View
219
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
medicine
Citation preview
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sirkulasi Janin
Sirkulasi janin berjalan paralel, artinya sirkulasi paru dan sirkulasi sitemik
berjalan sendiri-sendiri dan hubungan antar keduanya terjadi melalui pirau intra dan
ekstra cardiac. Darah dengan O2 relatif cukup (p O2= 30 mmHg) mengalir dari
plasenta melalui vena umbilicalis. Separuh jumlah darah ini mengalir melalui hati
sedangkan sisanya melintas hati melalui ductus venosus ke vena cava inferior yang
juga menerima darah dari hati (melalui vena hepatica) serta tubuh bagian bawah.
Sebagian besar darah dari vena cava inferior menglir kedalam atrium kiri melalui
foramen ovale, selanjutnya ke ventrikel kiri, aorta ascenden dan sirkulasi coroner.
Dengan demikian sirkulasi otak dan sirkulasi coroner mendapat darah dengan tekanan
oksigen yang cukup. Sebagian kecil darah dari vena cava inferior memasuki ventrikel
kanan melalui katup trikuspidalis.
Darah yang kembali dari leher dan kepala janin (p O2= 10 mmHg) memasuki
atrium kanan melalui vena cava superior dan bergabung dengan darah dari sinus
coronarus menuju ventrikel kanan, selanjutnya ke arteri pulmonalis. Pada janin hanya
15% darah dari ventrikel kanan yang memasuki paru, selebihnya melewati ductus
arteriosus menuju ke aorta descenden, bercampur dengan darah dari aorta ascenden.
Darah dengan kandungan O2 yang rendah ini akan mengalir ke organ-organ tubuh
sesuai dengan tahanan vaskuler masing-masing dan juga ke plasenta melalui arteri
umbilikalis yang keluar melalui arteri illiaka interna.
Pada janin normal, ventrikel kanan memompakan 60% seluruh curah
jantung,sisanya dipompa untuk ventrikel kiri. Curah jantung janin didistribusikan
sebagai berikut :
40% menuju aorta ascenden
o 4 % ke sirkulasi coroner
o 20% ke arteri leher dan kepala
o 16% tersisa melewati isthmus aorta menuju aorta descenden
60% dipompakan menuju arteri pulmonalis
o 8% menuju paru
o 52% melewati ductus arteriosus menuju aorta descenden
Diameter ductus arteriosus pada janin sama dengan diameter aorta dan tekanan
arteri pulmonalis juga sama dengan tekanan aorta. Tahanan vascular paru masih
tinggi oleh karena konstriksi otot arteri pulmonalis.
a. Perbedaan Sirkulasi Janin Dan Keadaan Pasca Lahir
Terdapat perbedaan antara sirkulasi janin dan pada bayi sesuai dengan fungsinya .
perbedaan tersebut antara lain :
Pada janin ventrikel kiri dan kanan bekerja serentak sedangkan pada
keadaan pasca lahir ventrikel kiri berkontraksi sedikit lebih awal dari
ventrikel kanan.
Pada janin terdapat pirau intracardiac (foramen ovale) dan pirau
ekstracardiac (ductus arteriosus botalii dan venosus arantii) yang efektif.
Arah pirau adalah dari kanan ke kiri, yakni dari atrium kanan ke kiri
menuju foramen ovale dan dari arteri pulmonalis menuju aorta melewati
ductus arteriosus. pada sirkulasi pasca lahir pirau intra cardiac dan ekstra
cardiac tersebut tidak ada.
Pada janin ventrikel kanan memompa darah ke tempat dengan tahanan
yang lebih tinggi, yaitu tahanan sitemik , sedangkan ventrikel kiri
melawan tahanan yang rendah yakni plasenta. Pada keadaan pasca lahir
ventrikel kanan melawan tahanan paru yang lebih rendah dibandingkan
tahanan sistemik yang dilawan ventrikel kiri.
Pada janin darah yang dipompa oleh ventrikel kanan sebagian besar
menuju aorta melalui ductus arteriosus dan hanya sebagian kecil yang
menuju paru. Pada keadaan pasca lahir darah dari ventrikel kanan
seluruhnya ke paru.
Pada janin paru memperoleh oksigen dari darah yang diambilnya dari
plasenta , pasca lahir paru memberi oksigen pada darah.
Pada janin plasenta merupakan tempat utama pertukaran gas, makanan
dan ekskresi. pasca lahir organ-organ lain mengambil alih fungsi tersebut.
b. Perubahan Sirkulasi Normal Setelah Lahir
Perubahan terpenting dalam sirkulasi setelah bayi lahir terjadi setelah
putusnya hubungan plasenta dari sirkulasi sistemik., dan paru yang mulai
berkembang. Perubahan-perubahan yang terjadi :
Tahanan vaskuler pulmonal turun dan aliran darah pulmonal meningkat
Tahanan vaskuler sistemik meningkat
Ductus arteriosus menutup
Foramen ovale menutup
Ductus venosus menutup
Penurunan tahanan paru terjadi karena ekspansi mekanik paru-paru,
peningkatan saturasi oksigen arteri pulmonalis dan PO2 alveolar. Dengan
penurunan tahanan arteri pulmonalis , aliran darah pulmonal meningkat. Lapisan
medial arteri pulmonalis berangsur-angsur menipis. Dan pada usia 10-14 hari
tahanan arteri pulmonalis sudah seperti kondisi orang dewasa. Penurunan tahanan
arteri pulmonalis ini terhambat bila terdapat aliran darah paru yang meningkat,
seperti adanya defek septum ventrikel,dan ductus arteriosus yang besar. Pada
keadaan hipoksemia , seperti pada bayi yang lahir di dataran tinggi , penurunan
tekanan arteri pulmonalis terjadi lebih lambat.
Tekanan darah sistemik tidak segera meningkat dengan pernfasan pertama,
biasanya terjadi setelah berangsur-angsur, bahkan mungkin tekanan darah turun
terlebih dahulu dalam 24 jam pertama. Pengaruh hipoksia fisiologis yang terjadi
pada menit-menit pertama pasca lahir terhadap tekanan darah sistemik agaknya
tidak bermakna , namun asfiksia berat yang berlangsung lama dapat
mengakibatkan perubahan tekanan sistemik, termasuk renjatan kardiogenik yang
sulit diatasi. Karena itu pada bayi asfiksia resusitasi yang dekuat harus dilakukan
dengan cepat. Setelah tahanan sitemik meningkat, oleh karena ductus arteriosus
yang masih terbuka , maka terjadi pirau dari aorta ke arteri pulmonalis , akibatnya
maka aliran balik vena pulmonalis bertambah hingga aliran ke atrium serta
ventrikel meningkat.
2. Ductus Arteriosus
Ductus arteriosus adalah pembuluh darah janin yang menghubungakan arteri
pulmonalis kiri langsung dengan aorta descenden . pada janin ductus arteriosus dapat
tetap terbuka karena produksi dari prostaglandin E2 (PGE2). Pada bayi baru lahir ,
prostaglandin yang didapat dari ibu atau prostaglandin maternal kadarnya sudah
menurun sehingga ductus arteriosus tertutup dan berubah menjadi jaringan parut dan
menjadi ligamentum arteriosum yang terdapat pada jantung normal.
3. Penutupan Ductus Arteriosus
Duktus arteriosus menutup secara fungsional dalam 10-15 jam setelah lahir, jadi
pirau ini berlangsung relative singkat. Penutupan permanen terjadi dalam 2 – 3 minggu.
Bila terjadi hipoksia (akibat penyakit paru, asfiksia, dll) maka tekanan arteri pulmonalis
meningkat dan terjadi aliran pirau berbalik dari arteri pulmonalis ke aorta melalui ductus
arteriosus. Pemberian oksigen 100% akan menyebabkan kontriksi ductus.
Berbagai faktor yang diduga berperan dalam penutupan ductus :
Peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2) menyebabkan kontriksi dari
otot polos dari dinding pembuluh darah ductus arteriosus. Penutupan
ductus arteriosus dimediasi oleh bradikinin. oksigen yang mencapai paru-
paru pada waktu pernafasan pertama merangsang pelepasan bradikinin.
Bradikinin mempunyai efek kontraktil yang poten terhadap otot polos.
Aksi ini tergantung dari kadar oksigen yang tinggi dalam darah arteri
setelah terjadinya pernafasan pertama . Ketika PO2 dalam darah diatas 50
mmHg dinding duktus arteriosus akan mengalami konstriksi. Sebaliknya
hipoksemia akan membuat duktus melebar. Karena itulah PDA lebih
banyak ditemukan pada keadaan dengan PaO2 yang rendah, termasuk bayi
dengan sindrom gangguan pernapasan, prematuritas, dan bayi yang lahir
di dataran tinggi.
Peningkatan kadar katekolamin (norepinefrin,epinefrin) berhubungan
dengan kontriksi ductus
Penurunan kadar prostaglandin berhubungan dengan penutupan ductus
sebaliknya pemberian prostaglandin eksogen menghalangi penutupan
ductus. Sifat ini digunakan dalam penatalaksanaan pasien :
o Pada bayi prematur dengan PDA pemberian inhibitor
prostaglandin seperti indometasin menyebabkan penutupan ductus,
efek ini hanya tampak pada ductus yang imatur., khususnya pada
usia yang < 1 minggu dan tidak pada bayi cukup bulan.
o Pada bayi baru lahir dengan penyakit jantung sianotik yang
bergantung pada ductus (kehidupan bayi tergantung pada ductus),
maka pemberian prostaglandin akan menjamin ductus yang paten.
Infus prostaglandin ini telah menjadi prosedur standart dibanyak
pusat kardiology kerena sangat bermanfaat namun harganya sangat
mahal.
Bila oksigenasi darah pasca lahir tidak memadai, maka penutupan ductus
arteriosus tertunda atau tidak terjadi . angka kejadian PDA pada anak yang lahir didataran
tinggi lebih besar dibandingkan dengan anak yang lahir didataran rendah. Pada beberapa
jenis kelainan jantung bawaan , bayi hanya dapat hidup apabila ductus arteriosus tetap
terbuka. Termasuk didalam golongan lesi yang tergantung pada ductus ini (duct
dependent lesions) adalah atresia pulmonal, stenosis pulmonal berat, atresia aorta,
koarkatio aorta berat atau interrupted aortic arch dan sebagian pasien transposisi arteri
besar.
4. Persisten Ductus Arteriosus
PDA adalah duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir. Kelainan ini
merupakan 7% dari seluruh penyakit jantung bawaan. PDA ini sering dijumpai pada bayi
prematur, insidennya bertambah dengan berkurangnya masa gestasi.
a. Anatomi Dan Hemodinamik
Sebagian besar kasus PDA menghubungkan aorta dengan pangkal arteri
pulmonal kiri. Bila arkus aorta di kanan, maka duktus terdapat di sebelah kiri,
jarang duktus terletak di kanan bermuara ke arteri pulmonalis kanan.
Pada bayi baru lahir, setelah beberapa kali pernapasan pertama, resistensi
vaskular paru menurun dengan tajam. Dengan ini maka duktus akan berfungsi
sebaliknya, bila semula mengalirkan darah dari arteri pulmonalis ke aorta,
sekarang ia mengalirkan darah dari aorta ke arteri pulmonalis. Dalam keadaan
normal duktus mulai menutup, dan dalam beberapa jam secara fungsional sudah
tidak terdapat lagi arus darah dari aorta ke arteri pulmonalis. Apabila duktus tetap
terbuka, maka terjadi keseimbangan antara aorta dan arteri pulmonalis, apabila
resistensi vaskular paru terus menurun maka pirau dari aorta ke arah arteri
pulmonalis makin meningkat. Pada auskultasi pirau yang bermakna akan
memberikan bising sistolik setelah bayi berusia beberapa hari, sedang bising
kontinu yang khas biasanya terdengar setelah bayi berusia 2 minggu.
Dengan tetap terbukanya duktus, maka darah yang seharusnya mengalir
ke seluruh tubuh akan kembali memenuhi pembuluh paru-paru. Besar-kecilnya
bukaan pada duktus mempengaruhi jumlah darah yang mengalir balik ke paru-
paru.
PDA umumnya ditemui pada bayi-bayi yang lahir prematur, juga pada
bayi normal dengan perbandingan 1 kasus dari 2500 - 5000 kelahiran setiap
tahunnya.
b. PAD Pada Bayi Aterm
Ketika seorang bayi aterm menderita PDA, dinding dari ductus arteriosus
kekurangan lapisan endotel dan lapisan muscular media.
c. PAD Pada Bayi Preterm/Prematur
PAD pada bayi prematur, seringnya mempunyai struktur ductus yang
normal. Tetap terbukanya ductus arteriosus terjadi karena hipoksia dan
imaturitas.
Bayi yang lahir prematur , makin muda usia kehamilan makin besar pula
presentase untuk terjadinya PDA oleh karena ductus dipertahankan tetap terbuka
oleh prostaglandin yang kadarnya masih tinggi, karena memang belum waktunya
bayi lahir. Karena itu PDA pada bayi prematur dianggap sebagai developmental
patentductus arteriosus, bukan structural patent ductus arteriosus seperti pada
bayi cukup bulan.
Pada bayi prematur dengan penyakit membrane hialin (sindrom gawat
napas akibat kekurangan surfaktan, yakni zat yang mempertahankan agar paru
tidak kolaps),PDA sering bermanifestasi setelah sindrom gawat napasnya
membaik. Bayi yang semula sesaknya sudah berkurang menjadi sesak kembali
disertai takipnea dan takikardia.
PDA dapat berupa suatu kondisi yang diturunkan dari kelurga dengan
riwayat PDA atau bias berupa bagian dari sindrom tertentu. PDA juga bisa
disebabkan karena adanya mutasi gen spesifik yang menyebabkan cacat pada
pembentukan jaringan elastic yang membentuk dinding ductus arteriosus. Gen-
gen yang menyebabkan PDA saat ini belum teridentifikasi, tetpi PDA diketahui
dapat diturunkan secara autosomal dominan atau autosomal resesif.
Pada kebanyakan kasus, penyebab PDA bersifat multifactorial karena
kombinasi dari faktor genetic dan faktor lingkungan. Faktor-faktor ini
menyebabkan cacat pada proses pembentukan jaringan elastic pada dinding
ductus arteriosus.
d. Etiologi
PDA dapat disebabkan karena berbagai faktor , diantaranya adalah
pengaruh lingkungan pada waktu bayi dalam kandungan, pewarisan gen-gen yang
mengalami perubahan atau mutasi gen, dapat juga menjadi suatu tanda bagi
terjadinya sindroma tertentu atau juga karena kombinasi berbagai faktor genetic
dan faktor lingkungan yang bersifat multifactorial.
Faktor pengaruh lingkungan dapat meningkatkan risiko bayi terkena
PDA, diantaranya adalah pajanan rubella pada waktu didalam kandungan ,
persalinan prematur dan lahir di dataran tinggi.
PDA dapat berupa suatu kondisi yang diturunkan dari keluarga dengan
riwayat PDA atau bisa berupa bagian dari sindroma tertentu. PDA juga bisa
disebabkan oleh karena adanya mutasi gen spesifik yang menyebabkan cacat pada
pembentukan jaringan elastic yang membentuk dinding ductus arteriosus. Gen-
gen yang menyebabkan PDA saat ini belum dapat teridentifikasi, tetapi diketahui
PDA dapat diturunkan secara autosomal dominan maupun resesif.
Pada kebanyakan kasus, penyebab PDA bersifat multifactorial karena
kombinasi dari faktor lingkungan dan faktor genetic. Faktor-faktor ini
menyebabkan cacat pada proses pembentukan jaringan elastic pada dinding
ductus arteriosus.
e. Faktor Risiko
i. Prematuritas
ii. BBLR
iii. Pada waktu hamil pada trimester pertama terinfeksi rubella
iv. Tinggal di dataran tinggi dan pada tekanan oksigen atmosfer yang rendah
v. hipoksia
f. Patofisiologi
Oleh karena tekanan aorta yang lebih tinggi , maka adapirau dari kiri ke
kanan melalui ductus arteriosus, yaitu dari aorta ke arteri pulmonal. Luasnya pirau
tersebut bergantung seberapa luas ukuran dari PDA dan rasio dari resistensi
pembuluh darah paru-paru dan sistemik. Pada kasus yang ekstrim 70% darah
yang dipompa ventrikel kiri akan mengalir melalui PDA kesirkulasi pulmonal.
Jika ukuran PDA kecil,tekanan arteri pulmonal, ventrikel kanan dan atrium kanan
normal. Jika PDA besar, tekanan arteri pulmonal dapat meningkat baik pada
waktu systole maupun diastole. Pada pasien dengan PDA besar mempunyai risiko
yang tinggi untuk terjadinya berbagai komplikasi. Tekanan nadi yang tinggi
disebabkan karena lolosnya darah dari arteri pulmonal ketika fase diastole.
g. Insidensi
Wanita lebih sering terkena 2-3 kali lebih banyak dari pria.
Lebih sering terjadi pada bayi kurang bulan, 20% pada bayi prematur lebih
dari 32 minggu masa kehamilan, 60% pada bayi kurang dari 28 minggu
masa kehamilan.
h. Manifestasi Klinik
Semakin besar bukaan yang dialami pada PDA secara otomatis volume darah ke
paru-paru jadi meningkat. Pada bayi ataupun anak yang menderita PDA akan
menampakkan gejala seperti:
Tidak mau menyusu
Berat badannya tidak bertambah
Berkeringat secara berlebihan
Kesulitan dalam bernafas
Jantung yang berdenyut lebih cepat
Mudah kelelahan
Pertumbuhan terhambat
Gejala-gejala diatas menunjukkan telah terjadi gagal jantung kongestif. Sementara
bila bukaan pada PDA berukuran kecil resiko gagal jantung kongestif relatif tidak
ada, hanya perlu diperhatikan adanya resiko endokarditis. Endokarditis bisa
berakibat fatal apabila tidak diberikan tindak lanjut medis yang semestinya.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan tanda-tanda (Sign):
Takhipnoe
Takikardi
Banyak berkeringat
Tanda khas pada denyut nadi berupa pulsus seler disebut “water hammer pulse”.
Hal ini terjadi akibat kebocoran darah dari aorta pada waktu sistol maupun
diastol, sehingga didapat tekanan nadi yang besar.
Pada pemeriksaan fisik jantung Palpasi :
Thrill sistolik yang paling jelas teraba pada ICS II kiri yang dapat
menyebar ke sekitarnya
Dengan meningkatnya tekanan arteri pulmonal, bunyi jantung II
mengeras sehingga dapat teraba pada sela iga II tepi kiri sternum.
Auskultasi :
Bunyi jantung pertama sering normal, diikuti sistolik click.
Bunyi jantung kedua selalu keras, terkeras di sela iga II kiri.
Machinery murmur yang punctum maksimumnya pada ICS II linea
sternalis kiri.
Bising pada waktu sistol bersifat kresendo dengan puncak pada
bunyi jantung II sedangkan bising pada fase diastol bersifat
dekresendo, terbaik didengar pada posisi berbaring, sifat, tempat,
dan intensitas bising tidak dipengaruhi respirasi.
Pasien dengan pirau yang besar, dapat terdengar murmur mid-
diastolik pada presentasi katup mitral yang terdengar pada daerah
apeks sebagai hasil dari peningkatan volume aliran darah yang
melewati katup mitral.
Clubbing finger
i. PDA Kecil
Biasanya asimptomatik dengan tekanan darah dan tekanan nadi
normal. Jantung tidak membesar. Kadang terasa getaran bising disela iga
ke-2 sternum. Terdapat bising kontinu (continous murmur, machinery
murmur) yang khas untuk PDA di daerah subklavia kiri.
Gambaran radiologis dan EKG biasanya dalam batas normal.
Pemeriksaan ekokardiografi tidak menunjukkan adanya pembesaran ruang
jantung atau arteri pulmonalis.
ii. PDA Sedang
Gejala biasa timbul pada usia 2-5 bulan tetapi tidak berat. Pasien
mengalami kesulitan makan, sering menderita infeksi saluran nafas namun
biasanya berat badan masih dalam batas normal. Anak lebih mudah lelah
tetapi masih dapat mengikuti permainan.
Pada pemeriksaan fisik frekuensi nafas sedikit lebih cepat
dibanding anak normal. Bila nadi radialis diraba dan bila diukur tekanan
darahnya, akan dijumpai pulsus seler, tekanan nadi lebih dari 40 mmHg.
Teraba getaran bising didaerah sela iga 1-2 parasternal kiri dan bising
kontinu di sela iga 2-3 dari parasternal kiri yang menjalar ke daerah
sekitarnya. Bising middiastolik di apeks sering dapat didengar akibat
bertambahnya pengisian cepat ventrikel kiri (stenosis mitral relatif).
Pada foto toraks jantung membesar (terutama ventrikel kiri),
vaskularisasi paru yang meningkat, dan pembuluh darah hilus membesar.
EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi
atrium kiri.
iii. PDA Besar
Gejala tampak berat sejak minggu-minggu pertama kehidupan.
Pasien tidak nafsu makan sehingga berat badan tidak bertambah. Tampak
dispnoe dan takhipnoe dan banyak berkeringat bila minum. Pada
pemeriksaan tidak teraba getaran bising sistolik dan pada auskultasi
terdengar bising kontinu atau bising sistolik. Bising middiastolik terdengar
di apex karena aliran darah berlebihan melalui katup mitral (stenosis
mitral relatif). Bunyi jantung ke-2 tunggal dan keras. Gagal jantung
mungkin terjadi dan biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
bawah. Semua penderita PDA besar yang tidak dilakukan operasi biasanya
menderita hipertensi pulmonal.
Pada foto toraks dijumpai pembesaran ventrikel kanan dan kiri, di
samping pembesaran arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya. Pada EKG
tampak hipertrofi biventrikular dengan dominasi aktivitas ventrikel kiri
dan dilatasi atrium kiri
iv. PDA Besar Dengan Hipertensi Pulmonal
Pasien dengan PDA besar apabila tidak diobati akan berkembang
menjadi hipertensi pulmonal akibat penyakit vaskular paru, yakni suatu
komplikasi yang ditakuti. Komplikasi ini dapat terjadi pada usia kurang
dari satu tahun, namun jauh lebih sering terjadi pada tahun ke-2 atau ke-3.
Komplikasi ini berkembang secara progresif sehingga akhirnya
irreversible, dan pada tahap tersebut operasi korektif tidak dapat
dilakukan.
i. Diagnosis
PDA biasanya dipikirkan bila pada bayi atau anak teraba nadi yang kuat
dan terdengar bising kontinu. Hal ini harus dibedakan dengan penyakit jantung
non sianotik lain yang memberikan tanda yang sama termasuk AP-Window dan
fistula artrio-vena. Pada bayi yang sangat muda mungkin baru terdengar bising
sistolik sehingga harus dibedakan dengan pasien defek septum ventrikel.
Umumnya echocardiografi diperlukan untuk memastikan diagnosis. Kateterisasi
jantung jarang diperlukan untuk diagnosis, dan hanya dilakukan bila
dikhawatirkan ada hipertensi pulmonal, atau direncanakan penutupan duktus
dengan alat kateter khusus. Bila dilakukan, kateterisasi jantung pasien PDA tanpa
komplikasi akan menunjukkan hasil adanya peningkatan saturasi oksigen di arteri
pulmonalis akibat pirau dari aorta yang tekanannya tinggi ke arteri pulmonalis
yang tekanannya rendah.
Elektrokardiografi : pada PDA kecil dan sedang EKG dapat normal atau
menunjukan adanya tanda LVH, sedangkan pada PDA besar dapat menunjukan
adanya LVH dan RVH.
Foto thorax : pada PDA kecil fotothorax masih normal, sedangkan pada
PDA sedang sampai besar tampak kardiomegali, pembesaran atrium kiri,
ventrikel kiri dan aorta asendens, dan tandapeningkatan vascular paru.
Ekokardiografi : dapat mengukur besarnya ductus, dimensi atrium kiri dan
ventrikel kiri. Makin besar pirau,makin besar dimensi atrium kiri dan ventrikel
kiri. Makin besar pirau, makin besar dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri. Dopler
berwarna dapat memperlihatkan arus continue dari aorta ke a. pulmonalis melalui
PDA.
Medikamentosa
Pada neonatus prematur diberikan indometasin oral atau IV dengan dosis
dan cara pemeberian bervariasi :
• Cara pertama adalah memberikan indometasin oral atau IV 0.2
mg/kgBB sebagai dosis awal. Pada bayi <48 jam berikan dosis kedua
dan ketiga sebesar 0.10 mg/kg dengan interval 24 jam. Pada bayi
berusia 2-7 hari dosis kedua dan ketiga adalah 0.2 mg/kg , sedangkan
pada bayi > 7 hari dosis kedua dan ketiga adalah 0.25 mg/kg.
• Cara lain adalah dengan memberikan indometasin 0.1 mg/kg sehari
sekali sampai 5-7 hari. Pemberian 5-7 hari dianjurkan untuk mencegah
pembukaan kembali ductus yang menutup.
• Efek maksimal dapat diharapkan bila pemberian dilakukan sebelum
bayi berusia 10 hari. Pada usia lebih dari 10 hari dapat dicoba
pemberian indometasin dengan dosis yang lebih besar (0.13
mg/kg/hari).
• Pada bayi cukup bulan efek indometasin minimal.
• Bila indometasi tidak tersediia dapat diberikan ibuprofen 10 mg/kg,
hari kedua dan ketiga masing-masing 5 mg/ kg/ hari dosis tunggal.
• Pada PDA sedang atau besar yang disertai gagal jantung, diberikan
digitalis atau inotropic yang sesuai dan diuretic.
• Profilaksis terhadap endocarditis bacterial subakut bila ada indikasi.
Pembedahan
Pada bayi aterm atau pada anak lebih tua, diperlukan tindakan bedah untuk
mengikat atau memotong duktus. Untuk menutup duktus juga dokter dapat
menggunakan tindakan dengan kateter.
Pada PDA dengan pirau kiri ke kanan sedang atau besar dengan gagal jantung
diberikan terapi medikamentosa (digoksin, furosemid) yang bila berhasil akan
menunda operasi 3-6 bulan sambil menunggu kemungkinan duktus menutup.
Tindakan bedah setelah dibuat diagnosis, secepat-cepatnya dilakukan operasi
pemotongan atau pengikatan duktus. Pemotongan lebih diutamakan dari pada
pengikatan yaitu untuk menghindari kemungkinan rekanalisasi kemudian. Pada
duktus yang sangat pendek, pemotongan biasanya tidak mungkin atau jika
dilakukan akan mengandung resiko.
Indikasi operasi duktus arteriosus dapat diringkas sebagai berikut:
1. PDA pada bayi yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan
medikamentosa.
2. PDA dengan keluhan.
3. PDA dengan endokarditis infektif yang kebal terhadap terapi
medikamentosa.
Hal yang perlu diperhatikan bagi penderita PDA yang usianya lebih dewasa,
adalah mengkonsultasikan kepada dokter ahli jantung yang merawat bila akan
menjalankan operasi minor lain ataupun perawatan gigi, untuk menghindari
kemungkinan resiko endokarditis.
Selain dengan medikamentosa dan intervensi bedah ada beberapa cara
penatalaksanaan PDA diantaranya dengan menggunakan alat untuk menutup PDA
yaitu:
1. Amplatzer ductal occluder
Amplatzer duct occluder (ADO) merupakan alat yang saat ini secara luas
digunakan untuk menutup PDA dan sudah mendapat rekomendasi dari Food and
Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat. ADO (AGA Medical Corporation,
Golden Valley, MN) terbuat dari anyaman kawat nitinol dengan diameter 0,0004-
0,0005 inci, berbentuk seperti jamur. ADO terdiri dari lempeng berbentuk cakram
yang datar dan badan utama yang berbentuk silinder serta di dalamnya terdapat
lapisan dakron yang terbuat dari polyester.
Gambar 4- Amplatzer duct occluder (ADO)
2. Gianturco coil
Terbuat dari stainlessteel dan mengandung dakron. Alat ini disimpan dalam
casing. Jika alat ini keluar dari casing, akan membentuk spiral yang terdiri dari 2
sampai 5 loop. Gianturco coil, digunakan untuk menutup PDA kecil, yaitu
ukurannya kurang dari 3 mm. Untuk menutup PDA, kadang-kadang diperlukan
lebih dari satu coil. Ada 2 ukuran coil yang sering digunakan untuk menutup PDA
adalah ukuran 5 cm X 8 mm (casing merah) dan 5 cm X 5 mm (casing biru).
Harga coil relatif murah. Kekurangannya adalah tidak bisa dikontrol atau ditarik
kembali setelah lepas dari casing dan mudah mengalami embolisasi (terlepas ke
dalam arteri pulmonalis atau aorta).
Gambar 5. Gianturco coil
3. Detachable coil
Coil ini terbuat dari bahan yang sama dengan Gianturco coil. Perbedaannya, pada
detachable coil, alat terhubung dengan tangkai pendorong dengan sistem mur.
Alat ini dapat dikontrol dan ditarik kembali sebelum dilepaskan dari tangkai
pendorong.
Gambar 6. Detachable coil
4. Nit-occluder
Terbuat dari stainlessteel, membentuk lingkaran kontinu dari besar ke kecil,
seperti bentuk obat anti-nyamuk bakar. Alat ini tidak megandung dakron. Nit-
occluder dapat digunakan untuk menutup PDA kecil-sedang (kurang dari 3,5
sampai 4 mm). Karena tidak mengandung dakron, pembentukan trombus lebih
lambat dibandingkan dengan ADO dan Gianturco coil. Harga Nit-occluder lebih
murah dari ADO.
Gambar 7. Nit-occluder
Gambar 8. Tempat insisi pada pemasangan initial kateter pada Amplatzer Duct Occluder
j. Prognosis
Pasien dengan PDA kecil dapat hidup normal dengan sedikit atau tidak
ada gejala. Pengobatan termasuk pembedahan pada PDA yang besar umumnya
berhasil dan tanpa komplikasi sehingga memungkinkan seseorang untuk hidup
dengan normal.
k. Komplikasi
PDA yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala. PDA yang lebih
besar yang tidak diterapi dapat menyebabkan hipertensi pulmonal, infeksi
paru berulang, aritmia atau gagal jantung yang merupakan kondisi kronis
dimana jantung tidak dapat memompa darah dengan efektif.
Sindrom Eisenmenger biasanya terjadi pada penderita dengan PDA besar
yang tidak mengalami penanganan pembedahan.
Seseorang yang mempunyai masalah struktural pada jantung, seperti PDA,
mempunyai resiko yang tinggi terkena endokarditis dibanding orang
normal.
Recommended