Bentuk peak pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin
Bentuk peak yang diharapkan adalah simetris. Sebagai
parameternya adalah asymmetry factor (As) dan tailing factor (Tf). Nilai
assimmetry factor (As) dihitung pada 10% tinggi puncak. Perhitungan As
melalui persamaan berikut:
AS(𝑎𝑠𝑦𝑚𝑚𝑒𝑡𝑟𝑦 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟) =B
A
Apabila AF=1 maka puncak dikatakan simetri dan pada nilai AF < 2, peak
masih dikatakan baik (Snyder dkk., 2010).
tailing factor (Tf) dihitung melalui persamaan dibawah ini:
Tf 𝑡𝑎𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 =A + B
2A
Nilai Tf yang masih dapat diterima adalah kurang dari 2 (Snyder dkk., 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
2. Waktu retensi (tR)
Pengamatan waktu dilakukan untuk melihat waktu yang dibutuhkan
untuk pemisahan senyawa. Apabila waktu yang didapatkan kurang dari 10
menit maka dapat dikatakan efisien (Snyder dkk., 1997).
3. Nilai resolusi
Nilai resolusi pemisahan peak dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:
𝑅𝑠 = 𝑡𝑅2 − 𝑡𝑅1
0,5 (𝑊2 +𝑊1)
Pemisahan yang baik menghasilkan nilai Rs ≥1,5.
(Willard dkk..,1988).
4. Nilai HETP
Nilai HETP dapat dihitung melalui persamaan berikut:
HETP =L
N
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
dimana nilai N merupakan bilangan lempeng teoritik dengan persamaan
berikut:
N = 5,54 x tR
W12
h
2
Apabila nilai HETP semakin kecil maka efisiensi kolom semakin baik dan
pemisahan juga semakin baik (Mulja and Suharman, 1995).
5. Nilai koefisien variansi
Nilai koefisien variansi resolusi, tailing factor, HETP, area under
curve (AUC) dan waktu retensi salbutamol sulfat dan guaifenesin hasil
pemisahan baku campuran diketahui dengan menghitung nilai % CV dengan
menggunakan persamaan di bawah ini:
% CV =SD
x̄ x 100%
Reprodusibilitas yang baik apabila nilai % CV kurang dari 2%
(Mulja dan Hanwar, 1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pemilihan Pelarut
Pemilihan pelarut yang tepat sangat penting dalam analisis senyawa dengan
metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), karena zat analit harus larut
dengan baik terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam sistem KCKT. Pelarut yang
digunakan untuk melarutkan salbutamol sulfat dan guaifenesin adalah metanol, hal ini
dikarenakan salbutamol sulfat dan guaifenesin dapat larut dengan baik dalam
metanol. Selain itu, juga karena metanol merupakan salah satu komponen fase gerak
sehingga dapat mencegah terjadinya perbedaan kekuatan pelarut yang mungkin
muncul ketika menggunakan pelarut selain fase gerak. Kelarutan salbutamol sulfat
dalam etanol adalah 1:25 sedangkan kelarutan guaifenesin dalam etanol adalah 1:11
(Moffat dkk., 2011). Etanol tidak digunakan sebagai pelarut karena viskositas etanol
lebih tinggi dibandingkan metanol yang memiliki viskositas yang cukup rendah yaitu
0,54 cP, sehingga dapat mengurangi tekanan pada kolom. Syarat pemilihan pelarut
adalah murni dapat bercampur dengan fase gerak, tidak bereaksi dengan senyawa
analit, tidak toksik dan dapat melarutkan senyawa analit dengan baik. Metanol yang
digunakan merupakan metanol pro analysis sehingga memiliki kemurnian yang
tinggi hal ini akan menghasilkan pengukuran lebih akurat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
B. Penentuan Fase Gerak
Fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini adalah perbandingan
komposisi antara metanol dan bufer fosfat 0,01M pada pH 3. Berdasarkan polaritas
fase diam dan fase gerak, metode KCKT yang digunakan merupakan metode KCKT
fase terbalik karena fase diam yaitu oktadesilsilan (C18) yang bersifat non-polar
sedangkan fase gerak bersifat lebih polar dari fase diam. Sistem elusi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah isokratik karena menggunakan campuran lebih dari 1
komponen fase gerak dengan perbandingan tetap (polaritas fase gerak tetap) selama
proses elusi berlangsung. Dengan kata lain, tidak ada perubahan komposisi atau
polaritas fase gerak selama proses elusi.
Metanol dipilih sebagai fase gerak dikarenakan memiliki kemampuan
melarutkan senyawa berbentuk garam dengan baik, hal ini berkaitan dengan kelarutan
salbutamol sulfat yang merupakan senyawa garam sebagai zat analit selain itu,
metanol juga merupakan pelarut yang baik untuk guaifenesin. Metanol merupakan
pelarut organik yang paling umum dan sering digunakan pada sistem KCKT fase
terbalik.
Kemampuan suatu pelarut organik mampu mengelusi senyawa disebut
eluent strength (εo), semakin besar nilai eluent strength-nya maka semakin besar pula
kemampuan elusi suatu pelarut organik. Untuk mendapatkan pemisahan yang baik
maka perlunya memperhatikan eluent strength, hal ini dikarenakan jika semakin besar
nilai εo maka dapat mengakibatkan tumpang tindih antara 2 senyawa yang memiliki
waktu retensi yang berdekatan sedangkan jika semakin kecil nilai εo
maka semakin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
sulit fase gerak untuk mengelusi senyawa. Metanol memiliki nilai εo 1,0 sedangkan
asetonitril memiliki nilai εo
3,1. Asetonitril tidak digunakan dalam komposisi fase
gerak dikarenakan nilai εo
yang besar sehingga dapat mengakibatkan guaifenesin dan
salbutamol sulfat tidak memisah atau memiliki waktu retensi yang sama.
Bufer fosfat merupakan salah satu komponen dalam fase gerak yang
digunakan oleh peneliti. Pertimbangan penggunaan bufer dikarenakan salbutamol
sulfat sangat mudah terion sehingga, jika tanpa pengunaan bufer untuk pengaturan
pH, dapat mengakibatkan bentuk puncak yang tailing dan waktu retensi yang tidak
tetap. Bufer pada umumnya digunakan dalam sistem KCKT pada analisis senyawa
yang mudah terion. Menurut Kazakevich dan Lobrutto (2007), bufer fosfat memiliki
nilai pKa 2,1 dan rentang pH 1,1-3,1. Pada rentang pH tersebut bufer memiliki
efektivitas dalam mempertahankan pH, kemampuan ini disebut dengan kapasitas
bufer.
Pada penelitian ini penggunaan pH 3 mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Walode dkk. (2013). Tujuan fase gerak dikondisikan pada pH 3
adalah untuk mengubah seluruh salbutamol dalam bentuk ion sehingga bufer fosfat
merupakan bufer yang cocok karena pH fase gerak yang diinginkan masuk dalam
rentang kapasitas pH bufer fosfat. Tujuan diubahnya salbutamol sulfat dalam bentuk
ion diharapkan akan memperbaiki tailing factor hal ini dikarenakan interaksi zat
analit baik dengan fase diam maupun fase gerak menjadi seragam. Jika tidak seluruh
salbutamol sulfat berada dalam bentuk ion atau molekul maka interaksi salbutamol
baik dengan fase diam maupun fase gerak berbeda-beda hal ini akan mengakibatkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
bentuk puncak yang tailing. Guaifenesin merupakan senyawa yang bersifat asam
lemah dan pada pH 3 seluruh guaifenesin berbentuk molekul sehingga interaksi
guaifenesin baik dengan fase diam maupun fase gerak menjadi seragam.
Bufer merupakan campuran antara asam lemah dan basa konjugatnya atau
basa lemah dengan asam konjugatnya. Bufer fosfat dibuat dengan mencampurkan
asam lemah (asam fosfat) dengan basa konjugat dari garamnya (kalium dihidrogen
fosfat). Penggunaan bufer diharapkan dapat mempertahankan pH selama berada
dalam sistem KCKT sehingga menghasilkan waktu retensi senyawa yang tetap tidak
berubah-ubah.
Selain kapasitas bufer, hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bufer
adalah UV-cutoff yang dimiliki oleh bufer tersebut. Bufer fosfat memiliki nilai UV-
cutoff pada < 200nm sedangkan metanol memiliki nilai UV-cutoff pada 205nm. UV-
cutoff merupakan panjang gelombang yang dimiliki oleh pelarut yang akan
memberikan serapan lebih dari 1,0 unit serapan pada tebal kuvet 1 cm (Rohman dan
Gandjar, 2007). Pengukuran yang dilakukan pada panjang gelombang UV-cutoff akan
mengacaukan hasil yang diperoleh sehingga hasil menjadi bias. Panjang gelombang
pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 275 nm sehingga tidak
terjadinya pembiasan oleh UV-cutoff.
Komposisi fase gerak yang digunakan pada penelitian ini adalah metanol :
bufer fosfat 0,01M pH 3 dengan perbandingan 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40.
Menurut Snyder dkk. (2010), meningkatnya jumlah metanol maka analit akan lebih
mudah terelusi, hal ini yang menjadi dasar peningkatan jumlah metanol dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
perbandingan komposisi fase gerak yang digunakan. Fase gerak yang telah
dipersiapkan, kemudian disaring dengan menggunakan penyaring Whatman 0,45µm
dengan tujuan untuk menghilangkan partikel-partikel yang dapat menyumbat kolom
dan mengkontaminasi fase diam. Setelah dilakukan penyaringan, larutan baku harus
didegasing sebelum diinjeksikan ke sistem KCKT dengan tujuan untuk
menghilangkan gelembung gas yang dapat mengganggu respon terhadap detektor.
Tabel III. Indeks polaritas campuran fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3
No. Komposisi Fase gerak Indeks Polaritas
Metanol Bufer fosfat 0,01M
pH 3
1 40 60 8,16
2 45 55 7,91
3 50 50 7,65
4 55 45 7,40
5 60 40 7,14
Pada tabel III, dapat diketahui urutan kepolaran dari polar ke non-polar
adalah 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40. Menurut Mulja dan Suharman (1995),
dalam sistem KCKT fase terbalik, kemampuan elusi akan semakin meningkat dengan
menurunkan indeks polaritas fase gerak. Semakin kecil nilai indeks polaritas fase
gerak, maka semakin non-polar fase gerak tersebut. Untuk mendapatkan parameter
yang diinginkan dari pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin, dilakukan dengan
mengubah-ubah komposisi fase gerak tersebut sampai didapatkan bentuk puncak
yang runcing, memenuhi persyaratan tailing factor, resolusi dan waktu retensi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
C. Pembuatan Larutan Baku
Baku salbutamol sulfat yang digunakan merupakan working standard
dengan kemurnian 98,83% yang didapatkan dari PT. Ifars Pharmaceutical
Laboratories dan memiliki Certificate of Analysis (CoA) sehingga terjamin
kemurniannya. Baku Guaifenesin yang digunakan merupakan working standard
dengan kemurniam 99,88% terhadap zat yang telah dikeringkan yang didapatkan dari
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional serta memiliki Certificate of Analysis
(CoA) sehingga terjamin kemurniannya. Tujuan pembuatan larutan baku tunggal
adalah untuk memastikan di dalam sampel terdapat zat analit yang ingin dianalisis.
Tujuan tersebut akan tercapai dengan menilai kesamaan waktu retensi dari larutan
baku dengan senyawa analit di dalam sampel. Tujuan pembuatan larutan baku
campuran adalah untuk mensimulasi keadaan sampel sediaan obat batuk sirup yang
terdiri atas salbutamol sulfat dan guaifenesin. Dengan kata lain, apabila keadaan
sistem KCKT telah optimal pada analisis larutan baku campuran maka diharapkan
ketika diterapkan pada sampel maka akan memperoleh hasil yang optimal pula.
Pada penentuan panjang gelombang, masing-masing senyawa dibuat larutan
baku dengan tiga konsentrasi yang berbeda. Pembuatan baku salbutamol sulfat
dengan 3 seri konsentrasi yaitu 100, 300, dan 600 µg/mL, sedangkan pada larutan
baku gauifenesin dibuat dengan 3 seri konsentrasi yaitu 20, 60, dan 100 µg/mL.
Larutan baku tersebut diukur serapan pada panjang gelombang UV yaitu antara 200-
400nm dengan spektrofotometer UV-vis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Dalam optimasi sistem KCKT dibuat 2 larutan baku tunggal yaitu
salbutamol sulfat 10 µg/mL dan guaifenesin 60 µg/mL. Tujuan dibuatnya larutan
baku tunggal adalah untuk mengetahui waktu retensi masing-masing zat analit. Selain
itu, dibuat pula baku campuran dengan konsentrasi salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan
guaifenesin 80 µg/mL, hal ini ditujukan untuk melihat pemisahan antara kedua
senyawa analit. Pada larutan baku campuran digunakan konsentrasi yang mendekati
konsentrasi sampel sehingga dapat mengambarkan keadaan senyawa analit dalam
sampel. Seluruh larutan baku tersebut digunakan dalam mengoptimasi komposisi fase
gerak dengan perbandingan metanol : bufer fosfat 0,01M pada pH 3 (40:60; 45:55;
50:50; 55:45; dan 60:40) serta kecepatan alir fase gerak 0,5 dan 1 mL/menit dengan
volume penginjekan 20 µL.
Untuk uji kesesuaian sistem, digunakan satu konsentrasi larutan baku
campuran dengan konsentrasi salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan guaifenesin
80 µg/mL. Uji kesesuaian sistem dilakukan pada kondisi sistem KCKT dengan
komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang telah optimal.
Larutan baku yang telah dipersiapkan, disaring dengan menggunakan
milipore dengan tujuan untuk menghilangkan partikel-partikel yang dapat
menyumbat kolom dan mengkontaminasi fase diam. Setelah dilakukan penyaringan,
larutan baku harus didegasing sebelum diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dengan
tujuan untuk menghilangkan gelembung gas yang dapat mengganggu respon terhadap
detektor.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
D. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Salbutamol Sulfat dan
Guaifenesin Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Panjang gelombang pengamatan ditentukan dengan mengukur panjang
gelombang masing-masing senyawa terlebih dahulu. Pengukuran panjang gelombang
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis, hal ini dikarenakan secara
teoritis salbutamol sulfat dan guaifenesin memiliki rentang panjang gelombang di
daerah UV yaitu antara 200-400 nm. Pengukuran panjang gelombang masing-masing
senyawa dilakukan dengan mengukur daerah serapan senyawa pada rentang 200-400
nm. Salbutamol sulfat diukur serapannya pada 3 seri konsentrasi yaitu 100, 300, dan
600 µg/mL, sedangkan guaifenesin diukur serapannya pada 3 konsentrasi yaitu 20,
60, dan 100 µg/mL. Pembuatan 3 seri konsentrasi tersebut bertujuan untuk melihat
kenaikan respon serapan terhadap kenaikan konsentrasi sehingga dapat memastikan
bentuk pola spektra serta panjang gelombang pengamatan yang diperoleh benar-benar
milik salbutamol sulfat dan guaifenesin.
Syarat suatu senyawa dapat diukur dengan spektrofotometer UV adalah
mempunyai gugus kromofor dan auksokrom serta mempunyai serapan pada daerah
ultraviolet. Gugus kromofor merupakan gugus yang berperan dalam penyerapan
radiasi elektromagnetik sedangkan gugus auksokrom merupakan gugus yang
memiliki pasangan elektron bebas dan berikatan langsung dengan gugus kromofor.
Gugus auksokrom bertanggung jawab dalam perpanjangan gugus kromofor sehingga
terjadi pergeseran panjang gelombang dan intensitas serapan maksimum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Salbutamol sulfat memiliki gugus kromofor dan auksokrom seperti pada
gambar 12 di bawah ini:
Gambar 12. Gugus kromofor dan auksokrom salbutamol sulfat
Guaifenesin memiliki gugus kromofor dan auksokrom seperti pada gambar
13 di bawah ini:
Gambar 13. Gugus kromofor dan auksokrom guaifenesin
Kurva serapan salbutamol sulfat dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Gambar 14. Spektra salbutamol sulfat pada 3 seri konsentrasi pada pelarut metanol
Kurva serapan guaifenesin dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 15. Spektra guaifenesin pada 3 seri konsentrasi pada pelarut metanol
Panjang gelombang( )
Panjang gelombang (nm)
600 µg/mL
300 µg/mL
100 µg/mL
100 µg/mL
60 µg/mL
20 µg/mL
278 nm
274 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Kurva serapan overlapping dari salbutamol sulfat dan guaifenesin dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 16. Spektra gabungan salbutamol sulfat dan guaifenesin
Pada data hasil scanning profil serapan menunjukan bahwa pada tiga seri
konsentrasi didapatkan panjang gelombang maksimum salbutamol sulfat adalah 278
nm dan guaifenesin adalah 274 nm. Menurut Moffat dkk. (2011) panjang gelombang
salbutamol sulfat adalah 276 nm sedangkan untuk guaifenesin adalah 273 nm.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995) pergeseran panjang gelombang yang
diijinkan sebesar 2 nm, oleh karena itu, panjang gelombang kedua senyawa dapat
diterima karena bergeser 1-2 nm dari panjang gelombang teoritis. Panjang gelombang
yang diperoleh dapat dipastikan kebenarannya karena pada data didapatkan kenaikan
Panjang gelombang ( )
275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
respon serapan sebanding dengan kenaikan konsentrasi senyawa yang diukur.
Berdasarkan pengamatan profil panjang gelombang salbutamol sulfat dan guaifenesin
yang diperoleh dapat diketahui panjang gelombang overlapping kedua senyawa yang
merupakan titik potong dari panjang gelombang kedua senyawa. Panjang gelombang
overlapping yang diperoleh adalah 275 nm sehingga panjang gelombang tersebut
digunakan sebagai panjang gelombang pada sistem KCKT. Tujuan pemilihan panjang
gelombang overlapping sebagai panjang gelombang pada sistem KCKT adalah agar
kedua senyawa dapat memberikan serapan yang optimum dan dapat dideteksi oleh
detektor pada sistem KCKT. Salbutamol sulfat memiliki nilai 𝐴1𝑐𝑚1% yaitu 71a
sedangkan guaifenesin memiliki nilai 𝐴1𝑐𝑚1% yaitu 125a (Moffat et al., 2011). Kedua
senyawa memiliki nilai 𝐴1𝑐𝑚1% yang cukup tinggi sehingga pada panjang gelombang
275 nm masih dapat terdeteksi oleh detektor. Pada panjang gelombang 220 nm kedua
senyawa memiliki serapan yang cukup tinggi akan tetapi panjang gelombang tersebut
tidak digunakan sebagai panjang gelombang pengamatan pada sistem KCKT
dikarenakan kenaikan respon serapan (gambar 15) tidak menunjukkan proporsional
yang baik dengan kenaikan konsentrasi zat analit.
E. Optimasi Komposisi dan Kecepatan Alir Fase Gerak
Pada sistem KCKT fase terbalik, senyawa yang bersifat lebih polar akan
terelusi terlebih dahulu daripada senyawa yang bersifat non-polar. Hal ini
dikarenakan senyawa yang bersifat non-polar akan lebih tertahan dalam fase diam
sehingga waktu retensinya lebih lama. Salbutamol sulfat merupakan garam yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
mudah terion sehingga lebih polar dibandingkan guaifenesin yang berbentuk molekul
utuh, hal ini mengakibatkan waktu retensi salbutamol sulfat lebih pendek
dibandingkan dengan waktu retensi guaifenesin.
Tabel IV menunjukkan waktu retensi yang diperoleh dari pemisahan
salbutamol sulfat dan guaifenesin pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat
0,01M pH 3 dengan perbandingan 40:60; 45:55; 50:50; 55:45dan 60:40 pada
kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit.
Tabel IV. Waktu retensi baku salbutamol sulfat dan guaifenesin
No. Komposisi fase gerak Zat analit Waktu retensi pada kecepatan
alir (menit)
Metanol Bufer fosfat 0,5 mL/menit 1,0 mL/menit
1 40 60 Salbutamol sulfat 5,84 2,91
Guaifenesin 17,45 8,75
2 45 55 Salbutamol sulfat 5,63 2,83
Guaifenesin 13,59 6,85
3 50 50 Salbutamol sulfat 5,48 2,76
Guaifenesin 11,10 5,61
4 55 45 Salbutamol sulfat 5,37 2,69
Guaifenesin 9,45 4,76
5 60 40 Salbutamol sulfat 5,31 2,67
Guaifenesin 8,45 4,26
Pada tabel IV diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar kecepatan alir
maka semakin pendek waktu retensi zat analit dan juga semakin meningkat jumlah
metanol dalam fase gerak maka semakin pendek waktu retensi zat analit.
Salbutamol sulfat dan guaifenesin dapat berinteraksi dengan fase diam dan
fase gerak. Interaksi senyawa dengan fase diam (oktadesilsilan) merupakan interaksi
Van Der Waals. Menurut Levita dan Mustarichie (2012), interaksi Van Der Waals
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
merupakan interaksi tarik-menarik intermolekul non-polar yang mungkin mengalami
tidak meratanya distribusi kerapatan elektron sehingga dapat menimbulkan dipol
sementara yang dapat menginduksi dipol berlawanan dari molekul yang
mendekatinya. Gambar 17 di bawah ini menunjukkan interaksi salbutamol sulfat dan
guaifenesin dengan fase diam:
a)
b)
Gambar 17. Interaksi zat analit dengan fase diam (oktadesilsilan) (a) Guaifenesin; (b)
Salbutamol sulfat
Interaksi yang terjadi pada salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan fase
gerak merupakan interaksi hidrogen. Menurut Levita dan Mustarichie (2012),
interaksi hidrogen merupakan jenis interaksi dipol-dipol yang terbentuk antara proton
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
yang terikat pada gugus yang memiliki atom elektronegatif dengan atom
elektronegatif lain yang memiliki sepasang elektron bebas. Gambar 18 menunjukkan
interaksi salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan fase diam (oktadesilsilan):
a)
Gambar 18. Interaksi zat analit dengan fase gerak (a)Salbutamol sulfat; (b) Guaifenesin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Pada interaksi salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan fase diam dan fase
gerak dapat disimpulkan bahwa guaifenesin lebih banyak berinteraksi dengan fase
diam dibandingkan dengan salbutamol sulfat. Hal ini yang mengakibatkan waktu
retensi guaifenesin lebih lama dari pada salbutamol sulfat. Pada data waktu retensi
(tabel IV) menunjukkan bahwa semakin meningkatnya jumlah metanol dalam
komposisi fase gerak akan menghasilkan waktu retensi yang semakin cepat pula, hal
ini dikarenakan kemampuan untuk membawa zat analit untuk keluar dari kolom
semakin baik dengan meningkatnya jumlah metanol. Optimasi yang dilakukan
meliputi variasi komposisi fase gerak dan kecepatan alir. Pada optimasi kecepatan alir
(tabel IV) didapatkan bahwa semakin besar kecepatan alir yang digunakan maka
semakin cepat pula fase gerak mengelusi zat analit. Pada pengamatan waktu retensi,
didapatkan seluruh komposisi fase gerak dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit
menghasilkan waktu retensi yang kurang dari 10 menit. Pada analisis dengan KCKT
secara umum, waktu retensi yang diharapkan adalah kurang dari 10 menit (Snyder
dkk., 1997).
Parameter optimasi lain adalah tailing factor, parameter ini menunjukkan
bentuk puncak yang dihasilkan kromatogram, dimana puncak dapat berbentuk
simetris atau mengalami pengekoran. Untuk bentuk puncak yang simetris akan
memiliki nilai tailing factor yang mendekati 1, sedangkan jika nilai tailing factor
lebih dari 1, menunjukkan bahwa bentuk puncak mengalami pengekoran (tailing).
Semakin besar nilai tailing factor maka semakin kurang efisien kolom yang
digunakan. Besarnya nilai tailing factor menunjukan efisiensi kolom kromatografi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
yang digunakan (Rohman dan Gandjar, 2007). Menurut Snyder dkk. (2010), nilai
tailing factor yang masih dapat diterima adalah kurang dari 2. Jika nilai tailing factor
yang dihasilkan lebih dari 2 maka dapat mengakibatkan bentuk puncak mengalami
pengekoran, penurunan resolusi, batas deteksi dan presisi (Rohman dan Gandjar,
2007). Penyebab nilai tailing factor yang besar adalah jumlah sampel yang masuk
dalam kolom terlalu besar, fase gerak yang digunakan tidak sesuai, dan sampel yang
dapat berinteraksi dengan residu silanol pada fase diam.
Hasil pengamatan tailing factor dan bentuk puncak pada baku salbutamol
sulfat dan guaifenesin dapat dilihat pada tabel IV dan V di bawah ini:
Tabel V. Nilai tailing factor salbutamol sulfat dan guaifenesin
No. Komposisi fase gerak Zat analit Nilai tailing factor pada
kecepatan alir
Metanol Bufer fosfat 0,5 mL/menit 1,0 mL/menit
1 40 60 Salbutamol 1,49 1,44
Guaifenesin 0,73 0,77
2 45 55 Salbutamol 1,57 1,48
Guaifenesin 0,72 0,78
3 50 50 Salbutamol 2,02 1,87
Guaifenesin 0,73 0,78
4 55 45 Salbutamol 2,02 2,85
Guaifenesin 0,74 0,78
5 60 40 Salbutamol 1,92 1,85
Guaifenesin 0,74 0,79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Tabel VI. Hasil optimasi salbutamol sulfat dan guaifenesin berdasarkan bentuk puncak
No. Komposisi fase gerak Zat analit Kecepatan
alir
(mL/menit)
Bentuk puncak
Metanol Bufer
fosfat
1 40 60 Salbutamol 0,5 Puncak runcing,
asimetris
Guaifenesin Puncak lebar, asimetris
Salbutamol 1,0 Puncak runcing,
asimetris
Guaifenesin Puncak lebar, simetris
2 45 55 Salbutamol 0,5 Puncak runcing,
asimetris
Guaifenesin Puncak lebar,
asimetris
Salbutamol
1,0 Puncak runcing,
simetris
Guaifenesin Puncak lebar,
asimetris
3 50 50 Salbutamol 0,5 Puncak runcing,
asimetris
Guaifenesin Puncak lebar, asimetris
Salbutamol 1,0 Puncak runcing,
simetris
Guaifenesin Puncak lebar, simetris
4 55 45 Salbutamol 0,5 Puncak runcing,
asimetris
Guaifenesin Puncak lebar, asimetris
Salbutamol 1,0 Puncak terbelah,
asimetris
Guaifenesin Puncak lebar, asimetris
5 60 40 Salbutamol 0,5 Puncak runcing,
asimetris
Guaifenesin Puncak lebar, asimetris
Salbutamol 1,0 Puncak runcing,
asimetris
Guaifenesin Puncak lebar, simetris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Optimasi komposisi dan kecepatan alir ini akan diaplikasikan pada
penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sampel sediaan obat sirup
untuk melihat pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin. Pengamatan pemisahan
zat analit penting untuk menjamin puncak salbutamol sulfat dan guaifenesin tidak
saling tumpang-tindih. Pemisahan yang baik antara kedua puncak ini dapat diamati
dari nilai resolusi (Rs) yang harus lebih besar dari 1,5 (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada hasil pengamatan nilai resolusi dari kromatogram yang dihasilkan oleh sampel
sediaan obat sirup yang mengandung salbutamol sulfat dan guaifenesin dapat dilihat
pada tabel VI.
Tabel VII. Nilai resolusi pada sampel yang mengandung salbutamol sulfat dan guaifenesin pada
fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40 dengan kecepatan
alir 0,5 dan 1 mL/menit
Komposisi fase gerak Kecepatan alir
(mL/menit)
Resolusi
Metanol Bufer fosfat
40 60 0,5 1,98
1,0 5,87
45 55 0,5 4,48
1,0 4,19
50 50 0,5 1,65
1,0 0,56
55 45 0,5 2,14
1,0 3,66
60 40 0,5 0,75
1,0 3,06
Tujuan pengamatan nilai resolusi pada optimasi ini adalah untuk mengetahui
komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang dapat menghasilkan pemisahan dengan
nilai Rs lebih dari 1,5. Pada tabel VI, dapat disimpulkan bahwa semakin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
meningkatnya jumlah metanol dan kecepatan alir fase gerak maka akan
mengakibatkan semakin kecilnya nilai resolusi. Pada data di atas, tidak seluruh nilai
resolusi pada seluruh komposisi dan kecepatan alir fase gerak dapat memenuhi nilai
resolusi yang baik yaitu lebih dari 1,5.
1. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60 dengan kecepatan alir 0,5
dan 1,0 mL/menit
Pada komposisi fase gerak 40:60 (gambar 19 dan 20), didapatkan puncak
baku salbutamol sulfat yang runcing dan puncak baku guaifenesin yang lebar dengan
nilai tailing factor kurang dari 2 sehingga dari nilai tailing factor-nya kedua puncak
yang dihasilkan dari kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit dapat diterima. Namun,
pada penginjekan sampel dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit menghasilkan tailing
factor = 2,62 sehingga tidak memenuhi kriteria tailing factor yang baik. Pada gambar
19 dan 20 disimpulkan bahwa semakin tinggi kecepatan alir yang digunakan, maka
bentuk puncak yang dihasilkan semakin runcing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Gambar 19. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram
baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT
sebagai berikut:
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 40:60
Kecepatan alir : 0,5 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
A
C
B
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Gambar 20. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram
baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT
sebagai berikut:
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 40:60
Kecepatan alir : 1,0 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
A
B
C
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Kromatogram yang dihasilkan pada komposisi 40:60 menghasilkan nilai
resolusi 1,98 dan 5,87 untuk kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit. Pada kecepatan alir
0,5 mL/menit waktu yang dibutuhkan untuk satu proses analisis menjadi lebih
panjang sehingga dianggap tidak efektif. Menurut Snyder dkk. (1997), waktu analisis
dengan KCKT yang diharapkan adalah kurang dari 10 menit. Pada kecepatan alir 1,0
mL/menit memberikan nilai resolusi yang baik dengan nilai lebih dari 1,5.
Tailing pada salbutamol sulfat dikarenakan sifat salbutamol sulfat yang
merupakan garam basa sehingga sangat mudah terion membentuk ion positif pada pH
asam yang dapat berinteraksi dengan residu silanol (ion negatif pada pH di atas 3,5)
pada kolom. Oleh karena itu, penggunaan bufer fosfat pada pH 3 selain untuk
mengubah seluruh molekul salbutamol dalam bentuk terion juga untuk mengurangi
nilai tailing factor dengan mengubah residu silanol yang berbentuk ion menjadi
bentuk molekul seperti pada gambar 21 di bawah ini:
Gambar 21. Gugus residu silanol bebas pada kolom C18(Snyder dkk., 2010)
Pada komposisi 40:60, kecepatan alir yang menghasilkan pemisahan yang
paling baik adalah pada 1 mL/menit karena nilai tailing factor yang dihasilkan 1,44
dan 0,77 untuk salbutamol sulfat dan guaifenesin, resolusi yang dihasilkan lebih dari
1,5 sehingga puncak yang dihasilkan telah terpisah dengan baik (gambar 20).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
2. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 45:55 dengan kecepatan alir 0,5
dan 1,0 mL/menit
Pada komposisi fase gerak 45: 55 (gambar 22 dan 23), didapatkan puncak
baku salbutamol sulfat yang lebih runcing dan puncak baku guaifenesin yang lebar
dengan nilai tailing factor pada kecepatan alir 0,5 mL/menit sebesar 1,57 dan 0,72
sedangkan untuk kecepatan alir 1,0 mL/menit menghasilkan nilai tailing factor 1,48
dan 0,78 untuk salbutamol sulfat dan guaifenesin. Pada komposisi 45 : 55, didapatkan
waktu retensi yang lebih pendek dibandingkan pada komposisi 40 : 60 untuk
kecepatan alir yang sama sehingga dapat mempersingkat waktu analisis. Namun,
pada penginjekan sampel dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit menghasilkan tailing
factor 2,03 sehingga tidak memenuhi kriteria tailing factor yang baik.
Pada komposisi 45:55, kecepatan alir yang menghasilkan bentuk puncak
yang paling baik adalah pada 1,0 mL/menit karena nilai tailing factor yang dihasilkan
1,48 dan 0,78 untuk salbutamol sulfat dan guaifenesin, resolusi yang dihasilkan lebih
dari 1,5 sehingga puncak yang dihasilkan telah terpisah dengan baik (gambar 20),
namun komposisi ini tidak digunakan dalam tahap validasi dan penetapan kadar
salbutamol sulfat dan guaifenesin dikarenakan pada penginjekan baku tunggal
guaifenesin dengan kecepatan alir fase gerak 1,0 mL/menit memberikan bentuk
puncak yang tidak memiliki pemisahan yang baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Gambar 22. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram
baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT
sebagai berikut:
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 45:55
Kecepatan alir : 0,5 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
A
B
C
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Gambar 23. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram
baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT
sebagai berikut:
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 45:55
Kecepatan alir : 1,0 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
C
B
A
S
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
3. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 50:50 dengan kecepatan alir 0,5
dan 1,0 mL/menit
Pada komposisi fase gerak 50: 50 (gambar 24 dan 25), didapatkan puncak
baku salbutamol sulfat yang lebih runcing serta bentuk puncak yang asimetris
sedangkan puncak baku guaifenesin yang lebar dan simetris. Pada kecepatan alir 0,5
mL/menit nilai tailing factor salbutamol sulfat adalah 2,02 sedangkan untuk
guaifenesin adalah 0,73. Hal ini dikarenakan komposisi fase gerak yang ada belum
cukup untuk mengelusi senyawa dengan baik. Pada kecepatan alir 1,0 mL/menit
menunjukan bentuk puncak yang lebih menyempit dan dengan meningkatnya
kecepatan alir, maka nilai tailing factor yang dihasilkan akan semakin baik.
Pada kecepatan alir 1,0 mL/menit menghasilkan waktu retensi, nilai tailing
factor, dan nilai resolusi yang baik namun tidak memberikan presisi puncak yang
baik, dimana pada penginjekan replikasi kedua tidak memberikan hasil yang serupa
dengan replikasi pertama sehingga pada komposisi dan kecepatan alir ini tidak
digunakan pada proses validasi dan penetapan kadar salbutamol sulfat dan
guaifenesin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Gambar 24. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram
baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT
sebagai berikut:
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 50:50
Kecepatan alir : 0,5 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
A
B
C
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Gambar 25. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram
baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT
sebagai berikut:
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 50:50
Kecepatan alir : 1,0 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
C
B
A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
4. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 55:45 dengan kecepatan alir 0,5
dan 1,0 mL/menit
Pada komposisi fase gerak 55: 45 (gambar 26 dan 27), didapatkan pada
kecepatan alir 0,5 mL/menit bentuk puncak baku salbutamol sulfat runcing serta
asimetris sedangkan puncak baku guaifenesin yang lebar dan asimetris. Pada
kecepatan alir 1,0 mL/menit menunjukan bentuk puncak salbutamol sulfat terbelah,
hal ini dapat diakibatkan oleh fase gerak yang tidak mampu mengelusi zat analit
dengan baik sehingga dimungkinkan masih adanya zat analit yang berinteraksi secara
van der waals dengan fase diam yang terlambat untuk ke luar dari kolom. Nilai tailing
factor salbutamol sulfat adalah 2,02 dan 2,85 sedangkan guaifenesin adalah 0,74 dan
0,78 untuk kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit.
Pada komposisi 55 : 45 dengan kecepatan alir 0,5 dan 1,0 mL/menit tidak
menghasilkan bentuk puncak yang memenuhi persyaratan tailing factor. Salbutamol
sulfat pada komposisi ini menghasilkan nilai tailing factor yang lebih dari 2 sehingga
komposisi fase gerak ini tidak dilanjutkan untuk tahapan validasi dan penetapan kadar
salbutamol sulfat dan guaifenesin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Gambar 26. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram
baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT
sebagai berikut:
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 55:45
Kecepatan alir : 0,5 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
A
B
C
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Gambar 27. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram
baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT
sebagai berikut:
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 55:45
Kecepatan alir : 1,0 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
A
C
B
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
5. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 60:40 dengan kecepatan alir 0,5
dan 1,0 mL/menit
Pada komposisi fase gerak 60:40 (gambar 28) dengan kecepatan alir
0,5 mL/menit menghasilkan bentuk puncak salbutamol sulfat yang runcing dengan
nilai tailing factor sebesar 1,92 sedangkan guaifenesin menunjukkan bentuk puncak
yang lebar dan asimetris walaupun dengan nilai tailing factor 0,74. Pada kecepatan
alir 1,0 mL/menit (gambar 29) menunjukan nilai tailing factor 1,85 dan 0,79 untuk
salbutamol sulfat dan guaifenesin. Pada data nilai tailing factor dapat disimpulkan
bahwa pada komposisi 60:40 memenuhi persyaratan nilai tailing factor yang baik.
Pada komposisi 60:40, kecepatan alir yang menghasilkan bentuk puncak
yang paling baik adalah pada 1,0 mL/menit karena nilai tailing factor yang
dihasilkan lebih kecil dibandingkan pada kecepatan alir 0,5 dengan komposisi fase
gerak 60:40, dan nilai resolusi yang dihasilkan lebih dari 1,5 sehingga puncak yang
dihasilkan telah terpisah dengan baik (gambar 29), namun komposisi ini tidak
digunakan dalam tahap validasi dan penetapan kadar salbutamol sulfat dan
guaifenesin dikarenakan pada penginjekan sampel menghasilkan bentuk puncak
salbutamol sulfat yang terbelah, hal ini dikarenakan pada komposisi ini fase gerak
tidak mampu mengelusi salbutamol sulfat dengan baik dalam sampel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Gambar 28. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram
baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT
sebagai berikut:
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 60:40
Kecepatan alir : 0,5 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
A
B
C
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Gambar 29. (A)-Kromatogram baku salbutamol sulfat konsentrasi 10µg/mL. (B)-Kromatogram
baku guaifenesin konsentrasi 60 µg/mL. (C)-Kromatogram sampel, dengan parameter KCKT
sebagai berikut:
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 60:40
Kecepatan alir : 1,0 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
A
B
C
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Pada data hasil optimasi di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi optimal
didapatkan pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M 40:60 dengan
kecepatan alir 1,0 mL/menit yang menghasilkan waktu retensi 2,90 dan 8,75; nilai
tailing factor 1,44 dan 0,77 untuk salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan nilai
resolusi 5,87.
Komposisi dan kecepatan alir yang telah optimal dilakukan pengujian
kesesuaian sistem (UKS). Uji ini bertujuan untuk melihat bahwa sistem yang telah
optimal dapat memberikan data yang memenuhi persyaratan dan dapat menjamin
bahwa metode yang digunakan dapat menghasilkan presisi yang dapat diterima.
Presisi dapat dilihat dari nilai % CV yang tidak lebih besar dari 2 %. Nilai % CV
yang ≤ 2 menunjukkan bahwa sistem yang digunakan telah memberikan hasil yang
konstan karena dengan berkali-kali penginjekan hasil yang diperoleh tetap baik.
Parameter uji kesesuaian sistem antara lain adalah waktu retensi, tailing factor,
HETP, nilai Area Under Curve (AUC), tinggi puncak, faktor kapasitas (K'),
theoretical plate, dan nilai resolusi. Tabel VIII, IX, dan X di bawah ini menunjukkan
data hasil uji kesesuaian sistem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Tabel VIII. Uji kesesuaian sistem salbutamol sulfat pada pemisahan larutan baku campuran
salbutamol sulfat 1,6 µg/mL dan guaifenesin 120 µg/mL dengan fase gerak metanol : bufer fosfat
0,01M 40:60 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit
Tabel IX. Uji kesesuaian sistem guaifenesin pada pemisahan larutan baku campuran salbutamol
sulfat 1,6 µg/mL dan guaifenesin 120 µg/mL dengan fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M
40:60 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit
Replikasi
Penginjekan
Waktu
Retensi
(menit)
Area Under
Curve (AUC)
Theoretical
plate (N)
Tailing
factor
Tinggi
puncak
HETP
1 8,749 1264421 1487,047 0,782 37362 100,871
2 8,746 1264590 1479,015 0,783 37277 101,419
3 8,744 1264514 1486,186 0,784 37294 100,930
4 8,741 1265001 1488,368 0,784 37288 100,782
5 8,740 1264362 1490,993 0,785 37287 100,604
6 8,740 1264056 1491,213 0,785 37285 100,589
Rata-rata 8,743 1264490,667 1487,137 0,784 37298,833 100,866
SD 0,004 310,224 4,469 0,001 31,429 0,304
% CV 0,042 0,025 0,301 0,149 0,084 0,301
Replikasi
Penginjekan
Waktu
Retensi
(menit)
Area Under
Curve (AUC)
Theoretical
plate (N)
Tailing
factor
Tinggi
puncak
HETP
1 2,897 14361 3009,128 1,688 1564 49,848
2 2,897 14463 2985,169 1,714 1568 50,248
3 2,895 14272 2981,713 1,722 1572 50,307
4 2,895 14419 2927,805 1,710 1577 51,233
5 2,895 14586 2926,706 1,737 1585 51,252
6 2,895 14331 2952,394 1,726 1580 50,806
Rata-rata 2,896 14405,333 2963,819 1,716 1574,333 50,616
SD 0,001 110,834 33,567 0,017 7,815 0,573
% CV 0,036 0,769 1,133 0,975 0,496 1,132
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Tabel X. Uji kesesuaian sistem resolusi dan faktor kapasitas pada pemisahan larutan baku
campuran salbutamol sulfat 1,6 µg/mL dan guaifenesin 120 µg/mL dengan fase gerak metanol :
bufer fosfat 0,01M 40:60 pada kecepatan alir 1,0 mL/menit
Replikasi
Penginjekan
Resolusi (Rs) Faktor kapasitas (k')
1 10 2,020
2 10 2,019
3 10,45 2,020
4 10,437 2,020
5 10,442 2,019
6 10,451 2,019
Rata-rata 10 2
SD 0,012 0,0005
% CV 0,112 0,0271
Pada uji kesesuaian sistem, parameter waktu retensi, tailing factor, HETP,
nilai Area Under Curve (AUC), tinggi puncak, faktor kapasitas (k'), theoretical plate,
dan nilai resolusi menghasilkan nilai % CV kurang dari 2% sehingga dapat
disimpulkan bahwa sistem yang digunakan pada optimasi metode KCKT ini memiliki
presisi yang baik.
Berdasarkan hasil optimasi serta uji kesesuaian sistem yang dilakukan pada
penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat
0,01M 40:60 dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit adalah yang paling baik dalam
pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan menggunakan metode KCKT
fase terbalik yang menghasilkan nilai rata-rata dari waktu retensi 2,90 dan 8,74; nilai
tailing factor 1,72 dan 0,78 untuk salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan rata-rata
nilai resolusi 10. Pada komposisi fase gerak 40:60, menghasilkan nilai theoretical
plate (N) yang lebih dari 1000, nilai N menunjukan efisiensi pemisahan senyawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
analit dari metode kromatografi yang digunakan. Semakin besar nilai N maka
semakin efisien metode yang digunakan untuk memisahkan 2 atau lebih senyawa
analit. Parameter optimasi lainnya yaitu faktor kapasitas yang menunjukan tingkat
retensi zat analit, apabila nilai k' semakin besar maka senyawa analit akan lebih
tertahan dalam kolom sedangkan jika nilai k' sangat kecil maka senyawa analit sedikit
atau tidak tertahan dalam kolom. Pada metode ini juga memiliki presisi yang baik
dilihat dari nilai % CV yang kurang dari 2%, sehingga dapat digunakan dalam
tahapan validasi metode analisis serta penetapan kadar salbutamol sulfat dan
guaifenesin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kondisi optimum yang didapatkan pada pemisahan salbutamol
sulfat dan guaifenesin untuk aplikasi dalam sediaan obat sirup “merek X”
dengan metode KCKT fase terbalik adalah menggunakan komposisi fase
gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3,0 (40:60) pada kecepatan alir
1,0 mL/menit, dengan spesifikasi sebagai berikut:
Kolom: C18 merek Shim-Pack dimensi 250 mm x 4,6 mm, ukuran partikel
5µm
Detektor: Ultraviolet pada 275 nm.
B. Saran
1. Perlu dilakukan validasi metode KCKT fase terbalik pada penetapan
kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin.
2. Perlu dilakukan penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin
dalam sediaan obat sirup “merek X”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
DAFTAR PUSTAKA
Ahuja, S. and Dong, M.W., 2005, Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC,
Elsevier Academic press, London, pp. 111-120.
Anonim1, 2013, Salbutamol Information From DrugsUpdate,
http://drugsupdate.com/generic/view/105, diakses tanggal 24 febuari 2013.
Asdie, A.H., 1995, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 43.
Dean, J.A., 1995, Analytical Chemistry Handbook, Mc Graw Hill, USA, pp. 4, 65.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan RI, 1995, Farmakope Indonesia,
jilid IV, Departemen Kesehatan Republik Indoesia, Jakarta, pp. 751-752.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan RI, 1979, Farmakope Indonesia,
jilid III, Departemen Kesehatan Republik Indoesia, Jakarta, pp. 31.
Dubey, N., Sahu, S., and Singh, G.N., 2012, Development of HPLC Method for
Simultaneous Estimation of Ambroxol, Guaifenesin and Salbutamol in Single
Dose Form, Ind. J. Chemistry (IJC), (51), 1633-1636.
Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S., 1997, Kimia organik, edisi III, jilid 1,
diterjemahkan oleh Aloysius Handayana Pudjaatmaka, Penerbit Erlangga,
Jakarta, pp. 436.
Gritter, R.J., Bobbit, J.M. and Schwarting, A.E., 1991, Introduction to
Chromatography, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Edisi III, ITB,
Bandung, hal. 197.
Kazakevich, Y. and Lobrutto, R., 2007, HPLC for Pharmaceutical Scientists, Wiley-
Interscience A John Wiley & Sons, INC., Publication, United States of
America, pp. 94-101.
Korany, A.M., Fahmy, O.T., Mahgoub, H. and maher, H.M., 2010, High
Performance Liquid Chromatographic Determination of Some Guaifenesin-
containing cough-cold preparation, J. Adv. Research (JAR), (2), 121-130.
Levita, J. dan Mustarichie, R., 2012, Pemodelan Molekul dalam Kimia Medisinal,
Graha Ilmu, Yogyakarta, pp. 22-25.
Moffat, A.C., David, M.O. and Brian, W., (Ed.), 2011, Clarke’s Analysis of Drugs
and Poisons, Pharmaceutical press, London, pp. 1523-1524, 2038-2039.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Mulja, M. and suharman, 1995, Analisis Instrumental, Universitas Airlangga,
Surabaya, pp. 6-11.
Noegrohati, S., 1994, Pengantar Kromatografi, UGM, Yogyakarta, pp. 16-17.
Oemiati, R., Marice, S. and Qomariah, 2010, Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Penyakit Asma Di Indonesia, Media Litbang Kesehatan, 10 (1), 41.
Prinyanka A.P., Manjusha, N.D., Sanjay, D.S. and Priyanka, S.S., 2011,
Simultaneous Determination of Salbutamol and Ambroxol in Fixed Dose
Combination by Spectrophotometry, Int. J. Pharma. Scie. and Research
(IJPSR), 2 (5), 1225-1230.
Rohman, A. and Gandjar, I.G., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Penerbit Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, pp.381, 388.
Rohman, A., 2009, Kromatografi untuk Analisis Obat, Graha Ilmu, Yogyakarta, pp.
13, 111, 117.
Sastrohamidjojo, H., 2007, Spektroskopi, Penerbit Liberty, Yogyakarta, pp. 40.
Schwartz, M.W., 1995, Pedoman Klinis Pediatri, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, pp. 221.
Sharma, B.K., 2007, Spectroscopy, Goel Publishing House, Delhi, pp.125.
Snyder, L.R., Kirkland, and Glajh, J.L., 1997, Practical HPLC Method Development,
2nd
ed., A John Willey & Sons, Inc. Publication, New York, pp. 710-723.
Snyder, L.R., Kirkland, J.J. and Dolan, J.W., 2010, Introduction to Modern Liquid
Chromatography, A John Willey & Sons, Inc. Publication, New York, pp.
208-209.
Walode, S.G., Despande, S.D. and Deshpande, A.V., 2013, Stability Indicating RP-
HPLC Method for Simultaneous Estimation of Salbutamol Sulphate and
Guaifenesin”, Pelegia Research Library (PRL), 4(2), 61-67.
Willard, H.H., Merrit, Jr., Dean, J.A. and Settle Jr.F.A., 1998, Instrumental Methods
of Analysis, 7th
ed., Wadsworth Publishing Company, California, pp. 519,
522-530.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
LAMPIRAN 1. Certificate of Analysis (CoA) baku salbutamol sulfat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
LAMPIRAN 2. Certificate of Analysis (CoA) guaifenesin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
LAMPIRAN 3. Perhitungan polaritas fase gerak yang dioptimasi
Diketahui data indeks polaritas di bawah ini:
Pelarut Indeks polaritas
Metanol 5,1
Air 10,2
Perhitungan indeks polaritas campuran:
1. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60)
Indeks polaritas = 40
100x 5,1 +
60
100x 10,2 = 2,04 + 6,12 = 8,16
2. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (45:55)
Indeks polaritas = 45
100x 5,1 +
55
100x 10,2 = 2,30 + 5,61 = 7,91
3. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (50:50)
Indeks polaritas = 50
100x 5,1 +
50
100x 10,2 = 2,55 + 5,10 = 7,65
4. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (55:45)
Indeks polaritas = 55
100x 5,1 +
45
100x 10,2 = 2,81 + 4,59 = 7,40
5. Fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (60:40)
Indeks polaritas = 60
100x 5,1 +
40
100x 10,2 = 3,06 + 4,08 = 7,14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
LAMPIRAN 4. Uji Kesesuaian Sistem KCKT. Kromatogram salbutamol sulfat 1,2 µg/mL
dan guaifenesin 80 µg/mL
Nama sampel : Baku campuran salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan
guaifenesin 80 µg/mL replikasi penginjekan ke-1
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm
Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Nama sampel : Baku campuran salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan
guaifenesin 80 µg/mL replikasi penginjekan ke-2
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm
Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Nama sampel : Baku campuran salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan
guaifenesin 80 µg/mL replikasi penginjekan ke-3
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm
Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Nama sampel : Baku campuran salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan
guaifenesin 80 µg/mL replikasi penginjekan ke-4
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm
Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Nama sampel : Baku campuran salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan
guaifenesin 80 µg/mL replikasi penginjekan ke-5
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm
Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Nama sampel : Baku campuran salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan
guaifenesin 80 µg/mL replikasi penginjekan ke-6
Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm
Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60)
Kecepatan alir : 1,0 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-275 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul “Optimasi Komposisi dan Kecepatan alir
Fase Gerak Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik
Pada Pemisahan Salbutamol Sulfat dan Guaifenesin dalam Sediaan
Obat Sirup “Merek X” ini memiliki nama lengkap Aries Mulyawan.
Penulis lahir di Putussibau, pada 19 Maret 1993. Penulis adalah anak
kedua dari tiga bersaudara pasangan Aseng Dien Kristian dan tjong
Alui. Penulis telah menyelesaikan pendidikannya di TK Pertiwi
Putussibau pada 1997-1998, SD Negeri 1 Putussibau pada 1998-2004, SMP Negeri 1 Putussibau
pada 2004-2007 dan SMA st. Petrus Pontianak pada 2007-2010. Kemudian penulis melanjutkan
studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2010. Selama menjadi mahasiswa di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia
Dasar, Kimia Organik, Kimia Analisis, Analisis Farmasi, Validasi Metode Analisis dan
Biokimia. Penulis adalah peraih juara II untuk ajang Olimpiade Nasional MIPA tingkat
KOPERTIS V yang diselengarakan oleh DIKTI tahun 2013. Selain kegiatan akademik, penulis
juga aktif dalam kegiatan organisasi yaitu sebagai anggota organisasi Dewan Perwakilan
Mahasiswa Fakultas (DPMF) Farmasi (2011-2012), koordinator perlengkapan KPU Fakultas
Farmasi (2012-2013), dan anggota tim kegiatan penyuluhan dengan tema “Waspadai Penyakit
Leptospirosis” pada tahun 2011.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Recommended