View
257
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (PT Telkom) adalah penyedia layanan
telekomunikasi dan jaringan terbesar di Indonesia. PT Telkom menyediakan layanan
Infocom, telepon tidak bergerak kabel (fixed wireline) dan telepon tidak bergerak
nirkabel (fixed wireless), layanan telepon seluler, data dan internet, baik secara
langsung maupun melalui anak perusahaan. Sampai dengan 31 Desember 2009,
jumlah pelanggan PT Telkom telah tumbuh sebesar 21,2% atau menjadi 105,1 juta
pelanggan. PT Telkom melayani 8,4 juta pelanggan telepon tidak bergerak kabel,
15,1 juta pelanggan telepon tidak bergerak nirkabel, dan 81,6 juta pelanggan telepon
seluler (Telkom, 2010).
Seiring dengan terus berkembangnya PT Telkom, jumlah aset yang dimiliki
juga terus bertambah dari tahun ke tahun. PT Telkom memiliki aset dengan nilai
kapital yang besar dan dapat menunjang proses bisnis diantaranya aset operasional
kantor dan aset infrastruktur telekomunikasi. Saat ini pengelolaan aset PT Telkom
sudah menggunakan jasa outsourcing dan leasing, tapi pada kenyataannya PT
Telkom tetap memiliki aset yang harus dikelola dengan baik. Aset operasional PT
Telkom dikelola oleh setiap staf aset di tiap divisi perusahaan. Berbeda dengan
pengelolaan aset operasional, PT Telkom memiliki Divisi Infrastruktur
telekomunikasi (Infratel) untuk mengelola seluruh aset infrastruktur yang diperlukan
dalam menyelenggarakan jasa dan akses infocom. Divisi ini dibentuk, untuk
merespon tantangan bisnis global dan mengakomodasi bisnis lama divisi network
seperti penyediaan network panggilan jarak jauh, network domestic dan internasional,
satelit dan intelligent network (IN).
Aset membutuhkan manajemen yang baik untuk dapat dimonitor, dijaga, dan
dipelihara, sehingga aset memiliki kemudahan dalam pengelolaan. Kebutuhan akan
pengelolaan aset yang baik sangat penting guna mendukung proses bisnis perusahaan.
1
Kegiatan pengelolaan aset dimulai dari perencanaan kebutuhan, pengadaan, operasi
dan pemeliharaan, hingga penghapusan aset (write off).
Kegiatan pengelolaan aset di PT Telkom dirasa masih kurang baik, hal ini dapat
dilihat dari adanya beberapa permasalahan dalam hal mutasi dan penghapusan aset.
Mutasi merupakan perpindahan aset dari suatu bagian atau divisi ke bagian atau divisi
lain dengan tujuan pengoptimalisasian aset dan pengefektifan kinerja. Sedangkan
Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik negara/daerah dari daftar
barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk
membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna barang dan/atau pengelola barang
dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam
penguasaannya (PP No. 6 Tahun 2006).
Penghapusan dan mutasi aset merupakan salah satu proses pengelolaan aset
yang memegang peranan penting dalam kinerja perusahaan. Semakin menurunnya
kondisi fisik suatu aset, kegiatan penghapusan aset tetap tidak dapat dihindarkan lagi.
Begitu pula dengan kegiatan mutasi aset, kebutuhan akan aset yang tidak dapat
ditangguhkan menyebabkan pentingnya mutasi aset tetap antar Network Regional
(Netre) di divisi infratel.
Kurang optimalnya kegiatan operasional aset tetap di divisi Infratel PT Telkom
menyebabkan tingkat pencapaian dari proses penghapusan aset masih belum optimal.
Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kartu aset yang sulit di temukan sehingga aset
yang dimaksudkan belum dapat dihapuskan. Adapun masalah lain dalam pengelolaan
aset sehingga menghambat dalam kegiatan penghapusan di divisi Infratel PT Telkom
diantaranya:
1. Masih ditemukan aset yang sudah dihapuskan, tetapi masih tercatat dalam
Daftar Aset
2. Kesulitan mencari Nomor Kartu Aset (NKA) dari aset yang dimutasikan
3. Banyak aset yang sudah dimutasikan namun secara pencatatan belum dilakukan
editing
2
Berdasarkan penjelasan di atas, kegiatan pengelolaan aset di divisi Infratel PT
Telkom perlu dioptimalkan. Hal ini menarik untuk dibahas sebagai dasar untuk
pengambilan Studi Kasus (SK), maka diajukan judul “Evaluasi Kinerja
Pengelolaan Aset Tetap Divisi Infratel PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk.”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan pada latar belakang, dapat
dikatakan bahwa kegiatan pengelolaan aset di divisi Infratel PT Telkom belum dapat
mencapai tingkat optimal. Hal ini terlihat dari beberapa masalah yang terjadi dalam
kegiatan pengelolaan aset. Maka diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kinerja pengelolaan aset tetap di divisi Infratel PT Telkom saat ini?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat dari penelitian berdasarkan permasalahan yang di angkat
adalah sebagai berikut:
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kinerja pengelolaan aset tetap di divisi Infratel PT Telkom
saat ini.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat bagi PT Telekomunikasi, Tbk, yaitu sebagai informasi dan masukan
pada PT Telkom khususnya divisi Infratel mengenai efektivitas dan efisiensi
dalam proses penghapusan aset.
2. Manfaat bagi pembaca, yaitu sebagai referensi dalam melakukan penelitian
dengan jenis objek yang hampir sama dengan makalah ini.
3
3. Manfaat bagi penulis, yaitu dalam rangka pengaplikasian dan
mengembangkan ilmu manajemen aset yang telah dipelajari dalam proses
pembelajaran di program studi manajemen aset.
1.4 Jadwal dan Lokasi Penelitian
Penelitian Studi Kasus dilakukan di divisi Infratel PT Telekomunikasi, Tbk yang
berlokasi di Jl. Japati No.2, Bandung. Jangka waktu penelitian Studi Kasus ini
selama tiga bulan yang dimulai pada awal bulan Januari 2010 sampai dengan awal
bulan Maret 2010. Untuk lebih jelasnya mengenai jadwal pelaksanaan penelitian
yang dilakukan tertera pada tabel 1.1.
Tabel 1.1
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
NO KEGIATAN
BULAN KEGIATAN/TAHUN 2011
Januari Februari Maret
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Tinjauan Lapangan
2 Penentuan bidang kajian Penelitian
3 Pertemuan dengan Kaprog
4 Pertemuan dengan pembimbing POLBAN
5 Pengumpulan data awal
6 Pengolahan data awal
7 Pengumpulan data akhir
8 Pengolahan data
9 Penulisan laporan studi kasus
10Persetujuan Pembimbing untuk seminar studi kasus
11Penyerahan laporan studi kasus ke Program Studi
12 Seminar studi kasus
13 Revisi laporan studi kasus
14 Pengumpulan laporan studi kasus
Sumber : Data hasil olahan, (2011).
4
1.5 Kerangka Berfikir
Berdasarkan hasil pengumpulan data awal pada saat malakukan kerja praktek,
diketahui bahwa kegiatan pengelolaan aset tetap di divisi Infratel PT Telkom saat ini
masih dirasa kurang optimal, sehingga kegiatan penghapusan aset pun belum dapat
mencapai tingkat optimal. Hal ini dapat dilihat dari beberapa permasalahan yang
terjadi pada kegiatan penghapusan aset divisi Infratel PT Telkom, diantaranya (1)
banyaknya kartu aset yang sulit di temukan sehingga aset yang dimaksudkan belum
dapat dihapuskan, (2) masih ditemukan aset yang sudah dihapuskan, tetapi masih
tercatat dalam Daftar Aset, (3) kesulitan mencari Nomor Kartu Aset (NKA) dari aset
yang dimutasikan, serta (4) banyak aset yang sudah dimutasikan namun secara
pencatatan belum dilakukan editing. Dari fenomena yang terjadi diidentifikasi
permasalahan yaitu:
a. Bagaimana kinerja pengelolaan aset tetap di divisi Infratel PT Telkom saat ini?
Setelah diidentifikasi, dilakukan pengumpulan data yang diperoleh dari
wawancara, observasi, dan penyebaran angket. Data yang diperoleh kemudian diolah
dan dianalisis mengacu pada teori dan peraturan yang berlaku. Dari hasil analisis,
dapat diketahui bagaimana kinerja pengelolaan aset di divisi Infratel saat ini.
Untuk lebih jelasnya, mengenai kerangka berfikir dalam penelitian ini, dapat
dilihat pada gambar 1.1.
5
Identifikasi Masalah:Bagaimana kinerja pengelolaan aset tetap di divisi Infratel PT Telkom saat ini?
Tujuan:Mengetahui kinerja pengelolaan aset tetap di divisi Infratel PT Telkom saat ini
Evaluasi Kinerja Pengelolaan Aset Tetap Divisi Infratel PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
WawancaraObservasi LapanganAngket
Landasan Normatif Pengelolaan Aset:PP No 6 Tahun 2006PMK No 96/PMK.06/2007KD 35/HK240/COP-A0011000/2009
Landasan Teori:Manajemen AsetStrategi Pengelolaan Aset
Kurang optimalnya pengelolaan aset tetap divisi Infratel PT Telkom
Gambar 1.1
Kerangka Berfikir
Sumber: Hasil Olah Data, (2011)
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aset
Berdasarkan modul Prinsip-Prinsip Manajemen Aset/Barang Milik Daerah,
aset merupakan harta atau kekayaan yang memiliki nilai manfaat ekonomi
dan/atau sosial yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu. Oleh
karena itu, suatu aset harus dikelola dengan baik agar dapat mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Sebelum mengetahui tentang bagaimana pengelolaan aset,
terlebih dahulu harus diketahui tentang pengertian aset, bentuk aset, kategori, dan
siklus hidup aset. Hal tersebut dimaksudkan agar pengelolaan aset dilakukan
secara tepat, sehingga dapat mencapai tujuan sesuai yang diharapkan.
2.1.1 Pengertian Aset
Menurut Siregar (2004) pengertian aset adalah barang (thing) atau
sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value),
nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang
dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu. Ada dua jenis aset yaitu aset
berwujud (tangible) dan aset tidak berwujud (intangible). Berdasarkan modul
Prinsip-Prinsip Manajemen Aset/Barang Milik Daerah, aset adalah barang,
yang dalam pengertian hukum disebut benda, yang terdiri dari benda tidak
bergerak dan benda bergerak, baik yang berwujud (tangible) maupun yang
tidak berwujud (Intangible), yang tercakup dalam aktiva/kekayaan atau harta
kekayaan dari suatu instansi, organisasi, badan usaha ataupun individu
perorangan.
Aset negara menurut Siregar (2004) adalah bagian dari kekayaan
negara atau harta kekayaan negara (HKN) yang terdiri dari barang bergerak
atau barang tidak bergerak yang dimiliki, dikuasai oleh Instansi Pemerintah,
yang sebagian atau seluruhnya dibeli atas beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) serta dari perolehan yang sah, tidak termasuk
7
kekayaan negara yang dipisahkan (dikelola BUMN) dan kekayaan Pemerintah
Daerah. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003,
pengertian aset negara adalah sangat luas yang meliputi semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik
yang berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa aset merupakan barang atau benda yang
mempunyai nilai ekonomis dan nilai tukar yang dapat memberikan manfaat
ekonomi dan/atau sosial yang dimiliki oleh suatu badan usaha atau individu
yang berpotensi untuk meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
2.1.2 Bentuk Aset
Menurut Hermanto (2009), aset berdasarkan bentuknya dibagi atas dua
jenis, yaitu aset berwujud (tangible) dan aset tidak berwujud (intangible).
Bentuk aset berwujud adalah bangunan, infrastruktur, mesin/peralatan dan
fasilitas. Sedangkan untuk bentuk aset yang tidak berwujud adalah Sistem
Organisasi (Tujuan, Visi, dan Misi), Patent (Hak Cipta), Quality (Kualitas),
Goodwill (Nama Baik/Citra), Culture (Budaya), Capacity (Sikap, Hukum,
Pengetahuan, Keahlian), Contract (Perjanjian) dan Motivation (Motivasi).
Aset intangible (tidak berwujud), adalah aset non keuangan yang dapat
di identifikasikan dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk
digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan
lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual. Sedangkan aset tangible
(berwujud) adalah aset yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas
bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum. Aset tangible (berwujud) meliputi tanah, peralatan dan
mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan. Adapun agar lebih
jelas, mengehai bentuk aset dapat dilihat pada tabel 2.1, sebagai berikut:
8
Tabel 2.1
Bentuk Aset
No Bentuk Aset Aset
1 Berwujud (Tangible)
BangunanInfrastrukturMesin/PeralatanFasilitas
2Tidak Berwujud
(Intangible)
Sistem Organisasi (Tujuan, Visi, dan Misi)Patent (Hak Cipta)Quality (Kualitas)Goodwill (Nama Baik/Citra)Culture (Budaya)Capacity (Sikap, Hukum, Pengetahuan, Keahlian)Contract (Perjanjian)Motivation (Motivasi)
Sumber: Bentuk Aset (Hermanto, 2009).
2.1.3 Kategori Aset
Menurut Hariyono (2007), kategori aset publik dalam kaidah
internasional mencakup aset operasional, aset non operasional, aset
infrastruktur, dan community aset. Kategori aset publik ditunjukkan pada tabel
2.2.
Berdasarkan tabel 2.2, kategori aset publik dalam kaidah internasional,
sebagai adalah berikut:
1. Aset Operasional
Aset yang dipergunakan dalam operasional pemerintah/perusahaan yang
dipakai secara berkelanjutan dan/atau dipakai pada masa yang akan
datang.
a. Dimiliki dan dikuasai/diduduki untuk digunakan/dipakai operasional
pemerintah/ perusahaan.
b. Bukan aset khusus, artinya jika aset khusus berupa prasarana dan aset
peninggalan sejarah (yang harus dikontrol oleh pemerintah), tetapi
secara fisik tidak harus ditempati untuk tujuan operasional.
9
Tabel 2.2
Kategori Aset Publik
Kategori Aset Keterangan
Aset Operasional Tanah yang termasuk special propertyRumah Tinggal DinasPerumahan LainnyaBangunan KantorSekolahPerpustakaanGedung OlahragaGolfMessMuseum dan GaleryBengkel Tempat ParkirKendaraanMesinKuburan
Aset Non Operasional Tanah yang akan dibangunKomersial propertyAset InvestasiAset berlebih (Surplus Aset)
Aset Infrastruktur Jalan RayaPelabuhan/ DermagaJembatanSaluran AirDan lain-lain
Community Aset Halaman dan TamanBangunan BersejarahBangunan KesenianMuseumSarana Ibadah
Sumber: Hariyono, 2007
2. Aset Non Operasional
Aset Non Operasional adalah aset yang tidak merupakan bagian integral
dari operasional perusahaan / pemerintah dan diklasifikasikan sebagai aset
berlebih yang tidak dipakai untuk penggunaan secara berkelanjutan atau
mempunyaimpotensi untuk digunakan dimasa yang akan dating.
10
3. Aset Infrastruktur
Aset infrastruktur adalah aset yang melayani kepentingan publik yang
tidak terkait, biaya pengeluaran dari aset infrastruktur ditentukan oleh
kontinuitas penggunaan aset bersangkutan, seperti jalan raya, jembatan
dan sebagainya.
4. Community Aset
Community aset adalah aset milik pemerintah yang digunakan secara terus
menerus, namun umur ekonomis atau umur gunanya tidak ditetapkan dan
terkait kepada pengalihan yang terbatas (tidak dapat dialihkan).
Dari penjelasan kategori aset publik diatas, dapat disimpulkan bahwa
aset yang bersifat pelayanan terhadap publik disesuaikan dengan berbagai
macam aktivitasnya. Aset tersebut memiliki banyak fungsi yang
diperuntukkan bagi pelayanan public
2.1.4 Siklus Hidup Aset
Menurut Hariyono (2007), siklus hidup dari suatu aset memiliki tiga
fase, meliputi: pengadaan (acquisition), operasi (operation), dan penghapusan
(disposal). Kemudian dilakukan proses lanjutan yaitu fase perencanaan, yang
merupakan suatu proses lanjutan, dimana output dari setiap fase digunakan
sebagai input untuk perencanaan.
Suatu aset memiliki siklus hidup agar dapat membedakan tanggung
jawab dari setiap fase penanganannya. Secara khusus, tanggung jawab untuk
keputusan pengadaan suatu aset dalam suatu organisasi berbeda dengan
tanggung jawab untuk operasi dan pemeliharaan aset maupun dengan
tanggung jawab untuk penghapusan suatu aset. Siklus hidup aset menurut
Hariyono (2007), dapat ditunjukkan pada gambar 2.1.
Dalam gambar 2.1 fase-fase yang dilalui suatu aset selama hidupnya
antara lain:
11
Pengadaan (Acquisition)
Operasi (Operation)
Penghapusan (Disposal)
Perencanaan (Planning)
Sumber: Hariyono, 2007
Gambar 2.1Siklus Hidup Aset
1. Fase perencanaan, yaitu ketika adanya kebutuhan permintaan terhadap
suatu aset untuk direncanakan dan dibuat,
2. Fase pengadaan, yaitu ketika suatu aset dibeli, dibangun, atau dibuat,
3. Fase pengoperasian dan pemeliharaan, yaitu ketika suatu aset digunakan
untuk tujuan yang telah ditetapkan. Fase ini mungkin diselingi dengan
pembaharuan atau perbaikan besar-besaran secara periodik, penggantian
atas aset yang rusak dalam periode penggunaannya, dan
4. Fase penghapusan, yaitu ketika umur ekonomis suatu aset telah habis atau
ketika kebutuhan atas pelayanan yang disediakan oleh aset bersangkutan
telah hilang.
2.2 Manajemen Aset
Manajemen aset merupakan suatu teori baru dalam ilmu properti yang
muncul akibat adanya kenyataan bahwa suatu wilayah yang memiliki kekayaan
12
sumber daya, baik sumber daya alam, manusia maupun infrastruktur. Tingkat
kemiskinan penduduk yang relatif tinggi di Indonesia merupakan akibat dari
pengelolaan aset yang tidak optimal. Dalam pemerintahan, manajemen aset
dilaksanakan dalam rangka menuju penyelenggaraan kepemerintahan yang baik
(good governance) yang mencakup pelaksanaan akuntabilitas, partisipasi dan
keterbukaan. Manajemen aset ini berkembang cukup pesat dimulai dengan
orientasi yang statis, kemudian berkembang menjadi dinamis, inisiatif dan
strategis. Manajemen aset merupakan salah satu profesi atau keahlian yang belum
sepenuhnya berkembang dan populer dimasyarakat.
2.2.1 Pengertian Manajemen Aset
Pemerintah South Australia dalam Hariyono (2007) mendefinisikan
manajemen aset sebagai “…a process to manage demand and guide
acquisition, use and disposal of assets to make the most of their service
delivery potential, and manage risks and costs over their entire life”, yang
artinya proses untuk mengelola permintaan dan akuisisi panduan, penggunaan
dan penjualan aset untuk memanfaatkan potensi layanan, dan mengelola risiko
dan biaya seumur hidup aset.
Definisi lain dari manajemen aset menurut Danylo dan Lemer dalam
Hariyono, (2007) adalah “…a methodology to efficiently and equitably
allocate resources amongst valid and competing goals and objectives.”, yang
artinya sebuah metodologi efisien dan mengalokasikan sumber daya secara
adil untuk mencapai tujuan dan sasaran.
Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa manajemen aset
mencakup proses mulai dari proses perencanaan (planning) sampai dengan
penghapusan (disposal) dan perlu adanya pengawasan terhadap aset-aset
tersebut selama umur penggunaannya oleh suatu organisasi. Kegiatan
pengelolaan aset, biasanya tidak terlepas dari siklus pengelolaan barang yang
dimulai dari perencanaan sampai penghapusan. Namun hal ini disesuaikan
dengan kebutuhan suatu entitas. Dalam modul Prinsip-Prinsip Manajemen
Aset/Barang Milik Daerah, manajemen aset mencakup rangkaian kegiatan dan
13
tindakan terhadap barang daerah yang meliputi, perencanaan kebutuhan dan
penganggaran, pengadaan, penerimaan penyimpanan dan penyaluran,
penggunaan, penatausahaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan,
penilaian, penghapusan, pemindah-tanganan, pembinaan pengawasan dan
pengendalian, pembiayaan dan, tuntutan ganti rugi.
2.2.2 Tujuan Manajemen Aset
Berdasarkan Hariyono, (2007), tujuan utama manajemen aset adalah
membantu suatu entitas dalam memenuhi tujuan penyediaan pelayanan secara
efektif dan efisien. Hal ini mencakup panduan pengadaan, penggunaan, dan
penghapusan aset, serta mengatur risiko dan biaya yang terkait selama siklus
hidup aset. Menurut Hariyono juga, agar efektif dalam prinsip dan teknik
manajemen aset sebagai aktivitas komprehensif, perlu dikaitakan dengan
beberapa faktor sebagai berikut:
1. Kebutuhan dari para pengguna aset,
2. Kebijakan dan peraturan perundangan,
3. Kerangka manajemen dan perencanaan organisasi,
4. Kelayakan teknis dan kelangsungan komersial,
5. Pengaruh eksternal/pasar (seperti komersial, teknologi, lingkungan, dan
industri), serta
6. Persaingan permintaan dari para stakeholder dan kebutuhan
merasionalisasikan operasi untuk memperbaiki pemberian pelayanan atau
untuk meningkatkan keefektifan biaya.
Sedangkan menurut Siregar (2002), ada tiga tujuan utama dari
manajemen aset yaitu efisiensi pemanfaatan dan pemilikan, terjaga nilai
ekonomis dan objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan,
penggunaan serta alih penguasaan.
1. Efisiensi pemanfaatan dan pemilikan
Pengelolaan yang baik, akan meningkatkan pemanfaatan aset sehingga
lebih optimal. Aset yang dikelola dapat digunakan sesuai dengan tugas
14
pokok dan fungsi (Tupoksi) dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien
sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
2. Terjaga nilai ekonomis dan potensi yang dimiliki
Nilai ekonomis suatu aset akan terjaga, apabila aset dikelola dengan baik.
Potensi yang dimiliki oleh aset akan memberikan keuntungan baik dari
segi pendapatan maupun dari pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
3. Objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan,
penggunaan serta alih penguasaan.
Pengelolaan aset yang baik, dapat membuat pengawasan lebih terarah
sehingga peruntukkan, penggunaan dan alih penguasaan aset akan tepat
sesuai dengan rencana. Selain itu pengawasan bertujuan membantu
pencapaian tujuan dari aset tersebut.
Dalam pencapaian tujuan manajemen aset, suatu entitas (organisasi)
selaku pengelola aset harus bertanggung jawab atas optimalisasi pengelolaan
aset negara/daerah. Hal tersebut ditujukkan agar pengelolaan aset dapat
mencapai kecocokan/kesesuaian sebaik mungkin antara aset dengan strategi
program penyediaan pelayanan efektif dan efisien.
2.2.3 Tahapan Kerja Manajemen Aset
Menurut Siregar (2004), suatu manajemen aset terdiri dari lima tahapan
kerja yang satu sama lainnya saling berkaitan. Tahapan kerja manajemen aset
meliputi: inventarisasi aset, legal audit, penilaian aset, optimalisasi aset dan
pengembangan SIMA (sistem informasi manajemen aset). Kelima tahapan
kerja ini saling berhubungan dan terintegrasi, sebagai berikut:
1. Inventarisasi Aset
Inventarisasi aset terdiri atas dua aspek yaitu inventarisasi fisik dan
yuridis/legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah,
jenis, alamat dan lain-lain. Sedangkan aspek yuridis adalah status
penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain-
lain. Proses kerja yang dilakukan adalah pendataan, kodifikasi/labeling,
15
pengelompokkan dan pembukuan/administrasi sesuai dengan tujuan
manajemen aset
2. Legal Audit
Legal audit merupakan suatu lingkup kerja manajemen aset yang berupa
inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan atau
pengalihan aset, identifikasi dan mencari solusi atas permasalahan legal
yang terkait dengan penguasaan ataupun pengalihan aset. Permasalahan
legal yang sering ditemui antara lain status hak penguasaan lemah, aset
dikuasai pihak lain, pemindahtanganan aset yang tidak terminator, dan
lain-lain.
3. Peniliaian Aset
Penilaian aset merupakan satu proses kerja untuk melakukan penilaian atas
aset yang dikuasai. Biasanya ini dikerjakan oleh konsultan penilaian yang
independen. Hasil dari nilai tersebut akan dapat dimanfaatkan untuk
mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan harga bagi
aset yang ingin dijual.
4. Optimalisasi Aset
Optimalisasi aset merupakan proses kerja dalam manjemen aset yang
bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai,
jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Dalam
tahap ini aset-aset yang dimiliki pemerintah diidentifikasi dan
dikelompokkan atas aset yang memiliki potensi dan tidak memiliki
potensi. Aset yang memiliki potensi dapat dikelompokkan berdasarkan
sektor-sektor unggulan yang menjadi tumpuan dalam strategi
pengembangan ekonomi nasional, baik jangka pendek, menengah maupun
jangka panjang. Tentunya kriteria untuk menentukan hal tersebut harus
terukur dan transparan. Sedangkan aset yang tidak dapat dioptimalkan,
harus dicari penyebabnya. Apakah faktor permasalahan legal, fisik, nilai
ekonomi yang rendah ataupun faktor lainnya. Hasil akhir dari tahapan ini
16
adalah rekomendasi yang berupa sasaran, strategi dan program untuk
mengoptimalkan aset yang dikuasai.
5. Pengawasan dan Pengendalian
Lingkup pengawasan dan pengendalian aset adalah pengawasan dan
pemanfaatan seluruh aset yang ada pada suatu perusahaan atau daerah.
Satu sarana yang efektif untuk meningkatkan aspek ini adalah
pengembangan SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset). Melalui SIMA
transparansi kerja dalam pengelolaan aset sangat terjamin tanpa perlu
adanya kekhawatiran akan pengawasan dan pengendalian yang lemah.
Sedangkan lingkup manajemen aset yang berdasarkan dalam Peraturan
Pemerintah No.6 Tahun 2006 tentang pengelolaan Barang Milik Negara
(BMN)/ Barang Milik Daerah (BMD) meliputi: perencanaan kebutuhan dan
penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan
pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan
dan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Untuk lebih jelasnya lingkup
pengelolaan aset dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006,
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
Perencanaan kebutuhan merupakan awal dari proses pengelolaan aset.
Tujuan dan fungsi dari suatu perusahaan merupakan hal yang mendasari
kegiatan perencanaan. Dalam kegiatan ini dirumuskan rincian kebutuhan
barang untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan
keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan
yang akan datang.
2. Pengadaan
Pengadaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip-
prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak
diskriminatif dan akuntabel. Pengaturan mengenai pengadaan tanah
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
17
3. Penggunaan
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam
mengelola dan menatausahakan barang milik daerah yang sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan.
4. Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang
tidak dipergunakan sesuai dengan TUPOKSI dalam bentuk sewa, pinjam
pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah
dengan tidak mengubah status kepemilikan.
5. Pengamanan dan Pemeliharaan
Pengamanan dimaksudkan agar pengelola barang, pengguna barang
dan/atau kuasa pengguna barang wajib melakukan pengamanan barang
milik negara/daerah yang berada dalam penguasaannya. Pengamanan
barang milik negara/daerah meliputi pengamanan administrasi,
pengamanan fisik, dan pengamanan hukum.
Sedangkan melalui pemeliharaan, diharapkan agar pengguna barang
dan/atau kuasa pengguna barang bertanggung jawab atas pemeliharaan
barang milik negara/daerah yang ada di bawah penguasaannya.
Pemeliharaan harus berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan
Barang (DKPB), serta biaya pemeliharaan barang milik daerah dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Daerah (APBD).
6. Penilaian
Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan
pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan
metode/teknik tertentu untuk memperoleh nilai barang milik
negara/daerah. Dalam kegiatan penilaian aset ini, metode penilaian yang
digunakan harus sesuai dengan pedoman dan peraturan perundang-
undangan yang terkait.
18
7. Penghapusan
Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik negara/daerah dari
daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang
berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna
barang dan/atau pengelola barang dari tanggung jawab administrasi dan
fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
8. Pemindahtanganan
Pemindah tanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik
negara/daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual,
dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah.
9. Penatausahaan
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan,
inventarisasi, dan pelaporan barang milik negara/daerah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
10. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
Dalam melakukan pembinaan, menteri keuangan menetapkan kebijakan
umum pengelolaan barang milik negara/daerah mencakup kebijakan teknis
dan melakukan pembinaan pengelolaan barang milik negara.
Dalam melaksanakan pengawasan dan pengedalian, pengguna barang
melakukan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan,
pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan
pengamanan barang milik daerah yang berada di bawah penguasaannya.
Pelaksanaan pemantauan dan penertiban sebagaimana untuk kantor/satuan
kerja dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang. Kuasa pengguna barang
dan pengguna barang dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk
melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban sesuai
ketentuan perundang-undangan.
19
2.3 Strategi Manajemen Aset
Strategi manajemen aset yang berpadangan ke depan (forwardlooking)
sangat diperlukan. Proses perencanaan hendaknya menyesuaikan prospektif
permintaan aset dengan profil penawaran aset saat ini untuk mengembangkan
strategi aset. Proses pengembangan strategi aset berdasarkan Hariyono (2007)
terdiri dari 4 tahap pendekatan:
1. Menentukan kebutuhan aset dengan mengacu pada pelayanan/jasa yang akan
diberikan;
2. Mengevaluasi aset yang ada (existing asset) dalam hal kapasitas untuk
mendukung penyediaan pelayanan;
3. Melakukan analisis kesenjangan (gap analysis) antara aset yang ada dengan
aset yang dibutuhkan; dan
4. Menyusun strategi aset yang berisikan rencana pengadaan, operasi,
pemeliharaan, dan penghapusan.
Berikut dijelaskan secara terperinci dari setiap tahapan:
1. Menentukan Kebutuhan Aset
Perencanaan kebutuhan akan aset di suatu perusahaan merupakan salah satu
tahap dalam penyusunan rencana strategis perusahaan. Dengan menyertakan
perencanaan kebutuhan aset, implikasi jangka panjang dari pengambilan
keputusan pada tingkat corporate terhadap aset dapat diidentifikasi. Alasan
utama untuk mengadakan, mengoperasikan, dan memelihara aset bagi entitas
sektor publik adalah untuk mendukung penyediaan pelayanan. Menurut
Hariyono (2007), untuk memastikan terwujudnya penyediaan pelayanan aset
yang baik, sebagai langkah pertama, organisasi harus
menyusun/mengembangkan strategi penyediaan pelayanan yang dapat:
a. menjelaskan ruang lingkup, standar, dan tingkat pelayanan yang akan
diberikan;
b. menilai metode pemberian pelayanan tersebut;
c. mengidentifikasi sumber daya, termasuk aset, yang dibutuhkan untuk
menyediakan pelayanan.
d. menentukan, apabila mungkin, metode pencatatan permintaan pelayanan.
20
Dengan mendefinisikan pelayanan yang akan diberikan, maka pelayanan yang
memerlukan dukungan aset dapat diidentifikasi sehingga perencanaan akan
kebutuhan aset dapat dibuat.
2. Mengevaluasi Aset yang Telah Ada
Dalam mengelola aset, hal penting yang harus dilakukan yaitu evaluasi aset.
Menurut Hariyono (2007), evaluasi atas aset adalah untuk menentukan apakah
kinerja aset-aset tersebut memadai untuk mendukung strategi penyediaan
pelayanan yang telah dilakukan. Berdasarkan modul Prinsip dan Teknik
Manajemen Kekayaan Negara, untuk mengevaluasi aset-aset negara yang
perlu dilakukan salah satunya yaitu mengevaluasi kinerja aset. Dalam
melakukan evaluasi terhadap kinerja suatu aset, maka suatu entitas harus
melaksanakan evaluasi kinerja aset secara rutin. Hal tersebut dimaksudkan
agar suatu entitas dapat mengetahui apakah kinerja aset-aset yang dimilikinya
atau dikelolanya dilakukan secara optimal atau tidak dalam mendukung
penyediaan pelayanan yang sesuai dengan tujuan.
Seluruh aset yang saat ini sedang digunakan untuk memberikan pelayanan
perlu diidentifikasi dan dibuatkan suatu daftar (register). Selain itu, seberapa
efektif aset-aset tersebut mendukung kebutuhan pelayanan juga harus
ditentukan. Hariyono (2007), mengungkapkan bahwa ukuran yang digunakan
untuk mengevaluasi kinerja aset tersebut sudah optimal atau belum, yaitu
dapat ditinjau dari kondisi fisik aset, pemanfaatan (utilisation) aset,
fungsionalitas aset dan kinerja finansial aset.
3. Membandingkan antara Permintaan dan Penawaran
Berdasarkan Hariyono (2007), perencanaan pada tingkat strategis akan
memberikan perbandingan antara aset yang dibutuhkan untuk penyediaan
pelayanan dan aset yang saat ini tersedia dan/atau sedang dilakukan
pengadaan. Dalam hal ini organisasi harus mampu mengidentifikasi:
a. Aset yang ada yang masih diperlukan dan masih mampu mendukung
penyediaan pelayanan;
21
b. Aset yang ada yang masih dibutuhkan tetapi berada di bawah standar dan
memerlukan perbaikan guna memenuhi kebutuhan penyediaan pelayanan;
c. Aset yang berlebih untuk penyediaan pelayanan dan dapat dihapuskan; dan
d. Aset yang harus dihapuskan untuk memenuhi kebutuhan penyediaan
pelayanan.
4. Menyusun Strategi Manajemen Aset
Dengan melakukan evaluasi atas biaya siklus hidup, manfaat, dan risiko yang
terkait dengan masingmasing alternatif, strategi dari manajemen aset akan
mengidentifikasi pendekatan yang paling memadai untuk memenuhi
kebutuhan pemberian pelayanan. Berdasarkan Hariyono (2007), beberapa
perencanaan yang didasarkan dari strategi manajemen aset diantaranya adalah:
a. Rencana pengadaan, menjelaskan aset yang dibutuhkan atau diganti dalam
periode perencanaan dan yang menyusun sumber dan biaya pendanaan
untuk pengadaan.
b. Rencana operasional menjelaskan kebijakan penggunaan aset yang telah
ada dan mungkin mencakup beberapa hal seperti jam operasi, pemakaian,
keamanan, manajemen energi dan pembersihan.
c. Rencana pemeliharaan menyusun standar atas aset yang akan dipelihara,
bagaimana standar akan dicapai, dan bagaimana pelayanan pemeliharaan
akan diberikan.
d. Rencana penghapusan akan menjelaskan seluruh aset yang akan
dihapuskan dalam periode perencanaan, metode penghapusan yang dipilih
dan hasil yang diharapkan dari peghapusan.
2.4 Siklus Manajemen Aset
Seperti halnya siklus hidup aset, dalam kegiatan manajemen aset terdapat
siklus manajemen aset. Namun berbeda dengan siklus hidup aset, kegiatan
perencanaan aset dalam siklus manajemen aset menjadi salah satu tahapan utama
demi terciptanya efektivitas manajemen aset. Berdasarkan Hariyono (2007), siklus
manajemen aset diantaranya adalah:
22
2.4.1 Perencanaan Aset
Perencanaan aset merupakan hal yang fundamental bagi manajemen
yang efektif atas bisnis yang ditekuni suatu entitas, yang juga merupakan fase
pertama dalam siklus hidup aset. Kesesuaian antara kebutuhan aset dari suatu
entitas dengan strategi penyediaan pelayanan entitas semestinya menghasilkan
aset dengan kapasitas dan kinerja yang diperlukan. Perencanaan aset juga
memberi arah pada tindakan-tindakan khusus seperti membeli aset baru yang
diperlukan (pengadaan), menjual aset yang berlebih, dan mengoperasikan dan
memelihara aset secara efektif. Berdasarkan Hariyono (2007), operasional
asaet adalah Kegiatan yang merumuskan secara rinci mengenai kebutuhan
suatu aset, operasional aset, waktu penggunaan, strategi pengembangan,
risiko dan pendanaan aset, yang mungkin akan terjadi sehingga menghasilkan
aset dengan kapasitas dan performance yang diharapkan. Adapun beberapa hal
yang harus dilakukan dalam kegiatan perencanaan diantaranya adalah:
1. Menentukan Kebutuhan Aset
Keputusan manajemen aset yang menyangkut pengadaan, penggunaan,
dan penghapusan aset dibuat dalam suatu kerangka perencanaan pelayanan
dan finansial yang terintegrasi dan dalam konteks kebijakan dan prioritas
alokasi seluruh sumber daya pemerintah. Kebutuhan akan suatu aset secara
langsung berhubungan dengan ketentuan pelayanan. Perencanaan aset
meliputi penilaian terhadap aset yang telah ada dan perencanaan
pengadaan dibandingkan dengan kebutuhan penyediaan pelayanan. Dalam
proses pengadaan aset, proposal pengadaan aset baru harus dijustifikasi
melalui evaluasi seluruh alternatif penyediaan pelayanan.
Semua entitas bertanggung jawab untuk mengembangkan strategi
penyediaan pelayanan dalam konteks rencana dan tujuan organisasi
mereka masingmasing. Strategi tersebut didasarkan pada analisis
kebutuhan dan review bagaimana pelayanan yang sekarang ini diberikan.
Opsi atau alternatif pelayanan perlu dievaluasi dari segi finansial,
ekonomi, sosial, dan lingkungan.
23
2. Mengevaluasi Aset yang Ada
Evaluasi atas aset yang telah ada adalah untuk menentukan apakah kinerja
aset tersebut memadai untuk mendukung strategi penyediaan pelayanan
yang telah ditentukan. Evaluasi program pelayanan mencakup evaluasi
atas kinerja aset. Kinerja aset ditinjau ulang (review) secara rutin dengan
pembanding praktik terbaik (best practice) untuk mengidentifikasi aset
yang kinerjanya buruk, atau membutuhkan biaya terlalu tinggi untuk
dimiliki atau dioperasikan. Review ini juga memungkinkan dilakukannya
alih investasi dalam aset. Evaluasi hendaknya dapat menemukan aset yang
memiliki kapasitas berlebih, atau melebihi kebutuhan.
Aset yang dipelihara secara tidak memadai dapat menimbulkan potensi
risiko keamanan atau kesehatan, mengganggu pelayanan utama, atau
menimbulkan pengeluaran tak terduga untuk perbaikan kerusakan.
3. Menyesuaikan/Menyelaraskan Aset dengan Penyediaan Pelayanan
Salah satu hal penting dalam perencanaan aset adalah penyesuaian antara
aset yang akan direncanakan dengan program penyediaan pelayanan suatu
organisasi. Kegiatan ini dapat mendorong penentuan biaya dari
penyediaan pelayanan. Proses ini juga dapat membandingkan antara aset
yang dibutuhkan dengan aset yang sedang digunakan dalam kegiatan
pelayanan.
4. Mengembangkan Strategi Aset
Untuk mengembangkan sistem dan proses guna mendukung penyusunan
strategi aset lima tahun kedepan yang meliputi pengadaan, pemeliharaan,
perbaikan, alokasi, dan penghapusan, secara bersamaan menggunakan
penyertaan modal dan biaya operasi. Suatu pendekatan terintegrasi
terhadap perencanaan dan manajemen aset akan memungkinkan entitas
untuk memberikan pelayanan berbasis aset yang berkualitas secara efisien
dan efektif.
24
2.4. 2 Pengadaan Aset
Dalam siklus hidup aset, pengadaan merupakan tahap selanjutnya setelah
tahap perencanaan. Bentuk/jenis aset yang dimiliki oleh suatu entitas adalah:
a. Tanah, (baik yang dikembangkan maupun tidak dikembangkan);
b. Bangunan dan semua pekerjaan yang terkait dengannya, dan konstruksi
publik lainnya (yakni aset-aset yang dibangun);
c. Aset-aset lainnya, termasuk peralatan/barang modal (yakni seperti aset-
aset yang tercatat dalam daftar aset, tanpa memandang dari mana sumber
pendanaannya).
Berdasarkan Hariyono (2007), Pengadaan aset adalah kegiatan
mendapatkan aset berdasarkan spesifikasi dan peruntukan aset tersebut yang
di dalamnya ditentukan mengenai, metode pengadaan, penjadwalan dan
pendanaan (sumber dana). Sebelum pengadaan, proses perencanaan
mengidentifikasi kesenjangan antara aset-aset yang telah ada (existing asset)
dan aset-aset yang dibutuhkan untuk menyediakan pelayanan. Kegiatan
perencanaan juga mengidentifikasi aset-aset yang memerlukan penggantian,
pembaharuan atau perbaikan untuk memenuhi kebutuhan penyediaan
pelayanan. Kebutuhan aset baru selama periode perencanaan akan
dipertimbangkan kembali dengan pertimbangan atas alternatif-alternatif
kepemilikan aset. Begitu dilakukan, maka biaya modal, sebagai bagian dari
strategi aset, dapat dialihkan ke dalam estimasi anggaran pengeluaran dan
operasi.
Suatu aset diperlukan untuk penyediaan pelayanan, namun bisa saja
suatu organisasi/entitas tidak perlu memiliki aset tersebut. Penggunaan sektor
privat untuk penyediaan pelayanan adalah salah satu alat yang mana dengan
itu risiko kepemilikan dapat dialihkan. Desain ulang (redesign) terhadap
strategi penyediaan pelayanan juga dapat mengeliminasi atau mengurangi
kebutuhan atas aset. Pilihan utama dalam pemerintah umum adalah apakah
menyewa (lease) atau membeli aset. Leasing memberikan pilihan antara
operating lease dan finance lease.
25
Pilihan terakhir secara substansial mengalihkan risiko dan manfaat
kepemilikan ke organisasi/entitas, dan memberikan fleksibilitas yang lebih
besar. Proses dan pertimbangan di atas harus didokumentasikan dalam rencana
pengadaan, sebagai bagian dari kerangka akuntabilitas.
2.4.2.1 Rencana Pengadaan
Praktik yang lebih baik untuk pengadaan besar adalah menyusun
suatu proses pengadaan aset yang memperinci keputusan pengadaan,
target waktu, target biaya yang dipenuhi, dan sejenisnya. Rencana
pengadaan disusun selama fase perencanaan dan sebelum dilakukan
pengadaan aset. Menurut Hariyono 2007), rencana pengadaan sekurang-
kurangnya harus menyebutkan:
a. Kebutuhan penyediaan pelayanan termasuk strategi dan standar
pelayanan;
b. Solusi-solusi nonaset yang dipertimbangkan termasuk pemanfaatan
aset-aset yang telah ada (existing asset);
c. Analisis terhadap metode pengadaan, pegawai yang terlibat dengan
pengadaan dan tanggung jawab mereka;
d. Kerangka waktu untuk proses pengadaan; dan
e. Penjadwalan (timing) dan jumlah pengeluaran modal.
2.4.2.2 Metode Pengadaan
Setelah kebutuhan aset ditentukan, maka ada tiga pilihan dasar
dalam pengadaan aset yaitu membeli, membangun, atau menyewa. Khusus
untuk proyek infrastruktur dan konstruksi besar mencakup build, transfer,
operate (BTO) dan build, operate, transfer (BOT).
Bangun Guna Serah (BOT) adalah pemanfaatan tanah milik
pemerintah pusat/daerah oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan
atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain
tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati untuk
selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan atau sarana
26
berikut fasilitasnya kepada pengelola barang setelah berakhirnya jangka
waktu. Bangun Serah Guna (BTO) adalah pemanfaatan tanah milik
pemerintah pusat/daerah oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan
atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya
diserahkan kepada Pengelola Barang untuk kemudian didayagunakan oleh
pihak lain tersebut selama jangka waktu tertentu yang disepakati.
2.4.3 Pengoperasian dan Pemeliharaan
Organisasi harus menyusun mekanisme akuntabilitas yang efektif yang
memastikan penggunaan dan pemeliharaan berkelanjutan atas aset masih relevan
dengan kebutuhan penyediaan pelayanan dan standar pelayanan seperti yang
dijelaskan di dalam rencana pengadaan. Perbaikan dalam sektor publik telah
diarahkan pada penyusunan akuntabilitas, pada tingkat program penyediaan
pelayanan. Dalam hal ini, manajer program bertanggung jawab atas input dan
hasil yang bisa dikendalikan dari masing-masing program.
Untuk memastikan penggunaan aset yang efektif, seorang manajer harus
bertanggung jawab terhadap biaya dari penggunaan aset dalam program
penyediaan pelayanan dan kinerja aset tersebut dalam pencapaian tujuan program
penyediaan pelayanan. Dalam hal ini juga manajer harus mencari mekanisme
penyusunan akuntabilitas finansial dan kinerja aset. Selain itu juga harus
memberikan panduan untuk implementasi penilaian kondisi dan pemantauan
kinerja yang memadai.
1. Kinerja Aset
Entitas harus menyusun dan memelihara proses manajemen secara rutin
memantau dan menilai aset-aset yang berada di bawah kendali mereka.
Melindungi potensi pemberian pelayanan dan mengarahkan perhatian pada
kesehatan dan keselamatan merupakan prioritas pada waktu pembuatan
keputusan tentang penggunaan dan pemeliharaan aset kegiatan evaliasi
mengenai kinerja aset sangat penting guna meyakinkan bahwa hasil
(outcomes) yang diharapkan telah tercapai.
27
Hasil dari berbagai penentuan kinerja aset perlu dilaporkan kepada
manajemen untuk:
a. Mengidentifikasi berbagai tindakan yang akan diambil; dan
b. Memenuhi ketentuan pelaporan pemerintah.
Terdapat beberapa ukuran yang digunakan untuk menentukan kinerja
aset, yaitu kondisi fisik aset, pemanfaatan aset, fungsionalitas aset, dan kinerja
finansial aset yang diuraikan sebagai berikut.
a. Kondisi fisik
Menurut Hariyono (2007), suatu aset harus dapat digunakan secara aman
dan efektif. Hal ini berarti agar tetap berada dalam kondisi yang memadai
untuk digunakan sesuai dengan tujuan, maka aset perlu dipelihara. Apabila
aset tersebut tidak mengalami masalah, maka kemampuan aset untuk
memberikan pelayanan akan sesuai dengan standar yang diisyaratkan.
Maka dalam melakukan evaluasi terhadap kondisi fisik suatu aset, kinerja
pemeliharaan suatu aset haruslah diperhatikan.
b. Pemanfaatan (utilisation)
Untuk menilai pemanfaatan, hal yang perlu ditetapkan pertama kali adalah
kriteria pelayanan dan pembandingnya, serta jenis aset yang sedang
dipertimbangkan. Menurut Hariyono, (2007) kriteria tadi hendaknya
memperhatikan:
a. Nilai dari unit potensi manfaat/pelayanan aset yang sedang digunakan
relatif terhadap unit manfaat/pelayanan yang sekarang diberikan
b. Ukuran fisik dari kapasitas aset relatif terhadap unit manfaat/pelayanan
yang sedang diberikan.
c. Penggunaan suatu aset relatif terhadap ketersediaan optimal dari jenis
aset tersebut.
c. Fungsionalitas
Fungsionalitas suatu aset hendaknya ditinjau secara rutin untuk
mengidentifikasi pengaruh signifikan kinerja aset terhadap pelayanan. Hal
ini memungkinkan adanya perubahan berkala yang dibuat untuk
28
memperbaiki pemberian pelayanan dan standar fungsional. Untuk
memantau dan menilai fungsionalitas, entitas harus menenentukan:
1) Peranan yang dimainkan aset,
2) pencapaian hasil dari pemberian pelayanan, dan
3) Karakter fungsional yang diisyaratkan dari suatu aset untuk
mendukung aktivitas tertentu.
d. Kinerja keuangan (financial)
Kinerja keuangan dari suatu aset harus dievaluasi untuk menentukan
apakah aset tersebut dapat memberikan pelayanan yang sehat secara
ekonomis atau tidak. Untuk melakukan hal tersebut, suatu entitas perlu
memantau dan menilai hal-hal berikut:
a.Beban operasi (operating expenses)
b. Arus kas saat ini dan proyeksinya, termasuk pengeluaran modal
(capital expenditures).
2.4.4 Penghapusan Aset
Salah satu tahap pengelolaan aset menurut Peraturan Pemerintah No.6/2006
yaitu penghapusan aset. Dalam suatu pengelolaan aset, kegiatan penghapusan
tidak dapat ditangguhkan. Beberapa akibat dari kurang diperhatikannya kegiatan
penghapusan diantaranya:
a. Menambah beban/kerugian dalam pemeliharaan, perawatan, penyimpanan dan
pengamanannya.
b. Membebani gudang/ruangan penyimpanan dengan tumpukan barang rusak,
tak terpakai dan kadaluarsa, dan membebani lingkungan dengan polusi.
c. Merusak lingkungan hidup atau lingkungan kerja.
d. Membebani terus dalam penatausahaannya, dan sebagainya.
Menurut Hariyono (2007), Penghapusan adalah kegiatan yang merubah
bentuk kepemilikan atas suatu aset yang dimiliki berdasarkan umur aset, kinerja
aset dan bentuk penghapusan dengan mempertimbangkan potensi risiko yang
timbul dari metode yang digunakan. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
29
Nomor 96/PMK.06/2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan,
Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara,
penghapusan didasarkan kepada keputusan dari pejabat yang berwewenang untuk
menghapus barang dari inventaris (Buku Inventaris) dengan tujuan membebaskan
staf pengurus barang terhadap barang yang berada dibawah pengurusannya dan
penguasaannya sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku dari
pertanggung jawaban administrasi barang, dan pertanggung jawaban fisik barang.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penghapusan adalah suatu
Kegiatan melepaskan aset baik secara fisik maupun pencatatan administrasi
berdasarkan kondisi fisik, umur aset dan kinerja finansial dengan
mempertimbangkan risiko yang timbul dan bentuk penghapusan yang digunakan.
Kegiatan penghapusan ini akan membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna
barang dan/atau pengelola barang dari tanggung jawab administrasi dan tanggung
jawab fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. Berdasarkan KD
Telkom No. 35 tahun 2009, penghapusan fisik adalah kegiatan pelepasan aset
secara fisik sesuai dengan aturan/prosedur, berdasarkan kondisi fisik,
fungsionalitas, pemanfaatan, dan kinerja finansial. Sedangkan penghapusan
administrasi adalah kegiatan pelepasan aset secara administratif dikarenakan
hilang/tidak ditemukannya aset secara fisik baik desebabkan oleh kelalaian
administrasi, kelalaian pengguna barang maupun diluar kelalaian pengguna
barang, dan force majeure lainnya.
2.4.4.1 Dasar Pertimbangan Penghapusan
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007,
penghapusan barang/aset dilakukan berdasarkan pertimbangan atas alasan-
alasan sebagai berikut:
1. Barang bergerak
Barang bergerak dapat dipertimbangkan untuk disarankan/diusulkan
penghapusannya berdasarkan pertimbangan teknis, pertimbangan ekonomis
dan pertimbangan karena hilang/kekurangan sebagai berikut:
a. Pertimbangan teknis, antara lain:
30
1) Secara fisik barang tidak dapat dipergunakan karena rusak berat,
dan tidak ekonomis bila diperbaiki.
2) Secara teknis tidak dapat digunakan lagi akibat modernisasi.
3) Telah melampaui batas waktu kegunaannya/kadaluarsa
4) Karena penggunaan biasa mengalami perubahan dalam spesifikasi
seperti terkikis, aus dan lain-lain.
5) Selisih dalam timbangan/ukuran disebabkan penggunaan/susut
dalam penyimpanan/pengangkutan.
b. Pertimbangan ekonomis, antara lain:
a. Karena berlebih (surplus, ekses)
b. Secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah apabila
dihapus karena biaya operasional dan pemeliharaannya lebih besar
dari manfaat yang diperoleh.
c. Karena hilang/kekurangan Penyimpan atau kerugian yang disebabkan:
1) Kesalahan atau kelalaian penyimpan dan/atau pengurus barang.
2) Diluar kesalahan/kelalaian penyimpan dan/atau pengurus barang
3) Mati, bagi tanaman atau ternak/hewan.
4) Karena kecelakaan atau alasan tidak terduga (force majeure).
2. Untuk barang yang tak bergerak
Barang yang tak bergerak dapat atau perlu dipertimbangkan untuk
diusulkan penghapusannya atas pertimbangan sebagai berikut:
a. Rusak berat; terkena bencana alam, force majeure atau idle (tak
digunakan lagi).
b. Tidak dapat digunakan secara optimal (idle)
c. Terkena program planologi kota.
d. Kebutuhan organisasi karena perkembangan tugas.
e. Penyatuan lokasi dalam rangka efisiensi dan memudahkan koordinasi.
f. Pertimbangan dalam rangka pelaksanan rencana strategis Hankam.
31
2.4.4.2 Pelaksanaan Penghapusan
Barang yang akan dihapuskan adalah barang hasil evaluasi aset yang
telah di review secara teratur. Setelah diuji, dan diketahui aset yang memiliki
penurunan kualitas baik dari segi kinerja dan umur ekonomis, maka
selanjutnya dilakukan kegiatan penghapusan.
Pelaksanaan penghapusan barang milik daerah ini terlaksana merupakan
tindak lanjut dari:
1. Pemindahtanganan/dalam rangka menjalankan putusan pengadilan yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap.
2. Penghapusan itu sendiri seperti: penjualan, tukar-menukar, hibah, dan
penyertaan modal pemerintah daerah.
3. Dengan tindak lanjut pemusnahan yang dilakukan apabila barang milik
daerah tersebut;
a. Tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan tidak dapat
dipindahtangankan, atau
b. Alasan lain sesuai ketentuan perundang-undangan
4. Hilang, kecurian, terbakar, banjir, gempa, post-majeura lainnya, susut,
menguap, mencair.
2.4.4.3 Metode Penghapusan
Kegiatan penghapusan aset yang dilakukan oleh tiap entitas memiliki
metode yang berbeda-beda. Hal ini didasarkan pada beberapa hal seperti
kondisi, umur, dan jenis aset. Menurut Hariyono (2007), metode penghapusan
yang utama diantaranya penjualan melalui lelang atau tender terbuka, menjual
ke swasta, tukar tambah, dan penghapusan dari catatan. Berdasarkan modul
Pemindah-Tanganan dan Penghapusan Aset/Barang Milik Daerah, bentuk
penghapusan yang dapat dilakukan adalah penjualan, pelelangan,
disumbangkan/dihibahkan, penyertaan modal atau guna susun dan
dimusnahkan.
32
Dari beberapa teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa metode
penghapusan yang dapat dilakukan oleh suatu entitas diantaranya adalah
penjualan, lelang, hibah, dan penyertaan modal pemerintah.
Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan mengenai bentuk penghapusan,
sebagai berikut:
1. Penjualan
Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara kepada
pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
2. Lelang
Menurut Richard L. Hirshberg dalam Hermanto (2007), Lelang (auction)
merupakan penjualan umum dari properti bagi penawar yang tertinggi,
dimana pejabat lelang bertindak terutama sebagai perantara dari penjual.
3. Hibah
Hibah adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara dari
Pemerintah pusat kepada Pemerintah daerah atau kepada pihak lain tanpa
memperoleh penggantian.
4. Penyertaan Modal Pemerintah
Penyertaan Modal Pemerintah adalah pengalihan kepemilikan Barang
Milik Negara yang semula merupakan kekayaan negara yang tidak
dipisahkan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan untuk
diperhitungkan sebagai modal/saham negara pada Badan Usaha Milik
negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau Badan Hukum
lainnya yang dimiliki oleh negara/daerah.
5. Pemusnahan
Pemusnahan adalah kegiatan menghilangkan suatu barang karena alasan
barang tersebut sudah tidak memiliki nilai ekonomis dan dengan alasan
tertentu. Penghapusan barang milk daerah dengan tindak lanjut
pemusnahan dilakukan apabila barang milik daerah dimaksud:
33
a. Tidak dapat digunakan atau tidak dapat dimanfaatkan lagi dan tidak
dapat dipindah tangankan, atau
b. Alasan lain sesuai ketentuan perundang-undangan.
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Subyek
Populasi yang akan diteliti dalam studi kasus ini adalah para pegawai bagian
Manajemen Aset di divisi Infratel dan para operator penghapusan aset.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam studi kasus ini adalah metode
penelitian deskriptif. Menurut Sugiama (2008), metode deskriptif adalah upaya
peneliti untuk menjabarkan dan menggambarkan berbagai karakteristik dari
variabel yang dikaji berkaitan dengan situasi dan kondisi ketika penelitian itu
berlangsung. Sedangkan menurut Nazir (2003), metode deskriptif adalah suatu
metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu
sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Salah satu
metode dari penelitian deskriptif yaitu dengan melakukan penelitian studi kasus.
Penelitian studi kasus yaitu penelitian yang dilakukan terhadap suatu fase spesifik
atau khas dari seluruh keadaan atas subyek maupun obyek tertentu (Sugiama,
2008).
Metode penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat sebuah gambaran
mengenai fakta-fakta, sifat, serta hubungan antarfenomena yang sedang di teliti
secara sistematis. Metode ini cocok digunakan karena data diperoleh berdasarkan
penelitian melalui observasi dan studi dokumentasi terhadap objek penelitian yang
kemudian akan dilihat bagaimana kinerja pengelolaan aset tetap di divisi Infratel
PT Telkom.
3.3 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah tata urutan dalam mengerjakan sesuatu secara
sistematis agar pengerjaan penelitian dapat lebih teratur sehingga mendapatkan
hasil yang optimal. Prosedur dalam penelitian ini mengacu pada Sekaran (2006).
Adapun langkah-langkah dalam penelitian studi kasus ini, yaitu sebagai berikut:
35
1. Pengamatan
Langkah awal yang dilakukan peneliti dalam melakukan penelitian studi
kasus ini adalah dengan melakukan pengamatan. Pengamatan dilakukan
pada saat peneliti melakukan Kerja Praktik (KP) di divisi Infratel PT
Telkom. Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati pengelolaan aset di
divisi Infratel sehingga ditemukan fenomena perusahaan yang bisa di angkat
ke dalam studi kasus.
2. Pengumpulan Data Awal
Setelah pengamatan, tahap selanjutnya adalah melakukan pengumpulan data
awal. Data awal dikumpulkan melalui wawancara tidak terstruktur kepada
pengelola aset di divisi Infratel PT Telkom sebagai bahan peneliti untuk
mendefinisikan masalah. Setelah data awal terkumpul, maka akan diketahui
masalah yang terjadi dalam proses pengelolaan aset tetap divisi Infratel PT
Telkom.
3. Definisi Masalah
Setelah dilakukan pengumpulan data, dapat didefinisikan masalah yang ada
dalam kegiatan pengelolaan aset divisi Infratel PT Telkom. Masalah yang
muncul dalam pengelolaan aset divisi Infratel adalah mengenai penghapusan
aset tetap divisi Infratel PT Telkom. Selanjutnya peneliti mempersempit
penelitian kedalam dua permasalahan. Pertama mengenai proses
pengelolaan aset tetap dan yang kedua mengenai kinerja penghapusan aset
tetap di divisi Infratel PT Telkom.
4. Kerangka Teoritis
Setelah masalah didentifikasi, lalu dibuat kerangka teoritis. Dalam kerangka
teoritis, yang menjadi variabel penelitian yaitu penghapusan yang kemudian
diuraikan ke dalam beberapa sub-variabel sehingga didapat indikator-
indikator yang akan dijadikan bahan uji dalam penelitian. Adapun sub
variabel dalam kegiatan pengelolaan ini adalah perencanaan, pengadaan,
operasi dan pemeliharaan, serta penghapusan. Untuk lebih jelasnya
36
mengenai variabel, sub variabel dan indikator dalam penelitian ini dapat
dilihat pada bahasan mengenai operasionalisasi variabel.
5. Desain Penelitian Ilmiah
Desain ilmiah adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan
pelaksanaan penelitian, (Nazir, 2003). Dalam desain penelitian penulis
menentukan tujuan penelitian, metode penelitian, populasi dan sampel,
waktu pengukuran, serta metode pengumpulan data dan analisis data. Tujuan
penelitian yang didasarkan pada masalah, yaitu mengidentifikasi proses
pengelolaan aset tetap di divisi Infratel PT Telkom saat ini dan
mengidentifikasi kinerja pengelolaan aset yang diharapkan oleh pengelola
aset di divisi Infratel PT Telkom. Metode yang digunakan dalam penelitian
studi kasus ini adalah metode penelitian deskriptif. Unit responden dalam
penelitian ini adalah pengelola aset, pengadaan aset dan operator
pengelolaan aset. Sedangkan yang menjadi unit analisis adalah aset divisi
Infratel itu sendiri. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert.
Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang
atau kelompok tentang fenomena sosial. Skala Likert diukur dari tingkat
sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, dan sangat setuju untuk
mengukur persepsi karyawan bagian divisi Infratel terhadap kinerja
pengelolaan aset tetap.
6. Pengumpulan, Analisis dan Interpretasi Data
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui data primer dan data sekunder.
Data primer didapatkan dari hasil observasi terhadap objek yang di teliti,
wawancara, serta pembagian angket kepada pengelola aset dan pengadaan
aset PT Telkom. Sedangkan data sekunder didapatkan dari modul kerja
pengelolaan aset divisi Infratel PT Telkom, jurnal penelitian, browsing
internet dan studi literatur mengenai pengelolaan aset. Setelah data
terkumpul, maka data di analisis dengan analisis deskriptif untuk selanjutnya
diinterpretasikan data hasil analisis tersebut.
37
7. Deduksi
Selanjutnya peneliti membuat sebuah deduksi (kesimpulan) dari hasil
analisis data. Apabila dari hasil analisis dan interpretasi data masalah
penelitian dapat terjawab, penelitian dapat dilanjutkan ke penulisan laporan
penelitan. Sebaliknya, apabila setelah dilakukan analisis dan interpretasi
masalah penelitian tidak dapat terselesaikan, maka perlu dicari penyebab
mengapa data tersebut tidak bisa menjawab masalah penelitan dan kegiatan
penelitian diulang kembali ke langkah sebelumnya.
8. Penulisan Laporan
Setelah didapatkan kesimpulan dari penelitian, maka dilanjutkan dengan
penulisan laporan penelitian studi kasus.
9. Presentasi Laporan
Kemudian setelah laporan penelitian studi kasus selesai dibuat, akan
dilakukan presentasi laporan.
10. Pengambilan Keputusan Manajerial
Apabila laporan disetujui oleh pihak pengelola aset divisi Infratel PT
Telkom, maka dilakukan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
manajer aset atau pengelola aset divisi Infratel PT Telkom.
Untuk lebih jelas, mengenai prosedur dari penelitian studi kasus ini dapat
dilihat pada gambar 3.1 sebagai berikut:
38
9PENULISAN LAPORAN
10PRESENTASI LAPORAN
11PENGAMBILAN KEPUTUSAN
1 PENGAMATAN
2PENGUMPULAN DATA AWAL
3 DEFINISI MASALAH
4KERANGKA TEORITIS
5DESAIN PENELITIAN ILMIAH
6PENGUMPULAN, ANALISIS, DAN INTERPRETASI DATA
8KEPU
TUSAN
7DEDUKSI
TIDAK
Sumber: Adaptasi dari Sekaran, Research methods For Bussiness.2006
Gambar 3.1
Prosedur Penelitian
39
3.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan upaya pencarian informasi tentang
permasalahan tertentu. Pengumpulan data dapat bervariasi dimulai dari
pengamatan yang sederhana di suatu lokasi sampai suatu survey besar-besaran
mengenai perusahaan-perusahaan multinasional. Pengumpulan data adalah
prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan
(Nazir, 2003). Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah dengan cara mengumpulkan data-data primer yang didapat melalui
observasi, wawancara, dan penyebaran kuisioner serta data sekunder dari buku-
buku dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penelitian.
1. Data Primer
Data Primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari
individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara atau hasil pengisian
kuisioner yang biasa dilakukan oleh peneliti, (Umar, 2004). Menurut Sugiama
(2008), data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui
survey, observasi, atau dengan eksperimen. Data primer merupakan sumber
asli yang dikumpulkan secara khusus untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Berikut beberapa teknik pengambilan data primer, diantaranya:
a. Observasi
Observasi adalah proses sistematis dalam merekam perilaku manusia,
suatu objek, dan kejadian-kejadian tanpa mengajukan pertanyaan pada
subjek atau pada mereka yang diobservasi, (Sugiama, 2008). Dengan
melakukan observasi, penulis dapat melakukan scanning terhadap kondisi
kegiatan penghapusan aset tetap di divisi Infratel PT Telkom. Observasi
dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap data-data dari aset
yang belum dapat dihapuskan. Dari hasil observasi yang dilakukan,
diperoleh informasi mengenai status aset tetap yang belum dapat
dihapuskan.
40
b. Wawancara
Wawancara (Interview) adalah proses interaksi antara pewawancara dan
responden, (Nazir, 2003). Wawancara dilakukan dengan manajer aset
divisi Infratel dan beberapa karyawan yang bertugas dalam pengelolaan
aset terutama dalam hal penghapusan divisi infratel PT Telkom. Tujuan
dari kegiatan wawancara ini adalah mencari informasi lebih dalam
mengenai kegiatan penghapusan aset tetap di divisi Infratel PT Telkom.
c. Angket
Menurut Sugiama (2008), Angket merupakan serangkaian pertanyaan
tertulis yang kemudian disampaikan kepada sejumlah responden. Dalam
pencarian data melalui angket ini, sebelumnya ditentukan terlebih dahulu
yang akan menjadi responden. Angket yang digunakan ditujukan kepada
para pegawai divisi Infratel PT Telkom, khususnya yang berhubungan
dengan kegiatan pengelolaan aset. Pengisian angket ini bertujuan untuk
mengetahui kinerja penghapusan aset tetap di divisi Infratel PT Telkom.
2. Data Sekunder
Data sekunder menurut Sugiama (2008) adalah data yang dikumpulkan dari
pihak lain yang mana data tersebut dijadikan peneliti sebagai sarana untuk
kepentingan peneliti sendiri. Sementara itu menurut Umar, (2004) data
sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan
baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam
bentuk tabel-tabel atau diagram. Data sekunder biasanya diperoleh lebih cepat
dan lebih mudah dibandingkan dengan data primer.
Data sekunder didapat dengan cara meminta data ke perusahaan, melihat buku
di perpustakaan, browsing data di internet serta membaca modul-modul dan
jurnal. Beberapa data yang diambil diantaranya adalah:
a. Prosedur pengelolaan aset tetap,
b. Tingkat pencapaian aset tetap,
c. Juklak penghapusan aset tetap,
d. Peraturan perusahaan mengenai pengelolaan aset tetap, dan
41
e. Peraturan perusahaan mengenai kegiatan penghapusan aset.
f. Teori aset dan manajemen aset
g. Teori pengelolaan aset
h. PP Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah.
i. PMK No 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan,
Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindah Tanganan Barang Milik
Negara.
3.5 Populasi dan Sample
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009).
Sedangkan menurut Sugiama, (2008) populasi adalah sekumpulan dari individu
yang memiliki karakteristik tertentu. Jika dalam suatu populasi jumlah anggota
individunya tetap, maka disebut populasi finit. Sedangkan jika populasi jumlahnya
berubah-ubah, maka disebut populasi infinit (Sugiama, 2008: 115). Populasi pada
penelitian ”Evaluasi Kinerja Pengelolaan Aset Tetap Divisi Infratel PT
Telekomunikasi Indonesia, Tbk.” ini lebih difokuskan pada populasi finit, karena
penelitian dilakukan di perusahaan dimana jumlah pegawai suatu perusahaan yang
tetap.
Menurut Sugiama (2008), sample adalah adalah suatu bagian yang diambil
dari sebuah populasi untuk menentukan sifat serta ciri-ciri yang dikehendaki dari
populasi yang bersangkutan. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik sampling jenuh. Teknik sampling jenuh adalah teknik penentuan
sample bila semua anggota populasi digunakan sebagai sample (Sugiyono, 2008).
3.6 Identifikasi dan Operasionalisasi Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah penghapusan aset. Variabel tersebut
kemudian didefinisikan berdasarkan referensi dari beberapa literatur yang
berhubungan dengan pengelolaan aset. Pengelolaan aset adalah suatu kegiatan
42
pengelolaan barang dimulai dari kegiatan perencanaan kebutuhan, pengadaan,
operasi dan pemeliharaan, hingga penghapusan. Dari variabel tersebut dapat
ditentukan sub variabel yaitu perencanaan kebutuhan, pengadaan, operasi dan
pemeliharaan, hingga penghapusan. Selanjutnya dari sub variabel diperoleh
indikator yang akan dijadikan bahan perancangan alat ukur yang kemudian
dijabarkan menjadi butir-butir pernyataan.
Identifikasi variabel dan proses pengembangan alat ukur variabel dapat
dilihat sebagaimana dalam tabel 3.1 sebagai berikut:
43
Tabel 3.1
Operasional Variabel Evaluasi Pengelolaan Aset Tetap Divisi Infratel PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
Variabel Indikator Kisi-kisi Pernyataan
Teknik
Pengumpula
n Data
Kinerja Pengelolaan Aset
adalah kegiatan mengelola aset dari mulai
perencanaan, pengadaan, operasi dan
pemeliharaan, serta penghapusan aset yang
ditinjau dari kondisi fisik, fungsional,
utilitas, dan kinerja finansial aset.
Sub variabel penelitian diantaranya adalah:
1. Perencanaan Aset
Kegiatan yang merumuskan secara
rinci mengenai kebutuhan suatu
aset, operasional aset, waktu
penggunaan, risiko dan
pendanaan aset, yang mungkin
akan terjadi sehingga
menghasilkan aset dengan
kapasitas dan performance yang
diharapkan.
1.1 Kebutuhan aset.
1.2 Operasional Aset.
1.3 Waktu
Penggunaan
1.4 Bentuk
Pemanfaatan
1.5 Prakiraan risiko
1.6 Pendanaan
3.1.1 Aset direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
3.1.2 Perencanaan kebutuhan aset disusun secara rinci.
1.2.1 Perencanan operasional aset disesuaikan dengan sumber daya yang
dimiliki.
1.2.2 Perencanaan operasional aset didasarkan pada kondisi aset.
1.3.1 Waktu penggunaan aset telah masuk ke dalam perencanaan aset.
1.3.2 Waktu penggunaan aset yang direncanakan telah sesuai dengan
kinerja aset yang ada.
1.4.1 Aset yang dimiliki telah memiliki rencana pemanfaatannya.
1.4.2 Perencanaan pemanfaatan aset didasarkan pada kondisi aset saat
ini.
1.5.1 Risiko kenaikan suku bunga diperhatikan dalam kegiatan
perencanaan aset.
1.6.1 Sumber dana dalam kegiatan pengelolaan aset direncanakan dari
pihak ke dua.
Angket,
wawancara
44
Lanjutan tabel 3.1
Sub Variabel Indikator Kisi-kisi Pernyataan
Teknik
Pengumpulan
Data
2. Pengadaan Aset
Kegiatan mendapatkan aset melalui
spesifikasi dan peruntukan aset
tersebut yang di dalamnya
ditentukan mengenai, metode
pengadaan, penjadwalan dan
pendanaan (sumber dana).
2.1 Metode
Pengadaan
2.2 Penjadwalan
2.3 Sumber Dana
2.2.1 Metode swakelola dilakukan untuk mengadakan aset berdasarkan
spesifikasi yang sesuai dengan peruntukannya.
2.2.2 Metode leasing dilakukan untuk mengadakan aset berdasarkan
spesifikasi yang sesuai dengan peruntukannya.
2.2.3 Pengadaan aset melalui jasa pihak ke dua dilakukan untuk
mengadakan aset dengan spesifikasi tertentu.
2.3.1 Pengelola meyusun jadwal pengadaan aset dengan
mempertimbangkan metode yang digunakan (leasing, beli, atau
swakelola).
2.3.2 Penjadwalan pengadaan dilakukan dengan mempertimbangkan
metode pengadaan (leasing, beli, atau swakelola).
2.3.3 Sumber dana pengadaan berasal dari PT Telkom.
2.1.1 Sumber dana pengadaan berasal dari pihak eksternal.
Angket,
wawancara
45
Lanjutan Tabel 3.1
Sub Variabel Indikator Kisi-kisi Pernyataan
Teknik
Pengumpulan
Data
3. Operasi dan pemeliharaan Aset
a. Operasional aset adalah kegiatan
penggunaan aset sesuai tupoksi
dan pemanfaatan aset yang
dilakukan dengan memperhatikan
kondisi dan kinerja finansial aset
tersebut.
b. Pemeliharaan aset adalah
kegiatan menjaga kualitas dari
kondisi suatu aset agar dapat
digunakan dan dimanfaatkan
sesuai dengan tupoksi.
3.1 Penggunaan
3.2 Pemanfaatan
3.3 Pemeliharaan
3.1.1 Penggunaan aset sesuai dengan peruntukannya dengan
memperhatikan kondisi existing aset.
3.1.2 Evaluasi kondisi aset dilakukan tiap tahun seiring penggunaan
aset.
3.1.3 Aset digunakan sesuai tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) yang
telah ditetapkan.
3.1.4 Penggunaan aset saat ini sudah optimal berdasarkan kondisi
asetnya.
3.1.5 Penggunaan aset saat ini dapat menambah pendapatan perusahaan
secara optimal.
3.2.1 Aset yang ada dimanfaatkan dengan memperhatikan kondisi aset.
3.2.2 Hasil dari pemanfaatan aset dapat menambah pendapatan
perusahaan.
3.3.1 Pemeliharaan aset dilakukan setelah evaluasi terhadap kondisi
aset.
3.3.2 Aset dipelihara secara rutin dengan penjadwalan yang sudah
Angket,
wawancara, dan
observasi
46
ditetapkan.
3.3.3 Pencatatan administrasi dalam pengelolaan aset telah dilakukan
dengan baik dalam rangka pemeliharaan aset.
3.3.4 Kondisi aset yang perlu dipelihara diketahui dari pencatatan
administrasinya.
Lanjutan Tabel 3.1
Sub Variabel Indikator Kisi-kisi Pernyataan
Teknik
Pengumpulan
Data
4. Penghapusan Aset
Kegiatan melepaskan aset baik
secara fisik maupun pencatatan
administrasi berdasarkan kondisi
fisik, umur aset dan kinerja finansial
dengan mempertimbangkan risiko
yang timbul dan bentuk
penghapusan yang digunakan
4.1 Kondisi Fisik
Aset
4.2 Umur aset
4.3 Kinerja
finansial
4.4 Bentuk
Penghapusan
4.1.1 Aset yang dihapuskan dilihat dari kondisi fisiknya.
4.1.2 Perusahaan dapat dengan mudah menghapuskan aset secara fisik.
4.1.3 Kondisi aset yang akan dihapuskan dapat diketahui dari pencatatan
administrasinya.
4.1.4 Perusahaan dapat dengan mudah menghapuskan fisik aset secara
administrasi.
4.2.1 Aset di lokasi tertentu diketahui dengan jelas umur ekonomis dan
umur fungsionalnya.
4.2.2 Umur aset yang akan dihapuskan diketahui dari pencatatan
administrasinya.
Angket, dan
wawancara
47
4.3.1 Kinerja finansial aset menjadi pertimbangan dalam melakukan
penghapusan.
4.4.1 Penjualan dilakukan dalam penghapusan bangunan dan kendaraan
bermotor dengan mempertimbangkan risiko keuangan.
4.4.2 Seluruh aset infrastruktur dihapuskan dengan cara dijual dengan
mempertimbangkan risiko keuangan.
4.4.3 Penghapusan aset dokumen dan modul mempertimbangkan risiko
keamanan.
4.4.4 Bentuk penghapusan dilakukan berdasarkan biaya yang akan
dikeluarkan.
Sumber: Modifikasi PP No 6 Tahun 2006 dan Hariyono (2007)
48
3.7 Metode Analisis Data
Setelah didapat data hasil penyebaran angket, dilakukan analisis terhadap
data yang didapat. untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan digunakan
analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan
cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya, tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi, (Sugiono, 2009). Metode analisis ini digunakan dalam
penelitian ini karena penelitian ini menggambarkan data mengenai kondisi aset
pada saat ini tanpa bermaksud memberikan kesimpulan secara umum. Analisis
deskriptif yang dimaksud diantaranya penyajian data melalui tabel, grafik,
diagram, perhitungan modus, median, mean, standar deviasi dan perhitungan
persentase.
Setelah peneliti hasil analisis deskriptif diperoleh, peneliti menjawab
identifikasi masalah mengenai pengelolaan aset divisi Infratel PT Telkom. Untuk
mendeskripsikan hal tersebut, peneliti menggunakan rata-rata (mean). Sedangkan
untuk menentukan panjang interval dalam melakukan interpretasi digunakan
rumus sebagai berikut:
Panjang Kelas Interval=Rentang (Kelasterbesar−Kelasterkecil)
BanyaknyaKelas Interval
Panjang Kelas Interval=5−15
=0.8
Sumber: Sudjana. STATISTIKA. 2000.
Dari perhitungan di atas, maka dapat diketahui indeks rentang kinerja
pengelolaan aset divisi Infratel PT Telkom yang digunakan. Indeks rentang aset
divisi Infratel PT Telkom tersebut dapat dilihat pada tabel 3.2. Nilai yang
bersikar antara 4.20-5.00 itu berarti sangat tinggi/sangat baik. Nilai yang berkisar
antara 3.39-4.19 ini berarti tinggi/baik. Sedangkan untuk jawaban yang bernilai
antara 2.58-3.38 itu berarti sedang/cukup. Jawaban yang bernilai antara 1.77-2.57,
49
berarti rendah/kurang dan untuk jawaban yang bernilai <1.76, berarti sangat
rendah/sangat kurang.
Tabel 3.2
Indeks Rentang Kinerja Pengelolaan Aset Divisi Infratel
Skala Kriteria Penilaian4,20 – 5,00 Sangat Tinggi / Sangat Baik
3,39 – 4,19 Tinggi / Baik
2,58 – 3,38 Sedang / Cukup
1,77 – 2,57 Rendah / Kurang
< 1,76 Sangat Rendah / Sangat Kurang
Sumber: Sudjana. STATISTIKA. 2000.
3.8 Skala Pengukuran Variabel
Menurut Sugiama (2008), pembuatan skala adalah suatu prosedur pemberian
angka-angka atau simbol-simbol tertentu kepada sejumlah karakteristik objek-
objek untuk menggambarkan ciri-ciri objek bersangkutan ke dalam bentuk angka-
angka. Jenis skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert.
Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau
kelompok tentang fenomena sosial. Skala Likert adalah skala yang dirancang
untuk menguji apakah responden sangat tidak setuju (strongly disagree) atau
sangat setuju (strongly agree) terhadap objek psikologis yang dinilainya,
(Sugiama: 2008, 98). Sedangkan menurut Sekaran (2006). Jadi skala Likert ini
digunakan untuk menguji apakah responden sangat setuju atau sangat tidak setuju
mengenai pernyataan dalam sebuah angket.
50
Tabel 3.3
Bentuk Skala Pengukuran
Alternatif Jawaban KodeAngka PernyataanPositif Negatif
Sangat Setuju SS 5 1Setuju S 4 2Netral N 3 3
Tidak Setuju TS 2 4Sangat Tidak Setuju STS 1 5
Sumber: Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. 2008:133.
Skala Likert diukur dari tingkat sangat tidak setuju, tidak setuju, netral,
setuju, dan sangat setuju untuk mengukur persepsi karyawan bagian divisi
Infratel terhadap kinerja pengelolaan aset tetap.
Selain skala pengukuran yang menggunakan skala Likert, skala angka yang
digunakan pada penelitian ini adalah skala ordinal. Pengertian skala ordinal
adalah pemberian angka pada suatu objek yang menunjukkan tingkatan. Angka
pada skala ordinal mengandung arti sebagai tingkatan atau urutan dari satu tingkat
ke tingkat berikutnya (Sugiama, 2008). Sedangkan untuk profil responden (tenant
dan pengelola) yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan unit
kerja menggunakan skala nominal. Menurut Sugiama (2008:78), skala nominal
adalah suatu skala yang menggunakan angka atau huruf untuk suatu objek yang
hanya menunjukkan label saja, tidak mencerminkan tingkatan atau nilai apapun.
Jadi dalam skala nominal angka yang diberikan tidak menunjukkan nilai apapun,
hanya sebagai label saja.
3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas
Instrumen penelitian yang digunakan harus memenuhi syarat valid dan
reliabel. Data primer yang telah terkumpul, kemudian diolah dengan
menggunakan Software Statistical Program for Social Science (SPSS) for
Windows verse 17.0, kemudian dianalisis sehingga diketahui valid atau tidaknya
alat ukur dalam penelitian ini. Untuk itu perlu dijelaskan lebih lanjut mengenai
uji validitas dan uji reliabilitas.
51
3.9.1 Uji Validitas
Menurut Sugiama (2008), uji validitas adalah kebenaran pengukuran
yang dilakukan sehingga dapat menghasilkan data yang benar-benar akan
diukur. Suatu pengukuran dikatakan valid , jika alat yang digunakan dapat
mengukur apa yang akan kita ukur. Sedangkan menurut Sugiono (2008),
item-item dalam pernyataan dikatakan valid jika nilai r ≥ 0.3, sedangkan item-
item pernyataan dikatakan tidak valid jika r ≤ 0.3. Jika instrumen yang dibuat
tidak valid maka dilakukan pembuatan angket kembali sampai angket tersebut
valid.
3.9.2 Uji Reliabilitas
Menurut Sugiyono (2008), reliabel adalah instrumen yang bila
digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan
menghasilkan data yang sama. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika
jawaban seseorang terhadap pertanyaan konsisten dari waktu ke waktu.
Menurut Sekaran (2006), kuesioner dapat dikatakan reliabel jika nilai
Cronbach Alpha nya minimal sebesar 0,6. Koefisien keandalan yang semakin
mendekati 1.0 berarti semakin baik. Keandalan yang kurang dari 0.6 dianggap
buruk, keandalan dalam kisaran 0.70 bisa diterima, sedangkan keandalan yang
lebih dari 0.80 adalah baik.
52
Recommended