View
6
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Pola Ketepatan Terapi Antibiotik Pada Pasien Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Bagian Atas Usia
Anak Di Puskesmas Ciputat Timur Februari 2015
Laporan Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Disusun oleh:
Muhammad Azmi Awaluddin
NIM: 1113103000013
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016/ 1437 H
ii
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 17 Oktober 2016
Muhammad Azmi Awaluddin
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Pola Ketepatan Terapi Antibiotik Pada Pasien Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Bagian Atas Usia
Anak Di Puskesmas Ciputat Timur Februari 2015
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh:
Muhammad Azmi Awaluddin
NIM: 1113103000013
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2016 M
Pembimbing 1
dr.Alyya Siddiqa, Sp.FK
NIP. 19750803 200912 2 005
Pembimbing 2
dr. Nurmila Sari, M Kes
NIP. 19850315 201101 2 010
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Penelitian berjudul Pola Ketepatan Terapi Antibiotik Pada Pasien Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Bagian Atas Usia Anak Di Puskesmas Ciputat
Timur Februari 2015 yang diajukan oleh Muhammad Azmi Awaluddin (NIM:
1113103000013), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
pada hari senin, 17 Oktober 2016. Laporan Penelitian ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter.
Ciputat, 17 Oktober 2016
DEWAN PENGUJI
PIMPINAN FAKULTAS
Penguji 1
dr. Cut Warnaini, MPH
NIP. 19821211 200912 2 001
Penguji 2
dr. Riva Auda, M.Kes, Sp.A
NIP. 19761217 200801 2 015
Dekan FKIK UIN
Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M. Kes
NIP. 19650808 198803 1 002
Kaprodi PSKPD
dr. Achmad Zaki, M. Epid, Sp. OT
NIP. 19780507 200501 1 005
Pembimbing 1
dr.Alyya Siddiqa, Sp.FK
NIP. 19750803 200912 2 005
Pembimbing 2
dr. Nurmila Sari, M Kes
NIP. 19850315 201101 2 010
Ketua Sidang
dr.Alyya Siddiqa, Sp.FK
NIP. 19750803 200912 2 005
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta
alam yang atas ridho, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Pola Ketepatan Terapi Antibiotik
Pada Pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Bagian Atas Usia Anak Di
Puskesmas Ciputat Timur Februari 2015” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan jenjang program sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat terwujud karena adanya dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan
penghargaan, rasa hormat, dan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT, selaku Ketua Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Alyya Siddiqa, Sp.FK selaku dosen pembimbing 1 yang telah banyak
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing penelitian sejak awal hingga terselesaikannya penelitian ini.
4. dr. Nurmila Sari, M.Kes selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing penelitian sejak awal hingga terselesaikannya penelitian ini.
5. dr. Riva Auda, M.Kes, Sp.A selaku dosen penguji yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk menguji, mengarahkan serta memberi
masukan untuk penelitian ini.
6. dr. Cut Warnaini, MPH selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk menguji, mengarahkan serta memberi masukan
untuk penelitian ini.
vi
7. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku dosen penanggung jawab riset mahasiswa
Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter 2013.
8. Kedua orangtua penulis, Awaluddin bin OK Gani dan Zuliani Hamzah, yang
selalu mendoakan, memberi semangat dan motivasi, serta memberikan
dukungan baik moral maupun material, serta Nuansa Chalid dan Raisa Zuhra
sebagai kakak dan adik yang selalu mendoakan dan menjadi motivasi
terselesaikannya penelitian ini.
9. Para dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Teman-teman seperjuangan riset, Hana Fitri Hendarti, Carina Putri yang
sudah duluan sidang, dan Muhammad Kafabillah bersama-sama saya saling
memberi semangat hingga selesai dan selalu membantu dalam melewati
berbagai hal dalam penelitian ini.
11. Teman-teman serumah Rohman Sungkono, Imam Al-Kautsar, Azharan Alwi,
Damar Mughni yang selalu mengingatkan untuk semangat
12. Teman-teman sejawat Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan
2013 tercinta yang ikut memberi dukungan dalam penelitian ini.
13. Teman-teman Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan angkatan 2013 yang
menyemangati saya dan bersedia membantu
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga penelitian ini dapat memberi
banyak manfaat bagi kita semua.
Ciputat, 17 Oktober 2016
Muhammad Azmi Awaluddin
vii
ABSTRAK
Muhammad Azmi Awaluddin. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
Pola Ketepatan Terapi Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) Bagian Atas Usia Anak Di Puskesmas Ciputat Timur Februari 2015.
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum di
masyarakat. Penatalaksanaan pada ISPA dapat berbeda (setiap pasiennya), sesuai
dengan bagian tubuh yang terinfeksi. Penatalaksanaan pada ISPA pada umumnya
tidak memerlukan antibiotik. Pemberian antibiotik harus sesuai dengan gejala/tanda
dan harus dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui persentase obat yang digunakan pada ISPA
bagian atas dan ketepatan terapinya di Puskesmas Ciputat Timur Februari 2015.
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif cross sectional dengan metode totally
sampling dengan besar minimum adalah 86 sampel. Dari 174 sampel didapatkan
ketepatan terapi dengan 40,8%. Pemberian antibiotik pada pasien ISPA bagian atas
mencapai 63% dengan antibiotik terbanyak yang diberikan adalah amoksisilin dengan
55%. Pemberian antibiotik di Puskesmas Ciputat Timur Februari 2015 yang
berdasarkan gejala/tanda dan diagnosis masih belum sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan.
Kata kunci: ISPA bagian atas, Obat antibiotik, Tepat Terapi, Kode diagnosis
viii
ABSTRACT
Muhammad Azmi Awaluddin. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
Pattern On Right Antibiotics Given For Upper Tract Infection (URI) In
Pediatric Patients At Ciputat Timur Primary Health Care February 2015
Upper respiratory tract infection is a common disease in society. URI therapy could
be different on each person, according which part of the infection located. Commonly
URI treatment d not need antibiotics. Antibiotics should be given according to signs
or symtoms and proven by laboratory result. This research appropiately to identify
medication for URI and its therapy in Ciputat Timur Primary Health Care. This
research was a descriptive and cross sectional study. It used the totally sampling
method. From 174 samples, there’s 40,8% was appropriate in using antibiotics.
Amoxicillin was the most often drug administrated to URI patients with 55%, and
total antibiotics used is 63%. The administration of antibiotics in Ciputat Timur
Primary Health Care was based on symptom and diagnosis of URI. However, there
were unappropiate administration which was not suitable with the guidelines.
Keywords: upper respiratory tract infection (URI), antibiotics, right treatment,
diagnoses code.
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 3
1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 3
1.4.1 Buat Peneliti ......................................................................... 3
1.4.2 Buat Institusi ........................................................................ 4
1.4.3 Buat Perguruan Tinggi ........................................................ 4
1.4.4 Buat Masyarakat .................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ................................................................................ 5
2.1.1 Penggunaan Obat Antibiotik .............................................. 5
2.1.2 Pengertian ISPA Bagian Atas .............................................. 5
2.1.3 Prevalensi ISPA .................................................................... 5
x
2.1.4 Klasifikasi ISPA Bagian Atas.................................................6
2.1.4.1 Common cold ........................................................... ..8
2.1.4.2 Sinusitis........................................................................7
2.1.4.3 Laringitis .................................................................. ..9
2.1.4.4 Faringitis dan Tonsilitis .......................................... 10
2.2 Kerangka Teori ................................................................................ 14
2.3 Kerangka Konsep ............................................................................ 15
2.4 Defenisi Operasional ....................................................................... 16
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian ............................................................ 19
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 19
3.2.1 Waktu Penelitian .................................................................. 19
3.2.2 Tempat Penelitian ................................................................. 19
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................... 19
3.3.1 Populasi Target ..................................................................... 19
3.3.2 Populasi Terjangkau ............................................................ 19
3.3.3 Sampel Penelitian ................................................................. 19
3.4 Kriteria Sampel ............................................................................... 20
3.4.1 Kriteria Inklusi ..................................................................... 20
3.4.2 Kriteria Eksklusi .................................................................. 20
3.5 Manajemen Data ............................................................................. 20
3.5.1 Instrumen Penelitian ........................................................... 20
3.5.2 Cara Kerja ............................................................................ 20
3.5.3 Alur Penelitian ...................................................................... 21
3.5.2 Pengolahan, Analisa Data, Penyajian Data ....................... 22
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Distribusi Pasien Berdasarkan Kelompok Umur, Jenis Kelamin,
Diagnosis dan Gejala ............................................................................ 23
xi
4.2 Gambaran Pola Tatalaksana .......................................................... 26
4.3 Keterbatasan Peneliti ...................................................................... 31
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 32
5.2 Saran ............................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 33
LAMPIRAN ....................................................................................................... 36
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Infeksi Pada Saluran Napas........................................................ 6
Gambar 2.2 Gradasi Pembesaran Tonsil ........................................................ 11
Gambar 2.3 Kriteria Centor Dalam Algoritma .............................................. 12
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kondisi Yang Dapat Menyebabkan Sinusitis ................................. 8
Tabel 2.2 Kriteria Konvensional Untuk Diagnosis Sinusitis ......................... 9
Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Kelompok Umur Pada Pusk
esmas Ciputat Timur Februari 2015 ............................................................... 23
Tabel 4.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Puskes
mas Ciputat Timur Februari 2015 .................................................................. 24
Tabel 4.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Diagnosis ISPA Bagian Atas
Puskesmas Ciputat Timur Februari 2015 ....................................................... 25
Tabel 4.4 Karakteristik Gejala dan Tanda Pada Pasien ISPA Bagian Atas 25
Tabel 4.5 Gambaran Pemberian Antibiotik Pada Pasien ISPA Bagian Atas. 26
Tabel 4.6 Gambaran Pemberian Antibiotik Berdasarkan Diagnosis ........... 27
Tabel 4.7 Ketepatan Terapi Pada Penyakit ISPA Bagian Atas ..................... 29
Tabel 4.8 Klasifikasi Terapi Pada Faringitis dan Tonsilitis Berdasarkan
Kriteria Centor .................................................................................................. 30
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Meneliti ...................................................................... 36
Lampiran 2. Riwayat Hidup Penulis ............................................................... 37
xv
DAFTAR SINGKATAN
ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dokter memiliki peran vital dalam melakukan pelayanan kesehatan khususnya
dalam penatalaksanaan. Penatalaksanaan yang mencakup pemilihan obat tentu sangat
penting untuk kesembuhan pasien. Pemilihan obat tersebut didasarkan keluhan, gejala
dan tanda yang dikenali oleh dokter serta pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada pasien. Pengobatan sebagai ilmu dan seni juga dipengaruhi oleh pengalaman,
budaya dan agama, keinginan pasien serta pengetahuan terbaru yang dimiliki oleh
dokter sehingga banyak perbedaan pemberian obat antar pasiennya.1
ISPA yaitu Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan penyakit yang umum
diderita oleh masyarakat. Banyaknya masyarakat yang menderita ISPA membuat
terapi pada ISPA perlu diperhatikan. Dari istilahnya ISPA mempunyai tiga unsur
penting yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut. Infeksi merupakan invasi dan
pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh. Saluran pernapasan merupakan organ
tubuh mulai dari hidung, faring, laring sampai ke paru. Di saluran tersebut terdapat
epiglotis yang merupakan pembatas anatomis pembagian saluran napas atas dan
bawah, sehingga ISPA dibagi 2 menjadi ISPA bagian atas dan bagian bawah. Akut
adalah timbul secara mendadak, pola perjalanan yang singkat dan relatif berat. 2
Infeksi pada saluran napas dapat berbeda disetiap pasiennya, karena dapat
menginfeksi anggota tubuh yang berbeda. Sehingga penatalaksanaan pada ISPA dapat
beragam dan berbeda di setiap pasiennya.
Di Indonesia period prevalance ISPA pada Riskesdas 2013 mencapai 25,0%, dan
ini tidak jauh berbeda dari hasil Riskesdas 2007 yang bernilai 25,5%. Provinsi dengan
angka ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh
(30,0%). Selain itu angka kejadian tertinggi ISPA menurut kelompok umur adalah
umur 1-4 tahun (25,8%), umur dibawah 1 tahun (22,0%) dan umur 5-14 tahun
(15,4%).3
Di provinsi Banten sendiri pada tahun 2010 ISPA berada pada puncak dari 10
penyakit dengan angka kejadian yang tinggi, yaitu 643.200 angka kejadian.4
2
Period prevalence tertinggi yang dihitung dalam sebulan terakhir pada tahun
2013 di Provinsi Banten ialah Kabupaten Pandeglang (32,1%), Kabupaten Tangerang
(29,1%) dan kota Serang (28,7%). Period prevalence ISPA pada Kota Tangerang
Selatan adalah (21,2%).4
Penyebab terbesar dari infeksi saluran napas bagian atas merupakan virus
yaitu; virus influenza tipe A atau B, coronavirus, rhinovirus, coxackie virus tipe A,
Ebstein-Barr virus. Streptococcus beta hemolitik grup a dan staphylococcus aureus
merupakan mikroba yang penting dan sering ditemukan pada infeksi saluran napas
akut bagian atas. 5.6
Beberapa penyakit pada ISPA bagian atas merupakan penyakit
self-limited yang akan sembuh sendirinya.7 Beberapa diantaranya dapat diberikan
antibiotik jika terdapat tanda-tanda infeksi bakteri dan harus dipastikan dengan
pemeriksaan kultur.7 Pemilihan antibiotik yang sesuai, sangat penting untuk
kesembuhan pasien dan menghindarkan resistensi obat dan efek samping serta
meminimalisasi biaya yang dikeluarkan pasien.7 Pemakaian antibiotik tidak sesuai
ketentuan akan menyebabkan tidak efektifnya kemampuan antibiotik dalam
membunuh kuman penyebab.8
Pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas Sukasada II tahun 2014
didapatkan 95 (65,9%) pasien ISPA usia balita dan usia kanak-kanak dari jumlah 114
pasien dari segala kelompok umur.9 Pada penelitian tersebut peneliti berkesimpulan
bahwa hampir secara menyeluruh pengobatan dengan antibiotik pada pasien ISPA di
puskesmas tersebut tidak sesuai dengan pedoman pengobatan dasar puskesmas 2007.
Ketidaksesuaian tersebut meliputi jenis antibiotik yang diberikan serta kesesuaian
pada indikasi pemberiannya.9
Atas dasar latar belakang ini, peneliti ingin melihat pola pemberian obat
antibiotik dan ketepatan terapi pada pasien Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
Bagian Atas usia anak di Puskesmas Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
3
1.2 Rumusan Masalah
1. Obat antibiotik apakah yang sering diberikan pada pasien infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) bagian atas pada usia anak di Puskesmas Ciputat
Timur Februari 2015?
2. Berapa persentase ketepatan terapi pemberian antibiotik pada pasien
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) bagian atas pada usia anak di
Puskesmas Ciputat Timur Februari 2015?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pola terapi pada pasien infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) bagian atas pada usia anak di Puskesmas Ciputat Timur Februari 2015
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui obat antibiotik yang digunakan pada pasien infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) bagian atas pada usia anak di Puskesmas Ciputat
Timur Februari 2015 dan persentasenya
2. Mengetahui ketepatan pemberian obat antibiotik pada infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) bagian atas pada usia anak di Puskesmas Ciputat
Timur Februari 2015 berdasarkan indikasinya dan persentasenya
3. Mengetahui distribusi pasien infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
bagian atas pada usia anak di Puskesmas Ciputat Timur Februari 2015
berdasarkan jenis kelamin dan usia
4. Mengetahui distribusi pasien infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
bagian atas pada usia anak di Puskesmas Ciputat Timur Februari 2015
berdasarkan gejala dan diagnosisnya
4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat buat peneliti
1. Meningkatkan keilmuan peneliti dalam bidang farmakologi terlebih
dalam obat antibiotik.
2. Keterampilan dalam penulisan karya ilmiah dan melakukan penelitian
dilapangan
3. Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah
1.4.2 Manfaat buat instansi terkait
1. Menambah informasi baru mengenai pola pemberian antibiotik di
Puskesmas Ciputat Timur
2. Sebagai bahan evaluasi bagi Puskesmas Ciputat Timur dalam
pemberian obat antibiotik pada pasien ISPA usia anak.
1.4.3 Manfaat buat Perguruan Tinggi
Menambah referensi penelitian dalam bidang kedokteran di FKIK UIN
1.4.4 Manfaat buat Masyarakat
Menjadi informasi bagi masyarakat tentang mengenai penggunaan
antibiotik yang benar sehingga mencegah pemakaian antibiotik yang tidak
benar.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Penggunaan Obat Antibiotik
Penggunaan obat antibiotik harus sesuai dengan gejala/tanda yang ada pada
pasien, dan pemeriksaan laboratorium. Pemberian obat dapat dikatakan rasional
bila memenuhi kriteria tepat obat, tepat indikasi pemberian, tepat diagnosis
penyakitnya, tepat dosis, tepat interval pemberian, tepat lama pemberian, tepat
cara pemberian, dan tepat informasi. 10
Penggunaan obat yang tidak tepat,
khususnya pada penggunaan antibiotik dapat berdampak pada resistensi kuman
tertentu dan juga dapat berdampak meningkatnya biaya pengobatan. Pengobatan
yang sesuai dengan kebutuhan dan harga yang paling murah adalah pengobatan
yang paling rasional. 10
2.1.2 Pengertian ISPA Bagian Atas
Menurut Departemen Kesehatan (Depkes) Republik Indoneisa, ISPA
adalah Infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas
mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah,
pleura). 11
Saluran napas terbagi 2 epiglottis sebagai pembatasnya. Saluran napas
bagian atas umumnya berhubungan dengan nasofaring dan laring sedangkan
bagian bawah ialah saluran trakea hingga paru12
, maka jika terdapat infeksi pada
saluran napas bagian atas dikatakan sebagai ISPA bagian atas (ISPA). Common
cold, tonsillitis, faringitis, epiglottitis, sinusitis dan rhinitis merupakan bagian
dari ISPA bagian atas. 5
2.1.3 Prevalensi ISPA
Umumnya, anak berumur pra-sekolah mempunyai 2-6 episode terkena
6
ISPA bagian atas dalam setahun dan usia dewasa memiliki 2-5 episode
pertahunnya. 6 Pada penelitian yang dilakukan di Uganda 37% anak usia dibawah
2 tahun dari 300 ibu pernah mengalami ISPA bagian atas. Di Indonesia,
prevalensi ISPA tetap tinggi setiap tahunnya, dan 21,6% kasusnya terjadi di
daerah perkotaan.13
ISPA bagian atas dapat dikategorikan sebagai penyakit yang
epidemik dan pandemik, yaitu dipercaya anak sekolah yang terkena ISPA bagian
atas dapat menularkan ke anggota keluarganya. Disebut pandemik karena banyak
dari kasus influenza virus yang baru, berasal dari hewan yang dapat bertransmisi
dan menginfeksi manusia seperti kasus flu burung. 5
2.1.4 Klasifikasi ISPA Bagian Atas
Infeksi Saluran Pernapasam Akut (ISPA) bagian atas dapat diklasifikasikan
menjadi common-cold, faringitis, tonsillitis, epiglottitis, sinusitis dan rhinitis
yang kesemuanya terjadi di saluran napas bagian atas yang dibatasi oleh
epligotis. 5, 14
7
Gambar 2.1 Infeksi pada saluran pernapasan dibagi menjadi atas dan bawah.
common-cold, faringitis, tonsillitis, epiglottitis, sinusitis dan rhinitis
merupakan bagian infeksi pada saluran pernapasan atas.
Sumber: Common Cold and Other Upper Respiratory Tract
Infections, 2015
2.1.4.1 Common Cold
Common cold atau selesma adalah penyakit infeksi saluran napas atas
yang menular melalui droplet di udara, yang dapat sembuh sendiri dan dapat
disebabkan oleh lebih dari 100 virus.14
Rhinovirus dan coronavirus
merupakan etiologi terbesar pada penyakit ini hingga 50-70 persen dari
seluruh kasus. Masa inkubasinya 1-4 hari dan berakhir dalam 2-3 minggu.
Pasien common cold biasanya mengeluhkan rasa panas di belakang hidung
pada awalnya, lalu diikuti oleh hidung tersumbat, rinore dan bersin yang
berulang. 14
Kejadian kasus ini dapat dipengaruhi oleh paparan debu yang
berulang dan penurunan daya tahan tubuh penderita. Diagnosis dapat
ditegakkan jika pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya demam dan
rongga hidung tampak sempit dan mengeluarkan sekret serta mukosa udem
dan hiperemis. Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan. Perlu
dipertimbangkan diagnosis lainnya, apakah ini merupakan influenza, rhinitis
alergi atau vasomotor yang merupakan diagnosis bandingnya. Perbedaan
common cold dengan influenza adalah onset influenza bersifat tiba-tiba dan
dalam beberapa jam saja dan common cold lebih sering terjadi ketika sedang
musim dingin. 15 Gejala dan tanda lainnya terlihat serupa.
Tatalaksana yang diberikan bersifat simptomatik, yaitu obat
dekongestan dan jika pasien terdapat demam diberikan antipiretik. Pasien
juga diedukasi untuk menjaga tubuh selalu dalam keadaan optimal, menutup
mulut ketika bersin dan rajin untuk mencuci tangan untuk mencegahnya. Jika
pasien sudah terkena maka istirahat yang cukup dan mengkonsumsi makanan
dan minuman yang sehat. 14
8
2.1.4.2 Sinusitis
Sinusitis adalah peradangan pada sinus yang dapat terjadi akibat
alergi atau infeksi virus, bakteri atau jamur. 17 Penyebab utama sinusitis ialah
ostium sinus yang tersumbat, atau rambut-rambut ciliary tidak bekerja
dengan baik hingga menyebabkan tertahannya sekresi mucus di rongga sinus
lalu menyebabkan peradangan sinus. Beberapa keadaan juga dapat
menyebabkan sinusitis seperti yang tertera pada tabel 2.1 16
Gejala pada sinusitis ialah nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus
yang terkena. Pada sinusitis maksilaris akan terasa nyeri pada daerah di
bawah mata, sakit gigi dan sakit kepala. Jika sinus frontalis yang terkena
akan terasa nyeri di dahi. Pada sinusitis etmoidalis biasanya terdapat nyeri di
antara mata, di dahi dan juga bisa di pinggiran hidung jika ditekan. Radang
pada sinus sfenoidalis lokasinya tidak dapat ditentukan, bisa dirasakan di
puncak kepala atau kadang menyebabkan sakit telinga atau leher. 17
Diagnosis sinusitis dapat ditegakkan jika ditemukan 2 gejala mayor
atau 1 gejala mayor dengan 2 gejala minor pada kriteria konvensional yang
Tabel 2.1 Kondisi yang dapat menyebabkan sinusitis
Sumber: The diagnosis and management of
sinusitis: A practice parameter update, 2005
9
tertera pada tabel 2.2. Diagnosis juga dapat ditegakkan dengan rontgen pada
area sinus yang terjadi peradangan. Untuk menentukan luas dan beratnya
sinusitis menggunakan CT scan. 18
Tabel 2.2 Kriteria konvensional untuk diagnosis sinusitis
sumber: Clinical Practice Guideline for Acute Bacterial
Rhinosinusitis in Children and Adults, 2012
Pada terapi sinusitis dapat diberikan antibiotik amoksisilin ataupun
kotrimoksazol. Diberikan juga dekongestan untuk mengurangi penyumbatan
serta analgesik untuk mengurangi nyeri. Amoksisilin dapat diberikan jika
pasien tidak memiliki resiko resistensi antibiotik. Jika terdapat resiko
resistensi maka dapat diberikan terapi antimikroba lini kedua seperti
doksisiklin atau sefiksim plus klindamisin. 17
2.1.4.3 Laringitis
Laringitis adalah peradangan pada laring yang sering diderita oleh
anak usia 3 bulan hingga 3 tahun. Penyebab utamanya oleh virus
parainfluenza, adenovirus, virus influenza tipe A dan B, RSV dan campak.
Laringits juga dapat diakibatkan oleh penggunaan suara yang berlebihan,
pajanan terhadapat polutan, refluks gastroesofageal, bronchitis dan
pneumonia. 14
Keluhan utama pada laringitis ialah suara serak atau suara hilang
10
(afonia). Gejala nyeri tenggorokan, batuk kering, bersin-bersin, hidung
tersumbat dan demam juga dapat terjadi. 14
Faktor resiko yang dapat
menyebabkan laryngitis ialah, perubahan suhu mendadak, malnutrisi, daya
tahan tubuh rendah dan rhinitis alergi. 14
Penegakan diagnosis dapat melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik ditemukan mukosa laring
hiperemis dan membengkak di sekitar pita suara. Suara stridor dapat
ditemukan jika terjadi obstruksi jalan napas akibat udem laring. Foto ronsen
jaringan lunak leher AP lateral dilakukan untuk melihat pembengkakan pada
subglotis (Steeple sign). 14
Rekomendasi terkuat pada terapi laringitis akut adalah tidak
diperlukan pemberian antibiotik, didasarkan pada penelitian reviu sistematik
dan uji acak terapi laringitis yang menunjukkan tidak efektifnya terapi
antibiotik.7,19
Obat analgesik diberikan untuk meredakan nyeri tenggorokan,
dan dekongestan seperti efedrin atau pseudoefedrin bila hidung tersumbat. 14
2.1.4.4 Faringitis dan Tonsilitis
Faringitis dan tonsillitis adalah peradangan pada faring dan tonsil.
Kedua bagian tubuh tersebut terletak berdekatan, sehingga kadang dapat
terjadi keduanya sekaligus. Prevalensi anak dengan tonsilitis 70 persennya
disebabkan oleh infeksi virus.7 Setiap tahunnya sekitar 40 juta orang di dunia
mengunjungi tempat pelayanan kesehatan diakibatkan faringitis. 14
Keluhan yang terjadi biasanya lemas, anoreksia, demam, suara serak.
Pada tonsillitis bisa terdapat keluhan sulit menelan, atalgia dan mulut berbau
(foetor ex ore). 14
Faktor yang dapat menyebabkan biasanya faktor usia (anak),
penurunan daya tahan tubuh dan higienitas rongga mulut kurang baik. 14
Pada pemeriksaan fisik, faringitis akibat bakteri dapat ditemukan
adanya faring hiperemis dengan eksudat pada permukaannya dan kadang
ditemukan kelenjar limfa pada leher bagian depan membengkak. Pada
tonsillitis akibat bakteri ditemukan tonsil membengkak atau udem, hiperemis
11
dan juga terdapat detritus. 14
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan
ialah kultur apus tenggorokan dan tes cepat antigen. 20
Berdasarkan rasio tonsil dan orofaring (gambar 2.2), pembesaran
tonsil dapat dibagi menjadi:
- T0: Tonsil tidak terlihat atau sudah diangkat
- T1: <25% volume tonsil dibandingkan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar
anterior uvula
- T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai
½ jarak pilar anterior uvula
- T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai
¾ jarak pilar anterior uvula
- T4: >75% volume tonsil dibandingkan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar
anterior-uvula
Gambar 2.2 Gradasi pembesaran tonsil, Pada gambar a(t0) tonsil tidak
terlihat. Gambar b(t1)-d(t3) terlihat adanya pembesaran
tonsil dengan skala kecil ssampai menengah. Pada gambar
e(t4), tonsil membesar dan menutupi orofaring.
Sumber: Rhinologic and sleep apnea, 2007
12
Tonsilektomi diindikasikan pada gradasi pembesaran tonsil yang dapat
menyebabkan obstruksi saluran napas, gangguan tidur dan disfagia berat. 14
Terapi pada faringitis dan tonsillitis dapat menggunakan kriteria
Centor dengan 4 gejala yang bernilai 1 poin disetiap gejalanya. Jika pasien
merupakan anak dibawah 14 tahun ditambahkan 1 poin, dan jika berumur
diatas 45 tahun poin dikurang 1. Pasein dengan skor 4 atau lebih, diberikan
antibiotik tanpa dilakukan cek laboratorium. Pasien dengan skor 2-3,
dilakukan kultur apus tenggorokan atau dilakukan tes cepat antigen. Jika skor
0-1 maka tidak diindikasikan untuk dilakukan uji laboratorium. 20
Gambar 2.3 Kriteria Centor dalam algoritma.
Pemberian antibiotik dapat diberikan jika skor melebihi
atau sama dengan 4. Skor 2-3 dilakukan kultur apus
tenggorokan atau dilakukan tes cepat antigen. Jika skor 1
atau 0 maka tidak diindikasikan untuk dilakukantes lab.
Sumber: Diagnosis and treatment of streptococcal
pharyngitis. American Family Physician, 2009
13
Antibiotik yang direkomendasikan ialah penisilin G benzatin yang
diberikan dengan dosis sekali, atau juga amoksisilin 10 mg per berat badan
dan diberikan selama 10 hari. Antibiotik lain seperti eritromisin, azitromisin
dan sefadroksil dapat diberikan jika pasien menderita alergi penisilin. 20
14
2.2 Kerangka Teori
Pasien ISPA bagian atas
Pilek Tonsil/ Faring
Hiperemis Demam Batuk Detritus
Faringitis
Nyeri
pada sinus
Tatalaksana
Obat Simptomatik Obat Kausatif
Tepat Obat
Berdasarkan Pedoman
Pengobatan Dasar di
Puskesmas dan Panduan
Praktik Klinik
Diagnosis Tonsilitis Laringitis Commond
Cold/Flu Sinusitis
Tepat
Diagnosis
Tepat
Indikasi
Tepat Penilaian
Kondisi Pasien
Tepat Dosis dan
interval Tepat Informasi
Tepat
Penyerahan
Obat
Tepat Cara
Pemberian
Tepat Lama
Pemberian
15
2.3 Kerangka Konsep
Pasien ISPA bagian atas
Keluhan, gejala/tanda
Berdasarkan Pedoman
Pengobatan Dasar di
Puskesmas dan Panduan
Praktik Klinik
Tatalaksana
Faringitis Tonsilitis Laringitis Commond
Cold/Flu Sinusitis
Obat Simptomatik Obat Kausatif
Antivirus Antibiotik
Tepat
Diagnosis
Tepat
Indikasi
16
2.4 Definisi Operasional
Untuk melihat dan menilai variabel-variabel yang akan diukur, digunakan
definisi operasional dari masing-masing variabel yaitu:
No Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur Alat Ukur Skala
1 Pasien
ISPA
bagian
atas
Seseorang yang
didiagnosa
menderita
tonsillitis,
faringitis,
laryngitis dan
ISPA bagian atas
Sesuai yang
tertulis di buku
registrasi poli
anak (kode I003
Faringitis, I004
Tonsilitis, I005
Laringitis, I006
ISPA atas) dan
data rekam
medis
puskesmas
Rekam medis dan
buku registrasi
poli anak
Kategorik
2. Obat
antibiotik
Obat-obatan
yang digunakan
untuk melawan
infeksi bakteri
Baca sesuai yang
tertulis di rekam
medis
Rekam medis dan
buku registrasi
poli anak
Kategorik
3. Tepat
Diagnosis
Ketepatan pada
penegakkan
diagnosis sesuai
gejala yang
tertulis pada
rekam medis
pasien
Studi Pustaka Pedoman
Pengobatan Dasar
Di Puskesmas
Tahun 2007,
Panduan Praktik
Klinis Bagi
Dokter Di
Fasilitas
Pelayanan
Kesehatan Primer
Kategorik
4. Tepat
Indikasi
Ketepatan
pemberian obat
berdasarkan pada
diagnosis dan
gejala yang
tertera pada
rekam medis
pasien
Studi Pustaka Panduan Praktik
Klinis Bagi
Dokter Di
Fasilitas
Pelayanan
Kesehatan Primer
Kategorik
17
No Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur Alat Ukur Skala
5. Commond
cold
Penyakit yang
tidak memiliki
gejala spesifik
pada kode
diagnosis I006
Dengan cara
melihat keluhan
dan gejala/tanda
pada rekam medis
pasien
Rekam medis dan
buku registrasi
poli anak
Kategorik
6. Faringitis Penyakit yang
didiagnosis
sebagai faringitis
oleh dokter dan
didapatkan
gejala faring
hiperemis pada
kode diagnosis
I006
Dengan cara
melihat keluhan
dan gejala/tanda
pada rekam medis
pasien
Rekam medis dan
buku registrasi
poli anak
Kategorik
7. Tonsilitis Penyakit yang
didiagnosis
sebagai tonsillitis
oleh dokter dan
didapatkan
gejala
pembesaran
tonsil atau
detritus pada
kode diagnosis
I006
Dengan cara
melihat keluhan
dan gejala/tanda
pada rekam medis
pasien
Rekam medis dan
buku registrasi
poli anak
Kategorik
8. Laringitis Penyakit yang
didiagnosis
sebagai laringitis
oleh dokter
Dengan cara
melihat keluhan
dan gejala/tanda
pada rekam medis
pasien
Rekam medis dan
buku registrasi
poli anak
Kategorik
9. Sinusitis Penyakit yang
didiagnosis
sebagai sinusitis
oleh dokter
Dengan cara
melihat keluhan
dan gejala/tanda
pada rekam medis
pasien
Rekam medis dan
buku registrasi
poli anak
Kesehatan Primer
Kategorik
18
10. Pasien
Anak
Pasien yang
berumur dibawah
18 tahun dan
terdapat pada
buku registrasi
poli anak
Puskesmas
Ciputat Timur
Melihat kolom
umur pada buku
registrasi poli
anak
Rekam medis dan
buku registrasi
poli anak
Kategorik
19
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan
pendekatan potong lintang (cross sectional). Data yang diambil ialah data
sekunder yaitu melihat buku registrasi poli anak dan rekam medik pasien.
3.2 Waktu dan tempat penelitian
3.2.1 Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari - Juli 2016
3.2.2 Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas Ciputat Timur Jl. Anggur I No. 3, Kel.
Rempoa, Kec. Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan.
3.3 Populasi dan sampel penelitian
3.3.1 Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah pasien anak penderita Infeksi
Saluran Napas Akut (ISPA) bagian atas di Puskesmas Ciputat Timur.
3.3.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien anak penderita Infeksi
Saluran Napas Akut (ISPA) bagian atas yang terdata pada buku registrasi
Puskesmas Ciputat Timur di bulan Februari 2015.
3.3.3 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah pasien anak penderita Infeksi Saluran Napas
Akut (ISPA) bagian atas yang terdata pada buku regitrasi Puskesmas
Ciputat Timur di bulan Februari 2015. Sampel diambil secara totally
sampling. Besar sampel yang memenuhi kriteria inklusi adalah 174 sampel.
20
3.4 Kriteria sampel
3.4.1 Kriteria Inklusi
Pasien yang terdaftar di registrasi poli anak bulan Februari 2015
Diagnosis dalam rekam medik ISPA bagian atas:
Faringitis = I003
Tonsilitis = I004
Laringitis = I005
ISPA atas = I006
Memiliki identitas lengkap (nama, usia, jenis kelamin,) dalam rekam
medis dan buku registrasi pasien
Tercatat nama obat dalam rekam medis
Tercatat keluhan penyakit pada rekam medis
3.4.2 Kriteria Eksklusi
Pasien yang tidak mempunyai nomor registrasi
Rekam medis yang tidak dapat terbaca
3.5 Managemen Data
3.5.1 Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder berupa
buku registrasi poli anak dan data rekam medik bulan Februari tahun 2015
yang diperoleh dari Puskesmas Ciputat Timur
3.5.2 Cara Kerja
Sebelum dilakukannya penelitian ke puskesmas, peneliti terlebih dahulu
membuat surat dari kampus perihal izin melakukan penilitian di puskesmas
yang ditujukan ke Dinas Kesehatan Tangerang Selatan. Setelah itu, surat
izin yang didapat diberikan ke Kepala Puskesmas Ciputat Timur dan
tembusan ke Kantor Walikota Tangerang Selatan. Selanjutnya,
pengambilan data dilakukan dengan melihat buku registrasi poli anak pada
21
bulan Februari 2015 dan juga rekam medik pasien satu persatu. Dari buku
registrasi dan rekam medik dikumpulkan data berupa diagnosis, keluhan
dan obat yang didapat dan data yang termasuk kriteria eksklusi tidak
diambil sebagai sampel. Setelah itu dilakukan analisa data sesuai literatur
yang ada, dan diolah serta dianalisa untuk diambil hasil dan kesimpulan
dari penelitian tersebut.
3.5.3 Alur Penelitian
Mengajukan izin penelitian ke Dinas Kesehatan
Tangerang Selatan
Mengambil sampel pada buku registrasi dan
rekam medik pasien
Ya
Memberikan surat izin ke Puskesmas Ciputat Timur
Tidak
Sampel tidak diikutsertakan
dalam penelitian
Pengolahan data dan analisa
Gejala Diagnosis Obat
Sampel sudah memenuhi kriteria inklusi dan tidak
terdapat kriteria eksklusi?
Pembuatan Laporan
22
3.5.4 Pengolahan, Analisa data, dan Penyajian data
Data yang telah didapat dikumpulkan pada software Microsoft Excel. Data
diurutkan sesuai urutan nomer registrasi lalu dianalisa dengan melihat
pemberian obat antibiotik dan disesuaikan dengan indikasi pemberian
antibiotik pada Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas Tahun 2007 dan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
HK.0202/MENKES/514/2015 tentang “Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer” serta juga disesuaikan
pada literatur-literatur yang ada. Kemudian data disajikan dalam bentuk
teks dan tabel. Hasil penelitian dibuat dalam bentuk makalah laporan
penelitian yang seterusnya akan dipresentasikan di hadapan staf pengajar
Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN.
23
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diambil dari buku registrasi poli anak dan rekam medik didapatkan
174 sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi. Kriteria diagnosis dan pilihan
penatalaksanaan didasarkan pada Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas Tahun
2007, Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
hasil dari Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
HK.0202/MENKES/514/2015 dan juga disesuaikan dengan beberapa literatur lain
yang menunjang.
4.1 Distribusi pasien berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, dan diagnosis
ISPA bagian atas dan gejala.
Berikut ini adalah distribusi pasien berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin,
diagnosis pasien dan gejala/ tanda pada pasien.
Tabel 4.1 Karakteristik pasien berdasarkan kelompok umur pada Puskesmas Ciputat
Timur Februari 2015
No Kelompok Umur Jumlah Persentase
1 <1 tahun 27 15.52%
2 1-5 tahun 97 55.75%
3 6-12 tahun 50 28.74%
TOTAL 174 100%
Berdasarkan kelompok umur (pada tabel 4.1) usia balita 1-5 tahun memiliki
persentase kasus tertinggi yaitu 55.75%. Penelitian serupa dilakukan Hermawan dkk
(2014) pada seluruh kelompok umur. Pada penelitian tersebut usia balita 1-5 tahun
juga memiliki persentase kasus ISPA yang tertinggi yaitu 67 kasus (46,5%) dari 177
sampel.9
Pada RISKESDAS 2013, persentase period prevalence ISPA pada
kelompok umur 1-4 juga merupakan yang tertinggi dari semua kelompok umur yaitu
25,8%.3 Daniel Goh (1999) mengatakan anak dibawah 5 tahun rawan untuk terkena
24
ISPA bagian atas sebanyak 3 sampai 8 kali pertahunnya. Umumnya ISPA tersebut
bersifat minor dan self-limiting.21
Kasus ISPA pada anak mempunyai beberapa faktor.
Diantaranya usia anak, status gizi, berat lahir, suplementasi vitamin A.13
Pada
penelitian yang dilakukan oleh Kholisah dkk (2009) berkesimpulan bahwa faktor
ISPA pada anak balita ialah pajanan asap rokok dan dan riwayat imunisasi karena
secara statistik keduanya memiliki nilai yang signifikan sebagai faktor pada kasus
ISPA anak balita.13
Tabel 4.2 Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin pada Puskesmas Ciputat
Timur Februari 2015
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1 Laki-laki 90 52.72%
2 Perempuan 84 48.28%
TOTAL 174 100%
Berdasarkan tabel 4.2 diatas, didapatkan proporsi pasien anak laki-laki penderita
ISPA bagian atas yang datang ke Puskesmas Ciputat Timur lebih banyak
dibandingkan perempuan yaitu 90 dari 174 kasus atau 52.72%. Penelitian oleh
Hermawan dkk (2014) memiliki proporsi yang hampir sama pada kasus ISPA anak
laki-laki yaitu 76 kasus (52,8%) dari 144 kasus. 99
Penelitian tentang prevalensi ISPA
di daerah Pulo Gadung Jakarta oleh Kholisah dkk (2009) memiliki proporsi yang
tidak jauh berbeda yaitu laki-laki 53 (51,5% ) dari 103 kasus ISPA pada balita.
Kholisah berkesimpulan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi prevalensi pada
kasus ISPA.13
Karakteristik diagnosis (tabel 4.3) didapatkan berdasarkan pada diagnosis dan
gejala pada rekam medis pasien. Pada rekam medis pasien dengan kode I006 yang
memiliki gejala atau tanda yang spesifik, peneliti menggolongkan diagnosis tersebut
berdasarkan pada Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas Tahun 2007 dan
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer 2015.
Contohnya, pada pasien dengan kode I006, bila ditemukan gejala/tanda yang
25
mengarah ke faringitis maka peneliti mengkategorikan pasien tersebut ke faringitis.
Diagnosis common cold/flu didapatkan dari rekam medis pasien dengan kode I006
(ISPA) yang memiliki gejala tidak spesifik.
Tabel 4.3 Karakteristik pasien berdasarkan diagnosis ISPA bagian atas pada
Puskesmas Ciputat Timur Februari 2015
No Diagnosis Jumlah Persentase
1 Common Cold/Flu 131 75.29%
2 Faringitis 20 11.49%
3 Laringitis 3 1.72%
4 Sinusitis 2 1.15%
5 Tonsilitis 18 10.34%
TOTAL 174 100%
Berdasarkan tabel 4.3 diatas, Common cold/Flu merupakan kasus tertinggi yaitu
131 dari 174 kasus dengan persentase 75.29%. Berbeda dengan hasil penelitian
Hermawan dkk (2014) di Puskesmas Sukasada II pada bulan Mei-Juni 2014, peneliti
tersebut mendapatkan faringitis sebagai diagnosis terbanyak dengan angka kasus 60
dari 144 kasus yang ada.9
Tabel 4.4 Karakteristik gejala dan tanda pada pasien ISPA bagian atas
No Gejala/Tanda Jumlah Persentase
1 Batuk 162 93.10%
2 Pilek 99 56.90%
3 Demam 122 70.11%
4 Flu 22 12.64%
5 Detritus 2 1.15%
6 Pembesaran Tonsil 13 7.47%
7 Faring/Tonsil Hiperemis 11 6.32%
8 Lainnya 47 27.01%
26
Gejala dan tanda pada tabel 4.4 berdasarkan yang tercantum pada rekam medis
yang jelas. Berdasarkan karakteristik gejala (pada tabel 4.4) batuk memiliki
persentase gejala paling besar yaitu 162 (93,10%) dari 174 kasus dan demam menjadi
gejala kedua paling sering yaitu 122 (70,11%) dari 174 kasus. Dari 162 gejala batuk,
terdapat 7 yang merupakan gejala batuk berdahak. Graham W (2011) menuliskan
bahwa batuk merupakan masalah terbesar pada anak. Pada anak usia balita 2 dari 3
anak akan datang ke dokter minimum sekali dalam setahun dengan diagnosis ISPA.
Dari 4 anak yang didiagnosis sebagai ISPA, 3 diantaranya mempunyai gejala batuk. 22
Demam merupakan gejala yang identik dengan adanya infeksi. Adanya infeksi dari
mikroorganisme akan mengeluarkan pirogen endogen yang akan bekerja di
hipotalamus membentuk prostaglandin dengan enzim siklooksigenase.
Prostaglandinlah yang akan menaikkan set point suhu tubuh dan menyebabkan
demam.13
Gejala lain yang ditemukan ialah mual, muntah, mencret, mata merah ,
sakit kepala, sakit perut, sakit tenggorokan, sulit menelan, sariawan, pusing, nyeri
telinga dan gatal.
4.2 Gambaran pola tatalaksana
Tabel 4.5 Gambaran pemberian antibiotik pada pasien ISPA bagian Atas
No Diagnosis Tidak diberikan antibiotik Diberikan antibiotik
Kasus Persentase Kasus Persentase
1 Common
Cold/Flu 50 38% 81 62%
2 Faringitis 7 35% 13 65%
3 Laringitis 3 100% 0 0%
4 Sinusitis 0 100% 2 100%
5 Tonsilitis 4 22% 14 78%
TOTAL 64 37% 110 63%
27
Berdasarkan tabel 4.5 diatas, dapat kita simpulkan lebih dari setengah pasien
dengan ISPA bagian atas diberikan antibiotik dan hanya 64 kasus (37%) yang tidak
diberikan. Hasil yang serupa juga didapatkan oleh Hermawan dkk (2014) bahwa
hanya 9 kasus dari 144 kasus ISPA bagian atas yang tidak diberikan antibiotik.9 Pada
penyakit yang diberikan antibiotik (tabel 4.6), amoksisilin menjadi obat yang paling
sering diberikan yaitu 96 (55%) dari 174 kasus. Hal ini berbeda dengan yang
didapatkan oleh Hermawan dkk (2014), pada penelitiannya penoksimetil penisilin
(penisilin V) diberikan sebanyak 31 (21,5%) kali dari 144 kasus, dan kotrimoksazol
berada di posisi pertama yaitu sebanyak 78 kali (54,2%) dari 144 kasus. 9
Tabel 4.6 Gambaran pemberian antibiotik berdasarkan diagnosis
No Diagnosis Amoksisilin Sefiksim Sefadroksil
Kasus % Kasus % Kasus %
1 Common
Cold/Flu 70 53% 1 1% 10 8%
2 Faringitis 12 60% 0 0% 1 5%
3 Laringitis 0 0% 0 0% 0 0%
4 Sinusitis 1 50% 0 0% 1 50%
5 Tonsilitis 13 72% 1 6% 0 0%
TOTAL 96 55% 2 1% 12 7%
Terapi commond cold menurut “Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer” hanya diberikan terapi simptomatik berupa
dekongestan, antipiretik, analgetik dan juga diistirahatkan yang cukup. 14
Hal ini
karena pada umumnya penyakit ini akan sembuh dengan sendirinya dalam 1 sampai 2
minggu. Pemberian antibiotik tidak mengurangi gejala pada commond cold/flu dan
tidak direkomendasikan pemberiannya pada pasien anak maupun dewasa.23. 24
Pada
penelitian ini didapatkan 91 kasus (62%) kasus common cold diberikan antibiotik.
28
Hal ini tidak sesuai dengan panduan oleh Kemenkes dan merupakan terapi yang tidak
tepat.
Pada penyakit laringitis, etiologi terbesar ialah virus influenzae (tipe A dan B)
dan parainfluenza. Terapi yang diberikan bersifat simptomatik antara lain
dekongestan, antipiretik, analgetik, serta menghindari iritan yang dapat membuat
tenggorokan nyeri serta mengistirahatkan pita suara.14
Antibiotik sangat tidak
direkomendasikan untuk diberikan.7 Antibiotik diberikan hanya jika terdapat bakteri
penyebab pada kultur. Antibiotik yang dapat diberikan adalah golongan penisilin. 14
Pada penelitian ini didapatkan 3 kasus dan ketiganya tidak diberikan antibiotik. Hal
ini sangat baik karena telah sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh Kemenkes,
dan mempunyai persentase tepat terapi 100%.
Pada penelitian ini, sinusitis diterapi dengan amoksisilin 1 kasus (50%) dan
sefadroksil 1 kasus (50%). Menurut “Pedoman pengobatan dasar di Puskesmas tahun
2007” pada terapi sinusitis diberikan dekongestan dan antibiotik amoksisilin ataupun
kotrimoksazol. 17
Pada penelitian Kaminszczik I (1986) tentang terapi akut dan kronik
sinusitis pada 30 orang yang diberikan sefadroksil, dikatakan bahwa terapi
sefadroksil pada sinusitis 90% hasilnya sangat baik ketika dikonfirmasi dengan
pemeriksaan radiologi. 25
Antibiotik harus diberikan jika dalam 10 hari sinusitis belum
membaik ataupun mengalami pemburukan, menandakan bahwa itu merupakan
sinusitis akibat bakteri.7 Maka dari itu dapat dikatakan terapi pada sinusitis keduanya
telah tepat terapi dengan persentase 100%.
Terapi faringitis diberikan jika terdapat tanda infeksi bakteri berupa faring atau
tonsil hiperemis dan terdapat eksudat dipermukannya. 14. 17 Jika terdapat tanda tersebut,
maka dapat diberikan antibiotik Penisilin G Benzatin 50.000 U/KgBB/IM dosis
tunggal, atau Amoksisilin 10 mg per berat badan. Dosis dibagi 3 kali sehari selama 10
hari. 14
Pada penelitian ini didapatkan 10 kasus faringitis dengan gejala faring
hiperemis dan 7 diantaranya diberikan antibiotik amoksisilin. Pada 10 kasus faringitis
tanpa gejala infeksi bakteri, 3 diantaranya tidak diberikan antibiotik. Pada faringitis,
sangat direkomendasikan terapi dengan golongan penisilin jika pasiennya tidak
terdapat alergi terhadap penisilin. 202
Maka pada penelitian ini didapatkan 10 kasus
29
yang diterapi sesuai panduan dengan persentase 50%.
Terapi tonsilitis diberikan jika terdapat tanda infeksi bakteri berupa tonsil
hiperemis dan jika terdapat tanda detritus. 14. 17 Jika terdapat tanda tersebut, maka
dapat diberikan antibiotik Penisilin G Benzatin 50.000 U/KgBB/IM dosis tunggal,
atau Amoksisilin 10 mg perberat badan dosis dibagi 3 kali sehari selama 10 hari atau
juga dapat diberikan kortikosteroid deksametason. 14
Pada penelitian ini didapatkan 2
kasus tonsillitis dengan tanda detritus pada tonsil dan keduanya diberikan antibiotik
amoksisilin. Pada 16 kasus tonsilitis tanpa gejala infeksi bakteri dan detritus, 4
diantarnya tidak diberikan antibiotik. Maka pada penelitian ini didapatkan 6 kasus
yang diterapi sesuai panduan dengan persentase 33,33%.
Permasalahan pada kriteria tepat atau tidak tepatnya pada penelitian ini ialah
terdapatnya diagnosis pasien yang tidak sesuai dengan gejala atau kemungkinan
penulisan gejala pada rekam medis tidak lengkap. Peneliti menggolongkan tepat atau
tidak tepatnya terapi berdasarkan dengan gejala dan obat antibiotik yang diberikan
dan menyesuaikannya pada Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas Tahun 2007,
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer hasil
dari Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
HK.0202/MENKES/514/2015 dan juga disesuaikan dengan beberapa literatur lain.
Dari analisa diatas dapat dilihat ketepatan terapi pada penelitian ini pada tabel 4.6.
Tabel 4.7 Ketepatan terapi pada penyakit ISPA atas
No Diagnosis Tepat
terapi %
Tidak tepat
terapi %
1 Common Cold/Flu 50 38.17% 81 61.83%
2 faringitis 10 50.00% 10 50.00%
3 laringitis 3 100.00% 0 0.00%
4 Sinusitis 2 100.00% 0 0.00%
5 tonsilitis 6 33.33% 12 66.67%
Total 71 40.8% 103 59.2%
30
Tabel 4.8 Klasifikasi terapi pada tonsilitis dan faringitis berdasarkan kriteria Centor
Kriteria
Centor
Faringitis Tonsilitis
Diberikan antibiotik
Tidak
diberikan
antibiotik
Diberikan antibiotik
Tidak
diberikan
antibiotik
Skor 1 0 0 2 1
Skor 2 5 4 7 3
Skor 3 6 3 5 0
Skor 4 2 0 0 0
Skor 5 0 0 0 0
Jika kita menggunakan Kriteria Centor untuk menentukan terapi pada pasien
tonsilitis dan faringitis maka hanya ada 2 kasus (10%) yang tepat diberikan antibiotik
secara langsung. Pada kriteria Centor penilaian menggunakan 4 gejala/tanda, yaitu
setiap nilainya bernilai 1. Gejala/tanda tersebut ialah:
1. Tidak terdapatnya batuk,
2. Pembengkakan pada nodus di leher bagian depan,
3. Demam,
4. Tonsil/Faring hiperemis dan eksudat,
5. Jika pasien berumur dibawah 14 tahun makan poin ditambah 1 dan jika
berumur diatas 45 maka poin dikurang 1.
Setelah itu dihitung poinnya, jika poin =4 atau lebih, maka diberikan terapi antibiotik
yang sesuai. Jika poin 2-3 maka perlu dilakukan kultur apus tenggorokan atau
dilakukan rapid antigen detection test (RADT) dan jika hasil positif bakteri maka
diberikan antibiotik. Jika skor dibawah 1 maka tidak diindikasikan untuk melakukan
tes laboratorium. 7. 20 Terapi dengan menggunakan kriteria Centor telah berhasil
menurunkan terapi yang tidak sesuai indikasi dan menurunkan jumlah biaya yang
dikeluarkan. 20
Pada penelitian Emalia Damayanti (2014) tentang ketepatan skoring
kriteria Centor untuk mengidentifikasi faringitis streptococcus grup A, peneliti
berkesimpulan bahwa dapat dipastikan diagnosis faringitis dengan skor dibawah 4
tidak diperlukan antibiotik. Pada diagnosis dengan skor 4 memiliki subjek dengan
31
hasil negatife pada 95% subjeknya jika dilakukan tes cepat antigen ataupun kultur
apus tenggorokan.26
Dari hasil penelitian yang kita dapat, dapat dilihat bahwa 59,2% kasus pada
penelitian ini masih belum tepat terapi dan pemberian antibiotik tidak berdasarkan
indikasinya. Peneliti Hermawan dkk (2014) mendapatkan hasil yang serupa dan
menyimpulkan pada penelitiannya bahwa pemberian antibiotik pada Puskesmas
Sukasada II terapinya belum sesuai pedoman pengobatan dasar puskesmas 2007. 9, 17
4.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini berdasarkan data sekunder dari rekam medis yaitu kode
diagnosis, gejala dan tanda serta nama obat. Tidak semua rekam medis
tersebut, memiliki data gejala dan tanda yang sesuai kriteria diagnosis.
Dengan demikian sebagian data disesuaikan dengan defenisi operasional yang
dibuat oleh peneliti yang berdasarkan literatur.
Data gejala dan tanda dilihat di rekam medis dan tidak dapat dibuktikan
secara klinis oleh peneliti.
32
BAB 5
Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
1. Obat yang paling sering digunakan pada pasien ISPA bagian atas usia anak di
Puskesmas Ciputat Timur bulan Februari 2015, yaitu obat amoksisilin sebesar
96 kasus (55%) dari 174 total kasus
2. Jumlah kasus tepat terapi sebesar 69 kasus (40,2%) pada pasien ISPA bagian
atas usia anak di Puskesmas Ciputat Timur bulan Februari 2015
3. Jumlah pasien ISPA bagian atas usia anak laki-laki lebih banyak dari
perempuan yaitu 90 (51,72%) dari 174 kasus
4. Kelompok umur balita 1-5 tahun merupakan kelompok umur dengan jumlah
terbesar pada kasus ISPA bagian atas dengan 97 kasus (55,75%) dari 174
kasus
5. Common cold/flu merupakan kasus tersering yang terjadi dengan jumlah 131
(75,29%) kasus dari total 174 kasus. Dan batuk merupakan gejala tersering
yang dikeluhkan sebesar 162 (93,1%) dari 174 kasus.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menilai tingkat keberhasilan
terapi antibiotik pada ISPA bagian atas dengan melihat kesembuhan pasien.
2. Bagi instansi yang terkait (Puskesmas Ciputat Timur) perlu adanya pedoman
dalam terapi ISPA bagian atas terkhusus dalam pemberian antibiotik dan
melakukan pemeriksaan penunjang yang sesuai, sehingga pelayanan
pengobatan dapat lebih baik lagi
3. Bagi instansi yang terkait (Puskesmas Ciputat Timur) pada penulisan gejala
tiap pasien perlu ditulis dengan lengkap. Sehingga memudahkan ketika
evaluasi pada terapi tiap pasiennya
33
Daftar Pustaka
1. Williams, Hohn R. Panduan Etika Medis, Disertai Kasus-kasus Etika Pelayanan
Medis Sehari-hari, (29). Yogyakarta:FK UMY, 2004
2. Dorland, W.A Newman. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.29. Jakarta : EGC,
2006
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Dasar 2013, 2013
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Pokok-pokok Hasil Riskesdas Provinsi Banten 2013, 2013
5. Rohilla A, Sharma V, Kumar S. Upper respiratory tract infections: An Overview.
International Journal of Current Pharmaceutical Research, 2013: 3(13), 1–3.
6. Teng CL, Shajahan Y, Khoo EM, Nurjahan I, Leong KC, Yap TG. The
management of upper respiratory tract infections. The Medical Journal of
Malaysia, 2009:56(2), 260–6
7. Zoorob R, Sidani M, Fremont RD, Kihlberg C. Antibiotic Use in Acute Upper
Respiratory Tract Infections. Am Fam Physician, 2012:86(9), 817–22.
8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Panduan Peringatan Hari
Kesehatan Sedunia 7 April 2011, Gunakan Antibiotik Secara Tepat Untuk
Mencegah Kekebalan Kuman, 2011
9. Hermawan, H., & Kartika Sari, K. A. Pola Pemberian Antibiotik Pada Pasien Ispa
Bagian Atas Di Puskesmas Sukasada II Pada Bulan Mei – Juni 2014. E-Jurnal
Medika Udayana, 2013:3(10),1–11. Retrieved from
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/11935
10. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Modul Penggunaan Obat Rasional,
8–10, 2011 http:///www.binfar.kemkes.go.id. Diakses pada tanggal 6 Juli
2016
11. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut, 2012
12. Faiz Omar, Moffat D, Anatomy at a Glance. Jakarta: Erlangga, 2004
34
13. Nasution K, dkk. Infeksi Saluran Napas Akut pada Balita di Daerah Urban Jakarta,
Sari Pediatri 2009:11(4), 223–8.
14. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer.ed:1, 2013
15. Roxas M, & Jurenka J. Colds and influenza: A review of diagnosis and
conventional, botanical, and nutritional considerations. Alternative Medicine
Review, 2007:12(1), 25–48.
16. Borish L, Natahan, Robert A, dkk. The diagnosis and management of sinusitis: A
practice parameter update. Journal of Allergy and Clinical Immunology,
2005:116(6), 13–47.
17. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengobatan Dasar Di
Puskesmas, 2007
18. Chow AW, Benninger MS, Brook I, Brozek JL, Goldstein EJC. Clinical Practice
Guideline for Acute Bacterial Rhinosinusitis in Children and Adults. Clinical
Infectious Diseases, 2012:54(8), e72–e112.
19. Schwartz SR, Cohen SM, Dailey SH, Rosenfeld RM, Deutsch ES, Gillespie MB,
Patel MM. Clinical practice guideline: Hoarseness (Dysphonia).
Otolaryngology - Head and Neck Surgery, 2009:141 (3)
20. Choby BA. Diagnosis and treatment of streptococcal pharyngitis. American
Family Physician, 2009:79(5), 383–390.
21. Goh DYT, Shek, LPC, Wah LB. Acute respiratory tract infections in children :
outpatient management. Kesehatan Internasional, August 1999, 1–9.
22. Worrall G. Diagnosing ARIs Series Acute cough in adults. Canadian Family
Physician, 2011:57, 48–51.
23. Fashner J, Ericson K, Werner S, Hersh AL, Jackson MA, Hicks L. Treatment of
the common cold in children and adults. Pediatrics, 2013:132(6), 153–159.
24. Simasek M, Blandino DA. Treatment of the common cold. American Family
Physician, 2007:75(4).
25. Kaminszczik, I. Treatment of acute and chronic sinusitis with cefadroxil, abstract.
(1986). https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3803251
35
26. Damayanti E, Iriani Y. Ketepatan Skoring McIsaac untuk Mengidentifi kasi
Faringitis Group A Streptococcus pada Anak, Sari Pediatri 2014:15(5),
301–6.
27. Kenny T. Common Cold and Other Upper Respiratory Tract Infections ,
patient.info 2015:2–5.
28. Kountakis SE, Onerci M. Rhinologic and sleep apnea surgical techniques. New
York: Spronger, 2007
36
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Izin Meneliti
37
Lampiran 2
Riwayat Hidup Penulis
DATA PRIBADI
Nama : Muhammad Azmi Awaluddin
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat/tanggal lahir : Medan, 5 Agustus 1995
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Alamat : Komplek Griya Swatika Telkom, blok c13 no 17-18,
Legoso, Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
No. Telepon/HP : 085211482595
Email : muh.azmi5@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Tahun 2001-2003 : Sekolah Dasar Negeri no.11 Kota Langsa
2. Tahun 2003-2007 : Sekolah Dasar Negeri no.1 Kuala Simpang
3. Tahun 2007-2013 : Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan
4. Tahun 2013-sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Recommended