View
3
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
i
POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN DI BAWAH UMUR
DALAM PERSPEKTIF UU NO 35 TAHUN 2014 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK DAN HUKUM ISLAM
(Studi Kasus Terhadap Pasangan di Bawah Umur di Desa Klakah
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
Novita Purnita Sari
NIM 211-13-033
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
ii
iii
POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN DI BAWAH UMUR
DALAM PERSPEKTIF UU NO 35 TAHUN 2014 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK DAN HUKUM ISLAM
(Studi Kasus Terhadap Pasangan di Bawah Umur di Desa Klakah
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
Novita Purnita Sari
NIM 211-13-033
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
iv
v
vi
vii
MOTO
Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk
menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya
jalan ke surga (HR Muslim)
viii
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat serta karunia-Nya,
shalawat salam semoga tetap tercurah kepada rasulullah SAW, skripsi ini penulis
persembahkan untuk:
Kedua orang tua saya tercinta, Bapak Suroto RH dan Ibu Purwanti yang selalu
memberi semangat, dukungan, doa dan kasih sayang tak terbatas.
Adik-adik saya, Irwan Hendrawan dan Hesti Kusumastuti yang selalu memberi
semangat dan dukungan untuk menyelesaikan karya ini secepatnya untuk meraih cita-
cita.
Dosen pembimbing saya, Ibu Evi Ariyani, S.H., M.H yang dengan ikhlas dan sabar
membimbing, mengarahkan, serta mencurahkan waktu dan tenaganya sehingga
skripsi ini terselesaikan.
Orang yang istimewa bagi saya, Rahmad Bayu Anggoro, S.H. yang senantiasa
memberikan motivasi saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan pantang
menyerah serta selalu ada dalam keadaan apapun.
Sahabat-sahabat saya dan teman-teman jurusan Hukum Keluarga Islam angkatan
2013 yang memberi semangat dan suportnya sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim
Alhamdulillahhirobbil Alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT,
yang selalu memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi dengan judul POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN DI
BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF UU NO 35 TAHUN 2014 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK DAN HUKUM ISLAM (Studi Kasus terhadap pasangan di
bawah umur di Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali).
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada nabi Agung Muhammad SAW,
kepada keluarga, sahabat serta pengikutnya yang senantiasa setia dan menjadikannya
suritauladan. Beliaulah yang membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman
terang benderang dan semoga kita semua mendapatkan Syawaatnya nanti di yaumul qiyamah,
Amin yarobbalalamim.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak yang telah tulus ikhlas membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh
karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr . Rahmat Haryadi , M.Pd. , Selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Dr. Siti Zumrotun, M, Ag. , Selaku Dekan Fakultas Syariah
3. Evi Ariyani, S.H., M.H, Selaku Dosen pembimbing
4. Sukron Ma‟mun, M. Si, Selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam
5. Seluruh dosen IAIN Salatiga, yang telah memberikan ilmunya yang sangat
bermanfaat.
x
6. Orang tua dan adik-adik penulis yang telah memberikan dan mencurahkan segala
kemampuannya untuk mendukung memenuhi keinginan penulis hingga saat ini.
Tanpa mereka mungkin karya ini tidak akan pernah ada.
7. Sahabat terbaik dan orang spesial yang selalu ada untuk memberi dukungan, semangat
serta doa kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
8. Seluruh teman-teman seperjuangan Hukum Keluarga Islam angkatan 2013 atas segala
semangat dan suportnya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga hasil dari penelitian ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta pembaca pada umumnya. Aamiin.
Salatiga, 23 Maret 2018
Novita Purnita sari
NIM : 211-13-033
xi
ABSTRAK
Purnita Sari, Novita. “Pola Pengasuhan Anak pada Pasangan di Bawah Umur dalam
Prespektif UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dan Hukum Islam
( Studi Kasus Terhadap Pasangan di Bawah Umur di Desa Klakah Kecamatan
Selo Kabupaten Boyolali)”. Skripsi. Fakultas syariah. Jurusan Hukum Keluarga
Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing Evi Ariyani,
S.H., M.H.
Kata Kunci : pola pengasuhan, pasangan di bawah umur
Pasangan di bawah umur yang melakukan perkawinan umumnya tergolong orang
yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Dimana pasangan muda cenderung kurang
memahami cara mengasuh anak mereka. sehingga hal itu sangat berpengaruh dalam pola
pengasuhan anak mereka. Pertayaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah
bagaimana pola asuh anak pada pasangan di bawah umur di desa Klakah kecematan Selo
kabupaten Boyolali? Bagaimana prespektif UU No 35 Tahun 2014 Tentang perlidungan anak
terkait dengan pola pengasuhan anak pada pasangan di bawah umur di desa Klakah
kecematan Selo kabupaten Boyolali serta bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap pola
asuh anak pada pasangan di bawah umur di desa Klakah kecamatan Selo kabupaten Boyolali?
Melalui metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris peneliti
mengungkap fokus permasalahan di atas yang disajikan dalam bentuk diskriptif analitif.
Dengan metode tersebut dilakukan wawancara kepada beberapa narasumber sesuai dengan
data yang dibutuhkan. Untuk menguji hasil temuan data tersebut maka peneliti menganalisis
data dengan menggunakan kerangka teoritik yang peneliti susun.
Dari penelitian yang dilakukan terhadap pasangan yang menikah di bawah umur di
desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali pola pengasuhannya adalah pola asuh
otoriter dimana anak harus mengikuti perintah orang tua.
Dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak telah
dijelaskan tantang kewajiban orang tua dan hak-hak anak. Dalam penelitian ini mengenai
kewajiban orang tua sudah sesuai akan tetapi dalam hak anak ditemukan penyimpangan pada
pasal 11, dimana anak tidak diberi kebebasan untuk beristirahat, memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan teman sebayanya bermain dan berkreasi sesuai minat, bakat dan tingkat
kecerdasannya
Sedangkan dalam Hukum Islam telah dijelaskan bahwa seorang laki-laki adalah
pemimpin bagi keluarganya dan harus bertanggung jawab dalam hal material maupun
sepiritul.Seorang ayah wajib menaafkahi anggota keluarga dan membimbimg anggota
keluarga untuk bertaqwa kepada Allah SWT serta mengajarakan budi pekerti, tatakrama, dan
sopan santun. Dalam penelitian ini orang tua sudah menjalankan kewajibannya.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................................ ii
PENGESAHAN ....................................................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................................... iv
MOTTO .................................................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ..................................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ vii
ABSTRAK ............................................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 5
E. Tinjuan Pustaka ................................................................................................. 5
F. Penegasan Istilah ............................................................................................... 7
G. Metode Penelitian .............................................................................................. 8
1. Jenis Penelitian ............................................................................................ 8
2. Sumber Data ................................................................................................ 9
3. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 10
4. Teknik Analisa Data .................................................................................... 12
H. Sistematika Penulisan ........................................................................................ 12
xiii
BAB II KAJIAN TEORI TENTANG POLA PENGASUHAN ANAK PADA
PASANGAN DI BAWAH UMUR ........................................................................... 14
A. Perkawinan dalam Prespektif Hukum Positif .................................................... 14
1. Pengertian perkawinan ................................................................................ 14
2. Syarat perkawinan dalam UU No 1 tahun 1974 .......................................... 15
B. Perkawinan dalam Prespektif Hukum Islam .................................................... 16
1. Pengertian perkawinan ................................................................................ 16
2. Rukun dan Syarat Perkawinan .................................................................... 18
3. Batas Umur Perkawinan Menurut Hukum Islam ........................................ 27
C. Pernikahan dibawah umur ................................................................................. 28
1. Pengertian perkawinan di bawah umur ...................................................... 28
2. Faktor pendorong pernikahan di bawah umur .......................................... 29
3. Akibat pernikahan di bawah umur ............................................................ 31
D. Pola Pengasuhan Anak ...................................................................................... 35
1. Pengertian pola asuh anak ......................................................................... 35
2. Macam-macam pola asuh ......................................................................... 36
E. Konsep Pengasuhan Anak Menurut UU No 35 Tahun 2014
tentang Perlidungan Anak ................................................................................ 44
F. Konsep Pengasuhan Menurut Hukum Islam .................................................... 50
BAB III HASIL PENELITIAN TENTANG POLA PENGASUHAN ANAK PADA
PASANGAN DIBAWAH UMUR .......................................................................... 55
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ................................................................ 55
1. Kondisi Geografis Desa Klakah ................................................................ 55
2. Keadaan Penduduk Desa Klakah .............................................................. 56
xiv
B. Pola pengasuhan anak pada pasangan di bawah umur diwilayah Klakah
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali ................................................................ 59
1. Pola Pengasuhan Pasangan di bawah umur pada keluarga PT .................. 59
2. Pola Pengasuhan Pasangan di bawah umur pada keluarga EL ................. 62
3. Pola Pengasuhan Pasangan di bawah umur pada keluarga MS ................. 65
BAB IV ANALISIS POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN DI BAWAH
UMUR ...................................................................................................................... 68
A. Analalisis Pola Pengasuhan Anak pada Pasangan di bawah umur di desa
Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali .................................................... 68
B. Analalisis Pola Pengasuhan Anak dalam Prespektif Undang-Undang No 35
Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak ........................................................... 70
C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pola Asuh Anak pada Pasangan di bawah
Umur di desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali .............................. 72
BAB V PENUTUP ............................................................................................................... 78
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 78
B. Saran ................................................................................................................ 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah salah satu fase hidup manusia, dimana untuk dapat
meneruskan generasinya manusia perlu melakukan sebuah perkawinan. Perkawinan
menurut undang-undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai seorang suami-istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah-tangga) yang bahagia dan kekal berdasarakan ke Tuhanan
Yang Maha Esa.
Sedangkan dalam Hukum Islam, Perkawinan diartikan suatu akad atau perikatan
untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka
mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih
sayang dengan cara yang diridohi Allah (Ahmad:1996,11)
Untuk dapat melakukan sebuah perkawainan kita harus mengikuti peraturan yang
ada, baik peraturan dalam Hukum Islam maupun Hukum Positif. Hukum Islam
menyebutkan bahwasanya perkawinan dapat terjadi apabila memenuhi rukun dan Syarat
Perkawinan sebaagaimana tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 14 untuk
melaksanakan perkawinan harus ada : calon suami, calon isteri,wali nikah, dua orang
saksi dan ijab dan qabul.
Selain itu, Perkawinan juga harus mengikuti aturan Hukum Positif, di Indonesia
peraturan tersebut diatur dalam Undamg-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
dalam Pasal 7 ayat (1) perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur
19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
Sedangkan orang-orang yang masih berada di bawah usia tersebut diharuskan meminta
izin pengadilan apabila ingin melakukan perkawinan
2
Batasan-batasan untuk melakukan pernikahan telah diatur dalam Hukum Islam
dan Hukum Nasional namun Perkawinan di bawah umur sangat umum terjadi dalam
masyarakat. Hal ini dapat terjadi di akibatkan karena berbagai faktor, seperti faktor
lingkungan, faktor ekonomi dan faktor Pendidikan.
Pasangan di bawah umur yang melakukan perkawinan umumnya tergolong orang
yang memilki tingkat pendidikan rendah sehingga tidak sedikit dari mereka yang hanya
memahami bahwasanya perkawinan hanyalah ikatan antara laki-laki dan perempuan yang
kemudian halal melakukan hubungan suami istri, sedangkan tujuan dari perkawinan yang
lainya seperti memelihara kehormatan, meneruskan generasi, menciptakan keluarga yang
tentram kurang dipahami oleh orang-orang yang menikah di usia dini.
Hal ini mengindikasikan bahwa sedikit sekali tercapainya perkawinan yang
harmonis dalam sebuah keluarga. Sedangkan keharmonisan keluarga merupakan impian
dan harapan setiap pasangan menikah. Perkawainan yang tidak harmonis akan
berdampak buruk terhadap kelangsungan keluarga itu sendiri, seperti berdampak pada
kesetiaan pasangan suami istri, keseimbangan peran antar suami isteri serta berdampak
pada pola asuh orang tua muda terhadap anak-anak meraka nantinya. Pasangan muda
cenderung kurang memahami cara mengasuh anak mereka. Sehingga hal itu sangat
berpengaruh dalam pola asuh anak yang berkaitan dengan tumbuh kembang anak
mereka.
Dalam undang-undang perlindungan anak No 35 Tahun 2014 dijelaskan
bahwasanya orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab dalam mengasuh,
memelihara, mendidik, melindungi serta mencukupi segala kebutuhan anak dari lahir
sampai dewasa. Dalam hal ini, orang tua baik ayah maupun ibu wajib bekerja sama
dengan baik dalam menjalankan kewajiban tersebut.
3
Orang tua berkewajiban memberikan hak-hak anak berupa material maupun non
material. Sebagai contoh, orang tua wajib membiayai segala kebutuhan anak berupa
biaya pendidikan, sandang, pangan dan sebagainya. Namun, disamping itu orang tua juga
wajib memberikan kasih sayang dan perhatian penuh kepada anak sehingga anak merasa
nyaman.
Sedangkan pertimbangan usaha kesejahteraan anak harus mengedepankan
kematangan sosial,pribadi dan mental seorang anak yang menurut Undang-Undang
perlindungan anak dicapai pada umur 21 tahun, maka pasangan dibawah umur sulit
sekali memenuhi hal tersebut.
Di desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali telah banyak terjadi
Pernikahan di bawah umur dan para pasangan tersebut kini telah dikaruniai 1-2 anak
pada setiap pasangan. Berdasarkan hal tersebut penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian. Masalah tersebut menjadikan dasar bagi penulis untuk melakukan studi kasus
dengan judul POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN DI BAWAH UMUR
DALAM PERSPEKTIF UU NO 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN
ANAK DAN HUKUM ISLAM (Studi Kasus Terhadap Pasangan di Bawah Umur di
Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali)
B. Rumusan Masalah
Dari beberapa masalah tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pola asuh anak pada pasangan di bawah umur di Desa Klakah Kecamatan
Selo Kabupaten Boyolali?
2. Bagaimana perspektif UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak terkait
dengan pola pengasuhan anak pada pasangan di bawah umur di Desa Klakah
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali?
4
3. Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap pola asuh anak pada pasangan di bawah
umur di Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan pola pengasuhan anak pada pasangan di bawah umur di Desa
Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali
2. Untuk mengetahui perspektif UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak
terkait dengan pola pengasuhan anak pada pasangan di bawah umur di Desa Klakah
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali
3. Untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap pola pengasuhan anak pada
pasangan di bawah umur di Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
a. Menambah wawasan keilmuan dibidang hukum syariah terutama dalam pola
pengasuhan anak oleh orang tua yang melakukan pernikahan dibawah umur.
b. Menambah sumber referensi dan bahan rujukan untuk penulis selanjutnya
mengenai pola pengsuhan anak oleh orang tua yang melakukan pernikahan di
bawah umur.
2. Manfaat Praktis
a. Masyarakat mengetahui bagaimana bentuk pola pengasuhan anak
b. Masyarakat termotivasi untuk mengaplikasikan pola pengasuhan anak sesuai
Undang-Undang yang berlaku dan syariat islam.
E. Tinjuan Pustaka
Beberapa penelitian sebelumnya telah banyak dilakukan penelitian yang berkaitan
dengan pengasuhan anak yang lahir dari pernikahan dini
5
Menurut Arum Sabtorini dalam skripsi jurusan sosiologi pada tahun 2014 yang
berjudul Pola Asuh Anak Pada Pasangan Pernikahan Usia Dni (studi fenomenologi di
kelurahan Lencoh Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali) menjelaskan bahwa penelitian
tersebut menganalisis pernikahan dini dilihat dalam segi sosiologis. Obyek dalam
penelitian ini adalah pasangan yang melakukan pernikahan dibawah umur. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif,dengan jenis fenomologi. Dalam teknik
pengumpulan data primer menggunakan wawancara dan observasi, sementara itu dalam
mengumpulkan data sekunder menggunakan dokumentasi Kelurahan dan KUA
Kecamatan Selo.Dampak apa yang terjadi jika masyarakat melakukan pernikahan pada
usia muda. Padahal menurut medis banyak resiko yang akan terjadi jika melakukan
pernikahan saat reproduksi belum siap.
Sedangkan menurut Fitra Puspita Sari dalam skripsi jurusan Hukum
Kewarganegaraan Fakultas Bahasa dan Seni pada tahun 2006 yang berjudul Perkawinan
Usia Muda Faktor-faktor Pendorong dan Dampaknya Terhadap Pola Asuh Dalam
Keluarga (Studi Kasus di Desa Mandalagiri Kecamatan Leuwisari Kabupaten
Tasikmalaya) menyebutkan bahwa perkawinan usia muda menyebabkan kurangnya
kesadaran suami istri untuk bertanggung jawab dalam kehidupan rumah tangga.
Penelitian ini berjenis kualitatif, pengumpulan data menggunakan metode observasi,
wawancara, dokumentasi sehingga menghasilkan kesimpulan bahwasanya pernikahan
usia muda berpengaruh pada pola pengasuhan anak yakni dengan pola asuh demokratik.
Perbedaan dengan skripsi yang pertama terletak pada sudut pandangnya. Skripsi
karya Arum Sabtorini meminjau dari sudut pandang sosiologis, sedengkan penelitian ini
sudut pandang undung-undang. Skripsi yang kedua yakni skripsi karya Fitra Puspita Sari
mencari faktor-faktor pendorong serta dampak dari pernikahan dini terhadap pola asuh
6
anak tanpa melibatkan sudut pandang undang-undang perlindungan anak No 35 Tahun
2014 sedangkan penelitian ini menggunkan sudut pandang undang-undang.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang sudah dicantumkan diatas dapat
disimpulkan bahwa pernikahan dini membawa banyak dampak dalam masyarakat.
Ketidaksiapan dalam segala aspek kehidupan mulai dari ekonomi,, kesehatan, sosial,
psikologis dan relasi kemasyarakatan mempengaruhi pola pengasuhan terhadap anak-
anak mereka.
F. Penegasan Istilah
Untuk mempermudah pemahaman mengenai penelitian ini, penulis akan
mengemukakan definisi istilah-istilah yang terkandung dalam judul skripsi ini, sehingga
tidak menimbulkan kerancuan.
1. Pola Asuh
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola asuh adalah merupakan suatu
bentuk (struktur), system dalam menjaga, merawat, mendidik, dan membimbing anak
kecil.
2. Anak
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan. Dalam penelitian ini, anak adalah anak yang lahir dari
pernikahan dibawah umur.
3. Pasangan di bawah Umur
Pasangan yang melakukamn pernikahan dalam usia di bawah ketentuan umur
yang ditentukan oleh undang-undang perkawinan yakni UU No.1 Tahun 1974 pasal
7 ayat (1) yakni pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak
wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
7
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dimana data yang didapatkan adalah
dalam bentuk survey lapangan sehingga tidak berupa angka-angka. Menurut
Moleong (2009:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain.
Penelitian kualitatif dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk menelaah
sesuatu latar belakang misalnya tentang motivasi, peranan, nilai, sikap, dan persepsi.
(Moleong,2009:7)
Jenis penelitian kualitatif adalah penelitian berupa pengamatan-pengamatan
yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga dalam penelitian ini akan diketahui
pola pengasuhan anak pada pasangan muda di bawah umur.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapakan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek
penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang
berkenaan objek penelitian.
Sedangkan penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris atau
sosiologi hukum adalah pendekatan dengan melihat sesuatu kenyataan hukum di
dalam masyarakat. Pendekatan sosiologi hukum merupakan pendekatan yang
digunakan untuk melihat aspek-aspek hukum dalam interkasi sosial di dalam
masyarakat, dan berfungsi sebagai penunjang untuk mengidentifikasi dan
mengklarifikasi temuan bahan non hukum bagi keperluan penelitian atau penulisan
hukum.
8
2. Sumber Data
Menurut Lofland (1984:47) dikutip dari Moleong (2009:157) sumber data
utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah
data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari pihak pertama berupa hasil
wawancara dengan subjek penelitian. Dalam hal ini, peneliti mewawancarai
pasangan muda di bawah umur yang sudah menikah dan mempunyai anak
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data pelengkap yang membantu peneliti dalam
melakukan proses penelitian. Dalam penelitian ini, data sekunder adalah buku-
buku dan tulisan-tulisan ilmiah hukum islam yang berkaitan dengan objek
penelitian ini serta UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungaan Anak.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Menurut Sofyan (2013:167) terdapat empat jenis wawancara yaitu
wawancara terstruktur (structured interview), semi terstruktur (semi structured
interview), tidak terstruktur (unstructured or focused interview) dan kelompok
(group interview).
Wawancara pada penelitian ini lebih mengarah pada jenis wawancara
tidak terstruktur (unstructured or focused interview) yaitu wawancara yang
dilakukan dengan cara yang lebih terbuka (open-ended character). Pewawancara
tidak terpaku pada pedoman wawancara yang dibuat, dalam artian pewawancara
dapat melakukan improvisasi. Dengan cara tersebut responden akan leluasa
9
menyatakan pendapat dan keinginannya sehingga penggalian informasi akan
lebih akurat.
Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan teknik wawancara
mendalam (in depth interview). Dengan wawancara mendalam, bisa digali apa
yang tersembunyi di sanubari seseorang, apakah yang menyangkut masa lampau,
masa kini maupun masa sekarang. (Bungin,2010:67)
Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara terhadap pasangan
yang menikah di bawah umur beserta perangkat desa di desa Klakah Kecamatan
Selo Kabupaten Boyolali.
b. Observasi
Observasi merupakan tindakan yang dilakukan dalam menggali data dan
informasi terhadap obyek yang tidak terbatas. Pada penelitian kali ini penulis
akan melakukan observasi partisipatif,yakni peneliti terlibat langsung dalam
kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber
data penelitian.
Menurut Moleong (2009:175) observasi atau pengamatan
mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian,
perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya; observasi memungkinkan observer
untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian.
Obyek penelitian dalam penelitian kualitatif yang di observasi dalam
penelitian ini terdiri dari beberapa hal,yakni :
1. Tempat : obervasi akan dilakukan di Desa Klakah Kecamatan Selo
Kabupaten Boyolali
10
2. Pelaku: peneliti akan melakukan observasi terhadap pasangan yang
menikah di bawah umur.
c. Telaah Dokumen
Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik berbentuk catatan
dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy). Dokumen dapat berupa
buku, artikel media massa, catatan harian, manifesto, undang-undang, notulen,
blog, halaman web, foto, dan lainnya. (Sarosa,2012:61)
Dalam penelitian ini peneliti akan melampirkan foto pasangan yang
menikah di bawah umur.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang
akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri
maupun orang lain. (Sugiyono,2013:244)
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif induktif dimana
penulis akan mengumpulkan data yang diperoleh dari proses observasi,wawancara
dan dokumentasi. Kemudian mengolah data yang diperoleh sesuai tema-tema yang
akan disajikan, kemudian di analisa dan disajikan sesuai susunan urutan pembahasan
yang sudah di rancang diawal penelitian ini guna menemukan jawaban dari rumusan
masalah.
11
H. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan kejelasan dan ketetapan pembahasan dalam menyusun
proposal ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan penelitian yang terdiri atas 5
bab yaitu:
BAB I Pendahuluan ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Penegasan Istilah, Metode
Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II Kajian Pustaka yang mengulas beberapa teori yang berhubungan dengan
penelitian yang dilakukan yakni perkawinan menurut Hukum Positif, perkawinan dalam
prespektif Hukum Islam, pernikahan di bawah umur, pola pengasuhan anak, konsep
pengasuhan anak menurut UU Perlindungan Anak No 35 tahun 2014 dan konsep
pengasuhan anak menurut Hukum Islam.
BAB III Bab ini berisi hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum daerah
penelitian dan pola asuh anak pada pasangan di bawah umur di Desa Klakah Kecamatan
Selo Kabupaten Boyolali.
BAB IV Pembahasan pokok permasalahan dan analisis dari data hasil penelitian
yang telah dilakukan.Selain itu bab ini juga berisi gambaran pola asuh anak serta pola
asuh anak dalam perspektif UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan
Hukum Islam yang mengemukakan pengasuhan anak.
BAB V Bab ini merupakan bab penutup. Dalam bab ini penulis akan
mengemukakan semua kesimpulan dari seluruh hasil penelitian dan saran.
12
BAB II
KAJIAN TEORI TENTANG POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN DI
BAWAH UMUR
A. Perkawinan dalam Prespektif Hukum Positif
1. Pengertian perkawinan
Dalam kompilasi hukum islam pengertian perkawinan dinyatakan dalam pasal 2
merumuskan bahwasanya perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu
akad yang sangat kuat atau mitsaqan qhalizhan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.
Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 pengertian perkawinan terdapat
dalam bab 1 pasal (1), perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seoarang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengn tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pengertian perkawinan dalam hukum adat adalah ikatan hidup bersama antara
seorang pria dan wanita, yang bersifat komunal dengan tujuan mendapatkan generasi
penerus agar supaya kehidupan persektuan atau clannya tidak punah, yang didahului
dengan rangkaian upacara adat.
Perkawinan menurut hukum adat tidak semata-mata berarti suatu ikatan antara
seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri untuk maksud mendapatkan
keturunan dan membangun serta membina kehidupan rumah tangga, tetapi juga suatu
hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak-pihak isteri dan
para anggota kerabat dari pihak suami. Terjadinya perkwainan, berarti berlakunya
ikatan kekerabatan untuk dapat saling membantu dan menunjang hubungan
kekerabatan yang rukun dan damai.
13
Sedangkan dalam KUHP tidak memberikan pengertian mengenai perkawinan.
Perkawinan dalam hukum perdata adalah perkawinan perdata, maksudnya adalah
perkawinan hanya merupakan ikatan lahiriah antara pria dan wanita, unsur agama
tidak dilihat.
2. Syarat perkawinan dalam UU No 1 tahun 1974
Syarat perkawinan tercantum dalam Bab II pasal 6 yaitu Perkawinan harus
didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai dan Untuk melangsungkan
perkawinan seorang yang belum berumur 21 tahun harus mendapatkan izin kedua
orang.
Ketentuan umur yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang perkawinan yaitu
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 7 ayat 1 disebutkan
bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai 19 (Sembilan belas)
tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 ( enam belas) tahun.
Selanjutnya dalam hal adanya penyimpangan terhadap pasal 7, dapat dilakukan
dengan meminta dispensasi kepada pengadilan atau penjabat lain, yang ditunjuk oleh
kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.
Dalam melakukan dispensasi nikah di pengadilan ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi diantaranya : surat penolakan dari KUA, surat ini menjelaskan bahwa tidak
dapat dilangsungkannya perkawinan bagi anak yang belum mencapai batas minimal
usia pernikahan, yaitu pria 19 tahun dan wanita 16 tahun. Kartu Tanda Penduduk
(KTP) yang mengajukan permohonan (Orang tua). Kartu Keluarga (KK). Akta
Kelahiran Anak
Setelah melengkapi dokumen tersebut pemohon datang ke pengadilan sesuai
dengan tempat tinggal pemohon untuk membuat surat permohonan dispensasi nikah,
untuk selanjutnya daftarkan permohanan dipensasi tersebut ke pengadilan dan
14
pemohon harus membayar panjar biaya perkara sesuai dengan yang tertera pada saat
pendaftaran. Setelah melewati tahap tersebut , pemohon tinggal menunggu surat
panggilan sidang dari pengadilan, biasanya surat panggilan tersebut sekurang-
kurangnya 3 minggu setelah pendaftaran akan sampai pada alamat yang dituju.
Setelah itu pemohon mengikuti intruksi dari hakim sampai persidangan selesai
(Berdasarkan wawancara dengan pegawai KUA Selo, 25 Oktober 2017)
B. Perkawinan dalam Prespektif Hukum Islam
1. Pengertian Perkawinan
Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut
bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis: melakukan hubungan
kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga “pernikahan”, berasal dari kata
nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan
digunakan untuk arti bersetubuh (wathi). Kata “nikah” sendiri sering dipergunakan
untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad nikah (Ghazali,2006:7)
Menurut syara‟ perkawinan adalah akad yang ditetapkan syara‟ untuk
membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan
menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki (Ghazali, 2006:8).
Sedangkan menurut Abu Yahya Zakariya dalam bukunya Ghazali (2006: 8)
mendefinisikan bahwa; “nikah menurut istilah syara‟ ialah akad yang mengundang
ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata-
kata yang semakna dengannya”.
Pengertian di atas tampaknya dibuat hanya melihat sari satu segi, yaitu kebolehan
hukum dalam hubungan antara seorang laki-laki dan seorang wanita yang semula
dilarang menjadi kebolehan. Padahal setiap perbuatan hukum itu mempunyai tujuan
dan akibat ataupun pengaruhnya. Hal-hal inilah yang menjadikan perhatian manusia
15
pada umumnya dalam kehidupannya sehari-hari, seperti terjadinya perceraian, kurang
adanya keseimbangan antara suami istri, sehingga memerlukan penegasan arti
perkawinan, bukan saja dari segi kebolehan hubungan seksual tetapi juga dari segi
tujuan dan akibat hukumnya.
Dalam buku (Ghazali,9:2006) Muhmamad Abu Ishrah memberikan definisi yang
lebih luas, yang dikutip oleh Zakiah Daradjat :
ا عليو من واجبا ت عقد يفيد حل العشرة ب ي الرجل والمراة وت عاون هما ويد ما لكيهما من حقوق وم
Artinya: Akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan
keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan
memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing.
Dari pengertian ini perkawinan mengandung aspek akibat hukum,
melangsungkan perkawinan ialah saling mendapat hak dan kewajiban serta bertujuan
mengadakan pergaulan yang dilandasi tolong menolong. Karena perkawinan termasuk
pelaksana agama, maka di dalamnya terkandung adanya tujuan/maksud
mengharapkan keridhoan Allah SWT.
2. Rukun dan Syarat Perkawinan
Rukun dan syarat perkawinan suatu yang mesti ada yang menentukan sah atau
tidaknya. Yang dimaksud dengan perkawinan disini adalah keseluruhan yang secara
langsung berkaitan dengan perkawinan dengan segala unsurnya, bukan hanya akad
nikah itu sendiri. Dengan begitu rukun syarat perkawinan itu adalah segala hal yang
harus terwujud dalam suatu perkawinan, baik yang menyangkut unsur dalam maupun
unsur luar.
Unsur pokok suatu perkawinan adalah laki-laki dan perempuan yang akan kawin,
akad perkawinan itu sendiri, wali yang melangsungkan akad dengan si suami, dua
orang saksiyang menyaksikan telah berlangsungnya akad perkawinan dan mahar. Para
jumhur ulama menetapkan akad, kedua mempelai, wali si perempuan dan saksi
16
sebagai rukun dari perkawinan, yang bila tidak ada salah satu diantaranya perkawinan
itu tidak sah. Sedangkan mahar ditempatkan sebagai syarat dalam arti tidak
menentukan kelangsungan akad nikah, namun harus dilaksanakan dalam masa
perkawinan. Menurut Prof Dr Amir Syarifuddin dalam bukunya yang berjudul “Garis-
Garis Besar Fiqh” Untuk setiap unsur atau rukun berlaku pula beberapa syarat sebagai
berikut:
a. Akad nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang
berakad dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab penyerahan dari pihak pertama
sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si
perempuan dengan ucapannya:”saya kawinkan anak saya yang bernama si A
kepadamu dengan mahar sebuah kitab al-Quran”. Qabul adalah penerimaan dari
pihak suami dengan ucapannya:”saya terima mengawini anak bapak yang
bernama si A dengan mahar sebuah kitab al-Quran”
Syarat-syarat akad adalah:
1) Akad harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan qabul. Yang
melakukan ijab boleh dari pihak laki-laki dan boleh pula dari pihak wali
perempuan. Bentuk ijab dari suami umpamanya ucapan suami :” saya nikahi
anak bapak yang bernama si A dengan mahar satu kitab al-Quran”. Qabul dari
wali yang bunyinya:”saya terima engkau menikahi anak saya bernamai A
dengan mahar satu kitab al-Quran”.
2) Materi Dari ijab dan qabul tidak boleh berbeda, seperti nama si perempuan
secara lengkap dan bentuk mahar.
3) Ijab dan qabul harus diucapkan secara bersambungan tanpa terputus walaupun
sesaat.
17
4) Ijab dan qabul mesti menggunakan lafaz yang jelas dan terus terang. Dalam
lafaz arab ialah na-ka-ha atau za-wa-ja atau terjemahannya yang dapat
dipahami oleh orang yang akan berakad, seperti lafaz kawin bagi bahasa
melayu.
5) Ijab dan qabul tidak boleh menggunakan lafaz yang mengandung maksud
membatasi perkawinan untuk masa tertentu.
b. Laki-laki dan perempuan yang akan menikah
Islam hanya mengakui perkawinan antara laki-laki dan perempuan dan tidak
boleh lain dari itu, seperti sesama laki-laki atau sesama perempuan, karena itu
yang tersebut dalam al-Quran. Adapun syarat-syarat mesti dipenuhi untuk laki-
laki dan perempuan yang akan kawin ini adalah sebagai berikut:
1) Keduannya jelas keberadaannya dan jelas identitasnya.
2) Keduanya sama-sama beragama Islam (tentang kawin lain agama dijelaskan
tersendiri).
3) Antara keduanya tidak terlarang melangsungkan perkawinan (tentang
larangan perkawinan dijelaskan tersendiri)
4) Keduanya telah mencapai usia yang layak untuk melangsungkan
perkawinan.Tentang batas usia perkawinan memang tidak dibicarakan dalam
kitab-kitab fiqh.
c. Wali
2) Keberadaan wali
Wali dalam perkawinan adalah seorang yang bertindak atas nama mempelai
perempuan dalam suatu akad nikah. Akad nikah dilakukan oleh dua pihak yaitu
pihak laki-laki yang dilakukan oleh mempelai laki-laki itu sendiri dan pihak
perempuan yang dilakukan oleh walinya.
18
Keberadaan seorang wali dalam akad nikah suatu yang mesti dan tidak sah
akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Ini adalah pendapat jumhur
ulama. Hal ini berlaku untuk semua perempuan, yang dewasa atau masih kecil,
masih perawan atau sudah janda.
3) Orang-orang yang berhak menjadi wali
a) Wali dekat atau wali qarib
yaitu ayah dan bila tidak ada ayah pindah kepada kakek. Keduanya
mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadap anak perempuan yang akan
dikawinkannya. Ia dapat mengawinkan anaknya yang masih berada dalam usia
muda tanpa minta persetujuan dari anaknya tersebut. Wali dalam kedudukan
seperti ini disebut wali mujbir. Ketidak harusan minta pendapat dari anaknya
yang masih usia muda tidak mempunyai kecakapan untuk memberikan
persetujuan.
b) Wali jauh atau wali ab‟ad.
Yang menjadi wali jauh ini secara berurutan adalah:
(1) Saudara laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah kepada
(2) Saudara laki-laki seayah, kalau tidak ada pindah kepada
(3) Anak saudara laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah kepada
(4) Anak saudara laki-laki seayah, kalau tidak ada pindah kepada
(5) Paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada
(6) Paman seayah, kalau tidak ada pindah kepada
(7) Anak paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada
(8) Anak paman seayah.
(9) Ahli waris kerabat lainnya kalau ada
(10) Sultan atau wali hakim yang memegang wilayah umum
19
4) Syarat-syarat wali
Orang-orang yang disebutkan diatas baru berhak menjadi wali bila
memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Telah dewasa dan berakal sehat dalam arti anak kecil atau orang gila tidak
berhak menjadi wali. Ini merupakan syarat umum bagi seseorang yang
melakukan akad.
b) Laki-laki. Tidak boleh perempuan menjadi wali
c) Muslim, tidak sah orang yang tidak beragamaislam menjadi wali untuk
muslim.
d) Orang merdeka
e) Tidak dalam berada pengampuan atau mahjur alaih
f) Berfikiran baik. Orang yang terganggun pikirannya karena ketuaannya
tidak boleh menjadi wali, karena dikhawatirkan tidak akan mendatangkan
maslahat dalam perkawinan tersebut.
g) Adil dalam arti tidak pernah terlibat dengan dosa besar dan tidak sering
terlibat dengan dosa kecil serta tetap memelihara muruah atau sopan
santun.
h) Tidak sedang melakukan ihram, untuk haji atau umrah.
Pada dasarnya yang menjadi wali itu adalah wali qarib. Bila wali tidak
memenuhi syarat baliqh, berakal, islam, merdeka, berfikiran baik dan adil maka
perkawinan berpindah kepada wali ab‟ad menurut urutan tersebut diatas. Bila
wali qarib sedang dalam ihram hajim atau umrah, maka kewalian tidak pindah
kepada wali ab‟ad tetapi berpindah kepada wali hakim secara kewalian umum.
Demikian pula wali hakim menjadi wali nikah bila keseluruhan wali tidak ada,
atau wali qarib dalam keadaan „adhal atau enggan mengawinkan tanpa alasan
20
yang dapat dibenerkan. Begitu pula akad perkawinan dilakukan oleh wali hakim
bila wali qarib sedang berada ditempat lain yang jaraknya mencapai dua marhalah
(60KM).
d. Kerelaan perempuan untuk dinikahkan
Meskipun perempuan waktu akad nikah tidak dapat melakukan sendiri
pernikahannya tetapi meski dilakukan oleh wali, namun kerelaan perempuan
untuk dinikahkan merupakan suatu keharusan. Wali mesti meminta izin dn
kerelaan perempuan yang dinikahkan bila perempuan itu masih perawan
sedangkan bila perempuan itu sudah janda tidak cukup hanya minta izin, tetapi si
perempuan itu sendiri yang minta untuk dinikahkan.
e. Saksi
1) Keberadaan saksi
Akad pernikahan mesti disaksikan oleh dua orang saksi supaya ada kepastian
hukum dan untuk menghindari timbulnya sanggahan dan pihak-pihak yang
berakad di belakang hari.
Dasar hukum keharusan saksi dalam akad pernikahan terdapat dalam Q.S.
Al-Thalaq ayat 2:
وأقيموا فإذا ب لغن أجلهن فأمسكوىن بعروف أو فارقوىن بعروف وأشهدوا ذوي عدل منكم
هادة للو .... الش
Artinya: Apabila mereka telah mendekati akhir idahnya, maka rujukilah
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu
tegakkan kesaksian itu karena Allah.( QS Al-Thalaq ayat 2)
2) Syarat-syarat saksi
Saksi dalam pernikahan mesti memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
21
a) Saksi itu berjumlah paling kurang dua orang
b) Kedua saksi itu adalah beragama islam
c) Kedua saksi itu adalah orang yang merdeka
d) Kedua orang saksi itu adalah laki-laki
e) Kedua saksi itu bersifat adil dalam arti tidak pernah melakukan dosa
besar dan tidak selalu melakukan dosa kecil dan tetap menjaga muruah
atau sopan santun.
f) Kedua saksi itu dapat mendengar dan melihat
f. Mahar
Mahar atau yang disebut juga shadaq ialah pemberian khusus laki-laki
kepada perempuan yang melangsungkan perkawinan pada waktu akad nikah.
Hukum memberikan mahar itu adalah wajib dengan arti laki-laki yang mengawini
seorang perempuan mesti menyerahkan mahar kepada istrinya itu. Dalam
menempatkannya sebagai rukun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Ada yang menamakannya rukun dan ada yang menamakannya syarat.
Dasar wajibnya menyerahkan mahar itu ditetapkan dalam Q.S. An-Nisa‟ ayat
4:
طب لكم عن شيء منو ن فسا فكلوه ىنيئا مريئا وآتوا النساء صدقاتن نلة فإن
Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan
kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
(QS An-Nisa‟ ayat 4)
Mahar itu adalah suatu yang wajib diadakan dijelaskan bentuk dan harganya
pada waktu akad, maka kewajibannya itu harus ditunaikannya selama masa
perkawinan sampai putus perkawinan dalam bentuk kematian atau perceraian.
Mahar yang disebutkan secara jelas dalam akad disebut mahar musamma. Bila
22
mahar tidak disebutkan jenis dan jumlahnya maka kewajibannya adalah sebesar
mahar yang diterima oleh perempuan lain dalam keluarganya. Mahar dalam
bentuk ini disebut mahar mitsil.
Mahar musamma sebaiknya diserahkan langsung secara tunai pada waktu
akad nikah supaya selesai pelaksanaan kewajiban. Meskipun demikian dalam
keadaan tertentu dapat saja tidak diserahkan secara tunai, bahkan dapat
pembayaran secara cicilan.
Bila mahar tidak dalam bentuk tunai kemudian terjadi putus perkawinan
setelah berlangsung hubungan kelamin, sewaktu akad maharnya adalah dalam
bentuk musamma, maka kewajiban suami yang menceraikan adalah mahar secara
penuh sesuai dengan bentuk dan jumlah yang ditetapkan dalam akad. Namun bila
putus perkawinan terjadi sebelum berlangsung hubungan kelamin, sedangkan
jumlah mahar sudah ditentukan, maka kewajiban suami hanyalah separuh dari
jumlah yang ditetapkan waktu akad, kecuali bila yang separuh itu telah dimaafkan
oleh mantan istri atau walinya.
Adapun bila perkawinan putus sebelum hubungan kelamin dan sebelumnya
jumlah mahar tidak dijelaskan dalam akad maka tidak ada kewajiban mahar.
Sebagai imbalannya Allah mewajibkan apa yang bernama mut‟ah, yaitu
pemberian tertentu yang nilainya diserahkan kepada kemampuan mantan suami.
3. Batas Umur Perkawinan Menurut Hukum Islam
Pada dasarnya, hukum islam tidak mengatur secara mutlak tentang batas umur
perkawinan. Tidak adanya ketentuan agama tentang batas umur melangsungkan
perkawinan diasumsikan memberi kelonggaran bagi manusia untuk mengaturnya.
Menurut M. Makmun Abha (2015:18) seorang yang telah aqil baliqh dan
memiliki bekal, mampu menunaikan kewajiban baik lahir maupun batin, secara fisik
23
telah mengalami kematangan seksual, dari segi akal telah mencapai kematangan
berpikir, mampu mengambil pertimbangan yang sehat dalam memutuskan sesuatu dan
tanggung jawab, serta bisa mencari nafkah. Dengan demikian sebenarnya islam lebih
menuntut kesiapan masing-masing pasangan dalam menikah. Untuk itu setiap
pasangan dianjurkan untuk mempersiapkan duri sebaik mungkin untuk menghadapi
kehidupan pernikahan.
Al qur‟an secara konkrit tidak menentukan batas usia bagi pihak yang akan
melangsungkan pernikahan. Batasan hanya diberikan berdasarkan kualitas yang harus
dinikahi oleh mereka sebagaimana dalam QS An-Nisa‟ ayat 6:
إذا ب لغوا النكاح فإن آنستم م هم رشدا فادف عوا إليهم واب ت لوا اليتامى حت ن
أموالم
Artinya: Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.
Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta),
maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. QS An-Nisa‟ ayat 6)
Menafsirkan ayat ini, „sampai mereka cukup umur untuk kawin‟ Mujahid
berkata: Artinya Baliqh, Jumhur ulama berkata: Baligh pada anak laki-laki terkadang
oleh mimpi, yaitu di saat tidur; bermimpi sesuatu yang menyebabkan keluarnya air
mani yang memancar, yang darinya akan menjadi anak. (Abdullah,2008:236)
Masa aqil baligh seharusnya telah dialami oleh tiap-tiap orang pada rentang usia
14-17 tahun. Salah satu tanda yang biasa dipakai sebagai patokan apakah kita
sudahaqil baligh atau belum adalah datangnnya mimpi basah (Ihtilam) Akan tetapi
pada masa kita sekarang, datangnya ihtilam sering tidak sejalan dengan telah cukup
matangnya pikiran kita sehingga kita telah memiliki kedewasaan berpikir. Generasi
yang lahir pada zaman kita banyak yang telah memiliki kemasakan seksual, tetapi
belum memiliki kedewasaan berpikir.(Adhim,2004:47)
24
Pada umumnya ulama berpendapat,seseorang disebut dewasa, apabila telah
mengalami mimpi melakukan hubungan seks bagi laki-laki, dan telah mengalami haid
bagi wanita. Apabila kedua tanda ini belum ditemukan, maka tanda kedewasaannya
dilihat dari segi usia. (Dahlan,2010:95)
C. Pernikahan di Bawah Umur
1. Pengertian Perkawinan di Bawah Umur
Pernikahan di bawah umur adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang
usianya masih dibawah umur. Ketentuan umur yang sudah ditetapkan dalam Undang-
undang perkawinan yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai
19 (Sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 ( enam
belas) tahun. Jadi pasangan yang melakukan pernikahan dibawah umur dimana usia
keduanya masih dibawah batas minimal yang ditentukan oleh undang-undang yang
berlaku desebut pernikahan dini.
2. Faktor Pendorong Pernikahan di Bawah Umur
a. Menurut RT. Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari perkawinan dibawah
umur adalah :
1) Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga
2) Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda,
baik bagi mempelai itu sendiri maupun keterunannya.
3) Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat.
Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan
anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja.
b. Terjadinya perkawinan dibawah umur menurut Hollean dalam suryono
disebabkan oleh:
25
1) Masalah ekonomi keluarga
2) Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki apabila
mau mengawinkan anak gadisnya.
3) Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga
gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab
(makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya) (soekanto,1992:65)
Selain menurut para ahli diatas, ada beberapa faktor yang mendorong
terjadinya perkawinan di bawah umur yang sering dijumpai di lingkungan
masyarakat kita yaitu :
a) Ekonomi
Terjadinya pernikahan di bawah umur diakibatkan karena tingkat ekonomi
masyarakat kita masih rendah. Banyak yang beranggapan bahwa menikahkan
anak mereka diusia muda berarti mengurangi beban keluarga.
b) pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan atau pengetahuan orang tua, anak dan
masyarakat menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang
masih dibawah umur.
c) Faktor orang tua
Orang tuanya khawatir anaknya kena aib, karena anaknya berpacaran sangat
lengket. Sehingga orang tuanya cepat-cepat mengawinkan anaknya.
d) Media massa
Gencarnya media massa dalam megekspose tentang hal-hal yang berbau
seks, menyebabkan remaja kian premisif terhadap kehidupan seks.
26
e) Faktor Adat
Perkawinan anak usia dini diakibatkan karena keluarga takut dikatakan jika
anak mereka dikatakan atau di cap lingkungan sebagai perawan tua.
3. Akibat Pernikahan di bawah umur
Pernikahan di bawah umur memiliki dampak positif dan negatif bagi yang
melakukannya baik pria ataupun wanita dalam berbagai aspek seperti pendidikan,
biologis, fisik dan psikologis. Meskipun pernikahan di bawah umur memiliki dampak
positif, namun dibandingkan dengan dampak negatifnya tentu sangat tidak seimbang.
Berikut uraian dampak positif dan negatif dari pernikahan dibawah umur.
a. Dampak positif
1) Adanya dukungan emosional, dengan dukungan emosional ini maka dapat
melatih kecerdasan emosional dan spiritual dalam diri setiap pasangan (ESQ).
2) Adanya dukungan keuangan, dengan menikah di usia muda dapat
meringankan beban ekonomi menjadi lebih hemat karena ditanggung berdua.
3) Memiliki kebebasan yang lebih, dengan berada jauh dari rumah atau tempat
tinggal sebelumnya maka dapat memberikan kebebasan bagi pasangan untuk
melakukan hal sesuai keputusannya dalam menjalani hidup bersama, baik
secara fininsial maupun emosional.
4) Belajar memikul tanggung jawab di usia dini, banyak pemuda yang waktu
sebelum menikah tanggung jawabnya masih kecil dikarenakan ada orang tua
yang selalu membantu. Ketika sudah menikah tentu harus dapat mengatur
urusan masing-masing tanpa bergantung pada orang tua.
5) Terbebas dari perbuatan dosa maksiat seperti zina dan lain-lain.
http://www.sehatfres.com/dampak-positif-dan-negatif-dari-pernikahan-di-
usia-dini
b. Dampak negatif
27
1) Dari segi pendidikan
Dari segi pendidikan, sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa seseorang
yang melakukan pernikahan khususnya di usia yang masih muda, tentu akan
membawa berbagai dampak, terutama dalam dunia pendidikan. Contohnya jika
seseorang yang melangsungkan pernikahan ketika baru lulus SMP atau SMA,
tentu keinginannya untuk melanjutkan sekolah menempuh pendidikan yang lebih
tinggi akan sulit tercapai. Hal tersebut dapat terjadi karena motivasi belajar akan
mulai mengendur karena banyaknya tugas dan kewajiban yang harus dilakukan
setelah menikah. Dengan kata lain, pernikahan dini dapat menghambat proses
pendidikan dan pembelajaran.
2) Dari segi biologis
Penyakit kandungan yang banyak diderita wanita yang menikah usia dini,
antara lain infeksi pada kandungan dan kanker mulut Rahim. Hal ini terjadi
karena terjadinya masa peralihan sel anak-anak ke sel-sel dewasa yang terlalu
cepat. Padahal pada umumnya pertumbuhan sel yang tumbuh pada anak-anak
baru akan berakhir pada usia 19 tahun.
Berdasarkan beberapa penelitian yamng pernah dilakukan, rata-rata penderita
infeksi kandungan dan kanker rahim adalah wanita yang menikah di usia dini (di
bawah usia dibawah usia 19 tahun), terkait dengan resiko kebidanan, wanita yang
hamil di bawah usia 19 tahun dapat berisiko kematian pada proses melahirkan.
Resiko lainnya, hamil di usia muda juga rentan terjadinya pendarahan,
keguguran, hamil anggur serta hamil prematur di masa kehamilan. Resiko
meninggal dunia akibat keracunan pada saat kehamilan juga banyak terjadi pada
wanita yang melahirkan di usia dini. Salah satunya penyebab keracunan
kehamilan ini adalah hipertensi atau tekanan darah tinggi.
28
Dilihat dari segi kesehatan, pasangan usia muda dapat berpengaruh pada
tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta berpengaruh
pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak. Menurut ilmu kesehatan, bahwa
usia yang kecil resikonya dalam melahirkan adalah antara usia 29-35 tahun,
artinya melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun
mengandung resiko tinggi. Ibu hamil usia 20 tahun ke bawah sering mengalami
prematuritas (lahir sebelum waktunya) besar kemungkinan cacat bawaan, fisik
maupun mental, kebutaan dan ketulian.
3) Dari segi psikologi
Menurut para psikolog,ditinjau dari sisi sosial, pernikahan di usia dini dapat
mengurangi harmonisasi dalam keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi kedua
pasangan yang masih labil, gejolak darah muda dan cara berpikir yang belum
matang. Dengan demikan, dilihat dari berbagai sisi, pernikahan dini akan
membawa banyak kerugian bagi salah satu pasangan. Oleh karenanya, orangtua
wajib berpikir berulang kali jika ingin menikahkan anaknya yang masih dibawah
umur. Bahkan pernikahan dini bisa dikategorikan sebagai bentuk kekerasan psikis
dan seks sang anak, yang kemudian dapat mengalami trauma.
Kesetabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat
itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja, boleh dibilang baru
berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20-24 tahun dalam psikologi
dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead edolesen. Pada masa ini, biasanya
mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka,
kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin
bertulang menemukan jati dirinya.
4) Dari segi fisik
29
Pasangan usia muda belum mampu dibebani sesuatu pekerjaan yang
memerlukan keterampilan fisik, untuk mendatangkan penghasilan baginya, dan
mencukupi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu faktor
yang berperan dalam mewujudkan dalam kesejahteraan dan kebahagiaan rumah
tangga. Generasi muda tidak boleh berspekulasi apa kata nanti, utamanya bagi
pria, rasa ketergantungan kepada orang tua harus dihindari.
D. Pola Pengasuhan Anak
1. Pengertian pola asuh anak
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap (
KBBI,1988:54)
Sedangkan kata asuh dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil,
membimbing (membantu;melatih dan sebagainya) dan memimpin (mengepalai dan
menyelenggarakan) satu badan atau lembaga ( KBBI,1988:692)
Pola asuh yaitu cara-cara atau bentuk pengasuhan anak menurut Chabib Thoha
(1997:109), bahwa pola asuh merupakan suatu cara yang terbaik yang dapat ditempuh
orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dan rasa tanggung jawab kepada
anak.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yang dimaksud Pola asuh ialah
Kuasa Asuh, yang dimaksud kuasa asuh di sini adalah kekuasaan orang tua untuk
mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuh
kembangkan Anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan sesuai dengan
kemampuan, bakat serta minatnya.
Jadi yang dimaksud pola asuh anak di sini adalah interaksi orang tua dan anak
yang meliputi masa pertumbuhan, perkembangan yang di dalamnya terdapat beberapa
30
kegiatan antara lain penyusuan, penyapihan, pemberian makan, pendidikan, cara-cara
pendisiplinan, aktivtias anak sehari-hari kehidupan anak dan sikap, harapan, prestasi
dan aspirasi para orang tua. Dan kegiatan tersebut berulang hingga orang tua
mencapai apa yang diharapkan dari anaknya.
2. Macam-macam Pola Asuh
Sebagai seorang pemimpin orang tua dituntut mempunyai dua ketrampilan,
yakini ketrampilan manajemen (managerial skiil) maupun ketrampilan teknis (
technical skiil). Sedangkan kriteria kepempimpinan yang baik memiliki beberapa
kriteria, yaitu kemampuan memikat hati anak, kemampuan membina hubungan yang
serasi dengan anak, penguasaan keahlian teknis membina anak, memberikan contoh
yang baik kepada anak, memperbaiki jika merasakan ada kesalahan dan kekeliruan
dalam mendidik,membimbing dan melatih anak. Menurut Drs. Syaiful Bahri
Djamarah, M.Ag. dalam bukunya yang berjudul “Pola Asuh Orang Tua dan
Komunikasi Dalam Keluarga” terdapat lima belas bentuk atau tipe pola pengasuhan
anak sebagai berikut :
a. Gaya Otoriter
Tipe pola asuh otoriter adalah tipe pola asuh orang tua yang memaksakan
kehendak. Dengan tipe orang tua ini cenderung sebagai pengendali atau
pengawas, selalu memeaksakan kehendak kepada anak, tidak terbuka terhadap
pendapat anak, sangat sulit menerima saran dan cenderung memaksakan
kehendak dalam perbedaan, terlalu percaya diri sendiri sehingga menutup katup
musyawarah. Dalam upaya mempengaruhi anak sering mempergunakan
pendeketan (approach) yang mengandung unsur paksaan dan ancaman. Kata-kata
yang diucapkan orang tua adalah hukum atau peraturan dan tidak dapat diubah,
memonopoli tindak komunikasi dan seringkali meniadakan umpan balik dari
31
anak. Hubungan antar pribadi diantara orang tua dan anak cenderung renggang
dan berpotensi antogonistik (berlawanan). Pola asuh ini sangat cocok untuk anak
PAUD dan TK dan masih bisa digunakan untuk anak SD dalam kasus-kasus
tertentu.
b. Gaya Demokratis
Tipe pola asuh demokratis adalah tipe pola asuh yang terbaik dari semua tipe
pola asuh yang ada. Hal ini disebabkan tipe pola asuh ini selalu mendahulukan
kepentingan bersama diatas kepentingan individu anak. Tipe ini adalah tipe pola
asuh orang tua yang banyak menggunakan kontrol terhadap anak. Pola ini dapat
digunakan untuk SD, SLTP, SLTA dan perguruan tinggi.
Tipe pola asuh demokratis mengharapkan anak untuk berbagi tanggung
jawab dan mampu mengembangkan potensi kepempimpinan yang dimilikinya.
Memiliki kepedulian terhadap hubungan antar pribadi dalam keluarga. Meskipun
tampak kurang terorganisasi dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam
suasana yang rileks dan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan
produktivitas dan kreativitas, karena tipe pola asuh demokratis ini mampu
memaksimalkan kemampuan yang dimiliki anak.
c. Gaya Laissez-Faire
Tipe pola asuh orang tua ini tidak berdasarkan aturan-aturan. Kebebasan
memilih terbuka bagi anak dengan sedikit campur tangan orang tua agar
kebebasan yang diberikan terkendali. Bila tidak ada kendali dari orang tua, maka
perilaku anak tidak terkendali, tidak terorganisasi, tidak produktif, dan apatis,
sebab anak merasa tidak memiliki maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Orang
tua yang menggunakan gaya ini menginginkan seluruh anaknya berpartisipasi
32
tanpa memaksakan atau menuntut kewenangan yang dimilikinya. Pola asuh ini
bisa digunakan untuk anak dalam semua tingkatan usia.
d. Gaya Fathernalistik
Fathernalistik (fathernal=kebapakan) adalah pola asuh kebapakan, dimana
orang tua bertindak sebagai ayah terhadap anak dalam perwujudan mendidik,
mengasuh, mengajar, membimbing, dan menasehati. Orang tua menggunakan
pengaruh sifat kebapakannyauntuk menggerakkan anak mencapai tujuan yang
diinginkan meskipun terkadang pendekatan yang dilakukan bersifat sentimental.
Dibalik kebaikannya, kelemahannya adalah tidak memberikan kesempatan
kepada anak untuk tumbuh menjadi dewasa dan bertanggung jawab. Itulah
sebabnya. Tipe pola asuh ini diberi ciri-ciri berdasarkan sifat-sifat orang tua
sebagai pemimpin. Diantara sifat-sifat umum tipe pola asuh kebapakan adalah
orang tua menganggap anak sebagai manusia yang tidak dewasa, terlalu
melindungi anak, tidak memberi kesempatan kepada anak untuk mengambil
keputusan dan untuk mengembangkan inisiatif dan kreasi, orang tua sering
menganggap dirinya serba tau. Pola asuh ini cocok digunakan untuk anak PAUD
dan TK dalam kasus-kasus tertentu dan sangat pas digunakan untuk anak usia 0-2
tahun.
e. Gaya Karismatik
Tipe pola asuh karismatik adalah pola asuh orang tua yang memiliki
kewibawaan yang kuat. Kewibaawan itu hadir bukan karena kekuasaan atau
kekuatan , tetapi karena adanya relasi kejiwaan antara orang tua dan anak.
Adanya kekuatan internal luar biasa yang diberkahi kekuatan gaib (supernatural
powers) oleh Tuhan dalam diri orang tua berpegang teguh kepada nilai-nilai
moral dan akhlak yang tinggi dan hukum-hukum yang berlaku. Pola asuh ini
33
dapat diberdayagunakan terhadap anak usia SD, SLTP, SLTA, dan perguruan
tinggi.
f. Gaya Melebur Diri
Tipe pola asuh melebur diri (affiliate) adalah tipe kepemimpinan orang tua
yang mengedepankan keharmonisan hubungan dan membangun kerja sama
dengan anak dengan cara menggabungkan diri. Ini tipe yang berusaha
membangun ikatan yang kuat antara orang tua dan anak, berupaya menciptakan
perasaan cinta, membangun kepercayaan dan kesetiaan antara orang tua dan anak.
Keakraban antara orang tua dan anak terjalin sangat harmonis. Pola asuh ini bisa
dipakai untuk anak PAUD dan TK. Tetapi untuk anak SLTP hanya sampai batas-
batas tertentu.
g. Gaya Pelopor
Tipe pola asuh orang tua yang satu ini biasanya selalu berada di depan
(pelopor)untuk memberikan contoh atau suri teladan dalam kebaikan bagi anak
dalam keluarga orang tua benar-benar tokoh yang patut diteladani karena sebelum
menyuruh atau memerintah anak, ia harus lebih dulu berbuat. Dengan kata lain,
orang tua lebih banyak sebagai pelopor di segala bidang demi kepentingan
pendidikan anak. Pola asuh ini dapat digunakan untuk anak dalam semua
tingkatan usia.
h. Gaya Manipulasi
Tipe pola asuh ini selalu melakukan tipuan, rayuan, memutar balikkan
kenyataan. Agar apa yang dikehendaki tercapai orang tua menipu dan merayu
anak agar melakukan yang dikehendakinya.Orang tua selalu memtuarbalikan
fakta atau memanipulasi keadaan sebenarnya. Pola asuh orang tua yang bergaya
manipulasi biasanya berhasil mencapai tujuan karena anak yang perlakukan tidak
34
tau maksud orang tuanya. Pola asuh ini sampai batas-batas tertentu dan sangat
hati-hati masih bisa digunakan untuk PAUD dan TK karena mereka cenderung
belum bisa diberi pengertian dan sangat tidak cocok untuk anak SD, SLTP dan
SLTA. Jangan ke sana ada hantu, jangan menduduki bantal nanti berbisul, itu
beberapa contoh dari sekian banyak tradisi dalam masyarakat.
i. Gaya Transaksi
Pola asuh orang tua tipe ini selalu melakukan perjanjian (transaksi), di mana
antara orang tua dan anak membuat kesepakatan dari setiap tindakan yang
diperbuat. Orang tua menghendaki anaknya mematuhi dalam wujud
melaksanakan perjanjian yang telah disepakati. Ada sanksi tertentu yang
dikenakan kepada anak jika suatu waktu anak melanggar perjanjian tersebut. Pola
asuh ini cocok digunakan untuk anak SD dan SLTP.
j. Gaya Biar Lambat Asal Selamat
Pola suh orang tua tipe ini melakukan segala sesuatunya sangat berhati-hati.
Orang tua berprinsip biar lambat asal selamat. Biar pelan tapi pasti melompat
jauh ke depan. Orang tua tidak mau terburu-buru, tetapi selalu memperhitungkan
secara mendalam sebelum bertindak. Dalam berbicara orang tua menggunakan
bahasa lemah lembut, sopan dalam kata-kata, santun dalam untaian kalimat. Pola
asuh ini cocok digunakan untuk anak PAUD, TK, SD, dan SLTP.
k. Gaya Alih Peran
Gaya alih peran adalah tipe kepemimpinan orang tua dengan cara
mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada anak. Pola asuh ini
dipakai oleh orang tua untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengemban tugas dan peran tertentu. Orang tua hanya memfasilitasi dan
membantu ketika solusi atas masalah tidak ditemukan oleh anak. Mesti tidak
35
diberikan arahan secara detail apa yang harus anak lakukan, tetapi tanggung
jawab dan proses pengambalian keputusan sebagian besar diserahkan kepada
anak.penedelegasian wewenang dan tanggung jawab kepada anak akan berjalan
baik apabila anak telah paham dan efisien dalam pekerjaan, sehingga kita dapat
melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan
inisiatifnya sendiri. Pola asuh ini bisa digunakan untuk anak SLTP. SLTA, dan
Perguruan Tinggi.
l. Gaya Pamrih
Tipe pola asuh ini disebut pamrih, karena setiap hasil kerja yang dilakukan
ada nilai material. Bila orang tua ingin menggerakan anak untuk melakukan
sesuatu, amak ada imbalan jasanya dalam bentuk material. Jadi, karena ingin
mendapatkan imbalan jasa itulah anak terdorong melakukan sesuatu yang
diperintah oleh orang tua. Poa asuh ini cocok digunakan untuk anak PAUD, TK,
SD dan SLTP, tetapi hanya dalam hal tertentu.
m. Gaya Tanpa Pamrih
Tipe pola asuh ini disebut tanpa pamrih, karena asuhan yang dilaksanakan
orang tua kepada anak mengajarkan keikhlasan dalam perilaku dan perbuatan.
Tidak pamrih berarti tidak mengharapkan sesuatu pun kecuali mengharapkan rida
Tuhan. Pola asuh ini nisa digunakan untuka anak dalam semua tingkatan usia.
n. Gaya Konsultan
Tipe pola asuh ini menyediakan diri sebagai tempat keluh kesah anak,
membuka diri menjadi pendengar yang baik bagi anak. Orang tua siap sedia
bersama anak untuk mendengarakan cerita, informasi, kabar dan keluhan tentang
berbagai hal yang telah dibawa anak dari pengalaman hidupnya. Komunikasi dua
arah terbuka antara orang tua dan anak, di mana keduanya dengan posisi dan
36
posisi yang berbeda, orang tua berperan sebagai konsultan dan anak berperan
sebagai orang yang menyampaikan pesan. Keduanya terlibat dalam komunikasi
yang dialogis tentang segala sesuatu. Pola asuh ini dapat digunakan untuk anak
dalam berbagai tingkatan usia.
o. Gaya Militeristik
Pola asuh militeristik adalah tipe kepemimpinan orang tua yang suka
memerintah. Tanpa dialog, anak harus mematuhi perintahnya. Tidak boleh
dibantah, harus tunduk dan patuh pada perintah dan larangan. Dalam keadaan
tertentu, ada ancaman, dalam keadaan berbahaya, tipe ini sangat tepat digunakan
untuk menggerakkan anak, karena harus secepatnya dan tepat dalam mengambil
keputusan demi keselamatan anak. Dalam hal-hal tertentu, pola asuh ini dengan
kebijakan orang tua dan sangat hati-hati bisa digunakan untuk anak PAUD, TK
dan SD.
E. Konsep Pengasuhan Anak Menurut UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan
Anak
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa di dalam dirinya melekat
harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka merupakan tunas, potensi, dan
generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran setrategis , ciri dan
sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi
yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Agar kelak mampu
bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan negara, setiap anak perlu
mendapat perlindungan dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal baik fisik, mental, maupun sosial. Untuk itu, perlu dilakukan
upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan
37
terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa adanya perlakuan diskriminatif. Hak hak anak
tersebut sebagai berikut :
1. Pasal 4 Setiap anak berhak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan dikriminasi.
2. Pasal 5 Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas dri dan status
kewarganegaraan
3. Pasal 6 Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan Orang
Tua atau Wali. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi kebebasan kepada
anak dalam rangka mengembangkan kreativitas dan intetektualitasnya (daya
nalarnya) sesuai dengan tingkat usia anak. Ketentuan pasal ini juga menegaskan
bahwa pengembangan tersebut masih tetap harus berada dalam bimbingan Orang
Tua atau Walinya.
4. Pasal 7 Anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh
orang tuanya sendiri. Ketentuan mengenai hak anak untuk mengetahui siapa
orang tuanya, dalam arti asal usulnya (termasuk ibu susunya), dimaksudkan untuk
menghindari terputusnya silsilah dan hubungan darah antara anak dengan orang
tua kandungnya, sedangkan hak untuk dibesarkan dan diasuh orang tuanya,
dimaksudkan agar anak dapat patuh dan menghormati orang tuanya. Dan apabila
orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam
keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak
asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
38
5. Pasal 8 Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial
sesuai dengan kebutuhan fisik, ,mental, spiritual, dan sosial.
6. Pasal 9 Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat bakat,
dan setiap anak berhak mnedapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari
kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan pendidik, tenaga kependidikan,
sesame peserta didik dan pihak lainnya. Serta anak penyandang disabilitas berhak
memperoleh pendidikan luar biasa dan anak yang memiliki keunggulan berhak
mendapatkan pendidikan khusus.
7. Pasal 10 Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya
demi pengembangan dirinhya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
8. Pasal 11 Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai
dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
9. Pasal 12 Anak penyandang disabilitas berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan
sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. Hak dalam ketentuan ini
dimaksudkan untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat
kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan berpartisipasi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
10. Pasal 13 Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain
mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat
perlindungan dan perlakuan:
39
a. Diskriminasi. Perlakuan diskriminasi, misalnya perlakuan yang membeda-
bedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa,
status hukum ana, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan mental.
b. Ekspoitasi, baik ekonomi maupun seksual. Perlakuan ekspoitasi misalnya,
tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan atau memeras anak untuk
memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan.
c. Penelantaran. Perlakuan pelantaran misalnya tindakan atau perbuatan
mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat, atau
mengurus anak sebagaimana mestinya.
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan. Perlakuan yang kejam, misalnya
tindakan atau perbuatan secara zalim, keji, bengis, atau tidak menaruh belas
kasihan kepada anak. Perlakuan penganiayaan misalnya perbuatan melukai
atau mencederai anak dan tidak semata-mata fisik, tetapi juga mental dan
sosial.
e. Ketidakadilan. Perlakuan ketidakadilan, misalnya tindakan keperpihakan
antara anak yang satu dan lainnya atau sewenang-wenangan terhadap anak
f. Perlakuan salah lainnya. Misalnya tindakan pelecehan atau perbuatan tidak
senonoh kepda anak. Dalam hal ini orang tua, wali atau pengasuh anak
melakukan segala bentuk perlakukan, maka pelaku dikenakan pemberatan
hukuman
11. Pasal 14 Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika
ada alasan atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah
demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Dalam
hal pemisahan tersebut anak tetap berhak bertemu langsung dan berhubungan
pribadi secara tetap dengan kedua Orang Tuanya, mendapatkan pengasuhan,
40
pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari
kedua orang tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan martabatnya,
memperoleh pembiayaan hidup dari kedua orang tuanya dan memperoleh hak
anak lainnya. Yang dimaksud “pemisahan” antara lain pemisahan akibat
perceraian dan situasi lainnya dengan tidak menghilangkan hubungan anak
dengan kedua orang tuanya, seperti anak yang ditinggal orang tuanya ke luar
negeri untuk bekerja, anak yang orang tuanya ditahan ataun dipenjara.
12. Pasal 15 Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata,
pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung
unsur kekerasan, pelibatan dalam peperangan, dan kejahatan sesksual.
Perlindungan dalam ketentuan ini meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan
tidak langsung dari tindakan yang membahayakan anak secara fisik dan psikis.
13. Pasal 16 Setiap anak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Setiap anak berhak
untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan,
atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukuim
yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
14. Pasal 17 Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a. Mendapat perlakukan secara manusiawi dan penempatanya dpisahan dari
orang dewasa
b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap
tahapan upaya hukum yang berlaku, dan
c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang
objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Setiap anak
41
yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan
dengan hukum berhak dirahasiakan.
14. Pasal 18 Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Bantuan lainnya dalam
ketentuan ini termasuk bantuan medik, sosial, rehabilitasi, vokasional, dan
pendidikan.
undang-undang ini juga memberikan penjelasan kewajiban dan tanggung jawab
orang tua terhadap anak Kewajiban dan tanggung jawab orang tua dalam hal
perlindungan kepada anak adalah sebagai berikut :
Pasal 26
1. Mengasuh, memelihara mendidik dan melindungi anak
2. Menumbukembangkan anak sesuai dengan kemampuan bakat dan minatnya,
3. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak
4. Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.
Pasal 30 dalam hal orang tua sebagaimana dimaksud dalam pasal 26, melalikan
kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan tindakan pengawasan atau kuasa asuh orang
tua dapat dicabut. Pencabutan kuasa asuh tersebut dilakukan melalui penetapan
pengaadilan.
Pasal 45 Orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan
merawat anak sejak dalam kandungan. Apabila orang tua dan keluarga tidak mampu
melaksanakan tanggung jawab tersebut maka pemerintah dan pemerintah daerah wajib
memenuhinya dan pelaksanaan tersebut dilakukan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
42
Kenyataannya orang tualah yang paling dekat dengan sang anak dalam
kesehariannya yang secara langsung memantau pertumbuhan fisik dan psikis sang anak
dan memantau pergaulan keseharian sang anak.
Menurut pasal-pasal tersebut diatas anak berhak mendapat kehidupan yang layak,
memiliki identitas dan mengetahui identitas orang tuanya, mendapatkan pelayanan
kesehatan dan pendidikan, berhak beristirahat dan memmanfaatkan waktu luang untuk
bergaul dan mendapat pengasuhan dan perlindungan dari orang tuanya sehingga orang
tua berkewajiban mengasuh, memelihara, mendidik anak dan memenuhi seluruh hak-hak
anak.
F. Konsep Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam
Dalam istilah fiqh digunakan dua kata namun ditunjukan untuk maksud yang sama
yaitu kafalah dan hadhanah. Yang dimaksud dengan hadhanah atau kafalah dalam arti
sederhana ialah “pemeliharaan”atau “pengasuhan “. Dalam arti yang lebih lengkap adalah
pemeliharan anak yang masih kecil setelah terjadinya putus perkawinan. Hal ini
dibicarakan dalam fiqh karena secara praktis antara suami dan isteri telah terjadi
perpisahan sedangkan anak-anak memerlukan dari ayah/ibunya. (Amir,2006:328)
Para ulama sepakat bahwasanya hukum hadhanah adalah wajib, tetapi mereka
berbeda dalam hal, apakah hadhanah ini menjadi hak orang tua (terutama ibu) atau hak
anak. Ulama mazhab Hanafi dan Maliki misalnya, berpendapat bahwa hak hadhanah itu
menjadi hak ibu sehingga ia dapat saja menggugurkan hak nya. Tetapi menurut jumhur
ulama, hadhanah itu menjadi hak bersama antara orang tua dan anak. Bahkan menurut
Wahbah Al Zuhaily, hak hadhanah adalah hak bersyarikat antara ibu, ayah, dan anak.
Jika terjadi pertengkaran maka yang didahulukan adalah hak atau kepentingan si
anak(Dahlan,1999:415)
43
Hadhanah merupakan kewajiban orang tua dalam mendidik dan memelihara anak
dengan sebaik-baiknya dalam hal pendidikan, ekonomi, dan segala kebutuhan pokok si
anak, sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Baqarah ayat 233 sebagai berikut:
وعلى المولود لو رزق هن وكسوت هن بالمعروف لمن أراد أن يتم الرضاعة والوالدات ي رضعن أولدىن حولي كاملي
لك ل تضار والدة بولدىا ول مولود لو بولده ل تكلف ن فس إل وسعها فإن أرادا فصال عن وعلى الوارث مثل ذ
هما وتشاور فل جناح عليهما وإن أردت أن تست رضعوا أولدكم فل جناح عليكم إذا سلمتم ما آت يتم ت راض من
للو با ت عملون بصي وات قوا اللو واعلموا أن ا بالمعروف
Artinya:“para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma‟ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian.
Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu
disukai oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepad Allah dan ketahuilah bahwa
Allah maha Melihat apa yang kamu kerjakan ”. (QS Al-Baqarah ayat 233)
Dalam ayat tersebut menjelaskan bagaimana ibu menyusui adalah hak ibu
mendapatkan nafkah bagi si ibu dan terutama anaknya, karena bapak berkewajiban
mencukupi sandang dan pangan. Mereka dibangsakan atas nama bapak dan pemberian
nafkah itu juga hendaklah sesuai dengan kelayakan si wanita dalam lingkungannya,
sehingga ia tidak mengalami kesulitan dalam bentuk pelayanan apapun cara-cara
penuaiannya.
Kewajiban membiayai anak yang masih kecil bukan hanya berlaku selama ayah dan
ibu masih terikat dalam tali perkawinan saja, namun juga berlanjut setelah terjadinya
perceraian. (Amir,2006:328)
44
Selain hak berupa sandang dan pangan, orang tua juga wajib mengajarkan kepada
anak tentang nilai-nilai agama atau ketuhanan sebagai mana tertera dalam QS At-Tahrim
ayat 6 sebagai berikut:
يا أي ها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأىليكم نارا وقودىا الناس والجارة
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman pelihara dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarrya adalah manusia dan batu” (QS At-Tahrim ayat 6)
Ayat ini menjelaskan tentang orang tua diperintahkan oleh Allah SWT untuk
memelihara keluarganya dari api neraka dengan berusaha agar seluruh anggota
keluarganya melaksanakan perintah dan larangan Allah termasuk anggota keluarga,
dalam ayat ini yaitu anak.
Selain itu, orang tua juga berkewajiban menanamkan keasadaran pada anaknya
tentang tanggung jawab sosial sebagaimana luqman mendidik anaknya dalam QS luqman
ayat 17-18 sebagai berikut :
QS Luqman ayat 17
نكر واصب على ما أصابك إن
عروف وانو عن الم
ذلك من عزم الأمور ياب ن أقم الصلة وأمر بالم
Artinya: Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik
dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mukar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah). (QS Luqman:17)
QS Luqman ayat 18
ب كل متال فخور ك للناس ولتش ف الأرض مرحا إن الله لي ولتصعر خد
Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan muka mu dari manusia (karena sombong)
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Luqman:18)
Berdasarkan ayat-ayat QS Luqman di atas maka dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai
pendidikan yang wajib diajarkan pada anak antara lain adalah tidak menyekutukan Allah,
setiap perbuatan manusia betapapun kecilnya akan mendapatkan balasan dari Allah SWT,
45
kewajiban menaanti perintah Allah SWT seperti shalat, amar ma‟ruf nahi munkar, sabar
dalam menghadapi musibah serta tida
46
BAB III
HASIL PENELITIAN TENTANG POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN
DIBAWAH UMUR
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1. Kondisi Geografis Desa Klakah
Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali terletak dilereng gunung
merepi. Secara administrative, Desa Klakah merupakan salah satu desa dari 10 desa
yang ada di kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Desa klakah terletak 1.210 meter
dari permukaan laut, bentuk wilayah di desa ini 40% datar sampai bergelombang,
55% bergeleombang sampai berbukit dan 60% berbukit sampai bergunung. Jarak desa
dengan pusat pemerintahan kecamatan 10 km dengan waktu tempuh ¾ jam sedangkan
jarak desa dengan kabupaten kota 31 km dengan waktu tempuh selama 1 jam.
Desa Klakah terdiri dari 6 dusun, yaitu :
1) Dusun Klakah Ngisor
2) Dusun Klakah Tengah
3) Dusun Klakah Duwur
4) Dusun Bangunsari
5) Dusun Sumber
6) Dusun Bakalan
Untuk menjangkau lokasi penelitian ini tidak terlalu sulit meskipun sarana
transportasi yang kurang memadai. Transportasi yang banyak digunakan oleh
,masyrakat desa klalah berupa sepeda motor. Desa klalah akan lebih mudah dijangkau
menggunakan alat transportasi, karena tidak sedikit jalan yang rusak dan sempit
karena wilayah tersebut merupakan wilayah perbukitan.
47
Secara geografis, desa klakah memiliki batas administrative sebagai berikut :
Batas sebalah utara : Desa Jrakah
Batas sebelah selatan : Desa Trogolele
Batas sebelah Barat : Batas wilayah kabupaten Magelang
Batas sebelah Timur : Desa Samiran
2. Keadaan Penduduk Desa Klakah
a. Jumlah penduduk yang dikelompokkan menurut usia
Jumlah penduduk Desa Klakah sesuai dengan data monografi pada tahun 2015
sebagai berikut :
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Desa Klakah Tahun 2015
Umur (Tahun) Jumlah
0-6 338
7-12 276
13-18 337
19-24 336
25-55 345
56-79 561
80 Tahun Keatas 811
Jumlah 3.004
(sumber : Kelurahan Desa Klakah)
b. Penduduk berdasarkan agama
Warga desa Klakah dikenal sebagai kelompok masyarakat yang aktif dan
memiliki potensi tinggi untuk berpartisipasi dalam mengikuti acara sosial keagamaan
yang diadakan oleh desa sendiri. Seperti acara merti desa, syukuran desa, dan juga
mengadakan acara-acara saat hari besar seperti perayaan 17 Agustus, mengadakan
halal bi halal dan lain-lain.
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Desa Klakah Berdasarkan Agama
48
No Agama Jumlah
1. Islam 2.967 orang
2. Kristen 37 orang
3. Khatolik 0 orang
4. Hindu 0 orang
5. Budha 0 orang
6. Konghucu 0 orang
Jumlah 3.004 orang
(Sumber : Kelurahan Desa Klakah)
c. Penduduk menurut mata pencaharian
Bidang ekonomi merupakan salah satu bidang yang amat penting dalam suatu
proses pembangunan potensi ekonomi yang dimiliki oleh masing-masing individu,
yang cukup berpengaruh pada perekonomian itu sendiri. Mata pencaharian
masyarakat desa Klakah ialah sebagian besar petani sayur sayuran.
Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Desa Klakah Menurut Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah
1. Petani 1.784 orang
2. Buruh Tani 30 orang
3. Wirausaha 76 orang
4. Pengrajin 11 orang
5. Buruh bangunan 26 orang
6 Perdagangan 87 orang
Jumlah 2014 orang
(sumber: Kelurahan Desa Klakah)
d. Tempat ibadah
Tabel 3.4 Jumlah Tempat Ibadah Desa Klakah
No Tempat Ibadah Jumlah
1. Masjid 8
2. Mushola 4
49
3. Gereja 3
(sumber: kelurahan Desa Klakah)
Penduduk Desa Klakah Mayoritas beragama islam namun sebgaian ada yang
memeluk agama Kristen meskipun tidak banyak jumlahnya. Dalam aktivitas
keseharian, masyarakat Desa Klakah sangat taat dalam menjalankan ibadah
keagamaan. Setiap RT dan perdusuanan memiliki kelompok-kelompok pengajian.
Penduduk desa klakah kerap menggelar acara peringatan dengan tema yang
disesuaikan dengan hari besar keagamaan.
e. Data pasangan yang menikah di bawah umur
Tabel 3.5 Jumlah Pasangan yang dibawah umur Selama 5 Tahun Terakhir
No Tahun Jumlah
1. 2013 2
2. 2014 3
3. 2015 3
4. 2016 2
Menurut data dari KUA Kecamatan Selo selama 5 tahun terakhir ini di desa
klakah yang menikah dini sekitar 10an orang.
B. Pola Pengasuhan pada Pasangan Pernikahan di Bawah Umur Di wilayah Klakah
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali
Berdasarkan keterangan pak kadus pada saat wawancara tanggal 19 oktober 2017
menerangkan bahwa pernikahan di bawah umur di desa Klakah sudah membudaya,
pernikahan di desa klakah sudah seperti adat istiadat dan karena penduduk klakah
SDMnya sangat rendah dan pendidikan dianggap tidak penting.
1. Pola pengasuhan pasangan pernikahan dibawah umur pada keluarga PT
a. Data Keluarga
50
No
Nama Umur Agama Pekerjaan Pendidikan
terakhir
1. PT (laki-laki) 20 tahun Islam sopir pic up dan
penambang pasir
Tamat SD
2. WR (perempuan) 20 tahun Islam Petani Tidak tamat
SD
3. AG ( laki-laki,
anak PT dan WR)
2 tahun Islam - -
b. Pasangan PT dan WR
Pasangan ini menikah pada tanggal 24 juli 2014, pada saat itu usia PT (laki-
laki) 17 tahun sedangkan usia WR (perempuan) ialah usia 16 tahun. Usia mereka jelas
tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yaitu 16 tahun bagi calon
mempelai perempuan dan 19 tahun bagi calon mempelai laki-laki.
PT dan WR dulu saling mengenal saat menonton kesenian daerah. Setelah
keduanya saling mengenal mereka sering bertemu dan PT sering mengajak WR
menonton bila ada acara pertunjukan di daerah mereka. seiring berjalannya waktu,
orang tua PT mengetahui hubungan mereka, sehingga orang tua takut terjerumus
kedalam pergaulan bebas. setelah tamat SD, PT tidak melanjutkan sekolah dan atas
kemauan mereka maka orang tua PT dan WR menikahkan anak mereka meskipun
usianya belum mencapai syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang perkawinan.
Oleh karena itu pihak KUA menyarankan untuk keduanya melakukan permohonan
dispensasi nikah di Pengadilan Agama Boyolali. Sesuai saran tersebut, mereka
melakukan sidang dispensasi nikah dengan hasil akhir permohonan mereka diterima
oleh hakim setelah sidang yang rumit dan kurang lebih 8 kali sidang.
Selang setahun mereka menikah, mereka dikarunai seorang anak laki-laki AG
lahir pada tanggal 09 januari 2015 dan kini usianya 2 tahun.
51
Sehari-hari PT bekerja sebagai penambang pasir sebagai sopir pic up, ia
berangkat pagi jam 05.00 sampai malam jam 21.00. Sedangkan WR sehari-hari ke
ladang, sambil membawa anaknya.jarak ladang dengan rumahnya kurang lebih 2km.
maka dari itu, WR membawa bekal untuk makan dan minum satu hari untuk dia dan
anaknya. AG dari kecil diajak ke ladang sampai sekarang sudah terbiasa. WR dan AG
biasanya berangkat ke ladang pagi jam 08.00 sampe jam 17.00. WR terpaksa
mengajak anaknya keladang karena WR ingin mengasuh secara langsung.
Berdasarkan wawancara pada orang tua PT tanggal 4 november 2017, bahwa
PT dan WR mendidik anaknya dengan baik sebagaimana mestinya. Meskipun PT dan
WR tidak berpendidikan yang cukup akan tetapi WR mengasuh AG dengan baik,
kewajiban sebagai orang tua mereka jalankan, seperti pembutan akte, AG juga
diajarkan budi pekerti yang sopan santun, menghormati dengan orang yang lebih tua,
salim cium tangan dengan orang yang lebih tua. WR juga memberitahu hal yang baik
dan yang buruk dari hal yang kecil sejak dini. WR berharap anaknya tidak seperti
kedua orang tuanya yang kurang berpendidikan, setelah AG cukup umur ia akan
disekolahkan agar menjadi anak yang mereka idamkan. PT dan WR menggatakan
anaknya kelak mau menikah diusia berapa itu terserah anaknya, bila anaknya sudah
mampu membina rumah tangga sendiri maka orang tua hanya bisa merestui.
Menurut wawancara terhadap adik PT, PT dan WR sangat memperhatikan
anaknya, terutama WR, setiap WR pergi kemanapun AG selalu dibawa bersamanya.
Hal tersebut berpengaruh terhadap anak, anak tersebut tumbuh jadi anak yang selalu
menuruti apa kata orang tuanya, oleh karena itu AG tidak pernah mendapat perlakuan
kasar dari kedua orang tuanya.
Dalam hal pemenuhan kebutuhan PT yang bertanggung jawab. Karena hanya
PT lah yang bekerja sedangkan WR keladang mencari rumput untuk makanan ternak
52
mereka. bapak PT juga berkata, setelah PT dan WR menikah mereka hidup mandiri
tanpa dibantu oleh orang tua.
2. Pola pengasuhan anak pada pasangan pernikahan dibawah umur keluarga EL
a. Data keluarga
No Nama Umur Agama Pekerjaan Pendidikan
terakhir
1. EL (laki-laki) 17 tahun Islam Penambang
pasir
SLTP
2. DL (perempuan) 17 tahun Islam Petani sayur SLTP
3. A (perempuan,
anak EL dan DL)
11 bulan Islam - -
b. Pasangan EL dan DL
Pasangan ini menikah pada tanggal 27 agustus 2016, saat itu usia EL( laki-
laki) ialah 16 tahun sedangkan usia DL (perempuan) ialah sama, yaitu 16 tahun.
Mereka menikah pada usia yang sangat muda dan jauh dibawah syarat sebagaimana
tercantum dalam perundang-undangan.
Awalnya EL dan DL berteman sebagaimana mestinya, mereka saling
mengenal satu sama lain saat mereka masih sama-sama duduk dibangku SLTP, karena
satu sekolahan maka mereka sering bertemu, hingga diantara mereka timbul rasa cinta
yang membuat mereka menjalin hubungan satu sama lain. Dan setelah keduanya lulus
SLTP mereka berdua memutuskan untuk segera menikah meskipun usia mereka
masih belum memenuhi syarat sebagaimana yang tercantum dalam perundang-
undangan. Alasan dari orang tua merencanakan pernikahan anaknya dikarenakan
kemauan anaknya, tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan juga
dikawatirkan pergaulan bebas maka dari itu kedua pihak memutuskan menikahkan
anaknya.
53
Pengurusan syarat-syarat pernikahan EL dan DL dilakukan bersama-sama
dengan orang tua mereka masing-masing. Mereka dating ke KUA untuk
mendaftarkan pernikahan EL dan DL , berkas-berkas yang dibawa diserahkan untuk
diperiksa oleh KUA. Setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui bahwa usia calon
pengantin tidak mencukupi syarat. Pihak keluarga merasa bingung dan meminta untuk
diupayakan bagaimana jalan keluarnya agar anaknya dapat segera menikah. Pihak
KUA menyarankan untuk melakukan sidang dispensasi nikah di pengadilan Agama
Boyolali. Dengan penjelasan dari pihak KUA, merekapun melakukan sidang
diPengadilan Agama Boyolali dengan hasil akhir sidang bahwa hakim memutuskan
memberi ijin pada EL dan DL untuk melangsungkan pernikahan.
EL sehari-hari bekerja sebagai penambang pasir, pasir tersebut dibawa
kerumah untuk dijadikan batako. Setelah batako jadi, maka batako dijual. sedangkan
DL membantu orang tua EL atau mertuanya dagang sayur, karena mertuanya
pengepul sayur. Dari ladang keladang yang lain, setelah sayur terkumpul diambil EL
untuk dibawa kepasar sayur induk Cepogo. Pekerjaan itu rutin dikerjakan setiap hari
Selang setahun mereka menikah, mereka dikaruniai seorang anak,
A(perempuan), anak tersebut kini berusia 11 bulan.
Dalam hal pengasuhan anak dilakukan bersama-sama tapi DL yang sangat
berperan penting mengingat anaknya masih berusia 11 bulan. DL mengasuh anaknya
dibantu oleh mertuanya. Karena mereka merasa sudah menjadi orang tua maka ia
berkewajiban dan menjalankan hak sebagai orang tua, seperti pembuatan akte,
membelikan susu formula untuk anak mereka, berencana membuat rumah sendiri
karena saat ini mereka masih tinggal dengan orang tuanya.
Meskipun EL dan DL masih tinggal dengan orang tuanya akan tetapi dalam
hal pemenuhan kebutuhan EL yang menanggung kebutuhan pokok mereka. dan
54
meskipun mereka menikah jauh dari syarat yang tercantum dalam perundang-
undangan mereka jarang bahkan bisa dikatakan tidak pernah bertengkar. (wawancara
dengan DL dengan orang tua EL pada tanggal 25 oktober 2017).
3. Pola pengasuhan anak pada pasangan pernikahan dibawah umur keluarga MS
a. Data Keluarga
No Nama Umur Agama Pekerjaan Pendidikan
terakhir
1. MS (laki-laki) 22 tahun Islam Petani SLTP
2. ST (perempuan) 21 tahun Islam Petani Tamat SD
3. IL (laki-laki, anak
dari MS dan ST)
3 tahun Islam - -
b. Pasangan MS dan ST
Pasangan ini menikah pada tanggal 08 juli 2013, saat itu usia MS (laki-laki) 18
tahun sedangkan usia ST (perempuan) 17 tahun. Dari kenyataan ini jelas usia laki-
laki masih dibawah syarat sebagaimana tercantum dalam perundang-undangan.
Pertemuan keduanya berawal ketika MS dan ST sama-sama sedang menonton
jatilan. setelah berbulan-bulan mereka menjalin hubungan serius maka MS dan ST
bersepakat untuk segera menikah. Setelah kedua pihak merasa yakin, mereka segera
mengurus berkas dan diserahkan ke KUA. Setelah diteliti, ternyata diketahui usia MS
belum memenuhi syarat yang telah tercantum dalam undang-undang perkawinan.
Atas alasan itu, pihak KUA menyarankan kedua belah pihak untuk mengikuti sidang
dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Boyolali. Atas saran KUA, MS dan ST
akhirnya melakukan sidang di Pengadilan Agama Boyolali agar dapat segera
menikah. Setelah tiga kali mengikuti sidang hakim memutuskan untuk mengijinkan
keduanya menikah.
55
Setelah MS dan ST menikah mereka menempati rumah orang tuanya
sedangakn orang tuanya membuat rumah sendiri di belakang rumah MS dan ST.
Sehari-hari MS bekerja di ladang, berbagai macam sayur ia tanam, seperti brokoli,
kul,sawi,cabai,tomat dan lain-lain. MS dibantu dengan ST.
Setelah setahun pasangan ini menikah, mereka dikaruniai seorang anak yaitu
IL(laki-laki) yang lahir pada tanggal 10 januari 2014, Anak tersebut kini berusia 3
Tahun.
Menurut keterangan dari MS dan ST pada saat wawancara tanggal 4 november
2017, MS dan ST mengasuh anaknya bersama-sama tetapi ST lah yang berperan
penting, ST mengajarkan hal-hal yang baik. IL diajarkan pemahaman agama sejak
kecil, seperti membaca doa sebelum makan selain itu IL juga diajarkan sopan santun.
Sama halnya dengan pasangan PT dan WR, pasangan ini juga sangat memperhatikan
anaknya, apabila ST keladang membantu MS, ia selalu mengajak IL, mereka lebih
suka mengasuh anaknya sendiri dibanding IL dititipkan orang tua mereka atau orang
lain karena mereka bisa mengawasi anak mereka secara langsung bahkan kalau IL
sudah tumbuh dewasa MS dan ST tidak ingin anaknya menikah muda seperti yang
dialami mereka, karena mereka ingin anaknya tumbuh menjadi anak yang mandiri,
cerdas, bertanggung jawab dan kehidupannya lebih baik dari orang tuanya.
Selain itu, ST mengatakan bahwa bila anaknya sudah mulai bersekolah. Ia
akan lebih memperhatikan anaknya, seperti menghantar jemput sekolah, mengajarkan
pada anaknya hal-hal yang diajarkan di sekolah. Meskipun mereka menikah dibawah
umur yang tercantum dalam undang-undang akan tetapi mereka bisa menjalankan
kewajiban dan tanggung jawab mereka sebagai orang tua. Mereka mengasuh dan
mendidik anak mereka dengan baik.
56
Tanggung jawab dalam hal nafkah keluarga adalah tanggung jawab MS dari
hasil jual sayur diladang, meskipun MS menjual hasil sayur diladang hanya tiap kali
panen tetapi MS tetap bisa memenuhi kebutuhan pokok mereka dan tidak
meninggalkan tanggung jawab ia sebagai kepala rumah tangga.
57
BAB IV
ANALISIS POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN DI BAWAH UMUR
A. Analisis Pola Pengasuhan Anak pada Pasangan di Bawah Umur di Desa Klakah
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali
Esensi hubungan antara orangtua dengan anak sangat ditentukan oleh sikap orang
tua dalam mengasuh anak. seperti halnya cara-cara yang dipilih dan dilakukan oleh orang
tua dalam mengasuh anak. jadi orang tua memiliki pengaruh yang amat besar dalam
membentuk kepribadian anak yang tangguh sehingga anak berkembang menjadi pribadi
yang percaya diri, berinisiatif, berambisi, beremosi stabil, bertanggung jawab, mampu
menjalin hubungan interpersonal yang positif.
Terdapat beberapa pola pengasuhan anak menurut Drs. Syaiful Bahri Dramarah,
M.Ag, namun dari beberapa bentuk pengasuhan yang ada, pola pengasuhan yang terbaik
yaitu pola pengasuhan demokratis. Hal ini disebabkan pola asuh ini selalu mendahulukan
kepentingan bersama di atas kepentingan individu anak. Pola asuh demokratis
mengharapkan anak untuk berbagi tanggung jawab dan mampu mengembangkan potensi
kepemimpinan yang dimilikinya dan memiliki kepedulian terhadap hubungan antar
pribadi dalam keluarga. Pola asuh ini dapat berjalan dalam suasana yang rileks dan
memiliki kecenderungan untuk menghasilkan produktivitas dan kreativitas karena
mampu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki anak.
Beda halnya dengan bentuk pola asuh otoriter. Pola asuh otoriter adalah pola
pengasuhan yang kaku, diktator dan memaksa anak untuk selalu mengikuti perintah
orangtua tanpa banyak alasan. Dalam pola asuh otorirer orang tua cenderung sebagai
pengendali atau pengawas, selalu memaksakan kehendak anak.kata-kata yang diucapakan
orang tua adalah hukum atau peraturan yang tidak dapat diubah. Orang tua selalu
58
menuntut anaknya untuk selalu mengikuti segala kemauannya tersebut akan membuat
anak menjadi pasif, tidak terlatih untuk berinisiatif, sangat tergantung pada orang lain.
Selain dampak yang negatif tersebut, pola asuh ini juga memiliki dampak yang positif.
Pemilihan pola pengasuhan otoriter terhadap anak sangat diperlukan, karena pola asuh
tersebut dapat mengontrol sikap dan kepribadian seorang anak.
Di Desa Klakah kecamatan Selo kabupaten Boyolali pola asuh yang digunakan
oleh pasangan yang menikah di bawah umur adalah pola asuh otoriter. seperti pasangan
PT dan WR serta MS dan ST. Mereka memaksa anaknya untuk diajak berkebun keladang
serta tidak memberikan kesempatan anaknya untuk bermain. Mereka beralasan bahwa
mereka lebih nyaman dan tenang bila anaknya ikut bersama mereka ke ladang tanpa
memikirkan dampak yang ditimbulkan. Meskipun mangsud mereka baik namun hal
tersebut berdampak buruk bagi anak. seperti menyita waktu anak untuk berinteraksi
dengan lingkungan sekitar, anak kurang bergaul dan bermain dengan teman sebayanya.
Pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh pasangan PT dan WR serta MS dan ST
terhadap anaknya dan anak harus mengikuti apa yang diperintahkan oleh orang tua
tersebut menunjukkan bahwa pola asuh yang mereka terapkan adalah pola asuh otoriter.
Hal ini menunjukkan bahwa bentuk pola pengasuhan ini memiliki dampak terhadap
perilaku anak seperti berkembangnya kompetensi, perilaku, prestasi, pengaturan diri.
Orangtua harus tetap melaksanakan fungsi pengawasan dalam setiap hal yang
dilakukan anak. Dalam hal ini tumbuh kembang dan perkembangan anak sangat
tergantung kepada orangtua. Jika melihat teori yang ada seharusnya anak usia 2-3 tahun
diberikan kebebasan untuk bermain dengan teman sebayanya, beristirahat dan
memanfaatkan waktu luang untuk mengeksplore lingkungan sekitar guna
mengembangkan diri. Pola asuh orangtua harus dilakukan secara baik dan maksimal. Hal
ini bertujuan untuk membentuk karakter anak dalam menjalani kesehariannya.
59
B. Analisis Pola Pengasuhan Anak dalam Prespektif Undang-Undang No 35 Tahun
2014 Tentang Perlindungan Anak
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi karena anak adalah sebagai
tunas,potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran
strategis, ciri dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi.Perlindungan anak diatur dalam
undang-undang No 35 tahun 2014.
Dalam undang-undang perlindungan anak No 35 Tahun 2014 pasal 4-18
membahas tentang hak-hak anak, diantaranya: anak berhak mendapat kehidupan yang
layak, memiliki identitas dan mengetahui identitas orang tuanya, mendapatkan pelayanan
kesehatan dan pendidikan, berhak beristirahat dan memanfaatkan waktu luang untuk
bergaul dan mendapat pengasuhan dan perlindungan dari orang tuanya sehingga orang
tua berkewajiban mengasuh, memelihara, mendidik anak dan memenuhi seluruh hak-hak
anak yang tercantum dalam pasal 26, yaitu :
1. Mengasuh, memelihara mendidik dan melindungi anak
2. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan bakat dan minatnya,
3. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak
4. Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.
Dalam hal kewajiban orang tua sudah sesuai dan tidak ditemukan adanya
penyimpangan pada pasal 26 tersebut. Semua telah dipenuhi oleh orang tua baik dari
pelayanan kesehatan, pendidikan dan identitas anak. meskipun mereka menikah jauh dari
syarat yang tercantum dalam undang-undang akan tetapi orang tua sudah menjaga
kesehatan anaknya berupa imunisasi, posyandu, pemberian vitamin. Mereka juga berniat
menyekolahkan anaknya apabila usia anak mereka sudah mencukupi dan mereka juga
60
memberikan nama yang baik untuk anaknya, selain itu mereka juga membuatkan akte
kelahiran anaknya setelah anak mereka lahir.
Keberhasilan pelaksanaan tugas pengasuhan anak juga tidak akan berhasil hanya
oleh faktor tanggung jawab dari orangtua saja, tetapi juga lingkungan memiliki pengaruh
yang sangat besar. Anak yang diasuh dilingkungan yang tidak baik tentu akan
mempengaruhi perkembangan anak tersebut. Seperti AG anak dari pasangan PT dan WR
serta IL anak dari pasangan MS dan ST yang hampir seluruh waktunya dihabiskan
mengikuti orang tuanya diladang, hal tersebut sangat mempengaruhi perkembangan AG
dan IL.Waktu untuk beristirahat, bermain dengan teman sebayanya dan untuk
mengeksplore lingkungan tersita karena waktu mereka dihabiskan diladang. Hal tersebut
menyimpang dari pasal 11 yang mengatakan bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat
dan memenfaatkan waktu luang, bergaul, dengan anak yang sebaya, bermain, dan
berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan
diri, karena jelas AG dan IL tidak diberikan kebebasan sebagaimana yang tercantum
dalam pasal 11 tersebut. Hal itu pun berpengaruh terhadap perkembangan anak yang
mana anak harus dididik dilingkungan yang benar dan anak juga harus diberi kebebasan
untuk bermain dan bergaul dengan teman sebayanya guna untuk pengembangan diri.
C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pola Asuh Anak pada Pasangan di Bawah Umur
di Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali
Agama islam mengatur segala aspek kehidupan manusia termasuk juga dalam
urusan pengasuham anak. Anak merupakan titipan dari sang maha kuasa yang sudah
sepantasnya diasuh, dirawat,dididik sebagaimana mestinya. Seorang anak ketika diasuh
dengan baik oleh orang tuanya yang memahami dasar pengasuhan anak dalam islam dan
mampu menerapkannya, maka anak akan memiliki kepribadian yang baik sesuai bentuk
61
pengasuhan tersebut. Beberapa aturan mengenai pengasuhan anak terdapat QS al Baqarah
ayat 233 sebagai berikut:
وعلى المولود لو رزق هن لمن أراد أن يتم الرضاعة والوالدات ي رضعن أولدىن حولي كاملي
وعلى ل تضار والدة بولدىا ول مولود لو بولده ل تكلف ن فس إل وسعها وكسوت هن بالمعروف
لك هما وتشاور فل جناح عليهما فإن أرادا فصال عن ت راض م الوارث مثل ذ وإن أردت أن ن
وات قوا اللو واعلموا أن اللو با تست رضعوا أولدكم فل جناح عليكم إذا سلمتم ما آت يتم بالمعروف
ت عملون بصي
Artinya:“para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma‟ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian.
Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu
disukai oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah maha Melihat apa yang kamu kerjakan ”.(QS al Baqarah ayat 233)
Di dalam ayat Al Baqarah ayat 233, Allah memerintahkan untuk
menyempurnakan penyusuan kepada seorang ibu dan pemenuhan kewajiban untuk
memenuhi sandang dan pangan kepada ayah. Hal tersebut diperkuat dengan tulisan sa‟id
bin ali bin wahf al-qahthani dalam bukunya “Rasullullah sang pendidik menjaga amanah
menuju jannah” bahwa nafkah yang baik bersumber dari yang halal. Perintah tersebut
merupakan langkah ataupun cara yang semestinya dilakukan untuk menunaikan
62
pengasuhan anak. dalam hal ini ayah dan ibu harus saling berkerja sama mendidik dan
mengasuh anak mereka karena pada umumnya, ayah dan ibu akan melakukan
pengasuhan dengan baik apabila terjalin komunikasi, pemahaman, dan juga kesempatan
atas ketersediaan waktu untuk saling berbagi dan melengkapi.
Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam bab III bahwa dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari ditanggung oleh kepala keluarga. hal tersebut berhubungan dengan
QS al-baqarah ayat 233 dimana ayat tersebut menjelaskan bahwa ayah berkewajiban
menafkahi anggota keluarganya.
Pada ketiga pasangan perkawinan di bawah umur di Desa Klakah semua kebutuhan
yang bersifat materiil digantungkan kepada kepala keluarga yakni PT, MS dan EL.
Meskipun mereka menikah diusia yang masih sangat muda akan tetapi mereka tetap
menjalankan kewajiban mereka sebagai kepala rumah tangga. Selain itu PT, MS dan EL
sebagai kepala rumah tangga juga berkewajiban membimbing anggota kekuarganya
untuk bertaqwa kepada Allah, sebagaimana dalam QS At-Tahrim ayat 6 sebagai berikut:
الذين آمنوا قوا أنفسكم وأىليكم نارا وقودىا الناس والجارة يا أي ها
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman pelihara dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarrya adalah manusia dan batu”(QS At-Tahrim ayat 6)
Ayat ini menjelaskan tentang orang tua diperintahkan oleh Allah SWT untuk
memelihara keluarganya dari api neraka bukan hanya mengedepankan kepentingan
sosial, melainkan tujuan utama seorang kepala keluarga untuk dapat menjadikan akhirat
sebagai akhirnya dengan berusaha agar seluruh anggota keluarganya melaksanakan
perintah dan larangan Allah. Dalam hal ini anak diberi pemahamanan pendidikan agama
tentang ketaqwaan kepada Allah.
63
Ayat di atas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula dari
rumah. Walau secara redaksional ayat tersebut tertuju kepada perempuan dan laki-laki
(ibu dan ayah). Perintah kepada orang beriman agar menjaga keselamatan diri dan seisi
rumah tangga dari api neraka. Caranya adalah dengan menjauhkan perbuatan maksiat,
memperkuat diri dengan iman agar tidak mengikuti hawa nafsu dan senantiasa taat
menjalankan perintah Allah swt.Ini berarti kedua orang tua bertanggung jawab terhadap
anak.
Islam sangat memberi perhatian terhadap religiusitas keluarga inti, karenanya
kepala keluarga diminta memberikan bimbingan, nasehat dan pendidikan kepada mereka
secara baik. Diharapkan dari rumah tangga itulah akan terbentuk umat dan selanjutnya
akan tegak masyarakat islam. Keluarga yang rapuh keimananya, maka sendi-sendi
bangunan masyarakat dan bangsa juga akan keropos dan rapuh.
PT dan MS sebagai kepala keluarga berkewajiban membimbing anggota
keluarganya untuk selalu bertaqwa kepada Allah. Mereka mengajarkan anaknya tentang
pengetahuan agama sejak dini, seperti membaca doa sehari-hari dan mengaji. Karena
pengetahuan dan pemahaman mereka yang sangat minim mereka mendidik anak mereka
sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Selain dalam pendidikan agama, mereka
juga mengajarkan anaknya budi pekerti, tata karma dan sopan santun, karena mereka
tinggal dilingkungan pegunungan maka hal tersebut sudah seperti kewajiban bagi seluruh
orang tua agar mengajarkan pada anaknya budi pekerti dan tata krama. Hal tersebut
terdapat dalam QS Luqman ayat 18 :
ك للناس ول ب كل متال تش ف الأرض مرحا إن ولتصعر خد الله لي
فخور
64
Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan muka mu dari manusia (karena sombong)
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Luqman:18)
Dalam ayat tersebut dapat disimpulkan bahawa Luqman menanamkan kesadasaran
pada anaknya tentang tanggung jawab sosial. Luqman mendidik anaknya agar berbuat
baik dan hormat kepada orang lain, bergaul secara baik, berperilaku baik, tidak sombong
dan angkuh.
Di Desa Klakah merupakan daerah pegunungan, dimana daerah tersebut sangat
kental dengan budaya, budi pekerti, sopan santun dan tatakrama. Oleh karena itu ketiga
narasumber mengajarkan tatakrama dan sopan santun sejak dini. Sehubungan dengan QS
Luqman yang mana Luqman mengajarkan anaknya tentang tanggung jawab sosial.
seperti halnya AG anak dari pasangan PT dan WR yang sudah diajarakan sopan santun
sejak kecil, seperti salim mencium tangan dengan orang yang lebih tua, berperilaku baik
terhadap orang lain. Hal tersebut membuat anak akan diterima di lingkungan masyarakat
serta disegani dikenal sebagai anak yang baik.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan studi kasus dan analisis yang telah diuraikan pada BAB sebelumnya, maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa :
1. Dari penelitian yang dilakukan terhadap beberapa pasangan di bawah umur di Desa
Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali pola pengasuhannya adalah pola asuh
otoriter dimana anak harus mengikuti apa yang diperintahkan oleh orang tua. seperti
yang dilakukan oleh narasumber dimana mereka memaksa anaknya diajak keladang
serta tidak memberikan kesempatan anaknya untuk bermain. Mereka beralasan bahwa
mereka lebih nyaman dan tenang bila anaknya ikut bersama mereka keladang dan
meraka asuh sendiri tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkan.
2. Dalam Undang-Undang No : 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak telah
dijelaskan bahwa orang tua wajib mengasuh, memelihara, dan mendidik anak. dalam
penelitian ini kewajiban orang tua sudah sesuai akan tetapi ditemukan penyimpangan
dalam hak anak yang tercantum dalam pasal 11, dimana anak berhak untuk
beristirahat, dan memenfaatkan waktu luang, bergaul dengan teman sebayanya,
bermain dan berkreasi sesuai minat, bakat dan tingkat kecerdasannya.
3. Sedangkan dalam Hukum Islam telah di jelaskan bahwa seorang laki laki adalah
pemimpin bagi keluarganya dan harus bertanggungjawab dalam hal material maupun
spiritual. Seperti halnya dalam penelitian ini bahwa orang tua sudah menjalankan
kewajibannya menafkahi anggota keluarganya dan membimbing anggota keluarganya
untuk takqwa kepada Allah SWT serta mengajarkan budi pekerti, tatakrama dan
sopan santun.
66
B. Saran
1. Bagi pasangan yang menikah di bawah umur
Pola asuh yang diterapkan oleh pasangan pernikahan dibawah umur dalam mengasuh
anak mereka masih belum maksimal karena anak tidak diberi kebebasan untuk
bermain dan beristirahat. Alangkah baiknya jika anak dititipkan kepeda keluarga
dekatnya agar anak bisa bermain. Beristirahat dan memanfaatkan waktu luang guna
pegembangan diri. selain itu orang tua lebih baik mendidik anak mereka sesuai
dengan UU perlindungan anak yang berlaku dan Hukum islam agar anak tumbuh
menjadi anak yang cerdas, berprestasi dan membanggakan karena anak merupakan
tunas, potensi generasi penerus bangsa.
2. Bagi pemerintah Daerah
Pernikahan dibawah umur bisa berakibat ke hal yang negatif, seperti pada pola
pengasuhan anak yang kurang baik sehingga akan menghasilkan generasi muda yang
kurang berkualitas. Hendaknya pemerintah daerah melakukan kerja sama dengan
masyarakat sekitar untuk menumbuhkan kembali kesadaran masyarakat akan
pendidikan yang lebih baik. Karena faktor pendidikan ini akan berpengaruh pada
sosial budaya masyarakat Desa Klakah. Dengan kesadaran masyarakat tersebut
sehingga mampu menekan pernikahan dibawah umur yang terjadi di Desa Klakah.
3. Bagi masyarakat
Masyarakat hendaknya jangan terpengaruh kebiasaan atau tradisi yang berlaku dan
perlu adanya peran aktif masyarakat dan ulama dalam memberikan pengetahuan
keagamaan.
67
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Muhammad bin „Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh. 2008. Tafsir Ibnu Katsir
M. „Abdul Goffar, Jilid 2. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i
Abd. Rahman Dahlan. 2010. Ushul Fiqh. Jakarta: Amzah
Abdul Rahman Ghazaly. 2006 . fiqh munakahat. Jakarta : kencana
Abha, M. Makmun. 2015. Benarkah Aisyah Menikah di Usia 9 Tahun?. Jakarta : Buku Seru.
Ahmad Azhar Basir. 1996. Hukum Perkawinan Islam. Jogjakarta : Perpustakaan Fakultas
Hukum Islam . Universitas Islam Indonesia
Amir Syarifuddin. 2003. Garis-garis besar fiqh. Jakarta : prenada media
Amir syarifuddin.2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta : kencana
Bungin, Burhan.2000. Analisis Data Kualitatif: Pemahaman Filosofi dan Metodologi ke
Arah Penguasaan Modal Aplikasi. Jakarta : Rajawali Press
Depdikbud. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Djamarah M.Ag, Syaiful Bahri Drs . 2014. Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam
Keluarga. Jakarta: PT Rineka Cipta.
http://erlinpurwanita.blogspot.com/2012/08/dampak-fisik-dan-
psikologis.pernikahan.html?m=1
http://www.sehatfres.com/dampak-positif-dan-negatif-dari-pernikahan-di-usia-dini
Kau, Sofyan A.P.2013.Metode Penelitian Hukum Islam. Yogyakarta:
Mitra Pustaka
Kompilasi Hukum Islam (KHI). Indonesia.2012. Bandung : Citra Umbara
Muhammad Fauzil Adhim. 2004. Indahnya Pernikahan Dini. Jakarta: Gema Insani
Muhammad Thalib. 2007. Manajemen Keluarga Sakinah. Yogyakarta : Pro U. 195-204
Moleong, M.A.,Lexy J.Prof.DR. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya
Nuruddin MA, Amiur Dr.H dan Tarigan M.Ag, Azhari Akmal Drs. 2006. Hukum Perdata
Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group.
Pusat Bahasa Depdiknas.2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta : Balai
Pustaka
68
Puspitasari. 2006. Perkawinan Usia Muda: Faktor-faktor Pendorong dan Dampaknya
terhadap Pola Asuh Keluarga ( Studi Kasus di Desa Mandalagiri Kecamatan
Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya). Skripsi tidak diterbitkan. Semarang :
Universitas Negeri Semarang
Sabtorini, Arum.2014. Pola Asuh Anak Pada Pasangan Pernikahan Usia Dini (Studi
Fenomenologi Di Desa Lencoh Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali). Skripsi
tidak diterbitkan. Surakarta : Fakultas ISIP jurusan Sosiologi Universitas Negeri
Surakarta
Sarosa, Samiaji.2012. Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar. Jakarta: Indeks
Sa‟id bin Ali bin Wahf al Qahthani. 2003. Rasullulah sang pendidik menjaga Amanah
menuju jannah. Solo : Tinta medina solo. 94
Soeryono, soekanto.1992. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:PT.Grafinda.
Sugiyono. 2013. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta
Undang-undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
LAMPIRAN
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Novita Purnita Sari Fakultas : Syariah
Nim : 211-13-033 Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Dosen PA : Sukron Ma‟mun, M.Si
No Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan Point
1.
Sertifikat OPAK STAIN SALATIGA 2013
“Rekontruksi Paradigma Mahasiswa
Yang Cerdas, Peka dan Peduli” Oleh
(DEMA) STAIN Salatiga
Salatiga, 26-27
Agustus 2013 Peserta 3
2.
Sertifikat OPAK SYARIAH 2013
“Revitalisasi Intelektualitas &
Spiritualitas Mahasiswa Menuju
Kemajuan Indonesia” Oleh HMJ Syariah
STAIN Salatiga
Salatiga, 29
Agustus 2013 Peserta 3
3.
Sertifikat Library User Education
(Pendidikan Pemakai Perpustakaan) UPT
Perpustakaan STAIN Salatiga
Salatiga, 16
September
2013
Peserta 2
4.
Sertifikat Bedah Buku “Mahkota Untuk
Emak” Oleh LDK Darul Amal Stain
Salatiga
Salatiga, 03
Oktober 2013 Peserta 2
5.
Seminar Nasional Bahasa Arab “Upaya
Menjaga Eksistensi dan Masa Depan
Pembelajaran Bahasa Arab” Oleh
ITTAQO
Salatiga, 09
Oktober 2013 Peserta 6
6.
Sertifikat “How to be a Successful
Creative Preneur to Face ASEAN
Economic Community 2015” Oleh
FATAWA
Salatiga 07
April 2014 Peserta 2
7. Sertifikat “Entrepreneurs is the way of
live” Oleh KPI Salatiga, 16
April 2014 Peserta 3
8.
Sertifikat “SIBA SIBI Training UTS
Semester Genap Tahun 2014” Oleh CEC
dan ITTAQO
Salatiga, 2-3
Mei 2014 Peserta 3
9.
Sertifikat Seminar Nasional “Berkontribusi
Untuk Negeri Melalui Televisi/TV” Oleh
KPI
Salatiga, 05
November
2014
Peserta 6
10.
Piagam Penghargaan “Talk Show Pranika
dengan Tema Menjemput Jodoh Impian ”
Oleh RKI Kota Salatiga dan LDK DARUL
Salatiga, 09
November
2014
Peserta 2
AMAL STAIN Salatiga
11.
Sertifikat Seminar Nasional “Perlindungan
Hukum Terhadap Usaha Mikro
Menghadapi Pasar Bebas ASEAN” Oleh
HMPS AS
Salatiga, 2014 Peserta 6
12.
Sertifikat bedah buku “Metode Tafsir
Kontemporer Model Pendekatan
Hermeneutika Sosio-Tematik dalam
Tafsir Al-Quran Hasan Hanafi” Oleh
HMPS IAT
Salatiga, 27
November
2014
Peserta 2
13.
Sertifikat “Seminar Nasional
Entrepreneurship” Oleh Gerakan Pramuka
Racana Kusuma Dilaga- Woro Srikandhi
Salatiga, 16
November
2014
Peserta 6
14.
Sertifikat “Motivasi Wawasan Keislaman
Dakwah Kampus dan Sosialisasi
FSLDKN Pontianak ke-17” Oleh LDK
IAIN SALATIGA
Salatiga, 21
Maret, 2015 Peserta 2
15.
Sertifikat Penghargaan MAPABA
“Menanamkan Nilai-Nilai Aswaja Melalui
Pergerakan dalam PMII” Oleh PMII
Rayon Syariah dan Ekonomi Islam
Komisariat Djoko Tingkir Kota Salatiga
Ngablak,08-10
Mei 2015 Peserta 3
16.
Sertifikat Seminar Nasional “Peran
Mahasiswa Syariah dan Hukum dalam
Pembangunan Bangsa” Oleh DEMA
Fakultas Syariah
Salatiga, 27
Juli 2015 Peserta 8
17.
Sertifikat Workshop “Pelatihan Naib
dalam Mengawali Bahtera Mahligai
Rumah Tangga” Oleh HMJ AS Salatiga, 2015 Peserta 3
18.
Sertifikat Workshop Pelatihan Advokasi
“Advokasi Wujud Tri Darma perguruan
Tinggi Ketiga Sebagai Upaya intuk
Mencapai Kemaslahatan” Oleh DEMA
Fakultas Syariah
Salatiga, 03
November
2015
Peserta 3
19.
Sertifikat Seminar Nasional “Hak Gender
Kaum Difabel dalam Prespektif Sosiologi
dan Hukum Islam Himpunan Mahasiswa
Jurusan AHWAL AL-SYAKHSHIYAH”
Oleh HMJ AS
Salatiga, 24
Desember 2015 Peserta 8
20.
Sertifikat Bedah Buku “Agama Baha’I
dalam Lintasan Sejarah di Jawa Tengah”
Oleh Fakultas Syariah IAIN Salatiga dan
Komunitas pemeluk Agama Baha‟I Jawa
Tengah
Salatiga, 26
April 2016 Peserta 2
21.
Sertifikat Seminar Nasional “Analisis
Metode Imsakiyah yang Berkembang di
Indonesia” Oleh DEMA Fakultas Syari‟ah
Iain Salatiga
Salatiga, 02
Juni 2016 Peserta 8
22.
Sertifikat Kuliah Umum Fakultas Syariah
IAIN salatiga “Gerakan Revivalis Islam
Modern dan Perkembangan Hukum di
Indonesia” Oleh Fakultas Syariah IAIN
Salatiga, 02
Juni 2016 Peserta 2
Salatiga
23.
Sertifikat Kuliah Umum “Peran Partai
Politik Islam dalam Pentas Poltik
Nasional untuk Mewujudkan Indonesia
Emas” Oleh HTN Fakultas Syariah
Salatiga, 19
September
2016
Peserta 2
24.
Sertifikat Seminar Nasional Problematika
Hakim dan Peradilan “Rekontruksi Ideal
Sistem Peradilan di Indonesia” Oleh HMJ
AS
Salatiga, 22
September
2016
Panitia 8
25.
Sertifikat “Peneguhan Kaum Intelektual
dalam Menolak Paham Redikalisme dan
Intoleransi” Oleh SEMA dan DEMA IAIN
SALATIGA
Salatiga, 31
Oktober 2016 Peserta 2
26.
Sertifikat Seminar Nasional “Sejarah san
Revitalisasi Identitas Bangsa” Oleh HMJ
SKI
Salatiga, 08
November
2106
Peserta 6
27.
Sertifikat Kontribusi Hukum Islam terhadap
Pemberantasan Korupsi di Indonesia
“Bersama Merajut Asa Memberantas
Korupsi di Indonesia” Oleh DEMA
Fakultas Syariah
Salatiga, 10
November
2016
Peserta 2
Recommended