View
6
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN KESANTUNAN
NEGATIF DALAM REALITY SHOW MINTA TOLONG
DI RAJAWALI CITRA TELEVISI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh:
RIRIN LINDA TUNGGAL SARI
C0206046
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Ririn Linda Tunggal Sari
NIM : C0206046
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul ”Tindak Tutur Direktif
dan Kesantunan Negatif dalam Reality Show Minta Tolong di Rajawali Citra
Televisi Indonesia” adalah benar-benar hasil karya sendiri, bukan plagiat dan
tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini
diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh
dari skripsi tersebut.
Surakarta, April 2011
Yang membuat pernyataan,
Ririn Linda Tunggal Sari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
”Hai orang yang beriman ! Mintalah pertolongan kepada Allah dengan kesabaran
dan salat, sesungguhnya Allah bersama orang yang sabar”.
(Al Quran, Surat Al-Baqarah: 153)
”Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu
merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri”.
(Al Quran, Surat Ar Ra’d: 11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada:
1. Kedua orang tuaku, Bapak Engkin dan ibu Sri Sudarni, terima
kasih atas limpahan kasih sayang dan dukungannya yang
tercurahkan kepadaku.
2. Adik-adikku yang selalu aku sayangi, Aik, Putri, dan Aniva, hidup
ini tidak akan terasa bahagia tanpa kalian.
3. Teman-teman Sastra Indonesia UNS’06.
4. Almamaterku.
5. Para Pecinta Linguistik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan limpahan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
”Tindak Tutur Direktif dan Kesantunan Negatif dalam Reality Show Minta Tolong
di Rajawali Citra Televisi Indonesia”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak
mungkin dapat penulis selesaikan tanpa bantuan, dorongan, maupun bimbingan
dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Sudarno, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menyusun skripsi.
2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kemudahan dan
kepercayaan selama penyusunan skripsi.
3. Drs. FX. Sawardi, M.Hum., selaku pembimbing skripsi, atas pengarahan,
ketulusan, dan kesabarannya selama proses penyusunan skripsi.
4. Dwi Susanto, S.S, M. Hum., selaku pembimbing akademik, yang
memberikan semangat dan nasihat selama studi di Fakultas Sastra dan Seni
Rupa.
5. Dosen-dosen di Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah membimbing dan
membekali ilmu pengetahuan kepada penulis.
6. Petugas perpustakaan pusat Universitas Sebelas Maret dan perpustakaan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
memberikan pelayanan dan kemudahan kepada penulis untuk membaca dan
meminjam buku-buku referensi yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsi
ini.
7. Orang tua, kakak, adik serta keluarga besarku yang telah memberikan kasih
sayangnya dan selalu mendoakanku dalam penulisan skripsi ini.
8. Teman-temanku Sasindo’06, atas segala bentuk bantuan, kebersamaan, dan
kesediannya mendengarkan keluh kesah penulis dalam penyusunan skripsi
ini.
9. Semua pihak atas segala bentuk bantuan, dukungan, dan saran dalam proses
penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Meskipun
demikian penulis dengan hati terbuka menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Surakarta, April 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....... .......................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................ v
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................... .................................................. ix
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv
ABSTRAK ................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Pembatasan Masalah ................................................................... 6
C. Perumusan Masalah .................................................................... 6
D. Tujuan Penulisan ......................................................................... 7
E. Manfaat Penulisan ....................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Penulisan Terdahulu..................................................... 10
B. Landasan Teori ............................................................................ 13
1. Pragmatik .............................................................................. 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
2. Komponen dan Situasi Tutur ................................................ 14
3. Teori Tindak Tutur ................................................................ 17
4. Tindak Tutur Direktif ........................................................... 24
5. Kesantunan Berbahasa Brown dan Levinson ....................... 25
6. Kesantunan Negatif .............................................................. 27
7. Kesantunan Positif ............................................................... 31
C. Kerangka Pikir ......................................................................... 39
BAB III METODE PENULISAN
A. Jenis Penulisan dan Pendekatan .................................................. 41
B. Data dan Sumber Data ................................................................ 42
C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...................................... 43
D. Klasifikasi Data ........................................................................... 45
E. Teknik Analisis Data ................................................................... 46
F. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ........................................ 48
BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis Tindak Tutur Direktif digunakan oleh Peminta Tolong
(A) dalam RSMT .......................................................................... 50
1. Meminta ............................................................................... 50
2. Menasihati ............................................................................. 53
3. Menyarankan ........................................................................ 56
4. Melarang .............................................................................. 60
5. Memperingatkan .................................................................. 63
6. Mengingatkan ...................................................................... 66
7. Membujuk ............................................................................ 68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
B. Analisis Strategi Kesantunan Negatif yang dilakukan oleh
Peminta Tolong (A) dalam RSMT ............................................. 73
1. Strategi 1: Menggunakan Ungkapan secara Tidak Langsung 74
2. Strategi 2: Menggunakan Pertanyaan Berpagar..................... 76
3. Strategi 4: Meminimalkan Paksaan ....................................... 77
4. Strategi 5: Memberi Penghormatan ...................................... 80
5. Strategi 7: Menghindari Penyebutkan Penutur dan Lawan
tutur ....................................................................................... 82
6. Strategi 1 dan Strategi 5: Menggunakan Ungkapan secara
Tidak Langsung dan Memberi Penghomatan ....................... 85
7. Strategi 1 dan Strategi 7: Menggunakan Ungkapan secara
Tidak Langsung dan Menghindari Penyebutkan Penutur
Dan LawanTutur ................................................................... 86
8. Strategi 2 dan Strategi 5: Menggunakan Pertanyaan Berpagar
dan Memberi Penghomatan................................................... 89
9. Strategi 4 dan Strategi 5: Meminimalkan Paksaan dan
Memberi Penghomatan ......................................................... 90
10. Strategi 1, Strategi 4, dan Strategi 7: Menggunakan Ungkapan
secara Tidak Langsung, Meminimalkan Paksaan dan
Menghindari Penyebutkan Penutur dan Lawan Tutur .......... 92
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................... 101
B. Saran ............................................................................................ 103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 104
LAMPIRAN DATA ................................................................................... 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR SINGKATAN
A : Peminta Tolong
B1 : Orang yang dimintai tolong
B2, B3, B4 : Orang yang hadir dalam percakapan antara A dan B1
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
PAM : Perusahaan Air Minum
RSMT : Reality Show Minta Tolong
RCTI : Rajawali Citra Televisi Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Tindak Tutur Direktif yang Digunakan oleh Peminta Tolong dalam
RSMT …………………………………………………………… 95
Tabel 2: Strategi Kesantunan Negatif yang Digunakan oleh Peminta Tolong dalam
RSMT …………………………………………………………… 97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
ABSTRAK
Ririn Linda Tunggal Sari. C0206046. 2011. Kesantunan Negatif dalam Reality
Show Minta Tolong di Rajawali Citra Televisi Indonesia. Skripsi: Jurusan Sastra
Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini, yaitu (1) Bagaimanakah
realisasi tindak tutur direktif yang dilakukan oleh peminta tolong (A) dalam
RSMT? (2) Bagaimanakah realisasi strategi kesantunan negatif yang dilakukan
oleh peminta tolong (A) dalam RSMT?
Tujuan penulisan ini adalah (1) Mendeskripsikan realisasi tindak tutur
direktif yang dilakukan oleh peminta tolong (A) dalam RSMT, (2)
Mendeskripsikan realisasi strategi kesantunan negatif yang dilakukan oleh
peminta tolong (A) dalam RSMT.
Penulisan ini termasuk jenis penulisan kualitatif yang bersifat deskriptif.
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan pragmatik.
Sumber data penulisan ini adalah percakapan atau dialog dalam RSMT di RCTI.
Data dalam penulisan ini adalah tuturan yang mengandung tindak tutur direktif
dan menerapkan strategi kesantunan negatif beserta konteksnya dalam RSMT di
RCTI, yang ditayangkan pada bulan Maret, dan April tahun 2010. Metode
pengumpulan data yang digunakan untuk penulisan ini adalah metode simak,
sedangkan teknik untuk pengumpulan data menggunakan teknik simak bebas libat
cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik catat. Teknik analisis data dalam
penulisan ini menggunakan teknik analisis means-end. Metode penyajian hasil
analisis data dalam penulisan ini adalah penyajian secara informal dan formal.
Dari analisis data dalam RSMT ditemukan 7 jenis tindak tutur direktif yang
digunakan oleh A dalam mengutarakan maksudnya. Tindak tutur direktif tersebut
meliputi tindak tutur meminta, menasihati, menyarankan, melarang,
memperingatkan, mengingatkan dan membujuk.
Dalam RSMT ditemukan lima bentuk strategi kesantunan negatif yang
digunakan oleh A, untuk mengurangi potensi ancaman muka negatif B1. Kelima
strategi itu yaitu (a) strategi 1, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak
langsung, (b) strategi 2, yaitu menggunakan pertanyaan berpagar, (c) strategi 4,
yaitu meminimalkan paksaan, (d) strategi 5, yaitu memberi penghormatan, (e)
strategi 7, yaitu jangan menyebutkan penutur dan lawan tutur. Dalam RSMT juga
ditemukan lima bentuk kombinasi strategi kesantunan negatif yang digunakan
oleh A, untuk mengurangi potensi ancaman muka negatif B1. Kelima kombinasi
strategi itu yaitu (a) strategi 1 dan strategi 5, yaitu menggunakan ungkapan secara
tidak langsung dan memberi penghormatan, (b) strategi 1 dan strategi 7, yaitu
menggunakan ungkapan secara tidak langsung dan menghindari penyebut penutur
dan lawan tutur, (c) strategi 2 dan strategi 5, yaitu menggunakan pertanyaan
berpagar dan memberi penghormatan, (d) strategi 4 dan strategi 5, yaitu
meminimalkan paksaan dan memberi penghormatan, serta (e) strategi 1 strategi 4,
dan strategi 7, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung,
meminimalkan paksaan dan menghindari penyebutkan penutur dan lawan tutur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia dalam
mengungkapkan perasaan ataupun pikirannya. Proses pengungkapan perasaan
atau pikiran oleh seseorang melalui bahasa dapat dijadikan ukuran untuk menilai
suatu kepribadian seseorang. Ungkapan kepribadian seseorang yang perlu
dikembangkan adalah ungkapan kepribadian yang baik, benar, dan santun
sehingga mencerminkan budi pekerti luhur (Pranowo, 2009:3). Setiap orang yang
berbudi perkerti baik, biasanya dia telah menerapkan kesantunan berbahasa.
Pemakaian bahasa oleh seorang penutur dikatakan santun apabila bahasa yang
digunakannya tidak menyinggung perasaan lawan bicaranya. Dalam kegiatan
berkomunikasi, seorang anggota masyarakat hendaknya selain menyampaikan
maksud dengan baik dan benar, sebaiknya juga menerapkan kesantunan berbahasa
dalam penyampaiannya. Berbahasa santun adalah penggunaan bahasa yang sesuai
dengan norma dan nilai yang dipegang oleh masyarakat pengguna bahasa.
Studi pragmatik berkaitan dengan masalah penggunaan bahasa, yaitu
masalah penggunaan bahasa dalam suatu situasi tutur atau cara pengungkapan
bahasa dalam suatu peristiwa tutur. Dalam kajian pragmatik yang menjadi unit
analisis adalah ujaran. Suatu ujaran tidak bisa dilepaskan dari konteks percakapan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pragmatik merupakan kajian bahasa
secara utuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Pembahasan mengenai kesantunan berbahasa sudah banyak dipaparkan
oleh para pakar bahasa. Beberapa pakar yang membahas kesantunan berbahasa
misalnya Leech (1983) dan Brown dan Levinson (1987). Pendapat antara pakar
yang satu dengan yang lain berbeda, tergantung pada bagaimana para pakar
tersebut melihat wujud kaidah sosial (Asim Gunarwan, 1994: 87).
Leech (1993:166-218) berpendapat bahwa prinsip berbahasa santun
merupakan susunan bahasa yang didasarkan atas: 1) maksim kearifan (tact
maxim), yaitu memperkecil kerugian pendengar; memperbesar keuntungan
pendengar, 2) maksim kedermawanan (generosity maxim), yaitu memperkecil
keuntungan sendiri; memperbesar keuntungan pendengar, 3) maksim pujian
(approbation maxim), yaitu memperkecil keluhan pendengar; memperbesar pujian
pendengar, 4) maksim kerendahan hati (modesty maxim), yaitu memperkecil
pujian diri; memperbesar perendahan diri, 5) maksim kesepakatan (agreement
maxim), yaitu memperkecil ketidak-sepakatan antara diri sendiri dengan orang
lain; memperbesar kesepakatan antara diri sendiri dengan orang lain, dan 6)
maksim simpati (sympathy maxim), yaitu memperkecil antipati antara diri sendiri
dan orang lain; memperbesar simpati antara diri sendiri dan orang lain.
Brown dan Levinson (1987) melihat realisasi tindak tutur sebagai hasil
pemilihan strategi. Strategi kesantunan itu berkisar pada nosi muka (face), yang
dibagi menjadi dua, yaitu muka negatif dan muka positif. Kesantunan yang
ditunjukkan terhadap muka positif lawan tutur disebut kesantunan positif,
sedangkan kesantunan yang ditunjukan terhadap muka negatif lawan tutur disebut
kesantunan negatif. Pada pelaksanaan konsep kesantunan berbahasa, baik
kesantunan negatif maupun positif menggunakan strategi tertentu untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
mengurangi ancaman yang ditimbulkan dari kurang menyenangkannya tuturan
yang diucapkan oleh penutur.
Dalam penelitian ini, penulis bermaksud membahas tuturan yang terdapat
pada peristiwa tutur dalam RSMT menggunakan teori kesantunan menurut Brown
dan Levinson, khususnya mengenai kesantunan negatif. RSMT merupakan sebuah
acara yang menggambarkan suatu kondisi masyarakat ketika mengalami kesulitan,
dan menempuh jalan untuk meminta pertolongan kepada orang yang dijumpainya.
Acara realitas (reality show) adalah genre acara televisi yang
menggambarkan adegan yang seakan-akan benar-benar berlangsung tanpa
skenario, dengan pemain yang umumnya khalayak umum biasa, bukan pemeran.
Acara realitas umumnya menampilkan kenyataan yang dimodifikasi, seperti
menaruh partisipan di lokasi-lokasi eksotis atau situasi-situasi yang tidak lazim,
memancing reaksi tertentu dari partisipan, dan melalui penyuntingan dan teknik-
teknik pascaproduksi lainnya (Wikipedia, 2010).
Reality show merupakan suatu acara yang menampilkan realitas
kehidupan seseorang yang bukan selebritis (orang awam), kemudian disiarkan
melalui jaringan TV, sehingga bisa dilihat masyarakat (Widyaningrum dan
Christiastuti, April, 2010). Banyak program-program acara di televisi yang
merupakan reality show, seperti Termehek-Mehek, Bedah Rumah, Tukar Nasib,
Minta Tolong dan lain sebagainya.
Di antara banyak reality show yang ditawarkan oleh beberapa jaringan
televisi, penulis tertarik untuk meneliti RSMT. Alasannya RSMT merupakan
reality show yang memperlihatkan bagaimana reaksi warga masyarakat pada
waktu dimintai tolong oleh orang yang tidak dia kenal sebelumnya. Acara ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
memberikan gambaran kepada penonton mengenai bagaimana cara seseorang
dalam merealisasikan maksud tuturan yang bertujuan untuk meminta tolong
kepada orang yang tidak penutur kenal supaya mau membantunya, dan juga
memperlihatkan bagaimana realisasi dari lawan tutur yang menolak ataupun
menyanggupi untuk menolong penutur. Pada acara tersebut, penutur dan mitra
tutur berdialog dengan menggunakan bahasa Indonesia yang nonformal dan
bahasa Jawa. Tuturan yang diucapkan oleh peminta tolong dalam RSMT
bermacam-macam bentuknya. Peminta tolong dalam mengungkapkan maksudnya
ada yang menggunakan ungkapan perintah, permintaan, saran, tawaran dan lain
sebagainya. Sedangkan orang yang dimintai tolong dalam dalam menanggapi
maksud peminta tolong ada melakukan penolakan atas maksud dari peminta
tolong. Sebagian besar ungkapan yang digunakan oleh peminta tolong dalam
RSMT merupakan jenis tindak tutur direktif.
Dalam RSMT, peminta tolong juga menggunakan suatu konsep kesantunan
tertentu untuk menjaga muka orang yang dimintai tolong. Konsep kesantunan
yang sebagian besar digunakan oleh peminta tolong yaitu strategi kesantunan
negatif. Misalnya, apabila peminta tolong yang sedang menggunakan tindak tutur
direktif dalam mengungkapkan maksudnya, apabila memilih menggunakan
konsep strategi kesantunan negatif berarti peminta tolong menjaga muka negatif
dari orang yang dimintai tolong. Maksud dari muka negatif yaitu keinginan
sesorang untuk bebas bertindak atau kebebasan dalam melakukan sesuatu tanpa
dihalangi oleh pihak lain. Gambaran mengenai penggunaan tindak tutur direktif
dan strategi kesantunan negatif oleh peminta tolong yang terdapat dalam RSMT
tersebut menarik untuk diteliti, supaya dapat ditemukan realisasi tindak tutur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
direktif dan strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh peminta tolong
dalam RSMT.
Contohnya penerapan kasus mengenai realisasi tindak tutur direktif dan
strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh peminta tolong dalam RSMT,
seperti terlihat pada tuturan yang diucapkan oleh seorang peminta tolong ketika
sedang membujuk orang yang dimintai tolong supaya bersedia membeli gorengan
yang dijual oleh peminta tolong. Tuturan yang dimaksud yaitu tuturan ”dibeli ya
pak! Mau pak? diborong pak kalau mau”. Tuturan tersebut menunjukkan bahwa
peminta tolong menggunakan jenis tindak tutur direktif dalam mengungkapkan
keinginannya. Tuturan yang diucapkan oleh peminta tolong tersebut menunjukkan
bahwa peminta tolong menginginkan orang yang dimintai tolong untuk
melakukan sesuatu untuknya, yaitu dengan membeli gorengan yang dijualnya.
Tuturan yang mengandung tindak tutur direktif tersebut berpotensi mengancam
muka orang yang dimintai tolong, karena peminta tolong membatasi kebebasan
orang yang dimintai tolong dalam bertindak. Untuk mengurangi potensi ancaman
terhadap muka orang yang dimintai tolong, peminta tolong memilih menggunakan
strategi kesantunan negatif. Bentuk strategi kesantunan negatif yang digunakan
seperti memberikan opsi atau pilihan kepada orang yang dimintai tolong atas
maksud dari peminta tolong, yang ditunjukkan dengan penambahan tuturan
”kalau mau”, pada tuturan ”diborong pak kalau mau”.
Fenomena pemakaian bahasa yang terdapat dalam reality show Minta
Tolong dapat dikaji dengan tinjauan pragmatik. Adapun alasan pengambilan
tinjauan pragmatik dalam dialog atau percakapan dalam RSMT, karena banyak
muncul keterkaitan bahasa dengan unsur-unsur eksternal yang menjadi ciri khas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
ilmu pragmatik. Pragmatik mempelajari struktur bahasa eksternal, yakni
bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi (I Dewa Putu
Wijana, !996: 1).
Penelitian ini terfokus pada masalah bahasa dalam dialog pada acara
RSMT yang terbatas pada masalah realisasi tindak tutur direktif dan strategi
kesantunan negatif yang digunakan oleh peminta tolong dalam RSMT. Dalam
penulisan ini tidak semua tuturan diteliti, melainkan hanya tuturan yang
mencerminkan tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif saja. Oleh
sebab itu, penulis memberi judul penulisan ini Tindak Tutur Direktif dan
Kesantunan Negatif dalam RSMT di Rajawali Citra Televisi Indonesia.
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah pada penulisan ini dimaksudkan agar penulisan lebih
terarah dan mempermudah penulis dalam menentukan data yang diperlukan.
Ruang lingkup penulisan ini penulis fokuskan pada masalah pemakaian bahasa
yang digunakan dalam percakapan antara penutur dan lawan tutur dalam RSMT
yang ditayangkan pada bulan Maret dan April 2010, khususnya tentang tindak
tutur direktif dan strategi kesantunan negatif.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang diteliti
dalam penulisan ini yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
1. Bagaimanakah realisasai tindak tutur direktif yang dilakukan oleh peminta
tolong dalam RSMT?
2. Bagaimanakah realisasi strategi kesantunan negatif yang dilakukan oleh
peminta tolong dalam RSMT?
D. Tujuan Penulisan
Setiap penulisan pasti memiliki suatu tujuan yang biasanya berkaitan
dengan rumusan masalah. Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan dalam
penulisan ini yaitu:
1. Mendeskripsikan realisasai tindak tutur direktif yang dilakukan oleh peminta
tolong dalam RSMT.
2. Mendeskripsikan realisasi strategi kesantunan negatif yang dilakukan oleh
peminta tolong dalam RSMT.
E. Manfaat Penulisan
Suatu penulisan yang baik, harus dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu maupun masyarakat luas. Manfaat yang dapat diperoleh dari
penulisan ini dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari segi teoretis maupun praktis.
1. Manfaat Teoretis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat mengembangkan teori tindak tutur
Searle dan teori strategi kesantunan Brown dan Levinson, khususnya tindak tutur
direktif dan strategi kesantunan negatif. Selain itu, juga diharapkan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
memberikan sumbangan bagi perkembangan model analisis kesantunan atas salah
satu bentuk wacana dialog yang terdapat dalam media jurnalistik audio visual
khususnya pada program reality show.
2. Manfaat Praktis
Penulisan ini secara praktis diharapkan dapat memberikan konstribusi
yang berarti bagi produser dalam hal pengkoreksian tuturan yang digunakan
seseorang yang berperan sebagai peminta tolong, supaya dalam episode
selanjutnya tuturan yang digunakan oleh peminta tolong lebih baik ataupun lebih
santun. Bagi para pembaca diharapkan penulisan ini dapat dijadikan tambahan
pengetahuan tentang pemahaman percakapan, terutama dalam hal memahami teori
tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif. Penulisan ini juga diharapkan
dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk pengajaran mengenai kesantunan
berbahasa dan juga landasan kajian penulisan sejenis.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penulisan ini diperlukan untuk
mempermudah penulis dalam menjabarkan hasil penulisan agar tidak
menyimpang dari permasalahan yang diteliti. Adapun sistematika penulisan dalam
penulisan ini terdiri dari lima bab. Masing-masing bab memuat pokok pikiran
yang berbeda-beda tetapi tetap memiliki satu kesatuan yang saling berhubungan.
Sistematika penulisan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Bab pertama berupa pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
dan sistematika penulisan.
Bab kedua adalah landasan Teori dan kerangka pikir. Bab ini berisi
tinjauan singkat terhadap studi sejenis terdahulu dan pemaparan teori-teori yang
secara langsung berhubungan dengan penulisan sehingga dapat dijadikan landasan
dalam penulisan ini. Kerangka pikir berisi cara kerja yang dilakukan oleh penulis
untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti.
Bab ketiga merupakan metode penelitian. Bab ini berisi jenis penelitian
dan pendekatan, sumber data dan data, metode dan teknik pengumpulan data,
klasifikasi data, teknik analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data.
Bab keempat, berisi analisis data. Dari analisis data ini akan didapatkan
hasil penulisan yang menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam
pendahuluan
Bab kelima, merupakan simpulan yang berisi simpulan dari hasil penulisan
dan dilanjutkan dengan saran dari penulis yang berhubungan dengan proses
penulisan yang telah diselesaikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Penulisan Terdahulu
Penulisan mengenai kesantunan berbahasa sudah banyak dilakukan oleh
para penulis bahasa. Sejauh penelusuran penulis tentang penulisan yang sejenis
atau yang mempunyai korelasi dengan penulisan mengenai Kesantunan Berbahasa
Brown dan Levinson ini, penulis menjumpai beberapa penulisan yang telah
dilakukan. Beberapa penulisan tersebut antara lain penulisan yang dilakukan oleh
Damis Amaroh (2010) dan Renita Tri Hesti (2010).
Damis Amaroh (2010) dalam skripsinya yang berjudul Tindakan
Pengancaman Muka dan Strategi Kesopanan dalam Rubrik ”Pembaca Menulis”
di Harian Jawa Pos (Sebuah Kajian Pragmatik), yang mendeskripsikan (1)
Tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan oleh
pengadu dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos beserta tujuanya,
(2) Tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan oleh
teradu dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos beserta tujuaanya.
Hasil analisis data dari penulisan tersebut menunjukkan beberapa hal, yaitu: (1)
dalam surat aduan rubrik ”Pembaca Menulis” diperoleh 8 jenis tindakan yang
mengancam muka negatif lawan tutur (memerintah, meminta, memberi saran,
memberi nasihat, bertanya, menuntut, menagih janji, dan marah) dan 4 jenis
tindakan yang mengancam muka positif lawan tutur (menuduh,
mengeluh,mengkritik, dan menghina). Pengadu menggunakan strategi on
record,off record, kesopanan negatif dan positif, untuk segera mendapatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
tanggapan dan penyelesaian dari pihak teradu. (2) dalam surat tanggapan rubrik
”Pembaca Menulis” diperoleh 3 jenis tindakan yang mengancam muka negatif
penutur (ucapan terima kasih, melakukan pembelaan,dan melakukan janji) dan 2
jenis tindakan yang mengancam muka positif penutur (tindakan meminta maaf
dan mengakui kesalahan). Teradu menggunakan strategi on record,off record,
kesopanan negatif dan positif, untuk memperoleh kesan sebagai lembaga yang
bertanggung jawab terhadap suatu persoalan yang dihadapi antara pengadu dan
teradu sehingga dapat mempertahankan citra lembaga sekaligus mempertahankan
pelangan.
Renita Tri Hesti (2010) dalam skripsinya yang berjudul Kesantunan
Positif dalam Film Ayat-ayat Cinta: Studi Pragmatik. Penulisan tersebut
membahas mengenai (1) Bentuk-bentuk ujaran yang mengekspresikan strategi-
strategi kesantunan positif dalam tuturan film ”Ayat-ayat Cinta”; (2) Strategi
kesantunan positif yang digunakan oleh para pemeran dalam film ”Ayat-ayat
Cinta”. Dalam penulisan tersebut dapat diketahui bahwa (1) terdapat tiga bentuk
ujaran yang mengekspresikan strategi-strategi kesantunan positif dalam film
”Ayat-ayat Cinta”, yaitu bentuk ujaran asertif, bentuk ujaran komisif, dan bentuk
ujaran ekspresif; (2) terdapat 12 strategi kesantunan positif yang digunakan oleh
para pemeran dalam tuturan film ”Ayat-ayat Cinta”, yaitu strategi 2 (membesar-
besarkan ketertarikan kepada pendengar), strategi 3 (mengintensifkan perhatian
pendengar), strategi 4 (menggunakan identitas kelompok), strategi 5 (mencari
persetujuan pendengar), strategi 7 (menunjukkan hal-hal yang mempunyai
kesamaan dengan pendengar), strategi 8 (menggunakan lelucon), strategi 9
(mengungkapkan bahwa penutur memahami pendengar), strategi 10 (memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
penawaran/janji), strategi 11 (menunjukkan keoptimisan), strategi 13
(memberikan pertanyaan/meminta alasan), strategi 14 (menunjukkan hubungan
timbal balik), dan strategi 15 (memberikan hadiah berupa barang, perhatian,
simpati, dan kerjasama kepada pendengar),
Penulisan yang penulis lakukan ini berbeda dengan penulisan-penulisan di
atas. Perbedaannya terletak pada sumber data penulisan dan fokus analisisnya.
Perbedaan penulisan ini dengan penulisan yang dilakukan oleh Damis Amaroh
(2010) dan Renita Tri Hesti (2010), pertama terletak pada sumber data
penulisannya, penulisan Damis Amaroh (2010) mengambil data dari rubrik
”Pembaca Menulis” di Harian Jawa Pos, dan Renita Tri Hesti (2010) mengambil
data dari percakapan pemeran dalam film ”Ayat-ayat Cinta”, sedangkan sumber
data penulisan ini merupakan dialog antara peminta tolong dan orang yang
dimintai tolong dalam RSMT. Kedua terletak pada fokus analisisnya, penulisan
yang dilakukan oleh Damis Amaroh (2010) difokuskan pada pendeskripsian
tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan secara umum yang terdapat
dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos dan penulisan yang
dilakukan oleh Renita Tri Hesti (2010) difokuskan pada bentuk ujaran yang
mengekspresikan strategi-strategi kesantunan positif dan strategi kesantunan
positif yang digunakan oleh para pemeran dalam film ”Ayat-ayat Cinta”,
sedangkan penulisan ini difokuskan pada pendeskrisian tindak tutur direktif dan
strategi kesantunan negatif yang terdapat dalam RSMT.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
B. Landasan Teori
1. Pragmatik
Definisi pragmatik sudah banyak diperkenalkan oleh para ahli bahasa.
Thomas (1995: 22) mendefinisikan pragmatik sebagai bidang ilmu yang mengkaji
makna dalam interaksi atau meaning in interpretation. Pengertian tersebut dengan
mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan
negosiasi antara pembicara dan pendengar serta konteks ujaran (fisik, sosial, dan
linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran.
Yule dalam bukunya yang berjudul Pragmatics (2006:3-4)
mengemukakan empat ruang lingkup yang terdapat dalam pragmatik, yaitu: (1)
Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur, (2) Pragmatik adalah studi
tentang makna kontekstual, (3) Pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar
lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan, (4) Pragmatik adalah
studi tentang ungkapan dari jarak hubungan.
I Dewa Putu Wijana (1996: 6), berpendapat bahwa pragmatik merupakan
salah satu cabang ilmu bahasa (selain sosiolinguistik) yang muncul akibat adanya
ketidakpuasan terhadap penanganan bahasa yang terlalu bersifat formal yang
dilakukan oleh kaum strukturalis. Pragmatik mengungkap maksud suatu tuturan di
dalam peristiwa komunikasi, baik secara tersurat maupun tersirat di balik tuturan.
Maksud tuturan dapat dikenali melalui penggunaan bahasa secara konkret dengan
mempertimbangkan komponen situasi tutur.
Reality show merupakan suatu bentuk komunikasi yang nyata yang
dikemas secara baik, yang kemudian ditayangkan di televisi. Suatu komunikasi
dikatakan berhasil apabila setiap penutur memahami maksud tutur yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
disampaikannya. Berdasarkan atas penjelasan tersebut, maka tuturan-tuturan yang
terdapat dalam suatu reality show dapat dijadikan sebagai objek penulisan
pragmatik. Alasannya, karena suatu reality show yang ditayangkan di televisi
menyajikan peristiwa tutur secara nyata yang disertai komponen-komponen tutur
yang melatar belakangi peristiwa tutur tersebut.
2. Komponen dan Situasi Tutur
Komponen tutur dan situasi tutur dalam kajian pragmatik memiliki peran
yang penting, yakni sebagai bahan pertimbangan untuk mengungkapkan suatu
maksud tutur yang terdapat dalam peristiwa tutur. Dell Hymes (dalam Pranowo,
2009: 101) mengemukakan beberapa komponen tutur yang diakronimkan dengan
istilah SPEAKING yang perlu diperhatikan seseorang dalam berkomunikasi.
Masing-masing huruf dalam akronim merupakan inisial dari istilah-istilah berikut.
a. (S) Setting and Scene (latar) mengacu pada tempat dan waktu terjadinya
komunikasi.
b. (P) Participants (peserta) mengacu pada orang yang terlibat dalam komunikasi
(O1 dan O2).
c. (E) Ends (tujuan komunikasi) mengacu pada tujuan yang ingin dicapai dalam
berkomunikasi.
d. (A) Act Sequence (pesan yang ingin disampaikan) mengacu pada bentuk dan
pesan yang ingin disampaikan. Bentuk pesan dapat disampaikan dalam bahasa
tulis atau bahasa lisan misalnya, berupa permintaan, sedangkan isi pesan
adalah wujud permintaannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
e. (K) Key (kunci) mengacu pada pelaksanaan percakapan. Maksudnya,
bagaimana pesan itu disampaikan kepada mitra tutur (cara penyampaian).
f. (N) Norms (norma) yaitu pranata sosial kemasyarakatan yang mengacu pada
norma perilaku partisipan dalam berkomunikasi.
g. (G) Genres (ragam, register) mengacu pada ragam bahasa yang digunakan,
misalnya ragam formal, ragam santai dan sebagainya.
Penjelasan mengenai situasi dikemukakan oleh Leech (1993:19-20), yang
membagi aspek-aspek situasi tutur menjadi lima macam yaitu: (a) penutur dan
mitra tutur, (b) konteks tuturan, (c) tujuan sebuah tuturan, (d) tuturan sebagai
bentuk tindakan atau kegiatan (tindak ujar), (e) tuturan sebagai produk tindak
verbal.
a) Penutur dan Mitra tutur
Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyampaikan
fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Mitra tutur adalah orang
yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam pertuturan. Aspek-aspek
yang berkaitan dengan penutur dan mitra tutur antara lain usia, latar belakang
sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat keakraban.
b) Konteks Tuturan
Konteks merupakan suatu pengetahuan latar belakang bersama yang
dimiliki oleh penutur dan mitra tutur dan yang membantu mitra tutur menafsirkan
makna tuturan. Konteks tuturan penulisan linguistik adalah konteks dalam semua
aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks
yang bersifat fisik disebut koteks (cotext), sedangkan konteks setting sosial
disebut dengan konteks. Di dalam pragmatik, konteks itu pada hakikatnya adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra
tutur. Konteks ini membantu mitra tutur untuk menafsirkan maksud yang ingin
dinyatakan oleh penutur.
c) Tujuan Sebuah Tuturan
Tuturan-tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh
maksud dan tujuan tertentu. Tujuan tuturan adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh
penutur dengan melakukan tindakan bertutur.
d) Tuturan sebagai Bentuk Tindakan atau Kegiatan (Tindak Ujar)
Tindak tutur merupakan suatu aktivitas. Menuturkan sebuah tuturan dapat
dilihat sebagai melakukan tindakan (act). Tindak tutur sebagai suatu tindakan itu
sama dengan tindakan mencubit dan menendang. Hanya saja, bagian tubuh yang
berperan berbeda. Pada tindakan bertutur bagian tubuh yang berperan adalah alat
ucap.
e) Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal
Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act) yang terjadi
dalam situasi tertentu. Tuturan tercipta melalui tindakan verbal, maka tuturan itu
merupakan hasil tindak verbal. Tindakan verbal adalah tindakan mengekspresikan
kata-kata atau bahasa.
Dalam penulisan mengenai kesantunan ini, komponen tutur dan situasi
tutur digunakan untuk memahami maksud tuturan yang diucapkan oleh para
peserta tutur dalam peristiwa tutur yag terdapat dalam RSMT, sehingga
mempermudahkan penulis dalam menganalisis data berdasarkan teori tindak tutur
dan strategi kesantunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
3. Teori Tindak Tutur
Di dalam pragmatik, tuturan merupakan suatu bentuk tindakan dalam
konteks situasi tutur sehingga aktivitasnya disebut tindak tutur. Setiap tindak tutur
yang diucapkan oleh seorang penutur mempunyai makna tertentu.
Austin (1962) mengemukakan dua terminologi yang berkaitan dengan
teori tindak tutur, yaitu tuturan konstatif (constative) dan tuturan performatif
(performative). Tuturan konstatif adalah tuturan yang pengutaraannya hanya
dipergunakan untuk menyatakan sesuatu (1962:4-6). Tuturan performatif adalah
tuturan yang pengutaraannya dipergunakan untuk melakukan sesuatu (1962:4-11).
Tindak tutur yang menggunakan kalimat performatif oleh Austin (1962:100-102)
digolongkan dalam tiga peristiwa tindakan, yaitu:
1) Tindak lokusi (locutionary act)
Tindak lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan
sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang
bermakna dan dapat dipahami. Tindak tutur ini disebut sebagai The Act of Saying
Something. Searle (1969) menyebut tindak tutur lokusi ini dengan istilah tindak
bahasa preposisi (prepositional act) karena tindak tutur ini hanya berkaitan
dengan makna.
2) Tindak ilokusi (illocutionary act)
Tindak ilokusi merupakan tindak melakukan sesuatu (the act of to do
something). Berbeda dari lokusi, tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang
mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
3) Tindak perlokusi (perlocutionary act)
Sebuah tuturan yang diucapkan seorang penutur sering memilki efek atau
daya pengaruh (perlocutionary force). Efek yang dihasilkan dengan mengujarkan
sesuatu itulah yang oleh Austin (162:101) dinamakan tindak perlokusi. Efek atau
daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja, dapat pula secara
tidak sengaja. Tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk
mempengaruhi mitra tutur inilah yang merupakan tindak perlokusi.
Austin (1962:150-163) membagi tindak tutur ilokusi menjadi lima, yaitu:
1) Verdiktif (verdictives utterances)
Tindak tutur verdiktif dilambangkan dengan memberi keputusan misalnya
keputusan hakim, juri, dan penengah atau wasit, perkiraan, dan penilaian. Verba
tindak tutur verdiktif antara lain, menilai, menandai, memperhitungkan,
menempatkan, menguraikan, menganalisis.
2) Eksersitif (exercitives utterances)
Tindak tutur eksersitif merupakan tindak tutur yang menyatakan
perjanjian, nasihat, peringatan, dan sebagainya. Verba yang menandai antara lain,
mewariskan, menyatakan, membatalkan perintah (lampau), memperingatkan,
menurunkan pangkat.
3) Komisif (commissives utterances)
Tindak tutur komisif dilambangkan dengan harapan atau dengan kata lain
perjanjian; menjanjikan untuk melakukan sesuatu, tetapi juga termasuk
pengumuman atau pemberitahuan, yang bukan janji. Verba yang menandai antara
lain, berjanji, mengambil-alih atau tanggung jawab, mengajukan, menjamin,
bersumpah, menyetujui.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
4) Behabitif (behabitives utterances)
Tindak tutur behabitif meliputi reaksi-reaksi terhadap kebiasaan dan
keberuntungan orang lain dan merupakan sikap serta ekspresi seseorang terhadap
kebiasaan orang lain, misalnya meminta maaf, berterima kasih, bersimpati,
menantang, mengucapkan salam, mengucapkan selamat.
5) Ekspositif (expositives utterances)
Tindak tutur ekspositif merupakan tindak tutur yang memberi penjelasan,
keterangan, atau perincian kepada seseorang, misalnya menyangkal, menguraikan,
menyebutkan, menginformasikan, mengabarkan, bersaksi.
Menurut Searle (1979:16), inti dari tindak tutur adalah tindak ilokusi.
Menurutnya, dalam tindak ilokusi, penutur dalam mengatakan sesuatu juga
melakukan sesuatu. Sehubungan dengan itu, Searle (1996:147-149)
mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi menjadi lima jenis, yaitu:
1) Tindak Tutur Asertif (Assertives)
Tindak tutur asertif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada
kebenaran proposisi atas hal yang dikatakannya. Termasuk ke dalam jenis tindak
tutur ini misalnya tuturan-tuturan menyatakan, melaporkan, memprediksi,
menunjukkan, dan menyebutkan.
2) Tindak Tutur Direktif (Directives)
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya
dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam
tuturan itu atau berharap lawan tutur melakukan sesuatu. Tuturan-tuturan,
menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, memerintah, meminta, dan
menantang termasuk ke dalam jenis tindak tutur direktif ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
3) Tindak Tutur Komisif (Commisives)
Tindak tutur komisif adalah tindak tutur untuk mengikat penuturnya pada
suatu tindakan yang dilakukannya pada masa mendatang dan melaksanakan segala
hal yang disebutkan dalam tuturan. Misalnya tuturan berjanji, bersumpah,
berkaul, menawarkan, menyatakan kesanggupan, dan mengancam.
4) Tindak Tutur Ekspresif (Expressives)
Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan dengan maksud
agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam
tuturan untuk mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan.
Tuturan yang termasuk tindak tutur ekspresif yaitu: tuturan memuji, mengucapkan
terima kasih, meminta maaf, mengucapkan selamat, mengkritik, dan mengeluh.
5) Tindak Tutur Deklarasi (Declarations)
Seseorang yang menggunakan tindak tutur deklarasi haruslah seseorang
yang mempunyai kekuasaan atau wewenang khusus dalam sebuah institusi
tertentu, misalnya hakim dalam institusi pengadilan yang menjatuhkan hukuman.
Tindak tutur deklarasi ialah tindak tutur yang dilakukan penutur dengan maksud
untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Misalnya
tuturan memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, dan mengangkat.
Berbeda dengan pendapat Austin dan Searle, Leech (1993:327-329)
mengklasifikasikan tindak tutur menjadi enam macam, yaitu:
1) Tindak Tutur Asertif
Tindak tutur asertif merupakan tindak tutur yang mengikat penutur pada
kebenaran proposisi yang dituturkan, misalnya, menceritakan, melaporkan,
mengemukakan, menyatakan, mengumumkan, mendesak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
2) Tindak Tutur Direktif
Tindak tutur direktif merupakan bentuk tindak tutur yang dimaksudkan
oleh penutur untuk membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan sesuatu
tindakan, misalnya memohon, meminta, memberi perintah, menuntut, melarang.
3) Tindak Tutur Komisif
Tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang menyatakan janji atau
penawaran, misalnya menawarkan, menawarkan diri, menjanjikan, berkaul,
bersumpah.
4) Tindak Tutur Ekspresif
Tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur yang berfungsi untuk
menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang sedang dialami
oleh mitra tutur, misalnya mengucapkan selamat, mengucapkan terima kasih,
merasa ikut bersimpati, meminta maaf.
5) Tindak Tutur Deklaratif
Tindak tutur deklaratif merupakan tindak tutur yang menghubungkan isi
tuturan dengan kenyataannya, misalnya memecat, membaptis, menikahkan,
mengangkat, menghukum, memutuskan.
6) Tindak Tutur Rogatif
Tindak tutur rogatif adalah tindak tutur yang dinyatakan oleh penutur
untuk menanyakan jika bermotif langsung atau mempertanyakan jika bermotif
ragu-ragu, misalnya menanyakan, mempertanyakan, dan menyangsikan.
Pandangan terbaru mengenai tindak tutur dari Kreidler (1998:183-194)
dalam bukunya Introducing English Semantics membagi tindak tutur menjadi
tujuh, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
1) Asertif (Assertif Utterances)
Tindak tutur asertif terjadi karena penutur menggunakan bahasa untuk
menceritakan apa yang mereka ketahui dan percayai, misalnya mengatakan,
mengumumkan, menjelaskan, menunjukkan, menyebutkan, melaporkan.
2) Performatif (Performative Utterances)
Tindak tutur performatif adalah tindak tutur yang membuat atau
menyebabkan resminya apa yang diucapkan, misalnya mengumumkan,
membaptis, menyebut, mencalonkan, menamakan, menjatuhkan hukuman.
3) Verdiktif (Verdictive Utterances)
Tindak tutur verdiktif terjadi karena penutur membuat penilaian terhadap
tindakan mitra tutur, misalnya menuduh, bertanggung jawab, berterima kasih.
4) Ekspresif (Expressive Utterances)
Tindak tutur ekspresif terjadi karena tindakan penutur, kegagalan penutur
serta akibat yang ditimbulkan kegagalan itu, misalnya mengakui, bersimpati,
memaafkan, dan sebagainya.
5) Direktif (Directive Utterances)
Tindak tutur direktif mengandung maksud bahwa penutur meminta mitra
tutur untuk melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan. Tindak tutur
direktif terbagi menjadi tiga macam, yaitu perintah (commands), permintaan
(request), dan anjuran (suggestions).
6) Komisif (Commissive Utterances)
Tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang mengikat seorang
penutur untuk melakukan suatu tindakan, misalnya menyetujui, bertanya,
menawarkan, menolak, berjanji, bersumpah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
7) Fatis (Phatic Utterances)
Tindak tutur fatis merupakan tindak tutur yang bertujuan untuk
menciptakan hubungan antara penutur dan mitra tutur. Tindak tutur fatis meliputi
ucapan salam, ucapan salam berpisah, cara-cara yang sopan seperti thank you,
you are welcome, excuse me, yang tidak berfungsi verdiktif atau ekspresif.
Selain tindak tutur yang telah dikemukakan oleh para tokoh diatas, tindak
tutur dapat diklasifikasikan berdasarkan teknik penyampaian dan interaksi makna.
Berdasarkan teknik penyampaian tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi
tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Berdasarkan interaksi
makna, tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi tindak tutur literal dan tindak
tutur nonliteral. Bila kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk
mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk
menyuruh, maka tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur langsung (I Dewa
Putu Wijana, 1996:30).
Berdasarkan pemilahan tindak tutur sebagaimana yang dikemukakan oleh
Austin, Searle, Leech, dan Kreidler di atas menunjukkan bahwa meskipun jumlah
dan bentuk pengklasifiannya berbeda, namun, ditandai oleh terdapatnya salah satu
bentuk tindak tutur yang sama, yaitu tindak tutur direktif. Hal itu menunjukkan
bahwa tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang penting dan dominan
pemakaiannya dalam aktivitas bahasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
4. Tindak Tutur Direktif
Searle menjelaskan bahwa tindak tutur direktif merupakan tindak tutur
yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tutur melakukan
tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu atau berharap lawan tutur
melakukan sesuatu. Tuturan-tuturan, menyuruh, memohon, menuntut,
menyarankan, memerintah, meminta, dan menantang termasuk ke dalam jenis
tindak tutur direktif ini (Searle, 1996a:147-148).
Geoffrey Leech mendefinisikan tindak tutur direktif sebagai bentuk tindak
tutur yang dimaksudkan oleh penutur untuk membuat pengaruh agar mitra tutur
melakukan suatu tindakan. Verba yang menandai tindak tutur ini misalnya
memohon, meminta, memberi perintah, menuntut, melarang (Leech, 1993:327).
Geoge Yule (2006:93) menjelaskan bahwa tindak tutur direktif adalah
tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan
sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur.
Tindak tutur ini meliputi; perintah, pemesanan, permohonan, pemberian saran,
dan bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif.
Kreidler menyebut tindak tutur direktif dengan sebutan directive
utterances. Menurutnya tindak tutur direktif mengandung maksud bahwa penutur
meminta mitra tutur untuk melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan.
Tindak tutur direktif terbagi menjadi tiga macam, yaitu perintah (commands),
permohonan (request), dan anjuran (suggestions) (Kreidler, 1998:189-190).
Dalam penulisan ini pembahasan tindak tutur ilokusi direktif mengacu
pada kategori tindak tutur direktif yang dikemukakan oleh Searle (1996:148). Dari
kelima jenis tindak tutur ilokusi, tindak ilokusi direktif Searle adalah fokus yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
dipilih pada penulisan ini. Pemanfaatan teori Searle ini dilakukan dengan
pertimbangan bahwa dalam RSMT terdapat banyak tuturan yang berfungsi sebagai
tindak tutur direktif berdasarkan pada teori menurut Searle.
5. Kesantunan Berbahasa Brown dan Levinson
Konsep atau prinsip kesantunan dikemukakan oleh banyak ahli. Dasar
pendapat ahli tentang konsep kesantunan itu berbeda-beda. Ada konsep
kesantunan yang dirumuskan dalam bentuk kaidah, ada pula yang diformulasi
dalam bentuk strategi. Konsep kesantunan yang dirumuskan di dalam bentuk
kaidah membentuk prinsip kesantunan, sedangkan konsep kesantunan yang
dirumuskan di dalam bentuk strategi membentuk teori kesantunan (Rustono,
1999:67-68).
Teori kesantunan berbahasa Brown dan Levinson berkisar atas nosi muka
(face) (Asim Gunarwan, 1992: 184). Brown dan Levinson (1987: 61) mengartikan
face ”muka” sebagai gambaran diri yang bersifat umum yang ingin dimiliki setiap
anggota masyarakat, terdiri dari dua aspek yaitu muka negatif dan positif. Muka
negatif merupakan keinginan setiap orang untuk bebas dari gangguan, seperti
kebebasan bertindak dan kebebasan dari perintah atau mengerjakan sesuatu. Muka
positif adalah keinginan setiap orang agar citra positif yang ia miliki dapat
diterima dan dihargai oleh orang lain.
Menurut Brown dan Levinson (1987: 65-68), konsep tentang muka
bersifat universal. Muka itu rawan terhadap ancaman yang timbul dari tindak
tutur tertentu. Tindakan yang mengancam muka penutur atau lawan tutur disebut
Face Threatening Acts (FTA). Tindakan pengancaman terhadap muka tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dapat mengacam muka negatif maupun muka positif penutur maupun alawan
tutur. Tindakan yang berpotensi mengancam muka dikurangi dengan tindakan
penyelamatan muka (Face Saving Act, FSA). Atas dasar ini, tindakan
penyelamatan muka, dapat diartikan sebagai kesantunan. Kesantunan yang
dimaksudkan untuk menjaga muka positif disebut kesantunan positif (kesantunan
afirmatif) dan kesantunan yang dimaksud untuk menjaga muka negatif disebut
kesantunan negatif (kesantunan deferensial) (lihat. Asim Gunarwan, 2007). Sopan
santun dalam tindak tutur direktif termasuk ke dalam kesantunan negatif, dapat
ditafsirkan sebagai usaha untukmenghindari konflik antara penutur dan lawan
tutur. Brown dan Levinson (1987: 74-77) juga menjelaskan bahwa dalam
melakukan tindakan pengancaman muka seorang penutur memperhitungkan suatu
derajat keterancaman sebuah tindak tutur dengan mempertimbangkan faktor-
faktor yang mempengaruhi sebuah tuturan. Faktor-faktor tersebut menurut Brown
and Levinson yaitu: (a). jarak sosial diantara penutur dan lawan tutur, (b).
besarnya perbedaan kekuasaan atau dominasi diantara keduanya dan, (c). status
relatif jenis tindak ujaran di dalam kebudayaan yang bersangkutan. Atas dasar
perkiraan itulah penutur memilih strategi kesantunan. Bentuk strategi kesantunan
yang digunakan tergantung pada pemilihan jenis kesantunannya, yaitu kesantunan
negatif atau positif.
Menurut Brown dan Levinson, karena adanya ancaman tindak tutur
terhadap muka, maka penutur perlu memilih strategi untuk mengurangi ancaman
itu, secara umum terdapat lima strategi yang dikenalkan oleh kedua pakar itu,
yaitu: (1). bertutur secara terus-terang tanpa basa-basi (bald on record); (2).
bertutur dengan menggunakan kesantunan positif; (3). bertutur dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
menggunakan kesantunan negatif; (4) bertutur dengan cara samar-samar atau tidak
transparan (off record); dan (5) bertutur “di dalam hati” dalam arti penutur tidak
mengujarkan maksud hatinya.
6. Kesantunan Negatif
Menurut Brown dan Levinson (1987: 65-68), konsep tentang muka
bersifat universal. Muka itu rawan terhadap ancaman yang timbul dari tindak
tutur tertentu. Tindakan yang mengancam muka penutur atau lawan tutur disebut
Face Threatening Acts (FTA). Tindakan pengancaman terhadap muka tersebut
dapat mengacam muka negatif maupun muka positif penutur maupun alawan
tutur. Tindakan yang berpotensi mengancam muka dikurangi dengan tindakan
penyelamatan muka (Face Saving Act, FSA). Atas dasar ini, tindakan
penyelamatan muka, dapat diartikan sebagai kesantunan. Kesantunan yang
dimaksudkan untuk menjaga muka positif disebut kesantunan positif (kesantunan
afirmatif) dan kesantunan yang dimaksud untuk menjaga muka negatif disebut
kesantunan negatif (kesantunan deferensial) (lihat. Asim Gunarwan, 2007).
Tindakan yang mengancam muka negatif dan strategi kesantunan negatif yang
berfungsi untuk mengurangi daya ancaman terhadap muka negatif, dapat
dijelaskan dibawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
a. Tindakan yang Mengancam Muka Negatif
Brown dan Levinson (1987: 65-66) mengelompokan tindakan yang
mengancam muka negatif penutur dalam tiga kelompok, yaitu:
1). Tindakan yang berupa paksaan kepada lawan tutur untuk melakukan suatu
tindakan, seperti yang terkandung dalam Ungkapan mengenai:
a. Order and Requests (Perintah dan Permintaan)
b. Suggestions and Advice, (Saran dan Nasihat)
c. Remindings (Peringatan)
d. threats, warnings, dares (ancaman., peringatan, tantangan).
2). Tindakan positif dari pembicara kepada pendengar, dan bersifat paksaan
terhadap pendengar untuk menerima atau menolaknya, dan mungkin dianggap
sebagai hutang, seperti ungkapan mengenai:
a. Offers, (Tawaran)
b. promises (janji)
3). Tindakan yang diinginkan oleh pembicara terhadap pendengar atau pendengar
yang baik, diberikan kepada pendengar untuk berpikir bahwa dia mungkin
memiliki tindakan pelindung terhadap keinginan dari pembicara seperti
ungkapan mengenai:
a. compliments, (pujian)
b. expressions of strong (negative) emotions toward H-e.g. hatred, anger,
(ungkapan perasaan negatif yang kuat seperti kebencian dan kemarahan
terhadap lawan tutur). Pembicara menunjukan kemungkinan motivasi
untuk melukai pendengar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
b. Strategi kesantunan Negatif
Brown dan Levinson (1987: 130-210) mengajukan sejumlah strategi untuk
mengurangi ancaman terhadapan muka negatif lawan tutur yang dikelompokan
menjadi lima yaitu sebagai berikut:
1. Nyatakan secara Langsung
a) Strategy 1: Be conventionally indirect (“Menggunakan Ungkapkan secara
tidak langsung sesuai konvensional masyarakat yang bersangkutan”)
Contoh:
(1) Can you please pass the salt? (“Tolong ambilkan garamnya”) (Brown dan
Levinson 1987: 133)
2. Jangan berasumsi mengenai apa yang dikehendaki petutur
b) Strategy 2: Question, hedge (“Gunakan bentuk pertanyaan dengan partikel
tertentu”)
Contoh:
(2) Do me a favour (atau take this out), will you? (“Saya minta tolong, bisa
kan?”) (Brown dan Levinson 1987: 147).
3. Jangan memaksa penutur untuk melakukan suatu tindakan
c) Strategy 3: Be pessimistic (“Lakukan secara hati-hati dan jangan terlalu
optimistik”),
Contoh:
(3) Perhaps you’d care to help me ( for a lift) (“Mungkin Anda dapat membantu
saya”) (Brown dan Levinson 1987: 175).
d) Strategy 4: Minimise the imposition (“Kurangilah kekuatan atau daya
ancaman terhadap muka lawan tutur”)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Contoh:
(4) Could I have a taste of that cake? (“Bolehkah saya mencicipi kue itu sedikit
saja?”) (Brown dan Levinson 1987: 177).
e) Strategy 5: Give deference (“Beri penghormatan”)
Contoh:
(5) Excuse me sir, but would you mind if I close the windaow? (“Maaf pak,
apakah Bapak keberatan kalau saya menutup jendela?”) (Brown dan Levinson
1987: 183).
Atau pada dialog di bawah ini:
(6) A: Would you (care for or like) a sandwich? (“Mau sepotong sandwich?”)
B: Yes (thank you), Sir. (“Ya, pak”) (Brown dan Levinson, 1987: 182-
183).
4. Mengkomunikasikan bahwa penutur tidak menghendaki memaksa
petutur
f) Strategy 6: Apologize (“Gunakan permohonan maaf”)
Contoh:
(7) I am sorry to bother you but……(“Maaf mengganggu Anda, tetapi……”)
(Brown dan Levinson, 1987: 189).
g) Strategy 7: Impersonalize S and H (“Jangan menyebutkan penutur dan lawan
tutur”)
Contoh:
(8) Take that out! (“Keluarkan barang itu”) (Brown dan Levinson, 1987: 191).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
h) Strategy 8: State the FTA as a general rule (“Nyatakan tindakan mengancam
muka sebagai suatu ketentuan sosial yang umum berlaku”)
Contoh:
(9) We don’t sit on tables, we sit on chairs, johny. (“Johnny, kita tidak duduk di
meja, kita duduk di kursi”) (Brown dan Levinson, 1987: 207).
i) Strategy 9: Nominalize (“Nominalkan pernyataan”)
Contoh:
(10) Your good performance on the examinations impressed us favourably
(“Prestasi Anda dalam ujian sangat mengesankan kami”) (Brown dan Levinson,
1987: 207).
5. Memberikan kompensasi bagi keinginan lain petutur, yang berasal dari
muka negatif
j) Strategy 10: Go on record as incurring a debt, or as not indebting H
(“Nyatakan secara jelas bahwa penutur telah memberikan kebaikan (hutang)
atau tidak kepada lawan tutur”)
Contoh:
(11) I could easily do it for you. (“Saya dapat mengerjakan hal ini dengan mudah
untuk Anda.”) (Brown dan Levinson, 1987: 210).
7. Kesantunan Positif
Menurut Brown dan Levinson (1987: 65-68), konsep tentang muka
bersifat universal. Muka itu rawan terhadap ancaman yang timbul dari tindak
tutur tertentu. Tindakan yang mengancam muka penutur atau lawan tutur disebut
Face Threatening Acts (FTA). Selain Tindakan yang mengancam muka negatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
yang telah dijelaskan sebelumnya, Brown dan Levinson (1987: 66-67) juga
mengemukakan tindakan-tindakan yang mengancam muka positif lawan tutur.
Tindakan yang berpotensi mengancam muka dikurangi dengan tindakan
penyelamatan muka (Face Saving Act, FSA) atau disebut sebagai kesantunan
positif. Kesantunan Positif mengacu pada citra diri setiap orang yang berkeinginan
agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya atau apa yang diakui orang lain
sebagai suatu hal yang baik, yang menyenangkan, yang patut dihargai, diterima
dan seterusnya. Brown dan Levinson (1987) menjabarkan 15 strategi kesantunan
positif yang digunakan oleh penutur. Tindakan yang mengancam muka positif dan
strategi kesantunan positif yang berfungsi untuk mengurangi daya ancaman
terhadap muka positif, dapat dijelaskan dibawah ini.
a. Tindakan yang Mengancam Muka Positif
Selain Tindakan yang mengancam muka negatif, Brown dan Levinson
(1987: 66-67) juga mengemukakan tindakan-tindakan yang mengancam muka
positif lawan tutur, meliputi:
1) Tindakan yang menunjukkan bahwa pembicara memiliki penilaian kurang
baik atas beberapa aspek terhadap muka positif pendengar, yaitu:
a. Ungkapan mengenai disapproval, criticism, contempt or ridicule,
complaints and reprimands, accusations, insults (“ketidaksetujuan,
kritik, tindakan merendahkan atau mempermalukan, keluhan, kemarahan,
dakwaan, penghinaan”).
b. Ungkapan mengenai contradictions or disagreements, challenges
(“pertentangan, ketidaksetujuan atau tantangan”).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
2) Tindakan yang menunjukkan bahwa pembicara tidak mempedulikan muka
positif pendengar, seperti:
a. Ungkapan mengenai violet (out-of-control) emotions (S gives H possible
reason to fear him or be embarrassed by him) (“emosi yang tindak
terkontrol yang membuat lawan tutur merasa dibuat takut atau
dipermalukan”).
b. Ungkapan irreverence, mention of taboo topics, including those that are
inappropriate in the context (S indicates that he doesn’t value H’s value
and doesn’t fear H’s fears) (“ungkapan yang tidak sopan, penyebutan hal-
hal yang bersifat tabu dalam suatu situasi, yaitu penutur menunjukkan
bahwa penutur tidak menghargai nilai-nilai lawan tutur dan juga tidak mau
mengindahkan hal-hal yang ditakuti oleh lawan tutur”).
c. Ungkapan mengenai bad news about H, or good news (boasting) about S
(S indicates that he is willing to cause distress to H, and/or doesn’t care
about H’s feeling) (“ungkapan kabar buruk mengenai lawan tutur, atau
menyombongkan berita baik, yaitu yang menunjukkan bahwa penutur
tidak segan-segan menunjukkan hal-hal yang kurang menyenangkan pada
lawan tutur, tidak begitu mempedulikan perasaan lawan tutur”).
d. Ungkapan mengenai dangerously emotional or divisive topics, e.g.
politics, race, religion, women’s liberation (S raises the possibility or
likelihood of face threatening acts (such as above) occurring;i.e.,S creates
a dangerous-to-face atmosphere) (“ungkapan tentang hal-hal yang
membahayakan serta topik yang bersifat memecah belah pendapat, seperti
masalah politik, ras, agama, pembebasan wanita. Dalam hal ini penutur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
menciptakan suatu suasana yang berpotensi mengancam muka lawan tutur
yaitu penutur membuat suatu atmosfir yang berbahaya terhadap muka
lawan tutur”).
e. Ungkapan mengenai non-cooperation in an activity-e.g. disruptively
interruping H’s talk, making non-sequiturs or showing non-attention (S
indicates that he doesn’t care about H’s negative or positive wants)
(“ungkapan yang tidak kooperatif terhadap lawan tutur, yaitu penutur
menyela pembicaraan lawan tutur, menyatakan hal-hal yang tidak
menunjukkan kepedulian (penutur menunjukkan ketidakpedulian terhadap
keinginan muka negatif maupun muka positif lawan tuturnya)”).
f. Ungkapan mengenai address terms and other status marked identification
in initial encounters (S may misidentify H in an offensive or embarrassing
way, intentionally or accidentally) (“ungkapan mengenai sebutan ataupun
hal-hal yang menunjukkan status lawan tutur pada perjumpaan pertama.
Dalam situasi ini mungkin penutur membuat identifikasi yang keliru
mengenai lawan tuturnya yang melukai perasaannya atau
mempermalukannya baik secara sengaja ataupun tidak”).
b. Strategi Kesantunan Positif
Setiap orang pastilah ingin menghindari tindakan yang mengancam muka
lawan tutur dalam suatu komunikasi, dan akan menggunakan strategi tertentu
untuk mengurangi perasaan yang kurang senang dari lawan tuturnya. Brown dan
Levinson (1987: 103-129) menawarkan beberapa strategi untuk menyelamatkan
lawan tutur atau untuk mengurangi ancaman terhadap muka positif lawan tutur
dan juga memberikan beberapa contoh tuturanya, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
a) Strategy 1: Notice; attend to H (his interests, wants, deeds, goods)
(“Memperhatikan minat, keinginan, kelakuan, barang-barang lawan tutur”).
Penggunaan strategi ini misalnya penutur memperhatikan kondisi lawan
tutur yang meliputi segala perubahan secara fisik, kepemilikan barang-barang
tertentu dan lain-lain. Contoh:
(12) Goodness you cut your hair! (…) By the way, I came to borrow some flour.
(“Wah, baru saja potong rambut ya… Omong-omong saya datang untuk
meminjam sedikit tepung terigu”) (Brown dan Levinson, 1987: 103).
b) Strategy 2: exaggerate (interest, approval, sympathy with H) (“Melebih-
lebihkan rasa ketertarikan, persetujuan, simpati terhadap lawan tutur”).
contoh:
(13) What a fantastic garden you have! (“Kebun anda betul-betul luar biasa
bagusnya”) (Brown dan Levinson, 1987: 104).
c) Strategy 3: Intensify interest to H (”Meningkatkan rasa tertatik terhadap
lawan tutur”)
Misalnya pada suatu interaksi, penutur suka menyelipkan sisipan
ungkapan dan juga pertanyaan-pertanyaan yang tujuannya hanya untuk membuat
lawan tutur lebih terlihat pada interaksi tersebut, misalnya
(14) You know (”Anda tahu kan”),
d) Strategy 4: use in group identity markers (“Menggunakan penanda yang
menunjukkan kesamaan jati diri atau kelompok,”)
Contoh:
(15) “Help me with this bag, will you (son, love, mate, friend)? (“Bantu saya
membawa tas ini ya nak?”) (Brown dan Levinson, 1987: 108).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
e) Strategy 5: Seek agreement (”Mencari dan mengusahakan persetujuan dengan
lawan tutur”)
Contoh:
(16) A: “I had a flat tyre on the way home”
(“Dalam perjalanan pulang ban saya kempes”)
B: Oh God, a flat tyre!
(”Masya Allah, bannya kempes!”) (Brown dan Levinson, 1987: 113).
f) Strategy 6: Avoid disagreement (”Menghindari pertentangan dengan lawan
tutur”)
Contoh:
(17) A: What is she, small?
(“Bagaimanakah dia, badannya kecil?”)
B: Yes, yes she’s small, smallish, um, not really small but certainly not
very big.
(“Ya, memang kecil, tapi sebenarnya tidak terlalu kecil dan tidak juga
terlalu besar”) (Brown dan Levinson, 1987: 114).
g) Strategy 7: Presuppose/raise/assert common ground (“Mempresuposisikan
atau menimbulkan persepsi sejumlah persamaan penutur dan lawan tutur”)
Contoh:
(18) A: Oh, this cut hurts awfully, Mum
(“Oh luka ini sakit sekali, ma”)
B: Yes dear, it hurts terribly, I know.
(“Ya sayang, memang sakit sekali, saya tahu”) (Brown dan Levinson,
1987: 119).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
h) Strategy 8: Joke (“membuat lelucon”),
Contoh:
(19) Ok if tackle those cookies now? (“Tidak masalah kan, kalau kue itu saya
habisi saja?”) (Brown dan Levinson, 1987: 124).
i) Strategy 9: Assert or presuppose S’s knowledge of and concern for H’s wants
(“Mempresuposisikan atau membuat persepsi bahwa penutur memahami
keinginan lawan tuturnya”)
Contoh:
(20) I know you can’t bear parties, but this one will really be good - do come!
(“Ya, saya tahu kamu tidak suka pesta, tetapi pesta ini betul-betul baik.
Datanglah!”) (Brown dan Levinson, 1987: 125).
j) Strategy 10: Offer, promise (“Membuat penawaran dan janji”)
Contoh:
(21) I’ll drop sometime next week. (“Saya akan singgah kapan-kapan minggu
depan”) (Brown dan Levinson, 1987: 125).
k) Strategy 11: Be optimistic (“Menunjukkan rasa optimisme”)
Contoh:
(22) You will lend me your lawnmower for the weekend. ( I hope) (“Anda pasti
dapat meminjamkan mesin pemotong rumput akhir pekan ini, saya yakin”)
(Brown dan Levinson, 1987: 126).
l) Strategy 12: Include both S and H in the activity (“Berusaha melibatkan
lawan tutur dan penutur dalam suatu kegiatan tertentu. Bisa kan?”)
Contoh:
(23) Give us a break (“Kami perlu istirahat”) (Brown dan Levinson, 1987: 127).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
m) Strategy 13: Give (or ask for) reasons (“Memberikan dan meminta alasan”),
Contoh:
(24) Why don’t I help you with that suitcase? (“Bagaimana kalau saya bantu
membawa koper Anda?”) (Brown dan Levinson, 1987: 128).
n) Strategy 14: Assume or assert reciprocity (“Menawarkan suatu tindakan
timbal balik, yaitu kalau lawan tutur melakukan X maka penutur akan
melakukan Y”)
Contoh:
(25) I’ll lend you my novel if you lend me your article (“Saya akan meminjamkan
buku novel saya kalau Anda meminjami saya artikel Anda”) (Brown dan
Levinson, 1987: 129).
o) Strategy 15: Give sympathy to H (“Memberikan rasa simpati kepada lawan
tutur”)
Contoh:
(26) Please let me know if there is anything I can do for you (“Kalau ada yang
dapat saya lakukan untuk Anda, mohon saya diberitahu”) (Brown dan Levinson,
1987: 129).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
C. KERANGKA PIKIR
Kerangka pikir adalah sebuah cara kerja yang dilakukan oleh penulis
untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Kerangka berpikir yang
terkait dalam penulisan ini secara garis besar dilukiskan pada bagan di bawah ini.
Sumber data dalam penulisan ini adalah percakapan atau dialog dalam
RSMT. Tuturan-tuturan yang terdapat dalam RSMT terdiri atas beberapa jenis
tuturan. Dalam hal ini penelitian lebih difokuskan pada tuturan yang mengandung
tindak tutur direktif dan menerapkan strategi kesantunan negatif. Pertama,
penulisan ini mendasarkan analisisnya pada teori tindak tutur Searle. Tuturan-
RSMT
Tindak Tutur A dengan B1, B2, atau B3
Teori Tindak Tutur Searle
Strategi kesantunan negatif yang dilakukan oleh A
Konteks Situasi
Tindak tutur direktif yang dilakukan oleh A
Kesantunan Brown dan Levinson
Percakapan antara A dengan B1, B2, atau B3
Skala kesantunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
tuturan yang terdapat dalam RSMT dianalisis dengan mendasarkan, dan
mengkaitkannya dengan konteks-konteks yang ada, kemudian penelitian
difokuskan pada tuturan dari A yang mengandung tindak tutur direktif. Kedua,
penulis mendasarkan analisisnya pada teori strategi kesantunan Brown dan
Levinson serta mengkaitkannya dengan skala kesantunan dari Brown dan
Levinson untuk mengetahui strategi kesantunan negatif yang dipilih oleh A untuk
menyelamatkan muka negatif B1, B2, ataupun B3 dalam RSMT.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Suatu jenis penelitian disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat
dalam suatu penelitian. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif
yang bersifat deskriptif. Menurut Edi Subroto (2007:8), penelitian kualitatif
bersifat deskriptif dan lebih mengutamakan proses daripada hasil. Edi Subroto
(2007:5) juga menegaskan bahwa metode kualitatif yaitu metode penelitian yang
tidak didesain atau dirancang menggunakan prosedur-prosedur statistik. Penelitian
ini mencatat secara teliti semua fenomena kebahasaan yang senyatanya ada,
meneliti, dan memerikan sistem bahasa berdasarkan data yang sebenarnya (Edi
Subroto, 2007:8). Sudaryanto menerangkan bahwa istilah deskriptif berarti bahwa
penulisan yang dilakukan semata-mata hanya didasarkan pada fakta atau
fenomena yang ada, sehingga hasilnya adalah varian bahasa yang mempunyai
sifat pemaparan apa adanya (Sudaryanto, 1992:62). Dengan demikian, hasil
analisisnya akan berbentuk deskripsi fenomena tuturan-tuturan yang mengandung
tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif yang terdapat dalam RSMT.
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan
pragmatik yaitu pendekatan yang mendasarkan diri pada reaksi atau tanggapan
menurut mitra bicara (Edi Subroto, 2007:65). Penulis menggunakan pendekatan
pragmatik untuk menjawab permasalahan yang dikaji dalam penulisan ini dan
juga untuk menginterpretasikan maksud tuturan yang diujarkan sehingga jelas
maksudnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
B. Data dan Sumber Data
Edi Subroto (2007:38) berpendapat bahwa data adalah semua informasi
atau bahan yang disediakan oleh alam, yang harus dicari atau dikumpulkan dan
dipilih oleh penulis. Sudaryanto (1993:9) berpendapat lain, menurutnya data
merupakan bahan jadi penulisan. Sebagai bahan jadi, data dapat diterjemahkan
sebagai objek penulisan beserta dengan konteksnya (Sudaryanto, 1988:10). Objek
penulisan dalam penulisan ini adalah tuturan-tuturan yang terdapat dalam RSMT
yang ditayangkan di RCTI pada bulan Maret dan April 2010 yang mencerminkan
tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif. Jadi, data dalam penulisan
ini adalah tuturan-tuturan beserta konteksnya yang terdapat dalam RSMT yang
ditayangkan di RCTI pada bulan Maret dan April 2010, yang mencerminkan
tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif
Sumber data merupakan asal muasal diperolehnya data penulisan. Dari
sumber data tersebut penulis memperoleh data yang dimaksud dan yang
diinginkan. Sumber data penulisan ini yaitu percakapan yang terdapat pada
tayangan reality show Minta Tolong yang ditayangkan di RCTI pada bulan Maret
dan April 2010. Rincian sumber data dalam penulisan ini sebagai berikut:
1. Percakapan dalam RSMT pada tanggal 10 Maret 2010, Tema : Menjual
Gorengan untuk Dibelikan sepatu.
2. Percakapan dalam RSMT pada tanggal 23 Maret 2010, Tema : Menukar Tikar
Sobek dengan yang Baru.
3. Percakapan dalam RSMT pada tanggal 29 Maret 2010, Tema : Menjual Botol
Bekas untuk Membeli Obat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
4. Percakapan dalam RSMT pada tanggal 5 April 2010, Tema : Menjual Tongkat
untuk Dibelikan Obat.
5. Percakapan dalam RSMT pada tanggal 07 April 2010, Tema : Menjual
Kreneng untuk Dibelikan Obat.
6. Percakapan dalam RSMT pada tanggal 14 April 2010, Tema : Menjual Gelas
untuk Membeli Buku
C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penulisan ini
adalah metode simak, yaitu metode berupa penyimakan yang dilakukan dengan
menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1988: 2). Dalam
metode simak terdapat teknik dasar dan teknik lanjutan. Adapun teknik dasar dari
metode simak dalam penulisan ini adalah teknik sadap yang kemudian diikuti
dengan teknik lanjutan yang berupa teknik simak bebas libat cakap (SBLC),
teknik rekam, dan teknik catat.
Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara yang digunakan untuk
memperoleh data-data yang berkualitas dalam penulisan. Dalam penulisan ini,
teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan teknik simak bebas libat
cakap, teknik rekam, dan catat.
Dalam Teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC) penulis tidak dilibatkan
langsung untuk ikut menentukan pembentukan dan pemunculan calon data kecuali
hanya sebagai pemerhati saja, pemerhati terhadap calon data yang terbentuk dan
muncul dari peristiwa kebahasaan yang berada di luar dirinya (Sudaryato 1993:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
135). Penulis memilih teknik SBLC untuk mengumpulkan data, karena data yang
digunakan dalam penulisan ini berupa penggunaan bahasa dalam bentuk lisan
yang bersumber dari RSMT. Penulis tidak terlibat langsung dalam menentukan
suatu peristiwa yang terjadi dalam RSMT. Keterlibatan penulis dalam penulisan
ini hanya sebagai pemerhati dan pendengar percakapan atau dialog antara peminta
tolong dan orang yang dimintai tolong dalam RSMT.
Teknik lanjutan setelah teknik SBLC adalah teknik rekam dan teknik catat.
Teknik rekam adalah teknik penjaringan data dengan merekam penggunaan
bahasa (Tri Mastoyo Jati Kesuma, 2007: 45). Setelah dilakukan ditentukan objek
yang diamati dan penyimakan, peneliti kemudian melakukan perekaman terhadap
tuturan dalam RSMT. Kegiatan perekaman ini menggunakan alat perekam
hadycam. Perekaman data menggunakan handycam ini bertujuan mempermudah
penulis dalam menstranskripsikan hasil dialog dan memahami situasi tutur yang
berhubungan dengan dialog atau percakapan yang terjadi antara penutur dan
lawan tutur.
Setelah data dikumpulkan melalui teknik rekam, data ditranskipsikan
dengan menggunakan teknik catat. Teknik catat adalah teknik menjaring data
dengan mencatat hasil penyimakan data pada kartu data (Tri Mastoyo Jati
Kesuma, 2007:45). Pencatatan dilakukan terhadap data yang relevan dengan
sasaran dan tujuan penulisan. Pencatatan ini dilakukan pada kartu data berukuran
tertentu, yang dilanjutkan dengnan klasifikasi. Data yang dikumpulkan
selanjutnya diberi kode yang terdiri atas nama acara yang disingkat, nomor urut
data, dan waktu penayangan (tanggal, bulan dan tahun).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
D. Klasifikasi Data
Tahapan selanjutnya setelah proses pengumpulan data yaitu proses
pengklasifikasian data. Pengklasifikasian data berarti masalah pengaturan data
menurut asas-asas tertentu. Pemberian arah atau tuntunan yang sekaligus
memberikan isyarat-isyarat tahapan apa yang akan dikerjakan dan bagaimana
tahapan berikutnya dikerjakan (Edi Subroto, 2007:51).
Klasifikasi data berarti penyusunan bersistem dalam kelompok atau
golongan menuntut kaidah atau standar yang ditetapkan (KBBI, 2005:507).
Klasifikasi data dilakukan setelah semua data yang diperoleh telah dikumpulkan.
Pengurutan data bermanfaat untuk mencocokkan data dengan analisisnya, yaitu
memberikan isyarat tambahan apa yang akan dikerjakan berikutnya dan
bagaimana tahapan ini dilakukan dengan mengurutkan sesuai dengan tujuan
penulisan yang ingin dicapai disesuaikan tanggal, bulan, tahun, no urut contoh.
Berikut contoh kartu data:
(1) Konteks Tuturan:
Latar : di depan sebuah gedung yang diperbaiki
Peserta : A, yaitu seorang ibu yang menjual gorengan berusia sekitar 40 tahun, B1
yaitu seorang tukang bangunan berusia sekitar 30 tahun, dan pihak ketiga
yang berada ditempat kejadian peristiwa (B2), yaitu teman kerja dari B1
berusia sekitar 25 tahun.
Tujuan : A berusaha membujuk dan menyuruh B1 supaya mau membeli semua
gorengan yang dijual oleh A.
Bentuk Tuturan:
A : “Mbok ya dibeli to pak, biar saya cepat pulang, anak saya tu mau minta
sepatu pak, dibeli ya pak! Mau pak? diborong pak kalau mau, mau ya pak
ya, biar saya cepat pulang pak, ya pak,
B1 : “Uang siapa?”
A : “Masak nggak punya uang to pak, lho macem-macam lho pak, mau saya
belikan sepatu anak saya e mas, tadi tu nangis.”
(RSMT,04,10/03/10)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Keterangan:
RSMT : Reality Show Minta Tolong
04 : No data
10/03/10 : Tanggal, bulan tayang dan tahun tayang.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan tahap setelah data terkumpul. Dalam
menganalisis data penulis menggunakan analisis pragmatik yaitu analisis bahasa
berdasarkan pada sudut pandang pragmatik (Rustono 1999:18). Analisis ini
berupaya untuk menemukan maksud penutur baik diekspresikan secara tersurat
maupun tersirat yang diungkapkan secara tersirat di balik tuturan.
Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode padan pragmatik untuk
analisis data. Metode padan yaitu metode yang dipakai untuk mengkaji atau
menemukan identitas satuan lingual tertentu dengan memakai alat penentu di luar
bahasa, seperti referen bahasa, organ wicara, perekam, pengawet bahasa dan mitra
wicara (Sudaryanto, 1993:13). Kunjana Rahardi (2005:16) berpendapat berbeda,
menurutnya metode padan pragmatik diterapkan dengan menggunakan
pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual yaitu cara analisis yang
diterapkan dengan mendasarkan, memperhitungkan dan mengaitkan identitas
konteks-konteks yang ada.
Teknik merupakan penjabaran metode yang ditentukan oleh alat yang
dipakai untuk analisis data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penulisan
ini adalah teknik analisis means-end. Pragmatik sebagai pemecahan masalah dapat
dilihat dari sudut pandang penutur dan petutur. Permasalahan yang dikaji dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
penulisan ini adalah realisasi tindak tutur direktif dan realisasi strategi kesantunan
negatif yang digunakan oleh peminta tolong dalam RSMT. Pemecahan masalah
dalam penulisan ini dapat dilihat dari sudut pandang penutur karena masalah yang
ada di sini adalah masalah interpretasi tuturan, berdasarkan keadaan awal dan
akhir.
Contoh analisis, penutur berasumsi bahwa lawan tuturnya mengerti
pesannya dan bahwa pemahaman lawan tutur ini membuat lawan tutur melakukan
suatu tindakan yang dibutuhkan. (lihat gambar di bawah ini) (Leech, 1993:56-57).
keterangan gambar:
1 = keadaan awal (penutur merasa dingin).
2 = keadaan tengahan (lawan tutur mengerti bahwa penutur ingin alat pemanas
dinyalakan)
3 = keadaan akhir (penutur merasa hangat)
G = tujuan untuk mencapai keadaan 3 (menjadi hangat)
a = tindakan penutur mengatakan kepada lawan tutur agar alat pemanas
dinyalakan
b = tindakan lawan tutur menyalakan alat pemanas
Kotak yang berbentuk dipakai untuk menggambarkan suatu keadaan
tengahan; keadaan tengahan ini mencakup (i) pencapaian suatu tujuan sekunder,
dan (ii) kondisi untuk mencapai tujuan akhir. Keadaan tengahan merupakan
keadaan akhir bagi suatu tujuan dekat, dan merupakan keadaan awal bagi suatu
1 3
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
tujuan yang lebih lanjut. Tindakan pada gambar di atas dapat dikatakan
merepresentasi pencapaian tujuan yang tidak langsung. Semua penggunaan bahasa
dapat dianggap tidak langsung apabila pemakaian bahasa sebagai cara untuk
mencapai suatu tujuan tersirat bahwa pengguna bahasa akan melakukan
serangkaian tindakan seperti pada gambar di atas, hanya seringkali rangkaian
bahasa itu lebih panjang dan rumit. Dengan demikian penerapan tindak tutur
direktif dan strategi kesantunan negatif dalam RSMT akan penulis analisis dengan
menggunakan teknik means-end dan interpretasi pragmatik.
F. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Teknik penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan
penyajian data secara informal dan formal. Penyajian hasil analisis data secara
informal adalah perumusan hasil analisis data dengan kata-kata biasa, sedangkan
penyajian hasil analisis data secara formal adalah perumusan hasil analisis data
dengan menggunakan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993:145). Tanda
yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya: tanda garis miring tunggal (/),
tanda garis miring mengapit (/....../), tanda kurung biasa ((......)), tanda kutip
(’......’), (“......”), tanda tanya (?), tanda seru (!), tanda titik dua (:), tanda titik (.),
tanda koma (,), tanda hubung (-). Adapun lambang yang dimaksud di antaranya
lambang huruf sebagai singkatan. Penggunaan kata-kata biasa serta penggunaan
tanda dan lambang dalam penyajian hasil analisis data pada penelitian ini
digunakan agar hasil analisis ini lebih mudah dipahami untuk kemudian ditarik
simpulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
BAB IV
ANALISIS DATA
Analisis data merupakan tahap yang paling penting dalam sebuah
penulisan. Analisis dalam RSMT ini meliputi 2 hal, yaitu (a) realisasi tindak tutur
direktif yang digunakan oleh A untuk mengutarakan maksudnya dalam RSMT di
RCTI dan (b) realisasi strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A untuk
mengurangi potensi ancaman terhadap muka negatif B1 dalam RSMT di RCTI.
Analisis mengenai tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif
yang digunakan oleh A dalam RSMT ini didasarkan atas berberapa pertimbangan:
(1) Komponen tutur saat berlangsungnya peristiwa tutur. Dell Hymes (dalam
Pranowo, 2009: 101) mengemukakan beberapa komponen tutur yang perlu
diperhatikan seseorang dalam berkomunikasi, yaitu: tempat dan waktu terjadinya
komunikasi, peserta tuturan, tujuan berkomunikasi, pesan yang ingin
disampaikan, cara penyampaian, norma sosial kemasyarakatan, dan ragam bahasa
yang digunakan, (2) Derajat keterancaman, yaitu menjelaskan bahwa seorang
penutur memperhitungkan suatu derajat keterancaman sebuah tindak tutur dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah tuturan. Faktor-
faktor tersebut menurut Brown dan Levinson (dalam Asim Gunarwan, 1994: 90)
yaitu: (a) jarak sosial di antara penutur dan lawan tutur, (b) besarnya perbedaan
kekuasaan atau dominasi di antara keduanya dan, (c) status relatif jenis tindak
ujaran di dalam kebudayaan yang bersangkutan. Menurut Brown dan Levinson,
atas dasar perkiraan itulah penutur memilih strategi kesantunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
A. Analisis Tindak Tutur Direktif digunakan oleh Peminta
Tolong (A) dalam RSMT
Dalam RSMT sebagian besar tindakan yang digunakan oleh A untuk
mengutarakan maksud berupa tindak tutur direktif. Menurut Leech (1993:327-
329) Tindak tutur direktif merupakan bentuk tindak tutur yang dimaksudkan oleh
penutur untuk membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan sesuatu tindakan.
Berdasarkan analisis data dalam RSMT ditemukan 7 jenis tindak tutur direktif
yang digunakan oleh A dalam mengutarakan maksudnya. Tindak tutur direktif
tersebut meliputi tindak tutur meminta, menasihati, menyarankan, melarang,
memperingatkan, mengingatkan dan membujuk. Berikut uraian semua tindak tutur
direktif tersebut.
1. Meminta
Tuturan meminta juga merupakan jenis tuturan yang termasuk dalam tindak
tutur direktif. Meminta adalah berkata-kata supaya diberi atau mendapat sesuatu
(KBBI, 2005:745). Tindak tutur meminta merupakan tindak tutur yang dilakukan
oleh penutur dengan berkata-kata supaya diberi atau mendapat sesuatu dari mitra
tutur. Untuk memperjelas pernyataan di atas lihat tuturan berikut:
Dialog di bawah ini diambil dari tayangan RSMT yang bertema “Menjual
Semua Gorengan untuk dibelikan sepatu”. A sebagai seorang ibu penjual
gorengan, B1 yaitu seorang ibu berusia sekitar 45 tahun, yang sedang tidur di
dekat gerobak jualannya. A yang sedang berjalan sambil menawaran gorengan
yang dijualnya, kemudian menghampiri B1 dan kemudian berusaha membujuk B1
supaya mau membeli semua gorengan yang dijualnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
(1) Konteks tuturan:
Latar : di sebuah taman
Peserta : A, seorang ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1,
seorang ibu (sekitar 45 tahun) yang sedang tidur di dekat gerobak
jualannya.
Tujuan : A meminta bantuan kepada B1
Bentuk tuturan
B1 : (bangun dari tidurnya, diam saja sambil melihat kanan dan kiri)
A : ”Saya minta bantuannya, empat puluh ribu, untuk membelikan
sepatu anak saya bu, kalau ibu tidak mau, ya sudah terima kasih bu,
maaf ngganggu tidurnya bu (lalu pergi meninggalkan ibu yang
dimintai tolong tadi).”
(RSMT,47,10/03/2010)
Tuturan A pada data (1) di atas mengandung tindak tutur direktif meminta.
Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif meminta yaitu tuturan ”saya
minta bantuannya”. Tujuan A mengucapkan tuturan tersebut yaitu A
berkeinginan untuk mendapatkan bantuan dari lawan tuturnya. Tuturan A yang
menunjukkan tindak tutur direktif meminta tersebut dapat diartikan A
mengutarakan keinginannya dengan berkata-kata kepada B1 supaya B1
memberikan bantuan kepadanya. Penanda lingual “minta” pada tuturan tersebut
menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tindak tutur direktif dalam
bentuk tuturan meminta.
Konteks situasi pada dialog (1) menggambarkan keadaan pada saat
berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi
tersebut, terlihat bahwa A sebagai penjual gorengan menggunakan tindak tutur
direktif meminta untuk mendapatkan bantuan dari B1, yaitu kesediaan B1 untuk
membeli semua gorengan yang dijualnya. Tindak tutur direktif meminta yang
dituturkan oleh A dilatarbelakangi oleh keinginan A untuk mendapatkan bantuan
dari B1, yaitu kesediaan B1 untuk membeli semua gorengan yang dijualnya,
karena uang hasil jualannya akan digunakannya untuk membeli sepatu anaknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur direktif meminta
pada data (1) yang bertujuan untuk mendapatkan bantuan dari B1 yaitu kesediaan
B1 untuk membantunya dengan cara membeli semua gorengan yang dijualnya.
Bentuk tuturan yang termasuk dalam tindak tutur direktif meminta dapat
pula ditunjukkan pada data (2) berikut.
(2) Konteks tuturan
Latar : ketika hujan turun di sebuah warung makan,
Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya
yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang
laki-laki (sekitar 35 tahun) yang sedang bermain catur
Tujuan : A meminta B1 supaya B1 mau menolongnya menukar tikarnya
yang sobek-sobek dangan tikar baru
Bentuk tuturan
A : ”Kalau punya tikar, ini tolong ditukar pak. Buat tidur gatal,
sudah sobek-sobek. Ndak bisa pak?”
B1 : ”Tidak punya.”
A : ”Bapak mengusahakan, bisa kan? ini untuk tidur saya sudah gatal,
saya minta yang baru.”
(RSMT,55,23/03/2010)
Dialog (2) diambil dari tayangan RSMT yang bertema “Menukar tikar
yang sobek-sobek dengan tikar yang baik”. A menghampiri B1 dan B2 yang
sedang bermain catur, dan membujuknya supaya bersedia menukar tikarnya
dengan tikar yang baik.
Tuturan A pada data (2) di atas mengandung tindak tutur direktif meminta
. Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif meminta yaitu tuturan ”ini
tolong ditukar pak”. Tujuan A mengucapkan tuturan tersebut yaitu A
berkeinginan untuk mendapatkan bantuan dari lawan tuturnya. Tuturan A yang
menunjukkan tindak tutur direktif meminta tersebut dapat diartikan A
mengutarakan keinginannya dengan berkata-kata kepada B1 supaya B1
memberikan bantuan kepadanya. Penanda lingual “tolong” pada tuturan tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tindak tutur direktif dalam
bentuk tuturan meminta.
Konteks situasi pada dialog (2) menggambarkan keadaan pada saat
berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi
tersebut, terlihat bahwa A seorang nenek tua menggunakan tindak tutur direktif
meminta untuk mendapatkan bantuan dari B1, yaitu kesediaan B1 untuk menukar
tikarnya dengan tikar yang lebih baik. Tindak tutur direktif meminta yang
dituturkan oleh A dilatarbelakangi oleh keinginan A untuk mendapatkan bantuan
dari B1, yaitu kesediaan B1 untuk menukar tikarnya dengan tikar yang lebih baik,
karena tikarnya sudah sobek-sobek. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan
mengandung tindak tutur direktif meminta pada data (2) supaya mendapatkan
bantuan dari B1 yaitu kesediaan B1 untuk menukar tikarnya dengan tikar yang
lebih baik. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis menemukan sebelas
data yang menunjukkan tindak tutur direktif meminta, sebelas data tersebut
ditunjukkan pada lampiran data.
2. Menasihati
Nasihat adalah ajaran atau pelajaran baik; anjuran (petunjuk, peringatan,
teguran) yang baik. Menasihati adalah memberi nasihat kepada seseorang (KBBI,
2005:775). Tindak tutur menasihati adalah tindak tutur yang dilakukan oleh
penutur dalam mengujarkan suatu tuturan dengan memberikan anjuran atau
pelajaran baik kepada lawan tutur. Contoh berikut dapat memperjelas pernyataan
di atas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
(3) Konteks tuturan
Latar : di pinggir jalan, di dekat lubangan, yang berisi air PAM yang
bocor
Peserta : A, sebagai ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1,
seorang ibu yang sedang mengambil air PAM yang bocor di
pingggir jalan (sekitar 40 tahun)
Tujuan : A menasihati B1 supaya tidak mengambil air di sungai
Bentuk tuturan
A : ”Saya kira ibu ngambil air di sungai, Kotor to bu, kalau di
sungai.” B1 : ”Air PAM bocor, terus saya ambil.”
A : ”Ooo..., iya, mau beli makanan ini buk.”
(RSMT,04,10/03/2010)
Pada dialog (3), terlihat A menghampiri B1 yang sedang mengambil air
PAM yang bocor di pinggir jalan, kemudian A mencoba menasahati B1 supaya
tidak mengambil air di sungai karena kotor.
Tuturan A pada data (3) di atas mengandung tindak tutur direktif
menasihati . Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif menasihati yaitu
tuturan ” Kotor to bu, kalau di sungai”. Tujuan A mengucapkan tuturan tersebut
yaitu A berkeinginan untuk memberikan suatu anjuran atau pelajaran baik kepada
lawan tuturnya. Maksud Tuturan yang menunjukkan tindak tutur direktif
menasihati yang diucapkan oleh A tersebut adalah A memberikan nasihat kepada
B1 untuk tidak mengambil air di sungai karena kotor, ketika melihat B1
mengambil air di sebuah lubang di pinggir jalan.
Konteks situasi pada dialog (3) menggambarkan keadaan pada saat
berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi
tersebut, terlihat bahwa A menghampiri B1 sebagai calon pembeli yang sedang
mengambil air PAM yang bocor di pinggir jalan. Tujuan sebenarnya A
menghampiri B1 yaitu untuk membujuk B1 supaya mau membeli gorengan yang
dijualnya. Namun ketika A melihat B1 sedang mengambil air di sebuah lubang di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
pinggir jalan, A mengutarakan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif
menasihati tuturan yang bermaksud menasihati B1 supaya B1 tidak mengambil air
di sungai karena kotor. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa
tindak tutur direktif menasihati pada data (3) yang bertujuan untuk memberikan
anjuran atau pelajaran baik kepada B1.
Bentuk tuturan yang termasuk dalam tindak tutur direktif menasihati dapat
pula ditunjukkan pada data (4) berikut.
(4) Konteks tuturan:
Latar : di pinggir jalan
Peserta : A, sebagai ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1, bapak
tukang becak yang tidur di dalam becaknya (sekitar 40 tahun)
Tujuan : A menasihati B1 supaya rajin bekerja agar rejekinya banyak.
Bentuk tuturan
A : ”Makan siang pak, sudah makan belum pak?”
B1 : ”Sudah (bangun dari tidurnya)”
A : ”Kok tidur terus pak, mencari rejeki pak kalau tidur terus,
rejekinya seret pak.”
B1 : ”Kok bisa?”
A : ”Bapak tidak kerja, jadi bapak tidak dapat uang, mau beli
makanan ini pak?”
B1 : ”Belum dapat uang.”
(RSMT,39,10/03/2010)
Pada dialog (4), terlihat A menghampiri B1 yang sedang tidur di dalam
becaknya, kemudian A mencoba menawarkan gorengan yang dijualnya kepada
B1. Ketika A melihat B1 tidur di dalam becaknya A mencoba memberikan nasihat
kepada B1.
Tuturan A pada data (4) di atas mengandung tindak tutur direktif
menasihati . Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif menasihati yaitu
tuturan ”Mencari rejeki kalau tidur terus, rejekinya seret pak”. Tujuan A
mengucapkan tuturan tersebut yaitu A berkeinginan untuk memberikan suatu
nasihat berupa pelajaran baik kepada lawan tuturnya. Maksud Tuturan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
menunjukkan tindak tutur direktif menasihati yang diucapkan oleh A tersebut
adalah A memberikan nasihat kepada B1 untuk meninggalkan kebiasaan buruk
pada diri B1 dan kemudian melakukan sesuatu yang baik. A memberikan nasihat
kepada B1 supaya rajin bekerja, jangan tidur terus karena rejeki tidak akan banyak
kalau tidur terus.
Konteks situasi pada dialog (4) menggambarkan keadaan pada saat
berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi
tersebut, terlihat bahwa A membangunkan B1 yang bekerja sebagai tukang becak
terlihat sedang tidur di dalam becaknya. Tujuan A membangunkan B1 yaitu untuk
menawarkan gorengan yang dijualnya supaya B1 mau membeli gorengan tersebut.
Namun ketika A melihat B1 sedang tidur di dalam becaknya, A kemudian
mengucapkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif menasihati yang
ditujukan kepada B1, yaitu berupa anjuran atau pelajaran baik untuk rajin bekerja
supaya mendapatkan rejeki yang berlimpah. Oleh sebab itulah A menuturkan
tuturan yang berupa tindak tutur direktif menasihati pada data (4) yang bertujuan
untuk memberikan anjuran atau pelajaran baik kepada B1. Dari keseluruhan data
dalam penulisan ini penulis hanya menemukan dua data yang mencerminkan
tindak tutur direktif menasihati, kedua data yang menunjukkan tindak tutur
direktif menasihati tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
3. Menyarankan
Saran adalah pendapat (usul, anjuran, cita-cita) yang dikemukakan untuk
dipertimbangkan. Menyarankan adalah memberikan saran atau pendapat kepada
seseorang untuk dipertimbangkan (KBBI, 2005:999). Tindak tutur menyarankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penutur dalam mengujarkan sesuatu
dengan tujuan untuk memberikan saran atau pendapat kepada mitra tutur untuk
dipertimbangkan. Untuk memperjelas pernyataan diatas, lihatlah pada percakapan
di bawah ini.
(5) Konteks tuturan
Latar : di pinggir jalan, di dekat lubangan, yang berisi air PAM yang
bocor.
Peserta : A, sebagai ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1,
seorang ibu yang sedang mengambil air PAM yang bocor di
pingggir jalan (sekitar 40 tahun)
Tujuan : A memberikan saran kepada B1 supaya membeli gorengan,
karena gorengannya bisa dimakan sambil nonton televisi.
Bentuk tuturan
A : “Lho, nanti dimakan sama anak-anaknya. Makan sore, makan
malam.”
B1 : “Walah, lha terus masakane sendiri buat apa?”
A : “Buat iseng-iseng to ini buk, buat nonton TV, buat cemilan,
gitu to buk, buat diet juga bagus ini buk.”
(RSMT,12,10/03/2010)
Pada dialog (5), A sebagai seorang penjual gorengan menghampiri seorang
ibu yang sedang mengambil air di sebuah lubang yang berisi air PAM yang bocor.
A berusaha membujuk ibu yang dimintai tolong supaya bersedia membantunya,
dengan membeli semua dagangannya. Selain itu A juga berusaha memberikan
saran kepada B1 bahwa gorengannya bisa buat camilan sambil nonton Televisi
Tuturan yang diucapkan oleh A bertujuan menyakinkan lawan tuturnya supaya
mau membantunya.
Tuturan A pada data (5) di atas mengandung tindak tutur direktif
menyarankan. Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif menyarankan
yaitu tuturan ”Buat iseng-iseng to ini buk, buat nonton TV, buat cemilan, gitu
to buk, buat diet juga bagus ini buk” menunjukkan bahwa penutur
mengutarakan pendapat, anjuran, usulan yang ditujukan kepada B1 supaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
menjadi dipertimbangkan supaya B1 bersedia mengerjakan anjurannya. Pendapat
atau usulan yang dimaksudkan oleh A yaitu gorengan yang dijualnya dapat
digunakan untuk iseng-iseng, untuk nonton TV, untuk cemilan, untuk diet juga
bisa.
Konteks situasi pada dialog (5) menggambarkan keadaan pada saat
berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi
tersebut, terlihat bahwa B1 sebagai calon pembeli yang sedang mengambil air
PAM yang bocor di pinggir jalan. Tujuan A mengucapkan tuturan yang
mengandung tindak tutur direktif menyarankan yang ditujukan kepada B1, yaitu
memberikan pendapat, anjuran, usulan yang ditujukan kepada B1 supaya B1
membeli gorengannya dan mempergunakan gorengannya sesuai dengan yang
diusulkan oleh A. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak
tutur direktif menyarankan pada dialog (5) yang bertujuan untuk memberikan
pendapat, anjuran, usulan yang ditujukan kepada B1 supaya menjadi
dipertimbangkan supaya B1 bersedia mengerjakan anjurannya.
Bentuk tuturan yang termasuk dalam tindak tutur direktif menyarankan
dapat pula ditunjukkan pada data (6) berikut.
(6) Konteks tuturan
Latar : di trotoar jalan,
Peserta : A, sebagai ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1,
pemuda yang berjualan mainan anak-anak (sekitar 25 tahun)
Tujuan : A memberikan saran kepada B1 supaya membeli gorengan,
karena bisa buat camilan.
Bentuk tuturan
A : “Makanan mas?”
B1 : “Ndak buk.”
A : “Enak mas, macam-macam mas, sudah makan belum?”
B1 : “Sudah.”
A : “Ini untuk camilan mas, dibeli ya mas.”
B1 : “Pakai uangnya siapa buk?”
(RSMT,24,10/03/2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Pada dialog (6), A sebagai seorang penjual gorengan menghampiri B1
yaitu seorang pemuda yang sedang berjualan mainan anak. A berusaha membujuk
B1 supaya bersedia membantunya, dengan membeli semua gorengannya. Tuturan
yang diucapkan oleh A bertujuan menyakinkan lawan tuturnya supaya mau
membeli semua gorengan yang dijualnya.
Tuturan A pada data (6) di atas mengandung tindak tutur direktif
menyarankan. Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif menyarankan
yaitu tuturan ”Ini untuk camilan mas” menunjukkan bahwa penutur
mengutarakan pendapat, anjuran, usulan yang ditujukan kepada B1 supaya
menjadi dipertimbangkan supaya B1 bersedia mengerjakan anjurannya. Pendapat
atau usulan yang dimaksudkan oleh A yaitu A menyarankan kepada B1 supaya
membeli gorengan dan menggunakan gorengan tersebut untuk camilan.
Konteks situasi pada dialog (6) menggambarkan keadaan pada saat
berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi
tersebut, terlihat bahwa A menghampiri B1 yang sedang berjualan mainan anak di
pinggir jalan dan mencoba membujuk B1 supaya mau membeli gorengan yang
dijualnya. Pada dialog (6) terlihat A mengucapkan tuturan yang mengandung
tindak tutur direktif menyarankan yang ditujukan kepada B1, tujuannya yaitu
memberikan anjuran atau usulan yang ditujukan kepada B1 supaya B1 membeli
gorengannya dan mempergunakan gorengannya sebagai camilan sesuai dengan
yang diusulkan oleh A. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa
tindak tutur direktif menyarankan pada dialog (6) yang bertujuan untuk
memberikan pendapat, anjuran, usulan yang ditujukan kepada B1 supaya menjadi
dipertimbangkan supaya B1 bersedia mengerjakan anjurannya. Dari keseluruhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
data dalam penulisan ini penulis menemukan dua puluh data yang mencerminkan
tindak tutur direktif menyarankan, dua puluh data yang menunjukkan tindak tutur
direktif menyarankan tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
4. Melarang
Melarang adalah memerintahkan supaya tidak melakukan sesuatu atau
tidak memperbolehkan berbuat sesuatu (KBBI, 2005:640). Tindak tutur melarang
adalah tindak tutur yang disampaikan oleh penutur untuk mencegah mitra tutur
melakukan sesuatu. Untuk dapat memahami jenis tindak tutur ini dapat
diperhatikan pada data (7) berikut.
(7) konteks tuturan
Latar : di sebuah taman
Peserta : A, seorang ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1,
seorang ibu (sekitar 45 tahun) yang sedang tidur di dekat gerobak
jualannya.
Tujuan : A melarang B1 supaya B1 tidak menarik tas milik A.
Bentuk tuturan
A : “Ibu tidak tulus kok, ibu minta uang jadi tidak tulus.”
B1 : “Ayo anaknya saya belikan sepatu, (sambil menarik-narik kotak
makanan yang dibawa ibu A).”
A : “Lho lho bu, jangan ditarik.”
B1 :(berkata berbisik-bisik sambil tetap menarik kotak makanan yang
dibawa ibu A)
(RSMT,48,10/03/2010)
Pada dialog (7), A menghampiri dan membujuk B1 supaya bersedia
membeli semua dagangannya. Awalnya B1 menolak membeli gorengan yang
ditawarkan A, namun setelah mengetahui bahwa A merupakan tim Minta tolong,
maka B1 menghampiri A dan kemudian meminta dengan paksa gorengan yang
dibawa A.
Tuturan A yang bercetak tebal pada data (7) di atas mengandung tindak
tutur direktif melarang. Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
melarang yaitu tuturan ”Jangan ditarik.” menunjukkan bahwa A melarang B1
yang sedang melakukan perbuatan yang tercela. Maksud dari tuturan yang
mengandung tindak tutur direktif melarang tersebut yaitu A melarang B1
berusaha menarik tas milik A yang berisi gorengan. Kata „jangan‟ menjadi
penanda lingual tindak tutur direktif dalam bentuk tuturan melarang.
Konteks situasi pada dialog (7) menggambarkan keadaan pada saat
berlangsungnya peristiwa tutur antara A dan B1. Dari konteks situasi tersebut,
terlihat bahwa B1 berusaha merebut tas yang berisi gorengan milik A. Dari situasi
itulah yang melatarbelakangi A mengucapkan tuturan yang mengandung tindak
tutur direktif melarang kepada B1. Maksud A mengucapkan tuturan melarang
tersebut yaitu supaya B1 tidak merebut tas miliknya. Oleh sebab itulah A
menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur direktif melarang pada dialog (7)
bertujuan supaya B1 berhenti melakukan tindakan menarik tas milik A.
Bentuk tuturan yang termasuk dalam tindak tutur direktif melarang dapat
pula ditunjukkan pada data (8) berikut.
(8) konteks tuturan
Latar : di sebuah taman
Peserta : A, seorang ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1,
seorang ibu (sekitar 45 tahun) yang sedang tidur di dekat gerobak
jualannya.
Tujuan : A melarang B1 mengambil tas yang berisi gorengan miliknya.
Bentuk tuturan
A : “Ibu kok memaksa, tidak boleh bu. Jangan bu, ini kan
punyaku, jangan bu ini kan punyaku, Yo....yo sik sebentar-
sebentar.”
B1 : (tetap menarik terus)
A : “Ini kan punyaku.”
(RSMT,50,10/03/2010)
Pada dialog (8), konteks tuturan diketahui bahwa A menghampiri B1 yang
sedang tidur di dekat gerobak jualannya dan kemudian membujuk B1 supaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
bersedia membeli semua dagangannya. Awalnya B1 menolak membeli gorengan
yang ditawarkan A, namun setelah mengetahui bahwa A merupakan tim Minta
tolong, maka B1 menghampiri A dan kemudian meminta dengan paksa tas yang
berisi gorengan yang dibawa A, dengan harapan supaya mendapatkan hadiah dari
Tim Minta Tolong .
Tuturan A yang bercetak tebal pada data (8) di atas mengandung tindak
tutur direktif melarang. Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif
melarang yaitu tuturan ” Jangan bu, ini kan punyaku.” menunjukkan bahwa A
memerintahkan kepada B1 supaya tidak melakukan atau tidak berbuat sesuatu.
Maksud dari tuturan yang mengandung tindak tutur direktif melarang tersebut
yaitu A melarang B1 melakukan perbuatan yang tidak baik, yaitu yang bersikeras
menarik tas miliknya yang berisi gorengan. Kata „jangan‟ menjadi penanda
lingual tindak tutur direktif dalam bentuk tuturan melarang.
Konteks situasi pada dialog (8) menggambarkan keadaan pada saat
berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi
tersebut, terlihat bahwa B1 berusaha merebut tas yang berisi gorengan milik A
dengan paksa. Dari situasi itulah yang melatarbelakangi A mengucapkan tuturan
yang mengandung tindak tutur direktif melarang dua kali berturut-turut kepada
B1, yang menunjukkan bahwa A tindak menyukai tindakan B1. Maksud A
mengucapkan tuturan melarang tersebut yaitu A menginginkan supaya B1 tidak
melakukan tindakan merebut tas yang berisi gorengan, karena tas tersebut adalah
miliknya. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur
direktif melarang pada dialog (8) bertujuan supaya B1 berhenti melakukan
tindakan menarik tas milik A. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
menemukan empat data yang mencerminkan tindak tutur direktif melarang, empat
data yang menunjukkan tindak tutur direktif melarang tersebut ditunjukkan pada
lampiran data.
5. Memperingatkan
Peringatan dalam KBBI adalah nasihat (teguran dsb) untuk
memperingatkan (2005:433). Tuturan peringatan biasanya diucapkan oleh
seseorang penutur secara tegas dan tidak bisa dikompromikan, sehingga lawan
tutur harus mau menerima dan menuruti keinginan penutur. Memperingatkan
adalah memberi peringatan berupa nasihat atau teguran supaya ingat akan
kewajibannya (KBBI, 2005:433). Tindak tutur memperingatkan adalah tindak
tutur yang disampaikan oleh penutur untuk memberi peringatan berupa nasihat
atau teguran supaya mitra tutur ingat akan kewajibannya. Contoh tuturan yang
sesuai dengan pernyataan di atas seperti di bawah ini.
Pada dialog di bawah ini, A memberikan peringatan B1 yang berusaha
merebut tas yang berisi gorengan milik si A.
(9) Konteks tuturan
Latar : di sebuah taman
Peserta : A, seorang ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1,
seorang ibu (sekitar 45 tahun) yang sedang tidur di dekat gerobak
jualannya.
Tujuan : A memperingatkan B1 supaya B1 tidak mengambil tas miliknya
dengan paksa
Bentuk tuturan
A : “Jangan....jangan bu, mau saya jual di sana bu.”
B1 : (tepat bersikeras menarik kotak makanan ibu A)
(kedua ibu tadi saling tarik menarik, sampai ibu A terjatuh. Ibu
yang dimintai tolong membawa kotak makanan itu ke tempatnya
berjualan. Dan memasukkan kotak makanannya ke dalam
gerobaknya.)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
A : “Ibu kok memaksa, tidak boleh bu. Jangan bu, ini kan
punyaku, jangan bu ini kan punyaku. Yo....yo sik sebentar-
sebentar.”
B1 : (tetap menarik terus)
(RSMT,49,10/03/2010)
Tuturan A yang bercetak tebal pada data (9) di atas mengandung tindak
tutur direktif memperingatkan Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif
memperingatkan yaitu tuturan ”Ibu kok memaksa, tidak boleh bu”
menunjukkan bahwa A memberikan teguran kepada B1 supaya tidak melakukan
memaksa karena itu merupakan tindakan yang tidak baik. Maksud dari tuturan
yang mengandung tindak tutur direktif memperingatkan tersebut yaitu A
memberikan teguran kepada B1 supaya B1 tidak memaksanya untuk memberikan
tas yang berisi gorengan miliknya. Kata „tidak boleh‟ menjadi penanda lingual
tindak tutur direktif dalam bentuk tuturan memperingatkan.
Konteks situasi pada dialog (9) menggambarkan keadaan pada saat
berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi
tersebut, terlihat bahwa B1 berusaha merebut tas yang berisi gorengan milik A.
Dari situasi itulah yang melatarbelakangi A mengucapkan tuturan yang
mengandung tindak tutur direktif memperingatkan yang ditujukan kepada B1.
Maksud A mengucapkan tuturan memperingatkan tersebut yaitu A memberikan
teguran kepada B1 supaya B1 ingat bahwa tindakan memaksa seseorang untuk
memberikan hak milik orang tersebut adalah perbuatan tidak boleh dilakukan.
Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur direktif
memperingatkan pada dialog (9) bertujuan supaya B1 berhenti memaksa A untuk
memberikan tas yang berisi gorengan milik A kepada B1 karena itu merupakan
perbuatan yang tidak baik dan tidak boleh dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Bentuk tuturan yang termasuk dalam tindak tutur direktif memperingatkan
dapat pula ditunjukkan pada data (10) berikut.
(10) Konteks tuturan
Latar : di depan toko kasur
Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang sedang menukarkan
tikar miliknya yang sudah sobek-sobek dengan tikar yang lebih
baik dan seorang ibu penjual kasur (B1) sekitar 40 tahun dan laki-
laki yang dimintai tolong (B2) sekitar 40 tahun, serta ibu-ibu yang
ikit serta dalam dialog (B3) dan (B4)
Tujuan : A memperingatkan B2 supaya B2 tidak membakar tikar miliknya.
Bentuk tuturan
A : “Kalau tikar, ibu punya?, saya punya tikar, tikare saya rusak, ibu
punya tikar?”
B1 : “Ndak (menggelengkan kepala).”
B2 : “Itu tikarnya?”
A : “Ya.”
B2 : “O bakar aja disini (sambil mengambil sesuatu disaku bajunya).”
A : “O ndak boleh, Masak mau dibakar? ”
B2 : (mendekat ke arah nenek tadi, sambil meminta tiker nenek tadi
untuk dibakar)
(RSMT,61,23/03/2010)
Dialog (10) diambil dari tayangan RSMT yang bertema “Menukar tikar
yang sobek-sobek dengan tikar yang baik”. Pada dialog tersebut terlihat bahwa A
yang sedang berusaha membujuk B1 supaya bersedia menukar tikarnya dengan
tikar yang baik, mendapat perlakuan yang kurang baik dari B2. A melakukan
pembelaan dan perlawanan terhadap sikap B2 tersebut dengan tuturanya.
Tuturan A yang bercetak tebal pada dialog (10) di atas mengandung
tindak tutur direktif memperingatkan Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur
direktif memperingatkan yaitu tuturan ”o ndak boleh” menunjukkan bahwa A
memberikan teguran kepada B1 supaya tidak melakukan tindakan yang kurang
baik. Maksud dari tuturan yang mengandung tindak tutur direktif memperingatkan
tersebut yaitu A memberikan teguran kepada B1 supaya B1 tidak membakar tikar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
yang dibawanya. Kata „tidak boleh‟ menjadi penanda lingual tindak tutur direktif
dalam bentuk tuturan memperingatkan.
Konteks situasi pada dialog (10) menggambarkan keadaan pada saat
berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi
tersebut, terlihat bahwa B1 berusaha merebut tikar yang dibawa oleh A. Dari
situasi itulah yang melatarbelakangi A mengucapkan tuturan yang mengandung
tindak tutur direktif memperingatkan yang ditujukan kepada B1. Maksud A
mengucapkan tuturan memperingatkan tersebut yaitu A memberikan teguran
kepada B1 supaya B1 ingat bahwa tindakan yang akan dilakukan adalah perbuatan
yang tidak terpuji. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak
tutur direktif memperingatkan pada dialog (10) bertujuan supaya B1
menghentikan niatnya untuk menarik dan membakar tikar miliknya karena itu
merupakan perbuatan yang tidak baik dan tidak boleh dilakukan. Dari keseluruhan
data dalam penulisan ini penulis menemukan empat data yang mencerminkan
tindak tutur direktif memperingatkan, empat data yang menunjukkan tindak tutur
direktif memperingatkan tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
6. Mengingatkan
Mengingatkan adalah memberi atau menjadikan ingat atau terkenang
kepada sesuatu hal (KBBI, 2005: 433). Tindak tutur mengingatkan adalah tindak
tutur yang dilakukan penutur dalam mengujarkan suatu tuturan dengan tujuan
memberitahu kepada mitra tutur untuk mengingat atau terkenang kepada sesuatu
hal. Hal ini dapat dilihat pada data berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
(11) Konteks tuturan
Latar : di depan toko kasur
Peserta : nenek peminta tolong (sekitar 55 tahun) (A), seorang ibu
penjual kasur (B1) sekitar 40 tahun dan laki-laki yang
dimintai tolong (B2) sekitar 40 tahun, serta ibu-ibu yang
ikut serta dalam dialog (B3) dan (B4)
Tujuan : Peminta tolong membujuk orang yang dimintai tolong
supaya mau menukar tikarnya yang sobek-sobek dangan
tikar baru
Bentuk tuturan
B2 : (menarik tikar nenek tadi, dan ingin membakanya)
A : “E jangan, ( sambil menarik tikarnya berlawanan arah dengan
bapak yang ingin membakarnya tikarnya).”
B3 : “Jangan pak ( membantu nenek tadi) (larangan).”
A : “Kamu kok seperti itu (sambil menjewer telinga bapak tadi).”
B2 : (tersenyum sambil memegang telinganya)
A : “Ada hukumannya ya mbakar orang tidak salah, kalau saya
pencuri saya salah, saya mau tukar kok mau dibakar.”
(RSMT,64,23/03/2010)
Dialog (11) diambil dari tayangan RSMT yang bertema “Menukar tikar
yang sobek-sobek dengan tikar yang baik”. A yang sedang berjalan sambil
membawa tikar yang sobek-sobek menghampiri B1 dan B2 yang sedang berada di
toko kasur miliknya, dan kemudian A membujuknya supaya bersedia menukar
tikarnya dengan tikar yang baik. Pada dialog (11), terlihat A menuturkan sesuatu
hal supaya B2 ingat mengenai sesuatu, karena A merasa tindakan yang dilakukan
B2 kurang baik.
Tuturan A pada data (11) di atas mengandung tindak tutur direktif
mengingatkan . Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif mengingatkan
yaitu tuturan ”Ada hukumannya ya mbakar orang tidak salah”. Tujuan A
mengucapkan tuturan tersebut yaitu A berkeinginan untuk mengingatkan B1
mengenai suatu hal. Maksud Tuturan yang menunjukkan tindak tutur direktif
mengingatkan yang diucapkan oleh A tersebut adalah A mengingatkan kepada B1
bahwa tindakan yang dilakukannya merupakan tindakan yang kurang terpuji. A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
mengingatkan B1 bahwa tindakan membakar orang yang tidak bersalah
merupakan tindakan yang kurang baik, dan pasti ada hukumannya bagi yang
melakukan tindakan tersebut.
Konteks situasi pada dialog (11) menggambarkan keadaan pada saat
berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi
tersebut, terlihat bahwa A tidak menyukai tindakan B1. Dari situasi itulah yang
melatarbelakangi A mengucapkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif
mengingatkan yang ditujukan kepada B1. Tujuanya A mengucapkan tuturan yang
mengandung tindak tutur direktif mengingatkan supaya B1 menjadi ingat akan
sesuatu hal. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur
direktif mengingatkan pada data (11) yang bertujuan untuk memberikan anjuran
atau pelajaran baik kepada B1. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis
hanya menemukan satu data yang mencerminkan tindak tutur direktif
mengingatkan, satu data yang menunjukkan tindak tutur direktif mengingatkan
tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
7. Membujuk
Membujuk adalah usaha untuk menyakinkan seseorang bahwa yang
dikatakannya benar (untuk memikat hati) atau dapat juga disebut sebagi usaha
untuk merayu (KBBI, 2005:171). Tindak tutur membujuk merupakan tindak tutur
yang dilakukan penutur untuk menyakinkan lawan tuturnya bahwa yang
dikatakannya benar. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan pada data berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
(12) Konteks tuturan
Latar : di depan sebuah gedung yang baru diperbaiki
Peserta : A, seorang ibu penjual gorengan (berusia sekitar 40 tahun) dan
B1, laki-laki (berusia sekitar 30 tahun) yang bekerja sebagai
tukang bangunan
Tujuan : A berusaha membujuk B1 supaya mau membeli semua gorengan
yang dijualnya.
Bentuk tuturan
A : “Mbok ya dibeli to pak, biar saya cepat pulang, anak saya tu
mau minta sepatu pak, dibeli ya pak! Mau pak? diborong pak kalau
mau, mau ya pak ya, biar saya cepat pulang pak, ya pak.”
B1 : “Uang siapa?”
A : “Masak nggak punya uang to pak. Lho macem-macam lho pak,
mau saya belikan sepatu anak saya e mas, tadi tu nangis.”
(RSMT,02,10/03/2010)
Dialog (12) diambil dari tayangan RSMT yang bertema “Menjual Semua
Gorengan untuk dibelikan sepatu”. A yang sedang berjalan sambil membawa
gorengan yang dijualnya, menghampiri dua orang laki-laki yang sedang bekerja
sebagai tukang bangunan di depan sebuah gedung, dan kemudian membujuk B1
supaya bersedia membeli semua jualannya, karena uang hasil jualannya akan
dibelikan sepatu buat anaknya.
Tuturan A pada data (12) di atas mengandung tindak tutur direktif
membujuk . Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif membujuk yaitu
tuturan ”Mbok ya dibeli to pak”. Tujuan A mengucapkan tuturan tersebut yaitu
A bermaksud memerintahkan secara halus B1 untuk untuk melakukan sesuatu.
Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif membujuk tersebut dapat
diartikan A membujuk B1 untuk membeli semua gorengan yang dijual oleh A.
Penggunaan kata kerja pasif “dibeli” yang didahului dengan kata “mbok” pada
tuturan ”mbok ya dibeli to pak” bertujuan memperhalus tuturan yang bermaksud
memerintah tersebut. Dari penanda lingual berupa kata kerja pasif “dibeli” yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
didahului dengan kata “mbok”, menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan
tindak tutur direktif dalam bentuk tuturan membujuk.
Konteks situasi pada dialog (12) menggambarkan keadaan pada saat
berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi
tersebut, terlihat bahwa A sebagai seorang penjual gorengan menggunakan tindak
tutur direktif membujuk untuk menyakinkan B1 sebagai calon pembeli supaya
bersedia membeli semua gorengan yang dijualnya. Tindak tutur direktif membujuk
yang dituturkan oleh A dilatarbelakangi oleh keinginan A yang menginginkan
menjual gorengannya sampai habis karena uang hasil penjualan gorengannya akan
digunakan untuk membeli sepatu anaknya. Oleh sebab itulah A menuturkan
tuturan yang berupa tindak tutur direktif membujuk pada data (12) yang bertujuan
untuk menyakinkan B1 untuk bersedia membeli semua gorengan yang dijualnya
secara halus tanpa menyinggung perasaannya.
Bentuk tuturan yang termasuk dalam tindak tutur direktif membujuk dapat
pula ditunjukkan pada data (13) berikut.
(13) Konteks tuturan
Latar : di pinggir jalan
Peserta : Peminta tolong (seorang bapak tuna netra berusia sekitar
45 tahun) dan target penolong (seorang perempuan penjual
sate berusia sekitar 35 tahun (B1).
Tujuan : Peminta tolong membujuk target penolong supaya mau
mencarikan kayu untuknya.
Bentuk tuturan
A : “Saya cariin kayu saja.”
B1 : “Di sini tidak ada kayu, ndak pa pa.”
A : “Ndak, (sambil melipat tongkatnya dan menyerahkannya kepada
penjual sate), ndak, ndak.”
B1 : “Udah ndak pa pa, udah ndak pa pa.”
(RSMT,82,05/04/2010)
Dialog (13) diambil dari tayangan RSMT yang bertema “Menjual Tongkat
untuk dibelikan Obat”. A yang sedang berjalan sambil membawa tongkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
menghampiri B1, dan membujuknya supaya bersedia membeli tongkat, karena
uang hasil menjual tongkat akan dibelikan obat buat cucunya.
Tuturan A pada data (13) di atas mengandung tindak tutur direktif
membujuk . Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif membujuk yaitu
tuturan ”Saya cariin kayu saja.”. Tujuan A mengucapkan tuturan tersebut yaitu
A bermaksud membujukan B1 supaya bersedia melakukan sesuatunya. Tuturan A
yang menunjukkan tindak tutur direktif membujuk tersebut dapat diartikan A
membujuk B1 untuk mencarikan kayu. Penggunaan kata “cariin” dimaksudkan
untuk memperhalus tuturan yang bermaksud memerintah tersebut. Kata kerja
pasif tersebut menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tindak tutur
direktif dalam bentuk tuturan membujuk.
Konteks situasi pada dialog (13) menggambarkan keadaan pada saat
berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi
tersebut, terlihat bahwa A menggunakan tindak tutur direktif membujuk supaya B1
bersedia mencarikan kayu buat pengganti tongkat yang telah dijualnya. Tindak
tutur direktif membujuk yang dituturkan oleh A dilatarbelakangi oleh keinginan A
supaya B1 mencarikan kayu buat pengganti tongkat yang telah dijualnya secara
halus tanpa menyinggung perasaan B1. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan
yang berupa tindak tutur direktif membujuk pada data (13) yang bertujuan untuk
menyakinkan B1 supaya bersedia mencarikan kayu untuk membantunya berjalan
secara halus tanpa menyinggung perasaannya. Dari keseluruhan data dalam
penulisan ini penulis menemukan lima puluh satu data yang mencerminkan tindak
tutur direktif membujuk, lima puluh satu data yang menunjukkan tindak tutur
direktif membujuk tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Dalam penulisan ini ditemukan 7 jenis tindak tutur direktif yang digunakan
oleh A dalam mengutarakan maksudnya terhadap lawan tutur. Seperti yang telah
diuraikan diatas kelima tindak tutur direktif tersebut yaitu meminta, menasihati,
menyarankan, melarang, memperingatkan, mengingatkan dan membujuk. A
dalam RSMT biasanya selalu berperan sebagai seseorang dari kalangan kurang
mampu, yang menguji kebaikan dari B1 maupun B2 apakah mereka mau
membantunya. Oleh sebab itulah A menggunakan tindak tutur direktif yang
berfungsi untuk membujuk B1 maupun B2 untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan keinginan dan maksud dari A. Penggunaan kelima jenis Tindak tutur
direktif yang digunakan oleh A dalam RSMT tersebut sangat dipengaruhi oleh
konteks, jarak sosial antara A dan B1 maupun B2. Konteks memang sangat
berpengaruh dalam proses kemunculan sebuah tuturan. pengaruh jarak sosial
dalam kemunculan kelima jenis tidak tutur direktif yang digunakan oleh A dalam
RSMT, yaitu jauhnya jarak sosial antara A dan B1 maupun B2 yang disebabkan
oleh tidak saling kenal antara keduanya, menyebabkan A menggunakan tindak
tutur direktif yang berfungsi meminta, menasihati, menyarankan, melarang,
memperingatkan, mengingatkan dan membujuk. Dari keseluruhan data dalam
penulisan ini, bentuk tuturan yang mengandung tindak tutur direktif membujuk
sering sekali digunakan oleh A dalam mengutarakan maksud atau keinginannya,
ditunjukan dengan ditemukannya lima puluh satu data yang mencerminkan tindak
tutur direktif membujuk. Keenam bentuk tindak tutur direktif lainnya seperti
meminta, menasihati, menyarankan, melarang, memperingatkan, dan
mengingatkan jarang digunakan oleh penutur dalam mengutarakan maksud atau
keinginannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
C. Analisis Strategi Kesantunan Negatif yang dilakukan oleh
Peminta Tolong (A) dalam RSMT
Tuturan yang terdapat dalam RSMT ini sebagian besar berisi tuturan
permintaan tolong dari A terhadap B1, dan juga tanggapan dari B1 terhadap
maksud A. Tuturan dari A dalam RSMT bertujuan membujuk orang yang belum
pernah dikenal oleh A, supaya bersedia menolongnya sebagian besar diungkapkan
dengan tindak tutur direktif. Tuturan yang mengandung tindak tutur direktif yang
dilakukan oleh A tersebut, terkadang dapat mengancam muka negatif B1, karena
tindakan A tersebut mengganggu kebebasan B1 untuk melakukan sesuatu.
Seorang penutur, sebaiknya menggunakan beberapa bentuk strategi kesantunan
untuk mengurangi resiko ancaman muka negatif terhadap lawan tuturan. Dalam
RSMT penulis menemukan lima bentuk strategi kesantunan negatif yang
digunakan oleh A, untuk mengurangi potensi ancaman muka negatif B1. Kelima
strategi itu yaitu (a) strategi 1, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak
langsung, (b) strategi 2, yaitu menggunakan pertanyaan berpagar, (c) strategi 4,
yaitu meminimalkan paksaan, (d) strategi 5, yaitu memberi penghormatan, (e)
strategi 7, yaitu menghindari penyebutkan penutur dan lawan tutur.
Dalam RSMT penulis juga menemukan lima bentuk kombinasi strategi
kesantunan negatif yang digunakan oleh A, untuk mengurangi potensi ancaman
muka negatif B1. Kelima kombinasi strategi itu yaitu (a) strategi 1 dan strategi 5,
yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung dan memberi penghormatan,
(b) strategi 1 dan strategi 7, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung
dan menghindari penyebut penutur dan lawan tutur, (c) strategi 2 dan strategi 5,
yaitu menggunakan pertanyaan berpagar‟ dan memberi penghormatan, (d) strategi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
4 dan strategi 5, yaitu meminimalkan paksaan dan memberi penghormatan, serta
(e) strategi 1 strategi 4, dan strategi 7, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak
langsung, meminimalkan paksaan dan menghindari penyebutkan penutur dan
lawan tutur. Penjelasan mengenai kelima kombinasi strategi yang digunakan oleh
A tersebut sebagai berikut.
1. Strategi 1: Menggunakan Ungkapan secara Tidak Langsung
Strategi ini merupakan jalan keluar bagi dua keadaan yang saling
bertentangan satu sama lain, yakni keinginan untuk tidak menekan penutur di satu
sisi dan keinginan untuk menyatakan pesan secara langsung tanpa bertele-tele
serta jelas maknanya disisi lain. Oleh karena itu, strategi ini menempuh cara
penyampaian pesan secara tidak langsung namun makna pesan harus jelas dan
tidak ambigu berdasarkan konteksnya. Maksud dari penerapan strategi 1 ini yaitu
dalam mengungkapkan suatu keinginannya, penutur menggunakan tuturan secara
tidak langsung namun pesan jelas dan tidak ambigu berdasarkan konteksnya agar
lawan tutur melakukan suatu tindakan yang diinginkannya, misalnya seperti
contoh di bawah ini.
(14) Konteks tuturan
Latar : di sebuah taman
Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya
yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang ibu
(sekitar 45 tahun) yang sedang tidur di dekat gerobak jualannya.
Tujuan : A meminta bantuan kepada B1
Bentuk tuturan
B1 : (bangun dari tidurnya, diam saja sambil melihat kanan dan kiri)
A : “Saya minta bantuannya, empat puluh ribu, untuk membelikan
sepatu anak saya bu, kalau ibu tidak mau, ya sudah terima kasih bu,
maaf ngganggu tidurnya bu (lalu pergi meninggalkan ibu yang
dimintai tolong tadi).”
(RSMT,47,10/03/2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Pada dialog (14), tuturan A mengandung tindak tutur direktif meminta
yang berpotensi mengancam muka negatif B1. Pada tuturan tersebut A melakukan
tindakan yang berpotensi mengancam muka negatif B1 dengan cara menuturkan
keinginannya secara tidak langsung supaya B1 memenuhi permintaannya. Tuturan
yang menunjukkan tuturan A mengandung tindak tutur direktif meminta yang
berpotensi mengancam muka negatif B1 yaitu tuturan “Saya minta
bantuannya”. Sisipan kata „minta‟ pada tuturan permintaan pada dialog (14)
menunjukkan adanya keinginan A untuk meminta secara tidak langsung dan
keinginan untuk tidak memaksa B1 atas permintaan dari A. Dalam tuturan
tersebut A menggunakan strategi 1 ini karena ingin menyelamatkan muka B1.
Contoh lain yang juga menggambarkan penggunaan strategi 1, dapat dilihat
seperti pada dialog (15) dibawah ini.
(15) Konteks tuturan
Latar : ketika hujan turun di sebuah warung makan,
Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya
yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang
laki-laki (sekitar 35 tahun) yang sedang bermain catur
Tujuan : A meminta B1 supaya B1 mau menolongnya menukar tikarnya
yang sobek-sobek dengan tikar baru
Bentuk tuturan
A : “Kalau punya tikar, ini tolong ditukar pak. Buat tidur gatal,
sudah sobek-sobek. Ndak bisa pak?”
B1 : “Tidak punya.”
A : “Bapak mengusahakan, bisa kan? ini untuk tidur saya sudah gatal,
saya minta yang baru.”
(RSMT,55,23/03/2010)
Pada dialog (15), tuturan yang bercetak tebal mengandung tindak tutur
direktif meminta yang berpotensi mengancam muka negatif B1. Pada tuturan
tersebut A melakukan tindakan yang berpotensi mengancam muka negatif B1
dengan cara menuturkan keinginannya secara tidak langsung supaya B1
menolongnya yaitu dengan bersedia menukar tikar yang dibawa A.. Dalam tuturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
yang bercetak tebal pada (15), tuturan yang menunjukkan penggunaan strategi 1,
yaitu tuturan “Ini tolong ditukar pak”. Maksud dari tuturan itu adalah A
meminta BI untuk menukar tikarnya dengan tikar yang lebih baik. Sisipan kata
„tolong‟ pada tuturan yang mengandung tindak tutur direktif meminta diatas pada
dialog (15) tersebut menunjukkan adanya keinginan A untuk meminta BI untuk
menukar tikarnya dengan tikar yang lebih baik secara tidak langsung atas
permintaan dari A. Dalam tuturan tersebut A menggunakan strategi 1 ini karena
ingin menyelamatkan muka B1. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis
menemukan tiga data yang menunjukkan penerapan kesantunan negatif strategi 1,
tiga data tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
2. Strategi 2: Menggunakan Pertanyaan Berpagar
Kata berpagar berisi leksikal atau frasa yang berfungsi menghindari
memberikan isi proposisi yang tertentu dan berfungsi memberi pilihan kepada
petutur untuk menetapkan pilihan sendiri. Definisi ini sejalan dengan definisi yang
dikemukakan Kasper dan House di dalam Watts (2003) (dalam Sri Minda Murni,
2009: 186-187) menyatakan kata berpagar sebagai the avoidance of giving a
precise propositional content and living an option open to the addressee to
impose his/her own intent (183). Dengan demikian fungsi kata berpagar
menghindari memberikan isi proposisi yang tertentu sehingga penutur dapat
memberi pilihan kepada lawan tutur untuk menentukan pilihannya sendiri.
Contoh penerapan strategi ini dapat ditunjukkan pada dialog (16) di bawah ini:
(16) Konteks Tuturan
Latar : ketika hujan turun di sebuah warung makan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya
yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang
laki-laki (sekitar 35 tahun) yang sedang bermain catur
Tujuan : A membujuk B1 supaya mau menukar tikar milik A yang sobek-
sobek dengan tikar baru
Bentuk tuturan
A : “Kalau punya tikar, ini tolong ditukar pak. Buat tidur gatal, sudah
sobek-sobek. Ndak bisa pak?”
B1 : “Tidak punya.”
A : “Bapak mengusahakan, bisa kan? ini untuk tidur saya sudah
gatal, saya minta yang baru.”
(RSMT,56,23/03/2010)
Pada dialog (16), tuturan A yang bercetak tebal menunjukkan bahwa
menunjukkan A mengutarakan maksudnya dengan tindak tutur direktif membujuk.
Tuturan yang mengandung tindak tutur direktif membujuk yaitu tuturan “Bapak
mengusahakan, bisa kan?”. Maksud A mengucapakan tuturan tuturan tersebut
yaitu untuk membujuk BI untuk mengusahakan mencari pengganti tikarnya yang
rusak dengan tikar baru. Tuturan yang mengandung tindak tutur direktif
membujuk yang diucapkan oleh A tersebut berpotensi mengancam muka negatif
B1, karena dengan tuturan direktif membujuk tersebut A membatasi kebebasan B1
dalam bertindak. Untuk menyelamatkan muka negatif B1, A menggunakan bentuk
pertanyaan berpagar seperti terlihat pada tuturan permintaan tersebut. Penggunaan
bentuk pertanyaan berpagar untuk menyelamatkan muka negatif B1 merupakan
bentuk penerapan kesantunan negatif strategi 2. Dari keseluruhan data dalam
penulisan ini penulis hanya menemukan satu data yang menunjukkan penerapan
kesantunan negatif strategi 2, data tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
3. Strategi 4: Meminimalkan Paksaan
Kesantunan negatif juga dapat diketahui dari aplikasi strategi 4 menurut
Brown dan Levinson, dengan cara mengurangi kekuatan atau daya ancaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
terhadap muka lawan tutur. Contoh penerapan strategi 4, dapat dilihat pada dialog
(17) di bawah ini.
(17) Konteks Tuturan
Latar : di pinggir jalan
Peserta : A, sebagai ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1,
seorang pemuda yang sedang berjualan burung (sekitar 25 tahun)
Tujuan : A membujuk B1 supaya B1 bersedia memborong gorengan yang
dijual oleh A.
Bentuk tuturan
A : “Lha tambah ini mas?”
B1 : “Tidak.”
A : “Mbok diborong mas, kalau bisa.”
(RSMT,22,10/03/2010)
Pada dialog (17), tuturan A yang bercetak tebal mengandung tindak tutur
direktif membujuk. Tuturan A mengandung tindak tutur direktif membujuk
tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1. Tuturan yang yang dimaksud
yaitu tuturan “Mbok diborong mas, kalau bisa”. Tuturan A tersebut berpotensi
mengancam muka negatif B1 karena A membatasi ruang gerak B1 dalam
menentukan tindakannya, dengan cara membujuk BI untuk membeli semua
gorengan yang dijualnya. Kata “mbok” yang digunakan A dalam tuturan
mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut berfungsi untuk
meminimalkan paksaan terhadap B1. Usaha meminimalkan paksaan dengan
menggunakan kata “mbok” tersebut dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka
negatif B1. Penggunaan bentuk meminimalkan paksaan yang digunakan A untuk
menyelamatkan muka negatif B1 merupakan bentuk penerapan kesantunan negatif
strategi 4. Contoh lain yang juga menggambarkan penggunaan strategi 4, dapat
dilihat seperti pada dialog (18) dibawah ini.
(18) Konteks Tuturan
Latar : di trotoar jalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya
yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang
perempuan yang ditemui di trotoar jalan (berusia sekitar 35 tahun)
Tujuan : A membujuk B1 supaya mau menukar tikar milik A yang sobek-
sobek dengan tikar baru
Bentuk tuturan
A : “Mbak, mau kemana mbak?”
B1 : “(menunjuk arah yang akan dia tuju) Mau kerja, memangnya
kenapa?”
A : “Saya punya tikar mbok ditukar mbak? Buat tidur, ditukar
dengan yang baru, saya tidur tu gatal.”
B1 : “Belum gajian saya.”
(RSMT,68,23/03/2010)
Pada dialog (18), tuturan A yang bercetak tebal mengandung tindak tutur direktif
membujuk. Tuturan A mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut
berpotensi mengancam muka negatif B1. Tuturan yang yang dimaksud yaitu
tuturan “Saya punya tikar mbok ditukar mbak?”. Tuturan A tersebut
berpotensi mengancam muka negatif B1 karena A membatasi ruang gerak B1
dalam menentukan tindakannya, dengan cara membujuk BI untuk menukar
tikarnya yang sudah sobek-sobek dengan tikar yang baik. Kata “mbok” yang
digunakan A dalam tuturan mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut
berfungsi untuk meminimalkan paksaan terhadap B1. Usaha meminimalkan
paksaan dengan menggunakan kata “mbok” tersebut dimaksudkan A untuk
menyelamatkan muka negatif B1. Penggunaan bentuk meminimalkan paksaan
yang digunakan A untuk menyelamatkan muka negatif B1 merupakan bentuk
penerapan kesantunan negatif strategi 4. Dari keseluruhan data dalam penulisan
ini penulis menemukan enam data yang menunjukkan penerapan kesantunan
negatif strategi 4, enam data tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
4. Strategi 5: Memberi Penghormatan
Menurut Brown dan Levinson (1987: 178) realisasi dari memberikan
penghormatan terhadap pendengar ada dua jenis yang hubungan keduanya mirip
dengan dua sisi mata uang. Pertama, penutur merendahkan dan mengabaikan
dirinya dihadapan pendengar; kedua, penutur meninggikan posisi pendengar yang
merupakan pemenuhan keinginan wajah positif manusia yakni untuk diperlakukan
lebih tinggi. Dari kedua cara ini, yang dilakukan penutur sebenarnya adalah
memberikan penghormatan kepada pendengar. Pemberian hormat kepada lawan
tutur pada suatu tuturan, dapat menjadi salah satu cara mengurangi potensi
ancaman terhadap muka negatif lawan tutur, yang merupakan suatu bentuk
perwujudan dari kesantunan nehatif, aplikasi strategi 5. menurut Brown dan
Levinson, penjelasan mengenai bentuk kesantunan negatif aplikasi strategi 5,
ditunjukkan pada contoh di bawah ini.
(19) Konteks tuturan
Latar : di pinggir jalan
Peserta : A, sebagai ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1, B2,
laki-laki yang sedang membuat tenda untuk berjualan (sekitar 35
tahun).
Tujuan : A membujuk B1 supaya bersedia membeli semua gorengan yang
dijual A
Bentuk tuturan
B1 : “Saya tidak mempunyai uang kok.”
A : (pergi ke orang lain)
A : “Bapak tadi temennya tidak mau, dibeli bapak saja ya.”
B2 : “Ditawarkan ke bapak itu saja.”
(RSMT,38,10/03/2010)
Pada dialog (19), tuturan A yang dicetak tebal mengandung tindak tutur
direktif meminta. Tuturan A tersebut berpotensi mengancam muka negatif lawan
tutur, karena A membatasi tindakan B1 dengan meminta B1 supaya melakukan
sesuatu hal. Untuk menyelamatkan muka B1 atas tidakan pengancaman muka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
yang dilakukannya, A menggunakan bentuk penghormatan dalam menuturkan
tuturan yang mengandung tindak tutur direktif meminta tersebut. Penggunaan
bentuk penghormatan tersebut ditunjukkan dengan penggunaan sebutan pak atau
bapak yang menunjukkan bahwa A meninggikan posisi B2. A memberi
penghormatan terhadap B2 dengan sebutan bapak, yang menunjukkan bahwa A
menganggap B2 seperti bapaknya sendiri sebagai wujud hormat. Penggunaan
bentuk penghormatan untuk menyelamatkan muka negatif B1 dalam menuturkan
tuturan yang mengandung tindak tutur direktif meminta yang diucapkan oleh A
tersebut merupakan penerapan kesantunan negatif strategi 5. Contoh lain dapat
juga ditunjukkan pada dialog (20) di bawah ini.
(20) Konteks tuturan
Latar : di sebuah taman
Peserta : A, sebagai ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1,
seorang ibu (sekitar 45 tahun) yang sedang tidur di dekat gerobak
jualannya.
Tujuan : membangunkan ibu tadi, dan membujuk ibu tadi untuk
memborong jajanan yang dijual ibu A
Bentuk tuturan
A : “Jangan....jangan bu, mau saya jual di sana bu.”
B1 : (tepat bersikeras menarik kotak makanan ibu peminta tolong.)
(kedua ibu tadi saling tarik menarik, sampai ibu peminta tolong
terjatuh. Ibu yang dimintai tolong membawa kotak makanan itu ke
tempat yang berjualannya tadi. Dan memasukkan kotak
makanannya ke dalam gerobaknya.)
A : “Ibu kok memaksa, tidak boleh bu. Jangan bu, ini kan
punyaku, jangan bu ini kan punyaku. Yo....yo sik sebentar-
sebentar.”
B1 : (tetap menarik terus)
(RSMT,49,10/03/2010)
Pada dialog (20), tuturan A mengandung tindak tutur direktif
memperingatkan. Tuturan A tersebut berpotensi mengancam muka negatif lawan
tutur, karena A membatasi tindakan B1 dengan memperingatkan B1 supaya tidak
melakukan sesuatu hal. Untuk menyelamatkan muka B1 atas tidakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
pengancaman muka yang dilakukannya, A menggunakan bentuk penghormatan
dalam menuturkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif
memperingatkan tersebut. Bentuk penghormatan ditunjukkan dengan penggunaan
kata sebutan bu atau ibu. Penggunaan sebutan bu atau ibu tersebut menunjukkan
bahwa A meninggikan posisi B1 dengan menganggap B1 seperti ibunya sendiri
dengan tujuan untuk menyelamatkan muka B1 atas tidakan pengancaman muka
yang dilakukannya.
Penggunaan bentuk penghormatan dalam menuturkan tuturan yang
mengandung tindak tutur direktif memperingatkan tersebut merupakan penerapan
kesantunan negatif strategi 5. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis
menemukan empat puluh dua data yang menunjukkan penerapan kesantunan
negatif strategi 5, empat puluh dua data tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
5. Strategi 7: Menghindari Penyebutan Penutur dan Lawan Tutur
Kesantunan negatif dapat diwujudkan dengan mengkomunikasikan kepada
lawan tutur, bahwa penutur tidak bermaksud memaksanya, yang dapat
ditunjukkan dengan menghindari penggunaan pronominal kedua atau memakai
bentuk impersonal yaitu dengan tidak menyebutkan penutur dan pendengar.
Strategi yang digunakan untuk mengurangi daya ancaman terhadap muka negatif
lawan tutur tersebut merupakan bentuk aplikasi dari kesantunan negatif strategi 7.
penjelasannya seperti contoh berikut.
(21) Konteks tuturan
Latar : ketika hujan turun di sebuah warung makan,
Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya
yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang
laki-laki (sekitar 35 tahun) yang sedang bermain catur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Tujuan : A meminta B1 supaya B1 menukar tikarnya yang sobek-sobek
dengan tikar baru
Bentuk tuturan
A : “Kalau punya tikar, ini tolong ditukar pak. Buat tidur gatal, sudah
sobek-sobek. Ndak bisa pak?”
B1 : “Tidak punya.”
A : “Bapak mengusahakan, bisa kan? ini untuk tidur saya sudah gatal,
saya minta yang baru.”
(RSMT,57,23/03/2010)
Pada dialog (21), tuturan A mengandung tindak tutur direktif meminta.
Tuturan A tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1, karena A meminta
B1 supaya melakukan sesuatu hal untuknya, yaitu meminta B1 memberikan tikar
yang masih baik kepadanya. Untuk menyelamatkan muka B1 atas tidakan
pengancaman muka yang dilakukannya, A tidak menyebutkan lawan tuturnya
dalam menuturkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif meminta
tersebut. Penyelamatan terhadap muka negatif B1 yang dilakukan oleh A yaitu
dengan cara menghindari penggunaan pronominal kedua atau memakai bentuk
impersonal yaitu dengan tidak menyebutkan lawan dalam menuturkan tuturan
yang mengandung tindak tutur direktif meminta. Cara untuk menyelamatkan
muka negatif B1 yang dilakukan oleh A tersebut merupakan penerapan
kesantunan negatif strategi 7. Contoh lain penerapan kesantunan negatif strategi 7
dapat juga ditunjukkan pada dialog (22) di bawah ini.
(22) Konteks tuturan
Latar : di parkiran pinggir jalan,
Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya
yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang
bapak yang ditemui di parkiran pinggir jalan (berusia sekitar 35
tahun)
Tujuan : A membujuk B1 supaya mau menukar tikar milik A yang sobek-
sobek dengan tikar baru
Bentuk tuturan
A : “Mas, mau tukar tikar ini, mau? Tikar, kalau situ punya baru, saya
tukar dengan ini, buat tidur. Mo buat tidur, sudah gatal saya. Saya
punyanya kayak gini.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
B1 : “Ndak ada mbah.”
A : “Nukarkan nggak bisa.”
B1 : “Rumah saya jauh. Lagi pula uang saya dibawa istri saya.”
(RSMT,65,23/03/2010)
Pada dialog (22), tuturan A mengandung tindak tutur direktif membujuk.
Tuturan A tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1, karena A membujuk
B1 supaya melakukan sesuatu hal untuknya, yaitu A membujuk B1 menukarkan
tikar miliknya yang sudah sobek-sobek dengan tikar yang masih baik kepadanya.
Untuk menyelamatkan muka B1 atas tidakan pengancaman muka yang
dilakukannya, A tidak menyebutkan lawan tuturnya dalam menuturkan tuturan
yang mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut. Penyelamatan terhadap
muka negatif B1 yang dilakukan oleh A yaitu dengan cara menghindari
penggunaan pronominal kedua atau memakai bentuk impersonal yaitu dengan
tidak menyebutkan lawan dalam menuturkan tuturan yang mengandung tindak
tutur direktif membujuk. Cara untuk menyelamatkan muka negatif B1 yang
dilakukan oleh A tersebut merupakan penerapan kesantunan negatif strategi 7.
Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis menemukan sebelas data yang
menunjukkan penerapan kesantunan negatif strategi 7, sebelas data tersebut
ditunjukkan pada lampiran data.
6. Kombinasi Strategi 1 dan Strategi 5: Menggunakan Ungkapan secara
Tidak Langsung dan Memberi Penghomatan
Dalam RSMT, ditemukan dalam beberapa data bahwa A menggunakan
lebih dari satu strategi kesantunan negatif dalam satu tuturan untuk
menyelamatkan muka B1. Salah satu bentuk kombinasi penggunaan strategi
kesantunan negatif untuk menyelamatkan muka B1 yang terdapat dalam RSMT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
yaitu penggunaan strategi 1 dan strategi 5. Untuk memperjelas kombinasi tersebut
lihatlah dialog dibawah ini.
(23) Konteks tuturan
Latar : ketika hujan turun di sebuah warung makan,
Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya
yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang
laki-laki (sekitar 35 tahun) yang sedang bermain catur
Tujuan : A meminta B1 supaya B1 mau menolongnya menukar tikarnya
yang sobek-sobek dengan tikar baru
Bentuk tuturan
A : “Kalau punya tikar, ini tolong ditukar pak. Buat tidur gatal, sudah
sobek-sobek. Ndak bisa pak?”
B1 : “Tidak punya.”
A : “Bapak mengusahakan, bisa kan? ini untuk tidur saya sudah gatal,
saya minta yang baru.”
(RSMT,55,23/03/2010)
Pada dialog (23), tuturan yang bercetak tebal mengandung tindak tutur
direktif meminta yang berpotensi mengancam muka negatif B1. Pada tuturan
tersebut A melakukan tindakan yang berpotensi mengancam muka negatif B1
dengan cara menuturkan keinginannya secara tidak langsung supaya B1
menolongnya yaitu dengan bersedia menukar tikar yang dibawa A.. Dalam tuturan
yang bercetak tebal pada (23), tuturan yang menunjukkan penggunaan strategi 1,
yaitu tuturan “Ini tolong ditukar pak”. Sisipan kata „tolong‟ pada tuturan yang
mengandung tindak tutur direktif meminta diatas pada dialog (23) tersebut
menunjukkan adanya keinginan A untuk meminta BI untuk menukar tikarnya
dengan tikar yang lebih baik secara tidak langsung atas permintaan dari A. Dalam
tuturan tersebut A selain mengunakan strategi 1 juga menggunakan strategi 5,
yaitu dengan memberi penghormatan kepada B1 dengan menyebut B1 dengan
sebutan bapak atau pak. Penggunaan dua jenis strategi secara bersamaan
dimaksudkan A supaya tuturan yang diucapkannya tidak menyinggung perasaan
B1 dan dapat menyelamatkan muka B1 dari tindakan pengancaman muka yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
dilakukannya dengan tuturan tersebut. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini
penulis hanya menemukan satu data yang menunjukkan penerapan kesantunan
negatif strategi 1 dan strategi 5, satu data tersebut ditunjukkan pada lampiran
data.
7. Kombinasi Strategi 1 dan Strategi 7: Menggunakan Ungkapan secara
Tidak Langsung dan Menghindari Penyebutan Penutur dan Lawan
Tutur
Dalam RSMT, ditemukan dalam beberapa data bahwa A menggunakan
lebih dari satu strategi kesantunan negatif dalam satu tuturan untuk
menyelamatkan muka B1. Salah satu bentuk kombinasi penggunaan strategi
kesantunan negatif untuk menyelamatkan muka B1 yang terdapat dalam RSMT
yaitu penggunaan strategi 1 dan strategi 7. Untuk memperjelas kombinasi tersebut
lihatlah dialog dibawah ini.
(24) Konteks tuturan
Latar : di sebuah taman
Peserta : A, sebagai ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan ibu
(sekitar 45 tahun) yang sedang tidur di dekat gerobak jualannya
(B1).
Tujuan : membangunkan ibu tadi, dan meminta B1 untuk memborong
jajanan yang dijual ibu A
Bentuk tuturan
B1 : (bangun dari tidurnya, diam saja sambil melihat kanan dan kiri)
A : “Saya minta bantuannya, empat puluh ribu, untuk membelikan
sepatu anak saya bu, kalau ibu tidak mau, ya sudah terima kasih bu,
maaf ngganggu tidurnya bu (lalu pergi meninggalkan ibu yang
dimintai tolong tadi).”
(RSMT,47,10/03/2010)
Pada dialog (24), tuturan A mengandung tindak tutur direktif meminta
yang berpotensi mengancam muka negatif B1. Pada tuturan tersebut A melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
tindakan yang berpotensi mengancam muka negatif B1 dengan cara menuturkan
keinginannya secara tidak langsung supaya B1 memenuhi permintaannya. Tuturan
yang menunjukkan tuturan A mengandung tindak tutur direktif meminta yang
berpotensi mengancam muka negatif B1 yaitu tuturan “Saya minta
bantuannya”. Sisipan kata „minta‟ pada tuturan permintaan pada dialog (22)
menunjukkan adanya keinginan A untuk meminta secara tidak langsung dan
keinginan untuk tidak memaksa B1 atas permintaan dari A. Dalam tuturan
tersebut A juga menggunakan strategi 7 supaya B1 tidak merasa A membatasi
kebebasannya dalam bertindakan. Contoh lain yang juga menggambarkan
penggunaan strategi 1 dan strategi 7, dapat dilihat seperti pada dialog (25)
dibawah ini.
(25) Konteks tuturan
Latar :di pinggir jalan, di tempat parkiran motor
Peserta : A sebagai peminta tolong adalah seorang nenek ( berusia sekitar
55 tahun) dan B1 adalah seorang laki-laki yang dimintai tolong
yang sedang berada di parkiran motor (berusai sekitar 27)
Tujuan : Peminta tolong membujuk orang yang dimintai tolong supaya
mau menukar tikarnya yang sobek-sobek dangan tikar baru
Bentuk tuturan
A : “Mas, punya tikar, ditukar dengan tikar ini, tikar saya sobek-sobek,
mas punya tikar?”
B1 : “Tikar (sambil melepas helm yang dia pake).”
A : “Saya minta tukar yang baru.”
B1 : “Ndak ada mbah.”
(RSMT,59,23/03/2010)
Pada dialog (25), tuturan yang bercetak tebal mengandung tindak tutur
direktif meminta yang berpotensi mengancam muka negatif B1. Pada tuturan
tersebut A melakukan tindakan yang berpotensi mengancam muka negatif B1
dengan cara menuturkan keinginannya secara tidak langsung supaya B1
menolongnya yaitu dengan bersedia menukar tikar yang dibawa A.. Dalam tuturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
yang bercetak tebal pada (23), tuturan yang menunjukkan penggunaan strategi 1,
yaitu tuturan “ini tolong ditukar pak”. Sisipan kata „tolong‟ pada tuturan yang
mengandung tindak tutur direktif meminta diatas pada dialog (23) tersebut
menunjukkan adanya keinginan A untuk meminta BI untuk menukar tikarnya
dengan tikar yang lebih baik secara tidak langsung atas permintaan dari A. Untuk
mengurangi potensi ancaman terhadap muka B1, selain mengunakan strategi 1 A
juga menggunakan strategi 7, yaitu dengan meminta B1 untuk menolongnya
secara tidak langsung tanpa menyebut lawan tuturnya. Penggunaan dua jenis
strategi secara bersamaan dimaksudkan A supaya tuturan yang diucapkannya
tidak menyinggung perasaan B1 dan dapat menyelamatkan muka B1 dari tindakan
pengancaman muka yang dilakukannya dengan tuturan tersebut. Dari keseluruhan
data dalam penulisan ini penulis menemukan tiga data yang menunjukkan
penerapan kesantunan negatif strategi 1 dan strategi 7, tiga data tersebut
ditunjukkan pada lampiran data.
8. Kombinasi Strategi 2 dan Strategi 5: Menggunakan Pertanyaan Berpagar
dan Memberi Penghomatan
Dalam RSMT, ditemukan dalam beberapa data bahwa A menggunakan
lebih dari satu strategi kesantunan negatif dalam satu tuturan untuk
menyelamatkan muka B1. Salah satu bentuk kombinasi penggunaan strategi
kesantunan negatif untuk menyelamatkan muka B1 yang terdapat dalam RSMT
yaitu penggunaan strategi 2 dan strategi 5. Untuk memperjelas kombinasi tersebut
lihatlah dialog dibawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
(26) Konteks tuturan
Latar : ketika hujan turun di sebuah warung makan,
Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar
tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan
dua laki-laki yang dimintai tolong ( B1 sekitar 35 dan B2
sekitar 30 tahun yang sedang bermain catur)
Tujuan : A membujuk B1 supaya mau menukar tikarnya yang
sobek-sobek dengan tikar baru
Bentuk tuturan
A : “Kalau punya tikar, ini tolong ditukar pak. Buat tidur gatal, sudah
sobek-sobek. Ndak bisa pak?”
B1 : “Tidak punya.”
A : “Bapak mengusahakan, bisa kan? ini untuk tidur saya sudah
gatal, saya minta yang baru.”
(RSMT,56,23/03/2010)
Pada dialog (26), tuturan A yang bercetak tebal menunjukkan bahwa
menunjukkan A mengutarakan maksudnya dengan tindak tutur direktif membujuk.
Tuturan yang mengandung tindak tutur direktif membujuk yaitu tuturan “Bapak
mengusahakan, bisa kan?”. Maksud A mengucapakan tuturan tuturan tersebut
yaitu untuk membujuk BI untuk mengusahakan mencari pengganti tikarnya yang
rusak dengan tikar baru. Tuturan yang mengandung tindak tutur direktif
membujuk yang diucapkan oleh A tersebut berpotensi mengancam muka negatif
B1, karena dengan tuturan direktif membujuk tersebut A membatasi kebebasan B1
dalam bertindak. Untuk menyelamatkan muka negatif B1, A menggunakan bentuk
pertanyaan berpagar seperti terlihat pada tuturan permintaan tersebut. Untuk
meningkatkan daya kesantunan tuturan tersebut A menggunakan sebutan “bapak”
sebagai penghormatan terhadap B1. Penggunaan bentuk pertanyaan berpagar dan
juga memberi penghormatan tersebut dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka
negatif B1 merupakan bentuk penerapan kesantunan negatif strategi 2 dan strategi
5. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis hanya menemukan satu data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
yang menunjukkan penerapan kesantunan negatif strategi 2 dan strategi 5, satu
data tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
9. Kombinasi Strategi 4 dan Strategi 5: Meminimalkan Paksaan dan
Memberi Penghomatan
Dalam RSMT, ditemukan dalam beberapa data bahwa A menggunakan
lebih dari satu strategi kesantunan negatif dalam satu tuturan untuk
menyelamatkan muka B1. Bentuk kombinasi penggunaan strategi kesantunan
negatif untuk menyelamatkan muka B1 yang terdapat dalam RSMT yaitu
penggunaan strategi 4 dan strategi 5. Untuk memperjelas kombinasi tersebut
lihatlah dialog dibawah ini.
(27) Konteks tuturan
Latar : di trotoar jalan,
Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya
yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang
bapak yang ditemui di trotoar jalan (berusia sekitar 30 tahun)
Tujuan : A membujuk B1 supaya mau menukar tikar milik A yang sobek-
sobek dengan tikar baru
Bentuk tuturan
A : “Tikarnya mau dibawa kemana mas?”
B1 : “Saya bawa kepenampungan mbah.”
A : “Mbok tukar sama ini mas (sambil menyodorkan tikarnya).”
(RSMT,67,23/03/2010)
Pada dialog (27), tuturan A yang bercetak tebal mengandung tindak tutur
direktif membujuk. Tuturan A mengandung tindak tutur direktif membujuk
tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1. Tuturan yang yang dimaksud
yaitu tuturan “Mbok tukar sama ini mas”. Tuturan A tersebut berpotensi
mengancam muka negatif B1 karena A membatasi ruang gerak B1 dalam
menentukan tindakannya, dengan cara membujuk BI untuk menukar tikar yang
sobek dengan tikar yang lebih baik. Kata “mbok” yang digunakan A dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
tuturan mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut berfungsi untuk
meminimalkan paksaan terhadap B1. Usaha meminimalkan paksaan dengan
menggunakan kata “mbok” tersebut dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka
negatif B1. Untuk meningkatkan daya kesantunan tuturan tersebut A
menggunakan sebutan “mas” sebagai penghormatan terhadap B1. Penggunaan
strategi meminimalkan paksaan dan juga memberi penghormatan tersebut
dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka negatif B1 merupakan bentuk
penerapan kesantunan negatif strategi 4 dan strategi 5. Contoh lain, dapat dilihat
seperti pada dialog (28) dibawah ini.
(28) Konteks tuturan
Latar : di trotoar jalan
Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya
yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang
perempuan yang ditemui di trotoar jalan (berusia sekitar 35 tahun)
Tujuan : A membujuk B1 supaya mau menukar tikar milik A yang sobek-
sobek dengan tikar baru
Bentuk tuturan
A : “Mbak, mau kemana mbak?”
B1 : “(menunjuk arah yang akan ditujunya) Mau kerja, memangnya
kenapa?”
A : “Saya punya tikar mbok ditukar mbak? Buat tidur, ditukar
dengan yang baru, saya tidur tu gatal.”
B1 : “Belum gajian saya.”
(RSMT,68,23/03/2010)
Pada dialog (28), tuturan A yang bercetak tebal mengandung tindak tutur
direktif membujuk. Tuturan A mengandung tindak tutur direktif membujuk
tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1. Tuturan yang yang dimaksud
yaitu tuturan “Saya punya tikar mbok ditukar mbak?”. Tuturan A tersebut
berpotensi mengancam muka negatif B1 karena A membatasi ruang gerak B1
dalam menentukan tindakannya, dengan cara membujuk BI untuk menukar tikar
yang sobek dengan tikar yang lebih baik. Kata “mbok” yang digunakan A dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
tuturan mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut berfungsi untuk
meminimalkan paksaan terhadap B1. Usaha meminimalkan paksaan dengan
menggunakan kata “mbok” tersebut dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka
negatif B1. Untuk meningkatkan daya kesantunan tuturan tersebut A
menggunakan sebutan “mbak” sebagai penghormatan terhadap B1.
Penggunaan strategi meminimalkan paksaan dan juga memberi
penghormatan tersebut dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka negatif B1
merupakan bentuk penerapan kesantunan negatif strategi 4 dan strategi 5. Dari
keseluruhan data dalam penulisan ini penulis menemukan lima data yang
menunjukkan penerapan kesantunan negatif strategi 4 dan strategi 5, lima data
tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
10. Kombinasi Strategi 1, Strategi 4 dan Strategi 7: Menggunakan Ungkapan
secara Tidak Langsung, Meminimalkan Paksaan dan Menghindari
Penyebutan penutur dan lawan tutur
Dalam RSMT, juga ditemukan satu data yang menunjukkan A
menggunakan tiga jenis strategi kesantunan negatif dalam satu tuturan untuk
menyelamatkan muka B1. Bentuk kombinasi penggunaan strategi kesantunan
negatif untuk menyelamatkan muka B1 yang terdapat dalam RSMT yaitu
penggunaan strategi 1, strategi 4 dan strategi 7. Untuk memperjelas kombinasi
tersebut lihatlah dialog dibawah ini.
(29) Konteks tuturan
Latar : di depan tokonya
Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya
yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan seorang
perempuan penjual buah (B1) berusia sekitar 35 tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Tujuan : A meminta B1 supaya B1 mau menukar tikarnya yang sobek-
sobek dengan tikar baru
Bentuk tuturan
A : “Rumahnya mana?”
B1 : “Deket situ.”
A : “Saya tu kalau malam ndak bisa tidur, mbok tolong saya
dibantu tukar tikar. Ibu, Tikar saya sobek-sobek kaya gini, ibu
tukar dengan yang baru yang lebih bagus, mau ya?”
B1 : “Ya beline di mana?”
A : “Ya ndak tau, terserah ibu, kalau ibu punya, diambil di rumah
ditukar ini. Saya tu tidur gatal pakai ini.”
(RSMT,76,23/03/2010)
Pada dialog (29), tuturan A yang bercetak tebal mengandung tindak tutur
direktif membujuk. Tuturan A mengandung tindak tutur direktif membujuk
tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1. Tuturan yang yang dimaksud
yaitu tuturan “Mbok tolong saya dibantu tukar tikar”. Tuturan A tersebut
berpotensi mengancam muka negatif B1 karena A membatasi ruang gerak B1
dalam menentukan tindakannya, dengan cara menuturkan keinginannya secara
tidak langsung supaya B1 melakukan sesuatu untuknya. Kata “mbok” yang
digunakan A dalam tuturan mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut
berfungsi untuk meminimalkan paksaan terhadap B1. Usaha meminimalkan
paksaan dengan menggunakan kata “mbok” dalam tuturan “Mbok tolong saya
dibantu tukar tikar” dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka negatif B1.
Untuk meningkatkan daya kesantunan tuturan tersebut A menggunakan tidak
menyebut lawan tuturnya pada tuturan A mengandung tindak tutur direktif
membujuk tersebut. Pengungkapan tuturan A mengandung tindak tutur direktif
membujuk secara tidak langsung, dengan meminimalkan paksaan dan juga
memberi penghormatan tersebut dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka
negatif B1 dan supaya B1 tidak tersinggung dengan tuturan mengandung tindak
tutur direktif membujuk. Penggunaan usaha untuk menyelamatkan muka B1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
tersebut merupakan bentuk penerapan dari kombinasi bentuk kesantunan negatif
strategi 1, strategi 4 dan strategi 7.
Dalam RSMT A biasanya selalu berperan sebagai seseorang dari kalangan
kurang mampu, yang menguji kebaikan dari B1 maupun B2 apakah mereka mau
membantunya. A sering menggunakan tindak tutur direktif yang berfungsi untuk
membujuk B1 maupun B2 untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan dan
maksud dari A. Setiap tuturan dari A yang mengandung tindak tutur direktif
tersebut berpotensi megancam muka negatif dari B1 maupun B2. Dalam RSMT
penulis menemukan lima bentuk strategi kesantunan negatif dan lima bentuk
kombinasi strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A untuk mengurangi
daya ancaman terhadap muka B1 maupun B2.
Penggunaan strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A dalam
RSMT tersebut sangat dipengaruhi oleh konteks, jarak sosial antara A dan B1
maupun B2. Konteks memang sangat berpengaruh dalam proses kemunculan
sebuah tuturan. Jarak sosial juga berpengaruh dalam menentukan strategi
kesantunan negatif yang digunakan oleh A dalam RSMT, jauhnya jarak sosial
antara A dan B1 maupun B2 yang disebabkan oleh tidak saling kenal antara
keduanya, menyebabkan A menggunakan berbagai bentuk strategi kesantunan
negatif supaya B1 maupun B2 tidak tersinggung dengan ucapannya dan juga
mengurangi besarnya potensi ancaman terhadap muka negatif terhadap B1
maupun B2 atas tuturannya. Bentuk strategi kesantunan negatif yang sering
digunakan oleh A untuk mengurangi daya ancaman terhadap muka negatif B1
maupun B2 yaitu strategi 5, yakni memberi penghormatan kepada lawan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
tuturnya, ditunjukan dengan adanya empat puluh dua data yang menunjukkan
penerapan strategi kesatunan negatif dengan memberikan penghormatan.
Keseluruhan analisis data wacana tuturan dalam penelitian ini, secara
sistematis dapat dilihat dalam penomoran data pada tabel-tabel berikut.
Table 1
No Tindak Tutur Direktif
yang Digunakan oleh
Peminta Tolong dalam
RSMT
Nomor Data
1 Meminta (RSMT,15,10/03/2010), (RSMT,47,10/03/2010),
(RSMT,55,23/03/2010), (RSMT,57,23/03/2010),
(RSMT,59,23/03/2010), (RSMT,60,23/03/2010),
(RSMT,73,23/03/2010), (RSMT,72,23/03/2010),
(RSMT,74,23/03/2010), (RSMT,76,23/03/2010),
(RSMT,92,14/04/2010).
2 Menasihati (RSMT,04,10/03/2010), (RSMT,39,10/03/2010).
3 Menyarankan (RSMT,01,10/03/2010), (RSMT,05,10/03/2010),
(RSMT,08,10/03/2010), (RSMT,09,10/03/2010),
(RSMT,11,10/03/2010), (RSMT,12,10/03/2010),
(RSMT,20,10/03/2010), (RSMT,21,10/03/2010),
(RSMT,24,10/03/2010), (RSMT,28,10/03/2010),
(RSMT,31,10/03/2010), (RSMT,32,10/03/2010),
(RSMT,42,10/03/2010), (RSMT,45,10/03/2010),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
(RSMT,77,23/03/2010), (RSMT,83,05/04/2010),
(RSMT,85,07/04/2010), (RSMT,87,07/04/2010),
(RSMT,89,07/04/2010), (RSMT,93,14/04/2010).
4 Melarang (RSMT,48,10/03/2010), (RSMT,50,10/03/2010),
(RSMT,52,10/03/2010), (RSMT,62,23/03/2010).
5 Memperingatkan (RSMT,49,10/03/2010), (RSMT,51,10/03/2010),
(RSMT,61,23/03/2010), (RSMT,63,23/03/2010).
6 Mengingatkan (RSMT,64,23/03/2010)
7 Membujuk (RSMT,02,10/03/2010), (RSMT,03,10/03/2010),
(RSMT,06,10/03/2010), (RSMT,07,10/03/2010),
(RSMT,10,10/03/2010), (RSMT,13,10/03/2010),
(RSMT,14,10/03/2010), (RSMT,16,10/03/2010),
(RSMT,17,10/03/2010), (RSMT,18,10/03/2010),
(RSMT,19,10/03/2010), (RSMT,22,10/03/2010),
(RSMT,23,10/03/2010), (RSMT,25,10/03/2010),
(RSMT,26,10/03/2010), (RSMT,27,10/03/2010),
(RSMT,29,10/03/2010), (RSMT,30,10/03/2010),
(RSMT,33,10/03/2010), (RSMT,34,10/03/2010),
(RSMT,35,10/03/2010), (RSMT,36,10/03/2010),
(RSMT,37,10/03/2010), (RSMT,38,10/03/2010),
(RSMT,40,10/03/2010), (RSMT,43,10/03/2010),
(RSMT,41,10/03/2010), (RSMT,44,10/03/2010),
(RSMT,46,10/03/2010), (RSMT,53,10/03/2010),
(RSMT,54,23/03/2010), (RSMT,56,23/03/2010),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
(RSMT,58,23/03/2010), (RSMT,65,23/03/2010),
(RSMT,66,23/03/2010), (RSMT,67,23/03/2010),
(RSMT,68,23/03/2010), (RSMT,69,23/03/2010),
(RSMT,70,23/03/2010), (RSMT,71,23/03/2010),
(RSMT,75,23/03/2010), (RSMT,78,29/03/2010),
(RSMT,79,29/03/2010), (RSMT,80,29/03/2010),
(RSMT,81,05/04/2010),(RSMT,82,05/04/2010),
(RSMT,84,05/04/2010), (RSMT 86,07/04/2010),
(RSMT,88,07/04/2010), (RSMT,90,07/04/2010),
(RSMT,91,07/04/2010).
Table 2
No Strategi Kesantunan
Negatif yang Digunakan
oleh Peminta Tolong
dalam RSMT
Nomor Data
1 Strategi 1: Menggunakan
Ungkapan secara Tidak
Langsung
(RSMT,47,10/03/2010), (RSMT,55,23/03/2010)
(RSMT,59,23/03/2010).
2 Strategi 2: Menggunakan
Pertanyaan Berpagar
(RSMT,56,23/03/2010).
3 Strategi 4: Meminimalkan
Paksaan
(RSMT,02,10/03/2010), (RSMT,22,10/03/2010),
(RSMT,67,23/03/2010), (RSMT,68,23/03/2010),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
(RSMT,76,23/03/2010), (RSMT,90,07/04/2010).
4 Strategi 5: Memberi
Penghormatan
(RSMT,03,10/03/2010), (RSMT,06,10/03/2010),
(RSMT,07,10/03/2010), (RSMT,13,10/03/2010),
(RSMT,15,10/03/2010), (RSMT,17,10/03/2010),
(RSMT,18,10/03/2010), (RSMT,19,10/03/2010),
(RSMT,21,10/03/2010), (RSMT,23,10/03/2010),
(RSMT,24,10/03/2010), (RSMT,25,10/03/2010),
(RSMT,26,10/03/2010), (RSMT,29,10/03/2010),
(RSMT,31,10/03/2010), (RSMT,33,10/03/2010),
(RSMT,34,10/03/2010), (RSMT,36,10/03/2010),
(RSMT,37,10/03/2010), (RSMT,38,10/03/2010),
(RSMT,39,10/03/2010), (RSMT,40,10/03/2010),
(RSMT,41,10/03/2010), (RSMT,42,10/03/2010),
(RSMT,43,10/03/2010), (RSMT,44,10/03/2010),
(RSMT,46,10/03/2010), (RSMT,49,10/03/2010),
(RSMT,50,10/03/2010), (RSMT,53,10/03/2010),
(RSMT,54,23/03/2010), (RSMT,58,23/03/2010),
(RSMT,60,23/03/2010), (RSMT,71,23/03/2010),
(RSMT,75,23/03/2010), (RSMT,78,29/03/2010),
(RSMT,79,29/03/2010), (RSMT,80,29/03/2010),
(RSMT,81,05/04/2010), (RSMT,88,07/04/2010),
(RSMT,91,07/04/2010), (RSMT,92,14/04/2010),
5 Strategi 7: Menghindari (RSMT,51,10/03/2010), (RSMT,52,10/03/2010),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Penyebutan penutur dan
lawan tutur
(RSMT,57,23/03/2010), (RSMT,63,23/03/2010),
(RSMT,64,23/03/2010), (RSMT,65,23/03/2010),
(RSMT,69,23/03/2010), (RSMT,70,23/03/2010),
(RSMT,72,23/03/2010), (RSMT,74,23/03/2010),
(RSMT,82,05/04/2010).
6 Kombinasi Strategi 1 dan
Strategi 5: Menggunakan
Ungkapan secara Tidak
Langsung dan Memberi
Penghomatan
(RSMT,55,23/03/2010).
7 Kombinasi Strategi 1 dan
Strategi 7: Menggunakan
Ungkapan secara Tidak
Langsung dan
Menghindari Penyebutan
penutur dan lawan tutur
(RSMT,47,10/03/2010), (RSMT,59,23/03/2010),
(RSMT,72,23/03/2010).
8 Kombinasi Strategi 2 dan
Strategi 5: Menggunakan
Pertanyaan Berpagar dan
Memberi Penghomatan
(RSMT,56,23/03/2010).
9 Kombinasi Strategi 4 dan
Strategi 5: Meminimalkan
Paksaan dan Memberi
(RSMT,02,10/03/2010), (RSMT,22,10/03/2010),
(RSMT,67,23/03/2010), (RSMT,68,23/03/2010),
(RSMT,91,07/04/2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
penghomatan
10 Kombinasi Strategi 1,
Strategi 4 dan Strategi 7:
Menggunakan Ungkapan
secara Tidak Langsung,
Meminimalkan Paksaan
dan Menghindari
Penyebutan penutur dan
lawan tutur
(RSMT,76,23/03/2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dalam penulisan ini dapat disimpulkan dua hal yang merupakan jawaban
dari rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya. Berikut merupakan
simpulan dari penulisan ini.
1. Wujud tindak tutur direktif yang terdapat dalam RSMT sebanyak 7 jenis tindak
tutur direktif yang digunakan oleh A dalam mengutarakan maksudnya. Tindak
tutur direktif tersebut meliputi tindak tutur meminta, menasihati,
menyarankan, melarang, memperingatkan, mengingatkan dan membujuk. Dari
hasil analisis data menunjukkan bahwa tindak tutur direktif membujuk sering
sekali digunakan oleh A dalam mengutarakan maksud atau keinginannya,
ditunjukkan dengan ditemukannya lima puluh satu data yang mencerminkan
tindak tutur direktif membujuk.
2. Wujud realisasi strategi kesantunan negatif yang terdapat dalam RSMT
sebanyak lima bentuk strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A,
untuk mengurangi potensi ancaman muka negatif B1. Kelima strategi itu yaitu
(a) strategi 1, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung, (b) strategi
2, yaitu menggunakan pertanyaan berpagar, (c) strategi 4, yaitu
meminimalkan paksaan, (d) strategi 5, yaitu memberi penghormatan, (e)
strategi 7, yaitu menghindari penyebutkan penutur dan lawan tutur. Dalam
RSMT juga ditemukan lima bentuk kombinasi strategi kesantunan negatif yang
digunakan oleh A, untuk mengurangi potensi ancaman muka negatif B1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Kelima kombinasi strategi itu yaitu (a) strategi 1 dan strategi 5, yaitu
menggunakan ungkapan secara tidak langsung dan memberi penghormatan,
(b) strategi 1 dan strategi 7, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak
langsung dan menghindari penyebut penutur dan lawan tutur, (c) strategi 2
dan strategi 5, yaitu menggunakan pertanyaan berpagar dan memberi
penghormatan, (d) strategi 4 dan strategi 5, yaitu meminimalkan paksaan dan
memberi penghormatan, serta (e) strategi 1 strategi 4, dan strategi 7, yaitu
menggunakan ungkapan secara tidak langsung, meminimalkan paksaan dan
menghindari penyebutkan penutur dan lawan tutur. Dari kelima bentuk
strategi kesantunan dan kelima bentuk kombinasi strategi kesantunan negatif,
bentuk strategi kesantunan negatif yang sering digunakan oleh A untuk
mengurangi daya ancaman terhadap muka negatif B1 maupun B2 yaitu
strategi 5, yakni memberi penghormatan kepada lawan tuturnya, ditunjukan
dengan adanya empat puluh dua data yang menunjukkan penerapan strategi
kesatunan negatif dengan memberikan penghormatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini penulis memberikan saran sebagai berikut.
1. Para pemerhati bahasa dapat menggunakan hasil penulisan ini sebagai bahan
acuan untuk meneliti kajian pragmatik secara lebih mendalam baik bersifat
pengulangan maupun perluasan dari sudut pandang yang lain.
2. Penulisan tentang tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif dalam
RSMT ini merupakan salah satu penulisan yang hendaknya akan dianalisis
lebih luas lagi dengan menggunakan pendekatan yang berbeda. Penulis
berharap agar penulisan mendatang lebih mendalam dan berkualitas demi
pengetahuan mengenai penerapan berbagai jenis kajian dalam analisis tindak
tutur maupun strategi kesantunan.
Recommended