View
264
Download
6
Category
Preview:
Citation preview
Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017
MTR-137
STUDI BETON GEOPOLIMER SEBAGAI SUBSTITUSI BETON KONVENSIONAL
Ferina Mulyana1, Tricya Yolanda
1, Ilham Nurhuda
2 dan Nuroji
2
1Laboratorium Bahan dan Konstruksi Teknik Sipil, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, Semarang
2 Departemen Teknik Sipil, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, Semarang
Email: ferin.fm@gmail.com
ABSTRAK
Produksi semen sebagai salah satu bahan penyusun beton konvensional menghasilkan gas
karbondioksida yang akan merusak lingkungan global. Untuk menjaga keberlangsungan
pembangunan, namun tetap menjaga lingkungan maka dapat dilakukan subsitusi semen dengan
bahan yang lebih ramah lingkungan yaitu dengan fly ash. Subsitusi material fly ash pada beton
dikenal dengan sebutan beton geopolimer. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh karakteristik
dasar material beton geopolimer berupa kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas dan poisson’s
ratio, serta membandingkan properties beton geopolimer dengan beton konvensional dengan mutu
kuat tekan yang sama. Beton geopolimer tersusun atas material agregat kasar, agregat halus, binder
(fly ash) dan aktivator. Persentase agregat pada campuran ini sebesar 70% dari berat beton, binder
dan aktivator sebesar 30% dari berat beton. Persentase binder dan aktivator masing-masing sebesar
65% dan 35%. Fly ash yang digunakan termasuk tipe F yang berasal dari PLTU Tanjung Jati B
Jepara. Selain fly ash, pada pembuatan beton geopolimer ditambahkan larutan alkali aktivator
berupa sodium silikat (Na2SiO3) dan sodium hidroksida (NaOH) 8M dengan perbandingan 2:1.
Alkali aktivator ini berperan untuk membantu proses polimerisasi. Curing beton geopolimer pada
penelitian ini menggunakan metode curing dengan karung basah. Dari hasil pengujian yang telah
dilakukan, beton geopolimer dan beton konvensional yang memiliki kuat tekan berkisar 30 MPa
memiliki hasil kuat tarik belah, modulus elastisitas serta poisson’s ratio yang berbeda. Kuat belah,
modulus elastisitas, dan poisson’s ratio pada beton geopolimer memiliki hasil yang lebih tinggi
daripada beton konvensional.
Kata kunci: Beton Geopolimer, Beton Konvensional, Properties Beton
1. PENDAHULUAN
Latar belakang
Permintaan material beton meningkat beriringan dengan peningkatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pada
umumnya, beton terbuat dari material agregat kasar, agregat halus, semen, dan air. Penelitian terbaru menyebutkan
bahwa material beton ternyata tidak ramah lingkungan, karena dalam produksi semen portland sebagai komponen
beton dihasilkan gas karbondioksida yang merusak lingkungan global. Tercatat tahun 1995 jumlah produksi semen
dan gas karbon di dunia sebesar 1,5 miliar ton dan tahun 2010 tercatat 2,2 miliar ton. Jumlah ini akan meningkat
setiap tahun seiring dengan meningkatnya pembangunan.
Penggunaan semen yang semakin meningkat, perlu digantikan dengan bahan yang lebih ramah lingkungan.
Penelitian terakhir menunjukan bahwa teknologi beton geopolimer dapat mengurangi penggunaan semen. Beton
geopolimer merupakan beton dengan material penyusun agregat kasar, agregat halus, material geologi yang terdapat
pada alam atau material hasil produk sampingan industri seperti abu terbang (fly ash) yang kaya akan kandungan
silika dan alumina. Keberadaan fly ash sebagai limbah industri berpotensi mengancam kelestarian lingkungan jika
dibuang begitu saja karena merupakan limbah B3. Oleh karena itu, pemanfaatan fly ash pada beton geopolimer
dapat mengurangi limbah industri yang ada. Selain fly ash diperlukan pula larutan kimia tambahan sebagai bahan
pengikat atau alkali aktivator. Alkali aktivator ini berfungsi sebagai bahan yang dapat membantu proses polimerisasi
pada beton geopolimer.
Penelitian mendalam mengenai beton geopolimer sangat penting dilakukan agar bisa diaplikasikan ke dunia
konstruksi masa depan. Selain masalah lingkungan perlu dilakukan penelitian yang dapat membandingkan
bagaimana sifat teknis dan perilaku elemen struktural beton konvensional dengan beton geopolimer sehingga dapat
mengambarkan perilaku dari beton geopolimer guna penelitian selanjutnya.
MTR-138
Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mencari bahan material yang ramah lingkungan sebagai pengganti semen.
2. Memperoleh properties beton geopolimer berupa kuat tekan, kuat tarik belah, modulus elastisitas, dan poisson’s
ratio yang akan dibandingkan dengan properties beton konvensional.
Batasan masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu meliputi:
1. Fly ash berasal dari PLTU Tanjung Jati B Jepara.
2. Kuat tekan rencana dalam penelitian ini yaitu sebesar 30 MPa.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Material penyusun beton geopolimer
Material penyusun beton geopolimer sama seperti beton pada umumnya, namun material semen pada beton
konvensional digantikan oleh material fly ash. Selain itu, beton geopolimer tidak menggunakan air, melainkan
menggunakan larutan alkali aktivator. Berikut spesifikasi material agar mendapat mutu beton maksimal:
1. Agregat Kasar
Berdasarkan PBI (1971), agregat kasar untuk beton harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori,
tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat kering). Sedangkan menurut ASTM
C125-15a (2015), agregat kasar adalah porsi dari agregat yang tertahan (9,5 mm) dan pada saringan 4,75 mm.
2. Agregat Halus
Agregat halus yaitu pasir alam yang mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm (SNI-03-2847-2002). Agregat
halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%, apabila kadar lumpur melampaui 5% maka agregat halus
harus dicuci. Selain itu, gradasi agregat halus sangat penting untuk menjamin mutu beton yang berkualitas sesuai
dengan ukuran yang diinginkan.
3. Fly Ash
Fly ash memiliki sifat seperti portland cement yaitu bersifat pozzolan, mengandung silika dan alumina. Menurut
ASTM C 618 (2010), fly ash tersusun atas material SiO3, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, SO3, LOI. Fly ash dapat
dibedakan menjadi 3 jenis (ACI, 2002), yaitu sebagai berikut:
a. Kelas C
Fly ash mengandung CaO mencapai 10% dan kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50%.
b. Kelas F
Fly ash mengandung CaO < 5% dan kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 70%.
c. Kelas N
Pozzolan yang termasuk fly ash kelas N antara lain tanah diatomic, opaline chertz, shales, tuff dan abu
vulkanik, yang mana biasa diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran.
4. Larutan Alkali Aktivator
Fly ash yang digunakan akan bereaksi dengan aktivator alkali untuk membentuk pasta geopolimer yang
kemudian akan mengikat agregat kasar dan agregat halus kemudian membentuk beton (Andre Kusuma Putra;
Wallah & Dapas, 2014). Larutan alkali aktivator yang paling umum digunakan dalam beton geopolimer adalah
kombinasi dari Natrium Hidroksida (NaOH) dan Natrium Silikat (Na2SiO3) (Davidovits, 1994). Penggunaan
hidroksida alkali sebagai aktifator ini dikarenakan karena silika merupakan asam kuat maka ia juga akan
bereaksi dengan basa kuat. Sehingga penambahan hidroksida alkali pada fly ash dapat mereaksikan silika
(Triwulan, Ekaputri, and Adiningtyas, 2007).
Penelitian terdahulu beton geopolimer
Dilakukan penelitian beton geopolimer oleh Ekaputri & Triwulan ( 2013). Fly ash yang digunakan dalam penelitian
ini termasuk dalam kelas F berasal dari Jawa Power Paiton, Probolinggo, Jawa Timur. Komposisi beton geopolimer
adalah sebagai berikut:
1. Kadar NaOH = 8 Mol - 14 Mol
2. Rasio antara Na2SiO3 dan NaOH = 0,5 – 2,5
3. Massa aktivator : massa fly ash = 35% : 65%
4. Komposisi agregat : (binder dan aktivator) = 75% : 25%
5. Agregat kasar : agregat halus = 2 : 1
MTR-139
Dengan adanya variasi molaritas dan perbandingan berat Na2SiO3 terhadap berat larutan NaOH, terdapat kuat tekan
yang bervariasi pula. Hasil pengujian kuat tekan sesuai umur beton dapat dilihat pada gambar 1 dan gambar 2.
Gambar 1. Kuat Tekan Pada Beton dengan Larutan Aktivator 12M dan14M
(Sumber: Ekaputri and Triwulan, 2013)
Gambar 2. Kuat Tekan Pada Beton dengan Larutan Aktivator 8M dan 10M
(Sumber: Ekaputri and Triwulan, 2013)
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi molaritas yang digunakan, maka semakin tinggi
pula kuat tekan dan kuat belah yang dihasilkan, beton geopolimer memiliki sifat lebih getas daripada beton
konvensional.
3. METODE PENELITIAN
Pengujian material
Dilakukan pengujian material pada agregat kasar dan agregat halus dengan hasil pengujian terlihat pada tabel 1 dan
gambar 3. Selain itu juga dilakukan pengujian vicat pasta semen dan pasta geopolimer untuk mengetahui waktu ikat
awal dan waktu ikat akhir. Sebelum melaksanakan penelitian, perlu dilakukan analisa komposisi kimia pada fly ash
yang akan digunakan (PLTU Tanjung Jati B). Pengujian analisa komposisi kimia fly ash menggunakan SEM-EDS
untuk mengetahui bentuk dan ukuran fly ash serta komposisi unsur yang terkandung dalam fly ash tersebut. Terlihat
pada tabel 2 dan gambar 4 hasil pengujian SEM-EDS menunjukkan fly ash yang digunakan termasuk tipe F karena
kadar CaO<5% dan (SiO2+Al2O3+Fe2O3)>70%.
Tabel 1. Hasil Pengujian Material Agregat Halus Dan Agregat Kasar
Pengujian Modulus
Kehalusan
Kadar
air
asli
Kadar
air
SSD
Berat
Jenis
asli
Berat
Jenis
SSD
Berat
isi
padat
Asli
Berat
isi
padat
Asli
Berat isi
Gembur
Asli
Berat
isi
gembur
SSD
Kadar
Lumpur
Agregat Halus 2,68 0% 1,2% 2,56 2,77 1,135 1,126 1,125 0,9 1,5
Agregat Kasar 6,6 0,9% 1,2% 2,84 2,89 1,607 1,475 1,465 1,181 -
MTR-140
(a)
(b)
Gambar 3. (a) Analisa Saringan Agregat Halus (b) Analisa Saringan Agregat Kasar
Tabel 2. Komposisi Kimia Material Fly Ash
Kandungan Oksida Na2O MgO Al2O3 SiO2 SO3 K2O CaO TiO2 FeO CuO
Persentase (%) 1,59 2,86 24,95 46,52 1,13 2,77 5,89 1,36 11,81 1,12
Gambar 4. Uji SEM-EDS Fly Ash Tipe F PLTU Tanjung Jati B
(Sumber: Pengujian Laboratorium Terpadu UNDIP)
Metode pembuatan benda uji
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental, meliputi uji kuat tekan, uji kuat tarik
belah, uji modulus elastisitas dan uji poisson’s ratio beton geopolimer (GC) dan beton konvensional (CC).
Pelaksanaan penelitian berada di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Fakultas Diponegoro. Kebutuhan benda uji pada penelitian ini yaitu sebanyak 22 buah dengan rincian seperti pada
tabel 3 untuk masing-masing pengujian.
Tabel 3. Jumlah Kebutuhan Benda Uji
Umur
Pengujian
KuatTekan
(Silinder 10/20)
Kuat Tarik Belah
(Silinder 15/30)
Modulus Elastisitas dan
Poisson’s Ratio
(Silinder 15/30)
GC CC GC CC GC CC
7 hari 4 4 - - - -
28 hari 4 4 2 2 2 2
Total 22
1. Metode Pembuatan Benda Uji Beton Geopolimer
Berdasarkan mix design beton geopolimer yang merujuk pada penelitian Ekaputri & Triwulan ( 2013), serta hasil
trial mix design yang telah dilakukan, maka mix design yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada
gambar 5.
MTR-141
Mix Design Beton Geopolimer
Agregat
70 %
Binder (Fly Ash) dan
Aktivator 30 %
Agregat Kasar
60 %
Agregat Halus
40 %
Binder (Fly Ash)
65 %
Aktivator
35 %
Na2SiO3
2
NaOH (8M)
1
`
Gambar 5. Mix Design Beton Geopolimer
Selain mix design, komponen terpenting untuk mendapatkan mutu beton geopolimer yang baik tergantung pada
metode pembuatannya. Berikut langkah-langkah pambuatan beton geopolimer:
1. Menyiapkan larutan alkali aktivator yang terdiri dari larutan NaOH 8M dan Na2SiO3. Larutan NaOH 8M
terbuat dari campuran kristal NaOH sebanyak 320 gr kemudian ditambahkan air hingga volume 1 liter.
Diamkan larutan NaOH hingga suhu ruang/ ± 24 jam. Kemudian campur larutan NaOH dengan Na2SiO3
berbentuk gel sesuai dengan perbandingan pada mix design.
2. Menyiapkan material agregat halus, agregat kasar, fly ash, dan larutan alkali aktivator.
3. Campurkan agregat kasar dan fly ash terlebih dahulu dalam concrete mixer sampai merata.
4. Masukkan larutan alkali aktivator hingga campuran antara agregat kasar, fly ash dan larutan alkali aktivator
terlihat mengkilap (lihat gambar 6.a.).
5. Kemudian material terakhir yang harus dicampurkan yaitu agregat halus. Campur keseluruhan material
hingga homogen, lalu tuang pada loyang.
6. Saat beton masih segar, dilakukan pengujian slump untuk mengetahui tingkat workabilitas pada beton.
7. Setelah itu, tuang beton segar dalam bekisting silinder 10/20 cm dan 15/30 cm yang telah diberi oli.
Kemudian tusuk menggunakan besi penusuk pada bagian dari bekisting serta bagian, dan kondisi
penuh sebanyak 25 kali agar beton tidak keropos.
8. Dilakukan penggetaran menggunakan meja getar selama ± 20 detik untuk mengurangi pori.
9. Beton kemudian ditutup menggunakan plastik agar tidak terjadi penyusutan.
10. Lakukan curing beton geopolimer hingga beton berumur 7 hari menggunakan karung basah (lihat gambar
6.b.).
11. Pengujian properties beton tanpa menggunakan capping.
(a)
(b)
Gambar 6. (a) Campuran Beton Geopolimer, (b) Curing Karung Basah
2. Metode Pembuatan Benda Uji Beton Konvensional
Pada beton konvensional, dilakukan mix design yang mengacu pada mix design DOE. Target mutu pada mix
design beton konvensional sama seperti mutu beton geopolimer yaitu sebesar 30 MPa. Kemudian didapatkan
proporsi campuran material seperti pada tabel 4.
MTR-142
Tabel 4. Mix Design Beton Konvensional Tiap 1 m3 Beton
Material Berat (kg)
Air 217,60
Semen 445,65
Agregat Halus 691,34
Agregat Kasar 1045,41
Metode pengujian beton
1. Pengujian kuat tekan dan stress-strain
Pengujian ini menggunakan alat Universal Testing Machine, dimana tujuan dari pengujian ini adalah untuk
mengetahui nilai kuat tekan beton dari benda uji beton geopolimer berbentuk silinder yang diperoleh dari hasil
pembebanan secara bertahap sebesar 0,15 MPa/second pada benda uji yang diletakkan tegak lurus dengan
permukaan meja penekan mesin uji hingga benda uji mencapai keruntuhan. Penguijian ini dilakukan pada umur
benda uji 28 hari. Untuk pengujian kuat tekan silinder beton geopolimer mengacu pada ASTM C39. Set up
pengujian kuat tekan dapat dilihat pada gambar 7.a.
2. Pengujian kuat tarik belah.
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui nilai kuat tarik tidak langsung dari benda uji beton
geopolimer berbentuk silinder. Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah Universal Testing Machine.
Benda uji diletakkan mendatar sejajar dengan permukaan meja penekan mesin uji seperti pada gambar 7.b,
benda uji ditekan hingga mencapai keruntuhan. Penguijian ini dilakukan pada umur benda uji mencapai 28 hari.
3. Pengujian modulus elastisitas dan poisson’s ratio
Apabila telah melakukan pengujian kuat tekan hingga mencapai keruntuhan, kemudian dilakukan pengujian
modulus elastisitas dan poisson’s ratio. Modulus elastisitas dan poisson’s ratio berlaku untuk tegangan yang
bekerja antara 0 - 40% dari tegangan ultimite (ASTM C469). Alat yang digunakan dalam pengujian ini yaitu
Universal Testing Machine, untuk pembacaan regangan lateral menggunakan LVDT dan strain gauge PLA 30-
11 yang dipasang secara lateral dan pembacaan regangan logitudinal menggunakan strain gauge PLA 30-11
yang dipasang secara logitudinal seperti terlihat pada gambar 7.c.
(a) (b) (c)
Gambar 7. (a) Pengujian Kuat Tekan, (b) Pengujian Kuat Tarik Belah,
(c) Pengujian Modulus Elastisitas dan Poisson’s Ratio
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian kuat tekan
Pengujian kuat tekan mengacu pada ASTM C39 dengan menggunakan spesimen silinder berukuran 10x20 cm.
Pengujian kuat tekan dilakukan saat beton berumur 7 hari dan 28 hari. Selain itu, dipasang pula LVDT (Linier
Variable Differential Transformer) untuk mengetahui perilaku tegangan dan regangan yang terjadi pada beton
tersebut. Dapat dilihat hasil pengujian kuat tekan beton geopolimer dan beton konvensional pada tabel 5.
Tabel 5. Kuat Tekan Beton Geopolimer dan Beton Konvensional
Kode Umur
(hari)
Slump
(cm)
Berat
(kg)
Lo
(cm)
Berat
Jenis
(kg/m3)
Kuat
Tekan
(MPa)
Rata-rata Kuat
Tekan (MPa)
GC1
7 20
3,86 19,80 2481 11,87
11,78 GC2 3,87 20,00 2463 10,25
GC3 3,91 20,00 2488 11,26
GC4 3,79 19,90 2424 13,73
MTR-143
Kode Umur
(hari)
Slump
(cm)
Berat
(kg)
Lo
(cm)
Berat
Jenis
(kg/m3)
Kuat
Tekan
(MPa)
Rata-rata Kuat
Tekan (MPa)
GC5
28 20
3,78 19,50 2467 32,81
32,45 GC6 3,82 19,50 2493 32,45
GC7 3,77 19,50 2461 31,87
GC8 3,78 19,50 2467 32,67
CC1
7 3,5
3,92 20,00 2472 20,22
20,00 CC2 3,89 20,00 2429 22,44
CC3 3,90 20,00 2459 19,40
CC4 3,91 20,00 2464 17,93
CC5
28 3,5
3,91 20,00 2490 28,28
30,56 CC6 3,89 20,00 2478 31,42
CC7 3,87 20,00 2465 30,02
CC8 3,87 20,00 2465 32,52
Gambar 8. Tegangan-Regangan Beton Geopolimer dan Beton Konvensional Umur 28 Hari
Selain pengujian kuat tekan, didapatkan pula respon regangan pada beton akibat adanya beban. Grafik tegangan
regangan pada beton geopolimer dan beton konvensional dapat dilihat pada gambar 8. Dari grafik tersebut
menunjukkan bahwa beton geopolimer memiliki regangan hancur yang relatif lebih kecil dari beton konvensional.
Nilai regangan beton geopolimer yang lebih kecil menunjukkan bahwa beton geopolimer lebih getas daripada beton
konvensional.
Pengujian Modulus Elastisitas dan Poisson’s Ratio
Kondisi elastis yaitu kondisi dimana benda uji dapat kembali ke bentuk semula pada saat bebannya ditiadakan.
Kondisi elastis pada beton biasanya terdapat pada saat tegangan mencapai 40% dari beban puncaknya. Sedangkan
untuk mengetahui elastisitas suatu beton perlu dilakukan pengujian yaitu pengujian modulus elastisitas. Selain
adanya respon tegangan, benda uji juga akan mengalami deformasi ke arah transversal dan arah longitudinal akibat
adanya beban yang bekerja. Perbandingan antara regangan ke arah transversal dengan regangan ke arah longitudinal
dapat disebut dengan poisson’s ratio. Modulus elastisitas dan poisson’s ratio dapat dihitung dengan persamaan 1
dan 2 (ASTM C469):
(1)
(2)
Dimana :
E = Modulus Elastisitas
S2 = Tegangan pada saat 40% Pult
S1 = Tegangan pada saat ε= 0,000050
= Regangan longitudinal
= Regangan lateral
MTR-144
Tabel 6. Modulus Elastisitas dan Poisson’s Ratio Beton Geopolimer dan Beton Konvensional
Kode
Kuat Tekan
Rata-rata
10x20 (MPa)
Kuat Tekan
Rata-rata
15x30(MPa)
Modulus Elastisitas
Rata-rata (MPa) Perbandingan
Rata-rata
Poisson’s Ratio
GC 32,45 33,45 24840,76 4295 0,270
CC 30,55 31,51 25878,20 4610 0,200
Pada tabel 6 terlihat modulus elastisitas beton geopolimer sebesar 24840,76 MPa atau 4295√fc, dan lebih kecil
dibandingkan nilai modulus elastisitas beton konvensional. Hal ini membuktikan bahwa beton konvensional lebih
kaku dibandingkan beton geopolimer. Sedangkan untuk hasil poisson’s ratio beton geopolimer memiliki nilai yang
lebih besar dibandingkan beton konvensional atau beton geopolimer memiliki regangan arah logitudinal yang lebih
kecil dibandingkan beton konvensional.
Pengujian kuat tarik belah
Pengujian kuat tarik belah beton bertujuan untuk untuk mengetahui nilai kekuatan tarik dari benda uji beton dengan
benda uji berbentuk silinder. Hasil pengujian diperoleh melalui pembebanan secara bertahap sebesar 1 N/minute
pada benda uji yang diletakkan mendatar sejajar dengan permukaan meja penekan mesin uji hingga benda uji
mencapai keruntuhan. Berdasarkan ASTM (ASTM C496/C496M)Kuat tarik beton dapat dihitung dengan
persamaan 3 :
(3)
Dimana:
L = panjang silinder (mm)
d = kuat diameter silinder (mm)
Tabel 7. Kuat Tarik Belah Beton Geopolimer dan Beton Konvensional
Kode Berat
(kg) Lo (mm)
Volume
(m3)
Berat
Jenis
(kg/m3)
P (N)
Kuat
Belah
(MPa)
Rata-rata Kuat
Belah (MPa)
GC 9 13,06 295,00 0,00522 2504 283923,10 4,09 4,09
GC10 12,88 295,00 0,00522 2470 284745,70 4,10
CC 9 13,08 300,00 0,00530 2466 232320,00 3,29 3,29
CC 10 13,20 300,00 0,00530 2489 231660,00 3,28
Tabel 8. Hubungan Kuat Tarik Belah dengan Kuat Tekan
Kode Kuat Tekan
Silinder 10x20
(MPa)
Konversi Kuat
Tekan Silinder
15x30 (MPa)
Kuat Belah
Silinder 15x30
(MPa)
Perbandingan
ft / fc ft /
GC 32,45 33,45 4,09 0,12 0,71
CC 30,55 31,51 3,29 0,10 0,59
Dari hasil pengujian pada tabel 7 menunjukkan bahwa kuat belah pada beton geopolimer lebih besar daripada beton
konvensional. Tingginya nilai kuat belah pada beton geopolimer mengindikasikan bahwa beton geopolimer
memiliki ketahanan tarik yang lebih baik dibandingkan beton konvensional yaitu sebesar 17,3%.
5. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil pengujian SEM-XRD pada fly ash didapatkan komposisi kimia fly ash PLTU Tanjung Jati B
adalah SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, SO3, LOI. Komposisi kimia fly ash sama dengan komposisi kimia semen
namun dengan presentasi yang berbeda.
2. Dari hasil pengujian tegangan regangan beton geopolimer dan beton konvensional dengan mutu 30 MPa,
menunjukkan bahwa beton geopolimer memiliki regangan ultimate sebesar 27,69% lebih kecil dari beton
konvensional. Rendahnya nilai regangan ultimate beton geopolimer menunjukkan bahwa beton geopolimer lebih
getas daripada beton konvensional.
MTR-145
3. Modulus elastisitas pada beton geopolimer lebih kecil daripada beton konvensional. Beton geopolimer memiliki
modulus elastisitas 8,24% lebih rendah dari beton konvensional. Hal ini membuktikan bahwa beton geopolimer
lebih fleksibel jika dibandingkan dengan dengan beton konvensional.
4. Beton geopolimer memiliki nilai poisson’s ratio 35% lebih besar dibandingkan beton konvensional atau
memiliki regangan arah logitudinal 35% lebih kecil dibandingkan beton konvensional.
5. Beton geopolimer memiliki kuat belah yang lebih tinggi daripada beton konvensional. Nilai kuat belah pada
beton geopolimer lebih besar 17,3% dari kuat belah beton konvensional. Tingginya nilai kuat belah pada beton
geopolimer menunjukkan bahwa beton geopolimer memiliki ketahanan tarik yang lebih baik dibandingkan beton
konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
ACI Committee 211. 1993. Guide for Selecting Proportions for High-Strength Concrete with Portland Cement and
Fly Ash. American Concrete Institute. Detroit.
Andre Kusuma Putra; Wallah, S. E., & Dapas, S. O. (2014). KUAT TARIK BELAH BETON GEOPOLYMER
BERBASIS Abu Terbang ( Fly Ash), 2(7), 330–336.
ASTM C39. 2016. Standard Test Method for Compressive Strength of Cylindrical Concrete Specimens. ASTM
International. US.
ASTM C469. 2014. Standard Test Method for Static Modulus of Elasticity and Poisson’s Ratio of Concrete in
Compression. ASTM International. US.
ASTM C496/C496M. 2011. Standard Test Method for Splitting Tensile Strength of Cylindrical Concrete Specimens.
ASTM International. US.
ASTM C 618. 2010. Standard Specification for Coal Fly Ash and Raw or Calcined Natural Pozzolan for Use.
ASTM International. US.
ASTM C125-92. 2001. Standard Terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates1. ASTM
International. US.
Davidovits, J. 1994. Properties of Geopolymer Cements. First International Conference on Alkaline Cements and
Concretes. Geopolymer Institute. France.
Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik. 1971. Peraturan Beton Indonesia. Direktorat Jendral Ciptakarya.
Bandung
Ekaputri, J. J., & Triwulan, T. 2013. Sodium sebagai Aktivator Fly Ash , Trass dan Lumpur Sidoarjo dalam Beton
Geopolimer. Jurnal Teoritis Dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil. 20(1). 1–10.
Triwulan, Ekaputri, J. J., & Adiningtyas, T. 2007. Analisa Sifat Mekanik Beton Geopolimer Berbahan Dasar Fly
Ash dan Lumpur Porong Kering sebagai Pengisi. Jurnal Teknologi Dan Rekayasa Sipil, 33(3), 33–45.
MTR-146
Recommended