View
229
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
SUMBER GENETIK TERNAK JAWA BARAT
Mimi Rohaeni, BPP-Cikole
Proses domestikasi hewan dan tumbuhan dinilai menjadi salah satu perkembangan
terpenting dalam sejarah, dan salah satu prasyarat meningkatnya peradaban (Diamond,
2002). Setelah diawali domestikasi, penyebaran pertanian meningkat secara cepat pada
hampir semua habitat daratan (Diamond and Bellwood, 2003;). Ribuan tahun setelah
seleksi oleh alam dan manusia, hanyutan genetik, Inbreeding dan crossbreeding
berkontribusi terhadap keragaman Sumber Daya Genetik Ternak (SDGT) dan
memungkinkan dilakukannya budidaya ternak dalam berbagai lingkungan dan sistem
produksi. Keragaman Sumber Daya Genetik Ternak (SDGT) merupakan hal penting
untuk semua sistem produksi ternak. Sumberdaya genetik ternak adalah substansi yang
terdapat dalam individu suatu populasi rumpun ternak yang secara genetik, unik yang
terbentuk dalam proses domestikasi dari masing-masing spesies, yang merupakan
sumber sifat keturunan yang mempunyai nilai potensial maupun nyata serta dapat
dimanfaatkan dan dikembangkan atau dirakit untuk menciptakan rumpun atau galur
unggul baru.
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan populasi manusia maka meningkat pula
kebutuhan pangan asal hewan, sesuai dengan data FAO bahwa “(1) permintaan akan
produk ternak meningkat dinegara yang sedang berkembang, dan FAO telah
memprediksi bahwa permintaan akan daging akan meningkat dua kali lipat selama 30
tahun sejak tahun 2000 sampai dengan 2030. Sementara itu permintaan akan susu
meningkat lebih dari dua kali.” oleh karena itu berbagai langkah antisipasi untuk
meningkatkan produksi dibidang peternakan telah dilakukan di berbagai wilayah,
termasuk Jawa Barat. Dan pembangunan yang dilaksanakan di bidang peternakan
harus tetap mempertahankan keanekaragaman Sumberdaya genetik ternak spesifik-
daerah yang ada . Sumberdaya genetik ternak spesifik-daerah adalah sumberdaya
genetik suatu populasi rumpun ternak yang secara genetik unik dan telah beradaptasi
serta berkembang di suatu wilayah. Karena menurut data FAO “Sumberdaya genetik
atau plasma nutfah ternak mulai berkurang dengan cepathampir diseluruh dunia.
Selama 15 tahun terakhir, 300 dari 6000 rumpun yang diidentifikasi oleh FAO telah
punah. Beberapa faktor penyebab punahnya rumpun ternak antara lain adalah, tekanan
ekonomi, tidak ada peningkatan mutu genetik, penggantian rumpun dan persilangan
yang tidak terarah dengan rumpun eksotik, penekanan seleksi terhadap beberapa sifat
tertentu dengan tidak memperhatikan produktivitas menyeluruh, serta perubahan
lingkungan produksi. Sehingga pelestarian sumberdaya genetik ternak; adalah semua
kegiatan untuk mempertahankan keanekaragaman sumberdaya genetik ternak baik
secara in-situ maupun ex-situ perlu terus menerus dilakukan.
Selaras dengan hal termaksud, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat selalu berusaha
untuk mengembangkan sekaligus melestarikan plasma nutfah yang ada di wilayah Jawa
Barat sebagai keanekaragaman sumber genetic spesifik Jawa Barat, melalui
menetapkan rumpun/galur di ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian.
Diantara plasma nutfah Jawa Barat yang sudah ditetapkan diantaranaya:
I. Domba Garut
SUMBER DAYA GENETIK DOMBA GARUT
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2914/Kpts/OT.140/6/2011 TENTANG
PENETAPAN RUMPUN DOMBA GARUT
Domba Garut merupakan salah satu rumpun domba lokal Indonesia yang mempunyai
keseragaman bentuk fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi dengan
baik pada keterbatasan lingkungan
Domba Garut mempunyai ciri khas yang berbeda dengan rumpun domba asli atau lokal
lainnya dan merupakan kekayaan sumber daya genetik ternak lokal Indonesia yang
perlu dilindungi dan dilestarikan
KARAKTERISTIK :
A) SIFAT KUALITATIF (Dewasa): 1) WARNA:
a) Tubuh dominan : kombinasi hitam-putih b) Kepala : kombinasi hitam putih;
2) TANDUK: a) Domba jantan : besar dan panjang dengan variasi bentuk melingkar atau
melengkung mengarah ke depan dan keluar; b) Domba betina : Bertanduk kecil atau tidak bertanduk;
3) BENTUK TELINGA : Kecil (rumpung) dengan panjang < 4 cm sampai sedang (ngadaun hiris) dengan panjang antara 4 – 8 cm;
4) GARIS MUKA : Cembung;
5) GARIS PUNGGUNG : Lurus sampai agak cekung;
6) BENTUK EKOR : Segitiga, dengan bagian pangkal lebar dan mengecil ke arah ujung (ngabuntut beurit atau ngabuntut bagong);
7) TEMPERAMEN : Agresif terutama pada domba jantan
B) SIFAT KUANTITATIF (Dewasa):
UKURAN PERMUKAAN TUBUH: a) Tinggi pundak : 74,34 ± 5,8 cm (jantan) dan 65,61 ± 4,8 cm (betina)
b) Panjang badan : 63,41 ± 5,7 cm (jantan) dan 56,37 ± 4,6 cm (betina) c) Lingkar dada : 88,73 ± 7,6 cm (jantan) dan 77,41 ± 6,7 cm (betina) d) Lebar dada : 22,08 ± 8,2 cm (jantan) dan 16,04 ± 2,1 cm (betina)
C) SIFAT REPRODUKSI:
1) Dewasa kelamin : 6 – 8 bulan 2) Dewasa tubuh : 18 – 24 bulan
3) Jumlah anak sekelahiran : 1,5 – 1,8 ekor 4) Lama berahi : 24 – 30 jam 5) Sifat keindukan : baik
6) Musim kawin : sepanjang tahun
D) SIFAT PRODUKSI: 1) Bobot lahir : 1,84 – 3,42 Kg
2) Bobot sapih : 10 – 13 Kg 3) Umur produktif : 6 – 8 tahun 4) Daya adaptasi : baik
E) DAYA TAHAN PENYAKIT : Cukup baik
Domba Garut adalah jenis domba yang paling populer di Indonesia. Jenis domba ini merupakan domba terunggul yang dimiliki peternak Indonesia. Memiliki kecepatan
pertumbuhan bobot hingga mencapai 100 Kg, dan daya tahan yang sangat baik terhadap penyakit.
Asal usul Domba Garut adalah hasil persilangan dari domba lokal dengan domba jenis
capstaad dari Afrika Selatan dan domba merino dari Australia. Domba capstaad sudah ada lebih dulu di Garut, sementara domba merino baru didatangkan ke Garut pada
abad ke-19. Dari ketiga jenis domba itulah, lahir varietas baru yang kemudian disebut domba Garut.
Selain dimanfaatkan dagingnya untuk konsumsi, Domba Garut juga dijadikan aset pariwisata oleh masyarakat Sunda untuk hajatan adu Domba Garut dan merupakan potensi wisata yang setara dengan karapan sapi di daerah Madura.
Bentuk umum domba Garut tubuhnya relatif
besar dan berbentuk persegi panjang, bulunya
panjang dan kasar. Domba jantan tertentu juga
digunakan sebagai domba aduan karena memiliki
tanduk yang besar dan kuat serta kekar
Ciri khas domba Garut jantan yaitu pangkal ekornya kelihatan agak lebar dengan ujung
runcing dan pendek, dahi sedikit lebar, kepala pendek dan profil sedikit cembung,
mata kecil, tanduk besar dan melingkar ke belakang sedangkan betina bertanduk ada
juga yang tidak bertanduk, telinga bervariasi dari yang pendek sampai yang panjang
dan memiliki warna bulu yang beraneka ragam. Domba Garut banyak dijumpai
berdaun telinga rumpung, ada juga yang memiliki daun telinga panjang (ngadaun
hiris). Kombinasi telinga rumpung (rudimenter) dengan ukuran di bawah 4 cm atau
ngadaun hiris dengan ukuran 4 - 8 cm dengan ekor ngabuntut beurit atau ngabuntut
bagong, warna dominan hitam terutama pada bagian muka dengan bentuk tubuh
ngabaji.
Domba Garut merupakan plasma nutfah terlangka di dunia karena postur hewan
ternak ini nyaris menyerupai bison di USA. Populasi Domba Garut terbesar di
Indonesia tentunya ada di wilayah provinsi Jawa Barat dengan lokasi daerah
penyebaran antara lain: Garut, Majalengka, Kuningan, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya,
Bandung, Sumedang, Indramayu dan Purwakarta.
Dengan beranekaragamnya sifat dan selera masyarakat, diharapkan perkawinan
sedarah pada ternak yang dipeliharanya dapat dihindarkan. Untuk tetap terjaganya
domba Garut tersebut tentunya Pemerintah harus menetapkan wilayah yang
diperuntukan untuk pelestarian dan pemurnian domba Garut tersebut dengan jalan
tidak memasukkan ternak domba dari rumpun lain masuk ke wilayah pelestarian
tersebut.
II. AYAM PELUNG
SUMBER DAYA GENETIK
AYAM PELUNG
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2918/Kpts/OT.140/6/2011
TENTANG
PENETAPAN RUMPUN AYAM PELUNG
Ayam pelung merupakan salah satu rumpun ayam lokal Indonesia yang mempunyai
keseragaman bentuk fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi dengan
baik pada keterbatasan lingkungan
Ayam pelung mempunyai ciri khas yang berbeda dengan rumpun ayam asli atau lokal
lainnya dan merupakan kekayaan sumber daya genetik ternak lokal Indonesia yang
perlu dilindungi dan dilestarikan
KARAKTERISTIK : A) SIFAT KUALITATIF:
1) JENGGER/BALUNG: Tunggal, bergerigi, berwarna merah, ukuran pada ayam jantan lebih besar dari
ayam betina;
2) PIAL:
Bulat berwarna merah ; pada ayam jantan lebih besar dan bergayut dari ayam betina;
3) BADAN, BENTUK PENAMPANG SAMPING:
Oval, silinder atau bulat, ayam jantan lebih besar dan lebih tegap dari ayam
betina;
4) WARNA BULU: Pada ayam jantan tidak memiliki pola khas, umumnya campuran merah dan hitam kuning dan putih dan campuran hijau mengkilat; Pada ayam betina
umumnya kuning tua kecoklatan (warna buah kemiri, kuning muda, hitam blorok dengan bercak putih atau kuning tua dengan bercak putih;
5) WARNA CEKER (METATARSUS):
Pada jantan dan betina umumnya hitam, hijau, abu-abu, kuning atau putih;
6) SUARA:
Khas pada ayam jantan, merdu dan mengalun panjang tidak terputus-putus;
7) JENIS IRAMA SUARA: Suara awal atau angkatan terdengar besar, bertenaga, bertekanan, bersih dan
mengalun tidak terburu-buru (anca); Suara tengah, terdengar nyambung setelah suara tengah, panjang, bersih dan jelas serta membesar pada ujungnya.
B) SIFAT KUANTITATIF:
1) SUARA: Durasi: 5,8 – 13,9 detik Frekuensi: 399,85 – 1.352,3 Hz
Volume: 60 – 63,89 db
2) BOBOT BADAN DEWASA: Ayam jantan: 3,7 – 5,85 Kg/ekor
Ayam betina: 2,70 – 4,15 Kg/ekor
3) PRODUKSI TELUR SELAMA 147 HARI PENGAMATAN:
23 – 84 Butir/Ekor
4) BOBOT TELUR: 45,03 – 57,03 gram/butir
5) KONSUMSI RANSUM AYAM DEWASA:
Jantan dan betina 130 gram/ekor/hari
C) SIFAT REPRODUKSI:
a) UMUR DEWASA KELAMIN: Jantan dan betina 5 – 6 bulan
b) UMUR BERTELUR PERTAMA: 5,5 – 7 bulan c) WILAYAH SEBARAN: Provinsi Jawa Barat
Nama Pelung berasal dari bahasa Sunda, Mawelung atu Melung, yang artinya
melengkung. Ayam Pelung karena lehernya panjang jika berkokok lehernya melengkung sehingga disebut ”ayam pelung”. Pada awalnya ayam pelung terdapat di daerah Jawa Barat, terutama di daerah
Kabupaten Cianjur. Namun pada perkembangannya saat ini, ayam pelung sudah banyak tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Ayam pelung itu sendiri termasuk
jenis ayam buras (bukan ras), yaitu ayam yang berasal dari asli Indonesia. Dari bentuknya hampir sama dengan ayam buras lainnya, hanya saja pada ayam pelung terdapat beberapa kelebihan ayam pelung yang membedakan ayam pelung tersebut
dengan ayam buras lain. Kini ayam pelung sudah banyak dikembangbiakkan di daerah pedesaan di Kab.
Cianjur. Untuk mendapatkan bibit ayam ini dapat datang ke Kecamatan Warungkondang, Pacet, Cugenang, Cianjur dan Cempaka. Sedangkan untuk
mendapatkan ayam pelung yang sudah menghasilkan suara bagus, Anda harus merogoh kocek lumayan besar, karena harganya dapat mencapai 10-20 juta per ekor. Sedangkan untuk ayam betinanya yang masih berproduksi bernilai 500 ribu
sampai 800 ribu. Harga yang tidak murah bila dibandingkan dengan ayam biasa. Tapi bagi yang hobi dan mencintai keunikan, harga ayam pelung ini sudah sebanding
dengan kelebihannya. Ayam Pelung sebagai plasma nutfah khas Jawa Barat merupakan sumber daya
genetik potensial untuk peningkatan kualitas unggas dalam rangka penyediaan sumber protein hewani dan kesenangan (hobi).
Ciri-ciri spesifik a) Berbadan besar, ukuran tubuhnya satu setengah sampai dua kali lebih besar dari
ayam lokal. b) Berat yang jantan 3,5 kg s.d. 5,5 kg dan betina 2,5 kg s.d. 3,5 kg.
c) Warna bulu jantan berbeda-beda antara campuran hitam dengan merah, serta hitam dengan merah kekuning-kuningan atau kuning kemerahan, kadang-kadang ditemukan pula campuran hitam dengan hijau yang dalam bahasa sunda disebut
warna jalak. d) Ayam pelung yang warna bulunya putih mulus sangat jarang ditemukan.
e) Ayam pelung jantan memiliki jengger tunggal bergerigi dengan pial ganda. Gerigi jenggernya umumnya ganjil seperti lima, tujuh atau sembilan. Pola jengger dan pial betina nya sama dengan jantan hanya saja ukurannya lebih kecil.
f) Suara kokok ayam jantan sangat merdu, satu kali berkokok yang jantan berkokok dapat berlangsung 28 detik.
Kelebihan – Kelebihan ayam pelung antara lain sebagai berikut :
1. Postur badan yang besar Ayam pelung merupakan jenis ayam buras yang paling besar bobotnya bila
dibanding ayam buras lain. Ayam pelung jantan dewasa bisa mencapai bobot 5 – 6kg/ekor, sedang ayam pelung betina maximum bisa mencapai
3,5kg/ekor. Besarnya pertumbuhan bobot ayam pelung ini menjadikan ayam pelung juga berpotensi sebagai ayam buras pedaging
2. Perkembangan Ayam lebih Cepat Bila dibanding dengan ayam buras lain, pertumbuhan ayam pelung lebih cepat
besar, hal ini karena ayam pelung memiliki postur tubuh yang besar, sehingga perkembangan ayam pelung dari mulai anakan hingga ayam pelung dewasa akan lebih cepat besar.
3. Suara berkokok yang berlagu dan panjang
Yang paling menarik dari ayam pelung adalah suara berkokoknya yang khas yaitu, berirama/berlagu dan panjang. Ayam pelung yang berkwalitas mempunyai suara
yang tidak sekedar panjang, akan tetapi suara kokok ayam pelung yang mengalun panjang dengan berirama/berlagu seperti ketukan bunyi burung perkutut
III. AYAM SENTUL
SUMBER DAYA GENETIK
AYAM SENTUL
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 698/Kpts/PD.410/2/2013 TENTANG
PENETAPAN RUMPUN AYAM SENTUL
ASAL-USUL : Ayam lokal dari daerah Ciamis, Provinsi Jawa Barat yang sejak abad ke-8 telah dibudidayakan secara turun temurun
WILAYAH SEBARAN ASLI GEOGRAFIS : Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat
WILAYAH SEBARAN :
Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Ciamis, Cirebon, Indramayu, Majalengka, Sumedang, Bandung, dan Bogor).
KARAKTERISTIK :
A) SIFAT KUALITATIF: 1) WARNA: BULU:
= JANTAN: Abu-abu dengan bergaris di ujung setiap helai bulu, memberi kesan sisik ikan, dihiasi dengan warna merah, kuning, dan hijau.
= BETINA: Dominan abu-abu dengan variasi abu kehitaman, abu keemasan dan abu putih
KEPALA: = JANTAN: Abu-abu dilapisi warna khas merah kuning keemasan
= BETINA: Abu-abu kehitaman
JENGGER: Merah PARUH : Putih KAKI : Kekuningan
KULIT : PUTIH
2) BENTUK: KEPALA:
= JANTAN: Lurus dan pipih = BETINA: Pipih
JENGGER: Merah PIAL: Ganda
PARUH: = JANTAN: Sedang lancip
= BETINA: Panjang dan runcing
BADAN: Ramping EKOR:
= JANTAN: Panjang = BETINA: Terbuka dan lebar
B) SIFAT KUANTITATIF:
1) BOBOT BADAN:
JANTAN: 2,0 - 2,6 Kg BETINA: 1,3 - 1,6 Kg
2) BOBOT TELUR: 40,7 ± 3,8 Gram 3) PRODUKSI TELUR: 118-140 Butir/Tahun
4) UMUR DEWASA KELAMIN: 6 ± 1 bulan 5) UMUR BERTELUR PERTAMA: 5 - 6 Bulan 6) KONVERSI PAKAN: 2,5 – 3,2
7) KEPALA:
= JANTAN: Panjang 39,0 ± 2,2 mm; Lebar 33,4 ± 5,1 mm = BETINA: Panjang: 38,6 ± 4,0 mm; Lebar 30,3 ± 2,8 mm
8) JENGGER: = JANTAN: Tinggi 34,9 ± 15,7 mm; Lebar 58,7 ± 30,7 mm; Tebal 14,5 ± 11,9 mm
= BETINA: Tinggi 17,3 ± 11,6 mm; Lebar 35 ± 18,2 mm; Tebal 3,9 ± 1,7 mm
9) PARUH: = JANTAN: Panjang: 33,5 ± 3,6 mm; Lebar 17,2 ± 2,2 mm; Tebal 12,6 ± 1,7
mm = BETINA: Panjang: 32,2 ± 3,0 mm; Lebar 16,2 ± 1,9 mm; Tebal 10,6 ± 1,3 mm
10) j) DADA: = JANTAN: Panjang 13,2 ± 1,2 cm; lingkar dada 34,0 ± 2,8 cm
= BETINA: Panjang 11,3 ± 0,9 cm; lingkar dada 31,0 ± 1,5 cm
Ayam Sentul merupakan peninggalan Ciung Wanara dari perkawinan Raja Galuh dengan Naganingrum. Setelah dilahirkan ia dihanyutkan ke Sungai Citanduy, dan
dalam perahunya dibekali telur ayam. Ciung Wanara ditemukan oleh Kakek dan Nenek Balagantrang. Sambil mengurus Ciung Wanara, telur tersebut dierami oleh
seekor naga di daerah Naga Wiru (Ciamis sekarang). Setelah dewasa ayam jantan dengan warna bulu abu-abu kekuning-kuningan mirip warna buah Sentul (buah
kecapi) diberi nama Si Jelug, sering keluar sebagai pemenang lomba sabung ayam. Pada suatu kontes yang mempertaruhkan sebagian wilayah Kerajaan Galuh, Si Jelug keluar sebagai pemenang, Ciung Wanara memperoleh sebagaian wilayah tersebut,
dan mengantarkannya menjadi raja.
Ciri spesifik: Warna bulu didominasi warna abu-abu yang bervariasi dari abu-abu muda, tua keputih-putihan, bercampur dengan warna merah ataupun kekuningan. Berdasarkan
warna bulunya, Ayam Sentul dikelompokan menjadi varitas (1) Sentul Kelabu (abu-abu/normal),
(2) Geni (abu kemerahan) (3) Jambe (abu merah mengarah ke jingga) (4) Batu (abu mengarah kehitaman)
(5) Debu (abu mengarah ke putih) (6) Emas (abu mengarah kekuning-kuningan)
Keunggulan: Tipe dwiguna (pedaging dan petelur), lebih tahan terhadap penyakit ND, jumlah produksi telur lebih banyak 1-3 butir/periode betelur (sekitar 118 butir/tahun) dan warna bulunya yang khas bukan mustahil dijadikan ayam hias.
Pola Pengembangan pada kelompok: a. Sebagai bibit unggul kelompok b. Multiplikasi (perbanyakan) disamping menggunakan pola kawin alam, juga
pemanfaatan teknologi Inseminasi Buatan c. Tujuan pengembangan tidak hanya pada aspek ekonomi, juga pada aspek
Pelestarian Plasma Nutfah Khas Ciamis.
Beberapa varietas pada ayam sentul: a. Sentul Batu b. Sentul Kelabu c. Sentul Debu
d. Sentul Emas e. Sentul Geni
IV. ITIK CIHATEUP
SUMBER DAYA GENETIK
ITIK CIHATEUP
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 425/Kpts/SR.120/3/2014 TENTANG
PENETAPAN RUMPUN ITIK CIHATEUP
ASAL-USUL : Berasal dari itik Mallard yang bermigrasi ke indonesia dan beradaptasi
dengan lingkungan kemudian diseleksi oleh masyarakat sehingga muncul sifat khas
WILAYAH SEBARAN ASLI GEOGRAFIS :
Dusun Cihateup, Desa Rajamandala Dan Desa Sukanagalih, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat
WILAYAH SEBARAN :
Kabupaten Tasikmalaya, Garut, Majalengka, Bandung, Subang, Dan Ciamis Provinsi Jawa Barat
KARAKTERISTIK : A) SIFAT KUALITATIF:
1) WARNA: TUBUH:
= Jantan: bagian leher, dada, sepanjang tulang punggung, tubuh bagian samping dan ekor berwarna cokelat tua
= Betina: seluruh bagian tubuh berwarna cokelat BULU SAYAP: = JANTAN: BERVARIASI ANTARA COKELAT SAMPAI COKELAT TUA
= BETINA: SEKITAR 10% PADA BULU PENUTUP SAYAP SEKUNDER TERDAPAT NOKTAH PUTIH
KEPALA: = JANTAN: HITAM
= BETINA: COKELAT PARUH: HITAM KAKI: HITAM
KULIT: PUTIH TELUR: BIRU KEHIJAUAN
2) BENTUK:
TUBUH: Pada kondisi siaga berdiri tegak membentuk sudut 90 derajat dan
pada saat rileks condong ke depan membentuk sudut 60-70 derajat KEPALA: kecil
LEHER : panjang PARUH: panjang dan runcing SAYAP: merapat ke tubuh dan kedua ujung sayap menyilang di bagian
punggung
B) SIFAT KUANTITATIF: 1) BOBOT BADAN:
2) JANTAN: 1,8 ± 0,1 Kg 3) BETINA: 1,7 ± 0,2 Kg 4) BOBOT TELUR: 67,5 ± 5,7 GRAM
5) PRODUKSI TELUR: 180-200 BUTIR/TAHUN 6) PUNCAK PRODUKSI TELUR: 80-90%
7) LAMA PRODUKSI TELUR: 12 ± 3 BULAN 8) UMUR DEWASA KELAMIN: 142 ± 9 HARI
9) KONVERSI PAKAN: 4-4,5
Itik Cihateup merupakan jenis itik lokal Indonesia yang berasal dari Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup dijadikan sebagai penghasil telur
yang unggul dengan produktivitasnya sangat tinggi, selain itu dapat dijadikan sebagai komoditas penghasil daging yang baik.
Sifat utama yang “diincar” adalah postur tubuhnya yang menjulang. Struktur tulang yang panjang dibutuhkan bagi ternak pedaging karena tulang adalah tempat tumbuhnya otot
Penampilannya sedikit berbeda dengan itik-itik dari daerah lain. Itik Cihateup asal
Rajapolah, Tasikmalaya Jawa Barat ini memiliki kekhasan leher yang lebih jangkung ketimbang itik-itik asli Indonesia lainnya. Dan itik Cihateup memiliki
pembawaan lebih tenang, ketika dihampiri tidak menimbulkan suara yang berisik. Artinya, itik jenis ini lebih tidak mudah stres akibat faktor eksternal.
Di saat perubahan cuaca dari musim panas ke hujan atau sebaliknya hujan ke panas, produktivitas telur itik Cihateup tidak anjlok. Sifat-sifat positif itu menjadi
alasan dipilihnya itik Cihateup oleh peni bersama tim risetnya sebagai sumber plasma nutfah untuk mendapatkan jenis itik pedaging asli indonesia. Sifat utama yang “diincar” dari itik Cihateup adalah postur tubuhnya yang menjulang. Dan ini
dipastikan karena memiliki kerangka tubuh yang panjang. Struktur tulang yang panjang dibutuhkan bagi ternak pedaging karena tulang adalah tempat
tumbuhnya otot.
Daya tetas telur itik Cihateup sebesar 85 % cukup tinggi, hal ini menunjukkan bahwa proses penetasan telur berlangsung dengan baik. Keadaan ini menunjukkan bahwa kualitas genetik itik Cihateup sangat baik karena itik yang
ada merupakan hasil seleksi yang cukup ketat, dan didukung oleh keterampilan manajerial pemilik itik yang sangat berpengalaman.
Rataan bobot dod itik cihateup cukup tinggi dengan keragaman rendah, sehingga bobot awal itik tersebut dapat dikatakan seragam. Jika dibandingkan dengn bobot dod itik alabio dan mojosari masing-masing ,27 g dan 39,47 g hasil penelitian
susanti, dkk., (1998), maka bobot dod itik cihateup di lokasi penelitian ini relatif lebih tinggi. Rasio itik jantan:betina dari telur yang menetas adalah 1:2, hal ini
cukup baik karena dapat memanen anak itik betina lebih banyak dibanding itik jantan. Kondisi ini cukup menunjang pada usaha peternakan itik yang bertujuan
sebagai penghasil telur.
Sumber: 1. balitnak.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com...id..
2. Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional, SUBANDRIYO
3. Peraturan-Peraturan Menteri Pertanian
4. Status Terkini Dunia Sumberdaya Genetik Ternak Untuk Pangan Dan Pertanian (The State Of The World’s Animal Genetic Resources For Food And Agriculture), Komisi Sumber Daya Genetik untuk Pangan dan Pertanian, FAO
Recommended