View
369
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Dosen pembimbing :Sri zuliarni
Tugas administrasi perpajakan
Tentang penagihan pajak
Disusun oleh
Ilham rasyadi
1201120155
Administrasi Bisnis
FSIPOL
UNIVERSITAS RIAU
2013
Daftar isi
Bab I ..................................................................
Pendahuluan ..................................................................
a) Latar belakang ..................................................................
b) Tujuan ..................................................................
Bab II .................................................................
Pembahasan .................................................................
a) Pengertian Pajak ................................................................
b) Fungsi Pajak ................................................................
c) Syarat Pemungutan pajak ................................................................
d) Penagihan pajak ................................................................
e) Fungsi penagihan pajak ................................................................
f) Dasar hukum penagihan pajak ................................................................
g) Bentuk penagihan pajak ................................................................
h) Penyitaan .................................................................
i) Lelang .................................................................
j) Pencegahan dan penyandraan .................................................................
BAB III .................................................................
a) Kesimpulan ..................................................................
b) Daftar pustaka ..................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pajak adalah Menurut Mardiasmo (2009,h1) menyatakan “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat di paksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra
prestasi) yang langsung dapat di tunjukkan dan yang di gunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH “pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal yang
langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Menurut
Mardiasmo et al. (2009,h1) Empat unsur pokok dalam definisi pajak adalah:
1. Iuran dari rakyat kepada Negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut uang (bukan barang).
2. Berdasarkan undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk dalam
pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang berguna
bagi masyarakat luas.
TUJUAN
1.agar masyarakat mengetahui tentang arti pentingnya pajak
2.agar masyarakat lebih peduli lagi tentang pajak.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pajak
II.1.1 Pengertian Pajak
Menurut Mardiasmo (2009,h1) menyatakan “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat di paksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra
prestasi) yang langsung dapat di tunjukkan dan yang di gunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH “pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal yang
langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Menurut Mardiasmo et al. (2009,h1) Empat unsur pokok dalam definisi pajak adalah:
5. Iuran dari rakyat kepada Negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut uang (bukan barang).
6. Berdasarkan undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya.
7. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk dalam
pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
8. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang berguna
bagi masyarakat luas.
II.1.2 Fungsi Pajak
Menurut Yusdianto et al. (2004,h2) ada dua fungsi pajak,yaitu :
1. Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaranya.
2. Fungsi Regulerend atau Fungsi Mengatur
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang
sosial dan ekonomi.
II.1.3 Syarat Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo et al. (2009,h2) Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan).
Sesuai dengan tujuan hukum yakni mencapai keadilan, Undang – Undang dan pelaksanaan
pemungutan harus adil.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang – Undang (syarat yuridis) yang di atur dalam
Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 23 Ayat 2 hal ini memberikan jaminan hukum untuk
menyatakan keadilan, baik negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi).
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan,
sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial) sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak
harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutan.
5. Sistem pemungutan harus sederhana.
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam
memenuhi kewajiban perpajakan, hal ini telah dipenuhi oleh Undang – Undang perpajakan yang
baru.
II.1.4 Pengelompokan Dan Sifat Pajak
Menurut Yusdianto et al. (2004,h6-7) pengelompokan pajak dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Pajak langsung
Yaitu pajak yang dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Penghasilan(PPh).
2. Pajak tidak langsung
Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain .
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Menurut Yusdianto et al. (2004,h7) menurut sifatnya pajak dibagi menjadi 2,yaitu:
1. Pajak subjektif
Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti
memperhatikan kepada diri wajib pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak objektif
Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib
pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai(PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai Bea Masuk
(PPnBM).
II.2 Penagihan Pajak
II.2.1 Pengertian Penagihan Pajak
Menurut Pasal 1 ayat 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa “Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang
telah disita.”
Dasar penagihan pajak memiliki 4 (empat) unsur yaitu:
Serangkain Tindakan
Maksudnya bahwa penagihan dilakukan tahap demi tahap dan diterbitkannya Surat Teguran,
Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan dan Permohonan jadwal waktu, tempat,
tanggal, bulan pada kantor lelang.
Aparatur Direktorat Jenderal Pajak
Maksudnya Adalah juru sita pajak negara yang telah memenuhi syarat telah mendapatkan
pendidikan khusus, diangkat serta disumpah terlebih dahulu.
Wajib Pajak yang tidak melunasi sebagian atau seluruh kewajiban perpajakan yaitu utang
pajak yang terdapat dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Menurut Undang-undang Perpajakan ialah Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000
tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
II.2.2 Fungsi Penagihan Pajak
Menurut Ida Zuraida (2011,h38) Fungsi Penagihan Pajak dibagi menjadi dua bagian,yaitu:
1. Sebagai tindakan penegakan hukum kepada wajib pajak atau penanggung pajak untuk peraturan
perundang-undangan.
2. Sebagai tindakan pengamanan penerimaan pajak.
II.2.3 Subyek Penagihan Pajak
http://satriobnugroho.blogspot.com/2011/05/hapusnya-hutang-pajak-dan penagihan.html. diakses
tanggal 03 mei 2011.
Subjek Penagihan Pajak:
a) Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yg bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan kewajiban WP menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b) Penanggung pajak orang pribadi adalah wajib pajak, kuasanya, ahli waris, pelaksana
wasiat atau yang mengurus harta peninggalan.
c) Penanggung pajak bagi anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam
pengampuan adalah wali anak atau pengampunya.
d) Penanggung pajak badan adalah para direksi, dewan komisaris, kuasa, mereka yang nyata-
nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil
keputusan dalam menjalankan perusahaan (misalnya: mereka yang berkuasa, menanda
tangani cek, menanda tangani kontrak, dan para pemegang saham pengendali.
II.2.4 Dasar Hukum Penagihan Pajak
Menurut pasal 18 ayat 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menyatakan bahwa:
“Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
merupakan dasar penagihan.”
(Undang-Undang Pajak Tahun 2000,2001:15)
Adapun penjelasan hal diatas yaitu:
1. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi
berupa bunga dan denda. (Pasal 1 ayat 20)
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya
jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,
besamva sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. (Pasal 1 ayat16)
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. (Pasal 1 ayat 17)
4. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis,
kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan
Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak
benar, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.(Pasal 1 ayat 33)
5. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan
pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib
Pajak. (Pasal 1 ayat 34)
6. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan
Keberatan yang diajukan oleb Wajib Pajak. (Pasal 1 ayat 35)
Dasar Hukum :
• Pasal 18,19, 20, 21, 22, dan 24 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan
dan peraturan pelaksanaannya.
• Pasal 26 Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan peraturan pelaksanaannya
Pengertian Penagihan Pajak
Pengertian penagihan pajak:
1. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
(Pasal 1 ayat 9 UU No. 19/2000).
2. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib
Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Pasal 1 ayat 25 UU
No.19/2000).
II.2.5 Bentuk Penagihan Pajak
Berdasarkan uraian penagihan yang dikemukakan oleh para ahli, maka dalam bidang
administrasi dikenal bentuk penagihan pajak, yaitu:
Penagihan Pasif adalah tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan cara
melakukan pengawasan atas kepatuhan pembayaran masa dan pembayaran lainnya yang
dilakukan oleh Wajib Pajak.
Penagihan Aktif adalah penagihan yang didasarkan pada surat tagihan pajak/surat ketetapan
pajak/surat ketetapan pajak tambahan dimana undang-undang telah menetukan tanggal jatuh
tempo yaitu satu bulan setelah atau dan saat surat tagihan pajak/surat ketetapan pajak/surat
ketetapan pajak tambahan diterbitkan.
II.3.1 Surat Teguran
Menurut undang-undang pasal 1 ayat 10 UU No.19/2000 Surat teguran adalah surat peringatan
atau surat lain yang sejenis adalah surat yang di terbitkan oleh pejabat untuk menegur atau
memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.
Dasar Hukum
1. Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 sebagai mana di ubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
2. Pasal 13 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008 tanggal 6
February 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan
Surat Paksa.
3. Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008 tanggal 6
Desember 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak.
II.3.2 Surat Paksa
Menurut mardiasmo et al. (2009,h121) “surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak
dan biaya penagihan pajak. surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang
sama dengan gross akte, yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.
Surat Paksa sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak,
2. Dasar penagihan,
3. Besarnya utang pajak, dan
4. Perintah untuk membayar
Surat Paksa diterbitkan apabila:
1. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah di terbitkan Surat Teguran
atau Surat Peringatan (SP), atau surat lain yang sejenis.
2. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, atau
3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan, sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
II.4 Bunga Penagihan
Menurut pasal 19 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan menyatakan sebagai berikut:
Apabila atas pajak yang terutang menurut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan tambahan jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, pada saat jatuh tempo
pembayaran tidak atau kurang dibayar, maka atas jumlah pajak yang tidak atau kurang bayar itu,
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen,) sebulan untuk seluruh masa, yang
dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat
Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu,) bulan.
Keterangan diatas:
Ayat ini mengatur pengenaan bunga penagihan atas jumlah yang masih harus dibayar menurut Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan tambahan
jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
atau Putusan Banding, yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo pembayaran atau terlambat
dibayar.
Untuk jelasnya cara penghitungan bunga tersebut diberikan contoh sebagai berikut:
1. Atas jumlah pajak yang kurang dibayar
Surat Ketetapan Pajak Pajak Penghasilan.
Pajak terutang atau ditagih (dianggap tidak ada jumlah pajak yang dikreditkan) Rp.100.000,-.
Surat Ketetapan Pajak diterbitkan tanggal 10 Oktober 2002. Harus dilunasi paling lambat tanggal
9 November 2002,tetapi baru dibayar sejumlah Rp. 60.000,- pada tanggal 2 November 2002.
Sampai pada tanggal batas waktu pembayaran tenakhir (9 November 2002)sisa tagihan tidak
dibayar lagi oleh Wajib Pajak.Pada tanggal 18 November 2002 diterbitkan Surat Tagihan Pajak
oleh Dirjen Pajak dengan penghitungan sebagai berikut:
Pajak Terutang Rp. 100.000,-
Dibayar pada waktunya Rp. 60.000,- (-)
Kurang dibayar Rp. 40.000,-
Bunga dihitung satu bulan
= 1 x 2% x Rp. 40.000,- = Rp. 800,-
2. Atas jumlah pajak yang terlambat dibayar
Dasarnya sama dengan contoh nomor 1.Dibayar penuh tetapi terlambat, misalnya dibayar tanggal
20 November 2002.
Tanggal 20 November 2002 diterbitkan Surat Tagihan Pajak.
Bunga terutang dalam Surat Tagihan Pajak dihitung satu bulan
= 1 x 2% x Rp. 100.000,- = Rp. 2.000,-
3. Atas jumlah pajak yang kurang dan terlambat dibayar.
Dasarnya sama dengan contoh nomor 1.
Dibayar sejumlah Rp. 60.000,- pada tanggal 20 November 2002.
Tanggal 25 November 2002 diterbitkan Surat Tagihan Pajak.
Bunga terutang dihitung satu bulan = 1 x 2% x Rp. 100.000,- =Rp. 2000,-
II.5 Jurusita Pajak
Menurut Zuraida et al. (2011,h58) Jurusita pajak adalah Pelaksana tindakan Penagihan Pajak
yang meliputi Penagihan Seketika dan Sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, melaksanakan Penyitaan
dan penyanderaan.
syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk diangkat menjadi Jurusita Pajak:
Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat.
Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda (Gol. II/a).
Berbadan sehat.
Lulus pendidikan dan latihan Jurusita Pajak.
Jujur, bertanggung jawab, dan penuh pengabdian.
http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=1022”n.d”
Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau Bupati/Walikota
untuk penagihan pajak daerah,Menteri Keuangan menunjuk :
1. Kepala KPP sebagai Pejabat untuk penagihan PPh, PPN dan PPnBM.
2. Kepala KPPBB sebagai Pejabat untuk penagihan PBB dan BPHTB.
Hal-hal apa yang menyebabkan Jurusita Pajak diberhentikan:
Meninggal dunia.
Pensiun.
Alih tugas atau kepentingan dinas lainnya.
Lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas.
Melakukan perbuatan tercela.
Melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak.
Sakit jasmani atau rohani terus menerus.
Tugas Jurusita Pajak
Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus.
Memberitahukan Surat Paksa.
Melaksanakan penyitaan berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan
Melaksanakan penyanderaan (gijzeling) berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan
(gijzeling).
Wewenang Jurusita Pajak:
Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka
lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita.
kewajiban Jurusita Pajak sebelum melakukan tugasnya:
Memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak.
Memperlihatkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus/Surat
Paksa/SPMP/Surat Perintah penyanderaan (gijzeling).
Memberitahukan maksud dan tujuan menyampaikan Surat Perintah Penagihan Seketika
dan Sekaligus/Surat Paksa/SPMP/Surat Perintah penyanderaan (gijzeling)
II.6.1 Penyitaan
II.6.1.1Definisi Penyitaan
Menurut Mardiasmo et al. (2009,h122) “Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak untuk
menguasai barang penangung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut
peraturan perundang-undangan”.
Sedangkan menurut Zuraida et al. (2011,h89) “Penyitaan adalah tindakan hukum dalam
bentuk keputusan, penetapan dari instansi-instansi, penguasa, administrator, yang diberi
wewenang berdasarkan undang-undang atau ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk menyita
barang-barang milik seseorang dalam kedudukan sebagai debitur atau yang “kalah” dalam suatu
perkara atau gugatan”.
II.6.1.2 Objek Sita
Menurut Zuraida et al. (2011,h91-92) Barang-barang yang dapat dijadikan objek sita dapat
berupa:
a) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito, tabungan, saldo
rekening Koran, giro, atau bentuk lainya yang dipersamakan dengan itu, obligasi,
saham, atau surat berharga lainya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan
lain; dan atau.
b) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.
II.6.1.3 Tata Cara Penerbitan Surat Perintah Penyitaan
Menurut Zuraida et al. (2011,h94) Isi surat perintah melakukan penyitaan adalah sebagai
berikut:
a) Dasar dilakukanya penyitaan.
b) Memberikan perintah kepada juru sita pajak dengan identitas yang tercantum pada
SPMP untuk melakukan penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak.
c) Perintah agar penyitaan dengan menghadirkan 2 (dua) orang saksi WNI yang telah
dewasa dan dapat dipercaya.
d) Perintah untuk membuat berita acara pelaksanaan sita.
II.6.1.4 Tata Cara Melakukan Penyitaan
Menurut Zuraida et al. (2011,h95) dalam melakukan penyitaan,juru sita harus:
1. Memperlihatkan kartu tanda pengenal juru sita pajak;
2. Memperlihatkan surat perintah melaksanakan penyitaan ;dan
3. Memberitahukan maksud dan tujuan penyitaan
II.7.1 Lelang
II.7.1.1 Definisi Lelang
Menurut Mardiasmo et al. (2009,h124) “lelang adalah setiap penjualan barang di muka
umum dengan cara penawaran harga secara dan adau tulisan melalui usaha pengumpulan peminat
atau calon pembeli”.
Sedangkan menurut zuraida et al. (2011,h125) “Lelang adalah setiap penjualan barang di
muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha
pengumpulan peminat atau calon pembeli, sementara pelaksanaan penjualan lelang dilakukan oleh
kantor lelang KP2LN”.
II.7.1.2 Tata Cara Lelang Barang Sitaan
Penjualan barang sitaan dilakukan melalui lelang terbuka bagi masyarakat mum. Lelang
harus dilakukan dengan sebelumnya melakukan pengumuman lelang dalam jangka waktu paling
cepat 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan dan penanggung pajak yang tidak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Sebelum pengumuman lelang, pejabat harus
telah mengetahui jadwal yang pasti. Pelelangan dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu
persiapan lelang, pelaksanaan lelang dan penyelesaian lelang.
II.7.1.3 Persiapan Pelelangan
Sebelum lelang dilaksanakan prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pejabat penjual dalam hal ini kepala kantor pajak atau dinas pajak daerah bertindak
sebagai penjual barang yang disita mengajukan permohonan lelang kepada kantor
lelang sebelum pelaksanaan lelang.
2. Dalam permohonan lelang, eksekusi dilengkap dengan dokumen-dokumen.
3. Pengumuman lelang baru bias dilakukan jika telah mendapatkan kepastian waktu
dan tempat pelelangan.
II.7.1.4 Pelaksanaan Pelelangan
Prosedur yang dilakukan saat pelaksanaan lelang adalah sebagai berikut :
1. Kepala kantor menentukan nilai limit dan diserahkan kepada pejabat lelang
selambat-lambatnya pada saat akan dimulainya pelaksanaan lelang.
2. Kepala kantor atau yang mewakili menghadiri pelaksanaan lelang.
3. Kepala kantor, kepala seksi penagihan, dan juru sita pajak, termasuk istri, keluarga
sedarah dan semenda dalam keturunan garis lurus, serta anak angkat; tidak
diperbolehkan membeli barang sitaan yang dilelang.
4. Pelaksanaan lelang dilakukan oleh pejabat lelang dapat dibantu oleh pemandu
lelang.
5. Lelang tetap dapat dilaksanakan, meskipun:
a) Wajib pajak sedang mengajukan keberatan dan belum mendapatkan
keputusan keberatan.
b) Wajib pajak tidak hadir.
6. Pejabat lelang harus menghentikan pelaksanaan lelang meskipun barang yang akan
dilelang masih ada apabila hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk
melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.
7. Biaya penagihan pajak ditambah 1% dari hasil penjualan barang yang dikecualikan
dari penjualan lelang secara pokok lelang dari penjualan secara lelang.
II.8.1 Pencegahan Dan Penyandraan
II.8.1.1 Definisi Pencegahan
Menurut Mardiasmo et al. (2009,h125) “pencegahan adalah larangan yang bersifat
sementara terhadap penangung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Republik Indonesia
berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Keputusan pencegahan, memuat sekurang-kurangnya hal berikut ini :
1. Identitas penanggung pajak yang dikenakan pencegahan:
a) Nama
b) Umur
c) Pekerjaan
d) Alamat
e) Jenis kelamin; dan
f) Kewarganegaraan.
2. Alas an untuk melakukan pencegahan.
3. Jangka waktu pencegahan.
II.8.1.2 Definisi Penyandraan
Menurut Mardiasmo et al. (2009,h125) Penyandraan adalah pengekangan sementara waktu
kebebasan penanggung pajak dengan menempatkanya di tmpat tertentu.
Sedangkan menurut zuraida et al. (2011,h138) “Penyandraan adalah salah satu upaya
penagihan pajak yang wujudnya berupa pengekangan sementara waktu terdapat kebebasan
penangung pajak dengan menempatkanya pada tempat tertentu”.
BAB III
KESIMPULAN
1. Pajak adalah Iuran dari rakyat kepada Negara.Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara.
Iuran tersebut uang (bukan barang). Berdasarkan undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya.
2. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk dalam
pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang berguna
bagi masyarakat luas.
Ada pun fungsi pajak:
1. Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaranya.
2. Fungsi Regulerend atau Fungsi Mengatur
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang
sosial dan ekonomi
Pengertian penagihan pajak:
1. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
(Pasal 1 ayat 9 UU No. 19/2000).
2. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib
Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Pasal 1 ayat 25 UU
No.19/2000).
Penagihan Pasif adalah tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan cara
melakukan pengawasan atas kepatuhan pembayaran masa dan pembayaran lainnya yang dilakukan oleh
Wajib Pajak.
Penagihan Aktif adalah penagihan yang didasarkan pada surat tagihan pajak/surat ketetapan
pajak/surat ketetapan pajak tambahan dimana undang-undang telah menetukan tanggal jatuh tempo yaitu
satu bulan setelah atau dan saat surat tagihan pajak/surat ketetapan pajak/surat ketetapan pajak tambahan
diterbitkan
Daftar pustaka
s
Recommended