View
75
Download
11
Category
Preview:
DESCRIPTION
marasmus
Citation preview
BAB II
Tinjauan Pustaka
Marasmus
II.1.1 Pendahuluan
Kurang Kalori Protein (KKP) merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang
masih menjadi masalah khusus di Indonesia atau di negara berkembang lainnya. Angka
kejadian tertinggi biasanya terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun. Bila terjadi pada usia
anak maka mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan pada anak.1
Menurut Survei Kesehatan tahun 1986, angka kejadian gizi buruk pada anak balita 1,72%
dan gizi kurang sebanyak 11,4%.2
Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai adalah tipe marasmus. Marasmus
merupakan salah satu bentuk kurang kalori protein yang berat. Marasmus sering
berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah
perkotaan yang sedang membangun dan krisis ekonomi di lndonesia. Upaya untuk
meningkatkan keadaan gizi masyarakat telah dilaksanakan melalui berbagai program
perbaikan gizi oleh Departemen Kesehatan bekerja sama dengan masyarakat.2
II.1.2 Etiologi
Penyebab marasmus sangat banyak dan bervariasi. Beberapa faktor bisa berdiri sendiri
atau terjadi bersama-sama. Faktor tersebut adalah faktor ekonomi, sosial, budaya,
pendidikan, gangguan metabolisme, penyakit jantung bawaan atau penyakit bawaan lainnya.
Pada daerah pedesaan biasanya faktor sosial, ekonomi dan pendidikan yang sering
berpengaruh. Sehingga, mempengaruhi gangguan dan penyimpangan pemberian asupan gizi
pada anak. Di daerah perkotaan tampaknya yang sering terjadi karena adanya gangguan
sistem saluran cerna dan gangguan metabolisme sejak lahir, atau malnutrisi sekunder.
Gangguan ini bisa karena penyakit usus, intoleransi makanan, alergi makanan, atau penyakit
metabolisme lainnya.1,3
Secara garis besar, sebab-sebab marasmus antara lain:2
Masukan makanan yang kurang, akibatnya masukan kalori sedikit, pemberian makanan
yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat ketidaktahuan orang tua anak, misalnya
pemakaian susu kaleng yang terlalu encer.
Infeksi, yaitu infeksi yang berat dan lama, terutama infeksi enteral, misalnya infantile
gastroenteritis, bronkopneumonia, pielonefritis, dan sifilis kongenital.
Kelainan struktur bawaan, misalnya penyakit jantung bawaan, penyakit Hirsprung,
deformitas palatum, palatosizis, mikronatia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus,
cystic fibrosis pancreas.
Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus, pemberian ASI kurang akibat refleks
mengisap yang kurang kuat.
Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.
Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, hiperkalsemia idiopatik, galaktosemia,
intoleransi laktosa.
Tumor hipotalamus, jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang
lain dapat disingkirkan.
Penyapihan yang terlalu dini disertai pemberian makanan yang kurang akan
menimbulkan marasmus.
II.1.3 Patofisiologi
Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang disebabkan banyak faktor. Faktor-faktor ini
dapat digolongkan menjadi tiga faktor penting yaitu: tubuh sendiri (host), kuman penyebab
(agent), dan lingkungan (environment). Faktor diet memegang peranan penting, tetapi faktor
lain juga ikut menentukan.2
Tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan
pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk menggunakan karbohidrat, protein, dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat
(glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan
tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat terbatas. Akibatnya, katabolisme protein terjadi
dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah menjadi karbohidrat. Selama puasa,
jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol, dan keton bodies. Otot dapat
menggunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau terjadi kekurangan
makanan yang kronis. Tubuh akan mempertahankan diri untuk tidak memecah protein lagi
setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.2,4
II.1.4 Manifestasi Klinis
Marasmus sering dijumpai pada bayi sampai anak berusia dua tahun. Pada mulanya,
ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai anak
menjadi kurus, dan kehilangan turgor pada kulit sehingga kulit menjadi berkerut dan longgar
karena lemak subkutan menghilang. Bantalan lemak pada pipi terakhir menghilang, muka
bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberapa waktu sebelum menjadi menyusut
dan berkeriput. Akibatnya wajah si anak menjadi lonjong, berkeriput, dan tampak lebih tua
(old man face). Tulang rusuk tampak lebih jelas, abdomen dapat kembung atau datar, dan
gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Juga terjadi atrofi otot, yang mengakibatkan
hipotoni.2,3,4
Suhu tubuh biasanya rendah karena lapisan tubuh penahan panas menghilang, nadi bisa
menjadi lebih lambat, namun sering terjadi takikardi, dan metabolisme basal cenderung
menurun. Hipoglikemi juga sering terjadi, dan tidak jarang pula disertai dengan hipotermi.
Organ dalam (viscera) biasanya kecil. Dinding perut menegang dan kulitnya longgar,
sementara kelenjar limfe mudah sekali diraba.1,3,5
Gambaran klinis penderita marasmus dapat terwakili dalam istilah “tulang terbalut
kulit”, jaringan lemak bawah kulit nyaris lenyap dan otot mengecil. Berat badan penderita
marasmus biasanya hanya sekitar 60% dari berat yang seharusnya, dan mengalami
kemunduran pertumbuhan longitudinal. Kulit kering tipis tidak lentur serta mudah berkerut.
Rambut tipis, jarang, kering, tanpa kilap normal, dan mudah dicabut tanpa menyisakan rasa
sakit. Penderita kelihatan apatis, meskipun biasanya masih tetap sadar, dan menampakkan
gurat kecemasan. Tanda-tanda itu disokong dengan lekukan pada pipi dan cekungan di mata,
menjelaskan gambaran wajah seperti orang tua bahkan seperti kera.1,5,6
Nafsu makan sebagian besar penderita hilang sama sekali. Sebagian lagi masih dapat
mengutarakan rasa lapar, namun jika diberikan sejumlah makanan yang diperkirakan dapat
melenyapkan rasa lapar itu, penderita tidak jarang muntah. Diare menahun dan kelemahan
yang menyeluruh sering menyertai KKP sehingga anak tidak dapat berdiri sendiri tanpa
dibantu.5
Pada keadaan awal biasanya tidak ditemukan kelainan biokimia, tetapi pada keadaan
lanjut akan didapatkan kadar albumin yang rendah, sedangkan globulin akan meninggi.4
Tabel 1. Kekurangan vitamin, mineral dan elektrolit dengan gejala dan tanda klinis pada
penderita KKP1
NO NAMA
PENYAKIT
KEKURANGAN/
DEFISIENSI
GEJALA DAN TANDA KLINIS
1 Buta senja
(xeroftalmia)
Vitamin A Mata kabur atau buta
2 Beri-beri Vitamin B1 Badan bengkak, tampak rewel,
gelisah, pembesaran jantung kanan
3 Ariboflavinosis Vitamin B2 Retak pada sudut mulut, lidah
merah jambu dan licin
4 Defisiensi B6 Vitamin B6 Cengeng, mudah kaget, kejang,
anemia (kurang darah), luka di
mulut
5 Defisiensi Niasin Niasin Gejala 3 D (dermatitis /gangguan
kulit, diare, demensia), napsu
makan menurun, sakit di lidah dan
mulut, insomnia, diare, rasa
bingung.
6 Defisiensi Asam
folat
Asam folat Anemia, diare
7 Defisiensi B12 Vitamin B12 Anemia, sel darah membesar, lidah
halus dan mengkilap, rasa mual,
muntah, diare, konstipasi.
8 Defisiensi C Vitamin C Cengeng, mudah marah, nyeri
tungkai bawah, pseudoparalisis
(lemah) tungkai bawah, perdarahan
kulit
9 Rakitis dan
Osteomalasia
Vitamin D Pembengkakan persendian tulang,
deformitas tulang, pertumbuhan
gigi melambat, hipotoni, anemia
10 Defisiensi K Vitamin K Perdarahan, berak darah,
perdarahan hidung dsb
11 Anemia
Defisiensi Besi
Zat besi Pucat, lemah, rewel
12 Defisiensi Seng Seng Mudah terserang penyakit,
pertumbuhan lambat, napsu makan
berkurang, dermatitis
13 Defisiensi
tembaga
Tembaga Pertumbuhan otak terganggu,
rambut jarang dan mudah patah,
kerusakan pembuluh darah nadi,
kelainan tulang
14 Hipokalemi Kalium Lemah otot, gangguan jantung
15 Defisiensi klor Klor Rasa lemah, cengeng
16 Defisiensi Fluor Fluor Resiko karies dentis (kerusakan
gigi)
17 Defisiensi krom Krom Pertumbuhan kurang, sindroma like
diabetes melitus
18 Hipomagnesemia Magnesium Defisiensi hormon paratiroid
19 Defisiensi Fosfor Fosfor Nafsu makan menurun, lemas
20 Defisiensi Iodium Pembesaran kelenjar gondok,
Iodium gangguan fungsi mental,
perkembangan fisik
II.1.5 Komplikasi
Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral.
Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu
luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak.
Pengaruh marasmus bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang
sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pankreas, ginjal, jantung, dan
gangguan hormonal.1
Marasmus dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak.
Stuart dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kekurangan zat gizi berupa vitamin, mineral
dan zat gizi lainnya mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mengganggu pembentukan
DNA di susunan saraf. Hal itu berakibat terganggunya pertumbuhan sel-sel otak baru atau
mielinasi sel otak terutama usia di bawah tiga tahun, sehingga sangat berpengaruh terhadap
perkembangan mental dan kecerdasan anak. Walter tahun 2003 melakukan penelitian
terhadap 825 anak dengan malnutrisi berat ternyata mempunyai kemampuan intelektual lebih
rendah dibandingkan anak yang mempunyai gizi baik.1
Sel otak terbentuk sejak trimester pertama kehamilan, dan berkembang pesat sejak dalam
rahim ibu. Perkembangan ini berlanjut saat setelah lahir hingga usia 2-3 tahun, periode
tercepat usia enam bulan pertama. Setelah usia tersebut praktis tidak ada pertumbuhan lagi,
kecuali pembentukan sel neuron baru untuk mengganti sel otak yang rusak. Dengan demikian
diferensiasi dan pertumbuhan otak berlangsung hanya sampai usia tiga tahun.1
Kekurangan gizi pada masa kehamilan akan menghambat multiplikasi sel janin, sehingga
jumlah sel neuron di otak dapat berkurang secara permanen. Sedangkan kekurangan gizi
pada usia anak sejak lahir hingga tiga tahun akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan perkembangan sel glia dan proses mielinisasi otak. Sehingga kekurangan gizi saat usia
kehamilan dan usia anak sangat berpengaruh terhadap kualitas otaknya.1
Gizi kurang pada usia di bawah dua tahun akan menyebabkan sel otak berkurang 15-
20%, sehingga anak yang demikian kelak kemudian hari akan menjadi manusia dengan
kualitas otak sekitar 80-85%. Anak yang demikian tentunya bila harus bersaing dengan anak
lain yang berkualitas otak 100% akan menemui banyak hambatan.1
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita marasmus, yaitu sekitar
55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti tuberkulosis, radang
paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering
terjadi karena pada marasmus sering mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh.
Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang
lebih berat hingga mengancam jiwa.1
Kematian mendadak karena gangguan jantung, disebabkan karena gangguan otot jantung
yang sering terjadi pada penderita marasmus. Tampilan klinis yang tampak adalah atrofi
ringan pada otot jantung. Hal tersebut dapat mengakibatkan cardiac output menurun,
gangguan sirkulasi, hipotensi, gangguan irama jantung (bradikardi), sehingga tangan dan
kaki terasa dingin dan pucat.1
II.1.6 Diagnosis
Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui
penyebabnya harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan serta riwayat
penyakit yang lalu.2
II.1.7 Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilakukan dengan baik bila penyebabnya
diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana yang baik untuk
pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
Pemberian ASI sampai umur dua tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk
bayi.
Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur enam bulan ke
atas.
Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan.
Pemberian imunisasi.
Mengikuti program KB untuk mencegah kehamilan yang terlalu sering.
Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat, merupakan upaya
pencegahan jangka panjang.
Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang
gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.5
II.1.8 Penatalaksanaan
Pengobatan marasmus dengan pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein serta
mencegah kekambuhan. Penatalaksanaannya dibagi dalam beberapa tahap:2,7,8
1. Tahapan Stabilisasi (Penyelamatan)
Mencegah/ mengobati hipoglikemia
Secara klinis anak sadar tetapi pada pemeriksaan kadar gula darah <3 mmol/l
atau <54 mg/dl, berikan bolus larutan 10% glukosa 50 ml atau 10% larutan
sukrose (1 sdt/5gr gula pasir dalam 50ml air) secara oral atau melalui pipa
nasogastrik. Segera berikan ASI/susu/makanan cair rendah laktosa, kalau
perlu personde bila tidak ada kontraindikasi (meteorismus berat, muntah
profuse, sesak nafas berat). Berikan setiap 30 menit dalam dua jam pertama,
selanjutnya makanan diberikan setiap dua jam.
Kesadaran menurun, letargi atau kejang, berikan 10% larutan glukosa 5
ml/kgbb IV diikuti dengan 50 ml larutan glukosa 10% atau 10% sukrosa
personde. Dilanjutkan dengan pemberian makanan seperti diatas.
Bila setelah dua jam kadar glukosa darah tetap rendah (<3 mmol/l atau <54
mg/dl) tetap diteruskan pemberian bolus 50 ml glukosa 10% atau larutan
sukrosa 10% personde. Bila dua jam kemudian masih tetap rendah, diberikan
glukosa 10% IV 1 tetes/kgbb/menit (5 mg glukosa/kgbb/menit).
Cari penyebab lain, bila disertai hipotermia kemungkinan sepsis, berikan
antibiotika.
Mengobati/ mencegah hipotermia
Jika suhu rektal <35,5‘C, hangatkan anak dengan cara membungkus menggunakan
pakaian sampai ke kepala, tutupi dengan selimut hangat, bila perlu letakkan lampu di
dekatnya. Ukur temperatur rektal tiap dua jam, bila menggunakan lampu penghangat
ukur tiap 30 menit, atau menggunakan selimut elektrik/inkubator (bila tersedia).
Segera beri makanan, selanjutnya diberi makan setiap dua jam. Periksa kadar gula
darah, bila hipoglikemia kemungkinan sepsis, berikan antibiotika.
Terapi Cairan
Tidak syok
Berikan ReSoMal 5 ml/kgbb/30 menit selama dua jam per oral atau sonde,
dilanjutkan 5-10ml/kgbb/jam selama 4-10 jam berikutnya. Lanjutkan pemberian
makanan.
Tabel 2. Larutan ReSoMal (rehidration solution for malnutrition)
Bubuk oralit WHO untuk 1 liter 1 pak (5 sachet)
Gula pasir 50 gram
Larutan elektrolit/mineral (elekmin) 40 ml
Tambahan air s/d 2000 ml (2 liter)
Tabel 3. Kandungan Larutan Elekmin
KCL 224 gram
Tripotasium Citrat 81 gram
Magnesium Chlorida (MgCl2.6H2O) 76 gram
Zinc Acetate (Zn asetat 2H2O) 8,2 gram
Copper Sulphate (CuSO4.5H2O) 1,4 gram
Tambahan air s/d 2500 ml (2,5 liter)
Syok
Beri O2, D 10% 5 ml/kgbb bolus IV, dilanjutkan 15 ml/kgbb/1 jam cairan RL +
D5% atau NaCl 0,5% + D5% atau ½ DG. Bila semua tidak ada berikan RL.
Ada perbaikan (denyut nadi dan pernafasan menurun), ulangi satu jam lagi,
dilanjutkan dengan ReSoMal 10 ml/kgbb/jam selama 10 jam per oral atau
sonde.
Tidak ada perbaikan syok endotoksik
Sementara menunggu darah berikan larutan seperti di atas IVFD 4
ml/kgbb/jam dilanjutkan darah segar 10 ml/kgbb selama tiga jam bila
PICU tersedia, dirujuk ke PICU. Berikan makanan dan antibiotika.
Koreksi gangguan/kekurangan cairan, elektrolit/asam basa dan mikronutrien
Berikan K 3-4 mmol/kgbb/hari, Mg 0,4-0,6 mg/kgbb/hari, Zn 2 mg/kgbb/hr, Cu 0,3
mg/kgbb/hr (larutan elekmin). Bila sudah rehidrasi pencegahan rehidrasi dengan
ReSoMal yang sudah ditambah larutan elekmin.
Vitamin A
Tidak ada gejala defisiensi vitamin A pada mata:
Usia >1 th 200.000 iu, 6 -12 bl 100.000 iu, <6 bl 50.000 iu peroral hanya
satu kali.
Gejala defisiensi vitamin A pada mata: berikan hari 1, 2 dan ke 15.
Multivitamin, asam folat 5 mg hari 1, dilanjutkan 1 mg/hr, Fe 3 mg/kgbb/hari
Mengobati/ mencegah infeksi
Semua penderita diberi antibiotika kotrimoksazol dosis 8-10 mg/kgbb/hari
peroral dibagi dua dosis selama lima hari.
Bila anak sakit berat/ ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, infeksi
berat, ISK) beri:
Ampisilin dosis 200 mg/kgbb/hari per IV dibagi empat dosis selama dua
hari, kemudian dilanjutkan amoksisilin 30-50 mg/kgbb/hari peroral dibagi
tiga dosis selama lima hari dikombinasi dengan gentamisin dosis 3-5
mg/kgbb/hr per IV dibagi dua dosis selama tujuh hari.
Bila selama 48 jam tidak ada perbaikan tambahkan kloramfenikol 100
mg/kgbb/hr per IV dibagi empat dosis selama lima hari. Bila ditemukan
infeksi spesifik beri terapi yang sesuai. Bila tidak ada perbaikan setelah
tujuh hari ganti antibiotika dengan golongan sefalosporin generasi III.
2. Tahapan Transisi (Penyesuaian)
Dinilai respon anak terhadap pemberian makanan pada stadium stabilisasi.
Berdasarkan gejala diare, meteorismus dan muntah, makanan oral dapat dikurangi atau
ditingkatkan jumlah, bentuk, jenis dan kandungan nutriennya secara bertahap. Fase ini
bertujuan untuk menentukan jenis dan cara pemberikan makanan yang disesuaikan
dengan kemampuan digesti dan absorbsi penderita. Jumlah formula atau makanan yang
telah ditentukan diberikan dalam porsi kecil dan sering (6-12 kali pemberian sehari),
osmolaritas rendah dan rendah laktosa, seperti formula F 75, F 100 atau F 135 bila rumah
sakit dapat menyediakan makanan tersebut. Bahan dan bentuk makanan disesuaikan
dengan kemampuan penderita, sebagai patokan usia <1 tahun makanan cair, usia >1
tahun makanan semisolid–solid. Kalori yang diberikan 50-100 Kkal/kgbb/hari dengan
protein 1-1,5 gr/kgbb/hari.
Pada anak yang minum susu formula, berikan susu formula rendah laktosa.
Dievaluasi kemungkinan munculnya diare atau diare bertambah, muntah atau
meteorismus. Bila ini terjadi kemungkinan intoleran laktosa, diatasi dengan:
Mengurangi jumlah formula sampai kalori yang diberikan 50 Kkal/kgbb/hr
sehingga kandungan laktosa lebih rendah. Sebagai contoh setiap 100 Kcal
LLM mengandung 1,46 gr laktosa.
Bila dengan cara tersebut diatas masih juga diare, diperkirakan menderita
intoleran laktosa berat, diatasi dengan mengganti susu formula yang bebas
laktosa dan masih mengandung protein susu sapi.
Bila dengan cara tersebut diatas masih juga diare, diperkirakan anak
menderita CMPSE, diatasi dengan memberikan susu formula bebas protein
susu sapi (susu formula yang berasal dari kacang kedelai). Untuk kepastian
diagnosa secara klinis, uji coba formula sebaiknya dilakukan dua kali
terhadap formula sebelumnya. Susu formula kacang kedelai ini dapat
diberikan selama 3-6 bulan, dan selanjutnya diberikan dengan susu formula
sebelumnya secara bertahap. Apabila selama observasi menderita diare
kembali, mungkin anak alergi terhadap protein yang berasal dari kacang
kedelai, diatasi dengan susu formula yang proteinnya sudah terhidrolisa.
Pada anak di rumah yang tidak minum susu formula diberikan makanan yang tidak
mengandung protein susu sapi dan bebas laktosa (formula kacang kedelai, bubur
ayam atau bubur tempe).
Bila dengan cara di atas diare tidak berhenti diperkirakan menderita malabsorbsi
berat, makanan tidak dapat lagi diberikan secara oral, dipertimbangkan makanan
parenteral gabungan dari lipid, asam amino kristaloid dan glukosa.
Tabel 4. Formula Susu menurut WHO untuk KKP
Bahan (per 1000 ml) F 75 F 100 F 135
Susu Skim bubuk (g) 25 85 90
Gula pasir (g) 100 50 65
Minyak sayur (g) 30 60 75
Elekmin (ml) 20 20 27
Tambahan air s.d. (ml) 1000 1000 1000
3. Tahapan Rehabilitasi (Penyembuhan dan Pembinaan)
Pemberian kalori ditingkatkan secara bertahap dapat mencapai 175 kkal/kgbb/hari.
Bentuk, jenis dan cara pemberian disesuaikan dengan makin meningkatnya kemampuan
digesti dan absorbsi. Jenis makanan diupayakan disesuaikan dengan apa yang mungkin
disediakan di rumah. Bimbingan pada orang tua untuk memberikan makanan sesuai
dengan kebutuhan dapat dimulai setiap tahap, agar ibu dapat merawat dan menghindari
berulangnya KKP. Sesuai dengan pencapaian tumbuh kembang (BB/TB >90%) secara
bertahap intake yang direkomendasikan berkurang menjadi 100–120 Kcal/kgbb/hari
dengan protein 2-3 gr/kgbb/hari.
4. Tindakan khusus
Transfusi darah (whole blood) diberikan jika albumin <1,5gr% atau Hb kurang 4gr%
atau Hb 4-6gr% bila dijumpai gejala distres pernafasan. Berikan furosemide 1
mg/kgbb IV saat mulai transfusi. Bila anemia berat disertai tanda gagal jantung
berikan transfusi packed cells 5-7 ml/kgbb. Bila kadar Hb masih 4gr% atau 4-6gr%
dan masih tetap ada distress pernafasan, jangan diulangi transfusi sebelum empat hari.
Mendidik ibu dalam merawat anaknya, memilih, menyediakan dan memberikan
makanan yang sesuai, serta mengatasi penyakit yang mempermudah terjadinya KKP
(diare, ISPA dsb). Membina ikatan ibu anak melalui peningkatan kepedulian dan
perawatan penuh kasih sayang.
Membimbing ibu menuntaskan pengelolaan penyakit yang menyertai
Anjuran imunisasi campak usia >9 bulan bila belum imunisasi
5. Tindak lanjut
Pada fase stabilisasi awasi hipoglikemi, hipotermia, gangguan keseimbangan elektrolit/
asam basa. Nilai toleransi terhadap makanan berdasarkan munculnya gejala diare, muntah
dan meteorismus. Dalam memperhitungkan volume dan frekuensi pemberian makanan
perhitungkan kemampuan pengosongan lambung, dengan melakukan aspirasi sebelum
pemberian porsi makanan berikutnya. Setelah pemberian makanan, kalau timbul muntah
segera dilakukan penghisapan dan tindakan pencegahan aspirasi lainnya. Pemantauan
penderita dapat dilakukan dengan cara penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan,
serta tebal lemak subkutan, kemajuan gejala klinis serta kemampuan makan anak. Pada
minggu-minggu pertama sering belum dijumpai penambahan berat badan.
Indikasi pulang penderita gizi buruk antara lain:
Indikasi anak:
Selera makan sudah bagus, makanan yang diberikan dapat dihabiskan
Ada perbaikan kondisi mental
Anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri, atau berjalan sesuai dengan
umurnya
Suhu tubuh berkisar antara 36,5 – 37,50C
Tidak ada muntah atau diare
Tidak ada edema
Terdapat kenaikan berat badan 5g/kgBB/hari selama 3 hari berturut-turut atau
kenaikan sekitar 50g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
Sudah berada di kondisi gizi kurang (BB/TB > -3 SD) dan tidak ada gejala klinis gizi
buruk
Indikasi ibu/ pengasuh:
Sudah dapat membuat makanan yang diperlukan untuk tumbuh kejar di rumah
Sudah mampu merawat serta memberikan makan dengan benar kepada anak
Indikasi institusi lapangan: Puskesmas/ pos pemulihan gizi telah siap untuk menerima
rujukan pasca perawatan
II.1.9 Prognosis
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering
disebabkan oleh karena infeksi. Sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi
atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan dimulai.
Walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progresif, kematian tidak
dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irreversible dari sel-sel tubuh akibat
under nutrition.2
Recommended