View
119
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
Tinjauan Pustaka Plasenta Previa
Citation preview
LAPORAN KASUS
PLASENTA PREVIA
Oleh
I Ketut Anom Widyantara Eka Dana Weka Mona
H1A 006 017
PEMBIMBING :
dr. A. Rusdhy A. H., SpOG.
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI LAB/SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB
MATARAM
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus yang berjudul “Plasenta Previa” ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/ SMF Obstetri dan Genikologi Rumah Sakit Umum
Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. Dr. A. Rusdhy Hariawan Hamid, SpOG., selaku Kepala Bagian/ SMF Kebidanan
dan Kandungan RSU Mataram dan selaku pembimbing.
2. Dr. Agus Thoriq, SpOG., selaku Koordinator Pendidikan Bagian/ SMF Kebidanan
dan Kandungan RSU Mataram.
3. Dr. H. Doddy A. K., SpOG (K)., selaku supervisor.
4. Dr. Edi Prasetyo Wibowo, SpOG., selaku supervisor.
5. Dr. Made Punarbawa, SpOG., selaku supervisor.
6. Dr. I M. W. Mahayasa, SpOG., selaku pembimbing.
7. Dr. I M. P. Juliawan, SpOG., selaku supervisor.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari
sebagai dokter. Terima kasih.
Mataram, Agustus 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagian besar (60-80%) kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, dan sebagiannya
lagi disebabkan oleh persalinan macet, sepsis, tekanan darah tinggi saat kehamilan, dan
komplikasi dari aborsi yang tidak aman. Setiap perdarahan pada kehamilan harus selalu
dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut
sebagai abortus, sedangkan perdarahan pada kehamilan tua disebut sebagai perdarahan
antepartum atau Antepartum Bleeding (APB). Dahulu batas teoritis kehamilan tua adalah
umur kehamilan lebih dari 28 minggu. Namun seiring dengan kemajuan di bidang
perawatan intensif, WHO mengubah batasan kehamilan tua menjadi umur kehamilan
diatas 22 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus saat ini lebih tinggi1,2.
Plasenta previa merupakan salah satu penyebab utama perdarahan antepartum pada
trimester ketiga. Angka kejadian plasenta previa sekitar 1 dari 200 persalinan. Insiden pada
multipara berkisar 1 dari 20 proses kelahiran. Di AS resiko terjadinya plasenta previa
meningkat 1,5 sampai 5 kali lipat pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Pada wanita
dengan faktor kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun, multipara, riwayat dilatasi dan
kuretase, dan merokok akan meningkatkan resiko terjadinya plasenta previa3.
Di negara yang sedang berkembang, perdarahan yang salah satunya disebabkan oleh
plasenta previa, hampir selalu merupakan malapetaka besar bagi penderita maupun
penolongnya karena dapat menyebabkan kesakitan atau kematian baik pada ibu maupun
pada janinnya. Kematian ibu disebabkan karena perdarahan uterus atau karena DIC
(Disseminated Intravascular Coagulopathy). Sedangkan morbiditas/ kesakitan ibu dapat
disebabkan karena komplikasi tindakan seksio sesarea seperti infeksi saluran kencing,
pneumonia post operatif dan meskipun jarang dapat terjadi embolisasi cairan amnion.
Terhadap janin, plasenta previa meningkatkan insiden kelainan kongenital dan
pertumbuhan janin terganggu sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat yang kurang
dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita plasenta previa. Risiko
kematian neonatal juga meningkat pada bayi dengan plasenta previa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, dimana plasenta
berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum pada umur kehamilan 28 minggu atau lebih. Implantasi plasenta
yang normal ialah pada dinding depan, dinding belakang rahim, atau di daerah fundus
uteri4,5.
Gambar 1. Implantasi Normal Plasenta
2.2 KLASIFIKASI
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim
ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi plasenta yang berimplantasi
pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim
setelah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan
meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup
oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta previa
ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun dalam masa intranatal.
Menurut De Snoo, plasenta previa dapat diklasifikasikan sebagai berikut4,6:
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium
uteri internum.
4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari
ostium uteri internum.
Terdapat juga literatur yang membagi plasenta previa dengan menggunakan
pembagian grade, yaitu grade I sampai grade IV, setiap grade berperan menentukan
beratnya plasenta previa dan juga penatalaksanaan yang tepat. Grade I dan II termasuk
kriteria minor dan masih memungkinkan persalinan pervaginam. Sementara itu Grade III
dan IV termasuk kriteria major yang tidak memungkinkan untuk persalinan pervaginam
sehingga dibutuhkan tindakan operasi. Pembagian plasenta previa berdasarkan berdasarkan
grade ini yaitu sebagai berikut7,8.
Tabel 1. Pembagian plasenta previa
Grade Deskripsi
Minor I Plasenta berada pada segmen bawah rahim tetapi tepi terbawah tidak
mencapai ostium uteri internum
II Tepi terbawah dari plasenta letak rendah mencapai ostium uteri
internum tetapi tidak menutupinya
Mayor III Plasenta menutupi ostium uteri internum tetapi asimteris
IV Plasenta menutupi ostium uteri internum secara simetris
Keadaan lain, yang disebut vasa previa, adalah keadaan dengan pembuluh-pembuluh
janin berjalan melewati selaput ketuban dan terdapat di ostium uteri internum. Kondisi ini
merupakan penyebab perdarahan antepartum yang jarang dan memiliki angka kematian
janin yang tinggi.
Gambar 2. Kiri Klasifikasi Plasenta Previa ; Kanan Gambaran Ultrasonografi yang
menunjukkan plasenta previa grade I pada kehamilan 32 minggu.
2.3 EPIDEMIOLOGI
2.3.1 INSIDENSI
Secara umum, di seluruh dunia insiden plasenta previa berkisar antara 1 dalam 200
hingga 1 dalam 390 kehamilan pada umur kehamilan diatas 28 minggu. Di Indonesia, pada
beberapa rumah sakit umum pemerintah dilaporkan insiden plasenta previa berkisar 1,7%
sampai dengan 2,9%. Di Negara maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1%, hal
ini kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya wanita hamil paritas tinggi. Insiden
meningkat 20 kali pada grande multipara. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum,
plasenta previa merupakan penyebab yang terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian
perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan lebih dahulu3,4,9.
2.3.2 FAKTOR RESIKO
Penyebab utama terjadinya plasenta previa tidak diketahui. Tetapi ada beberapa
faktor resiko yang menyebabkan meningkatnya kemungkinan seseorang untuk mengalami
plasenta previa, yaitu9,10:
1. Operasi sesar sebelumnya. Pada wanita–wanita yang pernah menjalani operasi sesar
sebelumnya, maka sekitar 1% wanita tersebut akan mengalami plasenta previa.
Resiko akan makin meningkat setelah mengalami empat kali atau lebih operasi sesar
dimana 10% wanita tersebut akan mengalami plasenta previa.
2. Riwayat tindakan medis yang dilakukan pada uterus, seperti dilatasi dan kuretase
atau aborsi medisinalis.
3. Multiparitas dan jarak kehamilan. Plasenta previa terjadi pada 1 dari 1500 wanita
yang baru pertama kali hamil. Bagaimanapun, pada wanita yang telah 5 kali hamil
atau lebih, maka resiko terjadinya plasenta previa adalah 1 diantara 20 kehamilan.
Secara teori plasenta yang baru berusaha mencari tempat selain bekas plasenta
sebelumnya.
4. Usia ibu hamil. Diantara wanita-wanita yang berusia kurang dari 19 tahun, hanya 1
dari 1500 yang mengalami plasenta previa. Satu dari 100 wanita yang berusia lebih
dari 35 tahun 3 kali lebih berisiko akan mengalami plasenta previa.
5. Kehamilan dengan janin lebih dari satu.
6. Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol. Pada perempuan perokok
dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
7. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga mempersempit permukaan
bagi penempelan plasenta.
8. Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya. Dilaporkan, tanpa
jaringan parut berisiko 0,26%. Terdapatnya jaringan parut bekas operasi berperan
menaikkan insiden dua sampai tiga kali lipat.
9. Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
10. Malnutrisi ibu hamil.
2.4 ETIOLOGI
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui
secara pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen
bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai
salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin
sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim
misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses
peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai
faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan
insiden dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa
lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok
menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang
mengalami hipertrofi akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum. Plasenta yang
terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan
pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau
seluruh ostium uteri internum4.
2.5 PATOFISIOLOGI
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada timester ketiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim,
maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat
pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks
mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas.
Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu
dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah
rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable
bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena
segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen
otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak
akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan
kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta yang akan mengakibatkan
perdarahan yang berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan
segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang terjadinya perdarahan. Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim
terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada
plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati
atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak
pada perdarahan berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di
bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke
atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka
perdarahan lebih mudah terjadi ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma
retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke
dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta
previa4.
2.6 GAMBARAN KLINIK
Sebagai penyebab penting perdarahan pada trimester ketiga, plasenta previa
memberikan gambaran sebagai perdarahan tanpa disertai rasa nyeri (painless bleeding)10.
Ciri-ciri plasenta previa :
1. Perdarahan tanpa nyeri. Sekitar dua pertiga pasien menunjukkan gejala sebelum
36 minggu masa gestasi, dengan setengah dari pasien ini menampakkan gejala
sebelum 30 minggu masa gestasi.
2. Perdarahan berulang
3. Warna perdarahan merah segar
4. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
6. Denyut jantung janin ada
7. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
8. Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul
9. Presentasi mungkin abnormal.
2.7 DIAGNOSIS
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya
ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah4.
1. Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan > 22 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa
alasan, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari
anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
2. Pemeriksaan luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Apabila presentasi
kepala, biasanya kepala masih melayang. Tidak jarang terdapat kelainan letak janin, seperti
letak lintang atau sungsang.
3. Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah pedarahan berasal dari ostium
uteri eksternum atau dari kelainan dari organ genitalia bagian dalam lainnya.
4. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Dapat dilakukan dengan menggunakan radiografi, radioisotop, dan ultrasonografi.
Pemeriksaan radiografi dan radioisotop masih dihadapkan pada bahaya radiasi yang cukup
tinggi, sehingga cara ini mulai ditinggalkan. Sedangkan penggunaan USG tidak
menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5. Penentuan letak plasenta secara langsung
Pemeriksaannya dilakukan dengan meraba plasenta melalui kanalis servikalis secara
langsung. Hal ini dilakukan apabila penanganan konservatif tidak dapat dilakukan, dan
ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaan harus dilakukan dalam keadaan siap operasi.
2.8 PENATALAKSANAAN
Semua penderita perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam
kecuali kemungkinan plasenta previa telah disingkirkan atau diagnosa solusio plasenta
telah ditegakkan. Penatalaksanaan plasenta previa di RSUP NTB yang tercantum dalam
Standar Pelayanan Medik (2008), dibedakan menjadi 2, yaitu11 :
1. Perawatan konservatif
2. Perawatan aktif
2.8.1 Perawatan konservatif
Dilakukan pada bayi prematur dengan TBJ < 2500 gram atau umur kehamilan < 37
minggu dengan syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau berhenti.
Cara perawatan :
a. Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan transfusi PRC (Packed Red Cell)
sampai Hb 10-11 gr%
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan perawatan
konservatif gagal) dengan injeksi Betametason/Deksametason 12 mg tiap 12 jam bila
usia kehamilan < 35 minggu atau TBJ < 2000 gram
d. Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan dan tirah
baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.
e. Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6 jam.
f. Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif
g. Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan mobilisasi penderita
dipulangkan dengan nasehat :
Istirahat
Dilarang koitus
Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi
Kontrol tiap minggu
2.8.2 Perawatan aktif
Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan aktif (perdarahan > 500 cc
dalam 30 menit) dan diagnosa sudah ditegakkan segera dilakukan seksio sesarea dengan
memperhatikan keadaan umum ibu. Perawatan aktif dilakukan apabila :
- Perdarahan aktif
- Perkiraan berat bayi > 2000 gram
- Gawat janin
- Anemia dengan Hb < 6 g%, janin hidup, perkiraan berat bayi > 2000 gram
2.9 PROGNOSIS
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan
dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG,
disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir semua rumah
sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang
pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang
diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat
sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa.
Dengan demikian banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin
masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun
karena intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa
dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu penelitian yang
melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan kawan-kawan (1999) dilaporkan angka
kelahiran prematur 47%. Hubungan hambatan pertumbuhan janin dan kelainan bawaan
dengan plasenta previa belum terbukti4.
BAB III
I. IDENTITAS :
Nama : Ny. JK
Usia : 32 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Presak, Pagutan
II. ANAMNESA :
Keluhan utama : Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan Polindes Pagutan dengan diagnosa G3P2A0H0 30-31 mg T/H dengan APB
susp. Plasenta Previa dibawa ke VK-IRD RSUP NTB jam 00.10 (27 Juni 2011). Pasien
mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak ± 2 jam yang lalu hari minggu (26 Juni 2011)
pukul 22.00 wita, darah yang keluar berwarna merah segar merembes melalui jalan lahir
saat pasien sedang beristirahat, darah keluar dalam jumlah banyak dan terus menerus
namun tidak disertai nyeri perut. Pasien mengatakan merasa pusing seperti berputar dan
penglihatan dirasakan berkunang, tidak ada riwayat keluar air, bloody slim (-), nyeri perut
(-), riwayat trauma (-) pasien masih merasakan gerakan janin.
Kronologis :
26 Juni 2011 pukul 22.00
Keluar darah darah berwarna merah segar merembes dari jalan lahir dan tidak nyeri.
26 Juni 2011 pukul 22.30
Darah terus keluar berwarna merah segar merembes dari jalan lahir dan tidak nyeri.
Kemudian pasien langsung ke Polindes Pagutan.
26 Juni 2011 pukul 24.00
Pasien langsung dirujuk ke RSUP NTB.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku tidak pernah menderita penyakit yang membuat dirinya dirawat di RS.
Pasien mempunyai riwayat asma. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengaku tidak memiliki penyakit keturunan. Menurut pasien di keluarga pasien
tidak ada yang mengidap asma, hipertensi dan diabetes mellitus.
Riwayat Obstetri :
Pasien pertama kali haid pada usia 17 tahun. Siklus haid 28 hari, lama haid ± 7 hari, tidak
ada nyeri selama haid. Pasien telah menikah ± 11 tahun, dan ini merupakan pernikahan
pertamanya. Selama ini pasien menggunakan alat kontrasepsi suntikan, dan berencana
untuk menggunakan metode kontrasepsi steril setelah kehamilan. Kehamilan ini
merupakan kehamilan ketiga bagi pasien.
Riwayat Obstetri :
1. Preterm, 1800 gram, Dukun, Spt, Laki-Laki, 10 th.
2. Preterm, 1900 gram, Bidan, Spt, Laki-Laki, 4 th.
3. Ini
HPHT : 25 November 2010
HTP : 2 September 2011
Riwayat ANC : > 4 kali, ANC terakhir pada tanggal 6 Juni 2011
Riwayat KB : pasien menggunakan KB suntik 3 bulan
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : E4V5M6
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 84 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/menit
Suhu : 36,5 ⁰C
Mata : An -/-, Ikterus -/-
Jantung : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler +/+, rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen : luka bekas operasi (-), striae gravidarum (+)
Ekstremitas : edema -/-, akral hangat +/+
IV. STATUS OBSTETRI
a. Leopold I : bokong
b. Leopold II : punggung kanan
c. Leopold III : kepala
d. Leopold IV : belum masuk PAP
- TFU : 24 cm
- TBJ : 1.860 gram
- His : (-)
- DJJ : 11.12.11 ( 136 kali/menit )
- Pemeriksaan Dalam
Evaluasi vagina
Inspeksi : livide (+), perdarahan merembes pervaginam (+)
Pemeriksaan dalam (vaginal toucher)
Tidak dilakukan
Inspekulo:
Fluksus (+), flour (-)
Vagina: rugae (+), erosi (-)
OUE: tampak darah merembes melalui OUE
Porsio: ukuran normal, licin, warna kemerahan, permukaan erosi (-), massa (-), cavum
douglas menonjol (-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ultrasonografi (USG):
- Janin T/H/IU letkep
- FM (+)
- FHB (+)
- Sex : laki-laki
- AC : 33W2D
- BPD : 33W2D
- FL : 33W2D
- EDD : 33W
- Plasenta di korpus lateral kiri samping SBR menutupi sebagian OUI
- Air ketuban jernih cukup
- Kesan : plasenta previa parsialis
Pemeriksaan darah lengkap dan tes HbSAg (27-06-2011)
- WBC : 12,8 x 103 µL
- Hb : 11,1 g/dL
- RBC : 3,91 x 106 µL
- PLT : 252 x 103 µL
- HbSAg : (-)
VI. DIAGNOSIS
G3P2A0H2 30-31 mg/T/H/IU presentasi kepala dengan Antepartum Bleeding (APB)
e.c. Plasenta Previa Parsialis.
VII. RENCANA TINDAKAN
1. Penanganan konservatif plasenta previa
2. Observasi keadaan ibu dan janin
3. Observasi tanda-tanda vital
4. Observasi perdarahan
5. Memberikan Deksamethason 12 mg/12 jam IV selama 2 hari
6. Memberikan Ampicillin 1 gram/8 jam
7. Apabila terjadi pendarahan aktif lakukan penanganan aktif dengan Seksio Sesarea
8. KIE :
- Menasehati ibu agar makan dan minum yang bergizi
- Menganjurkan ibu istirahat total
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut, diajukan suatu kasus seorang wanita 30 tahun yang
kemudian didiagnosa dengan diagnosa G3P2A0H2 umur kehamilan 30-31 minggu,
tunggal, hidup, intrauterine dengan Antepartum Bleeding e.c plasenta previa parsialis.
Selanjutnya akan dibahas :
1. Apakah diagnosa dan pemeriksaan pada kasus ini sudah tepat ?
G3P2A0H2 umur kehamilan 30-31 minggu, tunggal, hidup, intrauterine dengan
Antepartum Bleeding e.c plasenta previa parsialis. Pasien di diagnosa hamil karena
memenuhi beberapa kriteria kehamilan, diantaranya tanda-tanda tidak pasti kehamilan
yaitu : amenorrhea, perut membesar, pigmentasi kulit pada areola mammae, striae
gravidarum pada kulit abdomen. Dan tanda pasti kehamilan yaitu : adanya gerak janin,
pemeriksaan leopold I-IV yang dapat meraba bagian besar dan kecil janin, balottement (+),
tedapat denyut jantung janin dan terdapat janin pada pemeriksaan penunjang (USG). Usia
kehamilan pasien ini dihitung berdasarkan rumus Naegelle dengan HPHT 25-11-2010 dan
tanggal taksiran persalinan 02-09-2011, sehingga umur kehamilan saat pasien datang
adalah 30-31 minggu. Pemeriksaan tinggi fundus uteri 24 cm dengan taksiran berat janin
1860 gram dengan menggunakan Formula Johnson. Janin tunggal hidup dinilai dari
pemeriksaan Leopold yang memberi kesan adanya satu janin dengan letak membujur
dimana teraba bokong di bagian fundus, punggung di sebelah kanan dan ekstremitas di
sebelah kiri, serta kepala berada di bagian bawah. Ini dipertegas dengan hasil pemeriksaan
Ultrasonografi (USG).
Diagnosa perdarahan antepartum (APB) ditegakkan karena pasien mengeluh
perdarahan pada umur kehamilan > 22 minggu. Perdarahan ini biasanya bersumber dari
kelainan plasenta yaitu plasenta previa atau solusio plasenta. Namun dari gejala klinis yang
dialami pasien lebih mendekati gejala plasenta previa dibandingkan gejala solusio plasenta.
Gejala klinis plasenta previa pada kasus ini antara lain, perdarahan dengan warna darah
merah segar yang tidak disertai nyeri perut, perdarahan tanpa sebab, jumlah perdarahan
sesuai dengan kondisi pasien, bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul, dan
kondisi janin dalam keadaan baik. Diagnosa ini dipertegas dengan hasil pemeriksaan
inspekulo dimana tampak darah merembes dari ostium uteri eksternum dan hasil USG,
dimana didapatkan plasenta berada di korpus lateral kiri samping segmen bawah rahim
menutupi sebagian ostium uteri internum. Perdarahan yang terjadi pada pasien ini
dikatakan tidak aktif karena jumlah darah yang keluar kurang dari 500 cc dalam waktu 30
menit. Sehingga, pasien ini di diagnosa dengan perdarahan antepartum e.c plasenta previa
parsialis.
2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat ?
Pada pasien ini dilakukan penanganan konservatif mengingat pada saat pasien datang
tidak ditemukan perdarahan aktif, umur kehamilan kurang dari 37 minggu (30-31 minggu),
serta bayi prematur dengan perkiraan berat janin kurang dari 2500 gram.
Pada pasien ini diberikan terapi deksametason, antibiotik dan SF. Pemberian
deksametason adalah sebagai upaya untuk melakukan maturisasi terhadap paru janin
dengan injeksi deksametason 12 gram/12 jam selama dua hari. Kriteria pemberian
deksametason pada pasien ini adalah karena umur kehamilan telah diatas 28 minggu dan
dibawah 35 minggu serta taksiran berat janin kurang dari 2000 gram. Pemberian antibiotik
yaitu amoxicillin tab 3 x 500 mg adalah sebagai profilaksis untuk mencegah terjadinya
infeksi. Sementara itu pemberian SF adalah sebagai hematinik.
Setelah dua hari perawatan di ruang perawatan, pasien telah dapat dipulangkan
dengan sebelumnya telah dilakukan mobilisasi. Nasehat yang diberikan kepada pasien
adalah untuk istirahat yang cukup, tidak melakukan koitus, segera kembali ke rumah sakit
apabila terjadi perdarahan kembali dan untuk memeriksakaan diri satu minggu lagi.
3. Apa penyebab plasenta previa pada kasus ini ?
Faktor predisposisi dari pasien ini adalah multiparitas dan kebiasaan suami pasien
yang tidak sehat yaitu merokok. Multiparitas menyebabkan plasenta previa, karena secara
teori plasenta yang baru berusaha mencari tempat selain bekas plasenta sebelumnya.
Sedangkan kebiasaan merokok maupun menghisap asap rokok secara tidak langsung juga
dapat menyebabkan plasenta previa. Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil
pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
Plasenta yang mengalami hipertrofi akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum.
Dalam kepustakaan, penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui secara
pasti, namun kerusakan dari endometrium pada persalinan sebelumnya, gangguan
implantasi blastokista dan gangguan vaskularisasi desidua dianggap sebagai mekanisme
yang mungkin menjadi faktor penyebab terjadinya plasenta previa. Penyebab blastokista
berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui secara pasti. Mungkin secara
kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar
belakang lain yang mungkin. Sementara itu vaskularisasi desidua yang tidak memadai,
mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat
rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam
proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang
sebagai faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa. Dari beberapa penelitian diketahui
bahwa telah dapat dibuktikan adanya faktor-faktor risiko terjadinya plasenta previa
termasuk umur ibu, banyaknya jumlah kehamilan dan kelahiran, merokok selama hamil
dan riwayat operasi sesar.
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan kasus ini terdiri dari:
1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yaitu USG yaitu G3P2A0H2 30-31 minggu/T/H/IU dengan
Antepartum Bleeding e.c plasenta previa parsialis.
2. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu terapi konservatif
plasenta previa
3. Faktor predisposisi dari pasien ini adalah multiparitas dan kebiasaan suami pasien yang
tidak sehat yaitu merokok
CATATAN PERKEMBANGAN
Waktu Subjektif Objektif Assesment Rencana27-06-2011 Pusing (+)
Nyeri perut (-) Vital Sign
TD : 110/70 mmHgN : 84 x/menitRR : 20 x/menitTo : 36,6oC
HIS (-) FM (+) DJJ : 136x/mnt Perdarahan aktif (-) Pemeriksaan Lab :
WBC : 12,8 x 103 µLHb : 11,1 g/dLRBC : 3,91 x 106 µLPLT : 252 x 103 µLHbSAg : (-)
G3P2A0H2 30-31 mg/T/H presentasi kepala dengan APB e.c. susp Plasenta Previa
Observasi keadaan ibu dan janin
Observasi tanda-tanda vital Observasi perdarahan Terapi deksametason,
amoxicillin dan SF Pro USG KIE :
Menasehati ibu agar makan dan minum yang bergiziMenganjurkan ibu istirahat total
28-06-2011 Pusing (+)Keluar darah (+)Nyeri perut (-)
Vital SignTD : 100/70 mmHgN : 80 x/menitRR : 18 x/menitTo : 36,6oC
HIS (-) FM (+) DJJ : 132x/mnt Perdarahan aktif (+) USG :
Janin T/H/IU letkep
G3P2A0H2 30-31 mg/T/H presentasi kepala dengan APB e.c. Plasenta Previa Parsialis
Observasi keadaan ibu dan janin
Observasi tanda vital Observasi perdarahan Terapi deksametason,
amoxicillin dan SF KIE :
Menasehati ibu agar makan dan minum yang bergiziMenganjurkan ibu istirahat total
FM (+) ; FHB (+)Sex : laki-lakiAC : 33W2DBPD : 33W2DFL : 33W2DEDD : 33WPlasenta di korpus lateral kiri samping SBR menutupi sebagian OUIAir ketuban jernih cukupKesan : plasenta previa parsialis
29-06-2011 Pusing (+)Nyeri perut (-)Keluar darah (-)
Vital SignTD : 100/70 mmHgN : 80 x/menitRR : 20 x/menitTo : 36,6oC
HIS (-) FM (+) DJJ : 132x/mnt Perdarahan aktif (-)
G3P2A0H2 30-31 mg/T/H presentasi kepala dengan APB e.c. Plasenta Previa Parsialis
Observasi keadaan ibu dan janin
Observasi tanda vital Observasi perdarahan Terapi amoxicillin dan SF KIE :
Menasehati ibu agar makan dan minum yang bergiziMenganjurkan ibu untuk mobilisasi
30-06-2011 Pusing (-)Nyeri perut (-)Keluar darah (-)
Vital SignTD : 90/70 mmHgN : 84 x/menitRR : 20 x/menitTo : 36,6oC
HIS (-)
G3P2A0H2 30-31 mg/T/H presentasi kepala dengan APB e.c. Plasenta Previa Parsialis
Observasi keadaan ibu dan janin
Observasi tanda vital Observasi perdarahan Terapi amoxicillin dan SF KIE :
Menasehati ibu agar makan
FM (+) DJJ : 136x/mnt Perdarahan aktif (-)
dan minum yang bergiziMenganjurkan ibu untuk mobilisasi
01-07-2011 Pusing (-)Nyeri perut (-)Keluar darah (-)
Vital SignTD : 100/70 mmHgN : 84 x/menitRR : 20 x/menitTo : 36,7oC
HIS (-) FM (+) DJJ : 140x/mnt Perdarahan aktif (-)
G3P2A0H2 30-31 mg/T/H presentasi kepala dengan APB e.c. Plasenta Previa Parsialis
Terapi amoxicillin dan SF Pasien boleh pulang KIE :
- Menasehati ibu agar makan dan minum yang bergizi
- Istirahat yang cukup- Bila perdarahan segera
kembali ke Rumah Sakit- Kontrol tiap minggu- Dilarang koitus
DAFTAR PUSTAKA
1. Konje JC and Walley RJ. 2000. Bleeding in Late Pregnancy, in High Risk
Pregnancy: Management Option. London: WB Saunders Co.Ltd.
2. World Health Organization (WHO). 1996. Revised 1990 estimates of maternal
mortality: A new approach by WHO and UNICEF. Geneva, WHO.
3. Miller, D.A. (2004). Obstetric Hemorrhage. Available from:
http:// www.obfocus.com (Accessed: August, 18 2011).
4. Winknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. 2007. Tumor Jinak pada Alat
Genital. Dalam: Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
5. Ohio State University. (2003). Placenta Previa. Available from:
http://medicalcenter.osu.edu (Accessed: August, 18 2011)
6. Cunningham FG et al. 2003. Williams Obstetrics 21st edition, United States of
America: The McGraw-Hill Companies inc.
7. Peatkin J, Peattie AB and Magowan BA. 2003. Obstetrics and Gynecology: an
Illustrated Colour Text. Philadelphia, USA: Churchull Livingstone.
8. Hamilton-Fairley D. 2004. Lecture Notes of Obstetrics and Gynaecology. Australia:
Blackwell Science Ltd.
9. Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE and Wallach EE. 2007. John Hopkins Manual
of Gynecology and Obstetrics 3rd Edition. Baltimore, Maryland : Lippincott Williams
& Wilkins.
10. Gunawan, Abadi. 2004. Perdarahan pada Hamil Tua. Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin : Makasar
11. Doddy, A. K., et al. 2001. Standar Pelayanan Medik Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat. RSU
Mataram : Mataram
Recommended