View
246
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK
PIDANA PEMBERIAN UANG DAN/ATAU BARANG DI
TEMPAT UMUM DALAM PERATURAN DAERAH DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014
TENTANG PENANGANAN GELANDANGAN DAN
PENGEMIS
SKRIPSI
Oleh:
Ilham Primadin Ardyansyah
Nim: C73213083
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah Dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam
Program Studi Hukum Pidana Islam
SURABAYA
2018
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
v
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan yang berjudul tinjauan
hukum pidana islam terhadap tindak pidana pemberian uang dan/atau barang
dalam bentuk apapun di tempat umum dalam peraturan daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta nomor 1 tahun 2014 tentang penanganan gelandangan dan pengemis,
untuk menjawab pertanyaan mengapa memberi uang dan/atau barang dalam
bentuk apapun kepada gelandangan dan pengemis di tempat umum dijadikan
sebagai tindak pidana dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 dan bagaimana tinjauan hukum pidana Islam
terhadap tindak pidana pemberian uang dan/atau barang dalam bentuk apapun di
tempat umum dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 1 Tahun 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang
datanya diperoleh melalui studi kepustakaan. Data primer adalah Peraturan
Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 dan data
sekunder terdiri dari buku-buku dan dokumen-dokumen yang terkait dengan
penelitian ini data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan metode deduktif
yaitu menyediakan hal-hal yang sudah ada.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Peraturan Daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan Dan
Pengemis yang berusaha mengakomodir implementasi pasal 34 Undang-Undang
dasar 1945 dan pasal 504 KUHP yang mengatakan bahwa tindangan gelandangan
dan pengemis adalah tindak pidana. Sedangkan dalam pandangan hukum pidana
Islam Tindak pidana memberi uang dan/atau barang di tempat umum kepada
gelandangan dan pengemis dikategorikan dalam tindak pidana mukhalafat dari
segi bentuk pidananya. Sedangkan sanksi pidananya dikategorikan sebagai sanksi
pidana pemenjaraan dalam sistem sanksi takzir.
Sejalan dengan kesimpulan diatas maka disarankan kepada Pemerintah
Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengimplementasikan pasal 34 Undang-
undang Dasar 1945 untuk memelihara fakir miskin saja, sehingga disharmoni
antara Undang-undang dasar 1945 dan Pasal 504 KUHP bisa dihilangkan dalam
peraturan daerah tersebut. Karena pada dasarnya tindak pidana pemberian uang
dan/atau barang dalam bentuk apapun di tempat umum tidak sesuai dengan
norma yang berlaku dalam Agama Islam dan dengan kata lain melarang tindakan
tolong menolong dan saling membantu yang dianjurkan dalam Islam.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM………………………………………………………………i
PERNYATAAN KEASLIAN……………………………………………………ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………………..iii
PENGESAHAN…………………………………………………………………..iv
ABSTRAK………………………………………………………………………..v
KATA PENGANTAR……………………………………………………………vi
DAFTAR ISI…………………………………………………...………………....ix
PEDOMAN TRANSLITERASI………………………………………………….xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………….1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ……………………………..5
C. Rumusan Masalah……………………………………………...6
D. Kajian Pustaka………………………………………………....7
E. Tujuan Penelitian………………………………………………9
F. Kegunaan Hasil Penelitian……………………………………..9
G. Definisi Operasional…………………………………………..10
H. Metode Penelitian……………………………………………..10
I. Sistematika Pembahasan……………………………………...14
BAB II FILANTROPI DAN HUKUM PIDANA ISLAM
A. Filantropi dalam Islam………………………………………..16
B. Hukum Pidana Islam………………………………………….25
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
x
BAB III PERATURAN DAERAH DAERAH ISTMEWA YOGYAKARTA
NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN
GELANDANGAN DAN PENGEMIS
A. Penanganan Gelandangan dan Pengemis………………43
B. Tindak Pidana Dalam Peraturan Daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan
Geladangan dan Pengemis……………………………….51
BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP
TINDAK PIDANA PEMBERIAN UANG DAN/ATAU BARANG
DI TEMPAT UMUM DALAM PERATURAN DAERAH
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN
2014 TENTANG PENANGANAN GELANDANGAN DAN
PENGEMIS
A. Analisis Latar Belakang Dibentuknya Tindak Pidana Pemberian
Uang Dan/Atau Barang Dalam Bentuk Apapun Di Tempat
Umum…………………………………………………………55
B. Analisis Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Tindak
Pidana Pemberian Uang Dan/Atau Barang Di Tempat
Umum……………………………………………………...….61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………65
B. Saran ………………………………………………………….66
DAFTAR PUSTAKA
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam hendak menjadikan setiap orang hidup itu saling menghormati
dan tolong menolong saat suka dan duka, yakni yang kuat menanggung yang
lemah, yang kenyang memberi yang lapar, atau yang berpakaian bagus
memberi yang compang-camping. Jika tidak demikian, jaminan Allah dan
Rasul-Nya lepas dari mereka, dan mereka tidak bisa berkembang menjadi
masyarakat mukmin.1 Kewajiban untuk tolong-menolong tentu saja harus
diterapkan di semua sendi kehidupan ini, tidak terkecuali pemerintah.
Pemerintah sebagai penerus kebijakan Tuhan juga tidak lupa menerapkan
tolong menolong dan gotong royong ini.
Indonesia yang merupakan negara berkembang masih sangat identik
dengan kemiskinan, bahkan di kota-kota yang infrastruktur dan kebutuhan
ekonominya terpenuhi masih banyak pemukiman-pemukiman kumuh yang
identik dengan kemiskinan. Banyaknya pemukiman kumuh juga berbanding
lurus dengan banyaknya gelandangan dan orang-orang yang meminta-minta
dan berkeliaran di jalanan perkotaan. Hal ini juga tentunya dikarenakan
pendidikan mereka tidak memadai untuk menjadi tenaga kerja di perkotaan,
sehingga meminta-minta dan menggelandang adalah pilihan terakhir mereka.
1 Yusuf Qardhawi, Kiat Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan, terjemahan Dadang Sobar,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), 156.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
Tentunya kondisi kemiskinan ini diperparah dengan banyaknya hutang Negara
sehingga pemerataan ekonomi tidak menyentuh kaum miskin, dan juga
diperparah dengan banyaknya pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi.
Hal-hal tersebut bukan mengurangi para gelandangan dan pengemis, namun
malah mmeperburuk keadaan dan kemiskinan semakin meningkat.
Banyaknya warga negara yang hidup di bawah garis kemiskinan
membuat pemerintah harus bertindak adil bagi mereka yang hidup di bawah
garis kemiskinan. Semua warga negara Indonesia berhak memiliki kehidupan
yang layak dan bermartabat, salah satu perwujudan tolong menolong yang
dilakukan pemerintah Indonesia adalah dengan adanya amanat dari Undang-
Undang Dasar 1945 pasal 34 ayat (1) yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-
anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Dari bunyi pasal tersebut kita
mengetahui bahwa para fakir, miskin, dan anak terlantar merupakan kondisi
keterbelakangan kehidupan warga negara yang harus dipelihara oleh Negara
agar kehidupan mereka menjadi layak dan tidak terbelakang. Hal itu juga
terwujud dalam sila ke- 5 Pancasila yang berbunyi “Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”.
Perwujudan pasal tersebut adalah dengan banyak bermunculan panti
sosial yang dibentuk oleh Negara untuk menampung fakir miskin dan anak
terlantar. Namun kenyataannya semua fakir miskin dan anak terlantar belum
bisa dipelihara oleh negara, banyak dari mereka yang masih berkeliaran di
jalanan. Jika hal ini terjadi, maka sudah tugas kita sebagai warga negara yang
mampu yang harus membantu mereka tentunya dalam hal materi. Jadi, dalam
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
penerapannya, pemerintah juga harus mendukung warga negara yang memiliki
kehidupan yang layak untuk membantu mengangkat derajat kehidupan mereka
yang masih di bawah garis kemiskinan.
Banyak cara kita untuk membantu fakir miskin dan anak terlantar,
salah satu contoh cara membantu mereka adalah dengan menyisihkan materi
kita untuk mereka, baik itu berupa uang, pakaian, atau bahkan makanan.
Dengan hal ini, maka kita manusia bersama-sama dengan pemerintah telah
melakukan amanat dari Allah SWT dan amanat konstitusi untuk saling tolong
menolong dan gotong royong demi terciptanya keadilan, sehingga seluruh
masyarakat Indonesia bisa memiliki kehidupan yang layak.
Tentunya, perwujudan dalam hal memelihara fakir miskin dan orang
terlantar tersebut tidak harus hanya sebatas Undang-Undang Dasar 1945 saja,
namun harus diterapkan aturan-aturan di bawahnya yang lebih kompleks,
misalnya peraturan pemerintah, atau mungkin bahkan harus diwujudkan di
daerah melalui peraturan di daerah. Salah satu peraturan daerah yang memuat
pemeliharaan fakir miskin adalah pada tahun 2014, pemerintah daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah menetapkan sebuah peraturan
daerah yang mengatur tentang pengemis dan gelandangan yaitu Perda No. 1
Tahun 2014.
Mengingat pemerintah berkewajiban untuk menjamin dan memajukan
kesejahteraan setiap warga Negara serta melindungi kelompok-kelompok
masyarakat yang rentan, bahwa gelandangan dan pengemis merupakan
masyarakat rentan yang hidup dalam kemiskinan, kekurangan, keterbatasan,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
kesenjangan dan hidup tidak layak serta tidak bermartabat, maka penanganan
gelandangan dan pengemis perlu dilakukan dengan langkah-langkah yang
efektif, terpadu, dan berkesinambungan serta memiliki kepastian hukum dan
meperhatikan harkat dan martabat kemanusiaan, untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial.
Selain bertujuan untuk menyejahterakan kelompok-kelompok rentan
seperti pengemis dan gelandangan, perda tersebut ditetapkan tidak lain adalah
untuk mewujudkan ketertiban umum
Salah satu bagian menarik dalam perda ini adalah hukuman berupa
kurungan 10 hari dan denda sebesar Rp. 1.000.000,00 kepada siapa saja yang
terbukti memberikan uang dan/atau barang dalam bentuk apapun kepada
pengemis dan gelandangan. Pemberlakuan sanksi pidana tersebut
dimaksudkan agar para pengemis dan gelandangan menjadi enggan untuk
melakukan aktifitasnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga
akan lebih mudah untuk dilakukan penanganan oleh dinas sosial.
Namun kemunculan satu tindak pidana ini tidak lain bertujuan untuk
menekan perilaku mengemis di kalangan masyarakat yang tidak mempunyai
pekerjaan tetap atau hidup menggelandang. Tindakan mengemis dan
menggelandang sendiri telah dilarang dalam KUHP, karena perilaku tersebut
adalah suatu perilaku yang merendahkan martabat sebagai manusia dan
mengganggu ketertiban umum.
Sedangkan dalam Pasal 6 Peraturan daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
Pengemis dijelaskan bahwa kriteria pengemis yang dimaksud salah satunya
adalah memperalat sesama untuk merangsang belas kasihan orang lain. Jika
memang demikian, maka pemberi uang kepada pengemis dalam ruang lingkup
Peraturan daerah tersebut tentu tidak bisa dijadikan sebagai tersangka,
melainkan sebagai korban, dan sangat tidak mungkin apabila perbuatan yang
dilakukan oleh korban tindak pidana juga dimasukkan dalam kategori tindak
pidana. Hal itulah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian
ini.
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
Dari latar belakang yang penulis uraikan diatas, menunjukkan bahwa
terdapat beberapa masalah yang berhubungan dengan skripsi yang berjudul
“Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Tindak Pidana Pemberian Uang
dan/atau Barang di Tempat Umum (Studi Peraturan Daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan
Pengemis)”, yakni:
1. Pasal 22 ayat (1) Peraturan daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis
yang berbunyi:”Setiap orang/lembaga/badan hukum dilarang memberi
uang dan/atau barang dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan
pengemis di tempat umum”.
2. Mekanisme penerapan sanksi pidana bagi pemberi uang dan/atau barang
kepada gelandangan dan pengemis di tempat umum.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
3. Dasar hukum pemberian sanksi pidana bagi pemberi uang dan/atau barang
dalam bentuk apapun kepada kepada gelandangan dan pengemis di tempat
umum.
4. Tinjauan hukum pidana Islam bagi pemberi uang dan/atau barang dalam
bentuk apapun di tempat umum dalam Pasal 24 ayat (5) Peraturan daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Penanganan Gelandangan dan Pengemis dan hukum pidana Islam.
Berdasarkan identifikasi di atas, maka penulis menetapkan batasan
masalah yang perlu dikaji, agar nantinya pembahasan dalam skripsi ini tidak
melampaui batas. Studi dibatasi pada batasan masalah sebagai berikut, yaitu:
1. Larangan pemberian uang dan/atau barang dalam bentuk apapun kepada
gelandangan dan pengemis di tempat umum.
2. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap pemberian uang dan/atau barang
dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan pengemis di tempat umum
dalam Perda Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang
penanganan gelandangan dan pengemis.
C. Rumusan Masalah
Dari beberapa batasan masalah diatas, penulis dapat merumuskan
beberapa masalah agar mempermudah pembahasan serta sebagai kerangka
kerja yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Mengapa memberi uang dan/atau barang dalam bentuk apapun kepada
gelandangan dan pengemis di tempat umum dijadikan sebagai tindak
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
pidana dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis?
2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana
pemberian uang dan/atau barang dalam bentuk apapun di tempat umum
dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1
Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis?
D. Kajian Pustaka
Tema serta permasalahan yang penulis angkat saat ini adalah tema
yang baru dibicarakan. Permasalahan sanksi pidana bagi pemberi uang
dan/atau barang dalam bentuk apapun di tempat umum ini merupakan masalah
yang tidak pernah di bahas oleh pendahulu penulis. Namun diluar itu, sebagai
pembeda, maka penulis mencantumkan penelitian terdahulu yang juga
membahas peraturan daerah dan pengemis, yaitu:
1. Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Sanksi Pengemis Dimuka Umum dalam
Pasal 504 KUHP Juncto Perda no. 17 Tahun 2009 di Surabaya, yang
ditulis oleh Mohammad Shubhan Mubarok, jurusan Siyasah Jinayah, UIN
Sunan Ampel Surabaya. Dalam karyanya yang ditulis memuat tentang
pengemis yang mengganggu ketetiban umum dan sanksi pidananya
ditinjau berdasarkan hukum pidana Islam.2
2. Implementasi Perda Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014
tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis (Studi di UPT Panti
2 Mohammad Shubhan Mubarok, Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Sanksi Pengemis Dimuka
Umum dalam Pasal 504 KUHP Juncto Perda no. 17 Tahun 2009 di Surabaya. (Skripsi- UIN
Sunan Ampel Surabaya, 2014).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
Karya Kota Yogyakarta), yang ditulis oleh Faiz Amrizal Satria Dharma,
jurusan Ilmu Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam karyanya
yang ditulis memuat tentang pelaksanaan implementasi Peraturan daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Penanganan Gelandangan dan Pengemis dengan upaya preventif, koersif,
rehabilitatif, serta reintegrasi sosial.3
3. Penanganan Gelandangan dan Pengemis dalam Perspektif Siyasah (Studi
Pasal 24 Perda DIY No. 1 Tahun 2014), yang ditulis oleh Norika
Priyantoro, jurusan Siyasah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam
karyanya yang ditulis memuat tentang penanganan Gelandangan dan
Pengemis berdasarkan perpektif Siyasah Dusturiyah.4
Dari penelitian di atas perbedaannya dengan penulis adalah bahwa
penulis lebih menitkberatkan pada sanksi pidana bagi pemberi uang dan/atau
barang dalam bentuk apapun di tempat umum yang ditinjau dari hukum
pidana Islam.
Dengan demikian pembahasan tentang “Tinjauan Hukum Pidana Islam
Terhadap Tindak Pidana Pemberian Uang dan/atau Barang di Tempat Umum
(Studi Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014
tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis)” tidak ditemukan atau
3 Faiz Amrizal Satria Dharma, Implementasi Perda Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun
2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis (Studi di UPT Panti Karya Kota
Yogyakarta). (Skripsi- UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015). 4 Norika Priyantoro, Penanganan Gelandangan dan Pengemis dalam Perspektif Siyasah (Studi
Pasal 24 Perda DIY No. 1 Tahun 2014). (Skripsi- UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,2015).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
belum dikaji, baik berupa buku atau karya ilmiah yang lain. Oleh karena itu
penulis berusaha mengangkat persoalan di atas dengan melakukan telaah
literatur yang menunjang penelitian ini.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dari skripsi ini dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui latar belakang dibentuknya tindak pidana pemberian
uang dan/atau barang dalam bentuk apapun di tempat umum dalam
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun
2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana
pemberian uang dan/atau barang dalam bentuk apapun di tempat umum
dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1
Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
1. Memberi sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum
pada umumnya dan khususnya terkait masalah penanganan gelandangan
dan pengemis. Selain itu daapat dijadikan perbandingan dalam penyusunan
penelitian selanjutnya dan sebagai informasi bagi masyarakat.
2. Untuk memberi sumbangan informasi kepada khalayak umum mengenai
pemberantasan dan penanganan aktifitas gelandangan dan pengemis.
3. Diharapkan penulisan ini dapat memberi masukan kepada pemerintah
dalam pembuatan kebijakan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
G. Definisi Operasional
Agar mempermudah pemahaman terhadap istilah dalam penelitian ini,
maka dijelaskan arti dari istilah berikut ini:
1. Hukum pidana Islam: Adalah aturan-aturan yang telah diambil dan
disimpulkan dari Al-qur’an, hadis dan perumusan para mujtahid tentang
kriminalitas yang berkaitan dengan keamanan jiwa (nyawa) dan anggota
tubuh, baik menyangkut lima aspek (agama, nyawa, akal, kehormatan, dan
harta) maupun tidak.
2. Tindak pidana pemberian uang dan/atau barang dalam bentuk apapun di
tempat umum kepada gelandangan dan pengemis: Tindak pidana memberi
uang secara langsung kepada gelandangan dan pengemis di tempat umum
seperti jalan, trotoar, toko, terminal, stasiun, pasar, bangunan cagar
budaya, sarana dan fasilitas pariwisata, pemukiman, dan tempat ibadah.5
Hal ini diatur dalam pasal 22 ayat (1) dan sanksinya diatur pada pasal 24
ayat (5) Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor
61 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah langkah-langkah strategis yang bersifat
umum dan terencana yang dilakukan untuk keperluan menjawab persoalan
yang diteliti.
1. Data yang dikumpulkan
5 Peraturan daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Penanganan Gelandangan dan Pengemis, 25.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
a. Hal-hal mengenai sanksi pidana bagi pemberi uang dan/atau barang di
tempat umum dalam Peraturan daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan
dan Pengemis.
b. Konsep hukum pidana Islam tentang sanksi pidana bagi pemberi uang
dan/atau barang di tempat umum dalam Peraturan daerah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Penanganan Gelandangan dan Pengemis.
2. Sumber data
a. Bahan primer merupakan bahan yang diperoleh dari kajian kepustakaan
dengan cara membaca, mencatat, serta mengkaji bahan-bahan hukum
yang terkait dengan penulisan skripsi ini, yakni Peraturan daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Penanganan Gelandangan dan Pengemis.
b. Bahan sekunder merupakan bahan yang dapat menjadi penunjang bahan
primer, seperti buku-buku serta media internet yang berhubungan
dangan judul penelitian yang dilakukan. Diantaranya:
1. Perda DIY No. 1 Tahun 2014: Kriminalisasi para “Dermawan
jalanan”?, oleh Tri Admoko dalam Kompasiana.com.
2. Press Release “Perda Gepeng membunuh kami”, oleh Komunitas
Kaukus Perda Gepeng Daerah Istimewa Yogyakarta dalam
kaukusperdagepengdiy.wordpress.com
3. Penegakan Perda Gepeng, berita dalam dprd-diy.go.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
4. 2015 Jogja Bebas Gepeng, berita dalam dinsos.jogjaprov.go.id
5. Pemberi Uang untuk Gepeng Dikenakan Denda Rp 1 Juta, berita
dalam pikiran-rakyat.com
6. Jangan Memberi Uang kepada Pengemis Jika Tak Ingin Didenda
Rp 1 Juta, berita dalam tribunnews.com.
7. Fenomena Pengemis di Kota Yogyakarta, oleh M. Zainul Asror –
PSdK UGM
8. Pelaksanaan Perda Gepeng Dituding Langgar HAM, oleh Ristu
Hanafi dalam daerah.sindonews.com
9. Batalkan Perda Penanganan Gelandangan dan Pengemis No. 1
Tahun 2014, petisi oleh Achmad Syaifuddin dalam change.org
10. Pengamen Angklung di Yogyakarta Akan Mulai Ditertibkan, berita
dalam liputan6.com
11. Strategi Kelangsungan Hidup Gelandangan dan Pengemis, oleh
Maghfur Ahmad.
12. Kemiskinan di Perkotaan, oleh Parsudi Suparlan.
13. Kiat Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan, oleh Dr. Yusuf
Qardhawi (terjemahan dadang Sobar, S.Ag).
3. Metode pengumpulan data
Studi kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
menelusurio, membaca, dan mencermati pengetahuan yang ada dalam
pustaka dan sumber bacaan yang berkaitan dengan materi yang dibahas
dalam skripsi ini dan berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
4. Teknik pengolahan data
a. Editing, memeriksa kembali data-data secara cermat mengenai
kelengkapan, relevansi, dan hal-hal yang perlu dikoreksi mengenai
Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Bagi Pemberi Uang
Dan/Atau Barang Kepada Pengemis Dalam Peraturan Daerah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Penanganan Gelandangan Dan Pengemis.
b. Organizing, menyusun secara sistematis data-data yang diperoleh
sehingga menghasilkan bahan untuk dijadikan struktur deskripsi
mengenai Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Bagi
Pemberi Uang Dan/Atau Barang Kepada Pengemis Dalam Peraturan
Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis
c. Analizing, melakukan analisa deskriptif tinjauan hukum pidana islam
terhadap sanksi pidana bagi pemberi uang dan/atau barang dalam
bentuk apapun di tempat umum dalam Peraturan daerah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Penanganan Gelandangan dan Pengemis.
5. Teknik analisis data
Analisis data berfungsi untuk mengubah data mentah menjadi data yang
bisa memiliki makna. Oleh karena itu, setelah terkumpul data-data diatas,
dilakukanlah metode analisa deduktif, yaitu proses pendekatan yang
berawal dari kebenaran umum terhadap peristiwa dan menggeneralisasikan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
kebenaran itu dengan peristiwa yang berkaitan. Sehingga dari metode
deduktif ini penulis menganalisa data mengenai bagaimana tinjauan
hukum pidana Islam terhadap sanksi pidana bagi pemberi uang dan/atau
barang dalam bentuk apapun di tempat umum dalam Peraturan daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Penanganan Gelandangan dan Pengemis.
I. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam skripsi ini dapat diuraikan sebagai
berikut:
Bab pertama yang berisi pendahuluan yang memuat latar belakang,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab dua berisi tentang konsep tolong menolong dalam Islam, hukum
Islam pada umumnya dan hukum pidana islam pada khususnya yang diuraikan
lagi menjadi: Pengertian Filantropi Islam, pengertian hukum Islam dan hukum
pidana Islam serta sanksi pidana dalam hukum pidana Islam.
Bab ketiga berisi tentang penanganan gelandangan dan pengemis,
sanksi kepada gelandangan dan pengemis, dan sanksi bagi orang yang
memberi uang dan/atau barang kepada pengemis menurut Peraturan daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Penanganan Gelandangan dan Pengemis.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
Bab keempat berisi analisa tinjauan hukum pidana Islam terhadap
sanksi pidana bagi pemberi uang dan/atau barang dalam bentuk apapun di
tempat umum dalam Peraturan daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis.
Bab kelima adalah bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan
saran serta jawaban penulis dari inti permasalahan yang diteliti.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
BAB II
FILANTROPI DAN HUKUM PIDANA ISLAM
A. Filantropi dalam Islam
Ayat Alquran berbicara mengenai filantropi dalam bentuk perintah-
Nya dalam konsep zakat, infak, shadaqah, hibah untuk menciptakan dan
memelihara kemaslahatan hidup serta martabat kehormatan manusia, dan
Allah SWT menciptakan syariat yang mengatur cara memanfaatkan harta
dengan baik. Salah satu cara memanfaatkan harta adalah dengan
melaksanakan konsep filantropi. Hal ini terdapat dalam Alquran kemudian
diperjelas oleh Allah dengan aktualisasi pada Nabi Muhammad SAW. Bila
merujuk pada Alquran, terdapat suatu sistem ekonomi Islam dalam penerapan
zakat, infak, sedekah, seperti lebih mengutamakan kesempatan dan
pendapatan(Ali Imran: 180, at-Taubah: 60), tidak menyetujui pemborosan (al-
Isra: 26), tidak menyetujui spekulasi serta praktek-praktek ketidakjujuran dan
penipuan (Huud: 85-86), dan Islam menghendaki semua bentuk kegiatan
ekonomi dilakukan dengan usaha yang sah dan jujur serta dilandasi dengan
iman dan iktikad yang baik(an-Nisa’: 29).1
Dalam bahasa Indonesia, istilah yang cukup sepadan dengan filantropi
adalah “kedermawanan sosial”, istilah yang sebenarnya hampir sama tidak
populernya bagi rakyat kebanyakan, yang lebih paham dengan istilah dan
1 Abdiyansyah Linge,”Filantropi Islam Sebagai Instrumen Keadilan Ekonomi”, Perspektif Ekonomi Darussalam, Volume 1 Nomor 2 (September, 2015), 154.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
praktek seperti sedekah, zakat mal, zakat fitrah, sumbangan, dan wakaf.
Namun istilah filantropi dipakai karena ada ideologi di belakangnya yang
diperjuangkan, seperti halnya istilah masyarakat madani, civil society, dan
gender. Filantropi adalah kedermawanan sosial yang terprogram dan ditujukan
untuk pengentasan masalah sosial (seperti kemiskinan) dalam jangka panjang,
misalnya bukan dengan cara memberi ikan tetapi memberi kail dan akses serta
keadilan untuk dapat memancing ikan.2
Dasar utama filantropi Islam bersumber dari Alquran, Surat al-Ma’ûn:
1-7, di mana salah satu dari tanda orang yang mendustakan agama adalah
tidak menyantuni anak yatim. Itu artinya ada konsep sosial keagamaan yang
kemudian memunculkan doktrin zakat (tazkiyah) yang mengalami dua tahap
yaitu, tahap makkiyah (teologis) yang merupakan tahap pembersihan diri, dan
tahap madaniyah yaitu tahap pembersihan harta dengan memberikannya
kepada delapan ashnâf seperti yang terdapat dalam Q.S. AtTaubah: 60. Pada
posisi inilah karitas dapat dipahami sebagai filantropi, sebab seperti kita
ketahui bahwa pada dasarnya filantropi Islam sangat kental dengan sifatnya
yang individual karena kaitannya dengan ibadah.3
Sebenarnya ada dua konsep filantropi: (1) kesukarelaan yang tidak bisa
dituntut apa-apa dari pihak pemberi, (2) filantropi adalah cerita tentang hak,
2 Ibid., 156. 3 Anim Rahmayati, “Filantropi Islam: Model dan Akuntabilitas”, Syariah Paper Accounting FEB UMS, Nomor 2, (2015), 19.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
tentang peralihan sumber daya dari yang lebih kaya kepada mereka yang lebih
miskin. Jadi diberi atau tidak, filantropi adalah hak kaum miskin.4
Berdasarkan Alquran dan Hadis, filantropi dalam Islam dapat
diklasifikasikan dalam beberapa bentuk filantropi, yaitu wakaf, zakat, infak,
hibah, hadiah.5 Namun penulis hanya akan menjelaskan bentuk filantropi
sebagai kajian teori dalam skripsi ini, yaitu:
1. Infak
a. Pengertian Infak
Infak berasal dari bahasa Arab yaitu (anfaqa-yanfiqu-infaaqan)
yang bermakna mengeluarkan atau membelanjakan harta. Sehingga
infak dapat didefinisikan memberikan sesuatu kepada orang lain
untuk suatu kepentingan yang diperintahkan oleh ajaran agama Islam.
Infak merupakan pemberian dimana jumlah yang dikeluarkan tidak
ditentukan oleh Allah dan tergantung pada tingkat kemampuan
seseorang.6
Dalam pandangan Islam, infak merupakan ibadah sunah.
Berinfak dan mengamalkan sebagian harta adalah suatu yang sangat
mulia. Infak merupakan salah satu perbuatan yang amat berkesan
dalam kehidupan manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup, baik
di dunia dan diakhirat. Infak dalam ajaran Islam adalah sesuatu yang
4 Ibid, 20. 5 Abdiyansyah Linge,”Filantropi Islam Sebagai Instrumen Keadilan Ekonomi”…, 159. 6 Abdiyansyah Linge,”Filantropi Islam Sebagai Instrumen Keadilan Ekonomi”…, 165.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
bernilai ibadah diperuntukkan kepada kemaslahatan umat. Arti infak
dalam bentuk yang umum ialah mengorbankan harta pada jalan Allah
yang dapat menjamin segala kebutuhan manusia menurut tata cara
yang diatur oleh hukum. Kewajiban berinfak tidaklah terlepas pada
zakat saja yang merupakan rukun Islam, akan tetapi disamping itu
mengandung sesuatu keharusan berinfak dalam memelihara pada
dirinya dan keluarganya. Di dalam pemeliharaan umat dalam
menjamin dan menolong terhadap kebaikan dan ketakwaan.7
Seperti yang telah kita ketahui bahwa infak adalah
mengeluarkan harta yang mencakup harta benda yang dimiliki dan
bukan zakat. Infak kepada fakir miskin secara muslim, infak bencana
alam, infak kemanusiaan, dan lain-lain. Terkait dengan infak ini
Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim, “ada malaikat yang senantiasa berdoa setiap
pagi dan sore:”Ya Allah SWT, berilah orang yang berinfak, gantinya.
Dan berkata yang lain:”Ya Allah, jadikanlah orang yang menahan
infak, kehancuran”.8
2. Hibah atau Pemberian
a. Pengertian Hibah
7 Ibid., 166. 8 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, terjemahan Abdul Hayyie, Jilid 2, (Jakarta:
Gema Insani, 2011), 916.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
Secara etimologi, hibah berarti pemberian. Pemberian ini
dilakukan secara sukarela dalam mendekatkan diri kepada Allah,
tanpa mengharapkan balasan apapun.9
Hibah sama dengan hadiah, kedua istilah ini mempunyai
pengertian yang hampir sama. sedangkan hadiah ialah pemberian
untuk memuliakan seseorang dan biasanya ia ada hubungkan dengan
sesuatu perkara (ucapan terimkasih). Dengan ini dapat ketahui bahwa
hadiah adalah hibah.10
Hibah secara istilah adalah suatu akad yang memberikan hak
milik (hartanya) pada seseorang secara sukarela semasa hidup
pemberi tanpa mengharapkan imbalan (iwad). Secara lebih khusus
lagi, hibah ialah suatu akad pemberian secara sukarela, bukan
mengharapkan pahala di akhirat saja tetapi untuk memuliakan
seseorang (Zamro Mudah).11
b. Hukum Pemberian Hibah
Dari segi hukum, hibah adalah sunah dan diterapkan terutama
pada keluarga terdekat. Hibah didasarkan pada Alquran:
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. kemudian
9 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 82. 10 Abdiyansyah Linge,”Filantropi Islam Sebagai Instrumen Keadilan Ekonomi”…, 167. 11 Ibid., 168.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”.(An-Nisa:4)12
Artinya :
“ Dia memberikan harta padahal dia mencintai akan harta itu”(
Qs. al-Baqarah ayat 177)13
3. Sedekah
a. Pengertian Sedekah
Sedekah adalah pemberian harta kepada orang-orang fakir-
miskin, orang yang membutuhkan, ataupun pihak-pihak lain yang
berhak menerima shadaqah, tanpa disertai imbalan, tanpa paksaan,
tanpa batasan jumlah, kapan saja dan berapapun jumlahnya.
Shadaqah ini hukumnya adalah sunah, bukan wajib. Karena itu,
untuk membedakannya dengan zakat yang hukumnya wajib, para
fuqaha menggunakan istilah shadaqah tathawwu’ atau ash shadaqah
an nafilah.14
Di dalam Alquran banyak sekali ayat yang menganjurkan kaum
Muslimin untuk senantiasa memberikan sedekah. Di antara ayat yang
dimaksud adalah firman Allah SWT yang artinya: ''Tidak ada
12 Tim Disbintalad, Al Quran Terjemah Indonesia, (Jakarta: Dinas Pembinaan Mental TNI
Angkatan Darat, 2002), 141. 13 Ibid., 48 – 49. 14 Anim Rahmayati, “Filantropi Islam: Model dan Akuntabilitas”,…, 20.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-
bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau
berbuat ma'ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan
barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah,
maka kelak Kami akan memberi kepadanya pahala yang besar.'' (QS
An Nisaa [4]: 114). Banyak ayat dan hadis Nabi SAW yang
menganjurkan sedekah juga tidak sedikit jumlahnya ini berarti bahwa
sedekah itu mempunyai motivasi agama.15
Kata al-Shada>qoh berasal dari kata al-Shidqu yang berarti
benar, tulus, dan lurus. Oleh sebab itu, semua amal saleh dan ibadah
harus dilandasi dengan niat yang tulus dan lurus. Sedekah dapat
menghindarkan kita dari keburukan, karena sedekah bisa
mendekatkan kita dengan Allah sekaligus memuliakan kita di dunia
dan akhirat.16
b. Dasar Hukum
Berbeda dengan zakat yang dijelaskan waktu dan batasannya.
Waktu sedekah dianjurkan agar setiap waktu. Berdasarkan dalil
Alquran, sebagaimana firman Allah SWT surat al-Baqarah ayat
245.17
15 Helmi Karim, Fikih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), 80. 16 Abdul H. Manshur, Terapi Bersedekah, (Jakarta: Penerbit Zaman, 2013), 9. 17 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, terjemahan Abdul Hayyie, Jilid 3, (Jakarta: Gema Insani, 2011) 357.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak, dan Allah menyemputkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”.18
Dianjurkan untuk bersedekah dengan harta yang paling baik
dan paling disukai, berdasarkan firman Allah surat Ali-imran ayat 92:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.19
c. Hukum Sedekah
Sedekah hukumnya sunnah dan dianjurkan di setiap waktu,
tetapi hukum sunnah ini bisa berubah menjadi haram apabila
diketahui bahwa orang yang menerima sedekah akan menggunakan
barang sedekah tersebut untuk kemaksiatan, namun bisa juga menjadi
wajib apabila seseorang bertemu dengan orang dalam kondisi darurat
dan membutuhkan, sedangkan dia mempunyai kelebihan dari
kebutuhannya.20
18 Tim Disbintalad, Al Quran Terjemah Indonesia…, 72. 19 Ibid., 112. 20 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu…, 357-358.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
4. Zakat
a. Pengertian Zakat
Zakat menurut bahasa adalah berkembang, bertambah. Orang
arab mengatakan zakaa az-zar’u ketika az-zar’u (tanaman) itu
berkembang dan bertambah. Zakat an-nafaqatu ketika nafaqah (biaya
hidup) itu diberkahi. Ketentuan zakat secara tegas dicantumkan oleh
Allah dalam Alquran sebagaimana ayat berikut:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu”.
(Asy-Syams: 9).21
Zakat menurut syara’ adalah hak yang wajib pada harta.
Malikiyah memberikan definisi bahwa zakat adalah mengeluarkan
sebagain dari harta tertentu yang telah sampai nishab kepada orang
yang berhak menerima, jika kepemilikan, haul (genap satu tahun)
telah sempurna selain barang tambang tanaman dan harta temuan.22
Sebagaimana penjelasan kata zakat yang berasal langsung dari
Alquran, ketentuan tentang kewajiban seseorang muslim
mengeluarkan zakat juga dapat ditemukan dengan mudah dalam surat
An-Nur ayat 56
21 Tim Disbintalad, Al Quran Terjemah Indonesia…, 1247. 22 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa’adillatuhu…, 164-165.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
“Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada
rasul, supaya kamu diberi rahmat”. 23
B. Hukum Pidana Islam
1. Pengertian Hukum Pidana Islam
Hukum pidana Islam sering disebut juga dengan fiqh dalam
istilah jinayah atau jarimah 24. Pada dasarnya pengertian jinayah ini
mengacu pada hasil perbuatan sesorang. Pengertian-pengertian ini
biasanya terbatas pada perbuatan yang dilarang oleh fuqoha. Perkataan
jinayah berati suatu perbuatan yang dilarang oleh syara’. Dan juga yang
mengancam keselamatan jiwa seperti pembunuhan, perlukaan dan
lainnya .25
Suatu perbuatan melawan hukum, baik berupa pelanggaran
terhadap larangan, maupun pengabaian terhadap kewajiban yang sudah
ada dalam undang-undang atau aturannya, sehingga apabila hal tersebut
23 Tim Disbintalad, Al Quran Terjemah Indonesia…, 683. 24 Makhrus Munajat, Dekontruksi Hukum Pidana Islam, ( Yogyakarta: Logung Pustaka, 2004), 1. 25 A.Djazuli, Fiqih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), (Jakarta:PT.Raja
Grafindo Persada, 2000), 1.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
dilanggar atau diabaikan maka akan terkena hukuman dan inilah yang
dimaksud dengan tindak pidana.26
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan
hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat
bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau
kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman
pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.27
Hukum pidana Islam sering disebut dalam fiqh dengan istilah
jinayah atau jarimah. Jinayah merupakan bentuk verbal noun (masdar)
dari kata jana. Hukum pidana atau fiqh jinayah. Jinayah merupakan
suatu tindakan yang dilarang oleh syara’ karena dapat menimbulkan
bahaya bagi jiwa, harta, keturunan, dan akal (intelegensi). Sebagian
fuqaha’ menggunakan kata jinayah untuk perbuatan yang berkaitan
dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai,
menggugurkan kandungan dan lain sebagainya. Dengan demikian istilah
fiqh jinayah sama dengan hukum pidana.28
2. Jarimah
Jarimah (tindak pidana) didefinisikan oleh Imam Mawardi
sebagai berikut: Segala larangan syara’ (melakukan hal-hal yang
26 Noorwahidah, Pidana Mati dalam Hukum Pidana Islam, (Surabaya, Al-Ikhlas,1994), 16. 27 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 59. 28 Makhrus Munajat, Dekontruksi Hukum Pidana Islam…, 2.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
dilarang dan meninggalkan hal-hal yang mewajibkan) dengan diancam
hukuman had atau takzir.29
Pada umumnya para ulama membagi jarimah berdasarkan aspek
berat dan rintangan hukum serta ditegaskan atau tidak oleh Alquran atau
hadis. Atas dasar ini, mereka membagi menjadi tiga macam:30
a. Jarimah Hudud
Jarimah Hudud adalah semua jenis tindak pidana yang telah
ditetapkan jenis, bentuk, dan sanksinya oleh Allah dalam alqur’an
dan oleh Nabi didalam hadis. Had atau hudud mencakup semua
jarimah, baik hudud itu sendiri, kisas, maupun diat. Sebab sanksi
keseluruhannya telah ditentukan secara syara’.31
Al –Sayyid Sabiq menyebut sanksi tersebut dengan hudud
karena pada umumnya bisa mencegah pelaku dari tindakan
mengulang. Secara umum arti dari kata hudud menunjukkan larangan
sebagaimana firman Allah berikut.32
“Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya.”
(QS. Al-Baqarah: 187).
29 Djazuli, Fiqh Jinayah…, 1-3. 30 Ibid., 11. 31 M.Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), 47. 32 Ibid., 48.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
Karena beratnya sanksi yang akan diterima terhukum terbukti
bersalah melakukan Jarimah ini, maka penetapan asas legalitas bagi
pelaku Jarimah harus hati-hati, ketat dalam penerapannya.33 Meliputi:
perjinahan, qadzaf (menuduh berzina), minum khamr (meminum
minuman keras), pencurian, peramokan, pemberontakan, dan
murtad.34
b. Jarimah Kisas
Pengertian Jarimah kisas atau diyat, seperti Jarimah hudud,
Jarimah kisas atau diyat, telah ditentukan jenis maupun besar
hukuman untuk Jarimah ini hanya satu untuk setiap jamaah. Satu
untuk setiap jamaah. Satu-satunya perbedaan jarimah kisas atau
diyat menjadi hak perseorangan atau hak adami yang membuka
kesempatan pemaafan bagi pembuat jarimah oleh orang yang
menjadi korban, wali atau ahli warisnya. Jadi, dalam kasus jarimah
kisas atau diyat ini, korban atau ahli warisnya dapat memaafkan
perbuatan orang pembuat Jarimah kisas dan menggantikannya dengan
diyat atau meniadakan diyat sama sekali. Hak perseorangan yang
dimaksud seperti telah disinggung hanya diberikan kepada korban
jika korban masih hidup, dan pada ahli warisnya jika korban telah
meninggal dunia. Oleh karena itu, kepala negara dalam kedudukannya
sebagai penguasa, tidak berkuasa memberikan pengampunan bagi
33 Rahmat Hakim , Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 26. 34 A. Djazuli, Fiqh Jinayah…, 11.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
pembuat Jarimah , lain halnya jika korban tidak memiliki ahli waris
maka kepala Negara bertindak sebagai wali bagi orang tersebut. Jadi,
kekuasaan untuk memaafkan orang pembuatan jarimah itu bukan
karena kedudukannya sebagai penguasa tertinggi suatu Negara, tetapi
karena statusnya sebagai wali dari koraban yang tidak mempunyai
wali atau ahli waris.35
Keberadaan hukum kisas di dalam syari’at Islam didasarkan
kepada nash Alquran didalam surat al- Maidah ayat 45, yaitu:36
“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”
Tindakan yang tergolong jarimah kisas, yaitu pembunuhan
sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan karena kesilapan,
penganiayaan sengaja, dan penganiayaan tidak sengaja.37
c. Jarimah Takzir
35 Ibid., 27-28. 36 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta,Rineka Cipta, 2001), 531-532. 37 Zikri Darussamin, “ Kisas dalam Islam dan Relevansinya Dengan Masa Kini”, Volume 48,
(2014), 111.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
Jarimah takzir menurut arti kata adalah at-ta’dib artinya
memberi pengajaran. Dalam fiqh jinayah, takzir adalah suatu dalam
bentuk jarimah , yang bentuk atau macam jarimah serta hukuman dan
sanksinya ditentukan oleh penguasa.38
Takzir menurut bahasa adalah masher (kata dasar) bagi azzara
yang berarti menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti
menguatkan, memuliakan, membantu. Takzir juga berarti hukuman
yang berupa memberi pelanggaran. Disebut dengan takzir karena
hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum untuk tidak
kembali ke jarimah atau dengan kata lain membuatnya jera.39
Para fuqaha mengartikan takzir dengan hukuman yang tidak
ditentukan oleh Alquran dan Hadits yang berkaitan dengan kejahatan
yang melanggar hak Allah swt dan hak hamba yang berfungsi sebagai
pelajaran bagi terhukum dan pencegahannya untuk tidak mengulangi
kejahatan serupa. Hukuman takzir boleh dan harus diterapkan sesuai
dengan tuntutan kemaslahatan.Para ulama membagi jarimah takzir
yakni yang berkaitan dengan hak Allah SWT dan hak hamba.
Sehingga dapat dibedakan bahwa untuk takzir yang berkaitan dengan
hak hamba disamping harus dada gugatan, tidak dapat diberlakukan
teori tadakhul yakni sanksi dijumlahkan sesuai dengan banyak
kejahatan, Ulil Amri tidak dapat memaafkan, sedangkan takzir yang
38 Rahmat Hakim, Hukum PIdana Islam…, 31. 39 A. Djazuli, Fiqh Jinayah…, 163-165 .
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
berkaitan dengan hak Allah SWT, tidak harus ada gugatan dan ada
kemungkinan Ulil Amri memberi pemaafan bila hal itu membawa
kemaslahatan sehingga semua orang wajib mencegahnya.40 Jarimah
takzir terbagi menjadi tiga bagian:
1) Jariamah hudud atau kisas atau diyat yang subhat atau tidak
memenuhi syarat, namun sudah merupakan maksiat. Misalnya,
percobaan pembunuhan, percobaan pencurian, pencurian
dikalangan keluarga dan pencurian listrik.
2) Jarimah -jarimah yang ditentukan oleh Alquran dan Hadits,
namun tidak ditentukan sanksinya. Misalnya, penghinaan, saksi
palsu, tidak melaksanakan amanah, dan menghina agama.
3) Jarimah - jarimah yang ditentukan oleh Ulil Amri untuk
kemaslahatan umum. Dalam hal ini, nilai ajaran Islam dijadikan
pertimbangan penentuan kemaslahatan umum.41
Selain tiga jarimah di atas, Abdurrahman al-Maliki dalam
bukunya yang berjudul “Sistem Sanksi Dalam Islam”, menambahkan
satu lagi jarimah yaitu mukha>lafat. Mukha>lafat adalah tidak sejalan
dengan perintah atau larangan yang ditetapkan negara. Khalifah tidak
boleh menghalalkan yang haram, dan mengharamkan yang halal. Ia
juga tidak boleh mewajibkan ynag mandub atau mubah, dan tidak
boleh mengharamkan yang makruh. Ia tidak boleh memubahkan yang
40 Ibid., 167. 41 Ibid., 11.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
haram, atau mewajibkan yang haram. Juga tidak boleh
mengharamkan yang wajib, mandub, atau yang mubah. Berkaitan
dengan perkara-perkara kenegaraan, Khalifah mengeluarkan
instruksi-instruksi berupa perundang-undangan yang mengikat.
Instruksi-instruksi atau perundang-undangan tersebut wajib
dilaksanakan oleh kaum muslim. Dengan demikian, menentangnya
atau melanggarnya adalah perbuatan maksiat.42
Syar’i telah memberikan hak kepada khalifah untuk
memerintah dan melarang manusia, dan menetapkan pelanggaran
terhadapnya sebagai kemaksiatan. Syar’i juga memberikan wewenang
kepada Khalifah untuk menjatuhkan sanksi kepada masyarakat atas
mukha>lafat, dan hak untuk menetapkan ukuran sanksi yang
diketahuinya sebagai mukha>lafat semacam ini. itu sebabnya
mukha>lafat mirip dengan takzir yang dari sisi keberadaannya,
sanksinya tidak ditetapkan oleh syar’i. Perkara ini diserahkan kepada
khalifah atau qadly (sebagai wakil dari khalifah). Mukha>lafat berbeda
dengan takzir dari sisi bahwa ia adalah sanksi (yang dijatuhkan)
karena meninggalkan perbuatan yang diperintahkan penguasa, atau
mengerjakan perkara yang dilarang oleh penguasa. Berbeda dengan
42Abdurrahman al Maliki, Sistem Sanksi Dalam Islam, (Bogor:Pustaka Thariqul Izzah,2002), 311.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
takzir, takzir adalah meninggalkan perintah Allah SWT, dan
mengerjakan perkara yang dilarang Allah.43
Mukha>lafat tidak membutuhkan adanya penuntut. Oleh
karena itu qadly memiliki legalitas dalam perkara mukha>lafat tatkala
ia menjumpai di tempat manapun, tanpa memerlukan ruang sidang
pengadilan. Ia memutuskan kasus mukha>lafat tatkala kasus tersebut
terjadi. Umar bin Khaththab adakalanya menjatuhkan sanksi atas
mukha>lafat. Kadangkala ia memukul seorang laki-laki yang berhenti
di tengah jalan dan menghalangi orang yang hendak lewat. Beliau
juga kadang-kadang memberi sanksi kepada orang yang melanggar
perintah-perintahnya.44
Sangat dimungkinkan untuk menetapkan sanksi-sanksi
tertentu bagi fakta-fakta (kasus-kasus takzir) tertentu, dalam bentuk
tuntunan global sebagaimana yang ada pada takzir. Meskipun kasus-
kasus yang terjadi sekarang ini bisa berubah. Dan kadangkala tetap
tidak mengalami perubahan radikal pada sebagian kasus. Oleh karena
itu, penetapan sanksi-sanksi tertentu tidak perlu rinci, malahan
kadangkala menyimpang dari kaedah umum. Sanksi-sanksi yang telah
ditetapkan untuk kasus-kasus yang bersifat tetap. Akan tetapi jika ia
berubah karena perubahan perundang-undangan yang baru termasuk
43 Ibid, 312 44 Ibid,.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
instruksi-instruksi dan larangan-larangan baru,maka harus dibuat
ketetapan baru yang sesuai dengan perundang-undangan yang baru.45
3. Sistem Sanksi
Di dalam pidana Islam ketika seseorang melakukan suatu
jarimah, tentu akan mendapatkan suatu hukuman, dalam hal ini
hukuman disebut juga dengan ‘Uqubat . ‘Uqubat disyari’atkan untuk
mencegah manusia dari tindak kejahatan. Allah Swt. Berfirman:46
“Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah
(2) : 179).
Maksud kata disyariatkannya (hukum) kisas bagi kalian yakni
membunuh si pembunuh, sehingga dalam perintah tersebut terdapat
hikmah yang besar yaitu menjaga jiwa. Dengan demikian uqubat
berfungsi sebagai suatu pencegahan. Sebeb keberadaannya dapat
mencegah manusia dari tindak kejehatan.47
Maksud pokok hukuman adalah untuk memelihara dan
menciptakan kemaslahatan manusia dan menjaga mereka dari hal-hal
mafsadah, karena Islam itu sebagai rahmatan lil alamin, untuk
45 Ibid, 313. 46 Ibid., 1. 47 Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
memberikan petunjuk dan pelajaran kepada manusia.Hukuman
ditetapkan demikian untuk memperbaiki individu menjaga kemaslahatan
dan tertib sosial. Bagi Allah swt sendiri tidaklah akan memudahkan
kepadanya apabila manusia di bumi ini melakukan kejahatan dan tidak
akan memberikan manfaat kepada Allah swt apabila manusia dimuka
bumi taat kepadaNya.48
Perlu dipahami bahwa apabila semua perbuatan tersebut
dibiarkan tanpa adanya aturan yang mengatur, maka akan mengantarkan
pada kekacauan dan kegoncangan. Oleh karena itu Allah Swt mengatur
perbuatan manusia-manusia, Allah juga mengatur pemenuhan terhadap
naluri dan kebutuhan jasmani manusia dengan hukum. Syariat Islam
telah menjelaskan hukum atas setiap peristiwa yang terjadi pada
manusia. Itu sebabnya Allah Swt mensyariatkan halal dan haram. Syara’
yang mengandung perintah dan larangan-Nya, dan Allah Swt meminta
manusia agar berbuat sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah
Swt dan menjauhi larangan-Nya. Jika menyalahinya maka manusia telah
melakukan perbuatan tercela, yaitu melakukan suatu kejahatan.
Sehingga berdasarkan hal ini maka orang-orang yang berdosa harus
dikenai sanksi. Dan dengan demikian manusia dituntut untuk
48 A. Djazuli, Fiqh Jinayah…, 25.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi yang dilarang
oleh-Nya.49
Syariat Islam menjelaskan bahwa bagi para pelanggar akan
dikenai sanksi di akhirat dan di dunia. Dan Allah pula yang akan
mengadzabnya kelak di hari Kiamat. Allah Swt berfirman:50
“Beginilah (keadaan mereka). dan Sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka benar-benar (disediakan) tempat kembali yang buruk, (yaitu) neraka Jahannam, yang mereka masuk ke dalamnya; Maka Amat buruklah Jahannam itu sebagai tempat tinggal.” (QS. Shad (38)
: 55-56).
Keberadaan sanksi sebagai pencegah, karena mampu mencegah
manusia dari perbuatan dosa dan tindak pelanggaran. Sedangkan
keberadaan sanksi sebagai penebus adalah karena sanksi dapat menebus
sanksi di akhirat. Sanksi akhirat bagi seorang muslim akan gugur oleh
sanksi yang dijatuhkan oleh negara di dunia.51
Dasar-dasar penjatuhan hukuman tersebut diantaranya :
"Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu kholifah dimuka bumi ini, maka berikanlah keputusan hukuman diantara menusia
49 Abdurrahman al Maliki, Sistem Sanksi Dalam Islam…, 2. 50 Ibid., 2-3. 51 Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
dengan adil dan janganlah mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah akan mendapatkan siksa yang berat karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Q.S. Shaad: 26)52
"Wahai orang-orang yang beriman,jadikanlah kamu orang yang benar-benar sebagai penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah baik terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dari kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih mengetahui kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.Janganlah kamu memutarbalikkan kata-kata atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan."(Q.S An-Nisa:135)53
Menurut Makhrus Munajat dalam bukunya “Dekonstruksi
Hukum Pidana Islam”, hukuman ada tiga macam, yaitu:54
a. Hudud
Kata “Hudud” adalah jamak dari kata “Hadd” yang berarti
pencegah, pengekangan atau larangan dan karenanya ia merupakan
suatu peraturan yang bersifat membatasi atau mencegah atau
undangundang dari Allah SAW berkenaan dengan hal-hal boleh
(halal) dan terlarang (haram).55
b. Kisas
52 Tim Disbintalad, Al Quran Terjemah Indonesia,…, 902. 53 Ibid, 179. 54 Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana…, 11. 55 Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
Kata Kisas berasal dari kata Arab “Qasiha” berarti dia
memutuskan, atau mengikuti jejak buruannya, dan karenanya ia
bermakna sebagai hukum balas (yang adil) atau pembalas yang
sama atas pembunuhan yang telah dilakukan.
c. Takzir
Pengertian takzir menurut bahasa adalah ta’dib yang artinya
memberi pelajaran. Takzir juga diartikan dengan ar-raddu wal-
man’u yang memberi pelajaran. Takzir diartikan mencegah dan
menolak karena ia dapat mencegah pelaku agar tidak mengulangi
perbuatannya. Sedangkan menurut syara’, takzir adalah hukuman
yang ditetapkan atas perbuatan maksiat atau jinayah yang tidak
dikenakan hukuman had dan tidak pula kifarat. Dari segi definisi
diatas, jelaslah bahwa takzir ialah suatu istilah hukuman atas
jarimah. Jarimah hukumannya belum ditetapkan oleh syara’.56
Takzir adalah suatu sanksi bagi kemaksiatan yang didalamnya tidak
ada had dan kafarat. Takzir adalah sanksi yang bentuknya tidak
ditetapkan secara spesifik oleh syar’i. Bentuk sanksi yang tidak
mengikat menjadikan takzir sebagai suatu sanksi yang dapat
menerima pemaafan dan pengguguran sanksi. Lain halnya dalam
sanksi hudud dan jinayat dalam keduanya tidak diterima pemaafan
dan pengguguran dari pihak hakim. Didalam sanksi takzir boleh
mempertimbangkan aspek kemanusiaan yaitu apakah pelaku belum
56A. Djazuli, Fiqh Jinayah,…, 163.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
pernah melakukan pelanggaran sebelumnya, atau pelaku memiliki
prilaku baik dan lainnya.57
Dari segi ilmu bahasa, menurut al-Ramli, takzir adalah kata benda
yang mempunyai sifat besar, dan menunjukkan sifat-sifat agung
yang berkaitan dengan pengertian pelajaran dan pukulan. Oleh
karena itu, dalam ilmu hukum, secara teknis istilah takzir ini
dipergunakan untuk menyebut tindakan yang bersifat pelajaran atau
pengajaran yang diberikan terhadap orang yang melakukan
kesalahan yang tidak diatur oleh ketentuan hukum had.58
Secara bahasa, takzir bermakna al-Man’u (pencegahan). Menurut
istilah, takzir bermakna, at-Ta’dib (pendidikan) dan at-Tankil
(pengekangan). Adapun, definisi takzir secara syar’i yang
menerangkan sanksi-sanksi yang bersifat edukatif adalah sanksi
yang ditetapkan atas tindakan maksiat yang didalamnya tidak ada
had dan kafarat.59
Takzir telah disyariatkan bagi setiap pelanggaran yang hukumnya
tidak ditetapkan ukuran sanksinya. Semua yang belum ditetapkan
ukuran sanksinya maka sanksinya akan diserahkan kepada penguasa
agar menetapkan kadar sanksi dan jenis sanksinya.60
57 Abdurrahman al Maliki, Sistem Sanksi Dalam Islam..., 13. 58 Jimly Asshiddiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia Studi tentang Bentuk-Bentuk Pidana dalam Tradisi Hukum Fiqh dan Relevansinya Bagi Usaha Pembaharuan KUHP Nasional, (Bandung: Angkasa. 1996),143. 59 Abdurrahman al Maliki, Sistem Sanksi Dalam Islam..., 239. 60 Ibid., 240-241.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
Sanksi takzir ditetapkan sesuai dengan tingkat kejahatannya,
kejahatan yang besar haruslah dikenai sanksi yang berat, sehingga
tercapailah tujuan sanksi yaitu sebagai suatu pencegahan.
Begitupula dengan kejahatan kecil, maka akan dikenai sanksi yang
dapat mencegah orang lain melakukan kejahatan yang serupa.
Pelaku kejahatan kecil tidak boleh dikenai sanksi melampaui batas,
agar tidak termasuk mendzalimi pelaku dosa tersebut.61
Imam Malik berpendapat bahwa takzir boleh melebihi hudud, jika
hal itu telah ditetapkan oleh Khalifah. Sebagaimana yang telah
diriwayatkan sebagai berikut :
Bahwa Mu’an bin Zaidah telah membuat stempel palsu baitul mal, kemudian ia mendatangi petugas baitul mal dengan surat yang ia stempel (dengan stempel palsu tadi), lalu ia mendapatkan harta. Peristiwa ini kemudian disampaikan kepada Umar ra. Lalu, Umar memukulnya sebanyak 100 kali dan memenjarakannya. Setelah itu, Mu’an bin Zaidah masih saja melakukan perbuatan tersebut, maka Umar kembali memukulnya. Setelah itu ia masih saja melakukan perbuatan itu, maka Umar kembali memukulnya sebanyak 100 kali dan mengasingkannya.62
Penetapan kadar sanksi takzir asalnya merupakan hak bagi Khalifah.
Meskipun demikian sanksi takzir boleh ditetapkan berdasarkan
ijtihad wakil Khalifah. Bolehlah juga ketika Khalifah melarang
wakilnya untuk menetapkan sanksi sehingga Khalifah sendirilah
yang menetepkan ukuran sanksinya kepada wakilnya.63
61 Ibid., 242. 62 Ibid., 243. 63 Ibid., 245.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
Meskipun semua perkara ditetapkan oleh Khalifah, akan tetapi
ketika Khalifah menetapkan takzir, maka yang ditetapkan tersebut
tidak boleh keluar dari hukum, hal ini disebabkan karena suatu
perbuatan adakalanya berhukum fardhu, sunnah, mubah, haram atau
makruh. Suatu sanksi atau hukuman hanya berkisar pada
meninggalkan suatu kewajiban dan mengerjakan perbuatan yang
diharamkan. Jika meninggalkan kewajiban yang bersifat fardhu
maka, semua itu tergolong dalam suatu perbuatan yang
meninggalkan kewajiban.64
Sudah menjadi jelas bahwasannya Khalifah menetapkan sanksi
takzir akan tetapi suatu ketetapannya tidak boleh melampaui
ketetapan yang telah ditetapkan oleh Allah. Dengan hal ini, maka
ketetapan sanksi yang ditetapkan oleh Khalifah hanya terbatas pada
perbuatan yang meninggalkan kewajiban dan mengerjakan
perbuatan yang diharamkan. Khalifah juga tidak boleh menjatuhkan
sanksi takzir dengan dalih kemaslahatan masyarakat, karena
pengaturan dalam lingkup masyarakat sudah menjadi tanggung
jawab Imam seperti perencanaan kota dan lainnya. Selain dari
perkara tersebut seorang Khalifah tidak memiliki hak, dan juga
suatu kemaslahatan bukanlah dalil dari syara’. Itulah sebabnya
sanksi tidak boleh ditetapkan berdasarkan kemaslahatan.65
64 Ibid., 246. 65 Ibid., 247.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
Sanksi takzir memiliki berbagai macam jenis yaitu sanksi hukuman
mati, jilid, penjara, pengasingan, al-hijri, salib, ghuramah,
melenyapkan harta, mengubah bentuk barang, wa’dh, hurman,
tawbikh, dan tasyhir. Dari gambaran bentuk-bentuk pidana dalam
Alquran dan Hadis dapat disimpulkan bahwa konsep pemidanaan
dalam tradisi Islam meliputi pidana atas jiwa, atas anggota badan,
atas harta, dan atas kemerdekaan, konsep pidana tersebut,
merupakan sanksi yang bersifat hukum. Akan tetapi, sebagai sanksi
hukum jenis pidana diatas, tidak murni bersifat pidana. Dalam
tradisi Islam mengenai sanksi hukum memiliki dua konsep yaitu
konsep kaitan dengan sanksi agama, yang kedua sifat pidana dan
perdata.66
Pengelompokan bentuk-bentuk pidana tersebut terjadi karena dalam
pemikiran hukum Islam, jenis-jenis kejahatan dikelompokkan
dengan kriteria hak yang dilanggar antara hak Allah dan hak
manusia, dan konsep hukuman yang dinyatakan dalam Alquran itu
sendiri dipahami sebagai hukuman yang pasti dan tidak dapat
berubah.67
66 Jimly Asshiddiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia..., 119. 67 Ibid., 120-121.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
BAB III
PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1
TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN GELANDANGAN DAN
PENGEMIS
A. Penanganan Gelandangan dan Pengemis
Penanganan menurut Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis
adalah suatu proses ataupun cara serta tindakan yang ditempuh melalui
upaya preventif, koersif, rehabilitatif, dan reintegrasi sosial dalam rangka
melindungi dan memberdayakan gelandangan dan pengemis.1
Menurut pasal 7 Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis,
penanganan gelandangan dan pengemis diselenggarakan melalui upaya yang
bersifat
1. Preventif
Upaya preventif merupakan suatu usaha secara terorganisir yang
meliputi penyuluhan, bimbingan, latihan, dan pendidikan, pemberian
bantuan sosial, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai
pihak yang berhubungan langsung dengan pergelandangan maupun
pengemisan.2
1 Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan
Gelandangan dan Pengemis, 2. 2 Ibid., 3.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
Upaya preventif yang dilakukan ini dijelaskan secara rinci dalam
pasal 8 ayat (1) sampai (6) Peraturan Daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan
dan Pengemis, bahwa upaya preventif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf a dapat dilakukan melalui:3
a. Pelatihan keterampilan, magang dan perluasan kesempatan kerja.
Pelatihan, magang dan perluasan kesempatan kerja ini adalah
suatu pelayanan terpadu dan berkelanjutan untuk mewujudkan
hak masyarakat atas pekerjaannya. Perluasan kesempatan kerja
tersebut dapat ditempuh melalui kebijakan afirmasi dengan
memprioritaskan warga miskin yang sudah terlatih dan
mempunyai ketrampilan untuk mendapat pekerjaan sehingga
warga tersebut betul-betul sudah siap untuk berkerja karena telah
memiliki skill yang mupuni.4
b. Peningkatan derajat kesehatan.
Peningkatan derajat kesehatan adalah suatu upaya yang dilakukan
melalui pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitatif. Hal ini dilakukan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, sebagai peningkatan derajat kesehatan
3 Ibid., 5 - 6.
4 Ibid., 17.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
yang mencakup pemberian jaminan kesehatan bagi masyarakat
miskin.5
c. Fasilitasi tempat tinggal
Fasilitasi tempat tinggal yaitu upaya yang dilakukan melalui
rehabilitasi rumah tak layak huni dengan cara memberikan
kemudahan akses untuk memiliki Rumah Sangat Sederhana bagi
warga miskin yang belum memiliki tempat tinggal.6
d. Peningkatan pendidikan
Peningkatan pendidikan ditujukan bagi keluarga miskin melalui
pendidikan formal, informal, dan non formal. Pendidikan non
formal bagi para orang tua dapat difasilitasi melalui PKBM, SKB
atau lembaga lainnya. Peningkatan pendidikan juga ditujukan
bagi anak-anak keluarga miskin untuk memastikan dan menjamin
anak-anak dapat mengikuti program wajib belajar 9 tahun dan
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Peningkatan
pendidikan dapat dilakukan melalui layanan beasiswa dan
dukungan lainnya.7
e. Penyuluhan dan edukasi masyarakat
Penyuluhan dan edukasi masyarakat adalah salah satu teknik
yang digunakan untuk memberi informasi mengenai situasi,
kondisi dan resiko hidup di wilayah perkotaan, hak dan kewajiban
5 Ibid.
6 Ibid., 18.
7 Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
warga negara termasuk masalah ketertiban umum. Penyuluhan
dilakukan oleh petugas atau tenaga penyuluh.8
f. Pemberian informasi melalui baliho di tempat umum
Pemberian informasi dilakukan melalui baliho di tempat umum
seperti pemasangan spanduk, baliho atau alat peraga lainnya yang
tujuannya untuk mengajak setiap orang untuk tidak melakukan
kegiatan pergelandangan dan pengemisan atau ajakan untuk tidak
memberikan uang atau barang kepada gelandangan dan pengemis
di tempat umum.9
g. Bimbingan sosial
Bimbingan sosial merupakan serangkaian tindakan pendampingan
untuk memberi informasi, motivasi, memfasilitasi warga
masyarakat dalam memecahkan masalah, memperkuat
kemampuan mereka untuk memecahkan masalah, membuat
pilihan-pilihan hidup, meningkatkan partisipasi sosial, menggali
potensi dan sumber-sumber yang dapat digunakan untuk
mendukung kehidupan keluarganya.10
h. Bantuan sosial
Bantuan sosial merupakan salah satu wujud perlindungan sosial
yang diperuntukkan bagi seseorang, keluarga, kelompok, atau
masyarakat yang mengalami guncangan dan kerentanan sosial
8 Ibid.
9 Ibid.
10 Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
dapat tetap hidup secara wajar. Bantuan sosial tersebut diberikan
dalam bentuk bantuan langsung, dengan harapan memberikan
kemudahan untuk mengakses pelayanan sosial lainnya.11
2. Koersif
Upaya koersif adalah suatu upaya tindakan pemaksaan dalam proses
rehabilitasi sosial.12
Upaya Koersif ini dijelaskan secara rinci dalam pasal 9 ayat (1) sampai
(6) Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun
2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis, bahwa upaya
koersif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dilakukan melalui
beberapa cara yaitu:13
a. Penertiban
Tindakan penertiban dilakukan terhadap setiap orang yang tinggal di
tempat umum, baik orang yang mengalami gangguan jiwa yang
berada di tempat umum, ataupun orang yang meminta-minta di
tempat-tempat umum, pemukiman, peribadatan atau orang yang
meminta-minta dengan menggunakan alat.
b. Penjangkauan
Sedangkan penjangkauan merupakan suatu tindakan proaktif yang
dilakukan oleh petugas penjangkauan yang dilakukan ke wilayah-
wilayah yang dijadikan tempat tinggal gelandangan dan pengemis.
11
Ibid., 19. 12
Ibid., 3. 13
Ibid., 6.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
Penjangkauan ini merupakan suatu kontak awal dan proses membina
hubungan sosial serta membangun kepercayaan dengan gelandangan
dan pengemis.14
c. Pembinaan di RPS
Pembinaan di RPS adalah serangkaian kegiatan bimbingan mental
sosial untuk membangun pemikiran, sikap, yang sesuai dengan
standar norma hukum dan norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat. Pembinaan tersebut dilaksanakan melalui bimbingan
fisik untuk melatih kedisiplinan serta bimbingan mental sosial.15
d. Pelimpahan
Pelimpahan dalam hal ini para gelandangan pengemis dilimpahkan
untuk menjalani proses hukum di pengadilan. Pelimpahan pengadilan
ditujukan bagi gelandangan pengemis yang sudah sering terjaring
razia dan/atau diindikasikan melakukan tindakan melanggar
hukum..16
3. Rehabilitasi
Upaya rehabilitatif merupakan suatu usaha yang terorganisir meliputi
usaha penyantunan, perawatan, pemberian latihan dan pendidikan,
pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali baik ke daerah-daerah
pemukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah
masyarakat. Usaha pengawasan ini disertai dengan pembinaan secara
14
Ibid. 15
Ibid., 20. 16
Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
lanjut sehingga para gelandangan atau pengemis memiliki kemampuan
untuk hidup secara layak dan bermartabat sebagai Warga Negara
Republik Indonesia.17
Rehabilitatif dijelaskan secara rinci dalam pasal 10 sampai 12 Peraturan
Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Penanganan Gelandangan dan Pengemis, bahwa upaya rehabilitatif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c dilakukan melalui:18
Motivasi dan diagnosa psikososial., perawatan dan pengasuhan,
pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan, bimbingan mental
spiritual, bimbingan fisik, bimbingan sosial dan konseling psikososial,
pelayanan aksesibilitas, bantuan dan asistensi sosial, bimbingan
resosialisasi, bimbingan lanjut dan rujukan.
Rehabilitasi terdiri dari rehabilitasi sosial awal dan rehabilitasi sosial
lanjutan. Rehabilitasi sosial awal dilaksanakan di RPS, rehabilitasi
sosial awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan di RPS.
Rehabilitasi sosial lanjutan dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis
Daerah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang sosial. Rehabilitasi
hanya dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang memiliki
tugas dan fungsi di bidang sosial.19
Gelandangan dan pengemis berdasarkan hasil identifikasi yang
terindikasi mengalami gangguan jiwa maka perlu dilakukan rehabilitasi
17
Ibid., 3. 18
Ibid., 6 - 7. 19
Ibid., 7.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
50
kejiwaan, rehabilitasi kejiwaan tersebut dilakukan oleh rumah sakit jiwa
Daerah, rumah sakit jiwa lainnya, atau pihak lain yang bekerja sama
dengan Pemerintah Daerah.20
Gelandangan dan pengemis eks psikotik yang telah selesai menjalani
rehabilitasi kejiwaan akan diberikan layanan lanjutan berupa rehabilitasi
sosial. Rehabilitasi sosial ini diselenggarakan oleh Unit Pelayanan
Teknis Daerah yang melaksanakan tugas pokok dan fungsi di bidang
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis.21
4. Reintegrasi sosial
Reintegrasi Sosial adalah suatu proses pengembalian kepada keluarga,
atau masyarakat agar dapat menjalankan fungsi-fungsi sosialnya dengan
baik sebagaimana masyarakat pada umumnya.22
Upaya Rehabilitatif ini dijelaskan secara rinci dalam pasal 13 sampai 16
Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis, bahwa upaya
rehabilitatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d dilakukan
melalui bimbingan resosialisasi, koordinasi dengan Pemerintah
Kabupaten/Kota, pemulangan dan pembinaan lanjutan.
Upaya reintegrasi sosial gelandangan dan pengemis psikotik dilakukan
setelah ditemukan keluarga dan siap menjadi pengampu. Jika
gelandangan dan pengemis psikotik tidak mempunyai keluarga, maka
20
Ibid. 21
Ibid. 22
Ibid., 3.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
51
Unit Pelaksana Teknis Daerah wajib memberikan perlindungan sosial
secara berkelanjutan.23
Reintegrasi sosial gelandangan dan pengemis dari luar Daerah dilakukan
setelah selesai menjalani rehabilitasi awal di RPS. Reintegrasi sosial
dilakukan dengan tahapan berikut:24
1. Koordinasi dengan pemerintah daerah asal.
2. Penelusuran keluarga.
3. Penyerahan.
Upaya reintegrasi sosial ini dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat
Daerah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang sosial.25
B. Tindak Pidana Dalam Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor
1 Tahun 2014 tentang Penanganan Geladangan dan Pengemis.
Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum.
Dalam hal ini, larangan menggelandang dan mengemis termasuk suatu
perbuatan tindak pidana. Pada Peraturan Daerah Yogyakarta Nomor 1 Tahun
2014 memuat pelarangan tersebut pada bab vi pada pasal 21 dan 22.
Adapun larangan-larangan tersebut adalah ketika seseorang
melakukan pergelandangan atau pengemisan baik perorangan atau
23
Ibid., 8. 24
Ibid. 25
Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
52
berkelompok dengan alasan, cara dan alat apapun untuk menimbulkan belas
kasihan orang lain.26
Selanjutnya, memperalat orang lain dengan mendatangkan seseorang
atau beberapa orang baik dari dalam Daerah ataupun dari luar Daerah dengan
tujuan melakukan pergelandangan atau pengemisan. Selain memperalat,
ketika seseorang mengajak, membujuk, membantu, menyuruh, memaksa, dan
mengkoordinir orang lain secara perorangan atau berkelompok yang
menyebabkan terjadinya pergelandangan atau pengemisan, maka ia akan
dikenai hukuman.27
Perbuatan lainnya yaitu memberi uang atau barang dalam bentuk
apapun kepada gelandangan dan pengemis di tempat umum. Dalam hal ini
tempat umum adalah suatu pusat keramaian seperti jalan, trotoar, toko,
terminal, stasiun, pasar, bangunan cagar budaya, sarana dan fasilitas
pariwisata, pemukiman, tempat ibadah.28
Ketika ada tindak pidana, tentunya akan ada sanksi yang mengatur
mengenai ketentuan pidana peraturan daerah tersebut. Seperti halnya sanksi
pidana dalam Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun
2014 Tentang Penangan Gelandangan dan Pengemis ini telah diatur dalam
pasal 24 ayat (1) sampai (5), yaitu bagi setiap orang yang melanggar
ketentuan pergelandangan atau pengemisan, maka akan diancam dengan
26
Ibid., 9. 27
Ibid., 10. 28
Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
53
hukuman pidana kurungan paling lama 6 (enam) minggu atau denda paling
banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Sedangkan orang yang
melanggar ketentuan pergelandangan dan pengemisan yang dilakukan secara
berkelompok maka akan diancam dengan hukuman pidana kurungan paling
lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 20.000.000,00 (dua puluh
juta rupiah).29
Ketika seseorang melanggar ketentuan dengan memperalat orang lain,
maka akan diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP).
Sedangkan bagi orang yang melanggar ketentuan dengan mengajak,
membujuk, membantu, menyuruh, memaksa, dan mengkoordinir orang lain
secara perorangan atau berkelompok, maka akan dikenai hukuman pidana
kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp
40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah).30
Dan yang terakhir, bagi setiap orang yang melanggar ketentuan
memberi uang atau barang dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan
pengemis di tempat umum diancam dengan hukuman pidana kurungan paling
29
Ibid., 11. 30
Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
54
lama 10 (sepuluh) hari atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah).31
31
Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
55
BAB IV
ANALISIS TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK
PIDANA PEMBERIAN UANG DAN/ATAU BARANG DI TEMPAT UMUM
DALAM PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN GELANDANGAN
DAN PENGEMIS
A. Analisis Latar Belakang Dibentuknya Tindak Pidana Pemberian Uang
dan/atau Barang di Tempat Umum
Munculnya gelandangan dan pengemis sangat banyak penyebabnya,
diantaranya adalah tingginya arus urbanisasi menuju kota-kota besar dan
ramai. Sehingga tingginya arus urbanisasi ini menyebabkan terjadinya
penumpukan masyarakat di perkotaan yang tidak dibarengi dengan perluasan
lapangan kerja di daerah kota.
Akibat dari ketimpangan jumlah masyarakat dan lapangan kerja yang
kurang memadai inilah akan menyebabkan masalah lain yaitu pengangguran,
masalah pengangguran ini juga ditambah dengan kurangnya modal usaha
yang dimiliki oleh masyarakat yang melakukan urbanisasi, akibatnya mereka
memilih jalan pintas untuk meminta-minta demi bertahan hidup. Penjelasan
di atas adalah alasan tindakan gelandangan dan pengemisan yang tidak
dibenarkan, Karena mereka masih mempunyai pilihan lain, misalnya kembali
ke kampung mereka di desa untuk menyambung hidup disana, sehingga tidak
perlu menggelandang dan mengemis.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
56
Penyebab lain munculnya gelandangan dan pengemis adalah faktor
fisik, psikis, dan usia. Dari penyebab ini kita tidak bisa menyalahkan begitu
saja orang yang menggelandang dan mengemis dikarenakan penyebab ini,
mengingat faktor fisik, psikis, dan usia adalah pemberiang Allah SWT.
Salah satu contoh faktor fisik misalnya adalah kondisi fisik yang
tidak sempurna seperti cacat bawaan, lumpuh sebagian badan dikarenakan
pernah mengalami kecelakaan, dan faktor fisik lainnya yang membuat
mereka – orang-orang ini – tidak dapat diterima di lingkungan pekerjaan
formal dan juga tidak mampu untuk melakukan usaha dengan modal sendiri,
jika sudah demikian maka orang tersebut tidak ada pilihan lain selain
memohon belas kasihan kepada orang-orang dan lingkungan di sekitarnya.
Contoh faktor psikis disini sudah sangat jelas, yaitu orang-orang yang
memiliki gangguan jiwa yang ditelantarkan atau tidak jelas keluarganya.
Kemudian yang terakhir adalah faktor usia, usia lanjut membuat tubuh tidak
mampu lagi memenuhi standar pekerjaan formal yang akhirnya tidak ada
pilihan selain memohon belas kasihan orang dan lingkungan sekitar.
Jika sudah seperti ini, maka sudah tuga pemerintah untuk memeihara
orang-orang miskin dan terlantar tersebut, sesuai yang sudah diamanatkan
dalam konstitusi, yaitu pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyebutkan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara”.
Untuk menjalankan amanat konstitusi dan untuk meminimalisir
tindakan gelandangan dan pengemis yang tidak sesuai pada tempatnya,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
57
misalnya melakukan tindakan pengemisan padahal dia merupakan orang
yang mampu untuk bekerja, pemerintah Indonesia membuat peraturan yang
melarang tindakan gelandangan dan pemgemis. Pertama, hal ini diatur dalam
pasal 504 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa mengemis di muka umum,
diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan paling lama
enam minggu. Apabila pengemisan dilakukan oleh tiga orang atau lebih yang
berumur diatas enam belas tahun diancam dengan kurungan paling lama tiga
bulan”.
Pasal 504 KUHP tersebut jelas menunjukkan adanya tindakan
kriminalisasi terhadap gelandangan dan pengemis, meskipun bentuknya
tindakan tersebut dikategorisasikan sebagai tindakan pelanggaran terhadap
ketertiban umum. Lebih lanjut lagi, tindak pidana gelandangan dan pengemis
diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan Dan Pengemis.
Sudah tentu pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan Ppasal
504 KUHP perlu adanya peraturan yang lebih implementatif dan bersifat
khusus, dalam hal ini adalah peraturan daerah. Hal ini dapat diambil contoh
yaitu Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis.
Implementasi amanat konstitusi pasal 34 Undang-Undang Dasar
1945 tergambar jelas dalam bab iii yang berisi pasal-pasal tentang
Penyelenggaraan Dan Prosedur Penanganan Gelandangan Dan Pengemis.
seperti yang sudah diketahui, bahwa pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
58
menegaskan tanggung jawab negara untuk melindungi fakir miskin dan
anak-anak terlantar dalam hal ini gelandangan dan pengemis. Implementasi
pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 dalam bab iii Peraturan Daerah Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan
Gelandangan Dan Pengemis semkin diperjelas pada bagian kedua tentang
upaya preventif yang terdiri dari pelatihan ketrampilan, magang dan
perluasan kesempatan kerja; peningkatan derajat kesehatan; fasilitasi tempat
tinggal; peningkatan pendidikan; penyuluhan dan edukasi masyarakat;
pemberian informasi melalui baliho di tempat umum; bimbingan sosial; dan
bantuan sosial.
Selain pada bagian kedua, implementasi pasal 34 Undang-Undang
Dasar 1945 juga terdapat pada bagian keempat tentang upaya rehabilitative
yang terdiri dari motivasi dan diagnosa psikososial; perawatan dan
pengasuhan; pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan; bimbingan
mental spiritual; bimbingan fisik; bimbingan sosial dan konseling
psikososial; pelayanan aksesibilitas; bantuan dan asistensi sosial; bimbingan
resosialisasi; bimbingan lanjut; dan rujukan.
Selain implementasi pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945, dalam
Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis juga memuat
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
59
implementasi pasal 504 KUHP yang ada di bab vi pasal 21 dan 22 yang
berisi larangan, diantaranya:1
1. Melakukan pergelandangan dan/atau pengemisan baik perorangan atau
berkelompok dengan alasan, cara dan alat apapun untuk menimbulkan
belas kasihan orang lain.
2. Memperalat orang lain dengan mendatangkan seseorang/beberapa orang
baik dari dalam Daerah ataupun dari luar Daerah untuk maksud
melakukan pergelandangan dan/atau pengemisan.
3. Mengajak, membujuk, membantu, menyuruh, memaksa, dan
mengkoordinir orang lain secara perorangan atau berkelompok sehingga
menyebabkan terjadinya pergelandangan dan/atau pengemisan.
4. Setiap orang/lembaga/badan hukum dilarang memberi uang dan/atau
barang dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan pengemis di
tempat umum.
Kemudian ketentuan pidananya diatur dalam bab viii pasal 24
tentang ketentuan pidana, dimana ketentuan pidananya antara lain:2
1. Setiap orang yang melanggar ketentuan pergelandangan dan/atau
pengemisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, diancam
dengan hukuman pidana kurungan paling lama 6 (enam) minggu dan/atau
denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
1 Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan
Gelandangan Dan Pengemis, 10. 2 Ibid, 11.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
60
2. Setiap orang yang melanggar ketentuan pergelandangan dan pengemisan
secara berkelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a
diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan
dan/atau denda paling banyak Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
3. Setiap orang yang melanggar ketentuan memperalat orang lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b diancam dengan hukuman
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sebagaimana diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
4. Setiap orang yang melanggar ketentuan mengajak, membujuk,
membantu, menyuruh, memaksa, dan mengkoordinir orang lain secara
perorangan atau berkelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
huruf c diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan dan/atau denda paling banyak Rp 40.000.000,00 (empat puluh
juta rupiah).
5. Setiap orang yang melanggar ketentuan memberi uang dan/atau barang
dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan pengemis di tempat umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diancam dengan hukuman pidana
kurungan paling lama 10 (sepuluh) hari dan/atau denda paling banyak
Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa antara pasal
34 Undang-Undang dasar 1945 dan pasal 504 KUHP terdapat suatu
disharmoni atau ketidakharmonisan. Hal ini dikarenakan dalam pasal 34
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
61
Undang-Undang dasar 1945 menekankan pada konsep memelihara dan
merawat serta memberi fasilitas kehidupan yang laying, sementara dalam
pasal 504 KUHP justru menekankan pada prinsip kriminalisasi. Lebih lanjut,
hal ini juga berakibat adanya disharmoni dalam Peraturan Daerah Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan
Gelandangan Dan Pengemis yang berusaha mengakomodir implementasi
pasal 34 Undang-Undang dasar 1945 dan pasal 504 KUHP.
B. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Tindak Pidana Pemberian Uang
dan/atau Barang di Tempat Umum
Agama Islam mengajarkan umatnya untuk membudayakan perilaku
tolong menolong, terutama kepada orang yang lebih membutuhkan. Perilaku
tolong menolong ini tidak mengenal waktu dan tempat, jadi sangatlah
dianjurkan melakukan perilaku tolong menolong kapanpun dan dimanapun.
Hal ini terbukti dengan adanya konsep filantropi Islam yaitu sedekah, hukum
sedekah adalah sunnah, dan bisa juga menjadi wajib apabila diketahui orang
yang akan diberi sedekah sedang dalam keadaan yang darurat, misalnya
kelaparan sedangkan dia tidak mempunyai uang sama sekali untuk membeli
makanan, namun bisa juga menjadi haram apabila kita mengetahui bahwa
apa yang kita berikan akan dipakai untuk maksiat. Sedekah pada dasarnya
adalah memberi, memberi apapun yang kita punya kepada orang yang
membutuhkan, tapi degan syarat bahwa kebutuhan kita sudah terpenuhi.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
62
Berlawanan dengan konsep dalam Islam, Peraturan Daerah Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan
Gelandangan Dan Pengemis menjadikan tindakan memberi uang kepada
pengemis dan gelandangan sebagai suatu tindakan pidana, hal ini dimuat
dalam pasal 22 ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang/lembaga/badan hukum
dilarang memberi uang dan/atau barang dalam bentuk apapun kepada
gelandangan dan pengemis di tempat umum”. Dari pasal tersebut dapat
diketahui bahwa tindakan memberi uang dan/atau barang dalam bentuk
apapun dilarang dilakukan di muka umum, yang artinya memberi kepada
pengemis dilarang karena tempatnya, bukan karena alasan pengemis
melakukan itu. Hal ini tentu berseberangan tentang konsep sedekah dalam
Agama islam yang tidak dibatasi tempat dan waktu, karena konsep sedekah
dalam Islam bisa dilarang apabila diketahui bahwa uang dan/atau barang
pemberian tersebut akan dipakai untuk maksiat. Jadi, hukum pelarangan
sedekah dalam islam didasarkan pada alasan atau latar belakang si pengemis,
bukan waktu dan tempat sedekah dilakukan.
Berdasarkan penjelasan tentang tindak pidana memberi uang
dan/atau barang di atas, maka dapat dikatakan bahwa tindak pidana tersebut
dapat dimasukkan dalam kategori tindak pidana mukhaafat, karena tindak
pidana tersebut dibuat oleh pemerintah dan bagi yang melanggar aturan
tersebut tidak melanggar perintah Allah melainkan melanggari perintah
penguasa. Namun, dalam menetapkan pelarangan dalam tindak pidana
mukha>lafat, penguasa tidak boleh menghalalkan yang haram, mengharamkan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
63
yang halal, mewajibkan yang mubah, mengharamkan yang makruh,
memubahkan yang haram, mewajibkan yang haram, dan mengharamkan
yang wajib dan mubah. Maka dari itu, dalam kasus melarang memberi uang
kepada pengemis di tempat umum ini yang dilarang adalah tempatnya,
sedangkan islam menganjurkan sedekah dimanapun dan kapanpun, hal ini
menjadikan tindak pidana pemberian uang dan/barang kepada pengemis di
tempat umum tidak memenuhi syarat penetapan tindak pidana mukha>lafat,
meskipun sama dalam hal bentuk larangannya.
Dalam Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1
Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis, memberi uang
kepada pengemis disanksi berupa kurungan paling lama 10 (sepuluh) hari
dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). Maka,
dalam hukum pidana Islam, sanksi bagi pemberi uang dan/atau barang
kepada pengemis dalam Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis
tersebut dapat dimasukkan dalam system sanksi takzir. Adapun sistem takzir
dalam hukum pidana islam yang dimaksud adalah sanksi berupa pemenjaraan
atau dalam pengertiannya adalah menghalangi atau melarang seseorang
untuk mengatur dirinya sendiri.
Walaupun pada kategori tindak pidananya termasuk seabagai tindak
pidana mukha>lafat, namun sankisnya bisa berupa takzir, karena pada
dasarnya sanksi yang diterapkan dalam pidana takzir maupun mukha>lafat
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
64
sama saja, yang membedakan adalah bahwa tindak pidana mukha>lafat
merupakan bentuk pembangkangan terhadap perintah penguasa dan
melakukan apa yang dilarang penguasa sedangkan dalam tindak pidana
takzir merupakan bentuk pembangkangan terhadap perintah Allah SWT dan
melakukan apa yang dilarang oleh Allah SWT.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Memberi uang dan/atau barang dalam bentuk apapun kepada
gelandangan dan pengemis di tempat umum dijadikan sebagai tindak
pidana dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan
Pengemis karena berusaha mengakomodir implementasi pasal 34
Undang-Undang dasar 1945 dan pasal 504 KUHP. Apabila dalam
pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 mendasarkan pada pemeliharaan
fakir miskin, maka dalam pasal 504 KUHP tindakan gelandangan dan
pengemis disebut sebagai tindak pidana, sehingga dalam Peraturan
Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Penanganan Gelandangan Dan Pengemis juga dilarang pemberian
uang dan/atau barang kepada pengemis dengan tujuan untuk
mengurangi tindak pidana gelandangan dan pengemis yang disebutkan
dalam KUHP.
2. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana pemberian uang
dan/atau barang dalam bentuk apapun di tempat umum dalam
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1
Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis adalah
dikategorikan dalam tindak pidana mukha>lafat dari segi bentuk
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
66
pidananya. Sedangkan sanksi pidananya dikategorikan sebagai sanksi
pidana pemenjaraan dalam system sanksi takzir.
B. Saran
1. Sebaiknya Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta hanya
mengimplementasikan pasal 34 Undang-undang Dasar 1945 untuk
memelihara fakir miskin, sehingga disharmoni antara Undang-undang
dasar 1945 dan Pasal 504 KUHP bisa dihilangkan dalam peraturan
daerah tersebut.
2. Menghapus tindak pidana pemberian uang dan/atau barang dalam
bentuk apapun di tempat umum, karena hal ini tidak sesuai dengan
norma yang berlaku dalam Agama Islam dan dengan kata lain
melarang tindakan tolong menolong dan saling membantu yang
dianjrkan dalam Islam.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
67
DAFTAR PUSTAKA
Ashshiddiqie, Jimly. Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia Studi tentang
Bentuk-Bentuk Pidana dalam Tradisi Hukum Fiqh dan Relevansinya Bagi
Usaha Pembaharuan KUHP Nasional. Bandung: Angkasa, 1996.
Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 2. Penerjemah Abdul
Hayyie. Jakarta: Gema Insani, 2011.
-------. Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 3. Penerjemah Abdul Hayyie. Jakarta:
Gema Insani, 2011.
Darussalam, Zikri. "Kisas dalam Islam dan Relevansinya." 2014.
Dharma, Faiz Amrizal Satria. Implementasi Perda Daerah Istimewa Yogyakarta
nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis
(Studi di UPT Panti Karya Kota Yogyakarta). Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga, 2015.
Djazuli, A. Fiqh Jinayah (Upaya Penanggulangan Kejahatan Dalam Islam).
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.
Hakim, Rahmat. Hukum Pidana Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000.
Irfan, M Nurul. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Amzah, 2016.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
68
Karim, Helmi. Fikih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997.
Linge, Abdiansyah. "Filantropi Islam Sebagai Instrumen Keadilan Ekononomi."
Perspektif Ekonomi Darussalam, 2015.
Maliki, Abdurrahman al. Sistem Sanksi Dalam Islam. Bogor: Pustaka Thariqul
Izzah, 2002.
Manshur, Abdul H. Terapi Bersedekah. Jakarta: Penerbit Zaman, 2013.
Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Mubarok, Mohammad Shubhan. Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Sanksi
Pengemis di Muka Umum dalam Pasal 504 KUHP Juncto Perda no, 17
Tahun 2009 di Surabaya. Surabaya: UIN Sunan Ampe lSurabaya, 2014.
Munajat, Makhrus. Dekontruksi Hukum Pidana Islam. Yogyakarta: Logung
Pustaka, 2004.
Noorwahidah. Pidana Mati dalam Hukum Pidana Islam. Jakarta: Al-Ikhlas, 1994.
Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Penanganan Gelandangan dan Pengemis. n.d.
Priyantoro, Norika. Penanganan Gelandangan dan Pengeis Persepektif Siyasah
(Studi pasal 24 Perda DIY No. 1 Tahun 2014). Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2015.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
69
Qardhawi, Yusuf. Kiat Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan. Bandung: PT,
Remaja Rosdakarya, 2010.
Rahmayati, Anim. "Filantropi Islam: Model dan Akuntabilitas." Syariah Paper
Accounting FEB UMS, 2015.
Sudarsono. Pokok-Pokok Hukum Islam. Jakarta: Rineka Cipta, 2001.
Tim Disbintalad. Al Quran Terjemah Indonesia. Jakarta: Dinas Pembinaan
Mental TNI Angkatan Darat, 2002.
Yunus, Muhammad. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Yayasan Penterjemah Al-
Quran, 1993.
Recommended