View
4.476
Download
27
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI
PERCOBAAN III
”PROTEIN SEL TUNGGAL”
OLEH:
NAMA : SUMARLIN
NIM : F1C1 07 028
KELOMPOK : II
ASISTEN : LM. RAMADHAN
LABORATORIUM KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2010
PROTEIN SEL TUNGGAL
A. Tujuan Percobaan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah menghitung kadar protein dari protein
sel tunggal hasil produksi kulit ubi kayu dan kadar protein dari kulit ubi kayu.
B. Landasan Teori
Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu nomor 5 terbesar di dunia. Dan
setiap tahun produksi ubi kayu semakin meningkat rata – rata 3 % dan meningkatnya
produksi ubi kayu tidak diimbangi dengan pengolahan limbah dari ubi kayu yaitu
kulitnya. Umbi kayu terdiri 15 – 20 % adalah kulitnya, Sehingga 1/5 sendiri limbah kulit
ubi kayu yang dihasilkan dari pemanfaatan ubi kayu. Selama ini industri tepung tapioka,
industri snack yang menggunakan bahan dasar ubi kayu dan industri yang lain yang
memakai bahan dasar ubi kayu hanya memakai ubi kayu nya sedangkan kulitnya di
buang, sehingga dapat mencemari lingkungan (Puspitasari dkk., 2009).
Limbah kulit umbi ubi kayu dapat digunakan sebagai bahan dasar potensial
untuk proses biokonversi oleh mikroba, yaitu dengan memanfaatkannya sebagai substrat
pertumbuhan mikroba untuk memproduksi protein sel tunggal melalui proses fermentasi.
Proses fermentasi menggunakan substrat kulit umbi ubi kayu merupakan proses
fermentasi padat (Solid State Fermentation / SSF).Pertumbuhan mikroba memegang
peranan penting dalam keberhasilan proses SSF ini. Pertumbuhan mikroba dipengaruhi
oleh kandungan nutrien substrat, antara lain sumber karbon dan nitrogen, unsur makro
dan mikro, rasio C/N, serta kadar air. Mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi
padat dapat menghasilkan enzim yang akan mendegradasi senyawa-senyawa kompleks
menjadi lebih sederhana dan mensintesis protein yang merupakan proses pengkayaan
protein bahan (Busairi dkk., 2009).
Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk
mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam
organik, protein sel tunggal, antibiotika dan biopolimer. Fermentasi merupakan proses
yang relatif murah yang pada hakekatnya telah lama dilakukan oleh nenek moyang kita
secara tradisional dengan produk-produknya yang sudah biasa dimakan orang sampai
sekarang, seperti tempe, oncom, tape, dan lain-lain. Proses fermentasi dengan teknologi
yang sesuai dapat menghasilkan produk protein. Protein mikroba sebagai sumber pangan
untuk manusia mulai dikembangkan pada awal tahun 1900. Protein mikroba ini
kemudian dikenal dengan sebutan Single Cell Protein (SCP) atau Protein Sel Tunggal.
Menurut Tannembaum (1971), Protein Sel Tunggal adalah istilah yang digunakan untuk
protein kasar atau murni yang berasal dari mikroorganisme, seperti bakteri, khamir,
kapang, ganggang dan protozoa. Sebenarnya ada dua istilah yang digunakan untuk
produk mikroba ini, yaitu PST (Protein Sel Tunggal) dan Microbial Biomass Product
(MBP) atau Produk Biomassa Mikrobial (PBM). Bila mikroba yang digunakan tetap
berada dan bercampur dengan masa substratnya maka seluruhnya dinamakan PBM. Bila
mikrobanya dipisahkan dari substratnya maka hasil panennya merupakan PST.
Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur
terendam sub merged. Kultur permukaan yang menggunakan substrat padat atau semi
padat banyak digunakan untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan enzim.
Fermentasi media padat ini sering disebut proses ‘koji’, misalnya proses koji untuk
memproduksi enzim yang dibutuhkan dalam pembuatan shoyu (kecap kedelai), miso,
sake, asam-asam organik dan sebagainya. Fermentasi padat dengan substrat kulit umbi
ubi kayu dilakukan untuk meningkatkan kandungan protein dan mengurangi masalah
limbah pertanian. Produk fermentasi selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan atau
suplemen produk pangan atau pakan.
Ragi adalah suatu inokulum atau starter untuk melakukan fermentasi dalam
pembuatan produk tertentu. Ragi ini dibuat dari tepung beras, yang dijadikan adonan
ditambah ramuan-ramuan tertentu dan dicetak menyerupai kue-kue kecil dengan
diameter ± 2 – 3 cm, digunakan untuk membuat arak, tape ketan, tape ketela (peuyeum),
dan brem di Indonesia. Secara tradisional bahan-bahan seperti laos, bawang putih, tebu
kuning atau gula pasir, ubi kayu, jeruk nipis dicampur dengan tepung beras, lalu
ditambah sedikit air sampai terbentuk adonan. Adonan ini kemudian didiamkan dalam
suhu kamar selama 3 hari dalam keadaan terbuka, sehingga ditumbuhi khamir dan
kapang secara alami. Setelah itu adonan yang telah ditumbuhi mikroba diperas untuk
mengurangi airnya, dan dibuat bulatan-bulatan lalu dikeringkan (Juli dkk., 2001).
Proses fermentasi dapat meningkatkan kandungan energi dan protein,
menurunkan kandungan sianida dan kandungan serat kasar, serta meningkatkan daya
cerna bahan makanan berkualitas rendah. Mikroba yang digunakan dalam proses
fermentasi dapat menghasilkan enzim yang akan mendegradasi senyawa-senyawa
kompleks menjadi lebih sederhana dan mensintesis protein yang merupakan proses
pengkayaan protein bahan (Darmawan, 2006).
Protein Sel Tunggal bakteri atau fungi sebagai produk bernutrisi merupakan
salah satu cara pemanfaatan langsung limbah lignoselulosa. Protein sel tunggal adalah
istilah yang digunakan untuk protein kasar atau murni yang berasal dari mikroorganisme
bersel satu atau bersel banyak yang sederhana, seperti bakteri, khamir, jamur, ganggang
dan protozoa. Produk PST dapat digunakan baik untuk pangan maupun makanan ternak
(Judoamidjojo, dkk.., 1993:243).
Ada tiga faktor utama yang sangat mempengaruhi pembuatan protein sel tunggal
yaitu konsentrasi substrat, umur inokulan dan proses fermentasi. Produksi protein sel
tunggal hingga kini menggunakan mikroorgansime seperti kapang, khamir, alga dan
bakteri yang ditumbuhkan pada media tertentu (Gandjar, 1989).
Kandungan protein bahan ditentukan dengan menghitung kadar nitrogen total
dalam bahan melalui cara Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 2 g dan dimasukkan ke
dalam labu Kjeldahl. Kemudian ke dalam labu tersebut ditambahkan 1,15 g
CuSO4.5H2O dan 5 g Na2SO4 yang telah bercampur rata. Selanjutnya ditambahkan 20 ml
H2SO4 pekat, dan didestruksi sampai cairan berwarna hijau. Setelah labu Kjeldahl dan
cairannya menjadi dingin, cairan dimasukkan ke dalam labu destilasi. Corong destilator
diisi larutan NaOH 45 % (b/v), dan destilator dipanaskan sampai semua ammonia
menguap yang ditandai dengan perubahan warna cairan dalam labu destilator menjadi
coklat kehitaman. Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml HCl standar
dan indikator fenolftalin beberapa tetes. Kelebihan HCl dalam destilat dititrasi dengan
larutan NaOH standar sampai warna merah berubah menjadi kuning. Selanjutnya kadar
protein dihitung dalam persen sebagai berikut :
(Juli dkk., 2001)
C. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah :
1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini diantaranya adalah erlenmeyer
250 ml dan 500 ml, timbangan analitik, lampu bunsen, jarum inokulasi, autoklaf,
enkas, buret 50 ml, alat destilasi, labu kjehdal, gelas ukur 100 ml, buret 50 ml, pipet
ukur 25 ml, pipet tetes, filler, satif dan klem.
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu kulit ubi kayu, ragi
roti (dihaluskan), H2SO4 pekat, CuSO4. 5H2O, Na2SO4, NaOH 45% (b/v), HCl 0,1 N,
indikator fenolftalin, dan NaOH 0,1 N.
D. Prosedur Kerja
1. Penyiapan Substrat
2. Proses Fermentasi
Kulit ubi kayu
DibersihkanDicuciDirajangDilakukan analisis kandungan
protein
PST hasil fermentasi
Kulit ubi kayu yang telah dirajang
Ditimbang sebanyak 100 gramDimasukkan dalam Erlenmeyer dan
disterilkanDiinokulasi dengan 0,5 gram ragi
roti yang telah dihaluskanDifermentasi secara anaerob selama
7 hari
Kadar protein = 0,2931%
3. Analis Kandungan Protein
Protein sel tunggal
Ditimbang sebanyak 2 gramDimasukkan dalam labu kjehldalKedalam labu ditambahkan 1,15 g
CuSO4.5H2O dan 5 g Na2SO4 yang telah bercampur rata
Ditambahkan 20 mL H2SO4 pekatDidestruksi sampai cairan berwarna hijau DidinginkanDimasukkan dalam labu destilasiMelalui dinding labu dimasukkan perlahan-
lahan NaOH 45%DidestilasiDestilat ditampung dalam erlenmeyer yang
berisi 10 mL HCl dan beberapa tetes indikator PP
Kelebihan HCl dititrasi dengan larutan NaOH
Dihitung kadar proteinDilakukan pula untuk blanko
Kadar protein = 0,4375%
E. Hasil Pengamatan
Penentuan Kadar Protein
Dik : Volume NaOH blanko = 0,567 mL
Volume NaOH sampel (PST) = 0,467 mL
Volume NaOH sampel (ubi kayu) = 0,5 mL
M NaOH = 0,01 M
Berat sampel = 200 mg
Berat Ubi kayu = 200 mg
Peny :
Kadar pretein Ubi kayu
% protein = 0,2931%
Kadar pretein PST
% protein = 0,4375%
F. Pembahasan
Limbah kulit umbi ubi kayu dapat digunakan sebagai bahan dasar potensial
untuk proses biokonversi oleh mikroba, yaitu dengan memanfaatkannya sebagai substrat
pertumbuhan mikroba untuk memproduksi protein sel tunggal melalui proses fermentasi.
Proses fermentasi menggunakan substrat kulit umbi ubi kayu merupakan proses
fermentasi padat (Solid State Fermentation / SSF). Pertumbuhan mikroba memegang
peranan penting dalam keberhasilan proses SSF ini. Pertumbuhan mikroba dipengaruhi
oleh kandungan nutrien substrat, antara lain sumber karbon dan nitrogen, unsur makro
dan mikro, rasio C/N, serta kadar air. Mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi
padat dapat menghasilkan enzim yang akan mendegradasi senyawa-senyawa kompleks
menjadi lebih sederhana dan mensintesis protein yang merupakan proses pengkayaan
protein bahan.
Protein Sel Tunggal adalah istilah yang digunakan untuk protein kasar atau
murni yang berasal dari mikroorganisme, seperti bakteri, khamir, kapang, ganggang dan
protozoa. Sebenarnya ada dua istilah yang digunakan untuk produk mikroba ini, yaitu
PST (Protein Sel Tunggal) dan Microbial Biomass Product (MBP) atau Produk
Biomassa Mikrobial (PBM). Bila mikroba yang digunakan tetap berada dan bercampur
dengan masa substratnya maka seluruhnya dinamakan PBM. Bila mikrobanya
dipisahkan dari substratnya maka hasil panennya merupakan PST. Di samping sebagai
sumber protein, PST juga sebagai sumber vitamin, mineral dan asam-asam amino
terutama lisin. Kandungan lisin pada PST umumnya memadai dibandingkan protein dari
tanaman, sehingga PST dapat digunakan untuk melengkapi kekurangan lisin makanan
lain.
Pada percobaan ini, proses pembuatan Protein Sel Tunggal (PST) dilakukan
dengan menggunakan mikroba khamir dari ragi roti dan sebagai substrat untuk
menumbuhkan mikroorganisme serta memproduksi protein sel tunggal digunakan kulit
umbi ubi kayu. Ragi adalah suatu inokulum atau starter untuk melakukan fermentasi
dalam pembuatan produk tertentu
Dalam pengerjaannya kulit umbi ubi kayu ini dipotong kecil-kecil kemudian
dimasukkan dalam wadah dan disterilisasi menggunakan autoklaf. Setelah proses
sterilisasi wadah didiginkan dan diinokulasikan ragi roti ke dalam wadah tersebut dan
diinkubasi selama 7 hari. Pada masa inkubasi inilah terjadi fermentasi. Fermentasi
mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku
menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti protein sel tunggal.
Hasil fermentasi dari substrat sebenarnya dikenal dengan dua istilah yang
digunakan untuk produk mikroba ini, yaitu PST (Protein Sel Tunggal) dan Microbial
Biomass Product (MBP) atau Produk Biomassa Mikrobial (PBM). Bila mikroba yang
digunakan tetap berada dan bercampur dengan masa substratnya maka seluruhnya
dinamakan PBM. Bila mikrobanya dipisahkan dari substratnya maka hasil panennya
merupakan PST. Dalam percobaan ini substrat hasil fermentasi yang akan ditentukan
kadar proteinnya termasuk dalam jenis PST karena telah dilakukannya pemisahan
mikroba dari substratnya.
Untuk menentukan kadar protein dalam PST ini digunakan metode kjeldhal.
Sebagai pembanding dibuat 3 sampel amatan yakni blanko (campuran larutan tanpa
sampel substrat), substrat sebelum fermentasi dan substrat setalah fermentasi (PST).
Sampel amatan tersebut dimasukkan dalam 3 labu yang berbeda dan ditambahkan
masing-masing campuran CuSO4 dan Na2SO4 (1:5) yang digunakan sebagai katalis.
Labu kemudian dipindahkan dalam lemari asam dan dimasukkan Larutan H2SO4 pekat
pada sampel amatan tersebut yang bertujuan untuk mendestruksi. Proses destruksi
dilakukan sampai warna campuran dalam labu berubah dari hitam menjadi hijau.
Kemudian hasil destruksi ditambahkan dengan NaOH 15% dengan tujuan untuk
menetralkan kelebihan asam sulfat dalam sampel. Kemudian didestilasi untuk
memisahkan substrat dari senyawa lain dalam hal ini dari katalis, asam sulfat dan NaOH.
Destilat yang didapatkan kemudian ditambahkan HCl untuk mengikat amonia yang
terbentuk dari proses destruksi yang mungkin tercampur dalam destilat. Hasil destilat
tersebut kemudian dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 M menggunakan indikator
fenolftalein. Reaksi yang terjadi dapat dipersentasikan sebagai berikut:
Destruksi
N-Organik + 2 H2SO4 (NH4)2SO4
Destilasi
(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2 NH4OH + Na2SO4
NH4OH + HClberlebih NH4Cl + H2O + HClsisa
Titrasi
HClsisa + NaOH NaCl + H2O
katalis
Indikator MM + MB
Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa ternyata kadar protein substrat
meningkat setelah mengalami proses fermentasi. Hal ini diketahui dari kadar protein
substrat setelah fermentasi yakni sebesar 43,75% dibandingkan dengan kadar protein
substrat sebelum fermentasi yang diperoleh sebesar 29,31%.
G. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan pada percobaan di atas dapat disimpulkan bahwa kadar
protein yang terdapat dalam protein sel tunggal hasil kulit ubi kayu adalah 0,4375%
sedangkan kadar protein pada kulit ubi kayu sebelum fermentasi sebesar 0,2931 %, hal
ini menunjukkan bahwa setelah fermentasi kandungan protein dalam kulit ubi kayu
mengalami peningkatan.
DAFTAR PUSTAKA
Busairi M.A., dan Hersoelistyorini W., 2009. “Pengkayaan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui Proses Fermentasi: Optimasi NutrienSubstrat Menggunakan Response Surface Methodology”. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI. Bandung.
Darmawan, (2006), “Pengaruh Kulit Umbi Ketela Pohon Fermentasi terhadap Tampilan Kambing Kacang Jantan”, Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan, 9 (2) : 115-122.
Muhiddin H.N., Juli N., P. I Nyoman A. 2001. “Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui Proses Fermentasi”. JMS Vol. 6 No. 1, hal. 1 – 12
Judoamidjojo, A.A. Darwis, dan Endang Gumbira, 1993, Teknologi Fermentasi, Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor.
Puspitasari Ninis dan Sidik Mohammad. 2009. “Pengaruh Jenis Vitamin B Dan Sumber Nitrogen Dalam Peningkatan Kandungan Protein Kulit Ubi Kayu Melalui Proses Fermentasi”. Seminar Tugas Akhir S1 Teknik Kimia. Universitas Diponegoro.
Recommended