View
233
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 103 - 117
103
Relasi dan Citra Tokoh-Tokoh Perempuan Jepang pada Novel Hado Boirudo
Hado Rakku karya Yoshimoto Banana
Citra Anisya Wardani
Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya 60286
Email: anisyawardanicitra@gmail.com
Abstrak
Hado Boirudo/Hado Rakku adalah sebuah novel karya Yoshimoto Banana yang terbit pada tahun 1999.
Novel ini terdiri dari dua judul yang tidak ada keterkaitan cerita antara satu dengan lainnya. Cerita
pertama berjudul Hado Boirudo, mengisahkan tentang tokoh Aku yang sedang mendaki gunung tepat di
hari satu tahun setelah kematian pasangan lesbiannya yang bernama Chizuru. Dalam perjalan mendaki
gunung tersebut ia mengalami malam yang panjang dimana ia dihantui oleh seorang hantu perempuan,
serta mimpi – mimpi buruk tentang Chizuru. Dalam perjalanannya pula ia menghayati kisah masa
lalunya tentang pengkhianatan Ibu Tirinya serta hubungannya yang tak berakhir baik dengan Chizuru.
Sedangkan pada cerita Hado Rakku, mengisahkan tentang seorang perempuan sebagai tokoh Aku yang
tengah dalam kondisi berkabung atas kejadian tragis yang menimpa kakak perempuannya bernama Kuni.
Kuni mengalami koma akibat pendarahan otak karena terlalu sibuk menyelesaikan pekerjaan kantornya
sebelum mengundurkan diri untuk mempersiapkan pernikahannya. Selama Kuni koma tokoh aku
menjadi dekat dengan kakak dari tunangan Kuni. Namun hubungan mereka tidak dapat dilanjutkan
karena rasa empati tokoh Aku terhadap Kuni.
Hado Boirudo/ Hado Rakku merupakan novel dengan tema dan plot yang ringan. Tokohnya yang
sebagian besar perempuan menjadikan novel ini padat akan informasi keperempuan. Oleh karena itu,
dalam analisis yang bertujuan untuk mengetahui relasi dan citra perempuan akan digunakan teori kritik
sastra feminis. Melalui perantara teori kritik sastra feminis akan dijelaskan lebih dalam mengenai
hubungan – hubungan yang dimiliki oleh tokoh – tokoh perempuan serta citra perempuan pada masing
– masing tokoh perempuan.
Hasil analisis terhadap relasi pada tokoh – tokoh perempuan menunjukkan bahwa hubungan apapun
yang dimiliki oleh perempuan dengan perempuan memiliki ikatan yang lebih kuat dibandingkan
hubungan antara perempuan dengan laki – laki. Kemudian analisis terhadap citra perempuan
menunjukkan bahwa relasi yang terjalin dalam yang dimiliki oleh perempuan akan menguras emosi
perempuan dan mempengaruhi citra diri perempuan. Kemudian didapati pula bahwa kehilangan orang
terdekat pada perempuan akan meningkatkan citra feminim pada diri perempuan.
Kata kunci : relasi antar perempuan, citra perempuan, kritik sastra feminis
Abstract
Hado Boirudo/Hado Rakku is a novel written by Yoshimoto Banana in 1999. This novel consists of two
separate stories, making up the two parts of the book’s title. The first story, Hado Bairudo, is written
from the perspective of a woman named Aku, who is hiking alone on the day after her lesbian partner
Chizuru died one year ago. During her journey, she is haunted by female ghost and bad dreams about
Chizuru. She is also overshadowed by her stepmother’s betrayals and her broken relationships with
Chizuru. The second story, Hado Rakku, is about a woman named Aku whose sister Kuni is in coma due
to brain hemorrhage because she’s too busy finishing her works before resigning to prepare her wedding.
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 103 - 117
104
Since then, Aku has had close relationship with brother of Kuni’s fiancée. However, their relationship
is called off due to Aku’s empathy for Kuni.
Hado Boirudo/Hado Rakku is a light novel, and femininity issue is strong in this novel since most
characters are females. Thus, feminist literary criticism is employed to analyse relationships and images
of women. Explanations in the relationships among the female characters and images of women
portrayed by those characters will be explored further using this criticism.
The results of analysis on relationships among female characters indicate that any relationships
possessed by them have stronger bound compared to their relations with men. In addition, analysis on
images of women indicate that relationships among women are more emotional, and they can affect
women’ images. Furthermore, this study concludes that women, who loose someone close to them, will
have more femininity images.
Keywords : feminist literary criticism; images of women; relationship among women.
1. Pendahuluan
Hado Boirudo/ Hado Rakku adalah novel karya Yoshimoto Banana yang terbit
di Jepang pada tahun 1999. Kemudian pada tahun 2005 novel ini diterjemahkan ke
dalam bahasa Inggris dengan judul Hard Boiled & Hard Luck. Novel tersebut memiliki
dua cerita yang berbeda dan tidak ada kaitannya satu sama lain. Cerita pertama berjudul
Hado Boirudo (Hard Boiled) dan cerita kedua berjudul Hado Rakku (Hard Luck).
Aspek yang sama dalam dua cerita tersebut adalah tokoh utama yang merupakan
narator perempuan, dan konflik utamanya bertemakan kehilangan seseorang yang
sangat berarti bagi tokoh utama dan mempunyai relasi yang sangat dekat dengan tokoh
utama.
Dalam cerita Hado Boirudo, tokoh utama yang tak disebutkan namanya
berperan menjadi narator sekaligus tokoh Aku, dikisahkan ia sedang mendaki gunung
dalam rangka memperingati hari kematian pasangan sesama jenisnya, dan selama
mendaki ia merenungi perjalan hidupnya. Pada cerita kedua yang berjudul Hado Raku,
mengisahkan seorang perempuan yang berperan sebagai narator sekaligus tokoh Aku
yang tengah bersedih atas kejadian yang menimpa kakaknya; Kuni.
Kedua cerita tersebut, sebagian besar tokohnya adalah perempuan. Novel ini
menunjukkan awal dari pergerakan perempuan – perempuan Jepang yag memiliki
kesempatan untuk berkarir serta pengenyam pendidikan tinggi. Mereka digambarkan
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 103 - 117
105
sebagai perempuan metropolitan Jepang yang harus menghadapi beragam masalah
dalam kehidupannnya, ditampilkan dalam berbagai atribut dan profesi yang
disandangnya seperti pasangan lesbian, mahasiswi mandiri, pekerja di bar, selingkuhan,
wanita karier yang berada di ujung kematian, dan beberapa tokoh lainnya. Para
perempuan tersebut mencoba mengatasi problem mereka masing – masing ditengah
kehidupan masyarakat Jepang yang terkenal individulistik. Dalam masyarakat yang
bersifat individual, relasi dengan orang lain yang telah terjalin cukup dalam tentunya
merupakan salah satu hal yang sangat penting. Putusnya atau rusaknya hubungan
tersebut dapat menjadi gangguan yang hebat dalam diri masing – masing tokoh, yang
kemudian mempengaruhi sikap dan kepribadian mereka yang selanjutnya terefleksikan
dalam image atau citra mereka. Sejalan dengan hal tersebut, dalam Hadoboirudo/ Hado
Rakku bila diamati lebih lanjut nampak bahwa citra perempuan dan relasi antar tokoh
adalah suatu hal yang erat kaitannya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka topik yang dibahas selanjutnya
adalah siapakah tokoh – tokoh perempuan tersebut, relasi antar tokoh seperti
bagaimanakah yang mereka miliki, apa sajakah masalah mereka, dan bagaimana cara
mereka menghadapinya? Dengan demikian dapat ditarik sebuah garis yang
menunjukkan citra dari masing masing tokoh perempuan pada novel tersebut dan
mengetahui maknanya
Dalam jurnal yang berjudul Dreaming in Isolation: Magical Realism in
Modern Japanese Literature oleh Ida Mayer dari Carnegy Merron University. Artikel
tersebut mempunyait topik berupa mimpi, alam bawah sadar, dan dunia spiritual dalam
karya sastra modern Jepang, khususnya pengarang ternama Jepang saat ini yaitu
Yoshimoto Banana dan Haruki Murakami. Salah satu yang dianalisis dalam jurnal
tersebut adalah pengalamam mimpi dan alam bawah sadar yang dialami oleh tokoh
utama dalam cerita Hado Boirudo. Kesimpulan yang didapat dari penelitian itu
menyatakan bahwa karakter yang mengalami mimpi magis yang diciptakan oleh
Yoshimoto Banana dalam Hado Boirudo adalah karakter yang emosinya terisolasi
yang kemudian hadir dalam mimpi magis. Mimpi magis tersebut pada akhirnya
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 103 - 117
106
menjadi proses penyembuhan diri dari emosi – emosi negatif yang sebelumnya
menghantui.
Selain itu disebutkan pula bahwa mimpi supranatural yang dialami berkaitan
erat dengan relasi antara si pemimpi dengan orang lain yang diimpikan. Mimpi
supranatural menunjukkan kekuatan koneksi dari relasi yang dimiliki antara si
pemimpi dengan yang diimpikan. Hal ini sejalan dengan apa yang telah disampaikan
peneliti sebelumnya bahwa adanya kerusakan dalam relasi antar tokoh mampu menjadi
gangguan yang cukup besar dalam kehidupan tokoh. .
Yang kedua adalah penelitian yang berjudul “Kematian dan Perasaan
Kehilangan: Konstruksi Identitas Queer dalam Empat Karya Yoshimoto Banana”
yang ditulis oleh Andi Abd. Khaliq Syukur, Aquarini Priyatna, dan Lina Meilinawati
Rahayu. Sesuai dengan judulnya, jurnal tersebut membahas tentang konstruksi queer
dalam empat karya Yoshimoto Banana yaitu Kitchen, Moonlight Shadow, Hardboiled,
dan Hard Luck. Dalam penelitiannya mereka menyebutkan bahwa tokoh – tokoh dalam
keempat cerita tersebut memiliki kecenderungan queer dikarenakan kesedihan akan
kematian orang – orang terdekat dan perasaan kehilangan. Emosi – Emosi negatif
tersebut menjadikan beberapa tokoh – tokoh perempuan dalam novel –novel tersebut
menjadi lebih mandiri, mengganggu sifat kefeminiman mereka, dan kemudian menjadi
cenderung bersifat queer.
Begitu juga dengan tokoh – tokoh dalam cerita Hado Boirudo Hado/ Rakku.
Pada novel Hado Rakku peneliti setuju dengan apa yang diungkapkan dalam jurnal
tersebut bahwa “kematian dan kehilangan mengukuhkan kecenderungan
homoseksualitas perempuan”. Namun menurut peneliti hal ini tidak berlaku untuk
tokoh perempuan dalam cerita Hado Rakku. Karena kecendurungan homoseksualitas
perempuan sama sekali tidak terlihat dalam tokoh yang diperankan dalam cerita Hado
Rakku.
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 103 - 117
107
2. Metode Penelitian
Teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori kritik Sastra Feminis.
Kritik sastra feminis merupakan perkembangan dari feminisme yang sudah muncul
gerakannya pada tahun 1848. Saat itu yang menjadi pemicu gerakan feminisme adalah
Deklarasi Kemerdekaan Amerika yang mencantumkan bahwa all men are created
equal (semua laki-laki diciptakan sama), tanpa menyebut-nyebut perempuan.
Kemudian para tokoh feminis memproklamasikan versi lain dari Deklarasi
Kemerdekaan Amerika yang berbunyi: all men and women are created equal (semua
laki-laki dan perempuan diciptakan sama) (Soenardjati, 2000:01).
Meskipun disebut dengan Kritik Sastra, Kritik Sastra Feminisme bukan berarti
pengkritik perempuan, atau kritik tentang perempuan, juga bukanlah kritik tentang
pengarang perempuan. Arti sederhana yang dikandungnya adalah pengkritik
memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang
banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan.
Menurut Kolodny, mereka yang menekuni bidang sastra pasti menyadari bahwa
biasanya karya sastra, yang pada umumnya hasil tulisan laki-laki, menampilkan
sterotipe wanita sebagai istri dan ibu yang setia dan berbakti, wanita manja, pelacur.
Padahal disamping itu, selain hal-hal tersebut, wanita memiliki perasan-perasaan yang
sangat pribadi, seperti penderitaan, kekecewaan, atau rasa tidak aman yang hanya bisa
diungkapkan secara tepat oleh wanita itu sendiri (Soenardjati,2000:12). Dengan
menggunakan kritik sastra feminis, peneliti berupaya untuk membaca, memahami,
kemudian meneliti sisi kewanitaan dengan memposisikan dirinya sebagai wanita, guna
memahami objek yang diteliti.
Showalter (1986) membedakan adanya dua jenis kritik sastra feminis, yaitu : 1)
kritik sastra feminis yang melihat perempuan sebagai pembaca (the women as reader/
feminist critique), dan 2) kritis sastra feminis yang melihat perempuan sebagai penulis
(women as writer/ gynoritics). Kritik sastra feminis aliran perempuan sebagai pembaca
(women as reader) memfokuskan kajian pada citra dan sterotipe perempuan dalam
sastra, pengabaian dan kesalahpahaman tentang perempuan dalam kritik sebelumnya,
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 103 - 117
108
dan celah – celah sejarah sastra yang dibentuk oleh laki – laki. Sedangkan kritik sastra
feminis ginokritik meneliti sejarah karya sastra perempuan (perempuan sebagai
penulis), gaya penulisan perempuan, tema, genre, struktur, kreativitas, profesi penulis
perempuan sebagai perkumpulan, serta perkembangan dan peraturan tradisi penulis
perempuan (Wiyatmi, 2012:25). Penelitian ini akan menggunakan women as reader
sebgai konsep dasar untuk memahami citra perempuan.
Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode deskriptif analisis dengan
menggunakan pendekatan psikologis. Nyoman Kutha Ratna (2004) menyatakan bahwa
metode deskriptif analisis adalah metode yang menggabungkan dua metode yaitu
deskriptif dan analisis. Metode deskriptif analisis ini dilakukan dengan cara
mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Secara etimologis
deskriptif dan analisis berarti menguraikan. Meskipun demikian, analisis yang berasal
dari bahasa Yunani, analyein (‘ana’=atas,’lyein’=lepas,urai), telah diberikan arti
tambahan, tidak semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman
dan penjelasan secukupnya.
3. Hasil dan Pembahasan
Kebutuhan Dasar Perempuan
Perempuan dan laki – laki memiliki cara tersendiri dalam menyikapi hubungan atau
relasi sosial. Perempuan cenderung mementingkan aspek relasi (hubungan) daripada
laki – laki. Seperti yang dikatakan Janet L. Surrely (1991) dalam jurnalnya yang
berjudul The Self-in-Relation:A Theory of Women’s Development bahwa Ketertarikan
akan sebuah hubungan lebih penting dalam semua tahapan hidup perempuan. Riset dan
observasi klinis menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan memiliki kemampuan
yang luar biasa dalam hal keterkaitan pergaulan, kedekatan emosional, dan fleksibilitas
emosi yang lebih daripada laki– laki. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa relasi
dengan individu lainnya merupakan kebutuhan dasar bagi perempuan. Kedekatan
dengan individu lainnya akan lebih mempengaruhi emosi perempuan daripada laki –
laki.
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 103 - 117
109
Dimensi Feminimitas dan Maskulinitas
Dalam Bem Sex-Role Inventory (BSRI) diuraikan lebih lanjut tentang dimensi
feminitas. Dimensi feminitas biasanya mencakup 7 ciri-ciri sifat berikut ini: penuh
kasih sayang; menaruh simpati/perhatian kepada orang lain; tidak memikirkan diri
sendiri; penuh pengertian; mudah iba/kasihan; pendengar yang baik; hangat dalam
pergaulan; berhati lembut; senang terhadap anak-anak; lemah lembut ; mengalah;
malu; merasa senang jika dirayu; konsumtif; berbicara dengan suara keras; mudah
terpengaruh; polos/ naif/sopan; suka merawat diri; bersifat kewanitaan (Puteri, 2013).
Sedangkan menurut (Chandra, 1983), Maskulin sangat lekat dengan kaum pria
yang cenderung lebih kasar dan keras, seperti jantan, macho, berwibawa, tegas,
berjiwa pemimpin (Rahayu, 2013).
Relasi Antar Tokoh dalam Hado Boirudo
1. Relasi Ibu dan Anak antara Tokoh Aku dengan Tokoh Ibu Tiri
Tokoh Aku tinggal dengan Ibu Tirinya di rumah. Ayahnya jarang pulang ke rumah,
sehingga dapat dikatakan bahwa pada saat itu tokoh Aku hanya tinggal berdua saja
dengan Ibu Tirinya. Selama tinggal satu rumah mereka berdua mempunyai
hubungan yang cukup baik Meski hubungan mereka baik, tapi intensitas mereka
untuk bertemu sangatlah sedikit. Hanya saat jam makan malam saja, sehingga
komunikasi antara mereka berduapun tak terlalu banyak.
2. Hubungan Lesbianisme antara Tokoh Aku dengan Chizuru
Tokoh Aku dan Chizuru saling kenal melalui perantara teman mereka. Saat awal
bertemu keduanya sudah saling suka. Setelah saling kenal Chizuru menawari Tokoh
Aku untuk tinggal di apartemennya. Saat itu keadaan Tokoh Aku memang sedang
terpuruk dikarenakan tindakan Ibu Tirinya yang mengambil harta warisannya.
Karena itu ia menerima tawaran Chizuru untuk tingal bersamanya. Sejak itu mereka
mulai berpacaran dan hidup bersama
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 103 - 117
110
3. Relasi Suami Istri antara Tokoh Ibu Tiri dan Ayah
Ikatan pernikahan antara tokoh Ibu Tiri dan Ayah bukan menjadi jaminan bahwa
mereka saling peduli dan mencintai satu sama lain. Tokoh Ibu Tiri yang bekerja di
bar sebagai perempuan penghibur, mempunyai lelaki lain selain suaminya yang sah.
Begitu pula dengan tokoh Ayah, ia sudah tak peduli lagi dengan anak dan istrinya,
tak pernah pulang ke rumah, dan mempunyai wanita simpanan lain pula.
4. Relasi Perselingkuhan antara Tokoh Homonshā (Hantu Perempuan) dengan Pria
Berkeluarga semasa Hidupnya
Berbeda dengan pasangan suami istri yang sudah saling tak peduli seperti tokoh Ibu
Tiri dan tokoh Ayah, tokoh Homonshā dan keksaihnya adalah pasangan yang saling
mencintai dan memilih untuk mengorbankan nyawa mereka meski tidak terikat
dalam hubungan pernikahan. Namun pada akhirnya romansa mereka berakhir tragis
dengan peristiwa bunuh dirinya tokoh Homonshā.
Relasi Antar Tokoh dalam Hado Rakku
1. Hubungan Persaudaraan antara Tokoh Aku dan Kuni
Tokoh Aku dan Kuni dari kecil sudah memiliki hubungan yang sangat dekat dan
hangat. Mereka saling ada untuk mensupport dan menjaga satu sama lain. Melewati
masa pertumbuhan mereka bersama – sama mulai dari melakukan hal – hal konyol
saat mereka masih kecil, melewati masa – masa puberitas bersama, dan tumbuh
dewasa bersama
2. Relasi antara Tokoh Aku dan Sakai
Tokoh Aku dan Sakai memiliki ketertarikan satu sama lain. Hubungan mereka
menjadi dekat ketika Sakai sering menjenguk Kuni di Rumah Sakit. Perasaan saling
suka diantara mereka berdua tidak dapat dilanjutkan ke hubungan yang lebih dalam
karena hubungan keluarga antara keluarga tokoh Aku dan Sakai memburuk. Ayah
tokoh Aku melarangnya untuk dekat dengan Sakai karena kecewa dengan sikap
pengecut dari adik Sakai selaku tunangan Kuni.
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 103 - 117
111
3. Hubungan Pertunangan antara Tokoh Kuni dengan Adik Sakai
Hubungan Kuni dengan tunangannya terjalin cukup baik sebelum Kuni menglami
koma, tetapi setelah Kuni koma, tunangan Kuni juga ikut terpuruk, keadaannya
jiwanya terganggu sehingga hanya mengurung diri di rumah dan tak sekalipun
menjenguk Kuni di Rumah Sakit. Sementara hal tersebut dianggap sebagai tindakan
pengecut oleh pihak keluarga Kuni. Hal ini diperparah dengan permintaan dari
keluarga Tunangan Kuni untuk memutuskan pertunangan mereka selagi keadaan
Kuni masih terbaring di Rumah Sakit.
4. Relasi Orang Tua dan Anak pada Tokoh Aku, Kuni, Ayah dan Ibu
Ayah dan Ibu dalam cerita ini adalah tokoh orang tua yang menyayangi anak –
anaknya dan hidup dalam keluarga yang harmonis. Hingga kejadian buruk menimpa
anaknya, mereka saling bekerja sama, membantu satu sama lain untuk kepentingan
Kuni.
Hubungan keluarga dalam cerita Hado Rakku ini merupakan hubungan yang
terjalin dengan baik, dengan kesemua anggotanya selalu mementingkan kepentingan
keluarga daripada kepentingannya pribadi.
Citra Tokoh Perempuan Hado Boirudo
• Tokoh Aku
Citra fisik : Perempuan dewasa
Citra psikis : berani, tangguh, mandiri, tidak mudah putus asa
Citra Sosial : Acuh tak acuh terhadap orang lain
• Tokoh Chizuru
Citra fisik : Perempuan dewasa
Citra psikis : lemah lembut, berperasaan dalam, empati tinggi
Citra sosia : Hidup sebatang kara
• Ibu Tiri
Citra fisik : wanita dewasa
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 103 - 117
112
Citra psikis : bertanggung jawab dalam mengasuh anaknya, namun berubah
menjadi tidak bertanggung jawab.
Citra sosial : popular di kalangan kerja, Ibu tiri yang baik namun berubah sikap di
akhir cerita
• Homonsha
Citra fisik : hantu perempuan dewasa
Citra psikis : rela berkorban untuk pasangannya
Citra sosial : citra negatif karena hubungan perselingkuhannya dengan seorang
pria berkeluarga
Citra Tokoh Perempuan Hado Rakku
• Tokoh Aku
Citra fisik : Perempuan dewasa
Citra psikis : Peduli terhadap keluarga, sangat menyayangi kakaknya, bercita –
cita tinggi, mandiri.
Citra sosial : anak yang berbakti pada keluarga, sauda yang sangat berempati
pada kakak perempuannya.
• Tokoh Kuni
Citra fisik : Perempuan dewasa
Citra psikis : mempunyai keinginan dan semangant yang kuat untuk menikah.
Citra sosial : anak yang berbakti kepada orang tua, kakak yang peduli pada
adiknya
Keterkaitan antara Relasi antar Tokoh dengan Citra Perempuan
Pada bagan proses berikut akan dijelaskan mengenai keterkaitan antara relasi
dan citra kefeminiman pada perempuan. Keterangan dalam kotak persegi menunjukkan
fase tokoh dalam masa kehidupannya sedangkan tanda panah menunjukkan perubahan
baik kondisi lingkungan maupun kondisi psikis pada diri tokoh.
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 103 - 117
113
Hado Boirudo
1. Tokoh Aku
2. Chizuru
3. Ibu Tiri
4. Homonsha
Hado Rakku
1. Aku
2. Kuni
KecenderunganMaskulin
Mempunyai relasiyang dalam dengan
ChizuruKehilangan Chizuru
Meningkatkan citra kefeminiman
Kecenderungan feminimKehilangan tokoh aku yang memiliki relasi yang dalam
dengannya
Tidak merubah citra kefeminimannya
Memenuhi tanggungjawabnya mengasuh anak
menunjukkan nalurikeibuannya
Relasi yang dangkal dengansuaminya
sikap keibuannya berubah
Kecenderungan feminimRelasi yang dalam dengan
pasangannya
Bunuh diri sebagai bentukpengorbanan
Menguatkan citra kefeminimannya
Memiliki relasi yang dalamdengan Kuni
Terganggunganya relasiantara dirinya dengan Kuni
Meningkatkankepeduliannya terhadap
kelurga (meningkatkan citra feminim)
Memiliki relasi yang dalam dengantunangannya
Menguatkan keeksistensian hubungannyamelalui pernikahan (menguatkatkan citra
feminim)
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 103 - 117
114
Relasi yang dalam akan lebih menguras emosi tokoh perempuan, sehingga
apabila relasi antara kedua individu tersebut terganggu, atau justru terputus, hal
tersebut akan meningkatkan emosi keperempuan dengan kata lain dapat dikatakan
meningkatkan citra feminim perempuan. Citra feminim yang dimaksud adalah
perubahan pemikiran, sikap, perilaku, emosi yang lebih terlihat sisi keperempuannya.
Seperti yang terjadi pada tokoh Aku (Hado Boirudo), tokoh Aku (Hado Rakku),
Homonsha, dan Kuni.
4. Simpulan
Novel Hado Boirudo/ Hado Rakku adalah novel karya Yoshimoto Banana yang
terbit pada tahun 1999. Dengan mengaplikasikan kritik sastra feminis dapat diketahui
mengenai relasi tokoh – tokoh perempuan, citra tokoh perempuan, serta keterkaitannya.
Pada novel ini ditemukan bahwa relasi apapun yang terjalin antara perempuan dengan
perempuan lebih kuat dan berimbang ikatannya antara satu dengan pasangannya
daripada relasi antara perempuan dengan laki – laki. Sedangkan hubungan antara
perempuan dan laki – laki pada novel ini nampak sebagai hubungan yang tidak adil dan
memiliki porsi yang berbeda dalam memperjuangkan keberadaan hubungan mereka.
Tokoh wanita dalam novel ini selalu menjadi korban atas hubungan antara laki – laki
dan perempuan yang ia miliki.
Relasi dan citra diri terikat dalam suatu hubungan sebab akibat, tetapi hal
tersebut tergantung pada dangkal atau dalamnya relasi yang mereka miliki. Relasi yang
dalam akan lebih menguras emosi tokoh perempuan, sehingga apabila relasi antara
kedua individu tersebut terganggu, atau justru terputus, hal tersebut akan meningkatkan
emosi keperempuan dengan kata lain dapat dikatakan meningkatkan citra feminim
perempuan. Citra feminim yang dimaksud adalah perubahan pemikiran, sikap, perilaku,
emosi yang lebih terlihat sisi keperempuannya. Seperti yang terjadi pada tokoh Aku
(Hado Boirudo), tokoh Aku (Hado Rakku), Homonsha, dan Kuni.
Pada tokoh Aku (Hado Boirudo), peningkatan citra feminim muncul dalam
bentuk emosinya kepada Chizuru, pada akhirnya ia menyadari akan pentingnya
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 103 - 117
115
kehadirian Chizuru dalam hidupnya, hal tersebut mewakili kebutuhan dasar
keperempuannya yaitu menekankan aspek hubungan (relation, connectedness) yang
memiliki kedalaman emosi. Kemudian pada tokoh Aku (Hado Rakku), peningkatan
citra feminim tokoh muncul dalam bentuk meningkatnya kepeduliannya terhadap
kebutuhan keluarga. Bentuk kefeminiman kedua tokoh Aku tersebut menunjukkan
bahwa perempuan mengidentifikasikan dirinya melalui relasi (hubungan) dan
merasakan suatu rasa mendalam tentang keterpisahan. Kemudian pada tokoh
Homonsha dan Kuni, kedalaman hubungan juga meningkatkan citra kefiminiman
mereka dengan menunjukkan bahwa perempuan lebih sensitif terhadap kebutuhan
orang lain, dan hal tersebut dapat menjadi kelemahan bagi dirinya sendiri. Pada akhir
cerita, terbukti bahwa tokoh Homonsha dan tokoh Kuni meninggal dunia dikarenakan
kepeduliannya terhadap pasangannya. Sedangkan untuk tokoh Ibu Tiri, hubungan yang
dangkal dengan suami dan anaknya justru mengurangi citra kefeminimannya dengan
tindak kejahatannya yang meninggalkan anaknya dan mencuri harta warisannya.
Singkatnya, dari keseluruhan analisis yang telah ada, dalam novel ini dapat
disimpulkan bahwa hubungan yang dimiliki antar perempuan lebih kuat ikatannya
dibandingkan hubungan yang dimiliki antara perempuan dan laki - laki. Hubungan
antara laki – laki dan perempuan pada akhirnya akan memberi beban yang lebih berat
pada perempuan. Kesimpualan kedua yang didapat adalah relasi dan citra memiliki
hubungan sebab dan akibat. Relasi yang dalam dengan lingkungannya akan
mempengaruhi emosi perempuan kemudian membentuk citra diri mereka.
Terganggunya atau terputusnya relasi tersebut akan meningkatkan citra feminim pada
kondisi psikis tokoh perempuan.
Perempuan dalam karya Yoshimoto Banana termasuk dalam novel Hado
Boirudo/ Hado Rakku tidak berbeda jauh dengan citra perempuan dimasa sekarang.
Dalam novel ini citra diri perempuan sangat berebeda jauh dengan citra perempuan
Jepang jaman dahulu yang selalu tunduk dan mengabdikan diri kepada keluarga dan
laki – laki. Yoshimoto Banana, meskipun tidak ada yang mengatakan bahwa dirinya
adalah seorang tokoh feminisme, tetapi melihat dari hasil kesimpulan penelitian ini,
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 103 - 117
116
dapat terlihat bahwa Yoshimoto Banana memiliki kecenderungan feminisme dalam
karya sastranya.
Daftar Pustaka
Asoo, Isoji dkk. Sejarah Kesusastraan Jepang (Nihon Bungakushi). 1983. Jakarta: UI-
Press
Banana, Yoshimoto. Hado Boirudo / Hado Rakku. 1999. Tokyo: Dai Nippon Insatsu
Djajanegara, Soenarjati. Kritik Sastra Feminis Sebuah Pengantar. 2000. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Haga, Tadahiko. Amerika ni Okeru Yoshimoto Banana no Juyō: Josei Karucha
Honyaku Kanōsei. 2013. Chiba Daigaku. Skripsi
Jakson, Stevi, dan Jackie Jones. Teori – Teori Feminis Kontemporer. 2009.
Yogyakarta dan Bandung : Jalasutra
Midori, Kusaka. Shojo Josei Manga ni Miru Josei Bunka. 1998. Bulletin of the
Graduate School of Social and Culture Studies. Kyushu University. Vol 4: 21
-34
Meyer, Ida. Dreaming in Isolation: Magical Realism in Modern Japanese Literature.
2011. Carnegie Mellon University. Jurnal
Rahayu, Falentina. Citra Perempuan dalam Cerpen Yugao no Onna karya Hiraiwa
Yumie. 2015. Skripsi UGM
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. 2004.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Surrey, J.L. The Self-In-Relation: A Theory of Women’s Development. 1999. Chapter
3 in Jordan, Kaplan, Miller, Silver, &Surrey, Women’s Growth in Connection.
Guilford Press, pp.51-66.
Syukur, Andi Abd. Khaliq, Aquarini Priyatna dan Lina Meilinawati Rahayu. 2015.
Metasastra. Vol 8. No 2: 193- 210.
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 103 - 117
117
Puteri, Made Diah Pitaloka Negara. Invasi Budaya Feminim ke Dalam Arena Maskulin
(Studi Analisis Rubrik Majalah Cosmopolitan Men). 2013. Universitas
Kristen Satya Wacana. Skripsi
Widiarti, Pratiwi Wahyu. Orientasi Moral Keadilan dan Orientasi Moral Kepedulian:
Suatu Kecenderungan Perbedaan antara Penalaran Moral Laki – laki dan
Perempuan. 2003. Jurnal Cakrawa Pendidikan. Th. XXII. No 1
Wiyatmi. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya dalam Sastra Indonesia. 2012.
Yogyakarta: Penerbit Ombak
Recommended