View
217
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
12
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian dan Ciri Pers
Pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam arti sempit dan
pers dalam arti yang luas. Pers dalam arti yang sempit adalah media
massa cetak seperti surat kabar, majalah, mingguan tabloid, dan
sebagainya, sedangkan pers dalam arti yang luas meliputi media massa
elektronik antara lain radio siaran dan televisi siaran, sebagai media yang
menyiarkan karya jurnalistik. Film teatrikal, yakni film yang diputar di
gedung bioskop, walaupun termasuk media komunikasi massa, tidak
disebut pers karena tidak menayangkan karya jurnalistik.
Jadi tegasnya pers adalah lembaga atau badan atau organisasi yang
menyebarkan berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak. Pers dan
jurnalistik diibaratkan sebagai raga dan jiwa. Pers adalah aspek raga,
karena ia berwujud, kongkret, nyata; oleh karena itu ia dapat diberi nama,
sedangkan jurnalistik adalah aspek jiwa, karena ia abstrak, merupakan
kegiatan, daya hidup, menghidupi aspek pers. Dengan demikian pers dan
jurnalistik merupakan dwitunggal. Pers tidak mungkin beroperasi tanpa
jurnalistik, sebaliknya pers tidak mungkin mewujudkan suatu karya
bernama berita tanpa pers.
Berhubung dalam penelitian kali ini yang menjadi objeknya
adalah Harian Suara Merdeka maka penekanan terhadap pokok yang akan
13
dibahas lebih diarahkan pada pengertian pers dalam arti sempit khususnya
surat kabar. Adapun ciri-ciri surat kabar sebagai berikut :
1. Publisistas
Yang dimaksud dengan publisitas (publicity) ialah penyebaran
kepada publik atau khalayak. Karena diperuntukkan khalayak, maka
sifat surat kabar adalah umum. Isi surat kabar terdiri dari berbagai hal
yang erat kaitannya dengan kepentingan umum. Ditinjau dari segi
lembarannya jika surat kabar mempunyai halaman yang banyak,
isinya juga dengan sendirinya pula akan memenuhi kepentingan
khalayak yang lebih banyak.
Dengan ciri publisitas ini, maka penerbitan yang meskipun
bentuk fisiknya sama dengan surat kabar tidak bisa disebut surat kabar
apabila diperuntukan sekelompok atau segolongan orang. Tidak
sedikit organisasi atau lembaga yang memiliki penerbitan untuk
anggota-anggotanya dalam bentuk surat kabar yang biasa dilanggani
atau dibeli secara eceran. Penerbitan yang sifatnya khusus, tidak
termasuk surat kabar.
2. Periodisitas
Periodisitas adalah cirri surat kabar yang kedua. Keteraturan
terbitnya surat kabar bisa satu kali sehari, bisa dua kali sehari, bisa
pula satu kali atau dua kali dalam seminggu. Penerbitan lainnya
seperti buku umpamanya, tidak disebarkan secara periodik, tidak
teratur karena terbitnya hanya satu kali. Kalaupun ada yang
14
diterbitkan lebih dari satu kali, terbitnya itu tidak teratur. Jadi,
penerbitan seperti buku tidak mempunyai ciri periodisitas, meskipun
disebarkan kepada khalayak dan isinya menyangkut kepentingan
umum.
3. Universalitas
Yang dimaksud dengan universalitas sebagai ciri ketiga surat
kabar kesemestaan isinya, aneka ragam dan dari seluruh dunia.
Sebuah penerbitan berkala yang isinya mengkhususkan diri pada satu
profesi atau aspek kehidupan, seperti majalah kedokteran, arsitektur,
koperasi atau pertanian, tidak termasuk surat kabar. Adalah benar
bahwa berkala tersebut diperuntukkan khalayak dan terbit secara
periodik, tetapi ciri secara univesalitas tidak ada, sebab isinya hanya
mengenai aspek kehidupan saja.
4. Aktualitas
Aktualitas sebagai cirri keempat dari surat kabar adalah
mengenai berita yang disiarkannya. Aktualitas, menurut kata asalnya
berarti “kini” dan “keadaan sebenarnya”. Keduanya erat sekali
sangkut pautnya dengan berita yang disiarkan surat kabar. Berita
adalah laporan mengenai peristiwa yang terjadi kini, dengan lain
perkataan :
Laporan mengenai peristiwa yang baru terjadi dan yang
dilaporkan harus benar, tetapi yang dimaksudkan dengan aktualitas
15
sebagai ciri surat kabar adalah pertama, yakni kecepatan laporan,
tanpa menyampingkan pentingnya kebenaran berita.
Hal-hal yang disiarkan media cetak lainnya bisa saja
mengandung kebenaran, tetapi belum tentu mengenai sesuatu yang
baru terjadi. Diantara media cetak, hanyalah surat kabar yang
menyiarkan hal-hal yang baru terjadi. Pada kenyataannya, memang isi
surat kabar yang beraneka ragam, selain berita juga terdapat artikel,
cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, dan lain-lain
yang bukan merupakan laporan cepat. Kesemuanya hanya sekedar
untuk menunjang upaya membangkitkan minat agar surat kabar
bersangkutan dibeli orang.
2.2 Fungsi Pers
Pers adalah sarana untuk menyiarkan produk jurnalistik, fungsi
pers adalah fungsi jurnalistik. Pada zaman modern seperti sekarang ini,
jurnalistik tidak hanya mengelola berita, tapi juga aspek-espek lain untuk
isi surat kabar. Karena itu fungsinya, bukan lagi menyiarkan informasi,
tetapi juga mendidik, menghibur, dan mempengaruhi agar khalayak
melakukan kegiatan tertentu.
Fungsi-fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Fungsi menyiarkan Informasi
Menyiarkan informasi adalah fungsi surat kabar yang pertama
dan utama. Khalayak pembaca berlangganan atau membeli surat kabar
karena memerlukan informasi mengenai berbagai hal di bumi ini :
16
mengenal peristiwa yang terjadi, gagasan atau pikiran orang lain, apa
yang dilakukan oleh orang lain, dan lain sebagainya.
2. Fungsi Mendidik
Fungsi kedua surat kabar ialah mendidik. Sebagai sarana
pendidikan massa (mass education), surat kabar memuat tulisan-tulisan
yang mengandung pengetahuan, sehingga khalayak pembaca
bertambah pengetahuannya. Fungsi mendidik ini bisa secara implisit
dalam bentuk berita, bisa juga secara eksplisit dalam bentuk artikel
atau tajuk rencana. Kadang-kadang cerita bersambung atau berita
bergambar juga mengandung aspek pendidikan.
3. Fungsi Menghibur
Hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat surat kabar untuk
mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang
berbobot. Isi surat kabar yang bersifat hiburan bisa berbentuk cerita
pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok
karikatur, tidak jarang juga berita yang mengandung minat insani
(human interest) dan kadang-kadang tajuk rencana.
4. Fungsi Mempengaruhi
Adalah fungsinya yang keempat ini, yakni fungsi
mempengaruhi yang menyebabkan surat kabar memegang peranan
penting dalam kehidupan masyarakat. Napoleon pada masa jayanya
pernah berkata bahwa ia lebih takut pada empat surat kabar daripada
seratus serdadu dengan sangkur terhunus.
17
Sudah tentu surat kabar yang ditakuti ini ialah surat kabar yang
independent, yang bebas menyatakan pendapat, bebas melakukan
kontrol sosial; bukan organ pemerintah yang membawakan suara
pemerintah.
Fungsi mempengaruhi dari surat kabar secara implisit terdapat
pada berita, sedang secara eksplisit terdapat pada tajuk rencana dalam
artikel. Fungsi mempengaruhi untuk bidang perniagaan terdapat pada
iklan-iklan yang dipesan oleh perusahaan-perusahaan.
5. Fungsi Kontrol Sosial
Fungsi dan peranan pers Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU
No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungi pers ialah sebagai media
informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial . Sementara Pasal 6
UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan peranan
sebagai berikut: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya
supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati
kebhinekaan mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi
yang tepat, akurat, dan benar melakukan pengawasan, kritik, koreksi,
dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum
memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Berdasarkan fungsi dan peranan pers yang demikian, lembaga
pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi( the fourth estate)
setelah lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif , serta pembentuk
18
opini publik yang paling potensial dan efektif. Fungsi peranan pers itu
baru dapat dijalankan secara optimal apabila terdapat jaminan
kebebasan pers dari pemerintah. Menurut tokoh pers, Jakob Oetama ,
kebebsan pers menjadi syarat mutlak agar pers secara optimal dapat
melakukan pernannya. Sulit dibayangkan bagaimana peranan pers
tersebut dapat dijalankan apabila tidak ada jaminan terhadap
kebebasan pers.
Pemerintah Orde Baru di Indonesia sebagai rezim
pemerintahan sangat membatasi kebebasan pers. Hal ini terlihat,
dengan keluarnya Peraturan Menteri Penerangan No. 1 tahun 1984
tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), yang dalam
praktiknya ternyata menjadi senjata ampuh untuk mengontrol isi
redaksional pers dan pembredelan. Albert Camus, novelis terkenal dari
Perancis pernah mengatakan bahwa pers bebas dapat baik dan dapat
buruk, namun tanpa pers bebas yang ada hanya celaka. Oleh karena
salah satu fungsinya ialah melakukan kontrol sosial itulah, pers
melakukan kritik dan koreksi terhadap segala sesuatu yang menurutnya
tidak beres dalam segala persoalan. Karena itu, ada anggapan bahwa
pers lebih suka memberitakan hal-hal yang salah daripada yang benar.
Pandangan seperti itu sesungguhnya melihat peran dan fungsi pers
tidak secara komprehensif, melainkan parsial dan ketinggalan jaman.
Karena kenyataannya, pers sekarang juga memberitakan keberhasilan
seseorang, lembaga pemerintahan atau perusahaan yang meraih
19
kesuksesan serta perjuangan mereka untuk tetap hidup di tengah
berbagai kesulitan.
2.3 Jurnalitas
Jurnalistik adalah istilah yang berasal dari bahasa Belanda
”Journalistiek” atau bahasa Inggris ”journaliusm”, yang bersumber pada
perkataan journal sebagai terjemahan dari bahasa Latin ”diurnal” yang
berarti ”harian” atau ”setiap hari’.
Secara sederhana jurnalistik dapat didefinisikan sebagai teknik
mengelola berita mulai mendapatkan bahan sampai kepada
menyebarluaskan kepada khalayak. Apa saja yang terjadi di dunia apakah
itu fakta peristiwa atau pendapat yang diucapkan oleh seseorang, jika
diperkirakan akan menarik perhatian khalayak, akan merupakan bahan
dasar bagi jurnalistik akan merupakan bahan berita untuk dapat
disebarluaskan kepada masyarakat.
Secara konseptual, Jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut
pandang: Sebagai proses, tekhnik, dan ilmu.
1. Sebagai proses, Jurnalistik adalah ”aktivitas” mencari, mengolah,
menulis, dan menyebarkan informasi kepada publik melalui media
massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (jurnalis).
2. Sebagai tekhnik, Jurnalistik adalah ”keahlian” (expertise) atau
”ketrampilan” (skill) menulis karya jurnalistik (berita, artikel,
feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan
seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.
20
3. Sebagai ilmu, Jurnalistik adalah ”bidang kajian” mengenai
pembuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini,
pemikiran, ide) melalui media massa. Jurnalistik termasuk ilmu
terapan (applied science) yang dinamis atau terus berkembang
sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
dan dinamika masyarakat itu sendiri. Sebagai ilmu, jurnalistik
termasuk kajian dalam ilmu komunikasi, yakni ilmu yang mengkaji
penyampaian pesan, gagasan, pemikiran,atau informasi kepada orang
lain dengan maksud memberitahu, mempengaruhi, atau memberikan
kejelasan.
2.4 Berita
Secara praktis, penerbitan pers adalah proses pembuatan informasi
atau berita (news processing) dan penyebarluasannya melalui media
massa. Dari pengertian kedua ini, kita dapat melihat adanya empat
komponen: informasi, penyusunan informasi, penyebarluasan informasi,
dan media massa. Informasi adalah pesan, ide, laporan, keterangan, atau
pemikiran. Informasi dimaksud adalah news (berita) dan views (opini)
(Romli, 2007:24)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2002)
dikemukakan, berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau
peristiwa hangat. Namun dari definisi tersebut belumlah sempurna.
Menurut Dana (1996) dalam bukunya “ When a dog bites a man, that is
not news, but when a man bites a dog, that is news “. Artinya, ketika
21
anjing menggigit manusia itu bukanlah berita, tetapi ketika manusia
menggigit anjing, itu baru berita.
Dalam definisi ini Dana mungkin memberikan batasan berita
secara filosofis, bahwa segala sesuatu yang di luar kebiasaan atau sesuatu
yang unik adalah berita. Hepwood (1996) mengemukakan, berita adalah
laporan pertama dari kejadian yang penting sehingga dapat menarik
perhatian umum. Definisi ini mengungkapkan tiga unsur berita yakni
aktual, penting dan menarik. Sementara itu, pakar komunikasi lainnya,
Wahyudi mengemukakan, berita adalah laporan tentang peristiwa atau
pendapat yang memiliki nilai penting, menarik bagi sebagian khalayak,
masih baru dan dipublikasikan secara luas melalui media massa periodik.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa berita adalah laporan tentang fakta peristiwa atau pendapat yang
aktual, menarik, berguna, dan dipublikasikan melalui media massa
periodik: surat kabar, majalah, radio dan TV. Berita adalah informasi
yang perlu dan ingin diketahui orang. Sesuatu yang dapat disebut “layak
tayang”. Jenis-jenis berita yaitu berita langsung (straight news), berita
opini (opinion news), berita investigasi (investigative news), dan
sebagainya. Terdapat beberapa tipe atau jenis berita yang dapat disiarkan
dalam suatu program berita, seperti; Keadaan darurat, Pengadilan,
Pemerintah lokal dan nasional, ekonomi, pendidikan, trend dan musim,
perayaan, cuaca, kesehatan, lingkungan olah raga. (Morissan, 2003: 35-
38).
22
2.5 Posisi Wartawan
Pada dasarnya wartawan adalah pertisipan dari kelompok yang
ada dalam masyarakat. Wartawan adalah bagian dari kelompok atau kelas
tertentu dalam masyarakat, sehingga berita yang dituliskan oleh wartawan
pada dasarnya sukar dihindari sikap partisipan. Wartawan mempunyai
nilai-nilai tertentu yang hendak dia perjuangkan yang berpengaruh besar
pada isi pemberitaan. Hasil akhirnya adalah tentu saja pemihakan pada
kelompok sendiri, dan memburukan kelompok lain (Eriyanto, 2001:41)
2.6 Teori Hegemoni Media
Teori Althusser tentang ideologi menekankan bagaimana
kekuasaan kelompok yang dominan dalam mengontrol kelompok lain.
Pertanyaannya, bagaimana cara atau penyebaran ideologi itu dilakukan?
Pada titik ini, teori Gramsci layak dikedepankan. Antonio Gramsci (dalam
Eriyanto, 2001:103) membangun suatu teori yang mennekankan
bagaimana penerimaan kelompok yang didominasi terhadap kehadiran
kelompok dominan berlangsung dalam suatu proses yang damai, tanpa
tindakan kekerasan. Media dapat menjadi sarana dimana satu kelompok
mengukuhkan posisinya dan merendahkan kelompok lain. Ini bukan
berarti media merupakan kekuatan yang jahat (yang secara sengaja)
merendahkan masyarakat bawah. Proses bagaimana wacana mengenai
gambaran masyarakat bawah bisa buruk di media, berlangsung dalam
23
suatu proses yang kompleks. Proses marjinalisasi wacana itu berlangsung
secara wajar,apa adanya, dan hayati bersama. Khalayak tidak merasa
dibodohi atau dimanipulasi oleh media. Konsep hegemoni menolong kita
untuk menjelaskan bagaimana proses ini berlangsung.
Konsep hegemoni dipopulerkan ahli filsafat politik terkemuka
Italia, Antonio Gramsci, yang berpendapat bahwa kekuatan dan dominasi
kapitalis tidak hanya melalui dimensi material dari sarana ekonomi dan
relasi produksi, tetapi juga kekuatan (force) dan hegemoni. Jika yang
pertama menggunakan daya paksa untuk membuat orang banyak
mengikuti dan mematuhi syarat-syarat suatu cara produksi atau nilai-nilai
tertentu, maka yang terakhir meliputi perluasan dan pelestarian “kepatuhan
aktif” (secara sukarela) dari kelompok-kelompok yang didominasi oleh
kelas para penguasa lewat penggunaan kepemimpinan intelektual, moral,
dan politik. Hegemoni menekankan pada bentuk ekspresi, cara penerapan,
mekanisme yang dijalankan untuk mempertahankan, dan mengembangkan
diri melalui kepatuhan para korbannya, sehingga upaya itu berhasil
mempengaruhi dan membentuk alam pikiran mereka. Proses itu terjadi dan
berlangsung melalui proses budaya dan disebarkan secara sadar dan dapat
meresap, serta berperan dalam menafsirkan pengalaman tentang
kenyataan. Seperti yang dikatakan Raymond William, hegemoni bekerja
melalui dua saluran: Ideologi dan budaya melalui mana nilai-nilai itu
bekerja. Melalui hegemoni, ideologi kelompok dominan dapat disebarkan,
nilai dan kepercayaan dapat ditularkan. Akan tetapi berbeda dengan
24
manipulasi atau indoktrinasi, hegemoni justru terlihat wajar, orang
menerima sebagai kewajaran dan sukarela. Ideologi hegemonik itu
menyatu dan tersebar dalam praktik, kehidupan, persepsi, dan pandangan
dunia sebagai sesuatu yang dilakukan dan dihayati secara sukarela.
Hegemoni bekerja melalui konsensus ketimbang upaya penindasan
satu kelompok terhadap kelompok lain. Salah satu kekuatan hegemoni
adalah cara berfikir atau wacana tertentu yang dominan, yang dianggap
benar, sementara wacana lain dianggap salah. Ada suatu nilai dan
konsensus yang dianggap benar, sehingga ketika ada cara pandang atau
wacana lain dianggap sebagai tidak benar. Media disini secara tidak
sengaja dapat menjadi alat bagaimana nilai-nilai atau wacana yang
dipandang dominan itu disebarkan dan meresap dalam benak khalayak
sehingga menjadi konsensus bersama. Sementara nilai dan wacana lain
dipandang sebagai menyimpang.
Di sini menggambarkan bagaimana proses hegemoni bekerja. Ia
berjalan melalui suatu proses atau cara kerja yang tampak wajar. Dalam
produksi berita, proses itu terjadi melalui cara yang halus, sehingga apa
yang terjadi dan diberitakan oleh media tampak sebagai suatu kebenaran,
memang begitulah adanya, logis dan bernalar (common sense) dan semua
orang menganggap itu sebagai suatu yang tidak perlu dipertanyakan. Atau
dalam bahasa Stuart Hall, proses hegemoni itu sendiri bahkan menjadi
rituil yang sering kali tidak disadari oleh wartawan sendiri.
25
Teori hegemoni Gramsci (dalam Eriyanto, 2001:107) menyebutkan
bahwa dalam dalam lapangan sosial ada pertarungan untuk
memperebutkan penerimaan publik. Karena pengalaman sosial kelompok
subordinate (apakah oleh kelas, gender, ras, umur dan sebagainya) berbeda
dengan ideologi kelompok dominan. Oleh karena itu, perlu usaha bagi
kelompok dominan untuk menyebarkan ideologi dan kebenarannya
tersebut agar diterima, tanpa perlawanan. Salah satu kunci strategi dalam
hegemoni adalah nalar awam (common sense). Jika ide atau gagasan dari
kelompok dominan/berkuasa diterima sebagai sesuatu yang common sense
(jadi tidak didasarkan pada kelompok sosial), kemudian ideologi itu
diterima, maka hegemoni yang terjadi.
Menurut teori Lull (dalam Sobur 2009:61) Ideologi adalah system
ide-ide yang diungkapkan dalam komunikasi; kesadaran adalah esensi
totalitas dari sikap, pendapat, dan perasaan yang dimiliki oleh individu-
individu atau kelompok-kelompok; dan hegemoni adalah proses dimana
ideologi “dominan” disampaikan, kesadaran dibentuk, dan kuasa social
dijalankan. Sementara itu Eriyanto juga menempatkan ideologi sebagai
konsep yang menekankan bahwa semua teks dan semua makna
mempunyai dimensi sosial politik dan tidak dapat dimengerti kalau tidak
menyertakan dimensi konteks sosialnya.
2.7 Media dan Wacana
Antonio Gramsci (dalam Sobur, 2002;30) melihat media sebagai
ruang dimana berbagai ideologi direpresentasikan. Ini berarti, di satu sisi
26
media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi
dan kontrol atas wacana publik. Namun disisi lain, media juga bisa
menjadi alat resistensi terhadap kekuasaan.
2.8 Analisis Wacana Kritis
Analisis wacana merupakan studi tentang struktur pesan dalam
komunikasi atau telaah melalui aneka fungsi bahasa (Sobur, 2001:48).
Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam
komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat,
fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks
dan inheren yang disebut wacana (Littlejohn, 1996:84). Dalam Analisis
wacana kritis (critical Discourse Analysis/CDA) tidak dipahami semata
sebagai studi bahasa. Pada dasarnya, analisis wacana memang
menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, tetapi bahasa yang
dianalisis disini agak berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian
linguistik tradisional. Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan
semata dari aspek kebahasan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks.
Konteks disini berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu,
termasuk didalamnya praktik kekuasaan (Eriyanto, 2001:7)
2.9 Analisis Wacana Model Van Djik
Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak hanya cukup
didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari
suatu praktek produksi yang harus juga diamati. Disini harus dilihat juga
27
bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga kita memperoleh suatu
pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu.
Wacana oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga
dimensi/bangunan : teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis
Van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi tersebut ke dalam satu
kesatuan analisis. Dalam dimensi teks yang diteliti adalah bagaimana
struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu
tema tertentu. Dalam level kognisi sosial yang dipelajari proses produksi
teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan
aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam
masyarakat akan suatu masalah. Analisis Van Dijk disini menghubungkan
analisis tekstual yang memusatkan perhatian melulu pada teks kearah
analisis yang komprehensif bagaimana teks berita itu diproduksi, baik
dalam hubungannya dengan individu wartawan maupun dari masyarakat.
Model dari analisis van Dijk ini dapat digambarkan sebagai berikut :
A. Analisis Sosial
Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah struktur dari dari
teks. Van Dijk mengambil dan memanfaatkan analisis linguistik-
tentang kosakata, kalimat, proposisi, dan paragraf-untuk memaknai
dan menjelaskan suatu teks. Kognisi sosial merupakan dimensi untuk
menjelaskan bagaimana suatu teks diproduksi oleh
individu/kelompok pembat teks. Cara memandang atau melihat suatu
realitas sosial itu yang melahirkan teks tertentu. Sedangkan analisis
28
sosial melihat bagaimana teks itu dihubungkan lebih jauh dengan
struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat
atas suatu wacana. Ketiga dimensi ini merupakan bagian yang
integral dan dilakukan secara bersama-sama dalam analisis van Dijk.
B. Teks
Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa
struktur/tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia
membaginya kedalam tiga tingkatan. Pertama struktur makro. Ini
merupakan makna global/umum dari suatu teks yang dapat diamati
dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu
berita. Kedua superstruktur. Ini merupakan struktur wacana yang
berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian
suatu teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga struktur
mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil
dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat,
paraphrase, dan gambar.
Menurut Van Dijk, meskipun terdiri dari berbagai elemen,
elemen tersebut merupakan satu kesatuan, saling berhubungan dan
mendukung satu sama lainnya. Makna global dari suatu teks (tema)
didukung oleh tema kerangka teks dan pada akhirnya pilihan kata
dan kalimat yang dipakai. Menurut Littlejohn, antara bagian teks
dalam model Van Dijk dilihat saling mendukung, mengandung arti
yang koheren satu sama lain. Hal ini karena semua teks dipandang
29
van Dijk mempunyai suatu aturan yang dapat dilihat sebagai suatu
piramida. Makna global suatu teks didukung oleh kata, kalimat, dan
proposisi yang dipakai. Pernyataan/tema pada level umum didukung
oleh pilihan kata, kalimat, retorika tertentu. Prinsip ini membantu
peneliti untuk mengamati bagaimana suatu teks terbangun lewat
elemen-elemen yang lebih kecil. Skema ini juga memberikan suatu
peta untuk mempelajari suatu teks. Kita tidak hanya mengerti apa isi
dari suatu berita, tetapi juga elemen yang membentuk teks berita,
kata, kalimat, paragraph, dan proposisi. Kita tidak hanya mengetahui
apa yang diliput oleh media, tetapi juga bagaimana media
mengungkapkan peristiwa kedalam pemilihan bahasa tertentu dan
bagaimana itu diungkapkan lewat retorika tertentu. Kalau
digambarkan maka struktur teks adalah sebagai berikut.
Struktur Makro
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari
topik/tema yang diangkat dari suatu teks
30
Superstruktur
Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan,
isi, penutup, dan kesimpulan.
Struktur Mikro
Makna lokal dari suatu teks yang
dapat diamati dari pilihan
kata, kalimat dan gaya yang
dipakai oleh suatu teks.
Pemakaian kata, kalimat, proposisi, retorika tertentu oleh media
dipahami van Dijk sebagai bagian dari startegi wartawan. Pemilihan kata-
kata tertentu, kalimat, gaya tertentu bukan semata-mata dipandang sebagai
cara berkomunikasi, tetapi dipandang sebagai politik berkomunikasi-suatu
cara untuk mempengaruhi pendapat umum, menciptakan dukungan,
memperkuat legitimasi, dan menyingkirkan lawan atau penentang.
Struktur wacana adalah cara yang efektif untuk melihat proses retorika dan
persuasi yang dijalankan ketika seseorang menyampaikan pesan. Kata-kata
tertentu mungkin dipilih untuk mempertegas pilihan dan sikap,
membentuk kesadaran politik dan sebagainya. Berikut akan diuraikan satu
persatu elemen wacana van Dijk tersebut.
Tabel 2.1
Elemen Wacana Model Van Dijk
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro Tematik Topik
31
Tema/topik yang
dikedepankan dalam suatu
berita
Superstruktur Skematik
Bagaimana bagian dan urutan
berita diskemakan dalam teks
berita utuh
Skema
Struktur Mikro Semantik
Makna yang ingin ditekankan
dalam teks berita. Misal
dengan memberi detil pada
satu sisi atau membuat
eksplisit satu sisi dan
mengurangi detil sisi lain.
Latar, detil, maksud,
praanggapan,
nominalisasi
Struktur Mikro Sintaksis
Bagaimana kalimat (bentuk,
susunan) yang dipilih
Bentuk kalimat,
koherensi, kata Ganti
Struktur Mikro Stalistik
Bagaimana pilihan kata yang
dipakai dalam teks berita
leksikon
Struktur Mikro Retoris
Bagaimana dan dengan cara
penekanan dilakukan
Grafis, Metafora,
Ekspresi
1. Tematik
Elemen Tematik menunjuk pada gambaran umum dari
suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan,
atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa
yang ingin diungkapkan oleh wartawan dalam pemberitaannya.
Topik menunjukkan konsep dominan, sentral dan paling
32
penting dari isi suatu berita. Oleh karena itu ia sering disebut
sebagai suatu tema atau topik. Hal ini mirip dengan kalau kita
membaca sebuah buku carita itu mengisahkan tentang
petualangan seorang, atau tentang pengalaman berlibur di desa.
Dalam analisis, topik suatu berita ini memang baru bisa
disimpulkan, seperti halnya kalau kita sehabis membaca satu,
satu cerita, atau menonton satu film kalau kita telah selesai
membaca tuntas berita tersebut. Topik menggambarkan
gagasan apa yang dikedepankan atau gagasan inti dari
wartawan ketika melihat atau memandang suatu peristiwa.
2. Skematik
Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur
dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukan
bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan
sehingga membentuk kesatuan arti. Wacana percakapan sehari-
hari, misalnya, mempunyai skema salam perkenalan, isi
pembicaraan, dan salam penutup/perpisahan.
3. Latar
Latar merupakan bagian dari berita yang dapat
mempengaruhi semantik (arti) yang ingin ditampilkan. Seorang
wartawan ketika menulis berita biasanya mengemukakan latar
belakang atas peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih
menentukan ke arah mana pandangan khalayak hendak dibawa.
33
Latar umumnya ditampilkan diawal sebelum pendapat
wartawan yang sebenarnya muncul dengan maksud
mempengaruhi dan memberi kesan bahwa pendapat wartawan
sangat beralasan. Oleh karena itu, latar membantu menyelidiki
bagaimana seseorang memberi pemaknaan atas suatu peristiwa.
4. Detil
Elemen detil berhubungan dengan kontrol informasi yang
ditampilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara
berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra
yang baik. Sebaiknya ia akan menampilkan informasi dalam
jumlah sedikit (bahkan kalau perlu tidak ditampilkan) kalau hal
itu merugikan kedudukannya. Informasi yang menguntungkan
komunikator, bukan hanya ditampilkan secara berlebih tetapi
juga dengan detil dan lengkap dan panjang lebar merupakan
penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan
citra tertentu kepada khalayak. Detil yang lengkap itu akan
dihilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang
menyangkut kelemahan atau kegagalan dirinya. Hal yang
menguntungkan komunikator/ pembuat teks akan diuraikan
secara detil dan terperinci, sebaliknya fakta yang tidak
menguntungkan, detil informasi akan dikurangi.
5. Maksud
34
Hampir sama dengan elemen detil. Dalam detil, informasi
yang menguntungkan komunikator akan diuraikan dengan detil
dan panjang. Elemen maksud melihat informasi yang
menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit
dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan
diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi. Tujuan
akhirnya adalah publik hanya disajikan informasi yang
menguntungkan komunikator. Informasi yang menguntungkan
disajikan secara jelas, dengan kata-kata yang tegas, dan
menunjuk langsung pada fakta. Sementara itu, informasi yang
merugikan disajikan dengan kata tersamar, eufemistik, dan
berbelit-belit. Dengan semantik tertentu, seorang komunikator
dapat menyampaikan secara implisit atau fakta yang merugikan
dirinya, sebaliknya secara eksplisit akan menguraikan
informasi yang menguntungkan dirinya.
Dalam konteks media, elemen maksud menunjukan
sebagaimana secara implisit dan tersembunyi wartawan
menggunakan praktik bahasa tertentu untuk menonjolkan basis
kebenarannya dan secara implisit pula menyingkirkan versi
kebenaran lain.
6. Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau
kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan
35
fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak
koheren. Sehingga, fakta yang tidak berhubungan sekalipun
dapat menjadi berhubungan ketika seorang
menghubungkannya. Proposisi “demonstrasi mahasiswa” dan
“nilai tukar rupiah melemah” adalah dua buah fakta yang
berlainan. Bagaimana dua fakta tersebut digabungkan dalam
satu pertanyaan? Dua buah kalimat tersebut menjadi
berhubungan sebab akibat ketika ia dihubungkan dengan kata
hubung “mengakibatkan” sehingga kalimatnya menjadi
“demonstrasi mahasiswa mengakibatkan nilai tukar rupiah
melemah.” Dalam kalimat ini, antara fakta banyaknya
demonstrasi dan nilai tukar rupiah dipandang tidak saling
berhubungan, kalimat satu tidak menjelaskan kalimat lain atau
menjadi penyebab kalimat lain. Koherensi merupakan elemen
wacana untuk melihat bagaimana seseorang secara strategis
menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau
peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang saling terpisah,
berhubungan, atau malah sebab akibat. Pilihan-pilihan mana
yang diambil ditentukan oleh sejauh mana kepentingan
komunikatorterhadap peristiwa tersebut.
7. Koherensi Kondisional
Koherensi kondisional diantaranya ditandai dengan
pemakaian anak kalimat sebagai penjelas. Disini ada dua
36
kalimat, dimana kalimat kedua adalah penjelas atau keterangan
dari proposisi pertama, yang dihubungkan dengan kata hubung
(konjungsi) seperti “yang”, atau “dimana”. Kalimat kedua
fungsinya dalam kalimat semata hanya penjelas (anak kalimat),
sehingga ada atau tidak ada kalimat itu tidak akan mengurangi
arti kalimat. Anak kalimat itu menjadi cermin kepentingan
komunikator karena ia dapat memberi keterangan yang
baik/buruk terhadap suatu pernyataan.
8. Koherensi Pembeda
Kalau koherensi kondisional berhubungan dengan
pertanyaan bagaimana dua peristiwa dihubungkan/dijelaskan,
maka koherensi pembeda berhubungan dengan pertanyaan
bagaimana dua peristiwa atau dua fakta itu hendak dibedakan.
Dua buah peristiwa dapat dibuat seolah-olah saling
bertentangan dan berseberangan (contrast) dengan
menggunakan koherensi ini.
9. Pengingkaran
Pengingkaran adalah sebuah elemen dimana kita bisa
membongkar sikap atau ekspresi wartawan yang disampaikan
secara tersembunyi. Hal yang tersembunyi itu dilakukan oleh
wartawan, seolah ia menyetujui suatu pendapat, padahal yang
37
dia inginkan adalah sebaliknya. Oleh karena itu, perlu dikritisi
apa maksud sesungguhnuya dari penulis/wartawan dan
bagaimana pengingkaran itu dilakukan. Umumnya
pengingkaran dilakukan di akhir, dimana wartawan
sebelumnya menampilkan pendapat umum terlebih dahulu,
pendapat pribadinya ditampilkan sesudahnya.
10. Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat adalah sintaksis yang berhubungan
dengan cara berfikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Dimana itu
menanyakan apakah A yang menjelaskan B, ataukah B yang
menjelaskan A. Logika kausalitas ini kalau diterjemahkan ke
dalam bahasa menjadi sususnan subjek (yang menerangkan)
dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan
hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi
menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.
Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang menjadi
subjek dari pernyataannya, sedangkan dalam kalimat pasif
sesorang menjadi objek dari pernyataannya.
11. Kata Ganti
Elemen kata ganti merupakan elemen untuk
memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas
imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh
komunikator untuk menunjukan di mana posisi sesorang dalam
38
wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, sesorang dapat
menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang
menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi
komunikator semata-mata. Akan tetapi ketika memakai kata
ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai representasi dari
sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu, batas atara
komunikator dan khalayak dengan sengaja dihilangkan untuk
menunjukan apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi
sikap komunitas secara keseluruhan.
12. Praanggapan
Elemen wacana Praanggapan (presupposition) merupakan
pernyataan yang digunakan untuk mendukung pemaknaan
suatu teks. Kalau latar berarti upaya mendukung pendapat
dengan jalan memberi latar belakang, maka praanggapan
adalah upaya mendukung pendapat dengan memberikan premis
yang dipercaya kebenarannya. Praanggapan hadir dengan
pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidak perlu
dipertanyakan.
13. Grafis
Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang
ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting)
oleh sesorang yang dapat diamati dari teks. Dalam wacana
berita, grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang
39
dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Pemakaian huruf tebal,
huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat
dengan ukuran yang lebih besar. Termasuk didalamnya adalah
pemakaian caption, raste,grafik,gambar,atau tabel untuk
mendukung arti penting suatu pesan. Bagian-bagian yang
ditonjolkan ini menekankan kepada khalayak pentingnya
bagian tersebut. Bagian yang dicetak berbeda adalah bagian
yang dipandang penting oleh komunikator, dimana ia
menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian
tersebut.
Elemen garafis ini muncul dalam bentuk foto, gambar,
atau tabel untuk mendukung gagasan atau untuk bagian lain
yang tidak ingin ditonjolkan. Misalnya ingin menonjolkan
keberhasilan suatu program dengan jalan menampilkan tabel
keberhasilan yang telah dicapai. Bentuk ekspresi lain adalah
dengan menampilkan huruf yang berbeda dibandingkan dengan
huruf lain, misalnya dengan cetak tebal, huruf miring, huruf
besar, pemberian warna, foto atau efek lain. Dalam wacana
yang berupa pembicaraan, ekspresi ini diwujudkan dalam
wujud intonasi dari pembicara yang mempengaruhi pengertian
dan mensugestikan khalayak dan bagian mana yang harus
diperhatikan dan bagian mana yang tidak. Elemen grafik
memberikan efek kognitif, dalam arti ia mengontrol perhatian
40
dan ketertarikan secara intensif dan menunjukan apakah suatu
informasi itu dianggap penting dan menarik sehingga harus
dipusatkan/difokuskan. Melalui citra, foto, tabel, penempatan
teks, tipe huruf, dan elemen grafis lain yang dapat
memanipulasi secara tidak langsung pendapat ideologis yang
muncul.
14. Metafora
Dalam suatu wacana, seorang wartawan tidak hanya
menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi juga kiasan,
ungkapan, metafora yang dimaksudkan sebagai ornamen atau
bumbu sebagai suatu berita. akan tetapi, pemakaian metafora
tertentu bisa jadi menjadi petunjuk utama untuk mengerti
makna suatu teks. Metafora tertentu dipakai oleh wartawan
secara strategis sebagai landasan berfikir, alasan pembenar atas
pendapat atau gagasan tertentu kepada publik. Wartawan
menggunakan kepercayaan masyarakat, ungkapan sehari-hari,
peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan
mungkin ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci, yang
semuanya dipakai untuk memperkuat pesan utamanya.
C. Kognisi Sosial
Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada
struktur teks, tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Van Dijk
menawarkan suatu analisis yang disebut sebagai kognisi sosial.
41
Dalam kerangka analisis Van Dijk, perlu ada penelitian mengenai
kognisi sosial: kesadaran mental wartawan yang membentuk teks
tersebut. Misalnya analisis pemberitaan kasus Ambon. Selain analisis
atas teks berita, perlu dilakukan penelitian atas kesadaran mental
wartawan dalam memandang kasus Ambon. Bagaimana
kepercayaan,pengetahuan,dan prasangka wartawan atas kelompok
Islam atau Kristen di Ambon. Kognisi sosial ini penting dan menjadi
kerangka yang tak terpisahkan untuk memahami teks media.
Dalam pandangan Van Dijk, analisis wacana tidak dibatasi
hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri
menunjukkan dan menandakan suatu makna,pendapat, dan ideologi.
Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, kita
membutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial. Pendekatan
kognisi didasarkan pada asumsi bahwa suatu teks tidak memiliki
makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau
tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Oleh karena
itu dibutuhkan suatu penelitian atas representasi kognisi atau strategi
wartawan dalam memproduksi suatu berita. Karena setiap teks pada
dasarnya dihasilkan lewat kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau
pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa.
Bagaimana peristiwa dipahami dan dimengerti didasarkan
pada skema. Van Dijk menyebut skema ini menjadi model. Skema
dikonseptualisasikan sebagai struktur mental dimana tercakup
42
didalamnya bagaimana kita memandang manusia, peranan sosial,
dan peristiwa. Skema menunjukkan bahwa kita menggunakan
struktur mental untuk menyeleksi dan memproses informasi yang
datang dari suatu lingkungan. Skema sangat ditentukan oleh
pengalaman dan sosialisasi. Sebagai sebuah stuktur mental, skema
menolong kita menjelaskan realiats dunia yang kompleks. Skema
bekerja secara aktif untuk mengkonstruksi realitas.Memandu kita
apakah yang harus kita pahami, maknai, dan ingat akan sesuatu.
Skema menggambarkan bagaimana seorang menggunakan
informasi yang tersimpan dalam memorinya dan bagaimana itu
diintegrasikan dengan informasi baru yang menggambarkan
bagaimana peristiwa dipahami, ditafsirkan dan dimasukan sebagai
bagian dari pengetahuan kita tentang suatu realitas. Karena realitas
dunia ini begitu kompleksnya dan pemahaman tentang realitas
tersebut dipengaruhi oleh pengalaman dan memori yang
dipunyainya, implikasinya peristiwa selau dibuat dalam bentuk
kategori. Dengan cara itu, peristiwa yang komplek tersebut
disederhanakan, dipahami, dibuat teratur, koheren, dan mempunyai
arti yang spesifik.
Model adalah suatu kerangka berfikir individu ketika
memandang dan memahami suatu masalah. Model yang tertanam
dalam satu ingatan tidak hanya berupa gambaran pengetahuan, tetapi
juga pendapat tentang penilaian peristiwa. Penilaian itu mempunyaui
43
pengaruh besar pada teks yang dapat kita temukan ketika kita
menggambarkan model wartawan/pembuat teks. Jika suatu berita
mempunyai bias atau kecenderungan pemberitaan tertentu, umumnya
karena model model wartawan yang menggambarkan struktur
kognisi wartawan mempunyai kecenderungan atau perspektif
tertentu ketika memandang suatu peristiwa. Oleh karena itu menurut
van Dijk, analisi wacana harus menyertakan bagian reproduksi
kepercayaan yang menjadi landasan bagaimana wartawan
menciptakan suatu teks berita tertentu. Ada beberapa macam
skema/model yang dapat digambarkan berikut ini.
Skema Person (Person Schemas).
Skema ini menggambarkan bagaimana seseorang menggambarkan dan memandang
orang lain. Bagaimana seorang wartawan Islam, misalnya, memandang dan
memahami orang Kristen yang kemungkinan akan berpengaruh terhadap berita
yang akan ditulis.
Skema Diri (Self Schemas).
Skema ini berhubungan dengan bagaimana diri sendiri dipandang, dipahami, dan
digambarkan oleh seseorang.
Skema Peran (Role Schemas).
Sekema ini berhubungan dengan bagaimana seseorang memandang dan
menggambarkan peranan dan posisi yang ditempati sesorang dalam masyarakat.
Misalnya bagaimana seharusnya posisi laki-laki dan wanita dalam masyarakat, dan
44
sebagainya. Pandangan mengenai peran yang harus dijalankan sesorang dalam
masyarakat sedikit banyak akan berpengaruh juga dalam pemberitaan.
Skema Peristiwa (Event Schemas).
Skema ini barangkali yang paling banyak dipakai, karena hampir setiap hari selalu
kita tafsirkan dan maknai dalam skema tertentu. Umumnya, skema peristiwa inilah
yag paling banyak dipakai oleh wartawan.
Model sangat berkaitan dengan representasi sosial, yakni
bagaimana pandangan, kepercayaan, dan prasangka yang berkembang
dalam masyarakat. Wartawan hidup diantara pandangan dan keyakinan
masyarakat tersebut. Meskipun demikian, bagaimana pandangan dan
keyakinan masyarakat tersebut mempengaruhi pandangan wartawan
sangat bergantung pada pengalaman, memori, dan interpretasi wartawan.
Ini berhubungan proses psikologis individu wartawan. Kepercayaan yang
ada dalam masyarakat itu dalam diri individu dengan mempertimbangkan
memori, pengalaman personal, pengetahuan dan pendapat individu atas
suatu masalah. Ketika seseorang melakukan suatu tindakan, membaca atau
mendengar, ia akan mengkonstruksi secara unik model itu sesuai dengan
situasi yang berbeda. Model disini adalah sesuatu yang sentral dalam
kerangka Van Dijk, karena penafsiran atas suatu peristiwa didasarkan pada
model ini. Model adalah sesuatu yang personal dan subjektif. Ia
menampilkan bagaimana individu melihat bagaimana individu melihat dan
menafsirkan peristiwa atau persoalan.
45
Salah satu elemen yang paling penting dalam proses kognisi sosial
selain model adalah memori. Lewat memori kita bisa berpikir tentang
sesuatu yang memiliki pengetahuan tentang sesuatu pula. Lewat memori,
misalnya, kita bisa mengerti suatu pesan dan mengkategorikan suatu
pesan. Dalam setiap memori terkandung didalamnya pemasukan dan
penyimpanan pesan-pesan, baik sat ini maupun dahulu yang terus-menerus
yang digunakan oleh seseorang dalam memandang suatu realitas.
Secara umum, memori terdiri atas dua bagian. Pertama, memori
jangka pendek (short-term memory), yakni memori yang dipakai untuk
mengingat peristiwa, kejadian, atau hal yang ingin kita acu yang terjadi
beberapa waktu lalu (durasi waktunya pendek). Seperti kalau kita mencoba
untuk mengingat nomor telepon teman yang baru diberikan beberapa jam
yang lalu. Karena durasi waktunya pendek, Short-term memory ini
umumnya bisa mendekati kenyataan. Kedua memori jangka panjang
(long-term memory), yakni memori yang terjadi dalam kurun waktu yang
lama. Misalnya kita suruh mengingat nomor telephon teman yang kita
kenal waktu kita SMA. Atau memori yang dipakai untuk merekam apa
yang terjadi kira-kira yang terjadi pada saat G-30 S/PKI yang berlangsung
puluhan tahun lalu. Karena jangka waktunya yang panjang, seringkali
terjadi ada perbedaan antara realitas dengan long- term mermory tersebut.
Perbedaan itu terjadi karena yang bisa dilakukan kita dalah mengira-ngira
dan umumnya dilakukan dengan peristiwa yang berdekatan. Kita,
misalnya, bisa menyebut beberapa kilogram beras yang kita beli 2 jam
46
yang lalu, tetapi ketika ditanyakan berapa beras yang kita beli setahun
yang lalu, kita hanya bisa mengira-ngira dan mencari jarak yang terdekat,
yang kita anggap mendekati kenyataan.
Yang paling relevan dengan kognisi sosial adalah memori jangka
panjang (long- term memory) memori ini yang kita gunakan untuk
mengatakan bahwa 2+2=4, bahwa Rendra seorang penyair dan Dramawan,
bahwa kursi adalah alat untuk duduk, dan sebagainya. Long-term memory
ini terdiri atas dua bagian besar. Pertama apa yang dimaksud sebagai
memori episodik (episodic memory), yakni memori yang berhubungan
dengan diri kita sendiri. Memori menyediakan sarana dan bahan seperti
layaknya sebuah otobiografi. Memori episodik inilah yang mampu
menjawab siapa orang tua kita, dimana kita sekolah, dan sebagainya.
Intinya, memori episodik ini berhubungan dengan diri sendiri. Kedua,
memori semantik (semantic memory), yakni memori yang kita gunakan
untuk menjelaskan pengetahuan tentang dunia/realitas. Memori ini yang
sering kita pakai sehingga kita tahu bahwa ibu kota Indonesia adalah
Jakarta, Bahwa GusDur pernah menjadi ketua PBNU, dan sebagainya.
Kadang-kadang antara memori dan episodik dengan semantik ini saling
berhubungan. Pengetahuan kita bahwa pada tahun 1965 pernah terjadi
peristiwa G-30S/PKI adalah memori semantik, tatapi kalau ditahun itu kita
terlibat serta dalam peristiwa PKI itu, maka ini juga termasuk kedalam
memori episodik.
Kognisi Sosial dan Produksi Berita
47
Dalam pandangan van Dijk, kognisi sosial terutama
dihubungkan dengan proses produksi berita. Wacana berita disini
tidak hanya dipahami dalam pengertian sejumlah struktur tetapi juga
bagian dari proses komunikasi yang kompleks. Menurut van Dijk
titik kunci dalam memahami produksi berita adalah dengan meneliti
proses terbentuknya teks. Proses terbentuknya teks ini tidak hanya
bermakna bagaimana teks berita itu dibentuk, proses ini juga
memasukan informasi yang digunakan untuk menulis dari suatu
bentuk wacana tertentu seperti dari wawancara, laporan, konferensi
pers, atau debat parlemen. Proses itu juga memasukan di dalamnya
bagaimana peristiwa ditafsirkan, disimpulkan, dan dimaknai oleh
wartawan yang akan ditulis oleh sebuah berita.
Dalam pandangan Van Dijk, produksi berita sebagian besar
dan terutama terjadi pada proses mental dalam kognisi seorang
wartawan. Semua proses memahami dan memaknai peristiwa
terutama terjadi pada kognisi sosial wartawan. Oleh karena itu, untuk
mengetahui kenapa suatu berita cenderung seperti itu, atau kenapa
peristiwa tertentu dimaknai dan dipahami dalam pengertian tertentu.
Dibutuhkan analisis kognisi sosial untuk menemukan struktur mental
wartawan ketika memahami suatu peristiwa. Pertanyaan utama yang
diajukan oleh Van Dijk adalah bagaimana wartawan mendengar dan
membaca peristiwa, bagaimana peristiwa tersebut difokuskan,
diseleksi dan disimpulkan dalam seluruh proses produksi berita?
48
Bagaimana informasi yang telah dipunyai dan dimiliki oleh
wartawan tersebut dipakai dalam memproduksi berita. Menurut van
Dijk, analisis kognisi sosial yang memusatkan perhatian pada
struktur mental, proses pemaknaan, dan mental wartawan membantu
memahami fenomena tersebut sebagai bagian dari proses produksi
berita. Hal yang sama terjadi pada diri khalayak yang membaca suatu
teks berita. Konstruksi khalayak atas suatu peristiwa mempengaruhi
pembacaan dan pemahaman meraka atas berita yang ditulis oleh
wartawan.
Meskipun terlihat bersifat individual, bukan berarti
pendekatan van Dijk bersifat personal dan mengabaikan faktor
sosial. Hal ini karena individu pada dasarnya tidak hidup dalam
ruang hampa yang tersendiri, tetapi pemikiran dan penafsirannya
banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai atau kepercayaan yang
diterimanya sebagai bagian dari anggota suatu komunitas
masyarakat. Berita sebagai akibatnya tidak dihasilkan oleh wartawan
dalam ruang yang terisolasi, karena ia berinteraksi dan berhubungan
dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, ia bersifat inheren
dalam analisis sosial. Konsekuensinya, analisis atas teks berita
haruslah dihubungkan dengan konteks sosial. Wartawan berperan
dalam menghasilkan berita sebagai bagian dari anggota komunitas
tertentu dengan nilai dan kepercayaan tertentu.
49
Sekarang kita akan berbicara lebih detil mengenai bagaimana
kognisi sosial ini dipakai dan berpengaruh terhadap proses produksi
suatu berita. Analisis kognisi sosial menekankan, bagaimana suatu
peristiwa dipahami, didefinisikan, dianalisis, dan ditafsirkan,
ditampilkan dalam suatu model dalam memori. Model ini
menggambarkan bagaimana:tindakan atau peristiwa yang dominan,
partisipan, waktu dan lokasi, keadaan, obyek yang relevan, atau
perangkat tindakan dibentuk dalam struktur berita. Misalnya suatu
peristiwa apakah yang lebih ditonjolkan peristiwa demonstrasinya
atau perusakannya; aktor yang terlibat apakah lebih menekankan
pada polisi ataukah mahasiswa yang demonstrasi, karakteristik
waktu, tempat, dan sebagainya. Ketika melihat mahasiswa tersebut,
menurut van Dijk, wartawan menggunakan model atau skema
pemahaman atas suatu peristiwa. Pertama, model itu menunjukan
bagaimana suatu peristiwa tersebut dilihat. Model ini dalam taraf
tertentu menggambarkan posisi wartawan. Wartawan yang berada
dalam posisi mahasiswa mempunyai pemahaman dan pandangan
yang berbeda dengan wartawan yang berada pada polisi. Kedua,
model secara spesifik menunjukan opini personal dan emosi yang
dibawa tentang polisi, mahasiswa atau obyek lain. Ini mungkin
sejkali berpengaruh terhadap konstruksi model. Seseorang mungkin
mempunyai model yang berbeda dibandingkan orang lain. Hasil
penafsiran dan persepsi ini, kemudian secara subjektif dipakai oleh
50
wartawan ketika melihat suatu peristiwa. Tentu saja wartawan yang
berbeda bisa jadi mempunyai pandangan yang berbeda dalam hal
fokus, titik perhartian, dan kemenarikan dibandingkan dengan
wartawan lain, yang ditentukan di antaranya oleh perbedaan model
yang dimilikinya. Di sini, model adalah prinsip yang dapat
digunakan sebagai dasar dalam produksi berita.
Wartawan menggunakan model untuk memahami peristiwa
yang tengah diliputnya. Model itu memasukan opini, sikap,
perspektif, dan informasi lainnya. Bagaimana hal ini sebenarnya
terjadi? Menurut van Dijk, ada beberapa strategi besar yang
dilakukan. Pertama, seleksi. Seleksi adalah strategi yang kompleks
yang menunjukkan bagaimana sumber, peristiwa, informasi diseleksi
oleh wartawan untuk ditampilkan ke dalam berita. Keputusan untuk
menggunakan satu sumber berita, memilih sumber berita yang satu
dibandingkan yang lain, lebih memilih wawancara dibandingkan
konferensi pers adalah strategi wacana yang dapat digunakan.
Pilihan-pilihan mana yang diambil ditentukan oleh evaluasi yang
dilakukan dalam pikiran wartawan. Proses seleksi ini juga
menunjukkan posisi yang diambil di tengah pihak-pihak yang terkait
dalam suatu peristiwa.
Kedua, reproduksi. Kalau strategi seleksi berhubungan
dengan pemilihan informasi apa yang dipilih untuk ditampilkan,
reproduksi berhubungan dengan apakah informasi dikopi,
51
digandakan, atau tidak dipakai sama sekali oleh wartawan. Ini
terutama berhubungan dengan sumber berita dikantor berita atau
press release.
Ketiga, penyimpulan. Strategi besar dalam memproduksi
berita yang berhubungan dengan mental kognisi wartawan adalah
penyimpulan/peringkasan informasi. Penyimpulan ini berhubungan
dengan bagaimana realitas yang kompleks dipahami dan ditampilkan
dengan ringkas. Oleh karena itu, dalam proses penyimpulan ini
paling tidak terkandung tiga hal yang saling kait. Pertama adalah
penghilangan, dengan merangkum informasi ada bebrapa informasi
yang tidak relevan dihilangkan. Misalnya dalam demonstrasi
mahasiswa, diakhir demonstrasi ada bentrok antar mahasiswa denga
polisi. Kalau struktur mental kognisi wartawan ingin melihat bahwa
dalam peristiwa demonstrasi tersebut terjadi bentrok dan diambil
penyimpulan, akan terjadi penghilangan proses demonstrasi yang
semula berjalan damai. Agak mirip dengan penghilangan adalah
generalisasi, di mana informasi yang agak mirip atau agak sama
dijadikan sebagai informasi yang berlaku untuk umum. Dalam
demonstrasi mahasiswa yang berakhir bentrok tersebut, misalnya,
dapat dibuat generalisasi dengan menyimpulkan bahwa demonstrasi
mahasiswa di depan gedung DPR/MPR telah berlangsung anarkis
atau polisi selalu memakai jalan kekerasan. Sedangkan yang ketiga
adalah konstruksi, berhubungan dengan kombinasi beberapa fakta
52
atau informasi sehingga membentuk pengertian secara keseluruhan.
Dalam suatu demonstrasi mahasiswa, ditemukan adanya fakta
mahasiswa membawa senjata dan adanya bentrokan. Fakta-fakta
yang ditemukan ini dapat dikonstruksi dengan menyimpulkan bahwa
mahasiswa telah memulai memakai cara-cara kekerasan dalam
demonstrasi.
Ke empat, transformasi lokal. Kalau penyimpulan
berhubungan dengan pertanyaan bagaimana peristiwa yang
kompleks disederhanakan dengan tampilan tertentu, transformasi
lokal berhubungan dengan bagaimana peristiwa akan ditampilkan.
Misalnya dengan penambahan (addition). Kalau satu demonstrasi
dipahami sebagai bentrokan, maka ditambah dengan latar historis
yang menjelaskan bahwa dalam banyak demonstrasi terjadi
bentrokan. Penambahan informasi ini selain dengan memberikan
latar juga dengan detil informasi untuk menjelaskan dan
meneguhkan pandangan yang dibentuk oleh kognisi wartawan.
Selain penambahan, strategi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan perubahan urutan (permutation). Misalnya kalau
struktur mental wartawan menegaskan bahwa demonstrasi
mahasiswa berlangsung anarkis, wartawan biasanya akan
menempatkan peristiwa itu di urutan pertama, baru dikandung oleh
informasi lain sebagai pendukung.
53
Teks produksi dalam suatu proses mental yang melibatkan
strategi tertentu. Banyak proses dan strategi yang yang terjadi seperti
seleksi, produksi, penyimpulan dan transformasi. Disini keputusan
dan strategi tersebut, menurut van Dijk, terjadi dan berlangsung
dalam mental dan kognisi seseorang. Keputusan untuk
menghilangkan informasi didasarkan pada evaluasi wartawan bahwa
informasi itu tidak relevan dalam membentuk pengertian pada suatu
teks, dan konstruksi dari suatu peristiwa. Dengan kata lain, semua
teks ditransformasikan ke dalam model yang telah dibuat dan
disusun. Dan karena model tersebut diasumsikan memasukkan
pengalaman dan pendapat personal, akan menjadi jelas bagaimana
dan mengapa transformasi itu dilakukan. Kenapa seleksi,
penghilangan, dan penyimpulan dengan cara tertentu dilakukan,
karena pemahaman dan kognisi mental wartawan ketika melihat dan
meliput peristiwa tersebut seperti itu. Semua peristiwa dimaknai
dalam model yang telah dia buat, yang relevan bukan hanya akan
dimasukan tetapi juga ditambah. Yang tidak relavan akan dibuang
dan dihilangkan dalam teks, sehingga teks akan membentuk
pemahaman tertentu sebagaimana wartawan memahami peristiwa
tersebut dalam suatu model tertentu.
D. Analisis Sosial
Dimensi ketiga dari analisis van Dijk adalah analisis sosial.
Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam
54
masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis
intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal
diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. Titik penting dari
analisis ini adalah untuk menunjukkan bagaimana makna dihayati
bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik diskursus dan
legitimasi. Menurut van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat
ini, ada dua point yang penting: kekuasaan (power), dan akses
(acces). Berikut ini akan dijelaskan masing-masing faktor tersebut.
1. Praktik Kekuasaan
Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai
kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggota),
satu kelompok untuk mengontrol kelompok (atau anggotanya)
dari kelompok lain. Kekuasaan ini umumnya didasarkan pada
kepemilikan atas sumber-sumber yang bernilai, seperti uang,
status, dan pengetahuan. Selain kontrol yang bersifat langsung
dan fisik, kekuasaan itu dipahami oleh van Dijk, juga
berbentuk persuasif: tindakan seorang secara tidak langsung
mengontrol dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti
kepercayaan, sikap dan pengetahuan.
Analisis wacana memberikan perhatian yang besar pada
apa yang disebut sebagai dominasi. Dominasi direproduksi oleh
pemberian akses yang khusus pada sutu kelompok
dibandingkan kelompok lain (diskriminasi). Ia juga
55
memberikan perhatian atas produksi lewat legitimasi melalui
bentuk kontrol pikiran. Secara umum kita juga dapat
menganalisis bagaimana proses produksi itu secara umum
dipakai untuk membentuk kesadaran dan konsensus.
2. Akses mempengaruhi wacana
Analisis wacana van Dijk, memberi perhatian yang
besar pada akses, bagaimana akses diantara masing-masing
kelompok dalam masyarakat. Kelompok elit mempunyai akses
yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak
berkuasa. Oleh karena itu, mereka yang berkuasa mempunyai
kesempatan lebih besar untuk mempunyai akses pada media,
dan kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi kesadaran
khalayak.
Akses yang lebih besar bukan hanya memberi
kesempatan untuk mengontrol kesadaran khalayak lebih besar,
tetapi juga menentukan topik apa dan isi wacana apa yang
dapat disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak. Misalnya
dalam wacana mengenai komunisme, negara mempunyai akses
lebih besar dalam menjangkau khalayak dibandingkan dengan
kelompok yang lain. Lewat berbagai institusinya seperti
sekolah dan birokrasi, hukum negara dapat menentukan
diskursus mengenai komunisme. Khalayak yang tidak
mempunyai akses bukan hanya akan menjadi konsumen dari
56
diskursus yang telah ditentukan, tetapi juga berperan dalam
memperbesar lewat reproduksi, apa yang mereka terima dari
kelompok yang lebih tinggi tersebut disebarkan lewat
pembicaraan dengan keluarga, teman sebaya, dan sebagainya.
2.10 Kerangka Pikir
Baik struktur teks, kognisi sosial, maupun konteks sosial adalah
bagian dan integral dalam kerangka van Dijk. Kalau suatu teks
mempunyai ideologi tertentu atau kecenderungan pemberitaan tertentu,
maka itu menandakan dua hal. Pertama, teks tersebut merefleksikan
struktur model mental wartawan ketika memandang suatu persoalan.
Kedua, teks tersebut merefleksikan pandangan sosial secara umum, skema
kognisi masyarakat atas suatu persoalan. Untuk itu diperlukan suatu
analisis yang luas bukan hanya pada teks tetapi juga kognisi individu dan
wartawan dan masyarakat. Kalau digambarkan, maka skema penelitian
dan metode yang bisa dilakukan dalam kerangka Van Dijk sebagai berikut:
STRUKTUR METODE
Teks
Menganalisis bagaimana strategi wacana yang dipakai
untuk menggambarkan sesorang atau peristiwa tertentu.
Bagaimana strategi tekstual yang dipakai untuk
menyingkirkan atau memarjinalkan suatu kelompok,
gagasan, atau peristiwa tertentu
Critical linguistics
Kognisi Sosial
Menganalisis bagaimana kognisi wartawan dalam
memahami seseorang atau peristiwa tertentu yang akan
Wawancara mendalam
57
ditulis.
Analisis Sosial
Menganalisis bagaimana wacana yang berkembang
dalam masyarakat, proses produksi dan reproduksi
sesorang atau peristiwa digambarkan
Studi pustaka,
penelusuran sejarah
Recommended