View
252
Download
25
Category
Preview:
Citation preview
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EVALUASI PROFIL DISOLUSI SEDIAAN LEPAS LAMBAT
DILTIAZEM HIDROKLORIDA YANG BEREDAR DI PASARAN
SKRIPSI
WARDAH ANNAJIAH
1111102000084
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EVALUASI PROFIL DISOLUSI SEDIAAN LEPAS LAMBAT
DILTIAZEM HIDROKLORIDA YANG BEREDAR DI PASARAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
WARDAH ANNAJIAH
1111102000084
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015
ii
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Nama : Wardah Annajiah
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Judul Skripsi : Evaluasi Profil Disolusi Sediaan Lepas Lambat
Diltiazem Hidroklorida yang Beredar di Pasaran
Informasi mengenai profil disolusi dari suatu produk dapat menjadi pertimbangan
khusus bagi tenaga kesehatan dalam menentukan produk yang sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi pasien. Dua nama dagang sediaan lepas lambat diltiazem
hidroklorida yaitu tablet CD 180 mg dan kapsul HB 90 mg diuji dengan metode
uji disolusi satu yang tercantum dalam United State of Pharmacopeia XXX (USP
XXX). Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan medium air dengan volume
900 ml, alat tipe 2 (dayung), kecepatan pengadukan 100 rpm, suhu 37°C±0,5, dan
waktu pengujian selama 12 jam. Kadar diltiazem hidroklorida yang terdisolusi
diukur dengan spektrofotometer UV-vis. Hasil rata-rata persen kumulatif
pelepasan diltiazem produk uji CD dan HB pada jam ke-3, 9, dan 12 secara
berturut-turut adalah 32,588 % dan 30,190 %; 59,449 % dan 61,939%%; 70,300
% dan 70,026 %. Hasil uji disolusi menunjukkan bahwa produk uji CD dan HB
tidak memenuhi persyaratan uji disolusi satu sebagaimana yang tercantum dalam
USP XXX. Hasil kinetika pelepasan menunjukkan bahwa produk uji CD
mengikuti kinetika pelepasan model Higuchi dan produk uji HB mengikuti
kinetika pelepasan orde satu dengan mekanisme pelepasan pada kedua produk uji
mengikuti difusi non-Fick. Hasil statistik data laju pelepasan pada model kinetika
pelepasan orde nol, orde satu dan Higuchi menunjukkan bahwa produk uji CD
tidak berbeda bermakna dengan produk uji HB.
Kata kunci : Sediaan lepas lambat, uji disolusi, diltiazem
hidroklorida, spektrofotometer UV-vis
vii
ABSTRACT
Name : Wardah Annajiah
Study Program : Bachelor of Pharmacy
Title : Evaluation of Dissolution Profiles of Diltiazem
Hydrochloride Sustained Release Preparation which are
Available in The Markets
Informations of dissolution profiles of a formulation can be a particular
consideration for health personnels determining the formulation according to
needs and conditions of a patient. Two brand of diltiazem hydrochloride sustained
release preparation which are CD 180 mg tablet and HB 90 mg capsule were
tested using a dissolution test method one which is provided in United State of
Pharmacopeia XXX (USP XXX). The dissolution tests were undertaken by using
900 ml water as a medium, instrument type 2 (paddle), 100 rpm striring speed,
temperature of 37° C ± 0.5, and by taking time as long as 12 hours. The content of
the diltiazem hydrochloride which has dissolved was measured by using UV-vis
spectrophotometer. Percent average of cumulative release diltiazem
hydrochloride on CD and HB at the 3rd, 9th and 12th hour respectively are 32,588
% and 30,190 %; 59,449 % and 61,939 %; 70,300 % and 70,026 %. The result of
dissolution tests showed that CD and HB did not meet the requirements of a
dissolution test one that is specified in USP XXX. The result of release kinetics
indicated that CD followed the release kinetics model of Higuchi and HB
followed the first-order kinetic release by using a release mechanism of non-Fick
diffusion. Statistically, the data of a release rate at zero order, first-order and
Higuchi release kinetics models showed that CD and HB was not significantly
different.
Keywords : Sustained-release preparations, dissolution test,
diltiazem hydrochloride, spectrophotometer UV-vis
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan
skripsi yang berjudul “Evaluasi Profil Disolusi Sediaan Lepas Lambat Diltiazem
Hidroklorida yang Beredar di Pasaran” bertujuan untuk memenuhi persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (FKIK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Yuni Anggraeni,M. Farm.,Apt dan Bapak Drs.Umar Mansur,M.Sc.,
Apt selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, serta
ilmunya dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, semoga
segala ilmu serta bimbingan ibu dan bapak mendapatkan imbalan yang
lebih di sisi Allah SWT.
2. Bapak Dr. Arief Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Yardi.,Ph.D., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak dan Ibu staf pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan
yang bermanfaat selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Kepada kedua orang tua penulis, Ayah Hendry Salim dan ibu Wardiatinur
yang telah melahirkan dan mendidik serta memberikan doanya. Semoga
segala amalan dan jerih payah keduanya mendapat balasan yang terbaik di
sisi Allah SWT. Serta kepada Kakakku Dzikra Fua’diah dan adikku Amir
ix
Rijal dan Ahmad Musa Burhani yang telah memberikan doa, bantuan dan
motivasi.
6. Sahabatku Rizza Permana Suci, Inten Novita Sari dan Rahmi Sertiana Nur
Aiman yang telah menjadi sahabat terbaik, yang selalu mendengarkan dan
memberikan motivasi kepadaku baik saat suka dan duka.
7. Teman seperjuangan penelitian, Umniyaty Mufidah dan Herlina Pertiwi,
atas kebersamaan, bantuan, ilmu serta motivasinya sejak awal penelitian
hingga akhir penyelesaian skripsi ini.
8. Teman-teman “Tableters” yang telah berbagi canda, tawa, susah dan
senang selama melakukan penelitian di Laboratorium Formulasi Sediaan
Padat.
9. Teman-teman Farmasi 2011 atas persaudaraan dan kebersamaan yang
telah banyak membantu dan memotivasiku baik selama pengerjaan skripsi
ini maupun selama di bangku perkuliahan.
10. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Rahmadi, Kak
Eris dan kak Rani yang dengan sabar membantu penulis mempersiapkan
alat dan bahan selama penelitian.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah
memberikan bantuan dan dukuangan selama penelitian dan penulisan
skrispsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun
penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, dan ilmu farmasi pada
khususnya. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian
ini.
Ciputat, 24 Juni 2015
Penulis
x
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
ABSTRACT .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTARTABEL ................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
2.1. Disolusi ........................................................................................................ 4
2.2. Uji Disolusi .................................................................................................. 5
2.2.1. Kondisi Uji Disolusi .......................................................................... 6
2.2.2. Metode Uji Disolusi .......................................................................... 8
2.2.2.1. Metode Keranjang/Alat 1 ...................................................... 8
2.2.2.2. Metode Dayung/Alat 2 .......................................................... 9
2.2.3. Intrepretasi Hasil Uji Disolusi HCl ................................................. 10
2.2.4. Uji Disolusi Sediaan Lepas Lambat Diltiazem HCl ........................ 10
2.3. Sediaan Lepas Lambat ............................................................................... 12
2.3.1. Keuntungan & Kerugian Sediaan Lepas Lambat ............................ 13
2.3.2. Teknologi Sediaan Lepas Lambat ................................................... 14
2.3.2.1. Tablet Lepas Lambat yang Menggunakan Matriks ............ 14
2.3.2.2. Tablet Lepas Lambat yang Menggunakan Penyalutan ....... 15
2.3.3. Mekanisme Pelepasan Zat Aktif ..................................................... 18
2.3.3.1. Sistem Difusi ....................................................................... 18
2.3.3.2. Sistem Disolusi Terkendali ................................................. 20
2.3.3.3. Bioerodibel & Kombinasi Sistem Difusi Disolusi .............. 20
xii
2.3.3.4. Sistem Osmotik Terkendali ................................................ 21
2.3.3.5. Sistem Pertukaran Ion ......................................................... 21
2.4. Kinetika pelepasan Obat ............................................................................ 22
2.4.1. Kinetika Pelepasan Orde Nol .......................................................... 22
2.4.2. Kinetika Pelepasan Orde Satu ......................................................... 23
2.4.3. Kinetika Pelepasan Model Higuchi ................................................. 23
2.4.4. Kinetika Pelepasan Model Korsmeyer-Peppas ............................... 23
2.5. Spektrofotometer UV-Vis ......................................................................... 24
2.6. Diltiazem Hidroklorida .............................................................................. 24
BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 26
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 26
3.2. Bahan Penelitian ........................................................................................ 26
3.3. Alat-Alat .................................................................................................... 26
3.4. Prosedur Penelitian .................................................................................... 26
3.4.1. Pemilihan Sampel ............................................................................ 26
3.4.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimal ...................................... 26
3.4.3. Pembuatan Kurva Baku ................................................................... 27
3.4.4. Penetapan Kadar .............................................................................. 27
3.4.5. Keseragaman Sediaan ..................................................................... 28
3.4.5.1. Keragaman Bobot ............................................................... 28
3.4.5.2. Keseragaman Kandungan ................................................... 28
3.4.6. Uji Disolusi ..................................................................................... 28
3.4.7. Analisis Kinetika Pelepasan Sediaan .............................................. 29
3.4.8. Analisis Statistik .............................................................................. 30
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 31
4.1. Pemilihan Sampel ...................................................................................... 31
4.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum .............................................. 31
4.3. Pembuatan Kurva Baku ............................................................................. 31
4.4. Penetapan Kadar ........................................................................................ 32
4.5. Keseragaman Sediaan ................................................................................ 32
4.6. Uji Disolusi ................................................................................................ 34
4.7. Hasil Kinetika Pelepasan ........................................................................... 39
4.8. Hasil Uji Statistik ...................................................................................... 41
BAB 5 PENUTUP ................................................................................................. 42
5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 42
5.2. Saran .......................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 47
LAMPIRAN .......................................................................................................... 48
xiii
DAFTAR TABEL
2.1. Penerimaan hasil uji disolusi sediaan lepas lambat diltiazem HCl menurut
USP XXX .................................................................................................. 10
2.2. Peralatan dan konsisi uji disolusi sediaan lepas lambat diltiazem HCL
menurut USP XXX .................................................................................... 11
2.3. Rentang penerimaan kadar hasil uji disolusi sediaan lepas lambat diltiazem
HCl menurut USP XXX ............................................................................ 12
2.4. Rumus perhitungan kinetika pelepasan obat .............................................. 22
2.5. Hubungan eksponen pelepasan n dengan mekanisme pelepasan obat pada
persamaan korsmeyer-peppas .................................................................... 23
4.1. Hasil keseragaman kandungan produk uji CD ........................................... 33
4.2. Hasil keragaman bobot produk uji HB ...................................................... 33
4.3. Hasil analisis kesesuaian pelepasan diltiazem HCl dari tablet CD SR
menurut USP XXX .................................................................................... 36
4.4. Hasil analisis kesesuaian pelepasan diltiazem HCl dari kapsul HB SR
menurut USP XXX .................................................................................... 36
4.5. Hasil analisis kinetika pelepasan dari produk uji CD dan HB ................... 40
xiv
DAFTAR GAMBAR
2.1. Susunan alat uji disolusi USP ...................................................................... 9
2.2. Profil kadar obat dalam darah terhadap waktu dari bentuk sediaan lepas
lambat yang ideal ....................................................................................... 13
2.3. Struktur kimia diltiazem HCl ..................................................................... 24
4.1. Kurva baku diltiazem HCl dalam aqua destilata ........................................ 32
4.2. Profil disolusi diltiazem HCl dalam produk uji CD dan HB ..................... 35
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur penelitian .............................................................................. 49
Lampiran 2. Sertifikat analisis diltiazem HCl ................................................... 50
Lampiran 3. Gambar alat-alat ........................................................................... 51
Lampiran 4. Kurva panjang gelombang masimum diltiazem HCl ................... 52
Lampiran 5. Kurva baku diltiazem HCl ............................................................ 53
Lampiran 6. Hasil penetapan kadar ................................................................... 54
Lampiran 7. Hasil keseragaman kandungan ..................................................... 55
Lampiran 8. Hasil keragaman bobot ................................................................. 56
Lampiran 9. Hasil uji disolusi ........................................................................... 57
Lampiran 10. Hasil analisis kinetika pelepasan obat ......................................... 63
Lampiran 11. Perhitungan nilai koefisien pelepasan dari beberapa model kinetika
..................................................................................................... 64
Lampiran 12. Hasil uji statistik .......................................................................... 65
16
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada tahun-tahun terakhir, berbagai produk obat pelepasan termodifikasi
(modified release) telah dikembangkan. Produk pelepasan termodifikasi adalah
bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan obat secara terkendali untuk
mencapai efikasi dan keamanan yang diinginkan. Salah satu produk pelepasan
termodifikasi yang telah dikembangkan adalah sediaan lepas lambat (sustained
release). Bentuk sediaan lepas lambat yang ideal hendaknya melepaskan suatu
dosis terapeutik awal yang diikuti oleh suatu pelepasan obat yang lambat dan
konstan. Dengan produk lepas lambat, konsentrasi obat dalam plasma yang
konstan dapat dipertahankan dengan fluktuasi yang minimal (Shargel, Susanna &
Andrew, 2004).
Fokus utama dari formulasi sediaan lepas lambat adalah pengendalian laju
pelepasan obat, karena pengontrolan pelepasan obat yang tidak tepat dapat
mengakibatkan berkurangnya efikasi atau dapat meningkatkan toksisitas. Selain
itu, suatu sediaan lepas lambat juga memiliki resiko terjadinya kegagalan sistem
yang menyebabkan terjadinya dose dumping (Mei et al., 2010; Wolny et
al.,2012).
Salah satu sediaan lepas lambat yang telah dikembangkan dan dipasarkan
adalah sediaan lepas lambat diltiazem hidroklorida. Diltiazem hidroklorida
merupakan salah satu golongan penghambat kanal ion kalsium yang digunakan
pada terapi angina pektoris, aritmia dan hipertensi yang bekerja dengan
menghambat saluran L-kalsium di otot polos pembuluh darah dan otot jantung.
Penghambatan tersebut bersifat reversibel sehingga telah ditemukan adanya
hubungan antara konsentrasi plasma obat dengan efek kardiovaskularnya (Bertera
et al., 2007; Sweetman, 2009). Hal tersebut menandakan bahwa konsentrasi
plasma diltiazem hidroklorida akan berpengaruh terhadap efektifitas terapi.
Konsentrasi plasma obat pada sediaan oral dipengaruhi oleh laju absorpsi,
dimana pada sediaan lepas lambat laju absorsi dipengaruhi oleh laju dan profil
pelepasan obat pada sediaan. Obat dalam bentuk sediaan padat ini mengalami
tahapan pelepasan dari bentuk sediaannya sebelum diabsorpsi. Perbedaan
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
formulasi dari jenis obat yang sama menunjukkan perbedaan karakteristik
absorpsi dan aktivitas terapeutik. Studi perbandingan terhadap formulasi sediaan
lepas lambat tramadol yang tersedia di pasaran menunjukkan bahwa obat tersebut
tidak memiliki kesetaraan dalam profil farmakokinetika. Perbedaan
farmakokinetika di antara formulasi tersebut dapat menyebabkan variasi respon
klinis pada pasien. Untuk itu pemilihan formulasi yang sesuai oleh tenaga
kesehatan harus dilakukan berdasarkan kondisi penyakit, dan kebutuhan pasien
(Kizilbash dan Cuong 2014; Leeson dan carstensen, 1974 dalam Timko dan
Nicholas, 1977; Martin, 2008).
Profil pelepasan merupakan salah satu bagian penting untuk menilai
keberhasilan suatu formulasi sediaan, terutama untuk formulasi sediaan lepas
lambat, dimana pengontrolan laju pelepasan obat merupakan fokus utamanya.
Profil pelepasan juga dapat menjadi gambaran awal dalam memprediksi profil
farmakokinetika obat serta berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh suatu obat
lepas dari sediaannya. Informasi mengenai profil pelepasan dari suatu formulasi
dapat menjadi pertimbangan khusus bagi tenaga kesehatan dalam menentukan
formulasi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien. Namun, informasi
profil pelepasan ini sangat jarang sekali ditemukan pada lembar informasi obat
contohnya pada buku annual prescribing MIMS Indonesia. Pada buku tersebut
tidak terdapat profil pelepasan yang ditampilkan dalam lembar informasi obat.
Uji disolusi merupakan uji in vitro yang dapat menggambarkan profil
pelepasan obat serta dapat menggambarkan profil farmakokinetika obat di dalam
tubuh. Dalam bidang farmasi, uji disolusi sangat penting dan bermanfaat untuk
mengkarakterisasi kinerja produk obat, misalnya untuk mendeteksi adanya variasi
dari batch ke batch di dalam formulasi suatu sediaan dan juga variasi antara
sediaan dari pabrik yang satu dengan pabrik lainnya (Lachman, 1994 Lachman,
1994; Wolny et al., 2012; Alegantina et al, 2003).
Berdasarkan pemaparan diatas, evaluasi profil disolusi penting dilakukan
untuk memberikan informasi mengenai profil pelepasan sediaan lepas lambat
diltiazem hidroklorida yang beredar di pasaran baik kepada instansi terkait, tenaga
kesehatan maupun masyarakat. Dalam hal ini, evaluasi dilakukan terhadap dua
nama dagang sediaan lepas lambat diltiazem hidroklorida yang beredar di pasaran,
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yaitu obat CD dengan kandungan 180 mg diltiazem hidroklorida dan obat HB
dengan kandungan 90 mg diltiazem hidroklorida untuk mengetahui apakah kedua
produk tersebut memiliki profil disolusi yang sama dan memenuhi syarat
pelepasan sediaan lepas lambat diltiazem hidroklorida menurut United State
Pharmacopeia XXX (USP XXX). Evaluasi profil disolusi dilakukan dengan
menggunakan metode uji disolusi tes satu untuk sediaan lepas lambat diltiazem
hidroklorida yang tertera pada United State Pharmacopeia XXX (USP XXX)
tahun 2007.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah profil disolusi dan kinetika pelepasan sediaan lepas lambat
diltiazem hidroklorida yang beredar di pasaran ?
2. Apakah terdapat perbedaan profil disolusi dan kinetika pelepasan pada
sediaan lepas lambat diltiazem hidroklorida yang beredar di pasaran?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui profil disolusi dan kinetika pelepasan sediaan lepas lambat
diltiazem hidroklorida yang beredar di masyarakat yang diuji
menggunakan metode uji satu untuk sediaan lepas lambat diltiazem
hidroklorida yang ditetapkan United State Pharmacopeia edisi XXX (USP
XXX)
2. Membandingkan profil disolusi dan kinetika pelepasan sediaan lepas
lambat diltiazem hidroklorida yang beredar di pasaran.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada instansi terkait dan masyarakat mengenai
profil disolusi produk lepas lambat diltiazem hidroklorida apakah sesuai
dengan syarat yang ditentukan sehingga dapat menjamin mutu dan
keamanannya.
2. Memberikan informasi bagi tenaga kesehatan dalam pemilihan sediaan
lepas lambat yang sesuai dengan kondisi penyakit dan kebutuhan pasien.
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Disolusi
Disolusi mengacu pada proses ketika fase padat (misalnya, tablet atau serbuk)
masuk dalam fase larutan, seperti air. Ketika obat melarut, partikel-partikel padat
memisah dan molekul demi molekul bercampur dengan cairan menjadi bagian
dari cairan tersebut. Oleh sebab itu, disolusi obat adalah proses ketika molekul
obat dibebaskan dari fase padat dan masuk ke dalam fase larutan. Umumnya,
hanya obat dalam bentuk larutan yang dapat diabsorpsi, disistribusi,
dimetabolisme dan dieksresi atau bahkan memberikan kerja farmakologis. Untuk
itu, disolusi merupakan proses penting dalam ilmu kefarmasian (Sinko, 2006).
Kecepatan suatu padatan melarut dalam suatu pelarut dinyatakan secara
kuantitatif oleh Noyes dan Whitney pada tahun 1897, persamaan tersebut ialah :
................................................................................................(2.1)
Atau
.................................................................................................(2.2)
M adalah massa zat terlarut yang terlarut selama waktu t; dM/dt adalah
kecepatan disolusi massa (massa/waktu); D adalah koefisien difusi zat terlarut
dalam larutan; S adalah luas permukaan padatan yang terpajan; h adalah tebal
lapisan difusi; Cs adalah kelarutan padatan (yakni, konsentrasi senyawa dalam
larutan jenuh pada permukaan padatan dan pada temperatur percobaan); C adalah
konsentrasi zat terlarut dalam larutan bulk pada waktu t. Kuantitas dC/dt adalah
kecepatan disolusi dan V adalah volume larutan (Sinko, 2006).
Dalam teori transfer massa atau disolusi, diasumsikan bahwa lapisan difusi
berair atau selaput cair stagnan setebal h terbentuk pada permukaan suatu padatan
yang mengalami disolusi, seperti yang digambarkan pada persamaan 2.1.
Ketebalan, h, menggambarkan lapisan stasioner yang mengandung molekul zat
terlarut dengan konsentrasi dari Cs hingga C. Di luar lapisan difusi statis (pada x
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lebih dari h), pencampuran terjadi dalam larutan, dan obat tampak dalam
konsentrasi yang seragam, C, di seluruh fase bulk (Sinko, 2006).
Pada antarmuka lapisan difusi-permukaan padat, x=0, obat dalam padatan
berada dalam kesetimbangan dengan obat dalam lapisan difusi. Gradien (atau
perubahan konsentrasi berdasarkan jarak di sepanjang lapisan difusi) bernilai
konstan, seperti yang dapat dilihat dari garis lurus miring ke bawah. Ini adalah
gradien yang ditunjukkan pada persamaan 2.1 dan 2.2 oleh suku (Cs-C)/h.
Kemiripan antara persamaan Noyes-Whitney dan hukum Fick pertama merupakan
bukti persamaan 2.1 (Sinko, 2006).
Oleh sebab itu, jika C jauh lebih kecil dari kelarutan obat, Cs, sistem
dinyatakan sebagai kondisi sink, dan konsentrasi C dapat dihilangkan dari
persamaan 2.1 dan 2.2. Dengan demikian, persamaan 2.1 menjadi :
........................................................................................................(2.3)
Pada penurunan persamaan 2.1 dan 2.2, diasumsikan bahwa h dan S
bernilai konstan, namun di sini tidak demikian. Ketebalan lapisan difusi statis
diubah oleh gaya pengadukan pada permukaan tablet yang melarut Luas
permukaan, S, jelas tidak konstan seiring melarutnya serbuk, granul, atau tablet.
Selain itu, nilai S yang akurat sulit diperoleh ketika proses berlanjut. Dalam
penelitian eksperimental mengenai disolusi, permukaan dapat dikendalikan
dengan menempatkan pelet kempa dalam suatu penahan yang memajan
permukaan dengan luas yang konstan (Sinko, 2006).
2.2. Uji Disolusi
Uji disolusi merupakan salah satu uji yang paling utama digunakan dalam
karakterisasi obat dan kontrol kualitas pada beberapa bentuk sediaan. Sejak tahun
1960, telah disetujui bahwa data disolusi ditentukan dengan studi laju saat bentuk
sediaan melepaskan obatnya untuk terlarut. Dalam perspektif kontrol kualitas, uji
disolusi utamanya digunakan untuk mengkonfirmasi kualitas produk dan
konsistensnya dari batch ke batch serta identifikasi formula yang baik. Uji
disolusi digunakan untuk mengkonfirmasi spesifikasi yang diperlukan sebagai
syarat untuk perizinan pemasaran. Dengan itu, uji disolusi digunakan sejak dari
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengembangan produk dan uji stabilitas sebagai bagian dari spesifikasi
pengembangan untuk produk. Khususnya, dalam perspesktif R&D (research and
development), adalah potensial untuk mengkorelasi data disolusi in vitro dengan
bioavaiabilitas in vivo (Swarbrick, 2007).
2.2.1. Kondisi Uji Disolusi
Ukuran dan bentuk wadah dapat mempengaruhi laju dan tingkat disolusi.
Sebagai contoh, wadah dapat mempunyai rentang ukuran dari beberapa mililiter
sampai beberapa liter. Bentuk wadah dapat mempunyai alas bulat atau datar;
sehingga dalam percobaan yang berbeda, tablet dapat berada dalam posisi yang
berbeda. Volume media yang lazim yaitu 500-1000 mL. Obat-obat dengan
kelarutan dalam air yang kecil memerlukan penggunaan kapasitas wadah yang
sangat besar (sampai 2000 mL) untuk mengamati pelarutan yang bermakna
(Shargel, Susanna & Andrew, 2004).
Pemilihan medium disolusi tergantung dari beberapa parameter sebagai
berikut (Karuppiah, 2012) :
1. Tipe formulasi : Pelepasan segera (immediate release) atau pelepasan
termodifikasi (modified release).
2. Kelarutan zat aktif.
3. Jenis rancangan formulasi (contohnya, kapsu gel lunak, kapsul gel keras,
tablet, suspensi berminyak dsb).
Sistem Klasifikasi Biofarmasetika (SKB) mengklasifikasikan kelarutan
obat kedalam empat kategori, yaitu : (i) kelarutan tinggi dan permeabilitas tinggi;
(ii) kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi; (iii) kelarutan tinggi dan
permeabilitas rendah; (iv) kelarutan rendah dan permeabilitas rendah (Karuppiah,
2012).
Untuk formulasi yang memiliki zat aktif dengan klasifikasi SKB kelas i
dan kelas iii dan termasuk tipe formulasi pelepasan segera (salut film atau tidak),
asam hidroklorida 0,1 N digunakan sebagai medium disolusi. Namun, apabila
termasuk formulasi pelepasan termodifikasi (pelepasan ditunda, salut enterik, dan
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lepas lambat) dapat digunakan buffer pH 6,8 sebagai medium disolusi. Buffer pH
4,5 dapat digunakan sebagai intermediat media untuk profil disolusi pada
formulasi pelepasan segera ataupun pelepasan termodifikasi (Karuppiah, 2012).
Untuk formulasi yang memiliki zat aktif dengan klasifikasi SKB kelas ii
dan kelas iv, dikarenakan kelarutan yang rendah maka diperlukan surfaktan
(contohnya natrium lauril sulfat) untuk meningkatkan kelarutan obat di dalam
medium disolusi. Konsentrasi surfaktan yang digunakan mulai dari 0,5 sampai
2%. Konsentrasi yang lebih tinggi juga dapat digunakan (Karuppiah, 2012).
Jumlah pengadukan dan sifat pengaduk mempengaruhi hidrodinamika
sistem, sehingga mempengaruhi laju disolusi. Kecepatan pengadukan harus
dikendalikan, dan spesifikasi berbeda antar produk obat. Laju pengadukan rendah
(50-75 rpm) lebih membedakan fakor formulasi yang mempengaruhi disolusi
dibanding laju pengadukan yang lebih tinggi. Akan tetapi, laju pengadukan yang
lebih tinggi diperlukan untuk beberapa formulasi khusus untuk memperoleh laju
disolusi yang reprodusibel. Suspensi yang mengandung bahan kental atau
pengental dapat mengendap dalam suatu daerah difusi terkendali di dalam labu
bila pengadukan terlalu lambat (Shargel, Susanna & Andrew, 2004).
Suhu media disolusi harus dikendalikan, dan perbedaan suhu harus
dihindarkan. Sebagian besar uji disolusi dilakukan pada 370C. Sifat media disolusi
juga akan mempengaruhi uji disolusi. Disolusi maupun jumlah obat dalam sediaan
harus dipertimbangkan. Media disolusi hendaknya tidak jenuh dengan obat (yakni
kondisi “sink” dipertahankan). Dalam uji seperti itu biasanya digunakan suatu
volume media yang lebih besar daripada jumlah pelarut yang diperlukan untuk
melarutkan obat secara sempurna (Shargel, Susanna & Andrew, 2004).
Rancangan alat disolusi, bersama faktor-faktor yang digambarkan
sebelumnya mempunyai pengaruh pada hasil uji disolusi. Tidak satupun alat atau
uji yang dapat digunakan untuk seluruh produk obat. Tiap produk obat harus diuji
secara individual dengan uji disolusi yang memberikan korelasi yang paling baik
dengan bioavailabilitas in vivo (Shargel, Susanna & Andrew, 2004).
Pemilihan metode analisis yang cocok untuk uji disolusi tergantung pada
sifat kimia senyawa aktif yang akan di analisis. Sifat tersebut diantaranya adalah
keberadaan gugus fungsional (kromofor), kemampuan ionisasi, dan kepolaran.
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Deteksi yang umum digunakan untuk senyawa yang memiliki gugus kromofor
yaitu menggunakan UV/Vis. Teknik deteksi dengan selektifitas dan sensitifitas
yang tinggi seperti elektrokimia, fluorosens dan spektrometri massa perlu
dipertimbangkan ketika deteksi UV dianggap tidak sesuai. Dalam beberapa hal,
modifikasi kimia atau derivatisasi dapat digunakan untuk analisis senyawa obat
yang tidak memiliki gugus kromofor (Wang et al ., 2006).
2.2.2. Metode Uji Disolusi
USP/NF memberi beberapa metode resmi untuk melaksanakan uji disolusi
tablet, kapsul dan produk khusus lain seperti sediaan transdermal. Tablet
dikelompokkan ke dalam tablet tidak bersalut, salut sederhana, dan salut enterik.
Pemilihan suatu metode tertentu untuk suatu obat biasanya dinyatakan dalam
monografi produk obat tertentu. Terdapat beberapa alat atau metode uji disolusi
yang tertera dalam USP yaitu metode keranjang, dayung, reciprocating cyllinder,
flow-trough cell, paddle-over disk, silinder, dan reciprocating disk (Shargel,
Susanna & Andrew, 2004).
2.2.2.1. Metode Keranjang/ Alat 1
Metode rotating basket terdiri atas keranjang silindris yang ditahan oleh
tangkai motor. Keranjang menahan sampel dan berputar dalam suatu labu bulat
yang berisi media disolusi. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang
bersuhu konstan 370C. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi
rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir. Kecepatan berputar yang
paling lazim untuk metode basket adalah 100 rpm. Tersedia standar kalibrasi
peralatan disolusi untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat
operasi telah dipenuhi (Shargel, Susanna & Andrew, 2004).
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2.2. Metode Dayung/ Alat 2
Alat paddle terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang
berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung
diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan
terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu disolusi yang beralas bulat
yang juga memperkecil turbulensi dari media disolusi. Alat ditempatkan dalam
suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode rotating basket
dipertahankan pada 370C. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam USP.
Metode paddle sangat peka terhadap kemiringan dayung. Pada beberapa produk
obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara drastis dapat mempengaruhi hasil
disolusi. Standar kalibrasi disolusi yang sama digunakan untuk memeriksa
peralatan sebelum uji dilaksanakan. Kecepatan operasi yang paling lazim untuk
alat 2 adalah 50 rpm untuk bentuk sediaan oral padat dan 25 rpm untuk suspensi
(Shargel, Susanna & Andrew, 2004).
.
Gambar 2.1. Susunan alat uji disolusi USP
Sumber : (Shargel, Susanna & Andrew, 2004)
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.3. Intrepretasi Hasil Uji Disolusi Sediaan Lepas Lambat Diltiazem
Hidroklorida
Berikut adalah intrepetasi hasil uji disolusi sediaan lepas lambat diltiazem
hidroklorida yang tertera pada United Stated Pharmakopea XXX tahun 2007 :
Tabel 2.1. Penerimaan hasil uji disolusi sediaan lepas lambat diltiazem HCl
menurut USP XXX
Uji Jumlah
unit
kriteria
L1 6 Tidak ada satupun nilai yang berada di luar rentang yang ditentukan, dan
tidak ada satupun nilai yang kurang dari jumlah yang ditentukan pada akhir
waktu pengujian.
L2 6 Rata-rata nilai dari 12 unit (L1 +L2) berada di dalam setiap rentang yang
ditentukan dan tidak boleh kurang dari jumlah yang ditentukan pada akhir
waktu pengujian. Pada jam ke-3 tidak ada satupun unit di luar rentang 10-
35% dari kandungan yang tertera pada label; pada jam ke-9 tidak ada
satupun unit di luar rentang 45-95% dari kandungan yang tertera pada label;
dan pada jam ke-12 tidak ada satupun unit kurang dari 65% dari kandungan
yang tertera pada label pada akhir waktu pengujian.
L3 12 Rata-rata nilai dari 24 unit (L1+L2+L3) berada di dalam setiap rentang yang
ditentukan dan tidak boleh kurang dari jumlah yang ditentukan pada akhir
waktu pengujian. Pada jam ke-3 tidak lebih dari 2 dari 24 unit di luar
rentang 10-35% dari kandungan yang tertera pada label, dan 2 unit ini harus
berada di rentang 5-45% dari kandungan yang tertera pada label; pada jam
ke-9 tidak lebih dari 2 dari 24 unit di luar rentang 45-95% dari kandungan
yang tertera pada label, dan 2 unit ini harus berada di dalam rentang 35-
100% dari kandungan yang tertera pada label; pada jam ke-12 tidak lebih
dari 2 dari 24 unit kurang dari 65% dari kandungan yang tertera pada label
pada akhir waktu pengujian, dan 2 unit tidak dapat kurang dari 60% dari
kandungan yang tertera pada label pada akhir waktu pengujian.
2.2.4. Uji Disolusi Sediaan Lepas Lambat Diltiazem Hidroklorida
USP XXX(2007) telah mengatur peralatan, kondisi dan penerimaan uji
disolusi sediaan lepas lambat diltiazem hidroklorida. Terdapat 14 metode uji
disolusi sediaan lepas lambat diltiazem hidroklorida yang ditetapkan USP XXX
untuk memenuhi salah satu persyaratan izin edar sebagaimana yang ditetapkan
oleh FDA. Uji disolusi dapat dilakukan mulai dari metode uji disolusi satu atau
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
langsung ke metoda uji disolusi yang dilabelkan untuk sediaan lepas lambat yang
akan diuji. Untuk peralatan, kondisi dan penerimaan uji disolusi sediaan lepas
lambat diltiazem hidroklorida lebih rinci dijelaskan pada tabel 2.2 dan 2.3.
Tabel 2.2. Peralatan dan kondisi uji disolusi sediaan lepas lambat diltiazem HCl
menurut USP XXVII
Uji Medium Volume
medium
(ml)
Suhu
medium
(°C)
Apparatus
(Tipe)
Kecepatan
pengadukan
(rpm)
Detektor
UV (nm)
1 Air 900 37±0,5 2 100 273
2 Air 900 37±0,5 2 100 273
3 HCl 0,1 N 900 37±0,5 2 100 273
4 Air 900 37±0,5 2 100 273
5 Buffer fosfat pH 7,2 900 37±0,5 2 50 273
6 Air 900 37±0,5 1 100 273
7 Buffer asetat pH 4,2 900 37±0,5 2 100 273
8 Air 900 37±0,5 2 100 273
9 1 : HCl 0,1 N; 2:
simulasi cairan
intestinal
900 37±0,5 2 75 273
10 Buffer fosfat pH 6,5 900 37±0,5 1 100 273
11 HCl 0,1 N 900 37±0,5 2 100 273
12 Air 900 37±0,5 1 100 273
13 Air 900 37±0,5 1 100 273
14 HCl 0,1 N 900 37±0,5 2 100 273
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.3. Rentang penerimaan kadar hasil uji disolusi sediaan lepas lambat
diltiazem HCl menurut USP XXX
Waktu
(Jam)
Uji
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 5-
20
15 10 5-
20
10 10
2 25 0-5/20-
45
20 20
3 10-
25
45-
70
4 30-
50
10-
25
25-
50
15-
35
30-
50
6 20-
45
10-
30
30-
40
20-
45
8 35-
60
80 60-
85
30-
55
30-
55
9 45-
85
34-
60
10 70-
90
65-
85
60-
90
12 70 25-
50
55-
70
70 35-55 36-
58
25-
50
14 65 60-
80
15 80 80 80
16 80
18 35-
70
60 85 35-
70
24 80 80 80 80 80 70
30 80
Keterangan : Penerimaan kadar dalam satuan persen (%)
2.3. Sediaan Lepas Lambat
Sediaan lepas lambat merupakan sediaan yang dirancang supaya pada
pemakaian satu unit dosis tunggal dapat menyajikan pelepasan sejumlah obat
segera setelah pemakaiannya, secara tepat menghasilkan efek terapeutik yang
diinginkan, dan secara terus-menerus melepaskan sejumlah obat lainnya untuk
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memelihara tingkat pengruhnya selama periode waktu yang diperpanjang,
biasanya 8 sampai 12 jam (Ansel et al., 1989).
Bentuk sediaan lepas lambat yang ideal hendaknya akan melepaskan suatu
dosis terapeutik awal (dosis awal) yang diikuti oleh suatu pelepasan obat yang
lambat dan konstan (dosis penjagaan). Dosis muatan diberikan untuk
mendapatkan kadar aman maksimal sehingga memberikan efek terapi yang cepat
dan kemudian diikuti dengan pelepasan obat secara konstan sampai akhirnya obat
tersebut dieksresikan. Dengan produk lepas lambat, konsentrasi obat dalam
plasma yang konstan dapat dipertahankan dengan fluktuasi yang minimal
(Shargel, Susanna & Andrew, 2004).
Profil kadar obat dalam darah terhadap waktu pada sediaan konvensional
dan pada sediaan lepas lambat dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2. Profil kadar obat dalam darah terhadap waktu dari bentuk sediaan
lepas lambat yang ideal
Sumber : Lachman et al., 1986
2.3.1. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Lepas Lambat
Banyak keuntungan yang bisa diperoleh dari sediaan lepas lambat. Bentuk
sediaan lepas lambat memungkinkan untuk :
1. Mempertahankan kadar obat terapeutik dalam darah yang akan memberikan
respon klinik yang diperpanjang dan konsisten pada penderita (Shargel,
Susanna & Andrew, 2004).
2. Jika masukan obat konstan maka kadar dalam darah tidak mengalami
fluktuasi sehingga dapat meminimalkan efek samping yang tidak diinginkan
pada penderita jika kadar obat terlalu tinggi, atau gagal mencapai efek
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terapeutik yang tepat jika kadar obat dalam darah terlalu rendah (Shargel,
Susanna & Andrew, 2004).
3. Dapat mengurangi frekuensi pemberian obat karena bentuk sediaan ini dapat
mempertahankan kadar terapeutik dalam darah dalam jangka waktu yang
lama. Hal ini akan dapat meningkatkan kepatuhan penderita serta
memudahkan pemberian obat, misalnya pada pasien yang harus banyak
istirahat (Lachman et al., 1986; Gennaro, 1995).
4. Pada penggunaan suatu produk obat pelepasan terkendali, penderita juga
mendapatkan keuntungan ekonomik. Suatu dosis tunggal dari produk lepas
lambat dapat menguragi biaya dari suatu dosis obat yang sama yang diberikan
beberapa kali sehari dalam tablet konvensional (Shargel, Susanna & Andrew,
2004).
Selain keuntungan-keuntungan tersebut diatas, sediaan lepas lambat juga
mempunyai kerugian, antara lain :
1. Pemberiaan obat dimana terjadi efek yang merugikan atau toksik, maka
pemberiaan obat tidak dapat segera dihentikan.
2. Kesulitan dalam pengaturan dosis, bentuk sediaan lepas lambat dirancang
untuk populasi normal, yaitu berdasarkan waktu paruh biologis rata-rata,
sehingga tidak sesuai pada keadaan penyakit tertentu serta variasi pasien.
3. Proses pembuatan dan peralatan untuk membuat sediaan lepas lambat lebih
mahal daripada sediaan konvensional pada umumnya.
4. Tidak semua obat sesuai untuk dibuat sediaan leps lambat (Lachman et al.,
1986).
2.3.2. Teknologi Tablet Lepas Lambat
2.3.2.1. Tablet Lepas Lambat yang Menggunakan Matriks
Terdapat tiga tipe tablet matriks, yaitu matriks hidrofilik, matriks malam-
lemak, dan matriks plastik yang dibedakan berdasarkan bahan yang membentuk
matriks (Lieberman.,et al, 1990 dalam Siregar, 2008).
1. Tablet Matriks Hidrofilik
Karboksilmetilselulosa natrium, metilselulosa, hidroksipropilselulosa,
hidroksietilselulosa, polietilen oksida, polivinil pirolidon, polivinil asetat,
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
karboksipolimetilen, asam alginat, gelatin, dan gom alam dapat digunakan sebagai
bahan matriks (Lieberman et al., 1990 dalam Siregar, 2008).
Matriks hidrofilik memerlukan air untuk mengaktifkan mekanisme pelepasan.
Matriks ini memiliki berbagai keuntungan, antara lain tablet matriks mudah dibuat
dan memiliki keseragaman yang sangat baik. Apabila dicelupkan dalam air,
matriks hidrofilik segera membentuk lapisan gel disekeliling tablet. Pelepasan zat
aktif dikendalikan oleh difusi melalui sawar gel yang terbentuk atau oleh erosi
tablet (Lieberman et al., 1990 dalam Siregar, 2008).
2. Tablet Matriks Malam-Lemak
Konstituen utama matriks malam-lemak umumnya adalah asam lemak
dan/atau ester lemak. Erosi permukaan matriks malam-lemak bergantung pada
sifat dan persentase matriks serta pada pengembang dalam matriks. Faktor lain
seperti ukuran partikel dan konsentrasi zat aktif mempengaruhi pelepasan zat aktif
dari sistem matriks. Penambahan surfaktan pada formulasi juga dapat
mempengaruhi kecepatan pelepasan zat aktif dan perbandingan zat aktif total yang
dapat dimasukkan ke dalam matriks (Lieberman et al., 1990 dalam Siregar, 2008).
3. Tablet Matriks Plastik
Bahan matriks yang digunakan biasanya adalah polivinil klorida, polietilen
vinil asetat/kopolimer vinil klorida, viniliden klorida/kopolimer akrilonitril,
akrilat/kopolimer metil matakrilat, etilselulosa, selulosa asetat, dan polistiren.
Dalam tablet matriks plastik, zat aktif ditanamkan dalam struktur tablet yang
berkerangka koheren (kohesif) dan berpori. (Lieberman et al., 1990 dalam
Siregar, 2008).
2.3.2.2. Tablet Lepas Lambat yang Menggunakan Penyalutan
Tablet lepas lambat yang menggunakan sistem penyalutan memiliki
beberapa tipe, yaitu tablet yang menggunakan sistem disolusi; tablet dosis
berirama teratur atau dosis berdenyut; tablet dosis kontinu; tablet yang
menggunakan sistem difusi; tablet yang menggunakan sistem gabungan dan
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
difusi; dan tablet yang menggunakan sistem osmosis (Lieberman et al., 1990
dalam Siregar, 2008).
1. Tablet yang Menggunakan Sistem Disolusi
Metode disolusi dalam sediaan lepas lambat umumnya diperoleh dengan
menyalut masing-masing partikel atau masing-masing granul zat aktif dengan
bahan penyalut terentu dengan cara sedemikian rupa sehingga menghasilkan
ketebalan yang beragam. Disolusi bahan penyalut tersebut akan menghasilkan
pelepasan zat aktif yang terkandung dalam sediaan; proses ini terjadi disepanjang
jangka waktu yang lama karena adanya perbedaan ketebalan salut. Partikel atau
granul yang disalut kemudian dikempa langsung menjadi tablet atau ditempatkan
dalam kapsul (Lieberman et al., 1990 dalam Siregar, 2008).
Selain itu, salut bagian luar tablet dapat mengandung konstituen yang
mempunyai kelarutan berbeda; konstituen tersebut larut dan membentuk kulit luar
guna mempertahankan panjang lorong difusi untuk zat aktif yang dikandung
dalam kulit. Bentuk lepas lambat ini terutama berguna untuk zat aktif yang relatif
tidak larut karena bentuk ini mempertahankan dosis disintegrasi dan menyebar
keluar sepanjang saluran cerna. Dengan demikian, beberapa pengaturan media dan
area disolusi dilakukan untuk mengendalikan proses ini sehingga dapat
mempertahankan keadaan lepas lambat zat aktif (Lieberman et al., 1990 dalam
Siregar, 2008).
2. Tablet Dosis Berirama Teratur atau Dosis Berdenyut
Kategori dosis berdenyut (pulsed dosing) mencakup salut larut lambat seperti
salut berbagai kombinasi berikut : salut dasar gula karbohidrat dan selulosa, salut
dasar polietilenglikol, salut dasar polimer, dan salut dasar malam. Bahan penyalut
ini digunakan untuk pembuatan bentuk sediaan lepas lambat yang memanfaatkan
metode berbagai ketebalan granul. Granul dengan berbagai ketebalan salut
digabung dengan granul tak bersalut kemudian diformulasi dalam bentuk kapsul
atau tablet kempa. Salut memiliki ketebalan beragam, apabila salut yang menyalut
granul zat aktif dicerna oleh saluran cerna, pelepasan zat aktif yang tiba-tiba
dihasilkan pada jarak waktu tertentu untuk memberikan dosis berdenyut selama
periode waktu kira-kira 12 jam (Lieberman et al., 1990 dalam Siregar, 2008).
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Tablet Dosis Kontinu
Tablet dosis kontinu memiliki faktor pengendali utama pelepasan zat aktif
yang mirip dengan tablet dosis berirama teratur. Namun, pada tipe ini ada
beberapa aspek penting, yaitu zat aktif dibuat tersedia dengan modus kontinu dan
bukan berdenyut. Pelepasan zat aktif secara kontinu diperoleh dari zat aktif yang
dibacam (impregnated) dalam suatu salut tipis (film) yang larut lambat; zat aktif
tersedia setelah terjadi disolusi. Tipe sistem salut ini sangat mirip dengan
penanaman zat aktif dalam matriks yang tidak larut. Perbedaannya, produk ini
diformulasi dengan sistem mikroenkapsulasi partikel atau granul zat aktif,
sedangkan tablet matriks diformulasi dengan cara yang berbeda (Lieberman et al.,
1990 dalam Siregar, 2008).
4. Tablet yang Menggunakan Sistem Difusi
Kebanyakan sediaan dalam kategori ini berupa salut tipis yang dikempa; inti
zat aktif dimasukkan ke lubang cetak. Selanjutnya, bahan penyalut ditekan pada
inti itu sehingga menghasilkan tablet salut tunggal. Cara lain, seluruh tablet atau
partikel yang telah disalut diformulasi melalui teknik suspensi udara. Bahan
penyalut yang digunakan adalah campuran etilselulosa dan metilselulosa. Dengan
menggunakan bahan penyalut metilselulosa yang larut dan etilselulosa yang tidak
larut, kulit tersisa akan tertinggal, yang kiranya akan memberikan suatu sawar
penahan yang menjaga panjang lorong difusi zat aktif selalu konstan. (Lieberman
et al., 1990 dalam Siregar, 2008).
5. Tablet yang Menggunakan Sistem Gabungan dan Difusi
Tipe ini adalah sediaan yang memberikan bagian lepas lambat dengan dosis
tertentu dalam beberapa jenis inti yang tidak larut yang telah dibacam dengan zat
aktif. Inti selalu disalut dengan salut yang mengandung sebagain dosis untuk
pelepasan segera setelah salut terdisolusi dalam lambung. Setelah proses ini
terjadi, cairan dalam saluran cerna bebas menembus inti sehingga inti akan
melepaskan zat aktif keluar dengan kecepatan lambat (Lieberman et al., 1990
dalam Siregar, 2008).
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Difusi zat aktif keluar inti merupakan mekanisme utama yang digunakan
untuk memberikan zat aktif dalam bentuk lepas lambat. Dalam sediaan ini luas
difusi relatif konstan (terutama jika terjadi disolusi inti) dan zat aktif berada dalam
jumlah berlebihan. Dalam hal ini, faktor yang mengubah adalah hubungan
panjang jalan difusi dalam hukum Fick pertama. Jika zat aktif telah banyak
berdifusi keluar inti, cairan saluran cerna yang berpenetrasi harus melintasi jalan
yang lebih panjang dan lebih berliku-liku untuk mencapai zat aktif yang masih
ada. Zat aktif yang terlarut selanjutnya harus berdifusi keluar melalui jalan yang
sama, tetapi telah mengalami perubahan tersebut. Jadi, faktor turuositas yang
harus dicakup dalam persamaan menjelaskan pelepasan zat aktif (Lieberman et
al., 1990 dalam Siregar, 2008).
6. Tablet yang Menggunakan Sistem Osmosis
Tablet yang menggunakan pendekatan osmotik lepas lambat melalui osmosis
disebut tablet osmotik. Salut sediaan ini benar-benar hanya merupakan suatu
membran semipermeabel yang dapat dipenetrasi oleh air untuk melarutkan
kandungannya, tetapi tidak dapat dipenetrasi oleh zat aktif. Zat aktif dan bahan
pengencer (diluent) yang larut menciptakan tekanan osmotik dan menekan larutan
zat aktif sehingga terpompa keluar dari lubang kecil dalam salut tablet. Kecepatan
zat aktif terpompa kuluar dapat dikendalikan dengan mengatur komposisi inti
bahan penyalut dan lubang penghantar (Lieberman et al., 1990 dalam Siregar,
2008).
2.3.3. Mekanisme Pelepasan Zat Aktif
2.3.3.1. Sistem Difusi
Sistem difusi dicirikan oleh kecepatan pelepasan zat aktif yang
bergantung pada difusi melalui suatu sawar membran inert. Sawar biasanya
berupa polimer yang tidak larut. Secara umum, ada dua tipe atau subgolongan
sistem difusi yang dikenal, yaitu sistem reservoir dan sistem matriks (Lieberman
et al., 1990 dalam Siregar, 2008).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Sistem Reservoir
Sistem reservoir dicirikan oleh suatu inti zat aktif yang dikelilingi oleh suatu
membran polimer. Sifat membran menentukan kecepatan pelepasan zat aktif dari
sistem. Proses difusi umumnya dijelaskan oleh persamaan dalam hukum Fick.
Hukum Fick menjelaskan bahwa jumlah zat aktif yang melintasi suatu satuan
bidang berbanding lurus dengan perbedaan konsentrasi lintas-bidang tersebut
(Gennaro, 2000 dalan Siregar, 2008). Dalam hukum ini dinyatakan bahwa zat
aktif berdifusi melintasi suatu membran mengarah ke area yang memiliki
konsentrasi lebih kecil dengan/ adalah perubahan zat aktif terus-meneruss, yang
dinyatakan dalam jumlah/ waktu area (Lieberman et al., 1990 dalam Siregar,
2008).
2. Sistem Matriks
Sistem matriks terdiri atas zat aktif yang terdispersi homogen dalam
keseluruhan matriks polimer. Dalam model ini, zat aktif yang ada dalam lapisan
luar yang terpajan larutan tangas (bathing solution) mula-mula terlarut dan
kemudian terdifusi (menyebar) keluar matriks. Selanjutnya, antarmuka larutan
tangas dan zat aktif padat bergerak ke arah bagian dalam. Supaya sistem difusi
terkendali, laju disolusi partikel-partikel zat aktif di dalam matriks harus jauh
lebih cepat daripada laju difusi zat aktif terlarut meninggalkan matriks (Gennaro,
2000 dalan Siregar, 2008).
Persamaan yang telah diuraikan oleh higuchi menjelaskan kecepatan
pelepasan zat aktif yang terdispersi dalam suatu sistem matriks inert.
................................................................................................(2.4)
dM = Perubahan jumlah zat aktif yang dilepaskan per satuan luas
Dh = Perubahan ketebalan daerah (zona) matriks yang tidak mengandung zat
aktif lagi (telah dikosongkan)
Co = Jumlah total zat aktif di dalam satu satuan volume matriks
Cs = Konsentrasi jenuh zat aktif dalam matriks
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.3.2. Sistem Disolusi Terkendali
Sistem disolusi terkendali dapat dibuat menjadi sistem lepas lambat
dengan cara membentuk lapisan-lapisan zat aktif yang disalut dengan lapisan
pengendali kecepatan, suatu pengantaran yang berirama teratur (berdenyut) dapat
dicapai. Jika lapisan sebelah luar dengan cepat melepaskan dosis bolus zat aktif,
konsentrasi awal zat aktif dalam tubuh dapat ditetapkan dengan cepat sebelum
waktu denyut selanjutnya. Walaupun bukan merupakan sistem pelepasan
terkendali yang sesungguhnya, sistem ini dapat menghasilkan efek biologis yang
mirip. Metode pilihan yang dapat digunakan adalah dengan memberikan zat aktif
sebagai sekelompok butiran obat yang mempunyai ketebalan salut yang berbeda-
beda. Karena butiran obat mempunyai ketebalan salut yang berbeda, pelepsan zat
aktif akan terjadi secara bertahap. Butiran obat yang memiliki ketebalan salut
paling tipis akan menjadi dosis awal. Pemeliharaan konsentrasi zat aktif untuk
waktu berikutnya dicapai melalui pelepasan zat aktif dari salut yang lebih tebal
(Gennaro, 2000 dalam Siregar, 2008).
2.3.3.3. Bioerodibel dan Kombinasi Sistem Difusi dan Disolusi
Mekanisme pelepasan zat aktif dari silinder, sferik, dan lempeng erodibel
yang sederhana telah diuraikan oleh Hopfenberg. Persamaan sederhana berikut
menjelaskan pelepsan zat aktif dari ketiga sistem erodibel (Gennaro, 2000 dalam
Siregar, 2008).
.........................................................................................(2.5)
n = 3 untuk sferik, n = 2 untuk silinder, dan n = 1 untuk lempeng. Radius sferik
atau silinder atau setengah dari tinggi lempeng dinyatakan oleh a. Mt adalah
massa zat aktif yang dilepaskan pada waktu t; M adalah massa yang dilepaskan
pada waktu tidak terbatas.
Tipe ketiga dari sistem ini adalah sistem yang menggunakan kombinasi
difusi dan disolusi sebagai matriks menggelembung terkendali. Pada tipe ini, zat
aktif terlarut dalam polimer dan terjadi penggelembungan polimer. Hal ini
menyebabkan air dapat masuk dan zat aktif terdisolusi dan kemudian berdifusi
keluar matriks yang menggelembung. Oleh karena itu, kecepatan pelepasan dalam
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sistem ini sangat bergantung pada kecepatan penggelembungan polimer; dengan
demikian, reformulasi pembawa umumnya tidak diperlukan untuk zat aktif yang
berbeda. Sistem ini biasanya meminimalkan efek peningkatan konsentrasi tiba-
tiba karena polimer harus menggelembung terlebih dahulu barulah pelepasan zat
aktif dapat terjadi (Gennaro, 2000 dalan Siregar, 2008).
2.3.3.4. Sistem Osmotik Terkendali
Dalam sistem ini, tekanan osmotik memberikan gaya penggerak untuk
menimbulkan pelepasan zat aktif yang terkendali. Apabila sistem ini terpajan pada
air atau cairan tubuh tertentu, air akan mengalir ke dalam tablet karena adanya
perbedaan tekanan osmotik. Kecepatan aliran air ke dalam sistem, dV/dt dapat
ditunjukkan sebagai berikut (Gennaro, 2000 dalan Siregar, 2008) :
...................................................................................................(2.6)
k = Permeabilitas membran
A = Luas permukaan
h = Ketebalan
∆π = Perbedaan tekanan osmotik
∆P = Perbedaan tekanan hidrostatik
2.3.3.5. Sistem Pertukaran Ion
Sistem pertukaran ion umumnya menggunakan resin yang terdiri atas
polimer taut silang yang tidak larut dalam air. Polimer ini mengandung gugus
fungsional pembentuk garam dalam posisi berulang pada rantai polimer. Zat aktif
terikat pada resin dan dilepaskan melalui pertukaran dengan ion bermuatan yang
sesuai dalam suatu kontak dengan kelompok penukar ion (Gennaro, 2000 dalan
Siregar, 2008).
Resin+-zat aktif
- + X
- Resin
+-X
- + Zat aktif
-
Resin--zat aktif
+ + Y
+ Resin
—Y
+ + Zat aktif
+
X- dan Y
+ adalah ion-ion dalam saluran cerna. Zat aktif bebas kemudian
berdifusi keluar dari resin. Kompleks resin-zat aktif dibuat dengan salah satu cara
berikut, yaitu pemajanan resin terhadap zat aktif secara berulang di dalam suatu
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kolom kromatografi atau kontak diperlama dalam larutan (Gennaro, 2000 dalan
Siregar, 2008).
Kecepatan zat aktif berdifusi keluar resin sangat dipengaruhi oleh area
difusi, panjang lorong difusi, dan kekakuan resin, yang merupakan fungsi dari
jumlah zat taut-silang yang digunakan untuk membuat resin (Gennaro, 2000 dalan
Siregar, 2008).
2.4. Kinetika Pelepasan Obat
Kinetika pelepasan zat aktif dari suatu sediaan yang pelepasannya
dimodifikasi dapat diperoleh dengan menggunkan persamaan Higuchi, orde nol,
orde satu, dan Korsmeyer-Peppas. Berikut rangkuman rumus keempat model
matematika (Tabel 2.1) tersebut beserta penjelasannya, yaitu :
Tabel 2.4. Rumus perhitungan kinetika pelepasan obat
Persamaan y= a + bx
Orde nol Qt/Qo=k0.t
Orde satu Ln Qt/Qo=k1.t
Higuchi Qt/Qo=kH.t1/2
Korsmeyer-Peppas Ln Qt/Qo=n ln t + ln k
[Sumber : Koester, Ortega, Mayotga, dan Bassani, 2004 dalam Mariyam, 2011
Keterangan : Qt/Qo = Fraksi obat yang dilepaskan pada waktu t
Ko, k1, kH, k = Konstanta pelepasan obat
n = Eksponen difusi obat
2.4.1.1. Kinetika Pelepasan Orde Nol
Kinetika pelepasan orde nol dapat digunakan untuk menggambarkan
disolusi obat dari beberapa tipe bentuk sediaan pelepasan termodifikasi seperti
sistem penghantaran transdermal, tablet matriks dengan kelarutan yang rendah,
sistem salut, sistem osmotik dan lain-lain. Bentuk sediaan yang mengikuti
kinetika orde nol melepaskan jumlah obat yang sama setiap waktu dan merupakan
pelepasan obat yang ideal untuk mencapai kerja farmakologi yang diperpanjang
(Varelas et al., 1995 dalam Mariyam, 2011).
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.1.2. Kinetika Pelepasan Orde Satu
Kinetika ini menggambarkan sistem dimana pelepasan zat aktif
bergantung pada konsentrasi zat aktif di dalamnya.
2.4.1.3. Kinetika Pelepasan Model Higuchi
Menurut model ini, pelepasan obat dari suatu matriks yang tidak larut
berbanding langsung dengan akar waktu dan berdasarkan difusi fickian, diartikan
bahwa pelepasan zat aktif dipengaruhi oleh waktu. Semakin lama, zat aktif akan
dilepaskan dengan kecepatan yang rendah. Hal tersebut disebabkan jarak difusi
zat aktif semakin panjang (Banakar, 1992 dalam Mariyam, 2011).
2.4.1.4. Kinetika Pelepasan Model Korsmeyer-Peppas
Pada persamaan Korsmeyer-Peppas, harus diperhatikan nilai n (eksponen
pelepasan) yang menggambarkan mekanisme pelepasan. Untuk sediaan dengan
matriks silindris seperti tablet, hubungan n dengan mekanisme pelepasan obat
dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.5. Hubungan eksponen pelepasan n dengan mekanisme pelepasan obat
pada model persamaan Korsmeyer-Peppas
[Sumber : Shoaib, Merchany, Tazeen, dan Yousuf, 2006 dalam Mariyam, 2011]
Kinetika Korsmeyer-Peppas bergantung nilai n. Untuk tablet dengan
matriks silindris, jika nilai n<0,45 maka pelepasan obat terjadi berdasarkan
mekanisme difusi Fickian. Akan tetapi jika 0,45<n<0,89 maka pelepasan obat
berdasarkan difusi non-Fickian atau anomali, yang menggambarkan pelepasan
obat dikendalikan oleh gabungan mekanisme difusi dan erosi. Jika n= 0,89 maka
mekanisme pelepasan obat mengikuti orde nol atau disebut juga mekanisme case
II transport, yang menggambarkan pelepasan obat terjadi akibat erosi polimer
matriks. Jika n>0,89 maka mekanisme pelepasan obat disebut dengan mekanisme
n (eksponen pelepasan) Mekanisme Pelepasan
< 0,45 Fickian diffusion
0,45 < n < 0,89 Anomalous (non-fickian) transport
>0,89 Super case-II-Transport
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
super case II transport (Shoaib, Merchant, Tazeen, dan Yousuf, 2006 dalam
Mariyam, 2011).
2.5. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum
ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu sistem optik dengan kemampuan
menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200-800
nm. Spektrofotometer terdiri atas kompenen yang meliputi sumber sinar,
monokromator, dan sistem optik (Gandjar dan Abdul, 2007).
1. Sumber sinar : lampu dueterium digunakan untuk daerah UV pada panjang
gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu
tungsten digunakan untuk daerah visibel (pada panjang gelombang anatar
350-900 nm) (Gandjar dan Abdul, 2007).
2. Monokromator : digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam
komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan
dipilih oleh celah. Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga
kisaran panjang gelobang dilewatkan pada sampel sebagai scan instrumen
melewati spektrum (Gandjar dan Abdul, 2007).
3. Optik-optik : dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga
sumber sinar melewati dua kompartemen, dan sebagaimana dalam
spektrofotometer berkas ganda (double beam), suatu larutan blanko dapat
digunakan dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau
spektrum sampel. Blanko yang paling sering digunakan adalah pelarut
yang digunakan untuk melarutkan sampel (Gandjar dan Abdul, 2007).
2.6. Diltiazem Hidroklorida
Gambar 2.3. Struktur kimia diltiazem hidroklorida
Sumber : British Pharmacopeia, 2009
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Diltiazem merupakan golongan benzotiazepin penghambat kanal kalsium
dan termasuk antiaritmia kelas IV. Diltiazem merupakan vasodilator koroner dan
kapiler dengan aktivitas inotropik negatif yang terbatas. Diltiazem menghambat
konduksi jantung, khususnya pada nosus sino-atrial dan atrioventrikular
(Sweetman, 2009).
Diltiazem hidroklorida diberikan secara oral untuk terapi angina pektoris
dan hipertensi dan tersedia dalam beberapa formulasi untuk dosis sekali, dua kali
dan tiga kali sehari. Pada bebera negara tersedia dalam bentuk intravena yang
digunakan untuk penanganan berbagai kondisi aritmia jantung (fibrilasi atrial atau
takikardia supraventrikular proksimal). Dilatiazem hidroklorida juga digunakan
secara topikal untuk penanganan anal fissure (Sweetman, 2009).
Diltiazem hidroklorida memiliki bobot molekul 450,98 dan rumus molekul
C22H26N2O4S.HCl, serta memiliki nama kimia sebagai berikut : (+) -5 - [2-
(Dimetilamino)etil]- cis-2, 3- dihidro-3- hidroksi- 2- (p-metoksifenil)- 1,5- benzo
tiazepin- 4(5H)- on asetat (ester) monohidroklorida. Diltiazem HCl berupa serbuk
hablur kecil putih, tidak berbau, melebur pada suhu 2100C disertai peruraian,
mudah larut dalam kloroform, metanol, air dan asam; agak sukar larut dalam
etanol mutlak dan tidak larut dalam eter (Departemen Kesehatan RI, 2014).
Diltiazem diabsorpi hampir sempurna di saluran gastrointestinal setelah
pemberian oral, tetapi mengalami first-pass hepatic metabolism yang ekstensif.
Metabolisme yang ekstensif pada hati utamanya oleh isoenzim sitokrom P450
CYP3A4. Salah satu metabolitnya, desasetildiltiazem dilaporkan memiliki 25-
50% aktivitas senyawa induk. Waktu paruh diltiazem yaitu sekitar 3-5 jam, sekitar
2-4% dosis dieksresikan melalui urin dalam bentuk tak berubahnya dan sisanya
dieksresikan dalam bentuk metabolitnya melalui empedu dan urin. Konsentrasi
puncak plasma terjadi sekitar 3-4 jam setelah pemberian oral. Diltiazem memiliki
bioavailabilitas absolut yang rendah yaitu sekitar 40% dengan variasi antar
individu yang besar dan 80 % terikat dengan protein plasma (Sweetman, 2009).
26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Formulasi Sediaan Padat dan
Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Maret – Mei 2015.
3.2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua nama dagang
produk lepas lambat diltiazem hidroklorida yang diperoleh dari apotek dengan
kode HB dan CD, diltiazem hidroklorida standar yang diperoleh dari
PT.Indofarma, dan aquadestilata.
3.3. Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat uji disolusi tipe
dayung (Erweka, Jerman), timbangan analitik, syringe 5 dengan ukuran 5 ml yang
dilengkapi selang, disposable membran filter dengan ukuran pori 0,45µm, alat-
alat gelas skala laboratorium, spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U-2910, Jepang).
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1. Pemilihan Sampel
Dipilih dua nama dagang sediaan lepas lambat diltiazem hidroklorida yang
beredar di pasaran yakni HB SR 90 dan CD SR 180. Sampel yang digunakan
sebagai produk uji dipilih berdasarkan kriteria nomor batch dan tahun produksi
yang sama untuk masing-masing nama dagang.
3.4.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimal
Diltiazem hidroklorida ditimbang seksama 50,0 mg, dimasukkan dalam
labu takar 100 mL, kemudian ditambah aquadestilata sampai batas tanda (500
μg/mL), diambil 4 mL larutan dengan mikropipet 1000 μL kemudian larutan
dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL kemudian ditambah aquadestilata sampai
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas tanda (kadar 20 µg/mL) . Serapan dibaca pada panjang gelombang antara
200- 400 nm.
3.4.3. Pembuatan Kurva Baku
Diltiazem hidroklorida ditimbang seksama 50,0 mg, dimasukkan dalam
labu takar 100 ml, kemudian ditambah aquadestilata sampai batas tanda (kadar
500 μg/mL sebagai larutan stok), diambil 4 mL larutan dengan mikropipet 1000
μL kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL kemudian
ditambah aquadestilata sampai batas tanda (kadar 20 µg/mL). Dibuat seri
konsentrasi 2, 4, 8, 12, 16, 20 ppm dengan cara diambil 1, 2, 4, 6, 8, 10 mL
kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL. Setiap seri konsentrasi
dibaca absorbansinya dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang
maksimal kemudian dibuat kurva y = bx + a, dimana y sebagai nilai dari hasil
absorbansi dan x adalah sebagai kadar terukur.
3.4.4. Penetapan Kadar
Dua puluh buah tablet atau kapsul lepas lambat diltiazem hidroklorida
dipilih secara acak. Untuk sediaan berupa kapsul, cangkang dibuka dan granul
dipisahkan. Masing-masing tablet dan granul kapsul yang telah dipisahkan digerus
hingga didapatkan serbuk halus. Serbuk ditimbang setara dengan 100,0 mg
diltiazem hidroklorida kemudian dimasukkan ke labu takar 100 mL, ditambahkan
aquadestilata hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. Larutan kemudian
disaring. Diambil 0,5 mL dari larutan ini, kemudian dimasukkan ke dalam labu
takar 50 ml dan ditambahkan aquadestilata sampai tanda batas, dikocok sampai
homogen. Diamati serapannnya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum diltiazem hidroklorida dalam aquadestilata. Penetapan
kadar diltiazem hiroklorida dilakukan sebanyak tiga kali.
Tiap tablet atau kapsul lepas lambat diltiazem hidroklorida mengandung
tidak boleh kurang dari 90,0% dan tidak boleh lebih dari 110,0% dari jumlah
diltiazem hidroklorida yang tertera pada label/etiket (Depertemen Kesehatan R1,
2014).
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.5. Keseragaman Sediaan
3.4.5.1. Keragaman Bobot
Dilakukan untuk sediaan yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih
yang merupakan 50% atau lebih dari bobot satuan sediaan. Ditimbang seksama 10
tablet satu persatu, dan dihitung bobot rata-rata. Dari hasil penetapan kadar, yang
diperoleh seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, dihitung jumlah
zat aktif masing-masing dari 10 tablet dengan anggapan zat aktif terdistribusi
merata. Keragaman bobot terletak antara 90,0-110,0% dari yang tertera pada
etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%
(Departemen Kesehatan RI, 2014).
3.4.5.2. Keseragaman Kandungan
Dilakukan untuk sediaan yang tidak masuk untuk kriteria pengujian
keragaman bobot. Ditetapkan kadar 10 satuan sediaan satu persatu dengan cara
masing-masing tablet digerus hingga didapatkan serbuk halus. Serbuk kemudian
dimasukkan ke labu takar 100 mL, ditambahkan aquadestilata hingga tanda batas
dan dikocok hingga homogen. Larutan kemudian disaring. Diambil 0,5 mL dari
larutan ini, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL dan ditambahkan
aquadestilata sampai tanda batas, dikocok sampai homogen. Diamati serapannnya
dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum diltiazem
hidroklorida dalam aquadestilata. Keseragaman kandungan terletak 90,0-110,0%
dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama
dengan 6,0% (Departemen Kesehatan RI, 2014).
3.4.6. Uji Disolusi
Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan metode uji tes satu untuk
sediaan lepas lambat diltiazem hidroklorida yang tertera pada United Stated
Pharmacopea XXX (USP XXX). Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan
alat uji disolusi tipe 2 (dayung), medium disolusi air sebanyak 900 mL, kecepatan
pengadukan 100 rpm, dan pada suhu 370C ± 0,5.
Produk uji disolusi yaitu dimasukkan air ke dalam bak alat uji disolusi
sampai tanda, dipasang labu disolusi dan diisi dengan 900 mL media disolusi.
Ditentukan suhu dan kecepatan putaran dayung uji disolusi yaitu pada 370C ± 0,5
dengan kecepatan putaran dayung 100 rpm. Pengaduk dayung diatur jaraknya
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebesar 2,5 cm ± 0,2 dari dasar labu. Setelah suhu stabil, granul atau tablet
dimasukkan, dan alat uji disolusi dijalankan. Pencuplikan dilakukan dengan pada
menit ke 15, 30 45 dan pada jam ke- 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan 12 dengan
mengambil 5 mL larutan media disolusi. Untuk setiap selesai pencuplikan
dilakukan penambahan larutan media disolusi dengan volume yang sama dengan
volume pencuplikan. Larutan sampel kemudian diencerkan dengan aqua destilata
dan ditentukan serapannya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang maksimum. Dihitung kadar diltiazem yang terlepas pada tiap
waktu dan dibuat kurva % pelepasan diltiazem hidroklorida dibanding waktu.
3.4.7. Analisis Kinetika dan Mekanisme pelepasan Obat
Kinetika dan mekanisme pelepasan obat dianalisis dengan menggunakan
persamaan kinetika orde nol, persamaan kinetika orde satu, persamaan Higuchi,
dan persamaan Kors-Meyer. Dibuat persamaan garis lurus untuk setiap model
kinetika, dengan cara:
1. Kinetika orde nol
Persamaan garis lurus dapat dibentuk untuk pelepasan orde nol dengan cara
memplotkan persentase jumlah obat yang dilepaskan sebagai fungsi waktu
2. Kinetika orde satu
Persamaan garis lurus dapat dibentuk untuk pelepasan orde satu dengan cara
memplotkan ln persentase jumlah obat yang tersisa sebagai fungsi waktu.
3. Kinetika model Higuchi
Persamaan garis lurus dapat dibentuk untuk pelepasan model Higuchi dengan
cara memplotkan persentase jumlah obat yang dilepas sebagai fungsi akar
waktu.
4. Kinetika model Korsmeyer-Peppas
Persamaan garis lurus dapat dibentuk untuk pelepasan model Korsmeyer-
Peppas dengan cara memplotkan ln persentase obat yang dilepas sebagai
fungsi ln waktu.
Untuk dapat menentukan kinetika pelepasan suatu obat, dapat dilihat dari
harga R2 dari persamaan regresi linier yang didapatkan dari masing-masing tablet.
Apabila R2 mendekati satu, maka dianggap kinetikanya mengikuti pelepasan dari
persamaan regresi dari model kinetika bersangkutan.
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.8. Analisis Statistik
Pengolahan data dilakukan secara statistik dengan metode independent t
test ( Uji t) dengan program SPSS 16. Analisis statistik dilakukan terhadap nilai k
(konstanta pelepasan) diltiazem hidrokrorida dari kedua produk uji. Sebelum
dilakukan analisis menggunakan uji t data konstanta laju pelepasan diuji distribusi
menggunakan uji saphiro wilk dan uji homogenitas , data dikatakan terdistribusi
normal dan homogen jika nilai sig <0,05. Uji t dilakukan pada derajat
kepercayaan 0,95 (α = 0,05). Dalam hal rancangan ini dapat diuji antar konstanta
laju pelepasan produk uji terdapat perbedaan bermakna. Hal ini dapat diketahui
dengan melihat nilai taraf signifikansi (α) pada kolom sig. Tabel uji t. Bila nilai α
yang dihasilkan <0,05, maka terdapat perbedaan yang bermakna antar konstanta
laju pelepasan produk uji.
31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pemilihan Sampel
Kriteria masing-masing produk uji yang dipilih adalah yang memiliki nomor
batch dan tahun produksi yang sama. Produk uji diperoleh dari apotek. Diperoleh
produk CD dan HB dengan nomor batch dan tahun produksi berturut turut BN
4511348/2014 dan HA846/2014 yang digunakan sebagai produk uji. Produk uji
CD adalah produk lepas lambat dengan bentuk sediaan tablet dengan kandungan
zat aktif 180 mg tiap tabletnya. Produk uji HB adalah produk lepas lambat dengan
bentuk sediaan kapsul yang mengandung granul dengan kandungan zat aktif 90
mg tiap tabletnya.
4.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mengukur
serapan larutan diltiazem hidroklorida dalam aquades dengan kadar 20 ppm
menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-400 nm.
Panjang gelombang maksimum yang didapat adalah 236,0 nm. Panjang
gelombang maksium yang didapat tidak jauh dari panjang gelombang maksimum
yang tercantum pada Farmakope Edisi V yaitu sekitar 240 nm.
4.3. Pembuatan Kurva Baku
Hasil perolehan kurva baku diltiazem hidroklorida dalam aqua destilata
dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Lampiran 3. Nilai koefisien linier yang didapat
dari kurva kalibrasi adalah 1 dengan persamaan y = 0,0528x + 0,0008. Kurva
yang diperoleh berbentuk linier sehingga dapat digunakan untuk perhitungan
konsentrasi diltiazem hidroklorida baik dalam uji kadar, uji keseragaman sediaan,
maupun uji disolusi selanjutnya.
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.1. Kurva baku diltiazem hidroklorida dalam aqua destilata
4.4. Penetapan Kadar
Penetapan kadar dilakukan terhadap dua puluh tablet atau kapsul pada
masing-masing produk uji. Hasil penetapan kadar diltiazem hidrokorida dalam
produk uji CD dan HB secara berturut turut yaitu 92,213±0,206 % dan
104,723±3,095 %. Dari hasil uji tersebut menunjukkan bahwa kadar diltiazem
hidroklorida dalam kedua produk uji memenuhi persyaratan kadar yang tertera
pada Farmakope Indonesia edisi V yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih
dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
4.5. Keseragaman Sediaan
Keseragaman sediaan diuji dengan menggunakan prosedur yang telah
ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi V. Hal ini dimaksudkan untuk
memastikan kandungan zat aktif pada produk uji seragam. Terdapat dua metode
yang ditetapkan untuk menguji keseragaman sediaan yaitu keragaman bobot dan
keseragaman kandungan. Uji keragaman bobot digunakan untuk sediaan yang
mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari
bobot satuan sediaan. Uji keseragaman kandungan digunakan untuk sediaan yang
tidak masuk untuk kriteria pengujian keragaman bobot.
Produk uji CD memiliki bobot sediaan rata-rata 498,355 mg dengan
kandungan zat aktif 180 mg yang berarti bobot zat aktif kurang dari 50% dari
bobot satuan tablet sehingga digunakan uji keseragaman kandungan. Produk uji
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HB memiliki bobot rata-rata sediaan 172 mg dengan kandungan zat aktif 90 mg
yang berarti bobot zat aktif lebih dari 50% dari bobot satuan sediaan sehingga
digunakan uji keragaman bobot.
Tabel 4.1. Hasil keseragaman kandungan produk uji CD
Tablet Kadar (mg) %Kadar
1 166,75 92,639
2 158,44 88,022
3 166,21 92,339
4 169,05 93,917
5 158,94 88,300
6 165,52 91,956
7 156,51 86,950
8 162,68 90,378
9 161,95 89,972
10 155,00 86,111
Rata-rata : 90,058
SD : 2,644
RSD : 2,936
Tabel 4.2. Hasil keragaman bobot produk uji HB
Kapsul Kadar (mg) % kadar
1 96,758 107,509
2 92,994 103,327
3 97,365 108,183
4 93,662 104,069
5 96,940 107,711
6 95,301 105,890
7 94,694 105,215
8 95,726 106,362
9 92,509 102,787
10 93,176 103,529
Rata-rata : 105,458
SD : 1,975
RSD : 1,872
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil uji keseragaman kandungan produk uji CD dapat dilihat pada tabel
4.1 dengan hasil berkisar antara 86,111% hingga 93,917% dengan RSD 2,936%.
Hasil keragaman bobot produk uji CD dapat dilihat pada tabel 4.2 dengan hasil
berkisar antara 102,787%-108,183% dengan RSD 1,872%. Produk uji memenuhi
keseragaman sediaan bila jumlah zat aktif dalam masing-masing sediaan terletak
antara 90,0-110,0% dari yang tertera pada etiket, dan RSD tidak lebih dari 6%
(Departemen Kesehatan RI, 2014). Dari hasil uji diatas dapat disimpulkan bahwa
produk uji CD tidak memenuhi keseragaman sediaan karena terdapat lima tablet
yang tidak memenuhi syarat dalam rentang penerimaan, sedangkan produk uji HB
memenuhi persyaratan keseragaman sediaan karena keseluruhan kapsul yang diuji
masuk dalam syarat rentang penerimaan keseragaman sediaan sesuai dengan yang
ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi V.
4.6. Uji Disolusi
Telah dilakukan evaluasi profil disolusi pada sediaan lepas lambat diltiazem
hidroklorida yang beredar di pasaran. Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil
disolusi sediaan lepas lambat diltiazem hidroklorida yang beredar di pasaran
sehingga dapat diketahui apakah profil disolusi sediaan tersebut telah sesuai
dengan syarat yang ditentukan oleh USP XXX dan juga untuk mengetahui
kinetika pelepasannya.
Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan metode uji disolusi tes satu
untuk sediaan lepas lambat diltiazem hidroklorida yang tertera pada United Stated
Pharmacopea XXX (USP XXX). Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan
alat uji disolusi tipe 2 (dayung), medium disolusi air sebanyak 900 ml, dan dengan
kecepatan pengadukan 100 rpm. Uji dilakukan selama 12 jam dengan pencuplikan
tiap 15 menit pada jam pertama, dan tiap 1 jam pada jam berikutnya. Pencuplikan
dilakukan sebanyak 5 ml dan segera digantikan dengan medium disolusi baru
sejumlah volume yang sama untuk mempertahankan sink condition. Uji dilakukan
dengan 6 kali pengulangan pada setiap produk uji.
Medium disolusi yang digunakan pada uji disolusi ini adalah air yang
berpatokan pada metode yang tertera pada USP XXX. Menurut Sitem Klasifikasi
Biofarmaseutikal (SKB), diltiazem hidroklorida masuk ke dalam SKB kelas I
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(FDA, 2000; Wu dan Benet, 2005 dalam Samaha, Shehayeb dan Kyriacos, 2009).
Senyawa yang masuk ke dalam SKB kelas I merupakan senyawa yang memiliki
permeabilitas yang baik serta memiliki kelarutan yang baik dalam media air pada
rentang pH 1-8 (Rudman dan Willian, 1995 dalam Galia et al., 1998). Dalam
pemilihian medium disolusi, yang terpenting adalah zat aktif harus larut dalam
medium disolusi selama waktu pengujian (Qureshi, 2014). Untuk itu, pemakaian
air sebagai medium disolusi dapat digunakan karena relevansinya terhadap sifat
kelarutan zat aktif.
Gambar 4.2. Profil disolusi diltiazem hidroklorida pada produk uji CD dan HB Keterangan : a) Kurva akumulasi terdisolusi rata-rata (%) terhadap waktu (jam)
b) Kurva akumulasi terdisolusi rata-rata (mg) terhadap waktu (jam)
Hasil profil disolusi dari kedua produk uji dapat dilihat dalam Gambar 4.2.
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa terdapat kemiripan profil disolusi
diantara kedua produk uji bila dilihat pada kurva akumulasi terdisolusi dalam
bentuk persentase. Pada kurva akumulasi terdisolusi bentuk kadar (mg) produk uji
CD memiliki kurva yang lebih tinggi dibandingkan produk uji HB. Hal ini
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
disebabkan oleh produk uji CD memiliki kandungan zat aktif dua kali lipat dari
produk uji HB yaitu 180 mg.
Perbedaan kandungan zat aktif mempengaruhi dosis serta kemampuan
dalam menurunkan tekanan darah diastolik. Diketahui bahwa sediaan dengan
kandungan zat aktif 90 mg dapat menurunkan tekanan darah diastolik sebanyak
2,9 mmHg sedangkan sediaan dengan kandungan zat aktif 180 mg dapat
menurunkan tekanan darah diastolik sebanyak 4,5 mmHg (Apotex, 2011) . Hal
tersebut menandakan bahwa sediaan dengan kandungan zat aktif lebih besar
memiliki kemampuan dalam menurunkan tekanan darah diastolik yang lebih
besar.
Hasil analisis kesesuaian pelepasan diltiazem hidroklorida dengan
persyaratan sediaan lepas lambat diltiazem hidroklorida menurut USP XXX
tertera pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.3. Hasil analisis kesesuain pelepasan diltiazem hidroklorida dari tablet
CD SR dengan persyaratan USP XXX Waktu
(Jam)
Rentang
Penerimaan
% Terdisolusi
1 2 3 4 5 6 Rerata ±
SD%
3 10-25 % 33,360 32,767 31,628 32,638 33,760 31,364 32,588±0,938
9 45-85% 59,487 58,291 58,979 59,443 61,153 59,643 59,449±0,947
12 ≥70% 71,954 67,834 69,077 71,726 72,886 68,326 70,300±2,142
Tabel 4.4. Hasil analisis kesesuain pelepasan diltiazem hidroklorida dari kapsul
HB SR dengan persyaratan USP XXX Waktu
(Jam)
Rentang
Penerimaan
% Terdisolusi
1 2 3 4 5 6 Rerata ± SD
3 10-25 % 31,808 31,114 28,946 30,366 29,498 29,408 30,190±1,108
9 45-85% 62,384 60,832 60,768 63,045 62,531 62,072 61,939±0,937
12 ≥70% 72,330 66,957 68,841 72,401 69,425 70,202 70,026±2,105
Berdasarkan Tabel 4.3 dan 4.4 dapat diketahui bahwa keenam tablet produk
CD memiliki persentase kumulatif diltiazem yang terdisolusi lebih dari 25% pada
jam ke-3 yaitu antara 31,375%-33,760% dengan rerata±SD 32,588±0,938%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa sediaan melepaskan zat aktif lebih besar dari yang
telah ditetapkan oleh USP. Pada jam ke-9 keenam tablet produk CD memenuhi
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kriteria pelepasan yaitu 58,291%-61,153% dengan rata-rata±SD 59,499±0,947%.
Pada jam ke-12 terdapat 3 tablet yang tidak memenuhi kriteria pelepasan dengan
persentase kumulatif diltiazem hidroklorida yang terdisolusi secara berturut-turut
yaitu 67,834%, 68,326%, dan 69,077% dan 3 tablet lainnya memenuhi
persyaratapan yaitu lebih dari 70% dengan rata-rata±SD untuk keenam tablet
adalah 70,300±2,142%.
Tidak berbeda dengan produk uji CD, hasil uji disolusi pada keenam tablet
produk HB memiliki persentasi kumulatif diltiazem yang terdisolusi lebih dari
25% pada jam ke-3 yaitu antara 28,946%-31,808% dengan rata-rata±SD
30,190±1,108%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sediaan melepaskan zat aktif
lebih besar dari yang telah ditetapkan oleh USP. Pada jam ke-9 keenam tablet
produk HB memenuhi kriteria pelepasan yaitu 60,768%-62,531% dengan rata-
rata±SD 61,939±0,937%. Pada jam ke-12 terdapat 3 tablet yang tidak memenuhi
kriteria pelepasan yaitu 66,957%, 68,841% dan 69,425% dan 3 tablet lainnya
memenuhi persyaratan yaitu lebih dari 70% dengan rata-rata±SD untuk keenam
tablet adalah 70,026±2,105. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa kedua produk uji
baik produk CD dan HB tidak memenuhi persyaratan kriteria pelepasan sediaan
lepas lambat menurut uji tes satu yang ditertera pada USP XXX.
Hasil uji disolusi dari kedua produk uji menunjukkan bahwa terdapat
pelepasan yang melebihi persyaratan pada jam ke-3 yaitu lebih dari 25% pada jam
ke-3 dan pelepasan yang kurang dari persyaratan pada 3 tablet atau kapsul yaitu
kurang dari 70%. Dalam banyak formulasi pelepasan terkontrol, segera setelah
sediaan berada dalam medium pelepasan sering terjadi pelepasan awal sejumlah
besar obat sebelum laju pelepasan mencapai profil yang stabil. Fenomena ini
biasanya disebut dengan burst release. Burst release dapat mengakibatkan
pemberian awal obat yang tinggi dan juga mengurangi masa efektif sediaan.
Fenomena ini terjadi dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan keseluruhan
proses pelepasan obat. Fenomena burst release dapat dilihat dari dua sudut
pandang yang berbeda, yaitu pertama dapat dianggap sebagai hal tidak diharapkan
dalam pembuatan sediaan pelepasan terkendali jangka panjang, atau dalam situasi
tertentu merupakan hal yang diharapkan untuk mendapatkan pelepasan awal yang
tinggi (Xiaou dan Christopher, 2001). Fenomena burst release dapat menjadi
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
suatu mekanisme yang optimal untuk beberapa sistem penghantaran obat. Namun,
salah satu kesulitan dalam fenomena ini adalah bahwa fenomena tersebut tidak
dapat diprediksi, dan bahkan ketika fenomena tersebut diinginkan, jumlah obat
yang dilepaskan saat terjadi burst release tidak dapat dikendalikan secara
signifikan (Setterstrom et al, 1984 dalam Xiaou dan Christopher, 2001).
Fenomena burst release berkaitan dengan berbagai macam parameter fisik, kimia
dan proses pengolahan (Xiaou dan Christopher, 2001).
Berdasarkan uji bioekivalensi terhadap formulasi sediaan konvensional
diltiazem hidroklorida memberikan informasi bahwa obat tersebut telah
melepaskan obat lebih dari 90% pada menit ke-54 dengan konsentrasi maksimum
plasma sebesar 155,86 ng/ml dimana konsentrasi tersebut masih dalam rentang
indeks terapi diltiazem hidroklorida yaitu 50-500 ng/ml (Dadaszadeh, Afshin, dan
Ebrahimian, 2003). Berdasarkan hal tersebut dapat diprediksi bahwa burst release
yang terjadi pada produk uji CD dan HB dimana pada tiga jam pertama
melepaskan obat dengan rata-rata pelepasan sekitar 30% tidak akan menyebabkan
toksisitas karena masih berada dalam rentang indeks terapi.
Tidak tercapainya pelepasan hingga 70% pada akhir waktu pengujian pada
ketiga tablet pada masing-masing produk uji CD dan HB dapat diakibatkan oleh
variasi kandungan zat aktif yang terdapat pada masing-masing sediaan, sehingga
terjadi variasi pada persen pelepasannya. Pada produk uji CD, hal tersebut juga
dapat diakibatkan oleh kadar diltiazem hidroklorida yang kurang dari jumlah yang
tertera pada etiket sehingga jumlah obat yang terlepas tidak dapat mencapai 70%-
nya. Produk uji HB memiliki kadar lebih dari 100% tetapi masih terdapat 3 tablet
yang memiliki pelepasan kurang dari 70% pada waktu akhir pengujian. Hal ini
dapat diakibatkan oleh sediaan yang mungkin didisain untuk melepaskan obat
lebih dari 12 jam melebihi waktu pengujian. Selain itu, bila di tinjau dari kinetika
pelepasannya, produk uji HB mengikuti kinetika orde satu dengan laju pelepasan
yang lebih lambat dibandingkan dengan produk uji CD dengan kadar zat aktif
yang lebih rendah dibandingkan produk uji HB. Hal tersebut juga kemungkinan
dapat megakibatkan tidak tercapainya pelepasan zat aktif hingga 70% pada akhir
waktu pengujian.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dalam USP terdapat tiga kriteria penerimaan uji persyaratan pelepasan
untuk sediaan lepas lambat yaitu uji L1, L2. Dan L3. Kriteria uji L1 diterima jika
keenam tablet uji memenuhi persyaratan pelepasan pada tiap jam yang ditentukan.
Jika tidak memenuhi kriteria uji L1 maka dilanjutkan uji L2 dengan menguji enam
tablet berikutnya. Kriteria pada uji L2 diterima jika nilai rata-rata 12 unit tablet
(L1+L2) berada dalam setiap rentang yang ditentukan dan tidak boleh kurang dari
jumlah pelepasan yang ditentukan pada akhir waktu pengujian serta pada jam ke-
3,9, dan 12 tidak boleh satu unitpun diluar rentang 10-35%, 45-95% dan >65%.
Hasil persen pelepasan pada produk CD pada jam ke-3 memiliki rata-rata
pelepasan 32,588 % dimana melebihi rata-rata yang ditetapkan yaitu 10-25%.
Selain itu hasil uji disolusi menunjukkan pada jam ke-3 tidak terdapat satupun
sediaan yang memenuhi persen pelepasan yang disyaratkan. Dari hasil tersebut
disimpulkan untuk tidak melanjutkan ke uji L2 . Hal yang sama juga diterapkan
pada produk uji HB yang memiliki profil pelepasan yang tidak jauh berbeda
dengan produk uji CD.
4.7. Hasil Analisis Kinetika Pelepasan
Kinetika pelepasan obat dari masing-masing produk uji diketahui dengan
membuat kurva antara jumlah kumulatif rerata pelepasan diltiazem hidroklorida
dengan waktu. Selanjutnya hasil pelepasan obat dihubungkan dengan persamaan
Orde nol, Orde satu, Higuchi dan Korsmeyyer-Peppas. Berdasarkan linieritas,
yaitu nilai R2 yang paling mendekati satu, maka dapat diketahui kinetika
pelepasan diltiazem hidroklorida dari produk uji. Dari profil disolusi kedua
produk uji CD dan HB (Gambar 4.2) sudah dapat jelas terlihat bahwa pelepasan
diltiazem dari bentuk sediaannya mengalami perubahan dari waktu ke waktu yang
ditandai dengan bentuk kurva yang melengkung (tidak lurus) sehingga pelepasan
diltiazem dari bentuk sediaannya tidak mengikuti orde nol.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil analisis kinetika pelepasan dari kurva regresi linier dari masing-
masing persamaan kinetika pelepasan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.5. Hasil analisis kinetika pelepasan produk uji CD dan HB Produk
Uji
Parameter Model Kinetika
Orde nol Orde satu Higuchi Korsmeyer-
peppas
CD R2 0,9674 0,9977 0,9988 0,9969
K 5,231 0,0937 21,449 17,177
n 0,5729
HB R2 0,9632 0,992 0,9842 0,9533
K 5,2181 0,0953 21,285 19,745
n 0,4991
Hasil diatas menunjukkan bahwa pada produk uji CD tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pda nilai linearitas (R2) diantara persamaan kinetika
pelepasan orde satu, higuchi, dan korsmeyer-peppas. Namum, persamaan Higuchi
memberikan nilai linieritas (R2) yang lebih baik pada produk uji CD yaitu 0,9988
dengan laju pelepasan (K) 21,449 jam-1
sehingga pelepasan diltiazem dari produk
CD cenderung mengikuti pelepasan persamaan higuchi. Pelepasan zat aktif yang
mengikuti persamaan Higuchi menunjukkan bahwa jumlah obat yang terlepas
sebanding dengan akar waktu dengan mekanisme pelepasan secara difusi Fickian.
Pelepasan zat aktif menurut persamaan Higuchi dipengaruhi oleh waktu. Semakin
lama, kecepatan pelepasan zat aktif akan menurun. Hal ini disebabkan oleh jarak
difusi zat aktif semakin jauh (Banakar,1992). Sedangkan pada produk uji HB
persamaan orde satu menunjukkan nilai lineritas (R2) yang lebih baik yaitu 0,9903
dengan laju pelepasan 0,0953 jam-1
sehingga pelepasan diltiazem dari produk HB
cenderung mengikuti kinetika orde satu. Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan
yang mengikuti kinetika orde satu dipengaruhi oleh konsentrasi zat aktif dalam
sediaan. Semakin tinggi konsentrasi zat aktif, jumlah obat yang dilepaskan
semakin banyak.
Sediaan lepas lambat idealnya mengikuti kinetika pelepasan obat orde nol.
Pelepasan obat pada kinetika pelepasan orde nol tidak dipengaruhi oleh jumlah di
dalam sediaan obat sehingga jumlah obat yang konstan dapat dicapai hingga akhir
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pelepasan obat. Pelepasan orde nol merupakan tujuan utama dari sistem
penghantaran obat pada sediaan lepas lambat. Namun, pada kenyataannya
kebanyakan sediaan lepas lambat yang tersedia mengikuti kinetika pelepasan orde
satu dimana jumlah obat yang dilepaskan dipengaruhi oleh jumlah obat pada
sediaan (Allen, 2013).
Mekanisme pelepasan obat dapat diketahui berdasarkan persamaan
Korsmeyyer-Peppas. Analisis mengenai mekanisme pelepasan obat tersebut
didasarkan pada nilai n atau eksponen pelepasan. Untuk sediaan dengan geometri
sferis seperti granul, jika nilai n<0,43, pelepasan zat aktif mengikuti mekanisme
difusi Fickian. Jika nilai n berada dalam rentang 0,43<n<0,85, pelepasan zat aktif
mengikuti difusi non-Fickian. Sedangkan, untuk nilai n>0,85, pelepasan zat aktif
mengikuti mekanisme Case II transport (Sipmann dan Peppas, 2011). Nilai
eksponen (n) dapat dilihat pada Tabel 4.10. Dari data tersebut menunjukkan
bahwa produk uji CD dan HB memiliki nilai eksponen (n) dalam rentang
0,43<n<0,85. Untuk itu produk uji CD dan HB cenderung memiliki mekanisme
pelepasan zat aktif secara difusi non-Fickian. Menurut difusi non-Fickian,
pelepasan obat terjadi melalui proses difusi dan erosi (relaksasi) polimer. Ketika
polimer mengalami erosi, obat yang terjerap di dalamnya dapat keluar dari
matriks (Setiastuti, 2011).
4.8. Hasil Analisis Statistik
Analisis statistik dilakukan dengan memasukkan data laju pelepasan (K)
tiga model kinetika pelepasan, yaitu kinetika pelepasan orde nol, orde satu dan
Higuchi pada masing-masing produk uji. Sebelum dilakukan uji t dilakukan
terlebih dahulu uji distribusi menggunakan uji saphiro wilk dan uji homogenitas
untuk menilai distribusi dan homogenitas data. Hasil uji saphiro wilk dan uji
homogenitas menghasilkan nilai α > 0,05 yang berarti data terdistribusi normal
dan homogen sehingga dapat dilanjutkan untuk uji t.
Dari hasil uji t didapatkan nilai α > 0,05 untuk tiap model kinetika pelepasan
pada kedua produk uji. Hal tersebut menandakan bahwa tidak terdapat perbedaan
bermakna diantara kedua produk uji bila ditinjau dari laju pelepasan pada model
kinetika pelepasan orde nol, orde satu dan Higuchi.
42 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Hasil uji disolusi menunjukkan bahwa produk uji CD dan HB tidak
memenuhi persyaratan uji disolusi menurut metode uji satu yang tertera
pada United Stated Pharmacopea (USP) XXX dimana pada jam ke-3 tidak
satupun sediaan uji memenuhi syarat pelepasan 25% dan pada jam ke-12
terdapat 3 sediaan uji yang tidak memenuhi syarat pelepasan 70%.
2. Produk uji CD dan HB memiliki kemiripan profil disolusi bila dilihat dari
persentase kumulatif diltiazem hidroklorida yang terdisolusi.
3. Berdasarkan hasil kinetika pelepasan, produk uji CD cenderung mengikuti
kinetika pelepasan model Higuchi sedangkan produk uji HB cenderung
mengikuti kinetika pelepasan orde satu. Sedangkan berdasarkan mekanisme
pelepasan, kedua produk uji CD dan HB cenderung mengikuti mekanisme
pelepasan non-fick.
4. Produk uji CD dan HB tidak memiliki perbedaan yang bermakna bila dilihat
dari laju pelepasan pada model kinetika pelepasan orde nol, orde satu dan
Higuchi.
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan uji disolusi dengan menggunakan metode uji disolusi
lainnya yang tertera pada USP 30 tahun 2007.
2. Perlu dilakukan uji disolusi batch ke batch pada masing-masing produk uji.
3. Seyogyanya informasi mengenai profil disolusi dicantumkan pada lembar
informasi obat sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
pemilihan formulasi yang sesuai dengan kebutuhan penyakit dan kondisi
pasien.
43
UIN Syarif Hidayatullah
DAFTAR PUSTAKA
Alfred Martin, James Swarbrick, dan Arthur Cammarata. 2008. Farmasi Fisik :
Dasar-Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetika Edisi Ketiga, Jilid 2.
Jakarta : UI-Press.
Allen, Loyd.V. 2013. Remington : The Science and Prctice of Pharmacy 22nd
Edition. USA : Pharmaceutical Press.
Ansel,.H.C. 1989. Introduction to Pharmaceutical Dosage Form. Terjemahan:
Ibrahim, Farida, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi ke-4. Jakarta : UI
Press.
Bamigbola, E.A., M.A, Ibrahim., A.A, Attama. 2009 Comparative in vitro
dissolution assessment of soluble and plain brands of aspirin tablets
marketed in Nigeria. Nigeria : Scientific Research and Essay Vol.4 (11), pp.
1412-1414.
Banakar, U.V. 1992. Pharmaceutical dissolution testing. New York : Marcel
Dekker, Inc.
Bertera, F.M., Marcos, A.M., Javier, A.W., Carlos, A.T., Guillermo, F.B.,
Christian,H. 2007. Pharmacokinetic-pharmacodynamic modeling of
diltiazem in spontaneously hypertensive rats : A microdialysis study.
Journal of Pharmacological and Toxicoogical Methods 56 ; 290-299.
Dadaszadeh, Simin., Afshin, Zarghi., Ebrahimian,A.J. 2003. Pharmacokinetics
and Comparative Bioavailability of Two Diltiazem Tablet Formulation in
Healthy Volunteers. Iran : Daru Volume 11. No.I.
Deshpande, Supriya dan Vivek Vijayrao Paithankar. 2013. A comprative single
dose bioequivalence study of extended release antihypertensive drug
formulation among healthy human volunteers. India : European Journal of
General Medicine; 10 (2) : 83-89.
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
44
UIN Syarif Hidayatullah
FDA. 2000. Waiver of In Vivo Bioavailability and Bioequivalence Studies for
Immediate-Release Solid Oral Dosage Forms Based on a Biopharmaceutics
Classification System; Guidance for Industry; U.S. Department of Health
and Human Services, Food and Drug Administration, Center for Drug
Evaluation and Research (CDER), U.S. Government Printing Office:
Washington, DC, August. http://www.fda.gov/cder/guidance/3618fnl.pdf
(accessed April 10, 2009).
FDA. 2011. Drugs for Human Use; Unapproved and Misbranded Oral Drugs
Labeled for Prescription use and Offered for Relif Symptoms of Cold,
Cough, or Allergy; Enforcement Action Dates. USA : Federal Register, Vol.
76, No. 42.
Galia, E; E.Nicolaides; D.Horter,R; R. Lobenberg,C; J.B, Dressman.1998.
Evaluation of Various Dissolution Media for Predicting In Vivo
Performance of Class I and II Drugs. Pharmaceuticl Research, Vol.15, No.5.
Diunduh dari http://download
v2.springer.com/static/pdf/282/art%253A10.1023%252FA%253A10119108
01212.pdf?token2=exp=1432189193~acl=%2Fstatic%2Fpdf%2F282%2F%
25253A10.1023%25252FA%25253A1011910801212.pdf*~hmac=9ae6d15
cd021ce68289c39a3030c3001a2ac4eed5915a0c40cba55aeacd9e4be. Pada
tanggal 21 mei 2015 pukul 13.00.
Gandjar, Ibnu, Gholib dan Abdul, Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Gennaro, A.R. 1995. Remington The Science and Practice of Pharmacy 19th
edition. Pennsylavania : Mack Publishing Co.
https://www.apotex.com/us/en/products/downloads/pil/dilt_ercp_ins.pdf. Diakses
tangal 18 juni 2015 pukul 07.30 WIB.
Isnawati, A. 2003. Profil disolusi dan penetapan kadar tablet kotrimoksazol
generik berlogo dan tablet dengan nama dagang. Media Litbang Kesehatan,
XIII (2), 21.
45
UIN Syarif Hidayatullah
Karuppiah, SP. 2012. Analytical Method Development for Dissolution Release of
Finished Solid Oral Dosage Form. Int J Curr Pharm Res, Vol 4, Issue 2, 48-
53.
Kizikbash, Arshi dan Cuong Ngo-Minh. 2014. Review of Extended-Release
Formulation of Tramadol for The management of Chronic Non-Cancer Pain
: Focus on Marketed Formulation. Journal of Pain Research ; 7 : 147-161.
Di ambil Pada Tanggal 07 April 2015 Pukul 11.30 dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3968086/.
Koester, L.S., Ortega, G.G., Mayorga, P., dan Bassani, V.L. 2004. Mathematical
evaluation of in vitro release profiles of HPMC matrix tablet containing
carbamazepin associated to beta-cylodextrin. European Journal of
Pharmaceutics and Biopharmaceutics 58 (1), 177-179.
Lachman, L., Lieberman, H.A., Kanig. 1986. Theory and Practice of Industrial
Pharmacy third edition. Philadelphia : lea and Febiger.
Leeson, L.J and Carstensen, J.T. 1974. Dissolution technology industrial
pharmaceutical technology section. Washington : AphA Academy of
Pharmaceutical Science.
Lieberman, H.A., et al. 1990. Pharmaceutical Dosage Form : Tablet Volume III
Second Edition Revised and expanded. Marcel Dekker Inc.
Mariyam, Rina. 2011. Preparasi dan karakterisasi kitosan suksinat sebagai matriks
pada tablet enterik lepas lambat. Depok : Skripsi FMIPA Profram Studi
Farmasi Universitas Indonesia.
Mei, Ling, Chen., et al. 2010. Challenges and Opportunities in Establishing
Scientific and Regulatory Standards for Assuring Therapeutic Equivalence
of Modified Release Products : Workshop Summary Report. The AAPS
Journal, Vol.12 No.3. Diambil pada Tanggal 07 April 2015 Pukul 11.52
dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2895434/
Olaniyi, AA., Babalola, CP., Oladende, FO., Adegoke, AO. 2001. Towards better
quality assurance of drugs. In : Biopharmaceutical methods in drug quality
assurance. Olaniyi A.A (Ed). University of Ibadan Press, Ibadan. Pp.7-23.
46
UIN Syarif Hidayatullah
Rudman, A dan William, R. 1995. Guidance for Industry. Immediate release solid
dosage form. Scale-up and post approval changes: Chemistry,
manufacturing and controls, in vitro dissolution testing, and in vivo
bioequivalence documentation. Center for Drug Evaluation and Research
(CDER).FDA, Rockville,MD.
Samaha, D; Shehayeb, R; Kyriacos,S. 2009. Modeling and Comparison of
Dissolution Profiles of Diltiazem Hydrochloride Modified Release
Formulation. Lebanon : Departement of Pharmaceutical Science, School of
Pharmacy, Lebanese American University.
Setiastuti, Agatha Dwi. 2011. Preparasi dan Karakterisasi Kitosan Suksinat
Sebagai Matriks Pada Granul Lepas Lambat Mukoadhesif. Depok : Skripsi
Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
Setterstrom.J.A., T.R. Tice., W.E. Meyers., J.W. Vincent. 1984. Development of
encapsulated antibiotics for topical administration to wounds. N : Secon
World Congress on Biomaterials 10th Annual Meeting of the Society for
Biomaterials. Washington, DC, April 27 may 1. P.4/
Shargel, Leon., Susanna, Wu-Pong., Andrew, B.V.Yu. 2004. Applied
Biopharmacutics and Pharmacokinetics Fifth Edition. USA : McGraw-
Hill’s.
Shoaib, H.M., Merchant, H.A., Tazeen, J., dan Yousuf, R.I. 2006. Once-daily
tablet formulation and in vitro release evaluation of cefpodoxime using
hydroxypropyl methylcellulose : A technical note. AAPS PharmSciTech ; 7
(3) Article 78.
Sinko, Patrick.J. 2006. Martin: Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Prinsip
Kimia dan Biofarmasetika dalam Ilmu Farmasetika. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Siregar, Charles, J.P. 2008. Teknologi Sediaan Farmasi : Sediaan Tablet Dasar-
Dasar Praktis. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
The United State Pharmacopeia 30th Edition. 2007. Canada : Webcom Limited.
47
UIN Syarif Hidayatullah
Timko, Robert.J and Nicholas. G. Lordi. 1977. In vitro evaluation of three
commercial sustained-release papaverine hydrochloride products. Journal of
Pharmaceutical Science Vol.67, No.4.
Wu, C. Y; Benet, L. Z. Predicting Drug Disposition via Application of BCS:
Transport/Absorption/Elimination Interplay and Development of a
Biopharmaceutics Drug Disposition Classification System. Pharm. Res.
2005, 22, 11–23.
Xiaou, Huang and Christopher S.Brazel. 2001. On the importance and mechanism
of burst release in matrix-controlled drug delivery systems. USA : Journal
of Controlled Release 73 ; 121-136.
LAMPIRAN
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Alur Penelitian
Produk Uji CD dan HB
Penentuan panjang gelombang maksimum Diltiazem HCl dalam
medium air
Uji Disolusi
Penetapan Kadar Diltiazem HCl dalam sediaan
Pembuatan Kurva Baku
Analisis Data
Kinetika Pelepasan
Obat
Uji Keseragaman Sediaan
Kinetika Orde Nol
Kinetika Orde Satu
Kinetika Model Higuchi
Kinetika model Korsmeyer-
Peppas
Uji Keragaman Bobot
Uji Keseragaman kandungan
Uji Statistik
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Seritifikat Analisis Diltiazem Hidroklorida
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Gambar Alat-alat
(a) Seperangkat alat disolusi (Erweka) (b) Timbangan analitik
(c) Spektrofotometer UV-Vis (Hitachi) (d) Mikropipet (Bio Rad)
(e) Alat-alat gelas skala laboratorium (f) Membran 0,45 μm (Sartorius)
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Kurva Panjang Gelombang Maksimum Diltiazem
Hidroklorida
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Kurva Baku Diltiazem Hidroklorida
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Hasil Penetapan Kadar
Contoh perhitungan penetapan kadar diltiazem hidroklorida di dalam sediaan
CD replikasi 1
Produk Abs
Kadar
terbaca
(ppm)
Kadar
sebenarnya
(ppm)
Kadar
dalam 100
ml (mg)
Kadar
dalam 1
sediaan
(mg)
% Kadar
CD 1 0,191 3,597 899,250 89,925 161,844 89,913
2 0,196 3,697 924,250 92,425 166,343 92,413
3 0,200 3,773 943,250 94,325 165,983 94,313
RSD : 2,393
Rerata ± SD : 92,213 ± 2,206
HB 1 0,572 10,825 1082,5 108,25 97,425 108,25
2 0,542 10,246 1024,6 102,46 92,214 102,46
3 0,547 10,346 1034,6 103,46 93,114 103,46
RSD : 2,955
Rerata ± SD : 104,723 ± 3,095
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Hasil Keseragaman Kandungan
Tablet Absorbansi Kadar
Terbaca
(ppm)
FP Kadar
Sebenarnya
(ppm)
Kadar
(mg)
%Kadar
1 0,353 6,670 250 1667,5 166,75 92,639
2 0,838 15,844 100 1584,4 158,44 88,022
3 0,879 16,621 100 1662,1 166,21 92,339
4 0,894 16,905 100 1690,5 169,05 93,917
5 0,840 15,894 100 1589,4 158,94 88,300
6 0,875 16,552 100 1655,2 165,52 91,956
7 0,827 15,651 100 1565,1 156,51 86,950
8 0,860 16,268 100 1626,8 162,68 90,378
9 0,856 16,195 100 1619,5 161,95 89,972
10 0,819 15,500 100 1550,0 155,00 86,111
RSD : 2,936
Rerata ± SD : 90,058±2,644
Contoh perhitungan keseragaman kandungan Tablet 1
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Hasil Keragaman Bobot
Kapsul Bobot sediaan
(mg)
Bobot rata-rata
sediaan (mg)
Hasil Penetapan
Kadar (%)
% kadar
1 159,400 156,360 104,723 107,509
2 153,200 103,327
3 160,400 108,183
4 154,300 104,069
5 159,700 107,711
6 157,000 105,890
7 156,000 105,215
8 157,700 106,362
9 152,400 102,787
10 153,500 103,529
RSD :1,872
Rerata ± SD : 105,458
±1,975
Contoh perhitungan keragaman bobot kapsul 1
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Hasil Uji Disolusi
a. Hasil Uji Disolusi Produk CD SR
Waktu
(jam) Abs
Cn''
(ppm) FP
Cn'
(ppm)
Total Cs
(ppm)
Cn
(ppm)
mg
Terlarut
% Ter
disolusi RSD
Rata-
rata ±SD
0,25 0,089 1,669 10 16,690 0,000 16,690 15,021 8,345 2,762 8,528
±0,236 0,090 1,695 10 16,950 0,000 16,950 15,255 8,475
0,092 1,733 10 17,330 0,000 17,330 15,597 8,665
0,094 1,761 10 17,610 0,000 17,610 15,849 8,805
0,092 1,739 10 17,390 0,000 17,390 15,651 8,695
0,087 1,637 10 16,370 0,000 16,370 14,733 8,185
0,5 0,116 2,193 10 21,930 0,093 22,023 19,820 11,011 1,509 10,893
±0,164 0,114 2,145 10 21,450 0,094 21,544 19,390 10,772
0,115 2,167 10 21,670 0,096 21,766 19,590 10,883
0,114 2,146 10 21,460 0,098 21,558 19,402 10,779
0,118 2,223 10 22,230 0,097 22,327 20,094 11,163
1,114 2,141 10 21,410 0,091 21,501 19,351 10,750
0,75 0,143 2,696 10 26,960 0,215 27,175 24,457 13,587 1,252 13,803
±0,173 0,145 2,728 10 27,280 0,213 27,493 24,744 13,747
0,145 2,734 10 27,340 0,217 27,557 24,801 13,778
0,145 2,732 10 27,320 0,217 27,537 24,783 13,769
0,148 2,801 10 28,010 0,220 28,230 25,407 14,115
0,145 2,744 10 27,440 0,210 27,650 24,885 13,825
1 0,175 3,306 10 33,060 0,364 33,424 30,082 16,712 0,971 16,701
±0,162 0,174 3,285 10 32,850 0,365 33,215 29,893 16,607
0,174 3,287 10 32,870 0,369 33,239 29,915 16,619
0,173 3,272 10 32,720 0,369 33,089 29,780 16,544
0,178 3,363 10 33,630 0,376 34,006 30,605 17,003
0,175 3,308 10 33,080 0,362 33,442 30,098 16,721
2 0,268 5,071 10 50,710 0,548 51,258 46,132 25,629 1,853 25,283
±0,469 0,263 4,962 10 49,620 0,547 50,167 45,151 25,084
0,263 4,960 10 49,600 0,551 50,151 45,136 25,076
0,262 4,955 10 49,550 0,551 50,101 45,091 25,050
0,273 5,156 10 51,560 0,563 52,123 46,910 26,061
0,260 4,905 10 49,050 0,546 49,596 44,637 24,798
3 0,349 6,589 10 65,890 0,830 66,720 60,048 33,360 2,877 32,588
±0,938 0,342 6,471 10 64,710 0,823 65,533 58,980 32,767
0,330 6,243 10 62,430 0,827 63,257 56,931 31,628
0,341 6,445 10 64,450 0,826 65,276 58,748 32,638
0,353 6,667 10 66,670 0,849 67,519 60,767 33,760
0,328 6,193 10 61,930 0,819 62,749 56,474 31,374
4 0,204 3,861 20 77,220 1,196 78,416 70,574 39,208 3,640 38,488
±1,401 0,199 3,749 20 74,980 1,183 76,163 68,546 38,081
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1,193 3,647 20 72,940 1,174 74,114 66,702 37,057
0,199 3,753 20 75,060 1,184 76,244 68,620 38,122
0,214 4,033 20 80,660 1,219 81,879 73,691 40,940
1,196 3,694 20 73,880 1,163 75,043 67,538 37,521
5 0,225 4,248 20 84,960 1,625 86,585 77,926 43,292 3,618 43,564
±1,576 0,228 4,301 20 86,020 1,599 87,619 78,857 43,810
0,226 4,266 20 85,320 1,579 86,899 78,209 43,449
0,233 4,397 20 87,940 1,601 89,541 80,587 44,770
0,235 4,446 20 88,920 1,668 90,588 81,529 45,294
0,212 3,998 20 79,960 1,573 81,533 73,380 40,767
6 0,249 4,706 20 94,120 2,097 96,217 86,595 48,108 3,046 49,398
±1,505 0,255 4,816 20 96,320 2,077 98,397 88,557 49,199
0,252 4,758 20 95,160 2,053 97,213 87,492 48,606
0,251 4,746 20 94,920 2,090 97,010 87,309 48,505
0,271 5,116 20 102,320 2,162 104,482 94,033 52,241
0,258 4,872 20 97,440 2,017 99,457 89,512 49,729
7 0,285 5,383 20 107,660 2,620 110,280 99,252 55,140 4,170 53,150
±2,216 0,263 4,966 20 99,320 2,612 101,932 91,739 50,966
0,273 5,157 20 103,140 2,581 105,721 95,149 52,861
0,271 5,112 20 102,240 2,617 104,857 94,371 52,428
0,292 5,508 20 110,160 2,730 112,890 101,601 56,445
0,263 4,978 20 99,560 2,559 102,119 91,907 51,059
8 0,294 5,554 20 111,080 3,218 114,298 102,868 57,149 1,915 56,763
±1,087 0,294 5,558 20 111,160 3,164 114,324 102,892 57,162
0,288 5,438 20 108,760 3,154 111,914 100,723 55,957
0,296 5,599 20 111,980 3,185 115,165 103,648 57,582
0,297 5,610 20 112,200 3,342 115,542 103,988 57,771
0,283 5,340 20 106,800 3,112 109,912 98,921 54,956
9 0,305 5,757 20 115,140 3,835 118,975 107,077 59,487 1,592 59,499
±0,947 0,298 5,640 20 112,800 3,781 116,581 104,923 58,291
0,302 5,710 20 114,200 3,759 117,959 106,163 58,979
0,304 5,754 20 115,080 3,807 118,887 106,998 59,443
0,313 5,917 20 118,340 3,965 122,305 110,075 61,153
0,306 5,779 20 115,580 3,705 119,285 107,357 59,643
10 0,322 6,083 20 121,660 4,475 126,135 113,521 63,067 3,426 63,859
±2,188 0,333 6,296 20 125,920 4,408 130,328 117,295 65,164
0,312 5,895 20 117,900 4,393 122,293 110,064 61,147
0,327 6,186 20 123,720 4,446 128,166 115,350 64,083
0,344 6,501 20 130,020 4,623 134,643 121,178 67,321
0,319 6,020 20 120,400 4,347 124,747 112,273 62,374
11 0,341 6,451 20 129,020 5,150 134,170 120,753 67,085 3,596 67,127
±3,596 0,334 6,304 20 126,080 5,108 131,188 118,069 65,594
0,336 6,347 20 126,940 5,048 131,988 118,789 65,994
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0,342 6,460 20 129,200 5,134 134,334 120,900 67,167
0,366 6,910 20 138,200 5,345 143,545 129,191 71,773
0,331 6,264 20 125,280 5,016 130,296 117,267 65,148
12 0,365 6,902 20 138,040 5,867 143,907 129,517 71,954 3,046 70,300
±2,142 0,344 6,493 20 129,860 5,808 135,668 122,101 67,834
0,350 6,620 20 132,400 5,753 138,153 124,338 69,077
0,364 6,880 20 137,600 5,851 143,451 129,106 71,726
0,369 6,983 20 139,660 6,113 145,773 131,196 72,886
0,346 6,547 20 130,940 5,712 136,652 122,987 68,326
b. Hasil Uji Disolusi Produk HB SR
Waktu
(jam)
Abs Cn''
(ppm)
FP Cn'
(ppm)
Total Cs
(ppm)
Cn
(ppm)
mg
Terlarut
% Ter
disolusi
RSD Rata-rata
±SD
0,25 0,138 2,599 5 12,995 0,000 12,995 11,696 12,995 5,748 13,334
±0,767 0,129 2,440 5 12,200 0,000 12,200 10,980 12,200
0,145 2,729 5 13,645 0,000 13,645 12,281 13,645
0,150 2,830 5 14,150 0,000 14,150 12,735 14,150
0,150 2,821 5 14,105 0,000 14,105 12,695 14,105
0,137 2,582 5 12,910 0,000 12,910 11,619 12,910
0,5 0,151 2,845 5 14,225 0,072 14,297 12,867 14,297 4,508 13,814
±0,623 0,139 2,613 5 13,065 0,068 13,133 11,820 13,133
0,147 2,778 5 13,890 0,076 13,966 12,569 13,966
0,151 2,853 5 14,265 0,079 14,344 12,909 14,344
0,150 2,827 5 14,135 0,078 14,213 12,792 14,213
0,136 2,572 5 12,860 0,072 12,932 11,639 12,932
0,75 0,170 3,204 5 16,020 0,151 16,171 14,554 16,171 5,975 15,165
±0,906 0,143 2,701 5 13,505 0,140 13,645 12,281 13,645
0,158 2,974 5 14,870 0,153 15,023 13,521 15,023
0,165 3,121 5 15,605 0,158 15,763 14,187 15,763
0,164 3,097 5 15,485 0,157 15,642 14,078 15,642
0,155 2,92 5 14,600 0,143 14,743 13,269 14,743
1 0,193 3,643 5 18,215 0,240 18,455 16,610 18,455 5,765 16,782
±0,968 0,174 3,275 5 16,375 0,215 16,590 14,931 16,590
0,167 3,157 5 15,785 0,236 16,021 14,419 16,021
0,180 3,398 5 16,990 0,245 17,235 15,511 17,235
0,174 3,277 5 16,385 0,243 16,628 14,965 16,628
0,165 3,108 5 15,540 0,224 15,764 14,188 15,764
2 0,239 4,552 5 22,760 0,341 23,101 20,791 23,101 3,008 22,656
±0,681 0,242 4,578 5 22,890 0,306 23,196 20,877 23,196
0,235 4,430 5 22,150 0,323 22,473 20,226 22,473
0,241 4,560 5 22,800 0,339 23,139 20,825 23,139
0,236 4,457 5 22,285 0,334 22,619 20,357 22,619
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0,223 4,219 5 21,095 0,311 21,406 19,265 21,406
3 0,083 1,567 20 31,340 0,468 31,808 28,627 31,808 3,670 30,190
±1,108 0,082 1,534 20 30,680 0,434 31,114 28,002 31,114
0,076 1,425 20 28,500 0,446 28,946 26,052 28,946
0,080 1,495 20 29,900 0,466 30,366 27,329 30,366
0,077 1,452 20 29,040 0,458 29,498 26,548 29,498
0,077 1,449 20 28,980 0,428 29,408 26,467 29,408
4 0,104 1,952 20 39,040 0,642 39,682 35,714 39,682 2,469 37,928
±0,936 0,099 1,863 20 37,260 0,604 37,864 34,078 37,864
0,096 1,813 20 36,260 0,605 36,865 33,178 36,865
0,099 1,856 20 37,120 0,632 37,752 33,977 37,752
0,098 1,847 20 36,940 0,619 37,559 33,803 37,559
0,099 1,863 20 37,260 0,589 37,849 34,064 37,849
5 0,145 2,735 20 54,700 0,859 55,559 50,003 55,559 9,078 48,796
±4,430 0,139 2,617 20 52,340 0,811 53,151 47,836 53,151
0,122 2,294 20 45,880 0,806 46,686 42,018 46,686
0,122 2,304 20 46,080 0,838 46,918 42,226 46,918
0,118 2,218 20 44,360 0,824 45,184 40,666 45,184
0,118 2,224 20 44,480 0,796 45,276 40,748 45,276
6 0,145 2,740 20 54,800 1,163 55,963 50,366 55,963 6,367 50,566
±3,220 0,137 2,577 20 51,540 1,102 52,642 47,378 52,642
0,126 2,374 20 47,480 1,061 48,541 43,687 48,541
0,128 2,416 20 48,320 1,094 49,414 44,473 49,414
0,122 2,299 20 45,980 1,071 47,051 42,346 47,051
0,129 2,437 20 48,740 1,043 49,783 44,805 49,783
7 0,154 2,900 20 58,000 1,467 59,467 53,520 59,467 3,989 55,880
±2,229 0,144 2,708 20 54,160 1,388 55,548 49,993 55,548
0,139 2,614 20 52,280 1,325 53,605 48,244 53,605
0,148 2,791 20 55,820 1,362 57,182 51,464 57,182
0,139 2,616 20 52,320 1,326 53,646 48,282 53,646
0,145 2,726 20 54,520 1,314 55,834 50,250 55,834
8 0,160 3,015 20 60,300 1,789 62,089 55,880 62,089 2,838 59,027
±1,675 0,154 2,907 20 58,140 1,689 59,829 53,846 59,829
0,149 2,812 20 56,240 1,615 57,855 52,070 57,855
0,149 2,808 20 56,160 1,673 57,833 52,049 57,833
0,150 2,823 20 56,460 1,617 58,077 52,269 58,077
0,151 2,843 20 56,860 1,617 58,477 52,629 58,477
9 0,160 3,013 20 60,260 2,124 62,384 56,146 62,384 1,512 61,939
±0,937 0,156 2,941 20 58,820 2,012 60,832 54,749 60,832
0,156 2,942 20 58,840 1,928 60,768 54,691 60,768
0,162 3,053 20 61,060 1,985 63,045 56,740 63,045
0,161 3,030 20 60,600 1,931 62,531 56,277 62,531
0,159 3,007 20 60,140 1,932 62,072 55,865 62,072
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10 0,173 3,257 20 65,140 2,459 67,599 60,839 67,599 2,141 65,258
±1,397 0,166 3,141 20 62,820 2,339 65,159 58,643 65,159
0,168 3,165 20 63,300 2,255 65,555 58,999 65,555
0,166 3,132 20 62,640 2,324 64,964 58,467 64,964
0,162 3,049 20 60,980 2,267 63,247 56,922 63,247
0,166 3,138 20 62,760 2,267 65,027 58,524 65,027
11 0,176 3,317 20 66,340 2,821 69,161 62,245 69,161 2,160 67,685
±1,462 0,167 3,147 20 62,940 2,688 65,628 59,065 65,628
0,169 3,196 20 63,920 2,606 66,526 59,874 66,526
0,176 3,319 20 66,380 2,672 69,052 62,147 69,052
0,171 3,228 20 64,560 2,606 67,166 60,449 67,166
0,175 3,298 20 65,960 2,615 68,575 61,718 68,575
12 0,183 3,457 20 69,140 3,190 72,330 65,097 72,330 3,006 70,026
±2,105 0,169 3,196 20 63,920 3,037 66,957 60,262 66,957
0,175 3,294 20 65,880 2,961 68,841 61,957 68,841
0,184 3,468 20 69,360 3,041 72,401 65,160 72,401
0,176 3,323 20 66,460 2,965 69,425 62,482 69,425
0,178 3,361 20 67,220 2,982 70,202 63,182 70,202
Contoh perhitungan kadar kumulatif diltiazem hidroklorida dalam media disolusi
Kadar diltiazem dalam media disolusi tiap-tiap waktu dihitung dengan
menggunakan rumus koreksi Wurster :
Keterangan :
Cn : Kadar sebenarnya setelah dikoreksi
Cn’: Kadar sebelum pengenceran (ppm)
Cs : Kadar terbaca dari sampel sebelumnya (ppm)
v : Volume sampel yang diambil (ml)
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
V : Volume media disolusi
Contoh perhitungan :
Waktu (jam) Cn’ (ppm) Cn (ppm)
0,25 16,690
0,5 21,930
0,75
dst
26,960
Kurva regresi kinetika orde nol Kurva regresi kinetika orde satu
Kinetika Model Higuchi Kinetika Model Korsmeyer-Peppas
Lam
pira
n 1
0. H
asil A
nalisis K
inetik
a P
elepasa
n O
bat
UIN
Syarif H
iday
atu
llah
Jakarta
63
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Perhitungan Nilai Koefisien Pelepasan dari Beberapa Model
Kinetika
Persamaan y= a + bx
Orde nol Qt =k0.t
Orde satu Ln (100-Qt) =k1.t
Higuchi Qt =kH.t1/2
Korsmeyer-Peppas Ln Qt=n ln t + ln k
Dengan mengolah data hasil disolusi menjadi persamaan y=bx+a, maka dapat
dihitung nilai-nilai koefisien sebagai berikut :
K0, k1, kH = b untuk kinetika pelepasan orde nol, orde satu, dan Higuchi
Ln k = a k = arc ln a; n = b untuk kinetika pelepasan Korsmeyer-Peppas
Contoh perhitungan Model Kinetika Pelepasan Korsmeyer Peppas dari produk uji
CD :
ln t (jam) ln Qt
-1,386 2,143
-0,693 2,388
-0,288 2,625
0,000 2,815
0,693 3,230
1,099 3,484
1,386 3,650
1,609 3,774
1,792 3,900
1,946 3,973
2,079 4,039
2,197 4,086
2,303 4,157
2,398 4,207
2,485 4,253
y = 0,5714x + 2,8437 n = 0,5714
R2= 0,9974 k = 3,438
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Hasil Uji Statistik
a. Uji Normalitas
Tests of Normality
Produk
_uji
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Orde_nol CD .250 6 .200* .849 6 .155
HB .267 6 .200* .872 6 .233
Orde_satu CD .249 6 .200* .848 6 .151
HB .266 6 .200* .908 6 .422
Higuchi CD .229 6 .200* .857 6 .178
HB .132 6 .200* .979 6 .945
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
b. Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Orde_nol Based on Mean .325 1 10 .581
Based on Median .268 1 10 .616
Based on Median and with
adjusted df .268 1 6.376 .622
Based on trimmed mean .322 1 10 .583
Orde_satu Based on Mean .235 1 10 .638
Based on Median .196 1 10 .668
Based on Median and with
adjusted df .196 1 7.279 .671
Based on trimmed mean .233 1 10 .640
Higuchi Based on Mean .214 1 10 .653
Based on Median .197 1 10 .667
Based on Median and with
adjusted df .197 1 9.034 .668
lxvi
c. Uji T
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Orde_nol Equal variances assumed .325 .581 .165 10 .873 .0129333 .0786109 -.1622228 .1880894
Equal variances not assumed .165 9.095 .873 .0129333 .0786109 -.1646133 .1904800
Orde_sat
u
Equal variances assumed .235 .638 -.614 10 .553 -.0016333 .0026599 -.0075600 .0042933
Equal variances not assumed -.614 9.264 .554 -.0016333 .0026599 -.0076244 .0043578
Higuchi Equal variances assumed .214 .653 .494 10 .632 .1643333 .3325462 -.5766257 .9052923
Equal variances not assumed .494 9.548 .632 .1643333 .3325462 -.5814027 .9100694
66
UIN
Syarif H
iday
atu
llah
Jakarta
Recommended