View
100
Download
29
Category
Preview:
DESCRIPTION
Skenario Blok Kegawatdaruratan
Citation preview
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO A
BLOK 19
Disusun Oleh : Kelompok 10
Tutor : dr. Anita
Anggota
1. Imam Hakiki 0410 1401007
2. Tri Hasnita 0410 1401019
3. Endy Prima Syaputra 0410 1401052
4. Ardianto 0410 1401032
5. Nurul Ramadhani Umareta 0410 1401057
6. Hadi Nugraha Mustafa 0410 1401033
7. Hasan Tindar Abdullah 0410 1401093
8. Trissa Wulanda Putri 0410 1401058
9. Ayu Ratnasari 0410 1401097
10. Cinthya Faradiba 0410 1401099
11. Krypton Rakehalu K. 0410 1401122
12. Preetibah Ratenavelu 0410 1401136
13. Tetha Deliana Putri 04101401020
14. Gieza Ferrani 04101401034
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan
tutorial skenario A ini dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini betujuan untuk menjadi pemacu untuk lebih mendalami materi, serta
untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini.
Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca
akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan di kemudian
hari.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Penghantar...................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………………….……………………………………4
Maksud dan Tujuan……………………………………………………………………….4
BAB II PEMBAHASAN
Skenario ...............................................................................................................................4
Klarifikasi Istilah .................................................................................................................4
Identifikasi Masalah.............................................................................................................6
Analisis Masalah .................................................................................................................7
Hipotesis .............................................................................................................................8
Kerangka Konsep ................................................................................................................9
BAB III SINTESIS
Sintesis ...............................................................................................................................10
Daftar Pustaka....................................................................................................................54
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Blok Kegawatdaruratan dan Emergensi adalah blok Kesembilan belas dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario A yang
memaparkan kasus mengenai Trauma Multiple disertai dengan Tension Pneumothoraks.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari system
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario mengenai kasus
Multiple trauma dan tension pneumothorax dengan metode analisis dan
diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Anita
Waktu : 3 dan 5 Juni 2013
Moderator : Trissa Wulanda P.
Sekretaris Meja : Nurul Ramadhani Umareta
Notulen : Tri Hasnita
Tata Tertib : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat
3. Berbicara yang sopan dan penuh tatakrama.
Skenario
Dr.Madun dokter di puskesmas rawat inap yang terletak dipinggir jalan lintas Sumatera sekitar 40
km dari Palembang. Puskesmas dilengkapi pelayanan UGD dengan fasilitas yang lengkap.
Sekitar 100 meter dari puskesmas, terjadi kecelakaan lalu lintas,. Mobil kijang pick-up yang
melaju dengan kecepatan tinggi menabrak tiang listrik. Tiang listrik terlihat bengkok dan bagian
depan mobil hancur, kaca depan pecah. Sang sopir, satu-satunya penumpang mobil terlempar
keluar melalui kaca depan.
Dr.Madun yang mendengar tabrakan langsung pergi ke tempat kejadian dengan membawa
peralatan tatalaksana trauma seadanya. Di tempat kejadian, terlihat sang sopir, laki-laki 28 tahun,
tergeletak dan merintih, mengeluh dadanya sesak, nyeri di dada dan paha kanannya.
Melalui pemeriksaan sekilas, didapatkan gambaran :
- Pasien sadar tetapi terlihat bingung cemas, dan kesulitas bernafas.
- Tanda vital : laju respirasi 40 x/menit, Nadi 110 x/menit; lemah TD 90/50 mmHg
- Wajah dan bibir terlihat kebiruan
- Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin
- GCS : 13 (E:3, M:6, V:4)
Setelah melakukan penanganan seadanya, Dr.Madun langsung membawa sang sopir ke
UGD.
Tambahan :
- Luka lecet di dahi dan pelipis kanan sebesar 2cm dan yang lainnya dalam batas normal.
- Thorax
1. Inspeksi : gerakan dinding dada asimetris; kanan tertinggal; frekuensi nafas 40
x/menit, tampak memar di dinding dada kanan.
Trakhea geser ke kiri, dan vena jugularis mengalami distensi
2. Auskultasi : bunyi nafas kanan melemah, bising nafas kiri terdengar jelas, bunyi
jantung terdengar jelas dan cepat
3. Palpasi : Nyeri tekan di dada kanan sampai ke samping, krepitasi pada iga kanan
depan 9,10,11
4. Perkusi : kiri sonor, kanan hipersonor
- Abdomen
1. Inspeksi : dinding perut datar
2. Auskultasi : normal
3. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
- Ekstremitas
1. Inspeksi : tampak deformitas, ada memar, hematom pada paha kanan
2. Palpasi : nyeri tekan; ROM pasif : limitasi gerakan, aktif :limitasi gerakan
I. Klarifikasi Istilah
1. Puskesmas : Tempat pelayanan kesehatan masyarakat di tingkat kecamatan.
2. Fasilitas di UGD : :Fasilitas di tempat pelayanan pertama kali pada pasien gawat
darurat. Fasilitas lengkap biasanya terdapat peralalatan medis berupa: peralatan
operasi terbatas, peralatan obstetri patologis, peralatan resusitasi, peralatan
vasektomi dan tubektomi. Dan layanan laboratorium: pemeriksaan darah, urin,
dan fases, serta pemeriksaan gula darah, trombosit, widal test, dan sekret(TB)
3. Trauma : Luka atau cedera baik fisik maupun psikis.
4. Dada sesak : pernafasan yang sukar atau berat.
5. Nyeri di dada dan paha kanan : sensasi yang tidak menyenangkan akibat suatu
stimulus baik datang dari dalam atau luar pada dada dan paha kanan.
6. Bingung dan cemas : Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang
kadang disertai ggguan kesadaran.
7. Pucat : Terjadi penurunan aliran darah dan oksigen.
8. Keringat dingin :
9. GCS : (Glasgow Coma Scale) : Skala yang digunakan untuk penilaian kesadaran,
dilihat dari respon mata, motorik dan verbal
II. Identifikasi Masalah
1. Kecelakaan lalu lintas mobil menabrak tiang listrik dengan benturan yang keras
sampai supir terlempar keluar kaca.
2. Di tempat kejadian, telrihat sang sopir, laki-laki 28 tahun, tergeletak dan merintih,
mengeluh dadanya sesak, nyeri di dada dan paha kanannya.
3. Hasil pemeriksaan sekilas :
- Pasien sadar.
- Tanda vital : laju respirasi 40 x/menit, Nadi 110 x/menit; lemah, TD 90/50
mmHg
- Wajah dan bibir terlihat kebiruan
- Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin
- GCS : 13 (E:3, M:6, V:4)
III. Analisis Masalah
1. Kecelakaan lalu lintas mobil menabrak tiang listrik dengan benturan yang keras
sampai supir terlempar keluar kaca.
a. Apa saja jenis trauma dan trauma jenis apa yang mungkin terjadi pada supir
ini ?
Macam macam mekanisme trauma:
Tumpul (kulit, otot, tulang, visera)
Tajam (menembus jaringanà bocor)
Bakar ( mukosa luar dan dalam)
Ledakan (rongga udara pecah)
Pada Kasus ini terjadi trauma tumpul yaitu dengan mekanisme trauma
kompresi atau crush injury karena terjadi benturan pada dashboard/ aspal /
setir yang mengakibatkan kerusakan organ padat maupun organ berongga dan
terjadinya fraktur. Pada kasus ini terjadi fraktur kosta 9,10,11 serta femur,
adanya lecet di dahi dan pelipis dan tension pneumothorax.
b. Bagaimana mekanisme terjadinya trauma dan dampak nya?
• Mekanisme
trauma:
– Posisi saat kecelakaan: kursi pengemudi
– Posisi setelah kecelakaan: terlempar keluar, tergeletak di jalan
– Kerusakan bag. luar kendaraan: bag depan hancur, kaca depan pecah
– Kerusakan bag. dalam mobil: tidak di jelaskan
– Sabuk pengaman, jarak jatuh, ledakan dll: tidak di jelaskan
• Mobil kijang pick-up melaju kencangàmenabrak tiang listrik sampai
bengkokàbagian depan mobil hancur dan kaca depan pecahà sopir
terlempar keluarà multipel trauma(kemungkinan cedera seluruh tubuh)
2. Di tempat kejadian, terlihat sang sopir, laki-laki 28 tahun, tergeletak dan merintih,
mengeluh dadanya sesak, nyeri di dada dan paha kanannya.
a. Bagaimana etiologi dan mekanisme dada sesak ?
Trauma toraks → fraktur iga 9-11 → ujung iga yang fraktur masuk ke rongga
pleura → cedera intratorakal → cedera pleura visceral → udara masuk ke
Cedera Kepala
Thorax dan Abdomen
Ekstremitas bawah
rongga pleura → Tension pneumothorax → peningkatan tekanan intrapleural
→ inefektivitas ekspansi paru dan ventilasi → sesak napas
b. Bagaimana etiologi dan mekanisme nyeri di dada
Kecelakaan à fraktur costa IX, X, XI (costae dipersarafi n. intercostalis) à
merangsang nosiseptor à nyeri dada
Fraktur yang menyebabkan robeknya pleura parietalis yang sangat peka
terhadap rangsangan nyeri karena merupakan tempat dari ujung ujung saraf.
c. Bagaimana etiologi dan mekanisme nyeri paha kanan ?
Ketika patah tulang à kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang
dan jaringan lunakà perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya
à hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periosteum dan
jaringan tulang yang mengitari fraktur à respon inflamasi akibat sirkulasi
jaringan nekrotik ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan
leukositàHematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan
dalam sumsum tulang à merangsang pembebasan lemak dan gumpalan
lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ
yang lainàHematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga
meningkatkan tekanan kapilerà menstimulasi histamin pada otot yang
iskemik à protein plasma hilang dan masuk ke interstitialà edemaà
menekan ujung syaraf (n. femoralis)
d. Bagaimana tatalaksana awal di tempat kejadian ?
1. Cek kesadaran: Sapa,bila tidak respon beri rangsangan (menyubit)à
bingung, cemas. GCS: 13
2. Pemasangan cervical collar neck, imobilisasi bagian femur agar
mengurangi nyeri Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk
mengurangi nyeri, mencegah bertambahnya, mencegah bertambahnya
kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan fraktur. Jika
tidak ada bidai, anggota gerak yang sakit dibebatkan ke anggota gerak
yang sehat. Pindahkan korban / pasien ke tempat yang aman.
3. Airway:
A. Gurgling: Buka mulut dengan cross finger, lihat orofaring, apakah
ada darah/ lendir yang menyumbat jalan nafas jika ada bersihkan/
suction à pada kasus bagusà merintih.
4. Breathing à Pada pemeriksaan ditemukan jejas, pergerakan paru
tertinggal / asimetris. Suara nafas hilang. Perkusi hipersonor.
Pergeseran mediastium.
A. Needle thorakosintesis:
Tentukan tempat masuknya di ICS 2 (angulus ludovici + linea
midklavikularis diatas iga3).
Hasil/ patokan: keluar udara, jarum mendesis, mediastinum
kembali ke garis tengah,bendungan vena hilang, RR kembali
normal <30/ mnt, dan tekanan darah menuju normal.
5. Sirkulasi
Lihat, apakah ada tanda tanda gangguan sirkulasi dari: akral, nadi, dan
tekanan darah.
6. Disability
Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-
tanda lateralisasi
Selanjutnya bisa langsung dibawa ke IGD di Puskesmas terdekat untuk
dilakukan pemberian cairan, chest tube, dan survey sekunder.
3. Hasil pemeriksaan sekilas :
- Pasien sadar.
- Tanda vital : laju respirasi 40 x/menit, Nadi 110 x/menit; lemah, TD 90/50
mmHg
- Wajah dan bibir terlihat kebiruan
- Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin
- GCS : 13 (E:3, M:6, V:4)
a. Apa interpretasi dan bagaimana mekanisme dari hasil pemeriksaan sekilas
yang abnormal?
Keadaan korban Keadaan normal Interpretasi Mekanisme
sadar tapi terlihat
bingung, cemas
Sadar sepenuhnya Penurunan
kesadaran
(delirium)
Hipoksia à suplai O2 ke otak
berkurang à gangguan fungsi otak à
penurunan kesadaran à delirium
Kesulitan bernafas Gangguan
pernapasan
Kecelakaan lalu lintas à dada
menumbur setir à trauma tumpul
pada thorax udara dari dalam paru-
paru bocor ke rongga pleura à udara
tidak dapat keluar lagi dari rongga
pleura (one-way valve) à tekanan
intrapleural meningkat à paru-paru
kolaps à pertukaran udara tidak
adekuat à hipoksia à kesulitan
bernafas
RR: 40x/menit 16 – 24 x / menit Takipneu Hipoksia à meningkatkan usaha
pernafasan à laju respirasi meningkat
TD: 90/50 mmHg 120/80 mmHg Hipotensi Kecelakaan lalu lintas à dada
menumbur setir à trauma tumpul
pada thorax à udara dari dalam paru-
paru bocor ke rongga pleura à udara
tidak dapat keluar lagi dari rongga
pleura (one-way valve) à tekanan
intrapleural meningkat à mediastinum
terdorong ke arah yang berlawanan à
menekan aliran balik vena à output
jantung menurun à syok non
hemoragik à hipotensi
Nadi 110x/menit 60-100 x / menit Takikardia Cardiac output menurun à
kompensasi jantung à peningkatan
denyut jantung à takikardia
Wajah dan bibir
terlihat kebiruan
Tidak biru Sianosis Hipoksia à penurunan suplai O2 à
peningkatan kadar hemoglobin yang
tidak terikat dengan O2 à hemoglobin
tereduksi à diskolorisasi yang tampak
pada wajah dan bibir sebagai kebiruan
Kulit pucat, dingin,
dan berkeringat
dingin
Tidak pucat &
dingin
Kurang
perfusi O2 di
perifer
Hipoksia à penurunan perfusi O2 ke
jaringan perifer à kulit pucat, dingin,
berkeringat dingin.
4. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari luka lecet di dahi dan pelipis
kanan sebesar 2 cm ?
Keadaan korban Keadaan normal Interpretasi Mekanisme
Luka lecet di
dahi dan pelipis
kanan 2-4 cm
Tidak ada luka Terjadi perlukaan
pada bagian dahi
dan pelipis
Kecelakaanà
benturan (trauma)
kapitisà jaringan
kulit tergores à
luka lecet pelipis
dan dahi
5. Bagaimana anatomi thorax ? analisis
6. Bagaimana anatomi femur ?analisis
7. Bagaimana fisiologi pernafasan dan sirkulasi ?
Gas selalu mengalir dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah.
Udara luar atau atmosfer kita anggap tekanannya 0 (nol) cmH20. Pada akhir
ekspirasi tekanan di alveoli 0 cmH20. Pada inspirasi, dada mengembang,
menyebabkan tekanan di alveoli menjadi negatif, menyebabkan gas mengalir
dari udara luar ke alveoli.
Setelah udara masuk, maka akan terjadi difusi di alveoli, O2 mengalir dari
alveoli yang mempunyai tekanan bagian yang lebih tinggi dari tekanan bagian
O2 plasma darah kapiler paru sampai dicapai keseimbangan baru, dan demikian
sebaliknya dengan CO2.
Setelah berdifusi gas yang ada di darah diangkut oleh hemoglobin dalam sel
darah merah dan yang melarut di plasma ke seluruh tubuh untuk dipergunakan
oleh jaringan perifer.
8. Bagaimana interpretasi dan mekanisme hasil pemeriksaan pada thorax ?
Keadaan korban Keadaan normal Interpretasi Mekanisme
Inspeksi:
- Gerakan
dinding dada
asimetris,
kanan
tertinggal
- Tampak
memar
disekitar dada
kanan bawah
sampai ke
samping
Simetris
Tidak ada
memar
Ada gangguan
pertukaran O2 di
paru-paru
Adanya dilatasi
pembuluh darah,
karena benturan
Trauma dadaà fraktur
costae 9, 10, 11 à memar
disekitar dada kanan
bawah sampai samping
Dan tulang costae
menusuk pleura dan
parenkim paru à
fenomena “ one way
valve” à gangguan
ekspansi paru kananà
gerakan dinding dada
tidak simetris
Auskultasi
- Bunyi nafas
kanan
melemah,
bising nafas
kiri terdengar
Bunyi nafas kiri
dan kanan sama
Terjadi gangguan
ventilasi (penurunan
bunyi nafas pada
daerah trauma)
Fenomena “one way
valve” à↑ tekanan
intrapleuraà paru-paru
kanan kolepsàbising
kanan<kiri
jelas
- Bunyi jantung
terdengar jelas,
cepat,
frekuensi
110x/menit
Bunyi jantung
terdengar jelas,
sedang,
frekuensi 60-
100x/menit
Jantung berusaha
memompa keras,
takhikardia
Aliran darah ke jantung
tidak adekuatà jantung
berusaha memompa lebih
kuat dan cepat
Palpasi
- Nyeri tekan
pada dada
kanan bawah,
sampai ke
samping(lokasi
memar)
- Krepitasi pada
kosta 9,10,11
kanan depan
Tidak nyeri
tekan
Tidak ada
krepitasi
Frakture costae,
tanda trauma dada
Fraktur costae
Kecelakaan lalu lintas à
trauma tumpul pada toraks
à fraktur iga 9, 10, 11 à
krepitasi iga 9,10,11 Dan
tulang iga tersebut
menusuk pleura dan
parenkim paru à menekan
saraf-saraf parietal à
nyeri.
Perkusi
- Kanan
hipersonor, kiri
sonor
Keduanya sonor Kanan lebih banyak
udara dari kiri
Fenomena “one way
valve” à udara masuk
ketika inspirasi tapi tidak
dapat keluar dan
terperangkat di parietal
saat ekspirasià udara
menumpuk menekan
paruà jika diperkusi
hipersonor
Kesimpulan pemeriksaan toraks:
Terdapat tanda- tanda tension pneumotoraks, yaitu: nyeri dada, distres pernafasan, takikardi,
hipotensi deviasi trakea, hilangnya suara paru pada satu sisi yng terkena trauma, perkusi
hipersonor dan distensi vena jugularis.
9. Bagaimana interpretasi dan mekanisme hasil pemeriksaan pada trachea dan
vena jugularis ?
10.
Bagaim
11. B
.
12. Bagaim
10. Bagaiamana interpretasi dan mekanisme hasil pemeriksaan ektremitas ?
Kecelakaan lalu lintas à trauma tumpul à multiple trauma à fraktur tertutup
femur kananà terputusnya kontuinitas korteks tulang à deformitas dan
kerusakan pada jaringan lunak à perdarahan à memar dan hematoma à bisa
memperberat syok
Keadaan korban Keadaan normal interpretasi Mekanisme
Trakea bergeser ke
kiri
Trakea di tengah Ada sesuatu
yang
mendorong
trakea
Trauma tumpul à mengenai
thoraks à fraktur iga à
tension pneumothoraks
kanan à udara dirongga
pleural à peningkatan
tekanan intra pleural à
trakea bergeser kekiri
JVP ↑ (Distensi
vena jugularis)
JVP 5-2 Ada yang
menghalangi
venous retrun
Trauma tumpul à mengenai
thoraks à fraktur iga à
tension pneumothoraks
kanan à udara dirongga
pleural à peningkatan
tekanan intra pleural à
menghambat venous retrun
à distensi vena jugularis
11. Bagaimana cara penegakkan diagnosis pada kasus ini ?
1. Dari anamnesis: bisa diketahui bahwa pasien mengalami kecelakaan dengan
mobil kijang dan terlempar keluar dengan kaca depan mobil pecahà multiple
trauma.
2. Melalui pemeriksaan sekilas, didapatkan gambaran :
- Pasien sadar tetapi terlihat bingung cemas, dan kesulitas bernafas.
- Tanda vital : laju respirasi 40 x/menit, Nadi 110 x/menit; lemah TD 90/50
mmHg
- Wajah dan bibir terlihat kebiruan
- Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin
- GCS : 13 (E:3, M:6, V:4)
Dari pemeriksaan diatas, dari tanda vital nya bisa didaptkan pasien
mengarah kearah syok hipovolemik kelas III.
3. Pemeriksaan Lanjutan
- Luka lecet di dahi dan pelipis kanan sebesar 2cm dan yang lainnya dalam
batas normal.
- Thorax
Inspeksi : gerakan dinding dada asimetris; kanan tertinggal; frekuensi
nafas 40 x/menit, tampak memar di dinding dada kanan.
Trakhea geser ke kiri, dan vena jugularis mengalami distensi
Auskultasi : bunyi nafas kanan melemah, bising nafas kiri terdengar jelas,
bunyi jantung terdengar jelas dan cepat
Palpasi : Nyeri tekan di dada kanan sampai ke samping, krepitasi pada iga
kanan depan 9,10,11
Perkusi : kiri sonor, kanan hipersonor
- Abdomen
Inspeksi : dinding perut datar
Auskultasi : normal
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
- Ekstremitas
Inspeksi : tampak deformitas, ada memar, hematom pada paha kanan
Palpasi : nyeri tekan; ROM pasif : limitasi gerakan, aktif :limitasi gerakan
Dari seluruh pemeriksaan diatas bisa didapatkan, pasien mengalami multiple
trauma yang menimbulkan gangguan tension pneumothorax disertai fraktur iga
9,10,11 dan fraktur femur kanan tertutup.
12. Bagaimana patofisiologi kasus ini ?
Tabrakan
Mobil-tiang listrik
Benturan keras
Dada kanan
Paha kanan
Gerakan dinding dada terbatas dan asimetris
Fraktur tertutup os. Femur kanan
Memar paha kanan
Gerakan terbatas
Deformitas
Syok bertambah berat Menembus pleura visceralis dan paru-paru
Fraktur costae IX, X dan XI
Nyeri tekan paha kanan
Perdarahan tertutup Nyeri
Memar dinding dada kanan
Perdarahan tertutup
Udara keluar dari paru-paru dan masuk ke
rongga pleura
Kegagalan/ gangguan ventilasi dan respirasi
Paru-paru kolaps
Tekanan intrapleura meningkat
Hipersonor
O2 masuk tapi CO2 tidak bias keluar dari paru-
paru
Paru-paru tidak bisa mengembang saat inspirasi maupun
ekspirasi
Penekanan vena cava inferior dan superior
Kompensasi tubuh
Pergeseran trakea dan mediastinum
Kompresi paru kontalateral
Bising napas melemah
Sesak napas
Aliran balik ke jantung menurun
<< preload dan afterload
Distensi vena jugularis
Mekanisme kompensasi tubuh
Wajah dan bibir
<< aliran darah ke perifer
Hipotensi
Heart rate
13. Bagaimana tatalaksana kasus ini ?
1. Cek kesadaran: Sapa,bila tidak respon beri rangsangan (menyubit)à
bingung, cemas.
2. Pemasangan cervical collar neck, imobilisasi bagian femur agar
mengura ngi nyeri Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk
mengurangi nyeri, mencegah bertambahnya, mencegah bertambahnya
kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan fraktur. Jika
tidak ada bidai, anggota gerak yang sakit dibebatkan ke anggota gerak
yang sehat. Pindahkan korban / pasien ke tempat yang aman.
3. Airway:
a. Gurgling: Buka mulut dengan cross finger, lihat orofaring,
apakah ada darah/ lendir yang menyumbat jalan nafas jika ada
bersihkan/ suction à pada kasus bagusà merintih.
b. Jika pasien mendengkur (snoring) lakukan jaw thrust (angkat
dagu) .
c. jika masih terhambat jalan nafasnya pasang orofaring airway
dengan ukuran yang sesuaià pusat mulut ke angulus
mandibula/ sudut mulut ke tragus.
d. jika airway masih tidak bebas lakukan airway definitive : ETT
4. Breathing à Pada pemeriksaan ditemukan jejas, pergerakan paru
tertinggal / asimetris. Suara nafas hilang. Perkusi hipersonor. Pergeseran
mediastium.
Kompensasi tubuhWajah dan bibir Heart rate
A. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather face mask
90% )11-12 liter/menit untuk menghilangkan tension pneumothorax
B. Needle thorakosintesis:
Tentukan tempat masuknya di ICS 2 (angulus ludovici + linea
midklavikularis diatas iga3).
Hasil/ patokan: keluar udara, jarum mendesis, mediastinum
kembali ke garis tengah,bendungan vena hilang, RR kembali
normal <30/ mnt, dan tekanan darah menuju normal.
B. Pasang Chest Tube: Saat sudah di IGD
Untuk mengeluarkan udara dari rongga torak
Cabut jarum needle torakosintesis, lalu hubungkan dengan WSD
Antiseptik daerah insersi chest tube
Penyuntikan anastesi pada dinding dada intercostals 5
(intramuscular, pleura parietal, permukaan periosteal iga 5)
Incisi dengan skapel
Pemasukan chest tube (ukuran 24 -26 french)
Fiksasi chest tube
Lihat udara keluar disusul undulasi
Lihat saturasi melalui pulse oksimeter. SpO2 diharapkan 95%,
usaha bernafas atau bantuan ventilasi.
5. Sirkulasi
Lihat, apakah ada tanda tanda gangguan sirkulasi dari: akral, nadi, dan
tekanan darah. Pikirkan banyak darah yang hilang à syok kelas III
Ambil sampel darah untuk lab rutin: pilih vena perifer lengan baru kakià
2 X vena sentral dan 2 X vena cutdown.
Pasang IV 2 line dengan jarum 14 (0,5-1 cc/kgbb/per jam) Beri cairan
kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
Curiga fraktur femur → imobilisasi dengan bidai untuk kontrol
perdarahan
Pasang kateter urine à pantau pengeluaran urin
6. Disability
Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
Jenis pemeriksaan Nilai
Respon buka mata (eye opening / E) :
Spontan
Terhadap suara
Terhadap nyeri
Tidak ada
4
3
2
1
Respon motorik terbaik (M) :
Ikut perintah
Melokalisir nyeri
Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang)
Fleksi abnormal (dekortikasi)
Ekstensi abnormal (deserebrasi)
Tidak ada (flasid)
6
5
4
3
2
1
Respon verbal (V) :
Berorientasi baik
Berbicara mengacau (bingung)
Kata-kata tidak teratur
Suara tidak jelas
Tidak ada
5
4
3
2
1
GCS: 13 (E:3 M:6, V:4)
Interpretasi
E = 3à respon membuka mata
M=6àbisa menggerakkan anggota badannya sendiri berdasarkan
perintah kita
V=4àpasien tampak bingung, disorientasi
Klasifikasi brain injury berdasarkan GCS:
Severe, with GCS ≤ 8
Moderate, GCS 9 - 12
Minor, GCS ≥ 13.
Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-
tanda lateralisasi
Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.
7. Exposure/Environment
Buka pakaian penderita
Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang
cukup hangat.
Survey Sekunder:
Periksa kerusakan anatomi mulai dari kulit, otot, tulang, dan viscera dari
organ head to toe.
Merencanakan pemeriksaan penunjang: EKG, radiologi
Periksa semua lubang.
Pemeriksaan neurologis lengkap (GCS, pupil, lateralisasi)
Operasi definitive
Monitoring.
Sebagai dokter umum, kita wajib mengetahui survey primer dan juga survey sekunder
beserta pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan ketika sudah dirujuk di Rumah
Sakit, tetapi yang wajib kita lakukan adalah sebatas penanganan awal dari tindakan
ABCDE nya kemudian langsung dirujuk kerumah sakit yang fasilitas nya lebih
lengkap.
14. Apa pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk pasien ini ?
Rontgen kepala, thoraks, dan femur untuk memeriksa fraktur
CT scan kepala bila dicurigai ada lesi otak akibat trauma kapitis
Pemeriksaan elektrolit, bila terjadi asidosis respiratorik/metabolik
Pemeriksaan laboratorium darah rutin : Hb, RBC, WBC, gol. darah
Analisis gas darah
Pemeriksaan Radiologi à radiologi Thorax dan femur-pelvis
EKGà memastikan jantung tidak terganggu
15. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini ?
Tension Pneumothorak:
1. Hemothorax akibat luka pada parenkim paru atau arteri pembuluh darah
intercostal
2. Empyema juga dapat terjadi jika bekuan darah yang terbentuk dalam cavum
toraks mengalami infeksi sekuunder.
3. Fibrothorax terjadi jika deposisi fibrin di dalam bekuan hemothorax. Hal ini
akan menyebabkan persistent atelectasis dan pengurangan fungsi pulmonal.
4. Koagulopati, sepsis, kegagalan multiorgan.
5. Kehilangan darah, kegagalan pernapasan, pneumomediastinum, emfisema
subkutan, gagal napas, penebalan pleura, edema paru reekspansi, dan infeksi.
Komplikasi Fraktur :
1. Perdarahan
2. Infeksi (jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai)
3. Non-Union
4. Malunion (kecacatan)
16. Bagaimana prognosis pada kasus ini ?
Apabila kita cepat dan tepat menangani pasien saat pertama kali, prognosis
dubia ad bonam.
17. Apa KDU kasus ini ?
3B, yaitu mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pem. tambahan (mis: labor sederhana dan x-ray). Dokter dapat memutuskan dan
memberikan terapi awal, serta merujuk kespesialis yang relevan (kasus gawat
darurat).
IV. Hipotesis
Seorang supir, laki-laki 28 tahun, mengalami trauma multiple yang menimbulkan
gangguan tension pneumothorax disertai fraktur iga 9,10,11 dan fraktur femur kanan
tertutup.
V. Kerangka Konsep
VI. Keterbatasan Ilmu dan Learning Issues
I. Anatomi Organ yang Terkait
a. Kepala
Tulang-tulang tengkorak à os. frontal, os. parietal, os. temporal, os.
ethmoidal, os. sphenoidal, os. occipital.
Pada kasus anatomi yang terlibat à dahi (frontal) dan pelipis (temporal).
b. Leher
Trakea dan vena jugularis.
c. Thorax
Rongga thoraks dibatasi oleh iga-iga yang bersatu dibagian belakang
pada vertebra thorakalis dan di depan pada sternum.
Dibentuk oleh dinding dada, dasar torak dan isi rongga torak.
Dinding dada à tulang (tulang iga, sternum, kolumna vertebralis)
dan jaringan lunak (cartilago costa, otot-otot, pembuluh darah).
Dasar toraks à dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi
nervus frenikus. Diafragma mempunyai lubang untuk jalan Aorta,
Vena Cava Inferior serta esofagus
Isi Rongga Torak :
Trakea
Paru-paru
Paru-paru dilapisi oleh pleura, dimana pleura terdiri atas:
- Pleura parietal
- Pleura viseral
Antara pleura viseral dan parietal terdapat suatu cavitas/rongga
pleura. Rongga pleura normalnya mengandung sedikit cairan
jaringan, cairan pleura yang berfungsi memungkinkan kedua
lapisan pleura bergesekan minimal waktu bergerak.
Jantung
Pembuluh darah besar à aorta (aorta ascenden, arkus aorta, aorta
descenden), vena (v. cava superior, v. bronchocephalica, v. Azigos,
v. Pulmonalis)
d. Abdomen
Organ-organ viseral abdomen ditinjau berdasarkan region abdomen:
Abdomen kanan atasà kandung empedu, hati, duodenum, pankreas,
epigastrium lambung, pankreas, paru, kolon.
Abdomen kiri atasà Limpa, kolon, ginjal, pankreas, paru.
Abdomen kanan bawah àApendiks, adneksa, sekum, ileum, ureter.
Abdomen kiri bawahà kolon, adneksa, ureter, suprapubik Buli-buli,
uterus, usus halus, periumbilikal usus halus, pinggang/punggung
pankreas, aorta, ginjal.
e. Ekstremitas – tungkai atas (paha kanan)
Terdiri atas à tulang (os. coxae, os femur), otot-otot (m. Sartorius, m. Iliacus,
m. Psoas, m. Pectineus, m. Quadriceps femoris, m. Rectus femoris, m. Vastus
lateralis, medialis, intermedius, m. Gracillis, m. Adductor longus, m. Adductor
brevis, m. Adductor magnus, m. Obturatorius eksternus, , m. Biceps femoralis)
II. Trauma
A. TRAUMA TORAKS
Trauma toraks dibagi dalam dua katagori :
Trauma terbuka :
disebabkan oleh benda yang menembus dinding dada, seperti pisau atau peluru, dan juga dapat
disebabkan oleh patah tulang iga, dimana ujung tulang iga merobek dinding dan kulit dada.
Trauma tertutup :
dimana kulit dada tidak mengalami kerusakan, biasanya disebabkan oleh trauma tumpul,
seperti kena stir, atau kena benda tumpul.
Tanda yang penting dari trauma toraks terbuka dan tertutup :
Sakit pada daerah yang luka
Perubahan pola dan frekuensi nafas (Dyspnea : Kesukaran bernafas dan nafas pendek, cepaat
dan lambat )
Kegagalan satu sisi atau ke dua sisi dari dada untuk berkembang pada saat inspirasi.
Hemoptisis
Nadi cepat dan lemah dan Tekanan darah rendah
Beberapa tahapan untuk penanganan pasien dengan trauma dada :
Pastikan jalan nafas bebas dan pelihara dengan melakukan manuver chin-lift atau jaw-thrust
dengan melindungi servical spine
Berikan oksigen dan lakukan tindakan support pernafasan dengan alat mekanik bila perlu
Kontrol seluruh daerah yang mengalami perdarahan luar
Tutup luka tembus dengan
Observasi, catat dan monitoring Vital Sign
Hati-hati monitor vital sign dan efek dari tindakan dan siapkan untuk dikirim
Kirim pasien ke Rumah Sakit
PRIMARY SURVEY :
Trauma yang mengancam hidup, dimulai dari penilaian jalan nafas (Airway) dan ventilasi
(Breathing) :
1. AIRWAY
Trauma pada jalan nafas harus dikenali dan diketahui selama fase Primary Survey
dengan :
Mendengarkan gerakan udara pada hidung, mulut dan daerah dada
meneliti daerah orofaring karena sumbatan oleh benda asing
mengawasi retraksi otot-otot interkostal dan supraklavikular
Ada trauma pada jalan nafas, ditandai dengan :
Stridor (Sumbatan jalan nafas atas)
Perubahan kualitas suara (Bila pasien masih bisa bicara)
Terabanya defek pada regio sendi sternoklavikular ( Trauma luas pada dasar leher)
Penanganan jalan nafas :
Bersihkan jalan nafas bagian atas
Lakukan pemeliharaan jalan nafas dengan manuver jaw-trust atau chin-lift , dimana
posisi cervical spine pada posisi alami pada satu garis.
Yang terbaik menstabilkan jalan nafas dengan Intubasi endotracheal.
2. BREATHING
Penilaian kualitas pernafasan dengan cara :
Inspeksi : Ada luka, Perhatikan keseragaman gerak kedua sisi dada saat akhir inspirasi
atau ekspirasi
Palpasi : Ada kripitasi, Nyeri tekan
Perkusi : Bunyi sonor, hipersonor, pekak, timpani
Auscultasi : bising nafas, bising abnormal
Tanda gangguan pernafasan :
Pernafasan : < 12 atau > 20 kali/menit : berikan oksigen
Pernafasan : < 10 atau > 30 kali /menit : Bantu pernafasan bila perlu
3. CIRCULATION
Denyut nadi harus dinilai :
Kualitas
Frekuensi
Regular/iregular
Denyut nadi radialis dan arteri dorsalis pedis tidak teraba : Hipovolemia ?
Lakukan inspeksi dan palpasi :
Tekanan darah
Tekanan nadi
Sirkulasi perifer, warna dan temperatur
Pasang monitor jantung : Disritmia / PVC ? – Trauma Miocard
Pasang pulse oximeter : hipoksia / asidosis ?
JENIS TRAUMA THORAK YANG HARUS DIKETAHUI PADA SAAT PRIMARY
SURVEY :
( Consider Immediately Life-Threatening Conditions )
1. TENSION PNEUMOTHORAX
Merupakan suatu pneumothotax yang progresif dan cepat sehingga membayakan jiwa
pasien dalam waktu yang singkat. Udara yang keluar dari paru atau melalui dinding
dada masuk ke rongga pleura dan tidak dapat ke luar lagi (one-way-valve), maka
tekanan di intrapleura akan meninggi , paru-paru menjadi kolap
Penyebab :
Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik
Komplikasi dari penumotorak sederhana
Fraktur tulang berlakang toraks
Tanda:
Nyeri dada Sesak Distres pernafasan Takikardi Hypotensi, Defiasi trahea Hilangnnya suara nafas pada suatu sisi Distensi vena leher Sianosis
Tindakan :
Berikan oksigen 15 liter
Lakukan dekompresi dengan insersi jarum (Needle thoracocentesis)
Pemasangan chest tube untuk :
Perjalanan jauh ke RS.
Perjalanan menggunakan pesawat udara
2. PNEUMOTHORAX TERBUKA
Gangguan pada dinding dada berupa hubungan langsung antar ruang pleura dan lingkungan
sehingga tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan tekanan atmosfir,
akibat kondisi itu menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga menyebabkan hipoksia dan
hiperkapnea
Tanda :
Respirasi distres
Sianosis
Tampak adanya kerusakan pada dinding dada
Penurunan dari suara pernafasan dan gerakan
Adanya peningkatan suara
Tindakan :
Pasang penutup luka dengan kasa steril (plastic wrap/petrolatum gauze) yang diplester
pada 3 sisi. Hati-hati akan menjadi tension pneumothorax
Pasang selang dada yang berjauhan dengan luka
3. FLAIL CHEST
Trauma hancur pada sternum atau truama multiple pada dua atau lebih tulang iga dengan dua
tau lebih garis fractur, sehingga menyebabkan gangguan pergerakan pada dinding dada,
dimana segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding
dada, mengakibatkan pertukaran gas respiratorik yang efektif sangat terbatas mengakibatkan
terjadi hipoksia yang serius.
Tanda :
Palpasi akan membantu menemukan diagnosa dengan ditemukannya kripitasi iga
atau frictur tulang rawan.
Foto toraks akan lebih jelas adanya fractur yang multiple
Pemeriksaan analisa gas darah, dapt ditemukan adanya hipoksia akibat kegagalan
pernafasan
Pada perkusi adanya suara yang tertinggal
Tindakan :
Pemberian ventilasi yang adekuat dengan oksigen 15 liter/menit yang dilembabkan
Lakukan intubasi Bila diperlukan untuk mencegah terjadinya hipoksia dengan memperhatikan
frekuensi pernafasan dan PaO2
Resusitasi cairan, hati-hati kelebihan cairan
Pemberian analgetik
4. HEMOTORAKS MASIF
Pengumpulan darah dalam ruang antara pleura viseral dan perietal yang cepat dan
banyak.
Tanda :
Respirasi distres
Penurunan pernafasan dan gerakan
Pada perkusi adanya suara teringgal
Adanya tanda syok hipovolemik
Tindakan :
Berikan oksigen 15 liter/mt.
Pasang IV line dengan dua line dengan canule besar dan berikan caiarn untuk
suport sirkulasi
Pasang chest drain untuk untuk menurunkan respirasi distres yang berkelalanjutan
Jangan gunakan PASG
Hipovolemik dapat memperburuk kondisi
,Segera kirim ke RS. Untuk tindakan lebih lanjut
B. Trauma Kepala
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur
kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan
otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-
Brown, Thomas, 2006).
1. Jenis Trauma
Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi trauma
(Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara
garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan
fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala setelah luka. The Brain and
Spinal Cord Organization 2009, mengatakan trauma kepala tertutup adalah apabila suatu pukulan
yang kuat pada kepala secara tiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak.
Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada dura mater.
(Anderson, Heitger, and Macleod, 2006). Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti
berikut;
a) Fraktur
Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu simple
fracture, linear or hairline fracture, depressed fracture, compound fracture. Pengertian dari setiap
fraktur adalah sebagai berikut:
Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit
Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi, distorsi
dan ‘splintering’.
Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak.
Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain retak
terdapat juga hematoma subdural (Duldner, 2008).
Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak atau kelainan pada
bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini memerlukan gaya yang
lebih kuat dari fraktur linear pada kranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada 4%
pasien yang mengalami trauma kepala berat (Graham and Gennareli, 2000; Orlando Regional
Healthcare, 2004). Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea
(cairan serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejala raccoon’s eye (penumpukan darah
pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga menyebabkan kerusakan
saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi pada fossa anterior, media dan
posterior (Garg, 2004).
Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada tulang maxilofasial yang merupakan tulang
yang kedua terbesar setelah tulang mandibula. Fraktur pada bagian ini boleh menyebabkan
kelainan pada sinus maxilari (Garg, 2004).
b) Luka memar (kontosio)
Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler)
pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan
berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak.
Biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar
dapat terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar. Pada
kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di sebut edema. Jika
pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran (Corrigan, 2004).
c) Laserasi (luka robek atau koyak)
Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau runcing. Dengan kata
lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam dimana lukanya akan tampak rata dan
teratur. Luka robek adalah apabila terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit.
Luka ini biasanya terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan
biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut.
d) Abrasi
Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa mengenai
sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat
nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak.
e) Avulsi
Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi sebagian masih
berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada kranial terlepas setelah
kecederaan (Mansjoer, 2000).
2. Perdarahan Intrakranial
a. Perdarahan Epidural
• Perdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan dura mater. Gejala perdarahan epidural
yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang semakin menurun, disertai oleh anisokoria pada
mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontralateral.
• Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain
penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari.
b. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid, yang biasanya meliputi
perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian yaitu:
a. Perdarahan subdural akut
• Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang
lambat, serta gelisah.
• Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.
• Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera batang
otak.
b. Perdarahan subdural subakut
• Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah cedera dan
dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat.
• Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.
c. Perdarahan subdural kronis
- Terjadi karena luka ringan.
- Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural.
- Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secara pelan-
pelan ia meluas.
- Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.
- Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.
d. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan otak yaitu yang dikenal
sebagai ruang subaraknoid (Ausiello, 2007).
e. Perdarahan Intraventrikular
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel otak. Perdarahan
intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan intraserebral.
f. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Di mana terjadi
penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan hentaman, ini dikenali sebagai counter
coup phenomenon. (Hallevi, Albright, Aronowski, Barreto, 2008).
Gejala Klinis Trauma Kepala
Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut:
Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:
a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid)
b. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)
c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan;
a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.
b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
c. Mual atau dan muntah.
d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
e. Perubahan keperibadian diri.
f. Letargik.
Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat;
a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau
meningkat.
b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).
d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal
ekstrimitas.
Penyebab Trauma Kepala
Mekanisme Terjadinya Kecederaan
Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kepala adalah seperti translasi yang terdiri dari
akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak
dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat
percepatan (akselerasi) pada arah tersebut.
Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah secara tiba-tiba dan dihentikan
oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka kepala tiba-tiba terhenti gerakannya.
Rotasi adalah apabila tengkorak tiba-tiba mendapat gaya mendadak sehingga membentuk sudut
terhadap gerak kepala. Kecederaan di bagian muka dikatakan fraktur maksilofasial
(Sastrodiningrat, 2009).
Penyebab Trauma Kepala
Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah karena
terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena disebabkan kecelakaan
secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang
merupakan penyebab utama trauma kepala (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma kepala yaitu
sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap
pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika Serikat (
a) Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan dengan kenderaan
yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna
jalan raya (IRTAD, 1995).
b) Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat
karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.
c) Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan seseorang atau
kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik
pada barang atau orang lain (secara paksaan).
Indikasi CT –Scan pada Trauma Kepala
CT-Scan adalah suatu alat foto yang membuat foto suatu objek dalam sudut 360 derajat melalui
bidang datar dalam jumlah yang tidak terbatas. Bayangan foto akan direkonstruksi oleh komputer
sehingga objek foto akan tampak secara menyeluruh (luar dan dalam). Foto CT-Scan akan tampak
sebagai penampang-penampang melintang dari objeknya.
Dengan CT-Scan isi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma kapitis,
fraktur, perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya
(Sastrodiningrat, 2009). Indikasi pemeriksaan CT-scan pada kasus trauma kepala adalah seperti
berikut:
1. Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang dan berat.
2. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.
4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran.
5. Sakit kepala yang hebat.
6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan otak.
7. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral (Irwan, 2009).
Perdarahan subaraknoid terbukti sebanyak 98% yang mengalami trauma kepala jika dilakukan
CT-Scan dalam waktu 48 jam paska trauma. Indikasi untuk melakukan CT-Scan adalah jika
pasien mengeluh sakit kepala akut yang diikuti dengan kelainan neurologis seperti mual, muntah
atau dengan SKG (Skor Koma Glasgow) <14 (Haydel, Preston, Mills, et al., 2000).
III. Initial Assesment
I. PRIMARY SURVEY
A. Airway dengan kontrol servikal
1. Penilaian
a. Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2. Pengelolaan airway
a. Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
b. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat
yang rigid
c. - Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
- Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabel 1 )
3. Fiksasi leher
4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap
penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau
perlukaan diatas klavikula.
5. Evaluasi
Tabel 1- Indikasi Airway Definitif
Kebutuhan untuk perlindungan
airway
Kebutuhan untuk ventilasi
Tidak sadar Apnea
• Paralisis neuromuskuler
• Tidak sadar
Fraktur maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat
• Takipnea
• Hipoksia
• Hiperkarbia
• Sianosis
Bahaya aspirasi
• Perdarahan
• Muntah - muntah
Cedera kepala tertutup berat yang
membutuhkan hiperventilasi singkat,
bila terjadi penurunan keadaan neurologis
Bahaya sumbatan
• Hematoma leher
• Cedera laring, trakea
• Stridor
Gambar 2
Algoritme Airway
Keperluan Segera Airway Definitif
Kecurigaan cedera servikal
Oksigenasi/Ventilasi
Apneic Bernafas
Intubasi orotrakeal Intubasi Nasotrakeal
dengan imobilisasi atau orotrakeal
servikal segaris dengan imobilisasi
servikal segaris*
Cederamaksilofasial berat
Tidak dapat intubasi Tidak dapat intubasi Tidak dapat intubasi
Tambahan farmakologik
Intubasi orotrakeal
Tidak dapat intubasi
Airway Surgical
* Kerjakan sesuai pertimbangan klinis dan tingkat ketrampilan/pengalaman
B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi
1. Penilaian
a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol
servikal in-line immobilisasi
b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan
terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak,
pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e. Auskultasi thoraks bilateral
2. Pengelolaan
a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12
liter/menit)
b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c. Menghilangkan tension pneumothorax
d. Menutup open pneumothorax
e. Memasang pulse oxymeter
3. Evaluasi
C. Circulation dengan kontrol perdarahan
1. Penilaian
a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
b. Mengetahui sumber perdarahan internal
c. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.
Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi masif segera.
d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
e. Periksa tekanan darah
2. Pengelolaan
a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
b. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta
konsultasi pada ahli bedah.
c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel
darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada
wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas
Darah (BGA).
d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-
pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
f. Cegah hipotermia
3. Evaluasi
D. Disability
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-
tanda lateralisasi
3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.
E. Exposure/Environment
1. Buka pakaian penderita
2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang
cukup hangat.
II. RESUSITASI
A. Re-evaluasi ABCDE
B. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan
20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 2 )
C. Evaluasi resusitasi cairan
1. Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat gambar 3,
tabel 3 dan tabel 4 )
2. Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta
awasi tanda-tanda syok
D. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan
awal.
1. Respon cepat
- Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance
- Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian
darah
- Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan
- Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin
masih diperlukan
2. Respon Sementara
- Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian
darah
- Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif
- Konsultasikan pada ahli bedah ( lihat tabel 5 ).
3. Tanpa respon
- Konsultasikan pada ahli bedah
- Perlu tindakan operatif sangat segera
- Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade
jantung atau kontusio miokard
- Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya ( lihat tabel 6 )
Tabel 2- Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah,
Berdasarkan Presentasi Penderita Semula
KELAS I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan Darah
(mL)
Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000
Kehilangan Darah
(% volume darah)
Sampai 15% 15%-30% 30%-40% >40%
Denyut Nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi
(mm Hg)
Normal atau
Naik
Menurun Menurun Menurun
Frekuensi
Pernafasan
14-20 20-30 30-40 >35
Produksi Urin
(mL/jam)
>30 20-30 5-15 Tidak berarti
CNS/ Status
Mental
Sedikit cemas Agak cemas Cemas,
bingung
Bingung,lesu
(lethargic)
Penggantian Cairan
(Hukum 3:1)
Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan
darah
Kristaloid dan
darah
Table 3-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok
KONDISI PENILAIAN
(Pemeriksaan Fisik)
PENGELOLAAN
Tension
Pneumothorax
• Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
• Needle decompression
• Tube thoracostomy
Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal
• Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
• Venous access
• Perbaikan Volume
• Konsultasi bedah
• Tube thoracostomy
Cardiac tamponade • Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh
• Ultrasound
Pericardiocentesis
• Venous access
• Perbaikan Volume
• Pericardiotomy
• Thoracotomy
Perdarahan Intraabdominal • Distensi abdomen
• Uterine lift, bila hamil
• DPL/ultrasonography
• Pemeriksaan Vaginal
• Venous access
• Perbaikan Volume
• Konsultasi bedah
• Jauhkan uterus dari vena
cava
Perdarahan Luar • Kenali sumber perdarahan Kontrol Perdarahan
• Direct pressure
• Bidai / Splints
• Luka Kulit kepala yang
berdarah : Jahit
Tabel 4-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok
KONDISI IMAGE FINDINGS SIGNIFICANCE INTERVENSI
Fraktur Pelvis Pelvic x-ray
• Fraktur Ramus
Pubic
• Kehilangan darah
kurang
dibanding jenis lain
• Mekanisme
Kompresi Lateral
• Perbaikan Volume
• Mungkin Transfuse
• Hindari manipulasi
Berlebih
• Open book • Pelvic volume ↑ • Perbaikan Volume
• Mungkin Transfusi
• Pelvic volume
• Rotasi Internal
Panggul
• PASG
• Vertical shear • Sumber perdarahan
banyak
• External fixator
• Angiography
• Traksi Skeletal
• Konsultasi Ortopedi
Cedera Organ
Dalam
CT scan
• Perdarahan
intraabdomimal
• Potensial kehilangan
darah
• Hanya dilakukan bila
hemodinamik stabil
• Perbaikan Volume
• Mungkin Transfusi
• Konsultasi Bedah
TAMBAHAN PADA PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI
A. Pasang EKG
1. Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus
dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi
2. Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia
B. Pasang kateter uretra
1. Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi
pemasangan kateter urine
2. Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau
BPH, jangan dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera
konsultasikan pada bagian bedah
3. Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine
4. Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal
dan hemodinamik penderita
5. Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1
ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi
C. Pasang kateter lambung
1. Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial
yang merupakan kontraindikasi pemasangan nasogastric tube, gunakan
orogastric tube.
2. Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena
bahaya aspirasi bila pasien muntah.
D. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium
Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah,
Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan
laboratorium darah.
E. Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST
1. Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan
mesin x-ray portabel dan atau FAST bila terdapat kecurigaan trauma
abdomen.
2. Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses
resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary
survey.
3. Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan.
II. SECONDARY SURVEY
A. Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat :
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.
B. Pemeriksaan Fisik ( lihat tabel 7 )
Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey
Hal yang
dinilai
Identifikasi/
tentukanPenilaian Penemuan Klinis
Konfirmasi
dengan
Tingkat • Beratnya trauma • Skor GCS • 8, cedera • CT Scan
Kesadaran kapitis kepala berat
• 9 -12, cedera
kepala sedang
• 13-15, cedera
kepala ringan
• Ulangi tanpa
relaksasi Otot
Pupil • Jenis cedera
kepala
• Luka pada mata
• Ukuran
• Bentuk
• Reaksi
• "mass effect"
• Diffuse axional
injury
• Perlukaan mata
• CT Scan
Kepala • Luka pada kulit
kepala
• Fraktur tulang
tengkorak
• Inspeksi adanya
luka dan fraktur
• Palpasi adanya
fraktur
• Luka kulit kepala
• Fraktur impresi
• Fraktur basis
• CT Scan
Maksilofasial • Luka jaringan
lunak
• Fraktur
• Kerusakan syaraf
• Luka dalam
mulut/gigi
• Inspeksi :
deformitas
• Maloklusi
• Palpasi : krepitus
• Fraktur tulang
wajah
• Cedera jaringan
lunak
• Foto tulang
wajah
• CT Scan tulang
wajah
Leher • Cedera pada
faring
• Fraktur servikal
• Kerusakan
vaskular
• Inspeksi
• Palpasi
• Auskultasi
• Deformitas
faring
• Emfisema
subkutan
• Hematoma
• Foto servikal
• Angiografi/
Doppler
• Esofagoskopi
• Laringoskopi
• Cedera esofagus
• Gangguan
neurologis
• Murmur
• Tembusnya
platisma
• Nyeri, nyeri
tekan C spine
Toraks • Perlukaan
dinding toraks
• Emfisema
subkutan
• Pneumo/
hematotoraks
• Cedera bronchus
• Kontusio paru
• Kerusakan aorta
torakalis
• Inspeksi
• Palpasi
• Auskultasi
• Jejas, deformitas,
gerakan
• Paradoksal
• Nyeri tekan
dada, krepitus
• Bising nafas
berkurang
• Bunyi jantung
jauh
• Krepitasi
mediastinum
• Nyeri punggung
hebat
• Foto toraks
• CT Scan
• Angiografi
• Bronchoskopi
• Tube
torakostomi
• Perikardio
sintesis
• USG Trans-
Esofagus
Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey ( lanjutan )
Hal yang
Dinilai
Identifikasi/
tentukan
Penilaian Penemuan klinis Konfirmasi
dengan
Abdomen/
pinggang
• Perlukaan dd.
Abdomen
• Inspeksi • Nyeri, nyeri
tekan abd.
• DPL
• Cedera intra-
peritoneal
• Cedera
retroperitoneal
• Palpasi
• Auskultasi
• Tentukan arah
penetrasi
• Iritasi peritoneal
• Cedera organ
viseral
• Cedera
retroperitoneal
• FAST
• CT Scan
• Laparotomi
• Foto dengan
kontras
• Angiografi
Pelvis • Cedera Genito-
urinarius
• Fraktur pelvis
• Palpasi simfisis
pubis untuk
pelebaran
• Nyeri tekan
tulang elvis
• Tentukan
instabilitas
pelvis (hanya
satu kali)
• Inspeksi
perineum
• Pem.
Rektum/vagina
• Cedera Genito-
rinarius
(hematuria)
• Fraktur pelvis
• Perlukaan
perineum,
rektum, vagina
• Foto pelvis
• Urogram
• Uretrogram
• Sistogram
• IVP
• CT Scan dengan
kontras
Medula
spinalis
• Trauma kapitis
• Trauma medulla
spinalis
• Trauma syaraf
perifer
• Pemeriksaan
motorik
• Pemeriksaan
sensorik
• "mass effect"
unilateral
• Tetraparesis
Paraparesis
• Cedera radiks
syaraf
• Foto polos
• MRI
Kolumna
vertebralis
• Fraktur
• lnstabilitas
kolumna
Vertebralis
• Kerusakan syaraf
• Respon verbal
terhadap nyeri,
tanda lateralisasi
• Nyeri tekan
• Deformitas
• Fraktur atau
dislokasi
• Foto polos
• CT Scan
Ekstremitas • Cedera jaringan
lunak
• Fraktur
• Kerusakan sendi
• Defisit neuro-
vascular
• Inspeksi
• Palpasi
• Jejas,
pembengkakan,
pucat
• Mal-alignment
• Nyeri, nyeri
tekan, Krepitasi
• Pulsasi hilang/
berkurang
• Kompartemen
• Defisit
neurologis
• Foto ronsen
• Doppler
• Pengukuran
tekanan
kompartemen
• Angiografi
III. TAMBAHAN PADA SECONDARY SURVEY
A. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita
dengan teliti dan pastikan hemodinamik stabil
B. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena
pemeriksaan tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain
C. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :
1. CT scan kepala, abdomen
2. USG abdomen, transoesofagus
3. Foto ekstremitas
4. Foto vertebra tambahan
5. Urografi dengan kontras
IV. RE-EVALUASI PENDERITA
A. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan
setiap perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
B. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin
C. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan
IX. TRANSFER KE PUSAT RUJUKAN YANG LEBIH BAIK
A. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena
keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih
memungkinkan untuk dirujuk.
B. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama
perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.
DAFTAR PUSTAKA
Purwadianto, Sampurna. 2000. Kedaruratan Medik. Jakarta : Binarupa Aksara
American College of Surgeon, 2004. ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT. United States
of America : First Impression
Manjoer, Arief dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculaplus FKUI.
Snell, Richard. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6. Jakarta : EGC
Recommended