View
42
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi adalah salah satu penyakit yang paling umum terjadi menimpa
manusia di seluruh dunia. Karena morbiditas dan mortalitas yang terkait dan biaya
untuk masyarakat, hipertensi merupakan tantangan kesehatan masyarakat yang
penting1. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat memicu timbulnya penyakit
degeneratif, seperti gagal jantung congestive, gagal ginjal, dan penyakit vaskuler.
Hipertensi disebut “silent killer” karena sifatnya asimptomatik dan setelah
beberapa tahun menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung. Meskipun
tidak dapat diobati, pencegahan dan penatalaksanaan dapat menurunkan kejadian
hipertensi dan penyakit yang menyertainya2.
Prevalensi hipertensi dalam masyarakat Indonesia cukup tinggi meskipun
tidak setinggi di negara-negara yang sudah maju yaitu sekitar 10%.3 Hipertensi
mengenai hampir 50 juta orang di Amerika Serikat, dan hampir 1 miliar orang di
seluruh dunia.4 Diperkirakan menjadi penyebab kematian sekitar 7,1 juta orang di
seluruh dunia, yaitu sekitar 13% dari total kematian.5 Menurut hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukkan prevalensi
Hipertensi secara nasional mencapai 31,7%.6 Sedangkan berdasarkan klasifikasi
Hipertensi menurut WHO, dari populasi Hipertensi, diperkirakan 70% menderita
Hipertensi ringan, 20% Hipertensi sedang dan 10% Hipertensi berat.
Masih banyaknya pasien hipertensi yg belum mendapat pengobatan dan
walaupun sudah mendapat pengobatan belum mencapai target serta adanya
penyakit penyerta dan komplikasi hipertensi yg dapat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas menjadi hipertensi sebagai masalah dalam kesehatan masyarakat5.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Hipertensi Esensial
2.1 Definisi
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefenisikan sebagai
hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer,
untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-
sebab yang diketahui.1
2.2 Klasifikasi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
(JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, Prehipertensi, Hipertensi derajat 1dan derajat 2 (Tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah berdasarkan JNC 7 1
2
Kategori Sistolik (mmHg) dan/atau Diastolik(mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Pada tahun 2003 WHO dan ISH (International Society Of
Hypertension) juga mengklasifikasikan tekanan darah menjadi beberapa
tingkatan (Tabel 2).
Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO 2003. 5
Kategori Sistol (mmHg)
Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80Normal < 130 < 85Normal-Tinggi 130-139 85-89Tingkat 1 (Hipertensi ringan) 140-159 90-99Sub grup : perbatasan 140-149 90-94Tingkat 2 (Hipertensi sedang) 160-179 100-109Tingkat 3 (Hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110Hipertensi Sistol Terisolasi ≥ 140 < 90Sub grup : perbatasan 140-149 < 90
2.3 Etiologi
Hipertensi Esensial atau Hipertensi Primer didefinisikan sebagai Hipertensi yang
tidak diketahui penyebabnya, dan 95% dari seluruh kasus Hipertensi. Hipertensi
Esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi
antara faktor-faktor risiko tertentu.2
2.4 Patofisiologi
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama
karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor resiko yang
mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah :
1. Faktor resiko, seperti : diet dan asupan garam, stres, ras,obesitas,
merokok, genetis.
2. Sistem saraf simpatis
Tonus simpatis
3
Variasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi: endotel
pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan
interstisium juga memberikan kontribusi akhir.
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin,
angiotensin dan aldosteron.
Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama yaitu : Cardiac Output
(CO) dan Systemic Vasculer Resistance (SVR). Cardiac Output ditentukan
oleh Stroke Volume ( SV ) dan Hearth Rate ( HR ). Resistensi perifer terjadi
akibat Peripheral Vascular Resistensi ( PVR) dan Renal Vascular Resistence
( RVR ).
TD = CO >< SVR
SV HR PVR RVR
Pada Hipertensi primer, CO berkurang 25% dan VR bertambah 20 –
25%. Pada hipertensi maligna, SVR bertambah akibat sekunder dari
perubahan struktur hipertensi kronis dan perubahan vasokonstriksi akut.
Gambar : Faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah6
4
Patofisiologi terjadinya Krisis Hipertensi tidaklah begitu jelas, namun
demikian ada dua peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut
yaitu:5,10
1. Peran langsung dari peningkatan tekanan darah
Akibat dari peningkatan mendadak tekanan darah yang berat maka akan
terjadi gangguan autoregulasi disertai peningkatan mendadak
resistensi vaskuler sistemik yang menimbulkan kerusakan organ
target dengan sangat cepat. Gangguan terhadap sistem autoregulasi
secara terus-menerus akan memperburuk keadaan pasien selanjutnya.
Pada keadaan tersebut terjadi keadaan kerusakan endovaskuler
(endothelium pembuluh darah) yang terus-menerus disertai nekrosis
fibrinoid di arteriolus. Keadaan tersebut merupakan suatu siklus
(vicious circle) dimana akan terjadi iskemia, pengendapan platelet dan
pelepasan beberapa vasoaktif. Trigernya tidak diketahui dan bervariasi
tergantung dari proses hipertensi yang mendasarinya. Bila stress
peningkatan tiba-tiba tekanan darah ini berlangsung terus-menerus
maka sel endothelial pembuluh darah menganggapnya suatu ancaman
dan selanjutnya melakukan vasokontriksi diikuti dengan hipertropi
pembuluh darah. Usaha ini dilakukan agar tidak terjadi penjalaran
kenaikan tekanan darah ditingkat sel yang akan menganggu hemostasis
sel. Akibat dari kontraksi otot polos yang lama, akhirnya akan
menyebabkan disfungsi endotelial pembuluh darah disertai
berkurangnya pelepasan Nitric Oxide (NO). Selanjutnya disfungsi
endotelial akan di triger oleh peradangan dan melepaskan zat-zat
inflamasi lainnya seperti sitokin, Endhotelial Adhesion Molecule dan
endhoteli-1. Mekanisme ditingkat sel ini akan meningkatkan
permeabilitas dari sel endotelial, menghambat fibrinolisis dan
mengaktifkan sistem koagulasi. Sistem koagulasi yang teraktifasi ini
bersama-sama dengan adhesi platelet dan agregasi akan mengendapkan
materi fibrinoid pada lumen pembuluh darah yang sudah kecil dan
sempit sehingga makin meningkatkan. tekanan darah Siklus ini
5
berlangsung terus dan menyebabkan kerusakan endotelial pembuluh
darah yang makin parah dan meluas.
2. Peran mediator endokrin dan parakrin
Sistem Renin–Angiotensin-Aldosteron (RAA) memegang peran penting
dalam patofisiologi terjadinya krisis hipertensi. Peningkatan
renin dalam darah akan meningkatkan vasokonstriktor kuat angiotensin
II, dan akan pula meningkatkan hormon Aldosteron yang berperan
dalam meretensi air dan garam sehingga volume intravaskuler akan
meningkat pula. Keadaan tersebut diatas bersamaan pula dengan
terjadinya peningkatan resistensi perifer pembuluh darah yang akan
meningkatkan TD. Apabila TD meningkat terus maka akan terjadi
natriuresis sehingga seolah-olah terjadi hipovolemia dan akan
merangsang renin kembali untuk membentuk vasokonstriktor
Angiotensin II sehingga terjadi iskemia pembuluh darah dan
menimbulkan hipertensi berat atau krisis hipertensi.
2.5 Faktor Risiko6,9
Faktor risiko Hipertensi, beberapa di antaranya dapat dikendalikan atau
dikontrol dan tidak dapat dikontrol diantaranya :
1. Faktor risiko yang dapat dikendalikan atau dikontrol yaitu Obesitas,
kurang olahraga, merokok, menderita Diabetes Mellitus,
mengonsumsi garam berlebih, minum Alkohol, diet, minum kopi, Pil
KB , stress emosional dan sebagainya.
2. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan atau tidak dapat
dikontrol yaitu umur, jenis kelamin, dan genetik
2.6 Manifestasi Klinis6
Pada umumnya Hipertensi tidak menimbulkan gejala yang jelas
Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada
Hipertensi Essensial. kadang-kadang Hipertensi Essensial berjalan tanpa
6
gejala dan baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti
pada Ginjal, Mata,Otak, dan Jantung. Beberapa gejala yang dapat menyertai
peningkatan tekanan darah ini yaitu sakit kepala, perdarahan dari hidung,
pusing (sempoyongan), wajah kemerahan dan kelelahan. Gambaran klinis
untuk krisis hipertensi sendiri umumnya adalah gejala organ target yang
terganggu antara lain:
a. Otak : gangguan kesadaran Transient Ischemic Attacks, defisit
sensoris dan motoris.
b. Mata : sakit kepala hebat, vertigo, gangguan penglihatan
c. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki.
d. Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria.
e. Arteri perifer : ekstremitas dingin, Klaudikasio Intermiten.
Tabel 5. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat6
Tekanan darah Funduskopi Status neurologi
Jantung Ginjal Gastrointes-tinal
> 220/140 mmHg
Perdarahan, eksudat, edema papilla
Sakit kepala, kacau, gangguan kesadaran, kejang.
Denyut jelas, membesar, dekompensasi, oliguria
Uremia, proteinuria
Mual, muntah
2.7 Diagnosis 5,6
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena
hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu
menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data
yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.
1. Anamnesa : Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat.
Hal yang penting ditanyakan :
Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.
Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun.
7
Gejala sistem saraf ( sakit kepala, hoyong, perubahan mental,
ansietas).
Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang).
Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan
oedem paru, nyeri dada ).
Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.
Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.
2. Pemeriksaan fisik :
Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan
denyut nadi perifer (raba nadi radialis kedua lengan dan
kemungkinan adanya selisih dengan nadi femoral
Mencari kerusakan organ sasaran:
Mata; Lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat,
penyempitan arteriol yang hebat.
Jantung; Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya
bunyi jantung S3 dan S4 serta adanya murmur.
Paru ; ronki basal yang mengindikasikan CHF.
Status neurologik ; pendekatan pada status mental dan
perhatikan adanya defisit neurologik fokal. Periksa tingkat
kesadarannya dan refleks fisiologis dan patologis.
Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.
3. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah Hipertensi Primer
atau Sekunder dan untuk mendeteksi adanya kerusakan organ.3
a. Profil Gula Darah
8
Kejadian Hipertensi pada pasien Diabetes sangat tinggi. Pemantauan
Glikemik secara efektif sangat bermanfaat pada pasien dengan
Hipertensi dan Diabetes.
b. Profil Lemak Darah
Pada pasien Hipertensi, adanya riwayat keluarga dengan profil lemak
abnormal merupakan faktor resiko Penyakit Jantung Koroner.
c. Asam Urat Serum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar Asam Urat Serum yang
tinggi berkaitan dengan terjadinya kerusakan organ seperti Hipertropi
Ventrikel Kiri, Aterosklerosis Karotid, dan Mikroalbuminuria.
d. Kliren Kretinin
Terdapat hubungan yang erat antara penurunan fungsi Ginjal dan
morbiditas serta mortalitas serta akibat kardiovaskuler pada pasien
Hipertensi. Pasien dengan Klirens Kreatinin yang menurun
menandakan kemungkinan yang besar mengalami LVH dan perubahan
pada Retina.
e. Kreatinin Serum
Penelitian menunjukkan bahwa Kreatinin Serum merupakan faktor
yang dapat memperkirakan mortalitas pada pasien ISH (Isolated
Systolic Hypertension). Telah dibuktikan bahwa setiap peningkatan
konsentrasi Kreatinin Serum sebesar 20µmol/L, mortalitas akibat
Stroke dan kardiovaskular meningkat.
f. Analisis Urin
Secara umum pemeriksaan, dilakukan untuk menganalisis antara lain:
Protein (Total dan Albumin), Glukosa.
Pemeriksaan Penunjang Lain3
EKG. EKG dilakukan untuk mengukur aktivitas elektronik Jantung.
Pengukuran tersebut bermanfaat untuk memantau waktu yang diperlukan
oleh gelombang elektronik pada saat Jantung bekerja dan memberikan
informasi mengenai beban kerja pada Jantung.
9
Pemeriksaan lain yang direkomendasikan untuk Hipertensi antara lain:3
1. Ekokardiogram
2. Ultrasound Carotid atau Doppler Karotis.
3. Funduskopi/Opthalmoskopi
Funduskopi meliputi pemeriksaan bagian belakang Mata, yaitu Retina,
Lempengan Optik, dan Pembuluh Darah.
4. Uji Toleransi Glukosa
5. Pengukuran kecepatan gelombang denyut.
2.8 Diagnosis Banding5
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis
hipertensi seperti :
Hipertensi berat
Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
Ansietas dengan hipertensi labil.
edema paru dengan payah jantung kiri.
2.9 Komplikasi Hipertensi5,6
Peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan akan merusak
Pembuluh Darah yang ada di sebagian besar tubuh. Hipertensi dapat
menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kerusakan organ adalah istilah umum yang digunakan atas
terjadinya komplikasi akibat Hipertensi terkontrol. Kerusakan yang umum
ditemui pada pasien Hipertensi adalah :5,6
1. Jantung
Hipertropi Ventrikel
Unstable Angina atau Infark Miokardium
Gagal Jantung dengan Udema Paru
Diseksi Aorta
10
2. Otak
Stroke hemoragik (Perdarahan Intraserebral atau Subdural) atau
Transient Ischemic Attack
Ensefalopati hipertensi
3. Penyakit Ginjal Kronis
4. Penyakit Arteri Perifer
5. Retinopati
Adanya kerusakan organ target, terutama pada Jantung dan Pembuluh Darah,
akan memperburuk prognosis pasien Hipertensi. Tingginya morbiditas dan
mortalitas pasien Hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit
kardiovaskular.6
2.10 Penanganan Hipertensi
Adapun tujuan pengobatan pasien Hipertensi adalah :6
Target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi
(Diabetes, Gagal Ginjal Proteinuria) < 130/80 mmHg.
Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
Menghambat laju Penyakit Ginjal Proteinuria
Pengobatan Hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan
farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien
Hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan
faktor-faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya.6
Terapi Nonfarmakologis
Pendekatan yang lazim untuk pasien dengan tekanan darah diastolik
dalam rentang 85 sampai 94 mmHg adalah dengan terapi Nonfarmakologis
sebagai strategi awal.
Terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan dengan mengubah pola
hidup pasien Hipertensi antara lain:3,6
11
Banyak mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah
lemak dapat menurunkan tekanan darah.
Menurunkan berat badan jika Overweight
Membatasi konsumsi Alkohol (< 30ml/hari untuk pria dan <15ml/hari
untuk wanita)
Berolahraga teratur (30-45 menit/hari).
mengurangi konsumsi Garam (< 100 mmol/hari atau 6 gram NaCl);
mempertahankan konsumsi Natrium, Kalsium, Magnesium yang cukup
(± 90 mmol/hari) dan berhenti merokok.
Terapi Farmakologis6
Tujuan terapi Antihipertensi adalah mencegah komplikasi Hipertensi
dengan efek samping sekecil mungkin. Obat yang ideal adalah obat yang
tidak mengganggu gaya hidup atau menyebabkan simptomatologi yang
bermakna tetapi dapat mempertahankan tekanan arteri terkendali.6
Jenis-jenis obat Antihipertensi untuk terapi farmakologis Hipertensi
yang dianjurkan oleh JNC 7 yaitu: 6
golongan Diuretik, terutama Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron
Antagonist (Aldo Ant)
Beta Blocker (BB)
Calcium Channel Blockers (CCB).
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
Angiotensin II Receptor Blocker atau Angiotensin Receptor
Blockers (ARB).
Farmakologi Antihipertensi3,10
Diuretik. Menurunkan volume plasma dan curah jantung. Untuk terapi
jangka panjang pengaruh utama adalah mengurangi resistensi perifer. Efek
samping : Hipotensi dan Hipokalemia.
Betabloker. Efektif untuk menurunkan denyut jantung dan curah jantung,
juga menurunkan sekresi Renin. Kontraindikasi bagi pasien Gagal Jantung
12
Kongestif. Preparat yang biasa digunakan adalah Propanolol, Asebutolol,
Atenolol, Bisoprolol, Labetalol dll.
ACE Inhibitor. Penurunan tekanan darah dengan cara menghambat enzim
yang menghidrolisa Angiotensin I menjadi Angiotensin II menyebabkan
penyempitan arteri, serta yang bersifat menahan Natrium dan air dalam
tubuh. Efek samping yang ditimbulkan antara lain Hipotensi, Batuk Kering,
Hiperkalemia, Rash Kulit, Edema Angioneurotik, Gagal Ginjal Akut, dan
Proteinuria.
Angiotensin II Reseptor Blocker (ARB). ARB bekerja dengan
menghambat efek Angiotensin II pada Reseptor AT1 (yang terutama
terdapat di Otot Polos Pembuluh Darah dan Otot Jantung, selain itu terdapat
juga di Ginjal, Otak, dan Kelenjar Adrenal). Efek yang dihambat meliputi:
vasokonstriksi, sekresi Aldosteron, rangsangan Saraf Simpatis, sekresi
Vasopresin, rangsangan haus, stimulasi Jantung, serta efek jangka panjang
berupa hipertrofik otot polos pembuluh darah dan miokard.
Penghambat Adrenoreseptor Alpha (α-Blocker). Hambatan reseptor α1
menyebabkan vasodilatasi di Arteriol dan Venula sehingga menurunkan
resistensi perifer. Contoh golongan ini adalah Prazosin, Terazosin, dan
Doksazosin. Efek samping yang ditimbulkan antara lain Hipotensi
Ortostatik, sakit kepala, palpitasi, edema perifer, mual dll.
Antagonis Saluran Kalsium (CCB). Antagonis Kalsium menghambat
influks Kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard,
menimbulkan efek relaksasi arteriol dan penurunan resistensi perifer.
Berbagai Antagonis Kalsium antara lain Nifedipin, Verapamil, Diltiazem,
Amlodipin, Nikardipin, Isradipin, dan Felodipin. Efek samping Antagonis
Kalsium antara lain Iskemia Miokard, Hipotensi, Edema Perifer,
Bradiaritmia, dll.
Vasodilator. Yang termasuk golongan ini adalah Doksazosin, Prazosin,
Hidralazin, Minoksidil, Diaksozid dan Sodium Nitroprusid. Golongan ini
bekerja langsung pada pembuluh darah dengan cara relaksasi otot polos
yang akan mengakibatkan penurunan resistensi pembuluh darah.
13
Masing-masing obat Antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan
dalam pengobatan Hipertensi, tetapi pemilihan obat Antihipertensi juga
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:6
Faktor sosial ekonomi.
Profil faktor resiko kardiovaskular.
Ada tidaknya kerusakan organ target.
Ada tidaknya penyakit penyerta.
Variasi individu dari respon pasien terhadap obat Antihipertensi.
Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk
penyakit lain.
Untuk sebagian besar pasien Hipertensi, terapi dimulai secara bertahap,
dan target tekanan darah yang dicapai secara progresif dalam beberapa
minggu. Terapi dengan obat Antihipertensi secara tunggal merupakan
penanganan awal untuk Hipertensi ringan dengan risiko kardiovaskular total
yang ringan sampai sedang atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan
darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis
obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai
target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut,
atau berpindah ke Antihipertensi lain dengan dosis rendah.6
Terapi Kombinasi 11
Pengobatan Antihipertensi yang efektif biasanya melibatkan kombinasi
dari dua atau lebih obat. Biasanya pengobatan ini lebih sesuai untuk pasien
beresiko tinggi seperti pasien dengan Diabetes maupun Gagal Ginjal.
Rasional kombinasi obat Antihipertensi:11
Ada 6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada Hipertensi terapi
dianjurkan :
1 Mempunyai efek aditif
14
2 Mempunyai efek sinergis
3 Mempunyai sifat saling mengisi
4 Penurunan efek samping masing-masing obat
5 Adanya ” Fix Dose Combination” akan meningkatkan kepatuhan
pasien (Adherence).
Fix-Dose Combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:11
1 Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACEI) dengan Diuretik
2 Penyekat Reseptor Angiotensin II (ARB) dengan Diuretik
3 Penyekat Beta dengan Diuretik
4 Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACEI) dengan Antagonis
Kalsium
5 Agonis α-2 dengan Diuretik
6 Penyekat α-1 dengan Diuretik
Tabel 6. Tatalaksana hipertensi menurut JNC 7 6
Klasifikasi Tekanan Darah
TDS (mmHg)
TDD (mmHg)
Perbaikan Pola Hidup
Terapi Obat Awal
Tanpa Indikasi yang Memaksa
Dengan Indikasi yang Memaksa
Normal
Prehipertensi
<120
120-139
dan< 80
atau
80- 89
Dianjurkan
ya Tidak indikasi
obat
obat-obatan
untuk
indikasi yang
memaksa
15
Hipertensi
Derajat 1
Hipertensi
Derajat 2
140- 159
≥160
atau
90-99
atau
≥ 100
ya
ya
Diuretika jenis
Thiazide untuk
sebagian kasus
dapat
dipertimbangkan
ACEI,ARB,BB
CCB atau
Kombinasi
Kombinasi dua
obat untuk
sebagian besar
kasus umumnya
Diuretika jenis
Thiazide dan ACEI
atau ARB atau BB
atau CCB
obat-obat
untuk
indikasi yang
memaksa
obat
Antihiper
tensi lain
(Diuretika,
ACEI,ARB,
BB,CCB)
Tabel 7. Pilihan Obat Antihipertensi untuk Kondisi Tertentu 6
Indikasi yang Memaksa Pilihan Terapi Awal
Gagal Jantung Thiazid, β Blocker, Angiotensin
Converting Enzyme, Angiotensin II
Reseptor Blocker, Aldosteron
Antagonis
Pasca Infark Miokard β Blocker, Angiotensin Converting
16
Enzyme, Aldosteron Antagonis
Risiko Penyakit Pembuluh Darah Koroner Thiazid, β Blocker, Angiotensin
Converting Enzyme, Angiotensin II
Reseptor Blocker.
Diabetes Melitus Thiazid, β Blocker, Angiotensin
Converting Enzyme, Angiotensin II
Reseptor Blocker, Calcium
Channel Blocker.
Penyakit Ginjal Kronis Angiotensin Converting Enzyme,
Angiotensin II Reseptor Blocker.
Pencegahan Stroke berulang Thiazid, Angiotensin Converting
Enzyme
Tabel 8. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi Menurut ESH 6
Kelas Obat Indikasi KontraindikasiMutlak Tidak mutlak
Diuretika (Thiazide)
Diuretika (Loop)
Diuretik (anti Aldosteron)
CHF, Usia lanjut, Isolated Systolic Hypertension ,Ras Afrika
Insufisiensi Ginjal, CHF
CHF, pasca MI
Gout
Gagal Ginjal, Hiperkalemia
Kehamilan
-
17
Penyekat β
CalsiumAntagonis(Dyhidropiridin)
Calcium Antagonis (Verapamil, Diltiazem)
Penghambat ACE
AIIRA
α-Blocker
Angina Pektoris, pasca MI, CHF, Kehamilan,Takiaritmia
Usia lanjut, Isolated Systolic Hypertension, Angina Pektoris, Penyakit Pembuluh Darah Perifer, Aterosklerosis Karotis, Kehamilan.
Angina pektoris, Aterosklerosis Karotis, Takikardia Supraventrikular.
CHF, Disfungsi Ventrikel Kiri, pasca MI, Non Diabetik Nefropati, Nefropati DM tipe1
Nefropati DM tipe2, Proteinuria, Hipertrofi Ventrikel Kiri, batuk karena ACEI
BPH, Hiperlipidemia
Asma, PPOK, A-V Block (derajat 2 atau 3
-
-
Kehamilan, Hiperkalemia,Stenosis Arteri Renalis Bilateral
Kehamilan, Hiperkalemia, Stenosis Arteri Renalis Bilateral
Hipotensi Ortostatis
Penyakit Pembuluh Darah perifer, Intoleransi glukosa, Takiaritmia, CHF
-
-
CHF
2.11 Pendekatan Penanganan Krisis Hipertensi3,5,6
Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu
dipertimbangkan yaitu berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus
diturunkan. Penurunan tekanan darah sampai normal pada umumnya tidak
diperlukan bahkan pada keadaan tertentu bukan merupakan tujuan
pengobatan. Tujuan pengobatan Hipertensi emergensi adalah memperkecil
kerusakan organ target akibat tingginya tekanan darah dan menghindari
pengaruh buruk akibat pengobatan. Berdasarkan prinsip ini maka obat
18
Antihipertensi pilihan adalah yang bekerja cepat, efek penurunan tekanan
darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Tujuan pengobatan
menurunkan tekanan arteri rata-rata (MAP) tidak lebih dari 25 % atau
mencapai tekanan darah diastolik 100 – 110 mmHg dalam waktu beberapa
menit sampai satu atau dua jam. Kemudian tekanan darah diturunkan
menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam. Tekanan darah diukur setiap
15 sampai 30 menit. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat
menyebabkan Iskemia Renal, Serebral dan Miokardium. Pada stroke
penurunan tekanan darah di anjurkan < 20% dan khusus pada Stroke
Iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap bila tekanan darah >
220/130 mmHg.5
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis
hipertensi tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau
urgensi. Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ
sasaran maka penderita dirawat diruangan Intensive Care Unit, ( ICU ) dan
diberi salah satu dari obat anti hipertensi Intravena ( IV ).
Hipertensi Emergensi5
Bila diagnosa Hipertensi Emergensi telah ditegakkan maka TD perlu
segera diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :
Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik.
Tentukan penyebab krisis hipertensi
Singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT
Tentukan adanya kerusakan organ sasaran.
Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD
sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah
klinis yang menyertai dan usia pasien.
Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik
tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120
mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi
19
tertentu contohnya Disecting Aortic Aneurysm. Penurunan TD tidak
lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat.
Penurunan TD secara akut ke TD normal/subnormal pada awal
pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusi ke otak,
jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari
permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : Disecting Aortic
Aneurysm.
TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau
dua minggu.
Tabel 9. Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi6
Parameter Hipertensi Mendesak Hipertensi Darurat
Biasa Mendesak
Tekanan
darah
(mmHg)
> 180/110 > 180/110 > 220/140
Gejala Sakit kepala,
kecemasan;
sering kali tanpa
gejala
Sakit kepala hebat,
sesak napas
Sesak napas, nyeri dada,
nokturia, dysarthria,
kelemahan, kesadaran
menurun
Pemeriksaan
Fisik
Tidak ada
kerusakan organ
target.
Kerusakan organ
target; muncul klinis
penyakit
kardiovaskuler.
Ensefalopati, edema paru,
insufisiensi ginjal, iskemia
jantung
Terapi Awasi 1-3 jam;
mulai/teruskan
obat oral, naikkan
dosis
Awasi 3-6 jam; obat
oral berjangka kerja
pendek
Pasang jalur IV, periksa
laboratorium standar, terapi
obat IV
Rencana Periksa ulang
dalam 3 hari
Periksa ulang dalam
24 jam
Rawat ruangan/ICU
20
Pada hipertensi darurat (emergency) lebih dianjurkan untuk
pemakaian parenteral, daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 10. Obat hipertensi parenteral
Obat Dosis Efek / Lama
Kerja
Perhatian khusus
Sodium
nitroprusside
0,25-10 mg /
kg / menit
sebagai infus IV
langsung/2-3
menit setelah
infus
Mual, muntah, penggunaan jangka
panjang dapat menyebabkan
keracunan tiosianat,
methemoglobinemia, asidosis,
keracunan sianida.
Nitrogliserin 500-100 mg
sebagai infus IV
2-5 min /5-10
min
Sakit kepala, takikardia,mual,
muntah,
Nicardipine 5-15 mg / jam
sebagai infus IV
1-5 min/15-
30 min
Takikardi, mual, muntah, sakit
kepala, peningkatan tekanan
intrakranial; hipotensi
Klonidin 150 ug, 6 amp
per 250 cc
Glukosa 5%
mikrodrip
30-60 min/ 24
jam
Ensefalopati dengan gangguan
koroner
Diltiazem
5-15
ug/kg/menit
sebagi infus IV
1-5 min/ 15-
30 min
Takikardi, mual, muntah, sakit
kepala, peningkatan tekanan
intrakranial; hipotensi
Klonidin IV
Klonidin 900 mcg dimasukkan dalam cairan infus glucosa 5% 500cc dan
diberikan dengan mikrodrip 12 tetes/ menit, setiap 15 menit dapat
dinaikkan 4 tetes sampai TD yg diharapkan tercapai. Bila TD target
tercapai pasien diobservasi selama 4 jam kemudian diganti dg tablet
clonidin oral sesuai kebutuhan
Diltiazem IV
Diltiazem 10 mg IV diberikan dalam 1-3 menit kemudian diteruskan dg
infus 50 mg/jam selama 20 menit. Bila TD telah turun >20% dari awal,
21
dosis diberikan 30 mg/jam sampai target tercapai. Diteruskan dg dosis
maintenance 5-10 mg/jam dg observasi 4 jam kemudian diganti dg tablet
oral.
Nitroprusside IV
Diberikan dlm cairan infus dg dosis 0,25-10.00 mcg/kg/menit.
Pada Hipertensi Emergensi dengan komplikasi seperti Hipertensi
Emergensi dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan
obat yang tepat sehingga tidak memperparah keadaannya. Pemilihan obat
untuk hipertensi dengan komplikasi dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11 . Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi
Komplikasi Obat Pilihan Target Tekanan Darah
Diseksi aorta Nitroprusside + esmolol SBP 110-120 sesegera
mungkin
AMI, iskemia Nitrogliserin, nitroprusside,
nicardipine
Sekunder untuk bantuan
iskemia
Edema paru Nitroprusside, nitrogliserin,
labetalol
10% -15% dalam 1-2 jam
Gangguan Ginjal Fenoldopam, nitroprusside,
labetalol
20% -25% dalam 2-3 jam
Kelebihan
katekolamin
Phentolamine, labetalol 10% -15% dalam 1-2 jam
Hipertensi
ensefalopati
Nitroprusside 20% -25% dalam 2-3 jam
Perdarahan
Subarachnoid
Nitroprusside, nimodipine,
nicardipine
20% -25% dalam 2-3 jam
Stroke Iskemik Nicardipine 0% -20% dalam 6-12 jam
AMI, infark miokard akut; SBP, tekanan darah sistolik.
Labetalol IV
22
Diberikan 20-80 mg IV bolus setiap 10 menit atau dapat diberikan dalam
cairan infus dg dosis 2 mg menit
Hipertensi Urgensi
Tujuan pengobatan Hipertensi Urgensi adalah penurunan tekanan
darah sama seperti Hipertensi Emergensi, hanya dalam waktu 24-48 jam.
Setelah target tercapai harus diikuti program terapi Hipertensi jangka
panjang. Antihipertensi yang dipilih dapat peroral atau parenteral sesuai
fasilitas yang tersedia. Penderita dengan hipertensi urgensi tidak
memerlukan rawat inap di rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan
diruangan yang tenang, tidak terang dan TD diukur kembali dalam 30
menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai
pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral Antihipertensi dalam
menanggulangi Hipertensi Urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.
Adapun obat Hipertensi oral yang dapat dipakai untuk Hipertensi Urgensi
dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Obat hipertensi oral
Obat Dosis Efek / Lama Kerja Perhatian khusus
Captopril 12,5 - 25 mg PO;
ulangi per 30 min ;
SL, 25 mg
15-30 min/6-8 jam ;
SL 10-20 min/2-6
jam
Hipotensi, Gagal Ginjal,
Stenosis Arteri Renalis
Clonidine PO 75 - 150 ug,
ulangi per jam
30-60 min/8-16 jam Hipotensi, mengantuk,
mulut kering
Propanolo
l
10 - 40 mg PO;
ulangi setiap 30
min
15-30 min/3-6 jam Bronkokonstriksi, Blok
jantung, Hipotensi
Ortostatik
Nifedipin
e
5 - 10 mg PO;
ulangi setiap 15
menit
5 -15 min/4-6 jam Takikardi, Hipotensi,
Gangguan Koroner
SL, Sublingual. PO, Peroral
23
Umumnya kebanyakan penderita krisis hipertensi mempunyai intravaskuler
volume depletion, oleh karena itu jangan diberi terapi diuretika, kecuali bila
secara klinis dibuktikan adanya volume overload seperti payah jantung
kongestif atau oedema paru. Perlu diketahui bahwa pembatasan cairan dan
garam ( natrium ) serta diuretika pada hipertensi maligna akan menyebabkan
bertambahnya volume depletion sehingga bukannya menurunkan TD malah
meningkatkan TD. Pemberian diuretika dapat dilakukan bila setelah diberikan
obat anti hipertensi non diuretikal beberapa hari dan telah terjadi retensi
cairan.
Pengelolaan Setelah Krisis Hipertensi
Setelah penderita terbebas dari krisis, selanjutnya dianjurkan mencari etiologi
hipertensi. Umumnya hipertensi berat adalah akibat hipertensi sekunder
renovaskuler. Selanjutnya penderita akan mendapat terapi hipertensi secara
teratur yang pada umumnya merupakan kombinasi beberapa obat anti
hipertensi.1,2
2.12Prognosis5
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival
penderita hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia
(19%), payah jantung kongestif (13%), Cerebro Vascular Accident (20%),
payah jantung kongestif disertai uremia (48%), infark miokard (1%), diseksi
aorta (1%). Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang
efektif dan penanggulangan penderita gagal ginjal dengan analisis dan
transplantasi ginjal. Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun
1980, survival dalam 1 tahun berkisar 94% dan survival 5 tahun sebesar 75%.
Tidak dijumpai hasil perbedaan diantara retinopati KWIII dan IV. Kreatinin
serum merupakan prognostik marker yang paling baik dan dalam studi
didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan kreatinin <300 umol/l
memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan penderita yang mempunyai
fungsi ginjal yang buruk.
24
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.I Kesimpulan
Krisis Hipertensi, yaitu suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah
terjadi kerusakan organ target, dan merupakan suatu kegawatan medik
yang memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk
menyelamatkan jiwa penderita
Krisis Hipertensi dibedakan menjadi 2 yaitu Hipertensi Emergensi dan
Urgensi. Hipertensi Emergensi dan Urgensi perlu dibedakan karena cara
penanggulangan keduanya berbeda.
Dalam memberikan pengobatan perlu diperhatikan beberapa faktor :
Apakah penderita dengan hipertensi emergensi atau urgensi.
Cepatnya tekanan darah diturunkan, tekanan darah yang diinginkan
dan lama kerja dari obat.
Efek samping obat
Ketepatan diagnosis akan mempengaruhi pilihan obat guna keberhasilan
terapi dalam menurunkan tekanan darah dan komplikasi yang
ditimbulkan.
Obat parenteral merupakan pilihan utama karena bisa bereaksi cepat dan
aman. Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman
karena tekanan darah dapat diatur sesuai dengan target tekanan darah
yang diharapkan.
3.2 Saran
Untuk mencegah jatuhnya seseoarang kepada krisis hipertensi, maka
faktor resiko haruslah dihindari, terutama dalam hal kepatuhan minum obat.
25
Edukasi dari dokter kepada pasien hipertensi sangatlah penting terutama
mengenai komplikasi dan pengaturan pola akan serta gaya hidup yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yogiantoro. Hipertensi esensial dalam Sudoyo AW, Setiayohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I. Edisi
ke IV. Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam Falkutas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta; 2006. Hal.599-603.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman teknis penemuan dan
tatalaksana hipertensi. Jakarta: Depkes RI. 2006.
3. Edi Sugiyanto. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular Peserta didik
Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro / RS Dr Kariadi Semarang. 2007. CDK no.157
4. Pinzon R. Hipertensi dan Stroke. 2009 (diakses 30 Agustus 2010). Diunduh
dari URL: http://artikelindonesia.com/hipertensi-dan-stroke.html
26
5. Sani Aulia. Hypertension Current Perspective. Jakarta: Medya Crea; 2008.
Hal : 18-27,97.
6. Hidayati. Hipertensi Berujung Kematian. 2010 (diakses 30 Juli 2010).
Diunduh dari URL: http://jurnalmedika.com.
7. Brown CT. Penyakit aterosklerotik koroner dalam Price SA dan Wilson LM
editor. Patofisiologi. Edisi ke-enam. Volume II. Jakarta: EGC; 2006. Hal 582
27
Recommended