View
92
Download
19
Category
Preview:
DESCRIPTION
kedokteran
Citation preview
Resume scenario 1
Blok 13Neuropsikiatri
Kelompok E :
1. Devy Ayu Wulandari (092010101053)2. I Wyn Eka Putra Prayoga (092010101057)3. Much. Faisol Rizeki (092010101058)4. Meilani Y. Debora Br. P (092010101059)5. Rizsa Aulia Danesty (092010101061)6. Achmad Hariyanto (092010101062)7. Yan Agus Achtiar (092010101063)8. Nurlaili Tria Kusuma (092010101064)9. Rizky Widyawan (092010101065)10. Elisa Maristin (092010101068)11. Zahirah Rajab (092010101069)12. Muti Arizka RPA (092010101072)13. Wahyu Dwirima (092010101074)14. Stevie Pramudita Wiyono (092010101075)15. Andjasti Restuningtyas (092010101077)16. Reza Kurniawan (092010101078)
Fakultas Kedokteran
Universitas Jember2011
SKENARIO 1 : PENURUNAN KESADARAN
Seorang pasien perempuan,usia 58 tahun,dibawa oleh keluarganya ke unit gawat darurat
RS.Anak pasien menceritakan bahwa Ibunya terjatuh saat ingin ke kamar mandi untuk buang air
kecil setelah bangun tidur.Ibunya langsung pingsan,namun sesaat kemudian sadar.Pasien
mengeluh sakit kepala dan muntah terus-menerus,lengan dan tungkai kanan sulit
digerakkan,serta sulit bicara.Dari pemeriksaan didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg,denyut
nadi 88x/menit,temperature tubuh 37,60C, GCS 356, dan ditemukan hematoma pada kulit
kepala ;gula darah acak,elektrolit,fungsi hati dan ginjal:normal.
KLASIFIKASI ISTILAH
1. GCS (Glsglow Coma Scale)
Yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien(apa pasien dalam
kondisi koma/tidak)dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara
dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 –
6 tergantung responnya.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Skor Verbal Anak
Nilai
5 : bicara jelas atau tersenyum, menuruti perintah
4 : menangis tetapi bisa dibujuk
3 : menangis tidak bisa dibujuk
2 : Gelisah, agitasi
1 : Tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…
Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Pemeriksaan disimpulkan dalam suatu tabel Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale)
Eye OpeningMata terbuka dengan spontan 4Mata membuka setelah diperintah 3Mata membuka setelang diberi rangsang nyeri
2
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun
1
Best Motor ResponseMenurut perintah 6Dapat melokalisir nyeri 5Menghindari nyeri 4Fleksi (decorticate) 3Ekstensi (decerebrasi) 2Tidak ada gerakan dengan rangsang apapun
1
Best Verbal ResponseMenjawab pertanyaan dengan benar 5
Salah menjawab pertanyaan 4Mengeluarkan kata-kata yg tidak sesuai 3Mengeluarkan suara yg tidak ada artinya 2Tidak ada jawaban 1Jumlah 15
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)
GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)
Sumber lain Penilaian GCS pada trauma kapitis :
GCS 15 = kesadaran compos mentis (normal)
GCS 14 = cedera kepala/otak ringan
GCS 9 s/d 13 = cedera kepala sedang
GCS 4 s/d 8 = cedera kapala berat
GCS 3 = koma
2. Hematoma
Yaitu pengumpulan darah yang terlokalisasi,umumnya menggumpal,pada
organ,rongga,atau jaringan akibat pecahnya dinding pembuluh darah.
KEYWORD
1. Perempuan usia 58 tahun
2. Terjatuh saat ke kamar mandi untuk BAK stelah bangun tidur pagi
3. Pasien langsung pingsan,namun sesaat sadar
4. Pasien mengeluh sakit kepala dan muntah terus-menerus,lengan dan tungkai kanan sulit
digerakkan,serta sulit bicara
5. Tekanan darah 150/90 mmHg,denyut nadi 88x/menit,frekuensi nafas
22x/menit,temperature tubuh 37,60C,GCS 356,dan ditemukan hematoma pada kulit
kepala
6. Gula darah acak,elektrolit,fungsi hati dan ginjal normal
EMBRIOLOGI
Sistem saraf pusat tampak pada permulaan minggu ke- 3 sebagai lempeng penebalan ektoderm
yang berbentuk seperti sandal, lempeng saraf. Lempeng ini terletak di daerah dorsal tengah dan
di depan lubang primitif. Pinggir lateral lempeng ini segera meninggi membentuk lipatan saraf.
Pada perkembangan selanjutnya, lipatan saraf makin meninggi, saling mendekat di garis
tengah, dan akhirnya bersatu, dengan demikian terbentuklah tabung saraf. Penyatuan ini dimulai
pada daerah leher kemudian berlanjut ke sefalik dan kaudal. Tetapi pada ujung kranial dan
kaudal mudigah, penyatuan agak tertunda, dan neuroporus anterior dan posterior untuk
sementara waktu membentuk hubungan langsung antara rongga tabung saraf dengan rongga
amnion. Penutupan neuroporus anterior terjadi pada tingkat 18- 20 somit (hari ke- 25);
penutupan neuroporus posterior kira- kira 2 hari kemudian.
Ujung sefalik tabung saraf memperlihatkan 3 buah pelebaran, yakni gelembung-
gelembung otak primer: (a) prosensefalon atau otak depan, (b) mesensefalon atau otak tengah,
dan (c) rhombensefalon atau otak belakang. Bersamaan dengan itu, tabung saraf membentuk 2
fleksura: (a) fleksura servikalis pada perbatasan otak belakang dan medulla spinalis, dan (b)
fleksura sefalika yang terletak di daerah otak tengah.
Ketika mudigah berumur 5 minggu, prosensefalon terdiri atas dua bagian: (a)
telensefalon, yang dibentuk oleh bagian tengah dan dua tonjolan lateral, hemisferi serebri
primitif, dan (b) diensefalon, yang ditandai oleh pembentukan gelembung- gelembung mata.
Mesensefalon dipisahkan dari rhombensefalon oleh sebuah ishtmus yang dalam, isthmus
rhombensefali.
Rhombensefalon terdiri atas dua bagian: (a) metensefalon yang kelak membentuk pons
dan serebelum, dan (b) myelensefalon. Batas antara kedua bagian ini ditandai oleh sebuah
lekukan yang dikenal sebagai fleksura pontin.
Lumen medulla spinalis, kanalis sentralis, bersambung dengan gelembung- gelembung
otak. Rongga rhombensefalon dikenal sebagai ventrikel ke-4, rongga diensefalon sebagai
ventrikel ke-3, dan rongga- rongga hemisferium serebri sebagai ventrikel lateral. Ventrikel ke- 3
dan ke- 4 saling berhubungan melalui lumen mesensefalon. Rongga ini menjadi sangat sempit
dan selanjutnya dikenal sebagai aqueductus sylvii. Ventrikel lateral berhubungan dengan
ventrikel ketiga melalui foramina interventrikularis monro.
Sistem saraf pusat berasal dari ektoderm dan tampak sebagai lempeng saraf pada
pertengahan minggu ke- 3. Setelah tepi- tepi lempeng ini melipat, lipatan saraf ini saling
mendekat satu sama lain di garis tengah untuk kemudian bersatu menjadi tabung saraf. Ujung
kranial menutup kurang lebih pada hari ke- 25, dan ujung kaudalnya pada hari ke- 27. SSP
selanjutnya membentuk sebuah struktur tubuler dengan bagian sefalik yang lebar, otak, dan
bagiankaudal yang panjang, medulla spinalis. Kegagalan tabung saraf untuk menutup
menyebabkan cacat seperti spina bifida dan anensefalus.
Medulla spinalis membentuk ujung kaudal SSP dan ditandai dengan lamina basalis yang
mengandung neuron motorik; lamina alaris untuk neuron sensorik; dan lempeng lantai serta
lempeng atap sebagai lempeng penghubung antara kedua sisi. Ciri- ciri dasar ini dapat dikenali
pada sebagian besar gelembung otak. Otak membentuk bagian kranial SSP dan asalnya terdiri
dari tiga gelembung otak; rhombensefalon (otak belakang), mesensefalon (otak tengah), dan
prosensefalon (otak depan).
Rhombensefalon dibagi menjadi: (a) myelensefalon yang membentuk medulla
oblongata(daerah ini mempunyai lamina basalis untuk neuron aferen somatik dan viseral, dan
lamina alarisnya mempunyai neuron aferen somatik dan viseral. (b) metensefalon dengan lamina
basalis (eferen) dan lamina alaris yang khas. Selain itu, gelembung otak ini ditandai dengan
pembentukan serebelum, pusat koordinasi tubuh dan pergerakan, dan pons, jalur untuk serabut-
serabut saraf antara medulla spinalis dan korteks serebri serta kosrteks serebeli.
Mesensefalon atau otak tengah adalah gelembung otak yang paling primitif dan sangat
mirip medulla spinalis dengan lamina basalis eferennya serta lamina alaris aferennya. Lamina
alarisnya membentuk colliculus inferior dan colliculus posterior sebagai stasiun relay dan untuk
refleks pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon, bagian posterior otak depan, terdirir atas sebuah lempeng atap yang tipis dan
lamina alaris yang tebal tempat berkembangnya talamus dan hipotalamus. Diensefalon ikut
berperan dalam pembentukan kelenjar hipofisis, yang juga berkembang dari kantong Rathke.
Sementara kantong rathke membentuk adenohipofisis, lobus intermedius, dan pars tuberalis,
diensefalon membentuk lobus posterior yang mengandung sel- sel neuroglia dan menerima
serabut- serabut saraf dari hipotalamus.
Telensefalon, gelembung otak yang plaing rostral, terdiri dari dua kantong rostral, terdiri
dari dua kantong lateral, hemisfer serebri, dan bagian tengah, lamina terminalis. Lamina
terminalis digunakan oleh comissura sebagai jalur penghubung untuk berkas-berkas serabut
antara hemisfer kanan dan kiri. Hemisfer serebri, ynag semula berupa dua kantong kecil, secara
berangsur- angsur mengembang dan menutupi permukaan lateral diensefalon, mesensefalon dan
mielensefalon. Akhirnya, daerah- daerah inti telensefalon saling berdekatan dengan daerah-
daerah inti diensefalon.
Sistem ventrikel yang berisi cairan serebrospinalis, membentang dari lumen medulla
spinalis hingga ventrikel ke-4 di dalam rhombensefalon, melalaui saluran kecil di mesensefalon,
dan selanjutnya ke ventrikel ketiga di dalam diensefalon. Melalui foramin monro, sistem
ventrikel meluas dari ventrikel ke-3 ke ventrikel lateral hemisfer. Cairan serebrospinal dihasilkan
oleh pleksus coroideus ventrikel ke-4, ke-3, dan ventrikel lateral. Sumbatan cairan otak baik di
dalam sistem ventrikel maupun di ruang subaraknoid, dapat menimbulkan hidrosefalus.
ANATOMI
SISTEM SARAF secara anatomi dibagi menjadi:
1. Sistem Saraf Pusat, terdiri dari:
- Otak
- Medulla spinalis
2. Sistem Saraf Tepi
- 12 pasang saraf cranialis
- 31 pasang saraf spinalis
Secara fungsional dibagi menjadi:
1. Sistem saraf somatik mengontrol aktifitas secara sadar
2. Sistem saraf otonom (viseral) mengontrol aktivitas secara tidak sadar
SISTEM SARAF PUSAT
1. OTAK
Otak berukuran jauh lebih besar dibandingkan medulla spinalis. Otak hampir
memenuhi semua ruang yang tersedia di dalam cavum cranii sehingga struktur permukaan
tertentu membentuk crista. Otak berhubungan dengan medulla spinalis melalui foramen
magnum dan dibagi menjadi lima bagian utama yaitu secara berurutan:
A. Batang otak, terdiri dari:
1. Medulla oblongata
2. Pons
3. Mesencephalon
B. Cerebellum
C. Cerebrum (hemispherium cerebri)
Tapi ada juga yang membagi otak menjadi tiga bagian yaitu:
A. Otak depan (prosensefalon), dibagi menjadi dua:
1. Telensefalon (ujung otak)
2. Diensefalon (jembatan otak)
B. Otak tengah (mesensefalon)
C. Otak belakang (rombensefalon), dibagi menjadi dua:
1. Metensefalon (after brain)
2. Mielensefalon (otak sumsum)
A. BATANG OTAK
1. MEDULLA OBLONGATA
Merupakan lanjutan dari medulla spinalis dengan panjang kira-kira 1 inchi,
berbentuk konus, dan terletak pada dua per tiga canalis dimulai pada ketinggian
foramen magnum serta berakhir pada ujung bawah spons. Anterior berhubungan
dengan pars basilaris ossis occipitalis. Permukaan lateralnya mempunyai
pembengkakan oval (oliva) yang berhubungan dengan substantia grisea dari
nukleus olivarius inferior. Di depan oliva antara oliva dan fissura mediana anterior
terdapat crista longitudinal tempat lewatnya fibrae corticospinale yang disebut
pyramis.
Nervus cranialis yang keluar dari permukaan medulla dalam hubungannya
dengan oliva yaitu:
- N. Hypoglosus (N. XII) keluar secara linier antara oliva dan pyramis
- N. Glossopharingeus (N. IX), N. Vagus (N. X), N. Accesorius (N. XI) keluar
berurutan dari atas ke bawah pada sulcus di belakang tonjolan oliva.
2. PONS
Pons terletak di antara medulla dan linea media di sebelah anterior
cerebellum. Beberapa serabutnya berjalan horizontal melintasi linea media,
menghubungkan kedua hemispherium cerebelli. Pada daerah dimana pons
berhubungan dengan substantia cerebellum disebut horizontal akan membentuk
bundle yang berbatas jelas disebut pedunculus cerebellaris medius, yang kelihatan
pada penampang transversal sebagai tiga lingkaran besar, berseberangan dengan
nucleus nervi facialis, nucleus nervi cranialis ketujuh dan nucleus salivatorius.
Lingkaran yang kecil terletak pada sisi medial pedunculus medius dan disebut
pedunculus cerebellaris inferior dan superior yang juga mengeluarkan serabut saraf
yang menghubungkan batang otak.
Pons varoli dibagi menjadi bagian dorsal (tegmentum) dan bagian basal
yang dibentuk oleh nuclei dan serat-serat penghubung. Pada bagian dorsal terdiri
atas nuclei nn. Cranialis yang terdiri dari:
- Nuclei motoris n. trigemini, terletak di tengah-tengah pons veroli berkualitas
brachiomotorik yang memelihara otot-otot masticatorica dengan axon keluar
dari sebelah ventrolateral pons sebagai portio minor
- Nuclei abducen, terletak di bagian bawah pons yang berkualitas somatomotorik
dan memelihara salah satu otot ekstrinsik dengan axonnya keluar dari
permukaan ventral pons dekat garis mediana dan perbatasan antara pons
dengan medulla oblongata
- Nuclei facialis, terletak kira-kira setinggi nuclei n. abducens tapi agak ke
ventral. Berkualitas brachiomotorik yang memelihara otot-otot mimik dan
axonnya keluar dari permukaan lateral setelah mengelilingi n. abducen sebagai
genu internum n. facialis
- Nuclei salivatorius superior, terletak dalam formatio reticularis dorsolateral
dari ujung caudal nuclei n. facialis. Berkualitas viseromotorik umum yang
memelihara glandula lacrimalis, sublingualis, lingualis, labialis, dan buccales.
Axonnya keluar dari permukaan lateral pons dekat n. facialis yang mengikuti n.
intermedius yang kemudian dalam canalis n. facialis bergabung dengan n.
facialis
- Nuclei sensoris n. trigeminus, merupakan nuclei principalis sebagai kelanjutan
dari begian caudal neclei mesencephalis dan berkualitas somatosensorik umum
untuk rangsangan epikritik dan bagian rostral nuclei tractus spinalis yang
merupakan lanjutan dari nuclei principitalis yang berkualitas somatosensorik
umum untuk rangsangan protopatik
- Nuclei vestibularis dan cochlearis, terletak pada perbatasan antara pons dan
medulla oblongata. Nuclei vestibularis berkualitas propioseptif khusus dan
terletak di daerah paling lateral. Sedangkan nuclei cochlearis berkualitas
somatosensorik khusus dan terletak bersama-sama nuclei vestibularis.
- Nuclei lainnya adalah nuclei olivaris superior yang merupakan modifikasi dari
formatio reticularis. Nuclei corporis trapezoidi yang juga merupakan
modifikasi formatio reticularis. Kedua nuclei ini terletak pada bagian caudal
dan berhubungan dengan fungsi pendengaran. Formatio reticularis tergabung
sepanjang batak otak. Nuclei lemnicus lateralis modifikasi dari formatio
reticularis yang letaknya dekat lemnicus lateralis.
Serat-serat penghubung dari dorsal ke ventral terdiri atas fasciculus
lungitudinal dorsalis, fasciculus longitudinal medialis, tractus rubrospinalis, tractus
tectospinalis dan yractus reticulospinalis.
Permukaan dorsalis terdiri dari pons bersama dengan permukaan dorsalis
dari medulla oblongata membentuk fossa rhomboidea yang merupakan dasar dari
ventriculus quartus. Bagian tengahnya terdapat sulcus mediana dorsalis yang
sebelah kanan kirinya terdapat penonjolan yang disebut eminentia mediana yang di
caudalnya terdapat colliculus facialis yang disebabkan adanya serat-serat dari
nuclei facialis yang mengelilingi n. abducen yang disebut genu internum. Bagian
caudal ada penonjolan area cochlearis dan vestibularis akibat adanya nuklei
cochlearis dan vestibularis. Bagian bawah terdapat stria medullaris yang
disebabkan karena adanya serat-serat yang berasal dari nuclei arcuatus menuju
cerebellum ialah fibrae arcuatae externae dalam medulla oblongata.
Bagian basal dari pons terdiri serat penghubung transversal dan longitudinal
yang diantaranya terdapat nuclei pontes. Serat transversal dari nuclei ini menuju
cerebellum dan disebut tractus pontocereballaris dan serat longitudinal disebut
tractus corticobulbaris dan corticospinalis.
3. MESENCEPHALON
Mesencephalon membentuk bagian atas batang otak, panjangnya sekitar 1
inchi dan terperforasi oleh canalis centralis atau aquaductus. Di sebelah rostral
berhubungan dengan diencephalons dan di sebelah caudal berhubungan dengan
pons varoli dan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
- Tectum mesencephali
- Tegmen mesencephali
- Basis mesencephali (basis Pedunculi)
Beberapa nn. Cranialis yang keluar dari permuaan mesencephali adalah n.
trochearis atau nn. Cranialis keempat yang keluar dari aspek posterior
mesencephalon tepat di bawah corpora quadrigemina inferior. Satu-satunya nn.
Cranialis ketiga yang keluar dari mesencephalon pada fossa interpeduncularis tepat
di atas pons. Nuclei mesencephali adalah nuclei snsorik yang erat hubungannya
dengan n. trigemini.
B. CEREBELLUM
Cerebellum adalah bagian otak yang mempunyai fungsi untuk:
1. Ikut dalam pengintegrasian fungsi motorik, terutama koordinasi gerakan-garakan
dan membentuk fungsi keseimbangan
2. Ikut dalam pengintegrasian sistem sensorik dan motorik dalam arti rangsangan
dapat diteruskan ke cerebellum yang kemudian diolah akhirnya keluar sebagai
gerakan.
Cerebellum dapat dibagi menjadi:
- Bagian tengah (vermis)
- Bagian lateral (hemispheria cerebelli)
Permukaan keduanya menunjukkan adanya lipatan-lipatan kecil transversal
yang disebut folia. Seluruh lapisan bagian cerebellum mempunyai lapisan yang sama,
berbeda dengan hemispheria dari cerebri. Bagian luarnya dibentuk oleh substantia alba
(corpus medullare) yang di dalamnya terdapat kelompok nuclei dan mempunyai serat-
serat penghubungnya merupakan serat penghubung intrinsik yang terdiri dari serat-serat
assosiasi, komissura dan proyeksi. Untuk serat proyeksi afferens berasal dari sel-sel
purkinye cortex cerebelli menuju nuclei cerebelli. Serat komisurra menghubungkan
bagian yang identik kanan kiri dan serat assosiasi menghubungkan daerah yang
setingkat hemispheria yang sam atau vermis saja. Cortex cerebelli umumnya
mempunyai pkica dan terdiri dari tiga lapisan yaitu:
- Stratum moleculare
- Lapisan sel-sel purkinya
- Lapisan sel-sel granular
Cerebellum dihubungkan dengan bagian otak lainnya melalui ketiga pedunculi cerebelli
yaitu:
- Pedenculus cerebelli inferior, menghubungkan dengan medulla spinalis dan
medulla oblongata
- Pedenculus cerebelli medius, menghubungkan dengan pons varoli
- Pedenculus cerebelli superior, menghubungkan dengan mesencephalon
Pada pedunculus cerebellaris terdapat nucleus dentatus yang juga berhubungan dengan
thalamus melalui fibrae dentate rubrales.
C. CEREBRUM
Adalah bagian anterior atau cephalic dari sistem nervosum centrale membentuk
lebih dari tiga per empat bagian otak dan terbagi menjadi dua hemispheria cerebri yang
besarnya setara. Bagian otak depan ini terbagi menjadi telencephalon dan diencephalon.
- Telencephalon
Merupakan bagian yang paling rostral dan menempati sebagian besar cavum cranii
kecuali fossa cranii posterior. Telencephalon seluruhnya terletak di atas tentorium
cerebelli dan terbagi menjadi 2 belahan yang masing-masing disebut sebagia
hemispherium cerebri kiri dan kanan yang dipisahkan oleh fissura cerebri
sagitalis/longitudinalis satu terhadap yang lainnya. Tiap hemispherium cerebri
terdiri atas cortex cerebri (pallium), corpus medullare dan basal ganglia. Bagian
yang dibentuk oleh kortex cerebri dan corpus medullare dapat dibagi menjadi:
a. Lobus frontalis, terletak di depan sulcus centralis dan di atas sulcus lateralis
b. Lobus parietalis, terletak di belakang sulcus centralis dan di atas sulcus lateralis
c. Lobus occipitalis, terletak di belakang sulcus parietoocccipitalis
d. Lobus temporalis, terletak di depan incisura preoccipitalis dan di bawah sulcus
lateralis
Cortex cerebri pada telencephalon mempunyai lapisan berwarna keabu-
abuan dan disebut sebagai substantia grisea (gray mater) yang terdiri dari sel-sel
saraf dan sedikit serat-serat penghubung. Disini terletak pusat-pusat tertinggi
fungsi-fungsi dalam tubuh. Permukaan cortex berlekuk-lekuk dan permukaan
dalam lekukan jauh lebih luas dari yang luar. Lekukan tersebut ada yang dangkal
(sulcus) dan ada pula yang dalam (fissura). Tebal rata-rata cortex cerebri rataa-rata
2,5 mm dan pada umumnya yang ada dipermukaan lebih tebal. Luas permukaan
cortex cerebri antara 200.000-250.000 cm2 dan pembagiannya adalah
- 41% lobus frontalis
- 21% lobus parietalis
- 17% lobus occipitalis
- 21% lobus temporalis
Sulci dan fissura dari telencephalon antara lain:
- Sulcus longitudinal cerebri
- Sulcus lateral cerebri (sylvius)
- Sulcus calcarinus
- Sulcus perietooccipitalis
- Sulcus hippocampi
Sulcus-sulcus lain yang memiliki arti fungsional dan topografik yang penting antara
lain:
- Sulcus centralis (Rolandi)
- Sulcus precentralis
- Sulcus postcentralis
- Sulcus frontalis superior dan inferior
- Sulcus intra parietalis
- Sulcus temporalis inferior, medius, dan superior
- Sulcus lunatus
- Sulcus cinguli
- Sulcus collateralis
Berdasarkan pertumbuhan fungsi secara filogenik dan ontogenetic dapat dibedakan
beberapa macam cortex cerebri yaitu:
- Archiocortex/archipallium
- Paleocortex/palleopallium
- Mesocortex/mesopallium
- Neocortex/neopallium
Secara struktural keempat macam cortex tersebut juga berbeda yaitu mengenai
susunan sel-selnya. Neocortex terdiri atas 6 lapisan yang berturut-turut dari luar ke
dalam diberi nama menurut brodman:
- Lamina molecullaris, yang terdiri dari sel cagal dan sel galgi type II
- Lamina granularis enterna, banyak mengandung sel pyramida kecil dan sel
granular
- Lamina pyramidalis, lebih banyak mengandung sel pyramida daripada sel
granular dan terdapat pula sel stelatta
- Lamina granularis interna, sebagian besar terdiri dari sel granular sedikit sel
pyramida, stellata, dan sel martinotti
- Lamina ganglionare (pyramidalis internus), terutama mengandung sel
pyramida besar (giant cell of betz) dan sedikit sel stellata, dan sel martinotti
- Lamina multiforme, terdiri atas sel multiforme atau polymorf dan mengandung
sedikit sel stellata dan sel martinotti
Serat-serat eferens yang keluar dari cortex cerebri sebagian besar
dibentuk oleh axon-axon sel-sel pyramidan yang sebagian besar berupa serat-serat
proyeksi menuju ke pusat-pusat subcortical dan hanya sebagian kecil yang berupa
serat-serat assosiasi atau serat commisura menuju cortex lainnya. Selain itu
dibentuk pula oleh axon-axon sel-sel spindle/polymorf yang berupa serat-serat
asosiasi atau serat-serat commisura.
Sedangkan serat aferens yang masuk ke dalam cortex cerebri berupa
serat-serat proyeksi spesifik yang berasal dari bagian thalamus yang spesifik dan
berakhir pada lapisan granularis interna dan bercabang-cabang pada bagian ini.
Serta proyeksi yang tidak spesifik yang berasal dari bagian thalamus yang tidak
spesifik dan formatio reticularis bercabang-cabang di berbagai lapisan sampai pada
lamina molecularis.
Daerah-daerah fungsional cortex cerebri terdiri dari:
- Lobus frontalis
a. Area motoris primaries atau area 4 Brodmann, terletak di belakang lobus
frontalis
b. Area premotorius, terletak di depan area 4 dan area 6 Brodmann, bagian
belakang merupakan gerakan halus dan terlatih, berlainan dengan bagian depan
yang merupakan pusat gerakan kasar
c. Area 8 Brodmann atau daerah optokinetik frontal (frontal eye field), terletak di
sebelah frontalis cortex area premotoris dan bersangkutan dengan gerakan
bulbus oculi di bawah pengendalian kemauan (pergerakan konjugasi atau
asosiasi) dan pusat gerakan otot kasar.
d. Pusat bicara motorik broca
Meliputi area 44 dan 45 yang meliputi bagian pars opercularis dan pars
triangularis gyrus frontalis inferior pada hemispherium cerebri yang dominan
oleh karena pada manusia sebagian besar juga terletak di sebelah kiri. Daerah
ini merupakan pusat bicara motorik.
e. Cortex prefrontalis
Area ini meliputi area 9, 10, 11, dan 12 merupakan cortex asosiasi yang
terletak di depan area 4, 6, dan 8 yang bersifat motorik, pusat asosiasi tertinggi
untuk fungsi intelektual dan fungsi kejiwaan yang membentuk kepribadian
(personality)
- Lobus parietalis
Korteks parietalis mempunyai peran utama pada kegiatan memproses dan
mengintegrasi informasi sensorik yg lebih tinggi tingkatnya. Area somestetik
primer (area 1-3)terletak pada gyrus postcentralis, paralel korteks motorik dan
posterior sulkus centralis. Bagian ini tersusun somatotopik dg menyirip, tapi tidak
identik dg korteks motorik primer. Sensasi semua bagian tubuh diterima korteks
sensorik primer dan disinilah menggapai kesadaran. Sensasi ini mencakup nyeri,
suhu, raba, tekan, proprioseptik. Lesi bagian ini menyebabkan ggn sensorik
kontralateral.
Area asosiasi somestetik (area 5 &7) menduduki lobus parietalis superior
meluas sampai permukaan medial hemisfer. Mempunyai banyak hub dg area lain
korteks sensorik. Korteks asosiasi sensorik menerima dan mengintegrasi modalitas
sensorik. Kualitas, bentuk, tekstur, berat, dan suhu berkaitan dg pengalaman
sensorik masa lalu, shg informasi dpt ditanggapi dandiinteprestasikan. Kesadaran
akan bentuk tubuh, letak anggota tubuh, sikap tubuh, bahasa. Lesi girus angularis
(area 39) hemisfer dominant mengakibatkan aleksia (ketdkmampuan memahami
bhsa tulisan) dan agrafia (tdk mampu menulis) meski dapat bicara normal. Lesi
gyrus supramarginalis (area 40) korteks parietalis mengakibatkan astereognosis
(ketdkmampuan mengenal benda lewat sentuhan) selain memungkinkan stroke dan
ggn kesadaran tbuh terhadap sisi kontralateral lesi
- Lobus temporalis
Adalah area sensorik reseptif unt impuls pendengaran. Korteks pendengaran
primer (area 41&42) sebagai penerima suara, sedang korteks asosiasi pendengaran
(area 22/ area Wernick)sbg proses pemahaman. Selain memiliki peranan unt ingatn
tertentu. Korteks area Werniks penting untmengerti bhsa ucap, lesi mengakibatkan
sulit unt mengerti bahasa ucap(afacia sensorik/afacia Wernics), atau mungkin
ucapan penderita scr fonetik dan tata bhs benar tapi kata-kata yg dipilih tdk sesuai
dan terdiri atas kata yg tak bermakna.
- Lobus occipitalis
Korteks penglihatan primer (area 17) menerima informasi penglihatan dan
sensasi warna, dikelilingi korteks asosiasi visual (area 18&19) yg berperan dlm
refleks gerak mata bila sedang memandang atau mengikuti objek. Lesi sisi dominan
mengakibatkan kehilangan kemampuan mengenali benda dan kegunaannya, tp
masih tetap mampu mengenali wajah, lesi sisi tak dominan tjd kegagalan mengenali
wajah. Korteks asosiasi visual disebelah area 39 lobus temporalis berfungsi unt
memahami simbol-simbol bahasa, jk rusak mengakibatkan aleksia sensorik/
hilangnyakemampuan memahami apa yg dibaca
Susunan Substansia Alba Hemispherium Cerebralis
Mengisi daerah antara corteks cerebri dan subcorticales dan derat antara berbagai nuklei
subcorticales. Serat yg membentuk substansia alba hemispherium cerebri berselubung
myelin dibagi3 : serat proyeksi , serat asosiasi, serat cimmisura.
I. serat-serat proyeksi, merupakan gab:
1. corona radiata
2. capsula interna
a. crus anterior
b. genu
c. crus posterior
3. Capsula eksterna
II. serat-serat commisura
terutama menghub pusat/daerah yg sama pd kedua hemisfer:
a. corpus callosum
b. commisura anterior
c. commisura hipocampi
III. serat-serat asosiasi
menghub daerah korteks yg berbeda satu dg lainnya pd hemisfer yg sama, beberapa
berkas asosiasi:
a. cingulum yg membentuk sebagian substansia alba gyrus cinguli
b. fasciculus uncinatus
c. fasciculus fronto-occipitalis superior dan inferior
Basal ganglia
Sekelompok substansis grisea yg terletak basal dari corpus medullare yg sebagian bsrdibentuk
sel-sel sarafdan serat penghubung. Terdiri atas 3 bagian:
1. corpus striatum
2. claustrum
3. nukleus amydaloid
secara phylogenetika ganglia basalis tdd:
a. neostriatum meliputi nucleus caudatus dan putamen
b. paleostriatum yg meliputiglobus pallidus
c. archistriatum yg meliputi amygdala
bekerja untuk integrasi dan ekspresi emosi, perasaan, hasrat.
Rhinencephalon
Meliputi struktur susunan saraf pusat yg menerima serat-serat dari bulbus olfactorius
- DIENCEPHALON
Adalah struktur disekitar ventrikel ke-3 dan membentuk inti bag dlm cerebrum.
Memproses rangsang sensorik dan membantu memulai atau memodifikasi reaksi
tubuh terhadap rangsang tersebut. Dibagi jd 4 wilayah:
a. talamus
terdiri atas 2 struktur ovoid yg besar , masing-masing mempunyai kompleks
nukleus yg slg berhub dg korteks ipsilateral , serebelum & dg berbagai kompleks
nuklear subkortikal. Merupakan stasiun relai yg penting dlm otak & merupakan
pengintegrasi subkortikal yg penting semua jaras sensorik kec sist olfactorius
membentuk sinaps dg nukleus talamus dalam perjalanan menuju korteks cerebri.
Berfungsi sbg pusat sensorik primitif (individu dpt merasakan samar-samar nyeri,
tekan, raba, getar, suhu ekstrim) dan integrasi ekspresi motorik oleh karena hub
fungsinya terhadap pusat motorik utama dalam korteks serebri, serebelum, ganglia
basalis.
b. hipotalamus
di bawah talamus, berkaitan dg pengaturan rangsang dr SS otonom perifer yg
menyertai ekspresi tingkahlaku dan emosi. Hipotalamus juga berfungsi dlm
pengaturan hormon-hormon, pengaturan cairan tubuh, suhu tubuh, lapar, haus.
c. subtalamus
merupakan nukleus ekstrapiramidal diencephalon yg penting, mempunyai hub
dg nuklus ruber, substansia nigra, globus palidus dari ganglia basalis. Jika lesi
menyebabkan diskineksia dramatis (hemibasalismus) ditandai dg gerakan
kaki/tangan yg terhempas kuat pd satu sisi tubuh
d. epitalamus
berupa pita sempit yg membentuk atap diensephalon, berhub dg sist limbik,
berperan pd dorongan emosi dasar dan integrasi informasi olfactorius, mensekresi
melatonin dan membantu irama sirkardian tubuh dan menghambat hormon
gonadotropin.
D. MENINGEN
Terdiri atas 3 lapisan:
1. piamater
terletak erat dg permukaan otak & medspin. Mempunyai perluasan ke lateral antara radix dorsal
dan ventral saraf spinal (lig dentikulata/dentate). Menyertai pembuluh darah pada permukaan
otak dan medspin (piamater spinalis vaskularisasinya lebih sedikit dari cerebralis)
2. Arakhnoid
Adl lapisan spt film, transparan, spt jala dan dihub ke piamater oleh trabekulasi seperti lilin.
Mempunyai satium (subarakhnoid) yg merup interval antara arakhnoid dg piamater & diisi CSF,
terdapat granulasiones arakhnoid yg merupakan kumpulan spt bulu dg sangat mendekap
arakhnoid yg berproyeksi ke duramater
3. Duramater
Lapisan luar meningen yg keras dan fibrosa. Terdapat spatium epidural mengandung pleksus
venosus vertebralis dan a meningea media pd cavitas cranialis. Mempunyai 2 lapisan stratum
periostealis dan stratum meningealis. Membentuk sinus-sinus venosus duralis antara 2 stratum
atau antara duplikasi strtum meningeal
E. CSF dan ventrikulus otak
Terletak dlm spatium subarakhnoid, dibentuk pleksus koroid dalam ventrikel otak.
Sirkulasinya melalui ventrikel memasuki spatium subarakhnoid dan akhirnya disaring ke sistem
venosa.
Tekanan CSF biasanya 100 dan 200 mmH2O, diukur melalui punksi lumbal, diambil untuk
pemeriksaan kandungan kimia dan selnya.
Ventrikulus otak adl kavitas dlm jar otak yg merup mpembesaran canalis centralis tubulus
neuralis embryonicus. Cavitas ini adl ventriculus lateralis, tertius, quartus.
Ventriculus lateralis terletak di dlm subtantia hemisfer cerebri dan tdd pars centralis dan 3
buah cornu anterior, posteior, inferius. Ventrikulus lateralis berhub dg ventrikulus tertius melelui
foramen interventrikularis dari mUNRO yg terletak pd bag antrior dinding lateral ventrikulus
tertius di bawah ujung anterior fornix.
Ventrikulus quartus adl cavitas spt tenda dg dasar spt intan. Beberapa nn cranialess terletak
pd regio ini. Ventrikulus berhub dg ruang sub arakhnoid pd meningen melalui apertura mediana
ventriculi quarti dan 2 apertura lateralis ventriculi quarti (foramina luschka). Apertura mediana
(foramen magendi) membuka ke cavum subarakhnoid yg membesar disebut cisterna magna
(antar cerebellum dan medula)
F. Vaskularisasi
Oleh a carotis interna dan a vertebralis cabang cerebral sedang mening divaskularisasi a mxillaris
cabang meningea media. Medspin dan akarnya divaskularisasi cabang-cabang kecil sepanjang
saraf tsb
SUMSUM TULANG (MEDULLA SPINALIS)
Merupakan kelanjutan dari otak dimulai setinggi foramen occipitalis magnum
melanjutkan ke bawah di dalam canalis spinalis dan beakhir pada conus medullaris setinggi
V.Lumbalis I. Kemudian hanya berupa serabut-serabut saraf yang disebut caudal aquina.
Medulla spinalis ini mempunyai bentuk seperti tabung silindris dan didalamnya terdapat lubang
atau canalis centralis. Bagian tepi atau cortex mengandung serat-serat saraf (white matter)
dan bagian tengahnya berwarna gelap (grey matter) yang mengandung sel-sel body dan
bentuknya seperti kupu-kupu. Dari medulla spinalis ini keluar masuk serabut saraf sebanyak
31 pasang yang melalui foramen intervertebralis. Sebagaimana otak medulla spinalis juga
dilapisi oleh selaput meningen dan mengandung cairan otak.
Pada medulla spinalis terdapat rute utama pada setiap ketiga columna alba. Pada tractus
asendens terdiri atas tiga tractus yaitu:
1. Tractus spinothalamicus anterior atau ventralis
Meneruskan impuls taktil dan tekanan dari medulla ke thalamus. Serabutnya dimulai pada
collumna posterior substantia grisea dari sisi berseberangan dan melintas diatas commisura
alba anterior sebelum naik pada columna alba anterior.
2. Tractus spinothalamicus lateralis
Membawa impuls sakit dan temperatur ke thalamus. Serabutnya bergabung pada
medulla dengan serabut dari tractus spinothalamicus anterior untuk membentuk
lemnicus spinalis. Serabut keluar dari sel yang terletak pada cornu posterior subatantia
grisea sisi seberangannya dan terutama berjalan naik pada columna lateralis.
3. Tractus spinothalamicus anterior posterior atau ventralis dorsalis
Meneruskan informasi ke cerebellum yang dapat membantu koordinasi otot
(aktivitas sinergik) dan tonus otot juga sentuhan dan tekanan. Serabut-serabut saraf mulai
keluar pada cornu posterius dari sisi yang sama dan berjalan menuju columna alba lateralis.
T rac tus desendens t e rd i r i a t a s :
1. t rac tus cor t i cosp ina l i s a tau cerebrospinalis anterior atau ventralis atau
disebut juga tractus pyramidalis direk
Tersusun atas serabut-serabut yang berjalan turun melalui otak dari cortex cerebri.
Medulla terletak didekat fissura antero-media dan berhubungan dengan kontrol
voluntaris dari otot skeletal. Tractus menjadi lebih kecil ketika berjalan naik dan
hampir hilang pada regio thoracis media karena pada ketinggian ini sebagian besar
serabut pembentuknya sudah menyeberang ke sisi berlawanan untuk berakhir dengan
cara membentuk sinaps di sekitar cornu anterior dari neuron motoris inferior.
Beberapa serabut yang masih tersisa akan berakhir pada columna anterior substantia
grisea pada sisi chorda yang sama.
2. Tractus lateralis atau tractus pyramidalis transverse
Mengandung sejumlah besar serabut untuk mengontrol gerak otot volunter.
Serabutnya keluar pada cortex motoris dan melintang diatas atau bergabung
dengan tractus sisi seberangnya pada medulla.
3. Tractus vestibulospinalis
Juga berjalan turun pada columna anterior substantia alba. Tractus ini mempunyai
hubungan dengan fungsi keseimbangan dan postur. Serabut saraf mulai keluar
pada medulla di sisi yang sama dari gabungan sel-sel yang disebut nucleus
vestibularis.
4. Tractus rubrospinalis
Terletak tepat di depan tractus corticospinalis lateralis, serabutnya dimulai
pada mesenchepalon dan berjalan turun untuk berakhir di sekitar sel-sel cornu anterius.
Berhubungan dengan kontrol aksi otot dan merupakan bagian utama dari sistem
extrapyramidal.
Tractus motoris dan sensoris merupakan tractus yang paling penting di dalam otak
dan medulla spinalis dan mempunyai hubungan yang erat untuk gerakan motoris
voluntaris, sensasi rasa sakit, temperatur dan sentuhan dari organ-organ indera pada kulit dan
impuls propioseptif dari otot dan sendi.
Tractus corticospinalis atau pyramidalis atau motoris berasal dari cortex
motoriius precentralis, serabutnya berjalan turun melalui capsula interna pada genu dan
duapertiga anterior limbus posterior.
Tractus cortico ventralis mengendalikan neuron-neuron motorik yang melayani
otot-otot pada truncus termasuk mm.intercostalis dan abdominalis. Semua neuron
yang menyalurkan impul-impuls motorik ke nuclei motorii di dalam batang otak dan medulla
spinalis dapat disebut sebagai neuron motor atas (upper motor neuron). Impuls-impuls motorik ini
dapat disalurkan melalui jalur-jalur saraf yang termasuk dalam susunan pyramidal dan susunan
ekstrapyramidal oleh karena itu dalam area yang luas sel-sel neuron yang membentuk jalur
desendens pyramidal (tractus corticobulbaris dan corticospinalis) dan ekstrapyramidal
(tractus reticulospinalis dan rubrospinalis) dapat disebut sebagai neuron motor atas sedangkan
neuron-neuron motorik di dalam nuclei motorii di dalam batang otak dan medulla spinalis dapat
disebut neuron motor bawah (lower motor neuron).
SISTEM SARAF TEPI
Saraf yang kasat mata adalah kumpulan serabut saraf. Serabut ini diikat jadi satu
oleh jaringan ikat. Masing-masing serabut yang hanya terlihat dengan mikroskop ini
dikelilingi oleh sarung yang terdiri dari sel-sel neurilema (identik dengan sel glia di
sistem saraf pusat). Dalam setiap saraf terdapat ratusan atau ribuan serabut saraf. Jadi
tergantung banyaknya serabut saraf yang terkandung, saraf dapat halus atau tebal. Saraf
diselaputi oleh sarung jaringan ikat yang disebut epineurium. Jaringan ikat ini bercabang ke
dalam menyelubungi berkas-berkas serabut yang disebut funikuli. Jaringan ikat yang
menyelimuti funikuli disebut perineurium. Permukaan dalam perineurium yang halus
dibentuk oleh membran sel mesotelia yang gepeng. Saraf yang kecil mungkin hanya
mengandung satu funikulus. Akhirnya setiap serabut saraf dibungkus oleh sarung jaringan ikat
yang disebut endoneurium. Jaringan ikat ini memberi kekuatan pada saraf dan
mengandung pembuluh darah yang memasok darah untuk saraf. Akar spinal tidak memiliki
sarung yang baik sehingga lebih rapuh.
Terdapat 12 pasang saraf cranial yang meninggalkan otak dan melewati foramina
pada tengkorak.Terdapat 31 pasang saraf spinal yang meninggalkan medulla spinalis
melalui foramina intervertebralis pada columna vertebralis dimana mereka ditemukan 8
saraf cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral dan 1 coccegeal.
A. Saraf Cranial
1. N.I atau N.Olfactorius
Berfungsi untuk mempersarafi pembauan, dan ujungnya beakhir pada atap
cavum nasi.
2. N.II atau Opticus
Penting untuk persarafan penglihatan dan ujungnya berakhir di retina bola mata.
3. N.III atau N.Oculomotorius
Memberikan persarafan untuk otot-otot penggerak bola mata
4. N.IV atau N.Trochlearis
Merupakan saraf terkecil dari nervi cranialis yang juga mempersarafi otot mata.
5. N.V atau N.Trigeminal
Merupakan saraf paling besar dari nervi cranialis yang mempersarafi daerah muka
sebagai saraf sensorik dan saraf motorik untuk otot masticatorii. Saraf ini bercabang
3 yaitu
1). N. Ophtalmicus, nervus ini masuk ke dalam rongga mata /cavum orbita te rus
ke luar untuk member ikan persarafan sensor ik pada kul i t dahi, hidung,
sekitar mata dan mukosa (selaput lendir) dari hidung, sinus para nasalis, dan
sensori mata.
2).N.Maxillaris, memberikan persarafan sensoris pada kulit muka bagian
tengah /pipi, bawah mata, lateral hidung, mukosa nasopharing, palatum molle,
tonsil, gigi dan gingival atas serta bibir atas.
3).N.Mandibularis, memberikan persarafan sensoris pada daerah
temporal, telinga, dagu, bibir bawah dan mukosa pipi, gingival, gigi bawah dan
lidah.
6. N.VI atau N.Abducens
Memberikan persarafan motoris otot bola mata.
7. N.VII atau N.Facialis
Nervus yang cabang motorisnya paling besar dan untuk persarafan otot-otot mimik
(expression muscle) dan sensoris 2/3 depan lidah, palatum molle, dari pharynx.
8. N.VIII atau N.Accusticus
Terdiri dari N.Cochlearis dan N. Vestibularis
9. N.IX atau N.Glossopharingeus
Bersifat sensoris pada 1/3 belakang lidah, mukosa pharing dan tonsil. Sedangkan
persarafan motorisnya untuk kelenjar parotis dan kelenjar mulut la innya.
10. N. X atau N.Vagus
Merupakan nervus cranialis yang terpanjang dari cavum cranii ke leher, ke cavum
thoracalis clan terus ke abdomen. Saraf ini memberikan persarafan sensori pada muka,
mukosa pharynx, laring, jantung, paru-paru, oesophagus, gaster, usus, ginjaI dan kulit
telinga dan lubangnya. Sedangkan persarafan motoris untuk otot laring, pharynx, otot-
otot palatum molle. Spesial motoris bersama nervus parasimpatis.
11. N. XI atau N. Accesorius
Saraf motorius untuk otot-otot larynx dan pharynx serta otot-otot leher.
12. N.XII atau N. Hypoglossal
Merupakan saraf motorik untuk otot-otot intrinsic.
B. Saraf Spinal
Masing-masing saraf spinal dihubungkan dengan medulla spinalis oleh 2 radix,
radix anterior clan radix posterior. Radix anterior terdiri atas berkas serabut saraf yang
membawa impuls saraf menjauhi susunan saraf pusat. Serabut saraf seperti ini dinamakan
serabut saraf efferens. Serabut efferens yang menuju ke otot bercorak dan menyebabkan otot
ini berkontraksi dinamakan serabut motoris. Sel asalnya terletak pada cornu anterius
medulla spinalis. Radix posterior terdiri atas berkas serabut-serabut saraf yang membawa
impuls ke susunan saraf pusat dan dinamakan serabut afferens. Karena serabut ini
berkaitan dengan penghantran informasi tentang substansi raba, nyeri, suhu dan vibrasi maka
disebut serabut sensoris. Badan selnya terletak pada suatu pembesaran pada radix posterior
yang disebut ganglion radix posterior.
Pada setiap foramen intervertebralis radix anterior dan posterior bersatu menjadi saraf
spinalis. Di sini serabut motoris dan sensoris bercampur menjadi satu sehingga saraf
spinal dibentuk oleh campuran serabut motoris dan sensoris. Waktu keluar dari
foramen saraf spinalis dibagi menjadi ramus ventralis yang besar dan ramus dorsalis
yang lebih kecil. Ramus dorsalis berjalan ke posterior mengelilingi columna vertebralis
untuk mempersarafi otot-otot dan kulit punggung. Ramus ventralis terus berjalan ke anterior
untuk mempersarafi otot-otot dan kulit sekitar dinding anterolateral tubuh dan
semua otot dan kulit ekstremitas. Dengan kata lain setiap saraf spinal memiliki pola sebaran
yang biasa disebut bersifat meruas atau sesuai dermatom. Suatu dermatom adalah daerah kulit
yang dipersarafi serabut sensorik dari satu akar dorsal melalui cabang dorsal dan ventral
saraf spinal.
Pada pangkal ekstremitas rami ventralis satu sama lainnya bersatu
membentuk plexus saraf yang rumit. Pada pangkal lengan atas terdapat plexus cervicalis
dan brachialis dan pada pangkal tungkai atas terdapat plexus lumbalis dan sacralis.
SUSUNAN SARAF OTONOM
Susunan saraf otonom merupakan bagian susunan saraf yang berhubungan dengan
persarafan struktur involunter seperti otot jantung, otot polos dan kelenjar di seluruh tubuh.
Susunan saraf otonom tersebar di seluruh susunan saraf pusat dan perifer. Susunan saraf
otonom dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu susunan saraf simpatis dan susunan saraf
parasimpatis. Kedua bagian saraf ini terdapat saraf aferens dan. eferens.
Aktivitas bagian simpatis susunan saraf otonom menyiapkan tubuh untuk keadaan
gawat. Simpatis mempercepat frekuensi jantung, kontriksi pembuluh darah perifer, dan
meningkatkan tekanan darah. Bagian parasimpatis susunan saraf otonom melakukan redistribusi
darah sehingga darah meninggalkan kulit dan usus menuju otak, jantung, dan otot bercorak.
Pada saat yang bersamaan ia juga menghambat peristaltic saluran pencernaan dan menutup
sfingter.
Beda saraf simpatis dan parasimpatis
No. Aspek Simpatis Parasimpatis
1. nukleus
pada cornu lateralis medulla
spinalis segmen Th1-L2,
disebut intermedio lateralis
mengikuti nukleus dari nn.
Cranialis III, VII, IX, dan
X dan cornu lateralis
medula spinalis segmen
S2-S3
2. disebut juga sistem Thoraco-lumbal sistem cranio-sacral
3. ganglion jauh dari organ dekat organ
4. kerjanya saat kerja keras istirahat
5.
fungsi pada organ
jantung Mempercepat memperlambat
p.d.menyempitkan, kecuali a.
coronaria pada jantungmelebarkan
intestinum melemahkan peristaltic memperkuat
uterus/vu kontraksi menurun kontraksi bertambah
bronchus paru Melebarkan menyempitkan
pupil mata Melebarkan menyempitkan
Sistem Saraf Simpatis
Nukleus intermediolateralis, cornu lateralis segmen Th1-L2
Ganglion para vertebralis, akan keluar serat-serat preganglioner yang sesuai dengan
segmennya menuju ganglion Th1-L2
Serat2 postganglioner berjalan mengikuti n. intercostalis
Ganglionnya :
1. Daerah cerviks 3 ganglion :
Ganglion cervicalis superior
Ganglion cervicalis medius
Ganglion cervicalis inferior
2. Daerah thorax (11 pasang)
3. Daerah lumbal (4 pasang)
4. Daerah sacral (4 pasang)
Karena di daerah cervical tidak ada nukleus intermediolateralis, maka serat-serat
preganglioner berasal dari segmen Th1-Th4, yang bergabung menjadi satu dan naik ke atas
mengikuti jalannya trunchus sympaticus sehingga akhirnya synaps dengan ganglion cervical
superior, medius dan inferior.
Dan juga di daerah L2 ke bawah tidak terdapat nukleus intermediolateralis, maka serat-serat
preganglioner berasal dari segmen L1-L2, yang turun ke bawah ikut trunchus sympaticus
sehingga akhirnya synaps dengan ganglion S2-S4.
2. Truncus sympaticus adalah rangkaian ganglion paravertebralis yang dihubungkan oleh saraf
interganglionelis yang dibagi menjadi :
Segmen/pars cervical
Segmen/pars thoracal
Segmen/pars lumbal
Segmen/pars sacral
Sistem Saraf Parasimpatis
Untuk organ thorax dilayani oleh n. vagus/n. X
Nukleusnya disebut nukleus dorsalis n. vagus, keluar serat preganglioner yang mengikuti n.
vagus
Pada thorax n. vagus terletak di kiri (ventral oesophagus) dan kanan (dorsal oesophagus)
Di daerah cervical bercabang:
N. laryngicus superior
N. laryngicus inferior
Di sekitar oesophagus membentuk plexus oesophagus
Cabang untuk jantung : r. cardiacus
pulmo : r. pulmonalis
oesophagus : r. oesophagus
Serat preganglioner dari n. vagus akan synaps pada ganglion-ganglion parasimpatis yang
berada di dekat atau dalam dinding organ.
Pada oesophagus s.d. colon sigmoid terdapat ganglia parasimpatis yang berada dalam plexus
submucosa dari Meisner dan plexus intramural dari Aurbuch.
N. vagus melayani organ2 thorax dan abdomen s.d. intestinum yang disebut colon
tranversum atau tepatnya berhenti pada flexura coli sinistra.
Dari flexura ke bawah asalnya dari nn. Pelvicus (pars sacralis)
HISTOLOGI
Jaringan saraf terdiri atas : sel saraf ( neuron ) , dan jaringan penyangga.
NEURON
Neuron terdiri atas : 1. Badan sel saraf / cell body neuron / perikaryon
2. Juluran sitoplasma ( dendrit dan akson )
1. PERIKARYON
a) Inti seperti gelembung ( vesikuler ) dengan nucleolus yang jelas ( open face type )
b) Sitoplasma mengandung bentukan-bentukan khas :
1. Badan dari Nissl / Nissl’s body / chromidial substance
Kumpulan ribosom, polysome, dan E.R. kasar
Tampak sebagai granula kasar, warna basofil
fungsi : sintesa protein sitoplasma
terdapat pada sitoplasma dari perikaryon dan dendrit, tidak terdapat pada akson
dan akson hillock
pada trauma neuron akan menghilang ( chromatolysis )
2. Neurofibril
Kumpulan mikrotubulus dan mikrofilamen
Tampak seperti sabut-sabut halus
Fungsi : sarana transportasi intraselluler dan sebagai penyangga agar bentuk
neuron tidak mudah berubah
Terdapat pada sitoplasma perikaryon, akson, dendrite
Bentukan lain dalam sitoplasma :
Mitokondria dan apparatus golgi yang tampak dengan pengecatan khusus
Inklusi : lipofusin makin tua, makin banyak
Melanin pada substansi nigra
Besi pada globus palidus
Peri-neural space : rongga yang terdapat di sekeliling perikaryon
2.AKSON
juluran panjang dimulai dari akson hillock, biasanya tunggal
meneruskan rangsang dari perikaryon ke perifer ( eferen )
3.DENDRIT
juluran pendek ≥ 1
menghantar rangsang dari perifer ke perikaryon ( aferen )
JENIS NEURON
A. Menurut jumlah juluran sitoplasmanya
1. Neuron unipoler
punya 1 akson. Terdapat pada neuron embryonal
2. Neuron pseudounipoler
punya 1 akson yang bercabang jadi 2, cabang yang 1 sebagai dendrit dan yang lain
sebagai akson. Terdapat pada sel ganglion spinalis
3. Neuron bipolar
punya 1 akson dan 1 dendrit. Terdapat pada sel pembau, sel bipolar pada retina
4. Neuron multipoler
punya 1 akson dan beberapa dendrit. Terdapat pada sel pyramid, sel tanduk
depan, sel ganglion otonom
5. Sel purkinje
punya 1 akson dan 1 dendrit yang bercabang-cabang dalam 1 bidang ( seperti
kipas ). Terdapat pada sel purkinje di dalam serebelum
B. Menurut panjang aksonnya
1. Golgi tipe I : aksonnya panjang
2. Golgi tipe II : aksonnya pendek
C. Menurut fungsinya
1. Neuron aferen : perikaryonnya di dalam ganglion spinalis, dendritnya panjang.
Bersifat sensoris
2. Neuron eferen : perikaryonnya di dalam SSP, dendritnya pendek. Bersifat motoris.
SEL PENYANGGA PADA JARINGAN SARAF
Pada SST : sel Schwann, sel satelit ( sel amfisit )
Pada SSP : sel neuroglia
PEMBAGIAN JARINGAN SARAF
1. Sistem saraf tepi ( SST )
2. Sistem saraf pusat ( SSP )
SISTEM SARAF TEPI
a) Ganglion
b) Sabut-sabut saraf
c) Akhiran saraf
Jaringan ikat yang membungkus saraf tepi :
1. Endoneurium
Terdiri atas jaringan ikat kendor yang terlatak antara sabut saraf satu dengan lainnya
2. Perineurium
Terdiri atas jaringan ikat padat yang membungkus 1 fasikel saraf tepi / 1 berkas sabut
saraf tepi. Hubungan antar selnya berupa hubungan okludens yang berfungsi sebagai
barier. Mempunyai sekat-sekat yang menjorok ke dalam ( trabekulae perineurium )
3. Epineurium
Jaringan ikat kendor yang membungkus beberapa fasikel saraf tepi
SYNAPS
Kontak khusus antar membran dari sel saraf dengan sel saraf yang lain / sel saraf dengan
organ efektor
Jenis synaps :
1. Akso-dendritik : synaps antara akson dengan dendrit yang lain
2. Akso-somatik : synaps antara akson dengan perikaryon yzng lain
3. Akso-aksonik : synaps antara akson dengan akson yang lain
4. Synaps antara akson dengan organ efektor : motor end plates
SISTEM SARAF PUSAT
1. Medula spinalis / spinal cord
2. Cerebrum
3. Cerebellum
NEUROGLIA / SEL GLIA
Sel-sel penyangga di dalam SSP yang analog dengan sel Schwann pada SST dan
sel amfisit pada ganglion
Macamnya ;
1. Makroglia
2. Mikroglia
3. Sel epindem
MENINGES
Jaringan ikat yang membungkus organ-organ pada SSP
Terdiri atas 3 lapis, yaitu :
1. Durameter
2. Arachnoid / arachnoidmeter
3. Piameter
PLEXUS KOROIDEUS
Lipatan-lipatan piameter yang sangat vaskuler dan menembus sampai atap
ventrikel 3, atap ventrikel 4 dan pada dinding ventrikel lateral
Fungsi epitel plexus koroideus :
Menghasilkan cairan serebro spinal ( CSS )
Absorbs kembali dari CSS yang berlebih
Fungsi CSS :
Media untuk metabolisme SSP
Protektif terhadap trauma
CSS ini mengisi ventrikel otak, ruang sub-arachnoid, kanalis sentralis, ruang
perivaskuler
Sifat CSS :
Cairan yang jernih
Bila keruh / purulent ada infeksi dalam SSP
Bila aliran terganggu pada janin : hydrocephalus
Pada dewasa : penekanan pada SSP dengan segala
akibatnya
DEGENERASI DAN REGENERASI
1. Neuron tidak dapat membelah diri
2. Sabut saraf perifer dapat regenerasi asal perikaryonnya tidak rusak
3. Sabut saraf pusat sulit regenasi meskipun perikaryonnya masih baik
4. Yang dapat membelah diri : sel glia, sel Schwann, sel amfisit. Sel ini akan mengisi ruang
bekas sel saraf yang mati, tapi tidak bisa menggantikan fungsi sel saraf.
FISIOLOGI
Fisiologi Susunan Saraf Motorik
SISTEM MOTORIK
Sistem motorik merupakan sistem yang bertanggung jawab terhadap ketrampilan gerakan
otot skeletal.
Sistem motorik mulai dari area spesifik di serebral korteks berakhir di alpha-motor
neuron.
Terdiri dari unsur saraf & muskuler.
Komponen sistem motorik:
1. Neuron Sentral:
merupakan neuron-neuron dari korteks motorik di gyrus precentralis ke inti-inti
saraf di batang otak & medula spinalis UMN (Upper Motor Neuron).
2. Neuron Perifer:
merupakan neuron saraf dari inti motorik di batang otak & kornu anterior medula
spinalis ke otot LMN (Lower Motor Neuron).
3. Motoric End Plate:
penghubung antara neuron & otot (NMJ).
4. Otot
UPPER MOTOR NEURON (UMN)
Jaras UMN (korteks motorik) ada 2:
1. M1 (motor cortex): mempunyai treshold yang rendah untuk stimulasi pergerakan otot-
otot individu dan diatur oleh somatotropic (Homunculus). Akson traktus piramidal
berasal dari sini. Letak: Area Brodmann 4.
2. M2 (premotor cortex): mempunyai treshold yang tinggi untuk stimulasi dan memacu
pergerakan yang melibatkan pengaturan postural ipsi dan kontralateral. Jaras
ekstrapiramidal paling banyak berasal dari area premotor ini. Letak: Area Brodmann 6.
UMN dibagi menjadi 2 sistem, yaitu:
1. Sistem Piramidal
Mulai dari sel-sel neuron di lapisan V koreks precentralis (area 4 Brodmann)
Neuron-neuron tersebut tertata di daerah gyrus precentralis yang mengatur gerakan
tubuh tertentu → penataan somatotropik
Serabut-serabut eferen berupa akson-akson neuron di girus precentralis turun ke
neuron-neuron yang menyusun inti saraf otak motorik, lalu terbagi menjadi 2:
Di brain stem melalui traktus kortikobulbaris
Di kornu anterior medula spinalis melalui traktus kortikospinalis
Traktus Pyramidalis
1. Serabut kortikospinalis
korona radiata → posterior kapsula interna → cerebral peduncles crus cerebri → pons
→ medula oblongata → LOWER MEDULA → SPINAL CORD
fungsi: gerakan-gerakan tangkas otot-otot tubuh dan anggota gerak.
2. Serabut kortikobulbaris
Korona radiata → posterior kapsula interna → cerebral peduncles crus cerebri → PONS
→ medulla
Fungsi: gerakan otot-otot kepala serta leher.
10-25% serabut yg tdk menyilang
Berjalan di anterior medula spinalis sbg Traktus Corticospinalis Anterior
75-90% menyilang di DECUSSATION PYRAMIDAL
Di atas medula cord junction sbg Traktus Corticospinalis Lateralis
Serabut berjalan bersama serabut kortikospinal Sebagian serabut kortikobulbar meninggalkan pyramidal di atas
nukleus yang dituju & berjalan di area Lemniskus Medeialis Sebaian lainnya berakhir di Retikular Formation
2. Sistem Ekstrapyramidal
Merupakan kumpulan-kumpulan traktus, inti-inti & sirkuit feedbacknya.
Susunan ekstrapyramidal ini secara fungsional berhubungan dengan traktus
pyramidal.
Susunan ekstrapiramidal ini dimulai dari serebral korteks, basal ganglia,
subkortikal nukleus secara tidak langsung ke spinal cord: melalui multisynap
conection.
Inti-inti yang menyusun ekstrapyramidal:
1. Korteks motorik tambahan (area 4s, 6, 8).
2. Ganglia basalis (nucleus kaudatus, putamen, globus pallidus, substansia
nigra),
Korpus subtalamikum (Luysii),
Nucleus ventrolateralis Talami.
3. Nucleus ruber & substansia retikularis batang otak.
4. Cerebellum.
System ekstrapiramidalis dibagi atas 3 lintasan:
1. Lintasan Sirkuit Pertama.
Lingkaran yang disusun oleh jaras-jaras penghubung berbagai inti
melewati korteks piramidalis (area 4), area 6, oliva inferior, inti-inti
pontis, korteks serebelli, nucleus dentatus, nucleus rubber, nucleus
ventrolateralis talami, korteks pyramidalis & ekstrapiramidalis.
Peranan sirkuit ini memberikan FEEDBACK kepada korteks pyramidalis
& ekstrapiramidalis yang berasal dari korteks cerebellum.
2. Lintasan Sirkuit Kedua.
Menghubungkan korteks area 4s & area 6 dengan korteks motorik
piramidalis & ekstrapiramidalis melalui substansia nigra, globus pallidus,
nucleus ventrolateralis talami.
Tujuan pengelolaan impuls piramidalis & ekstrapiramidalis untuk
mengadakan INHIBISI terhadap korteks piramidalis ekstrapiramidalis
gerakan volunter yang bangkit memiliki ketangkasan yang sesuai.
3. Lintasan Sirkuit Ketiga.
Merupakan lintasan bagi impuls yang dicetuskan di area 8 & area 4s untuk
diolah secara berturut-turut oleh nucleus kaudatus, globus palidus, &
nucleus ventrolateralis talami.
Hasil pengolahan ini dengan dicetuskan impuls oleh nucleus
ventrolateralis talami yang dipancarkannya ke korteks piramidalis &
ekstrapiramidalis (area 6).
Impuls terakhir ini melakukan tugas INHIBISI.
Sebagian impuls ini disampaikan oleh globus pallidus kepada nucleus
Luysii.
Fungsi: berkaitan dengan fungsi lintasan piramidal, terutama dalam memulai dan memperhalus
gerakan-gerakan tubuh dan anggota gerak (terutama jari-jari).
LOWER MOTONEURON (LMN)
Lower Motoneuron (LMN) merupakan neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik
pada bagian perjalanan terakhir ke sel otot skeletal. Berbedaan UMN dengan LMN yaitu akson
LMN dinamakan oleh Sherrington ‘final common path’ impuls motorik. LMN menyusun inti-
inti saraf otak motorik dan inti-inti radiks ventral saraf spinal. Dua jenis LMN dapat dibedakan
yang pertama dinamakan -motoneuron ia berukuran besar dan mejulurkan aksonnya yang tebal
(12-20) ke serabut otot ekstrafusal. Yang lain dikenal sebagai -motoneuron ukuran kecil
aksonnya halus (2-8) dan mensarafi serabut otot intrafusal.
Dengan perantara kedua macam motoneuron ini impuls motorik dapat mengemudiakan
keseimbangan tonus otot yang diperlukan untuk mewujudkan setiap gerak tangkas. Tiap
motoneuron menjulurkan hanya satu akson. Tetapi pada ujungnya setiap akson bercabang-
cabang dan setiap cabang mensarafi seutas serabut otot sehingga dengan demikian setiap akson
dapat berhubungan dengan sejumlah serabut otot. Otot yang digunakan untuk berbagai gerak
tangkas khusus terdiri dari banyak unit motorik yang kecil=kecil. Ini berarti, bahwa untuk
melakasanakan gerak tangkas yang rumit diperlukan banyak motoneuron.
Tugas motoneuron hanya menggalakkan sel-sel serabut otot sehingga timbul gerak otot.
Tugas untuk menghambat serabut otot tidak dipercayakan pada motoneuron tetapi pada
interneuron. Sel tersebut menjadi pusat penghubung anatara motoneuron dengan pusat eksitasi
atau pusat inhibisi, yang berlokasi di fomasio retikularis batang otak. Penghambatan yang
dilakukan oleh interneuron dapat juga terjadi tas tibanya impuls dari motoneuron yang
disampaikan kembali kepada motoneuron. Interneuron itu dikenal sebagai sel Renshaw
Fisiologi Susunan Saraf Sensorik
Dari reseptor di perifer sampai ke korteks sensorik di otak jalur sensorik sekurang-kurangnya
terdiri dari 3 tingkatan neuron. Impuls (rangsangan ) bekerja secara entripental dari reseptor di
perifer ke badan sel neuron tingkat pertama (primer) di ganglion akar dorsal dari saraf spinal.
Aksonnya menuju ke sentral, bersinaps dengan neuron tingkat dua (sekunder) di kornu posterior
medula spinalis atau inti homolog dibatang otak. Akson neuron sekunder melintasi garis tengah
dan menuju pada sisi sebelahnya (kontralateral), kemudian naik sebagai jaras spinotalamik atau
lemsiskus medialis menuju ke sinaps berikutnya di talamus. Neuron di talamus biasnya berupa
neuron tingkat tiga (tersier) terletak dikompleks ventrobasal talamus dan berproyeksi melalui
kaki posterior kapsula interna kek korteks di girus postsentral (area Brodmannn3-1-2). Pola dasar
ini mengemukakan beberapa banyak hal:
1. Sisitem sensorik menyilang. Informasi sensorik dari separuh badan berproyeksi ke
talamus dan korteks kontralateral.
2. Neuron tingkat pertama berada di gangglion akar dorsal.
3. Badan sel neuron tingkat dua berada di kornu posterior medula atau di inti homolog
medula oblongata seperti nukleus grasilis (menerima impuls dari tungkai) dan kuneatus
(yang menerimah impuls dari lengan)
4. Neuron tingkat tiga di talamus me-relay impilus ke korteks
Reseptor
Reseptor merupakan sel-sel khusus untuk mendeteksi perubahan khusus pada
lingkungannya. Eksteroseptor mencakup reseptor yang terlibat terutama pada lingkungan
eksternal yaitu, korpuskes (badan), Meissner, korpuskel Merker, sel rambut untuk rasa raba,
bulbus Krauss untuk rasa dingin, korpuskel Ruffini untuk rasa panas, dan ujung saraf bebas
untuk rasa nyeri. Banyak hasil penelitian yang mengimplisikan bahwa sensasi tertentu
dihantarkan oleh ujung tettentu, namun dengan banyak perkecualian. ,misalnya karena mata
hanya ditemukan ujung saraf bebas, namun rasa raba, nyeri, panas dan dingin dapat
diapresiasi. Reseptor tidak khusus (spesifik) terhadap sensasi tertentu misalnya rangsang
yang kuat dapat mengakibatkan berbagai sensasi, juga nyeri walaupun rangsang pencetusnya
tidak harus nyeri. Stimulasi yang berlebihan pada ujung sensorik, terlebih bila sifat melukai
(noxious) akan menginduksi rasa nyeri.
Hubungan manusia dengan dunia luar terjadi melalui reseptor sensorik yang dapat
berupa:
1. Reseptor eksteroseptif yang berespon terhadap stimulasi dari lingkungan eksternal,
termasuk visual, auditoar, dan taktil.
2. Reseptor propioseptif misalnya yang menerima informasi mengenai posisi bagian
tubuh.
3. Reseptor interoseptif mendeteksi kejadian internal seperti perubahan tekanan darah.
Sistem sensorik somatik meneriam informasi primer dari reseptor eksteroseptif dan
proprioseptif.
Didapatkan 4 subkelas mayor dan sensasi somatik, yaitu:
1. Sensasi nyeri yang dicetuskan oleh rangsangan yang dapat mencederai (noxious)
2. Sensasi suhu (termal) terdiri dari rasa panas dan rasa dingin
3. Rasa (sensasi) sikap dicetuskan oleh perubahan mekanis di otot dan persendian, dan
mencakup rasa sikap anggota gerakan anggota gerak (kinestesia)
4. Sensasi (rasa) tekan dicetuskan oleh stimulasi mekanis yang diberikan pada
permukaan tubuh.
Fisiologi Susunan Saraf Autonom
Susunan saraf autonom adalah bagian susunan saraf yang mengurus perasaan viseral dan semua
gerakan involunter reflektorik, seperti vasodilatasi-vasokontriksi, bronkodilatasi-
bronkokontriksi, peristaltik, berkeringat, merinding, dan seterusnya.
Saraf Simpatik atau devisi torakolumbal. Memiliki satu neuron preganglionik pendek tau
satu neuron postganglionik panjang. Badan sel neuron preganglionik terletak pada tanduk
lateral substansia abu-abu dalam segmen thoraks dan lumbal bagian atas medula spinalis.
Akson terminalisasi disebut serabut preganglionik, keluar melalui radiks ventral bersama
dengan serabut eferen somatik. Serabut preganglionik menjalar seperti ramus
komunikans putih menuju ganglion terdekat pada rantai ganglion simpatik paraventebral,
yang terletak pada kedua sisi kolumna vertebra. Saat serabut preganglion mencapai
ganglion serabut ini akan mengambil salah satu dari ketiga jalur berikut:
1. Serabut ganglion dapat bersinaps dengan neuron postganglionik dalam ganglion
simpatis pada area pintu masuk. Akson postganglionik tidak termielinisasi
(setelah bersinapsis) membentuk ramus komunikan abu-abu dan menjalar kembali
ke saraf spinal. Kemudian akson ini melewati ramus dorsal dan ventral menuju
efektor otot polos.
2. Serabut akson preganglionik dapat menuruni rantai simpatis dan bersinapsis
dalam ganglion pada area yang lebih rendah atau lebih tinggi. Serabut
postganglionik menjalar kembali bersam ramus komunikans abu-abu kedalam
saraf spinal pada area tersebut. Serabut ini menginervasi efektor dalam regia yang
disuplai saraf tersebut.
3. Serabut preganglionik dalam regio toraks dapat berlangsung ke trunkus simpatis
(tanpa bersinaps) untuk membentuk saraf splanknik besar dan kecil yang menuju
ganglion kolateral tempat terjadi sinaps. Ganglion kolateral mesentrika inferior
dan mesentrika superior serta siliaka mengandung neuron postganglionik, terletak
berdekatan dengan organ yang diinervasi. Serabut akson postganglionik
meninggalkan ganglia dan menginervasi visera pelvis dan abdomen.
Satu-satunya pengecualian dari sistem dua neuron ini adalah inervasi pada kelenjar
medula adrenal. Serabut preganglionik simpatis yang menjalar ke medula adrenal tidak
bersimpatis dengan neuron postganglionik sebelum mencapai kelenjar. Sel medula
khusus menggantikan sel-sel ganglion simpatis.
Saraf parasimpatis atau divisi kraniosakral. Memiliki neuron preganglionik panjang yang
menjulur mendekati organ terinervasi dan memiliki serabut posganglionik pendek. Badan
sel neuron preganglionik terletak dalam nuklei batang otak dan keluar melalui N.III,
N.VII, N.IX, N.X dan N.XI juga dalam substansi abu-abu lateral pada segmen sakral
kedua, ketiga, dan keempat medula spinalis dan keluar melalui radik ventral. Neuron
poatganglionik terletak dalam ganglia terminal yang terdapat tepat diluar atau didalam
dinding organ yang terinervasi. Serabut parasimpatis yang berawal dari regio kranial
korda menginervasi mata, struktur pada kepala, visera abdominal dan pelvis. Serabut
parasimpatis yang berawal dari regio sakral korda membentuk saraf splanknik pelvis dan
menginervasi sistem urinalis serta bagian-bagian dari usus besar bawah. Serabut
parasimpatis tidak menjalar dalam ramus dorsal dan ramus ventral sarsf spinal. Dengan
demikian efek dari kulit (kelenjar keringat, otot arektor pili, dan pembuluh darah kutan)
tidak menerimah inervasi parasimpatis.
Sistem saraf otonom merupakan bagian susunan saraf yang berhubungan dengan persarafan
struktur involunter seperti otot jantung, otot polos, dan kelenjar. Terdiri dari 2 neuron yaitu
neuron preganglioner dan postganglioner yang bersinaps di ganglion otonom. Sistem saraf
otonom terbagi menjadi:
1. Sistem simpatis
2. Sistem parasimpatis
3. Sistem enteric nervus
Perbedaan sistem simpatis dan parasimpatis
Simpatis Parasimpatis
Pusatnya di medulla spinalis, segmen
thoracolumbal yaitu pada nucleus
intermediolateralis
Pusatnya craniosacral yaitu nuclei nervus III,
nervus VII, nervus IX, nervus Xdan medulla
spinalis segmen sacral
Serabut preganglioner bersinaps di truncus
simpaticus
Serabut preganglioner bersinaps di ganglion
ciliare (N.III), g. Submandibulare atau g.
Pterigopalatinum (N.VII), g.opticum (N.IX),
g. Terminale (N.X)
Serabut postganglioner panjang Serabut post ganglioner pendek
Efeknya: dilatasi pupil, tachycardy,
bronchodilatasi, tekanan darah meningkat,
kelenjar keringat naik
Efeknya: konstriksi pupil, bradicardi,
peristaltik meningkat, sekresi kelenjar
meningkat
KESADARAN
Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Untuk mempertahankan fungsi
kesadaran yang baik, perlu suatu yang konstan dan efektif antara hemisfer serebri yang intak dan
formasio retikularis di batang otak. Gangguan pada hemisfer serebri atau formasio retikularis
dapat menimbulkan gangguan kesadaran bergantung pada beratnya kerusakan, gangguan
kesadaran dapat berupa apati, delirium, somnolen, sopor atau koma. Koma sebagai kegawatan
maksimal fungsi susunan saraf pusat memerlukan tindakan yang cepat dan tepat, sebab makin
lama koma berlangsung makin parah keadaan susunan saraf pusat sehingga kemungkinan makin
kecil terjadinya penyembuhan sempurna.
anatomi fisiologi kesadaran
Lintasan asendens dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan impuls sensorik protopatik,
propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke daerah korteks perseptif primer disebut
lintasan asendens spesifik atau lintasan asendens lemniskal. Ada pula lintasan asendens aspesifik
yakni formasio retikularis di sepanjang batang otak yang menerima dan menyalurkan impuls dari
lintasan spesifik melalui koleteral ke pusat kesadaran pada batang otak bagian atas serta
meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yang selanjutnya disebarkan difus keseluruh
permukaan otak Pada hewan, pusat kesadaran(arousal centre) terletak di rostral formasio
retikularis daerah pons sedangkan pada manusia pusat kesadaran terdapat didaerah pons,
formasio retikularis daerah mesensefalon dan diensefalon.
Lintasan aspesifik ini oleh Merruzi dan Magoum disebut diffuse ascending reticular
activating system (ARAS). Melalui lintasan aspesifik ini, suatu impuls dari perifer akan
menimbulkan rangsangan pada seluruh permukaan korteks serebri. Dengan adanya 2 sistem
lintasan tersebut terdapatlah penghantaran asendens yang pada pokoknya berbeda. Lintasan
spesifik menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks
perseptif primer. Sebaliknya lintasan asendens aspesifik menghantarkan setiap impuls dari titik
manapun pada tubuh ke seluruh korteks serebri. Neuron-neuron di korteks serebri yang
digalakkan oleh impuls asendens aspesifik itu dinamakan neuron pengemban kewaspadaan,
sedangkan yang berasal dari formasio retikularis dan nuklei intralaminaris talami disebut neuron
penggalak kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh sebab apapun akan
menimbulkan gangguan kesadaran.
Kesadaran mempunyai 2 aspek yakni derajat kesadaran dan kualitas kesadaran. Derajat
kesadaran atau tinggi rendahnya kesadaran mencerminkan tingkat kemampuan sadar seseorang
dan merupakan manifestasi aktifitas fungsional ARAS terhadap stimulus somato-sensorik.
Kualitas kesadaran atau isi kesadaran menunjukkan kemampuan dalam mengenal diri sendiri dan
sekitarnya yang merupakan fungsi hemisfer serebri. Perbedaan kedua aspek tersebut sangat
penting sebab ada beberapa bentuk gangguan kesadaran yang derajat kesadarannya tidak
terganggu tetapi kualitas kesadarannya berubah. Dalam klinik dikenal tingkat-tingkat kesadaran :
komposmentis, inkompos mentis (apati, delir, somnolen, sopor, koma).
Penyebab Penurunan Kesadaran
• defisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia)
• kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok)• penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis) • keadaan hipo atau hipernatremia • dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan;
hipertermia, hipotermia • peningkatan tekanan intrakranial (perdarahan, stroke, tumor otak)• infeksi (encephalitis); epilepsi.
Derajat kesadaran
a) Penilaian kualitatif
A. Penurunan Kesadaran
• Komposmentis :
- Kesadaran normal
- Menyadari seluruh asupan panca indera dan bereaksi secara optimal terhadap
seluruh rangsang baik dari dalam maupun dari luar
• Somnolen / Drowsiness / Clouding of Conciousness
- Mengantuk
- Mata tampak cenderung menutup
- Masih dapat dibangunkan dengan perintah
- Masih menjawab pertanyaan meskipun sedikit bingung
- Tampak gelisah
- Orientasi terhadap sekitar menurun
• Stupor atau Sopor
- Lebih rendah dari somnolen
- Mata tertutup
- Dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata
- Bersuara satu dua kata
- Motorik ~ menghindar terhadap nyeri
• Semikoma atau Soporokoma
- Mata tetap tertutup ~dengan nyeri yang kuat
- Hanya mengerang tanpa arti
- Motorik ~ gerakan primitif
• Koma
- Penurunan kesadaran paling rendah
- Dengan rangsang apapun – reaksi sama sekali tidak ada
B. Perubahan Kesadaran
• Komposmentis
- Keadaan mental yang bisa dipertanggungjawabkan
- Bereaksi secara adekwat
• Kesadaran yang tumpul/obtundasi
- Perhatian kesekelilingnya berkurang
- Cenderung mengantuk atau mlongo tanpa memikirkan apa-apa
• Bingung
- Tidak sadar akan beberapa fakta ~ Disorientasi tempat, waktu dan
orang
• Delirium
- Kacau secara mental dan motorik
- Mengalami halusinasi, ilusi
• Apatis
- Kurang waspada
- Tidak tidur atau tidak mengantuk
- Segan untuk, memperhatikan, menghiraukan diri dan sekitarnya
- Tidak bicara dan pandangan hampa
b) Penilaian kuantitatif
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap
rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara
dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6
tergantung responnya.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Skor Verbal Anak
Nilai
5 : bicara jelas atau tersenyum, menuruti perintah
4 : menangis tetapi bisa dibujuk
3 : menangis tidak bisa dibujuk
2 : Gelisah, agitasi
1 : Tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…
Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Pemeriksaan disimpulkan dalam suatu tabel Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale)
Eye OpeningMata terbuka dengan spontan 4Mata membuka setelah diperintah 3Mata membuka setelang diberi rangsang nyeri 2Tidak membuka mata dengan rangsang apapun
1
Best Motor ResponseMenurut perintah 6Dapat melokalisir nyeri 5Menghindari nyeri 4Fleksi (decorticate) 3Ekstensi (decerebrasi) 2Tidak ada gerakan dengan rangsang apapun 1
Best Verbal ResponseMenjawab pertanyaan dengan benar 5Salah menjawab pertanyaan 4Mengeluarkan kata-kata yg tidak sesuai 3Mengeluarkan suara yg tidak ada artinya 2Tidak ada jawaban 1Jumlah 15
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)
GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)
Sumber lain Penilaian GCS pada trauma kapitis :
GCS 15 = kesadaran compos mentis (normal)
GCS 14 = cedera kepala/otak ringan
GCS 9 s/d 13 = cedera kepala sedang
GCS 4 s/d 8 = cedera kapala berat
GCS 3 = koma
Gambar 2. Memberikan rangsang nyeri
KOMA
Koma ialah keadaan pada mana kesadaran menurun pada derajat yang terendah. Koma
akan menjadi kenyataan jika korteks serebri kedua sisi tidak lagi menerima impuls aferen
aspesifik yang disampaikan melalui lintasan aspesifik difus substansia retikularis. Koma juga
dapat dibangkitkan jika lapisan substansia grisea kedua hemisferium dibuang (dekortikasi) atau
jika inti intralaminar talamik semuanya dirusak atau jika substansia grisea di sekitar akuaduktus
Sylvii dihancurkan. Akibatnya menimbulkan keadaan dimana penyaluran impuls asendens
aspesifik tersumbat pada nuclei intralaminar atau di substansia grisea di sekitar akuaduktus
Sylvii.
Koma dapat dibagi dalam:
1. Koma supratentorial diensefalik
2. Koma infratentorial diensefalik
3. Koma bihemisferik difus
KOMA SUPRATENTORIAL DIENSEFALIK
Semua proses supratentorial yang dapat mengakibatkan destruksi dan kompresi pada substansia
retikularis diensefalon (nuclei intralaminar) akan menimbulkan koma. Destruksi dalam arti
destruksi morfologi, dapat terjadi akibat perdarahan atau infiltrasi dan metastasis tumor ganas.
Destruksi dalam arti destruksi biokomia, dijumpai pada meningitis.
Kompresi dapat disebabkan oleh proses desak ruang, baik yang berupa hematoma atau
neoplasma. Proses desak ruang mendesak secara radial kemudian akan mendesak ke bawah
secara progresif, mengingat adanya foramen magnum sebagai satu-satunya pintu dari suatu ruang
yang tertutup. Akibat kompresi rostro-kaudal itu, secara berturut-turut mesensefalon, pons atau
medulla oblongata akan mengalami desakan. Sehingga sindrom lesi transversal setinggi
mesensefalon, pons dan medulla oblongata akan timbul secara bergiliran.
Proses desak ruang supratentorial yang bisa menimbulkan koma supratentorial dapat dibagi
dalam 3 golongan:
1) proses desak ruang yang meninggikan tekanan di dalam ruang intracranial supretentorial
secara akut
2) lesi yang menimbulkan sindrom unkus
3) lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostro-kaudal terhadap batang
otak
Tekanan intrakranial supratentorial yang mendadak menjadi tinggi
Keadaan di atas dapat dijumpai jika terdapat hemoragia serebri yang masif atau perdarahan
epdural. Kompresi supratentorial yang tiba-tiba itu, langsung mendesak bangunan yang terletak
infratentorial. Oleh karena itu secara tiba-tiba tekanan darah melonjak, nadi menjadi lambat dan
kesadaran menurun secara progresif. Trias ini dikenal sebagai sindrom Kocher-Cushing. Pada
umumnya trias tersebut merupakan ciri-ciri koma akibat proses infratentorial.
Sindrom Unkus
Sindrom unkus dikenal juga sebagai sindrom kompresi diensefalon ke lateral. Proses desak ruang
di bagian lateral dari fosa cranii media biasanya mendesak tepi medial unkus dan girus
hipokampalis dan kolong tepi bebas daun tentorium. Karena desakan itu, bukannya diensefalon
yang pertama-tama mengalami gangguan, melainkan bagian ventral nervus occulomotorius.
Maka dari itu gejala yang pertama akan dijumpai bukannya gangguan kesadaran akan tetapi
dilatasi pupil kontralateral. Pupil yang melebar itu mecerminkan penekanan terhadap nervus
occulomotorius dari bawah oleh arteria serebeli. Tahap yang segera menyusul ialah tahap
kelumpuhan nervus occulomotorius totalis. Progresi bisa cepat sekali, dan juga pedunkulus
serebri kontralateral mengalami iskemia pada tahap ini. Sehingga hemiparesis timbula pada sisi
proses desak ruang supratentorial yang bersangkutan. Pada tahap perkembangan ini juga diikuti
progresifitas penurunan kesadaran.
Sindrom kompresi rostrkaudal terhadap batang otak.
Proses desak ruang supratentorial secara berangsur-angsur dapat menimbulkan kompresi
terhadap bagian rostral batang otak. Prose tersebut meliputi:
a. herniasi girus singuli di kolong falks serebri
b. herniasi lobus temporalis di kolong tentorium
c. penjiratan diensefalon dan bagian rostral mesensefalon oleh tepi bebas daun tentorium
secara bilateral
Pada tahap dini dari kompresi rostro-kaudal terhadap batang otak akan kita dapati (1) respirasi
yang kurang teratur, yang sering mendahului respirasi jenis Cheyne-Stokes; (2) pupil kedua sisi
sempit sekali; (3) kedua bola mata bergerak perlahan-lahan secara konjugat ke samping kiri dan
kanan bahkan dapat bergerak secara divergen; (4) gejala-gejala UMN pada kedua sisi. Ini
merupakan gejala tahap diensefalon.
Pada tahap kompresi rostro-kaudal berikutnya (1) kesadaran menurun sampai derajat yang
paling rendah; (2) suhu badan mulai meningkat dan cenderung untuk melonjak terus; (3)
respirasi menjadi cepat dan mendengkur; (4) pupil yang tadinya sempit berangsur-angsur
menjadi lebar dan tidak bereaksi lagi terhadap sinar cahaya. Itulah manifestasi tahap
mesensefalon.
Tahap selanjutnya ialah tahap pontin, dimana hiperventilasi berselingan dengan apnoe dan
rigiditas deserebrasi akan dijumpai.
Tahap terminalnya dinamakan tahap medula oblongata. Pernafasan menjadi lambat namun tidak
teratur. Nadi menjadi lambat pula atau justru cepat lagi dan tekanan darah menurun secara
progresif.
KOMA (LESI) INFRATENTORIAL DIENSEFALIK
Lesi vaskular di batang otak dan lesi desak ruang di fosa serebri posterior merupakan kausa
koma ini. Lesi vaskular terjadi karena penyumbatan arteria basilaris dan lesi non-vaskular dapat
berupa neoplasma primer maupun sekunder, granuloma, dan abses.
Sindroma lesi infratentorial yang dapat membangkitkan terjadinya koma dapat dibedakan dalam:
1. Sindroma lesi infratentorial dengan kompresi difusse ascending reticular system.
Lesi fosa posterior serebri yang terletak di luar batang otak dapat menimbulkan koma
melalui 3 jalan:
a. Penekanan langsung pada tegmentum pons
b. Herniasi ke atas, dimana serebellum mendesak medio-rostral, sehingga mesesefalon
tertekan.
c. Herniasi ke bawah, sehingga medulla oblongata mengalami penekanan.
Untuk manifes ketiganya biasanya berbaruan, oleh karena manifestasinya berjalan
serempak. Gamabaran manifesnya antara lain:
- Muntah-muntah
- Kelumpuhan beberapa saraf otak
- Deviation conjugee
- Pupil sempit dan tak bereaksi terhadap cahaya
- Proptosis dapat timbul jika vena galeni tersembut
- Kesadaran menurun yang menjurus ke koma
- Hiperventilasi
2. Sindroma lesi infratentorial dengan destruksi difusse ascending reticular system
Terjadi destruksi difusse ascending reticular system langsung dapat menimbulkan koma.
Koma yang terjadi diiringi tanda-tanda pola respirasi, pupil, dan gerakan yang khas.
Tanda-tanda yang sering dijumpai:
- Paralisis N.III, yang gejalanya antara lain:
Paralisis salah satu atau kedua otot rekstus internus
Gerakan konvergensi masih dapat dilakukan
Nistagmus telihat pada mata yang berdeviasi ke samping
Kedudukan bola mata tidak sama tingginya
- Hemiparesis alternans atau tetraplegia
- Hiperventilasi (tingkat pons-medula oblongata)
- Pernapasan tak teratur (tahap medula oblongata)
KOMA BIHEMISFERIK DIFUSS
Koma ini terjadi karena metabolism neuronal kedua belah hemisferium terganggu secar
difus. Jika otak tidak mendapat bahan enersi dari luar, maka metabolism oksidatif serebral akan
berjalan dengan enersi intirksik. Jika bahan enersi diri sendiri tidak lagi mencukupi kebutuhan,
maka otak akan tetap memakai enersi yang terkandung oleh neuron-neuronnya untuk masih bisa
berfungsi sebagaimana mestinya. Jika keadaan ini berlangsung cukup lama, neuron-neuron akan
menghancurkan diri sendiri.
Bahan yang diperlukan untuk metabolism oksidatif serebral adalah glokose dan zat asam.
Yang mengangkut glukosa dan oksigen ke otak ialah aliran darah serebral. Semua proses yang
menghalang-halangi transprtasi itu dapat mengganggu dan akhirnya memusnahkan neuron-
neuron otak. Jika neuron-neuron hemisferium tidak lagi berfungsi, maka akan terjadilah koma.
Koma akibat proses patologik itu disebabkan oleh 2 golongan penyakit, yaitu:
1) Ensefalopati metabolic primer
2) Ensefalopati sekunder
1) Ensefalopati metabolic primer
Yang tergolong dalam ensefalopati metabolic primer adalah :
a) Degenarasi di substansia grisea otak, yaitu penyakit Jacob-cruetzfeldt, penyakit pick,
penyakit Alzheimer. Korea Huntington.
b) Degenerasi di substansia alba otak, yaitu penyakit schilder, dan berbagai jenis
leukodistrofia.
2) Ensefalopati Sekunder
Sebab-sebab terjadinya ensefalopati sekunder adalah :
Kekurangan zat asam, glukosa dan kofaktor-kofaktor yang diperlukan untuk metabolism
sel.
a. Hipoksia, yang bisa timbul karena: penyakit paru-paru, anemia, intoksikasi
karbon mono-oksida
b. Iskemia, yang bisa berkembang karena: CBF yang menurun akibat penurunan
cardiac output, seperti pada sindrom stokes-adams, aritmia, dan infark jantung.
CBF menurun akibat resistensi vascular yang meningkat, seperti pada
ensefalopati hipertensif, sindrom hiperventilasi dan sindrom hiperviskositas.
c. Hipoglikemia, yang bisa timbul karena: pemberian insulin atau pembuatan insulin
endogenik meningkat.
d. Defisiensi kofaktor thiamin, niacin, pyridoxine, dan vitamin B1
Penyakit-penyakit organic diluar susunan saraf
a. Penyakit non-endokrinologik seperti: penyakit hepar, ginjal, jantung dan paru.
b. Penyakit endrokrinologik : M. Addison, M. Cushing, tumor pancreas miksedema,
feokromositoma dan tirotosikosis.
Intoksikasi eksogenik
a. Sedativa, seperti barbiturate, opiate, obat antikolinergik, ethanol dan penenang.
b. Racun yang menghasilkan banyak katabolit acid, seperti paraldehyde,
methyalkohol, dan ethylene.
c. Inhibitor enzim, seperti cyanide, salicylat dan logam-logam berat.
Gangguan balans air dan elektrolit:
a. Hipo dan hipernatremia.
b. Asidosis respiratorik dan metabolic.
c. Alkalosis respiratorik dan metabolic.
d. Hipo dan hiperkalema.
Penyakit-penyakit yang membuat toksin atau menghambat fungsi enzim-enzim serebral,
seperti meningitis, ensefalitis dan perdarahan subaraknoidal.
Trauma kapitis yang menimbulkan gangguan difus tanpa perubahan morfologik, seperti
pada komosio.
Gejala-Gejala Koma Bihemisferik Difus :
Prodroma koma bihemisferik difus terdiri dari gejala-gejala “organic brain syndrome” yang
tidak disertai gejala-gejala deficit neurologic apapun. Gejala “release” dan iritatif masih bisa
menyertai “organic brain syndrome” yang mendahului timbulnya koma bihemisferik difus,
misalnya: tremor, “muscular twitching” dan ataksia.
DIAGNOSIS
Anamnesis
1. wawancara dg orang sekitarnya
2. latarbelakang social, riwayat medis, lingkungan sekitarnya
3. jk tidak sadar setelah operasi: emboli lemak, krisis addison, koma hipotiroid,
4. keluhan sebelum koma
a. sakit kepala SAH
b. Nyeri dada MI, disksi aorta
c. Nafas pendek hipoksia
d. Kaku leher meningoensephalitis
e. Vertigo CVA batang otak
f. Mual, muntah keracunan
5. Riwayat trauma kepala, penyalahgunaan obat, kejang, hemipharesis
6. Perjalanan penyakit
a. Progresif cepat toksik metabolik
b. Cepat vaskular, infeksi
7. Identifikasi faktor psikiatri
a. Stessor
b. Ketidakbiasaan pasien
c. Respon idiosinkrosi terhadap stress
Pemeriksaan
INTERNA
1. vitalsign (tensi, nadi, suhu, respirasi)
2. bau pernapasan (amoniak alkohol, aseton)
3. kulit (turgor, warna, bekas injeksi)
4. selaput mukosa mulut(darah atau bekas minum racun)
5. kepala (kedudukan kepala, cairan telinga, hidung)
6. leher (fractur vertebre cervicalis, kaku kuduk)
7. torak (jantung, paru)
8. abdomen (hepar, ginjal, retensi urin)
9. Ekstremitas (perfusi, akral, sianosis, oedem)
NEUROLOGIK
1. Kesadaran, berdasar GCS
2. Menetapkan letak/topis urutan pemeriksaan:
a. Observasi umum
b. Pola pernapasan
c. Kelainan pupil
d. Refleks sefalik
e. Reaksi terhadap rangsang nyeri
f. Fungsi traktus piramidalis
g. Pemeriksaan lab
h. Pemeriksaan dengan alat
OBSERVASI UMUM NEUROLOGIS
1. Perhatikan apa penderita masih bisa menelan, mengunyah, membasahi bibir, menguap
BO masih bagus
2. Perhatikan apa ada gerakan multifokal yg berulang (mioklonik jerk) gangguan
metabolik
3. perhatikan letak tungkai dan lengan
a. fleksi (dekortikasi) ggn hemisfer, BO baik
b. Ekstensi (deserebrate) ggn BO
POLA PERNAPASAN
1. CHEYNE-STOKES pernapasan apnea, kemudian berangsur bertambah besar
amplitudonyaggn hemisfer & / BO bag atas
2. KUSSMAUL / BIOT pernapasan cepat & dalam ggn di tegmentum (antara
mesensephalon & pons)
3. APNEUSTIK inspirasi dalam diikuti penghentian ekspirasi selama wkt yg lama
ggn d pons
4. ATAKSIK pernapasan dangkal, cepat, tak teratur ggn d fomartio retikularis bag
dorsomedial & med. Ob
KELAINAN PUPIL
1. Lesi di hemisfer keduamata melihat ke samping ke arah hemisfer yang terganggu.
Besar dan bentuk pupil normal. Refleks cahaya positif normal
2. lesi di talamus kedua mata melihat ke hidung (medial bawah), pupil kecil, refleks
cahaya negatif.
3. lesi di pons kedua mata di tengah, gerakan bola mata tidak ada, pupil kecil, refleks
cahaya positif, kadang terdapat ocular bobing.
4. lesi di serebellum kedua mata ditengah, besar, bentuk pupil normal, refleks cahaya
positif normal
5. ggn N oculomotorius pupil anisokor, refleks cahaya negatif pada pupil yg lebar, ptosis
RELEKS SEFALIK
1. refleks pupil refles cahaya , refleks konsensual, refleks konvergensi bila terganggu
topisnya d mesencephalon
2. doll's eye phenomenon = refleks okulosefalik bila kepala penderita digerakkan ke
samping mk bola mata akan bergerak ke arah berlawanan
3. refleks okuloauditorik bila dirangsang suara keras penderita akan menutup mata
ggn d pons
4. refleks okulovestibular bila meatus autikus eksteernus dirangsang air hangat akan
timbul nistagmus k arah rangsangan ggn di pons
5. refleks kornea ggn di pons
6. refleks muntah ggn d MO
REAKSI TERHADAP RANGSANG NYERI
1. penekanan pada supraorbita, jaringan di bawah kuku jari tangan atau sternum
2. refleks yg timbul:
a. abduksi fungsi hemisfer masih baik
b. menghindar (fleksi & aduksi)fungsi tingkat bawah
c. fleksi ggn hemisfer
d. ekstensi ekstremitas gangguan BO
TES FUNGSI TRAKTUSPIRAMIDALIS
1. paralisis
2. refleks tendinei jk ggn, sisi kolateral refleks tendon menurun
3. refleks patologi bl terganggu, sisi kolaeral refleks patologis positif
4. tonus fase akut tonus otot menurun, bila kronis maka tonus meningkat
Pemeriksaan lain
EKG, unt mendapatkan:
1. MI, aritmia, blok konduksi
2. hipokalsemia perpanjangan QT
3. hiperkalsemia perpendekkan QT
4. hipotiroid HR rendah, QRS rendah, pendataran / gelombang T terbalik, ST mendatar
5. hipertiroid takikardi
EEG
1. konfirmasi kerusakan struktur korteks
2. memeriksa post ictal state, epilepsi parsial kompleks, status epilepsi non konvulsi
3. koma metabolik
4. herpes simpleks ensephalitis
5. katatonia, sindrom lock-in, PVS, brain death
ICP
1. pengukuran unt menentukan derajat edem otak
2. terutama pd trauma kepala
DD
1. afasia global akut tdk mengerti dan tidak dapat berbicara, refleks-refleks sefalik lain
masih baik
2. lock-in synd tetrapaesis, tdk dpt bicara, msh dpt berkedip dan gerak bola mata positif.
Dijumpai pada lesi mesensephalon
PENATALAKSANAAN KOMA:
Umum :
Breath : bebaskan dan bersihkan jalan nafas, posisi lateral dekubitus, terdelenberg. k/p
intubasi dan nafas buatan.
Blood : infuse ns, k/p dopamine 3 µg/kg atau drp dopamine 50-200 µg/500cc
Brain :
Bila hipoglikemia: D40 % 50 cc iv atau tiamin 100mg iv
Bila keracunan antidotum, diuretic
Bila kejang : diazepam 10 mg iv atau phenitoin 10-18 mg/kgBB iv pelan-pelan
minimal 50 mg/menit
Bila herniasi otak : Deksametason 10 mg iv furosemid 0,5-1mg/KgBB iv, manitol 20
% 1g/kgBB perdrip
Kontusio cerebri deksmetason, piracetam.
Suhu tinggi : piramidon 2cc im dan kompres
Bila gelsah : diazepam 10 mg iv atau chlorpromazine 25 mg im
Bladder : pasang DC
Bowel : pasang NGT
Etiologis :
Circulation :
Antiedema otak : deksametason, manitol
Menaikkan metabolism otak : mesilate, cdp cholin
Antiplatelet : dipyridamole, pantoxifilin, aspirin.
Encepalomeningitis :
Purulent : ampicilin, chloramphenicol, cephalosporin.
Seroas/ tbc : triple drug anti tbc
Metabolisme : obati penyakit primer
Elektrolit dan endokrin
Neoplasma : dexametason, manitol, furosemid, operasi
Trauma kapitis (komusio, kontusio, edh, sdh ):
Contusio/ basis : dexametason, pirecelam/ cdpcholin
Edh/ sdh cito bedah saraf.
Epilepsi : diazepam 10 mg iv perlahan dilanjutkan dengan pemberian difenihidantoin iv.
Drugs : anti dotum
PROGNOSIS
Prediksi prognosis :
Umur
Respon motorik
Reaktifitas pupil
Gerakan mata
Koma yang dalam dan lama
Pendekatan klinis untuk prognosis :
Tidak dapat diramalkan secara menyakinkan
Berdasarkan riwayat koma :
Drugs- induced prognosa terbaik
Non traumatic
taumatik
TRAUMA CAPITIS
Definisi.
Trauma Capitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat
menimbulkan kelainan struktural dan atau ganguan fungsional jaringan otak.
Kelainan Struktural adalah gangguan / lesi anatomis dari struktur kepala , misalnya luka kulit
kepala , fraktur tulang tengkorak , lacerasi jaringan otak dan perdarahan.
Gangguan Fungsional jaringan otak misalnya penurunan kesadaran , kelumpuhan saraf otak ,
kelumpuhan motorik dan lain-lain.
Patofisiologi.
Secara sederhana tulang tengkorak dan jaringan otak di dalamnya dapat digambarkan sebagai
sebuah “kotak” tertutup yang berisi agar-agar.
Pola – pola trauma capitis
(Patterns of Head Injury)
Pola – pola (bentuk – bentuk ) kelainan yang mungkin terjadi pada trauma capitis adalah ,
1. 1. Luka dan avulsi kulit kepala2. 2. Fraktur Tulang Tengkorak3. 3. Perdarahan Intracranial4. 4. Gangguan Fungsi Jaringan Otak
1. Luka dan avulsi kulit kepala
Luka dan avulsi (kehilangan sebagian) kulit kepala dapat menyebabkan perdarahan yang berat
sehingga menyebabkan shock. Luka pada kulit dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi
trauma. Bila dibawah luka terdapat fraktur yang menekan jaringan otak maka luka tersebut dapat
merupakan jalan masuk kuman-kuman untuk terjadinya infeksi intracranial.
2. Fraktur tulang tengkorak
Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi pada calvarium (atap tengkorak), disebut Fraktur
Calvarium dan fraktur pada basis cranium (dasar tengkorak), disebut Fraktur Basis Cranium.
FRAKTUR CALVARIUM.
Beberapa contoh fraktur calvarium ,
Fraktur Liniair
Bila fraktur merupakan sebuah garis (celah) saja. Fraktur liniair yang berbahaya ialah fraktur
yang melintas os temporal; pada os temporal terdapat alur yang dilalui Arteri Meningia Media.
Bila fraktur memutuskan Arteri Meningia Media maka akan terjadi perdarahan hebat yang akan
terkumpul di ruang diantara dura mater dan tulang tengkorak , disebut perdarahan epidural.
Fraktur Berbentuk Bintang (Stellate Fracture)
Bila fraktur berpusat pada satu tempat dan garis – garis frakturnya nya menyebar secara radial
Fraktur Impressie
Pada fraktur impressie ,fragment-fragment fraktur melekuk kedalam dan menekan jaringan otak.
Fraktur bentuk ini dapat merobek dura mater dan jaringan otak di bawahnya dan dapat
menimbulkan prolapsus cerebri (jaringan otak keluar dari robekan duramater dan celah fraktur)
dan terjadi perdarahan.
FRAKTUR BASIS TENGKORAK
Fraktur atap orbita
Fraktur akan merobek dura mater dan arachnoid sehingga Liquor Cerebro Spinal (LCS) bersama
darah keluar melalui celah fraktur masuk ke rongga orbita ; dari luar disekitar mata tampak
kelopak mata berwarna kebiru biruan . Bila satu mata disebut Monocle Hematoma, bila dua mata
disebut Brill Hematoma / Raccoon’s eyes
Fraktur melintas Lamina Cribrosa
Fraktur akan menyebabkan rusaknya serabut serabut saraf penciuman ( Nervus Olfactorius)
sehinggan dapat terjadi gangguan penciuman mulai berkurangnya penciuman (hyposmia) sampai
hilangnya penciuman (anosmia). Fraktur juga merobek dura mater dan arachnoid sehingga LCS
bercampur darah akan keluar dari rongga hidung (Rhinorrhoea)
Fraktur Fossa Media
Fraktur Os Petrossum
Puncak (Apex ) os petrosum sangat rapuh sehingga LCS dan darah masuk kedalam rongga
telinga tengah dan memecahkan Membrana Tympani; dari telinga keluar LCS bercampur darah
(Otorrhoea).
Fraktur Sella Tursica
Di atas sella tursica terdapat kelenjar Hypophyse yang terdiri dari 2 bagian pars anterior dan pars
posterior (Neuro Hypophyse). Pada fraktur sella tursica yg biasa terganggu adalah pars posterior
sehingga terjadi gangguan sekresi ADH (Anti Diuretic Hormone) yang menyebabkan Diabetes
Insipidus.
Sinus Cavernosus Syndrome.
Syndrome ini adalah akibat fraktur basis tengkorak di fossa media yang memecahkan Arteri Carotis Interna yang berada di dalam Sinus Cavernosus sehingga terjadi hubungan langsung arteri – vena (disebut Arterio-Venous Shunt dari Arteri Carotis Interna dan Sinus Cavernsus –> Carotid – Cavernous Fistula).
Mata tampak akan membengkak dan menonjol, terasa sakit , conjunctiva berwarna merah. Bila membran stetoskop diletakkan diatas kelopak mata atau pelipis akan terdengar suara seperti air mengalir melalui celah yang sempit yang disebut Bruit ( dibaca BRUI ).
Gejala-gejala klinis sebagai akibat pecahnya A.Carotis Interna didalam Sinus Cavernosus , yang terdiri atas : mata yang bengkak menonjol , sakit dan conjunctiva yang terbendung (berwarna merah) serta terdengar bruit , disebut Sinus Cavernosus Syndrome,
Fraktur Fossa Posterior.
Fraktur melintas os petrosum
Garis fraktur biasanya melintas bagian posterior apex os petrossum sampai os mastoid, menyebabkan LCS bercampur darah keluar melalui celah fraktur dan berada diatas mastoid sehingga dari luar tampak warna kebiru biruan dibelakang telinga , disebut Battle’s Sign.
Fraktur melintas Foramen Magnum
di Foramen Magnum terdapat Medula Oblongata, sehingga getaran fraktur akan merusak Medula Oblongata , menyebabkan kematian seketika.
Ada beberapa mekanisme yang timbul bila terjadi trauma capitis:
a. Akselerasi dan Deakselerasi
Akselerasi.
Bila kepala yang bergerak kesuatu arah atau kepala sedang dalam keadaan tidak bergerak ,
tiba-tiba mendapat gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala maka kepala akan
mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut. Mula-mula tulang tengkorak yang
bergerak lebih cepat , jaringan otak masih diam , kemudian jaringan otak ikut bergerak ke
arah yang sama. Peristiwa ini terjadi sangat cepat dalam waktu yang sangat singkat. Pada
peristiwa ini terjadi gesekan antara jaringan otak dan dasar tengkorak serta terjadi benturan
antara jaringan otak dan dinding tengkorak.
Mekanisme akselerasi dapat menyebabkan luka/robekan/laserasi pada bagian bawah jaringan
otak dan memar pada jaringan otak serta putusnya vena – vena kecil yang berjalan dari
permukaan otak ke duramater (Bridging veins)
Deselerasi.
Bila kepala bergerak dengan cepat ke satu arah tiba-tiba dihentikan oleh suatu benda ,
misalnya kepala menabrak tembok maka kepala tiba-tiba akan terhenti gerakannya. Kepala
mengalami deselerasi (perlambatan) secara mendadak.
Mula-mula tengkorak akan terhenti gerakannya , jaringan otak masih bergerak kemudian
jaringan otak terhenti gerakannya karena “menabrak “ tengkorak. Peristiwa ini terjadi sangat
cepat dalam waktu yang sangat singkat. Mekanisme deselerasi dapat menyebabkan kelainan
serupa seperti pada mekanisme akselerasi.
Rotasi
Hendaklah diingat bahwa batang otak (brain stem) berupa sebuah “batang” yang terletak di
bagian tengah jaringan otak dan berjalan vertikal kearah Foramen Magnum , sehinga otak
seolah-olah terletak pada sebuah sumbu (axis).Bila tengkorak tiba-tiba mendapat gaya
mendadak yang membentuk sudut terhadap arah gerak kepala , misalnya pada bagian depan
(frontal) atau pada bagian belakang (oksipital) ,maka otak akan terputar pada “sumbu”nya.
Mekanisme rotasi dapat menyebabkan laserasi dari bagian bawah jaringan otak dan
kerusakan pada batang otak. Kerusakan pada batang otak dapat merupakan peristiwa yang
mematikan. Mekanisme rotasi dapat terjadi pada seorang petinju yang mendapat
pukulan”jab” yang sangat keras.
Di dalam kejadian yang sebenarnya , misalnya trauma capitis karena kecelakaan lalu lintas ,
ketiga mekanisme tersebut di atas terjadi secara bersamaan.
Lesi “countercoup” ialah lesi pada jaringan otak yang terjadi “diseberang” tempat
terjadinya pukulan / benturan yang diterima kepala . Misalnya kepala dipukul di daerah
oksipital , terjadi perdarahan jaringan otak di frontal.
Ada dua tahapan kerusakan di dalam terjadinya kerusakan jaringan otak (brain damage)
setelah trauma capitis.
Primary damage.
yaitu kerusakan yang terjadi pada saat kejadian trauma capitis yaitu , laserasi dan
contusio (luka dan memar) dari jaringan otak dan diffuse axonal injury (DAI).
Diffuse Axonal Injury disebabkan banyaknya serabut-serabut saraf pada jaringan otak
yang rusak pada waktu terjadinya trauma. Tetapi masih ada beberapa peneliti yang
mengatakan bahwa diffuse axonal injury (DAI) terjadi karena edema jaringan otak ,
hypoxia atau karena kerusakan batang otak .
Diffuse axonal injury ditandai dengan adanya coma yang lama yang terjadi segera setelah
trauma capitis yang berat.
1. Secondary damage.
Yaitu kerusakan yang terjadi akibat komplikasi dari proses-proses yang terjadi pada saat
trauma capitis dan baru menunjukkan gejala beberapa saat kemudian (biasanya beberapa
jam kemudian). Secondary damage misalnya : perdarahan intracranial , cerebral edema ,
peningkatan tekanan intracranial ,ischemic brain damage dan infeksi.
Perdarahan intracranial adalah perdarahan yang terjadi di dalam rongga tengkorak.
Cerebral edema ialah bertambahnya volume cairan didalam jaringan otak .
Ischemic brain damage adalah kerusakan jaringan otak karena keadaan hypotensi yang
berlansung lama pada saat terjadi trauma capitis.
b. Perdarahan intrakranial.
Perdarahan Epidural ( Epidural Hematoma – EDH )
Epidural hematoma adalah akumulasi dari darah dan gumpalan darah antara lapisan dura mater
dan tulang tengkorak. Sumber perdarahan dari epidural hematoma adalah arteri meningea
(seringkali arteri meningea media) atau terkadang sinus venosus dura. Perdarahan ini memiliki
bentuk yang bikonveks atau lentikuler. Pasien dengan epidural hematom akan mengalami
kesadaran menurun yang berlangsung singkat pada awalnya, diikuti dengan lucid interval.
Interval ini kemudian diikuti dengan kemunduran klinis yang cepat. Semua pasien dengan
perdarahan epidural membutuhkan intervensi yang cepat dari spesialis bedah saraf. Epidural
hematom akan menempati ruang dalam otak, olehnya itu, perluasan yang cepat dari lesi ini,
dapat menimbulkan penekanan pada otak.
Insiden
Angka kematian meningkat pada pasien dengan umur dibawah 5 tahun dan diatas 55 tahun.
Pasien dengan umur dibawah 20 tahun, 60 % didapati dengan epidural hematoma. Epidural
hematoma tidak lazim pada pasien usia lanjut dikarenakan, lapisan dura telah melekat dengan
kuat pada dinding bagian dalam tengkorak. Pada kasus-kasus epidural hematom, kurang dari
10% adalah pasien dengan umur diatas 50 tahun.
Epidemiologi
Kasus epidural hematoma di Amerika Serikat ditemukan 1-2% dari semua kasus trauma kepala
yang ada dan ditemukan pula sebanyak 10% pada pasien dengan koma akibat trauma.9
Dilaporkan angka kematian berada pada presentasi 5% hingga 43%. Angka kematian yang tinggi
ini erat kaitannya dengan:9
• Peningkatan usia
• Lesi intradural
• Lokasi temporal
• Peningkatan volume hematom
• Progresivitas klinis yang cepat
• Abnormalitas pupil
• Peningkatan tekanan intrakranial
• GCS yang menurun
Etiologi
Epidural hematoma terjadi akibat trauma pada cedera kepala, yang biasanya disertai dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pada pembuluh darah arteri, utamanya arteri meningea media.9
Anatomi
Otak dan medulla spinalis merupakan organ-rgan yang penting dan sangat vital dalam tubuh manusia, tubuh telah melindungi kedua organ ini dengan dua buah lapisan pelindung. Lapisan terluar merupakan tulang-tulang, tulang tengkorak yang melindungi otak serta tulang-tulang vertebra yang melindungi medulla spinalis. Lapisan bagian dalam terdiri atas membrane yang biasa disebut meninges. Terdapat tiga lapisan berbeda yang menyusun meninges:
1. Dura mater, merupakan suatu jaringan liat, tidak elastic dan mirip kulit sapi yang terdiri dari dua lapisan, bagian luar dinamakan dura endosteal dan bagian dalam dinamakan dura meningeal.
2. Membran Arachnoid , merupakan sebuah membrane fibrosa yang tipis, halus dan avaskular. Araknoid meliputi otak dan medulla spinalis, tetapi tak mengikuti kontur luar seperti pia mater.
3. Pia mater, merupakan lapisan yang langsung berhubungan dengan otak dan jaringan spinal, dan mengikuti kontur struktur eksternal.
Dura mater terbuat dari jaringan fibrosa putih yang kuat, berfungsi sebagai lapisan terluar
dari meninges dan juga sebagai periosteum terdalam dari tulang tengkorak. Membran
arachnoid, lapisan yang lembut, seperti jaring laba-laba, terletak antara dura mater dan
pia mater atau merupakan lapisan dalam dari meninges. Selanjutnya, lapisan transparan
pia mater yang menjadi bagian terluar yang melapisi otak dan medulla spinalis yang juga
berisi pembuluh darah.
Dura mater memiliki tiga buah lapisan tambahan kedalam:.
1. Falx cerebri. Falx cerebri ini, menonjol kebawah, menyusuri fissure longitudinalis untuk
membentuk semacam dinding pemisah ataupun sekat antara kedua hemisfer otak.
2. Falx cerebelli. Falx cerebelli adalah tambahan berbentuk sabit yang memisahkan kedua
halves atau hemisfer pada serebelum.
a) Tentorium cerebelli. Tentorium cerebelli memisahkan serebelum dan serebrum.
Ada beberapa ruang di antara maupun di sekitar meninges, diantaranya adalah:
Ruang Epidural. Ruang epidural terletak persis di bagian luar dura mater, tetapi masih di
dalam tulang yang melapisi otak dan medulla spinalis. Ruang ini terdiri atas bantalan
lemak dan jaringan konektif lainnya.
b) Ruang Subdural. Ruang subdural terletak antara dura mater dan membrane arachnoid.
Ruang ini berisi sejumlah kecil cairan serosa pelumas.
c) Ruang Subarachnoid. Seperti namanya, ruang ini terletak tepat dibawah membrane
arachnoid dan diluar dari piamater. Ruang ini berisi sejumlah cairan serebrospinal.
Patofisiologi
Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka atau trauma pada
kepala. Epidural hematom timbul dan berkembang dari kerusakan pada pembuluh darah
arteri, khususnya arteri meningea media, dimana dapat robek akibat pukulan atau
hantaman tulang temporal. Darah memotong lapisan dura mater dan menekan hemisfer
otak dibawahnya. Kesadaran menurun yang terjadi secara mendadak ditimbulkan akibat
gegar yang dialami oleh otak dan bersifat sementara. Gejala-gejala neurologis kemudian
mereda beberapa jam kemudian seiring dengan terbentuknya hematom yang pada
akhirnya akan memberikan efek yang cukup berat yakni herniasi pada otak.
DIAGNOSIS
Banyak cara yang dapat digunakan untuk mendiagnosis sebuah kondisi epidural hematoma.
Dari gambaran klinis, gambaran radiologi hingga gambaran patologi anatomi dapat dijadikan
pendekatan untuk mendiagnosis sebuah kondisi epidural hematoma.
Gambaran Klinis
Epidural hematoma adalah salah satu akibat yang dapat ditimbulkan dari sebuah trauma
kepala. Epidural hematoma kebanyakan berasal dari fraktur tulang tengkorak bagian
lateral yang melukai pembuluh darah arteri meningea media atau pembuluh darah vena.
Pasien mungkin mengalami kesadaran menurun secara mendadak ataupun tidak, tetapi
dalam kurun waktu beberapa jam hingga 1-2 hari, kondisi lucid interval dapat terjadi,
diikuti dengan perkembangan klinis yang cukup cepat dalam beberapa jam, seperti sakit
kepala, hemiparesis, dan pada akhirnya dilatasi pupil yang ipsilateral. Kematian dapat
terjadi apabila penanganan tidak segera dilakukan.
Pada anamnesa didapatkan riwayat cedera kepala dengan penurunan kesadaran. Pada
kurang lebih 50 persen kasus kesadaran pasien membaik dan adanya lucid interval diikuti
adanya penurunan kesadaran secara perlahan sebagaimana peningkatan TIK. Pada kasus
lainnya, lucid interval tidak dijumpai, dan penurunan kesadaran berlangsung diikuti oleh
detoriasi progresif. Epidural hematoma terkadang terdapat pada fossa posterior yang pada
beberapa kasus dapat terjadi sudden death sebagai akibat kompresi dari pusat
kardiorespiratori pada medulla. Pasien yang tidak mengalami lucid interval dan mereka
yang terlibat pada kecelakaan mobil pada kecepatan tinggi biasanya akan mempunyai
prognosis yang lebih buruk.
Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil ipsilateral
melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya
yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan
darah dan bradikardia.
Pada tahap akhir kesadaran akan menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral
juga akan mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi
cahaya lagi, yang merupakan tanda kematian.
Gambaran Radiologis
Meskipun foto radiologi skull atau tengkorak sering dilakukan untuk mengevaluasi
sebuah fraktur tengkorak, dewasa ini CT scan merupakan pilihan primer dalam hal
mengevaluasi trauma kepala. Emergensi CT scan adalah modalitas utama yang
digunakan untuk mengevaluasi trauma kepala akut setelah penilaian neurologis
dilakukan. Diagnosis yang tepat dari hasil CT scan sangat krusial untuk menentukan
metode penanganan yang tepat.
Epidural hematoma terjadi dibawah calvarium, diluar dari dura periosteal. Sangat jarang
melebihi batas dari sutura dikarenakan perlekatan yang kuat dari dura periosteal dengan
batas dari sutura. Karena perlekatan yang kuat ini, sebuah epidural hematoma memiliki
batas yang kasar dan penampakan yang bikonveks pada CT scan dan MRI. Kasus
epidural hematoma yang khas memberikan tampakan lesi bikonveks dengan densitas
tinggi yang homogeny pada CT scan, tetapi mungkin juga tampak sebagai densitas yang
heterogen akibat dari pencampuran antara darah yang menggumpal dan tidak
menggumpal.11
Gambaran Patologi Anatomi
Normalnya, tidak terdapat ruang epidural pada tengkorak. Fraktur dari tulang tengkorak
dapat merobek pembuluh darah arteri dan vena yang melintas antara lapisan dura serta
tulang tengkorak. Sebuah tumbukan atau hantaman dapat menyebabkan deformitas pada
tengkorak tanpa mengakibatkan fraktur. Hal ini juga dapat mengakibatkan robekan pada
pembuluh darah. Perdarahan yang terjadi akibat dari robekan pembuluh darah ini, dapat
mengakibatkan gumpalan pada daerah epidural yang mendorong lapisan dura.
Diagnosis banding
Subdural Hematoma
Perdarahan yang terjadi diantara duramater dan arachnoid, akibat robeknya vena
jembatan. Gejala klinisnya adalah :
• sakit kepala
• kesadaran menurun + / -
Pada pemeriksaan CT scan otak didapati gambaran hiperdens (perdarahan) diantara
duramater dan arakhnoid, umumnya robekan dari bridging vein dan tampak seperti bulan
sabit.
Subarakhnoid hematoma
Gejala klinisnya yaitu :
• kaku kuduk
• nyeri kepala
• bisa didapati gangguan kesadaran
Pada pemeriksaan CT scan otak didapati perdarahan (hiperdens) di ruang subarakhnoid.
Penatalaksanaan
Epidural hematoma hampir semua didasari oleh fraktur tengkorak. Lokasi yang paling
sering ialah fossa temporal dimana skuama temporal adalah bagian tertipis dari tulang
tengkorak sehingga mudah terjadi fraktur dan dengan mudah melukai pembuluh darah
arteri meningea media. Kadang-kadang, fraktur dari tulang tengkorak akan melintasi
sinus venosus. Sinus sagitalis superior dan sinus transversum adalah sinus yang paling
rentan terkena, berakibat pada epidural hematoma vena.
Pendekatan yang paling umum dilakukan adalah dengan membuat insisi curvilinear pada
kepala untuk membuka sepenuhnya tengkorak yang menutupi hematom (atau seluas
mungkin yang bias dilakukan). Apabila otot temporal menutupi sisi yang ingin di insisi,
sebaiknya harus ditarik ke arah inferior, dengan menyisakan pinggiran tipis yang melekat
ke garis temporal superior dimana otot temporal nantinya dapat disambung kebali di
akhir operasi. Ketika tulang telah terlihat, sebuah lubang dibuat dengan menggunakan
bor, dekat dengan tepi hematoma. Tulang tengkorak pada akhirnya dapat disingkirkan
dengan menggunakan lapisan dasar dari bor. Hematom kemudian disingkirkan, dan
berbagai perdarahan dural akan berhenti, dan dura mater dijahit dengan nylon 4-0. Ketika
hemostasis dapat dipastikan membaik, tulang tengkorak yang tadinya dilepas, dipasang
kembali. Lapisan muskulokutaneus kemudian ditutup dengan menggunakan vicryl 00
untuk lapisan galeal serta untuk kulitnya digunakan stepler. Monitoring terhadap tekanan
intracranial biasanya dilakukan pada tahap ini, sebelum akhirnya didorong ke ICU.6
Prognosa
Prognosis epidural hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan epidural
hematoma yang telah dievakuasi mulai dari 16% - 32%. Seperti trauma hematoma
intrakranial yang lain, biasanya mortalitas sejalan dengan umur dari pasien. Resiko
terjadinya epilepsi post trauma pada pasien epidural hematoma diperkirakan sekitar 2%.3
CT-scan Perdarahan Epidural
Karena rupture pada arteri diploe, cabang arteri meninga media, dan sinus venosus.
Pada CT-scan:
Tampak bentuk bikonveks
Luas perdarahan tidak melewati sutura (coronaria, lambdoidea, dan sagitalis)
Batas lebih tegas
Perdarahan Subdural ( Subdural Hematoma – SDH )
Perdarahan ini terletak diantara permukaan jaringan otak dan di bawah duramater,
biasanya di daerah Parietal. Perdarahan ini dapat terjadi karena mekanisme rotasi maupun
mekanisma aselerasi – deselerasi kepala sehingga memutuskan Bridging Veins ( vena vena yang
menghubungkan permukaan jaringan otak dan duramater ) atau pecahnya pembuluh – pembuluh
cortical jaringan otak (baik arteri maupun vena yang berada pada permukaan otak).
Perdarahan subdural paling sering terjadi derah permukaan lateral dan atas
hemisferium.Yang seringkali berdarah ialah bridging veins.yaitu antara otak dengan
subarachnoid.Sering pada orang yang sangat tua dan sangat muda.
Bila terjadi akut , segera setelah trauma kapitis , ini menunjukkan suatu trauma kapitis
yang cukup berat. Kasus Perdarahan Subdural Akut ( Acute SDH ) memerlukan tindakan operasi
segera.
Sering perdarahan subdural baru manifest setelah 2 – 3 minggu setelah Trauma Kapitis ,
terdapat sakit kepala, kelemahan anggota gerak sesisi dan bahkan penurunan kesadaran. Keadaan
ini disebut Perdarahan Subdural Kronis ( Chronic SDH ). Dengan melakukan operasi membuang
darah tersebut , penderita akan segera pulih kembali.
CT-scan Perdarahan Subdural
Karena rupture pada Bridging vein, vena kortikal.
Pada CT-Scan:
Luas perdarahan dapat melewati sutura
Bentuk konkaf
Perdarahan Sub Arachnoid hematom
Perdarahan Sub Arakhnoid
Perdarahan subarachnoid ada dua macam, yaitu Perdarahan subarachnoid primer dan
perdarahan subarachnoid skunder. Perdarahan subarachnoid primer adalah dimana tampak
kebocoran darah dalam ruang subarachnoid akibat ruptur dari arteri atau vena. Sedangkan
perdarahan subarachnoid sekunder adalah perdarahan intracerebral melalui parenkim otak ke
permukaan otak kemudian masuk ke dalam ventrikel.
PSA memiliki dua penyebab utama: ruptur suatu aneurisma dan trauma kepala. Karena
perdarahan dapat massif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang subarachnoid berlangsung
cepat, maka angka kematian sangat tinggi (sekitar 50% pada bulan pertama setelah
perdarahan).
Letak aneurisma intracranial biasanya:
- A.serebeli inferior posterior
- A.basilaris
- A.komunikans posterior
- A.karotis interna
- A.komunikans anterior
- Bifurkasio a.serebri media
Etiologi
Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma (85%),
kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus PSA merupakan kaitan dari
pendarahan aneurisma. Penelitian membuktikan aneurisma yang lebih besar kemungkinannya
bisa pecah. Selanjunya 10% kasus dikaitkan dengan non aneurisma perimesencephalic
hemoragik, dimana darah dibatasi pada daerah otak tengah. Aneurisma tidak ditemukan secara
umum. 5% berikutnya berkaitan dengan kerusakan rongga arteri, gangguan lain yang
mempengaruhi vessels, gangguan pembuluh darah pada sum-sum tulang belakang dan
perdarahan berbagai jenis tumor.
Patofisiologi
Ruang antara membran terluar arachnoid dan pia mater adalah ruang subarachnoid. Pia mater
terikat erat pada permukaan otak. Ruang subarachnoid diisi dengan CSF. Trauma perdarahan
subarachnoid adalah kemungkinan pecahnya pembuluh darah penghubung yang menembus
ruang itu, yang biasanya sma pada perdarahan subdural. Meskipun trauma adalah penyebab
utama subarachoid hemoragik, secara umum digolongkan denga pecahnya saraf serebral atau
kerusakan arterivenous. Dalam hal ini, perdarahan asli arteri.
DIAGNOSIS
A. Gambaran Klinis Gejala prodromal : nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10%, 90% tanpa keluhan sakit
kepala.
Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar sebentar, sedikit delir
sampai koma.
Gejala / tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk, tanda kernig ada.
Fundus okuli : 10% penderita mengalami edema papil beberapa jam setelah pendarahan.
Sering terdapat pedarahan subarachnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans
anterior, atau arteri karotis interna
Gejala-gejala neurologik fokal : bergantung pada lokasi lesi.
Gangguan fungsi saraf otonom : demam setelah 24 jam, demam ringan karena
rangsangan mening, dan demam tinggi bila pada hipotalamus. Begitu pun
muntah,berkeringat,menggigil, dan takikardi, adanya hubungan dengan hipotalamus
Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum disertai hematemesis dan melena dan seringkali disertai
peninggian kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan ada perubaha pada EKG.
B. Gambaran Radiologi
1. CT SCAN
Pemeriksaan ct scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa intracranial. Pada pembesaran
ventrikel yang berhubungan dengan darah (densitas tinggi) dalam ventrikel atau dalam ruang
subarachnoid.
2. Magnetic resonance imaging (MRI)
Perdarahan subarachnoid akut: perdarahan subarachnoid akut tidak biasanya terlihat pada
T1W1 dan T2W1 meskipun bisa dilihat sebagai intermediate untuk pengcahayaan sinyal tinggi
dengan proton atau gambar FLAIR. CT pada umunya lebih baik daripada MRI dalam
mendeteksi perdarahan subarachnoid akut.
Control perdarahan subarachnoid: hasil tahapan control perdarahan subarachnoid kadang-
kadang tampak MRI lapisan tipis pada sinyal rendah
Penatalaksanaan
Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat. Obat pereda nyeri
diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang dipasang selang drainase didalam otak
untuk mengurangi tekanan.Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat dinding arteri
yang lemah, bisa mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari. Pembedahan ini sulit
dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada penderita yang mengalami koma atau
stupor. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan pembedahan dalam waktu 3
hari setelah timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai 10 hari atau lebih memang
mengurangi resiko pembedahan tetapi meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan
kembali.
Kontusio cerebri
Kontusio Serebri
Dapat berupa : memar otak, infark dan nekrosis
Biasanya di L. Frontal dan temporal
Lesi bisa : Coup dan contrecoup
Manifestasi klinis ~ bergantung pada letak dan besar lesi :
Pasien dengan kontusio kecil pada L. Frontalis memberikan gejala nyeri kepala
Beberapa kontusio membesar setelah 2 – 3 hari, dengan nekrosis dan edema akibat impact yang besar.
Kontusio dapat terjadi di kortikal maupun subkortikal, yang paling sering kortikal
Operasi biasanya tidak dibutuhkan, terutama untuk yang kecil dan deep subcortical contusions ~ ini diterapi dengan medikamentosa
Pada kontusio lobar yang besar dengan pendesakan masa yang signifikan kadang-kadang perlu kraniotomi dan evakuasi
Mortalitas kontusio serebri 25% - 60%, tergantung pada :
- Jumlah dan besarnya
- Letak anatomisnya
- Keberatan dan mekanisme injury
TRAUMA MEDULA SPINALIS/TULANG BELAKANG
Biasanya terjadi multisystem injuries, sehingga terjadi problem :
Hipotensi
Hipoksia
Infeksi
Operasi dan organ lain
- Yang harus dilakukan pertama adalah mengenai Airway (A), Breathing (B) dan Circulation (C)
Diagnosa
Kolumna vertebralis cervical
- Bila penderita :
Sadar
Tidak ada riwayat penggunaan alkohol atau obat- obatan
Tidak ada nyeri leher atau nyeri tekan
Bisa mengerakkan leher ke semua arah tanpa akut
Pemeriksaan neurologi normal
maka pemeriksaan imaging tidak diperlukan
- Bila penderita sadar :
Nyeri leher atau nyeri tekan pada leher atau keduanya
Leher di imobilisasi dan dilakukan foto columna vertebralis cervical dalam 3 posisi :
Lateral, Anteroposterior dan Open mout of the odontoid (Untuk melihat basis cranii dan
cervical – thoracic junction)
bila plain foto tidak adekwat maka CT-Scan
bila pasien dengan neckpain hasil plain foto dan Ctnya normal, harus dilakukan dengan
film extensy/flexi lateral atau fluoroskopi.
Pada berbagai injury neurologik, MRI dilakukan sebelum melepas Collar atau instituting
therapi. Dengan MRI dapat menunjukkan :
- Spinal cord injury
- Herniasi diskus
- Injury ligamentum
bila MRI baik, collar dilepas dan mulai mobilisasi
Kolumnavertebralis thoraco lumbal untuk injury pada vertebrata thoracalis,
thoracolumbal dan lumbal juga dibutuhkan plain foto, CT dan MRI
Terapi
Terapi dimulai dari tempat kejadian
Columna vertebralis harus di immobilasasi
Immobilisasi harus tetap dilakukan sampai dinyatakan oleh dokter bahwa columna
vertebralis baik
Terapi dapat dilakukan dengan non operatif / stabilisasi dengan collar, traksi cranio
cervical, a Halo, a Rotating frame, atau Rocking Bed
Mobilisasi awal dilakukan secepatnya, untuk menghindari deep venous thrombosis,
pneumonia, dan kerusakan kulit
Jika dengan non operatif gagal ~ operasi untuk spinal misaligment atau kompresi neural
Kortikosteroid
Tahun 1990, the national acute spinal cord injury studi di USA. Merekomendasikan pemberian methyl prednisolone dosis tinggi pada acute spinal cord injury pada 24 jam pertama
Tahun 2002, dievaluai dan dinyatakan tidak cukup data untuk memasukkan terapi steroid
sebagai standar therapi atau guideline kortikosteroid diberikan dalam keadaan-keadaan
tertentu saja
Operasi
Tujuan operasi ada 2 :
- Dekompresi elemen-elemen saraf
- Stabilisasi columna vertebralis
Operasi memungkinkan mobilisasi awal
NYERI KEPALA
Batasan
Nyeri kepala adalah nyeri pada atau sekitar kepala, termasuk nyeri dibelakang mata serta
perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang.
Patofisiologi
Nyeri kepala timbul karena perangsangan terhadap bangunan-bangunan di daerah kepala dan
leher yang peka terhadap nyeri, melalui berbagai cara yaitu oleh peradangan, traksi, kontraksi
otot, dan dilatasi pembuluh darah.
Bangunan peka nyeri :
1.Intrakranial : pembuluh darah besar, duramater dasar tengkorak, N V, VII, IX, X, saraf
spinal servikal 1,2,3.
2.Ekstrakranial : mata dan orbita, telinga, sinus paranasalis, hidung, mastoid, orofaring, gigi,
kulit kepala, periosteum, kuduk, verteba servikal, otot-otot frontalis,temporalis, oksipitalis.
Lokasi nyeri :
Nyeri yang berasal dari bangunan intrakranial tidak dirasakan dalam rongga tengkorak
melainkan dirujuk kebagian lain.
Nyeri yang berasal dari dua pertiga bagian depan kranium, fosa kranium tengah dan
depan serta diatas tentorium serebeli dirasakan didaerah frontal,parietal dan temporal.
Nyeri yang berasal dari bangunan dibawah tentorium serebeli, fosa posterior ( serebelum),
diprojeksikan ke belakang telinga, diatas persendian serviko-oksipital atau diabagian atas
kuduk.
Klasifikasi
Menurut I H S ( International Headache Society ) yang telah dimodifikasi ;
1.Nyeri kepala karena penyakit umum
a. Menyertai pada hampir segala penyakit infeksi
b. Berkaitan dengan obat-obatan dan alcohol, MSG dll
c. Berkaitan dengan kelainan metabolic seperti hiperkapnia dll
d. Nyeri tanpa disertai kelainan structural seperti akibat kedinginan, dll.
2. Nyeri kepala karena kelainan pada kranium dan tengkuk
a. Pada kelainan mata, sinus paranasalis, hidung, telinga, gigi, sendi temporo mandibuler serta
nyeri rujukan dari daerah vertebra servikalis atas
b. Nyeri kepala tipe tegang, dengan maupun tanpa kontraksi otot yang berlebihan
3. Nyeri kepala karena kelainan intracranial.
a. Iritasi selaput otak akibat proses peradangan infeksi maupun non infeksi
b. Tarikan pada struktur selaput otak karena kenaikan tekanan intracranial maupun
karena penurunan tekanan intracranial
c. Regangan ataupun iritasi pada tunika adventitia pembuluh darah otak seperti pada akut
onset sistemik hipertensi, arteritis, TIA dan GPDO lain
d. Nyeri kepala akibat kelainan saraf otak seperti pada neuritis optika, neuralgia trigeminus,
nyeri thalamus, Tolosa Hunt Syndrome
4. Nyeri kepala vascular yaitu migren dan variannya
MIGREN
Batasan
Migren adalah nyeri kepala yang berulang-ulang dan berlangsung 2 – 72 jam dan bebas
nyeri antara serangan, bersifat unilateral, berdenyut, umumnya disertai anoreksia, mual dan
muntah.
Dalam beberapa kasus migren didahului atau bersamaan dengan gangguan neurologik dan
gangguan perasaan hati.
Prevalensi
• Bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin.
• Dapat terjadi mulai masa kanak-kanak sampai dewasa, jarang setelah usia 40 tahun.
• Sekitar 65 – 75 % penderita adalah wanita.
Patogenesa
Migren merupakan reaksi neurovaskuler terhadap perubahan mendadak dalam
lingkungan eksternal atau internal. Masing-masing individu mempunyai “ambang migren”
dengan tingkat kerentanan yang bergantung pada keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi
pada berbagai tingkat sistim saraf.
Mekanisme migren berujud sebagai refleks trigeminovaskular yang tidak stabil dengan
cacad segmental pada jalur kontrol nyeri. Cacad segmental ini mengakibatkan masukan aferen
kortikobulbar yang berlebihan. Hasil akhirnya adalah interaksi batang otak dan pembuluh darah
cranial yang menimbulkan nyeri kepala dengan ciri berdenyut-denyut.
Klasifikasi
1. Migren tanpa aura ( migren biasa )
2. Migren dengan aura ( migren klasik )
- dengan aura yang tipikal
- dengan aura yang diperpanjang
- dengan aura hemiplegi familial
- dengan aura dari batang otak ( basilar migren )
- dengan aura tanpa nyeri kepala
- dengan awitan aura akut
3. Migren oftalmoplegik
4. Migren retinal ( serangan buta < 1 jam, atau skotoma satu mata )
5. Migren yang berhubungan dengan gangguan intracranial
6. Migren dengan komplikasi
- Status migren
- Infark migren
7. Gangguan seperti migren yang tak terklasifikasikan
Gambaran klinik
1 . Migren tanpa aura :
- nyeri kepala se sisi , berdenyut, intensitas sedang sampai berat
- serangan migren 4 – 72 jam
- disertai mual, fotofobia atau fonofobia
- nyeri bertambah hebat dengan aktivitas fisik
- nyeri kepala waktu menstruasi, berhenti pada waktu hamil.
2. Migren dengan aura :
- nyeri kepala di dahului gejala neurologik fokal yang sepintas ( 5 - 20 menit, tidak lebih
dari 60 menit )
- nyeri kepala se sisi, berpindah-pindah ( kanan – kiri )
- diikuti mual, muntah, takut cahaya, muka pucat.
Aura dapat berupa :
• gangguan penglihatan
• kesemutan unilateral
• kelumpuhan unilateral dengan atau tanpa afasia
Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa :
Akut : Ergometrin tartrat
Preventif : - Metisergid maleat
- Propanolol
- Amitryptilin
- Flunarisin
2. Terapi tanpa obat:
Yoga
Meditasi, hipnotis.
Terapi : Migren
Abortif ;
- Terapi non spesifik
- Analgesik, NSAID
- antihistamin
- anti emetik : metoklopramid 10 mg,
domperidon 10 mg.
- Isometheptene mucate : simpatomimitik
vasoaktif
Terapi spesifik :
- ergotamin tartrat, dihidroergotamin
- 5 HT1 agonis :
- sumatriptan,nasatriptan, zolmitriptan
CLUSTER HEA DACHE
PRIMER
– Nyeri unilateral orbital,
– supraorbital, temporal
– Berlangsung 15-180 menit
– Episodik, bisa berulang.
SEKUNDER
– Injeksi konjunctiva, lakrimasi
– Kongesti nasal, rinore,
– Kening dan wajah berkeringat
– miosis, ptosis
– Edem daerah kelopak mata.
Terapi abortif :
- O2 murni dengan memakai masker 8-10 l/menit
selama 15 menit
- Ergotamin tartrat
- Lidocain 4 % tetes hidung
- Sumatriptan
Terapi preventif :
- Metisergid
- Kortikosteroid
- Ergotamin tartrat
- Klorpromasin
- Lithium karbonat
- Verapamil
ARTERITIS TEMPORALIS
• Keradangan pada arteri yang mengenai percabangan a.carotis
• Sering terjadi pada orang tua, usia > 50 th
• 65 % pada wanita.
• dapat mengakibatkan kebutaan bila menyebar ke pembuluh darah mata.
Gejala klinis
• Terutama usia > 50 th
• Nyeri kepala unilateral, nyeri tekan, bengkak, palpasi seakan-akan tidak ada di daerah
arteria temporalis
• Laboratorium didapatkan LED meningkat, anemia dan gejala lain seperti pada rheuma
Penanganan
• Penanganan Umum
- Istirahat fisik dan mental
- Hindari faktor pencetus: stres fisik & psikis
- Hindari makanan tertentu
- Migren kompres dingin
• Penangan khusus
- Farmakologis
- Non farmakologis : TENS, psikoterapi, CBT, fisioterapi, biofeedback, kognitif terapi
Terapi
• Ergotamin 1-2 mg sehari atau
• Pizotifen 1,5 mg sehari atau
Prednison 40 mg sehari 5 hari kmd diturunkan secara bertahap bisa dikombinasi dengan
ergotamin dan pizotifen
TRIGEMINAL NEURALGIA
Adalah keadaan nyeri percabangan n.trigeminus yang ditandai :
Serangan nyeri mendadak(paroksismal)
Tajam dan hebat seperti tikaman
Disertai gangguan sekretoris dan vasomotor
Berlangsung beberapa detik sampai menit
Dapat dipicu saat sikat gigi,meraba wajah,mencukur,terkena angin dingin atau
menelan
Klasifikasi
1. Idiopatik trigeminal neuralgia : tidak diketahui penyebabnya
2. Atipikal / simtomatik trigeminal neuralgia : oleh karena skelerosis,pasca herpes zoster
Manifestasi klinis
Hampir selalu timbul stelah usia 40 tahun
Intensitas nyeri yang tinggi terutama daerah point ( cuping hidung,mulut)
Nyeri berlangsung 20-30 detik,hilang beberapa menit,kemudian nyeri timbul lagi
Nyeri dapat terjadi berminggu-minggu/berbulan-bulan,reda sampai bertahun-tahun
sebelum timbul kembali
Cabang 2 atau 3 adalah yang paling sering terkena,selalu unilateral,kanan lebih sering
Pemeriksaan neurologis hamper selalu normal
Trigeminal neuralgia bilateral sering terjadi pada multiple sklerosis
Dapat disertai dengan spasme wajah se sisi
Diagnosis
Sampai sekarang tidak ada pemeriksaan penunjang yang khas,cukup dengan klinis dan
anamnesis yang baik dan lengkap
Untuk neuralgia simptomatis,harus dicurigai adanya multiple sklerosis,sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan likuor dan evoked potensial
Bila penyebabnya tumor fossa posterior : perlu skull foto,CT Scan atau MRI
Diagnosis Banding
1. Glossopharyngeal neuralgia
2. Migraine dan cluster headache
3. Nyeri wajah atipikal
4. Nyeri pada sinusitis
Penatalaksanaan
1. Medikamentosa :
- Carbamazepin : 200-1200 mg/hari
- Baclofen : 60-80 mg/hari
2. Pembedahan dengan rizotomi
STROKE
Definisi
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global yang
berlangsung cepat, lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan kematian tanpa ditemukan penyebab
selain gangguan vascular.
Klasifikasi
Menurut WHO, stroke terbagi atas:
1. Stroke Nonhemoragik (iskemik), yang terbagi lagi atas:
a. Stroke trombotik
b. Stroke emboli
2. Stroke Hemoragik, terbagi lagi atas:
a. Perdarahan Sub-arakhnoid (PSA)
b. Perdarahan Intra-serebral (PIS)
Klinik
1. TIA gx hilang dalam 24 jam.
2. RIND >24 jam.
3. Progressive Stroke gx neurologis
makin lama makin berat.
4. Completed Stroke gx neurologis
dari permulaaan sudah maximal (stabil).
Etiologi
Hipoksia
Syok
Henti Jantung
Infark Miokard
Stenosis Arteri Karotis
Anemia
Faktor Resiko
Yang tidak bisa dihindari:
Usia
Jenis kelamin
Ras
Riwayat keluarga
Yang bisa dihindari:
Hipertensi
Merokok
Diabetes Mellitus
Hiperlipidemia
Penyakit Sickle cell
Nonvalvular Atrial fibrillation
Patofisiologi
a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena aterosklerosis berat.
Biasanya pasien mengalami satu atau lebih serangan iskemik transient (transient
ischemic attack, TIA) sebelum stroke trombotik terjadi. TIA adalah gangguan fungsi
otak singkat yang reversible akibat hipoksia serebrum. TIA mungkin terjadi akibat suatu
pembuluh aterosklerotik yang mengalami spasme, atau saat kebutuhan oksigen otak
meningkat tapi tidak dapat terpenuhi seluruhnya akibat aterosklerosis yang berat.
Berdasarkan definisi, TIA berlangsung kurang dari 24 jam. TIA yang berulang-ulang
mengisyaratkan akan terjadinya stroke trombotik sejati.
Stroke trombotik biasanya berkembang dalam periode 24 jam. Selama periode
perkembangan stroke, individu dikatakan menderita stroke in evolution. Pada akhir
periode tersebut individu dikatakan menderita stroke lengkap (completed stroke).
b. Stroke Emboli
Embolisme dapat merupakan komplikasi dari penyakit degenarif arteri SSP, atau dapat
juga berasal dari jantung; penyakit katup jantung, fibrilasi atrium, infark miokard yang
baru terjadi.
Ketika arteri tersumbat secara akut oleh embolus, maka area SSP yang diperdarahi akan
mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral yng adekuat. Di sekitar zona
nekrotik sentral, terdapat penumbra iskemik yang tetap viabel untuk suatu waktu.
Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan:
1. edema sitotoksik
2. edema vasogenik
c. Perdarahan Sub Arakhnoid
Perdarahan subarachnoid ada dua macam, yaitu Perdarahan subarachnoid primer dan
perdarahan subarachnoid skunder. Perdarahan subarachnoid primer adalah dimana
tampak kebocoran darah dalam ruang subarachnoid akibat ruptur dari arteri atau vena.
Sedangkan perdarahan subarachnoid sekunder adalah perdarahan intracerebral melalui
parenkim otak ke permukaan otak kemudian masuk ke dalam ventrikel.
PSA memiliki dua penyebab utama: ruptur suatu aneurisma dan trauma kepala. Karena
perdarahan dapat massif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang subarachnoid
berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi (sekitar 50% pada bulan pertama
setelah perdarahan).
Letak aneurisma intracranial biasanya:
- A.serebeli inferior posterior
- A.basilaris
- A.komunikans posterior
- A.karotis interna
- A.komunikans anterior
- Bifurkasio a.serebri media
Klasifikasi PSA: WFNS Grading System (WFNS, 1988)
WFNS Grade GCS Score Motor deficit
I 15 Absent
II 14-13 Absent
III 14-13 Present
IV 12-7 Present / absent
V 6-3 Present / absent
d. Perdarahan Intraserebral
Menurut Caplan :
1. Kenaikan akut TDS
2. Kenaikan akut ADO pd reperfusi
3. Kebocoran / rusak ddg pembuluh darah; akibat reperfusi / luka
P I S Primer : - Hipertensi Kronis
- 50 %
- Arteriopati
P I S Sekunder : - Tekanan Darah Normal
- Anomali Vascular Congenital (20%)
- Koagulopati
- Tumor Otak
- Vaskulopati Non Hipertensif (C A A)
- Post Stroke Iskemia
- Obat Anti Koagulansia / Fibrinolitik
- Obat simpatomimetik
P I S → Sistem Ventrikel → Hydrocephalus → P S A
Manifestasi Klinis
Kriteria Trombotik Emboli PIS PSA
Umur 50-70 tahun Semua umur >40 tahun 20-30 tahun
Onset Bangun tidur Tak tentu Saat aktivitas Saat aktivitas
Perjalanan Bertahap Cepat Cepat Cepat
Gejala :
Sakit kepala - - ++ ++++
Muntah - - ++ ++++
Vertigo +/- +/- - -
Kesadaran Normal / ↓ Normal / ↓ ↓↓↓ / Koma ↓↓ Pelan
Kaku kuduk - - +/- ++++
Kelumpuhan ↓↓
Hemiparese
Tangan ≠ Kaki
↓↓
Hemiparese
Tangan ≠ Kaki
↓↓↓
Hemiplegi
Tangan = kaki
↓↓
Hemiparese
Stlh 3-5 hari
Afasia ++ / - ++ / - - -
Darah Lumbal
Pungsi (LP)- - + / - ++++
Arteriografi Oklusi/stenosis oklusi Shift midline Aneurysma
CT scanHipodens
Stlh 4-7 hari
Hipodens
Stlh 4-7 hari
Hiperdens
Intraserebral
Normal/
Hiperdens
Ekstraserebral
Diagnosis
1. Anamnesis
a. Perlu ditanyakan adanya gejala-gejala (symptoms) di bawah ini:
- Kelemahan wajah, lengan, atau tungkai terutama pada satu sisi secara tiba-tiba.
- Kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami secara tiba-tiba.
- Penglihatan pada satu atau kedua mata kabur
- Sakit kepala dengan penyebab yang kurang jelas
b. Perlu ditanyakan adanya tanda-tanda (signs) di bawah ini:
- Hemiparesis atau hemiplegi akut
- Hemianopia komplit atau parsial, kehilangan penglihatan pada 1 atau 2 mata, atau
diplopia.
- Disarthria atau afasia
- Ataxia, nistagmus, atau vertigo
- Penurunan kesadaran
c. Selain tanda dan gejala di atas juga perlu ditanyakan riwayat trauma, infeksi, kejang,
penggunaan obat kontrasepsi, nyeri kepala, dan lain-lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Airway, Breathing, Circulation (ABC)
b. Pemeriksaan Vital sign, terutama tekanan darah.
c. Pemeriksaan kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan untuk memeriksa ada
tidaknya kontusio, laserasi, maupun deformitas sebagai penyebab stroke. Auskultasi
leher, jika ada bruit berarti penyebab stroke ada pada arteri karotis.
d. Pemeriksaan jantung. Pada pasien stroke sering juga ditemukan adanya aritmia
jantung akibat atrial fibrillation. Selain itu dengan auskultasi, tak jarang ditemukan
pula murmur atau gallop.
e. Ekstremitas. Pulsasi aorta maupun tekanan darah yang asimetris pada ekstremitas
mengindikasikan adanya diseksi aorta
3. Pemeriksaan penunjang
- CT scan
- MRI
- Arteriografi mencari lokasi terjadinya oklusi pembuluh darah
- Pemeriksaan Darah lengkap mengetahui jumlah Hb & Hematokrit
- Pemeriksaan Protrombin Time (PT) berkaitan dengan pemberian antikoagulan
- Lumbal Pungsi jika dicurigai infeksi atau perdarahan subarachnoid
Terapi
a. Stroke Iskemik
1. Reperfusi untuk mengembalikan aliran darah pada daerah yang mengalami stroke
dengan menggunakan obat-obatan seperti:
- Anti platelet a. oral: aspirin, dipyridamol, clopidogrel, dll
b. Parenteral : GP IIb/IIIa antagonists (Abciximab)
- Anti Koagulan a. oral : Coumarin, Warfarin
b. Parenteral : Heparin, Hirudin, Argatroban, dll
- Trombolitik Parenteral : Streptokinase, Urokinase
2. Neuroprotektif Melindungi sel saraf yang masih hidup
Ex: Nimodipine, Cerebrolysin, Piracetam, CDP-choline, Nicergoline
b. Stroke Hemoragik
• PIS:
1. Medis: Cegah komplikasi + atur tensi hati-2
a. Atur Tensi
- Tensi diturunkan bila TDS >180 TDD>100
- Tidak lebih dari 25% Tekanan Darah Arteri
b. Kontrol Kenaikan TIK
- Gelisah: CPZ
III. NEUROPROTECTIVE:
- Citicoline
- Piracetam
- Nimodipin
- Glutamat antagonis
II. KOLATERAL
- Pentoxifilin
I. RAPID REVASCULARIZATION
1. ANTI TROMBUS
- Trombolitik
- AntiKoagulan
- Anti Platelet
2. OPERASI
- Arterectomi
IV. FC. SISTEMIK
- Tensi
- Kontrol Gula
- Kontrol Lipid
- Rehab. Dini
TROMBUS
- Naikkan Kepala 300
- Hiperventilasi sampai PCO2 29-35mg/Hg
- Manitol 20% Bolus 1 gr/KgBB/ 20 menit
(0,25 gr-0,5 gr/KgBB/ 4-6 jam)
- Furosemide 1 mg/KgBB/ I.V ( + Albumin)
- Dexamethasone 10 mg/ I.V / awal 1 mg/ IV / 6 jam
c. Kalau Kejang: Anti Konvulsi
d. Cegah Infeksi
e. Neuroprotektan: Nimodipine 4 x 1 tab
f. Nutrisi yang Cukup
g. Cegah Stress Ulcer: H2 Blocker
h. Cegah Obstipasi: Laxant
i. Cegah Decubitus: Phisio Terapi dini
2. Operasi setelah 12 – 24 jam, bila:
- Besar Hematoma 10-30 cc (non dominant subcortical frontal/temporal
- 30 cc (Subkortikal, Putaminal, Cerebellar, tanpa herniasi)
- Komplikasi Hidrocephalus
• PSA
1. Medis: sama dengan PIS & tambahan:
a. Anti Fibrinolitik
- Epsilon-aminocaproic acid (Amicar) 36 gr/hari/I.V
- Tranexamic acid (Transamin/Ditranex) 4-6 gr/hari/I.V
b. Anti Vasospasme
Vasospasme dapat timbul sesudah hari ke 3-5
- Nimodipine (Nimotop) 30 mg/tablet 6 x 1-2 tablet/P.O selama 3 minggu
- Infus: 5-10 cc/jam dengan perfussion-Pump
2. Operasi setelah 1-2 hari sesudah onset untuk mencegah vasospasme, rebleeding dan
hydrosefalus
a. Aneurysm
a) Clipping leher aneurysm
b) Balloon occlussion
c) Embolization: dengan memasukkan coil platina yang halus ke dl kantong
aneurysm induksi clotting
b + c Endovascular surgery
b. AVM
- Blocked-resection atau ligasi
- Embolization
- Radiosurgery (proton beam & Gamma knife
c. Bila terjadi komplikasi Hydrosefalus VP Shunt
STROKE HEMORAGIK
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan Intraserebral adalah perdarahan yang terjadi didalam parenkim otak sendiri.
Penyebab utama perdarahan intraserebral adalah pecahnya arteri dalam otak karena hipertensi
yang kronis.
Etiologi
Menurut Caplan :
P I S Primer : - Hipertensi Kronis 50 %
- Arteriopati
P I S Sekunder : - Tekanan Darah Normal
- Anomali Vascular Congenital (20%)
- Koagulopati
- Tumor Otak
- Vaskulopati Non Hipertensif (C A A)
- Post Stroke Iskemia
- Obat Anti Koagulansia / Fibrinolitik
- Obat simpatomimetik
Manifestasi Klinis
Kriteria PIS
Umur >40 tahun
Onset Saat aktivitas
Perjalanan Cepat
Gejala
Sakit kepala ++
Muntah ++
Vertigo -
Kesadaran ↓↓↓ / Koma
Kaku kuduk +/-
Kelumpuhan ↓↓↓
Hemiplegi
Tangan = kaki
Afasia -
Darah Lumbal Pungsi (LP)
+ / -
Arteriografi Shift midline
CT scan Hiperdens
Intraserebral
Diagnosis
4. Anamnesis
d. Perlu ditanyakan adanya gejala-gejala (symptoms) di bawah ini:
- Kelemahan wajah, lengan, atau tungkai terutama pada satu sisi secara tiba-tiba.
- Kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami secara tiba-tiba.
- Penglihatan pada satu atau kedua mata kabur
- Sakit kepala dengan penyebab yang kurang jelas
e. Perlu ditanyakan adanya tanda-tanda (signs) di bawah ini:
- Hemiparesis atau hemiplegi akut
- Hemianopia komplit atau parsial, kehilangan penglihatan pada 1 atau 2 mata, atau
diplopia.
- Disarthria atau afasia
- Ataxia, nistagmus, atau vertigo
- Penurunan kesadaran
f. Selain tanda dan gejala di atas juga perlu ditanyakan riwayat trauma, infeksi, kejang,
penggunaan obat kontrasepsi, nyeri kepala, dan lain-lain.
5. Pemeriksaan Fisik
f. Pemeriksaan Airway, Breathing, Circulation (ABC)
g. Pemeriksaan Vital sign, terutama tekanan darah.
h. Pemeriksaan kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan untuk memeriksa ada
tidaknya kontusio, laserasi, maupun deformitas sebagai penyebab stroke. Auskultasi
leher, jika ada bruit berarti penyebab stroke ada pada arteri karotis.
i. Pemeriksaan jantung. Pada pasien stroke sering juga ditemukan adanya aritmia
jantung akibat atrial fibrillation. Selain itu dengan auskultasi, tak jarang ditemukan
pula murmur atau gallop.
j. Ekstremitas. Pulsasi aorta maupun tekanan darah yang asimetris pada ekstremitas
mengindikasikan adanya diseksi aorta
6. Pemeriksaan penunjang
- CT scan
- MRI
- Arteriografi mencari lokasi terjadinya oklusi pembuluh darah
- Pemeriksaan Darah lengkap mengetahui jumlah Hb & Hematokrit
- Pemeriksaan Protrombin Time (PT) berkaitan dengan pemberian antikoagulan
- Lumbal Pungsi jika dicurigai infeksi atau perdarahan subarachnoid
Tatalaksana PIS:
Medis:
Cegah komplikasi + atur tensi hati-2
Atur Tensi
- Tensi diturunkan bila TDS >180 TDD>100
- Tidak lebih dari 25% Tekanan Darah Arteri
Kontrol Kenaikan Tekanan IntraKranial (TIK)
- Gelisah: CPZ
- Naikkan Kepala 300
- Hiperventilasi sampai PCO2 29-35mg/Hg
- Manitol 20% Bolus 1 gr/KgBB/ 20 menit
(0,25 gr-0,5 gr/KgBB/ 4-6 jam)
- Furosemide 1 mg/KgBB/ I.V ( + Albumin)
- Dexamethasone 10 mg/ I.V / awal 1 mg/ IV / 6 jam
Kalau Kejang: Anti Konvulsi
Cegah Infeksi
Neuroprotektan: Nimodipine 4 x 1 tab
Nutrisi yang Cukup
Cegah Stress Ulcer: H2 Blocker
Cegah Obstipasi: Laxant
Cegah Decubitus: Phisio Terapi dini
Operasi setelah 12 – 24 jam, bila:
- Besar Hematoma 10-30 cc (non dominant subcortical frontal/temporal
- 30 cc (Subkortikal, Putaminal, Cerebellar, tanpa herniasi)
- Komplikasi Hidrocephalus
Prognosis
90 % penderita stroke hemoragik meninggal.
PATOFISIOLOGI STROKE HEMORAGIK PSA(PERDARAHAN SUB ARACHNOID)
Klasifikasi PSA: WFNS Grading System (WFNS, 1988)
WFNS Grade GCS Score Motor deficit
I 15 Absent
II 14-13 Absent
III 14-13 Present
IV 12-7 Present / absent
V 6-3 Present / absent
Diagnosis
Anamnesis
Perlu ditanyakan adanya gejala-gejala (symptoms) di bawah ini:
- Pecahnya aneurisme sakuler
Trauma Darah keluar ke ruang sub arachonid
Gejala :
Nyeri kepala hebat
Selanjutnya terjadi penurunan
kesadaran pd 50% kasus
Komplikasi :
Menyebabkan tersumbatnya aliran liquor sehingga terjadi HIDROSEFALUS
- Kelemahan wajah, lengan, atau tungkai terutama pada satu sisi secara tiba-tiba.
- Kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami secara tiba-tiba.
- Penglihatan pada satu atau kedua mata kabur
- Sakit kepala dengan penyebab yang kurang jelas
Perlu ditanyakan adanya tanda-tanda (signs) di bawah ini:
- Hemiparesis atau hemiplegi akut
- Hemianopia komplit atau parsial, kehilangan penglihatan pada 1 atau 2 mata, atau diplopia.
- Disarthria atau afasia
- Ataxia, nistagmus, atau vertigo
- Penurunan kesadaran
Selain tanda dan gejala di atas juga perlu ditanyakan riwayat trauma, infeksi, kejang, penggunaan obat kontrasepsi, nyeri kepala, dan lain-lain.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Airway, Breathing, Circulation (ABC)
Pemeriksaan Vital sign, terutama tekanan darah.
Pemeriksaan kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan untuk memeriksa ada tidaknya
kontusio, laserasi, maupun deformitas sebagai penyebab stroke. Auskultasi leher, jika ada
bruit berarti penyebab stroke ada pada arteri karotis.
Pemeriksaan jantung. Pada pasien stroke sering juga ditemukan adanya aritmia jantung
akibat atrial fibrillation. Selain itu dengan auskultasi, tak jarang ditemukan pula murmur atau
gallop.
Ekstremitas. Pulsasi aorta maupun tekanan darah yang asimetris pada ekstremitas
mengindikasikan adanya diseksi aorta
Pemeriksaan penunjang
- CT scan
- MRI
- Arteriografi mencari lokasi terjadinya oklusi pembuluh darah
- Pemeriksaan Darah lengkap mengetahui jumlah Hb & Hematokrit
- Pemeriksaan Protrombin Time (PT) berkaitan dengan pemberian antikoagulan
- Lumbal Pungsi jika dicurigai infeksi atau perdarahan subarachnoid
STROKE NON HEMORAGIK
Berdasarkan Penyebab Sumbatan
1. STROKE TROMBOTIK
Stroke jenis ini insidennya sebanyak 50%. Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat
tidur, saat pasien relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi yang menurun.
Gejala dan tanda yang terjadi akibat stroke iskeik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan
tingkat aliran kolateral di jaringan otak yang terkena. Stroke ini disebabkan oleh
aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteri karotis interna atau
yang ebih jarang di pangkal arteri serebri media atau di taut arteri vertebralis dan basilaris.
Kalau trombotik arteri koronaria, oklusi pembuluh darahnya cenderung mendadak dan total,
sedangkan trombotik pembuluh darah otak cenderung memiliki awitan bertahap bahkan
berkembang dalam beberapa hari.
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami thrombosis parsial adalah deficit
perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik.
2. STROKE EMBOLIK
Stroke jenis ini insidennya sebanyak 30%. Sumber tersering adalah akibat infark
miokard, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, katup jantung buatan dan kardiomiopati
iskemik. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologic
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat
pasien beraktivitas. Embolus ini sering tersangkut di bagian pembuluh yang mengalami
stenosis. Stroke kardioembolik didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti
fibrilasi atrium atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului
terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan trombotik
yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah bekuan
yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak melalui arteri
karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya bergantung dari
bagian sirkulasi otak yang tersumbat.
EENCEFALOPATI METABOLIK
ENSEFALOPATI METABOLIK
Istilah ensefalopati metabolik pertama kali dikemukakan oleh Kinnier Wilson pada tahun
1912 untuk menjelaskan status klinik mengenai beberapa penyebab dari gangguan integritas otak
yang bukan disebabkan oleh abnormalitas strukturan. Ensefalopati metabolik bukanlah sebuah
diagnosa melainkan merupakan sebuah sindrom dari disfungsi umum serebral yang dirangsang
oleh stres sistemik dan bisa memiliki gejala klinis yang beragam mulai dari disfungsi ringan
hingga delirium agitasi, sampai koma dalam dengan postur deserebrasi. Ini semua tergantung
dari kelainan metabolik yang dialami.
Hal-hal yang terkait dengan ensefalopati metabolik ini antara lain gangguan yang
disebabkan oleh kegagalan sistem organ, elektrolit imbalans, hipoglikemia, hiperglikemia,
gangguan endokrin, dan sepsis sistemik. Yang tidak termasuk keterkaitannya antara lain cardiac
arrest dan anoxic-ischemic encephalophaty, infeksi langsung pada SSP, toksin eksogen
(termasuk obat-obatan, alkohol, racun), kodisi hematologik, penyakit SSP yang terkait dengan
kekebalan, dan direk atau indirek efek dari kanker pada sistem saraf.
Harus dipahami bahwa beberapa gangguan metabolik dapat bergabung untuk
menyebabkan ensefalopati terutama pada pasein yang sakit kritis. Ini mencerminkan adanya
interaksi antara beberapa sistem organ dalam menyebabkan multipel metabolic derangements
Gangguan organ kronik dan gangguan sistemik progresif lainnya dapat menyebabkan
perubahan struktural sistem saraf dengan manifestasi klinis yang agak berbeda, berlangsung
lambat dan khususnya mengenai :
- Korteks serebral – amnesia dan defisit kognitif lainnya yang dapat berfluktuasi,
kelainan perilaku
- Ganglia basal – diskenesia atau sindrom rigiditas-akinetik
- Serebelum – disartria, ataksia
Meskipun ensefalopati metabolik memperlihatkan banyak manifestasi klinis, gangguan tertentu
berkaitan dengan beberapa gambaran motorik yang berbeda. Sebagai contoh, tremor adalah
komponen khas dari gejala putus alkohol. Gerakan menyentak mioklonik terlihat pada gagal
ginjal dan alkalosis respiratorik.
DEFINISI
Ensefalopati {Ensefalo + pati} adalah Penyakit degeneratif otak sedangkan
Metabolisme merupakan suatu Biotransformasi. Maka Ensefalopati Metabolik adalah
Gangguan neuropsikiatrik akibat penyakit metabolik otak.
Ensefalopati Metabolik adalah pengertian umum keadaan klinis yang ditandai dengan :
1. Penurunan kesadaran sedang sampai berat
2. Gangguan neuropsikiatrik : kejang, lateralisasi
3. Kelainan fungsi neurotransmitter otak
4. Tanpa di sertai tanda – tanda infeksi bacterial yang jelas
ETIOLOGI
Penyebab ensefelopati metabolik adalah :
- Hipoksia, misalnya akibat henti jantung, hipotensi berat
- Hipoglikemia
- Gagal organ – pernapasan, ginjal atau hepar
- Gangguan ion – hiponatremia dan hipernatremia, hipokalemia, gangguan metabolisme
kalsium atau magnesium
- Defisiensi Vitamin
- Gangguan endokrin
- Toksin, misalnya karbon monoksida, timbal, alkohol
KLASIFIKASI ENSEFALOPATI :
1) Ensefalopati metabolic primer
Yang tergolong dalam ensefalopati metabolic primer adalah :
c) Degenarasi di substansia grisea otak, yaitu penyakit Jacob-cruetzfeldt, penyakit pick,
penyakit Alzheimer. Korea Huntington.
d) Degenerasi di substansia alba otak, yaitu penyakit schilder, dan berbagai jenis
leukodistrofia.
-gangguan fungsi otak ok perubahan keseimbangan kadar elektrolit dan metabolit di dalam
darah
Etiologi:
*hipoglikemia
*hipercalcemia
*coma hyperglicaemia
*uremia
*hepatic failure
-morfologi :sedikit/tdk ada perubahan
2) Ensefalopati Sekunder
Sebab-sebab terjadinya ensefalopati sekunder adalah :
Kekurangan zat asam, glukosa dan kofaktor-kofaktor yang diperlukan untuk metabolism
sel.
e. Hipoksia, yang bisa timbul karena: penyakit paru-paru, anemia, intoksikasi
karbon mono-oksida
f. Iskemia, yang bisa berkembang karena: CBF yang menurun akibat penurunan
cardiac output, seperti pada sindrom stokes-adams, aritmia, dan infark jantung.
CBF menurun akibat resistensi vascular yang meningkat, seperti pada
ensefalopati hipertensif, sindrom hiperventilasi dan sindrom hiperviskositas.
g. Hipoglikemia, yang bisa timbul karena: pemberian insulin atau pembuatan insulin
endogenik meningkat.
h. Defisiensi kofaktor thiamin, niacin, pyridoxine, dan vitamin B1
Penyakit-penyakit organic diluar susunan saraf
c. Penyakit non-endokrinologik seperti: penyakit hepar, ginjal, jantung dan paru.
d. Penyakit endrokrinologik : M. Addison, M. Cushing, tumor pancreas miksedema,
feokromositoma dan tirotosikosis.
Intoksikasi eksogenik
d. Sedativa, seperti barbiturate, opiate, obat antikolinergik, ethanol dan penenang.
e. Racun yang menghasilkan banyak katabolit acid, seperti paraldehyde,
methyalkohol, dan ethylene.
f. Inhibitor enzim, seperti cyanide, salicylat dan logam-logam berat.
Gangguan balans air dan elektrolit:
e. Hipo dan hipernatremia.
f. Asidosis respiratorik dan metabolic.
g. Alkalosis respiratorik dan metabolic.
h. Hipo dan hiperkalema.
Penyakit-penyakit yang membuat toksin atau menghambat fungsi enzim-enzim serebral,
seperti meningitis, ensefalitis dan perdarahan subaraknoidal.
Trauma kapitis yang menimbulkan gangguan difus tanpa perubahan morfologik, seperti
pada komosio.
PENATALAKSANAAN ENSEFALOPATI METABOLIK
Hospitalisasi dan perawatan emergensi
Di rumah sakit, para staff akan menangani problem yang menyebabkan kondisi pasien saat itu.
Akan dilakukan pembuangan atau penetralisiran toksin yang ada dalam aliran darah. Tujuannya
adalah mengembalikan kondisi seperti semula. Namun, kerusakan otak masih mungkin terjadi.
Dalam beberapa kasus bahakan kerusakannya bersifat permanen.
Medikamentosa
Obat-obatan yang digunakan adalah untuk :
menetralisir toksin
menangani kondisi pasien
mencegah rekurensi
Pantangan Diet
Dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan rendah protein untuk menurunkan level amonia
dalam darah karena tubuh memproduksi amonia saat metabolisme dan menggunakan protein.
Diet lainnya disesuaikan dengan kondisi dan penyebab.
Pemberian makan melalui NGT ( Naso Gastric Tube ) diperlukan pada padien koma.
Transplantasi
Bila masuk dalam keadaan kegagalan organ, maka diperlukan transplantasi.
PENCEGAHAN
Untuk mencegah terjadinya ensefalopati metabolik maka perlu dilakukan tahapan berikut:
Mendapat pengobatan segera untuk gangguan di hati. Bila mendapat gangguan di hati langsung
menghubungi dokter.
Bila memiliki penyakit seperti misalnya sirosis kontrol rutin ke dokter.
Hindari overdosis pada penggunaan obat-obatan. Dan hindari terkena racun atau toksin.
AFASIA
Gangguan cara berbahasa dinamakan afasia. Sindrom afasia dapat dibagi dalam afasia
motorik dan sensorik atau afasia ekspresif dan reseptif. Lesi yang menimbulkan afasia motorik
terletak di sekitar daerah broca. Lesi yang menimbulkan afasia sensorik terletak di sekitar daerah
wernicke. Afasia motorik terberat ialah jika penderita sama sekali tidak dapat mengeluarkan
kata-kata, namun masih mengerti bahasa verbal dan visual. Afasia motorik yang ringan ialah
afasia nominative atau afasia amnestik. Lesinya terletak diluar daerah broca tetapi juga diluar
daerah wernicke. Dengan demikian terletak pada antara daerah broca dan wernicke. Afasia
motorik yang mencerminkan kerusakan terhadap seluruh korteks broca ialah afasia pada
penderita yang tidak bisa melakukan ekspresi dengan cara apapun baik dengan cara verbal
maupun dengan cara visual.
Penderita dengan afasia persepektif tidak mengerti lagi bahasa yang didengarnya
walaupun ia tidak tuli. Ia pun tidak mengerti tulisan yang dibaca walaupun tidak buta huruf.
Penyimpanan berikut proses ‘coding’ dari apa yang didengar dean ditulis terjadi didaerah antara
bagian belakang lobus temporalis, oksipitalis, dan parietalis. Jika daerah tersebut rusak, proses
‘decoding’ pun tidak akan menghasilkan apa-apa.
Recommended