View
15
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIKDi pstw budi luhur kasongan-bantul
Nama:
Ni Luh Sri Utami Dewi
NIM:
12160141
Program Pendidikan Profesi Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Respati Yogyakarta
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara
alamiah.Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua mahluk
hidup.Menua(menjadi tua) adalh suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita.
Menurut Undang-undang Dalam istilah sakit termasuk cacat, kelemahan, dan usia
lanjut. Berdasarkan pernyataan ini, lanjut usia di anggap sebagai semacam penyakit.hal
ini tidak benar.gerontologi berpendapat lain, sebab lanjut usia bukan suatu penyakit,
melainkan suatu masa atau tahap hidup manusia. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi
proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
maupun luar tubuh.walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai
penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia.
Pada lanjut usia fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua
yang disebabkan elastisitas jaringan paru-paru dan dinding dada makin berkurang.
Dalam usia yang lebih lanjut kekuatan kontraksi otot pernafasan dapat berkurang
shingga sulit bernafas. Berkurangnya fungsi paru_paru juga disebabkan oleh
berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.Infeksi yang sering
diderita para lanjut usia adalah Pnemonia 40%, TBC 25,2%, Asma 8,4%, Bronkitis
7,3%, Empisema 5%, ISPA 13,8% dan biasanya diikuti penyakit penyerta, misalnya :
diabetes mellitus, payah jantung kronik, dan penyakit-penyakit vaskuler
A. Tujuan
1. Mempertahankan derajat kesehatan pada lansia pada taraf yang setinggi-tingginya,
sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
2. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas-aktivitas fisik dan mental.
3. merangsang para petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk dapat mengenal dan
menegakkan diagnosa yang tepat dan dini bila mereka menjumpai suatu kelainan
tertentu.
4. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang menderita suatu penyakit
atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu
suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai faktor-faktor
yang menyangkur Lanjut Usia.
Gerontik adalah ilmu yang mempelajari, membahas, meneliti segala bidang masalah
Lanjut Usia, bukan saja mengenai kesehatan namun juga menyangkut sosial kesejahteraan,
pemukiman, lingkungan hidup, pendidikan, perundang-undangan.
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho,
2000)
B. Batasan atau Pembagian Lanjut Usia
Adapun beberapa pendapat mengenai pembagian atau batasan-batasan Lanjut Usia,
yakni:
1. Menurut WHO
Lanjut Usia meliputi:
a. Middle Age : 45-59 tahun
b. Elderly : 60-70 tahun
c. Old : 75-90 tahun
d. Very Old : Di atas 90 tahun
2. Menurut Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad
Perkembangan manusia dibagi sebagai berikut:
a. Masa Bayi : 0-1 tahun
b. Masa Pra sekolah : 1-6 tahun
c. Masa Sekolah : 6-10 tahun
d. Masa Pubertas : 10-20 tahun
e. Masa Dewasa : 20-40 tahun
f. Masa Setengah Umur : 40-65 tahun
g. Masa Lanjut Usia : 65 tahun ke atas
3. Menurut Dra. Ny. Josmasdani
a. Fase Inventus : 25-40 tahun
b. Fase Verilitas : 40-50 tahun
c. Fase Prasenium : 55-65 tahun
d. Fase Senium : 65 tahun ke atas
4. Menurut Prof. DR. Koesoemato Setyonegoro
a. Elderly Adulhood : 18/20-25 tahun
b. Middle Years : 25-60/65 tahun
c. Geriatric Age : Di atas 65/70 tahun
d. Young Old : 70-75 tahun
e. Old : 75-80 tahun
f. Very Old : Di atas 80 tahun
5. Menurut UU No. IV. Tahun 1965 Pasal 1
Menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan Lanjut Usia setelah mencapai umur
55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.
C. Teori-teori Proses Menua
Adapun teori-teori menua, yaitu:
1. Teori-teori Biologis
a. Secara keturunan dan atau mutasi, setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi.Contohnya, mutasi daripada sel-sel kelamin.
b. Pemakaian dan merusak, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah.
c. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh, yang disebut teori Akumlasi dari
produk sisa
d. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.
e. Tidak ada perlindungan terhadap: Radiasi, Penyakit dan Kekurangan Gizi.
f. Reaksi dari kekebalan sendiri. Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat
diproduksi suatu zat khusus, ada jaringan tubuh tertentu tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
2. Teori-teori Kejiwaan Sosial
a. Aktivitas dan kegiatan:
o Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
o Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari Lanjut Usia.
b. Kepribadian berlanjut
o Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada Lanjut Usia.
c. Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu
dengan individu lainnya.
D. Mitos-mitos Lansia dan Kenyataannya
Menurut Sheiera Saul:
1. Mitos Kedamaian dan Ketenangan
Lanjut Usia dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya di masa muda
dan dewasanya, badai dan berbagai goncangan kehidupan seakan-akan sudah berhasil
dilewati.
Kenyataannya:
a. Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena
penyakit.
b. Depresi.
c. Kekhawatiran.
d. Paranoid.
e. Masalah psikotik
2. Mitos Konservatisme dan Kemunduran
Pandangan bahwa Lanjut Usia pada umumnya:
a. Konservatif
b. Tidak kreatif
c. Menolak inovasi
d. Berorientasi ke masa silam
e. Merindukan masa lalu
f. Kembali ke masa anak-anak
g. Susah berubah
h. Keras kepala
i. Cerewet
Kenyataannya:
Tidak semua Lansia bersikap dan berpikir demikian.
3. Mitos Berpenyakitan
Lansia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai dengan berbagai
penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai proses menua (Lansia merupakan
masa berpenyakitan dan kemunduran).
Kenyataannya:
a. Memang proses penuaan disertai menurunnya daya tahan tubuh dan metabolisme
sehingga rawan terhadap penyakit.
b. Tetapi banyak penyakit masa sekarang dapat dikontrol dan diobati.
4. Mitos Senilitas
Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh kerusakkan tertentu
dari otak.
Kenyataannya:
Tidak semua Lansia dalam proses penuaannya diiringi dengan kerusakan bagian
otak (banyak yang masih sehat dan segar)
5. Mitos Seksualitas
Menunjukkan bahwa kehidupan seks pada lansia normal saja. Memang frekuensi
hubungan seksual menurun sejalan meningkatnya usia, tetapi masih tetap tinggi.
6. Mitos Ketidakproduktifan
Lansia dipandang sebagai usia tidak produktif.
Kenyataannya:
Tidak demikian, banyak Lansia yang mencapai kematangan, kemantapan dan
produktifitas mental dan material pada Lanjut Usia.
E. Penurunan-penurunan dari Sistem-sistem yang Terjadi pada Lansia
Penurunan-penurunan itu meliputi:
1. Sistem Persyarafan
a. Cepatnya menurun hubungan persyarafan.
b. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stress.
c. Mengecilnya syaraf panca indra: Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu
dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
2. Sistem Pendengaran
a. Presbiakusis (gangguan pada pendengaran): Hilangnya kemampuan atau daya
pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata.
b. Membran tympani menjadi atrofi, menyebabkan otosklerosis.
c. Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin.
3. Sistem Penglihatan
a. Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
b. Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
c. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa)
d. Meningkatnya ambang penangkap sinar: Daya adaptasi terhadap kegelapan lebih
lambat susah melihat dalam cahaya gelap.
e. Hilangnya daya akomodasi.
f. Menurunnya lapangan pandang: Berkurangnya luas pandangan.
g. Menurunnya daya membedakan warna biru dan hijau pada skala.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Katup jantung menebal dan menjadi kaku
b. Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi
dan volumenya.
c. Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
d. Tekanan darah meninggi, diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh
darah perifer.
5. Sistem Respirasi
a. Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b. Menurunnya aktivitas dari silia.
c. Alveoli ukurannya menebal dari biasa dan jumlahnya berkurang.
d. O2 pada arteri menurun menjadi 755 mmHg.
e. CO2 pada arteri tidak berganti.
f. Kemampuan untuk batuk berkurang.
g. Paru-paru kehilangan elastisitas: Kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih
berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun dan kedalaman bernapas menurun.
6. Sistem Gastrointestinal
a. Kehilangan gigi.
b. Indera pengecap menurun.
c. Oesophagus melebar.
d. Lambung; rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu mengosongkan
menurun.
e. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f. Fungsi absorpsi melemah.
g. Liver (hati): Makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya
aliran darah.
7. Sistem Genito Urinaria
a. Ginjal: Mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menjadi menurun
sampai 50%, penyaringan di glomerulo menurun sampai 50%, fungsi tubulus
berkurang akibatnya kurangnya kemampuan mengonsentrasi urin, berat jenis urin
menurun, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
b. Vesika Urinaria: Otot-otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau
menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan
pada pria Lanjut Usia, sehingga menyababkan retensi urine.
c. Pembesaran prostat.
d. Atrofi vulva.
e. Vagina: Selaput lendir menjadi kering, elastisitas jaringan menurun, permukaannya
menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali, terjadi
perubahan-perubahan warna.
f. Daya Seksual: Frekuensi sexual intercourse cenderung menurun secara bertahap tiap
tahun tetapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus sampai tua.
8. Sistem Endokrin
a. Produksi hamper dari semua hormone menurun.
b. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
c. Pituitari: Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh
darah, berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan LH.
d. Menurunnya aktifitas tiroid: Menurunnya BMR (Basal Metabolik Rate), menurunnya
daya pertukaran zat.
e. Menurunnya produksi aldosteron.
f. Menurunnya sekresi hormone kelamin: Progesteron, Estrogen, Testosteron.
9. Sistem Kulit
a. Kulit mengkerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
b. Kulit kapala dan rambut menipis, berwarna kelabu.
c. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
d. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan vaskularisasi.
e. Kuku manjadi keras dan rapuh.
f. Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
g. Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
10. Sistem Muskuluskletal
a. Tulang kehilangan density dan makin rapuh.
b. Kifosis.
c. Pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.
d. Discusintervertebralis menipis dan menjadi pendek.
e. Tendon mengkerut dan mengalami sklerosis.
f. Atrofi seranut otot, sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot menjadi
kram dan menjadi tremor.
STROKE
1. Pengertian
Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul
secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO,
1989).
Stroke adalah gangguan suplai oksigen ke sel-sel saraf yang dapat disebabkan oleh atau
pecahnya satu atau lebih pembuluh darah yang memperdarahi otak dengan tiba-tiba (Brunner &
Suddarth, 2002).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Stroke dapat terjadi
akibat pembentukan thrombus disuatu arteri cerebrum, akibat embolus yang mengalir ke otak
dari tempat lain di tubuh, atau akibatr perdarahan otak, dari tempat lain ditubuh ataorwinu akibat
perdarahan otak (Corwin, 2001).
Stroke terjadi ketika penyediaan darah ke bagian dari otak terganggu, menyebabkan sel-sel otak
mati. Ketika aliran darah ke otak terganggu atau terhalangi, oksigen dan glukose tidak dapat
disampaikan ke otak.
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi :
a. stroke hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan
pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga
dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling
banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
b. stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya
terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran
umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
2. Faktor Penyebab
a. Penyakit jantung coroner
b. Cholesterol tinggi
c. Penyakit kencing manis
d. Kelainan pembekuan darah
e. Kebiasaan merokok
f. Obesitas / kegemukan
g. Stress
h. Usia lanjut
i. Kurang aktivitas
3. Tanda dan Gejala
a. Kelemahan mendadak, mati rasa, kesemutan pada muka, kesemutan pada lengan atau kaki
b. Kehilangan kemampuan berbicara secara tiba-tiba atau kesulitan memahami perkataan
c. Kehilangan penglihatan mendadak pada sebelahmata atau kedua mata
d. Sakit kepala hebat mendadak
e. Penurunan kesadaran
f. Kesulitan menelan
g. Tersedak waktu makan atau minum
h. Gangguan emosi atau daya ingat
4. Pencegahan Stroke
a. Menghindari stress
b. Menghentikan kebiasaan merokok
c. Diet rendah garam dan lemak, memperbanyak makan sayur dan buah
d. Olah raga teratur
e. Mengontrol tekanan darah dan gula darah serta check up kesehatan secara teratur
f. Kontrol teratur bila mengidap penyakit kronis seperti darah tinggi (Hipertensi), kencing
manis (Diabetes Melittus), cholesterol tinggi, penyakit jantung dll
g. Minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter
5. Pengobatan Tradisional
a. Sambiloto
Bahan :
Sambiloto (Androgapis paniculata) secukupnya
Cara Pembuatan :
Rebus satu genggam daun dan batang sambiloto kering (sekitar 15-25 gr) dengan 3 gelas
air dalan kuali tanah. Biarkan mendidih sampai air tersisa setengah bagian (1,5 gelas).
Setelah dingin disaring.
Cara Penggunaan :
Minumlan 3 kali sehari masing-masing ½ gelas. Minumlah satu jam sebelum makan.
Jika lupa usahakan diminum aktu perut kosong. Konsumsi ramuan ini hingga berangsur
sembuh.
Catatan:
Salah satu penyebab stroke aalah tekanan darah tinggi. Jadi dengan mengkonsumsi
secara rutin rebusan sambiloto, diharapkan tekanan darah akan menurun hingga batas
normal sehingga resiko dapat dihindarkan. Namun untuk wanita hamil dilarang minum
ramuan ini karena dapat menyebabkan keguguran.
b. Sambung nyawa
Bahan :
Sambung nyawa (Gynura procumbens) secukupnya
Cara Pembuatan :
Lalap daun segar sebanyak 2-3 lembar tiap hari atau jus daun segar, lalu minum.
Cara Penggunaan :
Minumlan 3 kali sehari hingga berangsur sembuh.
• Catatan :
Sambung nyawa biasanya dikosumsi untuk menurunkan kolesterol darah, terutama
penderita jantung koroner maupun stroke yang disebabkan oleh tingginya kadar
kolesterol darah.
c. Daun dewa
Bahan :
Daun Dewa (Gynura segetum) secukupnya
Cara I
Cara Pembuatan :
Digunakan mentah sebagai lalap.
• Cara Penggunaan :
Makan sebagai lalap 3 lembar daun dewa, dimakan 3 kali sehari.
Cara II
• Cara Pembuatan :
Tumbuk halus 20 gr umbi daun dewa. Tambahkan 100 ml (½ gelas) air matang.
Kemudian disaring.
• Cara Penggunaan :
Minum ramuan sehari sekali setiap sore hari.
• Catatan :
Konsumsi daun maupun umbi daun dewa banyak menolong menyembuhkan
penyakit stroke. Penyebabnya adalah sifat dari tumbuhan ini adalah menghilangkan
bekuan darah di dalam pembuluh, sehingga mencegah dan mengobati stroke serta
serangan jantung.
HIPERTENSI PADA LANSIA
a. DefinisiHipertensi adalah apabila tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan
diastolik > 90 mmHg, atau apabila pasien memakai obat anti hipertensi (Slamet Suyono,
2001 dan Arif Mansjoer, 2001).
Hipertensi menurut WHO adalah hipertensi jika tekanan darah sistolik lebih dari
140 mmHg atau tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Hipertensi adalah peningkatan
dari tekanan sistolik standar dihubungkan dengan usia, tekanan darah normal adalah
refleksi dari kardiak out put atau denyut jantung dan resistensi puerperal. Hipertensi
adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada arteri. Tekanan
dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah, hipertensi, berkaitan dengan
kenaikan tekanan diastolik, dan tekanan sistolik atau kedua-duanya secara terus menerus.
b. Etiologi
Hipertensi dapat disebabkan oleh interaksi bermacam-macam faktor antara lain:
1. Kelelahan
2. Proses penuaan
3. Keturunan
4. Diet yang tidak seimbang
5. Stress
6. Akibat/ komplikasi dari penyakit hipertensi: Gagal jantung, gagal ginjal, stroke
(kerusakan otak), kelumpuhan.
c. Patofisiologi
Komponen-komponen utama pada system kardiovaskuler adalah jantung dan
vaskularisasinya. Jantung pada lansia normal tanpa hipertensi atau penyalit klinis tetap
mempunyai ukuran yang sama atau menjadi sedikit lebih kecil daripada usia setengah
bayi. Secar umum frekuensi denyut jantung menurun, isi sekuncup menurun dan curah
jantung berkurang 30-40%.
Perubahan juga terjadi pada katup mitral dan aorta, katup-katup tersebut
mengalami sklerosis dan penebalan. Endokardium menebal dan terjadi sklerosis, miokard
menjadi lebih kaku dan lebih lambat dalam pemulihan kontraktilitas dan kepekaan,
sehingga stress mendadak/lama dan takikardia kurang diperhatikan. Peningkatan
frekuensi jantung dalam berespon terhadap stress berkurang dan peningkatan frekuensi
jantung lebih lama untuk pengembalian pada kondisi dasar. Untuk mengkompensasi
adanya masalah dalam frekuensi jantung, maka isi sekuncup meningkat, sehingga
meningkatkan curah jantung yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah
Penurunan kadar hemoglobin pada lansia mengakibatkan penurunan pada
konsentrasi oksigen yang dapat ditransportasi oleh darah sehinga oksigenasui menjadi
tidak adekuat. Ditambah lagi dengan masukan diet yang buruk, kondisi psikologis seperti
kesepian, serta adanya penyakit kronis dapat menjadi faktor pemberat anemia
Perubahan-perubahan normal pada jantung (kekuatan otot jantung berkurang),
pembuluh darah (arteriosklerosis;elastisitas dinding pembuluh darah berkurang), dan
kemampuan memompa dari jantung harus bekerja keras sehingga terjadi hipertensi.
Semua hal tersebut ini berhubungan dengan proses menua dimana dapat mengubah
fungsi dan menempatkab para lansia pada resiko terhadap penyakit.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada Jantung :
1. Pada miokardium terjadi brown atrophy disertai akumulasi lipofusin (aging pigment)
pada serat-serat miokardium.
2. Terdapat fibrosis dan kalsifikasi dari jaringan fibrosa yang menjadi rangka dari
jantung. Selain itu pada katup juga terjadi kalsifikasi dan perubahan sirkumferens
menjadi lebih besar sehingga katup menebal. Bising jantung (murmur) yang
disebabkan dari kekakuan katup sering ditemukan pada lansia.
3. Terdapat penurunan daya kerja dari nodus sino-atrial yang merupakan pengatur
irama jantung. Sel-sel dari nodus SA juga akan berkurang sebanyak 50%-75% sejak
manusia berusia 50 tahun. Jumlah sel dari nodus AV tidak berkurang, tapi akan
terjadi fibrosis. Sedangkan pada berkas His juga akan ditemukan kehilangan pada
tingkat selular. Perubahan ini akan mengakibatkan penurunan denyut jantung.
4. Terjadi penebalan dari dinding jantung, terutama pada ventrikel kiri. Ini
menyebabkan jumlah darah yang dapat ditampung menjadi lebih sedikit walaupun
terdapat pembesaran jantung secara keseluruhan. Pengisian darah ke jantung juga
melambat.
5. Terjadi iskemia subendokardial dan fibrosis jaringan interstisial. Hal ini disebabkan
karena menurunnya perfusi jaringan akibat tekanan diastolik menurun.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada Pembuluh darah :
1. Hilangnya elastisitas dari aorta dan arteri-arteri besar lainnya. Ini menyebabkan
meningkatnya resistensi ketika ventrikel kiri memompa sehingga tekanan sistolik
dan afterload meningkat. Keadaan ini akan berakhir dengan yang disebut “Isolated
aortic incompetence”. Selain itu akan terjadi juga penurunan dalam tekanan
diastolik.
2. Menurunnya respons jantung terhadap stimulasi reseptor ß-adrenergik. Selain itu
reaksi terhadap perubahan-perubahan baroreseptor dan kemoreseptor juga menurun.
Perubahan respons terhadap baroreseptor dapat menjelaskan terjadinya Hipotensi
Ortostatik pada lansia.
3. Dinding kapiler menebal sehingga pertukaran nutrisi dan pembuangan melambat.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada Darah :
1. Terdapat penurunan dari Total Body Water sehingga volume darah pun menurun.
2. Jumlah Sel Darah Merah (Hemoglobin dan Hematokrit) menurun. Juga terjadi
penurunan jumlah Leukosit yang sangat penting untuk menjaga imunitas tubuh. Hal
ini menyebabkan resistensi tubuh terhadap infeksi menurun.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstriksi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,
2001).
d. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala hipertensi pada lansia secara umum adalah : Sakit kepala,
Perdarahan hidung, Vertigo, Mual muntahPerubahan penglihatan, Kesemutan pada
kaki dan tangan, Sesak nafas, Kejang atau komaNyeri dada
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu : mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas,
gelisah, mual muntah, epistaksis, kesadaran menurun.
e. Komplikasi
Akibat atau komplikasi dari penyakit hipertensi yang dapat terjadi pada lansia adalah :
1. gagal jantung 2. gagal ginjal 3. stroke 4. kelumpuhan.
f. Pemeriksaan penunjang
1. Hemoglobin / hematokrit : Untuk mengkaji hubungan dari sel–sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor–faktor resiko seperti
hiperkoagulabilitas dan anemia
2. BUN : Memberikan informasi tentang perfusi ginjal
3. Glukosa : Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)
4. Kalium serum : Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
6. Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus
untuk adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
7. Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi
8. Kadar aldosteron urin/serum : Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)
9. Urinalisa : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal atau adanya diabetes.
10. Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
11. Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
12. IVP : Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal,
batu ginjal/ureter.
13. Foto dada : Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
14. CT scan :Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
15. EKG : Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
g. Penatalaksanaan
1. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya hipertensi
pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang
berlebihan dianjurkan untuk:
a) Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi
hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
b) Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
c) Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
d) Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
e) Pencegahan sekunder
2. Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi
berupa:
a) Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan
tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
b) Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan
stabil mungkin. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus
dikontrol.
c) Batasi aktivitas
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
a. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat
ini meliputi :
1) Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
- Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
- Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
- Penurunan berat badan
- Penurunan asupan etanol
- Menghentikan merokok
2) Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah dianjurkan untuk
penderita hipertensi. Macam olah raganya yaitu isotonis dan dinamis
seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga
yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut
nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20
– 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x
perminggu dan paling baik 5 x perminggu
3) Edukasi Psikologis. Pemberian edukasi psikologis untuk penderita
hipertensi meliputi :
- Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada
subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh
subyek dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai
untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga
untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
- Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita
untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
4) Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan)
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
b. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja
tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu
dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh
Komite Dokter Ahli Hipertensi (JOINT NATIONAL COMMITTEE ON
DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD
PRESSURE, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta,
antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal
pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada
pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
1) Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis,
ACE inhibitor
2) Step 2 : Alternatif yang bisa diberikan : Dosis obat pertama dinaikkan.,
Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama, Ditambah obat ke –2 jenis
lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker,
clonidin, reserphin, vasodilator
3) Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh : Obat ke-2 diganti, Ditambah
obat ke-3 jenis lain
4) Step 4 : Alternatif pemberian obatnya : Ditambah obat ke-3 dan ke-4, Re-
evaluasi dan konsultasi dan Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan
komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter)
dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Lansia Sebagai Individu
Nama Perawat : Sri Utami Dewi
Tanggal Pengkajian : 15 Juli 2013
Jam Pengkajian : Pkl 12.00 WIB
Biodata Klien
1. Nama : Tn. S
2. Umur : 66 tahun
3. Agama : Islam
4. Pendidikan : SMA
5. Pekerjaan : Petani
6. Status Nikah : Menikah
7. Alamat : Sewon-Bantul
Biodata Penanggungjawab
1. Nama : Ny. S
2. Umur : 51 tahun
3. Agama : Islam
4. Pendidikan : SD
5. Pekerjaan : IRT
6. Status Nikah : Menikah
7. Hubungan dengan klien : Adik kandung
Keluhan Utama
Klien mengatakan sering merasakan pusing, kepala cekot-cekot.
Pengkajian 11 Pola Gordon
A. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
DS:
Klien mengatakan dirinya memiliki riwayat hipertensi dari tahun 2002 dan diabetes
mellitus dari tahun 1994 sehingga klien sangat menjaga pola makan dengan baik. Klien
mengatakan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan di poliklinik PSTW seminggu sekali
pada hari rabu dan sering meminta obat kepada petugas puskesmas yang datang. Klien
menyadari bahwa dirinya harus menjaga pola makan, aktifitas dan istirahat yang cukup.
DO:
Klien tampak rapi dan bersih. Rambut tampak bersih tidak kotor,tampak beruban dan
tidak kering. Kulit tampak keriput dan tidak kering. Mulut dan gigi tampak bersih,
terlihat gigi terdapat beberapa karies, klien tidak menggunakan gigi palsu.
B. Pola Nutrisi-Metabolik
DS:
Klien mengkonsumsi makanan dari PSTW 3 kali sehari, karena sedang puasa klien hanya
makan sahur dan buka. Klien makan porsi cukup, nasi, sayur, lauk terkadang
ditambahkan dengan susu atau kacang hijau. Jenis makanan yang disukai klien adalah
kentang karenan mengetahui kondisi diri yang menderita DM. nafsu makan klien baik,
tidak mengalami kesulitan menelan atau mual, kembung. Klien mengkonsumsi diet DM
setiap hari. BB 60 kg, TB 176 cm
DO:
Kondisi kulit pasien tampak keriput. Konjungtiva tidak anemis, palpebral tidak ada
oedema, sclera anikterik, mukosa bibir lembab, tidak menggunakan gigi palsu.
Kemampuan mengunyah baik. IMT 19,4 (baik)
C. Pola Eliminasi
DS:
Klien mengatakan BAB 1 kali sehari dengan konsistensi lembek, warna cokelat, tidak ada
inkontinensia tidak ada kesulitan BAB, tidak ada penggunaan obat pencahar dalam BAB.
Klien mengatakan BAK baik frekuensi 6-7 kali sehari 1500cc per hari warna jernih, tidak
ada inkontinensia, tidak menggunakan pencahar, dan tidak ada nyeri saat BAK. Klien
mengatakan tidak mengalami pengeluaran urin saat batuk atau bersin.
DO:
Klien tampak sehat, tampak abdomen tidak kembung, bising usus 18x/menit
D. Pola Aktivitas dan Latihan
DS:
Klien mengatakan kegiatan latihan sehari-hari adalah senam pagi dan rutin dilaksanakan
setiap hari. Klien mengatakan tidak ada keluhan saat bergerak atau beraktivitas. Klien
mengatakan tidak mengalami gangguan dalam keseimbangan dan tidak ada keluhan sesak
nafas atau kelelahan. Klien mengatakan juga tidak ada keluhan nyeri dada atau batuk.
DO:
Klien tampak tidak menggunakan alat bantu apapun dalam beraktifitas. Lingkungan
wisma tampak cukup aman untuk lansia karena tersedia pengaman disekitar tembok.
Pasien berjalan dengan postur yang baik. Kekuatan otot ekstremitas atas ka/ki nilai 5/5,
ekstremitas bawah ka/ki nilai 5/5. Klien tampak mampu memenuhi kebutuhan dasar
dengan sendiri. Tampak tidak ada tanda sianosis dan diaphoresis. TD 160/100 mmHg
nadi 82 kali/menit, CRT 2 detik, akral hangat, indeks KATZ A : mandiri untuk segala
aktifitas.
E. Pola Istirahat Tidur
DS:
Klien mengatakan badannya terasa segar setelah bangun pagi dari tidur pada malam hari.
Klien mengatakan tidur malam dari pkl 20.00-03.00wib dan tidur siang dari pkl 13.30-
15.00wib tidur nyenyak tidak pernah terbangun atau gangguan tidur. Klien mengatakan
ketika tidur terkadang mendengkur tetapi tidak sering dan keras.
DO:
Klien tidak tampak kelelahan, tidak tampak lingkaran hitam pada kelopak mata, klien
tidak sedang mengkonsumsi obat untuk dapat tidur.
F. Pola Kognitif-Perseptual
DS:
Klien mengatakan tidak sedang menggunakan alat bantu dengar, klien mampu dalam
melihat dan mendengar dengan baik, klien mengatakan tidak mengalami gangguan dalam
proses mengingat karena masih mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu. Klien
mengatakan tidak mengalami disorientasi karena mampu menyebutkan teman-teman, hari
tanggal, dan tempat berada sekarang. Klien mengambil keputusan secara mandiri dan
mengatakan tidak ada keluhan gelisah, marah-marah dan menarik diri.
DO:
Klien tidak tampak kebingungan atau kesulitan dalam berkonsentrasi. Klien mampu
dalam fungsimelihat, mendengar, pengecap, penghidu dan perasa.
MMSE
G. Pola Persepsi diri-Konsep Diri
DS:
Klien mengatakan tidak mengalami kekhawatiran, jika mengalami kekhawatiran dapat
mengidentifikasi sumber dan mencari solusi. Klien mengatakan bahwa dirinya saat ini
merasakan kebahagiaan berada di PSTW. Memiliki perasaan positif terhadap dirinya,
menghargai dirinya dan tidak pernah berfikir tentang kegagalan atau kesusahan.
DO:
Klien tampak sering bergaul dengan teman yang lain, klien tampak sangat aktif dalam
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan seperti senam pagi, pengajian, dendang ria. Klien
tampak tenang dalam mengikuti setiap kegiatan.
H. Pola peran-Hubungan
DS:
Klien mengatakan sebelum berada d PSTW dirinya sebagai pengurus desa kurang lebih
15 tahun. Klien mengatakan interkasi dengan lansia yang lain sangat baik. Klien
mengatakan tidak ada perubahan peran akibat proses penuaan Karen hidup bersosialisasi
selamanya akan berjalan. Klien mengatakan orang-orang yang ia sayangi (anak-anaknya)
sduah memiliki keluarga sendiri, mereka pasti akan mengunjungi saya.
DO:
Tampak klien berhubungan baik dengan lansia yang lain, komunikasi yang baik antar
lansia dan pengurus panti serta berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
di panti.
I. Pola Seksual-Reproduksi
DS:
Klien mengatakan hubungan seksual yang tidak bisa dilakukan saat ini bukan masalah
karena orientasinya saat ini bukanlah hubungan antar suami-istri. Klien mengtakan
dengan pernah 3 kali menikah sudah cukup baginya. Saat ini klien hanya menikmati
masa-masa tua bersama lansia yang berada di panti.
J. Pola Koping-Toleransi Stress
DS:
Klien mengatakan tidak ada yang membuat ia stress berada di PSTW karena di panti
hidupnya tenang dan tidak ada beban. Jika ada masalah tinggal dibicarakan saja. Klien
mengatakan status kesehatannya saat ini dipengaruhi oleh usia yang semakin bertambah.
Pengalaman traumatic yang dialami klien saat ditinggal meninggal oleh istrinya.
DO:
Klien tampak tenang mood baik, afek sesuai, tidak tampak kecemasaan.
GDS:
K. Pola Nilai-Kepercayaan
DS:
Klien meyakini agama dan kepercayaan yang dijalani sekarang adalah yang terbaik, klien
menganut agama islam dari budaya jawa. Teratur melaksanakan ibadah sholat 5 waktu,
rutin mengikuti pengajian setiap hari kamis, tahun ini mulai rutin menjalankan ibadah
puasa.
DO:
Tampak klien setiap siang hari ibadah sholat d mushola lengkap dengan atribut dalam
beribadah.
ANALISA DATA
No Data Fokus Etiologi Problem
1. DS:
- Klien mengatakan terkadang pusing
kepala cekot-cekot
- Mengatakan sekalanyeri 5 ketika
sakit kumat, hilang timbul
DO:
- TD = 160/100 mmHg
- Nadi = 82 kali/menit
peningkatan tekanan
intra kranial
Gangguan rasa
nyaman nyeri
2. DS:
- Klien mengatakan memiliki riwayat
penyakit HT dan DM
DO:
- TD = 160/100 mmHg
vasokontriksi pembuluh darah.
Resiko tinggi
penurunan curah
jantung
PLANNING
DP Tujuan KH Rencana tindakan RasionalParafnama
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intra kranial
Tujuan: Menghilangkan rasa nyeri
Kriteria hasil : Melaporkan
ketidakyamanan hilang atau terkontrol.
Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.
Intervensi : Pertahankan tirah
baring selama fase akut.
Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher.
Hilangkan/ minimalkan aktifitas vasokontraksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, misalnya batuk panjang, mengejan saat BAB.
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi.
Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral,efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
Aktifitas yang meningkatkan vasokontraksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan vaskuler serebral.
Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan
dewi
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah.
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria Hasil : Klien berpartisipasi
dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah/beban kerja jantung
Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima
Memperlihatkan normal dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.
Intervensi:1. Observasi tekanan
darah.
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
8. Perbandingan dari tekanan darah memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan vaskuler.
9. Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati saat palpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi dan kongesti vena.
10. ICS4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan ICS3 menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengidapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal
dewi
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
5. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas atau keributan ligkungan,
6. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi anti hipertensi dan diuretik.
jantung kronik.
11. Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
12. Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi.
13. Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang,sehingga akan menurunkan tekanan darah.
14. Menurunkan tekanan darah.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
DP Tgl/Jam Implementasi Evaluasi
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intra kranial
17/7/2013Pkl 11.00 WIB
1. Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
2. Memberikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya relaksasi dan distraksi
3. menghilangkan/ minimalkan aktifitas vasokontraksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, misalnya batuk panjang, mengejan saat BAB.
4. Membantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
S:Klien mengatakan nyeri sering timbul ketika merasa lelah. Nyeri pada kepala cekot-cekot
O:- Klien tampak sehat tidak tampak
keluhan- Klien mampu mempraktekan
teknik mengurangi nyeri dengan distraksi
- Klien mampu melakukan aktifitas sehari-hari dengan baik dan tanpa bantuan.
- TD 150/100 mmHg- Nadi 82x/menit
A:Tujuan belum tercapai
P:- Pertahankan tirah baring- Evaluasi teknik relakasi
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah.
17/7/2013Pkl 11.00 WIB
1. Observasi tekanan darah.
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan jantung
3. Amati warna kulit, kelembaban, dan masa pengisian kapiler.
4. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas atau keributan ligkungan,
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi anti hipertensi dan diuretik.
S:Klien mengatakan keadaannya baik-baik saja dan rutin mengkonsumsi obat.
O:- Warna kulit tidak ada sianosis- Nadi 82x/menit- TD 150/100 mmHg- Lingkungan nyaman diberikan- Obat hipertensi telah dikonsumsi
A:Tujuan belum tercapai
P:- Observasi tekanan darah- Berikan lingkungan yang nyaman- Anjurkan mengkonsumsi obat
hipertensi
DP Tgl/Jam Implementasi Evaluasi
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intra kranial
18/7/2013Pkl 11.00 WIB
1. Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
2. menghilangkan/ minimalkan aktifitas vasokontraksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, misalnya batuk panjang, mengejan saat BAB.
3. Membantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
S:Klien mengatakan kepala tidak terlalu
merasakan nyeri.
O:
- Klien beristirahat siang
- Klien tampak sehat
- TD = 150/100 mmHg
- Nadi 84x/mnt
- Klien mampu melakukan aktifitas sehari-hari dengan baik dan tanpa bantuan.
A:
Tujuan tercapai sebagian
P:
- Mempertahankan tirah baring
- Meminimalkan aktifitas
- Membantu ambulasi klien
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah.
18/7/2013Pkl 11.00 WIB
1. Observasi tekanan darah.
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan jantung
3. Amati warna kulit, kelembaban, dan masa pengisian kapiler.
4. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas atau keributan ligkungan,
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi anti hipertensi dan diuretik.
S:Klien mengatakan keadaannya sehat dan
masih minum obat dan menjaga
kesehatan makan.
O:
- Warna kulit tidak ada sianosis
- Nadi 84x/menit
- TD 150/100 mmHg
- Lingkungan nyaman diberikan
- Obat hipertensi telah dikonsumsi
A:
Tujuan belum tercapai
P:
- Observasi tekanan darah
- Berikan lingkungan yang nyaman
- Anjurkan mengkonsumsi obat
hipertensi
DP Tgl/Jam Implementasi Evaluasi
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intra kranial
19/7/2013Pkl 11.00 WIB
1. Mempertahankan tirah baring
2. menghilangkan/ minimalkan aktifitas misalnya batuk panjang, mengejan saat BAB.
3. Membantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
S:
Klien mengatakan keadaan tubuh sehat,
badan sudah terasa ringan dan nyaman.
O:
- Klien tampak sehat
- Ambulasi klien mandiri
- TD 140/90 mmHg
- Nadi 86 x/mnt
A:
Tujuan tercapai
P:
Hentikan intervensi
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah.
19/7/2013Pkl 11.00 WIB
1. Observasi tekanan darah.
2. Amati warna kulit, kelembaban
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
terapi anti hipertensi dan diuretik.
S:Klien mengatakan kondisi tubuh sehat
O:- Klien tampak sehat
- Tidak ada sianosis yang tampak
- TD 140/90 mmHg
- Nadi 86 x/mnt
A:
Tujuan tercapai
P:
Hentikan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Tn S merupakan seorang Lansia yang berumur 66 tahun dan termasuk kelompok Usai
Lanjut Old Fase Sinium. Di usianya yang lanjut ini Tn S sudah banyak mengalami
perubahan-perubahan pada system-sistem tubuhnya, namun perubahan-perubahan tersebut
hanya perubahan normal yang biasa dialami oleh Lansia lain.
Penulis menemukan masalah yang serius dari hasil pengkajian, maka penulis dapat
merumuskan Diagnosa Keperawatan sebagai berikut:
DP1 Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intra kranial
DP2 Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh
darah.
Adapun alasan penulis mengangkat Diagnosa Keperawatan tersebut kerena kelemahan fisik
yang dialami sudah lama dan merupakan prioritas yang sangat mengancam kesehatan klien.
Dalam pelaksanaan pemberian Asuhan Keperawatan penulis sekaligus menerapkan
Rencana Keperawatan dengan klien, dengan alasan menyesuaikan keadaan atau situasi di
lapangan atau turut mengikutsertakan anggota keluarga lainnya sehingga penerapan Asuhan
Keperawatan dapat diteruskan oleh keluarga.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menua adalah suatu proses menghilang secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya atau
seseorang yang karena usia lanjut mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial.
Perubahan ini akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan termasuk kesehatannya. Untuk
dapat memberikan Asuhan Keperawatan Lansia, diharapkan perawat memiliki kemampuan
menguasai proses terjadinya menua serta masalah-masalah yang terjadi pada Lansia.
Untuk mempertahankan Usia Lanjut yang sehat dan umur panjang, diperlukan peran
perawat, keluarga, masyarakat yang maksimal. Mempertahankan derajat kesehatan dengan
memelihara kondisi kesehatan Lansia perlu memperhatikan keamanan dan kenyamanan
Lansia.
B. Saran
Bagi Institusi Pendidikan : Diharapkan dengan sangat Dosen Pembimbing hadir
bersama Mahasiswa saat di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara CL. 1996. Essential of Medicial-Surgical Nursing, A Nursing Process Approah.
The Mosby Company St. Louis: USA.
Boedhi, Darmojo. 1999. Buku Ajar Geriatri (Kesehatan Usia Lanjut), edisi ke 2. EGC:
Jakarta.
Brunner & Suddart. 2001. Textbook of Medicial Surgical Nursing, Editon 9. Lippincoot.
Doengoes, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta.
Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2. Jakarta.
Price, Sylvia A and Lorink Willson. Pathofisiologi: Konsep Klinik Proses-proses
Penyakit. EGC: Jakarta.
Recommended