View
4
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA KEKUATAN OTOT DENGAN DAYA TAHAN OTOT
TUNGKAI BAWAH PADA ATLET KONTINGEN PEKAN OLAHRAGA
NASIONAL XVIII KOMITE OLAHRAGA NASIONAL INDONESIA
SULAWESI SELATAN
TAHUN 2013
YUDI HARDIANTO
C13109271
PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul :
HUBUNGAN ANTARA KEKUATAN OTOT DENGAN DAYA TAHAN OTOT
TUNGKAI BAWAH PADA ATLET KONTINGEN PEKAN OLAHRAGA
NASIONAL XVIII KOMITE OLAHRAGA NASIONAL INDONESIA
SULAWESI SELATAN
TAHUN 2013
Oleh : YUDI HARDIANTO
C13109271
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji dan Tim Pembimbing Ujian Skripsi pada : Hari / Tanggal : Senin, 25 Februaru 2013
Tim Penguji : 1. Drs. H. Djohan Aras, S.Ft, Physio, M.Pd, M.Kes (…………………………..)
2. dr. Dario Nelwan, Sp.Rad (…………………………..)
3.
Tim Pembimbing : 1. St. Nurul Fajriah, S.Ft, Physio, M.Kes (…………………………..)
2. dr. Ilhamuddin, M.Si (…………………………..)
Mengetahui,
A.n Dekan Fakultas Kedokteran Ketua Program Studi S1 Fisioterapi
Universitas Hasanuddin Fakultas Kedokteran Wakil Dekan 1 Universitas Hasanuddin
Prof.dr. Budu, Ph.D.,Sp.M-KVR Drs.H.DjohanAras,S.Ft,Physio,M.Pd,M.Kes
NIP. 19661231 199503 1 009 NIP. 19550705 197603 1 005
iii
ABSTRAK
YUDI HARDIANTO, NIM: C13109271, dengan Judul: “Hubungan Kekuatan
Otot dengan Daya Tahan Otot Tungkai Bawah pada Atlet Kontingen PON
XVIII KONI Sulsel Tahun 2013” Dibimbing oleh St. Nurul Fajriah, S.Ft.,
Physio, M.Kes., dan dr. Ilhamuddin, M.Si.
(xi+60 Halaman + 14 Tabel + 3 Lampiran)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kekuatan otot dengan daya tahan otot tungkai bawah pada atlet kontingen PON XVIII KONI Sulsel.
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross-
sectional. Populasi dan sampel adalah atlet kontingen PON XVIII KONI Sulsel. Jumlah sampel sebanyak 76 responden dari tabel sajian hasil pengukuran fisik yang
dilakukan KONI Sulsel yang diambil dengan teknik purposive sampling sesuai kriteria yang ingin diteliti. Data dianalisis menggunakan uji Chi-Square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cabang olahraga yang paling banyak
memiliki kekuatan otot tinggi adalah cabang olahraga sepak takraw yaitu sebanyak 5 orang (10,5 %), sedangkan yang kebanyakan kekuatan ototnya rendah adalah cabang
olahraga futsal, yaitu sebanyak 17 orang (22,4%). Cabang olahraga yang dominan memiliki daya tahan otot tinggi adalah cabang olahraga bela diri, yaitu sebanyak 18 orang (23,7%), sedangkan yang dominan memiliki daya tahan otot rendah adalah
cabang olahraga futsal, yaitu sebanyak 19 orang (25%). Berdasarkan hasi uji Chi-Square, terdapat hubungan antara kekuatan otot dengan daya tahan otot tungkai
bawah atlet kontingen PON XVIII KONI Sulsel dengan p = 0,004 (<0,05). Untuk meningkatkan daya tahan otot, sebaiknya latihan yang dilakukan
diiringi dengan latihan peningkatan kekuatan otot dan dilakukan dengan metode
siklus sehingga peningkatan keduanya bisa sejalan. Hal ini untuk menjaga daya tahan otot tetap bisa maksimal seiring dengan peningkatan kekuatan otot, terutama pada
cabang-cabang olahraga yang membutuhkan keduanya untuk bisa menghasilkan performa yang baik.
Keywords: kekuatan otot, daya tahan otot, tungkai bawah, atlet, kontingen PON
XVIII, KONI Sulsel Daftar Pustaka : 37 (1985-2012)
iv
ABSTRAK
YUDI HARDIANTO, C13109271,“Correlation between Muscle Power and
Muscle Endurance of Lower Extremities of Athletes PON XVIII KONI Sulsel
Year 2013” supervised by St. Nurul Fajriah and Ilhamuddin.
(xi+60 pages + 14 Table + 3 Lampiran)
This study intended to understan the correlation between muslce power and
musle endurance of lower extremities in athlete PON XVIII KONI Sulsel. The research design used in this study is descriptive analytic with cross-
sectional data. Population and sample are PON XVIII KONI Sulsel Athlete. Samples
are 76 persons, taken from physical assessment results provided by KONI Sulsel. Samples taken by purposive sampling method. Data analisys used Chi Square Test.
penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Populasi dan sampel adalah atlet kontingen PON XVIII KONI Sulsel. Jumlah sampel sebanyak 76 responden dari tabel sajian hasil pengukuran fisik yang dilakukan KONI Sulsel yang diambil dengan
teknik purposive sampling sesuai kriteria yang ingin diteliti. Data dianalisis menggunakan uji Chi-Square.
The results showed that athletes with highest value of muscle power are sepak takraw athletes. Athletes with lowest value of muscle power are futsal athletes. Athletes with muslce highest value of muscle endurance Hasil penelitian
menunjukkan bahwa cabang olahraga yang paling banyak memiliki kekuatan otot tinggi adalah cabang olahraga sepak takraw yaitu sebanyak 5 orang (10,5 %),
sedangkan yang kebanyakan kekuatan ototnya rendah adalah cabang olahraga futsal, yaitu sebanyak 17 orang (22,4%). Cabang olahraga yang dominan memiliki daya tahan otot tinggi adalah cabang olahraga bela diri, yaitu sebanyak 18 orang (23,7%),
sedangkan yang dominan memiliki daya tahan otot rendah adalah cabang olahraga futsal, yaitu sebanyak 19 orang (25%). Berdasarkan hasi uji Chi-Square, terdapat
hubungan antara kekuatan otot dengan daya tahan otot tungkai bawah atlet kontingen PON XVIII KONI Sulsel dengan p = 0,004 (<0,05).
Untuk meningkatkan daya tahan otot, sebaiknya latihan yang dilakukan
diiringi dengan latihan peningkatan kekuatan otot dan dilakukan dengan metode siklus sehingga peningkatan keduanya bisa sejalan. Hal ini untuk menjaga daya tahan
otot tetap bisa maksimal seiring dengan peningkatan kekuatan otot, terutama pada cabang-cabang olahraga yang membutuhkan keduanya untuk bisa menghasilkan performa yang baik.
Keywords: muscle strength, muscle endurance, lower extremities, athletes, kontingen PON XVIII, KONI Sulsel
Daftar Pustaka : 37 (1985-2012)
v
KataPengantar
Puji syukur saya haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Hubungan antara Kekuatan Otot dengan Daya Tahan Otot Tungkai Bawahpada Atlet
Kontingen Pekan Olahraga Nasional XVIIIKomite Olahraga Nasional Indonesia
Sulawesi SelatanTahun 2013”.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, sahabat dan keluarganya, yang telah membawa risalah berupa Al-Qur’an
sebagai kitab suci yang kaya akan khazanah ilmu pengetahuan.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di Program
Studi S1 Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin serta sebagai
kontribusi penyusun untuk mendukung salah satu tri dharma perguruan tinggi yaitu
penelitian.
Rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya saya
persembahkan kepada:
1. Allah SWT atas segala rahmat dan karuni-Nya yang tak terhingga
2. Kedua Orang tua yang menjadi sumber kasih sayang, doa, motivasi, dukungan
moril dan materil serta inspirasi bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
3. Bapak Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi, Sp.B., Sp.BO., selaku rektor Universitas
Hasanuddin
4. Bapak Prof. Irawan Yusuf, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas
Hasanuddin
vi
5. Bapak Drs. Djohan Aras, S.Ft., Physio, M.Kes., selaku Ketua Program Studi
Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin sekaligus sebagai dosen
penguji yang telah mengarahkan penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
6. Ketua KONI Sulsel yang telah memberi izin kepada penulis untuk menjad ikan
instansinya sebagai tempat penelitian penulis dalam rangka penyelesaian skripsi
ini.
7. Ibu St Nurul Fajriah, S.Ft., Physio, M.Kes., selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing penulis dengan tulus ikhlas dalam proses pembuatan dan
penyelesaian skripsi ini.
8. Bapak dr. Ilhamuddin, M. Si., selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberi masukan kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini mulai dari segi
penulisan sampai isi dari skripsi ini agar sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah.
9. Bapak dr. Dario Nelwan, Sp.Rad., selaku dosen penguji yang telah mengarahkan
penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Segenap dosen Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu dan pengetahuan
sebagai dasar dalam penyelesaian skripsi ini.
11. Segenap staf Administrasi Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin yang telah memudahkan dan memfasilitasi penulis dalam
Seminar Proposal dan Seminar Hasil skripsi ini.
12. Teman-teman Stere09nosis atas dukungan dan motivasi yang diberikan kepada
penulis dalam suka maupun duka selama proses penyelesaian skripsi ini.
vii
13. Segenap pihak yang ikut memberikan kontribusi dalam proses penyelesaian skripsi
ini yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
Akhirnya permohonan maaf yang sebesar-besarnya saya haturkan pada
pembaca karena saya sadari skripsi ini merupakan bahan pelajaran bagi saya sehingga
masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran sangat saya harapkan dari pembaca
sekalian, pembimbing dan terutama para penguji demi kesempurnaan skripsi ini
nantinya.
Makassar, Februari2013
Penyusun
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Otot ........................................................... 7
1. Sifat Jaringan Otot .................................................................... 7
2. Serabut Otot .............................................................................. 9
3. Tipe Serabut Otot...................................................................... 11
4. Motor Unit ................................................................................ 13
5. Mekanisme Kontraksi Otot ....................................................... 14
6. Sumber Energi Kontraksi Otot ................................................. 15
ix
B. Kekuatan Otot ................................................................................. 18
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot......................... 22
D. Prosedur Tes Kekuatan Otot ........................................................... 23
E. Daya Tahan Otot ............................................................................. 24
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep............................................................................ 29
B. Hipotesis ......................................................................................... 29
BAB IV METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ..................................................................... 30
B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 30
C. Populasi dan Sampel ...................................................................... 30
D. Alur Penelitian ............................................................................... 31
E. Variabel Penelitian ......................................................................... 31
F. Teknik Pengumpulan Data.............................................................. 33
G. Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................... 33
H. Masalah Etika.................................................................................. 34
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................... 35
Karakteristik Subjek Penelitian ................................................ 35
Distribusi Kekuatan Otot Tungkai Bawah pada Atlet
Kontingen PON XVIII KONI Sulsel ........................................ 36
x
Distribusi Daya Tahan Otot Tungkai Bawah pada Atlet
Kontingen PON XVIII KONI Sulsel ........................................ 37
Hubungan Kekuatan Otot dengan Daya Tahan Otot
Tungkai Bawah pada Atlet Kontingen PON XVIII KONI
Sulsel......................................................................................... 39
B. Pembahasan..................................................................................... 41
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................... 48
B. Saran................................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 50
LAMPIRAN ....................................................................................................... 53
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik Serabut Otot .................................................................... 13
Tabel 2.2 Klasifikasi Kekuatan Otot Tungkai ....................................................... 24
Tabel 2.3 Kriteria Penilaian Half Squat Jump....................................................... 28
Tabel 4.1 Kriteria Objektif Kekuatan Otot............................................................ 32
Tabel 4.2 Kriteria Objektif Daya Tahan Otot ....................................................... 33
Tabel 5.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ..................................... 35
Tabel 5.2 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Cabang Olahraga ............... 36
Tabel 5.3 Distribusi Kekuatan Otot Berdasarkan Cabang Olahraga .................... 36
Tabel 5.4 Distribusi Kekuatan Otot Berdasarkan Jenis Kelamin ......................... 37
Tabel 5.5 Distribusi Daya Tahan Otot Berdasarkan Cabang Olahraga ................ 37
Tabel 5.6 Distribusi Daya Tahan Otot Berdasarkan Jenis Kelamin ..................... 38
Tabel 5.7 Distribusi Silang antara Kekuatan Otot dengan Daya Tahan Otot
Tungkai Bawah Atlet Kontingen PON XVIII KONI Sulsel ................ 39
Tabel 5.8 Krostabulasi Kekuatan dengan Daya Tahan Otot Tungkai Bawah
Atlet Kontingen PON XVIII KONI Sulsel ........................................... 40
Tabel 5.9 Hubungan Kekuatan Otot dengan Daya Tahan Otot Tungkai
Bawah Atlet Kontingen PON XVIII KONI Sulsel ............................... 41
xii
DAFTAR GAMBAR
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 29
Bagan 4.1 Alur Penelitian ................................................................................ 31
Diagram 5.1 Krostabulasi Kekuatan dan Daya Tahan Otot Tungkai Bawah
Atlet Kontingen PON XVIII KONI Sulsel ..................................... 39
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Hasil Olah Data SPSS .......................................................................................... 53
Master Tabel ........................................................................................................ 57
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................... 60
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Olahraga merupakan aktivitas penting dalam kehidupan sehari-hari yang
dilakukan untuk berbagai tujuan, seperti kesehatan, rekreasi, dan kompetisi demi
meraih prestasi dan prestise. Dalam olahraga kompetisi, para atlet yang terlibat
di dalamnya perlu mendapatkan latihan khusus agar mampu menunjukkan
performa yang baik di lapangan sehingga memiliki peluang yang tinggi untuk
menang dan menjadi juara. Salah satu jenis latihan yang dimaksud adalah latihan
fisik (Mulyadi, 2012)
Dalam latihan fisik, salah satu hal yang perlu ditingkatkan oleh seorang
atlet adalah kinerja otot. Kinerja otot didefinisikan sebagai kapasitas otot dalam
melakukan suatu usaha. Definisi tersebut terlihat sederhana, namun kinerja otot
merupakan komponen kompleks gerakan fungsional tubuh yang dipengaruhi
oleh seluruh sistem tubuh. Untuk bisa mengantisipasi, merespon dan mengontrol
tenaga yang digunakan tubuh dalam beraktivitas, otot harus bisa mengontrol
tegangan yang dihasilkan dengan baik. Di situlah fungsi utama dari kinerja otot
(Kisner, 2007)
Ada 3 elemen penting penyusun kinerja otot. Jika salah satu atau lebih
dari ketiga elemen tersebut mengalami gangguan fungsi atau kelemahan, maka
risiko cedera otot akan meningkat. Selain itu, jika kinerja otot mengalami
2
gangguan, maka berbagai masalah otot akan terjadi, seperti cedera, penyakit,
kekakuan, kelemahan, dan cacat. Ketiga elemen tersebut adalah kekuatan otot,
daya tahan otot, dan daya ledak otot (Kisner, 2007)
Sebagai bagian dari kinerja otot, kekuatan otot merupakan komponen
paling penting dalam hampir setiap cabang olahraga. Latihan kekuatan otot
bertujuan untuk meningkatkan performa atlet dalam kompetisi dengan cara:
1. Meningkatkan komponen neural kontraksi otot
2. Meningkatkan ukuran serabut otot
Yang terakhir berdasarkan pada hipotesis bahwa latihan fisik
menyebabkan akumulasi metabolisme yang secara spesifik meningkatkan sintesis
adaptif protein enzim dan struktural sehingga memperbesar dan memperbanyak
serabut otot. Sebagai konsekuensinya hipertropi otot adalah hasil dari efek
kumulatif dari beberapa sesi latihan yang disusun dalam siklus latihan tertentu
(Boreham, 2006)
Daya tahan otot juga menjadi unsur penting karena daya tahan otot
diperlukan untuk menghindari kelelahan berlebihan sehingga atlet mampu
menjalani waktu pertandingan yang lebih lama (Mulyadi, 2012). Daya tahan otot
didefinisikan sebagai kemampuan otot atau sekelompok otot tertentu untuk
melakukan latihan dalam waktu yang lama (Beltasar Tarigan, 2005). Sejalan
dengan itu, Hannah Mich (2011) menuliskan bahwa daya tahan otot adalah
kemampuan sekelompok otot untuk berkontraksi pada waktu yang lama.
3
Untuk meningkatkan daya tahan otot, maka kekuatan otot terlebih dahulu
perlu di tingkatkan hingga level tertentu, karena kekuatan otot merupakan dasar
dari kinerja otot. Tanpa kekuatan otot, tubuh tidak akan mampu memulai suatu
gerakan. Dengan kekuatan otot yang tinggi, atlet dapat berlari lebih cepat,
melompat lebih tinggi, menendang lebih keras, melempar lebih jauh, dan
sebagainya. Sementara dengan daya tahan otot yang tinggi, atlet dapat
melakukan hal-hal di atas dalam waktu yang lebih lama dan berulang-ulang
(Gormley, 2005)
Peningkatan kekuatan otot biasanya diikuti dengan peningkatan massa
otot dan jumlah serabut otot sehingga satu kali kontraksi otot bisa lebih efisien
dalam menghasilkan tenaga yang lebih tinggi. Akan tetapi, terjadinya hal
tersebut, malah akan menyebabkan konsumsi energi dalam satu kali kontraksi
menjadi lebih tinggi pula, sedangkan energi tersebut masih dibutuhkan otot untuk
menjaga daya tahannya. Dengan demikian, maka seseorang yang memiliki
kekuatan otot tinggi, yang disertai dengan peningkatan massa otot dan bulking,
akan cenderung memiliki daya tahan otot yang rendah akibat banyaknya energi
yang dihabiskan otot selama berkontraksi.
Hal tersebut di atas tidak akan menjadi masalah pada olahraga-olahraga
yang hanya membutuhkan daya tahan otot tanpa membutuhkan kekuatan otot
yang tinggi. Seperti pada lari marathon misalnya, daya tahan ototnya dapat
dilatih bersamaan dengan latihan kemampuan kardiovaskular untuk mempercepat
metabolisme, sehingga energi bisa dihasilkan lebih cepat sebelum otot
mengalami kelelahan.
4
Hubungan antara kekuatan otot dan daya tahan otot ini baru akan menjadi
masalah pada olahraga yang membutuhkan keduanya. Misalnya pada sepak bola,
di mana kekuatan dibutuhkan untuk kekuatan dalam menendang, sementara daya
tahan dibutuhkan untuk bisa bermain selama 2x45 menit tanpa mengalami
kelelahan atau turunnya performa yang signifikan. Latihan kekuatan dan daya
tahan otot tentu harus diseimbangkan, agar keduanya bisa mengalami
peningkatan yang sejalan. Dan untuk menentukan seperti apa latihan yang
seimbang untuk kekuatan dan daya tahan otot, maka perlu dipahami seperti apa
pola hubungan dari kedua elemen penting kinerja otot tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti mengambil judul “Hubungan antara
Kekuatan Otot dengan Daya Tahan Otot Tungkai Bawah pada Atlet Kontingen
Pekan Olahraga Nasional XVIII Komite Olahraga Nasional Indones ia Sulawesi
Selatan Tahun 2013”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti merumuskan
masalah penelitian yaitu: “Apakah Terdapat Hubungan antara Kekuatan Otot
Tungkai Bawah dengan Daya Tahan Otot Tungkai Bawah pada Atlet Kontingen
PON XVIII KONI Sulsel Tahun 2013?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui ada tidaknya hubungan
antara kekuatan otot dengan daya tahan otot tungkai bawah atlet.
5
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
a. Diketahui nilai kekuatan otot tungkai bawah pada atlet dan distribusinya
berdasarkan data hasil pengukuran KONI Sulsel pada atlet Sulsel
kontingen PON XVIII
b. Diketahui nilai daya tahan otot tungkai bawah pada atlet dan distribusinya
berdasarkan data hasil pengukuran KONI Sulsel pada atlet Sulsel
kontingen PON XVIII
c. Diketahui ada tidaknya hubungan antara kekuatan otot dengan daya tahan
otot tungkai bawah pada atlet Sulsel kontingen PON XVIII
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Aplikatif
Penelitian ini mampu memberikan informasi dan pengetahuan bagi atlet,
pelatih, serta masyarakat umum dalam memahami hubungan kekuatan otot
dengan daya tahan otot tungkai bawah demi tercapainya kinerja otot yang baik
dalam berolahraga.
2. Manfaat Keilmuan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber-sumber bacaan dan
kajian pustaka mengenai hubungan kekuatan otot dengan daya tahan otot
tungkai bawah.
3. Manfaat Metodologi
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi
penelitian-penelitian selanjutnya yang ingin mengkaji mengenai hubungan
6
kekuatan dengan daya tahan otot tungkai bawah baik pada atlet maupun pada
masyarakan awam.
4. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pemahaman
peneliti tentang hubungan kekuatan otot dengan daya tahan oto t tungkai
bawah sehingga bisa diterapkan dalam lingkup keprofesian peneliti di
kemudian hari.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Otot
Otot merupakan jaringan yang secara aktif mampu mengembangkan
ketegangan (tension). Karakteristik ini memungkinkan otot skeletal atau otot
lurik dapat melakukan fungsi penting dalam mempertahankan postur tubuh agar
tetap tegak, menggerakkan anggota gerak tubuh, dan mengabsorbsi (meredam)
terjadinya shock. Oleh karena otot hanya dapat melakukan fungsi tersebut pada
saat dirangsang dengan baik, maka sistem saraf dan sistem otot secara kolektif
seringkali dikenal sebagai sistem neuromuscular (Kisner, 2007).
1. Sifat Jaringan Otot
a. Ekstensibilitas
Ekstensibilitas adalah kemampuan otot untuk terulur atau
memanjang tanpa menimbulkan cedera otot. Hal ini penting karena pada
saat otot berkontraksi, otot antagonis harus berelaksasi untuk
menghasilkan gerakan yang diinginkan (Cael, 2010).
b. Elastisitas
Elastisitas adalah kemampuan otot untuk kembali ke ukuran
normal setelah diulur/memanjang. Elastisitas otot akan mengembalikan
otot ke posisi ukuran istirahat normal setelah mengalami penguluran dan
memberikan transmisi ketegangan yang halus dari otot ke tulang
(Sloane, 2004).
8
c. Eksitabilitas
Sifat karakteristik otot lainnya adalah eksitabilitas. Eksitabilitas
adalah kemampuan untuk merespon suatu stimuli. Stimuli yang
mempengaruhi otot dapat bersifat elektrokimiawi seperti aksi potensial
dari saraf yang mempersarafinya, atau mekanikal seperti pukulan atau
benturan dari luar pada otot (Cael, 2010).
d. Kontraktilitas
Kemampuan untuk mengembangkan ketegangan merupakan
salah satu sifat karakteristik yang khas pada jaringan otot. Secara
historis, perkembangan ketegangan otot telah dikenal sebagai kontraksi
atau komponen kontraktil fungsi otot. Kontraktilitas adalah kemampuan
otot untuk memendek dari panjang otot semula. Namun demikian,
ketegangan otot mungkin juga terjadi tanpa melibatkan pemendekan
otot (Sloane, 2004).
e. Konduktivitas
Konduktivitas merupakan kemampuan jaringan otot untuk
menyebarkan impuls, termasuk aksi potensial. Ketika otot dirangsang
oleh sistem saraf, maka impuls harus dibawa ke struktur jaringan otot
yang lebih dalam. Konduktivitas membantu aksi potensial
ditransmisikan ke sepanjang sel otot, mengaktifkan jaringan, dan
menginisiasi kontraksi otot (Cael, 2010).
9
2. Serabut Otot
Sebuah sel otot tunggal dinamakan serabut otot karena berbentuk
seperti benang/serabut. Membran yang membungkus serabut otot disebut
sarkolema dan secara khusus sitoplasma ini disebut dengan sarkoplasma.
Sarkoplasma pada setiap serabut otot mengandung sejumlah nukleus dan
mitokondria, serta sejumlah benang/serabut myofibril yang tersususn secara
paralel sejajar satu sama lain. Myofibril mengandung 2 tipe filamen protein
yang susunannya menghasilkan karakteristik berpola striated sehingga
dinamakan otot striated atau otot skeletal (Cael 2010).
Observasi melalui mikroskop terlihat adanya perubahan struktur
bands (A bands, I bands) dan garis didalam otot skeletal selama kontraksi
otot. Sarkomer terbagi-bagi antara 2 Z lines, yang merupakan unit struktural
dasar dari serabut otot. Setiap sarkomer dibagi dua oleh suatu M line. A band
berisi filamen myosin yang kasar dan tebal, serta dikelilingi oleh 6 filamen
aktin yang tipis dan halus. I band berisi hanya filamen aktin yang tipis. Pada
kedua band tersebut, filamen-filamen protein dipertahankan dalam posisinya
oleh perlekatan pada Z line yang melekat ke sarkolema. Pada pusat A band
terdapat H zone, yang hanya berisi filamen myosin yang tebal (Cael 2010).
Selama kontraksi otot, filamen aktin yang tipis dari salah satu ujung
sarkomer akan saling tumpang tindih satu sama lain. Sebagaimana terlihat
melalui mikroskop, Z line bergerak kearah A bands untuk mempertahankan
ukuran awalnya, sementara I bands menyempit dan H zone menghilang.
10
Proyeksi dari filamen myosin disebut cross-bridge yang membentuk ikatan
fisik dengan filamen aktin selama kontraksi otot, melalui sejumlah hubungan
yang proporsional, produksi gaya dan pengeluaran energi (Kisner, 2007).
Suatu saluran jaringan membran yang dikenal dengan retikulum
sarkoplasmik berhubungan dengan setiap serabut secara eksternal. Secara
internal, serabut terbelah oleh terowongan kecil yang dinamakan dengan
transverse tubule. Transverse tubule berjalan secara sempurna melalui
serabut dan hanya terbuka ke arah eksternal. Retikulum sarkoplasmik dan
transverse tubule merupakan saluran-saluran untuk tranportasi mediator
elektrokimiawi aktivasi otot. Beberapa lapisan jaringan konektif
memberikan super struktur untuk struktur serabut otot. Setiap membran
serabut atau sarkolema dikelilingi atau dibungkus oleh jaringan konektif tipis
yang disebut endomysium. Serabut-serabut otot yang tergabung kedalam
fascicle tersebut dibungkus oleh jaringan konektif yang dinamakan
perimysium. Kelompok-kelompok fascicle membentuk otot secara
keseluruhan yang kemudian dibungkus oleh epimysium, yang kemudian
berlanjut sampai dengan tendon otot (Kisner, 2007).
Secara genetik, sejumlah serabut otot yang ada, bervariasi antara
seseorang dengan yang lain. Jumlah serabut yang sama saat lahir akan
dipertahankan sepanjang kehidupannya, kecuali kadang-kadang
hilang/menurun akibat cedera. Peningkatan ukuran otot setelah resistance
training secara umum diyakini terjadi karena peningkatan diameter serabut
otot menjadi lebih besar. Namun demikian, kemungkinan terjadi hiperplasia
11
atau peningkatan jumlah serabut otot dapat terjadi di antara beberapa
individu sebagai respon terhadap program training (Guyton & Hall, 2006).
3. Tipe Serabut Otot
Serabut otot skeletal memperlihatkan beberapa struktur, histokimia,
dan sifat karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini memiliki implikasi
langsung terhadap fungsi otot, sehingga serabut otot menjadi hal yang
menarik bagi para ilmuwan. Serabut dari beberapa motor unit akan
berkontraksi hingga mencapai ketegangan (tension) maksimum yang lebih
cepat daripada serabut lainnya setelah distimulasi. Berdasarkan pada
perbedaan karakteristik ini, serabut otot dibagi kedalam 2 kategori utama
yaitu serabut Fast Twitch (FT) dan Slow Twitch (ST) (Cael, 2010).
Untuk mencapai puncak ketegangan, serabut FT hanya membutuhkan
waktu sekitar 1/7 dari waktu yang diperlukan oleh serabut ST. Namun
demikian, kisaran waktu twitch yang besar untuk mencapai ketegangan
maksimum nampak terlihat pada kedua kategori tersebut. Perbedaan waktu
puncak ketegangan tersebut disebabkan oleh adanya konsentrasi myosin
ATPase yang tinggi pada serabut FT. Serabut FT juga lebih besar
diameternya daripada serabut ST. Karena karakteristiknya, maka serabut FT
biasanya lebih cepat lelah daripada serabut ST. Meskipun keutuhan serabut
FT dan ST dalam otot dapat membangkitkan jumlah gaya puncak isometrik
yang sama per area cross-sectional (diameter) otot, beberapa orang yang
memiliki persentase serabut FT yang tinggi mampu membangkitkan jumlah
12
torque dan power yang tinggi selama gerakan dibandingkan dengan yang
memiliki lebih banyak serabut ST (Cael, 2010).
Serabut FT terbagi menjadi 2 kategori berdasarkan sifat
histokimiawinya. Tipe pertama tahan terhadap kelelahan seperti karakteristik
serabut ST. Tipe kedua memiliki diameter yang besar, mengandung
mitokondria dalam jumlah yang sedikit, dan lebih cepat lelah dibanding tipe
pertama. Para peneliti telah memperkenalkan beberapa skema klasifikasi
berdasarkan unsur metabolik dan kontraktil dari ketiga tipe serabut yang
berbeda. Pada salah satu skema, serabut ST dikenal sebagai tipe I, dan
serabut FT disebut dengan tipe IIa dan tipe IIb. Istilah sistem lainnya adalah
serabut ST dikenal sebagai Slow-twitch Oxidative (SO), serabut FT terbagi
kedalam serabut Fast-twitch Oxidative Glycolytic (FOG) dan Fast-twitch
Glycolytic (FG). Klasifikasi tambahan lainnya adalah serabut ST, serabut
Fast-twicth Fatigue Resistant (FFR) serta serabut Fast-twitch Fatigue (FF).
Beberapa sistem klasifikasi ini didasarkan pada perbedaan unsur serabut dan
tidak dapat dipertukarkan (Sherwood 2001).
Meskipun seluruh serabut pada sebuah motor unit adalah tipe yang
sama, sebagian besar otot skeletal mengandung serabut FT dan ST dengan
jumlah yang relatif bervariasi dari otot ke otot dan individu ke individu.
Sebagai contoh, otot Soleus secara umum hanya digunakan untuk
penyesuaian postural, sehingga mengandung terutama serabut ST.
Sebaliknya, otot Gastrocnemius dapat mengandung lebih banyak serabut FT
daripada serabut ST (Kisner, 2007).
13
Tabel 2.1 Karakteristik Serabut Otot Skeletal
Karakteristik
Tipe I
Serabut
Slow-
Twitch(ST)
Tipe IIa Serabut Fast-Twitch
Fatigue
Resistant(FFR)
Tipe IIb Serabut Fast-Twitch Fast
Fatigue(FF)
Kecepatan kontraksi
Kelelahan
Diameter
Konsentrasi ATPase
Konsentrasi Mitokondria
Konsentrasi Enzym
Glycolytic
Rendah
Rendah
Kecil
Rendah
Tinggi
Rendah
Cepat
Sedang
Sedang
Tinggi
Tinggi
Sedang
Cepat
Cepat
Besar
Tinggi
Rendah
Tinggi
4. MotorUnit
Serabut otot diatur ke dalam group fungsional dengan ukuran yang
berbeda-beda. Sejumlah serabut otot dipersarafi oleh susunan motor neuron
tunggal yang dikenal sebagai motor unit. Akson pada setiap motor neuron
akan terbagi menjadi beberapa cabang sehingga setiap serabut otot disuplai
oleh satu motor end plate per serabut otot. Serabut dari sebuah motorunit
dapat menyebar beberapa sentimeter di atas suatu area dan diselingi oleh
serabut motorunit lainnya. Pengecualian yang jarang terjadi adalah motorunit
terbatas pada suatu otot tunggal dan terlokalisir di dalam otot tersebut.
Sebuah motor unit tunggal pada mamalia dapat berisi kurang lebih 100
sampai mendekati 2000 serabut, bergantung pada tipe gerakan yang
dihasilkan oleh otot tersebut. Gerakan-gerakan yang dikontrol dengan tepat,
seperti gerakan mata atau jari- jari dihasilkan oleh motor unit dengan jumlah
serabut yang kecil. Gerakan yang kasar, sangat kuat, seperti gerakan yang
dihasilkan oleh Gastrocnemius yang merupakan hasil dari aktivitas motor
unit yang besar (Sherwood, 2001).
14
Serabut-serabut otot dalam setiap motor unit tidak seluruhnya
terkumpul bersama-sama dalam satu otot tetapi tumpang tindih dengan
motor unit lain dalam suatu berkas mikro yang terdiri atas 3 sampai 15
serabut. Pertautan ini menyebabkan motor unit yang terpisah akan
berkontraksi untuk membantu unit yang lain (Guyton & Hall, 2006).
5. Mekanisme Kontraksi Otot
Ada dua jenis kontraksi otot, yaitu kontraksi isotonik dan kontraksi
isometrik. Kontraksi isotonik (disebut juga kontraksi dinamik) terjadi ketika ada
perubahan panjang otot saat berkontraksi. Gerakannya berpola konsentrik di
mana sudut sendi mengecil akibat tegangan yang terbentuk. Kebalikannya adalah
gerakan eksentrik, di mana sudut sendi membesar yang disertai dengan
berkurangnya tegangan. Sedangkan kontraksi isometrik terjadi saat otot
menghasilkan tegangan tetapi panjang otot tidak berubah (Cael, 2010).
Ketika otot berkontraksi secara isotonik, terjadi pemendekan otot
yang menyebabkan tegangan otot. Pita aktin meluncur saling mendekat
menuju pusat sarkomer diantara pita myosin. Bila otot dirangsang dan
menimbulkan aksi potensial pada membran sel otot, maka ion Ca++ di luar
sel akan masuk ke dalam sel otot disertai pelepasan ion Ca++ dalam jumlah
yang besar oleh retikulum sarkoplasma dalam sel, sehingga kadar ion Ca ++
di sekitar elemen kontraktil otot meningkat (Mulyadi, 2012).
Ion Ca++kemudian akan terikat pada troponin C. Selanjutnya, terjadi
perubahan bentuk jalinan troponin-tropomyosin. Perubahan jalinan tersebut
15
membuka daerah aktif pada pita aktin yang membuat cross-bridge melekat
pada pita aktin. Dengan demikian, terjadilah hubungan antara pita aktin dan
myosin. Ketika cross-bridge melekat pada pita aktin, ATP yang terdapat
pada cross-bridge terhidrolisis menjadi ADP dan sejumlah energi
dilepaskan. Energi tersebut digunakan untuk menggerakkan pita aktin saling
mendekat di antara pita myosin. Sarkomer kemudian memendek dan timbul
tegangan otot. Keseluruhan proses tersebut disebut proses kontraksi
(Mulyadi, 2012).
Setelah itu, biasanya otot mengalami pengisian kembali. ADP di cross-
bridge kembali membentuk ATP dengan bantuan energi, sehingga ikatan antara
aktin dan myosin melemah. Selanjutnya, dengan adanya ATP, ion Ca++ diangkut
secara aktif ke dalam retikulum sarkoplasma. Troponin C terbebas dari ion
Ca++menyebabkan jalinan troponin-tropomyosin menutup daerah aktif aktin,
sehingga cross-bridge terlepas dari aktin. Aktin meluncur menjauh satu sama lain
menyebabkan sarkomer kembali ke bentuk semula lalu terjadi relaksasi (Mulyadi,
2012).
6. Sumber Energi Kontraksi Otot
Kemampuan kontraksi otot bergantung pada energi yang tersedia
dalam otot (ATP). Otot yang terlatih dengan baik hanya mampu
mempertahankan daya otot yang maksimal selama kira-kira 3 detik. Untuk
itu, dibutuhkan sistem metabolisme agar ATP tetap terbentuk(Guyton &
Hall, 2006). Ada 3 macam sistem energi pada otot yaitu sistem energi
16
anaerobik, sistem energi aerobik dan ATP -PC. Respon energi yang
dihasilkan oleh sistem-sistem ini menghasilkan kapasitas kerja fisiologis
tubuh dalam menunjang performa fisik (Sloane, 2004).
1) Sistem Energi Anaerobik
Sistem ini dikenal juga sebagai sistem asam laktat. Glikolisis adalah
pemecahan karbohidrat, yaitu glikogen menjadi asam piruvat dan asam
laktat. Asam laktat akan ditimbun dalam darah dan otot serta akan
menyebabkan kelelahan pada otot.
Glikogen 3 asam piruvat + 3 asam laktat + 3 energi
(glikolisis)
Jadi, dari sistem ini hanya menghasilkan 3 mol ATP untuk setiap
mol glukosa, sehingga pada akhirnya cadangan glikogen akan segera
berkurang. Energi yang dihasilkan dapat berlangsung 2-3 menit dan
selanjutnya akan terjadi kelelahan(Battinelli, 2000).
b. Sistem Energi Aerobik
Dengan adanya oksigen, pemecahan sempurna glikogen terjadi, yaitu
dari 180 gram glikogen menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O) yang
menghasilkan 39 mol ATP. Reaksi ini berlangsung pada bagian subseluler otot
yaitu dalam mitokondria sehingga mitokondria disebut juga sebagai rumah
daya (power house) karena merupakan tempat produksi energi ATP secara
aerobik. Bila intensitas kegiatan naik, maka karbohidrat akan digunakan. Bila
17
durasi (lama waktu) kegiatan bertambah, maka lemak yang digunakan. Dan
bila karbohidrat dan lemak habis, maka protein yang akan digunakan.
Ada tiga tahapan reaksi kimia yang selalu terjadi pada sistem aerobik
yaitu Glikolisis Aerobik, Siklus Krebs, dan Sistem Transpor Elektron (Battinelli,
2000).
1) Glikolisis Aerobik
Glikogen → asam piruvat + energi
3 energi + 3 ADP + 3 Pi → 3 ATP (Battinelli, 2000).
2) Siklus Krebs
Siklus Krebs terdiri atas dua siklus, yaitu siklus TCA (tricarbocylic
acid/ asam trikarboksilat) dan siklus asam sitrat. Pada siklus Krebs
menghasilkan karbondioksida dan oksidasi (pelepasan elektron).
Karbondioksida berdifusi ke dalam darah dan dibawa ke paru. Sedangkan
elektron yang dihasilkan berasal dari pelepasan atom Hidrogen.
H → H+ (ion) + elektron (e-)
Asam piruvat mengandung C, H, dan O. Bila H dilepas maka hanya ada C
dan O yang merupakan komponen CO2, sehingga dalam siklus Krebs, asam
piruvat dioksidasi dan menghasilkan CO2.
3) Adenosine Triphosphate-Creatine Phosphate (ATP-PC)
Bila otot berkontraksi, energi yang segera dipakai adalah
cadangan ATP yang ada dalam sel otot. Energi untuk kerja segera
18
dilepaskan ketika adenosine triphosphate (ATP) dipecah menjadi bentuk
adenosine diphosphate (ADP) dan phosphate (Phosphate Inorganik=Pi).
ATP ADP + Pi + Energi
Setelah 5 detik terjadi aktivitas otot, maka ATP akan habis dan
Phosphocreatin yang juga merupakan cadangan phosphat energi tinggi
akan dipecah, sehingga terjadi:
PC4 Creatin + Pi + Energi
Energi ini dipakai untuk resintesis ATP, sehingga:
Energi + Pi + ADP ATP
Cadangan ATP dan PC yang secara bersama disebut
phosphagendi dalam otot jumlahnya hanya sedikit. Sistem phosphagen
juga dikenal sebagai sistem energi phosphat atau sistem alactic yang
dapat berlangsung selama 5-10 detik. Bila aktivitas otot terus
berlangsung maka harus ada pemecahan cadangan yang lain yaitu
glikogen atau lemak (Battinelli, 2000).
B. Kekuatan Otot
Menurut Sajoto (1988), kekuatan adalah komponen kondisi fisik yang
berkaitan dengan kemampuan seseorang atlit pada saat menggunakan otot-
ototnya dalam menerima beban untuk waktu kerja tertentu.
Suharno HP. (1985:24) yang menyatakan: “Kekuatan adalah kemampuan
dari otot untuk dapat mengatasi tahanan atau beban dalam menjalankan
aktivitas”. Sedangkan Thompson (1991:70) mengemukakan bahwa “Kekuatan
otot adalah kemampuan badan dalam menggunakan daya. Lebih lanjut Sugiyanto
19
(1993:22) mengemukakan bahwa:“Kekuatan otot adalah kualitas yang
memungkinkan pengembangan tegangan otot dalam kontraksi otot yang
maksimal atau bisa diartikan sebagai kemampuan menggunakan gaya untuk
melawan beban atau hambatan, kekuatan ditentukan oleh volume otot dan
kualitas kontrol pada otot yang bersangkutan. (Sudarsono, 2011)
Kekuatan adalah tenaga kontraksi otot yang dicapai dalam sekali usaha
maksimal. Usaha maksimal ini dilakukan oleh otot atau sekelompok otot untuk
mengatasi suatu beban atau tahanan. Kekuatan merupakan unsur yang sangat
penting dalam aktivitas olahraga, karena kekuatan merupakan daya penggerak
dan pencegah cedera. Selain itu kekuatan memainkan peranan penting dalam
komponen-komponen kemampuan fisik yang lain misalnya daya ledak (power),
kelincahan, dan kecepatan. Dengan demikian kekuatan merupakan faktor utama
untuk menciptakan prestasi yang optimal (Ismaryati, 2008:111)
Kekuatan merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang sangat penting
bagi pencapaian prestasi dalam olahraga. Meskipun dalam aktivitas olahraga
lebih banyak memerlukan kelincahan, fleksibilitas, kecepatan, keseimbangan,
dan koordinasi, akan tetapi faktor- faktor tersebut tetap harus dikombinasikan
dengan kekuatan agar diperoleh hasil yang maksimal. Atlet akan dapat memiliki
kecepatan, kelincahan, koordinasi yang baik jika ditunjang dengan kemampuan
dasar kekuatan yang memadai, jadi kekuatan tetap merupakan dasar dari semua
komponen kondisi fisik. (Sudarsono, 2011)
20
Haryanto (2006) menjelaskan, menurut Harsono (1988:177) kekuatan otot
adalah komponen yang sangat penting guna meningkatkan kondisi fisik secara
keseluruhan, hal ini disebabkan, yaitu:
1. Kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik.
2. Kekuatan memegang peranan yang penting dalam melindungi atlet dari
kemungkinan cedera.
3. Dengan kekuatan otot yang baik, atlet akan dapat berlari lebih cepat, melempar
atau menendang lebih jauh dan lebih efisien, memukul lebih keras, demikian pula
dapat membantu memperkuat stabilitas sendi-sendi.
Kekuatan merupakan dasar dari unsur kondisi fisik yang sangat
diperlukan dalam mencapai prestasi yang tinggi dalam olahraga. Oleh karena itu,
dalam rangka melakukan pelatihan meningkatkan prestasi dalam olahraga
kekuatan otot yang dimiliki atlet perlu ditingkatkan. (Sudarsono, 2011)
Menurut Ismaryati (2008:111) terdapat beberapa macam tipe kekuatan
yang harus diketahui, yaitu kekuatan umum, kekuatan khusus, kekuatan
maksimun, daya tahan kekuatan, kekuatanh absolut, dan kekuatan relatif
(Bompa, 1993). Dengan mengetahui tipe kekuatan kita dapat melatihnya secara
efektif. Misalnya, dengan mengetahui perbandingan antara berat badan dan
kekuatan, kita membandingkan kekuatan setiap atlet, dan ini merupakan petunjuk
apakah seorang atlet dapat melakukan beberapa keterampilan. Beberapa tipe
kekuatan otot:
21
1. Kekuatan umum, merupakan kekuatan sistem otot secara keseluruhan. Kekuatan ini
mendasari bagi latihan kekuatan atlet secara menyeluruh, sehingga harus
dikembangkan semaksimal mungkin.
2. Kekuatan khusus, merupakan kekuatan otot tertentu yang berkaitan dengan
gerakan tertentu pada suatu cabang olahraga.
3. Kekuatan maksimun, merupakan daya tertinggi yang dapat ditampilkan oleh sistem
saraf otot selama kontraksi volunteer (secara sadar) yang maksimal. Ini
ditunjukkan oleh beban terberat yang dapat diangkat dalam satu kali usaha. Jika
diekspresikan dalam persentase maksimum adalah 100 %. Karena kekuatan
maksimun adalah beban yang dapat diangkat dalam satu kali angkatan, maka
kekuatan maksimun disebut juga sebagai satu repetisi maksimun (1 RM).
4. Daya tahan kekuatan ditampilkan dalamk serangkaian gerak yang
berkesinambungan mulai dari bentuk menggerakkan beban ringan berulang-ulang.
Daya tahan kekuatan dikelompokkan menjadi tiga:
a. Kerja singkat (intensitas kerja tinggi, di atas 30 detik)
b. Kerja sedang (intensitas sedang yang dapat berakhir sampai 4 menit)
c. Durasi kerja lama (intensitas kerja rendah)
5. Kekuatan absolut merupakan kemampuan atlet untuk melakukan usaha yang
maksimal tanpa memperhitungkan berat badannya. Kekuatan ini misalnya
ditujukan pada tolak peluru, angkatan pada kelas berat di cabang angkat berat.
6. Kekuatan relatif, adalah kekuatan yang ditujukan dengan perbandingan antara
kekuatan absolute dengan berat badan. Dengan demikian kekuatan relatif
bergantung pada berat badan, semakin berat badan seseorang semakin besar
22
peluangnya untuk menampilkan kekuatannya. Kekuatan relatif sangat penting ada
cabang olahraga senam dan cabang yang dibagi ke dalam kategori berdasar berat
badan.
C. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kekuatan Otot
Menurut Sudarsono (2011)dalam upaya untuk meningkatkan kekuatan
otot yang dimiliki atlet dengan tepat, pelatih perlu memahami kekuatan otot. Ha l
yang sangat penting untuk diketahui yaitu faktor- faktor yang mempengaruhi
kekuatan otot. Baik tidaknya kekuatan seseorang dipengaruhi oleh beberapa
faktor penentu, faktor penentu tersebut menurut Suharno HP (1985:24)
dijelaskan antara lain:
1. Besar kecilnya potongan melintang otot (potongan morfologis yang tergantung dari
proses hypertrophy otot).
2. Jumlah fibril otot yang turut bekerja dalam melawan beban, yaitu semakin banyak
fibril otot yang bekerja berarti kekuatan bertambah besar.
3. Tergantung besar kecilnya rangka tubuh, makin besar skelet makin besar kekuatan.
4. Innervasi otot baik pusat maupun perifer.
5. Keadaan zat kimia dalam otot (glycogen, ATP).
6. Keadaan tonus otot saat istirahat, di mana jika tonus semakin rendah (relax), maka
kekuatan otot tersebut pada saat bekerja semakin besar pula.
7. Umur dan jenis kelamin juga menentukan baik dan tidaknya kekuatan otot.
Selain unsur-unsur fisiologis yang dimiliki seseorang, ada beberapa faktor
yang mempengaruhi kekuatan otot. Faktor- faktor tersebut menurut Sajoto M
23
(1988:108) adalah faktor biomekanika, sistem pengungkit, ukuran otot, jenis
kelamin, dan faktor umur. (Sudarsono, 2011)
D. Prosedur Tes Kekuatan Otot
Menurut Haryanto (2006), untuk mengukur kekuatan otot tungkai bawah,
maka tes yang bisa dilakukan adalah Leg Dynamometer Test:
a. Bertujuan untuk mengukur kekuatan otot tungkai.
b. Alat/fasilitas yang digunakan yaitu Leg Dynamometer
c. Pelaksanaan
Atlet memakai pengikat pinggang, kemudian berdiri dengan
membengkokkan kedua lututnya hingga bersudut ± 45o, lalu alat ikat
pinggang tersebut dikaitkan pada leg dynamometer. Setelah itu atlet
tersebut berusaha sekuat-kuatnya meluruskan kedua tungkainya. Setelah
atlt tersebut telah meluruskan kedua tungkainya secara maksimal, lalu
dicatat jarum alat-alat tersebut menunjukan angka berapa. Angka ini
menyatakan besarnya kekuatan otot tungkai atlet tersebut.
d. Skor
Besarnya kekuatan otot tungkai, yang dapat dilihat pada alat
tersebut. Angka yang ditunjukkan oleh jarum alat tersebut menyatakan
besarnya kekuatan otot tungkai tersebut, yang diukur dalam gram.
e. Norma Penilaian
Klasifikasi Kekuatan Otot Tungkai (Kg)
Kriteria Putra Putri
24
Baik Sekali Baik
Sedang Kurang
Kurang sekali
> 320.00 241.00 – 320.00
121.00 – 240.00 41.00 – 120.50
< 41.00
> 264.00 199.00 – 264.00
99.00 – 198.50 32.00 – 98.50
<32.00
Sumber: Eri Pratiknyo DW (2000:89)
E. Daya Tahan Otot
Kekuatan dibutuhkan agar otot mampu membangkitkan tenaga melawan
tahanan/beban sedangkan daya tahan diperlukan untuk bekerja dalam durasi yang
lama. Daya tahan otot sendiri merupakan perpaduan antara kekuatan dan daya
tahan. Daya tahan fisik menghasilkan perubahan-perubahan fisiologi dan
biokimia pada otot, sehingga daya tahan secara umum bermanifestasi melalui
daya tahan otot (Mulyadi, 2012).
Daya tahan otot merupakan kemampuan suatu otot atau grup otot untuk
berkontraksi secara berulang kali atau terjadi ketegangan yang terus menerus dan
tahan terhadap kelelahan dalam waktu yang lama (Kisner, 2007). Kemampuan
tersebut dapat diperoleh melalui metabolisme aerob maupun anaerob. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat daya tahan otot, antara lain:
1. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap gerakan tubuh yang
dihasilkan oleh otot-otot skeletal dan menghasilkan peningkatan resting
energy expenditure yang signifikan. Kekuatan dan daya tahan otot yang
sudah dicapai dapat dipertahankan dengan latihan sekali seminggu. Setahun
tanpa latihan 45% kekuatan otot masih dapat dipertahankan. Sedangkan bed
25
rest selama 12 minggu dapat menurunkan kekuatan otot sebesar 40%.
Namun demikian, istirahat yang cukup setiap malam dibutuhkan untuk
mempertahankan tingkat daya tahan otot. Aktivitas fisik terutama latihan
dapat memperbaiki kelenturan, kekuatan otot, daya tahan otot dan kesegaran
kardiorespirasi (Johnson, 1986).
2. Aliran Darah dan Metabolisme
Aliran darah dalam otot selama berkontraksi dapat menurunkan daya
tahan otot. Aliran darah yang lebih baik di sepanjang otot mengakibatkan otot
tidak cepat mengalami kelelahan. Sandra K. Hunter et.al (2001) dalam artikelnya
menyatakan bahwa massa otot yang lebih besar dan intensitas kontraksi otot yang
lebih tinggi dapat mengerutkan pembuluh kapiler dan mengakibatkan penurunan
aliran darah dan mengurangi daya tahan otot.
3. Berat Badan
Berat badan yang rendah dapat menunjukkan massa otot yang
rendah. Dengan demikian, metabolisme penghasil energi di otot akan lebih
sedikit. Hal ini menyebabkan jumlah cadangan energi untuk aktivitas
menjadi lebih kecil (Mulyadi, 2012).
4. Usia
Pada orang-orang terlatih, daya tahan otot akan terus meningkat dan
mencapai daya tahan otot maksimal di usia 20 tahun. Setelah itu, tingkat
daya tahan otot akan menetap 3-5 tahun yang kemudian akan berangsur-
angsur turun (Mulyadi, 2012).
26
5. Jenis Kelamin
Wanita dapat meningkatkan daya tahan otot karena pola aktivitas
yang lebih efektif dari pada pria. Wanita tidak cepat mengalami kelelahan
karena mereka memiliki lebih banyak grup otot sinergis, pria sulit
memperolehnya dan oleh karena itu memiliki daya tahan otot yang lebih
rendah dari wanita.Pria lebih cepat lelah karena metabolisme yang kurang
efisien dalam otot dibanding wanita. Hormon testosteron adalah hormon
yang membentuk massa tubuh dan otot yang baik. Pria lebih banyak
memiliki hormon ini akan tetapi, semakin banyak otot tidak berarti semakin
bagus daya tahannya. Kenyataannya, testosteron yang meningkatkan massa
dan kekuatan otot dapat menurunkan daya tahan otot (Clark et.al, 2007).
6. Genetik
Genetik menggambarkan fisik secara umum termasuk otot. Serabut-
serabut otot rangka terdiri dari serabut cepat dan lambat. Serabut ST
bertanggung jawab pada daya tahan otot, di mana serabut FT lebih mudah
mengalami kelelahan. Beberapa orang mewarisi persentase serabut ST yang
dominan dari yang lainnya. Pada pria dan wanita dapat memiliki rasio yang
sebanding dengan serabut FT dan ST, dan dapat mencapai tingkat daya tahan
otot yang sama (Hannah Mich, 2011).
7. Inervasi
Stimulus diterima oleh saraf sensorik, lalu di jalarkan ke sistem saraf pusat,
kemudian ke saraf motorik untuk perintah menggerakkan otot melalui mekanisme
27
kontraksi. Selama sistem inervasi saraf masih mampu bekerja, otot akan tetap
mampu bekerja atau bergerak ketika ada stimulus (Mulyadi, 2012).
Daya tahan otot dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan metabolisme otot, yaitu:
1. Power Endurance
Daya tahan otot ini digunakan pada jangka waktu singkat kurang dari
30 detik untuk menjaga daya ledak otot tetap tinggi. Energi yang digunakan
diperoleh melalui sistem phosfagen (Mulyadi, 2012).
2. Short Term Endurance
Untuk olahraga yang membutuhkan kontraksi otot selama 30 detik
sampai 2 menit, digunakan daya tahan otot jangka pendek. Jenis daya tahan
otot ini meggunakan metabolisme sistem glikogen-asam laktat untuk
memperoleh energi (Mulyadi, 2012).
3. Long Term Endurance
Daya tahan otot jangka panjang bermanfaat bagi olahraga-olahraga yang
berlangsung terus-menerus yang digunakan untuk mempertahankan kontraksi
otot lebih dari 2 menit. Jenis daya tahan otot ini memperoleh energi dari
metabolisme sistem aerobik (Mulyadi, 2012).
F. Pengukuran Daya Tahan Otot
Salah satu aspek penting dalam pembinaan prestasi olahraga adalah
menilai efek latihan, yaitu evaluasi terhadap kemajuan yang dicapai atlet setelah
melakukan suatu program latihan. Ada 2 jenis tes daya tahan otot yaitu:
a. Tes Daya Tahan Otot Dinamis
28
Tes ini digunakan untuk melihat berapa banyak jumlah suatu gerakan
yang dapat dilakukan pada suatu waktu (bisa dalam jangka waktu tertentu
maupun untuk waktu yang tidak terbatas). Contoh tes ini antara lain push-up
test, sit-up test, dan Half Squat Jump test.
b. Tes Daya Tahan Otot Statis
Pada tes ini akan dinilai kemampuan otot untuk mempertahankan
suatu posisi hingga waktu yang tak terbatas. Contohnya arm-hang test.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan kriteria tes daya tahan otot
dinamis, yaitu Half Squat Jump Test untuk waktu yang tidak terbatas dengan
tabel penilaian sebagai berikut:
Tabel. 2.1 Kriteria penilaian tes HalfSquatJump
J.Kelamin Sempurna Baik sekali Baik Cukup Kurang
Laki-Laki > 87 67 – 87 46 – 66 25 - 45 4 – 24
Perempuan > 75 55 – 75 34 – 54 13 - 33 4 – 12
(KONI Sul-Sel 2012)
29
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Ket. bagan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
B. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan landasan teori,
maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: ”Ada hubungan antara
kekuatan otot dengan daya tahan otot tungkai bawah pada atlet kontingen PON
XVIII Koni Sulsel”.
Aktivitas Fisik
Usia
IMT
Jenis kelamin
Cabang olahraga
Daya Tahan Otot
Kekuatan Otot
30
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan desain cross
sectional, yang bertujuan mengetahui ada tidaknya hubungan antara kekuatan otot
dengan daya tahan otot tungkai bawah pada atlet kontingen PON XVIII-2012 di
KONI Sulsel.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di KONI Sulsel Makassar pada bulan Januari
2013
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua atlet kontingen PON XVIII
yang memiliki data sekunder mengenai kekuatan otot dan daya tahan otot di
KONI Sulsel. Sampel penelitian diperoleh dengan menggunakan teknik purposive
sampling. Adapun pengambilan sampel ini berdasarkan pada kriteria-kriteria yang
telah ditetapkan oleh peneliti. Kriteria-kriteria yang ditetapkan mencakup kriteria
inklusi dan kriteria eksklusi.
1. Kriteria Inklusi :
a. Data responden merupakan atlet yang dipersiapkan untuk mengikuti PON
XVIII di KONI Sulsel.
b. Data responden lengkap mengenai kekuatan otot dan daya tahan otot.
31
c. Data responden adalah atlet yang bukan merupakan cabang olahraga yang
dominan menggunakan tungkai bawah
2. Kriteria Eksklusi :
a. Data responden yang terukur hanya terdiri atas satu atlet dalam satu
cabang olahraga
b. Data responden tidak proporsional antara laki- laki dan perempuan
D. Alur Penelitian
Penelitian dilaksanakan berdasarkan diagram alur sebagai berikut.
Gambar 4.1 Alur Penelitian
E. Variabel Penelitian
1. Identifikasi Variabel
Variabel penelitian ini terdiri dari 2 variabel, yaitu variabel independen dan
variabel dependen.
a. Variabel independen adalah kekuatan otot.
Memilih masalah Observasi
Menetapkan sampel
melalui kriteria
inklusi
Merumuskan masalah
Analisis data
Pengumpulan data
Penulisan laporan
Hipotesis
32
b. Variabel dependen adalah daya tahan otot.
2. Definisi Operasional Variabel
a. Kekuatan otot
1) Kekuatan otot adalah tenaga kontraksi otot maksimal yang dapat
dihasilkan suatu otot dalam satu kali kontraksi.
2) Alat yang digunakan untuk mengukur kekuatan otot adalah Leg
Dynamometer
3) Kriteria objektif yang digunakan dalam mengukur kekuatan otot
Kriteria Putra Putri
Baik Sekali
Baik Sedang
Kurang Kurang sekali
> 321.00
241.00 – 320.00 121.00 – 240.00
41.00 – 120.50 < 40.50
> 265.00
199.00 – 264.00 99.00 – 198.50
32.00 – 98.50 <31.50
Kriteria Sempurna dan Baik Sekali dikategorikan sebagai Kekuatan Otot
Tinggi
Kriteria Baik dikatergorikan sebaga Kekuatan Otot Sedang
Kriteria Cukup sampai dengan Kurang dikategorikan sebagai Kekuatan
Otot Rendah
b. Daya Tahan Otot
1) Daya tahan otot adalah kemampuan otot untuk berkontraksi secara
berulangkali tanpa merasa kelelahan
2) Daya tahan otot diukur dengan teknik HSJ (High Squat Jump)
33
3) Kriteria objektif yang digunakan dalam mengukur daya tahan otot.
J.Kelamin Sempurna Baik sekali Baik Cukup Kurang
Laki-Laki > 87 67 – 87 46 – 66 25 - 45 4 – 24
Perempuan > 75 55 – 75 34 – 54 13 - 33 4 – 12
Kriteria Sempurna dan Baik Sekali dikategorikan sebagai Daya Tahan
Otot Tinggi
Kriteria Baik dikatergorikan sebaga Daya Tahan Otot Sedang
Kriteria Cukup sampai dengan Kurang dikategorikan sebagai Daya
Tahan Otot Rendah
F. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data hasil pengukuran
fisik atlet peserta PON XVIII Riau yang dilakukan oleh KONI Sulsel tanggal 18-
19 Mei 2012 sebelum atlet diberangkatkan untuk bertanding di Riau September
2012.
G. Metode Pengolahan Data dan Analisa Data
Data kekuatan otot dan daya tahan otot yang digunakan diambil dari
beberapa cabang olahraga yang dominan menggunakan tungkai bawah, yaitu
Sepak Takraw, Polo Air, Futsal, Karate, Taekwondo, dan Pencak Silat. Untuk
34
cabang olahraga Karate, Taekwondo dan Pencak Silat, ketiganya digabung
menjadi cabang olahraga Bela Diri.
Data kekuatan dan daya tahan otot berupa data numerik yang kemudian
dijadikan data kategorik. Kekuatan dan daya tahan otot masing-masing terdiri
dari lima kategori, yaitu Kurang, Cukup, Baik, Baik Sekali dan Sempurna.
Namun dalam analisisnya, masing-masing dijadikan tiga kategori, yaitu kategori
Kurang dan Cukup menjadi kategori Rendah, kategori Baik menjadi kategori
Sedang dan kategori Baik Sekali dan Sempurna menjadi kategori Tinggi.
Analisis data penelitian menggunakan SPSS 15.0 for windows. Analisis
yang digunakan adalah analisis deskriptif dan uji Chi-Square.
H. Masalah Etika
Dalam mengambil data klien, peneliti memiliki beberapa aturan mengenai
masalah etika, antara lain :
1. Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden, tetapi hanya memberi kode tertentu pada setiap responden.
2. Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh
peneliti dan hanya sekelompok data yang dilaporkan dalam hasil penelitian.
35
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan di KONI Sulsel dengan melibatkan data
atlet-atlet yang dipersiapkan untuk mengikuti PON XVIII di Riau. Data atlet
yang digunakan dalam penelitian ini adalah atlet dengan cabang olahraga yang
dominan menggunakan tungkai bawah, antara lain: sepak takraw, polo air,
futsal, serta beladiri. Total sampel berjumlah 76 orang dengan karakteristik
sebagai berikut.
Tabel 5.1 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin
Frekuensi
Persentase
Persentase Kumulatif
Laki-laki
56 73,7 73,7
Perempuan
20 26,3 100,0
Total
76 100,0
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa atlet dominan berjenis kelamin
laki- laki, yaitu sebanyak 56 orang (73,7%) sedangkan atlet perempuan
berjumlah 20 orang (26,3%).
36
Tabel 5.2 Distribusi sampel penelitian berdasarkan cabang olahraga
Cabang Olahraga
Frekuensi
Persentase
1. Sepak Takraw 2. Polo Air 3. Futsal 4. Bela Diri
23 14 20 19
30,3 18,4 26,3 25,0
Total
76 100,0
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa atlet terbagi menjadi cabang olahraga
sepak takraw 23 orang (30,3%), polo air 14 orang (18,4%), futsal 20 orang
(26,3%) dan bela diri 19 orang (25%)
2. Distribusi Kekuatan Otot Tungkai Bawah pada Atlet Kontingen PON XVIII
KONI Sulsel
Tabel 5.3 Distribusi kekuatan otot berdasarkan cabang olahraga
CABANG OLAHRAGA
KEKUATAN OTOT
Rendah Sedang Tinggi Total Sepak Takraw
% of Total 9
39,1 % 9
39,1% 5
21,7% 23
100,0%
Polo Air % of Total
6 42,9%
8 57,1%
0 0,0%
14 100,0%
Futsal % of Total
17 85,0%
2 10,0%
1 5,0%
20 100,0%
Bela Diri % of Total
7 36,8%
10 52,6%
2 10,6%
19 100%
Total % of Total
39 51,3%
29 38,2%
8 10,5%
76 100,0%
Berdasarkan tabel 5.3, secara keseluruhan atlet dominan memiliki
kekuatasn otot rendah yaitu sebanyak 51,3% dari total jumlah sampel. Pada
37
cabang olahraga sepak takraw, seimbang antara sampel yang memiliki
kekuatan otot rendah dengan kekuatan otot sedang yaitu sebanyak 39,1%.
Cabang olahraga polo air dominan memiliki kekuatan otot sedang, yaitu
sebanyak 57,1 %. Cabang olahraga futsal, dominan memiliki nilai kekuatan
otot rendah, yaitu sebanyak 85,0%. Cabang olahraga bela diri dominan
memiliki kekuatan otot sedang, yaitu 52,6%.
Tabel 5.4 Distribusi kekuatan otot berdasarkan jenis kelamin
KEKUATAN OTOT
Rendah Sedang Tinggi Total JENIS KELAMIN Laki-laki
% of Total 35
62,5% 19
33,9% 2
3,6% 56
100,0%
Perempuan % of Total
4 20,0%
10 50,0%
6 30,0%
20 100,0%
Total % of Total
39 51,3%
29 38,2%
8 10,5%
76 100,0%
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa atlet laki- laki dominan memiliki
kekuatan otot rendah yaitu sebanyak 62,5% dari total responden. Atlet
perempuan dominan memiliki kekuatan otot sedang sebanyak 50,0% dari total
responden. Secara keseluruhan, sampel dominan memiliki kekuatan otot
rendah, yaitu sebanyak 51,3% dari total responden.
38
3. Distribusi Daya Tahan Otot Tungkai Bawah pada Atlet Kontingen PON XVIII
KONI Sulsel
Tabel 5.5 Distribusi daya tahan otot berdasarkan cabang olahraga
DAYA TAHAN OTOT
Rendah Sedang Tinggi Total CABANG OLAHRAGA
Sepak Takraw % of Total
3 13,0%
7 30,4%
13 56,5%
23 30,3%
Polo Air % of Total
0 0,0%
1 7,1%
13 92,9%
14 18,4%
Futsal % of Total
19 95,0%
0 0,0%
1 5,0%
20 26,3%
Bela Diri % of Total
0 0,0%
1 5,3%
18 94,7%
19 25,0%
Total % of Total
22 28,9%
9 11,8%
45 59,2%
76 100,0%
Berdasarkan tabel 5.5, sampel dominan memiliki daya tahan otot
tinggi yaitu sebanyak 59,2% dari total sampel. Pada cabang olahraga sepak
takraw, dominan memiliki daya tahan otot tinggi, yaitu sebanyak 56,5%.
Cabang olahraga polo air dominan memiliki daya tahan otot tiggi, yaitu
sebanyak 92,9%. Cabang olahraga futsal kebanyakan memiliki daya tahan
otot rendah, yaitu sebanyak 95,0%. Cabang olahraga bela diri paling banyak
memiliki daya tahan otot tinggi, yaitu sebanyak 94,7%.
39
Tabel 5.6 Distribusi daya tahan otot berdasarkan jen is kelamin
DAYA TAHAN OTOT
Rendah Sedang Tinggi Total JENIS KELAMIN Laki-laki
% of Total 20
35,7% 7
12,5% 29
51,8% 56
100,0%
Perempuan % of Total
2 10,0%
2 10,0%
16 80,0%
20 100,0%
Total % of Total
22 28,9%
9 11,8%
45 59,2%
76 100,0%
Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa pada atlet laki- laki dominan
memiliki daya tahan otot tinggi, yaitu sebanyak 51,8% dari total responden.
Pada atlet perempuan, dominan memiliki daya tahan otot tinggi, yaitu
sebanyak 80,0% dari total responden. Secara keseluruhan, responden dominan
memiliki daya tahan otot tinggi, yaitu sebanyak 59,2% dari total responden.
4. Hubungan Kekuatan Otot dengan Daya Tahan Otot Tungkai Bawah pada
Atlet Kontingen PON XVIII KONI Sulsel
Tabel 5.7 Distribusi silang antara kekuatan otot dan daya tahan otot tungkai bawah atlet
kontingen PON KONI Sulsel
DAYA TAHAN OTOT
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
KEKUATAN OTOT
Rendah
17 13 9 39
Sedang
4 2 23 29
Tinggi
1 1 6 8
Total 22 9 45 76
40
Gambar 5.1 Diagram batang kekuatan dan daya tahan otot tungkai bawah atlet kontingen PON XVIII
KONI Sulsel
KEKUATAN OTOT
TINGGISEDANGRENDAH
Co
un
t
25
20
15
10
5
0
Bar Chart
TINGGI
SEDANG
RENDAH
DAYA TAHAN OTOT
Berdasarkan tabel 5.7 dan diagram 5.1 di atas dapat dilihat bahwa atlet
yang memiliki kekuatan otot rendah cenderung memiliki daya tahan otot
rendah, sedangkan atlet yang memiliki kekuatan otot tinggi cenderung
memiliki kekuatan otot tinggi. Namun yang dominan memiliki daya tahan otot
tinggi adalah atlet-atlet dengan kekuatan otot sedang.
Tabel 5.8 Distribusi silang antara kekuatan otot dengan daya tahan otot tungkai bawah atlet
berdasarkan jenis kelamin
JENIS KELAMIN
DAYA TAHAN OTOT
Rendah Sedang Tinggi Total
Laki-laki KEKUATAN OTOT
Rendah Sedang Tinggi
16 3 1
6 1 0
13 15 1
35 19 2
Total 20 7 29 56
Perempuan KEKUATAN OTOT
Rendah Sedang Tinggi
1 1 0
0 1 1
3 8 5
4 10 6
Total 2 2 16 20
41
Tabel 5.9 Hasil Krostabulasi kekuatan otot dengan daya tahan otot tungkai bawah atlet kontingen PON
KONI Sulsel
DAYA TAHAN OTOT Total
Rendah Sedang Tinggi RENDAH KEKUATAN OTOT
Rendah Count Expected Count
17 11,3
13 8,2
9 19,5
39 39,0
Sedang Count Expected Count
4 8,4
2 6,1
23 14,5
29 29,0
Tinggi Count Expected Count
1 2,3
1 1,7
6 4,0
8 8,0
Total Count Expected Count
22 22,0
9 16,0
45 38,0
76 76,0
3 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,68.
Berdasarkan tabel 5.9, terdapat 3 sel (33,3%) yang memiliki expected count
kurang dari 5, sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilakukan uji Chi-Square.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penggabungan sel, yaitu sel Sedang digabung
dengan sel Tinggi untuk masing-masing kekuatan otot dan daya tahan otot.
Tabel 5.9 Hubungan kekuatan otot dengan daya tahan otot tungkai bawah atlet kontingen PON XVIII
KONI Sulsel
Variabel p*
Kekuatan Otot
Daya Tahan Otot
0,004
*Uji Chi-Square
Berdasarkan tabel 5.9 hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada
hubungan antara kekuatan otot dengan daya tahan otot tungkai bawah atlet
kontingen PON XVIII KONI Sulsel dengan nilai p yang diperoleh sebesar
0,004.
42
B. Pembahasan
Data responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah data atlet
cabang olahraga yang melibatkan tungkai bawah. Total responden berjumlah 76
orang yang terdiri atas 56 orang laki- laki (73,7%) dan 20 orang perempuan
(26,3%). Berdasarkan cabang olahraganya masing-masing, responden terdiri atas
23 orang atlet sepak takraw (30,3%), 14 orang atlet polo air (18,4%) 20 orang
atlet futsal (26,3%). Serta 19 orang sisanya atlet bela diri (25,0%).
Berdasarkan hasil penelitian, atlet laki- laki dominan memiliki kekuatan
otot rendah sebanyak 35 orang (62,5%), sedang 19 orang (33,9%) dan tinggi 2
orang (3,6%). Sementara pada atlet perempuan dominan memiliki kekuatan otot
sedang, yaitu sebanyak 10 orang (50,0%), sisanya memiliki kekuatan otot rendah
4 orang (20,0%) dan tinggi 6 (30,0%). Masih banyaknya atlet laki- laki yang
memiliki kekuatan otot rendah ini tentu dipertanyakan, walaupun secara
perbandingan jumlah, atlet yang memiliki kekuatan otot sedang masih lebih
banyak laki- laki dari pada perempuan. Hal ini kemungkinan besar berhubungan
dengan intensitas latihan yang belum mencukupi.
Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa atlet perempuan memiliki
nilai kekuatan otot yang lebih baik dibanding laki- laki. Ini bertentangan dengan
apa yang dikemukakan oleh Lesmana (2012) bahwa laki- laki cenderung memiliki
kekuatan otot yang lebih baik dibanding perempuan, karena laki- laki memiliki
banyak hormon testosteron dalam ototnya yang berfungsi meningkatkan massa
dan kekuatan otot.
43
Adanya perbedaan yang ditemukan dalam penelitian ini kemungkinan
berhubungan dengan distribusi cabang olahraga, di mana laki- laki dominan pada
cabang olahraga yang tidak membutuhkan kekuatan otot yang tinggi, yaitu sepak
takraw, sementara pada perempuan banyak dari cabang bela diri yang
membutuhkan kekuatan otot yang tinggi. Hal ini tentu perlu diteliti lebih lanjut.
Ditinjau dari distribusi kekuatan otot berdasarkan cabang olahraga, atlet
sepak takraw seimbang antara yang memiliki kekuatan otot rendah dan sedang,
yaitu masing-masing sebanyak 9 orang (39,1%), dan yang memiliki kekuatan otot
tinggi hanya 5 orang (21,7%). Kekuatan otot yang rendah ini dapat menyebabkan
daya sepak atlet menjadi kurang keras.
Pada atlet polo air dominan memiliki kekuatan otot sedang yaitu sebanyak
8 orang (57,1%), sedang yang memiliki kekuatan otot rendah sebanyak 6 orang
(42,9%), serta tidak ada yang memiliki kekuatan otot tinggi. Kekuatan otot yang
sedang ini akan membuat atlet polo air berpotensi memiliki daya tahan yang
tinggi, karena adanya keseimbangan serabut otot FT dengan ST serta massa otot
yang sedang tidak akan cepat menguras energi atlet.
Pada atlet futsal dominan memiliki kekuatan otot rendah, yaitu sebanyak
17 orang (85,0%), sedangkan yamg memilki kekuatan otot sedang 2 orang
(10,0%), dan tinggi hanya 1 orang (5,0%). Hasil ini bertolak belakang dengan
yang seharusnya, di mana pada olahraga futsal membutuhkan kekuatan untuk
meningkatkan power atlet dalam menendang serta meningkatkan kecepatan lari
atlet.
44
Pada atlet bela diri dominan memiliki kekuatan otot sedang, yaitu
sebanyak 10 orang (52,6%), sedangkan sisanya 7 orang yang memiliki kekuatan
otot rendah (36,8%) dan 2 orang memiliki kekuatan otot tinggi (10,5%). Bagi
seorang atlet bela diri kekuatan otot yang sedang sudah cukup menunjang untuk
memperkeras tendangan, bertahan, dan merespon terhadap serangan.
Berdasarkan hasil penelitian, atlet laki- laki yang memiliki daya tahan otot
rendah sebanyak 20 orang (35,7%), sedang sebanyak 7 orang (12,5%), dan tinggi
sebanyak 29 orang (51,8%). Jadi, walaupun pada atlet laki- laki dominan memiliki
daya tahan otot tinggi, namun jumlahnya hampir seimbang dengan yang memiliki
daya tahan otot rendah.
Pada atlet perempuan yang memiliki daya tahan otot rendah sebanyak 2
orang (10,0%), sedang sebanyak 2 orang (10,0%) dan tinggi sebanyak 16 orang
(80,0%). Jadi atlet perempuan dominan memiliki daya tahan otot tinggi dan yang
sedikit yang memiliki daya tahan otot rendah .
Hal tersebut di atas sejalan dengan yang dikemukakan Clark et al (2007)
bahwa perempuan memiliki daya tahan otot yang lebih baik dari laki- laki. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain, pola aktivitas yang lebih baik,
memiliki banyak grup otot sinergis, dan metabolisme yang lebih efisien da lam
otot karena pengaruh hormon. Sementara pada laki- laki yang banyak memiliki
hormon testosteron sebagai pembentuk massa tubuh dan otot yang baik serta
meningkatkan kekuatan otot malah dapat menurunkan daya tahan otot.
Ditinjau dari cabang olahraga, atlet sepak takraw yang memiliki daya tahan
otot rendah sebanyak 3 orang (13,0%), sedang sebanyak 7 orang (30,4%) dan
45
tinggi sebanyak 13 orang (56,5%). Jadi, pada cabang olahraga sepak takraw
dominan memiliki daya tahan otot yang baik dan hal itu dibutuhkan untuk
bermain lebih lama tanpa mengalami kelehan atau turunnya performa secara
signifikan selama pertandingan.
Pada atlet polo air, tidak ada atlet yang memiliki daya tahan otot rendah, 1
orang memiliki daya tahan otot sedang (7,1%) dan 13 orang memiliki daya tahan
otot tinggi (92,9%). Jadi, pada cabang olahraga plolo air, atlet dominan memiliki
daya tahan otot tungkai bawah yang tinggi. Hal ini sesuai dengan aktivitas yang
dilakukan dalam olahraga polo air di mana dominan menggunakan tungkai bawah
untuk bergerak di dalam air, sehingga membutuhkan daya tahan otot yang tinggi.
Pada atlet futsal, terdapat 19 orang yang memiliki daya tahan otot rendah
(95,0%), tidak ada yang memiliki daya tahan otot sedang dan 1 orang memiliki
daya tahan otot tinggi (5,0%). Jadi, pada cabang olahaga futsal, atlet dominan
memiliki daya tahan otot tungkai bawah yang rendah. Adanya daya tahan otot
yang rendah ini adalah hal yang merugikan, karena atlet akan menjadi cepat lelah,
sementara pada permainan futsal dibutuhkan daya tahan otot (minimal dalam
tingkat sedang) untuk bisa bermain lebih lama.
Pada atlet bela diri, tidak ada yang memiliki daya tahan otot rendah, 1
orang yang memiliki daya tahan otot sedang (5,3%) dan 18 orang yang memiliki
daya tahan otot tinggi (94,7%). Jadi, pada cabang olahraga bela diri dominan
memiliki daya tahan otot yang tinggi. Tingginya daya tahan otot atlet bela diri ini
menjadikan atlet lebih kuat dalam bertahan dan saat mampu memfokuskan energi
maksimalnya saat menyerang.
46
Berdasarkan uji statistik, diperoleh hasil uji Chi-Square, p = 0,004
(<0,05), yang berarti bahwa hipotesis diterima, yaitu ada hubungan antara
kekuatan otot dengan daya tahan otot. Hubungan tersebut dapat dilihat
berdasarkan diagram batang hasil krostabulasi kekuatan otot tungkai bawah
dengan daya tahan otot bawah responden yang menunjukkan bahwa kebanyakan
atlet yang memiliki daya tahan otot tinggi memiliki kekuatan otot sedang. Jadi
berdasarkan hal tersebut mengindikasikan bahwa dengan kekuatan otot yang
sedang, dapat menghasilkan daya tahan otot yang tinggi, sedangkan kekuatan otot
yang tinggi kurang menghasilkan daya tahan otot yang tinggi.
Hal tesebut di atas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gormley
(2005) bahwa salah satu syarat untuk mendapatkan daya tahan otot adalah dengan
meningkatkan kekuatan otot terlebih dahulu, dan ternyata dari hasil penelitian ini,
dominan atlet yang memiliki kekuatan otot sedang yang memiliki daya tahan otot
tinggi.
Hubungan kekuatan otot dengan daya tahan otot juga ditinjau dari
perubahan massa otot dan serabut otot. Kekuatan otot yang tinggi cenderung
diikuti dengan peningkatan massa otot dan ukuran serabut otot, serta serabut FT
akan lebih dominan bekerja. Hal ini tentu akan bertolak belakang dengan daya
tahan otot. Massa otot yang tinggi, ukuran otot yang bertambah besar, dan serabut
FT yang dominan akan mengkonsumsi banyak energi, sedangkan daya tahan otot
yang tinggi membutuhkan konservasi energi yang baik. Hal tersebut di atas
sejalan dengan yang ditemukan dalam penelitian ini, di mana daya tahan otot
yang tinggi dominan pada atlet dengan kekuatan otot sedang di mana massa otot
47
dan ukuran serabut otot tidak terlalu besar sehingga konservasi energi yang
dibutuhkan otot untuk meningkatkan daya tahan otot bisa berjalan dengan baik.
Namun demikian, hal tersebut di atas perlu diteliti secara spesifik dan
terkontrol, karena mengingat keterbatasan dari penelitian ini yang hanya ingin
mengetahui ada atau tidaknya hubungan kedua variabel yang diteliti dan tidak
berani menentukan apakah hubungan tersebut adalah korelasi positif atau korelasi
negatif, karena keterbatasan peneliti dalam mengontrol sampel dan faktor- faktor
lain yang mempengaruhi kekuatan dan daya tahan ototnya.
Terakhir, sebagai penelitian analisis deskriptif , penelitian ini memiliki
beberapa keterbatasan, yaitu:
a. Tidak bisa menunjukkan karakteristik sampel berdasarkan umur, IMT, dan
aktivitas fisik, karena data sekunder yang digunakan kurang lengkap.
b. Tidak bisa mengontrol variabel-variabel perancu mengingat data yang
digunakan adalah data sekunder yang dalam pengukurannya tidak
dimaksudkan untuk dijadikan sebagai data penelitian namun tetap dijamin
keakuratannya karena data tersebut sebagai penentu atlet mana yang siap
untuk mengikuti PON XVIII Riau
c. Tidak bisa menentukan korelasi kedua variabel secara pasti, apakah
korelasinya positif atau negatif, mengingat berbagai keterbatasan yang ada,
sehingga hanya bisa menentukan ada tidaknya hubungan kedua variabel. Oleh
karena itu, perlu ada penelitian yang lebih bersifat korelasional atau
eksperimental untuk memastikan hal-hal tersebut di atas.
48
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Atlet laki- laki yang diteliti dominan memiliki kekuatan otot tungkai yang
rendah, sedangkan atlet perempuan dominan memiliki kekuatan otot sedang
2. Cabang olahraga yang dominan memiliki kekuatan otot tinggi adalah cabang
olahraga sepak takraw, sedangkan yang dominan kekuatan ototnya rendah
adalah cabang olahraga futsal
3. Baik atlet laki- laki maupun perempuan yang diteliti dominan memiliki daya
tahan otot yang tinggi
4. Cabang olahraga yang dominan memiliki daya tahan otot tinggi adalah cabang
olahraga bela diri sedangkan yang dominan memiliki daya tahan otot rendah
adalah cabang olahraga futsal
5. Terdapat hubungan antara kekuatan otot dengan daya tahan otot tungkai atlet
kontingen PON XVIII KONI Sulsel dengan p = 0,004 (<0,05)
B. SARAN
1. Untuk meningkatkan daya tahan otot, sebaiknya latihan yang dilakukan diiringi
dengan latihan peningkatan kekuatan otot dan dilakukan dengan metode siklus
sehingga peningkatan keduanya bisa sejalan.
2. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut yang lebih spesifik yang bersifat
korelasional atau eksperimental yang mampu mengontrol variabel-variabel
49
perancu serta mampu menentukan apakah korelasi antara kekuatan dan daya
tahan otot berkorelasi positf (linear) atau berkorelasi negatif (timbal balik).
50
DAFTAR PUSTAKA
Astrand, P.D., Rodahl, K, 1986. Texbook of Work Physiological Basic of Exercise. New York: Mc.Graw Hill Brooks Company.
Ateng, Abd. Kadir, 1992. Asas dan landasan Pendidikan Jasmani, Dirjen Dikti,
Jakarta, Halaman 40
Battineli, Thomas, 2000. Physique, Fitness, dan Performance (Exercise Physiology).
New York: CRC Press Bompa TO, 1993. Periodezation of Strenght, Toronto: Veritas Publishing Inc.
Boosey, D. 1980. The Jump Conditioning and Technical Trainning. Beatrice Avenal:
Beatrice Publising Ltd. Cael, Christy. 2010. Functional Anatomy : Musculoskeletal Anatomy, Kinesiology,
and Palpation for Manual Therapists. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. Baltimore
Eri Pratiknyo DW. 2000. Petunjuk Praktis Tes dan Pengukuran Olahraga. Semarang : FIK UNNES
Guyton & Hall. 2006. Medical Physiology (11th ed.). W.B Saunders Company. Philadelpia. Pennsylvania.
Harsono. 1986. Ilmu Coaching. Jakarta : Pusat Ilmu Olahraga KONI Pusat
Haryanto, Budi. 2006. Profil Kekuatan Atlet Pelatihan Jangka Panjang (PJP) Jawa Tengah Cabang Olahraga Angkat Besi/ Angkat Berat dan Binaraga PON
XVII dari Tahun 2005 – 2006. Tesis tidak diterbitkan. Semarang. Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Ismaryati, 2008. Tes dan Pengukuran Olahraga. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press.
Juliantine, T., Yudiana, W., Subarjah, H .2007. Teori Latihan. Bandung. Fakultas
Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. UPI.
Kenyon, Jonathan & Karen. 2004. The Physiotherapist’s Pocket Book . Philadelphia:
Elsevier.
51
Kisner, C et al.. 2007. Therapeutic Exercise. Foundation and Techniques (5th ed).
Philadelphia: Elsevier.
Kirkendall DR, Gruber JJ, Johnson RE. 1987. Measurement and Evaluation for Physical Educators, Second edition, Champaign: Human Kinetics Publisher Inc.
Manuaba, I. B. A. 1983. Aspek Ergonomi dalam Perencanaan Komplek Olahraga
dan Rekreasi. Naskah lengkap Panel Diskusi Rencana Induk Gelora Jakarta: 21 September 1983
Mulyadi. 2012. Pengaruh Latihan Periode Persiapan PON terhadap Perubahan Daya Tahan Otot Atlet Kontingen Bayangan PON XVIII 2012 KONI
Sulawesi Selatan. Tesis tidak diterbitkan. Makassar. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
Mochammad Moeslim. 2003. Pengukuran dan Evaluasi Pelaksanaan Program Pelatihan Cabang Olahraga. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Nala, N. 1998. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: UNUD Denpasar.
Nieman, David C. 1993. Fittness and Sport Medicine. Polo Alto. California. USA Pearce, Evelyn. 2008. Anatomi Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Powers, S. K., Howley, E. T. 2004. Exercise Pysiology, Theory and Application to fitness and Performance. 5th Edition. New York: Mc. Graw Hill Companies.Inc.
Program Studi Fisioterapi. 2008. Panduan Bimbingan dan Pelaksanaan Riset
Mahasiswa Fisioterapi. Makassar. Universitas Hasanuddin Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi. 1997. Pedoman dan Modul Penataran
Pelatih Fitness Center Tingkat Dasar. Jakarta : Depdikbud
Pyke F & Watson G, 1978. Focus on Running An Introduction to Human Movement, Australia: Harper & Row Pty.Ltd.
Sajoto. 1988. Pembinaan Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengadaan
Buku pada Lembaga Pengembangan Tenaga Pendidikan. Jakarta. Sajoto, M. 1995. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik dalam
Olahraga. Jakarta: Dahara Prize.
52
Sharkey, B. J. 2003. Kebugaran & Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC
Soekarman. 1986. Energi dan Sistem energi Predominan Pada Olahraga. Pusat Ilmu Olahraga: Jakarta. Koni Pusat.
Sudarsono, Slamet. 2011. Penyusunan Program Pelatihan Berbadan Untuk Meningkatkan Kekuatan. Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319, 11(3):
31-43. Sugiyanti, 1993. Belajar Gerak. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press.
Suharno HP. 1985. Ilmu Kepelatihan Olahraga. Yogyakarta : FPOK IKIP
Yogyakarta. Thompson Peter jl. 1991. Pengembangan kepada Teori Pelatihan PASI Penerjemah
Jakarta : Program Pendidikan dan Sertifikasi Pelatih Atletik
Valerie C Scanlon & Tina Sanders. 2007. Essential Anatomy and Physiology. 5th edition. F A davies Company Philadhelpia. USA
53
LAMPIRAN
Statistics
76 76 76 76
0 0 0 0
Valid
Missing
N
JENIS
KELAMIN
CABANG
OLAHRAGA
KEKUATAN
OTOT
DAYA TAHAN
OTOT
JENIS KELAMIN
56 73,7 73,7 73,7
20 26,3 26,3 100,0
76 100,0 100,0
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
CABANG OLAHRAGA
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid SEPAK TAKRAW 23 30,3 30,3 30,3
POLO AIR 14 18,4 18,4 48,7
FUTSAL 20 26,3 26,3 75,0
BELA DIRI 19 25,0 25,0 100,0
Total 76 100,0 100,0
KEKUATAN OTOT
39 51,3 51,3 51,3
29 38,2 38,2 89,5
8 10,5 10,5 100,0
76 100,0 100,0
RENDAH
SEDANG
TINGGI
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
DAYA TAHAN OTOT
22 28,9 28,9 28,9
16 21,1 21,1 50,0
38 50,0 50,0 100,0
76 100,0 100,0
RENDAH
SEDANG
TINGGI
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
54
JENIS KELAMIN * KEKUATAN OTOT Crosstabulation
KEKUATAN OTOT
Total RENDAH SEDANG TINGGI
JENIS KELAMIN LAKI-LAKI Count 35 19 2 56
% within JENIS KELAMIN 62.5% 33.9% 3.6% 100.0%
PEREMPUAN Count 4 10 6 20
% within JENIS KELAMIN 20.0% 50.0% 30.0% 100.0%
Total Count 39 29 8 76
% within JENIS KELAMIN 51.3% 38.2% 10.5% 100.0%
JENIS KELAMIN * DAYA TAHAN OTOT Crosstabulation
DAYA TAHAN OTOT
Total RENDAH SEDANG TINGGI
JENIS KELAMIN LAKI-LAKI Count 20 7 29 56
% within JENIS KELAMIN 35.7% 12.5% 51.8% 100.0%
PEREMPUAN Count 2 2 16 20
% within JENIS KELAMIN 10.0% 10.0% 80.0% 100.0%
Total Count 22 9 45 76
% within JENIS KELAMIN 28.9% 11.8% 59.2% 100.0%
55
CABANG OLAHRAGA * KEKUATAN OTOT Crosstabulation
KEKUATAN OTOT
Total RENDAH SEDANG TINGGI
CABANG OLAHRAGA SEPAK TAKRAW Count 9 9 5 23
% within CABANG
OLAHRAGA 39.1% 39.1% 21.7% 100.0%
POLO AIR Count 6 8 0 14
% within CABANG
OLAHRAGA 42.9% 57.1% .0% 100.0%
FUTSAL Count 17 2 1 20
% within CABANG
OLAHRAGA 85.0% 10.0% 5.0% 100.0%
BELA DIRI Count 7 10 2 19
% within CABANG
OLAHRAGA 36.8% 52.6% 10.5% 100.0%
Total Count 39 29 8 76
% within CABANG
OLAHRAGA 51.3% 38.2% 10.5% 100.0%
56
CABANG OLAHRAGA * DAYA TAHAN OTOT Crosstabulation
DAYA TAHAN OTOT
Total RENDAH SEDANG TINGGI
CABANG OLAHRAGA SEPAK TAKRAW Count 3 7 13 23
% within CABANG
OLAHRAGA 13.0% 30.4% 56.5% 100.0%
POLO AIR Count 0 1 13 14
% within CABANG
OLAHRAGA .0% 7.1% 92.9% 100.0%
FUTSAL Count 19 0 1 20
% within CABANG
OLAHRAGA 95.0% .0% 5.0% 100.0%
BELA DIRI Count 0 1 18 19
% within CABANG
OLAHRAGA .0% 5.3% 94.7% 100.0%
Total Count 22 9 45 76
% within CABANG
OLAHRAGA 28.9% 11.8% 59.2% 100.0%
57
KEKUATAN OTOT * DAYA TAHAN OTOT Crosstabulation
17 13 9 39
22,4% 17,1% 11,8% 51,3%
4 2 23 29
5,3% 2,6% 30,3% 38,2%
1 1 6 8
1,3% 1,3% 7,9% 10,5%
22 16 38 76
28,9% 21,1% 50,0% 100,0%
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
RENDAH
SEDANG
TINGGI
KEKUATAN
OTOT
Total
RENDAH SEDANG TINGGI
DAYA TAHAN OTOT
Total
Chi-Square Tests
23,406a 4 ,000
24,919 4 ,000
14,698 1 ,000
76
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
3 cells (33,3%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 1,68.
a.
58
KEKUATAN OTOT * DAYA TAHAN OTOT Crosstabulation
17 22 39
22,4% 28,9% 51,3%
5 32 37
6,6% 42,1% 48,7%
22 54 76
28,9% 71,1% 100,0%
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
RENDAH
SEDANG + TINGGI
KEKUATAN
OTOT
Total
RENDAH
SEDANG
+ TINGGI
DAYA TAHAN OTOT
Total
KEKUATAN OTOT * DAYA TAHAN OTOT Crosstabulation
17 22 39
22,4% 28,9% 51,3%
5 32 37
6,6% 42,1% 48,7%
22 54 76
28,9% 71,1% 100,0%
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
RENDAH
SEDANG + TINGGI
KEKUATAN
OTOT
Total
RENDAH
SEDANG
+ TINGGI
DAYA TAHAN OTOT
Total
Chi-Square Tests
8,350b 1 ,004
6,952 1 ,008
8,726 1 ,003
,005 ,004
8,241 1 ,004
76
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
10,71.
b.
59
MASTER TABEL
No RESPONDEN
JENIS
KELAMIN
CABANG OLAHRAGA KEKUATAN
OTOT
KATEGORI DAYA TAHAN
OTOT
KATEGORI
1. Responden 1 Laki-laki SEPAK TAKRAW 153 Cukup 48 Baik
2. Responden 2 Laki-laki SEPAK TAKRAW 202 Cukup 58 Baik
3. Responden 3 Laki-laki SEPAK TAKRAW 221,5 Baik 40 Cukup
4. Responden 4 Laki-laki SEPAK TAKRAW 117 Kurang 78 Baik Sekali
5. Responden 5 Laki-laki SEPAK TAKRAW 156,5 Cukup 72 Baik Sekali
6. Responden 6 Laki-laki SEPAK TAKRAW 190 Cukup 70 Baik Sekali
7. Responden 7 Laki-laki SEPAK TAKRAW 183 Cukup 60 Baik
8. Responden 8 Laki-laki SEPAK TAKRAW 236 Baik 90 Sempurna
9. Responden 9 Laki-laki SEPAK TAKRAW 103 Kuang 62 Baik
10. Responden 10 Laki-laki SEPAK TAKRAW 192 Cukup 55 Baik
11. Responden 11 Perempuan SEPAK TAKRAW 220,5 Baik Sekali 87 Sempurna
12. Responden 12 Perempuan SEPAK TAKRAW 179 Baik 87 Sempurna
13. Responden 13 Perempuan SEPAK TAKRAW 182,5 Baik Sekali 34 Baik
14. Responden 14 Perempuan SEPAK TAKRAW 143 Baik 50 Baik Sekali
15. Responden 15 Perempuan SEPAK TAKRAW 204,5 Baik Sekali 70 Sempurna
16. Responden 16 Perempuan SEPAK TAKRAW 114 Cukup 32 Cukup
17. Responden 17 Perempuan SEPAK TAKRAW 217 Baik Sekali 45 Baik Sekali
18. Responden 18 Perempuan SEPAK TAKRAW 150,5 Baik 63 Sempurna
19. Responden 19 Perempuan SEPAK TAKRAW 156 Baik 65 Sempurna
20. Responden 20 Perempuan SEPAK TAKRAW 154 Baik 83 Sempurna
21. Responden 21 Perempuan SEPAK TAKRAW 127 Baik 15 Kurang
22. Responden 22 Perempuan SEPAK TAKRAW 140,5 Baik 35 Baik
23. Responden 23 Perempuan SEPAK TAKRAW 236 Baik Sekali 84 Sempurna
24. Responden 24 Laki-laki POLO AIR 217 Baik 91 Sempurna
25. Responden 25 Laki-laki POLO AIR 185 Cukup 92 Sempurna
26. Responden 26 Laki-laki POLO AIR 250 Baik 50 Baik
27. Responden 27 Laki-laki POLO AIR 149 Cukup 96 Sempurna
28. Responden 28 Laki-laki POLO AIR 218 Baik 91 Sempurna
29. Responden 29 Laki-laki POLO AIR 172 Cukup 96 Sempurna
30. Responden 30 Laki-laki POLO AIR 258 Baik 90 Sempurna
60
31. Responden 31 Laki-laki POLO AIR 196 Cukup 92 Sempurna
32. Responden 32 Laki-laki POLO AIR 214 Cukup 91 Sempurna
33. Responden 33 Laki-laki POLO AIR 250 Baik 92 Sempurna
34. Responden 34 Laki-laki POLO AIR 245 Baik 91 Sempurna
35. Responden 35 Laki-laki POLO AIR 236 Baik 211 Sempurna
36. Responden 36 Laki-laki POLO AIR 199 Cukup 95 Sempurna
37. Responden 37 Laki-laki POLO AIR 236 Baik 90 Sempurna
38. Responden 38 Laki-laki FUTSAL 236.5 Sempurna 27 Cukup
39. Responden 39 Laki-laki FUTSAL 146 Cukup 23 Kurang
40. Responden 40 Laki-laki FUTSAL 217,5 Baik 18 Kurang
41. Responden 41 Laki-laki FUTSAL 208 Cukup 35 Cukup
42. Responden 42 Laki-laki FUTSAL 110,5 Kurang 26 Cukup
43. Responden 43 Laki-laki FUTSAL 146 Cukup 40 Cukup
44. Responden 44 Laki-laki FUTSAL 101,5 Kurang 31 Cukup
45. Responden 45 Laki-laki FUTSAL 100 Kurang 20 Kurang
46. Responden 46 Laki-laki FUTSAL 10,6 Kurang 39 Cukup
47. Responden 47 Laki-laki FUTSAL 156,5 Cukup 20 Kurang
48. Responden 48 Laki-laki FUTSAL 145,5 Cukup 30 Cukup
49. Responden 49 Laki-laki FUTSAL 106,5 Kurang 26 Cukup
50. Responden 50 Laki-laki FUTSAL 184 Cukup 20 Kurang
51. Responden 51 Laki-laki FUTSAL 135 Kurang 75 Baik Sekali
52. Responden 52 Laki-laki FUTSAL 156 Cukup 41 Cukup
53. Responden 53 Laki-laki FUTSAL 103 Kurang 30 Cukup
54. Responden 54 Laki-laki FUTSAL 117 Kurang 30 Cukup
55. Responden 55 Laki-laki FUTSAL 134 Kurang 43 Cukup
56. Responden 56 Laki-laki FUTSAL 227 Baik 29 Cukup
57. Responden 57 Laki-laki FUTSAL 129 Kurang 30 Cukup
58. Responden 58 Laki-laki KARATE 214 Cukup 89 Sempurna
59. Responden 59 Laki-laki KARATE 195 Cukup 96 Sempurna
60. Responden 60 Laki-laki KARATE 228 Baik 95 Sempurna
61. Responden 61 Perempuan KARATE 139 Baik 81 Sempurna
62. Responden 62 Perempuan KARATE 190 Baik Sekali 82 Sempurna
63. Responden 63 Perempuan KARATE 139 Baik 85 Sempurna
64. Responden 64 Perempuan KARATE 109 Cukup 90 Sempurna
61
65. Responden 65 Laki-laki PENCAK SILAT 245 Baik 93 Sempurna
66. Responden 66 Laki-laki PENCAK SILAT 232 Baik 91 Sempurna
67. Responden 67 Laki-laki PENCAK SILAT 220 Baik 97 Sempurna
68. Responden 68 Laki-laki PENCAK SILAT 171 Cukup 55 Baik
69. Responden 69 Laki-laki PENCAK SILAT 156 Cukup 91 Sempurna
70. Responden 70 Laki-laki PENCAK SILAT 283 Baik Sekali 96 Sempurna
71. Responden 71 Perempuan PENCAK SILAT 154 Baik 50 Baik Sekali
72. Responden 72 Perempuan TAEKWONDO 148 Cukup 90 Sempurna
73. Responden 73 Perempuan TAEKWONDO 147 Cukup 100 Sempurna
74. Responden 74 Laki-laki TAEKWONDO 227 Baik 85 Baik Sekali
75. Responden 75 Laki-laki TAEKWONDO 249 Baik 99 Sempurna
76. Responden 76 Laki-laki TAEKWONDO 218 Baik 97 Sempurna
60
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Yudi Hardianto
Tempat / tanggal lahir : Wakatobi, 10 Desember 1990
Alamat : Pondok Pak Jaksa (samping Masjid Nurul Iman)
Jl. Sahabat 4, Tamalanrea, Makassar 90245
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki- laki
Nama Orang Tua
Ayah : Zudin (Alm)
Ibu : Sayana
Alamat Orang Tua : Dusun Hanta, Kel. Lau-Lua, Kec. Kaledupa, Wakatobi,
Sulawesi Tenggara
Riwayat Pendidikan
1. TK Dharma Wanita Lau-Lua
2. SDN Sampowatu
3. MTs Negeri 1 Kaledupa
4. SMA Negeri 1 Kaledupa
5. Program Studi S1 Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar
Recommended