View
3
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
SKRIPSI
PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY
TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA LANSIA
DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANSIA
BINJAI TAHUN 2019
Oleh :
SAMANI NDRURU
032015042
PROGRAM STUDI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA
ELISABETHMEDAN
2
2019
SKRIPSI
PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY
TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA LANSIA
DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANSIA
BINJAI TAHUN 2019
Memperoleh Untuk Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Dalam Program Studi Ners
Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth Medan
Oleh :
SAMANI NDRURU
032015042
PROGRAM STUDI NERS
3
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA
ELISABETHMEDAN
2019
4
5
6
7
8
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth
Medan, saya yang bertandatangan dibawah ini:
Nama : Samani Ndruru
NIM : 032015042
Program studi : Ners
Jenis Karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk meberikan
kepada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth Medan Hak Bebas Royalti
Non-ekslusif (Non-exclusive Royalty free Right) atas karya yang berjudul
“Pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap kualitas tidur lansia di UPT
Pelayanan Sosial Lansia Binjai Tahun 2019”. Beserta perangkat yang ada (jika
diperlukan).
Dengan hak bebas royalty Non-ekslusif ini sekolah tinggi ilmu kesehatan
Santa Elisabeth Medan berhak menyimpan, mengalih media/format, mengolah
dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat dan mempublikasikan tugas
akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta
dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Medan, 21 Mei 2019
Yang menyatakan
(Samani Ndruru)
9
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul
“Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Kualitas Tidur Pada
Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai” Skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan jenjang S1 Ilmu
Keperawatan Program Studi Ners di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes)
Santa Elisabeth Medan.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih banyak kepada :
1. Mestiana Br. Karo, M.Kep; DNSc selaku ketua STIKes Santa Elisabeth
Medan yang telah memberikan bimbingan, kesempatan, dan fasilitas untuk
menyelesaikan skripsi ini.
2. Kepala UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai, yang telah memberikan izin
kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian di UPT pelayanan sosial
lansia Binjai
3. Samfriati Sinurat, S.Kep., Ns., MAN selaku ketua Program Studi Ners
STIKes Santa Elisabeth Medan yang telah memberikan bimbingan,
kesempatan, dan fasilitas untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Indra Hizkia Perangin-angin, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing I
yang senantiasa memberikan motivasi dan bimbingan, arahan kepada penulis
untuk melakukan dan menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
10
5. Lindawati F. Tampubolon, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing II
yang senantiasa memberikan motivasi dan bimbingan, arahan kepada penulis
untuk melakukan dan menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
6. Lilis Novitarum, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen penguji III yang telah
banyak memberikan kritik dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
7. Seluruh tenaga pengajar dan staf di STIKes Santa Elisabeth Medan yang telah
membimbing, mendidik dan membantu penulis selama pendidikan di STIKes
Santa Elisabeth Medan.
8. Kedua orangtua tercinta Ayahanda Tӧnambӧwӧ Ndruru dan Ibunda Saliba
Halawa serta Abang saya Fatӧrӧ Ndruru, Angeragӧ Ndruru, Sindoi Ndruru
dan kakak Rohani Ndruru juga kedua kakak Ipar saya yang telah memberi
kasih sayang, Doa, dukungan material, dukungan sosial dan motivasi selama
penulis mengikuti proses pendidikan, sehingga peneliti dapat menyusun dan
menyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh pembina Asrama baik suster maupun ibu asrama yang telah
mendukung, membina dan memberi motivasi selama peneliti mengikuti
proses pendidikan di STIkes Santa Elisabeth Medan serta mendoakan peneliti
dalam setiap upaya dan perjuangan dalam menyelesaikan sikripsi ini.
10. Sr. Natalia KYM dan Sr. Emiliana FSE yang telah banyak membantu dan
selalu mendoakan, mendukung, memberi motivasi pada peneliti dalam setiap
upaya dan perjuangan dalam menyelesaikan skripsi ini.
11
11. Sahabat saya Sridewi Harefa dan adik-adik saya Anita Ndruru, Aderiani
Ndruru, Krismon Ndruru, viktor Ndruru, Vincent Ndruru, Stevan Ndruru dan
Aryanti Gӧri yang telah memberi dukungan, motivasi, dan mendoakan
peneliti dalam setiap upaya dan perjuangan menyelesaikan skripsi ini.
12. Seluruh teman-teman Program Studi Ners Tahap Akademik angkatan IX
stambuk 2015 yang selalu berjuang bersama dan berbagi pengetahuan, suka
dan duka selama sampai dengan penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak sehingga menjadi
bahan masukan penulis untuk masa yang akan datang, khususnya bidang ilmu
pengetahuan keperawatan.
Medan, Mei 2019
Samani Ndruru
12
ABSTRAK
Samani Ndruru 032015042
Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Kualitas Tidur Lansia Di
Upt Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2019
Prodi Ners 2019
Kata kunci : Relaksasi Guided imagery, kualitas tidur, lansia
(xvii+58 +Lampiran)
Keluhan tentang kesulitan tidur waktu malam sering kali terjadi diantara lansia.
Kesulitan dalam tidur yang berpengaruh pada kualitas tidur lansia yaitu masih
banyaknya lansia sering mengalami terbangun tengah malam. Guided imagery
merupakan suatu terapi non farmokologi yang sering digunakan untuk mengatasi
gangguan tidur dandapat bermanfaat untuk menurunkan kecemasan, nyeri dan
memfasilitasi kualitas tidur yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap kualitas tidur pada lansia di
UPT pelayanan sosial Lansia Binjai. Metode penelitian ini menggunakan one
group Pre test-post test design. Teknik pengambilan sampel adalah purposive
sampling, dengan jumlah sampel 20 responden. Alat ukur yang digunakan
kuesioner PSQI. Analisa data menunjukkan hasil kualitas tidur pre test semua
lansia mengalami kualitas tidur buruk (100%) dan post test yang mengalami
kualitas tidur baik sebanyak (10%) dan kualitas tidur buruk sebanyak (90%). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa teknik relaksasi guided imagery berpengaruh
terhadap kualitas tidur pada lansia di UPT pelayanan Sosial Lansia Binjai
p=0,001, (<0,05). Peneliti menyarankan kepada lansia agar tetap melanjutkan
guided imagery secara mandiri dengan teratur.
13
Daftar Pustaka (2011-2017)
14
ABSTRACT
Samani Ndruru 032015042
The Effect of Guided Imagery Relaxation Techniques on the Quality of Elderly
sleep in the Binjai Elderly Social Service Unit Year 2019
Nursing Study Program 2019
Keywords: Guided imagery relaxation, sleep quality, elderly
(xvii + 59 + Appendix)
Complaints about difficulty sleeping at night often occur among the elderly.
Difficulties in sleep that affect wlderly sleep quality that make many elderly
experience waking up at midnight. Guided imagery is a non-pharmokological that
frequently used to decrease enxiety anxiety, pain and facilitating good quality
sleep. This study aims to determine the effect of guided imagery relaxation
techniques on sleep quality in the elderly at Binjai Elderly social service unit. This
research method uses one group Pre-Test-post-test design. The sampling
technique was purposive sampling, with a sample of 20 respondents. The
measuring instrument used by the PSQI questionnaire. Data analysis showthe
results of pre-test sleep quality of all elderly people experiencing poor sleep
quality (100%) and post-test who experienced good sleep quality (10%) and poor
sleep quality (90%). The results showed that guided imagery relaxation
techniques affected sleep quality in the elderly at the Binjai Elderly Social Service
Unit p = 0.001, (<0.05). The researcher suggested that the elderly continue to be
guided guided imagery regularly.
Bibliography (2011-2017)
15
16
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN .......................................................................................... i
SAMPUL DALAM ......................................................................................... ii
HALAMAN PERSYARATAN GELAR ...................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iv
PERSETUJUAN ............................................................................................. v
PENGESAHAN .............................................................................................. vi
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI ........................................................ vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
ABSTRAK ...................................................................................................... xi
ABSTRACT ..................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 7
1.3 Tujuan ............................................................................................ 7
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................... 7
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................... 7
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 9
17
2.1 Lansia ............................................................................................ 9
2.1.1 Defenisi ................................................................................ 9
2.1.2Masalah dan penyakit pada lansia ......................................... 10
2.1.3 Faktor –faktor Gangguan pola tidur ..................................... 12
2.1.4 Klasifikasi Gangguan tidur................................................... 12
2.1.5 Kualitas tidur ........................................................................ 13
2.1.6 Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas tidur .............. 18
2.2Guided Imagery ............................................................................... 19
2.2.1 Definisi guided imagery ........................................................ 19
2.2.2 Tujuan ................................................................................... 20
2.2.3Manfaat guided imagery ........................................................ 20
2.2.4 Teknik guided imagery ......................................................... 21
2.2.5Prosedur pelaksanaan guided imagery ................................... 21
2.2.6 Dasar Imajinasi Terbimbing ................................................. 24
2.2.7 Fisiologi ................................................................................ 24
2.2.8 Pelaksanaan guided imagery ................................................. 24
BAB 3 KERANGKA KONSEP..................................................................... 28
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian .................................................... 28
3.2 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 29
BAB 4 METODE PENELITIAN ................................................................. 30
4.1 Rancangan Penelitian ....................................................................... 30
4.2 Populasi dan Sampel ........................................................................ 31
18
4.2.1 Populasi ...................................................................................... 31
4.2.2 Sampel ........................................................................................ 31
4.3 variabel penelitian dan definisi operasional ..................................... 32
4.3.1 Variabel independen................................................................... 32
4.3.2 Variabel dependen ..................................................................... 33
4.4 Instrumen penelitian ......................................................................... 34
4.5 Lokasi dan waktu penelitian............................................................. 34
4.5.1 Lokasi ......................................................................................... 34
4.5.2 Waktu penelitian ........................................................................ 34
4.6 Prosedur dan Pengumpulan Data ..................................................... 35
4.6.1 Pengambilan data ....................................................................... 35
4.6.2 Uji validitas dan reliabilitas ....................................................... 36
4.7 Kerangka operasional ....................................................................... 36
4.8 Analisis data ..................................................................................... 36
4.9 Etika penelitian................................................................................. 38
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 41
5.1 Gambaran Lokasi Penelitian ........................................................ 42
5.2 Hasil Penelitian... ......................................................................... 42
5.2.1 Karakteristik Data Demografi ............................................ 42
5.2.2 Gambaran Kualitas tidur pada lansia pre intervensi
relaksasi guided imagery ................................................... 43
5.2.3 Gambaran Kualitas tidur pada lansia post intervensi
relaksasi guided imagery ................................................... 44
5.2.4Pengaruh teknik guided imagery terhadap kualitas tidur .... 45
5.3 Pembahasan ................................................................................. 46
19
5.3.1 Gambaran Kualitas tidur pada lansia pre intervensi
relaksasi guided imagery ................................................... 46
5.3.2 Gambaran Kualitas tidur pada lansia post intervensi
relaksasi guided imagery ................................................... 48
5.3.3 Pengaruh teknik guided imagery terhadap kualitas tidur ... 52
5.3.4 Keterbatasan ....................................................................... 56
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 57
6.1 Simpulan ...................................................................................... 57
6.2 Saran ............................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 59
Lampiran :
1. Usulan judul skripsi dan tim pembimbing .................................... 62
2. Surat permohonan pengambilan data awal .................................... 63
3. Surat balasan pengambilan data awal ............................................ 64
4. Surat Permohonan Izin melakukan penelitian................................ 65
5. Surat Uji Etik ................................................................................ 66
6. Surat Balasan Izin Penelitian Penelitian ........................................ 67
7. Surat selesai penelitian ................................................................... 68
8. Modul Guided Imagery .................................................................. 69
9. SOP ................................................................................................ 70
10. Informed consent ............................................................................ 71
11. Kuesioner ...................................................................................... 72
12. Lembar konsultasi .......................................................................... 73
20
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Desain penelitian pra-eksperimental dengan penelitian one
groupPre test-post test design (Nursalam 2014) ........................... 30
Tabel 4.2 Defenisi Operasional Pengaruh guided imagery Terhadap
kualitas dan kuantitas tidur lansia di UPT pelayanan sosial
lansia Binjai-Medan ....................................................................... 33
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Klien Gangguan Tidur di UPT Pelayanan SosialLansia Binjai
Tahun 2019 (n=20) ........................................................................ 42
Tabel 5.2 Rerata Kualitas tidur pada lansia pre intervensi relaksasi guided
imagery .......................................................................................... 43
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Kualitas tidur pada lansia pre intervensi
relaksasi guided imagery di UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia
Binjai Tahun 2019 (n=20) .............................................................. 44
Tabel 5.4 Rerata Kualitas tidur pada lansia post intervensi relaksasi
guided imagery............................................................................... 44
21
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Kualitas tidur pada lansiapost intervensi
relaksasi guided imagery di UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia
Binjai Tahun 2019 (n=20) .............................................................. 45
Tabel 5.6 Pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap kualitas
tidur di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2019
(n=20) ............................................................................................. 45
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki
usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai
dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran
kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh
yang tidak proporsional (Nugroho, 2012)
Pada tahun 2000, jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas diperkirakan
meningkat sekitar 15,3 juta (7,4%) dari jumlah penduduk. Pada tahun 2005,
jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi ±18,3 juta (8,5%). Pada tahun 2005-
2010 jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah angka balita, yaitu sekitar 19,3
juta jiwa (9%) dari jumlah penduduk. Bahkan pada tahun 2020-2025, Indonesia
22
akan menduduki peringkat negara dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut
usia tertinggi setelah RRC, India dan AS dengan umur harapan hidup di atas 70
tahun. Menurut perkiraan Biro Pusat Statistik, pada tahun 2005 di Indonesia
terdapat 18.283.107 penduduk lanjut usia.
9
Jumlah ini akan melonjak hingga ±33 juta orang lanjut usia (12% dari total
penduduk) pada tahun 2020, dengan umur harapan hidup kurang lebih 70 tahun
(Nugroho, 2012).
Usia merupakan salah satu faktor penentu lamanya tidur yang dibutuhkan
seseorang. Keluhan tentang kesulitan tidur waktu malam sering kali terjadi
diantara lansia sebagai akibat dari penyakit kronik lain. Kecenderungan untuk
tidur siang kelihatannya meningkat secara progresif dengan bertambahnya usia.
Peningkatan waktu siang hari yang dipakai untuk tidur dapat terjadi karena
seringnya terbangun di malam hari, dibandingkan dengan jumlah waktu yang
dihabiskan di tempat tidur, waktu yang dipakai tidur menurun sejam atau lebih.
Rata-rata dewasa sehat membutuhkan waktu 7½ sampai 8 jam untuk tidur
setiap malam. Walaupun demikian, ada beberapa orang yang membutuhkan waktu
tidur lebih atau kurang. Tidur normal dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya
usia (Priyoto, 2015). Perubahan pola tidur lansia disebabkan karena perubahan
Sistem Saraf Perifer yang mempengaruhi pengaturan tidur. Kerusakan sensorik
umum dengan penuaan dapat mengurangi sensitivitas terhadap waktu yang
mempertahankan irama sirkadian.
Stanley (2006) dalam Ernawati (2017) mengatakan gangguan tidur
menyerang 50% orang yang berusia 65 tahun atau lebih yang tinggal di rumah dan
66% orang yang tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang. Terbukti dalam
perolehan hasil penelitian Ernawati (2017) tentang gambaran kualitas tidur dan
gangguan tidur pada lansia sosial Tresna Werdha Budi luhur Kota Jambi, kualitas
10
tidur pada lansia dengan 24 responden (66,7%) memiliki kualitas tidur kurang
baik dan 26 responden (72,2%) mengalami gangguan tidur ringan.
Ernawati (2017), mengatakan gambaran kualitas tidur pada lansia yang
masih kurang baik atau secara keseluruhan sangat buruk dimana banyak yang
masih mengalami kesulitan dalam tidur yaitu tentang tidak bisa tidur dalam waktu
30 menit. Kesulitan dalam tidur yang berpengaruh pada kualitas tidur lansia yaitu
masih banyaknya lansia sering mengalami terbangun tengah malam atau
menjelang pagi.
Kualitas tidur adalah suatu keadaan dimana tidur yang dijalani seorang
individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran disaat terbangun. Kualitas tidur
yang mencakup aspek kuatitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta
aspek subjektif. Perubahan tidur yang mempengaruhi kualitas tidur yang
berhubungan dengan proses penuaan pada seperti meningkatkan latensi tidur,
efisiensi tidur berkurang, bangun lebih awal, mengurangi tahapan tidur nyenyak
dan gangguan irama sir kardian, peningkatan tidur siang. Perubahan kualitas tidur
lansia umumnya kurang menikmati tidur nyenyak dari pada orang dewasa.
Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%.
Pada kelompok lanjut usia (40 tahun) hanya dijumpai 7% kasus yang mengeluh
masalah tidur (hanya dapat tidur tidak lebih dari 5 jam sehari). Hal yang sama
dijumpai pada 22% kasus pada kelompok usia 70 tahun. Demikian pula,
kelompok lanjut usia lebih banyak mengeluh terbangun lebih awal dari pukul
05.00 pagi, selain itu 30% kelompok usia 70 tahun yang banyak terbangun waktu
11
malam hari. Angka ini ternyata 7 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok
usia 20 tahun (Priyoto, 2015)
Hidayati (2012) dalam penelitiannya tentang kualitas tidur lansia di balai
Rehabilitasi sosial Mandiri semarang, menunjukan hasil sebagian besar lansia
berumur 60-74 sebanyak 75 responden (77,3%) dan yang memiliki kualitas tidur
buruk berada pada usia 60-74 tahun sebanyak 49 responden.
Bukit (2005) dalam penelitian kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan
tidur klien lanjut usia yang dirawat inap di rumah sakit Medan, menunjukan
bahwa 62% klien memiliki total jam tidur setiap malam <5 jam 57% klien waktu
mulai tertidur >60 menit, 79% terbangun tiga kali atau lebih setiap malam, 52%
merasa tidak segar bangun di pagi hari, 55% merasa tidurnya tidak nyenyak, 51%
tidak merasa puas dengan tidurnya, dan 46% merasa lelah dan mengantuk di siang
hari. Kualitas tidur 77% klien buruk selama dirawat dirumah sakit dan 43% klien
memiliki kualitas tidur buruk.
Tidur yang tidak adekuat dan kualitas tidur buruk dapat mengakibatkan
gangguan keseimbangan fisiologi dan psikologi. Dampak fisiologi meliputi
penurunan aktivitas sehari-hari, rasa capai, lemah, koordinasi neuromuskular
buruk, proses penyembuhan lambat, daya tahan tubuh menurun, dan ketidak
stabilan tanda vital sedangkan dampak psikologi meliputi depresi, cemas, tidak
konsentrasi, koping tidak efektif (Ernawati, 2017).
Purwanto dalam sugiyanto (2017), Berbagai cara dapat dilakukan untuk
mengurangi masalah atau meningkatkan kualitas tidur pada lansia salah satunya
adalah terapi komplementer dengan cara pengobatan diluar pengobatan medis
12
yang konvensional, terapi ini juga sebagai pendukung kepada pengobatan medis
konvensional. Berbagai macam terapi komplementer terdiri dari terapi sentuhan
contohnya pijat refleksi dan akupresure, terapi pikiran tubuh contohnya relaksasi
progresif, guide imagery, terapi musik, terapi humor, slepp hygiene dan
aromaterapi.
Kamora (2010) tentang analisis pemenuhan istirahat dan tidur pasien rawat
inap di RSUD Solok, menunjukkan 75,56 % pemenuhan kebutuhan istirahat dan
tidur pasien yang dirawat tidak terpenuhi . Selain itu pada tahun 2007 penelitian
Kalsum tentang Pengaruh teknik guided imagry terhadap penurunan tingkat
kecemasan pasien wanita dengan gangguan tidur, dijelaskan bahwa kelompok
perlakuan yang awalnya sebagian besar mengalami tingkat kecemasan berat
setelah mendapatkan teknik guided imagery rmengalami penurunan tingkat
kecemasan sebesar 81%.
Matassarin dalam deswita (2014) terapi non farmokologi yang sering
digunakan untuk mengatasi gangguan tidur adalah guided imagery, dimana guided
imagery dapat bermanfaat untuk menurunkan kecemasan, kontraksi otot dan
memfasilitasi atau meningkatkan kualitas tidur.
Novarenta (2013) mengatakan guided imageryefektif untuk mengurangi
rasa nyeri saat menstruasi terbukti dengan hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa setiap subjek mengalami penurunan intensitas nyeri menstruasi. Subjek
pertama yaitu sebelum diberikan pelatihan guided imagery skor intensitas nyeri
pada saatpre test adalah 9 yang menunjukkan nyeri sangat berat. Setelah diberikan
13
pelatihan guided imagery dan menerapkannya skor intensitas nyeri pada saat post
test menjadi 2 yang menunujukkan nyeri ringan.
Susanti (2013) dalam penelitiannya bahwa guided imagery dapat
menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi) dikelurahan karangsari kabupaten
kendal tentang pengaruh terapi guided imageryterhadap perubahan tekanan darah
pada pasien hipertensi. Hasil penelitian Susanti menunjukan tekanan darah pada
pasien hipertensi sebelum diberikan terapi guided imagery menunjukkan rata-rata
tekanan darah sistole 165,86 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastole 104,83
mmHg, sesudah diberikan terapi imajinasi terpimpin menunjukkan rata-rata
tekanan darah sistole 158,62 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastole 97,24
mmHg.
Survei awal pada desember 2018, yang dilakukan oleh peneliti di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia binjai, dari jumlah 160 orang lansia yang ada di
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai terdapat lansia yang mengalami
gangguan tidur sebanyak 65 orang lansia diantaranya ada yang minum obat tidur
sebanyak 21 orang, terbangun dimalam hari 15 orang, sering tidak dapat tidur
dalam waktu 30 menit 10 orang, tidur hanya 4-5 jam setiap malam 7 orang dan
sering terbangun untuk kekamar mandi dan tidak dapat tidur lagi sebanyak 12
orang.Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang pengaruh guided imageryterhadap kualitas tidur pada lansia di
UPT Pelayanan Sosial lanjut usia Binjai-Medan tahun 2019.
14
1.2 Rumusan Masalah
Masalah penelitian yang disusun berdasarkan latar belakang diatas
adalah apakah ada pengaruh teknik relaksasi guided imageryterhadap kualitas
tidur pada lansia di UPT pelayanan sosial Lansia Binjai-Medan Tahun 2019
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi
guided imagery terhadap kualitas tidur pada lansia di UPT pelayanan
sosial Lansia Binjai-Medan 2019
1.3.2 Tujuan khusus
1 Mengidentifikasi kualitas tidur pre testguided imagery pada lansia di UPT
pelayanan sosial Lansia Binjai
2 Mengidentifikasi kualitas tidur post testguided imagerypada lansia di UPT
pelayanan sosial Lansia Binjai
3 Menganalisa pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap kualitas
tidur pada lansia di UPT pelayanan sosial Lansia Binjai
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu serta informasi
yang berguna terutama bagi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien lansia terutama yang mengalami kualitas tidur.
15
1.4 2 Manfaat praktis
1. Bagi UPT pelayanan sosial lanjut Usia Binjai-Medan
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber ilmu sebagai terapi
komplementer untuk gangguan keseimbangan postural lansia
2. Bagi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi mengenai intervensi pada
pelayanan keperawatan gerontik.
3. Bagi responden
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai terapi non farmakologis
pada lansia untuk meningkatkan kualitas tidur
4. Bagi peneliti
Hasil peneliti ini dapat menjadi refensi dan menambah wawasan
dalam bidang keperawatan yang terkait dengan teknik relaksasi guided
imageryterhadap kualitas tidur pada lansia di UPT pelayanan sosial lanjut
usia Binjai-Medan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lansia
2.1.1 Definisi lansia
Masa usia lanjut merupakan masa yang tidak bisa dielakkan oleh siapa pun
khususnya bagi yang dikaruniai umur panjang (Suardiman, 2011). Proses menua
merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu,
16
tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap ini berbeda, baik secara
biologis maupun psikologis.
Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran
fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai
ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan
lambat, dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2012). Umur yang
dijadikan patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60-
65 tahun. Berikut kemukakan beberapa pendapat para ahli mengenai batasan
umur. Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO, ada empat tahap, yakni: usia
pertengahan /middle age (45-59 tahun) lanjut usia /elderly (60-74) lanjut usia
tua/old (75-90) usia sangat tua/Very old (diatas 90), menurut prof DR.Ny.
Sumiati Ahmad Mohammad(alm), Guru Besar Universitas Gajah Mada Fakultas
Kedokteran, periodisasi biologis perkembangan manusia dibagi sebagai berikut;
usia 0-1 tahun (masa bayi) usia 1-6 tahun (masa prasekolah) usia 6-10 tahun
(masa
28
sekolah) usia 10-20 tahun (masa pubertas) usia 40-65 tahun (masa setengah umur,
prasenium) usia 65 tahun ke atas (masa lanjut usia,senium).
lanjut usia tua/old (75-90) usia sangat tua/Very old (diatas 90), menurut
prof DR.Ny. Sumiati Ahmad Mohammad(alm), Guru Besar Universitas Gajah
Mada Fakultas Kedokteran, periodisasi biologis perkembangan manusia dibagi
sebagai berikut; usia 0-1 tahun (masa bayi) usia 1-6 tahun (masa prasekolah) usia
6-10 tahun (masa sekolah) usia 10-20 tahun (masa pubertas) usia 40-65 tahun
(masa setengah umur, prasenium) usia 65 tahun ke atas (masa lanjut usia,senium).
Menurut Dra. Ny.Jos Masdani (psikolog dari Universitas indonesia), lanjut
usia merupakan kelanjutan usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat
bagian, yaitu : fase iuventus, antara usia 25-40 tahun, fase Verilitas, antara usia
40-50 tahun, fase praesenium, antara usia 55-65 tahun, fase senium, antara usia 65
tahun hingga tutup usia. Menurut prof. Dr. Koesomanto setyonegoro, SpKJ, lanjut
usia dikelompokkan sebagai berikut ; maturitas (usia 25-60/65 tahun) lanjut usia
(geriatric age) usia lebih dari 65/70 tahun), terbagi ; usia 70-75 tahun (young old),
usia 75-80 tahun (old) usia lebih dari 80 tahun (very old). Menurut Bee (1996),
usia 65-75 masa dewasa lanjut, usia > 75 tahun masa dewasa sangat lanjut
(Nugroho, 2012)
2.1.2 Masalah dan penyakit pada lanjut usia
a. Mudah jatuh
b. Mudah lelah
c. Gangguan kardiovaskular
d. Sesak napas pada kerja fisik
29
e. Palpitasi
f. Edema kaki
g. Nyeri atau ketidaknyaman
h. Berat badan menurun
i. Gangguan Eliminasi
j. Gangguan ketajaman Penglihatan
k. Gangguan pendengaran
l. Mudah gatal
m. Gangguan Tidur
Feinberg dalam Nugroho (2012) mengungkapkan bahwa sejak
meninggalkan masa remaja, kebutuhan tidur seseorang menjadi relatif tetap. Luce
dan segal mengungkapkan bahwa faktor usia merupakan faktor terpenting yang
berpengaruh terhadap kualitas tidur. Keluhan kualitas tidur seiring dengan
bertambahnya usia.
Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%.
Pada kelompok lanjut usia (40 tahun) hanya dijumpai 7% kasus yang mengeluh
masalah tidur (hanya dapat tidur tidak lebih dari 5 jam sehari). Hal yang sama
dijumpai pada 22% kasus pada kelompok usia 70 tahun. Demikian pula,
kelompok lanjut usia lebih banyak mengeluh terbangun lebih awal dari pukul
05.00 pagi, selain itu 30% kelompok usia 70 tahun yang banyak terbangun waktu
malam hari. Angka ini ternyata 7 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok
usia 20 tahun (Priyoto, 2015)
30
Rata-rata dewasa sehat membutuhkan waktu 7½ sampai 8 jam untuk tidur
setiap malam. Walaupun demikian, ada beberapa orang yang membutuhkan waktu
tidur lebih atau kurang. Tidur normal dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya
usia (Priyoto, 2015). Menurut Potter (2005) beberapa hal yang dapat
menyebabkan masalah tidur adalah setiap penyakit yang dapat menyebabkan
nyeri, ketidaknyamanan fisik (misalnya kesulitan bernafas), atau masalah suasana
hati seperti kecemasan atau depresi.
2.1.3 Faktor –faktor Gangguan pola tidur
Gangguan pola tidur disebabkan oleh faktor-faktor berikut :
1. Faktor ekstrinsik (luar), misal :lingkungan yang kurang tenang
2. Faktor intrinsik, dapat bersifat organik maupun psikogenik.
a. Organik, misal : nyeri, gatal-gatal, dan penyakit tertentu yang
membuat gelisah.
b. Psikogenik, misal : depresi, kecemasan, dan iritabilitas.
2.1.4 Klasifikasi Gangguan tidur
1. Gangguan Tidur Primer
Gangguan tidur primer adalah gangguan tidur yang bukan disebabkan oleh
gangguan mental lain, kondisi medis umum, atau zat. Gangguan tidur ini dibagi
dua, yaitu disomnia dan parasomnia. Disomnia ditandai dengan gangguan pada
jumlah, kualitas, dan waktu tidur. Parasomnia dikaitkan dengan perilaku tidur
atau peristiwa fisiologis yang dikaitkan dengan tidur, stadium tidur tertentu, atau
perpindahan tidur-bangun. Disomnia terdiri atas insomnia primer, hipersomnia
primer, narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan,
31
gangguan ritmik sirkadian tidur, dan isomnia yang tidak dapat diklasifikasi.
Parasomnia terdiri atas gangguan mimpi buruk, gangguan teror tidur, berjalan saat
tidur, dan parasomnia yang tidak dapat diklasifikasikan.
2. Gangguan tidur Terkait gangguan mental lain
Terdapatnya keluhan gangguan tidur yang menonjol, diakibatkan oleh
gangguan mental lain (sering karena gangguan mood) tetapi tidak memenuhi
syarat untuk ditegaskan sebagai gangguan tidur tersendiri. Ada dugaan bahwa
mekanisme patofisiologis yang mendasari gangguan mental juga mempengaruhi
terjadinya gangguan tidur-bangun.
3. Gangguan tidur Akibat Kondisi Medis umum
Gangguan akibat kondisi medis yang umum yaitu adanya keluhan tidur
yang menonjol yang diakibatkan oleh pengaruh fisiologis langsung kondisi medis
umum terhadap siklus tidur-bangun
4. Gangguan tidur akibat Zat
Adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang menggunakan atau
menghentikan penggunaan zat (termasuk medikasi). Penilaian sistematis perlu
dilakukan terhadap seseorang yang mengalami keluhan tidur, seperti evaluasi
bentuk gangguan tidur yang spesifik, gangguan mental saat ini, kondisi medis
umum, dan zat atau medikasi yang digunakan.
2.1.5. Kualitas tidur
Kualitas tidur adalah ukuran dimana seseorang itu dapat kemudahan dalam
memulai tidur dan untuk mempertahankan tidur, kualitas tidur seseorang dapat
digambarkan dengan lama waktu tidur, dan keluhan – keluhan yang dirasakan saat
32
tidur atau pun sehabis bangun tidur. Kebutuhan tidur yang cukup ditentukan selain
oleh faktor jumlah jam tidur (kuantitas tidur), juga oleh faktor kedalaman tidur
(kualitas tidur).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur yaitu,
faktor fisiologis, faktor psikologis, lingkungan dan gaya hidup. Dari faktor
fisiologis berdampak dengan penurunan aktivitas sehari – hari, rasa lemah, lelah,
daya tahan tubuh menurun, dan ketidak stabilan tanda tanda vital, sedangkan dari
faktor psikologis berdampak depresi, cemas, dan sulit untuk konsentrasi (Potter
dan Perry. 2005)
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga
seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan
gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak,
konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering
menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006)
Kualitas tidur adalah suatu keadaan dimana tidur yang dijalani seorang
individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran disaat terbangun. Kualitas tidur
yang mencakup aspek kuatitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta
aspek subjektif.
Perubahan tidur yang mempengaruhi kualitas tidur yang berhubungan dengan
proses penuaan pada seperti meningkatkan latensi tidur, efisiensi tidur berkurang,
bangun lebih awal, mengurangi tahapan tidur nyenyak dan gangguan irama
sirkardian, peningkatan tidur siang. Perubahan kualitas tidur lansia umumnya
kurang menikmati tidur nyenyak dari pada orang dewasa (Ernawati, 2017)
33
Dalam pengukuran kualitas tidur seseorang biasanya digunakan skor yang
diperoleh dari responden yang telah menjawab pertanyaan-pertanyaan pada
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), yang terdiri dari 7 (tujuh) komponen,
yaitu kualitas tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur sehari-hari,
gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi aktivitas siang hari. Masing-
masing komponen memiliki kisaran nilai 0–3 dengan 0 menunjukkan tidak adanya
kesulitan tidur dan 3 menunjukkan kesulitan tidur yang berat. Skor dari ketujuh
komponen tersebut dijumlahkan menjadi 1 (satu) skor global dengan kisaran nilai
0 – 21. Jumlah skor tersebut disesuaikan dengan kriteria penilaian yang di
kelompokkan sebagai berikut :Kualitas tidur baik : ≤ 5 Kualitas tidur buruk : > 5
a. Kualitas tidur subyektif
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 9 dalam
PSQI, yang berbunyi: “Selama sebulan terakhir, bagaimana Anda menilai
kualitas tidur Anda secara keseluruhan?” Kriteria penilaian disesuaikan
dengan pilihan jawaban responden sebagai berikut, Sangat baik : 0, Cukup
baik : 1, Cukup buruk : 2, Sangat buruk : 3
b. Latensi tidur
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 2 dalam
PSQI, yang berbunyi: “Selama sebulan terakhir, berapa lama (dalam menit)
biasanya waktu yang Anda perlukan untuk dapat jatuh tertidur setiap malam?”,
dan pertanyaan nomor 5a, yang berbunyi: “Selama sebulan terakhir, seberapa
sering Anda mengalami kesulitan tidur karena Anda tidak dapat tertidur dalam
waktu 30 menit setelah pergi ke tempat tidur?” Masing-masing pertanyaan
34
tersebut memiliki skor 0-3, yang kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh skor
latensi tidur. Jumlah skor tersebut disesuaikan dengan kriteria penilaian sebagai
berikut: Skor latensi tidur 0 : 0, Skor latensi tidur 1-2 : 1, Skor latensi tidur 3-4
: 2, Skor latensi tidur 5-6 : 3
c. Durasi tidur
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 4
dalam PSQI, yang berbunyi: “Selama sebulan terakhir, berapa jam Anda
benar-benar tidur di malam hari?” Jawaban responden dikelompokkan dalam
4 kategori dengan kriteria penilaian sebagai berikut; Durasi tidur >7 jam : 0,
durasi tidur 6-7 jam : 1, durasi tidur 5-6 jam : 2, durasi tidur <5 jam : 3
d. Efisiensi tidur sehari-hari
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 1, 3,
dan 4 dalam PSQI mengenai jam tidur malam dan bangun pagi serta durasi
tidur. Jawaban responden kemudian dihitung dengan rumus:
Durasi tidur (#4) x 100
Jumlah bangun pagi (#3) - jam tidur malam (#1)
Hasil perhitungan dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori dengan
kriterian penilaian sebagai berikut:
>85=0, 75-84=1, 65-74=2, <65=3
e. Gangguan tidur
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 5b 5j
dalam PSQI, yang terdiri dari hal-hal yang dapat menyebabkan gangguan tidur.
Tiap item memiliki skor 0-3, dengan 0 berarti tidak pernah sama sekali dan 3
35
berarti sangat sering dalam sebulan. Skor kemudian dijumlahkan sehingga
dapat diperoleh skor gangguan tidur. Jumlah skor tersebut dikelompokkan
sesuai kriteria penilaian sebagai berikut : Skor gangguan tidur 0 : 0 ,Skor
gangguan tidur 1-9 : 1, Skor gangguan tidur 10-18 : 2, Skor gangguan tidur
19-27 : 3,
f. Penggunaan obat tidur
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 6 dalam
PSQI, yang berbunyi: “Selama sebulan terakhir, seberapa sering Anda
mengkonsumsi obat-obatan (dengan atau tanpa resep dokter) untuk membantu
Anda tidur?” Kriteria penilaian disesuaikan dengan pilihan jawaban responden
sebagai berikut: Tidak pernah sama sekali : 0, Kurang dari sekali dalam
seminggu : 1, Satu atau dua kali seminggu : 2, Tiga kali atau lebih seminggu : 3
g. Disfungsi aktivitas siang hari
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 7 dalam
PSQI, yang berbunyi: “Selama sebulan terakhir, seberapa sering Anda
mengalami kesulitan untuk tetap terjaga ketika sedang mengemudi, makan,
atau melakukan aktivitas sosial?”, dan pertanyaan nomor 8, yang berbunyi:
“Selama sebulan terakhir, seberapa besar menjadi masalah bagi Anda untuk
menjaga antusiasme yang cukup dalam menyelesaikan sesuatu?” Setiap
pertanyaan memiliki skor 0-3, yang kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh
skor disfungsi aktivitas siang hari. Jumlah skor tersebut disesuaikan dengan
kriteria penilaian sebagai berikut Skor disfungsi aktivitas siang hari 0 : 0, Skor
36
disfungsi aktivitas siang hari 1-2 : 1, Skor disfungsi aktivitas siang hari 3-4 : 2,
Skor disfungsi aktivitas siang hari 5-6 : 3
2.1.6 Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas tidur
Pemenuhan kebutuhan tidur bagi setiap orang berbeda – beda, ada yang
dapat terpenuhi dengan baik bahkan sebaliknya. Seseorang bisa tidur ataupun
tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu diantaranya sebagai berikut,
(Asmadi, 2008)
1. Status kesehatan
Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia dapat tidur
dengan nyenyak, sedangkan untuk seseorang yang kondisinya kurang
sehat (sakit) dan rasa nyeri , makan kebutuhan tidurnya akan tidak
nyenyak (Asmadi, 2008)
2. Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk
tidur. Pada lingkungan bersih, bersuhu dingin, suasana yang tidak gaduh
(tenang), dan penerangan yang tidak terlalu terang akan membuat
seseorang tersebut tertidur dengan nyenyak, begitu pun sebaliknya jika
lingkungan kotor, bersuhu panas, susana yang ramai dan penerangan yang
sangat terang, dapat mempengaruhi kualitas tidurnya (Asmadi, 2008)
3. Stres psikologis
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekwensi
tidur. Hal ini disebabkan karena kondisi cemas akan meningkatkan
37
norepineprin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi
tahap IV NREM dan REM (Asmadi, 2008).
4. Diet
Makanan yang banyak menandung L – Triptofan seperti keju, susu,
daging, dan ikan tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur.
Sebaliknya minuman yang menandung kafein maupun alkohol akan
mengganggu tidur (Asmadi, 2008).
5. Gaya hidup
Kelelahan yang dirasakan seseorang dapat pula memengaruhi
kualitas tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah orang dapat tidur
dengan nyenyak. Sedangkan pada kelelahan yang berlebih akan
menyebabkan periode tidur REM lebih pendek (Asmadi, 2008)
6. Obat – obatan
Obat – obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek
menyebabkan tidur, ada pula yang sebaliknya mengganggu tidur (Asmadi,
2008).
2.2.Guided Imagery
2.2.1 Definisi guided imagery
Guided imagery adalah teknik relaksasi yang menggunakan imajinasi
seseorang mencapai efek positif tertentu (smeltzer, 2002). Teknik ini dimulai
38
dengan proses relaksasi pada umumnya yaitu meminta kepada klien untuk
perlahan –lahan menutup matanya dan fokus pada nafas mereka, klien didorong
untuk relaksasi mengosongkan pikiran dan memahami pikiran dengan bayangan
untuk membuat damai dan tenang (Rahmayati, 2010).
Guided imagery menurut Patricia (dalam Kalsum, 2007) adalah suatu
teknik yang menggunakan imajinasi individu dengan imajinasi terarah untuk
mengurangi stres. Guided imagery dapat digunakan dalam berbagai keadaan
antara lain mengurangi stres dan rasa nyeri, kesulitan tidur, elergi atau asma,
pusing, migren, hipertensi, dan keadaan lain.
2.2.2 Tujuan guided imagery
Guided imagery atau imajinasi terbimbing merupakan penciptaan kesan
dalam pikiran klien, dan dapat berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara
bertahap dapat menurunkan persepsi terhadap nyeri. Sehingga memiliki tujuan:
a. Mengurangi rasa nyeri yang dialami
b. Memberikan rasa aman dan nyaman
c. Mengurangi stres dan meningkakan perasaan tenang
d. Dapat mempercepat penyembuhan yang efektif
2.2.3 Manfaat Guided Imagery
Banyak sekali manfaat yang kita dapat dari menerapkan prosedur guided
imagery, berikut ini manfat dari guided imagery menurut Townsend (1977)
1. Mengurangi stres dan kecemasan
2. Mengurangi nyeri
3. Mengurangi sakit kepala
39
4. Mengurangi tekanan darah tinggi
5. Mengurangi biaya rumah sakit Mengurangi alergi dan gejala gangguan
pernafasan
6. Meningkatkan penyembuhan
2.2.4 Teknik guided imagery
a. Guided Walking Imagery
Pada teknik ini klien dianjurkan untuk mengimajinasikan
pemandangan standar seperti padang rumput, peguungan, pantai
dll.
b. Autogenik Abstraction
Dalam teknik ini klien diminta untuk memilih sebuah perilaku
negatif yang ada dalam pikrannya kemudian klien mengungkapkan
secara verbal tanpa batasan. Bila berhasil akan tampak perubahan
dalam hal emosional dan raut muka klien.
c. Covert Sensitization
Teknik ini bersandar pada paradigma reinforcement yang
menyimpulkan bahwa proses imajinasi dapat dimodifikasi
berdasarkan pada prinsip yang sama dalam modifikasi perilaku.
d. Covert Behaviour Rehearsel
Teknik ini mengajak seseorang untuk mengimajinasikan perilaku
koping yang dia inginkan. Teknik ini lebih banyak diguanakan.
2.2.5 Prosedur Pelaksanaan Guided Imagery
40
Terapi guided imagery dalam aplikasinya terhadap pasien memiliki
prosedur yang berbeda-beda. Tetapi pada intinya, terapi ini diberikan kepada
pasien untuk meningkatkan relaksasi. Keadaan rileks ini akan mengurangi
keadaan patologis fisik maupun mental pada pasien.Terapi guided imagery dalam
aplikasinya terhadap pasien memiliki prosedur yang berbeda-beda. Tetapi pada
intinya, terapi ini diberikan kepada pasien untuk meningkatkan relaksasi. Keadaan
rileks ini akan mengurangi keadaan patologis fisik maupun mental pada pasien.
Guided imagery yang diberikan pada pasien harus didukung oleh keadaan
intern dan ekstern. Keadaan yang intern yang mendukung lancarnya proses terapi
ini adalah salah satunya pasien harus kooperatif dengan perawat, tidak mengalami
gangguan pendengaran, dan mudah berkonsentrasi. Keadaan ekstern yang
mendukung imajinasi terpimpin adalah lingkungan yang tenang, nyaman sehingga
akan meningkatkan konsentrasi pada saat terapi berlangsung.
Berikut ini adalah standar operasional prosedur dari pelaksanaan guided
imagery:
a. Bina hubungan saling percaya
b. Jelaskan prosedur, tujuan, posisi, waktu dan peran perawat
pembimbing.
c. Anjurkan klien mencari posisi yang nyaman menurut klien.
d. Duduk dengan klien tetapi tidak mengganggu.
e. Lakukan bimbingan dengan baik terhadap klien
41
f. Minta klien untuk memikirkan hal-hal yang menyenangkan atau
pengalaman yang membantu pengguanaan semua indra dengan suara
yang lembut
g. Ketika klien rileks, klien perlu berfokus pada bayangan dan saat itu
perawat tidak perlu bicara lagi
h. Jika klien menunjukkan tanda-tanda gelisah, atau tidak nyaman
perawat harus menghentikan latihan dan memulainya lagi ketika
klien telah siap.
i. Relaksasi akan mengenai seluruh tubuh. Setelah 15 menit klien dan
daerah ini akan digantikan dengan relaksasi. Biasanya klien rileks
setelah menutup matanya atau mendengarkan musik yang lembut
sebagai background yang membantu.
j. Catat hal-hal yang digambarkan oleh klien dalam pikiran untuk
diguanakan pada latihan selanjutnya dengan mengguanakan
informasi spesifik yang diberikan klien dan tidak membuat
perubahan pernyataan klien.
Prosedur menurut (Berman, 2009).
a. Anjurkan klien mengenakan pakaian yang longgar
b. Tidur dengan posisi yang nyaman.
c. Anjurkan klien untuk menutup mata dengan lembut.
d. Minta klien menarik napas dalam dan perlahan untuk menimbulkan
relaksasi.
42
e. Minta klien untuk menggunakan seluruh panca indranya dalam
menjelaskan bayangan dan lingkungan bayangan tersebut.
f. Mulailah membayangkan tempat yang menyenangkan dan dapat
dinikmati.
g. Minta klien untuk menjelaskan perasaan fisik dan emosional yang
ditimbulkan oleh bayangannya, dan bantu klien untuk mengekplorasi
respons terhadap bayangannya.
h. Ulangi 10 sampai 15 menit sampai Anda tertidur.
i. Ciptakan lingkungan yang sunyi dan bebas dari gangguan.
2.2.6 Dasar Imajinasi Terbimbing
Imajinasi merupakan bahasa yang digunakan oleh otak untuk
berkomunikasi dengan tubuh. Segala sesuatu yang kita lakukan akan diproses oleh
tubuh melalui bayangan. Imajinasi terbentuk melalui rangasangan yang diterima
oleh berbagai inderaseperti gambar, aroma, rasa, suara dan sentuhan (Holistic
online, 2006). Respon tersebut timbul karena otak tidak mengetahui perbedaan
antara bayangan dan aktifitas nyata (Tusek, 2000 yang dikutip dalam anonim,
2008).
2.2.7 Fisiologi
Guided Imagery akan memberikan efek rileks dengan menurunkan otot
sehingga nyeri akan berkurang. Pasien dalam keadaan rileks secara alamiah akan
memicu pengeluaran hormon endorfin. Hormon ini merupakan analgesik alami
dari tubuh yang terdapat pada otak, spinal, dan traktus gastrointestinal (Tamsuri
A, 2006).
43
2.2.8 Pelaksanaan guided imagery
Pada pemasangan infus Pemasangan infus pada anak merupakan tantangan
yang unik bagi perawat yang bertanggung jawab memberikan asuhan keperawatan
di ruang anak. Tindakan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan aspek lain
yang mungkin berdampak adanya trauma (Frey, 2001). Setiawati dan Dermawan
(2009) mengatakan bahwa alasan umum pasien mendapatkan terapi infus adalah
untuk menstabilkan aliran vena dan mencegah terjadinya injuri. Prinsip utama
pemasangan infus pada anak yaitu efektif, efisien, aman,dengan
mempertimbangkan emosi anak sesuai tahap perkembangannya. Tindakan
pemasangan infus dilakukan pada anak merupakan prosedur emergensi,
karenadapat menimbulkan kecemasan dan ketakukan pada anak (Whaley &
Wong’s,1999).
Guided imagery adalah metode relaksasi untuk mengkhayal tempat dan
kejadian berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan
tersebut memungkinkan klien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi
(Kaplan & Sadock, 2010 dalam Novarenta, 2013). Guided imagery mempunyai
elemen yang secara umum sama dengan relaksasi, yaitu sama-sama
membawaklien ke arah relaksasi
Guided imagery menekankan bahwa klien membayangkan hal-hal nyaman
dan menenangkan dan tidak dapat memusatkan perhatian pada banyak hal dalam
satu waktu oleh karena itu klien harus membayangkan satu imajinasi yang sangat
kuat dan menyenangkan (Brannon &Feist, 2000 dalam Novarenta 2013).
Menurut Snyder (2006) teknik guided imagery secara umum antara lain:
44
1. Membuat individu dalam keadaan santai yaitu dengan cara:
1. Mengatur posisi yang nyaman (duduk atau berbaring)
2. Silangkan kaki, tutup mata atau fokus pada suatu titik atau suatu benda
didalam ruangan
3. Fokus pada pernapasan otot perut, menarik napas dalam dan pelan,
napas berikutnya biarkan sedikit lebih dalam dan lama dan tetap fokus
pada pernapasan dan tetapkan pikiran bahwa tubuh semakin santai dan
lebih santai
4. Rasakan tubuh menjadi lebih berat dan hangat dari ujung kepala sampai
ujung kaki.
5. Jika pikiran tidak fokus, ulangikembali pernapasan dalam dan pelan
2. Sugesti khusus untuk imajinasi yaitu:
1) Pikirkan bahwa seolah-olah pergi ke suatu tempat yang
menyenangkandan merasa senang ditempat tersebut
2) Sebutkan apa yang bisa dilihat, dengar, cium, dan apa yang dirasakan
3) Ambil napas panjang beberapa kali dan nikmati berada ditempat
tersebut
4) Sekarang, bayangkan diri anda seperti yang anda inginkan (uraikan
sesuai tujuan yang akan dicapai/ diinginkan
3. Beri kesimpulan dan perkuat hasil praktek yaitu:
1) Mengingat bahwa anda dapat kembali ke tempat ini, perasaan ini, cara
ini kapan saja anda menginginkan
45
2) Anda bisa seperti ini lagi dengan berfokus pada pernapasan anda,
santai,dan membayangkan diri anda berada pada tempat yang anda
senangi
4. Kembali ke keadaan semula yaitu:
1) Ketika anda telah siap kembali ke ruang dimana anda berada
2) Anda merasa segar dan siap untuk melanjutkan kegiatan anda
3) Sebelumnya anda dapat menceritakan pengalaman anda ketika anda
telah siap Teknik pelaksanaan guided imagery pada anak perlu
dimodifikasi sesuaidengan tahap perkembangan anak, kognitif, dan
pilihan anak. Waktu yangdigunakan untuk pelaksanaan guided
imagery pada anak-anak hanya boleh 10-15 menit dan anak
biasanyatidak suka menutup mata mereka saat berimajinasi (Snyder,
2008 dalam Dewanti, 2013).
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Tahap yang penting dalam suatu penelitian yaitu kerangka konsep,
dimana kerangka konsep merupakan abstraksi dari suatu realitas agar
dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan
keterkaitan antar variabel baik itu variabel yang diteliti maupun yang tidak
diteliti (Nursalam, 2013). Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh
46
guided imageryterhadap kualitas tidur lansia di UPT pelayanan sosial
lanjut usia wilayah Binjai-Medan tahun 2019.
Bagan 3.1 Kerangka Konseptual Pengaruh teknik relaksasi guided
imageryterhadap kualitas tidur pada lansia di UPT
Pelayanan Sosial lanjut usia Binjai-Medan Tahun 2019.
Variabel independe
= Variabel yang diteliti
-------------= Tidak diteliti
Pre
test
Kualitas Tidur
Kualitastidur subjektif
Latensi tidur
Durasi tidur
Efisiensi tidur sehari-hari
Gangguan tidur
Penggunaan obat tidur
Disfungsi
aktivitas sianghari
Sampel
Guided
imagery
y
Post
test
Kualitas Tidur
Kualitas tidur subjektif
Latensi tidur
Durasi tidur
Efisiensi tidur sehari-hari
Gangguan tidur
Penggunaan obat tidur
Disfungsi aktivitas sianghari
- Menutup mata
- Tari nafas
- Mengosongkan pikiran dan
membayangkan hal positif
yang membuat damai.
30
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari sementara dari
rumusan masalah atau pertanyaan penelitian. Menurut La Biondo-Wood
dan haber (2002) dalam Nursalam, 2014. Hipotesis disusun sebelum
penelitian dilaksanakan karena hipotesis akan bisa memberikan petunjuk
pada tahap pengumpulan data, analisa dan intervensi data. Hipotesis dalam
penelitian ini adalah :
Ha : Ada pengaruh Pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap
kualitas tidur pada lansia di UPT Pelayanan Sosial lanjut usia Binjai-
Medan tahun 2019.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimental dengan
rancanganonegroup Pretest-posttest design. Desain penelitian ini,
mengungkapakan hubungan sebab akibat dengan melibatkan satu kelompok
subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, yaitu diberi
pre test kemudian diobservasi kembali setelah pemberian perlakuan atau
intervensi untuk mengetahui akibat dari perlakukan atau intervensi yang telah
diberikan (Creswell, 2009)
Tabel 4.1 Desain penelitian pra-eksperimental dengan penelitian onegroup
Pretest-posttest design (Nursalam 2014)
31
Subjek Pretest Intervensi post test
Keterangan :
O1 = Nilai pre-test guided imagery
X = Intervensi (guided imagery)
O2 = Nilai Post-testguided imagery
K O1 x 1x2x3x4 O2
41
4.2 Populasi dan sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : objek/
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Nursalam 2014). Populasi pada penelitian ini adalah dari jumlah lansia
160 orang lansia yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai
yang mengalami gangguan tidur sebanyak 65 orang lansia.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Grove,
2015). Sampel merupakan bagian dari populasi yang dapat dijadikan
sebagai subjek pada penelitian melalui proses penentuan pengambilan
sampel yang ditentukan dalam berbagai pengambilan sampel (Nursalam,
2014)
Menurut Suryani (2015) untuk penelitian eksperimen yang
sederhana, ukuran sampel dapat diambil 10 s/d 20 orang elemen. Teknik
sampel dalam penelitian ini menggunakan teknikpurposive sampling yang
berarti pengambilan sampel berdasarkan pada suatu pertimbangan tertentu
yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi
yang sudah diketahui sebelumnya. Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah sebanyak 20responden
Metode purposive sampling merupakan suatu teknik penetapan
sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang
42
dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dan penelitian), sehingga sampel
tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal
sebelumnya (Nursalam, 2016).
Teknik pengambilan sampel dalam peneliti ini adalah teknik
purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara memilih
sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya sesuai
dengan yang dikehendaki oleh peneliti. Adapun kriteria inklusi yang telah
ditetapkan oleh peneliti yakni:
1. Lansia yang mengalami gangguan tidur,
2. Lansia yang kooperatif
3. Lansia bersedia menjadi responden.
4. Lansia yang tidak mengalami gangguan pendengaran
4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel adalah perilaku atau karakterisktik yang memberikan nilai beda
terhadap sesuatu(benda, manusia, dan lain-lain)
4.3.1 Variabel Independen (bebas)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya
menentukan variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimana populasi, diamati
dan diukur untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain
(Nursalam, 2014). Dalam penelitian ini variabel independen adalah relaksasi
guided imagery.
43
4.3.2 Variabel Dependen
Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi nilainya oleh
variabel lain. Variabel respon akan muncul sebagai akibat dari manipulasi
variabel-variabel lain. Dalam ilmu perilaku, variabel terikat adalah aspek tingkah
laku yang diamati dari suatu organisme yang dikenal stimulus. Dengan kata lain,
variabel terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada
tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2014). Dalam
penelitian ini variabel dependennya adalah kualitas tidur lansia.
Tabel 4.2 Defenisi Operasional Pengaruh Guided imageryterhadap
kualitas tidur lansia di UPT pelayanan sosial lansia Binjai-
Medan
N
o
Variabel Defenisi Indikator Alatuk
ur
Ska
la
Skor
1
2
Guided
imagery
Kualitas
tidur
Suatu teknik
yangmenggun
akanimajinasii
ndividudengan
imajinasiterara
h
Kualitas tidur
merupakankea
daan dimana s
eseorangmeras
a bugar
atau perasaan
menyegarkan
dan bersemang
atuntuk menjal
aniaktivitassel
anjutnyasetela
h banguntidur.
- Menutup mata
- Tarik nafas
- Mengosongka
n pikiran dan
membayangk
an hal positif
yang
membuat
damai.
- Kualitas tidur
subyektif
- Latensi tidur
- Durasi tidur
- Efesiensi tidur
sehari-hari
- Gangguan
tidur
- Penggunaaan
obat tidur
- Disfungsi
aktivitas siang
hari
SOP
Kuesion
er
-
O
R
D
I
N
A
l
-
Baik = ≤5
Buruk =>5
4.4 Instrumen penelitian
44
Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi
sistematis dan dipermudah olehnya (Arikunto, 2013) Instrumen yang digunakan
oleh peneliti pada variabel independen adalah SOP dan pada variabel dependen
adalah kuesioner PSQI.Jumlah pertanyaan pada kuesioner ini adalah 18 butir
pertanyaan yang membentuk 7 komponen penilaian, meliputi: kualitas tidur secara
subyektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur sehari-hari, gangguan tidur,
penggunaan obat tidur, dan disfungsi aktivitas pada siang hari. Jumlah skor dari
ketujuh komponen ini menghasilkan satu skor global. Skor Masing-masing
komponen memiliki kisaran nilai 0 – 3 dengan 0 menunjukkan tidak adanya
kesulitan tidur dan 3 menunjukkan kesulitan tidur yang berat. Skor dari ketujuh
komponen tersebut dijumlahkan menjadi 1 (satu) skor global dengan kisaran nilai
0 – 21. Jumlah skor tersebut disesuaikan dengan kriteria penilaian yang
dikelompokkan sebagai berikutKualitas tidur baik : ≤ 5 Kualitas tidur buruk : > 5
4.5 Lokasi dan waktu penelitian
4.5.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di UPT pelayanan sosial lansia Binjai. Dasar
peneliti untuk memilih di UPT Pelayanan sosial lansia Binjai, karena UPT
pelayanan sosial binjai dibawah naungan dinas kesehatan sumatera utara.
4.5.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan setelah mendapatkan surat izin penelitian dari
ketua prodi ners dan dilaksanakan pada bulan yang telah ditentukan untuk
45
diadakan penelitian yang dimulai pada tanggal 26 Maret -13 April tahun 2019 di
UPT Pelayanan sosial lanjut usia binjai.
4.6 Prosedur pengambilan data dan pengumpulan data
4.6.1 Pengambilan Data
Pengambilan data ialah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses
pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Nursalam, 2013).
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer
adalah data diperoleh secara langsung oleh peneliti terhadap sasarannya. Data
akan diambil dan kumpulkan memiliki 3 tahap sebagai berikut:
a. Pre test dengan menggunakan kuesioner.
Sebelumnya peneliti meminta persetujuan responden untuk berpartisipasi dalam
penelitian dengan memberikan informed consent, dimana responden bersedia
menjadi tanpa paksaan dan setiap informasi yang telah diberikan oleh responden
terjamin kerahasiaannya.
a. Memberikan intervensi guided imagery
b. Post test dengan menggunakan kuesioner.
Setelah melakukan intervensi guided imagery, maka tahap selanjutnya adalah
peneliti meminta pada responden untuk mengisi kembali kuesioner yang telah
disediakan.
4.6.2 Uji Validitas Reabilitasi
46
UjiValiditasadalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-
benar mengukur apa yang diukur. Dalam penelitian ini tidak dilakukan uji
validitas karena menggunakan kuesioner baku (PSQI)
4.7 Kerangka Operasional
Bagan 4.7 Kerangka Operasional pengaruh teknik relaksasi Guided
Imageryterhadap kualitas tidur pada lansia di UPT pelayanan sosial
Lansia Binjai Tahun 2019
4.8. Analisa Data
Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data dengan cara
perhitungan statistik pengaruh guided imagery terhadap kualitas tidur pada lansia.
Dalam proses pengolahan data penelitian terdapat langkah-langkah yang harus
dilalui untuk memastikan dan memeriksa kelengkapan data dalam penelitian.
Adapun proses pengolahan data pada rancangan penelitian ini adalah
Pengelolaan data
Pengambilan data awal
Prosedur izin penelitian
Informend consent
Pengambilan data (pre test)
Dilakukan terapi guided imagery
Analisa data
Hasil
Pengambilan data post test
47
1. Editing yaitu kegiatan memeriksa kelengkapan data penelitian, pengecekan
dan perbaikan isian formulir atau kuesioner data penelitian sehingga dapat
diolah dengan benar.
2. Coding pada langkah ini, setelah data penelitian berupa formulir atau
kuesioner telah melalui proses editing selanjutnya akan dilakukan proses
pengkodean data penelitian yang berupa kalimat menjadi data angka atau
bilangan untuk memudahkan dalam pengelolaan data penelitian.
3. Data entry pada langkah ini data yang telah dilakukan dimasukkan kedalam
program computer.
4. Cleanning atau pembersih data, setelah dilakukan proses data entry perlu
dilakukan pengecekan kembali untuk memastikan kelengkapan data ketiadaan
kesalahan. Setelah proses cleaning atau pembersih data selanjutnya akan
dilakukan proses analisi data yang dilakukan oleh pakar program komputer.
1. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran setiap
variabel, distribusi frekuensi berbagai variabel yang diteliti baik variabel
dependen maupun variabel independen. Dengan melihat frekuensi dapat
diketahui deskripsi masing-masing variabel dalam penelitian yaitu data
demografi responden. Distribusi frekuensi dalam penelitian ini yaitu :
Inisial responden, usia jenis kelamin, pre dan postintervensi
2. Analisis Bivariat
48
Analisis bivariat merupakan analisa untuk mengetahui apakah ada
atau tidaknya pengaruhguided imagery terhadap kualitas tidur lansia
(Polit, 2012)
Analisa statistik pada penelitian ini menggunakan uji T.test apa bila
data berdistribusi normal. Data dalam penelitian ini diperoleh nilai
shapiro wilk dengan p=0.006, yang artinya data tidak berdistribusi
normal. Maka uji alternatif yang digunakan oleh peneliti adalah uji
Wilcoxon Sing Rank Test. Dari hasil uji wilcoxon sign rank test didapat
kan nilai p=0,001 (<0,05) yang artinya ada pengaruh teknik relaksasi
guided imageryterhadap peningkatan kualitas tidur lansia di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2019.
4.9 Etika penelitian
Pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan
peneliti kepada Ketua Program Studi Ners STIKes Santa Elisabeth Medan,
kemudian akan diserahkan kepada pihak UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Binjai, untuk melaksanakan penelitian. Setelah mendapat izin penelitian dari UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai peneliti melakukan pengumpulan data
penelitian di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai, responden diberikan
penjelasan tentang informasi dari penelitian yang akan dilakukan. Apabila
responden menyetujui maka peneliti memberikan lembarinformed consent dan
responden menandatangani lembar informed consent. Jika reponden menolak
maka peneliti akan tetap menghormati haknya. Subjek mempunyai hak untuk
49
meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan informasi yang diberikan
oleh responden dijamin oleh peneliti (Nursalam,2013).
Menurut Polit dan Hungler (2012) beberapa aspek yang harus diperhatikan
dalam penelitian:
1. Self determination
Reponden diberi kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau
tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian secara sukarela.
2. Privacy
Responden dijaga ketat yaitu dengan cara merahasiakan informasi-
informasi yang didpat dari responden dan informasi tersebut hanaya
untuk kepentingan penelitian.
3. Anonimity,
Selama kegiatan penelitian nama dari responden tidak digunakan,
sebagai penggantinya peneliti menggunakan nomor responden.
4. Informed consent
Seluruh responden bersedia menandatangani lembar persetujuan
menjadi responden penelitian, setelah penelitian menjelaskan tujuan,
manfaat dan harapan terhadap responden, juga setelah responden
memahami semua penejelasan peneliti.
5. Protection from discomfort
Responden bebas dari rasa tidak nyaman dan tidak aman, apabila
menimbulkan gejala psikologis maka responden boleh memilih
menghentikan partisipasinya atau terus berpartisipasi dalam penelitian.
50
Penelitian ini telah dinyatakan layak etik dari komite etik STIKes
Santa Elisabeth Medan dengan nomor surat 0088/KEPK/PE-
DT/III/2019 (Surat terlampir).
51
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan diUPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
BinjaiKecamatan Binjai Utara Kelurahan Cengkeh Turi. UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Wilayah Binjai merupakan unit Pelayanan Lanjut Usia dibawah
departemen Dinas Kesejahteraan dan sosial pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
UPT Pelayanan sosial tersebut menerima orang tua baik laki-laki maupun
perempuan yang sudah lanjut usia. UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Wilayah
Binjai ini memiliki hampir 160 orang penghuni panti, yang terdiri dari laki-laki
dan perempuan. Lingkungan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Wilayah Binjai
ini memiliki 19 wisma dan dijaga oleh satu atau 2 orang pengasuh setiap wisma.
Visi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia wilayah Binjai adalah” terciptanya
kenyamanan bagi lanjut usia dalam menikmati kehidupan dihari tua”.Misi UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Wilayah Binjai adalah memenuhi kebutuhan dasar
bagi lanjut usia, meningkatkan pelayanan kesehatan keagamaan dan perlindungan
sosial bagi lanjut usia.
Batasan-batasan Wilayah UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Wilayah
Binjai sebelah utara berbatasan dengan Jl. Tampan, sebelah timur berbatsana
dengan Jl.Umar Bachri, sebelah selatan berbatasan dengan UPT Pelayanan Sosial
Gelandangan dan pengemis Pungai, sebelah barat berbatasan dengan Jl. Perintis
Kemerdekaan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Wilayah Binjai. Sumber dana Di
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Wilayah Binjai adalah pemerintah Provinsi
Sumatera Utara, bantuan atau kunjungan masyarakat yang tidak mengikat.
57
5.2 Hasil Penelitian
Hasil univariat dalam penelitian ini berdasarkan karakter responden di
UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia Binjai meliputi: Jenis kelamin, Umur, Agama,
Suku, pre dan post intervensi.
5.2.1 Karakteristik Data Demografi
Tabel 5.1Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Klien
Gangguan Tidur di UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai Tahun
2019 (n=20)
Karakteristik F %
Jenis kelamin
Laki-laki 2 10
Perempuan 18 90
Total 20 100
Umur
60-70 14 70
71-80 5 25
81-90 1 5
Total 20 100
Agama
Protestan 3 15
Islam 17 85
Total 20 100
Suku
Toba 3 15
Karo 2 10
Jawa 11 55
Mandailing 1 5
Pak-pak 1 5
Dan lain-lain 2 10
Total 20 100
58
Hasil penelitian diperoleh bahwa responden berjenis kelamin perempuan
18 orang (90%) dan laki-laki 2 orang (10 %). Responden berumur ≥ 60-70 tahun
sebanyak 14 orang (70%), berumur 71-80 tahun sebanyak 5 orang (25%) dan
berumur 81-90 sebanyak 1 orang (5%). Responden beragama kristen protestan
sebanyak 3 orang (15%), islam sebanyak 17 orang (85%). Responden yang
bersuku toba sebanyak 3 orang (15%), karo sebanyak 2 orang (10%), jawa
sebanyak 11 orang (55%), mandailing 1 orang (5%), pak-pak sebanyak 1 orang
(5%), dan lain-lain sebanyak 2 orang (10%).
Pengukuran kualitas tidur dilakukan dengan menggunakan kuesioner The
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) pada pertemuan pertama kemudian
dilakukan teknik relaksasi guided imagery sebanyak 4 kali selama 1 minggu
(senin,selasa,rabu,kamis) kemudian kuesioner yang sama dibagikan kembali
sebagai post test. Setelah semua data terkumpul maka data diolah menggunakan
alat bantu program statistik komputer.
5.2.2 Gambaran Kualitas tidur pada lansia pre intervensi relaksasi guided
imagery
Tabel 5.2 Rerata Kualitas tidur pada lansia pre intervensi relaksasi
guided imagery
No Kategori N Mean Std. Min-Max CI 95%
Deviation 1 Pre_test 20 15,30 2,364 9-19 14,19
16,41
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 20 responden didapatkan
rerata kualitas tidur lansia pre intervensi adalah 15,30 dengan standar deviasi
2,364 dengan nilai terendah 9 dan nilai tertinggi 19. Rerata kualitas tidur di UPT
59
Pelayanan Sosial Lansia Binjai berdasarkan hasil estimasi interval adalah 14,19-
16,41. Kualitas tidur pada lansia pre intervensi relaksasi guided imagerydi UPT
Pelayanan sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2019 (n=20) ditunjukan pada tabel 5.3
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Kualitas tidur pada lansia pre intervensi
relaksasi guided imagery di UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia
Binjai Tahun 2019 (n=20)
Kategori Kualitas Tidur f %
Buruk 20 100
Baik - -
Total 20 100
Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh bahwa pada pre intervensi didapatkan
bahwa semua yang menjadi responden memiliki kualitas tidur buruk dengan
jumlah 20 orang (100%)
5.2.3 Gambaran Kualitas tidur pada lansia post intervensi relaksasi
guided imagery
Tabel 5.4 Rerata Kualitas tidur pada lansia post intervensi relaksasi
guided imagery
No Kategori N Mean Std. Min-Max CI
Deviation 95%
1 Post_test 20 7,20 1,196 5-9 6,64-7,76
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 20 responden didapatkan
rerata kualitas tidur lansia post intervensi adalah 7,20 dengan standar deviasi
1,196 dengan nilai terendah 5 dan nilai tertinggi 9. Rerata kualitas tidur post
60
intervensi di UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai berdasarkan hasil estimasi
interval adalah 6,64-7,76.
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Kualitas tidur pada lansia post intervensi
relaksasi guided imagery di UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia
Binjai Tahun 2019 (n=20)
Kualitas Tidur f %
Baik 2 10
Buruk 18 90
Total 20 100
Berdasarkan tabel 5.3 diperoleh bahwa pada post intervensi didapatkan
hasil bahwa responden dengan kualitas tidur baik sebanyak 2 orang (10%)dan
responden dengankualitas tidur buruk sebanyak 18 orang (90%).
5.2.4 Pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap kualitas tidur
Pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap kualitas tidur lansia di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2019 ditunjukan pada tabel 5.4
Tabel 5.6Pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap kualitas tidur
lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2019 (n=20)
No Kategori N Mean Median Std.
Deviation
Min
Max
CI
95%
P
Value
1 Kualitas
tidur
Pretest
20 15,30 16,00 2,364 9-19 14,19
16,41
0,001
2 Kualitas
tidur
posttest
20 7,20 7,00 1,196 5-9 6,64-
7,76
Berdasarkan tabel 5.6 diperoleh hasil bahwa 20 responden didapatkan
rerata kualitas tidur sebelum intervensi 15,30 (95% CI= 14,19), dengan standar
61
deviasi 2,364 dan sesudah intervensi rerata kualitas tidur 7,20 (95% CI= 6,64-
7,76) dengan standar deviasi 1,196.
Dengan demikian ada perbedaan rerata sebelum intervensi dan sesudah
intervensi guided imagery terhadap responden. Hasiluji wilcoxon Sign Rank
Testdiperoleh p Value = 0,001 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukan bahwa ada
pengaruh teknik relaksasi guided imageryterhadap peningkatan kualitas tidur
lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2019.
5.3 Pembahasan
5.3.1 Kualitas tidur pada lansia pre intervensi teknik relaksasi guided
imagery di UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai tahun 2019
Kualitas tidur pada lansia preintervensi teknik relaksasi guided imagery di
UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai tahun 2019 didapatkan hasil dari 20
responden menunjukkan bahwa sebelum diberikan terapi teknik relaksasi guided
imageryresponden yang mengalami kualitas tidur buruk terdapat sebanyak 20
orang (100%), sebagian besar lansia yang memiliki gangguan tidur berada pada
umur 60-70 sebanyak 14 responden (70%), pada usia 71-80 tahun sebanyak 5
responden (25%) dan usia 81-90 sebanyak (5%).
Hasil penelitian ini bahwa gangguan tidur ataupun kesulitan tidur
disebabkan oleh sebagian besar adalah faktor usia dimana terlihat di hasil yang
didapatkan oleh peneliti rata-rata yang mengalami gangguan tidur berusia ≥ 60
tahun dengan kategori rata-rata kualitas tidur buruk.Selama ini upaya yang
dilakukan untuk mengatasi masalah atau mengurangi gangguan tidur di UPT
Pelayanan Sosial Lansian Binjai adalah dengan memberikan obat tidur pada lansia
yang mengeluh adanya gangguan tidur.
62
Lanjut usia kebanyakan mengeluh tidak dapat tidur pada malam hari,
karena sering terbangun malam hari, sering kekamar mandi dan juga karena
gangguan nyeri. Ketika memulai tidur lansia mengatakan susah langsung tidur
atau membutuhkan waktu beberapa menit bahkan diatas 60 menit lanjut usia dapat
tertidur di tempat tidurnya.Hal ini dikarenakan beberapa hal bisa terjadi karena
faktor usia, penyakit yang sedang diderita, lingkungan yang berisik dan kurang
nyaman,depresi, nyeri, gatal-gatal, atau pun penyakit tertentu yang membuat
gelisah dan cemas.Seseorang mengalami penurunan pada fungsi organnya ketika
memasuki masa tua yang mengakibatkan lansia rentan terhadap penyakit seperti
nyeri sendi, osteoporosis, parkinson.
Usia memiliki pengaruh terhadap kualitas tidur seseorang yang dikaitkan
dengan penyakit somatik dan kesehatan yang buruk. Selain itu lanjut usia yang
hidup sendirian cenderung sering memikirkan hal-hal negatif atau sering merasa
khawatir hal buruk akan terjadi kepadanya, tidak adanya anggota keluarga atau
kehilangan orang yang dicintai membuat lanjut usia khawatir memikirkan siapa
yang akan menolongnya ketika musibah menimpa lansia.Jam mulai tidur Lanjut
usia di UPT Pelayanan sosial dimulai dari jam 20.00-21.00 malam hari dan
bangun pagi hari rata-rata jam 04.00. Lanjut usia memiliki kamar dan tempat tidur
sendiri-sendiri. Kamar tidur terlihat bersih dan rapi dan jauh dari kebisingan.
Hidayati (2012) dalam penelitiannya tentang kualitas tidur lansia di balai
Rehabilitasi sosial Mandiri semarang, menunjukan hasil sebagian besar lansia
berumur 60-74 sebanyak 75 responden (77,3%) dan yang memiliki kualitas tidur
buruk berada pada usia 60-74 tahun sebanyak 49 responden. Seseorang
63
mengalami penurunan pada fungsi organnya ketika memasuki masa tua yang
mengakibatkan lansia rentan terhadap penyakit seperti nyeri sendi, osteoporosis,
parkinson. Usia memiliki pengaruh terhadap kualitas tidur seseorang yang
dikaitkan dengan penyakit somatik dan kesehatan yang buruk.
Ernawati (2017) mengatakan gangguan tidur menyerang 50% orang yang
berusia 65 tahun atau lebih yang tinggal di rumah dan 66% orang yang tinggal di
fasilitas perawatan jangka panjang. Terbukti dalam perolehan hasil penelitian
Ernawati (2017) tentang gambaran kualitas tidur dan gangguan tidur pada lansia
sosial Tresna Werdha Budi luhur Kota Jambi, memiliki kualitas tidur kurang baik
(72,2%) mengalami gangguan tidur ringan. Kebanyakan lansia berisiko
mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh banyak faktor (misalnya pensiun
dan perubahan pola sosial, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan
penggunaan obat-obatan, penyakit yang baru saja dialami, perubahan irama
sirkadian).
Ernawati (2017), mengatakan gambaran kualitas tidur pada lansia yang
masih kurang baik atau secara keseluruhan sangat buruk dimana banyak yang
masih mengalami kesulitan dalam tidur yaitu tentang tidak bisa tidur dalam waktu
30 menit. Kesulitan dalam tidur yang berpengaruh pada kualitas tidur lansia yaitu
masih banyaknya lansia sering mengalami terbangun tengah malam atau
menjelang pagi. Selain itu, lambatnya lansia untuk bisa tidur dapat disebabkan
karena kecemasan dan depresi yang dialaminya.
5.3.2 Kualitas tidur pada lansia post intervensi teknik relaksasi guided
imagery di UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai tahun 2019.
64
Kualitas tidur pada lansia postintervensi teknik relaksasi guided imagery
di UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai tahun 2019 didapatkan hasil dari 20
responden menunjukkan bahwa setelah diberikan terapi teknik relaksasi guided
imageryresponden yang mengalami kualitas tidur baik sebanyak 2 orang (10%)
dankualitas tidur buruk sebanyak 18 orang (90%), dalam penelitian ini dijelaskan
bahwa seorang lanjut usia yang mengalami gangguan tidur dapat diberikan teknik
relaksasi guided imageryuntuk mengatasi gangguan tidur.
Sebelum dilakukan intervensi rata-rata jam tidur responden yaitu 2-3 jam
sedangkan setelah dilakukan teknik guided imagery pada responden terjadi
peningkatan dimana rata-rata jam tidur menjadi 5 jam, dengan hasil yang
didapatkan oleh peneliti dalam penelitian ini dari hasil kualitas tidur awalnya
sebelum dilakukan guided imagery yang mengalami kualitas tidur sangat buruk
100 % dan setelah pemberian teknik relaksasi guided imagery terjadi peningkatan
yakni kualitas tidur baik sebanyak (10%) dan kualitas tidur buruk sebanyak
(90%), maka dapat disimpulkan ada pengaruh pemberian teknik relaksasi guided
imagery terhadap peningkatan kualitas tidur lansia. Perubahan ini terjadi karena
guide imagery memberikan manfaat bagi tubuh lanjut usia untuk senantiasa
rileks, menjadi termotivasi dalam menghadapi suatu masalah, mengatasi atau
menghilangkan marah, mengolah situasi stres dan kecemasan.
Imajinasi terbimbing menuntut seseorang untuk membentuk sebuah
bayangan/imajinasi tentang hal-hal yang disukai. Imajinasi yang terbentuk
tersebut akan diterima sebagai rangsangan oleh berbagai indra, kemudian
ransangan tersebut akan dijalankan kebatang otak menuju sensor thalamus dan
65
akan muncul kembali ketika terdapat rangsangan berupa bayangan tentang hal-hal
yang disukai, keberhasilan teknik guided imagery bisa dijelaskan melalui konsep
pengkondisian klasik berupa pengalaman yang menyenangkan sehingga
menimbulkan reaksi terhadap stimulus, teknik ini juga berhasil karena klien
kooperatif.
Mekanisme terjadinya perubahan kualitas tidur lanjut usia yang diberikan
guided imagery, dimulai dengan mengajak responden mencari posisi duduk yang
nyaman. Kemudian responden diminta untuk memposisikan diri diposisi yang
membuat responden nyaman lalu menutup mata. Peneliti memandu responden
untuk merasakan rasa rileks dengan nafas dalam dan memberi arahan untuk
mengimajinasikan hal-hal yang disukai responden dalam memberikan rasa
nyaman dan rileks, responden diminta untuk tetap menjaga pola nafasnya agar
tetap rileks dan merasa nyaman. Peneliti memberikan motivasi melalui proses
membayangkan sesuatu yang disukai responden, setelah diberikan guided imagery
responden diminta untuk mengungkapkan perasaan dan kesannya setelah
diberikan treatment.
Kamra (2010) tentang analisis pemenuhan istirahat dan tidur pasien rawat
inap di RSUD Solok, menunjukkan 75,56 % pemenuhan kebutuhan istirahat dan
tidur pasien yang dirawat tidak terpenuhi . Selain itu penelitian Kalsum tentang
Pengaruh teknik guided imagery terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien
wanita dengan gangguan tidur, dijelaskan bahwa kelompok perlakuan yang
awalnya sebagian besar mengalami tingkat kecemasan berat setelah mendapatkan
teknik guided imagerymengalami penurunan tingkat kecemasan sebesar 81%.
66
Matassarin dalam deswita (2014) terapi non farmokologi yang sering
digunakan untuk mengatasi gangguan tidur adalah guided imagery, dimana guided
imagery dapat bermanfaat untuk menurunkan kecemasan, kontraksi otot dan
memfasilitasi atau meningkatkan kualitas tidur. Gangguan tidur dapat diatasi
dengan terapi farmakologi dan terapi non farmaklogi. Hasil yang didapatkan
dalam penelitiannya bahwa pemenuhan kebutuhan tidur anak sebelum diberikan
teknik relaksasi imajinasi terbimbing tidak terpenuhi semuanya dan mengalami
gangguan tidur dan terjadi peningkatan pemenuhan kebutuhan tidur anak setelah
diberikan teknik relaksasi imajinasi terbimbing.
Dharmayana(2018) mengatakan guided imagery dapat menurunkan tingkat
kecemasan. Cara sederhana dan efektif untuk mengola gejala kecemasan atau stes
adalah melalui teknik relaksasi. Menurut Black dan martassarin seperti dikutip
oleh deswita et al (2014:111), guided imagery merupakan suatu teknik relaksasi
non farmakologi yang bermanfaat untuk menurunkan kecemasan, kontraksi otot,
dan memfasilitasi tidur. Guided imagery adalah teknik relaksasi yang mudah dan
sederhana yang dapat membantu mengatasi stress dengan cepat dan mudah
mengurangi ketegangan ditubuh. Teknik ini dapat membantu untuk lebih
mengakses hikmat batin seseorang (Prabu, 2015 :56). Peneliti kalsum et al (2012),
menunjukan bahwa teknik guided imagery dapat menurunkan tingkat kecemasan
pada klien dengan insomnia usia 20-25. Setelah dilakukan teknik guided imagery
diperoleh 81% subjek penelitian mengalami penurunan tingkat kecemasan dan
19% tingkat kecemasannya tetap. Penelitian yang dilakukan oleh kamora et al
67
(2012), mengenai efektifitas teknik relaksasi guided imagery terhadap pemenuhan
rata-rata jam tidur pada pasien rawat inap.
Novarenta (2013) mengatakan guided imagery efektif untuk mengurangi
rasa nyeri saat menstruasi terbukti dengan hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa setiap subjek mengalami penurunan intensitas nyeri menstruasi. Subjek
pertama yaitu sebelum diberikan pelatihan guided imagery skor intensitas nyeri
pada saat pre test adalah 9 yang menunjukkan nyeri sangat berat. Setelah
diberikan pelatihan guided imagery dan menerapkannya skor intensitas nyeri pada
saat post test menjadi 2 yang menunjukkan nyeri ringan.
5.3.3 Pengaruh teknik relaksasiguided imagery terhadap kualitas
tidur di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2019 (n=20)
Teknik relaksasi guided imagery dalam penelitian ini, yang dilakukan pada
20 orang responden didapatkan hasil adanya perubahan kualitas tidur lansia.
Relaksasi ini dilakukan 4 kali selama 4 hari berturut-turut dengan frekuesi 1x
sehari durasi waktu 15-30 menit. Setelah dilakukan relaksasi guided
imagerydiperoleh hasil bahwa 20 responden didapatkan rerata kualitas tidur
sebelum intervensi 15,30 (95% CI= 14,19), dengan standar deviasi 2,364 dan
sesudah intervensi rerata kualitas tidur 7,20 (95% CI= 6,64- 7,76) dengan standar
deviasi 1,196.
Dengan demikian ada perbedaan rerata sebelum intervensi dan sesudah
intervensi guided imagery terhadap responden. Hasil uji wilcoxon Sign Rank Test
diperoleh p Value = 0,001 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukan bahwa ada
pengaruh teknik relaksasi guided imageryterhadap peningkatan kualitas tidur
lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2019.
68
Guided imagery ini membawa perasaan seseorang merasa nyaman dengan
kondisi tubuh yang baik. Pola nafas yang teratur akan membimbing untuk
mengikuti irama yang lambat menuju relaksasi dalam. Suatu respon terjadi
dimana tubuh bergerak kepola-pola baru relaksasi, tubuh melakukan hal ini secara
alami.
Teknik relaksasi ini dimulai dengan proses relaksasi pada umumnya yaitu
meminta klien atau lansia untuk perlaha-lahan menutup matanya dan fokus pada
nafas mereka, klien didorong untuk relaksasi mengosongkan pikiran dan
memahami pikiran dengan bayangan untuk membuat damai dan tenang, maka
keadaan rileks ini akan mengurangi keadaan patologis fisik maupun mental
seseorang. Guided imagery ini merupakan bahasa yang digunakan oleh otak untuk
berkomunikasi dengan tubuh. Segala sesuatu yang kita lakukan akan diproses oleh
tubuh melalui bayangan.
Imajinasi terbentuk melalui ransangan yang diterima oleh berbagai indera
seperti gambar, aroma, rasa, suara dan sentuhan. Respon tersebut timbul karena
otak tidak mengetahui perbedaan antara bayangan dan aktifitas nyata, hal ini juga
dapat memberikan efek rileks dengan menurunkan otot sehingga nyeri akan
berkurang. Tubuh seseorang dalam keadaan rileks secara alamiah akan memicu
pengeluaran hormon endorfin. Hormon ini merupakan analgesik alami dari tubuh
yang terdapat pada otak, spinal, dan traktus gastrointestinal.
Guided imagery membantu melawan pikiran yang kaku, otomatis, dan
putus asa. Dalam hal ini guided imagery membantu memperkuat harga diri dan
transendensi pribadi. Harga diri dan transendensi memberikan kontribusi pada
69
pengalaman yang lebih positif. Imajinasi menciptakan jembatan antara pikiran dan
tubuh, menghubungkan persepsi, emosi, dan respons psikologis, fisiologis, dan
perilaku.
Guided imagery adalah suatu teknik teraupetik yang digunakan untuk
relaksasi atau untuk tujuan proses penyembuhan termasuk masalah gangguan
tidur. Nyeri juga sering kali mengganggu kenyamanan seseorang termasuk ridur,
salah satu intervensi keperawatan yang dapat dilaksanakan untuk mengurangi rasa
nyeri responden yakni guided imagery dianggap lebih ekonomis dan tidak
memiliki efek samping. Teknik relaksasi bisa mencapai keadaan rileks secara
menyeluruh, mencakup relaksasi secara fisiologis, secara kognitif, dan secara
behavioral. Teknik relaksasi nafas dalam akan lebih efektif bila dikombinasikan
dengan beberapa teknik lainnya seperti guided imagery hal ini dapat mencapai
seseorang ke efek positif yang membuat damai dan tenang.
Bigham (2014) Pemberian imajinasi terbimbing ini secara terus menerus
baik dalam waktu yang singkat atau dalam waktu yang lama bisa membuat tubuh
seseorang menjadi sehat. Imajinasi termbing ini juga mempengaruhi emosional,
mental, fisik, dan rohani yang akan meningkatkan kualitas hidup seseorang.
Emosional, mental, fisik dan rohani yang dipengaruhi oleh imajinsi terbimbing
(guided imgery) akan membuat seorang lanjut usia membantu untuk mengurangi
gangguan tidur ataupun meningkat kualitas tidur.
Kamora (2010) tentang analisis pemenuhan istirahat dan tidur pasien rawat
inap di RSUD Solok, menunjukkan 75,56 % pemenuhan kebutuhan istirahat dan
tidur pasien yang dirawat tidak terpenuhi . Selain itu pada tahun 2007 penelitian
70
Kalsum tentang Pengaruh teknik guided imagery terhadap penurunan tingkat
kecemasan pasien wanita dengan gangguan tidur, dijelaskan bahwa kelompok
perlakuan yang awalnya sebagian besar mengalami tingkat kecemasan berat
setelah mendapatkan teknik guided imagerymengalami penurunan tingkat
kecemasan sebesar 81%.
Purwanto dalam sugiyanto (2017), dengan menunjukan usia harapan hidup
lansia, maka memberi permasalahan lain yaitu psikososial. Masalah psikososial
akibat proses menua yang dialami oleh lansia menyebabkan mereka mengalami
berbagai macam perasaan, seperti sedih, cemas, kesepian, gangguan tidur dan
mudah tersinggung. Perasaan tersebut merupakan masalah kesehatan jiwa yang
terjadi pada lansia. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengurangi masalah atau
meningkatkan kualitas tidur pada lansia salah satunya adalah guided imagery yang
merupakan terapi komplementer dengan cara pengobatan diluar pengobatan medis
yang konvensional, terapi ini juga sebagai pendukung kepada pengobatan medis
konvensional, guided imageri ini adalah memberikan teknik teraupetik yang
digunakan untuk relaksasi atau untuk tujuan proses penyembuhan.
Khojasteh (2016) Guided imagery ini juga dapat membantu Wanita hamil
dalam kekhawatiran tentang kelahiran, kesehatan janin, dan perubahan
penampilan mereka selama kehamilan. Penelitiannya dalam membandingkan efek
terapi pijat dan terapi guided imagery pada kecemasanwanita nulipara selama
kehamilan. Penggunaan teknik ini dalam kehamilan mengurangi kecemasan
selama kehamilan. Namun tidak dapat mengamati perbedaan yang signifikan
antara kedua metode sedangkan penggunaan teknik pijat lebih dapat diterima oleh
71
semua wanita nulipara dan penggunaan teknik guided imagery lebih disambut
oleh subjek dengan yang lebih tinggipendidikan. Oleh karena itu
direkomendasikan bahwa tingkat pendidikan dipertimbangkan untuk memilih
metodeguided imagery untuk mengurangikecemasan pada ibu hamil.
5.3.4 Keterbatasan penelitian
Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur
ilmiah, namun demikian peneliti masih mimiliki keterbatasan yaitu:
1. Peneliti memiliki keterbatasan waktu dalam melakukan penelitian,
Sehingga saat penelitian peneliti tidak mengobservasi secara langsung
lanjut usia pada saat tidur dimalam hari.
2. Waktu evaluasi terhadap pengaruh guidedimagery pada kualitas tidur
lanjut usia terlalu pendek, seharusnya pengaruh dievaluasi setelah satu
bulan pemberian terapi.
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Hasil penelitian dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang didapatkan
adanya pengaruh teknik relaksasi Guided Imagery terhadap kualitas tidur pada
lansia di UPT pelayanan sosial Lansia Binjai Tahun 2019. Secara keseluruhan
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kualitas tidur respondenpre intervensi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Binjai Tahun 2019 didapatkankualitas tidur buruk sebanyak 20
orang (100%)
72
2. Kualitas tidur responden post intervensi pada lansia di UPT pelayanan sosial
Lanjut Usia Binjai 2019 didapatkankualitas tidur baik sebanyak 2 orang
(10%) dan responden dengankualitas tidur buruk sebanyak 18 orang (90%)
3. Ada pengaruh teknik relaksasi Guided Imageryterhadap kualitas tidur pada
lansia di UPT pelayanan sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2019 dengan hasil uji
statistic wilcoxon sign rank test, diperoleh p Value = 0,001 (p < 0,05).
6.2 Saran
Hasil penelitiandengan jumlah responden sebanyak 20 orang mengenai
pengaruh teknik relaksasi Guided Imagery terhadap kualitas tidur pada lansia di
UPT pelayanan sosial Lansia Binjai Tahun 2019, maka disarankan kepada:
1. Bagi UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai
Memberikan informasi kesehatan mengenai penanganan, pencegahan tentang
permasalahan yang berkaitan dengan gangguan tidur lansia, serta
73
menerapakan teknik relaksasi Guided imagery yang dapat digunakan untuk
membantu dan meningkatkan kualitas tidur pada lansia.
1. Bagi responden
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai terapi non farmakologis oleh
lansia untuk meningkatkan kualitas tidur
2. Bagi Lingkungan STIKes santa Elisabeth Medan
Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan menjadi referensi yang
berguna bagi mahasiswa/mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan tentang
pengaruh teknik relaksasi Guided imagery terhadap peningkatan kualitas
tidur lansia
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya dapat memberikan intervensi teknik relaksasi
guided imagery setiap 1 kali dalam sehari pada saat malam hari secara teratur
dengan waktu yang lebih lama serta menggunakan kelompok kontrol untuk
membandingkan hasil atau pengaruh yang signifikan.
74
DAFTAR PUSTAKA
Bigham, E., McDannel, L., Luciano, I., & Salgado-Lopez, G. (2014). Effect of a
brief guided imagery on stress. Biofeedback, 42(1), 28-35.
Creswell, J. (2009). Research Design Qualitative, Quantitative AND Mixed
Methods Approacher Third Edition : American : Sage
Dahlan, M. S. (2009). Statistik untuk kedokteran kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Deswita. (2014). Pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap pemenuhan
kebutuhan tidur anak usia sekolah di ruang rawat inap anak Rsud
Prof. Dr.Ma hanafiah SM Batusangkar.Ners jurnal Keperawatan,
10(1), 110-117
Dharmayana, I. W., & Shaddri, I. (2019, April). The Effect of Guided Imagery
Techniques to Decrease Students’ Anxiety in Group Counseling
Activities. In 3rd Asian Education Symposium (AES 2018). Atlantis
Press.
Haisah, S. Gambaran Kualitas Tidur Dan Gangguan Tidur Pada Lansia Di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi. Jurnal Gambaran
Kualitas Tidur Dan Gangguan Tidur Pada Lansia Di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi.
Kalsum, U., Herawati, T., & Hidayati, F. (2012). Pengaruh teknik relaksasi guided
imagery terhadap penurunan tingkat kecemasan wanita dengan
insomnia usia 20-25 tahun. Jurnal Makalah Kesehatan FKUB.
Diunduh dari http://www. google. co. id/# hl= id&gsnf= 3&pq=
pengaruh% 20teknik, 2(0).
Kamora, M., Utomo, W., & Hasanah, O. (2012). Efektifitas Teknik Relaksasi
Guided Imagery Terhadap Pemenuhan Rata-Rata Jam Tidur Pasien
Di Ruang Rawat Inap Bedah. Diunduh dari https://repository. unri.
Ac. id/jspui/bitstream/123456789/1784/1/Efektifitas% 20teknik, 20.
Khasanah, K., & Handayani, W. (2012). Kualitas tidur lansia balai rehabilitasi
sosial “mandiri” Semarang. Jurnal Keperawatan Diponegoro, 1(1),
189-196.
Khojasteh, F., Rezaee, N., Safarzadeh, A., Sahlabadi, R., & Shahrakipoor, M.
(2016). Comparison of the effects of massage therapy and guided
75
imagery on anxiety of nulliparous women during
pregnancy. depression, 13, 14.
Kurniadi, A., Jehosua, S., & Ngantung, D. J. (2018). perbandingan gangguan
tidur pada lanjut usia dengan dan tanpa penyakit
parkinson. Jurnal Sinaps, 1(2), 10-19.
Novarenta, A. (2013). Guided imagery untuk mengurangi rasa nyeri saat
menstruasi. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 1(2), 179-190.
Nugroho. (2012). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik . Jakarta : EGC
Nursalam. (2014). Metodologi penelitian ilmu keperawatan pendekatan praktis
Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika
Padila. (2013). Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medik.
Patasik, C. K., Tangka, J., & Rottie, J. (2013). Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas
Dalam Dan Guided Imagery Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien
Post Operasi Sectio Caesare Di Irina D Blu Rsup Prof. Dr. RD
Kandou Manado. Jurnal Keperawatan, 1(1).
Polit, Denise. (2010). NursingResearch appraising Evidence for Nursing Practice,
Seventh Edition. New York : Lippincott
Potter, P.A, Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, Dan Praktik.Edisi 4.Volume 1. Jakarta : EGC
Priyoto. (2015). Nursing Intervention classification dalam keperawatan gerontik.
Jakarta: Salemba Medika.
Purwanto, B. (2013). Herbal dan keperawatan Komplementer. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Shaddri, I., Dharmayana, I. W., & Sulian, I. (2018). Penggunaan Teknik Guided
Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan Siswa Mengikuti Aktivitas
Konseling Kelompok. Consilia, 1(3).
Stanly. (2006). Buku Ajar keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC
Suardiman. (2011). Psikologi usia lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada university
press
Suganya. (2016). Effectiveness of Guided Imagery in Reducing Examination
Anxiety among Secondary School Students in South India: ISSN
2348, vol.3 Issu 3, no. 3.
76
Sulian. (2018). Influence The Use Of Guided Imagery Techniques To The Anxiety
Level Of Students Following Group Counseling Activities. Volume
1 No 3 : hal 68-78
Suryani. (2015). Metode Riset kuantitatif teori dan aplikasi pada penelitian
bidang manajemen dan ekonomi. Jakarta: Prenada Media
Susanti. (2013). Pengaruh terapi imajinasi terpimpin terhadap perubahan
tekanan darah pada pasien hipertensi di kelurahan karangsari
kabupaten kendal. Prosiding konferensi nasional PPNI Jawa
tengah.
Yantu, F., Hiola, R., Pakaya, A. W., & S Kep, N. S. (2014). Pengaruh teknik
guided imagery (imajinasi terbimbing) terhadap penurunan nyeri
pada pasien post apendektomi diruangan bedah rsud Prof. DR. Hi.
Aloei Saboe Kota Gorontalo. KIM Fakultas Ilmu Kesehatan dan
Keolahragaan, 2(3).
77
78
79
80
81
82
83
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
GUIDED IMAGERY
Pengertian
Guided Imagery adalah sebuah teknik yang menggunakan
imajinasi dan visualisasi untuk membantu mengurangi stres dan
mendorong relaksasi.
Tujuan Mengarahkan secara lembut seseorang ke dalam keadaandimana
pikiran mereka tenang dan tetap rileks.
Manfaat
Mengurangi stress dan kecemasan, mengurangi nyeri, mengurangi
efek samping, mengurangi tekanan darah tinggi, mengurangi level
gula darah (diabetes), mengurangi alergi dan gejala pernapasan,
mengurangi sakit kepala, mengurangi biaya rumah sakit,
meningkatkan penyembuhan luka dan tulang, dan lain-lain.
Prosedur Tahap pre interaksi:
1. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan diri
sendiri.
2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri perawat
sendiri.
3. Mengumpulkan data tentang pasien
4. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
Tahap Persiapan:
1. Berikan salam, tanyakan nama pasien dan perkenalkan
diri.
2. Menjelaskan prosedur dan tujuan kepada klien atau
keluarga klien.
3. Memberi kesempatan klien untuk bertanya
84
4. Menjaga privasi klien Mencuci tangan (Dengan prinsip 7
langkah benar)
Tahap Pelaksanaan:
1. Dimulai dengan proses relaksasi pada umumnya yaitu
meminta kepada klien untuk perlahan-lahan menutup
matanya dan fokus pada nafas mereka. Klien didorong
untuk relaks, mengosongkan pikiran dan memenuhi
pikiran dengan bayangan yang membuat damai dan
tenang.
2. Klien dibawa menuju tempat spesial dalam imajinasi
mereka (misal: sebuah pantai tropis, air terjun, lereng
pegunungan, dll), mereka dapat merasa aman dan bebas
dari segala gangguan (interupsi). (Bila keadaan klien
memungkinkan)
3. Pendengaran difokuskan pada semua detail dari
pemandangan tersebut, pada apa yang terlihat, terdengar
dan tercium dimana mereka berada di tempat special
tersebut (Bila keadaan klien memungkinkan)
Tahap Terminasi:
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan yang telah
dilakukan.
2. Rencana tindak lanjut.
3. Dokumentasi
MODUL GUIDED IMAGERY
85
1. Definisi guided imagery
Imajinasi terbimbing adalah sebuah teknik relaksasi yang bertujuan untuk
mengurangistress dan meningkatkan perasaan tenang dan damai. Imajinasi
terbimbing atauimajinasi mental merupakan suatu teknik untuk mengkaji
kekuatan pikiran saat sadarmaupun tidak sadar untuk menciptakan bayangan
gambar yang membawa ketenangan dan keheningan (National Safety Council,
2004).
Imagerymerupakan pembentukan representasi mental dari suatu objek,tempat,
peristiwa, atau situasi yang dirasakan melalui indra. Saat berimajinasiindividu
dapat membayangkan melihat sesuatu, mendengar, merasakan, mencium,dan atau
menyentuh sesuatu (Snyder, 2006).
Istilahguide imagerymerujuk pada berbagai teknik termasuk
visualisasisederhana, saran yang menggunakan imaginasi langsung, metafora dan
bercerita,eksplorasi fantasi dan bermain “game”, penafsiran mimpi, gambar, dan
imajinasiyang aktif dimana unsur-unsur ketidaksadaran dihadirkan untuk
ditampilkansebagai gambaran yang dapat berkomunikasi dengan pikiran sadar
(Academic for GuideImagery,2010).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwaguided imagery merupakan
teknik untuk menuntun individu dalam membayangkan sensasi apayang dilihat,
dirasakan, didengar, dicium, dan disentuh tentang kondisi yangsantai atau
pengalaman yangmenyenangkan untuk membawa respon fisik yangdiinginkan
(sebagai pengurang stres, kecemasan, dan nyeri).
2. Manfaat guided imagery
86
Imajinasi terbimbing merupakan salah satu jenis dari teknik relaksasi
sehinggamanfaat dari teknik ini pada umumnya sama dengan manfaat dari teknik
relaksasiyang lain. Teknik ini dapat mengurangi nyeri, mempercepat
penyembuhan danmembantu tubuh mengurangi berbagai macam penyakit seperti
depresi, alergi danasma (Holistic-online, 2006). Dalam imajinasi terbimbing klien
menciptakan kesan dalam pikiran, berkonsentrasipada kesan tersebut, sehingga
secara bertahap mampu mengurangi ketegangan dannyeri (Potter dan Perry,
2006).
Guidedimagerymerupakan salah satu jenis teknik relaksasi sehinggamanfaat
dari teknik ini pada umumnya sama dengan manfaat dari teknik relaksasi yang
lain. Para ahli dalam bidang teknikguided imageryberpendapat bahwaimajinasi
merupakan penyembuh yang efektif yang dapat mengurangi nyeri,kecemasan,
mempercepat penyembuhan dan membantu tubuh mengurangiberbagai macam
penyakit.Guided imagerytelah menjadi terapi standar untukmengurangi
kecemasan dan memberikan relaksasi pada orang dewasa atau anak-anak, dapat
juga untuk mengurangi nyeri kronis, tindakan prosedural yangmenimbulkan nyeri,
susah tidur, mencegah reaksi alergi, dan menurunkan tekanandarah (Snyder,
2006).
3. Dasar Imajinasi Terbimbing Imajinasi merupakan bahasa yang digunakan
oleh otak untuk berkomunikasidengan tubuh. Segala sesuatu yang kita
lakukan akan diproses oleh tubuh melaluibayangan. Imajinasi terbentuk
87
melalui rangasangan yang diterima oleh berbagai inderaseperti gambar,
aroma, rasa, suara dan sentuhan (Holistic-online, 2006). Respontersebut
timbul karena otak tidak mengetahui perbedaan antara bayangan dan
aktifitasnyata (Tusek, 2000 yang dikutip dalam anonim, 2008).
4. Proses Asosiasi Imajinasi
Imajinasi terbimbing merupakan suatu teknik yang menuntut seseorang
untukmembentuk sebuah bayangan/imajinasi tentang hal-hal yang disukai.
Imajinasi yangterbentuk tersebut akan diterima sebagai rangsang oleh berbagai
indra, kemudianrangsangan tersebut akan dijalankan ke batang otak menuju
sensor thalamus.Ditalamus rangsang diformat sesuai dengan bahasa otak,
sebagian kecil rangsangan ituditransmisikan ke amigdala dan hipotalamus
sekitarnya dan sebagian besar lagi dikirimke korteks serebri, dikorteks serebri
terjadi proses asosiasi pengindraan dimanarangsangan dianalisis, dipahami dan
disusun menjadi sesuatu yang nyata sehingga otakmengenali objek dan arti
kehadiran tersebut.
Hipotalamus berperan sebagai penentusinyal sensorik dianggap penting atau
tidak sehingga jika hipokampus memutuskansinyal yang masuk adalah penting
maka sinyal tersebut akan disimpan sebagai ingatan.Hal-hal yang disukai
dianggap sebagai sinyal penting oleh hipotalamus sehinggadiproses menjadi
memori. Ketika terdapat rangsangan berupa bayangan tentang hal-halyang disukai
tersebut, memori yang telah tersimpan akan muncul kembali danmenimbulkan
suatu persepsi dari pengalaman sensasi yang sebenarnya,
walaupunpengaruh/akibat yang timbul hanyalah suatu memori dari suatu sensasi
(Guyton danHall, 2008).
88
5. Macam-Macam Teknik Imajinasi terbimbing Berdasarkan pada
penggunaannya terdapat beberapa macam teknik imajinasiterbimbing
(Holistic-Online, 2006) :
a. Guided Walking Imagery
Pada teknik ini pasien dianjurkan untuk mengimajinasikan pemandangan
standarseperti padang rumput, pegunungan, pantai dll, kemudian
imajinasi pasien dikajiuntuk mengetahui sumber konflik.
b. Autogenic Abeaction
Dalam teknik ini pasien diminta untuk memilih sebuah perilaku negatif
yang adadalam pikirannya kemudian pasien mengungkapkan secara
verbal tanpa batasan. Bilaberhasil akan tampak perubahan dalam hal
emosional dan raut muka pasien.
c. Covert sensitization
Teknik ini berdasar pada paradigma reinforcement yang menyimpulkan
bahwaproses imajinasi dapat dimodifikasi berdasarkan pada prinsip yang
sama dalammodifikasi perilaku.
d. Covert Behaviour Rehearsal
Teknik ini mengajak seseorang untuk mengimajinasikan perilaku koping
yang diainginkan.
6. Pelaksanaan guided imagery
pada pemasangan infus Pemasangan infus pada anak merupakan tantangan
yang unik bagi perawat yang bertanggung jawab memberikan asuhan keperawatan
di ruang anak. Tindakan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan aspek lain
yang mungkin berdampak adanya trauma (Frey, 2001). Terapi intravena
89
merupakan terapi medisyang dilakukan secara invasif dengan menggunakan
metode yang efektif untuk mensuplai cairan, elektrolit, nutrisi dan obat melalui
pembuluh darah (intravascular) (Perry & potter, 2005). Setiawati dan Dermawan
(2009) mengatakan bahwa alasan umum pasien mendapatkan terapi infus adalah
untuk menstabilkan aliran vena dan mencegah terjadinya injuri. Prinsip utama
pemasangan infus pada anak yaitu efektif, efisien, aman,dengan
mempertimbangkan emosi anak sesuai tahap perkembangannya. Tindakan
pemasangan infus dilakukan pada anak merupakan prosedur emergensi,
karenadapat menimbulkan kecemasan dan ketakukan pada anak (Whaley &
Wong’s,1999).
Guided imageryadalah metode relaksasi untuk mengkhayal tempat
dankejadian berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan.
Khayalantersebut memungkinkan klien memasuki keadaan atau pengalaman
relaksasi(Kaplan & Sadock, 2010 dalam Novarenta, 2013).Guided
imagerymempunyaielemen yang secara umum sama dengan relaksasi, yaitu sama-
sama membawaklien ke arah relaksasi namunguided imagerymenekankan bahwa
klien membayangkan hal-hal nyaman dan menenangkan dan tidak dapat
memusatkanperhatian pada banyak hal dalam satu waktu oleh karena itu klien
harusmembayangkan satu imajinasi yang sangat kuat dan menyenangkan
(Brannon &Feist, 2000 dalam Novarenta 2013).Menurut Snyder (2006)
teknikguided imagerysecara umum antara lain:
1. Membuat individu dalam keadaan santai yaitu dengan cara:
1) Mengatur posisi yang nyaman (duduk atau berbaring)
90
2) Silangkan kaki, tutup mata atau fokus pada suatu titik atau suatu
benda didalam ruangan.
3) Fokus pada pernapasan otot perut, menarik napas dalam dan pelan,
napas berikutnya biarkan sedikit lebih dalam dan lama dan tetap fokus
pada pernapasan dan tetapkan pikiran bahwa tubuh semakin santai dan
lebih santai.
4) Rasakan tubuh menjadi lebih berat dan hangat dari ujung kepala
sampai ujung kaki.
5) Jika pikiran tidak fokus, ulangikembali pernapasan dalam dan pelan
2. Sugesti khusus untuk imajinasi yaitu:
5) Pikirkan bahwa seolah-olah pergi ke suatu tempat yang
menyenangkandan merasa senang ditempat tersebut.
6) Sebutkan apa yang bisa dilihat, dengar, cium, dan apa yang
dirasakan
7) Ambil napas panjang beberapa kali dan nikmati berada ditempat
tersebut.
8) Sekarang, bayangkan diri anda seperti yang anda inginkan (uraikan
sesuai tujuan yang akan dicapai/diinginkan
3. Beri kesimpulan dan perkuat hasil praktek yaitu:
3) Mengingat bahwa anda dapat kembalike tempat ini, perasaan ini,
cara inikapan saja anda menginginkan
4) Anda bisa seperti ini lagi dengan berfokus pada pernapasan anda,
santai,dan membayangkan diri anda berada pada tempat yang anda
senangi
91
4. Kembali ke keadaan semula yaitu:
4) Ketika anda telah siap kembali ke ruang dimana anda berada
5) Anda merasa segar dan siap untuk melanjutkan kegiatan anda
6) Sebelumnya anda dapat menceritakan pengalaman anda ketika anda
telahsiap Teknik pelaksanaan guided imagery pada anak perlu
dimodifikasi sesuaidengan tahap perkembangan anak, kognitif, dan
pilihan anak. Waktu yangdigunakan untuk pelaksanaan guided
imagery pada anak-anak hanya boleh 10-15menit dan anak biasanya
tidak suka menutup mata mereka saat berimajinasi (Snyder, 2008
dalam Dewanti, 2013).
Descriptives
92
Statistic Std. Error
Total_Pre_Test
Mean 15,30 ,529
95% Confidence Interval
for Mean
Lower Bound 14,19
Upper Bound 16,41
5% Trimmed Mean 15,44
Median 16,00
Variance 5,589
Std. Deviation 2,364
Minimum 9
Maximum 19
Range 10
Interquartile Range 3
Skewness -1,408 ,512
Kurtosis 2,566 ,992
Total_Post_Test
Mean 7,20 ,268
95% Confidence Interval
for Mean
Lower Bound 6,64
Upper Bound 7,76
5% Trimmed Mean 7,22
Median 7,00
Variance 1,432
Std. Deviation 1,196
Minimum 5
93
Maximum 9
Range 4
Interquartile Range 2
Skewness -,221 ,512
Kurtosis -,486 ,992
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Total_Pre_Test ,216 20 ,015 ,852 20 ,006
Total_Post_Test ,184 20 ,076 ,922 20 ,108
a. Lilliefors Significance Correction
94
Kriteria_pre
95
Frequenc
y
Percent Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Buruk 20 100,0 100,0 100,0
Kriteria_Post
Frequenc
y
Percent Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid
Baik 2 10,0 10,0 10,0
buruk 18 90,0 90,0 100,0
Total 20 100,0 100,0
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N Mean
Rank
Sum of
Ranks
Total_Post_Test -
Total_Pre_Test
Negative
Ranks 20a 10,50 210,00
Positive Ranks 0b ,00 ,00
Ties 0c
Total 20
Test Statisticsa
96
Total_Post_
Test -
Total_Pre_T
est
Z -3,936b
Asymp. Sig. (2-
tailed) ,001
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.
97
98
99
100
101
102
Recommended