View
234
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
STUDI TENTANG EMPAT LUKISAN PELEPAH
PISANG KARYA LADIONO PERIODE 2007
SKRIPSI
OLEH
HERDHA PRASILA
NIM 106251400544
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA
Juli 2011
STUDI TENTANG EMPAT LUKISAN PELEPAH
PISANG KARYA LADIONO PERIODE 2007
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Negeri Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program Sarjana
Pendidikan Seni Rupa
Oleh
HERDHA PRASILA
NIM 106251400544
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA
Juli 2011
i
ABSTRAK
Prasila, Herdha. 2011. Studi Tentang Empat Lukisan Pelepah Pisang Karya
Ladiono Periode 2007. Skripsi, Seni Desain, Sastra, Universitas Negeri
Malang. Pembimbing 1: Drs. Mistaram, M.Pd. Pembimbing 2: Ike
Ratnawati, S.Pd, M, Pd.
Kata kunci: studi, lukisan pelepah pisang, Ladiono
Suatu karya seni yang estetik dihasilkan melalui pengalaman–pengalaman,
kotemplasi, maupun imajinasi. Dalam menciptakan suatu karya seni tidak lepas
dari adanya pengaruh lingkungan. Salah satu pelukis yang penciptaan karya
seninya mendapat pengaruh dari lingkungan adalah Ladiono.
Ladiono merupakan sosok seniman yang aktif, kreatif, dan berpotensi
dalam menghasilkan karya- karya seni dengan bentuk lukisan pelepah pisang
yang menonjol seperti relief. Tekstur dan warna yang ditampilkan pada lukisan
Ladiono berasal dari media asli pelepah pisang. Selain itu bentuk objek yang
ditampilkan Ladiono menggunakan satu atau dua objek utama dengan background
yang berupa ruang maya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan
pendekatan kritik holistik. Penelitan ini dilaksanakan pada bulan April sampai
Mei di rumah Ladiono di Trenggalek, merupakan seniman pelepah pisang dan
sebagai narasumber dengan cara observasi,wawancara langsung dan dokumentasi.
Sedangkan untuk pengecekan keabsahan data menggunakan teknik trianggulasi
data dan sumber agar data tersebut dapat dipertanggung- jawabkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan kematangan berproses
kreatif/ kerja seni, Ladiono dapat memvisualisasikan ide melalui pengalaman
melihat (baik secara langsung maupun tidak langsung), mendengar dan merasakan
sehingga dapat terwujud lukisan dengan memanfaatkan media dari alam yaitu
pelepah pisang dengan bentuk yang cenderung ekspresif dan inovatif. Lukisan
pelepah pisang karya Ladiono periode 2007 menggambarkan tentang realitas
kehidupan, perilaku, pengalaman hidup masyarakat masa kini dengan
menggunakan figur manusia dan objek hewan sebagai symbol. Lukisan pelepah
pisang karya Ladiono mengandung nilai- nilai pesan moral seperti:nilai
perdamaian, pentingnya perilaku jujur dalam lembaga tinggi Negara, perlunya
istirahat untuk mengembalikan stamina tubuh serta adanya rasa cinta dan kasih
sayang terhadap sesama manusia tanpa melihat tinggi rendahnya pekerjaan.
Ladiono cenderung lebih mengarah pada sebuah sisi kehidupan atau dapat
dikatakan sebagai figur seniman humanis.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka disarankan agar dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai makna yang terdapat dalam visualisasi dan
karakter lukisan Ladiono dengan mengarahkan penelitian pada makna
penggunaan tokoh pewayangan periode tahun 2000-2006, Peranan warna pelepah
pisang untuk lukisan Ladiono, dan perubahan corak/ gaya pada lukisan pelepah
pisang karya Ladiono baik menggunakan kritik holistik maupun dengan kritik
formalistik.
ii
ABSTRACT
Prasila, Herdha. 2011. Study Of Four Pictures about Stem of Banana Bunch by
Ladiono in 2007Period. Thesis, art design, Faculty of Letters State
University of Malang. Advisors: 1: Drs. Mistaram, M.Pd. Pembimbing 2:
Ike Ratnawati, S.Pd, M, Pd.
Key words: study, stem of banana bunch picture, Ladiono
An art design which had an esthetics could be got through experiencing,
contemplation or imagination. In creating an art design, it did not lose from an
influence of environment. One of artist who created his art design with
influencing of environment was Ladiono.
Ladiono was an active artist, creative, and had a skill in creating art
design with stem of banana bunch picture which was protrude like a relief.
Texture and color which was showed from Ladiono’s picture was from the real
stem of banana bunch. Besides that, the shape showed of Ladiono used one or two
main subject with background which was illusion room.
This study used qualitative descriptive approach by using holistic critique
approach. This study was held on April to May in the house of Ladiono in
Trenggalek, who was an artist of stem of banana bunch and as a resource by using
observation and direct interviewing and documentation. While to check the
validity of data, it was used triangulation data technique and a resource in order to
make those data to be responsible.
The result study showed that with mind maturity in creativity processing
or art work, Ladiono could visualize his opinion through observing (not only
directly, but also indirect), listen and feel so that it could be resulting a picture by using media from nature that was stem of banana bunch with a shape which
tended to be expressive and innovative. A stem of banana bunch picture of
Ladiono 2007 period showed about reality of life, attitude, and experience of
people nowadays by using human model and animal as a symbol. A stem of
banana bunch picture made by Ladiono containing morality values like:
peacefulness value, the importance of honest in the Highly State Committee, the
needed of time for resting to get back the power of our body and a respecting love
and care to other people without discriminating from their status or it could be
said as a humanism artist model.
Based on that result study, so it was suggested to be done the next research
about meaning inside visualizes and characters of Ladiono’s picture with focusing
on the meaning of the using wayang actors in 2000-2006 period, the role of color
from stem of banana bunch picture for Ladiono’s picture, and the changing of
design or style in the stem of banana bunch worked by Ladiono using holistic
critique or formalistic critique.
iii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah atas segala rahmat dan hidayah yang diberikan
Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi
ini merupakan suatu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada
Program Studi S1 Pendidikan Seni Rupa Jurusan Seni dan Desain.
Penulisan Skripsi memerlukan tenaga dan waktu serta lika-liku yang
menyenangkan walaupun terasa berat dan melelahkan. Tetapi, berkat bimbingan
dan arahan yang diberikan oleh pembimbing I dan pembimbing II, serta dukungan
moral dan motivasi yang diberikan oleh berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan. Oleh karena itu, dengan ketulusan hati dan kerendahan hati, penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyelesaikan skripsi ini. Pihak-pihak tersebut antara lain:
1. Prof. Dr. H. Suparno, selaku Rektor Universitas Negeri Malang.
2. Prof. Dr. H. Dawud, M.Pd , selaku Dekan Fakultas sastra Universitas
Negeri Malang.
3. Drs.Iriaji, M.Pd, selaku Ketua jurusan Seni Desain Universitas Negeri
Malang.
4. Drs. H. Mistaram, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang dengan penuh
kesabaran telah memberikan bimbingan, petunjuk serta pengarahan dalam
penyusunan skripsi ini hingga selesai.
5. Selaku Dosen Pembimbing II, Ike Ratnawati, S.Pd, M, Pd, yang telah
banyak memberikan bimbingan maupun saran-saran dalam
iv
penyempurnaan penyusunan skripsi ini hingga selesai.
6. Bapak, ibu, kakak dan adik tercinta, atas do’a dan dorongan
semangatnya hingga terselesaikannya skripsi ini.
7. Bapak Ladiono yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi
objek penelitian.
8. Teman-teman Seni Rupa angkatan 2006 terima kasih atas kebersamaannya
selama ini.
9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik langsung maupun tidak
langsung yang tidak bisa disebut secara satu persatu.
Penulis menyadari skripsi ini masih perlu penyempurnaan lebih lanjut.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Malang, Juli 2011
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
C. Landasan Teori ................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 41
E. Ruang Lingkup .............................................................................. 42
F. Definisi Operasional ...................................................................... 44
BAB II METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian..................................................... 45
B. Kehadiran Peneliti ......................................................................... 47
C. Lokasi Penelitian ........................................................................... 47
D. Data dan Sumber Data .................................................................. 48
E. Instrumen Penelitian ...................................................................... 49
F. Prosedur Pengumpulan Data .......................................................... 49
G. Analisis Data ................................................................................. 50
H. Pengecekan Keabsahan Temuan ................................................... 54
I. Tahap Penelitian ............................................................................ 55
BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL TEMUAN
A. Aspek Genetik Subjektif dan Objektif Pelukis Ladiono
Dalam Menciptakan Karya Seni Rupa Berupa Lukisan
Pelepah Pisang Periode 2007 ......................................................... 58
B. Aspek Objektif/ Karya Lukisan Pelepah Pisang Ladiono
Periode 2007 .................................................................................. 69
C. Afeksi Penghayat Terhadap Lukisan Pelepah Pisang Periode
2007 Karya Ladiono ...................................................................... 92
D. Hubungan Aspek Genetik, Objektif, dan Afeksinya
Dalam Lukisan Pelepah Pisang Karya Ladiono Periode 2007 ....... 97
BAB VI PEMBAHASAN
A. Aspek Genetik Subjektif dan Objektif Pelukis Ladiono
Dalam Menciptakan Karya Seni Rupa Berupa Lukisan
Pelepah Pisang Periode 2007 ....................................................... 105
B. Aspek Objektif/ Karya Lukisan Pelepah Pisang Ladiono
vi
Periode 2007 ................................................................................ 109
C. Afeksi Penghayat Terhadap Lukisan Pelepah Pisang Periode
2007 Karya Ladiono .................................................................... 120
D. Hubungan Aspek Genetik, Objektif, dan Afeksinya
Dalam Lukisan Pelepah Pisang Karya Ladiono Periode 2007 ..... 125
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 128
B. Saran ............................................................................................ 134
DAFTAR RUJUKAN .................................................................................. 136
LAMPIRAN ................................................................................................. 138
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ............................................... 43
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Garis Geometris ...................................................................................... 7
1.2 Garis Kaligrafis ...................................................................................... 8
1.3 Bidang..................................................................................................... 9
1.4 Contoh Ruang ....................................................................................... 10
1.5 Lingkaran Warna .................................................................................. 11
1.6 Lukisan Diego Velasques yang berjudul “Las Meninas”
menunjukkan adanya pencahayaan ..................................................... 14
1.7 Contoh Tekstur ..................................................................................... 15
1.8 Kesatuan ............................................................................................... 16
1.9 Contoh Keseimbangan.......................................................................... 17
1.10 Lukisan Salvador Dali tampak adanya Keserasian .............................. 19
1.11 Centre of Interest ................................................................................. 20
1.12 Irama ..................................................................................................... 21
1.13 Proporsi ................................................................................................ 22
1.14 Lukisan Theodore Gericould yang berjudul “Rakit Medusa” .............. 23
1.15 Lukisan Custavo Courbert yang berjudul “Coubert Stone Breakers” .. 24
1.16 Lukisan Basuki Abdulah yang berjudul “Balinese Beauty”................. 25
1.17 Lukisan Claude Monet yang berjudul “Impression Rissing Sun” ........ 26
1.18 Lukisan Affandi yang berjudul “Kandang Penyu” ............................... 27
1.19 Lukisan Salvador Dali yang berjudul “The Persistence of Memory” .. 28
1.20 Lukisan Dekoratif ................................................................................. 29
1.21 Lukisan Marcel Duchamp yang berjudul “Fountain” .......................... 29
1.22 Lukisan Paul Klee yang berjudul “ Around the Fish” .......................... 30
3.1 Ladiono menunjukkan pelepah pisang sebagai media utama untuk
karyanya ............................................................................................... 63
3.2 Ladiono menunjukkan lukisan pelepah pisang karyanya ..................... 64
3.3 Lukisan “Pemulung” ............................................................................ 69
3.4 Garis Struktural Pada Lukisan “Pemulung” ......................................... 72
3.5 Perulangan Bentuk Menyerupai tempat sampah pada
lukisan “Pemulung” .............................................................................. 73
3.6 Perulangan garis kaligrafis pada lukisan “Pemulung” ......................... 74
3.7 Background pada lukisan “Pemulung” ................................................. 75
3.8 Lukisan berjudul “Sepatu Tikus” ........................................................ 76
3.9 Garis kaligrafis pada lukisan “Sepatu Tikus” ....................................... 78
3.10 Perulangan bentuk tikus serta variasi bentuk antara
sepatu dengan tikus pada lukisan “Sepatu Tikus” ................................ 79
3.11 Background pada lukisan “Sepatu Tikus” ........................................... 80
3.12 Lukisan berjudul “Antara hidup dan mati” .......................................... 81
3.13 Objek pada lukisan “Antara hidup dan mati” ....................................... 83
3.14 Background pada lukisan “Antara hidup dan mati” ............................. 84
3.15 Lukisan berjudul “Nyethe” .................................................................. 86
3.16 Objek pada lukisan “Nyethe” ............................................................... 89
ix
3.17 Perulangan warna coklat tua pada lukisan “Nyethe” .......................... 90
3.18 Perulangan warna putih kecoklatan pada lukisan “Nyethe” ................ 90
3.19 Background pada lukisan “Nyethe” .................................................... 91
4.1 Lukisan berjudul “Pemulung” ........................................................... 109
4.2 Lukisan berjudul “Sepatu Tikus” ....................................................... 112
4.3 Lukisan berjudul “Antara hidup dan mati” ........................................ 115
4.4 Lukisan berjudul “Nyethe” ................................................................ 118
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Lembar Observasi/pengamatan terhadap kerajinan lukisan
pelepah pisang karya Ladiono periode 2007 .......................................... 138
2. Daftar Wawancara Dengan Informan Utama ......................................... 139
3. Daftar Wawancara Dengan Informan Penunjang ................................... 141
4. Data Pribadi Subjek Penelitian ................................................................ 142
5. Peta Rumah Ladiono ................................................................................ 143
6. Pernyataan Keaslian Tulisan .................................................................... 144
7. Surat Keterangan Penelitian di Rumah Ladiono ...................................... 145
8. Riwayat Hidup ......................................................................................... 146
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua hasil karya manusia yang diciptakan baik dengan kesadaran
keindahan maupun tanpa dengan kesadaran keindahan, semua memiliki nilai
keindahan walau nilai keindahannnya kecil. Mulai dari alat- alat rumah tangga,
bentuk tempat tinggal, peralatan bekerja, alat transportasi dan lain- lain (Sanyoto,
2005:3).
Karya seni sendiri lahir dari seniman yang kreatif, artinya karya seni
dihasilkan lewat pengalaman kotemplasi dan imajinasi seniman yang ingin
meningkatkan sensibilitas dan persepsi terhadap dinamika kehidupan
masyarakatnya, sehingga dapat dikatakan bahwa karya seni adalah buah tangan
atau hasil cipta seni seniman. Pada dasarnya karya seni bersifat fisik, namun jika
ingin melihatnya sebagai non fisik maka pengertian karya seni harus digunakan
dalam arti estetik. Sejumlah pemikir masa sekarang banyak berpendapat bahwa
karya seni pada akhirnya adalah wujud artefak (Susanto, 2002:18).
Karya-karya seni rupa berkembang pesat dan semakin beraneka ragam
jenisnya sehingga menjadi kesulitan untuk menggolongkan karya-karya seni rupa
tersebut. Begitupun dalam menyebut atau memberi nama sebuah karya seni rupa
seringkali kurang tepat, bahkan jauh dari pengertian yang sesungguhnya. Hal
2
tersebut diakibatkan dengan tidak adanya batasan dan fungsi yang pasti dalam
proses pembuatannya.
Karya seni ciptaan Ladiono ini dikerjakan dengan keterampilan atau
kecekatan tangan atau biasa disebut dengan handycraft.
Karya seni karya Ladiono pada penelitian ini lebih difokuskan pada
proses penciptaan seni yang berbahan utama terbuat dari pelepah pisang. Pelepah
pisang dapat dikreasikan menjadi karya seni yang bernilai seni tinggi. Kriya seni
yang satu ini berbeda dengan karya seni yang lain. Pada umumnya masyarakat
menggunakan pelepah pisang menjadi bungkus kue, aneka tas wanita, pigura foto,
bros, perlengkapan makan, lampu hias, tatakan gelas maupun piring, kotak
hantaran pengantin dilengkapi dengan hiasan bunga warna-warni dan masih
banyak lagi yang lain. Sedangkan karya seni pelepah pisang karya Ladiono yang
berasal dari Trenggalek berbentuk lukisan. Lukisan pelepah pisang karya seniman
Trenggalek ini berbeda dengan lukisan pelepah pisang lainnya. Beliau mengubah
pelepah pisang menjadi lukisan pelepah pisang yang unik dan bernilai seni tinggi
ditinjau dari pemilihan bahan baku, teknik pembuatan, bentuk objek serta
coraknya.
Lukisan Debog karya Ladiono menggunakan bahan baku dari debog /
pelepah pisang karena debog merupakan bahan yang mudah didapatkan di mana
saja, apalagi di daerah pedesaan hampir di setiap rumah ditanami pelepah pisang.
Namun tidak semua pelepah pisang dapat digunakan. Perbedaan jenis pisang
yang digunakan sangat menentukan warna yang dihasilkan, karena tidak semua
pisang dapat digunakan untuk karya seni khususnya lukisan. Bahan baku yang
digunakan Ladiono dalam menciptakan lukisan pelepah pisangnya biasanya
3
berasal dari pisang gepok, pisang raja, dan pisang ambon, pelepah pisang dulang,
dan pelepah pisang emas. Hal ini dikarenakan pelepah pisang tersebut memiliki
perbedaan warna yang tajam dan memiliki sifat yang lentur serta mudah dibentuk.
Pelepahnyapun tidak mudah patah ketika dipakai, serta semua bagian pelepah
pisang (baik bagian luar dan dalam) dapat dimanfaatkan. Sedangkan jenis pelepah
pisang yang lain memiliki permukaan kulit yang keras dan sulit untuk dibentuk,
serta warnanya terlalu mengkilap sehingga ketika dikeringkan sebagian kulit ari
dari permukaan pelepah pisang akan mengelupas dan warnanya tidak bisa
menyatu dengan kulitnya. Enis pisang lain yang sulit dibentuk misalkan pisang
kidang, pisang jambe, pisang moro sebo dan pisang byar.
Selain pemilihan pelepah pisang, masih terdapat keunikan lain yaitu
pada teknik pembuatan. Pembuatan lukisan pelepah pisang tidaklah mudah,
terutama dalam proses pembuatannya yang masih sangat tergantung pada alam
khususnya cuaca. Sinar matahari sangatlah dibutuhkan dalam proses pengeringan
pelepah pisang, dan dalam proses finishing barang setelah dipernis. Teriknya
pancaran sinar matahari mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk pengeringan
pelepah pisang. Sedangkan penjemuran lukisan debog dilakukan setelah dipernis,
hal ini bertujuan supaya tidak menimbulkan bau apek dan tahan dari serangga dan
jamur. Objek lukisan Ladiono kebanyakan tunggal serta banyak mengambil
tema- tema sosial seperti pemulung, nyethe, kritikan ( tikus dan sepatu) dan hewan
(elang, ular, ikan, dan lain- lain). Berbeda dengan lukisan- lukisan sebelum
periode 2007. Lukisan Ladiono sebelum periode 2007 banyak menampilkan figur-
figur manusia dan hewan dalam jumlah banyak dan memenuhi seluruh bidang
gambar, seperti gambar Ramayana banyak menampilkan objek pemandangan
4
hutan, hewan dan tiga orang manusia.
Objek yang terdapat pada lukisan debog pada periode 2007 menampilkan
satu sampai dua objek- objek utama menonjol seperti relief ( menonjol keluar
bidang gambar) dengan background komposisi warna debog sehingga dapat
diraba dan dirasakan tekstur asli pelepah pisang.
Masih banyak keunikan lain yang belum diketahui khalayak umum
dalam lukisan pelepah pisang atau debog karya Ladiono, sehingga peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian terhadap hal-hal yang mempengaruhi karya
lukis debog milik Ladiono dengan judul ” Studi Tentang Empat Lukisan
Pelepah Pisang Karya Ladiono Periode 2007”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti
mengambil rumusan masalah sebagai berikut ini:
1. Bagaimana aspek genetik Subjektif dan Objektif Pelukis Ladiono dalam
menciptakan karya seni rupa berupa lukisan pelepah pisang periode 2007?
2. Bagaimana pula dengan aspek objektif/ karya lukisan pelepah pisang karya
Ladiono periode 2007?
3. Bagaimana afeksi penghayat terhadap karya seni Ladiono khususnya lukisan
pelepah pisang periode 2007?
4. Bagaimana hubungan aspek genetik, objektif, dan afeksinya dalam lukisan
pelepah pisang periode 2007?
5
C. Landasan Teori
Berikut ini akan dijelaskan mengenai landasan- landasan teori yang
mendukung penelitian terhadap Studi Tentang Empat Lukisan Pelepah Pisang
Karya Ladiono Periode 2007. Adapun landasan teorinya sebagai
berikut:
1. Definisi Seni
Seni yaitu segala kegiatan dan hasil karya manusia yang mengutarakan
pengalaman batinnya karena disajikan secara unik dan menarik memungkinkan
timbulnya pengalaman atau kegiatan batin pula pada diri orang lain yang
menghayatinya (Soedarso. SP , 2000: 3).
Pendapat lainnya, seperti, menurut Sulastianto (2008:02) mengatakan
bahwa seni merupakan sarana komunikasi perasaaan dan pengalaman batin
seseorang kepada kelompok masyarakatnya dalam rangka memenuhi kebutuhan
pribadinya. Dapat disimpulkan bahwa dalam seni terdapat aspek- aspek sebagai
berikut:
a. Aspek manusia sebagai creator (pembuat) dan apreciator ( penghayat)
b. Aspek karya yang dikreasikan beserta gagasan yang ada di dalamnya
c. Aspek komunikasi
2. Seni Lukis
Terdapat beberapa definisi mengenai seni lukis, yaitu: a. Seni lukis adalah
aktifitas yang menghubungkan struktur bentuk, garis, warna, tekstur dan irama
yang dapat memberikan pengalaman emosi estetik (Clive Bell dalam Sumardjo,
2002:60), Seni lukis adalah salah satu cabang dari seni rupa. Dengan dasar
6
pengertian yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh
dari menggambar. Melukis adalah kegiatan mengolah medium dua dimensi atau
permukaan dari objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu. Medium
lukisan bisa berbentuk apa saja, seperti kanvas, kertas, papan, dan bahkan film di
dalam fotografi bisa dianggap sebagai media lukisan. Alat yang digunakan juga
bisa bermacam-macam, dengan syarat bisa memberikan imaji tertentu kepada
media yang digunakan (www.wikipedia Indonesia, 2007:1), c Dalam buku diksi
rupa, Susanto ( 2000:70) mengatakan bahwa seni lukis adalah bahasa ungkapan
dari pengalaman artistik maupun ideologis yang menggunakan warna dengan
garis guna mengungkapkan perasaan, mengekspresikan emosi, gerak, ilusi, dari
kondisi subjektif seseorang.
Dari beberapa pendapat diatas maka seni lukis adalah suatu kegiatan atau
aktifitas dari seniman untuk mengekspresikan pengalaman, mengungkapkan
perasaan, mengekspresikan emosi, gerak dan ilusi maupun ilustrasi yang
dituangkan melalui media.
3. Unsur-Unsur Seni
Menurut Indrawati dalam bukunya Struktur Seni I (1993:23)
mengatakan bahwa karya seni merupakan hasil perpaduan unsur-unsur rupa serta
karya tersebut merupakan hasil gubahan manusia yang mempunyai nilai- nilai
tertentu yaitu nilai fisik dan nilai estetik. Nilai estetik tersebut terjadi karena
adanya pengaruh- pengaruh unsur rupa yang disajikan oleh objek seni rupa,
karena setiap unsur memiliki sifat dan watak tertentu yang dapat dimanipulasi dan
diubah oleh pencipta sebagai sarana untuk mewujudkan idenya yang akhirnya
7
dapat menampilkan suatu tata susunan yang estetik.
a. Garis
Garis adalah perpaduan dari sejumlah titik yang sejajar dan sama besar
dan memiliki dimensi memanjang dan punya arah, bisa pendek, panjang, halus,
berombak,melengkung, lurus, dan lain-lain (Susanto, 2002:45).
Garis dapat diartikan sebagai suatu hasil goresan , disebut garis nyata atau
kaligrafi dan batas limit suatu benda, batas ruang, batas warna, bentuk massa,
rangkaian massa, dan lain- lain ( Sanyoto, 2005:72).
Dalam dunia seni rupa, peranan dan pengaruh garis sangat penting dalam
penyusunan suatu organisasi sebab garis meupakan unsur-unsur rupa.
Berdasarkan keberadaannya, garis diklasifikasi menjadi dua macam, yaitu:
1) Garis geometris
Garis geometris adalah pembentukan garis menggunakan alat
bantu, seperti penggaris, jangka dan masih banyak lagi.
Gambar 1.1. Garis geometris
(Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Garis ini mempunyai karakter cenderung kaku, kuat, mantap, tepat,
universal, dan tanpa kompromi.
8
2) Garis kaligrafis
Gambar 1.2. Garis kaligrafis
(Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Garis kaligrafis merupakan hasil goresan yang merupakan garis
nyata adalah garis contoh garis yang lembut, kadang-kadang kuat, lembut,
manis, gemulai lembut,melesat lancar, gempal dan sebagainya (Sanyoto,
2005:71). Garis kaligrafis ini dibentuk tanpa menggunakan alat bantu
menggaris, jadi lebih menggunakan tangan sehingga garis tersebut dapat
membentuk karakter bebas dan bervariasi. Garis kaligrafis juga
menciptakan kesan luwes, lembut, lincah, kadang- kandang kuat, melesat
kuat dan lain sebagainya.
3) Garis semu
Garis semu yaitu garis yang sebenarnya tidak ada hanya
merupakan kesan garis yang dapat dirasakan. Garis semu ini dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a) Garis struktural
Dikatakan sebagai garis structural, jika kesan garis yang
ditangkap tersebut merupakan batas antara bentuk dan ruang atau
9
antara bidang dan bidang.
b) Garis pengikat
Disebut sebagai garis pengikat, jika garis yang ditangkap
tersebut merupakan alur perpindahan dari unsur, misalnya alur
hubungan antara titik, bentuk , warna dan sebagainya
b. Bidang
Gambar 1.3 Bidang
(Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Menurut Sachari (2004:85) bidang dapat dikatakan ruang dwimatra jika
bidang memempati ruangnya sendiri. Dengan kata lain, bidang adalah pertemuan
garis dengan garis. Menurut Sanyoto (2005: 83), terdapat dua macam bidang yaitu
bidang geometris adalah bidang teratur yang dapat diukur secara matematis dan
bidang non geometris adalah bidang yang dibuat secara bebas.
c. Bentuk / ruang
Dalam seni bentuk merupakan unsur yang penting sebagai dasar untuk
mencapai keindahan desainnya. Bentuk adalah pertemuan antara bidang dengan
bidang dan memiliki kesan meruang atau isi (Nurhadiat, 2004:25). Bentuk atau
10
ruang digolongkan menjadi dua jenis yaitu:
1) Ruang nyata adalah ruang yang dapat dilihat dan diraba.
2) Ruang maya adalah ruang yang hanya dapat dirasakan atau terkesan
meruang.
Gambar 1.4 Contoh ruang
(Sumber: http://id.shfoong.com/ diakses tanggal 20-05-2011)
Menurut Indrawati (1993:50) dalam bukunya Struktur Seni I ruang dalam
hubungannya dengan bentuk, ruang dapat berupa ruang positif dan ruang negatif.
Dalam komposisi atau karya dua dimensi motif atau bentuk yang tergambar
merupakan ruang positif sedang bagian yang tersisa pada bidang tersebut disebut
ruang negatif.
d. Warna
Warna digunakan secara artistik sebagai alat ekspresi manusia.Sejak
ditemukannya warna pelangi oleh ahli ilmu fisika, Sir Isaac Newton, terungkap
bahwa warna merupakan salah satu fenomena alam yang dapat diteliti dan
dikembangkan lebih jauh dan lebih mendalam (Darmaprawira, 2001:18).
Dalam ilmu fisika warna adalah kesan yang ditimbulkan oleh cahaya pada
mata. Sedangkan menurut Ilmu Bahan, warna adalah berupa pigmen. Istilah ini
11
diberikan untuk warna-warna sintetik dan warna-warna alam. Warna sintetik
diperoleh dari zat-zat kimia. Tetapi jika warna alam diperoleh dari senyawa
organik (Widodo, 1993:50).
Gambar 1.5 Lingkaran warna
(Sumber http://www.jeffprentice.netteachfonline_colortheory.html
diakses tanggal 20-05-2011)
Peranan warna banyak sekali dalam berbagai bidang. Salah satunya dalam
pembentukan suatu karya seni. Tanpa adanya warna maka suatu karya itu terasa
tidak lengkap dan tidak dapat menarik perhatian pengamat. Warna dapat dipakai
untuk sampai kepada kesesuaian dengan kenyataan. Warna dapat membedakan
antara bentuk dengan sekelilingnya (Prawira, 2002:12).
Warna juga berfungsi untuk menyempurnakan bentuk dan memberikan
karakter terhadap karya seni (Sanyoto, 2005:27). Sebagaimana pada pelukis-
pelukis realis maupun yang naturalis. Warna juga berperan sebagai pengungkapan
kemungkinan-kemungkinan keindahannya serta dapat digunakan untuk berbagai
bentuk pengekspresian. Warna dapat juga dipakai sebagai simbolis, seperti yang
terlihat pada gambar-gambar kontemporer. Dalam berbagai bidang, warna sangat
12
berpengaruh terhadap keindahan dan kesenangan pada manusia.
Menurut Munsell dalam Indrawati (1993:55) warna dibagi menjadi tiga
sifat, terdiri atas:
1) Hue
Hue diartikan sebagai nama tiap-tiap warna, sehingga kita dapat
membedakan antara warna yang satu dengan warna yang lain. Hue ini
menunjukkan panas dingin warna (Indrawati, 2004:26). Menurut
pengklasifikasian nama-nama warna, terdapat lima nama warna:
a) Warna Primer
Warna primer disebut juga dengan warna pertama atau warna pokok.
Disebut dengan warna primer karena warna tersebut tidak dapat dibentuk dari
warna lain. Selain itu warna ini dapat dipergunakan sebagai pokok
percampuran untuk memperoleh warna-warna lain. Warna ini terdiri atas
merah, biru, dan kuning.
b) Warna Sekunder
Disebut sebagai warna sekunder atau warna kedua karena merupakan
hasil pencampuran dua warna primer/pokok. Warna tersebut terdiri atas:
jingga (orange), ungu (violet), dan hijau (green). Tiga warna primer dan tiga
warna sekunder sering disebut dengan enam warna standart (Sanyoto,
2005:20).
c) Warna Intermediate
Warna intermediate adalah warna perantara, yaitu warna yang ada
diantara warna primer dan warna sekunder dalam lingkaran warna. Warna ini
ialah: kuning hijau (yellow-green), kuning jingga (yellow-orange), merah
13
jingga (red-orange), merah ungu (red-violet), biru ungu (blue-violet) dan biru
hijau (blue-green).
d) Warna Tersier
Warna tersier atau warna ketiga adalah warna hasil percampuran dari
dua warna sekunder atau warna kedua.
e) Warna Kuarter
Warna kuarter atau warna keempat, yaitu warna hasil percampuran
dari dua warna tersier.
2) Value (tonalitas warna)
Value dapat disebut juga sebagai gejala cahaya dari hue yang
menyebabkan perbedaan pancaran hue dalam perbandingan dengan hitam dan
putih. Bila suatu warna ditambah dengan abu-abu yang gradasinya mendekati
putih, maka diperoleh warna tint, sedang bila suatu warna ditambahkan abu-abu
mendekati warna hitam, maka akan diperoleh warna shade (Indrawati, 2004:26).
Jadi value merupakan nilai gelap terang untuk memperoleh kedalaman karena
pengaruh cahaya. Dengan adanya value tersebut maka kita dapat membedakan
kualitas antara warna gelap dan warna terang disebabkan karena hue tersebut
mengandung “sejumlah” tone hitam dan putih (Indrawati, 1993:55).
3) Chroma
Dapat diartikan sebagai gejala kekuatan pancaran intensitas dari hue yang
diungkapkan untuk menyatakan kemurnian hue. Jadi chroma dan intensitas warna
berhubungan dengan sifat cerah-kelamnya warna (Indrawati, 2004:26). Tingkatan
chroma adalah uruttan perubahan hue dari intensitas tertinggi (maksimum) pada
warna yang jenuh. Jenuh disini maksudnya sudah tidak memiliki identitas lagi,
14
warna kelabu yang dapat disamakan dengan abu-abu netral percampuran hitam
dan putih.
Manfaat chroma dalam seni rupa adalah untuk mengubah karakter warna,
misalnya warna merah murni memiliki karakter garang, ganas, menyala, panas,
marah dan sebagainya, akan berubah karakternya menjadi lemah lembut, sopan,
kalem, tenang dan sebagainya.
e. Cahaya
Penyebab terjadinya warna adalah adanya cahaya. Tanpa adanya cahaya
maka warna tidak dapat dilihat dan ditemukan.
Gambar 1.6 Lukisan Diego Velasquez yang berjudul “Las Meninas”
menunjukkan adanya pencahayaan.
(Sumber http://duniakuduniamu.com/ diakses tanggal 21-05-2011)
Cahaya merupakan unsur seni rupa yang sangat diperlukan karena tanpa
adanya cahaya maka suatu karya seni tidak dapat diamati dan dinikmati
kehadirannya. Selain itu cahaya juga merupakan salah satu sumber terjadinya
15
warna (Indrawati, 1993:64). Cahaya diperlukan untuk menentukan gelap terang
suatu objek.
f. Tekstur
Gambar 1.7 Contoh tekstur
(Sumber http://mazgun.wordpress.com/ diakses tanggal 21-05-2011)
Semua benda yang ada di alam pasti memiliki permukaan. Setiap
permukaan tentu memiliki nilai. Nilai tersebut dapat berupa halus, kasar, licin dan
lain sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tekstur adalah nilai atau
ciri khas suatu permukaan. Tekstur erat kaitannya dengan masalah bahan,
material, atau media fisik karena kehadirannya setiap karya seni rupa tidak bias
lepas dari media fisik tersebut (Movit, 2003:9).
Secara umum tekstur dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tekstur
nyata dan tekstur semu.
1) Tekstur nyata adalah tekstur yang dapat dirasakan langsung keadaan
nyata; antara keadaan digambar dan keadaan dikenyataan bila diraba
dengan tangan sama kasarnya atau halusnya (Movit, 2003:10).
Pernyataan sama diungkapkan Indrawati (1993:61) tekstur nyata
16
merupakan tekstur yang langsung dapat dirasakan sifat permukaannya
lewat rabaan, jadi tekstur nyata adalah jenis tekstur yang tidak hanya
visible pada mata.
2) Sedangkan tekstur semu adalah kesan, sifat/karakter permukaan suatu
objek/benda yang dapat dirasakan tanpa harus meraba (Movit,
2003:10). Tekstur semu hanya dapat dirasakan lewat panca indera
tanpa dapat diraba dan membuat mata tertipu.
4. Prinsip-prinsip Seni
Selain unsur- unsur seni diatas, seorang pencipta seni harus mengetahui
prinsip- prinsip seni dalam melukis, Prinsip- prinsip seni dalam melukis
diantaranya:
a. Kesatuan (unity)
Gambar 1.8 Kesatuan
( Sumber http://duniakuduniamu.com/ diakses 21-05-2011 )
Kesatuan (unity) merupakan prinsip dasar seni. Karya seni harus menyatu,
Nampak seperti menjadi satu atau adanya saling hubungan antar unsur yang
disusun. Jika satu atau beberapa unsur dalam susunan terdapat saling ada
17
hubungan maka kesatuan telah dapat dicapai. Beberapa hubungan tersebut antara
lain: hubungan kesamaan-kesamaan, hubungan kemiripan-kemiripan, hubungan
keselarasan-keselarasan, hubungan keterkaitan-keterkaitan, hubungan keterikatan-
keterikatan, hubungan kedekatan-kedekatan, hubungan-hubungan ini kemudian
dapat digunakan sebagai pendekatan-pendekatan untuk mencapai kesatuan
(Sanyoto, 2005: 165).
b. Keseimbangan ( balance)
Keseimbangan (balance) menurut ilmu pesawat ( matematika) adalah
keadaan yang dialami oleh sesuatu ( benda) jika semua daya bekerja saling
meniadakan. Dalam bidang seni/desain sifatnya perasaan, tetapi pengertiannya
hampir sama, yaitu sesuatu keadaan di mana disemua bagian pada karya tidak ada
yang lebih terbebani. Jadi dikatakan seimbang manakala disemua bagian pada
karya bebannya sama, sehingga pada gilirannya akan membawa rasa tenang dan
enak dilihat. Jadi keseimbangan dalam sebuah komposisi adalah suatu keadaan
yang dapat dirasakan jika mengamati suatu objek atau benda, adanya kesamaan
bobot/ nilai antara unsur - unsurnya.
Gambar 1.9 Contoh keseimbangan
(Sumber http:// www.najwasumargo.blogspot.com diakses tanggal 21-05-2011)
18
Menurut Indrawati ( 2004:39)dalam visual lukisan , keseimbangan dibagi
menjadi dua macam, yaitu
1. Keseimbangan Formal (simerti/ bisymetricalbalance)
Keseimbangan formal dapat dicapai dengan penempatan media estetik
yang mempunyai bobot visual yang sama atau mirip, pada jarak yang sama
terhadap suatu titik pusat keseimbangan imajiner.
Penempatan media/ unsure estetik semacam itu akan berpengaruh pada
pola atau komposisi/ organisasi visual yang terbentuk yaitu pola komposisi yang
simetris (setangkup).
2. Keseimbangan Informal( asimetri/ asymmetrical balance)
Keseimbangan informal dapat dicapai dengan penempatan media estetik/
unsur yang tidak sama bobotnya visualnya disekitar titik pusat/ sumbu imajiner.,
sehingga tercapai kesan seimbang. Penempatan media estetik/unsur semacam
itulah yang menyebabkan penerapan keseimbangan informal dalam sebuah tata
susun akan membentuk pola komposisi yang asimetris, yang memberikan efek/
kesan yang dinamik, bebas dan tidak terlalu resmi.
Menurut Sanyoto, keseimbangan dibedakan mejadi empat (2005:187)
yaitu :
1. Simetri (Symmetrical balance), yaitu keseimbangan antara ruang sebelah kiri
dan kanan sama persis atau setangkup. Karakternya: formal/resmi, tenang,
statis/tak bergerak, kaku.
2. Keseimbangan Memancar (Radial balance), yaitu keseimbangan ruang kiri,
kanan, atas, bawah, sama persis, karakternya sama seperti keseimbangan
simetri.
19
3. Keseimbangan Sederajad (Obvius balance), yaitu keseimbangan antara ruang
sebelah kiri dan ruang sebelah kanan memiliki beban besaran sederajad
(besaran sama tetapi bentuk rautnya berbeda), misalnya lingkaran dengan segi
tiga dengan besaran sama, karakternya: tidak terlalu resmi, ada sedikit
dinamika.
4. Keseimbangan Tersembunyi (Axial balance) yang sering disebut juga
asimetri (asymmetrical balance) yaitu keseimbangan ruang kiri dan kanan
tidak memiliki beban yang sama besaran maupun bentuk rautnya tetapi tetap
dalam keadaan seimbang, karakternya: dinamik, hidup, tidak resmi.
c. Keselarasan/keserasian (harmony)
Keserasian dapat diartikan sebagai keteraturan diantara bagian- bagian
suatu karya. Keserasian adalah suatu usaha dari berbagai macambentuk, bangun,
warna, elemen- elemen lain disusun secara seimbang dalam suatu susunan
komposisi yang utuh agar nikmat untuk dipandang.
Gambar 1.10 Lukisan Salvador dali tampak adanya keserasian
( Sumber http://duniakuduniamu.com/?p=315 diakses 21-05-2011 )
20
Keselarasan/keserasian dapat dicapai dengan memperbanyak kesamaan
dan kemiripan pada media estetik yang dimanfaatkan dalam suatu organisasi
visual. Kesamaan dapat dicapai dengan penerapan perulangan, yaitu penggunaan
unsur atau media yang sama lebih dari satu kali dalam sebuah organisasi
visual/tata susun (Indrawati, 2004:38).
Kemiripan tidak hanya berarti bahwa media estetik/unsur yang digunakan
dalam suatu organisasi visual/tata susun terlihat kurang lebih sama, tetapi
kemiripan dapat dikenali jika media atau unsur tersebut tergolong kedalam
kesamaan rumpun, misalnya warna dingin (biru, hijau, dan ungu) atau rumpun
bentuk lurus (balok, bujur sangkar, dan persegi panjang). Jadi kemiripan lebih
berdasarkan pada faktor psikologis (Indrawati, 2004:38).
d. Pusat perhatian (centre of interest)
Gambar 1.11 Centre of interest
(Sumber : Dokumen penulis, 2011)
Pusat perhatian adalah unsur yang sangat menonjol atau berbeda dengan
unsur-unsur disekitarnya sehingga dapat dipergunakan sebagai daya tarik. Karena
unggul, istimewa, unik, ganjil, maka akan menjadi menarik atau menjadi pusat
perhatian. Suatu karya seni harus memiliki pusat perhatian, sebab apabila tidak
21
memiliki maka karya seni tersebut tidak menarik, membosankan, statis, gersang,
mentah dan hambar (Sanyoto, 2005:176).
Beberapa tujuan diperlukan adanya dominasi, yaitu (Sanyoto, 2005:176):
1) Untuk menarik perhatian.
2) Untuk menghilangkan kebosanan
3) Untuk memecah keberaturan/rutinitas.
e. Irama/Rhytm
Irama berasal dari kata wirama (jawa), wirahma (Sunda), rhutmos
(Yunani), rhythm (Inggris) semula berarti gerak berukuran, ukuran perbandingan,
berkerabat dengan rhein yang artinya mengalir (ensiklopedia Indonesia,
2000:1479).
Menurut Fajar sidik dalam Sanyoto (2005: 121) mengatakan bahwa, irama
atau ritme adalah suatu pengulangan yang secara terus menerus dan teratur dari
suatu unsur atau unsur- unsur. Irama/ rytme dalam suatu organisasi visual terjadi
keran penciptaan perulangan (repetation) , dari media estetik yang ditata sehingga
terasa terjadi gerak ( movement) (Indrawati, 2004:40).
Gambar 1.12 Irama
Sumber:http://www. Google.com/funfacyfemme.blogspot.com diakses 13 April 2011)
22
Jadi irama atau ritme adalah gerak perulangan atau gerak mengalir yang
ajeg, teratur, terus- menerus. Pembentukan ira ma dapat diusahakan lewat
penyusunan unsur- unsur yang ada atau pengulangan dari unsur – unsur
diorganisir.
f. Proporsi atau persebandingan
Gambar 1.13 proporsi
( Sumber http://duniakuduniamu.com/ diakses 21-05-2011 )
Proporsi atau persebandingan merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa
untuk memperoleh keserasian. Proporsi mengacu pada hubungan antara bagian
dari suatu desain atau hubungan antara bagian dengan keseluruhan (Kartika,
2004:64).
Menurut Soecipto dan Widodo (1990: 40) menyebutkan prinsip proporsi
sebagai Law of relationship, yaitu tiga aturan untuk menciptakan komposisi yang
serasi. Aturan yang dimaksud berhubungan dengan teknik penyusunan dan
pengolahan elemen- elemen visual seperti:
1. Penempatan elemen- elemen visual lukis menjadi tata susun yang
menarik
2. Penentuan jenis dan ukuran bentuk yang tepat
23
3. Penentuan ukuran bentuk ( objek ) dengan pertimbangan ukuran bidang
lukis
5. Aliran Seni Lukis
Aliran atau gaya dalam seni rupa dibedakan berdasarkan prinsip
pembuatannya. Kemunculan suatu gaya atau kreatifitas dalam rangka
mendapatkan keunikan bias relatif bersamaan atau meneruskan gaya sebelumnya
secara selaras atau bertentangan.
Aliran – aliran yang terdapat pada seni lukis, diantaranya:
a. Neoklasik dan romantic
Aliran ini mengembalikan seni pada emosi yang lebih bersifat
imajiner. Awalnya melukiskan kisah atau kejadian yang dramatis/ dahsyat.
Dalam melukiskannya baik dari pengaturan estetika maupun aktualitas
piktorialnya selalu melebihi kenyataan.Warna yang ditampilkan lebih
meriah, gerakan lebih lincah dan lebih tegas (Nursantara, 2005:4).
Gambar 1.14 Lukisan Theodore Gericould, yang berjudul “Rakit Medusa
(Sumber http://sekartejaartstudio.blogspot.com/diakses 13-05- 2011)
24
Di Indonesia Aliran Romantisme merupakan aliran tertua di dalam
sejarah seni lukis modern Indonesia. Lukisan dengan aliran ini berusaha
membangkitkan kenangan romantis dan keindahan di setiap objeknya.
Pemandangan alam adalah objek yang sering diambil sebagai latar
belakang lukisan. Romantisme dirintis oleh pelukis-pelukis pada zaman
penjajahan Belanda dan ditularkan kepada pelukis pribumi untuk tujuan
koleksi dan galeri di zaman kolonial. Salah satu tokoh terkenal dari aliran
ini adalah Raden Saleh.
Tokoh- tokohnya: Raden Saleh Syarif Bustaman, Theodore
Gericault, Eugene Delacroix,David Friedrich Caspar, dan lain- lain
b. Realisme
Aliran ini merupakan suatu protes terhadap aliran romantis yang
melebih- lebihkan kenyataan. Oleh karena itu aliran realis sering
menampilkan figur berupa pengolahan efek- efek warna yang membentuk
perwujudan global yang masih dapat teridentifikasi.
Gambar 1.15 Lukisan Custavo courbert, yang berjudul “Courbet stone breakers”
(Sumber http://www.justseeds.orgblog200801gustave_courbet_retrospective_1.html,
diakses 13-05- 2011)
25
Aliran ini memandang dunia sebagai sesuatu yang nyata. Pelukis
atau pembuat karya seni bekerja berdasarkan kemampuan teknis dan
realitas yang diserap oleh indera penglihatannya. Fantasi dan imajinasi
harus dihindarkannya (Soedarso, 2000:31).
Tokoh-tokohnya: S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Trubus, Gustave
Courbert, Honore Daumier dan lain- lain.
c. Naturalisme
Aliran ini dianggap bagian dari realisme yang memilih objek yang
indah dan membuai saja.
Gambar 1.16 Lukisan Basuki Abdulah yang berjudul “Balinese Beauty”
(Sumber http:// blogsenirupa.blogspot.com/ diakses 13-05- 2011)
Secara visual persis seperti objek aslinya (fotografis). Dalam
perkembangannya cenderung memperindah objek secara berlebihan
(Nursantara, 2005:3).
26
Tokoh- tokohnya seperti: Abdullah Suryosubroto, Basuki Abdullah,
Wahdi Sumanta, Rembrant, William Hogart, dan lain- lain
d. Impresionisme
Aliran yang menggunakan konsep melukis berdasarkan usaha
merekam kesan cahaya yang jatuh/ memantul pada suatu objek atau benda
sehingga menghindari garis atau kejelasan kontur.
Gambar 1.17 Lukisan Claude Monet yang berjudul “Impression Rissing Sun”
(Sumber http:// sekartejaartstudio.blogspot.com/ diakses 13-05- 2011)
Cara melukiskannya harus cepat karena cahaya matahari yang terus
bergerak atau berubah dan dipengaruhi oleh cuaca.
Hal ini menyebabkan lukisan hanya selintas atau tidak detail.
Tokohnya diantaranya Claude Monet, Aguste Renoir, Edgar Degas,
Camille Pissarro, dan Paul Cesane (Soedarso, 2000:57).
e. Ekspresionisme
Aliran ini berusaha mengekpresikan aktualitas bukan hanya
berdasarkan indera penglihatan, tetapi juga dengan pengalaman batin.
Luapan perasaan berupa kesedihan atau tekanan batin yang lainnya yang
mengalir deras meyebabkan kebebasan teknik dalam melukiskannya,
27
sehingga cenderung terjadi distorsi dan sensasi. Kesempurnaan bentuk
objek yang biasa dilakukan berdasarkan pengalaman secara visual tidak
lagi menjadi pertimbangan estetika (Nursantara, 2005:7).
Gambar 1.18 Lukisan Affandi yang berjudul “Kandang Penyu”
(Sumber http:// alamak-alamakrainarphie.blogspot.com/ diakses 13-05- 2011)
Tokoh-tokoh dalam aliran ekspresionisme diantaranya adalah:
Affandi, Popo Iskandar, Vincent Van Gogh, Vassily Kandinsky, dan lain
sebagainvya.
f. Art Nouveau
Revolusi Industri di Inggris telah menyebabkan mekanisasi di dalam
banyak hal. Barang-barang dibuat dengan sistem produksi massal dengan
ketelitian tinggi. Sebagai dampaknya, keahlian tangan seorang seniman
tidak lagi begitu dihargai karena telah digantikan kehalusan buatan mesin.
Sebagai jawabannya, seniman beralih ke bentuk-bentuk yang tidak
mungkin dicapai oleh produksi massal (atau jika bisa, akan biaya
pembuatannya menjadi sangat mahal). Lukisan, karya-karya seni rupa, dan
kriya diarahkan kepada kurva-kurva halus yang kebanyakan terinspirasi
28
dari keindahan garis-garis tumbuhan di alam (www.wikipedia.com,
2007:1)
g. Surrealisme
Lukisan dengan aliran ini kebanyakan menyerupai bentuk-bentuk
yang sering ditemui di dalam mimpi. Pelukis berusaha untuk mengabaikan
bentuk secara keseluruhan kemudian mengolah setiap bagian tertentu dari
objek untuk menghasilkan sensasi tertentu yang bisa dirasakan manusia
tanpa harus mengerti bentuk aslinya (http://id.wikipedia.org/ diakses 21-
05-2011).
Gambar 1.19 Lukisan Salvador dali yang berjudul ” The persistence of memory “
(Sumber https://astarhoplahop.wordpress.com/ diakses tanggal 21-05-2011)
h. Dekoratif
Dekoratif merupakan istilah menuju pada teknik perwujudan
dan penyusunan objek-objek lukisan dengan sifat menghias. Lukisan ini
menampilkan objek-objek realitas yang divisualisasikan melalui proses
deformasi.
29
Gambar 1. 20 Lukisan dekoratif
(Sumber httpecommerce.plasa.com diakses tanggal 21-05-2011)
Biasanya jenis lukisan ini menghilangkan kesan ruang ilusif
(ruang maya) dan volumerik sehingga perwujudan objek-objeknya
bersifat datar/flat dan tidak menunjukkan adanya ketiga dimensinya.
i. Dadaisme
Gambar 1.21 Lukisan Marcel Duchamp yang berjudul ”Fountain”
(Sumber http://sembilan30td1a.files.wordpress.com/ diakses tanggal 21-05-2011)
30
Istilah dadaisme ini berasal dari bahasa anak-anak Prancis yang
artinya kuda mainan. Aliran ini mendukung surealisme karena muncul
dari alam bawah sadar sebagai protes tidak adanya polarisasi nilai
social dan etika akibat perang dunia.
Hal inilah menyebabkan adanya karya Dadaisme yang
memiliki ciri sinis, konyol, menggambarkan benda atau mesin sebagai
manusia, mengikuti kemauan sendiri, dan menolak estetika dalam
karyanya. Kolase adalah salah satu dari sekian teknik yang digunakan
(Soedarso, 2000:127).
Tokoh Dadaisme seperti: Marcel Duchamp, JeanArp, dan
Tristan Tzara.
j. Naifisme
Gambar 1.22 Lukisan Paul klee yang berjudul “Aroung the fish”
(Sumber http://www.paintinghere.com/painting/ diakses tanggal 21-05-2011)
Lukisan naif merupakan lukisan anak kecil, karena objek yang
ditampilkan sering mengalami perubahan seperti deformasi menjadi
bentuk-bentuk yang bersifat kekanak-kanakan.
Lukisan naif dikatakan bersifat kekanak-kanakan karena
memiliki karakteristik visual menyerupai lukisan anak-anak yang
31
secara umum tampak sederhana dan lugu. Namun demikian, lukisan
naif tidak dapat disamakan dengan lukisan anak-anak. Karena
kesederhanaan dan keluguan pada lukisan anak merupakan proses
kreatif alami yang disebabkan oleh keterbatasan keterampilan. Pelopor
lukisan aliran naifisme adalah Paul Klee.
6. Media Seni
Media adalah alat atau bahan yang digunakan untuk mewujudkan ide
atau gagasan, sehingga tercipta suatu wujud karya. Media yaitu bahan yang
menjadi alat yang konkret untuk menyatakan gagasan yang bersifat abstrak.
Media harus dipilih secata tepat agar sebuah gagasan dapat dikomunikasikan.
Pemilihan media harus diikuti teknik, prosedur, dan keahlian berkarya agar karya
yang dihasilkan memiliki nilai seni yang tinggi ( Sulastianto, 2008: 20). Media
seni rupa secara umum dibedakan menjadi dua macam yaitu media dua dimensi
dan media tiga dimensi. Media yang diperlukan untuk mewujudkan suatu karya 2
dimensi diantaranya (Nurhadiat,2004:12) :
a. Pensil
Pensil merupakan alat yang digunakan sebagai dasar dalam
membuat sketsa. Keras lunaknya pensil dibedakan dengan inisial H atau B.
Pensil lunak diberi kode B, pensil keras diberi kode H. Watak goresan
sebuah pensil tergantung pada runcing atau tumpulnya ujung pensil. Ujung
yang runcing memiliki watak tegas, cermat dan kaku, sedangkan ujung
yang tebal memiliki kesan halus dan lunak.
32
b. Conte
Conte adalah sejenis pensil yang bahannya dari arang halus,
sehingga warnanya lebih hitam. Conte digunakan untuk menggambar
potret atau bentuk. Gambar yang menggunakan conte memiliki sifat
seperti daya lekat kapur terhadap papan tulis. Oleh sebab itu, agar hasilnya
tidak mudah rusak sebaiknya di Fixer yaitu dengan alat semprot untuk
menguatkan lekat conte di atas bidang gambar.
a. Pastel atau crayon
Bentuk pastel seperti pensil atau kapur tulis, terbuat dari lilin atau
Coalin dicampur dengan tepung warna. Hasil gambar dengan pastel seperti
dengan conte, harus disemprot dengan zat penguat agar daya lekatnya
lebih kuat dan tahan gesekan. Jika tidak disemprot dengan pengauat
sebaiknya dipakai oil pastel yang memiliki daya lekat baik.
b. Pena
Nama lain dari pena adalah Raddispen, Roundhanpenn atau
Graphospen. Setiap jenis pena memiliki nomor yang menunjukkan ukuran
tebal dan tipisnya jejak pena tersebut. Setiap nama pena memiliki sifat-
sifat yang berbeda, seperti:
1) Jejak yang sama tebal terdapat pada Reddhispen
2) Jejak goresan yang runcing serta tipis-tebal terdapat pada
Roundhanpenn
3) Pena yang memiliki jejak halus yang biasa digunakan untuk
menggaris adalah Graphospen.
33
c. Kuas
Setiap jenis kuas memiliki ukuran berbeda yang ditulis pada
gagangnya dengan angka 1,2,3,4,5 dan seterusnya.
d. Tinta Bak
Tinta bak dikenal juga dengan sebutan tinta Cina. Tinta bak
berwarna hitam, ada yang luntur di air ada pula yang tidak. Tinta bak yang
berbentuk balok-balok kering sebelum digunakan harus dituangi air
terlebih dahulu agar tinta mencair.
e. Ekolin
Jenis tinta ini berwujud seperti tinta yang beraneka warna, namun
berwarna bening tersimpan dalam botol kecil. Ekolin dapat digunakan
untuk mewarnai gambar konstruksi, gambar peta, gambar teknik dan lain-
lain. Cat ekolin yang bagus adalah yang tidak luntur di air jika sudah
kering.
Ciri khas gambar yang menggunakan ekolin, jika sudah kering
gambarnya tampak mengkilap.
f. Cat air
Cat air adalah cat yang pengencerannya menggunakan air. Jenis
cat ada dua yaitu :
1) Cat air (water colour)
Cat air bersifat transparan atau tembus pandang. Penggunaannya
harus lebih encer.
2) Cat plakat
Cat plakat penggunaannya dapat saling tutup menutup. Maksudnya
34
jika cat pertama, merah sudah mengering kita pulas kembali
dengan warna kedua, biru maka cat biru itulah yang akan terlihat,
sedangkan warna merah tertutup.
g. Palet
Palet digunakan sebagai tempat mencampur warna. Piring bekas
atau papan besar dari akrilik atau kaca bias kita pakai sebagai palet
sederhana. Palet kayu tradisional dengan lubang ibu jari juga ada dalam
berbagai ukuran. Palet ini harus diminyaki sebelum dipakai supaya
permukaan kayu tidak menyerap cat minyak .
h. Pisau
Pisau ini bisa digunakan untuk membuat tekstur pada lukisan/karya
seni.
k. Bahan-bahan dari alam
Bahan- bahan dari alam dapat juga digunakan sebagai media dalam
membuat suatu karya seni seperti tanah liat, kayu, batu, bambu, daun,
akar, dan sebagainya.
7. Teknik berkarya seni
Teknik adalah cara yang dipergunakan untuk berkarya sesuai dengan
media yang dipilih. Benda- benda yang dibuat oleh masyarakat menggunakan
berbagai macam teknik. Berbagai teknik yang dipakai dalam pembuatan karya
seni kriya dibedakan menjadi dua yaitu teknik karya seni kriya dua dimensi dan
karya seni kriya 3 dimensi menurut Margono dalam Seni Rupa dan Seni Teater
35
SMA Kelas 2 (2007:6) meliputi:
a. Teknik karya seni kriya dua dimensi
Teknik yang digunakan membuata karya seni kriya dua dimensi dapat
berupa : teknik batik, cetak, ukir, sulam, bordir, menempel, arsir, blok,
tenun, dan anyam.
1) Teknik batik
Teknik batik yaitu memberi hiasan atau motif pada kain dengan
cara memberi gambar pada kain dengan malam atau lilin panas
menggunakan canting.
2) Teknik anyaman
Anyaman adalah seni kerajinan yang dikerjakan dengan cara
mengangkat dan menumpang tindihkan atau menyilang-nyilangkan bahan
sehingga menjadi suatu karya anyaman .
Bahan anyaman dapat berupa:
Daun pandan
Daun lontar
Bambu
Enceng gondok
Mendong
Plastik
Pita jepang,
kertas yang diiris-iris
36
b. Teknik karya seni kriya tiga dimensi
Teknik yang digunakan membuat karya seni kriya tiga dimensi
diantaranya:
1) Sambung atau menempel
Sambung atau menempel adalah teknik pembuatan kerajinan
pelepah pisang yang lakukan dengan menempelkan lembaran pelepah
pisang menggunakan media seperti kertas karton, triplek, gerabah,
kerangka besi dan lainnya. Jadi, media tersebut dibentuk terlebih dulu
sesuai jenis produk yang diinginkan, kemudian ditempel-tempeli dengan
pelepah pisang yang telah dikeringkan menggunakan lem
(www.diskopjatim.go.id/.../298-suci-memproses-gedebog-jadi-uang.html,
diakses pada tanggal 19 Maret 2011:1).
2) Cetak
Merupakan Pembuatan benda- benda kerajinan dengan
menggunakan cetakan (Margono, 2007:7).
3) Membentuk (modeling)
Adalah membuat karya seni rupa dengan media tanah liat (gerabah,
keramik, atau tembikar) menghasilkan barang baru yang jauh berbeda dari
bahan mentahnya. (Sanusi ,2009:29).
4) Butsir
Teknik butsir, hanya menggunakan alat telapak tangan dan alat lain
(kayu, kawat) sederhana. Bahan yang digunakan lunak, elastis, lentur
antara lain tanah liat, plastisin
37
5) Teknik Pahat atau ukir
Teknik Pahat atau ukir menurut Sanusi (2009:29) adalah teknik
melakukan sesuatu dengan menggores, memahat, dan menorah pada
permukaan benda yang diukir.
Teknik pahat yaitu cara pembuatannya dengan menggunakan alat
pahat (tatah) atau ukir dengan martil. Bahan (media) yang digunakan
adalah bahan keras seperti batu, cadas, kayu, gips, tanah liat kering.
Contoh pembutan kerajinan patung dan ukiran atau relief, kerajinan seni
ukir terutama ukiran kayu dengan menggunakan teknik pahat. Alat yang
digunakan seperangkat pahat atau tatah ukir dengan berbagai ukuran.
Ada yang dibuat sket pola lebih rinci (detail), setelah selesai dihaluskan
(diamplas).
6) Merakit dan Membangun
Merakit dan membangun yaitu kegiatan yang mencakup aktivitas
menyusun berbagai komponen untuk dijadikan benda trimatra (tiga
dimensi). Contoh: membuat maket, replika, membuat mobil-mobilan,
membuat akuarium, membuat kalung, membuat diorama, membuat
benda berongga (kubus, kerucut, piramida, tabung), membuat wayang
rumput, membuat boneka, media yang digunakan antara lain : tempat dn
batang korek api dan bahan dari alam sekitar, benda-benda bekas, kardus,
karton, sedotan, kertas, kayu, kawat, tali, dan rumput. Alatnya: pisau,
gunting, cutter, spidol, lem, benang tali, kawat, paku.
38
8. Proses menciptakan karya seni lukis
Lukisan diciptakan atas sebuah dorongan kreatif, yang diperoleh sebagai
hasil penginderaan pelukis terhadap lingkungan disekitarnya. Hasil penginderaan
ini ditampilkan dalam wujud yang bersifat visual dengan menggunakan berbagai
material lukis. Jenis dan sifat visualisasi sangat dipengaruhi oleh persepsi dan
interpreatsi pelukis terhadap segalasesuatu yang dapat diindra. Adapun proses
penciptaan karya seni lukis terdiri dari beberapa tahapan diantaranya:
a. Proses pencarian ide
Gagasan atau sering disebut dengan ide merupakan hal yang
melandasi atau mendorong seseorang untuk berkarya, baik berasal dari
dalam ( internal ) maupun dari luar (eksternal). Wujudnya dapatberupa
persaaan, emosi, mimpi, khayalan, cita- cita, atau pengalaman
(Sulastianto, 2008:19).
Setelah ide ditemukan maka penyempurnaan dalam arti
pengembangan dan memantapkan gagasan menjadi gagasan pravisual atau
disebut dengan gagasan abstrak. Setelah itu dilanjutkan dengan gagasan
original, dimana pada gagasan ini banyak pada seniman melakukan
berbagai cara dan langkah agar karya yang dihasilkan dapat bernilai.
Upaya penemuan sebuah ide dalam melukis dapat dilakukan
dengan melihat langsung objek alam atau dengan berimajinasi. Seperti
yang diungkapkan oleh Sulastianto (2008:29) bahwa seorang pelukis dapat
menemukan ide dari dua jenis objek yaitu objek riil dan objek idiil. Jenis
objek riil yaitu objek atau hal yang bisa membangkitkan ide melalui rasa
batin, yaitu pengamatan kejadian- kejadian dalam kesadaran, misalnya rasa
39
takut, sedih dan lain- lain. Objek- objek riil dinamakan dengan objek fisis.
Sedangkan objek idiil merupakan objek yang terjadi karena proses
pemikiran atau fantasi dari seseorang. Yang termasuk dalam objek idiil
adalah bidang, bentuk , agama dan logika
b. Proses penuangan ide dalam medium seni
Proses penuangan ide dalam media seni disebut juga dengan tahap
visualisasi. Bagaimana seorang pencipta melakukantransfer ide dalam
bentuk visual sehingga menghasilkan sebuah karya seni lukis. Penuangan
ide ini membutuhkan pengalaman, pendalaman estetik yang dilakukan
bertahun- tahun. Proporsi, ritme, keseimbangan beserta harmoni tidak
dapat muncul dari analisa objektif saja. Logika itu lahir secara intuitif
berdasarkan pengalaman.
Selain pengalaman seorang pelukis harus menguasai dan mengolah
teknik melukis, karena teknik melukis ini erat kaitannya dengan ide
artistik. Selanjutkan pelukis harus dapat mengolah warna untuk
menghasilkan karya seni yang bernilai estetik tinggi.
9. Tujuan Seniman menciptakan karya
Berbagai macam tujuan seni tidak lepas keberadaannya seni itu sendiri
sebagai bagian dari kebudayaan. Dengan demikian tujuan dari pelukis- pelukis
menciptakan karyanya secara langsung dan tidak langsung berkaitan pula dengan
kebudayaan dimana mereka hidup dan berada (Widodo, 1992:22).
Tujuan seniman menciptakan karya seni diantaranya:
a. Menciptakan keindahan
40
Menciptakan keindahan berkaitan dengan bagaimana dengan seni lukis
seorang seniman bias menciptakan sebuah karya yang indah.
b. Memberi hiasan
Yang dimaksud dengan tujuan seni , lukisan tidak hanya obyek keindahan
yang melekat pada lukisan itu sendiri. Akan tetapi lukisan yang berkat
perwujudannya tepat pula dimanfaatkan sebagai hiasan seperti yang diungkapkan
oleh Widodo (1992:62) bahwa berkat perwujudannya, lukisan dapat dimanfaatkan
sebagai hiasan.
c. Mencatat pengalaman
Pelukis dalam berkarya tidak saja, mengungkapkan sebuah keindahan
semata, akan tetapi merupakan catatan mengenai apa yang dilihat atau dialami.
Dengan demikian seorang pelukis juga bisa mengkomunikasikan pengalaman
pribadinya yang tidak dapat diungkapkan dengan kata- kata.
d. Memprotes ketidakadilan
Persoalan yang diangkat seniman dalam menciptakan karya seni lukis
berasal dari lingkungan dimana para pelukis tersebut berada. Maka secara tidak
langsung karya seni lukis yang mereka ciptakan juga dapat mencerminkan
keadaan sosial budaya.
e. Mengungkapkan masalah yang bersifat umum
Dengan adanya karya seni, seniman dapat ikut ambil bagian berjuang
keras melawan ketidak adilan pada masa mereka hidup dan berada
10. Faktor- faktor yang mempengaruhi karya seni
Keberhasilan Seniman dalam menciptakan karya seni ditentukan oleh
41
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.Menurut sukmanaan dalam
www.wikipedia.com diakses 19 April 2011:1 membagi faktor-faktor yang
mempengaruhi karya seni, diantaranya adalah:
a. Faktor intrinsik merupakan faktor yang berasal dari dalam atau bakat
seseorang seniman anugrah dari Allah SWT yang dibawa sejak lahir. Faktor
intrinsik terdiri atas:
1) Ide gagasan
2) Sikap dan perilaku
3) Keluarga
b. Faktor ekstrinsik adalah gejala dari luar karya seni yang mempengaruhi
proses penciptaan karya seni seperti : kebudayaan, agama, pendidikan,
norma-norma, sosial politik, ideology, pola berpikir dan tehnologi dan
pengalaman berkarya, dan motivasi atau rangsangan dari luar (Saliem
Agus, 2010:1).
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan dilaksanakan ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pihak- pihak tersebut sebagai berikut:
1. Bagi peneliti
Hasil penelitian akan sangat berguna bagi:
a. Menambah wawasan serta dapat dijadikan bekal dan pengalaman
dalam penelitian yang berkaitan dengan ilmu yang dimiliki khusunya
dalam bidang seni lukis.
42
b. Penerapan teori-teori yang diperoleh selama kuliah.
2. Bagi peneliti lain
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut
terhadap karya lukisan pelepah pisang milik Ladiono dari Trenggalek.
3. Mahasiswa
Penelitian ini dapat menjadi referensi penelitian yang akan datang atau
juga dapat dijadikan pengembangan dalam berkarya seni.
4. Bagi instansi Universitas Negeri Malang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan dan tambahan
pengetahuan untuk pengembangan seni budaya dan sastra.
5. Seniman.
Bagi seniman penelitian ini diharapkan dapat menginspirasi dan
memberikan ruang bagi seniman dalam berkarya seni sehingga dapat
mencapai kualitas karya seni yang lebih tinggi.
6. Masyarakat
Dengan adanya penulisan ini di harapkan akan menambah pengetahuan
dan wawasan masyarakat Trenggalek pada khususnya dan masyarakat
luas pada umumnya.
E. Ruang lingkup
Ruang lingkup dan batasan penelitian yang berjudul “Studi Tentang
Kerajinan Lukisan Debog/ Pelepah Pisang Karya Ladiono Dari Trenggalek”
adalah sebagai berikut:
43
Tabel 1.1. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Rumusan
Masalah Variabel
Sub
Variabel Sumber Data
Teknik
Pengumpulan
Data
1. Bagaimana aspek genetik
Subjek dan Objek
Pelukis Ladiono dalam
menciptakan karya seni
rupa berupa lukisan
pelepah pisang periode
2007?
Genetik
Subjektif
( Ide / gagasan,
Sikap /
perilaku,
Psikologis,
Pendidikan,
Keluarga)
Objektif
(Lingkungan,
sosial politik
dan ideologi)
Narasumber
- Ladiono
(pelukis
pelepah
pisang).
- Keluarga
- Masyarakat
- Temen-
teman
pelukis
Observasi
Wawancara
2. Bagaimana aspek
objektif/ karya lukisan
pelepah pisang karya
Ladiono periode 2007?
Objektif
Unsur-unsur
Seni
Prinsip-prinsip
seni
Literatur
(pustaka)
Penghayat
Observasi
Dokumentasi
3. Bagaimana Afeksi
penghayat terhadap
lukisan pelepah pisang
periode 2007 karya
Ladiono?
Afektif Interpretasi/
evaluasi
Peneliti
4. Bagaimana hubungan
aspek genetik, objektif,
dan afeksinya dalam
lukisan pelepah pisang
periode 2007?
Sintesa
Kesimpulan
Tiga komponen
kehidupan seni
(seniman, karya
dan
penghayatnya)
Subjek
penelitian,
informan,
karya, data
dokumen
44
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari salah pengertian dan kekaburan mengenai batasan
istilah yang digunakan pada judul penulisan skripsi ini, maka perlu penegasan
istilah pada judul skripsi ini yaitu:
1. Studi adalah mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kerajinan lukisan
karya seniman Trenggalek yang bernama Ladiono.
2. Lukisan adalah ungkapan bahasa (teks) visual tentang realitas kehidupan
yang penuh dengan cerita ( narasi) pada sebuah bidang dua dimensi> Dan
narasi ungkap tersebut didasari sebuah konsep ( teks pikiran) yang khas
dari seorang seniman serta dipengaruhi oleh biografi seniman
(Mamannoor, 2002: 100).
Dalam hal ini lukisan yang dimaksud adalah lukisan karya Ladiono yang
terbuat dari bahan debog/ pelepah pisang. Lukisan pelepah pisang yang
memiliki ciri khas tersendiri baik dari penciptaannya, pemilihan bahan
baku, teknik pembuatan, sampai dengan bentuk objek yang seperti relief
serta menggunakan satu jenis warna.
3. Pelepah pisang adalah bagian terluar dari pohon pisang.
4. Ladiono merupakan seorang seniman dari daerah Trenggalek yang
dikenal akan lukisannya yang sebagian besar berobjek hewan dengan
bentuk relief serta media warna yang terbuat dari debog/ pelepah pisang.
45
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rancangan deskriptif
kualitatif. Penelitian ini diarahkan sebagai jenis penelitian deskriptif kualitatif
dengan pendekatan holistik. Penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis
penelitian yang temuan temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau
bentuk hitungan lainnya. Pemikiran ini sejalan dengan pendapat Moleong (1998:
77) yaitu :
(1) Pendekatan kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah dan
konteks suatu keutuhan; (2) Penelitian sendiri atau dengan bantuan orang
lain merupakan alat pengumpul data utama; (3) Penelitian kualitatif lebih
mementingkan proses daripada hasil; (4) Penelitian lebih menghendaki
untuk menetapkan batas atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah
penelitian; (4) Data yang dikumpulkan berupa visualisasi gambar.
Pendekatan Kritik holistik digunakan dalam penelitian ini karena
mengacu tidak hanya pada satu sudut pandang namun ketiga komponen seni yang
bergabung menjadi satu. Ketiga komponen seni tersebut meliputi seniman sebagai
sumber informasi genetik, karya seni sebagai sumber informasi objektif serta
penghayat sebagai sumber informasi afektif.
Ketiga komponen kehidupan seni tersebut saling berkaitan erat dan
saling bergantung serta menentukan dalam pencapaian kualitas nilai suatu karya
seni. Dengan tanpa hadirnya salah satu dari komponen tersebut, maka tak akan
46
Analisis
Formal
ada yang disebut seni, karena kesatuan komponen tersebut merupakan keharusan
yang tak dapat dibantah (Sutopo: tanpa tahun:16).
Penampilan
Kritik
Informasi /
Alasan Kritik
Komponen /
Sumber Nilai
Kerangka
Kerja Kritik
Historisme Emosionalisme
Formalisme Holisme
Bagan 2.1 Struktur Kritik Holistik
(Sumber: H.B. Sutopo)
Sintesis
Kesimpulan
Nilai
Deskripsi
Latar
Belakang
Inter
pretasi
Informasi
/ Alasan
Afektif
Informasi
/ Alasan
Obyektif
Informasi
/ Alasan
Genetik
Karya
Seni
Faktor
Seniman
Faktor
Genetik
Penghayat
Faktor
Afektif
47
Dari beberapa teori diatas maka penelitian ini difokuskan pada studi
tentang empat lukisan debog/ pelepah pisang karya Ladiono Periode 2007 yang
meliputi Ladiono sebagai faktor genetik, karya lukisan debog sebagai faktor
objektif dan penghayat sebagai faktor afektif.
B. Kehadiran Peneliti
Penelitian ini menggunakan kritik holistik maka kehadiran peneliti
sebagai instrumen utama yang mempunyai peran penting dalam proses penelitian
dan mempunyai tanggung jawab sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data,
analisis, penafsir data, penghayat dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil
penelitian. Pengertian instrumen atau alat penelitian dari keseluruhan proses
penelitian (Moleong, 1990: 34).
Dalam penelitian kritik holistik, peneliti bertindak sebagai perencanaan
penelitian, pelaksana dan pengumpul data genetik berupa proses penciptaan karya
Ladiono, objektif berupa karya - karya kriya berbentuk lukisan Ladiono tahun
2007 dan afektif dari pengamatan peneliti terhadap lukisan pelepah pisang karya
Ladiono dari Trenggalek periode tahun 2007.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kediaman Bapak Ladiono dengan alamat RT.
06, RW. 02, Desa Kendalrejo, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek.
Lokasi tersebut merupakan rumah sekaligus sebagai tempat proses kreatif
Ladiono berlangsung serta tempat untuk memajang hasil karya yang telah jadi
sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian berupa wawancara,
48
observasi, dokumentasi secara langsung dengan seniman sebagai narasumbernya
dan karya lukisan sebagai objek penelitian.
D. Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini menggunakan dasar pendekatan kritik holistik yang
bersumber dari data:
1. Data genetik seniman, yaitu:
a. Bersumber dari pelukis Ladiono. Informasi genetik antara lain :
kepribadian, kondisi psikologis, selera, keterampilan
b. Keluarga seniman dan masyarakat sebagai penunjang.
2. Data objektif, bersumber dari 4 karya Ladiono yangh berjudul:
a. Lukisan pelepah pisang berjudul”Pemulung” dibuat pada tahun 2007.
b. Lukisan pelepah pisang berjudul”Sepatu Tikus” dibuat pada tahun 2007
c. Lukisan pelepah pisang berjudul ”Antara Hidup dan Mati” dibuat pada
tahun 2007
d. Lukisan pelepah pisang berjudul ”Nyethe” dibuat pada tahun 2007
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data observasi langsung yaitu dengan
melakukan dokumentasi berupa foto karya lukisan debog dan mengamati secara
langsung studi tentang kerajinan lukisan debog/ pelepah pisang karya Ladiono di
tempat tinggal subyek penelitian (seniman).
3. Data afektif, bersumber dari peneliti sebagai penghayat sekaligus kritikus.
Data dan sumber data dijadikan sebagai informasi dalam penelitian ini.
4. Sintesa/ kesimpulan, data ini bersumber dari penggabungan ketiga
komponen seni yang terdiri dari seniman, karya seni dan penghayat.
49
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan untuk pengumpulan data diteliti, untuk
selanjutnya dipaparkan prosedur pengembangan instrumen pengumpul data atau
pemilihan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. Hal ini dilakukan
dalam rangka memecahkan masalah penelitian atau tujuan penelitian. Instrumen
penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah
lembar observasi dan lembar wawancara.
F. Prosedur pengumpulan data
Guna memperoleh data yang tepat dan sesuai dengan data yang
diperlukan dalam penelitian, maka pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi.
1. Metode observasi dan pengamatan
Peneliti langsung melakukan pengamatan/observasi secara mendalam
terhadap obyek yang diteliti. Pengamatan secara mendalam dan pencatatan secara
rinci dilakukan guna mendapatkan informasi yang berasal dari hasil analisa
formal. Dalam observasi ini peneliti mengamati lingkungan dan latar belakang
Ladiono sebagai faktir genetik, karya lukisan pelepah sebagai faktor objektif
kemudian menghasilkan data berupa catatan-catatan sehingga peneliti mudah
melakukan rangkaian penelitian.
H.B.Sutopo (2002:64) menjelaskan bahwa teknik observasi digunakan
untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi,
dan benda serta rekaman gambar. Observasi dapat dilakukan baik secara langsung
maupun tidak langsung.
50
2. Metode wawancara
Dalam penelitian yang berjudul “Studi Tentang empat Lukisan Pelepah
Pisang Karya Ladiono Periode 2007 ” menggunakan metode wawancara melalui
teknik wawancara tidak terstruktur. Dalam wawancara ini penulis melibatkan
Ladiono sebagai informan utama dan keluarga sebagai informan pelengkap.
Wawancara dilakukan dengan teknik tanya jawab kepada Ladiono sebagai
informan utama dan keluarga serta tetangga sebagai pelengkap. Peneliti
menggunakan catatan hasil wawancara sebagai bukti otentik yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Sutopo (2002:59) menjelaskan bahwa wawancara di dalam penelitian
kualitatif pada umumnya tidak dilakukan secara terstruktur dan dengan
pertanyaan tertutup seperti di dalam penelitian kuantitatif, tetapi dilakukan secara
tidak terstruktur atau sering disebut sebagai teknik “wawancara mendalam”,
karena peneliti merasa tidak tahu apa yang belum diketahuinya.
3. Metode dokumentasi
Peneliti melakukan pengumpulan data langsung dari lapangan untuk
dijadikan sebagai dokumentasi. Adapun cara memperoleh data ini yakni dengan
memotret langsung menggunakan kamera digital berupa foto lukisan pelepah
pisang. Dari metode dokumentasi itu, maka data yang diharapkan peneliti yang
dapat menunjang penelitian.
G. Analisis Data
Analisis data diperlukan dalam rangka menganalisis data-data yang telah
diperoleh dengan tujuan untuk mengelompokkan, kemudian disusun dalam bentuk
51
yang runtut, teratur dan rapi. Hal ini berkaitan dengan kepentingan untuk analisis
lebih lanjut secara mendalam.
Tahapan-tahapan dalam analisis data menurut Amles dan Huberman dalam
Sutopo, (2002:90) adalah sebagai berikut:
1. Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang
merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi
data dengan rumusan masalah.
a. Reduksi I
Reduksi yang awal dilakukanpeneliti adalah mengetahui historis/ latar
belakang terjadinya penciptaan lukisan pelepah pisang karya Ladiono
dari trenggalek periode tahun 2007, yang terdiri atas;
1. Subjektif, ini meliputi
Ide / gagasan
Sikap / perilaku
Psikologis
Pendidikan
Keluarga
2. Objektif, meliputi:
Lingkungan
Sosial Politik
Ideologi
b. Reduksi II
Reduksi data II pada lukisan Ladiono, meliputi empat buah
lukisan pelepah pisang yang memiliki komposisi yang bervariasi,
52
dengan objek dan background yang sederhana, keempat lukisan
tersebut diantaranya :
1. Lukisan pelepah pisang berjudul ”Pemulung” dibuat pada tahun
2007, dan ukuran 90 cm x120 cm. Lukisan ini menampilkan objek
seorang manusia yang membawa keranjang sampah dengan
background pelepah pisang.
2. Lukisan pelepah pisang berjudul”Sepatu Tikus” dibuat pada tahun
2007, Lukisan ini menggunakan ukuran 90 cm x 120 cm dengan
menampilkan satu objek sepatu dan 3 ekor tikus.
3. Lukisan pelepah pisang berjudul ”Antara Hidup dan Mati” dibuat
pada tahun 2008, ukuran 60 cm x 180 cm menampilkan seekor
burung yang menerkam seekor ular pada sebuah ranting pohon.
4. Lukisan Pelepah pisang berjudul ”Nyethe” yang dibuat pada tahun
2007, dengan ukuran 90 x 120 cm dengan menampilakan seorang
manusia yang sedang duduk bersila sambil merokok.
c. Reduksi III
Setelah keempat karya telah direduksi II ,maka lukisan
dilanjutkan dengan reduksi III yang meliputi;
1. Diskripsi karya menggambarkan gambaran secara
umum/visualisasi yang tampak dari tiap- tiap lukisan pelepah
pisang.
2. Analisis Formal karya adalah menganalisis objek dan background
dalam lukisan yang dikaitkan dengan unsur- unsur seni seperti
garis, bidang, ruang, tekstur, warna, cahaya/ gelap terang yang
53
terdapat pada lukisan yang diteliti prinsip – prinsip seni seperti
kesatuan, keseimbangan, keserasian, irama, dan dominasi
d. Reduksi IV
Interpretasi atau penafsiran merupakan suatu proses dimana
seorang kritikus mengekspresikan arti suatu karya melewati
penyelidikan. Interpretasi juga merupakan suatu tantangan berat serta
bagian yang sangat penting dalam proses kritik (Mulyadi, 1991:123).
Dalam hal ini tidak diartikan bahwa seorang kritikus terikat penemuan
ekuivalensi verbal atas pengalaman yang diberikan oleh suatu objek
seni. Menginterpretasikan karya berarti melibatkan penemuan arti dan
juga relevansinya terhadap kehidupan dan keadaan manusia pada
umumnya, maksud interpretasi adalah mengkaitkan karya dengan hal-
hal yang berada dibelakang karya dan makna atau nilai yang
dikandungnya.
e. Reduksi V
Sintesa keempat lukisan pelepah pisang karya Ladiono
Setelah keempat lukisan karya Ladiono diinterpretasi oleh penghayat,
maka tahap selanjutnya adalah sintesa. Sintesa atau kesimpulan nilai
merupakan nilai merupakan penjabaran dari kritik holistik. Hasilnya
berdasarkan tahapan sebelumnya yaitu sumber nilai, informasi/ alas an
kritik dan penampilan kritik. Tahpan dalam kritik holistic memiliki
hubungan satu dengan yang lain antar ketiga komponen seni dan
saling mempengaruhi guna mencapai sintesi atau kesimpulan nilai.
54
H. Pengecekan Keabsahan Temuan
Data yang digunakan dalam suatu kegiatan penelitian berasal dari berbagai
sumber. Data-data tersebut bervariasi nilai gunanya. Dalam penelitian terdapat hal
yang menjadi syarat mutlak untuk pengecekan keabsahan data. Menurut (Moleong
1990: 173), pemeriksaan untuk melakukan pengecekan terhadap keabsahan data
dibagi 4 kriteria, yaitu (1) derajat kepercayaan (credibility), (2) keteralihan
(transferbility), (3) ketergantungan (dependibility), dan (4) kepastian
(confirmability).
Yang menjadi perhatian bagi peneliti dalam usaha pengujian keabsahan
data adalah derajat kepercayaan (credibility) yang bisa diuji dengan beberapa
teknik, yaitu perpanjangan kehadiran peneliti, observasi yang dipadatkan
(ketekunan pengamatan), triangulasi menggunakan beberapa sumber, metode
penelitian, teori, pembahasan sejawat, analisa kasus negatif, kecukupan referensial
serta pengecekan anggota (Penulisan Laporan Penelitian Kualitatif, 1996:8).
Untuk itu peneliti menggunakan teknik trianggulasi. Trianggulasi
merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu diluar
data itu untuk keperluan pengecekan atau digunakan sebagai pembanding
terhadap data.
Pengecekan keabsahan data ini berkatian dengan masalah yang diteliti
Trianggulasi yang dipergunakan peneliti adalah trianggulasi data dan trianggulasi
sumber. Trianggulasi data digunakan untuk data –data yang bersifat tertulis
berupa catatan tertulis melalui observasi, wawancara, yang dilakukan peneliti
dengan informan Ladiono yang masih berkaitan dengan masalah yang diteliti.
55
Trianggulasi sumber mengarahkan peneliti agar dalam mengumpulkan
data menggunakan beragam sumber data untuk menggali data yang sejenis.
Trianggulasi sumber dilakukan peneliti dengan cara menggali informasi dari
berbagai sumber, dari kondisi lokasinya, dari aktivitasnya, atau dari sumber yang
berupa catatan atau arsip dan dokumen yang memuat catatan yang berkaitan
dengan data yang dimaksudkan peneliti.
Dengan cara ini maka kemantapan dan kebenaran data sejenis dapat teruji.
I. Tahap -Tahap Penelitian
Terdapat beberapa tahapan yang dilakukan peneliti dalam melakukan
penelitian berupa studi tentang kerajinan lukisan pelepah pisang karya Ladiono
Seniman dari Trenggalek.
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan ini berupa kegiatan yang dilakukan oleh peneliti, yaitu
pembuatan alat observasi dan rancangan eksperimen. Pedoman observasi
adalah pedoman yang digunakan untuk menekan data atau keterangan
informasi yang berhubungan dengan data serta dilengkapi dengan rambu-
rambu penggunaannya yang digunakan dalam penelitian.
Tahap persiapan dikelompokkan menjadi empat yaitu:
a. Penelitan awal
Penelitian ini adalah merupakan suatu persiapan yang berupa proses
dimana peneliti menetapkan lokasi penelitian. Kegiatan yang
dilaksanakan peneliti adalah mengadakan kunjungan ke lokasi penelitian.
56
b. Menyusun rancangan penelitian
Peneliti menggunakan rancangan penelitian kualitatif deskriptif
berupa proposal penelitian yang berisi : latar belakang penelitian dan alasan
pelaksanaan penelitian, rumusan permasalahan penelitian, pemilihan
lapangan penelitian, penentuan jadwal penelitian, rancangan pengumpulan
data, rancangan prosedur analisis data, rancangan perlengkapan serta
rancangan pengecekan kebenaran dan keabsahan data.
c. Studi eksplorasi
Merupakan kunjungan ke lokasi penelitian sebelum penelitian
dilaksanakan, dengan maksud dan tujuan berusaha mengenal segala unsur
lingkungan penelitian. Sehingga peneliti bisa menilai keadaan situasi dan
konteksnya serta memahami dan menghayati data dalam sasaran penelitian.
2. Tahap penyusunan rancangan penelitian
Pada tahap ini peneliti menyusun rancangan, langkah-langkah apa yang
akan ditempuh penelitian nantinya dan memperoleh data dari lapangan seperti
mengolah data petunjuk, menganalisa data, petunjuk mengecek keabsahan
data.
3. Tahap pelaksanaan penelitian
Pada tahap pelaksanaan, peneliti melakukan kegiatan dengan
berpedoman pada jadwal pelaksanaan penelitian. Hal ini bertujuan agar
pengolahan data secara analisis terhadap data yang telah diperoleh nantinya
tidak terdapat kerancuan.
57
Pada tahapan ini terdiri atas:
a. Melakukan observasi terhadap lukisan Ladiono periode tahun 2007
b. Melakukan wawancara dengan Ladiono sebagai subjek penelitian yang
berhubungan dengan permasalahan yang diangkat sehingga dapat
memperkuat informasi penelitian
c. Menelaah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian
d. Penganalisisan data
Artinya pengolahan data dari hasil pengumpulan data yang
berkaitan dengan penelitian. Menganaliis data yang terkumpul dari hasil
observasi, wawancara dan dokumentasi lukisan debog / pelepah pisang
karya Ladiono periode 2006-2008. Kemudian peneliti melakukan
pengolahan data berupa mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, dan
mendekripsikan karya, cara pembuatan dan menguraikan factor-faktor
yang mempengaruhi penciptaan karya debog/ pelepah pisang dalam
bentuk deskripsi
e. Pengecekan keabsahan temuan
Setelah data terkumpul kemudian peneliti melakukan analisis.
Hasil analisis diurakan dalam bentuk deskripsi.
4. Tahap penyusunan laporan
Tahapan akhir di penelitian ini adalah penyusunan laporan penelitian.
Pada tahap inilah disusun laporan hasil-hasil temuan penelitian.
58
BAB III
PAPARAN DATA DAN HASIL TEMUAN
Berikut ini adalah paparan data dan hasil temuan penelitian yang
diperoleh peneliti melalui observasi dan wawancara ke lokasi tempat Ladiono
berkarya sampai menghasilkan karya dan lukisan pelepah pisang periode 2007.
Hasil penelitian ini dipergunakan peneliti untuk menjawab tujuan penelitian yang
berkaitan dengan latar belakang/ historis Ladiono sebagai faktor genetik ,
A. Aspek Genetik Subjektif dan Objektif Pelukis Ladiono Dalam
Menciptakan Karya Seni Rupa Berupa Lukisan Pelepah Pisang Periode
2007
Ladiono adalah seorang pelaku seni, khususnya di bidang seni lukis.
Ladiono lahir di Tulungagung pada tanggal 26 Mei 1955. Ladiono berasal dari
keluarga tidak mampu pasangan Kaseri dan Widji. Ia merupakan anak kedua dari
tujuh bersaudara terdiri dari lima laki-laki dan dua perempuan. Orang tuanya
bukanlah seniman atau pecinta seni, ibunya merupakan pengrajin gerabah
/barang-barang dari tanah liat, sedangkan Bapaknya adalah pembuat tepung beras.
Pekerjaan sebagai tukang gerabah sudah lama menjadi profesi Ibunya dan
memang di lingkungan Ladiono dibesarkan, sebagian besar warganya menjadi
pengrajin gerabah dan pembuat tepung beras. Pekerjaan itu cukup susah dan tidak
seimbang antara hasil dan biaya. Namun tetap ditekuni karena pekerjaan itu
59
sebagai penyangga hidup.
Masa kecil Ladiono banyak dihabiskan untuk bermain dan bercanda
layaknya anak-anak seumurnya. Memasuki sekolah Tingkat Kanak-Kanak (TK)
banyak kegiatan yang diberikan oleh gurunya yang dimaksudkan untuk
merangsang perkembangan motorik maupun psikomotorik. Salah satu pelajaran
yang diberikan adalah menggambar atau mewarna. Beliau suka membuat benda-
benda dari tanah liat. Sepulang sekolah ia langsung membantu Ibunya sambil
membuat benda- benda dari tanah liat.
Peneliti pernah melakukan wawancara dengan orang tua kandung
Ladiono bernama Kaseri, Beliau menuturkan bahwa sejak kecil umur 10 tahun
bakat Ladiono di bidang seni sudah nampak, sejak kecil Ladiono suka membuat
bentuk- bentuk wadah dari gerabah mulai vas bunga sampai dengan membuat
hiasan bentuk wayang dari tanah liat. Dia juga dapat membuat cetakan sendiri
untuk hiasan dinding berupa bentuk wayang orang dari tanah liat, dan memberi
warna hiasan dinding yang dibuatnya dengan warna asli getah ringin (wawancara,
12 Maret 2011). Ladiono membenarkan pernyataan orang tuanya tersebut,
Kegiatan berkarya dimulai dengan membuat vas bunga. Kegiatan tersebut
dilakukannya sejak berusia 10 tahun tanpa bantuan dari orang tua dan guru-
gurunya. Kegiatan itu dilakukan secara otodidak. Awalnya ia membuat benda-
benda berupa vas bunga namun lama-kelamaan bentuk vas bunga dirubah dan
dimodifikasi ke relief hiasan dinding dari tanah liat dengan mengambil bentuk-
bentuk pewayangan. Hal ini adanya pengaruh dari tetangganya yang berprofesi
sebagai dalang. Ia sering main dan melihat, serta sering didongengi tentang cerita-
cerita tokoh- tokoh dalam wayang di rumah tetangganya tersebut.
60
Pada waktu Ladiono berumur sekitar 13 tahun. Tepatnya masih duduk
di kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP), dimana situasi dalam keluarga
semakin repot ditambah lagi dengan hubungan Bapak dan ibunya yang kurang
harmonis menyebabkan Ladiono harus berusaha mencari dana untuk
kebutuhannya dan adik- adiknya. Maka solusi yang diambil Ladiono harus
mencari biaya tambahan untuk sekolah. Lantaran keputusan itulah akhirnya
timbul fikiran Ladiono ingin mencari biaya sendiri untuk mempertahankan agar
tetap sekolah. Kemudian di benak Ladiono timbul angan-angan atau ide positif,
yaitu ingin merombak barang – barang dari gerabah itu menjadi sebuah karya
yang mahal tetapi bahannya sedikit. Setelah mencoba-coba selama kurang lebih
satu tahun ternyata ide itu bisa dibuktikan. Bentuk kuwali, lemper yang
cenderung memerlukan bahan yang banyak, dan pengerjaanya lama, kini diganti
sebuah bentuk wayang orang setengah badan yang menarik. Agar pemrosesannya
lebih efektif dan efesien, dibuat model cetakan, sehingga semua orang bisa
membuat karya wayang orang dengan cara mencetak, termasuk salah satunya
adalah adik-adiknya. Begitulah Ladiono terus menekuni karya cetakan keramik
sampai SMP. Cukup banyak orang membeli kemudian untuk dijual lagi. Bahkan
sampai di luar kota misalnya Malang, Surabaya, Blitar dan lain- lain. Singkatnya
dari hasil berkarya seninya tersebut bisa untuk biaya sekolah dan membantu
keluarganya.
Tahun 1972 Ladiono lulus SMP, sebenarnya cita- cita Ladiono ingin
melanjutkan ke SMSR /Sekolah Menengah Seni Rupa, tetapi tidak jadi
melanjutkan karena terbentur biaya. Kemudian Ladiono ikut pamannya ke
Trenggalek. Bersama Pamannya, Ladiono justru melanjutkan sekolah ke Sekolah
61
Menengah Kejuruan (SMK) sampai lulus di tahun 1975. Setelah lulus, Ladiono
berusaha mencari pekerjaan yang layak tetapi belum juga mendapatkannya.
Karena begitu sulitnya mencari pekerjaan, Ladiono kembali menekuni karya
gerabah dengan membuat benda-benda tiga dimensi yang dimodifikasi bentuk
dan modelnya, yaitu genthong, kendhi, Vas, Pot bunga, dan sejenisnya, bentuk-
bentuk benda tersebut terkadang diukir/dihias, kadang dicat, kadang divernis saja
yang penting dapat dijual untuk memenuhi kebutuhannya.
Tahun 1976 Ladiono masuk di Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Di
sinilah Ladiono mulai cocok dan bisa mengembangkan bakatnya, karena terdapat
mata pelajaran seni lukis yang menjadi hobinya. Pak Ihwan Supardi dan Sujono,
sebagai pendidik memberikan motivasi dan sekaligus membinanya. Pada saat itu
Ladiono diberi tugas membuat karya lukisan dari pelepah pisang/debog.
Sebenarnya tugas itu bersifat kelompok, tetapi Ladiono mengerjakan sendiri,
maksudnya agar lebih leluasa berkreasi dan bebas berekspresi.Ternyata hasilnya
memuaskan sekali. Akhirnya pada saat itu Ladiono disuruh membuat lagi dan
biaya dicukupi oleh gurunya tersebut. Bahkan Kepala Departemen P dan K
Kabupaten Trenggalek menyuruh membuat lima lukisan untuk dipamerkan di
Surabaya dalam event EXPO se Prop Jatim di Tahun 1976.
Tahun 1977 Ladiono mengadakan pameran tunggal Lukisan Pelepah
pisang pertama di Tulungagung. Hasilnya banyak yang membeli dan banyak
pesanan. Kemudian Tahun 1978, Ladiono mengikuti angkatan CPNS ,
Alhamdulillah Ladiono diangkat sebagai Guru SDN Karanganyar II Kecamatan
Gandusari, Trenggalek.
Tahun 1980 mengadakan pameran tunggal kedua di Tulungagung.
62
Hasilnya luar biasa, banyak yang pesan, banyak yang beli, dan dari TVRI saat itu
meliput dan ditayangkan dalam acara “UNIK DAN MENARIK”. Mulai saat
itulah hasil karya lukisan debog Ladiono banyak dikenal masyarakat dalam dan
luar kota. Bahkan ada beberapa lukisan dibeli oleh Turis asing.
Karya-karya Ladiono saat itu banyak dipengaruhi lingkungan alam dan
binatang yang realis. Tema yang pernah dibuat antara lain :Berkawan dengan
kerbau, Anak-anak ayam, Perahu nelayan, peternak bebek, sarang blekok, Kidang
dan menjangan, Dua Merak, Kuda Sembrani, Ramayana, dan lain-lain.
Setelah Ladiono berhasil mencapai sukses, dalam wawancara beliau
mengatakan bahwa teringat dengan kata-kata ibunya dulu, yaitu ketika Ladiono
masih dalam kandungan. Kakeknya berpuasa selama 40 hari berdoa supaya
nantinya si jabang bayi dianugerahi kelebiahan dari yang lainnya. Setelah jabang
bayi lahir, ternyata bungkus dan akhirnya diiris dengan garam batu. Kemudian
plasenta bayi sebagaimana biasa dimasukkan dalam gendhok, kali ini dimasukkan
dalam bentulan pisang raja yang dilubangi, lantas dikubur dalam tanah. Apa
maksud Kakeknya itu tidak ada yang tahu. Ternyata setelah dipikir-pikir ada
kaitannya dengan keberhasilan seni debog.
Dari pernyataan tersebut memang Ladiono sebagai pelukis debog
mempunyai keunikan tersendiri. Dan sampai sekarang melukis debog sudah
menyatu disanubari Ladiono. Meskipun setiap hari mengajar di SDN 2 Ngadisuko
Durenan pada malamnya ia gunakan untuk berkarya sehingga tidak
ada waktu kosong, selalu diisi acara melukis debog.
Pengalaman, pengetahuan.dan ketrampilan tentang debog makin
bertambah. Juga corak dan gaya yang ditampilkan cenderung beralih dari realis ke
63
ekspresif dekoratif. Dalam peralihan corak dan gaya tersebut, pada tahun 2007
Ladiono mempunyai alasan tersendiri. Menurut Ladiono, ”perubahan corak dan
gayanya dipilih karena lebih mudah pengerjannya dan lebih bebas berekpresi dan
juga tema-temanya tidak terikat anatomi”.
Ladiono sangat menyukai hobi membuat seni kriya dari pelepah pisang
dalam bentuk lukisan relief dikarenakan bahannya mudah didapatkan disekitar
lingkungan rumahnya. Di daerah Trenggalek sangat banyak dan mudah ditemukan
pohon pelepah pisang, karena setiap rumah warga ditanami pohon pisang sebagai
perindang dan diambil buahnya. Selain bahannya mudah didapatakan, alasan lain
dari Ladiono adalah tekstur pelepah pisang yang memiliki ciri khas dan warnanya
yang berbeda pada tiap jenis- jenis pisang.
Gambar 3.1 Ladiono menunjukkan pelepah pisang sebagai media utama untuk karyanya
(Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Ladiono juga menyebutkan bahwa, orang atau seniman yang membuat
lukisan timbul dari pelepah pisang masih sedikit khususnya di daerah Trenggalek.
Adanya keinginan dari dalam hati atau terinspirasi Ladiono untuk menciptakan
gaya seni yang baru yang diciptakan dari hasil penggabungan gaya realis menuju
ke gaya ekspresionis dekoratif.
64
Gambar 3.2 Ladiono menunjukkan lukisan pelepah pisang karyanya
(Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Dalam berkarya seni, Ladiono tidak ditujukan untuk mencari materi
namun semata –mata untuk kepuasan hati Ladiono. Dia sangat menekuni debog/
pelepah pisang dalam bentuk lukisan karena sampai saat ini sedikit orang yang
menekuni atau membuat lukisan debog seperti Ladiono.
Lingkungan Keluarga, Ladiono adalah orang yang sangat menyayangi
keluarganya. Sebagai pemimpin dalam keluarga, Ladiono sangat bertanggung
jawab. Semua anggota keluarga Ladiono sangat mendukung dan menjadi
motivator dalam berkarya. Istrinya, Masripah yang dinikahi Ladiono pada Tahun
1982 sangat memotivasi dan mendukung setiap Ladiono berkarya, ia rela
membantu kerja suaminya menyetrikakan pelepah pisang yang kering. Bahkan
istrinya selalu mendampingi Ladiono ketika mengadakan pameran. Sedangkan
ketiga anaknya membantunya dengan mengerok bagian dalam pelepah pisang /
debog sampai dengan memisahkan bagian pelepah pisang yang kasar dan yang
halus kemudian menjemurnya.
Di lingkungan masyarakat, Ladiono dikenal sebagai orang yang ramah
dan murah senyum. Hal ini diketahui dari wawancara peneliti dengan salah satu
65
tetangganya yang bernama Pak Yudha Rachman Wijaya yang juga sebagai rekan
guru dengan Ladiono. Beliau mengatakan bahwa” Ladiono adalah orang yang
lucu, suka bercanda, sopan dan pandai melukis. Dalam berkarya tidak harus
mengikuti pakem, hal ini juga tidak terlepas dari latar belakang seniman sebagai
seorang guru yang memanfaatkan bahan yang banyak dijumpai sekitar rumah”.
Lukisan pelepah pisang karya Ladiono bersifat ekspresif dan inovatif, meskipun
keterbatasan warna yang lebih terkesan monokrom tapi dapat tersamarkan dengan
perpaduan bentuk yang harmoni.
Dalam membuat Lukisan timbul dari pelepah pisang/ debog Ladiono,
terdapat beberapa tahapan dalam menentukan media dan teknik yang
dilakukannya, di antaranya:
1. Bahan
Bahan merupakan hal- hal yang diperlukan dalam pembuatan lukisan
pelepah pisang/ debog. Pelepah pisang merupakan bahan utama dalam
pembuatan lukisan karya Ladiono. Dalam membuat lukisan pelepah pisang,
tidak semua pelepah pisang digunakan oleh Ladiono. Beliau menggunakan
pelepah pisang kepok, karena memiliki perbedaan warna.
Bubur kertas, dalam membuat bubur kertas Ladiono menggunakan
kertas Koran dan kertas tipis disebabkan mudah melebur. Dalam pembuatan
bubur kertas, kertas koran sebelumnya direndam dengan air selama 1 hari.
Kertas koran ini dicampur dengan lem rajawali. Campuran kertas koran
dengan lem diaduk rata dan dinamakan menjadi bubur kertas. Bubur kertas
ini digunakan untuk dasaran objek agar tampak lebih menonjol keluar seperti
relief.
66
Selain bahan di atas, Ladiono juga menggunakan aneka macam pisang
dengan ukuran variasi, menempelkan pelepah pisang di atas bubur kertas
pada triplek. Untuk mencari bahan baku utama yaitu pelepah pisang, ia sering
pergi ke daerah- daerah untuk mencari pelepah pisang yang bermutu untuk
lukisannya tersebut. Bahkan beliau rela melakukan perjalanan sampai keluar
kota untuk mencari pelepah pisang yang memiliki warna dan tekstur yang
berbeda dan unik. Sedangkan media atau dikatakan bidang gambar yang
digunakan Ladiono adalah triplek, media triplek merupakan media yang kuat
dan tidak mudah rapuh dalam tempo waktu yang lama. Untuk menumpuk
bubur kertas agar halus digunakan alu besi atau dalam bahasa jawa dikatakan
lumpang.
2. Teknik pembuatan lukisan pelepah pisang/ debog
Dalam pembuatan lukisan pelepah pisang, terdapat beberapa tahapan
agar lukisan pelepah pisang dapat dinikmati keindahannya, diantaranya:
a. Mengeringkan pelepah pisang
Sebelum dipergunakan untuk lukisan, pelepah pisang
sebelumnya dikerok dalamnya dan diambil permukaannya pelepah
pisang yang lunak dan berserabut. Bagian pelepah pisang yang bawah
atau yang keras tidak dipergunakan karena tidak menghasilkan warna
yang khas. Dan sulit untuk ditempelkan pada media triplek. Setelah
dikeringkan selama satu hari kemudian pelepah pisang tersebut
disetrika. Pengeringan pelepah pisang ditentukan dengan cuaca.
Apabila cuaca panas, maka pengeringan pelepah pisang sangat cepat,
67
namun apabila cuaca hujan maka pengeringan pelepah pisang
dilakukan dengan memanaskan menggunakan mesin pemanas.
b. Menyetrika pelepah pisang
Penyetrikaan pelepah pisang dilakukan agar mudah dibentuk
dan dipotong. Setelah penyetrikaan selanjutnya dilakukan pembuatan
sketsa.
c. Pembuatan sketsa
Pembuatan sketsa dilakukan Ladiono untuk menempatkan
objek supaya sesuai dengan media yang digunakan. Baik ukuran
maupun warna dan gelap terangnya. Pembuatan sketsa memerlukan
waktu antara 5 sampai dengan 15 menit tegantung ukuran medianya.
Pembuatan sketsa dengan membuat konsep dahulu di kertas kemudian
konsep yang telah jadi diberi warna sampai dengan arah pencahayaan.
Kemudian konsep tersebut dipindahkan pada media triplek
menggunakan cat.
d. Penutupan sketsa dengan bubur kertas
Agar bagian depan tampak menonjol dan bagian yang
belakang tampak datar. Maka yang pertama adalah pengoleskan bubur
kertas pada triplek. Pengolesan bubur kertas dilakukan mengunakan
pisau dapur yang ujungnya tumpul lebih memudahkan membentuk
bubur kertas sesuai dengan objek yang digambar oleh Ladiono. Proses
penutupan sketsa dengan bubur kertas dilakukan selama 1 jam
kemudian ditunggu sampa kering antara 1 sampai 2 hari. Kemudian
68
setelah kering dilakukan penempelan dengan pelepah pisang/ debog
yang telah disetrika.
e. Penempelan debog
Penempelan pelepah pisang dilakukan setelah media yang
ditutup bubur kertas kering. Penempelan ini menggunakan debog yang
telah disetrika. Debog ditempelkan menggunakan lem rajawali.
Penempelan dilakukan dimulai dari background kemudian menuju ke
depan yaitu objek utama atau figure utama. Ketika menempelkan
debog, tidak dilakukan secara asal tempel, namun Ladiono juga
menggunakan teknik sambung debog dan memilih debog yang
berwarna muda sebagai background seperti lukisan Ladiono yang
berjudul ”Sepatu Tikus” . Bagian yang gelap, ladiono menggunakan
debog dengan warna coklat tua dan warna merah asli pelepah pisang.
f. Finishing
Setelah semua tahap diatas selesai, yang terakhir adalah
memfinishing karya dengan pernis dengan tujuan agar karya lukisan
pelepah pisang/ debog Ladiono tidak mudah rusak, tahan lama dan
tidak mudah berjamur. Untuk menghasilkan satu lukisan pelepah
pisang dengan ukuran 120 x 90 cm, beliau membutuhkan waktu
selama 3 minggu. Lama tidaknya waktu penyelesaian lukisan pelepah
pisang ditentukan dari besarnya ukuran media, kerumitan bentuk yang
diciptakan dan ketersediaan bahan baku.
69
B. Aspek Objektif/ Karya Lukisan Pelepah Pisang Karya Ladiono Periode
2007
Dalam mencari informasi nilai- nilai yag terdapat dalam lukisan timbul
pelepah pisang/ debog, peneliti melakukan pengamatan (observasi) langsung
dengan empat karya karya milik Ladiono di tahun 2007 yang dipilih berdasarkan
figur/ objek yang di tampilkan.
1. Lukisan pelepah pisang berjudul ”PEMULUNG”
\
Gambar 3.3 Pemulung
(Sumber: Dokumen penulis, 2011)
a. Identitas karya
1. Judul : Pemulung
2. Ukuran : 90 x 120 cm
3. Medium : Pelepah pisang diatas triplek
4. Tahun : 2007
70
b. Diskripsi Karya
Lukisan berjudul ”Pemulung” ini menampilkan seorang objek
menyerupai manusia dengan dua buah objek di sampingnya yang mirip
dengan tempat/ wadah untuk pembuangan sampah.
Objek menyerupai manusia tersebut tampak mengahadap ke kanan
dan kelihatan telanjang dada dengan memakai celana pendek, ia sedang
duduk sambil menikmati sebuah benda mirip dengan rokok menggunakan
tangan kirinya kelihatan asap- asap rokok yang terbentuk dari garis- garis
lengkung dan kaligrafis. Tampak sekali dua jari tangan kirinya memegang
objek menyerupai rokok dengan tangan kirinya sedangkan ketiga jari yang
lain menekuk ke dalam telapak tangan. Sedangkan siku tangan kanannya
ditopangkan pada benda seperti tempat sampah yang terletak di sebelah kiri
bidang gambar. Objek menyerupai manusia duduk dengan menghadap ke
samping kanan bidang gambar.
Objek mirip dengan manusia pada lukisan di atas memiliki ciri- ciri
fisik seperti: berkulit cokelat kekuningan pada tubuh yang terkena cahaya,
sedangkan pada tubuh bagian yang dalam tampak berwarna cokelat tua. Pada
muka objek nampak sekali garis-garis kaligrafis memenuhi seluruh mukanya,
tampak pula kedua alis dan matanya yang tampak tertutup.
Mulutnya tampak seperti menikmati hisapan sebatang benda
semacam rokok. Tulang- tulang iga objek kelihatan sangat jelas lekuk-
lekuknya dengan warna cokelat tua. Tangan kananya ditopangkan pada
sebuah benda semacam tempat menempatkan sampah; telapak tangan dan
jari- jarinya kelihatan menghadap ke bawah sebelah kiri bidang gambar;
71
kedua kakinya duduk di samping depan semacam bebatuan yang
memperlihatkan kelima jari- jari kakinya; kaki kanan lurus diagonal ke bawah
kanan bidang gambar tampak telapak dan semua jari- jari kakinya.
Selain objek menyerupai manusia tampak pula dua buah benda yang
berada di sampingnya. Kedua benda itu tampak seperti tempat untuk menaruh
sampah. Satu benda diikatkan pada punggung menyerupai manusia; benda
tersebut terlihat kosong dengan adanya warna cokelar tua di permukaan atas.
Sedangkan satu benda mirip tempat menaruh sampah berdiri tegap di
samping kiri bawah bidang gambar berdekatan dengan objek utama. Benda
semacam tempat pembuangan sampah nampak lebih besar daripada benda
yang diikatkan pada punggung objek menyerupai masusia.
Pada kedua benda tersebut tampak bagian dalamnya yang masih
kosong, Benda semacam tempat sampah yang terletak di samping objek
semacam manusia.
Topi semacam jerami dipakai di atas kepalanya, kelihatan ruat- raut
jerami menutupi sebagain wajah objek mirip manusia.
Background objek tampak lemah gemulai dengan arah dari kiri atas
bidang gambar menuju ke kanan bawah bidang gambar yang terbentuk dari
serangkaian garis dan bidang non geometris, sedangkan bagian tengah
kelihatan terang dengan menampilkan warna cokelat keputihan. Bagian
bawah bidang gambar tampak lebih gelap dengan didominasi oleh warna
cokelat tua.
Pada bagian bawah bidang gambar terlihat dua buah objek mirip
gunung- gunung kecil dengan warna coklat bervalue. Bentuk gunung-
72
gunungan tersebut dipenuhi oleh garis- garis berwarna cokelat kehitaman dan
cokelat keputihan.
c. Analisis Karya
Lukisan ini tampak estetik dari adanya kesatuan dan keserasian
semua unsur pembentuknya, mulai dari garis, bidang, warna dan tekstur asli
berasal dari pelepah pisang (debog).
Dari segi warna, seluruh elemen visual mempunyai warna coklat
dengan perbedaan value terdiri atas cokelat tua, cokelat, cokelat keputihan
yang terlihat pada gambar 3.3. Warna cokelat tersebut disusun berdasarkan
arah datangnya pencahayaan.
Gambar 3.4 Garis struktural pada lukisan ”Pemulung”
(Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Selain itu estetik lukisan juga terlihat dari adanya perulangan garis
kaligrafis dan bidang non geometris yang menyebar dalam bidang gambar
73
yang tampak pada gambar 3.3. Sedangkan kesan adanya garis struktural juga
nampak pada kontur tubuh objek semacam manusia dan benda semacam
tempat sampah, gunung-gunungan yang tampak pada gambar 3.4 di atas.
Nampak jelas pula perulangan/ ritme bentuk objek semacam tempat
sampah dan perulangan bidang kotak- kotak/ geometris di dalam bentuk
objek semacam tempat sampah pada yang tampak seperti pada skema di
bawah ini.
Gambar 3.5 Perulangan bentuk tempat sampah pada lukisan ”Pemulung”
(Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Selain pada bentuk benda mirip tampat sampah, perulangan terjadi
pada perulangan garis kaligafis pembentuk topi objek semacam manusia;
perulangan garis kaligrafis pembentuk semacam asap rokok tampak pada
gambar 3.6, perulangan bentuk mata yang tampak menutup, perulangan
bentuk alis, perulangan bentuk jari- jari tangan, perulangan bentuk jari- jari
kaki, perulangan bentuk iga objek menyerupai manusia, perulangan bentuk
gunung kecil yang berada di samping kanan objek utama.
74
Perulangan / ritme juga tampak pada warna cokelat tua dan
perulangan warna cokelat muda, kemudian perulangan tekstur kasar yang
menyebar di seluruh bidang gambar pada gambar 3.6.
Gambar 3.6 Perulangan garis kaligrafis pada lukisan “Pemulung”
(Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Arah objek tunggal menghadap ke samping kanan dengan
penempatan atau objek terletak pada bidang gambar sebelah kiri bidang
gambar sedangkan bidang gambar bagian kanan lebih lebar. Posisi dan arah
objek tersebut menyebabkan terciptanya suatu keseimbangan asimetris yang
menghasilkan kesan statis pada objek semacam manusia karena
backgroundnya tampak lebih hidup seperti bergerak seperti pada gambar 3.3.
Namun secara visual objek di atas tampak statis sedangkan
background lebih kelihatan dinamis akibat adanya campuran garis kaligrafis
dan bidang– bidang non geometris yang berarah dari kiri atas menuju ke
kanan bawah. Komposisi garis kaligrafis dan bidang non geometris yang
75
menyatu menyebar memenuhi seluruh tafril. Kondisi demikian menyebabkan
lukisan tampak penuh dan sesak. Hal itu tampak pada skema 3.7.
Gambar 3.7 Background pada lukisan “Pemulung”
(Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Di belakang objek semacam manusia tampak terdapat ruang semu.
Kesan keragaman (emphasis) tercipta karena adanya kontras bentuk dan
kontras warna. Kontras bentuk terjadi karena objek tunggal tepat berada di
tengah- tengah bidang gambar menjadi pusat perhatian dengan background
perpaduan garis kaligrafis dan bidang non geometris. Namun kontras warna
tampak dari adanya penempatan warna coklat tua dengan coklat keputihan
seperti pada gambar 3.7.
Jadi dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa lukisan
tersebut masih tampak estetis karena semua unsur - unsur rupa terorganisasi
secara harmoni, meski penampakan objek kelihatan lebih statis dari pada
76
background di belakangnya yang kelihatan dinamis serta warna yang
ditampilkan hanya dari satu warna cokelat.
2. Lukisan pelepah pisang berjudul ”SEPATU TIKUS”
Gambar 3.8 Lukisan berjudul “Sepatu Tikus”
(Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
a. Identitas karya
1. Judul :Sepatu tikus
2. Ukuran : 90 x 120 cm
3. Medium : Pelepah pisang diatas triplek
4. Tahun : 2007
b. Deskripsi karya
Lukisan yang berjudul ”Sepatu Tikus ” di atas masih terbuat dari
pelepah pisang atau debog. Lukisan ini sama dengan lukisan sebelumnya
77
menampilkan satu objek utama mirip dengan sepatu bot dan tiga ekor objek
semacam tikus. Seluruh objek tersebut tersusun dengan variasi ukuran, warna
dan bentuk yang tampak memenuhi tubuh semua objek pada bidang gambar.
Objek utama mirip sepatu menghadap kekanan, tampak bagian depan
sedangkan bagian belakangnya memanjang ke atas.
Objek semacam sepatu dikerumuni tiga ekor figur lain menyerupai
tikus. Ketiga figur semacam tikus menyebar di semua bagian objek mirip
sepatu, baik berada di bagian bawah kiri dan kanan sepatu.
Satu figur semacam tikus yang berada di samping kiri bawah sepatu
semacam bot menampilkan kedua tangan yang tampak merayap dan kakinya
menyentuh bidang yang seakan- akan mirip dengan tanah di bawah sepatu.
Ekor figur semacam tikus panjang menyentuh bidang semacam tanah,
matanya tampak dengan tajam melihat keatas, kedua telinganya berdiri.
Tampak pula kumis figur tikus yang terbentuk dari garis-garis lengkung.
Di bagian muka objek semacam sepatu, tepatnya di bagian atas muka
objek semacam sepatu tampak seekor figur mirip tikus menaiki muka sepatu.
Kedua tangannya memegang erat sambil menggigit kuat dengan taringnya
pada bagian muka bentuk semacam sepatu tersebut. Kedua telinganya tampak
tegap, kedua mata hitam serta mulutnya dengan kuatnya sedang menggigit
sebagian tubuh objek menyerupai sepatu. Ekornya panjang menjuntai ke
bawah kiri objek mirip sepatu.
Di bagian atas objek mirip sepatu terlihat seekor figur semacam tikus
lagi nampak menggantung. Figur semacam tikus tersebut menghadap kiri
bidang gambar. Kedua Tangannya tertutup oleh sebagian objek sepatu
78
sehingga tampak muka, dan kedua telinga tampak jelas bentuknya hampir
bulat, tampak pula kedua kakinya memegang bagian atas sepatu sehingga
bagian atas objek menyerupai sepatu tampak melebar keluar, serta ekor figur
kelihatan menjuntai ke bawah.
Seluruh elemen- elemen rupa dalam bidang gambar terbentuk dari
warna cokelat yang dibedakan dari gelap terangnya. Warna cokelat tua
mendominasi sebagian besar pada bentuk objek menyerupai sepatu dan
ketiga figur tikus sedangkan warna cokelat muda terdapat pada sebagian kecil
bentuk objek semacam sepatu dan tikus.
c. Analisa Formal
Lukisan di atas tampak adanya kesan selaras/ serasi atau harmony dari
dicapai dari memperbanyak kesamaan dan kemiripan. Kesamaan dan
kemiripan didapatkan dari perulangan penggunaan unsur dalam organisasi
visual/tata susun yang terdapat di lukisan pada gambar 3.8 di atas.
Gambar 3.9 Garis kaligrafis pada lukisan “Sepatu tikus”
(Sumber: Dokumen penulis, 2011)
79
Perulangan ini dengan adanya kesan garis struktural dan garis-garis
kaligrafis pada seluruh permukaan objek baik pada objek menyerupai sepatu
maupun ketiga figur menyerupai tikus. Perulangan garis kaligrafis juga
muncul pada background / belakang objek utama. Garis kaligrafis pada
lukisan di atas memiliki variasi ukuran, panjang, dan memiliki ketebalan yang
berbeda, dapat diketahui dari gambar 3.9.
Sedangkan pada gambar 3.10 menampilkan perulangan / rhytme
terdapat pada perulangan bentuk ketiga figur menyerupai tikus. Perulangan
terlihat mulai dari bentuk telinga yang mirip lebih bulat, ekor panjang, mata,
dan perulangan kumis, bentuk mulut, serta perulangan tekstur nyata dalam
tubuh ketiga figur menyerupai tikus tersebut.
Gambar 3.10 Perulangan bentuk tikus serta variasi bentuk
antara sepatu dengan tikus pada lukisan “Sepatu tikus”
(Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Perulangan juga terlihat pada perulangan warna cokelat tua kehitaman
dan perulangan warna cokelat muda baik pada permukaan tubuh objek
menyerupai tikus dan permukaan objek menyerupai sepatu. Perulangan warna
80
tersebut memenuhi seluruh bidang gambar yang tampak pada gambar 3.8.
Sedangkan warna cokelat keputihan mendominasi bidang gambar.
Objek menyerupai sepatu yang tampak dari samping menghadap ke
kanan bidang gambar, yang terletak di tengah – tengah bidang menjadi pusat
perhatian/ center of interest.
Kontras muncul dari variasi bentuk antara objek menyerupai sepatu
dan objek menyerupai tikus seperti pada gambar 3.10.
Gambar 3.11 Background pada lukisan “Sepatu tikus”
(Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Kontras bentuk objek utama dan background yang tersusun atas
bidang- bidang non geometris. Kontras juga masih tampak dari perbedaan
warna cokelat tua dan cokelat keputihan yang dibedakan pada value tampak
di background bidang pada gambar 3.11 di atas.
Objek tunggal bersama dengan ketiga figur semacam tikus berada di
tengah- tengah bidang gambar serta background belakang tampak dinamis
81
dan mengandung kesan adanya ruang semu, bidang- bidang non geometris
memanjang serta tampak bergelombang berarah secara horizontal, sehingga
tercipta adanya kesan keseimbangan informal. Keseimbangan ini berpengaruh
pada komposisi asimetris yang memberikan kesan dinamik dan bebas. Objek
semacam sepatu sebagai pusat perhatian (center of interest) dan tiga ekor
figur tikus memiliki proporsi yang besar sehingga memenuhi bidang gambar.
Meskipun demikian lukisan di atas masih kelihatan estetik karena
penyusunan antar elemen- elemen seni tampak menyatu dan kelihatan
dinamis walaupun objek semacam sepatu kelihatan statis.
3. Lukisan pelepah pisang berjudul ”ANTARA HIDUP DAN MATI”
Gambar 3.12 Lukisan berjudul ”Antara Hidup dan Mati”
(Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
a. Identitas karya
1. Judul :Antara Hidup dan Mati
82
2. Ukuran : 60 x 180 cm
3. Medium : Pelepah pisang diatas triplek
4. Tahun : 2007
b. Diskripsi
Lukisan pelepah pisang yang ketiga menampilkan dua objek mirip
hewan. Kedua objek kelihatan sedang berperang. Tampak oleh mata,
seekor binatang semacam burung elang menghadap ke kanan bidang
gambar yang sedang mengibaskan kedua sayapnya ke atas. Kedua kakinya
menampakkan benda menyerupai taring- taring kuku yang sangat tajam .
Kaki kirinya mencengkeram tubuh binatang lain semacam ular. Sedangkan
kaki kanannya memperlihatkan kuku- kuku pajangnya serta bulu- bulu
ekornya mengembang.
Binatang yang dicengkeram oleh binatang semacam burung elang
merupakan binatang sejenis ular yang tampak dari samping menghadap ke
kiri bidang gambar. Binatang mirip ular tersebut melilitkan tubuh
panjangnya pada sebuah cabang pohon dengan menjulurkan lidah
panjangnya dan memperlihatkan kedua taring yang sedang terbuka. Mata
objek tersebut nampak melotot mengarah pada binatang semacam elang.
Tubuh objek semacam ular dipenuhi oleh sisik- sisik yang berwarna
cokelat kehitaman sedangkan bagian atas tubuh ular berwarna cokelat
keputihan.
Dibelakang objek utama terdapat background dengan variasi warna
cokelat yang dibedakan dengan adanya pencahayaan.
83
c. Analisis Formal
Lukisan di atas tampak adanya nilai estetik dengan adanya kesan
menyatu, teratur dan komposisi unsur- unsur rupa yang terorganisasi.
Keselarasan dan keserasian dalam organisasi di atas dicapai dengan cara
memperbanyak kesamaan dan kemiripan. Kesamaan dan kemiripan pada
lukisan ini, dapat dicapai dengan adanya irama garis kaligrafis yang
nampak pada tubuh objek semacam elang dan semacam ular. Selain garis
kaligrafis nampak pula adanya kesan garis struktural, garis ini nampak
sebagai pembeda antara objek dan background yang tampak pada gambar
3.13
Gambar 3.13 Objek pada lukisan “Antara hidup dan mati”
(Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Selain garis- garis kaligrafis nampak pula bidang- bidang non
geometris mendominasi seluruh bentuk kedua figur tersebut. Perulangan
84
bidang non geometris terlihat pada seluruh sayap figur elang, ekor dan
tubuh figur mirip elang. Perulangan bidang non geometris juga terlihat
pada badan figur ular seperti pada bentuk sisik- sisik tubuhnya.
Warna kedua objek tersebut tercipta dari warna cokelat yang
dibedakan dengan menonjolkan value yang berbeda sehingga tampak
seperti ada pencahayaan seperti tampak pada skema 3.13.
Perulangan tidak hanya pada tubuh kedua objek. Perulangan juga
terjadi pada bidang- bidang non geometris di background lukisan, mulai
dari perulangan garis kaligrafis, perulangan bidang- bidang non geometris
dan kontras warna cokelat yang dibedakan dengan value yang tampak
pada gambar 3.14.
Gambar 3.14 Background pada lukisan “Antara hidup dan mati”
(Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Ruang semu/ imajiner tampak juga sebagai background. Pada
gambar ini juga terlihat adanya kontras bentuk objek dengan background
85
yang hanya tersusun atas bidang non geometris yang terpusat ke tengah
menuju objek utama. Kontras juga tampak dari komposisi warna cokelat
tua ke cokelat keputihan yang dibedakan dengan adanya value pada
gambar 3.14.
Irama nampak harmonis tampil pada penempatan warna asli
pelepah pisang yang ditempelkan pada bidang gambar.
Dominasi nampak pada objek utama mirip elang dan ular pada
cabang pohon. Kesatuan sangat terasa dari bentuk bidang dengan garis,
dan kesatuan warna cokelat. Irama muncul dari perulangan warna cokelat
kehitaman, cokelat muda dan putih kecokelatan.
. Keseimbangan pada lukisan ini merupakan keseimbangan
asimetris dengan arah memancar/ radial. Hal ini tampak dari penempatan
objek yang di tengah dengan background bidang yang seakan-akan
mengarah keluar seperti tampak pada gambar 3.14.
Proporsi bentuk sudah sesuai dengan prinsip proporsi, namun
lukisan di atas masih tampak datar karena menghadirkan dua objek yang
di tempatkan tepat ditengah- tengah bidang gambar.
4. Lukisan pelepah pisang berjudul ”NYETHE”
a. Identitas karya
1. Judul : Nyethe
2. Ukuran : 90 x 120 cm
3. Medium : Pelepah pisang diatas triplek
4. Tahun : 2007
86
Gambar 3.15 Lukisan berjudul “Nyethe”
(Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
b. Diskripsi karya
Lukisan ini tidak jauh berbeda dengan lukisan – lukisan
sebelumnya. Sebuah objek menyerupai manusia duduk di atas menyerupai
tanah terdapat dalam satu bidang gambar, dimana objek menyerupai
manusia tersebut tampak berada di tengah bidang gambar menghadap ke
kiri. Objek mirip manusia diatas nampak sedang duduk termenung sambil
merokok menggunakan sebuah benda mirip pipa rokok dengan tangan
kanannya. Nampak pula lengkungan- lengkungan garis-garis semacam
asap rokok.
Pada seluruh tubuhnya terlihat garis struktural yang terbentuk dari
garis kaligrafis untuk pembentuk tubuh objek dan pembatas antara objek
dengan background.
87
Objek menyerupai figur manusia tersebut memiliki ciri- ciri seperti
memiliki kulit tubuh berwarna cokelat tint dengan bervalue dengan
penggunaan pencahayaan pada sebagian muka, baju, tangan dan kedua
kakinya. Bagian muka, leher, tangan dan kedua kaki tampak jelas kerutan-
kerutan seperti otot yang terbuat dari garis kaligrafis. Bahkan rambutnya
tampak tergerai panjang. Figur semacam manusia tersebut kelihatan dari
samping menghadap ke kiri bidang gambar, sehingga telinga, mata dan
hidung serta mulutnya tampak separuh saja.
Tangan kanan figur semacam manusia terlihat memegang sebuah
benda mirip dengan pipa rokok, dua buah jari tangan kanan memegang
pipa rokok sedangkan dua jari tangan kanan menekuk ke dalam telapak
tangan. Tangan kiri objek kelihatan ditopangkan pada dengkul kaki kirinya
dan telapak tangan beserta kelima jari- jari tangannya menghadap ke
bawah.
Objek semacam manusia tersebut sedang duduk bersila, dimana
kaki kanannya menekuk ke dalam sedangkan kaki kirinya ditekuk ke
bawah secara vertikal menuju bidang gambar. Jari jemari kaki kanan
hanya kelihatan sebagian karena tertutup oleh kaki kanan. Namun kelima
jari kaki kiri semuanya tampak menopang di atas semacam tanah.
Objek semacam manusia memakai baju semacam kaos yang
terbuka sebagian pada bagian depannya sehingga nampak sebagain tulang
iganya dan memakai celana pendek. Di depan figur semacam manusia
terdapat sebuah benda mirip dengan korek api ukuran besar. Benda
tersebut terlihat masih dalam kondisi tertutup.
88
Di samping kiri benda mirip dengan korek api tergeletak secangkir
benda semacam gelas beserta alasnya. Benda semacam cangkir tersebut
tampak menghadap ke atas, tampak bagian dalam cangkir tersebut warna
coklat tua gelap.
Di belakang objek terlihat komposisi warna yang bervariasi mulai
dari warna cokelat tua, cokelat, dan putih kecokelatan menempel pada
bidang non geometris yang berada di atas kiri tafril tampak seperti bidang
yang melengkung- lengkung semakin ke atas semakin membesar.
c. Analisis Formal
Secara visual, lukisan ini menampilkan satu warna utama yaitu
warna cokelat yang dibedakan berdasarkan valuenya. Warna coklat
keputihan mendominasi seluruh bidang gambar.
Lukisan ini juga menampilkan satu figur utama yaitu figur
menyerupai manusia dengan rambut panjang tergerai. Objek semacam
figur manusia, benda mirip cangkir dan sebuah benda menyerupai korek
api tampak berada di tengah- tengah bidang gambar sehingga menjadi
center of interest. Bentuk tubuh figur semacam manusia yang tidak
proporsi. Hal itu diketahui dari lehernya yang panjang, jari- jari tanganya
yang panjangnya sama dengan siku- siku tangannya seperti pada gambar
3.16.
Perulangan bentuk terlihat dari garis kaligrafis dan garis lengkung
yang nampak pada objek utama dan benda semacam cangkir yang berada
di samping objek yang tampak pada gambar 3.16. Pada gambar 3.16
89
tampak semua tubuh objek sampai dengan rambutnya tersusun dari garis
kaligrafis.
Gambar 3.16 Objek pada lukisan “Nyethe”
(Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Keseimbangan informal dengan pola asimetris tampak dari
penempatan figur menyerupai manusia tunggal yang berada tepat di
tengah- tengah bidang gambar, menghadap ke kiri bidang gambar.serta
mempunyai bobot yang lebih berat ke bidang samping kanan.
Kesimbangan informal dengan pola asimetris tercipta karena figur
semacam manusia statis, dan diam sedangkan backgroundnya lebih
kelihatan dinamis.
Keselarasan/ keserasian lukisan di atas tampak harmony dengan
adanya kemiripan dan kesamaan dari perulangan warna, tekstur, garis dan
bidang non geometris.
Perulangan warna cokelat tua/ cokelat kehitaman baik pada tubuh
figur semacam manusia mulai dari mata, garis struktural, garis pembentuk
90
rambut, maupun pada background nampak pada gambar 3.17.
Gambar 3.17 Perulangan warna cokelat tua pada lukisan “Nyethe”
(Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Pada gambar 3.18, selain perulangan cokelat tua nampak juga
perulangan warna putih kecokelatan yang menyebar di seluruh bidang
gambar.
Gambar 3.18 Perulangan warna putih kecokelatan pada lukisan “Nyethe”
(Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
91
Gambar 3.19 Background pada lukisan ”Nyethe”
(Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Perulangan tidak hanya terjadi pada objek utama saja melainkan
juga nampak pada background lukisan yang tampak pada gambar 3.19.
Pada gambar ini kelihatan secara jelas bahwa dalam background nampak
seperti suatu ruang imajiner yang tersusun dari percampuran garis
kaligrafis dan bidang non geometris lengkung yang mengarah secara
horizontal dari kiri membelah menjadi dua arah, separuh menuju ke kanan
atas dan separuhnya lagi menuju ke kanan bawah.
Jadi dapat disimpulkan bahwa lukisan di atas masih tampak estetis
karena unsur- unsur teroganisasi secara harmoni, meski penampakan objek
utama lebih statis dibandingkan dengan backgroundnya yang lebih
dinamis.
Secara keseluruhan, visualisasi pada karya ini kurang tampak
bervariasi baik pada figur objek yang tunggal, warna yang digunakan, serta
background yang datar.
92
C. Afeksi Penghayat Terhadap Lukisan Pelepah Pisang Periode 2007 Karya
Ladiono.
1. Lukisan ”PEMULUNG”
Kesan pertama peneliti melihat keseluruhan lukisan di atas adalah tenang,
lemah lembut dan mengalir apa adanya. Penggunaan tekstur nyata kasar
memenuhi seluruh bidang gambar. Tekstur tersebut tampak seperti serabut yang
menyebar secara merata pada bidang gambar, sehingga ketika mendekati lukisan
tersebut tampak sekali tesktur nyata dari serabut pelepah pisang.
Adanya variasi ukuran, panjang- pendek dan ketebalan garis kaligrafis
dan bidang non geometris yang memenuhi seluruh bidang gambar yang
diorganisir secara asimetris namun memiliki kesan statis, datar dan diam pada
objek utama. Objek utama lebih statis dibandingkan dengan background yang
jauh lebih dinamis, sehingga ketika mengamati lukisan di atas, peneliti
menemukan backgroundnya lebih hidup daripada objeknya.
Kontras warna kurang nampak pada lukisan di atas karena menggunakan
satu warna asli pelepah pisang yang diatur berdasarkan valuenya sehingga lukisan
tersebut kurang hidup dan cenderung datar.
Penempatan objek yang berada ditengah- tengah bidang gambar dengan
warna dominasi cokelat tua membuat gambar tampak menonjol keluar dari
tafrilnya.
Figur semacam manusia, dengan ciri- ciri memakai topi dari jerami,
tubuhnya kurus kering, membawa duabuah tempat pembuangan sampah, peneliti
diasumsikan sebagai pemulung. Banyak dari para pemulung yang memiliki
tempat tinggal dalam satu lingkup dengan sampah. Dinding rumahnya terbuat dari
93
triplek- triplek bekas dan beratapkan seng- seng yang sudah berkarat. Ekonomi
seorang pemulung hanya didapatkan dari mengambil sampah-sampah dari
pembuangan sampah rumah dan pabrik.
Pemulung dalam lukisan tersebut sedang duduk melepas lelah sambil
menghisap sebatang rokok.
Dari visualisasi lukisan di atas, maka peneliti dapat menafsirkan bahwa
lukisan di atas menggambarkan kehidupan seseorang pemulung yang kotor dan
miskin. Profesi pemulung banyak dilakukan orang-orang yang miskin demi
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dengan memunguti sampah- sampah.
Kehidupan pemulung ini mengartikan bahwa kehidupan yang patut kita
hargai karena pekerjaan pemulung bukanlah pekerjaan yang hina. Sepatutnya kita
berterimakasih dengan adanya pemulung, tanpa adanya pemulung pasti sampah-
sampah banyak berserakan, dan bau kotor akan menyeruak kemana- mana.
Ditinjau dari gaya, lukisan di atas menggunakan gaya ekspresionisme, hal
ini tampak dari bentuk objek yang diciptakan hasil dari ungkapan jiwa seniman,
sedangkan teknik yang dipergunakan Ladiono menggunakan teknik dekoratif,
dimana bentuk garis dan bidang lengkung pada objek dan backgroundnya tampak
menghias.
2. Lukisan” SEPATU TIKUS”
Sebidang gambar menampilkan satu objek utama dengan tiga ekor objek
pendamping. Objek tersebut satu objek menyerupai sepatu dan tiga ekor objek
menyerupai tikus. Objek meyerupai sepatu sebagai center of interest lukisan.
Seluruh objek utama dalam lukian tersebut terbentuk dari garis - garis kaligrafis
94
dan bidang- bidang non geometris. Garis-garis kaligrafis dan bidang-bidang non
geometris menciptakan adanya kesan luwes, lemah lembut, dan tidak kaku.
Namun dengan adanya objek yang berada ditengah- tengah dengan background
yang tampak datar dan sepi.
Dalam lukisan di atas nampak ada satu buah sepatu dan tiga ekor tikus.
Sepatu bot diasumsikan sebagai lembaga tinggi Negara semacam DPR. Tikus
merupakan hewan pengerat yang suka mencuri makanan orang lain, rakus, dan
suka meninggalkan kotoran dimana- mana. Tiga ekor tikus dalam lukisan ini
diasumsikan sebagai orang- orang/ oknum yang saling berebutan dalam
menduduki jabatan dalam lembaga tinggi atau DPR dan beramai- ramai
menyelewengkan harta dan kepercayaan rakyat untuk memenuhi kepentingan
pribadi. Tikus ini diasumsikan sebagai orang yang suka korupsi dana- dana milik
rakyat dengan kedok mengatas namakan demi kepentingan rakyat, padahal dana
tersebut mereka buat untuk kepentingan pribadi mulai dari rekreasi ke luar negeri,
sampai dengan poligami.
Tiga ekor tikus yang berada di semua sisi sepatu menggerogoti kain- kain
sepatu dengan gigi- gigi tajamnya dan kuku-kuku tangannya mengoyak kain- kain
pada sepatu melambangkan kerakusan oknum pegawai dalam lembaga tinggi
untuk berebutan kekuasaan dan menggerogoti lembaganya sendiri dengan
perbuatan- perbuatan tercela.
Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa lukisan di atas menceritakan
tentang obsesi suatu oknum dalam lembaga tinggi untuk mendapatkan jabatan
dengan melakukan berbagai cara. Semakin tinggi jabatan yang ingin didapatkan
maka semakin banyak pula cara mendapatkannya meskipun jalan haram yang
95
dilakukan ia tidak peduli. Namun setelah mendapatkannya, banyak dari oknum ini
menyalah gunakan jabatan. Jabatan yang dipegang oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab dengan menyelewengkan jabatan yang dipegangnya demi
kepentingan pribadi, misalnya jabatan tersebut dipergunakan untuk perantara
mengambil keuntungan sebanyak- banyaknya semisal korupsi.
3. Lukisan”ANTARA HIDUP DAN MATI”
Lukisan berjudul “Antara Hidup dan Mati” memperlihatkan kesan garis
struktural dan garis kaligrafis. Lukisan ini menggambarkan dua buah objek
dengan bidang yang tersusun atas bidang- bidang non geometris.
Secara visual, lukisan ini memang tampak lebih gelap, namun komposisi
warna lukisan ini sudah tampak menyatu dan harmonis, meskipun hanya tersusun
oleh satu warna cokelat yang digradasikan.
Objek lukisan terdapat dua, yaitu elang yang diasumsikan sebagai predator
yang memakan hewan lain. Sedangkan ular diasumsikan sebagai mangsa dari
predator.
Meskipun ular merupakan mangsa dari elang, namun ular berhak untuk
melawan takdirnya sebagai mangsa elang. Ular berhak untuk melawan demi
kelangsungan hidupnya. Ular dalam lukisan itu tampak sekuat tenaga berperang
melawan elang, dengan senjatanya yang berupa dua buah gigi taring panjang, ia
kerahkan tenaganya melawan elang yang memiliki tubuh dan cakar kaki yang
kuat.
Dari keterangan diatas, maka peneliti dapat menginterpretasikan bahwa
lukisan di atas menggambarkan kisah rantai makanan, yaitu pertempuran antara
96
hewan predator dan hewan yang akan jadi mangsanya. Elang melakukan segala
cara untuk mendapatkan makanannya untuk kelangsungan hidupnya dan Ular
dengan berbagai usaha mempertahankan diri untuk melawan elang, juga untuk
mepertahankan hidup. Mereka saling mencabik satu sama lain, saling memangsa.
Lukisan ini memberikan gambaran bahwa dalam hidup selalu membutuhkan
perjuangan meskipun harus mati.
Gaya pada lukisan berjudul ”Antara hidup dan mati” menurut peneliti,
lukisan ini menampilkan gaya dekoratif yang ekspresif. Dikatakan ekspresif,
apabila ditinjau dari visualisasi lukisan yang memiliki bentuk objek yang
sederhana dan bentuk ini merupakan hasil ungkapan, imajinasi dari Ladiono.
Sedangkan tekniknya Ladiono lebih mengarah pada dekoratif, karena
banyak memperlihatkan bentuk lengkung di tubuh objek maupun backgroundnya
yang tampak seperti menghias dan melebih- lebihkan objek yang ditampilkan.
4. Lukisan ”NYETHE”
Sebidang gambar dengan menampilkan satu objek gambar menyerupai
manusia berambut panjang tergerai sedang duduk di atas tanah. Ia sedang
merokok dan minum secangkir kopi. Objek tunggal tersebut merupakan center of
interest dalam ruang semu. Meskipun semua elemen dalam lukisan tersusun dari
garis kaligrafis dan bidang non geometris namun memiliki efek luwes, lemah
lembut dan tidak kaku namun dengan adanya warna monokrom yang digradasi
membuat lukisan ini terkesan datar dan sederhana.
Lukisan “Nyethe” ini menampilkan seorang figur manusia yang sedang
bersantai duduk-duduk di atas tanah sambil merokok menggunakan pipa rokok
97
kesayangannya serta ditemani dengan secangkir kopi dan sekotak korek api.
Rambutnya yang tergerai panjang, dengan bajunya yang memperlihatkan
sebagian dadanya menandakan bahwa figur manusia tersebut sedang melakukan
kegiatan yang santai.
Jadi dapat disimpulkan bahwa lukisan keempat tersebut menurut
penafsiran peneliti diasumsikan sebagai orang yang sedang bersantai pada saat
jam istirahat setelah bekerja seharian. Maka ia melepas penatnya dalam bekerja
dengan bersantai sambil menikmati hisapan rokok dalam pipa rokok dengan
duduk bersila. Kegiatan ini merupakan hal wajar yang dilakukan oleh setiap
orang untuk menghilangkan kelelahan, kecapekan dan agar setelah melakukan
kegiatan ini, seseorang dapat kembali bekerja dengan stamina prima.
Gaya pada lukisan berjudul ”Nyethe” menurut peneliti, lukisan ini
menampilkan gaya dekoratif yang ekspresif . Dikatakan ekpresif, apabila ditinjau
dari visualisasi lukisan yang merupakan ungkapan jiwa senimannya yang
sederhana dari kehidupan pribadi Ladiono yang gemar melakukan nyethe.
Sedangkan tekniknya Ladiono lebih mengarah pada dekoratif, karena
banyak memperlihatkan bentuk lengkung di tubuh objek maupun backgroundnya
yang tampak seperti menghias dan melebih- lebihkan objek yang ditampilkan.
D. Hubungan Aspek Genetik, objektif, Dan Afeksinya Dalam Lukisan
Pelepah Pisang Periode 2007
1. Lukisan ”PEMULUNG”
Dalam setiap proses penciptaan karyanya, Ladiono selalu menggunakan
konsep dasar terlebih dahulu. Baginya konsep tersebut merupakan pegangan wajib
98
untuk dapat melangkah ke proses berikutnya. Hal tersebut nampak pada teknik
penempelan lembaran- lembaran bidang pelepah pisang/ debog yang ditempelkan
berdasarkan gelap terang/ valuenya untuk membentuk suatu objek. Objek lukisan
yang ditampilkan mengungkapkan realitas kehidupan seorang pemulung yang
mengingatkan kehidupan masa kecilnya yang juga serba susah dan menderita. Dia
harus membantu keluarganya mencari penghasilan sendiri untuk biaya sekolahnya
dan menghidupi keenam adik- adiknya, karena pekerjaan orang tuanya tidak
cukup untuk menghidupi anak- anaknya. Penghasilan yang didapatkan orang
tuanya hanya dapat untuk makan sehari saja, kemudian untuk makan besok orang
tuanya harus mencari lagi dengan menjual tepung.
Figur pemulung yang menatap ke samping kanan tampak datar sambil
menghirup rokok, seakan menceritakan perjalanan masih panjang dan banyak
beban persoalan yang harus dihadapi. Sebuah persoalan tentang masa depan
seorang pemulung yang selalu disingkirkan dan dianggap sebagai orang rendahan.
Semua orang banyak yang menyepelekan dan tidak menghiraukan keberadaan
pemulung padahal tanpa adanya pemulung, akan timbul bau yang tak sedap dan
sampah- sampah bertebaran kemana- mana.
Pada umumnya orang- orang mencibir, bahkan mereka menganggap
bahwa pemulung sama dengan peminta- minta. Pemulung tidak sama dengan
pengemis. Pengemis pekerjaan seseorang yang meminta uang dijalan maupun di
rumah- rumah masyarakat, sedangkan pemulung merupakan pekerjaan
mengumpulkan benda- benda bekas atau benda yang tidak terpakai untuk dijual
kepada tengkulak rosokan kemudian dari penghasilannya tersebut ia tukarkan
dengan makanan
99
Dua tempat sampah yang digambarkan Ladiono dalam lukisan Pemulung
dengan latar gundukan – gundukan menggambarkan bahwa pemulung hanya
mencari sampah atau barang- barang bekas pada tempat sampah rumahan dan
tempat pembuangan akhir sampah. Jarang seorang pemulung yang berani
mengambil barang berharga pada rumah penduduk. Bahkan banyak pemulung
yang meminta ijin apabila ingin mengambil sampah yang terdapat di tong- tong
depan rumah masyarakat.
Penggunaan visualisasi yang sederhana yang dibuat oleh Ladiono
merupakan salah satu usahanya dalam mengkomunikasikan karyanya. Sesosok
seorang figur pemulung dengan tatapan hampa dan tubuh kurus kering
memberikan tauladan kepada kita semua agar jangan mengganggap sebelah mata
dan akan pekerjaan seorang pemulung. Sudah selayaknya kita sebagai manusia
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa memberikan rasa cinta kasih pada sesama tanpa
melihat rendahnya pekerjaan seseorang tersebut. Karena di hadapan Tuhan Yang
Maha Esa derajat semua manusia itu sama, yang membedakan adalah tingkat
keimanan kita kepada Yang Diatas.
2. Lukisan ” SEPATU TIKUS”
Sebuah pengalaman yang diperoleh secara tidak langsung tanpa harus
melibatkan diri dalam rentetan suatu kejadian di sekitarnya. Hal yang sama
dilakukan oleh Ladiono. Pengalaman dari interaksi dengan lingkungan sekitar
yang membawanya kepada wujud apa yang nampak pada bidang gambarnya.
Seperti karyanya yang berjudul ”Sepatu Tikus”.
100
Sepatu tikus merupakan cerminan dari persoalan kehidupan manusia
dalam dunia kerja. Demi suatu obsesi mendapatkan jabatan yang diinginkan,
manusia berani melakukan segala cara tanpa memperhitungkan halal dan
haramnya untuk mendapatkan kursi jabatan tersebut. .
Semakin tinggi jabatan tersebut maka orang- orang yang menginginkannya
juga semakin banyak dan semakin banyak pula cara yang ditempuh.
Salah satu jabatan yang diidam-idamkan oleh masyarakat adalah menjadi Dewan
di lembaga Tinggi. Jabatan ini memang menyilaukan mata masyarakat, demi
mendapatkan jabatan ini mereka yang kaya berani membayar masyarakat miskin
agar memilihnya dalam pemilu, ada pula oknum- oknum yang mempengaruhi
masyarakat dengan menjadi pimpinan demo dengan dalih aspirasi rakyat, dan ada
pula yang dengan berani curang dengan menambahkan kartu pemilihan palsu atas
namanya demi mendapatkan jabatan itu. Namun setelah mendapatkannya, malah
jabatan itu diselewengkan untuk kepentingan pribadinya.
Banyak sorotan yang menanyangkan penyelewengan jabatan yang
dipegang oknum-oknum pada lembaga tinggi, mulai dari pertengakran pada waktu
sidang, perselingkuhan, poligami, penyelundupan bahkan sampai dengan korupsi.
Karena hal itulah, Ladiono menggambarkan tiga ekor tikus yang menggerogoti
sebuah sepatu dengan rakusnya. Taring- taring yang tajam dari ketiga ekor tikus
tersebut disertai dengan compang- campingya sepatu menandakan bahwa kondisi
lembaga tinggi tersebut hampir runtuh diakibatkan ulah negatif para oknum di
dalam lembaga tersebut. Ini merupakan sebuah gambaran suram lembaga tinggi
Negara kita dalam kehidupan masyarakat.
101
Ladiono sebagai masyakat biasa,ikut merasakan kepedihan dan
kekecewaan yang sangat dalam akan kondisi dalam tubuh lembaga tinggi di
Negara kita seperti DPR. Carut marutnya tatanan dalam lembaga tinggi ini,
diakibatkan ulah para oknum dalam lembaga tinggi Negara ini sendiri.
Ladiono tidak rela apabila lembaga tinggi dikotori oleh oknum-oknum
masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Mereka memanfaatkan jabatan itu
hanya untuk pamor dan kepentingan pribadinya. Ladiono tidak terima dan ingin
memberontak dengan keadaan ini, namun ia tidak bisa berbuat apa- apa. Ia hanya
dapat mengekpresikan ketidak puasan hatinya dengan menuangkannya dalam
lukisan pelepah pisan atau debog. Dengan harapan kesemrawutan dalam lembaga
ini bisa teratasi dan kembali pada visi dan misi yang menjadi tujuan utama DPR
yaitu sebagai perantara/ penyalur aspirasi suara rakyat dan menjalankan aspirasi
rakyat dengan baik dan jujur, sehingga uneg-uneg masyarakat bisa tersalurkan dan
kehidupan masyarakat dapat kembali tenang dan damai.
3. Lukisan ” ANTARA HIDUP DAN MATI”
Representasi dalam lukisan yang ketiga ini, merupakan dua sosok figur
binatang yang sering ia temui di lingkungan sekitar. Kejadian- kejadian yang ada
di sekitar merupakan hal yang memiliki keunikan tersendiri bagi terciptanya
visualisasi idenya.
Mengawali proses kreatifnya, sebidang triplek yang telah dibuat
konsepnya ia sapukan dengan cat- cat berwarna kemudian ditutup dengan dempul
tanah lalu ditutup lagi dengan lembaran- lembara pelepah pisang dengan
menentukan valuenya agar tampak gelap terangnya. Kedua objek dalam
102
penggambaran Ladiono telah mengalami perubahan fisik dan warna sesuai dengan
kehendak Ladiono secara individual. Ladiono menggambarkan dua figur hewan
seperti yang sering ia lihat di lingkungan sekitar rumahnya pada waktu kecilnya.
Sosok elang digambarkan Ladiono secara gagah dan garang sesuai dengan
ide Ladiono, dengan sayap- sayapnya yang melebar dan dengan cakar- cakar
kakinya yang tajam sedang berperang untuk melahap mangsanya. Sedangkan Ular
merupakan hewan lemah yang hanya memiliki kekuatan pada lilitan tubuh dan
taring giginya.
Lukisan di atas jelas terlihat Ladiono menggunakan figur hewan untuk
mengekpresikan emosi hatinya terhadap kondisi masyarakat sekarang ini dengan
menggambarkan dua binatang yang berkisah rantai makanan, yaitu pertempuran
antara hewan predator dan hewan yang akan jadi mangsanya. Elang melakukan
segala cara untuk mendapatkan makanannya dan ular dengan berbagai usaha
mempertahankan diri untuk melawan elang. Lukisan Ladiono menggambarkan
suatu pesan pada kita semua bahwa dalam kehidupan manusia selalu ada
permasalahan. Dalam hidup selalu membutuhkan perjuangan meskipun harus
mati. Akan tetapi seberat apapun persolan yang sedang kita hadapi, seharusnya
diselesaikan dengan perdamaian tidak harus diselesaikan dengan pertengkaran
untuk memperoleh suatu keputusan.
4. Lukisan ” NYETHE”
Berawal dari kesederhanaan hidup berimbas pada keserhanaan
ketercapaian bentuk objek. Ladiono membuat objek tidak memerlukan tingkat
kerumitan tertentu dengan menampilkan satu objek dibelakangnya terdapat
103
komposisi bidang dari lembaran- lembaran pelepah pisang. Ladiono dalam
lukisan ini sepertinya membuat fokus perhatian terhadap sosok figur yang
sederhana yang merokok dengan rambut tergerai panjang. Sepintas lukisan ini
hampir sama dengan lukisan yang berjudul ”Pemulung”. Keduanya sama- sama
menampilkan satu objek utama dengan latar belakang yang datar /flat.
Lukisan karya Ladiono berjudul ”nyethe”, adanya pusat perhatian salah satu
prinsip yang dipegang dalam menghadirkan pikirannya. Tokoh ini merupakan
pengungkapan jati diri dari Ladiono. Sosok Ladiono yang santai tampak dalam
penggambaran figur yang duduk santai pada lantai dengan sebatang rokok pada
pipa dengan didampingi oleh secangkir kopi. Kesederhanan Ladiono juga nampak
pula pada wajar polos figur dan pakaian yang dikenakan figur dalam lukisan.
Keseharian Ladiono memang tampak lekat sekali dengan lukisan ini,
ketika ia penat dalam berkarya, ia gunakan untuk beristirahat sejenak dengan
kebiasaannya menghirup sebarang rokok pada pipa kesayangannya dan secangkir
kopi panas. Kebiasaan inilah yang dinamakan “Nyethe”, yang juga merupakan
kebiasaan yang dilakukan oleh kebanyakan masyarakat di Tulungagung. Kedua
benda, yaitu rokok dan kopi tersebut memang selalu menemani Ladiono dalam
kegiatan berkaryanya. Dalam istirahatnya itu, Ladiono melakukan kotemplasi/
pembayangan akan kelanjutan karya yang akan dibuatnya, seperti teknik
penempelan pelepah pisang agar tampak estetik.
Penggambaran figur dalam lukisannya menunjukkan keakraban dia dengan
dua benda tersebut sejak Ladiono remaja. Ladiono menggangap bahwa dengan
merokok dan minum secangkir kopi akan membuat idenya muncul kembali.
Namun apabila dia tidak menyempatkan untuk merokok dan minum secangkir
104
kopi, akan membuat idenya berhenti dan sulit untuk melanjutkan karyanya. Hal
ini memang mengandung makna bahwa istirahat sangat diperlukan untuk setiap
manusia agar dapat memulihkan stamina dan menyegarkan pikiran. Ketika pikiran
kita dan stamina kita kembali fit maka segala pekerjaan dapat terselesaikan
dengan mudah.
105
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan dari hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka peneliti
melakukan pembahasan. Pembahasan ini diperoleh peneliti dari pengkaitan data
yang ditemukan peneliti melalui hasil penelitian dengan kajian teoritis yang
berhubungan dengan Studi tentang Empat Lukisan Pelepah Pisang (debog) karya
Ladiono Periode 2007.
A. Aspek Genetik Subjektif dan Objektif Pelukis Ladiono Dalam
Menciptakan Karya Seni Rupa Berupa Lukisan Pelepah Pisang Periode
2007.
Ladiono merupakan seniman yang mengolah pelepah pisang menjadi
karya seni yang berbeda pada karya seni umumnya yang menggunakan cat dan
kanvas untuk media. Ia menggunakan pelepah pisang (debog) untuk media
pewarnaan dan triplek media alas dalam lukisannya. Bahan bakunya berasal dari
berbagai macam pisang dengan ukuran variasi, menempelkan pelepah pisang di
atas bubur kertas pada triplek. Untuk mencari bahan baku utama yaitu pelepah
pisang, ia sering pergi ke daerah- daerah untuk mencari pelepah pisang yang
bermutu untuk lukisannya tersebut. Bahkan beliau rela melakukan perjalanan
sampai keluar kota untuk mencari pelepah pisang yang memiliki warna dan
tekstur yang berbeda dan unik. Sedangkan media atau dikatakan bidang gambar
106
yang digunakan Ladiono adalah triplek, media triplek merupakan media yang kuat
dan tidak mudah rapuh dalam tempo waktu yang lama. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sulastianto, bahwa:
”Media yaitu bahan yang menjadi alat yang konkret untuk menyatakan
gagasan yang bersifat abstrak. Media harus dipilih secata tepat agar
sebuah gagasan dapat dikomunikasikan. Pemilihan media harus diikuti
teknik, prosedur, dan keahlian berkarya agar karya yang dihasilkan memiliki nilai seni yang tinggi”.
Pada awalnya lukisan pelepah pisang Ladiono menggunakan tema- tema
pewayangan. Faktor lingkungan masa kecil dan pengaruh cerita wayang dari
tetangganya yang berprofesi sebagai dalang membuat penciptaan ide/ gagasan
Ladiono menciptakan karya seni dengan menampilkan tokoh- tokoh pewayangan
pada lukisan pelepah pisangnya. Kemudian pada tahun 2006, beliau mencoba
merubah tema- tema pewayangan dengan tema- tema sosial dengan menampilkan
sosok hewan dan manusia dalam lingkungan sekitarnya, hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Sulastianto (2008:19) bahwa: ”gagasan atau sering disebut
dengan ide merupakan hal yang melandasai atau mendorong seseorang untuk
berkarya, baik berasal dari dalam ( internal ) maupun dari luar (eksternal).
Wujudnya dapat berupa perasaan, emosi, mimpi, khayalan, cita- cita, atau
pengalaman”.
Tema- tema yang diambil para periode 2007, diadaptasi dari pengalaman
Ladiono sendiri dan fenomena yang terjadi pada masyarakat sekarang ini. Seperti
yang diungkapakan Dewey dalam Santoso (2001:24) bahwa,”Pengalaman dapat
dialami ketika berinteraksi di dalam suatu lingkungan, masyarakat dan alam
sekitar. Segala peristiwa dilihat dari rentangan waktu tertentu baik sedang dialami
maupun telah berlalu dalam perjalanan kehidupan adalah pengalaman”.
107
Sosok Ladiono tidak mengkhususkan diri melakukan penggarapan ide
tidak hanya dengan intuisinya melainkan dengan menggunakan konsep. Hal ini
dimaksudkan agar penciptaan objek pada lukisannya tampil menarik sesuai
dengan harapan si seniman yaitu Ladiono.
Jadi proses penciptaan ide pada Ladiono diawali dengan membuat konsep
pada selembar kertas, kemudian ia pindah konsep tersebut pada sebuah triplek
lengkap dengan gelap terangnya. Lalu sketsa tersebut ditutup dengan campuran
bubur kertas dengan lem rajawali dan terakhir ditutup lagi dengan pelepah pisang.
Penutupan lukisan pelepah pisang tidak langsung, namun selembar demi lembar
pelepah pisang ditempelkan pada lukisan disesuaikan warnanya dengan arah
pencahayaan sehingga lebih terlihat gelap terang meskipun hanya satu warna
cokelat saja.
Berkaitan dengan penciptaan karya berupa lukisan, tampak jelas Ladiono
menggunakan material yang konvensional seperti pencil dan cat tembok
sedangkan tekniknya mengeksplorasi ide yang dikonsepkan dengan menampilkan
elemen- elemen visual seperti titik, garis,warna, ruang, gelap terang dan tekstur
nyata. Seperti yang diungkapkan oleh Sulastianto (2008:29) bahwa:
“Seorang pelukis dapat menemukan ide dari dua jenis objek yaitu objek
riil dan objek idiil. Jenis objek riil yaitu objek atau hal yang bisa
membangkitkan ide melalui rasa batin, yaitu pengamatan kejadian-
kejadian dalam kesadaran, misalnya rasa takut, sedih dan lain- lain. Objek-
objek riil dinamakan dengan objek fisis Sedangkan objek idiil merupakan
objek yang terjadi karena proses pemikiran atau fantasi dari seseorang.
Yang termasuk dalam objek idiil adalah bidang, bentuk , agama dan
logika”.
Sebagai makhluk individu, Ladiono yang juga berprofesi sebagai guru di
SDN 2 Ngadisuko, Durenan, Trenggalek dan juga sebagai kepala keluarga
108
memiliki tanggung jawab besar untuk memberikan nafkah bagi ketiga anak-
anaknya. Kondisi seperti ini tidak membuat Ladiono berhenti berkarya, malah
sebaliknya ia memilih guru sebagai profesi dan memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarganya, sedangkan menciptakan lukisan pelepah pisang dipergunakan untuk
menyalurkan hobinya.
Baginya kedua hal tersebut penting dalam hidupnya, untuk itu ia membagi
waktunya agar kedua kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Pada pagi
hari ia gunakan untuk mengajar dan di malam harinya ia gunakan untuk melukis.
Hal ini disadarinya karena suasananya sepi dari kebisingan lingkungan, sehingga
ia mendapatkan waktu yang benar- benar hikmat.
Ditinjau dari kepribadian, Ladiono merupakan sosok yang memiliki
kharismatik yang kuat walaupun secara penampilan tampak sederhana, Ladiono
merupakan sosok yang juga ramah, sederhana, dan humoris. .
Lukisan pelepah pisang karya Ladiono bersifat ekspresif dan inovatif,
meskipun keterbatasan warna yang lebih terkesan monokrom tapi dapat
tersamarkan dengan perpaduan bentuk yang harmoni.
Dengan demikian tujuan dari pelukis- pelukis menciptakan karyanya
secara langsung dan tidak langsung berkaitan dengan kebudayaan dimana mereka
hidup dan berada .
109
B. Aspek Objektif/ Karya Lukisan Pelepah Pisang Karya Ladiono Periode
2007
5. Lukisan pelepah pisang berjudul ”PEMULUNG”
Gambar 4.1 Lukisan berjudul “Pemulung”
(Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Lukisan “Pemulung ” karya Ladiono ini menampilkan satu objek utama
mirip dengan manusia. Seluruh tubuh objek tersebut dipenuhi oleh garis- garis
kaligrafis. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Indrawati (1993: 29) yaitu garis
nyata dibedakan menjadi dua macam yaitu garis geometrik dan kaligrafis. Garis
geometrik dibentuk menggunakan alat bantu seperti penggaris, jangka dan masih
banyak lagi yang lain. Garis kaligrafis ini dibuat dengan tangan bebas sehingga
bervariasi dan individual.
Adanya garis kaligrafis ini membuat lukisan ini tampak lembut dan
berkarakter sepeti yang dituturkan Sanyoto ( 2005; 71) bahwa” Garis kaligrafis ini
dibentuk tanpa menggunakan alat bantu menggaris, jadi lebih menggunakan
110
tangan sehingga garis tersebut dapat membentuk karakter bebas dan bervariasi”.
Selain garis kaligrafis, masih terasa adanya garis struktural, kesan garis
ini berperan sebagai pembentuk objek dan pembeda antara objek dengan bidang
background seperti pernyataan Indrawati (2002:30) “Garis semu dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu garis struktural, jika kesan garis yang kita tangkap
tersebut merupakan batas antara bentuk dan ruang atau antara bidang dan bidang”.
Secara visual, seluruh bidang lukisan di atas berisi bidang - bidang non
geometrik baik pada objek maupun dalam backgroundnya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sachari (2004:85) ” Terdapat dua macam bidang yaitu bidang
geometris adalah bidang yang dapat diukur secara matematis dan bidang non
geometris adalah bidang yang dibuat secara bebas”.
Warna asli pelepah pisang mendominasi seluruh bidang gambar. Adanya
variasi warna cokelat dibedakan dengan adanya value seperti diungkapkan
Indrawati (1993:55):
“Value merupakan nilai gelap terang untuk memperoleh kedalaman
karena pengaruh cahaya. Dengan adanya value tersebut maka kita dapat
membedakan kualitas antara warna gelap dan warna terang disebabkan
karena hue tersebut mengandung “sejumlah” tone hitam dan putih”. Hal
tersebut juga diungkapkan oleh Prawira (2002) ”warna dapat
membedakan antara bentuk dan sekelilingnya”.
Pada keseluruhan bidang gambar dipenuhi dengan tekstur nyata yaitu
serat asli dari pelepah pisang itu sendiri. Lukisan pelepah karya Ladiono ini juga
memiliki ketebalan yang tampak seperti relief. Seperti yang dikatakan (Movit,
2003:10).“ Tekstur nyata adalah tekstur yang dapat dirasakan langsung keadaan
nyata, antara keadaan digambar dan keadaan dikenyataan bila diraba dengan
tangan sama kasarnya atau halusnya”.
111
Pernyataan sama diungkapkan Indrawati (1993:61) bahwa:“ Tekstur
nyata merupakan tekstur yang langsung dapat dirasakan sifat permukaannya lewat
rabaan, jadi tekstur nyata adalah jenis tekstur yang tidak hanya visible pada mata”.
Bagian belakang objek utama nampak adanya ruang semu atau ruang
imajiner yang tersusun dari bidang- bidang non geometris .Sama dengan
pernyataan (Nurhadiat, 2004:25), yaitu:
”Bentuk atau ruang digolongkan menjadi dua jenis yaitu:
3) Ruang nyata adalah ruang yang dapat dilihat dan diraba.
4) Ruang maya/ semu adalah ruang yang hanya dapat dirasakan atau
terkesan meruang”.
Posisi dan arah objek pada lukisan tersebut menyebabkan terciptanya
suatu keseimbangan informal dangan komposisi yang asimetris. Akan tetapi
objek tampak statis, hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Indrawati (2004:39)
yaitu
”Keseimbangan dibagi menjadi dua macam, yaitu Keseimbangan Formal
(simetri/ bisymetricalbalance), Keseimbangan formal dapat dicapai
dengan penempatan media estetik yang mempunyai bobot visual yang
sama atau mirip, pada jarak yang sama terhadap suatu titik pusat
keseimbangan imajiner. Penempatan media/ unsur estetik semacam itu
akan berpengaruh pada pola atau komposisi/ organisasi visual yang
terbentuk yaitu pola komposisi yang simetris (setangkup). Keseimbangan
Informal (asimetri/ asymmetrical balance). Keseimbangan informal dapat
dicapai dengan penempatan media estetik/ unsur yang tidak sama
bobotnya visualnya di sekitar titik pusat/ sumbu imajiner, sehingga
tercapai kesan seimbang. Penempatan media estetik/ unsur semacam
itulah yang menyebabkan penerapan keseimbangan informal dalam
sebuah tata susun akan membentuk pola komposisi yang asimetris, yang
memberikan efek/ kesan yang dinamik, bebas dan tidak terlalu resmi”.
Lukisan tersebut tampak harmony/ selaras karena adanya perulangan.
Perulangan didapatkan dari kesamaan dan kemiripan yang terdapat pada garis
kaligrafis, bidang geometrik, warna, dan tekstur, hal ini sesuai dengan pernyataan
dari Indrawati ( 2004:38) yaitu:
112
“Keselarasan/ keserasian dapat dicapai dengan memperbanyak kesamaan
dan kemiripan pada media estetik yang dimanfaatkan dalam suatu
organisasi visual. Kesamaan dapat dicapai dengan penerapan perulangan,
yaitu penggunaan unsur atau media yang sama lebih dari satu kali dalam
sebuah organisasi visual/ tata susun.”
Proporsi kedua objek di atas masih tampak sesuai dengan ukuran,
sehingga sesuai dengan pernyataan Kartika (2004:64) yaitu” Proporsi atau
persebandingan merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa untuk memperoleh
keserasian. Proporsi mengacu pada hubungan antara bagian dari suatu desain atau
hubungan antara bagian dengan keseluruhan”.
2. Lukisan pelepah pisang berjudul ”SEPATU TIKUS”
Gambar 4.2 Lukisan berjudul ”Sepatu Tikus”
( Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Lukisan yang kedua berjudul ”Sepatu Tikus ” masih terbuat dari pelepah
pisang atau debog. Lukisan di atas juga masih menampilkan satu objek utama
mirip dengan sepatu dan tiga ekor objek semacam tikus. Kesemua objek tersebut
113
tersusun atas garis- garis kaligrafis dan bidang- bidang non geometris dengan
variasi ukuran, warna dan bentuk yang tampak memenuhi seluruh bidang
gambar.
Pada lukisan ini juga masih tampak ditemukan adanya garis- garis
kaligrafis, dan kesan garis struktural sebagai pembentuk objek seperti yang
dipaparkan oleh Indrawati (1993:29), yaitu: ”Garis nyata dibedakan menjadi dua
macam, yaitu garis geometrik dan kaligrafis. Garis geometrik dibentuk
menggunakan alat bantu seperti penggaris, jangka dan masih banyak lagi. Garis
kaligrafis ini dibuat dengan tangan bebas sehingga bervariasi dan individual”.
Bidang non geometrik ditemukan pada sebagian dalam sepatu dan ketiga tubuh
tikus, dan pada background. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sanyoto (2005:83)
yaitu: ”Terdapat dua macam bidang yaitu bidang geometris adalah bidang teratur
yang dapat diukur secara matematis dan bidang non geometris adalah bidang yang
dibuat secara bebas”.
Dominasi lukisan masih tampak jelas pada warna cokelat bergradasi yang
memenuhi seluruh bidang gambar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prawira
(2002), warna dapat membedakan bentuk dan sekelilingnya”.
Tekstur nyata masih tetap nampak pada lukisan ini, seperti yang
diungkapkan Indrawati (1993:61) , ”tekstur nyata merupakan tekstur yang
langsung dapat dirasakan sifat permukaannya lewat rabaan, jadi tekstur nyata
adalah jenis tekstur yang tidak hanya visible pada mata”.
Keselarasan dan keserasian dapat dicapai dengan adanya perulangan
garis- garis kaligrafis, bidang- bidang non geometris, bentuk tikus, tekstur,
perulangan warna cokelat bergradasi, sesuai dengan pernyataan Indrawati
114
(2004:38):
“Keselarasan/ keserasian dapat dicapai dengan memperbanyak kesamaan
dan kemiripan pada media estetik yang dimanfaatkan dalam suatu
organisasi visual. Kesamaan dapat dicapai dengan penerapan perulangan,
yaitu penggunaan unsur atau media yang sama lebih dari satu kali dalam
sebuah organisasi visual/ tata susun.”
Keseimbangan informal dengan pola komposisi yang asimetris masih
tampak pada lukisan diatas. Seperti paparan oleh Indrawati ( 2004:39) yaitu:
“Keseimbangan dibagi menjadi dua macam, yaitu Keseimbangan Formal
(simerti/ bisymetricalbalance) dan Keseimbangan Informal( asimetri/
asymmetrical balance). Keseimbangan formal dapat dicapai dengan
penempatan media estetik yang mempunyai bobot visual yang sama atau
mirip, pada jarak yang sama terhadap suatu titik pusat keseimbangan
imajiner. Penempatan media/ unsur estetik semacam itu akan
berpengaruh pada pola atau komposisi/ organisasi visual yang terbentuk
yaitu pola komposisi yang simetris (setangkup). Keseimbangan Informal(
asimetri/ asymmetrical balance). Keseimbangan informal dapat dicapai
dengan penempatan media estetik/ unsur yang tidak sama bobot
visualnya di sekitar titik pusat/ sumbu imajiner, sehingga tercapai kesan
seimbang. Penempatan media estetik/unsur semacam itulah yang
menyebabkan penerapan keseimbangan informal dalam sebuah tata susun
akan membentuk pola komposisi yang asimetris, yang memberikan efek/
kesan yang dinamik, bebas dan tidak terlalu resmi”.
Pola komposisi atas adalah pola komposisi yang asimetris dan berkesan
dinamis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indrawati (2004:39)” keseimbangan
informal dalam sebuah tata susun akan membentuk pola komposisi yang
asimetris, yang memberikan efek/ kesan yang dinamik, bebas dan tidak terlalu
resmi”.
Proporsi kedua objek di atas tampak lebih besar baik pada sepatu maupun
ketiga objek tikus sehingga bidang gambar tampak sesak, penuh dan padat
sehingga sesuai tidak sesuai dengan pernyataan Kartika (2004:64) yaitu
”Proporsi atau persebandingan merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa untuk
115
memperoleh keserasian. Proporsi mengacu pada hubungan antara bagian dari
suatu desain atau hubungan antara bagian dengan keseluruhan”.
Padatnya ukuran objek utama pada bidang gambar menyebabkan lukisan
tampak kurang estetik, sesuai dengan pernyataan Sanyoto (2005:202) : “ ukuran
objek yang teramat besar atau objek memenuhi semua ruang, objek serasa
mendominasi dan merajai, tetapi terasa sesak, tidak dapat bernafas, serasa tidak
dapat bergerak, dan terasa muatan terlalu besar”.
3. Lukisan pelepah pisang berjudul ”ANTARA HIDUP DAN MATI”
Gambar 4.3. Lukisan berjudul ”Antara Hidup dan Mati”
(Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Pada lukisan yang berjudul ”Antara Hidup dan Mati” di atas masih
ditemukan adanya garis- garis kaligrafis, dan kesan garis struktural sebagai
pembentuk objek seperti yang dipaparkan oleh Indrawati (1993:29), ”garis nyata
dibedakan menjadi dua macam, yaitu garis geometrik dan kaligrafis. Garis
116
geometrik dibentuk menggunakan alat bantu seperti penggaris, jangka dan masih
banyak lagi. Garis kaligrafis ini dibuat dengan tangan bebas sehingga bervariasi
dan individual”.
Bidang non geometrik ditemukan pada seluruh sayap dan ekor burung
elang, beserta sisik- sisk pada ular dan bidang pembentuk background, sesuai
dengan pernyataan Sanyoto (2005:83) : ”Terdapat dua macam bidang yaitu bidang
geometris adalah bidang teratur yang dapat diukur secara matematis dan bidang
non geometris adalah bidang yang dibuat secara bebas”.
Dominasi lukisan masih tampak jelas pada warna cokelat bergradasi yang
memenuhi seluruh bidang gambar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prawira
(2002) “warna dapat membedakan bentuk dan sekelilingnya”.
Tekstur nyata masih tetap nampak pada lukisan ketiga ini, seperti yang
diungkapkan Indrawati (1993:61) , ”tekstur nyata merupakan tekstur yang
langsung dapat dirasakan sifat permukaannya lewat rabaan, jadi tekstur nyata
adalah jenis tekstur yang tidak hanya visible pada mata”.
Perulangan garis- garis kaligrafis , bidang- bidang non geometris, tekstur,
perulangan warna cokelat bergradasi, sesuai dengan pernyataan Indrawati
(2004:38):
“Keselarasan/keserasian dapat dicapai dengan memperbanyak kesamaan
dan kemiripan pada media estetik yang dimanfaatkan dalam suatu
organisasi visual. Kesamaan dapat dicapai dengan penerapan perulangan,
yaitu penggunaan unsur atau media yang sama lebih dari satu kali dalam
sebuah organisasi visual/tata susun.”
Keseimbangan informal dengan pola komposisi yang asimetris masih
tampak pada lukisan di atas, seperti paparan oleh Indrawati ( 2004:39) yaitu:
117
“Keseimbangan dibagi menjadi dua macam, yaitu Keseimbangan Formal
(simerti/ bisymetricalbalance) dan Keseimbangan Informal( asimetri/
asymmetrical balance). Keseimbangan formal dapat dicapai dengan
penempatan media estetik yang mempunyai bobot visual yang sama atau
mirip, pada jarak yang sama terhadap suatu titik pusat keseimbangan
imajiner. Penempatan media/ unsur estetik semacam itu akan
berpengaruh pada pola atau komposisi/ organisasi visual yang terbentuk
yaitu pola komposisi yang simetris (setangkup). Keseimbangan Informal(
asimetri/ asymmetrical balance). Keseimbangan informal dapat dicapai
dengan penempatan media estetik/ unsur yang tidak sama bobotnya visualnya di sekitar titik pusat/ sumbu imajiner, sehingga tercapai kesan
seimbang. Penempatan media estetik/unsur semacam itulah yang
menyebabkan penerapan keseimbangan informal dalam sebuah tata susun
akan membentuk pola komposisi yang asimetris, yang memberikan efek/
kesan yang dinamik, bebas dan tidak terlalu resmi”.
Pola komposisi atas adalah pola komposisi yang asimetris dan berkesan
dinamis, Hal ini sesuai dengan pernyataan Indrawati (2004:39)” keseimbangan
informal dalam sebuah tata susun akan membentuk pola komposisi yang
asimetris, yang memberikan efek/ kesan yang dinamik, bebas dan tidak terlalu
resmi”.
Proporsi kedua objek diatas masih tampak sesuai dengan ukuran,
sehingga sesuai dengan pernyataan Kartika (2004:64) yaitu ”Proporsi atau
persebandingan merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa untuk memperoleh
keserasian. Proporsi mengacu pada hubungan antara bagian dari suatu desain atau
hubungan antara bagian dengan keseluruhan”.
4. Lukisan pelepah pisang berjudul ”NYETHE”
Garis- garis yang terdapat pada lukisan di atas adalah garis kaligrafis
berwarna cokelat tua, dan putih kecokelatan dengan ukuran, panjang, serta
ketebalan yang berbeda. Garis kaligrafis tersebut menyebar di seluruh bidang
gambar, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Indrawati (1993:29), ”garis nyata
118
dibedakan menjadi dua macam, yaitu garis geometrik dan kaligrafis. Garis
geometrik dibentuk menggunakan alat bantu seperti penggaris, jangka dan masih
banyak lagi. Garis kaligrafis ini dibuat dengan tangan bebas sehingga bervariasi
dan individual”.
Gambar 4.4. Lukisan yang berjudul”Nyethe”
(Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Selain garis kaligrafis terdapat kesan garis stuktural pada tiap tepi tubuh
objek sebagai pembeda antara objek dengan background seperti paparan
Indrawati ( 2004:30) bahwa: “Dikatakan sebagai garis struktural, jika kesan garis
yang ditangkap tersebut merupakan batas antara bentuk dan ruang atau antara
bidang dan bidang.”.
Secara visual, selain garis kaligrafis dan garis struktural, pada lukisan di
atas nampak pula bidang non geometris pada tubuh objek dan sebagian besar pada
background seperti yang dituturkan oleh, Sanyoto (2005:83) : ”Terdapat dua
macam bidang yaitu bidang geometris adalah bidang teratur yang dapat diukur
119
secara matematis dan bidang non geometris adalah bidang yang dibuat secara
bebas”.
Warna cokelat mendominasi seluruh bidang gambar lukisan pelepah
pisang, karena warna cokelat tersebut merupakan warna asli pelepah pisang yang
telah kering. Dalam lukisan di atas warna cokelat ditata berdasarkan value. Seperti
yang dipaparkan Prawira (2002) ”warna dapat membedakan bentuk dan
sekelilingnya”.
Pada bidang gambar tersebut dipenuhi oleh tektur nyata berbentuk
serabut, sehingga ketika memegang lukisan dapat langsung dirasakan tekstur
nyatanya. Hal diatas seperti yang diungkapkan oleh Mofit (2003:10).
Tektur dibedakan mejadi dua jenis, diantaranya: tekstur nyata adalah
tekstur yang dapat dirasakan langsung keadaan nyata, antara keadaan
digambar dan keadaan dikenyataan bila diraba dengan tangan sama
kasarnya. Sedangkan tekstur semu adalah kesan, sifat/karakter permukaan
suatu objek/benda yang dapat dirasakan tanpa harus meraba. Tekstur
semu hanya dapat dirasakan lewat panca indera tanpa dapat diraba dan
membuat mata tertipu.
Posisi objek yang tampak lebih kesamping kanan bidang gambar
menciptakan adanya keseimbangan informal dengan pola komposisi asimetris
dimana objek tunggalnya tampak statis. Hal ini bertentangan dengan pernyataan
Indrawati (2004:39) yaitu
”Keseimbangan dibagi menjadi dua macam, yaitu Keseimbangan Formal
(simetri/ bisymetricalbalance), Keseimbangan formal dapat dicapai
dengan penempatan media estetik yang mempunyai bobot visual yang
sama atau mirip, pada jarak yang sama terhadap suatu titik pusat
keseimbangan imajiner. Penempatan media/ unsur estetik semacam itu
akan berpengaruh pada pola atau komposisi/ organisasi visual yang
terbentuk yaitu pola komposisi yang simetris (setangkup). Keseimbangan
Informal (asimetri/ asymmetrical balance). Keseimbangan informal dapat
dicapai dengan penempatan media estetik/ unsur yang tidak sama
bobotnya visualnya di sekitar titik pusat/ sumbu imajiner, sehingga
tercapai kesan seimbang. Penempatan media estetik/unsur semacam
itulah yang menyebabkan penerapan keseimbangan informal dalam
120
sebuah tata susun akan membentuk pola komposisi yang asimetris, yang
memberikan efek/ kesan yang dinamik, bebas dan tidak terlalu resmi”.
Pada penguasaan ruang, proporsi objek sudah sesuai aturan prinsip-
prinsip seni, sesuai dengan pernyataan Kartika (2004:64) yaitu ”Proporsi atau
persebandingan merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa untuk memperoleh
keserasian. Proporsi mengacu pada hubungan antara bagian dari suatu desain atau
hubungan antara bagian dengan keseluruhan”.
Keserasian / keselarasan lukisan yang berjudul “Nyethe” tampak dari
adanya memperbanyak kesamaan dan kemiripan media visual lukisan dengan
adanya perulangan garis dan bidang non geometris, dan tekstur nyata. Sesuai
dengan pemaparan Indrawati ( 2004:38) yaitu:
“Keselarasan/keserasian dapat dicapai dengan memperbanyak kesamaan
dan kemiripan pada media estetik yang dimanfaatkan dalam suatu
organisasi visual. Kesamaan dapat dicapai dengan penerapan perulangan,
yaitu penggunaan unsur atau media yang sama lebih dari satu kali dalam
sebuah organisasi visual/tata susun.”
C. Afeksi Penghayat Terhadap Lukisan Pelepah Pisang Periode 2007 Karya
Ladiono
1. Lukisan pelepah pisang berjudul ”PEMULUNG”
Dari pengamatan peneliti menafsirkan bahwa dari visualisasi lukisan di
atas menggambarkan kehidupan seseorang pemulung yang serba kekurangan.
Profesi pemulung banyak dilakukan orang-orang kekurangan demi memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari dengan memunguti sampah-sampah. Lalu
dijualnya kepada tengkulak. Lukisan di atas mengandung pesan bahwa sudah
sepatutnya kita berterimakasih pada pemulung, tanpa adanya pemulung pasti
121
sampah- sampah banyak berserakan, dan bau kotor akan menyeruak kemana-
mana.
Ditinjau dari gaya, lukisan di atas menggunakan gaya ekspresionisme,
hal ini tampak dari bentuk objek yang diciptakan hasil dari ungkapan jiwa
seniman, sedangkan teknik yang dipergunakan oleh Ladiono menggunakan
teknik dekoratif, dimana bentuk garis dan bidang lengkung pada objek dan
backgroundnya tampak menghias. Seperti yang diungkapkan oleh Susanto
(2002:30) yaitu:
”Dekoratif merupakan istilah menuju pada teknik perwujudan dan
penyusunan objek- objek lukisan dengan sifat menghias. Lukisan ini
menampilkan objek-objek realitas yang divisualisasikan melalui proses
deformasi. Biasanya jenis lukisan ini menghilangkan kesan ruang ilusif
(ruang maya) dan volumerik sehingga perwujudan objek-objeknya
bersifat datar/flat dan tidak menunjukkan adanya ketiga dimensinya”.
2. Lukisan pelepah pisang berjudul ”SEPATU TIKUS”
Dari pengamatan peneliti menafsirkan lukisan diatas menceritakan
tentang penyalahgunaan jabatan yang dipegang oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab dengan menyelewengkan jabatan yang dipegangnya demi
kepentingan pribadi, misalnya jabatan tersebut dipergunakan untuk perantara
mengambil keuntungan sebanyak- banyaknya semisal korupsi.
Gaya pada lukisan berjudul ”Sepatu Tikus” menurut peneliti, lukisan ini
menampilkan gaya dekoratif yang ekspresif . Dikatakan ekspresif, apabila ditinjau
dari visualisasi lukisan yang memiliki bentuk objek yang sederhana dan bentuk ini
merupakan hasil ungkapan, imajinasi dari Ladiono.
Sedangkan tekniknya Ladiono lebih mengarah pada dekoratif, karena
banyak memperlihatkan bentuk lengkung di tubuh objek maupun backgroundnya
122
yang tampak seperti menghias dan melebih- lebihkan objek yang ditampilkan.
Seperti yang diungkapkan oleh Susanto (2002:30) yaitu
”Dekoratif merupakan istilah menuju pada teknik perwujudan dan
penyusunan objek-objek lukisan dengan sifat menghias. Lukisan ini
menampilkan objek-objek realitas yang divisualisasikan melalui proses
deformasi. Biasanya jenis lukisan ini menghilangkan kesan ruang ilusif
(ruang maya) dan volumerik sehingga perwujudan objek-objeknya
bersifat datar/ flat dan tidak menunjukkan adanya ketiga dimensinya”.
Lukisan di atas tampak adanya kesan selaras/ serasi atau harmony dari
dicapai dari memperbanyak kesamaan dan kemiripan. Pada lukisan tersebut
terdapat objek menyerupai sepatu yang terletak di tengah – tengah bidang
menjadi pusat perhatian/ center of interest. Adanya objek utama mendominasi
bidang gambar, menyebabkan lukisan di atas memperlihatkan keseimbangan
asimetris. Meskipun demikian lukisan di atas kelihatan estetik karena penyusunan
antar unsur seni tampak meyatu dan kelihatan dinamis.
3. Lukisan pelepah pisang berjudul ”ANTARA HIDUP DAN MATI”
Lukisan ini menungungkapkan sisi kehidupan sosial masyarakat. Dari
pengamatan peneliti menafsirkan bahwa lukisan di atas menggambarkan kisah
rantai makanan, yaitu pertempuran antara hewan predator dan hewan yang akan
jadi mangsanya demi mempertahankan hidup. Ular berani melawan serangan
elang demi mempertahankan hidupnya, sedangkan elang berambisi menghabisi
ular karena lapar.
Bahwa lukisan ketiga di atas ini menggambarkan kisah rantai makanan,
yaitu pertempuran antara hewan predator dan hewan yang akan jadi mangsanya.
Elang melakukan segala cara untuk mendapatkan makanannya untuk
123
kelangsungan hidupnya dan ular dengan berbagai usaha mempertahankan diri
untuk melawan elang, juga untuk mepertahankan hidup. Mereka saling mencabik
satu sama lain, saling memangsa. Lukisan ini memberikan gambaran bahwa
dalam hidup selalu memerlukan perjuangan meskipun harus mati.
Gaya pada lukisan berjudul ”antara hidup dan mati” Menurut peneliti,
lukisan ini menampilkan gaya dekoratif yang ekspresif . Dikatakan ekspresif,
apabila ditinjau dari visualisasi lukisan yang memiliki bentuk objek yang
sederhana dan bentuk ini merupakan hasil ungkapan, imajinasi dari Ladiono.
Sedangkan pada tekniknya, Ladiono lebih mengarah pada dekoratif,
karena banyak memperlihatkan bentuk lengkung di tubuh objek maupun
backgroundnya yang tampak seperti menghias dan melebih- lebihkan objek yang
ditampilkan. Seperti yang diungkapkan oleh Susanto (2002:30) yaitu
”Dekoratif merupakan istilah menuju pada teknik perwujudan dan
penyusunan objek-objek lukisan dengan sifat menghias. Lukisan ini
menampilkan objek-objek realitas yang divisualisasikan melalui proses
deformasi. Biasanya jenis lukisan ini menghilangkan kesan ruang ilusif
(ruang maya) dan volumerik sehingga perwujudan objek-objeknya
bersifat datar/ flat dan tidak menunjukkan adanya ketiga dimensinya”.
4. Lukisan pelepah pisang berjudul ”NYETHE”
Pada lukisan di atas peneliti menemukan bahwa objek tunggal dalam
lukisan di atas merupakan tokoh manusia yang sedang bersantai dengan duduk
bersila sambil menghisap rokok.
Jadi lukisan tersebut berisi pengalaman Ladiono dilakukan disela-sela
memakukan proses berkarya seni. Kegiatan melepas penatnya dalam bekerja
dengan bersantai sambil menikmati kopi dan sebatang rokok dengan duduk bersila
di atas tanah sudah menjadi kegitan setiap hari Ladiono dalam proses penciptaan
124
karya pelepah pisang. Tanpa adanya kedua benda tersebut, maka Ladiono tidak
dapat melanjutkan berkarya melukis pelepah pisang.
Pengalaman Ladiono tersebut sesuai dengan ungkapan Dewey dalam
Santoso (2001:24):
”Pengalaman dapat dialami ketika berinteraksi di dalam suatu
lingkungan, masyarakat dan alam sekitar. Segala peristiwa dilihat dari rentangan
waktu tertentu baik sedang dialami maupun telah berlalu dalam perjalanan
kehidupan adalah pengalaman”
Gaya pada lukisan berjudul ”Nyethe” menurut peneliti, lukisan
ini menampilkan gaya dekoratif yang realis. Dikatakan realis, apabila ditinjau dari
visualisasi lukisan yang memiliki satu bentuk objek tunggal yang sederhana
denga proporsi yang pas dan bentuk ini diambil dari kehidupan pribadi dari
Ladiono, seperti yang dikatakan Soedarso (2003:31) ”Aliran ini memandang
dunia sebagai sesuatu yang nyata. Pelukis atau pembuat karya seni bekerja
berdasarkan kemampuan teknis dan realitas yang diserap oleh indera
penglihatannya. Fantasi dan imajinasi harus dihindarkannya”.
Sedangkan tekniknya Ladiono lebih mengarah pada dekoratif, karena
banyak memperlihatkan bentuk lengkung di tubuh objek maupun backgroundnya
yang tampak seperti menghias dan melebih- lebihkan objek yang ditampilkan.
Seperti yang diungkapkan oleh Susanto (2002:30) yaitu
”Dekoratif merupakan istilah menuju pada teknik perwujudan dan
penyusunan objek-objek lukisan dengan sifat menghias. Lukisan ini
menampilkan objek-objek realitas yang divisualisasikan melalui proses
deformasi. Biasanya jenis lukisan ini menghilangkan kesan ruang ilusif
(ruang maya) dan volumerik sehingga perwujudan objek-objeknya
bersifat datar/ flat dan tidak menunjukkan adanya ketiga dimensinya”.
125
D. Hubungan Aspek Genetik, Objektif, Dan Afeksinya Dalam Lukisan
Pelepah Pisang Periode 2007
Tiga komponen data seperti data genetik, data objektif dan data afektif
merupakan data lengkap dan sangat diperlukan dalam melakukan analisis bagi
seorang kritikus, sehingga diperoleh kesimpulan berupa sintesis sebagai hasil
akhir proses evaluasi.
Simpulan atau sintetis dalam kritik holistik merupakan sajian makna tafsir
berdasarkan masukan dari tiga kelompok informasi tersebut lewat suatu
pembahasan menyeluruh dengan mengkaitkan persamaan juga perbedaan antara
informasi dari deskripsi lengkap mengenai latar belakang (historis), analisa
formal, dan interpretasi. Dengan demikian simpulan merupakan hasil analisis
menyeluruh yang didukung kelengkapan pengetahuan, kreatifitas kritikus/
pengamat.
Sebagai seorang seniman, lingkungan merupakan teman akrab Ladiono.
Keakraban itu dirasakan sejak ia masih kecil mulai dari lingkungan keluarga,
masyarakat dan lingkungan yang berada disekitarnya. Faktor lingkungan ini telah
membentuk karakter dan perubahan hidup Ladiono khususnya dalam berkarya
seni. Lingkungan pulalah yang membuat Ladiono menjadi seorang seniman
pelepah pisang sampai dengan sekarang.
Dimulai dari masa kecilnya, yang mana kegiatan sehari- harinya
membantu ibundanya membuat benda- benda gerabah, kemudian berkembang
membuat relief dan selanjutnya berkembang berkarya lewat lukisan pelepah
pisang dengan media triplek dengan pewarnaan dari alam, yaitu debog.
Pada awalnya lukisan pelepah pisang buatan Ladiono banyak
126
menampilkan cerita- cerita pewayangan dengan teknik realis. Namun sejak
periode tahun 2006 ia melakukan perubahan dalam lukisan pelepah pisangnya
dengan menampilkan bentuk- bentuk figur manusia dan hewan- hewan secara
sederhana dengan background ruang semu dalam bidang gambarnya.
Lembaran- lembaran pelepah pisang dibentuk dan ditempelkan menjadi
garis- garis kaligrafis dan bidang- bidang non geometris yang memenuhi seluruh
bidang gambar. Semuan elemen seni disusun Ladiono berdasarkan gelap terang.
Dalam berkarya seni, Ladiono berkarya tidak ditujukan untuk mencari
materi namun semata –mata untuk kepuasan hati Ladiono. Karya Lukisan
Ladiono memiliki bentuk objek yang sederhana dan bentuk ini merupakan hasil
ungkapan ekspresi jiwa, imajinasi dari Ladiono, sehingga karya lukisan Ladiono
tidak dapat dapat dikategorikan sebagai seni terapan melainkan seni murni. Selain
itu pada periode 2007 ini, lukisan pelepah pisang yang ditampilkan Ladiono
banyak mengangkat realitas kehidupan sekitarnya melalui proses pengalaman
melihat, mendengar, dan merasakan fenomena sosial budaya masyarakat di
sekitar, menjadi area ide yang dipakai dalam penggarapan lukisan pelepah
pisangnya dengan teknik dekoratif. Kejadian- kejadian yang ada di sekitar
merupakan hal yang memiliki keunikan tersendiri bagi terciptanya visualisasi
idenya.
Pada periode ini juga, Ladiono juga menanamkan nilai- nilai/ amanat
akibat munculnya fenomena pada kehidupan masyarakat sekarang ini. Nilai- nilai
yang menjadi amanat Ladiono diantaranya seperti nilai perdamaian, pentingnya
perilaku jujur dalam lembaga tinggi Negara, perlunya istirahat untuk
mengembalikan stamina tubuh serta adanya rasa cinta dan kasih sayang terhadap
127
dirinya sendiri, sesama manusia tanpa melihat tinggi rendahnya pekerjaan dan
llingkungan sekitar. Dari segala usaha komunikasi visualnya dengan ruang
publik (penikmat/ penghayat) dapat dikatakan bahwa Ladiono adalah seniman
yang mengacu pada modernisasi, seniman yang memiliki pandangan yang
didasarkan pada logika, bebas serta tidak terikat aturan yang bersifat tradisional.
128
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan temuan data di depan tentang studi tentang empat lukisan
Pelepah Pisang karya Ladiono dari Trenggalek periode tahun 2007, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa:
A. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian lebih bersifat konseptual dan harus terkait langsung
dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dalam tujuan penelitan
diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Aspek Genetik Subjektif dan Objektif Pelukis Ladiono Dalam
Menciptakan Karya Seni Rupa Berupa Lukisan Pelepah Pisang Periode
2007
Ladiono merupakan seniman lukis yang memiliki eksistensi yang sangat
kuat terhadap wilayah kesenian kita. Walaupun usianya telah memasuki umur
setengah abad lebih namun semangat berkaryanya patut kita acungi jempol.
Ladiono tidak lelah untuk berkarya. Setiap hari ia selalu berkarya, meskipun
waktunya dipagi hari dihabiskan untuk mengajar di sekolah Dasar. Banyak karya-
karya lukisan pelepah pisang miliknya yang telah dipamerkan baik dalam daerah
maupun diluar kota
129
Seperti seniman- seniman lukis pada umumnya, dalam berkarya seni
Ladiono selalu diawali dengan membuat konsep terlebih dahulu, karena dengan
adanya konsep maka akan memudahkan Ladiono untuk melakukan langkah
berikutnya.
Visual lukisan figur diciptakan dari penutupan media triplek dengan
lembaran- lembaran pelepah pisang yang dibuat membentuk garis- garis kaligrafis
dan bidang non geometris. Perbedaan bentuk figur dengan background dibedakan
dengan warna pelepah pisang.
Meskipun karya pelepah pisang sudah dikenal masyarakat, khususnya
masyarakat Trenggalek, namun beliau tidak henti- hentinya untuk melakukan
eksperimen untuk memunculkan kreasi baru dalam lukisan pelepah pisangnya.
Seiring dengan perubahan waktu dan jaman, cara pandang , cara
memahami dan mempresentasikan realitas/ kenyataan yang harus diikuti
Ladiono. Bagi seorang Ladiono perubahan- perubahan karya lukisan Ladiono
dianggap sebagai proses kreatifitias dalam berkesenian agar lukisannya tidak
monoton.
Sebagai seorang seniman, Ladiono sangat akrab dengan lingkungan, baik
lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial disekitarnya. Hal ini sangat
terlihat jelas dari penggarapan tema- tema dalam lukisannya. Ladiono merupakan
sosok yang yang kritis dalam menghadapi fenomena sosial budaya, memiliki
teknik unik kreatif dalam penuangan ide, serius, bijaksana dalam menyingkapi
persoalan baik keluarga maupun sosial dan terkadang muncul nuansa humoris.
Inilah nilai- nilai yang terkandung dalam lukisan pelepah pisang Ladiono.
Meskipun secara visualisasi lukisan Ladiono tampak sederhana dengan pewarnaan
130
dari alam tetapi nilai- nilai yang ditanamkan tidak sekedar berkaitan dengan
kepribadiannya saja melainkan juga menanamkan pesan moral kepada
masyarakat.
2. Aspek objektif/ karya lukisan pelepah pisang karya Ladiono periode 2007
Lukisan Ladiono periode 2007 merupakan objek– objek tunggal atau lebih
yang diletakkan ditengah- tengah bidang gambar dengan latar belakang berupa
ruang semu yang diciptakan dari perbedaan value. Objek- objek dalam lukisan
Ladiono merupakan hasil dari imajinasi dan contoh dari fenomena yang terjadi di
lingkup sosial budaya. Objek- objek yang ditampilkan Ladiono tampak suram,
dan sedih. Adapula objek yang ditampilkan merupakan hewan- hewan sebagai
media kritikan.
Visualisasi objek dalam lukisannya ini dibuat secara sederhana
berdasarkan pada unsur- unsur seni dan prinsip- prinsip seni. Meskipun tidak
semua elemen seni dipergunakan Ladiono dalam proses berkarya seninya.
Komposisi dalam lukisan pelepah pisang Ladiono didominasi oleh garis
kaligrafis dan bidang- bidang non geometris.
3. Afeksi penghayat terhadap lukisan pelepah pisang periode 2007 karya
Ladiono
a. Lukisan berjudul ”Pemulung”
Lukisan ini menggambarkan tentang kehidupan pemulung. Pemulung
merupakan suatu pekerjaan yang dianggap remeh oleh kebanyakan orang. Padahal
tanpa adanya pemulung, maka sampah– sampah dan bau- bau apek akan
131
berhamburan kemana- mana. Hal ini mengandung pesan bahwa sepatutnya kita
menghargai karena pekerjaan pemulung bukanlah pekerjaan yang hina.
Sepatutnya kita berterimakasih dengan adanya pemulung, tanpa adanya pemulung
pasti sampah- sampah banyak berserakan, dan bau kotor yang tidak sedap akan
menyeruak kemana- mana. Sebagai manusia kita wajib saling mengasihi tanpa
harus memandang jenis pekerjaannya karena dihadapan Tuhan YME kedudukan
semua manusia itu sama.
b. Lukisan berjudul ”Sepatu Tikus”
Lukisan ini menggambarkan sebuah sepatu yang digerogoti tiga ekor tikus.
Sehingga lukisan ini merupakan sebuah bentuk kritik. Hewan tikus dijadikan
sebagai simbol dari perilaku oknum di lembaga tinggi yang menyelewengkan
jabatan yang diembannya untuk kepentingan pribadi. Lukisan ini juga
mengandung pesan agar kesemrawutan dalam lembaga ini bisa teratasi dan
kembali pada visi dan misi yang menjadi tujuan utama DPR yaitu sebagai
perantara/ penyalur aspirasi suara rakyat dan menjalankan aspirasi rakyat dengan
baik dan jujur, sehingga uneg-uneg masyarakat bisa tersalurkan dan kehidupan
masyarakat dapat kembali tenang dan damai.
c. Lukisan berjudul ”Antara Hidup dan Mati”
Lukisan yang ketiga ini menggambarkan dua binatang yang berkisah rantai
makanan, yaitu pertempuran antara hewan predator dan hewan yang akan jadi
mangsanya. Elang melakukan segala cara untuk mendapatkan makanannya dan
ular dengan berbagai usaha mempertahankan diri untuk melawan elang. Lukisan
132
ini mengandung suatu pesan pada kita semua bahwa dalam kehidupan manusia
selalu ada permasalahan. Dalam hidup selalu membutuhkan perjuangan meskipun
harus mati. Akan tetapi seberat apapun persolan yang sedang kita hadapi,
seharusnya diselesaikan dengan perdamaian tidak harus diselesaikan dengan
pertengkaran untuk memperoleh suatu keputusan.
d. Lukisan ”Nyethe”
Lukisan ini merupakan lukisan yang diadaptasi dari pengalaman sehari-
harinya. Lukisan ini menampilkan seorang figur manusia yang sedang beristirahat
didampingi oleh sebatang rokok dan secangkir kopi. Kegiatan ini setiap hari
dilakukan kegiaka Ladiono telah capek dalam membuat lukisan debog. Maka
Ladiono melakukan kegiatan istirahat sambil merokok dengan pipa dan
menikmati secangkir kopi. Kebiasaan inilah yang dinamakan “Nyethe”, yang juga
sebagai kebiasaan yang dilakukan oleh kebanyakan masyarakat di Tulungagung
yang merupakan tanah kelahiran Ladiono.
Hal ini memang mengandung makna bahwa istirahat sangat diperlukan
untuk setiap manusia agar dapat memulihkan stamina dan menyegarkan pikiran.
Ketika pikiran kita dan stamina kita kembali fit maka segala pekerjaan dapat
terselesaikan dengan mudah.
4. Hubungan aspek genetik, objektif, dan afeksinya dalam lukisan pelepah
pisang periode 2007
Nilai- nilai yang terdapat pada lukisan Ladiono khususnya periode tahun
2007, banyak menggunakan objek tunggal dengan background yang tercipta dari
133
ruang semu. Kemudian semua lukisan Ladiono menggunakan pewarnaan asli dari
pelepah pisang yang dikomposisikan dengan value . Selain pewarnaan tema- tema
yang dipergunakan Ladiono semuanya mengangkat fenomena kehidupan
masyarakat yang terjadi dalam kehidupan sehari- hari. Dalam dua karya lukisan
yang mewakili lukisan pelepah pisang periode 2007 seperti ” Sepatu
Tikus”dan”Antara Hidup dan Mati” menggunakan objek hewan sebagai simbol.
Dalam berkarya seni, Ladiono berkarya tidak ditujukan untuk mencari
materi namun semata –mata untuk kepuasan hati Ladiono. Karya Lukisan
Ladiono memiliki bentuk objek yang sederhana dan bentuk ini merupakan hasil
ungkapan ekspresi jiwa, imajinasi dari Ladiono, sehingga karya lukisan Ladiono
tidak dapat dapat dikategorikan sebagai seni terapan melainkan seni murni.
Ladiono juga menanamkan nilai- nilai/ amanat akibat munculnya
fenomena pada kehidupan masyarakat sekarang ini. Nilai- nilai yang menjadi
amanat Ladiono diantaranya seperti nilai perdamaian, pentingnya perilaku jujur
dalam lembaga tinggi Negara, perlunya istirahat untuk mengembalikan stamina
tubuh serta adanya rasa cinta dan kasih sayang terhadap dirinya sendiri, sesama
manusia tanpa melihat tinggi rendahnya pekerjaan dan llingkungan sekitar. Dari
segala usaha komunikasi visualnya dengan ruang publik (penikmat/ penghayat)
dapat dikatakan bahwa Ladiono adalah seniman yang mengacu pada modernisasi,
seniman yang memiliki pandangan yang didasarkan pada logika, bebas serta tidak
terikat aturan yang bersifat tradisional.
134
B. Saran
Dari keseluruhan hasil penelitian yang dilakukan peneliti terhadap
seni kerajinan lukisan pelepah pisang karya Ladiono di rumahnya, maka
beberapa saran yang sesuai dengan manfaat penelitian yang ingin dicapai
dari peneliti antara lain kepada:
1. Seniman
Karya pelepah pisang karya Ladiono banyak menggambarkan
objek tunggal dengan background ruang semu, untuk itu perlu
penambahan objek agar lukisan tersebut tidak sepi, dan variasi background
agar tidak monoton.
2. Mahasiswa Seni Desain
Gaya yang dipergunakan Ladiono cenderung kearah ekspresif
dekoratif. Gaya Ladiono pada periode tahun 2007 sangat berbeda dengan
periode tahun sebelumnya yang menggambarkan figur - figur pewayangan
yang bergaya realisme. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui makna yang terdapat dalam visualisasi dan karakter
lukisan Ladiono dengan mengarahkan penelitian pada makna penggunaan
tokoh pewayangan periode tahun 2000-2006, Peranan warna pelepah
pisang untuk lukisan Ladiono, dan perubahan corak/ gaya pada lukisan
pelepah pisang karya Ladiono.
3. Lembaga Perguruan Tinggi Universitas Negeri Malang
Lembaga Perguruan Tinggi Universitas Negeri Malang, dapat
mendukung segala bentuk kegiatan ilmiah yang dilakukan mahasiswa yang
berupa penelitian tentang seni. Baik yang ada di daerah Malang, maupun
135
di luar daerah Malang dan mengkajinya lebih lanjut secara ilmiah demi
peningkatan mutu akademis.
136
DAFTAR RUJUKAN
Anonymous. 2004. Memproses Gedebog Jadi Uang, (Online),
(www.diskopjatim.go.id/.../298-suci-memproses-gedebog-jadi-
uang.html, dikses pada tanggal 19 Maret 2011).
Anonymous. 2007. Seni Lukis, (Online), (http://id.wikipedia.org/, diakses 21 Mei
2011).
Indrawati, Lilik. 1992/1993. Struktur Seni I (Bagian I). Malang: OPF. Universitas
Negeri Malang..
Indrawati, Lilik. 2004. Nirmana I. Malang: OPF. Universitas Negeri Malang.
Kartika, Dharsono Sony. 2004. Seni Rupa Modern. Bandung: Rekayasa Sains.
Mamannoor. 2002. Wacana Kritik Seni Rupa di Indonesia. Bandung: Nuansa.
Margono. 2007. Seni Rupa dan Seni Teater SMA Kelas 2.-: -
Moleong, J. Lexy. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Remaja
Rosda Karya
Mofit.2003. Cara Menggambar Mudah. Jakarta: PT Gramedia.
Nurhadiat, Dedi. 2004. Pendidikan Seni Rupa SMP kelas 2. Jakarta: PT Grasindo.
Nursantara, Yayat. 2005. Kesenian SMA untuk Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Prawira, Sulasmi. 2002. Warna Teori dan Kreatifitas Penggunaanya. Bandung:
ITB
Sachari, Agus. 2005. Seni Rupa Desain untuk SMA Kelas XII. Bandung: Eslangga
Saliem, Agus. 2010, (Online), (http://agus.smamuh-trk.com/?p=48 diakses 19
Maret 2011).
Sanyoto, Sajiman Ebdi. 2005. Dasar-dasar Tata Rupa dan Desain (Nirmana).
Yogyakarta: Arti Bumi Intaran.
Soecipto, Katjik dan Widodo, Triyono. 1990. Dasar-Dasar Seni Lukis. Malang:
OPF. Universitas Negeri Malang.
Soedarso, SP. 2000. Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern. Jakarta: Studio
Delapan Puluh Enterprise.
137
Sulastianto, Harry. 2008. Seni Budaya Untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas.
Bandung: Gravindo Media Pratama.
Sumardjo, Jakob. 2002. Filsafat Seni. Bandung: ITB Bandung.
Susanto, Mikke. 2002. Diksi Rupa. Yogyakarta: Kanisius.
Sutopo, HB.tanpa tahun. Kritik Seni II. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Sutopo, HB, 2002 Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: University Press.
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Edisi
Kelima. Malang: Universitas Negeri Malang.
Widodo, Triyono. 1992. Dasar-dasar Seni Lukis. Malang: IKIP Malang
138
Lampiran 1
Lembar Observasi/ Pengamatan
terhadap kerajinan lukisan pelepah pisang karya Ladiono periode 2007
1. Identitas lukisan
a. Judul ………………………………………………………………. b. Ukuran ……………………………………………………………..
c. Medium …………………………………………………………….
d. Tahun ………………………………………………………………
2. Diskripsi karya
Lukisan di atas menampilkan objek yang menyerupai……. Dengan
Background…….
3. Analisa karya
a. Garis ……………………………………………………………….
b. Bentuk ……………………………………………………………..
c. Warna ………………………………………………………………
d. Ruang ………………………………………………………………
e. Tekstur ……………………………………………………………..
f. Kesatuan ……………………………………………………………
g. Keserasian/irama …………………………………………………..
h. Keseimbangan ……………………………………………………..
i. Proporsi/kesebandingan …………………………………………...
j. Dominasi/emphasis ………………………………………………...
4. Interpretasi
Berdasarkan diskripsi dan analisa karya di atas, maka lukisan …….
Menggambarkan tentang…….
5. Sintesis Kesimpulan Nilai
Berdasarkan informasi diskripsi lengkap mengenai latar belakang,
analisa formal dan interpretasi, maka diambilah sintesis kesimpulan nilai
pada lukisan………. yaitu……
139
Lampiran 2
DAFTAR WAWANCARA DENGAN INFORMAN UTAMA
Nama Informan : Ladiono
Tempat/Tanggal : RT 06, RW 02 Desa kendalrejo, Kecamatan Durenan,
Kabupaten Trenggalek.
1. Siapa nama lengkap anda?
2. Kapan dan dimana anda dilahirkan?
3. Siapa nama orang tua anda?
4. Dimana alamat tempat tinggal orang tua anda?
5. Apakah pekerjaan orang tua anda?
6. Berapa jumlah saudara dan anda anak keberapa?
7. Apa saja profesi/kesibukan saudara-saudara anda?
8. Pendidikan apa saja yang pernah anda selesaikan?
9. Semasa kecil pengalaman apa saja yang masih diingat?
10. Peralatan sekolah apa saja yang pernah dibelikan?
11. Semasa kecil apakah anda suka corat coret dengan alat tulis?
12. Dimana biasanya tempat mencorat-coret?
13. Waktu itu objek apa yang paling disukai untuk dituangkan ke atas kertas?
14. Dari bangku sekolah, tehnik melukis apa saja yang sudah dikenal?
15. Setelah SMP anda melanjutkan ke sekolah apa?
16. Bagaimana peran orang tua terhadap bakat yang anda punya?
17. Setelah tamat SMA melanjutkan kemana? Perguruan Tinggi dimana?
140
18. Mengapa anda memilih tidak melanjutkan ke Perguruan Tinggi Kesenian?
19. Bagaimanakah anda menyalurkan bakat anda?
20. Mengapa anda memilih berkarya dengan media pelepah pisang?
21. Bagaimana peran serta keluarga terhadap karya anda?
22. Adakah pengaruh lingkungan terhadap proses penciptaannya?
23. Bagaimana hubungan sosial antara masyarakat dengan anda?
24. Bagaimana anda mendapatkan ide dan gagasan dalam berkarya?
25. Tema-tema apa sajakah yang ditampilkan?
26. Selain pelukis, profesi apakah yaqng anda tekuni?
141
Lampiran 3
DAFTAR WAWANCARA DENGAN INFORMAN PENUNJANG
1. Kaseri (Orang tua seniman)
a. Bagaimanakah Ladiono semenjak kecil? Apakah sering membantu orang
tua?
b. Apakah bakat seni Ladiono sudah terlihat dari kecil ?
2. Masripah (Istri seniman)
a. Bagainakah peran Ladiono sebagai kepala keluarga?
3. Pak Yudha Rachman Wijaya (Tetangga).
a. Bagaimanakah karakter Ladiono?
b. Menurut anda, bagaimanakah karya lukisan Ladiono dilihat dari
visualisasinya?
142
Lampiran 4
DATA PRIBADI SUBJEK PENELITIAN
1. Nama : Ladiono
2. Tempat/Tgl Lahir : Tulungagung 26 Mei 1955
3. Agama : Islam
4. Pendidikan terakhir : SPG Trenggalek
5. Alamat : RT 06, RW 02. Desa Kendalrejo,
Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek
6. Riwayat Pameran :
Pameran pertama di Trenggalek tahun 1975 dengan tema “ Expo
Seni Debog RI 1975”, Pameran bersama “ Produk Unggulan Daerah”
tahun 1977 di Alun-alun Trenggalek, Tahun 1980 Pameran tunggal “
Debog Ladiono Art” di Tulungagung, Tahun 1988 Pameran tunggal di
Tulungagung dalam acara Pekan Raya hari jadi kota Tulungagung,
Pameran bersama “ Pasar Seni” di Surabaya tahun 2008, Pameran bersama
di Gedung Pramuka Trenggalek tahun 2009.
143
Lampiran 5
PETA RUMAH LADIONO
144
Lampiran 6
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Herdha Prasila
NIM : 106251400544
Jurusan/Program Studi : Seni dan Desain/ Pendidikan Seni Rupa
Fakultas/Program : Sastra/ S1
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
benar- benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil
tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Malang, Juni 2011
Yang membuat pernyataan,
Herdha Prasila
145
Lampiran 7
Surat Keterangan Penelitian di Rumah Bapak Ladiono.
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan dibawah ini Ladiono seniman pelepah
pisang di Kabupaten Trenggalek Jawa Timur menyatakan bahwa:
Nama : Herdha Prasila
NIM : 106251400544
Jurusan : Seni dan Desain
Program Studi : Pendidikan Seni Rupa
Fakultas/Jenjang : Sastra/S1
Telah mengadakan penelitian di rumah bapak Ladiono Rt 06, Rw
02 Desa Kendalrejo Kecamatan Durenan Kabupaten Trenggalek Jawa
Timur mulai bulan April 2011 sampai akhir bulan Juni 2011, dalam
rangka penulisan skripsi dengan judul :
“STUDI TENTANG EMPAT LUKISAN PELEPAH PISANG
KARYA LADIONO PERIODE 2007”
Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Trenggalek, 28 April 2011
Ladiono
146
Lampiran 8
RIWAYAT HIDUP
Herdha Prasila dilahirkan pada tanggal 25 Januari 1988 di Desa
Kendalrejo, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek, sebagai anak kedua dari
tiga bersaudara pasangan dari Bapak Ladiono dan Ibu Masripah. Hobi basket,
bermain musik, serta segala sesuatu yang berhubungan dengan seni budaya.
Pendidikan yang pernah ia tempuh adalah SDN Kendalrejo I (1994-2000), SMPN
I Durenan (2000-2003), SMAN I Trenggalek (2003-2006).
Pendidikan berikutnya ditempuh di Universitas Malang Fakultas Sastra
Jurusan Seni dan Desain Program Studi Pendidikan Seni Rupa melalui jalur
PMDK.
Recommended