View
9
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
efusi
Citation preview
1
Tinjauan Pustaka
A. Definisi
Efusi pleura terjadi apabila produksi meningkat minimal 30 kali dari
normal (melewati kapasitas maksimum ekskresi) dan atau adanya gangguan
pada absorbsinya 1. Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada
keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan
normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh
darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan
jaringan intestisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk
kedalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe
sekitar pleura.
Absorbsi terhambat oleh karena:
- Obstruksi pada stomata
- Gangguan kemampuan kontraksi saluran limfe.
- Infiltrasi pada kelenjar getah bening.
- Kenaikan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe1.
B. Etiologi dan Patofisiologi
Transudat
Merupakan cairan ekstraseluler dalam rongga pleura yang timbul secara
pasif. Dengan berat jenis cairan <1,015 dengan protein 2-3 g/dl. Misalnya
pada peningkatan cairan interstisial pulmonal dan peningkatan tekanan
tekanan kapiler pleura viseralis pada gagal jantung kiri.
Eksudat
Terjadi akibat perubahan faktor lokal sehingga terjadi akumulasi cairan
pleura. Cairan dalam rongga pleura yang disebabkan oleh penyakit infeksi
atau neoplasma. Umumnya kadar protein >3 g/dl,dapat bewarna kuning,
purulen atau kemerahan dengan atau tanpa sel-sel atau bakteri. Secara
umum dapat disebabkan oleh inflamasi, infeksi, neoplasma.
C. Gejala Klinis
2
Sesak nafas merupakan gejala utama, kadang-kadang disertai gejala tidak
enak di dada. Bila cairan pleura sedikit, maka tidak dapat di deteksi
dengan pemeriksaan klinis tetapi dapat di deyeksi dengan dengan
radiografi.
Kadang-kadang disertai nyeri pleuritik atau batuk non produktif, tetapi
efusi pleura lebih sering merupakan penyulit pneumoni.
D. Diagnosis efusi pleura
Diagnosis pada efusi pleura dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis
baik dan pemeriksaan fisik yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui
pungsi percobaan, biopsi, bakteriologi dan analisa cairan pleura2.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik tranmisi suara pada perkusi maupun auskultasi
terganggu. Bila cairan kurang dari 300 ml cairan belum menimbulkan gejala
pada pemeriksaan fisik. Tetapi bila cairan lebih dari 500 ml maka akan
ditemukan gejala berupa gerak dada melambat atau terbatas pada sisi yang
terdapat akumulasi cairan. Fremitus taktil juga berkurang pada dasar posterior.
Suara perkusi menjadi pekak dan suara nafas pada auskultasi terdengar
melemah walau sifatnya masih vesikuler. Jika akumulasi cairan melebihi
1000ml, sering terjadi atelektasis pada paru bagian bawah. Ekspansi dada saat
inspirasi pada bagian yang mengandung timbunan cairan menjadi terbatas
sedangkan sela iga melebar dan menggembung. Pada auskultasi diatas batas
cairan sering didapatkan suara bronkovesikuler yang dalam, sebab suara ini
ditransmisikan oleh jaringan paru yang mengalami atelektasis. Pada daerah ini
juga ditemukan fremitus vokal dan egofoni yang bertambah jelas. Jika
akumulasi cairan melebihi 2000ml, cairan ini dapat menyebabkan seluruh paru
menjadi kolaps kecuali pada bagian apeks. Sela iga semakinmelebar, gerak
dada pada inspirasi sangat terbatas, suara nafas, fremitus taktil maupun
fremitus vokal sulit didengar karena sangat melemah. Selain itu terjadi
pergesern mediastinum ke arah ipsilateral dan penurunan letak diafragma3.
Pemeriksaan Radiologi
3
Pada foto toraks dalam posisi erek, cairan dalam rongga pleura tampak
berupa perselubungan semiopak, homogen, menutupi paru bawah yang
biasanya relatif radioopak dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral
atas ke medial bawah (meniscus sign). Garis meniscus sign analog dengan
garis ellis damoiseau. Penumpukan cairan pada cavum pleura menyebabkan
sinus costofrenicus menumpul. Paru kadang terdorong kearah sentral /hilus dan
kadang-kadang mendorong mediatinum kearah kontra lateral4
Torakosintesis
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaanya sebaiknya dilakukan pada posisi
pasien duduk. Aspirasi dilakukan dibagian bawah paru sela iga garis aksilaris
posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 15. Pengeluaran
caira pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500cc. Pada setiap kali aspirasi.
Aspirasi sebaiknya dilakukan berulang-ulang daripada satu kali aspirasi
langsung dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) dan edema paru akut.
Pemeriksaan cairan Pleura
Warna cairan. Biasanya cairan pleura berwarna agak kenuning-
kuningan (sero-santokrom). Bila agak kemerah-merahn, dapat terjadi trauma,
infark paru, keganasan dan adanya kebocorananeurisma aorta. Bila kuning
kehijauan dan agak purulen menunjukan adanya empiema. Bila merah coklat
menunjukan adanya abses amuba.
Biokimia. Secara biokimia efusi teebagi atas transudat dan eksudat.
Yang perbedaannya adalah sebagai berikut 2:
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam efusi
(gr/dl)
Kadarbprotein dalam efusi
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam
< 3
<0,5
<200
> 3
>0,5
>200
4
efusi (LU)
Kadar LDH dalam
efusi
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan efusi
Rivalta
<0,6
<0,16
Nrgatif
>0,6
>0,16
Positif
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit
merupakan cairan transudat. Transudat terjadi bila terjadi hubungan normal
antara cairan hidrostatik dan koloid plasma terganggu.Sehingga produksi
cairan pada sisi pleura melebihi resorbsi pada sisi lainya. Biasanya hal itu
terdapat pada meningkatmya tekanan kapiler sistemik, meningkatnya tekanan
kapiler pulmoner, menurunya tekanan koloid osmotik dalam pleura dan
menurunya tekanan intrapulmonar.
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah gagal jantung kiri
(terbanyak), sindrom nefrotik,obstruksi vena cava superior, asites pada sirosis
hepatis dan efek tindakan peritoeal dialisis.
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler
yang permeabilitasnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi
dibandingkan protein transudat. Terjadi perubahan permeabilitasmembran
adalah karena adanya peradangan pada pleura yang disebakan infeksi, infark
paru atau neoplasma. Protein yang terdapat pada cairan pleura kebanyak
berasal dari cairan getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening in akan
menyebabkan peningkatan kosnentrasi protein cairan pleura sehingga
menimbulkan eksudat.
Untuk menentukan cairan pleura adalah cairan eksudat maka cairan
pleura harus memenuhi paling sedikit satu kriteria:
1. Protein cairan pleura/plasma > 0.50
2. LDH cairan pleura/plasma > 0.60
3. LDH cairan pleura > 2/3 nilai tetinggi LDH serum.
5
4. Dalam keadaan yang meragukan bisa diukur perbedaan antara protein
plasma cairan pleura dan serum. Apabila melebihi 1.2% maka cairanya
eksudat.
5. Cholesterol dan bilirubin hasilnya tak lebih baik dari kriteria diatas1.
Kriteria 1 dan 2 biasanya sudah cukup untuk membedakan antara
transudat dan eksudat.
Untuk mengevaluasi efusi pleura jenis eksudat maka dapat dilihat pada
sifat cairan pleura eksudat, protein cairan pleura, lactase dehydrogenase (LDH)
cairan pleura, glukosa cairan pleura, amylase cairan pleura dan sel darah putih
dan hitung jenisnya pada cairan pleura.
Sifat cairan pleura eksudat:
- Cairan eksudat berbau busuk kemungkinan penyebabnya infeksi kuman
(mungkin anaerob)
- Berbau seperti urine kemungkinan urinotoraks
- Eksudat yang kemerahan perlu dicek hematokritnya :
Hematokrit > 50% disebut hemotoraks
Hematokrit > 1% kemungkinan keganasan, emboli paru atau efusi
pleura oleh karena trauma.
Hematokrit < 1% tidak memilki arti klinis.
- Supernatan cairan pleura perlu dicek bila ada kekeruhan, cairan seperti
susu atau mengandung darah:
Kekeruhan hilang setelah centrifuge disebabkan sel atau jaringan
rusak.
Kekeruhan tidak hilang dengan centrifuge, cairanya adalah
kilotoraks atau pseudokilotoraks.
Protein cairan pleura:
Biasanya terjadi peningkatan protein cairan pleura yang bervariasi
tetapi tidak dapat digunakan sebagai diagnostik. Akan tetapi bila kadarnya > 5g
% kemungkinan tuberkulosa lebih besar. Kadar protein < 0.5% kemungkinan
didapatkan pada urinotoraks, peritoneal dialysis atau efusi pleura yang timbul
oleh kesalahan intravascular catheter.
6
Lactase dehydrogenase (LDH) cairan pleura
LDH menggambarkan permeabilitas membran, bisa untuk melihat
tingkat inflamasi membran tersebut, sarana evaluasi aktifitas penyakitnya tetapi
tidak bisa untuk diagnostik penyebab.
Glukosa Cairan Pleura
Kadar glukosa yang rendah disebabka oleh penebalan pleura atau
kenaikan metabolisme di cairan pleura.
- Kadar glukosa < 60mg% : efusi parapneumonia (bila < 40mg% perlu tube
thorakostomi), keganasan, tuberkulosa, rheuma (biasanya < 30mg%),
hematoraks, paragonimiasis.
- Kadar glukosa > 90mg% : SLE
Amylase cairan pleura:
Peningkatan amylase terjadi pada:
- -perforasi esofagus : peningkatan terjadi setelah 2 jam ruptur esofagus
- penyakit pakreas : 50% pasien pankreatitis akut mengalami efusi pleura
dengan gejala utama sesak dan nyeri pleura.
- keganasan: kadar amilase > 4000 IU/ml
Sel darah putih dan hitung jenisnya pada cairan pleura:
a. Jumlah sel darah putih:
- Transudat : jumlah sel darah putih < 1000/μl
- Eksudat : jumlah sel darah putih > 1000/μl
b. Hitung jenis leukosit.
- PMN dominan: pneumoni, emboli paru, pancraetitis, abses abdomen,
Tb paru tahap awal.
- Mononuclear Dominan: Penyakit kronis misalnya tuberkulosis.
- Eosinofil ≥ 10% : pada radang akut (tapi tidak menyingkirkan proses
TB dan keganasan).
- Bila awalnya tidak didapatkan eosinofil dan pada pemeriksaan berikut
jadi banyak kemungkinan disebabkan adanya minimal pneumotoraks
pada waktu pungsi.
7
- Eosinofil dipleura disebabkan oleh absestosis (52%),reaksi obat
nitrofurattoin atau dantrolen, paragonimiasis( khas: glukosa rendah,
ph rendah dan LDH tinggi), Churg strauss syndrome.
- Limfosit > 50% : Tuberkulosis (diagnosa bisa ditegakkan dengan
biopsi)
Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau
dominasi sel-sel tertentu: sel netrofil menunjukan infeksi akut, sel limfosit
menandakan infeksi kronis yaitupleuritis, tuberkulosis atau limfoma maligna,
sel mesotel bila meningkat menunjukan adanya infark paru. Biasanya juga
ditemukan banyak sel eritrosit, sel mesotel maligna pada mesotelioma, sel-sel
besar dengan banyak inti pada artritis rematoid, sel LE pada lupus eritematous
sistemik dan sel maligna pada paru/metastase.
Pada biopsi pleura, pemeriksaan histopaotolgi satu atau beberapa
contoh jaringan pleura dapat menunjukan 50% -75% diagnosis kasus-kasus
pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura.
E. Terapi pada efusi pleura
Efusi yang terinfeksi perlu segera dilakukan dengan menggunakan pipa
intubasi melalui sela iga. Bila cairan pus kental dan sulit keluar atau bila
empiemanya multilokular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat
dibantu dengn irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik.
Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan.Tetapi ini tidak berarti
bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat.
Untuk mencegah kembalinya efusi pleura setelah aspirasi ( pada efusi
pleura maligna) dapat dilakukan pleurodesis yaitu melekatnya pleura viseralis
dan pleura parietalis.
8
Efusi pleura neoplasma
Efusi pleura karena neoplasma baik neoplasma primer maupun
neoplasma sekunder. Keluhan yang paling banyak pada pasien efusi pleura
karena neoplasma adalah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lainnya adalah
akumulasi cairannya kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosintesis
berkali-kali.
Efusi bersifat eksudat, tapi sebagian kecil (10%) bisa sebagai transudat.
Warna efusi bisa sero-santokrom ataupun hemoragik ( terdapat lebih dari
100.000 sel eritrosit per cc). Didalam cairan ditemukan sel-sel limfosit dan
banyak sel mesotelial.
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan efusi atau biopsi pleura parietalis
sangat menentukan diagnosis terhadap jenis-jenis neoplasma. Terdapat
beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma, yaitu:
- Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura
terhadap air dan protein.
- Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah
vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan
cairan dan protein.
- Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya
timbul hipoproteinemia2.
Efusi pleura karena neoplasma biasanya unilateral, tetapi bisa juga
bilateral karena obstruksi saluran getah bening, adanya metastasis dapat
mengakibatkan pengaliran cairan dari rongga pleura via diafragma. Keadaan
efusi pleura dapat bersifat maligna. Keadaan ini ditemukan 10-20% karsinoma
bronkus, 8% dari limfoma maligna dan leukimia.
9
Daftar Pustaka
1. Hariadi, S.Efusi Pleura. In: Wibisono, M.J., Winariani, Hariadi, S.,. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit paru FK
UNAIR; 2010. P. 115-120.
2. Halim, H. Penyakit-penyakit pleura. In: Sudoyo, A.W, Setiyohadi, B.,
Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV. Jakarta: FKUI; 20xx. P.1053.
3. Djojodibroto, D.R., Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit
buku kedokteran EGC: 2009. P.178
4. Maleuka, R.G., editor. Radiologi Diagnostik.Pustaka Cendekia Press.
Yogyakarta: 2008. P. 55-56.
5. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Paru, Edisi III.
Surabaya: 2005. P. 56
Recommended