View
214
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
“TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARA PENGUMPULAN
SUMBANGAN PUBLIK OLEH PERSEROAN TERBATAS
(Studi Kasus. PT. Sumber Alfaria Trijaya, Tbk)”
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Nurlia Fikawaty
11140480000135
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
F A K U L T A S S Y A R I A H D A N H U K U M
U N I V E R S I T A S I S L A M N E G E R I
S Y A R I F H I D A Y A T U L L A H
J A K A R T A
1439 H / 2018 M
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
NURLIA FIKAWATY. NIM 11140480000135. TANGGUNG JAWAB
PENYELENGGARA PENGUMPULAN SUMBANGAN PUBLIK OLEH
PERSEROAN TERBATAS (Studi Kasus. PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1439 H / 2018 M.
Isi: ix + 68 halaman + 47 halaman lampiran + 3 halaman daftar pustaka.
Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah mengenai prosedur
pengumpulan sumbangan, pertanggungjawaban yang seharusnya dilakukan oleh
penyelenggara pengumpulan sumbangan yang khususnya dalam hal ini dilakukan
oleh suatu perseroan terbatas yaitu PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk melalui gerai
Alfamart pada Putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) Nomor Registrasi
011/III/KIP-PS/2016. Namum PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk ini tidak
melaksanakan tanggungjawabnya sebagaimana mestinya dengan menolak untuk
menyamoaikan informasi kepada publik terkait kegiatan pengelolaan
pengumpulan sumbangan yang telah dilakukannya hingga saat ini.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif
dilakukan dengan cara menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat
teoritis yang menyangkut asas, konsepsi, doktrin, dan norma hukum yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pengumpulan sumbangan.
Kesimpulan dari penelitian, pada dasarnya prosedur pengumpulan
sumbangan yang dilakukan oleh PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk sudah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan telah mendapat perizinan
dari Kementerian Sosial yang mana mempunyai pertanggungjawaban kepada
pihak penerima bantuan dengan memberikan seluruh hasil sumbangan dengan
memastikan hasil sumbangan tersebut dapat tersalurkan dan berguna dengan baik
serta terdapat pula tanggungjawab terhadap para donator sumbangan yang selama
ini telah turut serta dalam membantu PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk melalui
gerai-gerai Alfamart dengan cara memberikan informasi secara berkala kepada
publik baik melalui media massa, cetak maupun online.
Kata Kunci : Tanggungjawab Penyelenggara Sumbangan, Perseroan Terbatas
Pengumpulan Sumbangan Publik, Kesejahteraan Sosial
Pembimbing : Mustolih Sidradj, S.Hi., M.H
Daftar Pustaka : Tahun 1982 Sampai Tahun 2016
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “TANGGUNG JAWAB
PENYELENGGARA PENGUMPULAN SUMBANGAN PUBLIK OLEH
PERSEROAN TERBATAS (Studi Kasus. PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk)” dapat
diselesaikan dengan baik, walaupun terdapat beberapa kendala yang dihadapi saat
proses penyusunan skripsi ini.
Hal ini tidak dapat dicapai tanpa adanya bantuan, dukungan, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesimpulan ini, dengan
segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat saya ini mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta beserta para Wakil Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum., sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Mustolih Sidradj, S.Hi., M.H. Dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya. Beserta Segenap Dosen Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Dosen
Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang
sangat bermanfaat untuk peneliti.
4. Dr. Yayan Sopyan, SH., M.H. M.Ag, Nur Habibi, SH. M.H, Nur Rohim
Yunus, LL.M, Indra Rahmatullah, S.Hi, M.H, Hidayatulloh, S.Hi., M.H.
Dosen yang selalu membatu selama penulisan skripsi dimulai hingga selesai.
5. Orang tua peneliti yang dengan sangat sabar mendidik peneliti mulai dari lahir
hingga sekarang ini tanpa merasa lelah dan juga selalu memberikan dukungan
baik materiil maupun immaterial serta selalu memberikan doa terhadap
peneliti. Terima kasih juga kepada kakak-kakak dan adik peneliti yang selalu
menyemangati peneliti serta selalu memberikan dukungan kepada peneliti
dalam pembuatan skripsi ini.
6. Sahabat-sahabat yang yang selalu bersama dan menemani peneliti selama
peneliti mengemban dunia pendidikan sejak semester 3 hingga saat ini, Hanifa
Tri Agustina, Masyita Mustika Saryani, Nabila Nur Annisa, Iqlimatul Annisa,
Putri Nur Aini, Adella Farah Fadhillah, Widy Mayunita. Terima kasih selalu
ada dan menyemangati peneliti sejak awal dimulainya penulisan skripsi ini
hingga selesai. Semoga persahabatan kita tidak terputuskan hingga tua nanti.
vii
7. Keluarga besar Ilmu Hukum angkatan 2014, keluarga Saman Ilmu Hukum
2013, 2014 serta 2015 dan Junior maupun Senior UIN Jakarta khususnya Kak
Wardah Humaira, Kak Rini Sulistyowati yang telah memberikan dorongan
semangat dalam kelancaran dalam penulisan skripsi peneliti.
8. Daffa Albari Naufal yang selalu memberikan semangat serta bantuan kepada
peneliti bahkan sebelum dimulainya penulisan skripsi ini serta telah menjadi
faktor pendukung dalam selesainya skripsi ini.
9. Erma, Titia, Tyas, Ivana, Yunika, Alifia, Indah, Sarah, Galuh yang selalu
mewarnai hidup peneliti dan menyemangati peneliti sejak SMP, SMA sampai
sekarang. Semoga setelah ini kita akan terus memberikan semangat satu sama
lain hingga tua nanti.
10. Semua pihak terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Tidak ada
yang bisa peneliti berikan untuk membalas jasa-jasa kalian kecuali doa dan
ucapan terima kasih. Akhir kata, Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Terima kasih.
Jakarta, 8 Maret 2018
Nurlia Fikawaty
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................... ii
PERSETUJUAN BIMBINGAN ..................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 7
D. Metode Penelitian ........................................................................ 8
E. Sistematika Penulisan .................................................................. 12
BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI PENYELENGGARA
PENGUMPULAN SUMBANGAN DARI MASYARAKAT
A. Tinjauan Umum Terhadap Perseroan Terbatas .......................... 14
B. PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk Sebagai Pelaku Usaha ............. 19
C. Regulasi Dalam Kesejahteraan Sosial ........................................ 23
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ........................................... 29
BAB III PERAN PT SUMBER ALFARIA TRIJAYA TBK SEBAGAI
PENYELENGGARA PENGUMPULAN UANG KEMBALIAN
KONSUMEN
A. Dasar Hukum Penyelenggaraan Sumbangan ............................... 32
B. Prosedur Penyelenggaraan Sumbangan ....................................... 33
C. Perseroan Terbatas Sebagai Penyelenggara Sumbangan ............. 37
D. Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik ............. 38
ix
BAB IV TANGGUNGJAWAB PT SUMBER ALFARIA TRIJAYA
TBK SEBAGAI PELAKSANAAN KEGIATAN
PENGUMPULAN DONASI UANG KEMBALIAN KONSUMEN
A. Mekanisme Pendistribusian Hasil Sumbangan
Oleh PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk........................................ 47
B. Tanggungjawab Hukum Penyelenggara Sumbangan ................. 49
C. Analisis Putusan Sengketa Informasi Publik
Oleh Komisi Informasi Pusat Nomor Register
011/III/KIP-PS/2016 .................................................................. 50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 66
B. Rekomendasi ............................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 69
LAMPIRAN .................................................................................................... 72
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sejarah perkembangan manusia tak terdapat seorangpun
yang hidup menyendiri, terpisah dari kelompok manusia lainnya, kecuali
dalam keadaan terpaksa dan itupun hanyalah untuk sementara waktu.
Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul
dengan sesamanya dalam satu kelompok, hasrat untuk bermasyarakat.1
Maka dari itu sejak dulu hingga sekarang ini manusia selalu hidup
berkelompok, saling membutuhkan satu sama lainnya khususnya dalam
hal perekonomian.
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Undang-
Undang Dasar (UUD) 1945 adalah negara hukum yang mengatur segala
kepentingan warga negara dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk
diantaranya adalah aspek perekonomian. Negara dalam tatanan hukum
perekonomian diberi landasan kewenangan hukum untuk bertindak dalam
mengatur segala sesuatu yang terkait dengan perekonomian. Dalam aspek
perekonomian ini didalamnya mencakup masalah perdagangan, jual beli,
dan lain sebagainya. Dari kegiatan perdagangan maupun jual beli ini telah
membuktikan bahwa setiap manusia tidak bisa jauh dari hidup
bermasyarakat dan juga saling membutuhkan satu sama lain.
Sesungguhnya peranan hukum dalam konteks ekonomi adalah
menciptakan ekonomi dan pasar yang kompetitif.2 Pengertian ini tidak
terbatas hanya persoalan yang menyangkut hubungan antara hukum dan
kegiatan ekonomi, tetapi didalamnya mencakup substansi tentang
pembagian hasil pembagian ekonomi yang merupakan Hak Asasi
1 CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka,1986), h. 29.
2 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana), h. 21.
2
Manusia.3 Yang dapat diartikan bahwa pembagian hasil ini merupakan
pembagian hasil yang didapatkan atau diterima oleh masing-masing
pelaku usaha sebagai penyedia barang dan/atau jasa maupun konsumen
sesuai dengan haknya masing-masing.
Dengan pesatnya pembangunan dan perkembangan perekonomian
nasional saat ini telah menghasilkan variasi produk barang dan/atau jasa
yang dapat dikonsumsi.4 Dengan adanya hal ini membuat banyak orang
yang memilih memanfaatkannya dengan berbisnis untuk mendapatkan
sejumlah keuntungan dengan mendirikan suatu perusahaan-perusahaan
tertentu seperti Perseroan Terbatas.
Istilah Perseroan Terbatas (PT) terdiri dari dua kata, yakni
perseroan dan terbatas. Perseroan merujuk kepada modal PT yang terdiri
dari sero-sero atau saham-saham. Kata terbatas merujuk kepada
tanggungjawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai
nominal semua saham yang dimilikinya.5
Dalam melakukan usaha dengan mendirikan suatu perusahaan,
baiknya pelaku usaha harus mempunya iktikad baik dan mengacu kepada
hukum yang berlaku khususnya dalam hukum ekonomi dengan tidak boleh
merugikan orang lain (konsumen). Hal ini telah dijelaskan oleh Subekti. di
dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata, yaitu tiap
orang adalah merdeka untuk melakukan perusahaan apa saja yang
dikehendaki. Hanya ia harus menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan
yang bertentangan dengan kepatutan dan kejujuran.6
3 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 2.
4 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 1.
5 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 2, (Jakarta:
Djambatan, 1982), h. 85.
6 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 1989, Cet. 22), h. 193.
3
Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan
berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Kemajuan dibidang ilmu pengetahuan, teknologi telekomunikasi,
dan informatika juga turut mendukung perluasan ruang gerak transaksi
barang dan/atau jasa hingga melintasi batas-batas wilayah suatu negara.7
Dengan adanya kemajuan ini membuat banyak pelaku usaha
memanfaatkannya untuk melakukan pembangunan kesejahteraan sosial
dengan menjadi jasa untuk menampung kehendak baik dari masyarakat
yang ingin menyumbangkan sesuatu dalam kegiatan sosial yang berguna
bagi pembangunan masyarakat adil dan makmur, dengan jalan antara lain
mengumpulkan uang atau barang.
Pengertian kesejahteraan sosial menurut pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial adalah
kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga
negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga
dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Berdasarkan amanat tersebut maka
peran negara adalah menyelenggarakan pelayanan dan pengembangan
kesejahteraan sosial secara terencana, terarah, dan berkelanjutan.
Berkaitan dengan adanya partisipasi masyarakat untuk turut serta
melakukan pembangunan kesejahteraan sosial bersama, dalam hal ini yang
banyak membuat para pelaku usaha menyelenggarakan program
pengumpulan sumbangan. Yang mana cara pengumpulan sumbangannya
salah satunya dengan cara meminta uang kembalian dari masyarakat yang
membeli suatu produk barang dan/atau jasa di perusahaan yang selaku
penyelenggara sumbangan tersebut.
7 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum
Acara... h. 1.
4
Berhubungan dengan hal tersebut maka dalam hal usaha
pengumpulan sumbangan harus bertujuan untuk pembangunan dalam
bidang kesejahteraan sosial, sebagaimana dimaksud dalam pasal 1
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau
Barang (untuk selanjutnya disebut UUPUB) yang mengatakan bahwa yang
diartikan dengan pengumpulan uang atau barang dalam undang-udang ini
ialah setiap usaha mendapatkan uang atau barang untuk pembangunan
dalam bidang kesejahteraan sosial, mental/agama/kerokhanian,
kejasmanian dan bidang kebudayaan.
Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi dalam
mewujudkan penyelenggaraan pembangunan kesejahteraan sosial yang
terbuka, salah satunya adalah keterbukaan atau adanya transparansi
mengenai pengumpulan dana dari pihak penyelenggara terhadap pemberi
sumbangan atau juga terhadap masyarakat. Sebagaimana yang telah diatur
dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik yang menyatakan bahwa setiap orang
berhak memperoleh informasi publik sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang ini. Oleh karena itu hak atas informasi menjadi sangat penting
karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik,
penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan.
Di dunia perekonomian Indonesia saat ini, pada kenyataannya
masih terdapat beberapa pelaku usaha yang menyelenggrakan program
pengumpulan sumbangan yang tidak memenuhi tanggungjawabnya karena
tidak adanya transparansi kepada pemberi sumbangannya dengan menolak
untuk memberikan informasi kepada publik mengenai pengelolaan
pengumpulan sumbangan yang telah dilakelolanya selama ini.
Hal ini dilakukan oleh salah satu pelaku usaha yang telah
mendirikan suatu perseroan yang bergerak dibidang ekonomi sebagai
perusahaan yang menjual berbagai produk barang dan/atau jasa yang
menjadi penyelenggara pengumpulan sumbangan yang dikumpulkannya
5
dari uang-uang kembalian konsumen setelah membeli produk barang
dan/atau jasa darinya.
Menurut Yahya Harahap yang dimaksud dengan Perseroan
Terbuka (Tbk) dalam pasal 1 angka 7 Undang-Undang Perseroan Terbatas
adalah:8
1. Perseroan publik yang telah memenuhi kriteria sebagai perseroan
publik yaitu memiliki pemegang saham sekurangnya 300 orang dan
modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3 miliar, atau
2. Perseroan yang melakukan penawaran umum (public offering) saham
di Bursa Efek. Maksudnya perseroan tersebut menawarkan atau
menjual saham atau efeknya kepada masyarakat luas.
Hanya emiten yang boleh melakukan penawaran umum. Emiten
tersebut adalah pihak yang melakukan Penawaran Umum.9 Seharusnya
pelaku usaha yang merupakan emiten atau perusahaan yang tercatat di
bursa efek serta sahamnya dimiliki oleh publik, seharusnya memberikan
transparansi mengenai penyaluran donasi uang kembalian dari masyarakat
kepada publik. Sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik yang
menjelaskan bahwa hak memperoleh informasi publik merupakan hak
asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri
penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.
Praktek pengalihan uang kembalian konsumen oleh pelaku usaha
termasuk salah satu usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk
melakukan pengumpulan sumbangan yang nantinya akan diberikan kepada
yayasan sosial. Akan tetapi seharusnya kegiatan ini dilakukan sesuai
dengan prosedur Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 Tentang
Pengumpulan Uang dan Barang.
8 Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), h. 41.
9 Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas... h. 41.
6
Menurut peneliti sangat diperlukannya tanggungjawab oleh pihak
penyelenggara pengumpulan sumbangan terdahap konsumen yang telah
memberikan sumbangan agar dapat terpenuhinya hak-hak pemberi
sumbangan dengan baik, benar dan jujur serta diberikan informasi yang
jelas mengenai sumbangan yang telah ia berikan selama ini.
Peneliti menjadikan PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk dalam
penulisan skripsi ini sebagai contoh kasus yang keputusannya nanti bisa
dijadikan sebagai yurisprudensi hukum oleh perusahaan-perusahaan lain
yang turut serta berperan sebagai penyelenggara pengumpulan sumbangan.
Selain itu dikarenakan belum adanya aturan yang tuntas maupun lengkap
sehingga dengan ini maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian ini sebagai suatu pengkajian.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian hukum dengan judul: “TANGGUNG JAWAB
PENYELENGGARA PENGUMPULAN SUMBANGAN PUBLIK
OLEH PERSEROAN TERBATAS (Studi Kasus. PT. Sumber Alfaria
Trijaya, Tbk)”
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka
dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang berkaitan dengan
pengelolaan pengumpulan uang dan barang, yaitu:
a. Mengetahui prosedur pengumpulan sumbangan yang dilakukan
oleh PT. Sumber Alfaria Trijaya, Tbk sudah memenuhi peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau tidak.
b. Hak-hak yang didapatkan oleh pihak pemberi sumbangan maupun
penyelenggara pengumpulan sumbangan.
c. Tanggungjawab hukum yang harus dilakukan oleh pihak
penyelenggara sumbangan.
7
d. Cara pemberi sumbangan mendapatkan kepastian hukum agar
memperoleh informasi mengenai donasi yang telah diberikannya
kepada pihak pengelola.
e. Perlindungan hukum bagi konsumen untuk mendapatkan haknya
dalam mengetahui informasi penyaluran dana uang kembalian
yang dilakukan oleh pelaku usaha.
2. Pembatasan Masalah
Untuk lebih memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian ini,
maka perlu adanya pembatasan masalah agar dalam praktek penelitian
dan penyusunan secara ilmiah dapat dipahami dengan mudah. Oleh
karena itu, peneliti membatasi permasalahan yang akan diteliti secara
khusus membahas tentang tanggungjawab penyelenggara
pengumpulan sumbangan publik oleh perseroan terbatas dengan
melakukan penelitian kepada PT. Sumber Alfaria Trijaya, Tbk.
3. Perumusan Masalah
Agar penelitian ini berjalan dengan baik, maka perlu dibuat
perumusan masalah yang kemudian dibuat pertanyaan penelitian
sebagai berikut :
a. Bagaimana mekanisme pendistribusian hasil sumbangan publik
oleh PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk?
b. Bagaimana tanggungjawab hukum yang harus dilakukan oleh
pihak penyelenggara sumbangan?
c. Bagaimana pertimbangan majelis komisioner Komisi Informasi
Pusat dalam memberikan putusan pada perkara Nomor Register
011/III/KIP-PS/2016?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penulisan berdasarkan permasalahan-
permasalahan sudah ditulis pada rumusan masalah diatas. Sedangkan
secara khusus tujuan penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
8
a. Untuk mengetahui prosedur penyelenggara pengumpulan
sumbangan yang dilakukan oleh PT. Sumber Alfaria Trijaya, Tbk
sudah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau tidak.
b. Untuk mengatahui apa saja tanggungjawab penyelenggara
sumbangan yang seharusnya dilakukan.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penulisan ini sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penulisan ini adalah sebagai bahan kajian dan acuan
bagi pengembangan wawasan ilmu hukum pada hukum bisnis
khususnya Hukum Perdata dalam mempelajari mengenai
pengumpulan uang dan barang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan secara mendalam.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi
peneliti lain, sebagai sarana pelatihan, peningkatan wawasan dan
ilmu pengetahuan bagi penulis serta bagi pemerintah dalam
memberikan kebijakan. Penelitian ini juga diharapkan menjadi
masukan bagi praktisi hukum yang bersangkutan dalam
penyelesaian kasus yang serupa dimasa yang akan datang.
D. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini dibutuhkan data yang akurat, yang
berasal dari studi dokumentasi untuk meyelesaikan persoalan-persoalan
yang ada pada skripsi ini. Oleh karena itu metode penelitian yang
digunakan penulis dalam penelitian ini adalah:
9
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu penelitian kualitatif yang merupakan
penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis.10
Menggunakan bahan hukum sebagai rujukan.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis
normatif. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara
menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang
menyangkut asas, konsepsi, doktrin, dan norma hukum yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pengumpulan sumbangan.
Pendekatan yuridis disini menekankan dari segi perundang-
undangan dan peraturan-peraturan serta norma-norma hukum yang
relevan dengan permasalahan ini, yang bersumber pada yang
dilakukan dengan melihat kenyataan yang ada dalam praktek yang
menyangkut prosedur dalam pelaksanaan pengumpulan dana untuk
disumbangan kepada yayasan sosial terkait tanggungjawab yang harus
dilakukan oleh pihak penyelenggara.
Pendekatan yuridis normatif mengacu pada peraturan perundang-
undangan dan keputusan pengadilan,11 penelitian hukum normatif
mencakup asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum
dan sinkronisasi hukum serta penelitian terhadap sejarah dan
perbandingan hukum,12 yang mengatur tentang pengumpulan uang dan
barang yang terdapat permasalahan tentang tata cara pengumpulan
dana dengan menelaah kasus sesuai sumber hukum primer berupa
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengumpulan
sumbangan uang donasi yang pada umumnya dan pada khususnya
yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 Tentang Pengumpulan
10
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Penelitian_Kualitatif, Diakses pada 30 Oktober 2017.
11 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011, cet.Ke-3), h.
142.
12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press), 2014), h. 51.
10
Uang atau Barang, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 Tentang
Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang nomor 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik, sedangkan bahan hukum sekunder,
terdiri dari buku-buku, makalah dan artikel ilmiah yang berhubungan
dengan penulisan skripsi ini.
2. Spesifikasi Masalah
Spesifikasi yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
deskripstif analisis, yaitu menggambarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan
praktek pelaksanaan hukum positif yang terkait.
Data yang diperoleh dari penelitian, diusahakan memberikan gambaran
atau mengungkapkan berbagai faktor yang dipandang erat
hubungannya dengan gejala-gejala yang diteliti, kemudian akan
dianalisa mengenai penerapan atau pelaksanaan peraturan perundang-
undangan serta ketentuan-ketentuan mengenai pengumpulan
sumbangan yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan meminta uang
kembalian dari pembeli untuk mendapatkan data atau informasi
mengenai pelaksanaan dan tangungjawab yang seharusnya dilakukan
pihak penyelenggara sumbangan.
3. Sumber Data dan Bahan Hukum
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder dalam penelitian hukum merupakan data yang diperoleh
dari hasil penelaahan pustaka atau bahan pustaka yang berkaitan
dengan permasalahan atau materi penelitian yang disebut dengan
bahan hukum.13
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif yang artinya memiliki otoritas. Bahan-bahan hukum
primer meliputi perundang-undangan, catataan-catatan resmi atau
13
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 156.
11
risalah dalam pembuatan perundang-undangan atau putusan-
putusan hukum.14
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum
utama. Bahan hukum yang digunakan dalam tulisan ini adalah:
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 Tentang Pengumpulan
Uang atau Barang, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011
Tentang Kesejahteraan Sosial, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, Undang-Undang nomor 14 Tahun 2008
Tentang Keterbukaan Informasi Publik serta Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1980 Tentang Pelaksanaan
Pengumpulan Sumbangan
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang dapat
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang
berupa rancangan peraturan perundang-undangan, hasil penelitian,
buku, buku teks, jurnal, media cetak dan media elektronik.15
c. Bahan Non Hukum
Bahan Non Hukum yaitu berupa literatur yang berasal dari non
hukum yang pempunyai relevansi dengan topik penelitian berupa
kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kamus hukum, majalah,
koran, internet, dan lainya.16
4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
Pengumpulan data dalam penulisan penelitian hukum normatif
dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum maupun
non hukum yang berkaitan dengan topik penelitian. Dilakukan dengan
membaca, melihat, mendengarkan maupun penelusuran lebih lanjut
14
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum... h. 141.
15 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris, h. 157-158.
16 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum... h. 143.
12
sehingga mampu memberikan penjelasan terhadap masalah yang
terdapat dalam penelitian ini yang nantinya dapat menyimpulkan
uraian dari bahan-bahan hukum tersebut.17
5. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
Teknik pengolahan data yang digunakan penulis adalah dengan
mengelola data sedemikian rupa sehingga data dan bahan hukum
tersebut tersusun secara runtut, sistematis sehingga akan memudahkan
penulis dalam melakukan analisis.18
Pertama, data tersebut diklasifikasikan sesuai pembahasan yang
menjadi fokus penelitian. Kedua, diuraikan dan dijelaskan fokus
penelitian tersebut berdasarkan teori-teori yang sesuai dengan fokus
penelitian. Ketiga, penjelasan tersebut dievaluasi atau dinilai
berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan penulis dalam
skripsi ini berdasarkan kaidah-kaidah dan teknik penulisan yang
terdapat dalam “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2017”.
E. Sistematika Penulisan
Untuk menjelaskan isi skripsi secara menyeluruh ke dalam
penulisan yang sistematis dan terstruktur maka skripsi ini penulis susun
dengan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab yaitu sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelasakan latar belakang masalah,
perumusan masalah dan pembatasan masalah, tujuan dan
17
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum... h. 160.
18 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum… h. 180.
13
manfaat penulisan, manfaat penulisan, kerangka
konseptual, metode penelitian, sistematika penulisan, dan
daftar pustaka sementara.
BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI
PENYELENGGARA PENGUMPULAN
SUMBANGAN DARI MASYARAKAT
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang
dikemukan oleh sarjana-sarjana hukum dan para ahli
lainnya, kajian pustaka yang didahului kerangka konseptual
serta diakhiri tinjauan (review) kajian terdahulu.
BAB III PERANAN PT SUMBER ALFARIA TRIJAYA TBK
SEBAGAI PENYELENGGARA PENGUMPULAN
UANG KEMBALIAN KONSUMEN
Dalam bab ini akan menguraikan bagaimana penelitian
dilakukan, yang mengemukakan tentang metode
pendekatan, teknik pengumpulan data, pengambilan
sampel, analisis data.
BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PT SUMBER ALFARIA
TRIJAYA TBK SEBAGAI PELAKSANAAN
KEGIATAN PENGUMPULAN DONASI UANG
KEMBALIAN
Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana tanggungjawab
yang dilakukan oleh PT. Sumber Alfaria Trijaya sebagai
Perseoan Terbatas sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dengan melakukan analisis terhadap
putusan Komisi Informasi Publik (KIP).
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dimana akan disimpulkan
dari pembahasan bab-bab sebelumnya dan juga berisi
rekomendasi.
14
14
BAB II
PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI PENYELENGGARA
PENGUMPULAN SUMBANGAN DARI MASYARAKAT
A. Teori-Teori Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas merupakan persekutuan yang berbentuk badan
hukum, dimana badan hukum ini disebut dengan “perseroan”. Istilah
perseroan pada perseroan terbatas menunjuk pada cara penentuan modal
pada badan hukum itu yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham dan
istilah terbatas menunjuk pada batas tanggung jawab para persero atau
pemegang saham, yaitu hanya sebatas pada jumlah nilai nominal dari
semua saham-saham yang dimiliki.1
Istilah Perseroan Terbatas (PT) terdiri dari dua kata, yakni
perseroan dan terbatas. Perseroan merujuk kepada modal PT yang terdiri
dari sero-sero atau saham-saham. Kata terbatas merujuk kepada
tanggungjawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai
nominal semua saham yang dimilikinya.2
Pada umumnya, orang berpendapat bahwa PT adalah suatu bentuk
perseroan yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan modal
perseroan tertentu yang terbagi atas saham-saham, dan para pemegang
saham ikut serta dengan mengambil satu saham atau lebih dan melakukan
perbuatan-perbuatan hukum yang dibuat oleh nama bersama, dengan tidak
bertanggung jawab sendiri untuk persetujuan perseroan itu3
Perseroan Terbatas merupakan badan hukum (legal entity), yaitu
badan hukum “mandiri” (persona standi in judicio) yang memiliki sifat
1 C.S.T Kansil dan Christine, Pokok-Pokok Hukum Perseroan Terbatas Tahun 1995,
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), h. 31.
2 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 2, (Jakarta:
Djambatan, 1982), h. 85.
3 Farida Hasyim, Hukum Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 147.
15
dan ciri kualitas yang berbeda dari bentuk usaha yang lain, yang dikenal
sebagai karakteristik suatu PT yaitu sebagai berikut:
1. Sebagai asosiasi modal.
2. Kekayaan dan utang PT adalah terpisah dari kekayaan dan utang
Pemegang Saham.
3. Pemegang Saham:
a. Bertanggung jawab hanya pada apa yang disetorkan, atau tanggung
jawab terbatas (limited liability).
b. Tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan (PT) melebihi
nilai saham yang telah diambilnya.
c. Tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat
atas nama perseroan.
4. Adanya pemisahan fungsi antara Pemegang Saham dan Pengurus atau
Direksi.
5. Memiliki Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas.
6. Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham atau
RUPS.4
Perseroan Terbatas merupakan bentuk yang begitu popular dari
semua usaha bisnis. Perseroan Terbatas masuk ke dalam ranah Hukum
Perusahaan yang mana penjelasan resmi tentang definisi perusahaan tidak
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.5 Pengaturan tentang
Perseroan Tebatas semula diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang. Akan tetapi, ketentuan tentang perseroan terbatas dalam kitab ini
kemudian tidak berlaku lagi setelah adanya Undang-Undang Perseroan
Terbatas yang merupakan undang-undang khusus yang mengatur tentang
perseroan terbatas.6 Namun demikian dari ketentuan-ketentuan Pasal 36,
4 I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Undang-Undang dan Peraturan Pelaksanaan di
Bidang Usaha, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2005), h. 142-143.
5 C.S.T Kansil dan Cristine, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi),
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2001), h. 67.
6 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), h. 36.
16
40, 42 dan 45 KUHD akan didapati pengertian perseroan terbatas. Dalam
pasal-pasal tersebut mengandung unsur-unsur yang dapat membentuk
badan usaha menjadi perseroan terbatas. Unsur-unsur tersebut disimpulkan
sebagai berikut:7
1. Adanya kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing
persero (pemegang saham), dengan tujuan untuk membentuk sejumlah
dana sebagai jaminan bagi semua perikatan perseroan;
2. Adanya persero yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah
nominal saham yang dimilikinya;
3. Adanya pengurus (Direksi) dan Komisaris yang merupakan satu
kesatuan pengurusan dan pengawasan terhadap perseroan dan
tanggung jawabnya terbatas pada tugasnya.
Sedangkan apabila dilihat secara yuridis, pengertian mengenai
perseoan terbatas telah diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa perseroan terbatas
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.8
Untuk mendirikan PT, harus dengan menggunakan akta resmi (akta
yang dibuat oleh notaris) yang di dalamnya dicantumkan nama lain dari
perseroan terbatas, modal, bidang usaha, alamat perusahaan, dan lain-lain.
Akta ini harus disahkan oleh menteri kehakiman. Setelah mendapat
pengesahan perseroan terbatas harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri dan
selanjutnya diumumkan di Berita Negara Republik Indonesia (BNRI).9
Jika semua persyaratan terpenuhi oleh para pendiri maka perseroan
7 C.S.T Kansil dan Christine, Pokok-Pokok Hukum Perseroan Terbatas Tahun 1995, h. 30.
8 Dr. Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Prseroan Terbatas, (Bandung:
Nuansa Aulia, 2006), h. 15-16.
9 Farida Hasyim, Hukum Dagang… h. 151.
17
terbatas menjadi Badan Hukum. Apabila Perseroan Terbatas sudah
menjadi badan hukum maka keberadaan PT dalam lalu lintas hukum
diakui sebagai subjek hukum, artinya PT dapat menuntut dan dituntut di
muka pengadilan.10
Dalam hal ini badan usaha yang berupa Perseroan
Terbatas (PT) dinilai penting bagi para pelaku usaha, selain melegalkan
perusahaan juga bisa mempermudah berbagai perizinan dalam berbagai
kegiatan usaha.
Pada umumnya orang berpendapat bahwa PT adalah suatu bentuk
perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan
modal perseroan tertentu yang terbagi atas saham-saham, dalam mana para
pemegang saham (persero) ikut serta mengambil satu saham atau lebih dan
melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibuat oleh nama bersama, dengsn
tidak bertanggung jawab sendiri untuk persetujuan-persetujuan perseroan
itu (dengan tanggung jawab yang semata-mata terbatas pada modal yang
mereka setorkan).11
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas menyatakan bahwa Perseroan harus mempunyai
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau
kesusilaan. Berdasarkan ketentuan ini, setiap perseroan harus mempunyai
“maksud dan tujuan” serta kegiatan usaha yang jelas dan tegas. Dalam
pengkajian hukum, disebut “klausul objek”. Perseroan yang tidak
mencantumkan dengan jelas dan tegas apa maksud dan tujuan serta
kegiatan usahanya, dianggap cacat hukum (legal defect), sehingga
keberadaannya tidak valid (invalidate).
Tujuan tertentu dari suatu perseroan terbatas dapat diketahui di
dalam anggaran dasarnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 12 huruf b
Undang-Undang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa anggaran
10
Farida Hasyim, Hukum Dagang… h. 152.
11 C.S.T Kansil dan Christine, Pokok-Pokok Hukum Perseroan Terbatas… h. 31.
18
dasar memuat sekurang-kurangnya: maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Bahkan dari namanya dapat diketahui bahwa pemakaian nama
perseroan dapat mencerminkan tujuan pokok dari perseroan, misalnya PT
Bank Pembangunan Indonesia (PT Bapindo). Dilihat dari namanya sudah
dapat diketahui bahwa PT Bapindo bergerak di bidang perbankan. Tujuan
perseroan bukan merupakan tujuan atau kepentingan pribadi dari satu atau
beberapa orang peseronya dan perjuangan untuk mencapai tujuan itu
dilakukan oleh organ perseroan yang disebut Direksi. Jadi, jelas bahwa
unsur mempunyai tujuan tertentu yang terdapat dalam badan hukum
dipunyai juga oleh perseroan terbatas.12
Pencantuman maksud dan tujuan serta kegiatan usaha dalam
anggaran dasar, dilakukan bersamaan pada saat pembuatan akta pendirian.
Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 Tetang Perseroan Terbatas yang menggariskan, Akta
Pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang berhubungan
dengan perseroan
Pencantuman maksud dan tujuan serta kegiatan usaha dalam
anggaran dasar bersifat hukum memaksa. Pencantuman maksud dan tujuan
serta kegiatam usaha dalam anggaran dasar perseroan memegang peranan
“fungsi prinsipil” (principle function). Dikatakan memegang peranan
fungsi prinsipil karena pencantuman itu dalam anggaran dasar merupakan
“landasan hukum” (legal foundation) bagi “Pengurus” perseroan, dalam
hal ini Direksi dalam melaksanakan pengurusan dan pengelolaan kegiatan
usaha perseroan. Sehingga pada setiap transaksi atau kontrak yang mereka
lakukan tidak menyimpang atau keluar maupun melampaui dari maksud
dan tujuan, serta kegiatan yang ditentukan dalam anggaran dasar.
Selain itu tujuan dengan didirikannya Perusahaan Perseroan adalah
untuk mengejar keuntungan. Hal ini berarti perusahaan tersebut harus
12 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, h.
30.
19
dikelola berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang modern.
Artinya, perusahaan harus menganut transparansi, akuntabel dan
dijalankan secara professional. Untuk itu, kapasitas para pengelolanya
sangat dituntut mempunyai integritas yang dapat dinilai kinerjanya.13
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Pasal 12 Undang-
Undang BUMN, maksud dan tujuan pendirian Persero adalah sebagai
berikut:
1. Menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya
saing kuat. Baik dipasar dalam negeri Mupun internasional.
2. Mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.14
B. PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk Sebagai Pelaku Usaha
1. Sejarah berdirinya PT. Sumber Alfaria Trijaya, Tbk
Sejarah Alfamart dimulai pada tahun 1989 oleh Djoko Susanto
dan keluarga. PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart/Perseroan),
mengawali usahanya dibidang perdagangan dan distribusi, kemudian
pada 1999 mulai memasuki sector minimarket. Ekspansi secara
eksponensial dimulai Perseroan pada tahun 2002 dengan mengakuisisi
141 gerai Alfaminimart dan membawa nama baru “Alfamart”.
Tahun 2015 Perseroan telah mengoperasikan 11.115 gerai,
dimana 37,6% di wilayah Jabodetabek, 37,1% berada di Pulau Jawa
(Non Jabodetabek), dan 25,3% di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Bali dan Lombok. Pembukaan gerai baru pada tahun 2005 mencapai
1.254 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sejalan dengan fokus Perseroan untuk mengembangkan pasar
di luar Jabodetabek, pada tahun 2015 dari total gerai baru yang dibuka
lebih dari 70% berada di wilayah Jawa (Non Jabodetabek) dan Luar
Jawa. Dari kepemilikan, 81,7% merupakan gerai baru Perseroan dan
13
Dr. Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan… h. 67.
14 Farida Hasyim, Hukum Dagang… h. 164.
20
18,3% merupakan gerai baru franchise, sehingga sampai dengan akhir
2015, total gerai franchise mencapai 3.152 gerai atau 28,4% dari total
gerai yang dikelola.15
Sedangkan pada tahun 2016 Alfamart merupakan salah satu
yang terdepan dalam usaha ritel, dengan melayani lebih dari 3,8 juta
pelanggan setiap hatinya di lebih dari 12.300 gerai dan 32 gudang yang
tersebar di Indonesia.16
Alfamart menyediakan barang-barang kebutuhan pokok dengan
harga yang terjangkau, tempat berbelanja yang nyaman, serta lokasi
yang mudah dijangkau. Didukung lebih dari 100.000 karyawan
menjadikan Alfamart sebagai salah satu pembuka lapangan kerja
terbesar di Indonesia.
Sebagai “Toko Komunitas”, Alfamart senantiasa berupaya
memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar melalui program
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang berkesinambungan. Melalui
paying program Alfamart Sahabat Indonesia dengan 6 pilar kegiatan
Alfamart Sport, Clean & Green, Smart, SME’s, Vaganza dan Care,
Perseroan berupaya untuk memberikan nilai tambah dalam berbagai
aspek masyarakat.
Alfamart telah menerima penghargaan dari berbagai institusi
yang terpercaya, di antaranya; Top Brand Award 2008-2016, Indonesia
Best Brand Award 2008-2016, Indonesia Most Admired Company
2009-2016, Digital Marketing Award 2012-2016, Social Media Award
2016, Indonesia Public Relations Awards and Summit 2016, Waralaba
Indonesia 2016 untuk Kategori Waralaba Global, Employer Brand
Award 2016 untuk Kategori Asia Best Employer Brand Award serta
Rekor MURI untuk Jaringan Toko Virtual 3D Pertama di Indonesia.
15
Laporan Tahunan Annual Report, PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk, 2015, h. 66.
16 Laporan Tahunan Annual Report, PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk, 2016, h. 29.
21
Adapun visi PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk yaitu menjadi
distribusi ritel termuka yang dimiliki oleh masyarakat luas,
berorientasi kepada pemberdayaan pengusaha kecil, pemenuhan
kebutuhan dan harapan konsumen, serta mampu bersaing secara
global. Sedangkan misinya antara lain:
a. Memberikan kepuasan kepada pelanggan/konsumen dengan
berfokus pada produk pelayanan yang berkualitas unggul.
b. Selalu menjadi yang terbaik dalam segala hal yang dilakukan dan
selalu menegakkan tingkah laku/etika bisnis yang tinggi.
c. Ikut berpartisipasi dalam membangun negara dengan cara
menumbuh-kembangkan jiwa wiraswasta dan kemitraan usaha.
d. Membangun organisasi global yang terpercaya, sehat dan terus
bertumbuh dan bermanfaat bagi para pelanggan, pemasok,
karyawan, pemegang saham dan masyarakat pada umumnya.
2. Tata Kelola Perusahaan
Perseroan bertekad untuk senantiasa menerapkan, menelaah
dan memperbaiki implementasi prinsip-prinsip Good Corporate
Governance (GCG) secara konsisten di seluruh lini organisasi dan
usaha. Upaya ini bertujuan untuk mendorong sinergi dan melindungi
seluruh pemangku kepentingan dalam mewujudkan keberlanjutan
usaha pereroan di masa yang akan datang.
Penerapan prinsip-prinsip ini secara konsisten di seluruh aspek
bisnis akan menciptakan proses dan struktur yang baik dalam mengabil
keputusan untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan,
menciptakan hubungan harmonis antara perseroan, dengan para
pemangku kepentingan, serta meningkatkan kepercayaan investor. Hal
ini menjadi salah satu factor kunci perseroan untuk mencapai visi dan
misi perseroan.
Demikian juga upaya internalisasi prinsip-prinsip Good
Corporate Governance (GCG) di seluruh lini bisnis perseroan
dilakukan dengan menerapkan nilai-nilai Good Corporate Governance
22
(GCG) dalam seluruh proses bisnis. Perseroan juga secara berkala
mengadakan kegiatan yang bertujuan memberikan informasi kepada
pemangku kepentingan mengenai kinerja operasional, laporan
keuangan, pencapaian dan aksi korporasi perseroan.
Sejauh ini manajemen perseroan berkeyakinan bahwa prinsip-
prinsip Good Corporate Governance (GCG) dengan melakukan
transparansi, tanggung jawab, independensi, kesetaraan dan kewajaran
termasuk pengendalian internal yang diterapkan perseroan telah
memadai. Namun demikian manajemen akan senantiasa melakukan
penelaahan dan perbaikan kualitas penerapan prinsip-prinsip yang
telah dilakukan ini.
Mekanisme hubungan tata kelola perseroan mengacu kepada
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
dan Anggaran Dasar Perseroan, Perseroan mempunyai 3 (tiga) organ
pokok korporasi, yaitu:
a. RUPS;
b. Dewan Komisaris;
c. Direksi.
Setiap organ perseroan memiliki tugas dan wewenang masing-
masing dimana RUPS merupakan organ tertinggi dalam hubungan tata
kelola perseroan. RUPS merupakan wadah bagi pemegang saham
untuk mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan
pengelolaan perseroan dan memperhatikan anggaran dasar serta
ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
Dewan komisaris melakukan pengawasan yang memadai
terhadap pengelolaan yang dilakukan Direksi. Direksi menjalankan
pengurusan pengelolaan perseroan. Sesuai dengan maksud dan tujuan
pendiriannya. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi memiliki
23
pemahaman dan kompetensi yang memadai untuk membuat keputusan
secara independen dan mendorong peningkatan kinerja perseroan.17
C. Regulasi Dalam Kesejahteraan Sosial
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang
Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah
kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga
negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga
dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Rumusan tersebut menggambarkan kesejahteraan sosial sebagai
suatu keadaan dimana digambarkan secara ideal adalah suatu tatanan (tata
kehidupan) yang meliputi kehidupan material maupun spiritual, dengan
tidak menempatkan satu aspek lebih penting dari yang lainnya, tetapi lebih
mencoba melihat pada upaya mendapatkan titik keseimbangan. Titik
keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan antara aspek sosial,
material, dan spiritual.18
Sedangkan dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Kesejahteraan Sosial yaitu kegiatan-kegiatan yang terorganisir yang
bertujuan untuk membantu individu dan masyarakat guna memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras
dengan kepentingan keluarga dan masyarakat. Dalam hal ini menunjukkan
kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga
pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi
atau memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial,
peningkatan kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat.19
17
Laporan Tahunan Annual Report, PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk, 2016, h. 106-107.
18 Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial,
dan Kajian Pembagunan), (Jakarta: Rajawali Pres, 2015), h. 23.
19 Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta, 2005), h. 34.
24
Kesejahteraan sosial di negara-negara maju disebut bantuan sosial
(social assistance) dan jaminan sosial (social insurance), yang
diselenggarakan oleh negara terutama untuk kaum yang kurang beruntung
(disadvantaged groups). Sedangkan di Indonesia kesejahteraan sosial
sering dipandang sebagai tujuan atau kondisi kehidupan yang sejahtera
yakni terpenuhinya kebutuhan pokok manusia. Akan tetapi dalam konteks
yang sangat luas kesejahteraan sosial banyak diinterpretasikan bermacam-
macam arti dan makna. Pemaknaan yang luas tentang kesejahteraan sosial
tidak dapat disalahkan karena pembahasan kesejahteraan sosial memiliki
berbagai ruang lingkup.
Dalam buku Kesejahteraan Sosial karya Isbandi Rukminto telah
dijelaskan definisi kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi dalam suatu
masyarakat menurut sudut pandang dari James Midgley yaitu suatu
keadaan atau kondisi kehidupan manusia yang tercipta ketika berbagai
permaalahan sosial dapat dikelola dengan baik; ketika kebutuhan manusia
dapat terpenuhi dan ketika kesempatan sosial dapat dimaksimalisasikan.20
Dalam kaitan dengan definisi Ilmu Kesejahteraan Sosial, pada
dasarnya ilmu kesejahteraan sosial merupakan suatu ilmu yang mencoba
mengembangkan pemikiran, strategi, dan teknik untuk meningkatkan
derajat kesejahteraan suatu masyarakat. Sedangkan bila melihat pada
pengertian Kesejahteraan Sosial yang dikemukakan oleh Midgley diatas,
maka Ilmu Kesejahteraan Sosial dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu
terapan yang mengkaji dan mengembangkan kerangka pemikiran serta
metodologi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup
(kondisi) masyarakat antara lain melalui pengelolaan masalah sosial;
pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat; dan pemaksimalan kesempatan
anggota masyarakat untuk berkembang (termasuk di dalamnya
kesempatan bekerja dan berpartisipasi dalam pembangunan).21
20
Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial, dan Kajian Pembagunan), h. 23.
21 Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial… h. 23-24.
25
Kesejahteraan sosial bisa dipandang sebagai ilmu atau disiplin
akademis yang mempelajari kebijakan sosial, pekerjaan sosial, dan
pelayanan-pelayanan sosial. Seperti halnya Sosiologi, psikologi,
Antropologi, Ekonomi, Politik, Studi Kependudukan, dan Pekerjaan
Sosial, ilmu kesejahteraan sosial berupaya mengembangkan basis
pengetahuannya untuk mengidentifikasi masalah sosial, penyebabnya, dan
strategi penanggulangannya.
Di Indonesia, bidang kesejahteraan sosial dalam arti sempit sering
diidentikkan dengan bidang-bidang yang ditangani oleh Kementerian
Sosial. Sedangkan untuk bidang kesejahteraan sosial dalam arti luas sering
kali diidentikkan dengan bidang yang terkait dengan kesejahteraan rakyat
yang meliputi berbagai Kementerian, seperti Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Sosial,
Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi, Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif,
Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pemuda
dan Olahraga, serta Kementerian Perumahan Rakyat.22
Perhatian pemerintah dan masyarakat secara umum terhadap
perlunya standar kehidupan yang lebih baik, telah mendorong
terbentuknya berbagai layanan sosial. Layanan sosial (social services) itu
sendiri, pada dasarnya merupakan suatu program ataupun kegiatan yang
didesain secara konkret untuk menjawab masalah, kebutuhan masyarakat
ataupun meningkatkan taraf hidup masyarakat. Layanan sosial itu sendiri
dapat ditujukan pada individu, keluarga, kelompok-kelompok dalam
komunitas, ataupun komunitas sebagai suatu kesatuan. Dengan hal ini,
dapat diketahui bahwa kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi
kehidupan yang diharapkan masyarakat tidak dapat terwujud bila tidak
dikembangkan usaha kesejahteraan sosial, baik oleh pihak pemerintah,
22
Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial… h. 90-91.
26
organisasi nonpemerintah, maupun dunia usaha. Karena itu berjalan atau
tidaknya suatu usaha kesejahteraan sosial sangat dipengaruhi oleh
organisasi yang menyediakan usaha kesejahteraan sosial tersebut.
Organisasi yang menyediakan layanan sosial ini, dalam perspektif yang
lebih luas sering kali disebut dengan nama oganisasi pelayanan
kemanusiaan (human service organizations atau sering kali disingkat
dengan sebutan HSO). HSO mempunyai lingkup yang lebih luas dari
organisasi sosial yang dikenal di Indonesia. Karena HSO bisa merupakan
organisasi pemerintah, nonpemerintah maupun pihak swasta yang
memperhatikan dengan masalah-masalah sosial dengan masalah
kesejahteran sosial dalam arti sempit seperti masalah yang terkait dengan
prostitusi, anak jalanan, tuna netra, tuna rungu, dan tuna grahita.23
Selain motif organisasi dalam mengembangkan usaha
kesejahteraan sosial. Jenis layanan kesejahteraan sosial yang ditawarkan
ke masyarakat dapat berupa:
1. Layanan yang langsung ditujukan ke kelompok (komunitas) sasaran
yang dikenal dengan nama Direct Services. Misalnya saja, suatu
lembaga pelayanan masyarakat (human service organizations)
mengembangkan program pengembangan modal usaha dan berbagai
macam model pemberian bantuan keuangan untuk komunitas (income
generating activities), program bea siswa untuk anak yang tidak
mampu, dan sebagainya. Disini, semua layanan yang dilakukan oleh
lembaga ditujukan langsung pada komunitas sasaran.
2. Layanan yang tidak langsung diarahkan pada komunitas sasaran, tetapi
bantuan diberikan pada lembaga yang mempunyai program langsung
ke komunitas sasaran. Bentuk layanan seperti ini dikenal dengan nama
Indirect Services.
Jenis layanan sosial dijalankan oleh suatu organisasi pelayanan
kemanusiaan guna meningkatkan derajat kesejahteraan (taraf hidup)
23
Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial… h. 107-108.
27
masyarakat. Dalam melakukan perubahan di masyarakat, organisasi
pelayanan kemanusiaan dapat melakukannya secara langsung ke
komunitas sasaran ataupun melakukan secara tidak langsung, yaitu dengan
cara menjadi lembaga donor (donor agency) bagi lembaga yang
mempunyai program pelayanan langsung ke masyarakat.
Selain itu terdapat pula peraturan khusus yang dikeluarkan oleh
pemerintah untuk mendukung terjalinnya hubungan yang serasi, seimbang,
sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, budaya masyarakat setempat,
untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungannya yang mana
merupakan teori regulasi.24
Regulasi umumnya diasumsikan untuk
dirancang dan dioperasikan demi kepentingan industri yang ada. Tujuan
sosial dalam regulasi mencakup kewajaran laporan keuangan,
keseimbangan informasi yang disajikan (Information Symmetry), dan
perlindungan terhadap para investor.
Dalam hal regulasi, teori ini terbagi menjadi Teori Regulasi
Ketertarikan Publik (The Public Interest Theory) dan Teori Ketertarikan
Kelompok (The Interest Group Theory), dalam hal ini terkait dengan Teori
Regulasi Ketertarikan Publik (The Public Interest Theory) yang
menjelaskan bahwa regulasi terjadi karena tuntutan publik dan muncul
sebagai koreksi atas kegagalan pasar. Kegagalan pasar terjadi karena
adanya alokasi informasi yang belum optimal dan ini dapat disebabkan
oleh:
1. Keengganan perusahaan mengungkapkan informasi;
2. Adanya penyelewengan informasi, dan
3. Penyajian informasi akuntansi secara tidak semestinya.
Dalam teori ini, sentral otoritas juga disebut regulator dan
diasumsikan bahwa masyarakat memiliki kepentingan terbesar pada
informasi akuntansi. Regulator berusaha untuk melakukan pengaturan
24
http://id.wikipedia.org/wiki/teori_regulasi, Diakses pada 15 Desember 2017.
28
dengan sebaik mungkin karena akan memaksimalkan kesejahteraan sosial.
Dalam penerapannya teori kepentingan publik ternyata memiliki masalah
sehingga teori ini dikatakan memiliki masalah implementasi karena sulit
menentukan berapa jumlah regulasi yang sesuai. Penentuan jumlah
regulasi merupakan sesuatu yang sulit dilakukan untuk komoditas seperti
informasi. Masalah yang lebih sulit terletak pada motivasi dari regulator
itu sendiri. Harus disadari bahwa sangat sulit untuk memonitor operasi
regulator dan kekuatan publik untuk memaksa regulator beroperasi demi
kepentingan publik adalah lemah. Kelemahan tersebut juga akan
menimbulkan kemungkinan bahwa badan ini akan beroperasi untuk
kepentingan pribadi dan tidak untuk kepentingan umum.
Terdapat 3 tujuan utama yang terkait dengan kesejahteraan sosial
(yang pada umumnya berhubungan dengan upaya memperoleh sumber
daya yang terbatas):25
1. Tujuan yang bersifat kemanusiaan dan keadilan sosial (humanitarian
and social justice goals)
Berdasarkan tujuan ini, usaha kesejahteraan sosial banyak diarahkan
pada upaya pengidentifikasikan kelompok yang paling tidak mendapat
perhatian, kelompok yang paling diterlantarkan, kelompok yang paling
tergantung terhadap pihak lain, kelompok yang kurang diuntungkan
ataupun kelompok yang tidak mampu menolong dirinya sendiri, dan
menjadikan mereka kelompok sasaran dalam kaitannya dengan upaya
menjembatani sumber daya yang langka. Usaha kesejahteraan sosial
menjadikan mereka sebagai kelompok sasaran dalam upaya
menjembatani kelangkaan sumber daya yang mereka (kelompok
sasaran) miliki yang mana hal ini berasal dari keyakinan bahwa setiap
manusia mempunyai hak untuk mengembangkan potensi yang mereka
masing-masing secara menyeluruh tanpa terkecuali.
25
Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial… h. 108.
29
2. Tujuan yang berkaitan dengan pengendalian sosial (social control
goal)
Tujuan ini berdasarkan pemahaman bahwa kelompok yang tidak
diuntungkan, kekurangan, ataupun tidak terpenuhinya kebutuhannya
akan dapat melakukan serangan ataupun menjadi ancaman (baik secara
individu atau kelompok) terhadap masyarakat (terutama masyarakat
yang sudah mapan). Oleh karena itu kelompok masyarakat tersebut
harus berupaya untuk mengamankan diri mereka dari sesuatu yang
dapat mengancam kehidupan, pemilikan, maupun stabilitas politik
yang sudah berjalan. Ancaman seperti ini biasanya dimunculkan oleh
kelompok yang kurang mempunyai kesempatan dan sumber daya
untuk mendapatkan taraf hidup yang memadai. Usaha kesejahteraan
sosial yang diberikan pada pelaku kejahatan baik remaja maupun
dewasa merupakan salah satu perwujudan dari tujuan pengendalian
sosial dari kesejahteraan sosial.
3. Tujuan yang terkait dengan pembangunan ekonomi (Economic
Development Goal)
Tujuan pembangunan ekonomi memprioritaskan pada program-
program yang dirancang untuk meningkatkan produksi barang dan jasa
serta pelayanan yang diberikan, ataupun berbagai sumber daya lain
yang dapat menunjang serta memberikan sumbangan terhadap
pembangunan ekonomi.
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Dalam menjaga keaslian judul peneliti ajukan dalam proposal
skripsi ini perlu kiranya penulis lampirkan juga beberapa rujukan yang
menjadi bahan pertimbangan. Antara lain:
1. Skripsi yang berjudul: “Perlindungan Konsumen Terhadap Uang
Kembalian Yang Dijadikan Uang Donasi Ditinjau Dari Undang-
Undang Nomor. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”.
Karya Anisa Munawaroh (10/304832/HK/18563), Fakultas Hukum
30
Universitas Gadjah Mada, 2015. Skripsi ini membahas tentang
permintaan uang kembalian yang jumlahnya relatif sangat kecil dan
tidak bisa dikembalikan dalam traksaksi jual beli serta lebih membahas
mengenai perbuatan yang dilakukan oleh pelaku usaha atas pengalihan
uang kembalian menjadi uang donasi sudah sesuai atau tidak dengan
peraturan perundang-undangan yang telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan
peraturan perundang-udangan lainnya yang terkait. Namun dari
penelitian yang peneliti lakukan lebih mengarah kepada
tanggungjawab penyelenggara pengumpulan sumbangan oleh
perseroan terbatas terkait pengalihan uang kembalian konsumennya.
Yang mana seharusnya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2. Skripsi yang berjudul: “Perspektif Hukum Ekonomi Syari’ah Terhadap
Praktek Pengalihan Sisa Uang Pembeli Dalam Transaksi Jual Beli Di
Toko Arafah Cirebon”. Karya Muhimmatus Salamah (14112210099),
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri
Syekh Nurjati Cirebon, 2015. Skripsi ini membahas tentang pengalihan
sisa-sisa uang kembalian dari pembeli yang dirasa merugikan pembeli
dikarenakan tidak adanya pengembalian yang didapatkan oleh pembeli
secara utuh khususnya perbuatan ini dilakukan oleh pihak Toko Arafah
Cirebon yang menerapkan sisa uang pembeli yang dialihkan kedalam
dana donasi atau dapat juga diganti dengan permen sebagai pengganti
uang kembaliannya. Dari hal ini, Muhimmatus Salamah melakukan
analisa dari sudut pandang hukum ekonomi syariah dalam hal
pengalihan uang kembalian menjadi uang donasi dan juga pengalihan
uang kembalian menjadi permen, apakah kedua hal tersebut sudah
sesuai dengan perspektif hukum ekonomi syariah atau tidak. Akan
tetapi, peneliti lebih membuat penelitian yang mengacu pada ketentuan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 Tentang Pengumpulan Uang
atau barang.
31
3. Buku dengan judul “Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial,
Pembangunan Sosial, dan Kajian Pembangunan”. Karya Isbandi
Rukminto Adi. Buku ini membahas mengenai kesejahteraan sosial,
dalam pembangunan sosial yang ditujukan untuk mendapatkan titik
keseimbangan dalam kesejahteraan sosial.akan tetapi lebih fokus
dalam membahas terkait ilmu-ilmu dalam kesejahteraan sosial. Ada
perbedaan dari skripsi yang peneliti lakukan, yaitu dalam penelitian
yang peneliti lakukan terkait tanggungjawab dari perseroan terbatas
sebagai pengelola dalam membantu peningkatan kesejahteraan sosial.
4. Jurnal dengan judul “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam
Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat (Corporate Social
Responsibility in Public Welfare Enhancement)”. Karya Ratih
Probosiwi, 2016. Jurnal ini membahas menganai tanggung jawab
sosial perusahaan (CSR) yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat
membuat peningkatan dalam kesejahteraan masyarakat. Hal ini
dikarenakan CSR menjadi salah satu alternatif pemerintah dalam
meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat dengan melalui
berbagai macam program yang ditawarkan oleh perusahaan, maka
masalah sosial masyarakat dapat teratasi terutama peningkatan
ekonomi dan masalah pendidikan. Jurnal ini mengambil contoh dengan
membahas salah satu perusahaan yaitu PT HM Sampoerna, Tbk yang
mulai menerapkan CSR dalam kegiatan usahanya. Dari jurnal ini, ada
beberapa persamaan yang dibahas oleh peneliti yaitu menganai
peningkatan kesejahteraan sosial. Akan tetapi, peneliti lebih
memfokuskan untuk melakukan penelitian kepada perusahaan yang
melakukan pengelolaan uang masyarakat khususnya dalam bentuk
praktek pengalihan uang kembalian konsumen yang nantinya akan
didonasikan kepada yayasan sosial.
32
BAB III
PERAN PT SUMBER ALFARIA TRIJAYA TBK SEBAGAI
PENYELENGGARA PENGUMPULAN UANG KEMBALIAN
KONSUMEN
A. Dasar Hukum Penyelenggaraan Sumbangan
Secara umum pengumpulan sumbangan merupakan usaha untuk
mendapatkan uang atau barang untuk pembangunan dalam bidang
pendidikan dan juga kesejahteraan terhadap masyarakat. Dalam Pasal 1
angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 Tentang
Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan menjelaskan pengertian terkait
pengumpulan sumbangan bahwa pengumpulan sumbangan adalah setiap
usaha mendapatkan uang atau barang untuk pembangunan dalam bidang
kesejahteraan sosial, mental/agama/kerokhanian, kejasmanian, pendidikan
dan bidang kebudayaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 1961 Tentang Pengumpulan Uang atau Barang.
Dari penjelasan mengenai pengumpulan sumbangan diatas, maka
dasar hukum terkait pengumpulan sumbangan yaitu sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 Tentang Pengumpulan Uang
atau Barang.
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 Tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kesejahteraan Sosial.
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 Tentang Pelaksanaan
Pengumpulan Sumbangan Sosial.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2015 Tentang Tata Cara
Pengumpulan dan Penggunaan Sumbangan Masyarakat Bagi
Penanganan Fakir Miskin.
6. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 56/HUK/1996
Tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan oleh Masyarakat.
32
33
B. Prosedur Penyelenggaraan Sumbangan
Ada beberapa persyaratan yang harus dilakukan oleh
seseorang/lembaga/organisasi kemasyarakatan untuk memperoleh izin
sebagai penyelenggara sumbangan. Pengumpulan sumbangan tersebut
harus dilaksanakan berdasarkan izin dari Pejabat yang berwenang.
Pejabat yang berwenang memberikan izin pengumpulan
sumbangan ialah:
1. Menteri Kesejahteraan Sosial, setelah mendengar pendapat Panitia
Pertimbangan yang diangkat olehnya dan terdiri dari sekurang-
kurangnya 5 orang anggota, apabila pengumpulan itu diselenggarakan
dalam seluruh wilayah Negara atau melampui Daerah tingkat I atau
untuk menyelenggarakan/membantu suatu usaha sosial diluar negeri;
2. Gubernur Kepala Daerah tingkat I, setelah mendengar pendapat Panitia
Pertimbangan yang diangkat olehnya dan terdiri dari sekurang-
kurangnya 5 orang anggota, apabila pengumpulan itu diselenggarakan
di dalam seluruh wilayahnya yang melampui suatu Daerah tingkat II
dalam wilayah Daerah tingkat I yang bersangkutan;
3. Bupati/Walikota, Kepala Daerah tingkat II, setelah mendengar
pendapat Panitia Pertimbangan yang diangkat olehnya dan terdiri dari
sekurang-kurangnya 5 orang anggota, apabila pengumpulan itu
diselenggarakan dalam wilaah Daerah tingkat II yang bersangkutan.
Bupati, Kepala Daerah tingkat II dapat menunjuk pejabat setempat
untuk melaksanakan wewenang memberi izin pengumpulan uang atau
barang (sumbangan), apabila pengumpulan itu diselenggarakan untuk
suatu daerah terpencil dalam batas wilayah pejabat yang bersangkutan
yang sukar hubungannya dengan tempat kedudukan Bupati Kepala
Daerah tingkat II tersebut.
Mengenai pengajuan surat permohonan izin penyelenggaraan
pengumpulan sumbangan dapat diajukan oleh organisasi Pemohon kepada:
1. Menteri, yang dalam pengumpulan sumbangan meliputi:
a. Seluruh wilayah Republik Indonesia;
34
b. Lebih dari satu wilayah Provinsi;
c. Satu wilayah Provinsi, tetapi Pemohon berkedudukan di Provinsi
lain.
2. Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I, yang dalam pengumpulan
sumbangan meliputi:
a. Seluruh wilayah Provinsi yang bersangkutan;
b. Lebih dari satu wilayah Kabupaten/Kotamadya dari wilayah
Provinsi yang bersangkutan.
3. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, yang dalam hal
pengumpulan sumbangan diselenggarakan dalam wilayah
Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan.
Surat permohonan izin pengumpulan sumbangan yang ditujukan kepada
Menteri harus disertai:
1. Surat persetujuan Gubernur Kepala Daerah tingkat I tempat organisasi
Pemohon berkedudukan;
2. Bagi Pemohon yang berkedudukan di Provinsi lain, disamping
persetujuan harus meminta persetujuan kepada Gubernur Kepala
Daerah tingkat I tempat organisasi Pemohon berkedudukan, harus
disertai pula dengan persetujuan Gubernur Kepala Daerah Ttngkat I
tempat pengumpulan sumbangan akan diselenggarakan;
3. Surat keterangan dari instansi Kepolisian setempat, mengenai loyalitas
para pengurusnya.
Sedangkan dalam membuat permohonan izin pengumpulan
sumbangan yang diajukan kepada Gubernur Kepala Daerah tingkat I harus
disertai dengan beberapa hal, yaitu sebagai berikut:
1. Surat persetujuan dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat
II tempat organisasi Pemohon berkedudukan;
2. Surat keterangan dari instansi Kepolisian setempat, mengenai loyalitas
dari para pengurusnya.
Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 Tentang
Pengumpulan Uang atau Barang telah dijelaskan bahwa surat permohonan
35
untuk mendapat izin menyelenggarakan pengumpulan sumbangan
diajukan tidak bermaterai langsung kepada pejabat pemberi izin dengan
memuat syarat-syarat penyelenggaraan dan kewajiban memberi
pertanggungan jawab kepada pemberi izin.
Surat permohonan izin penyelenggaraan pengumpulan sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor yang
harus dengan jelas memuat:
1. Nama dan alamat organisasi Pemohon;
2. Waktu pendirian;
3. Susunan pengurus;
4. Kegiatan sosial yang telah dilaksanakan;
5. Maksud dan tujuan pengumpulan sumbangan;
6. Usaha-usaha yang telah dilaksanakan untuk tujuan tersebut;
7. Waktu penyelenggaraan;
8. Luas penyelenggaraan (Wilayah, Golongan);
9. Cara penyelenggaraan dan penyaluran;
10. Rencana pelaksanaan proyek dan rencana pembiayaan secara
terperinci.
Pengumpulan sumbangan yang dilakukan oleh pihak pengelola
sumbangan dapat diselenggarakan dengan beberapa cara seperti yang
dijabarkan dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980
Tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, yaitu:
1. Mengadakan pertunjukan;
2. Mengadakan bazar;
3. Penjualan barang secara lelang;
4. Penjualan kartu undangan menghadiri suatu pertunjukan;
5. Penjualan perangko amal;
6. Pengedaran daftar (les) derma;
7. Penjualan kupon-kupon sumbangan;
8. Penempatan kotak-kotak sumbangan di tempat-tempat umum;
36
9. Penjualan barang/bahan atau jasa dengan harga atau pembayaran yang
melebihi harga yang sebenarnya;
10. Pengiriman blangko pos wesel untuk meminta sumbangan;
11. Permintaan secara langsung kepada yang bersangkutan tertulis atau
lisan.
Sedangkan dengan jenis cara pengumpulan sumbangan yang
dilakukan oleh suatu lembaga selain yang telah dijelaskan tersebut,
ditetapkan oleh Menteri.
Izin pengumpulan sumbangan diberikan dalam bentuk Surat
Keputusan dan untuk jangka waktu selama-lamanya 3 bulan. Apabila
dianggap perlu izin dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling
lama 1 bulan. Untuk surat Keputusan Izin pengumpulan sumbangan
memuat ketentuan-ketentuan tata cara penyelenggaraan seperti:
1. Batas wilayah;
2. Batas waktu;
3. Wajib lapor kepada Kepala Pemerintahan setempat, Lurah, RT/RW
setempat dimana tempat kegiatan pengumpulan sumbangan dilakukan.
Persyaratan-persyaratan penyelenggaraan tersebut dapat pula
diberikan oleh Pejabat pemberi izin berdasarkan kebutuhan, kondisi dan
situasi daerah. Pemegang izin/penyelenggara pengumpulan sumbangan
wajb mempertanggungjawabkan usahanya serta penggunaannya kepada
pemberi izin. Pejabar pemberi izin berkewajiban membuat laporan berkala
kepada Menteri secara hierarkis yang mana tata cara pelaksanaann tersebut
diatur oleh Menteri.
Permohonan izin untuk menyelenggarakan pengumpulan
sumbangan dapat ditolak oleh pemberi izin, setelah mendengar pendapat
Panitia Pertimbangan. Apabila penolakan pemberi izin dilakukan oleh
Bupati/Walikota, Kepala Daerah tingkat II, Pemohon dapat meminta
perimbangan dan putusan terakhir dari Gubernur Kepala Daerah tingkat I
dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah keputusan penolakan itu
diterima.
37
Selain itu Pemohon dapat meminta perimbangan kembali oleh
Bupati, Kepala Derah Tingkat II apabila permohonannya ditolak oleh
pejabat setempat yang dapat dilakukan dalam waktu 14 (empat belas) hari.
Akan tetapi apabila keputusan penolakan izin yang dilakukan oleh
Gubernur Kepala Daerah tingkat I atau Menteri Kesejahteraan Sosial
merupakan keputusan terakhir dan tidak dapat dimintakan pertimbangan
kembali.
C. Perseroan Terbatas Sebagai Penyelenggara Sumbangan
Dalam hal penyelenggaraan sumbangan, masyarakat mempunyai
kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial. Peran yang dimaksud dalam Pasal 38 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial yaitu yang
dilakukan oleh:
1. Perseorangan;
2. Keluarga;
3. Organisasi Keagamaan;
4. Organisasi Sosial Kemasyarakatan;
5. Lembaga Swadaya Masyarakat;
6. Organisasi Profesi;
7. Badan Usaha;
8. Lembaga Kesejahteraan Sosial
9. Lembaga Kesejahteraan Sosial Asing.
Peran-peran tersebut sebagai penyelenggara pengumpulan
sumbangan dilakukan untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial. Sedangkan terhadap peran yang dimiliki oleh badan
usaha sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam Pasal 38 huruf g
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Kesejahteraan Sosial
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial dilakukan sebagai tanggung
jawab sosial dan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
38
Dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2015 Tentang
Kesejahteraan Sosial telah dijelaskan bahwa untuk melaksanakan peran
badan usaha yang dalam hal ini PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk dalam
penyelenggaran kesejahteraan sosial dapat dilakukan koordinasi antar
lembaga/organisasi sosial. Pelaksanaan koordinasi penyelenggaran
kesejahteraan sosial oleh badan usaha tersebut diwujudkan dengan
membentuk suatu lembaga koordinasi kesejahteraan sosial nonpemerintah
dan bersifat terbuka, independen, serta mandiri. Lembaga koordinasi
kesejahteraan sosial nonpemerintah dibentuk pada tingkat Nasional,
Provinsi, dan Kabupaten/Kota yang bersifat otonom dan bukan merupakan
lembaga yang mempunyai hubungan hierarki.
Ada beberapa tugas yang dimiliki oleh lembaga koordinasi
kesejahteraan sosial yaitu:
1. Mengkoordinasikan organisasi/lembaga sosial;
2. Membina organisasi/lembaga sosial;
3. Mengembangkan model pelayanan kesejahteraan sosial;
4. Menyelenggarakan forum komunikasi dan konsultasi penyelenggaraan
kesejahteraan sosial;
5. Melakukan advokasi sosial dan advokasi anggaran terhadap
lembaga/organisasi sosial.
D. Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik
1. Komisi Informasi
Komisi informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi
menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik berserta
peraturan pelaksanaannya dengan menetapkan petunjuk teknis standar
layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi
Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi. Komisi
Informasi terdiri dari Komisi Informasi Pusat yang berkedudukan di
Ibukota Negara, Komisi Informasi Provinsi yang berkedudukan di
39
Ibukota Provinsi, dan jika diperlukan Komisi Informasi Kota/Daerah
yang masing-masing berkedudukan di Ibukota Kabupaten dan Kota.
Komisi Informasi Pusat (KIP) sendiri merupakan sebuah lembaga
mandiri yang lahir berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Komisi Informasi Pusat
pertama kali bekerja pada tanggal 1 Mei 2010 berdasarkan ketentuan
pelaksanaan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yang
mensyaratkan pelaksanaan undang-undang ini setelah 2 tahun
diundangkan oleh Pemerintah.
Susunan keanggotaan Komisi Informasi Pusat berjumlah 7 orang
Komisioner yang harus mencerminkan unsur dari pemerintah dan
unsur masyarakat. Bagi keanggotaan Komisi Informasi pada tingkat
daerah, Komisi Informasi Provinsi/Kabupaten/Kota, Komisionernya
berjumlah 5 orang yang juga harus mencerminkan unsur dari
pemerintah dan unsur masyarakat. Dalam memudahkan tugasnya, para
Komisioner harus menggelar rapat pleno untuk memilih seorang Ketua
dan seorang Wakil Ketua yang masing-masing darinya juga
merangkap sebagai anggota.1
Tugas dan fungsi Komisi Informasi yaitu:
a. Menjalankan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik dan
peraturan pelaksanaannya
b. Menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik; dan
c. Menyelesaikan sengketa informasi publik melalui Mediasi dan/atau
Ajudikasi nonlitigasi.
Fungsi ini mencerminkan bahwa Komisi Informasi merupakan
organ pengatur sekaligus penghukum yang menegakkan Undang-
Undang Keterbukaan Informasi Publik melalui penyelesaian sengketa
secara Mediasi dan/atau Ajudikasi di luar pengadilan. Untuk itu
Komisi Informasi berwewenang menetapkan peraturan pelaksana dari
1 https://www.komisiinformasi.go.id/category/profil/tentang-kip. Diakses pada 10
Februari 2018.
40
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik berupa petunjuk
teknis.
Beberapa peraturan pelaksana yang secara eksplisit dinyatakan
oleh Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik untuk diatur oleh
Komisi Informasi, yaitu:
a. Tata cara pelaksanaan kewajiban Badan Publik memberikan dan
menyampaikan Informasi Publik secara bekala.
b. Tata cara pelaksanaan kewajiban badan publik menyediakan
Informasi Publik yang dapat diakses atau tersedia setiap saat.
c. Tata cara permintaan dan pelayanan informasi
d. Prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa.
e. Kode etik.2
2. Informasi Publik
Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan dan tanda-tanda
yang mengandung nilai, makna dan pesan, baik data, fakta maupun
penjelasannya yang dapat dilihat, didengar dan dibaca. Yang disajikan
dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun
nonelektronik.
Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan,
dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang
berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau
penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai
dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik serta informasi
lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Sedangkan yang
dimaksud dengan badan publik disini adalah lembaga eksekutif,
legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh
2 Henri Subagiyo, Dessy Eko dkk, Anotasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
Tentang Keterbukaan Informasi Publik, (Jakarta: Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, 2009), h. 45.
41
dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh
dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan
masyaraka dan/atau luar negeri.
Jadi dengan demikian informasi publik merupakan informasi yang
bersumber dari badan publik yang berkaitan dengan penyelenggaraan
Negara serta kepentingan publik. Adapun informasi yang wajib
disediakan dan diumumkan, yaitu:
a. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala,
yaitu:
1) Informasi yang berkaitan dengan badan publik;
2) Informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik terkait;
3) Informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
4) Informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
b. Informasi yang wajib diumumkan secara serta-merta yaitu
informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan
ketertiban umum.
c. Informasi yang wajib tersedia setiap saat yang terdiri dari:
1) Daftar seluruh informasi publik yang berada di bawah
penguasaan badan publik, tidak termasuk informasi yang
dikecualikan;
2) Hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya;
3) Seluruh kebijakan badan publik yang ada berikut dokumen
pendukungnya;
4) Rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan
pengeluaran tahunan badan publik;
5) Perjanjian badan publik dengan pihak ketiga;
6) Informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik
dalam pertemuan yang terbuka untuk umum;
42
7) Prosedur kerja pegawai badan publik yang berkaitan dengan
pelayanan masyarakat; dan/atau
8) Laporan mengenai pelayanan akses informasi publik.
Beberapa informasi publik yang tidak dapat diberikan oleh badan
publik, yaitu:
a. Informasi yang dapat membahayakan negara;
b. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha
dari persaingan usaha tidak sehat;
c. Informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;
d. Informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau
e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau
didokumentasikan.
3. Keterbukaan Informasi Publik
Keterbukaan informasi publik adalah salah satu produk hukum
Indonesia yang dikeluarkan pada Tahun 2008 dan diundangkan pada
tanggal 30 April 2008 dan mulai berlaku dua tahun setelah
diundangkan. Undang-undang yang terdiri dari 64 Pasal ini pada
intinya memberikan kewajiban kepada setiap Badan Publik untuk
membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk
mendapatkan informasi publik, kecuali beberapa informasi tertentu.
Ada beberapa tujuan yang dimiliki dengan diberlakukannya
undang-undang mengenai keterbukaan informasi publik ini, yaitu:
a. Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan
kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses
pengambilan kebijakan publik serta alasan pengambilan suatu
keputusan publik;
b. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan
kebijakan publik;
c. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan
kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;
43
d. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang
transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat
dipertanggungjawabkan;
e. Mengetahui alasan kebijakan publik yang memengaruhi hajat
hidup orang banyak;
f. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan
bangsa; dan/atau
g. Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pelayanan informasi di
lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi
yang berkualitas.3
4. Mekanisme Memperoleh Informasi Publik
Prinsipnya, setiap orang berhak memperoleh informasi publik
sesuai dengan ketentuan yang ada. Mekanisme untuk memperoleh
Informasi Publik didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu dan biaya
ringan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 21 Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi
Publik. Adapun dalam Pasal 4 Undang-Undang Keterbukaan Informasi
Publik menjelaskan bahwa hak-hak Pemohon dalam memperoleh
Informasi Publik yaitu:
a. Melihat dan mengetahui Informasi Publik;
b. Menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk
memperoleh Informasi Publik;
c. Mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai
dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik; dan/atau
d. Menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Dalam ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
Tentang Keterbukaan Informasi Publik dijelaskan mengenai proses
permohonan Informasi Publik, yang dapat dilakukan sebagai berikut:
3 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Keterbukaan_Informasi_Publik.
Diakses pada 10 Februari 2018.
44
a. Pemohon Informasi Publik mengajukan permintaan disertai alasan
permintaan tersebut dengan cara tertulis meupun tidak tertulis.
b. Badan Publik yang menerima permohonan Informasi Publik
tersebut wajib mencatat nama dan alamat pemohon, subjek dan
format informasi serta cara penyampaian informasi yang diminta.
c. Apabila permohonan diajukan secara tidak tertulis makan Badan
Publik yang bersangkutan wajib mencatat permintaan Informasi
Publik.
d. Setelah itu Badan Publik terkait wajib memberikan tanda bukti
penerimaan permintaan berupa nomor pendaftaran pada saat
permintaan diterima.
Dalam hal permintaan disampaikan secara langsung atau melalui
surat elektronik, nomor pendaftaran diberikan saat penerimaan
permintaan.
Jika permintaan disampaikan melalui surat, pengiriman nomor
pendaftaran dapat diberikan bersamaan dengan pengiriman
informasi.
e. Paling lambat 10 hari kerja sejak diterimanya permintaan (dapat
diperpanjang dengan memberikan alasannya secara tertulis), Badan
Publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan
tertulis yang berisikan:
1) Informasi yang diminta berada di bawah penguasaannya
ataupun tidak;
2) Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik yang
menguasai informasi yang diminta apabila informasi yang
diminta tidak berada di bawah penguasaannya dan Badan
Publik yang menerima permintaan mengatahui keberadaan
informasi yang diminta;
3) Penerimaan atau penolakan permintaan dengan alasan bahwa
informasi yang dimohonkan merupakan informasi yang
45
dikecualikan sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik;
4) Dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau sebagian
dicantumkan materi informasi yang akan diberikan;
5) Dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang
dikecualikan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka informasi
yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan dengan disertai
alasan dan materinya;
6) Alat penyampaian dan format informasi yang akan diberikan;
dan/atau
7) Biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi
yang diminta.
Apabila permohonan yang diajukan sudah sesuai dengan
mekanisme dan kriteria informasi publik, akan tetapi permohonan
tersebut tidak ditanggapi atau tidak mendapatkan data yang
dibutuhkan, maka upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi. Dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan informasi Publik telah dijelaskan
mengenai keberatan yang diajukan secara tertulis yaitu dengan alasan-
alasan sebagai berikut:
a. Penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan
pengecualian;
b. Tidak disediakannya informasi berkala;
c. Tidak ditanggapinya permintaan informasi;
d. Permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta;
e. Tidak dipenuhinya permintaan informasi;
f. Pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau
g. Penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur.
46
Pengajuan keberatan huruf b sampai huruf g diatas, diselesaikan
dengan cara musyawarah.
Pengajuan keberatan diajukan dalam jangka waktu oaling lambat 30
hari kerja setelah ditemukannya alasan pengajuan keberatan.
Selanjutnya atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan Pemohon
Informasi Publik dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak diterimanya
keberatan secara tertulis.
Apabila tanggapan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi dalam proses keberatan tidak memuaskan, Pemohon
Informasi Publik dapat mengajukan upaya penyelesaian Sengketa
Informasi Publik kepada Komisi Informasi Pusat dan/atau Komisi
Informasi Provinsi dan/atau Komisi Informasi Kabupaten/Kota sesuai
dengan kewenangannya. Upaya ini diajukan dalam waktu paling
lambat 14 hari kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari atasan
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi.
Komisi Informasi harus mulai mengupayakan penyelesaian
Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi
nonlitigasi paling lambat 14 hari kerja setelah menerima permohonan
penyelesaian sengketa informasi publik. Proses penyelesaian sengketa
informasi publik paling lambat dapat diselesaikan dalam waktu 100
hari kerja. Dan putusan Komisi Informasi yang berasal dari
kesepakatan melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi ini bersifat
final dan mengikat sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 39
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan
Informasi Publik.
47
BAB IV
TANGGUNGJAWAB PT SUMBER ALFARIA TRIJAYA TBK SEBAGAI
PELAKSANAAN KEGIATAN PENGUMPULAN DONASI UANG
KEMBALIAN KONSUMEN
A. Mekanisme Pendistribusian Hasil Sumbangan Oleh PT. Sumber
Alfaria Trijaya Tbk
Sepanjang tahun 2015, perseroan telah menyalurkan donasi
konsumen sebesar Rp. 33 miliar rupiah untuk berbagai aksi kemanusiaan
yang melibatkan 8 yayasan kredibel berskala nasional maupun
internasional.
Pada awal tahun 2015, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk
melanjutkan kerjasama dengan Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia
(YKAKI) untuk membangun 3 Rumah Singgah bagi anak penderita
kanker di Indonesia. Rumah Singgah diperuntukkan bagi anak-anak
penderita kanker yang sedang menjalani pengobatan rawat jalan, rumah
singgah dipilih lokasinya dekat dengan Rumah Sakit yang memiliki
fasilitas pengobatan dan dokter spesialis kanker anak.
Selanjutnya, bersama Yayasan Berani Bhakti Bangsa (YBBB) PT
Sumber Alfaria Trijaya Tbk melakukan program Bright Eyes Bright
Future, yakni pemeriksaan mata dan pembagian 30.000 kacamata minus
gratis bagi pelajar di berbagai daerah yang memiliki gangguan
penglihatan. Selain itu bekerjasama dengan Habitat for Humanity (HFH)
Indonesia menjalankan program Kampung Alfamart untuk merekonstruksi
Rumah Layak Huni bagi keluarga prasejahtera. Program yang berjalan
sejak tahun 2013 ini telah merekonstruksi 106 unit rumah di Tangerang,
Medan, Surabaya, Semarang dan Batam.
PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk juga bekerjasama dengan United
Nations Children Fund (UNICEF) melalui program Sahabat Pendidikan
berupa pengembangan kualitas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Holistik Integratif, baik dari segi fasilitas maupun tenaga pengajarannya.
47
48
Selanjutnya bekerjasama dengan Yayasan BM Cinta Indonesia untuk
menyalurkan donasi konsumen melalui program Satu Hati Berbagi untuk
Indonesia yakni penyaluran 20.000 paket bantuan kepada keluarga
prasejahtera. Program ini juga didukung oleh Kementerian Sosial
Republik Indonesia.
Untuk membantu anak-anak usia dini mendapatkan fasilitas
pendidikan yang layak, perusahaan bekerjasama dengan Happy Hearts
Fund Indonesia (HHFI) dalam program Sekolah Impian untuk membangun
Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) atau Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) di pelosok tanah air untuk membangun 5 sekolah TK atau PAUD
di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Utara.
Dalam penyaluran donasi dari konsumen, PT Sumber Alfaria
Trijaya Tbk mempercayakan penyaluran donasi tersebut pada Kick Andy
Foundation (KAF) untuk membagikan sepatu sekolah gratis dalam
program Alfamart Sahabat Indonesia. Donasi tersebut telah disalurkan
dalam bentuk 30.000 pasang sepatu sekolah gratis untuk pelajar di
berbagai daerah. Aksi ini pun tercatat pada Museum Rekor Dunia
Indonesia (MURI) kategori rekor pembagian sepatu sekolah terbanyak.
Selanjutnya perseroan bekerjasama juga dengan Palang Merah
Indonesia (PMI) dalam program Alfamart Care dengan mengajak
masyarakat untuk mendukung aksi kemanusiaan PMI. Bantuan tersebut
disalurakn untuk pengadaan 5 unit mobil ambulans dan paket bantuan
bencana. Serta kembali bekerjasama dengan Yayasan Berani Bhakti
Bangsa (YBBB) untuk menggagas program Berbagi Bersama Masyarakat
yaitu penyaluran 5.000 alat bantu bagi penyandang disabilitas dan
pembangunan fasilitas umum di daerah. Program ini bekerjasama juga
dengan Kantor Kementerian Sosial Republik Indonesia dan Dinas Sosial
Pemerintah Daerah.
49
B. Tanggungjawab Hukum Penyelenggara Sumbangan
Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan merupakan penerapan
untuk menciptakan pembangunan ekonomi guna meningkatkan
kesejahteraan sosial. Namun untuk dapat menciptakan kesejahteraan sosial
yang baik dan terbuka diperlukannya tanggungjawab dari para pihak
pengelola agar terlaksana dengan sebagaimana mestinya. Salah satu faktor
yang dapat mendukung terciptanya kesejahteraan sosial yang terbuka yaitu
dengan selalu melakukan transparansi terkait perincian dana yang telah
diperoleh serta informasi terkait pelaksanaan pengelolaan dan penyaluran
sumbangan yang dilakukan oleh pihak penyelenggara pengumpulan
sumbangan.
Peraturan khusus juga dikeluarkan oleh pemerintah untuk
mendukung terjalinnya hubungan yang serasi, seimbang, sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma, budaya masyarakat setempat, untuk mewujudkan
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas
kehidupan dan lingkungannya yang mana merupakan teori regulasi.
Regulasi umumnya diasumsikan untuk dirancang dan dioperasikan demi
kepentingan industri yang ada. Tujuan sosial dalam regulasi mencakup
kewajaran laporan keuangan, keseimbangan informasi yang disajikan
(Information Symmetry), dan perlindungan terhadap para investor.
Dalam hal regulasi, teori ini terbagi menjadi Teori Regulasi
Ketertarikan Publik (The Public Interest Theory) dan Teori Ketertarikan
Kelompok (The Interest Group Theory), dalam hal ini terkait dengan Teori
Regulasi Ketertarikan Publik (The Public Interest Theory) yang
menjelaskan bahwa regulasi terjadi karena tuntutan publik dan muncul
sebagai koreksi atas kegagalan pasar. Kegagalan pasar terjadi karena
adanya alokasi informasi yang belum optimal dan ini dapat disebabkan
oleh:
1. Keengganan perusahaan mengungkapkan informasi;
2. Adanya penyelewengan informasi, dan
3. Penyajian informasi akuntansi secara tidak semestinya.
50
Dalam teori ini, sentral otoritas juga disebut regulator dan
diasumsikan bahwa masyarakat memiliki kepentingan terbesar pada
informasi akuntansi. Regulator berusaha untuk melakukan pengaturan
dengan sebaik mungkin karena akan memaksimalkan kesejahteraan sosial.
Dalam penerapannya teori kepentingan publik ternyata memiliki masalah
sehingga teori ini dikatakan memiliki masalah implementasi karena sulit
menentukan berapa jumlah regulasi yang sesuai. Penentuan jumlah
regulasi merupakan sesuatu yang sulit dilakukan untuk komoditas seperti
informasi. Masalah yang lebih sulit terletak pada motivasi dari regulator
itu sendiri. Harus disadari bahwa sangat sulit untuk memonitor operasi
regulator dan kekuatan publik untuk memaksa regulator beroperasi demi
kepentingan publik adalah lemah. Kelemahan tersebut juga akan
menimbulkan kemungkinan bahwa badan ini akan beroperasi untuk
kepentingan pribadi dan tidak untuk kepentingan umum.
Dengan adanya teori regulasi ini peneliti berpendapat bahwasannya
informasi dan transparansi menjadi sangat penting untuk diawasi oleh
publik, karena apabila semakin publik mengawasi dan mengetahui
pengelolaan pengumpulan sumbangan tersebut maka akan sangat lebih
mudah bagi penyelenggara pengumpulan sumbangan untuk melakukan
tanggungjawabnya dengan lebih baik dan benar.
C. Analisis Putusan Sengketa Informasi Publik Oleh Komisi Informasi
Pusat Nomor Register 011/III/KIP-PS/2016
1. Posisi Kasus
Sengketa perkara yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
adanya kelalaian pengelola pengumpulan sumbangan dalam memenuhi
tanggungjawabnya kepada para donator atau pemberi sumbangan
dengan tidak melakukan transparasi dalam pengolaannya serta tidak
mau memberikan informasi kepada konsumen/masyarakat/publik
terkait dengan kegiatan yang telah dilakukan olehnya selama ini.
Sehingga perkara ini dilaporkan kepada Komisi Informasi Pusat untuk
51
ditindaklanjuti lebih jauh. Pemohon dalam perkara ini adalah Mustolih
Siradj selaku donator yang selama ini turut serta dalam memberikan
sumbangan (donasi) yang berdomisili di Pisangan, Ciputat Timur
Tangerang Selatan. Sedangkan Termohon adalah PT. Sumber Alfaria
Trijaya Tbk selaku pihak penyelenggara sumbangan (donasi)
masyarakat yang dilakukannya dengan cara mengumpulkan
sumbangan dari uang kembalian konsumen di gerai Alfamart.
Permohonan Sengketa Informasi Publik ini diajukan oleh Pemohon
dikarekan yang pada mulanya Pemohon mengajukan Permohonan
Informasi Publik melalui surat tertanggal 26 Oktober 2015 yang
ditujukan kepada Pejabat Penglola Informasi dan Dokumentasi PT
Sumber Alfaria Trijaya Tbk. Akan tetapi dikarenakan tidak
mendapatkannya informasi yang dibutuhkan secara menyeluruh dari
Termohon, maka dari itu Pemohon mengajukan Permohonan Sengketa
Informasi Publik kepada Komisi Informasi Pusat agar dapat
memperoleh informasi tersebut.
Adapun informasi yang dimohon oleh Pemohon adalah:
1. Salinan/copy Surat Keputusan (SK) Pengangkatan tim/panitia yang
betanggungjawab terhadap kegiatan pengumpulan donasi uang dari
konsumen/masyarakat/publik yang diterbitkan Alfamart melalui
gerai Alfamart, sejak pertama kali diterbitkan berikut perubahan-
perubahannya sampai 2015.
2. Salinan/copy proposal izin pengajuan penyelenggaraan kegiatan
pengumpulan donasi uang kepada masyarakat/konsumen melalui
gerai Alfamart yang diajukan PT Sumber Alfaria Tijaya TBK
kepada Menteri Sosial dan/atau Dinas Sosial, sejak pertama kali
diajukan berikut pengajuan perpanjangan sampai 2015.
3. Salinan/copy Standar Operating Prosedur (SOP) pelaksanaan
kegiatan, kerjasama dengan pihak ketiga, dan penyaluran serta
kegiatan-kegiatan yang terkait dengan sumbangan donasi uang dari
47
52
konsumen/masyarakat/publik kepada PT Sumber Alfaria Trijaya
TBK melalui gerai Alfamart.
4. Salinan/copy Legalitas izin pengumpulan sumbangan donasi uang
konsumen Alfamart dari Kementerian Sosial dan/atau Dinas Sosial
dari pertama kali dijalankan sapai dengan 2015 termasuk
perubahan-perubahannya.
5. Salinan Anggaran Dasar PT Sumber Alfaria Trijaya TBK berikut
perubahan-perubahannya yang telah disahkan oleh Kementerian
Hukum dan HAM Republik Indonesia.
6. Salinan/copy Laporan Keuangan pengumpulan donasi uang dari
konsumen/masyarakat/publik kepada Alfamart dari mulai kegiatan
dijalankan sampai Tahun 2015, yang telah diaudit oleh akuntan
publik.
7. Salinan/copy Laporan Penggunaan dan Realisasi Program
penyaluran sumbangan donasi uang dari konsumen Alfamart yang
dilakukan PT Sumber Alfaria Trijaya TBK sejak kegiatan tersebut
dijalankan sampai 2015.
8. Salinan/copy jumlah dan nama-nama penerima manfaat baik
perseorangan/badan/organisasi/komunitas atas kegiatan penyaluran
donasi uang konsumen Alfamart, sejak kegiatan tersebut dijalankan
sampai 2015.
9. Salinan/copy Memmorandum of Understanding (MoU) dan
Kontrak Kerjasama antara PT Sumber Alfaria Trijaya TBK dengan
Yayasan/Lembaga/Badan/Instansi pemerintah/pihak ketiga/mitra
terkait dengan aspek berbagai kegiatan, penyaluran dan
pendayagunaan donasi dari uang konsumen Alfamart sejak
kegiatan tersebut dijalankan sampai 2015.
10. Salinan/copy pengumuman laporan keuangan dan/atau laporan
kegiatan penyaluran donasi uang dari konsumen Alfamart yang
pernah diterbitkan/dipublikasikan di media massa baik local
53
maupun nasional (cetak, elektronik, dan/atau online) sejak kegiatan
tersebut dilakukan sampai 2015.
11. Salinan/copy Laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan
pengumpulan donasi konsumen Alfamart, dari PT Sumber Alfaria
Trijaya TBK kepada Kementerian Sosial dan/atau Dinas Sosial
sejak kegiatan tersebut dijalankan sampai 2015.
Dengan hal ini maka Pemohon mengajukan permohonan informasi
publik karena dalam rangka untuk dapat memenuhi asas transparansi
yang memang sudah seharusnya didapatkan serta pertanggungjawaban
dari PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk atas pengelolaan donasi uang yang
dikumpulkan dari publik, serta memberikan akses informasi terhadap
publik yang menjadi objek kegiatan pengumpulan dana. Maka dari itu
Pemohon meminta kepada Komisi Informasi Pusat untuk memutus
sengketa informasi publik a quo dengan sebaik-baiknya.
2. Pertimbangan Hukum
Pertimbangan merupakan pendapat mengenai baik dan buruk.
Sedangkan hukum adalah undang-undang atau peraturan untuk
mengatur pergaulan hidup manusia. Maka dari itu pertimbangan
hukum dapat diartikan sebagai suatu pandangan hakim yang
didasarkan pada peraturan perundang-undangan mengenai dampak
baik dan buruk suatu putusan yang diambil tersebut. Adapun beberapa
pertimbangan hukum yang dipertimbangkan oleh Majelis Komisioner
dalam memutus perkara Sengketa Permohonan Informasi Publik ini
adalah sebagai berikut:
Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan sesungguhnya
adalah mengenai permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5, Pasal 35 ayat (1) huruf e,
dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) juncto Pasal 5 huruf b, Pasal
13 huruf b Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang
54
Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (Perki Nomor 1
Tahun 2013) dengan alasan permintaan informasi tidak ditanggapi.
Menimbang bahwa sebelum memeriksa pokok permohonan,
berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Perki Nomor 1 Tahun 2013, Majelis
Komisioner akan mempertimbangkan terlebih dahulu hal-hal sebagai
berikut:
1. Kewenangan Komisi Informasi Pusat untuk memeriksa dan
memutus permohonan a quo.
2. Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon untuk mengajukan
permohonan penyelesaian sengketa informasi.
3. Kedudukan hukum (legal standing) Termohon sebagai Badan
Publik dalam penyelesaian sengketa informasi.
4. Batas waktu pengajuan permohonan penyelesaian sengketa
informasi.
Terhadap keempat hal tersebut diatas, Majelis Komisioner
mempertimbangkan dan memberikan pendapat sebagai berikut:
1. Kewenangan Komisi Informasi Pusat
Menimbang bahwa berdasarkan UU KIP junco Perki Nomor 1
Tahun 2013, Komisi Informasi (KI) Pusat mempunyai dua
kewenangan, yaitu kewenangan absilut dan kewenangan relatif.
Menimbang bahwa berdasakan UU KIP junco Perki Nomor 1
Tahun 2013, Majelis berpendapat bahwa yang menjadi
kewenangan absolut Komisi Informasi menyangkut dua hal, yakni:
a. Adanya permohonan informasi, keberatan, dan permohonan
penyelesaian Sengketa Informasi Publik kepada Komisi
Informasi.
b. Sengketa yang diajukan adalah Sengketa Informasi Publik yang
terjadi antara Pemohon dengan Badan Publik.
Menimbang terkait unsur kewenangan absolut, Majelis
berpendapat bahwa sengketa a quo telah memenuhi tahapan
prosedur yang benar menurut UU KIP dan Perki Nomor 1 Tahun
55
2013 yaitu melalui tahapan permohonan informasi, keberatan, dan
permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik kepada
Komisi Informasi Pusat.
Menimbang dalam hal penentu apakah sengketa a quo adalah
sengketa informasi publik antara Pemohon Informasi Publik dan
Badan Publik, Majelis berpendapat sebagai berikut:
a. Terkait materi yang menjadi pokok sengketa Majelis
berpendapat bahwa materi sengketa informasi a quo pada
pokoknya mengenai permohonan informasi terhadap beberapa
dokumen yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan
pengumpulan sumbangan (donasi) kepada masyarakat yang
dilakukan Termohon melalui gerai-gerainya.
b. Majelis terlebih dahulu mempertimbangkan kedudukan hukum
(legal standing) Termohon sebagai Badan Publik atau bukan.
Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 atau (2) UU
KIP junco Pasal 6 ayat (1) Perki Nomor 1 Tahun 2013, untuk
menentukan kewenangan relatif Komisi Informasi Pusat harus
terpenuhi kedudukan hukum (legal standing) Termohon sebagai
Badan Publik pusat. Dengan demikian Majelis terlebih dahulu
harus mempertimbangkan dan memutus apakan Termohon badan
publik atau bukan badan publik di tingkat.
2. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon
Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 11 dan angka 12 UU
KIP junco Pasal 1 angka 7 Perki Nomor 1 Tahun 2013 disebutkan
bahwa Pemohon Penyelesaian Sengketa Informasi Publik adalah
Pengguna atau Pemohon Informasi Publik yang menggunakan
informasi publik atau mengajukan permintaan informasi publik
sebagaimana diatur dalam UU KIP.
Menimbang bahwa dalam fakta permohonan dan fakta
persidangan, Pemohon telah menyertakan identitas berupa salinan
Kartu Tanda Penduduk yang berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat
56
(1) huruf a Perki Nomor 1 Tahun 2013 mengenai kelengkapan
Permohonan berupa identitas yang sah, Majelis berpendapat
Pemohon memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing)
dalam sengketa a quo.
3. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Termohon
Menimbang bahwa Termohon mendalilkan bukan sebagai badan
publik maupun non publik sebagaimana disebut dalam Pasal 1
angka 3 UU KIP. Termohon adalah perseroan bernama PT Sumber
Alfaria Trijaya Tbk yang didirikan berdasarkan Anggaran Dasar
terakhir berupa Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa PT Sumber Alfaria Trijaya, Tbk
Nomor 61 Tanggal 22 Juni 2015 yang dibuat dihadapan Sriwi
Bawana Nawaksari, SH., MKn, Notaris di Kabupaten Tangerang
menyebutkan bahwa Termohon merupakan perseroan yang modal
dasarnya berjumlah Rp. 1.200.000.000.000,- (satu triliun dua ratus
miliar rupiah) terbagi atas 120.000.000.000,- (seratus dua puluh
miliar) saham, masing-masing saham bernilai nominal Rp. 10,-
(sepuluh rupiah) (surat T-2).
Menimbang bahwa terhadap dalil Termohon yang menyatakan
bukan sebagai badan publik. Majelis berpendapat bahwa sepanjang
mengenai pembentukannya, Termohon merupakan perkumpulan
suatu perhimpunan atau perserikatan orang (zedelijke lichamen,
corporate body) yang didirikan untuk maksud tertentu yang tidak
bertentangan dengan undang-undang ketertiban umum dan
kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1653 KUHPerdata.
Sebagai perkumpulan tempat perhimpunan orang perorangan.
Termohon memilih bentuk badan usaha privat (non pemerintah)
perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas).
Menimbang bahwa dengan surat-surat yang diajukan oleh
Pemohon berupa fotokopi Keputusan Menteri Sosial Republik
57
Indonesia No. 22/HUK-PS/2016 tentang pemberian Izin
Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Panitia Bakti
Sosial Alfamart di Tangerang dan fotokopi Keputusan Menteri
Sosial Republik Indonesia No. 900/HUK-PS/2015 tentang
Pemberian Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan
Kepada Panitia Bakti Sosial Alfamart di Tangerang. Maka Majelis
Komisioner berkeyakinan bahwa seluruh surat-surat a quo
merupakan dokumen resmi yang sah yang diterbitkan merupakan
dokumen resmi yang sah yang diterbitkan oleh pejabat dan/atau
badan sesuai kewenangannya yakni Kementerian Sosial
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menimbang bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang yang menjadi salah
satu dasar hukum. Majelis berpendapat bahwa penerbitan kedua
dokumen a quo tersebut merupakan izin penyelenggaraan
pengumpulan sumbangan bagi Termohon melalui gerai-gerainya
yang diberikan oleh Kementerian Sosial, telah memenuhi seluruh
persyaratan yang berlaku dan telah melalui berbagai pemeriksaan
atau persyaratan tersebut secara seksama yang dilakukan oleh
Kementerian Sosial.
Menimbang bahwa terhadap dalil Termohon yang menyatakan
untuk kegiatan Termohon berupa penyelenggaraan pengumpulan
sumbangan (donasi) kepada masyarakat yang dilakukan melalui
gerai-gerai Termohon, Termohon hanya bertindak sebagai channel
(penyalur) dari sumbangan tersebut dan pengelolaannya tidak
didanai atau bersumber dari APBN/APBD maupun sumbangan
masyarakat maka Majelis Komisioner sepenuhnya menolak dalil
Termohon tersebut dan berpendapat sebagai berikut:
a. Bahwa yang menjadi pokok sengketa permohonan informasi
adalah berkenaan dengan penolakan Termohon atas
permohonan informasi atas beberapa dokumen yang terkait
58
dengan penyelenggaraan pengumpulan sumbangan (donasi)
kepada masyarakat yang dilakukan Termohon melalui gerai-
gerainya bukan dokumen lainnya.
b. Bahwa Termohon meskipun telah diberikan kesempatan oleh
Majelis Komisioner dalam persidangan tidak memberikan
pembuktian baik menghadirkan dokumen atau saksi dan/atau
ahli untuk menguatkan dalil Termohon bahwa penyelenggaraan
pengumpulan sumbangan (donasi) kepada masyarakat tidak
didanai atau bersumber dari APBN/APBD maupun sumbangan
masyarakat, kecuali hanya keterangan dalam persidangan yang
menyatakan bahwa transaksi belanja dan hasil donasi terpisah,
hal tersebut sesuai dengan prinsip hukum Affirmanti Incumbit
Probate (barang siapa yang mendalilkan hasus membuktikan).
c. Bahwa sebaliknya berdasarkan surat-surat yang diajukan
Pemohon pada dictum ketujuh huruf b surat a quo dinyatakan
bahwa sebanyak-banyaknya 10% dari sumbangan yang
terkumpul digunakan untuk biaya operasional.
Menimbang berdasarkan seluruh uraian, Majelis Komisioner
berpendapat oleh karena terbukti Termohon menyelenggarakan
kegiatan pengumpulan sumbangan kepada masyarakat melalui
gerai-gerainya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku mengenai pengumpulan sumbangan, maka sepanjang
melakukan kegiatannya tersebut Termohon harus dinyatakan
sebagai Badan Publik tingat Pusat sebagaimana dimaksud Undang-
Undang Keterbukaan Informasi Publik yaitu perkumpulan. Secara
demikian Termohon memenuhi syarat kedudukan hukum (legal
standing) sebagai Termohon Penyelesaian Sengketa Informasi
Publik dalam perkara a quo. Termohon adalah Badan Publik
tingkat Pusat.
4. Batas Waktu Pengajuan Permohonan Penyelesaian Sengketa
Informasi
59
Menimbang bahwa berdasarkan fakta hukum, ketentuan-ketentuan
mengenai jangka waktu dalam prosedur penyelesaian Sengketa
Informasi Publik dan berdasarkan perhitungan jangka waktu
pengajuan permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik
oleh Pemohon kepada Komisi Informasi Pusat, Majelis Komisioner
menemukan ketidaktepatan di dalam prosedur penyelesaian
sengketa informasi yang telah ditempuh oleh Pemohon.
Menimbang bahwa meskipun terdapat ketidaktepatan dalam jangka
waktu pengajuan permohonan penyelesaian sengketa informasi ini,
dengan mempertimbangkan fakta hukum sebagai berikut:
a. Kedudukan hukum Termohon sebagai Badan Publik
nonpemerintah berbentuk badan usaha nonpemerintah yang
melakukan kegiatan pengumpulan sumbangan masyarakat.
b. Legalitas perizinan yang telah dimiliki oleh Termohon dari
Kementerian Sosial untuk bertindak sebagai perkumpulan,
badan usaha nonpemerintah yang berbentuk badan hukum
privat yakni badan usaha perseroan terbatas yang melakukan
kegiatan pengumpulan sumbangan masyarakat.
c. Pengelolaan dan pendanaan bagi kegiatan pengumpulan
sumbangan masyarakat yang dilakukan Termohon bersumber
atau diambil dari sebagian sumbangan masyarakat itu sendiri.
d. Besarnya jumlah hasil kegiatan pengumpulan sumbangan
(donasi) masyarakat yang dilakukan Termohon sepanjang
Tahun 2015 sebagaimana disebut dalam Laporan Tahunan
(Annual Report) 2015 PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk pada
halaman 126 mencapai Rp. 33 Milyar.
Dengan demikian Majelis berpendapat bahwa sangat terang dan
jelas aktivitas Termohon melibatkan partisipasi publik dalam
jumlah yang sangat besar yang meliputi seluruh wilayah Indonesia,
sehingga sangat beralasan hukum jika publik baik secara kelompok
maupun perorangan mengetahui seluruh informasi yang berkaitan
60
dengan kegiatan pengumpulan sumbangan (donasi) masyarakat
yang dilakukan Termohon sebagaimana dijamin oleh Undang-
Undang Keterbukaan Informasi Publik. Oleh karena itu Majelis
berpendapat cukup alasan hukum untuk mengesampingkan (set a
side) ketentuan jangka waktu terhadap sengketa a quo dan
melanjutkan pemeriksaan terhadap sengketa a quo.
3. Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion)
Pendapat berbeda (dissenting opinion) merupakan pendapat dalam
membuat pernyataan yang memperlihatkan ketidaksetujuan terhadap
putusan perkara dalam suatu persidangan yang mana ketidaksetujuan
tersebut terdiri dalam beberapa bagian pendapat yang dimungkinkan
karena adanya sejumlah alasan seperti penggunaan prinsip-prinsip
yang berbeda atau interpretasi yang berbeda dari fakta-fakta.
Terhadap putusan perkara ini, Majelis Komisioner Evy Trisuno
memiliki pendapat berbeda yaitu sebagai berikut:
Menimbang bahwa Termohon adalah PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk
yang berdasarkan Anggaran Dasar dan dokumen korporasi Termohon
terakhir yang dinyatakan dalam Pernyataan Keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa PT Sumber Alfaria Trijaya, Tbk Nomor
61 Tanggal 22 Juni 2015 dibuat dihadapan Sriwi Bawana Nawaksari,
SH., MKn, Notaris di Kabupaten Tangerang menyebutkan bahwa
Termohon merupakan perseroan yang modal dasarnya berjumlah Rp.
1.200.000.000.000,- (satu triliun dua ratus miliar rupiah) terbagi atas
120.000.000.000,- (seratus dua puluh miliar) saham, masing-masing
saham bernilai nominal Rp. 10,- (sepuluh rupiah).
Menimbang bahwa dalam UU KIP yang pada pokoknya menyebutkan
bahwa badan publik memiliki sumber dana dari APBN dan atau yang
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3), saya selaku anggota
Majelis Komisioner memiliki definisi terhadap sumber anggaran yang
belum diterjemahkan dalam undang-undang yakni dimaknai sebagai
modal/asset/dan atau operasional rutin dari suatu organisasi yang
61
memiliki dampak yang mendasar terhadap keberadaan organisasi dan
lain sebagainya. Terhadap hal ini tidak terbukti dalam fakta-fakta
persidangan dan atau bukti-bukti dokumen bahwa terdapat dana yang
bersumber dari sumbangan masyarakat. Artinya disini bahwa
pengelolaan sumbangan donasi sebagaimana diijinkan oleh pemerintah
dalam hal ini adalah Kementerian Sosial RI adalah untuk operasional
pengelolaan sumbangan itu sendiri, bukan terhadap hal-hal yang
dimaknai sebagai modal atau operasional asset rutin dari suatu
organisasi dalam hal ini adalah Termohon.
Menimbang bahwa dalam hal pengumpulan sumbangan yang
dilakukan oleh Termohon merupakan bagian dari kebijakan good
governance dimana pihak Termohon sebagai swasta yang memberikan
bantuan kepada pemerintah dalam hal ini eksekutif sebagai regulator
dan katalisator. Sementara itu Termohon merupakan korporasi yang
menjalankan aturan/regulator dan seharusnya bertanggungjawab
kepada pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Sosial RI. Oleh
karena itu, terhadap pemahaman mendasar Termohon PT Sumber
Alfaria Trijaya Tbk dilihat dari sumber anggaran tidak terbukti adanya
dana/aliran dari sumbangan masyarakat sebagal modal dasar atau asset
atau operasional rutin sehingga dinyatakan bahwa Termohon bukan
merupakan Badan Publik.
Menimbang bahwa terkait aktifitas Termohon melakukan
penggalangan donasi konsumen melalui kasir di gerai Alfamart,
dengan bantuan system informasi yang terintegrasi dengan komputer
yang dapat mencatat penerimaan donasi konsumen, merupakan
aktifitas diluar aktifitas bisnis Termohon. Oleh karena itu Termohon
bukanlah badan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3
UU KIP. Terhadap pertimbangan jangka waku dan lain sebagainya,
saya Majelis Komisioner dalam sengketa ini tidak mempertimbangkan
terlebih dahulu tetapi mempertimbangkan terhadap posisi Termohon
sebagai badan publik atau bukan badan publik.
62
4. Analisis Peneliti
Dissenting opinion merupakan opini atau pendapat yang dibuat oleh
satu atau lebih anggota Majelis Hakim yang setuju dengan keputusan
yang diambil oleh mayoritas anggota majelis. Dengan diaturnya
dissenting opinion oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman, maka Majelis Komisioner sekarang ini
diperbolehkan untuk menerapkan dissenting opinion dalam proses
pengambilan putusan. Perkara yang terjadi antara PT Sumber Alfaria
Trijaya Tbk dengan Mustolih Siradj selaku konsumen serta donator
dalam penyelenggaraan sumbangan yang dilakukan oleh PT Sumber
Trijaya Tbk selama ini menjadi salah satu contoh dalam penerapan
dissenting opinion. PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk sebagai
peyelenggara pengumpulan sumbangan tidak memenuhi
tanggungjawab dengan baik kepada para konsumen/donaturnya.
Hal pertama yang akan peneliti analisis yaitu pengakuan dari
Termohon yang menyatakan bahwa Termohon bukan badan publik dan
pendapat dari salah satu Majelis Komisioner Evy Trisono yang
menyatakan bahwa dalam hal pengumpulan sumbangan yang
dilakukan oleh Termohon merupakan bagian dari kebijakan good
governance dimana pihak Termohon sebagai swasta yang memberikan
bantuan kepada pemerintah dalam hal ini eksekutif sebagai regulator
dan katalisator. Sementara itu Termohon merupakan korporasi yang
menjalankan aturan/regulator dan seharusnya bertanggungjawab
kepada pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Sosial RI. Oleh
karena itu, terhadap pemahaman mendasar Termohon PT Sumber
Alfaria Trijaya Tbk dilihat dari sumber anggaran tidak terbukti adanya
dana/aliran dari sumbangan masyarakat sebagal modal dasar atau asset
atau operasional rutin sehingga dinyatakan bahwa Termohon bukan
merupakan Badan Publik.
Peneliti tidak sependapat dengan pendapat yang diberikan oleh Majelis
Komisioner Evy Trisno, dikarenakan posisi Termohon saat ini
63
merupakan suatu Badan Usaha berbentuk Perseroan Terbatas (PT)
yang bersifat Terbuka (Tbk) yang saat ini tercatat sebagai Emiten di
Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham AMRT yang dapat
melakukan penawaran umum/memperdagangkan saham di pasar
modal. Dengan ini Termohon memenuhi syarat sebagai Badan Publik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
Tentang Keterbukaan Informasi Publik yang sebagaimana diatur pada
Pasal 1 ayat (3) jo Pasal 3 angka 1 huruf e Peraturan Komisi Informasi
(Perki) Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Layanan Informasi
Publik. Termohon adalah organisasi non pemerintah yang sebagian
atau seluruh dananya berasal dari sumbangan masyarakat.
Oleh karenanya PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk selaku Termohon
secara sah dan meyakinkan merupakan Badan Publik karena secara
nyata dan tegas melakukan kegiatan atau aktivitas Badan Publik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik, hal ini didasarkan pada
pengakuan dari Termohon dan bukti-bukti yang disampaikan Pemohon
yang mana telah melakukan kegiatan permintaan sumbangan di
seluruh penjuru tanah air secara rutin dan kontinyu setidak-tidaknya
sejak Tahun 2013 hingga Tahun 2016 dengan cara mengumpulkan
sumbangan atau donasi kepada masyarakat atau konsumen berupa
uang kembalian melalui kasir yang terdapat digerai Alfamart.
Bahwa yang pada mulanya Pemohon mengajukan permohonan
Informasi Publik melalui surat tertanggal 29 Oktober 2015 kepada
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi PT Sumber Alfaria
Trijaya Tbk dengan meminta pertanggungjawaban kepada Termohon
yang harus dimaknai secara luas dan progresif yakni terkait seluruh
aspek yang menyangkut berbagai informasi kegiatan pengumpulan
sumbangan uang kembalian termasuk legal aspek, laporan rincian
keuangan yang telah diaudit akuntan publik, siapa panitia
penyelenggaraannya, kontrak kerjasama dengan pihak ketiga serta
64
penyaluran dan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan sumbangan
donasi yang dilakukan oleh Termohon. Akan tetapi dikarenakan
Termohon tidak memenuhi permintaannya tersebut maka dari itu
Pemohon mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi
Publik untuk memperoleh informasi tersebut.
Selanjutnya dalam hal ini tidak ada kejanggalan maupun kesalahan
terhadap keinginan yang dilakukan oleh Pemohon dikarenakan sebagai
donator seharusnya memang sudah menjadi haknya untuk
mendapatkan informasi terhadap penggunaan dana yang selama ini
dilakukan oleh Termohon. Begitu pula bagi Termohon hal ini memang
sudah menjadi tanggungjawab Termohon untuk memberikan informasi
terhadap kegiatan pengumpulan sumbangan masyarakat.
Sistem pengumpulan sumbangan yang dilakukan oleh PT Sumber
Alfaria Trijaya Tbk tersebut dilakukan dengan cara kasir yang
menanyakan kepada konsumen terlebih dahulu apakah bersedia
sebagian uang kembaliannya didonasikan yang dilakukan saat
melakukan transaksi. Sistem ini dibuat sama di seluruh toko milik PT
Sumber Alfaria Trijaya Tbk. Program Donasi-Ku ini dilaksanakan atas
partisipasi masyarakat secara sukarela untuk ikut membantu
masyarakat yang membutuhkan.
Namun sebagai pelaku penyelenggaran sumbangan yang mana
dikumpulkan dari uang donasi konsumen/masyarakat banyak melalui
gerai-gerainya yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia maka
seharusnya PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk memiliki tanggungjawab
kepada para donator yang telah berpartisipasi atas program
pengumpulan sumbangan tersebut sebagaimana yang terdapat dalam
Surat Keputusan Menteri Sosial dengan melakukan transparansi
mengenai informasi kegiatan pengumpulan sumbangan uang termasuk
laporan rincian keuangan yang telah diaudit akuntan publik kepada
para donator dengan cara membuat laporan secara berkala di media
nasional maupun lokal baik cetak maupun online sehingga para
65
donator/masyarakat/publik dapat mengetahuinya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah SWT mengenai tanggungjawab bagi para
penerima tanggungjawab untuk menyampaikan amanat tersebut
dengan sebaik-baiknya yang terdapat dalam Firman Allah SWT, yaitu:
Yang artinya “Sesungguhnya Allah menuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi
Maha melihat.” (Q.S. An-Nisa [4]: 58)
Maka peneliti menyetujui keputusan yang diberikan oleh Majelis
Komisioner Dyah Aryani P selaku Ketua merangkap Anggota dan
Yhannu Setyawan selaku Anggota Majelis Komisioner dengan
memerintahkan Termohon untuk memberikan informasi kepada
Pemohon serta kepada publik secara menyeluruh dikarenakan kegiatan
yang dijalankan oleh Termohon selama ini merupakan informasi publik
yang bersifat terbuka dan berhak diketahui oleh setiap orang.
Akan tetapi yang sangat peneliti sayangkan adalah putusan dari Majelis
Komisioner tidak dipatuhi oleh Termohon yang mana Termohon lebih
memilih untuk membatalkan putusan Komisi Informasi Pusat dengan
mengajukan Banding kepada Pengadilan Negeri Tangerang yang mana
hasil putusan dari Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan bahwa
tidak memenuhi permintaan dari PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk untuk
dapat membatalkan hasil putusan dari Komisi Informasi Pusat serta PT.
Sumber Alfaria Trijaya Tbk harus mematuhi hasil putusan dari Komisi
Informasi Pusat dengan cara menyampaikan informasi kepada publik
secara berkala dan menyeluruh.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai tanggungjawab perseroan
terbatas sebagai penyelenggara pengumpulan sumbangan publik dengan
menjadikan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk sebagai studi kasus ditemukan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Mekanisme pendistribusian hasil sumbangan publik yang dilakukan
oleh PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk Sepanjang tahun 2015 telah
bekerjasama dengan 8 yayasan kredibel berskala nasional maupun
internasional. Seperti Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAI),
Yayasan Berani Bhakti Bangsa (YBBB) yang mana dipercayai untuk
bekerjasama pada awal tahun dan akhir tahun 2015, selain itu dengan
Habitat for Humanity (HFH), United Nations Children Fund
(UNICEF), Yayasan BM Cinta Indonesia, Happy Heart Fund
Indonesia (HHFI), Kick Andy Foundation (KAF) dengan menyalurkan
30.000 pasang sepatu sekolah untuk pelajar di berbagai daerah. Serta
bekerjasama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) untuk
mengadakan 5 unit mobil ambulans dan paket bantuan bencana.
2. PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk sudah melakukan prosedur yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam memperoleh izin
kepada pihak yang terkait. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
Surat Keputusan Menteri Sosial tentang tata cara pengumpulan donasi,
periode program, wilayah pengumpulan donasi, yayasan penerima
bantuan, dan juga kewajiban untuk menyebarluaskan informasi kepada
masyarakat yang mana surat tersebut memang dikeluarkan oleh
Kementerian Sosial Republik Indonesia secara resmi sehingga dalam
perannya sebagai pelaku pengumpulan sumbangan yang dilakukan
oleh PT Sumber Alfaia Trijaya Tbk memang sudah mempunyai
kekuatan hukum. Meskipun PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk sudah
66
67
memperoleh izin dari Kementerian Sosial Republik Indonesia namun
masih ada tanggungjawab hukum yang tidak dilakukan seperti tidak
memberikan laporan kepada publik dengan memberikan informasi
secara berkala terhadap kegiatan pengumpulan sumbangan kepada para
donator/masyarakat/konsumen dari gerai Alfamart yang telah
berpartisipasi dalam mendukung kegiatan sosial yang dilakukan oleh
PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk dari awal melakukan kegiatan hingga
akhir pelaksanaan yang mana informasi tersebut dapat dilihat oleh
seluruh masyarat yang dalam penyebaran informasi tersebut dapat
dilakukan oleh PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk baik secara cetak
maupun online.
3. Dari hasil pertimbangan-pertimbangan yang ada maka Majelis
Komisioner berpendapat oleh karena terbukti Termohon
menyelenggarakan kegiatan pengumpulan sumbangan kepada
masyarakat melalui gerai-gerainya berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku mengenai pengumpulan sumbangan, maka
sepanjang melakukan kegiatannya tersebut Termohon harus
dinyatakan sebagai Badan Publik tingat Pusat sebagaimana dimaksud
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yaitu perkumpulan.
Secara demikian Termohon memenuhi syarat kedudukan hukum (legal
standing) sebagai Termohon Penyelesaian Sengketa Informasi Publik
dalam perkara a quo. Termohon adalah Badan Publik tingkat Pusat.
Maka dari itu dari hasil pertimbangan tersebut diputuskan bahwa PT.
Sumber Alfaria Trijaya Tbk yang dalam hal ini sebagai Termohon
diperintahkan untuk memberikan informasi seperti laporan
penggunaan dan realisasi program penyaluran sumbangan donasi uang
dari konsumen Alfamart serta terkait laporan keuangan pengumpulan
donasi uang konsumen/publik dari mulai kegiatan tersebut dilakukan
sampai Tahun 2015, yang telah diaudit oleh akuntan publik.
68
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penulisan
skripsi ini maka saya sebagai peneliti ingin memberikan beberapa saran
yang dianggap peneliti perlu untuk dilakukan, antara lain:
1. Diperlukan adanya tanggungjawab yang baik dari penyelenggara
pengumpulan sumbangan dengan memberikan seluruh laporan setiap
bulan, informasi terkait kegiatan yang dilakukannya, mengeluarkan
dana masyarakat sesuai dengan prosedurnya, sera harus jelas
presentase dalam pemakaian uang sumbangan dari masyarakat.
2. Diperlukannya sikap yang tegas dari pemerintah apabila sudah
dikeluarkannya putusan dari pihak yang berwenang khususnya dalam
hal ini putusan dari Komisi Informasi Pusat yang mana telah bersifat
inkrah tetapi tidak segera dijalankan sebagaimana mestinya.
3. Diperlukannya kepada pemberi izin dalam penyelenggaraan
sumbangan untuk lebih memperhatikan kembali laporan-laporan
secara terperinci yang diberikan oleh pengelola serta lebih
mempertegas aturan terkait pengumpulan sumbangan dalam
memberikan perizinan dengan lebih merujuk kembali kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Ditanamkan rasa yang lebih kritis bagi masyarakat dalam mengawasi
tanggungjawab pihak yang menjadi pengelola kesejahteraan sosial
untuk memperoleh haknya dengan lebih peka melihat segala kondisi
sekitar yang terjadi agar tidak ada lagi hak-hak publik yang terabaikan
karena hak untuk mendapatkan informasi merupakan hak segala
bangsa untuk dapat memperolehnya tanpa terkecuali.
69
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Barkatullah, Abdul Halim. Hak-Hak Konsumen. Bandung: Nusa Media, 2010.
Dewata, Mukti Fajar Nur dan Yulianto Ahmad. Dualisme Penelitian Hukum
Normatif dan Empiris. Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Dewi, Eli Wuria. Hukum perlindungan Konsumen. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2015.
Fuady, Munir. Pengantar Hukum Bisnis. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005.
Harahap, Yahya. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika, 2016.
Hasyim, Farida. Hukum Dagang. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.
Kansil, CST. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka,1986.
Kansil, CST dan Cristine. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam
Ekonomi). Jakarta: Pradnya Paramita, 2001.
Kansil, CST dan Christine. Pokok-Pokok Hukum Perseroan Terbatas Tahun 1995.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2011.
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2004.
Nugroho, Susanti Adi. Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari
Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya. Jakarta: Kencana, 2008.
Purwosutjipto, HMN. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 2.
Jakarta: Djambatan, 1982.
Rai Widjaya, I.G. Hukum Perusahaan Undang-Undang dan Peraturan
Pelaksanaan di Bidang Usaha Jakarta: Kesaint Blanc, 2005.
Rukminto Adi, Isbandi. Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial, Pembangunan
Sosial, dan Kajian Pembagunan). Jakarta: Rajawali Pres, 2015.
Sembiring, Sentosa. Hukum Perusahaan Tentang Prseroan Terbatas. Bandung:
Nuansa Aulia, 2006.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia
(UI-Press), 2014.
70
Subagiyo, Henri, Dessy Eko dkk, Anotasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jakarta: Komisi Informasi Pusat
Republik Indonesia, 2009.
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermasa, 1989.
Suharto, Edi. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta, 2005.
Zulham. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Kencana, 2013.
Internet
http://erepo.unud.ac.id/8827/3/8b6b4787b4a4b0b19c194f882edd07c9.pdf.
Diakses pada 15 Desember 2017.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Penelitian_Kualitatif. Diakses pada 30 Oktober
2017.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Keterbukaan_Informasi_Publik.
Diakses pada 10 Februari 2018.
http://id.wikipedia.org/wiki/teori_regulasi. Diakses pada 15 Desember 2017.
http://journal.unpar.ac.id/index.php/projustitia/article/download/1126/1093.
Diakses pada 30 Oktober 2017.
https://www.komisiinformasi.go.id/category/profil/tentang-kip. Diakses pada 10
Februari 2018.
Jurnal
Suhardin, Yohanes. “Peranan Hukum Dalam Mewujudkan Kesejahteraan
Masyarakat”. Jurnal Hukum Pro Justitia. Vol. 25. No. 3, 2017.
Astika, IB Putra, “Kontribusi Teori Kepentingan Kelompok Dalam Standar
Akuntansi Keuangan (Suatu Kajian Literatur)”. Jurnal Ilmiah Akutansi dan
Bisnis, Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana, 2010.
Laporan Tahunan Annual Report, PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk, 2014.
Laporan Tahunan Annual Report, PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk, 2015.
Laporan Tahunan Annual Report, PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk, 2016.
71
Skripsi dan Makalah
Munawaroh, Anisa. “Perlindungan Konsumen Terhadap Uang Kembalian Yang
Dijadikan Uang Donasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor. 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen”. Skripsi S1 Fakultas Hukum,
Universitas Gadjah Mada, 2015.
Salamah, Muhimmatus. “Perspektif Hukum Ekonomi Syari’ah Terhadap Praktek
Pengalihan Sisa Uang Pembeli Dalam Transaksi Jual Beli Di Toko Arafah
Cirebon”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Institut Agama
Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon, 2015.
Shofa, Nailas. “Perspektif Hukum Islam Terhadap Pengalihan Sisa Pengembalian
Untuk Dana Sosial Dalam Transaksi Jual Beli Di Pamella Swalayan
Yogyakarta”. Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2010.
Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 Tentang Pengumpulan Uang Atau Barang.
Undang-Undang Nomor. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejateraan Sosial.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial.
Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial Dan
Lingkungan Perseroan Terbatas.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1980 Tentang
Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.
Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 56/HUK/1996 Tentang Pelaksanaan
Pengumpulan Sumbangan Oleh Masyarakat.
72
LAMPIRAN
72
Recommended