View
287
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS JOYFULL
LEARNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL
BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN MATEMATIKA
KELAS IV SDN 24 SUNGAI GERINGGING
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh :
RINA EMADILA
NIM : 2411.061
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSANTARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SJECH M.
DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Ada dua konsep pendidikan yang saling berkaitan yaitu belajar (Learning)
dan pembelajaran (Instruction). Konsep belajar berakar pada pihak
pendidik. Tujuan pendidikan adalah membentuk sumber daya manusia yang
berkualitas tinggi yaitu manusia yang mampu menghadapai perkembangan
zaman.
Guna mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan proses
pendidikan. Pendidikan dapat ditempuh melalui jalur formal dan
nonformal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang dimulai dari
jenjang terendah hingga tertinggi yang harus ditempuh dengan serangkaian
persyaratan tertentu jika akan naik kejenjang selanjutnya. Pendidikan
nonformal merupakan jenjang pendidikan yang diperoleh dalam sebuah
lembaga pendidikan yang beorientasi memberi dan meningkatkan
ketrampilan yang dibutuhkan untuk berkompetisi dalam meraih
kesuksesan hidup.
Hasil belajar merupakan tolok ukur yang utama untuk
mengetahui keberhasilan belajar seseorang. Seorang yang prestasinya
tinggi dapat dikatakan bahwa ia telah berhasil dalam belajar. Menurut
Nasution dalam Wartiningsih (2010: 12) Prestasi belajar adalah
Penguasaan seseorang terhadap pengetahuan dan ketrampilan tertentu dalam
suatu mata pelajaran yang lazimnya diperoleh dari nilai tes angka yang
diberikan guru.
Hasil belajar yang dicapai siswa dapat dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu faktor internal dan eksternal (Slameto, 2003: 54). Penyebab
utama kesulitan be lajar (Learning disabilities) adalah faktor internal
yaitu diantara nya minat, bakat, motivasi, tingkat intelegensi, sedangkan
penyebab utama problema belajar (learning problems) adalah faktor
eksternal antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru,
pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar
anak, maupun faktor lingkungan yang sangat berpengaruh pada hasil
belajar yang dicapai oleh siswa.
Salah satu faktor dari dalam diri siswa yang menentukan berhasil
tidaknya siswa dalam proses belajar mengajar adalah motivasi belajar.
Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak di
dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan be lajar. Motivasi belajar adalah merupakan
faktor psikis yang bersifat non intele ktual. Seorang siswa yang
mempunyai intelegensi yang cukup tinggi, bisa gagal karena kurang
adanya motivasi dalam belajarnya.
Motivasi mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar
baik bagi guru maupun siswa. Dalam pembelajaran matematika motivasi
belajar siswa masih tergolong rendah. Hal tersebut bisa dilihat dari
keinginan siswa dalam belajar masih kurang, kegiatan belajar kurang
menarik karena siswa cenderung pasif dan jarang mengajukan pertanyaan.
Perhatian dan kemandirian siswa masih rendah karena siswa hanya
bergantung pada apa yang diberikan oleh guru.
Permasalahan lain yang masih sering muncul adalah penggunaan
metode pembelajaran oleh guru yang kurang tepat. Guru kurang bervariasi
dalam mengajarkan pelajaran matematika di sekolah. Bahkan tidak
jarang dijumpai proses pembelajaran matematika yang hanya berpusat pada
guru.
Pada umumnya, metode pembelajaran yang dikembangkan guru
dalam kegiatan belajar mengajar adalah metode pembelajaran
konvensional yang lebih banyak mengandalkan ceramah. Di mana guru
lebih memfokuskan diri pada upaya pemindahan pengetahuan ke dalam diri
siswa tanpa memperhatikan bahwa ketika siswa memasuki kelas, siswa
mempunyai bekal kemampuan dan pengetahuan yang tidak sama. Siswa
hanya ditempatkan sebagai obyek sehingga siswa menjadi pasif dalam
kondisi belajar yang kurang merangsang aktivitas belajar yang kurang
optimal. Proses pembelajaran yang berpusat pada guru tersebut, dengan
guru sebagai penyampai materi atau penceramah dan siswa sebagai
pendengar mempunyai kelemahan yaitu siswa cenderung ramai,
mengantuk, tidak ada siswa yang mau bertanya, dan siswa tidak
mampu menjawab dengan sempurna pertanyaan yang diberikan oleh
guru. Dengan kondisi yang seperti ini maka banyak waktu yang
terbuang sia-sia, sedangkan materi yang ingin disampaikan guru tidak
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan di SDN 24 Sungai
Geringging kelas IV khususnya pada mata pelajaran matematika, siswa
kurang memiliki motivasi dan minat mengikuti pembelajaran matematika.
Saat pembelajaran berlangsung siswa cenderung pasif dan hanya menjadi
pendengar saja serta telihat kurang menikmati pembelajaran yang sedang
berlangsung. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi pencapaian tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai sehingga berpengaruh pada hasil belajar
siswa yang kurang maksimal. Guna mengatasi masalah yang telah
dikemukakan salah satunya adalah dengan menerapkan strategi
pembelajaran untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa adalah
dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis Joyfull Learning.
Selain itu, metode pembelajaran berbasis Joyfull Learning dapat menjadi
alternatif dalam menciptakan pembelajaran yang menyenangkan sehingga
kegiatan pembelajaran yang umumnya monoton dan menjenuhkan tidak lagi
monoton dan bahkan pembelajaran akan lebih menyenangkan.
Metode pembelajaran berbasis Joyfull Learning merupakan metode
yang sangat baik di gunakan untuk melibatkan siswa dalam mempelajari
materi yang telah disampaikan. Metode ini tepat digunakan saat kegiatan
pembelajaran karena melihat karakteristik siswa SD kelas IV yang masih
suka bermain, maka dalam metode ini pembelajaran dibuat seperti sedang
bermain sehingga siswa dapat menikmati pembelajaran dan bisa terlibat
aktif karena mereka merasa tidak tertekan atau terpaksa dalam mengikuti
pembelajaran. Dengan metode ini siswa dapat meningkatkan motivasi dalam
belajar karena siswa terlibat langsung dalam pembelajaran.
B. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini ruang lingkup yang akan diteliti adalah:
1. Sikap dan tingkah laku siswa dalam menerima pelajaran.
2. Motivasi dan hasil belajar siswa setelah mengikuti pelajaran
dengan metode pembelajaran berbasis Joyfull Learning.
a. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan
dalam penelitian ini adalah:
Apakah penerapan metode pembelajaran berbasis joyfull learning dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 24 Sungai
Geringging pada mata pelajaran matematika ?
b. Tujuan Penelitian
Tujuan merupakan arah dari suatu kegiatan untuk mencapai hasil
yang jelas dan diharapkan dapat terlaksana dengan baik dan teratur. Adapun
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: “ Meningkatkn motivasi
dan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis
joyfull learning pada mata pelajaran matematika kelas IV SDN 24 Sungai
Geringging.
c. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dan kegunaan dalam
pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan sumbangan
kepada pembelajaran matematika terutama pada peningkatan motivasi
dan hasil belajar siswa melalui metode pembelajaran berbasis Joyfull
Learning (Yusuf, Yasin, S.Pd dan Umi Auliya, S.Pd, 2011 )
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru atau Peneliti
1) Memberikan wawasan kepada guru tentang pembelajaran
dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis Joyfull
Learning dalam proses pembelajaran.
2) Guru bisa lebih kreatif dalam menyelenggarakan proses
pembelajaran.
b. Bagi Masyarakat atau Orang Tua Siswa
1) Dapat mengetahui cara meningkatkan motivasi siswa dalam
proses pembelajaran.
2) Dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
c. Bagi dunia pendidikan
1) Dapat memperkaya referensi di perpustakaan.
2) Sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran Active
Learning (PAIKEM) dalam pembelajaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. JOYFULL LEARNING
1. PENGERTIAN JOYFULL LEARNING
Menurut E. Mulyasa (2006:191-194) pembelajaran menyenangkan (joyfull
learning) merupakan suatu proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat sebuah
kohesi yang kuat antara pendidik dan peserta didik, tanpa ada perasaan terpaksa
atau tertekan (not under pressure). Dengan kata lain, pembelajaran menyenangkan
adalah adanya pola hubungan yang baik antara guru dan siswa dalam proses
pembelajaran. Guru memposisikan diri sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam
hal tertentu tidak menutup kemungkinan guru belajar dari siswanya. Hal ini
dimungkinkan karena pesatnya perkembangan teknologi informasi tidak
memungkinkan lagi guru untuk mendapatkan informasi lebih cepat dari siswanya.
Pembelajaran menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang
menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada
belajar sehingga waktu curah perhatiannya ("time on task") tinggi (Depdiknas,
2004:3, 3-8). Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti
meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika
proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus
dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajara
memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang dicapai. Jika pembelajaran hanya
aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak
ubahnya seperti bermain biasa1
Pembelajaran menyenangkan berarti sesuai pembelajaran yang tidak
membosankan. Jika siswa terlibat langsung sebagai subjek belajar, mereka selalu
senang dalam belajar (Zuroidah, 2005:36).
Jadi yang dimaksud pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning)
dalam penelitian ini sebenarnya merupakan metode, konsep dan praktik
pembelajaran yang merupakan sinergi dari pembelajaran bermakna, pembelajaran
kontekstual, teori konstruktivisme, pembelajaran aktif (active learning) dan
psikologi perkembangan anak.
2. PRINSIP JOYFULL LEARNING
Pembelajaran yang menyenangkan sebenarnya merupakan metode, konsep
dan praktik pembelajaran yang merupakan sinergi dari pembelajaran bermakna,
pembelajaran kontekstual, teori konstruktivisme, pembelajaran aktif (active
learning) dan psikologi perkembangan anak. Dengan demikian walaupun
esensinya sama, bahkan metodologi pembelajaran yang dipilih juga sama, tetap
ada spesifikasi yang berbeda terkait dengan penekanan konseptualnya yang
relevan dengan perkembangan moral dan kejiwaan anak. Anak akan bersemangat
dan gembira dalam belajar karena mereka tahu apa makna dan gunanya belajar,
karena belajar sesuai dengan minat dan hobinya (meaningful learning) karena
mereka dapat memadukan konsep pembelajaran yang sedang dipelajarinya dengan
1 (Depdiknas, 2004:3, 3-8).
kehidupan sehari-hari, bahkan dengan berbagai topik yang sedang “ in”
berkembang dimasyarakat.
Prinsip pembelajaran yang menyenangkan (Joyfull Learning) adalah
apabila siswa senang dan belajar tahu untuk apa dia belajar. Menurut Gordon
Dryden (2000:22) bahwa belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang
menyenangkan. Joyfull Learning merupakan metode belajar mengajar yang
menyenangkan. Belajar adalah kegiatan seumur hidup yang dapat dilakukan
dengan cara menyenangkan dan berhasil. Guna mendukung proses Joyfull Learnin
maka perlu menyiapkan lingkungan sehingga semua siswa merasa penting, aman,
dan nyaman. Ini dimulai dengan lingkungan fisik yang kondusif yang diperindah
dengan tanaman, seni dan musik. Ruangan harus terasa pas untuk kegiatan belajar
seoptimal mungkin. (Bobbi De Porter, 2000 : 8 )
Mereka dapat belajar dari lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosialnya (contextual teaching and learning). Mereka juga bergembira
dalam belajar karena memulainya dari sesuatu yang telah dimilikinya sendiri,
sehingga timbul rasa percaya diri dan itu akan menimbulkan perasaan diakui dan
dihargai yang menyenangkan hatinya karena ia diberi kesempatan untuk
mengekspresikan dirinya (teori konstruktivisme) sesuai ciri-ciri perkembangan
fisiologis dan psikologisnya. Hal tersebut pada gilirannya akan memotivasi
mereka untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran karena atmosfer
pembelajaran yang sesuai kepentingannya dan diciptakannya sendiri. Jadi faktor
untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (Joyfull Learning) adalah
penciptaan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan dan merangsang anak
untuk belajar. Suasana kelas yang diciptakan penuh kegembiraan akan membawa
kegembiraan pula dalam belajar. (Prof. Dr. Mukhlas Samni, M.Pd, 2000 : 1)
Pembelajaran yang dirancang secara menyenangkan akan menimbulkan
motivasi belajar siswa dan terus bertambah. Dengan demikian efektivitas belajar
akan berjalan dengan baik. Proses ini mensyaratkan guru sudah mengetahui secara
persis liku-liku materi pembelajaran yang akan dipelajari. Siswa bersikap dewasa,
terbuka, dan memiliki komitmen tinggi untuk belajar. Suasan akan terbangun
secara demokratis dan siswa sendiri akan merasa senang karen keinginan,
keberadaan, dan otonominya sebagai siswa diakomodasi oleh guru. Perasaan
senang dapat hadir seiring dengan tujuan pendidikan yang dapat diserap dengan
baik dan mudah.
Hal tersebut dapat tejadi karena seseorang yang berada dalam kondisi yang
menyenangkan tahan dan sigap dalam menghadapi beragam bentuk tantangan.
Sebaliknya, seseorang yang sulit mengendalikan emosi akan mengalami
“Emosional Hijacking” (Pembajakan Emosi), berarti orang tersebut akan terlanda
“Nervous” (Kegugupan) dan mudah keliru dalam mengambil keputusan atau
menggunakan “IQ-nya”. Guna mengetahui berhasil tidaknya mendidik seorang
siswa, dapa diketahui melalui tiga faktor penting: Pertama, adalah “Improvement”
(Pertumbuhan). Indikasinya adalah perubahan sikap kearah yang lebih baik.
Pendidikan dikatakan berhasil, apabila guru tahu cara membantu muridnya agar
menjadi dewasa yang mencintai dan memanfaatkan kehidupan secara maksimal
dan mengerti cara memeca hkan masalah ataupun menghilhami orang lain
untuk meningkatkan peran dalam kehidupannya. Kedua adalah “Development”
(Pengembangan). Pengembangan yang dimaksud adalah bagaimana seseorang
dapat sukses dalam pendidikan dan mampu melakukan sebuah aktivitas, yang
dibarengi dengan menjadikan orang lain menjadi sukses. Ketiga adalah
“Empowerment” (Pemberdayaan). Berkaitan dengan pemberdayaan, maka yang
menjadi fokus adalah “Keunikan”, dimana anak memiliki kecakapan yang
beragam. Semua orang mempunyai potensi untuk berhasil dengan keunikan
masing-masing.
3. LANGKAH – LANGKAH JOYFULL LEARNING
Sampai kira-kira anak-anak berusia remaja, pembelajaran yang
menyenangkan akan seiring dengan belajar sambil bermain, yang mau tidak mau
akan mengajak siswa untuk aktif. Sambil bermain mereka aktif belajar dan sambil
belajar mereka aktif bermain. Dalam bermain mereka mendapatkan hikmah esensi
suatu pengetahuan dan keterampilan, sambil belajar mereka melakukan refreshing
agar kondisi kejiwaan mereka tidak dalam suasana tegang terus-menerus. Tidak
ada metode standar untuk pembelajaran yang menyenangkan ini. Setiap guru
sesuai dengan konteks kelas dan perkembangan usia mental siswa dapat memilah
dan memilih metode yang sesuai atau bahkan metode yang diciptakannya sendiri.
Joyfull learning menggunakan proses pembelajaran yang diaplikasi kepada
siswa dengan menggunakan pendekatan riang melalui game, quiz, dan aktivitas-
aktivitas fisik lain. Joyfull learning menggunakan pendekatan-pendekatan
permainan, rekreasi, dan menarik minat yang menimbulkan perasaan senang,
segar, aktif, dan kreatif yang tak pelak lagi sangat dibutuhkan untuk mereduksi
kebosanan dan ketegangan belajar yang hari demi hari dialami siswa.
Pembelajaran menye nangkan atau joyful learning diterapkan dan dilatar
belakangi oleh ke nyataan bahwa pembelajaran model konvensional dinilai
menjemukan, kurang menarik bagi para siswa sehingga berakibat kurang
optimalnya penguasaan materi bagi siswa (Rahmawati, 2008: 1). Selain itu
Catarinacatur (2008: 1) berpendapat bahwa joyful learning dapat mempercepat
penguasaan dan pemahaman materi pelajaran yang dipelajari, sehingga waktu
yang dibutuhkan untuk belajar lebih cepat. Materi pelajaran yang sulit
dibuat menjadi mudah, sederhana dan tidak bertele-tele sehingga tidak terjadi
kejenuhan dalam belajar. Keberhasilan belajar tidak ditentukan atau diukur
lamanya kita duduk di belakang meja belajar, tetapi ditentukan oleh kualitas cara
belajar kita.
Tahapan pembelajaran joyfull learning yaitu :
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan berkaitan dengan persiapan siswa untuk belajar. Tanpa
itu siswa akan lambat dan bahkan bisa berhenti begitu saja. Tujuan dari
persiapan pembelajaran adalah untuk:
1. Mengajak siswa keluar dari keadaan mental yang pasif.
2. Menyingkirkan rintangan belajar.
3. Merangsang minat dan rasa ingin tahu siswa.
4. Memberi siswa perasaan positif mengenai, dan hubungan yang bermakna
dengan topik pelajaran.
5. Menjadikan siswa aktif yang tergugah untuk berpikir, belajar,
menciptakan, dan tumbuh.
6. Mengajak orang keluar dari keterasingan dan masuk kedalam komunitas
belajar.
Dengan hal tersebut akan berdampak secara psikis kepercayaan diri
untuk bisa memperoleh apa yang menjadi tujuan yang ia inginkan. Pada tahap ini
guru me mberikan motivasi berupa kata– kata dan lagu –lagu/ nyanyian yang
dapat membuat siswa keluar dari tasa tertekan dan menjadi tertarik dengan
pembelajaran.
b. Tahap Penyampaian
Tahap penyampaikan dalam siklus pembelajaran dimaksudkan untuk
mempertemukan pembelajaran dengan materi belajar yang mengawali proses
belajar secara positif dan menarik.
Pada tahap ini guru menyampa ikan materi belajar ya ng dikaitkan
dengan hal-hal nyata yang dapat ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari
dan diasosiasikan dengan apa yang sudah diketahui dan diingat siswa sebelumnya.
c. Tahap Pelatihan
Pada tahap inilah pembelajaran yang berlangsung sebenarnya. Apa yang
dipikirkan, dan dikatakan serta dilakukan siswalah yang menciptakan
pembelajaran, dan bukan apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan oleh guru.
Pada tahap ini dapat dilakukan dengan meminta siswa berulang-ulang
mempraktikkan suatu keterampilan (andaipun tidak berhasil pada mulanya),
mendapatkan umpan balik segera, dan mempraktikkan keterampilan itu lagi.
Mintalah siswa membicarakan apa yang mereka alami, perasaan mereka
mengenainya, dan apa lagi yang mereka butuhkan untuk meningkatkan
prestasinya.
Pembelajaran dibuat seolah-olah siswa sedang bermain dalam hal ini
dengan menggunakan metode kuis atau dapat juga dengan metode yang lain serta
dalam penyampaian diberi gambar-gambar atau animasi yang dapat membuat
siswa menjadi tertarik dan senang dengan pembelajaran. Khususnya metode kuis,
saat pembelajaran siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang akan bersaing
dalam kuis untuk menjadi juara. Agar lebih menarik dan memancing keaktifan
siswa diberikan hadiah-hadiah dan pujian bagi siswa yang aktif dalam kuis.
Serta saat pembelajaran berla ngsung bisa diselingi dengan humor yang dapat
membuat siswa lebih menikmati pembelajaran yang sedang berlangsung.
d. Teknik Penutup.
Banyak kasus dalam menyampaikan pelajaran dalam akhir semester atau
dalam akhir jam guru menjelaskan agar materinya selesai. Namun dengan ini,
malah akan tidak efektif yang seharusnya dilakukan adalah pada pemahaman guru
dalam joyfull learning hendaknya memberi penguatan kepada materi yang telah
diterima oleh siswa dengan memusatkan perhatian, hal itu peluang ada cara
mengingat yang kuat akan apa yang terjadi.
Pada tahap ini guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang
didapatkan. Menutup pembelajaran dengan kata-kata dan nyanyian/ lagu yang
menyenangkan bagi siswa. Apabila fasiltas dan waktu memungkinkan dapat juga
guru memutarkan lagu atau film di akhir pembelajaran sebagai sarana refresing
bagi siswa.
4. Pemberian Kuis Matematika
Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah
yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah-
masalah yang kontekstual, siswa dapat secara bertahap dibimbing untuk
menguasai konsep-konsep matematika. Disamping itu juga dapat memotivasi
siswa untuk menyenangi matematika karena mengetahui keterkaitan dan
kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah guru merencanakan dengan baik strategi pembelajaran, guru perlu
melakukan penilaian atau evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan
efisiensi suatu pemelajaran. Evaluasi pembelajaran matematika di SMP
menekankan pada proses dan hasil pembelajaran sesuai dengan kompetensi
yang akan dicapai. Perkembangan belajar siswa perlu diketahui agar dapat
memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar.
Kuis merupakan isian singkat dan menanyakan hal-hal yang prinsip.
Biasanya dilakukan sebelum pelajaran dimulai atau setelah menjelaskan materi
pelajaran, kurang lebih 10-15 menit. Kuis dilakukan untuk mengetahui
penguasaan pelajaran oleh siswa. Tingkat berpikir yang terlibat dalam pemberian
kuis ini adalah pengetahuan dan pemahaman.
Kuis terdiri dari soal-soal singkat yang mencakup pelajaran yang baru
dipelajari atau untuk mengingat pelajaran sebelumnya yang sudah disampaikan.
Kuis dilakukan untuk mengetahui penguasaan pelajaran oleh siswa.
Pemberian kuis matematikan yang diberikan antara lain berfungsi untuk :
1. Mengetahui kemajuan belajar siswa,
2. Mendiagnosis kesulitan belajar,
3. Memberikan umpan balik,
4. Sebagai bahan pertimbangan untuk melakuka n perbaikan,
5. Memotivasi siswa untuk belajar lebih baik.
Kuis biasanya terdiri dari satu atau dua soal. Dalam mengerjakan kuis
siswa tidak boleh membuka buku dan dikerjakan secara mandiri. Setelah
mengerjakan kuis, hasilnya dikumpulkan dan diberikan penilaian oleh guru.
Apabila siswa kurang yakin dengan penyelesaian kuis yang telah dikerjakan,
siswa diberi kesempatan untuk menanyakan kepada guru. Dengan adanya kuis
setiap hari, menuntut siswa untuk mempelajari materi yang sudah diberikan
maupun yang akan diajarkan. Sehingga diharapkan pemberian kuis dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa .
B. MOTIVASI BELAJAR
Motivasi belajar merupakan dua kata yang mempunyai makna yang
berbeda, namun kedua kata tersebut saling berhubungan dan dapat membentuk
satu arti kata. Maka untuk lebih jelasnya disini akan dijelaskan mengenai
pengertian dua kata tersebut.
Kata motivasi berasal dari bahasa Inggris yaitu motivation yang
artinya alasan, daya batin atau dorongan. Sedangkan secara etimologi motivasi
berasal dari kata motif. Kata "motif" diartikan sebagai daya upaya yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai
daya penggerak dari dalam dan di dalam subyek untuk melakukan aktivitas-
aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan
sebagai kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif, maka
motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif.
Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk
mencapai tujuan sangat dirasakan.
Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan
kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu,
dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau
mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh
faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang
(Sardiman, 2006:75).
Motivasi dalam psikologi, diartikan sebagai segala sesuatu yang menjadi
pendorong timbulnya suatu tingkah laku (Sabri, 1996:85). Motivasi adalah
kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan, adapun
motif itu masih bersifat potensial dan aktualisasinya dinamakan motivasi.
Lebih jelasnya maka disini akan dikemukakan beberapa pendapat
mengenai pengertian motivasi, yaitu: Handoko (1992:9) mengartikan
motivasisebagai suatu tenaga, atau faktor yang terdapat di dalam diri manusia,
yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya.
Clifford T.Morgan dalam Wasty Soemanto (1998:206) memberikan pengertian
bahwa motivasi itu adalah sesuatu yang berhubungan dengan tiga hal yang
mana ketiga hal tersebut itu merupakan aspek dari motivasi itu sendiri, dan
ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating
states), tingkah laku yang didorong oleh keadaan tersebut (motivated behavor)
serta tujuan dari tingkahlaku (goals orend of such behavior). Dikatakan bahwa
motivasi adalah merupakan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan, menggerakkan kegiatan serta memberi arah pada
kegiatan demi mencapai suatutujuan.
Ketiga elemen motivasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa motivasi
itu merupakan sesuatu yang komplek, sebab motivasi dapat menyebabkan
terjadinya suatu perubahan, energi yang ada pada manusia sehingga akan
terkait dengan persoalan gejala ke jiwaan, perasaan dan emosi untuk atau
melakukan suatu perbuatan atau pekerjaan yang semuanya itu didorong karena
adanya tujuan, kebutuhan dan keinginan.
Motivasi belajar juga dapat diartikan sebagai dorongan belajar yang sangat
besar karena keinginan anak untuk berhasil dapat dilihat dari besarnya tanggung
jawab, besarnya kebutuhan anak akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi
diri.2
2 (Titiek Syamsiah, Hubungan Motivasi Belajar dan Persepsi Murid tentang
Lingkungan Belajar dengan Hasil Belajar Bahasa Inggris di Sekolah Dasar, Jurnal Ilmu
Pendidikan, Tahun 26, Nomor Khusus, Desember 1999. Hal:125).
Motivasi dalam kegiatan belajar, dapat dikatakan sebagai keseluruhan
daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, sehingga
tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Dikatakan
“keseluruhan”, Karena pada umumnya ada beberapa motif yang bersama sama
menggerakkan siswa untuk belajar (Sardiman, 2006:75).
Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat
nonintelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah,
merasa senang dan semangat untuk belajar (Sardiman, 2006:75).
Jadi yang dimaksud motivasi belajar dalam penelitian ini adalah suatu
kekuatan mental yang mendorong terjadinya poses belajar, yang mana kekuatan
mental itu berupa keinginan, perhatian kemauan dan cita-cita, baik yang tergolong
rendah maupun yang tinggi, yang menggerakkan perilaku manusia termasuk
perilaku belajar dengan mengaktifkan, menggerakkan dan mengarahkan tingkah
laku individu dalam belajar untuk mencapai cita-cita dan harapannya.
Dengan motivasi belajar itu terkandung keinginan yang mengaktifkan,
mengerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap atau perilaku individu dalam
belajar. Motivasi belajar itu merupakan kekuatan mental yang mampu mendorong
terjadinya suatu proses belajar. Hal itu biasanya dimulai dengan adanya
perubahan energi personal pelajar yang ditandai oleh reaksi-reaksi yang
berupa semangat dan perilaku secara progresif untuk mencapai tujuan belajar.
C. HASIL BELAJAR
Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh
hasil belajar yang dicapai siswa. Hasil belajar berasal dari dua kata dasar
yaitu hasil dan belajar, istilah hasil dapat diartikan sebagai sebuah prestasi
dari apa yang telah dilakukan.
Sedangkan definisi belajar menurut para ahli sebagai berikut :
Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap
suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamanya yang berulang-ulang
dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan
atau dasar kecenderungan respon pembawaan. (Hilgard dan Bower , 1975 : 156)
Belajar juga dapat dikatakan suatu proses perubahan dalam kepribadian
manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas
dan kuantitas tingkah laku seperti peningakatan kecakapan pengetahuan, sikap,
pemahaman, keterampilan, daya fakir dan kemampuan lainnya. (Thursan Hakim,
2002)
Beberapa penjelasan ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa
belajar pada hakekatnya adalah proses perubahan perilaku siswa dalam bakat
pengalaman dan pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar mengajar ialah
perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap,
bahkan meliputi segenap aspek pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti
mengorganisasi pengalaman belajar, menilai proses dan hasil belajar, termasuk
dalam cakupan tanggung jawab guru dalam pencapaian hasil belajar siswa.
Petunjuk bahwa suatu proses bela jar mengajar dianggap berhasil menurut
Syiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain ( 2002 : 120 ) ialah :
a) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai
prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
b) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran instruksional
khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa.
Berdasarkan ungkapan pendapat tentang hasil belajar tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud hasil belajar dalam penelitian ini adalah
kemampuan yang diperoleh individu setelah melakukan kegiatan belajar yang
membawa suatu perubahan dari diri seseorang untuk mencapai tujuan dan
ditegaskan bahwa salah satu fungsi hasil belajar siswa diantaranya ialah siswa
dapat mencapai prestasi yang maksimal sesuai dengan kapasitas yang mereka
miliki, serta siswa dapat mengatasi berbagai macam kesulitan belajar yang mereka
alami.
1. Hasil Belajar Kognitif
Ranah kognitif merupakan hasil belajar yang berhubungan dengan
kemampuan intelektual. Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas
otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan
dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal,
memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan
mengevaluasi. Menurut Sudjana (1995) dalam ranah kognitif itu terdapat enam
aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan
jenjang yang paling tinggi, enam aspek tersebut antara lain:
1) Pengetahuan (Know ledge), mencakup ingatan akal hal-hal yang
dipelajari dan disimpan dalam ingatan.
2) Pemahaman (Comprehension), mengacu pada kemampuan memahami
makna materi.
3) Penerapan (Application), mengacu pada kemampuan menggunakan
atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru
dan menyangkut penggunaan atau dan prinsip.
4) Analisis (Analysis), mengacu pada kemampuan menguraikan materi
ke dalam hubungan diantara bagian yang satu dengan lainnya
sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti.
5) Sintesis (Synthesis), mengacu pada kemampuan memadukan konsep
atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur
atau bentuk baru.
6) Evaluasi (Evaluation), mengacu pada kemampuan memberikan
pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu.
Aspek pengetahuan dan pemahaman merupakan kognitif tingkat
rendah, sedangkan aspek aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi termasuk
kognitif tingkat tinggi. Diantara ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris,
maka ranah kognitif paling banyak digunakan oleh guru dalam pembelajaran
di sekolah. Hal ini, karena ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan siswa
dalam menguasai isi bahan pengajaran. Hasil belajar aspek pengetahuan termasuk
tingkat kognitif yang paling rendah, meliputi pengetahuan faktual dan
pengetahuan hafalan atau untuk diingat.
Hasil belajar kognitif siswa dapat diukur melalui instrumen dalam bentuk
tes. Tes yang peneliti gunakan yaitu tes objektif dalam bentuk tes uraian. Tes
uraian, yang dalam literatur disebut juga essay examination , merupakan alat
penilaian hasil belajar yang paling tua . Secara umum tes uraian ini adalah
pe rta nyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan,
menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberi alasan, dan bentuk
lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan
kata-kata dan bahasanya sendiri.
Dengan demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa da lam hal
mengekspresikan gagasannya melalui gaga san tulisan. Dalam ha l inilah
kekuatan atau kelebihan tes uraian dari alat penilaian lainnya. Harus diakui bahwa
tes uraian dalam banya k hal mempunyai ke lebihan daripada tes objektif,
terutama da lam hal meningkatkan kemampuan menalar dika langan siswa. Hal
ini ialah karena melalui tes ini siswa dapat mengungkapakan aspek kognitif
tingkat tinggi seperti analisis-sintesis-evaluasi, baik secara lisan maupun
tulisan. Siswa juga dibiasakan dengan kemampuan memecahkan masalah
(problem solving), mencoba merumuskan hipotesis, menyusun dan
mengekspresikan gagasannya, dan menarik kesimpulan dari pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kelebihan atau
Keunggulan tes uraian ini antara lain adalah :
a) Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif
tingkat tinggi.
b) Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun
tulisan, dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa.
c) Dapat melatih kemampuan berfikir teratur atau penalaran, yakni
berfikir logis, analitis, dan sistematis.
d) Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem
solving).
e) Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya
sehingga tanpa memakan waktu yang lama, guru dapat secara
langsung melihat proses berfikir siswa.
Di lain pihak kelemahan atau kekurangan yang terdapat dalam tes ini
antara lain adalah :
a) Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungin dapat
menguji semua bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes
objektif yang dapat menanyakan banyak hal melalui jumlah
pertanyaan.
b) Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat
pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya.
c) Tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas,
pemeriksaannya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis
bagi kelas yang jumlah kelas yang relatif besar.
1. Jenis-jenis Tes Uraian
Bentuk tes uraian dibedakan menjadi (a) Uraian bebas (free essay), (b)
Uraian terbatas dan uraian berstruktur. Dalam uraian bebas jawaban siswa tidak
dibatasi, bergantung pada pandangan siswa itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh
isi pertanyaan uraian bebas yang sifatnya umum.
Melihat karakteristiknya, pertanyaan bentuk uraian bebas tepat digunakan
apabila bertujuan untuk:
a. Mengungkapkan pandangan para siswa terhadap suatu masalah
sehingga dapat diketahui luas dan intensitasnya.
b. Mengupas suatu persoalan yang kemungkinan jawabannya
beraneka ragam sehingga tidak ada jawaban satupun yang pasti.
c. Mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan
dari berbagai segi atau dimensinya.
Kelemahan tes ini adalah sukar menilainya karena jawaban siswa bisa
bervariasi, sulit menentukan kriteria penilaian, sangat subyektif karena bergantung
pada guru sebagai penilaiannya .
2. Menyusun Soal Bentuk Uraian.
Agar diperoleh soal-soal bentuk uraian yang dikatakan memandai sebagai
alat penilaian ha sil belajar, hendaknya diperhatikan hal-hal berikut:
a) Segi isi yang diukur.
Segi yang hendak diukur hendaknya ditentukan secara jelas abilitasnya,
misa lnya pemahaman konsep, aplikasi suatu konsep, analisis suatu permasala
han, dan aspek kognitif lainnya. Dengan kejelasan apa yang akan diungkapkan
maka soal atau pertanyaan yang dibuat hendaknya mengungkapkan kemampuan
siswa dalam abilitas tersebut.
Setelah abilitas yang hendak diukur cukup jelas, tetapkan materi yang
ditanyakan. Dalam memilih materi sesuai dengan kurikulumnya atau silabusnya,
pilihlah materi yang esensial sehingga tidak semua materi perlu ditanyakan.
b) Segi bahasa.
Gunakan bahasa yang baik dan benar sehingga mudah diketahui makna
yang terkandung dalam rumusan pertanyaan. Bahasanya sederhana, singkat,
tetapi jelas apa yang ditanyakan. Hindari bahasa yang berbelit-belit,
membingungkan atau mengecoh siswa.
c) Segi teknis penyajian soal.
Hendaknya jangan mengulang-ulang pertanyaan terhadap materi yang
sama sekalipun untuk abilitas yang berbeda sehingga soal atau pertanyaan
yang diajukan lebih kompeherensif dari pada segi lingkup materinya. Perhatikan
waktu yang tersedia untuk mengejakan soal tersebut sehingga soal tidak terlalu
banyak atau terlalu sedikit. Bobot penilaian untuk setiap soal hendaknya
dibedakan menurut tingkat kesulitan soal. Soal-soal yang tergolong sulit
hendaknya di beri bobot yang lebih besar. Tingkat kesulitan soal dilihat dari
sifat materinya dan abilitas yang diukurnya. Abilitas analisis lebih sulit
daripada aplikasi dan pemahaman demikian juga sintesis lebih sulit daripada
analisis. Sedangkan dari aspek materi, konsep lebih sulit diperoleh dari fakta.
d) Segi jawaban.
Setiap pertanyaan yang hendak diajukan sebaiknya telah ditentukan
jawaban yang diharapkan, minimal pokok-pokoknya. Tentukan pula besarnya
skor maksimal untuk setiap soal yang di jawab benar dan skor minimal bila
jawaban dianggap salah atau kurang memadai. Jangan sekali-kali mengajukan
pertanyaan yang jawabannya belum pasti atau guru sendiri tidak tau
jawabannya, atau mengharapkan kebenaran jawaban tersebut diperoleh dari
siswa.
Mengingat sifat tes uraian lebih mengutamakan kekuatan (power test),
bukan kecepatan (speed test), maka maka dalam pelaksanaan tes ini hendaknya
diperhatikan hal-hal berikut:
1) Berilah waktu yang cukup kepada siswa untuk mengerjakan soal-
soal tersebut. Dengan demikian siswa dapat mengungkapkan
jawabannya tanpa terburu-buru.
2) Berikan kemungkinan kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal
siswa yang mudah terlebih dahulu tanpa harus mengikuti urutan
nomor soal.
3) Awasi pengerjaan soal oleh para siswa sehingga meraka bekerja
sendiri tanpa bekerja sama dengan yang lain.
4) Dalam hal tertentu, jika dipandang perlu, berikan soal-soal uraian
yang memperbolehkan siswa membuka buku dan catatan
pelajarannya. Biasanya soal mengungkapkan aplikasi suatu konsep,
pemecahan suatu masalah, menarik suatu generalisasi dapat diberikan
kepada siswadengan memperbolehkan siswa membuka catatan dan
materi pelajaran.
5) Setelah semua siswa selesai mengerjakan soal, ada baiknya guru
menjelaskan jawaban setiap soal sehingga para siswa mengetahuinya
sebagai bahan dan untuk memperkaya pemahaman mereka me
ngenai bahan atau materi pelajaran.
Berdasarkan kaidah penyusunan soal bentuk uraian diatas, maka peneliti
akan mengunakannya sebagai acuan dalam penyusunan untuk lembar uji validasi
pakar/ahli. Aspek-aspek yang akan peneliti gunakan kedalam lembar uji validasi
pakar/ahli terdapat dalam tabel berikut:
Tabel 1: Kisi-kisi Lembar Uji Validasi Pakar/Ahli
No Aspek Kaidah Penulisan Soal Uraian (essay examination)
1. Dari Segi Yang di Ukur
a. Memilih materi yang ditanyakan harus sesuai dengan kurikulumnya dan
silabusnya.
b. Hendaknya ditentukan secara jelas abilitasnya, mengenai pemahaman
konsep.
2. Dari Segi Bahasa
a. Gunakan bahasa yang baik dan benar sehingga mudah diketahui makna
yang terkandung dalam rumusan pertanyaan.
b. Bahasanya sederhana, singkat, tetapi jelas apa yang ditanyakan.
c. Hindari bahasa yang berbelit-belit, membingungkan atau mengecoh
siswa.
3. Dari Segi Teknis Penyajian Soal
a. Perhatikan waktu yang tersedia untuk mengejakan soal tersebut
sehingga soal tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit.
b. Bobot penilaian untuk setiap soal hendaknya dibedakan menurut tingkat
kesulitan soal.
c. Soal-soal yang tergolong sulit hendaknya di beri bobot yang lebih besar.
d. Tingkat kesulitan soal dilihat dari sifat materinya dan abilitas yang
diukurnya..
4. Dari Segi Jawaban
a. Pilihan jawaban tidak mengulang kata/frase yang bukan merupakan satu
kesatuan pengertian.
b. Sebaiknya telah ditentukan jawaban yang di harapkan, minimal pokok
pokoknya.
c. Mentukan pula besarnya skor maksimal untuk setiap soal yang di jawab
benar dan skor minimal bila jawaban dianggap salah atau kurang memadai.
d. Jangan mengajukan pertanyaan yang jawabannya belum pasti atau guru
sendiri tidak tau jawabannya.
D. Kerangka Konseptual
Langkah awal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diharapkan pada
mata pelajaran matematika, guru harus dapat menentukan metoda dan media
yang tepat dan tidak asing bagi siswa. Penentuan metode dan media yang
tepat dalam proses pembelajaran ini akan sangat menentukan berhasil tidaknya
penyampaian materi kepada siswa. Dalam proses pembelajaran guru hendaknya
tidak berprinsip sebagai satu-satunya sumber ilmu tetapi lebih bersifat sebagai
penasihat, fasilitator dan innovator sehingga mengurangi verbalisme siswa
dalam upaya memahami mata pelajaran matematika.
Kondisi siswa yang kurang memiliki motivasi belajar sudah tentu
tidak mampu menghasilkan hasil belajar yang memuaskan. Dalam kaitannya
dengan materi pelajaran matematika, selama ini siswa cenderung tidak memiliki
minat untuk mempelajarinya. Hal ini tidak terlepas dari pemilihan metode
pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam proses
belajar menga jar yang akan berpengaruh pada hasil belajar.
Metode pembelajaran berbasis Joyfull Learning berhubungan erat dengan
pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang dirancang secara menye
nangkan akan menimbulkan motivasi belajar siswa dan terus bertambah. Dengan
demikian efektivitas belajar akan berjalan dengan baik. Siswa yang memiliki
motivasi belajar yang tinggi akan lebih tekun, bersemangat, lebih tahan dan
memiliki ambisi yang lebih tinggi dalam mencapai hasil belajar yang lebih
baik, dibandingkan dengan siswa yang kurang atau tidak memiliki motivasi
belajar. Mereka yang tidak memiliki motivasi belajar akan kelihatan kurang
atau tidak bergairah dalam belajar maupun mengikuti pembelajaran di kelas,
tidak menaruh perhatian terhadap pelajaran yang dipelajari, apatis dan tidak
berpartisipasi aktif dalam belajar.
E. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berfikir tersebut, maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis Joyfull Learning pada mata
pelajaran matematika dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas
IV SDN 24 Sungai Geringging.
Proses Belajar Mengajar
(PBM) rendah
Motivasi dan Hasil Belajar Matematika
rendah
Pelaksanan tindakan dengan
menerapkan metode
pembelajaran berbasis joyfull
Motivasi dan Hasil Belajar
Matematika meningkat
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka jenis
penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah
untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan cara
mengenakan kepada satu atau kelompok eksperimental satu atau lebih
kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih
kelompok kontrol yang tidak dikenalkan kondisi perlakuan.3
Pada penelitian ini kelompok eksperimen diberikan perlakuan berupa
penerapan Model pembelajaran berbasis Joyfull Learning, sedangkan pada
kelompok kontrol dilakukan pembelajaran konvensional. Kedua kelompok
diberikan pengukuran hasil belajar yang sama berupa tes.
B. Rancangan penelitian
Rancangan penelitian ini adalah Randomized Control Only Design.
Dalam rancangan ini sekelompok subjek diambil dari populasi tertentu
dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan
kelompok control. Kelompok eksperimen dikenai variabel perlakuan tertentu
dalam jangka waktu tertentu, lalu kedua kelompok itu dikenai pengukuran
yang sama.4
Tabel 2. Rancangan Penelitian
3 Sumadi Suryabarata, Metodologi Penelitian, (Jakarata: Grafindo, 2004), h. 88
4 Sumadi Suryabarata, Metodologi Penelitian …, h. 105
Kelas Perlakuan Tes Akhir
Eksperimen X T
Kontrol - T
Keterangan:
X = Penerapan model pembelajaran berbasis Joyfull Learning
T = Test akhir yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Berdasarkan pengertian
populasi tersebut maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas IV SDN 24 Sungai Geringging yang dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 3: Jumlah Siswa Kelas IV SDN 24 Sungai Geringging Tahun
Pelajaran 2013/ 2014.
Sumber : Guru matematika kelas IV SDN 24 Sungai Geringging
2. Sampel
Sampel
adalah bagian yang
diambil dari populasi
dengan menggunakan
cara-cara tertentu dimana tujuannya untuk diteliti untuk memperoleh data
yang diperlukan. Sampel yang dipilih dalam penelitian haruslah
menggambarkan keseluruhan karakteristik dari suatu populasi. Sesuai dengan
Kelas Jumlah Siswa
IV1 30
IV2 31
IV3 32
JUMLAH 93
masalah yang diteliti, maka dibutuhkan dua kelas sebagai sampel yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Penentuan sampel dalam penelitian ini
dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data ujian MID semester I matematika kelas IV SDN
24 Sungai Geringging tahun pelajaran 2013/2014, kemudian dihitung
rata-rata dan simpangan bakunya.
b. Melakukan uji normalitas yang bertujuan untuk mengetahui apakah
data berdistribusi normal atau tidak. Hipotesis yang diajukan adalah:
Ho = Data populasi berdistribusi normal
H1 = Data populasi berdistribusi tidak normal
Untuk melihat sampel berdistribusi normal, digunakan uji liliefort
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Data X1, X2, X3,…, Xn diperoleh dan disusun dari data yang
terkecil sampai yang terbesar.
2) Mencari skor skor baku dari skor mentah dengan menggunakan
rumus sebagai berikut: Zi = X i− X⃛
S
Dimana:
S = Simpangan baku
Xi = Skor dari tiap soal
X = Skor rata-rata
3) Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian
dihitung peluang F (Zi) = P (P ≤ Zi)
4) Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih baku atau sama
Zi yang dinyatakan dengan S(Zi) dengan menggunakan rumus :
S(Zi) = Banyaknya Z1 , Z2 ,…, Zn yang≤ Z i
n
5) Menghitung selisih F (Zi) - S(Zi), kemudian ditentukan nilai
mutlaknya
6) Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlak selisih itu
diberi symbol Lo. Lo = maks |(Z i)−S (Z i)|
7) Bandingkan nilai Lo yang diperoleh dengan nilai Lo yang ada pada
table. Pada taraf 0,05 jika Lo ≤ Ltabel maka Hoditerima. Dari hasil
analisis data pada taraf nyata α = 0,05 terlihat bahwa Lo ¿Ltabel
maka Ho diterima. Berarti data tersebut berasal dari populasi
berdistribusi normal.5
c. Melakukan uji homogenitas varians dengan menggunakan uji Barlet.
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah populasi mempunyai populasi
yang homogen atau tidak.
Hipotesis yang diajukan yaitu:
H0 = Populasi mempunyai varians yang sama
H1 = populasi mempunyai varians yang tidak sama.
Untuk menentukan uji homogenitas ini dilakukan dengan beberapa
langkah sebagai berikut:
1) Hitung k buah ragam contoh S1, S2, …, Sk dari contoh-contoh
berukuran n1, n2, …, nk dengan N = ∑i=1
k
ni
5 Sudjana, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), h.466
2) Gabungan semua ragam contoh sehingga menghasilkan dugaan
gabungan:
Sp2 = ∑i=1
k
(n¿¿ i –1)si2
H−k¿
3) Dari dugaan gabungan tentukan nilai peubah acak yang
mempunyai nilai sebaran Bartlett:
b = |(S1
2 )n1−1. (S2
2)n2−1… (Sk
2 )nk−1| 1N−k
S p2
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
Jika b≥bk (a;n) berarti homogen
Jika b bk (a;n) berarti tidak homogen.6
d. Variabel dan data melakukan uji kesamaan rata-rata dengan
menggunakan analisis variansi. Uji ini menggunakan teknik anava
satu arah dengan langkah sebagai berikut:
Langkah-langkah untuk melihat kesamaan rata-rata populasi yaitu:
1) Tuliskan hipotesis statistik yang diajukan
H0 : μ1 = μ2
H1 sekurang-kuragnya dua rata-rata yang tidak sama
2) Tentukan taraf nyatanya (α)
3) Tentukan wilayah kritiknya dengan menggunaka rumus:
f > fα[k-1, N –k]
6 Ronal, E. Walpole, Pengantar Statistiaka, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1993), h.391
4) Tentukan perhitungan melalui tabel:
Tabel 4. Data Hasil Belajar Siswa Kelas Populasi
Populasi
1 2 3 K
X11
X12
…
X1n
X21
X22
…
X2n
X31
X32
…
X3n
Xk1
Xk2
…
Xkn
TotalT1 T2 T3 Tk T…
Nilai
tengah
X1 X2 X3 X k X…
Perhitungan dengan menggunakan rumus:
Jumlah Kuadrat Total (JKT) = ∑i=1
k
∑j=1
k
∑i , j
2 −T 2
N
Jumlah Kuadrat untuk nilai tengah Kolom
(JKK) = ∑i=1
k T i2
N−¿
T …2
N¿
Jumlah Kuadrat Galat (JKG) = JKT- JKK
Masukkan data hasil perhitungan ke dalam table berikut :
Tabel 5. Analisis Ragam Bagi Data Hasil Belajar Siswa Kelas
Populasi
Sumber
Keragaman
Jumlah
Kuadrat
Derajat
Bebas
Kuadrat
Tengah
fhitung
Nilai tengah
kolom
JKK k-1S1
2=JKKk−1
S12
S22
Galat JKG N - k S22 =
JKGN−K
Total JKT N - 1
5) Keputusannya:
Diterima H0 jika f < fα(k – 1), (N – K)
Tolak H0 jika f > fα(k – 1), (N – K)7
e. Mengambil dua kelas secara acak, kelas yang terambil pertama adalah
kelas eksperimen dan kelas yang kedua sebagai kelas kontrol.
D. Variabel dan Data
1. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan
penelitian.8 Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini maka yang
menjadi variabel adalah :
7 Ronal, E. Walpole, Pengantar…, h.383
8 Sumadi . . ., h, 25
a) Variabel bebas yaitu variabel yang berpengaruh terhadap variabel lain.
Variabel bebas dalam penelitian ini model pembelajaran berbasis Joyfull
Learning
b) Variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi dan hasil belajar
matematika siswa dari kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data
primer dan data sekunder:
1) Data primer adalah data aktivitas siswa, data angket respon
siswa, dan hasil belajar matematika siswa kelas sampel.
2) Data sekunder adalah data nilai ujian mid semester I mata
pelajaran Matematika Kelas IV SDN 24 Sungai Geringging
Tahun Pelajaran 2013/2014 dan jumlah siswanya. Data
sekunder ini diperoleh dari guru matematika kelas IV SDN 24
Sungai Geringging
b. Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah:
1) Data primer bersumber dari kelas sampel.
2) Data sekunder bersumber dari guru Matematika SDN 24 Sungai
Geringging.
A. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Sebelum penelitian dilaksanakan peneliti mempersiapkan segala
sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian yaitu sebagai
berikut :
a. Menetapkan jadwal kegiatan, jadwal penelitian disusun setelah peneliti
mendapatkan informasi tentang waktu pengajaran.
b. Menentukan materi pelajaran.
c. Membuat rencana pelaksanaan pengajaran sebagai pedoman dalam
proses pengajaran, dan membuat RPP.
d. Mempersiapkan lembar observasi.
e. Membuat kisi-kisi soal, angket motivasi dan menyusun test akhir.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Kelas Eksperimen
Langkah-langkah Pembelajaran pada model berbasis Joyfull Learning Pada
Kelas Eksperimen
- Ke giatan Awal ( 5 Menit)
a. Berdoa, salam pembuka, presensi
b. Persiapan alat peraga dan pengecekan sarana prasarana alat tulis siswa.
c. Menyampaikan tujuan pembelajaran.
d. Apersepsi dan motivasi
Menyanyikan lagu “Bangun Ruang” dengan nada lagu “Bangun Tidur”
Bangun Ruang Dimana-mana
Ada kubus dan ada balok
Ada tabung dan ada Kerucut
Ada prisma dan ada Bola
Guru bertanya kepada siswa:”Berdasarkan lagu yang sudah dinyanyikan
apa yang akan dipelajari? Tentang apa yang akan dipelajari?
- Ke giatan Inti ( 50 Menit)
a. Siswa dibagi menjadi 6 kelompok yang mana nama setiap
kelompoknya adalah dari nama-nama buah-buahan.
b. Siswa dalam kelompok akan bersaing dengan kelompok lain
menjawab kuis yang diberikan oleh guru.
c. Siswa menjawab kuis yang berhubungan dengan sifat-sifat bangun
ruang kubus dan balok. (eksplorasi)
d. Wakil kelompok menuliskan jawaban kuis di papan tulis.
(elaborasi).
b. Kelas kontrol
Tabel 6: Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Pada Kelas
Kontrol adalah seperti tabel berikut:
Kegiatan
Perkiraan aktivitas Keterangan
Waktu
Guru Siswa
Pendahuluan Apersepsi
1. Guru mengabsensi
siswa
2. Guru
menyampaikan
judul dan tujuan
pembelajaran
Siswa
mendengarkan
guru
± 10menit
Kegiatan inti Guru menjelaskan
materi pelajaran dengan
pembelajaran biasa
sesuai dengan RPP
Siswa
mendengarkan
penjelasan guru
± 20menit
Guru memberikan
kesempatan pada siswa
untuk bertanya terhadap
materi yang tidak
dimengerti
Siswa bertanya
kepada guru
tentang soal
yang belum
dipahami
± 20menit
Guru memberikan soal-
soal latihan untuk
mengetahui sejauh
mana pemahaman
siswa terhadap materi
yang baru dipelajari
Siswa
mengerjakan
soal latihan yang
diberikan oleh
guru
± 20menit
Penutup 1. Guru membimbing
siswa untuk
Siswa mencatat
menyimpulkan
materi yang telah
dipelajari
2. Guru memberikan
pekerjaan rumah
kesimpulan
Siswa
mendengarkan
guru
± 10 menit
3. Tahap Penyelesaian
Mengadakan tes untuk melihat hasil belajar siswa setelah selesai
memberikan materi disaat penelitian berlangsung. Tes diberikan pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
B. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data
penelitian. Instrumen yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Lembar Observasi motivasi siswa
Lembar observasi yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana
motivasi siswa belajar matematika dengan model pembelajaran berbasis
Joyfull Learning adalah dengan membuat tanda ceklis () pada angket
yang di bagikan.
Angket yang digunakan disini merupakan angket tertutup, artinya
angket yang pengisianya memberikan centang atau menyilang dari
beberapa item yang telah ditentukan oleh peneliti. Angket motivasi
belajar ini dibuat dengan memperhatikan beberapa indikator. Supriono
mengemukakan beberapa indikator dalam pembuatan angket motivasi
belajar adalah : (1) perhatian (attention), (2) keterkaitan (relevance),
(3) kepuasan (satistaction), dan (4) keya kinan (confidence).
Tabel 7: Kisi – Kisi Angket Motivasi
No Aspek Indikator Item Jumlah
I Perhatian a. Siswa
memperhatikan
proses
pembelajaran
b. Siswa tidak
melakukan
kegiatan di luar
pembelajaran
6, 16, 19, 22 4
II Ket ertarikan a. Siswa tertarik
pada penggunaan
metode joyfull
learning
pendekatan kuis
dalam
pembelajaran
10,11,12, 2, 9,
10, 14, 21, 13
5
III Kepuasan a. Siswa ingin
melakukan
20, 25 8, 17,
19,21,24, 7,
6
pembelajaran
dengan metode
yang sama, yaitu
metode joyfull
learning dengan
pendekatan kuis
b. Siswa merasa
hasil yang dicapai
dengan
menggunakan
metode joyfulll
earning
pendekatan kuis
ini maksimal
12, 13, 24
IV Keyakinan a. Siswa merasa
lebih mudah
belajar dengan
mengguanakan
metode Joyfull
Learning dengan
pendekatan kuis
1, 3, 4, 5, 23
5
Jumlah 20
2. Tes Hasil Belajar
Tes yang akan diberikan adalah tes berbentuk essay. Karena tes
essay dapat mendorong siswa untuk mengorganisasikan dan
mengintegrasikan ide-idenya sendiri. Dalam penyusunan tes tersebut,
penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mempelajari kurikulum
b. Membuat kisi-kisi soal
Kisi-kisi soal tes disusun dalam bentuk tabel yang memuat tentang
kompetensi dasar yang ingin dicapai, indikator, rincian materi yang
akan diujikan. Kisi-kisi soal disusun agar mempermudah dalam
pembuatan soal.
c. Menyusun tes sesuai dengan kisi-kisi soal yang telah dibuat.
Dalam menyusun item tes, ada beberapa hal yang akan dilakukan,
yaitu:
1) Mempelajari dan memahami materi yang akan diujikan.
2) Mengkonsultasikan kepada guru yang bersangkutan mengenai
karakteristik siswa yang akan menjadi testee.
3) Mempelajari dan memahami tekhnik pembuatan soal essay dan
membahasakan gagasan soal yang telah dirancang sesuai dengan
kisi-kisi soal.
4) Membuat kuci jawaban
d. Melakukan validasi tes
Validasi tes yang akan digunakan adalah validitas isi yaitu validitas
tes yang mempersoalkan apakah isi butir tes yang diujikan itu
mencerminkan isi kurikulum yang seharusnya diukur atau tidak.9 Jadi,
untuk memvalidasi soal tes tersebut, peneliti akan meminta bantuan
kepada guru mata pelajaran dan dosen.
e. Uji coba tes.
f. Analisis butir soal tes
Analisis ini dilakukan untuk melihat dan mengidentifikasi soal-soal
yang baik, kurang baik dan soal yang tidak sama sekali. Hal-hal yang
dilakukan dalam menganalisis butir soal:
1) Validitas Tes
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
kevalidan suatu instrument. Instrument dikatakan valid jika mampu
mengukur apa yang diinginkan melalui data dan variabel yang
diteliti secara sadar.10
Untuk menentukan validitas tes essay dapat digunakan korelasi
product moment yaitu:
r xy=N ∑ XY −(∑ X )(∑Y )
√ {N ∑ X 2−(∑ X )2} {N ∑Y 2−(∑ Y )2}Keterangan
r xy = koofesien korelasi antara variabel X dan variabel Y
N = Jumlah testee
9 M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Grafindo, 1996), h.111
10 Suharsimi Arikunto, Dasar –Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 1999),h.79
∑ XY = jumlah perkalian antara skor item dan skor total
∑ X = jumlah skor item
∑Y = jumlah skor total
Koefesien korelasi selalu terdapat antar -1,00 sampai +1,00.
Kriteria yang digunakan untuk validitas yaitu:
Antara 0,800 sampai dengan 1,00: sangat tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800: tinggi
Antara 0,400 sampai dengan 0,600: cukup
Antara 0,200 sampai dengan 0,400: rendah
Antara 0,000 sampai dengan 0,200: sangat rendah11
2) Reliabilitas Tes
Untuk menentukan reliabilitas soal digunakan rumus:
r11 = [ nn−1 ][1−∑ S i
2
St2 ]
dengan :
r11 = koefisien reliabilitas tes
n = banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes
∑ S i2 = jumlah varian skor daritiap item
St2 = varian total
Klasifikasi reliabilitas menurut Slamet Santoso adalah :
0,80 ≤ r11 ≤ 1,00 reliabilitas sangat tinggi
0,60 ≤ r11 ≤ 0,79 reliabilitas tinggi
11 M. Chabib Thoha, Teknik … h.115
0,40 ≤ r11 ≤ 0,59 reliabilitas sedang
0,20 ≤ r11 ≤ 0,39 reliabilitas rendah
0,00 ≤ r11 ≤ 0,19 reliabilitas sangat rendah12
3) Indeks Analisis Tingkat Kesukaran (IK)
Indeks kesukaran digunakan untuk melihat apakah soal
tersebut mudah, sedang atau sukar. Soal yang baik adalah soal
yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.
Cara menentukan indeks kesukaran butir soal digunakan
rumus:
Ik = Dt+Dr
2 mn x 100%
Keterangan:
Ik = indeks kesukaran tes
Dt= banyaknya jawaban salah yang dibuat oleh kelompok tertinggi
Dr = banyaknya jawaban salah yang dibuat oleh kelompok rendah
m = skor setiap soal jika benar
n = 27% dari peserta tes
Adapun kriteria tingkat kesukaran adalah:
Ik < 27% = sukar
27% ≤ Ik ≤ 73% = sedang
12 Pratiknyo Prawinonegoro, Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Studi Matemaika, (Jakarta: Dirjen Dikti P21.PTK,1985), h.4
73% < Ik = mudah.13
4) Indeks Daya Pembeda (IP)
Daya pembeda soal adalah kemempuan suatusoal untuk
membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan
siswa yang berkemampuan rendah.
Untuk menentukan daya pembeda soal, digunakan rumus :
Ip =
M t−M r
√∑ X t2+∑ X r
2
n(n−1)
Dimana:
Ip = indeks pembeda soal
Mt = rata-rata skor dari kelompok tertinggi
Mr = rata-rata skor dari kelompok rendah
∑ X t2 = jumlah kuadrat deviasi dari kelompok tertinggi
∑ X r2 = jumlah kuadrat deviasi dari kelompok rendah
n = 27% dari pengikut tes
Adapun criteria tingkat pembeda soal berdasarkan indeks
pembeda adalah:
0,4 – 1 = baik sekali
13 Pratikyo Prawinonegoro, Evaluasi …, h.11
0,3 – 0,39 = baik
0,2 – 0,29 = sedang
0 – 0,19 = jelek14
5) Klasifikasi soal
Setelah soal dianalisis, soal dapat diklasifikasikan menjadi soal
yang dapat dipakai, diperbaiki, atau diganti.
Klasifikasi soal sebagai berikut:
1. Soal dipakai jika I p signifikan dan 0% < I k ≤ 100%
2. Soal diperbaiki jika:
I p signifikan dan I k = 0% atau I k = 100%
I p tidak signifikan dan 0% < I k ≤ 100%
Soal diganti jika I p tidak signifikan dan I k = 0% atau I k = 100%15
C. Teknik Analisis Data
1. Analisis Hasil Observasi
Data aktifitas yang diperoleh melalui lembar observasi menurut
Anas Sudijono dianalisis dengan menggunakan rumus persentase, yaitu:
P = FN
x 100%
Keterangan:
P = Persentase aktifitas
F = Frekuensi aktifitas yang dilakukan
N = Jumlah siswa
14 Pratiknyo, Evaluasi …, h.11
15 Pratiknyo, Evaluasi …, h.16
Kriteria penilaian aktifitas dalam proses pembelajaran adalah
sebagai berikut:
a. Jika persentase penilaian aktifitas adalah 1% - 25% maka aktifitas
tergolong sedikit tinggi.
b. Jika persentase penilaian aktifitas adalah 26% - 50% maka aktifitas
tergolong sedikit.
c. Jika persentase penilaian aktifitas adalah 51% - 75% maka aktifitas
tergolong banyak.
d. Jika persentase penilaian aktifitas adalah 76% - 100% maka aktifitas
tergolong banyak sekali.16
Persentase aktifitas belajar ini dipantau setiap kali pertemuan,
sehingga dapat diketahui bagaimana perkembangan aktifitas siswa dalam
model pembelajaran kooperatif tipe CORE.
2. Tes Hasil Belajar
a. Uji Normalitas
Melakukan uji normalitas sampel terhadap nilai tes akhir matematika
siswa kelas VIII yang bertujuan untuk mengetahui apakah sampel
tersebut berdistribusi normal atau tidak.
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 = Sampel berdistribusi normal
H1 = Sampel berdistribusi tidak normal
Untuk melihat sampel berdistribusi normal, digunakan uji Liliefort
16 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan ,(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2005), h.43
b. Uji Homogenitas Variansi
Menguji homogenitas variansi jika telah didapatkan dua proporsi
normal. Dalam hal ini akan diuji H0 : σ 1 dan σ 2 adalah simpangan baku
dari masing-masing kelompok sampel. Rumus yang digunakan untuk
mengujihipotesis menurut Sudjana adalah:17
F = S2
1
S22
Keterangan :
F = Perbandingan antara variansi terbesar dan variansi terkecil
S21 = Variansi terbesar
S22 = Variansi terkecil
Kriteria pengujian adalah terima hipotesis H0 jika :
F(1−
12
α, n1−1 ,n2−1)< F < F 12
α ( n1−1 , n2−1)
dimana
F(1−
12
α)(n1−1 ;n2−1)= 1
F 12
á (n1−1 , n2−1)
c. Uji Hipotesis
Setelah melakukan uji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya
dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis bertujuan untuk melihat perbandingan
hasil belajar kedua kelas sampel. Dengan hipotesis yaitu:
17 Sudjana…, h.249
H0 : μ1 = μ2 : Hasil belajar matematika siswa yang diajar menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe CORE sama dengan
hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran
konvensional.
H1 : μ1 > μ2 : Hasil belajar matematika siswa yang diajar menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe CORE lebih baik
dari hasil belajar siswa yang mengikuti model
pembelajaran konvensional.
Dimana: μ1 adalah hasil belajar kelas eksperimen μ2 adalah hasil belajar
kelompok kontrol.
Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas ada beberapa rumus untuk
menguji hipotesis yaitu :
1) Apabila data berdistribusi normal dan mempunyai variansi homogen
maka uji statistik yang digunakan adalah dengan rumus:
t =
X1−X2
S √ 1n1
+ 1n2
dengan S2 = (n1−1 ) S1
2+(n2−1)S22
n1+n2−2
Dimana: X1= Nilai rata-rata kelas eksperimen
X2 = Nilai rata-rata kelas kontrol
S12 = Variansi hasil belajar kelas eksperimen
S22 = Variansi hasil belajar kelas kontrol
S = Simpangan baku
n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen
n2 = Jumlah siswa kelas kontrol
Kriteria pengujiannya:
Terima H0 jika −t1−1
2α < t < t 1−1
2α dengan dk = n1 + n2 – 2 selain itu H0
ditolak.18
2) Jika sampel berdistribusi normal dan kedua kelompok sampel tidak
mempunyai variansi homogen, maka uji statistic yang digunakan
adalah:
t’ =
X1−X2
√ S21
n1
+S2
2
n2
Kriteria pengujiannya adalah:
Tolak hipotesis H0 jika t’ ≥ w1 t1+w2t 2
w1+w2 dan
Terima H0 jika t’ < w1 t1+w2t 2
w1+w2
Dengan:
wt = S1
2
n1
wt = S2
2
n2
t 1=t(1−
12
a) (n1−1 )t 2=t
(1−12
a) (n2−1 )
18 Sudjana…, h.239
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Sofan dan Lif Khoiru Ahmadi . Konstruksi Pengembangan Pembelajaran .
Jakarta: Prestasi Pustaka. 2012
Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2009
Arikunto, Suharsimi. Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
2007
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. 2006
Hamalik, Oemar. Kurikulum dan pembelajaran.Jakarta:Bumi Aksara .2008
Hamdani. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia. 2011
Handoko, Martin. 1992. Motivasi Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta:
karnisius.
M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Grafindo, 1996), h.111
Ronal, E. Walpole. 1993 Pengantar Statistiaka. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta: Raja Grafindo
Persada. 2011
Silberman, Melvin. Active learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Jakarta:
Insan Madani. 2010
Sudjana. Metode Statistik. Bandung: PT. Tarsito. 2002
Suherman, Erman. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:
JICA. 2001
Usman, Husaini. Pengantar Statistika.Jakarta:PT Garmedia Persada. 1993
Wahyuni, sri. 2011. Peningkatan motivasi belajar matematika melalui metode
pembelajaran berbasis joyfull learning pada siswa kelas V SD N K
Kloco 2 Surakarta tahun ajaran 2010/2011. Skripsi: surakarta:
program studi S1 PGSD FKIP-UMS
Prawinonegoro, Pratiknyo. 1985. Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang
Studi Matemaika. Jakarta: Dirjen Dikti P21.PTK,
Recommended