View
162
Download
11
Category
Preview:
Citation preview
TUGASMK. ETIKA PROFESI
PERIODE GASAL, TAHUN. 2012/2013
KAJIAN TEORI ETIKA
“PEMBANGUNAN PARAGON CITY SEMARANG”
PADA KASUS
PELANGGARAN ETIKA DALAM
PEMBANGUNAN KEMBALI KAWASAN KOTA
DISUSUN OLEH :
DOSEN PEMBIMBING
IR. BPR. GANDHI, MSA
FAKULTAS ARSITEKTUR DAN DESAIN
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
November, 2012
MARIANA SISILIA 10.11.0006
NORMA JUWITA SEKARWANGI 10.11.0015
AGLIS DHAMAR HAPSARA 10.11.0030
VITALITUS CHANDRA 10.11.0014
GREGORIUS SURYA SETYANUGRAHA 10.11.0045
BAB I
PENDAHULUAN
I. DEFINISI UMUM ETIKA PROFESI
Selama ini diskursus teori arsitektur berputar – putar pada teori atas dasar
pandangan positivistis yang melihat arsitektur sebagai kenyataan empiris. Ada sebagian
teori yang bersifat subyektif (manifesto) mengandung sifat - sifat emansipatoris, sebagian
lainnya tidak berdasarkan cita – cita dan nilai – nilai etis. Dalam dunia arsitektur dikenal tiga
khasanah teori yang diakui ada. Pertama, teori tentang arsitektur (theory about architecture)
bersifat memaparkan tentang what is architecture menurut posisi teoritis arsitek dan
paradigma yang dianutnya. Kedua, teori di dalam arsitektur (theory in architecture) berupa
teori “apa saja” yang digunakan oleh para arsitek dalam praktik profesionalnya. Ketiga, teori
arsitektur (theory of architecture) yakni sebentuk teori yang khas arsitektur, mirip teori atom
atau teori gravitasi yang muncul serta berlaku dalam ilmu fisika.
Menurut Immanuel Kant, ada tiga patokan untuk menentukan apakah perbuatan
seseorang dikategorikan sebagai tindakan bermoral atau tidak. Tiga hal ini dalam pemikiran
etika Kant masuk dalam syarat-syarat imperatif kategoris, yaitu perintah mutlak yang wajib
kita patuhi. Ketiga patokan tersebut adalah prinsip hukum umum, prinsip hormat terhadap
person,dan prinsip otonomi.
1
Dalam bahasa agama, konsep moralitas dan legalitas dari Emmanual Kant dapat kita
sebut sebagai ikhlas dan tidak ikhlas. Moralitas yang berarti melakukan sebuah tindakan
murni demi sebuah kewajiban dan nilai kebaikan dari tindakan itu, tidak jauh berbeda
dengan konsep ikhlas. Sedangkan lawannya, legalitas, berarti tidak ikhlas yang bisa
jadiriya/pamer atau lainnya. Dan dari konsep moralitas dan legalitas ini pula menjadi jelas
bahwa yang menentukan suatu tindakan menjadi bermoral atau tidak adalah maksud/niat
pelakunya. Sebuah tindakan bisa kelihatan baik, tetapi sebenarnya tidak memiliki bobot
moral karena pelakunya memiliki niat yang lain. Konsekuensi dari ajaran etika Kant ini
adalah kita tidak bisa menilai sebuah tindakan yang dilakukan oleh orang lain. Kita tidak
akan bisa mengetahui apa maksud dan niat seseorang melakukan sebuah tindakan tertentu.
Terdapat 4 prinsip teori etika dalam praktek arsitektur : Teori Manfaat dan
Konsekuensi,. Teori Tindakan berdasarkan Moral, Teori Kesepakatan, Teori Kinerja dan
Keunggulan. Teori yang kita bahas kali ini adalah Teori Tindakan Berdasarkan Moral.
II. TEORI TINDAKAN BERDASAR MORAL (DEONTOLOGY THEORY)
Teori Tindakan Berdasar Moral (Deontology Theory) sebenarnya sudah ada sejak
periode filsafat Yunani Kuno, tetapi baru diberi perhatian setelah penjelasan dan pendasaran
logis oleh filsuf Jerman yaitu Immanuel Kant. Kata deon berdasar dari Yunani yang artinya
kewajiban. Sudah jelas kelihatan bahwa teori deontologi menekankan pelaksanaan
kewajiban. Suatu perbuatan akan baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama
melakukan kewajiban berarti sudah melakukan kebaikan. Deontologi tidak terpasak pada
konsekuensi perbuatan, dengan kata lain deontology melaksanakan terlebih dahulu tanpa
memikirkan akibatnya. Berbeda dengan utilitarisme yang mempertimbangkan hasilnya lalu
dilakukan perbuatannya.
Contoh Etika Moral :
- berkata dan berbuat jujur - menghargai hak orang lain- menghormati orang tua dan
guru- membela kebenaran dan keadilan- menyantuni anak yatim/piatu.
Etika moral ini terwujud dalam bentuk kehendak manusia berdasarkan kesadaran,
dan kesadaran adalah suara hati nurani. Dalam kehidupan, manusia selalu dikehendaki
2
dengan baik dan tidak baik, antara benar dan tidak benar. Dengan demikian ia
mempertanggung jawabkan pilihan yang telah dipilihnya itu. Kebebasan kehendak
mengarahkan manusia untuk berbuat baik dan benar. Apabila manusia melakukan
pelanggaran etika moral, berarti dia berkehendak melakukan kejahatan, dengan sendirinya
berkehendak untuk di hukum. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, nilai moral
dijadikan dasar hukum positif yang dibuat oleh penguasa teori tindakan berdasar moral
menyangkut tindakan berdasar kaidah-kaidah moral atau prinsip-prinsip kewajiban yang
harus dipenuhi.
III. LINGKUP PERMASALAHAN TEORI DEONTOLOGY
Pelanggaran yang ditemukan dengan teori ini antara lain :
1. Pembangunan kembali salah satu kawasan kota berlokasi di daerah pusat kota lama
bersejarah yang akan merusak cagar budaya
2. Tidak melakukan Public Hearing kepada masyarakat secara luas tentang rencana
proyek pembangunan kembali kawasan tersebut, baik melalui media tulis maupun
elektronik. Terlebih lagi dihadapan masyarakat yang dapat dipandang
mewakilimereka (tokoh-tokoh masyarakat, perguruan tingggi, dan lain-lain).
3. Melakukan sayembara secara tertutup sehingga masyarakat tidak mengetahui
adanya sayembara tersebut.
4. Proses penilaian / penjurian juga hanya melibatkan orang-orang tertentu
sehinggapemenangnyapun tidak di publikasikan ke masyarakat, jadi masyarakat
tidak bisa mengikuti sayembara dan menyalurkan aspirasi dalam proses
pembangunan kembali kawasan tersebut.
5. Para arsitek profesional sebagai peserta tidak pernah atau sama sekali tidak
melibatkan masyarakat atau warga.
6. Ketidak terlibatan masyarakat pada proses penyusunan rancangan berdampak
adanya protes, saling menuntut dan bahkan sering disertai konflik kekerasan
antarpihak-pihak yang bertikai, akibatnya situasi kawasan tidak kondusif.
3
Masyarakatrukun menjadi saling bermusuhan, kehidupan kawasan menjadi tidak
aman danmencekam.
Dari permasalahan-permasalahan yang ada tersebut hampir sebagian besar
merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak Pemda, namun bukan berarti
masyarakat tidak melanggar etika yang ada. pelanggaran yang dilakukan masyarakat adalah
membiarkan kawasan terlihat kumuh dan tak terurus. Hal yang masih belum terdapat
kejelasan adalah alasan dibalik pembangunan kembali kawasan kota lama yang memiliki
nilai historis ini, apakah untuk masyarakat ataukah demi kepentingan pihak tertentu.
4
BAB II
STUDI KASUS
I. STUDI KASUS
Berkembangnya teknologi membuat pesatnya pembangunan. Hal ini tidak dapat
dipungkiri turut menimbulkan dampak negative dalam perkembangan sebuah daerah.
Fenomena ini nampak di Kota Semarang, Ibukota Jawa Tengah. Perkembangan
pembangunan di Kota ini kurang diimbangi dengan peraturan yang ada dan ketegasan dari
peraturan yang sudah dibuat.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang PeraturanPelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang BangunanGedung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4532)
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis MengenaiDampak
Lingkungan (AMDAL) (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1999 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah(Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3660)
5
II. REALITA PERMASALAHAN
Permasalahan yang terjadi di Kota Semarang beberapa pekan yang lalu adalah
masalah Pembangunan Paragon City di Daerah Pemuda Semarang.
Warga Ingatkan soal Lingkungan
Warga Kelurahan Sekayu yang bermukim di sekitar eks Gedung Gris mengingatkan
investor Paragon City Semarang agar serius memperhatikan kerusakan lingkungan yang
nanti diakibatkan pembangunan hotel dan mal tersebut.
Permintaan warga itu dikemukakan sehubungan rencana pembangunan gedung
berlantai 13 dan mal di lahan kosong, Jl Pemuda 116 itu, dalam waktu dekat ini. Akhir-akhir
ini, Bappeda Kota Semarang telah melakukan pertemuan dan sosialisasi dengan warga
sekitar. Bappedalda juga menampung masukan dan saran warga.
Beberapa poin yang diajukan warga dalam pembahasan analisa mengenai dampak
lingkungan (amdal) kompleks yang berdekatan dengan Hotel Novotel itu, di antaranya
persoalan air, tempat pembuangan sampah (TPS), pengerukan dan getaran. Selain itu,
warga juga menuntut agar perekrutan tenaga kerja memprioritaskan warga sekitar. Lurah
Sekayu, Supriyanto SIP kepada Suara Merdeka mengatakan, keinginan warga telah
disampaikan pada penanam modal yang dilibatkan dalam pertemuan tersebut. ''Sejak awal,
investor sudah memperhitungkan penempatan TPS dan pengolahan limbahnya.''
Diusahakan jangan sampai mendekat ke permukiman, karena masalah bau saja
sudah menimbulkan persoalan. ''Juga tentang air, harus dipertimbangkan pengambilan air
6
tanah, jangan sampai gara-gara ada hotel dan mal, sumur warga di sekitar kering,'' katanya.
Pada pertemuan di Bappedalda Kota Semarang beberapa waktu lalu, pihak Pemkot
mengingatkan agar penggunaan air bersih dikonsultasikan dengan PDAM. Karena
permukaan air tanah setiap tahun mengalami penurunan 12 cm, investor disarankan tidak
menggunakan air bawah tanah (ABT). Untuk menangani limbah cair dan limpasan air hujan,
keduanya harus dipisah sebelum dimasukkan ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
''Pihak hotel waktu itu sudah siap memfasilitasi,'' kata Supriyanto.
Rusak Lingkungan
Sementara itu Hermanto, seorang warga mengaku, pihaknya sudah beberapa kali
melakukan pertemuan dengan Pemkot dan pihak kelurahan untuk membahas rencana
pembangunan hotel tersebut. Menurut dia, pembangunan gedung berlantai 13 itu akan
berdampak langsung, terutama warga yang rumahnya berdekatan dengan gedung baru
tersebut. Warga, kata dia, pada dasarnya mendukung pembangunan hotel dan mal tersebut,
namun masyarakat sekitar minta proses pembangunannya tidak mengganggu atau bahkan
merusak lingkungan sekitar Sekayu.
Warga minta mata air atau sumurnya tidak terganggu, karena hotel biasanya
menggunakan sumur dalam atau artesis. Penggunaan sumur dalam biasanya akan
mengganggu sumur-sumur di sekitar lokasi pembangunan hotel tersebut. Kalau nanti
merusak mata air atau sumur, pihak hotel harus bertanggung jawab. Misalnya, warga
terdekat mendapat fasilitas air bersih atau PDAM yang dijamin oleh pihak hotel. Selain itu,
warga mengingatkan agar pemasangan tiang pancang tidak mengganggu atau merusak
bangunan rumah warga sekitar, terutama yang berdekatan dengan hotel tersebut. Getaran-
getaran saat pemasangan tiang harus diperhitungkan sejak awal agar nanti dampaknya bisa
diminimalisasi. Jika ternyata menimbulkan kerusakan, dalam pertemuan itu, warga minta ada
semacam kompensasi sebagai bentuk tanggung jawab pihak hotel terhadap lingkungan
tersebut.
''Warga juga minta dilibatkan dalam proses pembangunan hotel tersebut, misalnya
menjadi tenaga kerja atau tukang,'' tuturnya. Sementara untuk menjaga ketertiban lalu lintas
warga, Hermanto minta pihak hotel tidak menggunakan akses jalan Sekayu untuk
7
kepentingan pihak hotel, terutama untuk pintu keluar masuk. Kondisi jalan tersebut biarkan
seperti sekarang, sehingga pintu keluar masuk hotel atau mal harus dari depan, yakni Jalan
Pemuda.
Pertamina Adukan Paragon City ke Polwiltabes Semarang
Polemik proyek pembangunan gedung Paragon City mall yang terletak di salah satu
kawasan perkantoran kota Semarang nampaknya masih akan terus berlanjut. Pasalnya,
dampak pembangunan tersebut terhadap lingkungan akhir-akhir ini semakin dirasakan
sangat mengganggu kondisi lingkungan sekitar. Termasuk di dalamnya kantor pemasaran
PT. Pertamina (PERSERO) unit Jawa Tengah dan DIY dan PT. KAI Daops IV Semarang.
Beberapa hari yang lalu, Pertamina sempat pula melayangkan protes kepada pihak Paragon
City mengenai realisasi perbaikan gedung kantor. Namun, belakangan kerusakan yang
ditimbulkan ternyata justru semakin parah. Tidak tahan dengan kondisi yang demikian, pihak
Pertamina pun kini mulai melayangkan pengaduannya ke pihak berwenang, dalam hal ini
adalah Polwiltabes Semarang.
Pelaporan ini sebagaimana diungkapkan Pjs. GM Pertamina Pemasaran Unit Jawa
Tengah DIY Suwito terkait dengan kerusakan yang dialami gedung kantor yang merupakan
salah satu cagar budaya. Selain itu, pembangunan gedung yang direncanakan akan
berlantai 12 ini juga disinyalir telah menyerobot tanah milik Pertamina tanpa adanya
kesepakatan terlebih dahulu.
"Penyerobotan ini terutama pada pemasangan ground anchor yang masuk ke dalam tanah
pertamina sepanjang 30 meter. Hal ini tentu akan sangat membahayakan bagi kelangsungan
Pertamina sendiri. Sebab, di bawah gedung kantor ini juga terpasang beberapa saluran yang
saya khawatir akan dapat membahayakan masyarakat jika mengalami kebocoran." ujar
Suwito.
Untuk alasan itulah, kemudian pihak Pertamina mendesak Pemerintah kota Semarang
segera memberikan penekanan kepada PT. Cakrawala Sakti Kencana untuk menghentikan
operasional proyek tersebut. "Sejauh ini, menurut pengamatan ahli tim independen kami,
pembangunan gedung tersebut sudah menyalahi AMDAL-nya. " tambah Suwito.
Suwito juga menyayangkan sikap PT. Cakrawala Sakti Kencana yang tidak konsisten
8
terhadap perjanjian yang telah disepakati bersama untuk memperbaiki gedung kantor
pertamina.
Selain mengakibatkan keretakan dan ambrolnya dinding kantor pertamina, pembangunan
tersebut juga telah mengakibatkan tower Pertamina mengalami kemiringan. Jika hal tersebut
dibiarkan, dikhawatirkan akan dapat berakibat fatal bagi masyarakat di sekitar.
III. PENYELESAIAN MASALAH DALAM RANAH ARSITEKTUR
Permasalahan yang terjadi di dalam hal pembangunan merupakan tanggung jawab
segelintir orang dan arsitek termasuk di dalamnya. Semua anggota organisasi profesi
arsitek : IAI (Ikatan Arsitek Indonesia), anggota IAI harus mematuhi kode etik dan kaidah tata
laku profesi arsitek. Ini diterapkan pada semua kegiatan profesional dimanapun mereka
berkarya. Kode Etik Dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek IAI mencakup :
Kaidah dasar : Kaidah pengarahan secara luas sikap ber-etika seorang Arsitek
Standar etika : Tujuan yang lebih spesifik dan baku yang harus ditaati dan diterapkan oleh
anggota dalam bertindak dan berprofesi
Kaidah tata laku : Bersifat wajib, pelanggaran terhadap kaidah tata laku akan dikenakan
tindakan, sanksi keorganisasian IAI.
1. KEWAJIBAN UMUM SEORANG ARSITEKTUR
Standar Etika 1.1 – PENGABDIAN DIRI
Seorang Arsik melakukan tugas profesinya sebagai bagian dari
pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan mengutamakan
kepentitengan negara dan bangsa.
Standar Etika 1.2 – PENGETAHUAN DAN KEAHLIAN
Seorang Arsitek senantiasa berupaya meningkatkan pengetahuan dan
keahlian serta sikap profesionalnya sesuai dengan nilai-nilai moral
maupun spiritual.
Standar Etika 1.3 – STANDAR KEUNGGULAN
9
Arsitek selalu berupaya secara terus menerus meningkatkan mutu
karyanya, antara lain melalui pendidikan, penelitian, pengembangan dan
penerapan arsitektur.
Standar Etika 1.4 – WARISAN ALAM, BUDAYA, DAN LINGKUNGAN
Arsitek sebagai budayawan selalu berupaya mengangkat nilai-nilai
budaya melalui karyanya, dan wajib menghargai dan membantu
pelestariannya, serta berupaya meningkatkan kualitas kehidupan
lingkungannya dan tidak semata-mata hanya menggunakan pendekatan
teknis-ekonomis tetapi juga menyertakan asas pembangunan
berkelanjutan.
Standar Etika 1.5 – NILAI HAK ASASI MANUSIA
Seorang Arsitek wajib menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dalam
setiap upaya menegakkan profesinya.
Standar Etika 1.6 – ARSITEKTUR, SENI, DAN INDUSTRI KONSTRUKSI
Arsitek bersikap terbuka dan sadar untuk memadukan arsitektur dengan
seni-seni terkait dan selalu berusaha menumbuh-kembangkan ilmu dan
pengetahuan dalam memajukan proses dan produk industri konstruksi.
Kewajiban Kepada Profesi
Standar Etika 4.1 – KEJUJURAN DAN KEADILAN
Arsitek berkewajiban menjalankan profesinya dengan menjunjung tinggi
nilai kejujuran dan keadilan.
Standar Etika 4.2 – CITRA DAN INTEGRITAS
Arsitek berkewajiban meningkatkan citra dan integritas keprofesiannya
melalui tindakan-tindakan keteladanannya dan memastikan agar
lingkungan profesinya serta karyawannya selalu menyesuaikan
perilakunya dengan kode etik ini.
Standar Etika 4.3 – PENGEMBANGAN DIRI
Arsitek harus senantiasa mengembangkan diri.
Standar Etika 4.4 – KEMITRAAN
10
Arsitek bermitra hanya dengan orang yang memiliki kompetensi yang
memadai/sepadan dibidangnya.
Standar Etika 5.4 – PARTISIPASI DALAM SAYEMBARA
Arsitek dibenarkan berpartisipasi dalam suatu sayembara perancangan
arsitektur hanya apabila kaidahnya adil, jujur dan sesuai format yang
diakui IAI.
Standar Etika 5.5 – PENILAIAN ATAS ARSITEK LAIN
Standar Etika 5.5 –Arsitek hendaknya tidak akan melecehkan karya
arsitek lain dengan tujuan untuk menguntungkan pihak tertentu dengan
cara tidak adil dalam forum terbuka atau media massa.
2. UNDANG-UNDANG ARSITEKTUR
UU-Ars ini merupakan pranata untuk membantu terwujudnya praktek arsitek
yang sehat sekaligus pada gilirannya membantu pencapaian arsitektur Indonesia ke
taraf yang baik dan bernilai tinggi. Hal ini sangat penting bukan untuk kepentingan
arsitek melainkan lebih kepada memberikan jaminan dan garansi kepada masyarakat
luas bahwa mereka akan memperoleh bangunan yang sehat, aman, nyaman dan
juga indah. UU-Ars akan melengkapi berbagai hukum dan peraturan lain yang
selama ini dianggap kurang tepat untuk dikenakan kepada profesi arsitek. Lebih
daripada itu, selain diperlukan oleh arsitek, UU-Ars ini amat bernilai untuk dilihat
sebagai pengakuan masyarakat terhadap tenaga ahli bangsa sendiri.
[a] Undang-undang Arsitek (UU-Ars) diperlukan untuk melindungi kepentingan
masyarakat luas dengan cara mengatur arsitek dan praktek arsitek.
[b] Arsitek dan karyanya bukan sekedar komoditas niaga. Arsitektur berakar
pada seni budaya yang tinggi dan hal ini membutuhkan pengaturan yang khas untuk
dapat berkembang dengan baik. Perkembangan arsitektur di Indonesia akan menjadi
cermin budaya masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
[c] UU-Ars diperlukan untuk mengakui keberadaan arsitek sebagai ahli dalam
bidang pekerjaan lingkungan binaan sesuai dengan pendidikan yang diterimanya,
11
dan memenuhi hak masyarakat untuk hidup dalam lingkungan binaan yang baik dan
nyaman.
[d] UU-Ars menjadi salah satu alat untuk mensejajarkan diri dalam tata
pergaulan dan dunia profesi arsitek internasional dengan menggunakan nilai-nilai dan
kelaziman yang berlaku.
[e] UU-Ars diperlukan sebagai usaha untuk turut menghidupkan institusi
demokrasi di Indonesia. Perlindungan terhadap pengguna jasa arsitek layaknya
berlaku timbal balik antara pengguna jasa dengan pemberi jasa.
[f] Menegaskan siapa yang berhak melakukan praktek arsitek
12
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
I. KESIMPULAN
Pada kasus pelanggaran etika dalam pembangunan kembali kawasan paragon city
terdapat banyak sekali pelanggaran etika yang dimulai dari surat ijin pembangunan,
legalitas lahan, serta sosialisasi secara langsung dengan stake holders atau yang
merupakan pemangku kepentingan yakni kampung sekayu. Pelanggaran-
pelanggaran yang terjadi adalah :
Owner dari paragon city tidak memikirkan tapak atau lahan yang akan dibangun.
Pada kenyataannya pembangunan paragon city merusak dan mengambil lahan dari
lahan milik PT. Pertamina yang berada di bagian timur paragon city.
Pada saat proses konstruksi pembangunan paragon city memberikan polusi
kebisingan bagi masyarakat sekitar khususnya masyarakat kampung Sekayu. Selain
itu selama proses konstruksi, limbah konstruksi juga merusak lingkungan sekitar dan
pada saat bangunan itu sudah berdiri, limbah bangunan tersebut juga mengganggu
lingkungan kampung Sekayu.
13
Pada saat perjanjian awal, pihak paragon city menjanjikan tidak akan menimbulkan
kemacetan pada area jalan sekitar kompleks paragon city. Ramp melingkar menuju
lantai parkir dibagian paling atas yang sangat rumit adalah salah satu penyebab
kemacetan di Jalan Pemuda. Paragon city yang terletak di sudut persimpulan jalan
yang notabene memiliki tingkat aktivitas kendaraan yang tinggi juga memicu
kemacetan yang terjadi di Jalan Pemuda.
Pembangunan mall Paragon city yang bertempat di Jalan Pemuda juga merupakan
kesalahan dari pemerintah kota karena di sana merupakan kawasan pengembangan
bangunan-bangunan sejarah dan budaya. Pembangunan Paragon city juga
bertempat di daerah lintasan pesawat. Gedung Paragon city yang tinggi menghalangi
pandangan pilot untuk mendaratkan pesawatnya di bandara Ahmad Yani, karena
terhalang oleh tinggi bangunan.
Berhubungan dengan teori deontologi moral, pembangunan Paragon city mall juga
terdapat banyak pelanggaran. Dalam teori deontologi moral disebutkan, semua orang
berkedudukan seimbang, tidak ada orang yang dapat atau berhak memanfaatkan
orang lain atau melampaui kebebasan orang lain.
Dilihat dari kenyataan yang terjadi, maka dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini,
pembangunan Paragon city mall telah memanfaatkan orang lain yaitu masyarakat
kampung Sekayu serta telah melampaui kebebasan orang lain yang ditunjukkan
dengan pengambilan lahan milik PT. Pertamina.
Dalam teori deontologi moral juga disebutkan, suatu yang tidak konsisten secara
logika dan merusak pendapaat pribadi serta orang lain adalah tidak etis secara
moral. Hal ini terjadi pada kasus pembangunan Paragon city mall. Pihak Paragon
tidak konsisten serta tidak menepati janjinya untuk mengatasi kemacetan yang
ditimbulkan oleh pembangunan tersebut. Pembuangan limbah yang merusak
lingkungan masyarakat kampung Sekayu adalah hasil ketidak-konsistenan dari pihak
Parago yang menjanjikan lingkungan bersih dan sehat.
14
II. SARAN
Isu lingkungan termasuk salah satu tantangan dalam dunia desain arsitektur.
Pemanasan global menuntut para arsitek untuk dapat menciptakan desain ramah
lingkungan. Perkembangan gaya idup, pengetahuan dan teknologi, dan lokalitas atau
budaya setempat harus dipadukan dalam satu desain yang tetap kreatif menarik dan
nyaman. Tanggung jawab moral seorang arsitek adalah harus berpikir jauh kedepan
bukan hanya memikirkan desain bangunan tetapi juga harus memikirkan
kelangsungan hidup sosial dan lingkungan dimasa depan.
15
Recommended