View
11
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Universitas Indonesia
1
Pola dan Jenis Kalimat serta Ragam Bahasa pada Puisi “Nimui Chimmuk” karya Han Yongun:
Sebuah Kajian Sintaksis
Nur Rosyidah Syahbaniyah
Bahasa dan Kebudayaan Korea, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
E-mail: nurrosyidah9@gmail.com
Abstrak Skripsi ini membahas mengenai pola dan jenis kalimat serta ragam bahasa Korea pada puisi-puisi karya Han Yongun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola dan jenis kalimat serta ragam bahasa yang digunakan Han Yongun dalam karya-karyanya. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode tinjauan kepustakaan. Puisi-puisi yang dijadikan sebagai bahan penelitian yaitu Gunmal, Nimui Chimmuk, Ibyeoreun Miui Changjo, Al Su Eopsseoyo, Naneun Itkkojeo, Gaji Maseoyo. Gojeokhan Bam, Naui Gil, dan Kkum Kkaegoseo. Hasil penelitian dari analisis ini yaitu terdapat kecenderungan penggunaan pola kalimat tunggal dengan jenis kalimat deklaratif dan ragam bahasa formal. Kata kunci: honorifikasi, linguistik, akhiran kalimat, puisi Buddha, puisi Korea
Pattern and Type of Sentence and Korean Style on Poetry “Nimui Chimmuk” by Han Yongun: A Study of Syntax
Abstract
This thesis is to discuss about sentence pattern, type of sentence, and Korean style on poetry by Han Yongun. The purpose of this thesis is to determine the sentence pattern, type of sentence and Korean style that used by Han Yongun on his poems. This study is using literature-review method with quality approach and descriptive analysis design. The poems that used in this study are Gunmal, Nimui Chimmuk, Ibyeoreun Miui Changjo, Al Su Eopsseoyo, Naneun Itkkojeo, Gaji Maseoyo, Gojeokhan Bam, Naui Gil, dan Kkum Kkaegoseo. The result of this analysis are the sentence pattern that commonly used is single sentence pattern with declarative sentence and formal style. Keywords: honorification, linguistics, endings, Buddhist poetry, Korean poetry
A. PENDAHULUAN
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
2
Setiap bahasa di dunia merupakan unsur terpenting dalam komunikasi
antarmanusia dalam kehidupan bermasyarakat. Ferdinand de Saussure mendefinisikan
bahasa sebagai “fakta sosial” (Saussure 1959). Fakta sosial yang dimaksud yaitu: 1)
bahasa merupakan alat komunikasi bagi masyarakat untuk membangun suatu kelompok,
berkomunikasi, dan melakukan kegiatan kolektif; 2) setiap bahasa di dunia merupakan
produk dari kegiatan kolektif, sebuah artefak yang dibuat oleh penutur dan dalam waktu
yang sama dikembangkan menjadi bentuk yang beragam. Negara Korea merupakan masyakarat yang menganut paham Konfusianisme
sebagai prisip dasar dalam kehidupan sehari-hari. Pada masa kerajaan Joseon (1392‒
1910) pemerintah menjadikan Konfusianisme sebagai dasar pemerintahan sehingga
seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara Pada masa modern kini
Konfusianisme sudah tidak menjadi dasar pemerintahan, namun ajaran tersebut masih
melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Korea, termasuk dalam berkomunikasi.
Menurut Coulmas, masyarakat Korea cenderung menunjukkan sikap hormat dan sopan
terhadap seseorang yang berusia lebih tua, atau memiliki pangkat pekerjaan dan status
sosial lebih tinggi daripada diri sendiri (Coulmas, 2007). Oleh karena itu, dalam bahasa
Korea terdapat ragam bahasa yang didasari oleh tingkat kesopanan antara penutur
dengan mitra tutur.
Penggunaan ragam bahasa dalam bahasa Korea tidak hanya terlihat dalam
praktik berbicara dalam kehidupan sehari-hari melainkan juga dapat ditemukan dalam
beberapa karya sastra, salah satunya yaitu puisi. Secara etimologis istilah puisi berasal
dari kata bahasa Yunani poites, yang berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam
bahasa Latin dari kata poeta, memiliki arti membangun, menyebabkan, menimbulkan,
menyair. Puisi merupakan hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat
tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan (Sitomorang,
1980).
Kesusastraan Korea secara kronologis dibagi menjadi dua periode, yaitu sastra
klasik dan sastra modern. Periode sastra klasik dimulai pada masa Kerajaan Silla yaitu
pada abad ke-6 Masehi, dan berkembang hingga masa Kerajaan Joseon. Terdapat empat
jenis bentuk puisi klasik Korea yaitu hyangga, goryeo gayo, sijo, dan gasa (Lee, 2003).
Keempat bentuk puisi ini ditulis menggunakan aksara Cina karena aksara asli Korea
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
3
belum ditemukan pada masa itu.
Puisi modern Korea mulai berkembang pada akhir masa Kerajaan Joseon (1910).
Puisi gaya baru Korea yang berkembang di tahun 1908-1918 mempunyai
kecenderungan untuk tidak mengikuti tata cara tradisional dan banyak didominasi oleh
simbol-simbol dari Barat terutama Prancis pada akhir tahun 1918 (Lee, 2003). Pada
masa 1920-an, puisi modern Korea mengalami perubahan dan semakin berkembang
dengan bebas. Masa 1920-an dianggap sebagai puncak kejayaan bagi sastra modern
Korea.
Han Yongun (1879–1944) merupakan penyair sekaligus biksu dan juga tokoh
pergerakan kemerdekaan Korea pada masa penjajahan Jepang. Han Yongun memiliki
nama pena Manhae yang didapatnya saat perjalanannya ke Jepang untuk mendalami
ajaran Buddha. Ia penyair angkatan 1920-an yang banyak menulis karya puisi
bertemakan cinta dan kebebasan. Isi puisinya sarat dengan simbol dan nilai Buddha
serta tersirat semangat patriotisme.
Dalam menulis karya buku kumpulan puisinya “Nimui Chimmuk” yang terbit
pada tahun 1926, Han Yongun menggunakan bentuk puisi lirik. Melalui bentuk puisi
lirik, Han Yongun mengemukakan isi hati dan pendapatnya terhadap kemerdekaan
Korea dan perlawanannya terhadap penjajahan Jepang. Selain puisi lirik, Han Yongun
juga menggunakan gaya bahasa sehari-hari atau colloquial style. Dengan gaya bahasa
sehari-hari, Han Yongun menggunakan berbagai jenis kalimat dan ragam bahasa serta
struktur kalimat baku untuk mengungkapkan isi hatinya ke dalam puisi yang
memberikan kesan tersendiri bagi para pembacanya (Hung, 2014).
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan sebelumnya, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pola dan jenis kalimat serta ragam bahasa dari puisi “Nimui
Chimmuk” karya Han Yongun. Penelitian ini akan dibahas melalui bidang ilmu
Sintaksis dengan korpus data sembilan puisi dari buku kumpulan puisi “Nimui
Chimmuk”. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif dengan
desain deskriptif.
B. TINJAUAN TEORI
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
4
1. Kalimat dalam Bahasa Korea
a) Unsur-unsur Pembentuk Kalimat
Kalimat merupakan ujaran yang unsur-unsurnya terikat pada sebuah
predikat tunggal atau pada sejumlah predikat yang dikoordinasikan, dan
tanpa perlu menyertakan intonasi di dalam rumusan itu (Martinet, 1987).
Kalimat pada bahasa Korea secara tipologi merupakan kalimat berpola SOV
atau memiliki urutan kata subjek-objek-verba. Pola kalimat SOV memiliki
beberapa karakteristik. Pertama, predikat pada pola ini terletak pada akhir
kalimat. Kedua, kalimat dengan pola SOV memiliki sifat menerangkan-
diterangkan.
Kemudian, bahasa Korea merupakan bahasa yang merekat atau
disebut juga dengan bahasa aglutinatif. Aglutinatif atau dalam bahasa Korea
��� (gyochageo) yaitu fungsi sebuah nomina pada kalimat dimunculkan
dengan merekatkannya dengan satu atau beberapa partikel. Perbedaan
partikel yang dilekatkan pada verba dapat membedakan kala waktu dan
membedakan jenis kalimat deklaratif, interogatif, ataupun imperatif.
Menurut buku Korean Language for Foreigners 1 yang disusun oleh
Institut Nasional Bahasa Korea (2005), kalimat dalam bahasa Korea
memiliki tujuh unsur pembentuk kalimat. Tujuh unsur pembentuk kalimat
tersebut yaitu subjek (��, jueo), objek (���, mokjjeogeo), predikat (�
��, seosureo), adverbial (���, busaeo), pelengkap (��, boeo),
adnominal (���, gwanyeongeo), dan kata mandiri (���, dongnibeo).
Unsur-unsur pembentuk kalimat ini memiliki fungsi masing-masing dalam
kalimat yang saling melengkapi.
b) Pola Kalimat
Seperti dalam bahasa Indonesia, unsur utama kalimat dalam bahasa
Korea adalah subjek dan predikat. Namun, sesuai dengan jenis kata yang
menjadi predikatnya, terdapat juga kalimat bahasa Korea yang
membutuhkan objek, adverbial atau pelengkap (Institut Nasional Bahasa
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
5
Korea, 2005). Terdapat lima pola kalimat dalam bahasa Korea, yaitu pola
kalimat subjek-predikat, subjek-objek-predikat, subjek-adverbial-predikat,
subjek-pelengkap-predikat, dan subjek-objek-adverbial-predikat. Berikut ini
merupakan contoh kalimat dari kelima pola tersebut:
• Subjek-Predikat: �� ��. (Kkochi pinda, Bunga mekar.)
• Subjek-Objek-Predikat: ��� ��� ����. (Yeongmineun Junhoreul saranghanda. Yeongmi mencintai Junho.)
• Subjek-Adverbial-Predikat: ��� ��� ���. (Yeongmiga uijae anjattta, Yeongmi duduk di kursi.)
• Subjek-Pelengkap-Predikat: ��� ��� ���. (Junhoneun eoreuni doeeottta. Junho (sudah) menjadi dewasa.)
• Subjek-Objek-Adverbial-Predikat: ��� ��� ��� ���. (Yeongmineun Junhoreul cheonjaero yeoginda. Yeomin menganggap Jinho jenius.)
Secara umum, kalimat bahasa Korea dibagi menjadi dua, yaitu
kalimat tunggal (���, honmunjang) dan kalimat majemuk (���,
gyeommunjang). Kalimat tunggal adalah kalimat yang tediri dari satu
subjek dan satu predikat. Sementara, kalimat majemuk adalah kalimat yang
terdiri dari dua klausa atau lebih, digabungkan dengan konjungsi, dan
subjek serta predikat bisa muncul lebih dari sekali atau lebih (Choi, 2010,
Lee, 2007).
c) Akhiran Penutup Kalimat
Akhiran Penutup Kalimat atau ���� (eomareomi) merupakan
akhiran yang terdapat pada bagian paling akhir dari suatu kalimat. Bentuk
akhiran ini secara umum membedakan antara kalimat deklaratif, interogatif,
imperatif, dan persuasif. Selanjutnya, akhiran penutup kalimat juga dapat
memperlihatkan ragam bahasa yang digunakan. Berikut ini merupakan
bagan pembagian akhiran kalimat bahasa Korea yang dikutip dari buku
Korean Language karya Lee Ikseop dan Robert Ramsey (2007).
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
6
Gambar 1.1 Diagram Jenis Akhiran dalam Bahasa Korea
(Lee, 2000: 174)
d) Ragam Bahasa
Ragam bahasa merupakan bagian dari sistem honorifikasi.
Honorifikasi (���, nopimppeop) adalah ekspresi cara berbicara yang
digunakan untuk menghormati subjek atau lawan bicara. Menurut Seong
Changseon (2010), Kim Jongrok (2008), Lee Gwangyu (2007) dan Nam
Gisim (2010), honorifikasi merupakan sistem pembagian ekspresi yang
meninggikan atau merendahkan mitra tutur atau objek lain secara bahasa.
Menurut Kim Dongso (2005), di antara semua bahasa, honorifikasi yang ada
dalam bahasa Korea merupakan bentuk yang paling rumit sehingga sulit
untuk bisa dibandingkan dengan bahasa manapun (Seong, 2010).
Honorifikasi Korea terdiri atas tiga jenis yaitu honorifikasi subyek,
honorifikasi obyek, dan honorifikasi lawan bicara (Lee, 2000; Nam, 2010;
Seong, 2010; Kim, 2008). Ragam bahasa termasuk dalam honorifikasi
lawan bicara. Honorifikasi lawan bicara atau �� ��� (sangdae
nopimppeop) adalah sistem honorifik yang meninggikan atau tidak
meninggikan lawan bicara atau pendengar dalam suatu percakapan (Kim,
2008, Seong, 2008). Menurut Kim Jongrok (2008) dan Seong Gwangsu
Akhiran (��)
Prefinal (�����)
Penutup (����)
Penutup Kalimat (����)
Bukan Penutup Kalimat (�����)
Konjungsi (����)
Pengubah Fungsi (����)
Pengubah Nomina (�����)
Pengubah Adnomina (������)
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
7
(2008), di antara tiga jenis honorifikasi, honorifikasi lawan bicara
merupakan jenis yang paling berkembang.
Secara umum, masyarakat Korea membedakan dua ragam bahasa,
yaitu �� (banmal) bermakna ‘infomal, akrab’ dan ��� (jondaenmal)
bermakna ‘sopan’. Dalam ragam bahasa Korea terdapat enam jenis ragam.
Selain Lee Ikseop dan Robert Ramsey (2000), Lee Gwangyu (2007), Song
Changseon (2010), serta Nam Gisim dan Go Yeonggeun (2010) juga
membagi ragam bahasa menjadi enam jenis. Di bawah ini merupakan jenis-
jenis ragam bahasa Korea menurut Lee Ikseop dan Robert Ramsey (2000).
Ragam Bahasa Korea Terjemahan
��� (haerache) Bentuk sederhana
���/ �� (banmalche / haeche) Bentuk banmal
��� (hageche) Bentuk akrab
��� (haoche) Bentuk semiformal
��� (haeyoche) Bentuk sopan
��� (hapssyoche) Bentuk formal
Tabel 1.1 Jenis Ragam Bahasa dalam Bahasa Korea
(Lee Ikseop dan Robert Ramsey, 2000:250)
Ragam sederhana (���, haerache) menunjukkan hubungan akrab
yang sangat dekat. Bentuk ini digunakan dengan teman dekat, orang tua
kepada anak, dan penutur berusia lanjut kepada seorang anak yang usianya
hingga tingkat sekolah menengah atas. Dikarenakan ragam sederhana
merupakan tingkatan terendah, seorang penutur tidak bisa menggunakan
bentuk ini kepada mitra tutur yang usianya berada di pertengahan atau tua.
Kemudian, ragam banmal merupakan ragam bahasa yang dapat digunakan
bersamaan dengan ragam sederhana. Hal ini dikarenakan bahwa di antara
kedua ragam tersebut tidak memiliki perbedaan yang besar sehingga dapat
dikatakan bahwa ragam sederhana dan banmal mewakili satu ragam bahasa.
Ragam ini digunakan jika mitra tutur memiliki usia yang sama atau lebih
muda, jabatan yang lebih rendah atau sama dengan penutur, serta dapat
digunakan untuk sedikit merendahkan mitra tutur.
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
8
Kemudian, ragam akrab digunakan kepada mitra tutur yang memiliki
usia atau kedudukan di bawah penutur. Seorang penutur yang menggunakan
ragam ini memiliki maksud untuk menghormati mitra tuturnya meskipun
usianya lebih muda atau jabatannya lebih rendah daripada penutur.
Selanjutnya, ragam semiformal merupakan ragam yang digunakan kepada
mitra tutur yang tingkat usia maupun kedudukannya sama atau sedikit lebih
tinggi daripada penutur. Akan tetapi, dengan menggunakan ragam ini
penutur memperlakukan mitra tuturnya dengan lebih sopan dibandingkan
dengan ragam akrab. Ragam semiformal digunakan pada hubungan suami-
istri, seorang kakek dengan anak muda atau temannya sewaktu sekolah, dan
seorang bos dengan karyawannya.
Ragam sopan merupakan ragam yang paling banyak digunakan di
antara ragam bahasa lainnya. Hal ini dikarenakan ragam sopan dapat
digunakan kepada mitra tutur yang kedudukannya lebih rendah maupun
lebih tinggi. Ragam ini berfungsi untuk menghormati satu sama lain dan
memperlihatkan hubungan akrab. Kemudian, di antara enam ragam bahasa
dalam bahasa Korea, ragam formal merupakan tingkatan tertinggi. Ragam
ini digunakan untuk memperlakukan mitra tutur dengan sangat sopan dan
penuh hormat. Ragam formal digunakan kepada lawan bicara yang usianya
lebih tua atau berada di status sosial atau jabatan lebih tinggi daripada
penutur serta digunakan secara umum pada hubungan dua orang yang masih
belum mengenal satu sama lain dalam situasi formal. Ragam ini tidak bisa
digunakan antar kedudukan yang sama ataupun lebih rendah.
e) Jenis Kalimat
Menurut Choi Gyusu (2010), dalam bahasa Korea terdapat empat
jenis kalimat berdasarkan jenis predikat yang digunakan. Keempat jenis
kalimat tersebut yaitu kalimat deklaratif (���, pyeongseomun), kalimat
interogatif (���, uimunmun), kalimat imperatif (���,
myeongnyeongmun), dan kalimat persuasif (���, cheongyumun).
Kalimat deklaratif atau dalam bahasa Korea ��� (pyeongseomun) atau
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
9
��� (seosulmun) merupakan kalimat yang menyampaikan informasi
mengenai kebenaran atau keadaan, serta pemikiran diri sendiri dari penutur
kepada mitra tutur (Institut Nasional Bahasa Korea, 2005), (Lee, 2007).
Kalimat deklaratif dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan kesadaran untuk
didengar atau tidak. Kalimat yang memerlukan kesadaran untuk didengar
yaitu kalimat eksplanasi (����, illeodeutggim) dan kalimat janji (��,
yakssok). Sedangkan kalimat yang tidak memerlukan kesadaran untuk
didengar yaitu kalimat keinginan (��, uiyok), kalimat perkiraan (��,
chucheuk), dan kalimat eksklamasi (��, gamtan).
Kemudian, kalimat interogasi atau ��� (euimunmun)
merupakan kalimat yang diucapkan oleh penutur kepada mitra tutur untuk
meminta jawaban dari pertanyaan. Terdapat beberapa jenis kalimat
interogatif, yaitu kalimat interogatif dengan jawaban ‘ya/tidak’; kalimat
interogatif yang menjawab pertanyaan ‘siapa, apa, kapan, mengapa, yang
mana, yang apa, bagaimana’; kalimat interogatif yang berfungsi untuk
memastikan informasi yang telah diketahui atau disebut dengan kalimat
interogatif konfirmasi; kalimat interogatif opsi yang digunakan untuk
mempertanyakan beberapa opsi untuk dipilih; dan kalimat interogatif yang
tidak memerlukan jawaban atau dalam bahasa Korea yaitu �����
(susauimunmun).
Berikut ini merupakan bentuk akhiran penutup kalimat yang
memperlihatkan ragam bahasa dan jenis kalimat. Seperti yang dapat dilihat
pada tabel di bawah, adjektiva tidak memiliki bentuk akhiran pada jenis
kalimat imperatif dan persuasif. Hal ini dikarenakan adjektiva tidak dapat
digunakan sebagai predikat dalam kedua jenis kalimat tersebut. Kemudian,
perbedaan pada bentuk banmal perbedaan antara kalimat deklaratif,
interogatif, imperatif, dan persuasif terdapat pada intonasi pengucapannya
karena bentuk banmal pada masing-masing jenis kalimat tidak memiliki
perbedaan.
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
10
Ragam Bahasa
Deklaratif (���, pyeongseomun)
Interogatif (���, uimunmun)
Imperatif (���, myeongnyeongmun)
Persuasif (���, cheongyumun)
Formal
(���, hapsyoche)
���� (makseumnida)
���� (jakseumnida)
���� (maksseumnikka)
���� (jaksseumnikka)
����� (mageusipssio)
-
����� (mageusipssida)
-
Sopan
(���, haeyoche)
��� (magayo)
��� (jagayo)
��� (magayo)
��� (jagayo)
���/���� (magayo/mageuseyo)
-
��� (magayo)
-
Semiformal
(���, haoche)
��� (mageuo)
��� (jageuo)
��� (mageuo)
��� (jageuo)
��� (mageuo)
-
���� (mageupssida)
-
Akrab
(���, hageche)
�� (mangne)
�� (jangne)
�� (magna)
�� (jagna)
�� (makgge)
-
��� (mageuse)
-
Banmal
(���, banmalche)
�� (maga)
�� (jaga)
�� (maga)
�� (jaga)
�� (maga)
-
�� (maga)
-
Sederhana
(���, haerache)
��� (mangneunda)
�� (jaktta)
��� (mangneunya)
��� (jageunya)
��� (magara)
-
�� (makjja)
-
Tabel 2.2 Bentuk Akhiran Penutup Kalimat
C. ANALISIS POLA DAN JENIS KALIMAT SERTA RAGAM BAHASA
PADA PUISI “NIMUI CHIMMUK” KARYA HAN YONGUN
Puisi-puisi yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sembilan puisi dari
buku kumpulan puisi “Nimui Chimmuk”. Kesembilan puisi tersebut berjudul: ��
(Gunmal), �� �� (Nimui Chimmuk), ��� �(美)� �� (Ibyeoreun Miui
Changjo), � � ��� (Al Su Eopsseoyo), �� ��� (Naneun Itkkojeo), ��
��� (Gaji Maseoyo). ��� � (Gojeokhan Bam), �� � (Naui Gil), dan �
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
11
��� (Kkum Kkaegoseo). Sembilan puisi yang dijadikan bahan analisis memiliki
kesamaan pada tema yaitu �� (心印, simin) atau realisasi keyakinan/ungkapan hati
yang tidak dapat diungkapkan dengan tulisan maupun kata-kata (Kim, 2008). Tema �
� (心印, simin) merupakan tema yang diambil dari sepuluh tema yang terdapat pada
buku ajaran Buddha berjudul “����� (Siphyeondamjuhae)” karangan Han
Yongun sendiri. Tema ini mewakili Han Yongun sebagai penulis sekaligus seorang
biksu.
Buku “����� (Siphyeondamjuhae)” merupakan buku catatan Han
Yongun mengenai kumpulan sepuluh karya puisi karangan biksu Sangchal yang berasal
dari Dinasti Tang dengan judul “��� (siphyeondam)” atau “Sepuluh Puisi
Menakjubkan”. Han Yongun membaca karya puisi tersebut kemudian
menginterpretasikannya sambil menyesuaikan dengan kehidupan sosial di Korea masa
modern. Berikut ini merupakan analisis pola dan jenis kalimat serta ragam bahasa dalam
kesembilan karya puisi “Nimui Chimmuk”.
1) Pola Kalimat
Pola kalimat yang terdapat pada sembilan puisi karya Han Yongun
yaitu pola kalimat tunggal, majemuk, dan tak lengkap. Berikut ini merupakan
contoh pola kalimat majemuk:
a) ��� ���� �� ��� ���.
Yeonaega jayuramyeon nimdo jayuil geosida.
(S + P + Konj. + S + P)
Jika hubungan asmara adalah kebebasan maka tuan juga adalah kebebasan.
(kalimat kelima dari puisi Gunmal)
Kalimat di atas memiliki pola kalimat majemuk sebagai berikut: subjek
(��, yeonae, pasangan) + predikat (����, jayuida, kebebasan) +
konjungsi (-��, -ramyeon, jika) + subjek (�, nim, tuan) + predikat (���
�, jayuida, kebebasan). Konjungsi yang digunakan pada kalimat di atas adalah
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
12
konjungsi kalimat majemuk -�� (-ramyeon) yang bermakna ‘jika’.
Konjungsi tersebut menggabungkan antara induk kalimat ��� ����
(yeonaega jayuida, pasangan adalah kebebasan) dan anak kalimat �� ��
� ��� (nimdo jayuil geosida, tuan juga adalah kebebasan).
b) �� ���� �� ���� ��� ��� �� ��� ������.
Naneun hyanggiroun nimui malsorie gwimeokkko kkotttaun nimui eolgore nunmeoreotsseumnida.
(S Topik + Adn. + Adn. + Adv. + P + Konj. + Adn. + Adn. + Adv. + P)
Aku menjadi tuli karena kata-kata tuan yang manis dan buta karena wajah tuan yang seperti bunga.
(kalimat keenam puisi Nimui Chimmuk)
Kalimat selanjutnya juga memiliki pola kalimat majemuk. Kalimat ini
terdiri dari dua kalimat yang digabungkan dengan satu konjungsi. Pola kalimat
tersebut terdiri atas subjek topik (�, na, saya) + adnominal (����,
hyangiroun, yang wangi) + adnominal (��, nimui, tuan) + adverbial
(����, malsorie, pada suara) + predikat (���, gwimeoktta, membuat
tuli) + konjungsi (-�, -go, dan) + adnominal (���, kkotttaun, seindah
bunga) + adnominal (��, nimui, tuan) + adverbial (���, eolgore, wajah) +
predikat (���, nunmeolda, membuat buta).
c) �� ���� �� �� ����.
Aa saranghaneun naui nimeun gatsseumnida.
(KM + Adn. + Adn. + S Topik + P)
Ooh tuan yang aku cintai telah pergi.
(kalimat kedua puisi Nimui Chimmuk)
Kalimat c) di atas merupakan contoh pola kalimat tunggal. Kalimat ini
memiliki pola kalimat sebagai berikut: kata mandiri (��, aa, ooh) +
adnominal (����, saranghaneun, yang dicintai) + adnominal (��, naui,
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
13
ku) + subjek (�, nim, tuan) + predikat (��, gada, pergi). Kalimat ini
merupakan bentuk kalimat tunggal karena hanya terdiri dari satu subjek dan
satu predikat. Pada kalimat c) dua adnominal di depan subjek berfungsi untuk
menerangkan subjek yang berupa nomina.
d) ��� �� �����.
Ibyeoreun miui changjoimnida.
(S Topik + Adn. + P)
Perpisahan membuat keindahan.
e) �� ��� �����.
Mineun ibyeorui changjoimnida.
(S Topik + Adn. + P)
Keindahan membuat perpisahan.
(kalimat kesatu dan kelima puisi Ibyeoreun Miui Changjo)
Kalimat d) dan e) di atas merupakan kalimat pembuka dan penutup dari
puisi Ibyeoreun Miui Changjo. Kedua kalimat tersebut memiliki pola kalimat
yang sama yaitu pola kalimat tunggal. Kalimat d) memiliki pola subjek (��,
ibyeol, perpisahan) + adnominal (�, mi, keindahan) + predikat (��,
changjo, membuat). Kemudian, kalimat e) memiliki pola subjek topik (�, mi,
keindahan) + adnominal (��, ibyeol, perpisahan) + predikat (��, changjo,
membuat).
Pola kalimat selanjutnya adalah pola kalimat tak lengkap. Berikut ini
merupakan contoh kalimat dengan pola kalimat tak lengkap. Kalimat berikut
juga terdapat pada puisi Ibyeoreun Miui Changjo.
f) �� ����.
Oo ibyeoriyeo.
(KM + P)
(kalimat kelima puisi Ibyeoreun Miui Changjo)
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
14
Kalimat f) di atas memiliki pola kalimat tak lengkap karena hanya
terdiri atas kata mandiri (��, oo, aah) + predikat (��, ibyeol, perpisahan).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa unsur utama yang dapat
membentuk suatu kalimat adalah subjek + predikat. Kalimat f) merupakan
kalimat tak lengkap karena pada kalimat tersebut tidak memiliki unsur subjek.
2) Jenis Kalimat
Pada kesembilan puisi karya Han Yongun yang dianalisis, ditemukan
tiga jenis kalimat yaitu kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif. Ketiga
jenis kalimat ini dianalisis melalui akhiran setiap kalimat. Berikut ini
merupakan contoh kalimat deklaratif.
g) ��� �� ������
�� �� ��� ���.
Namdeureun nimeul saenggakandajiman
naneun nimeul itgojeo hayayo.
Orang-orang mengingat Tuan namun
aku akan melupakan Tuan.
(kalimat pertama puisi Naneun Itkkojeo)
Kalimat g) merupakan gabungan dua larik pada bait pertama puisi
Naneun Itkkojeo. Akhiran kalimat yang terdapat pada kalimat g) yaitu ���
��� (itgojeo hayayo) merupakan bentuk akhiran predikat verba ��
(ittta) bermakna ‘melupakan’. Verba tersebut dilekatkan dengan akhiran –��
�� (-gojeo hada) yang merupakan bentuk lama dari –�� �� (-goja
hada) yang bermakna ‘akan’ (Choo, 2008). Akhiran penutup kalimat yang
menandai bentuk kalimat deklaratif pada kalimat g) yaitu akhiran –�� (yayo).
h) ��� ��� �����
�� ��� �� ���� �����.
Itkkojeo halsurok saenggakigiro
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
15
haenghyeo ichilkka hago saenggakayeo boatsseumnida.
Semakin aku melupakan menjadi teringat
ketika mungkin telah terlupa aku jadi mengingatnya.
(kalimat kedua puisi Naneun Itkkojeo)
Kemudian, kalimat h) juga merupakan gabungan dari dua larik yang
membentuk satu kalimat. Akhiran kalimat di atas yaitu ���� �����
(saenggakayeo boasseumnida). Akhiran ini berasal dari predikat verba ���
� (saenggakada) bermakna ‘mengingat’ yang dilekatkan dengan ungkapan –
� �� (-eo boda, mencoba). Verba tersebut dilekatkan dengan imbuhan kala
lampau –� (-at) dan akhiran penutup kalimat –��� (-seumnida). Akhiran
–��� (-seumnida) merupakan akhiran yang menandakan jenis kalimat
deklaratif.
Selanjutnya, dari analisis kesembilan puisi karya Han Yongun terdapat
dua jenis kalimat interogatif yang ditemukan. Jenis kalimat interogatif pertama
yaitu kalimat interogatif yang menjawab pertanyaan ‘apa, siapa, mengapa’.
Kemudian, jenis kalimat interogatif kedua yaitu kalimat interogatif yang tidak
memerlukan jawaban atau dis ebut juga dengan ����� (susauimunmun).
i) ��� �� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ���� ��� ������.
Baramdo eomneun gongjunge sujigeui pamuneul naeimyeo goyohi tteoreojineun odongipeun nuguui baljachwoeimnikka.
Daun paulownia yang jatuh perlahan di ruang tanpa udara yang berdesir halus adalah jejak siapa.
(kalimat pertama puisi Al Su Eopsseoyo)
Kalimat i) di atas merupakan contoh kalimat interogatif yang berfungsi
untuk menanyakan ‘siapa’. Akhiran pada kalimat i) yaitu ������
(baljachwoeimnikka) terbentuk dari nomina+�� (ida). Nomina pada
akhiran tersebut adalah ��� (baljachwoe) yang bermakna ‘jejak’. Akhiran
penutup kalimat yang digunakan pada akhiran tersebut yaitu –���
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
16
(imnikka) merupakan akhiran penanda jenis kalimat interogatif.
j) ��(宇宙)� �����.
Ujuneun jugeomingayo.
Apakah alam semesta mati.
k) ��� ����.
Insaengeun jamingayo.
Apakah kehidupan tertidur.
(kalimat ketiga dan keempat puisi Gojeokhan Bam)
Selanjutnya, kalimat j) dan k) merupakan bait kedua dari puisi
Gojeokhan Bam. Kedua kalimat ini masing-masing memiliki akhiran yaitu �
���� (jugeumingayo) dan ���� (jamingayo). Kedua akhiran
tersebut memiliki struktur kalimat yang sama yaitu predikat nomina+���
(-ingayo).
Akhiran penutup kalimat –��� (-ingayo) merupakan akhiran
dengan jenis kalimat interogatif. Nomina pada akhiran pertama �� (jugeom)
bermakna ‘kematian’ dan pada akhiran kedua � (jam) bermakna ‘tidur’.
Akhiran penutup kalimat –��� (-ingayo) digunakan pada jenis kalimat
interogatif ����� (susauimunmun). Jenis kalimat ini merupakan jenis
kalimat yang digunakan oleh penutur untuk bertanya kepada dirinya sendiri
sehingga tidak membutuhkan jawaban.
Kemudian, jenis kalimat terakhir yang ditemukan pada analisis ini
yaitu jenis kalimat imperatif. Kalimat imperatif merupakan kalimat yang
berfungsi untuk meminta mitra tutur melakukan sesuatu (Institut Nasional
Bahasa Korea, 2005). Dari sembilan puisi yang dianalisis, jenis kalimat
imperatif hanya ditemukan dalam puisi Gaji Maseoyo.
l) ��� �� ���.
Geogireul gaji maseoyo.
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
17
Jangan pergi ke sana.
m) �� ���.
Naneun siryeoyo.
Aku tidak menyukainya.
(kalimat kelima dan keenam puisi Gaji Maseoyo)
Kalimat l) dan m) merupakan dua kalimat yang diulang sebanyak empat
kali dalam empat bait. Kedua kalimat ini memiliki akhiran kalimat �� ��
� (kaji maseoyo), dan ��� (siryeoyo). Kedua akhiran kalimat tersebut
dilekatkan dengan akhiran penutup kalimat –(�)�� (-(eu)seoyo) yang
merupakan bentuk lama dari akhiran –(�)�� (-(eu)seyo). Akhiran kalimat –
(�)�� (-(eu)seoyo) merupakan penanda jenis kalimat imperatif (Choo,
2008).
3) Ragam Bahasa
Sama halnya dengan jenis kalimat, analisis ragam bahasa dilakukan
dengan melihat akhiran setiap kalimat. Dari sembilan puisi karya Han Yongun
yang dianalisis pada penelitian ini, ditemukan empat ragam bahasa yaitu ragam
datar, banmal, sopan dan formal. Ragam formal dan sopan merupakan ragam
yang paling banyak digunakan.
n) ���(薔薇花)� �� ���� ���� �� ����.
Jangmihwaui nimui bomppiramyeon masiniui nimeun Itaerida.
Jika bunga mawar adalah hujan musim semi bagi tuan maka Italia adalah tuan bagi Mazzini.
o) �� �� ��� � ��� �� ������.
Nimeun naega saranghal ppun anira nareul saranghananira.
Tuan tidak hanya aku cintai namun juga mencintaiku.
(kalimat ketiga dan keempat puisi Gunmal)
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
18
Pada kalimat n) terdapat akhiran ���� (itaerida) yang memiliki
bentuk predikat nomina+�� (-ida) dengan nomina ��� (itaeri). Nomina
tersebut merupakan lafal pengucapan bahasa Korea bagi nama negara Italia.
Akhiran ini juga merupakan akhiran kalimat dengan ragam bahasa sederhana
dilihat dari bentuk akhiran penutup kalimatnya yaitu –� (-da).
Kemudian, akhiran kalimat pada kalimat o) yaitu ������
(saranghananira) merupakan bentuk akhiran kalimat berupa verba ����
(saranghada) bermakna ‘mencintai’. Verba tersebut dilekatkan dengan akhiran
penutup kalimat –��� (nanira) yang merupakan ragam bahasa sederhana
(Choi, 2010).
p) �� ����.
Oo ibyeoriyeo.
Ooh perpisahan.
(kalimat keempat puisi Ibyeoreun Miui Changjo)
Kalimat p) merupakan kalimat dengan ragam bahasa banmal. Akhiran
kalimat yang terdapat pada kalimat p) yaitu ���� (ibyeoriyeo). Akhiran
ini memiliki predikat nomina �� (ibyeol) yang dilekatkan dengan akhiran
penutup kalimat –�� (-iyeo). Kalimat p) merupakan kalimat satu-satunya
dengan ragam banmal yang ditemukan dalam penelitian ini.
q) �� ��� ���� ����.
Ama sarangeun nimegeman innabeoyo.
Mungkin cinta ini hanya ada untuk tuan.
r) �� ��� ��� ���� ��� �� ������
�� �� ����� ��� ����.
Aa baljachwoe sorina anideomyeon kkumina ani kkaeeotsseuryeomaneun
kkumeun nimeul chajeogaryeogo gureumeul tatsseosseoyo.
Ooh jika itu bukanlah suara jejak kaki atau aku terbangun dari mimpi
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
19
mimpi itu akan mencari tuan dengan menaiki awan.
(kalimat ketiga dan keempat puisi Kkum Kkaegoseo)
Selajutnya, kalimat q) dan r) merupakan contoh kalimat dengan ragam
sopan. Akhiran kalimat q) terbentuk dari predikat adjektiva �� (ittta) yang
bermakna ‘ada’. Akhiran penutup kalimat yang melekat pada adjektiva ��
(ittta) yaitu –��� (-nabeoyo) merupakan bentuk lama dari akhiran –���
(-nabwayo).
Kemudian, akhiran kalimat r) terbentuk dari predikat verba ��
(tada) bermakna ‘menaiki’ yang dilekatkan dengan dua imbuhan kala lampau
yaitu –� (-at) dan –� (-eot) yang memberikan fungsi kalimat sebagai
kalimat lampau yang telah lama terjadi. Kemudian, verba ini dilekatkan dengan
akhiran penutup kalimat –�� (-eoyo).
Ragam bahasa terakhir yaitu ragam formal. Ragam formal merupakan
ragam dengan tingkat kesopanan paling tinggi di antara lima ragam lainnya.
Kalimat s) dan t) di bawah merupakan contoh ragam bahasa formal.
s) ��� �� �� � ��� ��� ����.
Geureona naui gireun i sesange dulbakke eopseumnida.
Tetapi aku hanya memiliki dua jalan.
t) ��� �� �� ��� ����.
Hananeun nimui pume angineun girimnida.
Salah satunya yaitu jalan menuju pelukan tuan.
(kalimat kesebelas dan kedua belas puisi Naui Gil)
Akhiran yang terdapat pada kalimat s) yaitu akhiran ����
(eopsseumnida). Akhiran tersebut terbentuk dari predikat adjektiva ��
(eoptta) bermakna ‘tidak ada’. Adjektiva ini dilekatkan dengan akhiran
penutup kalimat ragam formal yaitu –��� (-seumnida).
Kemudian, akhiran kalimat t) yaitu ���� (girimnida). Akhiran ini
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
20
terbentuk dari nomina � (gil)+�� (-ida) yang merupakan jenis kalimat
kopula. Nomina � (gil) +�� (-ida) yang bermakna ‘jalan’ dan dilekatkan
dengan akhiran penutup kalimat –��� (-bnida).
D. PENUTUP
Berdasarkan tinjauan teori yang telah dipaparkan, penulis melakukan
analisis pola dan jenis kalimat serta ragam bahasa pada sembilan puisi karya
Han Yongun. Pada sembilan puisi karya Han Youngun terdapat 48 pola kalimat
tunggal, 45 pola kalimat majemuk, dan 1 pola kalimat tak lengkap. Pola kalimat
pada puisi karya Han Yongun tersusun secara terstruktur sesuai dengan pola
kalimat baku bahasa Korea. Selanjutnya, jenis kalimat yang terdapat pada
kesembilan karya puisi Han Youngun antara lain yaitu 64 kalimat deklaratif, 22
kalimat interogatif, dan 8 kalimat imperatif. Kemudian berdasarkan analisis
akhiran penutup kalimat, ragam bahasa yang digunakan Han Yongun pada
sembilan karya puisinya yaitu 54 ragam formal, 30 ragam sopan, 1 ragam
banmal, dan 9 ragam datar.
Melalui analisis pada sembilan karya puisi Han Yongun dapat diambil
kesimpulan bahwa ragam bahasa dan jenis kalimat mayoritas yang ditemukan
pada sembilan puisi tersebut adalah kalimat deklaratif dengan ragam bahasa
formal. Penggunaan pola kalimat deklaratif-formal dalam sembilan puisi karya
Han Yongun mendapat pengaruh dari ajaran Buddha mengenai samma vaca
atau ucapan yang benar.1
1 Dengan tidak berkata-‐kata kasar, seseorang akan mengucapkan sesuatu yang tak akan dipersalahkan, menyenangkan didengar, dapat diterima, berkenan dihati, sopan, menyenangkan dan disenangi oleh semua orang ( Majjhima Nikaya I : 288).
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Universitas Indonesia
21
E. DAFTAR PUSTAKA
�����. 2005. Korean Language for Foreigners 1 ���� �� �� �� 1. ��: ��������. (Institut Nasional Bahasa Korea. 2005. Oegugineul Wihan Hangugeo Munppeop 1. Seoul: Communication Books.)
_________. 2005. Korean Language for Foreigners 2 ���� �� ��� �� 2. ��: ��������. (Institut Nasional Bahasa Korea. 2005. Oegugineul Wihan Hangugeo Munppeop 2. Seoul: Communication Books.)
���. 2008. Nimui Chimmuk and The World of Buddhism �� ��� �(禪)� ��. ��: ���. (Kim Gwangwon. 2008. Nimui Chimukgwa Seonui Segye. Seoul: Saemunsa.)
���. 2008. Korean Standard Grammar �� ��� ��. ��: ���. (Kim Jongrok. 2008. Pyeojun Hangugeo Munppeop. Seoul: Park Ijeong)
���. 2010. Modern Korean Syntax �� �� ���. ��: ���. (Nam Gisim. 2010. Hyeondae Gugeo Tongsaron. Kyeonggi: Taehaksa).
���. 2010. Korean Syntax �� ���. ��: �� ���. (Seong Changseon. 2010. Gugeo Tongsaron. Seoul: Hangungmunhwasa.)
���. 2010. Shin Gyeong Rim’s Find for a Poet ���� ��� ���. ��: �� ��. (Shin Gyeongnim. 2010. Shin Gyeong Nimui Siineul Chajaseo. Seoul: Uri Gyoyuk.)
Coulmas, Florian. 2007. Sociolinguistics: The Study of Speakers’ Choices. New York: Cambrige University Press.
Hung, Eva et all. 2014. Asian Translation Traditions. United Kingdom: Routledge
Khotbah-khotbah Menengah Sang Buddha: Majjhima Nikāya (Terjemahan dari bahasa Pali oleh Bhikkhu Ñāṇamoli & Bhikkhu Bodhi). 2013. (Edi Wijaya dan Indra Anggara, Penerjemah.). Jakarta: DhammaCitta Pres.
Pola dan jenis..., Nur Rosyidah Syahbaniyah, FIB UI, 2015
Recommended