View
1.010
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
Citation preview
LAPORAN AKHIR
STUDI TENTANG KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM
PENGEMBANGAN JARINGAN TULANG-PUNGGUNG
(BACKBONE) TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA
DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
POS DAN TELEKOMUNIKASI
2006
i
Kata Pengantar
Pada saat ini Indonesia harus mengejar ketertinggalannya dibandingkan
dengan negara-negara tetangganya dalam pengembangan jaringan
telekomunikasi serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK), khususnya agar
masyarakat pemakai akhir maupun penyelenggara telekomunikasi / TIK dapat
memanfaatkan dengan tarif terjangkau, khususnya untuk sewa saluran serta pita
lebar.
Di samping itu dalam sidang ASEAN TELSOM ke-7 (Telecommunication
Senior Officers Meeting) telah disepakati untuk mengembangkan ASEAN-China
Superhighway yang akan dimulai dari bagian Selatan Cina hingga Indonesia. Dan
suatu jaringan tulang-punggung berkapasitas besar adalah yang paling tepat
untuk menjawab tantangan regional ini.
Oleh karena itu Pengkajian Mengenai Tulang-Punggung (Backbone) Jaringan
Telekomunikasi/TIK Nasional sangat tepat untuk digelar dan diselesaikan
secepatnya untuk persiapan menghadapi kebutuhan nasional yang mendesak
sekaligus untuk menjawab tantangan regional.
Jakarta, Desember 2006
Tim Pengkajian
ii
Daftar Isi KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
BAB 1. PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN 3
C. MAKSUD DAN TUJUAN 4
D. RUANG LINGKUP 4
BAB 2. PENDEKATAN DAN METODOLOGI STUDI 6
A. PENDEKATAN TEKNIS STUDI 6
B. PENDEKATAN MAKRO STUDI 7
C. METODOLOGI STUDI 7
D. DATA DAN SURVEY 10
E. POLA PIKIR DAN ALUR PIKIR 13
BAB 3. GAMBARAN UMUM 16
A. UMUM 16
B. REGULASI 17
C. INVENTARISASI KONDISI JARINGAN DI INDONESIA 29
BAB 4. KONDISI JARINGAN PEMBANDING DI NEGARA LAIN 47
A. CHINA 47
B. PHILIPINE 49
C. PAKISTAN 49
D. MALAYSIA 50
E. SRILANKA 52
BAB 5. ANALISA PERMASALAHAN DAN EVALUASI
PENGEMBANGAN JARINGAN BACKBONE 53
A. ANALISA PERMASALAHAN 53
B. PERENCANAAN JARINGAN PALAPA RING 55
C. SOLUSI PERMASALAHAN 59
D. EVALUASI PENGEMBANGAN DENGAN MODEL BALANCED SCORE
CARD 65
BAB 6. PENUTUP 70
A. KESIMPULAN 70
B. REKOMENDASI 71
iii
LAMPIRAN 1 72
KUESIONER 73
LAMPIRAN 2 85
KAJIAN JARINGAN TULANG-PUNGGUNG PITA LEBAR 86
UNTUK INDONESIA 86
LAMPIRAN 3 94
PETA JARINGAN TULANG-PUNGGUNG MENURUT RING PALAPA 94
LAMPIRAN 4 103
BUTIR-BUTIR KONSEP PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN
INFORMATIKA TENTANG PENGEMBANGAN JARINGAN TULANG-
PUNGGUNG (BACKBONE) TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA 104
BUTIR-BUTIR POKOK REGULASI/MATERI MUATAN 105
LAMPIRAN 5 111
INVENTARISASI REGULASI TERKAIT 112
A. UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG
TELEKOMUNIKASI 112
B. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG
PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI 132
C. KM 29 TAHUN 2004 PERUBAHAN ATAS KM PERHUBUNGAN NO 20
TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN
TELEKOMUNIKASI 135
D. PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG
KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM
PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR 137
E. UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN
PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 139
F. RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KONTRIBUSI
PELAYANAN UNIVERSAL TELEKOMUNIKASI 142
DAFTAR PUSTAKA 145
iv
Daftar Gambar
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Kegiatan Studi Kebijakan Pengembangan Jaringan Tulang-Punggung
(Backbone) Telekomunikasi
Diagram Pendekatan Balanced Score Card
Bagan Pola Pikir
Bagan Alur Pikir
Gambaran Umum Jaringan IP di Indonesia
Jaringan Backbone Operator di Indonesia
NGN dari Operator di Indonesia
Tahapan Malaysia super Corridor (MSC)
5
9
13
14
36
42
43
52
v
Daftar Tabel
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Pertumbuhan Palanggan Internet di Indonesia
Pertumbuhan Jumlah Domain Internet Di Indonesia
Tabel Balanced Score Card
37
38
68
1
BAB 1. PENDAHULUAN
Studi tentang Kebijaksanaan Pemerintah dalam pengembangan Jaringan Tulang-
Punggung (Backbone) Telekomunikasi di Indonesia merupakan pekerjaan yang
membutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap unsur-unsur penting dari
sistem telekomunikasi. Oleh karena itu dalam studi ini kami uraikan pemahaman
terhadap unsur-unsur tersebut yang meliputi pemahaman terhadap latar belakang
yang mendasari studi ini, permasalahan yang timbul, Maksud dan Tujuan, Ruang
lingkup pekerjaan serta metodologi studi yang akan dipakai agar maksud dan
tujuan dapat tercapai secara optimal.
A. LATAR BELAKANG
Bahwa peningkatan investasi sarana infokom khususnya STBS yang sejak tahun
2001 telah melampaui sarana sambungan telepon tetap (fixed) serta merebaknya
sarana internet yang telah mempengaruhi gaya hidup, dan selanjutnya
berpengaruh pada tingginya permintaan dan minat masyarakat terhadap layanan
infokom.
Minat dan permintaan masyarakat yang beragam dan cenderung menuntut jasa-
jasa pita lebar harus diantisipasi oleh penyedia jaringan dan jasa infokom dengan
memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penyediaan jaringan dan jasa infokom tersebut didukung dengan ketersediaan
jaringan tulang-punggung (backbone) yang menjangkau seluruh wilayah
nusantara, dan melalui jaringan aksesnya dapat mencapai semua warga sampai
ke pedesaan dan tempat terpencil.
Penyediaan dan pengoperasian jaringan tulang-punggung infokom membutuhkan
biaya yang cukup besar baik untuk investasi maupun biaya operasi dan
pemeliharaannya. Namun, perkembangan teknologi, biasanya menjanjikan biaya
2
penggunaan lebih murah karena adanya efisiensi, dan khususnya perkembangan
teknologi serat optik karena kompensasi kapasitasnya yang amat besar.
Pengembangan dan pengaturan tentang infrastruktur telekomunikasi di Indonesia
telah ditetapkan pemerintah dalam Undang-Undang No.36 tahun 1999 tentang
telekomunikasi yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah No.52 tahun
2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah No.53
Tahun 2000 tentang penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang
lebih rinci lagi diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan maupun Keputusan
Menteri Komunikasi dan Informatika.
Pengaturan tersebut mengatur antara lain penyelenggara jaringan telekomunikasi
dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi termasuk kewajiban penyelenggara
jaringan menyediakan jasa interkoneksi bila dibutuhkan oleh penyelenggara
jaringan lainnya dan hak setiap penyelenggara jaringan untuk mendapatkan
interkoneksi dari penyelenggara jaringan lainnya.
Jaringan tulang-punggung yang telah ada milik para penyelenggara masih bersifat
terkotak-kotak, banyak tumpang tindih, karena belum merupakan jaringan terpadu
yang menjadi tumpuan semua penyelenggara dan pengguna jasa.
Saat ini beberapa penyelenggara telah membangun jaringan tulang-punggung
serat optik untuk mendukung layanan infokom yang diselenggarakannya.
PT. Telkom dalam menyelenggarakan layanan SLJJ dan Sambungan
Internasional telah menggelar Java Backbone (menghubungkan seluruh Pulau
Jawa) dan Sumatera Backbone serta jaringan serat optik yang membentang
sepanjang pulau Sumatera (high performance backbone/HPBB) dengan teknik
modulasi Dense Wavelength Divison Multiplexing (DVDM) menghubungkan Java
Backbone dan Sumatera Backbone serta sebagai transport utama untuk
Sambungan Internasional.
Disamping itu juga melanjutkan pembangunan jaringan tulang-punggung serat
optik di wilayah Barat (ring Medan-Pekanbaru-Padang-Sibolga-Medan dan ring
Jakarta-Palembang-Pekanbaru-Batam-Pontianak-Tanjung Pandan-Jakarta) dan
wilayah Timur (Surabaya-Banjarmasin-Ujung Pandang-Surabaya).
3
Sementara itu PT. Indosat telah membangun jaringan backbone SMW 2 dan
SMW 3 yang meliputi Jakarta-Batam-Medan-ke India; Jakarta-Batam-ke Asia
Pasifik dan Jakarta-Perth.
PT. Excelcomindo Pratama telah membangun jaringan serat optik sepanjang
Pulau Sumatera - Pulau Jawa - Pulau Bali – NTB - Pulau Sulawesi (Ujung
Pandang sampai Gorontalo) dan Palu-Samarinda-Tarakan serta Palu-Samarinda-
Balikpapan-Banjarmasin.
Ditinjau dari aspek fisik penggelaran jaringan tulang-punggung (backbone)
telekomunikasi membutuhkan lokasi/lahan yang cukup panjang, penggelaran
jaringan oleh penyelenggara cenderung hanya di daerah yang memiliki potensi
komersial yang tinggi sehingga sulit menjangkau daerah terpencil.
Di masa depan penyelenggaraan jasa telekomunikasi jarak jauh (long distance
services) (SLJJ) dan SLI akan beralih ke sistem serat optik karena sistem serat
optik dalam skala besar lebih efisien dari sistem lain termasuk sistem satelit.
Kapasitas sistem serat optik yang besar itu merintis jalan menuju kepada next
generation network (NGN).
Dengan memperhatikan kondisi dan pengembangan jaringan serat optik oleh
masing-masing penyelenggara serta peluang penggunaan jaringan serat optik
sebagai jaringan infokom, perlu disusun kebijakan pola pengembangan jaringan
tulang-punggung (backbone network) infokom di Indonesia.
Dalam rangka penyusunan kebijakan tersebut perlu dilakukan kajian yang
diharapkan dapat memberikan gambaran pola pengembangan jaringan tulang-
punggung (backbone) yang dapat memberikan solusi permasalahan yang
dihadapi dalam pengembangan jaringan infokom baik dari aspek ekonomi,
hukum, teknis maupun aspek sosial.
B. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
Dalam Kerangka Acuan, permasalahan yang ditekankan adalah bahwa
pengembangan jaringan tulang-punggung Infokom nasional (National broadband
4
backbone network) di Indonesia ditemu-kenali beberapa permasalahan dari aspek
ekonomi, hukum, teknis dan sosial antara lain meliputi :
biaya investasi, pengoperasian dan pemeliharaan yang besar;
terdapat idle capacity jaringan yang telah dibangun penyelenggara;
belum semua penyelenggara jaringan menyediakan interkoneksi bagi
penyelenggara lainnya;
pengaturan interkoneksi belum dilaksanakan sepenuhnya dan
sebagian masyarakat di daerah terpencil atau daerah yang tidak
menguntungkan belum menikmati layanan telekomunikasi/infokom.
C. MAKSUD DAN TUJUAN
Tujuan studi ini adalah memberikan gambaran dan membuat konsep kebijakan
pengembangan jaringan tulang-punggung (backbone) infokom nasional di
Indonesia.
Sasaran studi adalah tersusunnya konsep kebijakan pengembangan jaringan
tulang-punggung (backbone) Infokom sebagai bahan masukan/rekomendasi
penetapan kebijakan pengembangan jaringan tulang-punggung infokom di
Indonesia.
D. RUANG LINGKUP
Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut maka ruang lingkup studi meliputi:
a. Inventarisasi kebijakan maupun peraturan perundangan tentang
telekomunikasi;
b. Inventarisasi kondisi jaringan di Indonesia secara global;
c. Membuat bandingan kondisi aneksisting jaringan kapasitas besar
infokom di Indonesia dan Negara lain;
d. Inventarisasi rencana/program pengembangan jaringan tulang-
punggung (backbone) infokom di Indonesia;
e. Analisa permasalahan pengembangan jaringan tulang-punggung
infokom;
5
f. Analisa dan evaluasi pengembangan jaringan telekomunikasi di
Indonesia.
Gambar 1 Kegiatan Studi Kebijakan Pengembangan Jaringan Tulang-Punggung (Backbone)Telekomunikasi
Inventarisasi Kondisi
Jaringan Secara Global
Membuat Bandingan Kondisi Kini Jaringan Kapasitas Besar Infokom di Indonesia dg Negara Lain
Inventarisasi Rencana /Program Pengembangan Jaringan Tulang-punggng
Infokom di Indonesia
Analisa Permasalahan Pengembangan Jaringan
Tulang-punggung Infokom
Metode Pengukur
Keberhasilan Dengan BSC
Inventarisasi Kebijakan Maupun Peraturan Perundangan Tentang Telekomunikasi
Analisa dan Evaluasi Pengembangan Jaringan Telekomunikasi di Indonesia
Konsep Kebijakan Pengembangan Jaringan Backbone Nasional
6
BAB 2. PENDEKATAN DAN
METODOLOGI STUDI
Dalam usaha mencapai tujuan studi ini, maka perlu dibuat metodologi yang
sistematis, dimana metodologi ini selanjutnya akan dijadikan dasar dalam
menentukan kegiatan yang dilakukan.
A. PENDEKATAN TEKNIS STUDI
Pendekatan dan metodologi “Studi tentang Kebijaksanaan Pemerintah dalam
Pengembangan Jaringan Tulang-Punggung (Backbone) Telekomunikasi di
Indonesia” dapat dikelompokan atas beberapa kegiatan yaitu sebagai berikut:
TAHAP PERSIAPAN Tahap ini merupakan tahap yang paling penting sebelum suatu studi
dilakukan. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan
antara lain adalah identifikasi/merumuskan permasalahan, mempelajari
maksud dan tujuan kegiatan, mempelajari ruang lingkup kegiatan,
menetapkan jadwal pelaporan dan jadwal kegiatan, menyusun organisasi
pelaksanaan, keseluruhan kegiatan dilakukan secara seksama.
TAHAP PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan dengan wawancara,
pengamatan langsung, kuesioner, data historis dan studi literatur.
Selanjutnya dilakukan pengolahan data melalui pendekatan statistik dan
pemodelan.
TAHAP ANALISIS DAN KAJIAN Hasil pengumpulan dan pengolahan data selanjutnya dilakukan analisis
serta evaluasi dengan pendekatan Balance Score Card ditambah hasil
pertemuan-pertemuan dengan Tim pengarah dan Pendamping dalam
rangka mempertajam analisa dan kajian studi.
7
TAHAP KELUARAN STUDI Sesuai dengan tujuan dan sasaran Studi tentang Kebijaksanaan
Pemerintah dalam Pengembangan Jaringan Tulang-Punggung (Backbone)
Telekomunikasi di Indonesia, maka keluaran studi ini adalah gambaran
konsep kebijaksanaan pengembangan jaringan tulang-punggung Infokom
Nasional sebagai bahan masukan penetapan kebijaksanaan Pemerintah.
B. PENDEKATAN MAKRO STUDI
Pendekatan studi akan terdiri dari pendekatan makro dan pendekatan teknis.
Pendekatan makro meliputi aspek-aspek :
Kebijaksanaan Pemerintah mengenai Telekomunikasi
Asas manfaat jaringan telekomunikasi
Pola pengembangan pembanding Negara-negara lain
Keterpaduan perencanaan pengembangan jaringan para operator
Percepatan pertumbuhan sosial – ekonomi
Pendekatan teknis meliputi aspek-aspek :
Teknologi
Organisasi
Regulasi
Pertumbuhan trafik dan jaringan infrastruktur
C. METODOLOGI STUDI
Kerangka Acuan menentukan bahwa metodologi atau pendekatan studi dilakukan
secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan analisis balance
score card.
Metodologi BSC merupakan alat bantu (tool) untuk mengukur kinerja dengan
memperhatikan keseimbangan antara sisi keuangan dan non keuangan, antara
jangka pendek dan jangka panjang, serta melibatkan faktor internal dan eksternal.
Pada kajian ini digunakan BSC karena pengembangan jaringan tulang-punggung
telekomunikasi Indonesia harus memerlukan perencanaan yang matang, tidak
hanya berorientasi pada masa yang akan datang tetapi juga harus mengantisipasi
perubahan dalam jangka pendek dan menengah serta secara holistik. Oleh
8
karena itu memahami langkah-langkah manajemen stratejik diperlukan untuk
dapat menciptakan perencanaan yang matang untuk masa depan jaringan tulang-
punggung telekomunikasi Indonesia.
Ada 4 (empat) perspektif yang harus diperhatikan dalam penggunaan BSC dalam
mengukur kinerja pengembangan jaringan tulang-punggung telekomunikasi
Indonesia, yaitu:
a) Perspektif Keuangan
Dalam pengembangan jaringan tulang-punggung telekomunikasi
Indonesia, perspektif keuangan dilihat/diamati dalam seberapa besar
manfaat secara ekonomi keberadaan jaringan tulang-punggung
telekomunikasi dalam penyelenggaraan telekomunikasi terhadap tarif
pada umumnya serta tarif interkoneksi pada khususnya. BSC
menggunakan perspektif keuangan sebagai perspektif yang merupakan
akibat dari perspektif yang lain seperti perspektif pelanggan, proses bisnis
internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
b) Perspektif Pelanggan/Pengguna
Perspektif pelanggan mendorong pengembangan backbone jaringan
telekomunikasi di Indonesia yang akan berorientasi pada penggunaan
serat optik harus mampu memenuhi kebutuhan pelanggan/pengguna
akan kecepatan transmisi yang tinggi dan pita (bandwidth) yang lebar.
Makin besar kemampuan yang ditawarkan oleh jaringan tulang-punggung
telekomunikasi dalam menyediakan layanan transmisi akan membuat
pelanggan/pengguna bertahan untuk menggunakannya.
c) Perspektif Proses Bisnis Internal
Fokus dari perspektif ini adalah proses internal dari manajemen
perusahaan yang harus dilakukan dalam mempertahankan kualitas
layanan dari penggelaran tulang-punggung jaringan telekomunikasi bagi
pelanggan/pengguna. Bagi internal perusahaan persepktif proses bisnis
internal ini harus mampu meningkatkan perspektif keuangan dan
perspektif peningkatan kepuasan pelanggan.
9
d) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif pembelajaran serta pertumbuhan dari BSC diperlukan untuk
mengidentifikasi infrastruktur jaringan tulang-punggung yang harus
dibangun untuk mengantisipasi pertumbuhan trafik jangka panjang dan
peningkatannya.
Sehubungan dengan kajian kebijakan pemerintah dalam pengembangan jaringan
tulang-punggung telekomunikasi, maka perlu didefinisikan ukuran dari masing-
masing perspektif di atas sehingga bisa jelas kaitannya dengan visi dan strategi
organisasi. Gambar 2 memperlihatkan kaitan dari visi dan strategi.
Selanjutnya dengan ke-empat perpektif ini terkait visi dan strategi organisasi yang
dibangun sehingga bisa dibuat kebijakan pengembangan jaringan tulang-
punggung (backbone) infokom nasional di Indonesia.
Gambar 2 Diagram Pendekatan Balanced Score Card
10
D. DATA DAN SURVEY
Data untuk keperluan analisa terdiri dari primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dengan melakukan kuesioner, sedangkan data sekunder diambil dari
beberapa sumber seperti web site, data dari BPS, hasil kajian sebelumnya.
Data yang diperlukan untuk menunjang analisa dengan metoda Balanced score
Card dilakukan survey dengan kuesioner sehingga bisa memenuhi kebutuhan
analisa. Kuesioner yang disusun adalah sebagai berikut:
1) Tujuan Kuesioner
Tujuan dilakukan pengambilan data adalah untuk mendukung analisa dan
evaluasi keberadaan jaringan tulang-punggung Telekomunikasi Nasional
dengan metoda Balanced Score Card.
Kuesioner akan diarahkan kepada empat perspektif dari metoda Balanced
Score Card, yaitu perspektif Finansial, perspektif Pelanggan/kastemer,
perspektif bisnis proses internal dan perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan (learning and growth).
2) Peserta Pengisi Kuesioner
Kuesioner akan disampaikan kepada pihak yang relevan dengan analisis
yang akan digunakan dengan metoda yang dipakai serta pihak user yaitu
kemungkinan yang akan menjadi user atau pemakai jaringan tulang-
punggung (backbone) nasional. Pihak yang akan mendapatkan atau diminta
berpartisipasi mengisi kuesioner adalah lembaga pemerintah atau
perusahaan, atau juga perumahan yang akan memerlukan jasa atau
layanan yang berbasis IP dengan pita lebar atau broadband.
Lembaga Pemerintah bisa berupa lembaga pelayanan publik seperti kantor
pemerintahan yang banyak mengeluarkan pelayanan perizinan, seperti izin
usaha, izin yang bisa digunakan layanan online.
Jenis perusahaan adalah perusahaan :
a. manufacturing,
b. keuangan,
c. trading,
11
d. services seperti rumah sakit atau
e. Lembaga Pendidikan
f. Masyarakat umum /Rumah Tangga atau lainnya
3) Kota-kota / Lokasi
Kota-kota yang diambil data atau kuesioner diharapkan juga mewakili kota
yang representative dari pihak yang akan memerlukan layanan backbone
seperti lokasi kota besar atau minimal kota kabupaten/kota.
4) Isi Kuesioner:
Isi kuesioner yang berkaitan dengan perspektif yang digunakan pada
metoda Balanced Score Card yaitu perspektif Keuangan, Perspektif
Pelanggan, Perspektif bisnis proses internal, perspektif Pembelajaran dan
Pertumbuhan:
a) Perspektif Keuangan:
Isi kuesioner yang berkaitan dengan keuangan meliputi ukuran
keberhasilan dari strategi yang diterapkan dengan adanya jaringan tulang
punggung yaitu berkaitan dengan IRR (Internal Rate of Return), Nilai
investasi dari satuan fasilitas yang dikelola, biaya pemeliharaan untuk
fasilitas yang dikelola dan harga jual atau tarif fasilitas yang dikelola dan
dijual kepada pelanggan.
Sebagai contoh nilai untuk IRR pembangunan jaringan tulang-punggung
harus melebihi 25%.
b) Perspektif Pelanggan:
Isi kuesioner yang berkaitan dengan perspektif pelanggan meliputi ukuran
fasilitas layanan yang akan digunakan oleh pelanggan, seperti lebar pita,
jenis layanan yang akan menggunakan jaringan, kemampuan atau
anggaran dari sisi pelanggan untuk menyewa jaringan tulang-punggung.
Tarif yang bisa diterima oleh pelanggan untuk layanan broadband adalah
dipilih mana yang paling diminati seperti:
Tariff yang flat/Flat Rate
12
Tariff yang berdasarkan zone wilayah.
Kapasitas lebar pita yang digunakan oleh pelanggan bisa dipilih mulai dari “
256 KBPS
512 KBPS
1 MBPS
2 MBPS
lebih besar dari 2 MBPS
Penggunaan jaringan tulang-punggung (backbone) yang diharapkan oleh
pelanggan akan berupa layanan:
Bandwith Internet luar negeri
Bandwith Internet Lokal / IIX
Video conference
VOIP
VPN data network untuk operasional.
Video/ IP TV/Music
c) Perspektif Bisnis Proses Internal
Isi kuesioner yang berkaitan dengan bisnis proses internal adalah ukuran
efisiensi proses dari pelayanan jaringan yang diharapkan untuk
mendukung misi dan visi keberadaan jaringan tulang-punggung. Secara
otomatis bila bisnis proses internal sudah efisien tentunya akan
mendukung sisi kebutuhan pelanggan dan kebutuhan sisi keuangan,
karena tentunya sesuai dengan kebutuhan. Bisnis proses internal bisa
berupa proses pelayanan yang diberikan seperti interkoneksi dengan
penyedia jaringan lain di luar jaringan tulang-punggung seperti penyedia
jaringan di daerah. Pertanyaan yang diajukan berupa :
Pelayanan interkoneksi
Pelayanan berlangganan atau ketersediaan jaringan
Jenis layanan
d) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Isi kuesioner ini lebih ditekankan kepada pertumbuhan yang seperti apa
supaya jaringan tulang-punggung (backbone) bisa tetap survive dengan
perkembangan selanjutnya. Dari sisi pertumbuhan kapasitas mungkin
13
harus diperhatikan bahwa permintaan layanan yang sekarang agak
berbeda dengan permintaan layanan sesudah jaringan tulang-punggung
tersedia dengan harga yang relative lebih murah sepersepuluhnya dari
yang sekarang. Selain itu juga akan diperhatikan aspek kompetisi apa yang
harus tersedia sehingga bisa melayani kebutuhan pertumbuhan tersebut
supaya jaringan tulang-punggung ini berhasil. Contoh pertanyaan bisa
diajukan kepada responden adalah :
Kompetensi yang diperlukan untuk kapasitas fasilitas jaringan tulang-
punggung dibandingkan saat ini :
Kebutuhan kapasitas pada 5 tahun mendatang bisa menjadi:
o 2 kali sekarang
o 3 kali sekarang
o 4 kali sekarang’
o lebih besar dari 5 kali sekarang
Format pertanyaan/kuesioner untuk survey dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil
survey jawaban kuesioner juga dapat diikuti pada lampiran 1. Sedangkan analisa
hasil survey selanjutnya digunakan untuk menyusun analisa balanced score card
dan kesimpulan serta rekomendasi.
E. POLA PIKIR DAN ALUR PIKIR
Gambaran pola dan alur pikir studi tentang Kebijaksanaan Pemerintah dalam
Pengembangan Jaringan Tulang-Punggung (Backbone) Telekomunikasi di
Indonesia dapat kami utarakan dalam Gambar 3 Bagan Pola Pikir dan Gambar 4
Bagan Alur Pikir
14
INSTRUMENTAL INPUT
• Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
• PP 52/2000 Tentang ”Penyelenggaraan Telekomunikasi Indonesia”
• PerMen 16/2005 Tentang ” Penyediaan transmisi telekomunikasi internasional melalui SKKL”
• Permen 8/2006 Tentang “Interkoneksi”
• Draft Peraturan Menteri ”Pengamanan Pemanfaatan Jaringan IP”
• KM 20/2001 ”Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi” diubah menjadi KM 29/2004
KONDISI SAAT INI
• Potensi Nasional - Populasi Penduduk 220 Juta - Jaringan SO beberapa operator
• Teknologi
• Regulasi
• Kondisi penyelenggaraan
PERMASALAHAN
• Belum adanya Undang-undang yang mengatur penyediaan dan penyelenggaraan jaringan backbone
• Biaya investasi, operasional & pemeliharaan yang besar
• Idle capacity jaringan yang telah dibangun
• Tingginya tarif interkoneksi di Indonesia
• Belum broadband
• Belum terintegrasinya jaringan SO tiap operator
• Penyebaran jaringan SO terkonsentrasi pada wilayah
tertentu
SUBYEK
• Pemerintah (KomInfol)
• Penyedia Jaringan
• Masyarakat
OBYEK
• Regulasi
• Teknologi
• Pertumbuhan trafik
• Pertumbuhan jaringan infrastruktur
METODE
• BSC
ENVIROMENTAL INPUT
• Internasional
• Regional
• Nasional
• Perkembangan teknologi
Rekomendasi Konsep Kebijakan Pengembangan
Jaringan Backbone Nasional
Infrastruktur Telekomunikasi Yang Menjangkau Seluruh
Wilayah Indonesia dan
Tarif Yang Terjangkau
Gambar 3. Bagan Pola Pikir
15
INSTRUMEN INPUT
• Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
• PP 52/2000 Tentang ”Penyelenggaraan Telekomunikasi Indonesia”
• PerMen 16/2005 Tentang ” Penyediaan transmisi telekomunikasi internasional melalui SKKL”
• Permen 8/2006 Tentang “Interkoneksi”
• Draft Peraturan Menteri ”Pengamanan Pemanfaatan Jaringan IP”
• KM 20/2001 ”Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi” diubah menjadi KM 29/2004.
ENVIROMENTAL INPUT
• Internasional
• Perkembangan Teknologi
• Regional
• Nasional
Rekomendasi Konsep Kebijakan Pengembangan
Jaringan Backbone Nasional
Infrastruktur Telekomunikasi
Yang Menjangkau Seluruh Wilayah Indonesia dan
Tarif Terjangkau
KONDISI SAAT INI
Potensi Nasional
PERMASALAHA
N
Kebijakan:
• Regulasi pengembangan jaringan backbone yang terarah dan menyeluruh
• Strategi dan Upaya
• Analisa dan evaluasi pengembangan jaringan backbone di Indonesia
• Penelaahan regulasi penyelenggaraan jaringan backbone
• Studi kasus penyelenggaraan jaringan backbone di negara lain
• Evaluasi pengembangan
jaringan backbone
Teknologi Regulasi
Kondisi penyelenggaraan
KONDISI YANG
DIHARAPKAN
Adanya kebijakan pengemb. jar backbone
Tarif yang terjangkau Adanya backbone
nasional
Tersedianya jaringan pita lebar
Pemerataan akses informasi
Menumbuhkembangkan jaringan dan oper. lokal
KEBIJAKAN &
STRATEGI
Gambar 4: Bagan Alur Pikir
16
BAB 3. GAMBARAN UMUM
A. UMUM
Indonesia pada saat telah memiliki berbagai bentuk jaringan telekomunikasi
dengan berbagai teknologi seperti satelit, gelombang mikro (GM), VHF, kabel
koaksial, kabel tembaga, dan serat optik. Bahkan beberapa penyelenggara telah
memiliki jaringan Serat Optik (SO) berkapasitas cukup besar yang menjangkau
beberapa pulau, termasuk Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan sebagian
Nusa Tenggara Barat (NTB).
Namun demikian jaringan para penyelenggara tersebut tidak terpadu satu dengan
yang lain, yang antara lain disebabkan kurangnya koordinasi, namun juga oleh
karena semangat persaingan yang kurang ketat, sehingga antara lain
menyebabkan tarif-tarif telekomunikasi jarak jauh masih relatif mahal
dibandingkan negara-negara lain yang luas dan besar jumlah penduduknya.
Hal ini menghambat antara lain pembangunan prasarana telekomunikasi bagi
berbagai instansi pemerintah, usaha swasta dan perorangan yang semestinya
dapat memanfaatkan jaringan yang tersedia dengan biaya yang terjangkau.
Mahalnya tarif akses ke jaringan telekomunikasi umum akan meredam bagi
mereka yang membutuhkan. Selanjutnya akan meredam kebangkitan ekonomi
dan kesatuan Bangsa yang direncanakan dan telah lama didambakan.
Oleh karena itu sudah waktunya Indonesia memiliki suatu jaringan tulang-
punggung (backbone) telekomunikasi utama berkapasitas besar sekeliling
Nusantara yang terpadu, dengan jaringan serat optik (SO) berkapasitas besar
yang menjangkau sekeliling Nusantara, yang kemudian didukung oleh jaringan
tulang-punggung pendukung berpita lebar (jaringan lokal dan jaringan akses)
dengan kapasitas lebih kecil untuk menjangkau semua Kecamatan dan Desa.
Keterpaduan jaringan nasional akan dapat menyediakan cadangan bagi jaminan
kehandalan lebih besar dengan biaya lebih ekonomis dibandingkan dengan
17
penyediaan cadangan yang dilakukan sendiri-sendiri oleh masing-masing
penyelenggara. Bentuk jaringan lingkaran tertutup (cincin) menjamin
kelangsungan akses dengan mengalihkan trafik melalui sisi lingkaran yang lain,
bila terputus di satu sisi.
Berlimpahnya kapasitas akses tanpa pertambahan biaya yang terlalu besar, akan
dapat menurunkan biaya hubungan jarak jauh secara drastis, sehingga sebagai
tulang-punggung (backbone) telekomunikasi akan mendukung percepatan akses
pita lebar semua Kabupaten/Kota yang kemudian diteruskan ke Kecamatan dan
Desa.
RING PALAPA direncanakan menjadi tulang-pungung pengikat dari berbagai
jaringan penyelenggara, baik sistem jaringan tetap maupun sistem bergerak
(mobile), termasuk jaringan media baru seperti Wireless LAN (WLAN). Sebagai
jaringan tulang-punggung yang tidak tersambung langsung dengan pelanggan-
akhir (end-user), akan dapat lebih menjamin kompetisi yang sehat di antara para
penyelenggara. Dengan demikian akan mendukung peningkatan ekonomi
nasional, peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya di daerah, serta
meningkatkan Ketahanan Nasional.
RING PALAPA dapat mendukung percepatan akses KPU (Kewajiban Pelayanan
Umum) atau USO ke pedesaan, dengan kualitas pita lebar yang jauh lebih
ekonomis dan terjangkau. Pembangunan jaringan tulang-punggung Ring Palapa
maupun jaringan tulang-punggung dari IKK ke Kecamatan dan Desa akan
merupakan jaringan tulang-punggung (backbone) Nasional.
B. REGULASI
Tujuan studi ini adalah memberikan gambaran dan membuat konsep kebijakan
pengembangan jaringan tulang-punggung (backbone) infokom nasional di
Indonesia.
Adapun sasaran studi adalah tersusunnya konsep kebijakan pengembangan
jaringan tulang-punggung (backbone) Infokom sebagai bahan masukan/
18
rekomendasi penetapan kebijakan pengembangan jaringan tulang-punggung
infokom di Indonesia.
Tujuan dan sasaran studi ini sangat jelas dan sangat strategis dimana sampai
saat ini Pemerintah belum memiliki pedoman dalam pengembangan
pembangunan jaringan tulang-punggung telekomunikasi yang dapat mendukung
terselenggaranya sistem Infokom nasional yang tanggap terhadap perubahan
sosial ekonomi masyarakat yang tercermin dari meningkatnya kesejahteraan,
gaya hidup dan selanjutnya berpengaruh pada tingginya permintaan dan minat
masyarakat terhadap layanan infokom yang beragam.
Melalui studi ini, gambaran terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah
dapat lebih terpadu dengan tergelarnya jaringan nasional dengan kapasitas akses
lebih besar, murah dan mendukung percepatan akses KPU (Kewajiban
Pelayanan Umum) ke pedesaan. Infrastruktur infokom/TIK merupakan katalisator
kerjasama kegiatan pembangunan seluruh unsur pemerintahan dan masyarakat.
Dan mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009
Untuk mendukung pengembangan jaringan tulang-punggung (Back Bone)
Telekomunikasi di Indonesia ditelaah regulasi yang diperlukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik berupa Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri.
Adapun landasan operasional serta beberapa butir pokok regulasi yang telah
ditelaah di dalam peraturan perundang-undangan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Asas, tujuan telekomunikasi dan hak asasi.
2. Hal yang perlu diperhatikan di dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
3. Penyelenggara telekomunikasi
4. Otonomi daerah serta kewenangan Menteri Kominfo di bidang telekomunikasi.
5. Pembangunan jaringan melintasi tanah / bangunan negara atau milik
perseorangan.
6. Teknologi jaringan telekomunikasi.
7. Interkoneksi penyelenggaraan jaringan telekomunikasi.
8. Bentuk Peraturan untuk penyelenggaraan jaringan tulang-punggung
telekomunikasi.
19
Hasil telaahan dari masing butir regulasi diatas adalah sebagai berikut
1. ASAS, TUJUAN TELEKOMUNIKASIi dan HAK ASASI
a. Asas dan tujuan telekomunikasi tercantum di dalam Pasal 2 dan Pasal 3
Undang-Undang Telekomunikasi.
Pasal 2 berbunyi : Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas
manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan
kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3 berbunyi : Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk
mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan
ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan
antarbangsa.
b. Di dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 72 Th 1999 (Cetak Biru
Kebijakan Pemerintah Tentang Telekomunikasi Indonesia) terdapat suatu
falsafah yang mendasar mengenai hak asasi manusia, yang berbunyi sebagai
berikut:
b.1. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
b.2. Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia.
2. HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DI DALAM PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
Disamping asas, tujuan telekomunikasi serta hak asasi tersebut ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perencana Jaringan tulang-punggung
telekomunikasi. Pasal 7 Peraturan Pemerintah tentang ”Penyelenggaraan
Telekomunikasi Indonesia” (PP No. 52 Th. 2000) serta Pasal 8 Keputusan Menteri
Perhubungan tentang ”Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi” (Kepmen No.
20 Th. 2001) menentukan bahwa penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib
menjamin terselenggaranya telekomunikasi melalui jaringan yang
diselenggarakannya.
20
Kemudian Pasal 7 Keputusan Menteri tersebut menentukan kewajiban
penyelenggara jaringan telekomunikasi sebagai berikut:
a. menyediakan segala fasilitas telekomunikasi untuk menjamin pelayanan
jaringan telekomunikasi sesuai standar kualitas pelayanan;
b. memberikan pelayanan yang sama kepada pemakai jaringan telekomunikasi;
c. membuat ketentuan dan syarat-syarat berlangganan jaringan telekomunikasi;
d. mengumumkan secara terbuka ketersediaan jaringan telekomunikasi yang
dimilikinya.
Berkaitan dengan butir d tersebut yaitu mengumumkan secara terbuka
ketersediaan jaringan telekomunikasi yang dimilikinya, di dalam pembangunan
Jaringan tulang-punggung perlu ditegaskan bahwa penyelenggara/operator wajib
menyampaikan segala data dan informasi yang berkaitan dengan pembangunan
jaringan tulang-punggung telekomunikasi kepada Menteri, misalnya mengenai
kapasitas jaringan, jangkauannnya, serta teknologi yang dipakainya. Laporan
kepada Menteri tersebut sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang Telekomunikasi
(UU No. 36 Th 1999) yang menentukan posisi Menteri sebagai penanggungjawab
administrasi telekomunikasi Indonesia.
Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan adalah apa yang tercantum di dalam
Pasal 7 Ayat ( 2 ) serta Pasal 17 Undang-Undang Telekomunikasi.
Pasal 7 Ayat ( 2 ) berbunyi sebagai berikut:
Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. melindungi kepentingan dan keamanan negara;
b. mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global;
c. dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 17 berbunyi sebagai berikut:
Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan
prinsip:
a. perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua
pengguna;
b. peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi;
21
c. pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan
prasarana.
3. PENYELENGGARA TELEKOMUNIKASI
Mengenai siapa penyelenggara telekomunikasi, Undang-Undang Telekomunikasi
(Undang-Undang No. 36 Th. 1999), Peraturan Pemerintah Tentang
”Penyelenggaraan Telekomunikasi”.(PP. No. 52 Th. 2000) serta Keputusan
Menteri No. KM. 20. Th. 2001 Tentang ”Penyelenggaraan Jaringan
Telekomunikasi” menetapkan bahwa penyelenggara jaringan telekomunikasi dan
atau penyelenggara jasa telekomunikasi dapat dilakukan oleh Badan Hukum yang
didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku, yaitu
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
c. Badan Usaha Swasta; atau
d. Koperasi
Kemudian ditetapkan bahwa penyelenggaraan telekomunikasi dapat terlaksana
setelah penyelenggara mendapat izin dari Menteri. Berkaitan dengan rencana
pembangunan Jaringan tulang-punggung telekomunikasi, maka mengingat
keterbatasan kemampuan penyelenggara nasional baik di bidang finansial
maupun teknologi disarankan agar pembangunan Jaringan tulang-punggung
tersebut dilaksanakan secara sinergi, yaitu himpunan para pengusaha yang
mengadakan usaha bersama/usaha patungan (joint venture). Himpunan para
pengusaha tersebut misalnya terdiri atas pengusaha/penyelenggara Nasional dan
investor asing.
Usaha bersama tersebut dapat diperjanjikan antara mereka yang terhimpun, dan
bentuk serta isi perjanjian tergantung pada mereka yang terhimpun tersebut, asal
isi perjanjian tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, misalnya dengan Rencana Dasar Teknis (FTP) di dalam pembangunan
jaringan.
22
Peluang kerjasama di dalam penyelenggaraan telekomunikasi yang dituangkan di
dalam suatu perjanjian tertulis diberikan oleh Pasal 11 Peraturan Pemerintah No.
52 Th. 2000.
Pasal 11 tersebut berbunyi sebagai berikut:
(1). Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam menyediakan jaringan
telekomunikasi dapat bekerjasama dengan penyelenggara jaringan
telekomunikasi luar negeri sesuai dengan izin penyelenggaraannya.
(2). Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dituangkan di dalam
suatu perjanjian tertulis.
Mengingat pembangunan Jaringan tulang-punggung telekomunikasi merupakan
pembangunan dengan cakupan Nasional (melingkar Nusantara), maka
disarankan agar untuk berlakunya perjanjian tertulis tersebut diperlukan
persetujuan tertulis dari Menteri, karena Menteri sesuai dengan Pasal 6 Undang-
Undang Telekomunikasi bertindak sebagai penanggungjawab administrasi
telekomunikasi Indonesia.
Kerjasama secara sinergi tersebut dapat dipandang sebagai bentuk yang
mencegah timbulnya kompetisi yang tidak sehat di antara para penyelenggara,
karena para penyelenggara berada di dalam satu wadah yang sama. Hak dan
kewajiban yang dimiliki oleh mereka adalah sama.
Kompetisi baru muncul pada saat pembangunan jaringan dari kabupaten/kota ke
kecamatan dan desa. Yang perlu diperhatikan ialah prinsip keadilan mengingat
kondisi geografis serta sosial ekonomi daerah yang satu berbeda dengan kondisi
geografis serta sosial ekonomi yang lain. Prinsip keadilan tersebut ialah kondisi
yang sama diperlakukan sama, kondisi yang tidak sama diperlakukan tidak sama.
Selanjutnya untuk menarik minat para investor/penyelenggara di dalam
pembangunan Jaringan tulang-punggung telekomunikasi , diperlukan kondisi
yang baik misalnya kepastian hukum di dalam perizinan/lisensi yang tidak
memerlukan waktu lama, diberikan insentif berupa pembebasan Biaya Hak
Penyelenggaraan (BHP) untuk waktu tertentu, pembebasan bea masuk bagi
perangkat telekomunikasi yang diimpor guna pembangunan Jaringan tulang-
punggung, insentif pajak untuk dana yang diperlukan membiayai penelitian dan
pengembangan, khususnya di bidang teknologi.
23
4. OTDA DAN KEWENANGAN MENTERI KOMINFO DI BIDANG TELEKOMUNIKASI
I. Pembagian Urusan Pemerintahan
Sehubungan dengan otonomi daerah, Undang-Undang Otonomi Daerah
(Undang-Undang No. 32 Tahun 2004), khususnya Pasal 10 menetapkan sebagai
berikut:
(1) Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini
ditentukan menjadi urusan Pemerintah.
(2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluasnya untuk mengatur dan mengurus urursan
pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana di
maksud pada ayat (1) meliputi:
a. politik luar negeri;
b. pertahanan;
c. keamanan;
d. yustisi;
e. moneter dan fiscal nasioanal;dan
f. agama
(4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat
melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah
atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada
pemerintahan daerah/atau pemerintahan desa.
(5) Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar
urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah
dapat
a. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;
b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur
selaku wakil Pemerintah;atau
c. menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah
24
dan.atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantu.
Di dalam penjelasan atas Pasal 10 Ayat (5) tersebut dikemukakan bahwa yang
dimaksud dengan “di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5)” dalam ketentuan ini adalah urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah di luar ayat (3) sebagaimana diatur dalam undang-
undang ini.
Di dalam penjelasan mengenai pembagian urusan pemerintahan juga
dikemukakan bahwa bagian tertentu urusan Pemerintah lainnya yang berskala
Nasional tidak diserahkan kepada daerah. Di dalam penjelasan atas Pasal 4 Ayat
(2) Undang-Undang Telekomunikasi dikemukakan bahwa fungsi penetapan
kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian dilaksanakan oleh
Menteri. Demikian pula berdasarkan Undang-Undang tersebut Menteri bertindak
sebagai penanggungjawab administrasi telekomunikasi Indonesia.
II. Kawasan Khusus
Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus di daerah otonomi untuk
menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dan
untuk kepentingan Nasional/berskala Nasional, misalnya dalam bentuk kawasan
cagar budaya, taman nasional, pengembangan industri strategis, pengembangan
teknologi tinggi seperti pengembangan tenaga nuklir, peluncuran peluru kendali,
pengembangan prasarana komunikasi, telekomunikasi, transportasi, pelabuhan
dan daerah perdagangan bebas, pangkalan militer, serta wilayah eksploitasi,
konservasi bahan galian strategis, penelitian dan pengembangan sumber daya
nasional, laboratorium sosial, lembaga pemasyarakatan spesifik. Pemerintah
wajib mengikutsertakan pemerintah daerah dalam pembentukan kawasan khusus
tersebut.
5. PEMBANGUNAN JARINGAN MELINTASI TANAH DAN BANGUNAN NEGARA ATAU PERSEORANGAN
Berkaitan pembanguan jaringan telekomunikasi yang melintasi tanah/banguan
negara atau milik perseorangan, Undang-Undang Telekomunikasi (Undang-
25
Undang Nomor 36 Tahun 1999), khususnya Pasal 12 dan Pasal 13 menentukan
sebagai berikut:
Pasal 12: Ayat (1) Dalam rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau
pemeliharaan jaringan telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi dapat
memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan atau bangunan yang dimiliki atau
dikuasai Pemerintah.
Ayat (2) Pemanfaatan atau pelintasan tanah negara dan atau bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku pula terhadap sungai, danau, atau
laut, baik permukaan maupun dasar.
Ayat (3) Pembangunan, pengoperasian dan atau pemeliharaan jarinngan
telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah
mendapat persetujuan dari instansi pemerintah yang bertanggungjawab dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 13: Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi
tanah dan atau bangunan milik perseorangan untuk tujuan pembangunan,
pengoperasian atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi setelah terdapat
persetujuan di antara para pihak.
6. TEKNOLOGI JARINGAN TELEKOMUNIKASI
Sehubungan dengan teknologi jaringan telekomunikasi, regulasi yang ada
menentukan bahwa setiap alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit,
dimasukkan untuk diperdagangkan dan atau digunakan di wilayah negara
Republik Indonesia wajib memenuhi persyaratan teknis atau sesuai dengan
Rencana Dasar Teknis yang diatur dengan Keputusan Menteri.
Di samping mengantisipasi perkembangan teknologi, persyaratan teknis tersebut
sesuai dengan Pasal 72 Peraturan Pemerintah tentang ”Penyelenggaraan
Telekomunikasi Indonesia” (PP No. 52 Th. 2000) dimaksudkan untuk:
a) menjamin keterhubungan dalam jaringan telekomunikasi.
b) mencegah saling mengganggu antar alat dan perangkat
telekomunikasi.
26
c) melindungi masyarakat dari kemungkinan kerugian yang ditimbulkan
akibat pemakaian alat dan perangkat telekomunikasi.
d) mmendorong berkembangnya industri, inovasi dan rekayasa teknologi
telekomunikasi nasional.
7. INTERKONEKSI PENYELENGGRAAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI
Interkoneksi diatur di dalam Pasal 25 Undang-Undang Telekomunikasi (UU No 36
Th 1999), Peraturan Pemerintah No 52 Th 2000 (Pasal 20–25), serta Keputusan
Menteri Perhubungan No KM 20 Th 2001 (Pasal 12–14).
Pasal 25 Undang-Undang Telekomunikasi (Undang-Undang No. 36 Th. 1999)
berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan
interkoneksi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
(2) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan
interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi
lainnya.
(3) Pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilakukan berdasarkan prinsip:
a. pemanfaatan Sumber Daya secara efisien;
b. keserasian sistem dan perangkat telekomunikasi;
c. peningkatan mutu pelayanan; dan
d. persaingan sehat yang tidak saling merugikan.
8. BENTUK PERATURAN PENYELENGGARAAN TULANG-PUNGGUNG
TELEKOMUNIKASI
Menjawab pertanyaan mengenai bentuk peraturan apa yang sesuai untuk
penyelenggaraan ”Jaringan Tulang-Punggung”, apakah Peraturan Pemerintah,
Keputusan Menteri atau Keputusan Direktur Jenderal, maka terlebih dahulu harus
dijawab pertanyaan mengenai lembaga atau instansi mana yang berwenang
mengatur penyelenggaraan telekomunikasi. Mengenai kewenangan mengatur ini,
Undang-Undang No. 36 Th. 1999 khususnya Pasal 4 Ayat (1) serta Ayat (2)
berbunyi sebagai berikut:
27
Ayat (1) : Telekomunikasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan
oleh Pemerintah.
Ayat (2) : Pembinaan telekomunikasi diarahkan untuk meningkatkan
penyelenggaraan telekomunikasi yang meliputi penetapan kebijakan,
pengaturan, pengawasan, dan pengendalian.
Di dalam penjelasan atas Pasal 4 Ayat (2) tersebut dikemukakan bahwa fungsi
penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian dilaksanakan
oleh Menteri. Sesuai dengan perkembangan keadaan, fungsi pengaturan,
pengawasan dan pengendalian penyelenggaran telekomunikasi dapat
dilimpahkan kepada suatu badan regulasi.
Berkaitan dengan pelimpaham kewenangan Menteri kepada suatu badan
regulasi, telah dikeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 31 Th. 2003
tentang ”Penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia:.
Pasal 5 Keputusan Menteri tersebut menetapkan bahwa Menteri melimpahkan
kepada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) fungsi pengaturan,
pengawasan dan pengendalian di bidang penyelenggaraan jaringan
telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi.
Walaupun secara yuridis formal ada pelimpahan kewenangan Menteri kepada
BRTI di bidang penyelenggaraan telekomunikasi, dengan catatan hanya sebagian
kecil saja kewenangan Menteri yang dilimpahkan, namun pengaturan
penyelenggaraan Jaringan tulang-punggung seyogyanya dituangkan di dalam
bentuk Keputusan Menteri dengan 2 (dua) alasan.
Pertama, karena pembangunan Jaringan tulang-punggung telekomunikasi bersifat
Nasional, mencakup seluruh wilayah Nusantara, 33 (tigapuluh tiga) provinsi serta
kurang lebih 400 Kabupaten/Kota.
Ke dua, di dalam menghadapi Perda-Perda yang dikeluarkan Pemda yang
bersangkutan dan bertentangan dengan kebijakan Pemerintah Pusat, Kepmen
mempunyai kedudukan lebih kuat daripada Perda berdasarkan hirarki Peraturan
Perundang-Undangan. Di sini berlaku asas hukum ”peraturan yang tinggi
mengalahkan peraturan yang rendah” (Lex Superior Derogat Legi inferiori). Oleh
karena itu disarankan agar Perda yang bertentangan dengan peraturan
28
perundang-undangan di atasnya dicabut. Saran ini berdasarkan Undang-Undang
No. 10 Th. 2004 tentang ”Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan”,
khususnya Pasal 7 Ayat (5), yang penjelasannya berbunyi sbb: dalam ketentuan
ini yang dimaksud dengan ”hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis peraturan
perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
Berkaitan dengan produk hukum Departemen yang berupa Keputusan Menteri,
perlu dipertimbangkan bentuk ”Peraturan Menteri”, karena bentuk ”Peraturan”
secara teoritis bersifat mengatur, sedangkan bentuk ”keputusan” tidak bersifat
mengatur.
Bentuk ”Peraturan Menteri” ini sudah mulai diperkenalkan dengan diterbitkan
Peraturan Menteri No. 11./P/M Kominfo/7/2005 tentang ”Pengurangan waktu
siaran Lembaga Penyiaran di seluruh Indonesia”. Bentuk ”Peraturan” sesuai
dengan Pasal 56 Undang-Undang No. 10 th. 2004, yang berbunyi sbb: Semua
keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan
Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 yang sifatnya mengatur yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini
berlaku, harus dibaca peraturan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-
Undang ini.
Di dalam pembuatan produk hukum departemen perlu diperhatikan sistematika
teknik penyusunan peraturan perundang-undangn yang diatur di dalam Undang-
Undang No. 10 Th 2004 tentang ”Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan”.
Berkaitan dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan Pasal 54
Undang-Undang No. 10 th. 2004 menentukan sbb: ”Teknik penyusunan dan/atau
bentuk Keputusan Presiden, Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan
Rakyat dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah, Keputusan Ketua
Mahkamah Agung, Keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi, Keputusan Kepala
Badan Pemeriksa Keuangan, Keputusan Gubernur Bank Indonesia, Keputusan
Menteri, Keputusan Kepala Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat,
29
Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Keputusan
Gubernur, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, Keputusan Bupati/Walikota, Keputusan Kepala Desa atau yang
setingkat harus berpedoman pada teknik penyusunan dan/atau bentuk yang
diatur dalam undang-Undang ini.
Sedangkan mengenai materi muatan yang diatur di dalam Peraturan Menteri
pada prinsipnya sama dengan Keputusan Menteri Perhubungan tentang
”Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi” (Kepmen No. 20 Th. 2001), karena
pembangunan Jaringan tulang-punggung pada hakekatnya merupakan
pembangunan jaringan telekomunikasi.
Adapun butir-butir pokok regulasi (materi muatan) adalah sama dengan butir-butir
pokok materi seperti tersebut di atas, ditambah dengan materi muatan mengenai
perizinan, tarif serta kewajiban pelayanan universal.
Mengenai materi muatan yang akan diatur di dalam Peraturan Menteri, secara
singkat dapat dikatakan bahwa semua ketentuan mengenai penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku, berlaku juga bagi pembangunan jaringan tulang-punggung, kecuali
bila ada hal-hal khusus yang memerlukan perubahan atau ketentuan tambahan.
Misalnya di dalam pembangunan jaringan tulang-punggung telekomunikasi
nasional dengan kabel serat optik yang melintasi kepulauan Indonesia, perlu
diatur lokasi titik pendaratan kabel laut di daerah pantai, yang kemudian
tersambung/terhubung ke pusat akses infokom.
Butir-butir pokok regulasi/materi muatan Permen tersebut secara rinci terdapat
dalam LAMPIRAN 4
C. INVENTARISASI KONDISI JARINGAN DI INDONESIA
Menurut UU No. 36/1999, berdasarkan ijin penyelenggaraannya, jaringan
telekomunikasi nasional Indonesia terdiri atas jaringan tetap dan jaringan
bergerak.
30
1. JARINGAN TETAP
Jaringan tetap dibedakan atas jaringan tetap lokal, jaringan tetap sambungan
langsung jarak jauh (jaringan SLJJ), jaringan tetap sambungan internasional, dan
sambungan tetap tertutup.
Jaringan tetap lokal adalah jaringan tetap yang diselenggarakan di suatu wilayah
tertentu, menggunakan jaringan kabel atau jaringan tanpa kabel. Wilayah yang
dimaksud adalah wilayah geografis yang didefinisikan sebagai wilayah
penomoran atau ”wilayah lokal”. Jaringan ini dibentuk oleh satu atau beberapa
sentral lokal dan sarana transmisi yang menghubungkan sentral-sentral tersebut.
Jaringan Tetap Sambungan Langsung Jarak Jauh (Jaringan SLJJ) adalah
jaringan tetap yang diselenggarakan untuk menghubungkan jaringan-jaringan,
terutama jaringan tetap lokal. Jaringan SLJJ dibentuk oleh satu atau beberapa
sentral trunk (sentral SLJJ) dan sarana transmisi yang menghubungkan sentral-
sentral tersebut. Jaringan SLJJ tidak mempunyai pelanggan dan berfungsi
semata-mata sebagai jaringan interkoneksi untuk tingkat nasional.
Jaringan Tetap Sambungan Langsung Internasional (Jaringan SLI) adalah
jaringan tetap yang diselenggarakan untuk menghubungkan jaringan domestik
dengan jaringan internasional. Jaringan SLI dibentuk oleh satu atau beberapa
sentral gerbang internasional (SGI) dan sarana transmisi yang menghubungkan
sentral-sentral tersebut.
Jaringan tetap tertutup adalah jaringan tetap yang diselenggarakan untuk
disewakan. Tergantung peruntukkannya, jaringan tetap tertutup akan berfungsi
sebagai jaringan tetap lokal, jaringan SLJJ, sirkit sewa (lease circuit) dan
sebagainya.
Jaringan telepon atau public switched telephone network (PSTN) meliputi salah
satu atau gabungan dari jaringan tetap lokal, jaringan SLJJ, dan jaringan SLI.
Jaringan PSTN memiliki karekteristik sebagai berikut:
a. Dibangun untuk layanan suara
b. Kecerdasan layanan terpusat pada sentral (central switch)
31
c. Sirkuit terduduki penuh (Dedicated circuit) untuk setiap proses
pemanggilan)
d. Terminal pelanggan (CPE) sederhana dan murah
e. Sistem sangat handal
f. Lisensi dan regulasi sudah sangat jelas
g. Biasanya monopoli atau duopoli
h. Kebijakan atau kewajiban pelayanan yang sudah luas
i. Layanan panggilan darurat
Jaringan PSTN hingga kini masih sebagai tulang-punggung jaringan
telekomunikasi. Kondisi ini kurang menguntungkan karena PSTN eksisting
umumnya lebih menekankan pada layanan suara dan berpita sempit (narrow
band) sementara tuntutan kebutuhan layanan komunikasi tidak lagi hanya suara
akan tetapi juga sudah berkembang ke layanan data, gambar, video dan
kombinasinya atau komunikasi multimedia broadband.
Operator telekomunikasi mengalami kesulitan dalam meningkatkan kemampuan
PSTN untuk melayani layanan multimedia jika hanya mengandalkan upgrade
perangkat lunak dan hardware pada switching. Infrastruktur switching eksisting
kebanyakan merupakan proprietary atau teknologinya bersifat tertutup dan
dikuasai vendor tertentu saja. Hal ini jelas menimbulkan ketergantungan operator
telekomunikasi kepada pemasok perangkat tersebut. Selain itu, fungsi kontrol,
fungsi layanan, dan fungsi network yang melekat dalam circuit switch menjadikan
operator mengalami banyak kesulitan dalam melakukan inovasi dan diversifikasi
layanannya. Di sisi lain, biaya upgrade dan pengembangannya pun menjadi
mahal. Karena sifatnya yang tertutup pula, maka biaya operasi dan pemeliharaan
juga semakin besar.
Sejak tahun 2001, pemerintah telah membuka status monopoli penyelenggara
jaringan lokal menjadi duopoli dengan memperkenan PT Indosat untuk menggelar
jaringan lokalnya. Pada tahun 2003 telah pula diterminasi dini untuk SLJJ dan
32
SLI, sehingga ada 2 (dua) operator SLJJ dan SLI yaitu PT Indosat dan PT
Telkom. Pada kenyataannya dengan duopoli kurang mampu mendorong
pertumbuhan jaringan lokal. Dengan alasan mahalnya biaya penggelaran jaringan
kabel dan untuk mengejar teledensitas maka implementasi penggelaran jaringan
lokal yang dilakukan oleh PT Telkom dan PT Indosat adalah dengan menggelar
fixed wireless access (FWA) dengan mobilitas yang terbatas. Supaya dianggap
sebagai lokal maka mobilitas dibatasi hanya berlaku pada suatu kode area
tertentu dan berlaku tarif lokal. Penggelaran FWA juga diberikan kepada PT
Ratelindo sebagai operator jaringan lokal yang telah ada. Implementasi jaringan
lokal FWA telah mampu meningkatkan penitrasi dan teledensitas, tetapi memiliki
keterbatasan dengan kecepatan transfer data yang masih rendah. Implementasi
jaringan lokal dengan menggunakan teknologi wireless memiliki kendala besar
dengan kondisi alam.
Gambaran umum jaringan PSTN di Indonesia kondisi Mei 2005 adalah sebagai
berikut:
a. 4 (empat) operator : Telkom, Indosat, Bakrie, Batam Bintan
d. Penetrasi 4,1%
1). 86 % are di Jawa dan Sumatra
2). Teledensitas: 35% di Jakarta; 11-25% pada daerah urban;
0.2% di pedesaan
c. Jumlah 9.988.718 sst
1). Kabel 8.559.350 sst (investasi per sst USD 600-700)
2). Nirkabel 1.429.368 sst (investasi per sst USD 150-200)
d. Flexi (Telkom, FWA) menjangkau 192 kota, BTS 1.139 unit, dengan
kapasitas 2,5 juta sst
e. Starone (Indosat, FWA) menjangkau 4 kota
f. Esia (Bakrie, FWA) menjangkau 15 kota di Jabar dan Banten
33
2. JARINGAN BERGERAK
Jaringan bergerak dibedakan atas jaringan bergerak terestrial, jaringan bergerak
selular, dan jaringan bergerak satelit. Jaringan bergerak terestrial adalah jaringan
bergerak yang diselenggarakan untuk melayani pelanggan bergerak tertentu,
meliputi antara lain jasa radio trunking dan jasa radio panggil untuk umum. Radio
trunking semula hanya menyediakan jasa telekomunikasi tanpa kawat untuk
kelompok-kelompok tertutup (closed user groups), namun dalam perkembangan
selanjutnya timbul kebutuhan untuk dapat menghubungkan terminal pelanggan ke
jaringan nasional, jaringan telepon (PSTN) khususnya, baik untuk pelanggan ke
luar (outgoing) maupun ke dalam (incoming).
Jaringan bergerak selular adalah jaringan bergerak yang diselenggarakan untuk
melayani telekomunikasi bergerak dengan teknologi selular di permukaan bumi.
Jaringan bergerak selular terdiri atas satu atau beberapa mobile switching center
(MSC) beserta sejumlah base transmitter station (BTS) yang terkait dan saling
dihubungkan dengan sarana transmisi dan pensinyalan yang sesuai sehingga
membentuk suatu sistem telekomunikasi bergerak selular yang dapat melayani
terminal pelanggan.
Jaringan bergerak satelit yaitu jaringan bergerak yang diselenggarakan untuk
melayani telekomunikasi bergerak melalui satelit. Jaringan bergerak satelit terdiri
atas ruas angkasa dan ruas bumi yang membentuk satu sistem telekomunikasi
satelit yang dapat melayani terminal pelanggan.
Karakteristik jaringan bergerak adalah sebagai berikut:
a. Dibangun untuk layanan suara dan data
b. Kecerdasan layanan terpusat pada sentral (central switch)
c. Sirkuit terduduki penuh (dedicated circuit) untuk setiap proses
pemanggilan
d. Terminal pelanggan (customer premise equipment, CPE) sangat
kompleks
34
e. Sistem terdiri dari BTS, mobile switching center (MSC), home
location register (HLR), visiting location register (VLR), SIM card
f. Kehandalan sedikit di bawah PSTN
g. Lisensi dan regulasi sudah sangat jelas
h. Banyak penyelenggara dan terjadi kompetisi
i. Layanan panggilan darurat
j. Dapat interkoneksi ke/dari jaringan bergerak dan PSTN
Gambaran jaringan bergerak di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. 8 (delapan) operator : Telkomsel, Indosat, XL, Mobile-8, CAC, Natrindo,
Mandara, Primasel
b. Penetrasi 13,6 %
c. Jumlah pelanggan mencapai ~ 46,9 juta
1. Telkomsel 28,8 juta
2. Indosat 13 juta
3. XL 5,1 juta
d. Jumlah BTS data Mei 2005.
1. Telkomsel : 6.936 unit
2. Indosat : 4.026 unit
3. XL : 2.976 unit
4. Mobile 8: 789 unit
e. Jangkauan layanan
1. Telkomsel mencapai 90% wilayah populasi (seluruh 440 kabupaten,
40% kecamatan)
35
2. Indosat 383 kabupaten
3. XL Sumatera Jawa Bali NTB Kalimantan Sulawesi
Perkembangan penggelaran jaringan bergerak sangat pesat sekali yang tumbuh
di atas 10%, begitu pula dengan jumlah pengguna/pelanggannya, ini disebabkan
kemudahan dalam penggelaran dan harganya yang relatif lebih murah per satuan
sambungan (SS) dibanding dengan penggelaran jaringan tetap lokal.
Perkembangan teknologi bergerak (seluler) mengalami evoluasi yang sangat
cepat, saat ini di Indonesia tengah digelar teknologi seluler generasi ke 3 (tiga)
(3G) yang berbasis wideband code division multiple access (WCDMA) sebagai
evolusi dari global system for mobile communication (GSM) oleh 4 (empat)
operator yaitu PT Telkomsel, PT. Indosat, PT Excelcomindo, dan PT Cyber
Access Communication (CAC) yang telah mendapatkan ijin penyelenggara 3G
setelah lulus uji layak operasi (ULO) beberapa waktu yang lalu dari
pemerintah/regulator.
3. JARINGAN IP
Karakteristik jaringan IP adalah sebagai berikut:
a. Untuk menunjang layanan data
b. Informasi tidak langsung disambungkan melainkan dirutekan
melewati jalur mana pun yang tersedia
c. Efisien sampai di tujuan
d. Lebih baik dari PSTN atau jaringan bergerak tetapi kualitas layanan
tidak dijamin lebih baik
e. Kecerdasan pada host atau end-user, banyak variasi layanan yang
terhubung ke internet
f. Belum terlisensi dan teregulasi dengan jelas
g. Banyak penyelenggara terjadi kompetisi
36
h. Pelayanan yang belum menyeluruh/luas dan tidak ada layanan
panggilan darurat
Untuk menghubungkan seluruh penyelenggara jaringan internet (internet service
provider, ISP) dengan jaringan internet global maka jaringan ISP dihubungkan
melalui Indonesia Internet eXchange (IIX). Gambar 5, menunjukkan gambaran
umum
Gambar 5. Gambaran umum jaringan IP di Indonesia
Data jaringan IP di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. terdapat sekitar 110 internet service provider (ISP)
b. terdapat 12.000.000 (duabelas juta) pelanggan dan pengguna internet
c. terdapat sekitar 5.000 (lima ribu) warung internet
Terlihat bahwa di Indonesia masih sangat rendah populasi pengguna internet.
Pengguna internet juga masih terpusat di kota-kota besar, di perguruan tinggi dan
di perusahaan-perusahaan. Perlu usaha yang lebih giat dari seluruh pihak agar
internet lebih memasyarakat.
37
Tabel 1. menunjukkan pertumbuhan pelanggan dan pengguna internet di
Indonesia dari tahun ke tahun.
Tabel 1. Pertumbuhan Pelanggan dan Pengguna Internet di Indonesia
Tahun Pengguna Pelanggan
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005*
512,000
1,000,000
1,900,000
4,200,000
4,500,000
8,805,534
11,226,143
16,000,000
134,000
256,000
400,000
581,000
667,002
856,706
1,087,428
1,500,000
Sumber: APJII, 2005
Selain pelanggan dan pengguna internet individu, pelanggan internet juga dapat
berupa domain yang menunjukkan identitas dari pemiliknya seperti perusahaan
dan organisasi. Pertumbuhan jumlah domain di Indonesia ditunjukkan oleh Tabel
2.
Tabel 2 Pertumbuhan Jumlah Domain Internet di Indonesia
Tahun Domain Baru Total Domain
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
1,479
2,126
4,109
3,433
3,146
3,628
3,841
1,479
3,605
7,714
11,147
14,293
17,921
21,762
Sumber: www.idnic.net.id
38
Implementasi jaringan internet di Indonesia oleh ISP dengan memanfaatkan
jaringan yang ada melalui leased line, VSAT, radio komunikasi (sistem wireless),
dan ADSL. Untuk layanan internet melalui jaringan fixed yang ada masih
didominasi oleh incumbent, dimana implementasi oleh incumbent saat ini disiasati
dengan menggelar ADSL yang memanfaatkan jaringan telekomunikasi fixed yang
ada. Sangat tidak mungkin mengharapkan pengembangan internet melalui
jaringan fixed, dikarenakan tidak ada operator jaringan fixed yang saat ini
mengembangkan jaringannya.
Perkembangan teknologi telekomunikasi sangat pesat terjadi, demikian pula
perkembangan jasa telekomunikasi di Indonesia setelah diberlakukannya
peraturan dan kebijakan penghapusan monopoli penyelenggaraannya. Jaringan
telekomunikasi saat ini sedang mengalami kemajuan pesat dan mengarah pada
suatu jaringan global atau Next Generation Network (NGN). Pemetaan standar
arsitektur infrastruktur telekomunikasi menuju NGN sangat diperlukan sebagai
tulang-punggung pengembangan jasa-jasa telekomunikasi yang juga berkembang
pesat. Saat ini jenis infrastruktur telekomunikasi yang terinstal belum diketahui
secara pasti jumlah dan penggunanya, terlebih dengan terus bertambahnya
jumlah operator jaringan dan jasa telekomunikasi tentunya jumlah dan jenis
infrastruktur telekomunikasi terus bertambah pula. Untuk melindungi kepentingan
nasional dan masyarakat luas sebagai pengguna jasa telekomunikasi maka perlu
dilakukan pemetaan standar arsitektur infrastruktur telekomunikasi menuju NGN.
Teknologi informasi dan komunikasi (infokom) berkembang semakin pesat
didorong oleh Internet Protocol (IP), berbagai aplikasi baru dan beragam layanan
multimedia. Infrastruktur infokom terdiri dari Public Switched Data Network
(PSDN) dan Public Switced Telephone Network (PSTN) dan jaringan bergerak,
namun hingga kini tulang-punggung infokom masih banyak berpijak pada jaringan
PSTN. Kondisi ini kurang menguntungkan karena PSTN eksisting umumnya lebih
menekankan pada layanan suara dan berpita sempit (narrow band) sementara
tuntutan kebutuhan layanan komunikasi tidak lagi hanya suara akan tetapi juga
sudah berkembang ke layanan data, gambar, video dan kombinasinya.
Untuk mempercepat penyediaan layanan pita lebar (broadband) pada jaringan
eksisting tersebut maka PSTN dan PSDN harus segera "melebur" menjadi satu
39
jaringan tunggal multilayanan yang disebut dengan jaringan telekomunikasi masa
depan atau next generation network (NGN) yang mampu menyediakan semua
jenis layanan infokom yakni suara, data dan multimedia secara efisien.
4. FAKTOR PENDORONG
Ada tiga faktor utama pendorong evolusi jaringan PSTN tradisional menuju NGN.
a. Pertama, keterbatasan arsitektur sentral PSTN eksisting. Operator
telekomunikasi akan kesulitan untuk meningkatkan kemampuan PSTN
untuk melayani layanan multimedia jika hanya mengandalkan upgrade
versi perangkat lunak dan hardware pada sentral eksisting. Infrastruktur
sentral eksisting kebanyakan merupakan proprietary, atau teknologinya
bersifat tertutup dan dikuasai vendor tertentu saja. Hal ini jelas
menimbulkan ketergantungan operator telekomunikasi kepada pemasok
perangkat tersebut. Operator juga sulit untuk berinovasi dan membuat fitur
baru. Selain itu, biaya upgrade dan pengembangannyapun menjadi mahal
dan membutuhkan waktu yang lama. Karena sifatnya yang tertutup pula
maka biaya operasi dan pemeliharaan juga makin besar.
b. Kedua, trend konvergensi jaringan dan layanan. Saat ini perbedaan teknik
antara jaringan telepon tradisional (PSTN) dan jaringan komunikasi data
(PSDN) menyebabkan terjadinya pemisahan antara kedua jaringan
tersebut. PSTN yang berbasis sirkit switch merupakan jaringan kompleks
dengan ukuran yang besar, tersentralisir, dan tertutup. Sedangkan, PSDN
berbasis paket switch, lebih sederhana dan terdistribusi. PSDN tumbuh
dengan pesat dengan adanya internet, extranet, Virtual Private Network
(VPN), serta teknologi berbasis paket lainnya. Banyak yang beranggapan
bahwa suatu saat nanti paket switch akan menggantikan sirkit switch.
Fenomena ini bisa dilihat dari semakin meningkatnya penggunaan Voice
over Internet Protocol (VoIP). Namun demikian hingga kini PSTN masih
menduduki posisi terdepan untuk menyalurkan data, terutama layanan dial
up analog modem. Investasi sentral PSTN eksisting yang sangat besar
juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Sehingga pilihannya adalah
konvergensi antara PSDN dan PSTN menjadi satu jaringan tunggal multi
40
layanan, dengan melakukan evolusi secara bertahap pada jaringan PSTN
agar mampu mengakomodasi paket switch .
c. Ketiga, regulasi telekomunikasi telah memunculkan operator-operator
baru. Persaingan yang semakin ketat antar operator menyebabkan
pelanggan akan berpindah ke kompetitor jika operator tersebut tak mampu
memberikan layanan yang beragam, broadband, dan murah.
Ada sejumlah kendala yang menghadang migrasi NGN pada infrastruktur
telekomunikasi di Indonesia. Meskipun sejumlah vendor global dan nasional telah
berhasil mengembangkan teknologi ini namun kematangan softswitch – terutama
class 5 - masih dipertanyakan, mengingat teknologi ini belum secara luas
digunakan untuk kepentingan komersial oleh operator-operator telekomunikasi
dunia. Kondisi infrastruktur eksisting juga bisa menjadi penghambat laju menuju
NGN. Hampir seluruh sentral dan perangkat telekomunikasi di Indonesia masih
memakai spesifikasi teknis atau protokol lama yang bersifat tertutup (proprietary).
Di lain pihak softswitch memberikan persyaratan standar dan protokol yang paling
mutakhir dan terbuka sehingga hal ini dapat menyulitkan persyaratan kesesuaian
protokol, interoperability dan interworking antara perangkat eksisting dengan
perangkat NGN. Faktor lainnya adalah masalah biaya investasi perangkat NGN
dan penyediaan jaringan akses yang masih terasa mahal dan kurang kompetitif
jika dibandingkan dengan mengupgrade sentral eksisting.
Meskipun masih banyak kendala yang dihadapi operator telekomunikasi untuk
melakukan migrasi, roadmap menuju NGN harus segera dilaksanakan. Tanpa
melakukan migrasi menuju NGN, jaringan PSTN yang masih menjadi tulang-
punggung infrastruktur telekomunikasi lambat laun tak akan optimal lagi
mengakomodasi layanan infokom. NGN dirancang untuk memenuhi kebutuhan
infrastruktur infokom abad ke 21. Konsepnya lebih dari sekedar Internet yang
digabungkan dengan PSTN (dan ISDN).
NGN mampu mengelola dan membawa berbagai macam trafik sesuai kebutuhan
customer yang terus berkembang. Jaringan tidak lagi diharapkan bersifat TDM
seperti PSTN sekarang, melainkan sudah dalam bentuk paket-paket yang efisien,
namun dengan keandalan dan kualitas (QoS) terjaga. Jika PSTN meletakkan
41
kecerdasan pada network, dan Internet meletakkannya pada host, maka NGN
menyebarkan kecerdasan pada network dan host. Feature layanan lintas media
menjadi dimungkinkan.
Migrasi dari jaringan yang ada menuju NGN akan mengalami migrasi secara
bertahap per jaringan. Oleh karena itu pendekatan migrasi NGN juga akan
menyangkut tahapan migrasi oleh PSTN, oleh jaringan bergerak, dan jaringan IP.
Migrasi jaringan PSTN ke NGN sebagai kuncinya adalah implementasi softswitch,
sedangkan pada jaringan bergerak diperkenalkan konsep IP Multimedia
Subsystem (IMS), dan pada jaringan IP perlu diantisipasi migrasi dari IP ver 4
(Ipv4) ke IP ver 6 (Ipv6). Kunci sukses migrasi dari jaringan existing ke NGN
adalah tersedianya jaringan IP pita lebar yang menjangkau seluruh Indonesia.
Sistem telekomunikasi berdasarkan media transmisinya dibedakan atas sistem
wireline dan sistem wireless. Pada sistem wireline infrastruktur telekomunikasi
terdiri atas sentral, jaringan telekomunikasi berupa kabel (dalam bentuk kabel
copper, fiber optik) dan perangkat pelanggan. Jaringan telekomunikasi dapat
berupa jaringan tulang-punggung (backbone) dengan lebar pita yang mungkin
cukup besar, sehingga dalam UU 36/1999 dikenal adanya operator jaringan tanpa
memiliki pelanggan.
Dari data para operator PT TELKOM, PT INDOSAT, PT Excelcomindo Pratama,
dan PT Indonesia Comnet Plus (ICONPLUS), kebanyakan para operator yang
telah mempunyai jaringan serat optik sebagai jaringan backbone yang
dikhususkan di daerah yang potensi revenue – nya bagi operator besar. Dalam
hal ini berlaku hukum Pareto; yaitu akan menunjukan suatu skala prioritas yang
dapat dibagi secara ekstrim, yaitu sebagian kecil pelanggan (katakanlah 20% dari
total pelanggan) akan memberikan suatu kontribusi pendapatan yang besar
(katakanlah 80% dari total pendapatan); pendapatan yang kecil tersebut berada di
Pulau Jawa. Analisis Pareto ini juga dikenal dengan analisis ABC, yang
merupakan skala prioritas. Prioritas tertinggi yaitu A berada pada pelanggan yang
memberikan pendapatan tertinggi, dalam hal ini berada di Jakarta pada
khususnya dan Jawa, Bali pada umumnya. Prioritas B terletak di pulau Sumatera.
Sedangkan prioritas C, ada di daerah lainnya. Secara umum, jaringan para
operator eksisting tersebut dapat digambarkan pada Gambar 6.
42
о
о
о
оо
Banda Aceh
Sabang
Medan
Palembang
Jakarta
о
Cirebon
о
Semarang
оSurabaya
ооо
Ketapang
Gilimanuk
о
Karangasem
о
Mataram
о
Sumbawa
о о о
ReoMaumereLarantuka
о
Kupang
о
о
Singkawang
оoSampi
t Banjarmasin
о
о
о
о
Balikpapan
Samarind
a
Tarakan
оPal
u
оо
о
о
о
о
оBatam
о
ManadoToli-toli
Gorontalo
Luwu
k
о
Kendari
оUjungpandang
o
Sibolga
оо
Meulaboh
Tapaktuan
оNatal
Padang
Bengkulu
Kalianda
оBelitung
o
Waingapu
Kalabahi
o
Merauke
o
oo
o
Biak
Nabire
Ambon
o
o
Saumlaki
oDoboo
Tual
o
o o
Manokwari
Salawati
Tobelo
oPalopo
Pontianak
Atambua
to Perth, to Perth,
AustraliaAustralia
to Asia Pacificto Asia Pacific
to Indiato India
to Thailandto Thailand
Keterangan:
Gambar 6. Jaringan yang ada dari beberapa operator di Indonesia
Jangkauan dan distribusi jaringan (jaringan berkapasitas besar, seperti Serat
Optik, gelombang mikro, satelit, dan lain-lain) yang telah digelar berfokuskan di
pulau Jawa, dan kemudian di pulau Sumatera. Adapun secara Nasional, jaringan
yang sudah ada tersebut adalah jaringan dari PT TELKOM yang dapat
digambarkan pada Gambar 7.
Jaringan SMW-2/3
Jaringan PT. COMNET PLUS
Jaringan PT. EXCELCOMINDO
Jaringan PT. TELKOM
43
Gambar 7. NGN dari operator di Indonesia
Jaringan SO yang telah digelar oleh beberapa operator seluler di Indonesia, dapat
dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7. Meskipun biaya sistem serat optik relatif
mahal dibandingkan sistem infokom lain, tetapi karena kompensasi kapasitasnya
yang amat besar, maka biaya sistem dalam hitungan tiap Mbps saluran dan tiap
km rentang menjadi relatif murah (dengan rentang faktor 5 sampai 10). Ciri sistem
serat optik lain yang menguntungkan adalah bahwa jaringan serat optik dapat
diawali dengan kapasitas relatif kecil, kemudian sesuai keperluan dapat
ditingkatkan, hanya dengan menambah peralatan elektroniknya, tanpa
menganggu kabel yang telah terpasang. Umur kabel serat optik diperhitungkan
dapat mencapai 30 sampai 40 tahun.
Terlihat dari Gambar 6. dan Gambar 7 bahwa operator jaringan yang ada
menggelar jaringan SO terdapat jaringan yang tumpang tindih, dikarenakan
berkonsentrasi pada wilayah yang sama, seperti Jawa dan Bali. Namun demikian,
masih banyak wilayah Indonesia tidak terdapat jaringan backbone dengan asumsi
kurang menguntungkan penyelenggara. Oleh karena itu, konsep Ring PALAPA
didesain untuk membangun jaringan backbone diseluruh wilayah Indonesia.
Jaringan backbone Ring PALAPA ini akan menghubungkan seluruh ibu kota
kabupaten (IKK) ke dalam jaringan backbone. Konsep Ring PALAPA akan
44
memberikan manfaat dalam mendorong turunnya tarif telekomunikasi dan
menciptakan peluang bagi terbentuknya operator baru telekomunikasi di daerah.
1. Permasalahan Penggelaran Jaringan Tulang-Punggung
Jaringan tulang-punggung yang telah ada milik para penyelenggara masih bersifat
terkotak-kotak, banyak tumpang tindih, karena belum merupakan jaringan terpadu
yang menjadi tumpuan semua penyelenggara dan pengguna jasa.
Saat ini beberapa penyelenggara telah membangun jaringan tulang-punggung
serat optik untuk mendukung layanan infokom yang diselenggarakannya.
PT. Telkom dalam menyelenggarakan layanan SLJJ dan Sambungan
Internasional telah menggelar Java Backbone (menghubungkan seluruh Pulau
Jawa) dan Sumatera Backbone serta jaringan serat optik yang membentang
sepanjang pulau Sumatera (high performance backbone/HPBB) dengan teknik
modulasi Dense Wavelength Divison Multiplexing (DVDM) menghubungkan Java
Backbone dan Sumatera Backbone serta sebagai transport utama untuk
Sambungan Internasional.
Disamping itu juga melanjutkan pembangunan tulang-punggung jaringan serat
optik di wilayah Barat (ring Medan-Pekanbaru-Padang-Sibolga-Medan dan ring
Jakarta-Palembang-Pekanbaru-Batam-Pontianak-Tanjung Pandan-Jakarta) dan
wilayah Timur (Surabaya-Banjarmasin-Ujung Pandang-Surabaya).
Sementara itu PT. Indosat telah membangun jaringan tulang-punggung SMW2
dan SMW 3 yang meliputi Jakarta-Batam-Medan-ke India; Jakarta-Batam-ke Asia
Pasifik dan Jakarta-Perth.
PT. Excelcomindo Pratama telah membangun jaringan serat optik sepanjang
Pulau Sumatera-Pulau Jawa-Pulau Bali-NTB-Pulau Sulawesi (Ujung Pandang
sampai Gorontalo) dan Palu-Samarinda-Tarakan serta Palu-Samarinda-
Balikpapan-Banjarmasin.
Ditinjau dari aspek fisik penggelaran jaringan tulang-punggung telekomunikasi
membutuhkan lokasi/lahan yang cukup panjang, penggelaran jaringan oleh
45
penyelenggara cenderung hanya di daerah yang memiliki potensi komersial yang
tinggi sehingga sulit menjangkau daerah terpencil.
Di masa depan penyelenggaraan jasa telekomunikasi jarak jauh (long distance
services) (SLJJ) dan SLI akan beralih ke sistem serat optik karena sistem serat
optik dalam skala besar lebih efisien dari sistem lain termasuk sistem satelit.
Kapasitas sistem serat optik yang besar itu merintis jalan menuju kepada next
generation network (NGN).
Dengan memperhatikan kondisi dan pengembangan jaringan serat optik oleh
masing-masing penyelenggara serta peluang penggunaan jaringan serat optik
sebagai jaringan infokom, perlu disusun kebijakan pola pengembangan jaringan
tulang-punggung (backbone network) infokom di Indonesia.
Dalam rangka penyusunan kebijakan tersebut perlu dilakukan kajian yang
diharapkan dapat memberikan gambaran pola pengembangan jaringan tulang-
punggung yang dapat memberikan solusi permasalahan yang dihadapi dalam
pengembangan jaringan infokom baik dari aspek ekonomi, hukum, teknis maupun
aspek sosial.
Permasalahan yang ditekankan adalah bahwa pengembangan jaringan tulang-
punggung Infokom (National broadband backbone network) di Indonesia ditemu-
kenali beberapa permasalahan dari aspek ekonomi, hukum, teknis dan sosial
antara lain meliputi :
biaya investasi, pengoperasian dan pemeliharaan yang besar;
terdapat idle capacity jaringan yang telah dibangun penyelenggara;
belum semua penyelenggara jaringan menyediakan interkoneksi bagi
penyelenggara lainnya;
pengaturan interkoneksi belum dilaksanakan sepenuhnya dan
sebagian masyarakat di daerah terpencil atau daerah yang tidak
menguntungkan belum menikmati layanan telekomunikasi/infokom.
46
2. Implikasi Penggelaran Jaringan Tulang-Punggung Oleh Beberapa
Operator
Dari jaringan backbone yang telah dibangun oleh beberapa operator, ditemukenali
jaringan tulang-punggung yang ada milik para penyelenggara masih bersifat
terkotak-kotak, banyak tumpang tindih, terkonsentrasi pada wilayah yang secara
ekonomis menguntungkan, belum merupakan jaringan terpadu yang menjadi
tumpuan semua penyelenggara dan pengguna jasa. Akibat dari pembangunan
jaringan tulang-punggung infokom yang belum terpadu, memberikan implikasi
antara lain:
a. belum meratanya akses jaringan telekomunikasi,
b. mahalnya biaya sambungan
c. overlapping investasi jaringan tulang-punggung yang mahal
d. belum terjadinya interkoneksi yang baik antar operator dan mahalnya
biaya interkoneksi
47
BAB 4. KONDISI JARINGAN
PEMBANDING DI NEGARA
LAIN
A. CHINA
1) Evolusi Jaringan Fiber Optik China
Sejak tahun 1990, kapasitas PSTN (Public switched Telecommuinication
Network) telah bertambah dari 12 juta hingga menjadi lebih dari 400 juta
sambungan pada tahun 2001. Penetrasi kepadatan telepon terhadap
jumlah penduduk sudah meningkat tajam dari 1,2% hingga mencapai 40 %
pada tahun 2001. Pada tahun 2001 kenaikan jumlah pelanggan telepon
kabel mencapai 37 juta yang merupakan setengahnya dari jumlah
pelanggan telepon dunia. Pada tahun 2001 juga China memiliki jumlah
pelanggan internet sebanyak 33,7 juta pelanggan. Sedangkan tahun 2005
sudah mencapai 94 juta pelanggan internet. Kenaikan jumlah pelanggan
yang begitu besar ini membutuhkan dukungan transport fiber optic.
2) Jaringan Sistem PDH VS SDH
Sejarah Fiber Optic di China belum terlalu lama, dimana dimulai dari satu
dekade sebelumnya. Pada akhir 80 an dan awal 90 an, keputusan strategis
telah diambil dengan memasang fiber optic sebagai tulang-punggung,
berupa Pleisosynchronous Digital Hierachy (PDH) system. Pertumbuhan
traffic begitu tinggi dari tahun ke tahun hingga mencapai 50%,
mengakibatkan tingginya tuntutan akan penambahan kapasitas transport.
Pada tahun 1994 telah diambil keputusan strategis berpindah dari sistem
PDH ke sistem Synchronous Digital Strategy (SDH). Sejak itu China
merupakan pemilik system SDH terbesar di Dunia. Jaringan tulang-
48
punggung di china mendekati 500 ribu KM dari total fiber optic yang telah
dipasang sepanjang lebih dari 1.5 juta KM
3) Jaringan WDM sebagai TULANG-PUNGGUNG (BACKBONE) China
Kapasitas jaringan tulang-punggung selalu menjadi masalah transport,
karena kenaikan traffic yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Upgrade jaringan dengan 2.5 GB/s WDM system dari 8 channel ke 32
channel untuk jalur provinsi dan nasional. Bahkan telah digelar puluhan
ribu WDM untuk jaringan tulang-punggung nasional. Pada tahun 2000 telah
dipasang WDM system dengan kapasitas 1.6 TB/s dengan 40 channel
untuk jaringan tulang-punggung nasional. China Telekom telah menggelar
perangkat digital cross connect (DXC) untuk membuat jaringan tulang-
punggung yang responsive. Selain China Telekom yang merupakan
perusahaan telekomunikasi milik pemerintah telah diikuti perusahaan
telekomunikasi besar lain seperti China Unicomm dan China Railway
Telecommunications Company dengan menggelar WDM dengan kapasitas
10 GB/s WDM Mspring.
4) Visi Ke Depan
Pada tahun 2005 peningkatan traffic begitu cepat sehingga jumlah
pelanggan fixed telepon mencapai 260 juta sedangkan pelanggan seluller
mencapai 290 juta. Angka ini menunjukkan penetrasi pelanggan telepon di
China telah mencapai 40% penduduk. Dari pertumbuhan pelanggan ini
diperkirakan jumlah pelanggan data dan multimedia yang berbasis IP
sudah mencapai 200 juta. Angka ini akan memerlukan kapasitas transport
fiber optic yang besar. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka dipilih 3
(tiga) opsi yang bisa dilakukan yaitu :
i. Penggunaan Ultra longhaul transmision system yang
memungkinkan fiber optic tanpa regeneratif sepanjang lebih dari
3000 KM
ii. Upgrade WDM menjadi 40 GB/s untuk jaringan tulang-punggung.
iii. Transisi dari point to point WDM ke optical networking. Optical
Networking akan memerlukan automatic switched Optical
Network (ASON).
49
B. PHILIPINE
Philipina telah membentuk konsorsium perusahan jaringan untuk mengelola
jaringan tulang-punggung nasional yang diberi nama NDTN (National Digital
Transmision Network). Jaringan fiber optic digelar dimulai dari Cuyapo, Isabela di
Philipina bagian Utara hingga ke Cagayan de Orro di Philipina bagian selatan.
Kapaistas jaringan sebesar 2.5 GB/s ini cukup besar untuk melayani hubungan
telepon sebanyak 180.000 sambungan dalam satu saat.
NDTN dimiliki oleh 7 (tujuh) perusahan operator telekomunikasi setempat yaitu
Bayan Telecommunications (Bayantel) adalah pemegang saham terbesar
Telicphil, dengan 65% saham. Anggota konsorsium lainnya adalah: Smart
Communications, Inc., Globe Telecommunications, Inc., Express
Telecommunications, Eastern Telecommunications, Philippine Telephone &
Telegraph Co. (PT&T), and Digital Telecommunications, Inc. (Digitel).
Tujuan utama dibentuknya jaringan ini adalah sebagai alternative jaringan tulang-
punggung yang menghubungkan utara Philipina dan selatan Philpina untuk
transmisi suara dan data dengan kapasitas yang besar dan kualitas yang bagus
serta harga yang terjangkau. Proyek ini didukung oleh departemen transportasi
dan komunikasi setempat . Perusahaan atau operator yang memiliki jaringan yang
sama bisa bekerjasama menggunakan jaringan ini sehingga diperoleh sinergi
yang positif bagi perkembangan telekomunikasi dan informasi di Philipina
khususnya perkembangan ekonomi nasional.
C. PAKISTAN
Perusahaan Nasional Pakistan telah menandatangani kontrak dengan Malaysia
Telekom International untuk membangun jaringan tulang-punggung nasional
sepanjang 4000 Km dengan kapasitas 10 GB/s dan melintas di 75 kota besar di
Pakistan. Jaringan ini diharapkan akan bermanfaat untuk fasilitas transmisi
operator telepon setempat, seperti celluler, Operator WLL, TV kabel setempat,
ISP, Kampus pendidikan, perusahaan utility, Call center, Perusahaan
pengembang software, lembaga keuangan baik lembaga bank ataupun non bank.
Selain itu juga jaringan tulang-punggung ini diharapkan sebagai pemacu
50
perusahaan SME yang memerlukan faslitas transmisi. Tentu saja tujuan akhir dari
proyek ini adalah untuk meningkatkan daya saing negara sehingga akan memacu
pertumbuhan ekonomi nasional.
Nilai investasi yang ditanamkan untuk proyek jaringan ini melebihi dari 100 juta
USD untuk membiayai sepanjang 4000 KM jaringan kabel fiber optik.
D. MALAYSIA
Malaysia membangun jaringan tulang-punggung nasional sebagai bagian dari
rencana besar yang diintegrasikan dengan kebijakan-kebijakan pendukung yang
sangat kondusif bagi perkembangan teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Rencana Besar Malaysia ini diberi nama Multimedia Super Corridor atau disingkat
dengan MSC. Pembangunan jaringan tulang-punggung merupakan sarana
penunjang bagi suksesnya MSC. Konsep pengembangan dimulai sejak tahun
1996, kemudian tumbuh sehingga menjadi bagian pusat riset dan pengembangan
perusahaan multinasional yang bergerak dalam bidang multimedia, produk
telekomunikasi, solusi layanan telekomunikasi dan layanan nilai tambah.
MSC sangat sukses dalam menarik perusahaan multinasional bidang TIK untuk
menempatkan salah satu pusat pengembangannya sehingga bisa mendorong
perkembangan pertumbuhan perusahaan-perusahaan lokal bidang TIK menjadi
perusahaan kelas dunia. MSC sangat cocok dan ideal bagi perusahaan yang
mengembangkan produk TIK nya sebagai tempat implementasi awal sebelum
diimplementasikan ke wilayah regional.
MSC direncanakan dalam 3 (tiga) tahapan dimulai dari tahun 1996 hingga tahun
2020. Tahapan pertama dimulai dengan tahun 1996 hingga 2003 telah sukses
dilalui dengan beberapa faktor yang mempengaruhi kesuskesan diantaranya
adalah:
51
Gambar 8. Tahapan Malaysia Super Corridor (MSC)
Paket kebijakan pemerintah yang menarik bagi investor
Kuatnya dasar-ekonomi dan sosial
Kuatnya komitmen dan dukungan pemerintah Malaysia
Percepatan dengan pelatihan sumber daya manusia
Biaya kompetitif untuk menyelenggarakan bisnis di Malaysia
Mudahnya akses ke pasar Asia dan Pacific
Penggunaan bahasa Inggris yang cukup luas di Malaysia
Kualitas hidup yang memadai sehingga mendukung perkembanagn TIK
Pada phase 2 (dua) dimulai tahun 2003 hinga tahun 2010, dimana kerangka kerja
cyberlaw akan dibuat, sehingga selanjutnya akan terbentuk 4 (empat) atau 5
(lima) kota intellegent city yang terhubungkan ke intelegent cities lain yang ada di
Dunia. Pada phase 3 (tiga) Malaysia akan terbentuk menjadi satu Multimedia
super corridor sehingga akan ada 12 (duabelas) intelegent city yang terhubung ke
global superhighway.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk perkembangan MSC adalah dibentuknya
smart school, Telehealth, e-business, smart card technology, electronic
government, dan technopreneurship. Suatu inisiatif yang cemerlang juga telah
dilakukan dengan Creative Multimedia cluster. Dengan cluster ini diharapkan akan
tumbuh layanan nilai tambah melalui industri content sehingga mendorong
tumbuhnya penggunaan broadband di masyarakat, serta industri ini bermitra
dengan industri kelas dunia sebagai outsources.
52
jaringan tulang-punggung yang mendukung MSC ini memiliki karakteristik
standard internasional sehingga mendukung kebutuhan dalam hal kapasitas,
reliability dan harga yang terjangkau. Hal yang penting dari infrastruktur yang
mendukung tersebut adalah:
Jaringan fiber optic antar kota dan dalam kota yang memiliki kapasitas
besar antara 2.5 hingga 10 GB/s
Terhubung ke jaringan internasional dengan kapasitas yang besar
Open standar, kecepatan tinggi, high speed switching, and multiprotocol
ATM
Reliability yang tinggi dan
Harga yang terjangkau.
Terintegrasi dengan proyek transportasi nasional.
E. SRILANKA
Perusahaan lokal Srilanka Dialog Telekom telah merencanakan pembangunan
jaringan tulang-punggung nasional di Srilanka bekerjasama dengan telekom
Malaysia. Nilai investasi yang direncanakan sebesar 450 Juta USD dialokasikan
untuk membangun infrastruktur telekomunikasi nasional.
Nilai investasi yang direncanakan merupakan nilai terbesar sepanjang sejarah
telekomunikasi di Srilanka. Investasi akan diarahkan pada pembangunan jaringan
tulang-punggung fiber optic nasional sehingga akan meningkatkan penetrasi
internet di negara tersebut. Selanjutnya akan dimanfaatkan untuk pengembangan
jaringan broadband dengan teknologi wireless yang akan mengarahkan
penggunaan internet bagi masyarakat.
Nilai investasi ini diharapkan menjadikan Srilanka sebagai negara yang lebih maju
dan berkembang pada bidang teknologi informasi dan komunikasi. Dengan
perkembangan infrastruktur tersebut diharapkan menjadikan Srilanka sebagai
negara yang tertinggi pertumbuhan ekonominya di kawasan regional Asia.
53
BAB 5. ANALISA
PERMASALAHAN DAN
EVALUASI PENGEMBANGAN
JARINGAN BACKBONE
A. ANALISA PERMASALAHAN
Seperti telah diketahui bahwa Indonesia telah memiliki berbagai bentuk jaringan
telekomunikasi dengan berbagai teknologi seperti satelit, gelombang mikro (GM),
VHF, kabel koaksial, kabel tembaga, dan serat optik yang digelar oleh beberapa
penyelenggara (operator). Beberapa penyelenggara telah memiliki jaringan Serat
Optik (SO) berkapasitas cukup besar yang menjangkau beberapa pulau,
termasuk Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan sebagian Nusa Tenggara
Barat (NTB). Tetapi jaringan tersebut tidak terpadu satu dengan yang lain, yang
antara lain disebabkan kurangnya koordinasi, namun juga oleh karena semangat
persaingan yang kurang ketat, menyebabkan tarif telekomunikasi jarak jauh masih
relatif mahal dibandingkan negara-negara lain.
Hal ini menghambat antara lain pembangunan prasarana telekomunikasi bagi
berbagai instansi pemerintah, usaha swasta dan perorangan yang membutuhkan
jaringan untuk meningkatkan efektifitas kerja masing-masing, namun terlalu mahal
untuk direalisasikan. Demikian juga mahalnya tarif akses ke jaringan
telekomunikasi, meredam penggunaan bagi mereka yang membutuhkan. Secara
keseluruhan hambatan ini akan meredam kebangkitan ekonomi dan kesatuan
bangsa yang direncanakan dan telah lama didambakan.
Oleh karena itu sudah waktunya Indonesia memiliki suatu jaringan tulang-
punggung (backbone) telekomunikasi utama berkapasitas besar yang terpadu,
dengan jaringan serat optik (SO) sekeliling Nusantara, yang didukung oleh
54
jaringan tulang-punggung berpita lebar dengan kapasitas lebih kecil untuk
menjangkau semua Kecamatan dan Desa.
Keterpaduan jaringan nasional akan dapat menyediakan cadangan bagi jaminan
kehandalan lebih besar dengan biaya lebih ekonomis dibandingkan dengan
penyediaan cadangan yang dilakukan sendiri-sendiri oleh masing-masing
penyelenggara. Bentuk jaringan lingkaran tertutup (cincin) menjamin
kelangsungan akses dengan mengalihkan trafik melalui sisi lingkaran yang lain,
bila terputus di satu sisi.
Berlimpahnya kapasitas akses tanpa pertambahan biaya yang terlalu besar, akan
dapat menurunkan biaya hubungan jarak jauh secara drastis, sehingga sebagai
tulang-punggung telekomunikasi akan mendukung percepatan akses pita lebar
semua Kabupaten/Kota yang kemudian diteruskan ke Kecamatan dan Desa.
RING PALAPA direncanakan menjadi tulang pungung pengikat dari berbagai
jaringan penyelenggara, baik sistem jaringan tetap maupun sistem bergerak
(mobile), termasuk jaringan media baru seperti Wireless LAN (WLAN). Sebagai
jaringan tulang-punggung yang tidak tersambung langsung dengan pelanggan-
akhir (end-user), akan dapat lebih menjamin kompetisi yang sehat di antara para
penyelenggara. Dengan demikian akan mendukung peningkatan ekonomi
nasional, peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya di daerah, serta
meningkatkan Ketahanan Nasional
Dari segi fisik, Jaringan tulang-punggung kapasitas besar (pita lebar) Ring Palapa
dimaksudkan untuk mengintegrasikan semua jaringan infokom yang telah ada,
yang sedang maupun yang akan dibangun, sehingga merupakan jaringan
Nasional terpadu, dengan tiap segmen jaringan menjadi bagian dari jaringan
Nasional tersebut. Jaringan Nasional ini akan menjadi tumpuan bagi semua
penyelenggara dan pemakai jasa infokom di dalam negeri, baik pemerintah
maupun swasta, baik perorangan maupun kelompok-kelompok masyarakat.
Dengan jangkauannya sampai ke semua IKK (ibukota kabupaten kota) atau
sentra wilayah layanan itu, maka terbukalah peluang untuk pengembangan
jaringan lokal, di semua wilayah, bersama dengan pengembangan jasa-jasa baru
pita lebar, baik dengan lingkup terbatas di wilayah bersangkutan maupun lingkup
55
Nasional, bahkan lingkup Internasional. Lingkup penggunaan jasa adalah untuk
umum (publik, berbayar), maupun jaringan jasa khusus seperti untuk keperluan
semua sektor pemerintahan, termasuk militer dan kepolisian, maupun dinas-dinas
khusus tertentu seperti penerbangan, pelayaran, meteorologi, penanggulangan
bencana alam, sampai jaringan-jaringan jasa tertutup untuk perusahaan
(corporate networks). Dengan demikian tiap pengguna jaringan Palapa Ring
dapat menjangkau seluruh dunia, sebaliknya masyarakat global juga dapat
mencapai semua pengguna di Indonesia.
B. PERENCANAAN JARINGAN RING PALAPA
1. PENDEKATAN PENYUSUNAN JARINGAN
Pendekatan menyusun jaringan tulang-punggung yang menjangkau seluruh
wilayah Nasional diawali dengan membuat ring utama (primary rings) yang
mengitari pulau atau wilayah kepulauan. Dengan pertimbangan kehandalan
sistem, maka tiap ring ke ring disebelahnya dihubungkan melalui lebih dari 1
(satu) jalur penghubung. Seperti telah diuraikan di atas, semuanya ada 7 (tujuh)
ring utama. Ring utama beserta jalur-jalur penghubungan antar ring ini (ring ke 8
dan merupakan virtual ring) akan membentuk jaringan tulang-punggung
(backbone), dengan catatan bahwa jaringan tulang-punggung ini akan bermuara
ke semua Ibukota Kabupaten (IKK) atau sentra wilayah layanan telekomunikasi
sesuai FTP 2000, dengan kode wilayahnya.
2. PEMBENTUKAN RING
Terdapat beberapa masalah dalam pembuatan ring atau cincin ini, pertama di
Kalimantan kita tidak dapat menggunakan wilayah perairan Malaysia (tanpa
prosedur seperlunya), sehingga dipilih separuh ring Kalimantan menggunakan
jalur ke bawah lewat pantai Timur Sumatera, perairan Laut Jawa dan pantai Barat
Sulawesi untuk melengkapi ring, sambil menggunakan jalur-jalur ring kepulauan
itu. Di Papua, masih perlu pemikiran bagaimana membuat ring Papua, sebab jalur
darat antara Jayapura sampai Merauke merupakan hutan belantara dengan
pegunungan setinggi 4000 m di tengahnya, dan hampir tidak berpenduduk sama
56
sekali. Jalur satelit tidak mampu mencukupi kapasitasnya, meskipun masalah
latency (delay time) dapat diabaikan.
Pada tingkat jaringan antar IKK juga dapat dibuat ring, sehingga dengan
penambahan jalur-jalur relatif pendek dihasilkan ring antar kabupaten yang
meningkatkan kehandalan keterhubungannya.
3. DESAIN MAKRO RING PALAPA
Rencana atau desain makro jaringan tulang-punggung Nasional ini menjangkau
semua IKK, atau sentra layanan wilayah dengan primary exchanges beserta kode
wilayahnya sesuai dengan FTP 2000. Dari IKK itu, tidak semua IKK yang terletak
dipinggir pantai perlu menjadi titik pendaratan, melainkan dicari kompromi bahwa
jaringan kabel serat optik darat (landline) dapat membuat akses ke sejumlah IKK
yang berdekatan dengan titik pendaratan, sedang pendaratan itu dipilih dekat
dengan Ibukota Propinsi (IKP). Mengingat bahwa telah ada jalur-jalur yang
dibangun oleh para operator, maka pemikiran integrasi semua jaringan yang telah
ada maupun yang akan dibangun, perlu memperhatikan:
a. Apabila pada segmen tertentu sudah ada kabel serat optik di darat
(landline), maka sistem yang ada itulah yang menjadi saluran akses ke
IKK, atau menjadi bagian dari jalur tulang-punggung, apabila persyaratan
kapasitas dan persyaratan teknik (interkoneksi) lainnya terpenuhi.
b. Untuk akses kepada IKK atau kota atau ibukota propinsi yang ada di
pedalaman (bukan di pinggir pantai), opsi utama mencapai IKK adalah
menggunakan kabel darat serat optik, namun untuk daerah dengan
geografi yang tidak memungkinkan kabel darat, dicari opsi lain misalnya
dengan Wireless System.
c. Apabila kabel laut harus melingkari “tanjung” sehingga memerlukan jalur
kabel laut yang panjang, maka ada alternatif kabel darat menuju IKP, IKK
atau sentra wilayah tersebut.
d. Disamping ring-ring yang mengelilingi pulau atau kepulauan, maka
dirancang pula jalur-jalur penghubung antar ring, sedikitnya di dua jalur
sehingga secara keseluruhan terintegrasi dalam jaringan Nasional ini tujuh
57
Ring utama dan jalur penghubung ini membentuk “virtual ring” ke delapan.
4. PEMILIHAN RUTE KABEL
Oleh karena kaidah-kaidah di atas, banyak perencana jaringan kabel laut memilih
memanfaatkan daerah laut dalam (deep sea) untuk rute kabelnya dalam
menemukan kompromi antara panjang kabel dan biaya penggelarannya (lewat
laut dalam panjang jalur kabel akan bertambah, tetapi dengan biaya penggelaran
lebih murah). Hanya untuk menuju titik pendaratan rutenya mendekati pantai. Di
perairan dangkal seperti di laut Jawa tidak ada pilihan kecuali menggunakan
kabel dengan proteksi seperlunya.
5. PEMILIHAN TITIK PENDARATAN DAN PENGGAMBARAN JALUR
JARINGAN KABEL LAUT
Disamping persyaratan teknik seperti telah diterangkan di atas, maka pilihan
lokasi titik pendaratan kabel memperhatikan kemudahan dan keamanan kabel
pada waktu pemasangan dan setelah kabel digelar, misalnya memperlhatikan
kondisi geologi dan geografi lokasi sekitarnya, mudah dicapai, dan kemudahan
menyambungkannya ke lokasi terminal pusat akses infokom (Point of Presence/
PoP) yang akan dibangun. Misalnya saja menghindari pantai dengan lereng
curam apalagi lereng gunung batu. Pusat akses infokom itu sendiri dirancang dan
dibangun untuk melayani masyarakat di tiap IKK atau sentra wilayah infokom
dengan kode wilayahnya.
Calon titik pendaratan (possible landing points) yang memuat 97 lokasi titik
pendaratan diseluruh Indonesia yang dekat dengan IKK atau sentra wilayah
layanan telekomunikasi. (lihat daftar pada halaman berikut). Tiga (3) angka di
belakang nama kota adalah kode wilayah untuk kota tersebut. Sedang tanda
bintang di belakang nama kota adalah tanda bahwa kota tersebut adalah ibukota
propinsi.
Dari ketentuan dalam FTP 2000 telah disediakan 655 nomor kode wilayah,
diantaranya telah digunakan sebanyak 352 nomor. Daerah-daerah baru yang
akan tersambung dalam jaringan dengan adanya jaringan tulang-punggung ini
akan menggunakan nomor-nomor yang tersisia, tetapi penggunaan ini ditentukan
58
oleh pemerintah c.q. Ditjen Postel. Pertimbangan lain dalam hal memilih titik
pendaratan ini adalah tingkat kemajuan IKK yang bersangkutan.
6. DAFTAR USULAN PENDARATAN
Untuk mendapatkan titik pendaratan sesuai dengan apa yang telah dijelaskan di
atas perlu juga beberapa kriteria di bawah ini diperhatikan :
Pilihan lokasi titik pendaratan berdasarkan hirarki wilayah dalam
administrasi pemerintahan, misalnya ibukota Kabupaten (IKK), ibukota
Propinsi (IKP), dan mudah dicapai dari arah laut maupun darat
Ibukota Propinsi ditandai dengan bintang (*) di belakang nama kotanya.
Semuanya ada 27 IKP di dekat pantai, sehingga titik pendaratan kabel
laut dapat mencapainya. Enam (6) IKP lainnya ada di “pedalaman”
yang harus dicapai dengan kabel darat serat optik atau sarana lain,
yaitu Pekanbaru, Jambi, Palembang, Bandung, Yogyakarta dan
Palangkaraya.
Angka angka dibelakang nama IKK / IKP adalah nomor kode wilayah
layanan telekomunikasi (menurut FTP 2000)
Jumlah calon titik pendaratan ada 97 kota
7. IKK, SENTRA WILAYAH SAMBUNGAN DAN PUSAT AKSES INFOKOM (PoP)
Dalam bab terdahulu dinyatakan bahwa jaringan Nasional pita lebar ini akan
bermuara kepada semua IKK (atau sentra wilayah dengan kode wilayahnya) dan
menjadikan IKK atau sentra wilayah itu sebagai pusat akses fasilitas jaringan
Infokom (PoP) dengan jangkauan Nasional dan dengan akses ke luar negeri.
Fungsi pusat akses ini biasanya dipilih lokasi di kota, sedang landing point atau
titik pendaratan merupakan pangkal saluran yang akan disambungkan kepada
Pusat Akses Infokom (PoP) tersebut. Kabel yang sudah tersambung dari titik
pendaratan sampai titik pendaratan berikutnya dapat pula tersambung dengan
bagian kabel darat sampai pada terminal pertama di darat, bukan di pinggir laut,
tetapi masih dapat beberapa puluh kilometer ke darat. Apabila IKK atau sentra
59
wilayah tersebut terletak di pinggir pantai, maka fungsi titik pendaratan dan fungsi
PoP ini dapat digabung pada satu lokasi.
Lampiran 3 menunjukkan peta jaringan tulang-punggung menurut PALAPA RING
C. SOLUSI PERMASALAHAN
Dari permasalahan yang dipaparkan pada bagian sebelumnya pada kondisi
jaringan eksisting saat ini, serta solusi jaringan backbone nasional di negara lain,
maka solusi yang paling cocok adalah jaringan RING PALAPA. Jaringan ini telah
dirancang dengan menggunakan kabel serat optik sehingga memiliki kapasitas
besar dan teknologi yang paling sesuai untuk keperluan jaringan Backbone
Telekomunikasi Nasional. Berikut disampaikan beberapa hal kelebihan dari
teknologi kabel serat optik yang berkaitan dengan jaringan backbone.
1. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI SERAT OPTIK
a.) Kapasitas Transmisi Serat Optik
Di antara perkembangan teknologi infokom, perkembangan teknologi serat optik
atau photonics selama 2 (dua) dekade ini sangat pesat. Dengan teknik WDM
(Wavelength Division Multiplex) kini telah dicapai kapasitas transport informasi
sebesar 160 gelombang (warna) atau wavelengths, dengan kapasitas transport
(untuk sistem single mode) sebesar 10 sampai 40 GBps tiap gelombang melalui
satu urat serat optik. Dalam satu kabel dapat diisi puluhan sampai ratusan urat
serat optik. Sedang rentang kabel mencapai sampai 500 km tanpa memerlukan
regenerator. Dengan kemampuan ini tiap urat dapat menyalurkan informasi
sebesar 160 x 40 GBps atau 6.4 Tbps. Perkembangannya menuju kepada teknik
DWDM (Dense Wavelength Division Multiplex) sampai pada 640 gelombang
untuk tiap urat serat optik. Usia kabel serat optik diperhitungkan 30 – 40 tahun.
b.) Fleksibel Dalam Merancang Konfigurasi Dan Kapasitas Jaringan
Bersama pengembangan kapasitas urat serat optik ini telah dikembangkan pula
komponen-komponen jaringan untuk penyaluran “jalur” informasi (lightpaths),
seperti misalnya cross-connect terminals untuk keperluan pencabangan atau drop
60
and insert, wavelength converters, instrumen pengukur parameter jaringan dan
lalulintas informasi, dan sebagainya, sehingga jaringan serat optik dapat
dirancang fleksibel dalam membentuk topologi jaringan seperti lingkaran, bus, star
maupun mesh. Dengan demikian dapat dirancang secara ekonomis dalam arti
penghematan dalam penggelaran saluran kabel itu sendiri.
Satu ciri sistem serat optik yang menguntungkan adalah dalam hal kemudahan
peningkatan kapasitas transport serat optik. Dengan teknologi WDM atau DWDM
itu, kapasitas kabel serat optik dapat ditingkatkan secara relatif mudah, dengan
hanya menambah kapasitas komponen-komponen jaringan (station equipment
electronics) tanpa mengganggu kabel yang telah terpasang. Dengan demikian
kapasitas jaringan dapat dirancang untuk kapasitas relatif kecil pada awalnya,
kemudian ditingkatkan sesuai kebutuhan termasuk kebutuhan lalu-lintas pita lebar
memenuhi tuntutan layanan jenis-jenis jasa yang mensyaratkan pita lebar.
c.) Sistem Komunikasi Optik Tidak Menyebabkan Interferensi Dengan
Sistem Elektronik Lain
Ciri keuntungan lain pada sistem kabel yang sering disebut adalah bahwa
jaringan kabel tidak ada sangkut pautnya dengan masalah pengendalian
frekuensi. Meskipun kabel menyalurkan informasi dengan media energi
elektromagnetik, (yang berbentuk gelombang juga dengan panjang gelombang
ukuran nanometer) tetapi hanya terbatas dalam urat-urat kabel saja, tidak ada
pengaruh interferensi atau induksi pada sistem di luar kabel, dan tidak
dipengaruhi oleh sistem elektromagnetik lain di luar kabel. Sistem kabel tidak
memerlukan koordinasi frekuensi seperti pada sistem radio termasuk sistem
satelit yang prosesnya dapat kompleks dan bertingkat-tingkat.
d.) Biaya penggunaan sistem serat optik dalam ukuran kapasitas (MBps)
dan panjang jalur (Km) menjadi jauh lebih murah daripada sistem
lain.
Meskipun biaya kabel secara keseluruhan termasuk pemasangannya relatif
mahal, tetapi karena harga unsur-unsur terminal jaringan (sering disebut station
electronics) adalah sebanding dengan sistem elektronik lain, maka dengan
61
kompensasi kapasitas sistem serat optik yang amat besar itu, biaya dalam
hitungan tiap MBps kapasitas dan tiap km rentang saluran (channel) menjadi jauh
lebih murah. Murahnya biaya tiap alur inilah yang membuka peluang
pengembangan jaringan dan jasa di tiap daerah, termasuk jaringan pita lebar dan
mempunyai akses kepada jaringan nasional maupun ke luar negeri.
2. JARINGAN MASA DEPAN
Jaringan tulang-punggung RING PALAPA direncanakan menjadi tumpuan semua
jaringan penyelenggara, baik yang telah ada maupun bagi “pendatang baru”, baik
untuk sistem jaringan tetap maupun sistem bergerak (mobile), termasuk jaringan
media baru seperti Wireless LAN (WLAN). Sebagai jaringan tulang-punggung
yang tidak tersambung langsung dengan pengguna-akhir (end-user), akan dapat
lebih menjamin iklim kompetisi yang sehat di antara para penyelenggara.
Infrastruktur infokom adalah sarana teknis yang menunjang sinergi dan
produktivitas kegiatan pembangunan. Pengembangan infrastruktur infokom ini
perlu diiringi dengan upaya pendidikan masyarakat untuk dapat melakukan
pembaharuan (inovasi) dalam cara kerja dan gaya hidupnya, memanfaatkan
potensi prasarana infokom, dengan kata lain diperlukan “change management”
(pengelolaan perubahan) terhadap budaya masyarakat sehingga dapat mandiri,
berkembang, dan mampu meraih hasil karya sendiri. Sasaran utama jaringan
Nasional adalah pemberdayaan seluruh lapisan masyarakat, baik di pusat
maupun di daerah, khususnya pengembangan UKM (Usaha Kecil dan Menengah)
yang merupakan pilar ekonomi nasional. Karena tersedianya fasilitas dengan
biaya murah, UKM pun dapat mengakses pasar internasional dan berkiprah
didalamnya. Dengan demikian konsep kegiatan tersebar tetapi terkoordinasi juga
menjangkau pedesaan dan UKM.
3. PENGEMBANGAN JASA BARU
Bagi kita, di Indonesia, dengan tersedianya jaringan tulang-punggung Nasional
pita lebar ini tiap sektor dapat secara pragmatis merancang jasa-jasa, baik lingkup
terbatas maupun lingkup Nasional yang akan dilaksanakan. Misalnya:
62
Sektor pemerintahan dapat merancang e-government, e-procurement
dan peningkatan maupun penyebaran akses Kewajiban Pelayanan
Umum (KPU) atau Universal Service Obligation (USO), untuk keperluan
administrasi pemerintahan dan keterhubungan semua unit pemerintahan;
Sektor pendidikan dapat merancang e-learning, e-library dan e-books
dengan tujuan kemudahan akses pada sumber pembelajaran semua
tingkatan;
Sektor pemeliharaan kesehatan merancang e-health atau tele-
health/tele-medecine dengan peningkatan penetrasi jasa pemeliharaan
kesehatan sampai ke pedesaan;
Sektor publik dapat merancang jasa-jasa VoIP (Voice over Internet
Protocol), High speed Internet, Video dan Music on demand, on-line
gaming, direct broadcasing dan lain sebagainya dengan biaya murah;
Sektor industri dapat membangun corporate networks, dilengkapi dengan
e-banking, e-commerce dan on-line shopping sehingga memberi
kemudahan kepada transaksi perdagangan khususnya pengembangan
UKM;
Aplikasi-aplikasi LBS dapat menunjang pengendalian armada angkutan
darat, kereta api, penerbangan, pelayaran;
Dan sejumlah besar aplikasi – aplikasi lainnya.
4. DUKUNGAN TEKNIS PERAWATAN
Karena kita bukan (belum) menguasai teknologi canggih infokom maka masalah
dukungan teknis atau sering disebut operation and maintenance untuk keperluan
kesinambungan operasional sistem terpasang seringkali terabaikan, oleh karena
kita belum mempunyai ”proper understanding” dan ”sense of urgency” tentang
masalah perawatan ini. Bahkan pada waktu mula-mula maraknya komputer, ada
cemooh yang mengatakan bahwa kita menggunakan komputer (PC) hanya
sebagai pengganti mesin ketik, padahal kemampuannya jauh lebih luas. Kita perlu
“mengubah” sikap kita sehingga sarana infokom itu menjadi bagian gaya hidup,
cara kerja dan arah berpikir kita sehar-hari (mainstreaming ICTs) sehingga
63
mampu memanfaatkan kemampuan teknologi itu secara baik untuk peningkatan
efisiensi kerja kita.
Untuk kepeluan dukungan teknis ini perlu disiapkan SDM yang kompeten beserta
organisasi perawatan dan perbaikan (repairs), agar tidak terjadi sistem terpasang
yang tidak berfungsi secara benar atau bahkan menjadi “besi tua”. Adalah terlalu
boros apabila tiap kali kita mendatangkan expert asing atau mengirim peralatan
ke luar negeri untuk keperluan perawatan atau perbaikan peralatan. Pemborosan
ini bukan hanya dari segi biaya tetapi juga dari “down time” atau waktu
terganggunya operasi sistem. Organisasi perawatan dan perbaikan peralatan
dapat dirancang misalnya berupa maintenance center pada tiap ibukota propinsi
(di bawah asuhan pusat perawatan Nasional) dengan unit-unit mobile berkeliling
ke ibukota kabupaten.
Kita perlu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk kesinambungan
operasional dengan baik. Kita tahu bahwa banyak gagasan dan konsep “impor”
telah dicoba, tetapi banyak pula yang gagal. Seringkali pula operasi terhenti
karena perioda bantuan dana telah berakhir. Ada pula gagasan yang tetap tinggal
di atas kertas dan tak dapat dilaksanakan atau sudah terburu tersusul oleh
teknologi baru yang lebih murah dan efisien. Pada umumnya, negara berkembang
kurang menyadari masalah perawatan ini, bahkan seringkali mempergunakan alat
secara tidak semestinya. Hal ini menunjukkan bahwa seringkali rancangan itu
disesuaikan dengan lingkungan operasional setempat, mengingat ciri-ciri
masyarakat yang masih “terbelakang”. Penggunaan sarana baru yang efisien
masih harus didahului dengan pelatihan dan membuktikan bahwa peralatan
tersebut berguna bagi kegiatan-kegiatan dalam hidupnya sehari-hari, atau dapat
meningkatkan kinerja usahanya. Perubahan sikap atau gaya hidup ini
memerlukan waktu disamping manajemen perubahan.
5. PERUBAHAN SOSIAL
Adaptasi gaya hidup masyarakat dengan sarana baru ini merupakan tugas pokok
“pembaharuan” bagi masyarakat tingkat desa bahkan kabupaten terutama
masyarakat miskin dan tak terdidik. Menanganinya harus berdasarkan
64
kepedulian, sebab mereka selalu terpinggirkan (marginalized) sejak jaman feodal,
jaman penjajahan sampai sekarang. Dengan membuktikan bahwa sarana infokom
dapat meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan taraf hidup mereka, baru
mereka percaya bahwa infokom merupakan sarana kerja, mengatasi kebiasaan
dan rasa kemapanan hidup dan bekerja sehari-hari, mengatasi kendala-kendala
akar budaya selama ini. Pembaharuan menuntut perubahan dan perubahan
menuntut manajemen perubahan, supaya tidak dirasakan bahwa perubahan akan
mengancam kemapanan mereka, tetapi meningkatkan efisiensi kerjanya.
Banyak orang mengira bahwa apabila sarana atau infrastruktur tersedia, maka
secara otomatis orang akan menggunakannya. Pendapat ini hanya benar bagi
mereka yang mampu mempergunakan alat, karena memang alat diciptakan untuk
tujuan efisiensi kerja. Namun secara teori, teknologi yang didefinisikan sebagai
kemampuan penalaran untuk menciptakan barang atau jasa itu terus berkembang
bersama dengan dinamika kerja. Hal ini disebabkan teknologi yang pada awalnya
telah dikembangkan untuk tujuan tertentu biasanya juga - dengan atau tanpa
tambahan desain – dapat dipergunakan untuk tujuan lain. Dengan demikian
teknologi makin meluas dan mendalam, sehingga selalu melahirkan teknologi
baru yang disebut teknologi turutan (spin-off technologies). Dengan pembaharuan
teknologi itu terjadi pula teknologi yang dianggap kadaluwarsa. Infokom dengan
kemajuan pesat itu telah membuat banyak sistem, aplikasi atau produk yang
kadaluwarsa, dan digantikan dengan teknologi baru.
Dalam rentang pengalaman kita, kita tahu bahwa misalnya saja “paging system”
menjadi usang setelah ada telepon seluler terutama dengan kemampuan SMS-
nya. Demikian pula teknologi jaringan suits sirkit (circuit switch) akan segera
disusul dengan teknologi digital dengan sistem suits paket (packet switch).
Sekarang masih banyak digunakan telepon (suara) tetapi lalu-lintas
telekomunikasi sudah sejak beberapa tahun digantikan oleh lalu-lintas komunikasi
data, bahkan kini komunikasi data menunut infrastruktur pita lebar
Jaringan tulang-punggung Nasional pita lebar ini memungkinkan tiap wilayah dan
daerah mengembangkan jaringan infokom lokal langsung melayani pemakai, dan
memanfaatkan saluran biaya murah itu untuk mendapat akses pada jaringan
Nasional dengan akses ke luar negeri. Banyak aplikasi yang dapat
65
dikembangkan, baik lingkup Nasional maupun wilayah, untuk pemenuhan
kebutuhan dasar seperti pendidikan, pemeliharaan kesehatan, administrasi
pemerintahan, perdagangan, industri, pariwisata, dan banyak lagi. Dengan
demikian konsep aplikasi untuk masyarakat banyak seperti Kewajiban Pelayanan
Umum (Universal Service Obligation), Balai Informasi Masyarakat (telecenters
atau community access points) serta penyebaran usaha swasta seperti Wartel
dan Warnet lebih mudah terlaksana.
6. KONSORSIUM SEBAGAI PENYELENGGARA
Sebagaimana diketahui bahwa biaya investasi untuk pembangunan jaringan
backbone ini relative mahal yaitu sekitar USD 1,5 M (sesuai dengan hasil study
sebelumnya pada Ring Palapa). Bila diserahkan kepada satu investor nilainya
akan cukup relatip besar, sedangkan pengembaliannya diharapkan ingin lebih
cepat, maka kemungkinan investor akan tertarik pada wilayah yang gemuk saja.
Selain itu bila dikelola oleh satu perusahaan akan timbul kecenderungan menjadi
posisi dominan menguasai infrastruktur nasional. Oleh karena itu pengelolaan
oleh konsorsium akan lebih cocok dibandingkan oleh satu investor saja.
Konsorsium ini bisa terdiri dari perusahaan provider telekomunikasi ditambah
investor lain yang bukan dari incumbent provider telekomunikasi. Dengan
dikelolanya jaringan ini oleh suatu konsorsium diharapkan persoalan interkoneksi
bisa diselesaikan secara netral, karena pengelola tidak berpihak kepada salah
satu incumbent provider telekomunikasi.
D. EVALUASI PENGEMBANGAN DENGAN MODEL BALANCED SCORE
CARD
Evaluasi pengembangan jaringan backbone nasional bisa digambarkan ke dalam
model Balanced score Card sehingga tergambarkan Misi, Visi, Strategi dan
Objektif Pengembangan Jaringan Backbone Telekomunikasi Nasional.
66
1. MISI, VISI dan STRATEGI
Misi dan Visi disusun sesuai dengan masukan yang diterima pada saat menyusun
laporan ini termasuk dari kuesioner dan analisa dari pembahasan sebelumnya.
Sedangkan Strategi disusun sebagai bagian dari tindakan yang akan
dilaksanakan pada kebijakan pengembangan jaringan tulang punggung ini.
MISI:
Sebagai sarana pemerataan akses kepada fasilitas Infokom di semua
wilayah Nusantara untuk mendukung pengembangan semua potensi
masyarakat dan wilayahnya ke arah pembangunan Nasional yang adil dan
merata
VISI:
Menciptakan keterhubungan (interconnectivity) antar warga dan antar
masyarakat, serta menunjang semua kegiatan pembangunan Nasional
secara keseluruhan (overall national development) termasuk bidang Sosial,
Ekonomi dan Budaya, dengan dampak memperkokoh ketahanan Nasional
dengan cara :
1). Meningkatkan pembangunan ekonomi, kebudayaan dan masyarakat
Indonesia, termasuk di daerah-daerah yang belum berkembang.
2). Mengurangi kesenjangan digital antar masyarakat di kota-kota kecil
yang belum terbangun jaringan broadband.
3). Menawarkan berbagai peluang untuk berkompetisi dan kesempatan
berbisnis di daerah-daerah yang belum berkembang.
4). Meningkatkan jumlah titik akses terhadap jaringan pita lebar, yang
mencakup 440 kota/daerah, di mana setiap kota/daerah itu akan
menjadi satu access point pada jaringan broadband.
5). Menyediakan layanan komunikasi publik dan pemerintahan yang
efisien, aman dan berdaya jangkau luas, yang mencakup militer,
67
kepolisian, meteorologi, pencegahan bencana, dan pelanggan
korporat.
6). Mengurangi tarif dalam bertelekomunikasi dan mendorong
pemanfaatan akses broadband.
7). Menyediakan kebutuhan masyarakat dalam bertelekomunikasi di
masa kini dan di masa depan yang kemungkinan bergantung pada
jaringan
STRATEGI:
Guna mencapai hal diatas maka harus memanfaatkan teknologi mutakhir
serta memanfaatkan momentum iklim pembangunan infrastruktur yang
sehat.
2. OBJEKTIF dan PERSPEKTIF PENGEMBANGAN JARINGAN TULANG - PUNGGUNG
Objektif pengembagan jaringan backbone ini disusun sesuai dengan 4 (empat)
perspektif yang ada pada Balanced Score Card, yaitu perspektif Keuangan,
Perspektif Pelanggan, Perspektif Proses Bisnis Internal dan Perspektif
Pembelajaran dan Pertumbuhan. Pada setiap perspektif disusun pula berupa
faktor penentu keberhasilan kebijakan pengembangan jaringan backbone, tujuan
strategis, Tolok Ukur Kinerja, Target yang ingin dicapai, dan rencana tindakan
untuk mencapai objektif tadi.
Tabel 3. Balanced Score Card Pembangunan Tulang-Punggung Jaringan
Telekomunikasi Nasional
PERSPEKTIF KEUANGAN
Faktor Penentu Keberhasilan
Tujuan Strategis
Tolok Ukur Kinerja
Target Tindakan
Peningkatan Pembangunan Ekonomi
Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Pengurangan Pengangguran Pengurangan
Peningkatan Produk Domestik Bruto Persentase penduduk menganggur Persentase
Pertumbuhan PDRB > 6%
Berkurang menjadi dibawah 7%
Berkurang
Membuat Regulasi yang mendukung Penciptaan lapangan kerja baru bdg TIK Peningkatan
68
Memanfaatkan momentum iklim pembangunan infrastruktur yang sehat
Penduduk miskin Investasi yang menguntungkan bagi Investor
Penduduk miskin Investasi dengan IRR > bunga bank
menjadi dibawah 15%
Para Investor tertarik untuk berinvestasi
pendapatan masyarakat Melakukan Tender bagi para Investor yang berminat Membentuk konsorsium untuk membangun
PERSPEKTIF PELANGGAN
Faktor Penentu Keberhasilan
Tujuan Strategis
Tolok Ukur Kinerja
Target Tindakan
Mengurangi Tarif berkomunikasi Mengurangi Kesenjangan Digital masyarakat pedesaan
Penurunan tarif penggunaan hubungan jarak jauh secara drastis, Pemerataan fasilitas telekomunikasi di Daerah
Meningkatnya traffik pembicaraan jarak jauh (SLJJ) Peningkatan penetrasi pemakai internet Peningkatan penetrasi pemakai telepon
Tarif Yang Flat tidak tergantung Zone/ Wilayah Meningkat 10 kali Meningkat 2 kali
Regulasi tarif bagi pelanggan backbone Operator Backbone bertindak juga sebagai operator SLJJ Regulasi Sinergis dengan kebijakan TI Penyediaan PC murah Regulasi VOIP
PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL
Faktor Penentu Keberhasilan
Tujuan Strategis
Tolok Ukur Kinerja
Target Tindakan
Menyediakan fasilitas komunikasi publik dan pemerintahan yang effisien dan berdaya jangkau luas
Layanan publik untuk e-gov, e-learn,
Tersedia e-gov, e-learn, di daerah
Semua kabupaten sudah memiliki e-gov Sekolah Kejuruan atau sekolah umum
Menggunakan e-gov yang sukses dan dilaksanakan secara bertahap Menggunakan e-learn yang sukses di implementasikan di sekolah
69
Membuka berbagai peluang untuk berkompetisi dan kesempatan berbisnis di daerah-daerah yang belum berkembang
Tertbentuknya perusahaan daerah untuk membangun jaringan lokal Terbentuknya perusahaan content di daerah Kesiapan industri telekomunikasi lokal Kesiapan regulasi frekuensi
Pemerintah daerah atau BUMD atau pengusaha dari daerah membangun jaringan lokal Jumlah perusahaan dan jumlah tenaga yang terserap. Kapasitas industri fiber optik bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri Tersedianya regulasi pemakaian frekuensi radio
tertentu memiliki e-learning BUMD atau swasta di daerah menggandeng perusahaan nasional Minimal 1 Propinsi satu perusahaan Kapasitas Minimum 33000 KM/tahun Regulasi untuk teknologi Wimax dan 2.4 GHz
Sosialisasi dan penjelasan undang-undang yang mengatur investasi jaringan lokal dan industri content. Promosi ke investor nasional maupun asing Regulasi agar produk lokal bisa digunakan Menyiapkan regulasi pemakaian frekuensi radio.
PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN
Faktor Penentu Keberhasilan
Tujuan Strategis
Tolok Ukur Kinerja
Target Tindakan
Meningkatkan jumlah titik akses terhadap jaringan pita lebar, yang mencakup 440 kota/daerah Penggunaan Teknologi Yang Mutahir
Jaringan Menjangkau daerah Ibu Kota kabupaten di Seluruh Indonesia
Menggunakan Serat Optik dengan kapasitas besar
Semua ibu kota kabupaten terjangkau jaringan tulang-punggung Jaringan Serat Optik digelar dengan sistem SKKL
440 ibu kota kabupaten terjangkau
Tergelar 7 cincin/ring
Dilakukan secara Bertahap sesuai dengan kemampuan Investor yang membangun dibagi-bagi sesuai dengan cincin
70
BAB 6. PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pengembangan jaringan tulang-punggung infokom di Indonesia secara
terpadu ditujukan untuk mengatasi tidak terpadunya jaringan tulang-punggung
dari para operator, tumpang tindih area penggelaran di wilayah Indonesia
bagian Barat dan tiadanya jaringan tulang-punggung di Indonesia bagian
Timur, interkoneksi yang masih terbatas, pembangunan untuk kepentingan
operator masing-masing dan infrastruktur telekomunikasi yang belum merata.
2. Pengembangan jaringan tulang-punggung secara terpadu melalui RING
PALAPA yang mencapai semua Ibukota Kabupaten Kota akan
mengoptimalkan jaringan tulang-punggung yang telah dibangun maupun yang
akan dibangun.
3. Pengembangan jaringan tulang-punggung infokom dengan serat optik
memiliki keuntungan antara lain yaitu kapasitas sistem yang besar, fleksibel
dalam merancang konfigurasi dan kapasitas jaringan, tidak menyebabkan
interferensi dengan peralatan elektronik lain.
4. Dengan digelarnya jaringan tulang-punggung infokom di Indonesia
diharapkan dapat menciptakan operator-operator baru di daerah,
menciptakan penyelenggara jasa layanan infokom, meningkatkan kualitas
kehidupan sosial masyarakat, membuat harga akses teknologi telekomunikasi
menjadi murah dan menyiapkan sarana bagi jaringan telekomunikasi masa
depan (NGN atau Next Generation Network)
5. Titik pendaratan (landing point) pada tulang-punggung serat optik bawah laut
RING PALAPA berada di IKK
6. Pengembangan jaringan tulang-punggung infokom melalui RING PALAPA
perlu dukungan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder), dan ini terbukti
dari perbandingan jaringan tulang punggung di negara lain telah sukses.
71
7. Evaluasi pengembangan jaringan tulang-punggung infokom dengan Balanced
Score Card (BSC) memberikan jalan keluar bagi peningkatan kinerja jaringan
dengan memadukan seluruh potensi yang ada
8. Pengelolaan jaringan oleh konsorsium akan meringankan beban investasi
dan dapat menghindari posisi dominan suatu operator pada suatu fasilitas
infrastruktur telekomunikasi.
B. REKOMENDASI
1. Sebaiknya disusun secepat mungkin PERMEN untuk menunjang Ring Palapa
(Lampiran 5), dan kalau dapat pada awal tahun depan (2007), sehingga
konsorsium bisa segera terbentuk dan pembangunan Ring Palapa dapat
diselesaikan dan dioperasikan pada kurun waktu 2009/2010
2. Koordinasi dengan departemen terkait guna melindungi dan mendukung
industri telekomunikasi dalam negeri dalam mendukung kesiapan
pembangunan jaringan tulang-punggung nasional seperti pengadaan kabel
serat optik dan perangkat elektroniknya.
3. Menetapkan alokasi frekuensi radio untuk penggunaan teknologi Wimax yang
akan digunakan sebagai penunjang jaringan bagi daerah-daerah yang tidak
terjangkau oleh kabel serat optik.
4. Mendorong pengusaha jaringan lokal di daerah agar memprioritaskan
pembangunan akses pada lokasi penting seperti komunitas kantor pemerintah
daerah, kantor atau pusat bisnis, lokasi kampus dan tempat pendidikan
sehingga mereka memudahkan akses ke jaringan tulang-punggung
telekomunikasi nasional.
5. Memberikan penjelasan dan sosialisasi serta mengajak para provider
telekomunikasi yang ada selain sebagai pemangku kepentingan (stake holder)
juga tulang-punggung nasional sehingga bisa diperoleh konsorsium yang kuat
dan didukung oleh semua pemangku kepentingan serta tidak ada dominasi
dari operator telekomunikasi tertentu.
6. Melakukan pengkajian ”Akses Pita Lebar ke Desa/Kecamatan” setelah
implementasi jaringan tulang-punggung telekomunikasi mencapai Ibukota
Kabupaten/Kota.
72
LAMPIRAN 1
KUESIONER
TENTANG KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM
PENGEMBANGAN BACKBONE JARINGAN
TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA
73
KUESIONER
TENTANG KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN JARINGAN
TULANG-PUNGGUNG (BACKBONE)TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA
A. Pertanyaan yang berkaitan dengan Visi dan Misi Tentang Kebijakan
Pemerintah Dalam Pengembangan Jaringan Tulang-Punggung Telekomunikasi Di Indonesia
1. Manfaat apakah yang akan diperoleh atau harapan apakah yang akan
dirasakan dengan adanya kebijakan pemerintah dalam pengembangan jaringan tulang-punggung telekomunikasi nasional. a. makin murahnya biaya akses ke informasi global/internet b. makin murahnya biaya pembicaraan melalui telepon c. makin murahnya biaya komunikasi data antar perusahaan / VPN d. lainnya...
2. Manfaat sosial apakah yang bisa dirasakan dengan dibangunnya jaringan
tulang-punggung nasional a. Makin mudah dan murahnya pelayanan pemerintah kepada masyarakat
seperti pelayanan perizinan b. Makin mudah dan murahnya pemerataan pendidikan kepada
masyarakat c. Makin mudah dan murahnya pelayanan kesehatan kepada masyarakat d. Lainnya..............
3. Manfaat ekonomi nasional apakah yang bisa dirasakan dengan adanya
jaringan tulang-punggung nasional a. Makin mudah dan murahnya sarana pemasaran produk/jasa yang dijual
ke seluruh indonesia dan bahkan dunia b. Makin mudahnya transaksi penjualan barang dan jasa ke seluruh
indonesia bahkan ke seluruh dunia c. Makin mudah dan murahnya mencari peluang pekerjaan d. Lainnya.........
4. Manfaat politik apakah yang bisa dirasakan dengan adanya jaringan tulang
punggung nasional. a. makin cepatnya proses perhitungan suara hasil pemilu secara nasional b. makin cepatnya informasi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah c. makin mudahnya saling mengenal budaya masyarakat yang ada di
Indonesia d. lainnya..
74
5. Jaringan tulang-punggung nasional akan benar-benar dirasakan manfaatnya bila dibarengi dengan kebijakan pemerintah tentang a. kemudahan investasi bagi investor bidang teknologi informasi b. sosialisasi pemanfaatan teknologi informasi untuk pemerintahan atau e-
goverment c. program smart school/kampus bagi sekolah/kampus dari pemerintah d. kebijakan tentang cyber law tentang transaksi elektronik e. lainnya...................
B. Pertanyaan yang berhubungan dengan perspektif keuangan
1. Jaringan tulang-punggung yang dibangun diharapkan bisa sukses dari segi keuangan bila investasi yang telah dikeluarkan bisa dihitung dalam ROI sehingga melebihi
a. 25% b. 15% c. 10% d. lebih rendah 10% karena merupakan misi nasional
2. Harga layanan jaringan yang dijual kepada pemakai didasarkan pada a. jarak dan besarnya bandwith b. tidak mengenal jarak, tetapi dari besarnya bandwith c. lainnya........ d.
3. Biaya pengadaan dan pemeliharaan jaringan tulang-punggung nasional harus mengacu pada :
a. standar biaya yang digunakan negara lain/operator lain b. dihitung sesuai dengan kondisi negara Indonesia c. Lainnya ....
C. Pertanyaan yang berhubungan dengan perspektif pelanggan
1. Apakah pelanggan jaringan tulang-punggung nasional yang harus diprioritaskan dilayani:
a. Pelanggan operator telekomunikasi multinasional b. Penyelenggara jaringan telekomunikasi di daerah c. Pelanggan perumahan d. Pelanggan bisnis yang potensial e. Pelanggan lembaga pemerintahan f. Pelanggan lainnya ........
2. Apakah yang harus dilakukan pada jaringan tulang-punggung nasional kepada pelanggan agar jaringan tulang-punggung nasional dapat dirasakan manfaatnya.
a. Harga jual yang rendah dan terjangkau dibandingkan dengan yang sudah ada
b. Kapasitas dan kecepatan sesuai dengan kebutuhan c. Jangkauan/Coverage ke wilayah kota-kota, ibukota, kabupaten d. Standarisasi sesuai dengan yang ada di pasaran
75
e. Lainnya .........
3. Apakah jumlah pelanggan akan berpengaruh pada keberhasilan jaringan tulang-punggung nasional
a. Jumlah pelanggan sebanyak-banyaknya b. Jumlah pelanggan dibatasi hanya pelanggan korporat c. Kelas pelanggan dibatasi hanya pelanggan residential dan lembaga
pemerintah d. Lainnya........ .
4. Kapasitas lebar pita yang digunakan oleh pelanggan bisa dipilih mulai dari “
a. 256 KBPS
b. 512 KBPS
c. 1 MBPS
d. 2 MBPS
e. lebih besar dari 2 MBPS
5. Penggunaan jaringan tulang-punggung yang diharapkan oleh pelanggan
akan berupa layanan:
a. Bandwith Internet luar negeri
b. Bandwith Internet Lokal / IIX
c. Video Conference
d. VOIP
e. VPN data network untuk operasional.
f. Video/ IP TV/Music
D. Pertanyaan berhubungan dengan internal bisnis proses
1. Pelayanan interkoneksi yang diharapkan sehubungan dengan adanya jaringan tulang-punggung nasional
a. Mudah dilakukan b. Dibatasi karena akan mengganggu performance c. Harga/tarif diatur sesuai dengan undang-undang d. Lainnya..........
2. Keandalan/Reliability jaringan tulang-punggung nasional harus seperti apa a. Harus sangat tinggi karena berkaitan dengan transaksi elektronik b. Tidak perlu tinggi karena yang dipentingkan jangkauan ke daerah
terpencil dan harga yang terjangkau c. Lainnya..
76
E. Berhubungan dengan Pembelajaran dan Pertumbuhan
1. Perkembangan kebutuhan kompetensi apakah yang diperlukan dengan adanya jaringan tulang-punggung nasional a. Peningkatan kebutuhan kompetensi bidang teknologi informasi b. Peningkatan sektor jasa konsultasi multimedia c. Lainnya …
2. Peningkatan apa saja yang bisa diperoleh dengan adanya jaringan tulang-punggung nasional.
a. Layanan e-government b. Layanan e-payment dan e-commerce c. Layanan jasa multimedia d. Layanan e-learning e. Layanan tele-medicine f. Lainnya ……
77
Hasil jawaban kuesioner dari masing-masing kelompok pertanyaan adalah sebagai berikut:
Berkaitan dengan Visi dan Misi adanya backbone
1 Manakah manfaat komunikasi yang paling baik pemilih
a murahnya akses internet 45 36.89%
b murahnya tarif telepon lokal/sljj 48 39.34%
c murahnya data komunikasi 25 20.49%
d lainnya 4 3.28%
Total 122 100.00%
2 Manakah yang paling baik
a baiknya pelayanan perijinan 37 27.82%
b baiknya pelayanan pendidikan 52 39.10%
c baiknya pelayana kesehatan 41 30.83%
d lainnya 3 2.26%
133 100.00%
3 Manakah manfaat Ekonomi yang paling baik
a Mudahnya pemasaran produk 45 33.58%
b Mudahnya transaksi penjualan 49 36.57%
c Mudahnya mendapatkan pekerjaan 37 27.61%
d lainnya 3 2.24%
Total 134 100.00%
4 Manakah manfaat politik yang paling baik
a Cepatnya proses perhitungan suara pemilu 38 27.74%
b cepatnya informasi pemerintah pusat ke daerah 43 31.39%
c Mudahnya pengenalan budaya daerah 39 28.47%
d lainnya 17 12.41%
Total 137 100.00%
5 Kebijakan/Regulasi Pendukung yg diperlukan
a Mudahnya Investasi bagi investor TIK 42 31.11%
b Sosialisasi manfaat TIK bagi pemerintah daerah 45 33.33%
c Kebijakan mengenai cyber law 42 31.11%
d Lainnya 6 4.44%
Total 135 100.00% Kesimpulan dari hasil kuesioner di atas adalah pemerhati dari jaringan tulang-punggung sangat setuju akan misi yang diemban jaringan tulang-punggung telekomunikasi nasional yaitu:
1. Bisa menurunkan biaya akses internet, komunikasi telepon lokal dan sljj dan komunikasi data.
2. Makin murahnya pelayanan pemerintah kepada masyarakat untuk perizinan, pendidikan dan kesehatan
3. Makin mudahnya pemasaran produk yang dimiliki masyarakat, mudahnya transaksi penjualan dan mudahnya mendapatkan pekerjaan
4. Makin cepat dan mudahnya proses perhitungan hasil pemilu, cepatnya informasi pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dan makin mudahnya pengenalan budaya antar suku bangsa di Indonesia kepada bangsa Indonesia dan kepada dunia.
5. Kebijakan yang diperlukan untuk mendukung misi jaringan tulang punggung adalah regulasi tentang investasi bidang TIK, regulasi sosialisasi manfaat TIK bagi pemerintah daerah dan kebijakan tentang cyberlaw.
78
Perspektif Keuangan
1 IRR yang paling wajar bagi investor jaringan
a lebih besar 25% 12 9.68%
b lebih besar 15% dan lebih kecil 25% 21 16.94%
c Lebih besar 10% dan lebih kecil 15% 67 54.03%
d Lebih rendah 10% karena misi nasional 24 19.35%
Total 124 100.00%
2 Perhitungan Tarif layanan
a Jarak dan besarnya bandwith 47 33.81%
b Tidak mengenal jarak, tetapi besarnya bandwith 68 48.92%
c lainnya 24 17.27%
total 139 100.00%
3 Biaya pengadaan dan pemeliharaan
a standar biaya sperti operator lain/negara lain 47 37.90%
b sesuai dengan kondisi jaringan backbone Indonesia 74 59.68%
c lainnya 3 2.42%
total 124 100.00%
Kesimpulan dari kuesioner di atas adalah tentang perspektif keuangan:
1. IRR yang diharapkan dari pembangunan jaringan tulang-punggung adalah lebih kecil dari 15%, karena untuk menghasilkan biaya yang murah.
2. Tarif yang ditetapkan untuk penggunaan jaringan tulang-punggung adalah dilihat dari lebar pita, tidak melihat jarak lagi.
3. Biaya pengadaan dan operasi pemeliharaan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di Indonesia.
79
Perspektif Pelanggan
1 Prioritas Pelanggan backbone
a Provider telekomunikasi 23 18.25%
b Penyelenggara jaringan telekomunikasi di daerah 37 29.37%
c Pelanggan perumahan 27 21.43%
d pelanggan potensial korporate 12 9.52%
e lembaga Pemerintahan 23 18.25%
f lainnya 4 3.17%
Total 126 100.00%
2 Pelayanan kepada pelanggan
a Harga jual lebih rendah daripada jaringan yg sdh ada 49 36.30%
b Kapasitas dan kecepatan sesuai kebutuhan 23 17.04%
c jangkauan dan coverage ke wilayah ikk 41 30.37%
d Standarisasi sesuai dengan pasaran. 20 14.81%
e lainnya 2 1.48%
total 135 100.00%
3 Pengaruh Jumlah pelanggan
a Pelanggan sebanyak-banyaknya 21 17.21%
b Jumlah Pelanggan dibatasi hanya korporate 64 52.46%
c pelanggan hanya residential dan lembaga pemerintahan 25 20.49%
d lainnya 12 9.84%
total 122 100.00%
4 Kapasitas lebar pita yang digunakan oleh pelanggan
a 256 KBPS 12 9.60%
b 512 KBPS 24 19.20%
c 1 MBPS 39 31.20%
d 2 MBPS 29 23.20%
e Lebih besar 2 MBPS 21 16.80%
Total 125 100.00%
5 Penggunaan backbone yang diharapkan pelanggan
a bandwith internet luar negeri 32 26.67%
b bandwith internet lokal iix 24 20.00%
c Video conference 12 10.00%
d VOIP 31 25.83%
e VPN 14 11.67%
f IP TV/ Music /Video 7 5.83%
Total 120 100.00%
Kesimpulan dari kuesioner perspektif pelanggan adalah sebagai berikut:
1. Prioritas pelanggan yang harus dilayani adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi di daerah, karena untuk memperluas jangkauan telekomunikasi di daerah.
2. Pelayanan yang paling prioritas diharapkan adalah harga jual layanan lebih rendah dari yang sudah ada serta jangkauan pelayanan.
3. Pelanggan yang dilayani adalah corporate atau pelanggan yang wholesale
4. Lebar pita atau bandwith yang digunakan di atas 1 MB PS
80
5. Penggunaan jaringan tulang-punggung yang diperoleh akan diperuntukan internet luar negeri dan lokal serta komunikasi suara VOIP.
Proses Bisnis Internal
1 Pelayanan Interkoneksi dengan Backbone
a Mudah dilakukan 52 42.98%
b Diabatasi untuk menjaga performance 12 9.92%
c Harga tarif diatur undang-undang 43 35.54%
d Lainnya 14 11.57%
121 100.00%
2 Reliability/keandalan
a Tinggi karena banyak ternsaksi elektronik 73 67.59%
b Tidak perlu tingggi tapi jangkauan 23 21.30%
c lainya 12 11.11%
total 108 100.00%
Kesimpulan dari kuesioner di atas adalah:
1. Pelayanan interkoneksi antar operator mudah dilakukan serta tarif diatur oleh regulasi/undang-undang sehingga memuaskan pelanggan.
2. Reliability yang diharapkan jaringan ini adalah sangat tinggi karena menyangkut transaksi elektronik yang dilakukan.
Pembelajaran dan Pertumbuhan
1 Kebutuhan kompetensi apa yg dibutuhkan
a kompetensi TIK 52 43.70%
b jasa muktimedia 42 35.29%
c lainnya 25 21.01%
Total 119 100.00%
2 Peningkatan yang bisa diperoleh
a Layanan e-government 34 25.37%
b Layanan e-payment 42 31.34%
c Layanan Jasa Multimedia 23 17.16%
d Layanan e-learning 21 15.67%
e Layana tele-medicine 12 8.96%
f lainnya 2 1.49%
total 134 100.00%
Kesimpulan dari kuesioner di atas adalah;
1. Kompetensi yang diperlukan untuk mengelola jaringan tulang-punggung adalah teknologi informasi dan komunikasi, multimedia dan management.
2. Peningkatan layanan kepada pengguna atau masyarakat dari keberadaan jaringan tulang-punggung ini adalah e-government, e-payment, content multimedia/entertainment, e-learning dan e-medicine/health.
81
Komposisi Respondent dari kuesioner di atas adalah:
Jenis Profesi Jumlah Persent
1 Pengusaha bdg teknologi Informasi 34 22.67%
2 Pejabat di Birokrat 14 9.33%
3 Pengusaha bidang manufacturing dan perdagangan 32 21.33%
4 Mahasiswa 47 31.33%
5 konsultan 23 15.33%
150 100.00%
82
Hasil jawaban kuesioner dari masing-masing kelompok pertanyaan adalah sebagai berikut: Berkaitan dengan Visi dan Misi adanya backbone
1 Manakah manfaat komunikasi yang paling baik jumlah pemilih
a murahnya akses internet 45
b murahnya tarif telepon lokal/sljj 48
c murahnya data komunikasi 25
d lainnya 4
Total 122
2 Manakah yang paling baik
a baiknya pelayanan perijinan 37
b baiknya pelayanan pendidikan 52
c baiknya pelayana kesehatan 41
d lainnya 3
133
3 Manakah manfaat Ekonomi yang paling baik
a Mudahnya pemasaran produk 45
b Mudahnya transaksi penjualan 49
c Mudahnya mendapatkan pekerjaan 37
d lainnya 3
Total 134
4 Manakah manfaat politik yang paling baik
a Cepatnya proses perhitungan suara pemilu 38
b cepatnya informasi pemerintah pusat ke daerah 43
c Mudahnya pengenalan budaya daerah 39
d lainnya 17
Total 137
5 Kebijakan/Regulasi Pendukung yg diperlukan
a Mudahnya Investasi bagi investor TIK 42
b Sosialisasi manfaat TIK bagi pemerintah daerah 45
c Kebijakan mengenai cyber law 42
d Lainnya
Total 129
Perspektif Keuangan Jumlah pemilih
1 IRR yang paling wajar bagi investor jaringan
a lebih besar 25% 24
b lebih besar 15% dan lebih kecil 25% 49
c Lebih besar 10% dan lebih kecil 15% 37
d Lebih rendah 10% karena misi nasional 24
Total 134
2 Perhitungan Tarif layanan
a Jarak dan besarnya bandwith 47
b Tidak mengenal jarak, tetapi besarnya bandwith 68
c lainnya 24
total 139
83
3 Biaya pengadaan dan pemeliharaan
a standar biaya seperti operator lain/negara lain 47
b sesuai dengan kondisi jaringan backbone Indonesia 74
c lainnya 3
total 124
Perspektif Pelanggan Jumlah pemilih
1 Prioritas Pelanggan backbone
a Pelanggan operator telekomunikasi 23
b Penyelenggara jaringan telekomunikasi di daerah 37
c Pelanggan perumahan 27
d pelanggan potensial korporate 29
e lembaga Pemerintahan 23
f lainnya 4
Total 143
2 Pelayanan kepada pelanggan
a Harga jual lebih rendah daripada jaringan yg sdh ada 49
b Kapasitas dan kecepatan sesuai kebutuhan 23
c jangkauan dan coverage ke wilayah ikk 41
d Standarisasi sesuai dengan pasaran. 20
e lainnya 2
total 135
3 Pengaruh Jumlah pelanggan
a Pelanggan sebanyak-banyaknya 21
b Jumlah Pelanggan dibatasi hanya korporate 64
c pelanggan hanya residential dan lembaga pemerintahan 25
d lainnya 12
total 122
4 Kapasitas lebar pita yang digunakan oleh pelanggan
a 256 KBPS 17
b 512 KBPS 24
c 1 MBPS 39
d 2 MBPS 29
e Lebih besar 2 MBPS 15
Total 124
5 Penggunaan backbone yang diharapkan pelanggan
a bandwith internet luar negeri 32
b bandwith internet lokal iix 24
c Video conference 12
d VOIP 31
e VPN 14
f IP TV/ Music /Video 7
Total 120
84
Proses Bisnis Internal Jumlah Pemilih
1 Pelayanan Interkoneksi dengan Backbone
a Mudah dilakukan 38
b Diabatasi untuk menjaga performance 42
c Harga tarif diatur undang-undang 43
d Lainnya 14
137
2 Reliability/keandalan
a Tinggi karena banyak ternsaksi elektronik 73
b Tidak perlu tingggi tapi jangkauan 23
c lainya 12
total 108
Pembelajaran dan Pertumbuhan Jumlah Pemilih
1 Kebutuhan kompetensi apa yg dibutuhkan
a kompetensi TIK 52
b jasa muktimedia 42
c lainnya 25
Total 119
2 Peningkatan yang bisa diperoleh
a Layanan e-government 34
b Layanan e-payment 42
c Layanan Jasa Multimedia 23
d Layanan e-learning 21
e Layana tele-medicine 12
f lainnya 2
total 134
85
LAMPIRAN 2
KAJIAN JARINGAN TULANG-PUNGGUNG
PITA LEBAR UNTUK INDONESIA
86
KAJIAN JARINGAN TULANG-PUNGGUNG PITA LEBAR
UNTUK INDONESIA
Mengenali dampak Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan Infokom.
Sebelum membuat kajian komprehensif tentang Jaringan Tulang-punggung
Nasional Pita Lebar (National Broadband Backbone Network) untuk Indonesia,
berikut ini dibahas beberapa pengertian dasar tentang fungsi dan dampak
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada perorangan dan masyarakat
penggunanya serta fungsi jaringan tulang-punggung (backbone) dalam
membangun infrastruktur komunikasi dan informasi (infokom) yang menjangkau
seluruh wilayah nusantara.
Istilah
Teknologi Informasi dan Komunikasi (sering disingkat menjadi TIK) merupakan
hasil paduan (konvergensi) teknologi informasi1 (teknologi komputer) dan
teknologi telekomunikasi2, berkat dikembangkannya teknologi digital. Secara
umum sering pula komunikasi menggunakan TIK disebut komunikasi elektronik.
Catatan: Di kalangan internasional (bahasa Inggris) istilah di atas adalah
Information and Communication Technologies, sering disingkat ICT apabila
membahas teknologinya, dan Information and Communication, sering disingkat
Infocomm, apabila membahas jasa-jasa yang menggunakan teknologi tersebut (di
Indonesia sering disingkat menjadi infokom). Dikalangan Masyarakat Telematika
Indonesia (MASTEL) untuk istilah di atas digunakan sebutan telematika.
Fungsi utama TIK.
TIK dan Infokom secara teknis (elektronik) berfungsi untuk menciptakan
keterhubungan antar perorangan, antar masyarakat sampai antar bangsa.
Sebagai sarana “transportasi” informasi, TIK mampu menyajikan jasa mengirim,
1 Informasi diartikan keterangan tentang segala sesuatu, termasuk hal-hal yang abstrak seperti
misalnya buah pikiran dan kualitas. 2 Dalam ITU (International Telecommunication Union), bidang telekomunikasi mencakup siaran
dan miltimedia.
87
menerima, mengolah, merekam dan mencari informasi, sedang fungsi ke 6
(enam) adalah kendali dan pengukuran lokasi / jarak dari jarak jauh, karena
lambang digital juga dapat berfungsi sebagai kendali jarak jauh (remote control).
Dengan demikian dalam sistim Infokom atau komunikasi elektronik terbuka
kemungkinan untuk penciptaan sejumlah besar aplikasi jasa komunikasi yang
menggunakan 7 (tujuh) unsur tersebut termasuk kombinasi-kombinasinya, sedang
lambang komunikasi itu sendiri terdiri dari suara, tulisan gambar dan data atau
kombinasi-kombinasinya mendekati “kekayaan” arti lambang dalam komunikasi
temu-muka. Peribahasa Inggris melukiskan kekayaan lambang komunikasi temu-
muka ini sebagai “a picture is worth a thousand words”. (sebuah gambar bernilai
sama dengan seribu kata). Lambang komunikasi itu sering disebut pembawa
(carier) informasi.
1. Dampak penggunaan TIK.
Komunikasi, termasuk menggunakan sarana TIK / Infokom mampu
menyampaikan (mentransport – transfer) sejumlah besar ataupun kecil
informasi dengan berbagai cara, menjangkau seluruh dunia (bahkan ke
angkasa luar), setiap saat dikehendaki dan terselenggara dalam sekejab. TIK
diibaratkan menjembatani ruang dan waktu (space and time) dalam
berkomunikasi.
Berkomunikasi berarti berbagi informasi, mengenai segala sesuatu,
berdampak pada peningkatakan pengetahuan pelakunya, karena
bertambahnya “perbekalan” informasi. Dengan demikian komunikasi bersifat
mendidik, selain peningkatan pengetahuan selanjutnya berdampak pada
perluasan wawasan dan peningkatan kesadaran. Menurut teori evolusi,
kesadaran merupakan unsur penting dalam pengembangan potensi diri
manusia. Kesadaran ini meliputi pula kesadaran akan dirinya sendiiri,
kesadaran akan lingkungan alam dan lingkungan sosial antar sesama, serta
kesadaran kosmis untuk mengenal Tuhan.
Disamping dampak peningkatan pengetahuan dan wawasan, komunikasi juga
merupakan sarana kontak dan interaksi sosial. Dalam hal ini kontak dan
interaksi sosial menumbuhkan “social cohesian” (keakraban sosial) dan
88
peningkatan “social intelligence” (intelegensi soial). Keakraban sosial
menumbuhkan konsep kerjasama (antar perorangan, antar masyarakat
sampai antar bangsa), sedang inteligensi sosial menumbuhkan pemahaman
akan nilai-nilai sosial, budaya, etika dan moral. Dengan demikian TIK
merupakan prasarana pemberdaya, menyangkut semua aspek kehidupan,
melaui fungsi-fungsi mendidik dan membudayakan.
Kesenjangan dalam akses informasi, yang diakibatkan karena tidak meratanya
infrastruktur TIK / Infokom, berakibat sangat luas. Pada awalnya kesenjangan
itu mengakibatkan perbedaan kemampuan (perorangan dan masyarakat),
yang meluas pada kesenjangan pertumbuhan kemampuan perorangan dan
masyarakat, sampai kesenjangan pertumbuhan sektor pembangunan. Dengan
adanya ketimpangan pertumbuhan ini terjadi distorsi pada alokasi sumber-
sumber, tetapi pada umumnya menguntungkan sektor dengan pertumbuhan
tinggi, sehingga kesenjangan makin meluas (meliputi kesenjangan sosial,
ekonomi dan budaya) dan menganga.
Dalam keadaan kesenjangan itu terjadi fenomena sosial, yaitu masyarakat
menjadi terpolarisasi ke arah kutub bersebarangan, dan terjadi pula stratifikasi
kelompok-kelompok masyarakat yaitu: yang terdidik dan tak terdidik, berkuasa
dan rakyat jelata, (the facilitated and the deprived), kaya dan miskin, dan
seterusnya yang merupakan ciri-ciri dalam kesenjangan digital, yaitu
kesejangan sosial, ekonomi dan budaya. Kesenjangan itu terjadi antar
masyarakat dalam satu negara maupun antar negara dalam forum global
(within and among nations).
Dari bahasan dampak TIK di atas dapat disimpulkan bahwa pemerataan
infrastruktur TIK, yang berarti pula pemerataan akses pada informasi dan
komunikasi, merupakan sarana untuk mengatasi kesenjangan digital. Oleh
karena itu pemerataan pembangunan infrastruktur TIK sangat tinggi
urgensinya, dan perlu mendapat prioritas dalam rencana pembangunan
nasional masing-masing, maupun secara global seperti diserukan oleh WSIS
(World Summit on the Information Society).
89
2. Fungsi jaringan tulang-punggung.
Dalam pembangunan jaringan infokom, karena pertimbangan efisiensi,
jaringan pada umumnya dibagi dalam 3 (tiga) kategori utama sebagai berikut.
(lihat gambar 9 )
a. jaringan akses (sampai sekitar 10 km)yang menghubungkan langsung
pada pelanggan atau kelompok pelanggan
b. jaringan metropolitan (sampai sekitar 100 km) yang menghubungkan
pusat-pusat jaringan akses
c. jaringan jarak jauh (sampai ribuan km) yang menghubungkan pusat-pusat
jaringan metropolitan.
Gambar 9. Ikhtisar jaringan infokom / TIK
Jaringan tulang-punggung (backbone) adalah jaringan yang menghubungkan
jaringan lokal antar pusat. Seperti contoh rancangan arsitektur jaringan Ring
Palapa, tiap Ibukota Kabupaten merupakan pusat jaringan lokal, sering pula
disebut Point of Presence (PoP), dan jaringan Ring Palapa bermuara pada tiap
Akses - s/d 10 km - bentuk ring
Metro (antar kantor) s/d 100km bentuk ring
Jarak jauh (back bone) - sampai ribuan km - mesh (any to any)
Jarak dekat (short haul)
pengguna
90
IKK. Menurut kondisi geografik, maka Ring Palapa juga mempunyai 7 (tujuh) ring
jaringan wilayah (subnetwork) yang dapat disebut sebagai jaringan jarak dekat
(short haul) atau jaringan wilayah.
Dengan demikian jaringan tulang-punggung merupakan jaringan utama (jalan tol
atau urat nadi) untuk melalui jaringan lokal mencapai seluruh wilayah nusantara
Menunjuk gambar di atas, topologi jaringan yang umumnya digunakan adalah
sebagai berikut. Jaringan akses dapat berbentuk bintang (one to many), bus,
ataupung cincin (ring). Jaringan metro biasanya berbentuk ring, dengan
pertimbangan bahwa tiap jurusan dapat diakses sedikitnya melalui 2 (dua) arah.
Untuk jaringan tulang-punggung biasanya digunakan bentuk mesh (any-to any),
meskipun jalurnya dapat menempuh route yang sama, tetapi dengan
penyambungan “transit”, tidak berhenti pada tititk transit tersebut melainkan
diteruskan ke tujuan lain berikutnya.
3. Pita lebar (broadband)
Pita lebar atau broadband berkaitan penggunaan spektrum frekuensi dalam
sistem analog. Dalam sistiem digital istilah broadband diganti dengan kecepatan
tinggi dalam transportasi lambang digital yaitu deretan pulsa-pulsa 0 dan 1 (ada
tanda dan tidak ada tanda).
Menunjuk contoh sehari-hari yang telah baku atau mengikuti standar, maka dalam
sistem analog, suara pembicaraan menempati 3600 Hz, dan dengan menjajarkan
sinyal suara (menggandakan atau multiplexing), sedang antara dua sinyal suara
diberi antara sehingga tidak saling mengganggu sebesar masing-masing 200 Hz
di kiri dan kanan alokasinya, sehingga rata-rata tiap suara pembicaraan
memerlukan spektrum frekuensi sebesar 4 000 Hz atau 4 KHz.
Untuk pengiriman telegram atau huruf-huruf, maka tiap alur (kanal) suara dapat
digunakan untuk 24 alur telegraf sehingga tiap alur telegraf menggunakan hanya
3600 : 24 = 150 Hz termasuk jarak antar aluran, sehingga sinyal telegraf sendiri
sebenarnya hanya memerlukan 120 Hz tiap kanal. Selanjutnya siaran televisi
memerlukan pita selebar sekitar 600 alur suara, atau 2,4 MHz untuk penyaluran
gambar, sedang untuk penyaluran musik atau suara pembicaran diperlukan lagi
91
sekitar 0,6 sampai 10 KHz, sehingga tiap aluran televisi menggunakan spektrum
sedikitnya selebar 3 Mhz.
Dalam hitungan digital, maka pembakuan alur suara pembicaraan adalah 64
KBps, meskipun suara dapat disalurkan melalui kecepatan sampai 19 kBps tetapi
dengan cacad cukup besar, meskipun masih dapat dimengerti.
Angka-angka di bawah menunjukkan bandingan kecepatan untuk men-download
file sebesar 3 Mbyte (1 byte sama dengan 8 bit), dengan penjelasan bahwa tiap
huruf dapat direpresentasikan dengan kombinasi 5 bit, tetapi perlu ditambah
dengan tanda awal sebanyak dua bit dan tanda akhir dengan satu bit). Sedang
digitalisasi gambar prosesnya lebih rumit.
Down looad time of a 3 – megabyte file for various Internet connections
Kini orang tidak lagi puas dengan komunikasi telepon saja, melainkan
penggunakan jasa-jasa pita lebar seperti berikut:
New broad band services
Kecenderungan pasar jasa dan aplikasi yang mempengaruhi kebutuhan pita lebar
adalah sebagai berikut:
Transfer time, 3 megabyte file, hrs/sec. 56 kbit/s: 7 mins 15 secs 128 kbit/s: 3 mins 7 secs 256 kbit/s: 1 min 33 secs 512 kbit/s : 47 secs 1.5 Mbit/s : 16 sec 2 Mbit/s : 12 secs 10 Mbit/s : 2.4 secs 100 Mbit/s : 0.24 secs
File type Mega-bytes
Movie (1.5 hour DVD) 4,000
Movie (1.5 hour Divx) 650
30 minute music file 35
Digital fotograph (4 mp)
11
ITU Internet for mobile 4
3 minute music file 3
Digital fotograph (4 mp)
1
Internet (high speed) E-commerce E-banking www/graphics tele-medicine tele-education
e-books e-library on-line gaming viedo on demand
broadcasting
e-government e-procurement Teleconferencing (tele-) pblising security systems on-line shopping
92
Industri dan segmen pengguna Alasan Kecenderungan aplikasi
Sektor finansial dan jasa bank
Bank, asuransi termasuk broker
aduransi, real estate, jasa keuangan
non bank
Biaya transaksi menurun sedang
jumlah transaksi meniungkat
Globalisasi (International Security
Exchange, Global equity market)
Electronic Signastures Act (e.g. on-line
contracts)
Imaging and viceo aplications (e.g.
online real estate services)
Manufacturing
Engineering Companies, High Techs
manufacturing, Publishing
“Net impact in every link of the supply
chain” (e.g. customers order online,
component availability online;
customers track order online)
Online design apllications (CAD/CAM),
allow for multisite collaboration
Online publishing: personalized,
customized.
Business services, utilities
Service providers, Advertising, Media
Companies, Retail, Utilities
Online advertising,(e.g. customized to
audience)
Online inventory tracking increasing
efficiency in retail.
Deregulation and mergers driving
changes for utility organizations (e.g.
online energy trading, online billing,
real-time online metering and bill
processing).
Healthcare
Hospitals, Pharmaceutical Firms,
Laboratories, Insurance providers,
Home Healthcare Centers
Internet touches all sectors (e.g. online
phisian scheduling, insurance approval,
and pharmacy)
Standardized and electronic medical
records
Telemedicine and imaging records
distribution
Streamline paperwork processing and
reduce speding
Education
Education Boards, Universities,
Libraries, Research Centers
Increasing student population and
increasing teaching time (s.g. distance
learning, video conferencing)
Research and development based upon
complex and data intensive computing.
93
Government and public sector
National, Provincial, Municipal
government, public agencies
Interconnectivity between government
institutions, research, education
institutions (e.g. file sharing, video
depositions)
Distance learning offers a cost effective
application for employee training
Transportation
Airlines, Shipping, Trucking and
Railraoad, Travel agencies
Internet allows for increased customer
involvement and improved customer
service (e.g. online reservations,
ticketing, deliver tracking)
Increased seasonal usage places a
requirement for “bandwidth on demand”
Dikutip dari Optical Fiber Handbook 2003 by CRC Press LLC
94
LAMPIRAN 3
PETA JARINGAN TULANG-PUNGGUNG
MENURUT RING PALAPA
95
Jalur Pantai Barat Sumatera
Gambar Rincian Jalur Pantai Barat Sumatera
Meulaboh
Jantho
Sigli Bireun
Lhokseumawe
Sinabung
Sibolga
Tapaktuan
Takengon
Langsa
Kutacane
1..1 S
taba
t
Binjai
Medan
1..2 Lu
bukpaka
m
Kabanjahe
Sidikalang
Gunungsitoli
1..3 K
isaran Tebingtinggi
Pematangsiantar
Tanjungbalai
a. R
a
n
t
a
u
p
r
a
p
a
t
Tarutung
Bengkalis
b. B
a
t
a
m
Singapore
Padang
c. T
a
n
j
u
n
g
p
i
n
a
n
g
Tanjungbalai
Pakanbaru
Ujungtanjung
1..4 D
umai Bukittinggi
Pariaman
Bangkinang
Tembilahan Rengat
Sawahlunto
Painan Muarabungo
Sungaipenuh Bangko
Jambi
Kualatungkal
Muarabulian
Bengkulu
Curup Argamakmur
Manna
Sarolangun
d. M
u
a
r
a
s
a
b
a
k
Muaratembeesi
Palembang
e. K
a
y
u
a
g
u
n
g
Sekayu
Muaraenim
Lahat
f. Ba
nd
arl
am
pu
ng
Kalianda Kotaagung
Metro
Kotabumi
Menggala
Liwa
Banda Aceh
Calang
Singkilbaru
Natal
Muko-muko
Krui
Muarasiberut
Segments
Distance (km)
1. Sabang – Calang 250.5 2. Calang – Meulaboh 176.5
3. Meulaboh – Tapaktuan 254
4. Tapaktuan – Sinabang 149
5. Sinabang – Singkilbaru 254.5
6.Singkil – Gunungsitoli 166
7. Gunungsitoli – Sibolga 171
8. Sibolga – Natal 252.5
9. Natal – Padang 290.5
10. Padang – Muarasiberut 169.5
10a. M.Siberut – Mumomuko 326
11. Padang – Muko-muko 282.5
12. Muko-muko – Bengkulu 290
13. Bengkulu – Krui 375
14. Krui – B.Lampung 388.5
Subtotal Sumatera West Coast 3470
96
Jalur Pantai Timur Sumatera Gambar Rincian Jalur Pantai Timur Sumatera
Stretch Distance (km)
East Coast 1. Sabang – Banda Aceh 76
2. Banda Aceh – Lhokseumawe 243.5
3. Lhokseum – Langsa 221-5
4. Langsa – Medan 289.5
4a. Lhokseumawe – Medan direct 443
5. Medan – Bagansiapiapi 192.5
6. Bagansiapi-api – Bengkalis 389.5
7. Bengkalis – Tanjungbalai 284.5
8. Tanjungbalai – Batam 139
9. Batam – Tanjungpinang 132
10. Tanjungpinang – Muarasabak 403
10a. Muarasabak – Jambi landline 50
11. Muarasabak – Pangkalpinang 408.5
12. Pangkalpinang – Tanjungpandan 230.5
13. Tanjungpandan – Tanjungkait 234
13a.. Tanjungkait – Palembang 140
15. Tanjungkait – Tanjungkenam 358.5
16. Tanjungkenam – Bandarlampung 330
East Coat route 3932.5
West Coast Sumatera 3470
Total Sumatera Ring 7402.5
landlines 140 + 50 = 190 km
Meulaboh
Jantho
Sigli Bireun
Lhokseumawe
Sinabung
Sibolga
Tapaktuan
Takengon
Langsa
Kutacane
1..5 S
taba
t
Binjai
Medan
Lubukpakam
Kabanjahe
Sidikalang
Gunungsitoli
Kisaran
Tebingtinggi
Pematangsiantar
Tanjungbalai
g. Ra
nt
au
pr
ap
at
Tarutung
Bengkalis
Malaysia
Batam
Singapore
Padang
h. T
a
nj
u
n
g
pi
n
a
n
g
Tanjungbalai
Pakanbaru
Ujungtanjung
1..6 D
umai Bukittinggi
Pariaman
Bangkinang
Tembilahan Rengat
Sawahlunto
Painan Muarabungo
Sungaipenuh Bangko
Jambi
Kualatungkal
Muarabulian
Bengkulu
Curup Argamakmur
Manna
Sarolangun
i. M
u
a
r
a
s
a
b
a
k
Muaratembeesi
Palembang
j. K
a
y
u
a
g
u
n
g
Sekayu
Muaraenim
Lahat
k. Ba
nd
arl
am
pu
ng
Kalianda Kotaagung
Metro
Kotabumi
Menggala
Liwa
Banda Aceh
Calang
Singkilbaru
Natal
Muko-muko
Krui
Pangkalpinang
Tanjungpandan
Bagansiapiapi
Tanjungkait
Tanjungkenam
97
114o
8o
6o
106o 108o
112o
8o
6o
115o
7o
Cilegon Serang
Rangkasbitung
Tangerang
Jakarta
PandeglangBekasi
Pelabuhanratu
Bogor
Cibinong
Tangerang
KarawangPurwakarta
Sukabumi
Cianjur
Bandung
Subang
Garut
Tasikmalaya
Majalengka
Cirebon
Indramayu
Ciamis
Tegal
Slawi
Cilacap
Majenang
PurwokertoProbolinggo
Kebumen
Pekalongan
Batang
Kendal
Semarang
UngaranTemanggung
MagelangPurworejo
Yogyakarta
Sleman
WonogiriSurakarta
SalatigaPurwodadi
Kudus
Demak
Jepara
PatiRembang
Blora
Cepu
Tuban
Bojonegoro
Surabaya
Bangkalan
Gresik
Mojokerto
Pasuruan
ProbolinggoBondowoso
BanyuwangiJember
Lumajang
Malang
Blitar
Jombang
Kediri
Trenggalek
Ponorogo
Madiun
Ngawi
Pacitan
Sragen
Kangean
Pamekasan
Sumenep
110o
Karimun Jawa
Jalur Jawa Gambar Rincian Jalur Jawa
Northern Coast Jawa
1. Jakarta (Cilincing) – Cirebon 303
2. Cirebon – Semarang 268
3. Semarang – Juana 206
4. Juana – Tuban 172
5. Tuban – Surabaya 148
6. Surabaya – Kamal 9
7. Kamal – Sampang 81
8. Sampang – Probolinggo 70
9. Probolinggo – Situbondo 127
10. Situbondo – Banyuwangi 115
10a. Situbondo – Gayam (Sapudi) 82
Southern Coast
11. Jakarta – Banten 170
12. Banten – Pelabuhan Ratu 385
13. Pelabuhan Ratu – Pamengpeuk 261
14. Pameungpeuk – Bantul 353
15. Bantul – Pacitan 173
16. Pacitan – Blitar 225
17. Blitar – Grajagan 292
18. Grajagan – Banyuwangi 184
Subtotal Northern Coast route 1 499 Subtotal Souther coast route 2043
Total Jawa – Ring 3542
98
Segmen distance km
1. Singkawang – Mempawah 203.5
2. Mempawah – Pontianak 216.5
3. Pontianak – Padangtikar 252.5
4. Padangtikar – Ketapang 384.5
5. Ketapang – Kendawangan 302.5
6. Kendawangan – Kualajelai 305.5
7. Kualajelai Pangkalanbun 397.5
8. Pangkalanbun – Pegatan 398.5
9. Pegatan – Pleihari 387
10. Pleihari – Pagatan 290
11. Pegatan – Kotabaru 318
12. Kotabaru – Balikpapan 365
13. Balikpapan – Bontang 317.5
14. Bontang – Sangata 95
15. Sangata – Tanjungkepala 242.5
16. Tanjungkepala – Lingkar 348.5
17. Lingkar – Nunukan 209
Total Kalimantan 5345.5
Jalur Kalimantan Gambar Rincian Jalur Kalimantan
Jalur Sulawesi
Tanjungred
eb
Samba
s
Pontianak
Ketapan
g
Pangkalanbu
n 4.3. S
a
m
p
i
t
Sinaban
g Sangga
u Sinta
ng
Putussib
au
1..7 P
alangka
raya
Kualakapu
as Banjarmas
in Banjarbaru
Kotabar
u
Martap
ura
Marabah
an Rant
au
Kandanga
n
Barab
ai
Amunt
ai
Tanjung
l. B
u
n
t
o
k
Muaratew
eh
Tanahgrog
ot
Balikpap
an
Samarind
a
Tenggaron
g
Bontan
g
Senga
ta
Tarak
an
Nunuk
an Malina
u
4.3. S
i
n
g
k
a
w
a
n
g
Mempawa
h
Kendawanga
n
99
Gambar Rincian Jalur Sulawesi
0o
4o
120o 124o
126o
4o
Toli-
toli
Goronta
lo
Limbo
to
Mana
do
Kotamobagu
Tondan
o
Bitung
Palu
Donggala
Poso
Luwuk
Banggai
Bungku
Koloneda
le
Mamuju
Majen
e
Palop
o
Malili Makale
Polewali Pinrang
Pare-pare
Enrekang
Sidenren
g Sengkang
Watampo
ne
Watansope
ng Barru
Pangkajen
e Ujungpanda
ng Sungguminahas
a Takalar
Jeneponto m. B
a
n
t
a
e
n
g
Bulukum
ba
Sinjai
Baubau
Raha
Kolak
a
Kendari
Sangihe - Talaud
Marisa
Buol Tahuna
Salakan
Benten
g
Maros
Masamba
Tahuna
4.3. B
e
o
Ondong
Route segments distance (km)
1. Majasar – pare-pare 233
2. Pare-pare – Majene 145
3. Majene – Mamuju 154
4. Mamuju – Palu 335
5. Palu – Toli-toli 368
6. Toli-toli – Imano 354
7. Imano – Manado 252
8. Manado – Kotabuna 297.5
9. Kotabuna – Gorontalo 269.5
10.Manado – Ondong 188
11. Ondong – Tahuna 126
12. Tahuna – Beo 129
Subtotal 2 851
Route segments distance (km)
13. Gorontalo – Luwuk 291
14. Luwuk – Bungku 243
15. Bungku – Kendari 259
16.Kendari – Raha 141
17. Raha – Bau-bau 87
18. Bau-bau – Kolaka 354
19. Kolaka – Malili 232
20. Malili – Palopo 125
21. Palopo – Watampone 218
22.Watampone – Balangnipa 230
23. Balangnipa – Makasar 283
24. Gorontalo – Poso 344
25. Poso – Palu 155
Subtotal 2 562
Sulawesi Ring Total 5813
100
Jalur Nusatenggara Gambar Rincian Jalur Nusatenggara
Jalur Maluku
Den
pasar
Gilimanuk
Singar
aja Karang
asem
Gia
nyar Matar
am En
de
Maumere
Ruteng
1
1
6o
11
8o
12
0o 122o
124o
11o
9o
Kupang
Ata
mbu
a Kefame
nanu
Wain
gapu Waikabubak
Tanjung
Bima
Sumbawab
esar
Larantuka
Kalabahi
Seb
a
Nusatenggara
Segments Distance (km)
1. Singaraja – Negara 144
2. Negara – Denpasar 158
3. Denpasar – Klungkung 37
4. Singaraja – Mataram 159
5. Mataram - Sumbawa 258
6. Sumbawa – Bima 244
7. Bima – Ruteng 259
8. Ruteng - Maumere 257
9. Maumere – Ende 81
10. Maumere – Larantuka 185
11. Larantuka – Kalabahi 225
12. Kalabahi – Atambua 137
13. Atambua – Kupang 264
14. Kupang – Seba 246
15. Seba – Waingapu 231
16. Denpasar – Malok 226
17. Malok – Waingapu 369
Total Nusatenggara 3480
101
Gambar Rincian Jalur Maluku
Jalur Papua
Soron
g
Fakfak
Kaimana
Manokwari
P.
Seram
132o 134o 126o
128o 130o
12
4o
2o
4o
126o 12
8o
2o
0o
Ambon
Masohi
Tual
Saumlaki
Namlea
Ternate
Soasiu
Tobelo
Sofifi Pataru
Sanana
Kawassi
Kilbo
n
Maluku
Segments distances (km)
1. Ternate – Tobelo 323
2. Tobelo – Pataru 291
3. Pataru – Sorong 338
4. Fakfak – Kilbon 236
5. Kilbon – Masohi 232
6. Masohi – Ambon 160
7. Ambon – Namlea 206
8.Namlea – Kawassi 200
9. Kawassi – Ternate 276
10. Kilbon Tual 340
11. Tual – Saumlaki 386
Total Maluku 2 988
102
Gambar Rincian Jalur Papua
Segments distance
(km)
1. Merauke – Saban 368
2. Saban – Koba 384
3. Koba – Agats 394
4. Agats – Timika 368
5. Timika – Modowi 362
6. Modowi – Kaimana 274
7. Kaimana – Fakfak 382
8. Fakfak – Teminabuan 274
9. Teminabuan – Sorong 364
10. Sorong – Manokwari 396
11. Manokwari- Biak 260
12. Biak – Serui 114
13. Serui Nabire 204
14. Biak – Sawal 220
15. Sawal – Sarmi 320
16. Sarmi – Jayapura 274 Total Papua 4 958
103
LAMPIRAN 4
BUTIR-BUTIR KONSEP PERATURAN
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
TENTANG PENGEMBANGAN JARINGAN
TULANG-PUNGGUNG (BACKBONE)
TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA
104
BUTIR-BUTIR KONSEP PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN
INFORMATIKA TENTANG PENGEMBANGAN JARINGAN TULANG-
PUNGGUNG (BACKBONE) TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA
1. Menimbang dan Mengingat
Konsep ”Menimbang” dan ”Mengingat” dapat dibuat sebagai berikut:
Menimbang: a. bahwa pembangunan jaraingan tulang punggung
telekomunikasi mempunyai arti strategis di dalam
memperkokoh ketahanan nasional;
b. bahwa pelaksanaan pembangunan jaringan tulang
punggung telekomunikasi nasional tersebut perlu
diatur dengan Peraturan Menteri;
Mengingat: 1. Undang-undang No. 36 Th. 1999 tentang
Telekomunikasi (Lembaran Negara Th. 1999 No.
154, Tambahan Lembaran Negara No. 3881;
2. Peraturan Pemerintah No. 52 Th. 2000 tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran
Negara Th 2000 No. 107, Tambahan Lembaran
Negara No. 3980);
3. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 20 Th.
2001 tentang Penyelenggaraan Jaringan
Telekomunikasi;
4. Keputusan Menteri Perhubungan No. Km.21 Th.
2001 tentang Penyelenggaraan Jasa
Telekomunikasi;
5. Keputusan Menteri Perhubungan No. 34 Th. 2004
tentang Kewjiban Pelayanan Universal;
105
BUTIR-BUTIR POKOK REGULASI/MATERI MUATAN
Mengenai materi muatan yang akan diatur di dalam Peraturan Menteri, secara
singkat dapat dikatakan bahwa semua ketentuan mengenai penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangn
yang berlaku, berlaku juga bagi pembangunan jaringan tulang-punggung kecuali
bila ada hal-hal khusus yang memerlukan perubahan atau ketentuan tambahan.
Misalnya di dalam pembangunan jaringan tulang-punggung telekomunikasi
nasional dengan kabel serat optik yang melintasi kepulauan Indonesia, perlu
diatur lokasi titik pendaratan kabel laut di daerah pantai, yang kemudian
tersambung/terhubung ke pusat akses infokom.
Butir-butir pokok regulasi/materi muatan Permen tersebut secara rinci dapat
disebut sebagai berikut:
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
TENTANG PENGEMBANGAN JARINGAN TULANG-PUNGGUNG
(BACKBONE) TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA
2. Menimbang dan Mengingat
Konsep ”Menimbang” dan ”Mengingat” dapat dibuat sebagai berikut:
Menimbang: a. bahwa pembangunan jaraingan tulang punggung
telekomunikasi mempunyai arti strategis di dalam
memperkokoh ketahanan nasional;
b. bahwa pelaksanaan pembangunan jaringan tulang
punggung telekomunikasi nasional tersebut perlu diatur
dengan Peraturan menteri;
Mengingat : 1.Undang-undang No. 36 Th. 1999 tentang Telekomunikasi
(Lembaran Negara Th. 1999 No. 154, Tambahan Lembaran
Negara No. 3881;
2..Peraturan Pemerintah No. 52 Th. 2000 tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Th
2000 No. 107, Tambahan Lembaran Negara No. 3980)
106
3. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 20 Th. 2001
tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi
4. Keputusan Menteri Perhubungan No. Km.21 Th. 2001
tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;
5. Keputusan Menteri Perhubungan No. 34 Th. 2004 tentang
Kewjiban Pelayanan Universal;
3. Asas, Tujuan Telekomunikasi dan Hak Asasi
Asas: Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil
dan merata kepastian, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada
diri sendiri.
Tujuan: Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung
persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan
ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan
antarbangsa
Hak asasi: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia.
4. Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam Penyelenggaraan
Telekomunikasi
Kewajiban penyelenggara jaringan menjamin terselenggaranya
telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakan.
Penyelenggaraan dilakukan secara profesional dan dapat
dipertanggungjawabkan. (kinerja operasi).
Penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan pelayanan yang
sama kepada pemakai jaringan dan jasa telekomunikasi.
Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan fasilitas
telekomunikasi untuk menjamin kualitas pelayanan jasa
telekomunikasi yang baik.(kualitas layanan).
107
Kewajiban penyelenggara/operator menyampaikan segala data dan
informasi yang berkaitan dengan pembangunan jaringan
tulangpunggung telekomunikasi kepada Menteri, misalnya mengenai
kapasitas jaringan, jangkauannya, serta teknologi yang dipakai.
5. Penyelenggara Telekomunikasi dan Konsorsium
a. Penyelenggara Telekomunikasi
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau
penyelenggaraan jasa telekomuniaski dapat dilakukan oleh Badan
Hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Badan Usaha Swasta
Koperasi
b. Konsorsium
Pembangunan jaringan tulang punggung telekomunikasi nasional
dapat dilaksanakan melalui usaha bersama antara para
pengusaha/penyelenggara yang berhimpun di dalam satu Badan
Usaha.
6. Larangan Praktek Monopoli
Di dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat diantara penyelenggara telekomunikasi.
7. Kewenangan Menteri Kominfo di Bidang Telekomunikasi serta
Peranan Pemerintah Daerah
Kewenangan Menteri Kominfo
Meneteri mempunyai kewenangan pembinaan telekomunikasi yang
meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan
pengendalian.
108
Peranan Pemerintah Daerah
Di dalam pembangunan jaringan tulang punggung telekomunikasi
nasional, Pemerintah Daerah dapat mengusulkan segala hal yang
berkaitan dengan pembangunan tersebut.
Di dalam benturan kewenangan, berlaku hirarki peraturan
perundang-undangan yang menetapkan bahwa peraturan yang lebih
rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.
8. Pembangunan Jaringan Melintasi Tanah/Bangunan Negara atau Milik
Perseorangan
Dalam rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau
pemeliharaan jaringan telekomunikasi, penyelenggara
telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara
dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai pemerintah.
Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi
tanah dan atau bangunan milik perseorangan untuk tujuan
pembangunan, pengoperasian, atau pemeliharaan jaringan
telekomunikasi setelah terdapat persetujuan di antara para pihak.
9. Teknologi Jaringan Telekomunikasi
Setiap alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukkan
untuk diperdagangkan dan atau digunakan di wilayah negara Republik
Indonesia wajib memenuhi persyaratan teknis atau sesuai dengan
Rencana Dasar Teknis (FTP).
Persyaratan teknis tersebut dimaksudkan untuk:
menjamin keterhubungan dalam jaringan telekomunikasi.
mencegah saling mengganggu antar alat dan perangkat
telekomunikasi.
melindungi masyarakat dari kemungkinan kerugian yang ditimbulkan
akibat pemakaian alat dan perangkat telekomunikasi.
mendorong berkembangnya industri, inovasi dan rekayasa teknologi
telekomunikasi nasional.
109
10. Interkoneksi Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi
Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk
mendapatkan interkoneksi dari penyelenggara jaringan
telekomunikasi lainnya.
Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan
interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan
telekomunikasi lainnya.
11. Perizinan
Penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilaksanakan setelah mendapat ijin
dari Menteri. Untuk penyelenggaraan telekomunikasi diberikan izin melalui
tahapan izin prinsip dan izin penyelenggaraan.
12. Tarif
Besaran tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa
telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara berdasarkan formula yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
13. Kewajiban Pelayanan Universal
Ketentuan perundang-undangan menetapkan bahwa pelaksanaan
pembangunan dan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi di
wilayah pelayanan universal dibebankan kepada penyelenggara
jaringan tetap lokal.
Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa
telekomunikasi dikenakan kontribusi kewajiban pelayanan universal.
14. Pengamanan Sarana dan Prasarana Telekomunikasi
Penyelenggara telekomunikasi wajib melakukan pengamanan dan
perlindungan terhadap instalasi dalam jaringan telekomunikasi yang
digunakan untuk penyelenggaraan telekomunikasi.
Setiap jaringan telekomunikasi, sarana dan prasarana
telekomunikasi harus dilengkapi dengan sarana pengamanan dan
perlindungan agar terhindar dari gangguan telekomunikasi.
110
Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib memasang
ranbu-rambu (tanda-tanda) keberadaan jaringan telekomunikasi.
15. Lokasi Titik Pendaratan Kabel Laut di Daerah Pantai
Lokasi titik pendaratan ditentukan berdasarkan pertimbangan:
Kondisi fisik geografis
Mudah dicapai
Keamanan kabel
Jarak antara titik pendaratan tidak melebihi 400 km.
111
LAMPIRAN 5
INVENTARISASI REGULASI TERKAIT
112
INVENTARISASI REGULASI TERKAIT
A. UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG
TELEKOMUNIKASI
1) Umum
Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 merupakan pengganti Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, pembangunan dan
penyelenggaraan telekomunikasi di tanah air yang mana terbukti telah dapat
berperan sebagai salah satu sektor penting dan strategis dalam menunjang dan
mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan,
memperkukuh persatuan dan kesatuan dalam kerangka wawasan nusantara,
serta memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar
bangsa.
Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi di
tingkat nasional maupun international yang berlangsung dengan sangat cepat
telah mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan
telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan
telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan
penyiaran, sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali
penyelenggaraan telekomunikasi nasional.
Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional sudah
merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor
swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi, penguasaan teknologi
telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat.
2) Latar Belakang Perubahan
Perubahan Undang-Undang Telekomunikasi ini disebabkan oleh beberapa hal
113
diantaranya meliputi:
a) Pergeseran fungsi telekomunikasi yang semula utilitas menjadi komoditi
perdagangan seperti yang telah diatur dalam kesepakatan Word Trade
Organization (WTO). Pergeseran fungsi ini mengakibatkan perubahan dan
terjadinya transformasi struktur pasar telekomunikasi dari monopoli ke
persaingan. Hal ini sejalan dengan semangat Indonesia yang bertekad
untuk meninggalkan sistem monopoli dan beralih ke sistem persaingan
sebagaimana terlihat dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999. Dengan
perubahan ini, maka terbuka bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pembangunan pertelekomunikasian di Indonesia.
b) Sesuai dengan prinsip-prinsip perdagangan global yang menitik beratkan
pada asas perdagangan bebas dan tidak diskriminatif, Indonesia harus
menyiapkan diri secara penuh untuk menyesuaikan industri
pertelekomunikasiannya. Dengan memperhatikan hal tersebut, maka peran
pemerintah akan makin berkurang dan akan lebih mengarah sebagai
penentu kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian di bidang
telekomunikasi, sedangkan masyarakat akan memikul tanggung jawab
yang lebih besar dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
c) Perkembangan teknologi digital yang maju dengan sangat pesat
menciptakan jenis-jenis jasa yang membaurkan batas-batas jasa
telekomunikasi yang dikategorikan ke dalam jasa dasar dan non-dasar.
Penggunaan teknologi digital ini ternyata telah terbukti dapat meningkatkan
efisiensi, fleksibilitas dan efektivitas biaya dan menambah
keanekaragaman jasa baru yang menghasilkan konvergensi antara
telekomunikasi, komputer dan penyiaran berupa multimedia, termasuk
internet.
Secara substansial ada 3 (tiga) materi perubahan terhadap Undang-Undang
Nomor 3 tahun 1989 yaitu meliputi:
a) Penyelenggaraan telekomunikasi tidak lagi dibedakan atas jasa
telekomunikasi dasar dan telekomunikasi bukan dasar, tetapi dibedakan
menjadi penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan jasa
telekomunikasi dan penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
114
b) Penyelenggaraan telekomunikasi tidak lagi hanya diselenggarakan oleh
Badan Penyelenggara Telekomunikasi, tetapi dapat diselenggarakan pula
oleh Badan Hukum lain sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak
sehat, sehingga penyelenggaran telekomunikasi tidak lagi menganut
prinsip monopoli.
c) Mewajibkan kepada setiap penyelenggara jaringan dan atau
penyelenggara jasa telekomunikasi memberikan kontribusi dalam
pelayanan di daerah yang belum berkembang atau belum terlayani
jaringan telekomunikasi yang merupakan penegasan dari Pemerintah
(Universal Service Obligation/USO).
3) Pengertian Umum
Dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999, terdapat 17 (tujuh belas)
pengertian umum yang digunakan sebagai acuan dalam memaknai seluruh
ketentuan batang tubuh Undang-Undang Telekomunikasi. Pengertian umum
tersebut adalah sebagai berikut:
a) Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau
penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,
tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio
atau sistem elektromagnetik lainnya;
b) Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan
dalam bertelekomunikasi;
c) Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang
memungkinkan bertelekomunikasi;
d) Sarana dan prasarana telekomunikasi adalah segala sesuatu yang
memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi;
e) Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan
memancarkan gelombang radio;
f) Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi
dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
115
g) Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi
kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan
telekomunikasi ;
h) Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan
keamanan negara;
i) Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah
yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa
telekomunikasi berdasarkan kontrak;
j) Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang
menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi
yang tidak berdasarkan kontrak;
k) Pengguna adalah pelanggan dan pemakai;
l) Penyelenggara telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan
pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya
telekomunikasi;
m) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan
dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan
terselenggaranya telekomunikasi;
n) Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan
atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan
terselenggaranya telekomunikasi;
o) Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan
telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;
p) Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari
penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda;
q) Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas tanggungjawabnya di
bidang telekomunikasi.
116
4) Asas Penyelenggaraan Telekomunikasi
Dalam penyelenggaraan telekomunikasi asas-asas pembangunan nasional yang
meliputi asas manfaat, asas adil dan merata, asas kepastian hukum dan asas
kepercayaan pada diri sendiri, serta memperhatikan pula asas keamanan,
kemitraan, dan etika menjadi asas yang harus diutamakan.
a. Asas manfaat berarti bahwa pembanguan telekomunikasi khususnya
penyelenggaraan telekomunikasi akan lebih berdaya guna dan berhasil
guna baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana
penyelenggaraan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana
perhubungan, maupun sebagai komoditas ekonomi yang dapat lebih
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir batin.
b. Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan telekomunikasi
memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua
pihak yang memenuhi syarat dan hasil-hasilnya dinikmati oleh
masyarakat secara adil dan merata.
c. Asas kepastian hukum berarti bahwa pembangunan telekomunikasi
khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus didasarkan kepada
peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum, dan
memberikan perlindungan hukum baik bagi para investor,
penyelenggara telekomunikasi, maupun kepada pengguna
telekomunikasi.
d. Asas kepercayaan pada diri sendiri, dilaksanakan dengan
memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional secara
efisien serta penguasaan teknologi telekomunikasi, sehingga dapat
meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergantungan sebagai
suatu bangsa dalam menghadapi persaingan global.
e. Asas kemitraan mengandung makna bahwa penyelenggaraan
telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis,
timbal balik, dan sinergi dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
f. Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telekomunikasi
selalu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan,
pembangunan, dan pengoperasiannya.
117
g. Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan telekomunikasi
senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme, kejujuran,
kesusilaan, dan keterbukaan.
5) Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan
kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara
adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan,
serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Tujuan penyelenggaraan
telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain, melalui reformasi
telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi
dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor telekomuniksai
memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang
transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha
kecil dan menengah.
6) Pembinaan dan Tanggung jawab Administrasi Telekomunikasi
Telekomunikasi dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh
Pemerintah. Hal ini mengingat telekomunikasi merupakan salah satu cabang
produksi yang penting dan strategis dalam kehidupan nasional, maka
penguasaannya dilakukan oleh negara yang dalam penyelenggaraannya
ditujukan untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat.
Dengan demikian pembinaan telekomunikasi diarahkan untuk meningkatkan
penyelenggaraan telekomunikasi yang meliputi :
penetapan kebijakan, antara lain, perumusan mengenai perencanaan
dasar strategis dan perencanaan dasar teknis telekomunikasi nasional.
pengaturan mencakup kegiatan yang bersifat umum dan atau teknis
operasional yang antara lain, tercermin dalam pengaturan perizinan dan
persyaratan dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
pengendalian dilakukan berupa pengarahan dan bimbingan terhadap
penyelenggaraan telekomunikasi.
118
pengawasan adalah pengawasan terhadap penyelenggaraan
telekomunikasi, termasuk pengawasan terhadap penguasaan,
pengusahaan, pemasukan, perakitan, penggunaan frekuensi dan orbit
satelit, serta alat, perangkat, sarana dan prasarana telekomunikasi.
Fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian
dilaksanakan oleh Menteri. Sesuai dengan perkembangan keadaan, fungsi
pengaturan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan telekomunikasi
dapat dilimpahkan kepada suatu badan regulasi.
Dalam rangka efektivitas pembinaan, pemerintah melakukan koordinasi dengan
instansi terkait, penyelenggara telekomunikasi, dan mengikutsertakan peran
masyarakat.
Menteri bertindak sebagai penanggung jawab administrasi telekomunikasi
Indonesia. Sesuai dengan ketentuan Konvensi Telekomunikasi Internasional,
yang dimaksud dengan Administrasi Telekomunikasi adalah Negara yang diwakili
oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Dalam hal ini, Administrasi
Telekomunikasi melaksanakan hak dan kewajiban Konvensi Telekomunikasi
Internasional dan peraturan yang menyertainya. Administrasi Telekomunikasi
Indonesia juga melaksanakan hak dan kewajiban peraturan internasional lainnya
seperti peraturan yang ditetapkan Intelsat (Internasional Telecommunication
Satellite Organization) dan Inmarsal (Internasional Maritime Satellite
Organization) serta perjanjian internasional di bidang telekomunikasi lainnya yang
diratifikasi Indonesia.
7) Penyelenggara Telekomunikasi
Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi
(a) penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
(b) penyelenggaraan jasa telekomunikasi; dan
(c) penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus antara lain untuk keperluan meteorologi
dan geofisika, televisi siaran, radio siaran, navigasi, penerbangan, pencarian dan
119
pertolongan kecelakaan, radio amatir, komunikasi radio antar penduduk dan
penyelenggaraan telekomunikasi khusus instansi pemerintah tertentu / swasta.
Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
melindungi kepentingan dan keamanan negara;
mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global;
dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
peran serta masyarakat
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa
telekomunikasi dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud
tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :
Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
Badan Usaha Swasta; atau
Koperasi.
Sedangkan penyelenggaraan telekomunikasi khusus dapat dilakukan oleh:
Perseorangan;
Instansi pemerintah;
Badan Hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
penyelenggara jasa telekomunikasi
Untuk mengatur lebih lanjut tentang ketentuan mengenai penyelenggaraan
telekomunikasi ini akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa
telekomunikasi. Penyelenggara jasa telekomunikasi dalam menyelenggarakan
jasa telekomunikasi, menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi
milik penyelenggara jaringan telekomunikasi. Penyelenggara jasa telekomunikasi
yang memerlukan jaringan telekomunikasi dapat menggunakan jaringan yang
dimilikinya dan atau menyewa dari penyelenggara jaringan telekomunikasi
lainnya. Jaringan telekomunikasi yang disewa pada dasarnya digunakan untuk
keperluan sendiri, namun apabila disewakan kembali kepada pihak lain, maka
yang menyewakan kembali tersebut harus memperoleh izin sebagai
penyelenggara jaringan telekomunikasi.
120
Penyelenggara telekomunikasi khusus dapat menyelenggarakan telekomunikasi
untuk keperluan sendiri, keperluan pertahanan keamanan negara, dan keperluan
penyiaran. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus ini terdiri dari
penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan;
(a) perseorangan;
(b) instansi pemerintah;
(c) dinas khusus; dan
(d) badan hukum.
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan
perseorangan adalah penyelenggaraan telekomunikasi guna memenuhi
kebutuhan perseorangan, misalnya radio amatir dan komunikasi radio antar
penduduk. Sedangkan yang dimaksud dengan penyelenggaraan telekomunikasi
khusus untuk keperluan instansi pemerintah adalah penyelenggaraan
telekomunikasi untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas umum instansi
pemerintah misalnya, komunikasi departemen atau komunikasi pemerintah
daerah. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk dinas khusus adalah
penyelenggaraan telekomunikasi untuk mendukung kegiatan dinas yang
bersangkutan antara lain, kegiatan navigasi, penerbangan, atau meteorologi.
Sedangkan yang dimaksud dengan penyelenggaraan telekomunikasi khusus
untuk badan hukum adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang dilakukan oleh
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan
Usaha Swasta, atau Koperasi, misalnya telekomunikasi perbankan,
telekomunikasi pertambangan, atau telekomunikasi perkeretaapian.
Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan telekomunikasi selanjutnya
masih akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
8) Larangan Praktek Monopoli
Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di
antara penyelenggara telekomunikasi. Pengaturan yang demikian dimaksudkan
agar terjadi kompetisi yang sehat antar penyelenggara telekomunikasi dalam
melakukan kegiatannya. Larangan seperti ini dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Undang-undang Nomor 5
121
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat serta peraturan pelaksanaannya.
9) Perizinan
Penyelenggaraan telekomunikasi dapat diselenggarakan setelah mendapat izin
dari Menteri. Perizinan penyelenggaraan telekomunikasi ini dimaksudkan sebagai
upaya Pemerintah dalam rangka pembinaan untuk mendorong pertumbuhan
penyelenggaraan telekomunikasi yang sehat. Pemerintah berkewajiban untuk
mempublikasikan secara berkala atas daerah atau wilayah yang terbuka untuk
penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi. Di samping itu,
penyelenggaraan telekomunikasi wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam perizinan. Namun demikian, penyelenggaraan telekomunikasi guna
keperluan eksperimen diberi izin khusus untuk jangka waktu tertentu.
Proses perizinan diberikan dengan memperhatikan tata cara yang sederhana,
proses yang transparan, adil dan tidak diskriminatif, dan penyelesaian dalam
waktu yang singkat. Bagaimana tata cara dan proses selanjutnya mengenai
perizinan ini masih akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10) Hak dan Kewajiban Penyelenggara dan Masyarakat
Dalam rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan
telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau
melintasi tanah negara dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai
Pemerintah. Yang dimaksud dengan memanfaatkan atau melintasi tanah negara
dan atau bangunan yang dimiliki/dikuasai oleh Pemerintah adalah kemudahan
yang diberikan kepada penyelenggara telekomunikasi.
Pemanfaatan atau pelintasan tanah negara dan atau bangunan ini berlaku pula
terhadap sungai, danau, atau laut, baik permukaan maupun dasar.
Pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi
dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari instansi pemerintah yang
bertanggung jawab dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang
122
berlaku. Instansi pemerintah yang dimaksud adalah instansi yang secara
langsung menguasai, memiliki, dan atau menggunakan tanah dan atau bangunan.
Untuk memudahkan penyelenggaraan pembangunan telekomunikasi,
penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah dan
atau bangunan milik perseorangan untuk tujuan pembangunan, pengoperasian,
atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi setelah terdapat persetujuan di antara
para pihak. Yang dimaksud dengan perseorangan adalah orang seorang dan atau
badan hukum yang secara langsung menguasai, memiliki dan atau menggunakan
tanah dan atau bangunan yang dimanfaatkan atau dilintasi.
Namun demikian, dalam rangka memberi perlindungan hukum terhadap hak milik
perseorangan, maka pemanfaatannya harus mendapat persetujuan para pihak.
Setiap pengguna telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan
jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas kesalahan dan atau kelalaian
penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak
yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara
telekomunikasi. Ganti rugi yang dimaksud adalah penyelenggara telekomunikasi
diberikan kepada pengguna atau masyarakat luas yang dirugikan karena
kelalaian atau kesalahan penyelenggara telekomunikasi.
Penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi, kecuali
penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut
bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya. Penyelesaian ganti rugi
dilaksanakan dengan cara melalui meditasi atau arbitrase atau konsiliasi. Cara-
cara tersebut dimaksudkan sebagai upaya bagi para pihak untuk mendapatkan
penyelesaian dengan cara cepat. Apabila penyelesaian ganti rugi melalui cara
tersebut di atas tidak berhasil, maka dapat diselesaikan melalui pengadilan.
Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian ganti rugi masih akan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan prinsip
perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua
pengguna;
123
peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan
pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan
prasarana.
Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci
pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi.
Pencatatan pemakaian jasa telekomunikasi merupakan kewajiban penyelenggara
yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dan berlaku hanya untuk
pelayanan jasa telepon Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) dan
Sambungan Langsung Internasional (SLI) sepanjang diminta oleh pengguna jasa
telekomunikasi. Perekaman pemakaian jasa telekomunikasi adalah rekaman
rincian data tagihan (billing), yang digunakan untuk membuktikan pemakaian jasa
telekomunikasi.
Apabila pengguna memerlukan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi,
penyelenggara telekomunikasi wajib memberikannya. Ketentuan mengenai
pencatatan atau perekaman pemakaian jasa telekomunikasi masih akan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Selain dari kewajiban sebagaimana diurai di atas, penyelenggara jaringan
telekomunikasi wajib menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan
telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunikasi. Bila jaringan
telekomunikasi terhubung dengan beberapa jaringan lain yang menyelenggarakan
jasa yang sama, maka pengguna jaringan tersebut harus dijamin kebebasannya
untuk memiliki salah satu dari jaringan yang terhubung tadi melalui penomoran
yang ditentukan. Pada dasarnya pengguna berhak memiliki penyelenggara
jaringan dan atau jasa telekomunikasi untuk menyalurkan hubungan
telekomunikasinya. Dalam pelaksanaannya penyelenggara jaringan dan atau jasa
telekomunikasi dapat mengubah rute hubungan dari pengguna jaringan
penyelenggara lain tanpa sepengetahuan pengguna. Apabila terjadi, hal di atas
bertentangan dengan prinsip persaingan sehat yang dapat merugikan baik bagi
penyelenggara maupun bagi pengguna.
Setiap penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan prioritas untuk
pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi penting yang menyangkut;
• keamanan negara;
• keselamatan jiwa manusia dan harta benda;
124
• bencana alam;
• marabahaya; dan atau
• wabah penyakit.
Pengiriman informasi adalah tahap awal dari proses bertelekomunikasi, yang
dilanjutkan dengan kegiatan penyaluran sebagai proses antara dan diakhiri
dengan kegiatan penyampaian informasi untuk penerimaan pihak yang dituju.
Prioritas pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi yang akan
ditetapkan oleh pemerintah antara lain berita tentang musibah. Penyelenggara
telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan
telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan,
keamanan, atau ketertiban umum. Penghentian kegiatan usaha penyelenggaraan
telekomunikasi dapat dilakukan oleh pemerintah setelah diperoleh informasi yang
patut diduga dengan kuat dan diyakini bahwa penyelenggaraan telekomunikasi
tersebut melanggar kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban
umum.
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau
memanipulasi :
akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau
akses ke jasa telekomunikasi; dan atau
akses ke jaringan telekomunikasi khusus.
11) Kewajiban USO
Kewajiban pelayanan universal (universal servie obligation) merupakan kewajiban
penyediaan jaringan telekomunikasi oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi
agar kebutuhan masyarakat terutama di daerah terpencil dan atau belum
berkembang untuk mendapatkan akses telepon dapat dipenuhi.
Dalam penetapan kewajiban pelayanan universal, pemerintah memperhatikan
prinsip ketersediaan pelayanan jasa telekomunikasi yang menjangkau daerah
berpenduduk dengan mutu yang baik dan tarif yang layak.
Kewajiban pelayanan universal terutama untuk wilayah yang secara geografis
terpencil dan yang secara ekonomi belum berkembang serta membutuhkan biaya
pembangunan tinggi termasuk di daerah perintisan, pedalaman, pinggiran,
125
terpencil dan atau daerah yang secara ekonomis kurang menguntungkan.
Kewajiban membangun fasilitas telekomunikasi untuk pelayanan universal
dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi tetap yang telah
mendapatkan izin dari pemerintah berupa jasa Sambungan Langsung Jarak Jauh
(SLJJ) dan atau jasa sambungan lokal.
Penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya di luar ke dua jenis jasa di atas,
diwajibkan memberikan kontribusi.
Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam kewajiban pelayanan universal
adalah kontribusi biaya untuk pembangunan yang dibebankan melalui biaya
interkoneksi
12) Interkoneksi dan Biaya Hak Penyelenggaraan
Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan
interkoneksi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya. Setiap
penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila
diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya. Pelaksanaan hak
dan kewajiban ini dilakukan berdasarkan prinsip :
pemanfaatan sumber daya secara efisien;
keserasian sistem dan perangkat telekomunikasi;
peningkatan mutu pelayanan; dan
persaingan sehat yang tidak saling merugikan.
Ketentuan mengenai interkoneksi jaringan telekomunikasi, hak dan kewajiban
masih akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Setiap
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang
diambil dari prosentase pendapatan. Biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi
adalah kewajiban yang dikenakan kepada penyelenggara jaringan dan atau jasa
telekomunikasi sebagai kompensasi atas perizinan yang diperolehnya dalam
penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi, yang besarnya
ditetapkan berdasarkan persentase dari pendapatan dan merupakan Pendapatan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disetor ke Kas Negara.
126
Ketentuan mengenai biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi ini akan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
13) Tarif
Susunan tarif penyelenggaraan jaringan komunikasi dan atau tarif
penyelenggaraan jasa telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Susunan tarif jaringan dan atau jasa telekomunikasi meliputi struktur dan jenis
tarif ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan struktur dan jenis tersebut,
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dapat
menetapkan besaran tarif. Struktur tarif terdiri atas biaya pasang baru (aktivasi),
biaya berlangganan bulanan, biaya penggunaan, dan biaya jasa tambahan
(feature). Jenis tarif terdiri atas tarif pulsa lokal, tarif pulsa Sambungan Langsung
Jarak Jauh (SLJJ), tarif Sambungan Langsung Internasional (SLI) dan air time
untuk jasa sambungan telepon bergerak. Besaran tarif penyelenggaraan jaringan
komunikasi dan atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan berdasarkan formula yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
Formula yang dirancang ini merupakan pola perhitungan untuk menetapkan
besaran tarif. Formula tarif terdiri atas formula tarif awal dan formula tarif
perubahan. Dalam menetapkan formula tarif awal, yang harus diperhatikan adalah
komponen biaya, sedangkan untuk menetapkan formula besaran tarif perubahan
diperhatikan juga antara lain faktor inflasi, kemampuan masyarakat, dan
kesinambungan pembangunan telekomunikasi.
14) Telekomunikasi Khusus
Penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan sendiri dan keperluan
pertahanan keamanan negara, dilarang disambungkan ke jaringan penyelenggara
telekomunikasi lainnya. Larangan bagi penyelenggaraan telekomunikasi khusus
untuk disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya
dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi ruang lingkup
penyelenggaraan telekomunikasi khusus yang memang hanya untuk keperluan
sendiri. Sedangkan penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan penyiaran
127
dapat disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya
sepanjang digunakan untuk keperluan penyiaran.
Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi belum dapat menyediakan akses di daerah tertentu, maka
penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan sendiri dapat
menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi setelah
mendapat izin Menteri. Syarat-syarat untuk mendapatkan izin diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan
atau penyelenggara jasa telekomunikasi sudah dapat menyediakan akses di
daerah, maka penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud tetap dapat
melakukan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa
telekomunikasi. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah kebutuhan
jasa telekomunikasi di suatu daerah yang karena keadaan tertentu belum dapat
dijangkau oleh jasa telekomunikasi. Oleh karena itu Undang-undang ini
memandang perlu untuk memberikan kemungkinan kepada penyelenggara
telekomunikasi khusus yang sebenarnya hanya bergerak untuk kepentingan
sendiri, dapat memberikan pelayanan jasa telekomunikasi kepada masyarakat
yang bertempat tinggal di daerah tersebut.
Penyelenggara telekomunikasi khusus yang menyelenggarakan jaringan dan atau
jasa telekomunikasi dapat melanjutkan penyelenggaraan telekomunikasi dan atau
jasa telekomunikasi dengan pertimbangan investasi yang telah dilakukan dan
kesinambungan pelayanan kepada pengguna. Dalam hal ini penyelenggara
telekomunikasi khusus yang bersangkutan wajib memenuhi seluruh ketentuan
yang berlaku bagi penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi.
Dalam keadaan penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan
pertahanan keamanan negara belum atau tidak mampu mendukung kegiatannya,
penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud dapat menggunakan atau
memanfaatkan jaringan telekomunikasi yang dimiliki dan atau digunakan oleh
penyelenggara telekomunikasi lainnya. Untuk keperluan pertahanan keamanan
negara, fasilitas telekomunikasi yang dimiliki oleh penyelenggara telekomunikasi
lainnya dapat dimanfaatkan. Penggunaan atau pemanfaatan jaringan
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dilakukan sepanjang
jaringan telekomunikasi untuk keperluan pertahanan keamanan negara, yang
128
dalam hal ini oleh Tentara Nasional Indonesia, tidak dapat berfungsi atau tidak
tersedia.
Dalam hal negara dalam keadaan bahaya tertentu ketentuan ini tidak berlaku.
15) Perangkat Telekomunikasi, Spektrum Frekuensi Radio, dan Orbit Satelit
Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan
atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan
persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Persyaratan teknis alat/perangkat telekomunikasi
merupakan syarat yang diwajibkan terhadap alat/perangkat telekomunikasi agar
pada waktu dioperasikan tidak saling mengganggu alat/perangkat telekomunikasi
lain dan atau jaringan telekomunikasi atau alat/perangkat telekomunikasi.
Persyaratan teknis dimaksud lebih ditujukan terhadap fungsi alat/perangkat
telekomunikasi yang berupa parameter elektris/elektronis serta dengan
memperhatikan pula aspek di luar parameter elektris/elektronis sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan aspek lainnya, misalnya lingkungan, keselamatan
dan kesehatan. Untuk menjamin pemenuhan persyaratan teknis alat/perangkat
telekomunikasi, setiap alat atau perangkat telekomunikasi dimaksud harus diuji
oleh balai uji yang diakui oleh pemerintah atau institusi yang berwenang.
Ketentuan persyaratan teknis memperhatikan standar teknis yang berlaku secara
internasional, mempertimbangkan kepentingan masyarakat, dan harus
berdasarkan pada teknologi yang terbuka. Ketentuan mengenai persyaratan
teknis perangkat telekomunikasi ini masih akan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin
Pemerintah. Pemberian izin penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit
didasarkan kepada ketersediaan spektrum frekuensi radio yang telah dialokasikan
untuk keperluan penyelenggaraan telekomunikasi termasuk siaran sesuai
peruntukannya. Tabel alokasi frekuensi radio disebarluaskan dan dapat diketahui
oleh masyarakat secara transparan. Apabila ketersediaan spektrum frekuensi
radio dan orbit satelit tidak memenuhi permintaan atau kebutuhan
penyelenggaraan telekomunikasi, maka perolehan izinnya antara lain
dimungkinkan melalui mekanisme pelelangan.
129
Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan
peruntukannya dan tidak saling menggangu. Frekuensi radio adalah jumlah
getaran elektromagnetik untuk 1 (satu) periode, sedangkan spektrum frekuensi
radio adalah kumpulan frekuensi radio. Penggunaan frekuensi radio didasarkan
pada ruang, jumlah getaran, dan lebar pita, yang hanya dapat digunakan oleh 1
(satu) pihak. Penggunaan secara bersamaan pada ruang, jumlah getaran dan
lebar yang sama atau berhimpitan akan saling mengganggu. Frekuensi dalam
telekomunikasi digunakan untuk membawa atau menyalurkan informasi. Dengan
demikian agar informasi dapat dibawa atau disalurkan dengan baik tanpa
gangguan maka penggunaan frekuensinya harus diatur. Pengaturan frekuensi
antara lain mengenai pengalokasian pita frekuensi dan peruntukannya. Orbit
satelit adalah suatu lintasan di angkasa yang dilalui oleh suatu pusat masa satelit.
Orbit satelit geostasioner, orbit satelit rendah dan orbit satelit menengah. Orbit
satelit geostasioner adalah suatu lintasan yang dilalui oleh suatu pusat masa
satelit yang disebabkan oleh gaya gravitasi bumi yang mempunyai kedudukan
tetap terhadap bumi. Orbit satelit geostasioner berada di atas khatulistiwa dengan
ketinggian 36.000 km. Orbit satelit rendah dan menengah adalah suatu lintasan
yang dilalui oleh suatu pusat masa satelit yang kedudukannya tidak tetap
terhadap bumi. Ketinggian orbit satelit rendah sekitar 1.500 km dan orbit satelit
menengah sekitar 11.000 km.
Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum
frekuensi radio dan orbit satelit. Ketentuan penggunaan spektrum frekuensi radio
dan orbit satelit yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi diiatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pengguna spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan
frekuensi, yang besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita
frekuensi. Biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio merupakan
kompensasi atas penggunaan frekuensi sesuai dengan izin yang diterima. Di
samping itu, biaya penggunaan frekuensi dimaksudkan juga sebagai sarana
pengawasan dan pengendalian agar frekuensi radio sebagai sumber daya alam
terbatas dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Besarnya biaya penggunaan
frekuensi ditentukan berdasarkan jenis dan lebar pita frekuensi. Jenis frekuensi
akan berpengaruh pada mutu penyelenggaraan, sedangkan lebar pita frekuensi
akan berpengaruh pada kapasitas/jumlah informasi yang dapat dibawa/dikirimkan.
130
Demikian halnya dengan pengguna orbit satelit juga wajib membayar biaya hak
penggunaan orbit satelit. Ketentuan mengenai biaya hak penggunaan frekuensi
dan orbit satelit masih akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh kapal berbendera asing dari dan
ke wilayah perairan Indonesia dan atau yang dioperasikan di wilayah perairan
Indonesia, tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis. Yang dimaksud dengan
wilayah perairan Indonesia adalah wilayah laut teritorial termasuk perairan dalam.
Dengan demikian, pengertian ini menjangkau konsepsi negara kepulauan
sebagaimana diakui dalam Konverensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hukum Laut Internasional yang selanjutnya telah diratifikasi dengan Undang-
undang Nomor 17 Tahun 1985. Karena kapal berbendera asing tersebut telah
dilengkapi dengan perangkat telekomunikasi yang pemasangan dan
pengoperasiannya mengikuti ketentuan yang berlaku di negaranya, maka
ketentuan tentang persyaratan teknis yang ditetapkan menteri tidak dapat
diterapkan kepadanya. Penggunaan perangkat telekomunikasi tersebut di wilayah
perairan Indonesia tetap harus mengikuti ketentuan internasional yang berlaku,
yakni prinsip tidak saling mengganggu dan sesuai dengan peruntukannya.
Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari
dan ke wilayah udara Indonesia di luar peruntukannya, kecuali :
untuk kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta
benda, bencana alam, keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan
keamanan lalu lintas pelayaran; atau
disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh
penyelenggara telekomunikasi; atau
merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan
telekomunikasi dinas bergerak pelayaran.
Larangan menggunakan spektrum frekuensi radio atau orbit satelit di wilayah
perairan Indonesia dimaksudkan untuk melindungi keamanan negara dan untuk
mencegah dirugikannya penyelenggaraan telekomunikasi. Dinas bergerak
pelayaran (maritime mobile service) adalah telekomunikasi antara stasiun pantai
dan stasiun kapal, antar stasiun kapal, antar stasiun komunikasi pelengkap di
kapal, stasiun kendaraan penyelamat, atau stasiun rambu radio penunjuk posisi
131
darurat. Ketentuan ini hanya berlaku untuk kapal sipil dan tidak berlaku bagi kapal
milik Tentara Nasional Indonesia.
Ketentuan mengenai pengunaan spektrum frekuensi radio ini masih akan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan
ke wilayah udara Indonesia tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis yang
sudah ditetapkan menurut undang-undang ini. Ketentuan teknis tentang
perangkat telekomunikasi yang ditetapkan Pemerintah tidak dapat diterapkan
kepada pesawat udara asing karena pesawat udara asing tersebut mengikuti
ketentuan yang berlaku di negaranya. Penggunaan perangkat telekomunikasi
tersebut tetap harus mengikuti ketentuan internasional yang berlaku, yakni prinsip
tidak saling mengganggu dan sesuai dengan peruntukannya.
Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh kapal berbendera asing yang
berada di wilayah perairan Indonesia di luar peruntukannya, kecuali :
untuk kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta
benda, bencana alam, keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan
keamanan lalu lintas penerbangan; atau
disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh
penyelenggara telekomunikasi; atau
merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan
telekomunikasi dinas bergerak penerbangan.
Larangan menggunakan spektrum frekuensi radio atau orbit satelit di wilayah
udara Indonesia dimaksudkan untuk melindungi keamanan negara dan untuk
mencegah dirugikannya penyelenggaraan telekomunikasi. Dinas bergerak
penerbangan (aeronautical mobile service) adalah telekomunikasi antara stasiun
penerbangan dan stasiun pesawat udara, antar stasiun pesawat udara yang juga
dapat mencakup stasiun kendaraan penyelamat, dan stasiun rambu radio
penunjuk posisi darurat. Dinas tersebut beroperasi pada frekuensi yang
ditentukan untuk marabahaya dan keadaan darurat.
Ketentuan mengenai pengunaan spektrum frekuensi radio lebih lanjut masih akan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
132
Pemberian izin penggunaan perangkat telekomunikasi yang menggunakan
spektrum frekuensi radio untuk perwakilan diplomatik di Indonesia dilakukan
dengan memperhatikan asas timbal balik. Asas timbal balik yang dimaksudkan
dalam pasal ini adalah asas dalam hubungan internasional untuk memberikan
perlakuan yang sama kepada perwakilan diplomatik asing di Indonesia
sebagaimana perlakuan yang diberikan kepada perwakilan Indonesia di negara
yang bersangkutan.
B. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG
PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2000 ditetapkan dalam rangka
pelaksanaan ketentuan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi yang dapat
memberikan kejelasan dan ketegasan dalam penyelenggaraan telekomunikasi
sebagimana diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi.
Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
ditegaskan bahwa penyelenggaraan telekomunikasi meliputi penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan jasa telekomunikasi, dan
penyelenggaraan telekomunikasi khusus. Penyelenggaraan jaringan dan atau
jasa telekomunikasi dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Swasta dan Koperasi yang bentuk
usahanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
menyelenggarakan jaringan dan atau jasa telekomunikasi. Sedangkan
penyelenggaraan telekomunikasi khusus dapat dilakukan oleh perseorangan,
instansi pemerintah dan badan hukum selain penyelenggara jaringan
telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
Di dalam Peraturan Pemerintah ini diatur bahwa penyelenggara jaringan
telekomunikasi dalam menjalankan usahanya dituntut untuk membangun dan
atau menyediakan jaringan telekomunikasi yang sesuai dengan Rencana Dasar
Teknis. Rencana Dasar Teknis dimaksud ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat pula menyelenggarakan jasa
133
telekomunikasi dengan mendapatkan izin terlebih dahulu dari Menteri.
Selanjutnya, penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan
interkoneksi antar jaringan telekomunikasi. Pelaksanaan interkoneksi diberikan
atas dasar permintaan dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
Penyelenggaraan interkoneksi dikenakan biaya interkoneksi yang dibebankan
kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi asal, dan besaran biaya
interkoneksi ditetapkan berdasarkan perhitungan yang transparan, disepakati
bersama dan bersifat adil.
Penyelenggaraan jasa telekomunikasi diwajibkan untuk pertama, menyediakan
fasilitas telekomunikasi yang menjamin adanya kualitas pelayanan jasa
telekomunikasi yang baik. Kedua, penyelenggara jasa telekomunikasi dituntut
untuk tidak bersikap diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada pengguna
jasa telekomunikasi. Ketiga, penyelenggara jasa telekomunikasi diwajibkan untuk
melakukan pencatatan/perekaman pemakaian jasa telekomunikasi, serta wajib
menyimpan catatan/rekaman dimaksud sekurang-kurangnya selama 3 (tiga)
bulan. Pengguna jasa telekomunikasi yang memerlukan catatan/rekaman
pemakaian jasa telekomunikasi dapat meminta catatan/rekaman dimaksud
dengan membayar biaya pencetakan atas catatan/rekaman tersebut.
Menteri menetapkan pelaksanaan kontribusi kewajiban pelayanan universal
(Universal Services Obligation) kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi
dan penyelenggara jasa telekomunikasi berupa penyediaan jaringan dan atau
jasa telekomunikasi, kontribusi dalam bentuk komponen biaya interkoneksi, atau
kontribusi lainnya.
Kewajiban pelayanan universal ini dimaksudkan sebagai kewajiban untuk
menyediakan jaringan dan layanan jasa telekomunikasi di daerah terpencil dan
atau belum berkembang terutama yang berpotensi besar dapat menunjang sektor
ekonomi dan memperlancar pertukaran informasi yang sangat diperlukan untuk
mendorong kegiatan pembangunan dan pemerintahan.
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus diselenggarakan untuk keperluan
sendiri, pertahanan keamanan negara dan penyiaran. Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus diselenggarakan jika keperluannya tidak dapat dipenuhi
oleh penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi; lokasi kegiatannya
134
belum terjangkau oleh penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi;
serta kegiatannya memerlukan jaringan telekomunikasi tersendiri dan terpisah.
Selanjutnya, penyelenggaraan telekomunikasi khusus dibatasi untuk tidak
melakukan penyelenggaraan telekomunikasi di luar peruntukannya,
disambungkan ke jaringan telekomunikasi lainnya, dan memungut biaya dalam
bentuk apapun atas pengoperasiannya.
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dikenakan
biaya penyelenggaraan telekomunikasi yang besarnya ditetapkan lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
Perizinan penyelenggaraan telekomunikasi dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu
izin prinsip dan izin penyelenggaraan telekomunikasi. Perizinan tersebut
dimaksudkan sebagai upaya Pemerintah dalam rangka pembinaan untuk
mendorong pertumbuhan penyelenggaraan telekomunikasi. Pemerintah
berkewajiban untuk mempublikasikan secara berkala atas wilayah yang terbuka
untuk penyelenggaraan telekomunikasi. Penyelenggara telekomunikasi wajib
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam perizinan.
Penyelenggara telekomunikasi diwajibkan untuk memberikan ganti rugi terhadap
kesalahan/kelalaian yang dilakukannya yang menimbulkan kerugian langsung
kepada pengguna jaringan dan atau jasa telekomunikasi.
Sebaliknya, penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat pula meminta ganti rugi
akibat pemindahan jaringan telekomunikasinya karena ada kegiatan atau
permintaan dari instansi/departemen/lembaga atau pihak lain.
Selanjutnya diatur mengenai peran serta masyarakat di bidang telekomunikasi.
Dalam rangka melibatkan peran aktif dari masyarakat dibentuk lembaga peran
serta masyarakat di bidang telekomunikasi. Masyarakat dapat membentuk
beberapa lembaga tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Lembaga dimaksud
merupakan mitra Pemerintah yang memiliki tugas untuk menyampaikan pemikiran
dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai arah
pengembangan pertelekomunikasian dalam rangka penetapan kebijakan,
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan di bidang telekomunikasi. Namun,
perlu ditegaskan bahwa pemikiran dan pandangan dari lembaga tersebut tidak
bersifat mengikat kepada Pemerintah.
135
C. KM 29 TAHUN 2004 PERUBAHAN ATAS KM PERHUBUNGAN NO 20
TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN
TELEKOMUNIKASI
Keputusan Menteri tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi
menghendaki agar penyelenggaraan jaringan telekomunikasi diarahkan untuk
menunjang pembangunan dengan memberikan pelayanan yang sebesar-
besarnya bagi masyarakat di seluruh tanah air secara merata dan kepada setiap
pemakai jaringan diberikan perlakuan tanpa diskriminatif.
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk
maksud tersebut dan mendapatkan izin yaitu:
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
c. Badan Usaha Swasta; atau
d. Koperasi
Jaringan telekomunikasi yang dapat diselenggarakan terdiri dari:
1) Penyelenggaraan Jaringan Tetap meliputi:
a. Jaringan tetap lokal
b. Jaringan tetap sambungan jarak jauh
c. Jaringan tetap sambungan internasional
d. Jaringan tetap tertutup
2) dan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak meliputi:
a. Jaringan bergerak terestrial
b. Jaringan bergerak selular
c. Jaringan bergerak satelit
Keputusan Menteri Nomor 20 tahun 2001 mengatur kewajiban-kewajiban yang
harus dipenuhi oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi. Kewajiban tersebut
meliputi:
136
1) Membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi yang
memenuhi ketentuan teknis dalam rencana dasar teknis yang
ditetapkan oleh Menteri.
2) Menyediakan segala fasilitas telekomunikasi untuk menjamin pelayanan
jaringan telekomunikasi sesuai standard kualitas pelayanan;
3) Memberikan pelayanan tanpa diskriminatif kepada pemakai jaringan
telekomunikasi;
4) Membuat ketentuan dan syarat-syarat berlangganan jaringan
telekomunikasi;
5) Mengumumkan secara terbuka ketersediaan jaringan telekomunikasi
yang dimilikinya
6) Menjamin terselenggaranya telekomunikasi melalui jaringan yang
diselenggarakannya
7) Memisahkan komponen-komponen pelayanannya (unbudling) dalam
rangka menyediakan pelayanan yang dibutuhkan oleh penyelenggara
telekomunikasi
8) Melaksanakan kewajiban pelayanan universal dalam bentuk
pembangunan jaringan, pembayaran komponen biaya interkoneksi atau
kontribusi lainnya
9) Membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang merupakan
penerimaan negara bukan pajak.
10) Menjamin tersedianya interkoneksi dan berhak mendapatkan
interkoneksi dari penyelenggara jaringan lainnya.
Dalam Keputusan Menteri ini diatur juga hal-hal yang menyangkut Tata cara
perizinan yang meliputi tata cara seleksi, evaluasi dan perizinan penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi. Juga diatur tata cara pelaksanaan uji laik operasional
dan penentuan tarif.
137
D. PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG
KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM
PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR
Peraturan Presiden tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
penyediaan Infrastruktur mempertimbangkan bahwa ketersediaan infrastruktur
yang memadai dan berkesinambungan merupakan kebutuhan mendesak untuk
mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, serta untuk meningkatkan daya
saing Indonesia dalam pergaulan global. Untuk itu dipandang perlu mengambil
langkah-langkah yang komprehensif untuk mempercepat pembangunan
infrastruktur guna menciptakan iklim investasi yang dapat mendorong
keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur berdasarkan prinsip
usaha secara sehat. Untuk mendorong dan meningkatkan kerjasama antara
pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur dan jasa pelayanan
terkait, perlu pengaturan guna melindungi dan mengamankan kepentingan
konsumen, masyarakat, dan badan usaha secara adil.
Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur antara Pemerintah dengan Badan
Usaha dilakukan dengan tujuan untuk:
mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan
Infrastruktur melalui pengerahan dana swasta;
meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui
persaingan sehat;
meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam Penyediaan
Infrastruktur;
mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang
diterima, atau dalam hal-hal tertentu mempertimbangkan kemampuan
membayar pengguna.
Jenis Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha mencakup :
infrastruktur transportasi, meliputi pelabuhan laut, sungai atau danau,
bandar udara, jaringan rel dan stasiun kereta api;
138
infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol;
infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku;
infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air baku,
jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum;
infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan
pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi
pengangkut dan tempat pembuangan;
infrastruktur telekomunikasi, meliputi jaringan telekomunikasi;
infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, transmisi atau
distribusi tenaga listrik; dan
infrastruktur minyak dan gas bumi meliputi pengolahan, penyimpanan,
pengangkutan, transmisi, atau distribusi minyak dan gas bumi.
Kerjasama Penyediaan Infrastruktur antara Pemerintah dalam hal ini Menteri/
Kepala Lembaga / Kepala Daerah dengan Badan Usaha dilakukan berdasarkan
prinsip:
a. adil, berarti seluruh Badan Usaha yang ikut serta dalam proses pengadaan
harus memperoleh perlakuan yang sama;
b. terbuka, berarti seluruh proses pengadaan bersifat terbuka bagi Badan
Usaha yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan;
c. transparan, berarti semua ketentuan dan informasi yang berkaitan dengan
Penyediaan Infrastruktur termasuk syarat teknis administrasi pemilihan,
tata cara evaluasi, dan penetapan Badan Usaha bersifat terbuka bagi
seluruh Badan Usaha serta masyarakat umumnya;
d. bersaing, berarti pemilihan Badan Usaha melalui proses pelelangan;
e. bertanggung-gugat, berarti hasil pemilihan Badan Usaha harus dapat
dipertanggungjawabkan;
f. saling menguntungkan, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur dilakukan berdasarkan ketentuan dan persyaratan
yang seimbang sehingga memberi keuntungan bagi kedua belah pihak dan
masyarakat dengan memperhitungkan kebutuhan dasar masyarakat;
139
g. saling membutuhkan, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur dilakukan berdasarkan ketentuan dan persyaratan
yang mempertimbangkan kebutuhan kedua belah pihak;
h. saling mendukung, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur dilakukan dengan semangat saling mengisi dari
ke dua belah pihak.
Dalam mengidentifikasikan proyek-proyek penyediaan infrastruktur yang akan
dikerjasamakan dengan Badan Usaha, Pemerintah, Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah harus mempertimbangkan paling kurang:
a. kesesuaian dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional/
daerah dan rencana strategis sektor infrastruktur;
b. kesesuaian lokasi proyek dengan Rencana Tata Ruang Wilayah;
c. keterkaitan antar sektor infrastruktur dan antar wilayah;
d. analisa biaya dan manfaat sosial.
Setiap usulan proyek yang akan dikerjasamakan harus disertai dengan :
a. pra studi kelayakan;
b. rencana bentuk kerjasama;
c. rencana pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan
d. rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara
penilaian.
E. UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN
PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah
menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya kesejahteraan
rakyat. Kemajuan pembangunan yang telah dicapai di atas, didorong oleh
kebijakan pembangunan di berbagai bidang, termasuk kebijakan pembangunan
bidang ekonomi yang tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara dan
Rencana Pembangunan Lima Tahunan, serta berbagai kebijakan ekonomi
lainnya.
140
Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai selama Pembangunan Jangka
Panjang Pertama, yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi
masih banyak pula tantangan atau persoalan, khususnya dalam pembangunan
ekonomi yang belum terpecahkan, seiring dengan adanya kecenderungan
globalisasi perekonomian serta dinamika dan perkembangan usaha swasta sejak
awal tahun 1990-an.
Peluang-peluang usaha yang tercipta selama 3 (tiga) dasawarsa yang lalu dalam
kenyataannya belum membuat seluruh masyarakat mampu dan dapat
berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai sektor ekonomi. Perkembangan
usaha swasta selama periode tersebut, disatu sisi diwarnai oleh berbagai bentuk
kebijakan Pemerintah yang kurang tepat sehingga pasar menjadi terdistorsi. Di
sisi lain, perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar
merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat.
Fenomena di atas telah berkembang dan didukung oleh adanya hubungan yang
terkait antara pengambil keputusan dengan para pelaku usaha, baik secara
langsung maupun tidak langsung, sehingga lebih memperburuk keadaan.
Penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu kepada amanat Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945, serta cenderung menunjukkan corak yang sangat
monopolistik.
Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan kemudahan-
kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak kepada kesenjangan sosial.
Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak
didukung oleh semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor yang
mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu
bersaing.
Memperhatikan situasi dan kondisi tersebut di atas, menuntut kita untuk
mencermati dan menata kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha
dapat tumbuh serta berkembang secara sehat dan benar, sehingga tercipta iklim
persaingan usaha yang sehat, serta terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi
pada perorangan atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk praktek
141
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat, yang
bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.
Oleh karena itu, perlu disusun Undang-Undang tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimaksudkan untuk
menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap
pelaku usaha di dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.
Undang-undang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong
percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa Undang-Undang
Dasar 1945.
Agar implementasi undang-undang ini serta peraturan pelaksananya dapat
berjalan efektif sesuai asas dan tujuannya, maka perlu dibentuk Komisi Pengawas
Persaingan Usaha, yaitu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh
pemerintah dan pihak lain, yang berwenang melakukan pengawasan persaingan
usaha dan menjatuhkan sanksi. Sanksi tersebut berupa tindakan administratif,
sedangkan sanksi pidana adalah wewenang pengadilan.
Secara umum, materi dari Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini mengandung 6 (enam) bagian pengaturan
yang terdiri dari:
1. perjanjian yang dilarang;
2. kegiatan yang dilarang;
3. posisi dominan;
4. komisi Pengawas Persaingan Usaha;
5. penegakan hukum;
6. ketentuan lain-lain.
Undang-undang ini disusun berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, serta berasaskan kepada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan
tujuan untuk: menjaga kepentingan umum dan melindungi konsumen;
menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha
142
yang sehat, dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi
setiap orang; mencegah praktek-praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha; serta menciptakan efektivitas dan
efisiensi dalam kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi
nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
F. RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KONTRIBUSI
PELAYANAN UNIVERSAL TELEKOMUNIKASI
Peraturan Pemerintah tentang Kontribusi Pelayanan Universal Telekomunikasi
dirancang dengan pertimbangan bahwa :
Pasal 16 ayat 3 UndangUndang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi telah mengamanatkan pengaturan lebih lanjut tentang
Kontribusi Pelayanan Universal Telekomunikasi dengan Peraturan
Pemerintah;
ketentuan Kontribusi Pelayanan Universal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 sampai dengan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun
2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi perlu disempurnakan dan
diatur tersendiri agar dapat mengantisipasi percepatan pembangunan
fasilitas telekomunikasi di wilayah pelayanan universal.
Kontribusi Pelayanan Universal telekomunikasi adalah kewajiban yang
dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
penyelenggara jasa telekomunikasi untuk memenuhi aksesibilitas bagi wilayah
atau sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh fasilitas jaringan dan atau
jasa telekomunikasi.
Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal adalah kontribusi yang merupakan
penerimaan negara bukan pajak yang harus dibayar oleh penyelenggara jaringan
dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi untuk penyediaan jaringan dan atau
jasa telekomunikasi.
Pelaksana penyediaan pelayanan universal telekomunikasi adalah penyelenggara
143
kontribusi pelayanan universal untuk penyediaan akses dan layanan
telekomunikasi di wilayah pelayanan universal.
Penyediaan pelayanan universal telekomunikasi adalah penyediaan akses dan
layanan telekomunikasi di wilayah pelayanan universal.
Pelaksanaan kontribusi Pelayanan Universal Bidang Telekomunikasi adalah
tanggung jawab pemerintah yang dibebankan kepada penyelenggara
telekomunikasi melalui pendanaan kontribusi kewajiban pelayanan universal.
Maksud dari tanggung jawab pemerintah adalah mewujudkan pelayanan
telekomunikasi yang merata dan memenuhi kebutuhan masyarakat terutama di
daerah terpencil, perintisan dan atau daerah perbatasan melalui penyediaan
akses dan layanan universal telekomunikasi berdasarkan subsidi yang
dilaksanakan secara berkesinambungan serta berbasis pada pengembangan
wilayah dan masyarakat.
Pendanaan pelaksanaan penyediaan pelayanan universal telekomunikasi berasal
dari sumber penerimaan yang sah sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku dan atau penerimaan negara bukan pajak yaitu
prosentase tertentu dari pendapatan kotor penyelenggara telekomunikasi sebagai
kewajiban dalam penyediaan pelayanan universal telekomunikasi dalam bentuk
penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau yang dibebankan
melalui biaya interkoneksi.
Bentuk pelaksanaan Penyediaan pelayanan universal telekomunikasi berupa
proyek kerjasama antara Menteri dengan Badan Hukum dimana Menteri bertindak
selaku penanggung jawab proyek kerjasama. Proyek kerjasama penyediaan
pelayanan universal telekomunikasi dilakukan dengan tujuan untuk :
a. Mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam penyediaan
pelayanan universal telekomunikasi melalui pengerahan dana swasta;
b. Meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui
persaingan sehat;
c. Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam Penyediaan
Infrastruktur;
d. Mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang
144
diterima, atau dalam hal-hal tertentu mempertimbangkan kemampuan
membayar pengguna.
Penyediaan infrastruktur telekomunikasi dalam penyediaan pelayanan universal
telekomunikasi dilaksanakan berdasarkan pembiayaan subsidi, disediakan,
dimiliki, dioperasikan, dan dipelihara oleh Badan Hukum. Penyediaan pelayanan
universal telekomunikasi dilaksanakan secara berkesinambungan dengan
pertanggung jawaban jaminan penyediaan akses dan layanan oleh Badan Hukum
untuk jangka waktu melebihi tahun anggaran dan sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun dalam wilayah yang sama. Pada saat akhir periode Perjanjian Kerjasama
dievaluasi untuk diberikan peluang usaha sebagai Badan Hukum baru dalam
bidang telekomunikasi dengan menyelesaikan target penyediaan pelayanan
universal yang ditetapkan oleh Menteri.
Wilayah pelayanan universal telekomunikasi merupakan wilayah prioritas untuk
penyediaan pelayanan universal telekomunikasi berdasarkan Rencana
Penyediaan Pelayanan Universal Telekomunikasi yaitu daerah terpencil dan tidak
layak secara ekonomis.
145
DAFTAR PUSTAKA
1. Malaysia Supercorridor http://www.msc.com.my/msc/msc.asp
2. Fiber in Latin America
http://lw.pennnet.com/Articles/Article_Display.cfm?Article_ID=120220
3. China’s Optical-network Evolution
http://oemagazine.com/fromtheMagazine/may02/china.html
4. Lanka The best growth market in Asia
http://www.lankanewspapers.com/news/2006/5/7046.html
5. what is Balanced Score Card from Balance Score Card Institute
http://www.balancedscorecard.org/basics/bsc1.htmlalanced
6. The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action (Hardcover)
by Robert S. Kaplan (Author), David P. Norton (Author) Sep 1996
7. Optical Fiber Handbook 2003 by CRC Press LLC
8. Internet usage in Asia http://www.internetworldstats.com/stats3.htm
9. Departemen Komunikasi dan Informatika Direktorat Jendral Pos dan
Telekomunikasi, Laporan Akhir Penyusunan Desain Makro Jaringan Serat Optik
Nasional Palapa O2 Ring, th 2005
10. Nationwide Digital Fiber-optic Telecommunication National Backbone in
Philipine http://www.fujitsu.com/ph/casestudies/ndtn.html
11. National Infrastructure, Planning, Telecommunication Regulatory Conditions,
Pricing, and Marketing. http://www.foundation-
partnership.org/pubs/bandwidth/index.php?chap=chap1&sub=c1b
12. Joint Venture to construct trans Ruasia Fiber – Optic
http://lw.pennnet.com/articles/article_display.cfm?Section=ARCHI&C=News&A
RTICLE_ID=35898&KEYWORDS=national%20backbone%20fiber%20optic&p=13
Recommended