View
227
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
DOSIS EFEKTIF NA-TIOSULFAT SEBAGAI ANTIDOTUM
UNTUK KERACUNAN SIANIDA PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS
HALAMAN SAMPUL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Andrew Arief Sudarmono
NIM : 04 8114 132
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
DOSIS EFEKTIF NA-TIOSULFAT SEBAGAI ANTIDOTUM
UNTUK KERACUNAN SIANIDA PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Andrew Arief Sudarmono
NIM : 04 8114 132
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
DOSIS EFEKTIF NA-TIOSULFAT SEBAGAI ANTIDOTUM
UNTUK KERACUNAN SIANIDA PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
16 Juli 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
What is there that is not poison?
All things are poison and nothing (is)
without poison. Solely the dose
determines that a thing is not a poison
(Paracelcus, 1493-1541)
With all my love, for
Papi, Mami, Ko George, Ko Charles
Almamaterku,
dan semua yang mengenal Andrew
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Andrew Arief Sudarmono Nomor Mahasiswa : 04 8114 132
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
DOSIS EFEKTIF NA-TIOSULFAT SEBAGAI ANTIDOTUM UNTUK KERACUNAN SIANIDA PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 28 Juli 2008 Yang menyatakan
(Andrew Arief Sudarmono )
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Surga dan Tuhan Yesus
Kristus karena atas berkat, hikmat, kasih, kekuatan, dan cinta-nya yang diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Dosis Efektif
Natrium Tiosulfat sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit jantan
galur swiss”.
Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Strata satu Farmasi (S. Farm.), program Studi
Ilmu Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Sekaligus untuk menambah pengetahuan dalam dunia kefarmasian pada
umumnya.
Pada Kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas segala
bantuan yang penulis terima baik secara langsung maupun tidak langsung
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terima kasih yang tulus khususnya penulis tujukan kepada :
1. Bapa di surga atas kasih dan karunia-nya yang telah memberi kekuatan yang
tak terduga.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
3. Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah
mengarahkan, mendampingi, dan menyediakan waktu untuk berdiskusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
bersama penulis selama proses penelitian, penyusunan, hingga selesainya
skripsi ini.
4. Drs. A. Tri Priantoro, M.For.Sc. selaku dosen penguji, yang telah memberikan
banyak dukungan, saran, dan kritikan yang membangun.
5. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku dosen penguji, yang telah memberikan
banyak dukungan, saran, dan kritikan yang membangun.
6. dr.Luciana Kuswibawati, M.Kes selaku dosen pembimbing dalam pembacaan
histopatologi organ atas saran dan masukannya.
7. Rm. Drs. P. Sunu Hardiyanto, S.Si , S.J selaku dosen pembimbing dalam
analisis data statistik atas saran dan masukannya.
8. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing dalam penambahan
literatur.
9. Papi terima kasih atas doa, bimbingan dan dukungannya untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
10. Mami yang selalu memberikan semangat dari surga, terima kasih atas doa dan
bimbingannya selama ini.
11. George dan Charles, kakak-kakakku, terima kasih atas dukungan, saran, kritik
dan doanya, Thank you for being my”super” brother
12. Mas Pardjiman, Mas Heru, Mas Kayat (laboran Laboratorium Farmakologi
dan Toksikologi), Mas Sigit dan Mas Wagiran (laboran Laboratorium Biologi
Farmasi), Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
bersedia membantu dan menemani penulis selama melakukan penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
13. Pak Agus (laboran Laboratorium Farmakologi) Fakultas Farmasi Universitas
Gadjah Mada, Pak Surono (UPHP) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Gadjah Mada, atas bantuannya dalam menyediakan hewan uji.
14. Pak Dian di Laboratorium Patologi, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner
Wilayah IV Daerah Istimewa Yogyakarta atas bantuannya dalam pembuatan
preparat histopatologi organ.
15. Untuk om-eg terima kasih atas dukungan,bimbingan dan wejangan-
wejangannya selama ini.
16. Untuk Shintia Legasari terima kasih atas kesabaran, dukungan, kasih, sayang
dan cinta-nya selama ini dan khususnya pendampingan pada saat penyusunan
skripsi ini.
17. Teman-teman senasib seperjuangan dalam rangkaian penelitian ini Tintuz,
Blian buat semua dukungan, kebersamaan, selama melakukan penelitian di
laboratorium.
18. Lidia-epez, Arie-Gozonk, Blian, Cin, Novi-kebo, Cika-tembong, Nike-Oneng,
Apri-Gajah, Fandy, Tice, Tintus, buat semua bantuan, tawa, air mata,
kegilaan, kebersamaan, semangat, dukungan, serta kesediaan untuk jadi
tempat berbagi dan teman dikala senang dan duka.
19. Meri-Mace, Limdra-ndut, Arif-kentung, Adit, Budiaji, Yoyo, Maria, Ita,
Resty, Yasinta, Lala, Cawaz, Candhy, Lian ,Feri DS, Liza, Puipuin, Dian.K-
beng , Dika, Andri, Cendani, Tata, Desy, Cipi, Henny dan semua teman-teman
angkatan 2004.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
20. Ndut Reta, Nolen, Welly, Tami, Sinta-Lele, Cocow, Mas Punto, Erlin terima
kasih sudah menjadi teamwork yang baik selama kepengurusan BPMF
periode 2006-2007.
21. Lia, Bang Jok, Dewi, Indri, Dima, Ndaru, Tato, Amel, Mitha, atas
kebersamaannya dalam Kuliah Kerja Nyata Universitas Sanata Drama
angkatan XXXIV kelompok XI di dusun Wonodoro, Bantul.
Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Tak ada gading yang tak retak, demikian pula dalam penyusunan skripsi
ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan yang
ada dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itulah penulis mengaharapkan kritik dan
saran yang dapat membuat karya ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga
penelitian skripsi yang telah dilakukan penulis dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu kefarmasian.
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan bahwa sesungguhnya skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar
pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 16 Juni 2008
Penulis,
Andrew Arief Sudarmono
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
INTISARI
Keracunan sianida dapat berakibat fatal jika tidak segera dilakukan terapi
antidotumnya, Keberhasilan Natrium tiosulfat sebagai terapi antidotum salah satunya ditentukan oleh ketepatan dosisnya.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gejala, mekanisme, wujud, sifat, dan efek dari keracunan sianida, mengetahui seberapa besar kisaran dosis natrium tiosulfat yang efektif untuk keracunan sianida, mengetahui hubungan antara dosis natrium tiosulfat dengan efek penawaran racun pada keracunan sianida pada mencit.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Terdir i dari 7 kelompok : kelompok I diberi KCN dosis 26 mg/kgBB p.o, kelompok II diberi aquadest 25 mg/KgBB p.o, kelompok III diberi larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) dosis 160.720 mg/kgBB diberikan secara i.p, kelompok IV-VII diberi larutan KCN secara p.o, kemudian diberi antidotum natrium tiosulfat dengan peringkat dosis berturut-turut : 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB dan 160.720 mg/kgBB secara i.p.
Hasil penelitian didapatkan bahwa gejala dari keracunan sianida pada mencit meliputi : hilang kesadaran, gagal nafas, kejang, sampai menimbulkan kematian. Mekanisme keracunan sianida pada mencit adalah sianida berikatan dengan besi dalam feri sitokrom oksidase. Wujud efek toksik sianida berupa perubahan biokimia dan mungkin juga perubahan fungsional. Sifat dari keracunan sianida pada mencit adalah terbalikkan dan tidak terbalikkan. Dosis efektif natrium tiosulfat sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit sebesar 160.720 mg/KgBB intraperitoneal. Meningkatnya dosis natrium tiosulfat dapat meningkatkan efek pengawaracunan sianida pada mencit
Kata kunci : keracunan, antidotum, natrium tiosulfat, sianida, mencit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
ABSTRACT
Cyanide poisoning can cause fatal result if its antidote therapy is not done shortly., one of the successes Thiosulphate sodium as antidote therapy s is determined by its dose accuracy.
The research aims to know the indication, mechanism, configuration, characteristics, and effects of cyanide poisoning, to know how much effectiveness the dose estimation of thiosulphate sodium for cyanide poisoning, to know the relationship between thiosulphate sodium dose and the effect of poison antidote for cyanide poisoning toward mice.
The research is a pure experimental research with random unidirectional pattern program. Forty two male mice are divided into seven groups equally that consist of: group I is given resolvent that is aquadest 25mg/KgBB per oral, group II is given KCN solution with dosage 26mg/kgBB per oral as a poison positive control, group III is given thiosulphate Sodium solution (Na2S2O3) with dosage 160.720mg/kgBB given intraperitoneally (i.p), group IV-VII are given KCN solution per oral (p.o) and then given thiosulphate sodium antidote with dosage level in a row: 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB and 160.720 mg/kgBB intraperitoneally.
From the research result, it can be seen that the indication of cyanide poisoning toward mice includes lost consciousness, fail breathing, spastic, and causing death. Mechanism of cyanide poisoning toward mice shows its toxicity especially because of its ability to react against iron in ferric sitokrom oxide. Because aerobe metabolism is depended on this enzyme system, so the tissue can no longer use oxygen and hypoxia. The configuration of cyanide toxic effect is biochemical alteration and functional alteration, too. The characteristic of cyanide poisoning toward mice is not capsized.
Effective dose thiosulphate sodium as antidote for cyanide poisoning toward mice is 160.720mg/KgBB intraperitoneal. The increase of thiosulphate sodium dosage can increase the effect of antidote of cyanide poisoning toward mice.
Keywords: antidote, thiosulphate sodium, cyanide, mice.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...........................................................................................i
HALAMAN JUDUL .............................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................v
PRAKATA............................................................................................................vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................x
INTISARI..............................................................................................................xi
ABSTRACT.........................................................................................................xii
DAFTAR ISI.......................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL..............................................................................................xvii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................xviii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xxiii
BAB I. PENGANTAR .....................................................................................1
A. Latar Belakang ...............................................................................1
1. Permasalahan ...........................................................................3
2. Keaslian penelitian...................................................................3
3. Manfaat penelitian....................................................................3
B. Tujuan Penelitian ...........................................................................4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ...............................................................5
A. Sianida............................................................................................5
1. Tinjauan sejarah.......................................................................5
2. Sumber- sumber potensial sianida ...........................................5
3. Jenis keracunan pada sianida ...................................................8
4. Mekanisme keracunan sianida ...............................................10
5. Pemeriksaan laboratorium......................................................12
6. Detoksifikasi sianida secara biologis .....................................14
B. Terapi pada Keracunan Sianida ...................................................14
1. Terapi suportif........................................................................14
2. Terapi antidot .........................................................................16
C. Natrium Tiosulfat .........................................................................17
1. Dasar pemikiran untuk memilih antidot ................................17
2. Kelompok risiko.....................................................................18
3. Nama dan rumus kimia ..........................................................18
4. Sifat fisiko-kimia....................................................................19
5. Mekanisme penawaracunan...................................................21
6. Profil biokimia/farmakologi lain............................................22
7. Rute pemberian......................................................................27
8. Dosis .......................................................................................27
9. Kontraindikasi........................................................................28
10. Efek samping..........................................................................29
11. Penggunaan pada kehamilan/menyusui .................................29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
D. Anatomi Fisiologi ........................................................................29
1. Jantung ...................................................................................29
2. Lambung ................................................................................30
3. Usus halus ..............................................................................30
4. Hati.........................................................................................31
5. Ginjal......................................................................................32
6. Paru ........................................................................................32
E. Kerusakan Organ..........................................................................33
F. Landasan Teori.......................................................................34
F. Hipotesis .................................................................................34
BAB III. METODE PENELITIAN...................................................................35
A. Jenis dan Rancangan Penelitian...................................................35
B. Variabel dan Definisi Operasional..............................................35
1. Variabel utama .........................................................................35
2. Variabel pengacau....................................................................35
C. Definisi Operasional ....................................................................36
D. Bahan Penelitian ..........................................................................37
E. Alat dan Instrumen Penelitian......................................................38
F. Tata Cara Penelitian.....................................................................38
1. Pembuatan larutan dan penetapan dosis KCN.......................38
2. Pembuatan larutan dan penetapan dosis natrium tiosulfat.....39
3. Pengelompokkan hewan uji ...................................................39
4. Pengamatan............................................................................40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
5. Pemeriksaan histopatologi .....................................................40
G. Analisis Hasil ...............................................................................41
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................42
A. Potensi Sianida sebagai Racun.....................................................42
B. Potensi Natrium Tiosulfat sebagai Kontrol Positif Antidotum....44
C. Kisaran Dosis Natrium Tiosulfat sebagai Antidotum Sianida .....45
D. Pemeriksaan Histopatologi ..........................................................65
1. Hati.........................................................................................66
2. Ginjal......................................................................................67
3. Paru ........................................................................................67
4. Jantung ...................................................................................73
5. Usus halus ..............................................................................73
6. Lambung ................................................................................77
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................82
A. Kesimpulan ..................................................................................82
B. Saran.............................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................83
BIOGRAFI PENULIS .......................................................................................176
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Hidrogen sianida yang dihasilkan oleh pembakaran (Montgomery dkk.
(1975))....................................................................................................................7
Tabel II. Hasil pengamatan waktu gejala efek toksik sianida terhadap 7 kelompok
perlakuan..............................................................................................................46
Tabel III. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik jantung
berdebar................................................................................................................48
Tabel IV. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik hilang
kesadaran..............................................................................................................51
Tabel V. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik gagal nafas
............................................................................................................................544
Tabel VI. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik kejang...56
Tabel VII. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik mati.....58
Tabel VII. Hasil Pemeriksaan histopatologi beberapa organ mencit akibat
pemberian larutan KCN (sebagai senyawa racun) dan pada kelompok perlakuan
diberikan larutan KCN kemudian diteruskan dengan pemberian senyawa
antidotumnya, yaitu natrium tiosulfat. .................................................................68
DAFTAR GAMBAR
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
Gambar 1. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa jantung berdebar
..............................................................................................................................47
Gambar 2. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa hilang kesadaran
..............................................................................................................................50
Gambar 3. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa gagal nafas .....53
Gambar 4. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa kejang.............55
Gambar 5. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa mati ................59
Gambar 6. Pengubahan cyanmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodhanase dan
tiosulfat (Cyanide Toxicity Review, 2003)..........................................................63
Gambar 7. Kurva hipotesis yang melukiskan hubungan antara kadar racun di
dalam darah atau di tempat aksi lawan waktu dengan strategi terapi keracunan
mempercepat eliminasi. .......................................................................................64
Gambar 8. Gambaran histopatologi untuk organ hati mencit pembesaran 100X
pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan : .....................70
a.KCN 26 mg/kgBB. A. hiperemi lokal derajat 2 (++)........................................70
b............. Aquadest, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi
peradangan. ..........................................................................................................70
c.Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. hiperemi lokal derajat 2 (++) .............70
d.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. hiperemi
lokal derajat 1 (+) .................................................................................................70
e.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. hiperemi
lokal derajat 2 (++)...............................................................................................70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
f. ....KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB, normal,
tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi peradangan. .....................70
g...KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB, normal,
tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi peradangan. .....................70
Gambar 9. Gambaran histopatologi untuk organ ginjal mencit pembesaran 100X
pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan : .....................72
a.KCN 26 mg/kgBB. A. haemorrhagie ................................................................72
b.Aquadest............................................................................................................72
c.Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB ..................................................................72
d................KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A.
haemorrhagie........................................................................................................72
e................KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A.
haemorrhagie........................................................................................................72
f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB..............72
g............KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A.
hiperemi ...............................................................................................................72
Gambar 10. Gambaran histopatologi untuk organ paru mencit akibat pemberian
KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin
pembedahan 24 jam, perlakuan:...........................................................................74
a...... KCN 26 mg/kgBB, alveoli dan bronkeoli dalam batas normal. A. penebalan
septa alveoli, B. sel radang. ..................................................................................74
b.Aquadest............................................................................................................74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
c...Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang.
..............................................................................................................................74
d................KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A.
penebalan septa alveoli, B. sel radang. ................................................................74
e.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. penebalan
septa alveoli, B. sel radang. ..................................................................................74
f.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB...............74
g.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kgBB.............74
Gambar 11. Gambaran histopatologi untuk organ jantung mencit akibat pemberian
KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin
pembedahan 24 jam, perlakuan :..........................................................................75
a.KCN 26 mg/kgBB, miokardium dalam batas normal.......................................75
b. Aquadest, miokardium dalam batas normal.....................................................75
c. Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal ...........75
d.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB, miokardium
dalam batas normal ..............................................................................................75
e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB, miokardium
dalam batas normal. .............................................................................................75
f. ................ KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB,
miokardium dalam batas normal..........................................................................75
g. ............... KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kgBB,
miokardium dalam batas normal..........................................................................75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xxi
Gambar 12. Gambaran histopatologi untuk organ usus halus mencit akibat
pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-
eosin pembedahan 24 jam,Perlakuan :.................................................................76
a.............KCN 26 mg/kgBB. A. fili intestinal erosi dan mukosanya tidak normal
..............................................................................................................................76
b. ..Aquadest, fili intestinal dan mukosa dalam batas normal, mukosa muskularis,
serosa dan kelenjar nya juga normal. ...................................................................76
c. Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi dan mukosanya tidak
normal. .................................................................................................................76
d. ........KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. fili
intestinal erosi sedikit, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 2
(++). .....................................................................................................................76
e. ........KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. fili
intestinal erosi sedikit, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 2
(++). .....................................................................................................................76
f. ......KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB. A. fili
intestinal erosi, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 1 (+).76
g. ...KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. fili
intestinal erosi, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 1 (+).76
Gambar 13. Gambaran histopatologi untuk organ lambung mencit akibat
pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-
eosin pembedahan 24 jam,perlakuan: ..................................................................79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xxii
a. ............. KCN 26 mg/kgBB, aktivitas kelenjarnya meningkat, erosi mukosanya
..............................................................................................................................79
b. ......Aquadest, tunika mukosa muskularis normal, aktivitas kelenjarnya normal.
..............................................................................................................................79
c. ............... Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB, mukosa lambung erosi, aktivitas
kelenjarnya meningkat. ........................................................................................79
d. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. mukosa
erosi. .....................................................................................................................79
e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. mukosa
lambung erosi (++) dan terdapat adanya manifestasi peradangan. ......................79
f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB. A. mukosa
lambung erosi (+) aktivitas kelenjarnya meningkat. ............................................79
g. ..........KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A.
mukosa lambung erosi (+). ..................................................................................79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida
(dalam detik) ........................................................................................................97
Lampiran 2. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol
aquadest (dalam detik) .........................................................................................97
Lampiran 3. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol natrium
tiosulfat (dalam detik) ..........................................................................................97
Lampiran 4. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida
(dalam detik) ........................................................................................................98
Lampiran 5. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida
(dalam detik) ........................................................................................................98
Lampiran 6. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida
(dalam detik) ........................................................................................................99
Lampiran 7. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida
(dalam detik) ........................................................................................................99
Lampiran 8. Hasil perbandingan pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap
kelompok kontrol (aquadest, sianida (26 mg/Kg), dan Na-tiosulfat (160,720
mg/Kg)) ..............................................................................................................116
Lampiran 9. Hasil uji menggunakan analisis statistik Kruskal-Wallis dan Mann-
Whitney..............................................................................................................100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I. PENGANTAR
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Efek dari sianida ini
sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa
menit. Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap
produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh
bakteri, jamur dan ganggang serta ditemukan pada rokok, asap kendaraan
bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan
singkong. Selain itu juga dapat ditemukan pada beberapa produk sintetik. Sianida
banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan garam seperti
natrium, kalium atau kalsium sianida (Utama, 2006). Sianida dan hidrogen sianida
digunakan dalam elektroplating, metalurgi, produksi zat kimia, pengembangan
fotografi, pembuatan plastik dan beberapa proses pertambangan (Anonim, 2000).
Sianida dapat mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas
nutrien di dalam tubuh. Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk
gas tak berbau dan tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen
khlorida (CNCl) atau berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau
potasium khlorida (KCN). Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen
sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah
kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan
muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan
kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal (Utama, 2006).
Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil
maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan
melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila
jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak
akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya
dengan vitamin B12 (Utama, 2006).
Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran
pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Yang
dapat menyebabkan keracunan tidak hanya sianida secara langsung tetapi dapat
pula bentuk asam dan garamnya, seperti asam hidrosianik sekitar 2.500–5.000
mg.min/m3 dan sianogen klorida sekitar 11.000 mg.min/m3 (Utama, 2006).
Jalur terpenting dari pengeluaran sianida ini adalah dari pembentukan
tiosianat (SCN-) yang diekresikan melalui urin. Tiosianat ini dibentuk secara
langsung sebagai hasil katalisis dari enzim rhodanese dan secara indirek sebagai
reaksi spontan antara sianida dan sulfur persulfida (Utama, 2006). Reaksi ini
membutuhkan sumber utama yaitu sulfur sulfan namun jumlahnya dalam tubuh
terbatas maka natrium tiosulfat dapat digunakan sebagai antidot dalam keracunan
sianida karena natrium tiosulfat dapat berfungsi sebagai pemasok sulfur. Natriun
tiosulfat merupakan antidot pilihan jika diagnosisnya belum tentu jelas karena
keracunan sianida atau bukan, seperti dalam kasus yang disebabkan oleh asap
rokok (Meredith, 1993).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Sering kali secara tidak kita sadari, kita juga dapat terpapar sianida,
untuk itu kita perlu mengetahui kisaran dosis optimum dari natrium tiosulfat yang
digunakan sebagai antidot dalam keracunan sianida. Kisaran dosis sangatlah
penting karena menurut Meredith (1993), meskipun secara intrinsik natrium
tiosulfat bersifat nontoksik tetapi produk hasil reaksi detoksifikasi antara natrium
tiosulfat dengan sianida dapat bersifat toksik
1. Permasalahan
Yang timbul dalam penelitian ini adalah :
1. Berapa besar dosis efektif natrium tiosulfat dengan cara pemberian i.p. untuk
keracunan sianida pada mencit?
2. Bagaimana wujud dan sifat penawaracunan sianida oleh natrium tiosulfat
secara pengamatan fisik dan struktural?
2. Keaslian penelitian
Penelitian mengenai natrium tiosulfat sebagai antidot pada keracunan
sianida sudah pernah dilakukan, yaitu : Ann (2005), meneliti natrium tiosulfat
untuk keracunan sianida akut pada tikus. Hasil penelitian yaitu efek terapi natrium
tiosulfat ditunjukkan pada dosis 225 mg/kgBB secara i.p.
Penelitian mengenai Dosis Efektif natrium tiosulfat sebagai antidotum
untuk keracunan sianida pada mencit jantan galur Swiss sepanjang pengetahuan
penulis belum pernah ada yang melakukan. Perbedaan dengan pene litian tentang
na-tiosulfat sebelumnya terletak pada hewan uji yang digunakan.
3. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan pengetahuan tentang
natrium tiosulfat sebagai antidotum keracunan sianida.
2. Manfaat metodologis
Penelitian ini dapat memberi informasi tentang dosis efektif natrium
tiosulfat dengan cara pemberian i.p. sebagai antidotum dalam keracunan sianida
pada hewan uji mencit.
3. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui berapa besar dosis
efektif dari natrium tiosulfat yang dapat digunakan pada manusia.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian mengenai Dosis Efektif natrium tiosulfat sebagai
antidotum untuk keracunan sianida pada mencit jantan galur Swiss untuk
mengetahui
1. Seberapa besar dosis efektif natrium tiosulfat dengan cara pemberian i.p.
untuk keracunan sianida pada mencit.
2. Wujud dan sifat penawaracunan sianida oleh natrium tiosulfat secara
pengamatan fisik dan struktural.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Sianida
1. Tinjauan sejarah
Sianida sudah dikenal sebagai racun dalam kenari yang pahit, ceri, daun
salam, dan singkong sejak jaman dahulu. Sebuah catatan pada sebuah lontar Mesir
dalam museum Louvre, Paris menuliskan bahwa Dioscorides pada abad pertama,
SM, telah mengetahui adanya sesuatu yang beracun di dalam kenari yang pahit
(Sykes, 1981).
Mekanisme biokimia untuk menawaracunkan sianida telah dijelaskan
oleh Chen dkk. (1933, 1934). Mereka manganjurkan penggunaan sebuah
kombinasi amil nitrit, natrium nitrit, dan natrium tiosulfat, senyawa terakhir
berfungsi sebagai donor sulfur untuk rhodanese (sulfur transferase). Rhodanese
mempercepat detoksifikasi sianida dengan membentuk metabolit tiosianat. Ini
menunjukkan perkembangan salah satu penawar racun pertama berdasarkan
alasan ilmu pengetahuan tentang racun yang ilmiah. Kombinasi penawar racun ini
telah teruji lama, dan masih menunjukkan kombinasi penawar racun yang paling
mujarab untuk terapi keracunan akibat sianida.
2. Sumber- sumber potensial sianida
a. Sumber-sumber dari industri
Sianida digunakan di industri dan untuk mengontrol serangga atau
binatang yang merugikan. Hidrogen sianida digunakan untuk mengasapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
bangunan, kapal dan pesawat yang terserang serangga atau binatang yang
merugikan. Garam sianida, seperti natrium sianida dan kalium sianida digunakan
dalam proses pembersihan, penguat, ekstraksi bijih pada pertambangan, serta
elektroplating (Henry, 1997).
Nitril adalah turunan siano dari senyawa organik. Asetonitril digunakan
sebagai pelarut dan sedikit mengandung racun (LD50 = 120 mg/kg) dibanding
hidrogen sianida (LD50 = 0,5 mg/kg), tetapi sering mengandung campuran racun
yang berkaitan dengan metabolisme sianida anorganik. Ketika nitril alifatik
mengalami metabolisme menjadi sianida anorganik, ikatan aroma nitril stabil in
vivo. Akrilonitril adalah bahan kasar yang digunakan untuk pabrik plastik dan
serat sintetis. Bersinggungan dengan kulit dapat menyebabkan kulit melepuh.
Pembakaran menghasilkan hidrogen sianida. Akrilonitril dan propionitril sedikit
mengandung racun (LD50 = 35 mg/kg) dibanding butironitril (LD50 = 10 mg/kg).
Trikloroasetonitril (LD50 = 200 mg/kg) digunakan sebagai obat pembasmi
serangga. Aroma nitril, bromoksinil (LD50 = 190 mg/kg) dan ioksinil (LD50 =
110 mg/kg), digunakan sebagai obat pembasmi tanaman liar. Sianamida, asam
sianoasetk, ferrisianida dan ferrosianida tidak mengeluarkan sianida. Sehingga
mereka mangandung sedikit racun (LD50 = 1000-2000 mg/kg) dibanding
senyawa sianogenik diatas, walaupun mereka mungkin menyebabkan keracunan
dengan cara lain misalnya sianida yang dicampur dengan alkohol (Olson, 2007).
b. Sumber- sumber non- industri
Api dan pengatur polusi kendaraan dilengkapi dengan kegagalan
pemakaian pengubah katalitis (Voorhoeve dkk., 1975) menghasilkan sianida. Zat-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
zat alami seperti wol, sutera, rambut kuda, dan tembakau serta bahan sintetis
modern seperti poliuretan dan poliakrilonitril, mengeluarkan sianida selama
pembakaran (Levine dkk., 1978; Birky dkk., 1979; Anderson & Harland, 1982;
Clark dkk., 1983 ; Alarie, 1985 ; Lowry dkk., 1985) (Tabel I)
Tabel I. Hidrogen sianida yang dihasilkan oleh pembakaran (Montgomery dkk. (1975))
Bahan µg HCN yang dihasilkan per gram bahan Kertas 1100 Katun 130 Wol 6300 Nilon 780 Busa poliuretan 1200
c. Sumber- sumber alam
Sianida ditemukan dalam bahan makanan seperti kol, bayam, dan kenari,
dan sebagai amigdalin dalam biji apel, persik, kismis, ceri dan biji kenari. Dalam
biji- biji itu sendiri, amigdalin tampak tidak berbahaya selama itu kering. Akan
tetapi, biji- biji mengandung sebuah enzim yang mampu mengatalisis reaksi
hidrolitis berikut ini ketika biji-biji itu dihancurkan dan dibasahi (Olson, 2007) :
C20H27NO11 + 2H2O -- > 2C6H12O6 + C6H5CHO + HCN
Amigdalin glukosa benzaldehid hidrogen sianida
Reaksi itu lambat dalam asam tetapi cepat dalam larutan alkali.
Minyak alami dari kenari yang pahit mengandung 4% HCN. Kacang
lima putih Amerika mengandung 10 mg sianida/100 g kacang. Akar kering ketela
(tapioka) mungkin mengandung 245 mg sianida/100 g akar. Kandungan sianida
dalam 100 g biji aprikot yang ditanam telah ditemukan menjadi 9mg dan dalam
biji aprikot liar lebih dari 200 mg (Olson, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
d. Sumber- sumber iatrogenik
Sianida juga dibentuk pada terapi menggunakan nitroprusida, terutama
ketika diperpanjang, karena takifilaksis kadang membutuhkan penggunaan dosis
yang lebih tinggi daripada dosis maksimum yang dianjurkan 10 µg/kg per min
(Smith & Kruszyna, 1974; MacRae & Owen, 1974; Piper, 1975; Atkins, 1977;
Anon, 1978). Sianida mengakibatkan metabolisme menjadi tiosianat. Tiosianat
telah digunakan beberapa tahun yang lalu sebagai agen antihipertensi dan mereka
tampak sering digunakan karena sangat efektif. Sedangkan pada jenis efek akut
sedang, termasuk anoreksia, kelelahan, dan sistem gastrointestinal dan gangguan
CNS, mendorong pada keburukan mereka.
Laetril, amigdalin berasal dari biji aprikot, telah digunakan sebagai
sebuah agen anti kanker, tetapi sekarang tidak terpakai karena efek pengobatan
tidak dapat dipraktekkan dalam pembelajaran retrospektif dan prospektif. Laetril
telah menyebabkan keracunan sianida yang fatal (Sadoff dkk., 1978).
3. Jenis keracunan pada sianida
a. Keracunan akut sianida
Secara umum, menghirup kira-kira 50 ml (konsentrasi 1,85 mmol/l) gas
hidrogen sianida fatal dalam beberapa menit. Keracunan hidrogen sianida lebih
sering secara tidak sengaja daripada sengaja. Sehingga keracunan sianida secara
tidak sengaja mungkin terjadi pada pengasap dan ahli kimia yang menggunakan
hidrogen sianida selama jalannya pekerjaan mereka (Chen dkk., 1944).
Pada kebakaran, kombinasi keracunan HCN dan karbon monoksida (CO)
terjadi karena terhirupnya asap dari barang yang terbakar, mungkin menyebabkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
kefatalan. Menelan garam sianida yang secara sengaja biasanya terjadi pada orang
yang bekerja dengan sianida. Menelan sedikitnya 250mg garam sianida anorganik
mungkin bisa fatal (Peters dkk., 1982). Akan tetapi, kematian bisa ditunda
beberapa jam mengikuti proses pencernaan sianida pada perut yang penuh; first-
pass effect yang terjadi di hati juga dapat menunda onset dari sianida (Naughton,
1974).
b. Keracunan kronis sianida
Neurotoksisitas kronis karena dosis rendah telah diteliti dengan
pendekatan epidemiologi pada populasi yang mengkonsumsi secara alami
tanaman yang mengandung glikosida (Blanc dkk., 1985). Glikosida ini terdapat
dalam banyak jenis spesies tanaman, terutama tanaman singkong, bahan makanan
utama daerah tropis (Conn, 1973; Cook & Coursey, 1981; Ministry of Health,
Mozambique, 1984). Ketela telah dihubungkan dengan ataxic neuropati tropis
(Cook & Coursey, 1981). Paraparesis wabah kejang telah dihubungkan dengan
sebuah kombinasi kadar sianida yang tinggi dan belerang rendah yang masuk dari
makanan yang didominasi oleh ketela yang kurang diproses dan suplemen yang
kurang protein (Rosling, 1989).
Neurotoksologi juga telah ditemukan pada tembakau yang berhubungan
dengan ambliopia (Grant, 1980) dan pada amigdalin yang berhubungan dengan
neuropati perifer (Kalyanaraman dkk., 1983). Keracunan sianida jangka panjang
telah ditunjukkan berhubungan dengan pembesaran dan gangguan pada kelenjar
tiroid pada laporan kasus dan cohort studies dari individu yang terpapar sianida
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
dalam pekerjaannya (Blanc dkk., 1985), melalui makanan yang dikonsumsi (Cook
& Coursey, 1981), dan secara eksperimental (El Ghawabi dkk., 1975).
4. Mekanisme keracunan sianida
Sianida mempunyai afinitas khusus pada ion-ion besi yang ada dalam
sitokrom oksidasi, enzim akhir pada respirasi oksidatif dalam mitokondria. Enzim
ini merupakan katalisator yang penting untuk penggunaan oksigen pada jaringan.
Ketika sitokrom oksidasi dihambat oleh sianida, histotoksik anoksia terjadi karena
metabolisme aerobik yang terhambat. Pada keracunan sianida besar-besaran,
mekanisme keracunan lebih rumit. Ini memungkinkan bahwa getaran bebas dari
amina biogenic mungkin berperan dengan menyebabkan gagal jantung (Burrows
& Way, 1976).
Sianida dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh paru-paru dan atau
pembuluh jantung, yang akan mengakibatkan, secara langsung dan tidak
langsung, pada gagal pemompaan dan penurunan volume darah pada sirkulasi
didalam tubuh yang dipengaruhi oleh penurunan fungsi organ jantung. Teori ini
didukung oleh peningkatan yang tajam pada tekanan pembuluh darah pusat yang
telah diobservasi oleh Vick & Froelich (1985) pada waktu ketika tekanan
pembuluh darah arteri turun setelah pengambilan natrium sianida ke dalam
pembuluh darah pada anjing. Observasi bahwa phenoxybenzamine, sebuah alfa
adrenergic menghalangi obat, secara terpisah mencegah perubahan awal (Vick &
Froelich, 1985) mendukung konsep getaran awal menyatakan tidak berhubungan
dengan penghambat sistem oksidasi sitokrom.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Bau kenari yang pahit dalam udara yang kadaluarsa adalah tanda penting
keracunan sianida. Namun banyak orang tidak mampu merasakan bau asam
hydrocyanic (Kalmus & Hubbard, 1960). Timbulnya “non-smeller” dilaporkan
menjadi 18% diantara laki- laki dan 5% diantara wanita (Kirk & Stenhouse, 1953;
Fukumoto dkk., 1957).
Secepatnya setelah menelan sianida, gejala yang sangat awal, seperti
iritasi lidah dan selaput lender, mungkin dialami. Aspirasi darah kotor mungkin
diobservasi jika pencucian lambung dilakukan. Gejala awal dan tanda- tanda yang
terjadi setelah penghisapan HCN atau proses pencernaan garam sianida termasuk
kegelisahan, sakit kepala, pusing, kebingungan, dan hiperpnea, diikuti oleh
dispnea, membiru, hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmia simpul AV.
Pada tahap kedua keracunan, kesadaran yang lemah, koma dan gangguan
hebat terjadi dan kulit menjadi dingin, lembab, dan basah. Detak jantung menjadi
lebih lemah dan lebih cepat. Opisthotonos dan trismus mungkin diobservasi.
Tanda terakhir dari keracunan sianida termasuk hypotension, arrythmias komplek,
gagal pembuluh darah jantung, oedema paru- paru dan kematian.
Bahwa pewarnaan kulit merah terang atau ketidakadaan pembiruan yang
disebutkan dalam buku pelajaran (Gosselin dkk., 1984; Goldfrank dkk., 1984)
jarang dijelaskan dalam laporan kasus keracunan sianida oleh sebab itu harus
lebih ditekankan. Secara teori tanda ini bisa dijelaskan oleh oxyhaemoglobin yang
berkonsentrasi tinggi dalam pembuluh darah balik, tetapi, terutama pada
keracunan besar- besaran, gagal pembuluh darah akan mencegah ini dari kejadian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Kadang-kadang, pada awalnya pembiruan bisa diobservasi, ketika kemudian
pasien bisa menjadi merah muda terang (Hilmann dkk., 1974).
Patogenesis udem paru-paru bisa dimaksudkan untuk beberapa
mekanisme yang berbeda: (1) proses metabolisme intraselular yang bisa melukai
alveolus dan pembuluh rambut epithelium secara langsung, menghasilkan
sindrom kebocoran pembuluh rambut; (2) udem paru-paru neurogenik atau, (3)
hampir sama, efek langsung pada miokardium mengarahkan ke kegagalan jantung
bagian kiri dan peningkatan tekanan pembuluh darah paru-paru. Otak secara jelas
adalah organ utama yang dilibatkan dalam keracunan sianida dan ini telah
ditunjukkan bahwa sianida meningkatkan laktat otak dan menurunkan konsentrasi
ATP otak (Olsen & Klein, 1974).
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Asidosis laktat
Karena phosphorylation oksidasi ditutup, tingkat glikolisis ditingkatkan
dengan jelas, dimana berubah mengarah pada asam susu. Tingkat asam susu bisa
dihubungkan dengan kehebatan keracunan sianida (Trapp, 1970; Naughton,
1974).
b. Konsentrasi sianida dalam darah dan plasma
Sebelum perawatan intravenous dengan penawar racun dimulai, penting
mengumpulkan heparinise (bukan fluoride) contoh darah untuk menentukan
konsentrasi sianida. Hasil dari contoh yang dikumpulkan setelah perawatan benar-
benar tidak bisa dipercaya. Sebuah tes kuantitatif yang menggunakan sebuah
pembuluh detektor bisa digunakan jika diagnosanya diragukan. Darah juga bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
digunakan untuk tes kuantitatif, sehingga kehebatan racun bisa dievaluasi.
Pengukuran obat setelah perawatan penawar racun seharusnya didasarkan pada
kondisi klinis dari pasien daripada konsentrasi darah sianida (Berlin, 1971; Vogel
dkk., 1981; Peter dkk., 1982). Karena konsentrasi darah sampai 0,005-0,04 mg/l
telah direkam pada kesehatan orang yang tidak merokok, dan 0,01-0,09 mg/l pada
perokok, hanya konsentrasi diatas jumlah ini sebelumnya dianggap racun (Vogel
dkk., 1981; Peters dkk., 1982). Lundquist dkk., (1985) melaporkan bahkan
konsentrasi lebih rendah: bukan perokok 3,4 µg/l (seluruh darah), 0,5 µg/l
(plasma), 6,0 µg/l (eritrosit); perokok 8,6 µg/l (seluruh darah), 0,8 µg/l (plasma),
17,7 µg/l (eritrosit).
Keracunan sianida yang fatal telah dilaporkan dengan seluruh konsentrasi
darah 3 mg/l dan keracunan parah dengan 2mg/l (Graham dkk., 1977). Akan
tetapi, ketika sianida masuk aliran darah, sampai 98% secara cepat memasuki sel
darah merah dimana itu menjadi ikatan yang kuat. Rasio Plasma ke perbandingan
darah sebesar 1:10 sehingga seluruh konsentrasi darah sianida mungkin tidak
secara akurat mencerminkan konsentrasi sianida pada jaringan. Konsentasi sianida
dalam plasma mungkin menjadi lebih penting karena pada keracunan yang parah
itu terjadi jika konsentrasi dalam plasma berada dalam level sedang (Vesey dkk.,
1976). Akan tetapi, kelemahan dari penggunaan plasma dalam mendeteksi sianida
dalam dugaan keracunan karena ketidakstabilan sianida dalam plasma (Lundquist
dkk., 1985).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
6. Detoksifikasi sianida secara biologis
Jalan kecil utama penghilangan endogen adalah pengubahan, dengan
menggunakan tiosulfat, menjadi tiosianat. Jalan kecil pengeluaran adalah
pengeluaran hidrogen sianida melalui paru-paru dan mengikat sistein atau
hidroksokobalamin.
Penghilangan sianida terjadi secara perlahan pada tingkat 0,017 mg/kg
per min (McNamara, 1976). Enzim sulfurtransferase dibutuhkan untuk mengatalis
pengiriman atom sulfur dari pemberi tiosulfat sampai sianida. Teori klasik yang
menandakan bahwa mitokondrial tiosulfat sulfurtransferase adalah enzim
terpenting dalam reaksi ini yang sekarang diragukan karena tiosulfat menembus
selaput lipid secara perlahan dan sehingga tidak siap sedia sebagai sumber sulfur
pada keracunan sianida. Konsep modern menganggap peranan yang lebih besar
pada komplek serum albumin-sulfane, yang penahan utama penghilangan sianida
yang berjalan pada metabolisme normal (Sylvester dkk., 1983). Enzim berikutnya,
beta-merkaptopiruvat sulfurtransferase, juga mengubah sianida menjadi tiosianat
(Vesey dkk., 1974). Enzim ini ditemukan dalam eritrosit, tetapi dalam sel-sel
manusia aktifitasnya rendah.
B. Terapi pada Keracunan Sianida
1. Terapi suportif
Walaupun penawar racun yang efektif tersedia, pengukuran pendukung
umum seharusnya tidak diabaikan dan mungkin menjadi penyelamat hidup.
Menurut Jacobs (1984), yang melaporkan pengalaman pribadinya dari 104 kasus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
keracunan industri, penggunaan penawar racun tertentu ditunjukkan hanya dalam
kasus keracunan yang hebat dengan koma yang lama, biji mata yang tidak reaktif,
dan pernapasan yang kurang dalam kombinasi dengan kurangnya peredaran darah.
Pada pasien dengan keracunan yang lumayan hebat, yang hanya mengalami
ketidaksadaran singkat, gangguan hebat, muntah, dan membiru, terapi terdiri dari
perawatan intensif dan memberikan natrium tiosulfat ke dalam pembuluh darah.
Pada kasus keracunan ringan dengan kepeningan, rasa mual, dan rasa mengantuk,
hanya oksigen dan istirahat yang digunakan.
Peden dkk. (1986) menjelaskan sembilan pasien yang keracunan
hidrogen sianida dikeluarkan oleh kebocoran katup. Tiga diantaranya tidak sadar
sebentar tapi sembuh dengan cepat setelah dipindah dari daerah dimana mereka
bekerja. Pembuluh urat nadi seluruh darah konsentrasi sianida pada pintu masuk
adalah 3.5, 3.1 dan 2.8 mg/l, secara berturut- turut. Konsentrasi sianida pada kasus
lain berkisar antara 2.6 dan 0.93 mg/l. semua disembuhkan hanya dengan terapi
pendukung.
Antara tahun 1970 dan tahun 1984, tiga relawan laki- laki diberikan
perlakuan yang sama; dua diantaranya menunjukkan hasil kehilangan kesadaran
yang singkat, dan dalam kasus ini konsentrasi sianida 30 min setelah pemejanan
adalah 7,7 dan 4,7 mg/L. Konsentrasi pada pasien yang lain adalah 1,6 mg/L.
Ketiga pasien sembuh tanpa penggunaan penawar racun sianida. Sebagian kecil
pasien yang tidak sadar dengan potensi konsentrasi racun dalam darah yang
mematikan pada pemejanan, dan yang sembuh tanpa penawar racun sianida, telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
dilaporkan oleh Graham dkk. (1977), Edward & Thomas (1978), dan Vogel dkk.
(1981).
Jika pasien tidak sadar, sebuah penawar racun tidak penting untuk
ditangani secara cepat kecuali tanda yang penting/ mematikan memburuk. Pasien
yang terkena hidrogen sianida yang sampai rumah sakit dengan kesadaran penuh
hanya membutuhkan observasi dan penenangan hati.
2. Terapi antidot
a. Oksigen
Ini sangat sulit dimengerti bagaimana oksigen mempunyai efek bagus
dalam keracunan sianida, karena pencegahan oksidasi sitokrom tidak kompetitif.
Akan tetapi, oksigen selalu dianggap sebagai sebuah ukuran pertolongan pertama
pada keracunan sianida, dan sekarang ada bukti yang bersifat percobaan bahwa
oksigen mempunyai aktifitas penawar racun yang penting. Oksigen mempercepat
reaksi oksidasi sitokrom dan melindungi terhadap pencegahan oksidasi sitokrom
oleh sianida (Takano dkk., 1980). Meskipun demikian, ada kemungkinan tindakan
lain dan yang secara klinis penting untuk ditentukan.
Oksigen hiperbarik dianjurkan untuk korban penghirupan asap yang
menderita dari gabungan karbon monoksida dan keracunan sianida, karena dua
agen ini secara gabungan racun. Penggunaan oksigen hiperbarik pada keracunan
sianida yang murni masih diperdebatkan.
b. Natrium tiosulfat
Jalan utama penghilangan sianida dalam tubuh adalah pengubahan
menjadi tiosianat oleh rhodanese, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
beta-mercaptopiruvat sulfurtransferase, mungkin juga dilibatkan. Reaksi ini
membutuhkan sumber sulfane sulfur, tapi penyedia endogen dari zat ini terbatas.
Keracunan sianida adalah proses intramitokondrial dan sebuah penyediaan sulfur
ke dalam pembuluh darah hanya akan menembus mitokondria secara perlahan.
Sedangkan natrium tiosulfat mungkin cukup pada kasus ringan sampai berat, ini
seharusnya ditangani dengan penawar racun yang lain pada kasus keracunan yang
berat. Selain itu pemilihan penawar racun juga dibutuhkan ketika diagnosa racun
sianida tidak pasti, sebagai contoh pada kasus penghirupan asap. Natrium tiosulfat
dianggap pada dasarnya tidak beracun tetapi produk penghilang racun dibentuk
dari sianida, tiosianat, mungkin menyebabkan keracunan pada pasien dengan
kelainan ginjal.
C. Natrium Tiosulfat
Penggunaan natrium tiosulfat sebagai penawar racun telah dicatat dalam
kepustakaan tentang keracunan yang berkaitan dengan sianida, gas mustard,
mustard nitrogen, bromat, klorat, brom, yodium, sisplatin, dan obat-obatan
tertentu (Dactinomycin, Mechlorethamine, Mitomycin) ketika dipaksa keluar dari
pembuluh. Juga ada beberapa referensi tentang efeknya pada iodat dan racun
hipoklorit. Peranan utama natrium tiosulfat terletak pada perawatan keracunan
sianida.
1. Dasar pemikiran untuk memilih antidot
Efek natrium tiosulfat sebagai penawar racun pada keracunan sianida
juga diabadikan dengan baik, dan pertama kali diperagakan oleh Lang (1985).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Beberapa pengarang percaya ini akan menjadi pemawar racun yang bekerja cukup
lambat, walaupun yang lain telah memperagakan bahwa ini bekerja lebih cepat
dibanding pemikiran yang sebelumnya, memungkinkan pengubahan sianida
menjadi tiosianat (Krapez dkk., 1981). Tiosulfat membantu menghilangkan
sianida pada enzim rhodanese. Akan tetapi, rhodanese adalah sebuah enzim
intramitokondrial dan tiosulfat membatasi kemampuan untuk menembus sel dan
selaput mitokondrial. Sehingga penyaluran tiosulfat hampir secara ekslusif
ekstraseluler (Cardozo & Edelman, 1952), sedangkan kerja penawar racunnya
telah dianggap terjadi secara intraseluler. Gambaran ini sekarang sedang dipelajari
kembali dalam keterangan bukti penelitian mutakhir.
2. Kelompok risiko
Tidak ada kelompok resiko khusus yang dapat diidentifikasi mengenai
penggunaan natrium tiosulfat. Akan tetapi, harus dicatat bahwa kemungkinan
terdapat pengurangan kemampuan untuk mengubah sianida menjadi tiosianat
dalam beberapa penyakit, contohnya, racun ambliopia (pada tembakau ambliopia
tertentu) dan berhentinya pertumbuhan penglihatan turun-temurun Leber (Wilson,
1965; Darby & Wilson, 1967). Secara tidak normal aktifitas rhodanese yang
rendah dalam hati telah dijelaskan pada dua pasien dengan berhentinya
pertumbuhan penglihatan turun- temurun Leber (Grant, 1986).
3. Nama dan rumus kimia
Nama internasional tanpa kepemilikan: Natrii thiosulfas; natrium
thiosulfate (Thiosulfate); Thiosulfate de natrium; Natrium thiosulfuricum;
natriumthiosulfat (Hager, 1977). Nomer CAS: 10102-17-7 untuk natrium
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
thiosulfate, pentahydrate (NIOSH, 1986); 7772-98-7 untuk natrium thiosulfate,
anhydrous, (NIOSH, 1986).
Nama IUPAC : Natrium Thiosulfate, pentahydrate
Perusahaan : siap tersedia di banyak Negara.
Nama Komersil : secara komersil tersedia sebagai natrium thiosulfate atau sama
di banyak Negara.
Formula : Na2S2O3.5H2O (Martindale, 1989)
Rata-rata berat molekul : 248.2 (Martindale, 1989)
Spesifikasi garam kimia yang digunakan: natrium tiosulfat mangandung
tidak kurang 99.0% dan tidak lebih atau sama dengan 101.0% Na2S2O3.5H2O
(Farmakope Eropa, 1980); transparan, kristal yang tidak berwarna (Farmakope
Eropa, 1980); tidak berwarna, tidak berbau, (atau hampir tidak berbau) kristal
prisma monoklinik, atau serbuk kristal yang kasar dengan rasa garam (Martindale,
1989).
4. Sifat fisiko-kimia
a. Titik lebur dan titik didih.
Natrium tiosulfat larut dalam air pengkristalannya sendiri kira-kira pada
49ºC (Farmakope Eropa, 1980; Martindale, 1989). Ini kehilangan seluruh airnya
pada 100ºC dan terurai pada suhu yang lebih tinggi (Windholz, 1983). Di atas
200-300ºC, ini terurai menjadi sulfat dan pentasulfida (Kirk-Othmer, 1969; Hager,
1977). Ketika dipanaskan sampai titik penguraian, uap dari sulfur oksida terpancar
(Sax, 1984; PoisIndex, 1987).
b. Kelarutan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Kemampuan larut yang tinggi dalam air (2 bagian natrium tiosulfat
dalam 1 bagian air) (Martindale, 1989; Windholz, 1983).
c. Kestabilan
Memuai dalam panas (>30ºC) udara yang kering. Sedikit higroskopik
di udara yang lembab (Windholz, 1983). Disimpan dalam wadah kedap udara
(Martindale, 1989). Pelarut yang encer membatasi kestabilan yang berkaitan
dengan kecenderungan untuk mengurai secara perlahan seperti reaksi berikut ini:
Na2S2O3 -- > Na2S2O3 + S (larutan netral atau asam)
Na2S2O3 + H2O -- > Na2SO4 + H2S (larutan alkali)
Reaksi pertama dipercepat oleh asam dan yang kedua oleh udara atau
oksigen. Larutan natrium tiosulfat yang encer mengurai lebih cepat dalam panas.
Penyimpanan dengan akse yang terbatas pada udara dan cahaya dalam lingkungan
yang dingin meningkatkan kestabilan (Kirk-Othmer, 1969; Martindale, 1989;
Windholz, 1983).
Tiosulfat yang dapat disuntikkan disimpan dalam tempat kaca kecil yang
tersegel selama tiga tahun menunjukkan tidak adanya perubahan penting pada
komposisi.
d. Pembawa
Untuk tiosulfat yang dapat disuntikkan (0.15g/ml) : natrium fosfat
dodekahidrat (Na2HPO4.12H2O) 1.2% (informasi dari Perusahaan Nasional
Farmasi Swedia).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
5. Mekanisme penawaracunan
Jalan utama penghilangan sianida dalam tubuh adalah pengubahan
menjadi tiosianat. Reaksi ini membutuhkan sumber sulfur sulfan (sulfur
dwivalensi terikat pada sulfur lain) dan dikatalis oleh sulfur transferase. Telah
dianjurkan bahwa ada kelompok psikologi sulfur sulfane reaksi sianida menempel
pada albumin yang mungkin bekerja sebagai penyangga melawan produksi
endogen sianida (Westley dkk., 1983; Way dkk., 1984). Tiosulfat ada dalam tubuh
hanya dalam jumlah kecil, sebagian besar diperoleh dari sistin dan senyawa
mercapto yang lain. Cadangan psikologi yang tersedia untuk penghilangan sianida
menjadi terbatas (Schulz dkk.1979b)
Rhodanase
Na2S2O3 + CN- SCN + Na2S2O3
Ini disalurkan ke seluruh tubuh, konsentrasi paling tinggi ditemukan
dalam hati, dan sebagian besar terletak dalam rahim mitokondria (Westley dkk.,
1983). Keberadaan oksidasi tiosianat yang dapat mengoksidasi tiosianat kembali
menjadi sianida (Goldstein & Rieders, 1953) telah dipertanyakan. Akan tetapi, ini
sekarang terhubung dengan formasi artifaktual HCN selama pengujian kadar
logam (Vesey, 1979).
Natrium tiosulfat mengandung dwivalensi pemberi sulfur yang penting
terikat pada sulfur yang lain dan ini adalah pemberi sulfur utama untuk rhodanese
dalam pengubahan sianida menjadi tiosianat. Sedangkan rhodanese tersedia
berlebih dalam tubuh, kekurangan pemberi sulfur yang cocok adalah faktor
pembatas rata-rata untuk jalan penghilangan racun pada keracunan sianida. Ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
adalah dasar pemikiran untuk pengambilan natrium tiosulfat pada keracunan
sianida sehingga kapasitas endogen penghilang racun tubuh ditingkatkan.
6. Profil biokimia/farmakologi lain
a. Farmakokinetik
Ketika tiosulfat dosis tinggi disuntikkan pada mamalia, bagian yang lebih
besar dikeluarkan tidak diubah oleh pengeluaran ginjal tapi jumlah tertentu
dioksidasi menjadi sulfat. Bagian kecil terakhir meningkat karena dosis tiosulfat
menurun. Oksidasi tiosulfat menjadi sulfat terjadi dalam hati dengan dua langkah
jalan kecil enzim. Pembelajaran oleh Gilman dkk. (1946) membuktikan bahwa
penyuntikan tiosulfat ke dalam pembuluh darah secepatnya disalurkan dalam
tempat cairan extracellular dan bahwa pembuangan ginjalnya terjadi penyaringan
syaraf ginjal. Percobaan hewan lebih lanjut telah menunjukkan bahwa sistem
pengangkutan tabung mungkin juga terjadi (Sörbo, 1972).
Tiosulfat disimpan dan diserap kembali dalam manusia dan anjing,
menurut Bucht (1949) dan Foulks dkk. (1952). Pembersihan tiosulfat rendah, tapi
pada tingkat yang tinggi pembersihan sama dengan mutu penyaringan syaraf
ginjal. Ini berarti bahwa pada tingakatan plasma tiosulfat yang tinggi,
penyimpanan Tm (pengiriman maksimal) sama dengan penyerapan kembali Tm,
sedangkan pada tingkat plasma yang rendah seluruh penyaringan dan
penyimpanan tiosulfat diserap kembali sehingga ada sebuah pengurangan nilai
pembersihan tiosulfat.
Volume penyaluran, seperti yang ditentukan pada berat anjing 8.5-14.4
kg, pada rata-rata, 3 1 (Cardozo & Edelman, 1952).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Rhodanase
Na2S2O3 + CN- SCN + Na2S2O3
Reaksi katalis sulfurtransferase dimana sulfur sulfan diikutkan,
rhodanase adalah sulfurtransferase yang telah banyak dipelajari secara ekstensif.
Rhodanase mengakatalis pengiriman sulfan.
Pembelajaran secara kinetik telah menunjukkan bahwa ada tempat
kationik pada rhodanase untuk pemberi anionik sulfur (Westley dkk,1983)
sebagian besar dosis tiosulfat yang disuntikkan dikeluarkan dan tidak mengalami
perubahan. Tiosulfat dianggap menyebar secara perlahan melalui selaput sel
(Himwich dan Saunders, 1948; Sorbo,1962).
Menurut Crompton dkk, (1974), tiosulfat bisa menggunakan pembawa
dikarboksilat untuk memasuki mitokondria, seperti yang ditunjukkan pada
percobaan dengan menggunakan mitokondria pada hati tikus. Sistem ini khusus
pada senyawa anion valensi dua.
Telah ditunjukkan oleh Szczepkowski dkk,(1961) bahwa ketika
menggunakan tiosulfat yang dilabeli 2 atom sulfur mempunyai keuntungan yang
berbeda selama serangkaian proses metabolisme pada hewan. Pada tikus, atom
sulfur dalam dihilangkan sangat cepat dihilangkan dalam bentuk sulfat ketika
atom luar diubah menjadi sulfat lebih lambat, mungkin mulai melalui jumlah
tingkat tahap tengah.
Ketika hewan percobaan disuntik dengan tiosulfat yang mengandung 35S
pada posisi sulfannya secara ekslusif. Ini seluruhnya dapat ditemukan berlabel
dalam plasma secepat sampel yang diperoleh (Schneider dan Westley, 1969).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Percobaan pada anjing (Michefelder dan Tinker,1977; Schulz dkk,1979b)
telah menunjukkan bahwa kapasitas persediaan endogen tiosulfat untuk
menghilangkan sianida dilebihkan jika natrium nitroprusside diatur sebagai infus
yang terus menerus pada rata-rata lebih dari 0,5 mg/kg/jam ketika hewan
percobaan menerima dosis yang lebih tinggi dari 0,5/mg/kg/jam, konsentrasi
darah sianida mereka meningkat secara bertahap. Hewan percobaan yang
menerima dosis yang sama mengalami kondisi yang sama tetapi dengan
pemberian infus tiosulfat tambahan 6 x (b/b) dosis natrium nitroprusside tidak
menunjukkan tanda yang tidak normal. Volume urin dalam anjing yang diberi
tiosulfat diatas 48 jam periode kira-kira 2x hewan yang tidak diberi, barangkali
berhubungan dengan peningkatan rata-rata formasi tiosianat dan penghasil
osmotik diuresis. Hasil yang sama diperoleh dalam percobaan pada kelinci (Hobel
dkk, 1978).
b. Farmakodinamik
Setelah induksi natrium nitroprusida (SNP) akut. Pemejanan pada kelinci
secara injeksi bolus tiosulfat dan hidroksokbalamin (Vit B12a) pada SNP/
perbandingan konsentrasi molar penawar racun 1:5 sama efektifnya pada
pengurangan tanda awal keburukan asidosis metabolik (Pill dkk,1980). Selama
masa pengamatan berikutnya kelebihan dasar B12a sebagai penawar racun
didapati lebih rendah daripada dengan tiosulfat, ketika 2 penawar racun diberikan
secara paralel dengan dosis SNP tinggi natrium tiosulfat terbukti lebih bagus dari
B12a. Pengarang menganjurkan bahwa untuk tujuan klinis SNP harus selalu
diatur dalam kombinasi tiosulfat (1:5).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Sebuah molekul SNP mengandung 5 ion sianida, sehingga tiosulfat harus
diberikan dalam pervandingan molar paling tidak 5 : 1, yang cocok untuk dosis 4
bagian oleh berat natrium tiosulfat terhadap salah satu SNP. Schulz dkk. (1979b)
menganjurkan bahwa karena tiosulfat dimetabolis dan dihilangkan dengan cepat
dari tubuh lebih baik untuk mengaturnya secara berlebih dengan infus yang
berkala.
Chen dkk, (1934) menunjukkan bahwa natrium tiosulfat menghilangkan
racun sianida sampai 3x dosis minimal yang mematikan (MLD), dosis tiosulfat
yang berbeda secara i.p untuk tikus pada waktu yang berbeda setelah
penyuntikkan sub lethal atau lethal dosis sianida (Schubert dan Brill, 1968).
Ketika tiosulfat diberikan kepada tikus 5 menit setelah sianida, waktu setelah
penyembuhan dari keracunan sianida sangat diperpendek, tikus diberi tioslufat 10
menit setelah sianida (ketika pencegahan oksidasi sitokrom hati maksimal)
sembuh 5-10 menit kemudian sebagai pengganti 30-40 menit secara normal yang
dibutuhkan tanpa perawatan.
c. Toksikologi
Penghilangan hasil sianida, tiosianat, dikeluarkan dalam air seni.
Konsentrasi tiosianat normalnya 1-4 mg/l dalam plasma bukan perokok dan 3-12
mg/l pada perokok. Tiosianat plasma setengah hidup pada pasien dengan fungsi
ginjal normal adalah 4 h (Blaschle & Melmon, 1980), tapi pada ginjal yang tidak
normal ini secara jelas diperpanjang dan sehingga resiko keracunan pada para
pasien meningkat (Schulz dkk., 1978). Tingkat tiosianat yang lebih dari 100 mg/l
dianggap berkaitan dengan keracunan. Keracunan tiosianat dikenali dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
lemahnya kekejangan otot, rasa muak, penyimpangan orientasi, sakit jiwa, gerak
yang berlebihan, dan pingsan (Smith, 1973; Michenfelder & Tinker, 1977).
Keracunan mematikan pada konsentrasi yang lebih besar dari 180 mg/l telah
dilaporkan (Healy, 1931; Garvin, 1939; Russel & Stahl, 1942; Kessler & Hines,
1948; Domalski dkk., 1953). Haemodialysis dianjurkan sebagai sebuah cara yang
efektif menghilangkan thicyanate (Marbury dkk., 1982). Dialysance yang
berjumlah 82,8 ml/min (in vivo) dan 102,3 ml/min (in vitro) telah dicatat (Pahl &
Vaziri, 1982). Sedikit diketahui tentang sifat pengikat protein tiosianat, dan
haemoperfusion mungkin lebih efektif daripada haemodialisis.
Menurut NIOSH (1986) pemberian secara i.v dosis LD 50 pada tikus 250
mg/kg sedangkan pemberian secara i.v paling rendah mengeluarkan dosis yang
mematikan (LDLO) pada anjing 3000 mg/kg (Dennis dan Feltchef, 1966). Ketika
anjing diberikan 3000 mg/kg Natrium tiosulfat pentahidrat secara i.v (Dennis dan
Feltchef, 1966), efek berikut ini berkembang secara cepat. Metabolik asidosis
hipoksemi, hipernatremia dan perubahan pada ECG dan dalam tekanan arteri dan
vena. Dalam percobaan ini kenaikan cepat dan langsung pada konsentrasi serum
natrium akan diharapkan karena isi natrium dalam natrium tiosulfat pentahidrat
kira-kira 24 MEQ/3000 mg dan anjing yang bertahan terhadap suntikan
menunjukkan tanda diuresis yang akan diperkirakan dari dosis osmotik besar yang
dilakukan. Dianjurkan bahwa natrium tiosulfat pentahidrat (1500 mg/kg)
diberikan secara i.v pada rata-rata konstan diatas 30 menit/periode ditahan dengan
baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Selama pelaksanaan SNP kronis infus simultan tiosulfat mungkin
menunjukkan masalah karena akumulasi pembesaran plasma tiosianat dan bahaya
hipofolaemia (Michen Felder dan Tinker, 1977). Fesey dkk. (1985) menganjurkan
bahwa ini cukup untuk memberikan dosis bolus natrium tiosulfat jika hanya dosis
SNP atau dosis rata-rata berlebihan. Disitu tampak tidak ada informasi yang
cenderung pada teratogen dan mutagenesis natrium tiosulfat
7. Rute pemberian
Pada keracunan sianida, natrium tiosulfat seharusnya diberikan secara i.v
(penyerapan sangat buruk setelah pelasanaan oral) sebagai penyuntikan bolus atau
dengan infus melebihi paling tidak 10 min. Ketika digunakan untuk mencegah
keracunan sianida selama terapi SNP bisa diberikan secara simultan dengan infus
berkala atau , secara alternatif, sebagai penyuntikkan bolus yang lambat
8. Dosis
Dosis awal yang dianjurkan untuk orang dewasa dalam pembuktian
keracunan sianida adalah 8-12,5 gram (Chen dkk; 1944; Chen dan Rose, 1952),
atau 0.2 g/kgBB (Sorbo, 1972). Dosis ini berdasarkan kasus individu dimana dosis
ukuran ini telah terbukti efektif data percobaan dan pertimbangan teoritikal
mendukung anjuran ini walaupun kebenaran ini kurang benar. Untuk anak-anak
relatifnya dosis yang lebih tinggi secara umum dianjurkan. Untuk anak-anak
dengan konsentrasi hemoglobin normal, dosis kira-kira 410 mg/kgBB telah
dianjurkn (Berlin;1970) dan banyak buku panduan menganjurkan dosis rata-rata
300-500 mg/kgBB ini harus diacatat bahwa dalam sumber-sumber itu yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
membuat anjuran ini, natrium tiosulfat digunakan dalam kombinasi dengan
penawar racun yang lainnya, terutama natrium nitrit.
Resiko keracunan sianida pada pasien yang melakukan perwatan dengan
SNP didokumentasikan dengan baik, Natrium tiosulfat telah didapati ideal pada
situasi ini dan telah dianjurka bahwa rasio B/B untuk SNP dan Natrium tosulfat
seharusnya paling tidak 1:4 (Schulz dkk;1979b) dan terutama untuk mendapat
kelebihan tiosulfat, 1/5-6. Penawar racun bisa diberikan juga dengan infus berkala
secara simultan dengan SNP (Schulz dkk; 1982) atau dengan suntikan bolus.
Dosis awal pada orang dewasa adalah (8-12,5 g natrium tiosulfat
diberikan secara injeksi bolus i.v/infus diatas 10-15 min, secara alternatif total
dosis awal bisa dihitung sebagai 150-200 mg/kgBB. Dosis tambahan zat ditandai
menurut rangkaian klinis. Dosis awal pada nak-anak adalah 400 (300-500) mg/kg
BB diberikan secara i.v seperti yang diindikasikan diatas.
Untuk mencehak keracunan sianida selama terapi SNP natrium tiosulfat
seharusnya diberikan oleh infus simultan dengan dosis 5-6X melebihi (b/b) dosis
SNP atau secara alternatif, suntikan bolus bisa digunakan.
9. Kontraindikasi
Tidak ada kontra indikasi khusus. Keracunan natrium tiosulfat adalah
rendah dan efek racun seharusnya tidak diharapkan kecuali dosisnya jauh
melebihi yang dianjurkan. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, dialisis
bisa dianggap untuk penghilangan tiosianat yang lebih cepat (selama perawatan
jangka panjang). Dosis yang dianjurkan diatas seharusnya tidak diubah pada kaus
kehamilan atau menyusui.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
10. Efek samping
Efek samping adalah kecil dan tidak terlalu penting dibandingkan untuk
resiko jika dihubungkan dengan keracunan sianida. Injeksi cepat dari larutan
hiperosmolar natrium tiosulfat dapat menyebabkan nausea dan vomiting
(Ivankovich dkk;1983). Adanya hipotensi keduanya dimungkinkan pada
pembentukan dari tiosianat, dimana diketahui untuk dapat terjadi nya hipotensif
(Done,1961) efek samping lainnya yang berhubungan dengan produksi tiosianat
adalah nausea, headache dan disorientasi. Jika tiosulfat telah diinjeksikan ke
anjing (Vesey dkk;1985) tidak ada efek samping dimana terlihat yang
memperantarai hipotensi. Efek diuretik dan gangguan tekanan osmotik adalah
efek samping yang mungkin dapat terjadi (Martindale,1989).
11. Penggunaan pada kehamilan/menyusui
Termasuk dalam kategori C berdasarkan FDA (Olson, 2007), studi
terhadap binatang percobaan telah memeperlihatkan adanya efek samping pada
janin (teratogenik atau embriosidal atau efek samping lainnya) dan tidak ada studi
terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya diberikan jika manfaat yang diperoleh
lebih besar daripada risiko yang mungkin terjadi pada janin (Anonim, 2006).
D. Anatomi Fisiologi
1. Jantung
Fungsi utama jantung adalah sebagai pompa dalam sistem transport yang
bertanggung jawab membawa gas nutrisi, produk-produk sampah, dan zat-zat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
lainnya dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya. Jantung sebagai pompa
merupakan salah satu bagian dari sistem kardiovaskular disamping sistem
pembuluh darah dan darah. Ketiga komponen tersebut dapat dipengaruhi oleh zat
toksik (Stine and Brown, 1996)
Jantung Merupakan organ berotot yang memompa darah ke arteri.
Dindingnya terdiri dari 3 lapisan :
a. Endokardium (lapisan yang paling dalam, yang kontak dengan darah)
(Bergman, Adel, and Paul, 1996).
b. Miokardium terdiri dari otot jantung dan berhubungan dengan tunika media
dari dinding pembuluh darah. (Bergman, 1996).
c. Epikardium (lapisan terluar) (Bergman, 1996).
2. Lambung
Lambung memiliki sejumlah fungsi disamping penyimpanan makanan
dan pengendalian pelepasannya kedalam duodenum. Asam hidroklorida
membunuh banyak bakteri yang ditelan. Sel parietalis dalam mukosa lambung
juga mensekresi faktor intrinsik, suatu senyawa yang diperlukan bagi absorpsi
sianokobalamin (vitamin B 12) dari usus halus.
3. Usus halus
Terbagi menjadi 3 bagian, yaitu duodenum, bagian awal; bagian tengah,
jejunum; dan bagian akhir adalah ileum. Lipatan mukosal dan submukosal nya
berbentuk plicae circulares, valves of keckring, atau valvulae conniventes.
Lipatan- lipatan tersebut tidak terdapat pada bagian awal duodenum, paling banyak
terdapat di jejunum, dan jarang terdapat di ileum, dinding usus halus terdiri dari 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
lapisan sama seperti yang ada di lambung, yaitu mukosa, submukosa, muskularis
eksterna, dan serosa (kecuali pada bagian duodenum, yang mana adalah
retroperitoneal dan karena itulah tidak terdapat lapisan terluar mesotelial, turunan
dari peritoneum) (Bergman, 1996).
Usus halus atau usus dua belas jari dan usus besar adalah bagian dari
usus. Panjang usus halus sekitar 4-7 meter, panjangnya bervariasi sejalan dengan
kontraksi dan relaksasi dinding otonya (Anonim, 1987). Usus halus dibagi
menjadi dupdenum, jejenum, dan ileum. Usus halus mempunyai dua fungsi utama
yaitu pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Mukosa pada usus
halus terselubung dengan vili yang bentuknya seperti jari- jari, yang membuat
usus halus mempunyai permukaan yang luas (sekitar 10 m2 ). Terdapat sekitar 25-
40 vili/mm2 , setiap vili panjangnya sekitar 1 mm. Pada duodenum dan jejenum,
mukosa terbenam di dalam lipatan- lipatan dan vili panjang-panjang dan sangat
rapat. Mengarah ke ileum, lapisan mukosanya lebih sedikit lipatannya, dindingnya
lebih tipis, dan vilinya lebih pendek dan lebih jarang. Semua pencernaan dan
penyerapan yang penting terjadi didalam usus halus. Baik lambung maupun usus
besar dapat diangkat seluruhnya tanpa menyebabkan dampak yang serius. Kira-
kira sampai sepertiga usus halus dapat diangkat tanpa memberikan efek pada
pencernaan, dan daya tahan hidup masih dapat dimungkinkan dengan kira-kira 1
meter usus halus dalam keadaan utuh (Anonim, 1987b).
4. Hati
Hati mempunyai banyak fungsi kompleks, di antaranya pembentukan
empedu, penyimpanan dan pelepasan karbohidrat, pembentukan urea, pembuatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
protein plasma, pentak-aktifan sejumlah hormon polipeptida, pengurangan dan
konjugasi hormon korteks adrenalis dan steroid gonad. Sintesis 25-
hidroksikolekalsiferol, detoksikasi banyak obat dan toksin, dan banyak fungsi
yang berhubungan dengan metabolisme lemak (Ganong, 1995). Ketika produk
dari pencernaan mencapai hati, maka produk-produk ini dipecah menjadi bentuk-
bentuk senyawa anorganik baru:
Hati merupakan kelenjar terbesar pada tubuh manusia yang terdiri dari 4
bagian, lobus yang tidak lengkap yang terpisah, tertutup oleh selaput jaringan
penghubung (selaput Glisson) dan terselubungi secara tidak lengkap oleh
peritoneum. Bagian selaput yang lebih tebal adalah pada bagian hilum (porta
hepatik), dimana pembuluh darah dan pembuluh limfa serta saluran empedu yang
keluar dan masuk hati (Bergman, 1996).
5. Ginjal
Ginjal berfungsi memfilter sampah nitrogen terutama sebagai urea dan
toksin-toksin lain dari darah dan mengontrol kehilangan air dan elektrolit dalam
urine, dengan demikian mempertahankan keseimbangan yang tepat dari substansi
ini dalam tubuh. Dengan mengendalikan komposisi dan volume cairan
ekstraseluler, yang memelihara lingkungan yang diatur secara ketat yang
diperlukan oleh sel-sel yang strukturnya sangat rumit dan halus jika ingin sel-sel
ini berfungsi dengan tepat (Anonim, 1987b).
6. Paru
Paru berfungsi sebagai alat pernafasan, Fungsi sistem pernafasan adalah
untuk memungkinkan ambilan oksigen dari udara kedalam darah, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
memungkinkan karbondioksida terlepas dari darah ke udara bebas (Anonim,
1987a).
Bagian akhir dari bronkeolus adalah duktus alveolaris, yang tampak dari
adanya sejumlah alveoli atau tidak adanya dinding bronkeolar, dan bagian otot
polos menggembung menjadi lumen dari duktus alveolaris. duktus alveolaris
berakhir di atria yang kemudian terbagi menjadi dua atau lebih sakus alveolaris.
Alveoli adalah bagian terkecil dan terbanyak jumlahnya pada sistem pernafasan.
Pertukaran gas terjadi di alveoli me lewati blood-air barrier (Bergman, 1996).
E. Kerusakan Organ
Hiperemi adalah keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan
didalam pembuluh darah pada daerah tertentu. Jika dilihat dengan mata telanjang,
maka daerah jaringan atau organ yang mengalami hiperemi berwarna lebih merah
(ungu) karena bertambahnya darah didalam jaringan. Secara mikroskopis kapiler-
kapiler dalam jaringan hiperemia melebar dan penuh berisi darah. Pada dasarnya
terdapat dua mekanisme di mana kongesti dapat timbul yaitu kenaikan jumlah
darah yang mengalir ke daerah dan penurunan jumlah darah yang mengalir dari
daerah. Manifestasi kerusakan organ ini sering ditemukan pada organ hati dan
ginjal.
Hemorhagie adalah keluarnya darah dari sitem kardiovaskular, disertai
penimbunan dalam jaringan atau ruang tubuh atau disertai keluarnya darah dari
tubuh. Manifestasi kerusakan organ ini sering ditemukan pada organ ginjal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
F. Landasan Teori
Sianida merupakan racun yang kuat dan bekerja sangat cepat, dapat
menyebabkan sesak pada bagian dada, berikatan dengan sitokrom oksidase, dan
kemudian memblok penggunaan oksigen secara aerob. Akibat yang ditimbulkan
dari racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuknya ke dalam
tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh
mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak.
Pada keracunan sianida, dapat diberikan 50 ml (12,5 gram) natrium tiosulfat 25
%, secara i.v selama 10 menit dan berikan oksigen 100 % selama 12-24 jam, tapi
tidak boleh lebih lama.
Natrium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida
menjadi bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzim sulfurtransferase,
yaitu rhodanase. Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan
dapat diberikan secara empiris pada keracunan sianida.
G. Hipotesis
Peningkatan dosis natrium tiosulfat dapat lebih efektif digunakan untuk
terapi keracunan sianida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
BAB III. METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis uji antidotum Natrium tiosulfat pada kasus keracunan akut-oral
sianida pada mencit jantan galur swiss termasuk dalam penelitian eksperimental
murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
Dalam Penelitian uji antidotum Natrium tiosulfat pada kasus keracunan
akut-oral sianida pada mencit jantan galur swiss mempunyai variabel utama dan
pengacau.
1. Variabel utama
a. Variabel bebas : dosis natrium tiosulfat, sejumlah mg natrium tiosulfat tiap kg
berat badan mencit.
b. Variabel tergantung : keadaan kembalinya kondisi mencit ke keadaan semula
dari gejala efek toksik yang timbul dan yang diukur adalah waktu (dalam
detik) timbulnya lima gejala efek toksik dari keracunan sianida, meliputi:
Jantung berdebar, Hilang kesadaran, Gagal nafas, Kejang, Mati akibat
pemejanan tiosulfat.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali
1) Umur : 60-90 hari ( 2- 3 bulan )
2) Berat badan : 20- 30 gram
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
3) Jenis kelamin : Jantan
4) Galur : Swiss
5) Jalur pemberian : Oral (sianida), i.p (natrium tiosulfat)
6) Frekuensi pemberian : Satu kali
b. Variabel pengacau tidak terkendali : jumlah asupan gizi hewan uji
C. Definisi Operasional
1. Waktu terjadinya efek toksik adalah waktu (dalam detik) di mana mulai
muncul efek toksik dari keracunan sianida, meliputi : jantung berdebar, hilang
kesadaran, gagal nafas, kejang, dan mati setelah pemejanan sianida pada
mencit yang diamati secara visual.
2. Waktu hilangnya efek toksik adalah durasi antara sesaat pemberian natrium
tiosulfat sampai hilangnya gejala efek toksik.
3. Gejala efek toksik dari keracunan sianida yang meliputi : jantung berdebar,
hilang kesadaran, gagal nafas, dan kejang, apabila tidak teramati atau tidak
muncul diinterpretasikan dengan angka 0.00 detik.
4. Gejala efek toksik dari keracunan sianida yang berupa kematian, apabila
dalam waktu 1X24 jam tidak mati maka diinterpretasikan dengan angka 86400
detik.
5. Jantung berdebar adalah keadaan di mana dengan pengamatan secara visual
mencit terlihat lebih berdebar.
6. Hilang kesadaran adalah keadaan di mana mencit tidak dapat membalikkan
badan setelah diterlentangkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
7. Gagal nafas adalah keadaan di mana mencit susah bernafas dan tampak mulut
yang ikut membuka-buka.
8. Kejang adalah keadaan di mana kaki depan dan atau kaki belakang mencit
bergetar-getar; atau kaki depan dan kaki belakang saling menarik ke depan
dan kebelakang.
9. Mati adalah keadaan di mana mencit sudah tidak ada tanda-tanda bernafas dan
tidak terdapat adanya detak jantung yang teramati dalam pengamatan
maksimal 24 jam.
D. Bahan Penelitian
Bahan atau materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Racun yang dipejankan adalah larutan potassium sianida (KCN), (E.Merck,
Darmstadt, Germany). Bahan tersebut diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Racun yang dipejankan adalah larutan potassium sianida (KCN), (E.Merck,
Darmstadt, Germany). Bahan tersebut diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bahan antidot yang digunakan adalah natrium tiosulfat (E.Merck, Darmstadt,
Germany). bahan tersebut diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Bahan pelarut adalah aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
5. Bahan kimia berupa formalin 10 % tekhnis untuk mengawetkan organ hewan
uji yang dperoleh dari Laboratorium Farmakologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
6. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan yang
diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Penelitian (UPHP), Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
E. Alat dan Instrumen Penelitian
Peralatan dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Neraca atau timbangan elektrik (Mettler Toledo Tipe AB 204, Switzerland)
2. Alat-alat gelas
3. Jarum tuberkulin (preparat oral) yang digunakan untuk pemberian larutan
sianida secara per-oral
4. Seperangkat alat bedah yang digunakan untuk membedah mencit
5. Digitalmicrophotography untuk pengamatan dan pemeriksaan histopatologi
organ hewan uji
F. Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan larutan dan penetapan dosis KCN
Larutan KCN 0,104% b/v dibuat dengan cara melarutkan 0,104 gram
KCN ditambah aquadest hingga 100 ml. Dosis KCN dipilih berdasarkan dosis
letal oral KCN yang sudah dikonversikan ke dosis letal oral mencit yaitu sebesar
26 mg/kg BB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
2. Pembuatan larutan dan penetapan dosis natrium tiosulfat
Larutan natrium tiosulfat 0.643% b/v (dosis 160.720 mg/kg BB) dibuat
dengan cara melarutkan 642.880 mg natrium tiosulfat ditambah aquadest hingga
100 ml. Dosis natrium tiosulfat dipilih berdasarkan hasil orientasi yang sudah
pernah dilakukan yaitu sebesar 1125 mg/kg BB. Dosis 1125 mg/kg BB diturunkan
dengan faktor perkalian 7 kalinya, maka diperoleh dosis 160.720 mg/kg BB,
22.960 mg/kgBB.,3.279 mg/kgBB dan 0,468 mg/kgBB.
3. Pengelompokkan hewan uji
Hewan uji sebanyak 42 ekor dikelompokkan secara acak menjadi 7
kelompok, yaitu :
a.. Kelompok I diberi bahan pelarut yang digunakan yaitu aquadest, sebagai
kontrol negatif.
b. Kelompok II diberi larutan KCN dosis 26 mg/kgBB mencit secara p.o.
c. Kelompok III diberi larutan Na2S2O3 dosis 160.720 secara i.p. sebagai kontrol
antidotum nya.
d. Kelompok IV diberi perlakuan KCN dosis 26 mg/kgBB secara p.o. dan secara
cepat diberikan antidotumnya Na2S2O3 dosis 0.468 mg/kgBB secara i.p.
e. Kelompok V diberi perlakuan KCN dosis 26 mg/kgBB secara p.o. dan secara
cepat diberikan antidotumnya Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kgBB secara i.p.
f. Kelompok VI diberi perlakuan KCN dosis 26 mg/kgBB secara p.o. dan secara
cepat diberikan antidotumnya Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kgBB secara i.p.
g. Kelompok VII diberi perlakuan KCN dosis 26 mg/kgBB secara p.o. dan
secara cepat diberikan antidotumnya Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kgBB secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
i.p. Peringkat kelompok VII ini merupakan kelompok yang diberi dosis
tertinggi antidotum Na2S2O3 yang diharapkan hewan uji dalam kelompok ini
seluruhnya akan hidup.
4. Pengamatan
Pengamatan dilakukan dari waktu pemberian antidotum Na2S2O3 waktu
dimulai hingga 3 jam pengamatan. Jika hewan uji sampai 3 jam pengamatan tidak
mengalami kematian maka pengamatan dilanjutkan hingga 1x 24 jam dari waktu
pemberian antidotum. Kriteria klinik pengamatan meliputi :
a. Pengamatan fisik terhadap gejala-gejala toksik. Pengamatan harus dilakukan
sesering mungkin pada 24 jam pertama setelah pemberian sianida dan
antidotumnya Na2S2O3 dan sekali sehari selama masa uji.
b. Kematian hewan uji pada masing-masing kelompok.
c. Pemeriksaan histopatologi organ-organ penting seperti jantung, hati, paru-
paru, usus, ginjal, lambung pada akhir masa uji.
5. Pemeriksaan histopatologi
a. Pengambilan organ :
Untuk histopatologi dilakukan dengan mengorbankan hewan uji dengan
cara dekapitasi (menarik kepala dan ekornya) kemudian dibedah pada bagian
perut. Selanjutnya organ paru-paru, jantung, hati, usus, ginjal dan lambung
diambil kemudian dimasukkan kedalam wadah berisi formalin 10%.
b. Pembuatan preparat histopatologi
Dilakukan di Laboratorium Patologi, Balai Penyidikan dan Pengujian
Veteriner Wilayah IV Daerah Istimewa Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
c. Pemeriksaan preparat histopatologi
Dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas
Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Pemeriksaan preparat
histopatologi dilakukan dengan menggunakan digitalmicrophotography dibimbing
oleh dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes.
G. Analisis Hasil
1. Untuk mengetahui normal/ tidaknya sebaran data maka pertama kali
dilakukan uji normalitas dengan metode analisis shapiro-Wilk karena
sampel yang digunakan < 50.
2. Untuk mengetahui perbedaan waktu mati antar kelompok perlakuan, hasil
waktu mati antar kelompok perlakuan dianalisis menggunakan metode
analisis statistika Kruskal Wallis Test, dilanjutkan dengan analisis Mann
Whitney jika data yang diperoleh tidak terdistribusi normal p<0,05. untuk
kepentingan ini hipotesis dirumuskan sebagai berikut Ho : Peningkatan
dosis na-tiosulfat tidak dapat meningkatkan fek penawaracunan sianida.
3. Dilakukan pula uji histopatologi pada organ jantung, paru-paru, lambung
dan usus halus, hati, serta ginjal dari tiap kelompok perlakuan. Data
pemeriksaan histopatologi digunakan untuk mengevaluasi perubahan pada
organ sebagai perwujudan efek toksik yang timbul.
4. Data gejala-gejala toksis yang teramati dianalisis secara kualitatif dengan
membandingkan kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol untuk
melihat tingkat keparahan kerusakan pada sel maupun jaringan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Potensi Sianida sebagai Racun
Dalam penelitian ini, sianida yang digunakan sebagai senyawa racun
berupa senyawa KCN (kalium sianida) dengan dosis lethal pada manusia dewasa
70 Kg yang diberikan secara peroral sebesar 200 mg. Kemudian senyawa KCN
tersebut dikonversikan dosisnya ke hewan uji mencit jantan yang akan digunakan
sebagai subyek uji dalam penelitian ini sekaligus sebagai kontrol positif dari
keracunan sianida. Dengan menggunakan nilai konversi dosis dari manusia 70 Kg
ke mencit dengan berat badan 20 gram sebesar 0,0026, maka didapatkan nilai
dosis KCN secara peroral pada mencit 20 gram sebesar :
= 200 x 0,0026
= 0,52 mg/20 gram BB mencit
= 26 mg/KgBB mencit
Keracunan sianida berarti meningkatkan keberadaan zat beracun sianida
di sel sasaran, dimana terjadi translokasi sianida dari jalan masuk ke tempat
reseptornya. Hal ini menyebabkan perubahan sianida menjadi produk aktif yang
stabil, sehingga dapat menimbulkan gejala efek toksik mulai jantung berdebar,
hilang kesadaran, gagal nafas, kejang bahkan sampai mematikan.
Dari tabel II, tampak bahwa waktu timbulnya efek toksik sampai
kematian subyek uji mencit karena perlakuan sianida dosis 26 mg/KgBB peroral
(setara dengan dosis letal pada manusia, 200 mg) sangat cepat, rata-rata 321.17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
detik. Keadaan ini mengakibatkan gejala efek toksik yang dapat teramati mulai
bisa diukur waktunya sejak mencit kehilangan kesadaran, gagal nafas, kejang
sampai saat kematian. Mekanisme yang memperantarai keracunan adalah sianida
bereaksi dengan sejumlah enzim yang mengandung logam, seperti, feri sitokrom
oksidase. Karena metabolisme aerob tergantung pada sistem enzim ini, maka
jaringan tidak dapat lagi menggunakan oksigen dan jaringan itu mengalami
hipoksia. Sianida menyebabkan hipoksia seluler dengan menghambat sitokrom
oksidase pada bagian sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang
secara normal akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi
tergabung. Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa
digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk, sehingga dapat terjadi gagal
nafas, kejang dan akhirnya mematikan.
Wujud efek toksik sianida merupakan perubahan biokimia karena adanya
hambatan respirasi sel dan gangguan pasok energi dari sianida di dalam sel yang
juga dipengaruhi oleh keadaan biologis. Meskipun demikian berdasarkan
mekanisme dan efek toksik yang timbul selama pemberian sianida maka
kemungkinan lain terjadi wujud toksik berupa udem pada paru yang diduga
sebagai perubahan fungsional pernafasan dan pemicu kematian.
Dosis atau takaran sianida sebesar 26 mg/KgBB peroral pada mencit
menentukan sifat efek toksik sianida yaitu sifat yang tidak terbalikkan karena
keberadaan sianida pada dosis tersebut potensi ketoksikannya tinggi sampai
berakibat fatal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
B. Potensi Natrium Tiosulfat sebagai Kontrol Positif Antidotum
Pemberian antidotum untuk keracunan sianida dalam penelitian ini
digunakan natrium tiosulfat. Perlakuan dosis yang besar sampai 1125 mg/KgBB
yang pernah dicobakan tidak memberikan efek kematian pada hewan uji. Dosis
yang dipilih berdasarkan dosis terapi antidotum yang akan digunakan dalam
penelitian penawaracunan sianida dengan jalur pemberian secara intraperitoneal.
Pada penelitian ini dosis natrium tiosulfat yang dipilih berdasarkan orientasi, yaitu
dosis tertinggi yang tidak menyebabkan kematian pada subyek uji mencit
(160.720 mg/KgBB sebagai kontrol positif natrium tiosulfat).
Dari hasil penelitian didapatkan pada natrium tiosulfat dosis 160.720
mg/KgBB secara intraperitoneal pada mencit tidak ditemukan adanya kematian
tetapi pada 3 hewan uji masih dapat ditemukan data waktu terjadinya gejala efek
toksik yang memperantarainya seperti : jantung berdebar, hilang kesadaran, gagal
nafas dan kejang. Artinya keberadaan natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB
intraperitoneal pada mencit sebagai antidotum nantinya tidak menimbulkan efek
toksik bahkan tidak menyebabkan kematian. Dosis natrium tiosulfat 160,720
mg/kgBB pada mencit jika dikonversikan ke dosis pada manusia normal 70 kg
adalah sebesar 17,812 kg/BB manusia 70 kg.
Pada kelompok kontrol positif natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB
mencit secara intraperitoneal didapatkan hasil sebagai berikut. Seperti tersaji pada
tabel II, ternyata natrium tiosulfat memiliki gejala efek toksik yang berbeda
dibanding sianida, dimana tidak terdapat kematian tanpa didahului keadaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
kejang. Keberadaan (takaran dan lama) natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB
secara intraperitoneal pada mencit ternyata tidak menyebabkan kematian.
C. Kisaran Dosis Natrium Tiosulfat sebagai Antidotum Sianida
Na-tiosulfat merupakan komponen kedua dari antidot sianida kit. Antidot
ini diberikan sebanyak 50ml dalam 25% larutan. Tidak ada efek samping yang
ditimbulkan oleh tiosulfat. Namun tiosianat memberikan efek samping seperti
gagal ginjal, nyeri perut, mual, kemerahan, dan disfungsi pada SSP. Dosis untuk
anak-anak didasarkan pada berat badan (Kerns et al., 2002).
Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mencari kisaran dosis
natrium tiosulfat yang mempunyai potensi sebagai antidotum sianida. Dosis 0.468
mg/kgBB intraperitoneal natrium tiosulfat yang dipilih sebagai antidotum sianida
diberikan sesaat setelah pemberian sianida secara oral 26 mg/KgBB berurutan
sebesar : 0.468 mg/KgBB, 3.279 mg/KgBB, 22.960 mg/KgBB dan 160.720
mg/KgBB.
Hasil pengamatan terhadap gejala dari keracunan sianida pada 7
kelompok perlakuan seperti tertera pada tabel II. Dari tabel II, diperoleh gambaran
bahwa keberadaan sianida dosis 26 mg/KgBB yang diberikan secara peroral lebih
dominan dalam menimbulkan efek toksik. Dilihat dari tabel II maka untuk kasus
jantung berdebar dari 7 kelompok hewan uji maka dapat dilihat bahwa pada
kelompok perlakuan dosis 160.720 mg/kgBB waktu mulai terjadinya jantung
berdebar adalah yang paling lama dibandingkan dengan kelompok yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Tabel II. Hasil pengamatan waktu gejala efek toksik sianida terhadap 7 kelompok perlakuan
Hal yang diamati (dalam detik) Jantung berdebar
Hilang kesadaran
Gagal nafas Kejang Mati Kelompok
X ± SE X ± SE X ± SE X ± SE X ± SE
%
Hidup
Kontrol aquadest
Tidak terjadi (a)
Tidak terjadi(a)
Tidak terjadi (a)
Tidak terjadi (a)
Tidak mati (a)
100 %
Kontrol sianida
(26 mg/Kg)
Tidak teramati (a)
77.50 ± 17.77 (a)
157.50 ± 30.45 (b)
258.33 ± 74.046 (b)
321.17 ± 85.09 (b)
0 %
Kontrol Na-tiosulfat
(160.720 mg/Kg)
83.67 ± 37.84 (a)
258.00 ± 152.15 (b)
Tidak terjadi (a)
Tidak terjadi (a)
Tidak mati (a)
100 %
Sianida + Na tiosulfat
0,468 mg/kg BB
21.33 ± 13.58 (a)
140.67 ± 22.43 (b)
422.50 ± 71.24 (b)
Terjadi cepat
sekali(a)
648.67 ± 88.21 (b)
0 %
Sianida + Na tiosulfat
3.279 mg/kg BB
9.17 ± 9.16 (a)
252.17 ± 132.82 (b)
415.50 ± 170.50 (b)
Terjadi cepat sekali
(a)
29350.17 ± 18041.23 (b)
33.33 %
Sianida + Na tiosulfat
22.960 mg/kg BB
11.33 ± 7.54 (a)
165.17 ± 114.71 (b)
264.00 ± 139.30 (b)
49.67 ± 49.67 (a)
29147.67 ± 18105.11 (b)
33.33 %
Sianida + Na tiosulfat
160.720 mg/kg BB
83.67 ± 37.84 (a)
258.00 ± 152.15 (a)
Tidak terjadi (a)
Tidak terjadi (a)
Tidak mati (a)
100 %
a = memberikan hasil yang berbeda tidak bermakna jika dibandingkan dengan kontrol negatif (aquadest).
b = memberikan hasil yang berbeda bermakna jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (aquadest)
Maka dapat diambil kesimpulan bahwa dosis natrium tiosulfat sebesar
160.720 mg/KgBB dapat digunakan sebagai terapi antidot pada kasus keracunan
sianida karena dapat menurunkan gejala efek toksik yang ditimbulkan oleh sianida
khususnya jantung berdebar. Hasil data untuk hilang kesadaran hampir mirip
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
dengan data pada jantung berdebar, yaitu untuk kelompok dosis 160.720
mg/kgBB memiliki hasil yang paling baik. juga dilihat dari hasil % angka hidup
nya adalah 100 % hidup.
Pada kelompok dosis 160.720 mg/kgBB tidak ditemukan adanya gejala
efek toksik dari keracunan sianida yang salah satunya berupa gagal nafas. Kejang
yang bisa dikatakan bahwa gejala efek toksik dari sianida yang paling jelas
terlihat disini, pada kelompok dosis 160.720 mg/kgBB tidak ditemukan adanya
gejala tersebut, pada kelompok perlakuan hanya ditemukan pada kelompok
perlakuan dosis 0.468 mg/kgBB. Dilihat dari waktu mati bisa dikatakan bahwa
tidak ada yang mati pada kelompok perlakuan dosis160.720 mg/kgBB (kelompok
VII). Dari perlakuan dosis 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB
dan 160.720 mg/kgBB terdapat adanya perpanjangan waktu mati atau dapat
dikatakan efek antidotumnya berhasil karena rentang waktu terjadinya kematian
semakin panjang/ lama.
tiosulfatdosis
160,720mg/Kg
tiosulfatdosis 22,960
mg/Kg
tiosulfatdosis 3,279
mg/Kg
tiosulfatdosis 0,468
mg/Kg
kontroltiosulfat160,720mg/Kg
kontrolsianida 26
mg/Kg
kontrolaquades
perlakuan
160.00
140.00
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
-20.00
Mea
n re
rata
_wak
tu_j
antu
ng_b
erde
bar_
dala
m_d
etik
Error bars: +/- 2.00 SE
Gambar 1. Grafik rerata ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa jantung berdebar Keterangan :
X = 0.00 artinya kejang tidak terjadi atau tidak teramati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Tabel III. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik jantung berdebar
Kontrol aquadest
Kontrol sianida (26 mg/Kg)
Kontrol Na-tiosulfat (160.720 mg/Kg)
Sianida + Na tiosulfat 0.468 mg/kg BB
Sianida + Na tiosulfat 3.279 mg/kg BB
Sianida + Na tiosulfat 22.960 mg/kg BB
Sianida + Na tiosulfat 160.720 mg/kg BB
Kontrol aquadest BTB BTB BTB BTB BTB BTB
Kontrol sianida (26 mg/KgBB)
BTB BTB BTB BTB BTB BTB
Kontrol Na-tiosulfat (160.720 mg/KgBB)
BTB BTB BTB BTB BTB BTB
Sianida + Na tiosulfat 0,468 mg/kg BB
BTB BTB BTB BTB BTB BTB
Sianida + Na tiosulfat 3.279 mg/kg BB
BTB BTB BTB BTB BTB BTB
Sianida + Na tiosulfat 22.960 mg/kg BB
BTB BTB BTB BTB BTB BTB
Sianida + Na tiosulfat 160.720 mg/kg BB
BTB BTB BTB BTB BTB BTB
Dilihat dari tabel III untuk kasus jantung berdebar jika dibandingkan
antara tiga kelompok kontrol dengan empat kelompok perlakuan, menggunakan
uji statistika maka didapat hasil yang berbeda tidak bermakna, jadi maksudnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
adalah jika semua kelompok saling dibandingkan maka memberikan hasil yang
dapat dikatakan sama. Maka tidak dapat dikatakan bahwa sianida atau natrium
tiosulfat yang lebih dominan dalam mempengaruhi timbulnya gejala jantung
berdebar.
Pada kasus jantung berdebar, dari hasil olah data secara statistik untuk 6
kelompok jika dibandingkan dengan kontrol pelarut, yaitu aquadest maka hasilnya
berbeda tidak bermakna, jika dibandingkan dengan kontrol sianida juga
memberikan hasil berbeda tidak bermakna dan untuk kontrol antidot, yaitu na
tiosulfat juga memberikan hasil berbeda tidak bermakna. Maka dari hasil tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa pada kasus jantung berdebar, dosis natrium
tiosulfat I-IV tidak memberikan hasil yang berbeda dengan aquadest, sianida,
maupun natrium tiosulfat sendiri.
Untuk jantung berdebar, secara global dapat dilihat dari 7 kelompok
hewan uji bahwa pada kontrol antidot dan kelompok perlakuan dosis 160.720
mg/kgBB (kelompok VII) memberikan gambar pada grafik mean ± SD yang sama
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sianida didalam kasus jantung berdebar ini
tidak berpengaruh/kurang berpengaruh pada kasus jantung berdebar ini karena
pada kelompok kontrol tiosulfat dan kelompok perlakuan memberikan hasil yang
hampir hampir sama.
Jantung berdebar dapat terjadi pada keracunan sianida hal ini disebabkan
karena pada keracunan sianida terjadi kegagalan pembentukan ATP. Adanya
penurunan ATP menyebabkan peningkatan konsentrasi Na+ didalam sel dimana
menghambat pengeluaran Ca2+. Akibat adanya peningkatan konsentrasi Ca2+
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
didalam sel meningkatkan kontraksi otot jantung. Peningkatan kontraksi otot
jantung menyebabkan jantung berdebar.
tiosulfatdosis
160,720mg/Kg
tiosulfatdosis 22,960
mg/Kg
tiosulfatdosis 3,279
mg/Kg
tiosulfatdosis 0,468
mg/Kg
kontroltiosulfat160,720mg/Kg
kontrolsianida 26
mg/Kg
kontrolaquades
600.00
500.00
400.00
300.00
200.00
100.00
0.00
-100.00
Mea
n r
erat
a_w
aktu
_hila
ng
_kes
adar
an_d
alam
_det
ik
Gambar 2. Grafik rerata ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa hilang kesadaran Keterangan : X = 0.00 artinya kejang tidak terjadi
Pada kasus hilang kesadaran, jika dibandingkan dengan kelompok
aquadest, kelompok yang memberikan hasil berbeda bermakna adalah kelompok
sianida dan perlakuan dengan dosis natrium tiosulfat I-III. Hal ini berarti
menunjukkan adanya sianida menyebabkan terjadinya gejala efek toksik yang
berupa hilang kesadaran. Pada kelompok perlakuan dosis 0.468 mg/kgBB–22.960
mg/kgBB memberikan hasil yang berbeda bermakna dengan kelompok aquadest
dan memberikan hasil yang berbeda tidak bermakna jika dibandingkan dengan
kelompok sianida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Tabel IV. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik hilang kesadaran
Kontrol aquadest
Kontrol sianida
(26 mg/Kg)
Kontrol Na-
tiosulfat (160.7200 mg/Kg)
Sianida + Na
tiosulfat 0,468 mg/kg
BB
Sianida + Na
tiosulfat 3.279 mg/kg
BB
Sianida + Na
tiosulfat 22.960 mg/kg
BB
Sianida + Na
tiosulfat 160.720 mg/kg
BB Kontrol aquadest BB BTB BB BB BB BTB
Kontrol sianida
(26 mg/Kg)
BB BTB BTB BTB BTB BTB
Kontrol Na-
tiosulfat (160.720 mg/Kg)
BTB BTB BTB BTB BTB BTB
Sianida + Na
tiosulfat 0,468 mg/kg
BB
BB BTB BTB BTB BTB BTB
Sianida + Na
tiosulfat 3.279 mg/kg
BB
BB BTB BTB BTB BTB BTB
Sianida + Na
tiosulfat 22.960 mg/kg
BB
BB BTB BTB BTB BTB BTB
Sianida + Na
tiosulfat 160.720 mg/kg
BB
BTB BTB BTB BTB BTB BTB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Dari penjelasan di atas berarti, adanya antidot, yaitu natrium tiosulfat
dengan dosis 0.468 mg/KgBB, 3.279 mg/KgBB, 22.960 mg/KgBB belum dapat
mengatasi gejala ketoksikan sianida yang timbul, yaitu hilang kesadaran.
Untuk kasus hilang kesadaran, dapat dilihat pada kelompok kontrol
tiosulfat dan kelompok perlakuan dosis 3.279 mg/kgBB (kelompok V) dan
kelompok perlakuan dosis 160.720 mg/kgBB (kelompok VII) memberikan
interpretasi data yang sama ada grafik mean ± 2 SE jadi dapat diambil kesimpulan
bahwa pemberian tiosulfat di sini dapat memberikan efek memperlama waktu
mulai terjadinya gejala efek toksik keracunan sianida mulai dari hilang kesadaran
sampai mati, jadi berpengaruh mengurangi gejala efek toksik yaitu memperlama
waktu interaksi/memperlama waktu terjadi nya efek toksik/memperlama onset.
Pada keracunan sianida, gejala yang ditimbulkan salah satunya adalah
hilang kesadaran. Terjadinya hilang kesadaran diawali dengan timbulnya hipoksia
yang kemudian menyebabkan hiperlaktemia. Hiperlaktemia terjadi karena
kegagalan metabolisme energi secara aerob. Hiperlaktemia berarti terjadi
peningkatan perubahan asam piruvat menjadi asam laktat, dimana peningkatan
asam laktat mengakibatkan timbulnya manifestasi lemas. Bila keadaan ini terjadi
secara terus menerus maka dapat menyebabkan hilangnya kesadaran.
Untuk kasus gagal nafas dilihat dari grafik mean ± 2 SE, dapat dilihat
hasil pada perlakuan dosis 0.468 mg/kgBB dan perlakuan dosis 3.279 mg/kgBB
didapatkan hasil waktu munculnya gejala efek toksik berupa gagal nafas lebih
lama jika dibandingkan dengan kelompok kontrol KCN, kontrol aquadest, kontrol
tiosulfat, sedangkan pada dosis 22.96 mg/kgBB terjadi penurunan waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
munculnya gejala efek toksik (lebih cepat terjadi) hilang kesadaran sedangkan
pada kelompok perlakuan dosis 160.720 mg/kgBB tidak ditemukan adanya
manifestasi gejala efek toksik berupa gagal nafas.
tiosulfatdosis
160,720mg/Kg
tiosulfatdosis 22,960
mg/Kg
tiosulfatdosis 3,279
mg/Kg
tiosulfatdosis 0,468
mg/Kg
kontroltiosulfat160,720mg/Kg
kontrolsianida 26
mg/Kg
kontrolaquades
800.00
600.00
400.00
200.00
0.00Mea
n re
rata
_wak
tu_g
agal
_naf
as_d
alam
_det
ik
Gambar 3. Grafik rerata ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa gagal nafas Keterangan : X = 0.00 artinya kejang tidak terjadi
Maka dapat disimpulkan, adanya tiosulfat disini dapat memperbaiki
bahkan sampai menghilangkan gejala efek toksik yaitu gagal nafas, maka tiosulfat
disini bisa dikatakan sangat berpotensi sebagai antidotum untuk keracunan sianida
karena dapat menurunkan waktu terjadinya gejala efek toksik keracunan sianida
khusus nya gagal nafas.
Pada keracunan sianida salah satu gejala yang timbul adalah gagal nafas.
Terjadinya gagal nafas diakibatkan karena terjadi hipoksia pada tingkat sel.
Hipoksia terjadi karena terhambatnya rantai transport elektron dari sitokrom
oksidase ke molekul oksigen pada bagian sitokrom a3 pada mitokondria.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Tabel V. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik gagal nafas
Kontrol aquadest
Kontrol sianida
(26 mg/Kg)
Kontrol Na-
tiosulfat (160.7200 mg/Kg)
Sianida + Na
tiosulfat 0,468 mg/kg
BB
Sianida + Na
tiosulfat 3.279 mg/kg
BB
Sianida + Na
tiosulfat 22.960 mg/kg
BB
Sianida + Na
tiosulfat 160.720 mg/kg
BB Kontrol aquadest BB BTB BB BB BB BTB
Kontrol sianida
(26 mg/Kg)
BB BB BTB BTB BTB BB
Kontrol Na-
tiosulfat (160.720 mg/Kg)
BTB BB BB BB BB BTB
Sianida + Na
tiosulfat 0,468 mg/kg
BB
BB BTB BB BTB BTB BB
Sianida + Na
tiosulfat 3.279 mg/kg
BB
BB BTB BB BTB BTB BB
Sianida + Na
tiosulfat 22.960 mg/kg
BB
BB BTB BB BTB BTB BB
Sianida + Na
tiosulfat 160.720 mg/kg
BB
BTB BB BTB BB BB BB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Gejala gagal nafas juga ditunjukkan adanya penebalan septum
interalveolaris pada kelompok kontrol KCN dosis 26 mg/kgBB, kelompok kontrol
Na2S2O3 dosis 160,720 mg/kgBB, dan kelompok perlakuan dosis 0,468
mg/kgBB dan 3,279 mg/kgBB dari hasil analisis histopatologi. Penebalan septum
interalveolaris mengakibatkan berkurangnya jumlah oksigen yang masuk ke
alveolus. Bila keadaan ini berlangsung terus menerus maka dapat menyebabkan
gagal nafas.
tiosulfatdosis
160,720mg/Kg
tiosulfatdosis 22,960
mg/Kg
tiosulfatdosis 3,279
mg/Kg
tiosulfatdosis 0,468
mg/Kg
kontroltiosulfat160,720mg/Kg
kontrolsianida 26
mg/Kg
kontrolaquades
600.00
400.00
200.00
0.00
-200.00
Mea
n r
erat
a_w
aktu
_kej
ang
_dal
am_d
etik
Gambar 4. Grafik rerata ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa kejang Keterangan : X = 0.00 artinya kejang tidak terjadi atau tidak teramati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Tabel VI. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik kejang
Kontrol aquadest
Kontrol sianida
(26 mg/Kg)
Kontrol Na-
tiosulfat (160.7200 mg/Kg)
Sianida + Na
tiosulfat 0,468 mg/kg
BB
Sianida + Na
tiosulfat 3.279 mg/kg
BB
Sianida + Na
tiosulfat 22.960 mg/kg
BB
Sianida + Na
tiosulfat 160.720 mg/kg
BB Kontrol aquadest BB BTB BTB BTB BTB BTB
Kontrol sianida
(26 mg/Kg)
BB BB BB BB BB BB
Kontrol Na-
tiosulfat (160.720 mg/Kg)
BTB BB BTB BTB BTB BTB
Sianida + Na
tiosulfat 0,468 mg/kg
BB
BTB BB BTB BTB BTB BTB
Sianida + Na
tiosulfat 3.279 mg/kg
BB
BTB BB BTB BTB BTB BTB
Sianida + Na
tiosulfat 22.960 mg/kg
BB
BTB BB BTB BTB BTB BTB
Sianida + Na
tiosulfat 160.720 mg/kg
BB
BTB BB BTB BTB BTB BTB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Untuk kasus gejala efek toksik kejang dapat dibahas secara global sesuai
yang tercantum pada grafik mean ± 2 SE, maka hasil waktu munculnya gejala
efek toksik berupa kejang hanya ditemukan pada kelompok kontrol sianida dan
kelompok perlakuan dosis 22.960 mg/kgBB, sedangkan pada kelompok perlakuan
dosis 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 160.720 mg/kgBB dan kelompok kontrol
aquadest dan kontrol tiosulfat tidak ditemukan adanya manifestasi gejala efek
toksik berupa kejang. Maka dapat dikatakan bahwa antidot tiosulfat disini dapat
menurunkan gejala efek toksik kejang dan pada kontrol tiosulfat dosis yang
tertinggi tidak menimbulkan manifestasi efek toksik berupa kejang jadi bisa
dikatakan bahwa na-tiosulfat disini cukup aman digunakan sebagai terapi
antidotum sianida.
Salah satu gejala yang muncul pada keracunan sianida adalah kejang.
Kejang disebabkan karena keadaan depolarisasi yang terus menerus di dalam sel.
Sianida menghambat transfer elektron pada rantai transfer elektron didalam
mitokondria sehingga menyebabkan kegagalan sintesis ATP. ATP digunakan
untuk menggerakan transporter ion seperti Na+, K+-ATPase dalam membran
plasma, Ca2+-ATPase didalam plasma dan membran retikulum endoplasma, dan
H+-ATPase dalam membran lisosom. Karena ATP tidak terbentuk maka terjadi
penumpukan Na+ di dalam sel sehingga menyebabkan depolarisasi terus menerus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Tabel VII. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik mati
Kontrol aquadest
Kontrol sianida
(26 mg/Kg)
Kontrol Na-
tiosulfat (160.7200 mg/Kg)
Sianida + Na
tiosulfat 0,468 mg/kg
BB
Sianida + Na
tiosulfat 3.279 mg/kg
BB
Sianida + Na
tiosulfat 22.960 mg/kg
BB
Sianida + Na
tiosulfat 160.720 mg/kg
BB Kontrol aquadest
BB BTB BB BB BB BTB
Kontrol sianida
(26 mg/Kg)
BB BB BB BB BTB BB
Kontrol Na-
tiosulfat (160.720 mg/Kg)
BTB BB BB BB BB BTB
Sianida + Na
tiosulfat 0,468 mg/kg
BB
BB BB BB BTB BTB BB
Sianida + Na
tiosulfat 3.279 mg/kg
BB
BB BB BB BTB BTB BB
Sianida + Na
tiosulfat 22.960 mg/kg
BB
BB BTB BB BTB BTB BB
Sianida + Na
tiosulfat 160.720 mg/kg
BB
BTB BB BTB BB BB BB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
tiosulfatdosis
160,720mg/Kg
tiosulfatdosis
22,960mg/Kg
tiosulfatdosis 3,279
mg/Kg
tiosulfatdosis 0,468
mg/Kg
kontroltiosulfat160,720mg/Kg
kontrolsianida 26
mg/Kg
kontrolaquades
100000.00
80000.00
60000.00
40000.00
20000.00
0.00
-20000.00
Mea
n r
erat
a_w
aktu
_mat
i_d
alam
_det
ik
Keterangan : X = 0.00 artinya rata-rata waktu kematian mencit sangat cepat X = 86400 artinya mencit sampai batas waktu pengamatan 1x 24 jam tidak
mengalami kematian
Gambar 5. Grafik rerata ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa mati
Untuk kasus mati, jika dilihat dari tabel IX jika dibandingkan dengan
kontrol aquadest maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dosis 160.720
mg/kgBB (kelompok VII) angka kematiannya paling kecil jika dibandingkan
dengan semua kelompok perlakuan dan kontrol KCN. Maka dapat diartikan
bahwa natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/kgBB dapat mengurangi angka
kematian hingga 100%. Jadi, natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/kgBB (kelompok
VII) dapat digunakan sebagai antidotum pada kasus keracunan sianida dosis 26
mg/kgBB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Diperkuat juga dengan hasil pada grafik mean ± SD maka dapat
dikatakan bahwa keberadaan natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/kgBB (kelompok
VII) dapat menurunkan bahkan sampai meniadakan adanya kematian karena efek
toksik dari sianida dapat diatasi dengan natrium tiosulfat sebagai terapi
antidotumnya pada hewan uji mencit.
Dari beberapa keterangan mengenai tabel V, VI, VII, dan VIII diatas
maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada pemberian natrium tiosulfat dosis
0.468 mg/KgBB secara intraperitoneal untuk mengatasi keracunan sianida belum
dapat mengatasi efek toksik dari sianida. Gejala efek toksik seperti jantung
berdebar, hilang kesadaran dan gagal nafas masih muncul, serta waktu
kematiannya juga singkat. Pada dosis tersebut natrium tiosulfat keberadaannya
tidak atau belum berpotensi sebagai antidotum sianida.
Pada kelompok perlakuan KCN dosis 26 mg/kgBB + natrium tiosulfat
dosis 3.279 mg/KgBB (kelompok V) secara intraperitoneal untuk mengatasi
keracunan sianida belum dapat mengatasi efek toksik dari sianida. Gejala efek
toksik seperti jantung berdebar, hilang kesadaran dan gagal nafas masih muncul,
serta waktu kematiannya juga singkat meskipun sedikit lebih lama dibanding
dengan dosis natrium tiosulfat 0.468 mg/KgBB. Sehingga pada dosis tersebut
natrium tiosulfat keberadaannya tidak atau belum berpotensi sebagai antidotum
sianida.
Pada kelompok perlakuan KCN dosis 26 mg/kgBB + natrium tiosulfat
dosis 22.960 mg/KgBB (kelompok VI) secara intraperitoneal untuk mengatasi
keracunan sianida belum dapat mengatasi efek toksik dari sianida. Gejala efek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
toksik seperti jantung berdebar, hilang kesadaran, gagal nafas dan kejang masih
muncul, serta waktu kematiannya sama dengan dosis natrium tiosulfat 3.279
mg/KgBB, sehingga dapat disimpulkan pada dosis tersebut natrium tiosulfat
keberadaannya sedikit berpotensi sebagai antidotum sianida.
Dari tabel V, VI, VII, VIII dan IX, dapat dikatakan bahwa pemberian
natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB secara intraperitoneal dapat mengatasi
keracunan sianida. Meskipun beberapa gejala efek toksik dari sianida masih
muncul, seperti jantung berdebar, tapi waktu timbulnya jantung berdebar lebih
lama dan hilang kesadaran. Tetapi dapat mengatasi terjadinya kematian.
Keracunan sianida dosis 26 mg/KgBB secara oral ternyata baru dapat
diatasi dengan terapi pemberian antidotum natrium tiosulfat dosis 3.279
mg/KgBB secara intraperitoneal pada mencit. Hasil ini ditunjukkan dengan
keterbalikannya efek toksik yang muncul akibat pemberian sianida dosis 26
mg/KgBB mencit. Terjadinya gejala efek toksik berupa hilangnya kesadaran dan
gagal nafas sempat muncul pada beberapa hewan uji mencit. Tetapi secara
terbalikkan kesadaran mencit kembali ke normal sesaat setelah pemberian
antidotum natrium tiosulfat dosis 3.279 mg/KgBB secara intraperitoneal. Dari 6
hewan uji 4 mati sehingga respon kematian yang ditimbulkan sebanyak 66.67 %.
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa pada dosis 3.279 mg/kgBB
dan 22.960 mg/kgBB kurang optimal dalam penawaracunan sianida maka
diperlukan adanya kombinasi dengan antidot sianida yang lain, seperti natrium
nitrit, EDTA, vitamin 12a. Dari hasil pengamatan gejala keracunan sianida selalu
disertai dengan adanya kejang sehingga bila diberikan tambahan antikonvulsan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
seperti diazepam maka diharapkan dapat mengurangi manifestasi kejang yang
timbul sehingga diharapkan dapat mengurangi angka kematian. Prinsip asas utama
penatalaksanaan keracunan dalam hal ini terhadap sianida 26 mg/KgBB adalah
cepat penanganan (antidotum diberikan sesaat) dan tepat antidotum (natrium
tiosulfat) dan tepat jalur pemejanan (intraperitoneal) sangat menentukan
keberhasilan terapi keracunan di samping pemilihan strategi terapi antidotumnya,
sehingga natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/kgBB pada kondisi tersebut dapat
dinyatakan mempunyai potensi sebagai antidotum sianida dosis 26 mg/KgBB
peroral pada mencit.
Mekanisme aktivitas antidotum natrium tiosulfat
Rhodanese
Na2S2O3 + CN- --> SCN- + Na2S2O3
Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya
menjadi tiosianat oleh rhodanese, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti
beta-merkaptopiruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Reaksi ini
memerlukan sumber sulfan sulfur, tetapi penyedia endogen substansi ini terbatas.
Keracunan sianida merupakan proses mitokondrial dan penyaluran intravena
sulfur hanya akan masuk ke mitokondria secara perlahan. Sedangkan natrium
tiosulfat mungkin muncul sendiri pada kasus keparahan ringan sampai sedang,
sebaiknya diberikan bersama antidot lain dalam kasus keracunan parah. Ini juga
merupakan pilihan antidot saat diagnosis intoksikasi sianida tidak terjadi,
misalnya pada kasus penghirupan asap rokok. Natrium tiosulfat diasumsikan
secara intrinsik nontoksik tetapi produk detoksifikasi yang dibentuk dari sianida,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
tiosianat dapat menyebabkan toksisitas pada pasien dengan kerusakan ginjal.
Pemberian natrium tiosulfat 12,5 g i.v. biasanya diberikan secara empirik jika
diagnosis tidak jelas (Olson, 1994).
Gambar 6. Pengubahan cyanmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodhanase dan tiosulfat (Cyanide Toxicity Review, 2003)
Meskipun demikian gejala efek toksik pada beberapa kelompok hewan
uji pada penelitian ini banyak yang tidak teramati, bisa disebabkan oleh karena
cepatnya terjadi kematian hewan uji tanpa melewati/memperlihatkan tanda-tanda
gejala keracunan sianida, atau ada beberapa kelompok yang masih bertahan hidup
hingga waktu pengamatan selesai (24 jam). Indikator keterbalikkan efek toksik
sebagai upaya penyelamatan subyek uji mencit dari keracunan merupakan salah
satu keberhasilan antidotum natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB dengan
pemberian secara intraperitonial dalam menawaracunkan sianida. Hal ini sesuai
sifatnya di mana saat kadar racun sianida habis, reseptor kembali, artinya apabila
sianida dosis 26 mg/KgBB dalam tubuh sudah menurun bahkan sudah habis,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
maka reseptor yang mulanya berikatan dengan sianida akan kembali ke reseptor
semula dan berfungsi seperti semula. Efek toksik juga cepat kembali normal, di
mana sianida dosis 26 mg/KgBB peroral sangat cepat menimbulkan efek toksik,
namun secara cepat normal kembali atau sangat cepat pergi dari reseptor sasaran
dengan adanya antidotum natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB secara
intraperitoneal. Sifat terbalikkan terakhir yang mendukung keberhasilan terapi
keracunan sianida tersebut adalah terapi antidotum tergantung dosis di mana pada
dosis 160.720 mg/KgBB intraperitoneal sangat efektif sebagai antidotum sianida
dosis 26 mg/KgBB dengan pemejanan secara peroral.
Gambar 7. Kurva hipotesis yang melukiskan hubungan antara kadar racun di dalam darah atau di tempat aksi lawan waktu dengan strategi terapi keracunan mempercepat eliminasi.
Potensi natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB intraperitoneal pada
mencit terbukti merupakan salah satu metode mempercepat eliminasi. Proses
eliminasi terdiri dari proses metabolisme dan ekskresi. Natrium tiosulfat bekerja
dengan mempercepat perubahan sianida dengan bantuan rhodanase menjadi
tiosianat [SCN]- yang bersifat kurang toksik. Selain itu, tiosianat berbentuk ion
sehingga dapat lebih mudah untuk diekskresikan. Hal ini dapat mempercepat
KTM
t
Cp
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
keluarnya sianida dari tubuh. Seperti yang tampak pada gambar 17. garis putus-
putus menunjukkan keadaan awal, sebelum adanya percepatan eliminasi. Setelah
adanya percepatan eliminasi maka waktu eliminasinya menjadi lebih cepat (kurva
bergeser ke kiri) dan toksisitasnya juga menjadi berkurang (daerah di atas KTM
menjadi lebih kecil).
D. Pemeriksaan Histopatologi
Pengamatan fisik terhadap gejala toksik yang mungkin timbul dilakukan
sampai 1x 24 jam. Oleh karena tidak terjadi kematian pada hewan uji maka pada
1x 24 jam maka hewan uji dikorbankan dengan cara dekapitasi yaitu menarik
kepala dan ekor dari tubuhnya untuk diambil organnya. Pengambilan organ juga
dilakukan pada hewan uji (cadangan) 24 jam setelah pemberian sianida dan
natrium tiosulfat. Organ yang diambil meliputi ginjal, usus halus, lambung, hati,
paru-paru, jantung.
Pengamatan secara makroskopis juga dilakukan untuk melihat perubahan
morfologi pada setiap organ dari setiap kelompok perlakuan. Dari pengamatan
makroskopis setelah hewan uji di-nekropsi, terlihat bahwa tidak terjadi perubahan
morfologi pada setiap organ dari setiap kelompok perlakuan. Setelah dilakukan
pengamatan makroskopis, maka dilanjutkan dengan pengamatan mikroskopis dari
setiap organ untuk melihat terjadinya kerusakan organ, pengamatan mikroskopis
berupa pengamatan preparat organ dari setiap kelompok perlakuan yang telah
dibuat preparat histopatologi dengan pengecatan hematoksilin-eosin, hasil
pengamatan yang berupa pengamatan histopatologi organ menunjukkan terjadinya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
perubahan pada beberapa organ dari masing-masing kelompok perlakuan
dibandingkan dengan kontrol. Perubahan organ dapat dilihat pada tabel VIII.
Beberapa kerusakan jaringan yang timbul akibat keracunan sianida
adalah : hiperemia, keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan didalam
pembuluh darah pada daerah tertentu. Jika dilihat dengan mata telanjang, maka
daerah jaringan atau organ yang mengalami hiperemi berwarna lebih merah
(ungu) karena bertambahnya darah didalam jaringan. Secara mikroskopis kapiler-
kapiler dalam jaringan hiperemia melebar dan penuh berisi darah. Pada dasarnya
terdapat dua mekanisme di mana kongesti dapat timbul : (1) kenaikan jumlah
darah yang mengalir ke daerah atau (2) penurunan jumlah darah yang mengalir
dari daerah; hemorhagie, keluarnya darah dari sitem kardiovaskular, disertai
penimbunan dalam jaringan atau ruang tubuh atau disertai keluarnya darah dari
tubuh.
1. Hati
Organ hati pada kelompok kontrol KCN mengalami peradangan.
Peradangan terjadi karena adanya respon terhadap cedera dan kematian sel yang
merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Hal ini mungkin disebabkan karena
sianida menyebabkan hipoksia pada sel sehingga selnya mati.
Dapat dilihat pada kelompok kontrol KCN terdapat manifestasi
peradangan dan terdapat adanya hiperemi begitu juga pada kelompok kontrol
tiosulfat dan kelompok perlakuan I dan II, sedangkan pada kelompok perlakuan II
dan IV tidak terdapat adanya manifestasi peradangan dan tidak ditemui adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
hiperemi jadi dapat dikatakan bahwa kerusakan organ disini pada kelompok
perlakuan dapat membaik dengan meningkatnya dosis antidotumnya.
2. Ginjal
Organ eksresi yang penting adalah ginjal. Ginjal melakukan fungsi vital
sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh
dengan mengeksresikan solut dan air dalam tubuh, kalau kedua ginjal karena
sesuatu hal gagal melakukan fungsinya, maka kematian akan terjadi dalam waktu
3 sampai 4 minggu (Price dan Wilson, 1995).
Hasil pemeriksaan histopatologi organ ginjal menunjukkan bahwa pada
kelompok kontrol KCN terjadi kerusakan berupa hemorrhagi pada 24 jam. Pada
kelompok perlakuan I dan II pemberian senyawa racun KCN 26 mg/kgBB
kemudian ditambah dengan pemberian natrium tiosulfat berurutan dosis 0,468
mg/kgBB dan 3,279 mg/kg BB mengalami kerusakan ginjal yang hampir sama
dengan yang terjadi pada kontrol sianida yaitu terjadi manifestasi hemorrhagi. Hal
ini terjadi karena adanya proses peradangan.
3. Paru
Memegang peranan penting dalam proses respirasi. Paru berfungsi untuk
mengambil oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Apabila kondisi normal
ini terjadi maka akan mendukung kelancaran dalam proses respirasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Tabel VIII. Hasil Pemeriksaan histopatologi beberapa organ mencit akibat pemberian larutan KCN (sebagai senyawa racun) dan pada kelompok perlakuan diberikan larutan KCN kemudian diteruskan dengan pemberian senyawa antidotumnya, yaitu natrium tiosulfat.
Organ Kontrol KCN Kontrol Aquadest
Kontrol Na2S2O3
Perlakuan D1 Perlakuan D2 Perlakuan D3 Perlakuan D4
1. Ginjal Glomerolus dan tubulus normal, terjadi manifestasi haemorrhagie
Glomerolus dan tubulus dalam batas normal, tidak ada radang, tidak ada erosi
Glomerolus dan tubulus dalam batas normal
Glomerolus dan tubulusnya normal, terjadi manifestasi haemorrhagie
Glomerolus dan tubulusnya normal, terjadi manifestasi haemorrhagie
Glomerolus dan tubulus dalam batas normal
Glomerolus dan tubulus dalam batas normal dan ada hiperemi sedikit
2. Paru Alveoli dan bronkeoli dalam batas normal, septum interalveolaris menebal dan ada infiltrasi sel-sel radang
Alveoli dan bronkeoli dalam batas normal
Alveoli dan bronkeoli dalam batas normal, septum interalveolaris menebal dan ada infiltrasi sel-sel radang
Alveoli dan bronkeoli dalam batas normal, septum interalveolaris menebal dan ada infiltrasi sel-sel radang
Alveoli dan bronkeoli dalam batas normal, septum interalveolaris menebal dan ada infiltrasi sel-sel radang
Alveoli dan bronkeoli dalam batas normal
Alveoli dan bronkeoli dalam batas normal
3.Hati Hepatosit normal tersusun radier mengelilingi vena sentralis sel hepatosit dalam batas normal tampak
Hepatosit normal tersusun radier mengelilingi vena sentralis sel hepatosit dalam batas
Hepatosit normal tersusun radier mengelilingi vena sentralis sel hepatosit dalam batas normal tampak
Hepatosit normal tersusun radier mengelilingi vena sentralis sel hepatosit dalam batas normal tampak
Hepatosit normal tersusun radier mengelilingi vena sentralis sel hepatosit dalam batas normal tampak
Hepatosit normal tersusun radier mengelilingi vena sentralis sel hepatosit dalam batas
Hepatosit normal tersusun radier mengelilingi vena sentralis sel hepatosit dalam batas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
hiperemi lokal (derajat 2)
normal tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi peradangan
hiperemi lokal (derajat 2)
hiperemi lokal (derajat 1)
hiperemi lokal (derajat 2)
normal normal
4. Usus halus Fili intestinal nya mengalami erosi dan mukosanya tidak normal
Fili intestinal dan mukosa dalam batas normal, mukosa muskularis, serosa dan kelenjar nya juga normal,
Fili intestinal dan mukosa nya normal
Fili intestinal nya terdapat erosi sedikit , dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan (++)
Fili intestinal nya terdapat erosi , dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan (++)
Fili intestinal nya terdapat erosi , dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan (+)
Fili intestinal nya terdapat erosi sedikit , dan tapi masih tetap ada manifestasi peradangan (+)
5.Jantung Miokardium nya dalam batas normal
Miokardium nya dalam batas normal
Miokardium nya dalam batas normal
Miokardium nya dalam batas normal
Miokardium nya dalam batas normal
Miokardium nya dalam batas normal
Miokardium nya dalam batas normal
6. Lambung Aktivitas kelenjarnya meningkat, erosi mukosanya
Tunika mukosa muskularis normal, aktivitas kelenjarnya normal
Mukosa lambung erosi, aktivitas kelenjarnya meningkat
Mukosanya erosi
Mukosa lambung erosi (++) dan terdapat adanya manifestasi peradangan
Mukosa lambung mengalami erosi (+) aktivitas kelenjarnya meningkat
Mukosa lambung mengalami erosi (+)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
(a) (b) (c) (d)
(e) (f) (g)
Gambar 8. Gambaran histopatologi untuk organ hati mencit pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan :
a. KCN 26 mg/kgBB. A. hiperemi lokal derajat 2 (++).
b. Aquadest, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi peradangan.
c. Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. hiperemi lokal derajat 2 (++).
d. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. hiperemi lokal derajat 1 (+)
e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. hiperemi lokal derajat 2 (++).
f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi peradangan.
g. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi peradangan.
AA A
A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
organ paru juga mempunyai resiko tinggi terkena zat toksik karena berhubungan
langsung dengan lingkungan luar, kerusakan organ paru berupa penebalan septa
alveoli dan terdapat adanya manifestasi sel-sel radang. Selain terjadi pada
kelompok kontrol KCN 26 mg/kgBB juga terjadi pada kelompok perlakuan I dan
II. Kerusakan tersebut tidak meningkat seiring dengan meningkatnya dosis
natrium tiosulfat. Bila dibandingkan dengan kelompok kontrol, adanya zat
antidotum natrium tiosulfat dapat memicu penurunan kerusakan pada organ paru
sehingga keadaan organ menjadi semakin membaik.
Pada penebalan septa alveoli ditemukan adanya sel-sel radang dan sel-sel
darah merah. Hal tersebut menunjukkan adanya respon terjadinya peradangan.
Pada daerah yang meradang terjadi peningkatan aliran darah dan pembuluh darah
menjadi lebih permeabel. Hal tersebut mendorong keluarnya sel-sel darah merah
yang disebut hemorrhagi, kondisi tersebut menyebabkan alveoli sukar
berkontraksi. Apabila septa semakin tebal maka daya tampung alveoli terhadap
oksigen akan semakin berkurang sehingga akan mengganggu suplai oksigen. Hal
ini menyebabkan pertukaran udara terganggu. Apabila gangguan pada organ ini
semakin parah bisa menyebabkan terjadinya dispnea, dispnea dapat terjadi karena
adanya gangguan pertukaran antara oksigen dengan karbondioksida akibat adanya
rangsang atau kerusakan pada organ pernafasan sehingga terjadi peningkatan
kerja pernafasan akibat meningkatnya resistensi elastik paru. Hal tersebut terjadi
karena hewan berusaha mengkompensasi ketersediaan oksigen didalam alveoli.
Apabila kondisi ini semakin parah, kemungkinan akan menyebabkan kematian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
(a) (b) (c) (d)
(e) (f) (g)
Gambar 9. Gambaran histopatologi untuk organ ginjal mencit pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan :
a. KCN 26 mg/kgBB. A. haemorrhagie.
b. Aquadest
c. Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB
d. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. haemorrhagie.
e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. haemorrhagie.
f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB.
g. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3dosis 160.720 mg/kg BB. A. hiperemi
A A
A A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Dispnea atau sesak nafas merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar
(Price& Wilson, 1995 ).
4. Jantung
Organ jantung merupakan organ yang sangat vital dan memegang
peranan penting didalam tubuh makhluk hidup. Jantung bertanggung jawab
terhadap sistem sirkulasi didalam tubuh. Apabila terjadi gangguan pada organ ini
maka sirkulasi darah didalam tubuh menjadi tidak lancar. Dalam penelitian ini
organ jantung masih dalam batas normal baik dalam pembedahan 3 jam dan
pembedahan 24 jam setelah dipejani KCN dosis 26 mg/kgBB dan pada kelompok
perlakuan yang dipejani KCN dosis 26 mg/kg BB kemudian dilanjutkan dengan
senyawa antidotumnya yaitu natrium tiosulfat berurutan dengan dosis 0,468
mg/kg BB, 3.279 mg/kg BB, 22,960 mg/kg BB, 160.720 mg/kgBB tidak
menyebabkan kelainan pada organ jantung, artinya pemberian sianida dan natrium
tiosulfat disini tidak mempengaruhi organ jantung, kemungkinan organ ini normal
karena percobaan yang peneliti lakukan adalah termasuk uji akut jadi belum
tampak adanya kerusakan pada ogan jantung ini.
5. Usus halus
Organ usus berperan dalam pencernaan makanan. Makanan yang telah
dicerna di lambung kemudian masuk ke organ usus. Hasil pencernaan yang sudah
dianggap cukup di usus kemudian diserap melalui kapiler-kapiler darah dan
pembuluh limfe. Pada penelitian ini kelompok kontrol KCN dosis 26 mg/kgBB
menunjukkan organ usus tidak normal karena fili intestinal nya mengalami erosi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
(a) (b) (c) (d)
(e) (f) (g)
Gambar 10. Gambaran histopatologi untuk organ paru mencit akibat pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan:
a. KCN 26 mg/kgBB, alveoli dan bronkeoli dalam batas normal. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang.
b. Aquadest
c. Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang.
d. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang.
e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang.
f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB,
g. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3dosis 160.720 mg/kgBB
AB AB
A
B A
B
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
(a) (b) (c) (d)
(e) (f) (g)
Gambar 11. Gambaran histopatologi untuk organ jantung mencit akibat pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan :
a. KCN 26 mg/kgBB, miokardium dalam batas normal.
b. Aquadest, miokardium dalam batas normal.
c. Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal.
d. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3dosis 0,468 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal.
e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal.
f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal.
g. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kgBB, miokardium dalam batas normal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
(a) (b) (c) (d)
(e) (f) (g)
Gambar 12. Gambaran histopatologi untuk organ usus halus mencit akibat pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam,Perlakuan :
a. KCN 26 mg/kgBB. A. fili intestinal erosi dan mukosanya tidak normal.
b. Aquadest, fili intestinal dan mukosa dalam batas normal, mukosa muskularis, serosa dan kelenjar nya juga normal.
c. Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi dan mukosanya tidak normal.
d. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi sedikit, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 2 (++).
e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi sedikit, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 2 (++).
f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 1 (+).
g. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 1 (+).
A A A
A A A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
dan mukosanya tidak normal. Demikian pula terjadi pada kelompok perlakuan I-
IV organ usus masih dalam keadaan tidak normal masih terdapat erosi dan
terdapat manifestasi peradangan, peningkatan dosis senyawa antidotum
menurunkan manifestasi terjadinya peradangan.
Pada kelompok kontrol KCN 26 mg/kg BB. Pada pembedahan sesaat
setelah kematian terjadi perubahan organ berupa erosi fili. Fili terdapat di
permukaan lumen usus halus yang mempunyai sejumlah lipatan mukosa. Fili
berfungsi sebagai tempat penyerapan. Luas permukaan fili sangat besar sehingga
terjadi peningkatan proses absorpsi didaerah ini. Apabila terjadi erosi fili maka
proses penyerapan makanan ke kapiler-kapiler darah akan mengalami penurunan.
Peningkatan erosi fili terjadi pada kelompok perlakuan I dan kelompok
II, tetapi lebih parah pada kelompok perlakuan II, hal itu kemungkinan
disebabkan karena semakin menurunnya dosis senyawa antidotum yang
dipejankan kepada hewan uji kelompok tersebut. Sedangkan pada kelompok
perlakuan dosis 22.960 mg/kgBB dan 160.720 mg/kgBB tetap ditemukan adanya
manifestasi peradangan tapi tingkat keparahannya lebih sedikit/turun daripada
kelompok 0.468 mg/kgBB dan 3.279 mg/kgBB, hal ini kemungkinan karena
dengan peningkatan pemberian dosis senyawa antidotum maka kerusakan organ
khususnya usus halus ini menjadi semakin tidak parah, atau dapat juga dikatakan
kerusakan ini bersifat reversible.
6. Lambung
Lambung berperan didalam pencernaan makanan. Setelah makanan
masuk melalui mulut dan dilanjutkan ke esophagus, makanan akan berkumpul di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
lambung dan dengan gerakan peristaltik serta sekresi kelenjar, lambung akan
bekerja mengadakan pencernaan. Pada kelompok kontrol aquadest, tidak
ditemukan adanya kelainan pada organ lambung, organ lambung masih terlihat
normal. Seperti pada organ usus, organ lambung juga mengalami kelainan mulai
dari kelompok kontrol KCN dosis 26 mg/kg BB, kelompok kontrol natrium
tiosulfat dosis 160,720 mg/kgBB dan empat kelompok perlakuan. Organ ini
mengalami kelainan berupa erosi epitel. Hal tersebut kemungkinan disebabkan
karena pemejanan larutan KCN pada dosis 26 mg/kgBB dapat menimbulkan
iritasi pada epitel lambung. Untuk melindungi permukaan terhadap iritasi lebih
lanjut, lambung meningkatkan sekresi mukus, hal ini terbukti dengan
meningkatnya aktivitas kelenjar Brunner dan sel goblet yang menghasilkan mukus
yang berguna untuk melapisi epitel usus dari bahan-bahan yang bersifat iritatif,
kerusakan paling parah terlihat pada kelompok perlakuan II dengan derajat erosi
mukosa ditunjukkan dengan derajat II.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
(a) (b) (c) (d)
(e) (f) (g)
Gambar 13. Gambaran histopatologi untuk organ lambung mencit akibat pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan hematoksis lin-eosin pembedahan 24 jam,perlakuan:
a. KCN 26 mg/kgBB, aktivitas kelenjarnya meningkat, erosi mukosanya.
b. Aquadest, tunika mukosa muskularis normal, aktivitas kelenjarnya normal.
c. Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB, mukosa lambung erosi, aktivitas kelenjarnya meningkat.
d. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. mukosa erosi.
e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. mukosa lambung erosi (++) dan terdapat adanya manifestasi peradangan.
f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB. A. mukosa lambung erosi (+) aktivitas kelenjarnya meningkat.
g. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. mukosa lambung erosi (+).
A
A AA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
BAB V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data, analisis statistik dan evaluasi hasil penelitian yang
telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa potensi natrium tiosulfat sebagai
antidotum keracunan sianida pada mencit jantan galur Swiss adalah :
1. Dosis efektif natrium tiosulfat untuk terapi antidotum keracunan sianida
adalah 160,720 mg/kgBB.
2. Wujud penawaracunan sianida oleh natrium tiosulfat secara pengamatan fisik
gejala efek toksik ditunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan natrium
tiosulfat dosis 160.720 mg/kgBB terjadi jantung berdebar 50%, hilang
kesadaran 50%, gagal nafas 0%, kejang 0%, mati 0%, wujud kerusakan
struktural ditunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan dosis 160.720
mg/kgBB pada organ hati normal, pada organ ginjal terdapat manifestasi
hiperemi, pada organ paru normal, pada organ usus halus terdapat erosi dan
terdapat manifestasi peradangan derajat keparahan 1 (+), pada organ jantung
normal, pada organ lambung terdapat erosi derajat keparahan 1 (+) pada
lapisan mukosanya, sifat penawaracunan sianida secara struktural oleh
natrium tiosulfat adalah terbalikkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji daya antidotum
natrium tiosulfat ditambah dengan pemberian zat anti kejang mengingat bahwa
biasanya kasus keracunan sianida diperantarai dengan adanya kejang sehingga
diperlukan adanya penambahan senyawa anti kejang disini untuk mengurangi
terjadinya gejala efek toksik yang memperantarai terjadinya keracunan sianida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
DAFTAR PUSTAKA
Alarie Y., 1985, The toxicity of smoke from polymeric materials during thermal decomposition. Am Rev Pharmacol Toxicol, 25 : 325-347, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Anderson RA & Harland WA., 1982, Fire deaths in the Glasgow area.III. The role of hydrogen cyanide. Med Sci Law, 22 : 35-37, In http://www.inchem.org /documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Ann P.R., 2005, Sodium thiosulfate for acute Cyanide poisoning : study in a rat model, In http://www.medscape.com/medline/abstract/15976683, diakses tanggal 15 juni 2008
Anon ., 1978, Controlled intravascular sodium nitroprusside treatment. Br Med J,
6140: 784-785, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot /ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Anonim, 1987a, Anatomi dan Fisiologi Modul Swa-Instruksional Sistem Pernafasan dan Sistem Kardiovaskular, diterjemahkan oleh Andy Santosa Augustinus, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Anonim, 1987b, Anatomi dan Fisiologi Modul Swa-Instruksiona l Sistem Perkemihan dan Sistem Pencernaan, diterjemahkan oleh Andy Santosa Augustinus, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Anonim, 2000, Gali Data : Sianida, http://www.minergynews.com/forum.shtml, diakses pada 28 September 2007
Atkins D ,1977, Cyanide toxicity following nitroprusside-induced hypotension. Can Anaesth Soc J, 24: 651-660, In http://www.inchem.org/documents/ antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Berlin AM, 1971, The treatment of cyanide poisoning in children. Pediatrics, 46: 793, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Birky MM, Halpin BM, Caplan YH, Fisher RS, Mc Allister JM, & Dixon AM, 1979, Fire Fatality study. Fire mater, 3 : 211-217, In http://www .inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Blanc, P., Hogan, M., Malin, K., Hryhorczuk, D., Hessl, S., & Bernard, B., 1985, Cyanide intoxication among silver reclaiming workers, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 28 September 2007
Blaschle TE & Melmon KL., 1980, Antihypertensive agents and the drug therapy of hypertension. In: Goodman LS & Gilma A ed. The pharmacological basis of therapeutics. New York, MacMillan Publishing Co., vol 6, pp 807-808, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Bucht H., 1949, On the tubular secretion of thiosulfate and creatinine under the influence of caronamide. Scand J Clin Lab Invest, 1: 270-276, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Burrows GE & Way JL, 1976, Antagonism of cyanide toxicity by phenoxybenzamine. Fed Proc, 35: 533, In http://www.inchem.org/ documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Cardozo RH & Edelman IS, 1952, The volume of distribution of sodium thiosulfate as a measure of the extracellular fluid space. J Clin Invest, 31: 280-290, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Chen KK, Rose CL, & Clowes GHA., 1934, Comparative values of several antidotes in cyanide poisoning. Am J Med Sci, 188: 767, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Chen KK, Rose CL, & Clowes GHA., 1944, The modem treatment of cyanide poisoning, J Indiana Med Assoc, 37 : 344-350, In http://www.inchem. org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Chen KK, Rose CL, & Clowes GHA., 1933, Methylene blue, nitrites and sodium thiosulfate againts cyanide poisoning. Proc Soc Exp Biol Med, 31 : 250-252, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Chen KK & Rose CL., 1952, Nitrite and thiosulfate therapy in cyanide poisoning. J Am Med Assoc, 149: 113-119, In http://www.inchem.org/documents/ antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Clark CJ, Campbell D, & Reid WH., 1983, Blood carboxyhaemoglobin and cyanide levels in fire survivors. Lancet, 1 :1332-1335, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Conn EE, 1973, Cyanogenic glucosides (Committee on Food Protection, Food and Nutrition Board, National Research Council). In: Toxicants occurring naturally in foods, 2nd ed. Washington, DC, National Academy of Sciences, pp 299-308, In http://www.inchem.org/documents/antidot/ antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Cook RD & Coursey DB., 1981, Cassava: a major cyanide-containing food crop. In: Vennesland B, Conn E, Knowles CJ, Westley J, & Wissing F ed. Cyanide in biology. New York, London, Academic Press, pp 11-28, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Crompton M, Palmieri F, Capano M, & Quagliariello E, 1974, The transport of thiosulphate in rat liver mitochondria. FEBS Lett, 46: 247-250, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Darby PW & Wilson J., 1967, Cyanide, smoking, and tobacco amblyopia. Observations on the cyanide content of tobacco smoke. Br J Ophthalmol, 51: 336-338, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02 .htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Dennis DL & Fletcher WS., 1966, Toxicity of sodium thiosulfate (NCS-45624), a nitrogen mustard antagonist, in the dog, Cancer Chemother Rep, 50: 255-257, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Domalski CA, Kolb LC, & Hines EA., 1953, Deleterious reactions secondary to thiocyanate therapy of hypertension. Proc Mayo Clin, 28: 272-280, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Done AK., 1961, Cyanide antidotes. In clinical pharmacology of systemic antidotes. Clin Pharmacol Ther, 2: 765-768, In http://www.inchem.org/ documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Edwards AC & Thomas IC, 1978, Cyanide poisoning. Lancet, 1: 92, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
El Ghawabi SH, Gaafar MA, El Saharti AA, Ahmed SH, Malash KK, & Fares R, 1975, Chronic cyanide exposure, a clinical, radio isotope and laboratory study. Br J Ind Med, 32: 215-219, In http://www.inchem.org/documents/ antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
European Pharmacopoeia, 1980, 2nd ed. Sainte-Ruffine, France, Maisonneuve S.A, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Foulks J, Brazeau P, Koelle ES, & Gilman A., 1952, Renal secretion of thiosulfate in the dog. Am J Physiol, 168: 77-85, In http://www.inchem.org/ documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Fukumoto Y, Nakajimo H, Uetake M, Matusyama A, & Yoshida T, 1957, A study on the sense of smell with respect to potassium cyanide solution and its hereditary transmission. Jpn J Hum Genet, 2: 7-16, In http://www.inchem .org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Ganong, W.F., 1995, Buku Ajar Fisio logi Kedokteran (Review of medical Physiology), Edisi 14, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Garvin CF., 1939, The fatal toxic manifestations of the thiocyanates. J Am Med Assoc, 112: 1125-1127, In http://www.inchem.org/documents/antidot/ antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Gilman A, Philips S, & Koelle ES., 1946, The renal clearance of thiosulfate with observations on its volume of distribution, Am J Physiol, 146: 348-357, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Goldfrank L, Bresnitz EA, Weisman RS, & Lewin NA., 1984, The inhaled agents and other disorders of oxygen transport. In: Hanson W Jr ed. Toxic emergencies. New York, Churchill Livingstone, pp 204-211, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Goldstein F & Rieders F, 1953, Conversion of thiocyanate to cyanide by an erythrocytic enzyme. Am J Physiol, 173: 287-290, In http://www.inchem. org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Gosselin RE, Smith RP, & Hodge HC., 1984, Cyanide. In: Clinical toxicology of commercial products. Baltimore, London, Williams & Wilkins Co., pp 123-130, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Graham DL, Laman D, Theodore J, & Robin ED., 1977, Acute cyanide poisoning complicated by lactic acidosis and pulmonary edema. Arch Intern Med, 137: 1051, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02 .htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Grant WM, 1980, The peripheral visual system as a target. In: Spencer PS & Schaumberg HH ed. Experimental and clinical neurotoxicology. Baltimore, London, Williams & Wilkins Co., pp 77-91, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Grant WM., 1986, Toxicology of the eye, 3rd ed. Springfield, Illinois, Charles C. Thomas, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Hager HHJ., 1977, [Hager's manual of pharmaceutical practice.] Berlin, Heidelberg, New York, Springer-Verlag, In http://www.inchem.org/ documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Healy JC., 1931, Therapeutics and toxicology of sulfocyanates. New Engl J Med, 205: 5481-5583, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Henry, J.A., H.M., Wiseman, 1997, Management of Poisoning : A handbook for health care workers, World Health Organization, Geneva
Hilmann B, Bardham, KD, & Bain JTB., 1974, The use of dicobalt edentate (Kelocyanor) in cyanide poisoning. Postgrad Med J, 50: 171-174, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Himwich WA & Saunders JP., 1948, Enzymatic conversion of cyanide to thiocyanate. Am J. Physiol, 153: 348-354, In http://www.inchem.org/ documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Höbel M, Kreye VAW, & Pill J., 1978, Effect of sodium nitroprusside alone and in combination with sodium thiosulfate on the acid-base balance, and on thiocyanate and iron plasma levels in the rabbit, Klin Wochenschr, 56(suppl 1): 147-152, In http://www.inchem.org/documents/antidot/ antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
IUPAC, 1969, Dissociation constants of inorganic acids and bases in aqueous solution. Oxford, United Kingdom, International Union of Pure and Applied Chemistry, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot /ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Ivankovich AD, Braverman B, Kanuru RP, Heyman HJ, & Paulissian R., 1980, Cyanide antidotes and methods of their administration in dogs: a comparative study. Anaesthesiology, 52: 210-216), In http://www.inchem. org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Jacobs K., 1984, [Report on experience with the administration of 4-DMAP in severe prussic acid poisoning. Consequences for medical practice.] Zentralbl Arbeitsmed, 34: 274-277 (in German), In http://www. inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Kalmus, H., & Hubbard, D.J., 1960, The chemical senses in health and disease, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 28 September 2007
Kalyanaraman UP, Kalyanaraman K, & Cullinan SA, 1983, Neuropathy of cyanide intoxication due to "laetrile" (amygdalin). Cancer, 51: 2126-2133, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Kessler DL & Hines LE., 1948, Hazards of thiocyanate therapy in hypertension. J Am Med Assoc, 138: 549-551, In http://www.inchem.org/documents/ antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Kirk RI & Stenhouse NS., 1953, Ability to smell solutions of potassium cyanide. Nature (Lond), 171: 698-699, In http://www.inchem.org/documents/ antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Kirk-Othmer, 1969, Encyclopedia of chemical technology, 2nd ed. New York, John Wiley & Sons, vol 20, In http://www.inchem.org/documents
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Krapez JR, Vesey CJ, Adams L, & Cole PV, 1981, Effects of cyanide antidotes used with sodium nitroprusside infusions: Sodium thiosulfate and hydroxocobalamin given prophylactically to dogs. Br J Anaesth, 53: 793-804, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Lang, S., 1895, [Prussic acid detoxification.] Arch Exp Pathol Pharmakol, 36: 75-99 (in German), In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Levine, MS., Radford MPH, & Radford EP., 1978, Occupational exposures to cyanide in Baltimore fire fighters. J Occup Med, 20 : 53-56, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Lowry WT, Juarez L, Petty CS,& Roberts B., 1985, Studies of toxic gas production during actual structural fires in the Dallas area. J Forensic Sci, 30 : 59-72, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02. htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Lundquist P, Rosling H, & Sorbo B., 1985, Determination of cyanide in whole blood, erythrocytes and plasma. Clin Ther, 31: 591-595, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
MacRae WR & Owen M., 1974, Severe metabolic acidosis following hypotension induced with sodium nitroprusside. Br J Anaesth, 46: 795-797, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Marbury TC, Sheppard JE, Gibbons K, & Lee CC., 1982, Combined antidotal and hemodialysis treatments for nitroprusside-induced cyanide toxicity. J Toxicol Clin Toxicol, 19: 475-482, In http://www.inchem.org/documents /antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Martindale, 1989, In: Reynolds JEF ed. The extra pharmacopoeia, 29th ed. London, The Pharmaceutical Press, p 855, In http://www.inchem.org/ documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
McNamara BP., 1976, Estimation of the toxicity of hydrocyanid acid vapors in man. (Edgewood Arsenal Technical Report No. EB-TR-76023) (Army Department), In http://www.inchem.org/documents/antidotantidot/ant02. htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Meredith, T.J., 1993, Antidots for Poisoning by Cyanide, http://www. inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, diakses pada 28 September 2007
Michenfelder JD & Tinker JH, 1977, Cyanide toxicity and thiosulfate protection during chronic administration of sodium nitroprusside in the dogs: correlation with a human case. Anesthesiology, 47: 441-448, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Ministry of Health, Mozambique., 1984, Mantakassa: an epidemic of plastic paraparesis associated with chronic cyanid intoxication in a cassava staple area of Mozambique. I., In http://www.inchem.org/documents/antidot/ antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Montgomery R, Reinhart CF, & Terril JB., 1975, Comments on fire toxicity. Comb Toxicol, 2: 179-212, In http://www.inchem.org/documents/antidot/ antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Naughton M, 1974, Acute cyanide poisoning. Anesth Intensive Care, 4: 351-356, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
NIOSH, 1986, Register of toxic effects of chemical substances, Washington, DC, National Institute for Occupational Safety and Health, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Olsen NS & Klein RJ, 1947, Effect of cyanide on the concentration of lactate and phosphates in brain. J Biol Chem, 167: 739, In http://www.inchem.org /documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Olson, K. R., 2007, Poisoning and Drug Overdose, 2nd edition, 145-147, Prentice-Hall International Inc., USA
Pahl MV & Vaziri ND, 1982, In vivo and in vitro hemodialysis studies of thiocyanate. J Toxicol Clin Toxicol, 19: 965-974, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Peden NR, Taha A, McSofiey PD, Bryden GT, Murdoch IB, & Anderson JM, 1986, Industrial exposure to hydrogen cyanide: implications for treatment. Br Med J, 293: 538, In http://www.inchem.org/documents/antidot/ antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Peters CG, Mundy JVB, & Rayner PR., 1982, Acute cyanide poisoning. Anaesthesia, 37: 582-586, In http://www.inchem.org/documents/antidot/ antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Pill H, Engeser P, Hobel M, & Kreye VAW, 1980, Sodium nitroprusside: Comparison of the antidotal effect of hydroxocobalamin and sodium thiosulfate in rabbits. Dev Toxicol Environ Sci, 8: 423-426, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Piper J., 1975, Use and toxicity of nitroprusside. New Engl J Med, 292: 1081-1082, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
PoisIndex, 1987, Microfiche data base, 53rd ed. Denver, Colorado, Micromedex Inc, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Rosling H., 1989, Cassava associated neurotoxicity in Africa. In: Proceedings of
the 5th International Congress of Toxicology. Volans GN, Sims J, Sullivan FM, & Turner P ed. Brighton, Taylor & Francis, pp 605-614, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Russel WO & Stahl WC., 1942, Fatal poisoning from potassium thiocyanate treatment of hypertension. J Am Med Assoc, 119: 1177-1181, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Sadoff L, Fuchs J, & Hollander J., 1978, Rapid death associated with laetrile ingestion. J Am Med Assoc, 239: 1532, In http://www.inchem.org/ documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Sax NI, 1984, Dangerous properties of industrial materials, 6th ed. New York, Van Nostrand Reinhold Co, In http://www.inchem.org/documents/antidot/ antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Schulz V, Dohring W, & Rathsac, 1978, [Thiocyanate poisoning in antihypertensive therapy with sodium nitroprusside.] Klin Wochenschr, 56: 355-361 (in German), In http://www.inchem.org/documents/antidot /antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Schubert J & Brill WA, 1968, Antagonism of experimental cyanide toxicity in relation to the in vivo activity of cytochrome oxidase. J Pharmacol Exp Ther, 162: 352-359), In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot /ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Smith RP & Kruszyna H., 1974, Nitroprusside produces cyanide poisoning via a reaction with hemoglobin. J Chem Exp Ther, 191: 557-563, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Smith RP., 1973, Cyanate and thiocyanate: Acute toxicity. Proc Soc Exp Biol Med, 142: 1041-1044, In http://www.inchem.org/documents/antidot/ antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Sörbo B, 1972, The pharmacology and toxicology of inorganic sulfur compounds. In: Senning A ed. Sulfur in organic and inorganic chemistry. New York, Marcel Dekker, vol 2, pp 156-158, In http://www.inchem.org /documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Stine, E.K and Brown, M.T., 1996, Principles of Toxicology, Lowis Publishers by
CRC Press Inc. United States of America.
Sykes AH (1981) Early studies on the toxicology of cyanide. In: Vennesland B, Conn EE, Knowles CJ, Westley J, & Wissing F ed. Cyanide in biology. New York, London, Academic Press, pp 1-9, In http://www.inchem.org /documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Szczepkowski TW, Skarzynski B, & Weber M, 1961, The metabolic state of thiosulphate. Nature (Lond), 189: 1007-1008, In http://www.inchem. org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Sylvester DM, Hayton WL, Morgan RL, & Way JL., 1983, Effects of thiosulfate on cyanide pharmacokinetics in dogs. Toxicol Appl Pharmacol, 69: 265, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Takano T., Miyzaki Y., Nashimoto I., & Kobayashi K., 1980, Effect of hyperbaric oxygen on cyanide intoxication: in situ, changes in intracellular oxidation reduction. Undersea Biomed Res, 7: 191-197, In http://www.inchem.org/ documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Trapp WG (1970) Massive cyanide poisoning with recovery. Can Med Assoc J, 102: 3517, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02 .htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Utama, Harry Wahyudhy, 2006, Keracunan Sianida, http://klikharry.wordpress. com/about/, diakses pada 28 September 2007
Vesey CJ, Cole PV, & Simpson PJ., 1976, Cyanide and thiocyanate concentration following sodium nitroprusside infusion in man, Br J Anaesth, 48: 651-659, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Vesey CJ, Cole PV, Linnell JC, & Wilson J., 1974, Some metabolic effects of sodium nitroprusside in man. Br Med J, 2: 140-142, In http://www. inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Vick, J.A. & Froelich, H.L., 1985, Studies on cyanide poisoning, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 28 September 2007
Vogel SN, Sultan TR, & Ten Eyck RP, 1981, Cyanide poisoning. Clin Toxicol, 18: 367-383, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02 .htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Voorhoeve RJH, Patel CKW, Trimble LE, & Kerl RJ., 1975, Automobile pollution control devices with malfunctional catalytic converters. Science, 190 : 149-151, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02 .htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Way JL, Tamulinas CB, Leung P, Ray L, Nizamani S, Sylvester D, Way JL, & Chiou F, 1984, Pharmacologic and toxicologic basis of cyanide antagonism. Proc West Pharmacol Soc, 27: 149-153, In http://www. inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Westley J, Adler H, Westley L, & Nishida C, 1983, The sulfurtransferases. Fundam Appl Toxicol, 3: 377-382, In http://www.inchem.org/documents/ antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Wilson J, 1965, Leber's hereditary optic atrophy: a possible defect of cyanide metabolism. Clin Sci, 29: 505-515, In http://www.inchem.org/documents/ antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Windholz M ed., 1983, The Merck index: An encyclopedia of chemicals, drugs, and biologicals, 10th ed. Rahway, New Jersey, Merck and Co., Inc, In http://www.inchem.org/documents/ant idot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Lampiran 1. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik)
Sianida mencit jantung berdebar hilang kesadaran gagal nafas kejang mati
I Terjadi cepat sekali 96.00 166.00 178.00 211.00 II Terjadi cepat sekali 114.00 141.00 133.00 190.00 III Terjadi cepat sekali 60.00 86.00 93.00 120.00 IV Terjadi cepat sekali 116.00 120.00 180.00 240.00 V Terjadi cepat sekali 79.00 132.00 546.00 626.00 VI Terjadi cepat sekali 0.00 300.00 420.00 540.00
rata-rata Terjadi cepat sekali 77.50 157.50 258.33 321.17 SD 0.00 43.52 74.59 181.40 208.43 SE 0.00 17.77 30.45 74.06 85.09
Lampiran 2. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol aquadest (dalam detik)
Aquadest
mencit jantung berdebar hilang
kesadaran gagal nafas kejang mati I
Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak mati
II Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi
Tidak terjadi Tidak mati
III Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi
Tidak terjadi Tidak mati
IV Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi
Tidak terjadi Tidak mati
V Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi
Tidak terjadi Tidak mati
VI Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi
Tidak terjadi Tidak mati
rata-rata Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi
Tidak terjadi Tidak mati
SD 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 SE 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Lampiran 3. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol natrium tiosulfat (dalam detik)
Na-tiosulfat mencit jantung berdebar hilang kesadaran gagal nafas kejang mati
I 160.00 705.00
Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak mati
II 192.00 769.00
Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak mati
III 0.00 74.00
Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak mati
IV 150.00 Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak mati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
V Tidak terjadi Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak mati
VI Tidak terjadi Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak mati
rata-rata 83.67 258.00
Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak mati
SD 92.70 372.69 0.00 0.00 0.00 SE 37.84 152.15 0.00 0.00 0.00
Lampiran 4. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik)
Sianida+Na-tiosulfat 0,468 mg/kg
mencit jantung
berdebar hilang
kesadaran gagal nafas kejang mati I Terjadi cepat
sekali 212.00 675.00 Terjadi cepat
sekali 941.00 II Terjadi cepat
sekali 108.00 222.00 Terjadi cepat
sekali 284.00 III Terjadi cepat
sekali 83.00 268.00 Terjadi cepat
sekali 648.00 IV Terjadi cepat
sekali 161.00 573.00 Terjadi cepat
sekali 741.00 V Terjadi cepat
sekali 89.00 416.00 Terjadi cepat
sekali 695.00 VI
58.00 191.00 381.00 Terjadi cepat
sekali 583.00 rata-rata
21.33 140.67 422.50 Terjadi cepat
sekali 648.67 SD 33.27 54.95 174.49 0.00 216.07 SE 13.58 22.43 71.24 0.00 88.21
Lampiran 5. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik)
Sianida+Na-tiosulfat 3,279 mg/kg
mencit jantung
berdebar hilang
kesadaran gagal nafas kejang mati I
Tidak terjadi 791.00 1011.00 Terjadi cepat
sekali 1275.00 II
Tidak terjadi 0.00 0.00 Terjadi cepat
sekali Tidak mati III
Tidak terjadi 513.00 726.00 Terjadi cepat
sekali 861.00 IV
Tidak terjadi Tidak
teramati Tidak
teramati Terjadi cepat
sekali Tidak Mati V
Tidak terjadi 108.00 569.00 Terjadi cepat
sekali 910.00 VI
55.00 101.00 187.00 Terjadi cepat
sekali 255.00 rata-rata 9.17 252.17 415.50 Terjadi cepat 29350.17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
sekali SD 22.45 325.33 417.63 0.00 44191.82 SE 9.16 132.82 170.50 0.00 18041.23
Lampiran 6. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik)
Sianida+Na-tiosulfat 22,96 mg/kg
mencit jantung berdebar hilang
kesadaran gagal nafas kejang mati
I Tidak terjadi Tidak terjadi
Tidak teramati
Terjadi cepat sekali Tidak mati
II 43.00 81.00 132.00 298.00 302.00 III
Tidak terjadi 78.00 102.00 Terjadi cepat
sekali 170.00 IV
Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak
teramati Terjadi cepat
sekali Tidak mati V
Tidak terjadi 100.00 500.00 Terjadi cepat
sekali 681.00 VI
25.00 732.00 850.00 Terjadi cepat
sekali 933.00 rata-rata 11.33 165.17 264.00 49.67 29147.67
SD 18.46 280.99 341.22 121.66 44348.29 SE 7.54 114.71 139.30 49.67 18105.11
Lampiran 7. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik)
Sianida+Na-tiosulfat 160,72 mg/kg mencit jantung berdebar hilang kesadaran gagal nafas kejang mati
I 160.00 705.00
Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak mati
II 192.00 769.00
Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak mati
III Tidak teramati 74.00
Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak mati
IV 150.00 Tidak teramati
Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak mati
V Tidak teramati Tidak teramati
Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak mati
VI Tidak teramati Tidak teramati
Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak mati
rata-rata 83.67 258.00
Tidak terjadi
Tidak terjadi
Tidak mati
SD 92.70 372.69 0.00 0.00 0.00 SE 37.84 152.15 0.00 0.00 0.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Lampiran 8. Hasil perbandingan pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap kelompok kontrol (aquadest, sianida (26 mg/Kg), dan Na-tiosulfat (160,720 mg/Kg)) Kelompok Jantung berdebar Hilang kesadaran Gagal nafas Kejang Mati
Kontrol aquadest
Kontrol
sianida
Kontrol Na-
tiosulfat (160,720 mg/Kg)
Kontrol aquadest
Kontrol
sianida
Kontrol Na-
tiosulfat (160,720 mg/Kg)
Kontrol aquadest
Kontrol
sianida
Kontrol Na-
tiosulfat (160,720 mg/Kg)
Kontrol aquadest
Kontrol
sianida
Kontrol Na-
tiosulfat (160,720 mg/Kg)
Kontrol aquadest
Kontrol
sianida
Kontrol Na-
tiosulfat (160,720 mg/Kg)
Kontrol aquadest
Btb Btb B Btb B Btb B Btb B Btb
Kontrol sianida
(26 mg/Kg) Btb Btb B Btb B B B B B B
Kontrol Na-
tiosulfat (160,720 mg/Kg)
Btb Btb Btb Btb Btb B Btb B Btb B
Sianida + Na tiosulfat
0,468 mg/kg BB
Btb Btb Btb B Btb Btb B Btb B Btb B Btb B B B
Sianida + Na tiosulfat
3.279 mg/kg BB
Btb Btb Btb B Btb Btb B Btb B Btb B Btb B B B
Sianida + Na tiosulfat
22.96 mg/kg BB
Btb Btb Btb B Btb Btb B Btb B Btb B Btb B Btb B
Sianida + Na tiosulfat
160,720 mg/kg BB
Btb Btb Btb Btb Btb Btb Btb B Btb Btb B Btb Btb B Btb
Keterangan : B : berbeda bermakna dengan tingkat signifikansi 95% Btb : berbeda tidak bermakna dengan tingkat signifikansi 95%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Lampiran 9. Hasil uji menggunakan analisis statistik Kruskal-Wallis dan Mann-Whitn
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi berjudul ”Potensi Na-tiosulfat Sebagai
Antidotum Untuk Keracunan Sianida Pada Mencit
Jantan Galur Swiss” memiliki nama lengkap Andrew
Arief Sudarmono, merupakan putra ketiga, anak ketiga
dari pasangan Edianto Sudarmono dengan ibu kandung
Maria Henny Rustianti dan ibu yang membesarkan Ina
Kusuma Dewi yang dilahirkan di Semarang pada
tanggal 24 Januari 1987. Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis
sejak di bangku taman kanak-kanak hingga tamat SMF diselesaikan di kota
Semarang, TK. Don Bosco (1991-1992), SD Regina Pacis (1992-1998), SLTP
Maria Goretti (1998-2001) dan SMF Theresiana (2001-2004). Kemudian penulis
melanjutkan pendidikan ke kota Yogyakarta untuk menuntut ilmunya di Fakultas
Farmasi, Universitas Sanata Dharma (2004-2008).
Selama masa kuliah, penulis juga pernah menjadi Koordinator Bidang Penelitian
dan Pengembangan (Litbang) Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF)
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dan pernah juga menjadi Ketua
II (Bidang Umum) pada acara Titrasi (Tiga hari temu Akrab Farmasi) 2006 dan
menjadi panitia dalam beberapa kepanitian lepas yang masih dalam lingkup
internal di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Recommended