View
958
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
THE RATIONALISM OF
MU’TAZILAHThis Paper Prepared For
Assignment In Course Thought In Islam
Lecture : Dr. Nurrohman, MA
By.
Encep Abdul RojakNIM : 2.212.1.9.103
POST GRADUATION
ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2012
The Rationalism of Mu’tazilah |1
THE RATIONALISM OF MU’TAZILAH
A. Pendahuluan
Rasulullah SAW. adalah seorang Nabi dan Rasul SAW. terakhir, yang diutus
oleh Allah SWT. untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dalam tugasnya ini,
Allah SWT. memberinya ajaran yang harus disampaikan kepada umat akhir zaman
ini, supaya keluar dari zaman kegelapan menuju jalan terang benderang, dan
menunjukkan ke jalan yang lurus. Rasulullah SAW. telah menyampaikan risalahnya
dengan sempurna, sehingga Nabi SAW belum diwafatkan sampai sempurna
penyampaian agama Islam ini.1
Pada masa Rasulullah SAW. semua orang (sahabat) tunduk dan patuh kepada
Rasulullah SAW. dan bersatu dalam bendera dan Tauhid Islam. Setelah Rasulullah
SAW. wafat, mulailah timbul perbedaan pemahaman diantara Umat Islam sendiri,
terutama dalam bidang pemahaman hadis dan al-Qur’an.
Pada zaman khalifah ar-Rosyidin, perbedaan tidak terlalu mencolok, karena
masih bisa dibendung. Tetapi setelah terjadi persaingan tentang kekhalifahan Ali dan
Utsman, pertengkaran semakin mencolok. Mulai dari sinilah timbul pertikaian dan
pemahaman baru. Setelah sekian lama perjalanan pemikiran itu, kemudian timbul
sebuah golongan baru yang lebih rasional daripada sebelumnya, yaitu Mu’tazilah.
Mu’tazilah adalah sebuah sekte dari agama Islam, yang mengedepankan akal
dan logika, sehingga aliran ini lebih dikenal dengan Rasionalitasnya. Permasalahan
yang terjadi, apa yang melatar belakangi lahirnya Mu’tazilah, apakah aliran ini lahir
akibat politik atau pemahaman semata, bagaimana konsep umum dari Mu’tazilah,
dan hal yang berbeda dari Mu’tazilah dengan aliran-aliran lainnya.
B. Permasalahan
Berdasar pada latar belakang di atas, permasalahan yang diangkat adalah:
1. Apa yang melatar belakangi lahirnya Mu’tazilah?
2. Ajaran akidah aliran Mu’tazilah?
3. Apa ciri dari Rasionalitasnya Mu’tazilah?
C. Pembahasan
1 Ini sesuai dengan Ayat al-Qur’an surat al-Maidah ayat 3, yang berbunyi:
The Rationalism of Mu’tazilah |2
1. Latar belakang lahirnya Mu’tazilah
Aliran mu’tazilah lahir kurang lebih pada permulaan abad ke-2 hijriyah di
kota Basrah, pusat ilmu dan peradaban Islam kala itu, tempat perpaduan antara
kebudayaan asing dan pertemuan bermacam-macam agama.
Mu’tazilah, secara etimologi berasal dari kata ’azala-ya’zilu-’azlan (-عزل
عززززززل- (يعزززززل yang berarti memisahkan/menyingkirkan.2 Sehingga bisa diartikan
bahwa Mu’tazilah adalah kelompok yang terisolir. Secara terminologi Mu’tazilah
berarti salah satu aliran Islam yang muncul pada masa akhir dinasti Umayyah dan
tumbuh pesat pada masa Abbasiyyah.
Asal usul nama “Mu’tazilah” ini bukan ciptaan orang-orang Mu’tazilah
sendiri, tetapi nama yang diberikan oleh orang lain. Adapun orang mu’tazilah
sendiri menamai mereka dengan sebutan “Ahlul ‘adli wa at-Tauhid” (Ahli keadilan
dan keesaan).3 Tetapi pada dasarnya, banyak pendapat tentang nama Mu’tazilah ini.
Ada berbagai analisa mengenai awal mula penyebutan Mu’tazilah kepada
mereka. Uraian yang paling masyhur berpusat pada peristiwa yang terjadi antara
Wasil bin ‘Atho’ dan Hasan al-Bashri karena pendapat al-manzilah bainal
manzilatain. Wasil selalu mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberikan Hasan al-
Bashri di mesjid Basrah. Kemudian suatu ketika ada yang bertanya mengenai orang
yang berdosa besar. Sebelum Hasan al-Bashri menjawab Wasil mengeluarkan
pendapatnya sendiri dengan mengatakan, “orang yang berdosa besar bukanlah
mu’min dan bukan pula kafir, tetapi berposisi diantara keduanya, tidak mu’min
tidak pula kafir (fasiq)”. Kemudian Wasil berdiri dan menjauhkan diri dari Hasan al-
Bashri. Atas peristiwa ini Hasan al-Bashri mengatakan, “Wasil menjauhkan diri dari
kita (i’tazala ‘annaa)”. Dari perkataan inilah, maka kelompok yang mengikuti Wasil
disebut dengan Mu’tazilah.4
2 A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Yogyakarta: Pustaka Progressif, 2002, h. 927
3 Ahmad Hanafi, Teologi Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1996, h. 394 Abi Sa’id Abdul Karim as-Sam’ani, Al-milal wa an-Nihal al-Waridah fi Kitab al-Ansab, Riyadl:
Dar al-Wthon, tt. h. 73. Lihat juga Harun Nasution, Teologi Islam,Jakarta: UI-Press, 1986, h.40. juga dijelaskan dalam kitab Al-Intishor fi al-Radd ala al-Mu’tazilah al-Qadariyah al-Asyrar karangan As-Syaikh Yahya bin Abi al-Khoir al-Imroni, Juz I, h. 78-79, bahwa Mu’tazilah itu adalah orang-orang yang mengikuti langkahnya Wasil bin Atho’. Wasil merupakan muridnya Hasan al-Bashri (nama Aslinya Ali bin Isma’il), yang selalu mengadakan pengajian pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan dan putra ketiganya yaitu Umar Bin Abdul ‘Aziz, yang berdiskusi masalah Dosa-dosa besar.
The Rationalism of Mu’tazilah |3
Recommended