View
218
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.13/NO.2/Oktober 2013 Page 16
POLA TANAM MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN BUNDER
GUNUNG KIDUL
Warsiyah1
Basuki
Abstak
Pada umumnya masyarakat mempunyai pola tanam yang berbeda-beda,
pola tanam adalah merupakan suatu urutan tanam pada sebidang tanah lahan
dalam satu tahun termasuk di dalamnya masa pengolahan tanah. Pada penelitian
ini tujuannya untuk mengetahui pola tanam masyarakat di sekitar hutan Bunder
yang berkaitan dengan hasil (keuntungan) yang tertinggi yang didapat per tahun.
Penelitian ini menggunakan metode wawancara (kuestioner) dan hasil
tersebut dianalisis secara diskriptif kualitatif.
Hasil penelitian berdasarkan yang didapat adalah masyarakat di sekitar
hutan Bunder pola tanam yang diterapkan ada beberapa pola tanam. Ada yang
menggunakan sistem pola tanam polikultur dan sistem pola tanam monokultur.
Dengan pola tanam tersebutdi atas hasil produksinya yang paling bagus (tinggi)
adalah dengan sistem polikultur, dalam penelitian ini pola polikultur dengan jenis
tanaman jati, mahoni, sengon bisa menghasilkan produksi paling besar (tinggi)
yaitu Rp. 130.166.667 perhektar, hal ini bisa dilihat pada grafik di atas. Jadi pada
dasarnya sistem pola tanam yang paling menguntungkan adalah dengan sistem
pola tanam polkultur.
Kata Kunci : Pola tanam, masyarakat
CROPPING PATTERN OF FOREST COMMUNITIES IN BUNDER
GUNUNG KIDUL
Abstract
Generally, farmers have different planting patterns, a planting pattern is a
planting sequence in a field in one year including the process of ground
processing . The purpose of this research is to find the farmer’s planting pattern
in Bunder wood that obtained the highest yield (profits) annually.
This research used interview method (questionnaire) and its result will be
qualitatively analyzed descriptively.
The result of the research based on what farmers in Bunder wood
produced show that there are many planting patterns used by the farmers, for
example : polyculture planting pattern system. With these planting patterns the
highest yield will be obtained with the polyculture system. Based on the research,
the polyculture pattern with jati, mahoni, and sengon trees can be harvest edwith
1 Tulisan ini sudah diseminarkan dalam di Forum Bulanan STTL 2 Abstract telah di periksa oleh ICEE (International Center For English Excellence)
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.13/NO.2/Oktober 2013 Page 17
the highest profit IDR 130.166.667 (at least USD 11.125) per hectare. It can be
seen on the graphic above. Finally, the polyculture planting pattern system is the
most profitable system.
Keywords : Planting pattern. Harvest yield.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tahun 2004, fungsi Hutan
Bunder seluas 617 hektar sebagai
hutan produktif diubah menjadi
kawasan Taman Hutan Raya
(Tahura) untuk tujuan penelitian,
budidaya, pariwisata, budaya, dan
rekreasi. Kini hamparan hijau pohon
rimba tumbuh rindang dan
memberikan kesejukan udara di
Tahura Bunder. Aroma khas tanaman
kayu putih (“Melaleuca
leucadendra”) dan kepodang
(“Oriolus chinensis”) menjadikan
lokasi ini nyaman ketika berkendara
melintasi Jalan Raya Wonosari-
Yogya.
Pada umumnya masyarakat
mempunyai pola tanam yang
berbeda-beda. Pola tanam adalah
merupakan suatu urutan tanam pada
sebidang lahan dalam satu tahun,
termasuk didalamnya masa
pengolahan tanah. Pola tanam
merupakan bagian atau sub sistem
dari sistem budidaya tanaman, maka
dari sistem budidaya tanaman ini
dapat dikembangkan satu atau lebih
sistem pola tanam. Pola tanam ni
diterapkan dengan tujuan
memanfaatkan sumber daya secara
optimal dan untuk menghindari
resiko kegagalan. Namun yang
penting persyaratan tumbuh antara
kedua tanman atau lebih terhadap
lahan hendaklah mendekati
kesamaan.
Pola tanam di daerah tropis,
biasanya disusun selama satu tahun
dengan memperhatikan curah hujan,
terutama pada daerah atau lahan
yang sepernuhnya tergantung dari
hujan. Makan pemilihan
jenis/varietas yang ditamanpun perlu
disesuaikan dengan keadaan air yang
tersedia ataupun curah hujan.
Pola tanam terbagi dua yaitu
pola tanam monokultur dan pola
tanam polikultur. Pertanian
monokultur adalah pertanian dengan
menanam tanaman sejenis. Misalnya
sawah ditanami padi saja, jagung
saja, atau kedelai saja. Tujuan
menanam secara monokultur adalah
meningkatkan hasil pertanian.
Sedangkan pola tanam polikultur
ialah pola pertanian dengan banyak
jenis tanaman pada satu bidang
lahan yang terusun dan terencana
dengan menerapkan aspek
lingkungan yang lebih baik.
Permasalahan yang dihadapi
di sekitar hutan bunder adalah air
yang ketergantungan dengan musim
hujan dan sangat menentukan jenis,
pola tanaman dan hasil produksi,
penelitian ini akan dicoba untuk
mengetahui tentang pengetahuan
mengenai jenis dan pola tanaman
yang sangat diperlukan bagi petani
terutama di dusun sekitar hutan
bunder. Sebab dari usaha tani yang
dilakukan, diharapkan dapat
mendatangkan hasil yang maksimal.
Hasil penelitian diharapkan tidak
hanya mengetahui jenis tanamn,
mengetahui macam pola tanam
masyarakat di sekitar Hutan Bunder
bahkan keuntungan maksimum dapat
didapat dengan tidak mengabaikan
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.13/NO.2/Oktober 2013 Page 18
pengawetan tanah dan menjaga
kestabilan kesuburan tanah,
http://sepedasembada.wordpress.com
/2009/04/04/bunder-taman-hutan-
raya-di-tepi-jalan-wonosari/senin ,
7.09
B. Rumusan Masalah
Setelah melihat uraian latar
belakang yang telah dikemukakan di
atas maka dapat dirumuskan
masalahnya sebagai berikut:
1. Jenis tanman apa saja yang
ditanama di sekitar hutan
buender Gunung Kidul?
2. Macam pola tanam yang
digunakan masyarakat di
sekitar hutan bunder
Gungung Kidul?
C. Batasan Masalah
1. Jenis tanaman yang ada atau
yang ditanam dan pola
tanaman masyarakat di
sekitar hutan bunder Gunung
Kidul.
2. Dusun yang dipilih adalah
dusun yang terdekat dengan
hutan bunder.
D. Tujuan Penelitian :
1. Mengetahui jenis tanaman.
2. Mengetahui macam pola
tanaman masyarakat di
sekitar Hutan Bunder.
3. Mengetahui jumlah hasil
produksi persatuan hektar
II. TINJAUAN PUSTAKA
Hutan merupakan suatu
asosiasi masyarakat tumbuh-
tumbuhan dan binatang yang
didominasi oleh pohon atau vegetasi
berkayu, yang mempunyai luasan
tertentu sehingga dapat membentuk
iklim mikro dan kondisi ekologi
yang spesifik. Hutan pada
hakekatnya adalah salah satu faktor
ekologi di dalam sistem pendukung
kehidupan makhluk hidup termasuk
pendukung kehidupan manusia.
Dalam rangka memanfaatkan hutan
secara optimal, pemerintah RI telah
membagi kawasan hutan menjadi
beberapa kategori atau status, yaitu
dari 120 ha kawasan hutan di
Indonesia, 58 juta ha atau 48%
adalah kawasan hutan Produksi, 33,5
juta ha atau 28% merupakan
kawasan Hutan Lindung, 20,5 juta ha
/ 17% : kawasan Hutan Konservasi,
dan 8 juta ha / 7% : kawasan hutan
yang dapat dikonversi (Paduserasi
TGHK dan RTRWP, 1999). Tapi
dalam kenyataannya pembagian
tersebut sulit diimplementasikan
dengan baik. Berbagai pelanggaran
dan perusakan hutan terjadi di mana-
mana, sehingga pembagian tersebut
hanya tertera dalam kertas.
Hutan produksi adalah
kawasan hutan yang diperuntukkan
guna produksi hasil hutan untuk
memenuhi keperluan masyarakat
pada umumnya serta pembangunan,
industri, dan ekspor pada khususnya.
Hutan produksi dibagi menjadi tiga,
yaitu hutan produksi terbatas (HPT),
hutan produksi tetap (HP), dan hutan
produksi yang dapat dikonversikan
(HPK).
Permasalahan yang biasa
dihadapi dalam hutan ini adalah
masyarakat yang dengan sadar
menebang, mengambil hasil dari
hutan tersebut tidak sesuai dengan
kaidah. Masyarakat sering
mengambil hasil yang ada di hutan
untuk kepentingan sendiri tanpa
memikirkan dampak akibat yang
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.13/NO.2/Oktober 2013 Page 19
akan disebabkannya. Masyarakat
merasa hutan adalah milik dari
masyarakat dan semua isinya harus
diambil dengan seenaknya saja.
Misalnya menebang pohon untuk
diambil kayunya tanpa mengganti
dengan pohon baru, memotong
ranting-ranting pohon, dan lain
sebagainya. Padahal hutan itu
memiliki fungsi konservatif yang
sebenarnya mempunyai manfaat
sebagai pengendali erosi, paru-paru
dunia dan penghasil oksigen,
sebagainya. Selain itu, kurang rasa
memiliki terhadap hutan itu sendiri
juga merupakan faktor yang menjadi
kendala dalam rangka pengelolaan
hutan.
http://m.serambinews.com/news/vie
w/10605/pengaturan-pola-tanam-
dan-pengolahan-tanah.
A. Macam Jenis Pola Tanam
1. Monokultur
Pertanian monokultur adalah
pertanian dengan menanam tanaman
sejenis. Misalnya sawah ditanami
padi saja, jagung saja, atau kedelai
saja. Tujuan menanam secara
monokultur adalah meningkatkan
hasil pertanian.
Penanaman monokultur
menyebabkan terbentuknya
lingkungan pertanian yang
tidakmantap. Buktinya tanah
pertanian harus diolah, dipupuk dan
disemprot dengan insektisida. Jika
tidak, tanaman pertanian mudah
terserang hama dan penyakit. Jika
tanaman pertanian terserang hama,
maka dalam waktu cepat hama itu
akan menyerang wilayah yang luas.
Petani tidak dapat panen karena
tanamannya terserang hama.
Kelebihan sistem ini yaitu teknis
budidayanya relatif mudah karena
tanaman yang ditanam maupun yang
dipelihara hanya satu jenis. Di sisi
lain, kelemahan sistem ini adalah
tanaman relative mudah terserang
hama maupun penyakit.
2. Polikultur
Polikultur berasal dari kata
poli yang artinya banyak dan kultur
artinya budaya. Polikultur ialah pola
pertanian dengan banyak jenis
tanaman pada satu bidang lahan
yang terusun dan terencana dengan
menerapkan aspek lingkungan yang
lebih baik.
Dengan pemilihan tanaman
yang tepat, sistem ini dapat
memberikan beberapa keuntungan,
antara lain sebagai berikut :
a) Mengurangi serangan OPT
(pemantauan populasi hama),
karena tanaman yang satu dapat
mengurangi serangan OPT
lainnya. Misalnya bawang daun
dapat mengusir hama aphids dan
ulat pada tanaman kubis karena
mengeluarkan bau allicin,
b) Menambah kesuburan tanah.
Dengan menanam kacang-
kacangan- kandungan unsur N
dalam tanah bertambah karena
adanya bakteri Rhizobium yang
terdapat dalam bintil akar.
Dengan menanam yang
mempunyai perakaran berbeda,
misalnya tanaman berakar
dangkal ditanam berdampingan
dengan tanaman berakardalam,
tanah disekitarnya akan lebih
gembur.
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.13/NO.2/Oktober 2013 Page 20
c) Siklus hidup hama atau penyakit
dapat terputus, karena sistem ini
dibarengi dengan rotasi tanaman
dapat memutus siklus OPT.
d) Memperoleh hasil panen yang
beragam. Penanaman lebih dari
satu jenis tanaman akan
menghasilkan panen yang
beragam. Ini menguntungkan
karena bila harga salah satu
komoditas rendah, dapat ditutup
oleh harga komoditas lainnya.
Kekurangan sistem polikultur adalah:
a. Terjadi persaingan unsur hara
antar tanaman,
b. OPT banyak sehingga sulit
dalam pengendaliannya.
Polikultur terbagi menjadi :
Tumpang sari (Intercropping).
Tumpangsari adalah
penanaman lebih dari satu tanaman
pada waktu yang bersamaan atau
selama periode tanam pada satu
tempat yang sama. Beberapa
keuntungan dari sistem tumpangsari
antara lain pemanfaatan lahan
kosong disela-sela tanaman pokok,
peningkatan produksi total persatuan
luas karena lebih efektif dalam
penggunaan cahaya, air serta unsur
hara, disamping dapat mengurangi
resiko kegagalan panen dan menekan
pertumbuhan gulma, (Herliana,
1996).
Pertanaman tunggal atau
monokultur adalah salah satu cara
budidaya di lahan pertanian dengan
menanam satu jenis tanaman pada
satu areal. Cara budidaya ini meluas
praktiknya sejak paruh kedua abad
ke-20 di dunia serta menjadi penciri
pertanian intensif dan pertanian
industrial. Monokultur menjadikan
penggunaan lahan efisien karena
memungkinkan perawatan dan
pemanenan secara cepat dengan
bantuan mesin pertanian dan
menekan biaya tenaga kerja karena
wajah lahan menjadi seragam.
Kelemahan utamanya adalah
keseragaman kultivar mempercepat
penyebaran organisme pengganggu
tanaman (OPT, seperti hama dan
penyakit tanaman).
Cara budidaya ini biasanya
dipertentangkan dengan pertanaman
campuran atau polikultur. Dalam
polikultur, berbagai jenis tanaman
ditanam pada satu lahan, baik secara
temporal (pada waktu berbeda)
maupun spasial (pada bagian lahan
yang berbeda).
Pertanaman padi, jagung, atau
gandum sejak dulu bersifat
monokultur karena memudahkan
perawatan. Dalam setahun, misalnya,
satu lahan sawah ditanami hanya
padi, tanpa variasi apa pun.
Akibatnya hama atau penyakit dapat
bersintas dan menyerang tanaman
pada periode penanaman berikutnya.
Pertanian pada masa kini biasanya
menerapkan monokultur spasial
tetapi lahan ditanami oleh tanaman
lain untuk musim tanam berikutnya
untuk memutus siklus hidup OPT
sekaligus menjaga kesehatan tanah.
Istilah "monokultur"
sekarang juga dipinjam oleh bidang-
bidang lainnya, seperti peternakan,
kebudayaan (mengenai dominasi
jenis aliran musik tertentu), atau ilmu
komputer (mengenai sekelompok
komputer yang menjalankan
perangkat lunak yang sama).
Monokultur (pada saat tanaman
mulai produktif, pada saat tanaman
muda < 2 tahun dilakukan tumpang
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.13/NO.2/Oktober 2013 Page 21
sari dengan sayuran) jarak tanam
yang dgunakan bervariasi dari satu
lokasi yang lainnya. Kebun jeruk di
dataran rendah (lahan basah) jarak
tanamnya relatif lebih jarang
dibanding kebun jeruk di dataran
tinggi, karena 40% dari lahan basah
terpakai untuk keperluan pembuatan
drainase dan pembuatan jalan. Di
awal biasa digunakan jarak tanam 3
x 3 meter atau 3,5 x 3,5 meter. Tetapi
jarak tanam yang dianjurkan untuk
jeruk manis adalah 4 x 4 meter.
Jarak tanam yang lebih besar
umumnya tidak memberi pengaruh
terhadap tanaman kecuali rendahnya
populasi tanaman per hektarnya. jika
usaha perkebunan jeruk dirancang
untuk periode 10 tahun maka cukup
menggunakan jarak tanam yang
pendek misalnya 5 x 5meter. jika
umur lebih dari 10 tahun produksi
masih baik dan jika kebun masih
dipertahankan sebaiknya dilakukan
penjarangan dengan menebang
pohon pohonyang kurang produktif.
Dengan jarak tanam 4,5 x 4,5 meter
maka dalam 1 hektar akan terdapat
800 pohon. Sebelum penanaman,
lubang tanam yang sudah dibuat diisi
dengan pupuk kandang/kompos yang
dicampur tanah lapisan atas. Dalam
hal ini diasumsi jarak tanam jeruk
dataran tinggi 5,2 x5,2 m atau 364
batang pohon per hektar. Sedangkan
di dataran tinggi 4 x4 m atau 800
pohon per hektar.
Pola tanam monokultur
memiliki pertumbuhan dan hasil
yang lebih besar daripada pola tanam
lainnya. Hal ini disebabkan karena
tidak adanya persaingan antar
tanaman dalam memperebutkan
unsur hara maupun sinar matahari,
akan tetapi pola tanam lainnya lebih
efisien dalam penggunaan lahan
karena nilai lebih dari 1. Kelebihan
sistem ini yaitu teknis budidayanya
relatif mudah karena tanaman yang
ditanam maupun yang dipelihara
hanya satu jenis. Namun, di sisi lain,
Kelemahan sistem ini adalah
tanaman relatif mudah terserang
hama maupun penyakit.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pertana
man_tunggal
Polikultur adalah menanam
lebih dari satu jenis tanaman pada
lahan dan waktu yang sama. Dengan
pemilihan tanaman yang tepat,
sistem ini dapat memberikan
beberapa keuntungan, antara lain
sebagai berikut :
B. Kelebihan Dan Kekurangan
1. Mengurangi serangan OPT
(pemantauan populasi hama),
karena tanaman yang satu
dapat mengurangi serangan
OPT lainnya. Misalnya bawang
daun dapat mengusir hama
aphids dan ulat pada tanaman
kubis karena mengeluarkan
bau allicin.
2. Menambah kesuburan tanah.
Dengan menanam kacang-
kacangan- kandungan unsur N
dalam tanah bertambah karena
adanya bakteri Rhizobium
yang terdapat dalam bintil
akar. Dengan menanam yang
mempunyai perakaran berbeda,
misalnya tanaman berakar
dangkal ditanam berdampingan
dengan tanaman berakar
dalam, tanah disekitarnya akan
lebih gembur.
3. Siklus hidup hama atau
penyakit dapat terputus, karena
sistem ini dibarengi dengan
rotasi tanaman dapat memutus
siklus OPT.
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.13/NO.2/Oktober 2013 Page 22
4. Memperoleh hasil panen yang
beragam. Penanaman lebih dari
satu jenis tanaman akan
menghasilkan panen yang
beragam. Ini menguntungkan
karena bila harga salah satu
komoditas rendah, dapat
ditutup oleh harga komoditas
lainnya.
5. Dapat menambah kesuburan
tanah Menanam tanaman
kacang-kacangan
berdampingan dengan tanaman
jenis lainnya dapat menambah
kandungan unsur Nitrogen
dalam tanah karena pada bintil
akar kacang-kacangan
menempel bakteri Rhizobium
yang dapat mengikat Nitrogen
dari udara. Dan menanam
secara berdampingan tanaman
yang perakarannya berbeda
dapat membuat tanah menjadi
gembur.
6. Meminimalkan hama dan
penyakit tanaman Sistem
polikultur dibarengi
denganrotasi tanaman dapat
memutuskan siklus hidup hama
dan penyakit tanaman.
Menanamtanaman secara
berdampingan dapat
mengurangi hama penyakit
tanaman salah satu
pendampingnya, misalnya :
bawang daun yang
mengeluarkan baunya dapat
mengusir hama ulat pada
tanaman kol atau kubis.
7. Mendapat hasil panen beragam
yang menguntungkan
Menanam dengan lebih dari
satu tanaman tentu
menghasilkan panen lebih dari
satu atau beragam tanaman.
Pemilihan ragam tanaman yang
tepat dapat menguntungkan
karena jika satu jenis tanaman
memiliki nilai harga rendah
dapat ditutupi oleh nilai harga
tanaman pendamping lainnya
Kekurangan sistem polikultur
adalah Apabila pemilihan jenis
tanaman tidak sesuai, sistem
polikultur dapat memberi dampak
negatif, misalnya :
1. Terjadi persaingan unsur hara
antar tanaman,
2. OPT banyak sehingga sulit
dalam pengendaliannya.
3. Pertumbuhan tanaman akan
saling menghambat
C. Tanaman Jati
Pohon Jati adalah Sebuah
Pohon sangat bermutu tinggi.
Mempunyai pohon dan daun yang
besar dan bisa mencapai ketinggian
30-40 meter. Pohon Jati bisa tumbuh
di daerah dengan curah hujan 1 500 –
2 000 mm/tahun dan pada suhu 27 –
36 ° pada Dataran tinggi maupun
dataran rendah. Tetapi Tanaman Jati
bisa tumbuh dengan baik pada tanah
yang tidak banyak dibanjiri oleh air.
D. Tanaman Mahoni
Tanaman mahoni merupakan
tanaman tahunan, dengan tinggi rata-
rata 5 - 25 m (bahkan ada yang
mencapai lebih dari 30 m), berakar
tunggang dengan batang bulat,
percabangan banyak, dan kayunya
bergetah. Daunnya berupa daun
majemuk, menyirip genap, helaian
daun berbentuk bulat telur, ujung dan
pangkal daun runcing, tepi daun rata,
tulang menyirip dengan panjang
daun 3 - 15 cm. Daun yang masih
muda berwarna merah dan setelah
tua berubah menjadi hijau. Bunga
tanaman mahoni adalah bunga
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.13/NO.2/Oktober 2013 Page 23
majemuk, tersusun dalam karangan
yang keluar dari ketiak daun. Ibu
tangkai bunga silindris, berwarna
coklat muda. Kelopak bunganya
lepas satu sama lain dengan bentuk
menyerupai sendok, berwarna hijau.
Mahkota bunga silindris, berwarna
kuning kecoklatan. Benang sari
melekat pada mahkota. Kepala sari
berwarna putih/kuning kecoklatan.
Tanaman mahoni ini baru akan
berbunga setelah usia 7 atau 8 tahun.
Setelah berbunga, tahap selanjutnya
adalah berbuah. Buah mahoni
merupakan buah kotak dengan
bentuk bulat telur berlekuk lima.
Ketika buah masih berwarna hijau,
dan setelah besar berwarna coklat. Di
dalam buah terdapat biji berbentuk
pipih dengan ujung agak tebal dan
warnanya coklat kehitaman. Buah
yang sudah tua kulit buahnya akan
pecah dengan sendirinya.
E. Tanaman Bambu
Bambu, merupakan hasil
hutan non kayu yang potensial untuk
dikembangkan menjadi sumber
bahan baku industri. Di bidang
kehutanan tanaman bambu dapat
meningkatkan kualitas hutan yang
selama ini menjadi bahan baku
industri perkayuan nasional melalui
substitusi atau keanekaragaman
bahan baku, mengingat potensi hutan
kayu semakin langka sedangkan
industri sudah telanjur ada dengan
kapasitas besar, maka tuntutan
pemenuhan bahan baku industri
kehutanan menjadi agenda prioritas
penyelamat aset kehutanan nasional.
Sebetulnya perhatian pemerintah
terhadap tanaman bambu muncul
setelah kebakaran hutan besar tahun
1997 di Kalimantan yang meluluh
lantakkan lebih dari 1 juta ha.
Di masa yang akan datang
tanaman bambu dapat mendukung
selain sebagai bahan baku sarana
tradisional (bangunan, alat rumah
tangga, kerajinan, kesenian dll.)
dapat pula mendukung kapasitas dan
kualitas hutan alam/hutan tanaman
yang selama ini menjadi sumber
bahan baku industri perkayuan
nasional. Bentuk dukungan tersebut
melalui substitusi produk atau
keseragaman sumber bahan baku
industri, mengingat potensi kayu
semakin langka, memerlukan waktu
yang relatif panjang rehabilitasinya,
sedangkan bambu pada umur 4-5
tahun sudah memenuhi persyaratan
yang layak.
F. Tanaman Mangga
Tanaman mangga pada
umumnya diusahakan di lahan
pekarangan secara sambilan.
Estimasi tentang persentase luas
pengusahaan mangga berdasarkan
sistim pengusahaannya.
Tanaman mangga di lahan
pekarangan penduduk tidak menda-
patkan perawatan secara memadai,
pemupukan dilakukan ala kadarnya,
pemangkasan tajuk tidak dilakukan.
Sebagian besar tanaman berumur tua
dan ditanam dari biji.
Telah banyak varietas
mangga yang dilepas oleh
pemerintah sebagai varietas unggul.
Diantara yang dikenal masyarakat
adalah mangga Gadung, Manalagi,
Lali Jiwo, Arummanis, Golek.
Tanaman ini dapat diperbanyak
melalui perbanyakan secara generatif
maupun secara vegetataif. Untuk
menjaga agar mutu bibit yang
dihasilkan tetap baik seharusnya
menggunakan perbanyakan vegetatif.
Perbanyakan ini dapat dialakukan
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.13/NO.2/Oktober 2013 Page 24
dengan cara okulasi, grafting,
cangkok, merunduk atau
menyusukan. Namun umumnya
masyarakat lebih banyak
menggunakan sistem okulasi atau
grafting.
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian di sini
yaitu metode deskriptif, menurut
Nasir ( 2005 ), metode deskriptif
merupakan suatu metode dalam
meneliti status kelompok manusia,
suatu obyek, suatu kondisi, suatu
system pemikiran ataupun suatu
peristiwa pada masa sekarang.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian diskriptif
ini adalah untuk membuat deskriptif,
gambaran atau lukisan secara
sistematik, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antara fenomena yang
diselidiki. Disamping itu metode
deskriptif adalah pencarian fakta
dengan interpretasi yang tepat..
penelitian deskriptif mempelajari
masalah-masalah dalam masyarakat,
serta tata cara yang berlaku dalam
masyarakat, serta situasi-situasi
tertentu, termasuk tentang hubungan,
kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,
pandangan-pandangan dari suatu
fenomena.
Cara yang diguanakan dalam
pengumpulan data dengan metode
deskriptif diantaranya, menggunakan
kuesioner atau wawancara terhadap
responden serta opservasi atau
pengamatan langsung.
C. Tempat Penelitian
Desa Bunder Dusun Bunder
sekitar hutan Bunder, Playen,
Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi
Daerah Yogyakarta.
1) Obyek Penelitian
Pada penelitian ini yang
menjadi obyek atau fokus
penelitian adalah jenis, dan
pola tanaman masyarakat di
Desa Bunder Dusun Bunder
sekitar hutan Bunder, Playen
Gunung Kidul.
2) Variabel penelitian
Agar dapat memperjelas yang
diteliti, maka variabel yang
digunakan dalam penelitian
yaitu :
a. Variabel bebas (variabel
yang mempengaruhi) terdiri
atas jenis tanaman, pola
tanaman.
b. Variabel terikat (variabel
yang dipengaruhi) yaitu
jumlah produksi.
3) Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan di
dalam penelitian ini adalah
jenis dan pola tanaman di
sekitar hutan Bunder.
Sementara alat-alat yang
digunakan dalam penelitian
antara lain : alat tulis dan
kuestioner.
4) Analisis Data
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.13/NO.2/Oktober 2013 Page 25
Data yang diperoleh dari hasil
wawancara dianalisis secara
deskriptif kualitatif dengan
menggunakan tabulasi untuk
mengetahui jenis tanaman
dan pola tanam monokultur
dan pola tanam polikultur
masyarakat di sekitar hutan
bunder yang dikaitkan
dengan hasil produksi.
Kemudian data dari hasil
tabulasi akan dapat ditarik
hubungan antara jenis tanam,
pola tanam, dan hasil
produksi sehingga dapat
diambil kesimpulan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Lokasi
Penelitian
Letak Geografis
Kabupaten Gunung Kidul
adalah salah satu kabupaten yang ada
di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, dengan Ibu kotanya
Wonosari. Luas wilayah Kabupaten
Gunung Kidul 1.485,36 km2 atau
sekitar 46,63 % dari luas wilayah
Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Kota Wonosari terletak
di sebelah tenggara kota Yogyakarta
(Ibukota Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta), dengan jarak ± 39 km.
Wilayah Kabupaten Gunung Kidul
dibagi menjadi 18 Kecamatan dan
144 desa.
Letak geografi :
1100 21'sampai 1100 50' BUJUR
TIMUR
70 46'sampai 80 09' LINTANG
SELATAN
Batas Wilayah Kabupaten
Gunung Kidul :
Sebelah Barat : Kabupaten
Bantul dan Sleman (Propinsi DIY).
Sebelah Utara : Kabupaten
Klaten dan Sukoharjo (Propinsi Jawa
Tengah).
Sebelah Timur : Kabupaten
Wonogiri (Propinsi Jawa Tengah).
Sebelah Selatan : Samudera
Hindia.
B. Topografi Dan Keadaan Fisik
Lapangan
Kabupaten Gunung Kidul
memiliki topografi karst yang
terbentuk oleh proses pelarutan
batuan kapur. Bentang alam ini
dikenal sebagai Kawasan Karst
Pegunungan Sewu yang bentangnya
meliputi wilayah kabupaten Gunung
Kidul, Wonogiri dan Pacitan.
Kabupaten Gunung Kidul memiliki
luas kawasan karst 13.000 km².
Bentang alam kawasan karst Gunung
Kidul sangat unik, hal tersebut
dicirikan dengan adanya fenomena di
permukaan (eksokarst) dan bawah
permukaan (endokarst). Fenomena
permukaan meliputi bentukan positif,
seperti perbukitan karst yang
jumlahnya ± 40.000 bukit yang
berbentuk kerucut. Bentukan
negatifnya berupa lembah-lembah
karst dan telaga karst.
Berdasarkan kondisi
topografi, Kabupaten Gunung Kidul
dibagi dalam tiga (3) zona
pengembangan, yaitu: Zone Utara
disebut wilayah Batur Agung dengan
ketinggian 200 – 700 m di atas
permukaan air laut. Keadaannya
berbukit-bukit dan terdapat sungai di
atas tanah dan sumber-sumber air
tanah serta dapat digali sumur
dengan kedalaman 6-12 m. Jenis
tanah vulkanik lateristik dengan
bantuan induk dasiet dan andesiet.
Wilayah ini meliputi Kecamatan
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.13/NO.2/Oktober 2013 Page 26
Patuk, Gedangsari, Nglipar, Ngawen,
Semin, dan Ponjong bagian utara.
Zone Tengah, disebut wilayah
pengembangan Ledok Wonosari
dengan ketinggian150 – 200 m di
atas permukaan air laut. Apabila
kemarau panjang masih terdapat
sumber mata air. Jenis tanahnya
berupa margaliet. Di zona ini
terdapat air tanah dengan kedalaman
60 – 120 m di bawah permukaan
tanah. Wilayah ini meliputi
Kecamatan Playen, Wonosari,
Karangmojo, Ponjong bagian tengah,
dan Semanu bagian utara. Zona
Selatan, disebut wilayah
pengembangan Gunung Seribu
dengan ketinggian 100 - 300 m di
atas permukaan air laut. Batuan dasar
pembentuknya adalah batu kapur
dengan ciri khas berbukit-bukit
kerucut (conical limestone) dan
merupakan kawasan karst. Pada
wilayah ini banyak dijumpai sungai
bawah tanah. Zona selatan meliputi
Kecamatan Saptosari, Paliyan,
Girisubo, Tanjungsari, Tepus,
Rongkop, Purwosari,Panggang,
Ponjong bagian selatan, dan Semanu
bagian selatan.
Lahan di Kabupaten Gunung
Kidul mempunyai tingkat
kemiringan yang bervariasi, 18, 19
persen diantaranya merupakan
daerah datar dengan kemiringan
(0%-2%), sementara daerah dengan
kemiringan (15%-40%) sebesar
39,54 persen dan daerah yang
memiliki kemiringan (> 40%)
meliputi 15,95 persen dari luas
wilayah di Gunung Kidul. Tekstur
tanah di Kabupaten Gunung Kidul
dibedakan atas dasar komposisi
pasir, debu,dan lempung, sehingga
secara garis besar dipilahkan menjadi
tekstur kasar, sedang, dan halus.
Topografi wilayah Kabupaten
Gunung Kidul didominasi oleh
daerah kawasan perbukitan. Pada
kawasan perbukitan tersebut banyak
terdapat goa-goa alam dan sungai
bawah tanah yang mengalir. Dengan
kondisi struktur lahan yang demikian
maka sebagian besar kawasan
Kabupaten Gunung Kidul merupakan
kawasan karst.
C. Kondisi Hidrologi di Kabupaten
Gunung Kidul
Di Kabupaten Gunung Kidul
terdapat dua daerah aliran sungai
(DAS) permukaan,yaitu DAS Opak-
Oyo dan DAS Dengkeng. Masing-
masing DAS tersebut terdiri dari
beberapa Sub DAS yang berfungsi
untuk mengairi areal pertanian.
Selain itu juga terdapat DAS bawah
permukaan, yaitu DAS Bribin. Air
pemukaan (sungai dan mata air)
banyak dijumpai di Gunung Kidul
wilayah utara dan tengah. Di wilayah
tengah beberapa tempat memiliki air
tanah yang cukup dangkal dan
dimanfaatkan untuk sumur ladang.
Wilayah selatan Gunung Kidul
merupakan kawasan karst yang
jarang ditemukan air permukaan. Di
wilayah ini dijumpai sungai bawah
tanah seperti Bribin, Ngobaran,dan
Seropan, serta ditemukan telaga
musiman yang multiguna bagi
penduduk sekitar. Kondisi Iklim di
Kabupaten Gunung Kidul.
Berdasarkan letak
astronomisnya, Kabupaten Gunung
Kidul berada di daerah sekitar
equator, sehingga secara klimatologi
beriklim tropis dengan suhu harian
rata-rata27,7°C, rentang suhu
terendah 23,2°C dan tertinggi 32,4°C
memiliki 10 dua musim, yaitu musim
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.13/NO.2/Oktober 2013 Page 27
hujan dan musim kemarau. Curah
hujan agak basah dan mempunyai
karakter 3 bulan kering dan 7 bulan
basah. Wilayah Kabupaten Gunung
Kidul bagian utara merupakan
wilayah curah hujan yang paling
tinggi dibanding wilayah tengah dan
selatan, sedangkan wilayah Gunung
Kidul bagian selatan mempunyai
awal hujan paling akhir. Kelembaban
nisbi berkisar antara 80%-85% yang
dipengaruhi oleh musim.
Kelembaban tertinggi terjadi pada
bulan Januari hingga Maret, dan
kelembaban terendah terjadi pada
bulan September.
Curah hujan rata-rata
Kabupaten Gunung Kidul pada tahun
2007 sebesar 1720,86 mm/tahun
dengan jumlah hari hujan rata-rata
115 hari per tahun. Bulan basah 4 – 6
bulan, sedangkan bulan kering
berkisar antara 4 – 5 bulan. Musim
hujan dimulai pada bulan Oktober –
Nopember dan berakhir pada bulan
Mei-Juni setiap tahunnya. Puncak
curah hujan dicapai pada bulan
Desember – Pebruari. Wilayah
Kabupaten Gunung Kidul Utara
merupakan wilayah yang memiliki
curah hujan paling tinggi dibanding
wilayah tengah dan selatan,
sedangkan wilayah Gunung Kidul
selatan mempunyai awal hujan
paling akhir.
Suhu udara Kabupaten
Gunung Kidul untuk suhu rata-rata
harian 27,7° C, Suhu minimum
23,2°C dan suhu maksimum 32,4° C.
Kelembaban nisbi di Kabupaten
Gunung Kidul berkisar antara 80 % -
85 %. Kelembaban nisbi ini bagi
wilayah Kabupaten Gunung Kidul
tidak terlalu dipengaruhi oleh tinggi
tempat, tetapi lebih dipengaruhi oleh
musim. Kelembaban tertinggi terjadi
pada bulan Januari – Maret,
sedangkan terendah pada bulan
September.
Hasil penelitian
Desa Bunder, Dusun Bunder
yang terletak di sekitar hutan Bunder
terdiri dari 4 (empat RT ) antara lain
RT. 13, RT. 14, RT. 15, dan RT. 16,
yang diketui Bapak kadus Mugiono.
Pada tahun 2003 berdiri kelompok
Tani Maju Makmur yang diketuai
Bapak Marsudi Mulyo kemudian
pada tahun 2008 kelompok tani
diketuai oleh Bapak Karimo sampai
sekarang Dalam penelitian ini
peneliti mengambil tempat penelitian
Dusun Bunder RT. 14 yang terdiri 70
KK, RT. 15 yang terdiri dari kurang
26 KK, RT. 16 yang terdiri 24 KK,
masing–masing RT diambil sampel
kuesioner sebanyak 20 KK yang
keseluruhan sampel yang diambil
sebanyak 60 KK ( kuesioner ).
Sedangkan sistem ( pola tanam )
masyarakat Desa Bunder Dusun
Bunder sekitar hutan Bunder
menggunakan pola tanam yang
bervareasi antara lain : pola tanam
monokultur dan polikultur. Hasil
penelitian dapat dilihat pada grafik di
bawah ini:
Grafik : Jenis Tanaman dan Penghasilan per Ha
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.13/NO.2/Oktober 2013 Page 28
Sumber Data : Data Primer, 2013
Pembahasan
Berdasarkan data hasil
penelitian tersebut di atas, bahwa
masyarakat di sekitar Bunder pola
tanam yang diterapkan ada beberapa
macam ada yang dengan sistim pola
tanam polikultur, dan monokultur.
Pertanaman tunggal atau monokultur
adalah salah satu cara budidaya di
lahan pertanian dengan menanam
satu jenis tanaman pada satu areal,
sedangkan polikultur adalah
menanam lebih dari satu jenis
tanaman pada lahan dan dengan
waktu yang sama.
Berdasarkan tabel tersebut di atas
hasil yang didapat dengan sistim pola
tanam monokultur dengan jenis
tanaman jati satu hektar
menghasilkan sekitar Rp. 64.666.667
, jenis tanaman sengon perhektar
menghasilkan Rp. 63.333.333, jenis
tanaman mahoni perhektar
menghasilkan Rp. 69.333.333, jenis
tanaman kayu putih perhektar
menghsilkan Rp. 68.666.667.
Sedangkan dengan sistim
pola tanam polikultur seperti
tanaman jati dan sengon perhektar
menghsilkan sekitar Rp.
110.600.000, jenis tanaman jati dan
mahoni perhektar menghasilkan Rp.
112.166.667, jenis tanaman jati dan
kayu putih perhektar menghasilkan
Rp. 96.500.000, jenis tanaman jati,
mahoni dan sengon perhektar
menghsilkan Rp. 130.166.667 hasil
ini yang paling besar dibandingkan
dengan sistim polikultur lainnya.
Dengan sistim pola monokultur jenis
tanaman yang lain seperti jenis
tanaman cokelat perhektar
menghasilkan Rp. 1.666.667, jenis
tanaman akasia perhektar mampu
menghasilkan Rp. 58.166.667, jenis
tanaman bambu perhektar
menghasilkan Rp. 3.666.667, jenis
tanakan mangga perhektar
menghasilkan Rp. 4.666.667, jenis
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.13/NO.2/Oktober 2013 Page 29
tanman kemiri perhektar
menghasilkan Rp. 5.666.667,
sedangkan jenis tanaman nangka satu
hektar menghasilkan Rp. 1.000.000.
Jadi berdasarkan babel
tersebut jenis pola tanaman yang
paling bagus atau bisa mengahsilkan
hasil yang tinggi diantara jenis
tanaman yang lain yaitu jenis sistim
pola tanam polikultur dengan jenis
tanaman jati, mahoni dan tanman
sengon bisa menghasilkan sekitar
Rp. 130.166.667. dengan demikian
dengan adanya sistem berbagai pola
tanam yang paling menguntungkan
adalah dengan sistem pola tanam
polikultur.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.
Kesimpulan yang dapat
diambil berdasarkan hasil penelitian
adalah dengan sistim pola polikultur
lebih menguntungkan dari pada
dengan sistim monokultur. Di dalam
penelitian ini terbukti angka yang
dihasilkan paling tinggi yaitu Rp.
130.166.667 perhektar dibandingkan
dengan yang lainnya. sedangkan
dengan pola tanamn monokultur
setelah dirata-rata perhetktar yang
paling tinggi dengan jenis tanaman
mahoni yaitu Rp Rp. 69.333.333, dan
rata-rata dengan pola tanam
polikultur yang menghasilkan paling
tinggi dengan jenis tanaman jati,
mahoni, dan sengon yaitu bisa
menghasilkan Rp. 130.166.667
Sistim polikultur dengan pemilihan
tanaman yang tepat, sistem ini dapat
memberikan beberapa keuntungan :
1. Mengurangi serangan OPT
(pemantauan populasi hama),
karena tanaman yang satu dapat
mengurangi serangan OPT
lainnya.
2. Menambah kesuburan tanah.
Dengan menanam kacang-
kacangan- kandungan unsur N
dalam tanah bertambah karena
adanya bakteri Rhizobium yang
terdapat dalam bintil akar.
Dengan menanam yang
mempunyai perakaran berbeda,
misalnya tanaman berakar
dangkal ditanam berdampingan
dengan tanaman berakardalam,
tanah disekitarnya akan lebih
gembur.
3. Siklus hidup hama atau penyakit
dapat terputus, karena sistem ini
dibarengi dengan rotasi tanaman
dapat memutus siklus OPT.
4. Memperoleh hasil panen yang
beragam. Penanaman lebih dari
satu jenis tanaman akan
menghasilkan panen yang
beragam. Ini menguntungkan
karena bila harga salah satu
komoditas rendah, dapat ditutup
oleh harga komoditas lainnya.
B. Saran.
Dalam sistim menanam
dengan pola tanam polikultur perlu
dilestarikan, yang penting
diperhatika dalam penanaman sistim
polikultur yaitu pemilihan tanaman
yang tepat, sistem ini dapat
memberikan beberapa keuntungan.
Perlu adanya kerjasama dengan
masyarakat sekitar hutan bunder
mengenai pola tanam untuk
pengelolaan tanaman, sehingga
masyarakat bisa melakukan tindakan
konservasi, kerjasama bisa dilakukan
dengan penyuluhan-penyuluhan
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.13/NO.2/Oktober 2013 Page 30
tentang pentingnya jenis dan pola
tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
http://sepedasembada.wordpress.com
/2009/04/04/bunder-taman-
hutan-raya-di-tepi-jalan-
wonosari/senin , 7.09
Anymomousa. 2010. Pola Tanam.
http://bahtera.org/kateglo/?m
od=dictionary&action=view
&phrase=pola%20tanam
Anonymousb. 2010. POLA TANAM
PADI 2009/2010 DAN
RENCANA KENAIKAN
HET PUPUK.
http://www.setneg.go.id/inde
x.php?option=com_content&t
ask=view&id=4052&Itemid=
29
Anonymousc.2010. Dampak dari
Penanaman Monokultur.
http://akilam.host22.com/pag
e15.html
Anonymousd.2010.
http://www.ditlin.hortikultura
.deptan.go…
Anonymouse.2010. Pengaruh Pola
Tanam Dan Penggunaan
Pupuk Organik Terhadap
Pertumbuhan Serta Hasil
Tumpangsari Jagung Sayur (
Zea Mays L.) Dan Kedelai
(Glycine Max L.)
http://svong.com
http://m.serambinews.com/news/vie
w/10605/pengaturan-pola-tanam-
dan-pengolahan-tanah
http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanam
an_tunggal
disbun.jabarprov.go.id/.../Budidaya
%20Tan.%20Kopi
http://budidaya-
petani.blogspot.com/2013/03/nangka
.html
http://www.pikiran-rakyat.com
/cetak / 2006/092006/02/10wacana.
htm).
http://blogerbugis.blogspot.com/2013
/08/petunjuk-budidaya-tanaman
kakaocoklat.html#ixzz2iXIX0TBS
www.academia.edu/.../KEMIRI_SU
NAN_sebagai_t
Recommended