View
2
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PATCH1. Mekanisme terjadinya Patch
Bentuk/struktur lanskap adalah hasil dari proses disturbance/gangguan
/interaksi manusia dan proses alam. Interaksi ini menimbulkan beragam bentuk,
ukuran, tipe dan luasan elemen lansekap. Dalam konsep Ekologi Lanskap, struktur
lanskap berdasarkan luasannya (dominansi) dibedakan menjadi Matriks, Patch dan
Koridor. Matriks adalah elemen lanskap homogen yang paling dominan dalam suatu
lanskap. Patch adalah elemen lanskap homogen yang dapat dibedakan dengan area di
sekelilingnya. Sedangkan Koridor adalah Patch yang memanjang (Forman dan
Godron, 1986). Ilustrasi lanskap disajikan pada Gambar 1.
Gambar di atas adalah lanskap Lapangan Minyak PT. Caltex, Riau yang diambil
dengan pesawat Helikopter. Gambar kiri dan kanan atas menunjukkan Matrix kelapa
sawit, dengan Patch pemukiman karyawan, lapangan dan Koridor berupa jalan dan
jalur pipa Caltex. Gambar kiri dan kanan bawah, menunjukkan Partch sumur Bor,
dan petak-petak Kelapa Sawit, yang berperan sebagai Matrix adalah Hutan alam,
sedangkan sebagai Koridor adalah Jalan dan Jalur pipa Caltex.
Gambar 1 . Matriks dan Patch (Source : PPLH-IPB, 2003)
Terjadi sebuah Patch bila dilihat dari prosesnya dapat digolongkan menjadi 3,
yaitu disturbance patch (patch yang terganggu), remnant patch dan
environmental patch (Gambar 2).
immigration
extinction
Disturbance Patch
immigration
extinction
Remnant Patch
immigration
extinction
Environmental Resource Patch
Gambar 2. Tipe Patch (yang berarsir adalah yang terkena disturbance, panah putus-putus adalah extinction), Forman and Godron, 1986
Disturbance dan remnant patch berdasarkan intensitas gangguan/disturbance
bisa dibagi lebih detail menjadi single dan chronic disturbance.
2. Bentuk patch dan konservasi keragaman hayati
Ukuran dan bentuk patch beragam, ada yang membulat (isodiametric) dan
memanjang (elongated). Isodiametric patch memiliki areal interior yang lebih
besar daripada edge-nya, sebaliknya elongated patch memiliki edge area yang
lebih luas. Dengan kata lain isodiametric patch menampung fauna interior lebih
banyak dan elongated patch. Sebaliknya Elongated patch akan memiliki
keunggulan dari keanekaragaman species eksteriornya. Untuk mengukur bentuk
patch ini, biasanya digunakan perhitungan interior-to-edge-ratio. Semakin besar
nilai perhitungan - interior-to-edge-ratio nya maka bentuk patch tersebut semakin
mendekati lingkaran/membulat. Gambar 3 dan 4, memberikan gambaran interior
dan edge, keuntungan dan kerugian dari macam-macam habitat/patch.
Patch interior
Patch edge
LargeIntermediateSmall
size
Shape
Narrow ElongatedElongatedIsodiametrik
Gambar 3. Interior dan Edge berdasarkan ukuran bentuk patch
High Interior/Edge Ratio Low Interior/Edge Ratio
Less Length of border and interaction with matrix More
Less Probability of barriers present within patch More
Less Probability of habitat diversity within path More
Less Fuctionings as corridor for species movement More
More Species diversity (with habitat diversity constant) Less
More Foraging efficiency of animals within patch Less
Luas dan jumlah patch/ habitat juga berpengaruh pada kelestarian
keanekaragaman hayati. Gambar 5, memberikan ilustrasi konsep dasar penataan
habitat kawasan yang dilindungi (Diamond, 1975). Gambar 4 menunjukkan
bahwa pilihan di sebelah kanan kurang baik dibanding alternatif bentuk di sebelah
kiri. Demikian juga semakin ke bawah, menunjukkan alternatif yang semakin
tidak baik. Oleh karena itu berdasarkan teori biogeografi bentuk habitat/kawasan
konservasi yang paling bagus adalah sebuah areal (isodiametric) tunggal yang
seluas mungkin.
Gambar 4. Efek The Interior-to-edge pada beberapa karakteristik ekologi
Lebih Baik Tidak Baik
Tampaknya para ahli tidak semua setuju atas aplikasi teori biogeografi pada
mainland habitat seperti yang digambarkan pada Gambar 4. Blouin dan Connor
(1985) menganalisa data kelimpahan species pada 33 pulau dengan luas dan
bentuk berbeda-beda dengan menggunakan multiple regresi. Mereka
menemukan bahwa bila mekanisme kontrol species di pulau (oceanic islands)
sama dengan di patch (isolated habitat), maka bentuk (shape) bukanlah penentu
utama dalam mendesain kawasan konservasi/lindung. Hal sama diutarakan oleh
Simberloff dan Abele (1976), bahwa kawasan konservasi/refugee/lindung harus
A
F
B
C
D
E
Gambar 5. Bentuk-bentuk geometris untuk desain bagi cagar alam berdasarkan studi biogeografi pulau.
sebuah areal yang luas (Single Large/SL), adalah teori yang perlu didiskusikan
lagi. Mereka menyatakan bahwa teori tersebut kurang data/fakta pendukung.
Kontroversi tidak hanya menyangkut luasannya, namun juga pada jumlah
habitat/path dalam rangkaian kawasan konservasi/dilindungi. Deshaye dan
Morissset (1989) menemukan bahwa pada sebuah areal diatas 12 ha, tidak ada
bedanya antara Single Large (SL) dan Several Small (SS). Hal ini disebabkan (a)
habitat cukup luas untuk menampung semua jenis species, (b) species langka
(rare) dan occasional masih bisa berkembang. Debat species-area relationship ini
masih terus berlangsung. Tampaknya penentuan bentuk dan jumlah ini sangat
tergantung dari key species yang menjadi target konservasi. Menghadapi
kontroversi dalam penentuan luas dan bentuk kawasan dilindungi, maka
sebaiknya diambil jalan tengah yaitu, bila memang tersedia areal yang luas, maka
tidak ada salahnya kita mendesain areal tunggal yang luas.
3. Konektivitas patch dan konservasi keanekaragaman hayati
Isu yang paling hangat yang berkaitan dengan kepunahan
keanekaragaman hayati adalah proses deforestasi dan fragmentasi hutan tropis.
Deforestasi akan menyebabkan fragmentasi atau kehilangan habitat (Gambar 6).
Pembukaan lahan gambut untuk transmigrasi dan persawahan, serta
ekspolitasi hutan menyebabkan menyebabkan berkurangnya dan hilangnya
habitat.
Akibatnya adalah :
Habitat lebih rentan terhadap gangguan,
(a) species interior akan tertekan karena semakin besarnya gangguan,
(b) species yang mempunyai home range luas akan tertekan.
(c) pergerakan satwa/flow dari satu habitat ke habitat lain terhambat.
Konektivitas dan Fragmentasi adalah dua ukuran yang bertolak belakang.
Konektivitas besar maka berarti tingkat fragmentasi habitat rendah. Ukuran yang
biasa dipakai adalah contagtion dan fractal dimension (Frohn, 1998). Contagtion
mengukur clumping atau agregasi dari patch, sedangkan fractal mengukur derajad
fragmentasi. Dalam mendesain kawasan maka sebaiknya rangkain kawasan
tersebut mempunyai contagtion yang besar dan nilai fractal yang rendah.
Gambar 6. Kawasan Lahan Gambut Sejuta Hektar, Kalteng
Pustaka :
1. Blouin, M.S. dan E.F.Connor. 1985. Is there a best shape for Nature Reserve. Biological Conservation 32 (1985) : 277-288
2. Deshaye, Jean dan P. Morisset. 1989, Species-area Relationships and the SLOSS Effect in Subartic Archipheago. Biological Conservation 48 (1989) : 265-276
3. Diamon, J.M. 1975. The island dilemma:Lesson of modern biogeographics studies for the design of the natural reserves. Biol. Conserv. (1975) : 129 – 146.
4. Frohn, Robert C. 1998. Remote Sensing fro Landscape Ecology. Lewis Pub. Washington DC. 99 p
5. Prasetyo, L.B. 1995. Land-use changes and their causes in the tropics : A case study in South Sumatra, Indonesia
6. Simberloff, D.S. dan L.G. Abele. 1975. Island Biogeography Theory and Conservation Practice. Science 191 : 285-286
Recommended