View
49
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
keperawatan anak
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Neonatus adalah bayi yang berusia 0-28 hari. Neonatus dapat menderita berbagai
macam. Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang neonates
karena daya tahan tubuh neonatus yang rendah sehingga megakibatkan tubuhnya rentan
terhadap penyakit. Neonatus mendapat kekebalan dari ibunya melalui transplasenta ketika
didalam kandungan ibu tetapi kekebalan itu hanya untuk mengatasi infeksi kuman yang
berasal dari ibunya selama proses persalinan. Infeksi pada neonatus dapat terjadi melalui
jalur transplasenta, selama proses persalinan, dan dari lingkungan. Faktor resiko yang
terdapat pada bayi untuk terjangkit suatu penyakit infeksi antara lain faktor maternal, factor
neonatal, dan faktor lingkungan.
Kasus infeksi di Indonesia masih merupakan masalah yang perlu diperhatikan.
Kasus infeksi memiliki morbiditas 10 %. 15 % dari kasus perinatal. Sepsis merupakan salah
satu penyakit kasus infeksi. Sepsis neonatal merupakan infeksi bakteri sistemik yang
ditandai dengan adanya bakteri dalam darah dan bersirkulasi sampai ke otak. Diagnosis
suatu penyakit infeksi pada bayi baru lahir tidak mudah untuk ditegakkan. Diagnosis
biasanya didahului oleh persangkaan adanya infeksi, kemudian berdasarkan diagnosis baru
akan ditentukan dengan pemeriksaan selanjutnya, seperti pemeriksaan darah. Sepsis
neonatal memiliki persamaan dengan meningitis yaitu persamaan tanda, gejala, dan etiologi
sehingga sulit membedakan keduanya..
Hal yang membedakan antara sepsis dan meningtis adalah adanya penonjolan
frontanela pada meningitis. Ini terjadi pada sepsis bakteri dalam darah yang belum sampai
pada otak. Meningitis merupakan komplikasi tersering dari sepsis neonatal. Insiden sepsis
neonatal berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat badan lahir bayi. Oleh
karena itu, penanganan bayi prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan
penanganan yang penting sebab hal tersebut merupakan resiko tinggi yang paling utama
terjadinya sepsis pada neonatal.
Maka dari itu penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan dengan masalah
sepsis.
1.2. Tujuan
Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah keperawatan anak berupa asuhan
keperawatan pada anak dengan sepsis
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi
Menurut Muscari (2005) sepsis adalah infeksi bakteri umum generalisata yang
biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. Sepsis adalah sindrom yang
dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang
dapat berkembang ke arah septikemia dan syok septik (Doenges, 2000). Sepsis adalah
infeksi berat dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. (Asrining, 2003).
Menurut Wheeler (2004) sepsis adalah sindrom respon sistemik terhadap inflamasi
(systemic inflamatory respon syndrome) yang dibuktikan dengan adanya infeksi pada organ
tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat tersebut atau dengan suspek infeksi
secara klinis. Maka, penulis menyimpulkan bahwa sepsis adalah infeksi bakteri
generalisa dalam darah yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan dengan
tanda dan gejala sistemik.
2.2 Etiologi
Penyebab yang paling sering dari sepsis mulai-awal adalah streptokokus group
B (SGB) dan bakteri enterik yang didapat dari saluran kelamin ibu. Sepsis mulai-akhir
dapat disebabkan oleh SGB, virus herpes simpleks (HSV), enterovirus, dan E.coli. Pada
bayi dengan berat lahir rendah, Candida dan Stafilokokus koagulase negatif (CONS),
merupakan patogen yang paling umum pada sepsis mulai-akhir. Adenovirus dan
protozoa seperti malaria, Borrelia juga merupakan etiologi dari sepsis tetapi sangat
jarang terjadi. (Nelson, 1996)
2.3 Patogenesis
Penghirupan cairan amnion yang terinfeksi dapat menyebabkan sepsis dalam
rahim walaupun jarang terjadi, ditandai dengan distres janin atau asfiksia neonatus.
Pemaparan terhadap patogen saat persalinan dan dalam ruang perawatan atau di
masyarakat merupakan mekanisme infeksi setelah lahir. (Nelson, 1996)
2.4 Epidemiologi
Insidens sepsis neonatorum beragam menurut deifinisinya, dari 1-4/1000
kelahiran hidup di negara maju dengan fluktuasi yang besar sepanjang waktu dan
tempat geografis. Keragaman insidens dari rumah sakit ke rumah sakit lainnya dapat
dihubungkan dengan angka prematuritas, perawatan prenatal, pelaksanaan persalinan,
dan kondisi lingkungan di ruang perawatan. Menurut Nelson (1996) angka sepsis
neonatorum meningkat secara bermakna pada bayi dengan berat lahir rendah dan bila
ada faktor resiko ibu (obstetrik) atau tanda-tanda korioamniotis, seperti ketuban pecah
2
lama (>18 jam), demam intrapartum ibu (>37,5 ), leukositosis ibu (>18.000), pelunakan
uterus, dan takikardi janin (>180 kali/ menit).
2.5 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari sepsis menurut Nelson (1996)
a. Tanda awal : Apnea, takipnea dengan retraksi, atau takikardia
b. Manifestasi akhir : Edema serebral, dan / atau thrombosis, gagal nafas sebagai
akibat sindrom distress respirasi (ARDS), hipertensi pulmonal, gagal jantung,
penyakit hepatoseluler dengan hiperbilirubinemia dan peningkatan enzim, waktu
protrombin (protrombin Time (PT)) dan waktu thromboplastin parsial (partial
thromboplastin time (PTT)) yang memanjang, syok septic, perdarahan adrenal
disertai insufisiensi adrenal, kegagalan sumsum tulang (trombositopenia,
netropenia, anemia), dan koagulasi intravaskuler diseminata (disseminated
intravascular coagulation (DIC)).
Sepsis dapat terjadi pada NEC stadium III dan infeksi saluran kencing (UTI)
akibat uropati obstruktif. Oleh karena itu, setiap bayi harus dievaluasi kembali sepanjang
waktu untuk menentukan apakah perubahan fisiologi akibat infeksi telah mencapai
tingkat sedang hingga berat yang konsisten dengan sepsis.
Manifestasi lain pada beberapa sistem, yaitu :
a. Tanda dan Gejala Umum
1. Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan normal
2. Aktivitas lemah atau tidak ada aktivitas
3. Tampak sakit
4. Menyusu buruk
b. Sistem Pernafasan
1. Dispneu
2. Takipneu dengan retraksi
3. Apneu
4. Takipnea
5. Merintih
6. Mengorok
7. Pernapasan cuping hidung
8. Sianosis
c. Sistem Kardiovaskuler
1. Hipotensi
2. Kulit lembab dan dingin
3. Pucat
4. Takikardi
5. Bradikardi
3
6. Edema
7. Henti jantung
d. Sistem Pencernaan
1. Distensi abdomen
2. Anoreksia
3. Muntah
4. Diare
5. Menyusu buruk
6. Peningkatan residu lambung setelah menyusui
7. Darah pada feces
8. Hepatomegali
e. Sistem Saraf Pusat
1. Refleks moro abnormal
2. Intabilitas
3. Kejang
4. Hiporefleksi
5. Fontanel anterior menonjol
6. Tremor
7. Koma
8. High-pitched cry
f. Hematologi
1. Ikterus
2. Ptekie
3. Purpura
4. Prdarahan
5. Splenomegali
6. Pucat
7. Ekimosis
2.6 Faktor Resiko
Menurut Nelson (1996) meliputi jenis kelamin laki-laki, cacat imun didapat atau
kongenital, galaktosemia (Escherichia coli), pemberian besi intramuskuler (E.Coli),
anomali kongenital (saluran kencing, asplenia, myelomenigokel, saluran sinus),
onfalitis dan kembar (terutama kembar kedua dari janin yang terinfeksi). Prematuritas
merupakan faktor resiko baik pada sepsis mulai awal maupun mulai akhir.
Faktor resiko lain, yaitu :
a. Ibu menderita penyakit infeksi selama kehamilan
b. Perawatan antenatal yang tidak memadai.
c. Ibu menderita eklampsia, diabetes melitus.
4
d. Pertolongan persalinan yang tidak hygiene, partus lama, dan partus dengan
tindakan, seperti kuret dan vacum.
e. Bayi berat lahir rendah (BBLR) dan cacat bawaan.
f. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, dan tindakan invasif pada neonatus
g. Ketuban pecah dini 1 %
h. Demam impartu maternal
i. Leukositosis maternal
j. Corioamnionitis 3-8 %
k. Resusitasi saat lahir
l. Kehamilan kembar
m. Pemaparan terhadap steroid
n. Bayi dengan galaktosemia
o. Insufisiensi imunoglabulin
p. Proses persalinan yang lama
q. Ibu yang mengalami eklamsia
2.7 Klasifikasi
Berdasarkan umur dan onset/ waktu timbulnya gejala, sepsis neonatorum dibagi
menjadi dua, yaitu
a. Early onset sepsis neonatal (sepsis awitan awal) dengan ciri-ciri:
1. Umur saat onset : mulai lahir sampai 7 hari
2. Penyebab : organisme dari saluran genital ibu
3. Organisme : grup B Streptococcus, Escherichia Coli, Listeria non-typik,
Haemophilus Influezae, dan Enterococcus.
4. Klinis : melibatkan multisistem organ (resiko tinggi terjadi
pneumoni
5. Mortalitas : mortalitas tinggi (15-45%)
b. Late onset sepsis neonatal (sepsis awitan lanjut) dengan ciri-ciri:
1. Umur saat onset : 7 hari sampai 30 hari
2. Penyebab : selain dari saluran genital ibu atau peralatan.
3. 0rganisme : Staphylococcus Coagulase-Negatif, Staphylococcus Aureus,
Pseudomonas, Grup B Streptococcus, Escherichia Coli, dan Listeria.
4. Klinis : biasanya melibatkan organ lokal/fokal (resiko tinggi terjadi
meningitis)
5. Mortalitas :mortalitas rendah ( 10-20%)
2.8 Patofisiologi
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara yaitu :
a. Antenatal atau sebelum lahir.
5
Kuman dari ibu melewati plasenta dan umbilicus masuk ke dalam tubuh
bayi melalui sirkulasi darah janin pada masa antenatal. Virus yang dapat menembus
plasenta, antara lain rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, dan
parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sífilis, dan
toksoplasma.
b. Intranatal atau saat persalinan
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan
serviks naik mencapai kiroin dan amnion. Hal ini mengakibatkan terjadi amnionitis
dan korionitis kemudian kuman melalui umbilikus masuk ke tubuh bayi. Cara lain
saat persalinan yaitu cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi
dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius kemudian menyebabkan
infeksi pada lokasi tersebut. Infeksi pada janin juga dapat terjadi melalui kulit bayi
atau “port de entre” saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman,
misalnya herpes genitalis, candida albican dan gonorrhea.
c. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi
nasokomial dari lingkungan luar rahimm, misalnya melalui alat-alat, pengisap
lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, dan botol minuman atau dot.
Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.Perawat atau profesi lain yang ikut
menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial.
2.9 Patways
Invasi Bakteri
Masa antenatal masa intranatal pascanatal
Invasi bakteri dari ibu bakteri di vagina dan serviks infeksi nasokomial dari
Lingkungan di luar rahimMelewati plasenta dan umbilikus menginvasi kiroin dan amnion (Tindakan keperawatan,
Alat-alat, penghisap,lendirMelalui sirkulasi darah amnionitis dan korionitis selang endotrakea
infuse, selang nasogastrik, Menginvasi janin menginvasi umbilikus botol minum atau dot)
masuk ke tubuh janin
SEPSIS
DP1 Infeksi Sistem pencernaan : Sistem pernafasan : Kurang pengetahuan DP4 resiko r Anoreksia Penumpukan CO2 cedera
Muntah CemasDiare Asidosis respiratorikMenyusu buruk DP 5 Koping individu Distensi abdomen Hiperventilasi inefektif
DP2 Nutrisi (-) dari DP3 Gangguan Pola NafasKebutuhan
6
2.10 Pencegahan
a. Pada masa antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala,
imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang
memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan
ibu dan janin, rujukan segera ke tempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
b. Pada saat persalinan
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik dalam arti
persalinan diperlukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada ibu dan
bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi
keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan melakukan rujukan
secepatnya bila diperlukan dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
c. Sesudah persalinan.
Perawatan sesudah lahir mleiputi menerapkan rawat gabung bila bayi
normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan perlatan tetap
bersih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri. Perawatan luka umbilikus secara
steril. Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip
aspetik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan
menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi.
Pemantauan keadaan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang
benar dan baik semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus
sehat. Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi. Pemberian antibiotik secara
rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi.
2.11 Pemeriksaan Diagnostik dan Laboratorium
a. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
b. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi
dapat mendeteksi organisme.
c. DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan
peningkatan neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
d. Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan
adanya infalamasi.
e. CRP
f. Saliva
g. AGD, adanya asidosis metabolik sering terjadi, hipoksemia, dan retensi
karbondioksia (Nelson, 1996)
2.12 Pengobatan
7
Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorium adalah mempertahankan
metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan
intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja
pemberian antibiotik harus memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan
mikrobiologi, murah, dan mudah diperoleh, tidak toksis, dapat menembus darah otak,
dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan
gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau obat
lain sesuai hasil tes resistensi.
Dosis antibiotik untuk sepsus neonatorum.
a. Ampisilin 200 mg/kg BB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian.
b. Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian
c. Sefalosporin 100 mg/kg BB/hari, dibagai dalam 2 kali pemberian.
d. Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian.
e. Eritromisin 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis.
2.13 Peran Perawat
a. Berikan lingkungan dengan temperatur netral.
b. Pertahankan kepatenen jalan napas
c. Observasi tanda-tanda syok septik
d. Antisipasi masalah potensial seperti dehidrasi/hipoksia
2.14 Komplikasi
Komplikasi sepsis neonatorum antara lain
a. Meningitis
b. Neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan
atau leukomalasia periventrikular
c. Pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi acute
respiratory distress syndrome (ARDS).
d. Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida, seperti
ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal.
e. Komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari
gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental
f. Kematian
8
2.15 Pengendalian
a. Mencegah dan mengobati ibu demam dengan kecurigaan infeksi berat atau
infeksi intra uterin
b. Mencegah dan pengobatan dengan ibu dengan ketuban pecah dini’
c. Perawatan antenatal yang baik
d. Mencegah aborsi yang berulang , cacat bawaan
e. Mencegah persalinan prematur
f. Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman
g. Melakukan resusitasi yang benar dan aman
h. Melakukan tindakan pencegahan indeksi dengan mencuci tangan
i. Melakukan identifikasi awal terhadap faktor resiko sepsis dengan pengelolaan
yang efektif
9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SEPSIS
3.1 Pengkajian
a. Pengkajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data yang perlu dikaji
adalah :
1. Sosial ekonomi
2. Riwayat perawatan antenatal
3. Riwayat intranatal
4. Ada/tidaknya ketuban pecah dini
5. Partus lama atau sangat cepat (partus presipitasi)
6. Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi, atau tempat lain
7. Riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea, dll)
8. Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita penyakit infeksi
, misalnya taksoplasmosis, rubeola, toksemia gravidarum dan amnionitis
b. Pada pengkajian fisik ada yang akan ditemukan meliputi :
1. Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama)
2. Tidak mau minum/reflek menghisap lemah
3. Regurgitasi
4. Peka rangsang
5. Pucat
6. Hipotoni
7. Hiporefleksi
8. Gerakan putar mata
9. BB berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis
10. Sianosis
11. Gejala traktus gastro intestinal (muntah, distensi abdomen atau diare)
12. Hipotermi
13. Pernapasan mendengkur, bradipneu, atau apneu
14. Kulit lembab dan dingin
15. Pucat
16. Pengisian kembali kapiler lambat
17. Hipotensi
18. Dehidrasi
19. Pada kulit terdapat ruam, ptekie, pustula dengan lesi atau herpes.
c. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah :
1. Bilirubin
2. Kadar gular darah serum
10
3. Protein aktif C
4. Imunogloblin IgM
5. Hasil kultur cairan serebrospinal, darah, asupan hidung, umbilikus, telinga, pus
dari lesi, feces dan urine
6. Analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan darah tepi dan jumlah leukosit
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Infeksi yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi sebelum, selama dan
sesudah kelahiran.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum sedikit atau
intoleran terhadap minuman.
3. Gangguan pola pernapasan yang berhubungan dengan apnea.
4. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan penularan infeksi pada
bayi oleh petugas.
5. Koping individu efektif yang berhubungan dengan kesalahan dan kecemasan-
kecemasan infeksi pada bayi dan konsekuensi yang serius dari infeksi.
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan 1 : Infeksi yang berhubungan dengan penularan infeksi pada
bayi sebelum, selama dan sesudah kelahiran.
Tujuan 1 : Mengenali secara dini bayi yang mempunyai resiko menderita infeksi.
Kriteria evaluasi : penularan infeksi tidak terjadi.
Intervensi :
a. Kaji bayi yang memiliki resiko menderita infeksi meliputi :
• Kecil untuk masa kehamilan, besar untuk masa kehamilan, prematur.
• Nilai apgar dibawah normal
• Bayi mengalami tindakan operasi
• Epidemi infeksi dibangsal bayi dengan kuman E. coli Streptokokus
• Bayi yang megalami prosedur invasif
• Kaji riwayat ibu, status sosial ekonomi, flora vagina, ketuban pecah dini, dan
infeksi yang diderita ibu.
b. Kaji adanya tanda infeksi meliputi suhu tubuh yang tidak stabil, apnea, ikterus,
refleks mengisap kurang, minum sedikit, distensi abdomen, letargi atau
iritablitas.
c. Kaji tanda infeksi yang berhubungan dengan sistem organ, apnea, takipena,
sianosis, syok, hipotermia, hipertermia, letargi, hipotoni, hipertoni, ikterus, ubun-
ubun cembung, muntah diare.
d. Kaji hasil pemeriksaan laboratorium
11
e. Dapatkan sampel untuk pemeriksaaan kultur.
Tujuan 2 : Mencegah dan meminimalkan infeksi dan pengaruhnya intercensi
keperawatan.
a. Berikan suhu lingkungan yang netral
b. Berikan cairan dan nutrisi yang dibutuhkan melalui infus intravena sesuai berat
badan, usia dan kondisi.
c. Pantau tanda vital secara berkelanjutan
d. Berikan antibiotik sesuai pesanan
e. Siapkan dan berikan cairan plasma segar intravena sesuai pesanan
f. Siapkan untuk transfusi tukar dengan packed sel darah merah atas indikasi sepsis.
2. Diagnosa Keperawatan 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
minum sedikit atau intoleran terhadap minuman.
Tujuan : memelihara kebutuhan nutrisi bayi, berat badan bayi tidak tujuan,
menunjukkan kenaikan berat badan.
Kriteria hasil : nutrisi dan cairan adekuat.
Intervensi keperawatan :
a. Kaji intoleran terhadap minuman
b. Hitung kebutuhan minum bayi
c. Ukur masukan dan keluaran
d. Timbang berat badan setiap hari
e. Catat perilaku makan dan aktivitas secara kurat
f. Pantau koordinasi refleks mengisap dan menelan
g. Ukur berat jenis urine
h. Berikan minuman yang adekuat dengan cara pemberian sesuai kondisi
i. Pantai distensi abdomen (residu lambang)
3. Diagnosa Keperawatan 3 : Gangguan pola pernafasan yang berhubungan dengan
apnea.
Tujuan : mengatur dan membantu usaha bernpaas dan kecukupan oksigen.
Kriteria hasil : frekuensi pernapasan normal, tidak mengalami apneu.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji perubahan pernapasan meliputi takipnea, pernapasan cuping hidung,
gunting,sianosis, ronki kasar, periode apnea yang lebih dari 10 detik.
b. Pantau denyut jantung secara elektronik untuk mengetahui takikardia atau
bradikardia dan perubahan tekanan darah.
c. Sediakan oksigen lembap dan hangat dengan kadar T1O2 yang rendah untuk
menjaga pengeluaran energi dan panas.
d. Sediakan alat bantu pernapasan atau ventilasi mekanik
e. Isap lendir atau bersihkan jalan napas secara hati-hati
12
f. Amati gas darah yang ada atua pantau tingkat analisis gas darah sesuai
kebutuhan.
g. Atur perawatan bayi dan cegah penanganan yang berlebihan.
4. Diagnosa Keperawatan 4 : Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan
penularan infeksi pada bayi oleh petugas.
Tujuan : menceghah terjadinya infeksi nasokomial
Kriteria hasil : cedera pada bayi tidak terjadi.
Intervensi keperawatan :
a. Lakukan tindakan pencegahan umum, taati aturan/kebijakan keberhasilan kamar
bayi.
b. Isolasi bayi yang datang dari luar ruang perawatan sampai hasil kultur dinyatakan
negatif.
c. Keluarkan bayi dari ruang perawatan atua ruang isolasi yang ibunya menderita
infeksi dan beri tahu tentang penyakitnya.
d. Semua personel atau petugas perawatan didalam ruang atau saat merawat bayi
tidak menderita demam, penyakit pernapasan atau gastrointestinal, luka terbuka
dan penyakit menular lainnya.
e. Sterilkan semua peralatan yang dipakai, ganti selang dan air humidifier dengan
yang steril setiap hari atau sesuai ketentuan rumah sakit.
f. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator berserta peralatannya dengan
larutan anti septik tiap minggu atau sesudah digunakan.
g. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator beserta peralatannya dengan
larutan antiseptik tiap minggu atau sesudah digunakan.
h. Laksanakan secara steril semua prosedur tindakan dalam melakukan perawatan.
i. Semua perawat atau petugas lain mencuci tangan sesuai ketentuan setiap sebelum
dan sesudah merawat atau memegang bayi.
j. Ambil sampel untuk kultur dari peralatan bahan persedian dan banyak bahan lain
yang terkontaminasi diruang perawatan.
k. Jelaskan orang tua dan keluarga, ketentuan yang harus ditaati saat mengunjungi
bayi.
5. Diagnosa Keperawatan 5 : Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan
kesalahan dan kecemasan, penularan infeksi pada bayi dan konsekwensi yang serius
dari infeksi.
Tujuan : meminimalkan kesalahan orang tua dan memberi dukungan koping saat
krisis.
Kriteria hasil : koping individu adekuat.
Intervensi keperawatan :
a. Kaji ekspresi verbal dan non verbal, perasaan dan gunakan mekanisme koping
13
b. Bantu orang tua untuk mengatakan konsepnya tentang penyakit bayi, penyebab
infeksi, lama perawatan dan komplikasi yang mungkin terjadi.
c. Berikan informasi yang akurat tentang kondisi bayi, kemajuan yang dicapai,
perawatan selanjutnya dan komplikasi yang dapat terjadi.
d. Berdasarkan perasaan orang tua saat berkunjung, beri kesempatan untuk merawat
bayi.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sepsis pada periode neonatal adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan
penyakit sistemik simtomatik dan bakteri dalam darah. Penyebab Sepsis yaitu
berbagai macam kuman seperti bakteria, virus, parasit, atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah ke terjadinya sepsis. Sepsis pada bayi
hampir selalu disebabkan oleh bakteria.
4.2 Saran
Untuk mencegah supaya tidak terjadi sepsis adalah peningkatan penggunaan
fasilitas perawatan prenatal, perwujudan program melahirkan bagi ibu yang
mempunyai kehamilan resiko tinggi, pada pusat kesehatan yang memiliki fasilitas
perawatan intensif bayi neonatal dan pengembangan alat pengangkutan yang modern,
mempunyai pengaruh yang cukup berarti dalam penurunan faktor ibu dan bayi dan
merupakan predisposisi infeksi pada bayi neonatus.Diharapkan petugas kesehatan
dapat meningkatkan mutu pelayan kesehatan,
DAFTAR PUSTAKA
15
Dongoes, Marlynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Nelson, et all. 1996. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.1 E/15. Jakarta : EGC
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit. EGC :Jakarta
O’Connor EO, Venkatesh B, Lipman J, Mashongonyika C, Hall J. Procalcitonin in Critical
Ilness.Crit Care Res 2001;3:236-243
Tucker Susan Martin, at al.,1999. Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan,
Diagnosis dan evaluasi, EGC : Jakarta.
Titut, S. 2000. Sepsis Pada Neonatus (Sepsis Noenatal). Sari Pediatri : Jakarta
Wheeler AP, Bernard GR.Treating Patient with Severe Sepsis.New English Medical
Journal. 340,3 p207-214, November 2004
-
16
Recommended