View
228
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
UJI EFEKTIVITAS DAN MULTIPLIKASI SPORA CENDAWAN
MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) PADA BERBAGAI MEDIA
PEMBIBITAN Dalbergia latifolia
TESIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Program Studi Biosain
Oleh :
MURYANTO
NIM. S900809011
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
1. Tesis yang berjudul : “UJIEFEKTIVITAS DAN MULTIPLIKASISPORA
CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) DALAM BERBAGAI
MEDIA PEMBIBITAN Dalbergia latifolia” adalah karya penelitian saya
sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang
lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam
sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah
Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, maka saya
bersedia Tesis beserta gelar MAGISTER saya dibatalkan, serta diproses
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20
Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
2. Tesis ini merupakan hak milik Prodi Biosains PPs-UNS. Publikasi
sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain
harus seijin Ketua Prodi Biosains PPs-UNS dan minimal satu kali
publikasi menyertakan tim pembimbing sebagai author. Apabila dalam
waktu sekurang-kurangnya satu semester (6 bulan sejak pengesahan
Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan
Tesis ini, maka Prodi Biosains PPs-UNS berhak mempublikasikannya
pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Biosains PPs-UNS. Apabila
saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya
bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, Juli 2012
Mahasiswa
Muryanto S. 900809011
PERSEMBAHAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Karya ini saya persembahkan kepada
Kedua Orang Tua, Istri, Keempat anak dan
Saudara-Saudara Tercinta
TERIMA KASIH
KATA PENGANTAR
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
Alhamdulillahirobbil`alamin dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat
Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis dengan judul ”Uji Efektivitas dan Multiplikasi Spora
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Pada Berbagai Media Pembibitan
Dalbergia latifolia”, Tulisan ini, disajikan beberapa pokok bahasan, meliputi
efektivitas, infektivitas dan multiplikasi spora CMA, berbagai media dan
pembibitan D.latifolia(sonokeling).
Nilai penting penelitian ini adalah untuk mendapatkan mediaterbaik
untuk efektivitas, infektivitas dan multiplikasi (kemampuan memperbanyak diri)
spora CMA pada pembibitan D.latifolia(sonokeling) yang sudah terancam
populasinya, sehingga dapat memberi kontribusi bagi khasanah ilmu
pengetahuan dan implementasi teknologi tepat guna di tingkat petani.
Dalam penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak baik moril maupun materiil. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan penyusunan tesis ini, yaitu :
1. Rektor Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin untuk
mengadakan penelitian ini.
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya mengikuti pendidikan pascasarjana ini.
3. Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si selaku Ketua Program Studi Biosaindan
pembimbing kedua yang telah memotivasi dan membimbing dalam
menyelesaikan program pembelajaran.
4. Prof. Drs.Suranto,M.Sc, Ph.D selaku pembimbing pertama yang telah
berkenan membimbing dengan penuh kesabaran dan ketelitian sehingga
tesis ini dapat penulis selesaikan.
5. Bapak Bupati Boyolali yang telah memberikan ijin belajar sehingga penulis
mempunyai kesempatan menempuh studi lanjut di Program Studi Biosain
Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Dr. Edwi Mahajoeno, M.si yang telah memberikan dorongan, bantuan serta
dukungan dalam penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
7. Ibu Dr.Siti Chalimah. M. Pd., Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta
yang telah memberikan dorongan, bantuan dan bimbinganserta dukungan
sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
8. Semua dosen Progdi Biosain yang telah memberikan bantuan dan
pengarahan serta dorongan.
9. Kepala UPT sub Laboratorium MIPAdan Laboratorium Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret yang telah berkenan mengijinkan dan membantu
penulis dalam melakukan penelitian.
10. Kepala SMP Negeri 1 Kemusu, rekan-rekan guru dan karyawan yang telah
memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis.
11.Teman-teman Biosain angkatan 2009 (mas Dodik, Bu Yayuk, pak Inpurwanto,
Mbak Nina, Pak Heru, Pak Amar, Pak Supono, Pak Hamdin, Pak Supriyadi,
Ainun, Pipit, Ana, Zahra, Mbak Ifan, Bu Mamik, bu Nony, Phyllis, Mbak Ria,
Mbak Rita, Mbak Tiwuk, Bu Turweni) yang telah memberikan bantuan,
dukungan dan kerjasamanya.
12. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan tesis ini.
Semoga amal baik yang telah diberikan mendapatkan limpahan
barokah dan balasan kebaikan dari Allah S.W.T.Disadari bahwa dalam penulisan
ini terdapat kekurangan dan keterbatasan walaupun telah berupaya dengan
segala kemampuan untuk lebih teliti, oleh karena itu penulis mengharapkan
saran yang membangun agar tulisan ini lebih bermanfaat.
Surakarta, Juli 2012
Penulis,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Muryanto, 2012 Uji Efektivitas dan Multiplikasi Spora Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Pada Berbagai Pembibitan Dalbergia latifolia. TESIS, Pembimbing I: Prof. Drs. Suranto,M.Sc, Ph.D, Pembimbing II: Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si. Program Studi Biosain, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Abstrak
Eksploitasi tanaman yang berkualitas tinggi sering tidak memperhatikan aspek kelestariannya. Salah satu jenis kayu yang berkualitas tinggi dan harganya mahal yang dieksploitasi melebihi daya produksinya adalah Dalbergia latifolia(sonokeling). Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) sebagai pupuk hayati dan pemilihan media pembibitan yang tepat dapat menekan laju mortalitas dan meningkatkan pertumbuhan bibit sonokeling. Tujuan penelitian adalah (1) Menguji efektifitas CMApada berbagai media terhadap pertumbuhan bibit D.latifolia, (2) Menguji infektivitas CMA dalam berbagai media pada pembibitanD.latifolia, (3) Mengetahui perkembangan jumlah spora CMAdalam berbagai media pembibitan D.latifolia.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal.Analisis data menggunakanANOVA satu jalur dan dilanjut dengan uji DMRT 5%.media pembibitan dengan inokulum CMA yang terdiri dari media tanah (kontrol), tanah:pasir (1:1), tanah:arang sekam (1:1), pasir:arang sekam (1:1) dan tanah:pasir:arang sekam (1:1:1).
Hasil penelitian efektivitas CMAterhadap tinggi bibit, diameter batangdan jumlah daun menunjukkan rerata paling baik pada media tanah:pasir (1:1) yaitu 13,3 cm; 3 cm2 dan 35.8 helai. Adapun jenis media tanah:pasir:arang sekam (1:1:1) merupakan media terbaik untukberat basah (5,16), berat akar (1,94), berat kering (1,72) dan volume akar (2,06).
Campuran media tanah, sekam dan pasir merupakan media terbaik untuk infektivitas CMA (43%) dan multiplikasi spora CMAsebanyak 89 spora/100 gr media. Selain itu campuran media tanah dan pasir merupakan media yang memberikan hasil terbaik untuk parameter pertumbuhan jumlah daun, tinggi tanaman dan diameter batang.
Kata kunci : Efektifitas, CMA, Dalbergia latifolia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Muryanto, 2012 Compatibility Testing and ArbuskularMycorrhizal (AM) Multiplication In Various Media of Dalbergia latifolia Seedling. TESIS, Supervisors I: Prof. Drs. Suranto,M.Sc, Ph.D, Supervisors II: Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si. Bioscience Program of Postgraduate Program. Sebelas Maret University Surakarta. Jl. Ir Sutami 36 A Kentingan Solo. Abstract
The exploitation of good-quality timbers almost always neglected to the aspects of sustainability. TheseDalbegeria latifolia plants have been considered as one of high-quality and expensive wood. These plants have been exploited massively and therefore conservation using seedling experiment is very crucial tobe conducted. This is due to the very high of mortality rate of Dalbergia latifolia. Seedling mortality rate ofDalbergia latifoliacan be suppressed bythe useof Mikorrhizal ArbuskularFungi(AMF) as a biological fertilizer with appropriate media seedlingselection. The purpose of these researchswereto examine (1) the effectivity of media on the growth of Dalbergia latifolia seed, (2) the infectivity of AMFin various media to the plant seedlings, (3) the total number of spores in various media of the Dalbergia latifolia seedling.The experiment was carried out using the Completely Randomized Design (CRD), in which the datawas analysedusing one-way ANOVA and continued with the DMRT test at 5% level of significant.The results showed that the best composition of media was medium soil: sand (1:1) resulted of 3.0 cm2in diameter. The best media mixture for infecting of AMFmediaresulting the percentage of 43 %, was soil, chaff and sand (1:1:1). This media has resulted multification of AMF, for 89 spores / 100 g of media. Key words: efektivity, multiplication, mycorrhizae, media, Dalbergia latifolia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
JUDUL ..................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS....................................................... iv
PERSEMBAHAN ....................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
ABSTRAK .................................................................................................. viii
ABSTRACT ................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .............................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Deskripsi Dalbergia latifolia(sonokeling) ....... 7
B. Cendawan Mikoriza Arbuskula............................................. 11
C. Media Pembibitan ................................................................ 16
D. Perbanyakan Spora CMA .................................................... 18
E. Kerangka Berfikir ............................................................... 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
F. Hipotesis ........................................................................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................. 22
B. Alat dan Bahan .................................................................... 22
C. Rancangan Penelitian .......................................................... 23
D. Cara Kerja ........................................................................... 25
E. Analisis Data ....................................................................... 27
BAB IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Efektivitas CMA Pada BibitDalbergia
latifolia(sonokeling)Diberbagai Media Pembibitan ................ 28
B. Infektifitas CMAPada Bibit Dalbergia latifolia(sonokeling)
Diberbagai Media Pembibitan ............................................. 43
C. Jumlah Spora CMA ............................................................. 49
BAB V.KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................... 50
B. Saran ................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 51
LAMPIRAN ................................................................................................ 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel4.1. Pengaruh variasi media dengan penambahan CMA terhadap
berat basah, jumlah daun, berat akar, berat kering dan volume
akar tanaman D.latifolia(sonokeling)............................................ 34
Tabel4.2. Infektivitas spora CMA terhadap akar tanaman D.latifolia(sonokeling) 43
Tabel4.3. Hasil analisis kandungan makro dan mikro pada media tanam ..... 46
Tabel4.4. Jumlah spora pada variasi media tanam .................................... 48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tegakan D.latifolia(sonokeling) .............................................. 8
Gambar2.2. Batang pohon D.latifolia (sonokeling)………. ......................... 8
Gambar 2.3. Daun D.latifolia(sonokeling) .................................................. 8
Gambar 2.4. Bunga D.latifolia( sonokeling) ............................................... 8
Gambar 2.5. Buah D.latifolia(sonokeling) .................................................. 9
Gambar 2.6. Biji D.latifolia(sonokeling) ...................................................... 9
Gambar 2.7. Batang (A) dan tekstur dekoratif kayu (B) D.latifolia(sonokeling) 10
Gambar 2.8. Kerangka Berfikir .................................................................. 20
Gambar 4.1. Grafik pengaruh interaksi jenis media dengan inokulan CMA
terhadap tinggi bibit D.latifolia(sonokeling) ............................. 30
Gambar 4.2. Grafik pengaruh interaksi jenis media dengan inokulan CMA
terhadap diameter bibit D.latifolia(sonokeling) ........................ 33
Gambar 4.3. Grafik pengaruh variasi media dengan inokulan CMA terhadap
berat basah D.latifolia(sonokeling) ......................................... 35
Gambar 4.4. Grafik pengaruh interaksi jenis media dengan inokulan CMA
terhadap jumlah daunD.latifolia(sonokeling) ........................... 36
Gambar 4.5. Grafik pengaruh interaksi jenis media dengan inokulan CMA
terhadap berat akarD.latifolia(sonokeling) .............................. 38
Gambar 4.6. Grafik pengaruh interaksi jenis media dengan inokulan CMA
terhadap berat keringD.latifolia(sonokeling) ........................... 40
Gambar 4.7. Grafik pengaruh interaksi jenis media dengan inokulan CMA
terhadap volume akar D.latifolia(sonokeling) .......................... 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
Gambar 4.8. Gambar perbandingan penampang akar D.latifolia(sonokeling)
yang tidak terinfeksi dan terinfekssi CMA ............................... 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian .......................................................... 58
a. Penyemaian Benih Dalbergia latifolia(sonokeling) ............ 58
b. Seleksi bibit untuk penelitian ............................................ 58
c. Penanaman dan inokulasi CMA ...................................... 59
d. Pengukuran tinggi dan diameter batang ......................... 59
e. Pengukuran berat basah dan berat akar .......................... 60
f. Preparasi akar ................................................................. 60
g. Infektivitas akar ............................................................... 61
h. Pengamatan jumlah spora ................................................ 62
Lampiran 2. Hasil Analisis Statistik ............................................................ 63
Lampiran 3. Hasil Analisis Kimia Media Tanam ....................................... 68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eksploitasi tanaman yang berkualitas tinggi sering tidak
memperhatikan aspek kelestariannya. Tindakan tersebut menimbulkan dampak
terancamnya biodiversitas dan kerusakan lingkungan. Salah satu dari jenis kayu
yang berkualitas tinggi dan harganya mahal yang dieksploitasi melebihi daya
produksinya adalah Dalbergia latifolia (sonokeling). Di Indonesia, sonokeling
hanya didapati tumbuh liar di hutan-hutan Jawa Tengah dan Jawa Timur pada
ketinggian di bawah 600 m dpl, terutama di tanah-tanah yang berbatu, tidak
subur, dan kering secara berkala. Departemen Kehutanan dan Balai Pusat
Statistik tahun 2004 melaporkan potensi tanaman sonokeling di Indonesia
terkonsentrasi di tiga provinsi di Jawa, berturut-turut adalah Jawa Tengah
(34,30%), D.I Yogyakarta (29,04%) dan Jawa Timur (15,86%).
Kayu sonokeling memiliki pola-pola yang indah berwarna ungu
bercoret-coret kehitaman atau hitam keunguan berbelang dengan coklat
kemerahan. Kayu sonokeling bertekstur keras namun ringan sehingga banyak
dipakai untuk kontruksi rumah, mebeler dan berbagai kerajinan. Selain
dimanfaatkan kayunya, daun sonokeling bermanfaat untuk pembersih darah dan
obat cacing (Tyas dkk, 1997). Soemarno dkk (2000) dalam penelitiannya
mengemukakan bahwa bunga sonokeling merupakan jenis bunga yang
memenuhi persyaratan sebagai pakan lebah.
Sebagai tanaman hutan sonokeling berpotensi dalam pengendalian
pemanasan global melalui fungsinya sebagai penyerap karbon. Brown (1997)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
dalam Raharjo dkk. (2005) melaporkan bahwa sonokeling memiliki berat jenis
kayu tertinggi (0,75) dari tanaman yang diteliti (jati 0,55; mahoni 0,53; sengon
0,25 dan kelapa 0,5). Karbon yang disimpan tanaman dapat dimasukkan dalam
kategori zat kayu dan zat-zat hasil infiltrasi, sehingga semakin besar berat jenis
kayu maka semakin tinggi pula karbon yang tersimpan. Oleh karena itu ke depan
usaha pembangunan hutan rakyat untuk penyerapan karbon, sonokeling harus
dipertimbangkan untuk menjadi salah satu jenis yang akan ditanam. Namun nilai
ekonomi kayu sonokeling yang tinggi telah mendorong pemanenan yang
berlebihan, sehingga populasi alami pohon ini menghadapi ancaman kepunahan.
Oleh sebab itu, sejak 1998 Badan Konservasi Dunia IUCN telah memasukkan D.
latifolia ke dalam kategori rentan.
Permasalahan yang sering muncul dalam mengkonservasi sonokeling
adalah banyaknya bibit yang mati dipersemaian dan kurang berkualitasnya bibit
sehingga mortalitasnya tinggi ketika yang dilepas ke lapangan. Selain itu biji
sonokeling yang masak sulit jatuh ke tanah karena biji terbungkus oleh kulit
polong yang kuat dan tidak pecah saat biji masak. Apabila biji tidak berhasil
dijatuhkan terpaan angin yang kuat maka biji akan tetap berada pada polong
sampai membusuk atau rusak karena dimakan semut. Oleh karena itu
pengambilan biji yang sudah masak dengan cara memetik langsung dari
pohonnya perlu dilakukan. Salah satu teknologi budidaya tanaman yang
menentukan keberhasilan penanaman sonokeling di lapangan adalah
penyediaan bibit yang bermutu. Suwarsono dkk. (1993) mengemukakan bahwa
bibit yang berkualitas kurang baik menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak
seragam, sehingga hasil dan mutu biji rendah. Sebaliknya bibit yang sehat, kuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
dan seragam akan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang seragam, serta
hasil dan mutu biji baik.
Pembekalan bibit dengan CMA diharapkan dapat menekan laju
mortalitas dan meningkatkan daya pertumbuhan bibit sonokeling. Keuntungan
aplikasi mikoriza adalah memacu pertumbuhan bibit, mempersingkat waktu di
persemaian, meningkatkan persen tanaman yang hidup (survival rate) di
persemaian dan di lapangan, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stres
air dan serangan patogen akar, aplikasi mikoriza hanya sekali di persemaian dan
ramah bagi lingkungan (Tingkupadang, 2008). Baylis (1972) menyatakan bahwa
massa jamur mikoriza yang terdapat baik di ektomikoriza maupun endomikoriza
sangat membantu sebagai media untuk menghubungkan akar tanaman dengan
mineral elemen yang dibutuhkan oleh tanaman, terutama unsur P, karena
mobilitasnya di tanah sangat rendah. Inokulan Cendawan Mikoriza Arbuskula
(CMA) yang diaplikasi pada tanaman sonokeling perlu diketahui cara dan waktu
yang tepat. Teknik dan waktu yang tepat akan menentukan keberhasilan
tanaman terinfeksi oleh CMA. Waktu inokulasi CMA hanya dilakukan pada saat
tanaman masih tingkat semai atau pada biji yang baru berkecambah, inokulasi
pada tanaman yang telah dewasa selain boros penggunaan inokulum juga
kurang memberikan manfaat yang optimal (Husna dkk, 2007). Widyati (2007)
menyatakan inokulasi MA secara murni dapat meningkatkan serapan N tanaman
sebesar 80%, serapan P sebesar 383% dan serapan K sebesar 51%.
Peningkatan serapan hara dengan perlakuan MA murni dapat meningkatkan
biomassa 91% dan pertambahan tinggi 114%.
Pemilihan media tumbuh merupakan kegiatan yang sangat penting
dalam upaya memproduksi bibit dengan kualitas baik. Percobaan penggunaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
media tumbuh masih sering dilakukan untuk memperoleh komposisi yang tepat
dan efisien. Menurut Alexander (1976) dalam Asri (2008), sampai saat ini
penggunaan tanah lapisan atas masih menjadi pilihan utama sebagai media
pembibitan tanaman. Lapisan tanah atas (top soil) adalah lapisan tanah paling
atas dengan ketebalan berkisar 15 cm, yang biasanya subur dan mengandung
banyak bahan organik. Kesuburan tanah top soil sulit tergantikan atau
memerlukan waktu yang nisbi sangat lama walaupun pada lahan yang tidak
terusik. Menurut Smith (1975) dalam Husin (1998) perkembangan mikoriza
sangat baik pada tanah dengan kandungan unsur hara rendah.
Produksi pupuk hayati atau inokulan CMA di Indonesia umumnya
menggunakan bahan pembawa anorganik berupa pasir, mineral lempung atau
zeolit (Prematuri dan Faigoh, 1999). Selain itu sekam merupakan sumber bahan
organik yang mudah didapat yag berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan
pembawa pupuk hayati CMA (Shigeta dan Marjenah, 1993). Hasil percobaan
Nurbaity dkk, 2008 pada rumah kaca melaporkan bahwa arang sekam lebih baik
dibandingkan jerami untuk digunakan sebagai media produksi inokulan mikoriza
arbuskula.
Uraian di atas menunjukkan pentingnya pelestarian dan
pembudidayaan bibit sonokeling pada media yang tepat dengan pemanfaatan
CMA sebagai pupuk hayati untuk meningkatkan kualitas bibit. Untuk itu perlu
dilakukan penelitian uji media pembibitan yang terdiri dari bahan tanah, arang
sekam dan pasir serta pemanfaatan CMA untuk mengetahui peran media
tersebut terhadap infektivitas CMA, pertumbuhan bibit sonokeling dan
perbanyakan spora CMA dalam pembibitan sonokeling.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah
yang dapat dirumuskan adalah :
1. Bagaimanakah efektivitas CMA pada berbagai media terhadap pertumbuhan
bibit D. latifolia?
2. Bagaimanakah infektivitas CMA dalam berbagai media pembibitan
D.latifolia?
3. Bagaimanakah perkembangan jumlah spora CMA dalam berbagai media
pembibitan D.latifolia?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Menguji efektivitas CMA pada berbagai media terhadap pertumbuhan bibit
D.latifolia.
2. Menguji infektivitas CMA dalam berbagai media pembibitan D.latifolia.
3. Mengetahui perkembangan jumlah spora CMA dalam berbagai media
pembibitan D.latifolia.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan diharapkan bermanfaat untuk:
1. Mendapatkan media optimal dalam inokulasi CMA terhadap pertumbuhan
bibit D.latifolia.
2. Memperoleh media yang tepat untuk infektivitas CMA pada bibit D.latifolia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
3. Inovasi model perbanyakan spora CMA pada media pembibitan dengan
menggunakan bahan baku lokal.
4. Inovasi model pembibitan D.latifolia (sonokeling) yang dibekali CMA sebagai
salah satu cara penyiapan bibit pada lahan marginal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Deskripsi Dalbergia latifolia (sonokeling)
Dalbergia latifolia adalah nama sejenis pohon penghasil kayu keras
dan indah, anggota dari suku Papilionaceae. Kayunya berbobot sedang dan
berkualitas tinggi dalam perdagangan dikenal sebagai Indian rosewood, Bombay
blackwood atau Java palisander (Inggris.), palisandre de l’Inde (Prancis.). Badan
Standarisasi Nasional Indonesia memberikan Nomor SNI 01-5007.12-2001 untuk
D.latifolia (sonokeling). Klasifikasi D.latifolia menurut Tjitrosoepomo(1988) adalah
sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Famili : Papilionaceae
Genus : Dalbergia
Spesies : Darbelgia latifolia Roxb.
Marga Dalbergia sendiri meliputi lebih kurang 100 jenis, yang
menyebar di kawasan tropika. Sebagian besar jenis (70 spesies) ditemukan di
Asia dengan pusat keanekaragaman di sekitar Himalaya. Kebanyakan berupa
perdu atau liana berkayu. Sebanyak 18 jenis sonokeling berupa pohon yang
menghasilkan kayu yang berharga. Sebaran sonokeling meliputi daerah Nepal,
bagian barat dan timur laut India, dan Jawa. Tumbuhan ini ditanam di daratan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Asia Tenggara, Jawa dan Afrika. Pohon sonokeling berukuran sedang/besar
dengan tinggi mencapai 43 m dan berdiameter hingga 180 cm. Batang
sonokeling berkayu, berbentuk silindris, percabangan simpodial. Pohon
sonokeling bertajuk lebat berbentuk kubah (gambar 2.1), ketika musim kemarau
menggugurkan daun. Permukaan kulit batang kasar, sedikit pecah-pecah dan
membujur halus, dengan berwarna abu-abu kecoklatan sampai hitam (gambar
2.2). Jenis akar sonokeling berupa akar tunggang berwarna putih kecoklatan
berdiameter 20-40 cm.
Sonokeling mempunyai daun majemuk berseling, bentuk anak daun
oval / lonjong asimetris dengan tulang daun menyirip ganjil. Panjang daun 5-10
cm, lebar 3-6 cm, ujung tumpul, pangkal runcing, tepi rata, permukaan licin, halus
berwarna hijau (gambar 2.3).
Gambar 2.1. Tegakan Darbelgia latifolia (sonokeling)
Gambar 2.2. Batang pohon Darbelgia latifolia (sonokeling)
Gambar 2.3. Daun Darbelgia latifolia (sonokeling)
Gambar 2.4. Bunga Darbelgia latifolia (sonokeling)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Sonokeling berbunga sempurna majemuk berbentuk malai, terletak
diujung atau diketiak daun. Dasar kelopak berlekatan membentuk tabung,
panjang 3-5 mm, mahkota lepas, halus, panjang 4-6 mm, putih atau merah muda
(gambar 2.4). Buah polong berbentuk pipih/lanset memanjang, runcing di
pangkal dan ujungnya dengan panjang 3-5 cm berwarna hijau waktu muda
(gambar 2.5) dan berwarna coklat ketika masak. Buah polong tidak memecah
ketika masak berwarna coklat mengandung 1- 4 biji yang berbentuk ginjal dan
pipih (gambar 2.6).
Tanaman sonokeling merupakan jenis pohon andalan lokal, jenis
introduksi potensial untuk kegiatan rehabilitasi hutan yang berkembangbiak
secara generatif dengan biji ortodoks dan berkembangbiak secara vegetatif
dengan stek akar (Mindawati dan Subiakto, 2004). Sonokeling terutama
dimanfaatkan kayunya, yang memiliki pola-pola yang indah, ungu bercoret-coret
hitam, atau hitam keunguan berbelang dengan coklat kemerahan. Kayu ini biasa
digunakan untuk membuat mebel, almari, serta aneka perabotan rumah berkelas
tinggi, kayu perkakas, lantai, papan, alat olah raga&musik, dan seni ukir/pahat.
Kulit batangnya yang segar dapat digunakan untuk pembersihan darah, obat
Gambar 2.5. Buah Darbelgia latifolia
(sonokeling)
Gambar 2.6. Biji Darbelgia latifolia (sonokeling)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
mual dan obat pendarahan. Kandungan kimia daun dan kulit batang sonokeling
adalah saponin, disamping itu kulit batangnya juga mengandung tanin. Veninnya
yang bernilai dekoratif (gambar 2.7) digunakan untuk melapisi permukaan kayu
lapis mahal. Kayu sonokeling juga sering digunakan untuk membuat barang
ukiran dan pahatan, barang bubutan, alat-alat musik dan olahraga, serta perabot
kayu bengkok seperti gagang payung, tongkat jalan dan lain-lain. Kayu ini juga
kuat dan awet, sehingga tidak jarang digunakan dalam konstruksi seperti untuk
kusen, pintu dan jendela, serta untuk membuat gerbong kereta api atau untuk
peralatan seperti gagang kapak, palu, bajak dan garu, serta untuk mesin-mesin
giling-gilas (Suharti dan Hadi., 1974).
Tanaman sonokeling merupakan salah satu tanaman agroforestri
yang populer di Indonesia. Pohon ini ditanam dalam sistem tumpangsari,
diselingi dengan aneka tanaman pangan seperti padi ladang, jagung, ubi kayu,
atau kacang-kacangan. Sonokeling juga menjadi pohon penyusun wanatani,
bercampur dengan mangga, nangka, sirsak, jambu biji dan lain-lain.
Gambar 2.7. Batang (A) dan tekstur dekoratif kayu (B) D.latifolia (sonokeling)
A B
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
B. Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)
1. Pengertian CMA
Kata mikoriza berasal dari kata myces (cendawan) dan rhiza (akar)
(Sienverding, 1991). Mikoriza merupakan bentuk hubungan simbiosis mutualisme
antara cendawan dengan akar tanaman. Hubungan mutualisme tersebut sangat
tinggi ketergantungannya yaitu tanaman inang menerima hara mineral sementara
cendawan menerima senyawa karbon hasil fotosisntesis. Asosiasi mikoriza
melibatkan interaksi tiga komponen yaitu tanaman inang, cendawan mutualistik
dan tanah. Bibit bermikoriza memiliki keunggulan untuk mampu bertahan hidup
pada kondisi lahan marginal. Oleh karena itu bibit bermikoriza sangat baik untuk
ditanam dalam rangka rehabilitasi lahan kritis, yang pada umumnya lahan sudah
marginal (Harijoko dkk, 2006)
Cendawan mikorhiza arbuskula (CMA) adalah mikroorganisme tanah
bersifat obligat, sehingga selalu hidup bersimbiosis dengan akar tanaman.
Alexopoulos et al.(1996) menyatakan bahwa 80% CMA bersimbiosis dengan
seluruh famili tumbuhan. Anggota Glomales bersimbiosis dengan banyak
tanaman budidaya angiospermae penting, di antaranya adalah tanaman
pertanian. Smith & Read (1997) menyatakan bahwa CMA adalah simbion
penting dalam perakaran, karena mampu bersimbiosis dengan sebagian besar
familia tanaman darat (97%), di antaranya adalah tanaman komersial kelompok
tanaman pangan, hortikultura, kehutanan, perkebunan, dan pakan ternak. Pada
pertanian berkelanjutan, simbiosis CMA dengan tanaman memainkan peran
kunci untuk membantu tidak hanya ketahanan hidup tanaman, tetapi menjadikan
produktif dalam kondisi tanah marginal (Barea & Jeffries 2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Isolat mikoriza banyak tersedia di alam, di bawah tegakan hutan, pada
lapisan tanah top soil. Jenis ektomikoriza sering ditemukan dalam tanah di
bawah tegakan pinus dan meranti, sedangkan untuk jenis endomikoriza (CMA)
sering ditemukan di bawah tegakan leguminosae seperti sengon, sesang,
kemelandingan, plamboyan dan sebagainya. Dengan mengetahui teknik
eksplorasi dan isolasi serta inokulasi mikoriza, maka spora mikoriza dapat
diperbanyak agar tetap tersedia untuk digunakan (Harijoko dkk., 2006)
Cendawan mikoriza arbuskula dalam keadaan dorman (istirahat) di
dalam tanah, dapat diisolasi dengan metoda tuang saring basah. Selanjutnya
dengan bantuan mikroskop stereo dan pipet pasteur atau mikrospatula, spora
MVA dapat diambil. Spora MVA tersebut dapat diperbanyak secara dikulturkan
pada media tumbuh dengan tanaman inang rumput ataupun legum. Lukiwati and
Supriyanto (1995) menyatakan bahwa legum centro (Centrosema pubescens)
dan puero (Pueraria phaseoloides) sesuai sebagai tanaman inang untuk
perbanyakan spora MVA. Hasil perbanyakan tersebut dapat digunakan sebagai
inokulum tanah (crude inoculum), spora maupun inokulum akar. Inokulum tanah
masih dapat dipertahankan efektivitasnya selama 3 tahun apabila disimpan
dalam kamar dingin (Howeler et.al 1987).
Infeksi CMA pada akar tanaman, dapat meningkatkan kemampuan
penyerapan hara yang tidak tersedia bagi tanaman, serta meningkatkan
kemampuan menyerap air, sehingga tanaman hidup dengan baik pada kondisi
tanah kering. Mekanisme penyerapan hara pada tanaman terinfeksi CMA adalah
bertambah luas permukaan absorbsi dan meningkatkan volume daerah
penyerapan dengan hifa eksternal, serta kemampuan hifa lebih tinggi
mengabsorbsi unsur hara dibanding dengan bulu akar (Abbott et al. 1992).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Kondisi demikian menyebabkan tanaman bermikoriza mampu menyerap hara
lebih banyak dan lebih baik dibandingkan dengan tanaman yang tidak
bermikoriza. Secara umum peningkatan pertumbuhan tanaman bermikoriza
disebabkan oleh penyerapan P, khususnya dari sumber P tersedia. CMA juga
mampu mengeluarkan enzim fosfatase dan asam organik, sehingga pada tanah
yang kahat P, CMA mampu melepas P yang terikat, sehingga membantu
penyediaan unsur P tanah (Smith et al. 2003). Enzim fospatase mampu
menghidrolisis senyawa phytat (my-inosital1,2,3,4,5,6 hexakisphospat). Phytat
adalah senyawa phospat komplek, phytat tertimbun di dalam tanah hingga 20%-
50% dari total phospat organik, merupakan pengikat kuat (chelator) bagi kation
seperti Kalsium (Ca++), Magnesium (Mg++), Sens (Zn++), Besi (Fe++), dan
protein. Phytat di dalam tanah merupakan sumber phospat, dengan
bantuan enzim phospatase phytat dapat dihidrolisis menjadi myoinosital,
phosphor bebas dan mineral, sehingga ketersediaan phosphor dan mineral
dalam tanah dapat terpenuhi. Dengan demikian cendawan mikoriza terlibat
dalam siklus dan dapat memanen unsur P.
2. Tipe-tipe Asosiasi Mikoriza
Secara umum terdapat tujuh tipe mikoriza yang telah dikenal,
melibatkan banyak kelompok cendawan dan tanaman inang. Tipe-tipe asosiasi
tersebut menurut Harijoko dkk (2006) antara lain :
a. Mikoriza vesikula-arbuskula (endomikoriza)
Mikoriza vasikula arbuskula/vesikula arbuskula mikoriza (MVA/VAM) sering
disebut endomikoriza. Beberapa peneliti berpendapat bahwa tidak semua
MVA memiliki vasikula sehingga muncul sebutan Cendawan Mikoriza
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
arbuskula (CMA). Endomikoriza ini merupakan asosiasi dari cendawan
Zygomycetes anggota Glomales yang menghasilkan arbuskula, hifa dan
vesikula di dalam akar. Spora dibentuk di tanah dan akar. Asosiasi ini
didefinisikan dengan kehadiran arbuskula. Cendawan dalam akar tersebar
berupa hifa lurus atau koil. Beberapa karakteristik yang bisa dikenali untuk
cendawan endomikoriza adalah perakaran yang kena infeksi tidak
membesar, cendawan membentuk struktur lapisan hifa tipis pada permukaan
akar, tetapi tidak setebal mantel pada ektomikoriza, hifa menyerang masuk
ke dalam individu sel jaringan korteks dan adanya struktur khusus berbentuk
oval yang disebut arbuscules. Sampai saat ini telah diketahui ada enam
genus yang menghasilkan VA mikoriza yaitu Glomus dan Sclerocystis (famili
Glomaceae), Gigaspora, Scutellospora (Famili Gigasporaceae), Acaulaspora
dan Entropospora (famili Acaulosporaceae). Jenis yang diketahui mampu
berasosiasi antara lain famili leguminosae.
b. Ektomikoriza
Ektomikoriza sering disebut Mikoriza Ekto (ME), merupakan asosiasi
dari cendawan Basidiomycetes dan lainnya yang membentuk bengkalan
pada akar lateral pendek yang diselubungi oleh mantel hifa. Pada akar
terdapat jaring hartig yaitu hifa yang mengitari sel epidermis atau korteks.
Akar yang kena infeksi biasanya membesar dan bercabang serta rambut-
rambut akar tidak ada. Dalam suatu penampang melintang, permukaan akar
ditutupi secara lengkap oleh miselia yang biasa disebut dengan fungal sheat.
Beberapa hifa yang menjorok keluar yang disebut sebagai rhizomorphs. Hifa
ini berfungsi sebagai alat yang efektif untuk penyerapan unsur hara. Nampak
hifa membentuk struktur seperti net (jala) di antara dinding sel-sel jaringan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
korteks, biasa disebut sebagai hartig net. Hifa tidak masuk ke dalam sel,
tetapi hanya berkembang di antara dinding-dinding sel jaringan korteks.
Beberapa genera cendawan pembentuk ektomikoriza diantaranya Amanita,
Boletellus, Boletinus, Boletus, Clitocybe, Collybia, Laccaria, Lactarius,
Rhizopogon, Pisolithus, Scleroderma dan Suillus (De La Cruz, 1979). Jenis
yang diketahui mampu berasosiasi antara lain Dipterocarpaceae,
Taraeucaliptus, dan Pinus.
c. Ektendomikoriza
Ektendomikoriza merupakan suatu bentuk intermediate antara ekto dan
endomikoriza. Mikola (1965) dan Laiho (1976) memberikan ciri-ciri
ektendomikoriza sebagai berikut:
1) Adanya selubung tipis berupa jaring hartig
2) Terdapat hifa tebal intraseluler yang menggelembung
3) Kadang-kadang selubung tersebut hilang
Hifa dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteksnya.
d. Arbutroid
Asosiasi ini sama seperti ektomikoriz karakteristiknya, sering ditemukan pada
tanaman Ericales
e. Monotroid
Asosiasi ini sama seperti ektomikoriza karakteristiknya, sering ditemukan pada
tanaman monotropaceae.
f. Ericoid
Asosiasi ini memiliki gulungan hifa di sel bagian dalam dari “akar rambut”
sempit tanaman ordo Ericales. Asosiasi ini juga ditemukan pada akar tebal
anggota Epacridacea.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
g. Orchid
Memiliki hifa koil di dalam akar atau batang tanaman famili Orchidaceae.
Semai anggrek muda dan beberapa tanaman dewasa yang kehilangan
klorofilnya, semuanya tergantung pada cendawan mikoriza untuk
kelangsungan hidupnya.
C. Media Pembibitan
Media pembibitan yang baik mengandung unsur hara yang cukup,
bertekstur ringan dan dapat menahan air sehingga menciptakan kondisi yang
dapat menunjang pertumbuhan tanaman. Moko et al. (1989) dalam Asri (1993)
menyarankan media untuk pembibitan memiliki daya menahan air yang baik,
cukup hara, bebas dari gulma dan patogen, serta kemasaman tanah optimal bagi
pertumbuhan tanaman. Soegiman (1993) dalam Istiana dan Sadikin (2008)
menyatakan bahwa pasir memiliki sifat aerasi yang mirip dengan sekam dalam
mendukung terciptanya media yang bertekstur ringan. Media yang bertekstur
ringan dapat menciptakan kondisi aerasi dan drainase yang baik sehingga akan
mendukung pertumbuhan akar.
Hasil penelitian Breelove et al. (1999) memperlihatkan bahwa
pertumbuhan tajuk tanaman azalea meningkat sejalan dengan meningkatnya
jumlah air yang terkait dengan jenis media pembibitan. Pertumbuhan terhambat
pada media yang memegang air sangat banyak. Dinyatakan oleh Broussard et
al. (1999) dan Leiwakabesy (1988) bahwa semakin besar ruang pori suatu media
maka akan semakin baik aerasi. Namun sifat fisik media yang terlalu poros tidak
baik (Hartmann et al. 1997)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Media tanah dan pasir merupakan jenis media dasar yang umum
digunakan dalam pembibitan tanaman dan keduanya memiliki sifat yang sangat
berbeda. Mencampur kedua bahan media yang berbeda tersebut diharapkan
diperoleh kondisi fisik yang baik bagi pertumbuhan bibit tanaman. Sutarto (1994)
dalam Santosa, dkk (2009) mengemukakan sebagian besar jenis tanaman
berkayu memerlukan kondisi media pembibitan yang memiliki prorositas dan
daya pegang air yang cukup serta mempertahankan kelembaban dalam periode
waktu yang lama. Sapulete dan Jayusman (1993) dalam penelitiannya
melaporkan bahwa prosentase kecambah Pinus patula pada media tanah
menunjukkan hasil terbaik dibandingkan dengan media lain diikuti berturut-turut
oleh campuran tanah pasir (1:1), tanah, kompos, pasir (1:1:1), tanah, kompos,
pasir (2:1:1) dan tanah, kompos dan pasir (1:2:1).
Nurbaity dkk (2011) melaporkan bahwa hasil analisis media tumbuh
inokulan zeolit dan arang sekam menunjukkan bahwa kandungan C organik
zeolit rendah (0,68), sedangkan arang sekam padi tinggi (7,51), N total keduanya
rendah, P dan K total zeolit sangat tinggi (23,36 dan 7,79) sedang arang sekam
sangat rendah (0,07 dan 0.08). Kapasitas tukar kation arang sekam padi lebih
tinggi dari pada zeolit. Kemasaman atau pH zeolit agak basa (7,73) , sedang pH
arang sekam padi netral (6,73).
Inokulasi spora CMA di tanah grumusol asal hutan tanaman jati
Tangen meningkatkan pertumbuhan bibit jati. Inokulasi dengan spora Gigaspora
sp menghasilkan pertumbuhan tertinggi berturut-turut pertumbuhan tinggi,
diameter dan bobot kering yaitu 21,4 %, 12 % dan 39,2 % dibandingkan kontrol.
Pertumbuhan yang meningkat diikuti dengan meningkatnya persentase infeksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
dan sporulasi FMA yang lebih besar, dan peningkatan terbesar terjadi pada bibit
jati yang diinokulasi Gigaspora sp mencapai 78,12% (Muslimah, 2007)
Hudiyono dkk (2010), melaporkan bahwa inokulasi CMA
menunjukkan pada uji infektifitas pada beberapa media pada jambu air dengan
media dasar 52,83%, media tanah 54,16% dan media sekam gergaji 55,33%,
untuk kelengkeng pada media dasar 51,16%,media tanah 60% dan media sekam
jerami 60,16%. Hal ini menunjukkan bahwa CMA berpotensi secara signifikan
terhadap pertumbuhan dan infeksi tanaman inang. Sukarmin dan Fitria (2011)
melaporkan aplikasi CMA 15 g/tanaman menghasilkan jumlah daun yang lebih
banyak (30,63 helai) dibandingkan dengan perlakuan CMA 1 gr/tanaman (27,75
helai). Hal ini diduga karena takaran CMA 15 g/tanaman lebih banyak
menghasilkan spora berkecambah yang dapat mempermudah akar tanaman
dalam menyerap unsur hara dan air dari dalam tanah sehingga mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman.
D. Media Perbanyakan Sprora CMA
Pemanfaatan CMA sebagai agen pupuk hayati di tingkat petani
masih sangat terbatas. Salah satu kendalanya belum meluasnya penggunaan
teknologi CMA adalah masih terbatasnya ketersediaan inokulum CMA yang
diproduksi dalam skala besar secara komersial. Selain itu kurangnya
pengetahuan tentang cara perbanyakan CMA menjadi faktor kurang meluasnya
penggunaan CMA oleh petani. Produksi inokulan CMA sebenarnya sederhana,
Redecker et al. dalam Nurbaity, dkk (2009) mengemukakan hal terpenting di
dalam proses produksi CMA adalah tersedianya sumber daya manusia, starter
inokulum yang berkualitas baik, sumber bahan baku pembawa seperti pasir atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
zeolit, tanaman inang dan fasilitas produksi. Chalimah, dkk (2007) dalam
penelitiannya menggunakan gelas plastik warna dan cawan petri plastik dalam
perbanyakan CMA dengan tanaman inang Purarea phaseoloides dan sorghum.
Media pembibitan seperti tanah, pasir dan arang sekam selain
sebagai media pertumbuhan bibit juga dapat digunakan sebagai media
perbanyakan spora CMA. Berbagai macam bahan padat seperti tanah, pasir,
zeolit, exspanded clay, dan gambut dapat digunakan sebagai medium
pertumbuhan/bahan pembawa (Simanungkalit, 2004). Simanungkalit dan Riyanti
(1994) memperbanyak Glomus fasciculatum pada medium campuran pasir
kuarsa dan arang sekam steril (dengan perbandingan volume 3:1) dengan
jagung sebagai tanaman inang dan diberi larutan hara. Nurbaity, dkk (2009)
melaporkan jumlah spora pada perlakuan arang sekam menunjukkan populasi
spora yang baik dan tidak berbeda nyata dengan zeolit sebagai media kontrol
pada 35 dan 70 HST (hari setelah tanam) namun secara visual tanaman yang
ditumbukan pada media zeolit menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik.
Dehne dan Backhaus (1986) menggunakan agregat liat (exspanded
clay) sebagai bahan pembawa dalam produksi inokulan CMA. Produksi inokulan
tertentu tidak bermasalah seandainya CMA dapat ditumbuhkan pada kultur murni
seperti rhizobia. Bila spora yang akan digunakan sebagai inokulan maka
produksi dapat digunakan pada kultur pot dengan menggunakan berbagai
tanaman inang pada medium tanah steril. Anas dan Tampubolon (2004)
melaporkan jumlah spora CMA yang dihasilkan pada media tanah yang dicampur
dengan pasir lebih banyak dibandingkan dengan jumlah spora pada media zeolit.
Ini berarti bahwa media tanah yang dicampur dengan pasir merupakan media
yang lebih baik untuk perbanyakan spora E. Colombiana dan G. Manihota.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
E. Kerangka Berpikir
Gambar 2.8 Kerangka berfikir
Zeolit ber-CMA
Media terbaik untuk pertumbuhan, infektivitas CMA, dan perbanyakan spora CMA
Penyiapan media (pasir, tanah, arang
sekam)
TERJADINYA KELANGKAAN POPULASI SONOKELING DI ALAM
Sterilisasi media (penggorengan)
Penyimpanan media steril
Uji variasi media terhadap
Penyemaian benih
Dalbergia latifolia
Pertumbuhan bibit Dalbergia latifolia
Infektifitas CMA Perbanyakan spora CMA
Inokulai CMA pada bibit sonokeling pada berbagai
media pembibitan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
E. Hipotesis
Sesuai dengan kerangka berfikir di atas, maka rumusan hipotesis pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variasi media berpengaruh terhadap efektivitas CMA pada
pertumbuhan bibit D.lantifolia (sonokeling).
2. Variasi media berpengaruh terhadap infektifitas CMA pada
pembibitan D.latifolia (sonokeling).
3. Variasi media berpengaruh terhadap perbanyakan jumlah spora
CMA pada pembibitan D.latifolia (sonokeling).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab III ini akan dijelaskan tentang waktu dan tempat
penelitian, alat dan bahan yang digunakan, rancangan penelitian, cara kerja
penelitian dan analisis data.
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini direncanakan pelaksanaannya mulai bulan Oktober
2011 sampai dengan April 2012 yang meliputi tahapan-tahapan: pengambilan
sampel biji sonokeling, perkecambahan biji, pembuatan media steril,
eksperimen dan pengumpulan data, analisis data dan penyusunan laporan.
Tempat pengambilan biji sonokeling dilakukan di hutan rakyat
Desa Klewor, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali. Perkecambahan biji
untuk persiapan pembibitan dilakukan di Desa Gondangrawe, Kecamatan
Andong, Kabupaten Boyolali. Pelaksanaan penanaman bibit sonokeling dan
inokulasi CMA pada berbagai media dilaksanakan pada rumah kaca pribadi
di Kalurahan Gandekan Surakarta. Analisis infektifitas CMA dan
penghitungan jumlah spora dilakukan di laboratorium Biologi MIPA
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B. Alat dan Bahan
1. Alat dan bahan untuk persiapan perkecambahan biji sonokeling
Untuk persiapan perkecambahan biji sonokeling alat yang digunakan
adalah tungku untuk penggorengan, bak plastik, plastik penutup, tali rafia
dan gelas kimia. Bahan yang diperlukan adalah biji sonokeling, alkohol
70%, bayclin 30%, air steril, fungisida dan tanah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2. Alat dan bahan untuk sterilisasi media
Alat-alat yang digunakan untuk sterilisasi media adalah tungku
penggorengan dan karung. Bahan-bahan yang digunakan sterilisasi
media adalah tanah, arang sekam dan pasir.
3. Alat dan bahan untuk penanaman bibit sonokeling dan inokulasi CMA
Alat-alat yang digunakan untuk penanaman bibit sonokeling adalah pot,
sendok, takaran plastik dan kertas label. Bahan-bahan yang digunakan
untuk penanaman bibit sonokeling tanah steril, arang sekam steril,
pasir sterildan zeolit sebagai sumber inokulan CMA.
4. Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis infektivitas
Alat-alat yang digunakan meliputi cawan petri, gunting, gelas plastik,
mikroskop, pipet, tabung reaksi, petridis, kaca obyek. Sedangkan
bahan-bahan yang diperlukan adalah tanah dan akar bibit sonokeling,
alkohol 70%, asam asetat, formalin, KOH 10%, HCL 2%, trypan blue
5%, aquades dan gliserin 50%.
5. Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis jumlah spora
Alat-alat yang digunakan meliputi saringan spora, ember plastik,
selang, botol film, sentifuge, kertas saring, dan mikroskop binokuler.
Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan adalah media pertumbuhan
bibit, air dan larutan gula 50%
C. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktorial tunggal. Faktor yang diteliti adalah optimasi media terhadap
efektivitas CMA pada pertumbuhan bibit sonokeling, optimasi media
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
terhadap infektivitas CMA dan optimasi media terhadap pertambahan
jumlah sprora CMA. Variasi media yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. M1 : tanah (kontrol)
2. M2 : tanah + pasir dengan perbandingan 1 : 1
3. M3 : tanah + arang sekam dengan perbandingan 1 : 1
4. M4 : pasir + arang sekam dengan perbandingan 1: 1
5. M5 : tanah + pasir + arang sekam dengan perbandingan 1 : 1 : 1
Perlakuan dan ulangan uji optimasi media terhadap efektivitas
CMA pada bibit sonokeling terdiri dari 5 perlakuan dengan ulangan 5 kali.
Rancangan perlakuan sebagai berikut :
1. Rancangan penelitian uji optimasi media terhadap efektivitas CMA
pada pertumbuhan bibit sonokeling
Optimasi media terhadap pertumbuhan bibit sonokeling menggunakan
kombinasi tanah , pasir dan arang sekam yang terdiri terdiri 5 macam
media perlakuan yaitu media tanah (kontrol), tanah + pasir (1 : 1),
tanah + arang sekam (1 : 1), pasir + arang (1: 1), dan tanah + pasir +
arang sekam (1 : 1 : 1). Indikator yang digunakan adalah adanya tinggi
bibit, diameter batang, berat basah, berat kering, jumlah daun, berat
akat dan volume akar.
2. Rancangan penelitian uji optimasi media terhadap infektivitas CMA
pada bibit sonokeling
Uji optimasi media terhadap infektivitas CMA pada bibit sonokeling
dengan melihat adanya kolonisasi CMA pada masing-masing bibit
yang telah tumbuh. Indikator yang digunakan adalah adanya
kolonisasi, yaitu masuknya massa hifa dan prosentase akar terinfeksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
3. Rancangan penelitian uji optimasi media terhadap perbanyakan
jumlah spora CMA
Uji optimasi media terhadap perbanyakan jumlah spora CMA dengan
menghitung jumlah spora per 100 gram media yang digunakan.
D. Cara kerja
1. Perkecambahan biji sonokeling
Biji sonokeling diseleksi dengan cara direndam dengan air steril. Biji
yang tenggelam dikumpulkan kemudian disterilkan dengan cara
direndam bayclin 30% selama 10 menit kemudian dicuci dengan air steril
dengan cara digojok sampai bersih. Setelah itu biji direndam pada
larutan alkohol 70% selama 5 menit kemudian dicuci dengan air steril.
Biji yang sudah disterilkan kemudian direndam pada larutan fungisida,
selanjutnya ditanam pada media tanah steril di dalam bak
perkecambahan. Untuk menjaga kelembaban agar biji cepat tumbuh bak
perkecambahan ditutup dengan plastik (lampiran 1a). Penyiraman benih
dilakukan setiap 3 hari dengan cara disemprot dengan air secara merata.
Kecambah dipilih yang visualnya sehat, tingginya sama kemudian
dipindahkan ke media steril untuk dijadikan bibit yang akan diinokulasi
CMA pada media perlakuan.
2. Sterilisasi media
Tanah, pasir dan arang sekam disterilisasi dengan cara dipanaskan
pada tempat penggorengan. Tujuan dari penggorengan media adalah
untuk mematikan mikroba lain yang hidup di dalam media (Santosa, dkk.
2007)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
3. Penanaman bibit sonokeling dan inokulasi CMA
Bibit yang sudah berumur 2 bulan telah berdaun 3 atau 4 dicabut dari
bok seleksi dengan hati-hati agar tidak putus perakaranya, kemudian
dibersihkan dari tanah yang menempel. Selanjutnya ditanam pada pot-
pot yang berisi media perlakuan yang telah diberi sumber inokulan CMA
yang berupa zeolit 15 gram yang berisi 5 sampai dengan 10 spora
(lampiran 1c). Pot-pot perlakuan diletakkan secara acak pada rumah
kaca. Pemeliharaan bibit sonokeling pada media perlakuan dilakukan
selama 3 bulan. Selama pemeliharaan bibit dilakukan pengukuran tinggi
batang setiap minggu, pengukuran diameter batang setiap 3 (tiga)
minggu (lampiran 1d). Diakhir penanaman dilakukan penghitungan
jumlah daun (termasuk yang gugur), pengukuran berat kering, berat
basah, berat akar dan volume akar (lampiran 1e)
4. Analisis infektivitas
Analisis akar terinfeksi pada penelitian ini menggunakan cara yang
dilakukan Corryanti (2007) mengikuti metode pewarnaan Kormanik dan
McGraw (Brundrett et al. 1996). Akar-akar lateral seberat 2 gram berat
segar dan sebanyak 3 ulangan dibersihkan dan direndam dalam larutan
KOH 10%. Untuk mempercepat pelunakan akar kemudian dipanaskan
pada suhu 70° C selama 1 jam. Selanjutnya akar dibilas beberapa kali
dengan akuades hingga bersih dari larutan KOH. Setelah itu akar
direndam dalam larutan HCl 2% selama 30 menit, lalu dilakukan
kegiatan pewarnaan dengan menambahkan tryphan blue 0,05 %.
Sebelum akar diamati, dilakukan perendaman dengan larutan gliserin
50% (lampiran 1f). Penghitungan akar terinfeksi (lampiran 1g)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
menggunakan metode Geovannetti dan Mosse (1980) dalam Delvian
(2010) yaitu :
Jumlah bidang pandang bertanda (+) Prosentasi infeksi = x 100% Jumlah bidang pandang keseluruhan
5. Penghitungan jumlah spora
Menggunakan teknik tuang saring basah dengan menyaring 100 gram
media yang digunakan sebagai perlakuan dengan menggunakan
saringan bertingkat (: 0,500 mm. 0,250 mm dan 0,045 mm) untuk
mendapatkan filtrat berukuran spora 200 sampai dengan 300 mesh
(lampiran 1h). Filtrat diencerkan dengan air, kemudian diambil
sebanyak 20 ml dan dicampur dengan larutan gula 50 % hingga 45 ml,
kemudian disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit.
Jumlah spora dihitung dengan bantuan penghitung dan mikroskop
monokuler (Tommerup, 1994 dalam Corryanti, 2007)
E. Analisis Data
Data kuantitatif pengaruh media terhadap kompatibitas CMA yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varian (ANOVA). Uji lanjut
beda nyata antar perlakuan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test
(DMRT) dengan taraf uji 5% (lampiran 2).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian bertujuan untuk mengetahui efektivitas dan infektivitas
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) pada tanaman Darbelgia latifolia
(sonokeling) dalam berbagai media tanam dan mengetahui multiplikasi
(kemampuan memperbanyak diri) spora CMA pada berbagai media pembibitan
sonokeling. Efektivitas CMA dapat diketahui dari hasil pertumbuhan tanaman
D.latifolia (sonokeling), yang meliputi tinggi tanaman, diameter batang, berat
basah, jumlah daun, berat akar, volume akar, dan berat kering. Adapun
kemampuan infektivitas CMA dapat diketahui melalui prosentase infeksi akar
dengan melihat banyaknya hifa yang terdapat pada jaringan akar. Multiplikasi
spora CMA diketahui dari penghitungan jumlah spora yang terdapat pada 100
gram media diakhir penelitian. Penelitian ini menggunakan inokulum CMA yang
berupa zeolit. Selanjutnya CMA diaplikasikan pada berbagai media tanam, pada
tiap media diberikan sebanyak 15 gram sumber inokulan berupa zeolit yang
mengandung 5- 10 spora CMA.
A. Efektifitas CMA pada tanaman sonokeling pada berbagai media tanam
1. Tinggi tanaman
Tinggi merupakan salah satu parameter pertumbuhan tanaman. Adanya
pertumbuhan tanaman menunjukkan terjadinya pembelahan dan pembesaran
sel. Pertumbuhan tanaman terhambat jika CMA yang diinokulasikan tidak mampu
mentransfer hara dan air ke tubuh tanaman karena CMA tidak efektif atau
kompatibel dengan tanaman inang. Pengaruhnya semakin hebat jika tanaman
menghasilkan fotosintat rendah dan fotosintat yang dipartisikan ke CMA tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
sehingga pembentukan akar berkurang. Partisi fotosintat ke CMA menghambat
pertumbuhan jika tanaman menyerap hara rendah. Sebaliknya, tranfer partisi
fotosintat yang tinggi ke akar akan mendorong pertumbuhan tanaman jika CMA
efektif meningkatkan serapan hara dan air sehingga proses fotosintesis tanaman
dapat berjalan dengan baik.
CMA berperan dalam mengatasi kekurangan air dari pori-pori tanah
pada saat akar tanaman kesulitan dalam mendapatkan air. CMA mempunyai
kemampuan spesifik dalam meningkatkan penyerapan P dari bentuk P yang
sukar larut menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman pada tanah-tanah
marginal yang ketersediaan P nya rendah.
Efektivitas mikoriza dipengaruhi oleh interaksi antar sejumlah faktor
diantaranya genom cendawan, genom tanaman inang, tipe tanah, dan faktor-
faktor edafik (Gupta et al., 2000). Novriani dan Madjid (2009) juga menyebutkan
faktor pengaruh dalam perkembangan CMA yaitu suhu, kadar air tanah, pH,
bahan organik tanah, intensitas cahaya, ketersediaan hara, logam berat dan
fungisida, efektivitas CMA dalam membantu tanaman dalam penyerapan hara
dan air juga ditentukan oleh P tanah tersedia. Cooper (1984) dalam Devian
(2006) menyatakan media tanam dengan kandungan P tinggi menghambat
kolonisasi dan produksi spora CMA. Menurut Vejsudova (1992) dalam Devian
(2006) penambahan unsur P ke dalam media media tumbuh dapat menggurangi
kolonisasi dan produksi spora CMA. Akan tetapi belum dapat dibuat standar P
yang harus diberikan pada media tumbuh CMA, sedangkan pengaruh pemberian
N pada media kultur CMA belum diketahui secara pasti.
Berdasarkan gambar grafik 4.1 menunjukkan bahwa interaksi jenis
media dengan inokulum CMA menghasilkan perbedaan tinggi tanaman sejalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
dengan bertambahnya waktu pengamatan. Selama 12 masa pengamatan tinggi
tanaman paling baik pada jenis media M2+C (tanah+pasir) yaitu 13,3, cm. Rerata
pertambahan tinggi paling sedikit terdapat pada media M4+C (pasir+arang
sekam) yaitu 10,1 cm. Pada penggunaan media M3+C (tanah+arang sekam)
rerata pertambahan tinggi setelah 3 bulan adalah 12,7 cm. Pada media M5+C
(tanah+pasir+arang sekam) dengan rerata tinggi batang adalah 11,9 cm,
sedangkan pada penggunaan media M1+C tinggi tanaman 11,5 cm. Fenomena
pertambahan tinggi pada setiap media tanam selalu terjadi, walaupun
kemampuan bertambah tingginya tanaman berbeda.
Gambar 4.1.Grafik pengaruh interaksi jenis media dengan inokulum CMA terhadap tinggi bibit D.latifolia (sonokeling)
Keterangan : M1+C = tanah (kontrol) ditambah 15 gram inokulan CMA, M2+C = tanah:pasir (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M3+C = tanah:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M4+C = pasir:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA dan M5+C = tanah:pasir:arang sekam (1:1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA.
Berdasarkan hasil analisis kandungan makro dan mikro media tanam
M2+C mempunyai kandungan unsur P yang paling rendah (0,20%) dibanding
media yang lain. Media dengan kadar unsur P rendah merupakan media yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
tepat untuk memacu kolonisasi CMA sehingga meningkatkan serapan hara. Hal
ini sejalan dengan Mayerni (2008) yang menyatakan bahwa penggunaan media
campuran tanah dengan pasir mampu mendukung perkembangan spora CMA,
sehingga berpengaruh terhadap perkembangan akar. Meningkatnya tinggi
tanaman disebabkan karena bertambah baiknya kondisi perakaran karena unsur
hara yang tersedia di dalam media mudah diserap dengan bantuan CMA.
Anas dan Tampubolon (2004) menyatakan pertumbuhan sorgum yang
lebih baik pada media tanah yang dicampur pasir dibandingkan dengan pada
media tanam zeolit dapat dilihat dari perbandingan bobot akar sorgum. Sejalan
dengan meningkatnya bobot akar akan mempengaruhi terhadap tinggi batang
karena suplai makanan akan digunakan untuk perkambangan dan pertumbuhan.
Media tanam campuran tanah dengan pasir memberikan kondisi yang baik untuk
pertumbuhan. Hal ini disebabkan antara lain oleh perbedaan jenis dan
kandungan hara yang tersedia pada media tanah bercampur pasir yang lebih
baik dibandingkan dengan pada zeolit.
Campuran media tanah dan pasir tersebut memiliki aerasi tanah yang
baik dan kadungan air yang cukup yang dapat mendukung perkembangan spora
CMA. Media tanah ditambah pasir dengan perbandingan 1:1 merupakan media
terbaik dibandingkan dengan media-media yang lain selama masa pengamatan 3
bulan. Pada penggunaan media M4+C (pasir+arang sekam) meskipun
mengandung unsur P yang tinggi dibandingkan dengan media–media yang lain
namun tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman sonokeling. Hal ini
dikarenakan sifat dari arang sekam adalah porus dan mampu menahan air. Sifat
media tersebut berlawanan dengan kondisi yang ideal untuk perkembangan
CMA. CMA dapat berkembang pada media miskin hara seperti pada tanahtanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
berkapur, yaitu dengan cara membentuk hifa yang sangat halus pada bulu-bulu
akar memungkinkan hifa dapat menyusup ke pori-pori tanah yang paling halus
sehingga hifa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah
(Kilham 1994).
2. Diameter Batang
Menurut Harjadi (1988), pertumbuhan vegetatif terjadi akibat adanya
pembelahan sel dan perpanjangan sel di dalam jaringan meristematik pada titik
tumbuh batang, ujung-ujung akar, dan pada kambium. Suriatna (1998),
menyatakan pengambilan unsur makanan selama pertumbuhan tanaman tidak
sama banyaknya, tergantung pada tingkat pertumbuhan tanaman itu, terdapat
masa dimana tanaman tumbuh cepat sehingga pertukaran zatnya pun intensif,
pada masa tersebut tanaman akan banyak mengambil unsur hara. Pertumbuhan
diameter aktivitas xilem dan pembesaran sel-sel yang sedang tumbuh.
Kemampuan pertumbuhan diameter batang tanaman sonokeling pada berbagai
jenis media selama waktu pengamatan ditunjukkan gambar grafik 4.2. Perlakuan
media menunjukkan pertumbuhan vegetatif tanaman yang berbeda.
Pertambahan diameter batang tanaman sonokeling berbeda antar media dan
antar waktu pengamatan. Hasil pengamatan selama 3,5 bulan menunjukkan
diameter batang paling besar terjadi pada tanaman yang tumbuh di media M2+C.
Pengamatan yang dilakukan setiap 3 minggu selama 3.5 bulan menunjukkan
penambahan diameter batang masing-masing dari ukuran paling besar adalah
M2+C, M3+C, M5+C, M4+C dan M2+C berturut-turut sebesar 3 cm2; 2,81 cm2;
2,35 cm2 ; 2,3 cm2 dan 1,84 cm2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Gambar 4.2. Grafik pengaruh interaksi jenis media dengan inokulum CMA
terhadap diameter tanaman D.latifolia (sonokeling) Keterangan : M1+C = tanah (kontrol) ditambah 15 gram inokulan CMA, M2+C = tanah:pasir (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M3+C = tanah:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M4+C = pasir:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA dan M5+C = tanah:pasir:arang sekam (1:1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA.
Sejalan dengan pertumbuhan primer batang, interaksi antara media
tanam dengan CMA juga mampu meningkatkan diameter batang tanaman
sonokeling. Besarnya diameter batang pada media M2+C berhubungan dengan
perkembangan kolonisasi CMA yang baik karena pada media tersebut
mempunyai kandungan P rendah. Hal ini sejalan dengan Kabirun dan Widada
(1999) yang menyatakan kemampuan efektivitas tinggi pada tanah yang
mengandung P tersedia rendah. Namun pupuk P tetap diperlukan karena
tanaman membutuhkan P yang cukup bagi pertumbuhannya kedua simbion
tersebut. Penurunan dosis pupuk P meningkatkan infeksi CMA pada beberapa
akar tanaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
3. Berat Basah
Berat basah tanaman sonokeling diukur pada akhir penelitian.
Pengukuran berat basah diukur pada saat tanaman dalam keadaan masih segar
yang meliputi batang, akar dan daun. Berat basah tanaman merupakan berat
tanaman pada saat tanaman masih hidup dan ditimbang secara langsung setelah
panen, sebelum tanaman menjadi layu akibat kehilangan air (Lakitan, 1996).
Berdasarkan hasil analisis DMRT 5%, perlakuan media berpengaruh nyata
terhadap berat basah tanaman sonokeling. Berat basah tertinggi pada
pemakaian media campuran antara tanah, pasir dan arang sekam (M5+C) yaitu
5,16 gr berbeda nyata dengan penggunaan media M1+C, M2+C, M3+C dan
M4+C berturut-turut yaitu 3,24 gr, 3,6 gr; 4,38 gr; dan 3,5 gr. Hasil pengukuran
berat basah terendah yaitu pada penggunaan media M1+C yaitu 3,24 gr (Tabel
4.1).
Tabel 4.1. Pengaruh variasi media dengan penambahan CMA terhadap berat basah, jumlah daun, berat akar, berat kering dan volume akar tanaman D.latifolia (sonokeling)
Media Parameter Berat basah
Jumlah Daun
Berat Akar
Berat Kering Volume Akar
M1+C 3.24 a 27.4 a 1.82 bc 0.8436 ab 1.98 b M2+C 3.60 a 35.8 a 1.08 a 1.0118 b 1.16 a M3+C 4.38 b 34.0 a 1.48 ab 0.8336 ab 1.44 a M4+C 3.50 a 29.8 a 1.22 a 0.7488 a 1.16 a M5+C 5.16 c 34.0 a 1.94 c 1.7288 c 2.06 b
Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5 %. Keterangan :
M1+C = tanah (kontrol) ditambah 15 gram inokulan CMA, M2+C = tanah:pasir (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M3+C = tanah:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M4+C = pasir:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA dan M5+C = tanah:pasir:arang sekam (1:1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA.
Secara umum penggunaan berbagai media tanam yang dikombinasi
dengan CMA dalam penelitian ini berpengaruh terhadap berat basah tanaman
sonokeling, namun beberapa media memberikan pengaruh yang lebih baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
dibandingkan dengan media yang lain. Hasil penelitan uji efektivitas CMA
terhadap berat basah tanaman sonokeling pada berbagai media disajikan pada
Gambar 4.3 berikut:
Gambar 4.3. Grafik pengaruh variasi media terhadap berat basah D.latifolia (sonokeling)
Keterangan : M1+C = tanah (kontrol) ditambah 15 gram inokulan CMA, M2+C = tanah:pasir (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M3+C = tanah:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M4+C = pasir:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA dan M5+C = tanah:pasir:arang sekam (1:1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA.
Berat basah tertinggi pada media M5+C dikarenakan adanya pengaruh
optimalnya pH tanah dan C/N rasio yang tepat pada media sehingga tanaman
mampu menyerap unsur hara dengan baik. Hasil berat basah yang tinggi pada
media M5+C juga disebabkan oleh perkembangan koloni CMA yang baik karena
hidup pada media dengan kandungan P yang relatif rendah dibanding media
M1+C, M3+C dan M4+C. Hal ini dapat dilihat pada hasil analisis kimia media
tanam yang menunjukkan media M5+C memiliki pH sebesar 7.32, perbandingan
C/N rasio 10 persen dan unsur P sebanyak 0,27 persen.
4. Jumlah Daun
Daun merupakan organ tanaman tempat mensintesis makanan untuk
kebutuhan tanaman maupun sebagai cadangan makanan. Daun memiliki klorofil
yang berperan dalam melakukan fotosintesis. Semakin banyak jumlah daun,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
maka lebih banyak tempat untuk melakukan proses fotosisntesis dan lebih
banyak pula hasil fotosintesisnya. Perlakuan berbagai media tanam dengan
penambahan CMA tidak menunjukkan hasil yang beda nyata terhadap jumlah
daun sonokeling. Rerata jumlah daun dari yang terbanyak berturut-turut adalah
M2+C, M3+C, M5+C, M4+C dan M1+C yaitu sebanyak 35,8; 34; 34; 29,8 dan
27,4 helai (Gambar 4.4).
Gambar 4.4. Grafik pengaruh variasi media terhadap jumlah daun D.latifolia (sonokeling)
Keterangan : M1+C = tanah (kontrol) ditambah 15 gram inokulan CMA, M2+C = tanah:pasir (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M3+C = tanah:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M4+C = pasir:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA dan M5+C = tanah:pasir:arang sekam (1:1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA. Jumlah daun yang tidak berbeda nyata antar perlakuan media yang
dikombinasikan dengan CMA menunjukkan bahwa semua media tidak
berpengaruh terhadap jumlah daun hingga umur 3,5 bulan. Menurut Harahap
(1994) secara umum aplikasi CMA 15 g/tanaman menghasilkan jumlah daun
yang lebih banyak (30,63) dibandingkan dengan perlakuan CMA 1 g/tanaman
(27,75). Hal ini karena tanaman lebih banyak menghasilkan spora berkecambah
yang dapat mempermudah akar tanaman dalam menyerap unsur hara dan air
dari dalam tanah sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Anwaruddin et.al. (1996) mengemukakan, inokulasi CMA pada tanaman manggis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
dapat memacu pertumbuhan bibit hingga 50% dibandingkan dengan bibit
manggis yang tidak diinokulasi CMA. Pembentukan daun yang banyak juga
meningkatkan luas daun. Menurut Gardner et al., (1991), tanaman budidaya
cenderung menginvestasikan sebagian besar awal pertumbuhan mereka dalam
bentuk penambahan luas daun, yang berakibat pemanfaatan radiasi matahari
yang efisien untuk melakukan fotosintesis. Hasil penelitian Mayerni (2008),
tanaman selasih yang diberi CMA mempunyai jumlah daun yang lebih banyak
dibandingkan dengan yang tidak diinokulasi dengan CMA.
5. Berat Akar
Akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan
bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Sistem perakaran tanaman lebih dikendalikan oleh sifat genetik dari tanaman
yang bersangkutan, kondisi tanah atau media tanam. Faktor yang mempengaruhi
pola sebaran akar antara lain: penghalang mekanis, suhu tanah, aerasi,
ketersedian hara dan air. Kualitas hidup tanaman juga sangat bergantung dari
ketercukupan hara dari lingkungannya. Hasil analisis sidik ragam pada
pengamatan berat akar menunjukkan hasil yang berbeda pada tiap perlakuaan
beda media yang digunakan. Penggunaan media M5+C menunjukkan hasil yang
terbaik dibandingkan dengan penggunaan media-media yang lain yaitu 1,94 gr
walaupun tidak berbeda nyata dengan penggunaan media M1+C, M3+C dengan
berat akar masing-masing 1,82 gr dan1,48 gr (Gambar 4.5). Pada penggunaan
media M2+C (1,08 gr) menunjukkan hasil terendah dan tidak berbeda nyata
dengan penggunaan media M4+C (1,22 gr). Hal ini disebabkan karena pada
penelitian ini tidak menambahkan nutrisi (pupuk) sehingga pertumbuhan
tanaman pada media M2+C yang miskin hara ini pada akhir pengamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
kekurangan nutrisi. CMA yang diinokulasikan tidak mampu mentransfer hara dan
air ke tubuh tanaman. Pengaruhnya semakin hebat jika tanaman menghasilkan
fotosintat rendah dan fotosintat yang dipartisikan ke CMA tinggi sehingga
pembentukan akar berkurang akibatnya berat akar rendah. Sedangkan berat
akar paling besar pada media M5+C berdasarkan analisis kandungan kimia
media tanaman disebabkan karena rasio C/N yang tepat (10%) sehingga
merupakan media yang optimal bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu
kandungan unsur P dan unsur K dalam media tersebut lebih banyak dari media
M2+C sehingga sampai 3,5 bulan penelitian berakhir masih mampu nyediakan
nutrisi bagi tanaman dan partisi fotosintat dari tanaman ke CMA masih
berlangsung baik.
Gambar 4.5. Grafik pengaruh variasi media terhadap berat akar D.latifolia (sonokeling)
Keterangan : M1+C = tanah (kontrol) ditambah 15 gram inokulan CMA, M2+C = tanah:pasir (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M3+C = tanah:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M4+C = pasir:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA dan M5+C = tanah:pasir:arang sekam (1:1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA.
Menurut Fitter dan Hay (1992) selain ditentukan oleh kemampuan
tanaman dalam menyerap, perolehan hara juga tergantung dari tingkat
ketersediaan hara di tanah. Tingkat kebutuhan hara antar tanamannya-pun
berbeda-beda. Syah dkk. (2003) melaporkan, CMA mempunyai mekanisme
hubungan dengan akar tanaman, diawali dengan spora CMA yang berkecambah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dan menginfeksi akar tanaman, kemudian di dalam jaringan akar CMA tumbuh
dan berkembang membentuk hifa yang panjang dan bercabang sehingga
mempunyai jangkauan yang luas untuk menyerap unsur hara dan air dari dalam
tanah.
6. Berat Kering
Berat kering merupakan salah satu perubah yang digunakan untuk
mengetahui tingkat pertumbuhan dan produktivitas suatu tanaman. Menurut
Salisbury dan Ross (1992) masa kering lebih banyak digunakan untuk mengukur
pertumbuhan dan produktivitas tanaman karena kandungan airnya tidak terlalu
beragam. Berat kering pada umumnya digunakan sebagai petunjuk yang
memberikan ciri pertumbuhan. Biomassa merupakan akumulasi hasil fotosintat
yang berupa protein, karbohidrat dan lipida (lemak). Semakin besar berat kering
suatu tanaman, maka kandungan hara dalam tanah yang terserap oleh tanaman
juga besar. Berat kering merupakan akumulasi fotosintat yang berada di batang
dan daun. Berdasarkan hasil sidik ragam, penggunaan variasi media M5+C
dengan media yang lain pada tanaman sonokeling memberikan hasil yang
terbaik dan berbeda nyata dengan penggunaan media lain pada taraf uji DMRT
5%. Hasil berat kering dari yang tertinggi berturut-turut adalah M5+C, M2+C,
M1+C, M3+C dan M4+C sebesar 1,7288 gr; 1,0118 gr; 0,8436 gr; 0,8336 gr dan
0,7488 gr (Gambar 4.6). Hasil tersebut sesuai dengan hasil analisis kimia media
tanam (lampiran 3) bahwa kandungan unsur P yang rendah pada media M2+C,
M5+C dan M1+C lebih rendah dibanding M3+C dan M4+C dapat meningkatkan
kolonisasi CMA. Peningkatan koloni CMA meningkatkan perkembangan akar
yang merupakan salah satu faktor penentu berat kering tanaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Gambar 4.6. Grafik pengaruh variasi media terhadap berat kering D.latifolia (sonokeling)
Keterangan : M1+C = tanah (kontrol) ditambah 15 gram inokulan CMA, M2+C = tanah:pasir (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M3+C = tanah:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M4+C = pasir:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA dan M5+C = tanah:pasir:arang sekam (1:1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA.
Meningkatnya berat kering tanaman disebabkan karena bertambah
baiknya kondisi perakaran karena unsur hara yang tersedia di dalam media
mudah diserap dengan bantuan CMA. Menurut Thompson (1994) ada tiga faktor
utama yang menentukan keberhasilan introduksi CMA dilapang yaitu
ketergantungan tanaman terhadap mikoriza, status nutrisi tanah dan potensi
inokulum CMA. Disamping itu juga kepadatan populasi CMA endogenus.
Keberhasilan inokulasi CMA dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman
dilapang pada tanah tidak steril masih diragukan apakah disebabkan karena
pengaruh CMA saja atau merupakan efek kumulatif dari inokulum CMA dan CMA
endogenus. Meskipun telah dilakukan inokulasi CMA, namun tidak dapat
menjamin bahwa hanya inokulum CMA tersebut yang mengkoloni akar tanaman,
karena dilapang terdapat bermacam-macam populasi CMA endogenus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
7. Volume akar
Volume akar dipengaruhi oleh tingkat distribusi akar dan ketersediaan
hara dan air. Akar yang tersebar dan didukung oleh air dan hara yang cukup
akan meningkatkan volume akar. Volume akar dapat menjadi parameter untuk
mengukur jangkauan akar dalam memperoleh hara dan air.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa berat akar terbaik pada
penggunan media M5+C. Hasil tidak berbeda nyata pada penggunaan media
M5+C dengan media M1+C yaitu 2,06 cm3 dan 1,98 cm3. Sedangkan pada
penggunaan media M2+C, M3+C dan M4+C menunjukkan hasil yang tidak beda
nyata pada taraf 5% berturut adalah 1,16 cm3; 1,44 cm3; dan 1,16 cm3 (Gambar
4.7). Volume akar berhubungan erat dengan densitas akar (jumlah akar).
Gambar 4.7. Grafik pengaruh variasi media terhadap volume akar D.latifolia (sonokeling)
Keterangan : M1+C = tanah (kontrol) ditambah 15 gram inokulan CMA, M2+C = tanah:pasir (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M3+C = tanah:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M4+C = pasir:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA dan M5+C = tanah:pasir:arang sekam (1:1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA.
Mekanisme hubungan antara CMA dengan akar tanaman adalah sebagai
berikut, spora CMA berkecambah dan menginfeksi akar tanaman, kemudian di
dalam jaringan akar CMA ini tumbuh dan berkembang membentuk hifa-hifa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
panjang dan bercabang. Jaringan hifa ini memiliki jangkauan yang jauh lebih luas
daripada jangkauan akar tanaman itu sendiri. Hifa CMA yang jangkauannya lebih
luas ini selanjutnya berperan sebagai akar tanaman dalam menyerap air dan
hara dari dalam tanah. Simbiosis antara CMA dengan akar tanaman
menunjukkan struktur kerjasama yang saling menguntungkan antara cendawan
mikoriza dengan akar tanaman, mempunyai kemampuan untuk meningkatkan
masukan air dan hara dari tanah ke dalam jaringan tanaman (Anwarudin dkk.
2007). Menurut Jamin (2002) akar yang kurus dan panjang mempunyai luas
permukaan yang lebih besar bila dibandingkan dengan akar yang tebal dan
pendek, karena dapat menjelajah sejumlah volume yang sama.
B. Infektifitas CMA pada tanaman sonokeling pada berbagai media
tanam
Ada banyak cara yang digunakan untuk mengukur efektivitas kultivasi
CMA. Salah satunya adalah perbandingan respon tumbuh dari tanaman inang
yang dikolonisasi CMA dengan tanaman inang yang tidak dikolonisasi CMA
(kontrol). Ukuran lainnya dalam mengukur efektivitas adalah persentase
kolonisasi akar tanaman inang. CMA memiliki hifa yang berada di luar jaringan
akar ( hifa eksternal) dan hifa yang di dalam jaringan akar (hifa internal). Hasil
analisis pengaruh variasi media tanam dengan penambahan CMA pada
infektivitas akar sonokeling terbaik pada penggunaan media M5+C yaitu 43,8%
pada uji DMRT dengan taraf uji 5%, sedangkan infektivitas terendah yaitu pada
penggunaan media M1+C yaitu 31 %. Pada penggunaan media M2+C dengan
media M4+C tidak menunjukkan hasil tidak beda nyata, dengan rerata infektivitas
35,6 % dan 38,8 %. Hasil berbeda nyata pada media M3+C dengan media M5+C
yaitu 32,6 % dan 43,8 % (Tabel 4.2). Secara umum derajat infeksi akar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
sonokeling relatif tinggi dimana media yang digunakan dikombinasi dengan CMA
15 gr. Persentase Infektivitas CMA terbaik pada media M5+C yaitu media
campuran antara tanah, pasir dan arang sekam (43.8%).
Tabel 4.2 Infektivitas CMA terhadap akar tanaman D.latifolia (sonokeling)
Media Infeksi akar (%) M1+C 31.00 a M2+C 35.60 ab M3+C 32.60 a M4+C 38.80 ab M5+C 43.80 b
Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5 %.
Keterangan : M1+C = tanah (kontrol) ditambah 15 gram inokulan CMA, M2+C = tanah:pasir (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M3+C = tanah:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M4+C = pasir:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA dan M5+C = tanah:pasir:arang sekam (1:1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA.
Adanya hifa yang berada di dalam jaringan akar tanaman menunjukkan
adanya infektivitas CMA pada perakaran tanaman. Jaringan akar tanaman yang
tidak terinfeksi hifa terlihat bersih sebab hanya tampak sel-sel penyusun jaringan
saja tanpa telihat struktur hifa di dalamnya (Gambar 4.8). Kemampuan
infektivitas CMA dapat diketahui melalui tingkat infeksi akar yaitu dengan melihat
banyaknya hifa yang terdapat pada jaringan akar. Secara teoritis CMA
digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) CMA yang infektif dan juga efektif
artinya CMA menginfeksi akar tanaman dan juga memberikan respon dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan perlakuan kontrol, 2)
CMA yang infektif tetapi tidak efektif artinya CMA menginfeksi akar tanaman,
tetapi tidak memberikan respon dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman, 3)
CMA yang tidak infektif dan juga tidak efektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Gambar 4.8. Perbandingan penampang akar D.latifolia (sonokeling) yang tidak terinfeksi (I) dan terinfeksi CMA (II)
Keterangan : A = kolonisasi CMA (hifa internal); B = hifa eksternal Proses infeksi CMA diawali oleh adanya propagul yang infektif dapat
berupa hifa, fragmen hifa akar, dan spora (Smith dan Read, 1997). Spora
cendawan mikoriza arbuskula maupun potongan akar yang dikolonisasi oleh
CMA merupakan propagul yang efektif untuk awal kolonisasi pada inangnya,
meskipun kemampuan bertahan hidupnya di dalam tanah sangat bergantung
pada propagul yang dibentuk. (Gunawan, 1993).
Menurut Corryanti (2001) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
infeksi CMA, yaitu kepekaan inang terhadap infeksi, serta faktor-faktor iklim dan
tanah. Tanaman yang ketergantungan fosfatnya tinggi cenderung berasosiasi
dengan dengan mikorhiza, cahaya dan temperatur. Infeksi diduga terjadi karena
kondisi yang menguntungkan bagi spora yaitu dengan penambahan bahan-
bahan lain pada media dimana bahan tambahan tersebut mempengaruhi struktur
tanah, gerakan udara,sirkulasi air, pH tanah, kandungan hara, dan kapasitas
menyimpan air secara langsung maupun tidak langsung. Kelembaban tanah
yang tinggi pada tanah basah akan merangsang perkembangan spora dan
terbentuknya kolonisasi dengan tanaman inang. ( Delvian, 2004).
A
B
I II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Anas (2004) menyatakan derajat infeksi akar sorgum oleh CMA pada
media tanah dicampur pasir lebih tinggi dibandingkan dengan derajat infeksi
akar pada media zeolit yaitu berkisar dari 41.53% sampai maksimum 65.51%.
Muas (2003) menyatakan bahwa tidak semua spesies CMA efektif meningkatkan
pertumbuhan tanaman, Hal serupa sejalan dengan penelitian Bakhtiar (2002)
yang menggunakan jenis inokulum dan jenis inang yang berbeda akan
menghasilkan pertumbuhan yang berbeda pula, dimana keduanya menghasilkan
respon perubahan pada setiap perlakuan yang digunakan, walaupun besar
respon tersebut tidak sama persis. Widiastuti (2004) menyatakan bahwa untuk
memproduksi inokulum perlu dipertimbangkan kombinasi tempat tumbuh
tanaman, jenis CMA dan jenis inang yang digunakan, lingkungan, fisiologi CMA
karena setiap jenis CMA mempunyai karakter yang berbeda baik infektivitas
maupun efektivitasnya, selain itu cekaman fisik juga mampu merangsang
terjadinya sporulasi, misalkan dengan pemotongan kotiledon,
Pada media tanah dicampur pasir, derajat infeksi akar sudah mencapai
65.16% pada bulan ke dua dan mencapai nilai maksimum pada bulan ke tujuh
yaitu 96.03%. Tingkat kesuburan tanah juga berpengaruh terhadap derajat
infeksi akar, pada lahan kering dengan makin baiknya perkembangan akar
tanaman, akan lebih mempermudah tanaman untuk mendapatkan unsur hara
dan air, karena memang pada lahan kering faktor pembatas utama dalam
peningkatan produktivitasnya adalah kahat unsur hara dan kekurangan air.
Akibat lain dari kurangnya ketersediaan air pada lahan kering adalah kurang atau
miskin bahan organik. Mikoriza juga diketahui berinteraksi sinergis dengan
bakteri pelarut fosfat atau bakteri pengikat N. Inokulasi bakteri pelarut fosfat
(PSB) dan mikoriza dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman tomat (Kim et
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
al,1998) dan pada tanaman gandum (Singh dan Kapoor, 1999). Hasil analisis
unsur makro dan mikro media menujukkan pada media M5+C, kandungan C
organik paling rendah diantara media yang lain yaitu 3,9 %, begitu pula pada
kandungan bahan organik yaitu 6,72 %. Kandungan P pada media M5+C sedikit
lebih tinggi dibandingkan media M2+C yaitu 0,27 % (Tabel 4.3). Banyak
penelitian yang menyatakan bahwa beberapa jenis tanaman memberikan respon
positif terhadap inokulasi cendawan mikoriza (MVA).
Tabel. 4.3 Hasil analisis kandungan unsur makro dan mikro pada media tanam
No Kode Satuan Media
M1 M2 M3 M4 M5
1 C Organik % 5,22 4,05 12,55 6,00 3,90
2 Bahan Organik % 9,00 6,99 21,63 10,34 6,72
3 N Total % 0,39 0,48 0,46 0,32 0,39
4 P2O3 % 0,30 0,20 0,39 0,46 0,27
5 K2O % 0,22 0,12 0,33 0,26 0,28
6 pH 6,62 7,26 7,33 7,94 7,32 Keterangan :
M1 = tanah (kontrol) M2 = tanah:pasir (1:1) M3 = tanah:arang sekam (1:1) M4 = pasir:arang sekam (1:1) M5 = tanah:pasir:arang sekam (1:1:1) Tanaman bermikoriza dapat menyerap P, dalam jumlah beberapa kali
lebih besar dibanding tanaman tanpa mikoriza, khususnya pada tanah yang
miskin P. Kolonisasi akar yang maksimum akan dicapai pada tanah yang kurang
subur kondisinya. Baik Nitrogen maupun Fosfor akan mengurangi kolonisasi akar
bila terdapat didalam tingkat ketersediaan yang tinggi. Kolonisasi juga terdapat
lebih banyak pada akar yang mengalami kekeringan dari pada tempat yang
mendapat ketersediaan air yang cukup. Kolonisasi akar terjadi banyak pada
tempat yang mengalami kekeringan walaupun tempat tersebut subur, karena
rendahnya kadar air menyebabkan berkurangnya rata-rata penyerapan nutrisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
seperti fosfor dan mengurangi tersediaanya nutrisi tersebut untuk tanaman.
Hubungan antara tanaman dengan mikorhiza merupakan simbiosis mutualisme.
Tanaman mendapat serapan hara yang lebih baik, tahan terhadap kekeringan
dan patogen akar serta dapat meningkatkan kandungan hormon tanaman dari
mikorhiza, sedangkan mikorhiza memperoleh faktor pertumbuhannya antara lain
karbohidrat dari tanaman inangnya (Setiadi, 1989).
Secara rinci ada dua faktor yang berpengaruh terhadap infeksi akar
yaitu faktor dalam dan faktor luar, Faktor luar diantaranya adalah fotosintat yang
dihasilkan oleh inang, Inang yang kompatibel mampu memacu pertumbuhan dan
perkembangan CMA melalui pembentukan struktur CMA di dalam akar,
Fotosintat merupakan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap penyebaran
hifa, yang selanjutnya berperan terhadap infeksi akar, sedangkan faktor dalam
meliput infektivitasdan kepadatan propagul, Selain itu dinyatakan bahwa faktor
eksternal juga mencakup pH lahan, persediaan fosfor dan potensi air, Infektivitas
juga sangat bergantung pada volume inokulum atau kepadatan inokulum,
penempatan inokulum (Wilson dan Tommerup, 1992)
Persentase akar terinfeksi merupakan parameter untuk melihat
bagaimana kemampuan infektivitas CMA pada tanaman sonokeling, hal ini
ditunjukkan oleh banyaknya hifa yang terdapat di dalam akar tersebut, Semakin
banyak hifa dalam akar, maka semakin baik pula tingkat infektivitas CMA,
Inokulasi CMA dapat mempercepat pertumbuhan akar dan dapat mengubah
bentuk percabangan akar sehingga tanaman mempunyai lebih banyak akar
lateral (Tisserant et al, 1996: Masri dan Azizah 1998). Lucia (2005) menyatakan
bahwa semua inokulum CMA yang diinokulasikan pada bibit manggis
menghasilkan jumlah akar lateral yang nyata lebih banyak, apabila dibandingkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
dengan yang tidak diinokulasi CMA), Widiastuti (2004) menyatakan bahwa infeksi
CMA terhadap kelapa sawit dapat terjadi perubahan akar pada tingkat sel, yaitu
dengan terlihat adanya hifa eksternal, internal, hifa gelung, vesikula dan
arbuskula dalam korteks akar, serta hifa eksternal di rhizosfer.
C. Jumlah spora CMA
Penghitungan jumlah spora dilakukan untuk mengetahui seberapa
tinggi mikorhiza dapat berkembang biak pada kondisi media yang bervariasi.
Tabel bawah ini adalah hasil analisis sidik ragam penghitungan spora pada
berbagai media yang dilakukan pada akhir penelitian. Hasil uji DMRT taraf 5 %
diperoleh rerata jumlah spora CMA pada penggunaan media M5+C berbeda
nyata dengan media M4+C, tetapi tidak berbeda nyata pada penggunaan media
M1+C, M2+C dan M3+C. Hasil rerata jumlah spora terendah pada penggunaan
media M4+C yaitu 44 spora tiap 100 gr media. Rerata jumlah spora terbanyak
yaitu pada pemakaian media M5+C (89 spora). Kemudian diikuti yang lebih
rendah M1+C, M3+C dan M2+C berturut-turut sebanyak 84,6; 80,8 dan 67,4
spora (Tabel 4.4)
Tabel. 4.4 Jumlah spora CMA pada variasi media tanam Media Jumlah spora/100 g media M1+C 84.60 b M2+C 67.40 ab M3+C 80.80 b M4+C 44.00 a M5+C 89.00 b
Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5 %. Keterangan : M1+C = tanah (kontrol) ditambah 15 gram inokulan CMA, M2+C = tanah:pasir (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M3+C = tanah:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA, M4+C = pasir:arang sekam (1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA dan M5+C = tanah:pasir:arang sekam (1:1:1) ditambah 15 gram inokulan CMA.
Hasil analisis statistik tersebut menunjukkan bahwa semua media tanam
yang digunakan mampu memproduksi spora CMA. Hal ini dibuktikan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
inokulasi 5-10 spora CMA pada semua media tanam menghasilkan rerata jumlah
spora yang lebih banyak dari jumlah inokulan awal. Sebagai perbandingan
Corryanti (2007) melaporkan bahwa hasil inokulasi 30 spora Gigaspora sp
menghasilkan 47-159 spora dalam 100 g tanah, sedang inokulasi 30 spora
Glomus sp menghasilkan 47-53 spora dalam 100 g tanah.
Media campuran tanah:pasir:arang sekam (1:1:1) menghasilkan jumlah
spora dan prosentase akar terinfeksi tertinggi meningkatkan rerata berat basah,
berat kering, berat akar dan volume akar, tetapi tidak mencapai hasil tertinggi
untuk tinggi batang, diameter batang dan jumlah daun. Hal ini menunjukkan
bahwa CMA yang diinokulasikan dapat meningkatkan pertumbuhan bagian akar
tetapi kurang memberikan peningkatan pertumbuhan bagian pucuk bibit
sobokeling. Hasil ini masih sejalan dengan penelitian Corryanti (2007) yang
melaporkan bahwa inokulasi dengan spora Glomus sp kurang memberikan
peningkatan pertumbuhan bagian pucuk bibit jati, tetapi sebaliknya meningkatkan
pertumbuhan bagian akar. Senada dengan Gupta et.al (2000) bahwa efektivitas
mikoriza dipengaruhi oleh interaksi antar sejumlah faktor diantaranya genom
cendawan, genom tanaman inang, tipe tanah, dan faktor-faktor edafik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penggunaan campuran media tanah, sekam dan pasir merupakan media
terbaik untuk pertumbuhan bibit Dalbergia latifolia (sonokeling) dan
perkembangan jumlah spora CMA, Penggunaan media yang tepat dapat
diintegrasikan dalam rangka kegiatan produksi pembibitan tanaman sonokeling.
1. Penggunaan berbagai variasi media berpengaruh terhadap pertumbuhan
bibit sonokeling. Media terbaik adalah campuran tanah, pasir dan arang
sekam (1:1:1) dengan inokulan CMA 15 gr. Media ini menghasilkan
pertumbuhan terbaik untuk parameter berat basah (5,16 gr) , berat akar
(1,94 gr), berat kering (1,73 gr) dan volume akar (2,06 cm3). Media
campuran tanah dan pasir (1:1) juga merupakan media yang terbaik
karena menghasilkan parameter pertumbuhan tertinggi jumlah daun,
tinggi tanaman dan diameter.
2. Media campuran terbaik infeksi CMA pada akar bibit sonokeling dengan
tingkat infeksi akar 43,8% adalah tanah:pasir:arang sekam (1:1:1).
3. Media perkembangan jumlah spora terbaik terdiri dari tanah:pasir:arang
sekam (1:1:1) yang menghasilkan 89 spora / 100 gr media.
B. Saran
Penggunaan campuran media tanah, arang sekam dan pasir (1:1:1) dapat
diaplikasikan pada kegiatan pembibitan tanaman sonokeling dan perbanyakan
spora CMA. Namun perlu diadakan penelitian lanjutan tentang pengaruh
inokulasi CMA dalam perkembangbiakan tanaman sonokeling secara in vitro.
Recommended