View
14
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
Universitas Bina sarana Informatika
PERPAJAKAN 1
PENDAHULUAN
Modul mata kuliah perpajakan ini berisi materi tentang Dasar-dasar Perpajakan,
KUP, PPh Pasal 21, 22, 23, 24, 4 ayat 2, PPN, Pajak Daerah, PBB, BPHTB & Bea
Materai
Setelah mempelajari modul ini diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan
memahami Dasar-Dasar Perpajakan, KUP, PPh PPN, Pajak Daerah, PBB, BPHTP
dan Bea Materai 2. Mahasiswa mampu menghitung PPh, PPN, Pajak Daerah &
PBB
PERPAJAKAN 2
DAFTAR ISI
1. Dasar-Dasar Perpajakan ................................................... 4
2. Dasar-Dasar Perpajakan 2… .............................................12
3. Ketentuan Umum Dan tata cara Perpajakan ..................... 20
4. Pajak Penghasilan Pasal 21… .......................................... 32
5. Pajak Penghasil Pasal 22 dan Pasal 23… .......................... 37
6. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2… ................................. 42
7. Pajak Pertambahan Nilai ..................................................50
8. Pajak Daerah ................................................................... 66
9. Pajak Bumi dan Bangunan ...............................................72
10. BPHTB dan Bea Materai ................................................. 74
11. Dafatar Pustaka ............................................................... 80
PERPAJAKAN 3
PERTEMUAN 1
DASAR-DASAR PERPAJAKAN
Overview Perpajakan Indonesia
Sebelum mempelajari pajak, ada baiknya mahasiswa mengetahui terlebih dahulu
kondisi perpajakan di Indonesia saat ini.
Kondisi perpajakan di Indonesia dapat dilihat dengan memperhatikan data-data
yang terdapat dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RPBN)
Definisi Pajak
Prof Dr. Rochmat Soemitro SH (Guru besar hokum pajak Unpad, Bandung) Pajak
adalah: iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjuk dan
Digunakan untuk membiayai pengeluaran umum
Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan No.16 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1,
mendefinisikan pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang–Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagisebesar–besarnya kemakmuran rakyat.
Unsur-Unsur Pajak :
1. Iuran atau Pungutan •Jika arah datangnya pajak dari Wajib Pajak, maka pajak
disebut iuran. •Jika arah datingnya kegiatan untuk mewujudkan pajak tersebut
berasal dari pemerintah, maka pajak disebut sebagai pungutan
2. Pajak dipungut berdasarkan undang undang •Pada hakekatnya pajak adalah
beban yang harus dipikul oleh rakyat banyak sehingga harus disetujui oleh
rakyat melalui DPR •Pasal 23 UUD 45“ segala pajak untuk keperluan Negara
berdasarkan undang-undang”
PERPAJAKAN 4
3. Pajak dapat dipaksakan Fiscus mendapat wewenang dari undangun dan untuk
memaksa WP supaya mematuhi dan melaksanakan kewajiban perpajakannya
(UU no 28 tahun 2007 tentang KUP dan UU no 19 tahun 2000 tentang
penagihan pajak dengan surat paksa) 4.Tidak menerima atau memperoleh
kontraprestasi Ciri khas utama pajak adalah Wajib pajak (WP) yang
membayar pajak tidak menerima atau memperoleh jasa timbal atau
kontraprestasi dari pemerintah 5.Untuk membiayai pengeluaran umum
pemerintah, seperti:jalan, sekolah, rumah sakit dsb
Pajak, Retribusi, dan Sumbangan
Pajak
• Manfaat tidak langsung bagi pembayar.
• Penerima manfaat tak diketahui.
• Diperuntukkan bagi kepentingan umum dan dipaksakan oleh hukum.
Retribusi
• Manfaat langsung bagi pembayar.
• Penerima diketahui.
• Diperuntukkan bagi kepentingan umum dan dipaksakan oleh hukum.
Sumbangan
• Manfaat langsung bagi penerima.
• Penerima diketahui.
• Diperuntukkan bagi kepentingan penerima dan bersifat sukarela.
Sejarah Pemungutan Pajak
Pajak sebagai suatu beban, pada awalnya menimbulkan pro dan kontra, pihak yang
pro biasanya adalah penguasa seperti raja atau bangsawan sedangkan yang kontra
adalah rakyat yang memikul beban pajak. Walau terjadi Pro dan kontra terhadap
pemungutan pajak, tetapi pemungutan pajak sebagai sumber dana tetap berlanjut
seperti contoh-contoh berikut:
1. Tributum sebagai pajak langsung (pajak atas kepala) di pungut pd saat perang
terhadap penduduk Roma (167M)
2. Sesudah abad ke2 Roma mengandalkan pajak vegtigalia seperti portoria yaitu
pungutan atas penggunaan pelabuhan
3. Jaman Julius Caesar dikenal centesima rerum venalium yaitu sejenis pajak
penjualan dengan tariff 1%
4. Abad 14 di Spanyol dikenal alcabala, salah satu bentuk pajak penjualan
PERPAJAKAN 5
5. Salah satu bukti tertulis adanya pajak pada jaman Majapahit adalah
ditemukannya prasasti yang dikeluarkan raja pertama Majapahit Kertarajasa
Jayawardana tahun 1301 Masehi. Prasasti tersebut berisi pembebasan pajak
sebuah desa yang bernama Adan-Adan, desa tersebut ditetapkan sebagai desa
perdikan yang bebas pajak yang diberikan kepada Rajarsi yaitu pejabat yang
telah berjasa kepada Raja
Fungsi Pajak
1. Fungsi pajak berarti kegunaan pokok,
manfaat pokok Dari pajak itu sendiri
2. Fungsi pajak terdiri dari empat fungsi yaitu:
a. Fungsi budgetair
b. Fungsi Regulerend
c. Fungsi Stabilitas
d. Fungsiredistribusi
Fungsi Budgetair
Fungsi budgetair disebut fungsi utama atau fungsi fiskal Fungsi Budgetair adalah
suatu fungsi dalam mana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana
secara optimal kekas Negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku
Memasukkan dana secara optimal kekas negara berdasarkan UU perpajakan
adalah:
1. Jangan sampai ada wajib pajak yang tidak memenuhi sepenuhnya kewajiban
perpajakan.
2. Jangan sampai ada objek pajak yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak
3.Jangan sampai ada objek pajak yang lepas dari pengamatan atau perhitungan
fiskus.
Fungsi Regulerend
Pajak digunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu
Disebut juga fungsi tambahan karena hanya sebagai pelengkap dari fungsi utama
yaitu budgetair.
Contoh: pemerintah ingin memberantas/mengurangi kebiasaan mabuk-mabukan
dikalangan generasi muda maka pemerintah mengenakan pajak atas
minuman keras dengan demikian harga menjadi mahal dan diharapkan
konsumsi minuman keras menjadi berkurang Bentuk dan contoh
penerapan fungsi regulerend pada UU perpajakan terdapat dalam
Peraturan Pemerintah No.9 thn 2016
PERPAJAKAN 6
Fungsi Stabilitas
Pajak digunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk menjaga stabilitas. Seperti:
stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas moneter bahkan bias juga stabilitas
keamanan. Fungsi ini berkaitan dengan fungsi lainnya, seperti regulerend Contoh:
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga aga deficit perdagangan
tidak semakin melebar, pemerintah dapat menetapkan kebijakan pengenaan
PPnBM diatas.
Fungsi Redistribusi
Pajak mempunyai fungsi pemerataan (Redistribusi) artinya dapat digunakan untuk
menyeimbangkan dan menyesuaikan antara pembagian pendapatan dengan
kesejahteraan masyarakat. Pajak hanya dibebankan kepada mereka yang
mempunyai kemampuan untuk membayar pajak. Namun demikian, infrastruktur
yang dibangun tadi, dapat juga dimanfaatkan oleh mereka yang tidak mempunyai
kemampuan membayar pajak, untuk meningkatkan pendapatannya. Mereka dapat
memanfaatkan jalan raya untuk kelancaran distribusi hasil pertaniannya, mereka
dapat memanfaatkan sekolah untuk pendidikan anak-anaknya.
Pajak Menurut Cara Pembebanan
Berdasarkan Cara pembebanannya, pajak dibagi 2 yaitu: 1. Pajak Langsung Yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh
wajib pajak dan tidak dapat dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi & Bangunan (PBB), Pajak
Penerangan Jalan, Pajak Kendaraan Bermotor
2. Pajak Tidak Langsung Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contoh: Pajak
Penjualan,Pajak Pertambahan Nilai (PPN),Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah (PPn BM), Bea Materai, Bea Cukai, Bea Balik Kendaraan Bermotor
Pajak Menurut Pemungut atau Pengelola Pajak Pusat
Yaitu Pajak yang pemungutan dan pengelolaannya dilaksanakan oleh pemerintah
pusat. Dalam hal ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
– Kementrian Keuangan Contoh: PPh, PPN, PPnBM, BeaMaterai, Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) Perkebunan, PBB Kehutanan, PBB Pertambangan
Pengadministrasian yang berkaitan dengan pajak pusat, akan dilaksanakan di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP) dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta di
Kantor Pusat DJP.
Pajak Menurut Pemungut atau Pengelola Pajak Daerah
Yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan
PERPAJAKAN 7
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah (UU Pajak daerah
No.28 thn 2009) Pemungutan dan pengelolaannya dilaksanakan oleh pemerintah
daerah, baik ditingkat provinsi maupun Kabupaten. Pengadministrasian yang
berhubungan dengan pajak daerah, akan dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan
Daerah atau Kantor Pajak Daerah atau Kantor sejenisnya yang dibawahi oleh
Pemerintah Daerah setempat.
Pajak Daerah dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Pajak Propinsi, meliputi Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor, Pajak Air
Permukaan dan Pajak Rokok
2. Pajak Kabupaten/Kota, meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan,
Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak sarang Burung Walet, Pajak
Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan/atau Bangunan.
Pajak Menurut Sifatnya :
1. Pajak subjektif adalah pajak yang pada waktu pengenaannya yang pertama-
tama kali dilihat adalah subjeknya, setelah ditemukan subjeknya baru dicari
objeknya Contoh: Pajak Penghasilan
2. Pajak Objektif adalah pajak yang pada waktu pengenaannya yang pertama-
tama diperhatikan adalah objeknya, setelah objek ditemukan baru dicari
subjeknya. Contoh: PPN, PPnBM, PBB, pajak kendaraan bermotor,
beamaterai, beamasuk,
Definisi Jenis-Jenis Pajak
1. Pajak Penghasilan (PPh) yaitu pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak
atau penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak.
(SitiResmi, 2009).
2. PPh Pasal 4 Ayat 2 yaitu pajak yang dikenakan pada wajib pajak badan
maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang didapat dan
pemotongan pajaknya bersifat final (UU PPh No.36 thn 2008).
3. PPh Pasal 15 yaitu pajak atas penghasilan yang diperoleh Perusahaan
pelayaran atau penerbangan international, perusahaan asuransi luar negeri,
perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang
asing dan perusahaan yang berinvestasi dalam bentuk bangun-guna-serah (UU
PPh No.36 thn 2008).
PERPAJAKAN 8
4. PPh Pasal 21 yaitu pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi subyek pajak dalam negeri. (Peraturan Dirjen Pajak Nomor
PER 32/PJ/2015).
5. PPh Pasal 22 yaitu pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga
pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lain, berkenaan dengan pembayaran
atas penyerahan barang; dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah
maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan
usaha di bidang lainnya (Siti Resmi, 2011).
6. PPh Pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri (orang pribadi maupun badan), dan
bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21 (Siti
Resmi, 2014).
7. PPh Pasal 24 yaitu pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam
negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh
penghasilan dalam negeri berdasarkan Undang undang dalam tahun pajak yg
sama (UU PPh No.36 thn 2008).
8. PPh Pasal 25 merupakan angsuran yang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak untuk setiap bulan dalam pajak PPh 21 ,22, 23 dan 24) (Siti Resmi,
2003) 9. PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas
penghasilan yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia selain
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia (UU PPh No.36 thn 2008) 10. Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi
didalam negeri (di dalam Daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun
konsumsi jasa (Waluyo,2011).
11. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan
pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen
(pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya UUPPN & PPnBM No. 42 thn 2009)
12. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pajak yang bersifat kebendaan dan besarnya
pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah/dan bangunan
keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besar pajak
13. Pajak Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat
perdata dan dokumen untuk digunakan di pengadilan (UU Bea Materai No.13
thn 1985)
14. Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau
penguasaan kendaraan bermotor
PERPAJAKAN 9
15. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik
kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan
sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah,
watisan atau pemasukan kedalam badan usaha
16. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotora dalah pajak atas penggunaan bahan
bakar kendaraan bermotor. Bahan bakar kendaraan bermotoradalah semua
jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor
17. Pajak Air Permukaan adalah pajak atas Pengambilan dan/atau Pemanfaatan
Air Permukaan.Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada
permukaan tanah, tidak termasuk air laut baik yang berada dilaut maupun
didarat
18. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh instansi
pemerintah yang berwenang memungut cukai bersama dengan pemungutan
cukai rokok
19. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain
20. Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau
pengusahaan sarang burung wallet
21. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia
jasa penginapan/ peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut
bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma
peristirahatan, pesanggrahan, rumah penginapan, dan sejenisnya serta rumah
kos dengan jumlah kamar lebih dari 10.
22. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan
dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin,
warung, bar
23. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan dengan dipungut
bayaran.Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan
ketangkasan, atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton
atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran.
24. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah
benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan cora kragamnya
untuk tujuan komersial, dan dipergunakan untuk memperkenalkan,
menganjurkan, mempromosikan atau untuk menarik perhatian umum terhadap
barang, jasa, orang atau badan yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan
dana/atau dinikmati oleh umum, kecuali yang dilakukan pemerintah
Soal Latihan
PERPAJAKAN 10
1. Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang–Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagisebesar–besarnyakemakmuranrakyat,merupakan definisi pajak
menurut......
A. Waluyo B. Mardiasmo
C. Prof.Dr.Rochmat Soemitro,SH
D. Undang-Undang KUP No.16tahun 2009 pasal 1 ayat 1
E. Siti Resmi
2. Pemerintah ingin memberantas/mengurangi kebiasaan mabuk-mabukan
dikalangan generasi muda maka pemerintah mengenakan pajak atas minuman
keras dengan demikian harga menjadi mahal dan diharapkan konsumsi
minuman keras menjadi berkurang, merupakan penerapan fungsi pajak.....
A. Fungsi budgetair B. Fungsi Regulerend C. Fungsi Stabilitas
D. Fungsi Redistribusi E. Fungsi Ekonomis
3. Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
dipungut/dikelola oleh.....
A. Pemda Provinsi B. Pemda Kabupaten/kota
C. Pemerintah Pusat D. Swasta
E. Bendaharawan pajak
4. Pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga
lembaga Negara lain, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya,
merupakan definisi pajak....
A. PPh Pasal 21 B. PPh pasal 22 C. PPh Pasal 23
D. PPN E.PBB
PERPAJAKAN 11
5. Pajak yang dikenakan atas konsumsi didalam negeri (didalam Daerah
Pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa, merupakan definisi
pajak.......
A. PPh Pasal 21 B. PPh Pasal 22 C. PPh Pasal 23
D. PPN E. PBB
PERTEMUAN 2
DASAR-DASAR PERPAJAKAN 2
Prinsip Pemungutan Pajak
Menurut Adam Smith, terdapat 4 prinsip pemungutan pajak :
1. Equality: Tekanan pajak diantara subjek pajak masing masing hendaknya
seimbang dengan kemampuannya
2. Certainty: Pajak yang harus dibayar seseorang harus terang dan pasti tidak
dapat dimulur-mulur atau ditawar tawar
3. Convenience: Dalam memungut pajak hendaknya memperhatikan saat-saat
yang paling baik dan tepat
4. Efficiency: Pemungutan pajak hendaknya dilaksanakan dengan sehemat-
hematnya, jangan sampai biayanya lebih tinggi
Menurut E.R.A.Seligmen, pd awalnya dasar pertimbangan pemungutan pajak
adalah besarnya kepentingan individu kepada negara, yg kemudian berganti
menjadi kemampuan untuk membayar (abilitytopay) Kemampuan membayar
(abilitytopay) Wajib pajak dapat dilihat dari:
– Poll : Setiap orang/kepala mempunyai kemampuan yang sama
untuk membayar pajak
– Expenditure : Besarnya pengeluaran yang dilakukan
– Property : Harta yang dimiliki
– Product : Kemampuan harta yang dimiliki untuk menghasilkan
penghasilan
– Income : Besarnya jumlah penghasilan
Prinsip Perpajakan di Indonesia
PERPAJAKAN 12
GBHN sebagai haluan Negara jika diteliti lebih dalam ternyata mengandung
prinsip-prinsip perpajakan yang telah dibahas di atas.
Prinsip itu antara lain :
1. Peningkatan Penerimaaan: Sama dengan Fiscal dan revenue Productivity
2. Terkendali, terarah, dan efisien sama dengan kaedah eficiency
3. Keadilan sama dengan equality
4. Kemampuan sama dengan Ability to pay
5. Prosedur yang terus disempurnakan sama dengan Ease of compliance
6. Aparatur perpajakan yang mampu dan bersih sama dengan Ease of administration dan efficiency
7. Semua jenis pungutan pajak harus didasarkan atas peraturan perundang-
undangan, sama dengan asas yuridis
Sistem Perpajakan
1. Self assessment system adalah suatu sistem perpajakan yang memberikan
kepercayaan kepada WP untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri
kewajiban dan hak perpajakannya yang dikenal dengan 5M
a. Mendaftarkan
b. Menghitung
c. Menyetor
d. Melaporkan
e. Menetapkan
Contoh penerapan self assessment system adalah Penetapan PPh pasal 25
2. Official Assessment system adalah suatu sistem perpajakan dimana inisiatif
untuk memenuhi kewajiban perpajakan berada dipihak fiskus Dalam system
ini fiskus yang mencari WP, memberikan NPWP sampai dengan penetapan
jumlah pajak.
Contoh : Penerapan Official Assessment System adalah Pengenaan PPh Pasal
(4) Ayat (2) atas pengalihan tanah dan/atau bangunan dari WP kepada
pemerintah
3. With holding tax system adalah suatu sistem perpajakan dimana pihak ketiga
diberi kepercayaan (Kewajiban) atau diberdayakan oleh UU perpajakan untuk
memotong pajak penghasilan sekian persen dari penghasilan yang dibayarkan
kepada wajib pajak Tipe pajak yang dipotong melalui Withholding System :
PERPAJAKAN 13
a. Provisional (bersifat sementara): Jumlah pajak yang telah dibayar dapat
menjadi kredit pajak atau mengurangi pajak terhutang atas seluruh
penghasilan sesudah akhir tahun
b. Final: Pajak yang telah dibayar tidak dijadikan kredit pajak/ mengurangi
pajak yang harus dibayar diakhir tahun, & tentunya penghasilan yang
dikenakan pajak final tidak dijumlahkan kepada penghasilan lain yang
dikenakan pajak tidak final
Contoh penerapan Witholding Tax system adalah Pemotongan dan
pemungutan PPh 21, 22, 23, dan 26
Stelsel Pajak :
1. Stelsel Riil (Nyata)
a. Pengenaan pajak didasarkan pada keadaan dari objek pajak yang
sesungguhnya
b. Dengan stelsel riil tidak dimungkinkan pemungutan pajak diawal atau
selama masa/tahun pajak, Pemungutan baru bias dilakukan setelah
masa/tahun pajak berakhir
c. Kelebihan : wajib pajak maupun fiscus tidak akan dirugikan apabila
teryata terjadi perubahan keadaan objek pajak karena perubahan tersebut
ikut dipertimbangkan dalam penentuan jumlah pajak
d. Kekurangan : Terlambatnya uang pajak masuk kas negara
Contoh: PPh Pasal 25
2. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)
a. Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan hokum (fictie) tertentu
yang diperkirakan diawal tahun
b. Uang hasil pajak dapat segera masuk ke dalam kas negara c.
Kekurangan: merugikan wajib pajak jika selama masa/tahun pajak
berjalan terjadi penurunan objek pajak dibandingkan anggapan yang
ditetapkan dan merugikan Negara jika sebaliknya.
Contoh: PPh 21 & PPh 23
3. Stelsel Campuran
PERPAJAKAN 14
a. Merupakan perpaduan dua stelsel yang telah diuraikan sekaligus upaya
untuk menghilangkan kekurangan kedua stelsel tersebut
b. Dalam stelsel campuran Utang pajak ditetapkan dengan stelsel anggapan
diawal masa/tahun pajak yang merupakan ketetapan sementara, kemudian
diakhir masa/tahun pajak akan dikoreksi berdasarkan objek pajak yang
sesungguhnya
c. Kelebihan : Awal masa/tahun pajak uang hasil pajak sudah dapat
dimasukkan ke kas Negara sehingga dapat segera digunakan & apabila
terjadi perubahan dapat diperbaiki di akhir masa/tahun pajak
Contoh: PPh Pasal 29
Tarif Pajak
1. Tarif LumpSum / Spesifik / Tetap Suatu tariff yang berupa suatu jumlah
tertentu yang sifatnya tetap dan tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah dasar
pajak, objek pajak maupun subjek pajak
Contoh: Bea Materai
2. Tarif Proporsional Tarif ini merupakan sebuah “persentase tunggal” yang
dikenakan terhadap semua objek pajak berapapun nilainya
Contoh: Tarif PPN 10%
3. Tarif Progresif (Persentase meningkat)
a. Tarif ini berupa persentase yang meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah yang dikenai pajak
b. Penerapan tariff progresif dalam PPh tidak dilakukan secara absolut
(flatrate) melainkan dilakukan secara berlapis (bricketrate)
Contoh: Penghasilan Kena pajak
Tarif pajak
Sampai dengan 50.000.000 5 %
Diatas 50.000.000 s/d 250.000.000 15 %
Diatas 250.000.000 s/d 500.000.000 25 % Diatas 500.000.000 30 %
Tarif progresif terdiri dari 3 varian:
a. Tarif Progresif-progresif: Tarif progresif yang mempunyai susunan
peningkatan prosentase tarif secara meningkat pula
Penghasilan Kena pajak Tarif pajak Kenaikan marginal
Sampai dengan 50.000.000 10 %
Diatas 50.000.000 s/d 100.000.000 15 % 5 % Diatas 100.000.000 30 % 15 %
PERPAJAKAN 15
b. Tarif Progresif-Proporsional: Tarif progresif yang mempunyai susunan
peningkatan prosentase tarif yang konstan dari satu prosentase ke
prosentase berikutnya.
Penghasilan Kena pajak Tarif pajak Kenaikan marginal
Sampai dengan 50.000.000 10 %
Diatas 50.000.000 s/d 100.000.000 15 % 5 %
Diatas 100.000.000 20 % 5 %
c. Tarif Progresif-Degresif: Tarif progresif yang mempunyai susunan
peningkatan prosentase secara menurun
Penghasilan Kena pajak Tarif pajak Kenaikan marginal
Sampai dengan 50.000.000 10 %
Diatas 50.000.000 s/d 100.000.000 20 % 10 % Diatas 100.000.000 25 % 5 %
4. Tarif Degresif (Persentase menurun) Tarif ini berupa persentase yang menurun seiring dengan meningkatnya jumlah yang dikenai pajak
Penghasilan Kena pajak Tarif pajak
Sampai dengan 50.000.000 25 %
Diatas 50.000.000 s/d 100.000.000 15 %
Diatas 100.000.000 5 %
Tarif progresif terdiri dari 3 varian:
a. Tarif Degresif-progresif: Tarif degresif yang mempunyai susunan
penurunan prosentase tariff secara meningkat
Penghasilan Kena pajak Tarif pajak Penurunan marginal
Sampai dengan 50.000.000 25 %
Diatas 50.000.000 s/d 100.000.000 20 % 5 % Diatas 100.000.000 10 % 10 %
b. Tarif Degresif-Proporsional: Tarif Degresif yang mempunyai susunan
penurunan prosentase tariff yang konstan dari satu prosentase ke
prosentase berikutnya
PERPAJAKAN 16
Penghasilan Kena pajak Tarif pajak Penurunan marginal
Sampai dengan 50.000.000 25 %
Diatas 50.000.000 s/d 100.000.000 20 % 5 %
Diatas 100.000.000 15 % 5 %
c. Tarif Degresif-Degresif: Tarif Degresif yang mempunyai susunan
penurunan prosentase secara menurun pula
Penghasilan Kena pajak Tarif pajak Kenaikan marginal
Sampai dengan 50.000.000 25 %
Diatas 50.000.000 s/d 100.000.000 15 % 10 %
Diatas 100.000.000 10 % 5 %
5. Tarif Advalorem Adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang
dikenakan/ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang
Contoh : PT XZY mengimpor barang jenis A sebanyak 1500 unit dengan
harga per unit Rp.100.000,00. Jika tariff Bea Masuk atas Impor Barang
tersebut 20%, maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah: Nilai
Barang Impor = 1500 x Rp.100.000 = Rp.150.000.000 Tarif Bea Masuk 20%,
maka Bea Masuk yang harus dibayar: 20% x Rp.150.000.000 =
Rp.30.000.000
6. Tarif Spesifik Adalah tariff dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis
barang tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu Contoh: Misalnya PT
ABC mengimpor barang jenis Z sebanyak 1500 unit dengan harga perunit
Rp.100.000. Jika tarif Bea Masuk atas impor barang Rp.10.000 per unit, maka
besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah: Jumlah Barang Impor = 1500
unit
Tarif Bea Masuk Rp.10.000, maka Bea Masuk yang harus dibayar: Rp. 10.000
x 1500 = Rp.15.000.000
Hambatan Pemungutan Pajak
1. Hambatan / Perlawanan Pasif Perlawanan pasif, adalah perlawanan yang
inisiatifnya atau bukan kemauan dan usaha dari para wajib pajak itu sendiri.
Perlawanan pasif ini disebabkan oleh 3 faktor, yaitu:
a. Struktur Ekonomi Struktur eknonomi suatu Negara mempengaruhi
pemungutan pajak di Negara tersebut. Hal ini terkait dengan penghitungan
sendiri pendapatan netto oleh wajib pajak. Contohnya pajak penghasilan
yang diterapkan pada masyarakat agraris. Dalam hal ini, wajib pajak harus
PERPAJAKAN 17
menghitung sendiri. Namun, menghitung pendapatan netto akan sangat
sulit dilakukan oleh masyarakat agraris. Karenaitu, timbullah perlawanan
pasif terhadap pajak
b. Perkembangan Moral & Intelektual Penduduk Yaitu perlawanan pasif yang
timbul dari lemahnya system control yang dilakukan oleh fiskus ataupun
karena objek dari pajak itu sendiri yang sulit untuk dikontrol. Contohnya di
Belgia terdapat pajak yang dikenakan terhadap permata. Dikarenakan
ukuran permata yang kecil dan sulit dikontrol keberadaannya maka bisa
saja pemilik permata ini menyembunyikannya agar terhindar dari
pengenaan pajak
c. Teknik Pemungutan Pajak Itu Sendiri Cara perhitungan pajak yang rumit
dan memerlukan pengisian formulir yang rumit menyebabkan adanya
penghindaran pajak, prosedur yang berbelit-belit dan menyulitkan wajib
pajak dan membuka celah untuk negosiasi antara petugas dan pembayar
pajak juga dapat mengakibatkan adanya penghindaran pajak
2. Hambatan / Perlawanan Aktif Perlawanan aktif adalah perlawanan yang
inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu sendiri. Hal ini merupakan usaha yang
secara langsung dan bertujuan untuk menghindari pajak atau mengurangi
kewajiban pajak yang seharusnya dibayar. Perlawanan aktif terhadap pajak
ada 2 cara, yaitu:
a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) Penghindaran yang dilakukan wajib
pajak masih dalam kerangka peraturan perpajakan. Penghindaran pajak
terjadi sebelum SKP keluar. Dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak
tidak secara jelas melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dgn
jelas menafsirkan undang undang tdk sesuai dgn maksud & tujuan
pembuat undang undang.
Penghindaran dr pajak dilakukan dgn 3 cara, yaitu: - Menahan diri Maksudnya adlh para wajib pajak tdk ingin terkena
pajak, maka mereka melakukan sesuatu yg nantinya bisa dikenai pajak.
Contohnya jika tidak mau terkena cukai tembakau, maka tidak
merokok.
- Pindah lokasi Maksudnya, para wajib pajak yg memiliki usaha, karena
mereka ingin mendapatkan pajak yang kecil untuk usaha mereka, maka
mereka pindah lokasi ke daerah yang tariff pajaknya rendah seperti di
Indonesia Timur
- Penghindaran pajak secara yuridis Melakukan perbuatan sedemikian
rupa sehingga perbuatan perbuatan yg dilakukan tidak terkena pajak.
Ini disebabkan karena para wajib pajak memanfaatkan celah dan
ketidakjelasan yang terdapat dalam UU.
PERPAJAKAN 18
b. Pengelakan Pajak (Tax Evation) Pengelakan pajak dilakukan dengan cara-
cara yang melanggar undang-undang. Pengelakan pajak ini terjadi sebelum
Surat Ketetapan Pajak dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran
terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak /
mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan
sebagian dari penghasilannya.
Soal Essay
1. Cari data Pajak dalam APBN Terbaru
2. Cari data realisasi Penerimaan Pajak Terbaru
3. Cari data Kepatuhan WP Terbaru
4. Cari data total OPU sahawan dan perusahaan yang bayar pajak
Terbaru
5. Jelaskan Tentang Free Rider
PERPAJAKAN 19
PERTEMUAN 3
KETENTUAN UMUM DANTATA CARA PERPAJAKAN
Tahun Pajak
Pasal 1 Angka 7 UU KUP, mendefinisikan Masa Pajak sbb: Masa Pajak adalah
Jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor,
dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu
sebagaimana ditentukan dalam UU KUP. Lebih lanjut, dalam Pasal 2A UU KUP
dijelaskan bahwa masa pajak adalah sama dengan 1 bulan kalender ataujangka
waktu lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan paling lama 3 bulan
kalender.
Contoh : Masa pajak Januari, Masa Februari, Masa Pajak Maret dst.
Pasal 1 Angka 8 UU KUP, mendefinisikan Tahun Pajak sebagai berikut :
Tahun Pajak adalah Jangk awaktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. Jangka waktu 1
Tahun Kalender adalah jangka waktu dari tanggal 1 Januari s.d tanggal 31
Desember. Wajib Pajak dapat menggunakan tahun pajak selain tahun kalender
dengan terlebih dahulu mengajukan izin ke Kantor Pelayanan Pajak
Contoh: Tahun Pajak Sama Dengan Tahun Kalender:
Pembukuan dimulai 1 Jan 2015 dan berakhir 31 Des 2015, disebut tahun pajak
2015. Tahun Pajak Tidak Sama Dengan Tahun Kalender : Pembukuan dimulai 1
Juli 2014 dan berakhir 30 Juni 2015
Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak. Bagian
dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak bisa 1 (satu) bulan Kalender atau beberapa
bulan Kalender Contoh: Pada awal Januari 2017, PT. X melakukan perubahan
PERPAJAKAN 20
tahun buku dari Januari–Desember berubah menjadi April–Maret dan disetujui
oleh Direktorat Jenderal Pajak, mulai tahun pajak April 2017 – Maret 2018. Dalam
hal ini ada bagi anda tahun 2017 yaitu Januari 2017–Maret 2017 yang disebut
bagian tahun pajak 2017
Menurut UU KUP Pasal 1 angka 6:
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Kewajiban mempunyai NPWP bagi wajib pajak dibedakan menjadi:
1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan diatas PTKP
2. Badan Usaha dalam segala bentuk termasuk BUT
3. Bendaharawan pemerintah pusat dan daerah
Pelaksanaan Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri mendapatkan NPWP dapat
dibedakan sebagai berikut:
1. WP Badan, harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1
bulan setelah saat usaha mulai dijalankan, yaitu saat yang terjadi lebih dahulu
antara pendirian dan usaha nyata-nyata mulai dilakukan. Misal : PT Abadi
didirikan pada tgl 1 Jan 2008, dan baru mulai nyata-nyata terdapat kegiatan
usaha pada tgl 1 Maret 2008. Kewajiban mempunyai NPWP paling lama
harus dilaksanakan pada tgl 1 Februari 2008.
2. WP orang pribadi, harus mendaftarkan diri sebagai WP untuk diberikan
NPWP dapat dibedakan :
a. WP OP menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, wajib mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP paling lambat akhir bulan berikutnya Pekerjaan
bebas : adlh pekerjaan yg dilakukan oleh OP yang mempunyai keahlian
khusus sebagai usaha untuk memperoleh pengh yg tdk terikat oleh
hubungan kerja.
b. WP OP tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Apabila
penghasilan sebulan setelah disetahunkan telah melebihi PTKP setahun,
wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat akhir
bulan berikutnya.
c. WP OP yg memerlukan NPWP, untuk mendapatkan sesuatu seperti
persyaratan pinjaman bank dan pendirian usaha
PERPAJAKAN 21
TATA CARA MENDAPATKAN NPWP
Semua WP yang telah memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif berdasarkan
sistem self assessment wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral
Pajak untuk dicatat sebagai WP dan sekaligus mendapatkan
NPWP
Persyaratan Subyektif : persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai
subyek pajak dalam UU PPh
Persyaratan Obyektif : persyaratan bagi subyek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan penotongan /
pemungutan sesuai dengan ketentuan UU PPh
1. Pendaftaran NPWP secara langsung. Dimana WP dengan secara langsung
datang ke KPP ( Kantor Pelayanan Pajak), atau KP2KP ( Kantor Pelayanan,
Penyuluhan dan Konsultasi Pajak )
a. Mengajukan permohonan NPWP
b. Penelitian kelengkapan dokumen
c. Pemberian NPWP
2. Pendaftaran NPWP secara elektronik atau e-Registration atau e-Reg
dilakukan WP melalui media internet.
DOKUMEN PERSYARATAN PENDAFTARAN NPWP
Wajib Pajak yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP harus mengisi dan
menandatangani formulir registrasi Wajib Pajak dan melengkapi dengan
persyaratan antara lain :
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas :
a. Fotocopy KTP bagi WNI
b. Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang
berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
a. Fotocopy KTP bagi WNI
b. Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang
berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing.
c. Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya dari Lurah atau kepala desa.
PERPAJAKAN 22
3. Joint Operation sebagai Wajib Pajak Pemungut / Pemotong
a. Fotocopy Perjanjian kerjasama sbg Joint Operation
b. Fotocopy Kartu NPWP masing-masing anggota Joint Operation.
c. Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau Paspor ditambah surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-
kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing, dari salah seorang
pengurus Joint Operation.
4. Pemohon status cabang, Orang Pribadi pengusaha ttt / wanita kawin tidak
pisah harta harus melampirkan fotocopy SKT pada berikut : KP bagi Cabang,
Domisili bagi pengusaha tertentu dan Suami bagi wanita kawin tidak pisah
harta.
PENGHAPUSAN NPWP
Bagi WP perseorangan ataupun Badan dengan berbagai alasan dapat mengajukan
permohonan untuk penghapusan NPWP.
1. Bagi WP Orang Pribadi
a. Meninggal dunia
b. Pindah alamat di luar wilayah KPP dimana WP terdaftar
2. Bagi WP Badan
a. WP Bubar
b. WP dilikuidasi
c. WP melakukan penggabungan
d. WP badan tunggal pindah alamat dari KPP dimana WP terdaftar
3. Bagi WP BUT WP menghentikan kegiatannya di Indonesia.
4. Bagi WP Bendaharawan
a. Proyek yang dikelola bendaharawan sudah selesai
b. Kantor yang dikelola bendaharawan sudah tutup.
BATAS WAKTU PENYELESAIAN PENGHAPUSAN NPWP
Batas waktu penyelesaian pencabutan NPWP dapat
dibedakan berikut ini :
1. WP OP paling lama 6 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap
2. WP Badan termasuk BUT dan bendaharawan paling lama 12 bulan sejak
tanggal permohonan diterima secara lengkap.
PERPAJAKAN 23
NPPKP
Menurut UU KUP Pasal 2 ayat 2 :
Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)
adalah nomor yang diberikan kepada setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang
dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) berdasarkan undang-undang PPN, wajib
melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat
kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak
Menurut UU KUP Pasal 1 angka 5 :
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yg melakukan penyerahan barang kena
pajak (BKP) & atau penyerahan jasa kena pajak yg dikenai pajak berdasarkan UU
PPN 1984 & perubahannya
Berdasarkan PMK No. 6197/PMK.03/2013
Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 4.800.000.000,00.
Pengusaha kecil tidak perlu dikukuhkan sebagai PKP, namun demikian bagi
pengusaha kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP untuk dapat
memperoleh hak sebagai PKP.
Fungsi NPPKP adalah :
1. Untuk mengetahui Identitas PKP yang sebenarnya
2. Untuk melaksaakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan PPn BM
3. Untuk Pengawasan Administrasi Perpajakan
Pencabutan NPPPKP adalah :
1. Pengusaha Kena Pajak pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan
Pajak lain.
2. PKP tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP termasuk PKP yang jumlah
peredaran dan/atau penerimaan bruto untuk suatu tahun buku tidak melebihi
batas jumlah peredaran dan/atau penerimaan bruto untuk Pengusaha Kecil.
SURAT PEMBERITAHUAN
Pasal 1 Angka 11 UU KUP, mendefinisikan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai
berikut :
PERPAJAKAN 24
SPT adalah surat yang oleh WP digunakan untuk melaporkan penghitungan dan
atau pembayaran pajak, obyek pajak dan atau bukan obyek pajak dan atau harta
dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan
( Pasal 1 angka 11 UU KUP )
Fungsi SPT
1. Fungsi Pelaporan
a. Fungsi Pelaporan SPT bagi WP, adalah berkaitan dengan kegiatan seperti
berikut ini :
– Penghitungan jumlah PPh yang sebenarnya terhutang - Pembayaran / pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam bagian/tahun
pajak.
- Penghitungan penghasilan yang merupakan obyek pajak dan atau bukan
obyek pajak.
- Harta dan kewajiban
b. Fungsi Pelaporan SPT bagi PKP, bagi PKP fungsi SPT adalah sebagai
sarana untuk melaporkan kegiatan berikut :
– Penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terhutang.
– Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
– Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak
2. Fungsi Pertanggungjawaban
Fungsi Pertanggungjawaban pada SPT dapat dibedakan menurut yang
mempertanggung jawabkannya :
a. Fungsi Pertanggungjawaban SPT bagi WP, atas pembayaran dari kegiatan
pemotongan atau pemungutan PPh yang dilakukannya terhadap PPh OP
atau badan Lain dalam satu masa pajak.
b. Fungsi Pertanggungjawaban SPT bagi PKP, sebagai pemotong atau
pemungut pajak fungsi SPT adalah sarana untuk
mempertanggungjawabkan pajak yang telah dipotong atau dipungut dan
disetorkannya
Tata Cara Pelaporan SPT
1. Pelaporan SPT Secara Manual
Pelaporan SPT secara manual dapat dilakukan WP dengan mengirimkan SPT
dalam bentuk fisik langsung ke KPP atau KP2KP atau melalui media
pengiriman seperti kantor pos.
PERPAJAKAN 25
Tatacara pelaporan SPT secara manual dilakukan WP atau PKP dengan
tahapan :
a. Pengambilan formulir SPT
b. Pengisian SPT (benar, jelas dan lengkap)
c. Penandatanganan SPT
d. Penyampaian SPT (langsung ke KPP / jasa pengiriman)
2. Pelaporan SPT menggunakan e-filling
E-F illing adalah suatu cara penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara
elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui internet pada
website Direktorat Jenderal (http://pajak.go.id atau
https://djponline.pajak.go.id/account/login) atau penyedia layanan SPT
elektronik atau Application Service Provider
(ASP) yaitu :
- www.spt.co.id
- www.pajakku.com
- www.eform.bri.co.id
- www.online-pajak.com
Berdasarkan peraturan terbaru, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI Nomor
9/PMK.03/2018, terdapat jenis SPT yang diwajibkan e-filing, yaitu :
- SPT Masa PPh Pasal 21 / PPh Pasal 26
- SPT Masa PPN / PPnBM 1111
- SPT Tahunan Badan bagi PKP (Pengusaha Kena Pajak) yang menerbitkan e-
Faktur
Pengelompokkan SPT
1. Menurut Jenis SPT : SPT masa & SPT Tahunan
2. Menurut Wajib Pajaknya (SPT PPh OP, SPT PPh Badan & BUT serta SPT
WP Bendaharawan)
3. Menurut Jenis Pajaknya : SPT PPh Tahunan OP, SPT PPh Tahunan OP
Karyawan, SPT PPh Tahunan Badan, SPT PPh 21 Tahunan, SPT PPh Masa &
SPT PPN Masa
SURAT SETORAN PAJAK
PERPAJAKAN 26
UU KUP No. 16 Tahun 2009, Pasal 1 Angka 14 mendefinisikan Surat Setoran
Pajak (SSP) sebagai berikut :
SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Negara
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri keuangan Fungsi SSP
adalah sebagai bukti pembayaran pajak bila telah disahkan oleh Pejabat kantor
penerima pembayaran yang berwenang, atau bila telah mendapatkan validasi dari
pihak lain yang berwenang.
Jenis-Jenis SSP
1. SSP Standar, adalah surat yang oleh WP digunakan atau berfungsi untuk
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terhutang ke kantor
Penerima Pembayaran dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan
bentuk, ukuran dan isi sesuai dengan yang telah ditentukan.
2. SSP Khusus, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke
Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima
Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan atau alat lainnya yang
isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan Direktur Jenderal
Pajak, dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP standar dalam
administrasi perpajakan.
3. SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dalam rangka Impor)
adalah SSP yang digunakan importir atau wajib bayar dalam rangka impor. SSPCP digunakan untuk melakukan penyetoran penerimaan negara dalam
rangka impor.
4. SSCP ( Surat Setoran Cukai atas Barang kena Cukai dan PPN hasil
tembakau buatan dalam negeri) adalah SSP yang digunakan oleh
pengusaha untuk cukai atas barang kena cukai dan PPN hasil tembakau
buatan dalam negeri. SSCP digunakan untuk melakukan penyetoran
penerimaan negara dari cukai atas barang kena cukai & PPN hasil tembakau
buatan dalam negeri.
SURAT KETETAPAN PAJAK
UU KUP No. 16 Tahun 2009, Pasal 1 Huruf 15 mendefinisikan Surat Ketetapan
Pajak (SKP) sebagai berikut:
SKP adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil dan
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Surat Ketetapan Pajak dapat diterbitkan karena
PERPAJAKAN 27
berdasarkan pemeriksaan atau penelitian atas data WP, bahwa pajak yang dihitung
atau dilaporkan dalam SPT tidak benar, sehingga masih terdapat :
1. Pajak yang tidak atau kurang dibayar
2. Pajak yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut.
Macam-Macam Surat Ketetapan Pajak (SKP)
1. Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan
atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda (Pasal 1 huruf 20 UU
KUP).
STP dapat diterbitkan oleh Dirjen Pajak melalui pemeriksaan ataupun
penelitian. STP dapat diterbitkan pada jenis pajak berikut ini yaitu Pajak
Penghasilan (PPh) dan PPN dan PPnBM
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan
pajak yang menetukan besarnya pajak jumlah pokok pajak, jumlah kredit
pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
Administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar (Pasal 1 huruf 16 UU
KUP)
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah Surat Ketetapan Pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak (Pasal 1 huruf 18 UU
KUP) S
4. urat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah surat ketetapan pajak
yang menetukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit
pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak
terhutang ( Pasal 1 huruf 19 UU KUP )
5. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan (Psl 1 huruf 17 UU KUP)
SURAT TAGIHAN PAJAK
UU KUP No. 16 Tahun 2009, Pasal 1 Huruf 20 mendefinisikan Surat Tagihan
Pajak (STP) sebagai berikut:
PERPAJAKAN 28
STP adalah surat yang diterbitkan untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan
dalam hal-hal sebagai berikut :
1. Apabila PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
2. Apabila dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan
pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
3. Apabila Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/ atau
bunga;
4. Apabila pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN dan
perubahannya tidak melaporkan kegiatan usahanya utk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak
5. Apabila pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
tetapi membuat Faktur Pajak;
6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak
membuat atau membuat Faktur Pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak
mengisi selengkapya Faktur Pajak.
Penerbitan Surat Tagihan Pajak akan ditambah dgn sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% sebln utk paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya
pajak atau bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya
Surat Tagihan Pajak
SANKSI PAJAK
SANKSI DENDA
Disebabkan antara lain :
1. Terlambat lapor SPT masa maupun tahunan
a. Sebesar Rp 500.000 untuk SPT masa PPN
b. Sebesar Rp 100.000 untuk SPT masa lainnya
c. Sebesar Rp 1.000.000 untuk SPT tahunan WP Badan
d. Sebesar Rp 100.000 untuk SPT tahunan OP
2. Mengungkapkan ketidakbenaran setelah diperiksa sebelum disidik
WP dpt mengungkapkan ketidakbenaran walaupun tlh dilakukan pemeriksaan
tetapi blm dilakukan penyidikan dgn membayar kekurangan pajaknya
ditambah sanksi denda 150% dari pajak yg kurang dibayar
3. Sanksi Keberatan ditolak
Permohonan keberatan yang diajukan oleh WP apabila ditolak atau
dikabulkan sebagian, maka besarnya jumlah pajak berdasarkan keputusan
keberatan dikurangi
PERPAJAKAN 29
dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan dikenai
denda 50% yang ditagih dengan STP
4. Sanksi Pencabutan Penyidikan
Penghentian penyidikan hanya dilakukan setelah WP melunasi pajak yang
tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan ditambah
denda sebesar 4 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang
tidak seharusnya dikembalikan.
SANKSI BUNGA
Disebabkan antara lain :
1. Pembetulan SPT Tahunan sblm pemeriksaan (Psl 8 ayat 2)
Pembetulan SPT Tahunan yang mengakibatkan hutang pajak menjadi lebih
besar dikenakan sanksi bunga sebesar 2% perbulan atas jumlah pajak yang
kurang bayar dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir s/d tgl
pembayaran
2. Pembetulan SPT Masa sblm pemeriksaan (Psl 8 ayat 2a)
Pembetulan SPT Masa yang mengakibatkan hutang pajak menjadi lebih besar
dikenakan sanksi bunga sebesar 2% perbulan atas jumlah pajak yang kurang
dibayar dihitung sejak jatuh tempo s/d tgl pembayaran
3. Keterlambatan Pembayaran Pajak pada SPT Masa.
WP yang terlambat atau tidak membayar kewajiban masa pajak akan
dikenakan sanksi bunga 2% perbulan yang dihitung dari jatuh tempo
pembayaran s/d tgl pembayaran
4. Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak pada SPT Tahunan
Pembayaran pajak yang kurang dibayar pada SPT tahunan harus dilunasi
sebelum batas waktu pelaporan SPT dilakukan, apabila melebihi batas
tersebut akan dikenakan bunga 2% perbulan yang dihitung mulai dari
berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan s/d tgl pembayaran.
5. Sanksi pada SKP Pajak Hasil Pemeriksaan.
Kekurangan pajak yang terhutang dalam SKP hasil pemeriksaan atau
keterangan lain ditambah sanksi bunga 2% sebulan untuk selama-lamanya 24
bulan, dihitung mulai saat terhutangnya atau berakhirnya masa pajak s/d
diterbitkan SKP
6. Sanksi Kurang Bayar Setelah 5 Thn WP Keluar Penjara.
WP yang keluar dari penjara akibat tindak pidana perpajakan atau pidana
lainnya walaupun telah lebih 5 tahun sejak saat pajak terhutangf atau
PERPAJAKAN 30
berakhirnya masa/bagian/tahun pajak dapat diterbitkan SKPKB dengan
ditambah sanksi bunga 48%.
7. Sanksi pada STP Hasil Penelitian dan Pemeriksaan Tahun Berjalan.
STP dapat diterbitkan berdasarkan hasil penelitian diketahui PPh tahun
berjalan tidak atau kurang dibayar, kekurangan pembayaran pajak akibat salah
tulis atau salah hitung. Atas hasil penelitian tersebut diterbitkan STP atas
sanksi bunga 2% setiap bulannya paling banyak 24 bulan.
8. Sanksi Pajak Ditagih Kembali
PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak
masukan dikenai sanksi bunga sebesar 2% perbulan dari pajak yang ditagih
kembali, dihitung dari tgl penerbitan SK Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak s/d tgl penerbitan STP.
9. Sanksi SKPKBT yg Diterbitkan Melebihi Batas Waktu
SKPKBT tetap dapat diterbitkan walaupun sudah lewat 5 tahun ditambah
bunga 48% dari pajak yang tidak/kurang dibayar, apabila dalam hal WP
setelah jangka waktu 5 tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak
pidana bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap
10. Sanksi Bunga Penagihan
Pajak yang terhutang pada SKPKB, SKPKBT dan tambahan pajak yang harus
dibayar berdasarkan SK pembetulan, SK keberatan, atau Putusan Banding
yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo dikenakan sanksi bunga
2% perbulan untuk seluruh masa dihitung dari tgl jatuh tempo s/d tgl
pembayaran.
SANKSI KENAIKAN
Disebabkan antara lain :
1. Sanksi Mengungkapkan Ketidakbenaran SPT setelah pemeriksaan
sebelum ada SKP
Walaupun sedang dilakukan pemeriksaan sepanjang belum diterbitkan
ketetapan pajak, WP dapat mengungkapkan ketidak benaran SPT disertai
dengan pembayaran pajak yang kurang dibayar, beserta sanksi 50% dari pajak
yang kurag dibayar.
2. Sanksi pada SKPKB Hasil Pemeriksaan SPT Tidak benar.
Pengenaan sanksi kenaikan ini dapat dibedakan :
– Sanksi SPT Tidak Dilaporkan walaupun sudah ditegur
– Sanksi Pembukuan Tidak Dilakukan dengan benar
– Sanksi PPh Kurang Dipungut atau Kurang Dipotong
– PPn tidak harus dikompesasikan, direstitusi, tarif 0%
PERPAJAKAN 31
3. SPT Tidak benar karena alpha, dibedakan menjadi 2 :
– Kealphaan dilakukan pertama kali, akan dikenakan sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
– Kealphaan dilakukan lebih sekali.
4. Sanksi telah diterbitkan pembayaran pendahuluan pada WP punya peryaratan tertentu.
Hasil pemeriksaan terhadap WP yang telah diberikan SK Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak dapat berupa SKPKB. Atas SKPKB tersebut
akan dikenakan kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak
5. Sanksi pada SKPKBT Data baru
Dalam hal masih ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap
atas perhitungan pajak yang terhutang dalam SKPKBT ditambah sanksi
administrasi berupa kenaikan 100% dari jumlah kurang bayar
6. Sanksi telah diterbitkan pembayaran pendahuluan pada WP kriteria
tertentu
Hasil pemeriksaan terhadap WP yang telah diberikan SK Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak dapat berupa SKPKB. Atas SKPKB tersebut
akan dikenakan kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak
Soal Essay
1. Apa Beda Thn Pajak dan Bagian Tahun Pajak
2. Apa fungsi NPWP
3. Apa Fungsi SPT
4. Apa Fungsi SSP
5. Apa Fungsi STP
PERPAJAKAN 32
PERTEMUAN 4
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Pajak Penghasilan
UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 1, mendefinsikan : Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak penghasilan (PPh) dikenakan terhadap
subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak
UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat 1 & 1a serta Pasal 2 ayat 2, 3, 4 dan 5 ,
menjelaskan bahwa Subjek PPh yaitu
1. Orang Pribadi (OP), meliputi : a. OP Dalam Negeri yaitu OP yg Bertempat tinggal / berada di Indonesia
lebih dari 183 hari dalam 12 bulan; atau dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia
b. OP Luar Negeri yaitu OP yg tidak Bertempat tinggal / berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam 12 bulan
2. Badan, meliputi :
a. Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu
badan pemerintah
b. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,
yang :
- Menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT di Indonesia - Menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT di Indonesia
3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, bersifat menggantikan
yang berhak .
UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 3, menjelaskan bahwa :
Yang Tidak Termasuk Subjek PPh yaitu :
1. Kantor perwakilan negara asing
PERPAJAKAN 33
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing dan orang yang diperbantukan/yang bekerja dan bertempat tinggal
bersama mereka
3. Organisasi - organisasi internasional, yang ditetapkan Menkeu
4. Pejabat – pejabat perwakilan organisasi internasional UU PPh No. 36 Tahun
2008 Pasal 4 ayat 1, menjelaskan bahwa :
Yang termasuk Objek PPh yaitu :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,
bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam UU Pajak Penghasilan
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
3. Laba usaha
4. Keuntungan krn penjualan atau karena pengalihan harta
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yg tlh dibeban kan sbg biaya &
pembayaran tambahan pengembalian pajak
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, & pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dgn jmlh tertentu yg
ditetapkan dgn Peraturan Pemerintah
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah; 18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang - Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19. Surplus Bank Indonesia UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 3,
menjelaskan bahwa yang tidak termasuk Objek PPh yaitu :
a. Bantuan atau sumbangan, zakat yang diterima oleh badan/ lembaga amil
zakat yang disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima
zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
PERPAJAKAN 34
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan PMK, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak ybs
c. Warisan;
d. Harta, termasuk setoran tunai, sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dgn pekerjaan / jasa yg diterima
atau diperoleh dlm bentuk natura dan / atau kenikmatan dr WP /
pemerintah, kecuali yg diberikan oleh bukan WP, WP yg dikenakan pajak
secara final atau WP dengan Norma Penghitungan Khusus (deemed profit)
f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai WP
dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik
daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai
h. Penghasilan dari modal yg ditanamkan oleh dana pensiun dlm bidang-
bidang ttt yg ditetapkan dgn KepMenkeu;
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif
j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha di Indonesia
k. Beasiswa yg memenuhi persyaratan ttt yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dgn atau berdasarkan PMK
l. Sisa lebih yg diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/ atau bidang penelitian &
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya,
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana & prasarana kegiatan
pendidikan dan/ atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut
PERPAJAKAN 35
m. Bantuan atau santunan yg dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak ttt, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
PPh 21
PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri
Pemotong PPh Pasal 21 yaitu :
1. Pemberi kerja
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah
3. Dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan badan-
badan lain
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan penyerahan jasa
5. Penyelenggara kegiatan
Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap / Penerima
Pensiun
Penghasilan Bruto dikurang pengurang penghasilan Penghasilan Neto
Setahun/disetahunkan dikurangi PTKP, PKP, dikenakan tarif pasal 17
Penghasilan Bruto Pegawai Tetap meliputi : gaji, tunjangan & premi asuransi yang dibayar pemberi kerja
Penghasilan Bruto Penerima Pensiun berupa uang pensiun berkala
Pengurang Penghasilan Bruto meliputi :
1. Biaya jabatan, 5% dari pengh. Bruto. Maks. Rp. 6.000.000 per tahun atau Rp.
500.000 per bulan (utk Peg. Tetap)
2. Iuran pensiun, THT/JHT yg dibayar sendiri (utk Peg. Tetap)
3. Biaya Pensiun, 5% dari pengh. Bruto. Maks. Rp. 2.400.000 per thn atau Rp.
200.000 perbulan (utk penerima pensiun)
4. PTKP meliputi :
a. Untuk diri Wajib Pajak: Rp.54.000.000
b. Tambahan untuk WP status kawin: Rp 4.500.000
PERPAJAKAN 36
c. Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dgn suami : Rp.
4.000.000
d. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yg menjadi tanggungan sepenuhnya
maksimal 3 orang Rp 4.500.000
Tarif PPh Pasal 17 ayat 1a
1. WP dgn penghasilan tahunan s.d Rp 50 juta adalah 5%
2. WP dgn penghasilan tahunan di atas Rp 50 juta - Rp 250 juta adalah 15%
3. WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 250 juta – Rp 500 juta adalah 25%
4. WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500 juta adalah 30%
Contoh Perhitungan :
1. Rafa Saktiawan NPWP 26.325.054.8-423.000 pada tahun 2016 bekerja pada
PT Bakti Nusa dengan memperoleh gaji sebulan Rp.7.000.000,- dan membayar
iuran pensiun Rp.300.000,-, Rafa tidak kawin tetapi mempunyai satu anak.
Perhitungan PPh 21 adalah sebagai berikut :
Gaji sebulan 7.000.000 Pengurang
1. Biaya Jabatan (5% x 7.000.000 ) 350.000
2. Iuran Pensiun 300.000 + 650.000 _
Penghasilan neto sebulan 6.350.000
Penghasilan neto setahun (12 x 6. 350.000) = 76.200.000
Penghasilan neto setahun (pindahan) 76.200.000
PTKP setahun (TK/1)
– Untuk Wp sendiri 54.000.000
– 1 Tanggungan 4.500.000 +
58.500.000 _
Penghasilan kena pajak 17.700.000
PPh 21 setahun : 5% x 17. 700.000 = 885.000
PPh 21 sebulan : 885.000 / 12 = 73.750,-
PERPAJAKAN 37
PERTEMUAN 5
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PASAL 23
PPh 22 adalah Pembayaran pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan dibidang
impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya
Klasifikasi PPh 22 :
1. Pembayaran atas penyerahan barang oleh Bendaharawan
2. Kegiatan di bidang Impor
3. Kegiatan usaha dibidang lainnya
4. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah
Pembayaran Atas Penyerahan Barang Oleh Bendaharawan
Pemungut PPh 22
1. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dgn
pembayaran atas pembelian brg
2. Bendahara Pengeluaran, berkenaan dgn pembayaran atas pembelian brg yg
dilakukan dgn mekanisme uang persediaan
3. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Penerbit Surat Perintah
Membayar yg diberi delegasi oleh KPA, berkenaan dgn pembayaran atas
pembelian brg kpd pihak ketiga yg dilakukan dgn mekanisme pembayaran
langsung
4. BUMN seperti PT. PLN, PT. Pertamina, PT. Telkom dsb, berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan
kegiatan usahanya
PERPAJAKAN 38
Tarif PPh 22
Sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN
Contoh Perhitungan
1. Pada tanggal 21 April 2018, Dinas Pendidikan membeli mebel dan peralatan
kantor lainnya dari Utama Furniture dgn nilai Rp. 220.000.000 (termasuk PPN
10%). PPh pasal 22 yg dipungut oleh bendahara dinas Pendidikan adalah :
DPP : (100/110) x Rp. 220.000.000 = Rp. 200.000.000
PPh Pasal 22 : 1,5 % x Rp. 200.000.000 = Rp. 3.000.000
2. Pada 20 Juli 2018, PT Telkom Wilayah Semarang membeli brg sehrg Rp.
390.000.000 dr PT. Utama, hrg ini termasuk
PPN 10% dan PPnBM 20%. PPh pasal 22 dihitung sbb :
DPP : {100% / (110%+20%)} x Rp. 390.000.000 = Rp. 300.000.000
PPh pasal 22 yang dipungut oleh PT Telkom Semarang 1,5% x Rp. 300.000.000 =
Rp. 4.500.000
Kegiatan di Bidang Impor
Pemungut PPh 22
1. Bank Devisa
2. Direktorat Jenderal Pajak
Tarif PPh 22
1. Barang-barang tertentu yg tercantum dlm Lampiran sebesar 7,5% dari nilai
impor (Barang–Barang ttt tercantum dlm Lampiran PMK 34/PMK.010/2017)
2. Selain barang-barang tertentu, yg menggunakan Angka Pengenal Impor
(API), sebesar 2,5% dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum,
dan tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai impor
3. Selain barang-barang tertentu yg tdk menggunakan Angka Pengenal Impor
(API), sebesar 7,5% dari nilai impor
4. Yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang
Nilai Impor
Adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost
Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya
yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
kepabeanan di bidang impor
Contoh Perhitungan
PERPAJAKAN 39
1. Pada tanggal 21 April 2018, Dinas Pendidikan membeli mebel dan peralatan
kantor lainnya dari Utama Furniture dgn nilai Rp. 220.000.000 (termasuk PPN
10%). PPh pasal 22 yg dipungut oleh bendahara dinas Pendidikan adalah :
DPP : (100/110) x Rp. 220.000.000 = Rp. 200.000.000 PPh Pasal 22 : 1,5 % x Rp. 200.000.000 = Rp. 3.000.000
2. Pada 20 Juli 2018, PT Telkom Wilayah Semarang membeli brg sehrg Rp.
390.000.000 dr PT. Utama, hrg ini termasuk PPN 10% dan PPnBM 20%. PPh
pasal 22 dihitung sbb :
DPP : {100% / (110%+20%)} x Rp. 390.000.000 = Rp. 300.000.000 PPh pasal 22 yang dipungut oleh PT Telkom Semarang 1,5% x Rp. 300.000.000 =
Rp. 4.500.000
Contoh Perhitungan
1. Pd tgl 1 Jan 2018, PT ABC mengimpor barang dari Jerman dgn harga faktur
US$100.000. Brg yg diimpor adlh jenis brg yg tdk termasuk dlm barang-barang
ttt. By asuransi yg dibyr di luar negeri sebesar 5% dari hrg faktur & by angkut
sebesar 10% dari hrg faktur. Bea masuk & bea masuk tambahan masing-masing
sebesar 20% dan 10%. Kurs yg ditetapkan MenKeu pd saat itu sebesar US$1 =
Rp. 10.000.
Hitunglah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Ditjen Bea Cukai jika PT ABC
memiliki API
Jawab :
CIF = Hrg Faktur + By. Ass + By. Angkut
= US$ 100.000 + US$ 5.000 + US$ 10.000
= US$ 115.000 atau
= US$ 115.000 x Rp. 10.000 = Rp. 1.150.000.000
Nilai Impor = CIF + Bea Masuk + Bea Masuk Tambahan
= {1.150.000.000 + (20% x 1.150.000.000) + (10% x 1.150.000.000)
= Rp. 1.495.000.000
PPh 22 Atas Impor = 2,5% x Nilai Impor
= 2,5% x Rp. 1.495.000.000
= Rp. 112.125.000
Kegiatan Usaha di Bidang Lainnya
Pemungut & Tarif PPh 22
1. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas
Tarif :
PERPAJAKAN 40
a. Bahan Bakar Minyak
- 0,25% dari penjualan tdk termasuk PPN utk penj. Kpd stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina
- 0,3% dari penjualan tdk termasuk PPN utk penj. Kpd stasiun pengisian bahan
bakar umum bukan
Pertamina
- 0,3% dari penjualan tdk termasuk PPN utk penjualan kepada pihak selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b)
b. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% dari penjualan tdk termasuk PPN
c. Pelumas sebesar 0,3% dr penjualan tdk termasuk PPN
Contoh Perhitungan :
PT Pertamina selaku produsen bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
menyerahkan bahan bakar minyak senilai Rp. 300.000.000 (tidak termasuk PPN)
kepada non-SPBU. Maka, berapakah PPh Pasal 22 yang dipungut ?
Jawab :
PPh Pasal 22 yang dipungut atas penyerahan bahan bakar minyak adalah : 0,3% x
Rp. 300.000.000 = Rp. 900.000
2. Badan usaha yg bergerak dlm bid. usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif & industri farmasi, atas penjualan hasil
produksinya kpd distributor di dalam negeri
Tarif :
a. Penjualan semua jenis semen sebesar 0,25% dr DPP PPN
b. Penjualan kertas sebesar 0,1% dr DPP PPN
c. Penjualan baja sebesar 0,3% dr DPP PPN
d. Penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih sebesar
0,45% dr DPP PPN
e. Penjualan semua jenis obat sebesar 0,3% dr DPP PPN
Contoh Perhitungan :
Pada bulan Mei, PT. Semen Padang menjual hasil produknya kpd PT. Indah
senilai Rp. 825.000.000 (termasuk PPN 10%)
Jawab :
DPP PPN : (100/110) x Rp. 825.000.000) = Rp. 750.000.000
PPh 22 : 0,25% x Rp. 750.000 = Rp. 1.875
PERPAJAKAN 41
3. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM)
& importir umum kendaraan bermotor, atas penj. kendaraan bermotor di
dlm negeri Tarif : 0,45% dari DPP PPN
Contoh Perhitungan :
PT. Aneka Mobil sbg distributor otomotif membeli mobil Toyota sebesar Rp.
90.000.000 (sdh termasuk PPN) dari PT. Astra Internasional Tbk sbg ATPM
Toyota. Besarnya PPh 22 adlh sbb :
Jawab :
DPP PPN : (100/110) x Rp. 990.000.000 = Rp. 900.000.000
PPh 22 : 0,45% x Rp. 900.000.000 = Rp. 4.050.000
4. Industri & eksportir yg bergerak dlm sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, & perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari
pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya
Tarif : 0,25% dari Harga Pembelian
Contoh Perhitungan :
Tgl 8 Feb 2018 PT. Rubber membeli bahan olah karet dari PT Perkebunan
Nusantara yg menjual bahan olah karet hasil perkebunan sendiri senilai Rp.
600.000.000 & tgl 18 Feb 2018 membeli bahan olah karet dr Tn. Eko, seorang
pedagang besar yg membeli hasil karet dari petani karet di sekitar daerahnya
senilai Rp. 100.000.000. Berapa PPh 22 nya
Jawab :
PPh 22 : 0,25% x Rp. 100.000.000 = Rp. 250.000
Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah Obyek PPh 22 (PMK
90/PMK.03/2015)
1. Pesawat terbang pribadi dan Helikopter pribadi
2. Kapal pesiar, Yacht dan sejenisnya
3. Rumah beserta tanahnya dgn hrg jual atau hrg pengalihan nya lebih dari Rp. 5 M atau luas bangunan lebih dr 400 M2
4. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp. 5 M atau luas bangunan lebih dari 150 M2
5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa Sedan, Jeep, Sport Utility Vehicle (SUV), Multi Purpose Vehicle
(MPV), Minibus dan sejenisnya dgn hrg jual lebih dari Rp. 2 M atau dgn
kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
6. Kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dgn hrg jual lebih dari Rp. 300 juta
atau dgn kapasitas silinder lebih dari 250cc
PERPAJAKAN 42
Pemungut PPh 22
Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah wajib memungut PPh pasal 22 saat melakukan penjualan.
Tarif PPh 22 : 5% dari harga jual (tidak termasuk PPN dan PPnBM)
Contoh Perhitungan :
PT Ageng adlh perusahaan pengembang properti. Pd tgl 23 Mei 2018 PT Ageng
menjual satu unit apartemen senilai Rp. 10.500.000.000 (tidak termasuk PPN &
PPnBM) kpd Tn Nafis Berapa PPh 22 nya
Jawab :
PPh 22 : 5% x Rp. 10.500.000.000 = Rp. 525.000.000
PPh 23
PPh 23 adalah Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal,
penyerahan jasa atau hadiah, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21
Pemotong PPh Pasal 23
1. Badan Pemerintah.
2. Subjek Pajak Badan dalam negeri.
3. Penyelenggaraan kegiatan.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
6. Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur
Jenderal Pajak sesuai dengan KEP-50/PJ/1994, di antaranya:
- Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT.
- OP yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas
pembayaran berupa sewa
Objek & Tarif PPh Pasal 23
1. 15% dari jumlah bruto atas
a. Deviden kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final,
bunga, dan royalti
b. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21. 2.2% dari
jumlah bruto atas sewa & penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan 3.2% dari jumlah bruto atas
imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa konsultan
4.2% dari jmlh bruto atas imbalan jasa lainnya, misalnya :
Jasa penilai, Jasa aktuaris, Jasa akuntansi, Jasa hukum, Jasa Arsitektur, Jasa
Perancangan, Jasa Penebangan hutan, Jasa pengolahan limbah dsb
PERPAJAKAN 43
Soal Essay
1. Pada tanggal 21 Juni 2018, Dinas Pendidikan membeli Komputer dari
Elektronik City dgn nilai Rp. 475.000.000 (termasuk PPN 10%). PPh pasal 22 yg
dipungut oleh bendahara dinas Pendidikan adalah....
2. PT Ayu Lestari adlh perusahaan pengembang properti. Pd tgl 23 Juli 2018 PT
Ayu Lestari menjual satu unit apartemen senilai Rp. 10.500.000.000 (tidak
termasuk PPN & PPnBM) kpd Tn Fahmi. Berapa PPh 22 nya
PERPAJAKAN 44
PERTEMUAN 6
PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2
PPh Pasal 4 Ayat 2 adalah pajak yang dikenakan pada wajib pajak badan maupun
wajib pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan dan
pemotongan pajaknya bersifat final.
Pemotong PPh Pasal 4 Ayat 2 :
1. Koperasi
2. Penyelenggara Kegiatan
3. Otoritas Bursa
4. Bendaharawan
Objek & Tarif PPh Pasal 4 Ayat 2
1. Bunga Deposito, Tabungan & Diskonto SBI
Dasar Hukum : PP 131 Thn 2000 jo KMK 51/KOM.04/2001
a. 20% dari jumlah bruto atas Bunga Deposito, Tabungan & Diskonto SBI yg
diterima WP DN & BUT
b. 20% dr jmlh bruto / Tarif P3B atas Bunga Deposito, Tabungan & Diskonto
SBI yg diterima WP LN
Contoh Perhitungan :
Aditya menyimpan uang deposito di Bank BCA sebesar
Rp. 100.000.000 dgn tingkat bunga 12% per tahun. Hitung Besanya Bunga
Deposito & PPh Psl 4 ayat 2 ?
Jawab :
Bunga deposito : (12% x 100.000.000)/12 = 1.000.000
PPh Psl 4 ayat 2 : 20% x Rp. 1.000.000 = Rp. 200.000
PERPAJAKAN 45
2. Transaksi Saham Di Bursa Efek
Dasar Hukum : PP No. 14 Thn 1997 jo KMK 282/KMK.04/1997 jo SE- 15/PJ.42/1997 & SE 06/PJ.4/1997
a. 0,1% dari nilai transaksi atas Transaksi Saham Di Bursa Efek (bukan
saham Pendiri)
b. (0,1% dari nilai transaksi) + (0,5% dari nilai pasar saham pd saat
Penawaran Umum Perdana) atas Transaksi Saham Di Bursa Efek (saham
Pendiri)
Contoh Perhitungan :
Tuan Dilan menjual 1000 lembar saham dgn hrg Rp. 3.000 per lembar. Hitung
Besanya PPh Psl 4 ayat 2 ?
Jawab :
PPh Pasal 4 ayat 2 atas penjualan saham : 0,1% x (Rp. 3.000 x 1000 lbr) = Rp.
3.000
3. Bunga atau Diskonto Obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek
Dasar Hukum : PP No. 16 Thn 2009
a. Bunga Obligasi dgn kupon - 15% dari Jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi utk WP
DN & BUT
- 20% dari Jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi atau
Tarif P3B utk WP
LN selain BUT
b. Diskonto Obligasi dgn kupon
- 15% dari selisih lebih hrg jual diatas hrg perolehan obligasi utk WP DN & BUT
- 20% dari selisih lebih hrg jual diatas hrg perolehan obligasi utk WP LN selain
BUT
c. Diskonto Obligasi tanpa bunga - 15% dari selisih lebih hrg jual diatas hrg
perolehan obligasi utk WP DN & BUT
- 20% dari selisih lebih hrg jual diatas hrg perolehan obligasi utk WP LN selain
BUT
d. Bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yg diterima dan/atau diperoleh WP
reksadana yg terdaftar pd BPPM dan Lembaga Keuangan
- 0% dari Jmlh bruto bunga / Selisih lebih hrg jual atau nilai nominal di atas harga
perolehan obligasi utk thn 2009 sd 2010
- 5% dari Jmlh bruto bunga sesuai / Selisih lebih hrg jual atau nilai nominal di atas
harga perolehan obligasi utk thn 2011 sd 2013
PERPAJAKAN 46
- 15% dari Jmlh bruto bunga / Selisih lebih hrg jual atau nilai nominal di
atas harga perolehan obligasi utk thn 2014 dst
Contoh Perhitungan :
PT Mino pada saat penerbitan perdana (tgl 1 Juli 2017) membeli 10 lembar Obligasi dgn kupon seharga Rp. 9.000.000 / lbr. Nominal obligasi Rp. 10.000.000
/ lbr. Jgk waktu Obligasi 5 thn. Bunga sebesar 16% / thn, jatuh tempo bunga tiap
tanggal 30 Juni & 31 Des. Penerbitan perdana tercatat di BEI. Hitung besarnya
bunga obligasi & PPh Pasal 4 ayat 2
Jawab :
Bunga = (6/12 x 16% x Rp. 10.000.000) x 10 lembar = Rp. 8.000.000 PPh Pasal 4
ayat 2 = 15% x Rp8.000.000 = Rp1.200.000
4. Hadiah
Dsr Hukum : PP No. 132 Thn 2000 & KEP-395/PJ./200125% dari Jumlah
bruto Hadiah Undian
Contoh Perhitungan :
PT Oke Oce menyelenggarakan penarikan hadiah undian atas senilai Rp.
100.000.000. Dalam penarikan undian tersebut nama Budiman muncul sebagai
pemenang.
Berapa besarnya PPh Psl 4 ayat 2 atas hadiah undian tsb Jawab :
PPh Psl 4 ayat 2 : 25% x Rp.100.000.000 = Rp. 25.000.000
5. Sewa Tanah dan/atau Bangunan
Dsr Hukum : PP No. 34 Tahun 2017 10% dari Jumlah bruto
Contoh Perhitungan :
Pd bln Juli 2017 Rafi Moreno, menyewakan rumahnya kpd Kinan Pali yg
berprofesi sbg pedagang kue s.d Desember 2017 sebesar Rp. 110.000.000 yg
dibayar pd tgl 3 Juli 2017.
Hitung besarnya PPh Pasal 4 ayat 2 terkait transaksi sewa antara Rafi Moreno dan
Kinan Pali Jawab : 10% x Rp. 110.000.000 = Rp. 11.000.000
6. Penghasilan dari Pengalihan Tanah dan / atau Bangunan Dsr Hukum : PP
No. 34 Tahun 2016
a. Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan 2,5% dari Jumlah bruto nilai pengalihan (nilai yg tertinggi antara akta
pengalihan dgn NJOP)
b. Pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan 1% dari Jumlah bruto nilai pengalihan (nilai yg tertinggi
antara akta pengalihan dgn NJOP)
c. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kpd pemerintah, BUMN yg
mendpt penugasan khusus dari Pemerintah, atau BUMD yg mendpt penugasan
khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dlm UU yang mengatur
mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
PERPAJAKAN 47
0% dari Jumlah bruto nilai pengalihan (nilai yg tertinggi antara akta pengalihan
dgn NJOP)
Contoh Perhitungan :
Pd tgl 2 Mei 2017, Rahmat membeli 1 unit rumah dari PT Griya Persada seharga
Rp. 800.000.000 scr tunai. Antara PT Griya Persada dgn Rahmat belum dilakukan
penandatanganan AJB melainkan penandatangan Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(PPJB). Hitung PPh
Pasal 4 ayat 2
Jawab : 2,5% x Rp. 800.000.000 = Rp. 20.000.000
7. Penghasilan Usaha Jasa Konstruksi
Dsr Hukum : PP No. 51 Thn 2008 Jo PP No. 40 Thn 2009
a. Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki
kualifikasi usaha kecil 2% dari Penghasilan Bruto
b. Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yg tidak
memiliki kualifikasi usaha 4% dari Penghasilan Bruto
c. Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia
Jasa sebagaimana dimaksud dlm huruf a dan huruf b (yg memiliki kualifikasi
menengah dan besar 3% dari Penghasilan Bruto
- Jasa Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha
- 4% dari Penghasilan Bruto
- Jasa Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha
- 6% dari Penghasilan Bruto
Contoh Perhitungan
Pd thn 2017, PT Jaya Makmur membangun gedung baru sebesar Rp.
25.000.000.000 tdk termasuk PPN Tgl 3 Jul 2017, PT Jaya menerima uang muka
kontrak pd saat dimulai pembangunan sebesar Rp. 5.000.000.000. Termin
pembayaran akan dilakukan sesuai dengan tingkat penyelesaian, yaitu :
- Termin pertama sebesar Rp. 5.000.000.000 setelah pekerjaan selesai 25%;
- Termin kedua sebesar Rp. 5.000.000.000 setelah pekerjaan selesai 50%;
- Termin ketiga sebesar Rp. 5.000.000.000 setelah pekerjaan selesai 75%; - Sisa Rp. 5.000.000.000 akan dibayarkan setelah pekerjaan selesai.
Ditanya : Hitung PPh Pasal 4 ayat 2
Jawab : Besarnya pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 pd saat Pembayaran uang muka
kontrak dan pembayaran adalah 3% x Rp. 5.000.000.000 = Rp. 150.000.000
8. Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota koperasi
Orang Pribadi Dsr Hukum : PP No. 15 Thn 2009
a. Bunga Simpanan s/d Rp. 240.000 / bulan
PERPAJAKAN 48
0% dari Jumlah Penghasilan
b. Bunga Simpanan diatas Rp. 240.000 / bulan
10% dari Jumlah Penghasilan
Contoh Perhitungan
Koperasi Sumber Rezeki membagikan bunga simpanan koperasi kpd anggotanya
yaitu Rosita. Berdasarkan data yang ada Rosita mendapatkan bunga simpanan sbb
: Jan 2017 = Rp. 350.000 & Feb 2017 = Rp. 200.000. Berapa besar PPh Psl 4 ayat 2
Jawab :
- Utk Bln Jan 2017 : 10% x Rp. 350.000 = Rp. 35.000
- Utk Bln Feb 2017 : 0% x Rp. 350.000 =0
8. WP yang memiliki Peredaran Bruto (Omzet) s.d Rp. 4,8
Milyar dalam 1 tahun
Dsr Hukum : PP 23 tahun 2018
0,5% dari Peredaran Bruto (Omzet)
Contoh Perhitungan
Ibu Olivia adlh seorang merchant yg menjajakan batik scr online di marketplace.
Total Omzet tahun 2017 Rp 160 juta. Rinciannya adalah sebagai berikut :
Berapa besarnya PPh Pasal 4 ayat 2 Januari 15.000.000 Juli 10.000.000
Februari 11.000.000 Agustus 8.000.000
Maret 13.000.000 September 15.000.000
April 16.000.000 Oktober 13.000.000
Mei 15.000.000 November 17.000.000
Juni 11.000.000 Desember 16.000.000
Bln Omzet PPh Pasal 4 ayat 2
Januari 15.000.000 75.000
Februari 11.000.000 55.000
Maret 13.000.000 65.000
April 16.000.000 80.000
Mei 15.000.000 75.000
Juni 11.000.000 55.000
Juli 10.000.000 50.000
Agustus 8.000.000 40.000
September 15.000.000 75.000
Oktober 13.000.000 65.000
November 17.000.000 85.000
Desember 16.000.000 80.000
Total 160.000.000 800.000
PERPAJAKAN 49
Soal Essay
1. Koperasi Bahagia membagikan bunga simpanan koperasi kpd anggotanya yaitu
Shinta. Berdasarkan data yang ada Shinta mendapatkan bunga simpanan sbb : Mar
2018 = Rp. 450.000 & Apr 2018 = Rp. 700.000. Berapa besar PPh Psl 4 ayat 2
2. Tuan Joko menjual 4000 lembar saham dgn hrg Rp. 12.000 per lembar. Hitung
Besanya PPh Psl 4 ayat 2 ?
PERPAJAKAN 50
PERTEMUAN 9
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DASAR HUKUM PPN
UU No. 8/1983 (1 Apr 1985)
UU No. 8/1983 (1 Apr 1985)
UU No. 11/1994 (1 Jan 1995)
UU No. 18/2000 (1 Jan 2001)
UU No. 42/2009 (1 Apr 2010)
PENGERTIAN PPN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
(Value Added Tax / VAT)
Yaitu Pajak atas konsumsi umum dalam negeri (daerah pabean), baik berupa
konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan
bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi
KARAKTERISTIK PPN
1. PPN merupakan Pajak Objektif
Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak
ditentukan oleh faktor kondisi objektifnya, yaitu keadaan, peristiwa atau perbuatan
hukum yang dikenakan pajak (disebut objek pajak) Sebagai pajak Objektif,
timbulnya kewajiban untuk membayar PPN ditentukan oleh adanya objek Pajak
2. PPN merupakan Pajak Tidak Langsung
Karakteristik ini memberikan konsekuensi yuridis bhw antara pemikul beban
pajak dgn penanggungjawab atas pembayaran pajak ke kas negara berada pd pihak
yg berbeda.
Pemikul beban pajak berkedudukan sebagai Pembeli Barang Kena Pajak atau
Penerima Jasa Kena Pajak.
Sementara itu Penanggungjawab atas pembayaran pajak ke kas negara adlh
Pengusaha Kena Pajak yang bertindak sbg Penjual Barang Kena Pajak atau
Pengusaha Kena Pajak
3. PPN merupakan Multi Stage Tax
Karakteristik PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Setiap penyerahan barang menjadi Objek PPN dimulai dari
PERPAJAKAN 51
tingkat Pabrikan (Manufaktur), kemudian ditingkat Pedagang Besar dalam
berbagai bentuk atau nama, sampai dengan tingkat Pedagang Pengecer dikenakan
PPN.
Contoh : PT. X adalah perusahan yang memproduksi Barang Kena Pajak (BKP), dimana BKP tsb dipasarkan melalui saluran distribusi tidak langsung.
Rantai Jalur Produksi : PT. X sbg Produsen (Pabrikan), Agen, Pengecer (Retail)
dan terakhir Konsumen. Untuk memproduksi produk “X” dibutuhkan biaya total
sebesar Rp. 10 juta. Mark up yang diambil oleh PT. X sebesar Rp. 5 juta shg
produk “X” dijual ke agen dengan hrg Rp. 15 juta. Agen menjual produk “X” ke
retail dengan mark up atau keuntungan sebesar 15% dari harga beli, sedangkan
retail mengambil keuntungan sebesar 10% dari harga beli. PPN dihitung
berdasarkan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Berapa total PPN yang dipungut untuk produk “x” ?
Wajib Pajak (Pemungut) : PT ”X” Agen Retail
Dipungut : Agen Retail Konsumen
Biaya : 101517,25
PPN masukan =10% x : 11,51,725
DPP : 1517.2518.975
PPN keluaran =10% : 1,51,7251.897,5
Tambahan Pajak : 500225172,50
Total : 897,50 (Dalam jutaan rupiah)
5. PPN yg diterapkan adalah PPN Tipe Konsumsi
(Consumption Type VAT)
Dilihat dari sisi perlakuannya thdp brg modal maka seluruhbiaya yg dikeluarkan
utk memperoleh barang modal dpt dikurangi dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP),
shg kemungkinan terjadinya pengenaan pajak berganda atas brg modal dpt
dihindari. Hal ini dpt mendorong pengusaha yg dikenakan PPN utk melakukan
peremajaan barang modalnya secara berkala.
6. PPN adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri
Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri, maka PPN hanya dikenakan atas
konsumsi Barang Kena Pajak dan / atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam
negeri. Oleh karena itu, untuk komiditi impor dikenakan PPN dengan prosentase
yang sama dengan produk domestik
7. Mekanisme Pemungutan PPN menggunakan Faktur Pajak
Dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan / atau Jasa Kena Pajak,
maka Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan / atau
menyerahkan Jasa Kena Pajak wajib memungut PPN dan memberikan Faktur
Pajak.
Pada prinsipnya Faktur Pajak dapat dibuat pada saat penyerahan Barang Kena
Pajak dan / atau Jasa Kena Pajak atau pada saat penerimaan pembayaran (dalam
hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan).
PERPAJAKAN 52
8. PPN bersifat Non Kumulatif
Meskipun dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi,
PPN yang disetor ke kas Negara hanyalah nilai tambah dari BKP atau JKP yang
bersangkutan (dengan mekanisme Pajak Keluaran-Pajak Masukan), sehingga
pengenaan PPN tidak menimbulkan dampak pajak berganda
9. PPN menganut Tarif Tunggal
PPN di Indonesia menganut tarif tunggal yang ditetapkan sebesar 10%.
Pengecualian dari tarif tunggal ini adalah tarif 0% atas Ekspor BKP, agar harga
barang ekspor benar-benar bersih dari unsur PPN dalam negeri sehingga barang
ekspor Indonesia dapat bersaing dengan barang ekspor dari Negara lainnya
MEKANISME PENGENAAN PPN
1. Setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) menyerahkan BKP atau JKP diwajibkan
membuat Faktur Pajak untuk memungut pajak yang terutang (dinamakan Pajak
Keluaran)
2. Pada saat PKP tsb diatas membeli BKP atau menerima JKP yg terutang
(dinamakan Pajak Masukan)
3. Pajak Masukan tsb dikreditkan dgn Pajak Keluaran sesuai dgn ketentuan yg
berlaku pd akhir masa pajak. Jika jmlh Pajak keluaran lebih besar drpd jmlh pajak
masukan, maka kekurangannya dibayar ke kas negara selambat-lambatnya tgl 15
bln berikutnya
1. Setiap PKP diwajibkan utk melaporkan pemungutan dan pembayaran pajak
terutang kpd Kepala KPP setempat selambat-lambatnya tgl 20 stlh akhir masa
pajak
BARANG & BARANG KENA PAJAK
Sesuai dgn UU PPN Pasal 1 angka 2, yg dimaksud dgn Barang adlh brg
berwujud, yg menurut sifat atau hukumnya dpt berupa brg bergerak atau brg tdk
bergerak & brg tdk berwujud. yg dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
Sesuai dengan UU PPN Pasal 1 angka 3, yang dimaksud dengan Barang Kena
Pajak (BKP) adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN Pada
prinsipnya semua barang dikenakan PPN kecuali Undang – Undang menetapkan
sebaliknya Sesuai dengan UU PPN Pasal 4A ayat 2, yang termasuk jenis barang
yang tidak dikenai PPN adalah :
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, antara lain : minyakmentah, gas bumi, asbes, bijih besi , bijih timah,
bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak,
antara lain : beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telor, susu,
buah2an, sayur2an, emas batangan
PERPAJAKAN 53
JASA & JASA KENA PAJAK
Sesuai dgn UU PPN Pasal 1 angka 5, yg dimaksud dgn Jasa adlh Kegiatan
pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yg menyebabkan
suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia utk dipakai, termasuk
jasa yg dilakukan utk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan
dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
Sesuai UU PPN Psl 1 angka 6, yg dimaksud dgn Jasa Kena Pajak (JKP) adlh
jasa yg dikenai pajak berdasarkan UU PPN
Pada prinsipnya semua jasa dikenakan PPN kecuali Undang– Undang menetapkan sebaliknya
Sesuai dgn UU PPN Pasal 4A ayat 3, yg termasuk jenis jasa yang tidak dikenai
PPN adalah :
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, antara lain : jasa dokter, jasa
kebidanan, jasa rumah sakit,
2. Jasa di bidang pelayanan sosial, antara lain : jasa pelayanan panti asuhan, jasa
pemadam kebakaran, jasa pemakaman
3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko, antara lain : jasa pengiriman
surat dengan menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain
pengganti perangko tempel
4. Jasa Keuangan, antara lain : Jasa perbankan, jasa pembiayaan, jasa penjaminan 5. Jasa Asuransi adalah jasa pertanggungan, antara lain : asuransi kerugian,
asuransi jiwa & reasuransi yg dilakukan oleh perusahaan asuransi kpd pemegang
polis asuransi
6. Jasa kesenian dan hiburan, antara lain : semua jenis jasa yang dilakukan oleh
pekerja seni dan hiburan
7. Jasa di bidang keagamaan, antara lain : Jasa pelayanan rumah ibadah, Jasa
pemberian khotbah
8. Jasa di bidang pendidikan, antara lain : Jasa penyelenggaraan pendidikan
sekolah & Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah
9. Jasa di bidang penyiaran yg bukan bersifat iklan, antara lain : jasa penyiaran
radio atau tekevisi yg dilakukan oleh intansi pemerintah atau swasta yang tidak
bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial
10. Jasa di bidang angkutan umum di darat & air, serta jasa angkutan udara di dlm
negeri yg menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri
11. Jasa tenaga kerja, antara lain : Jasa penyediaan tenaga kerja dan Jasa
penyelenggara pelatihan tenaga kerja
12. Jasa Pengiriman Uang dgn Wesel Pos
13. Jasa Boga atau Catering
PERPAJAKAN 54
14. Jasa perhotelan, antara lain : Jasa penyewaan kamar & Jasa penyewaan
ruangan utk kegiatan acara atau pertemuan di hotel
15. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum antara lain : Jasa pemberian IMB, Jasa pemberian
SIUP, Jasa pemberian NPWP dan Jasa pembuatan KTP
16. Jasa Penyediaan Tempat parkir adalah jasa penyediaan tempat parkir yang
dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan / atau penyediaan tempat parkir yang
dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan / atau pengusaha kepada pengguna
tempat parkir dengan dipungut bayaran
17. Jasa Telepon Umum dengan menggunakan uang logam
OBJEK PPN
Obyek PPN meliputi : (UU PPN Pasal 4)
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) didalam daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
2. Impor Barang Kena Pajak
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) didalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha
4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah
pabean
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean didalam daerah pabean
6. Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
7. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak 8. Ekpor JKP oleh Pengusaha Kena Pajak
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK (BKP) DIDALAM DAERAH
PABEAN YANG DILAKUKAN OLEH PENGUSAHA
Sesuai dengan UU PPN Pasal 1A ayat 1, yang termasuk
dalam pengertian Penyerahan BKP adalah :
1. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian
2. Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing
3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
4. Pemakaian sendiri dan / atau pemberian cuma-cuma atas BKP
5. BKP berupa persediaan dan / atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjual belikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
6. Penyerahan BKP dari Pusat ke Kantor Cabang atau sebaliknya, dan / atau
penyerahan BKP antar cabang
7. Penyerahan BKP Secara Konsinyasi 8. Penyerahan BKP oleh PKP dalam
rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah,
PERPAJAKAN 55
yang penyerahannya dianggap langsung oleh PKP kepada pihak yang
membutuhkan BKP Sesuai dengan UU PPN Pasal 1A ayat 2, yang tidak
termasuk dalam pengertian Penyerahan BKP adalah :
1. Penyerahan BKP kpd makelar sebagaimana dimaksud dlm kitab UU hukum dagang
2. Penyerahan BKP utk jaminan utang piutang 3. Penyerahan BKP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf dalam hal Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan
pemusatan tempat pajak terutang
4. Pengalihan BKP dlm rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan
dan pengambil alihan usaha dengan syarat pihak yg melakukan pengalihan dan yg
menerima pengalihan adalah PKP
5. BKP berupa aktiva yg menurut tujuan semula tdk untuk diperjualbelikan, yg
masih tersisa pd saat pembubaran perusahaan, dan yg pajak masukan atas
perolehannya tdk dpt dikreditkan sebagaimana dimaksud dlm UU PPN
Pasal 9 ayat 8 huruf b dan huruf c
Sesuai dengan penjelasan UU PPN Pasal 4, maka
Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi
syarat sebagai berikut :
1. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
2. Brg Tdk Berwujud yg diserahkan merupakan BKP Tidak Berwujud
3. Penyerahannya dilakukan didalam daerah pabean
4. Penyerahannya dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
IMPOR BARANG KENA PAJAK
Pajak juga dipungut pd saat impor BKP, dan pemungutannya dilakukan melalui
Dirjen Bea & Cukai, tanpa memperhatikan apakah dilakukan dlm rangka kegiatan
usaha atau pekerjaannya
PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD DARI LUAR DAERAH
PABEAN DIDALAM DAERAH PABEAN
Utk memberikan perlakuan pengenaan pajak yg sama dgn impor BKP, maka atas
BKP Tidak Berwujud yang berasal dari luar daerah pabean yang dimanfaatkan
oleh siapapun didalam daerah pabean juga dikenakan PPN
Contoh : Paijo sebagai pengusaha yg berkedudukan di Jakarta memperoleh hak
menggunakan merek yang dimiliki oleh Pengusaha dari Hongkong yg bernama Jet
Li. Atas pemanfaatan merek tersebut oleh Paijo didalam daerah pabean terutang
PPN
PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH
PABEAN DIDALAM DAERAH PABEAN
Jasa yg berasal dari luar daerah pabean yg dimanfaatkan oleh siapapun didalam
daerah pabean dikenakan PPN
PERPAJAKAN 56
Contoh : Mitha sebagai pengusaha yg berkedudukan di Jakarta memanfaatkan JKP
yang dimiliki oleh Pengusaha dari Inggris yang bernama Gerrard. Atas
pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut oleh Mitha didalam daerah pabean terutang
PPN
EKSPOR BARANG KENA PAJAK BERWUJUD OLEH PENGUSAHA
KENA PAJAK
Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud hanyalah
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
EKSPOR BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD OLEH
PENGUSAHA KENA PAJAK
Yang dimaksud ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, antara lain : ekspor
hak cipta bidang kesenian, ekspor paten
EKSPOR JASA KENA PAJAK OLEH PENGUSAHA KENA PAJAK
Temasuk dalam pengertian ekspor Jasa Kena Pajak adalah Penyerahan Jasa Kena
Pajak dari dalam daerah pabean ke luar daerah pabean oleh Pengusaha Kena
Pajak, yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
atas dasar pesanan atau permintaan dgn bahan dan/atau petunjuk dari pemesanan
di luar daerah pabean
Pada dasarnya Subjek PPN adalah siapapun yang dikenakan kewajiban dalam
bidang PPN, meliputi : PKP atau Bukan PKP
Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 14, yang dimaksud dengan Pengusaha adlh
orang pribadi atau badan dlm bentuk apa pun yg dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan brg, mengimpor brg, mengekspor brg melakukan
usaha perdagangan, memanfaatkan brg tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,
melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari
luar Daerah Pabean
Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 15, yang dimaksud dengan Pengusaha Kena
Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang – Undang
Pengusaha Kecil tidak termasuk Subyek PPN. Hal ini sesuai dengan UU PPN
Pasal 3A ayat 1, yang berbunyi : “Pengusaha yang melakukan penyerahan
sebagaimana dimaksud dalam UU PPN pasal 4 ayat 1 huruf a, c, f, g dan h,
kecuali Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut,
menyetor dan melaporkan PPN dan PPn BM yang terutang Pengusaha Kecil dapat
memilih untuk menjadi PKP. Hal ini
sesuai dengan UU PPN Pasal 3A ayat 1a, yang berbunyi :
PERPAJAKAN 57
“Pengusaha kecil sebagaimana dimaksud pada UU PPN Pasal 3A ayat 1 dapat
memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP” Adapun Batasan untuk dinyatakan
sebagai Pengusaha Kecil diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor :
197/PMK.03/2013 Pasal 1, 4 dan Pasal 5
DASAR PENGENAAN PAJAK
Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 17, yg dimaksud dgn Dasar Pengenaan
Pajak (DPP) adlh Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor atau
Nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang
Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 18, yg dimaksud dgn Harga Jual adlh nilai
berupa uang, termasuk semua biaya yg diminta / seharusnya diminta oleh penjual
krn penyerahan BKP, tdk termasuk PPN yg dipungut menurut UU ini & potongan
harga yg dicantumkan dlm Faktur Pajak Pabrikan biskuit selaku PKP
menyerahkan sejumlah biskuit hasil produksinya kpd pedagang besar dgn hrg jual
seluruhnya sebesar Rp 100.000.000. atas penyerahan ini terutang PPN
sebesar 10%. Pajak yg terutang dpt dihitung Sbb: Harga jual biskuit = Rp
100.000.000
PPN terutang sebesar 10% = Rp 10.000.000 Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 19, yg dimaksud dgn Penggantian adlh nilai
berupa uang, termasuk semua biaya yg diminta / seharusnya diminta oleh
pengusaha krn penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP Tdk Berwujud,
tetapi tdk termasuk PPN yg dipungut menurut UU ini & potongan harga yg
dicantumkan dlm Faktur Pajak atau nilai berupa uang yg dibayar / seharusnya
dibayar oleh Penerima Jasa krn pemanfaatan JKP dan/atau oleh penerima manfaat
BKP Tidak Berwujud karena pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean Dlm sebuah perjanjian jasa kebersihan (cleaning
service) antara PT Adi dgn PT Mitra sebuah perusahaan kebersihan, terdpt rincian
biaya yg hrs dibayar oleh pihak yg menerima jasa dlm 1 bln sbb:
Jasa kebersihan Rp 15.000.000
Premi asuransi keselamatan kerja Rp 500.000
Honorarium petugas kebersihan Rp 5.000.000 +
Penggantian Rp 20.500.000
DPP Rp 20.500.000 Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 20, yg dimaksud dengan Nilai Impor adalah
nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah
pungutan berdasarkan ketentuan dlm peraturan perundang-undangan yg mengatur
mengenai Kepabeanan & Cukai utk Impor BKP, tdk termasuk PPN atau PPn BM
yg dipungut menurut UU ini Nilai Impor = Harga Impor (CIF) + Bea Masuk
PPN = 10% x Nilai Impor
Contoh : PT. X mengimpor barang A yang memiliki hrg dlm CIF sebesar US$
25.000 & berdasarkan buku tarif bea masuk dari Bea dan Cukai dikenakan bea
PERPAJAKAN 58
masuk sebesar 25%, kurs pajak yg berlaku pd tgl impor (Pemberitahuan Impor
Barang) tsb adlh Rp. 12.000. Perhitungan PPN yang terutang atas barang yang
diimpor PT. X tsb adalah sbb :
Perhitungan :
Harga CIF = US$ 25.000
Bea Masuk = 25%
Kurs = Rp. 12.000
Nilai CIF dalam rupiah :
US$ 25.000 x Rp. 12.000 = Rp. 300.000.000
Bea Masuk :
25% x Rp. 300.000.000 = Rp. 75.000.000 +
Nilai Impor = Rp. 375.000.000 PPN = 10% x Rp. 375.000.000
= Rp. 37.500.000
Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 26, yang dimaksud dgn Nilai Ekspor adlh
nilai berupa uang, termasuk semua biaya yg diminta atau seharusnya diminta oleh
Eksportir.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 75/PMK.03/2010 Pasal 1, yg
dimaksud dgn Nilai Lain adlh nilai berupa uang yg ditetapkan sebagai Dasar
Pengenaan Pajak Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam PMK No. 75
/PMK.03/2010 Pasal 1 dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri
Keuangan No. 38/PMK.11/2013 Pasal 2 (Jo. PMK No. 75 /PMK.03/2010 Pasal
1)
TARIF PPN
Tarif PPN adalah Tarif Tunggal
Tarif PPN diatur dalam UU PPN Pasal 7
Ayat 1 : Tarif PPN adalah 10%
Ayat 2 : Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas :
a. Ekspor BKP berwujud
b. Ekspor BKP tidak berwujud
c. Ekspor JKP Ayat 3 : Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diubah menjadi
paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan
Peraturan Pemerintah
TARIF PPn BM
Tarif PPn BM diatur dalam UU PPN Pasal 8
Ayat 1 : Tarif PPn BM ditetapkan paling rendah 10% & paling tinggi 200%
Ayat 2 : Ekspor BKP yang tergolong mewah dikenai pajak dgn Tarif 0%
Ayat 3 : Ketentuan mengenai kelompok BKP yang tergolong mewah, yg dikenai
PPn BM dgn tarif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan
Pemerintah Ayat 4 : Ketentuan mengenai jenis barang yg dikenai PPn BM
PERPAJAKAN 59
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan
LATIHAN SOAL
1. Dasar hukum Pajak Pengenaan Pajak adalah....
A. UU No. 42 tahun 2009
B. UU No. 8 tahun 2008
C. UU No. 15 tahun 2007
D. UU No. 13 tahun 2010
E. UU No. 25 tahun 2013
2. Pajak atas konsumsi umum dalam negeri (daerah pabean), baik berupa
konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan
bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi, disebut....
A. PPN
B. PPh
C. PPnBM
D. PBB
E. Pajak Langsung
3. Nilai Impor PT Maju Jaya Sebesar Rp 500.000.000,-, berapakah besar
PPNnya....
A. Rp 25.000.000
B. Rp 10.000.000
C. Rp 50.000.000
D. Rp 40.000.000
E. Rp 20.000.000
4. Tarif PPN untuk ekspor barang atau jasa berwujud adalah
A. 10%
B. 15%
C. 25%
D. 20%
E. 0%
5. Tarif PPnBM Ekspor BKP yang tergolong mewah, adalah.....
A. 10%
B. 15%
C. 25%
D. 20%
E. 0%
PERPAJAKAN 60
PERTEMUAN 10
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
FAKTUR PAJAK
Menurut UU PPN No 42 Tahun 2009 Pasal 1 Angka 23, yg dimaksud dengan :
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yg melakukan
penyerahan BKP atau JKP Faktur Pajak tdk perlu dibuat secara khusus atau
berbeda dgn Faktur Penjualan. Faktur Pajak dpt berupa Faktur Penjualan atau
dokumen ttt yg ditetapkan sbg Faktur Pajak oleh Dirjen Pajak
Fungsi Faktur Pajak :
1. Bukti Pungutan pajak bagi PKP yang menyerahkan BKP / JKP, dan bagi Dirjen
Bea Cukai atas Impor Barang
2. Bukti pembayaran PPN & PPn BM bagi PKP pembeli BKP / JKP atau bagi
yang mengimpor BKP
3. Sarana Pengkreditan Pajak Masukan
4. Dasar Pembuatan Nota Retur
Menurut UU PPN No 42 Tahun 2009 Pasal 13, Ayat 1 : PKP wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap :
a. Penyerahan BKP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf
f dan / atau Pasal 16 D.
b. Penyerahan JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c
c. Ekspor BKP Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf g, dan / atau
d. Ekspor JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h.
Menurut UU PPN No 42 Tahun 2009 Pasal 13,
Ayat 1(a) : Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada :
a. Saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP
b. Saat penerimaan pembayaran dlm hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP
c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan
PERPAJAKAN 61
d. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Permenkeu. Pd prinsipnya Faktur
Pajak hrs dibuat pd saat Penyerahan atau pd saat Penerimaan Pembayaran
dlm hal pembayaraan terjadi sebelum penyerahan
Faktur Pajak terdiri dari :
1. FP Standar (termasuk Faktur Pajak Standar)
2. FP Bagi PKP Pedagang Eceran
3. Dokumen Tertentu Yang Ditetapkan Sebagai Faktur Pajak Oleh Dirjen Pajak
FAKTUR PAJAK STANDAR
Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena
Pajak Saat Pembuatan Faktur Pajak Standar seperti yang diatur dalam PER-
24/PJ/2012 Pasal 2 sama dengan UU PPN No 42 Tahun 2009 Pasal 13 ayat 1(a)
Hal – hal yg termuat dalam Faktur Pajak Standar seperti yang diatur dalam PER-
24/PJ/2012 Pasal 5 sama dengan UU PPN No 42 Tahun 2009 Pasal 13 ayat 5
Kelengkapan Faktur Pajak Standar diatur dgn PER- 24/PJ/2012 Pasal 6 :
Ayat 1 : Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dlm Psl 5 wajib diisi scr lengkap,
jelas & benar serta ditandatangani oleh PKP / pejabat / pegawai yg ditunjuk oleh
PKP utk menandatanganinya Faktur Pajak yg tdk diisi scr lengkap, jelas & benar,
tdk ditanda tangani dan/atau ditandatangani menggunakan cap, dibuat melampaui
batas yg ditentukan, dibuat oleh pengusaha yg blm / tidak dikukuhkan sbg PKP
serta termasuk kesalahan dlm pengisian kode & nomor seri merupakan Faktur
Pajak cacat
Permintaan nomor Seri Faktur Pajak Standar diatur dgn SE–20/PJ/2014 :
Ayat 1 :
PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini
Ayat 2 :
Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari 16 (enam belas) digit yaitu :
a.2 (dua) digit Kode Transaksi;
b.1 (satu) digit Kode Status; dan
c.13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak
Kode & Nomor Seri Faktur Pajak sesuai Lampiran III PER-
24/PJ/2012 adalah sbb :
PERPAJAKAN 62
Keterangan :
1. Penulisan Kode & Nomor Seri Faktur Pajak hrs lengkap sesuai dgn banyaknya digit
2. Kode Faktur Pajak meliputi Kode Transaksi & Kode Status
3.Kode Faktur Pajak diisi sendiri oleh WP
Kode Transaksi diisi dengan ketentuan sbb :
- 01 : Digunakan utk penyerahan BKP dan / atau JKP yg terutang PPN & PPN nya
dipungut oleh PKP Penjual yg melakukan penyerahan BKP dan / atau JKP. Kode
ini digunakan dlm hal bukan merupakan jenis penyerahan sebagaimana dimaksud
pd kode 04 s.d kode 09
- 02 : Digunakan utk penyerahan BKP dan / atau JKP kpd Pemungut PPN
Bendahara Pemerintah yg PPN nya dipungut oleh Pemungut PPN Bendahara
Pemerintah
- 03 : Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kpd Pemungut PPN
Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) yg PPN nya dipungut oleh Pemungut PPN
Lainnya (selain Bendahara Pemerintah), seperti Kontraktor Kontrak Kerja Sama
Pengusahaan Minyak & Gas
- 04 : Digunakan utk penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP
Nilai Lain yg PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yg melakukan penyerahan BKP
dan/atau JKP
- 05 : Kode ini tdk digunakan - 06 : Digunakan utk penyerahan lainnya yg PPNnya di pungut oleh PKP Penjual
yg melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, & penyerahan kpd OP pemegang
paspor LN (turis asing) sebagaimana dimaksud dlm Psl 16E UU PPN
- 07 : Digunakan utk penyerahan BKP dan/atau JKP yg mendapat fasilitas PPN
Tdk Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP)
- 08 : Digunakan utk penyerahan BKP dan/atau JKP yg mendpt fasilitas
Dibebaskan dari pengenaan PPN
- 09 : digunakan utk penyerahan Aktiva Pasal 16D yg PPN nya dipungut oleh PKP
Penjual yg melakukan penyerahan BKP
PERPAJAKAN 63
DEFINISI FAKTUR PAJAK BAGI PKP PEDAGANG ECERAN
Menurut Peraturan Dirjen Pajak No. PER-58/PJ./2000
Pasal 1 Ayat 1 : PKP Pedagang Eceran yg selanjutnya disebut PKP PE adlh PKP
yg dlm kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan BKP dgn cara
sbb :
1. Melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko & kios atau langsung
mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya
2. Dgn cara penjualan eceran yg dilakukan langsung kepada konsumen akhir,
tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelan
3. Pada umumnya penyerahan BKP atau transaksi jual beli dilakukan scr tunai &
penjual langsung menyerahkan BKP atau pembeli langsung membawa BKP yang
dibelinya
Menurut Peraturan Dirjen Pajak No. PER-27/PJ/2011 :
Pasal 1 :
Dokumen ttt yg kedudukannya dipersamakan dgn Faktur Pajak antara lain :
1.Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yg tlh diberikan persetujuan ekspor oleh
pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
2. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yg dibuat / di keluarkan oleh
BULOG/DOLOG utk penyaluran tepung terigu
3. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yg dibuatkan / dikeluarkan oleh
PERTAMINA untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan
Bakar Minyak
4. Bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan
telekomunikasi
5. Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik 6. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang mencantumkan identitas pemilik
barang berupa nama, alamat dan NPWP, dan dilampiri dengan Surat Setoran
Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti
pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang mencantumkan
identitas pemilik barang berupa nama, alamat dan NPWP, yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor Barang Kena
Pajak
Berdasarkan Psl 4 ayat 1 PerMenKeu No. 151/PMK.03/2013
Faktur Pajak berbentuk : 1. Faktur Pajak Elektronik (e-Faktur) yaitu Faktur Pajak yang dibuat secara
elektronik sesuai PerDirJen Pajak mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak
yang berbentuk elektronik, untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
PERPAJAKAN 64
2. Faktur Pajak berbentuk Kertas (hardcopy) yaitu Faktur Pajak yg dibuat tdk scr
elektronik berdasarkan PerDirJen Pajak utk setiap penyerahan dan/atau ekspor
BKP dan/atau penyerahan dan/atau ekspor JKP
PAJAK MASUKAN & PAJAK KELUARAN
Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 24, yang dimaksud dengan Pajak Masukan
adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena
perolehan BKP dan / atau JKP dan / atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari
Luar Daerah Pabean dan / atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dan /
atau Impor BKP Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 25, yang dimaksud dengan
Pajak Keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, Ekspor BKP berwujud,
Ekspor BKP tidak berwujud dan / atau JKP
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
Persyaratan umum PM dapat dikreditkan
1.Syarat Formal :
a.Tercantum dalam faktur pajak standar atau dokumen yang diperlakukan sebagai
FP standar;
b.Belum dilakukan pemeriksaan
2.Syarat Material
a.Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha;
b.Belum dibebankan sebagai biaya
UU PPN Pasal 9 ayat 2 menyatakan bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa
Pajak dikreditkan dgn Pajak Keluaran dalam masa pajak yang sama
UU PPN Pasal 9 ayat 2b menyatakan bahwa Pajak Masukan yang dikreditkan
harus menggunakan Faktur Pajak yg memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam UU PPN Pasal 13 ayat 5 dan ayat 9 UU PPN Pasal 9 ayat 3
menyatakan bahwa Apabila dalam suatu masa pajak, Pajak Keluaran lebih besar
daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang
harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak UU PPN Pasal 9 ayat 4 menyatakan bhw
Apabila dlm suatu masa pajak, Pajak Masukan yg dpt dikreditkan lebih besar drpd
Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yg dikompensasikan ke
masa pajak berikutnya
Jika
PM > PK = Pajak Lebih bayar
Jika
PM < PK = Pajak Kurang bayar
PERPAJAKAN 65
PERTEMUAN 11
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PENGISIAN SPT PPN 1111
Berdasarkan UU KUP No 16 Thn 2009, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh PKP
dalam pengisian SPT adlh sbb :
1. Setiap PKP wajib mengisi dan menyampaikan SPT Masa PPN dengan benar,
lengkap, dan jelas serta menandatanganinya.
2. SPT Masa PPN ditandatangani oleh PKP atau orang yang diberi kuasa
menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat kuasa khusus.
3. PKP harus mengambil sendiri formulir SPT Masa PPN ke KPP atau KP2KP
atau dgn cara mengunduh (download) melalui laman www.pajak.go.id
4. Penyampaian SPT Masa PPN dilakukan secara langsung ke KPP tempat PKP
dikukuhkan atau KP2KP atau tempat lain yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak
5. Selain disampaikan scr langsung, SPT Masa PPN dpt di – sampaikan melalui
pos dgn bukti pengiriman atau dgn cara lain sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 dan perubahan/penggantinya.
6. Setiap PKP yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Masa PPN atau
menyampaikan SPT Masa PPN dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
BENTUK & ISI SPT MASA PPN 1111
SPT Masa PPN 1111 terdiri dari :
1. Induk SPT Masa PPN 2. Lampiran SPT Masa PPN, baik dlm bentuk formulir kertas (hard copy) atau data
elektronik, yg merupakan satu kesatuan yg tidak terpisahkan, yg masing-masing
diberi nomor, kode, dan nama formulir.
PERPAJAKAN 66
HAL – HAL YANG PERLU DIKETAHUI
1. Yang Wajib Mengisi SPT Masa PPN 1111
Setiap PKP wajib mengisi menyampaikan SPT Masa PPN 1111 ini, kecuali PKP
yg menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM sebagaimana dimaksud
dlm UU PPN Psl 9 ayat (7) & ayat (7a). Khusus bagi PKP yg menghasilkan BKP
yg tergolong mewah, dlm hal PKP ybs melakukan penyerahan BKP yang
tergolong mewah maka kolom PPnBM pada masing-masing formulir juga harus
diis2. Batas Waktu Penyetoran PPN atau PPn BM & Batas Waktu serta
Tempat Pelaporan SPT Masa PPN 1111
a. Batas Waktu Penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM
- PPN / PPnBM yg terutang dlm satu Masa Pajak, hrs di setor paling lama akhir
bln berikutnya stlh berakhirnya Masa Pajak & sblm SPT Masa PPN 1111
disampaikan.
- Dlm hal tgl jatuh tempo penyetoran bertepatan dgn hari libur termasuk
hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dpt dilakukan pd hari kerja
berikutnya.
b. Batas Waktu Pelaporan SPT Masa PPN 1111
- SPT Masa PPN 1111 harus disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa Pajak.
- Dlm hal batas akhir pelaporan bertepatan dgn hari libur termasuk hari Sabtu /
hari libur nasional, pelaporan SPT Masa PPN 1111 dpt dilakukan pd hari kerja
berikutnya.
4. Cara Pelaporan dan Penyampaian SPT Masa PPN 1111
a. SPT Masa PPN 1111 dapat disampaikan oleh PKP dengan cara : - Manual yaitu Disampaikan langsung ke KPP, KP2KP, atau tempat lain
yang ditetapkan dengan Peraturan Dirjen Pajak, dan atas penyampaian SPT Masa
PPN 1111 tersebut PKP akan menerima tanda bukti penerimaan atau Disampaikan
melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau perusahaan jasa kurir, dgn bukti
pengiriman surat. Bukti pengiriman surat tsb dianggap sebagai tanda bukti dan
tanggal penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut lengkap
- elektronik (e-Filing), yaitu melalui sistem online yg real time melalui satu atau
beberapa perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang ditunjuk oleh Dirjen
Pajak, yg tata cara penyampaiannya diatur lebih lanjut dgn Peraturan Dirjen Pajak
No. 47/PJ/2008 ttg Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dan
Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan Secara
Elektronik (e-Filing) Melalu ASP dan perubahan / penggantinya
Soal Essay
PT. Tata telah dikukuhkan sebagai PKP dan berikut ini informasi
berkaitan dengan PM yang telah dibayar dan PK yang dipungut
selama 1 semester :
Januari 2014 :
PERPAJAKAN 67
Pajak yang telah dibayar saat perolehan BKP … Rp. 5.000.000
Pajak keluaran yang telah dipungut ...................... Rp. 3.000.000
Februari 2014 :
Pajak yang telah dibayar saat perolehan BKP … Rp. 5.000.000
Pajak keluaran yang telah dipungut …………….. Rp. 8.000.000
Maret 2014 :
Pajak yang telah dibayar saat perolehan BKP … Rp. 7.000.000
Pajak keluaran yang telah dipungut …………….. Rp. 10.000.000
Berdasarkan informasi diatas, hitunglah besarnya Pajak Lebih Bayat atau Pajak
Kurang Bayar PT. Tatapada bulan Januari s.d Juni 2018
PERTEMUAN 12
PAJAK DAERAH
Pajak Daerah adalah kontribusi wajib pajak kepada Daerah yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Jenis Pajak Daerah
1. Pajak Propinsi
2. Pajak Kabupaten/Kota
PAJAK PROPINSI
Pajak Propinsi , meliputi:
1. Pajak Kendaraan Bermotor
Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai
kendaraan bermotor
Objek Pajak : Kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Termasuk dalam pengertian Kendaraan bermotor adalah kendaraan bermotor
beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat dan
kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor
GT 5 (5 Gross Tonnage) sampai dengan GT 7.
Bukan Objek Pajak Kendaraan Bermotor :
- Kereta api
- Kendaraan yg semata-mata digunakan untuk pertahanan dan keamanan negara - Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat,
perwakilan negara asing dgn asas timbal balik & lembaga-lembaga internasional
yg memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah
PERPAJAKAN 68
- Objek pajak lainnya yg ditetapkan dlm peraturan daerah Dasar Penggenaan Pajak
(DPP) : Hasil perkalian dari 2 unsur pokok, yaitu Nilai jual kendaraan bermotor &
Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau
pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor
Bukan Objek Pajak Kendaraan Bermotor :
- Kereta api
- Kendaraan yg semata-mata digunakan untuk pertahanan dan keamanan negara
- Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat,
perwakilan negara asing dgn asas timbal balik & lembaga-lembaga internasional
yg memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah
- Objek pajak lainnya yg ditetapkan dlm peraturan daerah Dasar Penggenaan Pajak
(DPP) : Hasil perkalian dari 2 unsur pokok, yaitu Nilai jual kendaraan bermotor &
Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau
pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor
Tarif Pajak Kendaraan Bermotor :
a.Kendaraan Bermotor Pribadi
-Utk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% dan
paling tinggi 2%
-Utk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan
secara progresif paling rendah 2% dan paling tinggi sebesar 10%
b.Angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan,
pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah daerah, dan kendaraan lainnya yang
ditetapkan dengan peraturan
daerah paling rendah sebesar 0,5% dan paling tinggi sebesar 1%
c.Kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah
sebesar 0,1% dan paling tinggi sebesar 0,2%
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang dapat menerima penyerahan kendaraan bermotor
Objek Pajak : Penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor Bukan Objek Pajak
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor :
- Kereta api
- Kendaraan yg semata-mata digunakan untuk pertahanan dan keamanan negara
- Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat,
perwakilan negara asing dgn asas timbal balik & lembaga-lembaga internasional
yg mem- peroleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah- Objek pajak lainnya
yg ditetapkan dlm peraturan daerah
DPP : Nilai Jual Kendaraan Bermotor
Tarif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor:
a.Penyerahan Pertama sebesar 20%
b.Penyerahan Kedua da seterusnya sebesar 1%
PERPAJAKAN 69
Dan khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak
menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi sbb :
a.Penyerahan pertama sebesar 0,75% dan
b.Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%
3. Pajak Bahan Bakar
Objek Pajak : bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap
digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan
untuk kendaraan di air
Subjek Pajak : konsumen bahan bakar kendaraan bermotor DPP : nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor sebelum dikenakan PPN
Tarif Pajak : Paling tinggi sebesar 10% (ditetapkan dengan peraturan daerah)
4. Pajak Air Permukaan
Objek Pajak : Pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan
Bukan Objek Pajak :
a. Pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan utk keperluan dasar rumah
tangga, pengairan pertanian & perikanan rakyat, dgn tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan dan peraturan perundang-undangan
b. Pengambilan dan/atau pemanfaatan Air permukaan lainnya yang ditetapkan
Perda
Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang dapat melakukan pengambilan
dan/atau pemanfaatan air permukaan
DPP : Nilai perolehan Air permukaan Nilai perolehan Air permukaan dinyatakan dlm rupiah yang dihitung dgn
mempertimbangkan sebagian atau seluruh nya faktor-faktor berikut ini : Jenis
sumber air, Lokasi sumber air, Tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air,
Volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan, Kualitas air, Luas areal tempat
pengambilan dan/atau pemanfaatan air, Tingkat kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air Penggunaan faktor-faktor
tsb disesuaikan dengan kondisi masing-masing Daerah dan besarnya Nilai
Perolehan Air Permukaan ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Tarif Pajak :
Paling tinggi sebesar 10% (ditetapkan dengan peraturan daerah)
5. Pajak Rokok
Objek Pajak : Konsumsi rokok (yg meliputi Siraget, Cerutu, dan Rokok Daun)
Bukan Objek Pajak : Rokok yg tdk dikenai cukai berdasar kan peraturan
perundang-undangan dibidang cukai
Subjek Pajak : Konsumen Rokok
DPP : Cukai yg ditetapkan oleh Pemerintah thdp Rokok
Tarif Pajak : 10% dari Cukai Rokok
PAJAK KABUAPATEN / KOTA
1. Pajak Hotel
PERPAJAKAN 70
Objek Pajak : Pelayanan yg disediakan hotel dgn pembayaran, termasuk jasa
penunjang sbg kelengkapan hotel yg sifatnya memberi kemudahan & kenyamanan
(fasilitas olahraga & hiburan, fasilitas telepon, fax, teleks, internet, fotokopi,
pelayanan cuci, seterika, transfortasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang
disediakan/dikelola hotel).
Bukan Objek Pajak :
a. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemda
b. Jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya
c. Jasa tempat tinggal dipusat pendidikan/kegiatan keagamaan
d. Jasa tempat tinggal di RS, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan & panti
sosial lainnya yg sejenis
e. Jasa biro perjalanan/perjalanan yang diselenggarakan oleh hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum
Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang melakukan pembayarankepada
orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel
DPP : Jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada Hotel
Tarif Pajak : Paling tinggi sebesar 10% (ditetapkan dengan Perda)
2. Pajak Restoran
Objek Pajak : Pelayanan yang disediakan oleh Restoran (meliputi pelayanan
penjualan makanan dan/ atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik
dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain)
Bukan Objek Pajak : Pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai
penjualannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah
Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan/atau
minuman dari Restoran
DPP : Jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima Restoran
Tarif Pajak : Paling tinggi sebesar 10% (sesuai dgn Perda)
3. Pajak Hiburan
Objek Pajak : Tontonan Film, Pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana,
Kontes kecantikan, binaraga, Pameran, Diskotik, karaoke, klab malam, Sirkus,
akrobat, dan sulap, Permainan bilyar, golf, dan boling, Pacuan kuda, kendaraan
bermotor, dan permainan ketangkasan, Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa dan
pusat kebugaran, dan Pertandingan olahraga
Subjek Pajak: Orang pribadi / badan yg menikmati hiburan DPP : Jmlh uang yg diterima atau yg seharusnya diterima oleh penyelenggara
hiburan termasuk potongan harga tiket Cuma-Cuma yg diberikan kepada penerima
hiburan
Tarif Pajak : Paling tinggi sebesar 35%
Khusus untuk pajak hiburan berupa pagelaran busana, kontes kencatikan, diskotik,
karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, & mandi uap/spa, tarif
pajak hiburan dpt ditetapkan paling tinggi sebesar 75% Khusus hiburan kesenian
PERPAJAKAN 71
rakyat/tradisional dikenakan tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar
10%
4. Pajak Reklame
Objek Pajak : Semua peyelenggaraan Reklame, yang
meliputi : Reklame papan / bilboard / videotron / megatron,
Reklame kain, Reklame melekat, stiker, Reklame
selebaran, Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan,
Reklame udara, Reklame apung, Reklame suara, Reklame film / slide. Reklame
peragaan
Bukan Objek Pajak :
a. Penyelengaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta
mingguan, warta bulanan
b. Label/merek produk yang melekat pada barang yg diperdagangkan, yg erfungsi
uc. Nama pegenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan
tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dgn ketentuan yg mengatur
nama pengenl usaha tersebut atau profesi tersebut
d. Reklame yg diselengarakan oleh pemerintah atau perda
e. Penyelenggaraan reklame lainnya yg ditetapkan dgn peraturan daerah
Subjek Pajak: Orang pribadi atau badan yg menggunakan reklame
DPP : Nilai sewa reklame
Tarif Pajak : Paling tinggi sebesar 25%ntuk membedakan dari produk sejenis
lainnya
PERPAJAKAN 72
PERTEMUAN 13
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak kebendaan atas bumi dan/atau
bangunan yang dikenakan terhadap orang pribadi atau badan yang secara nyata
mempunyai hak dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memiliki,
menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Bumi dan bangunan
memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi
orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat
dari padanya, dan oleh karena itu wajar apabila mereka diwajibkan memberikan
sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui
pajak
SUBJEK PAJAK & WAJIB PAJAK
Subjek Pajak PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu
hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bagunan.
Wajib Pajak PBB adalah subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar
pajak. Tanda bukti pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti
pemilikan hak. DJP dapat menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak apabila
suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya.
DEFINISI OBJEK PAJAK PBB
Objek Pajak adalah : bumi dan/atau bangunan Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan
bumi meliputi tanah dan perairan perdalaman serta laut wilayah Indonesia
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan/atau perairan. Yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah : jalan
lingkungan (jalan komplek hotel, pabrik,yang menjadi satu kesatuan dengan
komplek bangunan), jalan TOL, kolam renang, pagar mewah, tempat olah raga,
PERPAJAKAN 73
tempat penampungan/kilang minyak, pipa minyak, air dan gas, fasilitas lain yang
memberikan manfaat.
KLASIFIKASI OBJEK PAJAK PBB
Klasifikasi objek PBB diatur oleh Menteri Keuangan.
Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan
menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan
penghitungan pajak yang terhutang.
Faktor-faktor yg digunakan utk menentukan klasifikasi
bumi / tanah adlh : Letak, Peruntukan, Pemanfaatan dan Kondisi lingkungan
Faktor-faktor yang digunakan dalam menentukan
klasifikasi bangunan adalah : Bahan yang digunakan, Rekayasa, Letak, Kondisi lingkunan dan lain-lain
PERPAJAKAN 74
PERTEMUAN 14
BPHTB & BEA MATERAI
BPHTB
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan.
Pemindahan hak meliputi: Jual beli, Tukar menukar, Hibah, Hibah wasiat, Waris,
Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, Penunjukan pembeli dalam lelang,
Pelaksanaan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap,
Penggabungan usaha, Pelebaran usaha, Pemekaran usah & Hadiah
Pemberian hak baru meliputi:
1. Pelepasan hak meliputi : Pencabutan & Pembebasan hak atas tanah
2. Pemberian hak baru
Jenis Hak Atas Tanah Dan Atau Bangunan
Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai,
hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan.
BPHTB hanya dikenakan terhadap perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
yang bersertifikat saja.
Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai
orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Hak guna usaha aalh hak utk mengusahakan tanah yg dikuasai langsung oleh
Negara dlm jgk waktu sebagaimana yg ditentukan oleh perundang-undangan yg
berlaku
Hak guna bangunan adlh hak utk mendirikan & mempunyai bangunan-bangunan
atas tanah yg bukan miliknya sendiri dgn jgk waktu yg ditetapkan dlm UU Pokok
Agraria
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yg ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yg berwenang atau dlm perjanjian dgn pemilik tanahnya yg bukan
perjanjian sewa menyewa
PERPAJAKAN 75
Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagai limpahan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa
perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk
keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut
kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan bersifat perseorangan dan terpisah
Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh :
1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik 2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum.
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan
keputusan menteri.
4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum
lain dengan tidak mengubah nama.
5. Orang pribadi atau badan karena wakaf
6. Orang atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)
Dasar pengenaan pajak adalah NPOP yang meliputi:
1. Jual beli adalah harga transaksi
2. Tukar-menukar adalah nilai pasar
3. Hibah adalah nilai pasar
4. Hibah wasiat adalah nilai pasar
5. Waris adalah nilai pasar
6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar
7. Pemisahan hak yg mengakibatkan peralihan adlh nilai pasar
8. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap adalah nilai pasar
9. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
nilai pasar
8. Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar
9. Penggabungan usaha adalah nilai pasar
10.Peleburan usaha adalah nilai pasar
11.Pemekaran usaha adalah nilai pasar
12.Hadiah adalah nilai pasar
13.Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang
Tarif Pajak BPHTB
Tarif pajak yang dikenakan atas objek BPHTB sebesar 5 %
Penghitungan Pajak BPHTB
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) XXX
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
PERPAJAKAN 76
(NPOPTKP) XXX (-)
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) XXX
Besarnya BPHTB terutang = 5 % X NPOPKP XXX
seperti waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan yang seharusnya terhutang.
Besarnya BPHTB krn pemberian Hak Pengelolaan adalah: 1. 0% dari BPHTB yang seharusnya terhutang, dalam hal ini penerima Hak
Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemda
Provinsi, Pemda Kabupaten/Kota, lembaga pemerintah lainnya, dan Perusahaan
Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas)
2. 50% dari BPHTB yang seharusnya terhutang dalam hal penerima Hak
Pengelolaan selain tersebut diatas.
OBJEK BEA MATERAI
Bea Materai adalah pajak atas dokumen, yaitu dokumen yang bersifat perdata.
Dokumen adalah kertas yg berisikan tulisan yg mengandung arti & maksud ttg
perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang
berkepentingan.
Tujuh bentuk dokumen yang menjadi Obyek Bea Materai :
1. Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dgn tujuanutk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan/keadaan yg bersifat
perdata
2. Akta-akta Notaris termasuk salinannya.
3. Akta-akta yg dibuat PPAT termasuk rangkap-rangkapnya
4. Surat yang memuat jumlah uang
5. Surat yang memuat jumlah uang
6. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, sek.
7. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun.
8. Dokumen yg digunakan sbg alat pembuktian di muka pengadilan
Dokumen yang tidak dikenakan Bea Materai adalah:
1. Dokumen yang berupa : Surat Penyimpanan Barang, Konosemen, Surat
angkutan penumpang dan barang,dan surat-surat lainnya.
2. Segala bentuk ijasah.
3. Tanda terima gaji, uang pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya.
4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemda dan bank.
5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk untuk penerimaan lainnya yang
disamakan dengan dengan itu dari kas negara , kas pemda dan bank.
6. Tanda penerimaan uang yg dibuat utk keperluan intern organisasi.
7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada
penabung oleh bank, koperasi dan badan-badan lainnya yang bergerak dibidang
tersebut.
PERPAJAKAN 77
8. Surat gadai yg diberikan oleh perusahaan jawatan pegadaian.
9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Subjek Bea Materai antara lain:
1. Pemegang dokumen
2. Pihak yang mendapat manfaat
3. Penerima dokumen
Tarif Bea Materai utk semua dokumen yg terkena Bea
Materai adlh sebesar Rp 6.000, kecuali dokumen yg
berbentuk :
1. Surat yang memuat jumlah uang.
a. Yang mempunyai harga nominal sampai Rp 250.000 tidak dikenakan Bea Materai.
b. Yang mempunyai harga nominal dari Rp 250.000,00 sampai Rp 1.000.000
dikenakan bea materai dengan tarif sebesar Rp 3000,00.
2. Surat berharga
a. Yang mempunyai harga nominal sampai Rp 250.000,00 tidak dikenakan Bea
Materai
b. Yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000,00 sampai Rp
1.000.000,00 dikenakan Bea Materai dengan tarif sebesar Rp 3.000,00
c. Cek & bilyet giro dikenakan Bea Materai dgn tarif Rp 3.000 tanpa batas
pengenaan besarnya hrg nominal
3. Efek
a. Yang mempunyai harga nominal sampai Rp 1.000.000,00 dikenakan Bea
Materai dengan tarif sebesar Rp 3.000,00.
b. Sekumpulan efek yg tercantum dlm surat kolektif yg mempunyai jmlh harga
nominal sampai Rp 1.000.000 dikenakan Bea Materai dgn tarif sebesar Rp 3.000
Sanksi Administrasi
Dokumen sebagaimana yang dimaksud dalam objek Bea Meterai tidak atau
kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar
200% dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar.
LATIHAN SOAL
1. Manakah yang merupakan Pelepasan hak dalam BPHTB…
a. Pemekaran usaha
b. Penggabungan usaha
c. Pelebaran usaha
d. Tukar Menukar
e. Pencabutan
2. Sistem pemungutan BPHTB adalah…
a. Withholding tax system
b. Official assessment system
PERPAJAKAN 78
c. Self assessment system
d. Estimeted tax system
e. Estimated cash system
3. Jika permohonan pengurangan BPHTB yang diajukan wajib pajak ternyata
ditolak maka kekurangan BPHTB yang belum dibayar akan ditagih dengan…
a. SSP
b. SSB
c. SKP
d. STB
e. SKBKB
4. WP dapat mengajukan keberatan kepada…
a. Presiden
b. Menteri Keuangan
c. Dirjen Pajak
d. Kepala KPP
e. Gubernur
5. Keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB di atur dalam UU
BPHTB pasal…
a. Pasal 21 ayat 2
b. Pasal 22 ayat 2
c. Pasal 22 ayat 4
d. Pasal 23 ayat 2
e. Pasal 23 ayat 4
PERPAJAKAN 79
Daftar Pustaka
Mardiasmo. 2013. Perpajakan. Edisi Revisi 2013. Yogyakarta:CV Andi Offset
Setiawan, Agus. 2010. Petunjuk Praktis Pemotongan & Pemungutan
PPh.Jakarta:PT Ghalia Indonesia
Resmi, Siti. 2013. Perpajakan, Teori&KasusBukuSatu,EdisiTujuh. Jakarta:
Penerbit Salemba Empat
Rusjdi, Muhammad. 2007. PBB, BPHTB & BEA MATERAI. PT. Indeks. Jakarta
Untung Sukardji. 2011. Pokok-Pokok PPN (Pajak Pertambahan Nilai Indonesia)
(Edisi Revisi 2011). Rajawali Press. Jakarta
Direktorat Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat. 2010. Susunan
Dalam Satu Naskah Undang-Undang Perpajakan. Dirjen Pajak. Jakarta
Direktorat Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat. 2013. PPN. Dirjen
Pajak. Jakarta
Republik Indonesia.Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 Tentang Perubahan ke
Empat atas UU nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Recommended