View
215
Download
5
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha
dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat, mulai dari berolah raga, hidup secara teratur,
diet yang seimbang, istirahat yang cukup, sampai dengan mengkonsumsi vitamin atau
suplemen tertentu. Bagi mereka yang mengalami gangguan kesehatan atau sakit, usaha
penyembuhan akan dilakukan agar dapat kembali sehat, baik dengan menggunakan obat
konvensional maupun obat yang berasal dari bahan alam.
Dewasa ini penggunaan obat bahan alam cenderung terus meningkat dari tahun ke
tahun, baik yang digunakan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan, maupun untuk
pengobatan suatu penyakit. Hal ini tidak saja terjadi pada negara-negara berkembang seperti
Indonesia, akan tetapi juga pada negara-negara maju. Dengan adanya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi informasi, makin banyak hasil penelitian obat bahan alam dapat
diakses dengan mudah melalui berbagai media elektronik, sehingga dengan banyaknya info
ini semakin menumbuhkan keinginan penggunaan obat bahan alam
Di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, penggunaan pengobatan komplementer dan
alternatif (complementary and alternative medicine, CAM) dalam 20 tahun terakhir semakin
meningkat tajam, tidak hanya sekedar karena trend back to nature namun juga karena CAM
merupakan sumber layanan kesehatan yang mudah diperoleh dan terjangkau oleh masyarakat
luas. Di Indonesia sendiri saat ini tercatat sekitar 40% penduduk Indonesia menggunakan
pengobatan tradisional, 70% berada di daerah pedesaan.
Di Indonesia, masyarakat dapat menggunakan herbal secara bebas tanpa harus
berkonsultasi dengan dokter atau tenaga medis lainnya. Kecenderungan yang ada adalah
masyarakat telah bertindak menjadi “dokter” untuk dirinya sendiri dalam penggunaan herbal,
bahkan tidak jarang mereka mengkonsumsinya bersamaan dengan obat konvensional. Dosis
dan waktu yang tepat dalam mengkonsumsi herbal dan jamu seringkali diabaikan.
Masyarakat seringkali “bereksperimen” dalam penggunaan herbal dan jamu untuk mengobati
penyakitnya. Hal ini terjadi karena mayoritas dari mereka menganggap herbal adalah aman
untuk dikonsumsi karena berasal dari alam dan sudah digunakan secara turun temurun.
Fenomena ini tentu saja sangat mengkhawatirkan karena paradigma “alami berarti aman” dan
“herbal dan jamu pasti aman” merupakan hal yang salah. Faktanya adalah, walaupun herbal
bersifat “alami”, namun kenyataannya banyak jenis herbal yang dalam penggunaannya perlu
pengawasan ketat dari tenaga medis professional karena cukup berbahaya, bahkan ada
1
beberapa jenis herbal yang sudah dilarang penggunaannya oleh Badan POM karena malah
dapat merugikan kesehatan yang serius. Selain itu, penggunaan herbal seringkali memiliki
interaksi negatif bila dikonsumsi bersamaan dengan obat konvensional. Dari penelitian
diungkap bahwa sekitar 63% tanaman obat tradisional Indonesia dapat menyebabkan
interaksi farmakokinetik dengan obat-obat konvensional bila dikonsumsi secara bersamaan.
Fakta-fakta di atas diperparah dengan kondisi industri jamu di Indonesia yang masih
sangat memprihatinkan. Dengan modal yang sangat minim, banyak produk jamu yang
beredar di pasaran sangat rendah kualitasnya sehingga sebenarnya tidak layak untuk
dikonsumsi. Kualitas produk jamu yang buruk tersebut diakibatkan oleh banyak hal, misalnya
bahan baku yang jelek dan tidak standar, proses pengolahan yang tidak higienis, hingga
kemasan yang asal-asalan.
Persaingan yang semakin ketat cenderung pula membuat Industri jamu menghalalkan
segala cara untuk dapat bertahan hidup. Pencampuran jamu dengan bahan-bahan kimia
berbahaya sering dilakukan untuk menjadikan jamu tersebut semakin berkhasiat secara
instan. Tentunya kita masih ingat tentang penarikan peredaran beberapa produk jamu yang
dicampur dengan bahan-bahan kimia berbahaya beberapa tahun yang lalu. Kasus serupa
terulang lagi pada akhir tahun 2006 ini dimana sebanyak 93 produk ditarik dari peredaran.
Jamu-jamu yang ditarik dari peredaran tersebut oleh Badan POM justru merupakan jamu-
jamu yang laris di pasaran karena efeknya cespleng dalam mengobati berbagai penyakit
seperti pegal linu, rematik, sesak napas, masuk angin dan pelangsing. Bahan-bahan kimia
berbahaya yang digunakan meliputi metampiron, fenilbutason, antalgin, deksametason,
allopurinol, CTM, sildenafil sitrat, sibutramin hidroksida, furosemid, kofein, teofilin dan
parasetamol. Obat-obat yang mengandung bahan-bahan kimia tersebut memiliki efek
samping berbahaya. Misalnya jamu yang mengandung fenilbutason dapat menyebabkan
peradangan lambung dan dalam jangka panjang akan merusak hati dan ginjal. Sedangkan
jamu yang mengandung altalgin dapat menimbulkan kelainan darah.
Cara-cara pengiklanan yang menyesatkan seringpula ditempuh untuk mendongkrak
penjualan. Misalnya dengan mengklaim dapat mengobati segala macam penyakit, padahal
aturan dari Badan POM hanya memperbolehkan satu klaim penyakit untuk satu jenis jamu.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jenis obat herbal dan pengertiannya
Jenis obat herbal menurut badan POM (Pemeriksaan Obat dan Makanan) Badan POM
sendiri membedakan obat tradisional yang beredar di Indonesia menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Jamu
Jamu adalah obat tradisional Indonesia. Ramuan atau bahan-bahan yang digunakan untuk
membuat jamubiasanya merupakan bahan yang secara turun temurun digunakan untuk
pengobatan secara tradisional,misalnya beras kencur, kunyit asam, temulawak, brotowali
dll. Dahulu jamu tersedia dalam bentuk rebusanataupun cairan, untuk saat ini produk
jamu sudah banyak yang beredar dalam bentuk serbuk ataupun kapsul.Karena obat
tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan sifat
kandungannyasangat beragam, maka untuk menjamin mutu obat tradisional diperlukan
cara pembuatan yang baik denganlebih memperhatikan proses produksi dan penanganan
bahan baku. Untuk itu pihak BPOM telah mengeluarkan standar produksi obat tradisional
yang dikenal dengan CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik)
2. Obat herbal terstandar
Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan
dan khasiatnyasecara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi.
Jadi pada tahap ini obat herbaltersebut selain telah distandarisasi bahan baku dan proses
produksinya juga harus melalui proses pengujian dilaboratorium yang meliputi uji khasiat
dan uji keamanan. Uji khasiat dilakukan terhadap hewan uji yang secarafisiologi dan
anatomi dianggap hampir sama dengan manusia, sedangkan uji keamanan dilakukan
untukmengetahui apakah bahan tersebut membahayakan atau tidak. Uji keamanan yang
dilakukan berupa ujitoksisitas akut, uji toksisitas subkronis atau bila diperlukan uji
toksisitas kronis. Dari hasil pengujian prakliniktersebut akan dapat diketahui mengenai
khasiat bahan tersebut, dosis yang tepat untuk terapi, keamanan danbahkan efek samping
yang mungkin timbul.
3
3. Fitofarmaka
Fitofarmaka merupakan standar yang lebih tinggi lagi terhadap obat herbal. Fitofarmaka
sendiri adalah sediaanobat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya
secara ilmiah dengan uji praklinik dan ujiklinik. Jadi selain obat telah melalui proses
standarisasi produksi dan bahan baku, kemudian melakukan ujipraklinik di laboratorium,
maka selanjutnya obat dilakukan uji coba kepada manusia (uji klinik) untukmengetahui
khasiatnya terhadap orang sakit ataupun orang sehat sebagai pembanding. Tahapan ini
yangbiasanya memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal karena melibatkan
orang banyak. Setelah lolos uji klinik maka obat herbal tersebut telah memiliki evidance
based herbal medicine yang artinya telah memilikibukti medis terhadap khasiat dan
keamanannya bagi manusia. Di Indonesia sendiri saatini telah ada beberapa jenis obat
herbal yang telah masuk dalam golongan fitofarmaka dan bahkan telah diresepkan
penggunaannyaoleh dokter
2.2 Tahapan Pengembangan Obat Tradisional Indonesia
Agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan kesehatan formal/profesi dokter,
maka hasil data empirik harus didukung oleh bukti ilmiah adanya khasiat dan keamanan
penggunaannya pada manusia. Bukti tersebut hanya dapat diperoleh dari penelitian yang
dilakukan secara sistematik.
Tahapan pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka adalah sebagai berikut.
1. Seleksi
2. Uji preklinik, terdiri atas uji toksisitas dan uji farmakodinamik
3. Standarisasi sederhana, penentuan identitas dan pembuatan sediaan terstandar
4. Uji klinik
2.2.1 Tahap Seleksi
Sebelum memulai penelitian, perlu dilakukan pemilihan jenis obat tradisional/obat
herbal yang akan diteliti dan dikembangkan. Jenis obat tradisional/obat herbal yang
diprioritaskan untuk diteliti dan dikembangkan adalah
1. Diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki urutan atas dalam angka
kejadiannya (berdasarkan pola penyakit)
2. Berdasarkan pengalaman berkhasiat untuk penyakit tertentu
3. Merupakan alternatif jarang untuk penyakit tertentu, seperti AIDS dan kanker.
4
2.2.2 Tahap Uji Preklinik
Uji preklinik dilaksanakan setelah dilakukan seleksi jenis obat tradisional yang akan
dikembangkan menjadi fitofarmaka. Uji preklinik dilakukan secara in vitro dan in vivo pada
hewan coba untuk melihat toksisitas dan efek farmakodinamiknya. Bentuk sediaan dan cara
pemberian pada hewan coba disesuaikan dengan rencana pemberian pada manusia. Menurut
pedoman pelaksanaan uji klinik obat tradisional yang dikeluarkan Direktorat Jenderal POM
Departemen Kesehatan RI hewan coba yang digunakan untuk sementara satu spesies tikus
atau mencit, sedangkan WHO menganjurkan pada dua spesies. Uji farmakodinamik pada
hewan coba digunakan untuk memprediksi efek pada manusia, sedangkan uji toksisitas
dimaksudkan untuk melihat keamanannya.
2.2.2.1 Uji Toksisitas
Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, subkronik, kronik, dan uji toksisitas
khusus yang meliputi uji teratogenisitas, mutagenisitas, dan karsinogenisitas. Uji toksisitas
akut dimaksudkan untuk menentukan LD50 (lethal dose50) yaitu dosis yang mematikan 50%
hewan coba, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada organ, dan cara
kematian. Uji LD50 perlu dilakukan untuk semua jenis obat yang akan diberikan pada
manusia. Untuk pemberian dosis tunggal cukup dilakukan uji toksisitas akut. Pada uji
toksisitas subkronik obat diberikan selama satu atau tiga bulan, sedangkan pada uji toksisitas
kronik obat diberikan selama enam bulan atau lebih. Uji toksisitas subkronik dan kronik
bertujuan untuk mengetahui efek toksik obat tradisional pada pemberian jangka lama. Lama
pemberian sediaan obat pada uji toksisitas ditentukan berdasarkan lama pemberian obat pada
manusia.
Uji toksisitas khusus tidak merupakan persyaratan mutlak bagi setiap obat tradisional agar
masuk ke tahap uji klinik. Uji toksisitas khusus dilakukan secara selektif bila:
1. Obat tradisional berisi kandungan zat kimia yang potensial menimbulkan efek khusus
seperti kanker, cacat bawaan.
2. Obat tradisional potensial digunakan oleh perempuan usia subur
3. Obat tradisional secara epidemiologik diduga terkait dengan penyakit tertentu
misalnya kanker.
4. Obat digunakan secara kronik
5
2.2.2.2 Uji Farmakodinamik
Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk meneliti efek
farmakodinamik dan menelusuri mekanisme kerja dalam menimbulkan efek dari obat
tradisional tersebut. Penelitian dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba. Cara
pemberian obat tradisional yang diuji dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara
pemberiannya pada manusia. Hasil positif secara in vitro dan in vivo pada hewan coba hanya
dapat dipakai untuk perkiraan kemungkinan efek pada manusia
2.2.3 Standardisasi Sederhana, Penentuan Identitas dan Pembuatan Sediaan
Terstandar
Pada tahap ini dilakukan standarisasi simplisia, penentuan identitas, dan menentukan
bentuk sediaan yang sesuai. Bentuk sediaan obat herbal sangat mempengaruhi efek yang
ditimbulkan. Bahan segar berbeda efeknya dibandingkan dengan bahan yang telah
dikeringkan. Proses pengolahan seperti direbus, diseduh dapat merusak zat aktif tertentu yang
bersifat termolabil. Sebagai contoh tanaman obat yang mengandung minyak atsiri atau
glikosida tidak boleh dibuat dalam bentuk decoct karena termolabil. Demikian pula prosedur
ekstraksi sangat mempengaruhi efek sediaan obat herbal yang dihasilkan. Ekstrak yang
diproduksi dengan jenis pelarut yang berbeda dapat memiliki efek terapi yang berbeda karena
zat aktif yang terlarut berbeda. Sebagai contoh daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk)
memiliki tiga jenis kandungan kimia yang diduga berperan untuk pelangsing yaitu tanin,
musilago, alkaloid. Ekstraksi yang dilakukan dengan etanol 95% hanya melarutkan alkaloid
dan sedikit tanin, sedangkan ekstraksi dengan air atau etanol 30% didapatkan ketiga
kandungan kimia daun jati belanda yaitu tanin, musilago, dan alkaloid tersari dengan baik
2.2.4 Uji klinik Obat tradisional
Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/ obat herbal harus dibuktikan
khasiat dan keamanannya melalui uji klinik. Seperti halnya dengan obat moderen maka uji
klinik berpembanding dengan alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-blind
controlled clinical trial) merupakan desain uji klinik baku emas (gold standard). Uji klinik
pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional/obat herbal tersebut telah
terbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik. Pada uji klinik obat tradisional seperti halnya
dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip etik uji klinik harus dipenuhi. Sukarelawan
harus mendapat keterangan yang jelas mengenai penelitian dan memberikan informed-
6
consent sebelum penelitian dilakukan. Standardisasi sediaan merupakan hal yang penting
untuk dapat menimbulkan efek yang terulangkan (reproducible).
Uji klinik dibagi empat fase yaitu:
Fase I : Dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji keamanan dan tolerabilitas
obat tradisional
Fase II awal : Dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, tanpa pembanding
Fase II akhir : Dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan pembanding
Fase III : Uji klinik definitif
Fase IV : Pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping yang jarang atau yang
lambat timbulnya
Saat ini belum banyak uji klinik obat tradisional yang dilakukan di Indonesia
meskipun nampaknya cenderung meningkat dalam lima tahun belakangan ini. Kurangnya uji
klinik yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lain karena:
1. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan uji klinik
2. Uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional telah terbukti berkhasiat dan
aman pada uji preklinik
3. Perlunya standardisasi bahan yang diuji
4. Sulitnya menentukan dosis yang tepat karena penentuan dosis berdasarkan dosis
empiris, selain itu kandungan kimia tanaman tergantung pada banyak faktor.
5. Kekuatiran produsen akan hasil yang negatif terutama bagi produk yang telah laku di
pasaran
Setelah melalui penilaian oleh Badan POM, dewasa ini terdapat sejumlah obat bahan
alam yang digolongkan sebagai obat herbal terstandar dan dalam jumlah lebih sedikit
digolongkan sebagai fitofarmaka.
2.3 Perbedaan obat tradisional indonesia dengan obat modern
Berbeda dengan obat moderen yang mengandung satu atau beberapa zat aktif yang
jelas identitas dan jumlahnya, obat tradisional/obat herbal mengandung banyak kandungan
kimia dan umumnya tidak diketahui atau tidak dapat dipastikan zat aktif yang berperan dalam
menimbulkan efek terapi atau menimbulkan efek samping. Selain itu kandungan kimia obat
herbal ditentukan oleh banyak faktor. Hal itu disebabkan tanaman merupakan organisme
hidup sehingga letak geografis/tempat tumbuh tanaman, iklim, cara pembudidayaan, cara dan
waktu panen, cara perlakuan pascapanen (pengeringan, penyimpanan) dapat mempengaruhi
7
kandungan kimia obat herbal. Kandungan kimia tanaman obat ditentukan tidak saja oleh jenis
(spesies) tanaman obat, tetapi juga oleh anak jenis dan varietasnya. Sebagai contoh bau
minyak kayu putih yang disuling dari daun Eucalyptus sp bervariasi tergantung dari anak
jenis dan varietas tumbuhan, bahkan ada di antaranya yang tidak berbau. Pada tanaman obat,
kandungan kimia yang memiliki kerja terapeutik termasuk pada golongan metabolit
sekunder. Umumnya metabolit sekunder pada tanaman bermanfaat sebagai mekanisme
pertahanan terhadap berbagai predator seperti serangga dan mikroorganisme dan hanya
dihasilkan oleh tanaman tertentu termasuk tanaman obat. Kandungan aktif tanaman obat
antara lain berupa alkaloid, flavonoid, minyak esensial, glikosida, tanin, saponin, resin, dan
terpen.17 Lemak, protein, karbohidrat merupakan metabolit primer yang dihasilkan oleh
semua jenis tanaman.
Tabel 2.3 Perbedaan Obat Tradisional/obat Herbal dengan Obat Moderen
Obat modern Obat tradisional/obat herbal
Kandungan senyawa kimia Satu atau beberapa
dimurnikan/ sintetik
Campuran banyak senyawa
alami
Zat aktif Jelas Sering tidak diketahui/ tidak
pasti
Kendali mutu Relative mudah Sangat sulit
Efektivitas dan keamanan Ada bukti ilmiah, uji klinik Umumnya belum ada bukti
ilmiah/ ujia klinik
2.4 Efek samping dan reaksi negative obat medis, jamu, dan herbal
Penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien menerima obat sesuai dengan
kebutuhannya untuk periode waktu tertentu dengan harga yang wajar dan masuk akal.
Sungguh tidak bijak bila menginginkan penyakitnya cepat sembuh lalu segala macam obat
diminum. Obat dokter diminum, obat sinshe diminum, jamu diminum, obat herbal diminum.
Selain itu sengaja dosis yang digunakan tidak mau mengikuti aturan. Aturannya diminum
sehari tiga kali lalu diminum sekaligus. Aturannya obat diminum sehari 3 x 1 kapsul tapi
diminum sehari 3 x 2 kapsul.
Siapapun yang sakit membutuhkan obat. Obat yang dipilih bisa obat modern atau
tradisional. Bila yang ditanya dokter atau kalangan medis, mana yang lebih baik, tentu obat
modern yang sudah ada uji klinisnya dan bias dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
8
Sebaliknya bila yang ditanya para Pengobat Tradisional (BATRA) maka akan dijawab jamu
atau obat herbal lebih baik karena mampu lebih ditolerir oleh tubuh karena memiliki efek
samping miimal dan relatif tanpa efek samping dan digunakan sejak ratusan tahun. Teruji
oleh waktu dan kepercayaan secara turun temurun.
Sesungguhnya semua obat itu baik asal penggunaannya tepat, dosisnya disesuaikan
dengan kondisi kesehatan masing-masing pemakai. Lebih baik lagi bila pemakaiannya di
bawah pengawasan orang-orang yang ahli di bidangnya. Meski begitu perlu dipahami
masyarakat bahwa semua obat modern maupun tradisional pasti mempunyai efek samping.
Efek samping bisa bersifat intrinsik (dari obat itu sendiri), bisa pula bersifat ekstrinsik (dari
luar obat itu sendiri).
Termasuk faktor intrinsik antara lain:
salah dosis,
salah waktu pemakaian,
alergi atau tidak cocok dengan kondisi kesehatan pemakai,
Interaksi negatif dengan obat atau herbal lain.
Sedangkan yang termasuk faktor ekstrinsik antara lain:
salah identifikasi jenis obat atau tanaman,
proses pengolahan dan kemasan tidak berkualitas,
klaim atau iklan yang menyesatkan,
pemalsuan.
2.5 Herbal yang toksik atau beracun
Sebenarnya tumbuhan beracun itu banyak, namun uniknya justru yg beracun bila tahu
penggunaannya malah berkhasiat obat cukup manjur dan sebagian bisa bermanfaat untuk
anestesi atau obat bius. Misalnya saja biji Mahkotadewa dan bunga kecubung, biasanya tidak
seluruh bagian tanaman mengandung racun. Mungkin saja hanya buahnya, bijinya atau
akarnya saja. Hanya saja perlu diperhatikan untuk tanaman yang mengandung racun tidak
boleh atau harus hati-hati bila digunakan untuk ibu hamil, menyusui dan anak-anak. Jangan
gunakan herbal yang beracun secara tunggal tanpa mencampurnya dengan bahan lain.
Gunakan herbal pendampingnya yg bersifat diuretik.
Berikut ini beberapa tanaman yang dikenal memiliki kandungan racun dari bagian
pohonnya:
1. Apel
9
Bijinya mengandung racun. Meski daging buah apel tidak diragukan kandungan vitamin
dan gizinya ternyata bijinya beracun. Daging buah Apel juga bermanfaat untuk mencegah
kanker.
2. Mahkotadewa (Phaleria macrocarpa, (Scheff) Boerl)
Bijinya beracun. Bisa membuat mabuk dan tertidur lemas. Maka pengirisan dan
pengolahannya jangan menggunakan bijinya. Daging buah dan daunnya aman dikonsumsi
dan sangat berkhasiat utk pengobatan kanker, diabetes, asam urat dan penyakit kronis
lainnya.
Kandungan kimia:
Daun dan buah Mahkotadewa mengandung saponin, flavonoida, polifenol, dan alkaloid.
3. Ceremai (Phyllanthus acidus)
Akarnya beracun namun daun dan buahnya berkhasiat obat utk membuang lemak dan
melangsingkan badan.
Sifat dan Khasiat :
Daun ceremai berbau khas aromatik, tidak berasa, dan berkhasiat sebagai peluruh dahak
dan pencahar (purgatif). Kulit dan akar buah bersifat sebagai pencahar.
Kandungan kimia :
Daun, kulit batang dan kayu ceremai mengandung saponin, flavonoid, tanin dan
polifenol. Akar mengandung saponin, asam galus, zat samak dan zat beracun (toksik).
Sedangkan buah mengandung vitamin C.
4. Daun encok (Plumbago zeylanica)
Beracun, hanya boleh digunakan untuk obat luar dengan cara dihaluskan dan ditempelkan
di bagian yang sakit selama 15 hingga 30 menit saja. Bila terlalu lama ditempelkan bias
menyebabkan kulit melepuh dan gosong seperti terbakar.
Sifat dan Khasiat :
Daun encok bersifat pahit, tonik dan beracun. Berkhasiat menghilangkan bengkak dan
nyeri (analgesik)
Kandungan Kimia :
Daun mengandung plimbagin, 3-3’-biplumbagin, 3-chloroplumbagin, chitranone, dan
Droserone. Zat berkhasiatnya yang bernama plimbagin sangat beracun dan pada
pemakaian lokal dapat menyebabkan kerusakan kulit berupa lepuh seperti luka bakar.
10
5. Daun kompri (Symphytum officinalle L)
Bisa merusak hati dan penyebab kanker. Sementara ini masih ada pro dan kontra tentang
khasiatnya untuk mengatasi berbagai macam penyakit seperti radang, payudara bengkak,
batuk dll.
Sifat dan Khasiat :
Daun kompri berkhasiat sebagai antiradang dan antirematik, sedangkan akarnya
berkhasiat untuk menghentikan perdarahan (hemostatis).
Kandungan kimia :
Daun kompri mengandung symphatyne, echimidine, anadoline, alkaloid pyrrolizine (Pas),
tanin, minyak atsiri, allantoin, dan vitamin (B1,B2, C, dan E). Alkaloid pyrrolizine
diketahui merupakan penyebab kerusakan hati yang dinamakan hepatic veno-occlisive
disease (HVOD). Sedangkan akarnya mengandung alkaloid pyrrolizine dengan jumlah
yang lebih besar dari daun.
6. Pule pandak (Rauvolfia serpentina (L) Bentham ex. Kurz.)
Berkhasiat menurunkan tekanan darah tinggi, bersifat menenangkan/sedatif, mudah
tidur/hipnotik, menghilangkan nyeri dll. Mempunyai sifat pahit, dingin dan sedikit
beracun.
Sifat dan Khasiat :
Akar bersifat pahit, dingin, dan sedikit beracun. Berkhasiat sebagai penenang (sedatif),
dan menyebabkan tidur (hipnotik), penurun tekanan darah tinggi (hipotensif),
melancarkan aliran darah, penghilang nyeri (analgesik), pereda deman (antipiretik),
pereda panas dalam, dan panas liver, dan antiradang. Batang dan daun bersifat pahit,
manis dan sejuk yang berkhasiat menolak angin, hipotensif dan menghilangkan darah
beku.
Kandungan Kimia :
Akar mengandung 3 kelompok alkaloid yang jenis dan jumlahnya tergantung dari daerah
asal tumbuhnya.
Kelompok I termasuk alkaline kuat (quarterarry ammonium compound): serpentine,
serpentinine, sarpagine, dan samatine. Penyerapannya jelek jika digunakan secara peroral
(diminum).
Kelompok II (tertiary amine derivate): yohimbine, ajmaline, ajmalicine,tetraphylline, dan
tetraphyllicine.
11
Kelompok III termasuk alkaline lemah (secondary amines) : reserpines, rescinnamine,
deserpidine, raunesine, dan canescine. Reserpine berkhasiat hipotensif. Ajmaline,
serpentine dan rescinnamine berkhasiat sedatif, yohimbine merangsang pembentukan
testoteron yang dapat membangkitkan gairah seks.
7. Tapak dara (Catharanthus roseus (L) G. Don).
Bagian tanaman yang digunakan mulai dari bunga, daun, batang dan akarnya. Warna
bunganya putih dan merah jambu. Uniknya tanaman ini meski beracun namun punya
khasiat menghilangkan racun. Racun melawan racun.
Sifat dan Khasiat:
Herba sedikit pahit rasanya, sejuk, agak beracun (toksik), masuk meridian hati.
Berkhasiat sebagai anti kanker (antineoplastik), menenangkan hati, peluruh kencing
(diuretik), menurunkan tekanaan darah, penghenti perdarahan (hemostatis), serta
menghilangkan panas dan racun. Sedangkan akar tapak dara berkhasiat sebagai peluruh
haid.
Kandungan Kimia :
Herba mengandung lebih dari 70 macam alkaloid, termasuk 28 bi-indole alkaloid.
Komponen antikanker, yaitu alkaloid seperti vincaleukoblastine (Vinblastine =VBL),
leurocristine (vinkristin = VCR), leurosin (VLR), vinkadiolin, leurosidin, dan katarantin.
Alkaloid yang berkhasiat hipoglikemik (menurunkan kadar gula darah) antara lain
leurosine, katarantin, lochnerin, tetrahidroalstonin, vindolin dan vindolinin. Sedangkan
akar tapak dara mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan tannin.
8. Daun dewa (Gynura procumbens Lour. Merr var. macrophylla) atau Gynura pseudo-
china DC.
Bagian tanaman yang digunakan daun dan umbinya, bisa digunakan untuk obat luar dan
bisa dikonsumsi untuk diminum.
Sifat dan Khasiat :
Daun Dewa bersifat manis, tawar, dingin dan sedikit toksik. Berkhasiat sebagai
antiradang, pereda demam (antipiretik), penghilang nyeri (analgesik), pembersih darah,
dan membuyarkan bekuan darah.
Kandungan Kimia :
Daun dewa mengandung alkaloid, saponin, flavonoida, minyak atsiri, dan tanin.
12
9. Jambu mede (Anacardium accidentale L.)
Bagian tanaman yang sering dimanfaatkan adalah daging buahnya dan biji jambu mede
yang letaknya menggantung di bagian luar buah.
Sifat dan Khasiat :
Kulit kayu berbau lemah, rasanya kelat, dan lama kelamaan menimbulkann rasa tebal di
lidah. Khasiatnya sebagai pencahar, astrigen, dan memacu aktivitas enzim pencernaan
(alteratif). Daun berbau aromatik, rasanya kelat, berkhasiat antiradang dan penurun kadar
glukosa darah (hipoglikemik). Biji berkhasiat sebagai pelembut kulit dan penghilang
nyeri (analgesik). Tangkai daun berfungsi sebagai pengelat dan akar berkhasiat sebagi
laksatif.
Kandungan Kimia :
Kulit kayu mengandung tanin yang cukup banyak, zat samak, asam galat dan gingkol
katekin. Daun mengandung tanin-galat, flavonol, asam akardiol, asam elagat, senyawa
fenol, kardol dan metil kardol. Buah mengandung protein, lemak, vitamin (A, B, dan C),
kalsium, fosfor, besi dan belerang. Pericarp mengandung zat samak, asam anakardat, dan
asam elegat. Biji mengandung 40-45 % minyak dan 21 % protein.
Minyaknya mengandung asam oleat, asam linoleat, dan vitamin E. Getahnya
mengandung furfural. Asam anakardat berkhasiat bakterisidal, fungisidal, mematikan
cacing dan protozoa.
10. Kecubung (Datura metel L).
Bagian tanaman yang digunakan adalah bunga yang mekar ke atas, biji dan daunnya.
dilarang diberikan pada kondisi badan yang lemah, hipertensi, anak-anak dan ibu hamil
serta menyusui. Daun dan biji digunakan untuk anestesi lokal.
Sifat dan Khasiat :
Rasanya pahit, pedas, sifatnya hangat, beracun (toksik), masuk meridian jantung, paru
dan limpa. Kecubung berkhasiat antiasmatik, anti batuk (antitusif), antirematik,
penghilang nyeri (analgesik), afrodisiak dan pemati rasa (anestetik).
Kandungan Kimia :
Kecubung mengandung 0,3-0,43 % alkaloid (sekitar 85% skopolamin dan 15%
hyoscyamine), hyoscine, dan atropin. Zat aktifnya dapat menimbulkan halusinasi bagi
pemakainya. Jika alkaloid kecubung diisolasi maka terdeteksi adanya senyawa methyl
crystalline yang mempunyai efek relaksasi pada otot gerak.
13
11. Kecubung gunung (Brugmansia suaveolens (H. Et B.) B. Et P.).
Bagian tanaman yang digunakan adalah bunganya yang merunduk ke bawah. Rasanya
pahit dan pedas.
Sifat dan Khasiat :
Bunga kecubung gunung beracun, berkhasiat antispasmatik, dan penghilang nyeri.
Kandungan Kimia :
Alkaloid skopolamin, saponin, glikosida flavonoid, dan polifenol. Zat aktif ini bisa
menyebabkan halusinasi.
2.6 Herbal Yang Tidak Boleh Dikonsumsi Wanita Hamil
Bila wanita hamil yang sedang sakit tidak boleh sembarangan minum obat karena bisa
mempengaruhi janin di dalam kandungannya. Bisa menyebabkan janin cacat atau mengalami
keguguran. Beberapa herbal yang dilarang untuk wanita hamil antara lain:
1. Cabe jawa (Piper retrofractum Vahl).
Bagian tanaman yang digunakan adalah buah yang sudah tua, daun dan akarnya. Rasanya
pedas dan panas.
Sifat dan Khasiat :
Buah cabe jawa masuk meridian limpa dan lambung. Cabe jawa berkhasiat untuk
mengusir dingin, menghilangkan nyeri (analagesik), peluruh keringat (doaforetik),
peluruh kentut (karminatif), stimulan dan afrodisiak.
Akar cabe jawa pedas dan hangat rasanya, berkhasiat sebagai tonik, diuretik, stomakik,
dan peluruh haid (emenagog).
Kandungan Kimia :
Bauh cabe jawa mengandung zat pedas piperine, chavicine, palmitic acids,
tetrahydropiperic acids, piperidin, minyak atsiri, dan sesamine. Piperin memiliki daya
antipiretik, analgesik, antiinflamasi, dan menekan susunan syaraf pusat.
Bagian akar mengandung piperine, piplartine, dan piperlongiminine.
2. Daun gandarusa (Justicia gendarussa Burm. F.).
Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan akar. Rasanya pedas dan sedikit asam.
Sifat dan Khasiat :
14
Berkhasiat melancarkan peredaran darah, membuyarkan sumbatan, anti rematik, peluruh
keringan (diaforetik), peluruh kencing (diuretik), dan pencahar. Sedangkan kulit kayunya
bersifat sebagi perangsang muntah.
Kandungan Kimia :
Justisin, minyak atsiri, kalium, kalsium oksalat, tanin, dan alkaloid yang agak beracun.
3. Inggu ( Ruta angustifolia (L.) Pers.).
Bagian tanaman yang digunakan adalah seluruhnya. Rasanya pedas, agak pahit dan
dingin.
Sifat dan Khasiat :
Inggu berkhasiat sebagai pereda deman (antipiretik), penghilang nyeri (analgesik), anti
radang, penawar racun (antitoksin), peluruh kentut (karminatif), membuyarkan bekuan
darah, pereda kejang (antikonvulsan), peluruh haid (emenagog). Aborvitum, pembersih
darah, stimulan pada sistem saraf dan kandungan (uterus), antelmintik. Minyak atsirinya
mengandung oleum rutae, rasanya pahit, pedas dan memualkan, larut dalam air, tetapi
tidak larut dalam alkohol dan eter. Berkhasiat sebagai aborvitum dan rubifasien.
Kandungan Kimia :
Minyak atsiri mengandung metil-nonilketon sampai 90%, ketone, pinena, llimonena,
cineol, asam rutinat, kokusaginin, edulinine, skimmianine, bergapten, graveoline,
quarsetin flavenol, graveolinin, asam modic, rutin, sedikit tanin. Minyak atsiri juga
digunakan pada industri kosmetika, seperti pembuatan sabun, krim dan wangi-wangian.
4. Landep (Barleria prionitis L.).
Bagian tanaman yang digunakan adalah daunnya.
Sifat dan Khasiat :
Daun memiliki bau yang lemah, rasa agak kelat. Berkhasiat sebaga peluruh kencing
(diuretik), tonik, pereda demam (antipiretik) dan peluruh dahak. Akar berkhasiat sebagi
pereda demam (antipiretik), kulit kayunya berkhasiat sebagai peluruh dahak dan peluruh
keringat (diaforetik).
Kandungan Kimia :
Daun landep mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol.
5. Pacar cina (Aglaia odorata Lour )
Sifat dan Khasiat :
15
Pacar cina bersifat pedas, manis, netral, masuk meridian paru, lambung dan hati.
Berkhasiat mengurangi darah haid.
Kandungan Kimia :
Daun pacar cina mengandung minyak atsiri, alkaloid, damar, garam mineral dan tanin.
6. Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.)Nees)
Sifat dan Khasiat :
Herba ini rasanya pahit, dingin, masuk meridian paru, lambung, usus besar dan dan usus
kecil. Antibakteri, antiradang, menghambat reaksi imunitas (imunosupresi), penghilang
nyeri (analagesik), pereda demam (antipiretik), menghilangkan panas dalam,
menghilangkan lembab, penawar racun (detoksifikasi), dandetumescent.
Kandungan Kimia :
Daun dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid,
andrografolid (zat pahit), neosndrografolid. Juga terdapat flavonoid, alkene, keton,
aldehid, mireral (kalsium, kalium, natrium), asam kersik, dan damar. Flavonoid diisolasi
terbanyak dari akar, yaitu polimetoksiflavon, andrografin, panikulin. Zat aktif
andrografolid terbukti berkhasiat sebagai hepatoprotektor (pelindung sel hati)
7. Srigading (Nyctanthes arbor-tritis L.)
Sifat dan Khasiat :
Bunga berkhasiat sebagai peluruh kencing (diuretik) dan peluruh haid (emenagog).
Daunnya yang pahit berkhasiat sebagai diuretik, emenagog, peluruh dahak (ekspektoran),
peluruh keringat (diaforetik), antelmintik, kolagoga, dan laksatif. Kulit kayu berkhasiat
sebagai ekspektoran, kolagoga dan laksatif.
Kandungan Kimia :
Daun mengandung tanin, metil salisilat, resin, niktantin, dan gula. Bagian bunga
mengadung minyak atsiri dan zat warna merah yang disebut niktantin.
8. Tembelekan (Lantana camara)
Sifat dan Khasiat :
Akar bersifat tawar dan sejuk. Berkhasiat sebagai pereda demem (antipiretik), penawar
racun (antitoksin), penghilang nyeri (analgesik), dan penghenti pendarahan (hemostatis).
Daun bersifat pahit, sejuk, berbau, dan sedikit beracun (toksik), yang berkhasiat
menghilangkan gatal (anti pruritus), anti toksik, menghilangkan bengkak, dan
16
perangsang muntah. Sedangkan bunga tembelekan manis rasanya dan sejuk, berkhasiat
sebagai penghenti pendarahan.
Kandungan Kimia :
Daun mengandung lantadene A, lantadene B, lantanolic acid, lantic acid, humulene
(mengandung minyak atsiri), Beta-caryophyllene, alpha-pinene, p-cymene.
9. Biduri (Caloptropis gigantea)
Sifat dan Khasiat :
Kulit dan akar biduri berkhasiat kolagoga, peluruh keringat (diaforetik), perangsang
muntah (emetik), pemacu kerja enzim pencernaan (alteratif), peluruh kencing (diuretik).
Kulit kayu biduri berkhasiat emetik, bunga berkhasiat tonik, dan menambah nafsu makan
(somatik). Daun berkhasiat rubifasie, dan menghilangkan gatal. Getahnya beracun dan
dapat menyebabkan muntah, namun berkhasiat obat pencahar.
Kandungan Kimia :
Akar mengandung saponin, sapogenin, kalotropin, kalotoksin, uskarin, kalaktin, gigantin,
dan harsa. Daun mengandung flavonoid, polifenol, tanin, dan kalsium oksalat. Getah
mengandung racun jantung yang menyerupai digitalis.
10. Buah makasar (Brucea javanica)
Sifat dan Khasiat :
Rasanya pahit, sifatnya dingin dan beracun (toksik), masuk merisian usus besar. Khasiat
buah makasar dapat membersihkan panas dan racun, menghentikan pendarahan
(hemostatis), membunuh parasit (parasitoid), antidisentri, dan antimalaria. Khasiat daun
makasar dapat membersihkan panas dan racun.
Kandungan Kimia :
Buah makasar mengandung alkaloid (brucamarine, yatanine), glikosida (bruceolic acid).
Bijinya mengandung busatol dan bruceine A,B,C,E,F,G,H. Daging buahnya mengandung
minyak lemak, asam moleat, asam linoleat, asam stearat, dan asam palmitoleat. Buah dan
daunnya mengandung tanin.
11. Bungur kecil (Lagerstroemia indica L)
Sifat dan Khasiat :
Akar rasanya agak pahit, sifatnya netral, astrigen. Khasiat akar bungur adalah merangsang
proses sirkulasi, menghentikan pendarahan (hemostatis), antiradang, peluruh kencing
17
(diuretik), dan menetralisir racun (detoksikan). Bunga, daun, dan kulit kayu berkhasiat
pencahar (laksatif).
Kandungan Kimia :
Daun mengandung decinine, decamine, lagerstroemine, lagerine, dihydroverticillatine,
dan decodine. Akarnya mengandung sitosterol, 3,3’, 4-tri-o-methylellagic acid.
12. Iler (Coleus scutellarioides)
Sifat dan Khasiat :
Iler baunya harum, rasanya agak pahit, sifatnya dingin. Berkhasiat sebagai sebagai
peluruh haid (emenagog), perangsang nafsu makan, penetralisir racun (detoksikan),
penghambat pertumbuhan bakteri (antiseptik), membuyarkan gumpalan darah,
mempercepat pematangan bisul dan pembunuh cacing (vermisida).
Kandungan Kimia :
Batang dan daun mengandung minyak atsiri, fenol, tanin, lemak, phytosterol, kalsium
oksalat, dan peptic substances.
13. Nanas (Ananas comosus)
Sifat dan Khasiat :
Buah masak sifatnya dingin. Berkhasiat mengurangi keluarnya asam lambung yang
berlebihan, membantu mencerna makanan di lambung, antiradang, peluruh kencing
(diuretik), membersihkan jaringan kulit yang mati (skin debridement), mengganggu
pertumbuhan sel kanker, menghambat penggumapalan trombosit (agregasi platelet), dan
mempunyai aktifitas fibrinolitik.
Buah nanas rasanya asam, berkhasiat memacu enzim pencernaan, antelmintik, diuretik,
peluruh haid (emenagog), aborvitum, peluruh dahak (mukolitik) dan pencahar. Daun
berkhasiat antipiretik, antelmintik, pencahar, antiradang, dan menormalkan siklus haid.
Kandungan Kimia :
Buah mengandung viatmin A dan C, kalsium, fosfor, magnesium, besi, natrium, klaium,
dekstrosa, sukrosa dan enzim bromelain. Bromelain berkhasiat antiradang, membantu
melunakkan makanan di lambung, mengganggu pertumbuhan sel kanker, menghambat
agregasi platelet, dan mempunyai aktivitas fibrinolitik. Kandungan seratnya dapat
mempermudah buang air besar pada penderita sembelit (konstipasi). Daun mengandung
kalsium oksalat dan peptic substances.
18
14. Pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis)
Sifat dan Khasiat:
Rasa pahit, sifatnya dingin. Berkhasiat sebagai pembersih darah, antiradang, dan peluruh
kencing (diuretik).
Kandungan Kimia :
Pecut kuda mengandung glikosida flavonoid, dan alkaloid.
15. Putri malu (Mimosa pudica L.)
Sifat dan Khasiat:
Rasanya manis, sifatnya agak dingin, astrigen. Herba putri malu berkhasiat penenang
(transquillizer), peluruh dahak (ekspektoran), peluruh kencing (diuretik), obat batuk
(antitusif), pereda demam (antipiretik), dan antiradang. Akar dan biji putri malu
berkhasiat sebagai perangsang muntah.
Kandungan Kimia :
Herba putri malu mengandung tanin, mimosin dan asam pipekolinat.
16. Sangitan (Sambucus javanica Reinw)
Sifat dan Khasiat :
Rasanya manis sedikit pahit, sifatnya hangat. Herba ini masuk meridian hati (liver) dan
berkhasiat sebagai peluruh kencing (diuretik), menghilangkan pembengkakan,
menghilangkan nyeri (analgesik), dan melancarkan sirkulasi darah. Akarnya berkhasiat
meredakan kolik (antispasmodik) dan menghilangkan pembengkakan. Buah berkhasiat
peluruh kencing, pembersih darah, pencahar dan perangsang muntah.
Kandungan Kimia :
Tumbuhan ini mengandung minyak atsiri, cyanogenic glucoside, ursolic acid, Beta
sitosterol, alpha-amyrin palmitate, KNO3, dan tanin. Buah mengandung saponin dan
flavonoid.
2.7 Bahaya Obat Bahan Alam dan Jamu Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO)
Masyarakat perlu menyadari bahwa penggunaan obat bahan alam dan jamu secara
umum tidak dapat memberikan efek penyembuhan seketika atau ”cespleng”, tetapi
memerlukan selang waktu tertentu untuk dapat menunjukkan efek yang diinginkan.
19
Kenyataan ini sering tidak dimengerti oleh masyarakat dan kemudian dimanfaatkan oleh
industri yang tidak bertanggungjawab dengan cara mencampurkan Bahan Kimia Obat (BKO)
ke dalam obat bahan alam dan jamu untuk mendapatkan efek yang “cespleng”. Perbuatan ini
melanggar peraturan yang berlaku di Indonesia yang mempersyaratkan bahwa obat bahan
alam dan jamu tidak diperbolehkan mengandung BKO. Hal ini sangat berbahaya, karena obat
bahan alam dan jamu seringkali digunakan dalam jangka waktu lama dan dengan takaran
dosis yang tidak dapat dipastikan Walaupun efek penyembuhannya segera terasa, tetapi
akibat penggunaan BKO yang tidak terkontrol dengan dosis yang tidak dapat dipastikan,
dapat menimbulkan efek samping yang serius, mulai dari mual, diare, pusing, sakit kepala,
gangguan penglihatan, nyeri dada sampai pada kerusakan organ tubuh yang parah seperti
kerusakan hati, gagal ginjal, jantung, bahkan sampai menyebabkan kematian.
2.8 Jamu yang berefek samping
Sesungguhnya jamu milik Indonesia mempunyai potensi luar biasa untuk bias
dikembangkan. Minum jamu terus menerus setiap hari tidak akan mempengaruhi kesehatan
ginjal atau lever bila pengolahan jamunya benar dan bermutu serta dosisnya benar.
Mengkonsumsi jamu sama halnya minum dan makan sayur karena bahan bakunya daun-
daunan dan rimpang alami yang sifatnya konstruktif dan membangun. Maka sesungguhnya
relatif lebih aman bila dibandingkan obat medis konvensional atau bahan kimia yang sifatnya
destruktif.
Seperti halnya obat konvensional dan herbal, jamu tetap memiliki efek samping walaupun
relatif lebih ringan dibandingkan obat konvensional. Karena itu minum jamu tetap ada dosis
dan waktu yang tepat. Ikuti petunjuk yang diberikan oleh produsennya atau kalau membuat
ramuan sendiri, baca buku-buku atau publikasi lainnya mengenai komponen dari jamu
tersebut untuk mengetahui indikasi, kontra indikasi, dosis, waktu konsumsi dan efek
sampingnya.
Efek samping jamu yang lebih besar justru biasanya datang dari faktor ekstrinsik
(luar), misalnya karena pengolahannya tidak benar, salah jenis tanaman yang digunakan,
terkontaminasi bahan berbahaya seperti pestisida dan logam berat, promosi yang
menyesatkan (misalnya klaim yang terlalu bombastis), sudah kadaluarsa, dan yang paling
parah adalah pemalsuan.
Sayang memang selalu saja ada produsen jamu yang tidak memikirkan efek negative
atau efek samping dari pengguna dan konsumen, dengan mencampurkan bahan kimia ke
20
dalam jamu atau obat herbal. Sebagai contoh, keterangan dari beberapa sumber menyebutkan
bahwa saat ini banyak pembuat jamu gendong yang malas meramu sendiri jamunya. Sebagai
jalan pintas mereka menyeduh saja serbuk dalam sachet yang banyak dijual di pasaran oleh
produsen besar, lalu mengemasnya dalam botol-botol untuk dijajakan sebagai jamu gendong.
Hal yang lebih parah lagi adalah untuk membuat khasiatnya terasa cespleng dan seketika
(instan), mereka kadangkala menambahkan obat-obat kimia, misalnya parasetamol untuk
penurun panas. Selain melanggar aturan dan membahayakan konsumen, hal ini tentu saja
membuat pamor jamu gendong yang luhur semakin turun.
Beberapa kali Badan POM terpaksa melarang beredarnya beberapa jamu yang meski
punya nomor registrasi namun setelah diteliti ternyata mengandung bahan kimia yang
berbahaya dan berdampak rusaknya beberapa organ tubuh penting seperti ginjal dan hati.
Inilah sebabnya mengapa banyak kalangan medis yang melarang pasiennya minum jamu.
Untuk itu konsumen hendaknya memanfaatkan jamu dan herbal yang benar-benar bisa
dipercaya. Beberapa produk jamu dan obat herbal meski mempunyai nomor registrasi dari
Badan POM ternyata belum menjadi jaminan produknya aman dan benar mengolahnya.
Meski dijual di apotik tetap harus diwaspadai keasliannya. Produsen yang bertanggung jawab
akan mencantumkan alamat dan layanan konsultasi atau customer service. Kini beberapa
dokter atau kalangan medis sudah banyak yang bersedia memberi pelayanan di klinik-klinik
herbal yang terpercaya. Pencampuran jamu dengan bahan kimia obat sudah sering terjadi dan
dilakukan berulang-ulang walaupun BPOM telah melakukan tindakan tegas dengan menarik
produk-produk tersebut dari pasaran dan memusnahkannya. Kasus terbaru terjadi pada
Desember 2006 dimana sebanyak 93 produk ditarik dari peredaran. Jamu-jamu yang ditarik
dari peredaran tersebut oleh Badan POM justru merupakan jamu-jamu yang laris di pasaran
karena efeknya cespleng dalam mengobati berbagai penyakit seperti pegal linu, rematik,
sesak napas, masuk angin dan pelangsing. Bahan-bahan kimia berbahaya yang digunakan
meliputi metampiron, fenilbutason, antalgin, deksametason, allopurinol, CTM, sildenafil
sitrat, sibutramin hidroksida, furosemid, kofein, teofilin dan parasetamol. Produsennya
sebagian besar adalah produsen industri kecil lokal, namun ada beberapa yang diproduksi di
luar negeri, misalnya Cina. Obat-obat yang mengandung bahan-bahan kimia tersebut
memiliki efek samping berbahaya bila digunakan tanpa pengawasan dokter, yaitu:
- Metampiron dapat menyebabkan gangguan saluran cerna seperti mual, pendarahan
lambung, rasa terbakar serta gangguan sistem saraf seperti tinitus (telinga berdenging) dan
neuropati, gangguan darah, pembentukan sel darah dihambat (anemia aplastik),
agranulositosis, gangguan ginjal, syok, kematian dan lain-lain.
21
- Fenilbutason dapat menyebabkan mual, muntah, ruam kulit, retensi cairan dan elektrolit
(edema), pendarahan lambung, nyeri lambung, dengan pendarahan atau perforasi, reaksi
hipersensitivitas, hepatitis, nefritis, gagal ginjal, leukopenia, anemia aplastik, agranulositosis
dan lainlain.
- Deksametason dapat menyebabkan moon face, retensi cairan dan elektrolit, hiperglikemia,
glaukoma (tekanan dalam bola mata meningkat), gangguan pertumbuhan, osteoporosis, daya
tahan terhadap infeksi menurun, miopati (kelemahan otot), lambung, gangguan hormon dan
lainlain.
- Allupurinol dapat menyebabkan ruam kulit, trombositopenia, agranulositosis, dan anemia
aplastik pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
- CTM dapat menyebabkan mengantuk, sukar menelan, gangguan saluran cerna, pusing,
lelah tinitus (telinga berdenging), diplopia (penglihatan ganda), stimulasi susunan saraf pusat
terutama pada anak berupa euforia, gelisah, sukar tidur, tremor, kejang.
- Sildenafil Sitrat dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, dispepsia, mual, nyeri perut,
gangguan penglihatan, rinitis (radang hidung), infark miokard, nyeri dada, palpitasi (denyut
jantung cepat) dan kematian
Sibutramin Hidroklorida dapat meningkatkan tekanan darah (hipertensi), denyut jantung
serta sulit tidur. Obat ini tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat penyakit arteri
koroner, gagal jantung kongestif, aritmia atau stroke.
- Parasetamol dalam penggunaan yang lama dapat menyebabkan gangguan kerusakan hati.
2.9 Izin DEPKES melalui Badan POM
Pemerintah Indonesia melalui Badan POM membuat peraturan yang cukup ketat
untuk keamanan obat dan makanan yang beredar di pasaran. Namun celakanya banyak
produsen yang tahu aturan mainnya namun justru dilanggar demi kepentingan bisnis. Saking
ketatnya peraturan juga bias menghambat perkembangan obat tradisional untuk memperoleh
kepercayaan masyarakat. Dalam sebuah seminar yang diselenggarakan di aula Badan POM
saya mendapatkan informasi bahwa suatu produk obat meski sudah diteliti secara ilmiah oleh
Litbang Depkes masih harus diuji lagi hasilnya oleh Badan POM. Bahkan meski sudah
diteliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang diakui duniapun harus tetap diuji
dan diteliti ulang di Badan POM.
Obat tradisional yang beredar di Indonesia mempunyai sertifikat berjenjang, yaitu:
1. Sertifikat TR (tradisional), untuk obat yang menggunakan bahan baku yang diakui
berkhasiat obat secara turun temurun. Sertifikat TR ini hanya boleh mencantumkan
22
khasiat ramuan satu macam saja dengan kata-kata standar ”Secara tradisional
digunakan untuk pengobatan........”
2. Sertifikat Obat Herbal Terstandar apabila sebuah ramuan sudah diuji cobakan kepada
hewan coba, atau dilakukan uji praklinis.
3. Sertifikat Fitofarmaka untuk obat yang sudah dilakukan uji klinis.
Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat. Dari uji ini diperoleh informasi
tentang efikasi (efek farmakologi), profil farmakokinetik dan toksisitas calon obat. Pada
mulanya yang dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian ikatan obat pada reseptor dengan
kultur sel terisolasi atau organ terisolasi, selanjutnya dipandang perlu menguji pada hewan
utuh. Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot,
hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata. Hanya dengan menggunakan hewan
utuh dapat diketahui apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau aman.
Penelitian toksisitas merupakan cara potensial untuk mengevaluasi :
Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis.
Kerusakan genetis (genotoksisitas, mutagenisitas).
Pertumbuhan tumor (onkogenisitas atau karsinogenisitas).
Kejadian cacat waktu lahir (teratogenisitas).
Selain toksisitasnya, uji pada hewan dapat mempelajari sifat farmakokinetik obat
meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat. Semua hasil pengamatan pada
hewan menentukan apakah dapat diteruskan dengan uji pada manusia.
BAB III
KESIMPULAN
Efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat, yang meliputi
kebenaran bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu penggunaan, ketepatan cara penggunaan,
ketepatan telaah informasi, dan tanpa penyalahgunaan obat tradisional itu sendiri.
23
Penelitian yang telah dilakukan terhadap tanaman obat sangat membantu dalam
pemilihan bahan baku obat tradisional. Pengalaman empiris ditunjang dengan penelitian
semakin memberikan keyakinan akan khasiat dan keamanan obat tradisional.
Dari segi efek samping, walaupun efek samping obat alami terbukti lebih kecil
dibandingkan obat modern, akan tetapi kalau kembali kita tengok bahan aktif yang
terkandung di dalam obatalami, kepastian dan konsistensinya belum dapat dijamin, terutama
untuk penggunaan secararutin. Oleh karena itu jelas di sini bahwa masih tetap diperlukan
penggalian lebih lanjut mengenai zat aktif yang berkhasiat di dalam tanaman obat. Informasi
ini tentu saja sangat diperlukan untuk menghindari adanya bahaya dari suatu zat toksik yang
mungkin sajaterkandung di dalam tanaman obat tersebut, serta untuk pengamanan terhadap
residu.Obat alami sebenarnya bisa pula dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Pengembangan obat alami merupakan kegiatan yang memerlukan tekad yang kuat sebab
permasalahan yang akandihadapi merupakan permasalahan yang kompleks. Selain itu
diperlukan suatu jaringankerjasama antara pihak-pihak yang terkait.
24
Recommended