View
96
Download
13
Category
Preview:
Citation preview
REFERAT
Guillain–Barré syndrome (GBS)
Oleh :
Nama : Siti Halimah Bt Mariani
NIM : 102012234
Dr pembimbing : dr. Nadia Hussein Sp. S
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER UMUM
DEPARTEMEN ILMU SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
DISEMBER 2013 - JANUARI 2014
1
STATUS NEUROLOGIS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sinar Kuala, Ketapang, Bandar Lampung
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk : 16 Desember 2011
II. RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama : Kelemahan pada kedua lengan dan tungkai.
Keluhan tambahan : -
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RSUAM dengan keluhan kelemahan pada kedua tungkai dan
lengan sejak beberapa hari SMRS. Kelemahan ini mulai terjadi ±6 hari smrs, yaitu
ketika pasien selesai mencuci pakaian sesudah pulang bekerja. Pada saat itu, tiba-
tiba pasien merasakan kedua tungkainya lemas dan tidak dapat digunakan untuk
berjalan. Awalnya pasien merasa kedua tungkainya seperti kram dibagian betis
kemudian kedua tungkai menjadi lemah dan tidak dapat digerakkan. Kelemahan
tersebut dirasakan mulai dari kedua ujung kaki sampai pinggul, namun kelemahan
pada tungkai tidak disertai rasa nyeri dan pegal dikedua pinggul. Kelemahan
2
tersebut dirasakan tidak berkurang dengan istirahat. Sesaat setelah
kejadian,kemudian pasien dibawa ke mantri terdekat dan diberi 4 jenis obat,
namun sampai keesokan harinya pasien tidak merasakan adanya perbaikan pada
kedua tungkainya. Kemudian keesokan harinya, pasien merasa kedua lengannya
juga lemas dan tidak dapat digerakkan. Keluhan tidak disertai penurunan
kesadaran pasien, tidak disertai kejang, muntah dan sakit kepala. Rasa baal,
kesemutan seperti memakai sarung tangan dan kaos kaki pada kedua tungkai dan
lengan disangkal pasien. Keluhan sulit menelan, bicara pelo, dan kelemahan pada
otot sekitar wajah dan mata disangkal. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Selama
keluhan terjadi, pasien masih dalam keadaan sadar, orientasi, bahasa dan daya
ingat pasien masih baik.
Dua hari kemudian pasien kemudian dibawa ke klinik di dekat rumah dan diberi 3
macam obat. Setelah obat diminum, kelemahan pada kedua tungkai dan lengan
tetap tidak berkurang. Setelah itu, pasien segera dibawa ke RSAM dan dirawat
hingga sekarang. Sesampainya di RSAM pasien tetap mengeluhkan kelemahan
pada kedua lengan dan tungkai. Keluhan rasa baal, kesemutan, kesulitan menelan,
bicara pelo ataupun sesak napas tidak ada. BAK dan BAB tetap tidak ada keluhan.
Riwayat demam, flu, batuk, dan mencret sebelumnya disangkal pasien. Riwayat
trauma dan operasi sebelumnya disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi dan riwayat kencing manis disangkal pasien. Pasien baru
pertama kali mengalami keluhan seperti ini
3
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama.
Riwayat sosio ekonomi
Pasien bekerja sebagai kasir di sebuah swalayan. Pasien mengaku lebih sering
bekerja pada shift malam.
III.PEMERIKSAAN FISIK (30-11-2011)
Status present :
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4M6V5 = 15
Tanda vital :
TD = 130/80 mmHg
N = 84 x/menit
RR = 22 x/menit
Suhu = 36,2 C
Gizi : cukup
Status generalis :
Kepala
- rambut : hitam, lurus, tidak mudah dicabut
- mata : konjungtiva ananemis +/+, sclera anikterik +/+
- telinga : liang lapang +/+, serumen -/-
- hidung : deviasi septum (-), sekret -/-
- mulut : bibir tidak kering, lidah tidak kotor
Leher
- pembesaran KGB : tidak membesar
- simetris/tidak : simteris
- pembesaran tiroid : tidak membesar
4
- JVP : tidak meningkat
Thoraks
Jantung : I : ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: batas kanan : Sela iga V garis midclavicula dextra
batas kiri : Sela iga V garis midclavicula sinistra
batas atas : Sela iga II garis sternal sinistra
A: Bunyi jantung I – II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : I : hemithoraks kanan sama dengan kiri
P: vocal fremitus taktil kanan sama dengan kiri
P: sonor
A: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
I : datar dan simetris
P : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
P : tympani
A : BU (+) normal
Ekstremitas
Superior : akral hangat, oedem -/-, sianosis -/-
Inferior : akral hangat, oedem -/-, sianosis -/-
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Saraf kranialis (kanan/kiri)
1. N. olfactorius (N.I)
Daya penciuman hidung : normosmia/normosmia
2. N.opticus (N.II)
Tajam penglihatan : > 3/60 > 3/60 on bed side
Lapang penglihatan : sama dengan pemeriksa
Tes warna : tidak buta warna
5
Fundus oculi : tidak dilakukan
3. N. Occulomotorius, N.Throchlearis, N.Abducens (N.III-N.IV-N. VI)
Kelopak mata
Ptosis : -/-
Endophtalmus : : -/-
Exophtalmus : -/-
Pupil
Diameter : ±3mm / ±3mm
Bentuk : bulat / bulat
Isokor/anisokor : isokor
Posisi : sentral/ sentral
Reflek cahaya langsung : +/+
Reflek cahaya tak langsung : +/+
Gerakan bola mata
Medial :+/+
Lateral :+/+
Superior :+/+
Inferior :+/+
Obliqus superior :+/+
Obliqus inferior :+/+
Reflek pupil akomodasi : +/+
Reflek pupil konvergensi : +/+
4. N. trigeminus (N.V)
Sensibilitas Raba Nyeri Suhu
Ramus oftalmikus N/N N/N N/N
Ramus maksilaris N/N N/N N/N
Ramus mandibularis N/N N/N N/N
Motorik
M.masseter : baik/baik
M.temporalis : baik/baik
M.pterigoideus : baik/baik
6
Reflek
Reflek kornea : +/+
Reflek bersin : tidak dilakukan
5. N. facialis (N.VII)
Inspeksi wajah sewaktu
Diam : simetris
Tertawa : simetris
Meringis : simetris
Bersiul : simetris
Menutup mata : simetris
Pasien disuruh untuk
Mengerutkan dahi : simetris
Menutup mata kuat-kuat : simetris
Menggembungkan pipi : simetris
Sensoris
Pengecapan 2/3 depan lidah : +/+
6. N. Vestibulo-Cochlearis (N.VIII)
N. Cochlear
Ketajaman pendengaran : +/+
Tinnitus : -/-
N. Vestibularis
Test vertigo : tidak dilakukan
Nistagmus : -/-
7. N. Glossopharingeus, N. Vagus (N.IX, N.X)
Suara bindeng / nasal : (-)
Posisi uvula : ditengah
Palatum mole : istirahat : simetris
Bersuara : terangkat
Arcus palatoglossus : istirahat : simetris
7
Bersuara : terangkat
Arcus Pharingeus : istirahat : simetris
Bersuara : terangkat
Reflek batuk : +
Reflek muntah : +
Peristaltic usus : BU (+)
Bradikardi : -
Takikardi : -
8. N. accesorius (N.XI)
M. sternocleidomastoideus : normal/normal
M. trapezius : normal/normal
9. N. Hypoglossus (n.XII)
Atropi : -
Fasikulasi : -
Deviasi : -
Tanda perangsangan selaput otak
- Kaku kuduk : (-)
- Kernig test : (-)
- Lasseque test : (-)
- Brudzinsky I : (-)
- Brudzinsky II : (-)
Sistem motorik superior ka / ki inferior ka / ki
Gerak : hipoaktif / hipoaktif hipoaktif/hipoaktif
Kekuatan otot : 4/3 4/3
Tonus : menurun/menurun menurun/menurun
Klonus : -/- -/-
8
Reflek fisiologis : biceps ↓ Patellla
↓
Triceps ↓ Achiles ↓
Reflek patologis : Hoffman-tromer -/- Babinsky -/-
Chaddock -/-
Oppenheim -/-
Schiffer -/-
Gordon -/-
Gonda -/-
Sensibilitas
Eksteroseptif / rasa permukaan (superior / inferior )
Rasa raba : +/+
Rasa nyeri : +/+
Rasa suhu panas : +/+
Rasa suhu dingin : +/+
Propioseptif / rasa dalam (superior / inferior )
Rasa sikap : +/+
Rasa getar : +/+
Rasa nyeri dalam : +/+
Fungsi sensibilitas kortikal
asteriognosis : +/+
Grafognosis : +/+
Koordinasi
Tes tunjuk hidung :+/+
Tes pronasi/supinasi ; +/+
Susunan saraf otonom
Miksi : normal
9
Defekasi : normal
Salivasi : normal
Fungsi luhur
Fungsi bahasa : baik
Fungsi orientasi : baik
Fungsi memori : baik
Fungsi emosi : baik
V. RESUME
Pasien laki-laki 54 tahun dirawat di RSAM sejak 1 minggu yang lalu dengan
kedua lengan dan tungkai lemah. Kelemahan dirasakan terkebih dahulu pada
tungkai yaitu 6 hari smrs, kemudian disusul oleh kelemahan pada kedua
lengan pada ±5 hari smrs. Keluhan tidak disertai penurunan kesadaran pasien,
tidak disertai kejang, muntah dan sakit kepala. Keluhan sulit menelan, bicara
pelo, dan kelemahan pada otot sekitar wajah dan mata juga disangkal. Keluhan
kesemutan disangkal. Riwayat demam, batuk-flu, mencret, hipertensi dan
diabetes disangkal. Kesadaran compos mentis, GCS = 15, TD = 130/80
mmHg, nadi = 84 x/menit, RR = 22 x/menit dan suhu = 36,2 C. Dari
pemeriksaan neurologis ditemukan : reflex fisiologis menurun dan kekuatan
motorik menurun.
VI. DIAGNOSIS
- Klinis : Tetraparese
- Topis :
- Etiologis : e.c Guillain Barre Sindrom
VII. DIAGNOSIS BANDING
Tetraparese ec. Parilis Periodik Hipokalemia
Tetraparese ec. Polineuropathy Def. Vitamin
VIII. PENATALAKSANAAN
10
1. Umum
Mengurangi kegiatan yang berlebihan
Istirahat cukup 6-8 jam per hari.
2. Diet
Makan makanan yang bergizi dan bervitamin, seperti sayur dan
buah-buahan.
Mengurangi makanan dan minuman yang mengandung pengawet.
3. Medikamentosa
IVFD RL
Metilkobal/8 jam
4. Rehabilitasi
Fisioterapi
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah lengkap
Hb : 14,0 gr/dl
Leukosit : 6.900/ul
Cholesterol total : 157 mg/dl
HDL : 36mg/dl
LDL : 95 mg/dl
Trigliserida : 75 mg/dl
Asam urat : 7,2 mg/dl
X. PEMERIKSAAN ANJURAN
1. ENMG
2. LCS (Liquor cerebro spinal)
XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
11
FOLLOW UP
- Tgl. 19 Desember 2011
S : kelemahan terutama pada tungkai kanan
O: KS: CM, GCS E4M6V5
TTV : TD = 140/80 mmHg
RF : ↓/↓
Motorik 3 3
3 3
Terapi :
IVFD RL 15 gtt/mnt
Metilprednisolon 3x125 mg
Ranitidin amp/12 jam
Sohobion 2x1 tab
- Tgl. 21 Desember 2011
S: kelemahan terutama pada tungkai kanan, pegal-pegal di bahu ↓
O: TD = 130/80 mmHg
RR = 20x/mnt
HR = 80x/mnt
Motorik 4 4
3 3
IVFD RL 15 gtt/mnt
Metilprednisolon 3x125 mg
Ranitidin amp/12 jam
Sohobion 2x1 tab
Allopurinol 2x100 mg
- Tgl. 22 Desember 2010
O : TD = 130/80 mmHg
12
HR = 80x/mnt
RR = 22x/mnt
Motorik 4 4
3 3
13
SINDROMA GUILLAIN-BARRE
A. Pendahuluan
Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang
cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali
mencemaskan penderita dan keluarganya karena terjadi pada usia produktif,
apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian, meskipun pada
umumnya mempunyai prognosa yang baik. Beberapa nama disebut oleh
beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathicpolyneuritis, Acute Febrile
Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute
Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, GuillainBarre Strohl
Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain BarreSyndrome.
B. Definisi
Sindroma Guillain Barre adalah penyakit yang menyerang radiks saraf yang
bersifat akut dan yang menyebabkan kelumpuhan yang gejalanya dimulai dari
ekstremitas inferior dan meluas keatas sampai tubuh dan otot-otot wajah.
Penyakit ini dapat mengancam jiwa yaitu berupa kelemahan yang dimulai dari
anggota gerak distal yang dengan cepat dapat merambat ke proximal.
Nama lain dari sindroma Guillaain Barre adalah Poli radikulo neuropati
inflamasi akut atau PIA. Insiden tahunan di Amerika Serikat adalah 1 sampai 2
per 100.000. Penyakit ini tidak dipengaruhi terhadap musim dan tidak endemik
14
dapat menyerang semua golongan umur terutama pada usia 50-70 tahun,
presentasi jumlah antara pria dan wanita sama.
Penyakit ini merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan demielinisasi
pada akar saraf tepi. Sampai saat ini penyebab pasti penyakit ini masih dalam
perdebatan.
C. Sejarah
Pada tahun 1859, seorang neurolog Perancis, Jean-Baptiste Landry pertamakali
menulis tentang penyakit ini, sedangkan istilah landry ascending
paralysisdiperkenalkan oleh Westphal. Osler menyatakan terdapatnya
hubungan SGB dengankejadian infeksi akut. Pada tahun 1916, Guillain, Barre
dan Strohl menjelaskan tentang adanya perubahan khas berupa peninggian
protein cairan serebrospinal( CSS) tanpa disertai peninggian jumlah sel.
Keadaan ini disebut sebagai disosiasisitoalbuminik. Nama SGB dipopulerkan
oleh Draganescu dan Claudian. MenurutLambert dan Murder mengatakan
bahwa untuk menegakkan diagnosa SGB selainberdasarkan gejala
klinis,pemeriksaan CSS, juga adanya kelainan pada pemeriksaan ENMG dapat
membantu menegakkan diagnosa. Terdapat perlambatan kecepatanhantar saraf
pada ENMG.
D. Epidemiologi
Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Dowling
dkk mendapatkan frekuensi tersering pada akhir musism panas dan musim
gugurdimana terjadi peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao
Baoxun didapatkan bahwa penyakit ini hampir terjadi pada setiap saat dari
setiap bulan dalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa 60% kasus
terjadi antara bulan Juli s/d Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim
gugur. Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9
kasus per 100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical
Mayo Clinic melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000
orang. Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74
15
tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah
dilaporkan adalah3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita
sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita
adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada
kelompok ras yang tidak spesifik.
Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian
Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I,
II,III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita
hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa
perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun.
Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim
hujan dan kemarau.
E. Etiologi
Pada umumnya penyakit ini sering didahului penyakit infeksi traktus
respiratorius atas seperti influenza, atau dapat juga didahului oleh infeksi
bakteri, vaksinasi, tindakan bedah dan lain-lain. Dengan melihat keadaan klinis
yang mendahuluinya, banyak teori dicoba untuk dikaitkan dengan penyakit ini.
1. Infeksi
50% penderita mengalami infeksi dalam waktu 2 minggu sebelum gejala,
umumnya infeksi virus terutama influenza.
2. Tindakan Bedah
5-10% kasus terjadi setelah tindakan bedah.
3. Penyakit Keganasan.
Beberapa kasus penyakit ini dikaitkan dengan penyakit Hodgkins dan
limfoma.
4. Vaksinasi
3% penderita dengan sindroma ini 8 minggu sebelumnya mengalami
vaksinasi yang dilaporkan sebagian besar vaksinasi influenza.
16
F. Patologi
Masih belum jelas tetapi beberapa peneliti mempunyai kecenderungan
peranan dasar patogenesa yang bersifat imunologik. Bukti-bukti bahwa
imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi
pada sindroma ini adalah:
Didapatnya antibody atau daya respon kekebalan selular terhadap agen
infeksi saraf tepi.
Adanya autoantibodi atau kekebalan selular terhadap system saraf tepi.
Didapatnya penimbunan komplek antigen-antibodi pada pembuluh
saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi.
G. Klasifikasi
Beberapa varian dari sindroma Guillain Barre dapat diklasifikasikan yaitu ;
1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan
yang lambat dan buruk. Seperti tie AMAN yang berhubungan dengan
infeksi saluran cerna C. Jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi
akson dari serabut saraf sensorik dan motorik yang berat dengan sedikit
demielinisasi.
2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C.Jejuni dan titer antibody
gangliosid meningkat (seperti GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini
memiliki gejala klinis motorik dan secara klinis khas untuk tipe
demielinisasi dengan ascending dan paralisis simteris. AMAN dibedakan
dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati
motorik. Pada biopsy menunjukan degenerasi ‘wallerian like’ tanpa
inflamasi limfositik. Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami
penderita selama lebih kurang 1 tahun.
3. Miller Fisher Syndrome
Variasi dari GBS yang umum dan merupakan 5% dari semua kasus GBS.
Sindroma ini terdiri dari ataksia, opthalmoplegia dan arefleksia. Ataksia
17
terlihat pada gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi
ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi
dalam hitungan minggu atau bulan.
4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)
CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala
neurologinya besifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih
dominan dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal.
Gambaran Klinik
Terjadinya kelemahan yang bersifat progresif yang menyangkut lebih dari satu
anggota gerak. Kelemahan dapat hanya berupa parese ringan pada kedua lengan
dengan atau tanpa ataksia ringan sampai lumpuh total pada keempat otot
ekstremitas, atot tubuh, otot bulbar, otot wajah dan biasanya mata tidak terkena.
Adanya arefleksia bagian distal dan hiporefleksia proksimal cukup untuk
mendiagnosa dengan disertai ciri-ciri lain.
Ciri-ciri klinis lain dapat berupa :
Gejala kelumpuhan otot yang luas secara cepat tapi berhenti dalam 4
minggu, kira-kira 50% mencapai 2 minggu, 80 % sesudah 3 minggu, dan
90% sesudah 4 minggu.
Simetris, walaupun jarang akan tetapi bila sisi satu terkena maka sisi yang
lain ikut terkena.
Gangguan sensorik ringan
Syaraf otak yang ikut terkena adalah saraf otak VII sekitar 50% dan sering
bilateral. Saraf lain yang ikut terkena terutama mengenai lidah (proses
menelan), otot ekstra okuler sekitar 5 %.
Progresifitas penyakit biasanya terhenti dalam 2-4 minggu dari sejak
kelumpuhan.
Gangguan saraf otonom seperti takikardi, aritmia, hipotensi postural serta
gangguan vasomotor bila ada akan memperkuat diagnosis.
18
Sindrom ini dikenal juga dengan paralysis ascendens oleh karena kelumpuhan
yang menjalar dari bagian tubuh bawah ke bagian tubuh atas. Perluasan dan
kelemahan otot-otot batang tubuh yang meluas ke daerah thorak akan
mengganggu pernapasan, oleh karena itu perlu dikontrol pernapasan penderita.
Perkiraan kasar dapat dengan menyuruh penderita menarik napas panjang atau
sedalam-dalamnya dan kemudian dihitung. Sebagian orang dapat mencapai
hitungan 35 atau 40 dalam satu kali bernapas.
Jika diduga terjadi adanya paralysis landry yaitu kelumpuhan naik sampai ke N.
Phrenicus dan N.Vagus yang menyebabakan gangguan gerak pernapasan pada
diafragma dan costae sehingga tidak terjadi pernapasan thorakal atau abdominal
yang dapat menimbulkan gagal napas, keadaan ini harus diatasi segera dengan
trakeostomi.
Jika menganai saraf cranial selain gejala diatas dapat juga terjadi gejala kesemutan
atau baal, pada anggota tubuh distal.
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of
Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:
I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis: Terjadinya kelemahan yang progresif,
Hiporefleksi
II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:
a) Ciri-ciri klinis:
Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung
cepat,maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2
minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
Relatif simetris
Gejala gangguan sensibilitas ringan
Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering
bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang
mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus
neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain
19
Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti,
dapat memanjang sampai beberapa bulan.
Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,
hipertensi dangejala vasomotor.
Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
b) Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi
peningkatan pada LP serial
Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
Varian:
-Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
-Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
c) Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:
Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus.
Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Adanya “albumino- Cytologic Dissosiation” yaitu penigkatan kadar protein
pada cairan serebrospinal yang sangat tinggi lebih kurang diatas 300 mg/ul
pada hari kesepuluh sampai hari keduapuluh tanpa disertai pleositosis, akan
tetapi terdapat 9% kelainan ini tidak disertai kenaikan kadar protein.
Peningkatan protein ini diduga akibat dari reaksi inflamasi yang luas. Hal
diatas tidak sesuai dengan jumlah sel yang dalam LCS tidak mengalami
perubahan.
Pemeriksaan elektroneuromiografi
Menunjukkan adanya dimielinisasi pada hampir semua penderita Sindrom
Guillain Barre.
20
Pemeriksaaan Kecepatan Hantaran Saraf yang menurun (Nerve Conductivity
Test)
Diagnosa Banding
1. Polineuropathy Defisiensi Vitamin
Perjalanan penyakit progresif lambat (berbulan-bulan), gejala sensorik yang
menonjol, kelemahan otot bagian distal, jarang menganai otot pernapasan,
saraf cranialis atau saraf otonom. Pada punksi lumbal tidak ada peningkatan
protein liquor.
2.Miastenia Gravis
Kelemahan otot terutama yang sering digunakan seperti otot bola mata, otot-
otot untuk menelan dan untuk bicara tidak ada keluhan sensorik. Didapat
perbesaran thymus. Test prostigmin membaik.
3.Paralisis Periodik Hipokalemia
Kelemahan otot terjadi pada pagi hari sehabis bangun tidur. Tidak ada
keluhan sensorik yang diakibatkan oleh kadar kalium yang rendah. Dengan
infus KCl akan membaik keadaannya.
Penatalaksanaan
Umum
Meliputi pengawasan dan penanganan terhadap system pernapasan, sistem
kardiovaskuler, sistem saluran pencernaan, sistem urogenital.
Spesifik
1. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid dosis rendah dan dosisi tinggi 500 mg dalam
penggunaan harus diperhatikan efek samping yaitu moon face, penurunan
daya tahan tubuh, osteoporosis, supresi korteks adrenal dan gastritis.
21
Manfaat pemberian masih kontroversi namun demikian apabila terjadi
keaadaan gawat akibat paralysis otot pernapasan maka kortikosteroid
dosis tinggi dapat diberikan.
2. Fresh Frozen Plasma Exchange
Dianjurkan pada negara yang sedang berkembang, 0,5 liter darah diambil
dari Vena ante Cubiti dan ditampung dalam kantong plastik, setelah
venaseksi infus 0,25 liter plasma beku segar. Darah kantong plastik
disentrifuge kembali ke penderita. Cara ini dilakukan dua kali sehari
selama 7 sampai 13 hari berturut-turut.
3. Plasma Pharesis atau Plasma Exchange
Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 plasma/kgBB dalam 7-
14 hari. Plasma diganti dengan beberapa cairan yang meliputi plasmonate,
albumin 4% dan pook plasma setiap 1 kali plasma paresis dikeluarkan 40
ml/kgBB yang dikerjakan dalam 2 hari.
Program Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi
Alih baring (positioning) dan peregangan otot untuk mencegah kekakuan
juga untuk mencegah terjadinya ulkus dekubitus.
ROM Exercise (latihan lingkup gerak sendi) secara pasif dan aktif untuk
alat gerak atas dan bawah.
Latihan pernafasan dalam
Latihan penguatan dengan tahanan terhadap kelompok otot-otot besar.
Ambulasi dimulai dengan berdiri dan berjalan dengan menggunakan
parallel bar.
2. Terapi Okupasi
22
Cara tidur yang benar yaitu dengan mengganjal kedua anggota gerak
bawah untuk mencegah terjadinya droop foot.
Mencegah penggunaan otot persendian berlebihan sehingga dapat
menimbulkan kelelahan.
3. Ortotik Prostetik
Alat bantu gerak sementara termasuk alat pembungkus kaki dengan elastik
bandage untuk mentokong dorsofleksi kaki, kepala lutut dipakai splint
temporer, kemudian a light spring wire brace untuk droop foot jika diperlukan.
4. Psikososial
Memberitahukan keluarga tentang prognosis penyakit dan mengajak
keluarga untuk menjalankan program terapi bersama tim medis untuk
mencapai hasil maksimal.
Meningkatkan gizi penderita dan menghindarkan infeksi.
Melakukan evaluasi psikologis secara teratur terhadap penderita.
Program Rehabilitasi Medik Yang Intensif dan Benar Pada Sindrom
Guillain Barre
Stadium Akut
Pada stadium ini penderita menunjukan kelemahan otot yang komplit atau sedang
berjalan. Sasaran rehabilitasi medis adalah :
Memelihara luas gerak sendi (mencegah kontraktur)
Pasif atau aktif assistif (tergantung kekuatan otot)
Tidak boleh sampai lelah.
Latihan dikerjakan hati-hati jangan sampai terjadi peregangan yang
berlebihan karena akan mencederai otot yang dilatih.
Restling splint dapat diprogramkan untuk tangan (untuk dapat
mempertahankan posisi pergelangan tangan pada posisi fungsional) dan
unutk kaki ( mencegah kontraktur tendo achilles)
Mencegah terjadinya ulkus dekubitus
23
Ubah posisi penderita tiap 2 jam
Hindari penekanan pada daerah yang mudah mengalami iskemik misalnya
dengan memberi bantalan yang lembut.
Memelihara Fungsi Pernafasan
Memberi Dukungan Psikologis.
Stadium Sub Akut
Pada fase ini ada perbaikan umumnya setelah 1 sampai 2 bulan.
Program rehabilitasi medik:
Pelatihan luas gerak sendi jangan sampai terjadi over stretching
Latihan penguatan otot disesuaikan dengan kemajuan motorik
Gait training
a. Latihan berdiri hanya boleh dilakukan jika kekuatan otot betis mencapai
lebih dari 3.
b. Latihan jalan hanya dapat dimulai jiak otot gluteus, hamstring dan
quadriceps kekuatannya sudah lebih dari 3.
c. Jika kekuatan otot masih 2, latihan jalan dapat dilakukan dalam air
(hidroterapi)
d. Latihan ADL (Activity of Daily Living)
Penderita hanya boleh makan sendiri jika kekuatan otot anggota gerak atas
lebih dari 3, kadang diperlukan splint untuk pergelangan tangan dan kaki.
Kegiatan yang menyebabkan kerja berlebih harus dihindari.
Stadium Kronis
Jika penderita tidak menunjukan perbaikan motorik setelah lebih dari 6 bulan
berarti terdapat kerusakan akson yang luas sampai menunggu kesembuhan
selanjutnya, program pencegahan imobilisasi lama harus dilakukan sebaik-
baiknya.
Pencegahan Komplikasi Pada Imobilisasi yang Lama
24
1. Kelemahan Otot dan Atrofi Otot
Pencegahannya:
- Pemanasan atau diatermi listrik
- Latihan penguatan
2. Ulkus Dekubitus
Pencegahannya:
- Posisi baring yang benar
- Mengubah posisi baru tiap 2 jam
- Nutrisi yang baik
- Massage dan pemberian talk
- Tempat tidur air
- Pemeliharaan tetap kering dan bersih
3. Gangguan Metabolik (Konstipasi)
Pencegahannya:
Makanan tinggi serat
Minum yang banyak
Mobilisasi
Massage daerah abdomen
Mengedan
Rektal toucher
Beri pencahar/klisma
4. Kontraktur
Pasif atau aktif ROM Exercise membantu mencegah kontraktur jaringan
lunak dan dilakukan 2 kali sehari. Jika terjadi kontraktur dapat dibantu
dengan memberi tekanan ringan dan stretching.
5. Gangguan Fungsi Kardiovaskular dan Pulmo
25
Pencegahan pada hipotensi ortostatik yaitu dengan elevasi kaki, jangan
berdiri mendadak, latihan gerak kaki dan tungkai, ubah posisi tiap 2 jam
termasuk ke posisi gerak untuk menghindari terjadinya hipostatik pneumonia.
6. Deteriorasi Psikologis (Kemunduran Fungsi-Fungsi Psikologis)
Dicegah dengan sesegera mungkin dilakukan aktivitas yang mampu
dilakukan dan dorongan keluarga serta lingkungan secara optimal.
Prognosis
80% pasien sindroma Guillain Barre membaik meskipun memakan waktu
berbulan-bulan. Faktor yang memperburuk prognosa adalah gangguan otonom,
otot pernafasan, adanya kelemahan pada EMG, usis pasien yang tua. Mortalitas
pasien Sindrom Guillain Barre adalah 3-5%.
26
DAFTAR PUSTAKA
Pranata, Hardhi. Sindroma Guillain Barre dalam Pengenalan dan
penatalaksanaan Kasus-Kasus Neurologi. Departemen. Neurologi RSPAD
Gatot Soebroto. Jakarta. Hal 48-54.
Tamtama, Eddy. 2001. Sindroma Guillain Barre dalam Pemeriksaan
Neurologis.UPF Neurologi RSUD Gunung Jati. Cirebon.Hal 48-58.
Tobing, Lumban. 2000. Neurologi Klinik Pemeriksaan Klinik dan Mental. FKUI.
Jakarta.
27
Recommended