View
31
Download
3
Category
Preview:
DESCRIPTION
Sindrom Koroner Akut
Citation preview
SINDROM KORONER AKUT
A. PENDAHULUAN
Saat ini penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit jantung yang sangat
penting arena penyakit ini diderita oleh jutaan orang dan merupakan penyebab kematian utama
di beberapa Negara termasuk di Indonesia. Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab
disabilitas dan kerugian ekonomis yang tertinggi disbanding penyakit lain. Di Indonesia belum
ada data-data yang jelas, tetapi menurut Survey Rumah Tangga Dep.Kes. tahun 1992 dilaporkan
bahwa penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian nomer satu.1
Di Indonesia dilaporkan PJK merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh
kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang
disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang
meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun
2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian.2
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung
Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. SKA merupakan PJK
yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari
keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut. 3
Pengobatan atau strategi terapi medis penderita SKA berubah dan mengalami kemajuan
pesat dengan adanya hasil-hasil penelitian mengenai patogenesis SKA dan petunjuk-petunjuk
penatalaksanaan baru. Kemajuan pesat dalam terapi medis tersebut mencakup terapi untuk
mengendalikan faktor risiko.
B. DEFINISI
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris
tidak stabil/UA (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard
tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark
1
miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial
infarction/STEMI).2
Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena proses pengurangan pasokan
oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan
berkaitan dengan adanya proses inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi. SKA
merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa keluhan
perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard.4
1. UA (Unstable Angina / Angina Pektoris Tidak Stabil )
Angina Pektoris Tidak Stabil, yang dimaksudkan dengan APTS yaitu; (1). Pasien dengan
angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering,
lebih dari 3 kali per hari. (2) pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya
angina stabil lalu serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan
factor presipitasi makin ringan. (3) pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.3.
2. NSTEMI (Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi Segmen ST)
APTS dan NSTEMI diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan
patofisiologi dan gambaran klinis, sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak
berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA
menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. NSTEMI
dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen
miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. 2,3,5
3. STEMI (Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST)
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner
berat yang berkembang secara lambat, biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kontralateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dapat dicetuskan oleh factor-faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.3
2
Gambar 1. Spektrum dari Sindrom Koroner Akut5
C. ETIOLOGI
Penyebab utama Sindrom Koroner Akut dipicu oleh erosi atau rupturnya plak
aterosklerotik karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable
atherosclerotic plaques) dengan karakteristik; lipid core besar, fibrous cups tipis, dan bahu plak
penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain. 2,6
Beberapa penyebabnya dapat dijelaskan sebagi berikut: 2,3,6
1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan
arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang robek/pecah
dan biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang rupture merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard
pada banyak pasien.
2. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh
spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal).
Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat
3
disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi abnormal
pada pembuluh darah yang lebih kecil.
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab lainnya adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau
trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan
stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan.
4. Inflamasi dan/atau infeksi
Inflamasi, disebabkan oleh infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri,
destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak
meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan
ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan SKA.
5. Faktor atau keadaan pencetus
SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada
pasien ini ada penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya
perfusi miokard.
Gambar 2. Faktor-Faktor yang berperan untuk terjadinya SKA. 4
Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner
yang kemudian berujung pada iskemia miokardium. Iskemia miokardium terjadi bila kebutuhan
oksigen lebih besar daripada suplai oksigen ke miokardium. Oklusi akut karena adanya trombus
4
pada arteri koroner menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke miokardium. Jika terjadi
penyempitan arteri koroner, iskemia miokardium merupakan peristiwa yang awal terjadi. Jika
iskemia makin parah, akan terjadi kerusakan sel miokardium. Infark miokardium adalah nekrosis
atau kematian sel miokardium.4
Tabel 1. Faktor-Faktor Resiko Sindrom Koroner Akut.2
Ada 2 kelompok faktor risiko secara garis besar yang harus dipahami. Pertama adalah
faktor-faktor risiko yang sama sekali tak bisa diubah atau dimodifikasi, yaitu faktor genetik, jenis
kelamin dan usia. Jika mempunyai riwayat keturunan, seseorang kemungkinan besar akan
mendapatkan serangan jantung pula dikemudian hari. Resiko aterosklerosis koroner meningkat
seiring bertambahnya usia. Selain itu, wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai
menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek
perlindungan estrogen. Ketiga faktor risiko itu memang tak bisa dihindari. Yang kedua adalah
faktor-faktor risiko yang sesungguhnya dapat dikendalikan. Antara lain adalah kolesterol,
hipertensi dan rokok, diabetes, stres, kurang berolahraga, dan sebagainya. 1,2
D. EDPIDEMIOLOGI
Prevalensi Nasional Penyakit Jantung adalah 7,2 % berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar Indonesia tahun 2007 oleh Departmen Kesehatan RI. Penyakit Jantung Iskemik
menduduki urutan ketiga (8,7%) sebagai penyebab kematian di daerah perkotaan.5
Sindrom koroner akut adalah kegawatan kardiovaskular yang merupakan penyebab utama
kematian. Kematian terbanyak terjadi diluar rumah sakit. Kematian yang terjadi sebelum pasien
sampai di rumah sakit berhubungan dengan aritmia maligna. Banyak kejadian terjadi dalam
5
empat jam pertama setelah awal serangan. Kematian di rumah sakit lebih banyak berhubungan
dengan menurunnya curah jantung termasuk gagal jantung kongestif dan syok kardiogenik.
Kematian berhubungan pula dengan luasnya infark miokard. Oleh karena itu upaya membatasi
luas infark akan menurunkan mortalitas. 7
Gejala yang paling sering di keluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala
yang paling sering di dapatkan pada pasien yang datang ke IGD , di perkirakan 5,3 juta
kunjungan / tahun. Kira-kira 1/3 darinya di sebabkan oleh unstable angina / NSTEMI, dan
merupakan penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung. Angka
kunjungan untuk pasien unstable angina / NSTEMI semakin meningkat sementara angka STEMI
menurun. 3
E. PATOGENESIS
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dari proses
aterotrombosis selain stroke iskemik serta peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis
merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat komplek dan multifaktor serta
saling terkait.Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. 2
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak akibat akumulasi beberapa bahan
seperti lipid-filled macrophages, massive extracellular lipid dan plak fibrous yang mengandung
sel otot polos dan kolagen. 4 Banyak penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang
peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit jantung koroner inflamasi
dimulai dari pembentukan awal plak hingga terjadinya ketidakstabilan plak yang akhirnya
mengakibatkan terjadinya ruptur plak dan trombosis pada SKA.2
Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan darah beku yang terdapat di dalam
pembuluh darah atau kavitas jantung. Ada dua macam trombosis, yaitu trombosis arterial
(trombus putih) yang ditemukan pada arteri, dimana pada trombus tersebut ditemukan lebih
banyak platelet, dan trombosis vena (trombus merah) yang ditemukan pada pembuluh darah vena
dan mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih sedikit platelet. Komponen yang
berperan dalam proses trombosis adalah dinding pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri
yang mencakup platelet, sistem koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah.2
6
Patogenesis masing-masing spektrum SKA dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Angina Pektoris Tidak Stabil
Plak aterosklerosis terdiri dari inti yang terdiri dari lemak dan pelindung jaringan fibrotik.
Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada
bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan terjadi pada dinding plak yang paling
lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik
melemahkan dinding plak. Ditambah aktifitas faktor VIIa memulai pembentukan trombin dan
fibrin. Platelet juga menghasilkan bahan vasoaktif, timbul spasme. Pada plak ysng ruptur, terjadi
adhesi dan agregasi platelet dan terbentuk trombus. Trombus menutup lumen pembuluh darah,
stenosis, terjadilah angina tak stabil. 3
2. STEMI
Terjadi jika aliran darah koroner mengalami penurunan secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokas injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-
faktor merokok, hipertensi, akumulasi lipid.3
3. NSTEMI
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NTSEMI terjadi karena
trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali
dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti
lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi factor
jaringan yang tinggi. Pada lokasi rupture plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang
menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi
seperti TNFalfa, dan IL6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang penegeluaran hsCRP di hati. 3
No. Manifestasi Klinis Patogenesis
1. ANGINA PEKTORIS
TIDAK STABIL
Pada angina pektoris tidak stabil terjadi erosi
pada plak aterosklerosis yang relatif kecil dan
menimbulkan oklusi thrombus yang transien.
7
Trombus biasanya labil dan menyebabkan oklusi
sementara yang berlangsung antara 10-20 menit
2. NSTEMI
(Non-ST Elevation
Myocardial
Infarction)
Pada NSTEMI kerusakan pada plak lebih berat
dan menimbulkan oklusi yang lebih persisten
dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Pada
kurang lebih ¼ pasien NSTEMI, terjadi oklusi
thrombus yang berlangsung lebih dari 1 jam,
tetapi distal dari penyumbatan terdapat koleteral.
Trombolisis spontan, resolusi vasikonstriksi dan
koleteral memegang peranan penting dalam
mencegah terjadinya NSTEMI
3. STEMI
(ST Elevation Myocardial
Infarction)
Pada STEMI disrupsi plak terjadipada daerah
yang lebih besar dan menyebabkan terbentuknya
trombus yang fixed dan persisten yang
menyebabkan perfusi miokard terhenti secara
tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 (satu) jam
dan menyebabkan nekrosis miokard transmural
Tabel 2. Patogenesis pada Berbagai Manifestasi Klinis SKA 2
F. DIAGNOSIS
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American Heart
Assosiation (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI)
ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada
miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina
tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun
CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemia, seperti adanya depresi segmen
ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang negatif. Karena kenaikan
enzim biasanya 12 jam, maka pada tahap awal serangan, angina tak stabil sering kali tak bias
dibedakan dengan STEMI. 3
Diagnosis IMA dengan elevasi ST (STEMI) ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri
dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST>= 2 mm, minimal pada 2 sandapan
8
precordial yang berdampingan atau >=1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim
jantung, terutama troponin T yang meningkat memperkuat diagnosis STEMI.3
1. Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis apakah adanya
gejala nyeri dada yang harus dibedakan denngan nyeri dada bukan jantung, jika berasal dari
jantung harus dibedakan apakah berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis juga apakah
ada riwayat infark sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes,
merokok, riwayat keluarga yang menderita sakit jantung koroner dan juga adanya stres.
Terdapat faktor pencetus sebelumnya seperti aktivitas fisik berat, stres emosi. Walaupun STEMI
bisa terjadi sepanjang hari atau malam, dilaporkan bahwa pada pagi hari juga dapat terjadi
dalam beberapa jam setelah bangun tidur. 3
Keluhan nyeri dada harus diperjelas dengan melakukan anamnesa sifat nyeri dada yaitu : 2,6
• Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial
• Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk,
rasa diperas, dan dipelintir.
• Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan dapat juga ke
lengan kanan.
• Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
• Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan
• Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.
2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi
lain sebagai konsekuensi dari APTS/NSTEMI. Faktor pencetus dapat berupa hipertensi tak
terkontrol, anemia, tirotoksikosis, stenosis aorta berat, kardiomiopati hipertropik dan kondisi
lain, seperti penyakit paru. Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3)
menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer
menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner
(PJK).6
9
Sedangkan untuk pasien STEMI dapat dilakukan pemeriksaan fisik sebagi berikut:
Pasien terlihat cemas, pada ekstrimitas pucat dan dingin. Kombinasi nyeri dada >30 menit dan
banyak keringat dicurigai STEMI. Peningkatan suhu sampai 38 oC, disfungsi ventrikular S4 dan
S3 gallop, penurunan instensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksial bunyi jantung
kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik. 3
3. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada.
Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD.
Berdasarkan gambar EKG pasien SKA dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok: 7
1. Elevasi segmen ST atau LBB (left bundle branch block yang dianggap baru).
Didapatkan gambaran elevasi segmen ST minimal di dua lead yang berhubungan.
2. Depresi segmen ST atau inversi gelombang T yang dinamis pada saat pasien
mengeluhkan nyeri dada.
3. EKG non diagnostic baik normal ataupun hanya ada perubahan minimal.
Pemeriksaan EKG dimaksudkan untuk mencari adanya depresi segmen ST yang baru
menunjukan kemungkinan adanya iskemik akut. Gelombang T negative juga bisa menjadi
petunjuk adanya tanda iskemik atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik
seperti depresi ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negative kurang dari 2mm, tidak
spesifik untuk iskemik dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada Angina tak stabil 4%
mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% juga normal. Sedangkan pada pasien STEMI
pada EKGnya akan terdapat elevasi segmen ST diikuti perubahan sampai inversi gelombang T,
kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di dua sadapan.3
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium penting sebagi petanda adanya nekrosis jantung, selnya
akan mengelurakan enzim yang dapat dapat diukur : 3
o CKMB (creatinine kinase MB) : meningkat 3 jam setelah miokard infark dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-3 hari. Operasi jantung, miokarditis dan
injuri otot juga meningkatkan CKMB.
10
o cTn (cardiac specifik troponin) T dan I; meningkat setelah 2 jam setelah infark miokard, dan
mencapai puncak setelah 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
o Pemeriksaan enzim lainnya.
Mioglobin mencapai puncak setelah miokard infark dalam 4-8 jam.
Creatinin kinase meningkat setelah setelah 3-8 jam mencapai puncak setelah 10 – 36 jam dan
kembali normal dalam 3-4 hari.
Lactat dehydrogenase (LDH) menigkat setelah 24-28 jam mencapai puncak 3-6 hari kembali
normal dalam 8-14 hari
Leukositosis polimorfonuklear yang terjadi dalam beberapa jam setelah nyeri dan menetap
dalam 3-7 hari, leukosit dapat mencapai 12000-15000/ul.
Petanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai
prognostik yang lebih baik dari pada CKMB. Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan
konstraksi dari sel miokrad. Troponin khusus jantung merupakan petanda biokimia primer untuk
SKA. Sudah diketahui bahwa kadar troponin negatif saat < 6 jam harus diulang saat 6-12 jam
setelah onset nyeri dada.2
Kadar serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB merupakan indikator penting dari
nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua petanda tersebut adalah relative rendahnya
spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah onset serangan. Risiko yang lebih buruk
pada pasien tnpa segment ST elevasi lebih besar pada pasien dengan peningkatan nilai CKMB.2
Meskipun mioglobin tidak spesifikasi untuk jantung, tapi memiliki sensitifitas yang
tinggi. Dapat terdeteksi secara dini 2 jam setelah onset nyeri. Tes negative dari mioglobin dalam
4-8 jam sangat berguna dalam menetukan adanya nekrosis miokard. Meskipun demikian
mioglobin tak dapat digunakan sebagai satusatunya petanda jantung untuk mengidentifikasi
pasien dengan NSTEMI. 2
Peningkatan kadar CKMB sangat erat berkaitan dengan kematian pasien dengan SKA
tanpa elevasi segmen ST, dan naiknya risiko dimulai dengan meningkatnya kadar CKMB diatas
normal. Meskipun demikian nilai normal CKMB tidak menyingkirkan adanya kerusakan ringan
miokard dan adanya risiko terjadinya perburukan penderita.2
11
Tabel 3. Spektrum Klinis Sindrom Koroner2
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner dengan
trombolitik untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi luasnya infark
miokard, dan mempertahankan fungsi jantung. 2
Tujuan penatalaksanaan pada Sindrom Koroner Akut: 5
1. Mengurangi luas nekrosis otot miokardium, sekaligus mempertahankan fungsi ventrikel kiri
serta berusaha membatasi komplikasi yang terjadi
2. Melakukan penatalaksanaan terhadap komplikasi akut yang mengancam jiwa seperti
ventricular fibrillation, ventricular tachycardia, dan asistol
Pasien yang telah ditetapkan sebagai penderita APTS/NSTEMI harus istirahat di ICCU
dengan pemantauan EKG kontiniu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia. Oksigen diberikan
pada pasien dengan sianosis atau distres pernapasan. Perlu dilakukan pemasangan oksimetri jari
(finger pulse oximetry) atau evaluasi gas darah berkala untuk menetapkan apakah oksigenisasi
kurang (SaO2 <90%). Morfin sulfat diberikan bila keluhan pasien tidak segera hilang dengan
nitrat, bila terjadi endema paru dan atau bila pasien gelisah. Penghambat ACE diberikan bila
hipertensi menetap walaupun telah diberikan nitrat dan penyekat-β pada pasien dengan disfungsi
sistolik faal ventrikel kiri atau gagal jantung dan pada pasien dengan diabetes. Dapat diperlukan
12
intra-aortic ballon pump bila ditemukan iskemia berat yang menetap atau berulang walaupun
telah diberikan terapi medik atau bila terdapat instabilitas hemodinamik berat.7
Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis, pemberian
fibrinolitik pra hospital hanya bisa dilakukan jika ada paramedis di ambulan yang sudah
terlatih menginterprestasikan EKG.
Tatalaksana di ruang Emergensi
Mencakup mengurangi /menghilangkan nyeri dada, referfusi segera, triase. Secara
umum dapat diberikan:
- Oksigen, dapat diberikan pada pasien tanpa komplikasi selama 6 jam pertama
- Nitrogliserin (NTG) sublingual, merupakan dilatasi pembuluh darah.
- Morfin, merupakan obat untuk menghilangkan nyeri, dengan dosis 2-4 mg.
- Aspirin, inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2, dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
- Penyekat beta, jika morfin tidak berhasil menghilangkan nyeri.
- Terapi referfusi.
13
Gambar 3. Alogaritma Sindrom Koroner Akut8
14
Terapi Non-Farmakologi
Tindakan Revaskularisasi
Termasuk di sini yaitu operasi pintas koroner (coronary artery bypass grafting, CABG) dan PCI
(angioplasti koroner atau percutaneous transluminal coronary angioplasty / PTCA) dan tindakan
terkait seperti misalnya pemasangan stent, aterektomi rotablasi, dan aterektomi direksional. 2
Modifikasi faktor risiko 2
• Berhenti merokok : pasien yang berhenti merokok akan menurunkan angka kematian dan infark
dalam 1 tahun pertama.
• Berat badan : untuk mencapai dan /atau mempertahankan berat badan optimal.
• Latihan : melakukan aktivitas sedang selama 30-60 menit 3-4x/minggu (jalan, bersepeda,
berenang atau aktivitas aerobic yang sesuai)
• Diet : mengkonsumsi makanan dengan kadar kolesterol rendah atau lemak dengan saturasi
rendah
• Kolesterol : mengkonsumsi obat-obatan penurun kolesterol. Target primer kolesterol LDL <
100mg/dl.
• Hipertensi target tekanan darah <130/80 mmHg.
• DM kontrol optimal hiperglikemia pada DM
H. PROGNOSIS
Terdapat beberapa system untuk menetukan prognosis pasca IMA: 3
Klasifikasi Killip : berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana, S3 gallop, kongesti
paru dan syok kardiogenik.
Kelas Definisi Mortalitas (%)
I
II
III
IV
Tak ada tanda gagal jantung kongestif
+S3 dan atau ronki basah
Edema Paru
Syok Kardiogenik
6
17
30-40
60-80
Tabel 4. Klasifikasi Killip pada Infark Miokardium Akut3
Klasifikasi Forrester : berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan
pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)
15
Kelas Indeks Kardiak (L/min/m2) PCWP (mmHg) Mortalitas (%)
I
II
III
IV
>2,2
>2,2
<2,2
<2,2
<18
>18
<18
>18
3
9
23
51
Tabel 5. Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokardium Akut3
TIMI Risk Score : adalah system prognostic paling akhir yang menggabungkan
anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang
mendapat terapi trombolitik.
Faktor Resiko Skor Resiko/Mortalitas 30 hari (%)
Usia 65-74 tahun (2 poin)
Usia >75 tahun ( 3 poin)
Diabetes Mielitus/hipertensi/angina (1 poin)
TD sistol < 100 mmHg (3 poin)
Frekuensi jantung >100 mmHg (2 poin)
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin)
Berat < 67 kg (1 poin)
Elevasi ST anterior atau LBB (1 poin)
Waktu ke Reperfusi > 4 jam (1 poin)
Skor Resiko = Total poin (0-14)
0 (0,8)
1 (1,6)
2 (2,2)
3 (4,4)
4 (7,3)
5( 12,4)
6 (16,1)
7 (23,4)
8 (26,8)
>8 (35,9)
Tabel 6. Risk Score untuk Infark Miokardium dengan Elevasi ST3
Sedangkan untuk pasien angina prognosisnya sebagai berikut : 3
Resiko rendah antara lain pasien yang tidak mempunyai angina sebelumnya, dan sudah
tidak ada serangan angina, sebelumnya tidak memakai obat anti angina dan ECG normal
atau taka da perubahan dari sebelumnya, enzim jantung tidak meningkat termasuk
troponin dan biasanya usia masih muda.
Resiko sedang apabila ada angina yang baru dan makin berat didapatkan angina pada
waktu istirahat, taka da perubahan segmen ST, dan enzim jantung tidak meningkat.
16
Resiko tinggi bila pasien mempunyai angina waktu istirahat, angina berlangsung lama,
sebelumnya sudah mendapat terapi yang intensif, usia lanjut, didapatkan perubahan
segmen ST yang baru, ada kenaikan troponin dan keadaaan hemodinamik tidak stabil.
Delapan puluh persen pasien dengan UA dapat distabilkan dalam 48 jam setelah diberi
terapi medikamentosa secara agresif. Pasien ini kemudian membutuhkan pemeriksaan lebih
lanjut dengan treadmill test atau ekokardiografi untuk menentukan apakah pasien cukup dengan
terapi medikamentosa atau butuh penanganan lanjutan. Bila pasien tetap stabil dan termasuk
resiko rendah maka terapi medikamentosa sudah cukup. Hanya pasien dengan resiko tinggi
yang membutuhkan tindakan invasive segera dengan kemungkinan tindakan revaskularisasi.3
I. PERUJUKAN
1. Joewono, BS. Ilmu Penyakit Jantung. Airlangga University Press. Surabaya. 2003
2. Bina D, Komunitas F, Klinik DAN, Bina D, Dan K, Kesehatan A, et al. Pharmaceutical
Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner . 2006. Diakses melalui
http://binfar.depkes.go.id/bmsimages/1361351516.pdf pada 22 Februari 2015.
3. Sudoyo, A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. 2009.
4. Risalina M.A. Patofi siologi Sindrom Koroner Akut. 2012. Majalah CDK(4):261–4.
Diakses melalui http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_192Patofisiologi%20Sindrom
%20Koroner%20Akut.pdf pada 22 Februari 2015.
5. Lauer T, Kelm M. ESC Guidelines for The Management of Acute Coronary Syndromes
in Patients Presenting Without Persistent ST-segment Elevation. 2011. European Heart
Journal;136:2478–80. Diakses melalui http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-
guidelines/guidelinesdocuments/guidelines-nste-acs-ft.pdf pada 22 Februari 2015.
6. Agus Subagjo, dkk. Basic Cardiac Life Support. Jakarta : Perhimpuanan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2011
7. Achyar, dkk. Advanced Cardiac Life Support. Jakarta : Perhimpuanan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2011
8. O’Connor RE, Brady W, Brooks SC, Diercks D, Egan J, Ghaemmaghami C, et al. Part
10: Acute coronary syndromes: 2010 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation.
2010;122(suppl 3). Diakses melalui
17
http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S787.full.pdf+html pada 22 Februari
2015.
J. PENUTUP
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung
Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. SKA meliputi angina
pektoris tidak stabil/UA (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark
miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan
infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation
myocardial infarction/STEMI). SKA merupakan PJK yang progresif dan pada perjalanan
penyakitnya, sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak
stabil atau akut. Ketiga jenis SKA tersebut memiliki etiologi dan pathogenesis awal yang hampir
sama, namun dalam diagnosisnya kita dapat membedakan ketiga jenis SKA ini. Penatalaksanaan
SKA harus dilakukan secara segera untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul dan agar
dapat menyelamatkan banyak jiwa.
18
Recommended